PERUBAHAN KONSEP RUMAH TINGGAL

21
PERUBAHAN KONSEP RUMAH TINGGAL MASYARAKAT SUNDA A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Suatu kelompok masyarakat akan memunculkan sistem budaya dalam menata tatanan interaksi sosialnya, ini terjadi sebagai akibat dari tuntutan persoalan yang muncul secara berulang dari generasi ke generasi yang memunculkan kesepakatan baik termaktubkan dalam aturan ataupun hanya sebagai suatu kesepakatan bersama. Konvensi tersebut merupakan sebuah folklore yakni sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri khas yang unik sehingga dapat dibedakan dengan kelompok lainnya. Folklor diwariskan secara turun-temurun secara lisan dengan isyarat. Salah satu bentuk follore adalah ciri khas rumah yang merupakan salah satu faktor diakuinya suatu kelompok masyarakat memiliki eksistensi sebagai satu suku bangsa yang punya kekhasan. Problematika yang muncul sekarang adalah dengan adanya fenomena pergeseran dan perubahan sosial budaya. Perubahan sosial budaya merupakan sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat termasuk berpengaruh terhadap folklore 1

Transcript of PERUBAHAN KONSEP RUMAH TINGGAL

PERUBAHAN KONSEP RUMAH TINGGAL

MASYARAKAT SUNDA

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Suatu kelompok masyarakat akan memunculkan sistem

budaya dalam menata tatanan interaksi sosialnya, ini

terjadi sebagai akibat dari tuntutan persoalan yang

muncul secara berulang dari generasi ke generasi yang

memunculkan kesepakatan baik termaktubkan dalam aturan

ataupun hanya sebagai suatu kesepakatan bersama.

Konvensi tersebut merupakan sebuah folklore yakni

sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri khas yang unik

sehingga dapat dibedakan dengan kelompok lainnya.

Folklor diwariskan secara turun-temurun secara lisan

dengan isyarat. Salah satu bentuk follore adalah ciri

khas rumah yang merupakan salah satu faktor diakuinya

suatu kelompok masyarakat memiliki eksistensi sebagai

satu suku bangsa yang punya kekhasan.

Problematika yang muncul sekarang adalah dengan

adanya fenomena pergeseran dan perubahan sosial budaya.

Perubahan sosial budaya merupakan sebuah gejala

berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu

masyarakat termasuk berpengaruh terhadap folklore

1

masyaraakat tersebut. Perubahan sosial budaya merupakan

gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap

masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat

dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan

perubahan. Perubahan sosial budaya adalah perubahan

dalam masyarakat yang mempengaruhi sistem sosial,

nilai, sikap, dan pola perilaku individu dalam

kelompoknya. Perubahan budaya adalah perubahan yang

terjadi dalam sistem ide yang dimiliki bersama

dalam berbagai bidang kehidupan dalam masyarakat yang

bersangkutan. Agar dapat bertahan, setiap budaya di

dunia selalu mengalami perubahan. Perubahan dapat cepat

ataupun lambat. Teknologi dan penemuan membawa

perubahan terhadap budaya, meskipun tidak semua orang

terbuka terhadap perubahan.www.wikipedia.com

Salah satu bentuk folklore yang terimbas oleh

perubahan dan pergeseran tatanan kehidupan yakni sistem

budaya rumah. Rumah sudah menjadi kebutuhan yang

penting bagi manusia. Selain tempat berteduh, rumah pun

2

dijadikan tempat bersosialisasi seluruh anggota

keluarga. Selain menjadi bagian terpenting bagi

kehidupan, bentuk dan gaya pun sengaja dibuat untuk

menambah keindahan. Bahkan dijadikan identitas suatu

suku atau komunitas di suatu tempat.

Indonesia yang terdiri atas berbagai suku,

tentunya mempunyai bentuk dan nama rumah adat sendiri.

Masing-masing rumah adat mempunyai fungsi dan manfaat

yang hampir sama, yaitu sebagai tempat tinggal, namun

ada pula yang dijadikan tempat keramat.

Bahan bangunan yang digunakan untuk membuat rumah adat,

baik di Jawa Barat maupun di daerah lainnya, umumnya

terdiri atas bahan alami, seperti kayu, bambu, ijuk,

daun kepala, sirap, batu maupun tanah. Selain itu,

bangunan rumah adat pun biasanya jarang langsung

menempel ke tanah (berlantai tanah), kecuali rumah adat

di daerah Jawa Tengah, Yogyakarta, maupun Papua.

