PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS RIAU
KAPITALIS DI INDONESIA (TANTANGAN-MASALAH-EKONOMI)
Transcript of KAPITALIS DI INDONESIA (TANTANGAN-MASALAH-EKONOMI)
TUGAS
EKONOMI POLITIK
Oleh :
Koko Juniko Pratama
NIM : 1110842007
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ANDALAS
2013
INDONESIA : TUJUAN DAN PERSEMAYAMAN KAPITALIS
GLOBAL?
Negara pinggiran dan negara berkembang di seluruh
penjuru dunia rentan akan ketergantungan terhadap
negara maju. Berdasarkan kondisi global yang ada
saat ini dapat diidentifikasi negara-negara pinggiran
dan negara berkembang yang telah bergantung kepada
negara maju. Ketergantungan tersebut mencakup pada
akifitas negara berkembang yang ingin memenuhi
kebutuhan negaranya. Pada prinsipnya negara
pinggiran dan negara berkembang yang tengah
mengalami ketergantungan tersebut telah digiring
menuju Kapitalisme. Kapitalisme yang dimaksudkan
yakni suatu sistim yang sama halnya dengan prinsip
hukum rimba. Yang mana Negara pinggiran dan negara
berkembang yang telah bergantung pada negara
penguasa (kapitalis global) akan menjadi ladang
warisan negara penguasa (kaum kapitalis).
Bagaimanakah dengan Indonesia yang notabene sebagai
negara berkembang?
Seiring dengan perkembangan zaman, negara-negara
di dunia rentan terhadap permasalahan-permasalahan
yang kompleks. Kompleksitas permasalahan tersebut
dapat diihat dari kesulitan suatu negara dalam
menuntaskan permasalahan yang dihadapinya. Atau
kompleksitas permasalahan yang dimaksud juga dapat
kita lihat melalui suatu permasalahan yang sulit
untuk dipecahkan yang kemudian memicu permasalahan
baru. Kondisi inilah yang dimanfaatkan oleh negara-
negara maju untuk meraup keuntungan demi
kepentingannya sendiri. Berbagai cara mereka lakukan
demi mendapatkan tujuan yang mereka inginkan. Salah
satu motifnya yaitu dengan membentuk badan-badan
dunia yang berbasis penjaminan keselamatan negara-
negara dunia yang tengah mengalami krisis. Dengan
dalih memberikan bantuan kepada negara-negara
berkembang atau negara-negara pinggiran yang tengah
dilanda krisis akibat berbagai permasalahan yang
tengah dideranya, badan-badan dunia tersebut mencoba
menjadikan negara-negara yang dibantunya menjadi
negara yang dikuasainya. Sejatinya badan-badan dunia
yang dimaksud ini bukanlah menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi negara-negara yang tengah
dilanda krisis, justru sebaliknya bahwa eksistensi
badan-badan dunia tersebut telah menjadi lintah yang
tidak terdeteksi keberadaannya bagi negara-negara
yang dibantunya.
Globalisasi secara tidak langsung maupun secara
langsung telah memaksa kehidupan warga bumi untuk
terintegrasi satu sama lain. Warga bumi yang juga
merupakan warga dari suatu negara diharapkan untuk
dapat saling bekerjasama dengan warga negara lainnya
yang ada di bumu ini dalam rangka memenuhi kebutuhan
mereka satu sama lain. Benar saja, bahwasanya bumi
ini kaya akan potensinya. Akan tetapi potensi dari
bumi tersebut tidaklah tertumpuk pada satu titik
koordinat di bumi ini. potensi bumi tersebar di
seluruh penjuru bumi, dan itu mengisyaratkan bahwa
penyebaran potensi bumi tersebut akan berujung pada
keterbatasan. Potensi bumi pada suatu negara tentu
miliki keterbatasan, keterbatasan tersebut dapat
dimaknai dalam hal kuantitas, kualitas maupun
jenisnya. Satu negara yang memiliki potensi x,
tentunya akan menemui suatu masalahan keterbatasan.
Potensi x miliki limit kuantitas jika potensi x
tersebut merupakan sumber daya alam yang tidak
dapat diperbaharui. Potensi x miliki limit kualitas
jika suatu negara tidak miliki kualitas pengelolaan
yang baik. Suatu ketika negara tersebut sangat
membutuhkan potensi x namun ia mengalami kendala
keterbatasan, tentu saja negara tersebut harus
menemukan jalan agar kebutuhannya terpenuhi. Oleh
karna itu negara tersebut haruslah berhubungan
dengan negara lainnya agar kebutuhan akan potensi
tersebut dapat terpenuhi. Maka globalisasi mencoba
menjawab permasalahan tersebut.
