perbaikan proses produksi susu cair - Universitas MPU ...

67
LAPORAN PENELITIAN 2020-1 PERBAIKAN PROSES PRODUKSI SUSU CAIR DENGAN METODE SIX SIGMA Oleh: Morhan Sirait, S.T., M.T. Dosen Tetap Program Studi Teknik Industri FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MPU TANTULAR JAKARTA

Transcript of perbaikan proses produksi susu cair - Universitas MPU ...

LAPORAN PENELITIAN 2020-1

PERBAIKAN PROSES PRODUKSI SUSU CAIR

DENGAN METODE SIX SIGMA

Oleh:

Morhan Sirait, S.T., M.T.

Dosen Tetap Program Studi Teknik Industri

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MPU TANTULAR

JAKARTA

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan di sebuah perusahaan yang memproduksi minuman

khususnya pembuatan olahan susu sap,i dimana bertujuan untuk mengukur level

sigma proses produksi, mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan

terjadinya kegagalan/reject pada produk dan menentukan hal-hal yang perlu

diperbaiki untuk dengan mengurangi kegagalan/reject pada proses produksi di

mana akan meningkatkan kualitas proses produksi. Metode yang digunakan

adalah metode Six Sigma. Six Sigma adalah suatu metode peningkatan kualitas

dramatis yang merupakan terobosan baru dalam bidang manajemen kualitas.

Secara metodologi, Six Sigma merupakan pendekatan menyeluruh untuk

menyelesaikan masalah dan peningkatan proses melalui fase DMAIC ( define,

measure, analyze, improve, control). Hasil penelitian menunjukkan bahwa

kualitas produk susu cair yang dihasilkan perusahaan cukup baik yaitu 4,8 σ

(Sigma) dengan tingkat kerusakan 464 per sejuta produk (DPMO) dan CTQ

sebanyak 10 jenis kecacatan. Jenis kecacatan tertinggi adalah tanggal kadaluarsa

tidak ada dengan total kecacatan sebesar 14.938 atau 25%. Setelah dilakukan

perbaikan. Setelah dilakukan perbaikan-perbaikan meliputi: Pengawasan agar

operator produksi konsisten bekerja mengikuti SOP, inspeksi pada material

sebelum dan sesudah memasang tensor disc, mendesain type layout yang baru

sesuai dengan kebutuhan operator, dan memperbaiki dan penambahan SOP

pengoperasian mesin, hasil produksi mengalami penurunan DPMO dengan tingkat

kerusakan sebesar 315 per sejuta produksi dan mengalami peningkatan pada nilai

sigma sebesar 4,91 σ (Sigma). Kerugian yang timbul karena produk reject adalah

sebesar Rp. 135.564.300,00/bulan dari harga jual sebesar Rp. 2.300,00 /botol.

Setelah dilakukan perbaikan, kerugian yang disebabkan karena produk reject

berkurang menjadi sebesar Rp. 89.159.500,00/bulan.

1. PENDAHULUAN

Sebuah perusahaan yang beroperasi sejak tahun 1968 dan berlokasi di

jalan Raya Bogor Jakarta Timur merupakan perusahaan yang memproduksi

minuman sehat berupa olahan susu sapi segar. Hasil produksi perusahaan itu

adalah susu kental manis, susu bubuk, susu cair, dan butter. Pada hasil produksi

masih banyak ditemukan produk reject yang dihasilkan dari setiap produksinya.

Produk yang mengalami kerusakan paling besar adalah produk susu cair sebesar

0,46%. Oleh karena itu, sangat perlu dilakukan tindakan-tindakan perbaikan untuk

meminimumkan kegagalan/cacat/reject yang akan mengurangi kerugian-kerugian

yang timbul karena produk-produk yang gagal/reject dalam proses produksi.

Produk mengalami cacat biasanya terjadi pada saat proses pemberian

brand, tanggal kadaluarsa, dan tanggal produksi dengan menggunakan mesin

label. Sedangkan untuk proses inspeksi dari proses label ini dilakukan secara

automatis dengan menggunakan mesin camera checker, kemudian dilakukan

inspeksi dari proses pemberian label tersebut, sebelum masuk ke dalam proses

packing dan selanjutnya dimasukkan gudang.

Pendekatan metode Six Sigma digunakan dalam penelitian ini untuk

mengevaluasi proses dan melakukan tindaklanjut dari hasil evaluasi six sigma

tersebut untuk meningkatkan kemampuan proses. Six Sigma merupakan alat

penting bagi manajemen produksi dalam menjaga, memperbaiki, dan

mempertahankan kualitas produk dalam mencapai zero defect.

Penelitian ini fokus pada produksi susu cair dalam kemasan botol 190 ml

dengan menggunakan data produksi bulan Nopember 2020 dan bertujuan untuk

mengukur level sigma proses produksi, mengidentifikasi faktor-faktor yang

menyebabkan terjadinya kegagalan/reject pada produk dan menentukan hal-hal

yang perlu diperbaiki untuk dengan mengurangi kegagalan/reject pada proses

produksi di mana akan meningkatkan kualitas proses produksi (meningkatkan

level sigma).

2. LANDASAN TEORI

2.1 Kualitas

Kualitas telah menjadi harapan dan impian bagi semua orang baik

konsumen ataupun produsen. Apa sebenarnya kualitas itu? Dan siapa yang

menentukan kualitas? dua pertanyaan itu sangat berkaitan. Hampir seluruh

pelanggan menyatakan tidak mengetahui dimana perbedaan kualitasnya (Zulian

Yamit,2010,h.5). Contoh yang dapat dipelajari adalah apakah merk mobil

Mercedes Bend berkualitas lebih baik dari merk mobil BMW? Apakah minuman

Fanta berkualitas lebih baik dari minuman Pepsi? Tentu saja produk tersebut

memiliki perbedaan khususnya dalam gaya, rasa, penampilan dan atribut. Tapi,

apakah kualitasnya dapat dibedakan? Dalam kekhususannya, kualitas sulit

dibedakan dan sulit diidentifikasi.

Kebanyakan pelanggan yang perduli pada kualitas biasanya menanyakan

pada tenaga penjual merk apa yang berkualitas tinggi dan pantas dibeli. Sesuatu

bukti pendukung yang biasanya efektif untuk menanyakan produk yang

berkualitas lebih baik adalah yang paling laris terjual. Bukti ini membuat

perusahaan dan pelanggan percaya bahwa produk yang berkualitas lebih baik akan

menang dalam persaingan. Oleh sebab itu, produk yang lebih laris dijual

seharusnya berkualitas lebih baik. Tapi apakah cukup banyak bukti yang

menunjukan hal tersebut selalu benar.

Pengertian atau definisi kualitas, berbeda makna bagi setiap orang karena

kualitas memiliki banyak kriteria dan sangat tergantung pada konteksnya. Banyak

pakar di bidang kualitas yang mencoba mendefinisikan kualitas berdasarkan sudut

pandangnya. Beberapa diantaranya yang paling populer adalah yang

dikembangkan oleh tiga pakar tingkat internasional, sebagai berikut:

1. W. Edwards Deming, mendefinisikan kualitas adalah apapun yang menjadi

kebutuhan dan keinginan konsumen.

2. Philip B. Crosby, mendefinisikan mempresepsikan kualitas sebagai nihil

cacat, kesempurnaan, dan kesesuaian terhadap persyaratan.

3. Joseph M. Juruan, mendefinisikan mutu sebagai kesesuaian terhadap

spesifikasi.

Goetsch Davis, membuat definisi yang lebih luas cakupannya yaitu kualitas

merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa,

manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.

Pendekatan yang dikemukakan Goetsch Davis ini menegaskan bahwa kualitas

bukan hanya menekankan pada aspek hasil akhir, yaitu produk dan jasa tetapi juga

menyangkut kualitas manusia, kualitas proses dan kualitas lingkungan. Sangatlah

mustahil menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas tanpa melalui manusia

dan proses yang berkualitas (Zulian Yamit, 2010).

Perubahan jasa dan pelayanan lebih menekankan kepada kualitas proses

karena konsumen biasanya terlibat langsung dalam proses tersebut. Sedangkan

perusahaan yang menghasilkan produk lebih menekan kepada hasil, karena

biasanya konsumen tidak terlihat secara langsung dalam prosesnya. Untuk itu

diperlukan manajemen kualitas yang dapat memberikan jaminan kepada pihak

konsumen bahwa produk tersebut dihasilkan oleh proses yang berkualitas.

David Garvin, mengidentifikasi lima pendekatan perspektif kualitas yang

dapat digunakan oleh para praktisi bisnis, yaitu (Zulian Yamit, 2010):

a. Transcendental Approach

Kualitas dalam pendekatan ini adalah sesuatu yang dapat dirasakan, tetapi

sulit didefinisikan dan dioprasionalkan maupun diukur. Perspektif ini

umumnya diterapkan dalam karya seni seperti seni musik, seni tari, seni

drama, seni rupa. Untuk produk dan jasa pelayanan, definisi ini sangat

sulit untuk dijadikan sebagai dasar perencanaan dalam manajemen

kualitas.

b. Product Based Approach

Kualitas dalam pendekatan ini adalah suatu karakteristik atau atribut yang

dapat diukur. Perbedaan kualitas dibedakan karena adanya perbedaan

atribut yang dimiliki produk secara obyektif, tetapi pendekatan ini tidak

dapat menjelaskan perbedaan dalam selera dan prefrensi individual.

c. User Based Approach

Kualitas dalam pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas

tergantung pada orang yang memandangnya, dan produk yang paling

memuaskan prefrensi seseorang atau cocok dengan selera merupakan

kualitas produk paling tinggi. Pandangan yang subyektif ini

mengakibatkan konsumen yang berbeda memiliki kebutuhan dan

keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah

kepuasan maksimum yang dapat dirasakannya.

d. Manufacturing Based Approach

Kualitas dalam pendekatan ini adalah bersifat supply based atau dari sudut

pandang produsen yang mendefinisikan kualitas sebagai sesuatu yang

sesuai dengan persyaratan dan prosedur. Pendekatan ini berfokus pada

kesesuaian spesifikasi yang menentukan kualitas adalah standar-standar

yang ditetapkan perusahaan, dan bukan konsumen yang

menggunakannnya.

e. Value Based Approach

Kualitas dalam pendekatan ini adalah memandang kualitas dari segi nilai

dan harga. Oleh karena itu kualitas dalam pandangan ini bersift relatif,

sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk

yang paling bernilai. Produk yang paling bernilai adalah produk yang

paling tepat untuk dibeli.

Dalam hal ini kualitas pada perusahaan industri tidak selalu menekan

terhadap hasil produksi yang dihasilkannya, namun ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan dalam proses produksi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam

menentukan sebuah kualitas seperti bahan baku, peralatan dan teknologi serta

sumber daya manusia. Begitu pula pada PT. INDOLAKTO ketiga hal tersebut

sangat perlu dalam melakukan aktivitas pengendalian kualitas

2.2 Pengendalian Kualitas

Dalam mempertahankan suatu kualitas yang baik dan konsisten, tidak

dapat dilepaskan dari pengendalian kualitas (quality control) karena pengendalian

kualitas merupakan suatu bagian dari sistem yang digunakan dalam menjaga level

yang diinginkan dari kualitas pada produk maupun jasa. Dalam artian

pengendalian kualitas merupakan teknik dan aktivitas dalam upaya mencapai,

mempertahankan, dan memperbaiki kualitas suatu produk dan jasa.

Pengendalian kualitas juga merupakan bagian dari pengendalian produksi,

pengendalian produksi baik secara kualitas maupun kuantitas dan merupakan

kegiatan yang sangat penting dalam suatu perusahaan. Hal ini disebabkan karena

semua kegiatan produksi yang dilaksanakan agar dikendalikan, agar barang dan

jasa yang dihasilkan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, dimana

penyimpangan yang terjadi diusahakan serendah mungkin. Tujuan dari

pengendalian kualitas adalah :

a. Penyampaian kebijakan dan target perusahaan secara efisien.

b. Pengembangan kemampuan tenaga kerja.

c. Memperbaiki kualitas produk yang dihasilkan.

d. Penurunan biaya kualitas secara keseluruhan.

2.3 Six Sigma

Six sigma adalah suatu metodologi bisnis yang bertujuan untuk

meningkatkan nilai kapabilitas dari aktivitas proses bisnis (Hidayat,2007,h.28).

Proses bisnis adalah suatu yang dimulai dari perencanaan, desain produk sampai

dengan fungsi fungsi konsumen seperti, kebutuhan, keinginan, dan ekspektasi.

Ada dua proses kerja dalam konsep six sigma yaitu: proses kerja internal dan

eksternal. Pada proses kerja internal meliputi seluruh aspek fungsi dan kegiatan

yang ada dalam perusahaan, sedangkan proses eksternal adalah seluruh kegiatan

yang dimulai dari pengolahan produk jadi/promosi hingga distribusi ke

konsumen.

Tujuan dari six sigma adalah meningkatkan kinerja bisnis dengan beberapa

cara seperti:

a. Mengurangi berbagai variasi proses yang merugikan.

b. Mereduksi kegagalan produk.

c. Menekan cacat produk.

d. Meningkatkan keuntungan.

e. Meningkatkan moral/produktivitas karyawan.

f. Meningkatkan kualitas produk pada tingkat yang maksimal.

