Bedah Mayat Ditinjau dari Etika, Hukum dan Manfaat nya

27
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu pengetahuan di masa kini sangatlah berbeda dari pengetahuan zaman dahulu kala. Seiring dengan majunya pengembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, didapatkan dari hasil trial and eror. Dari sinilah para ahli menemukan hal hal yang baru. Begitu juga halnya di dalam bidang kesehatan, untuk mendapatkan sesuatu dibutuhkan pengorbanan atau sesuatu yang di jadikan penelitian. Hal yang dapat di jadikan penelitian sangatlah bervariasi tergantung tujuan dan hasil apa yang ingin di capai oleh para peneliti itu sendiri. Ilmu pengetahuan di zaman sekarang dapat di gunakan untuk berbagai macam hal. Salah satunya bisa untuk mengetahui sebab-sebab kematian seseorang dengan cara membedahnya. Sejarah medis telah mencatat bahwa otopsi mayat, atau dengan kata lain ilmu kedokteran forensik mulai diperkenalkan dari Negara Arab, kemudian berkembang ke Yunani dan negara-negara barat seterusnya ke seluruh dunia. Perkembangan kemajuan ilmu kedokteran dalam ilmu bedah adalah berbasis kepada keilmuan yang dibawa oleh Ibnu Sina. Perkembangan dari waktu ke waktu melalui 1

Transcript of Bedah Mayat Ditinjau dari Etika, Hukum dan Manfaat nya

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ilmu pengetahuan di masa kini sangatlah berbeda

dari pengetahuan zaman dahulu kala. Seiring dengan

majunya pengembangan teknologi dan ilmu pengetahuan,

didapatkan dari hasil trial and eror. Dari sinilah para

ahli menemukan hal hal yang baru. Begitu juga halnya di

dalam bidang kesehatan, untuk mendapatkan sesuatu

dibutuhkan pengorbanan atau sesuatu yang di jadikan

penelitian. Hal yang dapat di jadikan penelitian

sangatlah bervariasi tergantung tujuan dan hasil apa

yang ingin di capai oleh para peneliti itu sendiri.

Ilmu pengetahuan di zaman sekarang dapat di gunakan

untuk berbagai macam hal. Salah satunya bisa untuk

mengetahui sebab-sebab kematian seseorang dengan cara

membedahnya.

Sejarah medis telah mencatat bahwa otopsi mayat,

atau dengan kata lain ilmu kedokteran forensik mulai

diperkenalkan dari Negara Arab, kemudian berkembang ke

Yunani dan negara-negara barat seterusnya ke seluruh

dunia. Perkembangan kemajuan ilmu kedokteran dalam ilmu

bedah adalah berbasis kepada keilmuan yang dibawa oleh

Ibnu Sina. Perkembangan dari waktu ke waktu melalui

1

penelitian dan studi ilmuwan medis telah menghasilkan

teknologi modern dalam ilmu otopsi mayat dengan cara

lebih ilmiah untuk menemukan keadilan yang diinginkan.

Pada abad ke 21 ini, otopsi mayat adalah satu hal

yang tidak dapat dihindari dan tidak asing di kalangan

umat Islam. Ini karena ia adalah tindakan yang harus

diambil dan dilakukan untuk kepentingan masyarakat

seperti untuk menyelesaikan kasus kriminal atau bukan

kasus kriminal serta penelitian dalam bidang medis.

Walau bagaimana pun dalam urusan otopsi mayat, Islam

telah menetapkan beberapa pedoman yang harus diikuti

agar tidak timbul kontradiksi antara klaim Islam dengan

praktek yang dilakukan dalam bidang medis.

1.2. Rumusan Masalah

1. Etika apa saja yang harus di lakukan pada saat

proses pembedah mayat secara umum?

2. Ada sebuah hadist yang hadits yang berbunyi :

”Memecahkan tulang orang mati itu sama dengan memecahkan

tulangnya ketika masih hidup dalam hal dosanya”, bagaimana

tanggapan hadits tersebut secara umum ?

1.3. Tujuan

1.Mengetahui tujuan di lakukannya bedah mayat.

2

2.Mengetahui kaitan antara etika, hukum, dan agama

dalam bidang bedah mayat.

3.Mengetahui tinjauan hukum bedah mayat dalam islam.

4.Mengetahui tinjauan hukum bedah mayat dalam hukum

kesehatan yang berlaku di Indonesia.