Saat ini, seluruh belahan dunia telah merasakan
apa yang dinamakan dengan globalisasi. Pada dasarnya
globalisasi merupakan pintu masuk kapitalisme bagi
negara-negara yang tidak atau belum menganutnya.
Dengan otomatis globalisasi telah turut mengantarkan
seluruh negara di belahan dunia merasakan
kapitalisme.
Kapitalisme bertolak dari pemikiran Adam Smith
dan David Ricardo beserta para ahli ekonomi klasik
lainnya, yang menekankan sistem perekonomian dengan
orientasi laba melalui mekanisme pasar persaingan
sempurna. Jika dihubungkan dengan globalisasi,
badan-badan dunia yang dimotori oleh/beserta dengan
negara maju merupakan actor utamayang mencari laba
dalam sistem globalisasi. Sedangkan yang menjadi
pasar dengan mekanisme persaingan sempurnanya adalah
globalisasi itu sendiri. Dengan kata lain
globalisasi merupakan ranah bagi para pencari laba
atau kaum kapitalis untuk meraup keuntungannya
sendiri.
Kapitalisme bukanlah istilah yang baru yang
dimunculkan oleh era modern, karna kapitalisme telah
ada sebelum zaman modern dimulai. Jika dikaji secara
mendalam, saripati dari kapitalisme adalah laba
atau keuntungan. Keuntungan bukanlah tujuan manusia
yang ada di peradaban modern saja. Sebelum itu,
peradaban manusia di seluruh belahan dunia juga
telah mencoba memperoleh keuntungan bagi
kepentingannya sendiri atau kelompoknya. Salah
seorang ahli, yaitu Dudley Dillard mencoba menyoroti
perkembangan kapitalisme secara global. Berdasarkan
hasil pengamatannya Dillard mencoba menjelaskan
perkembangan kapitalisme global melalui tiga fase
yaitu (1) Kapitalisme awal, (2) Kapitalisme klasik,
(3) Kapitalisme Lanjut. Dillard menjelaskan bahwa
kapitalisme awal dimulai sejak abad ke-15, kemudian
sampai pada kapitalisme klasik yang diawali pada
abad ke-17, dan selanjutnya beralih ke kapitalisme
lanjutan yang berawal di abad ke-19. Secara
keseluruhan tiga fase ini sama, yang membedakannya
hanyalah proses kapitalisme itu berlangsung.
Berdasarkan hasil pengamatan Dillard ini dapat kita
simpulkan bahwasanya kapitalisme bukanlah muncul
setelah era modern, melainkan telah muncul jauh
sebelum era modern itu dimulai.
Kapitalisme fase awal berorientasi pada pemenuhan
kebutuhan primer. Hal tersebut dapat dideteksi
melalui kehadiran industri sandang di Inggris sejak
abad ke-15 hingga abad ke-18. Perluasan demi
perluasan dengan argumentasi produktifitas yang
dilakukan selanjutnya menghadirkan fenomena dramatis
dengan munculnya kolonisasi atau imperealisme ke
daerah-daerah lain yang tak memiliki keseimbangan
produksi. Lebih lanjut pada informasi yang sama,
Dillar juga pernah menguraikan bahwa perkembangan
kapitalisme pada tahapan ini didukung oleh tiga
faktor yang sangat penting yaitu: (1) dukungan agama
dengan menanamkan sikap dan karakter kerja keras dan
ajuran untuk hidup hemat, (2) hadirnya logam mulia
terhadap distribusi pendapatan atas upah, laba dan
sewa, serta (3) keikutsertaan Negara dalam membantu
membentuk modal untuk berusaha.
Studi salah seorang ahli yaitu Russel pada 1988,
memperoleh hasil yang menjelaskan bahwa kapitalisme
pada fase awal ini tidak bisa tidak menyebut bahwa
Eropa dan Inggris abad ke-12 adalah sebagai lokasi
awal perkembangan kapitalisme. Russel menunjuk
wilayah perkotaan untuk mencontohkan bahwa saudagar
kapitalis menjual barang-barang produksi mereka
dalam suatu perjalanan dari satu tempat ke tempat
lainnya. Mula-mula mereka hanya menjual barang
kepada teman sesama saudagar perjalanan. Kegiatan
ini kemudian berkembang menjadi perdagangan publik.