Six sigma pertama kali dikembangkan oleh Motorola pada pertengahan

tahun 1980 sebagai metode untuk mengukur kualitas produk dan jasa. Secara

perspektif statisttik istilah six sigma ( sigma enam ) berasal dari ukuran statistik,

dimana sigma adalah standar deviasi dalam distribusi normal dengan probabilitas

kurang lebih 6 dengan efektivitas 99,9996 %. Dalam proses produksi, standar six

sigma dikenal dengan istilah defect per million opportunity ( DPOM ) dengan

nilai sebesar 3,4 DPOM yang berarti dalam satu juta unit/proses. Dengan

demikian derajat konsistensi six sigma adalah sangat tinggi dengan standar deviasi

yang sangat rendah. Adapun tabel six sigma sebagai berikut :

Tabel 2.3 Six Sigma

YIELD DPMO SIGMA YIELD DPMO SIGMA YIELD DPMO SIGMA

6.6 % 934.00 0 69.2% 308 2 99.4% 6,21 4

8% 920 0.1 72.6% 274 2.1 99.5% 4,66 4.1

10% 900 0.2 75.8% 242 2.2 99.7% 3,46 4.2

12% 880 0.3 78.8% 212 2.3 99.75% 2,55 4.3

14% 860 0.4 81.6% 184 2.4 99.81% 1,86 4.4

16% 840 0.5 84.2% 158 2.5 99.87% 1,35 4.5

19% 810 0.6 86.5% 135 2.6 99.90% 960 4.6

22% 780 0.7 88.5% 115 2.7 99.93% 680 4.7

25% 750 0.8 90.3% 96,8 2.8 99.95% 480 4.8

28% 720 0.9 91.9% 80,8 2.9 99.97% 330 4.9

31% 690 1 93.3% 66,8 3 99977% 230 5

35% 650 1.1 94.5% 54,8 3.1 99985% 150 5.1

39% 610 1.2 95.5% 44,6 3.2 99990% 100 5.2

43% 570 1.3 96.4% 35,9 3.3 99993% 70 5.3

46% 540 1.4 97.1% 28,7 3.4 99996% 40 5.4

50% 500 1.5 97.7% 22,7 3.5 99997% 30 5.5

54% 460 1.6 98.2% 17,8 3.6 999980% 20 5.6

58% 420 1.7 98.6% 13,9 3.7 999990% 10 5.7

61% 382 1.8 98.9% 10,7 3.8 999992% 8 5.8

65.6% 344 1.9 99.2% 8,19 3.9 999995% 5 5.9

9999966% 3.4 6

2.4 Konsep Six Sigma Motorola

Pada dasarnya pelanggan akan puas apabila mereka menerima nilai

sebagai yang mereka harapkan. Apabila produk di proses pada tingkat kualitas six

sigma, perusahaan boleh mengharapkan 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan

(DPOM) atau mengharapkan bahwa 99,9996 % dari apa yang diharapkan

pelanggan akan ada dalam produk itu. Semakin tinggi target sigma yang dicapai,

kinerja sistem industri akan semakin baik. Seingga 6 sigma otomatis lebih baik

dari pada 4 sigma. Six sigma juga dapat dipandang sebagai pengendalian proses

industri berfokus pada pelanggan, melalui penekanan pada kemampuan proses

(Vincent Gaspersz, 2002).

Terdapat enam aspek kunci yang perlu diperhatikan dalam aplikasi konsep

six sigma (Vincent Gaspersz, 2002), yaitu :

a. Identifikasi karakteristik produk yang akan memuaskan pelanggan (sesuai

kebutuhan dan ekspektasi pelanggan).

b. Mengklarifikasi semua karakteristik kualitas itu sebagai CTQ (critical to

quality) individual.

c. Menentukan apakah setiap CTQ tersebut apakah dapat dikendalikan melalui

pengendalian material, mesin, proses proses kerja.

d. Menentukan batas maksimum toleransi untuk setiap CTQ sesuai yang

diinginkan pelanggan ( menentukan nilai UCL dan LCL dari setiap CTQ ).

e. Menentukan maksimum variasi proses untuk setiap CTQ (menentukan nilai

maksimum standar deviasi untuk setiap CTQ)

f. Mengubah desain produk atau proses sedemikian rupa agar mampu mencapai

nilai target six sigma, yang berarti memiliki indeks kemampuan proses Cpm

minimum sama dengan dua (Cpm>2).

Sedangkan secara metodologi, six sigma merupakan pendekatan

menyeluruh untuk menyelesaikan masalah dan peningkatan proses melalui fase

DMAIC (define, measure, analyze, improve, control). DMAIC merupakan

jantung analisis six sigma yang menjamin tertampungnya voice of customer (suara

pelanggan) berjalan dalam keseluruhan proses sehingga produk yang dihasilkan

memuaskan keinginan pelanggan. DMAIC dilakukan dilakukan secara sistematik,

berdasarkan ilmu pengetahuan dan fakta (systematic, scientific, and fact-based).

Proses closed loop ini menghilangkan langkah langkah yang tidak produktif,

sering berfokus pada pengukuran baru, dan menerapkan teknologi untuk

meningkatkan kualitas menuju target six sigma. DMAIC sering diucapkan Dub

May Ick (Vincent Gasperrsz, 2002,h.8).

2.5 Define

Define adalah penetapan sasaran dari aktivitas peningkatan kualitas six

sigma. Tahap ini untuk mendefinisikan rencana rencana tindakan yang harus

dilakukan untuk melaksanakan peningkatan dari setiap tahap proses bisnis kunci.

Termasuk dalam langkah definisi ini adalah menetapkan sasaran dari aktivitas

peningkatan kualitas six sigma tersebut. Pada tahap ini perlu didefinisikan

beberapa hal yang terkait dengan (Gaspersz 2002).

Kriteria pemilihan proyek six sigma sebagai berikut:

a. Peran dan tanggung jawab dari orang yang terlibat dalam proyek six sigma.

b. Kebutuhan pelatihan untuk orang yang terlibat dalam proyek six sigma.

c. Proses kunci dalam proyek six sigma beserta pelanggannya.

d. Kebutuhan spesifik dari pelanggan.

e. Pernyataan tujuan proyek six sigma.

2.6 Measure

Measure atau pengukuran merupakah langkah opersional kedua dalam

program peningkatan kualitas six sigma. Tahap ini merupakan salah satu pembeda

six sigma dengan metode pengendalian kualitas lainnya. Pengukuran dilakukan

untuk menilai kondisi proses yang ada. Terdapat 3 hal pokok yang harus

dilakukan dalam tahap ini, yaitu:

a. Memilih atau menentukan karakteristik kualitas kunci atau CTQ yang

berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik pelanggan.

b. Mengembangkan suatu rencana pengumpulan data melalui pengukuran yang

dapat pada tingkat proses, output, atau outcome.

c. Mengukur kinerja sekarang (current performance).

2.7 Analyze

Analyze merupakan langkah operasional ketiga dalam program

peningkatan kualitas six sigma. Pada tahap ini perlu melakukan beberapa hal

yaitu:

a. Menentukas stabilitas dan kapabilitas/kemampuan dari proses.

b. Menerapkan target kinerja dari karakteristik kualitas kunci (CTQ) yang akan

ditingkatkan dalam proyek six sigma.

c. Mengidentifikasi sumber sumber dan akar penyebab kecacatan atau

kegagalan.

2.8 Improve

Setelah sumber sumber dan akara penyebab dari masalah kualitas

teridentifikasi, maka perlu dilakukan penetapan rencana tindakan (action plan)

untuk melaksanakan peningkatan kualitas six sigma. Terdapat suatu ungkapan

dalam perencanaan, yaitu jika anda gagal dalam perencanaan maka sesungguhnya

anda sedang merencanakan kegagalan.

Pada tahap ini penerapan rencana tindakan untuk melaksanakan

peningkatan kualitas six sigma. Pengembangan rencana tindakan merupakan salah

satu aktivitas yang penting dalam program peningkatan kualitas six sigma.

Rencana tersebut mendeskripsikan tentang alokasi sumber daya seperti prioritas

atau alternatif yang dilakukan.

Pengembangan rencana tindakan merupakan salah satu aktivitas yang

penting dalam program peningkatan kualitas six sigma, yang berarti bahwa dalam

tahap ini tim peningkatan kualitas six sigma harus memutuskan apa yang harus

dicapai, alasan kegunaan rencana mengapa rencana tindakan ini harus dilakukan.

2.9 Control

Control merupakan tahap operasional terakhir dalam proyek peningkatan

kualitas six sigma. Pada tahap ini hasil peningkatan kualitas didokumentasikan

dan disebarluaskan, praktek praktek terbaik yang sukses dalam peningkatan

proses distandarisasikan dan disebarluaskan, prosedur prosedur didokumentasikan

dan dijadikan sebagai pedoman kerja standar, serta kepemilikan atau tanggung

jawab ditransfer dari tim six sigma kepada pemilik atau penggung jawab proses,

yang berarti proyek six sigma berakhir pada tahap ini.

2.10 Diagram SIPOC

Diagram SIPOC (Supplier, Input, Process, Output, Customer ) merupakan

suatu alat yang berguna dan paling banyak dipergunakan dalam manajemen dan

peningkatan proses. Nama SIPOC merupakan akronim dari lima elemen utama

dalam sistem kualitas yaitu (Vincent Gaspersz, 2002).

a. Suppliers, yaitu merupakan sekelompok orang yang memberikan informasi

kunci, material, atau sumber daya lain kepada proses. Jika suatu proses terdiri

dari beberapa sub proses, maka sub proses sebelumnya dapat dianggap

sebagai pemasok internal (internal suppliers).

b. Inputs, yaitu merupakan segala sesuatu yang diberikan oleh pemasok

(suppliers) kepada proses.

c. Process, yaitu merupakan sekumpulan langkah yang mentransformasikan dan

secara ideal, menambah nilai kepada input. Suatu proses biasanya terdiri dari

beberapa sub proses.

d. Output, yaitu merupakan produk dari suatu proses. Dalam industri manufaktur

output dapat berupa barang setengah jadi maupun barang jadi. Termasuk

kedalam output adalah informasi informasi kunci dari proses.

e. Customer, yaitu merupakan kelompok orang atau sub proses yang menerima

output. Jika suatu proses terdiri dari beberapa sub proses, maka sub proses

sesudahnya dapat dianggap sebagai pelanggan internal ( internal customer ).

Proses berikut merupakan pelanggan anda (the next process is your customer).

2.11 DPO dan DPMO

Dalam tahapan ini akan dilakukan beberapa perhitungan bagaimana

kondisi proses yang sedang berjalan. Pada tahapan ini dilakukan pengukuran

untuk menentukan karakteristik produk yang berhubungan secara spesifik dengan

kebutuhan konsumen yang dimana dilakukan perhitungan.

DPO (Defect per Opportunities) adalah proporsi cacat yang kemungkinan

terjadi atas jumlah total peluangnya.

Sedangkan DPMO (Defect per Million Opportunities) adalah salah satu

dari penilaian kapabilitas proses untuk mengukur seberapa baiknya suatu proses

produksi atau peluang terjadinya produk cacat dari satu juta kesempatan yang ada.

Maka dilakukan perhitungan DPO dan DPMO untuk menganalisa level

sigma yang terdapat pada proses produksi susu cair :

a. Unit (U), yaitu merupakan jumlah unit produksi yang dihasilkan perusahaan

dan berdasrkan data yang diperoleh dari data produksi bulan Februari 2016.

Dan jumlah unit produksi yang dihasilkan pada PT. INDOLAKTO untuk

produk susu cair.

b. Oppotunities (OP), yaitu merupakan jenis reject yang dihasilkan dari proses

hingga terjadi atau terdapat produk reject. Dan jenis reject tersebut sama

dengan penentuan CTQ yang telah ditetapkan perusahaan.

c. Defect (DF) merupakan total cacat yang terjadi selama proses produksi susu

cair

( DF ) = DF

d. Defect Per Unit (DPU) merupakan rata-rata yang sering terjadi dari defect

terhadap total unit produksi susu cair.

DPU = DF/U

e. Total Opportunities (TOP), yaitu merupakan total peluang dari seluruh total

unit. Jika produksi tidak mengalami produk cacat.

TOP = U x OP

f. Defect Per Opportunities (DPO), yaitu merupakan proporsi cacat yang

kemungkinan terjadi atas jumlah total peluangnya.

DPO = DF/TOP

g. Defect Per Million Opportunities (DPMO), yaitu merupakan peluang

terjadinya produk cacat dari satu juta kesempatan yang ada.

DPMO = DPO x 1.000.000

h. Level sigma

Sigma = Normsinv (( 1.000.000-DPMO)/1.000.000)+1.5

2.12 Critical To Quality ( CTQ ) Potensial

Critical To Quality ( CTQ ) Potensial merupakan suatu karakteristik yang

berpengaruh terhadap kualitas secara berkaitan langsung dengan kepuasan

pelanggan dan mengukur baesline kinerja melalui pengukuran DPMO kedalam

tingkat sigma.

2.13 Root Cause Analyze ( RCA )

RCA merupakan suatu metode untuk menganalisis akar permasalahan

yang telah diketahui dari diagram sebab-akibat. Dalam RCA akan dilakukan

pertanyaan dari akar permasalahan yang ada, serta memberikan jawaban dan akan

memberikan plant action dari pertanyaan tersebut.

2.14 Diagram Sebab Akibat

Diagram Sebab-Akibat adalah suatu diagram yang menunjukan hubungan antara

sebab dan akibat. Berkaitan dengan pengendalian proses statistikal, diagram ini

sering juga disebut sebagai diagram tulang ikan ( fishbone diagram ) karena

bentuknya seperti kerangka ikan atau diagram Ishikawa karena pertama kali

dikenalkan oleh Prof. Kaoru Ishikawa pada tahun 1953 (Vincent Gasparsz, 1998).

Gambar 2.14 Diagram Sebab Akibat

2.15 Diagram Pareto

Diagram Pareto adalah Grafik batang yang menunjukan masalah

berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Masalah yang paling banyak terjadi

ditunjukan oleh grafik batang pertama yang tertinggi serta ditempatkan pada sisi

yang paling kiri, dan seterusnya sampai masalah yang paling sedikit terjadi yang

ditunjukan oleh grafik batang terakhir yang terendah serta ditempatkan pada sisi

yang paling kanan. Prinsip Pareto adalah 80% masalah (ketidaksesuaian atau

cacat) disebabkan oleh 20% penyebab.

Pada dasarnya diagram pareto dapat digunakan sebagai alat interprestasi

untuk:

a. Menentukan frekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah-masalah atau

penyebab-penyebab dari masalah yang ada.

b. Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui pembuatan

rangking terhadap masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah itu

dalam bentuk yang signifikan.