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN

2.1 Tinjauan Pustaka

Mayat adalah orang yang telah meninggal atau

mati.Sedangkan seseorang dinyatakan mati adalah apabila

fungsi sistem jantung-sirkulasi dan pernafasan terbukti

telah berhenti secara permanen , atau apabila kematian

batang otak telah dapat di buktikan.(UU Kesehatan No.36

Tahun 2009,pasal 117).

Secara etimologi bedah mayat adalah pengobatan

dengan jalan memotong bagian tubuh seseorang. Dalam

bahasa Arab dikenal dengan istilah Al-Jirahah yang

berarti melukai, mengiris, atau operasi pembedahan.

Sedangkan secara terminologi bedah mayat adalah suatu

penyelidikan atau pemeriksaan tubuh mayat, termasuk

alat-alat organ tubuh dan susunannya pada bagian dalam.

Secara terminologis berarti suatu penyelidikan

atau pemeriksaan tubuh mayat, termasuk alat-alat atau

organ tubuh dan susunannya pada bagian dalam setelah

dilakukan pembedahan atau pelukaan, dengan tujuan

menentukan sebab kematian seseorang, baik untuk

kepentingan ilmu kedokteran maupun menjawab misteri

suatu tindak kriminal. Dalam ilmu kedokteran dikenal

dengan istilah autopsi.

4

Setelah dilakukan pembedahan atau pelukaan, dengan

tujuan menentukan sebab kematian seseorang, baik untuk

kepentingan ilmu kedokteran maupun menjawab misteri

suatu tindak kriminal. Bedah mayat adalah suatu upaya

tim dokter ahli untuk membedah mayat, karena ada suatu

maksud atau kepentingan tertentu. Jadi, bedah mayat

tidak boleh dilakukan oleh sembarangan orang, walaupun

hanya sekedar mengambil barang dari tubuh (perut) mayat

itu. Sebab, manusia harus dihargai kendatipun ia sudah

menjadi mayat. Apalagi yang ada hubungannya dengan

ilmiah pengetahuan dan penegakan hukum. 

A. Tujuannya bedah mayat

Bedah mayat memiliki berbagai tujuan yang bermacam-

macam.Tujuan di lakukan bedah mayat yang ditinjau dari

aspek dan tujuannya bedah mayat dapat dibagi menjadi 3

kelompok yaitu:

a. Bedah Mayat Klinis

Bedah mayat klinis ini adalah pembedahan yang

dilakukan terhadap mayat yang meninggal di rumah sakit,

setelah mendapat perawatan yang cukup dari para dokter.

Bedah mayat ini biasanya dilakukan dengan tujuan untuk

mengetahui secara umum atau secara mendalam. Sifat

perubahan suatu penyakit setelah dilakukan pengobatan

secara intensif terlebih dahulu semasa hidupnya dan

5

untuk mengetahui secara pasti jenis penyakit mayat yang

tidak diketahui secara sempurna selama dia sakit.

Dengan melakukan otopsi ini seorang dokter dapat

mengetahui penyakit yang menyebabkan kematian jenazah

tersebut, sehingga kalau memang itu suatu wabah dan di

khawatirkan akan menyebar bisa segera diambil tindakan

preventif, demi kemashlahatan.

b. Bedah Mayat Anatomis

Bedah mayat anatomis adalah pembedahan mayat dengan

tujuan menerapkan teori yang diperoleh oleh mahasiswa

kedokteran atau peserta didik kesehatan lainnya sebagai

bahan praktikum tentang ilmu viral tubuh manusia

(anatomi). Praktek yang dilakukan oleh Fakultas

Kedokteran untuk mengetahui seluk-beluk organ tubuh

manusia. Agar bisa mendeteksi organ tubuh yang tidak

normal dan terserang penyakit untuk mengobatinya sedini

mungkin atau tujuan lainnya seperti untuk mengetahui

penyebab kematiannya seiring maraknya dunia kriminal

saat ini, dengan membedah jasad manusia.

c. Bedah Mayat Forensik

Bedah mayat forensik adalah bedah mayat yang

bertujuan mencari kebenaran hukum dari suatu peristiwa

yang terjadi,  seperti dugaan pembunuhan, bunuh diri

atau kecelakaan. Bedah mayat semacam ini biasanya

dilakukan atas permintaan pihak kepolisian atau

6

kehakiman untuk memastikan sebab kematian seseorang.

Misalnya, karena tindak pidana kriminal atau kematian

alamiah melalui visum dokter kehakiman (visum et

reperthum) biasanya akan diperoleh penyebab sebenarnya,

dan hasil visum ini akan mempengaruhi keputusan hakim

dalam menentukan hukuman yang akan dijatuhkan. Jika

sebelum divisum telah diketahui pelakunya, maka visum

ini berfungsi sebagai penguat atas dugaan yang terjadi.

