penerapan teknik konservasi tanah dan air oleh masyarakat di ...

65
PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH DAN AIR OLEH MASYARAKAT DI DESA BONTO SOMBA HULU DAS MAROS Oleh : RAHMADANI M111 14 025 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018

Transcript of penerapan teknik konservasi tanah dan air oleh masyarakat di ...

PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH DAN

AIR OLEH MASYARAKAT DI DESA BONTO

SOMBA HULU DAS MAROS

Oleh :

RAHMADANI

M111 14 025

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018

ii

ABSTRAK

Rahmadani (M 111 14 025). Penerapan Teknik Konservasi Tanah dan Air

Oleh Masyarakat di Desa Bonto Somba Hulu DAS Maros. di bawah

bimbingan Usman Arsyad dan Daud Malamassam

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi penerapan teknik konservasi tanah

dan air oleh masyarakat di Desa Bonto Somba serta hubungannya dengan tipologi

masyarakat yang mempengaruhi tindakan konservasi tanah dan air. Penelitian ini

dilakukan pada bulan Januari sampai dengan hingga bulan Maret 2018 di Desa

Bonto Somba Hulu DAS Maros. Pengambilan data dilakukan dengan observasi

langsung di lapangan dan wawancara kepada petani dengan menggunakan daftar

pertanyaan (kuisioner) berdasarkan teknik purposive sampling. Data yang

dikumpulkan dari tipologi masyarakat berupa umur, tingkat pendidikan,

pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, dan luas lahan garapan. Data tersebut

diolah dengan teknik kontingensi kemudian diklasifikasikan dan diuji chi square.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan yang dilakukan

masyarakat di Desa Bonto Somba adalah metode vegetatif berupa tanaman

penutup tanah, kebun campuran dan pekarangan sedangkan metode mekanik

berupa pengolahan tanah dan teras bangku. Hubungan tipologi sosial ekonomi

masyarakat dengan penerapan teknik konservasi tanah dan air tidak memiliki

hubungan yang nyata dikarenakan masyarakat menggunakan teknik konservasi

tanah dan air secara turun-temurun.

Kata kunci : Teknik Konservasi Tanah dan Air, Tipologi Masyarakat, Desa Bonto

Somba

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirabbil „aalamiin.

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas anugerah, rahmat, karunia dan

izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan penelitian dan

penyusunan skripsi dengan judul “Penerapan Teknik Konservasi Tanah dan

Air Oleh Masyarakat di Desa Bonto Somba Hulu DAS Maros”.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis

mendapat berbagai kendala. Tanpa bantuan dan petunjuk dari berbagai pihak,

penyusunan skripsi ini tidak akan selesai dengan baik. Untuk itu, dengan penuh

kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr.Ir. H. Usman

Arsyad dan Prof. Dr.Ir. Daud Malamassam M.Agr selaku pembimbing yang

telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu dan mengarahkan

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT senantiasa

memberikan limpahan berkah dan hidayah-Nya kepada beliau.

Melalui kesempatan ini, penulis juga menyampaikan terima kasih dan

penghargaan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Iswara Gautama, M.Si, Ibu Ira Taskirawati, S.Hut.,

M.Si., Ph. D dan Wahyuni, S.Hut,. M.Hut selaku penguji yang telah

membantu dalam memberikan saran, guna perbaikan skripsi ini.

2. Ketua Program Studi Kehutanan Bapak Dr. Ir. Syamsuddin Millang, M.S dan

sekretaris Jurusan Bapak Dr. Ir. Baharuddin, M.P, serta Bapak/Ibu Dosen

dan seluruh Staf Administrasi Fakultas Kehutanan atas bantuannya.

3. Partner penelitian Andi Rismayanti Kakanda-kakandaku yang membantu

selama penelitian Muh Syafiq, Zulqadri, Dian Dirga Priatna, Ilham Hairul

dan Gufriadi, serta teman-teman seperjuangan DAS 22 di Laboratorium

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai yang senantiasa mendukung.

4. Dg Rowa sekeluarga selaku Ketua RT Dusun Cindakko, Desa Bonto Somba,

Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros. Terima kasih atas jamuannya

selama penelitian.

5. Sahabatku yang senantiasa membantu Afni Arfiah Ramli, Siti Melinda

Pristiyanti Puteri, Nurhikmah Usbar, Sitti Hardianti Suaib, Made Sawitri

iv

Dewayani, Putri Khairunnisa, Mutmainna Dwi Lestari, Nur Indah

Jasmin, Nurfadhilah Mansyur, dan Sri Wahuni Muzhar serta teman-teman

seperjuangan AKAR 2014, terima kasih atas kebersamaan dan motivasi yang

telah diberikan selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan

Universitas Hasanuddin.

6. Kepada Kakanda Andi Irwan Amrullah yang selalu bisa jadi tempat berbagi

cerita, berkeluh kesah serta banyak memberikan semangat dan dukungan

selama penyelesaian skripsi.

7. Teman – teman KKN Reguler UNHAS Gelombang 96 di Kelurahan Galung

Maloang, Kecamatan Bacukiki, Kota Parepare Nur Wahyuni Utami dan

Andi Magfira Akhmad.

8. Semua pihak yang telah turut membantu dan bekerjasama setulusnya dalam

pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini.

Akhirnya kebahagiaan ini kupersembahkan kepada Ayahanda H.M. Dahlan

B, S.E dan Ibunda Hj. Nurwana serta Saudara-saudaraku Dzuljalali,

Nurhikmah, Hardiyanti Dahlan dan Mutmainna Dahlan terima kasih telah

mencurahkan doa, kasih sayang, cinta, perhatian pengorbanan, motivasi yang

sangat kuat yang tak akan putus dan tak terhingga di dalam kehidupan penulis

selama ini.

Kekurangan dan keterbatasan pada dasarnya ada pada segala sesuatu yang

tercipta di alam ini, tidak terkecuali skripsi ini. Untuk itu dengan penuh

kerendahan hati penulis terbuka menerima segala saran dan kritik dari pembaca

dan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Makassar, Mei 2018

Rahmadani

v

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii

ABSTRAK ..................................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ................................................................................... iv

DAFTAR ISI .................................................................................................. vi

DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. x

I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1

1.2. Tujuan dan Kegunaan .................................................................. 2

II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 4

2.1. Daerah Aliran Sungai ................................................................. 4

2.2. Konservasi Tanah dan Air ........................................................... 5

2.2.1 Konservasi Tanah ................................................................. 6

2.2.2 Konservasi Air ..................................................................... 7

2.2.3 Teknik Konservasi Tanah dan Air ....................................... 8

2.3. Tipologi sosial ekonomi masyarakat ........................................... 15

2.3.1 Pendidikan ............................................................................ 15

2.3.2 Pendapatan ........................................................................... 16

2.3.3 Umur .................................................................................... 17

2.3.4 Jumlah anggota keluarga ...................................................... 17

2.3.5 Luas lahan garapan ............................................................... 18

III. METODE PENELITIAN ................................................................. 19

3.1. Waktu dan Tempat ...................................................................... 19

3.2. Alat dan Bahan ........................................................................... 19

3.3. Metode pengumpulan data

3.4. Prosedur Penelitian ...................................................................... 20

3.4.1. Penetapan lokasi penelitian .................................................... 20

3.4.2. Observasi lapangan ................................................................ 20

3.4.3. Wawancara ........................................................................... 20

3.5 Populasi dan sampel ...................................................................... 20

3.6 Analisis data .................................................................................. 20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 22

4.1. Penerapan Teknik Konservasi Tanah dan Air .............................. 22

4.2. Metode vegetatif ............................................................................ 23

vi

4.2.1 Tanaman Penutup Tanah ..................................................... 23

4.2.2 Kebun Campuran ................................................................. 24

4.2.3 Pekarangan .......................................................................... 25

4.3. Metode Mekanik .......................................................................... 26

4.3.1 Pengolahan tanah menurut kontur ....................................... 26

4.3.2 Teras Bangku ....................................................................... 27

4.3.3 Saluran drainase .................................................................. 28

4.4. Tipologi Masyarakat .................................................................... 29

4.4.1 Uji chi square antara penerapan teknik konservasi tanah dan

air dengan tipologi masyarakat ........................................... 29

V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 38

5.1. Kesimpulan .................................................................................. 38

5.2. Saran ............................................................................................ 38

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 39

LAMPIRAN ................................................................................................... 41

vii

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

Tabel 1. Metode Konservasi Tanah dan Air di Desa Bonto Somba ............ 22

Tabel 2. Klasifikasi Responden berdasarkan Umur Petani ......................... 30

Tabel 3. Tabel Kontingensi Penerapan Teknik KTA dan Umur petani ........ 30

Tabel 4. Tipologi Masyarakat berdasarkan Pendidikan Formal ................... 31

Tabel 5. Perincian responden berdasarkan Penghasilan/pendapatan ........... 33

Tabel 6. Tabel Kontingensi Penerapan Teknik KTA dan Pendapatan ....... 33

Tabel 7. Perincian Responden berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga . 34

Tabel 8. Tabel Kontingensi Penerapan Teknik KTA dan Jumlah

Tanggungan Keluarga ..................................................................... 34

Tabel 9. Perincian Responden Berdasarkan Luas Lahan Garapan ............... 35

Tabel 10. Tabel Kontingensi Penerapan Teknik KTA dan Luas Lahan

Garapan ............................................................................................ 36

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

Gambar 1. Teknik Vegetatif dengan Tanaman Penutup Tanah. ................. 23

Gambar 2. Penerapan Teknik Konservasi (Metode Vegetatif ) Kebun

campuran ..................................................................................... 24

Gambar 3. Bentuk Wanatani Pada Pekarangan ............................................ 25

Gambar 4. Pengolahan Tanah dan Penanaman Menurut Kontur ............... 26

Gambar 5. Teras Bangku pada Penggunaan Lahan Sawah .......................... 27

Gambar 6. Saluran Drainase ......................................................................... 28

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Lampiran

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian ............................................................ 43

Lampiran 2. Peta Titik Pengamatan............................................................ 44

Lampiran 3. Daftar Pertanyaan (kuisioner) ................................................ 45

Lampiran 4. Tabel Tipologi Masyarakat Berdasarkan Latar Belakang

Sosial Ekonomi ...................................................................... 49

Lampiran 5. Perhitungan Uji Chi Square ................................................... 51

Lampiran 6. Tabel X2 Chi Square ............................................................. 53

Lampiran 7. Dokumentasi .......................................................................... 54

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan nasional dewasa saat ini memiliki peningkatan taraf hidup

dan kesejahteraan masyarakat diupayakan secara terus menerus di segala bidang.

Hal ini merupakan konsekuensi logis dari era globalisasi yang ditandai dengan

perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin cepat dan pada

akhirnya membawa tantangan, ancaman serta peluang bagi masyarakat. Demikian

pula halnya pembangunan di sektor pertanian dan kehutanan yang harus

mengikuti era tersebut sehingga harus di kelola secara bersinergi dan berwawasan

lingkungan sesuai dengan potensi sumber daya alam yang ada agar dapat

memperoleh hasil yang maksimal.

Pemanfaatan lahan yang terus menerus mengalami peningkatan akibat dari

pembangunan nasional, tidak bisa ditunda lagi. Hal ini harus disesuaikan dengan

konsep pembangunan yang merata dan berkesinambungan. Karena tanpa

diimbangi dengan asas kelestarian hutan khususnya dalam penerapan teknik

konservasi tanah dan air (KTA) dapat menjadi faktor utama penyebab terjadinya

bencana banjir, longsor, dan kekeringan yang pada akhirnya akan menimbulkan

kerugian terhadap masyarakat bahkan akan mengancam keselamatan manusia.

Dampak khusus dari kondisi tersebut menyebabkan lahan kritis semakin

bertambah.

