PENERAPAN PRINSIP HUKUM ADMINISTRASI LINGKUNGAN DALAM PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU (STUDI KASUS...

26
PENERAPAN PRINSIP HUKUM ADMINISTRASI LINGKUNGAN DALAM PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU (STUDI KASUS PADA KOTA SURABAYA) Untuk Memenuhi Tugas Kebijakan Lingkungan Yang Dibina Oleh Bapak Mochmmad Rozikin,Drs.,M.AP OLEH : Livia Armilliana (125030100111094) Kelas: FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Transcript of PENERAPAN PRINSIP HUKUM ADMINISTRASI LINGKUNGAN DALAM PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU (STUDI KASUS...

PENERAPAN PRINSIP HUKUM ADMINISTRASI LINGKUNGAN DALAM PENGELOLAAN

RUANG TERBUKA HIJAU

(STUDI KASUS PADA KOTA SURABAYA)

Untuk Memenuhi Tugas Kebijakan Lingkungan Yang Dibina Oleh Bapak

Mochmmad Rozikin,Drs.,M.AP

OLEH :

Livia Armilliana (125030100111094)

Kelas:

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2014

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permasalahan yang muncul akhir-akhir ini mengenai

lingkungan adalah kurangnya penerapan ruang terbuka hijau di

suatu perkotaan. Ruang terbuka hijau merupakan salah satu

elemen penting dalam suatu kota. Ruang terbuka hijau

berfungsi untuk menyeimbangakn keadaan ekologi pada suatu

kawasan agar terjadi keseimbangan antara ekosistem dan

perkembangan pembangunan di era modern. Kota mempunyai luas

lahan terbatas,permintaan akan pemanfaatan lahan kota yang

terus berkembang untuk pembangunan berbagai fasilitas

perkotaan baik pemukiman , industry dan pertumbuhan jalur

transportasi yang perlahan akan menyita lahan-lahan atau

ruang terbuka lainnya di wilayah perkotaan.

Masalah perkotaan pada saat ini telah menjadi masalah

yang cukup sulit untuk diatasi. Perkembangan pembangunan

perkotaan selain mempunyai dampak positif bagi kesejahteraan

warga juga menimbulkan dampak negatif pada beberapa aspek

termasuk aspek lingkungan. Pada mulanya,sebagian besar lahan

kota merupakan ruang terbuka hijau. Namun adanya peningkatan

kebutuhan ruang untuk menampung penduduk dan

aktiivitasnya,ruang terbuka hijau tersebut cenderung

mengalami alih fungsi lahan menjadi ruang terbangun.

Pertumbuhan penduduk dengan aktivitas yang tinggi di kawasan

perkotaan berdampak pada perubahan cirri khas sebuah kota,

baik berupa fisik,sosial, dan budaya.

Realisasi konsep penataan ruang yang dituangkan dalam

Raperda RTRWP Jawa Timur Tahun 2005-2020, sebagai perwujudan

konsep penataan ruang kota dalam mencapai tujuan

perkembangan berkelanjutan dibidang lingkungan,adalah dengan

menyediakan Ruang Terbuka Hijau yang akan dikenal dengan

RTH. Yang dimaksud dengan RTH yaitu Kawasan –Kawasan hijau

dalam bentuk taman-taman kota,hutan kita,jalur-jalur hijau

di tepi atau ditengah jalan,bantaran tepi sungai atau tepi

jalur kereta,halaman setiap bangunan dari semua fungsi yang

termasuk dalam Garis Sempadan bangunan dan Koefisien Dasar

Bangunan. Tujuan pembentukan RTH diperkotaan adalah untuk

meningkatkan mutu lingkungan perkotaan yang

nyaman,segar,indah,bersih dan sebagai sarana pengaman

lingkungan perkotaan serta menciptakan keserasian lingkungan

alam dan lingkungan binaan yang berguna bagi masyarakat yang

tinggal. RTH diharapkan dapat mewujudkan tata lingkungan

yang serasi antara sumber daya alam ,sumber daya

buatan,sumber daya manusia bagi kualitas hidup penduduk

kota. Di Jawa Timur ,RTH bagi perkotaan,yang diterapkan pada

RTRWP Jawa Timur Tahun 2005-2020 ,minimal 20% dari luas

kota,dimana 10% berupa hutan kota.

Kota Surabaya merupakan ibu kota Propinsi Jawa Timur,

Indoinesia dan kota metropolitan kedua setelah Jakarta. Kota

pahlawan ini mengalami perkembangan pesat terutama di

daderah Surabaya Barat dan Surabaya Timur. Hal ini terjadi

karena kemajuan Kota Surabaya terutama dalam bidang ekonomi

yang menjadi dayat tarik sendiri bagi masyarakat sekitarnya.

