pengaruh motivasi dan beban kerja terhadap kinerja perawat ...

155
i PENGARUH MOTIVASI DAN BEBAN KERJA TERHADAP KINERJA PERAWAT UNIT RAWAT INAP RSUD KABUPATEN SINJAI THE INFLUENCE OF MOTIVATION AND WORK LOAD ON NURSES‟ PERFORMANCE IN INPATIENT UNIT OF PUBLIC REGIONAL HOSPITAL OF SINJAI REGENCY HERIYANI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015

Transcript of pengaruh motivasi dan beban kerja terhadap kinerja perawat ...

i

PENGARUH MOTIVASI DAN BEBAN KERJA TERHADAP KINERJA PERAWAT UNIT RAWAT INAP RSUD

KABUPATEN SINJAI

THE INFLUENCE OF MOTIVATION AND WORK LOAD ON NURSES‟ PERFORMANCE IN INPATIENT UNIT OF PUBLIC

REGIONAL HOSPITAL OF SINJAI REGENCY

HERIYANI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2015

ii

PENGARUH MOTIVASI DAN BEBAN KERJA TERHADAP KINERJA PERAWAT UNIT RAWAT INAP RSUD

KABUPATEN SINJAI

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi

Kesehatan Masyarakat

Disusun dan diajukan oleh

HERIYANI

Kepada

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2015

iii

iv

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : Heriyani

Nomor Mahasiswa : P1802211012

Program Studi : Kesehatan Masyarakat

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan

pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. apabila di kemudian

hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis

ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

tersebut.

Makassar

Yang Menyatakan

HERIYANI

v

PRAKATA

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah, puji syukur bagi Allah Azza wa jalla atas nikmat

iman, waktu dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis

ini dengan judul “Pegaruh Motivasi Dan Beban Kerja Terhadap Kinerja

Perawat Unit Rawat Inap RSUD Sinjai”. Tesis ini disusun sebagai salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan Masyarakat di

Universitas Hasanuddin.

Penyelesaian tesis ini tidak terlepas dari motivasi dan bantuan dari

berbagai pihak mulai proses penyusunan proposal, penelitian hingga

penyusunan hasil penelitian selesai. Oleh karena itu, penulis dengan tulus

menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya

kepada Bapak Prof. Dr. H. Amran Razak, SE, M.Sc selaku ketua komisi

penasihat dan Bapak Dr. Djamil Thalib, SE, M.Si selaku anggota komisi

penasihat atas segala bantuan, bimbingan, nasihat, petunjuk, saran serta

waktu yang telah diberikan selama ini kepada penulis. Rasa hormat dan

terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan pula kepada

Bapak Prof. Dr. H.Indar, SH, MPH, Bapak Dr. Darmawansyah, SE, MS,

dan Ibu Prof. Dr. Hj. Siti Haerani, SE, M.Si atas kesediaannya menjadi

penguji dan telah memberikan banyak arahan serta masukan yang

berharga. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada :

vi

1. Prof. Dr. Dwia Aris Tina Pulubuhu, MA selaku rektor Universitas

Hasanuddin.

2. Prof. Dr. Syamsul Bachri., SH., MS selaku direktur Program

Pascasarjana Universitas Hasanuddin

3. Prof. Dr. drg. H. Andi Zulkifli, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Hasanuddin beserta staf

4. Dr. Ridwan M. Thaha, M.Sc selaku Ketua Program Studi Kesehatan

Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin

5. Direktur RSUD Sinjai beserta staf yang telah memberikan kesempatan

kepada penulis untuk melakukan penelitian.

6. Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan namanya satu

persatu yang telah banyak membantu penulis selama ini.

Akhirnya terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga penulis

haturkan kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda Muh. Nasir Nur,

Ibunda Dahlia T. A. Ma.Pd, suami terkasih Ridwan Arsyad ST, serta

kakak-kakak (Bripka Sudirman Nasda, SH dan Eka Sugiarti S.Pd , Amelia

Nasda, A.Md.Gz dan Kamaliyanto, S.Kep), dan adik tercinta (Hermiati

Nasda, S.Psi dan Supriadi Nasda, ST), atas segala pengorbanan, do‟a

dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis selama menempuh

pendidikan.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih memiliki keterbatasan.

Oleh karena itu, kritik dan saran senantiasa diharapkan dari berbagai

pihak. Semoga tesis dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang

vii

memerlukannya dan Allah Azza wa jalla senantiasa menjaga kita dalam

keistiqomahan di jalan-Nya serta meridhoi dan memberkahi kita semua.

Aamiin Yaa Rabbal „Aalamiin.

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Makassar, Juli 2015

Heriyani

viii

ix

x

DAFTAR ISI

Halaman

Sampul depan

Halaman Judul i

Halaman Pengajuan ii

Halaman Persetujuan iii

Lembar Pernyataan Keaslian iv

Prakata v

Abstrak viii

Abstract ix

DAFTAR ISI x

DAFTAR TABEL xii

xi

DAFTAR GAMBAR xiii

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 7

C. Tujuan Penelitian 7

D. Kegunaan Penelitian 8

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Rumah Sakit 9

B. Tinjauan Umum Keperawatan 11

C. Tinjauan Umum Tentang Kinerja 14

D. Tinjauan Tentang Standar Asuhan Keperawatan 24

E. Tinjauan Tentang Motivasi 37

F. Tinjauan Tentang Beban Kerja 57

G. Kerangka Konsep Penelitian 63

H. Hipotesis 67

I. Definisi Operasional 68

III. METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian 71

B. Lokasi dan Waktu Penelitian 71

C. Populasi dan Teknik Sampel 71

D. Instrumen dan Pengumpul Data 72

E. Pengolahan Data 73

F. Analisis Data 75

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Peneltian

A.1. Analisis Karakteristik Responden 76

A.2. Analisis Variabel Penelitian 80

A.3. Analisis Pengaruh Variabel Peneltian 84

A.4. Analisis Multivariat 86

xii

B. Pembahasan

B.1. Gambaran Perawat Rawat Inap RSUD Sinjai 88

B.2. Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Perawat 93

B.3. Pengaruh Beban Kerja Terhadap Kinerja Perawat 102

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 106

B. Saran 106

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xiii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Distribusi jenis Kelamin Perawat Berdasarkan Tingkat Kinerja 76

2. Distribusi Usia Perawat Berdasarkan Tingkat Kinerja 77

3. Distribusi Pendidikan Perawat Berdasarkan Tingkat Kinerja 78

4. Distribusi Lama Kerja Perawat Berdasarkan Tingkat Kinerja 79

5. Distribusi Status Kepegawaian Perawat 79

Berdasarkan Tingkat Kinerja

6. Distribusi Perawat Berdasarkan Tingkat Motivasi 80

7. Distribusi Frekuensi Indikator Penilaian Motivasi 81

8. Distribusi Perawat Berdasarkan Tingkat Beban Kerja 81

9. Distribusi Frekuensi Indikator Penilaian Beban Kerja 82

10. Distribusi Perawat Berdasarkan Tingkat Kinerja 83

11. Distribusi Frekuensi Indikator Penilaian Kinerja 84

12. Hasil Analisis Variabel Motivasi terhadap Kinerja 85

13. Hasil Analisis Variabel Beban Kerja terhadap Kinerja 85

14. Uji Anova Pengaruh Motivasi dan 86

Beban Kerja dengan Kinerja

15. Model Summary Motivasi dan Beban Kerja 87

dengan Kinerja

16. Tabel Coeffisient Motivasi dan Beban Kerja terhadap Kinerja 88

xiv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. A. Job Performance Model of Motivation 44

2. Kerangka Teori Penelitian 65

3. Kerangka Konsep 66

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam perspektif mutu layanan kesehatan erat kaitannya dengan

faktor-faktor subjektivitas orang yang berkepentingan, baik pasien/

konsumen, pemberi layanan kesehatan (provider), penyandang dana,

masyarakat, ataupun pemilik sarana layanan kesehatan. (Pohan, 2007).

Ketersediaan sumber daya manusia kesehatan termasuk

didalamnya tenaga dokter, perawat, bidan, dan sebagainya, yang

merupakan unsur pokok input dalam suatu sistem pelayanan kesehatan,

memberikan andil yang cukup besar dalam penciptaan performance

pelayanan sebagai supplay atas tuntutan kebutuhan kesehatan

masyarakat yang semakin hari semakin meningkat (Gillies, 2004).

Pelayanan rumah sakit saat ini jauh lebih kompleks. Rumah sakit

merupakan industri padat modal, padat karya (padat sumber daya) serta

padat teknologi. Sumber daya manusia merupakan komponen utama

proses pelayanan.(Supriyanto,2010).

Dalam hal rujukan medik, rumah sakit juga diandalkan untuk

memberikan pengayoman medik (pusat rujukan) untuk pusat-pusat

2

pelayanan yang ada di wilayah kerjanya. Sifat pengayoman sangat erat

kaitannya dengan klasifikasi rumah sakit. Ada empat jenis rumah sakit

berdasarkan klasifikasi perumahsakitan di Indonesia yaitu kelas A, B, C,

dan D. Kelas rumah sakit yang lebih tinggi mengayomi kelas rumah sakit

yang lebih rendah dan mempunyai pengayoman wilayah yang lebih luas.

Pengayoman dilaksanakan melalui dua system rujukan yaitu system

rujukan kesehatan yang berkaitan dengan upaya promotif dan preventif

seperti bantuan teknologi, bantuan saran dan operasionalnya dan rujukan

yang berkaitan dengan pelayanan yang bersifat kuratif dan rehabilitative.

(Muninjaya, 2004)

Salah satu indikator keberhasilan rumah sakit yang efektif dan

efisien adalah tersedianya SDM yang cukup dengan kualitas yang tinggi,

profesional sesuai dengan fungsi dan tugas setiap personel. Ketersediaan

SDM rumah sakit disesuaikan dengan kebutuhan rumah sakit berdasarkan

tipe rumah sakit dan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Untuk

itu ketersediaan SDM di rumah sakit harus menjadi perhatian pimpinan.

Salah satu upaya penting yang harus dilakukan pimpinan rumah sakit

adalah merencanakan kebutuhan SDM secara tepat sesuai dengan fungsi

pelayanan setiap unit, bagian, dan instalasi rumah sakit (Ilyas, 2004).

Keperawatan merupakan bagian integral dari sistem pelayanan

kesehatan dan merupakan salah satu faktor yang menentukan

tercapainya pembangunan nasional, karena keperawatan mempunyai

andil cukup besar dalam menentukan mutu pelayanan kesehatan. Hal ini

3

disebabkan jumlah tenaga keperawatan yang mendominasi tenaga

kesehatan secara keseluruhan dan mempunyai kontak lebih lama dengan

pasien. Untuk itu perlu diperhatikan kinerja perawat dalam melaksanakan

tugas dan fungsinya dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada

pasien.

Kinerja perawat dipengaruhi oleh berbagai faktor berdasarkan model

teori Gibson (1997) yang mengemukakan bahwa ada tiga variabel yang

mempengaruhi perilaku dan kinerja individu yaitu:

1. Variabel individu (kemampuan dan keterampilan, latar

belakang, demografis)

2. Variabel psikologis (persepsi, kepribadian, belajar dan

motivasi)

3. Variabel organisasi (sumber daya, kepemimpinan, imbalan,

struktur dan desain pekerjaan, beban kerja, supervisi.

(Ilyas,2002).

Pelayanan yang diberikan oleh perawat masih sering dikeluhkan

oleh masyarakat terutama pada pelayanan di unit rawat inap. Sorotan

terhadap rendahnya kinerja perawat merupakan masalah yang harus

segera ditanggulangi, sebab pelayanan keperawatan menentukan mutu

pelayanan rumah sakit. Kinerja yang jelek akan berdampak terhadap

rendahnya mutu pelayanan, pasien merasa kurang nyaman dan tidak

puas.

4

Kinerja dalam hal ini erat kaitannnya dengan seberapa besar

motivasi dan beban kerja perawat dalam memberikan pelayanan

kesehatan. Semakin besar motivasi perawat semakin tinggi pula

kinerjanya. Semakin rendah beban kerja perawat semakin baik kinerjanya.

Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Ahmad Ahid Mudayana ,2010 yang menunjukkan bahwa ada pengaruh

motivasi kerja terhadap kinerja karyawan di RS Nur Hidayah Bantul. Ada

pengaruh faktor motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik terhadap kinerja

karyawan di RS Nur Hidayah Bantul. Ada pengaruh sub variabel motivasi

intrinsik (tanggung jawab, pengakuan, prestasi kerja, pengembangan

karir, pekerjaan, promosi) terhadap kinerja karyawan di RS Nur Hidayah

Bantul. Pengembangan karir memiliki pengaruh tertinggi dibandingkan

dengan sub variabel motivasi intrinsik lainnya. Tidak ada pengaruh sub

variabel motivasi ekstrinsik (hubungan kerja dan gaji) terhadap kinerja

karyawan di RS Nur Hidayah Bantul. Ada pengaruh sub variabel kondisi

kerja dalam motivasi ekstrinsik terhadap kinerja karyawan di RS Nur

Hidayah Bantul.

Begitu juga dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Nurnaningsi

Batuah dkk, 2012 yang menyimpulkan bahwa ada hubungan yang

bermakna antara beban kerja terhadap kinerja perawat pelaksana dalam

pemberian pelayanan kesehatan di ruang rawat inap Rumah Sakit Islam

Faisal Makassar.

5

Adapun jumlah Perawat Unit Instalasi Rawat Inap RSUD Kabupaten

Sinjai adalah 179 perawat yang terdiri dari Unit Interna sebanyak 53

perawat, unit perawatan anak sebanyak 27 perawat, ICU sebanyak 25

perawat, unit perawatan bedah sebanyak 37 perawat dan unit kebidanan

dan kandungan sebanyak 37 perawat. Dimana perawat terbagi dalam tiga

shift kerja, pagi, sore dan malam.

Jumlah pasien rawat inap mengalami peningkatan signifikan seperti

yang terjadi pada tahun 2013 dengan jumlah 5.471 pasien meningkat

menjadi 7.136 pasien pada tahun 2014. Dimana pada perawatan interna

yang pasiennya berjumlah 1.930 meningkat menjadi 2.461 pasien. Pada

perawatan KIA dari 1.385 pasien pada tahun 2013 meningkat menjadi

2.110 pasien pada tahun 2014. Sedangkan jumlah pasien pada perawatan

anak 630 menjadi 687 pasien. Untuk pasien perawatan bedah berjumlah

1.105 meningkat menjadi 1.409 pasien dan pada perawatan ICU jumlah

pasien 421 pada tahun 2013 meningkat menjadi 468 pasien pada tahun

2014. Pasien ini tersebar di masing –masing ruang perawatan rawat inap

yang memiliki jumlah tempat tidur 154 buah.

Selain itu, berdasarkan indikator pengukuran kinerja Rumah Sakit

pada tahun 2014 pemanfaatan tempat tidur di Rumah Sakit Umum Daerah

Sinjai masih belum maksimal yang menunjukkan adanya penurunan

dibanding tahun 2013 (BOR=61 %, LOS=4 hari). Hal ini dapat dilihat pada

tahun 2014 dengan nilai BOR=58 % , LOS=4 hari yang masih di bawah

nilai ideal. Dimana Bed Occupancy Rate (BOR) adalah presentase

6

pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu. BOR merupakan

gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur. Nilai BOR

yang ideal adalah antara 60 – 85%. Sedangkan Length Of Stay (LOS)

adalah rata – rata lamanya seorang pasien di rawat, merupakan

gambaran tingkat efisiensi dan mutu pelayanan. Secara umum nilai LOS

yang ideal antara 6 – 9 hari.

Gambaran di atas menunjukkan bahwa jumlah perawat di ruang

rawat inap 179 orang dan jumlah tempat tidur 154 buah dengan jumlah

pasien yang senantiasa mengalami peningkatan dan di sisi lain capaian

indikator kinerja pada tahun 2014 untuk nilai BOR, LOS, mengalami

penurunan dibanding tahun 2013 yang tentunya hal ini menjadi tantangan

bagi Rumah Sakit Umum Daerah untuk membuat upaya-upaya yang

dapat meningkatkan nilai indikator-indikator tersebut. Salah satunya

dengan peningkatan kinerja tenaga perawat yang berhubungan langsung

dengan pasien sehingga diharapkan perawatan pasien menjadi lebih

optimal yang dapat meningkatkan mutu pelayanan. Untuk itu penulis

tertarik untuk meneliti Pengaruh Motivasi dan Beban Kerja terhadap

Kinerja Perawat Unit Rawat Inap RSUD Kab.Sinjai.

7

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah ada pengaruh motivasi dan beban kerja terhadap kinerja

perawat pada unit rawat inap RSUD Kab. Sinjai.

2. Faktor mana yang paling dominan berpengaruh terhadap kinerja

perawat pada unit rawat inap RSUD Kab. Sinjai.

B. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum:

Untuk menganalisis pengaruh motivasi dan beban kerja terhadap

kinerja perawat di unit rawat inap RSUD Kab. Sinjai.

b. Tujuan Khusus:

1. Untuk menganalisis pengaruh motivasi terhadap kinerja perawat di

unit rawat inap RSUD Kab. Sinjai.

2. Untuk menganalisis pengaruh beban kerja terhadap kinerja

perawat di unit rawat inap RSUD Kab. Sinjai.

8

3. Untuk menganalisis faktor dominan yang berpengaruh terhadap

kinerja perawat unit rawat inap RSUD Kab. Sinjai.

C. Kegunaan Penelitian

1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pada

pengembangan ilmu pengetahuan khususnya sumber daya manusia.

2. Sebagai bahan masukan bagi kantor RSUD Kab. Sinjai dalam rangka

peningkatan kinerja perawat unit rawat inap.

3. Sebagai bahan referensi bagi para peneliti selanjutnya.

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Rumah Sakit

Pengertian rumah sakit menurut WHO: adalah suatu bagian

menyeluruh (integral) organisasi sosial dan medis, yang mempunyai

fungsi memberikan pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat

baik kuratif maupun preventif. Rumah sakit pun merupakan pusat untuk

latihan tenaga kesehatan dan penelitian bio-psiko-sosioekonomi-budaya.

(Supriyanto,2010).

Definisi rumah sakit menurut DEPKES RI (1989) yaitu merupakan

pusat pelayanan rujukan medik spesialistik, dengan fungsi utama

menyediakan dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat

penyembuhan kuratif dan pemulihan (rehabilitative) pasien.

Rumah sakit menurut SK Menteri Kesehatan RI No

983/MENKES/SK/1992 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum

adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan bersifat

dasar, spesialistik dan sub-spesialistik sedangkan klasifikasinya

berdasarkan perbedaan tingkat menurut kemampuan pelayanan

kesehatan yang dapat disediakan yaitu rumah sakit kelas A, kelas B

(pendidikan dan non kependidikan) kelas C dan kelas D.

10

Menurut Supriyanto, 2010 organisasi rumah sakit merupakan

organisai yang unik dan kompleks. Unik karena di rumah sakit terdapat

proses yang menghasilkan jasa perhotelan sekaligus jasa medis dan

perawatan dalam bentuk pelayanan kepada pasien yang rawat inap

maupun berobat jalan. Kompleks karena terdapat permasalahan yang

sangat rumit. Rumah sakit merupakan suatu organisasi padat karya

dengan latar pendidikan yang berbeda-beda. Di dalamnya ada berbagai

macam fasilitas pengobatan dan berbagai macam peralatan. Kemudian,

orang yang dihadapi adalah orang-orang yang beremosi labil, tegang, dan

emosional karena sedang dalam keadaan sakit, termasuk keluarga

pasien. Oleh karena itu pelayanan rumah sakit jauh lebih kompleks

daripada hotel.

1. Merupakan industri padat modal dan padat karya (padat

sumber daya) serta padat teknologi. Sumber daya manusia

merupakan komponen utama proses pelayanan.

2. Sifat produk rumah sakit sangat beragam, demikian pula

proses layanan yang bervariasi, meskipun input sama.

Kadang-kadang sulit memisahkan antara proses keluaran

(output) dan hasil (outcome).

3. Jenis produk/jasa rumah sakit bisa berupa private goods

(pelayanan dokter, keperawatan, farmasi, gizi), public goods

(layanan parkir, front office, customer service, cleaning

11

service, house keeping, laundry, perbankan, travel,

minimarket, imunisasi)

B. Tinjauan Umum Keperawatan

Praktik keperawatan adalah tindakan perawat profesional melalui

kerjasama berbentuk kolaborasi dengan klien dan tenaga kesehatan lain

dalam memberikan asuhan keperawatan atau sesuai dengan lingkungan,

wewenang dan tanggungjawabnya. (Nursalam, 2002). Kewenangan

perawat adalah hak dan otonomi untuk melaksanakan asuhan

keperawatan berdasarkan kemampuan, tingkat pendidikan dan posisi

sarana kesehatan. Kewenangan perawat adalah melakukan asuhan

keperawatan meliputi pada kondisi sehat dan sakit yang mencakup askep

pada perinatal, askep pada neonatal, askep pada anak, askep pada

dewasa, dan askep meternitas, dimana sasarannya adalah individu,

keluarga, kelompok dan masyarakat.

Menurut keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur

Negara No.94/Kep/M.PAN/II/2001 tentang jabatan fungsional perawat dan

angka kreditnya pada Bab 1 ayat 2 dinyatakan bahwa pelayanan

keperawatan adalah pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan

kiat keperawatan yang mencakup biopsikososiospiritual yang

komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan

12

masyarakat, baik sakit maupun sehat, yang meliputi peningkatan derajat

kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan dan pemulihan

kesehatan dan menggunakan pendekatan proses keperawatan. Pada Bab

II pasal 4 dinyatakan bahwa tugas pokok perawat adalah memberikan

pelayanan keperawatan berupa asuhan keperawatan/ kesehatan kepada

individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat dalam upaya kesehatan

pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, dan pemulihan serta

pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka kemandirian di bidang

keperawatan/ kesehatan.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No

1239/MenKes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat pada

Bab IV pasal 15 dikatakan bahwa perawat dalam melaksanakan praktek

keperawatan berwenang untuk:

a. Melaksanakan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian,

penetapan, diagnosa keperawatan, perencanaan,

melaksankan tindakan keperawatan dan evaluasi

keperawatan.

b. Tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada butir a

meliputi intervensi keperawatan, observasi keperawatan,

pendidikan dan konseling kesehatan.

c. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana

dimaksud pada butir a dan b harus sesuai dengan standar

asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi.

13

d. Pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan

berdasarkan permintaan tertulis dari dokter.

Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam

pasal 16 yaitu:

a. Menghormati hak pasien

b. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani

c. Menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku

d. Memberikan informasi

e. Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan

f. Melakukan catatan perawatan dengan baik.