Pertambahan penduduk yang terus meningkat umumnya tidak sejalan

dengan laju penyediaan sumber daya alam sehingga akan menyebabkan

ketersediaannya terutama lahan menjadi semakin langka dan terbatas. Hal ini

diperparah lagi apabila masyarakat memanfaatkan lahan pada daerah yang curam

dan sangat curam terutama di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) tanpa diikuti

dengan penerapan teknik konservasi tanah dan air yang benar. Jariyah (2014),

permasalahan DAS tumbuh seiring dengan pertambahan penduduk. Daerah Aliran

Sungai (DAS) sangat dipengaruhi oleh bagian hulu, kondisi biofisik daerah

tangkapan dan daerah resapan air. Pada umumnya kondisi di daerah hulu rawan

terhadap gangguan manusia. Pengelolaan DAS bagian hulu sering menjadi fokus

2

perhatian, mengingat kawasan DAS bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan

biofisik melalui daur hidrologi, sehingga kesalahan penggunaan lahan daerah hulu

akan berdampak pada masyarakat di daerah hilir (Jariyah, 2014).

Pemanfaatan lahan di setiap daerah berbeda karena memiliki karakteristik

yang khas disebut tipologi. Tipologi diartikan sebagai pengelompokkan wilayah

berdasarkan karakteristik tertentu yang dibangun berdasarkan karakteristik

biofisik dan sosial ekonomi masyarakat. Tipologi merupakan suatu

pengklasifikasian atau pengelompokan obyek berdasarkan kesamaan sifat-sifat

dasar menjadi tipe-tipe tertentu (Rijal, dkk. 2016).

Masyarakat yang bertempat tinggal di Desa Bonto Somba Hulu DAS

Maros umumnya memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam hal penerapan

konservasi tanah dan air. Karakter sosial ekonomi ini merupakan salah satu

indikator yang dapat dipertimbangkan dalam penerapan teknik konservasi tanah

dan air berbasis tipologi masyarakat di Desa Bonto Somba Hulu DAS Maros.

Asdak (2010) menyatakan bahwa kondisi sosial ekonomi, tingkat kesadaran dan

kemampuan ekonomi masyarakat yang rendah, cenderung lebih mendahulukan

kebutuhan primer dan sekunder, sehingga sering terjadi perambahan hutan di

daerah hulu DAS, penebangan liar, dan praktik-praktik pertanian lahan kering di

perbukitan yang mengakibatkan kerusakan DAS.

Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang

“Penerapan Teknik Konservasi Tanah dan Air berbasis Tipologi Masyarakat

di Desa Bonto Somba Hulu DAS Maros”.

1.2. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi penerapan teknik konservasi tanah dan air yang dilakukan

oleh petani.

2. Menggambarkan tipologi sosial ekonomi masyarakat dan hubungannya

dengan penerapan teknik konservasi tanah dan air.

Dengan demikian, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai

bahan pertimbangan bagi instansi-instansi terkait dalam melakukan sosialisasi dan

3

penyuluhan kepada petani, tentang teknik konservasi tanah yang baik untuk

diaplikasikan sehingga pengetahuan masyarakat dalam mengelola lahan bisa

meningkat dan kesejahtraannya dapat lebih baik kedepan.

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Daerah Aliran Sungai (DAS)

Istilah Daerah Aliran Sungai (DAS) banyak digunakan oleh beberapa ahli

dengan makna atau pengertian yang berbeda-beda, ada yang menyamakan dengan

catchment area, watershed atau drainage basin. Daerah Aliran Sungai (DAS)

merupakan keseluruhan kawasan pengumpul suatu sistem tunggal, sehingga dapat

disamakan dengan catchment area (Sudaryono, 2002).

Asdak (2010) menyatakan Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah wilayah

daratan yang secara topografi dibatasi oleh punggung-punggung bukit yang

berfungsi menerima, menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan untuk

kemudian disalurkan ke danau, waduk dan ke laut sebagai muara akhir melalui

sungai utama. Wilayah daratan tersebut dinamakan Daerah Tangkapan Air (DTA

atau Catchment area) yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya

terdiri atas sumber daya alam (tanah, air dan vegetasi) dan sumberdaya manusia

sebagai pemanfaat sumber daya alam.

Setiap DAS mempunyai karakteristik sendiri-sendiri yang mempengaruhi

proses pengaliran air hujan yang jatuh di dalamnya sampai keluar ke muara dan

masuk ke laut atau danau. Karakterikstik DAS terutama ditentukan oleh faktor

lahan (topografi, tanah, geologi, geomorphologi) dan faktor vegetasi dan tata

guna/penggunaan lahan itulah yang akan mempengaruhi debit sungai dan

kandungan lumpurnya. Kondisi DAS dikatakan bertambah baik apabila

perbandingan debit maksimum dan minimum bertambah kecil atau dapat

dikatakan pula bahwa air sungai mengalir sepanjang tahun secara lebih merata, air

sungai menjadi lebih bersih karena lumpur yang terkandung berkurang. Menurut

Dapertemen Kehutanan (2009), untuk mengetahui perkembangan kondisi DAS

perlu dilakukan pengamatan terhadap perbandingan debit sungai beserta

lumpurnya.

Jariyah (2014) menyatakan bahwa permasalahan DAS tumbuh seiring

dengan pertambahan penduduk dan waktu. DAS sangat dipengaruhi oleh bagian

hulu, kondisi biofisik daerah tangkapan dan daerah resapan air. Pada umumnya

5

kondisi di daerah hulu rawan terhadap gangguan manusia. Jariyah (2014)

pengelolaan DAS bagian hulu sering menjadi fokus perhatian, mengingat kawasan

DAS bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi,

sehingga kesalahan penggunaan lahan daerah hulu akan berdampak pada

masyarakat di daerah hilir.

2.2. Konservasi Tanah dan Air

Tanah dan air sebagai sumberdaya alam terbarukan harus dikelola dan

dimanfaatkan secara bijaksana agar diperoleh manfaat yang berkelajutan dan

produktifitasnya tetap lestari. Setiap macam penggunaan tanah serta aliran

permukaan. Teknologi yang digunakan dalam pengelolaan lahan akan diperoleh

pemanfaatan dan produktifitas yang berkelanjutan atau sebaliknya (Mawardi,

2013).

Upaya penyelamatan bumi dalam bentuk Konservasi Tanah dan Air, sangat

mendesak untuk mengembalikan ekosistem tanah dan air demi keselamatan

kehidupan yang menyertainya. Konservasi Tanah dan Air adalah dua hal yang

saling berkaitan. Tindakan konservasi atau perlindungan alam terhadap tanah,

berdampak pada ketersediaan kuantitas dan kualitas air yang berkelanjutan. Usaha

konservasi atau perlindungan alam terhadap air, akan melibatkan suatu tindakan

untuk pengelolaan daerah tangkapan air secara terpadu, yang berarti juga tindakan

konservasi tanah (Susilawati, 2006). Berhubungan adanya hubungan yang erat

sekali antara tanah dan air, bahwa setiap perlakuan yang diberikan kepada

permukaan sebidang tanah akan mempengaruhi pula tata air ditempat itu dan

hilirnya, maka masalah konservasi tanah dan air merupakan dua hal yang

berhubungan erat sekali (Triwanto, 2012).

Penyelenggaraan Konservasi Tanah dan Air bertujuan: (a) melindungi

permukaan tanah dari pukulan air hujan yang jatuh, meningkatan kapasitas

infiltrasi tanah, dan mencegah terjadinya konservasi aliran permukaan: (b)

menjamin fungsi tanah pada lahan agar mendukung kehidupan masyarakat; (c)

mengoptimalkan fungsi tanah pada lahan untuk mewujudkan manfaat ekonomi,

sosial dan lingkungan hidup secara seimbang dan lestari; (d) meningkatkan daya

6

dukung Daerah Aliran Sungai; (e) meningkatkan kemampuan kapasitas untuk

mengembangkan dan memberdayakan keikutsertaan masyarakat secara

partisipatif; dan menjamin kemanfaatan Konservasi Tanah dan Air secara adil dan

merata untuk kepentingan masyarakat (UU No. 37 Tahun 2014).Lahan menurut

Siswomartono (1989) adalah lingkungan alami dan kultural tempat berlansungnya

produksi; suatu istilah yang lebih luas dari pada tanah. selain tanah, sifat-sifat

meliputi kondisi fisik lainnya, seperti : Deposit mineral, iklim, dan pasok air,

lokasi yang bertalian dengan pusat-pusat kegiatan, populasi dan lahan lain; ukuran

masing-masing daerah; dan penutup tanaman yang ada, pekerjaan perbaikan, dan

sebagainya.

2.2.1. Konservasi Tanah

Konservasi tanah diartikan sebagai penempatan setiap bidang tanah pada

cara penggunaan lahan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan

memperlakukannya seuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi

kerusakan tanah. Sifat-sifat fisik dan kimia tanah serta keadaan topografi lapangan

menentukan kemampuan tanah untuk suatu penggunaan dan perlakuan yang

diperlukan (Arsyad, 2010).

Konservasi tanah dapat dikategorikan sebagai perpaduan ilmu pengetahuan

yang mengembangkan teknologi pengawetan sumber daya alam khususnya

sumber daya tanah dan air sebagai faktor penentu kualitas lingkungan hidup.

Konservasi tanah dan air itu sendiri adalah usaha-usaha untuk menjaga dan

menigkatkan produktivitas tanah, kualitas, kuantitas air. Problem yang mendasari

saat ini adalah pertambahan penduduk yang selalu meningkat dengan kemajuan

ilmu pengetahuan dan teknologi di era industrialisasi yang membutuhkan

sejumlah tanah satu lahan yang cukup luas untuk aktivitas kehidupan dan

pembangunan dalam mensejahterakan umat manusia.

Junaidi (2009) mengemukakan tujuan umum konservasi tanah saat ini ada 3,

yaitu: (1) untuk melindungi fungsi tanah dari kerusakan yang diakibatkan oleh

faktor alami dan campur tangan manusia, (2) untuk memperbaiki fungsi tanah

yang telah mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh faktor alami dan campur

tangan manusia dan (3) untuk memelihara sekaligus meningkatkan kemampuan

7

tanah agar dapat digunakan secara lestari. Berdasarkan ketiga tujuan tersebut,

konsep konservasi tanah telah berkembang yang semula hanya bertujuan

pencegahan menjadi perbaikan bahkan peningkatan kemampuan tanah dalam

fungsinya.

2.2.2. Konservasi Air

Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air yang jatuh ke tanah

seefisien mungkin dan pengaturan waktu aliran yang tepat, sehingga tidak terjadi

banjir yang merusak pada musim hujan dan terdapat cukup air pada musim

kemarau. Konservasi air dapat dilakukan dengan (a) meningkatkan pemanfaatan

dua komponen hidrologi, yaitu air permukaan, dan air tanah dan (b) meningkatkan

efisiensi pemakaian air irigasi (Arsyad, 2010).

Winarto, (2006) mengatakan bahwa konservasi sumberdaya air adalah

upaya memelihara keberadaan serta berkelanjutan, keadaan sifat dan fungsi

sumberdaya air, agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang

memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk, baik dalam waktu sekarang

maupun yang akan datang. Oleh sebab itu, tindakan-tindakan yang berhubungan

dengan pengendalian dan pengelolaan aliran permukaan dapat diformulasikan

dalam strategi konservasi air. Aspek penting yang perlu diperhatikan adalah

sebanyak-banyaknya di daerah-daerah cekungan atau lembah, sehingga dapat

digunakan sebagai sumber air untuk pengairan dimusim kemarau maupun pada

periode pendek saat dibutuhka oleh tanaman pada musim hujan. Konservasi air

juga dapat meningkatkan penutupan permukaan tanah dengan mulsa dan

teknologi ini sudah sangat popular dikalangan petani (Kurnia, dkk. 2003).

Asdak (2010) setiap perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan

mempengaruhi tata air tempat itu dan tempat-tempat hilirnya. Oleh karena itu,

maka konservasi tanah dan air merupakan dua hal yang berhubungan erat sekali,

berbagai tindakan konservasi tanah merupakan juga tindakan konservasi air.

Arsyad (2010) Secara garis besar, metode konservasi tanah dan air dibagi menjadi

3 yaitu : metode vegetatif, mekanik dan kimia. Konservasi tanah dalam arti luas

adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan

kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya dengan syarat-syarat yang

8

diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Sifat fisik, kimia dan biologi

menentukan kemampuan tanah (soil copability) untuk suatu penggunaan dan

perlakuan yang diperlukan agar tanah tidak rusak dan dapat digunakan secara

berkelanjutan (sustainable). Sifat-sifat tanah tersebut juga menentukan tanah

untuk tererosi. Konservasi tanah pada prinsipnya adalah penggunaan air hujan

jatuh ke tanah unuk pertanian seeffisien mungkin, dan mengatur aliran air agar

tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim

kemarau.