Akibatnya jumlah penduduk yang tinggal di Kota Surabaya

semakin meningkat dari tahun ke tahun. Kondisi ini

berpengaruh terhadap meningkatnya kebutuhan penduduk akan

hunian,perkantoran,sarana dan prasarana transportasi,serta

fasilitas publik lainnya. Sehingga mengakibatkan perubahan

peruntukan lahan yang semakin signifikan ditunjukkaan dengan

berkurangnya kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) / Green

openspaces. Oleh karena itu penulis akan membahas mengenai

penerapan prinsip hukum administrasi lingkungan dalam

pengelolaan ruang terbuka hijau khususnya di Kota Surabaya.

1.1 Rumusan Masalah

Apakah penerapan Prinsip Hukum Administrasi Lingkungan

sudah diterapkan secara maksimal dalam pengelolalan Ruang

Terbuka Hijau di Kota Surabaya?

1.2 Tujuan

- Untuk mengetahui apakah penerapan Prinsip Hukum

Administrasi Lingkungan sudah diterapkan dalam

pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Surabaya

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Hukum Administrasi Lingkungan

Untuk dapat memberikan suatu pemahaman yang

utuh,komprehensif dan benar tentang sesuatu,khususnya suatu

cabang ilmu pengetahuan,maka harus dimulai atau berangkat

dari satu titik yang sama yang ladzim disebut dengan

pengertian atau batasan atau definisi. Begitu pula halnya

dengan pembahasan yang berkaitan dengan ruang lingkup hukum

administrasi lingkungan. Hukum administrasi lingkungan pada

dasarnya mencakup hukum administrasi negara secara umum,dan

secara khusus berhubungan erat dengan pengelolaan lingkungan

hidup. Hukum administrasi lingkungan adalah hukum

administrasi dengan substansi pengelolaan lingkungan hidup.

Hal ini dikarenakan pertautan antara keduanya secara

substansi berada pada kaidah hukumnya yang berfungsi dan

bermanfaat dalam kehidupan manusia.

Hukum administrasi lingkungan merupakan instrument

yurisid bagi penguasa untuk secara aktif terlibat dengan

masyarakat dalam konteks pengelolaan lingkungan hidup,pada

sisi lain hukum administrasi lingkungan merupakan hukum yang

memungkinkan anggota masyarakat mempengaruhi penguasa dan

memberikan perlindungan terhadap penguasa. Dalam sistem

hukum di Indonesia penguasa itu terdiri dari penguasa di

tingkat pusat dalam hal ini adalah pemerintah dan penguasa

di tingkat daerah adalah pemerintah Propinsi dan pemerintah

kabupaten.Kota

Dalam perkembangan sekarang dengan adanya kecenderungan

negara turut campur tangan dalam berbagai aspek kehidupan

masyarakat,maka peranan hukum administrasi negara menjadi

sangat luas dan kompleks termasuk berkaitan dengan

pengelolaan lingkunga hidup. Kompleksitas ini akan membuat

luas dan complicated dalam menentukan rumusan ruang lingkup

hukum administrasi lingkungan.

Secara historis pada awalnya tugas negara masih sangat

sederhana yaitu sebgai penjaga malam (natchwachter staat)

yang hanya menjaga ketertiban,keamanan dan keteraturan serta

ketentraman masyarakat. Karne itu negara hanya sekedar

penjaga dan pengatur lalu lintas kehidupan masyarakat agar

tidak terjadi saling tabrakan,baik menyangkut kepentingan,

hak dan kewajiban,kebebasan dan kemerdekaan dan atau

kehidupan kemasyarakatan lainnya. Apabila hal ini telah

tercapai,tugas negara telah selesai dan sempurna. Dalam

suasana seperti ini hukum administrasi tidak berkembang dan

bahkan statis. Namun demikian,seiring dengan perkembangan

zaman,maka dalam konteks hukum administrasi negara kaitannya

dengan pengelolaan lingkungan hidup kiranya tidak lagi

mengalami kemudahan melainkan telah mengalami perkembangan

yang snagat fundamental

Dengan mengkaji lebih mendalam permasalahan hukum

tentang pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia,maka

bagian terbesar hukum lingkungan di Indonesia adalah hukum

administrasi. Hal ini dapat dilihat bahwa hukum administrasi

lingkungan dapat berbentuk undang-undang ,peraturan

pemerintah,peraturan daerah tingkat Propinsi dan

kabupaten/Kota. Dengan demikian,aspek hukum administrasi

akan tampak berkaitan dengan peran pemerintah (baik

pemerintah maupun pemerintah Propinsi dan

Kabupaten/Kota),misalnya dalam hal memberikan perijinan

pendirian usaha dan atau kegiatan dan melakukan langkah

penyelamatan lingkungan apabila ketentuan yang disyaratkan

dalam perijinan itu dilanggar.

Titik temu atau pertautan antara hukum administrasi

negara dalam konteks pengelolaan lingkungan hidup,adalah

terletak pada kaidah hukum yang memungkinkan keduanya

bertindak menjadikan lingkungan hidup berguna bagi umat

manusia pada umumnya maupun bangsa Indonesia khusunya.