Selanjutnya yaitu pada fase klasik. Pada fase
klasik Dillar menyatakan bahwa telah terjadi
transisi disposisi para kapitalis yang pada awalnya
hanya perdagangan publik, ke wilayah yang mempunyai
jangkauan lebih luas yaitu industri. Transformasi
dari dominasi modal perdagangan ke dominasi modal
industri yang seperti itu merupakan ciri Revolusi
Industri di Inggris. Perubahan dalam cara menentukan
pilihan tekhnologi dan cara berorganisasi berhasil
memindahkan industri dari pedesaan ke sentra-sentra
perdagangan lama di perkotaan selama Revolusi
Industri. Akumulasi kapital yang terus menerus
membengkak selama dua atau tiga abad mulai
menunjukkan hasil yang baik pada abad XVIII.
Penerapan praktis dari ilmu pengetahuan teknis yang
tumbuh selama berabad-abad dapat sedikit demi
sedikit dilakukan. Kapitalisme mulai menjadi
penggerak bagi perubahan tehnologi karena akumulasi
modal memungkinkan penggunaan berbagai inovasi.
Nah, pada fase inilah kapitalisme mulai
meletakkan dasarnya yaitu laissez-faire, laissez-
passer sebagai doktrin mutlak Adam Smith. Dillar
menerangkan bahwa perkembangan kapitalisme pada fase
klasik ini semata-mata menggunakan argumentasi
ekonomis. Perkembangan ini tentu saja menjadi
parameter keberhasilan bagi kaum borjuis dalam
struktur sosial masyarakat. Kesuksesan ekonomis
berimbas pada kesuksesan di bidang politik, yaitu
hubungan antara kapitalis dan Negara. Proses ini
menguntungkan kapitalisme terutama dalam penentuan
gaya eksplorasi, eksploitasi dan perluasan daerah
kekuasaan sebagai lahan distribusi produksi. Pada
karya Adam Smith (An Inquiry into The Nature and
Causes of The Wealth Nations (1776) terdapat analisa
bahwa kapitalisme kuno sudah berakhir dan bergeser
menjadi kapitalisme klasik.
Dudley Dillard menjelaskan fase berikutnya yaitu
Kapitalisme lanjut yang mulai berkembang sejak abad
ke-19, tepatnya tahun 1914, Perang Dunia I sebagai
momentum utama. Abad ke-20 ditandai oleh
perkembangan kapitalisme yang sudah tidak lagi bisa
disebut sebagai kapitalisme tradisional. Kapitalisme
fase lanjut sebagai peristiwa penting ini ditandai
paling tidak oleh tiga momentum. Pertama, pergeseran
dominasi modal dari Eropa ke Amerika. Kedua,
bangkitnya kesadaran bangsa-bangsa di Asia dan
Afrika terhadap kolonialisme Eropa sebagai ekses
dari kapitalisme klasik, yang kemudian
memanifestasikan kesadaran itu dengan perlawanan.
Ketiga, Revolusi Bolzhevik Rusia yang berhasrat
meluluh lantakkan institusi fundamental kapitalisme
yang berupa pemilikan kapital secara individu atas
penguasaan sarana produksi, struktur kelas sosial,
bentuk pemerintahan dan kemapanan agama. Dari sana
kemudian muncul ideologi tandingan, yaitu komunisme.
Kapitalisme abad ke-20 berhasil tampil meliuk-
liuk dengan tampilan yang selalu bergerak
mengadaptasikan kebutuhan umat manusia pada zaman
dan situasi lingkungannya. Fleksibilitas ini sukses
membawa kapitalisme sebagai akhir ideologi (The End
of Ideology) yang mengantarkan umat manusia tidak
hanya menuju gerbang yang penuh pesona ekstasi
melainkan juga pada gerbang yang berpeluang besar
untuk kehancuran umat manusia.
Saat ini kapitalisme beserta dampak keberadaannya
telah menjamur di seluruh belahan dunia. Hal itu
semakin dipertegas secara halus melalui eksistensi
badan-badan dunia yang dimotori oleh kaum kapitalis
dunia. Badan dunia seperti IMF, World Bank, dan ICC
merupakan aktor-aktor yang berperan dalam
mengembangbiakkan kapitalisme di seluruh belahan
dunia ini. berbagai cara mereka lakukan agar negara-
negara di dunia ini terlibat dalam sistem
globalisasi yang mekanismenya syarat akan
kapitalisme..