2.2.3. Teknik Konservasi Tanah dan Air

Teknik konservasi tanah di Indonesia diarahkan pada tiga prinsip utama

yaitu perlindungan permukaan tanah terhadap pukulan butir-butir hujan,

meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah seperti pemberian bahan organik atau

dengan cara meningkatkan penyimpanan air, dan mengurangi laju aliran

permukaan sehingga menghambat material tanah dan hara terhanyut (Agus, dkk,

1999). Ketiga teknik konservasi tanah secara vegetatif, mekanis dan kimia pada

prinsipnya memiliki tujuan yang sama yaitu mengendalikan laju erosi, namun

efektifitas, persyaratan dan kelayakan untuk diterapkan sangat berbeda. Oleh

karena itu pemilihan teknik konservasi yang tepat sangat diperlukan (Kasdi, dkk,

2003).

Metode konservasi tanah dapat dibagi dalam tiga golongan utama, yaitu (1)

metode vegetatif, (2) metode mekanik dan (3) metode kimia.

a. Metode Vegetatif

Teknik konservasi tanah secara vegetatif adalah setiap pemanfaatan

tanaman/vegetasi maupun sisa-sisa tanaman sebagai media pelindung tanah dari

erosi, penghambat laju aliran permukaan, peningkatan kandungan lengas tanah,

serta perbaikan sifat-sifat tanah, baik sifat fisik, kimia maupun biologi. Pada

dasarnya konservasi tanah secara vegetatif adalah segala bentuk pemanfaatan

tanaman ataupun sisa-sisa tanaman untuk mengurangi erosi. Tanaman ataupun

sisa-sisa tanaman berfungsi sebagai pelindung tanah terhadap daya pukulan butir

9

air hujan maupun terhadap daya angkut air aliran permukaan (runoff), serta

meningkatkan peresapan air ke dalam tanah (Kasdi, dkk, 2003).

Teknik vegetatif dalam konservasi tanah adalah :

Penanaman dengan tanaman penutup tanah (permanent plant cover)

Tumbuh-tumbuhan yang dapat berfungsi sebagai penutup tanah dapat

digolongkan dalam tiga jenis :

1) Tumbuhan penutup tanah tinggi atau tanaman pelindung, seperti Albizzia

falcata Backer dan Leucaena leucocephala

2) Tumbuhan penutup tanah sedang, berupa semak seperti beberapa tumbuhan

leguminosa (kacang-kacangan), yaitu Cro talaria anagyroides, C. juncea L,

C.striata

3) Tumbuhan penutup tanah rendah, seperti Colopogonium muconoides Desv,

Sentrosema pubescens Benth, Ageratum conizoides L (babadotan), dan

beberapa jenis rumput-rumputan, misalnya akar wangi, rumput gajah, dan

rumput benggala.

Penanaman dalam strip ( Strip Cropping)

Penanaman dalam strip (strip cropping) adalah suatu sistem bercocok tanam

yang beberapa jenis tanaman ditanam dalam satu strip yang berselang-seling pada

sebidang tanah pada waktu yang sama dan disusun memotong lereng atau

menurut garis kontur. Biasanya tanaman yang digunakan adalah tanaman pangan

atau tanaman semusim lainnya diselingi dengan strip-strip tanaman yang tumbuh

rapat berupa tanaman penutup tanah pupuk hijau. Penanaman dalam strip cukup

efektif untuk lahan yang kemiringannya tidak terlalu curam, biasanya digunakan

pada lereng 3-8,5%.

Pemakaian mulsa

Pembenaman sisa-sisa tumbuhan ke dalam tanah selain dibenamkan ke

dalam sisa-sisa tumbuhan dapat pula diletakkan di atas tanah sebagai serasah

(mulsa) yang dapat mempertahankan kelembaban tanah. Dengan mulsa maka

penguapan air tanah dapat diperkecil sehingga tumbuhan yang terdapat pada tanah

tersebut dapat tetap hidup.

10

Watani (agroforestry)

Praktek watani (agroforestry) merupakan sistem perladangan berpindah,

hanya tanaman kehutanan yang dapat ditanam beragam dari tanaman buah hingga

jenis kayu yang diharapkan untuk dipanen kayunya bukan buahnya, program

watani ini tergantung pada kebiasaan setempat.

Menurut Agus dkk (1999), sistem watani telah lama dikenal di masyarakat

Indonesia dan berkembang menjadi beberapa macam seperti pertanaman sela,

pertanaman lorong, talun hutan rakyat, kebun campuran, pekarangan dan tanaman

pelindung/multistrata.

1) Pertanaman sela, adalah pertanaman campuran antara tanaman tahunan dan

tanaman musiman. Sistem ini banyak dijumpai di daerah hutan atau kebun

yang dekat dengan lokasi pemukiman.

2) Pertanaman lorong, adalah suatu sistem dimana tanaman pagar pengontrol

erosi berupa barisan tanaman yang ditanam rapat mengikuti garis kontur,

sehingga membentuk lorong-lorong dan tanaman semusim berada diantara

tanaman pagar tersebut. Sistem ini sesuai untuk diterapkan pada lahan

kering dengan kelerangan 3-40%.

3) Talun hutan rakyat adalah lahan diluar wilayah pemukiman penduduk yang

ditanami tanaman tahunan yang dapat diambil kayu maupun buahnya.

Sistem ini tidak memerlukan perawatan intensif dan hanya dibiarkan begitu

saja sampai saatnya panen. Karena tumbuh secara spontan, maka jarak

tanam sering tidak seragam, jenis tanaman sangat beragam dan kondisi

umum lahan seperti hutan alami.

4) Kebun campuran, adalah lahan diluar pemukiman penduduk yang ditanami

tanaman tahunan maupun musiman yang dapat diambil kayu, daun maupun

buahnya.

5) Pekarangan, adalah kebun disekitar rumah dengan berbagai jenis tanaman

baik tanaman semusim maupun tanaman tahunan. Lahan tersebut

mempunyai manfaat tambahan bagi keluarga petani, dan secara umum

11

merupakan gambaran kemampuan suatu keluarga dalam mendayagunakan

potensi lahan secara optimal

6) Tanaman pelindung, adalah tanaman tahunan yang ditanam disela-sela

tanaman pokok tahunan. Tanaman pelindung ini dimaksudkan untuk

mengurangi intensitas penyinaran matahari, dan tempat melindungi tanaman

pokok dari bahaya erosi terutama ketika tanaman pokok masih muda.

7) Silvipastur adalah bentuk lain dari tumpang sari, tetapi yang ditanam disela-

sela tanaman tahunan bukan tanaman pangan melainkan tanaman pakan

ternak seperti rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput raja

(Pennisetum pupoides), dan lain-lain.

b. Metode Mekanik

Metode fisik atau mekanis adalah tindakan atau perilaku yang ditunjukan

kepada tanah agar dapat memperkecil aliran air permukaan, sehingga dapat

mengalir dengan kekuatan tidak merusak.

Pengolahan Tanah

Pada pengolahan tanah, pembajakan dilakukan menurut kontur atau

memotong lereng, sehingga terbentuk jalur tumpukan tanah dan alur diantara

tumpukan tanah yang terbentang menurut kontur. Pengolahan menurut kontur

akan lebih efektif jika diikuti dengan penanaman menurut kontur, yaitu barisan

tanaman diatur sejalan dengan garis kontur (Arsyad, 2010).

Keuntungan utama dari pengelolaan tanah menurut kontur adalah

terbentuknya penghambatan aliran permukaan dan terjadinya penampungan air

sementara, sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya erosi. Untuk

daerah dengan curah hujan yang rendah, sistem ini sekaligus sangat efektif bagi

konsentrasi air (Suripin, 2004).

Teras

Sukartaatmadja (2004), mengemukakan bahwa teras adalah bangunan

Konservasi Tanah dan Air secara mekanis yang dibuat untuk memperpendek

panjang lereng dan atau memperkecil kemiringan lereng dengan jalan penggalian

dan pengurugan tanah melintang lereng. Tujuan pembuatan teras adalah untuk

12

mengurangi kecepatan aliran permukaan (run off) dan memperbesar peresapan air,

sehingga kehilangan tanah berkurang.

1) Teras bangku, merupakan teras yang dibuat dengan cara memotong lereng

dan meratakan tanah dibidang oleh sehingga terjadi deretan menyerupai

tangga (Wajudi, 2014). Teras bangku adalah bangunan teras yang dibuat

sedemikian rupa sehingga bidang olah miring ke belakang (reverse back

slope) dan dilengkapi dengan bangunan pelengkap lainnya untuk

menampung dan mengalirkan air permukaan secara aman dan terkendali

(Sukartaatmadja, 2004). Teras bangku memang cukup efektif dalam

mengurangi erosi, bila tanah (solum) cukup dalam. Pada tanah yang dangkal

teras bangku cenderung menimbulkan dampak negatif bagi pertumbuhan

tanaman, dan bila tanah mempunyai permeabilitas lambat, teras bangku

dapat mempercepat terjadinya longsor. Pada daerah dengan jenis tanah yang

berstruktur lepas, tampaknya penerapan teras bangku kurang baik dan sering

rusak, untuk itu diperlukan penanaman tanaman penguat teras.

2) Teras datar biasanya dibuat pada tanah-tanah dengan kemiringan lereng

<3%, dengan tujuan untuk menahan dan menyerap air. Teras ini dibuat tetap

menurut garis kontur terutama pada tanah-tanah yang mempunyai

permeabilitas cukup besar sehingga tidak terjadi penggenangan atau luapan

air melalui guludan (Triwanto, 2012). Pembuatan teras-teras tersebut agar

dapat berfungsi dalam jangka waktu yang lama, sebaiknya pada sisa-sisa

(tebing) hanya ditanami dengan rumput-rumputan yang dapat mendorong

daya tahan penebingannya seandainya pada tempat itu terdapat banyak batu-

batuan, pemanfaatan batu-batuan untuk maksud tersebut adalah lebih baik.

Selanjutnya untuk melindungi tebing teras dapat dimanfaatkan tanaman

penutup tanah yang rendah (Kartasapoetra, 2010).

3) Teras gulud, merupakan sistem pengendalian erosi secara mekanis yang

berupa barisan gulud yang dilengkapi rumput penguat gulud dan saluran air

dibagian lereng atas (Wajudi, 2014).

Drainase

Drainase yang berasal dari bahasa inggris dranage mempunyai arti

mengalirkan, menguras, membuang atau mengalirkan air. Secara umum dapat

13

didefinisikan sebagai suatu tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan air, baik

yang berasal dari air hujan, rembesan maupun kelebihan air irigasi dari suatu

kawasan/lahan sehingga fungsi kawasan/lahan tidak terganggu. Drainase juga

dapat diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya

dengan salinitas. Jadi, drainase menyangkut tidak hanya air permukaan tapi juga

air tanah (Suripin, 2004).

Arsyad (2010) mengemukakan bahwa drainase berarti keadaan dan cara

keluarnya air lebih. Air lebih adalah air yang tidak dapat ditahan atau dipegang

atau ditahan oleh butir-butir tanah dan memenuhi pori-pori tanah. Fasilitas

drainase atau sistem drainase dapat berupa sistem drainase di permukaan tanah

(surface drainase) dan di dalam tanah atau dibawah permukaan tanah (subsurface

atau undergraound drainase). Sistem drainase di permukaan tanah dapat berupa

(a) peralatan tanah (b) guludan dan (c) saluran terbuka. Kebutuhan akan sistem

drainase ini umumnya terdapat pada tanah-tanah datar yaitu lerengnya kurang dari

2% sebabian besar berlereng kurang dari 1%.

Saluran pembuangan air

Suripin (2004), menyatakan bahwa saluran pembuangan air berfungsi untuk

menghindari terkonsentrasinya aliran permukaan di sembarang tempat yang akan

membahayakan dan merusak tanah yang dilewatinya. Tujuan utama pembangunan

saluran pembuangan air adalah untuk mengarahkan dan menyalurkan aliran

permukaan dengan kecepatan yang tidak tererosive ke lokasi pembuangan air

yang sesuai.

