PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN PENDAPATAN DAEARAH LAINNYA

38
PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN PENDAPATAN DAERAH LAINNYA Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Publik II Oleh Bapak Sayifullah S.E., M.Akt. Oleh : Azmi Hanif (5553121571) Ifatullah (5553120827) Nadia Putri Adityo (5553120666) Kelas : IV C Kelompok : 5 (Lima) 2014 UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 3

Transcript of PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN PENDAPATAN DAEARAH LAINNYA

PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN PENDAPATANDAERAH LAINNYA

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Publik IIOleh Bapak Sayifullah S.E., M.Akt.

Oleh : Azmi Hanif (5553121571)

Ifatullah (5553120827)

Nadia Putri Adityo(5553120666)

Kelas : IV C

Kelompok : 5 (Lima)

2014UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

3

FAKULTAS EKONOMIJURUSAN ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN

Kata Pengantar

Puji syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas

penilitian ini dengan tepat waktu. Dengan pembuatan karya

tulis ilmiah ini bermaksud untuk memenuhi tugas Mata Kuliah

Ekonomi Pubik II yang diajukan oleh Bapak Sayifullah S.E.,

M.Akt.

Dan tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada

orang-orang yang telah membantu dalam pembuatan karya tulis

ilmiah ini. Kami menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih

jauh dari kesempurnaan oleh karena itu kami menerima kritik

dan saran yang membangun untuk memperbaiki pembuatan karya

tulis selanjutnya.

2

Serang, 6 Maret 2014

Penyusun

3

Daftar Isi

KataPengantar..........................................................................................................................2

DaftarIsi....................................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

LatarBelakang...........................................................................................................................4

TujuanMakalah.........................................................................................................................5

BAB 2 PEMBAHASAN

Pendapatan AsliDaerah..........................................................................................................5

PajakDaerah..................................................................................................................5

Retribusi.......................................................................................................................18

3

Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yangDipisahkan...............................................21

Lain-Lain PAD YangSah............................................................................................22

Pendapatan DarahLainnya..................................................................................................22

HibahDaerah................................................................................................................22

DanaDarurat................................................................................................................25

BAB III PENUTUP

Kesimpulan...............................................................................................................................26

BAB I5

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pendapatan asli daerah adalah bagian dari pendapatan

daerah yang bersumber dari potensi daerah itu sendiri yang

dipungut berdasarkan peraturan daerah tersebut sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan undang-undang tentang keuangan negara,

kekuasaan atas pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan

dilaksanakan oleh wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan

negara yang dipisahkan yaitu dikuasakan kepada Menteri

Keuangan. Sedangkan pengelolaan kekayaan negara yang

dipisahkan yang dananya bersumber dari APBD, diserahkan kepada

Gubernur/Bupati/Walikota selaku kepala pemerintahan daerah.

Di era otonomi daerah seperti sekarang ini, daerah

mendapat kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan

mengurus rumah tangganya sendiri. Salah satu ciri dari

kemapanan suatu daerah dalam berotonomi adalah terletak pada

kemampuan keuangannya. Untuk itu, daerah harus memiliki

kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber

keuangannya sendiri, mengelola dan menggunakannya untuk

membiayai penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan

daerahnya.

Tuntutan peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) semakin

besar seiring dengan semakin banyaknya kewenangan pemerintahan

yang dilimpahkan kepada daerah disertai pengalihan personil,

peralatan, pembiayaan dan dokumen (P3D) ke daerah dalam jumlah

6

besar. Sementara, sejauh ini dana perimbangan yang merupakan

transfer keuangan oleh pemerintah kepada daerah dalam rangka

mendukung pelaksanaan otonomi daerah, meskipun jumlahnya

relatif memadai namun daerah harus lebih kreatif dalam

meningkatkan PAD-nya. Oleh karena itu, daerah harus dapat

menggali sumber-sumber PAD yang potensial secara maksimal

namun tentu saja harus dalam koridor peraturan perundang-

undangan yang berlaku dan tidak menimbulkan high cost economy.

