Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Kekerasan

25
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar mengatakan Rabu (20/3) bahwa tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia semakin memprihatinkan, dengan kasus mulai dari kekerasan fisik yang dilakukan orang tua terhadap anak hingga kekerasan seksual. Di Jakarta Kekerasan pada anak dan perempuan makin meningkat. Berdasarkan data Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi DKI Jakarta, pada tahun 2011 kekerasan mencapai 1.381 kasus dan tahun 2012 melonjak menjadi 1.429 kasus. 1

Transcript of Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Kekerasan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar

mengatakan Rabu (20/3) bahwa tindak kekerasan

terhadap perempuan dan anak di Indonesia semakin

memprihatinkan, dengan kasus mulai dari kekerasan

fisik yang dilakukan orang tua terhadap anak hingga

kekerasan seksual.

Di Jakarta Kekerasan pada anak dan perempuan

makin meningkat. Berdasarkan data Pusat Pelayanan

Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A)

Provinsi DKI Jakarta, pada tahun 2011  kekerasan

mencapai 1.381 kasus dan tahun 2012 melonjak menjadi

1.429 kasus.

1

Hak asasi perempuan dan hak asasi anak adalah

bagian dari hak asasi manusia, karena perempuan dan

anak adalah bagian dari manusia. Sebagai manusia,

perempuan dan anak mempunyai hak yang sama, mereka

merupakan komposisi penting dalam sebuah bangsa yang

dapat melakukan peran serta dalam pembangunan

nasional.

Hak perempuan dan anak yang diakui oleh dunia

internasional salah satunya adalah hak untuk tidak

mengalami penganiayaan atau kekejaman lain atau

perilaku penyiksaan secara tidak manusiawi atau

sewenang-wenang, sehingga diperlukan adanya suatu

kepastian perlindungan hukum terhadap perempuan dan

anak  dari perbuatan kekerasan baik yang dilakukan

dalam keluarga maupun di luar keluarga.

Rumah tangga seharusnya adalah tempat berlindung

bagi seluruh anggota keluarga, akan tetapi pada

2

kenyataannya, justru banyak rumah tangga menjadi

tempat penderitaan dan penyiksaan karena terjadi

tindakan kekerasan. Kekerasan dalam rumah tangga

(KDRT) sebenarnya adalah setiap perbuatan yang

dilakukan seseorang atau beberapa orang terhadap

orang lain, yang berakibat atau mungkin berakibat

kesengsaraan  atau penderitaan secara fisik, seksual,

dan, atau psikologis, termasuk ancaman perbuatan

tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan

secara sewenang-wenang atau penekanan    secara  

ekonomis  yang   terjadi  dalam   lingkup   rumah  

tangga.

Ketidakadilan terhadap perempuan dalam

peranannya di masyarakat, akhir-akhir ini berkembang

isu mengenai gender.Gender adalah perbedaan jenis

kelamin berdasarkan pembagian peran dan tanggung

jawab wanita dan laki-laki yang ditentukan dalam

3

masyarakat. Di dalam pengertian gender muncul suatu

pandangan bahwa wanita memiliki sifat yang lemah,

lembut, telaten, sabar, dan lebih mengutamakan

perasaan dari pada pikiran.  Di dalam lingkungan

kehidupan masyarakat, sering dijumpai sikap atau

perilaku yang mendiskriditkan dan mendeskriminasikan

perempuan, hal ini dapat ditemui dalam kehidupan

sehari-hari baik dalam lingkungan keluarga,

lingkungan masyarakat, lingkungan kerja sampai

Negara. Ketidakadilan gender termanifestasi dalam

berbagai bentuk yaitu :

1.    Marginalisasi, yaitu proses pemiskinan

ekonomi.

2.    Subordinasi, yaitu suatu anggapan tidak

penting dan rendah.

3.    Stereotipe, adanya diskriminasi dan

pelabelan peran.

4

4.    Kekerasan atau Violence

5.    Multi/double burden atau bekerja lebih

panjang dan banyak.

Sebagaimana disebut dalam Pembukaan UUD 1945

bahwa melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

tumpah darah Indonesia, maka penulis tertarik untuk

mengkaji kebijakan publik yang dilakukan pemerintah

dalam melindungi anak dan perempuan dari kekerasan.

B. Rumusan Masalah

Berdasar uraian di atas makalah ini berusaha

menjawab pertanyaan bagaimanakah kebijakan

perlidungan hukum terhadap anak korban kekerasan ?

C. Metode Penelitian

5

Metode yang digunakan penulis dalam penulisan

makalah ini adalah jenis penelitian hukum normatif

kemudian dikaji dengan menggunakan jenis pendekatan

peraturan perundang-undangan. Pendekatan undang-

undang (statue approach) dilakukan dengan menelaah semua

undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut

dengan isu hukum yang sedang ditangani.

