Proposal Penelitian

34
PENDUGAAN SEBARAN KLOROFIL- A DAN SUHU PERMUKAAN AIR LAUT UNTUK MENENTUKAN FISHING GROUND DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDRAAN JAUH DI PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN PROPOSAL PENELITIAN Oleh : JUMARLAN. A. MAKKOLAU 073 209 0010 JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Transcript of Proposal Penelitian

PENDUGAAN SEBARAN KLOROFIL- A DAN SUHU PERMUKAAN AIR LAUT

UNTUK MENENTUKAN FISHING GROUND DENGAN MENGGUNAKAN

TEKNOLOGI PENGINDRAAN JAUH DI PANTAI BARAT SULAWESI

SELATAN

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh :

JUMARLAN. A. MAKKOLAU

073 209 0010

JURUSAN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2014

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat

Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya

kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan

proposal yang berjudul “PENDUGAAN SEBARAN KLOROFIL-A DAN

SUHU PERMUKAAN AIR LAUT UNTUK MENENTUKAN FISHING GROUND

DENGAN TEKNOLOGI PENGINDRAAN JAUH DI PANTAI BARAT PULAU

SULAWESI SELATAN “.Proposal ini disusun untuk memenuhi

salah satu syarat

Dalam pelaksanaan penyusunan proposal ini, penulis

mendapat banyak bantuan, bimbingan, dan arahan dari

berbagai pihak. Oleh sebab itu dalam kesempatan ini

penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang

tulus kepada semua pihak yang telah membantu, sejak

persiapan hingga pembuatan proposal penelitian. Terima

kasih dan penghargaan penulis haturkan kepada :

1. Bapak Dr.Ir.H.Abdul Rauf.M,Si sebagai Pembimbing

utama.

2. Ibu Asmidar Darwis.S.Kel.M.Si sebagai Pembimbing

kedua

3. Bapak Ir.kamil Yusuf selaku Ketua Jurusan Ilmu

kelautan.

4. Rekan – rekan senasib dan seperjuangan yang telah

memberikan bantuan masukan, kritikan dan saran –

saran. Semoga arahan,motivasi dan bantuan yang

diberikan menjadi amal ibdaha bagi kelurga bapak,

ibu, dan rekan-rekan, sehinggah memperoleh balasan

yang lebih baik dari Allah Swt.

Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh

dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan

kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan

proposal atau tulisan penulis berikutnya. Semoga

proposal ini bermanfaat bagi pembaca serta dapat

dijadikan sebagai sumbangan pikiran untuk perkembangan

pendidikan

.

Makasar, November 2014

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................i

Dafatar Isi ........................................ii

Daftar Pustaka.....................................iii

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang..................................1

B. Rumusan Masalah.................................1

C. Tujuan Penelitian...............................2

Bab II Tinjauan Pustaka

A. Klorofil........................................3

B. Suhu............................................7

C. Sistem Pengindraan Jauh........................10

D. Satelit Modis..................................11

Bab III Metodologi Penelitian

A. Waktu dan Lokasi Penelitian....................13

B. Alat dan Bahan.................................13

C. Analisis Data..................................13

D. Prosedur Penelitian............................14

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Klorofil-a merupakan pigmen penting yang

diperlukan fitoplankton dalam melakukan proses

fotosintesis. Fitoplankton berperan sebagai produsen

primer dalam rantai kehidupan di laut, sehingga 

keberadaannya sangat penting sebagai dasar kehidupan

di laut Konsentrasi klorofil di suatu perairan dapat

menggambarkan besarnya produktifitas primer disuatu

perairan.

Suhu di laut merupakan faktor yang  penting bagi

kehidupan organisme di lautan, karena suhu dapat

mempengaruhi metabolisme maupun perkembangbiakan dari

organisme di laut. Suhu permukaan lautsangat penting

untuk diketahui karena sebaran suhu

permukaan laut dapat memberikan informasi mengenai

front, upwelling, arus, daerah tangkapan ikan,

cuaca/iklim, pencemaran miyak, dan pecemaran panas

(Susilo, 2000)

Penginderaan jauh merupakan suatu cara pengamatan

objek tanpa menyentuh objek secara langsung.  Sistem

ini dapat mencakup suatu areal yang luas dalam waktu

bersamaan, selain itu sistem ini relatif lebih murah

dibandingkan dengan penelitian secara langsung.

