PERUBAHAN KONSEP RUMAH TINGGAL
MASYARAKAT SUNDA
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Suatu kelompok masyarakat akan memunculkan sistem
budaya dalam menata tatanan interaksi sosialnya, ini
terjadi sebagai akibat dari tuntutan persoalan yang
muncul secara berulang dari generasi ke generasi yang
memunculkan kesepakatan baik termaktubkan dalam aturan
ataupun hanya sebagai suatu kesepakatan bersama.
Konvensi tersebut merupakan sebuah folklore yakni
sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri khas yang unik
sehingga dapat dibedakan dengan kelompok lainnya.
Folklor diwariskan secara turun-temurun secara lisan
dengan isyarat. Salah satu bentuk follore adalah ciri
khas rumah yang merupakan salah satu faktor diakuinya
suatu kelompok masyarakat memiliki eksistensi sebagai
satu suku bangsa yang punya kekhasan.
Problematika yang muncul sekarang adalah dengan
adanya fenomena pergeseran dan perubahan sosial budaya.
Perubahan sosial budaya merupakan sebuah gejala
berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu
masyarakat termasuk berpengaruh terhadap folklore
1
masyaraakat tersebut. Perubahan sosial budaya merupakan
gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap
masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat
dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan
perubahan. Perubahan sosial budaya adalah perubahan
dalam masyarakat yang mempengaruhi sistem sosial,
nilai, sikap, dan pola perilaku individu dalam
kelompoknya. Perubahan budaya adalah perubahan yang
terjadi dalam sistem ide yang dimiliki bersama
dalam berbagai bidang kehidupan dalam masyarakat yang
bersangkutan. Agar dapat bertahan, setiap budaya di
dunia selalu mengalami perubahan. Perubahan dapat cepat
ataupun lambat. Teknologi dan penemuan membawa
perubahan terhadap budaya, meskipun tidak semua orang
terbuka terhadap perubahan.www.wikipedia.com
Salah satu bentuk folklore yang terimbas oleh
perubahan dan pergeseran tatanan kehidupan yakni sistem
budaya rumah. Rumah sudah menjadi kebutuhan yang
penting bagi manusia. Selain tempat berteduh, rumah pun
2
dijadikan tempat bersosialisasi seluruh anggota
keluarga. Selain menjadi bagian terpenting bagi
kehidupan, bentuk dan gaya pun sengaja dibuat untuk
menambah keindahan. Bahkan dijadikan identitas suatu
suku atau komunitas di suatu tempat.
Indonesia yang terdiri atas berbagai suku,
tentunya mempunyai bentuk dan nama rumah adat sendiri.
Masing-masing rumah adat mempunyai fungsi dan manfaat
yang hampir sama, yaitu sebagai tempat tinggal, namun
ada pula yang dijadikan tempat keramat.
Bahan bangunan yang digunakan untuk membuat rumah adat,
baik di Jawa Barat maupun di daerah lainnya, umumnya
terdiri atas bahan alami, seperti kayu, bambu, ijuk,
daun kepala, sirap, batu maupun tanah. Selain itu,
bangunan rumah adat pun biasanya jarang langsung
menempel ke tanah (berlantai tanah), kecuali rumah adat
di daerah Jawa Tengah, Yogyakarta, maupun Papua.
Sedangkan di daerah lainnya di Indonesia, termasuk
rumah adat di Jawa Barat, biasanya dibangun berbentuk
3
panggung. Hal ini untuk sirkulasi angin, juga
menghindari binatang (binatang buas maupun melata).
Bentuk rumah suatu komunitas merupakan pilihan
dan keputusan dari berbagai pertimbangan seperti
geografis, iklim, material dan teknologi yang ada,
seni, pandangan hidup dan kosmologi berdasarkan sistem
kepercayaan yang dianut. Ciri-ciri umum suatu gaya
dapat dikenali lewat rupa yang terlihat seperti bentuk
atap, pemakaian material, arah orentasi, pembagian
ruang serta caranya dihubungkan dengan tanah, ornamen
dan sebagainya yang semuanya memberi identitas bangunan
sekaligus kebudayaan dari komunitas yang
menciptakannya. Seperti rumah gaya Sunda adalah model
dengan ciri sama yang terus-menerus dibangun pada
masanya, menjadi tradisi dan menjadi identitas rumah
orang Sunda.