Pada makalah ini akan dibahas lebih jauh dan terperinci

mengenai Pendapatan Asli Daerah Dan Pendapatan Daerah Lainnya

serta kasus-kasus yang terjadi dan keselarasannya pada teori

yang ada.

Tujuan Makalah

Sebagai masyarakat yang menginginkan agar aspirasinya

didengarkan melalui perwakilannya dalam struktur

kepemerintahan atau dimana otonomi daerah diberlakukan

sehingga kita sepatutnya memiliki pemahaman mengenai kegiatan

keungan pemerintah daerah dalam Pendapatan Asli Daerah dan

Pendapatan Daerah Lainnya. Makalah ini disusun dengan tujuan

untuk memperoleh gambaran mengenai Pendapatan Asli Daerah dan

Pendapatan Daerah Lainnya. Disamping itu, makalah ini disusun

untuk melengkapi syarat penilaian Mata Kuliah Ekonomi Publik

II yang diwajibkan bagi mahasiwa semester IV kelas C.

BAB 2

7

PEMBAHASAN

PENDAPATAN ASLI DAERAH

Pendapatan daerah adalah hak daerah yang diakui sebagai

penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun

bersangkutan. Sedangkan pendapatan asli daerah adalah bagian

dari pendapatan daerah yang bersumber dari potensi daerah itu

sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah tersebut

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

PAD (pendapatan sumber daerah) bersumber dari:

Pajak daerah

Retribusi daerah

Hasil Pengolahan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan

Lain-lain PAD Yang Sah

A.Pajak Daerah

Pajak daerah adalah pajak yang di kelola oleh pemerintah

daerah (baik pemerintah daerah TK.I maupun pemerintah daerah

TK.II) dan hasil di pergunakan untuk membiayai pengeluaran

rutin dan pembangunan daerah (APBD). Tony Marsyahrul (2004:5).

Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal, pemerintah

daerah diberikan kewenangan yang lebih luas untuk menggali

potensi sumber-sumber penerimaan daerahnya dan kemudian

menentukan sendiri sumber penerimaan daerah yang sesuai dengan

karakteristik daerahnya masing-masing.

8

Kewenangan daerah untuk memungut pajak dan retribusi diatur

dengan UU Nomor 34 tahun 2000 tentang pajak dan retribusi

daerah yang merupakan penyempurnaan dari UU Nomor 18 Tahun

1997 dan ditindaklanjuti peraturan Nomor 66 Tahun 2001 tentang

Retribusi daerah. Berdasarkan undang-undang dan peraturan

pemerintah tersebut, daerah di berikan kewenangan untuk

memungut 11 jenis pajak, kabupaten/kota diberi peluang untuk

menggali potensi sumber-sumber keuangannya dan 28 jenis

retribusi. Daerah dilarang memungut jenis Pajak selain yang

tersebut di atas (Pasal 2 Ayat (2) UU Nomor 28 Tahun 2009).

Apabila ada Daerah menetapkan Perda dan melakukan pemunggutan

Pajak Daerah selain yang ditetapkan UU, maka Perda tersebut

akan direkomendasikan untuk dapat dibatalkan.

Macam-Macam Pajak Daerah

PAJAK PROVINSI

Pajak provinsi adalah pungutan pajak yang di tetapkan

oleh gubernur selaku kepala daerah (tingkat 1) sebagai bagian

dari pendapatan provinsi. Jenis-jenis pajak provinsi terdiri

dari :

Pajak Kendaraan Bermotor

Obyek pajak kendaraan bermotor adalah kepemilikan

dan/atau penguasaan kendaran bermotor.

Dikecualikan sebagai objek pajak kendaraan bermotor

adalah kepemilikian dan/atau penguasaan kendaraan

bermotor oleh:

a. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;

9

b. Kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dan

perwakilan lembaga-lembaga internasional dengan asas

timbal balik;

c. Subjek pajak lainnya yang diatur dengan Peraturan

Daerah.