Penginderaan jauh dapat digunakan untuk mendeteksi

sebaran konsentrasi klorofil dan suhu

pemukaan laut secara cepat untuk wilayah yang luas.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang diangkat dalam

penelitian ini adalah :

1. Bagaimana Sebaran klorofil-a dan suhu permukaan

air laut dengan citra Modis di pantai barat pulau

Sulawesi

2. Dimana titik lokasi fishing ground berdasarkan

sebaran klorofil-a dan suhu permikaan air laut di

pantai barat pulau Sulawesi

C. Tujuan Penelitian

Tujuan

1. Menentukan sebaran klorifl dan suhu permukaan air

laut di pantai barat pulau Sulawesi

2. Menentukan titik fishing ground di pantai barat

pulau Sulawesi

Kegunaan

1. Kegunaan dalam penelitian diharapkan mampu

memberikan informasi daerah fishing ground

berdasarkan sebaran klorofil dan suhu permukaan

air laut.

2. Kegunaan untuk penulis sendiri dalam penelitian

ini adalah untuk memperdalam ilmu serta pengalaman

penulis dalam aplikasi penginderaan jauh.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Klorofil

Istilah klorofil berasal dari bahasa Yunani yaitu

Chloros artinya hijau dan phyllos artinya daun. Ini

diperkenalkan tahun 1818, dimana pigmen tersebut

diekstrak dari tumbuhan dengan menggunakan pelarut

organik. Hans Fischer peneliti klorofil yang memperoleh

nobel prize winner pada tahun 1915 berasal dari

technishe hochschule, munich germany.

Klorofil adalah pigmen pemberi warna hijau pada

tumbuhan, alga dan bakteri fotosintetik. Senyawa ini

yang berperan dalam proses fotosintesis tumbuhan dengan

menyerap dan mengubah tenaga cahaya menjadi tenaga

kimia. Dalam proses fotosintesis, terdapat 3 fungsi

utama dari klorofil yaitu memanfaatkan energi matahari,

memicu fiksasi CO2 menjadi karbohidrat dan menyediakan

dasar energetik bagi ekosistem secara keseluruhan. Dan

karbohidrat yang dihasilkan fotosintesis melalui proses

anabolisme diubah menjadi protein, lemak, asam nukleat

dan molekul organik lainnya.

Klorofil menyerap cahaya berupa radiasi

elektromagnetik pada spektrum kasat mata (visible).

Misalnya, cahaya matahari mengandung semua warna

spektrum kasat mata dari merah sampai violet, tetapi

seluruh panjang gelombang unsurnya tidak diserap dengan

baik secara merata oleh klorofil. Klorofil dapat

menampung energi cahaya yang diserap oleh pigmen cahaya

atau pigmen lainnya melalui fotosintesis, sehingga

klorofil disebut sebagai pigmen pusat reaksi

fotosintesis. Dalam proses fotosintesis tumbuhan hanya

dapat memanfaatkan sinar dengan panjang gelombang

antara 400-700 nm.

Pada tanaman tingkat tinggi ada 2 macam klorofil

yaitu) yang berwarna hijau tua dan berwarna hijau muda.

Klorofil-a dan b paling kuat menyerap cahaya di bagian

merah (600-700 nm), sedangkan yang paling sedikit

cahaya hijau (500-600 nm). Sedangkan cahaya berwarna

biru dari spektrum tersebut diserap oleh karotenoid.

Karotenoid ternyata berperan membantu mengabsorpsi

cahaya sehingga spektrum matahari dapat dimanfaatkan

dengan lebih baik. Energi yang diserap karotenoid

diteruskan kepada klorofil-a untuk diserap digunakan

dalam proses fotosintesis, demikian pula dengan

klorofil-b.

Adapun macam-macam klorofil adalah sebagai

berukut :

1. Klorofil a : Menghasilkan warna hijau biru

2. Klorofil b : Menghasilkan warna hijau

kekuningan

3. Klorofil c : Menghasilkan warna hijau

coklat    

4. Klorofil d : Menghasilkan warna hijau merah

a. Klorofil -a

Klorofil-a adalah suatu senyawa kompleks antara

magnesium dengan porfirin yangmengandung cincin

siklopentanon (cincin V). Keempat atom nitrogennya

dihubungkan secara ikatan. Koordinasi dengan ion Mg2+

membentuk senyawa kompleks planar yang mantap. Rantai

sampingnya yang bersifat hidrofob adalah suatu

terpenoid alkohol dan fitol yang dihubungkan secara

ikatan ester dengan gugus propionat dari cincin

IV. Klorofil a merupakan salah satu bentuk klorofil

yang terdapat pada semua tumbuhan autotrof. 