Keperawatan di Indonesia saat ini masih berada dalam proses

mewujudkan keperawatan sebagai profesi. Ini merupakan proses jangka

panjang yang ditujukan untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan

masyarakat Indonesia. Perubahan yang terjadi akan mencakup seluruh

aspek keperawatan yaitu:

1. Penataan pendidikan tinggi keperawatan

2. Pelayanan dan asuhan keperawatan

3. Pembinaan dan kehidupan keprofesian

4. Penataan lingkungan untuk perkembangan keperawatan.

Pengembangan dalam berbagai aspek keperawatan ini bersifat

saling berhubungan, saling mempengaruhi, dan saling berkepentingan.

14

Inovasi dalam keempat aspek di atas merupakan fokus utama

keperawatan dalam proses profesionalisme serta mempersiapkan diri

dengan sebaik-baiknya dalam menghadapi tantangan keperawatan di

masa yang akan datang. (Nursalam, 2007).

Fokus utama keperawatan pada beberapa dasawarsa terakhir

adalah kesehatan masyarakat dengan target populasi total. Keperawatan

memandang manusia tidak hanya dari aspek fisik, tetapi manusia

dipandang sebagai makhluk biopsikososiospiritual. Tujuan praktik

keperawatan sesuai yang dicanangkan WHO (1985) harus diupayakan

pada pencegahan primer, peningkatan kesehatan pasien, perawatan diri,

dan peningkatan kepercayaan diri. (Priharjo,2008)

C. Tinjauan Umum Tentang Kinerja

C.1. Pengertian Kinerja

Kinerja merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, work

performance atau job performance tetapi dalam bahasa Inggrisnya sering

disingkat menjadi performance saja. Kinerja dalam bahasa Indonesia

disebut juga prestasi kerja. Kinerja atau prestasi kerja (performance)

diartikan sebagai kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap,

keterampilan dan motivasi dalam mengerjakan sesuatu. Masalah kinerja

selalu mendapat perhatian dalam manajemen karena sangat berkaitan

15

dengan produktivitas lembaga atau organisasi “Performance = ability x

motivation”. Faktor utama yang mempengaruhi kinerja adalah kemampuan

dan kemauan. Banyak orang mampu tetapi tidak mau sehingga tetap tidak

menghasilkan kinerja yang baik. Sama halnya banyak orang mau tetapi

tidak mampu juga tetap tidak menghasilkan kinerja apa-apa. Kinerja

adalah sesuatu yang dicapai atau kemampuan bekerja. Simamora (2001)

menyatakan bahwa prestasi kerja (performance) diartikan sebagai suatu

pencapaian persyaratan pekerjaan tertentu yang akhirnya secara

langsung dapat tercermin dari output yang dihasilkan baik kuantitas

maupun kualitasnya.

Ilyas (2002) menyatakan bahwa kinerja adalah penampilan hasil

karya personil baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi.

Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja

personel. Penampilan kerja personel tidak terbatas pada personel yang

memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada

keseluruhan jajaran personel yang ada dalam organisasi.

Kinerja keperawatan mencerminkan kemampuan perawat untuk

mengimplementasikan proses asuhan keperawatan (Ilyas, 2002).

C.2. Teori-teori Tentang Kinerja

Menurut Gibson (1997) dalam Ilyas (2002) untuk mengetahui

faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja personel dilakukan pengkajian

terhadap tiga kelompok variabel yaitu : variabel individu, variabel

16

organisasi dan variabel psikologis. Ketiga variabel tersebut sangat

mempengaruhi perilaku kerja personel yang berkaitan erat dengan tugas-

tugas yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran suatu jabatan

atau tugas dalam organisasi.

Menurut Henry Simamora (1995:500), kinerja (performance)

dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu:

a. Faktor individual yang terdiri dari : kemampuan dan keahlian,

latar belakang, demografi

b. Faktor psikologis yang terdiri dari: persepsi, attitude,

personality, pembelajaran, motivasi

c. Faktor organisasi terdiri dari: sumber daya, kepemimpinan,

penghargaan, struktur, job design, supervise, control..

Kinerja individu adalah hasil kerja karyawan baik dari segi kualitas

maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan.

Kinerja individu ini akan tercapai apabila didukung oleh atribut individu,

upaya kerja (work effort), dan dukungan organisasi. Menurut Ruky (2002),

Manajemen Kinerja adalah kegiatan atau program yang diprakarsai dan

dilaksanakan oleh pimpinan organisasi untuk merencanakan,

mengarahkan dan mengendalikan prestasi karyawan.

Menurut Lembaga Administrasi Negara (2004), kinerja adalah

gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan,

17

program, kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi

organisasi.

Menurut Teori Attribusi atau Expectancy Theory, dikemukakan oleh

Heider dalam Siagian (2002), pendekatan attribusi mengenai kinerja

dirumuskan sebagai berikut :

K = M x A

Keterangan :

K = Kinerja, M = Motivasi, A = Ability

Konsep ini akhirnya menjadi sangat populer dan seringkali diikuti

oleh para ahli-ahli lain, menurut konsep teori ini, kinerja adalah interaksi

antara motivasi dengan ability (kemampuan), yang mempunyai arti orang

yang tinggi motivasinya tetapi memiliki kemampuan yang rendah akan

menghasilkan kinerja yang rendah, begitu pula orang yang

berkemampuan tinggi tetapi rendah motivasinya. Motivasi merupakan

faktor penting dalam mendorong setiap karyawan untuk bekerja secara

produktif, sehingga berdampak pada kinerja karyawan (Siagian, 2002).

C.3. Penilaian Kinerja

Menurut Swanburg, 1987 dalam Nursalam, 2011 penilaian kinerja

merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer perawat dalam

mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas. Proses penilaian

kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan perilaku

18

pegawai dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan dalam kualitas

dan volume yang tinggi. Manajer perawat dapat menggunakan proses

operasional kinerja untuk mengatur arah kerja dalam memilih, melatih dan

membimbing perencanaan karier, serta penghargaan kepada perawat

yang berkompeten.

Menurut Winardi (2002), penilaian kinerja adalah proses menilai

hasil karya personel dalam suatu organisasi melalui instrumen penilaian

kinerja. Pada hakikatnya, penilaian kinerja merupakan suatu evaluasi

terhadap penampilan kerja personel dengan membandingkannya dengan

standar baku penampilan. Adapun model-model penilaian kinerja antara

lain :

1. Penilaian sendiri (Self assessment)

Adalah model penilaian dengan menggunakan teori kontrol

dan interaksi simbolik. Kedua teori ini mendorong dan memberikan

kerangka pemikiran bagi pemahaman fungsi penelitian. Menurut

teori ini, individu harus menyelesaikan tiga tugas untuk mencapai

tujuan mereka yaitu : (1) menetapkan standar untuk perilaku

mereka, (2) mendeteksi perbedaan antara perilaku mereka dan

standarnya (umpan balik), (3) berperilaku yang sesuai dan layak

untuk mengurangi perbedaan ini.

2. Penilaian berdasarkan efektivitas

Penilaian berdasarkan efektivitas (effectiveness based

evaluation) dengan menggunakan sasaran perusahaan sebagai

19

indikasi penilaian kinerja. Metode penilaian ini biasanya dilakukan

oleh perusahaan-perusahaan besar yang mempekerjakan banyak

personel dan menggunakan sistem pengelolaan perusahaan

berdasarkan sasaran (Manajemen Berdasarkan Sasaran = MBS).

Menurut Gillies (1996) dalam Nursalam, 2011 untuk mengevaluasi

bawahan secara tepat dan adil, manager sebaiknya mengamati

prinsip-prinsip tertentu:

a. Evaluasi pekerja sebaiknya didasarkan pada standar

pelaksanaan kerja, orientasi pada tingkah laku untuk posisi

yang ditempati.

b. Sampel tingkah laku perawat yang cukup representative

sebaiknya diamati dalam rangka evaluasi pelaksanaan

kerjanya.

c. Perawat sebaiknya diberi salinan deskripsi kerjanya, standar

pelaksanaan kerja, dan bentuk evaluasi untuk peninjauan

ulang sebelum pertemuan evaluasi, sehingga baik perawat

maupun supervisor dapat mendiskusikan evaluasi dari

kerangka kerja yang sama.

d. Di dalam menuliskan penilaian pelaksanaan kerja pegawai,

manager sebaiknya menunjukkan segi-segi dimana

pelaksanaan kerja itu bisa memuaskan dan perbaikan apa

yang dilakukan

20

e. Jika diperlukan, manager sebaiknya menjelaskan area mana

yang akan diprioritaskan, seiring dengan usaha perawat

untuk melaksanakan kerjanya.

f. Pertemuan evaluasi sebaiknya dilakukan pada waktu yang

cocok bagi perawat dan manajer. Dan diskusi evaluasi

sebaiknya dilakukan dalam waktu yang cukup bagi

keduanya.

g. Baik laporan evaluasi maupun pertemuan sebaiknya disusun

dengan terencana, sehingga perawat tidak merasa kalau

pelaksanaan kerjanya sedang dianalisis. (Simpson,1985)

Menurut Nursalam (2011) , manfaat yang dapat dicapai dalam penilaian

kinerja adalah:

a. Meningkatkan prestasi kerja staf, baik secara individu atau

kelompok, dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk

memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dalam rangka pencapaian

tujuan pelayanan.

b. Peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan

pada gilirannya akan mempengaruhi atau mendorong SDM secara

keseluruhan.

c. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan

meningkatkan hasil karya dan prestasi, dengan cara memberikan

umpan balik kepada mereka tentang prestasinya.

21

d. Membantu rumah sakit untuk menyusun program

pengembangannya dan pelatihan staf yang lebih tepat guna.

Sehingga RS akan mempunyai tenaga yang cakap dan terampil

untuk pengembangan pelayanan keperawatan di masa depan.

e. Menyediakan sarana dan alat untuk membandingkan prestasi

kerja dengan meningkatkan gaji atau system imbalan yang baik.

f. Memberikan kesempatan kepada pegawai atau staf untuk

mengeluarkan perasaannya tentang pekerjaannya, atau hal lain

yang ada kaitannya melalui jalur komunikasi dan dialog, sehingga

dapat memperat hubungan atasan dan bawahan.

Dalam menilai kinerja bawahan diperlukan alat ukur. Agar efektif

alat evaluasinya sebaiknya dirancang untuk mengurangi bias,

meningkatkan objektivitas, serta menjamin keabsahan dan ketahanan.

Menurut Handerson (1984) dalam Nursalam (2011), alat yang digunakan

untuk menilai kinerja bawahan antara lain:

a. Laporan tanggapan bebas.

Pimpinan atau atasan diminta memberikan komentar tentang

kualitas pelaksanaan kerja bawahan dalam jangka waktu tertentu.

Karena tidak ada petunjuk sehubungan dengan apa yang harus

dievaluasi, sehingga penilaian cenderung menjadi tidak sah. Alat ini

kurang objektif karena mengabaikan satu atau lebih aspek penting.

22

b. Checklist pelaksanaan kerja

Checklist terdiri dari daftar kriteria pelaksanaan kerja untuk

tugas-tugas yang paling penting dalam deskripsi kerja karyawan,

dengan lampiran formulir dimana penilaian dapat menyatakan apakah

bawahan memperlihatkan tingkah laku yang diinginkan atau tidak.

Proses kegiatan penilaian kinerja menurut Nursalam, 2011 meliputi:

1. Merumuskan tanggung jawab dan tugas yang harus dicapai oleh

staf keperawatan. Rumusan tersebut telah disepakati oleh

atasannya, sehingga langkah perumusan tersebut dapat

memberikan kontribusi berupa hasil.

2. Menyepakati sasaran kerja dalam bentuk hasil yang harus dicapai

oleh karyawan dalam kurun waktu tertentu dengan penempatan

standar prestasi dan tolak ukur yang telah ditetapkan.

3. Melakukan monitoring, koreksi dan memberikan kesempatan serta

bantuan yang diperlukan oleh stafnya.

4. Menilai prestasi kerja staf melalui perbandingan antara prestasi

yang dicapai dengan standar yang telah ditetapkan.

5. Memberikan umpan balik kepada staf/ karyawan yang dinilai dalam

proses pemberian umpan balik ini, atasan dan bawahan perlu

membicarakan cara-cara memeperbaiki kelemahan yang telah

diketahui untuk meningkatkan prestasi pada periode berikutnya.

Ada beberapa metode yang dapat digunakan pula dalam

melakukan penilaian kinerja antara lain:

23

1. Essai tertulis

Metode ini adalah metode evaluasi yang paling sederhana

yang mendeskripsikan kekuatan, kelemahan, kinerja masa lalu,

potensi dan sasaran perbaikan.

2. Insiden kritis

Menilai perilaku yang merupakan kunci untuk membedakan

antara melaksanakan pekerjaan secara efektif dan tidak efektif.

Daftar insiden kritis memberikan seperangkat contoh yang dapat

diperhatikan karyawan tentang prilaku yang diinginkan dan yang

memerlukan perbaikan.

3. Skala penilaian grafik

Metode evaluasi dimana pengevaluasi menilai factor-faktor

kinerja berdasarkan skala incremental. Dalam metode ini didaftar

seperangkat faktor kinerja seperti kualitas dan kuantitas kerja,

kedalaman pengetahuan, kejujuran, kerjasama, kesetiaan,

kehadiran, kejujuran dan prakarsa. Kemudian mengevaluasi

mengurutkan dari atas ke bawah pada skala incremental

(meningkat).

4. Skala penilaian yang dikaitkan dengan perilaku

Skala yang menggabungkan unsur-unsur utama insiden

kritis dan skala penilaian grafis, penilai menilai karyawan berdasar

butir-butir pada kontinum, tetapi nilai itu berdasar contoh aktual

24

pada pekerja tertentu bukannya penggambaran umum atau ciri-ciri

kepribadian.

5. Perbandingan paksaan

Mengevaluasi kinerja satu individu terhadap kinerja satu atau

lebih individu. Ini merupakan piranti pengukuran relatif bukannya

mutlak.

D. Tinjauan Tentang Standar Asuhan keperawatan

Standar praktik merupakan salah satu perangkat yang diperlukan

oleh setiap tenaga profesional. Standar praktik keperawatan adalah

ekpektasi/harapan-harapan minimal dalam memberikan asuhan

keperawatan yang aman, efektif dan etis. Standar praktik keperawatan

merupakan komitmen profesi keperawatan dalam melindungi masyarakat

terhadap praktik yang dilakukan oleh anggota profesi. Lingkup Standar

Praktik Keperawatan Indonesia meliputi :

1. Standar Praktik Profesional

a. Standar I Pengkajian

b. Standar II Diagnosa Keperawatan

c. Standar III Perencanaan

d. Standar IV Pelaksanaan Tindakan (Impelementasi)

e. Standar V Evaluasi

25

2. Standar Kinerja Professional

a. Standar I Jaminan Mutu

b. Standar II Pendidikan

c. Standar III Penilaian Kerja

d. Standar IV Kesejawatan (collegial)

e. Standar V Etik

f. Standar VI Kolaborasi

g. Standar VII Riset

h. standar VIII Pemanfaatan sumber-sumber

Standar asuhan keperawatan adalah uraian pernyataan tingkat

kinerja yang diinginkan, sehingga kualitas struktur , proses dan hasil dapat

dinilai. Standar asuhan keperawatan berarti pernyataan kualitas yang

diinginkan dan dapat dinilai pemberian asuhan keperawatan terhadap

pasien/ klien. Hubungan antara kualitas dan standar menjadi dua hal yang

saling terkait erat, karena melalui standar dapat dikuantifikasi sebagai

bukti pelayanan meningkat dan memburuk (Wilkinson, 2006).

Tujuan dan manfaat standar asuhan keperawatan pada dasarnya

mengukur kualitas asuhan kinerja perawat dan efektifitas manajemen

organisasi. Dalam pengembangan standar menggunakan pendekatan dan

kerangka kerja yang lazim sehingga dapat ditata siapa yang bertanggung

jawab mengembangkan standar bagaimana proses pengembangan

tersebut. Standar asuhan berfokus pada hasil pasien, standar praktik

26

berorientasi pada kinerja perawat profesional untuk memberdayakan

proses keperawatan. Standar financial juga harus dikembangkan dalam

pengelolaan keperawatan sehingga dapat bermanfaat bagi pasien, profesi

perawat dan organisasi pelayanan. (Kawonal, 2000).

Setiap hari perawat bekerja sesuai standar- standar yang ada

seperti merancang kebutuhan dan jumlah tenaga berdasarkan volume

kerja, standar pemerataan dan distribusi pasien dalam unit khusus,

standar pendidikan bagi perawat profesional sebagai persyaratan agar

dapat masuk dan praktek dalam tatanan pelayanan keperawatan

professional.

Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan

pada praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien/

pasien di berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Dilaksanakan

berdasarkan kaidah-kaidah keperawatan sebagai suatu profesi yang

berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, bersifat humanistik, dan

berdasarkan pada kebutuhan objektif klien untuk mengatasi masalah yang

dihadapi klien.

Menurut Ali (1997) proses keperawatan adalah metode asuhan

keperawatan yang ilmiah, sistematis, dinamis, dan terus- menerus serta

berkesinambungan dalam rangka pemecahan masalah kesehatan pasien/

klien, dimulai dari pengkajian (pengumpulan data, analisis data dan

27

penentuan masalah), diagnosis keperawatan, pelaksanaan dan tindakan

keperawatan (evaluasi).

Asuhan keperawatan diberikan dalam upaya memenuhi kebutuhan

dasar manusia yaitu:

a. Kebutuhan fisiologis meliputi oksigen, cairan, nutrisi.

b. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan

c. Kebutuhan rasa cinta dan saling memiliki

d. Kebutuhan akan harga diri

e. Kebutuhan aktualisasi diri

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa

asuhan keperawatan merupakan seluruh rangkaian proses keperawatan

yang diberikan kepada pasien yang berkesinambungan dengan kiat-kiat

keperawatan yang dimulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi dalam

usaha memeperbaiki ataupun memelihara derajat kesehatan yang

optimal.

Tujuan Asuhan Keperawatan

Adapun tujuan dalam pemberian asuhan keperawatan antara lain:

a. Membantu individu untuk mandiri

b. Mengajak individu atau masyarakat berpartisipasi dalam bidang

kesehatan

28

c. Membantu individu mengembangkan potensi untuk memelihara

kesehatan secara optimal agar tidak tergantung pada orang

lain dalam memelihara kesehatannya

d. Membantu individu memperoleh derajat kesehatan yang

optimal

Fungsi Proses Keperawatan

Proses Keperawatan berfungsi sebagai berikut:

a. Memberikan pedoman dan bimbingan yang sistematis dan

ilmiah bagi tenaga keperawatan dalam memecahkan masalah

klien melalui asuhan keperawatan .

b. Memberi ciri profesionalisasi asuhan keperawatan melalui

pendekatan pemecahan masalah dan pendekatan komunikasi

yang efektif dan efisien.

c. Memberi kebebasan pada klien untuk mendapat pelayanan

yang optimal sesuai dengan kebutuhannya dalam

kemandiriannya di bidang kesehatan.

Tahap-Tahap Proses Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan

sistematis untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan

keperawatan yang di hadapi pasien baik fisik, mental, sosial maupun

spiritual dapat ditentukan. Tahap ini mencakup tiga kegiatan,yaitu

29

Pengumpulan Data, Analisis Data dan Penentuan Masalah kesehatan

serta keperawatan.

a. Pengumpulan data

Tujuan pengumpulan data adalah untuk memperoleh data

dan informasi mengenai masalah kesehatan yang ada pada pasien

sehingga dapat ditentukan tindakan yang harus diambil untuk

mengatasi masalah tersebut yang menyangkut aspek fisik, mental,

sosial dan spiritual serta faktor lingkungan yang mempengaruhinya.

Data tersebut harus akurat dan mudah dianalisis.

Jenis data antara lain:

1. Data Objektif, yaitu data yang diperoleh melalui suatu

pengukuran, pemeriksaan, dan pengamatan, misalnya suhu tubuh,

tekanan darah, serta warna kulit.

2. Data subjekif, yaitu data yang diperoleh dari keluhan yang

dirasakan pasien, atau dari keluarga pasien/saksi lain misalnya;

kepala pusing, nyeri dan mual.

Adapun fokus dalam pengumpulan data meliputi :

a. Status kesehatan sebelumnya dan sekarang

b. Pola koping sebelumnya dan sekarang

c. Fungsi status sebelumnya dan sekarang

d. Respon terhadap terapi medis dan tindakan keperawatan

e. Resiko untuk masalah potensial

30

f. Hal-hal yang menjadi dorongan atau kekuatan klien

b. Analisa data

Analisa data adalah kemampuan dalam mengembangkan

kemampuan berpikir rasional sesuai dengan latar belakang ilmu

pengetahuan.

c. Perumusan masalah

Setelah analisa data dilakukan, dapat dirumuskan beberapa

masalah kesehatan. Masalah kesehatan tersebut ada yang dapat

diintervensi dengan Asuhan Keperawatan (Masalah Keperawatan)

tetapi ada juga yang tidak dan lebih memerlukan tindakan medis.

Selanjutnya disusun Diagnosis Keperawatan sesuai dengan

prioritas.

c.1. Prioritas masalah ditentukan berdasarkan kriteria penting dan

segera. Penting mencakup kegawatan dan apabila tidak diatasi

akan menimbulkan komplikasi, sedangkan Segera mencakup waktu

misalnya pada pasien stroke yang tidak sadar maka tindakan harus

segera dilakukan untuk mencegah komplikasi yang lebih parah atau

kematian.

c.2. Prioritas masalah juga dapat ditentukan berdasarkan hierarki

kebutuhan menurut Maslow, yaitu : Keadaan yang mengancam

kehidupan, keadaan yang mengancam kesehatan, persepsi

tentang kesehatan dan keperawatan.

31

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan

respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari

individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat

mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga

status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah

(Carpenito,2000). Perumusan diagnosa keperawatan :

a. Aktual : Menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai dengan data

klinik yang ditemukan.

b. Resiko : Menjelaskan masalah kesehatan nyata akan terjadi jika

tidak dilakukan intervensi.

c. Kemungkinan : Menjelaskan bahwa perlu adanya data tambahan

untuk memastikan masalah keperawatan kemungkinan.

d. Wellness : Keputusan klinik tentang keadaan individu, keluarga

atau masyarakat dalam transisi dari tingkat sejahtera tertentu

ketingkat sejahtera yang lebih tinggi.

e. Syndrom : diagnosa yang terdiri dari kelompok diagnosa

keperawatan aktual dan resiko tinggi yang diperkirakan

muncul/timbul karena suatu kejadian atau situasi tertentu.