Kapitalisme yang menjunjung tinggi hak-hak
individu, orientasi pada laba, menghilangkan peran
pemerintah secara otomatis telah menciptakan
mekanisme pasar global atau negara berasaskan hukum
rimba. Negara-negara lemah yang masuk ke dalam
pusaran globalisasi akan langsung terjerumus pada
alur kapitalisme ini. Maka disaat inilah sebenarnya
negara lemah tersebut telah terperangkap dalam
perangkap yang telah didesain oleh negara kapitalis.
Tentu saja negara kapitals yang akan menjadi
pemenangnya, sedangkan negara lemah tersebut akan
mengalami kesengsaraan yang kadangkala sama sekali
tidak disadarinya. Inilah sesungguhnya yang menjadi
ancaman bagi negara lemah tersebut, yaitu disaat ia
tidak mengetahui bahwa sesuatu telah menyerap darah,
namun negara tersebut idak menyadarinya sama sekali.
Perlahan-lahan negara tersebut akan kehabisan darah,
yang kemudian akan mengantarkannya pada kematian
berupa kehancuran negara tersebut. Sesuatu yang
lebih parah lagi adalah ketika negara tersebut telah
mati atau hancur, negara kapitalis akan semakin
mengeksploitasi (memanfaatkannya). Ilustrasi seperti
itu memang benar adanya, dan hal itu bukanlah suatu
kemungkinan lagi. kondisi ekstrim yang diakibatkan
oleh eksistensi kaptalisme memang akan atau telah
terjadi di berbagai negara lemah yang ada di seluruh
penjuru dunia. Hal itu turut didukung oleh prinsip
mendasar kapitalisme yang tidak memperkenankan
campur tangan pemerintah di dalam sistemnya. Nah,
ketika sistem perekonomian suatu negara tidak lagi
melibatkan pemerintah atau melibatkan pemerintah
hanya pada batas-batas yang minim, tentu saja kita
dapat menyaksikan para kapitalis dengan leluasa akan
mudah masuk kedalam sistem tersebut dan mempengaruhi
segala proses yang berlangsung dalam sistem yang
ada.
Fakta kapitalisme yang telah menghancurkan masa
depan negara-negara lemah di dunia telah terlihat
saat ini melalui tingkat kematian, kemiskinan dan
pengangguran yang tinggi serta berbagai
permasalahan lainnya yang tengah dialami negara-
negara terbelakang bahkan negara berkembang. Jika
keberadaan badan-badan dunia itu untuk dunia, secara
kasat mata dapat diambil satu hipotesa bahwa seluruh
negara lemah dan negara berkembang di dunia dapat
terbantu dalam memenuhi kebutuhannya sendiri dan
dapat hidup sejahtera tanpa ancaman krisis. Namun
mengapa masih ada permasalahan krisis yang justru
semakin meningkat di negara lemah dan berkembang
tersebut. Berdasarkan hal ini dapat kita lihat bahwa
kapitalis itu benar adanya di dunia ini, bahkan
mereka itu dekat sekali dengan negara lemah dan
negara berkembang. Di sisi lain juga dapat dikatakan
bahwa kapitalis tersebut merupakan sumber krisis
dari negara-negara lemah dan berkembang.
Negara-negara Afrika, Asia serta negara-negara
lainnya yang tergolong lemah dan negara berkembang
telah digerogoti oleh kapitalisme. Misalkan seperti
tambang emas yang ada di Afrika Selatan,
pengelolanya adalah kapitalis barat, sedangkan
pribumi Afrika Selatan hanya sebagai pekerja kasar
yang senantiasa diperintah oleh majikannya
(kapitalis barat). Padahal Afrika Selatan merupakan
negara yang kaya namun masih saja ditemukan
masyarakatnya mengalami kemiskinan, gizi buruk dan
sebagainya. Dalam hal ini pemerintah tidak dapat
turut serta memaksimalkan hasil kekayaan negaranya
tersebut untuk masyarakatnya yang mengalami
kemiskinan tersebut. Karna pemerintah di sini
hanyalah sebagai simbol semata yang tidak berperan
strategis dalam mempengaruhi kekayaan alamnya. Hal
tersebut merupakan dampak dari lebih dulunya
kapitalisme menguasai suatu negara. Kepemilikan aset
berharga Afrika Selatan tersebut telah berada di
tangan pemiliki modal (kaum kapitalis). Otomatis
keuntungan dari pertambangan emas tersebut memiliki
porsi yang sangat besar untuk pemilik modal
tersebut, sedangkan untuk masyarakat Afrika Selatan
hanya beberapa persen saja porsinya. Eksploitasi
seperti ini merupakan salah satu metode kapitalisme
dalam mencapai tujuannya yaitu memperoleh laba yang
sebesar-besarnya dengan mengorbankan pihak-pihak
lain yang dipandang lemah.