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Kebijakan Publik

Pengertian kebijakan publik dapat dilihat dari

pendapat beberapa ahli.Menurut Candler dan Plano

dalamHesel Nogi S. Tangkilisan, kebijakan publik

adalah pemanfaatan yang strategis terhadap

sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan

masalah-masalah publik atau pemerintah. Pendapat

6

lain menyatakan bahwa kebijakan publik adalah jalan

mencapai tujuan bersama yang dicita-citakan.

Anderson memberikan definisi kebijakan publik

sebagai kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh

badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah, yang

membawa implikasi :

a. Kebijakan publik selalu mempunyai tujuan

tertentu dan mempunyai tindakan-tindakan yang

berorientasi kepada tujuan;

b. Kebijakan publik berisi tindakan-tindakan

pemerintah;

c. Kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar

dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan

apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan;

d. Kebijakan publik yang diambil bisa bersifat

positif dalam arti merupakan tindakan

pemerintah mengenai segala sesuatu masalah

7

tertentu, atau bersifat negatif dalam arti

merupakan keputusan pemerintah untuk tidak

melakukan sesuatu;

e. kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam

arti positif didasarkan pada peraturan

perundangan yang besifat mengikat dan memaksa.

Berbagai pengertian kebijakan publik di atas

mempunyai implikasi sebagai berikut :

a. Bahwa kebijakan publik itu bentuk awalnya adalah

merupakan penetapan tindakan-tindakan pemerintah,

b. Bahwa kebijakan publik tersebut tidak cukup hanya

dinyatakan dalam bentuk teks-teks formal, namun

juga harus dilaksanakan atau dimplementasikan

secara nyata,

c. Bahwa kebijakan publik tersebut pada hakekatnya

harus memiliki tujuan-tujuan dan dampak-dampak,

8

baik jangka panjang maupun jangka pendek, yang

telah dipikirkan secara matang terlebih dahulu,

d. Dan pada akhirnya segala proses yang ada di atas

diperuntukkan bagi pemenuhan kepentingan

masyarakat.

Dengan demikian kebijakan publik umumnya harus

dilegalisasikan dalam bentuk hukum, serta pada

dasarnya sebuah hukum adalah hasil kebijakan publik.

Dalam suatu rechtsstaat yang modern, fungsi perundang-

undangan bukanlah hanya memberi bentuk kepada

endapan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dan

hidup dalam masyarakat, dan undang-undang bukanlah

hanya sekedar produk fungsi negara di bidang

pengaturan.Perundang-undangan adalah salah satu

metode dan instrumen ampuh yang tersedia untuk

mengatur dan mengarahkan kehidupan masyarakat menuju

cita-cita yang diharapkan.

9

Oleh karena itu perlindungan hukum terhadap

anak sebagai sebuah kebijakan publik harus

menerapkan asas legalitas, yaitu bahwa kebijakan

publik atau tindakan pemerintah mengenai segala

sesuatu masalah tertentu, harus didasarkan pada

peraturan perundangan.

2. Perlindungan Hukum terhadap Anak

Perlindungan adalah adalah suatu bentuk

pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat

penegak hukum atau aparat keamanan untuk memberikan

rasa aman baik fisik maupun mental, kepada korban

dan saksi, dari ancaman, ganguan, teror, dan

kekerasa dari pihak manapun, yang diberikan pada

tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan

atau pemeriksaan di sidang pengadilan.

10

Pengertian Anak adalah setiap manusia yang

berusia di bawah 18 tahun dan belum menikah,

termasuk anak yang masih dalam dalam kandungan

apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.

Pengertian anak menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun

1997 Tentang Pengadilan Anak adalah orang yang

dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8

(delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18

(delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.

Sedangkan menurut perspektif Undang-Undang Nomor 23

tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak adalah

seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)

tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Korban adalah orang atau kelompok orang yang

mengalami penderitaan secara fisik, mental, maupun

emosional serta mengalami kerugian ekonomi, atau

mengalami pengabaian, pengurangan dan perampasan

11

hak – hak dasarnya sebagai akibat langsung dari

pelanggaran hak asasi manusia.

Kekerasan adalah hal yang bersifat atau

berciri keras yaitu perbuatan seseorang yang

menyebabkan cedera atau menyebabkan kerusakan fisik

atau barang yang orang lain atau paksaan. Secara

spesifik yang dimaksud kekerasan seksual adalah

suatu prilaku seksual deviatif atau menyimpang,

merugikan korban dan merusak kedamaian di

masyarakat.