3. Rencana keperawatan

Semua tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu

klien beralih dari status kesehatan saat ini ke status kesehatan yang di

32

uraikan dalam hasil yang di harapkan (Gordon,1994). Merupakan

pedoman tertulis untuk perawatan klien. Rencana perawatan terorganisasi

sehingga setiap perawat dapat dengan cepat mengidentifikasi tindakan

perawatan yang diberikan. Rencana asuhan keperawatan yang di

rumuskan dengan tepat memfasilitasi konyinuitas asuhan perawatan dari

satu perawat ke perawat lainnya. Sebagai hasil, semua perawat

mempunyai kesempatan untuk memberikan asuhan yang berkualitas

tinggi dan konsisten. Rencana asuhan keperawatan tertulis mengatur

pertukaran informasi oleh perawat dalam laporan pertukaran dinas.

Rencana perawatan tertulis juga mencakup kebutuhan klien jangka

panjang (Potter,1997)

4. Implementasi keperawatan

Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan

yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai dimulai setelah rencana

tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien

mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang

spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi masalah kesehatan klien. Adapun tahap-tahap dalam

tindakan keperawatan adalah sebagai berikut :

Tahap 1 : persiapan

Tahap awal tindakan keperawatan ini menuntut perawat untuk

mengevaluasi yang diindentifikasi pada tahap perencanaan.

33

Tahap 2 : intervensi

Fokus tahap pelaksanaan tindakan perawatan adalah kegiatan dan

pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik

dan emosional. Pendekatan tindakan keperawatan meliputi tindakan :

independen,dependen,dan interdependen.

Tahap 3 : dokumentasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan

yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses

keperawatan.

5. Evaluasi

Perencanaan evaluasi memuat kriteria keberhasilan proses dan

keberhasilan tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat

dengan jalan membandingkan antara proses dengan pedoman/rencana

proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan

membandingkan antara tingkat kemandirian pasien dalam kehidupan

sehari-hari dan tingkat kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan yang

telah di rumuskan sebelumnya. Sasaran evaluasi adalah sebagai berikut:

Proses asuhan keperawatan, berdasarkan kriteria/ rencana yang telah

disusun. Hasil tindakan keperawatan ,berdasarkan kriteria keberhasilan

yang telah di rumuskan dalam rencana evaluasi.

Terdapat 3 kemungkinan hasil evaluasi yaitu :

34

a. Tujuan tercapai,apabila pasien telah menunjukkan perbaikan/

kemajuan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

b. Tujuan tercapai sebagian,apabila tujuan itu tidak tercapai secara

maksimal, sehingga perlu di cari penyebab dan cara mengatasinya.

c. Tujuan tidak tercapai, apabila pasien tidak menunjukan

perubahan/kemajuan sama sekali bahkan timbul masalah

baru.dalam hal ini perawat perlu untuk mengkaji secara lebih

mendalam apakah terdapat data, analisis, diagnosa, tindakan, dan

faktor-faktor lain yang tidak sesuai yang menjadi penyebab tidak

tercapainya tujuan.

Setelah seorang perawat melakukan seluruh proses keperawatan

dari pengkajian sampai dengan evaluasi kepada pasien ,seluruh

tindakannya harus didokumentasikan dengan benar dalam dokumentasi

keperawatan.

Dokumentasi keperawatan

Dokumentasi adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak

yang dapat diandalkan sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang

berwenang (potter 2005). Potter (2005) juga menjelaskan tentang tujuan

dalam pendokumentasian yaitu :

35

1. Komunikasi

Sebagai cara bagi tim kesehatan untuk mengkomunikasikan

(menjelaskan) perawatan klien termasuk perawatan individual,

edukasi klien dan penggunaan rujukan untuk rencana pemulangan.

2. Tagihan

Financial Dokumentasi dapat menjelaskan sejauh mana lembaga

perawatan mendapatkan ganti rugi (reimburse) atas pelayanan yang

diberikan bagi klien.

3. Edukasi

Dengan catatan ini peserta didik belajar tentang pola yang harus

ditemui dalm berbagai masalah kesehatan dan menjadi mampu untuk

mengantisipasi tipe perawatan yang dibutuhkan klien.

4. Pengkajian

Catatan memberikan data yang digunakan perawat untuk

mengidentifikasi dan mendukung diagnosa keperawatan dan

merencanakan intervensi yang sesuai.

5. Riset

Perawat dapat menggunakan catatan klien selama studi riset untuk

mengumpulkan informasi tentang faktor-faktor tertentu

6. Audit dan pemantauan

Tinjauan teratur tentang informasi pada catatan klien memberi dasar

untuk evaluasi tentang kualitas dan ketepatan perawatan yang

diberikan dalam suatu institusi.

36

7. Dokumentasi legal

Pendokumentasian yang akurat adalah salah satu pertahanan diri

terbaik terhadap tuntutan yang berkaitan dengan asuhan

keperawatan.

Dokumentasi Penting untuk Meningkatkan Efisiensi dan Perawatan Klien

secara Individual

Ada enam penting penting dalam dokumentasi keperawatan yaitu :

1. Dasar Faktual

Informasi tentang klien dan perawatannya harus berdasarkan fakta

yaitu apa yang perawat lihat, dengar dan rasakan.

2. Keakuratan

Catatan klien harus akurat sehingga dokumentasi yang tepat dapat

dipertahankan klien.

3. Kelengkapan

Informasi yang dimasukan dalam catatan harus lengkap, mengandung

informasi singkat tentang perawatan klien.

4. Keterkinian

Memasukan data secara tepat waktu penting dalam perawatan

bersama klien

5. Organisasi

Perawat mengkomunikasikan informasi dalam format atau urutan

37

yang logis. Contoh catatan secara teratur menggambarkan nyeri klien,

pengkajian dan intervensi perawat dan dokter.

6. Kerahasiaan

Informasi yang diberikan oleh seseorang ke orang lain dengan

kepercayaan dan keyakinan bahwa informasi tersebut tidak akan

dibocorkan. Melalui dokumentasi keperawatan akan dapat dilihat

sejauh mana peran dan fungsi perawat dalam memberikan asuhan

keperawatan pada klien. Hal ini akan bermanfaat bagi peningkatan

mutu pelayanan dan bahan pertimbangan dalam kenaikan jenjang

karir/ kenaikan pangkat. Selain itu dokumentasi keperawatan juga

dapat menggambarkan tentang kinerja seorang Perawat.

E. Tinjauan tentang Motivasi

E.1. Pengertian Motivasi Kerja

Pada awalnya, motivasi seseorang untuk melakukan kegiatan

muncul karena merasakan perlunya memenuhi kebutuhan. Apabila

kebutuhan telah terpenuhi, motivasinya akan menurun. Kemudian

berkembang pemikiran bahwa motivasi juga diperlukan untuk mencapai

tujuan tertentu. Namun apabila tujuan telah tercapai, biasanya motivasi

juga menurun. Oleh karena itu, motivasi dapat dikembangkan apabila

timbul kebutuhan maupun tujuan baru. Apabila pemenuhan kebutuhan

38

merupakan kepentingan manusia, maka tujuan dapat menjadi

kepentingan manusia maupun organisasi.

Dengan demikian terdapat kepentingan bersama antara manusia

sebagai pekerja dengan organisasi. Pekerja di satu sisi melakukan

pekerjaan mengharapkan kompensasi untuk memenuhi kebutuhannya

dan di sisi lainnya untuk mencapai tujuan pribadinya untuk mewujudkan

prestasi kerjanya. Sedangkan kinerja organisasi diwujudkan oleh

kumpulan kinerja dari semua pekerja untuk mencapai tujuan organisasi.

Apabila pekerja mempunyai motivasi untuk mencapai tujuan

pribadinya, maka mereka harus meningkatkan kinerja. Meningkatnya

kinerja pekerja akan meningkatkan pula kinerja organisasi. Dengan

demikian meningkatnya motivasi pekerja akan meningkatkan kinerja

individu, kelompok, maupun organisasi.

Terdapat banyak pengertian tentang motivasi. Di antaranya adalah

Robert Heller (1998:6) yang menyatakan bahwa motivasi adalah

keinginan untuk bertindak. Ada pendapat bahwa motivasi harus diinjeksi

dari luar, tetapi sekarang semakin dipahami bahwa setiap orang

termotivasi oleh beberapa kekuatan yang berbeda. Di pekerjaan kita perlu

mempengaruhi bawahan untuk menyelaraskan motivasinya dengan

kebutuhan organisasi.

Sedangkan Stephen P. Robbins (2003:156) menyatakan motivasi

sebagai proses yang menyebabkan intensitas (intensity), arah (direction),

39

dan usaha terus-menerus (persistence) individu menuju pencapaian

tujuan.

Menurut Nursalam (2011), motivasi adalah karakteristik psikologis

manusia yang memberi kontribusi pada tingkat komitmen seseorang. Hal

ini termasuk faktor-faktor yang menyebabkan, menyalurkan dan

mempertahankan tingkah laku manusia dalam arah tekad tertentu (Stoner

dan Freeman, 1995:134). Motivasi menurut Ngalim Purwanto (2000:60)

dalam Suarli. S. adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk

melakukan sesuatu. Motivasi adalah perasaan atau pikiran yang

mendorong seseorang melakukan pekerjaan atau menjalankan

kekuasaan, terutama dalam berperilaku (Sortell dan Kaluzny, 1994:59).

Dari berbagai macam definisi motivasi, menurut Stanford (dalam

Luthans,1970) dalam Suarli; :30 , ada tiga hal yang penting dalam

pengertian motivasi, yaitu hubungan antara kebutuhan, dorongan dan

tujuan. Kebutuhan muncul karena seseorang merasakan sesuatu yang

kurang baik fisiologis maupun psikologis. Dorongan merupakan arahan

untuk memenuhi kebutuhan, sedangkan tujuan adalah akhir dari satu

siklus motivasi (Luthans,1988:184).

Memotivasi adalah proses manajemen untuk mempengaruhi tingkah

laku manusia berdasarkan pengetahuan mengenai apa yang membuat

orang tergerak (Stoner dan Freeman, 1995:134). Menurut bentuknya,

motivasi terdiri atas:

40

1. Motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang datangnya dari dalam diri

individu

2. Motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang datangnya dari luar

individu

3. Motivasi terdesak, yaitu motivasi yang muncul dalam kondisi

terjepit secara serentak dan menghentak dengan cepat sekali.

Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) karyawan dalam

menghadapi situasi kerja di perusahaan (situation). Motivasi merupakan

kondisi atau energy yang menggerakkan diri karyawan yang terarah untuk

mencapai tujuan perusahaan. Sikap mental karyawan yang pro dan positif

terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya untuk

mencapai kinerja maksimal. (Anwar Prabu Mangkunegara,2012)

Sikap mental karyawan haruslah memiliki sikap mental yang siap

sedia secara psikofisik (siap secara mental, fisik, situasi, dan tujuan).

Artinya, karyawan dalam bekerja secara mental siap, fisik sehat,

memahami situasi dan kondisi serta berusaha keras mencapai target kerja

(tujuan utama organisasi).

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan

dorongan terhadap serangkaian proses perilaku manusia pada

pencapaian tujuan. Sedangkan elemen yang terkandung dalam motivasi

meliputi unsur membangkitkan, mengarahkan, menjaga, menunjukkan

intensitas, bersifat terus menerus dan adanya tujuan.

41

E.2. Teori-teori Kebutuhan tentang Motivasi

Pengelompokan teori motivasi dibagi dalam dua kategori yaitu :

a. Teori kepuasan, memuaskan perhatian pada faktor-faktor

dalam diri orang yang menggerakkan, mengarahkan, mendukung

dan menghentikan perilaku.Mereka mencoba menentukan

kebutuhan khusus yang memotivasi orang.

b. Teori proses, menguraikan dan menganalisis bagaimana

perilaku itu digerakkan, diarahkan, didukung dan dihentikan (Gibson,

1997).

Memotivasi orang lain, bukan sekedar mendorong atau bahkan

memerintahkan seseorang melakukan sesuatu, melainkan sebuah seni

yang melibatkan berbagai kemampuan dalam mengenali dan mengelola

emosi diri sendiri dan orang lain. Paling tidak kita harus tahu bahwa

seseorang melakukan sesuatu karena didorong oleh motivasinya. Secara

umum motivasi pribadi mempunyai pengertian adalah motivasi yang

didorong oleh kekuatan dari dalam (inner motivation). Didasarkan oleh

misi atau tujuan hidupnya. Seseorang yang telah menemukan misi

hidupnya bekerja berdasarkan nilai (values) yang diyakininya. Nilai-nilai itu

bisa berupa rasa kasih (love) pada sesama atau ingin memiliki makna

dalam menjalani hidupnya. Orang yang memiliki motivasi seperti ini

42

biasanya memiliki visi yang jauh ke depan. Baginya bekerja bukan

sekedar untuk memperoleh sesuatu (uang, harga diri, kebanggaan,

prestasi) tetapi adalah proses belajar dan proses yang harus dilaluinya

untuk mencapai misi hidupnya.

Hubungan motivasi dengan emosi diri sangat dipengaruhi oleh

kecerdasan emosinya (EQ-nya). Paling tidak, ada beberapa keterampilan

yang perlu dimiliki oleh seseorang dalam memotivasi dirinya, yaitu :

1. Mengenali emosi diri

Kemampuan mengenali emosi diri ini meliputi kemampuan kita

untuk mengidentifikasi apa yang sesungguhnya kita rasakan. Setiap

kali suatu emosi tertentu muncul dalam pikiran, kita harus dapat

menangkap pesan apa yang ingin disampaikan. Ketidakmampuan

untuk mengenali perasaan membuat kita berada dalam kekuasaan

emosi kita, artinya kita kehilangan kendali atas perasaan kita yang

pada gilirannya membuat kita kehilangan kendali atas diri dan hidup

kita.

2. Mengelola emosi diri sendiri

Ada beberapa langkah dalam mengelola emosi diri sendiri, yaitu :

pertama adalah menghargai emosi dan menyadari dukungannya

kepada kita. Kedua berusaha mengetahui pesan yang disampaikan

emosi, dan meyakini bahwa kita pernah berhasil menangani emosi ini

sebelumnya. Ketiga adalah dengan bergembira kita mengambil

tindakan untuk menanganinya. Kemampuan kita mengelola emosi

43

adalah bentuk pengendalian diri (self controlled) yang paling penting

dalam manajemen diri, karena kitalah sesungguhnya yang

mengendalikan emosi atau perasaan kita, bukan sebaliknya.

3. Memotivasi diri sendiri

Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan merupakan hal

yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk

memotivasi diri sendiri (achievement motivation). Kendali diri

emosional menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan

dorongan hati adalah landasan keberhasilan dalam berbagai bidang.

Keterampilan memotivasi diri memungkinkan terwujudnya kinerja yang

tinggi dalam segala bidang.

E.3. Hubungan Motivasi dengan Kinerja

Motivasi dapat dipastikan mempengaruhi kinerja, walaupun bukan

satu-satunya faktor yang membentuk kinerja. Hal tersebut dapat

dijelaskan dari model hubungan antara motivasi dengan kinerja (Robert

Kreitner dan Angelo Kinicki, 2001:205). Masukan individual dan konteks

pekerjaan merupakan dua faktor kunci yang mempengaruhi motivasi.

Pekerja mempunyai kemampuan, pengetahuan kerja, disposisi, dan sifat,

emosi, suasana hati, keyakinan, dan nilai-nilai pada pekerjaannya.

Konteks pekerjaan mencakup lingkungan fisik, penyelesaian tugas,

pendekatan organisasi pada recognisi dan penghargaan, kecukupan

dukungan pengawasan dan coaching, serta budaya organisasi.

44

Gambar 1. A. Job Performance Model of Motivation

Sumber: Robert Kreitner dan Angelo Knicki: Organizational Behavior,2001:205 dalam Wibowo: Manajemen Kinerja,390.

Kedua faktor tersebut saling mempengaruhi, termasuk pula proses

motivasi, membangkitkan, mengarahkan, dan meneruskan. Pekerja akan

lebih termotivasi apabila mereka percaya bahwa kinerja mereka akan

dikenal dan dihargai. Perilaku termotivasi secara langsung dipengaruhi

Individual Inputs

Ability,job knowledge, disposition & traits, Emotions, moods &affect,Belief & Values

Motivational Process

Arousal

Attention & direction

Intensity &persistence

Job context

Physical environment

Task design

Rewards & reinforcement

Supervisory support and coaching

Social norms

Organizational culture

Motivated Behavior

Focus:direction, what we do

Intensity:effort, how hard we try

Quality: task strategies, the way we do it

Duration:persistence, how long we stick to

Performance

45

oleh kemampuan dan pengetahuan/keterampilan kerja individu, motivasi

dan kombinasi yang memungkinkan dan membatasi konteks pekerjaan.

Masalah kinerja tergantung pada kombinasi masukan individu, faktor

konteks pekerjaan, motivasi dan perilaku termotivasi yang tepat.

E.4. Teori Motivasi Terkait dengan Kinerja

Ada beberapa teori motivasi yang dijadikan referensi oleh manager

dalam memotivasi karyawannya, antara lain:

1. Maslow‟s Need Hierarchy Theory

Kebutuhan dapat didefinisikan suatu kesenjangan yang dialami

antara suatu kenyataan dengan dorongan yang ada dalam diri. Apabila

pegawai kebutuhannya tidak terpenuhi maka pegawai tersebut akan

menunjukkan perilaku kecewa. Sebaliknya jika kebutuhannya terpenuhi

maka pegawai tersebut akan memperlihatkan perilaku yang gembira

sebagai manifestasi dari rasa puasnya. Kebutuhan merupakan fundamen

yang mendasari perilaku pegawai. Kita tidak mungkin memahami perilaku

pegawai tanpa mengerti kebutuhannya.

Abraham Maslow mengemukakan bahwa hierarki kebutuhan

manusia adalah sebagai berikut:

a. Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan paling dasar seperti

kebutuhan untuk makan, minum, perlindungan fisik,

bernafas, seksual.

46

b. Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan akan perlindungan

diri dari ancaman, bahaya, pertentangan, dan lingkungan

hidup.

c. Kebutuhan untuk rasa memiliki, yaitu kebutuhan untuk

diterima oleh kelompok, berafiliasi, berinteraksi, dan

kebutuhan untuk mencintai serta dicintai.

d. Kebutuhan akan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihargai

dan dihormati oleh orang lain.

e. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, yaitu kebutuhan

untuk menggunakan kemampuan skill, dan potensi.

Kebutuhan untuk berpendapat dengan mengemukakan ide-

ide memeberi penilaian dan kritik terhadap sesuatu.

2. Herzberg Two Factor Theory

Dikembangkan oleh Frederick Hezberg. Ia menggunakan teori

Maslow sebagai titik acuannya. Dua faktor yang menyebabkan timbulnya

rasa puas dan tidak puas menurut Hezberg, yaitu faktor pemeliharaan

(maintenance factors) dan faktor pemotivasian (motivational factors).

Faktor pemeliharaan disebut pula disssatisfiers, hygiene factors, job

context, extrinsic factors. Sedangkan faktor pemotivasian disebut pula

satisfier, motivators, job content, intrinsic factors.

2.1. Faktor Intrinsik

a. Tanggung jawab

47

Tanggung jawab bukan saja hasil dari melakukan pekerjaan

yang baik, tetapi juga terhadap kepercayaan yang diberikan. Ini akan

menimbulkan rasa percaya diri dan siap dalam memikul tanggung

jawab yang lebih besar dalam unit kerja ataupun kelompoknya. Untuk

meningkatkan motivasi maka pimpinan harus menghilangkan

ketidakpuasan dan memberikan peluang untuk pencapaian prestasi,

peningkatan dan tanggung jawab.

b. Pengakuan

Untuk mendapatkan penghargaan, seseorang berusaha

berbuat sesuatu untuk menyenangkan orang lain di unit kerjanya.

Pengakuan terhadap prestasi merupakan alat motivasi yang akan

memberikan kepuasan tersendiri.

c. Prestasi

Merupakan kebutuhan untuk berhasil dalam setiap kegiatan.

Kebutuhan untuk berprestasi menjadi peluang untuk pengembangan

potensi demi kemajuan perusahaan.

2.2. Faktor Ekstrinsik

a. Imbalan/ insentif

Prinsip pemberian imbalan dapat dilakukan atas

pertimbangan perspektif kompetitif, memotivasi (mampu memberikan

dorongan untuk bekerja lebih baik), dan adil (mampu memberikan

perasaan adil bagi karyawan). Tujuan sistem imbalan adalah

memperoleh pegawai yang berkualitas, mempertahankan karyawan

48

yang baik, menjamin keadilan, dan mengendalikan

biaya.(Handoko,1994 dalam Wahyuni, 2008)

b. Kondisi kerja

Adalah semua aspek fisik kerja, psikologis kerja yang dapat

mempengaruhi kepuasaan kerja (AA. Anwar,1993 dalam Wahyuni,

2008). Kondisi kerja berhubungan erat dengan kepuasan kerja

sebagai hasil interaksi dengan lingkungan kerjanya.

3. Achievement Theory

Prof. David Mc. Cleland mengemukakan bahwa produktivitas

seseorang sangat ditentukan oleh „virus mental‟ yanga ada pada dirinya.

Virus mental adalah kondisi jiwa yang mendorong seseorang untuk

mampu mencapai prestasinya secara maksimal. Virus mental yang

dimaksud terdiri dari tiga dorongan kebutuhan, yaitu:

a. Need of Achievement (kebutuhan untuk berprestasi)

b. Need of affiliation (kebutuhan untuk memperluas pergaulan)

c. Need of power (kebutuhan untuk menguasai sesuatu.

Berdasarkan teori Mc. Cleland tersebut sangat penting dibinanya

virus mental, manajer dengan cara mengembangkan potensi mereka

melalui lingkungan kerja secara afektif agar terwujudnya produktifitas

perusahaan yang berkualitas tinggi dan tercapainya tujuan utama

organisasi.

49

Robert Kreitner dan Angelo Kinicki (2003:202) membahas bahwa

motivasi dapat diperoleh melalui:

1. Needs (Kebutuhan)

Teori motivasi berdasarkan hierarki kebutuhan dikemukakan

Abraham Maslow yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia

berjenjang dari physiological, safety, social esteem, dan self actualization.

Implikasi dari teori Maslow menunjukkan bahwa kebutuhan yang

terpuaskan dapat kehilangan potensi motivasional. Karenanya manager

disarankan memotivasi pekerja dengan memecah program atau

pelaksanaan, dimaksudkan untuk memuaskan kebutuhan yang baru

muncul atau tidak terpenuhi.