Gambar 2.15 Diagram Pareto

2.16 Peta Kendali P

Peta kendali P (pengendalian proporsi kesalahan) merupakan salah satu peta

kendali atribut yang digunakan untuk mengendalikan bagian produk cacat dari

hasil produksi. Pengendalian proporsi kesalahan (p-chart) digunakan untuk

mengetahui apakah cacat produk yang dihasilkan dalam batas yang disyaratkan

atau tidak. Dapat dikatakan juga sebagai perbandingan antara banyaknya cacat

dengan semua pengamatan, yaitu setiap produk yang diklasifikasikan sebagai

″diterima″ atau ″ditolak″ (yang diperhatikan banyaknya produk cacat).

Peta pengendalian proporsi kesalahan digunakan bila kita memakai ukuran

cacat berupa proporsi produk cacat dalam setiap kali melakukan observasi

jumlahnya sama maka kita dapat menggunakan peta pengendali proporsi

kesalahan (p-chart). Penjelasan penggunaan peta kendali P digunakan bila sampel

yang diambil bervariasi untuk setiap kali melakukan observasi beubah-ubah

jumlahnya atau memang perusahaan tersebut akan melakukan 100% inspeksi. Dan

berikut adalah penghitungan untuk peta kendali P

� Cara menghitung CL

�� = ∑ ��

∑�

� Cara menghitung persentasi kerusakan (P)

P = �

� cara menghitung UCL dan LCL

UCL = CL +

LCL = CL –

2.17 FMEA Desain ( Failure Mode and Effect )

FMEA adalah suatu prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan

mencegah sebanyak mungkin kegagalan. Suatu mode kegagalan adalah apa saja

yang termasuk dalam kecacatan/kegagalan dalam desain, kondisi diluar batas

spesifikasi yang telah ditetapkan, atau perubahan dalam produk yang

menyebabkan tergantungnya fungsi dari produk itu. FMEA dapat diterapkan

dalam semua bidang. Baik manufaktur maupun jasa, juga semua jenis produk.

Namun penggunaan FMEA akan paling efektif apabila diterpkan pada produk

atau proses-proses baru, atau produk dan proses-proses sekarang yang akan

mengalami perubahan-perubahan besar dalam desain sehingga dapat

mempengaruhi keandalan dari produk dan proses itu.

FMEA proses akan membantu menghilangkan kegagalan yang disebabkan

oleh perubahan-perubahan dalam variabel proses, sebagai misal : kondisi diluar

batas-batas spesifikasi yang ditetapkan seperti ukuran yang tidak tepat, tekstur dan

warna yang tidak sesuai, ketebalan yang tidak tepat, dan lain-lain.

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Ruang lingkup Penelitian

Penelitian dilakukan di PT. INDOLAKTO bertempat di jalan Raya Bogor

Km 26.6 Gandaria Jakarta Timur. Perusahaan ini bergerak di bidang manufaktur

yang memproduksi minuman sehat berupa olahan susu sapi segar. Ptoduk-produk

PT. INDOLAKTO adalah susu kental manis, susu bubuk, susu cair, dan butter.

Jangka waktu penelitian dilaksanakan selama bulan September 2020 sampai bulan

Januari 2021. Penelitian ini fokus pada proses produksi susu cair kemasan botol

190 ml ..

3.2 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan studi literature.

Wawancara merupakan suatu cara dalam mendapatkan data yang digunakan

dengan melakukan tanya jawab dengan pihak yang berwenang dalam perusahaan

untuk mengetahui permasalahan yang terjadi. Dokumentasi merupakan kegiatan

memperoleh data dari dokumen-dokumen perusahaan. Observasi adalah

melakukan pengamatan peristiwa dan mencatat/merekamnya.

3.3 Teknik Analisis Data

Adapun metode yang digunakan mengacu pada prinsip prinsip yang

terdapat dalam metode Six Sigma, yaitu mengikuti metodologi DMAIC berikut

ini:

1. Define

Ada beberapa langkah yang dilakukan pada tahap ini

- Diagram SIPOC

- Identifikasi Cacat

2. Measure

Pada tahap ini dilakukan perhitungan tingkat kinerja untuk dapat diketahui DPMO

dan nilai Sigma pada perusahaan serta membuat diagram control P dan

menghitung Cost of Poor Quality

3. Analyze

Tahap ini digunakan untuk membuat Diagram Pareto perusahaan dan

mengidentifikasi akar permasalahan yang terdapat pada fishbone diagram untuk

ditelusuri lebih dalam jawaban dari masalah tersebut agar dapat ditanggulangi

dengan tindakan Root Cause Analyze A (pencegahan) atau B (perbaikan).

4. Improve

Identifikasi sumber sumber masalah pada kerusakan dari proses pembuatan

produk susu cair dengan memperhatikan lima faktor utama yaitu manusia, bahan,

metoda, mesin, dan lingkungan yang diperbaiki dengan tinjauan 5W+1H (What,

Why, Who, Where, When, dan How). Serta membuat Failure Mode and Effect

Analyze

5. Control

Tahap ini merupakan tahap analisa akhir dari proyek six sigma, pada tahap ini

adalah apa yang harus dilakukan dalam melakukan suatu pengendalian kualitas,

untuk menekan produk reject pada proses produksi susu cair.

4. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.1 PENGUMPULAN DATA

4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan

PT. INDOLAKTO merupakan perusahaan yang bergerak dibidang manufaktur

yang memproduksi minuman khususnya pembuatan olahan susu sapi, dan

perusahaan ini telah berdiri sejak tahun 1968 yang beralamat di jalan raya Bogor

km 26,6 gandaria Jakarta Timur 13710 PO. BOX 2531. Sedangkan untuk luas

bangunan PT. INDOLAKTO sebesar 6000m²

Seiring berkembangnya dunia industri yang ditandai dengan banyaknya

permintaan akan kebutuhan dan keinginan konsumen akan produk ini, maka PT.

INDOLAKTO juga terus berusaha dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan

tersebut dengan mengembangkan berbagai produk yang diproduksi, untuk terus

menjaga konsistensinya serta dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Adapun

produk yang berhasil dikembangkan pada perusahaan ini seperti Susu Kental

Manis, Susu Bubuk, Susu Cair, Butter , dan produk lainnya.

Pada tahun 2010 PT. INDOLAKTO juga telah menjadi anggota dari

Indofood Group yang merupakan organisasi produksi pangan dan minuman,

dalam organisasi ini produk yang diproduksi oleh perusahaan akan tercatat dan

tertulis mengenai hak produksi atau mempermanenkan produk tersebut.

4.1.2 Visi Misi Perusahaan

Visi PT. INDOLAKTO adalah menjadi pemimpin pasar susu di Indonesia

dan membangun citra terkenuka di negara lain melalui produk-produk berkualitas

Misi PT. INDOLAKTO adalah menciptakan nilai tambah perusahaan yang

berkelanjutan dengan menghadirkan produk yang bekualitas di seluruh dunia

melalui manajemen usaha yang baik dan pemanfaatan peluang kerja sama dengan

pihak asing maupun dalam negeri dengan sebaik-baiknya.

4.1.3 Susunan Organisasi

Kedudukan tertinggi dalam struktur organisasi PT. INDOLAKTO adalah

Executive Officer yang dibantu oleh seorang deputi CEO. Executive Officer

bertanggung jawab terhadap para pemegang saham untuk mengelola perusahaan

sehingga sesuai dengan tujuan perusahaan. CEO memberikan kekuasaan dan

wewenang kepada steering commite yang membawahi 9 divisi, yaitu:

1. Finance and Accounting Division

2. Information Technology Division

3. KUD service Technology Division

4. Marketing and Sales division

5. Supply Chain

6. HRD and GA Division

7. Production Division

8. Engineering Division

9. Quality Management

Membawahi 3 departmen yaitu :

1. Quality Assurance

2. Central Lab

3. Quality System

4.1.4 Kegiatan Produksi

Berikut merupakan kegiatan produksi secara umum yang terdapat pada PT.

INDOLAKTO, yaitu sebagai berikut :

a) Hasil Produksi

Jenis produksi yang dihasilkan dari proses produksi yang dilakukan oleh

PT. INDOLAKTO antara lain :

1. Susu Kental Manis

2. Susu Bubuk

3. Susu Bubuk

4. Butter

b) Bahan Baku

Bahan baku atau material yang digunakan PT. INDOLAKTO untuk proses

produksi diantaranya adalah : glukosa, minyak nabati, bubuk whey, butter milk

bubuk, mattodekstrim, air, garam, laktosa, perisa krim, antioksidan, vitamin B1,

A, kolin dan D3

c) Mesin

Dalam melakukan produksinya PT. INDOLAKTO menggunakan beberapa mesin

diantaranya : mesin Filling, mesin Loader, mesin Autoclave, mesin Unloader,

mesin Leaking Detector, mesin Label, mesin Camera Checker, mesin Dumping,

mesin Mixing, mesin Pasterilisasi, mesin Packaging

d) Proses Produksi

Berikut proses produksi secara umum yang terdapat pada PT. INDOLAKTO,

yaitu sebagai berikut:

1) Bahan Baku atau Material

Pertama bahan baku berupa susu bubuk yang didapatkan langsung dari

New Zeland masuk kedalam ruang penyimpanan khusus untuk bahan baku, lalu

setelah itu bahan baku yang berupa susu bubuk itu kemudian dimasukan kedalam

tempat penampungan khusus yang berupa tangki tangki besar yang siap

menunggu untuk di proses. Kemudian untuk bahan baku yang berupa susu cair

murni yang didapatkan dari peternakan, sistemnya langsung disimpan kedalam

tangki tangki khusus seperti pada proses bahan baku susu bubuk.

Selain bahan baku berupa bubuk dan susu cair murni masih terdapat

beberapa jenis bahan baku lainnya seperti glukosa, minyak nabati, bubuk whey,

butter milk bubuk, mattodekstrim, air, garam, laktosa, perisa krim, antioksidan,

vitamin B1, A, kolin dan D3.

2) Pengolahan Bahan Baku

Pada proses pengolahan ini semua bahan baku yang dibutuhkan dalam

proses pembuatan susu kemudian dialirkan langsung kedalam tangki yang

digunakan untuk memasak semua bahan baku tersebut, tangki yang dimaksud

adalah mix tank. Setelah masuk kedalam mix tank susu tersebut dipindahkan lagi

melalui pipa-pipa menuju kedalam tangki pasteurisasi yang bertujuan untuk

membasmi kuman-kuman, pada tangki pasteurisasi ini susu dipanaskan selama

kurang lebih 30 detik dengan suhu 90°C. Setelah selesai kemudian susu dialirkan

lagi menuju tempat pendinginan susu, disini susu didinginkan sampai suhu susu

tersebut 40°C dan didinginkan lagi melalui tangki hampa udara sampai suhu dari

susu tersebut mencapai 19°C. Setelah proses pengolahan selesai kemudian semua

olahan dimasukan kedalam tangki penampungan yang berkapasitas 13.000 liter

untuk kemudian di analisa oleh pihak laboratorium. Selama proses pengolahan

susu tadi, semua diproses pada tempat yang hampa udara. Selain itu juga semua

permukaan yang dilalui oleh arus susu dibuat dari baja anti karat yang senantiasa

selalu dijaga kebersihannya.

Gambar 4.1 Flow Chart Pengolahan Bahan Baku Susu Cair PT.

INDOLAKTO

Keterangan :

� Mesin Dumping

Merupakan mesin untuk tempat penampungan susu sapi murni yang

telah dikirim dari suplier kedalam penampungan yang berkapasitas

13 ton.

� Mesin Mixing

Mesin Dumping Mesin Mixing

Mesin Pasterilisasi

Storage Vat

Pengemasan

Merupakan proses dimana bahan baku utama berupa susu sapi murni

yang diolah dan dicampur oleh bahan baku lainnya seperti air, gula,

vitamin, dll yang diproses menjadi satu. Dan mempunyai takaran

masing masing sesuai dengan jumlah banyaknya bahan baku yang

berupa susu sapi murni.

� Pasterilisasi

Pada proses ini dilakukan pemecahan kadar gula, sehingga kadar gula

yang terdapat pada susu ini menjadi rendah, dan pada proses ini

dilakukan pembunuhan terhadap bakteri patogen yang terdapat pada

kandungan susu atau campuran bahan baku lainnya dengan suhu

87°C dan suhu pendinginannya saat susu telah disterilkan mencapai

19 – 18°C.

� Storage Vat

Merupakan tangki penampungan susu, yang sudah tersterilkan dan

dari tangki ini akan dikirim untuk melakukan pengemasan. Dari

mesin Dumping sampai dengan tangki penampungan susu yang telah

steril membutuhkan proses selama 4 jam.

3) Proses Pengemasan

Dalam proses pengemasan PT. INDOLAKTO sebagian besar membuat

kemasannya sendiri, perusahaan ini mempunyai mesin khusus yang hanya untuk

memproduksi kemasannya. Setelah kemasan didapatkan lalu kemasan tersebut

dijalankan pada konveyor menuju ke mesin Filling atau mesin pengisi susu,

kemudian kemasan susu diberikan tutup dengan menggunakan mesin Press.

Setelah itu kemasan-kemasan susu tersebut berjalan terus menuju ke mesin Label,

disini kemasan susu diberi label dan diberi kode produksi serta tanggal

kadaluarsa. Pada mesin Label jika terdapat susu yang memiliki kemasan reject

akan otmatis ditendang ke tempat penampungan susu-susu reject, itu semua karna

terdapat sensor khusus yang berguna untuk mendeteksi susu-susu reject. Semua

proses ini berjalan secara otomatis sampai produk itu selesai dimasukan kedalam

dus-dus susu dan ke palet, hingga siap untuk dikirim kegudang barang jadi

maupun langsung ke konsumen.

Gambar 4.2 Flow Chart Pengemasan Produk Susu Cair PT. INDOLAKTO

Keterangan :

� Mesin Filling

Proses mesin Filling merupakan pengisian susu yang telah di proses

sebelumnya di dalam lab yang terdapat di tangki penampungan yang

berkapasitas 13.000 liter, lalu terdapat tempat atau kemasan botol

190ml yang berjalan menuju mesin Filling untuk dilakukan pengisian

sesuai takaran yang telah ditentukan di mesin tersebut, dan setelah itu

dilakukan pengisian kedalam botol, diberi segel penutup secara

otomatis didalam proses mesin Filling.

