PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2004 ISSN : 1411 -4216 PENGARUH SUHU REAKSI...

6
PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2004 ISSN : 1411 - 4216 PENGARUH SUHU REAKSI TERHADAP CO-PROCESSING BATUBARA BANKO TENGAH DENGAN SHORT RESIDUE Muksin Saleh UPT-LSDE, BPPT Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang 15314 Abstract Short Residue (SR) was proposed for start-up solvent that will be using for coal liquefaction plant to generate synthetic oil. Co-processing between Short Residue (SR) and Central Banko Coal (CBC) was studied to investigate the effect of reaction suhu reaksi to product distribution. In this study, Short Residue (SR) was co-processed with Central Banko Coal (CBC) in catalyzed reaction (SH Limonite) at 400 C, 430 C 450 C and 470 C. The co-processing reactions were carried out in 5 liter autoclave reactor with the operating condition of H initial pressure 12 MPa, holding time 60 minutes, and solvent to coal ratio (S/C) = 2. After the reaction, liquid products were separated into oil fraction (b.p. C -420 C) and coal liquid bottom (CLB, b.p. above 420 C) by vacuum distillation, while gaseous products were analyzed by FID and TCD gas chromatography. Result of this experiment show that the oil yield and hydrocarbon (C -C ) gases yield increase by increasing reaction suhu reaksi. Meanwhile CLB yield was decrease by increasing reaction suhu reaksi. The highest oil yield as 70.39% was achieved during reaction suhu reaksi 470 C and the lowest oil yield as 18.6% was achieved during reaction suhu reaksi 400 C. There was no significant changed on the CO & CO gases yield and H O yield. It was also appeared that hydrogen consumption was approximately constant with the highest hydrogen consumption as 1.78% at reaction suhu reaksi 470 C. o o o o 2 5 o o 1 4 o o 2 2 o Kata Kunci : Co-processing, liquefaction, short residue (residu pendek) PENDAHULUAN Riset di bidang pencairan batubara muda menjadi minyak sintetis terus berlanjut dengan tujuan untuk mengurangi biaya konstruksi dan biaya operasional pabrik pencairan batubara muda. Alasan geografis yang mengakibatkan tingginya biaya konstruksi pabrik tersebut adalah lokasi yang sulit dijangkau dari pantai atau pelabuhan, sedangkan alasan teknisnya adalah tingginya konsumsi gas hydrogen, yaitu sekitar 40% dari total biaya konstruksi pabrik (Saleh M, 2002 dan Yusnitati dan Artanto, 2000). BPPT melalui laboratorium pencairan batubara muda telah melakukan terobosan sejak tahun 2000 dengan menerpakan teknologi co-processing dengan memanfaatkan residu minyak bumi sebagai pelarut dan sumber donor hydrogen menggantikan coal derived solvent (pelarut dari proses pencairan barubara). Residu minyak bumi memiliki kandungan hydrogen yang lebih tinggi dibandingkan dengan coal derived solvent, yang ditunjukkan dengan tingginya rasio H/C yang dimiliki oleh residu minyak bumi. Selain itu kebanyakan senyawa penyusunnya berupa senyawa alifatik rantai lurus. Karakteristik residu yang demikian diduga bernilai positif dalam hubungannya dengan proses hidrogenasi dalam pencairan batubara karena dapat menurunkan konsumsi hydrogen molekular, dan menurunkan senyawa aromatis dalam minyak yang dihasilkan sehingga dapat meningkatkan angka setana dari produk fraksi diesel. Untuk membuktikan hipotesa tersebut maka dalam penelitian ini akan digunakan short residue (residu pendek) sebagai pelarut dalam proses pencairan batubara (co-processing). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh suhu reaksi terhadap distribusi produk co-processing, tingkat konsumsi hydrogen dan karakteristik minyak yang dihasilkan. METODE PENELITIAN Secara garis besar , metode yang diterapkan pada penelitian ini dibagai menjadi tiga tahapan utama, yaitu : 1. Karakterisasi bahan-bahan yang digunakan 2. Reaksi co-processing dengan Autoclave 1 L JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK B-14-1 UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Transcript of PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2004 ISSN : 1411 -4216 PENGARUH SUHU REAKSI...

PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2004 ISSN : 1411 - 4216

PENGARUH SUHU REAKSI TERHADAP CO-PROCESSING BATUBARA BANKO TENGAH DENGAN SHORT RESIDUE

Muksin Saleh UPT-LSDE, BPPT

Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang 15314 Abstract Short Residue (SR) was proposed for start-up solvent that will be using for coal liquefaction plant to generate synthetic oil. Co-processing between Short Residue (SR) and Central Banko Coal (CBC) was studied to investigate the effect of reaction suhu reaksi to product distribution. In this study, Short Residue (SR) was co-processed with Central Banko Coal (CBC) in catalyzed reaction (SH Limonite) at 400 C, 430 C 450 C and 470 C. The co-processing reactions were carried out in 5 liter autoclave reactor with the operating condition of H initial pressure 12 MPa, holding time 60 minutes, and solvent to coal ratio (S/C) = 2. After the reaction, liquid products were separated into oil fraction (b.p. C -420 C) and coal liquid bottom (CLB, b.p. above 420 C) by vacuum distillation, while gaseous products were analyzed by FID and TCD gas chromatography. Result of this experiment show that the oil yield and hydrocarbon (C -C ) gases yield increase by increasing reaction suhu reaksi. Meanwhile CLB yield was decrease by increasing reaction suhu reaksi. The highest oil yield as 70.39% was achieved during reaction suhu reaksi 470 C and the lowest oil yield as 18.6% was achieved during reaction suhu reaksi 400 C. There was no significant changed on the CO & CO gases yield and H O yield. It was also appeared that hydrogen consumption was approximately constant with the highest hydrogen consumption as 1.78% at reaction suhu reaksi 470 C.

o o o o

2

5o

o

1 4

o

o2

2o

Kata Kunci : Co-processing, liquefaction, short residue (residu pendek)

PENDAHULUAN Riset di bidang pencairan batubara muda menjadi minyak sintetis terus berlanjut dengan tujuan untuk mengurangi biaya konstruksi dan biaya operasional pabrik pencairan batubara muda. Alasan geografis yang mengakibatkan tingginya biaya konstruksi pabrik tersebut adalah lokasi yang sulit dijangkau dari pantai atau pelabuhan, sedangkan alasan teknisnya adalah tingginya konsumsi gas hydrogen, yaitu sekitar 40% dari total biaya konstruksi pabrik (Saleh M, 2002 dan Yusnitati dan Artanto, 2000). BPPT melalui laboratorium pencairan batubara muda telah melakukan terobosan sejak tahun 2000 dengan menerpakan teknologi co-processing dengan memanfaatkan residu minyak bumi sebagai pelarut dan sumber donor hydrogen menggantikan coal derived solvent (pelarut dari proses pencairan barubara). Residu minyak bumi memiliki kandungan hydrogen yang lebih tinggi dibandingkan dengan coal derived solvent, yang ditunjukkan dengan tingginya rasio H/C yang dimiliki oleh residu minyak bumi. Selain itu kebanyakan senyawa penyusunnya berupa senyawa alifatik rantai lurus. Karakteristik residu yang demikian diduga bernilai positif dalam hubungannya dengan proses hidrogenasi dalam pencairan batubara karena dapat menurunkan konsumsi hydrogen molekular, dan menurunkan senyawa aromatis dalam minyak yang dihasilkan sehingga dapat meningkatkan angka setana dari produk fraksi diesel. Untuk membuktikan hipotesa tersebut maka dalam penelitian ini akan digunakan short residue (residu pendek) sebagai pelarut dalam proses pencairan batubara (co-processing). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh suhu reaksi terhadap distribusi produk co-processing, tingkat konsumsi hydrogen dan karakteristik minyak yang dihasilkan. METODE PENELITIAN Secara garis besar , metode yang diterapkan pada penelitian ini dibagai menjadi tiga tahapan utama, yaitu :

1. Karakterisasi bahan-bahan yang digunakan 2. Reaksi co-processing dengan Autoclave 1 L

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK B-14-1 UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

3. Analisa produk-produk yang dihasilkan dari co-processing Tahap pertama yaitu karakterisasi bahan, yang meliputi analisa kimia dan fisika batubara, katalis dan short residue yang meliputi analisa proksimat, ultimat, distribusi titik didih pelarut, viscosity dll. Karakteristik tersebut digunakan sebagai parameter untuk keperluan percobaan maupun evaluasi produk hasil co-processing. Batubara Batubara Muda yang dipergunakan di dalam penelitian ini adalah batubara Banko Tengah yang diperoleh dari area kuasa penambangan PTBA di Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Adapun karakteristik batubara Banko Tengah adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil Analisa Ultimat Batubara Banko Tengah