Sedangkan teori kebutuhan McClelland menunjukkan adanya tiga

kebutuhan yaitu; the need for achievement (kebutuhan untuk berprestasi),

the need for affiliation (kebutuhan akan afiliasi), dan the need for power

(kebutuhan akan kekuasaan). Implikasi yang perlu diperhatikan manager

adalah memberikan pelatihan yang dapat meningkatkan motivasi

berprestasi mereka. Selain itu kebutuhan akan prestasi, afiliasi dan

kekuasaan dapat dipertimbangkan dalam proses seleksi untuk

penempatan yang lebih baik.

2. Job design (Desain Pekerjaan)

Job design adalah mengubah konten dan/ atau proses pekerjaan

spesifik untuk meningkatkan kepuasaan kerja dan kinerja. Metode yang

50

digunakan untuk desain kerja adalah scientific management (management

saintifik), job enlargement (perluasan kerja), job rotation (rotasi kerja) dan

job enrichment (pengkayaan kerja).

3. Satisfaction (Kepuasaan)

Motivasi kerja individual berhubungan dengan kepuasan kerja.

Kepuasan kerja adalah respon bersifat mempengaruhi berbagai pekerjaan

seseorang. Orang yang relatif puas dengan satu aspek pekerjaannya dan

tidak puas dengan satu atau lebih aspek lainnya. Karena terdapat

hubungan dinamis antara motivasi dengan kepuasan kerja maka perlu

dipahami penyebab kepuasan kerja dan konsekuensi dari kepuasaan

kerja. Konsekuensi kepuasan kerja ditunjukkan oleh korelasinya dengan

motivasi, pelibatan kerja, organizational citizenship behavior, komitmen

organisasional, ketidakhadiran, pergantian, perasaan stress, dan kinerja.

4. Equity (Keadilan)

Equity theory adalah model motivasi yang menjelaskan bagaimana

orang mengejar kejujuran dan keadilan dalam pertukaran sosial, atau

hubungan memberi dan menerima. Terdapat beberapa pelajaran yang

dapat diperoleh dari equity theory. a) teori keadilan memberikan pelajaran

kepada manager tentang bagaimana keyakinan dan sikap mempengaruhi

kinerja. b) menekankan perlunya bagi manager memberikan perhatian

pada persepsi pekerja tentang apa yang jujur dan adil. c) manager

mendapatkan manfaat dengan memberikan kesempatan kepada pekerja

51

berpartisipasi dalam membuat keputusan tentang manfaat pekerjaan yang

penting. d) pekerja harus diberi peluang mempertimbangkan keputusan

yang mempengaruhi kesejahteraan mereka.

5. Expectation (Harapan)

Teori ini berpandangan bahwa orang berprilaku termotivasi dengan

cara yang menghasilkan manfaat yang dihargai. Dalam teori ini persepsi

memegang peran sentral karena menekankan kemampuan kognitif untuk

mengantisipasi kemungkinan konsekuensi perilaku. Biasanya, teori ini

dapat dipergunakan untuk memprediksi perilaku dalam situasi dimana

pilihan antara dua alternative atau lebih harus dilakukan.

6. Goal Setting (Penetapan Tujuan)

Dampak motivasional dari tujuan kinerja dan reward plan

dikemukakan oleh Frederick Taylor yang secara ilmiah menciptakan

berapa banyak pekerjaan dengan kualitas tertentu seorang individu harus

ditugaskan setiap hari. Ia mengusulkan bahwa bonus didasarkan pada

penyelesaian standar output, kemudian goal setting berkembang menjadi

management by objectives, suatu system managemen yang

menghubungkan partisipasi dalam pengambilan keputusan, penetapan

tujuan dan umpan balik.

Motivasi dipandang sebagai perubahan energi dalam diri

seseorang yang ditandai dengan munculnya perasaan dan didahului

dengan tanggapan terhadap suatu tujuan. Pernyataan ini mengandung

52

tiga pengertian yaitu: a) motivasi mengawali terjadi perubahan energi

pada diri setiap individu, b) motivasi ditandai ada rasa atau perasaan

afeksi seseorang. Motivasi relevan dengan persoalan kejiwaan, afeksi dan

emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia, c) motivasi

dirangsang karena adanya tujuan (Hamzah, 2008). Menurut Purwanto

dalam Hamzah (2008) fungsi motivasi bagi manusia adalah :

1. Sebagai motor penggerak bagi manusia, ibarat bahan bakar

pada kendaraan.

2. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah perwujudan suatu

cita-cita atau tujuan.

3. Mencegah penyelewengan dari jalan yang harus ditempuh

untuk mencapai tujuan, maka makin jelas pula bentangan jalan

yang harus ditempuh.

4. Menyeleksi perbuatan diri yang berarti menentukan perbuatan

mana yang harus dilakukan, yang serasi guna mencapai tujuan

dengan menyampingkan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi

tujuan.

Berdasarkan beberapa konsep tentang motivasi, terdapat tiga

unsur yang merupakan kunci dari motivasi yaitu (1) upaya, (2) tujuan

organisasi, (3) kebutuhan. Seseorang termotivasi dalam melakukan tugas,

ia mencoba sekuat tenaga agar dengan upaya yang tinggi menghasilkan

kinerja yang tinggi pula. Oleh karena itu, dalam pemberian motivasi

terhadap seseorang diperlukan pertimbangan kualitas dan kuantitas yang

53

dapat membangkitkan upaya dan diarahkan pada pencapaian tujuan

organisasi. Unsur lain adalah tujuan organisasi, unsur ini penting sebab

segala upaya yang dilakukan seseorang atau sekelompok diarahkan pada

pencapaian tujuan. Tujuan organisasi dalam suatu organisasi harus

ditetapkan secara jelas. Kejelasan tujuan akan mengarahkan segala

aktivitas dan perilaku personal untuk tercapainya tujuan organisasi. Makin

jelas perumusan tujuan organisasi maka makin mudah setiap personal

untuk memahaminya. Unsur terakhir yang terdapat dalam motivasi adalah

kebutuhan, adalah suatu keadaan internal yang menyebabkan hasil-hasil.

tertentu tampak menarik. Suatu kebutuhan yang tidak terpuaskan

menciptakan keinginan yang merangsang dorongan-dorongan dalam diri

individu untuk mencapainya. Dorongan inilah yang menimbulkan perilaku

pencarian untuk menemukan tujuan-tujuan tertentu. Dengan demikian

pemberian motivasi tidak dapat dipisahkan dengan kebutuhan manusia

(Hamzah, 2008).

Berbagai ciri yang dapat diamati bagi seseorang yang memiliki

motivasi kerja antara lain adalah :

1. Kinerja tergantung pada usaha dan kemampuan yang

dimilikinya dibandingkan dengan kinerja melalui kelompok.

2. Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan tugas-tugas yang

sulit.

54

Seringkali terdapat umpan balik yang konkrit tentang bagaimana

seharusnya ia melaksanakan tugas secara optimal, efektif dan efisien.

Pemberian motivasi pada seseorang merupakan suatu mata rantai yang

dimulai dari kebutuhan, menimbulkan keinginan, menyebabkan tensi,

menimbulkan tindakan dan menghasilkan keputusan. Pada awalnya dari

rantai motivasi memulai dengan kebutuhan yang dipenuhi, mencari jalan

untuk memenuhi kebutuhan, perilaku yang berorientasi pada tujuan,

pembangkitan kinerja, menimbulkan imbalan dan hukuman.

Setiap individu memiliki kebutuhan yang kemudian mendorong

keinginan untuk berusaha bagaimana caranya agar dapat memenuhi

kebutuhan tersebut. Keinginan yang belum terpenuhi akan menaikkan

tensi atau menaikkan ketegangan, ketegangan yang terjadi dalam diri

seseorang dapat menimbulkan tindakan yang mengarah pada pencapaian

tujuan. Berdasarkan tindakan yang dilakukan individu tersebut akan

memperoleh suatu hasil. Hasil inilah yang memberikan kepuasan bagi

seseorang. Dengan kepuasan tersebut maka terpenuhilah kebutuhan

yang diinginkan. Bertolak dari uraian teoritis sebagaimana dipaparkan

diatas maka dapat disimpulkan bahwa petugas yang memiliki motivasi

kerja yang tinggi dapat dilihat melalui dimensi internal dan eksternal.

Mengacu pada uraian teoritis diatas dapat didefinisikan bahwa motivasi

kerja merupakan salah satu faktor yang turut menentukan kinerja

seseorang. Besar atau kecilnya pengaruh motivasi pada kinerja

seseorang tergantung pada seberapa banyak intensitas motivasi yang

55

diberikan. Perbedaan motivasi kerja bagi seorang petugas biasanya

tercermin dalam berbagai kegiatan dan bahkan prestasi yang dicapainya

(Hamzah, 2008).

Dimensi Motivasi Kerja

Menurut Hamzah (2008) motivasi kerja petugas terbagi atas dua dimensi,

sebagai berikut :

a. Motivasi Internal yaitu motivasi kerja yang bersumber dari dalam diri

petugas yang menimbulkan dorongan atau semangat untuk bekerja

keras, dapat berupa kesadaran mengenai pentingnya makna

pekerjaan yang dilaksanakan. Indikator motivasi internal meliputi :

1. Tanggung jawab petugas dalam melaksanakan tugas

2. Melaksanakan tugas dengan target yang jelas

3. Memiliki tujuan yang jelas dan menantang

4. Ada umpan balik atas hasil pekerjaannya

5. Memiliki perasaan senang dalam bekerja

6. Selalu berusaha untuk mengungguli orang lain

7. Diutamakan prestasi dari apa yang dikerjakannya

b. Motivasi eksternal yaitu motivasi yang bersumber dari luar diri individu

petugas, berupa kondisi yang mengharuskan melaksanakan

pekerjaan secara maksimal. Indikator motivasi eksternal meliputi :

1. Selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kebutuhan

kerja

56

2. Senang memperoleh pujian dari apa yang dikerjakannya

3. Bekerja dengan harapan ingin memperoleh insentif

4. Bekerja dengan harapan ingin memperoleh perhatian dari atasan

dan teman.

Menurut Gibson (1998) dalam Illyas (2004), motivasi kerja

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang.

Menurut Lembaga Administrasi Negara (2004) kinerja adalah gambaran

mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan, program,

kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi

organisasi.

Beberapa prinsip dalam memotivasi kerja pegawai

(Mangkunegara,2000; dalam Nursalam, 2011) antara lain:

1. Prinsip partisipatif

Pegawai perlu diberikan kesempatan ikut berpartisipasi

menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin dalam upaya

memotivasi kerja.

2. Prinsip komunikasi

Pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan

dengan usaha pencapaian tugas. Informasi yang jelas akan

membuat kerja pegawai lebih mudah dimotivasi.

3. Prinsip mengakui andil bawahan

57

Pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil

dalam usaha pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut,

pegawai akan lebih mudah dimotivasi.

4. Prinsip pendelegasian wewenang

Pemimpin akan memberikan otoritas atau wewenang kepada

pegawai bawahan untuk dapat mengambil keputusan terhadap

pekerjaan yang dilakukannya sewaktu-waktu. Hal ini akan membuat

pegawai yang bersangkutan menjadi termotivasi untuk mencapai

tujuan yang diharapkan oleh pemimpin.

5. Prinsip memberi perhatian

Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan

pegawai bawahannya, sehingga bawahan akan termotivasi bekerja

sesuai dengan harapan pemimpin.

F. Tinjauan Tentang Beban Kerja

Beban kerja perawat adalah seluruh kegiatan atau aktifitas yang

dilakukan oleh seorang perawat selama bertugas disuatu unit pelayanan

keperawatan (Marquish dan Marquish,2000). Beban kerja (work load)

biasanya diartikan sebagai patient days yang merujuk pada sejumlah

prosedur, pemeriksaan, kunjungan pada pasien, injeksi dan sebagainya.

Menurut Hasibuan,1994 beban kerja adalah upaya merinci komponen dan

target volume pekerjaan dalam satuan waktu dan satuan hasil.

58

Beban kerja merupakan salah satu unsur yang harus diperhatikan

bagi seorang tenaga kerja untuk mendapatkan keserasian dan

produktivitas kerja yang tinggi selain unsur beban tambahan (fisik, kimia,

biologi, fisiologis,mental, psikologis) akibat lingkungan kerja dan kapasitas

kerja (keterampilan, usia, jenis kelamin). Sebagaimana beban kerja pokok/

tugas pokok perawat adalah memberikan pelayanan keperawatan berupa

asuhan keperawatan/ kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok,

dan masyarakat dalam upaya kesehatan, pencegahan penyakit,

penyembuhan penyakit, dan pemulihan serta pembinaan peran serta

masyarakat dalam rangka kemandirian di bidang keperawatan/ kesehatan.

(depkes RI, 2001). Perawat memperhatikan pasien, menjamin mereka

bernafas dengan baik, mendapat cairan dan cakupan nutrisi, membantu

istirahat dan tidur, meyakinkan bahwa mereka nyaman dan dukungan

pada pasien dan keluarganya (Monica,2006 dalam Marni Siregar 2008)

Beban kerja dapat dilihat dalam dua sudut pandang, yaitu secara

objektif dan subjektif. Beban kerja secara objektif adalah keseluruhan

waktu yang dipakai atau jumlah aktifitas yang termasuk dalam defenisi

beban kerja sangat tergantung dari sudut pandang seseorang. Beban

kerja secara subjektif adalah ukuran yang dipakai seseorang terhadap

pertanyaan tentang beban kerja yang diajukan tentang perasaan

kelebihan beban kerja, ukuran dari tekanan pekerjaan dan kepuasan kerja

(Groenewengen dan Hutten,1991). Makin dan Cooper (1988) dalam

Groewengen dan Hutten (1991) melakukan pengukuran terhadap tekanan

59

pada pekerjaan dengan empat faktor analisa yang meliputi gangguan

dalam melakukan pekerjaan, keterlibatan emosi, keterlibatan administrasi,

dan beban kerja di luar pekerjaan yang dihadapi.

Beban kerja menjadi topik yang penting dalam penelitian bidang

kesehatan adalah karena tingkat beban kerja memberikan pengaruh

terhadap kinerja dan mutu pekerjaannya. Menurut Schulttz (1988) dalam

Fridawaty (2000), beban kerja dibedakan menjadi dua yaitu beban kerja

kualitatif dan kuantitatif. Beban kerja kuantitatif terjadi apabila terlalu

banyak pekerjaan yang harus dilakukan pada satuan waktu tertentu,

sedangkan beban kerja kualitatif terjadi apabila pekerjaan yang dihadapi

terlalu sulit. Yang membedakan beban kerja berlebihan dalam pengertian

quantitative overload dan qualitative overload menurut Klapp dalam

Fridawaty (2000). Quantitative overload mengarah pada pengertian too

much to do, sedangkan qualitative overload berarti too difficult to do.

Beban kerja yang berlebihan (overload) adalah suatu kondisi yang terjadi

bila lingkungan memberikan tuntutan melebihi kemampuan individu

(Kartono,1994). Menurut Klapp (1986) mengatakan bahwa suatu

pekerjaan yang memberikan beban kerja yang berlebih akan

menimbulkan rasa tidak senang terhadap pekerjaan dan akan

membangun iklim kerja yang tidak menyenangkan sehingga menimbulkan

motivasi kerja yang rendah.

Menurut Gibson (1996) suatu beban kerja baik berupa suatu

keharusan mengerjakan terlalu banyak tugas atau menyediakan waktu

60

yang tidak cukup untuk menyelesaikan maupun suatu keharusan

mengerjakan tugas yang standar hasil karyanya terlalu tinggi atau

mempengaruhi motivasi dan kepuasan kerja keperawatan, selain

meningkatkan angka absensi serta angka kecelakaan kerja.

Kelebihan beban kerja (beban kerja berat) yang dirasakan oleh

perawat menurut (French dan Caplan,1973 dan Swansburg,2000 dalam

Wahyuni, 2008) meliputi:

a. Harus melakukan observasi secara ketat selama jam kerja (tekanan

darah, nadi, suhu, pernafasan, balance cairan dll)

b. Banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk keselamatan dan

kesehatan pasien

c. Beragamnya jenis pekerjaan yang harus dilakukan demi kesehatan

dan keselamatan pasien selain asuhan keperawatan dan delegasi

tindakan medis

d. Kontak langsung perawat dan pasien secara terus menerus selama

jam kerja

e. Kurangnya tenaga perawat dibanding dengan jumlah pasien

f. Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki tidak mampu

mengimbangi sulitnya pekerjaan

g. Harapan pimpinan RS terhadap pelayanan perawatan yang

berkualitas

h. Tuntutan keluarga untuk perawatan kesehatan dan keselamatan

pasien

61

i. Setiap saat dihadapkan dalam pengambilan keputusan yang tepat

j. Tanggung jawab dalam melaksanakan perawatan pasien di ruang

rawat inap

k. Setiap saat menghadapi pasien dengan karakteristik yang berbeda

mulai dari tidak berdaya, koma, sampai kondisi terminal

l. Banyaknya tugas delegatif dari dokter maupun petugas kesehatan lain

m. Tindakan penyelamatan pasien

Salah satu cara untuk mengurangi beban kerja yang terlalu tinggi

adalah dengan menyediakan tenaga kerja yang cukup baik kuantitas

maupun kualitasnya sesuai dengan tuntutan kerja. Semakin banyak

pasien yang ditangani seorang perawat dalam periode waktu tertentu

maka semakin berat beban kerja perawat tersebut (Gillies,1996 dalam

wahyuni, 2008). Pelayanan keperawatan yang bermutu dapat dicapai

salah satunya dengan seimbangnya jumlah tenaga perawat dengan

beban kerjanya di rumah sakit.

Selain faktor jumlah pemeriksaan waktu kerja, uraian pekerjaan

serta kelengkapan fasilitas dan peralatan, beberapa faktor yang juga

mempengaruhi beban kerja yaitu:

1. Umur

Beban kerja seorang perawat akan berkurang oleh karena produktifitas

seseorang akan menurun disebabkan bertambahnya umur. Hal ini

disebabakan keterampilan fisik seperti kecepatan, kelenturan,

62

kekuatan dan koordinasi yang menurun. Namun bisa terjadi sebaliknya

karena bertambahnya pengalaman dan lebih bijkasana dalam

pengambilan keputusan.

2. Pendidikan

Semakin tinggi pendiidikan maka semakin baik pula kinerja pelayanan

yang diberikan.

3. Masa kerja

Semakin lama seorang perawat bekerja maka semakin banyak

pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki sehingga akan

memberikan kinerja yang baik.

4. Keterampilan

Keterampilan yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi dalam

melakukan pekerjaannya. Makin baik keterampilannya maka akan

baik pula pelayanan yang diberikan kepada pasien.

5. Kemampuan

Adalah kapasitas seseorang untuk mengerjakan berbagai tugas

dalam pekerjaan yang pada hakekatnya terdiri dari kemampuan

intelektual dan kemampuan fisik.

6. Lingkungan kerja

Suasana lingkungan kerja seperti kebersihan, music yang merdu,

ventilasi yang cukup, pencahayaan, suasana yang tenang, nyaman,

dan tidak bising akan mempengaruhi kinerja seseorang dalam

melaksanakan pekerjaannya.

63

G. Kerangka Konsep Penelitian

1. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti

Keperawatan adalah salah satu ruang lingkup pelayanan yang

merupakan inti dari kegiatan pelayanaan di RS, dan memberikan

kontribusi besar terhadap pendapatan RS. RS harus menjaga mutu

keperawatan agar mampu bersaing. Meningkatnya pengetahuan dan

kemudahan komunikasi menyebabkan masyarakat menuntut pelayanan

kesehatan yang bermutu. Standar asuhan keperawatan merupakan alat

ukur untuk mengetahui, memantau serta menyimpulkan mutu asuhan

keperawatan yang telah dilakukan (Depkes, 1995).

Dalam organisasi pelayanan kesehatan sangat penting untuk

memiliki instrument penilaian kinerja yang efektif bagi tenaga kerja

profesional. Proses evaluasi kinerja bagi profesional menjadi bagian

terpenting dalam upaya manajemen untuk meningkatkan kinerja

organisasi yang efektif.

64

Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi (determinan) kinerja

personel, dilakukanlah pengkajian terhadap beberapa teori kinerja. Secara

teoritis ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku kerja dan

kinerja yaitu: variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis.

Ketiga kelompok variabel tersebut mempengaruhi perilaku kerja yang ada

pada akhirnya berpengaruh pada kinerja personel. Perilaku yang

berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas yang

yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran suatu jabatan.

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh motivasi dan

beban kerja terhadap kinerja tenaga perawat rumah sakit. Peningkatan

kinerja merupakan suatu proses sistematis untuk mengevaluasi kelebihan

dan kekurangan setiap personalia serta menemukan solusi untuk

memperbaiki kinerja mereka sehingga proses manajemen dapat

berlangsung secara efektif.

Dengan demikian dapat disusun kerangka konsep yang

menggambarkan aspek-aspek motivasi kerja dan beban kerja yang

berpengaruh pada peningkatan kinerja.

65

2. Kerangka Teori Penelitian

Gambar 2. Kerangka teori penelitian

Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kinerja (Gybson)

VARIABEL INDIVIDU:

Kemampuan dan

Keterampilan

Mental

Fisik

Latar Belakang

Keluarga

Tingkat Sosial

Pengalaman

Demografis

Umur

Gender

Lama Kerja

Pendidikan

VARIABEL

ORGANISASI

Sumber Daya

Kepemimpinan

Imbalan

Struktur

Desain Pekerjaan

Supervisi

Kontrol

Beban Kerja

Beban Kerja

VARIABEL PSIKOLOGI

Persepsi

Sikap

Kepribadian

Motivasi

PERILAKU INDIVIDU:

KINERJA

66

3. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori di atas, kerangka konsep penelitian

dapat dilihat pada gambar berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 3. Kerangka konsep penelitian

MOTIVASI

BEBAN KERJA

KINERJA

67

4. Identifikasi Variabel

a. Variabel independen/ bebas

Adalah faktor yang dianggap sebagai faktor yang

mempengaruhi variabel dependen. Pada penelitian ini variabel

independen adalah motivasi dan beban kerja.

b. Variabel dependen/ terikat

Adalah faktor yang dipengaruhi oleh variabel independen. Pada

penelitian ini kinerja perawat menjadi variabel dependennya.