Pengertian Perlindungan hukum terhadap

perempuan dan anak adalah segala kegiatan untuk

menjamin dan melindungi perempuan dan anak atas

hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh berkembang dan

berpartisipasi aktif secara optimal, sesuai dengan

harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat

perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan

12

diskriminasi dalam rangka mewujudkan generasi

penerus yang berkualitas, berahlak mulia dan

sejahtera. Rasa aman merupakan kebutuhan hakiki

bagi setiap orang termasuk perempuan dan anak

kerena tanpa adanya rasa aman maka masyarakat

cenderung untuk khawatir dan terganggu dalam

melaksanakan kegiatan sehari-hari.

Secara umum definisi kekerasan adalah semua

bentuk prilaku, baik verbal/ ucapan (antara lain :

makian, ancaman, penghinaan) maupun non verbal/

tindakan (misalnya : pemukulan, perkosaan) yang

dilakukan oleh seorang atau sekelompok orang

sehingga berakibat merendahkan, menyakiti atau

merugikan (memberi efek negatif) baik secara fisik,

seksual, mental, emosional-psikologis ataupun

finansial ekonomi.

13

Terdapat banyak bentuk kekerasan terhadap

perempuan dan anak di antaranya yang paling umum / 

sering terjadi adalah :

1.  Pelecehan Seksual dan Perkosaan :

Meliputi komentar, gurauan yang tidak senonoh,

mencolek, meraba, mengelus, memeluk, mencium,

menunjukkan gambar porno, memaksa atau mengancam

untuk melakukan sesuatu yang tidak senonoh sampai

perkosaan.

Pelecehan seksual dapat terjadi pada perempuan

segala umur, bahkan pada anak laki-laki dan

perempuan. Pelakunya pada umumnya adalah laki-laki

yang memiliki power / posisi kekuasaan lebih tinggi

misalnya atasan terhadap bawahan, orang tua / paman

terhadap anak, guru terhadap murid, pemberi pekerja

terhadap percari kerja, ataupun orang-orang lain

yang tak dikenal. Namun berdasarkan fakta-fakta

14

pelaku perkosaan sebagian besar adalah orang

dikenal korban sehingga perkosaan dikelompokkan

dalam 3 jenis, yaitu :

1)      Incest

Yaitu perkosaan yang dilakukan oleh anggota

keluarga atau orang yang telah dianggap sebagai

keluarga.

2)      Marital Rape

Yaitu perkosaan yang dilakukan oleh suami

terhadap isterinya.

3)      Dating Rape

Yaitu perkosaan yang dilakukan oleh pacar atau

teman kencan.

2.  Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Yang dimaksud dengan Kekerasan Dalam Rumah

Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang

15

terutama perempuan yang berakibat timbulnya

kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,

psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga,

termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan

pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara

melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Pasal 1

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 Tentang

Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga).

Sebagai anggota keluarga yang paling mudah dan

tidak berdaya seringkali anak-anak menjadi korban

orang tuanya / orang dewasa antara lain :

a) Menjadi pelampiasan kemarahan apabila orangtua

mempunyai masalah.

b) Dimarahi atau dipukul atau dihukum apabila

tidak patuh terhadap kehendak orangtua.

16

c) Membebani anak dengan tugas-tugas yang belum

semestinya (ikut mencari nafkah, melakukan

pekerjaan rumah tangga, seperti mengasuh adik,

bertani dan lain-lain).

d) Dirampas hak-haknya untuk berpendapat,

berbicara, dan menentukan pilihan.

Bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23

tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak adalah sebagai

berikut :

1) Diskriminasi terhadap anak yang mengakibatkan

anak mengalami kerugian, baik materiil maupun

moril sehingga menghambat fungsi sosialnya.

2) Penelantaran terhadap anak yang mengakibatkan

anak mengalami sakit atau penderitaan, baik

fisik, mental, maupun sosial.

17

3) Eksploitasi ekonomi dan sosial terhadap anak

dalam bentuk perdagangan anak, dan

mempekerjakan anak lebih dari ketentuan yang

berlaku.

4) Melibatkan anak dalam politik, konflik

bersenjata, kekerasan sara, dan perbuatan yang

mengandung unsur kekerasan lainnya.

5) Memberikan ancaman kekerasan kepada anak.

6) Melibatkan anak dalam perdagangan dan produksi

narkotika, psikotropika, dan zat adiktif

lainnya (Napza).

7) Kekerasan seksual.

8) Pengambilan organ tubuh anak atau transplantasi

tanpa ijin wali anak dan tanpa memperhatikan

kepentingan kesehatan anak tersebut.