Akan tetapi jika tidak diketahui secara pasti pelakunya

dan jika bukan karena kematian secara alamiah maka

bedah mayat ini merupakan alat bukti bahwa kematiannya

bukan secara alamiah dengan dugaan pelakunya orang-

orang tertentu. Seorang hakim wajib memutuskan suatu

perkara hukum secara benar dan adil diperlukan bukti-

bukti yang sah dan akurat. Autopsi Forensik merupakan

salah satu cara atau media untuk menemukan bukti.

d. Bedah Mayat sebagai Donor

Bagi seseorang yang pada waktu hidupnya telah

bersedia untuk mendonorkan organ tubuhnya , maka

apabila orang ini meninggal dunia, perlu dilakukan

bedah mayat. Tujuan bedah mayat ini adalah untuk

mengambil organ tubuh yang di donorkan untuk di

pindahkan kepada organ tubuh orang lain yang

menerimanya.

7

B. Sebab-sebab yang Memungkinkan untuk di lakukan

proses bedah mayat

Banyak kemungkinan yang dapat terjadi sehingga

terjadinya pembedahan pada mayat. Kemungkinan

terjadinya pembedahan mayat dapat disebabkan oleh :

a. Untuk mengeluarkan janin

Pada prinsipnya ajaran Islam meberikan tuntunan

pada umatnya agar selalu berijtihad dalam hal-hal yang

tidak ada ditemukan nashnya dan sebagai landasannya

adalah firman Allah dalam surat al-Hajj ayat

78:Artinya:“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang

sebenar-benarnya. dia Telah memilih kamu dan dia sekali-kali tidak

menjadikan untuk kamu kesempitan dalam agama …….”

Untuk mengatasi kesulitan yang dialami manusia,

harus menggunakan akal pikiran yang disebut dengan

ijtihad dalam Islam, yang hasilnya untuk kemaslhatan

umat dengan ketentuan, bahwa kemaslahatan umum lebih

diutamakan dari kemaslhatan perorangan. Demikian juga

halnya dengan kemaslahatan orang hidup lebih diutamakan

dari pada kemaslahatan orang mati. Hal ini berarti jani

itu perlu untuk diselamatkan.

Dalam hal ini, Islam membolehkan membedah mayat

yang di dalam rahimnya terdapat janin yang masih hidup.

Urusan tersebut diserahkan kepada dokter ahli untuk

melaksanakannya, dan merawat janin yang diselamatkan

itu. Bahkan ada pendapat yang menagtakan, wajib

8

hukumnya membedah mayat, bila diperkirakan dokter,

janinnya masih hidup.

b. Untuk mengeluarkan benda berharga  dari mayat

Apabila seseorang menelan sesuatu yang bukan

miliknya, misalnya menelan permata orang lain yang

sangat berharga yang mengakibatkan ia meninggal dunia,

selanjutnya pemilik barang tersebut menuntut agar

permata tersebut dikembalikan kepadanya. Maka tidak ada

cara lain yang ditempuh kecuali dengan membedah mayat

itu untuk mengeluarkan permata tersebut dari jasadnya.

Melihat persoalan seperti kasus di atas, perlu

ditentukan status hukum bedah mayat tersebut apakah

dibolehkan atau diharamkan. Berdasarkan ajaran Islam

haram hukumnya seseorang menguasai suatu barang yang

bukan haknya. Tindakan yang demikian akan menjadi

ganjalan bagi orang yang mati di alam sesudah

kematiannya karena ia masih terkait dengan hak orang

lain.

Dalam keadaan mati, orang tidak bisa berbuat apa-

apa lagi. Oleh karena itu orang hiduplah yang

berkewajiban untuk menolongnya, terutama sekali

keluarganya yang harus memprakarsai pembedahannya untuk

mengeluarkan barang milik orang lain tersebut dari

perutnya guna mengembalikan kepada pemiliknya. Dalam

hal seperti di atas tidak ada cara lain yang bisa

9

ditempuh kecuali dengan membedah mayat itu untuk

mengeluarkan barang yang ada di perut mayat.

c. Menegakkan Kepentingan Penegakkan Hukum

Peralatan modern kadang-kadang sulit juga

membuktikan sebab-sebab kematian seseorang dengan hanya

penyelidikan dari luar tubuh mayat. Kesulitan tersebut,

cukup menjadi alasan untuk membolehkan membedah mayat

sebagai bahan penyelidikan, karena sangat diperlukan

dalam penegakkan hukum, dan sesuai dengan kaidah

fiqhiyyah : “Tidak haram bila darurat dan tidak makruh karena

hajat.”