H. Hipotesis

a. Hipotesis Mayor

Ada pengaruh motivasi dan beban kerja terhadap kinerja perawat

b. Hipotesis Minor

1. Ada pengaruh motivasi terhadap kinerja perawat

2. Ada pengaruh beban kerja terhadap kinerja perawat

68

I. Definisi Operasional

a. Motivasi Kerja

Motivasi kerja adalah dorongan, keinginan yang terdapat pada

seseorang sehingga ia melakukan suatu pekerjaan yang diukur melalui

kuesioner. Terdiri dari 30 pertanyaan yang meliputi dimensi motivasi

intrinsik dan ekstrinsik yaitu: lingkungan kerja, tambahan di luar gaji,

hubungan dengan rekan kerja, tanggung jawab, pengakuan dan prestasi

kerja. Dengan nilai tertinggi 120 dan nilai terendah 30. Kuesioner ini

merupakan modifikasi pertanyaan dari kuesioner motivasi kerja oleh Dr.

Hamzah B.Uno, M.Pd dalam bukunya teori motivasi dan pengukurannya.

Pada pengukuran motivasi diperoleh dari hasil kuesioner yang telah

dibagikan kepada unit analisis dimana dikatakan memiliki motivasi:

Sangat tinggi rentang skor 99-120

Tinggi rentang skor 76-98

Sedang rentang skor 53-75

Rendah rentang skor 30-52

Kemudian motivasi dikategorikan dalam dua kelompok berdasarkan

nilai mean:

Tinggi = skor motivasi ≥ nilai mean

69

Rendah = skor motivasi ≤ nilai mean

b. Beban Kerja

Beban kerja adalah jumlah pekerjaan yang harus diselesaikan oleh

sekelompok atau seseorang dalam waktu tertentu. Yang diukur dengan

menggunakan kuesioner pengukuran beban kerja berdasrkan teori French

dan Caplan, 1973 dalam Nursalam dengan nilai tertinggi 53 dan nilai

terendah 13. Pada pengukuran beban kerja dari hasil kuesioner yang

telah dibagikan kepada unit analisis dimana dikatakan memiliki beban

kerja:

Sangat berat rentang skor 43-53

Berat rentang skor 33-42

Sedang rentang skor 23-32

Ringan rentang skor 13-22

Kemudian beban kerja dikategorikan dalam dua kelompok

berdasarkan nilai mean:

Tinggi = skor beban kerja ≥ nilai mean

Rendah = skor beban kerja ≤ nilai mean

c. Kinerja

Pelaksanaan kerja yang di tampilkan oleh perawat dalam

melaksanakan asuhan keperawatan berdasarkan pendekatan proses

70

keperawatan, yang diukur dengan menggunakan kuesioner yang

merupakan adopsi dari Nursalam dengan nilai tertinggi 116 dan nilai

terendah 29, dengan criteria objektif:

Sangat tinggi rentang skor 95-116

Tinggi rentang skor 73-94

Sedang rentang skor 51-72

Rendah rentang skor 29-50

Kemudian kinerja dikategorikan dalam dua kelompok berdasarkan nilai

mean:

Tinggi = skor kinerja ≥ nilai mean

Rendah = skor kinerja ≤ nilai mean

71

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian adalah keseluruhan dari perencanaan untuk

menjawab pertanyaan penelitian dan mengantisipasi beberapa

kesulitan yang mungkin timbul selama proses penelitian. Penelitian ini

merupakan penelitian survey analitik dengan rancangan penelitian

yang digunakan adalah crosssectional, artinya subjek diobservasi

hanya satu kali dan pengukuran variabel independent dan dependent

dilakukan pada kurun waktu yang sama.

B. Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di ruang rawat inap RSUD Kab.Sinjai April- Mei

2015.

C. Populasi dan Teknik Sampel

1. Populasi

72

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang ditetapkan.

Pada penelitian ini populasinya adalah tenaga perawat di unit rawat

inap RSUD Kab. Sinjai yang berjumlah 179 perawat.

2. Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah simple

random sampling. Dengan rumus perhitungan sampel

(Sugiyono,2012):

S =

( )

Dari perhitungan sampel dengan menggunakan rumus tersebut

diperoleh jumlah sampel sebanyak 106 perawat dari ruang

perawatan di unit rawat inap RSUD Kab.Sinjai dengan kriteria:

1. Perawat yang bekerja di ruang rawat inap

2. Perawat yang bersedia menjadi responden dalam penelitian

ini

3. Perawat yang tidak dalam keadaan cuti kerja dan pendidikan.

D. Instrumen dan Pengumpul Data

Penelitian ini dilakukan di pada unit rawat inap RSUD Kab. Sinjai

dengan menggunakan dua data yaitu data primer dan data sekunder.

Pengumpulan data tentang kinerja perawat berdasarkan motivasi dan

beban kerja perawat . Instrumen yang digunakan ada tiga macam:

1. Instrumen pertama adalah kuesioner untuk mengindentifikasi

motivasi perawat. Untuk mengetahui motivasi perawat yang di uji

73

maka digunakan dasar skala likert, dengan ketentuan perhitungan

skor sebagai berikut:

4 = sangat setuju

3 = setuju

2 = tidak setuju

1 = sangat tidak setuju

2. Instrument kedua adalah kuesioner untuk beban kerja. Untuk

mengetahui beban kerja perawat yang diuji, maka digunakan

dasar skala likert, dengan ketentuan perhitungan skor:

4 = beban kerja berat

3 = beban kerja sesuai

2 = beban kerja ringan

1 = tidak menjadi beban kerja

3. Instrument ketiga adalah kuesioner untuk kinerja perawat

berdasarkan standar kinerja asuhan keperawatan. Untuk

mengetahui kinerja perawat yang diuji, maka digunakan dasar

skala Likert, dengan ketentuan perhitungan skor sebagai berikut:

1 = tidak dikerjakan sama sekali

2 = bila hanya sedikit yang dilaksanakan

3 = bila hanya dilaksanakan sebagian

4 = bila telah dilakukan sepenuhnya tepat

E. Pengolahan Data

1. Penyuntingan Data

74

Penyuntingan data dilakukan dua kali yakni, pertama: pada saat

pelaksanaan wawancara di lapangan dengan tujuan untuk

mengoreksi secara langsung kesalahan-kesalahan pada pengisian

kuesioner oleh pewawancara. Kedua : pada saat awal pengolahan

data yang dimaksudkan untuk menilai hasil pengisian kuesioner

secara keseluruhan apakah memenuhi syarat untuk diikutkan

analisis atau tidak.

2. Koding kuesioner

a. Pembuatan daftar variabel, yang dimaksudkan untuk memberi

kode pada semua variabel yang ada dalam kuesioner.

b. Pemindahan hasil kuesioner ke dalam daftar kode yang ada di

dalam kuesioner.

c. Pembuatan daftar koding, yang digunakan untuk memindahkan

hasil pengisisan daftar koding ke dalam daftar koding tersendiri

yang siap dimasukkan di dalam program input data.

3. Input Data

Sebelum penginputan data kedalam komputer terlebih dahulu

dibuat program input data sesuai karakteristik serta skala masing-

masing variabel, dan untuk selanjutnya data yang sudah ada dalam

bentuk daftar koding dimasukkan kedalam program penginputan

data sampai selesai.

75

4. Cleaning Data

Data yang telah dimasukkan tidak luput dari kesalahan-kesalahan

yang disebabkan oleh faktor keletihan atau kejenuhan peneliti

sehingga perlu dilakukan pembersihan sebelum dianalisis.

b. Analisis Data

Penelitian ini menggunakan desain crosssectional study, sedangkan

analisis pengaruh variabel independen dan variabel dependennya

menggunakan SPSS 18. Data yang diperoleh dianalisis dengan

analisis univariat, analisis bivariat dengan uji pearson correlation, dan

analisis multivariate dengan regresi linear.

76

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada unit rawat inap RSUD Kab.Sinjai

dengan sampel berjumlah 106 perawat. Hasil pengolahan data disajikan

dalam bentuk tabel distribusi frekuensi univariat, bivariat, dan multivariate

yang disertai narasi sebagai penjelasan dari tabel. Adapun hasi penelitian

diuraikan sebagai berikut:

1. Analisis Karakteristik Responden

1.1. Jenis Kelamin Responden

Tabel 1 Distribusi jenis Kelamin Perawat Berdasarkan Tingkat Kinerja di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten sinjai

Tahun 2015

Jenis

Kelamin

Kinerja Perawat Total

Rendah Tinggi

n % N % N %

Perempuan 40 40 60 60 100 100

Laki-laki 3 50 3 50 6 100

Total 43 40,6 63 59,4 106 100

sumber: data Primer

77

Tabel 1 menunjukkan bahwa jenis kelamin perawat laki-laki

sebanyak 6 orang dan perawat perempuan sebanyak 100 orang.

Hal ini menunjukkan mayoritas perawat pada ruang rawat inap

RSUD Kabupaten Sinjai adalah perempuan. Kinerja Perawat

perempuan cenderung tinggi (60%) dan yang berkinerja rendah 40

%. Sedangkan perawat perawat laki-laki yang berkinerja tinggi dan

rendah masing-masing (50%).

1.2. Usia Responden

Tabel 2 Distribusi Usia Perawat Berdasarkan Tingkat Kinerja di

Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Sinjai Tahun 2015

Klp Usia

(Thn)

Kinerja Perawat Total

Rendah Tinggi

N % N % N %

18-30 34 39,1 53 60,9 87 100

31-40 9 47,4 10 52,6 19 100

Total 43 40,6 63 59,4 106 100

sumber: data Primer

Dari tabel 2 menunjukkan bahwa usia perawat 18-30 tahun

sebanyak 87 orang dengan kinerja tinggi sebanyak 53 orang (60,9

%) dan kinerja rendah sebanyak 34 orang (39,1%), sedangkan

perawat yang berusia 31-40 tahun sebanyak 19 orang dengan

kinerja rendah sebanyak 9 orang (47,4%) dan yang berkinerja tinggi

sebanyak 10 orang (52,6%). Kinerja seseorang akan merosot

78

seiring dengan bertambahnya usia. Keterampilan individu terutama

kecepatan, kecekatan, kekuatan, dan koordinasi yang menurun

sejalan dengan waktu, dan bahwa kebosanan pekerjaan yang

berlarut-larut dan kurangnya rangsangan intelektual semuanya

menyumbang pada kinerja yang menurun.

1.3. Pendidikan Responden

Tabel 3 Distribusi Pendidikan Perawat Berdasarkan Tingkat

Kinerja di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Sinjai Tahun 2015

Pendidikan Kinerja Perawat Total

Rendah Tinggi

N % N % N %

SPK 1 50 1 50 2 100

Diploma 32 44,4 40 55,6 72 100

Sarjana 10 31,3 22 68,8 32 100

Total 43 40,6 63 59,4 106 100

sumber: data Primer

Tabel 3 menunjukkan bahwa pendidikan perawat SPK

sebanyak 2 orang. Perawat yang berpendidikan diploma sebanyak

72 orang dengan kinerja tinggi sebanyak 40 orang (55,6%) dan

yang berkinerja rendah sebanyak 32 orang (44,4%). Sedangkan

perawat yang berpendidikan sarjana berjumlah 32 orang dengan

kinerja tinggi (68,8 %) dan kinerja rendah (31,3%). Salah satu faktor

yang dapat meningkatkan kinerja perawat adalah pendidikan formal

perawat. Pendidikan memberikan pengetahuan bukan saja yang

79

langsung dengan pelaksanaan tugas, tetapi juga landasan untuk

mengembangkan diri serta kemampuan memanfaatkan semua

sarana untuk kelancaran tugas. Tenaga keperawatan yang

berpendidikan tinggi motivasinya akan lebih baik karena telah

memiliki pengetahuan dan wawasan yang lebih luas dibandingkan

dengan perawat yang berpendidikan rendah yang pada akhirnya

memberikan dampak positif terhadap kinerjanya.

1.4. Lama Kerja

Tabel 4 Distribusi Lama Kerja Perawat Berdasarkan Tingkat

Kinerja di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Sinjai Tahun 2015

Lam Kerja

(Thn)

Kinerja Perawat Total

Rendah Tinggi

N % N % N %

< 1 5 31,3 11 68,8 16 100

1-5 25 43,1 33 56,9 58 100

> 5 13 40,6 19 59,4 32 100

Total 43 40,6 63 59,4 106 100

sumber: data Primer

Tabel 4 menunjukkan bahwa perawat cenderung lebih

banyak yang bekerja dalam kurun waktu 1-5 tahun sebanyak 58

orang dengan kinerja yang tinggi dengan kontribusi 56,9% (33

orang). Semakin lama masa kerja perawat maka semakin banyak

80

pengalaman perawat tersebut dalam memberikan asuhan

keperawatan yang sesuai dengan standar atau prosedur tetap yang

berlaku.

1.5. Status Kepegawaian

Tabel 5 Distribusi Status Kepegawaian Perawat Berdasarkan

Tingkat Kinerja di Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Sinjai

Tahun 2015

Status

Kepegawaian

Kinerja Perawat Total

Rendah Tinggi

n % N % N %

PNS 21 55,3 17 44,7 38 100

Tenaga Sukarela 26 38,2 42 61,8 68 100

Total 43 40,6 63 59,4 106 100

sumber: data Primer

Tabel 5 menunjukkan perawat yang berstatus PNS

sebanyak 38 orang dengan kinerja tinggi sebanyak 17 perawat

(44,7%) dan yang berkinerja rendah sebanyak 21 orang (55,3%).

Perawat yang berstatus tenaga sukarela sebanyak 68 orang

dengan kinerja rendah 26 orang (38,2%) dan yang berkinerja tinggi

sebanyak 42 orang (61,8%).

2. Analisis Variabel Penelitian

2.1. Analisis Tingkat Motivasi Perawat

Tabel 6 Distribusi Perawat Berdasarkan Tingkat Motivasi pada Ruang

Rawat Inap RSUD Kabupaten Sinjai. Tahun 2015

81

Tingkat Motivasi Skor Jumlah

(n)

Persentase

(%)

Tinggi ≥ mean 54 50,9

Rendah < mean 52 491

Total 106 100

sumber: data Primer

Tabel 6 menunjukkan bahwa tingkat motivasi perawat pada

ruang rawat inap (perawatan interna, perawatan anak, perawatan

bedah, perawatan kebidanan dan kandungan, ICU) RSUD Sinjai

berada dalam kategori tinggi (50,9%) yaitu sebanyak 54 perawat.

tingginya motivasi perawat akan berdampak positif terhadap

kinerjanya.

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Indikator Penilaian Motivasi pada Ruang

Rawat Inap RSUD Kabupaten Sinjai. Tahun 2015

Sub Variabel n Min Max mean±SD

Lingkungan kerja 106 1,80 4,0 2,95±0,46

Tambahan di Luar Gaji 106 1,0 3,6 1,88±0,54

Hub.dengan Rekan Kerja 106 1,80 4,0 3,30±0,49

Tanggung Jawab 106 1,20 3,8 2,86±0,42

Pengakuan Terhadap

Pekerjaan

106 1,80 4,0 3,07±0,41

82

Prestasi Kerja 106 1,80 4,0 3,17±0,41

sumber: data Primer Tabel 7 menunjukkan bahwa sub variabel motivasi yaitu

tambahan di luar gaji memiliki nilai mean yang lebih rendah

(1,88±0,54) daripada sub variabel lainnya, artinya perawat di unit

rawat inap membutuhkan tambahan di luar gaji untuk meningkatkan

motivasinya dalam menjalankan tugas dan fungsinya yang pada

akhirnya dapat meningkatkan kinerjanya. Begitupun dengan

subvariabel tanggung jawab yang memiliki nilai mean 2,86±0,42,

artinya perawat harus diberikan motivasi lagi agar lebih

bertanggungjawab dalam menjalankan tugas dan fungsinya

sebagai tenaga keperawatan.

2.2. Analisis Tingkat Beban Kerja Perawat

Tabel 8 Distribusi Perawat Berdasarkan Tingkat Beban Kerja pada Ruang

Rawat Inap RSUD Kabupaten Sinjai. Tahun 2015

Tingkat Beban Kerja Skor Jumlah(n) Persentase(%)

Berat ≥ mean 56 52,8

Ringan < mean 50 47,2

Total 106 100

sumber: data Primer

Berdasarkan tabel 8 dapat diketahui bahwa perawat pada

ruang rawat inap (perawatan interna, perawatan anak, perawatan

bedah, perawatan kebidanan dan kandungan, ICU) RSUD Sinjai

yang memiliki tingkat beban kerja yang berat, yaitu sebanyak 56

83

perawat (52,8%). Sedangkan sebanyak 50 perawat (47,2%)

memiliki tingkat beban kerja yang ringan.. Tingginya beban kerja

dapat berefek pada penurunan kinerja personel rumah sakit.

Tabel 9 Distribusi Frekuensi Indikator Penilaian Beban Kerja pada Ruang

Rawat Inap RSUD Kabupaten Sinjai. Tahun 2015

Variabel N min Max mean±SD

Observasi secara ketat selama jam

kerja

106 1.0 4.0 2.03±1.01

Banyak pekerjaan yang harus

dilakukan

106 1.0 4.0 2.14±1.06

Beragam jenis pekerjaan 106 1.0 4.0 2.35±1.02

Kontak langsung dengan pasien

terus menerus

106 1.0 4.0 2.38±0.98

Kurangnya tenaga perawat

dibanding pasien

106 1.0 4.0 2.60±1.17

Pengetahuan keterampilan kurang 106 1.0 4.0 2.22±0.96

Harapan pimpinan RS 106 1.0 4.0 2.29±1.02

Tuntutan keluarga untuk perawatan

kesehatan

106 1.0 4.0 2.24±0.98

Setiap saat dihadapkan dalam

pengambilan keputusan

106 1.0 4.0 2.22±1.0

Tanggung jawab 106 1.0 4.0 2.31±1.0

Menghadapi karakterisitik pasien

yang berbeda

106 1.0 4.0 2.56±1.0

Banyaknya tugas delegatif 106 1.0 4.0 2.34±1,01

Tindakan penyelamatan pasien 106 1.0 4.0 2.32±1.10

84

sumber: data Primer

Tabel 9 menunjukkan bahwa frekuensi penilaian beban kerja

untuk observasi secara ketat selama jam kerja (tekanan darah,

nadi, pernafasan, balance cairan) memiliki nilai mean 2.03±1.01,

artinya perawat perlu diberikan motivasi lagi agar tetap melakukan

observasi dengan ketat untuk memantau perkembangan pasien

meskipun hal ini menjadi beban kerja tersendiri bagi perawat. selain

itu, kurangnya tenaga perawat dibanding pasien sering dirasakan

oleh perawat apabila jumlah pasien di shift pagi dan sore

meningkat. Hal ini terlihat dari nilai mean sebesar 2.60±1.17 .

Beban kerja perawat relatif bergantung kepada jumlah tenaga

perawat, jumlah pasien tiap shift, dan tingkat ketergantungan

pasien.

2.3. Analisis Tingkat Kinerja Perawat

Tabel 10 Distribusi Perawat Berdasarkan Tingkat Kinerja pada Ruang

Rawat Inap RSUD Kabupaten Sinjai. Tahun 2015

Tingkat Motivasi Skor Jumlah

(n)

Persentase

(%)

Tinggi ≥ mean 63 59,4

Rendah < mean 43 40,6

Total 106 100

sumber: data Primer

85

Tabel 10 menunjukkan bahwa sebanyak 59,4 % (63

perawat) memiliki kinerja yang tinggi pada ruang rawat inap RSUD

Sinjai. Artinya perawat telah melakukan metode asuhan

keperawatan yang ilmiah, sistematis, dinamis, dan terus- menerus

serta berkesinambungan dalam rangka pemecahan masalah

kesehatan pasien/ klien, dimulai dari pengkajian (pengumpulan

data, analisis data dan penentuan masalah), diagnosis

keperawatan, pelaksanaan dan tindakan keperawatan (evaluasi).

Tabel 11. Distribusi Frekuensi Indikator Penilaian Kinerja pada Ruang

Rawat Inap RSUD Kabupaten Sinjai. Tahun 2015

Sub Variabel n Min Max mean±SD

Pengkajian 106 2,20 4,0 3,59±0,42

Perencanaan 106 1,67 4,0 3,64±0,50

Implementasi 106 1,20 4,0 3,65±0,45

Evaluasi 106 2,0 4,0 3,55±0,44

Komunikasi 106 1,67 4,0 3,66±0,47

Harapan institusi 106 1,50 4,0 3,51±0,42

sumber: data Primer

Tabel 11 menunjukkan bahwa indikator penilaian kinerja

untuk harapan institusi dan profesi memiliki nilai mean 3,51±0,42.

Artinya perawat masih perlu berperan aktif dalam mendukung

harapan institusi dan profesi di rumah sakit.

3. Analisis Pengaruh Variabel Penelitian

86

Pada tahap ini dilakukan analisis statistik dengan

menggunakan uji pearson correlation untuk melihat ada tidaknya

pengaruh antara variabel independen (motivasi dan beban kerja)

dengan variabel dependen (kinerja). Hasilnya dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel 12 Hasil Analisis Variabel Motivasi terhadap Kinerja pada

Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Sinjai. Tahun 2015

Motivasi Kinerja Total Koefisien

Korelasi

Proba

Bilitas Tinggi Rendah

Tinggi 33

61,1%

21

38,9%

54

100%

0,328

0,001 Rendah 30

57,7%

22

42,3%

52

100%

Total 63

59,4%

43

40,6%

106

100%

sumber: data Primer

Tabel 12 menunjukkan bahwa perawat yang memiliki

motivasi tinggi cenderung memiliki kinerja yang tinggi 61,1%

Sedangkan koefisien korelasi antara variabel motivasi dengan

kinerja perawat sebesar 0,328 dengan tingkat signifikan 0,001 (sig

87

< α 0,05) yang berarti terdapat pengaruh antara motivasi terhadap

kinerja.

Tabel 13 Hasil Analisis Variabel Beban Kerja terhadap Kinerja pada

Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Sinjai. Tahun 2015

Beban

Kerja

Kinerja Total Koefisien

Korelasi

Proba

Bilitas Tinggi Rendah

Berat 30

53,6%

26

46,4%

56

100%

- 0,237

0,014

Ringan 33

66%

17

34%

50

100%

Total 63

59,4%

43

40,6%

sumber: data Primer

Tabel 13 menunjukkan bahwa perawat yang memiliki beban

kerja yang ringan cenderung memiliki kinerja yang tinggi dengan

kontribusi sebesar 66%. Sedangkan koefisien korelasi antara

beban kerja dengan kinerja perawat sebesar – 0,237 dengan

tingkat signifikan 0,014 (sig < α 0,05) yang berarti terdapat

pengaruh beban kerja terhadap Kinerja. Beban kerja yang berlebih

akan menimbulkan rasa tidak senang terhadap pekerjaan dan akan

membangun iklim kerja yang tidak menyenangkan yang akhirnya

berdampak pada kinerja yang rendah..