� Mesin Loader

Bahan Baku

Mesin Filling Mesin Loader

Mesin Packing

Camera Checker

Gudang

Produk

Mesin Label

Mesin Autoclave

Mesin Leaking

Mesin Unloader

Pada proses mesin Loader merupakan langkah kedua dalam proses

pembuatan susu cair, yang dimana proses ini produk berjalan dari

mesin Filling ke konnveyor dan masuk kedalam proses mesin loader

yang dimana pada proses ini produk akan disusun dengan rapih, dan

dimasukan kedalam keranjang secara otomatis untuk melakukan

proses selanjutnya.

� Mesin Autoclave

Pada mesin Autoclave merupakan langkah ketiga dari mesin Loader,

dalam proses ini dilakukan pemasakan dengan mesin Autoclave, dan

setelah itu dilakukan pemasakan kembali selama 45 menit dengan

suhu 120-130 derajat cecius , dan selama 45 menit tersebut telah

termasuk dengan mendinginkan susu tersebut dengan kisaran 30-

20°C. Tujuannya adalah untuk membunuh bakteri-bakteri sehingga

susu yang dihasilkan steril kembali dari bakteri-bakteri tersebut.

Jumlah mesin Autoclave yang ada pada produksi susu cair sebanyak

7 mesin.

� Mesin Unloader

Pada mesin Unloader merupakan langkah keempat dalam proses

pembuatan produk susu cair, mesin Unloader berfungsi untuk

memindahkan atau mengatur ulang kembali produk yang telah selesai

melewati proses dari mesin Autoclave, dari keranjang untuk masuk

lagi kedalam konveyor dan disini dilakukan pembagian line produksi,

karna untuk masuk kedalam proses selanjutnya terdapat 2 line

produksi, untuk menghemat waktu dan meningkatkan produktivitas

produksi.

� Mesin Leaking Detector

Pada mesin Leaking Detector merupakan langkah kelima dalam

pembuatan produk susu cair ini. Yang dimana proses pada mesin ini

melakukan pengecekan untuk kemungkinan terjadinya kebocoran

pada botol, jika terdapat kebocoran maka akan secara otomatis mesin

ini memisahkan atau menghilangkan produk reject tersebut. Jumlah

mesin Leaking Detector yang ada pada produk susu cair sebanyak 2

mesin.

� Mesin Label

Pada mesin Label merupakan proses keenam dalam pembuatan

produk susu cair, dimana pada proses ini dilakukan pemberian label

produk dan pemberian label megenai tanggal kadaluarsa serta label

produksi dari produk tersebut. Jumlah mesin label yang ada pada

produksi susu cair sebanyak 2 mesin.

� Mesin Camera Checker

Pada mesin Camera Checker ini merupakan proses ketujuh untuk

pembuatan produk susu cair, pada proses ini merupakan pengecekan

terhadap hasil proses yang dilakukan pada mesin Label, apakah

terdapat masalah pada label yang dipasang. Jika terdapat cacat pada

label tersebut maka akan secara otomatis produk tersebut dipisahkan

dan jika produk tersebut masih dapat di proses ulang maka akan

dilakukan pensortiran untuk dimasukan kembali kedalam proses

sebelumnya. Jumlah mesin Camera Checker yang ada pada produksi

susu cair sebanyak 2 mesin.

� Mesin Packing

Pada mesin Packing ini merupakan proses kedelapan dari pembuatan

produk susu cair, dalam proses ini dilakukan pengepakan atau

merupakan proses akhir dari pembuatan produk susu cair, yang

dimana pada proses ini merupakan good produk yang telah melewati

berbagai proses sebelumnya, dan pada proses ini dilakukan

pengepakan untuk 1 karton terdapat 24 produk susu cair.

4.1.5 Data Produksi

PT. INDOLAKTO melakukan produksi setiap hari demi memenuhi kebutuhan

konsumennya. Dalam hal ini produksi perusahaan akan menyimpan produk

kedalam gudang penyimpanan, dan dari gudang ini akan di distribusikan ke

konsumen secara langsung, ataupun dengan mengirimnya ke berbagai distributor-

distributor yang berada di seluruh Indonesia.

a) Data Keseluruhan Produk.

Pada penelitian ini terdapat produk yang dihasilkan oleh PT.

INDOLAKTO, dan data produk ini data pada bulan Nopember 2020, berikut data

produk yang dihasilkan:

Tabel 4.1 Data Produk PT. INDOLAKTO Bulan Nopember 2020

Jenis Produk Total Produksi Produk Cacat Persentase Produk Cacat

Susu Kental Manis 9.690.000 28.936 0,29

Susu Bubuk 10.330.000 23.648 0,22

Butter 10.240.000 18.758 0,18

Susu Cair 12.690.000 58.941 0,46

Total Produk Cacat 130.283

Sumber : PT. INDOLAKTO

Pada tabel 4.1.5 diatas merupakan data produk yang dihasilkan oleh PT.

INDOLAKTO pada bulan Mei 2016, dari data tersebut dapat dilihat bahwa

produk susu cair merupakan produk yang paling besar mengalami kegagalan

produksi. Produk tersebut memiliki persentase kegagalan sebesar 0,46 % dengan

produk cacat sebanyak 58.941 botol dari hasil produksi 12.690.000 botol.

b) Data Produk Susu Cair dan Jumlah Produk Cacat

Dalam memproduksi produk susu cair tidak kepas dari produk reject yang

setiap kali di produksi. Data yang didapat merupakan data produk susu cair di PT.

INDOLAKTO selama bulan Nopember 2020, berikut ini data produksi produk

susu cair dapat dilihat dari tabel di bawah ini.

Tabel 4.2 Data Produksi Susu Cair dan Jumlah Produk Cacat

No Kode dan Tanggal Jumlah Produksi Produk cacat Satuan

1 SCI 01-06-16 405.874 1.909 botol

2 SCI 02-06-16 414.679 1.849 botol

3 SCI 03-06-16 418.829 1.910 botol

4 SCI 04-06-16 406.775 1.911 botol

5 SCI 05-06-16 411.689 1.816 botol

6 SCI 06-06-16 417.962 1.993 botol

7 SCI 07-06-16 413.169 1.992 botol

8 SCI 08-06-16 412.719 1.983 botol

9 SCI 09-06-16 412.055 1.909 botol

10 SCI 10-06-16 414.095 1.882 botol

11 SCI 11-06-16 416.827 1.850 botol

12 SCI 12-06-16 418.132 1.994 botol

13 SCI 13-06-16 415.793 1.994 botol

14 SCI 14-06-16 413.191 1.891 botol

15 SCI 15-06-16 402.158 1.956 botol

16 SCI 16-06-16 403.272 1.853 botol

17 SCI 17-06-16 403.538 1.935 botol

18 SCI 18-06-16 403.150 1.964 botol

19 SCI 19-06-16 400.120 1.900 botol

20 SCI 20-06-16 400.733 1.809 botol

21 SCI 21-06-16 403.839 1.826 botol

22 SCI 22-06-16 408.469 1.989 botol

23 SCI 23-06-16 409.044 1.841 botol

24 SCI 24-06-16 413.880 1.969 botol

25 SCI 25-06-16 417.886 1.953 botol

26 SCI 26-06-16 403.148 1.828 botol

27 SCI 27-06-16 405.822 1.983 botol

28 SCI 28-06-16 409.118 1.826 botol

29 SCI 29-06-16 409.216 1.802 botol

Sumber : PT. INDOLAKTO

Pada tabel 4.1.5 diatas dilakukan merupakan rekapitulasi jumlah produksi

susu cair dan jumlah cacat selama bulan Nopember 2020. Jenis kecacatan tersebut

berdasarkan wawancara dan pengamatan secara langsung pada bagian produksi,

reject yang dimaksud terdapat pada proses pengisisan susu kedalam botol yang

berada pada proses mesin Filling, dan pada proses pemasakan atau pensterilan

kembali yang dilakukan pada mesin autoclave, serta pada proses pemberian label

atau merek pada produk yang dilakukan pada mesin Label.

4.2 Pengolahan Data

Six sigmasebagai salah satu alternatif dalam prinsip-prinsip

pengendaliankualitas, dengan metode six sigma memungkinkan perusahaan

melakukan peningkatan luar biasa dengan terobosan yang aktual. Six sigma

merupakan alat penting bagi manajemen produksi untuk menjaga, memperbaiki,

mempertahankan kualitas produk dan terutama untuk mencapai peningkatan

kualitas menuju zero defect. Dalam penelitian ini penerapan pengendalian kualitas

yang digunakan adalahdengan metode Six Sigma yang melalui lima tahapan

analisis yaitu define, measure,analyze, improve, dancontrol pada PT.

INDOLAKTO.

4.2.1 Tahap Define

Define merupakan tahap pertama dalam penerapan konsep Six Sigma.

Pada tahap ini dilakukan suatu identifikasi terhadap suatu permasalahan. Pada

penelitian ini perlu melakukan beberapa langkah untuk mendefinisikan

permasalahan serta tujuan dari Six Sigma melalui Supplier – Input – Process –

Output – Customer (SIPOC Diagram) dan menentukan Critical To Quality (CTQ)

dalam proses produksi susu cair. Berikut merupakan SIPOC Diagram pada PT.

INDOLAKTO.

30 SCI 30-06-16 401.684 1.808 botol

31 SCI 31-06-16 403.134 1.816 botol

Jumlah Produksi 12.690.000 58.941

1. SIPOC Diagram

Diagram SIPOC adalah salah satu tools yang digunakan dalam penerapan

Six Sigma. Tools ini akan memberikan gambaran yang jelas mengenai pengaruh

dari proses terhadap pelayanan konsumen. Hasil akhir dari SIPOC analisis adalah

sebuah template untuk menentukan proses sebelum memulai untuk memetakan,

mengukur, dan meningkatkan proses tersebut. Analisis SIPOC mencakup:

Suppliers Mencakup segala sesuatu yang menyediakan Input atau masukan

terhadap proses.

Inputs Menentukan Material, service, dan informasi yang akan digunakan untuk

menghasilkan output.

Process Menentukan Urutan dari suatu aktivitas yang ada

Outputs Hasil dari proses berupa produk dan informasi yang berguna

Customer Mencakup semua user yang menggunakan output yang berasal dari

proses.

Gambar 4.3 SIPOC Diagram PT. INDOLAKTO

Supplier :

1. BPT-SP

2. KPBS

3. New Zealand

4. PT. ABC

Customer :

Distributor dan

Customer PT.

INDOLAKTO

Output :

SUSU CAIR

Input:

1. Susu Sapi Segar

2. Skim Milk Powder

3. Milk Fat

4. Milk Flavour

5. Gula,Food colour, vitamin

A, Vitamin B6, B1

Process:

1. Dumping

2. Mixing

3. Pasterilisasi

4. Storage Vat (SV)

5. Mesin Filling

6. Mesin Loader

7. Mesin Autoclave

8. Mesin Unloader

9. Mesin Leaking Detector

10. Mesin Camera Checker

11. Mesin Label

12. Mesin Packaging

Gambar SIPOC Diagram di atas merupakan sebuah alur proses yang

menggambarkan awal hingga akhir suatu proses produksi. Dimana proses awal

adalah perusahaan membutuhkan suplier dalam memenuhi kebutuhan inputnya

untuk menjalankan proses produksinya, sehingga dari input yang telah di proses

akan menghasilkan output yang berupa produk susu cair, dan akan kembali ke

customer.

2. Identifikasi Cacat

Sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan yaitu adanya

produk cacat (proses pengisian susu ke dalam botol yang berada pada proses

mesin filling, dan pada proses pemasakan atau pensterilan kembali yang

dilakukan pada proses mesin autoclave, serta pada proses pemberian label atau

merk pada produk yang dilakukan pada proses mesin label) pada proses produksi

susu cair.

Dapat dilihat pada tabel di bawah ini gambaran penyebab dari rework atau

reject proses yang mempengaruhi kualitas produksi susu cair

Tabel 4.3 Pemetaan, Karakteristik Kualitas dan Kriteria Kecacatan

Proses Karakteristik Kualitas Kriteria Cacat

Mesin Filling

1. pengisisian susu

kedalam botol

1. pengisian sesuai dengan

voleme yang ditentukan

1. voleme pengisian tidak

sesuai

2. pemberian segel

penutup botol

2. segel penutup bocor

2. segel penutup botol

terpasang 3. segel penutup lecet

dengan baik

mesin autoclave

1. pemasakan susu

kembali

1. botol sesuai dengan

kondisi yang diharapkan

1. botol penyok

dengan suhu 120-130 °C

2. botol mengalami

kebocoran

2. pensterilan susu dari

bakteri

yang kemungkinan

masih ada

Mesin Label

1. pemberian label

produk

1. pemberian label dalam

kondsi yang diharapkan

1. terdapat sambungan

pada label

2. pemberian tanggal

kadaluarsa

2. warna pada label tidak

jelas

3. pemberian kode

produksi

2. tanggal dan kode harus

dapat terbaca dengan jelas

3. posisi label miring

4. tanggal kadaluarsa

tidak ada

5. kode produksi tidak ada

Sumber : PT. INDOLAKTO

Tabel di atas merupakan pemetaan karakteristik kualitas dan karakteristik

kecacatan yang ada pada produksi susu cair, dan pada hasil penelitian yang

dilakukan terdapat 10 CTQ jenis kecacatan yang menjadi penyebab utama

terjadinya reject pada produk susu cair. Dan berikut adalah urutan CTQ (Critical

To Quality) Potensial Produk susu cair.

Tabel 4.4 Urutan CTQ (Critical To Quality) Potensial Produk Susu Cair

No Jenis Reject Jumlah Reject

1 Tanggal Kadaluarsa tidak ada 14.938

2 Botol penyok 7.959

3 Terdapat sambungan pada label 4.959

4 Volume pengisian tidak sesuai 4.786

5 Botol mengalami kebocoran 4.754

Sumber : PT. INDOLAKTO

Dari tabel diatas dapat diketahui faktor penyebab produk reject atau

Critical To Quality (CTQ) yaitu pada tanggal kadaluarsa tidak ada dengan jumlah

reject sebesar 14.938, botol penyok dengan jumlah reject sebesar 7.959, terdapat

sambungan pada label dengan jumlah reject sebesar 4.959, volume pengisian tidak

sesuai dengan jumlah reject sebesar 4.786, botol mengalami kebocoran sebesar

4.754, segel penutup botol bocor sebesar 4.416, warna pada label tidak jelas

sebesar 5.251, posisi label produk miring sebesar 3.983, segel penutup botol lecet

sebesar 3.948, dan kode produksi tidak ada sebesar 3.947. Maka dari itu

perusahaan harus merencanakan usulan perbaikan untuk peningkatan kualitas

terhadap penyebab-penyebab terjadinya produk reject .