Apabila penegak hukum tidak mau mengusut

kejahatan, karena yang dianiaya sudah meninggal dunia,

lalu takut mengadakan pengusutan dengan cara pembedahan

mayat, maka berarti dia memberi jalan kepada penjahat

untuk tidak takut beraksi. Hukum harus ditegakkan

meskipun harus dengan jalan melakukan bedah mayat dan

pembongkaran kuburan untuk pencapaian keadilan.

d. Memperhatikan Kepentingan Pendidikan dan Keilmuan

Diantara ilmu dasar dalam pendidikan kedokteran

ialah ilmu tentang susunan tubuh manusia yang disebut

anatomi. Untuk membuktikan teori-teori dalam ilmu

kedokteran tersebut, tentu dengan jalan praktek

langsung terhadap manusia. Otopsi menurut teori

kedokteran atau bedah mayat, merupakan syarat yang amat

10

penting bagi seorang calon dokter, dalam memanfaatkan

ilmunya kelak. Sekiranya mayat itu diperlukan sebagai

sarana penelitian untuk mengembangkan ilmu kedokteran,

maka menurut hukum Islam, hal ini dibolehkan, karena

pengembangan ilmu kedokteran bertujuan untuk

mensejahterakan umat manusia.

Pembedahan mayat tidak boleh dilakukan secara

berulang-ulang, karena mayat hendaknya segera

dikuburkan bukan untuk dipamerkan. Sebagaimana sabda

Rasulullah yang artinya: “Percepatlah mengantar jenazah ke

kuburnya. Bila dia seorang yang shaleh maka kebaikanlah yang kamu

hantarkan kepadanya dan dia kebalikannya, maka sesuatu keburukan

yang kamu tanggalkan dari beban lehermu.” (HR. Bukhari).

Di antara ilmu dasar dalam pendidikan kedokteran

ialah ilmu tentang susunan tubuh manusia yang disebut

anatomi. Untuk membuktikan teori-teori dalam ilmu

kedokteran tersebut, tentu dengan jalan praktek

langsung terhadap manusia. Otopsi menurut teori

kedokteran atau bedah mayat, merupakan syarat yang amat

penting bagi seorang calon dokter, dalam memanfaatkan

ilmunya kelak. Sekiranya mayat itu memang diperlukan

sabagai sarana penelitian untuk mengembangkan ilmu

kedokteran, maka menurut hukum Islam, hal ini

dibolehkan, karena pengembangan ilmu kedokteran

bertujuan untuk mensejahterakan umat manusia.

C. Tinjauan Hukum Islam terhadap bedah mayat

11

Dalam Al-Qur’an tidak ditemukan ayat yang

mengandung secara pasti tentang bedah mayat akan

tetapi, terdapat beberapa ayat Al-Qur’an yang dapat

dijadikan isyarat mengenai landasan praktek bedah mayat

ini. Seperti janji Allah SWT yang akan memperlihatkan

tanda-tanda kebesaran-Nya. Diangkasa mar (ufuk) dan

yang ada didalam diri manusia itu sendiri. Seperti

dijelaskan dalam Surat Funssilat Ayat 53 yang artinya:

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kebesaran)

Kami disegenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah

bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu benar. Tidak cukupkah (bagi kamu)

bahwa tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?”. Pengertian

dalam diri manusia ini menurut para mufasir, berarti

didalam tubuh manusia ada nilai ilmu pengetahuan dan

kebenaran untuk diteliti.

Dan dalam Surat Al-anbiya Ayat 35 yang Artinya:

“Setiap yang bernyawa itu akan mengalami mati, Kami akan menguji

kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan

dikembalikan hanya kepada Kami.”. Dalam ayat tersebut

diterangkan bahwa Allah SWT menyatakan bahwa setiap

yang bernyawa akan mengalami kematian, dengan kematian

itu akan diuji unsur kejahatan dan kebaikan dan ayat

ini sangat berkaitan dengan pernyataan Allah SWT bahwa

manusia adalah makhluk mulia. Yakni dalam Surat Al-

Isra’ Ayat 70. Artinya: “Dan sungguh, Kami telah memuliakan

anak Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut dan Kami beri

12

mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka diatas

banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.”.

Untuk menyingkap kebenaran atau ketidakbenaran

dalam diri manusia di dunia, diperlukan berbagai bidang

ilmu pengetahuan. Sebab kemampuan yang dimiliki manusia

terbatas. Dan semua cabang ilmu pengetahuan itu tidak

mungkin dimiliki oleh satu orang saja. Oleh karenanya

diperlukan orang yang ahli dibidang tertentu untuk

menjawab persoalan yang muncul jika kita tidak

mengetahuinya.