Sedangkan di daerah lainnya di Indonesia, termasuk

rumah adat di Jawa Barat, biasanya dibangun berbentuk

3

panggung. Hal ini untuk sirkulasi angin, juga

menghindari binatang (binatang buas maupun melata).

Bentuk rumah suatu komunitas merupakan pilihan

dan keputusan dari berbagai pertimbangan seperti

geografis, iklim, material dan teknologi yang ada,

seni, pandangan hidup dan kosmologi berdasarkan sistem

kepercayaan yang dianut. Ciri-ciri umum suatu gaya

dapat dikenali lewat rupa yang terlihat seperti bentuk

atap, pemakaian material, arah orentasi, pembagian

ruang serta caranya dihubungkan dengan tanah, ornamen

dan sebagainya yang semuanya memberi identitas bangunan

sekaligus kebudayaan dari komunitas yang

menciptakannya. Seperti rumah gaya Sunda adalah model

dengan ciri sama yang terus-menerus dibangun pada

masanya, menjadi tradisi dan menjadi identitas rumah

orang Sunda.

2. Rumusan Permasalahan

Apakah terdapat folklore bentuk rumah di Desa

Bojong Genteng Kab. Sukabumi?

4

Apakah terdapat folklore bagian-bagian dari

rumah di Desa Bojong Kab. Sukabumi?

Apakah terjadi pergeseran bentuk rumah

tradisional ke bentuk yang modern?

3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Memperoleh hasil kajian berupa folklor,

khususnya dalam dalam bentuk rumah

tradisional pada masyarakat Desa Bojong

Genteng.

Memperoleh hasil berupa deskripsi bentuk

rumah tradisional Sunda dewasa ini yang masih

terdapat di Desa Bojong Genteng.

Dengan kajian ini didapatkan sebuah konsepsi

bentuk rumah tradisional Sunda dalam sebuah

komunitas masyarakat Desa Bojong Genteng

Sekarang.

4. Metodologi Penelitian

Peneitian ini akan menggunakan metode deskripsi

dengan pendekatan kualitatif. Alasan menggunakan metode

deskriptif ini adalah untuk menggambarkan sifat-sifat

5

individu, kelompok, dan keadaan atau situasi kehidupan

sosial budaya. Teknik pengumpulan data dalam penelitian

ini dilakukan dengan cara, yaitu wawancara mendalam dan

observasi objek penelitian. Dalam penelitian ini

wawancara yang digunakan adalah wawancara tak

bersruktur. Wawancara tak berstruktur mirip dengan

percakapan informal yang bersifat luwes, susunan

pertanyaan atau kata kata dapat diubah saat wawancara

dilaksanakan, disesuikan dengan kebutuhan dan kondisi

informan yang duhadapi.

Agar penelitian yang dilakukan langsung menjurus

kepada permasalahan, maka akan dilakukan langkah-

langkah penelitian sebagai berikut:

Skema Penelitian

6

Identifikasi Masalah

Folklor 'Bentuk rumah Tradisional'

pada masyarakat Desa Bojong

Genteng

Pencarian dan pengumpulan

data

AnalisaSimpulan

5. Pendekatan Teoritis

1. Pengertian Folklore

Kata Folklor jika ditinjau secara etimologis

merupakan kata majemuk yang berasal dari dua kata yaitu

Folk dan Lore. Folklor merupakan terjemahan dari bahasa

Inggris (Folklore). Folk merupakan istilah kolektif

yaitu sekompok orang yang memiliki cirri-ciri pengenal

fisik, social dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan

dari kelompok-kelompok social lainnya.

Lore adalah tradisi yang sebagaimana kebudayaan

yang diwariskan turun temurun secara lisan atau melalui

suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau

alat bantu pengingat. Dengan kata lain, lore adalah

suatu tradisi, kebudayaan kesenian yang diwariskan

secara turun temurun diantara kolektif macam apa saja,

secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam

bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak

isyarkat atau alat Bantu pengingat (Danandjaja,1984:1-

2).

Folklore dapat digolongkan dalam 3 kelompok besar

berdasarkan tipenya yaitu:

Folklor Lisan Yaitu folklore yang memang murni lisan

7

Folklor sebagian lisan yaitu folklore yang bentuknya

merupakan campuran unsure lisan dan bukan lisan

Folklor bukan lisan yaitu folklore yang bentuknya bukan

lisan.