4.2.2 Tahap Measure

Measure adalah langkah operasional kedua dalam program peningkatan

kualitas Six Sigma. Hal-hal pokok yang perlu dilakukan adalah menghitung

pengukuran kinerja untuk proses (nilai Sigma), melakukan analisa diagram

control P, dan menghitung Cost of Poor Quality.

1. Pengukuran Kinerja untuk Proses (menghitung Level Sigma)

Pada tahap ini akan dilakukan beberapa perhitungan untuk mengetahui

kondisi proses yang sedang berjalan. Untuk mengetahui berapa DPMO yang

dihasilkan dan Level Sigma yang ada pada proses produksi susu cair. Berikut

merupakan langkah-langkah perhitungan DPMO dan tingkat Sigma pada proses

produksi susu cair:

a) Unit (U)

6 Segel penutup botol bocor 4.416

7 Warna pada label tidak jelas 5.251

8 Posisi label produk miring 3.983

9 Segel penutup botol lecet 3.948

10 Kode produksi tidak ada 3.947

Total 58.941

Yaitu merupakan jumlah unit produksi yang dihasilkan perusahaan dan

berdasarkan data yang diperoleh dari data produksi pada bulan

Nopember 2020, dan jumlah unit produksi yang dihasilkan PT.

INDOLAKTO untuk produk susu cair sebesar :

( U ) = Jumlah Produksi Bulan Juni 2016

= 12.690.000 botol / bulan

b) Opportunities (OP)

yaitu merupakan jenis reject yang dihasilkan dari proses hingga

terjadinya produk reject. Dan jenis reject tersebut sama dengan

penentuan CTQ yang telah ditetapkan perusahaan. Dan pada penelitian

ini OP yang diamati adalah sebanyak 10 jenis

c) Defect (DF)

merupakan total cacat atau reject yang terjadi selama proses produksi

susu cair selama bulan Mei 2016

( DF ) = DF

= 58.941 botol / bulan

d) Total Opportunities (TOP)

Yaitu merupakan total peluang dari seluruh unit. Jika produksi tidak

mengalami atau terjadi produk reject yang terdapat dalam 10 kategori

jenis barang reject

( TOP ) = U x OP

= 12.690.000 x 10

= 126.900.000 / botol

e) Defect Per Opportunities (DPO)

Yaitu merupakan proporsi reject yang kemungkinan terjadi atas jumlah

total peluangnya.

( DPO ) = DF / TOP

= 58.941 / 12.690.0000

= 0.0004644/botol

f) Defect Per Million Opportunities (DPMO)

Yaitu merupakan peluang terjadinya produk reject dari satu juta

kesempatan yang ada

( DPMO ) = DPO x 1.000.000

= 0.0004644 x 1.000.000

= 464,4

g) Level Sigma

Sigma = Normsinv (( 1.000.000 – DPMO ) /

1.000.000) + 1.5

= Normsinv (( 1.000.000 – 464,4 ) / 1.000.000 )+ 1.5

= 4.8 σ

Tabel 4.5 Pengukuran Tingkat Sigma Dan Defect Per MillionOpportunities

(DPMO) Periode Nopemenr 2020

Tanggal Jumlah Produksi Produk cacat CTQ DPO DPMO

Nilai

Sigma

1 405.874 1.909 10 0,00047 470 4,8

2 414.679 1.849 10 0,000445 445 4,82

3 418.829 1.910 10 0,000456 456 4,81

4 406.775 1.911 10 0,000469 469 4,8

5 411.689 1.816 10 0,000441 441 4,82

6 417.962 1.993 10 0,000476 476 4,8

7 413.169 1.992 10 0,000482 482 4,8

8 412.719 1.983 10 0,00048 480 4,8

9 412.055 1.909 10 0,000463 463 4,81

10 414.095 1.882 10 0,000454 454 4,81

11 416.827 1.850 10 0,000443 443 4,82

12 418.132 1.994 10 0,000476 476 4,8

13 415.793 1.994 10 0,000479 479 4,8

14 413.191 1.891 10 0,000457 457 4,81

15 402.158 1.956 10 0,000486 486 4,8

16 403.272 1.853 10 0,000459 459 4,81

17 403.538 1.935 10 0,000479 479 4,8

18 403.150 1.964 10 0,000487 487 4,8

19 400.120 1.900 10 0,000474 474 4,8

20 400.733 1.809 10 0,000451 451 4,81

21 403.839 1.826 10 0,000452 452 4,81

22 408.469 1.989 10 0,000486 486 4,8

23 409.044 1.841 10 0,00045 450 4,82

24 413.880 1.969 10 0,000475 475 4,8

25 417.886 1.953 10 0,000467 467 4,81

26 403.148 1.828 10 0,000453 453 4,81

27 405.822 1.983 10 0,000488 488 4,8

28 409.118 1.826 10 0,000446 446 4,82

29 409.216 1.802 10 0,00044 440 4,82

30 401.684 1.808 10 0,00045 450 4,82

31 403.134 1.816 10 0,00045 450 4,82

Jumlah 12.690.000 58.941

Rata-

rata 10 0,000464 464 4,8

Sumber : Hasil Pengolahan Data

Dari perhitungan di atas, level sigma yang diperoleh dari banyaknya total

reject pada produk susu cair selama bulan Nopember 2020 yaitu sebesar 4,8 σ.

Dengan total produksi sebanyak 12.690.000 botol/bulan dan total produk reject

sebesar 58.941 botol/bulan, sedangkan CTQ yang telah ditetapkan sebanyak 10

jenis kecacatan yang mengakibatkan terjadinya produk reject, dengan peluang

terjadinya produk reject dari satu juta kesempatan yang ada yaitu nilai DPMO

sebesar 464,4 botol.

Permasalahan ini harus cepat ditangani, karna jika masalah ini tidak

ditangani dengan cepat maka dalam jangka waktu panjang akumulasi keuntungan

akan berkurang dan menyebabkan membengkaknya biaya produksi, dan jika perlu

perusahaan harus meningkatkan level sigma mencapai level 6,0 sigma seperti

perusahaan kelas dunia. Dibutuhkan perbaikan secara terus menerus dengan

mengeliminasi setiap waste yang terdapat pada proses bisnis secara keseluruhan.

2. Analisi Diagram Control (P – Chart)

Jumlah produksi yang dihasilkan selama bulan Nopember 2020 adalah

sebesar 12.690.000, dan ditemukan produk cacat sebesar 58.941. Dari data-data

tersebut dapat dibuat peta kendali p-charts adapun langkah-langkahnya sebagai

berikut :

� Menghitung mean (CL) atau rata-rata produk akhir yaitu :

� �� = ∑�

∑�

CL = �� �

��������= 0,046

� Menghitung Persentasi Kerusakan

P = �

Tanggal 1 : P = ����

��� = 0,047

Tanggal 2 : P = �� �

� ���=0,044

Tanggal 3 : P = ����

�����= 0,045

dan seterusnya

� Menghitung batas kendali atau Upper Control Limit (UCL)

UCL = CL +

Tanggal 1 : 0,044 + = 0,050

Tanggal 2 : 0,044 + = 0,050

Tanggal 3 : 0,044 + = 0,050

dan seterusnya

� Menghitung batas kendali bawah atau Lower Control Limit (LCL)

LCL = CL –

Tanggal 1 : 0,044 - = 0,041

Tanggal 2 : 0,044 - = 0,041

Tanggal 3 : 0,044 - = 0,041

Tabel 4.6 Perhitungan Batas Kendali Bulan Nopember 2020

Tanggal

Jumlah

Produksi

Produk

cacat

Persentasi

Cacat (P) CL UCL LCL

1 405.874 1.909 0,047 0,046 0,050 0,041

2 414.679 1.849 0,044 0,046 0,050 0,041

3 418.829 1.910 0,045 0,046 0,050 0,041

4 406.775 1.911 0,046 0,046 0,050 0,041

5 411.689 1.816 0,044 0,046 0,050 0,041

6 417.962 1.993 0,047 0,046 0,050 0,041

7 413.169 1.992 0,048 0,046 0,050 0,041

8 412.719 1.983 0,048 0,046 0,050 0,041

9 412.055 1.909 0,046 0,046 0,050 0,041

10 414.095 1.882 0,045 0,046 0,050 0,041

11 416.827 1.850 0,044 0,046 0,050 0,041

12 418.132 1.994 0,047 0,046 0,050 0,041

13 415.793 1.994 0,047 0,046 0,050 0,041

14 413.191 1.891 0,045 0,046 0,050 0,041

15 402.158 1.956 0.048 0,046 0,050 0,041

16 403.272 1.853 0,045 0,046 0,050 0,041

17 403.538 1.935 0,047 0,046 0,050 0,041

18 403.150 1.964 0,048 0,046 0,050 0,041

19 400.120 1.900 0,047 0,046 0,050 0,041

20 400.733 1.809 0,045 0,046 0,050 0,041

21 403.839 1.826 0,045 0,046 0,050 0,041

22 408.469 1.989 0,048 0,046 0,050 0,041

23 409.044 1.841 0,045 0,046 0,050 0,041

24 413.880 1.969 0,047 0,046 0,050 0,041

25 417.886 1.953 0,046 0,046 0,050 0,041

26 403.148 1.828 0,045 0,046 0,050 0,041

27 405.822 1.983 0,048 0,046 0,050 0,041

28 409.118 1.826 0,046 0,046 0,050 0,041

29 409.216 1.802 0,044 0,046 0,050 0,041

30 401.684 1.808 0,045 0,046 0,050 0,041

31 403.134 1.816 0,045 0,046 0,050 0,041

Sumber : Hasil Pengolahan Data

Dari hasil perhitungan tabel di atas, maka selanjutnya dapat dibuat peta

kendali P yang dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar 4.4 Peta Kendali P Periode Bulan Nopember 2020

Jika dilihat dari gambar diatas maka rule of thumb digunakan kriteria

LCL <P> UCL, berarti semua sampel berada dalam daerah terima disebut sampel

berperilaku normal atau kapabilitas proses baik. Proses produksi produk

terkendali dikarenakan tidak ada sampel yang berada di luar batas pengendalian

atas maupun batas pengendalian bawah.

3. Menghitung Cost Of Poor Quality ( COPQ )

Setiap kegagalan kualitas akan menimbulkan biaya kegagalan. Begitupula

pada PT. INDOLAKTO tentunya setiap produk reject yang dihasilkan akan

menimbulkan biaya kegagalan yang dikeluarkan karena adanya produk reject

tersebut.

- Total Produksi = 12.690.000 botol

- Waktu Produksi = 1 bulan

- Total Reject = 58.941 botol

- Harga per Unit = Rp. 2.300,-

- Total Penjualan = Rp. 29.187.000.000,-

0

0.01

0.02

0.03

0.04

0.05

0.06

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31

Persentasi Cacat (P)

CL

UCL

LCL

- Total Biaya Reject = Rp. 135.564.300

Asumsi :

- Total Penjualan Akibat adanya Produk Reject

= Total Penjualan – Total Biaya Reject

= Rp. 29.187.000.000,- – Rp. 135.564.300,-

= Rp. 29.051.435.700,-

Dari perhitungan yang telah dilakukan sebelumnya, didapatkan bahwa

hasil penjualan yang didapat perusahaan sebesar Rp.29.187.000.000,- dengan

penjualan per botolnya sebesar Rp.2.300,-/botol. Dan didapatkan kerugian yang

dialami produk reject sebesar Rp.135.564.000,- dengan adanya produk reject

maka profit yang didapatkan perusahaan tentunya tidak memenuhi target yang

diharapkan, karena periode bulan Nopember 2020 perusahaan hanya mendapatkan

profit sebesar Rp.29.051.433.700,-.

4.2.3 Tahap Analyze

Pada tahap ini merupakan tahapan untuk menganalisa permasalahan yang

sering terjadi pada proses produksi susu cair dengan menggunakan pareto diagram

dan fishbone diagram dalam mengidentifikasi dan mengatur penyebab potensial di

berbagai jenis kategori, dan untuk mengidentifikasi variabel kontrol tanpa

mengurangi dampak yang akan timbul dari 5 faktor yatu Manusia, Mesin,

Material, Metode, dan lingkungan yang kemudian langkah selanjutnya adalah

dengan Root Cause Analyze yang digunakan untuk mengidentifikasi akar

permasalahan yang terdapat pada fishbone diagram untuk ditelusuri lebih dalam

jawaban dari masalah tersebut, agar dapat ditanggulangi dengan tindakan A =

Pencegahan atau B = Perbaikan.

1. Diagram Pareto

Data yang diolah untuk mengetahui persentase jenis produk yang di tolak.