2. Rumusan Permasalahan
Apakah terdapat folklore bentuk rumah di Desa
Bojong Genteng Kab. Sukabumi?
4
Apakah terdapat folklore bagian-bagian dari
rumah di Desa Bojong Kab. Sukabumi?
Apakah terjadi pergeseran bentuk rumah
tradisional ke bentuk yang modern?
3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Memperoleh hasil kajian berupa folklor,
khususnya dalam dalam bentuk rumah
tradisional pada masyarakat Desa Bojong
Genteng.
Memperoleh hasil berupa deskripsi bentuk
rumah tradisional Sunda dewasa ini yang masih
terdapat di Desa Bojong Genteng.
Dengan kajian ini didapatkan sebuah konsepsi
bentuk rumah tradisional Sunda dalam sebuah
komunitas masyarakat Desa Bojong Genteng
Sekarang.
4. Metodologi Penelitian
Peneitian ini akan menggunakan metode deskripsi
dengan pendekatan kualitatif. Alasan menggunakan metode
deskriptif ini adalah untuk menggambarkan sifat-sifat
5
individu, kelompok, dan keadaan atau situasi kehidupan
sosial budaya. Teknik pengumpulan data dalam penelitian
ini dilakukan dengan cara, yaitu wawancara mendalam dan
observasi objek penelitian. Dalam penelitian ini
wawancara yang digunakan adalah wawancara tak
bersruktur. Wawancara tak berstruktur mirip dengan
percakapan informal yang bersifat luwes, susunan
pertanyaan atau kata kata dapat diubah saat wawancara
dilaksanakan, disesuikan dengan kebutuhan dan kondisi
informan yang duhadapi.
Agar penelitian yang dilakukan langsung menjurus
kepada permasalahan, maka akan dilakukan langkah-
langkah penelitian sebagai berikut:
Skema Penelitian
6
Identifikasi Masalah
Folklor 'Bentuk rumah Tradisional'
pada masyarakat Desa Bojong
Genteng
Pencarian dan pengumpulan
data
AnalisaSimpulan
5. Pendekatan Teoritis
1. Pengertian Folklore
Kata Folklor jika ditinjau secara etimologis
merupakan kata majemuk yang berasal dari dua kata yaitu
Folk dan Lore. Folklor merupakan terjemahan dari bahasa
Inggris (Folklore). Folk merupakan istilah kolektif
yaitu sekompok orang yang memiliki cirri-ciri pengenal
fisik, social dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan
dari kelompok-kelompok social lainnya.
Lore adalah tradisi yang sebagaimana kebudayaan
yang diwariskan turun temurun secara lisan atau melalui
suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau
alat bantu pengingat. Dengan kata lain, lore adalah
suatu tradisi, kebudayaan kesenian yang diwariskan
secara turun temurun diantara kolektif macam apa saja,
secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam
bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak
isyarkat atau alat Bantu pengingat (Danandjaja,1984:1-
2).
Folklore dapat digolongkan dalam 3 kelompok besar
berdasarkan tipenya yaitu:
Folklor Lisan Yaitu folklore yang memang murni lisan
7
Folklor sebagian lisan yaitu folklore yang bentuknya
merupakan campuran unsure lisan dan bukan lisan
Folklor bukan lisan yaitu folklore yang bentuknya bukan
lisan.
Fungsi folklore ada 4 yaitu:
Sebagai system proyeksi yakni mencerminkan organ-organ
kelompok.
Sebagi alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga
kebudayaan.
Sebagai alat pendidik anak.
Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma
masyarakat dipatuhi.
Fungsi folklore mempunyai arti bahwa folklore sebagai
bagian dari kehidupan masyarakat, kedudukan atau fungsi
folklore yang telah mejadi bagian dari kehidupan
masyarkarat.
