Pengaruh Etika dalam Penegakan Hukum
Transcript of Pengaruh Etika dalam Penegakan Hukum
Kata Pengantar
Puji Syukur saya ucapkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan hidayah dan rahmatnya untuk saya sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini. Makalah yang berjudul “Pengaruh Etika
dalam Penegakan Hukum ” merupakan suatu karya tulis yang bersifat
library research. Maka penulis berharap makalah ini bisa
memberikan manfaat bagi para pembaca dan dapat digunakan sebagai
alternatif informasi terkait dalam pencarian informasi yang
dibutuhkan.
Terimakasih,
Medan, 29 Desember 2013
Penulis
Rahmansyah Putra S
1
Daftar Isi
Kata Pengantar.................................................1
Daftar Isi.....................................................2
Bab. I Pendahuluan.............................................3
Bab. II Permasalahan...........................................4
Bab. III Pembahasan............................................5
1. Pengertian Etika dan Hukum.................................5
2. Profesi dalam bidang-bidang hukum..........................6
3. Hubungan dan Peran Etika dalam Penegakan Hukum.............9
3.1 Hubungan Etika pada profesi hukum.......................9
3.2 Peran Etika dalam penegakan Hukum......................12
Bab. IV Penutup...............................................15
Kesimpulan...................................................15
Daftar Pustaka................................................16
2
Bab. I Pendahuluan
Manusia adalah makhluk yang demi kelestarian hidupnya
menurut imperativa kodratinya tak dapat lain daripada hidup
dalam suatu kolektia yang berketeraturan. Dikatakan dalam bahasa
asing yang klasik, bahwa manusia adalah zoon politicon. Sekalipun
manusia bukan satu-satunya makhluk yang bisa digolongkan
sebagai zoon politicon., akan tetapi berbeda dengan makhluk zoon
politiconlain yang hewani, manusia harus menata kehidupannya
sendiri atas dasar karya ciptanya sendiri yang kultural, a
contrario bukan yang natural. Daripenjelasan inilah datangnya
kepahaman mengapa keteraturan hidup dalam kehidupan manusia itu
amat digantungkan dari standar-standar perilaku yang diciptakan
sendiri oleh manusia, entah secara sepihak oleh tokoh
penguasanya, entah lewat kesepakatan oleh para warga dan/atau
para wakilnya.
Lama sebelum datangnya kehidupan bernegara bangsa yang
modern, standar-standar perilaku itu tertampakkan sebagai pola-
pola pengalaman yang diikuti bersama oleh manusia sekoletiva
sebagai kebiasaan atau tatacra yang praktis. Inilah yang
(pertama-tama!) oleh Sumner disebut folkways. Manakala pada
masanya nanti standar yang dinamakan foklways ini tidak Cuma
dinilai praktis, melainkan juga sudah dipandang sebagai sesuatu
yangt normatif dan yang oleh karena itu ‘sudah harus diikuti
tanpa reserve karena hakikatnya sebagai sesuatu yang
3
bersubstantifkan kebaikan bagi kehidupan bersama maka standar
perilaku seperti itu (juga menurut Sumner) sudah mesti
digolongkan ke dalam bidang mores atau ‘moral sosial’. Moral
sosial inilah yang apabila telah berhasil disosialisasikan, dan
kemudian daripada itu terinternalisasi untuk mernjadi keyakinan
individual, akan dikenali dengan sebutan etika.
Dalam kehidupan hukum, seringkali Moral sosial atau etika
ini selalu dihubungkan. Dalam hal ini, etika merupakan suatu
pedoman atau keyakinan bagi para praktisi hukum dalam menjalankan
kewajibannya sehingga tercipta penegakan hukum yang baik. Selain
itu, etika dalam penegakan hukum memiliki peran tersendiri dalam
mengarahkan para penegak hukum (Law Enforcement) agar tidak
keluar dari jalr yang telah di tetapkan.
4
Bab. II Permasalahan
Adapun yang masalah yang akan dibahas penulis dalam makalah ini,
yakni:
1. Bagaimana hubungan etika profesi dalam proses penegakan
hukum?
2. Apakah para penegak hukum harus memiliki etika tersendiri
dalam menjalankan tugasnya?