Dihtung menggunakan rumus sebagai berikut :

% Kerusakan = x 100%

� Tanggal kadaluarsa tidak ada sebanyak 14.938

% Kerusakan = � .���

�.� � x 100%

= 25%

� Botol penyok sebanyak 7.959

% Kerusakan = �.��

�.� � x 100%

= 14%

� Terdapat sambungan pada label sebanyak 4.959

% Kerusakan = .��

�.� � x 100%

= 8%

� Volume pengisian tidak sesuai sebanyak 4.786

% Kerusakan = .���

�.� �x 100%

= 8%

� Botol mengalami kebocoran sebanyak 4.754

% Kerusakan = .�

�.� �x 100%

= 8%

� Segel penutup botol bocor sebanyak 4.416

% Kerusakan = . ��

�.� � x 100%

= 7%

� Warna pada label tidak jelas sebanyak 5.251

% Kerusakan =.��

�.� � x 100%

= 9%

� Posisi label produk miring sebanyak 3.983

% Kerusakan =�.���

�.� � x 100%

= 7%

� Segel penutup botol lecet sebanyak 3.948

% Kerusakan =�.� �

�.� � x 100%

= 7%

� Kode produksi tidak ada sebanyak 3.947

% Kerusakan = �.� �

�.� �x 100%

= 7%

Tabel 4.7 Jenis Kecacatan Produksi Susu Cair pada PT. INDOLAKTO

No

Jenis Reject

Jumlah Reject

Persentasi

Persentasi

Kumulatif

1 Tanggal Kadaluarsa tidak ada 14.938 25% 25%

2 Botol penyok 7.959 14% 39%

3

Terdapat sambungan pada

label 4.959 8% 47%

4 Volume pengisian tidak sesuai 4.786 8% 55%

5 Botol mengalami kebocoran 4.754 8% 63%

6 Segel penutup botol bocor 4.416 7% 71%

7 Warna pada label tidak jelas 5.251 9% 80%

8 Posisi label produk miring 3.983 7% 87%

9 Segel penutup botol lecet 3.948 7% 93%

10 Kode produksi tidak ada 3.947 7% 100%

Total 58.941 - -

Sumber : PT. INDOLAKTO

Gambar 4.5 Diagram pareto Jenis Kecacatan Produksi Susu Cair

Berdasarkan klasifikasi produk yang telah dilakukan untuk menentukan

produk jenis apa yang sering mengalami kegagalan dalam proses produksinya,

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

0

10000

20000

30000

40000

50000

tan

gg

al k

ad

alu

ars

a t

ida

k a

da

bo

tol p

en

yo

k

wa

rna

pa

da

la

be

l ti

da

k j

ela

s

terd

ap

at

sam

bu

ng

an

pa

da

lab

el

vo

lum

e p

en

gis

ian

tid

ak s

esu

ai

bo

tol m

en

ga

lam

i ke

bo

cora

n

seg

el p

en

utu

p b

oco

r

po

sisi

la

be

l p

rod

uk m

irin

g

seg

el p

en

utu

p b

oto

l le

cet

ko

de

pro

du

ksi

tid

ak a

da

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

jumlah reject

persentasi kumulatif

tentunya hal ini juga berkaitan mengenai pada setiap jenis-jenis kecacatan yang

mempengaruhi terjadinya kegagalan dalam proses produksi susu cair tersebut. Hal

ini dapat dilihat gambar diagram pareto diatas, terdapat 10 CTQ (Critical To

Quality) potensial atau 10 jenis kegagalan yang menyebabkan terjadinya produk

reject pada produk susu cair tersebut. Namun dari 10 CTQ tersebut terdapat 1

CTQ yang menjadi pengaruh besar terjadinya kegagalan lainnya.

Pada diagram pareto merupakan 20% yang menjadi masalah utama yang

mewakili 80% masalah lainnya. Berdasarkan gambar diagram pareto diatas

terlihat yang menjadi masalah utama yaitu tanggal kadaluarsa tidak ada dengan

persentase mencapai 25% dan sisa lainnya terdapat sambungan pada label, warna

pada label tidak jelas, kode produksi tidak ada, posisi label miring, botol penyok,

segel penutup botol lecet, botol mengalami kebocoran, segel penutup bocor,

volume pengisian tidak sesuai.

2. Fishbone Diagram

Diagram sebab akibat memperlihatkan hubungan antara permasalahan

yang dihadapi dengan kemungkinan penyebabnya serta faktor-faktor yang

mempengaruhinya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi dan menjadi

penyebab kerusakan produk secara umum dapat digolongkan sebagai berikut:

a. Man (Manusia)

b. Material (Bahan Baku)

c. Machine (Mesin)

d. Methode (Metode)

e. Environment (Lingkungan)

Setelah diketahui jenis-jenis kecacatan yang terjadi, maka PT.

INDOLAKTO perlu mengambil langkah-langkah perbaikan untuk mencegah

timbulnya kerusakan yang serupa. Hal penting yang harus dilakukan dan

ditelusuri adalah mencari penyebab timbulnya kerusakan tersebut. Sebagai alat

bantu untuk mencari penyebab terjadinya reject tersebut, digunakan diagram

sebab akibat atau yang disebut fishbone chart. Adapun penggunaan diagram sebab

akibat untuk menelusuri jenis kecacatan tanggal kadaluarsa tidak ada adalah

sebagai berikut:

berikut adalah 5 faktor penyebab terjadinya permasalahan pada tanggal

kadaluarsa tidak ada :

a) Faktor Manusia

Faktor ini merupakan salah satu yang sangat penting dalam

menghasilkan sebuah produk. Dalam melakukan pekerjaan seorang

operator harus memahami pekerjaan dengan baik, dan operator tidak

hanya dituntut dalam mencapai target produksi saja tetapi juga

menghasilkan produk dengan kualitas terbaik dan sesuai dengan

ketetapan perusahaan, tidak hanya itu permasalahan yang terjadi adalah

operator lansung menyalakan mesin tanpa melakukan set up pada mesin

terlebih dahulu. Kelalaian-kelalaian seperti ini seharusnya dapat

diminimalkan operator agar hasil produksi bisa sesuai dengan kualitas

yang ditetapak oleh perusahaan.

b) Faktor Mesin

Faktor ini merupakan sebuah alat yang mempunyai pengaruh besar

terhadap terjadinya reject. Jika mesin tidak berjalan sesuai dengan

keinginan yang diharapkan maka mesin tersebut akan menghasilkan

produk yang tidak sesuai dengan harapan perusahaan. Hal itu yang

menjadi penyebab permasalahan pada kesalahan tanggal kadaluarsa

tidak ada yaitu kinerja mesin yang kurang baik karna produksi yang

cukup tinggi, selain itu mesin yang digunakan cepat panas penyebab ini

seharusnya diperhatikan oleh perusahaan apa penyebab terjadinya

mesin cepat panas yang dapat mengakibatkan penghambat pada proses

produksi. Kesalahan yang selanjutnya juga terjadi dikarenakan mesin

langsung beroperasi tanpa dilakukan set up pada mesin sebelumnya.

c) Faktor Material

Pada faktor material ini, berupa tensor disc yang berada pada mesin

label. Pemasangan tensor disc yang tidak pas yang dikarenakan tidak

dilakukannya inspeksi ulang pada saat pemasangan tensor disc. Selain

itu yang menjadi permasalahan pada faktor material ini yaitu tinta yang

digunakan kurang baik yang menyebabkan juga banyak tanggal

kadaluarsa pada produk susu cair tidak dapat terbaca. Maka dari itu

sebaiknya pihak perusahaan harus memperhatikan faktor material ini

dengan cara melakukan inspeksi ulang setelah pemasangan tensor disc,

dan juga mengganti tinta yang kurang baik agar semua produk susu cair

tanggal kadaluarsanya dapat terbaca dengan baik.

d) Faktor Metode

Pada saat melakukan proses produksi secara keseluruhan terkadang

terdapat metode yang berjalan tidak sesuai sengan yang diharapkan.

Karena metode yang baik pasti akan berpengaruh terhadap hasil yang

ingin dicapai, dalam meminimalkan tingkat kerusakan yang ada pada

produksi susu cair. Dalam faktor metode yang dilihat pada proses

produksi susu cair ini disebabkan karena tidak sesuainya kegiatan

produksi dengan SOP (Standard Operation Procedure) yang ditetapkan

perusahaan, yang dikarenakan ketidak jelasan operator terhadap SOP

yang telah ditetapkan perusahaan merupakan salah satu akar penyebab

terjadinya kegagalan produksi pada faktor ini.

e) Faktor Lingkungan

Pada faktor lingkungan ini juga berpengaruh terhadap terjadinya produk

reject. Permasalahan yang tejadi pada faktor ini yaitu dikarenakan oleh

type layout yang kurang baik karena kurang baiknya tata letak mesin,

jarak mesin yang terlalu dekat, dan ruang gerak yang tidak luas yang

menyebabkan ketidak leluasaan operator dalam bergerak. Sebaiknya

juga pihak perusahaan harus memperbaiki type lay out agar operator

yang bekerja dapat merasakan kenyamanan pada saat proses produksi.

3. Root Cause Analyze

RCA merupakan suatu metode untuk menganalisis akar permasalahan

yang telah diketahui dari diagram sebab-akibat. Dalam RCA akan dilakukan

pertanyaan dari akar permasalahan yang ada, serta memberikan jawaban dan akan

memberikan plant action A= Pencegahan, B= Perbaikan.

Dan berikut Root Cause Analyze untuk jenis cacat tanggal kadaluarsa

tidak ada :

Tabel 4.8 Root Cause Analyze Tanggal Kadaluarsa Tidak Ada

Plant Action

Question Answer A= pencegahan, B=

Perbaikan

karena permintaan

mengapa operator produk yang tinggi B= memberikan pengarahan

melakukan kejar sehingga operator hanya terhadap operator agar

target produksi ingin memenuhi target melakukan set up mesin

produksi sebelum beroperasi

tata letak mesin yang B= melakukan perbaikan

mengapa type kurang baik, sehingga terhadap layout sehingga

layout tidak operator tidak leluasa lebih leluasa dalam

sesuai untuk bergerak Bergerak

karena operator tidak

mengapa tidak mau mengikuti apa yang A= melakukan sosialisasi

sesuai dengan telah menjadi pentingnya SOP

SOP kebijakan pada demi keselamatan

perusahaan bekerja dan produksi

B= melakukan pemeliharaan

karena permintaan

mesin yang baik agar

kondisi

mengapa produksi akan produk susu cair mesin terjaga saat adanya

tinggi yang terus meningkat permintaan produk yang

Meningkat

B= melakukan inspeksi

mengapa tidak karena bahan metrial terhadap material dan

adanya inspeksi yang kurang baik pemasangan tensor disc

Sumber : Hasil Pengolahan Data

4.2.4 Tahap Improve

1. Analisa 5W+1H

Pada tahap ini merupakan tahapan untuk menetapkan rencana-rencana tindakan

untuk melaksanakan peningkatan kualitas six sigma, berdasar 5W+1H (What,

Why, Where, When, Who, How). Rencana tindakan pada faktor Manusia,

Material, Lingkungan, Mesin, dan Metode untuk jenis cacat yang paling tinggi

yaitu pada jenis cacat Tanggal kadaluarsa tidak ada dapat dilihat pada tabel

5W+1H dibawah ini :

Tabel 4.9 Analisa 5W+1H Tanggal Kadaluarsa Tidak Dapat Terbaca

Akar

Permasalahan 5W+1H Deskripsi

Manusia

What memberikan pengetahuan terhadap pentingnya

SOP yang ada pada bagian produksi

Why Agar operator bekerja lebih teratur sesuai

dengan SOP perusahaan

Operator bekerja Where Di dalam perusahaan (bagian proses produksi)

tidak sesuai SOP

When Pada saat penerimaan operator baru ataupun

disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan

Who 1. Kepala Divisi Produksi

2. Leader atau Foreman

3. operator

How

Dengan melakukan pengetahuan akan

pentingnya

SOP yang ada pada produksi

Material

What membuat ruang gerak operator sedikit luas

agar leluasa dalam melakukan inspeksi

Why agar operator dapat melakukan inspeksi terhadap

produk, dan memastikan produk dalam keadaan

baik sebelum masuk kedalam proses

Tidak dilakukan Where di bagian produksi susu cair

inspeksi pada saat

produk masuk ke When disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan

dalam proses

Who 1. Bagian Engineering

2. Bagian produksi

membuat tata ruang yang baik agar operator

How leluasa sehingga dapat melakukan inspeksi

dan memonitoring keadaan produk

Lingkungan

What Memperbaiki type layout

Why agar operator lebih leluasa dalam

Bergerak

Where Dibagian produksi susu cair

Type layout

kurang baik When disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan

Who 1. Bagian Engineering

2. Bagian Produksi

3. Seluruh karyawan perusahaan

How mendesain type layout yang baru sesuai

dengan kebutuhan operator

Mesin

.Sumber : Hasil Pengolahan Data

Rencana tindakan perbaikan ini bertujuan untuk mengatasi cacat tanggal

kadaluarsa tidak dapat terbaca dengan memberikan pengetahuan terhadap

pentingnya SOP yang ada pada bagian produksi, melakukan set up mesin sebelum

melakukan kegiatan produksi, menjaga kondisi mesin dan kestabilan kinerja

mesin agar mesin tidak cepat panas.

What

Memberikan pengarahan terhadap operator

untuk

selalu melakukan set up mesin sebelum produksi

Why agar menjaga kondisi mesin dan kestabilan

kinerja mesin

Where Pada mesin di bagian produksi susu cair

Tidak adanya When disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan

kegiatan set up

mesin

Who 1. Bagian Produksi

2. Seluruh karyawan perusahaan

How Memberikan waktu untuk melakukan set up

mesin sebelum produksi berjalan

Metode

What Melakukan segala aktivitas sesuai dengan SOP

Why Agar segala aktivitas yang akan dilakukan

dapat terkontrol sesuai dengan SOP perusahaan

Where Dibagian Produksi

tidak sesuai When Pada setiap proses produksi

dengan SOP

Who Seluruh karyawan perusahaan

Memperbaiki dan penambahan SOP yang

How sesuai dengan kebutuhan perusahaan

Manfaat dilaksanakan rencana tindakan perbaikan ini agar kecacatan pada

produksi susu cair dapat berkurang, agar juga dapat menghemat waktu dan biaya

yang diakibatkan produk cacat dapat berkurang agar dapat meningkatkan

keuntungan bagi perusahaan.

Berikut ini merupakan diagram sebab-akibat (fishbone) yang dibuat

berdasarkan rincian diatas :

Gambar 4.6 Fishbone Diagram Tanggal Kadaluarsa Tidak Ada

Gambar 4.7 Fishbone Diagram untuk mencegah produk cacat

2. FMEA (Failure Mode and Effect Analyze)

Alat six sigma yang sering digunakan untuk mengidentifikasi sumber-

sumber dan akar penyebab dari suatu masalah kualitas adalah FMEA (Failure

Mode and Effect Analyze). FMEA bibuat untuk menentukan prioritas perbaikan

kepada komponen yang memiliki tingkat prioritas (RPN) paling tinggi. Berikut ini

merupakan hasil wawancara tersebut, yang dibuat dalam bentuk diagram FMEA.