Fenomena seperti ini telah seringkali terulang,
namun tetap saja negara-negara lemah dan berkembang
tertipu oleh kaum kapitalis untuk masuk ke sistem
kapitalisme (jebakan) yang mereka tawarkan. Tentu
saja kaum kapitalis tidak secara terang-terangan
menawarkan sistem kapitalisme kepada negara-negara
yang akan menjadi mangsanya. Berawal dengan tawaran
melakukan kerja sama sebagai upaya mengatasi krisis,
kemudian kapitalis tersebut diberikan jalan untuk
menanamkan modalnya di negara tersebut. Semakin lama
pemilik modal tersebut menjadikan negara itu sebagai
negara yang mengalami ketergantungan terhadap modal
yang ditanamnya. Setelah merasa bergantung negara
tersebut mulai merasa segan dan secara perlahan
bagian dari negara yang telah ditanami modal oleh
kapitalis tersebut telah beralih fungsi menjadi
miliknya, meskipun masih dalam porsi yang belum
seutuhnya. Atau misalkan melalui utang historis
suatu negara, kaum kapitalis menjadikan celah itu
sebagai kunci masuk ke dalam suatu negara yang akan
dijadikan mangsanya. Suatu negara yang beraliansi
dengan negara kapitalis untuk memperoleh kemerdekaan
bangsanya tentu akan miliki rasa berhutang kepada
negara kapitalis tersebut. Dengan kunci hutang budi
tersebut negara kapitalis mulai masuk untuk merajai
negara yang baru merdeka itu, dan sebenarnya
menjadikan negara tersebut kembali terjajah.
Kemunculan kapitalis ini bukanlah sesuatu yang
mutlak tidak bisa diperidiksi dan dicegah. Kehadiran
kapitalis beserta dampaknya pada suatu negara
sebenarnya bersifat relatif. Ada kalanya suatu
negara dapat mencegah kehadiran kapitalis, dan ada
juga negara yang hanya mampu mencegah dampak dari
kehadiran kapitalis. Pada dasarnya hal itu
bergantung kepada sistem pemerintahan yang ada pada
negara tersebut. Sanggup ata tidaknya suatu negara
menagkal kapitalisme atau dampaknya bergantung
kepada pemerintahan yang ada di dalamnya. Apabila
pemerintahan di suatu negara masih bersih atau belum
terkontaminasi oleh intervensi barat (kapitalis)
maka bisa dijadikan jaminan bahwa negara tersebut
akan terhindar dari kapitalisme serta dampaknya.
Venezuela merupakan salah satu negara yang
menentang arus kapitalisme global. Bukan lagi negara
yang akan menentang tetapi telah menjadi negara
yang berhasil terhindar dari kapitalisme global
untuk saat ini. Pada dasarnya hal itu dikarnakan
Venezuela dipimpin oleh pemerintahan berhaluan kiri.
Salah satu sosok pemimpin Venezuela yang paling
berjasa dalam menentang dan menghindari arus
kapitalisme global adalah Rafael Hugo Chavez Frias
atau yang lebih dikenal sebagai Hugo chavez. Beliau
merupakan sosok yang memang anti Amerika (kaum
kapitalis/barat). Hal itu bukan berarti tanpa
alasan. Beliau menyadari kapitalisme hanyalah akan
menimbulkan kesengsaraan bagi suatu negara. Karna
Chavez menyadari siapa aktor, apa tujuannya, dan
bagaimana ia mencapai tujuan tersebut. Oleh karna
itu, setelah hutang Venezuela lunas negara tersebut
mundur dari IMF dan World Bank di bawah pemerintahan
Chavez. Ketika pemerintah Venezuela berkebijakan
untuk mundur dari IMF dan World Bank, secara tidak
langsung Venezuela telah menutup diri untuk terlibat
dalam kapitalisme global. Buah yang dipetik pun
cukup manis, pertumbuhan ekonomi Venezuela menjadi
salah satu yang tertinggi di dunia yaitu mencapai
5,5% pada tahun 2012. Hal itu diraih ketika
Venezuela tidak bergantung pada kapitalis,suntikan
dana IMF dan World Bank.