Rumus kimia klorofila C55H72O5N4Mg

b. Klorofil -b

Klorofil b adalah klorofil kedua yang terdapat pada

tumbuhan hijau. Klorofil b juga terikat pada

protein didalam sel. Klorofil B terdapat pada ganggang

hijau chlorophyta dan tumbuhan darat.Rumus kimianya

C55 H70 O6 N4 Mg

Klorofil a dan klorofil b paling kuat menyerap

cahaya bagian merah dan ungu spektrum,cahaya hijau yang

paling sedikit diserap maka apabila cahaya putih

menyinari struktur-struktur yang mengandung klorofil

seperti misalnya daun maka sinar hijau akan dikirimkan

dan dipantulkan sehingga strukturnya tampak berwarna

hijau. Karoten termasuk ke dalam kromoplas yaitu

plastida yang berwarna dan mengandung pigmen selain

klorofil.

c. Klorofil -c

Klorofil C terdapat pada ganggang coklat Phaeophyta

serta diatome Bacillariophyta. Adapaun rumus kimia

klorofil-c adalah sebagai berikut :

Kelompok C3 (-CH = CH2) (-CH = CH2) (-CH = CH2) (-CH)

Kelompok C7 (-CH3) (-CHO) (-CH3) (-CH3) (-CH3)

Kelompok C8 (-CH2CH3) (-CH2CH3) (-CH2CH3) (-CH) 

Kelompok C17 (-CH2CH2COO-Phytyl) (-CH2CH2COO-Ph

d. Klorofil -d

Klorofil d terdapat pada ganggang merah Rhadophyta.

Akibat adanya klorofil, tumbuhan dapat menyusun

makanannya sendiri dengan bantuan cahaya matahari.

Klorofil-a berkaitan erat dengan produktifitas yang

ditunjukkan dengan besarnya biomassa fitoplankton yang

menjadi rantai pertama makanan ikan pelagis. Menurut

Valiela (1984), produktifitas primer perairan pantai

melebihi 60% dari produktifitas yang ada di laut.

Laju produktifitas primer di laut juga dipengaruhi

oleh sistem angin muson. Hal ini berhubungan dengan

daerah asal dimana massa air diperoleh. Dari sebaran

konsentrasi klorofil-a di perairan Indonesia diperoleh

bahwa konsentrasi klorofil-a tertinggi dijumpai pada

muson tenggara, dimana pada saat tersebut terjadi

upwelling di beberapa perairan terutama di perairan

Indonesia bagian timur. Sedangkan klorofil-a terendah

dijumpai pada muson barat laut. Pada saat ini di

perairan Indonesia tidak terjadi upwelling dalam skala

yang besar sehingga nilai konsantrasi nutrien di

perairan lebih kecil. Nontji (2005) menyatakan bahwa

konsentrasi klorofil-a di perairan Indonesia rata-rata

0,19 mg/m3 selama musim barat sedangkan 0,21 mg/m3

selama musim timur. Fitoplankton sebagai tumbuhan yang

mengandung pigmen klorofil mampu melaksanakan reaksi

fotosintesis dimana air dan karbondioksida dengan

adanya sinar surya dan garam-garam hara dan

menghasilkan senyawa seperti karbohidrat. Karena adanya

kemampuan untuk membentuk zat organik dari zat

anorganik maka fitoplankton disebut sebagai produsen

primer. Oleh karena itu kandungan korofil-a dalam

perairan merupakan salah satu indikator tinggi

rendahnya kelimpahan fitoplankton atau tingkat

kesuburan suatu perairan (Yamaji, 1966). 8

Laju produktifitas primer lingkungan laut

ditentukan oleh bebagai faktor fisika. Faktor utama

yang mengontrol produksi fitoplankton di perairan

eutrofik adalah pencampuran vertikal, penetrasi cahaya

di kolom air dan laju tenggelam sel (fitoplankton)

(Gabric and Parslow, 1989). Beberapa penelitian tentang

produktifitas primer dan kaitannya dengan keberadaan

massa air mendapatkan informasi bahwa kedalaman dimana

konsentrasi klorofil-a maksimum adalah bagian atas

lapisan termoklin. Lapisan permukaan tercampur memiliki

konsentrasi klorofil-a yang hampir homogen.