Subjek pajak adalah kendaran bermotor adalah orang

pribadi atau badan yang memiliki kendaraan bermotor.

Wajib pajak kendaraan bermotor adalah orang pribadi atau

badan yang memiliki kendaraan bermotor.

Dasar dari pengenaan pajak kendaraan bermotor dihitung

sebagai perkalian dari 2 unsur pokok:

a. Nilai jual kendaraan bermotor;

b. Bobot yang mencerminkan secara relatif kadar kerusakan

jalan dan pencemaran lingkungan akibat penggunaan

kendaraan bermotor.

Tarif pajak kendaraan bermotor ditetapkan sebesar:

a. 1,5% untuk kendaraan bermotor bukan umum;

b. 1% untuk kendaraan bermotor umum;

c. 0,5% untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-

alat besar.

Pajak Kendaraan di Atas Air

Obyek pajak kendaraan di atas air adalah kepemilikan

dan/atau penguasaan kendaran di atas air.

Dikecualikan sebagai objek pajak kendaraan di atas air

adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraaan diatas

air oleh:

a. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;

10

b. Kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dan

perwakilan lembaga lembaga internasional dengan asas

timbal balik;

c. Orang pribadi atau badan atas kendaraan di atas air

perintis.

d. Subjek pajak lainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah.

Dasar pengenaan pajak kendaraan di atas Air di hitung

berdasarkan nilai jual kendaraan di atas air.

Subyek pajak adalah kendaran di atas air adalah orang

pribadi atau badan yang memiliki dan/atau menguasai

kendaraan diatas air.

Wajib pajak kendaraan bermotor adalah orang pribadi atau

badan yang memiliki kendaraan di atas air.

Tarif pajak kendaraan di atas air di tetapkan sebesar 1,5%.

Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

Objek pajak bea balik nama kendaraan bermotor adalah

penyerahan kendaraan bermotor.

Dikecualikan sebagai objek bea balik nama kendaraan

bermotor adalah penyerahan kendaraan bermotor oleh:

a. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;

b. Kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dan

perwakilan lembaga lembaga internasional dengan asas

timbal balik;

c. Subjek pajak lainnya yang diatur dengan Peraturan

Daerah.

Dasar pengenaan bea balik nama kendaraan bermotor adalah

nilai jual kendaraan bermotor.

11

Subjek pajak bea balik nama kendaraan bermotor adalah

orang pribadi atau badan yang menerima penyerahan

kendaraan bermotor.

Wajib pajak bea balik nama kendaraan bermotor adalah

orang pribadi atau badan yang menerima penyerahan

kendaraan bermotor.

Tarif bea balik nama kendaraan bermotor atas penyerahan

pertama ditetapkan sebesar:

a. 10% untuk kendaraan bermotor bukan umum;

b. 10% untuk kendaraan bermotor umum;

c. 3% untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-

alat besar.

Tarif bea balik nama kendaraan bermotor atas penyerahan

kedua dan selanjutnya ditetapkan sebesar:

a. 1% untuk kendaraan bermotor bukan umum;

b. 1% untuk kendaraan bermotor umum;

c. 0,3% untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-

alat besar.

Tarif bea balik nama kendaraan bermotor atas penyerahan

karena warisan ditetapkan sebesar:

a. 0,1% untuk kendaraan bermotor bukan umum;

b. 0,1% untuk kendaraan bermotor umum;

c. 0,03% untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan

alat-alat besar.

Menghitung Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor(BBN-KB):

Tarif x Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) atau Nilai Jual

Kendaraan Bermotor, berdasarkan harga umum.

12

Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air

Objek pajak bea balik nama kendaraan di atas air adalah

penyerahan kendaraan diatas air.

Subjek pajak bea balik nama kendaraan di atas air adalah

orang pribadi atau badan yang dapat menerima penyerahaan

kendaraan di atas air.