3. Bagaimana peran etika dalam mencapai tujuan hukum?
5
Bab. III Pembahasan
1. Pengertian Etika dan Hukum
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan
etika ialah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, dan
tentang hak serta kewajiban moral; kumpulan asas atau nilai yang
berkenaan dengan akhlak; nilai mengenai benar dan salah yang
dianut suatu golongan atau masyarakat. Istilah etika
menghubungkan penggunaan akal budi perseorangan dengan tujuan
untuk menentukan kebenaran atau kesalahan dan tingkah laku
seseorang terhadap orang lain.
Dalam bahasa Indonesia, perkataan etika lazim juga disebut
susila atau kesusilaan yang berasal dari Sanskerta, yaitu su
(indah) dan sila (kelakuan). Jadi, kesusilaan mengandung arti
kelakuan yang baik dan berwujud kaidah, norma (peraturan hidup
kemasyarakatan). Selain itu dalam Ensiklopedi Indonesia,
dijelaskan bahwa etika berasal dari bahasa Inggris yakni Ethics,
yang mengandung arti ilmu tentang kesusilaan, yang menentukan
bagaimana patutnya manusia hidup dalam masyarakat mengenai: apa
yang baik dan apa yang buruk; segala ucapan harus senantiasa
berdasarkan hasil-hasil pemeriksaan tentang perikeadaan hidup
dalam arti kata seluas-luasnya.
6
Menurut Magnis Suseno (1991: 15), salah satu fungsi utama
etika yaitu untuk membantu kita mencari orientasi secara kritis
dalam berhadapan dengan moralitas yang membingungkan. Di sini
terlihat, bahwa etika adalah pemikiran sistematis tentang
moralitas, dan yang dihasilkannya secara langsung bukan kebaikan,
melainkan suatu pengertian yang lebih mendasar dan kritis. Maka
dalam pengertian tersebut, perlu dicari dengan alasan sebagai
berikut:
(1) Kita hidup dalam masyarakat yang semakin pluralistik,
juga dalam bidang moral
(2) Modernisasi membawa perubahan besar dalam struktur
kebutuhan dan nilai masyarakat
(3) Adanya berbagai ideologi yang menawarkan diri sebagai
penuntun hidup
(4) Diperlukan oleh kaum agama, yang di satu pihak
menemukan dasar kemantapan mereka dan di lain pihak mau
berpartisipasi tanpa takut-takut dengan tidak menutup diri
dalam semua kehidupan masyarakat.
Secara sistematis, etika dibedakan menjadi etika umum dan
etika khusus. Kemudian, etika khusus dibedakan lagi menjadi etika
individual dan etika etika sosial. Etika umum membahas tentang
prinsip-prinsip dasar dari moral, sedangkan etika khusus
menerapkan prinsip-prinsip dasar dari moral itu pada masing-
masing bidang kehidupan manusia. Etika khusus individual memuat
kewajiban manusia terhadap diri sendiri, dan etika sosial
7
membicarakan tentang kewajiban manusia sebagai anggota umat
manusia.
2. Profesi dalam bidang-bidang hukum
Dengan perkembangan zaman yang begitu cepat, sebenarnya
profesi di bidang hukum sangat beragam. Akan tetapi, tanpa
disadari bahwa bantuan dan jasa hukum terkadang sering terabaikan
dengan kondisi bangsa Indonesia yang sangat memburuk. Hal ini
tanpa adanya dukungan dari pemerintah terhadap calon penegak
hukum yang selanjutnya, di mana profesi hukum sering terabaikan
bahwa masyarakat luas mempunyai pandangan yang bermacam-macam,
mulai dari Pengacara yang sulit hidupnya karena tidak jelas apa
yang akan ditangani. Jaksa yang sering dipersepsikan mendapatkan
sogokan atau suap hingga Hakim yang dinilai tidak bijaksana dalam
memutuskan perkara perdata, pidana, tata usaha negara, niaga,
ataupun perkara lainnya.
Profesi di bidang hukum memang tidak akan lepas dari hal-hal
yang bersifat analitis, teoritis, logis, sistematis, dan bahkan
tidak terkecuali administratif. Adapun pembagian profesi dalam
bidang hukum yang dilandaskan pada teori atau doktrin bagi sistem
hukum (corpus juris), antara lain sebagai berikut:
a) Kekuasaan Kehakiman.