Indonesia tidak secara tegas memposisikan dirinya
berada pada koridor apa secara idealis. Ketika
perang dunia berkecamuk, Indonesia lebih memilih
berada pada gerakan non-blok. Ketika dunia tengah
dihadapkan dengan dua kekuatan sistem yang kuat
yaitu liberalism dan komunisme, Indonesia lebih
memilih sistem campuran. Hal-hal yang seperti ini
tentu memicu beragam spekulasi akan jati diri bangsa
ini. Terlepas dari itu semua, sebenarnya Indonesia
turut dipengaruhi oleh paham komunisme bahkan
liberalisme yang mengarah pada kapitalisme. Namun
hingga saat ini pengaruh yang paling besar itu
terasa berasal dari kubu liberalism.
Sejarah telah menjadi saksi akan pengaruh beragam
–isme terhadap bangsa ini, salah satunya yaitu
liberalisme (kapitalisme). Rangkaian sejarah talah
menjawab tentang dimana sebenarnya posisi bangsa
ini, namun para elite yang ada di sana tidak mau
mengakuinya secara pasti kepada seluruh dunia bahkan
kepada masyarakatnya sendiri. Namun seiring dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi,
masyarkat Indonesia telah mampu menemukan sendiri
jawaban atas pertanyaan tentang jati diri bangsa
ini. Bukanlah rahasia lagi jika Indonesia merupakan
negara dengan paham sayap kiri dahulunya disaat awal
kemerdekaannya. Bukanlah rahasia lagi jika Indonesia
merupakan bagian dari sistem kapitalisme global
sejak berakhirnya pemerintahan Soekarno hingga saat
ini.
Sebenarnya Indonesia telah melewati sejarah
panjang tentang keberadaan kapitalisme di negeri
ini.Faktanya adalah bahwasanya watak kapitalisme itu
sebenarnya telah menjadi warisan penjajahan hindia-
belanda di bangsa ini. berdasarkan hal itu, Richard
Robison yang merupakan seorang professor politik di
Universitas Murdoch, Australia menulis sebuah buku
yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia yang
berjudul Soeharto dan Bangkitnya Kapitalisme di
Indonesia. Di dalam bukunya tersebut digambarkan
tentang bagaimana watak kapitalisme yang diwariskan
melalui kolonialisme hindia–belanda di Indonesia.
Robinson mencoba membagi deskripsinya tentang
pewaisan watak kapitalis melalui tiga objek yaitu
(1) kalangan pribumi/tuan tanah, (2) kalangan
nonpribumi/etnis tionghoa, (3) depresi besar-
besaran tahun 1930.
Pertama, kegagalan kaum borjuasi pribumi pemilik
tanah. Hal ini disebabkan oleh hubungan mesra di
antara negara kolonial Hindia-Belanda dengan para
penguasa pribumi feodal. Penguasa pribumi lebih
menikmati pajak, upah, upeti dan sewa untuk
mengongkosi politik rumah tangga ketimbang
mementingkan akumulasi kapital dan peningkatan
produksi untuk menumbuhkembangkan borjuasi pribumi .
Pola demikian mewariskan dan memperkuat watak
patrimonial. Selain itu, pemerintah kolonial Belanda
mengeksploitasi tanah jajahan dengan menerapkan
sistem tanam paksa terhadap kaum tani di perkebunan
besar swasta. Proses ini memperkukuh dominasi
perusahaan-perusahaan perkebunan swasta dalam
produksi tanaman komersial, seperti tebu dan kopi,
sehingga menghambat transformasi masyarakat
pedalaman untuk menjadi petani kapitalis serta kaum
proletar yang kuat .
Kedua, dominasi borjuasi “nonpribumi”
(Tionghoa) di bidang perdagangan dan manufaktur.