2. Rumah Adat Sunda
Secara tradisional rumah orang Sunda berbentuk
panggung yang tingginya 0,5 m - 0,8 m atau 1 meter di
8
atas permukaan tanah. Pada rumah-rumah yang sudah tua
usianya, tinggi kolong ada yang mencapai 1,8 meter,
karena digunakan untuk tempat mengikat binatang-
binatang peliharaan seperti sapi, kuda atau untuk
menyimpan alat-alat pertanian seperti cangkul, bajak,
garu dan sebagainya. Untuk menaiki rumah disediakan
tangga yang disebut Golodog terbuat dari kayu atau
bambu, biasanya tidak lebih dari tiga anak tangga.
Golodog berfungsi pula untuk membersihkan kaki sebelum
naik ke dalam rumah. http//uun-halimah blogspot.com//
Sekalipun rumah orang Sunda berbentuk panggung,
akan tetapi tidak berarti sebutan rumah orang Sunda
adalah rumah panggung, sebab di hampir seluruh provinsi
di Indonesia secara tradisional berbentuk panggung, dan
itu merupakan sebutan yang khas. Rumah-rumah orang
Sunda memiliki nama yang berbeda-beda tergantung pada
bentuk atap dan pintu rumahnya. Secara tradisional ada
atap yang bernama suhunan jolopong, tagong anjing, badak heuay,
perahu kemureb dan jubleg nangkub dan buka pongpok.
9
Suhunan Jolopong dikenal juga dengan sebutan Suhunan
Panjang Jolopong artinya tergolek lurus. Bentuk Jolopong
merupakan bentuk yang cukup tua, karena bentuk ini
ternyata terdapat pada bentuk atap bangunan saung
(dangan) yang diperkirakan bentuknya sudah sangat tua.
Bentuk Jolopong memiliki dua bidang atap. Kedua bidang
atap ini dipisahkan oleh jalur suhunan di tengah
bangunan rumah. Batang suhunan sama panjangnya dan
sejajar dengan kedua sisi bawah bidang atap yang
sebelah menyebelah. Sedangkan lainnya lebih pendek
dibanding dengan suhunan dan memotong tegak lurus di
kedua ujung suhunan itu.
Atap rumah bentuk badak heuay, biasanya bentuk
atapnya mirip bentuk atap rumah tagog anjing, tapi di
10
bagian atas suhunan-nya ada tambahan atau atap belakang
dan depan yang menyerupaibadakmenguap.
Atap rumah parahu kumureb/nangkub, yakni potongan
bentuk atap yang mirip perahu terbalik (lihat gunung
tangkubanperahu). Di daerah Tomo, Kab. Sumedang, bentuk
rumah seperti ini disebut juga jubleg nangkub.
Sedangkan atap rumah bentuk capit gunting, yakni atap
rumah yang setiap ujungnya dihiasi kayu mirip gunting
yang siap nyapit. Bentuk ini sering juga disebut
srigunting. Sementara atap julang ngapak, dilihat dari
depan, suhunan kiri kanannya mirip sayap burung yang
terentang. Sedangkan julang-suhunanna sebanyak empat
penjuru menyambung dari sisi turun ke bawah. Sambungan
bagian tengah menggunakan tambahan mirip gunting muka
11
di bagian puncaknya. Julang ngapak bentuknya mirip
burung yang sedang terbang.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian terletak di Desa Bojong Genteng
Kecamatan Bojong Genteng Kabupaten Sukabumi. Kabupaten
Sukabumi terletak antara 106º49 samapi 107º Bujur Timur
60º57 - 70º25 Lintang selatan dgn batas wilayah
administrasi sebagai berikut : sebelah Utara dengan
Kab. Bogor, sebelah Selatan dgn samudera Indonesia,
sebelah Barat dgn Kab. Lebak, disebelah timur dgn Kab.
Cianjur.
Kabupaten Sukabumi terletak antara 106 derajat 49
sampai 107 derajat Bujur Timur dan 60 derajat 57 sampai
70 derajat 25 Lintang Selatan dengan batas wilayah
administratif sebagai berikut : disebelah Utara dengan
12
Kabupaten Bogor, disebelah Selatan dengan Samudera
Indonesia, disebelah Barat dengan Kabupaten Lebak,
disebelah Timur dengan Kabupaten Cianjur. Batas wilayah
tersebut 40 % berbatasan dengan lautan dan 60%
merupakan daratan.Wilayah Kabupaten Sukabumi memiliki
areal yang cukup luas yaitu ± 419.970 ha. Pada Tahun
1993 Tata Guna Tanah di wilayah ini, adalah sebagai
berikut : Pekarangan/perkampungan 18.814 Ha (4,48 %),
sawah 62.083 Ha (14,78 %), Tegalan 103.443 Ha (24,63
%), perkebunan 95.378 Ha (22, 71%) , Danau/Kolam 1. 486
Ha (0, 35 %) , Hutan 135. 004 Ha (32,15 %), dan
penggunaan lainnya 3.762 Ha (0,90 %).