% berat kering

C H N S Odiff Abu %

berat

Kadar air, % berat

63,72 4,64 1,07 0,6 17,37 2,33 10,27

Batubara sebelum diumpankan ke dalam autoclave terlebih dahulu digerus hingga berukuran lolos 200 mesh (74 µm) dan kemudian dikeringkan sampai kandungan airnya sekitar 10% berat. Sampel batubara yang tidak dipergunakan langsung disimpan di dalam desikator untuk menghindari penyerapan air dari udara terbuka. Katalis Katalis yang digunakan dalam penelitian ini adlah katalis limonite SH dari soroako, sulawesi Selatan. Bijih limonit dikeringkan pada suhu 105 C selama 3 jam (sampai berat konstan). Setelah kering kemudian dicampur dengan pelarut daur ulang (recycle solvent, BSU-RS) dengan rasio 30:70 untuk kemudian digiling dalam tower mill dengan bantuan zirconia ball dengan kecepatan putaran 1000 rpm selama 4 jam. Katalis yang dihasilkan berbentuk susspensi koloidal dengan ukuran sekitar 0,5 – 0,8 µm.

o

Tabel 2. Komposisi unsur pada katalis Limonit SH

% berat basis kering

Na Ca Mg Al Si Cr Co Fe Ni 0,04 0 0,08 3,35 2,64 0,81 0,09 46,97 1,29

Pelarut Short Residue (Residu Pendek) Residu pendek yang digunakan didapat dari Unit Pengolahan Pertamina UP III, Plaju, Palembang dengan karakteristik seperti yang ditunjukkan pada tabel 3 sampai Tabel 5. Fraksi residu diperoleh dengan distilasi vakum 10 mmHg, sedangkan kandungan abu dianalisa dengan metode ASTM D3174.

Tabel 3. Karateristik Residu pendek

Faraksi distilat dan kandungan Abu (% berat ) 2 LO MO HO CLB Abu

0,00 0,54 0,53 5,89 93,03 0,01 H O

Hasil analisa Lab. Pencairan Batubara, Puspiptek – Serpong LO (C -180oC), MO (180-300oC), HO (300-420oC), CLB (>420oC) 5

Tabel 4.Analisa Unsur Residu Pendek

Komposisi (% berat)

C H N S Odiff 86,39 13,28 <0,01 0,12 0,21 1,84

Rasio H/C

Hasil analisa Lab. Kobelco Kaken, Kobestell, jepang

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK B-14-2 UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Tabel 5. Spesifikasi dari Residu Pendek (Short Residue) Titik didih (oC) 540 Secific Garvity, oC 0,9525 – 0,9854 API Garvity 17,1 – 12,1 Sulfur, %berat 0,25 Redwood Viscousity, pada 210oC, sec 696 – 951 Lab. Pertamina di Dindalmutu, Pulogadung

Tahap kedua adalah melaksanakan percobaan proses co-processing menggunkan reactor batch Autoclave 1 liter (AC 1L) yang dilengkapai dengan pengaduk, jaket pemanas dan control (gambar 1). Penelitian dilakukan dengan kondisi operasi sbb: suhu reaksi 400 C, 430 C 450 C dan 470 C, tekanan awa H 12 MPa, kecepatan pengaduk 900 rpm, holding time 60 menit dan rasio pelarut/batubara (S/C) 2. Bahan yang digunakan adalah batubara banko tengah, short residue dan katalis limonite Soroako SH. Slurry yang dihasilkan dari proses co-processing difraksinasi dengan distilasi vakum 10 mmHg untuk memisahkan fraksi minyak, air dan coal liquid bottom (CLB). Produk gas dianalisa dengan gas kromatografi.