88

4. Analisis Multivariat

Pada tahap ini dilakukan analisis statistik dengan

menggunakan uji regresi linear untuk melihat variabel yang paling

dominan mempengaruhi kinerja perawat. Hasilnya dapat dilihat

pada tabel-tabel berikut:

Tabel 14 Uji Anova Pengaruh Motivasi dan Beban Kerja dengan Kinerja

pada Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Sinjai. Tahun 2015

Model Sum of

Squares

Df Mean

Square

F Sig

(p)

Regression 1681,969 2 840,984 8,436 0,000

Residual 10267,881 103 99,688

Total 11949,849 105

sumber: data Primer

Tabel 14 menunjukkan bahwa nilai p = 0.000, artinya

persamaannya layak untuk dibaca sehingga disimpulkan bahwa

ada pengaruh motivasi dan beban kerja dengan kinerja perawat.

Tabel 15 Model Summary Motivasi dan Beban Kerja dengan Kinerja pada

Ruang Rawat Inap (RSUD Kabupaten Sinjai. Tahun 2015

Model R R

Squares

Adjusted R

Square

Std.Error

of The

Estimate

Durbin-

Watson

1 0,375 0,141 0,124 9,984 1,7251

sumber: data Primer

89

Tabel 15 (model Summary) memberi informasi seberapa

besar variabel bebas (independen) dapat menjelaskan variable

terikat (dependen), hasilnya bisa dilihat dari nilai adjusted R Square

0.124 atau 12,4%. Artinya variabel motivasi dan beban kerja

menyumbang 12,4% mempengaruhi kinerja Perawat. Dan sekitar

87,6% diasumsikan variabel yang tidak diteliti berpengaruh pada

kinerja perawat. Variabel yang tidak diteliti antara lain variabel

individu (kemampuan dan keterampilan, latar belakang keluarga,

tingkat sosial, pengalaman, demografis), variabel organisasi

(kepemimpinan, struktur, desain pekerjaan, supervisi), dan variabel

psikologi (persepsi, sikap, kepribadian). Hal ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Qalbia Muhammad Nur, 2013

menunjukkan bahwa supervisi (p=0.002) berhubungan dengan

kinerja perawat pelaksana dalam menerapkan patient safety.

Kesimpulan penelitian ini adalah ada hubungan signifikan antara

supervisi terhadap kinerja perawat pelaksana dalam menerapkan

patient safety di RS Universitas Hasanuddin.

Tabel 16 Tabel Coeffisient Motivasi dan Beban Kerja terhadap Kinerja

pada Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Sinjai. Tahun 2015

Model B T Sig (P)

Constant 79,395 7,648 0,000

Total Skor Motivasi 0,350 3,185 0,002

90

Total Skor Beban Kerja -0,184 -1,995 0,049

sumber: data Primer

Tabel 16 menunjukkan bahwa nilai Sig (p-value) untuk

variabel motivasi (0,002) lebih rendah daripada nilai Sig (p-value)

variabel beban kerja. Artinya variabel motivasi lebih dominan

mempengaruhi kinerja perawat. Tinggi rendahnya motivasi seorang

perawat ikut menentukan tinggi rendahnya kinerja. Motivasi

merupakan bagian terpenting dari kinerja. Motivasi merupakan

faktor penting dalam mendorong setiap perawat untuk bekerja

secara produktif, sehingga berdampak pada kinerja perawat.

B. Pembahasan

1. Gambaran Perawat pada Unit Rawat Inap RSUD Kabupaten Sinjai

Karakteristik perawat pada unit rawat inap RSUD Kabupaten Sinjai

tergambar pada tabel 1. Dari gambaran tersebut didapatkan informasi

bahwa perawat perempuan jumlahnya lebih banyak daripada perawat laki-

laki. Perawat perempuan cenderung memiliki kinerja yang tinggi.

Hal ini sesuai dengan sejarah awal profesi keperawatan yang

dimulai dari Florence Nightingale yang mulanya sebagai pekerjaan yang

didasari kasih sayang seorang ibu atau perempuan. Keadaan ini

91

memungkinkan perempuan lebih baik kinerjanya dibandingkan laki-

laki.(Zahriani, 2009)

Usia rata-rata perawat 18-30 tahun sebanyak 87 orang (82,1%)

dengan kinerja yang tinggi 60,9%. Perawat yang berusia 31-40 tahun

sebanyak 19 orang (17,9 %) dan memiliki kinerja yang tinggi sebanyak

52,6% dan yang berkinerja rendah sebanyak 9 orang (47,4%). Usia ini

mengindikasikan bahwa kinerja seorang perawat akan berkurang oleh

karena produktifitas seseorang akan menurun disebabkan bertambahnya

usia. Hal ini disebabkan keterampilan fisik seperti kecepatan, kelenturan,

kekuatan dan koordinasi yang menurun. Namun bisa terjadi sebaliknya

karena bertambahnya pengalaman dan lebih bijkasana dalam

pengambilan keputusan sehingga menunjukkan kinerja yang tinggi.

Hubungan kinerja dengan usia sangat erat kaitannya, alasannya

adalah adanya keyakinan yang meluas bahwa kinerja menurun dengan

bertambahnya usia. Pada pekerja yang berusia tua dianggap kurang

luwes dan menolak teknologi baru. Tetapi di lain pihak ada kualitas positif

pada pekerja yang berusia tua, meliputi pengalaman, pertimbangan, etika

kerja yang kuat, dan komitmen terhadap mutu (Robbins, 2002). Menurut

Melcher (1995), faktor usia mempengaruhi prestasi kerja seseorang. Usia

30-40 tahun umumnya memiliki nilai motivasi, ambisi dan kerja keras

untuk mencapai kesuksesan atau prestasi (Robbins,202).

Hal ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hadi Saputra

yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara usia,

92

dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Polda

Bengkulu.

Untuk tingkat pendidikan mayoritas perawat berlatar pendidikan

diploma. Dari gambaran ini diharapkan agar perawat yang berlatar

pendidikan diploma dan SPK diberikan kesempatan untuk melanjutkan

pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi sebagaimana semakin tinggi

pendiidikan maka semakin baik pula kinerja pelayanan yang diberikan.

Seperti perawat yang berlatar pendidikan diploma cenderung memiliki

kinerja yang tinggi daripada perawat yang berlatar pendidikan SPK

dengan kontribusi 55,6 %. Perawat yang berpendidikan sarjana pun

menunjukkan kinerja yang tinggi dengan kontribusi 68,8 %.

Menurut Handoko (2002), pendidikan merupakan faktor penting

dalam menentukan kemampuan kerja seorang pekerja. Oleh karena

pendidikan adalah langkah awal untuk melihat kemampuan seseorang.

Sementara Hasibuan (2007), pendidikan merupakan indikator yang

mencerminkan kemampuan seseorang untuk dapat menyelesaikan

pekerjaan. Dengan latar belakang itu pula seseorang dianggap akan

mampu menduduki suatu jabatan. Selain itu, pendidikan juga merupakan

suatu pembinaan dalam proses berkembangnya kemampuan dasar yang

ada padanya. Berdasarkan definisi tersebut maka dapat disimpulkan

bahwa pendidikan merupakan cerminan seseorang untuk melakukan

suatu pekerjaan berdasarkan kemampuan dasar yang ada padanya.

93

Perawat yang bekerja dalam kurun waktu 1-5 tahun sebanyak 58

orang di unit rawat inap RSUD Sinjai. Semakin lama seorang perawat

bekerja maka semakin banyak pengalaman dan pengetahuan yang

dimiliki sehingga akan memberikan kinerja yang baik dalam melaksanakan

tugas dan fungsinya di rumah sakit.

Lama kerja seorang pekerja cenderung menggambarkan rasa

betah bekerja terhadap suatu organisasi, hal ini disebabkan salah satunya

karena telah beradaptasi dengan lingkungan yang cukup lama sehingga

seorang pekerja akan merasa nyaman dengan pekerjaannya. Penyebab

lain juga dikarenakan adanya kebijakan dari instansi atau perusahan

mengenai jaminan hidup dihari tua (Kreiner dan Kinicki, 2003).

Hal ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hadi Saputra

yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara lama

kerja dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara

Polda Bengkulu.

Tingkat motivasi, tingkat beban kerja dan tingkat kinerja perawat

ditunjukkan pada tabel 6,8 dan 10. Tabel 6,8 dan 10 menjelaskan bahwa

tingkat motivasi perawat pada ruang rawat inap (perawatan interna,

perawatan anak, perawatan bedah, perawatan kebidanan dan kandungan,

ICU) RSUD Sinjai berada dalam kategori tinggi. Motivasi merupakan faktor

penting dalam mendorong setiap karyawan untuk bekerja secara

produktif, sehingga berdampak pada kinerja karyawan (Siagian, 2002).

Sedangkan tingkat beban kerja perawat berada dalam kategori berat,

94

namun tidak berbeda jauh dengan jumlah perawat yang memiliki tingkat

beban kerja yang ringan. Untuk tingkat kinerja perawat memiliki kinerja

yang sangat tinggi pada ruang rawat inap RSUD Sinjai. Hal ini

menunjukkan bahwa perawat telah melaksanakan tugas dan fungsinya

dalam menerapkan standar asuhan keperawatan di rumah sakit. Mulai

dari tahap pengkajian sampai pada tahap evaluasi.

Tabel 7 menunjukkan bahwa sub variabel motivasi yaitu tambahan

di luar gaji memiliki nilai mean yang lebih rendah (1,88±0,54) daripada sub

variabel lainnya, artinya perawat di unit rawat inap membutuhkan

tambahan di luar gaji untuk meningkatkan motivasinya dalam menjalankan

tugas dan fungsinya yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerjanya.

Begitupun dengan subvariabel tanggungjawab yang memiliki nilai mean

2,86±0,42, artinya perawat harus diberikan motivasi lagi agar lebih

bertanggungjawab dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai

tenaga keperawatan.. Hal ini menunjukkan bahwa tambahan di luar gaji

kurang berpengaruh terhadap motivasi perawat

Paradigma yang berkembang bahwa kenaikan pendapatan/imbalan

dan pemberian insentif/bonus secara otomatis akan selalu dibarengi

dengan kenaikan produktifitas/ kinerja.

2. Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Perawat

Keberhasilan pengelolaan organisasi sangat ditentukan oleh

kegiatan pendayagunaan SDM. Berangkat dari hal tersebut sangat

95

penting untuk disadari, adanya teknik-teknik untuk dapat memelihara

prestasi dan kepuasan kerja karyawan. Salah satunya adalah dengan

memberikan dorongan (motivasi) kepada perawat agar mereka dapat

melaksanakan tugas sesuai uraian tugas dan pengarahan. motivasi kerja

adalah sesuatu yang dapat menimbulkan dorongan atau semangat kerja

atau pendorong semangat kerja. Beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi motivasi kerja adalah atasan, rekan kerja, sarana fisik,

kebijaksanaan atau peraturan, imbalan jasa uang dan non uang, jenis

pekerjaan dan tantangan. (I Komang Ardana, Manajemen SDM:193)

Motivasi perawat pada ruang rawat inap (perawatan interna,

perawatan anak, perawatan bedah, perawatan kebidanan dan kandungan,

ICU) RSUD Sinjai menunjukkan perawat yang memiliki motivasi rendah

cenderung memiliki kinerja yang rendah pula. Sebaliknya perawat yang

memiliki motivasi tinggi akan memiliki kinerja yang tinggi pula.

Berdasarkan uji pearson correlation menunjukkan bahwa koefisien

korelasi antara variabel motivasi dengan kinerja perawat sebesar 0,328

dengan tingkat signifikan 0,001 (sig < α 0,05) yang berarti terdapat

pengaruh motivasi terhadap kinerja. Dan berdasarkan analisis multivariate

dengan menggunakan uji regresi linear menunjukkan bahwa variabel

motivasi lebih dominan mempengaruhi kinerja perawat karena nilai Sig (p-

value) untuk variabel motivasi (0,002) lebih rendah daripada nilai Sig (p-

value) variabel beban kerja.

96

Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Syafrizal (2014)

menunjukkan bahwa motivasi perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum

Daerah Langsa umumnya tinggi (55,8%) dan Ada hubungan motivasi

dengan kinerja perawat pelaksana (P = 0,000) .Selain itu, penelitian yang

telah dilakukan oleh Kriska H.Pakudek dkk (2014) juga menunjukkan

terdapat hubungan yang bermakna antara motivasi perawat dengan

pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan di instalasi rawat inap C

RSUP Prof.DR.D. Kandou Manado. Penelitian yang dilakukan oleh Isra

Wahyuni dkk dari hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan

motivasi dengan kinerja perawat pelaksana di RS Bhayangkara Medan

dengan nilai p=0,006.

Hasil penilitian ini juga sesuai dengan penelitian yang telah

dilakukan oleh Reski Nur Wahyuningsih (2014) yang menunjukkan bahwa

pengetahuan (p=0,28), motivasi (p=0,00), dan beban kerja (p=0,10)

berhubungan dengan kinerja keselamatan pasien oleh perawat.

Kesimpulan penelitian ini adalah ada hubungan antara tingkat

pengetahuan, motivasi, dan beban kerja terhadap kinerja perawat dalam

mengimplementasikan keselamatan pasien di instalasi rawat inap RSUD

Syekh Yusuf Gowa.

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Zahriani, 2009 bahwa berdasarkan hasil regresi linier berganda

menunjukkan bahwa variabel motivasi (p=0,049) berpengaruh signifikan

terhadap kinerja perawat dalam kelengkapan rekam medis. Ini sesuai

97

dengan pendapat Foster dkk (2001), yang menyatakan bahwa

meningkatnya kinerja karena pengetahuan yang baik, sikap kerja yang

terkait dengan motivasi yang tinggi untuk melaksanakan tugas dan

keterampilan yang baik.

Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian McCleland (1961),

Edward Murray (1957), Miller dan Gordon W (1970, Anwar Prabu

Mangkunegara, (2000) menyimpulkan bahwa ada hubungan yang positif

antar motivasi berprestasi dengan pencapaian kinerja. artinya pimpinan,

manajer dan pegawai yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi akan

mencapai kinerja tinggi, dan sebaliknya mereka yang kinerjanya rendah

disebabkan karena motivasi kerjanya rendah.

Untuk itu, teknik memotivasi kerja pegawai dapat dilakukan melalui

2 cara menurut Mangkunegara (2012: 76-77):

1. Teknik pemenuhan kebutuhan pegawai

Pemenuhan kebutuhan pegawai merupakan fundamen yang

mendasari prilaku kerja. Tidak mungkin dapat memotivasi kerja

pegawai tanpa memeperhatikan apa yang dibutuhkannya.

2. Teknik komunikasi persuasif

Merupakan salah satu teknik memotivasi kerja pegawai yang

dilakukan dengan cara mempengaruhi pegawai secara

ekstralogis. Teknik ini dirumuskan dalam “AIDDAS”.

A = Attention (perhatikan)

I = Interest (Minat)

98

D = Desire (Hasrat)

D = Decision (Keputusan)

A = Action (Aksi/ Tindakan)

S = Satisfaction (Kepuasan)

Dalam penggunaanya, pertama kali pemimpin harus memberikan

perhatian kepada pegawai tentang pentingnya tujuan dari suatu pekerjaan

agar timbul minat pegawai terhadap pelaksanaan kerja. Jika telah timbul

minatnya, maka tindakan kerja dalam mencapai tujuan yang diharapkan

oleh pemimpin. Dengan demikian, pegawai akan bekerja dengan motivasi

tinggi dan merasa puas terhadap hasil kerjanya.

Berdasarkan hasil penelitian Mc. Cleland tentang pencapaian

kinerja, dapat disimpulkan bahwa individu-individu yang memiliki motivasi

berprestasi tinggi untuk mencapai kinerja dapat dibedakan dengan yang

lainnya dalam empat ciri seperti yang disadur oleh R. Wayne Pace

(2002:434) dalam Mangkunegara sebagai berikut:

a. Individu yang senang bekerja dan menghadapi tantangan yang

moderat.

b. Individu yang memperoleh sedikit kepuasan jika pekerjaannya

sangat mudah dan jika terlalu sulit akan cenderung kecewa.

c. Individu yang cenderung tidak menyenangi tugas tersebut jika

tidak mencapai prestasi sesuai dengan yang diinginkan.

d. Individu yang senang memperoleh umpan balik yang konkret

mengenai keberhasilan pekerjaannya.

99

e. Individu yang lebih senang bertanggungjawab secara personal

atas tugas yang dikerjakan.

f. Individu yang puas dengan hasil bila pekerjaan yang dilakukan

sendiri.

g. Individu yang kurang istirahat, cenderung inovatif, dan banyak

bepergian.

h. Individu yang selalu mencari kemungkinan pekerjaan yang

lebih menantang, meninggalkan sesuatu yang lama dan

menjadi rutinitas serta berusaha untuk menemukan sesuatu

yang baru.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Suarli S dalam buku

manajemen keperawatan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi

kinerja dan kepuasan kerja yaitu motivasi dan lingkungan .

1. Motivasi

Menurut Rowland dan Rowland (1997) fungsi manager dalam

meningkatkan kepuasan kerja staf didasarkan pada faktor-faktor

motivasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi meliputi:

a. Keinginan akan adanya peningkatan

b. Rasa percaya bahwa gaji yang didapatkan sudah mencukupi.

c. Memiliki kemampuan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai

yang diperlukan

d. Adanya umpan balik

100

e. Adanya kesempatan untuk mencoba pendekatan baru dalam

melakukan pekerjaan

f. Adanya instrument kinerja untuk promosi, kerjasama dan

peningkatan penghasilan.

Kebutuhan seseorang untuk mencapai prestasi merupakan kunci

dalam motivasi dan kepuasan kerja. Jika seseorang bekerja untuk

memenuhi kebutuhan, pencapaian prestasi tersebut bisa berubah,

biasanya sebagai dampak dari beberapa faktor dalam organisasi.

Misalnya program pelatihan, pembagian dan jenis tugas yang diberikan,

tipe supervisi yang dilakukan, dan perubahan pola motivasi.

Seseorang memilih suatu pekerjaan didasarkan pada kemampuan

dan keterampilan yang dimilikinya. Motivasi akan menjadi masalah apabila

kemampuan yang dimiliki tidak dimanfaatkan dan dikembangkan dalam

melaksanakan tugasnya. Dalam keadaan ini, persepsi seseorang

memegang peranan penting sebelum melaksankan atau memilih

pekerjaan.

Motivasi seseorang akan timbul apabila mereka diberi kesempatan

untuk mencoba cara baru dan mendapat umpan balik dari hasil yang

diperlukan agar seseorang merasa dihargai dan diperhatikan serta

dibimbing manakala melakukan suatu kesalahan.

2. Lingkungan

101

Faktor lingkungan juga memegang peranan penting dalam

motivasi. Faktor lingkungan tersebut meliputi:

a. Komunikasi

1. Penghargaan terhadap usaha yang telah dilakukan

2. Pengetahuan tentang kegiatan organisasi

3. Rasa percaya diri berhubungan dengan manajemen

organisasi

b. Potensi pengembangan

1. Kesempatan untuk berkembang, meningkatkan karier, dan

mendapatkan promosi

2. Dukungan untuk tumbuh dan berkembang, seperti

pelatihan, beasiswa untuk melanjutkan pendidikan,

pelatihan manajemen bagi staf yang dipromosikan.

c. Kebijakan individual, yaitu tindakan untuk mengakomodasi

kebutuhan individu seperti jadwal kerja, liburan, cuti sakit, serta

pembiayaannya.

1. Ketenangan dalam bekerja

2. Loyalitas organisasi terhadap staf

3. Penghargaan staf sesuai dengan agama dan latar

belakangnya

4. Keputusan organisasi yang adil dan konsisten

5. Upah atau gaji yang bisa mencukupi kebutuhan hidup

6. Kondisi kerja yang kondusif.

102

Selain itu, penting untuk diperhatikan sebagai seorang manajer

keperawatan yang berperan sebagai mentor (Davling 1984) dalam

Marquis dan Houston, 1998:246 yaitu:

a. Model: seseorang yang perilakunya dapat menjadi contoh.

b. Envisioner: seseorang yang dapat melihat dan

mengkomunikasikan arti keperawatan professional dan

keterkaitannya dalam praktik keperawatan.

c. Energizer: manajer yang selalu dinamis dan dapat menstimulasi

staf untuk berpartisipasi terhadap program kerjanya.

d. Investor: manajer yang menginvestasikan waktu dan tenaganya

dalam pengembangan profesi dan organisasi.

e. Supporter: manajer yang memberikan dukungan emosional dan

menumbuhkan rasa percaya diri stafnya.

f. Pemegang prosedur standar (standard procedure), manajer

yang berpegang pada standar yang ada dan menolak aktifitas

yang tidak memenuhi kriteria standar.

g. Teacher-coach: manajer yang mengajarkan kemampuan (skill)

interpersonal atau cara berpolitik yang penting bagi

pengembangan stafnya.

h. Feedback giver: manajer yang memberikan umpan balik, baik

secara tulus positif atau negative dalam pengembangan diri.

i. Eye-opener: manajer yang selalu memberikan wawasan

pandangan yang luas tentang situasi terbaru yang terjadi.

103

j. Door-opener: manajer yang selalu membuka diri dan

memberikan kesempatan kepada staf untuk berkonsultasi.

k. Idea bouncer: manajer yang bisa selalu menedengar dan

berdiskusi mengenai pendapat stafnya.

l. Problem solver: manajer yang akan membantu staf dalam

mengidentifikasi dan meneyelesaikan masalah.

m. Career counselor: manajer yang membantu staf dalam

pengembangan karier (cepat ataupun lambat)

Motivasi diri sendiri (self-motivation) dari manajer merupakan

variabel yang menentukan motivasi pada semua tingkatan, khususnya

kepuasan kerja bagi staf. Sehingga menimbulkan keinginan untuk tetap

bertahan pada institusi tersebut. Sikap yang positif, bersemangat,

produktif, dan melaksanakan kegiatan dengan baik merupakan faktor

utama yang harus dimiliki manajer. Oleh karena itu secara kontinu

manajer selalu memantau tingkat motivasinya dan menjadikan

motivasinya sebagai panutan bagi staf.

Hal penting yang harus dilaksanakan oleh manajer keperawatan

adalah perawatan diri. Untuk memepertahankan “self care” ini, ada

beberapa strategi (Summers, 1994) dalam Suarli S, yaitu:

a. Mencari masukan dari kelompok pendukung yang

memungkinkan manajer untuk selalu memperhatikan dan

mendengarkan keinginan staf

b. Mempertahankan diet dan aktifitas

104

c. Mencari aktifitas yang membantu manajer untuk dapat merasa

santai

d. Memisahkan urusan pekerjaan dan kehidupan di rumah

e. Menurunkan harapan yang terlalu tinggi dan diri sendiri dan

orang lain

f. Mengenali keterbatasan/ kelemahan diri sendiri

g. Menyadari bahwa bukan nya dirinya sendiri yang dapat

menyelesaikan semua pekerjaan, tetapi berusaha dan belajar

untuk menghargai kemampuan staf

h. Berani mengatakan tidak kalau memang merasa tidak dapat

melaksanakan

i. Bersantai, tertawa, dan berkumpul dengan teman-temannya

j. Menanamkan pandangan bahwa semua yang dikerjakannya

adalah kemaslahatan umat dan sebagai ibadah.