Kondisi wilayah Kabupaten Sukabumi mempunyai
potensi wilayah lahan kering yang luas, saat ini
sebagaian besar merupakan wilayah perkebunan, tegalan
dan hutan. Kabupaten Sukabumi mempunyai iklim tropik
dengan tipe iklim B (Oldeman) dengan curah hujan rata-
rata tahunan sebesar 2.805 mm dan hari hujan 144 hari.
Suhu udara berkisar antara 20 - 30 derjat C dengan
13
kelembaban udara 85 - 89 persen. Curah hujan antara
3.000 - 4.000 mm/tahun terdapat di daerah utara,
sedangkan curah hujan ant4ra 2.000 - 3.000 mm/tahun
terdapat dibagian tengah sampai selatan Kabupaten
Sukabumi.
B. FOLKLOR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DI DESA BOJONG
GENTENG KABUPATEN SUKABUMI SEBAGAI PERUBAHAN KONSEP
RUMAH TINGGAL MASYARAKAT SUNDA.
Rumah dalam kebudayaan dan pandangan orang Sunda
melihat modelnya yang sesungguhnya sangat sederhana itu
adalah tempat berlindung dari alam seperti hujan,
angin, malam, dan binatang. Bukan dari musuh berupa
manusia. Manusia lain sejak dahulu diperlakukan dengan
penuh penghargaan dan hal ini tercermin dari pandangan
hidup dalam menghadapi tamu, yaitu sikap hade ka semah
(bersikap baik pada tamu).
Bentuk rumah tradisional di Desa Bojong Genteng
telah banyak mengalami pergeseran baik dari bentuk
14
maupun bahan bangunan yang dipergunakan. Bentuk-bentuk
rumah pada umumnya sudah berubah sesuai dengan tren
perkembangan gaya rumah yakni mengarah pada bentuk
modern permanen yang banyak ditemukan pada masyarakat
pada umumnya. Sedangkan rumah tradisional itu sendiri
sudah mulai ditinggalkan baik gaya maupun bentuknya,
ini terlihat dari tidak terdapatnya pembangunan baru
rumah bentuk tradisional yang adapun itu hanya menunggu
waktu si pemili rumah memiliki modal untuk
merenovasinya menjadi rumah dalam bentuk modern.
Bentuk-bentuk rumah tradisional yang masih
tersisa pada umumnya merupakan rumah panggung dengan
sebagian besar bahan bangunanya dari kayu dan bambu.
Atap pada umumnya berbentuk parahu kumereb dengan dinding
bilik dan berlantaikan palupuh.
15
Rumah tradisional ini terdapat bagian-bagian
yang penting yang pada umumnya terdapat di semua jenis
rumah tradisional ini diantaranya Bale-bale (bangku),
Golodog (pijakan masuk), Goah (gudang), dan Hawu
(Kompor kayu). Penggunaan bahan dari bambu sangat
mendominasi bahan bangunan rumah tradisional ini baik
dinding, lantai maupun atap. Sedangkan interior rumah
terdiri dari 2-3 kamar tidur dengan ukuran rata-rata 3
m x 2,5 m yang ditempatkan berderet, ruang tamu, ruang
tengah, dan dapur. Kamar mandi pada umumnya sudah
ditempatkan dalam rumah atau sudah menjadi bagian dari
rumah, yang pada awalnya kamar mandi/WC ditempatkan
16
jauh terpisah dari bangunan rumah. Denah ruang rumah
tradisional dapat diamati pada gambar berikut.