Keterpisahan di antara golongan nonpribumi
(Tionghoa) dengan pribumi , ketekunan, dan pertalian
keluarga bersifat eksklusifdi kalangan nonpribumi
dalam perdaganganbanyak menguntungkan prinsip
efisiensi perekonomian kolonial. Sebaliknya, melalui
VOC, kolonialis Belanda menyerahkan kepada golongan
Cina hampir semua hak monopoli perdagangan seperti
pajak pertanian, pungutan jalan,pasar, pengumpulan
dan penjualan garam, pemotongan hewan, bea masuk,
dan lain-lain. Dominasi golongan Cina ini membuat
perkembangan para pedagang pribumi menjadi sangat
terbatas. Di bidang manufaktur, misalnya, kapitalis
pribumi hanya berada pada produksi manufaktur skala
kecil, sedangkan kapitalis nonpribumi (Tionghoa)
menguasai industri skala menengah bahkan skala
besar. Akibatnya, para pedagang kecil pribumi tetap
mengalami kesulitan dalam mengembangkan dan
meningkatkan usaha.Ketiga, Depresi Besar tahun 1930-
an yang mengakibatkan kemerosotan dramatis hasil
sektor perkebunan, terutama gula di Jawa dan karet
di Sumatera, membuat peran modal asing di luar
Belanda seperti Amerika Serikat, Eropa,dan Jepang
semakin signifikan untuk investasidi sektor tambang
dan manufaktur skala besar.Kelas kapitalis yang
mendominasi perekonomian Indonesia hingga akhir masa
colonial adalah orang-orang Belanda, namun capital
Belanda terbukti tidak mampu memberi dan menyumbang
basis akumulasi kapital bagi restrukturisasi
kapitalisme Indonesia mengiringi perkembangan sumber
daya dan industrialisasi.
Perkembangan sosial dan struktur ekonomi yang
tidak merata serta lemahnya borjuasi domestic
tersebut akhirnya “mewariskan” kekosongan ekonomi
politik kapitalis Indonesia. Dengan kata lain bahwa
historis penjajahan hindia-belanda telah membentuk
mental kapitalis di bangsa ini, dan sebelum
kapitalis itu datang dari luar sebenarnya bangsa ini
telah berada pada pengaruh kapitalis.
Indonesia pada hakekatnya merupakan negara yang
kaya akan potensi bumi. Jika negara ini mampu
mengelolanya dengan baik, bisa dipastikan negara ini
dapat berdiri sendiri tanpa bantuan ataupun
berhubungan dengan negara lain. Hal inilah yang
dilihat oleh negara-negara kapitalis. Dengan gelar
yang disandang Indonesia sebagai negara dunia
ketiga yang tengah gencar menyelenggarakan
pembangunan multisektor semakin memperluas
kesempatan negara kapitalis untuk masuk ke negara
ini.
Dengan merujuk pada hasil pengamatan Dudley
Dillar tentang perkembangan kapitalis global,
Indonesia kini telah turut merasakan imbas
kapitalisme lanjutan. Indonesia yang memiliki
romantisme hangat dengan IMF dan World Bank serta
badan-badan dunia lain yang mempelopori kapitalisme
global turtu menggiring Indonesia menuju kematian
disaat darah negara ini telah habis dihisap secara
diam-diam oleh para kapitalis tersebut. Sehingga
lintah yang kenyang tersebut dapat melanjutkan
hidupnya, sedangkan korbannya telah lesu dan tidak
lagi mampu berdiri apalagi berjalan.
Indonesia sebagai negara berkembang yang masih
belum mampu memaksimalkan sumber daya alam yang
dimilikinya terus berusaha untuk melakukan upaya
pembangunan di berbagai sektor. Dengan pertimbangan
akan adanya maksimalisasi pengelolaan sumber daya
melalui pembangunan maka negara Indonesia mencoba
banyak alternative agar tujuan tersebut tercapai
namun hal itu justru membuat bangsa ini semakin
rapuh menuju ketidakberdayaannya.
Dalam mendongkrak upaya pembangunan yang
diselenggarakan oleh negara Indonesia tentu berbagai
upaya dilakukan agar manfaat dari pembangunan
tersebut dapat dirasakan. Seperti dengan meminjam
dana kepada negara lain (utang luar negeri), dan
membuka peluang investasi bagi asing selebar-
lebarnya. Di satu sisi, hal ini memang mampu
membawa Indonesia menuju pada tujuan pembangunan.
Percepatan pembangunan dapat diselenggarakan dengan
bantuan dana yang berasal dari luar negeri, potensi-
potensi yang dahulunya belum tersentuh atau belum
maksimal pengelolaannya dapat dioptimalkan melalui
investasi oleh asing. Akan tetapi di sisi lain,
hal ni merupakan awal mimpi buruk Indonesia. Bantuan
dana melalui utang luar negeri sebabkan bangsa ini
menjadi bangsa yang ketergantungan dengan pera
pemilik modal (khususnya kaum kapitalis barat).
Selain itu ketika Indonesia membuka peluang
investasi bagi asing selebar-lebarnya maka hal ini
akan berujung pada dominasi kepemilikan sumber
daya atau aset negara Indonesia atas investor asing.