8
Undang-Undang yang mengatur tentang Kekuasaan Kehakiman
adalah UU No. 48/2009 dalam pasal 1 ayat (1), tersebut
berbunyi “Kekuasaan negara yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, demi
terselenggaranya Negara Hukum RI”. Undang-undang ini
sangatlah penting, karena merupakan induk dari KUHAP, yang
merupakan sumber hukum utama hukum acara pidana.
Hakim adalah pejabat dalam peradilan negara yang
diberikan kewenangan untuk mengadili sebuah perkara. Dalam
suatu sidang perkara perdata dan pidana, biasanya terdiri
dari 3 orang hakim, satu hakim ketua dan dua hakim anggota.
Kecuali untuk peradilan acara cepat hanya ada satu hakim
untuk setiap perkara.
Kekuasaan yang merdeka berarti tidak boleh ada campur
tangan dari pihak eksekutif (pemerintah), maupun legislatif.
Seperti yang telah disebutkan dalam Bab Hukum Perdata Formal
(Hukum Acara Perdata), maka kekuasaan kehakiman ini
dilakukan oleh pengadilan-pengadilan dalam lingkungan
peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan
peradilan tata usaha negara.
b) Kejaksaan.
Undang-Undang yang mengatur tentang Kejaksaan adalah UU
No. 16/2004 dalam pasal 1 ayat (1), tersebut berbunyi “Jaksa
adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh Undang-
9
Undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksanaan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang. Jaksa
dinaungi oleh organisasi yang bernama Kejaksaan Republik
Indonesia. Adapun tugasnya yang sesuai dengan pasal 30 ayat
(1), antara lain:
1) Mengadakan penuntutan.
2) Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
3) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana
bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan
lepas bersyarat.
4) Melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentu
berdasarkan undang-undang.
5) Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat
melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke
pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan
dengan penyidik.
c) Kepolisian Negara.
Undang-Undang yang mengatur tentang Kepolisian Negara
ini adalah UU No. 2/2002 dalam pasal 1 ayat (1), tersebut
berbunyi “Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan
dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan”.
Untuk memelihara keamanan di dalam negeri ini,
Kepolisian Negara mempunyai tugas yang luas sekali, di
10
antaranya adalah memelihara ketertiban, menjamin keamanan
umum, mencegah dan memberantas menjalarnya penyakit
masyarakat, memelihara keselamatan orang, benda, dan
masyarakat, termasuk melindungi serta memberikan
pertolongan.
Khususnya dalam bidang peradilan, Kepolisian Negara
bertugas untuk mengadakan penyelidikan atas kejahatan dan
pelanggaran menurut ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang
Hukum Acara Pidana dan peraturan negara lainnya. Untuk
pelaksanaan tugas penyelidikan tersebut, Kepolisian Negara
berwenang sebagai menerima pengaduan, menangkap orang,
menggeledah badan, menahan orang sementara, menggeledah, dan
lain-lain.
d) Pengacara atau Advokat.
Undang-undang yang mengatur hal ini adalah UU No.
18/2003. Advokat adalah orang yang mendampingi pihak yang
berperkara untuk memastikan klien yang didampingi
mendapatkan hak-hak yang semestinya dalam melakukan tindakan
hukum. Setiap orang yang telah lulus sarjana hukum bisa
menjadi advokat, asalkan mengikuti pendidikan profesi
advokat dan lulus ujian profesi advokat yang diadakan oleh
organisasi profesi advokat. Untuk masyarakat yang tidak
mampu, akan tetapi butuh didampingi advokat, maka dapat
meminta bantuan kepada lembaga yang menyediakan bantuan
hukum, seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH).
11
e) Notaris.
Notaris merupakan jabatan yang menjalankan profesi
dalam pelayanan hukum kepada masyarakat, yang berwenang
untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004.
f) Juris (ahli hukum), guru besar (dosen).
Juris atau guru besar dalam perkembangan ilmu hukum
sangat besar kontribusinya, mereka mendidik para mahasiswa
hukum, menjadi saksi ahli dalam persidangan, melakukan
aktivitas advokasi kebijakan, dan melakukan studi.
Selain itu juga masih banyak profesi-profesi di bidang hukum,
seperti arbiter, juru sita, penuntut umum, kurator, mediator,
panitera pengadilan, peneliti hukum, dan sebagainya.