Contoh konkretnya adalah orang yang sakit perlu

bertanya kepada dokter tentang penyakitnya agar bisa

diobati. Hukum bedah mayat dengan tujuan anatomis dan

klinis dapat berpedoman kepada hadits Rasulullah SAW

yang menganjurkan untuk berobat, karena setiap penyakit

ada obatnya. (H.R. Abu Daud dari Abu Darda). Hadits ini

juga mengandung anjuran untuk mengembangkan ilmu

kesehatan, seperti bedah mayat untuk mengantisipasi

penyakit yang belum ditemukan obatnya pada saat itu.

Sedangkan bedah mayat dengan tujuan forensik merupakan

salah satu upaya menetapkan hukum secara adil adalah

wajib hukumnya. Ini berdasarkan Firman Allah SWT Surat

An-Nisa Ayat 58 yang Artinya: “Sungguh Allah menyuruhmu

menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila

kamu menetapkan hukum diantara manusia hendaknya kamu

menetapkannya dengan adil. Sungguh : Allah sebaik-baiknya yang

13

memberi pengajaran kepadamu, sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha

Melihat.”.

Jadi pembedahan mayat dengan tujuan sebagai alat

bukti dalam tindak pidana dapat dibenarkan. Sebab alat

bukti merupakan salah satu unsur dalam proses perkara

di pengadilan. 

D. Tinjauan hukum yang berlaku di Indonesia terhadap

bedah mayat

Penyelesaian kejahatan terutama yang berkaitan

dengan tubuh dan nyawa tidak selalu dapat diselesaikan

oleh ilmu hukum sendiri. Dapat dikatakan seperti itu

karena memang obyek kejahatannya adalah tubuh dan nyawa

manusia, sedangkan tubuh dan nyawa manusia adalah

kajian bidang ilmu kedokteran. Dengan demikian

seringkali untuk kepentingan pembuktian dan

penyelidikan sebab-sebab kematian lapangan ilmu hukum

meminta bantuan kepada bidang kedokteran.

Salah satunya Ilmu kedokteran dalam hukum pidana

diposisikan sebagai ilmu pembantu hukum pidana dimana

dalam hal penyelesaian perkara pidana disebut sebagai

ilmu kedokteran forensik. Ilmu kedokteran forensik

berperan dalam pengungkapan kasus-kasus yang berakibat

timbulnya luka dan kematian, tanpa bantuan ilmu

kedokteran forensik mustahil bagi ilmu hukum untuk

dapat mengungkapkan misteri kejahatan tersebut.

14

Tanda kematian merupakan cara yang digunakan untuk

menentukan seseorang telah benar-benar mati, banyak

pendapat yang mendefinisikan tanda kematian (sign of death)

ini tetapi yang lebih penting untuk diamati dari

berbagai tanda kematian ada tiga macam yaitu lebam

mayat (livoris mortis), kaku mayat (rigor mortis), dan penurunan

suhu mayat (algor mortis). Kepentingan dari observasi pada

tiga hal ini adalah untuk menentukan sebab kematian,

cara kematian, dan waktu atau saat kematian.

Untuk memperoleh kebenaran, maka ilmu kedokteran

memerlukan teori dan praktek yang lazim kita kenal

dengan autopsi atau bedah mayat. Proses autopsi inilah

yang akan mengantarkan kepada hal-hal yang dikenal

dengan Seven “W” of Darjes, yaitu: perbuatan apa yang telah

dilakukan; di mana perbuatan itu dilakukan; bilamana

perbuatan itu dilakukan; bagaimana perbuatan itu

dilakukan; dengan apa perbuatan itu dilakukan; mengapa

perbuatan itu dilakukan dan siapa yang melakukan. Hasil

pemeriksaan mayat dan bedah mayat (autopsi) disebut

sebagai visum et repertum. Hasil dari visum et repertum inilah

yang dapat dijadikan bukti yang dapat dilihat dan

ditemukan.

Adanya visum et repertum sebagai hasil dari

penyelidikan dapat memberi keterangan kepada penegak

hukum untuk mengetahui pelaku tindak pidana. Di

Indonesia, undang-undang melarang warganya untuk

15

menghalangi petugas melakukan pembedahan atas mayat

demi kepentingan peradilan. 

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana pasal 222

dijelaskan, "Barangsiapa dengan sengaja mencegah,

menghalang-halangi, atau menggagalkan pemeriksaan mayat

untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling

lama sembilan bulan atau denda paling banyak/sebanyak-

banyaknya tiga ratus rupiah."