Namun sayang bentuk dan gaya rumah adat Sunda
ini sudah sangat jarang ditemui, khususnya di daerah
perkotaan yang sudah ganti dengan nama dan gaya dari
Barat. Tentunya hal ini bukan tanpa alasan. Kemajuan
zaman dan adanya serangan budaya dari bangsa lain,
membuat banyak bentuk rumah orang Sunda lebih bergaya
modern. Perkembangan jaman telah memberi pengaruh pada
perubahan rumah di masyarakat Sunda. Lebih-lebih
pengaruh dari luar dan hadirnya teknologi yang lebih
17
baru, seperti mulai dikenalnya batu bata dan genteng
yang secara luar biasa telah merubah bentuk rumah orang
Sunda.
Pendekatan akademis terhadap hunian yang
berangkat dari pendekatan fungsional juga sedikit
banyak telah merubah pembagian ruang rumah. Kamar mandi
dan dapur yang secara tradisional ditempatkan di
belakang karena dianggap area kotor, dengan pendekatan
modern dan hasil studi perilaku penghuni, mengalami
perubahan. Kamar mandi dimasukkan ke rumah dan sering
dekat dengan kamar tidur. Dengan teknologi memasak yang
baru seperti kompor minyak tanah, kompor gas dan
listrik, telah merubah pola dan tata cara di dapur.
Perubahan merupakan suatu kata yang akan dialami
oleh suatu budaya, tetapi perubahan bukan artian
menghilangkan budaya. Budaya harus tetap dijaga dan
dilestarikan sebagai khasanah kekayaan intelektual
masyarakat dengan cara yang bijak dan bertanggung
jawab.
18
C. PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas, maka ada beberapa
hal yang perlu digarisbawahi sebagai simpulan, adalah
sebagai berikut.
Sekelompok masyarakat yang memiliki ciri-ciri
khas yang unik sehingga dapat dibedakan dengan kelompok
lainnya. Folklor diwariskan secara turun-temurun secara
lisan dengan isyarat. Salah satu bentuk folklore adalah
ciri khas rumah yang merupakan salah satu faktor
diakuinya suatu kelompok masyarakat memiliki eksistensi
sebagai satu suku bangsa yang punya kekhasan.
Dalam era globalisasi dewasa ini yang selalu
menuntut perubahan maka menimbulkan pergeseran budaya,
khususnya suatu folklore masyarakat. Masyarakat secara
sadar ataupun tidak sudah meninggalkan folklore yang
telah diwariskan oleh orangtuanya. Masyarakat melakukan
hal ini bukan tanpa alasan, mereka dituntut untuk
melakukan perubahan seiring pergeseran nilai,
kebutuhan, dan tentunya tren yang ada. Rumah
tradisional Sunda yang merupakan objek penelitian
19
mengalami perubahan yang signifikan dimana masyarakat
Sunda di Bojong Genteng Kabupaten Sukabumi secara
massive berusaha untuk merubah dan merenovasi rumah
tradisinya menjadi rumah permanen modern, hal ini
dianggap sebagai suatu keharusan yang harus mereka
jalani untuk memenuhi kebutuhan dan tren yang ada. Dan
kalaupun yang masih tinggal di rumah tradisional hal
tersebut dikarenakan belum mampunya si pemilik untuk
merenovasi rumahnya. Gejala ini dapat dilihat juga dari
sangat jarangnya masyarakat untuk membangun rumah yang
mempunyai ciri ketradisian atau folklore tertentu.
Perlu menjadi pemikiran bersama dalam
menyelamatkan nilai-nilai budaya yang mulai
ditinggalkan oleh masyarakatnya sendiri. Budaya
tradisional janganlah menjadi termaginalkan oleh
derasnya globalisasi dan informasi yang nota bene
bukanlah tradisi yang terlahir dari budaya kita.
Masyarakat harus mempunyai kesadaran akan pentingnya
menjaga tradisi khususnya folklore dalam tetap menjaga
eksistensi budaya bangsa Indonesia.
20
D. DAFTAR PUSTAKA
Hardjasaputra, Sobana, Dr. 2008.
Jurnal Penelitian. Bandung: Balai Pelestarian
Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata.
http//uun-halimah blogspot.com// 2009. Rumah Adat Sunda
www.gogle.com. 2009. “Kebudayaan Indonesia”
21
Top Related