Bangunan Stabilisasi

Bangunan stabilisasi sangat penting artiya dalam rangka reklamasi

parit/selokan dan pengendalian erosi parit/selokan. Bangunan stabilisasi yang

umum berupa dam penghambat (check dam), balok dan rorak. Bangunan-

bangunan tersebut berfungsi untuk mengurangi volume dan kecepatan aliran

permukaan, disamping juga untuk menambah masukan air tanah dan air bawah

tanah (Suripin, 2004).

Dam penghambat dibuat dengan memasang papan, balok kayu, bata atau

tumpukan tanah untuk mengurangi erosi pada parit atau selokan untuk

mengurangi erosi pada parit atau selokan untuk menghambat kecepatan air, dan

14

tanah terendapkan pada tempat tersebut. Untuk mengatasi erosi parit (gully

erosion) digunakan juga dam penghambat yang terdiri atas tumpukan cabang dan

ranting (Arsyad, 2010).

c. Metode Kimia

Metode kimia merupakan salah satu sifat tanah yang sangat menguntungkan

kepekaan tanah terhadap erosi. Oleh karena itu sejak tahun 1950-an telah dimulai

adanya usaha-usaha untuk memperbaiki kemantapan struktur tanah melalui

pemberian preparat-preparat kimia yang secara umum disebut pemantap tanah

(Soil conditioner). Suripin (2004) mengemukakan bahwa usaha pemantapan tanah

yang bertujuan untuk sifat fisik tanah dengan menggunakan preparat-preparat

kimia baik secara buatan maupun alami.

Bahan pemantapan tanah yang baik harus mempunyai sifat-sifat sebagai

berikut dalam (Suripin, 2004):

1) Mempunyai sifat yang adhesif serta dapat bercampur dengan tanah secara

merata

2) Dapat merubah sifat hidrophobik tanah, yang dengan demikian dapat

merubah kurva penahanan air tanah

3) Dapat meningkatkan kapasitas tukar kation tanah, yang berarti

mempengaruhi kemampuan tanah dalam menahan air

4) Daya tahan sebagai pemantap tanah cukup memadai, tidak terlalu singkat

dan tidak terlalu lama

5) Tidak bersifat racun (phytotoxic) dan harganya terjangkau.

Salah satu teknik konservasi tanah yang dapat diterapkan guna

mengendalikan erosi dan aliran permukaan, sekaligus menambah bahan organik

tanah adalah teknik mulsa vertikal. Teknik ini memanfaatkan limbah organik, baik

yang berasal dari serasah gulma, cabang, ranting, batang maupun daun-daun

bekas tebangan atau pembersih lahan dengan memasukkannya kedalam saluran

atau alur yang dibuat sejajar kontur pada bidang tanah yang diusahakan. Penerpan

mulsa vertikal pada dasarnya selalu dikombinasikan dengan pembuatan guludan.

Secara ekologis teknik ini terbukti dapat menurunkan laju aliran permukaan, erosi

dan kehilangan unsur hara. Aliran permukaan akan masuk ke dalam saluran yang

berisi mulsa (limbah hutan), kemudian meresap kedalam profil tanah. Bahan

15

organik yang berupa mulsa ini merupakan media yang dapat menyerap dan

memegang massa air dalam jumlah besar, sehingga penyimpanan air dalam tanah

dapat berjalan efesien (Pratiwi dan Nahendra, 2012).

2.3. Tipologi Sosial Ekonomi Masyarakat

Tipologi adalah pengelompokan wilayah berdasarkan karakteristik tertentu

yang dibangun berdasarkan keadaan biofisik, sosial, dan ekonomi maupun

kebijakan politik. Tipologi juga diartikan sebagai suatu pengklasifikasian atau

pengelompokkan obyek berdasarkan kesamaan sifat-sifat dasar menjadi tipe-tipe

tertentu (Rijal, dkk, 2016). Sosial ekonomi setiap daerah diyakini berbeda karena

memiliki karakteristik sendiri. Karakteristik yang khas ini disebut dengan tipologi.

Pengertian sosial ekonomi jarang dibahas secara bersamaan. Pengertian

sosial dalam ilmu sosial menunjuk pada objeknya yaitu masyarakat. Kata sosial

sering diartikan sebagai hal-hal yang berkenaan dengan masyarakat

(KBBI,1996:958). Sementara istilah ekonomi sendiri berasal dari kata Yunani

yaitu “oikos” yang berarti keluarga atau rumah tangga dan “nomos” yaitu

peraturan, aturan, hukum. Maka secara garis besar ekonomi diartikan sebagai

aturan rumah tangga atau manajemen rumah tangga (Koentjaraningrat,1981).

Manusia selalu ingin memenuhi kebutuhan hidupnya baik moral maupun

material. Kebutuhan pokok dapat dijelaskan sebagai kebutuhan yang sangat

penting guna kelangsungan hidup manusia. Untuk melihat kondisi sosial ekonomi

keluarga atau masyarakat yaitu Pendidikan, luas lahan, jumlah tanggungan

keluarga dan penghasilan. Berdasarkan hal ini maka keluarga atau kelompok

masyarakat itu dapat digolongkan memiliki sosial ekonomi rendah, sedang, dan

tinggi (Koentjaraningrat, 1981). Penelitian ini menambahkan satu kriteria

penentuan sosial ekonomi masyarakat yaitu umur, dimana umur dapat melihat

tingkat produktifitas yang dilakukan oleh masyarakat dalam bekerja.

2.3.1. Pendidikan

Pendidikan merupakan sesuatu yang mutlak harus dipenuhi sebagai

pengalaman belajar yang baik secara langsung maupun tidak langsung menjadi

dasar dalam perubahan tingkah laku menuju kedewasaan. Pendidikan diartikan

16

sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga seseorang

memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai

dengan kebutuhan (Syah, 2006). Seorang anak normal yang tumbuh dewasa maka

secara otomatis pemikirannya pun akan berkembang dan lebih bijak dalam

mengambil suatu keputusan, jika dalam pertumbuhan menuju kedewasaannya

diimbangi dengan Pendidikan yang baik.

Pendidikan merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas manusia ditinjau dari

tumbuhnya rasa percaya diri serta memiliki sikap yang inovatif dan kreatif untuk

mengembangkan daerahnya. Dan semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang

memungkinkan seseorang tersebut mencapai tingkat Pendidikan yang tinggi.

Undang – Undang RI No.20 Tahun 2003, jalur pendidikan dibagi menjadi:

1. Jalur Formal

a. Pendidikan Dasar

Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah

atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP)

dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk yang lebih sederajat.

b. Pendidikan Menengah

Pendidikan Menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan

pendidikan menengah jurusan, seperti: SMA, MA, SMK, MAK atau

bentuk lain yang sederajat.

c. Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi,

institute, dan universitas.

2. Jalur Nonformal

3. Jalur Formal

2.3.2. Pendapatan

Kartono Wirosuharja, (1985) menyatakan bahwa “pendapatan adalah arus

uang atau barang yang didapat oleh perseorangan, kelompok orang, perusahaan

atau suatu perekonomian pada suatu periode tertentu”. Berdasarkan pendapat di

atas maka dalam kehidupan usaha rumah tangga tersebut untuk memenuhi segala

17

kebutuhannya sehingga sebagian besar dan kecilnya pendapatan suatu rumah

tangga akan sangat berpengaruh pada tingkat kesejahteraan rumah tangganya.

Pendapatan adalah jumlah keseluruhan dari hasil yang diperoleh baik dari

pekerjaan pokok maupun pekerjaan sampingan yang dapat dilihat dan diukur

dengan rupiah dalam waktu tertentu. Sehubungan dengan tingkat pendapatan,

berikut kriteria golongan pendapatan menurut Badan Pusat Statistik tahun 2012:

a. Pendapatan golongan rendah jika penghasilan di bawah 1.500.000 per bulan

b. Pendapatan golongan menengah jika penghasilan 1.500.000 – 2.500.000 per

bulan

c. Pendapatan golongan tinggi jika penghasilan 2.500.000 – 3.500.000 per

bulan

Jika pendapatan suatu rumah tangga tinggi, maka sudah pasti kebutuhan

pokok rumah tangga tersebut akan terpenuhi.

2.3.3. Umur

Umur merupakan salah satu karakteristik individu yang sangat berperan

dalam menentukan kemam puan kerja dan produktivitas kerja (Handoko, 2001).

Petani yang berumur muda biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa

yang belum mereka ketahui, sehingga dengan demikian mereka berusaha untuk

lebih cepat melakukan anjuran dari kegiatan penyuluhan. Umur juga dapat

menentukan tingkat produktifitas dalam melakukan suatu pekerjaan. Umur yang

dianggap produktif menurut Badan Pusat Statistik yaitu 15 – 64 tahun (BPS,

2016).

Ekasari (2014) mengemukakan adanya hubungan yang positif antara umur

petani dengan pengambilan keputusan untuk mengadopsi suatu inovasi. Dikatakan

bahwa semakin tua usia petani maka cenderung akan bersifat positif terhadap

inovasi.

2.3.4. Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah anggota keluarga sering dijadikan sebagai bahan pertimbangan

dalam pengambilan keputusan untuk menerima suatu inovasi. Hal ini dapat

dimengerti karena konsekuensi penerimaan inovasi akan berpengaruh terhadap

18

keseluruhan sistem keluarga petani (Ekasari, 2014). Dalam kaitan ini Monsher

(1991) menjelakan bahwa keputusan mengenai perairan masih diambil oleh petani

sebagai individu, akan tetapi keputusan itu diambil dalam kedudukannya sebagai

anggota keluarga.

2.3.5. Luas Lahan Garapan

Ekasari (2014) luas lahan garapan petani dapat mempengaruhi tingkat

adopsi mereka terhadap inovasi. Dalam kaitan ini beberapa hasil penelitian

menunjukkan bahwa penerapan teknologi baru akan dapat respon dari petani bila

mempunyai lahan luas, sebaliknya pada lahan yang sempit maka dianggap oleh

petani tidak efesien.

19

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan dari bulan Januari hingga

Maret 2018 di Desa Bonto Somba, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros,

Hulu DAS Maros.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Global Positioning System

(GPS), Kamera Digital dan Alat Tulis Menulis. Sedangkan bahan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah Pertanyaan (kuisioner) dan Peta Lokasi Penelitian.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang di gunakan untuk memperoleh informasi

pada penelitian ini adalah:

3.3.1. Data Primer

Data primer merupakan data yang langsung diperoleh di lapangan melalui

observasi. Observasi dilakukan dengan mengidentifikasi teknik konservasi tanah

dan air yang diterapkan oleh petani. Melakukan wawancara di lokasi penelitian

berdasarkan karakteristik tipologi sosial ekonomi masyarakat.

3.3.2. Data sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari berbagai instansi atau lembaga

terkait berupa: Peta Daerah Aliran Sungai (DAS) Maros, Peta Administrasi

Kabupaten Maros, serta Data kependudukan (BPS).

20

3.4. Prosedur Penelitian

3.4.1. Penetapan lokasi penelitian

Pengambilan data dilapangan dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan

lokasi yang dianggap mewakili daerah Hulu DAS Maros berdasarkan

penampakan citra google earth tahun 2016.

3.4.2. Observasi Lapangan (Ground Check)

Observasi lapangan bertujuan untuk melihat penerapan teknik konservasi

tanah dan air yang dilakukan oleh petani.

3.4.3. Wawancara

Wawancara dilakukan pada masyarakat (responden) untuk mengetahui

penerapan teknik konservasi tanah dan air berdasarkan tipologi masyarakat yang

meliputi karakteristik sosial ekonomi masyarakat, umur, pendidikan, penghasilan,

jumlah tanggungan keluarga, dan luas lahan garapan.

3.5. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa Bonto Somba Hulu

DAS Maros. Pemilihan sampel dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan teknik

purposive sampling dengan pertimbangan aksesbilitasi .

3.6. Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Untuk menggambarkan dan menjelaskan teknik konservasi tanah dan air

yang diterapkan masyarakat digunakan analisis deskriptif .

2. Untuk menjelaskan hubungan antara tipologi sosial ekonomi masyarakat

dengan penerapan teknik konservasi tanah dan air, dilakukan analisis uji chi

square (Hubungan kontengensial).