Fungsi folklore ada 4 yaitu:

Sebagai system proyeksi yakni mencerminkan organ-organ

kelompok.

Sebagi alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga

kebudayaan.

Sebagai alat pendidik anak.

Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma

masyarakat dipatuhi.

Fungsi folklore mempunyai arti bahwa folklore sebagai

bagian dari kehidupan masyarakat, kedudukan atau fungsi

folklore yang telah mejadi bagian dari kehidupan

masyarkarat.

2. Rumah Adat Sunda

Secara tradisional rumah orang Sunda berbentuk

panggung yang tingginya 0,5 m - 0,8 m atau 1 meter di

8

atas permukaan tanah. Pada rumah-rumah yang sudah tua

usianya, tinggi kolong ada yang mencapai 1,8 meter,

karena digunakan untuk tempat mengikat binatang-

binatang peliharaan seperti sapi, kuda atau untuk

menyimpan alat-alat pertanian seperti cangkul, bajak,

garu dan sebagainya. Untuk menaiki rumah disediakan

tangga yang disebut Golodog terbuat dari kayu atau

bambu, biasanya tidak lebih dari tiga anak tangga.

Golodog berfungsi pula untuk membersihkan kaki sebelum

naik ke dalam rumah. http//uun-halimah blogspot.com//

Sekalipun rumah orang Sunda berbentuk panggung,

akan tetapi tidak berarti sebutan rumah orang Sunda

adalah rumah panggung, sebab di hampir seluruh provinsi

di Indonesia secara tradisional berbentuk panggung, dan

itu merupakan sebutan yang khas. Rumah-rumah orang

Sunda memiliki nama yang berbeda-beda tergantung pada

bentuk atap dan pintu rumahnya. Secara tradisional ada

atap yang bernama suhunan jolopong, tagong anjing, badak heuay,

perahu kemureb dan jubleg nangkub dan buka pongpok.

9

Suhunan Jolopong dikenal juga dengan sebutan Suhunan

Panjang Jolopong artinya tergolek lurus. Bentuk Jolopong

merupakan bentuk yang cukup tua, karena bentuk ini

ternyata terdapat pada bentuk atap bangunan saung

(dangan) yang diperkirakan bentuknya sudah sangat tua.

Bentuk Jolopong memiliki dua bidang atap. Kedua bidang

atap ini dipisahkan oleh jalur suhunan di tengah

bangunan rumah. Batang suhunan sama panjangnya dan

sejajar dengan kedua sisi bawah bidang atap yang

sebelah menyebelah. Sedangkan lainnya lebih pendek

dibanding dengan suhunan dan memotong tegak lurus di

kedua ujung suhunan itu.

Atap rumah bentuk badak heuay, biasanya bentuk

atapnya mirip bentuk atap rumah tagog anjing, tapi di

10

bagian atas suhunan-nya ada tambahan atau atap belakang

dan depan yang menyerupaibadakmenguap.

Atap rumah parahu kumureb/nangkub, yakni potongan

bentuk atap yang mirip perahu terbalik (lihat gunung

tangkubanperahu). Di daerah Tomo, Kab. Sumedang, bentuk

rumah seperti ini disebut juga jubleg nangkub.

Sedangkan atap rumah bentuk capit gunting, yakni atap

rumah yang setiap ujungnya dihiasi kayu mirip gunting

yang siap nyapit. Bentuk ini sering juga disebut

srigunting. Sementara atap julang ngapak, dilihat dari

depan, suhunan kiri kanannya mirip sayap burung yang

terentang. Sedangkan julang-suhunanna sebanyak empat

penjuru menyambung dari sisi turun ke bawah. Sambungan

bagian tengah menggunakan tambahan mirip gunting muka

11

di bagian puncaknya. Julang ngapak bentuknya mirip

burung yang sedang terbang.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian terletak di Desa Bojong Genteng

Kecamatan Bojong Genteng Kabupaten Sukabumi. Kabupaten

Sukabumi terletak antara 106º49 samapi 107º Bujur Timur

60º57 - 70º25 Lintang selatan dgn batas wilayah

administrasi sebagai berikut : sebelah Utara dengan

Kab. Bogor, sebelah Selatan dgn samudera Indonesia,

sebelah Barat dgn Kab. Lebak, disebelah timur dgn Kab.

Cianjur.