Tarif bea balik nama kendaraan di atas air atas

penyerahan pertama ditetapkan sebesar 5%.

Dikecualikan sebagai objek bea balik nama kendaraan di

atas air adalah penyerahan kendaraan bermotor oleh:

a. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;

b. Kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dan

perwakilan lembaga lembaga internasional dengan asas

timbal balik;

c. Orang pribadi ata badan atas kendaraan di atas air

perintis;

d. Subjek pajak lainnya yang diatur dengan Peraturan

Daerah.

Dasar pengenaan bea balik nama kendaraan di atas air

adalah nilai jual kendaraan di atas air.

Wajib pajak bea balik nama kendaraan di atas air adalah

orang pribadi atau badan yang menerima penyerahan

kendaraan di atas air.

Tarif bea balik nama kendaraan di atas air atas

penyerahan kedua dan selanjutnya ditetapkan sebesar 1%.

13

Tarif bea balik nama kendaraan di atas air atas

penyerahan karena warisan ditetapkan sebesar 0,1%.

Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

Objek pajak bahan bakar kendaraan bermotor adalah bahan

bakar kendaraan bermotor yang disediakan atau dianggap

digunakan untuk kendaraan bermotor.

Bahan bakar kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud ialah

bensin, solar dan bahan bakar gas.

Wajib pajak bahan bakar kendaraan bermotor adalah orang

pribadi atau badan yang menggunakan bahan bakar kendaraan

bermotor.

Subjek pajak bahan bakar kendaraan bermotor adalah

konsumen bahan bakar kendaraan bermotor.

Dasar pengenaan pajak bahan bakar kendaraan bermotor

adalah nilai jual bahan bakar kendaraan bermotor.

Tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor ditetapkan

sebesar 5%

Contoh untuk penghitungan pajak bahan bakar kendaraan bermotor

bahwa setiap kita membeli BBM di SPBU kita telah ikut membayar

Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), nilai yang kita

bayarkan adalah 5 % dari nilai jual BBM setelah dipotong PPN.

Jadi jika harga premium per liter Rp. 4.500 maka perhitungan

nilai pajaknya adalah :

Rp. 4.500 x 5/115 = Rp. 195.652 per liter

14

Jadi jika kita membeli 10 liter, maka PBBKB nya adalah Rp.

1956.52,

Proses pembayaran pajak yang dibayarkan tersebut :

1. Proses pertamakali adalah Penetapan Penyedia BBM (contoh

Pertamina, Shell Indonesia, Petronas Indonesia dan Total

Indonesia ditetapkan sebagai Wajib Pungut oleh Pemerintah

Provinsi Banten.

2. Selanjutnya pihak penjual (SPBU) melakukan Delivery Order

(DO)  ke penyedia bahan bakar dan diwajibkan membeli

seharga harga pasaran yang telah ditetapkan, misalkan

Premium per liter adalah Rp.4.500. Dalam hal ini pihak

penyedia bahan bakar wajib memungut PPN dan PBBKB serta

memberikan nilai keuntungan untuk pembeli (SPBU).

3. Nilai PBBKB yang telah dipungut selanjutnya dilaporkan

dalam bentuk Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) ke

DPKAD Provinsi Banten dan disetorkan langsung setiap

tanggal 25 bulan berikutnya ke Kas Daerah Provinsi

Banten.

4. Nilai PBBKB yang masuk ke Kas daerah Provinsi Banten

adalah bagian dari PAD Provinsi Banten untuk pembangunan

daerah.

Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan: Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

Objek Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah

dan air permukaan adalah:

a. Pengambilan air dibawah tanah.

b. Pemanfaatan air bawah tanah atau air permukaan.

15

c. Pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah atau air

permukaan.