o o o o2

Gambar 1. Diagram alir peralatan pencairan batubara (co-processing) Setelah seluruh umpan (serbuk batubara, short residue, katalis slurry dan sulfur) dimasukkan ke dalam autoclave dan ditutup, dialirkan gas nitrogen sampai tekanan 30 kg/cm2 ke dalam autoclave, ditahan beberapa saat dan kemudian dibuang. Hal ini bertujuan untuk membilas udara dalam autoclave dan dilakukan sebanyak tiga kali untuk memastikan seluruh udara telah terbilas. Kemudian dialirkan gas hidrogen hingga tekanan sekitar 20-30 kg/cm2 untuk membersihkan ruangan di dalam autoclave dari konsentrasi udara (nitrogen dan oksigen). Pembilasan dengan hidrogen ini juga dilakukan sebanyak tiga kali. Setelah proses pembilasan, gas hidrogen dialirkan ke dalam autoclave sampai tekanan 250 kg/cm2 dan ditahan selama minimal 2 jam untuk mengetahui apakah ada kebocoran dengan indikasi perubahan tekanan. Test kebocoran juga dilakukan dengan menggunakan hydrogen gas detector atau dengan penyemprotan air sabun ke tempat kemungkinan terjadinya kebocoran. Jika tidak terjadi kebocoran, tekanan gas hidrogen diturunkan sampai tekanan awal reaksi (12 MPa). Kemudian, aliran air pendingin untuk pengaduk, termokopel dan kontrol panel dinyalakan sehingga autoclave siap untuk dioperasikan. Tahap terakhir adalah melakukan analisa produk secara lebih detail, meliputi analisa distribusi produk cair dengan distilasi vakum, serta analisa ultimat dari masing-masing fraksi. Hasil analisa tersebut kemudian dibandingkan dengan karakteristik minyak hasil pencairan batubara dan/atau dengan karakteristik minyak bumi. Produk co-processing terdiri dari produk gas dan produk cairan (slurry). Gas hasil reaksi langsung diambil pada tiga kondisi tekanan yaitu tinggi, medium dan rendah. Gas dianalisa menggunakan instrumen kromatografi gas TCD dan FID untuk mendapatkan konsentrasi gas H , CO, CO dan C -C Gas H S 2 2 1 4. 2

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK B-14-3 UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

dianalisa secara tersendiri dengan menggunakan peralatan Gastec Dragger yang pembacaannya menggunakan tabung indikator. Sedangkan produk cairan slurry dipisahkan dengan menggunakan metode distilasi vakum. Hasil distilasi yang diinginkan adalah produk minyak dengan titik didih C -420 C (distilat) yang terdiri dari fraksi-fraksi LO/ light oil (C -180 C), MO/middle oil (180-300 C), HO/heavy oil (300-420 C). Sisanya adalah padatan CLB/coal liquid bottom (>420 C).

5

5

o o o

o

Hasil penelitian co-processing batubara Banko Tengah dengan short residue dan katalis limonit soroako SH ditunjukkan pada Tabel 6, Gambar 2 dan Gambar 3.

Tabel 6. Hasil co-processing pada berbagai suhu reaksi

400 C o 430 C o 450 C 470 C o

Umpan Bahan: (gr) Batubara 80 80 Pelarut SR 128,69 128,69 120,66 Katalis Limonit SH 17,72 17,72 Belerang 2,44 2,44 2,3 Tek awal H (Mpa) 2 12 12 12 12 Waktu Reaksi 60 60 60

o

HASIL DAN PEMBAHASAN

oSuhu Reaksi

80 75 128,69

16,62 17,72 2,44

60 Distribus Produk: (% berat mafc)

L O 2.50 12.53 24.56 28.32 M O 9.09 23.39 25.79 28.47 H O 7.01 15.89 15.25 13.60 Total Distilat 18.60 51.81 65.60 70.39 H O 2 4.15 4.11 4.46 2.92 CLB 75.16 38.96 21.88 17.39 CO+CO 2.28 3.31 3.55 3.91 2C -C 1 4 0.66 3.04 5.71 7.18 ∆ H2 0.86 1.22 1.19 1.78