Kabupaten Sukabumi terletak antara 106 derajat 49

sampai 107 derajat Bujur Timur dan 60 derajat 57 sampai

70 derajat 25 Lintang Selatan dengan batas wilayah

administratif sebagai berikut : disebelah Utara dengan

12

Kabupaten Bogor, disebelah Selatan dengan Samudera

Indonesia, disebelah Barat dengan Kabupaten Lebak,

disebelah Timur dengan Kabupaten Cianjur. Batas wilayah

tersebut 40 % berbatasan dengan lautan dan 60%

merupakan daratan.Wilayah Kabupaten Sukabumi memiliki

areal yang cukup luas yaitu ± 419.970 ha. Pada Tahun

1993 Tata Guna Tanah di wilayah ini, adalah sebagai

berikut : Pekarangan/perkampungan 18.814 Ha (4,48 %),

sawah 62.083 Ha (14,78 %), Tegalan 103.443 Ha (24,63

%), perkebunan 95.378 Ha (22, 71%) , Danau/Kolam 1. 486

Ha (0, 35 %) , Hutan 135. 004 Ha (32,15 %), dan

penggunaan lainnya 3.762 Ha (0,90 %).

Kondisi wilayah Kabupaten Sukabumi mempunyai

potensi wilayah lahan kering yang luas, saat ini

sebagaian besar merupakan wilayah perkebunan, tegalan

dan hutan. Kabupaten Sukabumi mempunyai iklim tropik

dengan tipe iklim B (Oldeman) dengan curah hujan rata-

rata tahunan sebesar 2.805 mm dan hari hujan 144 hari.

Suhu udara berkisar antara 20 - 30 derjat C dengan

13

kelembaban udara 85 - 89 persen. Curah hujan antara

3.000 - 4.000 mm/tahun terdapat di daerah utara,

sedangkan curah hujan ant4ra 2.000 - 3.000 mm/tahun

terdapat dibagian tengah sampai selatan Kabupaten

Sukabumi.

B. FOLKLOR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DI DESA BOJONG

GENTENG KABUPATEN SUKABUMI SEBAGAI PERUBAHAN KONSEP

RUMAH TINGGAL MASYARAKAT SUNDA.

Rumah dalam kebudayaan dan pandangan orang Sunda

melihat modelnya yang sesungguhnya sangat sederhana itu

adalah tempat berlindung dari alam seperti hujan,

angin, malam, dan binatang. Bukan dari musuh berupa

manusia. Manusia lain sejak dahulu diperlakukan dengan

penuh penghargaan dan hal ini tercermin dari pandangan

hidup dalam menghadapi tamu, yaitu sikap hade ka semah

(bersikap baik pada tamu).

Bentuk rumah tradisional di Desa Bojong Genteng

telah banyak mengalami pergeseran baik dari bentuk

14

maupun bahan bangunan yang dipergunakan. Bentuk-bentuk

rumah pada umumnya sudah berubah sesuai dengan tren

perkembangan gaya rumah yakni mengarah pada bentuk

modern permanen yang banyak ditemukan pada masyarakat

pada umumnya. Sedangkan rumah tradisional itu sendiri

sudah mulai ditinggalkan baik gaya maupun bentuknya,

ini terlihat dari tidak terdapatnya pembangunan baru

rumah bentuk tradisional yang adapun itu hanya menunggu

waktu si pemili rumah memiliki modal untuk

merenovasinya menjadi rumah dalam bentuk modern.

Bentuk-bentuk rumah tradisional yang masih

tersisa pada umumnya merupakan rumah panggung dengan

sebagian besar bahan bangunanya dari kayu dan bambu.

Atap pada umumnya berbentuk parahu kumereb dengan dinding

bilik dan berlantaikan palupuh.

15

Rumah tradisional ini terdapat bagian-bagian

yang penting yang pada umumnya terdapat di semua jenis

rumah tradisional ini diantaranya Bale-bale (bangku),

Golodog (pijakan masuk), Goah (gudang), dan Hawu

(Kompor kayu). Penggunaan bahan dari bambu sangat

mendominasi bahan bangunan rumah tradisional ini baik

dinding, lantai maupun atap. Sedangkan interior rumah

terdiri dari 2-3 kamar tidur dengan ukuran rata-rata 3

m x 2,5 m yang ditempatkan berderet, ruang tamu, ruang

tengah, dan dapur. Kamar mandi pada umumnya sudah

ditempatkan dalam rumah atau sudah menjadi bagian dari

rumah, yang pada awalnya kamar mandi/WC ditempatkan

16

jauh terpisah dari bangunan rumah. Denah ruang rumah

tradisional dapat diamati pada gambar berikut.