Dikecualikan dari objek pajak pengambilan dan pemanfaatan

air bawah tanah dan air permukaan adalah:

a. Pengambilan, atau pemanfaatan air bawah tanah dan/atau

air permukaan oleh pemerintah pusat atau daerah;

b. Pengambilan, atau pemanfaatan air bawah tanah dan/atau

air permukaan oleh Badan Usaha Milik Negara dan Badan

Usaha Milik Daerah yang khusus didirikan untuk

menyelenggarakan usaha eksploitasi dan pemeliharaan

pengairan serta mengusahakan air dan sumber-sumber

air;

c. Pengambilan, atau pemanfaatan air bawah tanah dan/atau

air permukaan untuk kepentingan pengairan pertanian

rakyat;

d. Pengambilan, atau pemanfaatan air bawah tanah dan/atau

air permukaan untuk keperluan dasar rumah tangga;

e. Pengambilan, atau pemanfaatan air bawah tanah dan/atau

air permukaan lainnya yang diatur dengan peraturan

daerah.

Tarif pajak pengambilan dan pemanfaatan Air Bawah Tanah

dan Air Permukaan di tetapkan sebagai berikut:

a. Air bawah tanah sebesar 20%.

b. Air permukaan sebesar 10%.

Subjek Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah

dan/atau Air Permukaan adalah orang pribadi atau badan

yang mengambil, atau memanfaatkan air bawah tanah

dan/atau air permukaan.

16

Objek Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah

dan/atau Air Permukaan adalah orang pribadi atau badan

yang mengambil, atau memanfaatkan air bawah tanah

dan/atau air permukaan.

Dasar pengenaan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air

Bawah Tanah dan/atau Air Permukaan adalah nilai perolehan

air.

PAJAK KABUPATEN/KOTA

Pajak kabupaten/kota adalah pungutan pajak yang

ditetapkan oleh Bupati/Walikota selaku kepala daerah (tingkat

II) sebagai bagian dari pendapatan kabupaten atau kota.

Jenis jenis pajak kabupaten / kota terdiri dari:

1. Pajak Hotel;

2. Pajak Restoran;

3. Pajak Hiburan;

4. Pajak Reklame;

5. Pajak Penerangan Jalan;

6. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C;

7. Pajak Parkir;

8. Pajak Air Tanah;

9. Pajak Sarang Burung Walet;

10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan

Perkotaan; dan

11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

17

1. Pajak Hotel

Pajak hotel adalah suatu jenis pajak yang dikenakan kepada

orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas

pelayanan yang disediakan oleh hotel.

Fasilitas yang terhitung pajak hotel adalah sebagai

berikut :

1. Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka

pendek.

2. Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas

penginapan atau tinggal jangka pendek yang sifatnya

memberikan kemudahan dan kenyamanan.

3. Fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan

khusus tamu hotel.

Tarif Pajak

Tarif pajak hotel ditetapkan sebesar 10% (sepuluh

persen). Besaran pokok pajak hotel yang terutang dihitung

dengan cara mengalikan tarif pajak hotel dengan dasar

pengenaan pajak

Sistem Pemungutan Dan Pembayaran Pajak

Pemungutan pajak hotel menggunakan system self assesment yaitu

sistem pengenaan pajak yang memberi kepercayaan kepada wajib

pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan

melaporkan sendiri pajak yang terutang dengan jumlah besaran

disesuaikan dengan omzet bulanan yang terjual.

18

Wajib Pajak diwajibkan melaporkan pajak yang terutang

dengan menggunakan SPTPD, dengan melampirkan bon nota/tanda

pembayaran yang telah di perporasi/legalisasi. Apabila Wajib

Pajak yang tidak memenuhi kewajibannya setelah dilakukan

pemeriksaan, kepadanya dapat diterbitkan surat ketetapan pajak

daerah kurang bayar (SKPDKB) dan atau surat ketetapan pajak

daerah kurang bayar tambahan (SKPDKBT) yang menjadi sarana

penagihan pajak.