Pengelolaan lingkungan hidup yang berkesinambungan,

terpelihara dan bersih merupakan kebutuhan para warga negar

serta diusahakan terwujudnya oleh administrasi negara dalam

pengelolaan lingkungan hidup mutlak diperlukan

Sejak negara turut serta secara aktif dalam pergaulan

hidup masyarakat,maka lapangan pekerjaan atau tugas

pemerintah semakin luas. Ikut campurnya pemerintah secara

aktif dalam segala segi kehidupan masyarakat,membawa suatu

pembentujan peraturan undang-undang di bidang sosial (enorme

uitbouw van de sociale wetgeving) dan menumbuhkembangkan

hukum administrasi negara secara umum dan secara khusus

hukum administrasi lingkungan. Dengan semakin berkembangnya

eksistensi hukum administrasi lingkungan dewasa ini, patut

untuk dicermati apa yang dikemukakan oleh Van der Ven dalam

Utrecht sebagai berikut:

“ Pada bagian kedua abad yang lampau telah ternyata,bahwaasas: negara tidak boleh turut serta dalam lapangankemasyarakatan,tidak dapat dipertahankan lagi. Oleh karenhubungan ekonomis makin lama makin berbelit-belit,makapemerintahan negara yang betugas mengatur tata tertib hukumdalam masyarakat dan hendak menjalankan tugas itu secarabaik, terpaksa masuk kedalam suatu lapangan sosial baru.Disamping pekerjaan biasa,yaitu membuat dan mengeluarkanperaturan yang mempertimbangkan dan membatasi hak dankepentingan orang yang satu terhadap yang lain,makapemerintah mengadakan juga penyelesaian keperluan-keperluansosial lain yang tertentu. Pekerjaan pemerintah,yaitupekerjaan administrasi negara,makin lama makin luas.Demikian juga halnya dengan pekerjaan pembuat undang-undang.Pada akhir abad 19 lapangan hukum negara diberi sambunganpenting,yaitu lapanagn hukum admnistrasi negara. Bagianterbesar sambungan itu terletak di lapangan sosial (antaralain pengajaran,kesehatan rakyat,pembangunan rumah danpemeliharaan orang miskin”

Secara konstitusional pengaturan pengelolaan lingkuingan

hidup ditegaskan dalam ketentuan pasal 33 ayat (3) UUD 1945

bahwa bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya

dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat. Berdasarkan pada ketentuan dimaksud,maka

terkandung asas hak menguasai negara dan wujudnya dalam tiga

bentuk aktivitas,sebagai berikut:

1. Mengatur dan menyelenggarakan

peruntukan,penmggunaan,persediaan dan pemeliharaan bumi,air

dan ruang angkasa

2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubunga hukum antara orang-

orang dengan bumi,air dan ruang angkasa

3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara

orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang berkaitan

dengan bumi,air dan ruang angkasa

Ruang lingkup hukum administrasi lngkungan sangat luas.

Namun demikian,bidang hukum administrasi lingkungan mengandung

dan mencakup beberapa hal sebagai berikut:

1. Mengandung sarana-saranan atau instrument bagi penguasa

untuk mengatur,menyeimbangkan dan mengendalikan berbagai

kepentingan masyarakat khusunya yang berkaitan dengan

pengelolaan lingkungan hidup

2. Mengatur cara-cara partisipasi warga masyarakat dalam proses

penyusunan dan pengendalian,termasuk proses penentuan

kebijaksanaan di bidang lingkungan hidup

3. Mengatur adnya perlindungan hukum bagi warga masyarakat

terhadap berbagai kemungkinan adanya perbuatan atau tindakan

pemerintah yang dapat meruhikan hak-hak dan kebutuhan

masyarakat

4. Mengatur dan menyusun dasar-dasar bagi pelaksanaan

pemerintah yang baik,khususnya dalam mewujudkan pengelolaan

lingkungan hidup yang berbasis pada pembangunan

berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup

Dengan demikian nyata terlihat bahwa dalam dalam konteks

negara hukum modern,dalam perspektif hukum admninstrasi

lingkungan,negara atau pemerintah mempunyai kewajiban yang

sangat luas,dimana negara mengutamakan kemakmuran serta

keamanan sosial, dan bukan keamanan senjata. Berdasarkan tugas

negara tersebut,pemerintah pada zaman sekarang ini turut serta

dengan aktif dalam mengatur pergaulan hidup masyarakat.

Lapangan kerja pemerintah atau administrasi negara jauh lebih

kompleks,luas dan semakin berkembang dibandingkan dengan

pemerintahan model negara hukum klasik atau kuno. Tugas

pemerintah saat sekrang ini tidak saja terbatas pada lapangan

pemerintahan,birokrasi,pengurusan rumah tangga negara,namun

sudah meluas dan berkembang pada tugas pembangunan dan

penyelematan serta pelestarian fungsi lingkungan hidup.