Menurut Nybakken (1992), produktifitas primer

perairan pantai sepuluh kali lipat produktifitas

perairan lepas pantai. Hal ini disebabkan oleh

tingginya kadar zat hara dalam perairan pantai bila

dibandingkan dengan perairan lepas pantai. Perairan

pantai menerima sejumlah unsur-unsur kritis yaitu P dan

N dalam bentuk PO4 dan NO3 melalui run off (aliran air)

dari daratan. Zat-zat hara ini menjadi sumber nutien

bagi pertumbuhan dan kelimpahan fitoplankton.

B. Suhu.

Salah satu parameter yang mencirikan massa air di

lautan ialah suhu. Suhu adalah suatu besaran fisika

yang menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung

dalam suatu benda. Secara alamiah sumber bahang utama

adalah sinar matahari. Pada umumnya perairan yang

banyak menerima bahang dari matahari adalah daerah yang

terletak pada lintang rendah dan akan semakin berkurang

bila letaknya semakin mendekati kutub (Weyl, 1970).

Pada lapisan permukaan penyebaran suhu ditentukan

oleh banyak faktor, diantaranya ialah jumlah bahang

yang diterima oleh masing-masing tempat, arus-arus

lautan yang membawa bahang dari khatulistiwa ke arah

kutub-kutub serta pengaruh meteorologi seperti angin,

penguapan, hujan dan lain-lain. Pada hakekatnya di

daerah tropis terdapat amplitude suhu permukaan yang

kecil. Oleh karena itu, perubahan pada penyebaran suhu

vertikal juga kecil, hanya di daerah-daerah upwelling

dapat ditemukan perbedaan yang cukup berarti (Illahude,

1999).

Menurut Ilahude (1999) berdasarkan lapisan

kedalaman, penyebaran suhu di lapisan bawah paras laut

(subsurface layer) menunjukkan bahwa adanya pelapisan yang

terdiri atas :

1. Lapisan Homogen.

Pada daerah tropis, pengadukan ini dapat mencapai

kedalaman 50-100 m dengan suhu berkisar 26-30°C dan

gradien tidak lebih dari 0,03°C /m. Lapisan ini sangat

dipengaruhi oleh musim dan letak geografis. Pada Musim

Timur, lapisan ini dapat mencapai 30-40 m dan bertambah

dalam pada saat musim barat, yaitu mencapai 70-90 m

sehingga mempengaruhi sirkulasi vertikal dari perairan.

2. Lapisan Termoklin.

Lapisan termoklin dapat dibagi menjadi 2 lapisan

yaitu lapisan termoklin atas (main thermocline) dan

termoklin bawah (secondary thermocline). Suhu pada lapisan

termoklin atas lebih cepat menurun dibandingkan dengan

lapisan termoklin bawah, yaitu 27°C pada 100 m menjadi

8°C pada kedalaman 300 m atau rata-rata penurunan suhu

dapat mencapai 9,5°C /100 m, sedangkan pada 6 termoklin

bawah suhu masih terus turun dari 8°C pada 300 m

menjadi 4°C pada kedalaman 600 m atau rata-rata

penurunan mencapai 1,3°C /100 m.

3. Lapisan Dalam.

Pada lapisan ini suhu turun menjadi sangat lambat

dengan gradien suhu hanya mencapai 0,05°C /100 m,

lapisan ini dapat mencapai kedalaman 2500 m. Pada

daerah tropis kisaran suhu di lapisan ini antara 2-4°C.

4. Lapisan Dasar.

Di lapisan ini suhu biasanya tak berubah lagi

hingga ke dasar perairan. Pada samudera-samudera lepas

berarti dari kejelukan 3000 m sampai 5000 m.

Kondisi suhu permukaan umumnya dipengaruhi oleh

arus permukaan, penguapan, curah hujan, suhu udara,

kelembaban udara, kecepatan angin, dan intensitas

radiasi matahari. Proses penyinaran dan pemanasan

matahari pada musim barat lebih banyak berada di

belahan bumi selatan sehingga suhu berkisar antara 29-

30˚C dan di bagian khatulistiwa suhu berkisar antara

27-28˚C. Pada musim Timur, suhu perairan Indonesia

bagian utara akan naik menjadi 28-30˚C dan suhu

permukaan di perairan sebelah selatan akan turun

menjadi 27-28oC (Wyrtki, 1961).