3. Hubungan dan Peran Etika dalam Penegakan Hukum
3.1 Hubungan Etika pada profesi hukum
Profesi hukum adalah profesi yang melekat pada dan
dilaksanakan oleh aparatur hukum dalam pemerintahan suatu
negara1. Kalau diadakan penelusuran sejarah, maka akan dapat
1 Prof. Drs. C.S.T. Kansil, S.H. dan Cristine S.T. Kansil, S.H.,M.H. Pokok-pokok Etika Profesi Hukum,. PT Pradnya Paramita. Jakarta, 2003, cetakan kedua,hlm 8
12
dijumpai bahwa etika telah dimulai oleh Aristoteles, hal ini
dapat dibuktikan dengan bukunya yang berjudul ETHIKA NICOMACHEIA.
Dalam buku ini Aristoteles menguraikan bagaimana tata pergaulan,
dan penghargaan seseorang manusia kepada manusia lainnya, yang
tidak didasarkan kepada egoisme atau kepentingan individu, akan
tetapi didasarkan atas hal-hal yang bersifat altruistis, yaitu
memperhatikan orang lain dengan demikian juga halnya kehidupan
bermasyarakat, untuk hal ini Aristoteles mengistilahkannya
manusia itu zoon polition.
Etika dimaksukkan dalam disiplin pendidikan hukum disebabkan
belakangan ini terlihat adanya gejala penurunan etika dikalangan
aparat penegak hukum, yang mana hal ini tentunya merugikan bagi
pembangunan masyarakat indonesia.
Profesi hukum dewasa ini memiliki daya tarik tersendiri,
akibat terjadinya suatu paradigma baru dalam dunia hukum.
sehingga menyebabkan konsorsium ilmu hukum memandang perlu
memiliki etika dan moral oleh setiap setiap profesi hukum,
apalagi dewasa ini isu pelanggaran hak asasi manusia semakin
marak diperbincangkan dan menjadi wacana publik yang sangat
menarik2. Dengan adanya etika profesi hukum diharapkan lahirlah
nantinya sarjana-sarjana hukum yang profesional dan beretika .
pengembangan profesi hukum haruslah memiliki keahlian yang
berkeilmuan khususnya dalam bidang itu, oleh karena itu oleh
karena itu setiap profesional harus secara mandiri mampu memenuhi
2 Supriadi, S.H.,M.Hum. Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia. Sinar Grafika,Jakarta, 2006, hlm 19
13
kebutuhan warga masyarakat yang memerlukan pelayanan dalam bidang
hukum. Untuk itu tentunya memerlukan keahlian dan berkeilmuan.
Seseorang pengemban profesi hukum haruslah orang yang dapat
dipercaya secara penuh, bahwa ia (propesional hukum) tidak akan
menyalahgunakan situasi yang ada. Pengembangan profesi itu
haruslah dilakukan secara bermartabat, dan ia harus mengerahkan
segala kemampuan pengetahuan dan keahlian yang ada padanya, sebab
tugas profesi hukum adalah merupakan tugas kemasyarakatan yang
langsung berhubungan dengan nilai-nilai dasar yang merupakan
perwujudan martabat manusia, dan oleh karena itu pulalah
pelayanan profesi hukum memerlukan pengawasan dari masyarakat.
Hubungan etika dengan profesi hukum, bahwa etika profesi
adalah sebagai sikap hidup yang mana berupa kesediaan untuk
memberikan pelayanan profesional dibidang hukum terhadap
masyarakat dengan keterlibatan penuh dan keahlian sebagai
Pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas yang berupa kewajiban
terhadap terhadap masyarakat yang membutuhkan pelayanan hukum
dengan disertai refleksi yang seksama, dan oleh karena itulah
didalam melaksanakan profesi hukum kita harus mengutamakan etika
dalam setiap berhubungan dengan masyarakat khususnya warga
masyarakat yang membutuhkan bantuan hukum.
Selain itu dalam pelaksanaan tugas profesi hukum itu selain
bersifat kepercayaan yang berupa habl min-annas (hubungan
horizontal) juga harus disandarkan kepada habl min Allah
(hubungan vertikal), yang mana habl bin Allah itu terwujud dengan
14
cinta kasih, perwujudan cinta kasih kepada-Nya tentunya kita
harus melaksanakan sepenuhnya atau mengabdi kepada perintah-Nya
yangb antara lain cinya kasih kepada-Nya itu direalisasikan
dengan cinta kasih antar sesama manusia, dengan menghayati cinta
kasih sebagai dasar pelaksanaan profesi, maka otomatis akan
melahirkan moyivasi untuk mewujudkan etika profesi hukum sebagai
realisasi sikap hidup dalam mengemban tugas (yang pada hakikatnya
merupakan amanah) profesi hukum. Dan dengan itu profesi hukum
memperoleh landasan keagamaan, maka ia (pengemban proesi) akan
nmelihat profesinya sebgai tugas kemasyarakatan dan sekaligus
sebagai sarana mewujudkan kecintaan kepada Allah SWT dengan
tindakan nyata.