2.2 Prinsip Hukum Administrasi Lingkungan Dalam Pengelolaan

Lingkungan Hidup

Selain instrumen hukum pengelolaan lingkungan hidup yang

telah diuraikan tersebut diatas, maka dalam pengelolaan

lingkungan khususnya di bidang pengawasan pengelolaan

lingkungan yang berbasis pada perwujudan pembangunan

berkelanjutan (sustainable development), harus didukung dengan

prinsip-prinsip hukum administrasi lingkungan yang melandasi

atau menjadi instrument fundamental dalam pengelolaan

lingkungan hidup khususnya di bidang pengawasan pengelolaan

lingkungan. Adapun beberapa prinsip hukum administrasi

lingkungan,antara lain:

1. Peran Serta Masyarakat (Public Participation) dalam Rangka

pengelolaan Lingkungan Hidup

Pada pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 menegaskan bahwa

kewajiban negara dan tugas pemerintah untuk melindungi

segenap sumber-sumber insane Indonesia dan lingkungan hidup

Indonesia guna kebahagiaan seluruh rakyat Indonesia dan

segenap umat manusia. Pemikiran dasar tersebut dirumuskan

lebih konkrit dalam pasal 33 ayat(3) UUD 1945 “Bumi dan air

dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh

negara dan dipergunakan utnuk sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat.” UUD 1945 sebgai landasan konstitusional mewajibkan

akan sumber daya alam dipergunakan untuk sebesae-besarnya

kemakmuran rakyat. Kemakmuran rakyat tersebut haruslah dapat

dinikmati generasi masa kini dan masa depan secara

berkelanjutan

Salah satu butir pertimbangan diterbitkannya UU PPLH

2009 adalah bahwa pemanasan global yang semakin meningkat

mengakibatkan perubahan iklim sehingga memperparah penurunan

kualitas lingkungan hidup karena itu perlu dilakukan

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan bahwa

kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah

mengancam kelangsungan perkehidupan manusia dan makhluk

hidup lainnya sehingga perlu dilakukan perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan

konsisten oelh semua pemangku kepentingan,sehingga pokok

materi sebagaimana diatur dalam UU PLH 1997 perlu

disempurnakan untuk mencapai tujuan pembangunan

berkelanjutan (sustainable development) yang berwawasan

lingkungan hidup. Apabila dibandingkan dengan UU PLH 1982

yang hanya memiliki 24 pasal dengan pengaturan-pengaturan

terbatas,sedangkan ketentuan UU PLH 1997 belum mencerminkan

perlindungan lingkungan yang baik,maka kehadiran UU PPLH

2009 memiliki jumlah pasal yang bertambah dan lebih rinci

mengatur hal-hal baru yang sebelumnya tidak diatur

Dalam UU PLH 2009 terkandung sebuah jaminan hak setiap

warga masyarakat untuk mendapatkan informasi disamping

kewajiban pemerintah dan setiap orang yang melakukan usaha

atau kegiatan untuk menyampaikan informasi yang benar dan

akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup. Masyarakat

mempunyai hak pendapat terhadap penerbitan ijin lingkungan

yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan yang

kemungkinan risiko terjadinya pencemaran atau perusakan

lingkungan hidup. Peran serta masyarakat dalam pengelolaan

lingkungan ini merupakan bagian dari prinsip hukum

administrasi lingkungan yang secara spesifik berada dalam

wilayah perijinan lingkungan sebagai salah satu instrument

hukum administrasi lingkungan.

2. Substansi Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Prinsip hukum administrasi lingkungan selanjutnya adalah

berkaitan dengan substansi kebijakan pengelolaan lingkungan

khususnya dibidang pengawasan pengelolaan lingkungan. Pada

dasarnya persoalan lingkungan merupakan salah satu persoalan

dunia yang mengemukakan pada serempat abad terakhir,termasuk

di Indonesia sehingga isu lingkungan sangat menarik untuk

didiskusikan. Ada berbagai variable yang mempengaruhi

lingkungan mulai dari politik,ekonomi,sosial,hukum,budaya

bahkan agaman,sehingga pengelolaanya harus dipandang sebagai

masalah yang interdisipliner. Pengelolaan lingkungan hidup

yang diartikan sebagai suatu upaya terpadu utnuk

melestarikan fungsi lingkungan hidup yang mencakup

kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan,

pemeliharaan, pemulihan,pengawasan dan pengendalian

lingkungan hidup.

Salah satu aspek fundamental hukum lingkungan adalah

adanya suatu institusi yang memiliki kekuasaan (power) untuk

dapatnya melakukan pengelolaan atas sumber daya alam dan

lingkungannya. Dari aspek yuridis,kekuasaan (power) adalah

sangat berkaitan dengan wewenang. Tanpa bermaksud untuk

lebih jauh masuk dalam ranah aspek filsafat mengenai

kekuasaan,disini akan dikemukakan bahwa dalam pandangan para

pakar,bahwa suatu wewenang berdasar dari bersumber pada

kekuasaann, dan suatu kewenangan tidak mungkin ada jika

tidak turun dari kekuasaan, dimana kekuasaan itu sendiri

adalah Negara (state). Sumber kekuasaan di dalam pola hidup

bermasyarakat,berbangsa dan bernegara adalah negara.

