pendidikan aqidah menurut pemikiran al-syekh abdullah al ...

50
PENDIDIKAN AQIDAH MENURUT PEMIKIRAN AL-SYEKH ABDULLAH AL-HARARY TESIS Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas Dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Mencapai Gelar Magister Dalam Ilmu Pendidikan Agama Islam Oleh : LAZUARDI NIM. 21790115588 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU 1441 H/ 2021 M

Transcript of pendidikan aqidah menurut pemikiran al-syekh abdullah al ...

PENDIDIKAN AQIDAH MENURUT PEMIKIRAN AL-SYEKH

ABDULLAH AL-HARARY

TESIS

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas Dan Memenuhi

Syarat-syarat Guna Mencapai Gelar Magister

Dalam Ilmu Pendidikan Agama Islam

Oleh :

LAZUARDI

NIM. 21790115588

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SULTAN SYARIF KASIM RIAU

1441 H/ 2021 M

ii

ABSTRAK

Lazuardi, (2021) : Pendidikan Aqidah Menurut Pemikiraan Al-

Syekh Abdullah Al-Harary.

Penelitian ini bertujuan untuk ; (1) Mengetahui Pendidikan Aqidah Menurut

Pemikiraan Al-Syekh Abdullah Al-Harary? (2) Pendidikan Aqidah Menurut

Pemikiraan Al-Syekh Abdullah Al-Harary? Penelitian yang penulis lakukan

adalah penelitian kepustakaan (library research), yaitu meneliti bahan-bahan

kepustakaan yang berkaitan erat dengan fokus penelitian. karena yang dijadikan

fokus utama dalam penelitian adalah hasil karya tulis yang merupakan hasil

pemikiran Al-Allamah Al-Muhaddits Al-Faqih Al-Syaikh Abdullah Al-Harary.

Penulis juga melakukan penelitian yang bersifat analisis content dalam

menyajikan hasil penelitian. Adapun yang menjadi sumber data primer adalah

buku : Sharih Al-Bayan Fi Al-Radd ‘Ala man khalafa Al-Qur‟an sedangkan data

pendukungnya adalah beberapa buku tentang pemikiran syekh Abdullah Al-

Harary yaitu menjadi data-data sekunder yang berkaitan dengan judul penelitian

yang peneliti lakukan diantaranya adalah buku: Mukhtashar ‘Abd Allah Al-

Harari Al-Kafil Fi ‘Ilm Al-Din Al-Dharuri, Al-Shirath Al-Mustqim Fi Al-Tauhid,

Bughyah al-Thalib li Ma’rifati ‘Alm al-Din al-Wajib. Serta buku-buku pendukung

lainnya seperti buku karya Musthofa Bisri yang bercerita tentang Syekh Abdullah

Al-Harary. Hasil Penelitian ini adalah Konsep Pendidikan Aqidah menurut

pemikiran Syekh Abdullah Al-Harari 1) Meyakini Allah SWT itu Esa. 2)

Meyakini sifat wajib dua puluh, 3) Meyakini Allah SWT tidak bertempat, baik di

arsy atau di langit sebab allah SWT tidak butuh tempat dan ruang. 4) Meyakini

Nabi dan Rasul adalah ma‟sum tanpa dosa. 5) Meyakini setiap mukallaf wajib

memeluk islam. 6) Tidak mengkafirkan orang yang sudah bersyahadat meskipun

orang tersebut melakukan dosa besar. 7) Aqidah Ibnu Taymiyah adalah sesat

Kata Kunci : Pendidikan, Aqidah, Al-Syekh Abdullah Al-Harary

iii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Pengalihan huruf Arab-Indonesia dalam naskah ini di dasarkan atas Surat

Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Indonesia, tanggal 22 Januari 1988, No. 158/1987 dan

0543.b/U/1987, sebagaimana yang tertera dalam buku Pedoman Transliterasi

BahasaArab (A Guide to Arabic TransliterationaI), INIS Fellow 1992.

A. Konsonan

Arab Latin Arab Latin

Th ط a ا

Zh ظ B ب

„ ع T ت

Gh غ Ts ث

F ف J ج

Q ق H ح

K ك Kh خ

L ل D د

M م Dz ذ

N ن R ر

W و Z ز

H ه S س

‟ ء Sy ش

Y ي Sh ص

Dl ض

B. Vokal, panjang dan diftong

Setiap penulisan bahasa Arab dalam bentuk tulisan latin vokal fathah

ditulis dengan “a”, kasrah dengan “i”, dlomah dengan “u”, sedangkan bacaan

panjang masing-masing ditulis dengan cara berikut:

Vokal (a) panjang = Â misalnya قال menjadi qâla

Vokal (i) panjang = î misalnya قيل menjadi qîla

Vokal (u) panjang = Ũ misalnya دون menjadi dûna

Khusus untuk bacaan ya‟ nisbat, maka tidak boleh digantikan dengan “i”,

melainkan tetap ditulis dengan “iy” agar dapat menggambarkan ya‟ nisbat

iv

diakhirnya. Begitu juga untuk suara diftong, wawu dan ya‟ setelah fathah ditulis

dengan ”aw” dengan “ay”. Perhatikan contoh berikut:

Diftong (aw) = ۔و misalnya قول menjadi qawlun

Diftong (ay) = ڍ misalnya خير menjadi khayrun

C. Ta’ marbûthah (ۃ )

ta’ marbuthah ditransliterasikan dengan “t” jika berada ditengah kalimat,

tetapi apabila Ta‟ marbuthah tersebut berada diakhir kalimat, maka

ditransliterasikan dengan menggunakan “h” misalnya الرسالة للمدرسة menjadi al-

risalat li al-madrasah, atau apabila berada ditengah-tengah kalimat yang berdiri

dari susunan mudlaf dan Mudlaf ilayh, maka ditransliterasikan dengan

menggunakan t yang disambungkan dengan kalimat berikutnya, misalnya في

.menjadi fi rahmatillah رحمة هللا

D. Kata Sandang dan Lafdz al-Jalâlah

Kata Sandang berupa “al” ( ) ال ditulis dengan huruf kecil, kecuali terletak

diawal kalimat, sedangkan “al” dalam lafadh jalâlah yang berada ditengah-

tengah kalimat yang disandarkan (idhafah) maka dihilangkan. Perhatikan

contoh-contoh berikut ini:

a. Al-Imâm al-Bukhâriy mengatakan...

b. Al-Bukhâriy dalam muqaddimah kitabnya menjelaskan...

c. Masyâ‟ Allâh kâna wa mâ lam yasya‟ lam yakun.

PENDIDIKAN AQIDAH MENURUT PEMIKIRAN AL-SYEKH

ABDULLAH AL-HARARY

TESIS

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas Dan Memenuhi

Syarat-syarat Guna Mencapai Gelar Magister

Dalam Ilmu Pendidikan Agama Islam

Oleh :

LAZUARDI

NIM. 21790115588

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SULTAN SYARIF KASIM RIAU

1441 H/ 2021 M

ii

ABSTRAK

Lazuardi, (2021) : Pendidikan Aqidah Menurut Pemikiraan Al-

Syekh Abdullah Al-Harary.

Penelitian ini bertujuan untuk ; (1) Mengetahui Pendidikan Aqidah Menurut

Pemikiraan Al-Syekh Abdullah Al-Harary? (2) Pendidikan Aqidah Menurut

Pemikiraan Al-Syekh Abdullah Al-Harary? Penelitian yang penulis lakukan

adalah penelitian kepustakaan (library research), yaitu meneliti bahan-bahan

kepustakaan yang berkaitan erat dengan fokus penelitian. karena yang dijadikan

fokus utama dalam penelitian adalah hasil karya tulis yang merupakan hasil

pemikiran Al-Allamah Al-Muhaddits Al-Faqih Al-Syaikh Abdullah Al-Harary.

Penulis juga melakukan penelitian yang bersifat analisis content dalam

menyajikan hasil penelitian. Adapun yang menjadi sumber data primer adalah

buku : Sharih Al-Bayan Fi Al-Radd „Ala man khalafa Al-Qur‟an sedangkan data

pendukungnya adalah beberapa buku tentang pemikiran syekh Abdullah Al-

Harary yaitu menjadi data-data sekunder yang berkaitan dengan judul penelitian

yang peneliti lakukan diantaranya adalah buku: Mukhtashar „Abd Allah Al-

Harari Al-Kafil Fi „Ilm Al-Din Al-Dharuri, Al-Shirath Al-Mustqim Fi Al-Tauhid,

Bughyah al-Thalib li Ma‟rifati „Alm al-Din al-Wajib. Serta buku-buku pendukung

lainnya seperti buku karya Musthofa Bisri yang bercerita tentang Syekh Abdullah

Al-Harary. Hasil Penelitian ini adalah Konsep Pendidikan Aqidah menurut

pemikiran Syekh Abdullah Al-Harari 1) Meyakini Allah SWT itu Esa. 2)

Meyakini sifat wajib dua puluh, 3) Meyakini Allah SWT tidak bertempat, baik di

arsy atau di langit sebab allah SWT tidak butuh tempat dan ruang. 4) Meyakini

Nabi dan Rasul adalah ma‟sum tanpa dosa. 5) Meyakini setiap mukallaf wajib

memeluk islam. 6) Tidak mengkafirkan orang yang sudah bersyahadat meskipun

orang tersebut melakukan dosa besar. 7) Aqidah Ibnu Taymiyah adalah sesat

Kata Kunci : Pendidikan, Aqidah, Al-Syekh Abdullah Al-Harary

iii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Pengalihan huruf Arab-Indonesia dalam naskah ini di dasarkan atas Surat

Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Indonesia, tanggal 22 Januari 1988, No. 158/1987 dan

0543.b/U/1987, sebagaimana yang tertera dalam buku Pedoman Transliterasi

BahasaArab (A Guide to Arabic TransliterationaI), INIS Fellow 1992.

A. Konsonan

Arab Latin Arab Latin

Th ط a ا

Zh ظ B ب

„ ع T ت

Gh ؽ Ts ث

F ف J ج

Q ق H ح

K ك Kh خ

L ل D ذ

M م Dz ر

N ن R س

W و Z ص

H ه S ط

‟ ء Sy ػ

Sh Y ص

Dl ض

B. Vokal, panjang dan diftong

Setiap penulisan bahasa Arab dalam bentuk tulisan latin vokal fathah

ditulis dengan “a”, kasrah dengan “i”, dlomah dengan “u”, sedangkan bacaan

panjang masing-masing ditulis dengan cara berikut:

Vokal (a) panjang = Â misalnya قبه menjadi qâla

Vokal (i) panjang = î misalnya قو menjadi qîla

Vokal (u) panjang = Ũ misalnya د menjadi dûna

Khusus untuk bacaan ya‟ nisbat, maka tidak boleh digantikan dengan “i”,

melainkan tetap ditulis dengan “iy” agar dapat menggambarkan ya‟ nisbat

iv

diakhirnya. Begitu juga untuk suara diftong, wawu dan ya‟ setelah fathah ditulis

dengan ”aw” dengan “ay”. Perhatikan contoh berikut:

Diftong (aw) = ۔ misalnya قه menjadi qawlun

Diftong (ay) = ڍ misalnya خش menjadi khayrun

C. Ta’ marbûthah (ۃ )

ta‟ marbuthah ditransliterasikan dengan “t” jika berada ditengah kalimat,

tetapi apabila Ta‟ marbuthah tersebut berada diakhir kalimat, maka

ditransliterasikan dengan menggunakan “h” misalnya الشعالة للمذسعة menjadi al-

risalat li al-madrasah, atau apabila berada ditengah-tengah kalimat yang berdiri

dari susunan mudlaf dan Mudlaf ilayh, maka ditransliterasikan dengan

menggunakan t yang disambungkan dengan kalimat berikutnya, misalnya ف

.menjadi fi rahmatillah سحمة هللا

D. Kata Sandang dan Lafdz al-Jalâlah

Kata Sandang berupa “al” ( ) اه ditulis dengan huruf kecil, kecuali terletak

diawal kalimat, sedangkan “al” dalam lafadh jalâlah yang berada ditengah-

tengah kalimat yang disandarkan (idhafah) maka dihilangkan. Perhatikan

contoh-contoh berikut ini:

a. Al-Imâm al-Bukhâriy mengatakan...

b. Al-Bukhâriy dalam muqaddimah kitabnya menjelaskan...

c. Masyâ‟ Allâh kâna wa mâ lam yasya‟ lam yakun.

v

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap individu mempunyai kepercayaan, sekalipun bentuk dan

pengungkapanya berbeda-beda. Memang pada dasarnya manusia itu

membutuhkan kepercayaan. Kepercayaan itulah yang akan membentuk

sikap dan pandangan hidup seseorang.

Dalam sejarah kehidupan umat manusia selalu ditemui berbagai

bentuk kepercayaan, setiap agama memiliki konsep dasar kepercayaan.

Konsep dasar ini merupakan pengertian-pengertian dasar keagamaan (Basic

Theological Consept), konsep dasar dalam agama islam disebut dengan

istilah Aqidah.

Sebagaimana diketahui bahwa ajaran islam memiliki dua pilar

esensial, yakni aqidah dan syariah. Aqidah adalah aspek teoristis (nazari)

yang harus diyakini kebenaranya tanpa reserve oleh setiap muslim,

sedangkan syariah merupakan aspek praktis (amali) yang memuat aturan-

aturan yang harus dipatuhi setiap muslim dalam kehidupanya, baik

hubungannya dengan tuhan, alam semesta, sesama manusia maupun dengan

kehidupan itu sendri.1

Aqidah juga berarti pokok-pokok keimanan seseorang yang telah di

tetapan oleh Allah Swt, dan kita sebagai manusia dan hamba Allah sangat

1 Mahmud Syaltut, Al-Islam Aqidah Wa Syari‟ah, Kairo : Dar Al-Qolam, 1966, h.13

vi

wajib meyakininya sehingga layak di sebut sebagai orang yang beriman

(mu‟min). Akan tetapi bukan berarti bahwa keimanan seseorang itu

ditanamkan dari dalam diri seseorang tersebut secara dogmatis, karena

keimanan sesorang itu harus melalui proses dalil-dalil aqli. Hal ini

dikarenankan, akal manusia yang sangat terbatas, maka juga tidak semua hal

yang diimani itu dapat di lihat oleh indra manusia dan tidak dapat di jangkau

dengan akal manusia.2

Dalam ajaran Islam, aqidah memiliki kedudukan yang sangat

penting. Ibarat suatu bangunan, aqidah adalah pondasinya, sedangkan ajaran

Islam yang lain, seperti ibadah dan akhlaq, adalah sesuatu yang dibangun di

atasnya. Rumah yang dibangun tanpa pondasi adalah suatu bangunan yang

sangat rapuh. Tidak usah ada gempa bumi atau badai, bahkan untuk sekedar

menahan atau menanggung beban atap saja, bangunan tersebut akan runtuh

dan hancur berantakan.

Maka, aqidah yang benar merupakan landasan bagi tegaknya

agama dan diterimanya suatu amal. Allah swt berfirman:

الششك ثعجبدح ال صبىسب و ع فيع شخا ىقآء سث مب أزذا.ف سث

Artinya: “Maka barangsiapa mengharapkan pertemuan dengan

Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia

mempersekutukan dengan sesuatupun dalam beribadah kepada tuhanya.”

(Q.S. Al-Kahfi: 110).3

Pada ayat lain Allah menegaskan :

اىخب ىزن يل ع أششمذ ىسجط قجيل ىئ إىى اىز ل ىقذ أزى إى عش

2 Pangulu Abdul Karim, “Fungsi Aqidah dan Sebab-sebab Penyimpangan dalam Aqidah”

Jurnal Tarbiyah, Volume 07 Nomor 01 ,( 2017), hal 33 3 Departemen Agama Republik Indonesia, Al - Qur‟an dan Terjemahannya, hlm. 304.

vii

Artinya : “Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada

nabi-nabi sebelummu, sungguh jika engkau mempersekutukan Allah,

Niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah engkau termasuk orang yang

merugi.” (QS Az-Zumar : 65).4

أ عه إال زى إى س قجيل ب أسعيب أب فٲعجذ إال ـ ۥ ال إى

Artinya : “Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum

engkau(Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwa

tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah

Aku”. (QS Al-Anbiya: 25).5

Mengingat pentingnya pendidikan aqidah, maka para Nabi dan

Rasul mendahulukan dakwah dan pengajaran Islam dari aspek aqidah,

sebelum aspek yang lainnya. Rasulullah saw. Bersabda :

س زضا فزب س عي صيى هللا عي ع اىج ، قبه: مب عجذ للا ذة ث خ فز »ح، ع قجو أ ب ب ال عي

بب إ فبصددب ث ب اىقشآ رعي ، ث اىقشآ زعي6

Di riwayatkan dari Jundub bin Abdullah, beliau berkata: "Kami

bersama dengan Nabi sallahu 'alaihi wasallam dan kami masih muda

belia dan kuat. Kami mempelajari tentang iman (aqidah) sebelum

mempelajari Al-Quran. Kemudian barulah kami mempelajari Al-Quran,

maka semakin bertambahkeimanan kami dengan sebab mempelajari Al-

Quran." (HR. Ibnu Majah).

Ajaran aqidah untuk mengenal Allah adalah perkara yang

teragung dalam agama. Karena seluruh amal ibadah seseorang tidak akan

sah kecuali telah mengenal Allah yang wajib disembah. Sebagaimana yang

dituturkan oleh Imam Al-Ghazali:

.سا الب عجذ اىقبش اىجغذادي ال رصر اىعجبدح إال ثعذ عشفخ اىعجد

Maknanya: "tidak sah ibadah (seorang hamba) kecuali telah

mengenal Tuhan yang wajib disembah." 7

4 Departemen Agama Republik Indonesia, Al - Qur‟an dan Terjemahannya, hlm. 465.

5 Departemen Agama Republik Indonesia, Al - Qur‟an dan Terjemahannya, hlm. 324

6(/خـ ف مزبث ])بقت اىشبفع 754/ص1أخشخ اىجق

7Abu Mansur, Abdul Qohar Al-Baghdadi. Tafsir wa sifat (Al-Ghazali).

(Hikam:Bhagdad) Hlm: 457

viii

Karena agungnya mengenal Allah para ulama memprioritaskan

ilmu Pendidikan aqidah dari pada ilmu-ilmu yang lain. Ketika Al-Imam

Asy-Syafi'i ditanya tentang ilmu tersebut beliau menjawab:

ارقب راك قجو زا

"Kami terlebih dahulu menguasai ilmu tersebut (aqidah) sebelum

ilmu ini (ilmu fiqh)."8

Karena agungnya pendidikan aqidah Al-Imam Abu Hanifah

mengkhususkan karyanya dalam penjelasan ilmu aqidah dan

menamakannya "Al-Fiqhul Akbar" fikih maha karya. Rasulullah yang

lebih mengetahui dan mengenal Allah memberikan kita kaidah dalam

mengenal Allah bahwa Allah tidak bisa difikirkan dan dibayangkan. Rasul

bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Hafizh Abu Al-Qasim

Al-Anshari dalam Syarhu Al-Irsyad:

ال فكشۃ ف الشب

Maknanya: "Allah tidak bisa difikirkan."

Akidah inilah yang diajarkan oleh para ulama kita seperti Al-

Imam Ahmad bin Hanbal dan Dzu An-Nun Al-Mishri. Mereka berkata:

فاهلل بخالف رلكمهما تصوست ببالك

Maknanya: "apapun yang terlintas dalam fikiran mu maka Allah

tidak seperti itu."

Lantas bagaimana cara mengenal Allah? Maka jawabanya adalah

perkataan Imam Ahmad Al-Rifa'i:

غاة المؼشفة باهلل اإلقان بوجوده تؼالي بال كف وال مكان

8 عغبمش ف مزبث ث مزة اىفزشيقو اىسبفظ أث اىقبع 273(/ص)رج

ix

Maknanya: "puncak pengetahuan hamba kepada Allah adalah

meyakini keberadaan-Nya tanpa "kaif" (disifati dengan sifat makhluk) dan

tanpa tempat."9

Mengenal Allah adalah dengan mengetahui apa-apa yang wajib ada

bagi Allah, mengetahui apa-apa yang mustahil bagi Allah dan apa-apa

yang layak bagi Allah. Mengenal Allah adalah dengan meyakini Allah ada

tidak bertempat, tidak berarah dan tidak disifati dengan sifat makhluk.

bukan dengan membayangkan dan memikirkannya. orang yang

membayangkan Allah lalu menyembah-Nya, orang tersebut sama dengan

penyembah berhala, sama-sama menyembah makhluk. Yang satu

menyembah pikiran yang sudah dibentuk dengan batu atau semisalnya dan

yang satu lagi menyembah bentuk yang berada difikirannya. Jika

seseorang mati dalam aqidah ini maka benar-benarlah ia menjadi orang

yang merugi.

Imam Al-Bukhari Berkeyakinan "Allah Ada Tanpa Tempat Dan

Tanpa Arah" Aqidah Rasulullah, para sahabatnya, para ulama salaf saleh,

dan aqidah mayoritas umat Islam Ahlussunnah Wal Jama‟ah ialah bahwa

Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah. Kita akan banyak menemukan

pernyataan para ulama terkemuka dari generasi ke generasi dalam

menetapkan keyakinan suci ini. Keyakinan bahwa Allah ada tanpa tempat

dan arah juga merupakan keyakinan Syaikhul Muhadditsin Imam Abu

„Abdillah Muhammad bin Isma‟il Al-Bukhari, penulis kitab yang sangat

mashur Shahih Al-Bukhari. Para ulama yang datang sesudah beliau yang

9(/ص 23/ص25ف مزبث )اىسن اىشفبع الب

x

menuliskan syarh bagi kitabnya tersebut menyebutkan bahwa Imam Al-

Bukhari adalah seorang ahli Tauhid, beliau mensucikan Allah dari tempat

dan arah. Salah seorang penulis Syarh Shahih Al-Bukhari, As-Syekh „Ali

ibn Khalaf Al-Maliki yang dikenal dengan Ibn Baththal menuliskan

sebagai berikut:

مة ف ت ف هزا الباب الشد ػلي الجهمة المجغ ظ غشض البخاس ؼلقها بهزه الظواهش، وقذ تقشس أن هللا ل

ه إضافة ه، فقذ كان وال مكان، إنما أضاف المؼاسج إل تششف، ومؼني بجغم فال حتاج إلي مكان غتقش ف

ه ه اػتالؤه، أى تؼال هه ػن المكان االستفاع إل ، مغ تنض10

Tujuan al-Bukhari dalam membuat bab ini adalah untuk

membantah kaum Jahmiyyah Mujassimah (Kaum Wahabi Salafi), di mana

kaum tersebut adalah hanya berpegang teguh kepada zhahir-zhahir nash.

Padahal telah ditetapkan bahwa Allah bukan benda, Dia tidak

membutuhkan kepada tempat dan arah. Dia Ada tanpa permulaan, tanpa

arah dan tanpa tempat. Adapun penisbatan “Al-Ma‟arij” adalah

penisbatan dalam makna pemuliaan (bukan dalam pengertian Allah di

arah atas). Juga makna “Al-Irtifa‟” adalah dalam makna bahwa Allah

maha suci, Dia maha suci dari tempat”

Al-Allâmah Muhaddits Syaikh Abdullah Al-Harary Al-Syafi‟i

Al-Asy‟ari yang dikenal dengan sebutan Al-Habasyi berkata:

و ال غشب إب زذد أطشاف ىألنخ أ فظ ف نب ى ن ف خخ ال عي ال عف -هللا -إرا ى ن

"األنخ ثبعزجبس عشض الظبفخ إىى شىء

“Oleh karena Allah ada tanpa tempat; maka berarti Dia ada

tanpa arah, tidak di arah atas, tidak di arah bawah, juga tidak di arah

lainnya. Karena definisi arah itu adalah batasan dan ujung dari tempat,

atau bahwa arah itu adalah tempat itu sendiri dengan melihat dari adanya

sesuatu yang lain yang disandarkan kepadanya”11

10

Imam Annawawi Fath al-Bari, j. 13, h. 416 11

Al Mathalib al Wafiyyah Bi Syarh al „Aqidah an Nasafiyyah, h. 47

xi

Syaikh Abdullah Al-Harary yang dikenal dengan sebutan al-

Habasyi dalam banyak karyanya juga menuliskan bahwa orang yang

berkeyakinan Allah berada pada tempat dan arah maka ia telah menjadi

kafir, di antaranya beliau sebutkan dalam karyanya berjudul ash-Shirâth

al-Mustaqîm sebagai berikut:

هللا رعبىى ف مو نب أ ف خع األبم" اىزنفش "زن قه:"إ إرا مب ف ز اىعجبسح أ

هللا ثزار جث أ زبه ف األبم، أب إرا مب ف ز اىعجبسح أ رعبىى غطش عيى مو شىء عبى

ثنو شىء فال نفش. زا قصذ مثش يح ثبر اىنيز، دت اى عب ف مو زبه"

“Hukum orang yang berkata: “Allâh Fi Kulli Makân” atau

berkata “Allâh Fi Jami‟ al-Amâkin” (Allah berada pada semua tempat)

adalah dikafirkan; jika ia memahami dari ungkapannya tersebut bahwa

Dzat Allah menyebar atau menyatu pada seluruh tempat. Adapun jika ia

memahami dari ungkapannya tersebut bahwa Allah menguasai segala

sesuatu dan mengetahui segala sesuatu maka orag ini tidak dikafirkan.

Pemahaman yang terakhir ini adalah makna yang dimaksud oleh

kebanyakan orang yang mengatakan dua ungkapan demikian. Namun

begitu, walau bagaimanapun dan dalam keadaan apapun kedua ungkapan

semacam ini harus dicegah”.12

Dalam kitab yang sama Al-Allâmah Al-Muhaddits al-Faqîh Al-

Syaikh Abdullah Al-Harary juga menuliskan sebagai berikut:

عزقذ أ هللا شىء مبىاء أ مبىس أل نبب أ غشفخ أ غدذا، "نفش عزقذ اىزسض هلل رعبىى، أ

اىغبخذ ثد هللا ال أل هللا غنب ثو ألب أبم عجذ هللا فب. مزىل نفش قه )هللا غن غ

ز خد هللا قية أىبئ( إ مب ف اىسيه. ىظ اىقصد ثبىعشاج صه اىشعه إىى نب

رعبىى إى نفش اعزقذ رىل، إب اىقصذ اىعشاج رششف اىشعه ملسو هيلع هللا ىلص ثبطالع عيى عدبئت ف

" نبز سؤز ىيزاد اىقذط ثفؤاد غش أ ن اىزاد ف نب اىعبى اىعيي، رعظ

“Orang yang berkeyakinan Allah berada pada tempat maka

orang ini telah menjadi kafir. Demikian pula menjadi kafir orang yang

berkeyakinan bahwa Allah adalah benda seperti udara, atau seperti sinar

yang menempati suatu tempat, atau menempati ruangan, atau menempati

masjid. Adapaun bahwa kita menamakan masjid-masjid

dengan “Baitullâh”(rumah Allah) bukan berarti Allah bertempat di

dalamnya, akan tetapi dalam pengertian bahwa masjid-masjid tersebut

12

ash-Shirât al-Mustaqîm, h. 26

xii

adalah tempat menyembah (beribadah) kapada Allah. Demikian pula

menjadi kafir orang yang berkata: “Allâh Yaskun Qulûb Awliyâ-

ih” (Allah bertempat di dalam hati para wali-Nya) jika ia berpaham hulûl.

Adapun maksud dari Mi‟raj bukan untuk tujuan Rasulullah sampai ke

tempat di mana Allah berada padanya. Orang yang berkeyakinan

semacam ini maka ia telah menjadi kafir. Sesungguhnya tujuan Mi‟raj

adalah untuk memuliakan Rasulullah dengan diperlihatkan kepadanya

akan keajaiban-keajaiban yang ada di alam atas, dan untuk tujuan

mengagungkan derajat Rasulullah dengan diperlihatkan kepadanya akan

Dzat Allah yang maha suci dengan hatinya dari tanpa adanya Dzat Allah

tersebut pada tempat”.13

Gagasan atau ide yang diungkapkan oleh Al-Allamah Al-

Muhaddits Al-Faqih Al-Syaikh Abdullah Al-Harary khususnya tentang

pendidikan Aqidah yang di paparkan dalam kitab Al-Shirat al-Mustaqim

menjadi sangat penting untuk dikaji ulang bila dihadapkan dengan faham

radikal Mujassimah (menyamakan Allah dengan mahluk) yang

berkembang di masyarakat.

Berangkat dari masalah tersebut, penulis termotivasi untuk

mengkaji tentang pendidikan Aqidah dengan mengacu kepada pemikiran

seorang tokoh yaitu Syaikh Al-Allamah Al-Muhaddits Al-Faqih Al-Syaikh

Abdullah Al-Harari pada kitab "Sharih Al-Bayan Fi Al-Radd „Ala man

khalafa Al-Qur‟an". Dengan judul Konsep Pendidikan Aqidah Menurut

Pemikiraan Al-Syekh Abdullah Al-Harary.

13

ash-Shirât al-Mustaqîm, h. 26

xiii

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

a. Konsep Pendidikan Aqidah Menurut Pemikiraan Al-Syekh

Abdullah Al-Harary.

b. Faktor pendukung dan penghambat Konsep Pendidikan Aqidah

Menurut Pemikiraan Al-Syekh Abdullah Al-Harary

c. Sejarah Pendidikan Aqidah Menurut Pemikiraan Al-Syekh

Abdullah Al-Harary.

d. Pespektif Pendidikan Aqidah Menurut Pemikiraan Al-Syekh

Abdullah Al-Harary

e. Konsep Relevansi antara Pendidikan dan Aqidah Menurut

Pemikiraan Al-Syekh Abdullah Al-Harary

f. Tujuan Pendidikan Aqidah Menurut Pemikiraan Al-Syekh

Abdullah Al-Harary

g. Materi Pendidikan Aqidah Menurut Pemikiraan Al-Syekh

Abdullah Al-Harary

2. Batasan Masalah

Adapun permasalahan pada pengertian ini dapat dirumuskan dalam

bentuk pertanyaan sebagai berikut : Bagaimana konsep pendidikan aqidah

menurut pemikiran Al-Allamah Al-Muhaddits al-Faqih Al-Syaikh

Abdullah Al-Harari.

3. Rumusan Masalah

xiv

Dari teori dan identifikasi masalah maka penulis merumuskan

suatu masalah dari kajian pustaka ini adalah:

a. Apa Tujuan Pendidikan Aqidah Menurut Pemikiraan Al-Syekh

Abdullah Al-Harary?

b. Apa Materi Pendidikan Aqidah Menurut Pemikiraan Al-Syekh

Abdullah Al-Harary?

C. Penegasan Istilah

Untuk menghindari terjadinya kekeliruan dalam memahami judul,

maka penulis memberikan penegasan masalah sebagai berikut.

1. Pengertian pendidikan dalam UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional Bab I, pasal 1, ayat 1, dijelaskan bahwa pendidikan

adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.14

2. Aqidah ialah sesuatu yang mengharuskan hati anda membenarkannya,

yang membuat jiwa anda tenang tentram kepadanya dan yang menjadi

kepercayaan anda yang bersih dari kebimbangan dan keraguan.15

Jadi yang dimaksud dengan judul di atas, adalah meneliti tentang

konsep pendidikan aqidah yang ada di dalam buku karangan Al-Allamah

Al-Muhaddits al-Faqih Al-Syaikh Abdullah Al-Harary.

14

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

Nasional (Bandung, Citra Umbara, 2009), h. 60 15

Syekh Hasan Al-banna, Aqidah Islam, (PT Al-Ma‟arif, Yogyakarta, 1992),. h. 9

xv

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara garis besar bertujuan untuk: mengetahui

konsep pendidikan aqidah menurut pemikiran Al-Allamah Al-Muhaddits al-

Faqih Al-Syaikh Abdullah Al-Harary.

E. Signifikansi Penelitian

Adapun manfaat dalam penelitian ini antara lain:

1. Bagi peneliti akan memberikan pemahaman tentang Konsep Pendidikan

Aqidah Menurut Pemikiraan Al-Allamah Al-Muhaddits al-Faqih Al-

Syaikh Abdullah Al-Harary.

2. Agar peneliti dan mahasiswa lainnya dapat bisa lebih jauh lagi

memahami konsep pendidikan aqidah dari Al-Allamah Al-Muhaddits al-

Faqih Al-Syaikh Abdullah Al-Harary.

3. Menambahkan pengetahuan keilmuan bagi peneliti dan mahasiswa

Pascasarjana UIN Sultan Syarif Kasim Riau

F. Alasan Memilih Judul

Al-Allamah Al-Muhaddits Al-Faqih Al-Syaikh Abdullah Al-Harary,

beliau ini adalah salah seorang pendekar Ahlus Sunnah wal Jama‟ah yang

membentengi aqidah Aswaja dari gempuran paham radikal mujassimah.

Beliau bukan saja hafal Al-Qur‟an pada usia tujuh tahun tetapi juga hafal

kutubus sittah (enam kitab utama Hadits) dan berbagai kitab Hadits lainnya

lengkap dengan isnad-nya saat berusia delapan belas tahun. Beliau kemudian

melanjutkan pelajarannya dengan menguasai ilmu fiqh dari empat mazhab

utama. Ditambah lagi dengan menguasai empat belas qiraat Al-Qur‟an,

xvi

Komplit ilmunya. Karena penulis kagum dengan beliau dan tertarik pada

buku-buku karangan Al-Allamah Al-Muhaddits Al-Faqih Al-Syaikh Abdullah

Al-Harary. maka penulis berminat untuk memilih judul dari buku-buku Al-

Allamah Al-Muhaddits Al-Faqih Al-Syaikh Abdullah Al-Harary. Dan juga

untuk mendalami aqidah tauhid kita kepada Allah SWT.

A. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran

dalam upaya peningkatan pengetahuan tentang konsep pendidikan aqidah

dalam Islam, sehingga dapat diketahui bagaimana kita sebagai seorang

muslim tidak sembarangan dalam memegangi aqidah atau keyakinan yang

kita anut. Bahkan aqidahlah yang menentukan jalan hidupnya seseorang.

B. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan kesan runtutnya pembahasan dan memberikan

yang penulis jabarkan dalam tesis ini, maka disusunlah pembahasan dalam

suatu sistematika sebagai berikut:

Bab pertama. Pendahuluan, berisi tentang: Latar Belakang

Masalah, Rumusan Masalah, Penegasan Istilah, Tujuan Penelitian,

Signifikansi Penelitian, Alasan Memilih Judul, Kegunaan penelitian, dan

Sistematika Penulisan sebagai gambaran awal untuk memahami proposal

ini.

Bab kedua. Pokok-pokok Konsep pendidikan Aqidah, yang

meliputi Teori tentang konsep, pengertian pendidikan, pengertian Aqidah,

ruang lingkup, dan tingkatan-tingkatan Aqidah.

xvii

Bab ketiga. Metode Penelitian meliputi, Jenis penelitian, jenis dan

sifat pendekatan, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik

pengelolahan data, analisis data.

Bab keempat. : Deskripsi yakni pemaparan atau penggambaran

dengan kata-kata secara jelas dan terperinci. Analisis yakni penyelidikan

terhadap suatu objek untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-

musabab, duduk perkaranya, dan sebagainya); dan penguraian suatu pokok

atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan

antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti

keseluruhan.

Bab kelima. Penutup, yang berisikan tentang Kesimpulan dan Saran.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

xviii

1. Pendidikan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan adalah proses

pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha

mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan; proses,

perbuatan, cara mendidik.16

Pengertian pendidikan dalam UU RI No. 20 tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I, pasal 1, ayat 1, dijelaskan

bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat bangsa dan Negara.17

Dalam Islam, pada mulanya pendidikan disebut dengan kata “ta‟dib”.

Kata “ta‟dib” mengacu kepada pengertian yang lebih tinggi dan mencakup

seluruh unsur-unsur pengetahuan („ilm), pengajaran (ta‟lim) dan pengasuhan

yang baik (tarbiyah). Akhirnya, dalam perkembangan kata-kata “ta‟dib”

sebagai istilah pendidikan hilang dari peredarannya, sehingga para ahli didik

Islam bertemu dengan istilah at tarbiyah atau tarbiyah, sehingga sering disebut

tarbiyah. Sebenarnya kata ini asal katanya adalah dari “Rabba-Yurobbi-

Tarbiyatan” yang artinya tumbuh dan berkembang.

Pengertian ini memberi kesan bahwa kata pendidikan lebih mengacu

kepada cara mendidik. Selain kata pendidikan, dalam bahasa Indonesia terdapat

pula pengajaran, sebagaimana dijelaskan Poerwadarminta berarti cara mengajar

16

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm.

263 17

UU RI. Tentang Sistem Pendidikan Nasional, tahun 2003, hlm. 3

xix

atau mengajarkan, kata lain yang serumpun dengan kata tersebut adalah

mengajar yang berarti member pengetahuan.18

Sedangkan secara umum pendidikan merupakan usaha sadar dilakukan

orang dewasa kepada mereka yang dianggap belum dewasa. Pendidikan adalah

transformasi ilmu pengetahuan, budaya, sekaligus nilainiali yang berkembang

pada suatu generasi agar dapat ditransformasi kepada generasi beikutnya. 19

Dalam pengertian ini pendidikan tidak hanya merupakan transformasi

ilmu, melainkan sudah berada dalam wilayah transformasi budaya dan nilai

yang berkembang dalam masyarakat. Qurtubi seperti yang dikutip oleh Sahrodi

mengatakan bahwa “Rabb” merupakan suatu gambaran yang diberikan kepada

suatu perbandingan antara Allah sebagai pendidikan dan manusia sebagai

peserta didik. 20

Allah mengetahui dengan baik kebutuhan-kebutuhan mereka yang di

didik, sebab ia adalah pencipta mereka. Disampng itu pemeliharaan Allah tidak

terbatas pada kelompok tertentu. Ia memperhatikan segala ciptaan-Nya. Karena

itulah Ia disebut Rabbal Alamin.21

Tarbiyah dapat juga diartikan dengan “proses transformasi ilmu

pengetahuan dari pendidik (rabbani) kepada peserta didik agar ia memiliki sikap

dan semangat yang tinggi dalam memahami dan menyadari kehidupannya,

sehingga terbentuk ketakwaan, budi pekerti, dan kepribadian yang luhur.22

18 Departemen Pendidkan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:

Balai Pustaka,2012), hlm.323. 19 Poerwardaminta, Kamus Bahasa Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 2015), hlm.250 3 20 Rudi Ahmad Suryadi, Ilmu Pendidikan Islam, (Yokyakarta: Deepublish, 2018), hlm. 14 21Abdul halim, filsafat pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoris dan Praktis (Jakarta:

Ciputat pres,2002),hlm.25. 22 Jamil Sahrodi, Membedah Nalar Pendidikan Islam, Pengantar ke arah Ilmu Pendidikan

Islam. (Yokyakarta: Pustaka Rihlah Group,2005), hlm.42.

xx

Sebagaimana terdapat di beberapa ayat Alquran suroh Alisra‟ ayat 24

berikut:

بى صغش ا ب سث ب م ة ٱسز قو س خ ز ٱىش ب خبذ ٱىزه ٱخفط ى

Artinya : Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan

penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka

keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu

kecil…”

“Fir‟aun menjawab: “bukalah kami telah mengasuh diantara (keluarga)

kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami

beberapa tahun dari umurmu”.23

Lafadz “Tarbiyah” dalam Alquran dimaksudkan sebagai proses

pendidikan. Namun makna pendidikan (tarbiyah) dalam Alquran tidak terbatas

pada aspek kognitif berupa pengetahuan untuk selalu berbuat baik kepada orang

tua akan tetapi pendidikan juga meliputi aspek efektif yang direalisasikan

sebagai apresiasi atau sikap respek terhadap keduanya dengan cara

menghormati mereka.

Lebih dari itu konsep tarbiyah bisa juga tindakan untuk berbakti bahkan

sampai kepedulian untuk mendoakannya supaya mereka mendapatkan rahmat

dari Allah yang maha kuasa. Pada ayat kedua dikakan bahwa pendidikan itu

ialah mengasuh. Selain mendidik, mengasuh juga hendak memberikan

pelindungan dan rasa aman. Jadi term tarbiyah dalam Alquran tidak sekedar

merpakan upaya pendidikan pada umumnya term itu menembus aspek etika

religious.24

23 Referensi: https://tafsirweb.com/4628-surat-al-isra-ayat-24.html 24

Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana,2006),

hlm.13

xxi

Al-Ta‟lim mu-ta‟lim merupakan kata benda buatan yang disebut mashdar

yang berasal dari akar kata „allama. Istiah tarbiyah diterjemahkan dengan

pendidikan , sedangkan ta‟lim diterjemahkan dengan pengajaran. Dalam

Alquran dinyatakan, bahwa Allah mengajarkan manusia apa yang tidak

diketahuinya.

Kata adaba yang merupakan asal kata dari ta‟dib disebut juga muallim,

yang merupakan sebutan orang yang mendidik dan mengajar anak yang sedang

tumbuh dan berkembang. Ta‟dib lazimnya diterjemahkan dengan pendidikan

sopan santun.

Ta‟dib yang seakar dengan adab memiliki arti pendidikan, peradaban atau

kebudayaan. Artinya orang yang berpendidikan adalah orang yang

berperadaban, sebaliknya, peradaban yang berkualitas dapat diraih melalui

pendidikan.

Dari Anas bin Malik berkata: Rasullulah saw bersabda yang artinya.

Muliakanlah anak-anakmu dan baguskanlah akhlak mereka”. Mengenai

pengertian pendidikan Islam secara umum, para ahli pendidikan Islam

memberikan batasan yang sangat bervariatif.

Muhammad Fadhil al-jamaly mendefinisikan pendidikan Islam sebagai

upaya mengembangkan mendorong serta mengajak peserta didik hidup lebih

dinamis dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia.

Dengan proses tersebut diharapkan akan terbentuk pribadi peserta didik yang

sempurna, baik yang kaitan dengan potensi akal, perasaan maupun

perbuatannya.25

25 Rahman Mustofa, Pendidikan Islam dalam Perspektif Alquran, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2001), hlm.17

xxii

Ahamad D. Marimba: mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah

bimbingan atau pemimpin secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan

jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama

(insan kamil).26

Ahmad Tafsir mendefinisikan pendidikan Islam sebagai bimbingan yang

diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan

ajaran Islam. Sedangkan Hery Neor Aly berpendapat pengertian pendidikan

dalam Islam yaitu proses yang dilakukan untuk menciptakan manusia yang

seutuhnya, beriman dan bertakwa kepada Tuhan serta mampu mewujudkan

ekstensinya sebagai khalifah Allah dimuka bumi, yang berdasarkan ajaran

Alquran dan sunnah, maka tujuan dalam konteks ini berarti terciptanya insan-

insan kamil setelah proses pendidikan berakhir.27

Berdasarkan pendapat-pendapat ilmuan di atas dapat disimpulkan bahwa

pendidikan Islam adalah suatu sistem yang memungkinkan seseorang (peserta

didik) dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam dan

pendidikan Islam itu lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental

yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri

maupun keperluan orang lain.28

Al-quran merupakan sumber pendidikan terlengkap, baik itu pendidikan

kemasyarakatan (sosial), moral (akhlak), maupun spiritual (kerohanian), serta

material (kejasmanian) dan alam semesta. Semua aspek yang mengantur

kehidupan manusia telah termuat dalam Alquran, terutama dalam pelaksanaan

26 Ahmad D Marimba, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: PT Bina Ilmu, 2004), hlm 4-5 27

Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta:Logos Wacana Ilmu, 2019), hlm.5 28

Samsul Nizar, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran, (Jakarta: Gaya Media Pratama,

2001),hlm.96

xxiii

pendidikan Islam, yakni akan mengantarkan manusia menuju manusia yang

beriman, bertakwa dan berpengetahuan.

Al-quran itu cahaya, yang kami tunjuki dengan dia siapa yang kami

kehendaki diantara hamba-hamba kami, dan sesungguhnya kamu benar-benar

memberi petunjuk kepada jalan yang lurus”

Samsul Nizar menyebutkan isi dari Al-quran itu sendiri mencakup

seluruh dimensi manusia dan mampu menyentuh selurubh potensi manusia,

baik motivasi untuk mempergunakan panca indra dalam menafsirkan alam

semesta bagi kepentingan formulasi lanjut pendidikan manusi (pendidikan

Islam), motivasi agar manusia menggunakan akalnya, lewat tamsil-tamsil Allah

swt dalam Al-quran, maupun motivasi agar manusia mempergunakan hatinya

untuk mampu mentransfer nilai-nilai pendidikan ilahiyah dan lain sebagainya.29

Mahmud Syaltut seperti yang dikutip oleh Hery Noer Ali,

mengemukakan tiga fungsi Al-quran sebagai pedoman atau petunjuk hidup,

yakni meliputi petunjuk tentang akidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh

manusia dan tersimpul dalam keimanan dan akan ke-Esaan Tuhan serta

kepercayaan akan kepastian adanya hari pembalasan.

Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma-

norma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupan,

baik individual maupun kolektif, petunjuk mengenai syariat dan hukum dengan

jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam

hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya. Semua terkendali dalam bingkai

aqidah.

29 Ibid

xxiv

Menurut Mustafa Azami yang dikutip oleh Prof Nawir Yuslem kata hadis

secara etimologis berarti "komunikasi, cerita, percakapan, baik dalam konteks

agama atau duniawi, atau dalam konteks sejarah atau peristiwa dan kejadian

aktual." Penggunaannya dalam bentuk kata sifat, mengandung arti al-jadid,

yaitu yang baharu, lawan dari alqadim, yang lama.

Berkaitan dengan pendidikan, terdapat hadis-hadis Rasullullah saw yang

menjelaskan manfaat pendidikan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan.

Adapum hadistnya yaitu:

“Telah disampaikan kepada kami oleh Nasr bin 'Aly alJahdamy, Telah

disampaikan kepada kami oleh Abd Allah bin Dawud, dari Asim bin Raja' bin

Haywah, dari Dawud bin Jamil, dari Kathir bin Qays, dia berkata suatu ketika

aku duduk bersama Abu al-Darda' di Masjid Damaskus, Sesorang datang

kepadanya dan berkata: "Wahai Abu al-Darda' aku datang kepadamu dari

Madinah kota Nabi Saw untuk (mendaptkan) sebuah hadis yang kamu

dengarkan dari Rasulullah Saw", Abu al-Darda' berkata: Jadi kamu datang

bukan untuk berdagang? Orang itu menjawab: Bukan, Abu al-Darda berkata:

dan bukan pula selain itu?, orang itu menjawab: bukan, Abu al-Darda' berkata:

Sesungguhnya kau pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda: Barangsiapa

yang meniti jalan untuk mendapatkan ilmu, Allah akan memudahan baginya

jalan memuju surge”

Hadis tersebut di atas menjelaskan, anjuran dan pahala yang sangat besar

bagi mereka yang meniti jalan untuk mencari ilmu melalui berbagai media

pendidikan, bahkan Rasulullah saw memberikan garansi kemudahan mencapai

surga bagi mereka yang meniti jalan untuk mencari ilmu.

2. Tujuan Pendidikan.

xxv

Tujuan merupakan salah satu komponen pendidikan, yang mana

apabila salah satu komponen tidak ada, maka proses pendidikan tidak akan

bisa dilaksanakan. Menurut Umar Tirtaharja tujuan pendidikan harus

memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur pantas, benar dan

indah, untuk kehidupan. Karena itu tujuan pendidikan mempunyai dua

fungsi yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan

merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan.30

Pada dasarnya, pendidikan dalam perspektif Islam berupaya

mengembangkan seluruh potensi peserta didik seoptimal mungkin, baik

yang menyangkut aspek jasmaniah maupun rohaniah, akal dan akhlak.

Dengan optimalisasi seluruh potensi yang dimilikinya, pendidikan Islam

berupaya mengantarkan peserta didik kearah kedewasaan pribadi secara

paripurna yaitu yang beriman dan berilmu pengetahuan.31

Adapun menurut Al-Ghazali seperti yang dikutip Abidin Ibn Rusn

bahwa tujuan pendidikan itu adalah sebagai berikut:

a. Mendekatkan diri kepada Allah yang wujudnya adalah

kemampuan dan dengan kesadaran diri dengan

melaksanakan ibadah wajib dan sunnah.

b. Menggali dan mengembangkan potensi atau fitrah manusia.

c. Mewujudkan profesionalisasi manusia untuk

mengembangkan tugas keduniaan dengan sebaik-baiknya.

d. Membentuk manusia berakhlak mulia, suci jiwanya dari

kerendahan budi dan sifat-sifat tercela.

e. Mengembangkan sifat-sifat manusia yang utama sehingga

menjadi manusia yang manusiawi.32

30

Umar Tirtaharja, Pengantar Pendidik (Jakarta: Renika Cipta, 2015),hlm.37 31

Samsu Nizar, Ibid hlm 73 32

Abidin Ibn Rush. Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan Islam (Yokyakarta:

Pustaka Pelajar, 2018), hlm.60

xxvi

Ahmad Marimba seperti yang dikutip oleh Nur Uhbiyati,

mengemukakan dua macam tujuan pendidikan Islam yaitu tujuan

sementara dan tujuan akhir.

a. Tujuan sementara adalah sasaran sementara yang harus dicapai

oleh umat Islam yang melaksanakan pendidikan Islam. Tujuan

sementara disini yaitu tercapainya berbagai kemampuan seperti

kecakapan jasmaniah, pengetahuan membaca, pengetahuan

menulis, ilmu-ilmu kemasyarakatan, kesusilaan, keagamaan,

kedewasaan, jasmani dan rohani, dan sebagainya.

b. Tujuan akhir Tujuan akhir pendidikan Islam yaitu terwujudnya

kepribadian Muslim yaitu kepribadian yang seluruh aspek-aspek

merealisasikan atau mencerminkan ajaran Islam. Aspek-aspek

kepribadian itu dapat dikelompokkan kedalam tiga hal yaitu:

1. Aspek kejasmanian, meliputi tingkah laku luar yang

mudah nampak dari luar.

2. Aspek kejiwaan meliputi aspek-aspek yang tidak segera

dapat dilihat dari luar, misalnya: cara berpikir, sikap

(berupa pendirian atau pandangan seseorang dalam

menghadapi seseorang atau suatu hal) dan minat.

3. Aspek-aspek kerohanian yang luhur meliputi aspek-aspek

kejiwaan yang lebih abstrak yaitu filsafat hidup dan

kepercayaan. Ini meliputi sistem nilai-nilai yang telah

meresap didalam keperibadian yang mengarahkan dan

memberi corak seluruh keperibadian individu. Bagi orang

yang beragama, aspek ini bukan saja di dunia tetapi juga

xxvii

di akhirat, aspek inilah yang memberikan kualitas

keperibadian keseluruhannya.33

Pendidikan Islam di berbagai Negara Islam Implementasi sistem

pendidikan Islam di berbagai Negara, baik yang berpenduduk mayoritas

muslim dan non muslim mempunyai corak serta sistem yang satu dengan

yang lainnya terkadang terdapat perbedaan.

Di Negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam berbeda

kuansanya dengan Negara yang relative berimbang. Sudah dapat dicerna

bahwa perbedaan dalam suatu Negara pasti ada, walaupun bentuk

perbedaan itu ada yang mencolok perbedaannya ada yang hampir tidak

kelihatan. Dalam studi kependidikan, sebutan “ Pendidikan Islam” pada

umumnya dipahami sebagai suatu cirri khas, yaitu jenis pendidikan yang

berlatar belakang keagamaan.

Dapat juga digambarkan bahwa pendidikan yang mampu manusia

yang unggul secara intelektual, kaya dalam amal, dan moral. Hal ini

berarti menurut cita-citanya pendidikan Islam memproyeksi diri untuk

memproduk “insan kamil”, yaitu manusia yang sempurna dalam segala

hal, sekalipun diyakini baru (hanya) Nabi Muhammad Saw yang telah

mencapai kualitasnya. Pendidikan Islam dijalankan atas roda cita-cita yang

demikian dan sebagai alternatif pembimbingan manusia agar tidak

berkembang atas pribadi yang terpecah (split of personality), dan bukan

pula pribadi timpang.

33 Nur Uhbiyah, Ilmu Pendidikan Islam. (Bandung: Pustaka Setia, 2016), h.30

xxviii

Manusia diharapkan tidak materialistik atau aspiritualistik, amoral,

egosentrik atau antrosentris, sebagaimana yang secara ironis masih banyak

dihasilkan oleh sistem pendidikan kita dewasa ini. Sebagaimana yang telah

dikemukakan bahwa pendidikan adalah suatu kegiatan yang sadar akan

tujuan, maka tujuan pendidikan biasanya dirumuskan sebagai atau dalam

bentuk tujuan akhir (ultimate aim of education).

Hal ini dikarenakan dalam tujuan akhir meliputi semua tujuan

pendidikan. Rumusan tujuan pendidikan merupakan pencerminan dari

idealitas penyusunnya, baik institusional maupun individual. Oleh karena

itu, nilai-nilai apa yang dicita- citakan oleh penyusun dari tujuan itu akan

mewarnai corak kepribadian manusia yang menjadi hasil proses

pendidikan. Dari berbagai negara atau lembaga, kita dapat memperoleh

rumusan tujuan yang berbeda-beda substansi nilainya.

Indonesia sebagai negara yang berfalsafah Pancasila menetapkan

tujuan pendidikan adalah “untuk meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan

Yang Maha Esa, kecerdasan dan keterampilan, mempertinggi budi pekerti,

memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta

tanah air, agar dapat menumbuhkan manusiamanusia pembangun yang

dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggungjawab

atas pembangunan bangsa.34

Rumusan tersebut tampak jelas bahwa nilai-nilai hendak yang

ditumbuh kembangkan dalam pribadi anak didik adalah nilai-nilai kultural

34 Arifin HM, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta:Bina Aksara, 2007),hlm.118

xxix

bangsa Indonesia yang bercorak sosialistis religius, yaitu semangat

kegotongroyongan yang dijiwai oleh nilai keagamaan. Faktor kognitif,

afektif dan psikomotorik yang dilandasi dengan moralitas yang tinggi

menjadi potensi fundamental bagi perkembangannya dalam hidup

bernegara dan berbangsa yang bertanggungjawab.

Amerika Serikat yang menjadi pelopor sistem demokrasi liberal

didunia, mengetengahkan bahwa, “tujuan pendidikan pada terbentuknya

manusia warga negara yang demokratis dan warga negara yang baik serta

memiliki efisiensi sosial dan kehidupan ekonomi yang bermutu.” Idealitas

pendidikan Amerika Serikat tersebut rupanya diwarnai oleh paham filsafat

Pragmatisme.

Filsafat pragmatisme yaitu meletakkan pemakaian mengenai

sesuatu di atas pengetahuan itu sendiri. Maka dari itu kegunaan beserta

kemampuan perwujudan nyata adalah hal-hal yang mempunyai

kedudukan. Rumusan tersebut jelas utama di sekitar pengetahuan

mengenai sesuatu. bahwa manusia ideal yang hendak dibentuk melalui

proses pendidikan taat kepada peraturan adalah yang berjiwa demokratis,

manusia perundangan negara selaku warga negara serta memiliki

kompetensi dalam bernilai cukup tinggi.

Kongres Pendidikan Islam sedunia, tahun 1980 di Islamabad

menetapkan Pendidikan Islam sebagai berikut: “Pendidikan harus

ditujukan ke arah pertumbuhan yang berkesinambungan dari kepribadian

manusia yang menyeluruh melalui latihan spiritual, kecerdasan dan rasio,

xxx

perasaan dan panca indra. Oleh karenanya, maka pendidikan harus

memberikan pelayanan kepada pertumbuhan manusia dalam semua

aspeknya, yaitu aspek spiritual, intelektual, imajinasi, jasmaniah, ilmiah,

linguistik, baik secara individual maupun secara kolektif, serta mendorong

semua aspek itu ke arah kebaikan dan pencapaian kesempurnaan.”

Untuk meraih tujuan yang ideal itu, maka realisasinya harus

sepenuhnya bersumber dari cita-cita al-Qur'an, sunnah, dan ijtihad-ijtihad

yang masih berada dalam ruang lingkupnya. Muhammad Athiyah

alAbrasyi menyatakan bahwa prinsip utama pendidikan adalah

pengembangan berpikir bebas dan mandiri secara demokratis dengan

meperhatikan kecenderungan peserta didik secara individual yang

menyangkut aspek kecerdasan akal dan bakat pada prinsip pendidikan

Islam yakni demokrasi dan kebebasan, pembentukan ahlak karimah, sesuai

kemampuan akal peserta didik, diversifikasi metode, pendidikan

kebebasan, orientasi individual, bakat ketrampilan terpilih, proses belajar

dan mencintai ilmu, kecakapan berbahasa dan dialog, pelayanan, sistem

universitas, dan rangsangan penelitian.

Pendidikan Islam di Indonesia tidak dapat disangkal bahwa Islam

merupakan komponen penting yang turut membentuk dan mewarnai corak

kehidupan masyarakat Indonesia. Keberhasilan Islam menembus dan

mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia serta menjadikan dirinya

sebagai agama utama bangsa ini merupakan prestasi yang luar biasa. Hal

ini terutama bila dilihat dari segi geografis, dimana jarak Negara Indonesia

xxxi

dengan negara asal Islam, jazirah Arab cukup jauh. Apalagi bila dilihat

sejak dimulainya proses penyebaran Islam itu sendiri di kepulauan

nusantara ini, belum ada metode atau organisasi dakwah yang dianggap

cukup mapan dan efektif untuk memperkenalkan Islam kepada masyarakat

luas.

Pendidikan Islam sering terlambat merumuskan diri untuk

merespon perubahan dan kecenderungan mengorientasikan diri pada

bidangbidang humaniora dan ilmu-ilmu sosial ketimbang ilmu-ilmu

eksakta semacam fisika, kimia, biologi dan matematika modern. Padahal

ilmu ini mutlak diperlukan dalam mengembangkan teknologi canggih.

Disamping itu ilmu-ilmu eksakta ini belum mendapat apresiasi dan tempat

yang sepatutnya dalam sistem pendidikan Islam.

Usaha pembaharuan dan peningkatan sistem pendidikan Islam

sering bersifat sepotong-sepotong atau tidak komprehensif dan

menyeluruh, yang hanya dilakukan sekenanya atau seingatnya, sehingga

tidak terjadi perubahan secara esensial di dalamnya. Sistem pendidikan

Islam telah lebih cenderung berorieantasi kemasa silam ketimbang

berorieantasi kemasa depan, atau kurang bersifat future-oriented.

Sebagian besar sistem pendidikan Islam belum dikelola secara

professional baik dalam perencanaan, penyiapan, tenaga pengajar,

kurikulum maupun pelaksanaan pendidikannya, sehingga kalah bersaing

dengan lainnya. Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar manusia

untuk mengembangkan kepribadian di dalam maupun di luar sekolah dan

xxxii

berlangsung seumur hidup. Oleh karenanya agar pendidikan dapat dimiliki

oleh seluruh rakyat sesuai dengan kemampuan masyarakat, maka

pendidikan adalah tanggung jawab keluarga, masyarakat dan pemerintah.

Tanggung jawab tersebut didasari kesadaran bahwa tinggi rendahnya

tingkat pendidikan masyarakat berpengaruh pada kebudayaan suatu daerah,

karena bagaimanapun juga, kebudayaan tidak hanya berpangkal dari naluri

semata-mata tapi terutama dilahirkan dari proses belajar dalam arti yang sangat

luas.35

Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar yang diarahkan untuk

mematangkan potensi fitrah manusia, agar setelah tercapai kematangan itu, ia

mampun memerankan diri sesuai dengan amarah yang disandangnya, serta

mampu mempertanggung jawabkan pelaksanaan kepada Sang Pencipta.

Kematangan di sini dimaksudkan sebagai gambaran dari tingkat perkembangan

optimal yang dicapai oleh setiap potensi fitrah manusia.36

Pendidikan harus dilakukan secara intensif, supaya anak-anak didik dapat

membentengi perkembangan jasmani dan rohaninya dengan ilmu agama yang ia

peroleh di sekolah atau pun di dalam rumah tangganya. Pergaulan anak didik

baik di lingkungan rumah tangganya atau pun di lingkungan sekolah harus

mendapat perhatian dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga anak didik

benar-benar mendapat pendidikan yang mengarahkan pada pembinaan akhlak

yang mulia seperti yang diterangkan oleh Allah swt dalam surat An-Nahl ayat

125 sebagai berikut:

35

Hidayatullah, Furqon, Pendidikan Karakter; Membangun Peradaban Bangsa,

(Surakarta: Yuma Pustaka, 2010), h. 56 36

Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta ; PT. Raja Grafindo Persada, 2001), h. 51.

xxxiii

Artinya : "Ajaklah kepada jalan tuhan mu dengan cara

bijaksana dan nasehat yang baik” (QS. An-Nahl : 125)

Penddikan Islam itu sendiri ialah suatu aktivitas atau usaha

pendidikan terhadap anak didik menuju kearah berbentuknya kepribadian

muslim yang muttagien. Adapun menurut pendapat Zakiah Darajat,

“Pendidikan Islam adalah suatu membina dan mengasuh peserta didik

agar senantiasa dapat memahami kandungan ajaran Islam secara

menyeluruh, menghayati makna tujuan, yang pada akhirnya dapat

mengmalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.

Jadi, pendidikan Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan

pendidikan dalam mempersiapkan peserta didik untuk meyakini,

memahami dan mengamalkan ajara Islam melalui kegiatan bimbingan

pengajaran atau pelatihan yang telah direncanaka untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan

Dalam menggunakan sistem pendidikan Islam dan

mengutamakan pendidikan aqidah dari segala pengetahuan, anak-anak

dari pra sekolah telah diajarkan pelajaran menghafalkan al-Quran, Sifat-

sifat Allah. Ini membuktikan bahwa Aqidah yang diikuti dengan

pelajaran nahu dan shraf juga diajarkan secara hafalan adalah konsep

pendidikan mumpuni. Semua sistem pendidikan Islam menjadi konsep

pentingnya pendidikan aqidah menurut pemikiraan Syekh Abdullah Al-

Harary.

xxxiv

Bagi beliau ilmu pengetahuan itu penting gunanya untuk mampu

melawan setiap kedzaliman yang tengah terjadi. Dalam pemikiran beliau

“Barang siapa yang memiliki aqidah atau tauhid yang kuat dan sempurna

maka dia bisa menguasai sesuatu tanpa harus menggunakan senjata”

itulah yang menjadi tekad beliau dalam membebaskan kebodohan hakiki

dari ketersesatan diri dijajah oleh hawa nafsu pribadi.

Dalam setiap ilmu pengetahuan yang beliau dapati selalu ada

sudut pandang dari beliau sendiri terhadap ilmu yang didapatkannya.

Berjuang secara fisik, psikis, pikiran bagaimana konsep aqidah dalam

dunia pendidikan dapat diaplikasikan merupakan kenyataan yang harus

tegak berdiri sebagai bangun rancang pengetahuan lainnya.

3. Aqidah

Aqidah secara bahasa berasal dari kata Al-Aqdu (ikatan), Al-Tautsiqu

(pengamatan), Al-Ihkamu (pemantapan) dan Al-Rabtu biquwwah (pengikatan

dengan kuat). Sedangkan menurut istilah adalah keimanan yang teguh yang

tidak dihinggapi keraguan sedikitpun pemiliknya.37

Aqidah Islam memiliki kedudukan yang sangat penting dalam Islam.

Sebab aqidah berkaitan dengan benar dan salahnya keyakinan seseorang.

Apabila aqidah seseorang benar berarti keyakinan seseorang pun benar sehingga

amal ibadah yang dikerjakan akan diterima di sisi Allah Swt dan sebaliknya.

37

M. Syaifuddin Al Manar, Risalah Aqidah “Kajian Aqidah Dan Manhaj”, (Kulon Progo,

Jazamedia,2012), hal. 54

xxxv

Aqidah memiliki pengertian yang lebih luas di bandingkan tauhid, sebab

tauhid hanya menyangkut tentang Allah swt saja pada sisi pengesaan.

Sedangkan Aqidah mencangkup tentang rukun iman, rukun Islam.38

Sedangkan ulama fiqh mendefinisikan Aqidah yaitu sesuatu yang

diyakini dan dipegang teguh, sukar sekali untuk diubah. Ia beriman berdasarkan

dalil-dalil yang sesuai dengan kenyataan, seperti beriman kepada Allah Swt.

para Malaikat Allah, Kitab-kitab Allah, dan Rasul-rasul Allah, adanya taqdir

baik dan buruk, dan adanya hari akhir.39

Dari dua pengertian antara akidah dan pendidikan di tersebut, dapat

ditarik kesimpulan bahwa pendidikan aqidah adalah suatu proses usaha yang

berupa pengajaran, bimbingan, pengarahan, pembinaan kepada manusia agar

nantinya dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan aqidah Islam yang

telah diyakini secara menyeluruh, mengembangkan dan memantapkan

kemampuannya dalam mengenal Allah, serta menjadikan aqidah Islam itu

sebagai suatu pandangan hidupnya dalam berbagai kehidupan baik pribadi,

keluarga, maupun kehidupan masyarakat demi keselamatan dan kesejahteraan

hidup di dunia dan akhirat dengan dilandasi oleh keyakinan kepada Allah

semata.

Hal ini sesuai dengan karakteristik ajaran Islam sendiri yaitu, mengesakan Allah

dan menyerahkan diri kepada-Nya. Allahlah yang mengatur hidup dan

kehidupan umat manusia dan seluruh alam. Dialah yang berhak ditaati dan

dimintai pertolongan-Nya.

38

Ibid, hal. 54. 39

Muhammad Abdul Qadir Ahmad, Metodologi Pengajaran Agama Islam, terj. H.A.

Mustofa, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 116

xxxvi

4. Konsep

Untuk menghindari salah satu pengertian tentang arah dan maksud dari

judul yang di angkat, maka dipandang untuk ditegaskan secara jelas supaya

pembaca dapat memahami dengan baik seperti di bawah ini. Konsep adalah

suatu medium yang menghubungkan dengan subjek penahu dan objek yang

diketahui, pikiran dan kenyataan.40

Konsep juga mempunyai beberapa pengertian, yaitu dapat berarti ide

umum, pengertian, rencangan atau rencana dasar. Sedangkan dalam gambaran

mental dari objek proses atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan

oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain, juga disebut dengan konsep.

Merujuk pengertian diatas maka konsep yaitu mempersiapkan subjek

pendidikan agar mampu menjawab tantangan zaman yang dihadapi dan mampu

melihat setiap perubahan yang terjadi. Salah satu konsep yang banyak diajarkan

pada lembaga-lembaga pendidikan adalah yang menggambarkan bahwa

pendidikan sebagai satu bantuan dari pendidik untuk mengarahkan agar subjek

didik menjadi dweasa hingga ia telah menetapkan pilihan serta

mempertanggungjawabkan perbuatan dan tingkah lakunya secara mandiri maka

kegiatan pendidikan sudah selesai dan tidak diperlukan lagi.

5. Ruang lingkup Pendidikan Aqidah

Pembahasan akidah mencakup:

40 Yusuf Abdullah Puara, Masuknya Islam ke Indonesia, (Jakarta: CV. Indrajaya, 2015),

hlm. 42-43

xxxvii

1. Illahiyyat (ketuhanan). Yaitu yang memuat pembahasan yang berhubungan

dengan Ilah (Tuhan, Allah) dari segi sifat-sifat- Nya, nama-nama-Nya, dan

af‟al Allah. Juga dipertalikan dengan itu semua yang wajib dipercayai oleh

hamba terhadap Tuhan

2. Nubuwwat (kenabian). Yaitu yang membahas tentang segala sesuatu yang

berhubungan dengan Nabi dan Rasul mengenai sifat-sifat mereka,

kema‟shum-an mereka, tugas mereka, dan kebutuhan akan keputusan

mereka. Dihubungkan dengan itu sesuatu yang bertalian dengan pari wali,

mukjizat, karamah, dan kitab-kitab samawi.

3. Ruhaniyyat (kerohanian). Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang

berhubungan dengan alam bukan materi (metafisika) seperti jin, malaikat,

setan, iblis, dan ruh.41

4. Sam‟iyyat (masalah-masalah yang hanya didengar dari syara‟). Yaitu

pembahasan yang berhubungan dengan kehidupan di alam barzakh,

kehidupan di alam akhirat, keadaan alam kubur, tanda-tanda hari kiamat,

ba‟ts (kebangkitan dari kubur), mahsyar (tempat berkumpul), hisab

(perhitungan), dan jaza‟ (pembalasan).42

Ruang lingkup aqidah dapat diperinci sebagaimana yang dikenal sebagai

rukun iman, yaitu iman kepada Allah, malaikat (termasuk didalamnya: jin, setan,

41

Jin adalah makhluk yang berakal, berkehendak, mukallaf, sebagaimana bentuk materi

yang dimiliki manusia, yakni luput dari jangkauan indera, atau tidak dapat terlihat sebagaimana

keadaannya yang sebenarnya atau bentuknya yang sesungguhnya, dan mereka mempunyai

kemampuan untuk tampil dalam berbagai bentuk. Setan adalah sifat jahat yang tersembunyi dalam

diri jin dan manusia, yang dapat menimbulkan kerusakan dan kehancuran. Iblis adalah salah satu

dari golongan jin yang ingkar (tidak taat) terhadap perintah Allah untuk sujud kepada Adam as.

Lihat: Abu Aqila, Kesaksian Raja Jin: Meluruskan Pemahaman Alam Ghaib dengan Syari‟at,

(Jakarta: Senayan Abadi, 2002). 42

Hasan al-Banna, Aqidah Islam, terj. M. Hasan Baidaei, (Bandung: Al-Ma‟arif, 1980),

h. 14.

xxxviii

dan iblis), kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada para utusanNya, Nabi dan

Rasul, hari akhir, dan takdir Allah.43

BAB III

METODE PENELITIAN

43

Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam, h. 5-6

xxxix

A. Disaign Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kepustakaan

(library research), yaitu meneliti bahan-bahan kepustakaan yang berkaitan

erat dengan fokus penelitian. karena yang dijadikan fokus utama dalam

penelitian adalah hasil karya tulis yang merupakan hasil pemikiran Al-

Allamah Al-Muhaddits Al-Faqih Al-Syaikh Abdullah Al-Harary. Penulis

juga melakukan penelitian yang bersifat analisis content dalam menyajikan

hasil penelitian.

2. Sifat dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian mengenal Konsep Pendidikan Aqidah Menurut Al-

Allamah Muhadditsul Faqih Al-Syaikh Abdullah Al-Harary merupakan

penelitian kepustakaan (library research). Dengan sifat penelitian adalah

studi literatur, yaitu penelitian dilakukan dengan terjun keperpustakaaan,

mencari referensi terpercaya, dokumen dan media untuk menghimpun

sejumlah literatur, mempelajari dan menggali data yang diperlukan.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Waktu penelitian berjalan dimulai tanggal tertera pada surat riset yaitu

09 Maret 2019 hingga 10 Oktober 2020. Penulis mencatireferensi literature

akurat untuk penelitian ini seklaligus melakukan analisa dan bedah buku

yang bersangkutan dengan konsep pemikiran Syekh Abdullah Al-Harary

2. Tempat Penelitian

Adapun tempat penelitian pada karya ilmiah ini adalah pustaka, lokasi

taman buku, dan website tempat data tentang penelitian ditemukan.

xl

C. Data dan Sumber Data

1. Data Penelitian

Data penelitian ini diambil dari data kepustakaan yaitu yang referensi

data, kajian ilmiahpenelitian kepustakaan (library research), diperoleh

berdasrakan dari literature karya yang dimiliki oleh subjek maupun objek

penelitian.

2. Sumber Data

Adapun yang menjadi sumber data primer adalah buku : Sharih Al-

Bayan Fi Al-Radd „Ala man khalafa Al-Qur‟an sedangkan data

pendukungnya adalah beberapa buku tentang pemikiran syekh Abdullah Al-

Harary yaitu menjadi data-data sekunder yang berkaitan dengan judul

penelitian yang peneliti lakukan diantaranya adalah buku: Mukhtashar „Abd

Allah Al-Harari Al-Kafil Fi „Ilm Al-Din Al-Dharuri, Al-Shirath Al-Mustqim

Fi Al-Tauhid, Bughyah al-Thalib li Ma‟rifati „Alm al-Din al-Wajib. Serta

buku-buku pendukung lainnya seperti buku karya Musthofa Bisri yang

bercerita tentang Syekh Abdullah Al-Harary.

D. Tekhnik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah

dengan mencari dan mengumpulkan buku yang berhubungan dengan konsep

pendidikan aqidah, khususnya menurut Al-Allamah Muhaddits Al-Faqih Al-Syaikh

Abdullah Al-Harari dan buku Sharih Al-Bayan Fi Al-Radd „Ala man khalafa Al-

Qur‟an, Mukhtashar „Abd Allah Al-Harari Al-Kafil Fi „Ilm Al-Din Al-Dharuri, Al-

Shirath Al-Mustqim Fi Al-Tauhid, Bughyah al-Thalib li Ma‟rifati „Alm al-Din al-

Wajib. setelah data terkumpul maka dilakukan penelaahan serta sistematis dalam

xli

hubungannya dengan masalah yang diteliti, sehingga di peroleh data atau informasi

untuk bahan penelitian.

E. Tekhnik Analisis Data

Analisis yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah analisis content,

yaitu dengan melakukan pengkajian atau penelaahan secara mendalam dan

menyeluruh terhadap data yang diperoleh dari hasil penelitian mengenai Konsep

Pendidikan Aqidah Menurut Pemikiran Al-Allamah Al-Muhaddits Al-Faqih Al-

Syaikh Abdullah Al-Harary.

Dalam teknik pengolahan data, penulis melalui tahapan-tahapan yaitu:

a. Koleksi data, yaitu mengumpulkan seluruh data yang diperlukan.

b. Klasifikasi, yaitu pengumpulan data sesuai dengan jenis data.

c. Editing, yaitu mengecek kembali data yang terkumpul, apakah sudah

atau masih ada yang belum terkumpul.

d. Interprestasi yaitu menafsirkan data yang telah terkumpul dan diberikan

penjelasan seperlunya terhadap hal yang dianggap perlu.

Analisis Data yaitu penanganan terhadap suatu obyek ilmiah tertentu

dengan jalan memilah-milah antara pengertian yang satu dengan pengertian

yang lain untuk memperoleh kejelasan mengenai konsep pendidikan aqidah

menurut pemikiran Al-Allamah Muhaddits Al-Faqih Al-Syaikh Abdullah

Al-Harary dengan analisis content.

F. Penarikan Kesimpulan

Setelah data dikumpulkan, diolah kemudian di analisis maka penulis akan

melakukan pembahasan terhadap konten yang telah diteliti, seperti apa konsep

pemikiran pendidikan aqidah menurut Syekh Abduyllah Al-Harary, bagaimana dan

xlii

apa saja faktor- faktor pendukung dan penghambat dari konsep pemikiran

pendidikan aqidah Syekh Abdullah Al-Harary.