21

Hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut :

H0 = Tidak ada hubungan yang nyata antara penerapan teknik konservasi dengan

sosial ekonomi masyarakat

H1 = Ada hubungan yang nyata antara penerapan teknik konservasi tanah dan air

dengan sosial ekonomi masyarakat

Kriteria pengambilan keputusan

“tolak hipotesis nol (H0) apabila nilai signifikan chi squre <0.05 atau nilai

chi square hitang lebih besar dari (>) nilai chi square tabel.”

Statistik uji chi square yang dihitung dengan rumus :

X2= Ʃ

Dimana :

X2 = nilai chi kuadrat

Ʃ = jumlah keseluruhan

fo = frekuensi observasi/pengamatan

fe = frekuensi ekspektasi/harapan

22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Penerapan Teknik Konservasi Tanah dan Air

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap penerapan teknik konservasi tanah

dan air yang dilakukan masyarakat di Desa Bonto Somba adalah teknik

konservasi tanah secara vegetatif dan mekanik. Teknik vegetatif yang diterapkan

berupa tanaman penutup tanah, kebun campuran dan pekarangan sedangkan

teknik mekanik yang diterapkan adalah berupa pengolahan tanah menurut kontur,

dan teras bangku. Tanaman penutup tanah ditemukan hanya di areal persawahan

terutama di pematang sawah. Kebun campuran ditemukan di luar area pemukiman

warga. Pekarangan yang di dapat berada di sekitar rumah warga yang mempunyai

manfaat tambahan bagi keluarga. Pengolahan menurut kontur di temukan pada

area perladangan. Teras bangku ditemukan di areal persawahan warga. Bentuk-

bentuk dari metode konservasi tanah tersebut disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Metode Konservasi Tanah dan Air di Desa Bonto Somba Hulu DAS

Maros

No.

Metode KTA

Bentuk-bentuk Teknik KTA

Jumlah

Responden

(orang)

1. Metode Vegetatif

Kebun Campuran 4

Pekarangan 2

2. Metode Mekanik

Pengolahan tanah menurut

kontur 2

Tanaman penutup tanah, teras

bangku 15

3. Metode Vegetatif dan

Mekanik

Tanaman penutup tanah, teras

bangku, kebun campuran 3

Tanaman penutup tanah, teras

bangku, pekarangan 4

Jumlah 30

Berdasarkan data di atas diperoleh dari hasil penelitian bahwa dari 30

responden yang di teliti terdapat 6 orang yang menerapkan teknik konservasi

tanah dan air secara vegetatif, 17 orang yang menerapkan metode mekanik,

selebihnya 7 orang menerapkan teknik konservasi tanah dan air secara vegetatif

dan mekanik.

23

4.2 Metode Vegetatif

4.2.1. Tanaman Penutup Tanah

Tanaman penutup tanah yang terdapat di Desa Bonto Somba kebanyakan

ditemukan pada areal persawahan khususnya pada pematang sawah berupa

rumput-rumputan yaitu rumput australia (Paspalum dilatatum) seperti yang

terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tanaman Penutup Tanah yaitu rumput Australia

Petani di Desa Bonto Somba memanfaatkan tanaman penutup tanah dengan

tujuan agar permukaan tanah dapat terhindar dari ancaman erosi karena kecepatan

jatuh setiap butir hujan telah dilemahkan sehingga kemampuannya untuk

mengerosi tanah semakin kecil. Selain itu, pertumbuhan jenis rumput-rumputan

ini juga dapat tumbuh dengan cepat dan membantu meminimalkan daya tumbuk

air hujan ketika bersentuhan dengan daun rumput-rumputan. Tanaman penutup

tanah rendah terdiri dari jenis rumput-rumputan dan tumbuhan merambat atau

menjalar yang banyak terdapat pada talud dan tampingan teras bangku yang

berfungsi untuk melindungi tanah dari butir-butir air hujan, mengurangi kecepatan

aliran permukaan dan memperbesar infiltasi kedalam tanah sehingga mengurangi

erosi. Kemampuan teras bangku sebagai pengendali erosi akan meningkat bila

ditanami dengan tanaman penguat teras seperti rerumputan. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Kertasapoetra (2010) bahwa tanaman rumput-rumputan selalu

diutamakan dalam usaha pengawetan tanah dan atau pencegahan erosi karena : (a)

tanaman rumput-rumputan dapat tumbuh dengan cepat sehingga dalam waktu

24

yang pendek tanah telah dapat tertutupi oleh tanaman tersebut secara rapat dan

tebal, (b) bagian atas tanaman mampu untuk melindungi permukaan tanah dari

tumbukan butir-butir air hujan dan memperlambat aliran permukaan dan (c)

bagian bawah tanaman dapat memperkuat resistensi tanah dan membantu

melancarkan infiltrasi air ke dalam tanah.

4.2.2. Kebun Campuran

Kebun campuran merupakan lahan di luar wilayah pemukiman penduduk

yang ditanami tanaman tahunan maupun musiman. Adanya kombinasi tanaman

tahunan dan tanaman musiman akan menghasilkan variasi tajuk yang akan

berdampak pada kondisi tanah dibawahnya. Jenis tanaman yang terdapat di lokasi

penelitian yaitu bambu, jati, kakao, jati putih, mangga, jagung, pisang, ubi kayu,

nangka, jabon putih, jambu biji, jambu monyet dan gamal.

Gambar 2. Penerapan Teknik Konservasi (Metode Vegetatif ) Kebun campuran

Kebun campuran seperti yang terlihat pada Gambar 2 dapat dilihat dari

strata tajuknya yang memiliki 4 strata tajuk, dimana pada lapisan tingkat strata

tajuk 1 banyak ditemukan jenis tanaman jati, dan jabon, strata 2 banyak

ditemukan jenis tanaman bambu, pisang, coklat, gamal, mangga, jambu biji,

nangka, dan jambu monyet, strata 3 banyak ditemukan jenis tanaman jambu

biji,pisang, ubi kayu dan strata 4 banyak ditutupi oleh rumput-rumput. Kondisi

kebun campuran dilapangan hampir seluruh permukaan tanah tertutup oleh

25

vegetasi yang ada diatasnya sehingga tanah dapat resisten terhadap daya butir-

butir hujan yang dapat melakukan penghancuran agregat tanah agar lahan tersebut

mudah tererosi, selain itu banyaknya air hujan yang masuk ke dalam tanah

dibandingkan air yang mengalir melalui aliran permukaan.

Pada kebun campuran di areal datar maupun berlereng mempunyai jarak

tanam yang tidak teratur. Meskipun demikian tanaman tersebut memiliki kondisi

penutupan tajuk yang rapat dan berlapis sehingga dapat mengurangi laju aliran

permukaan, mencegah erosi dan banjir. Jadi semakin rapat dan banyak lapisan

tajuk suatu tanaman, maka semakin besar kemampuannya mengurangi energi

potensial air hujan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Asdak (2010) menyatakan

bahwa vegetasi terhadap erosi yaitu melindungi permukaan tanah dari tumbukan

air hujan (memperkecil kecepatan air hujan) sehingga dapat mengurangi

kemungkinan terjadinya erosi.

4.2.3. Pekarangan

Pekarangan adalah kebun di sekitar rumah dengan berbagai jenis tanaman

baik tanaman semusim maupun tanaman tahunan. Pemanfaatan pekarangan oleh

masyarakat yang bermukim di lokasi penelitian merupakan salah satu upaya

masyarakat dalam menerapkan metode konservasi tanah secara vegetatif dalam

bentuk wanatani. Pekarangan di lokasi penelitian pada umumnya di tanami

dengan jagung, pisang, ubi kayu, nangka, kakao, sukun, seperti yang terlihat pada

Gambar 3.

Gambar 3. Bentuk Wanatani pada Pekarangan

26

Dari hasil penelitian diketahui bahwa masyarakat memanfaatkan tanaman

yang ada di pekarangan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan ada pula yang

memanfaatkannya untuk kebutuhan ekonomi dengan cara dijual ke pasar. Dari

segi konservasi tanah, pemanfaatan pekarangan baik untuk melindungi tanah yang

ada dibawahnya. Jenis vegetasi yang bervariasi serta tersusun atas beberapa strata

akan menciptakan penutupan lahan yang baik sehingga tanah terhindar dari

pukulan langsung air hujan. Penutup tanah juga menambah kandungan bahan

organik tanah yang meningkatkan resistensi terhadap erosi yang terjadi. Fungsi

pekarangan tersebut sesuai dengan pernyataan Fitriadi R, dkk. (1997) dalam Sari

(2015) bahwa pekarangan merupakan campuran antara tanaman tahunan, tanaman

umur panjang, dan ternak (termasuk sapi) di pekarangan sekitar rumah berupa

suatu sistem ekonomis, biofisik, dan sociocultural yang mempunyai struktur

terpadu dengan batas-batas jelas memenuhi yang sama dari tahun ke tahun,

walaupun ada sedikit variasi musiman.

4.3 Metode Mekanik

4.3.1 Pengolahan Tanah Menurut Kontur

Pengolahan tanah menurut kontur adalah penanaman mengikuti garis kontur

yang dilakukan pada lahan miring untuk mengurangi erosi dan aliran permukaan.

Selain itu pengolahan tanah menurut kontur pembajakannya dilakukan menurut

kontur atau memotong lereng, sehingga terbentuk jalur tumpukan tanah dan alur

di antara tumpukan tanah yang terbentang menurut kontur seperti yang terlihat

pada Gambar 4.

Gambar 4. Pengolahan Tanah dan Penanaman Menurut Kontur

27

Berdasarkan pengamatan dilapangan tentang pengolahan tanah dan

penanaman menurut kontur. Tanaman yang seharusnya diatur searah kontur akan

tetapi setelah hasil wawancara masih ada warga yang menerapkan searah lereng.

Hasil wawancara oleh petani yang menerapkan searah lereng mengatakan bahwa

sudah biasa melakukan budidaya menurut arah lereng (dari atas ke bawah) dengan

melakukan peralatan tangan seperti cangkul. Menurut Arsyad, (2010) pengolahan

tanah menurut kontur lebih efektif jika diikuti dengan penanaman menurut kontur,

yaitu barisan tanaman yang diatur searah kontur. Keuntungan utama pengolahan

menurut kontur adalah terbentuknya penghambat aliran permukaan yang

meningkatkan penyerapan air oleh tanah dan menghindari pengangkutan tanah.

4.3.2 Teras Bangku

Teras bangku adalah timbunan tanah yang dibuat melintang atau memotong

kemiringan lereng dengan cara menggali tanah pada lereng dan meratakan tanah

di bagian bawah sehingga terjadi suatu deretan tangga atau bangku (Arsyad,

2010). Berdasarkan pengamatan dilapangan, metode konservasi tanah dengan

bentuk teras bangku banyak ditemukan pada penggunaan lahan berupa sawah

seperti yang terlihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Teras Bangku pada Penggunaan Lahan Sawah

28

Hasil pengamatan terhadap penerapan teknik konservasi tanah yang

umumnya berupa teras bangku dapat dilihat pada Gambar 5. Teras bangku seperti

ini sudah diterapkan oleh masyarakat secara turun temurun karena mereka sadar

bahwa cara seperti itu dilakukan agar tidak mudah tererosi. Hal ini sejalan dengan

pernyataan Arsyad (2010) tentang efektifitas teras bangku sebagai pengendali

erosi dan akan semakin meningkat efektifitasnya bila ditanami dengan tanaman

penguat teras. Selain itu rerumputan yang ditanam pada pematang sawah juga

dapat meningkatkan efektifitas teras bangku karena dapat memperkecil daya

tumbuk butiran hujan. Pada musim kemarau masyarakat mengganti pola tanam

padi pada areal persawahan tersebut dengan pola tanam palawija (jagung, umbi-

umbian dan kacang-kacangan). Hal ini dilakukan guna meningkatkan pendapatan

ekonomi petani pada pergantian musim dan lahan masyarakat tetap produktif.