Table 6 menunjukkan pengaruh suhu reaksi reaksi terhadap produk co-processing diantaranya minyak (distilat), H2O, CLB, CO+CO2 dan konsumsi hydrogen. Bahwa kenaikan suhu reaksi menaikan perolehan minyak (distilat) yang signifikan dengan urutan sbb: 470oC sebesar 70,39% berat mafc, 450oC sebesar 51,81% berat mafc, 430oC sebesar 51,81% berat mafc dan 400oC sebesar 18,60% berat mafc. Hal ini dikarenakan kenaikan suhu reaksi menyebabkan perengkahan batubara menjadi senyawa yang lebih kecil terjadi lebih banyak, sehingga distilat yang diperoleh semakin meningkat [Oviawe, 1993]. Sebaliknya, kenaikan suhu reaksi menyebabkan penurunan perolehan CLB yang cukup besar. CLB terbesar (75,16% berat mafc) diperoleh pada suhu reaksi 400oC dan terkecil pada suhu reaksi 470oC yaitu sebesar 17,39% berat mafc. Pengaruh kenaikan suhu reaksi menyebabkan konversi batubara semakin besar atau batubara yang tidak bereaksi semakin kecil, karena terjadinya reaksi hidrogenasi cincin aromatis, hidrokraking dan yang terutama perengkahan termal. Hal ini ditunjukkan dengan semakin kecilnya jumlah perolehan CLB dengan meningkatnya suhu (Mochida, 1997). Pada tabel 6 dapat dilihat pula bahwa perolehan LO, MO, dan HO terus meningkat seiring dengan kenaikann suhu reaksi. Kenaikan perolehan MO dan HO disebabkan oleh sifat donor pelarut yang baik pada short residue (residu pendek). Tingginya kandungan hidrogen pada residu pendek akan meningkatkan proses stabilisasi radikal bebas sehingga dapat meminimalkan reaksi retrogresif, sehingga laju konversi MO dan HO menjadi fraksi yang lebih ringan (LO) menjadi minimum (Farcasiu, 1994). Pada suhu yang lebih tinggi (>470oC) dengan adanya penurunan sifat pelarut residu pendek maka akan terjadi dekomposisi termal lebih lanjut terhadap fraksi MO dan HO menjadi LO melalui mekanisme auto-stabilization dan proses hydrogen shuttling. Pada akhirnya dengan meningkatnya suhu reaksi di atas 470oC akan menurunkan perolehan MO dan HO sedangakan perolehan LO meningkat (Farcasiu, 1994).

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK B-14-4 UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

-100

1020304050607080

400 430 450 470

CLB

H2O

C1-C4

CO+CO2

Distilat

D H2

������������������������������������������������������������������������������

����������������������������������������������������

����������������������������

����������������������������

17.39

18.60

51.81

65.6070.39

75.16

21.88

38.96

-0.86 -1.22 -1.19-1.78

-20

0

20

40

60

80

100

120

400 430 450 470

Yiel

d (w

t% m

afc

C 1-C 4

C O +C O 2

H 2O

D istillate

C LB

∆H 2

Gambar 2. Distribusi Produk Co-processing Gambar 3. Kecenderungan Perolehan Produk Co-processing

Gambar 2 dan gambar 3 menunjukkan bahwa kenaikan suhu reaksi mengakibatkan perolehan CO+CO2 terus meningkat, tetapi kenaikannya tidak begitu signifikan karena gas tersebut sebagian besar berasal dari pelepasan oksigen karboksil dan oksigen karbonil batubara yang terjadi pada suhu rendah (<370oC) sehingga pada suhu reaksi yang lebih tinggi penambahannya tidak terlalu banyak (Sato, 1997). Sementara itu perolehan gas-gas hidrokarbon yang dihasilkan dari proses co-processing seperti gas C1-C4 mengalami kenaikan yang cukup besar seiring dengan kenaikan suhu reaksi khusunya pada suhu antara 400 – 470oC. Hal ini dikarenakan pada suhu yang tinggi batubara lebih banyak terkonversi menjadi fraksi gas. Konsumsi hidrogen pada kisaran suhu reaksi 400-470oC dianggap tidak mengalami kenaikan. Pada suhu 470oC konsumsi hidrogennya tertinggi yaitu sebesar 1,78% berat mafc, hal ini diduga karena hydrogen tersebut dipakai untuk menstabilisasi radikal bebas sehingga distilat yang dihasilkan semakin banyak. Dibandingkan dengan konsumsi hidrogen pada proses pencairan batubara banko tengah dengan pelarut coal derived solvent dan katalis limonit soroako SH yang mencapai 6,17% berat mafc (Saleh, M., 2002) maka proses co-processing dengan short residue dapat menurunkan konsumsi hidrogen sampai kurang lebih 70%. Pengaruh kenaikan suhu reaksi terhadap perolehan H2O tidak signifikan, seharusnya pada suhu 470oC batubara yang terkonversi menjadi H2O lebih banyak, tetapi ternyata H2O yang diperleh pada suhu tersebut menurut. Hal ini diduga karena lebih banyak yang terkonversi menjadi fraksi gas. Pada kisaran suhu 400 – 450oC perolehan H2O cenderung meningkat karena sebagian besar pelepasan H2O terjadi pada suhu tinggi yang berasal dari hidro-polimerisasi produk primer pencairan, sedangkan sebagian kecil produk H2O dihasilkan pada suhu rendah (<370oC) secara langsung dari batubara asal (dari lengas tertambat dan perengkahan termal dari gugus karboksilat) (Sato, 1997). KESIMPULAN

1. Co-processing batubara mengunakan short residue dapat meningkatkan perolehan minyak dan meningkatkan kualitas minyak yang dihasilkan karena adanya sinergi yang kuat antara short resdiue dan batubara.