Dalam UU PLH 1997 terdapat serangkaian pengaturan yang

berkaitan dengan wewenang dalam sub bab,yakni Bab 1V tentang

wewenang pengelolaan Lingkunga Hidup,yang dimulai dari

ketentuan pasal 8 hingga 13. Secara jelas terlihat bahwa

dalam Pasal 8 misalnya,bahwa wewenang penguasa terhadap

sumber daya alam. Penguasa memiliki wewenang atau kebijakan

untuk melakukan semua tindakan hukum publik yang berkenaan

dengan pengelolaan sumber daya alam. Kewenangan negara atas

sumber-sumber alam,yang menurut Pasal 8 ayat (2) UU PLH

adalah terperinci kedalam lima kewenangan pokok. Kemudian

hal-hal demikian dapat digolongkan kepada dua sifat

kebijakan yang diambil,yaitu berupa tindakan hukum publik

dalam rangka pengaturan (regeling), dan kemudian penetapan

(beschikking).

Berdasarkan pada penjabaran terseut, maka tindakan hukum

publik demikian adalah dimaksudkan untuk mengendalikan

aktivitas yang berdampak sosial: mengeluarkan ijin

(lisence,vergunning),mengharuskan adanya AMDAL,melakukan

audit lingkungan,melakukan pembakuan lingkungan atau baku

mutu lingkungan (BML),menetapkan tata ruang,kebijakan

pendanaan dalam penyerasian lingkungan. Tentu, UU PPLH 2009

mendasari kebijaksanaan lingkungan (pengelolaan lingkungan)

di Indonesia adalah didasarkan pada undang-undang,peraturan

pemerintah dan peraturan pelaksana lainnya yang merupakan

instrumen kebijaksanaan (instrumen van beleid). Sifat UU PLH

sebagai “kaderwet” atau “ranwet” atau “umbrella provision”

yang menampung kebijaksanaan lingkungan di Indonesia

menghendaki penjabaran lebih lanjut dalam peraturan

perundang-undangan lingkungan,sehingga jelas bahwa hukum

mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kebijaksanaan.

Dengan kata lain, bahwa legal policy adalah merupakan

rekayasa sosial dalam menerapkan hukum sebagai instrumen

mendasar untuk mengarahkan masyarakat menerima nilai-nilai

baru. Dalam hubungan ini terdapat tendensi pemecahan masalah

menurut sistem hukum yang berlaku atau dilain pihak masalah

baru dipecahkan dengan cara “trial and error” untuk

menemukan penyelesaian dengan “common senese” atau

pengalaman profesi

Persyaratan yang penting atas substansi kebijakan

pengelolaan lingkungan hidup adalah pembinaan terhadap

peraturan perundang-undangan (legilasi) lingkungan yang

tangguh,dipersiapkan secara cermat dengan memperhitungkan

unsur keterpaduan dalam sistem pengaturan,sehingga

efektivitasnya dapat tercapai secara maksimal. Kebijakan

nasional,sektoral dan daerah hendaknya dapat diuji manfaat

dan kesesuaiannya dengan tujuan pengelolaan lingkungan

hidup. Untuk mencapai tujuan itu berbagai alternatif sarana

kebijakan lingkungan perlu mendapat perhatian agar dapat

dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan

lingkungan. Unntuk itu substansi kebijakan lingkungan

merupakan bagian yang terpadu dari keseluruhan kebijakan

pemerintah dibidang pembangunan. Berdasarkan pada tujuan

yang telah digariskan dan hendak dicapai,maka dalam konteks

pengelolaan lingkungan hidup ( UU PLH) yang berbasis pada

pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah

tetap terpeliharanya daya dukung dan fungsi kelestarian

lingkungan hidup yang dapat dinimati oleh generai sekrang

dan lebih lebih generasi yang akan datang.

3. Fungsi Kelembagaan dan Organisasi dalam Pengelolaan

Lingkungan Hidup

Prinsip hukum administrasi lingkungan selanjutnya adalah

berhubungan dengan prinsip kelembagaan dan organisasi

pengolahan lingkungan. Lingkungan hidup dari segi sifat atau

karakteristiknya, adalah satu dan tidak terpisah (utuh).

Namun, lingkungan dan sumber daya alam, harus dibedakan atau

di bagi, untuk mencapai sistem pengolahan yang efektif dan

efisien. Karena sumber daya alam memiliki aspek-aspek yang

sangat kompleks, maka kelembagaan organisasi di dalam

pengelohan lingkungan hidup adalah banyak pula.lingkungan

dan sumber daya alam, dapat di bagi kepada berbagai sektor

atau bagian, yang di sesuaikan dengan dengan kategori/sifat

sumber daya alam atau sumber-sumber kebutuhan manusia.

Secara konstitusional, sumber-sumber daya alam/lingkungan

adalah dikuasai negara. Negara melalui berbagai aparaturnya,

berdasarkan pada wewenang yang dimilikinya, melakukan

tindakan hukum administrasi negara, seperti dalam hal

pengaturan (regeling) dan penetapan (beschikking). Aparaturnya

negara, berupa menteri-menteri dan badan-badan aparatur

negara lainnya, memiliki batas-batas kewenangan yang jelas

terhadap pengolaan lingkungan hidup.

Dalam perspektif tindak administrasi kekuasaan dan

kewenangan pengolahan lingkungan, dikenal pola keterpaduan.

Prinsip keterpaduan telah menjadi ciri penting dalam hukum

pengelolaan lingkungan, dan tampaknya setelah diadakannya

deklarasi Rip,ciri demikian telah mengarah kepada kesamaan

hukum (legal harmony) bagi banyak negara dalam sistem hukum

lingkungannya masing-masing. Deklarasi Rio dalam hal ini

menetapkan perlunya keterpaduan,yang disebut dengan

“principle of integration” yang mengatakan”..environmental

protection shall constitute an integral part of the

development proces...”. Prinsip Deklarasi Rio tersebut dalam

konteks UU PPLH 2009 telah diadopsi. Prinsip integrasi

berdampingan dengan prinsip-prinsip koordinasi,sinkronisasi

dan simplifikasi, yang jiga merupakan asas yang dianut dalam

UU PPLH 2009

Prinsip keterpaduan dalam pengelolaan lingkungan dapat

dibedakan menjadi: (i)keterpaduan atas kebijakan;

(ii)keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan kebijakan;

(iii)keterpaduan tata ruang berdasarkan corak atau

karateristik sumber-sumber daya lingkungan, dan (iv)

keterpaduan dengan pelimpahan wewenang. Dalam kaitan ini

keterpaduan dalam pengelolaan lingkungan hidup adalah

berupa:

a) Pemerintah menetapkan kebijakan nasional lingkungan hidup

dan tata ruang secara terpadu oleh masing-masing instansi

pemerintah yang kompeten dan relevan,beserta masyarakat dan

para pelaku pembangunan lain,dengan memperhatikan nilai-

nilai agama,adat istiadat dan nilai yang hidup dalam

masyarakat

b) Keterpapduan meliputi perencanaan (planning) dan pelaksanaan

kebijakan (operating)

c) Keterpaduan meliputi tata ruang,perlindungan sumber-sumber

daya alam non hayati (abiotic resources);perlindungan sumber

daya buatan (man made resources);perlindungan sumber-sumber

daya hayati dan ekosistemnya (biotic resources);cagar

budaya;keanekaragaman hayati dan perubahan iklim

d) Keterpaduan pengelolaan ditingkat nasional dilakukan secara

koordinasi oleh menteri

e) Keterpaduan pengelolaan lingkungan dapat dilakukan dengan

prinsip pelimpahan wewenang pengelolaan lingkungan kepada

perangkat di daerah, dengan prinsip pembantuan Pemerintah

Pusat, dan dengan prinsip menyerahkan sebagian urusan

menjadi urusan rumah tangga daerah.

Melalui kelembagaan pengelolaan lingkungan hidup pada

tingkat nasional dan daerah yang tangguh diharapkan

pengendalian pencemaran lingkungan dapat diterapkan secara

efektif dan efisien. Sesuai dengan namanya, UU PPLH 2009

juga memberikan fokus perhatian pada pengelola lingkungan.

Ketentuan umum pasal 1 angka (1) UU PPLH 2009 menyatakan:

lingkungan hidup dalam pengertian ekologi tidak mengenal

batas wilayah,baik wilayah negara maupun wilayah

administratif. Akan tetapi, lingkungan hidup yang berkaitan

dengan pengelolaan lingkungan hidup harus jelas batas

wilayah wewenang pengelolaanya. Lingkungan yang dimaksud

adaah lingkungan hidup Indonesia.

Oleh karena itu,dalam melakukan pengelolaan lingkungan di

bidang pengendalian lingkungan hidup adalah tentsng

kelembagaan dan kewenangan pengendalian pencemaran

lingkungan hidup melalui pertanyaan: instansi manakah yang

memiliki kewenangan pengendalian pencemaran lingkingan hidup

di Indonesia,baik dalam tingkat nasional maupun di daerah.

BAB III

PEMBAHASAN

Dari adanya prinsip hukum administrasi lingkungan yang ada

yaitu peran serta masyarakat dalam rangka pengelolaan lingkungan

hidup,Substansi kebijakan pengelolaan lingkungan hidup,Fungsi

kelembagaan dan organisasi dalam pengelolaan lingkungan hidup

bahwa Kota Surabaya telah menerapkan hanya beberapa persen

prinsip hukum administrasi lingkungan dalam pengelolaan Ruang

Terbuka Hijau sehingga penerapannya belum semaksimal mungkin.

Kota Surabaya sebagai kota terbesar di Jawa Timur wajib

menerapkan RTH seluas 20% luas kota,dimana 10% berupa hutan kota.