Kelengkapan yang harus dipersiapkan antara lain

Wajib Pajak harus mengisi surat pemberitahuan pajak

daerah (SPTPD) dan menandatangani oleh Wajib Pajak atau

yang diberi kuasa;

Menyiapkan Bon nota/tanda pembayaran untuk di

perporasi/legalisasi oleh Dinas;

Bilamana tidak, maka Dinas menyiapkan bon nota dengan

permohonan Wajib Pajak;

Menyiapkan laporan keuangan untuk pemeriksaan rutin

maupun berkala dari Dinas dengan melaporkan jumlah bon

nota/tanda pembayaran yang sah yang telah terjual untuk

ditetapkan besaran pajaknya;

Bilamana pihak pengelola tidak memenuhi kewajiban

perpajakannya, maka terhadap Wajib Pajak dikenakan sanksi

administratif berupa SKPDKB sesuai hasil pemeriksaan.

Contoh Kasus :

19

Seseorang menginap di Hotel “ABC” dengan harga/tarif kamar

Rp.200.000,00 sebelum discount. Pada saat keluar (check out

time) yang bersangkutan melakukan pembayaran atas:

Jasa sewa kamar                              Rp          

200.000,-

Discount 50%                                 Rp                    

100.000,- (-)

Rp           100.000,-

Jasa binatu (laundry)                      Rp            

50.000,-

Jasa makanan (restoran)              Rp          

100.000,-

Jasa karaoke(hiburan)                    Rp          

150.000,-

Jasa telepon                                    Rp                    

100.000,- (+)

Rp           400.000,-

Perhitungan Pajak Hotel adalah sebagai berikut :

Pajak Terutang  = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak

= Tarif Pajak x Jumlah Pembayaran yang dilakukan kepada

hotel

20

= 10% x Rp.600.000

= Rp 60.000 (Enam Puluh Ribu Rupiah)

Dengan kata lain bahwa dalam hal ini perhitungan Pajak Hotel

diskon dinyatakan bukan komponen pengurang besarnya pajak

terhutang.

2. Pajak Restoran

Pajak restoran adalah suatu jenis pajak yang dikenakan

kepada orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas

pelayanan yang dilakukan oleh restoran. Pengelola restoran

selaku wajib pajak berkewajiban memungut pajak ini yang tarif

setinggi-tingginya sebesar 10% yang ditetapkan melalui

peraturan daerah. Tarif pajak restoran sebesar 10%.

3. Pajak Hiburan

Pajak hiburan adalah suatu jenis pajak yang dikenakan kepada

orang pribadi atau badan yang menikmati atau menonton hiburan

yang disediakan oleh pribadi atau badan yang menyelenggarakan

hiburan tersebut. Tarif pajak hiburan sebesar 35%.

4. Pajak Reklame

Pajak reklame adalah suatu jenis pajak yang dikenakan kepada

seseorang atau badan organisasi yang menyelenggarakan kegiatan

reklame. Tarif pajak reklame sebesar 25%.

5. Pajak Penerangan Jalan

Pajak penerangan jalan adalah suatu jenis pajak yang

dikenakan kepada orang pribadi atau badan yang memperoleh

21

manfaat atas penerangan jalan di wilayah daerah yang tersedia

penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah

daerah. Tarif pajak penerangan jalan sebesar 10%.

6. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C

Pajak yang dikenakan kepada pribadi atau badan organisasi

yang mengambil bahan galian golongan C. Dasar pengenaan pajak

pengambilan bahan galian golongan C adalah nilai jual hasil

pengambilan bahan galian golongan C. Bahan Golongan C adalah

bahan yang tidak dianggap langsung mempengaruhi hayat hidup

orang banyak, contohnya garam, pasir, marmer, batu kapur dan

asbes. Industri pertambangan. Tarif pajak pengambilan bahan

galian golongan C sebesar 20%.

7. Pajak Parkir

Pajak yang dikenakan kepada pribadi yang melakukan parkir

kendaraan ditempat dimana tempat tersebut adalah tempat parkir

di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan

pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha,

termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan

garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. Tarif pajak

parkir sebesar 20%.