Untuk mengantisipasi kemaslahatan bedah mayat ini,

Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syarak Departemen

Kesehatan RI pada Fatwa No. 4 tahun 1955 mengisyaratkan

dibolehkannya bedah mayat dengan tujuan kepentingan

ilmu pengetahuan, pendidikan dokter, dan penegakan

keadilan. Akan tetapi kebolehan itu dibatasi sekedar

dalam keadaan darurat menurut kadar kepentingannya.

Autopsi untuk pemeriksaan mayat demi kepentingan

pengadilan di maksudkan untuk mengetahui sebab-sebab

kematiannya di sebut juga obductie Di Indonesia masalah

bedah mayat atau autopsi diatur di dalam Pasal 134

Undang-undang No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana yang berbunyi sebagai berikut:

1. Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk

keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin

lagi dihindarkan, penyidik wajib memberitahukan

terlebih dahulu kepada keluarga korban.

16

2. Dalam hal keluarga keberatan penyidik wajib

menerangkan dengan jelasnya tentang maksud dan

tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.

3. Apabila dalam waktu dua hari tidak ada

tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang

perlu diberitahu tidak diketemukan penyidik

segera melaksanakan ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam pasal 133 ayat 3 Undang-

undang ini.

Selain itu diperkuat juga oleh Pasal 133 dari

Undang-undang tersebut berbunyi sebagai berikut:

1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan

peradilan menangani seorang korban baik

keracunan ataupun mati yang diduga karena

peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia

berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli

kepada ahli kedokteran dan atau ahli lainnya.

2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara

tertulis yang dalam surat itu disebutkan dengan

tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan

mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

3. Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran

kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus

diperlakukan secara baik dengan penuh

penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi

17

label yang memuat identitas mayat yang dilakukan

dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada

ibu jari kaki atau bagian lain pada mayat.

Berpijak dari penjelasan di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa autopsi atau bedah mayat adalah suatu

pembedahan atau pemeriksaan pada mayat yang dilakukan

oleh para tim dokter ahli dengan dilandasi oleh maksud

atau kepentingan tertentu untuk mengetahui sebab-sebab

kematian mayat.

E. Tinjauan Etika yang berlaku mengenai Bedah Mayat

Bedah Mayat tidak hanya berkaitan dengan agama dan

hukum yang berlaku saja.Etika juga berlaku dalam proses

pembedahan mayat. Etika adalahPemerintah telah

memutuskan melalui Peraturan Pemerintah RI No.18 Tahun

1981 Tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat

Anatomis serta Transplantasi Alat Dan/Atau Jaringan

Tubuh Manusia , bahwa bedah mayat klinis hanya boleh di

lakukan dalam keadaan sebagai berikut :

Pasal 2

a. Dengan persetujuan penulis penderita dan atau

keluarganya yang terdekat setelah penderita

meninggal dunia, apabila sebab kematiannya

belum dapat di tentukan secara pasti.

b. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya

yang terdekat, apabila di duga penderita

18

menderita penyakit yang dapat membahayakan

orang lain atau masyarakat sekitarnya.

c. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya

terdekat, apabila dalam jangka waktu 2x24 jam

tidak ada keluarga terdekat dari yang meninggal

dunia datang ke rumah sakit

Pasal 3

Bedah mayat klinis hanya di lakukan di ruangan

dalam rumah sakit yang disediakan untuk keperluan

itu.

Pasal 4

Perawatan mayat sebelum, selama, dan sesudah bedah

mayat klinis di laksanakan sesuai dengan masing-

masing agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang

Maha Esa dan di atur oleh Menteri Kesehatan.

2.2.Pembahasan

Metode melakukan otopsi mayat bukanlah sesuatu

yang mutlak. Individu atau kelompok yang terlibat dalam

urusan otopsi mayat harus memenuhi etika yang

digariskan di antaranya

a. Menghormati, menjaga hak dan kemuliaan mayat

sebagai manusia

Semua pegawai dan petugas medis yang terlibat dalam

proses otopsi harus menghormati mayat seperti manusia

yang masih hidup.Islam menyuruh orang yang masih hidup

19

agar menjaga kemuliaan, hak dan kehormatan orang yang

telah mati sebagaimana orang hidup terlepas dari ras,

agama dan keturunan . Islam melarang seseorang

memperlakukan seseorang yang lain sama ada pada diri,

martabat dan harta mereka. Firman Allah S.W.T. dalam

Surah al-Israa 'ayat 70 yang artinya: "Dan sesungguhnya

telah Kami muliakan anak-anak Adam; dan Kami telah beri

mereka menggunakan berbagai kendaraan di darat dan di

laut; dan Kami telah memberikan rezeki kepada mereka

dari benda-benda yang baik-baik dan Kami telah lebihkan

mereka dengan selebih-lebihnya atas banyak makhluk-

makhluk yang telah Kami ciptakan. "