2. Kenaikan suhu reaksi menyebabkan kenaikan jumlah perolehan minyak (distilat) dan menurunkan perolehan CLB karena terkonversi menjadi fraksi minyak dan gas.

3. Kenaikan suhu reaksi tidak berpengaruh terhadap konsumsi hidrogen selama proses co-processing. 4. Dibandingkan dengan konsumsi hidrogen pada proses pencairan batubara, maka co-processing

batubra dengan short residue dapat menurunkan konsumsi hidrogen sampai 70%. DAFTAR PUSTAKA 1. BPPT/NEDO/NBCL, Aplicability Study On Direct Liquefaction Of Banko Coal In Indonesia, March,

1997. 2. Farcasiu, M., Eldredge, P.A. and Petrosius, S.C., Complex Iron Catalytic Systems ; relative catalytic

aactivity of various components, Energy & Fuels, 8, 1994, p. 53-55 (7) 3. Hartiniati, Hidayat, H., Pengaruh Penambahan Sulfur (Rasio Sulfur/Fe) Terhadap Pencairan Langsung

Batubara Banko Tengah Dengan Katalis Limonit, LSDE-BPPT, Puspitek ,Serpong, 2001.

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK B-14-5 UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

4. Hidayat, H., Hanif, M., Saleh, M., Effects of coal rank to products distribution of Indonesian Coal Liquefaction, Faculty of Technology - university of Indonesia Seminar Proceeding, Jakarta, March 1999.

5. Hidayat, H., Yusnitati, Effects of reactions temperature and time to products gas release on South Banko coal liquefaction, National Seminar, Department of Chemical Engineering, Institute Technology of Sepuluh Nopember, Nopember 1998.

6. Kaneko, T., Tazawa, K., Shimasaki, K. and Kageyama, Y., Transformation of iron catalyst to active phase for coal liquefaction at low temperature, Long & short term course, NBCL, Nop. 1997.

7. McMillen, D.F., Malhotra, R., Relevance of Strong Bonds in Coal Liquefaction, Energy and Fuels, 7, 1993.

8. Mochida, I., Sakanishi, K., Catalysis in Coal Liquefaction, Advances on Catalysis, 40, p. 39-85. 9. Mochida, I., Sakanishi, K., Suzuki, N., Sakurai, M., Tsukui, Y. and Kaneko, T., Progresses of Coal

Liquefaction Catalysts in Japan, Long & Short term Course, NBCL, Nop. 1997. 10. Saleh, M.,”Pengaruh Kualitas Katalis Limonit Soroako Terhadap Distribusi Produk Pencairan Langsung

Batubara Banko Tengah”, Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dn Proses 2002, Jurusan Teknik Kimia, Universitas Diponegoro, Semarang, 2002.

11. Saleh, M.,”Efek Komposisi Logam Dalam Katalis Limonit Soroako Terhadap Distribusi Produk Pencairan Batubara”, Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia, Vol 5 No.5, BPPT, Agustus, 2003, hal 94-99.

12. Shah, Y.T., Reaction Engineering in Coal Liquefaction, Addison-Willey Co., Tokyo, 1981. 13. Oviawe, A.P., Nicole, D. and Gerardin, R., Modelling of hydrogen transfer in coal hydrogenation: 7.

Influent of catalyst on the decomposition mechanism of benzylphenylether, FUEL, 72, January 1993, p.69-74.

14. Tang, Y. and Curtis, C.W., Activity and selectivity of slurry phase iron-based catalysts for model systems, Energy & Fuels, 8, 1994, p.63-70.

15. Yusnitati dan Artanto, Y., (2000), Studi Pemanfaatan Minyak Berat Vakum sebagai Pelarut untuk Pengoperasian Awal (Start-up Solvent) pada pabrik Pencairan Batubara; Investigasi Pengaruh Rasio Minyak Berat Vakum terhadap Batubara dalam Pencairan Batubara Banko Tengah, Vol 1, No. 2, hal 35-47.

16. Yusnitati, Optiisasi Pelarut Terhadap Batubara Dalam Co-processing Batubara Bankon Selatan dengan Minyak Berat Vakum, Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia, Vol 5 No.5, BPPT, Agustus, 2003, hal 57-65.

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK B-14-6 UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG