pendidikan Lingkungan Hidup dalam PAK
-
Upload
uki-tomohon -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of pendidikan Lingkungan Hidup dalam PAK
KONSEP PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM PENDIDIKAN AGAMA
KRISTEN BAGI SISWA SD
(Romauly Siska Simandjuntak, S.Th, M.Pd.K)
1. HAKIKAT PENDIDIKAN
1.1 Pengertian Pendidikan
Pendidikan berasal dari dua kata latin yaitu educates
dengan istilah jabarannya educare dan educere. Kata pertama
memberi arti merawat, melengkapi, memberi gizi agar sehat
dan kuat. Sedangkan kata yang kedua berarti membimbing
keluar dari, …”. Berdasarkan pengertian ini dapat diartikan
bahwa pendiidkan merupakan suatu usaha secara sengaja untuk
memperlengkapi seseorang atau sekelompok orang guna
membimbingnya keluar dari satu tahap ke tahap hidup
berikutnya (Sidjabat, 1996:15)1
Sementara itu menurut John Dewey, pendidikan merupakan
suatu proses pendekatan cerdas dan emosional terhadap alam
1 B.S Sidjabat dalam J Simanjuntak., Filsafat Pendidikan Kristen., (Yogyakarta : Penerbit ANDI, 2013),h. 66
dan sesama manusia (Robert R Boehlke, 2005:6212). Sedangkan
Montessori berpendapat bahwa pendidikan memperkenalkan cara
dan jalan kepada peserta didik untuk membina dirinya sendiri
(B.S Sidjabat, 1996:49)3
George R Knight melengkapi definisi pendidikan dalam
istilah pengetahuan, dimana pengetahuan ialah proses dari
pendidikan di sekolah yang tidak terbatas pada konteks
institusi. Pengetahuan ini bersifat kekal dan terjadi pada
setiap waktu dan tempat4.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan merupaka
usaha yang dilakukan secara sadar oleh pihak tertentu dalam
suatu komunitas (orangtua dalam keluarga, guru dalam
sekolah, setiap warga dalam masyarakat dan pemerintah dalam
Negara) untuk membimbing dan mengarahkan seseorang pada
suatu hal yang bermanfaat dan memberi pengetahuan.
1.2 Pengertian Pendidikan Agama Kristen
2 . Robert Boehlkie., Sejarah Pemikiran dan Praktek PAK jilid I., (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2005),h.6213 . B.S Sidjabat dalam J Simanjuntak., Filsafat Pendidikan Kristen., h. 674 . ibid
Pada abad pertama kekristenan ada beberapa ahli yang
memberikan konsep tentang pendidikan agama Kristen. Seperti
Agustinus (345-340) mengemukakan bahwa Pendidikan Agama
Kristen ialah pendidikan yang mengajak orang untuk dapat
mengenal dan melihat siapa Allah. Dalam hal ini pendidikan
yang diajarkan berpusat pada Allah terutama dalam hal
penciptaan langit dan bumi. Sementara itu menurut Marthin
Luther (1483-1548) PAK adalah pendidikan yang melibatkan
warga jemaat untuk belajar tertib dan teratur agar semakin
menyadari dosa mereka dan menikmati kemerdekaan dalam
Kristus5.
Dalam perkembangan selanjutnya menurut Campbell Wyckoff
(1957) PAK adalah pendidikan yang menyadarkan setiap orang
akan kasih Allah didalam Yesus Kristus,agar mereka menyadari
keberadaan diri mereka dan bertumbuh sebagai anak Allah
dalam persektuan Kristen. Dalam Konferensi Kajian PAK di
Sukabumi pada tahun 1955, Homrighaussen mengemukakan bahwa
5 . Robert R Bohlke., Sejarah Perkembangan Pemikiran dan Praktek PAK dari Yohanes Amos Comenius sampai Perkembangan PAK di Indonesia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000),h. 530
PAK ialah suatu proses yang akan membawa setiap orang baik
tua maupun muda untuk masuk kedalam persekutuan yang hidup
dengan, oleh dan didalam Tuhan sehingga terhisab dalam
persekutuan yang memuliakan namaNya di segala waktu dan
tempat6
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Pendidikan Agama
Kristen adalah usaha secara sadar yang dilakukan oleh pihak
gereja untuk memperkenalkan Tuhan Allah didalam Yesus
Kristus dan Roh Kudus, agar generasi muda maupun tua
mengimani persekutuan dengan Dia yang membawa keselamatan
dan memuliakan nama Tuhan didalam kehidupannya.
1.3 Dasar Pendidikan Agama Kristen
Pendidikan Agama Kristen adalah pendidikan yang
berpusat kepada Allah. Pendidikan adalah sarana yang dipakai
oleh Roh Kudus untuk membawa para murid kepada persekutuan
dengan Allah didalam Yesus Kristus dengan demikian setiap
6 EG Homrighaussen dan Enklaar., Pendidikan Agama Kristen., (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2002).,h.31
orang dapat dimampukan untuk hidup taat dan memenuhi maksud
Allah didalam hidupnya7.
Pendidikan dan pengajaran telah dimulai sejak Allah
menciptakan langit dan bumi (Kejadian 1:1). Peristiwa
penciptaan ini merupakan salah satu dasar pendidikan bahwa
dari Allah sendiri berpusat segala sesuatu termasuk
pengetahuan. Allah ditempatkan sebagai satu-satunya pusat
kehidupan manusia sehingga pendidikan ini dilaksanakan untuk
memeperkenalkan sosok Allah. Selanjutnya mandat untuk
mendidik ini di firmankan Allah kepada Abraham(Kejadian
18:9). Abraham harus terus mengajarkan kepada keturunannya
tentang Allah yang mahakuasa dengan demikian mereka akan
tetap hidup pada jalan yang sudah ditunjukkan oleh Allah
dengan kebenaran dan keadilan8.
7 . Paul A Kienel, Gibbs Ollie et all (ed)., Philosophy of Christian School Education., (Colorado : ACSI Publisher, 1982),p.137
8 . Louis Berkoff, Cornelius van Till., Foundation of Christian Education (Terjemahan)., (Jakarta : Momentum, 2010),h. 47
Dalam kehidupan orang Israel setelah Abraham,
pendidikan dan pengajaran juga menjadi ciri khas mereka.
Sebagaimana yang tertulis dalam Ulangan 6:4-9. Dalam tradisi
orang Israel “Shema” atau perintah Tuhan yang wajib
dijalankan, karena hanya dengan pedoman itu umat tidak
keluar dari pemeliharaan dan perlindungan Tuhan. Yang
seutuhnya tersimpul dalam sebutan “Taurat”. Ulangan 6:4-9
sering disebut sebagai syema, suatu panggilan bagi Israel
untuk mendengar firman Tuhan, “dengarlah..”. “Apa yang
kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau
perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang
kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk
di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila
engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga
engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan
haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau
menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu
gerbangmu.”(Ulangan 6:6-9)9
9 Nainggolan, John M., Menjadi Guru Agama Kristen,(Bandung:Generasi Info Media, 2007), h. 34
Melalui Syema Israel diajar untuk memilih persekutuan
yang intim dengan Tuhan sebagai prioritas utama. Seluruh
aspek kehidupan Israel didasari oleh hubungan cintanya
dengan Tuhan. Di dalam cinta ini terkandung komitmen dan
kesetiaan yang menyeluruh dan total. Syema ini, pertama,
harus tertanam dalam hati orang Israel (ayat 6); kedua,
harus tertanam dalam hati anak-anak Israel (ayat 7);
ketiga, harus menjadi bagian hidup sehari-hari mereka (ayat
7); keempat, harus menjadi identitas pribadi mereka (ayat
8); dan kelima, menjadi identitas keluarga serta masyarakat
Israel (ayat 9). Tidak ada satu bagian pun dalam kehidupan
orang Israel yang terlepas dari relasi mereka yang penuh
kasih kepada Tuhan
Sementara itu dalam Perjanjian Baru Pendidikan dan
Pengajaran mendapat tempat yang sentral lewat kehadiran
Yesus sebagai guru yang agung. Sosok Guru yang mengajar
dengan metode yang sangat menarik tetapi lebih dari itu
Yesus hadir sebagai sosok guru yang lebih dulu melakukan apa
yang diajarkan. Umat Kristen adalah umat Perjanjian Baru.
Dengan latar belakang Perjanjian Lama mereka hidup dalam
kemurnian perintah Tuhan Yesus. Pada saat Yesus mau
meninggalkan murid-muridNya kembali ke sorga, Ia pesankan
dengan jelas perintah ini: “Dan ajarlah merela melakukan
segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (Matius
28:20)10.
Inti dari ajaran Tuhan Yesus adalah Hukum Kasih. Ini
adalah rangkuman ringkas dari Taurat dan kitab Nabi-nabi;
1. Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan
segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.
2. Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Matius
22:37,39)
2. PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN
2.1 Pendidikan Agama Kristen di Sekolah
10 Khoe Yao Tung., Filsafat Pendidikan Kristen (Yogyakarta : Penerbit ANDI, 2013),h. 268
PAK di sekolah merupakan salah satu bentuk PAK disamping
katekisasi sidi, sekolah minggu, Pembinaan Warga Gereja
(PWG), dsb sehingga seharusnya PAK di sekolah merupakan
tanggungjawab gereja. Di Indonesia, pendidikan agama dilihat
sebagai bagian integral yang hakiki bagi pembangunan bangsa,
dan pencapaian tujuan pendidikan nasional. Akibatnya sering
terjadi bahwa gereja tidak terlalu berperan aktif dalam
penyelenggaran PAK di sekolah-sekolah terutama sekolah
negeri dan swasta non Kristen. Keberadaan PAK di sekolah
umumnya masih rawan dengan masalah penanggungjawab,
pengadaan tenaga pengajar, kurikulum dan proses belajar-
mengajar.
PAK di sekolah diselenggarakan dengan dasar hukum UUD
1945 bab XI pasal 29 ayat 2, UU no 4 thn 1950 jo No 12 thn
1954 bab IX ayat 1, Kep Bersama Menteri Agama dan menteri
P&K thn 1953, instruksi no 51/1967, Kep Bersama Menag dan
Mendikbud thn 1985 dan GBHN 1983 serta 1993. PAK di Sekolah
ini diselenggarakan pada setiap jenjang pendidikan mulai
dari Taman Kanak-kanak hingga pendidikan tinggi baik di
sekolah umum maupun kejuruan sebagai salah satu mata
pelajaran wajib dan mendasar11. PAK merupakan bagian yang
integral dari pendidikan nasional yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas manusia Indonesia yaitu manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha esa, berbudi
pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh,
kreatif, menghargai jasa para pahlawan dan berorientasi pada
masa depan12.
Dengan kata lain, Pendidikan diarahkan untuk meningkatkan
kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa, mewujudkan
manusia serta masyarakat Indonesia yang bertaqwa kepada
Tuhan dan memiliki kualitas sehingga mampu membangun dirinya
dan masyarakat sebagai bagian dari pembangunan bangsa. Akan
tetapi apakah tujuan penyelenggaraan PAK di sekolah hanya
untuk memenuhi tujuan pendidikan nasional? tidak hanya
sampai disitu,bagaimanapun bentuknya PAK harus merupakan11 . G Soegasiman B.A., “Pelaksanaan dan Persoalan-persoalan Pendidikan Agama Kristen di Sekolah-Sekolah”dalam Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia , Strategi Pendidikan Kristen di Indonesia (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1989),h. 14912. Ketetapan MPR RI Maret 1993 (Surabaya : Bina Pustaka Utama),h. 149
upaya untuk menolong anak didik untuk mengimani Allah
didalam Yesus Kristus. PAK adalah bagian dari injil yang
senantiasa mengubah, memotivasi dan memanusiakan manusia.
Dengan kesadaran penuh bahwa Allah didalam Yesus Kristus dan
sang Roh sendiri yang akan terus bertindak sebagai guru
Agung, pendidik, yang mendorong proses PAK. Melalui program
PAK inilah Allah yang telah mengajar dan akan terus
senantiasa mengajar agar manusia dapat menikmati hidup
sejahtera13
Mengenai hakekat dan tujuan PAK dalam seminar PAK di
Jakarta pada tanggal 22-25 Februari 1988 yang
diselenggarakan oleh PGI dan kerjasama dengan MPPK, PERSETIA
dan BK PTKI digariskan sebagai berikut :
PAK sebagai tugas panggilan gereja adalah usahauntuk menumbuhkan dan mengembangkan kemampuanpeserta didik agar dengan pertolongan Roh Kudusdapat memahami dan menghayati kasih Allahdidalam Yesus Kristus yang dinyatakannya dalam
13 JT Posumah-Santosa., “Peranan Pendidikan dalam Pembagunan Nasional sebagai Imperative Allah dan Suatu Dimensi Syalom” dalam Exodus, Fakultas Teologi UKI Tomohon no 4 Thn III, Oktober 1994)hh. 66-67
kehidupan sehari-hari terhadap sesama danlingkungan hidupnya14
Selaras dengan sasaran pendidikan maka PAK bukan hanya
mengarah pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan tetapi
juga pada perilaku kepribadian dan kematangan dalam diri
siswa. Sasaran akhir dalam PAK adalah seorang pribadi yang
memiliki integritas diri, mampu menggunakan imannya dalamm
menjawab tantangan hidup dan mampu menolong sesama dan
lingkungannya dengan berbagai kehidupan sejahtera yang
dikaruniakan Allah kepada manusia. Dengan kata lain,
pendidikan dimaksudkan untuk memampukan manusia mengambil
bagian secara aktif, kreatif dan kritis dalam
pembangunanmasa depan yang lebih baik dari masa lampau.
Menurut Goldman kebutuhan naradidik menjadi titik awal dan
tujuan akhir dari PAK dengan motivasi untuk mencapai
kebutuhan manusia untuk hidup sejahtera dengan
mempertimbangkan keberadaan alam ciptaan Tuhan15.
14 . ibid15 R. Goldman., Readiness for Religion : a Basis for Development Religious Education, (New York:Seabury, 1976),p.65
Kalau demikian PAK disekolah janganlah diselenggarakan
atas kepentingan politik baik oleh Negara maupun gereja
tetapi harus bertolak pada kepentingan manusia (naradidik
pada khususnya, dan seluruh umat manusia pada umumnya). Bila
pada akhirnya ada muatan politis, muatan itu akan berupa
syalom (damai sejahtera) yang merupakan jalan menuju damai
sejahtera. Sebab untuk hidup sejahtera, manusia membutuhkan
hubungan yang serasi dengan Tuhan dan sesamanya yang
tercipta bila ada pengenalan dan hidup takut akan Tuhan.
Melalui pengajaranlah pengenalan takut akan Tuhan di
wariskan secara turun temurun dan dikembangkan rasa hormat
kepadaNya. Dengan sederhana dan singkat tujuan itu
dikalimatkan oleh Groome sebagai berikut : ‘the purpose of
Christian Religious Education is to enable people to live as Christians to live lives
of Christians faith..”16
2.2 Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Dasar
16 Th Groome., Christian Religious Education (San Fransisco: Harper & Row, 1980), p.17
Agama memiliki peran dan fungsi yang amat penting
dalam kehidupan umat manusia. Sekurang-kurangnya agama
berfungsi sebagai pemberi identitas dan menjadi penuntun
moral. Karena itu agama menjadi pemandu dalam upaya untuk
mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, bermartabat,
tetapi juga menuntun kepada sikap dan perilaku adil, damai
dan peduli. Menyadari peran agama amat penting bagi
kehidupan umat manusia maka pendidikan agama serta
internalisasi nilai-nilai agama dalam kehidupan setiap
pribadi ditempuh melalui pendidikan agama baik pendidikan di
lingkungan keluarga, sekolah maupun komunitas agamawi
masing-masing. Sekolah dengan demikian bukan satu-satunya
konteks di mana pendidikan agama terjadi, dan karena itu
tidak semua hal harus disajikan di sekolah agar tidak
terjadi pengulangan dari pokok-pokok yang sama dalam konteks
lainnya.
Pendidikan Agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi
manusia seutuhnya khususnya dimensi spritual, sehingga
membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia.
Dengan demikian peserta didik dapat menghargai kehidupan dan
menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran,keadilan,
perdamaian, dan kasih. Peningkatan potensi spritual mencakup
pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan,
serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan
individual maupun kolektif/kemasyarakatan. Peningkatan
potensi spiritual tersebut pada akhirnya bertujuan untuk
optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang
aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai
makhluk Tuhan.
Penerapan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar di
bidang Pendidikan Agama Kristen (PAK), sangat tepat dalam
rangka menerapkan pendekatan dalam PAK yang memungkinkan
tercapainya internalisasi nilai-nilai Kristiani dalam
kehidupan peserta didik pada jenjang Pendidikan Dasar dan
Menengah. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar disajikan
dengan cara menyesuaikan tingkat perkembangan intelektual,
emosional, dan moral anak didik karenanya memberikan ruang
kepada keunikan masing-masing individu.
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pendidikan
Agama Kristen lebih merupakan penuntun dalam membimbing
peserta didik dalam upaya pencarian dan perjumpaan dengan
Tuhan yang Maha Pengasih dalam Yesus Kristus. Dengan
demikian peserta didik dapat merespons kasih Tuhan dengan
cara mengasihi Tuhan melalui kasihnya kepada sesama dan
pemeliharaan atas alam ciptaan Tuhan yang diekspresikan
dalam kehidupan sehari-hari. Peserta didik belajar mengenal
dan bersekutu dengan Tuhan Allah secara akrab karena
sesungguhnya Tuhan Allah selalu ada dan berkarya dalam hidup
mereka sebagai sahabat.
Hakikat Pendidikan Agama Kristen (PAK) (seperti yang
tercantum dalam hasil Lokakarya Strategi PAK di Indonesia
tahun 1999) adalah: usaha yang dilakukan secara terencana
dan kontinu dalam rangka mengembangkan kemampuan peserta
didik agar dengan pertolongan Roh Kudus dapat memahami dan
menghayati kasih Tuhan Allah di dalam Yesus Kristus yang
dinyatakan dalam kehidupan sehari-hari, terhadap sesama dan
lingkungan hidupnya. Dengan demikian, setiap orang yang
terlibat dalam proses pembelajaran PAK memiliki
tanggungjawab untuk mewujudkan tanda-tanda Kerajaan Allah
dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bersama.
Pada dasarnya PAK dimaksudkan untuk menyampaikan kabar
baik (euangelion = injil), tentang Allah yang mahakasih baik
sebagai pencipta, pemelihara, penyelamat dan pembaharu
manusia dan seluruh ciptaanNya, maupun nilai-nilai Kristiani
yang pokok sebagai penuntun kehidupan moral dan etis. Dengan
demikian, pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar PAK pada Pendidikan Dasar dan Menengah mengacu kepada
pokok kepercayaan Kristiani yang mendasar tentang Allah dan
karyaNya, serta nilai-nilai Kristiani yang patut diwujudkan
dalam kehidupan keseharian peserta didik.
Berdasarkan pemahaman tersebut, maka rumusan Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar PAK di sekolah dibatasi
hanya pada aspek yang secara substansial mampu mendorong
terjadinya transformasi dalam kehidupan peserta didik,
sehingga mereka dapat menghayati dan mengamalkan nilai-nilai
Kristiani dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan tingkat
perkembangannya.
Fokus Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar berpusat
pada pengalaman konkrit peserta didik (life centered). Artinya,
pembahasan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
didasarkan pada pengalaman konkrit peserta didik mulai dari
lingkungan paling dekat: keluarga (orang tua), tetangga,
teman bermain, sekolah, komunitas iman dan masyarakat secara
luas dan lingkungan alamnya. Iman dan nilai-nilai Kristiani
berfungsi sebagai cahaya yang menerangi tiap sudut kehidupan
manusia
Terkait dengan hal-hal tersebut, perlu disusun
Kompetensi Mata Pelajaran ( KMP) PAK yang harus dikuasai
oleh lulusan SD. KMP ini selanjutnya dijadikan dasar
penyusunan Standar Kompetensi ( SK ) dan Kompetensi Dasar
( KD ) pelajaran PAK di sekolah tersebut.
Mata pelajaran PAK di SD bertujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Mengenal dan mengimani Allah yang maha pengasih yangmenciptakan manusia, alam semesta dan isinya, memeliharaciptaanNya, dan menyelamatkan dalam Yesus Kristus.
2. Merespons kasih Allah dengan bersyukur baik melaluiibadah yang benar, maupun melalui penerapan nilai kasih,menghormati dan menyayangi orang tua, teman sepermainan,dan sesama dalam lingkungan konkritnya.
3. Memampukan peserta didik merespons dengan benar kasihAllah dalam kehidupan sehari-hari melalui ketaatan kepadaguru, dan menunaikan ibadah Kristiani yang benar.
4. Bertanggungjawab memelihara lingkungannya.
5. Penghayatan iman yang bertanggungjawab dalamkonteks masyarakat yang majemuk khususnya menghargaiperbedaan suku dan agama.
Mata pelajaran PAK di SD meliputi aspek-aspek sebagaiberikut:
1. Allah dan karya-karyaNya sebagai Pencipta, pemelihara,
penyelamat dalam Yesus Kristus, serta pembaharu melalui
Roh Kudus.
2. Nilai-nilai Kristiani: khususnya yang relevan dengan
kehidupan anak: a) kebiasaan mensyukuri kasih Tuhan
melalui keluarga, b)mentaati orang tua, menyayangi
sesama dalam lingkungan permainannya c)beribadah
sebagai ungkapan syukur atas kebesaran Tuhan yang maha
Pengasih, d) menghargai perbedaan dan hidup rukun, dan
e) tanggungjawab memelihara lingkungan17
3 EKOLOGI DAN LINGKUNGAN HIDUP
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara
organisme dengan lingkungannya dan yang lainnya. Berasal
dari kata Yunani oikos ("habitat") dan logos ("ilmu"). Ekologi
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar
17 Daniel Nuhamara., Pembimbing Pendidikan Agama Kristen,
(Jakarta: Ditjen Bimas Kristen Protestan dan Universitas
Terbuka, 1992)hh.1-21
makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan
lingkungannya. Ekologi merupakan cabang ilmu yang masih
relatif baru, yang baru muncul pada tahun 70-an. Ekologi
adalah ilmu mengenai hubungan timbal balik antara makhluk
hidup dan (kondisi) alam sekitarnya (lingkungannya)18.
Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-
tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi,
komunitas, dan ekosistem yang saling mempengaruhi dan
merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan). Akan
tetapi, ekologi mempunyai pengaruh yang besar terhadap
cabang biologinya. Ekologi mempelajari bagaimana makhluk
hidup dapat mempertahankan kehidupannya dengan mengadakan
hubungan antar makhluk hidup dan dengan benda tak hidup di
dalam tempat hidupnya atau lingkungannya.
Para ahli ekologi mempelajari hal berikut :
18 . http//Wikipedia-indonesia.org (di unggah pada tanggal 12 April 2014)
1. Perpindahan energi dan materi dari makhluk hidup yang
satu ke makhluk hidup yang lain ke dalam lingkungannya
dan faktor-faktor yang menyebabkannya.
2. Perubahan populasi atau spesies pada waktu yang berbeda
dalam faktor-faktor yang menyebabkannya.
3. Terjadi hubungan antarspesies (interaksi antarspesies)
makhluk hidup dan hubungan antara makhluk hidup dengan
lingkungannya19.
Pada titik ini pula, dunia pendidikan dituntut mampu
mengembangkan perspektif yang relevan. Pertama, dunia
pendidikan harus membangun pengertian bahwa kerusakan
ekologi merupakan dampak buruk dari ulah manusia
memperebutkan sumber-sumber daya. Kedua, dunia pendidikan
memahami kerusakan ekologi sebagai realitas buruk yang
meminta tumbal pengorbanan manusia. Dua hal ini penting
dimengerti oleh dunia pendidikan sebagai saling hubungan
antara manusia dan lingkungan.
19 http://id.wikipedia.org/wiki/Ekologi diunggah pada 10 Maret 2014
Sampai saat ini telah berkembang tiga teori etika
lingkungan yaitu: antroposentrisme, biosentrisme, dan ekosentrisme.
Antroposentrisme adalah etika lingkungan hidup yang memandang
manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Hanya
manusia dan kepentingannyalah yang mempunyai nilai. Manusia
sebagai penguasa alam yang boleh melakukan apa saja. Segala
sesuatu yang ada di alam semesta hanya akan mendapat nilai
dan perhatian sejauh mendukung dan demi kepentingan manusia,
sehingga alam beserta seluruh isinya hanya dipandang sebagi
objek, sumber daya, alat atau sarana bagi pemenuhan
kepentingan, kebutuhan dan tujuan manusia. Dalam pandangan
antroposentris ini alam dikonstruksikan tidak mempunyai nilai
pada dirinya sendiri. Etika antroposentrisme ini sering
dituding sebagai penyebab krisis ekologi karena dari etika
ini lahir sikap dan perilaku eksploitatif yang tidak peduli
sama sekali terhadap keberlanjutan alam. Sebagai akibat
berciri instrumentalitik dan egoistis.
Biosentrisme adalah etika lingkungan yang memandang setiap
kehidupan dan makhluk hidup mempunyai nilai dan berharga
pada dirinya sendiri sehingga makhluk hidup selain manusia
yang ada di alam ini, perlu diperlakukan secara moral,
terlepas dari apakah ia bernilai bagi manusia atau tidak.
Sebagai konsekuensinya, alam semesta adalah suatu komunitas
moral, dimana setiap kehidupan dalam alam semesta ini, baik
manusia maupun bukan manusia sama-sama mempunyai nilai
moral20.
Dengan demikian etika tidak lagi hanya diberlakukaan
sebatas pada komunitas manusia, tetapi juga berlaku bagi
seluruh komunitas biotik manusia dan makhluk hidup lainnya.
Setiap makhluk hidup, baik tumbuhan maupun hewan pada
dasarnya mempunyai hak hidup, demikian pula sistem
kehidupan. Implikasinya, agar antroposentrisme berubah
menjadi biosentrisme maka segala sesuatu yang bersifat
20 . DR. Peter C Aman (ed)., Iman yang merangkul Bumi., (Jakarta : Penerbit Obor, 2013), h.23-28
hirarkis harus dihindari dengan cara menyatu dengan dan
bukan berada di atas organisme lain21.
Memahami lingkungan hidup adalah bagian dari kesadaran
ekologi.. Menurut Soemarwoto, Lingkungan hidup adalah ruang
yang ditempati oleh suatu mahluk hidup bersama dengan benda
hidup (biotic) dan benda tidak hidup (abiotic) yang ada
didalamnya22. Sementara itu dalam UU no 32 tahun 2009
tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
mendefinisikan lingkungan hidup sebagai “ kesatuan ruang
dengans semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu
sendiri kelangsungan perikehidupan manusia dan kesejahteraan
manusia serta mahluk hidup lain23
4 MANUSIA DALAM KAITANNYA DENGAN LINGKUNGAN HIDUP
21 geografi.blogspot.com/2011/01/etika-lingkungan-hidp-html (di unggah pada tanggal 21 Maret 2014)22 . Otto Soemarwoto, Ekologi ,Lingkungan hidup dan Pembangunan, (Jakarta : Penerbit Jembatan, 2004),h.51-5223 . Muh aris Marfai, Pengantar Etika Lingkungan dan Kearifan Lokal., (Yogyakarta : UGM Press, 20120,h.5
Salah seorang ahli ilmu lingkungan, yaitu Otto Soemarwoto
mengemukakan bahwa dalam bahasa Inggris istilah lingkungan
adalah environment. Selanjutnya dikatakan, lingkungan atau
lingkungan hidup merupakan segala sesuatu yang ada pada
setiap makhluk hidup atau organisme dan berpengaruh pada
kehidupannya. Contoh, pada hewan seperti kucing, segala
sesuatu di sekeliling kucing dan berpengaruh pada
keberlangsungan hidup kucing tersebut maka itulah lingkungan
hidupnya. Demikian pula pada suatu jenis tumbuhan tertentu,
misalnya pohon mangga atau padi di sawah, segala sesuatu
yang mempengaruhi pertumbuhan atau kehidupan tanaman
tersebut itulah lingkungan hidupnya.
Menurut Undang-Undang Rl Nomor 4 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup, menyatakan bahwa lingkungan hidup merupakan kesatuan
ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lainnya24
4.1 Manusia dan Dunia
Manusia sangat erat hubungannya dengan lingkungan
karena manusia hidup dalam suatu sistem yang saling
berkaitan dan berpengaruh terhadap hidupnya. Dalam
kehidupannya manusia sangat berkaitan dengan segala sesuatu
yang ada di sekitarnya dan berpengaruh pada keberlangsungan
hidupnya dengan demikianlah itulah lingkungan hidup manusia.
Jadi ada semacam keterkaitam secara antara manusia dan
lingkungan hidupnya karena setiap saat manusia berinteraksi
dengan lingkungan hidupnya. Pada akhirnya muncul suatu
disiplin ilmu yang dikenal dengan ekologi. Ekologi adalah
suatu ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara
mahluk hidup dan lingkungannya.
Alam sekitar tempat hidup manusia adalah suatu realitas
yang diberikan Tuhan Allah kepada manusia untuk dikuasai,24 geografi.blogspot.com/2011/01/pengertian-lingkungan-hidup-menurut.html, diunggah pada 17 April 2014
diusahakan dan dipelihara, .“ Allah memberkati mereka lalu
berfirman kepada mereka ‘beranakcuculah dan penuhilah
bumi……” (Kejadian 1:28). Itulah sebabnya, Allah mengangkat
manusia menjadi ‘raja’ atas sekalian alam sebagai wakilNya
dalam kuasaNya terhadap dunia dan semua ciptaan.
Manusia bertugas untuk menguasai alam, dalam bentuk
tanggungjawab untuk mengusahakan dan memelihara serta
mengembangkan alam. Sehingga dalam hal ini manusia bertugas
untuk melanjutkan karya ciptaan Allah (Latin : Creatio
continua). Tujuan dari karya lanjutan ini adalah agar supaya
dunia menjadi semakin baik seperti halnya yang telah
difirmankan oleh Tuhan pada waktu penciptaan (Kej
1:4,10,12,18,25,31)25
Rasa cinta lingkungan hidup adalah suatu tanggungjawab
moral dalam diri manusia yang menghasilkan usaha secara
sadar menjaga hubungan timbal balik dengan lingkungan hidup
yang ada disekitarnya. Hal ini akan nampak dalam usaha untuk
25 RM Brotosudarmo., PAK untuk Perguruan Tinggi., (Yogyakarta : Yayasan ANDI,2008)h.96
menjaga kelestarian lingkungan hidup dan tidak melakukan
eksploitasi/mengambil secara berlebihan hasil-hasil dari
lingkungan hidup tanpa memperhatikan kelangsungannya secara
terus menerus.
5 PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM PAK
Masalah lingkungan hidup akhir-akhir ini semakin marak
dibicarakan, terkait dengan kerusakan (atau bahkan
perusakan) alam yang terus menerus terjadi dan ancaman
pemanasan global yang menakutkan bagi banyak orang. Hal ini
semakin nampak ketika hampir seluruh daerah di Indonesia
mengalami bencana alam yang membawa begitu banyak kerugian
baik secara moril maupun material.
Selain ilmuwan, kaum agamawan juga diharapkan ikut
berpartisipasi dalam mengendalikan proses perusakan alam
oleh manusia, agar kelestariannya dapat dijaga. Maka
refleksi teologis terhadap alam atau lingkungan hidup
menjadi suatu hal yang sangat dibutuhkan saat ini. Sejalan
dengan itu, Pendidikan Agama merupakan salah satu cara
strategis untuk melaksanakan pembelajaran ekologis yang
berdasar pada keyakinan agama. Pendidikan Agama Kristen pada
khususnya mempunyai peranan penting untuk mendekati secara
langsung para siswa dalam rangka memberikan suatu pemahaman
tentang pentingnya menjaga keseimbangan alam semesta.
Kita akan mulai suatu pemahaman iman Kristen tentang
tanggungjawab manusia yang diberikan oleh Allah. Seringkali
teologi kurang memperhatikan alam, karena yang dipentingkan
adalah aspek vertikal (hubungan manusia dengan Tuhan) dan
horizontal (hubungan manusia dengan sesama). Hal ini juga
tercermin dalam hukum kasih: kasihilah Tuhan, Allahmu, dan
kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Maka
perhatian terhadap alam menjadi kurang optimal. Sikap iman
kristiani terhadap alam semesta berubah dari waktu ke waktu.
Pada masa pramodern, manusia hidup dekat dengan alam. Hal
ini tercermin antara lain dalam spiritualitas model
Benedictan. Contoh spiritualitas yang dekat dengan alam
ditunjukkan oleh Fransiskus Asisi (1181-1226). Namun sesudah
abad-abad gelap (dark ages) atau abad pertengahan,
berkembanglah sekolah katedral dan universitas yang
mengembangkan ilmu pengetahuan; alam dipelajari secara
ilmiah. Dengan adanya pembaruan politik dan sosial pada abad
18, manusia makin merasa berkuasa dan dapat menentukan arah
hidup dan dunia ini. Ditambah dengan perkembangan yang
dibawa ilmuwan, teknologis, dan insinyur pada abad 19, alam
semakin dipandang sebagai obyek yang dipelajari dan
dimanfaatkan26.
Manusia dengan lingkungan hidup atau alam sebenarnya
saling membutuhkan dan saling bergantung karena merupakan
sesama ciptaan. Belajar dari teologi penciptaan, suatu
teologi yang eco-sentris menuntut kita untuk menilai ulang
beberapa praanggapan dasar dari antropologi teologis. Suatu
pemahaman hierarkis atas gagasan Imago Dei/Citra Allah, yang26 Berry, Thomas. “An Ecologically Sensitive Spirituality.” In Dreyer, Elizabethand Mark S. Burrows (eds.). Minding the Spirit: The Study of Christian Spirituality. (Baltimore: John Hopkins University Press, 2005), p. 245
menjadikan manusia berada tanpa batas di atas semua ciptaan
lainnya, mestilah diganti dengan pemahaman yang lebih
relasional. Manusia diciptakan dengan maksud bersekutu
dengan Allah dan dengan makhluk hidup dan makhluk mati
lainnya. Meneladani hidup Yesus, kita melihat suatu gaya
hidup yang dicirikan oleh kesederhanaan, kerendahan hati,
dan keterbukaan pada alam.27
Seperti pendapat dari Hendrikus Berkhof yang dikutip oleh
R. P. Borrong, juga menekankan aspek kebebasan dan tanggung
jawab manusia sebagai isi Imago Dei. Manusia diciptakan untuk
menjawab kasih Allah sebagai esensinya. Manusia diciptakan
sebagai ‘respondable being’, hidup dalam relasi, dan dalam
relasi itulah manusia secara mendasar sungguh-sungguh
menjadi manusia. Hakikat manusia adalah bahwa ia diciptakan
dalam relasi. Ia diciptakan untuk menerima dan memberi
kasih. Karena manusia terpanggil dalam relasi dengan Allah,
maka ia harus sadar juga bahwa alam, sebagai suatu
27 Wesley Granberg, Menebus Ciptaan, (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1997) h 86.
keberadaan yang hidup, adalah sahabat atau teman manusia.
Karena itu, manusia dapat berelasi dan berbagi dengan alam.
Manusia dapat mengambil sesuatu dari alam bagi dirinya,
tetapi dengan kasih yang ia pakai menjawab kasih Allah, ia
juga terpanggil untuk menguasai alam, menata dan memerintah,
mengusahakan dan mentransformasikan dengan teknologi dan
kebudayaannya.28
Pendidikan lingkungan hidup di arahkan pada suatu usaha
untuk mengarahkan pendidikan pada suatu tanggungjawab
menjaga kelestarian alam semesta. Pendidikan yang bertujuan
untuk menghasilkan peserta didik yang dapat menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi tetapi juga sadar akan
tanggungjawab kelestarian alam yang sejalan dengan proses
mengusahakan sumber daya alam untuk kepentingan ilmu
pengetahuan. Dengan demikian pendidikan akan mengarahkan
setiap siswa secara sadar akan menempatkan kelestarian
sebagai bagian yang penting dalam kehidupannya. Siswa akan
28 Robert P Borrong, Etika Bumi Baru, (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2009) h 224.
termotivasi untuk menjaga lingkungan alam sama seperti ia
termotivasi untuk mendapat ilmu pengetahuan dan teknologi.
5.1 Dasar Alkitabiah tentang Lingkungan Hidup
Dasar teologis yang dapat dipakai untuk mengembangkan
spiritualitas cinta lingkungan adalah ajaran tentang
“pernyataan umum,” yaitu Allah menyatakan diri dan kehendak-
Nya melalui alam semesta ciptaan-Nya. Kemudian manusia mesti
menyadari siapa dirinya di hadapan Tuhan Sang Pencipta, dan
mendengar panggilan-Nya untuk hidup di tengah dunia.
Kesadaran akan Sang Pencipta dan ciptaan dapat membawa
manusia pada kesadaran bahwa dirinya adalah bagian dari
ciptaan, bagian dari alam semesta. Manusia tidak terpisah
dari alam semesta. Apa yang terjadi pada alam sangat
mempengaruhi manusia pula.
Kejadian 1 dan 2 berupa kisah penciptaan dunia. Dimulai
dari penciptaan terang; cakrawala; laut dan daratan;
matahari, bulan dan bintang; ikan dan burung; binatang
darat; sampai terakhir manusia – laki-laki dan perempuan.
Kejadian 1:28 merupakan Firman Tuhan kepada manusia:
“Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan
taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan
burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap
di bumi29.” Kata “berkuasa” di sini seringkali
disalahartikan sebagai kebebasan untuk mengeksploitasi alam.
Padahal tidak demikian. Kata yang diterjemahkan ”berkuasa”
sebenarnya berkonotasi ”pengusahaan” atau ”pengelolaan” atau
seperti gembala yang berkuasa demi kepentingan
gembalaannya30.
Kalau demikian ada kesalahan penafsiran daripada manusia
dengan perkataan Allah ‘berkuasa dan taklukan’. Didalam kata
berkuasa dan menaklukan sebenarnya mengandung makna
memelihara dan melestarikan sehingga keberadaan alam semesta
tetap terjaga sebagai salah satu unsure yang dapat menunjang
kehidupan manusia. 29 . Alkitab., LAI, 200930. Celia Deane-Drummond,. Teologi dan Ekologi.(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), h. 19.
Dari contoh tersebut jelaslah bahwa membaca dan
menafsirkan kembali Alkitab merupakan hal yang semestinya
dilakukan. Jangan sampai Alkitab dipakai sebagai dasar untuk
merusak alam semesta atau lingkungan hidup. Jangan sampai
tugas mengusahakan bumi berubah menjadi izin untuk
menggunakan alam demi kerakusan manusia. Ayat-ayat lain yang
dapat dipakai sebagai dasar adalah tradisi Sabat (istirahat
sehari setelah bekerja enam hari) dan tahun yobel (tahun ke
50 merupakan tahun istirahat bagi tanah). Kedua tradisi ini
mengingatkan manusia untuk memberikan istirahat kepada
tubuhnya dan tubuh alam semesta. Untuk memperbaiki kesalahan
penafsiran ini maka pendidikan agama Kristen berperan aktif
untuk mengarahkan cara berpikir siswa sejak usia muda agar
mampu bertanggungjawab terhadap keberlangsungan alam semesta
Sebenarnya dalam kurikulum Pendidikan Agama Kristen sudah
ada topik-topik lingkungan hidup, baik untuk SD, SMP, maupun
SMA. Secara khusus dan panjang lebar topik lingkungan hidup
dibahas pada kelas 7 dari Kurikulum 2004. Sementara itu
untuk kurikulum SD, materi tentang mengasihi alam ciptaan
Tuhan dimulai dari kelas 1. Namun pertanyaannya adalah
apakah pemahaman itu sebatas pengetahuan kognitif, ataukah
sudah terinternalisasi dalam seluruh kehidupan siswa –
menjadi sesuatu yang sudah mendarah daging. Bukankah lebih
baik kalau pemahaman tentang cinta lingkungan hidup yang
dimulai sejak usia 6 tahun (kelas 1 SD) dilanjutkan lagi
untuk diajarkan pada kelas 4, 5 atau 6 seraya memberikan
contoh nyata tentang pentingnya mengasihi alam sebagai
bagian dari mengasihi Tuhan .
Peneliti berasumsi bahwa sesuatu yang diajarkan secara
terus menerus dan berulang-ulang akan mampu memberikan
pemahaman yang penuh bagi peserta didik. Materi tentang
mengasihi alam ciptaan Tuhan,dapat diajarkan melalui
beberapa metode tidak hanya dalam bentuk ceramah atau dialog
tetapi setiap siswa dapat diajak untuk bisa turun langsung
ke lapangan dalam bentuk model pembelajaran kontekstual.
Kebiasaan memisahkan pengetahuan dari praktek atau
kognitisi dari afeksi seringkali menjadi penyebab mengapa
orang tahu tapi belum tentu mau melakukannya. Padahal tujuan
utama dari pembelajaran adalah memampukan siswa untuk dapat
mengaplikasikan pengetahuannya dalam tindakan nyata lewat
pengajaran yang berulang-ulang. Seharusnya PAK tidak hanya
mengajarkan konsep hakekat Tuhan, manusia, dosa dsb. tapi
bagaimana hubungan manusia dengan Tuhan, sesama, alam dsb.
Dengan demikian PAK langsung terkait dengan pengalaman para
siswa. PAK tidak mengasingkan, melainkan mendekatkan, siswa
dengan dunia sehari-hari sekarang dan masa depan (dengan
belajar dari masa lalu).
Pemahaman yang benar tentang hakekat alam semesta yang
sama kedudukannya dengan manusia harus dimulai sejak usia
dini (Pendidikan Dasar) sehingga dalam pelajaran lanjutan di
sekolah menengah dalam materi yang sama tentang lingkungan
hidup, para peserta didik akan semakin memahami
tanggungjawabnya sebagai manusia dalam memelihara lingkungan
hidup. Diharapkan bahwa para siswa akan semakin mampu
menyatakan pemahamannya itu dalam tindakan nyata sehingga ia
tumbuh menjadi pribadi yang mencintai lingkungan. Siswa yang
mampu menjaga kebersihan lingkungan bukan sebagai suatu
kewajiban agar dilihat orang atau diberi penilaian oleh guru
tetapi lebih kepada kesadaran penuh bahwa alam semesta ini
adalah juga bagian dari ciptaan Tuhan. Memelihara lingkungan
hidup adalah juga bagian dari mengasihi Tuhan.
Memang dalam beberapa pelajaran lain baik PKN, IPS maupun
IPA dijelaskan panjang lebar tentang peranan manusia
terhadap lingkungan hidup. Namun alangkah baiknya jika PAK
mengambil peranan sentral untuk membangun kesadaran itu. PAK
menjadi dasar bagi siswa untuk lebih memahami tentang
tanggungjawab memelihara alam semesta karena firman Tuhan
dalam alkitab telah terlebih dahulu menuliskan tentang itu.
Pengajaran PAK tentang lingkungan hidup lebih akan
menyentuh kehidupan siswa karena dapat diajarkan dengan
beberapa metode yang mampu menarik perhatian siswa. PAK akan
bekerja sama dengan Mata Pelajaran yang lain untuk membentuk
karakter siswa terutama kepeduliannya terhadap alam. Kalau
sejak dini mereka diajarkan secara terus menerus dan
berulang tentunya mereka akan tumbuh menjadi orang dewasa
yang peduli terhadap lingkungan. Kepedulian ini pun juga
akan mereka teruskan kepada orang lain, baik lewat perkataan
(membagi pemahaman) bahkan lewat tindakan nyata yang
mencerminkan sikap peduli lingkungan hidup.
Seorang siswa yang memahami tanggungjawabnya terhadap
alam akan secara sukarela membersihkan lingkungan sekolah,
membuang sampah pada tempatnya dan memelihara kelestarian
lingkungan sekolah tanpa harus diperintah atau diawasi oleh
gurunya. Dalam hal inilah penilaian sikap akan menjadi
perhatian guru ketika siswa mampu mempraktekkan apa yang
diperolehnya lewat pengajaran didalam kelas.