b. Menyegerakan urusan otopsi mayat

Urusan otopsi mayat harus dilakukan dengan cepat agar

sejalan sesuai kehendak Islam yang mewajibkan mayat

ditangani dengan segera, sebagaimana hadis yang

diriwayatkan dari Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah

s.a.w. bersabda yang berarti: "Segeralah dalam mengurus

jenazah karena kalau itu jenazah orang saleh maka

berarti kamu menyegerakan kebaikan dan bila sebaliknya

(mayat yang tidak saleh) maka berarti kamu telah

melepaskan kejahatan dari bahumu". (Riwayat Muslim)

c. Kebenaran Waris

20

Untuk kasus otopsi klinis, petugas atau pihak medis

yang akan melakukan pembedahan mayat harus mendapat

izin dari waris untuk melakukan otopsi.

d. Melakukan otopsi dengan cermat (tidak kasar)

Operasi harus dilakukan dengan cara cermat sehingga

tidak merusak kehormatan dan kemuliaan mayat. Hadis

Rasulullah s.a.w. yang berarti; Dari Aisyah r.a.

Raslululllah s.a.w. bersabda; "Memecahkan / mematahkan

tulang mayat sama seperti memecahkannya / mematahkannya

sewaktu hidupnya ". (Riwayat Abu Daud)

e. Melakukan otopsi mayat sejauh yang diperlukan

saja

Otopsi mayat yang dilakukan tidak dapat melampaui batas

atau batas rukhsah yang dibenarkan karena

mempertimbangkan hukum asal menyakiti mayat adalah

haram. Jadi, otopsi mayat dapat dilakukan pada setiap

anggota mayat yang diyakini dapat membantu mencapai

tujuan operasi dan mengidentifikasi sebab-sebab

kematian.Ini sesuai dengan metode fiqhiyyah yaitu 'hal

dharurat adalah dihitung berdasarkan kadarnya'.

f. Menjaga rahasia mayat

21

Petugas medis yang bersangkutan dan otoritas yang

bersangkutan yang terlibat dalam otopsi mayat harus

menyimpan rahasia mayat, yaitu tidak mengaibkan dan

tidak mengungkapkan kondisi mayat kepada pihak yang

tidak terkait.

g. Tidak menghina, mengejek dan memaki mayat

Petugas medis yang bersangkutan dan otoritas yang

bersangkutan,yang terlibat dalam penanganan mayat tidak

boleh menghina, mengejek atau memaki mayat. Hadis

Rasulullah s.a.w. yang berarti: "Dari Ibnu Umar telah

berkata: Sabda Rasululllah: Sebutlah kebaikan orang

yang telah mati dan berhentilah dari menyebut keburukan

mereka". (Riwayat at-Tirmizi)

h. Mengambil langkah-langkah keamanan

Pegawai dan Petugas medis pemerintah yang menjalankan

otopsi mayat harus mempertimbangkan langkah-langkah

keamanan terutama dalam penanganan mayat yang berisiko

terutama bagi kasus penyakit menular.

22

i. Mengurus mayat dan sampel penelitian (organ

atau jaringan) setelah otopsi dengan sebaik-

baiknya

Anggota mayat yang dibedah harus dijahit kembali

dengan rapi. Semua organ atau jaringan yang diambil

untuk penelitian harus dikembalikan kepada mayat

sebelum mayat disempurna dan dimakamkan. Untuk kasus

yang memerlukan studi dan penelitian pada sampel dari

setiap anggota mayat yang memakan waktu lama (disimpan

bertahun-tahun dalam laboratorium) karena kekurangan

ahli, penyakit masih tidak dapat diidentifikasi,

kekurangan alat dan sebagainya, maka jenazah harus

disempurna dan dimakamkan dahulu . Sementara organ atau

jaringan yang diambil untuk penelitian harus ditanam

atau diserah kepada waris atau pihak bertanggung jawab.