8. Pajak Air Tanah

Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau

pemanfaatan air tanah.

9. Pajak Sarang Burung Walet

Pajak sarang burung walet adalah pajak atas kegiatan

pengambilan dan/atau pengusahaan burung walet. Subjek sarang

22

burung walet ialah orang pribadi atau badan yang melakukan

pengambilan dan/atau mengusahakan sarang burung walet. Dasar

pengenaan pajak sarang burung walet adalah nilai jual sarang

burung walet, nilai jual sarang burung walet yang dimaksud

adalah dihitung berdasarkan perkalian antara harga pasaran

umum sarang burung walet yang berlaku didaerah yang

bersangkutan dengan volume sarang burung walet. Tarif pajak

sebesar 10%.

10. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan

Pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki,

dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan,

kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebuna,

perhutanan, dan pertambangan. Objek PBB adalah Bumi dan

Bangunan.

Cara mendaftarkan objek PBB yaitu orang yang menjadi

subjek PBB harus mendaftarkan objek pajaknya ke kantor DPPKAD

dengan menggunakan formulir surat pemberitahuan objek pajak

yang tersedia gratis.

11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah

pungutan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.

Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan

atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas

dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.

Hak atas tanah adalah hak atas tanah termasuk hak

pengelolaan, berserta bangunan di atasnya sebagaimana dalam23

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria, Undang-undang Nomor 16 tentang Rumah

Susun dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lainnya.[1]

Dasar pengenaan atas bea perolehan hak atas tanah dan

bangunan dari nilai perolehan obyek pajak dengan besaran tarif

sebesar 5% dari nilai perolehan obyek pajak.

Pajak Lain-lain

Selain jenis pajak kabupaten/kota yang ditetapkan dalam

peraturan pemerintah (PP 65/2001), dengan peraturan daerah

dapat ditetapkan jenis pajak lainnya sesuai kriteria yang

ditetapkan dalam undang-undang.

Tata cara Penghapusan Piutang Pajak yang Kadaluwarsa

Hal – hal pokok mengenai tata cara penghapusan piutang pajak

yang kadaluwarsa berdasarkan PP Nomor 65 Tahun 2001 sebagai

berikut:

Piutang pajak yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak

untuk melakukan penagihan sudah kadaluwarsa dapat

dihapuskan.

Gubernur menetapkan keputusan penghapusan piutang pajak

provinsi yang sudah kadaluwarsa.

Bupati atau walikota menetapkan keputusan penghapusan

piutang pajak kabupaten atau kota yang sudah kadaluwarsa.

Tata cara penghapusan piutang pajak yang sudah

kadaluwarsa diatur dengan peraturan daerah.

24

Bagi Hasil Pajak Provinsi kepada Kabupaten/Kota

Hasil penerimaan pajak provinsi sebagian diperuntukan bagi

daerah kabupaten/kota di wilayah provinsi yang bersangkutan

dengan ketentuan sebagi berikut:

Hasil penerimaan pajak kendaraan bermotor dan kendaraan

di atas aair dan bea daerah kabupaten/kota di provinsi

yang bersangkutan paling sedikit 30%.

Hasil penerimaan pajak bahan bakar kendaraan bermotor dan

pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air

permukaan diserahkan kepada daerah kabupaten/kota

diprovinsi yang bersangkutan paling sedikit 70%.

Bagian daerah kabupaten/kota ditetapkan lebih lanjut

dengan peraturan daerah provinsi dengan memeperhatikan

aspek pemerataan dan potensi antardaerah kabupaten/kota.