4.3.3 Saluran Drainase

Saluran drainase yang teridentifikasi di lapangan dibuat searah dengan

lereng. Pembuatan saluran drainase tersebut merupakan salah satu usaha petani

untuk membuang air lebih dari permukaan tanah sehingga tidak menggenangi

tanah secara berlebihan yang dapat merugikan tanaman sehingga tanah tersebut

dapat difungsikan secara optimal seperti yang terlihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Saluran drainase

Sesuai yang terlihat pada Gambar 6 kondisi saluran drainase yang

diidentifikasi di lapangan sudah baik untuk mencegah terjadinya erosi karena

sudah banyak terlihat tanaman penguat di tepi saluran drainase. Penerapan

drainase di lokasi penelitian dilakukan masyarakat untuk mencegah terjadinya

erosi karena sudah memiliki tanaman penguat tepi di saluran drainase. Tanaman

29

penguat akan menyebabkan tanah-tanah pada tepi saluran tidak tererosi karena

adanya akar yang dapat mengikat partikel-partikel tanah serta bagian tanaman lain

yang dapat mengurangi kecepatan aliran.

4.4 Tipologi Masyarakat

Untuk menganalisis data hasil penelitian tentang penerapan teknik

konservasi tanah dan air dalam kaitannya dengan tipologi masyarakat di Desa

Bonto Somba dapat dianalisis berdasarkan latar belakang sosial ekonomi

responden. Adapun metode analisis yang digunakan yaitu uji chi square (X2)

untuk mengetahui hubungan antara penerapan teknik konservasi tanah dan air

dengan tipologi masyarakat

4.4.1 Uji Chi Square Hubungan antara Penerapan Teknik Konservasi Tanah

dan Air

a. Umur Petani

Umur merupakan salah satu karakteristik yang sangat berpengaruh terhadap

semangat kerja dan meningkatkan produktifitas bekerja, kemampuan nalar dalam

menerima perkembangan teknologi pertanian. Adapun penggolongan umur

responden dapat dibagi menjadi 3 kelompok yang didasarkan pada umur produktif

dan non produktif, umur produktif dibagi lagi menjadi umur produktif muda dan

umur produktif tua. Kelompok umur produktif muda adalah umur 15-34 tahun.

Kelompok umur produktif tua adalah umur 35-54 tahun. Kelompok umur non

produktif adalah umur 55 tahun ke atas (Radja R, 2000) dalam Gautama (2007).

Berdasarkan informasi pada Tabel 2, umur respoden di Desa Bonto Somba

yang bekerja di sektor pertanian (petani) berada pada kisaran umur 35-54 tahun

atau dapat digolongkan ke dalam kisaran produktif tua untuk bekerja.

30

Tabel 2. Klasifikasi responden berdasarkan umur di Desa Bonto Somba

Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 30 responden 9 orang atau 30%

memiliki umur yang produktif muda, 19 orang atau 63% produktif tua dan 2 orang

atau 7 % memiliki umur non produktif. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

masyarakat di Desa Bonto Somba berada pada kisaran umur produktif tua.

Analisis hubungan tipologi masyarakat dengan teknik konservasi tanah

dan air yang diterapkan berdasarkan tingkatan umur dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Tabel Kontingensi antara penerapan Teknik KTA dan umur petani

Umur

Teknik Konservasi Tanah dan Air

Total Persentase (%) Vegetatif Mekanik

Vegetatif dan

Mekanik

15-34 4 3 2 9 30

>35 2 14 5 21 70

Jumlah 6 17 7 30 100

Berdasarkan Tabel 3 selanjutnya diuji dengan uji chi square (X2) untuk

mengetahui taraf signifikan antara umur petani dengan penerapan teknik

konservasi tanah dan air. Uji Chi Square (X2) dilakukan dalam taraf nyata (α) =

0,05 pada derajat bebas = 2 sehingga diperoleh hasil X2 hitung = 5,083

(Lampiran 5) yang lebih kecil dari X2 tabel yaitu sebesar 5,99 (Lampiran 6). Dari

hasil analisis ini menunjukkan bahwa hipotesis null diterima yang berarti tidak

ada hubungan yang nyata antara umur petani dan penerapan teknik konservasi

tanah dan air. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa yang menerapkan teknik

konservasi tanah dan air antara umur produktif muda dan yang produktif tua

dianggap sama. Hal ini menunjukkan bahwa umur petani tidak berpengaruh

terhadap penerapan teknik konservasi tanah dan air dilokasi penelitian. Menurut

Ekasari (2014) tidak ada hubungan yang nyata antara umur petani dengan

penerapan teknik Konservasi Tanah dan Air karena anggota keluarga biasanya

No Umur Jumlah (orang) Persentase (%)

1. produktif muda 15-34 9 30

2. produktif tua 35-54 19 63

3. non produktif > 55 2 7

Jumlah 30 100

31

mencari pekerjaan di luar daerahnya yang mereka anggap yang dapat memberi

sejumlah pendapatan yang layak dibanding jika mereka mengolah lahan. Berbeda

dengan penelitian Lesmana, dkk (2011) yang mengatakan bahwa umur akan

mempengaruhi kemampuan fisik bekerja dan cara berpikir responden. Umur

yang lebih muda biasanya cenderung lebih agresif dan lebih dinamis dalam

berusaha bila dibandingkan dengan umur yang lebih tua. Disamping itu, umur

juga mempengaruhi kinerja responden dalam mengelola usaha taninya.

b. Pendidikan Formal

Hasil pengamatan terhadap tingkat pendidikan masyarakat di Desa Bonto

Somba diperlihatkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Tipologi masyarakat berdasarkan pendidikan formal

No. Parameter Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Tidak Tamat SD 26 87

2. SD 3 10

3. SMP - -

4. SMA - -

5. Perguruan Tinggi 1 3

Jumlah 30 100

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa dari 30 orang responden yang

diwawancarai terdapat 26 orang atau 87% yang tidak tamat SD, tiga orang atau

10% yang berpendidikan tamat SD dan hanya satu orang atau 3% yang

berpendidikan tinggi (S1). Hal ini menunjukkan bahwa penerapan teknik

konservasi tanah dan air dengan tipologi masyarakat berlatar belakang pendidikan

tidak berkaitan langsung terhadap pendidikan petani responden. Rata-rata

responden yang diwawancarai telah melakukan teknik konservasi tanah dan air

secara turun menurun dan juga berdasarkan pengalaman yang didapatkan dari

perilaku masyarakat petani di desa lain.

Pendidikan khususnya pendidikan formal merupakan modal yang sangat

berharga untuk mendapatkan kehidupan ekonomi yang layak, pendidikan juga

sangat berpengaruh pada pola kehidupan setiap individu, baik cara berfikir dan

32

bersikap maupun dalam hal penggunaan peralatan yang berteknologi canggih

mayoritas pendidikan petani adalah tidak tamat Sekolah Dasar (SD). Hal ini

disebabkan sarana dan prasarana pendidikan di Desa Bonto Somba belum

memadai terbukti dari hasil penelitian yang dilakukan hanya terdapat satu sekolah

(SD) yang ada di Dusun Bonto-Bonto yang berjarak kurang lebih 20 km dari

Dusun Cindakko dan Dusun Bara dengan akses jalan yang tidak bisa dijangkau

roda empat bahkan roda dua sehingga hal tersebut menjadi salah satu faktor

rendahnya tingkat pendidikan. Selain itu, kondisi ekonomi keluarga yang terbatas

turut menjadi penyebab rendahnya tingkat pendidikan formal yang dimiliki petani.

Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat menyebabkan pengetahuan yang

dimiliki masyarakat juga rendah. Hal ini sangat berkaitan terhadap pekerjaan yang

dimiliki masyarakat di Desa Bonto Somba yang sebagian besar bekerja sebagai

petani. Pengetahuan yang sangat minim menyebabkan masyarakat hanya

mengelolah lahan yang dimiliki secara turun temurun atau secara tradisional,

sehingga hasil yang diperoleh juga sangat minim. Pendidikan merupakan hal yang

paling penting dan mendasar dalam upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan masyarakat dalam rangka menghadapi era globalisasi dan

perkembangan teknologi. Pendidikan memiliki peranan penting dalam

menciptakan tenaga-tenanga yang terampil dalam pembangungan khususnya

pembangunan di sektor pertanian.

c. Penghasilan/pendapatan

Pada umumnya masyarakat di Desa Bonto Somba bekerja di sektor

pertanian (petani) yang merupakan sumber penghasilan utama. Di samping itu

mereka juga mempunyai penghasilan tambahan dari pekerjaan sebagai buruh

bangunan dan ada juga yang bekerja pada industri pengolahan gula aren secara

tradisional. Untuk lebih jelasnya data penghasilan masyarakat petani di Desa

Bonto Somba dapat disajikan pada Tabel 5.

33

Tabel 5. Perincian responden berdasarkan penghasilan/pendapatan

No. Pendapatan/bulan Jumlah

(orang) Persentase (%)

1. < 1.500.000 23 77

2. 1.500.000 – 2.500.000 5 17

3. > 2.500.000 2 6

Jumlah 30 100

Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 30 responden 23 orang atau 77%

berpenghasilan rata-rata dibawah Rp.1.500.000 per bulan, lima orang atau 17%

yang berpendapatan Rp 1.500.000- 2.500.000 dan selebihnya 2 orang atau 6%

yang berpengasilan di atas Rp. 2.500.000,-. Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa sebagaian besar masyarakat di Desa Bonto Somba masih berada pada

golongan berpendapatan rendah.

Analisis hubungan tipologi masyarakat dengan teknik konservasi tanah dan

air yang diterapkan berdasarkan tingkat pendapatan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Tabel Kontingensi antara penerapan Teknik KTA dan pendapatan

Pendapatan

Teknik Konservasi Tanah dan Air

Total Vegetatif Mekanik

Vegetatif

dan Mekanik

Rendah 4 14 5 23

Tinggi 2 3 2 7

Jumlah 6 17 7 30

Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa hasil analisis dengan menggunakan

chi square (X2) dalam taraf nyata α = 0,05 dan derajat bebas = 2 diperoleh hasil

X2 tabel pada derajat bebas = 2 diperoleh hasil X2 hitung = 0,742 (Lampiran 5)

sedangkan X2 tabel sebesar 5,99 maka hasilnya dinyatakan tidak signifikan pada

taraf signifikasi 5% dengan demikian hipotesis null diterima sehingga

disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara pendapatan petani

dengan penerapan teknik konservasi tanah dan air.

Hasil penelitian menjelaskan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata

antara pendapatan petani dengan penerapan teknik konservasi tanah dan air. Hal

34

ini terjadi karena petani yang berpenghasilan rendah maupun tinggi masing-

masing sama dalam menerapkan teknik konservasi tanah dan air berupa pematang

sawah. Menurut penelitian Ekasari (2014), mengatakan bahwa pendapatan petani

dalam kaitannya dengan penerapan teknik konservasi tanah dan air menunjukkan

bahwa faktor pendapatan petani antara petani yang berpendapatan rendah dan

berpendapatan tinggi tidak jauh berbeda. Faktor pendapatan petani tidak

berpengaruh terhadap penerapan teknik konservasi.

d. Jumlah Tanggungan Keluarga

Hasil penelitian terhadap jumlah tanggungan keluarga petani dalam hal

penerapan teknik konservasi tanah dan air disajikan pada Tabel 7. Tabel tersebut

menunjukkan banyaknya jumlah tanggungan keluarga dari responden. Dapat

dilihat sebagian besar responden memiliki jumlah tanggungan keluarga yaitu 3-4

orang.

Tabel 7 Sebaran responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga

No. Tanggungan Keluarga Jumlah Persentase (%)

1. 1 – 2 orang 6 20

2. 3 – 4 orang 20 67

3. > 5 orang 4 13

Jumlah 30 100

Hubungan petani dengan tanggungannya secara umum adalah hubungan

sebagai suami/istri dan anak. Responden yang tidak memiliki tanggungan

disebabkan karena belum berumah tangga, baru membangun rumah tangga, atau

telah ditinggal mati. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7 bahwa dari 30 orang

responden terdapat 20 orang atau 67% yang menanggung biaya hidup 3-4 orang, 6

orang atau 20% yang menanggung 1-2 orang dan 4 orang atau 13% yang

menanggung di atas 5 orang. Jumlah tanggungan keluarga menunjukkan besarnya

beban petani yang harus dipikul dalam hal pembiayaan hidup sehari-hari. Selain

itu, berhubungan dengan ketersediaan tenaga kerja dalam keluarga. Menurut

Gafur (2009), semakin besar jumlah tanggungan keluarga yang ditanggung petani,

maka semakin besar pula biaya yang harus dikeluarkan untuk memenuhi

35

kebutuhan sehari-hari, namun di sisi lain akan menghemat jumlah tenaga kerja

dalam pengelolaan usaha tani di luar keluarga, apabila tanggungan tersebut dapat

membantu mengelola usaha taninya.