RTH diSurabaya luasannya yanga da sekrang menurut data Dinas

Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Surabaya, RTH di Surabaya

realitanya hanya 3000 Ha dibandingkan dengan luasan kawasan yang

terbangun,masih belum mencukupi bagi Surabaya yang luasannya

326nribu ha. Berdasarkan RTRWP Jawa Timur tahun 2005-2020,RTH di

Surabaya seharusnya ada sekitar 6500 Ha termasuk hutan

kota.Bentuk RTH yang sudah ada si Surabaya,adalah hutan

kota,taman kota,taman rekreasi kota,Area hutan kota di

Surabaya,ada di Lakarsantri seluas 8Ha,Kebun bibit Wonorejo

seluas 2 Ha dan Waduk Wonorejo seluas 5Ha. Taman rekreasi kota

Surabaya ada di Taman surya ,Taman bungkul, dan taman Flora Kebun

bibit,sedangkan bentuk RTH lainnya adalah taman kota dan jalur

hijau di tepi atau ditengah jalan utama,misalnya jalan Raya

Darmo, serta area hijau di bangunan-bangunan yang

melestarikannya.

Realisasi RTH di Surabaya,sama dengan kota-kota besar di

Indonesia lainnya,yaitu kendala sulitnya ruang bagi RTH.

Kesulitan ryang diperkotaan seringkali disebabkan menjamurnya

perumahan kumuh karena tingginya tingkat urbanisasi, keberadaan

sektor informal,akibat peningkatan kepadatan penduduk yang sangat

cepat, atau pentingnya tujuan pembangunan berkelanjutan yang

lain,sehingga banyak areal RTH alih fungsi menjadi guna lahan

yang lain. Sangat terbatasnya ketersediaan ruang bagi RTH di

perkotaan,seperti di Surabaya juga disebabkan harga tanah ayng

tinggi, kurangnya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi dan

pelaksanaan regulasi perundang-undangan yang kurang memperhatikan

pentingnya RTH bagi kenyamanan hidup masyarakat didalam kota

besar. Menurut Hakim dan Abu Bakar (2003),perfungsian RTH masih

punya makna pelengkap bagi kota,lebih parah lagi dianggap

cadangan utnuk penggunaan lahan di masa mendatang. Dari uraian

diatas maka difungsikan sebagai RTH. Pemerintah Kota Surabaya,

sudah berusaha menata RTH lebih baik dari sebelumnya,diawali dari

Ibu Tri Rismaharini yang pada saat ini mejabat sebagai Kepala

Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Madya Surabaya. Beliau

memulai dengan menghijaukan dan menata kembali jalur-jalur

hijau,taman rekreasi kota dan taman-taman kota di Surabaya yang

sudah lama tidak diperhatikan. Penataan penghijauan di Surabya

masih diteruskan sampai kini oleh Dinas Keberdihan dan Pertamanan

Kota Madya Surabaya dan berhasil menghijaukan sebagian besar

jalur-jalur hijau,taman-taman kota,taman-taman rekreasi kota dan

hutan kota,sehingga telah mempercantik dan mempersegar kota

Surabaya.

Di satu sisi Surabaya adalah ternasuk kota yang tekah

berhasil menerapkan prinsip hukum administrasi lingkungan

khusunya dalam pengelolaan Ruang Terbuka Hijau. Surabaya, kota

terbesar kedua setelah Jakarta cukup konsen terhadap masalah

lingkungan terutuma efek rumah kaca yang bisa meningkatkan suhu

bumi rata-rata 1°-5°C. Pemerintah Kota Surabaya pun menyatakan

ingin mengubah suhu udara kota menjadi lebih dingin dengan rerata

32°-30°C dari suhu saat ini yang mencapai 34°C ketika siang hari.

Salah satu langkah yang diambil pemerintah adalah memperbanyak

ruang terbuka hijau (RTH) sesuai UU No.26 Tahun 2007 tentang

penataan tata ruang yang menyebutkan bahwa kota harus memiliki

30% RTH dari total luas kota, 20% di antaranya adalah RTH umum

dan 10% RTH privat yang dibangun oleh swasta. Wali Kota Surabaya

Tri Rismaharini mengatakan saat ini RTH Surabaya telah mencapai

26% atau lebih dari kewajiban. Bahkan, ingin agar Surabaya

memiliki RTH hingga 35% yang akan dicapai pada 2025.

Johan Silas, pengamat tata kota dari Institut Teknologi

Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, mengatakan bahwa kota lain perlu

mencotoh langkah Surabaya untuk memperbanyak RTH, terutama

kerjasama pihak swasta dan pemerintah agar saling mendukung

mewujudkan kota hijau. Johan menjelaskan RTH tidak saja berupa

taman tetapi berbagai fasilitas umum, jalan, sungai, bahkan

makam. Jika diamati, banyak perubahan yang terjadi dalam penataan

Kota Surabaya seperti adanya pot-pot bunga crysan di sepanjang

pedestrian jalan-jalan kota. Oleh sebab itu penerapan prinsip

hukum administrasi lingkungan dalam pengelolaan ruang terbuka

hijau bisa dikatakan 50% berhasil dan 50% tidak. Dikatakan

berhasil karena sudah mencapai 25% RTH sedangkan dikatakan tidak

berhasil karena adanya ketidak seimbangan antara pembangunan kota

yang terus dilakukan dengan ruang terbuka hijau.