Namun sayang bentuk dan gaya rumah adat Sunda

ini sudah sangat jarang ditemui, khususnya di daerah

perkotaan yang sudah ganti dengan nama dan gaya dari

Barat. Tentunya hal ini bukan tanpa alasan. Kemajuan

zaman dan adanya serangan budaya dari bangsa lain,

membuat banyak bentuk rumah orang Sunda lebih bergaya

modern. Perkembangan jaman telah memberi pengaruh pada

perubahan rumah di masyarakat Sunda. Lebih-lebih

pengaruh dari luar dan hadirnya teknologi yang lebih

17

baru, seperti mulai dikenalnya batu bata dan genteng

yang secara luar biasa telah merubah bentuk rumah orang

Sunda.

Pendekatan akademis terhadap hunian yang

berangkat dari pendekatan fungsional juga sedikit

banyak telah merubah pembagian ruang rumah. Kamar mandi

dan dapur yang secara tradisional ditempatkan di

belakang karena dianggap area kotor, dengan pendekatan

modern dan hasil studi perilaku penghuni, mengalami

perubahan. Kamar mandi dimasukkan ke rumah dan sering

dekat dengan kamar tidur. Dengan teknologi memasak yang

baru seperti kompor minyak tanah, kompor gas dan

listrik, telah merubah pola dan tata cara di dapur.

Perubahan merupakan suatu kata yang akan dialami

oleh suatu budaya, tetapi perubahan bukan artian

menghilangkan budaya. Budaya harus tetap dijaga dan

dilestarikan sebagai khasanah kekayaan intelektual

masyarakat dengan cara yang bijak dan bertanggung

jawab.

18

C. PENUTUP

Berdasarkan uraian di atas, maka ada beberapa

hal yang perlu digarisbawahi sebagai simpulan, adalah

sebagai berikut.

Sekelompok masyarakat yang memiliki ciri-ciri

khas yang unik sehingga dapat dibedakan dengan kelompok

lainnya. Folklor diwariskan secara turun-temurun secara

lisan dengan isyarat. Salah satu bentuk folklore adalah

ciri khas rumah yang merupakan salah satu faktor

diakuinya suatu kelompok masyarakat memiliki eksistensi

sebagai satu suku bangsa yang punya kekhasan.

Dalam era globalisasi dewasa ini yang selalu

menuntut perubahan maka menimbulkan pergeseran budaya,

khususnya suatu folklore masyarakat. Masyarakat secara

sadar ataupun tidak sudah meninggalkan folklore yang

telah diwariskan oleh orangtuanya. Masyarakat melakukan

hal ini bukan tanpa alasan, mereka dituntut untuk

melakukan perubahan seiring pergeseran nilai,

kebutuhan, dan tentunya tren yang ada. Rumah

tradisional Sunda yang merupakan objek penelitian

19

mengalami perubahan yang signifikan dimana masyarakat

Sunda di Bojong Genteng Kabupaten Sukabumi secara

massive berusaha untuk merubah dan merenovasi rumah

tradisinya menjadi rumah permanen modern, hal ini

dianggap sebagai suatu keharusan yang harus mereka

jalani untuk memenuhi kebutuhan dan tren yang ada. Dan

kalaupun yang masih tinggal di rumah tradisional hal

tersebut dikarenakan belum mampunya si pemilik untuk

merenovasi rumahnya. Gejala ini dapat dilihat juga dari

sangat jarangnya masyarakat untuk membangun rumah yang

mempunyai ciri ketradisian atau folklore tertentu.

Perlu menjadi pemikiran bersama dalam

menyelamatkan nilai-nilai budaya yang mulai

ditinggalkan oleh masyarakatnya sendiri. Budaya

tradisional janganlah menjadi termaginalkan oleh

derasnya globalisasi dan informasi yang nota bene

bukanlah tradisi yang terlahir dari budaya kita.

Masyarakat harus mempunyai kesadaran akan pentingnya

menjaga tradisi khususnya folklore dalam tetap menjaga

eksistensi budaya bangsa Indonesia.

20

D. DAFTAR PUSTAKA

Hardjasaputra, Sobana, Dr. 2008.

Jurnal Penelitian. Bandung: Balai Pelestarian

Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung Departemen

Kebudayaan dan Pariwisata.

http//uun-halimah blogspot.com// 2009. Rumah Adat Sunda

www.gogle.com. 2009. “Kebudayaan Indonesia”

21