Menyangkut etika profesi hukum ini di ungkapkan bahwa (Arif
sidhrta,1992:107) : etika profesi adalah sikap etis sebgai bagian
intergral dari sikap hidup dalam menjalani kehidupan sebagai
pengemban profesi. Hanya pengemban profesi yang bersangkutan
sendiri yang dapat atau paling mengetahui tentang apakah prilaku
dalam mengemban profesi memenuhi tuntutan etika profesinya atau
tidak. Karena tidak memiliki kompetensi teknikal, maka awam tidak
memilikinhal tiu. Di sampin tiu, pengemban profesi sering
dihadapkan pada situasi yang menimbulkan masalah pelik untuk
menentukan perilaku apa yang memenuhi tuntunan etika profesi.
Sedangkan prilaku dalam mengemban profesi dapat membawa akibat
(negatif) yang jauh terhadap klien atau pasien. Kenyataan yang
dikemukakan tadi menunjukan bahwa kalangan pengemban profesi itu
sendiri membutuhkan adanya pedoman objektif yang kongkret bagi
15
prilaku profesinya. Karena itu dari lingkungan para pengemban
profesi tiu sendiri dimunculkanlah seperangkat kaidah perilaku
sebagai pedoman yang harus dipatuhi dalam mengemban profesi.
Perangkat kaidah itulah yang disebut kode etik profesi (bisa
di singkat: kode eitk), yang dapat tertulis maipun tidak tertulis
yang diterapkan secara formal oleh organisasi profesi yang
bersangkutan, dan di lain pihak untuk melindungi klien atau
pasien (warga masyarakat) dari penyalahgunaan keahlian dan atau
otoritas profesional.
Dari uraian diatas terlihat betapa eratnya hubungan antara
etik dengan profesi hukum, sebab dengan etika inilah para
profesional hukum dapat melaksanakan tugas (pengabdian)
profesinya dengan baik untuk menciptakan penghormatan terhadap
martabat manusia yang pada akhiranya akan melhirkan kesdilan
ditengah-tengah masyarakat. Ketertiban dan kedamaian yang
berkeadilan adalah merupakan kebutuhan pokok manusia, baik dalam
kehidupan masyarakat maupun dalam kehidupan bernegara, sebab
dengan situasi ketertiban dan kedamaian yang berkeadilanlah,
manusia dapat melaksanakn aktivitas pemenuhan hidupnya, dan
tentunya dalam situasi demikian pulalah proses pembangunan dapat
berjalan sebagaimana diharapakan.
Keadilan adalah nilai dan keutamaan yang paling luhur, dan
merupakan unsur penting dari harkat dan martabat manusia. Hukum
dan kaidah, peratuiran-peraturan, norma-norma, kesadaran dan etis
dan keadilan selalu bersumber kepada penghormatan terhadap harkat
16
dan martabat manusia adalah sebagai titik tumpu (dasar, landasan)
serta muara dari hukum. Sebab hukum itu sendiri dibuat adalah
untuk manusia itu sendiri.
Dari apa yang diuraikan di atas, terlihat bahwa
penyelengaraan dan penegakan keadilan dan perdamaian yang
berkeadilan dalam kehidupan bermasyarakat adalah sebagai
kebutuhan pokok, agar kehidupan bermasyrakat itu sendiri, dan hal
inilah yang diupayakan oleh para pengemban profesi hokum H.F.M.
crombag sebagaimana diikuti oleh B.Arif Sidharta (B.Arif
Sidharta,1992: 108-109) mengklasifikasikan peran kemasyarakatan
profesi hukum itu sebgai berikut: penyelesaian konflik secara
formal (peradilan), pencegahan konflik (legal drafting, legal
advice), penyelesaian konflik secara informal, dan penerapan
hukum yang secra khas mewujudkan bidang karya hukum adalah
jabatan-jabatan hakim, advokat dan notaris.