3. Pengaruh Beban Kerja Terhadap Kinerja Perawat

Perawat merupakan proporsi tenaga yang paling besar di rumah

sakit. Diperkirakan sekitar 75 % personel adalah perawat dengan segala

perbedaan karakteristik yang dimiliki.

Beban kerja menjadi topik yang penting dalam penelitian bidang

kesehatan karena tingkat beban kerja memberikan pengaruh terhadap

kinerja dan mutu pekerjaannya.

Pada banyak penelitian tentang beban kerja perawat, didapatkan

informasi bahwa banyak waktu perawat habis untuk kegiatan administratif.

105

Sebagai profesional bidang keperawatan seharusnya kegiatan utamanya

adalah asuhan keperawatan kepada pasien rawat inap maupun rawat

jalan. Begitupula dengan pola beban kerja yang berbeda. Hal ini

berhubungan dengan pola kunjungan pasien. Biasanya pada waktu pagi

dan siang hari beban kerjanya lebih besar daripada dibandingkan dengan

waktu kerja sore dan malam hari. Beban kerja yang relatif paling rendah

biasanya pada shift malam sampai pagi hari (Ilyas,2004).

Dari hasil penelitian diketahui bahwa perawat pada ruang rawat

inap (perawatan interna, perawatan anak, perawatan bedah, perawatan

kebidanan dan kandungan, ICU) RSUD Sinjai yang memiliki tingkat beban

kerja ringan cenderung memiliki kinerja yang tinggi. (lihat tabel 13). Di sisi

lain seorang perawat harus menjalankan tugas yang menyangkut

kelangsungan hidup pasien yang dirawatnya. Kondisi inilah yang dapat

menimbulkan tambahan beban kerja dan rasa tertekan pada perawat,

akibatnya kinerja mereka menjadi buruk dan secara tidak langsung

berpengaruh terhadap organisasi dimana mereka bekerja (Nursalam,

2011).

Berdasarkan uji pearson correlation menunjukkan bahwa koefisien

korelasi antara beban kerja dengan kinerja perawat sebesar – 0,237

dengan tingkat signifikan 0,014 (sig < α 0,05) yang berarti terdapat

pengaruh beban kerja terhadap kinerja perawat. Semakin rendah beban

kerja semakin tinggi kinerja sebaliknya beban kerja yang berat akan

menurunkan kinerja perawat. Berdasarkan analisis multivariate dengan

106

menggunakan uji regresi linear, beban kerja tidak menjadi faktor dominan

dalam mempengaruhi kinerja (lihat tabel 16) dengan nilai sig (p=value)

lebih tinggi daripada variabel motivasi.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang telah

dilakukan oleh Reski Nur Wahyuningsih (2014) yang menunjukkan bahwa

pengetahuan (p=0,28), motivasi (p=0,00), dan beban kerja (p=0,10)

berhubungan dengan kinerja keselamatan pasien oleh perawat.

Kesimpulan penelitian ini adalah ada hubungan antara tingkat

pengetahuan, motivasi, dan beban kerja terhadap kinerja perawat dalam

mengimplementasikan keselamatan pasien di instalasi rawat inap RSUD

Syekh Yusuf Gowa.

Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh syafrizal

(2014) menunjukkan bahwa beban kerja perawat pelaksana di Rumah

Sakit Umum Daerah Langsa beban kerja perawat pelaksana umumnya

rendah (55,8%). Dan tidak ada hubungan beban kerja dengan kinerja

perawat pelaksana (P =0,187).

Sebagaimana Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan oleh Wa

Satria (2013) adalah tidak adanya hubungan beban kerja dengan kinerja

perawat dalam mengimplementasikan patient safety di RS Universitas

Hasanuddin.

Hasil penelitian oleh Ahmad Ahid Mudayana di RS Nur Hidayah

Bantul (2010) bahwa beban kerja tidak berhubungan secara langsung

107

dengan kinerja, tetapi pihak manajemen juga perlu memperhatikan secara

serius beban kerja yang diterima oleh karyawan.

Apabila beban kerja yang diterima terlalu besar maka akan dapat

menimbulkan stres kerja yang bisa mempengaruhi motivasi kerja dan

menurunnya kinerja. Perlu dilakukan evaluasi secara terus menerus serta

memonitoring beban kerja para karyawan agar tetap berada dalam batas

yang wajar dan sesuai dengan tugas yang telah diberikan. Beban kerja

yang normal dapat mempertahankan kinerja karyawan karena karyawan

akan merasa nyaman dan tidak mengalami stres dalam bekerja sehingga

kinerja mereka menjadi lebih baik.

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

108

Berdasarkan hasil analisis yang diuraikan pada BAB IV maka dapat

disimpulkan bahwa:

1. Terdapat pengaruh yang signifikan antara motivasi terhadap kinerja

perawat, artinya semakin tinggi motivasi maka semakin tinggi pula

kinerja perawat.

2. Terdapat pengaruh yang signifikan antara beban kerja terhadap

kinerja perawat, artinya semakin rendah beban kerja maka semakin

tinggi kinerja perawat.

3. Faktor dominan yang berpengaruh terhadap kinerja perawat di ruang

inap RSUD sinjai adalah faktor motivasi yang menunjukkan semakin

tinggi motivasi perawat maka semakin tinggi pula kinerjanya.

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan beberapa hal sebagai berikut:

1. Pimpinan rumah sakit untuk mengoptimalkan penghargaan bagi

perawat yang memiliki kinerja dan motivasi yang tinggi.

2. Manajemen RS perlu juga merencanakan rotasi perawat untuk

menyesuaikan beban kerja agar tidak terjadi kejenuhan yang

berdampak pada kinerja yang kurang optimal.

3. Manajemen RS merencanakan pelatihan yang dibutuhkan untuk

meningkatkan dan menyesuaikan kompetensi perawat agar

pelayanan maksimal

109

DAFTAR PUSTAKA

Ardana,I.Komang, Mujiati, Ni Wayan. 2012. Manajemen Sumber Daya

Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Arifin, Munif. 2011. Teori Kinerja.(online).diakses Desember 2014.

Azmi,Haral. 2012. Faktor Pembentuk Kinerja. (online).Diakses Desember

2014.

Batuah,Nurnaningsi, Latif, Abdul dkk. 2012. Hubungan Beban Kerja

Perawat Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Dalam Pemberian

Pelayanan Kesehatan di Ruang Rawat Inap RS Islam Faisal

Makassar. Jurnal Kesehatan Volume 1 No.2.ISSN:2302-1721.

(online). Diakses Desember 2014.

Bimo T, Presidentyas. Evaluasi penerapan Model Praktik Keperawatan

Primer di Ruang Maranata I Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus.

(Online). Diakses. Desember 2014.

Departemen Kesehatan RI (1999). Standar Pelayanan Rumah Sakit.ed.II.

Dirjen Pelayanan Medik.

Gillies, D.A.1990. Nursing Management:A System Aproach,

Philadelphia:WB Saunders Company.

Gomes.S.1995. Pendidikan dan Pelatihan. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Hamzah, B.Uno.2010. Teori Motivasi Dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi

Aksara.

Hariningsih,W. 2007. Implementasi Kinerja Perawat di RS Pendidikan dan

Komunitas. Dibawakan pada acara semiloka RUU Praktek

Keperawatan. 25-26 April 2007. Pekesi. Jakarta.

Hariyono,Widodo, Suryani, Dyah dkk. 2009. Hubungan antara Beban

Kerja, Stress Kerja dan tingkat konflik dengan Kelelahan Kerja

Perawat di Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI Kota

Yogyakarta. Jurnal Kesmas UAD Volume 3 No.3 September

2009:162-232.

Haryanti,Aini,Faridah,dkk. 2013. HUbungan Antara Beban Kerja Dengan

Stress Kerja Perawat Di Instalasi Gawat Darurat RSUD

110

Kabupaten Semarang.Jurnal Manajemen Keperawatan.Volume !

No.1.Mei 2013;48-56.Ungaran Indonesia.

Ilyas, Yaslis. 2004. Perencanaan SDM Rumah Sakit. Depok: FKM

Universitas Indonesia.

Indrastuti,Yani.2010. Analisis Hubungan Prilaku Caring dan Motivasi

dengan Kinerja Perawata Pelaksana Menerapakn Prinsip Etik

Keperawatan Dalam Asuhan Keperawatan Di RSUD Sragen. FIK

UI. (Online). Diakses Desemeber 2014.

Juliani. 2007. Pengaruh Motivasi Intrinsik Terhadap Kinerja Perawat

Pelaksana di Instalasi Rawat Inap RSU Dr.Piringadi Medan.

USU.(Online). Diakses Desember 2014.

Jurnal Administrasi & Kebijakan Kesehatan Indonesia Volume 01. 2012.

Makassar: Bagian AKK FKM Universitas Hasanuddin.

Makta,La Ode, Noor Bahry Noer dkk. 2013. Pengaruh Motivasi Kerja

dengan Kinerja Perawat Pelaksana Di Unit Rawat Inap RS.Stella

Maris Makassar.Bagian Mars FKM Unhas.

Mangkunegara, Anwar Prabu. 2012. Evaluasi Kinerja SDM.Bandung:

PT.Rafika Aditama.

Marquish,B. L,.Huston,C, 2006. Leadership Roles and Management

Function in Nursing: Theory and Application. 5th Ed.

Philadelphia:Lippincot.

Mastini, Putri. 2013. Hubungan pengetahuan, Sikap, Dan Beban Kerja

Dengan Kelengkapan Dokumentasi Asuhan Keperawatan IRNA

Di RSUP Sanglah Denpasar. (Online). Diakses Desember 2014.

Minarsih, Mike. 2011. Hubungan Beban Kerja Perawat dengan

Produktifitas Kerja Perawat di IRNA Non Bedah (Penyakit Dalam)

RSUP.DR.M.Djamil Padang. Penelitian Manajemen keperawatan.

Fakultas Keperawatan Universitas Andalas. (online). Di akses

Desember 2014.

Muhammad, Qalbia, Irwandy dkk. 2013. Hubungan Motivasi Dan Supervisi

Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Dalam menerapkan Patient

Safety Di Rawat Inap RS Universitas Hasanuddin. (online).

Diakses Desember 2014.

111

Mudayana, Ahmad Ahid. 2010. Hbungan Beban Kerja dengan Kinerja

Karyawan di RS Nur Hidayah Bantul.Jurnal Kesmas UAD. ISSN :

1978-0575

MS,Supriyanto,Ernawaty.2010. Pemasaran Industri Jasa Kesehatan.

Yogyakarta:Penerbit Andi.

Nurhasanah, Dewi. 2013. Implementasi dan Evaluasi

Keperawatan.(online). Diakses desember 2014.

Nurrachmah, E. Asuhan Keperawatan Bermutu di RS. Disampaikan dalam

seminar di RS Islam Cempaka Putih 21 Juni 2001. Jakarta.

Nursalam. 2011. Manajemen Keperawatan, Aplikasi Dalam Praktik

Keperawatan Profesional Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.

Nurseview. 2008. Diagnosis Keperawatan.html. (online). Diakses Maret

2015.

Notoatmodjo,Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:

PT.Rineka Cipta.

Pakudek,K.Kriska,Fredna,dkk. Hubungan Motivasi Perawat dengan

Pelaksanaan Dokumentasi Asuhan Keperawatan di Instalasi

Rawat Inap C RSUP Prof.Dr.D. Kandou Manado.Universitas Sam

Ratulangi. (online). Diakses Desember 2014.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2005. Standar Praktik

Keperawatan Indonesia. Pengurus Pusat PPNI.

Pohan, Imbalo.S. 2007. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Jakarta: EGC.

Rismawan, Ivan. 2013. Standar Asuhan Keperawatan.html. (online).

Diakses Maret 2015

Robbins,P.Stephen, Judge,Timothy A. 2008. Prilaku Organisasi

(Organizational Behavior),Edisi 12. Jakarta: Salemba Empat.

Sabarguna, Boy S, 2008. Manajemen Kinerja Pelayanan Rumah Sakit.

Jakarta: CV.Sagung Seto.

Satria,Wa, Sidin Indahwaty dkk. 2013. Hubungan beban Kerja Dengan

Kinerja Perawat Dalam mengimplementasikan Patient Safety Di

Rumah Sakit Universitas Hasanuddin.(Online). Diakses

Desember 2014.

112

Sipatu, Lindanur. 2013. Pengaruh Motivasi, Lingkungan Kerja, Dan Stress

Kerja terhadap kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD

Undata Palu. E-Journal Katalogis Vol I No.1 hal 146-157.(online).

Diakses Desember 2014.

Siregar, Marni. 2008. Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Perawat

Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSUD Swadana Tarutung

Tapanuli Utara. Tesis. Pascasarjana USU.(Online). Diakases

Desember 2004.

Suarli.S, Bahtiar, Yanyan. Manajemen Keperawatan dengan Pendekatan

Praktis. Jakarta: Erlangga.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D.

Bandung: CV. Alfabeta.

Suparyanto. 2012. Teori Kinerja. (online). Diakses Desember 2014.

Soeroso,Santoso. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia di Rumah

Sakit: Suatu Pendekatan Sistem. Jakarta: EGC.

Syafrizal. 2014. Hubungan Motivasi dan Beban Kerja dengan Kinerja

Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSUD Langsa. Tesis.

Program Studi Magister Ilmu keperawatan. USU Medan. (online).

Diakses Desember 2014.

RSUD Kabupaten Sinjai. 2014. Pelaporan Kinerja Instansi Pemerintah

Tahun 2014. Sinjai. RSUD Kab.Sinjai.

Robot, Fredna J.M. 2009. Analisis Beban Kerja Perawat. FIK UI. Diakses

Desembert 2014

Wahyuni As. 2008. Hubungan Faktor Motivasi dan beban Kerja Terhadap

Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD H.A.Sultan Daeng

Radja Kab.Bulukumba. Program Pascasarjana Unhas. Makassar.

Wahyuni, Isra,.Motivasi dan Kinerja Perawat Pelaksana di RS

Bhayangkara Medan. USU. (online). Diakses Desember 2014.

Wahyuningsih, Nur Reski. 2014. Hubungan Pengetahuan, Motivasi, dan

Beban Kerja terhadap Kinerja Keselamatan Pasien RSUD Syekh

Yusuf Gowa. Bagian Managemen RS FKM Unhas. (online).

Diakses Desember 2014.

113

Wibowo,2007. Manajemen Kinerja Edisi Ketiga. Jakarta: Rajawali Pers.

Zahriani, Ade Ira.2009. Pengaruh Karakteristik Individu Dan Psikologis

Terhadap Kinerja Perawat Dalam Kelengkapan Rekam Media Di

Ruang Rawat Inap RSU DR.Pirngadi Medan.USU. (online).

Diakses Desember 2014.

114

1. Analisis Karakteristik Responden

kelompok usia responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

V

al

id

18-30 87 82.1 82.1 82.1

31-40 19 17.9 17.9 100.0

Total 106 100.0 100.0

pendidikan responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

V

al

id

SPK 2 1.9 1.9 1.9

diploma 72 67.9 67.9 69.8

sarjana 32 30.2 30.2 100.0

Total 106 100.0 100.0

Lama kerja responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

V

al

id

< 1 thn 16 15.1 15.1 15.1

1-5 thn 58 54.7 54.7 69.8

> 5 thn 32 30.2 30.2 100.0

Total 106 100.0 100.0

status kepegawaian responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

V

al

id

PNS 38 35.8 35.8 35.8

tenaga sukarela 68 64.2 64.2 100.0

Total 106 100.0 100.0

Jenis kelamin responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid perempuan 100 94.3 94.3 94.3

laki-laki 6 5.7 5.7 100.0

Total 106 100.0 100.0

115

Statistics

kelompok

motivasi

beban

kerja kinerja

N Valid 106 106 106

Missing 0 0 0

Mean 3.00 2.25 3.83

Percent

iles

25 3.00 1.00 4.00

50 3.00 2.00 4.00

75 3.00 3.00 4.00

2. Analisis Bivariat-korelasi

Correlations

total skor beban

kerja responden

total skor kinerja

responden

total skor beban kerja responden Pearson Correlation 1 -.237*

Sig. (2-tailed) .014

N 106 106

total skor kinerja responden Pearson Correlation -.237* 1

Sig. (2-tailed) .014

N 106 106

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Correlations

total skor kinerja

responden

total skor

motivasi

responden

total skor kinerja responden Pearson Correlation 1 .328**

Sig. (2-tailed) .001

N 106 106

total skor motivasi

responden

Pearson Correlation .328** 1

Sig. (2-tailed) .001

N 106 106

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

116

Tabel Distribusi Frekuensi indicator penilaian Motivasi

Variabel n min max mean±SD Median

Lingkungan kerja 106 1,80 4,0 2,95±0,46 3,0

Tambahan diluar gaji 106 1,0 3,6 1,88±0,54 1,8

Hubg. Dengan rekan

kerja

106 1,80 4,0 3,30±0,49 3,2

Tanggung jawab 106 1,20 3,8 2,86±0,42 2,8

Pengakuan terhadap

pekerjaan

106 1,80 4,0 3,07±0,41 3,0

Prestasi kerja 106 1,80 4,0 3,17±0,41 3,0

Tabel Distribusi Frekuensi indicator penilaian Kinerja

Variabel n min max mean±SD Median

Pengkajian 106 2,20 4,0 3,59±0,42 3,6

Perencanaan 106 1,67 4,0 3,64±0,50 4,0

Implementasi 106 1,20 4,0 3,65±0,45 3,8

Evaluasi 106 2,0 4,0 3,55±0,44 3,6

Komunikasi 106 1,67 4,0 3,66±0,47 4,0

Harapan institusi 106 1,50 4,0 3,51±0,42 3,5

Tabel Distribusi Frekuensi indicator penilaian beban kerja

Variabel N min max mean±SD Median

Observasi secara ketat jam kerja 106 1.0 4.0 2.03±1.01 2.0

117

Banyak pekerjaan yang harus

dilakukan

106 1.0 4.0 2.14±1.06 2.0

Beragam jenis pekerjaan 106 1.0 4.0 2.35±1.02 2.0

Kontak langsung dengan pasien

terus menerus

106 1.0 4.0 2.38±0.98 3.0

Kurangnya tenaga perawat

disbanding pasien

106 1.0 4.0 2.60±1.17 3.0

Pengetahuan keterampilan

kurang

106 1.0 4.0 2.22±0.96 2.0

Harapan pimpinan RS 106 1.0 4.0 2.29±1.02 3.0

Tuntutan keluarga untuk

perawatan kesehatan

106 1.0 4.0 2.24±0.98 2.0

Setiap saat dihadapkan dalam

pengambilan keputusan

106 1.0 4.0 2.22±1.0 2.0

Tanggung jawab 106 1.0 4.0 2.31±1.0 3.0

Menghadapi karakterisitik pasien

yang berbeda

106 1.0 4.0 2.56±1.0 3.0

Banyaknya tugas deligatif 106 1.0 4.0 2.34±1,01 2.0

Tndakan penyelamatan pasien 106 1.0 4.0 2.32±1.10 3.0

118

OUTPUT SPSS

Report

VAR00003

lingkungan

kinerja

tambahan diluar

gaji

hub. dengan

rekan kerja tanggung jawab

pengakuan

terhadap

pekerjaan prestasi kerja pengkajian perencanaan implementasi evaluasi komunikasi

harapan istitusi

profesi bk

1.00 N 106 106 106 106 106 106 106 106 106 106 106 106 106

Mean 2.9566 1.8849 3.3000 2.8679 3.0755 3.1736 3.5943 3.6447 3.6509 3.5597 3.6698 3.5189 2.3186

Std. Deviation .46435 .54157 .49550 .42304 .41720 .41868 .42084 .50452 .45277 .44257 .47697 .42563 .82470

Median 3.0000 1.8000 3.2000 2.8000 3.0000 3.0000 3.6000 4.0000 3.8000 3.6667 4.0000 3.5000 2.3846

Minimum 1.80 1.00 1.80 1.20 1.80 1.80 2.20 1.67 1.20 2.00 1.67 1.50 1.00

Maximum 4.00 3.60 4.00 3.80 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 3.77

Statistics

VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 VAR00006 VAR00007 VAR00008 VAR00009 VAR00010 VAR00011 VAR00012 VAR00013

N Valid 105 105 105 105 105 105 105 105 105 105 105 105 105

Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Mean 2.0381 2.1429 2.3524 2.3810 2.6000 2.2286 2.2952 2.2476 2.2286 2.3143 2.5619 2.3429 2.3238

Median 2.0000 2.0000 2.0000 3.0000 3.0000 2.0000 3.0000 2.0000 2.0000 3.0000 3.0000 2.0000 3.0000

Std. Deviation 1.01833 1.06904 1.02826 .98431 1.17342 .96334 1.02773 .98821 .94317 1.00302 1.00884 1.01743 1.10502

119

Minimum 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00

Maximum 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00

klpk_motivasi * Klpk_kinerja Crosstabulation

Klpk_kinerja

Total tinggi rendah

klpk_motivasi tinggi Count 33 21 54

% within klpk_motivasi 61.1% 38.9% 100.0%

rendah Count 30 22 52

% within klpk_motivasi 57.7% 42.3% 100.0%

120

Total Count 63 43 106

% within klpk_motivasi 59.4% 40.6% 100.0%

klpk_beban kerja * Klpk_kinerja Crosstabulation

Klpk_kinerja

Total tinggi rendah

klpk_beban kerja berat Count 30 26 56

% within klpk_beban kerja 53.6% 46.4% 100.0%

ringan Count 33 17 50

% within klpk_beban kerja 66.0% 34.0% 100.0%

Total Count 63 43 106

% within klpk_beban kerja 59.4% 40.6% 100.0%

klpk_motivasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid tinggi 54 50.9 50.9 50.9

rendah 52 49.1 49.1 100.0

Total 106 100.0 100.0

121

klpk_beban kerja

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid berat 56 52.8 52.8 52.8

ringan 50 47.2 47.2 100.0

Total 106 100.0 100.0

Klpk_kinerja

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid tinggi 63 59.4 59.4 59.4

rendah 43 40.6 40.6 100.0

Total 106 100.0 100.0

Statistics

total skor

motivasi

responden

total skor beban

kerja responden

total skor kinerja

responden

N Valid 106 106 106

122

Missing 0 0 0

Mean 86.29 30.14 104.04

Minimum 56 13 50

Maximum 107 49 116

Jenis kelamin responden * Klpk_kinerja Crosstabulation

Klpk_kinerja

Total tinggi rendah

Jenis kelamin responden perempuan Count 60 40 100

% within Jenis kelamin

responden

60.0% 40.0% 100.0%

laki-laki Count 3 3 6

% within Jenis kelamin

responden

50.0% 50.0% 100.0%

Total Count 63 43 106

% within Jenis kelamin

responden

59.4% 40.6% 100.0%

kelompok usia responden * Klpk_kinerja Crosstabulation

Klpk_kinerja Total

123

tinggi Rendah

kelompok usia responden 18-30 Count 53 34 87

% within kelompok usia

responden

60.9% 39.1% 100.0%

31-40 Count 10 9 19

% within kelompok usia

responden

52.6% 47.4% 100.0%

Total Count 63 43 106

% within kelompok usia

responden

59.4% 40.6% 100.0%

pendidikan responden * Klpk_kinerja Crosstabulation

Klpk_kinerja

Total tinggi rendah

pendidikan responden SPK Count 1 1 2

% within pendidikan

responden

50.0% 50.0% 100.0%

diploma Count 40 32 72

% within pendidikan

responden

55.6% 44.4% 100.0%

sarjana Count 22 10 32

124

% within pendidikan

responden

68.8% 31.3% 100.0%

Total Count 63 43 106

% within pendidikan

responden

59.4% 40.6% 100.0%

Lama kerja responden * Klpk_kinerja Crosstabulation

Klpk_kinerja

Total tinggi rendah

Lama kerja responden < 1 thn Count 11 5 16

% within Lama kerja

responden

68.8% 31.3% 100.0%

1-5 thn Count 33 25 58

% within Lama kerja

responden

56.9% 43.1% 100.0%

> 5 thn Count 19 13 32

% within Lama kerja

responden

59.4% 40.6% 100.0%

Total Count 63 43 106

% within Lama kerja

responden

59.4% 40.6% 100.0%

125

status kepegawaian responden * Klpk_kinerja Crosstabulation

Klpk_kinerja

Total tinggi rendah

status kepegawaian

responden

PNS Count 21 17 38

% within status

kepegawaian responden

55.3% 44.7% 100.0%

tenaga sukarela Count 42 26 68

% within status

kepegawaian responden

61.8% 38.2% 100.0%

Total Count 63 43 106

% within status

kepegawaian responden

59.4% 40.6% 100.0%

126

Hasil analisis regresi linear

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 1681.969 2 840.984 8.436 .000a

Residual 10267.881 103 99.688

Total 11949.849 105

a. Predictors: (Constant), total skor beban kerja responden, total skor motivasi responden

b. Dependent Variable: total skor kinerja responden

Coefficientsa

Model Summaryb

Model

R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

Durbin-

Watson

o

n

0

1 .375a .141 .124 9.984 1.7251

a. Predictors: (Constant), total skor beban kerja responden, total skor motivasi

responden

b. Dependent Variable: total skor kinerja responden

127

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardi

zed

Coefficien

ts

t Sig.