Ulasan dan investigasi atas sampel yang diambil harus

dilakukan dengan segera.

j. Tidak mengambil jaringan atau organ mayat

Petugas medis yang bersangkutan dan otoritas yang

bersangkutan tidak diperkenankan mengambil setiap

23

jaringan atau organ dari mayat yang dibedah melainkan

dengan kebenaran hukum.

k. Orang yang diperbolehkan hadir saat otopsi

mayat

Hanya petugas medis yang otopsi mayat dan otoritas yang

terkait hanya diperbolehkan berada di dalam kamar

otopsi saat otopsi dilakukan. Selain petugas medis dan

otoritas yang terkait dilarang masuk, hal ini

dikarenakan untuk menjaga kelangsungan proses

pembedahan dan menjaga kerahasiaan mayat.

Ada sebuah hadist yang hadits yang berbunyi :

”Memecahkan tulang orang mati itu sama dengan memecahkan

tulangnya ketika masih hidup dalam hal dosanya”. Landasan

normatif hukum di tersebut mengisyaratkan keharaman

melakukan pembedahan terhadap mayat. Di sisi lain,

ajaran normatif Islam juga menekankan perlunya

mempelajari ilmu pengetahuan termasuk ilmu kedokteran

yang tujuannya untuk mencapai kemaslahatan hidup

manusia. Penemuan baru sebagai hasil dari perkembangan

teknologi dan ilmu pengetahuan yang menjanjikan

kemaslahatan menurut penulis tidak seharusnya diabaikan

begitu saja. Disiplin ilmu yang sangat penting seperti

ilmu bedah atau forensik dalam ilmu kedokteran perlu

diselaraskan dengan prinsip-prinsip hukum Islam, karena

ia berada di antara perintah dan larangan. Dalam

24

tiadanya keharaman dalam kondisi darurat, seperti

halnya tidak adanya kemakruhan dalam kondisi darurat.

Maka jika autopsi tersebut dipahami sebagai hal yang

bersifat darurat, artinya satu-satunya cara

membuktikan, maka autopsi itu sudah menempati level

darurat, dan karena itu status hukumnya dibolehkan dan

dapat disimpulkan bahwa autopsi atau bedah mayat untuk

keperluan penelitian ilmu kedokteran hukumnya boleh,

bahkan jika dipahami sebagai kondisi yang berada pada

level darurat maka hukumnya menjadi wajib.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sesuai dengan tinjauan pustaka dan pembahasan yang

sudah dikemukakanmengenai bedah mayat , maka dapat

diambil kesimpulan bahwa :

1. Bedah mayat adalah suatu tindakan dokter ahli

untuk membedah mayat karena dilandasi oleh suatu

maksud atau kepentingan-kepentingan tertentu

seperti: kepentingan penegakkan hukum;

menyelamatkan janin yang masih hidup di dalam

rahim mayat; untuk mengeluarkan benda yang

berharga dari mayat; dan untuk keperluan

penelitian ilmu kedokteran. Tindakan pembedahan

25

yang didasari oleh motif-motif tersebut dibolehkan

dalam ajaran Islam, bahkan bisa dihukumkan wajib

apabila keperluan bedah itu menempati level hajat

atau darurat. Namun pada proses pembedahan mayat

tetap harus mematuhi etika yang telah di

tetapkan,selain itu diwajibkan pula untuk menjaga

kerahasiaan, menghormati dan memuliakan mayat

serta menyegerakan proses autopsi serta

mendapatkan izin dari ahli waris tentunya.   

2. Hadits yang melarang memecahkan tulang mayat atau

dengan kata lain merusak mayat dalam pemaknaan

penulis adalah apabila bedah mayat atau autopsi

yang dilakukan seseorang tersebut dilakukan tanpa

tujuan yang benar, maka hukumnya haram. Termasuk

pula bila pembedahan mayat itu melampaui batas

dari tujuan yang dibutuhkan .

3.2 Saran

Dengan adanya peraturan tersebut, proses pembedah

mayat yang di lakukan harus mengikuti peraturan yang

telah pemerintah tetapkan.Selain itu proses pembedahan

mayat harus di lakukan oleh tenaga kesehatan yang

mempunyai keahlian dan kewenangan untuk melakukan tugas

tersebut. Pelaksanaan medis juga harus dilakukan dengan

memperhatikan norma yang berlaku dalam masyarakat yaitu

norma hukum, agama, dan kesopanan.Selain itu dalam

proses nya banyak sekali norma yang di patuhi untuk

26

menjaga kehormatan dan kemulian mayat tersebut

sebagaimana manusia.

Masyarakat luas harus memaklumi dan mengikuti

ketentuan yang berlaku apabila proses bedah mayat

memang betul-betul di butuhkan untuk proses

hukum.Karena islam sendiri pun sangat menjunjung tinggi

tentang hukum yang sangat mementingkan keadilan dan

kemaslahatan umat.

27