Secara alami suhu air permukaan merupakan lapisan

hangat karena mendapat radiasi siang hari. Karena

pengaruh angin maka lapisan teratas antara 50–70 m

terjadi pengadukan, sehingga di lapisan tersebut

terdapat suhu hangat (sekitar 280C) yang homogen. Oleh

sebab itu lapisan ini sering disebut lapisan homogen.

Namun, karena adanya pengaruh arus dan pasang surut,

lapisan ini bisa menjadi lebih tebal lagi. Di perairan

dangkal lapisan homogen bisa mencapai kedalaman hingga

ke dasar. Lapisan permukaan laut yang hangat terpisah

dari lapisan dalam yang dingin oleh lapisan tipis

dengan perubahan suhu yang cepat disebut termoklin atau

lapisan diskontinuitas suhu. Suhu pada lapisan

permukaan adalah seragam karena percampuran oleh angin

dan gelombang sehingga lapisan ini dikenal sebagai

lapisan percampuran (mixed layer).

Illahude (1999) mengemukakan bahwa Suhu Permukaan Laut

(SPL) di Selat Makassar selama musim timur berkisar

28,2-28,7oC dan pada musim barat naik sebesar 0,8oC

dengan suhu sekitar 29,4oC. Lapisan termoklin utama

ditemukan 7

pada 60-300 m dengan suhu menurun dari 27,0oC

hingga 10,0oC dengan gradien mencapai 0,7oC/m

C. Sistem Pengindraan Jauh.

Teknologi penginderaan jauh (inderaja) merupakan

teknologi yang digunakan untuk memperoleh informasi

tentang obyek, daerah, atau gejala dengan jalan

menganalisis menggunakan kaidah ilmiah terhadap data

yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak

langsung terhadap obyek, daerah, atau gejala yang

dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1987).

Dalam kaitannya dengan teknologi inderaja, maka

segala bentuk informasi tersebut akan direkam oleh

sebuah alat yang dinamakan sensor. Pada sistem

penginderaan jauh, warna air laut menjadi transfer

radiasi dalam sistem sinar matahari ke perairan dan ke

sensor satelit. Sensor pada satelit menerima pantulan

radiasi sinar matahari dari permukaan dan kolom

perairan. Radiasi sinar matahari pada saat menuju

perairan akan diserap atau dihamburkan oleh awan,

molekul udara, dan aerosol. Sinar matahari yang masuk

ke dalam kolom perairan akan diserap atau dipantulkan

oleh partikel-partikel yang ada pada perairan seperti

fitoplankton (Sutrisno,2002).

Karakter utama dari suatu image (citra) dalam

penginderaan jauh adalah adanya rentang panjang

gelombang (wavelength band) yang dimilikinya. Beberapa

radiasi yang bisa dideteksi dengan sistem penginderaan

jarak jauh seperti radiasi cahaya matahari atau

panjang gelombang dari visible dan near sampai middle infrared,

panas atau dari distribusi spasial energi panas yang

dipantulkan permukaan bumi (thermal), serta refleksi

gelombang mikro (Susilo, 1997)

D. Satelit Modis.

MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer)

adalah salah satu instrumen utama yang dibawa Earth

Observing System (EOS) Terra satellite, yang merupakan

bagian dari program antariksa Amerika Serikat, National

Aeronautics and Space Administration (NASA). Program

ini merupakan program jangka panjang untuk mengamati,

meneliti dan menganalisa lahan, lautan, atmosfir bumi

dan interaksi diantara faktor-faktor ini. Satelit Terra

berhasil diluncurkan pada Desember 1999 dan kemudian

disempurnakan dengan satelit Aqua pada tahun 2002.

MODIS mengamati seluruh permukaan bumi setiap 1-2

hari dengan whisk-broom scanning imaging radiometer. MODIS

dengan lebar view atau tampilan lebih dari 2300 km

menyediakan citra radiasi matahari yang direfleksikan

pada siang hari dan emisi termal 13 siang/malam di

seluruh penjuru bumi. Resolusi spasial MODIS berkisar

dari 250-1000 m (Janssen dan Huurneman, 2001).