Collinearity Statistic

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 79.395 10.381 7.648 .000

total skor motivasi

responden

.350 .110 .296 3.185 .002 .969 1.032

total skor beban kerja

responden

-.184 .092 -.185 -1.995 .049 .969 1.032

a. Dependent Variable: total skor kinerja responden

128

KUESIONER PENELITIAN

Initial Perawat : Jenis Kelamin: 1. Pr 2.Lk

Usia :1. 18-30 thn 2.31-40 thn 3.>40 thn

Pendidikan : 1. SPK 2. Diploma 3.Sarjana

Lama Kerja : 1. < 1 thn 2. 1-5 thn 3. >5 thn

INSTRUMEN MOTIVASI PERAWAT

A. Pertanyaan mengenai lingkungan kerja yang meliputi ketersediaan peralatan medis, suasana dan perasaan kerja. Mohon Anda memberi

tanda silang pada nomor ng telah disediakan sesuai dengan penilaian Anda dalam menilai setiap jawaban: 1= Tidak baik 2=Cukup baik 3=baik 4=sangat baik

No

Pertanyaan Pilihan

1 2 3 4

1 Bagaimana kondisi alat perawatan yang tersedia jika hendak melakukan asuhan keperawatan?

2 Bagaimana suasana dalam ruang kerja pada waktu anda hendak memberikan pelayanan asuhan keperawatan?

3 Bagaimana perhatian pimpinan anda sebelum dan sesudah melakukan perawatan?

4 Bagaimana penataan dan pencatatan administrasi yang ada di ruangan?

5 Bagaimana perasaan anda dengan jam kunjung membesuk?

B. Pertanyaan mengenai tambahan di luar gaji yang diperoleh dari jasa pelayanan. Mohon anda member tanda silang (X) pada nomor yang telah disediakan sesuai dengan dengan penilaian anda.

4= sangat sering 3= sering 2= kadang-kadang 1=tidak pernah

No

Pertanyaan Pilihan

129

1 2 3 4

1 Apakah anda pernah mendapat hadiah atau bonus dari pihak RS tempat anda bekerja?

2 Imbalan yang anda terima sesuai dengan hasil kerja saudara?

3 Apakah anda pernah mendapat jasa pelayanan dari pasien yang diberikan secara tidak adil dan tidak merata?

4 Apakah anda pernah diberikan jasa, selain jasa pelayanan jika anda membantu dokter dalam melakukan tindakan medis?

5 Apakah anda mendapatkan biaya tambahan di luar gaji yang diberikan sesuai dengan waktu yang ditentukan oleh pihak dimana anda bekerja?

C. Pertanyaan mengenai Hubungan dengan rekan kerja. Mohon anda memberi tanda silang (X) pada nomor yang telah disediakan sesuai

dengan penilaian anda dalam menilai setiap jawaban: 1= tidak baik 2= cukup baik 3= baik 4= sangat baik

No

Pertanyaan Pilihan

1 2 3 4

1 Bagaiamana hubungan anda dengan teman sejawat (sesama perawat) dalam memberi asuhan kepada pasien di ruang kerja?

2 Bagaimana hubungan kerjasama anda dengan dokter dalam melakukan pelayanan medis?

3 Bagaiman dengan rekan kerja anda dalam bersikap dan memeberi dorongan?

4 Bagaimana perasaan anda terhadap orang yang bekerjasama dengan anda di ruangan saat ini?

5 Bagaimana perlakuan rekan kerja anda selama bekerja di ruang perawatan?

D. Pertanyaan mengenai Tanggung Jawab. Mohon anda memberi tanda silang (X) pada nomor yang telah disediakan sesuai dengan penilaian anda dalam menilai setiap jawaban:

130

1= sangat tidak setuju 2= tidak setuju 3= setuju 4= sangat setuju

No

Pertanyaan Pilihan

1 2 3 4

1 Saya akan menggantikan teman saya yang berhalangan dinas walaupun saya libur

2 Saya akan menyelesaikan pekerjaan saya sampai tuntas walaupun jam tugas saya telah berakhir

3 Saya tetap menerima pasien baru, melakukan anamnesa dan observasi walaupun pasien tersebut bukan pasien saya

4 Saya berusaha menyelesaikan pekerjaan yang diberikan dengan baik, tepat waktu sera mengambil resiko untuk keputusan yang dibuat atau tindakan yang dilakukan

5 Bila saat hendak berangkat tugas turun hujan, kendaraan mogok, maka saya akan tetap berangkat walau dengan kendaraan apapun

E. Pertanyaan mengenai Pengakuan terhadap pekerjaan yang dilakukan. Mohon anda memberi tanda silang (X) pada nomor yang telah

disediakan sesuai dengan penilaian anda dalam menilai setiap jawaban: 1= sangat tidak setuju 2=tidak setuju 3= setuju 4= sangat setuju

No

Pertanyaan Pilihan

1 2 3 4

1 Saya tetap menunjukkan kemampuan saya agar mitra kerja atau pimpinan saya menghargai dan mengakui keberadaan saya di unit kerja saya

2 Saya termotivasi untuk bekerja lebih baik karena jaminan keamanan dan ketenagakerjaan di RS baik

3 Saya mampu melakukan tugas saya dengan baik karena fasilitas yang saya butuhkan senantiasa tersedia di unit kerja saya

4 Insentif yang saya terima mempengaruhi semangat kerja saya

5 Pendidikan dan pelatihan yang saya ikuti memacu semangat kerja saya dalam memberikan layanan pada pasien.

131

F. Pertanyaan mengenai Prestasi Kerja. Mohon anda memberi tanda silang (X) pada nomor yang telah disediakan sesuai dengan penilaian ana dalam menilai setiap jawaban: 4= sangat setuju 3= setuju 2= tidak setuju 1= sangat tidak setuju

No

Pertanyaan Pilihan

1 2 3 4

1 Saya akan menunjukkan kemampuan kerja saya sesuai dengan pendidikan saya

2 Saya mampu untuk bekerjasama dengan dokter sebagai mitra kerja karena saya mampu berargumentasi sesuai ilmu yang saya mliki.

3 Saya berupaya selalu mengikuti perkembangan dan meningkatkan pengetahuan sendiri dengan membaca tentang layanan keperawatan

4 Saya lebih menyukai pencapaian hasil itu sendiri daripada imbalan keberhasilan

5 Saya senantiasa mempunyai kemauan yang kuat dalam melakukan tugas saya tanpa menunggu perintah.

132

INSTRUMEN KINERJA PERAWAT

Petunjuk:

Berilah tanda silang (X) pada kolom yang ada di bawah ini dengan pilihan sebagai berikut sesuai dengan penilaian anda:

1 = tidak dikerjakan sama sekali

2 = bila hanya sedikit yang dilaksanakan

3 = bila yang dilaksanakan hanya sebagian

4 = bila telah dilakukan sepenuhnya dengan tepat

A. Pertanyaan mengenai Pengkajian yang meliputi penggunaan format pengkajian data yang dikaji. Mohon anda member tanda silang (X)

pada nomor yang telah disediakan sesuai dengan penilaian anda.

No

Pertanyaan Pilihan

1 2 3 4

1 Melaksanakan pengkajian pada pasien saat masuk RS

2 Melengkapi format catatan pengkajian pasien (status pasien) dengan cepat

3 Menilai kondisi pasien secara terus menerus

133

4 Menilai kebutuhan akan pasien/keluarga

5 Membuat prioritas masalah

B. Pertanyaan mengenai Perencanaan. Mohon anda member tanda silang (X) pada nomor yang telah disediakan sesuai dengan penilaian anda.

No

Pertanyaan Pilihan

1 2 3 4

1 Membuat rencana keperawatan berdasarkan kebutuhan pasien

2 Bekerjasama dengan anggota tim kesehatan lain dalam merencanakan perawatan

3 Membuat penjadwalan dalam melaksankan rencana perawatan

C. Pertanyaan mengenai Implementasi. Mohon anda member tanda silang (X) pada nomor yang telah disediakan sesuai dengan penilaian

anda.

No

Pertanyaan Pilihan

1 2 3 4

1 Memberikan asuhan keperawatan secara menyeluruh/holistik pada pasien yang menjadi tanggung jawabnya

2 Menghormati martabat dan rahasia pasien

3 Mampu berfungsi secara cepat dan tepat dalam situasi kegawatan

4 Melaksanakan program pendidikan kepada pasien dan keluarga

5 Bekerjasama dengan anggota tim kesehatan lain di dalam memberikan asuhan keperawatan

134

D. Pertanyaan mengenai Evaluasi. Mohon anda memberikan tanda silang (X) pada nomor yang telah disediakan sesuai dengan penilaian

anda

No

Pertanyaan Pilihan

1 2 3 4

1 Mengevaluasi dan menyesuaikan rencana keperawatan sesuai kebutuhan pasien

2 Mengevaluasi praktek keperawatan dibandingkan dengan standar keperawatan

3 Evaluasi dilakukan secara terus menerus

E. Pertanyaan mengenai Komunikasi. Mohon anda memberikan tanda silang (X) pada nomor yang telah disediakan sesuai dengan penilaian anda

No

Pertanyaan Pilihan

1 2 3 4

1 Berkomunikasi baik dengan rekan kerja dan anggota tim kesehatan lain

2 Mencatat pesanan secara akurat

3 Menanggapi dengan tepat terhadap permintaan dan pertanyaan pasien/keluarga.

F. Pertanyaan mengenai Harapan Institusi dan Profesi. Mohon anda memberikan tanda silang (X) pada nomor yang telah disediakan sesuai dengan penilaian anda

No Pertanyaan Pilihan

1 2 3 4

1 Turut mendukung kebijakan, visi dan misi RS

2 Terus menerus membuat dan memperluas pengetahuan dan keterampilan pribadi

135

3 Menghadiri penyuluhan /seminar/lokakarya yang berhubungan

4 Mau berbagi pengetahuan dengan sesama rekan kerja

5 Berpartisipasi dalam panitia keperawatan dan aktivitas lain yang memajukan pertumbuhan dan perkembangan keperawatan

6 Berpartisipasi dalam belajar pengalaman mahasiswa perawat

7 Membantu orientasi pegawai baru

8 Menunjukkan kemampuan professional

9 Bersikap disiplin

10 Melakukan tugas-tugas sebagaimana yang diperlukan.

136

INSTRUMEN BEBAN KERJA PERAWAT

Petunjuk: Berilah tanda silang (X) pada kolom angka yang ada disebelah kanan masing-masing butir pernyataan dengan pilihan sebagai berikut: 1 = tidak menjadi beban kerja 2 = beban kerja ringan 3 = beban kerja sesuai 4 = beban kerja berat

No Pertanyaan Pilihan

1 2 3 4

1 Harus melakukan observasi secara ketat selama jam kerja (tekanan darah, nadi,

suhu, pernafasan, balance cairan dll)

2 Banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk keselamatan dan kesehatan

pasien

3 Beragamnya jenis pekerjaan yang harus dilakukan demi kesehatan dan

keselamatan pasien selain asuhan keperawatan dan delegasi tindakan medis

4 Kontak langsung perawat dan pasien secara terus menerus selama jam kerja

5 Kurangnya tenaga perawat dibanding dengan jumlah pasien

137

6 Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki tidak mampu mengimbangi sulitnya

pekerjaan

7 Harapan pimpinan RS terhadap pelayanan perawatan yang berkualitas

8 Tuntutan keluarga untuk perawatan kesehatan dan keselamatan pasien

9 Setiap saat dihadapkan dalam pengambilan keputusan yang tepat

10 Tanggung jawab dalam melaksanakan perawatan pasien di ruang rawat inap

11 Setiap saat menghadapi pasien dengan karakteristik yang berbeda mulai dari

tidak berdaya, koma, sampai kondisi terminal

12 Banyaknya tugas delegatif dari dokter maupun petugas kesehatan lain

13 Tindakan penyelamatan pasien

138

SINTESA PENELITIAN

N

O

NAMA PENELITI,

VOL-TGL JURNAL

JUDUL TAHUN HASIL PENELITIAN METODE

&JENIS

PENELITIAN

1 Ahmad Ahid Mudayana,

Jurnal Kesmas UAD Vol.

4.No. 2, JUNI 2010 : 76 -

143 ,ISSN:1978-0575

Pengaruh Motivasi dan

Beban Kerja Terhadap

Kinerja Karyawan di RS

Nur Hidayah Bantul

2010 Ada pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja karyawan di

RS Nur Hidayah Bantul. Ada pengaruh faktor motivasi

intrinsik dan motivasi ekstrinsik terhadap kinerja karyawan

di RS Nur Hidayah Bantul. Ada pengaruh sub variabel

motivasi intrinsik (tanggung jawab, pengakuan, prestasi

kerja, pengembangan karir, pekerjaan, promosi) terhadap

kinerja karyawan di RS Nur Hidayah Bantul.

pengembangan karir memiliki pengaruh tertinggi

dibandingkan dengan sub variabel motivasi intrinsik

lainnya. Tidak ada pengaruh sub variabel motivasi

ekstrinsik (hubungan kerja dan gaji) terhadap kinerja

karyawan di RS Nur Hidayah Bantul. Ada pengaruh sub

variabel kondisi kerja dalam motivasi ekstrinsik terhadap

kinerja karyawan di RS Nur Hidayah Bantul.

Jenis penelitian ini

adalah deskriptif

dengan rancangan

cross sectional

2 Nurnaningsi Batuah, Abdul

Latif, Yasir Haskas.

Volume 1 Nomor 2 Tahun

Hubungan beban Kerja

Perawat Terhadap Kinerja

Perawat Pelaksanadalam

pemberian Pelayanan

2012 ada hubungan yang bermakna antara Tugas pokok,

Tugas tambahan, Waktu kerja terhadap kinerja perawat di

ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Faisal Makassar,

dengan nilai p = 0,000. Ada hubungan yang bermakna

Penelitian ini

menggunakan

metode deskriptif

139

2012 ISSN : 2302-1721 Kesehatan di Ruang Rawat

Inap RSI Faisal Makassar

antara Kapasitas kerja terhadap kinerja perawat di ruang

rawat inap Rumah Sakit Islam Faisal Makassar, dengan

nilai p = 0,003. Kesimpulan dari penelitian ini adalah

bahwa ada hubungan yang bermakna antara beban kerja

terhadap kinerja perawat pelaksana dalam pemberian

pelayanan kesehatan di ruang rawat inap Rumah Sakit

Islam Faisal Makassar.

Cross sectional

3 Lindanur Sipatu,

e-Jurnal Katalogis, Volume

I Nomor 1, Januari 2013

hlm 146-157 ISSN: 2302-

2019

Pengaruh Motivasi,

Lingkungan Kerja dan

Stress Kerja terhadap

kinerja Perawat di Ruang

Rawat Inap RSUD Undata

Palu

2013 1. Secara simultan ketiga variabel yaitu motivasi,

lingkungan kerja, dan stres kerja berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kinerja perawat di ruang rawat inap

RSUD Palu.

2. Motivasi berpengaruh positif dan tidak signifikan

terhadap kinerja perawat di ruang rawat inap RSUD Palu.

3. Lingkungan Kerja berpengaruh positif dan tidak

signifikan terhadap kerja perawat di ruang rawat inap

RSUD Palu.

4. Stres Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kerja perawat di ruang rawat inap RSUD Palu.

Pendekatan

analisis yang

digunakan

dalam penelitian

ini adalah model

analisis

regresi berganda

(Multiple

Regression

Analysis).

4 Wa Satria, A. Indahwaty

Sidin, Noer Bahry Noor

Hubungan Beban Kerja

dengan Kinerja Perawat

dalam

Mengimplementasikan

Patient Safety di RS

Universitas Hasanuddin

2013 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi

semakin baik kinerja perawat tersebut. Kesimpulan dari

penelitian ini adalah tidak adanya hubungan beban kerja

dengan kinerja perawat dalam mengimplementasikan

patient safety.

Jenis penelitian

yang digunakan

adalah

observasional

dengan

pendekatan cross

sectional study.

140

5 Qalbia Muhammad Nur1,

H. Noer Bahry Noor,

Irwandy

Hubungan Motivasi dan

Supervisi terhadap Kinerja

Perawat Pelaksana dalam

menerapkan Patient Safety

di Rawat Inap RS

Universitas Hasanuddin

2013 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi

(p=0,027) dan supervisi (p=0.002) berhubungan dengan

kinerja perawat pelaksana dalam menerapkan patient

safety. Kesimpulan penelitian ini adalah ada hubungan

signifikan antara motivasi dan supervisi terhadap kinerja

perawat pelaksana dalam menerapkan patient safety di

RS Universitas Hasanuddin.

Jenis penelitian ini

adalah

observasional

dengan

pendekatan cross

sectional study

6 Srywanty, Jurnal Ilmiah

Kesehatan Diagnosis

Volume 4 Nomor 4 Tahun

2014 ISSN : 2302-1721

Hubungan beban kerja

dengan kinerja perawat di

Instalasi Rawat Inap dan

Ruang ICCU Rumah Sakit

Umum Daerah Labuang

Baji Makassar

2014 1. Ada hubungan antara tugas pokok dengan kinerja

perawat di instalasi rawat inap dan Ruang ICCU RSUD

Labuang Baji

Makassar.

2. Ada hubungan antara tugas tambahan dengan kinerja

perawat di instalasi rawat inap dan ruang ICCU RSUD

Labuang Baji Makassar.

3. Ada hubungan antara kapasitas kerja dengan kinerja

perawat di instalasi rawat inap dan ruang ICCU RSUD

Labuang Baji Makassar.

jenis penelitian ini

adalah

menggunakan

metode deskritif

(Crosssectional)

7 Wahyuni AS Hubungan Faktor Motivasi

dan Beban kerja Terhadap

Kinerja Perawat Di Ruang

Rawat Inap RSUD H.A.

Sultan Daeng Radja

Kabupaten Bulukumba

2008 Secara statistic terdapat hubungan signifikan antara lama

kerja dengan motivasi perawat. Umur dan tingkat

pendidikan tidak berhubungan dengan motivasi kerja.

Terdapat hubungan signifikan antara motivasi perawat,

beban kerja terhadap kinerja perawat dengan kontribusi

28,9 %,sedangkan sisanya sebesar 71,1% dijelaskan faktr

lainnya. Kinerja perawat dalam kategori sedang 57,58 %

(38 orang). Untuk kategori tinggi sebanyak 22 orang

Crosssectional

data dianalisisis

secara univariat,

bivariat,

multivariate

dengan uji regresi

ganda dan data

campuran.

141

(33,33%) dan kategori rendah sebanyak 6 orang (9,09%)

8

Abdul Madjid Arbie

Analisis hubungan faktor-

faktor motivasi terhadap

kinerja perawat puskesmas

di kota Palu, Provinsi

Sulawesi Tengah

2004

Lebih dari setengah perawat memiliki kinerja baik,

sebaliknya 44,6 % kurang baik. Tidak ada hubungan yang

bermakna antara kebutuhan fisiologis, kebutuhan

penghargaan dengan kinerja perawat, kecuali kebutuhan

keamanan, sosial dan aktualisasi diri.

Survey yang

bersifat asosiatif

dengan analisis

statistic

nonparametric, uji

hipotesis

menggunakan uji

korelasi dan

regresi.

9 Marni Siregar

Tesis. Pascasarjana USU

Pengaruh Motivasi

terhadap Kinerja Perawat

Pelaksana di Ruang Rawat

Inap RSUD Swadana

Tarutung Tapanuli Utara.

2008 Prestasi, Tanggung Jawab, pengembangan, Kondisi kerja,

pengakuan, pendapatan berhubungan dengan kinerja

perawat pelaksana.

Explanatory

research. Analisis

data dengan chi-

square dan uji

regresi logistic.