Tabel 4.10 FMEA PT. INDOLAKTO

Fungsi

proses

Mode of

failure

Cause of

failure

OCC Effect of

failure

SEV Control DET RPN

Proses

pada

mesin

Label

Terdapat

sambun

gan pada

label

Saat

penggantian

label gulung

mesin tidak

dimatikan

6 Label

tertumpuk

7 Mematikan

mesin dan

pemeriksaan

sebelum

proses

2 42

Warna

pada

label

tidak

jelas

Terdapat

label gulung

yang cacat

4 Produk

mengalami

kegagalan

produksi

3 Inspeksi

terhadap

label gulung

sebelum

penggantian

label

3 36

Posisi

label

miring

Terdapat

label yang

menyilang

5 Label tidak

terpasang

dengan baik

3 Memotong

label dan

memperbaik

i posisi label

5 75

Tanggal

kadaluar

sa tidak

ada

Produk

dalam posisi

yang tidak

pas

8 Tensor disc

tidak dapat

beroperasi

dengan baik

8 Operator

memperbaik

i posisi

produk

dengan

4 256

benar

Kode

produksi

tidak

ada

Produk

dalam

keadaan

basah

6 Tinta dan

tensor disc

tidak

terbaca

3 Melakukan

inspeksi

terhadap

produk

4 72

Sumber : PT. INDOLAKTO

Keterangan :

Fungsi proses : komponen dari sistem yang akan dianalisis.

Mode of Failure : modus kegagalan yang sering terjadi.

Cause of Failure : apa yang menyebabkan terjadinya kegagalan pada komponen.

Frequency of occurencce : merupakan kuantitatif seberapa serius kondisi yang

diakibatkan jika terjadi kegagalan.

Effect of Failure : akibat yang ditimbulkan jika komponen tersebut gagal.

Deggre of severity : tingkat kemungkinan terjadinya kegagalan.

Control : metode yang digunakan untuk mengantisipasi kegagalan.

Chance of Detection : tingkat kemungkinan lolosnya penyebab kegagalan dari

control.

RPN : hasil perkalian OCC x SEVx DET. Hasil dapat digunakan untuk

menentukan jenis kegagalan yang menjadi prioritas.

Berdasarkan RPN di atas maka dapat disimpulkan prioritas perbaikan

adalah cacat yang terjadi karna tanggal kadaluarsa tidak ada yang menunjukan

hasil paling besar yaitu sebesar 256.

4.2.5 Tahap Control

Tahap ini merupakan tahap analisa akhir dari proyek six sigma, pada tahap

ini adalah apa yang harus dilakukan dalam melakukan suatu pengendalian

kualitas, untuk menekan produk reject pada proses produksi susu cair. Dalam

melakukan pengendalian kualitas tersebut dilakukan untuk mengontrol kinerja

proses dalam ukuran waktu 1 bulan yaitu pada bulan Juni 2016. Dan perusahaan

dapat mengetahui seberapa jauh tingkat keberhasilan dapat dicapai. Pengontrolan

adalah proses mempertahankan sesuatu yang telah dilakukan dalam perbaikan

proses, sehingga diharapkan terjadinya kestabilan kualitas pada produk susu cair

yang pada akhirnya dapat mengurangi cacat. Sehingga setiap pekerja dapat

melakukan perbaikan yang sama pada proses pembuatan susu cair yang baik dan

benar.

1.. Tingkat kualitas produksi setelah adanya penerapan metode Six Sigma

Penelitian ini hanya akan mengimplementasikan perbaikan pada proses

mesin label, dikarenakan cacat yang dihasilkan pada proses mesin label cukup

besar yaitu 33078 unit cacat dari 58941 unit cacat keseluruhan. Untuk mengukur

tingkat kualitas proses produksi setelah adanya penerapan metode Six Sigma,

dilakukan dengan menghitung DPMO dengan mengukur data jumlah produksi

dan data produk cacat yang dilakukan pada periode bulan Nopember 2020, serta

CTQ sebanyak 5 jenis yaitu tanggal kadaluarsa tidak ada, terdapat sambungan

pada label, warna pada label tidak jelas, posisi label miring, dan kode produksi

tidak ada. Berikut ditampilkan tabel hasil pengukuran dan perhitungan jumlah

cacat (DPMO) setelah dilakukan penerapan metode six sigma.

Tabel 4.11 Hasil Pengukuran dan Perhitungan Jumlah Produk Cacat

(DPMO) dan Nilai Sigma Setelah Penerapan Metode Six Sigma

Tanggal Jumlah Produksi

Produk

cacat CTQ DPO DPMO

Nilai

Sigma

1 403.538 1.334 5 0,00033 330 4,9

2 408.466 1.289 5 0,000315 315 4,91`

3 403.272 1.253 5 0,00031 310 4,92

4 409.118 1.226 5 0,000299 299 4,93

5 418.829 1.309 5 0,000312 312 4,92

6 400.115 1.300 5 0,000324 324 4,91

7 418.828 1.227 5 0,000292 292 4,94

8 400.117 1.226 5 0,000306 306 4,92

9 403.148 1.208 5 0,000299 299 4,93

10 403.839 1.364 5 0,000337 337 4,9

11 401.684 1.218 5 0,000303 303 4,92

12 403.150 1.308 5 0,000324 324 4,91

13 411.689 1.242 5 0,000301 301 4,93

14 405.873 1.250 5 0,000307 307 4,92

15 409.044 1.383 5 0,000338 338 4,89

16 416.827 1.282 5 0,000307 307 4,92

17 412.719 1.204 5 0,000291 291 4,94

18 404.195 1.291 5 0,000319 319 4,91

19 413.191 1.369 5 0,000331 331 4,9

20 409.216 1.207 5 0,000294 294 4,93

21 413.880 1.312 5 0,000317 317 4,91

22 400.733 1.383 5 0,000345 345 4,89

23 418.829 1.249 5 0,000298 298 4,93

24 413.134 1.334 5 0,000322 322 4.91

25 414.679 1.262 5 0,000304 304 4,92

26 417.962 1.382 5 0,00033 330 4,9

27 400.321 1.216 5 0,000303 303 4,92

28 418.132 1.353 5 0,000323 323 4,91

29 417.886 1.390 5 0,000332 332 4,9

30 415.793 1.394 5 0,000335 335 4,9

Jumlah 12.288.205 38.765

rata-

rata 0,000315 315 4,91

Sumber : Hasil Pengolahan Data

Dari tabel perhitungan di atas dapat diketahui bahwa kualitas produksi

perusahaan telah mencapai 315 DPMO atau sebesar 4,91σ (sigma). Tingkat

pencapaian ini termasuk tingkat pencapaian kualitas produksi tang sangat tinggi

pada perusahaan industri di indonesia. Ini berarti langkah-langkah yang dilakukan

pada tahap improve dapat menjadi salah satu faktor tercapainya zero defect

sehingga produk cacat dapat diminimalisir.

2. Perbandingan data sebelum dan sedudah penerapan metode Six Sigma

Berikut ini adalah data penelitian sebelum dan sesudah penerapan metode

Six Sigma sebagai perbandingan kualitas yang sudah dilakukan.

Tabel 4.12 Data Sigma dan DPMO Sebelum Penerapan Metode Six Sigma.

Tanggal Jumlah Produksi Produk cacat CTQ DPO DPMO

Nilai

Sigma

1 405.874 1.909 10 0,00047 470 4,8

2 414.679 1.849 10 0,000445 445 4,82

3 418.829 1.910 10 0,000456 456 4,81

4 406.775 1.911 10 0,000469 469 4,8

5 411.689 1.816 10 0,000441 441 4,82

6 417.962 1.993 10 0,000476 476 4,8

7 413.169 1.992 10 0,000482 482 4,8

8 412.719 1.983 10 0,00048 480 4,8

9 412.055 1.909 10 0,000463 463 4,81

10 414.095 1.882 10 0,000454 454 4,81

11 416.827 1.850 10 0,000443 443 4,82

12 418.132 1.994 10 0,000476 476 4,8

13 415.793 1.994 10 0,000479 479 4,8

14 413.191 1.891 10 0,000457 457 4,81

15 402.158 1.956 10 0,000486 486 4,8

16 403.272 1.853 10 0,000459 459 4,81

17 403.538 1.935 10 0,000479 479 4,8

18 403.150 1.964 10 0,000487 487 4,8

19 400.120 1.900 10 0,000474 474 4,8

20 400.733 1.809 10 0,000451 451 4,81

21 403.839 1.826 10 0,000452 452 4,81

22 408.469 1.989 10 0,000486 486 4,8

23 409.044 1.841 10 0,00045 450 4,82

24 413.880 1.969 10 0,000475 475 4,8

25 417.886 1.953 10 0,000467 467 4,81

26 403.148 1.828 10 0,000453 453 4,81

27 405.822 1.983 10 0,000488 488 4,8

28 409.118 1.826 10 0,000446 446 4,82

29 409.216 1.802 10 0,00044 440 4,82

30 401.684 1.808 10 0,00045 450 4,82

31 403.134 1.816 10 0,00045 450 4,82

Jumlah 12.690.000 58.941

Rata-

rata 10 0,000464 464 4,8

Sumber : Hasil Pengolahan Data

Tabel 4.13 Data Sigma dan DPMO Sesudah Penerapan Metode Six Sigma

Tanggal Jumlah Produksi

Produk

cacat CTQ DPO DPMO

Nilai

Sigma

1 403.538 1.334 5 0,00033 330 4,9

2 408.466 1.289 5 0,000315 315 4,91`

3 403.272 1.253 5 0,00031 310 4,92

4 409.118 1.226 5 0,000299 299 4,93

5 418.829 1.309 5 0,000312 312 4,92

6 400.115 1.300 5 0,000324 324 4,91

7 418.828 1.227 5 0,000292 292 4,94

8 400.117 1.226 5 0,000306 306 4,92

9 403.148 1.208 5 0,000299 299 4,93

10 403.839 1.364 5 0,000337 337 4,9

11 401.684 1.218 5 0,000303 303 4,92

12 403.150 1.308 5 0,000324 324 4,91

13 411.689 1.242 5 0,000301 301 4,93

14 405.873 1.250 5 0,000307 307 4,92

15 409.044 1.383 5 0,000338 338 4,89

16 416.827 1.282 5 0,000307 307 4,92

17 412.719 1.204 5 0,000291 291 4,94

18 404.195 1.291 5 0,000319 319 4,91

19 413.191 1.369 5 0,000331 331 4,9

20 409.216 1.207 5 0,000294 294 4,93

21 413.880 1.312 5 0,000317 317 4,91

22 400.733 1.383 5 0,000345 345 4,89

23 418.829 1.249 5 0,000298 298 4,93

24 413.134 1.334 5 0,000322 322 4.91

25 414.679 1.262 5 0,000304 304 4,92

26 417.962 1.382 5 0,00033 330 4,9

27 400.321 1.216 5 0,000303 303 4,92

28 418.132 1.353 5 0,000323 323 4,91

29 417.886 1.390 5 0,000332 332 4,9

30 415.793 1.394 5 0,000335 335 4,9

Jumlah 12.288.205 38.765

rata-

rata 0,000315 315 4,91

Sumber : Hasil Pengolahan Data

Berdasarkan kedua tabel diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat

perbedaan yang signifikan antara rata-rata jumlah produk cacat yang dihasilkan

sebelum dan sesudah penerapan metode Six Sigma. Perbedaan itu dapat dilihat

dari jumlah DPMO yang dihasilkan setelah adanya penerapan Six Sigma, DPMO

yang dihasilkan mengalami penurunan yaitu sebesar 315 dari sebelumnya sebesar

464 DPMO. Dan juga nilai sigma yang dihasilkan setelah penerapan mengalami

kenaikan nilai sigma sebesar 4,91σ dari sebelumnya sebesar 4,8σ.

Hal ini membuktikan bahwa penerapan metode Six Sigma meningkatkan

kualitas produk susu cait pada PT. INDOLAKTO melalui penurunan jumlah

produk cacat.

5. ANALISA DAN PEMBAHASAN

5.1 Kondisi Sebelum Perbaikan

Hasil pendefinisian (define) di mana dengan melihat urutan Critical To

Quality, dapat diketahui secara jelas faktor-faktor yang menjadi penyebab

terjadinya produk reject pada produk susu cair. Diketahui faktor penyebab produk

reject atau Critical To Quality (CTQ) yaitu pada tanggal kadaluarsa tidak ada

dengan jumlah reject sebesar 14938, botol penyok dengan jumlah reject sebesar

7959, terdapat sambungan pada label dengan jumlah reject sebesar 4959, volume

pengisian tidak sesuai dengan jumlah reject sebesar 4786, botol mengalami

kebocoran sebesar 4754, segel penutup botol bocor sebesar 4416, warna pada

label tidak jelas sebesar 5251, posisi label produk miring sebesar 3983, segel

penutup botol lecet sebesar 3948, dan kode produksi tidak ada sebesar 3947.

Faktor yang menyebabkan terjadinya kegagalan tanggal kadaluarsa tidak ada

dikarenakan faktor material pada pemasangan Tensor Disc yang tidak pas yang

menyebabkan Tensor Disc tidak beroperasi tidak baik, selain itu tinta yang

digunakan untuk memberikan label tanggal kadaluarsa kurang baik.

Maka dari itu perusahaan harus merencanakan usulan perbaikan untuk

peningkatan kualitas terhadap penyebab-penyebab terjadinya produk reject .

1. Rencana tindakan peningkatan kualitas berdasarkan hasil penelitian.

a) Perbaikan pada mesin.

b) Peningkatan kualitas tenaga kerja.

c) Pengawasan yang lebih ketat dengan metode yang tepat.

d) Prosedur kerja yang lebih jelas dan terarah

2. Menetapkan sasaran dan tujuan peningkatan kualitas six sigma.

Menetapkan sasaran dan tujuan peningkatan kualitas six sigma

berdasarkan hasil penelitian dengan cara mengurangi atau menekan

cacat pada produk susu cair dari 0,46% menjadi 0%.