Jabatan maupun yang di embannya, seorang pengemban profesi
hukum dalam menjalankan fungsinya harus selalu mengacu pada
tujuan hukum untuk memberikan pengayoman kepada setiap manusia
dengan mewujudkan ketertiban yang berkeadilan, yang bertumpu pada
penghormatan martabat manuisa.
3.2 Peran Etika dalam penegakan Hukum
Berpijak kepada teori penegakan hukum Soerjono Soekamto,
faktor-faktor penegakan hukum atau yang lebih dikenal dengan
istilah law enforcement yaitu3:3 Soerjono Soekanto, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta : Rajawali Pers, 2008, hal. 21
17
a) Faktor hukumnya sendiri, yaitu peraturan perundang-undangan
yang berlaku di Indonesia.
b) Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk
maupun menerapkan hukum.
c) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
d) Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut
berlaku atau diterapkan.
e) Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa
yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Saat ini yang menjadi sorotan yang sangat-sangat menyedot
perhatian setiap orang adalah faktor penegak hukum. Ruang lingkup
penegak hukum sangat luas sekali, oleh karena mencakup mereka
yang secara langsung dan secara tidak langsung berkecimpung di
bidang penegakan hukum.
Seharusnya para aparat penegak hukum merenungkan kembali apa
itu etika profesi hukum yang akhirnya terejawantah dalam kode
etik profesi hukum. Istilah etika berhubungan dengan tingkah laku
manusia dalam pengambilan keputusan moral. Sedangkan profesi
adalah bidang pekerjaan yang dilandasi keahlian, keterampilan,
kejuruan tertentu. Sedangkan kode etik adalah norma dan asas yang
diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan tingkah
laku. Keduanya memiliki kesamaan dalam hal etika moral yang
khusus diciptakan untuk kebaikan jalannya profesi yang
bersangkutan dalam profesi hukum.
18
Hubungan etika dengan profesi hukum, bahwa etika profesi
adalah sebagai sikap hidup, berupa kesediaan untuk memberikan
pelayanan profesional di bidang hukum terhadap masyarakat dengan
keterlibatan penuh dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka
melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap mayarakat yang
membutuhkan pelayanan hukum dengan disertai refleksi seksama. Dan
oleh karena itulah dalam melaksanakan profesi terdapat kaidah-
kaidah pokok berupa etika profesi yaitu sebagai berikut;
a) Profesi harus dipandang sebagai pelayanan dan oleh karena
itu sifat “tanpa pamrih” menjadi ciri khas dalam
mengembangkan profesi.
b) Pelayanan profesional dalam mendahulukan kepentingan pencari
keadilan mengacu pada nilai-nilai luhur.
c) Pengembangan profesi harus selalu berorientasi pada
masyarakat sebagai keseluruhan.
d) Persaingan dalam pelayanan berlangsung secara sehat sehingga
dapat menjamin mutu dan peningkatan mutu pengemban profesi.
Sinergiditas antara etika profesi dan kode etik adalah seperti
kita ambil dari Yap Thiam Hiem, dalam bukunya “Masalah
Pelanggaran Kode Etik Profesi Dalam Penegakan Keadilan dan
Hukum”, maksud dan tujuan kode etik ialah untuk mengatur dan
memberi kualitas kepada pelaksanaan profesi serta untuk menjaga
kehormatan dan nama baik organisasi profesi serta untuk
melindungi publik yang memerlukan jasa-jasa baik profesional.
Kode etik jadinya merupakan mekanisme pendisiplinan, pembinaan,
19
dan pengontrolan etos kerja anggota-anggota organisasi profesi.”
Jangan Ada Celah..
Dari uraian di atas sesungguhnya Markus dan permasalahan
lain dalam penegakan hukum seharusnya sudah tidak dapat lagi
hadir dalam criminal justice system kita, jika para unsur catur
wangsa (hakim, jaksa, polisi, advokat) penegak hukum di Indonesia
telah benar-benar comit dengan kode etik masing-masing. Dengan
kata lain jangan ada celah-celah kecil yang makin lama makin
meluas (efek kapilaritas) yang akhirnya dapat mengaburkan suatu
permasalahan yang sedang terjadi.