Analisis hubungan tipologi masyarakat dengan teknik konservasi tanah dan

air yang diterapkan berdasarkan tanggungan keluarga dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Tabel Kontingensi antara penerapan Teknik KTA dan jumlah tanggungan

keluarga

Jumlah Tanggungan

Keluarga

Teknik Konservasi Tanah dan Air

Total Vegetatif Mekanik

Vegetatif

dan Mekanik

Rendah 3 2 1 6

Tinggi 3 15 6 24

Jumlah 6 17 7 30

Berdasarkan hasil penelitian terhadap jumlah tanggungan keluarga petani

dalam kaitan dengan penerapan teknik konservasi tanah dan air selanjutnya

dilakukan analisis uji chi square untuk mengetahui tingkat signifikan antara

jumlah tanggungan keluarga dengan penerapan teknik konservasi tanah dan air.

Analisis pada Tabel 8 dengan menggunakan uji Chi Square (X2). Uji Chi Square

(X2) dalam taraf nyata (α) = 0,05 dan derajat bebas = 2 diperoleh hasil X2 hitung

= 4,237 (Lampiran 5) lebih kecil dari X2 tabel yaitu sebesar 5,99 (Lampiran 6).

Hasil analisis ini menunjukkan bahwa hipotesis null diterima yang berarti

tidak ada hubungan yang nyata antara umur petani dan penerapan teknik

konservasi tanah dan air. Hal ini disebabkan karena jumlah tanggungan keluarga

responden bervariasi, mulai dari yang memiliki tanggungan keluarga sedikit

hingga banyak. Tanggungan keluarga merupakan salah satu faktor yang

mendorong petani untuk berusaha dalam bertani. Menurut Lesmana, dkk (2011)

mengatakan bahwa jumlah tanggungan keluarga merupakan aset tenanga kerja

yang dapat dimanfaatkan petani dalam mengelola usaha taninya. Besarnya jumlah

tanggungan keluarga akan mendorong petani bersifat dinamis dalam mencoba

menerapkan suatu teknologi untuk meningkatkan produktivitas guna memenuhi

kebutuhan hidup.

36

e. Luas Lahan Garapan

Luas lahan garapan yang dimiliki petani untuk berusaha tani di Desa Bonto

Somba rata-rata mengelola sawah kurang dari satu hektar (Tabel 9). Keterbatasan

lahan pertanian disebabkan karena wilayah tersebut berada di dataran tinggi.

Selain itu, akses jalan di Desa Bonto Somba kurang memadai sehingga sawah

yang di kelola tidak sampai satu hektar.

Tabel 9. Perincian responden berdasarkan luas lahan garapan

No. Luas Lahan Garapan Jumlah Persentase (%)

1. < 0.50 ha 21 70

2. 0.50 – 1 ha 7 23

3. > 1 ha 2 7

Jumlah 30 100

Berdasarkan Tabel 9 menunjukkan bahwa dari 30 responden terdapat 21

orang atau 70% yang luas lahan garapannya <0.50 ha, 9 orang atau 30% luas

lahan garapannya > 0.50 ha. Analisis hubungan tipologi masyarakat dengan teknik

konservasi tanah dan air yang diterapkan berdasarkan luas lahan garapan dapat

dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Tabel Kontingensi antara penerapan Teknik KTA dan luas lahan

garapan

Luas lahan garapan

Teknik Konservasi Tanah dan Air

Total Vegetatif Mekanik

Vegetatif dan

Mekanik

Rendah 3 14 4 21

Tinggi 3 3 3 9

Jumlah 6 17 7 30

Berdasarkan hasil penelitian terhadap luas lahan garapan dalam kaitan

dengan penerapan teknik konservasi tanah dan air selanjutnya dilakukan analisis

uji chi square untuk mengetahui tingkat signifikan antara tanggungan keluarga

dengan penerapan teknik konservasi tanah dan air. Hasil analisis dengan

menggunakan uji Chi Square (X2), dalam taraf nyata (α) = 0,05 dan derajat bebas

= 2 diperoleh hasil X2 hitung = 2,926 (Lampiran 5) lebih kecil dari X2 tabel

37

sebesar 5,99 (Lampiran 6). Dari analisis uji Chi Square (X2) menunjukkan bahwa

hipotesis null diterima yang berarti tidak ada hubungan yang nyata antara luas

lahan garapan dengan penerapan teknik konservasi tanah dan air. Hal ini

menunjukkan bahwa luas lahan yang digarap baik lahan berkategori luas atau

sempit sama sekali tidak berpengaruh bagi petani dalam menerapkan teknik

konservasi tanah dan air. Petani yang memiliki lahan sempit menerapkan teknik

konservasi tanah dan air yang sama dengan petani yang memiliki lahan luas.

Luas lahan garapan merupakan salah satu faktor produksi yang sangat

penting dalam pengembangan usaha tani. Luas lahan berdampak pada upaya

transfer dan penerapan teknologi. Pengetahuan dan keterampilan petani yang

diperoleh melalui kegiatan pelatihan dapat diterapkan dan dikembangkan oleh

petani di lahannya. Lahan yang cukup luas akan memudahkan petani dalam

menerapkan teknologi tanpa takut akan adanya resiko kegagalan, hal ini terkait

pula dengan biaya produksi yang dikeluarkan, output yang dihasilkan, serta

pendapatan yang diperoleh petani (Gafur 2009).

38

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Teknik konservasi tanah dan air yang di terapkan di Desa Bonto Somba

berupa metode vegetatif diantaranya tanaman penutup tanah, kebun

campuran dan pekarangan, metode mekanik yaitu teras bangku dan

pengolahan tanah dan tanaman menurut kontur.

2. Secara umum masyarakat di Desa Bonto Somba tidak tamat SD (87%),

berpenghasilan <Rp.2.500.000/bulan (94%), memiliki tanggungan keluarga

antara 3-4 orang (67%) dan memiliki luas lahan garapan <1 ha.

3. Hasil uji chi square menunjukkan tidak terdapat hubungan yang nyata antara

penerapan teknik konservasi tanah dan air dengan unsur tipologi sosial

ekonomi masyarakat yang meliputi umur, pendidikan, tingkat pendapatan,

luas lahan garapan dan jumlah tanggungan keluarga.

5.2. Saran

Untuk meningkatkan pemahaman tentang pentingnya penerapan teknik

konservasi tanah dan air berbasis tipologi masyarakat maka disarankan

pemerintah (instansi) terkait senantiasa memberikan bimbingan arahan dan

penyuluhan tentang arti pentingnya penerapan teknik konservasi tanah dan air

agar mereka mempunyai pemahaman dalam hal penerapannya. Dalam upaya

meningkatkan pendapatan petani diharapkan dapat melakukan kegiatan atau

penambahan jenis tanaman dalam hal ini agroforestry yang juga dapat berfungsi

sebagai konservasi.

.

39

DAFTAR PUSTAKA

Agus F. A Abdurrachman, A. Rachman, S.H. Talaohu, A. Dariah, B.R.

Prawiradiputra, B. Hafif, dan Wiganda S. 1999. Teknik Konservasi Tanah

dan Air. Sekretariat Tim Pengendali Bantuan Penghijauan dan Reboisasi

Pusat. Jakarta

Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor Press.

Bogor

Asdak, C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.Gadjah Mada

University Press. Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik. 2016. Pendapatan Nasional Indonesia Tahun 2011-2015.

Jakarta.

Dapertemen Kehutanan. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia

Nomor: P.32/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana

Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTkRHL-

DAS). Jakarta

Ekasari, F.Y. 2014. Hubungan Penerapan Konservasi Tanah dan Air dengan

Faktor Sosial Ekonomi di Kelurahan Gantarang, Kecamatan Tinggi

moncong, Kabupaten Gowa. Fakultas Kehutanan. UNHAS.

Gafur S. 2009. Motivasi petani dalam menerapkan taknologi produksi kakao

(kasus kecamatan sirenja kabupaten Donggala Sulawesi Tengah) [tesis].

Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Gautama, Iswara. 2007. Studi Sosial Ekonomi Masyarakat pada Sistem

Agroforestry Di Desa Lasiwala Kabupaten Sidrap. Jurnal Hutan dan

Masyarakat. 2( 3 ): 319 – 328.

Handoko, T. 2001. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia. Yogyakarta:

BPFE.

Jariyah, Nur Ainun. 2014. Karakteristik Masyarakat Sub DAS Pengkol dalam

Kaitannya dengan Pengelolaan DAS. Balai Penelitian Teknologi

Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. JURNAL Penelitian Sosial

dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 1 Maret 2014, Hal. 59 – 69

Junaidi, E. 2009.Peningkatan Produktivitas Hutan Rakyat Melalui Penerapan

Teknik Konservasi Tanah Lokal Spesifik (Studi Kasus pada DAS

Cisadene. Balai Penelitian Kehutanan Ciamis.

Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua. 1996. Jakarta: Balai Pustaka 958

40

Kartasapoetra, A. G., dan Sutedjo, M.M. 2010. Teknologi Konservasi Tanah dan

Air. Edisi Kedua. Cetakan Keenam. Rineka Cipta. Jakarta

Kasdi Subagyono, Setiari Marwanto, dan Undang Kurnia. 2003. TEKNIK

KONSERVASI TANAH SECARA VEGETATIF. Seri Monograf No. 1.

Sumber Daya Tanah Indonesia. BALAI PENELITIAN TANAH. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian

dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.

Koentjaraningrat. 1981. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta:

Gramedia.

Lesmana, D., Ratina R., Jumriani.2011. Hubungan Presepsi Dan Faktor-Faktor

Sosial Ekonomi Terhadap Keputusan Petani Mengembangkan Pola

Kemitraan Petani Plama Mandiri Kelapa Sawit di Kelurahan Bantuas

Kecamatan Palaran Kota Samarinda. Universitas Mulawarman.

Samarinda. Vol.8 No.2 Hal 10-13.

Mawardi. 2013. Analisis Faktor Konservasi Kombinasi Teras Nikolas dan

Tanaman Kacang (Faktor CP untuk Teras Nikolas + Kacang Tanah).

Jurnal Wahan Teknik Sipil Vol. 18 No. 2.

Monsher, A.T. 1991. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. CV Yasaguna.

Jakarta.

Peraturan Pemerintah Nomor : 37 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Daerah

Aliran Sungai. Jakarta.

Prasantyawati, W.A.D. 2014. Aspek Sosial Ekonomi Teknik Konservasi Tanah

dan Air Studi Kasus Desa Sukagalih Kecamatan Megamendung Bogor.

Institut Pertanian Bogor. Bogor

Pratiwi dan Nahendra, B.H. 2012. Pengaruh Penerapan Teknik Konservasi Tanah

Terhadap Pertumbuhan Pertanaman Mahoni (Swietenia macrophylla King

di Hutan Penelitian Carita. Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi.

Bogor

Presiden Republik Indonesia, 2014. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air. Sekretariat RI. Jakarta

Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang

Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sekretariat Negara.

Rijal, S., Saleh, M., Jaya, I., & Tiryana, T. (2016). Deforestation Profile of

Regency Level in Sumatera. Internation Jurnal of Science, 385-402.

Sari, Resky Amalia. 2015. Identifikasi Teknik Konservasi Tanah dan Air di

Dusun Benteng Rajayya Desa Bilalang Kecamatan Manuju (DAS

41

Jeneberang) Kabupaten Gowa.Skripsi.Fakultas Kehutanan.Universitas

Hasanuddin.

Sudaryono. 2002. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) terpadu, konsep

Pembangunan Berkelanjutan. BPPT. Jakarta

Sukartaatmadja. 2004. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

Suripin. 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Edisi Kedua. Penerbit

ANDI. Yogyakarta.

Susilawati, 2006. Konservasi Tanah dan Air di Daerah Semi Kering Propinsi

Nusa Tenggara Timur. Jurnal Teknik Sipil Vo. III No. 1

Syah, M. (2006). Psikologi Belajar. Jakarta: PT Raja Grapindo Persada.