Berdasarkan permasalahan yang ada yang terdapat pada produk susu

cair, ada 10 jenis faktor yang menyebabkan terjadinya produk reject.

Kesepuluh jenis cacat tersebut yang menyebabkan kerugian bagi

perusahaan. Pihak perusahaan harus melakukan tindakan untuk

menekan produk yang tidak memenuhi standar yaitu dengan melakukan

perbaikan pada mesin-mesin, agar produk-produk yang dihasilkan

bermutu bagus sesuai dengan kriteria.

Hasil tahap Measure yaitu kapabilitas proses untuk mengetahui apakah

proses memiliki kapabilitas yang baik atau tidak, diketahui bahwa kesepuluh jenis

cacat tersebut ditentukan sebagai CTQ, didapat perhitungan dari nilai DPMO

sebesar 464 dari sejuta kegagalan produksi dengan nilai sigma berada pada tingkat

4,8σ (sigma).

Hasil Tahap Analyze, diketahui permasalahan yang sering terjadi pada

produk susu cair. Dalam mengidentifikasi permasalahan tersebut di gunakan

diagram pareto untuk mengetahui persentasi jenis cacat yang sering terjadi pada

produk susu cair, kemudian dengan membuat Fishbone Diagram serta membuat

Root cause Analyze untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut.

Berdasarkan diagram pareto terlihat yang menjadi masalah utama yaitu

tanggal kadaluarsa tidak ada dengan persentase mencapai 25% dan sisa lainnya

terdapat sambungan pada label, warna pada label tidak jelas, kode produksi tidak

ada, posisi label miring, botol penyok, segel penutup botol lecet, botol mengalami

kebocoran, segel penutup bocor, volume pengisian tidak sesuai.

Berdasarkan Analisa Digram Sebab Akibat5 faktor yaitu Manusia, Material,

Metode, Lingkungan, dan Mesin. Dari setiap faktor yang ada pada diagram ini

akan diperoleh akar permasalahan yang perlu diselesaikan oleh pihak manajemen

perusahaan. Dan berikut adalah 5 faktor penyebab terjadinya permasalahan pada

tanggal kadaluarsa tidak ada:

1. Faktor Manusia

Faktor ini merupakan salah satu yang sangat penting dalam menghasilkan

sebuah produk. Dalam melakukan pekerjaan seorang operator harus memahami

pekerjaan dengan baik, dan operator tidak hanya dituntut dalam mencapai

target produksi saja tetapi juga menghasilkan produk dengan kualitas terbaik

dan sesuai dengan ketetapan perusahaan, tidak hanya itu permasalahan yang

terjadi adalah operator langsung menyalakan mesin tanpa melakukan set up

pada mesin terlebih dahulu. Kelalaian-kelalaian seperti ini seharusnya dapat

diminimalkan operator agar hasil produksi bisa sesuai dengan kualitas yang

ditetapak oleh perusahaan.

2. Faktor Mesin

Faktor ini merupakan sebuah alat yang mempunyai pengaruh besar terhadap

terjadinya reject. Jika mesin tidak berjalan sesuai dengan keinginan yang

diharapkan maka mesin tersebut akan menghasilkan produk yang tidak sesuai

dengan harapan perusahaan. Hal itu yang menjadi penyebab permasalahan

pada kesalahan tanggal kadaluarsa tidak ada yaitu kinerja mesin yang kurang

baik karna produksi yang cukup tinggi, selain itu mesin yang digunakan cepat

panas penyebab ini seharusnya diperhatikan oleh perusahaan apa penyebab

terjadinya mesin cepat panas yang dapat mengakibatkan penghambat pada

proses produksi. Kesalahan yang selanjutnya juga terjadi dikarenakan mesin

langsung beroperasi tanpa dilakukan set up pada mesin sebelumnya.

3. Faktor Material

Pada faktor material ini, berupa tensor disc yang berada pada mesin label.

Pemasangan tensor disc yang tidak pas yang dikarenakan tidak dilakukannya

inspeksi ulang pada saat pemasangan tensor disc. Selain itu yang menjadi

permasalahan pada faktor material ini yaitu tinta yang digunakan kurang baik

yang menyebabkan juga banyak tanggal kadaluarsa pada produk susu cair tidak

dapat terbaca. Maka dari itu sebaiknya pihak perusahaan harus memperhatikan

faktor material ini dengan cara melakukan inspeksi ulang setelah pemasangan

tensor disc, dan juga mengganti tinta yang kurang baik agar semua produk susu

cair tanggal kadaluarsanya dapat terbaca dengan baik.

4. Faktor Metode

Pada saat melakukan proses produksi secara keseluruhan terkadang terdapat

metode yang berjalan tidak sesuai sengan yang diharapkan. Karena metode

yang baik pasti akan berpengaruh terhadap hasil yang ingin dicapai, dalam

meminimalkan tingkat kerusakan yang ada pada produksi susu cair. Dalam

faktor metode yang dilihat pada proses produksi susu cair ini disebabkan

karena tidak sesuainya kegiatan produksi dengan SOP (Standard Operation

Procedure) yang ditetapkan perusahaan, yang dikarenakan ketidak jelasan

operator terhadap SOP yang telah ditetapkan perusahaan merupakan salah satu

akar penyebab terjadinya kegagalan produksi pada faktor ini.

5. Faktor Lingkungan

Pada faktor lingkungan ini juga berpengaruh terhadap terjadinya produk reject.

Permasalahan yang tejadi pada faktor ini yaitu dikarenakan oleh type layout

yang kurang baik karena kurang baiknya tata letak mesin, jarak mesin yang

terlalu dekat, dan ruang gerak yang tidak luas yang menyebabkan ketidak

leluasaan operator dalam bergerak. Sebaiknya juga pihak perusahaan harus

memperbaiki type lay out agar operator yang bekerja dapat merasakan

kenyamanan pada saat proses produksi.

Hasil tahap Improve dengan Analisa 5W+1H diketahui akar

permasalahan kerusakan pada produk susu cair sebagai berikut:

1. Manusia yatiu operator bekerja tidak sesuai dengan SOP.

What : seharusnya operator harus bekerja sesuai dengan kapasitas yang ada

dan bekerja dengan ketelitian agar produk reject dapat di

minimalkan.

Why : yaitu agar kegagalan produk atau reject dapat berkurang.

Where : hal ini terjadi di dalam perusahaan khususnya di bagian proses

produksi.

When : penyuluhan terhadap pentingnya SOP sebaiknya dilakukan sebelum

produksi berjalan.

Who : ditujukan kepada kepala divisi produksi, leader, dan operator.

How : yaitu dengan cara memperbaiki proses produksi yang ada.

2. Material yaitu tidak dilakukannya inspeksi.

What : seharusnya dilakukan inspeksi ulang pada material dari pemasangan

tensor disc.

Why : hal ini bertujuan agar material yang dipakai dapat beroperasi

dengan baik.

Where : di bagian produksi susu cair dan penerimaan bahan material.

When : disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan.

Who : ditujukan kepada Bagian Engineering dan Bagian Produksi.

How : melakukan inspeksi sebelum dan sesudah memasang tensor disc.

3. Lingkungan yaitu type layout kurang baik.

What : seharusnya pihak perusahaan memperbaiki type layout.

Why : hal ini bertujuan agar operator lebih leluasa dalam bergerak.

Where : dibagian produksi susu cair

When : disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan.

Who : ditujukan kepada Bagian Engineering, Bagian Produksi, dan seluruh

karyawan

How : mendesain type layout yang baru sesuai dengan kebutuhan operator.

4. Mesin yaitu tidak adanya kegiatan untuk set up mesin.

What : merawat dan melakukan set up mesin ketika permintaan meningkat.

Why : agar menjaga kondisi mesin dan kestabilan kinerja mesin saat

permintaan tinggi.

Where : pada mesin bagian produksi susu cair.

When : disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan.

Who : ditujukan kepada Bagian Produksi susu cair.

How : memberikan waktu melakukan set up mesin sebelum produksi

berjalan.

5. Metode yaitu tidak sesuai dengan SOP.

What : melakukan segala aktivitas produksi sesuai dengan SOP

Why : agar segala aktivitas produksi yang dilakukan dapat terkontrol sesuai

dengan SOP.

Where : dibagian produksi.

When : pada setiap proses yang dibutuhkan menggunakan SOP

Who : seluruh karyawan perusahaan.

How : memperbaiki dan penambahan SOP yang dibutuhkan perusahaan.

Hasil tahap Control menjelaskan tentang pengontrolan tentang kinerja

proses yang dilakukan dalam kurun waktu 1 bulan (Nopember 2020) dan

perusahaan dapat mengetahui seberapa jauh tingkat keberhasilan dapat dicapai.

Sehingga diharapkan terjadinya kestabilan kualitas pada produk guna mengurangi

cacat. Proses pengontrolan dilakukan dengan menghitung nilai Sigma dan

menghitung nilai DPMO pada proses pembuatan susu cair secara baik dan benar.

5.2 Kondisi Setelah Perbaikan

Hasil Implementasi menunjukkan peningkatan nilai sigma setelah

dilakukan perbaikan dengan metode six sigma perusahaan mendapat nilai sigma

sebesae 4,91 σ (sigma) dengan DPMO 315. Sebelum dilakukan penerapan Six

Sigma diketahui jumlah produk cacat sebesar 58.941 dengan persentasi cacat

sebesar 0,46% dan rata-rata nilai DPMO sebesar 464 dengan nilai sigma sebesar

4,8σ (sigma). Setelah dilakukan proses perbaikan perusahaan mengalami produk

cacat sebesar 38.765 dengan rata-rata nilai DPMO sebesar 315 dengan tingkat

nilai sigma sebesar 4,91σ (sigma).

6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan Metode Six Sigma dengan

penerapan DMAIC diketahui bahwa PT. INDOLAKTO sebelum penerapan

dengan metode Six Sigma berada pada tingkat 4,8σ (Sigma) dengan nilai

DPMO sebesar 464. Namun setelah dilakukan penerapan dengan metode Six

Sigma perusahaan mengalami kenaikan tingkat nilai Sigma sebesar 4,91σ

(Sigma) dengan nilai DPMO sebesar 315.

2. Berdasarkan CTQ yang ada pada proses mesin Filling , mesin Autoclave, dan

mesin Label, terdapat 10 jenis CTQ yang menyebabkan terjadinya produk

susu cair mengalami kegagalan produksi. Jenis-jenis kegagalannya yaitu

tanggal kadaluarsa tidak ada, terdapat sambungan pada label, warna pada label

tidak jelas, kode produksi tidak ada, posisi label miring, botol penyok, segel

penutup botol lecet, botol mengalami kebocoran, dan volume pengisian tidak

sesuai. Dengan CTQ potensial sebesar 20% yaitu tanggal produksi tidak ada

yang menjadi masalah pada PT. INDOLAKTO sedangkan 80% lainnya adalah

terdapat pada sambungan pada label, warna pada label tidak jelas, kode

produksi tidak ada, posisi label miring, botol penyok, segel penutup botol

lecet, botol mengalami kebocoran, segel penutup botol bocor, dan volume

pengisian tidak sesuai yang ada pada PT. INDOLAKTO bulan Mei 2016.

Faktor yang menyebabkan terjadinya kegagalan tanggal kadaluarsa tidak ada

dikarenakan faktor material pada pemasangan Tensor Disc yang tidak pas

yang menyebabkan Tensor Disc tidak beroperasi tidak baik, selain itu tinta

yang digunakan untuk memberikan label tanggal kadaluarsa kurang baik.

3. Dengan adanya produk reject yang dihasilkan tentunya akan ada biaya

kerugian yang terjadi karena adanya produk reject tersebut. Sehingga pada

bulan Mei 2016 terdapat produk reject sebanyak 58.941 unit/botol, kerugian

yang disebabkan karena adanya produk reject sebesar Rp. 135.564.300,-

unit/botol dari harga jual sebesar Rp. 2.300,- unit/botol. Namun setelah

dilakukan penerapan metode Six Sigma kerugian yang disebabkan karena

produk reject menjadi berkurang, kerugian yang dihasilkan yaitu sebesar Rp.

89.159.500,-.

6.2 Saran

Saran atau masukan yang semoga bermanfaat bagi perusahaan.

1. Sebaiknya perusahaan melakukan pengendalian kualitas terhadap produk susu

cair dengan melakukan pengukuran level sigma secara berkala, dalam

meminimalkan CTQ potensial yang menjadi masalah dalam kegagalan

produksi, serta memperbaiki proses CTQ potensial tersebut.

2. Memberikan pelajaran terhadap setiap karyawan pada produksi susu cair untuk

melakukan set up mesin sebelum menjalankan proses produksi, guna

menjaga kondisi mesin agar selalu dalam keadaan yang baik.

3. Memperbaiki SOP yang ada pada perusahaan agar seluruh karyawan dapat

menjalankan SOP tersebut dengan baik, dan setiap operato pada produksi

susu cair selalu melakukan inspeksi.

4. Melakukan pengawasan terhadap seluruh operator agar menjalankan proses

produksi dengan baik, sehingga produk yang dihasilkan dapat memiliki

kualitas yang baik. Kegiatan ini sebaiknya dilakukan oleh Supervisor

produksi susu cair.

5. Memberikan pelatihan kepada setiap karyawan untuk mengikuti SOP yang

ada.

DAFTAR PUSTAKA

Evans, J, R. (2007) Pengantar Six Sigma, Penerbit Salemba Empat, Jakarta

Gaspersz, Vincent. (1998) Stastical Process Control, Penerbit PT. Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta.

Gaspersz, Vincent. (2002) Pedoman Implementasi Program Six Sigma

Terintegrasi dengan ISO 9001:200, MBMQA dan HACCP, Penerbit PT.

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Hidayat, Anang. (2007) Strategi Six Sigma, Peta Pengembangan Kualitas dan

Kinerja Bisnis, Penerbit PT. Elex Media Komputindo, Jakarta

Muis Saludin. (2011) Metodolgi 6 Sigma Menciptakan Kualitas Produk Kelas

Dunia, Penerbit Graha Ilmu

Yamit, Z. (2010) Manajemen Kualitas Produk dan Jasa, Penerbit Ekonisia,

Yogyakarta.