9) Memaksa dan atau membujuk anak untuk memeluk

suatu agama

18

Pelaku kekerasan terhadap anak diancam dengan

sanksi pidana sebagaimana diatur dalam berbagai

peraturan, antara lain:

a. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 : Pasal 44

s.d. Pasal 55

b. Undang-Undang  Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak: Pasal 77 s.d. Pasal 90

Perlindungan Terhadap anak juga dilakukan

dengan menerbitkan peraturan-peraturan sebagai

berikut:

1) Undang – undang Dasar 1945 Pasal 28b Ayat 2

2) Undang – undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang

Kesejahteraan Anak (Tambahan Lembaran Negara

Nomor 3143)

3) Undang – undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang

Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk

19

Diskriminasi terhadap Perempuan (Tambahan Lembaran

Negara Nomor 3277)

4) Undang – undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM

(Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886)

5) Undang – undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang

Ratifikasi ICESCR (Pasal 10, Pasal 12 Ayat (2), dan

Pasal 13 Ayat (3))

6) Undang – undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang

Ratifikasi ICCPR (Pasal 14 Ayat (1), Pasal 18 Ayat

(4), Pasal 23 Ayat (4) dan Pasal 24).

7) Keppres Nomor 40 Tahun 2004 tentang Pertahanan

Keamanan 2004 – 2009 tentang Memasukan Agenda

Ratifikasi Protokol Opsional Konvensi Hak Anak

tentang Perdagangan Anak, Pornografi Anak, dan

Prostitusi Anak (2005) dan Protokol Opsional Konvensi

Hak Anak entang Kterlibatan Anak dalam Konflik

Senjata (2006)

20

8) Keppres Nomor 59 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi

Penghapusan Bentuk – bentuk Pekerjaan Terburuk untuk

Anak

9) Keppres Nomor 87 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi

Nasional Penghapusan Eksplotasi Seksual Komersial

Anak (ESKA)

10) Keppres Nomor 88 Tahun 2002 tentang tentang Rencana

Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (RAN P3A).

Peraturan hukum ini dapat digolongkan sebagai aturan

yang bersifat mendasar.

21

BAB III

PENUTUP

Anak adalah aset paling penting masa depan

bangsa Indonesia. Oleh karena itu melindungi anak

berarti mempersiapkan masa depan negara. Negara

telah mengatur berbagai kebijakan dalam bentuk

peraturan perundang-undangan perlindungan anak,

serta melaksanakan berbagai program guna tercapainya

perlindungan terhadap anak dari kekerasan.

22

DAFTAR PUSTAKA

A. Hamid Attamimi, Teori Peraturan perundang-undangan

Indonesia, Fakultas Hukum UI,  Jakarta, 1992

23

Gatot Supramono, 2007, Hukum Acara Pengadilan Anak,Cet.

ketiga, Djambatan, Jakarta.

Hadi Setia T, 2003, UU RI No 23 tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak, Harvarindo, Jakarta.

Hesel Nogi S. Tangkilisan, 2003, Kebijakan Publik Yang

Membumi, Konsep, Strategi dan Kasus, Yayasan Pembaharuan

Administrasi Publik Indonesia, Yogyakarta.

http://id.wikipedia.org/wiki/Kekerasan_terhadap_anak

http://www.poskotanews.com/2013/03/25/kekerasan-

terhadap-anak-dan-perempuan-meningkat/

http://www.voaindonesia.com/content/tindak-

kekerasan-terhadap-perempuan-dan-anak-semakin-

parah/1625738.html

Lembaga Bantuan Perlindungan Perempuan dan Anak

Derap Warapsari, 2003, Perlindungan   Terhadap Perempuan

dan Anak Yang Menjadi Korban Kekerasan, Bhara Kerta

Inkoppol, Jakarta.

M. Marwas & Jimmy P, Kamus Hukum, Dictionary of Law

Complete Edition, Cetakan 1,  Reality Publisher,

Surabya, 2009.

Peraturan Pemerintah No 2 Tahun 2002 tentang Tata

cara Perlindungan Korban dan Saksi Dalam

Pelanggaran HAM Yang Berat

24

Riant Nugroho D, 2003, Kebijakan Publik, Formulasi

Implementasi dan Evaluasi, PT. Elex Media Komputindo,

Jakarta.

Rika Saraswati, Hukum Perlindungan Anak di Indonesia,

Cetakan 1, Citra Aditya Bakti, 2009.

Saiful Bahri, 2004, Hukum dan Kebijakan Publik, Yayasan

Pembaruan Administrasi Publik Indonesia,

Yogyakarta.

Supanto, 1999, Masalah Korban Kejahatan, Akademika

Pressindo, Jakarta.

Surat Keputusan Kapolri Mo.Pol.: Skep/831/XI/2005

tanggal 25 Nopember 2005, Pedoman Pembentukan dan

Pembinaan Kelompok Sadar Kamtibmas, Mabes Polri,

Jakarta.

25