Triwanto J, 2012. Konservasi Lahan Hutan dan Pengelolaan Daerah Aliran

Sungai. UMM Press. Malang

Wajudi, 2014. Konservasi Tanah Air. www.ksdasulsel.org/konservasi/139-

konservasi-tanah-air. [Diakses pada tanggal 29 Oktober 2017].

Winarto, B. 2006. Kamus Rimbawan. Yayasan Bumi Indonesia Hijau. Bogor

42

LAMPIRAN

43

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian

44

Lampiran 2. Peta Titik Pengamatan

45

Lampiran 3. Daftar Kuisioner

DAFTAR PERTANYAAN

(QUISIONER)

“STUDI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH DAN AIR

BERBASIS TIPOLOGI MASYARAKAT DI DESA BONTO SOMBA HULU

DAS MAROS‟

RESPONDEN

KELURAHAN :

KECAMATAN :

KABUPATEN :

PROVINSI :

BULAN/TAHUN :

46

A. Identitas responden

1. Nama responden :

2. Latar belakang responden :

a. Nama responden :

b. Umur :

c. Jenis kelamin : laki-laki/perempuan

d. Agama : Islam/Kristen protestan/46ending katolik/

e. Tingkat pendidikan*:

(1) Belum pernah sekolah

(2) SD (Tamat / Tidak Tamat, s.d kelas…....................)

(3) SMP (Tamat / Tidak Tamat, s.d kelas…....................)

(4) SMA (Tamat / Tidak Tamat, s.d kelas…....................)

(5) Lainnya (sebutkan) …......... (Tamat / Tidak Tamat, s.d kelas…....)

f. Suku bangsa :

g. Pekerjaan :

- Pokok

- Sampingan `

h. Apakah Bapak/Ibu pernah mengikuti pelatihan atau penyuluhan

(1) Tidak (2) Ya

Jika jawaban YA, sebutkan jenis pelatihan atau penyuluhan usaha tani

yang pernah Bapak/Ibu ikuti

Nama Pelatihan/Penyuluhan Tahun Penyelenggara Lamanya

(hari/jam) Ket

B. informasi mengenai keluarga

No. Nama Jumlah anggota

keluarga

Keterangan

Bekerja sendiri Sekolah Lainnya*

1 Laki-laki dewasa

(>12 tahun)

2 Perempuan dewasa

(>12 tahun)

3 Anak laki-laki

(5-12 tahun)

4 Anak perempuan

(5-12 tahun)

5 Balita

Jumlah

47

Catatan : - keluarga adalah orang tinggal serumah maupun tidak serumah tetapi

secara penuh dibiayai oleh kepala keluarga.

- *a) membantu usaha, b) tidak bekerja

C. Tingkat Penguasaan Lahan

No. Jenis Lahan Luas (Ha) Status Jenis

Komoditi

Pola Tanam

(Semusim)

1 Sawah

2 pengembalaan

3 Sayuran

4 dll

Status : Milik Sendiri, Gadai, Garap, Sewa.

D. Usaha tani pertahun

Berapa luas lahan usaha tani milik Bapak/Ibu?

Jenis lahan : Pekarangan/kebun/kawasan hutan/ sawah

Yang digarap sendiri …........... ha

Yang digarap orang lain …...........ha

Status lahan : Hak milik/Sewa/Bagi hasil

Berapa luas lahan milik orang lain yang Bapak/Ibu garap? …........ ha

Komoditas dan varietas apa yang di tanam di lahan milik Bapak/Ibu?

No Komuditas Varietas Masa Tanam

48

E. Penerimaan responden

No. Sumber

Pendapatan

Produksi dan nilai produksi

Produksi (Kg/Ha) Harga

(Rp/kg)

Nilai produksi

Area

agroforestri

Luar

agroforestri

Area

agroforestri

Luar

agroforestri

1. Pertanian

- Padi

- Jagung

- Ubi Kayu

- …….

2. Kehutanan

- Kayu

- Non Kayu

3. Non pertanian

- Jual-jualan

- Buruh

- ……

1. Apakah Bapak/Ibu mengenal cara-cara konservasi tanah dan air di usaha tani

?

(1) Tidak (2) Ya

Jika jawaban YA, sebutkan cara-cara konservasi tanah dan air yang Bapak/Ibu

ketahui

…................................................................................................................................

....................................................................................................................................

.........................

2. Apa kegunaan konservasi tanah dan air yang anda lakukan ?

3. Apa hambatan yang anda alami dalam menerapkan teknik konservasi tanah

dan air

4. Apa alasan anda menerapkan teknik konservasi tersebut?

49

Lampiran 4. Tabel Tipologi Masyarakat Berdasarkan Tipologi Sosial Ekonomi

No. Nama Umur Penghasilan/bulan Pendidikan Luas

lahan AK Jenis Tanaman Tekmik KTA

1 Dg Rowa 42 1.450.000 Tidak Tamat SD 0, 55 4

Rumput – Padi –

Jati,gamal,bambu,jambu

monyet,jagung

Tanaman Penutup Tanah, teras

bangku, Saluran air, Kebun Campuran

2 Nassa 34 1.160.000 SD 0, 42 3 Rumput – Padi Tanaman Penutup tanah, saluran air,

teras bangku

3 Darman 46 1.175.000 SD 0, 30 2 Rumput – Padi Tanaman Penutup tanah, saluran air,

teras bangku

4 Ansar 38 985.000 Tidak Tamat SD 0, 30 3 Rumput – Padi Tanaman Penutup tanah, saluran air,

teras bangku

5 Tarrin 32 1.250.000 Tidak Tamat SD 0, 40 2 Jagung,jambu,Jati, gamal,pisang Kebun Campuran

6 Marzuki 32 850.000 Tidak Tamat SD 0, 25 4 Rumput – Padi Tanaman Penutup tanah, saluran air,

teras bangku

7 Dg Ati 40 900.000 Tidak Tamat SD 0, 30 5 Jagung,pisang,sukun,ubi

kayu,pepaya,jati Kebun Campuran

8 Dg Nai 52 985.000 Tidak Tamat SD 0, 28 2 Rumput – Padi Tanaman Penutup tanah, saluran air,

teras bangku

9 Abbas 43 1.350.000 Tidak Tamat SD 0, 40 3 Rumput, padi, Jati,pisang,jambu

biji,mangga

Tanaman penutup tanah, teras

bangku, saluran air, Kebun Campuran

10 Dg Masso 35 1.125.000 Tidak Tamat SD 0, 3 5 Rumput – Padi Tanaman Penutup tanah, saluran air,

teras bangku

11 Raju 55 1.560.000 Tidak Tamat SD 0, 6 4 Pisang, ubi Kayu,sukun, jagung,

nangka, gamal Kebun campuran

12 Dg Japa 49 1.450.000 Tidak Tamat SD 0, 40 3 Rumput – Padi Tanaman Penutup tanah, saluran air,

teras bangku

13 Firman 34 1.300.000 Tidak Tamat SD 0, 50 3 Jagung Pengolahan tanah menurut kontur

14 Dg Usman 47 1.200.000 SD 0, 2 4 Rumput – Padi Tanaman Penutup tanah, saluran air,

teras bangku

15 Mulawarman 39 2.550.000 PT 0,80 3 Rumput – Padi Tanaman Penutup tanah, saluran air,

teras bangku

16 Jupri 56 1.700.000 Tidak Tamat SD 0, 75 3 Rumput – Padi Tanaman Penutup tanah, saluran air,

teras bangku

50

17 Rudy 37 720.000 Tidak Tamat SD 0, 26 3 Jagung Pengolahan tanah menurut kontur

18 Sapri 34 1.500.000 Tidak Tamat SD 0, 55 2 Pisang,gamal,jati,jambu biji Kebun campuran

19 Lukman 38 1.900.000 Tidak Tamat SD 0, 60 3 Rumput- Padi, Pisang, ubi kayu,

coklat, pepaya

Tanaman Penutup tanah, saluran air,

teras bangku, Pekarangan

20 Minna 40 1.150.000 Tidak Tamat SD 0, 40 5 Rumput, padi, Pisang, ubi kayu,

mangga, jati

Tanaman penutup tanah, teras

bangku, saluran air, Pekarangan

21 Massa 37 900.000 Tidak Tamat SD 0, 25 3 Rumput – Padi Tanaman Penutup tanah, saluran air,

teras bangku

22 Jahu 51 1.850.000 Tidak Tamat SD 0, 39 4 Rumput – Padi Tanaman Penutup tanah, saluran air,

teras bangku

23 Rusli 39 950.000 Tidak Tamat SD 0, 4 3 Rumput – Padi Tanaman Penutup tanah, saluran air,

teras bangku

24 Rannu 30 850.000 Tidak Tamat SD 0, 25 5 Jambu biji,jagung,pisang,ubi

kayu Pekarangan

25 Rahman 46 1.350.000 Tidak Tamat SD 0, 30 4 Rumput – Padi Tanaman Penutup tanah, saluran air,

teras bangku

26 Mardin 39 920.000 Tidak Tamat SD 0, 23 4 Rumput – Padi Tanaman Penutup tanah, saluran air,

teras bangku

27 Ina 20 985.000 Tidak Tamat SD 0, 20 3 Rumput – Padi , jagung, ubi

kayu, pisang, sukun

Tanaman Penutup tanah, saluran air,

teras bangku, Pekarangan

28 Arman 29 1.250.000 Tidak Tamat SD 0, 20 2 Rumput – Padi, pisang, ubi

kayu, sukun, nangka, jagung

Tanaman Penutup tanah, saluran air,

teras bangku, pekarangan

29 Dg Nassa 33 1.165.000 Tidak Tamat SD 0, 50 2 Pisang, ubi kayu, coklat, pepaya Pekarangan

30 Supardi 50 2.650.000 Tidak Tamat SD 1,5 4 Rumput – Padi, jabon, coklat,ubi

kayu,pisang, jagung

Tanaman Penutup tanah, saluran air,

teras bangku, kebun campuran

51

Lampiran 5. Perhitungan Uji Chi Square (X2)

X2

= ∑

Penentuan Nilai Frekuensi observasi dan nilai frekuensi ekspektasi

Uji chi square antara Penerapan Teknik KTA dengan umur petani

Fo1 = 4, Fe1 = = 1,8 Fo4 = 2, Fe4 = = 4,2

Fo2 = 3, Fe2 = = 5,1 Fo5 = 14, Fe5 = = 11,9

Fo3 = 2, Fe1 = = 2,1 Fo6 = 5, Fe6 = = 4,9

X2 = + + + +

+

= 2,69 + 0,864 + 0,005 + 1,152 + 0,370 + 0,002

= 5,083

Uji Chi Square antara Penerapan Teknik KTA dengan Pendapatan

Fo1 = 4, Fe1 = = 4,6 Fo4 = 2, Fe4 = = 1,4

Fo2 = 14, Fe2 = = 13 Fo5 = 3, Fe5 = = 3,96

Fo3 = 5, Fe3 = = 5,3 Fo6 = 2, Fe6 = = 1,63

X2 = + + + +

+

= 0,078 + 0,076 + 0,016 + 0,257 + 0,232 + 0,083

=0,742

52

Uji Chi Square antara Penerapan Teknik KTA dengan Luas Lahan Garapan

Fo1 = 3, Fe1 = = 4,2 Fo4 = 3, Fe4 = = 1,8

Fo2 = 14, Fe2 = = 11,9 Fo5 = 3, Fe5 = = 5,1

Fo3 = 4, Fe3 = = 4,9 Fo6 = 2, Fe6 = = 2,1

X2 = + + + +

+

= 0,342 + 0,370 + 0,165 + 0,8 + 0,864 + 0,385

= 2,926

Uji Chi Square antara Penerapan Teknik KTA dengan Jumlah Tanggungan

Keluarga

Fo1 = 3, Fe1 = = 1,2 Fo4 = 3, Fe4 = = 4,8

Fo2 = 2, Fe2 = = 3,4 Fo5 = 15, Fe5 = = 13,6

Fo3 = 1, Fe3 = = 1,4 Fo6 = 6, Fe6 = = 5,6

X2 = + + + +

+

= 2,7 + 0,576 + 0,114 + 0,675 + 0,144 + 0,028

= 4,237

53

Lampiran 6. Tabel X2 Chi Square

54

Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian

Mengidentifikasi jenis tanaman yang ada di pekarangan

Wawancara bersama petani

55

Mengidentifikasi tanaman penutup tanah

Kegiatan wawancara