Globalisasi memang memaksa Indonesia untuk
berlabuh pada sistem kapitalis global. Indonesia
tidak menutup dirinya dari pengaruh globalisasi,
justru Indonesia turut berperan aktif dalam
globalisasi ini. Hal itu terlihat sejak Indonesia
dipimpin oleh Soeharto yang gencar melaksanakan
pembangunan. Kepemimpinannya dapat dijadikan sebagai
signal awal dari masuknya Indonesia ke dalam
kapitalisme global secara menyeluruh. Hal itu
terbukti disaat dunia digoncang oleh krisis hebat
pada tahun 1998, Indonesia juga terkena dampaknya.
Seperti misalkan dngan melemahnya nilai tukar rupiah
yang berujung kepada tigkat inflasi yang mengalami
peningkatan tajam sehingga tidak dapat lagi
dikontrol oleh pemerintah pada saat itu. Dampak
lainnya yaitu bangkrutnya perusahaan multinasional
dan perusahaan domestik lainnya.
Dalam melangsungkan upaya penyelamatan kondisi
perekonomian nasional negara Indonesia mencoba untuk
memperluas jangkauannya dalam menemukan solusi
terbaik. Salah satunya yaitu melalui bantuan IMF dan
bank dunia. Disaat Indonesia telah dibantu oleh IMF
dan World bank, hal itu bisa dijadikan titik awal
petaka Indonesia. Karna sejak saat itulah Indonesia
akan mengalami krisis. Jika benar IMF dan bank dunia
hadir untuk membantu negara-negara yang tengah
dilanda krisis untuk menyelesaikan krisis tersebut,
lalu mengapa negara yang mengalam krisis tersebut
justru dihadapkan pada masalah baru.
Benar saja, kondisi indonesia saat ini sungguh
memprihatinkan. Negara yang kaya akan potensi bumi
justru memiliki masyarakat yang miskin. Lalu,
pertanyaannya adalah siapakah yang kaya dengan
potensi bumi itu? Tentu saja, jika kondisi itu
disebabkan oleh kapitalisme yang semakin merejalela
secara sembunyi-sembunyi di negara ini, tentu saja
jawabannya adalah investor asing, pribumi (elite
politik, dan elite sosial) dan terutama sekali kaum
kapitalis yang menciptakan sistem kapitalis global
tersebut.
Dampak kapitalisme telah dapat dilihat secara
mata telanjang di Indonesia saat ini. Dampak yang
paling mencolok adalah status kepemilikan aset
potensial negara yang telah didominasi oleh asing.
Beberapa perusahaan yang sebenarnya dapat menjadi
sumber pendapatan yang mapan bagi Indonesia telah
dikuasai oleh kaum kapitalis. Misalkan seperti PT.
Freeport dan PT. Chevron, yang mana kedua
perusahaan tersebut memiliki sumber daya yang
memiliki nilai jual yang mahal. Namun apalah daya
Indonesia yang telah dirajai oleh sistem kapitalis
global. Dapat dikatakan bahwa pemerintahan Indonesia
tidak memiliki celah sedikitpun untuk mengembalikan
status kepemilikannya menjadi perusahaan nasional
Indonesia secara utuh. Hal ini menunjukan bahwa
sistem pasar yang tidak memperkenankan peran
pemerintah itu lama berada di Indonesia, dan hal ini
hanya menunggu waktu saja menuju kepada suatu sistem
persaingan pasar sempurna yang digadang-gadang oleh
penganut ekonomi liberal klasik.
Indonesia kini telah bergantung kepada sistem
ekonomi global yang mengarah pada sistim kapitalis.
Indonesia bisa dipastikan tidak mampu atau sulit
untuk menghindar dari sistim kapitalisme tersebut.
Indonesia bukanlah Venezuela, Indonesia juga
bukanlah Afrika Selatan. Namun Indonesia masih
berada di pertengahan jalan menuju dua simpang
berbeda yang mengarah ke Venezuela atau neaara-
negara Afrika.
Referensi bacaan :
Djojohadikusumo, Sumitro. 1991. Perkembangan
Pemikiran Ekonomi. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Pram, Tofik. 2013. Hugo Chavez: Malaikat Dari
Selatan. Jakarta: Imania.
Referensi bacaan lainnya :
http://karlinawkfisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail76865Studi%20Strategis%20Indonesia%20Perkembangan%20Kapitalisme%20di%20Indonesia.html
Resensi Buku : Soeharto dan Bangkitnya Kapitalisme di Indonesia, oleh Achmad Choirudin.