BAB IV

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Upaya realisasi dan pengelolaan RTH di Surabaya, akhir-

akhir ini memperlihatkan hasil yang baik bagi keindahan

kota. Meskipun demikian daribeberapa masalah RTH, seperti

yang dikemukakan diatas, realisasi Surabaya Hijau atau

“Green City” atau kota taman dapat menjadi memprihatinkan.

Karena rencana pembangunan yang berkelanjutan akan tercapai

melalui keseimbangan pertumbuhan ekonomi, social-politik

dengan kepekaan pada budaya dan lingkungan,seringkali yang

terjadi adalah diutamakannya salah satu tujuan

pembangunan,misalnya tujuan pertumbuhan ekonomi. Hal ini

memicu perubahan penggunaan guna ruang kota untuk tujuan

pembangunan yang lain, sehingga terjadi ketidak seimbangan

Pembangunan Berkelanjutan.

Untuk mengurangi ketidak seimbangan realisasi

pembangunan berkelanjutan, Pemerintah Kota Surabaya, harus

dapat melaksanakan tata guna ruang dan lahan dengan tegas

dan konsisten untuk mencapai RTH yang sudah direncanakan

pada RTRWP Jawa Timur tahun 2005 –2020, seluas 20% luas kota

Surabaya,sekitar 6.500 Ha. RTH dengan luas yang sebanding

dengan luas kota dan direncanakan dengan baik akan mampu

memberikan kualitas lingkungan yang baik bagi masyarakat

sekitarnya, disamping itu mempunyai nilai ekonomi, ekologi,

edukatif dan estetis. Pemerintah Kota harus dapat

mempertahankan tata guna lahan bagi RTH dan tidak dialihkan

keguna lahan yang lain. Beralihnya Kebun Bibit dari Pemkot

ke pengelolaan PT SIP membuat keberlanjutan perannya sebagai

taman rekreasi kota seperti sekarang menjadi dipertanyakan.

Seharusnya tidak dimungkinkan pengalihan tata guna

ruang atau lahan RTH menjadi yang lain karena kepentingan

ekonomi atau lainnya. Pemerintah Kota juga harus bisa lebih

jeli untuk menggunakan area yang memungkinkan digunakan

menjadi RTH, misalnya bantaran sungai, bibir saluran

drainage kota dan mempertahankan ruang kota dengan tata guna

lahan sebagai RTH. Perencanaan sarana kota seperti RTH,

pedestrian atau trotoir seharusnya mempertimbangkan iklim

kota tersebut seperti Surabaya yaitu tropis lembab, dimana

semua orang mendambakan iklim mikro yang lebih teduh, segar

dan nyaman dari sengatan matahari. Keteduhan, kesegaran dan

kenyamanan dari sengatan matahari dapat diperoleh dengan

penanaman vegetasi yang cukup luas diruang-ruang terbuka

karena peran mahkota pohon mereduksi radiasi matahari.

Penanaman vegetasi yang cukup luas dengan kerapatan yang

sesuai mampu memperbaiki kualitas udara dengan menyerap

polutan dari kendaraan dan mengeluarkan O2. Penutupan

vegetasi pada permukaan tanah dapat memperbaiki kemampuan

resapan air ketanah. Keberadaan vegetasi yang sudah asri

perlu dirawat dan dilestarikan tanpa harus ditebang tetapi

ditingkatkan perannya menjadi RTH yang lebih baik sesuai

kondisi, fungsi, peryaratan dan peraturan yang ada. Sehingga

dapat memungkinkan terjadi siklus ekosistim pada area yang

dihijaukan, untuk mencapai tujuan pembangunan yang

berkelanjutan secara utuh

5.2 Saran

Penulis mengharapkan adanya upaya dan pemahaman

terhadap esensi dan manfaat harfiah taman kota sebagai

sarana ruang terbuka hijau (RTH) oleh pemerintah dan

masyarakat. Adanya perhatian khusus dari pemerintah kota,

dalam hal ini Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya

diperlukan untuk mengembangkan, mengawasi, dan memelihara

kondisi taman kota agar tidak kehilangan peran idealnya.

Pemerintah kota perlu meningkatkan kuantitas infrastruktur

dan bangunan taman kota sebagai upaya penekanan tingkat

pencemaran. Juga diperlukan kesadaran tinggi bagi masyarakat

kota untuk memelihara dan memanfaatkan taman kota sebagai

mana mestinya.

DAFTAR PUSTAKA

Wanda W. Surabaya sebagai Kota Taman.

http://repository.petra.ac.id/15196/1/Surabaya_menjadi_Kota_

Taman_atau.pdf. 4 Oktober

Peni W. 2014. Surabay Sejuk,Tri R. targetkan RTH 35% pada

2025.

http://surabaya.bisnis.com/read/20140306/3/68828/surabaya-

sejuk-tri-rismaharini-targetkan-rth-35-pada-2025. 6 Maret

Mukhlish, 2010, Hukum Administrasi Lingkungan Kontemporer, Setara

press, Malang