Persoalan yang menyeruak dan menjangkiti hukum di Indonesia
saat ini lebih disebabkan karena terjadinya degradasi moral dalam
tubuh aparatur penegak hukum kita. Dalam benak penulis, momentum
saat ini dapat menjadi langkah awal pemerintah bersama jajaran
institusi penegak hukum, akademisi hukum dan pihak lain terkait
penegakan hukum, untuk merekonstruksi kode etik profesi hukum
dimana substansinya harus jauh lebih accountable (tanggung
jawab). Lebih tegas menutup celah-celah penyelewengan hukum,
sangat jelas dan transparan serta menjunjung tinggi nilai
kejujuran. Pembenahan etika aparatur penegak hukum seharusnya
menjadi salah satu agenda pemerintah dalam mereformasi institusi
penegak hukum.
Jadikan kode etik sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas
profesi hukum yang tidak lain adalah untuk selalu mengacu pada
tujuan hukum yang tidak lain adalah mewujudkan ketertiban yang
20
berkeadilan, yang bertumpu pada penghormatan martabat manusia.
Jika boleh meminjam risalahnya Umar bin Khattab kepada Musa Al-
AsyÆari, “Samaratakanlah manusia dalam majelismu, dalam
pandanganmu, dalam putusanmu, sehingga orang berpangkat tidak
mengharapkan penyelewenganmu, dan orang lemah tidak putus asa
mendambakan keadilanmu.
21
Bab. IV Penutup
Kesimpulan
1. Etika profesi adalah sebagai sikap hidup, berupa kesediaan
untuk memberikan pelayanan profesional di bidang hukum
terhadap masyarakat dengan keterlibatan penuh dan keahlian
sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa
kewajiban terhadap mayarakat yang membutuhkan pelayanan hukum
dengan disertai refleksi seksama. Sehingga dalam proses
penegakan hukum, etika profesi merupakan suatu standar atau
acuan untuk menyelenggarakan profesi hukum dengan sebaik-
baiknya dalam menciptakan dan mencapai pelayanan yang terbaik
bagi masyarakat.
2. Setiap para penegak hukum memiliki etika profesi tersendiri
dalam melaksanakan tugasnya. Dan etika-etika tersebut berbeda
satu sama lain, dikarenakan perbedaan fungsi dan tujuan
profesi masing-masing.
3. Etika merupakan suatu standar atau acuan dalam menjalankan
profesi, khususnya dalam penegakan hukum, etika profesi
menjadi suatu pembatas antara pelaksanaan kewajiban dan
pencapaian tujuan hukum. Namun, batas tersebut tidak
menjadikan pelaksanaan kewajiban dan pencapaian tujuan hukum
tersebut dipisah tetapi diiringkan sejalan sehingga tujuan
hukum bisa tercapai melalui pelaksaanan kewajiban yang tidak
melanggar hak-hak orang lain.
22
Daftar Pustaka
Soekanto, Soerjono. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan
Hukum, Jakarta : Rajawali Pers, 2008
Prof. Abdulkadir Muhammad, S.H. Etika Profesi Hukum. PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, 1997.
Prof. Drs. C.S.T. Kansil, S.H. dan Cristine S.T. Kansil,
S.H.,M.H. Pokok-pokok Etika Profesi Hukum,. PT Pradnya Paramita.
Jakarta, 2003
Supriadi, S.H.,M.Hum. Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di
Indonesia. Sinar Grafika,Jakarta, 2006.
Suhrawardi K. Lubis, S.H. Etika Profesi Hukum. Sinar Grafika.
Jakarta, 2002
http://cybersix-diary.blogspot.com/2012/05/etika-dalam-profesi-
bidang-hukum.html. diakses tanggal 26 Desember 2013 pukul 14:35
http://soetandyo.wordpress.com/2011/10/21/permasalahan-etika-
dalam-hukum-sejauh-mana-keefektifannya-untuk-menegakkan-
ketentuan-ketentuan-perundang-undangan/#more-203 diakses tanggal
26 Desember 2013 pukul 14:39
http://lawyergaplek.blogspot.com/2009/10/peranan-etika-dan-moral-
bagi-profesi.html diakses tanggal 26 Desember 2013 pukul 14:49
24
http://www.esaunggul.ac.id/epaper/etika-profesi-perspektif-hukum-
dan-penegakan-hukum-dr-h-fauzie-y-hasibuan-sh-mh-wakil-ketum-dpp-
ikatan-advokat-indonesia/. diakses tanggal 26 Desember 2013 pukul
14:56
25