MODIS mengorbit bumi secara polar (arah utara-

selatan) pada ketinggian 705 km dan melewati garis

khatulistiwa pada jam 10:30 waktu lokal. Lebar cakupan

lahan pada permukaan bumi setiap putarannya sekitar

2330 km. Pantulan gelombang elektromagnetik yang

diterima sensor MODIS sebanyak 36 band (36 interval

panjang gelombang), mulai dari 0,405 sampai 14,385 μm

(1 μm=1/1.000.000 meter). Data terkirim dari satelit

dengan kecepatan 11 mega byte setiap detik dengan

resolusi radiometrik 12 bit, artinya obyek dapat

dideteksi dan dibedakan sampai 212 (= 4.096) derajat

keabuan (grey levels). Satu elemen citranya pixel (picture

element) berukuran 250 m (band 1-2), 500 m (band 3-7)

dan 1.000 m (band 8-36) dalam dunia penginderaan jauh

(remote sensing), ini dikenal dengan resolusi spasial.

MODIS dapat mengamati tempat yang sama di permukaan

bumi setiap hari untuk kawasan di atas lintang 30, dan

setiap 2 hari untuk kawasan di bawah lintang 30

termasuk Indonesia.

Data yang merupakan produk MODIS untuk perairan

mencakup tiga hal yakni warna perairan, suhu permukaan

laut (SPL), dan produktifitas primer perairan melalui

pendeteksian kandungan klorofil. Seluruh produk

tersebut sangat berguna untuk membantu penelitian

mengenai sirkulasi lautan, biologi laut, dan kimia laut

termasuk siklus karbon di perairan.

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian.

Penelitian ini akan dilaksanakan di bulan November-

Desember 2014 dengan lokasi di pantai barat pulau

Sulawesi.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara

lain :

Perangkat keras (Hardware) laptop Porcessor

Intel(R) Core(TM) i3 M380 @ 2,53GHz, 32-Bit

Operation System, Windosw 7.

Perangkat lunak ( Software) :

ER Mapper 7.0

Envi 4.7

ArcGis 10.1

Microsoft Office Word 2010

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

Citra satelit Modis level 2

C. Analisis Data

Penelitian ini dibagi dalam tiga tahap yaitu tahap

pengumpulan data, pengolahan data dan pembahasan.  Data

yang digunakan dalam penelitian adalah data citra satelit

MODIS level 2 dengan resolusi 1 km dalam format HDF

(Hierarchical Data Format). Data sebaran SPL dan Klorofil-a

adalah data Mingguan Selama bulan November-Desember.

Pemetaan pola sebaran SPL dan konsentrasi klorofil-a

sebagai data pendukung dilakukan dengan mendownload data

tahun 2014 di http://oceancolor.gsfc.nasa.gov/.

D. Prosedur Penelitian

Adapun prosedur penelitian dalam pendugaan sebaran

klorofil-a dan suhu permukaan air laut dengan

menggunkan teknologi pengindraan jauh untuk menentukan

fishing ground sebagai berikut :

1. Pengolahan data untuk ekstrasi Chlorofil dari

data Modis.

Proses pertama dalam penegolahan untuk menetukan

nilai klorofil yaitu dengan mendownload data citra

modis di http://oceancolor.gsfc.nasa.gov/. Kemudian

data hasil download di ekstrak terlebih dahulu

sehingga data tersebut dapat kita proses lebih

lanjut. Hasil dari ekstrak fail tersebut dapat kita

gunakan dalam proses selanjutnya yaitu proses

geometrik, Koreksi ini bertujuan untuk mereduksi

distorsi geometrik dari objek permukaan bumi yang

ada pada citra yang diakibatkan kelengkungan

permukaan bumi dan beberapa faktor lain seperti

variasi tinggi satelit, ketegakan satelit dan

kecepatannya, sehingga posisi spasial dari suatu

area pada citra sesuai dengan posisi sebenarnya di

lapangan. Proses koreksi geometrik dilakukan

menggunakan software ENVI.

Langkah selanjutnya setelah melakukan proses

koreksi geometrik dengan dengan mengimpor fail

dalam format PCI ke ErMapper untuk pengeolahan dan

perhitungan nilai klorofil. Adapaun metode yang

digunakan dalam perhitungan menggunakan algoritma

Carder. Data hasil perhitungan yang berdasarkan

pada metode algoritma Carder tersebut kemudian di

gunakan untuk pembuatan layout sebaran klorofil.

Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambat 1.

Gambar 1. Diagram Alir Pengolahan Data Klorofil-a

Berbasis Data MODIS

2. Pengolahan data untuk ekstrasi SPL dari data

Modis.

Dalam proses pengolahan data ekstrasi Suhu

Permukaan Laut (SPL) menggunakan cara atau langkah-

langkah yang sama dalam menentukan nilai ekstrasi

Klorofil, tetapi metode yang digunakan dalam

perhitungan nilai SPL menggunakan metode Brown dan

Minnet. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

gambar 2.

Gambar 2. Diagram alir pengolahan data SPL berbasis

data MODIS

3. Informasi Fishing Ground

Informasi spasial Fishing Ground menggunakan data

Klorofil-a (yang diperoleh dari Terra/Aqua MODIS)

dan data SPL (yang diperoleh dari data Terra/Aqua

MODIS). Informasi spasial Fishing Ground dilakukan

dengan tahapan sebagai berikut :

a. Penentuan dan analisis fishing ground

berdasarkan nilai klorofil-a dan SPL.

b. Analisis SPL untuk identifikasi thermal

front/upwelling dengan batasan gradien SPL

untuk setiap jarak.

c. Analisis kosentrasi Klorofil-a untuk

identifikasi kosentrasi klorofil-a dengan

batasan pada zona yang bersangkutan.

d. Pembuatan layout fishing ground pada masing-

masing project area yang akan telah ditentukan.

dan untuk lebih jelas dapat dilihat di digram

alir pada gambar 3.

Gambar 3. Diagram alir pembuatan informasi Fishing Ground

Data Satelit

SPL

Download Data

Citra

PetaSebaran

PetaSebaran

Data CitraModis Level 1

Klorofil

-a

Gambar 4. Diagram alir penelitian

DAFTAR PUSTAKA

Dwi fajriyati inaku. 2011. Analisis pola sebaran danperkembangan area upwelling di bagian selatan Perairan selatmakassar.Skripsi. Sekolah Pascasarjana InstitutPertanian Bogor

Institut Pertanian Bogor Syafi’i, M. 2006. SebaranKonsentrasi Klorofil-a Dan Suhu Permukaan Laut MenggunakanCitra Satelit Terra Modis Di Perairan Natuna. Tugas AkhirProgram Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB.Bogor

Indrawatit, A,2000. Studi tentang Hubungan Suhu PermukaanLaut Hasil Pengukuran Satelit Terhadap Hasil Tangkapan IkanLemuru ( Sardinella lemuru Bleeker 1853) di Selat Bali. ProgramPascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

KonturKonsentrasi

Pendugaan

SebaranKlorofil

Kontur SuhuPermukaan Air

Lillesand, Thomas M., dan Ralph W. Kieffer. 1990.Penginderaan jauh dan Interpretasi Citra. Gadjah MadaUnversity Press, Yogyakarta

Prahasta, E. 2002. Konsep-Konsep Dasar Sistem InformasiGeografis.Informatika. Bandung.

Prahasta, E. 2008. Remote Sensing: Praktis Penginderaan JauhDan Pengolahan

Rais, M, 2009. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan Tuna (ThunnusAlbacores) Dan Cakalang(Katsuwonus Pelamis) Di Perairan TelukBone. Skripsi. Program studi PSP. Jurusanperikanan. Fakultas ilmu kelautan dan perikanan.UNHAS. Makassar

Susilo, S.B. 2000. Penginderaan Jauh Terapan. FakultasPerikanan dan Ilmu Kelautan

Team ZPPI Balai Pengindraan Jauh,Modul SIG Dasar UntukPengolahan Lanjut ZPPI.

Topan, Basuma, 2009. Penentuan Daerah Penagkapan Ikan TongkolBerdasarkan Suhu Permukaan Laut Dan Hasil Tangkapan DiPerairan Binuangeun, Banten. Program Studi,Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan.Institut PertanianBogor. Skripsi

Yoel, Hutagalung, 2011 Pengolahan Data Suhu Permukaan LautPerairan Selatan Jawa Dari Citra Satelit Noaa/Avhrr Di LembagaPenerbangan Dan Antariksa Nasional (Lapan)Jakarta).