Penggunaan bagian daerah kabupaten/kota ditetapkan

sepenuhnya oleh daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

Bagi Hasil Pajak Kabupaten kepada Desa

Hasil penerimaan pajak kabupaten diperuntukan paling

sedikit 10% bagi desa diwilayah daerah kabupaten yang

bersangkutan. Bagian desa sebagaimana dimaksud ditetapkan

dengan peraturan daerah kabupaten dengan memperhatikan aspek

pemerataan dan potensi antardesa. Penggunaan bagian desa

ditetapkan sepenuhnya oleh desa yang bersangkutan.

Kasus Pajak Di Provinsi Banten

Setelah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan

penggelapan pajak di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kantor Samsat

25

Kabupaten Lebak, sebesar Rp1,6 Miliar, penyidik dari

Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Banten, terus

melakukan pengembangan, untuk mencari pelaku lain. Tiga orang

yang sudah ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan penggelapan

pajak itu antara lain DFS (34) yang bertugas sebagai kasir dan

dua tenaga kerja kontrak (TKK) berinisial D dan KS di UPT

Samsat Kabupaten Lebak.

Para tersangka diduga kuat melakukan penggelapan uang

pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Baru (BBNKB), dengan

kerugian mencapai Rp1,6 miliar. Kasus ini  akan segera

dilimpahkan ke kejaksaan. Surat pemberitahuan dimulainya

penyidikan (SPDP) sudah kami kiri ke Kejaksaan Tinggi (Kejati)

Banten. Dia menjelaskan, tersangka DFS yang bertugas sebagai

kasir dan Control Registrasi (CR) di UPT Samsat Rangkasbitung,

Lebak i itu diduga tidak menyetorkan uang penerimaan BBNKB

yang dibayarkan wajib pajak ke UPT Samsat Rangkasbitung, Lebak

mulai dari September 2009-Desember 2011. (Sumber:

www.suarapembaruan.com; Kasus Penggelapan Pajak di Kantor Samsat Lebak

Terus Dikembangkan)

Pada kasus ini kita dapat melihat bagaimana penyelewengan

terjadi pada pengurusan pajak yang dilakukan oleh oknum

petugas pajak di Kabupaten Lebak. Penyalahgunaan pajak yang

berujung pada korupsi adalah “benalu sosial” yang merusak

struktur pemerintahan, dan menjadi penghambat utama terhadap

jalannya pemerintahan dan pembangunan pada umumnya.

Pajak yang seharusnya bisa menjalankan fungsi dengan baik

sebagai budgetair menjadi kurang efektif. Terjadi

26

penyalagunaan pajak terjadi dapat kita lihat dari dua sudut

pandang, yaitu dari sudut pandang wajib pajak dan yang kedua

adalah dari sudut pandang pemerintah.

Dari segi wajib pajak, mereka kurang puas dengan kinerja

pemerintah baik dari segi pengawasan terhadap penggunaan dana

pajak maupun kinerja institusi pajak. Sehingga perlu diadakan

pembenahan terhadap system perpajakan di Indonesia. Dari segi

pemerintah, masih banyak tindakan menyimpang yang

dilakukan oleh pemerintah serta terdapat birokrasi yang

mendukungnya. Untuk mencapai fungsi budgetair yang

maksimal, perlu adanya kerjasama antara wajib pajak dan

pemerintah.

Retribusi

Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas

jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan

dan/atau diberikan oleh pemda untuk kepentingan orang pribadi

atau badan.

Beberapa dari istilah-istilah yang terkait dengan peraturan

retribusi adalah jasa, jasa umum, jasa usaha, perizinan

tertentu, wajib retribusi, masa retribusi.

Berdasarkan objeknya, retribusi dibagi menjadi tiga golongan,

yaitu:

1. Retribusi Jasa Umum;

2. Retribusi Jasa Usaha;

3. Retribusi Perizinan Tertentu.

27

Rincian dari masing-masing jenis retribusi diatur dalam

Peraturan Pemerinah (PP 66/2001), dengan peraturan daerah

dapat ditetapkan jenis retribusi lainnya sesuai kriteria

yang ditetapkan dalam Undang-Undang.

Berikut ini uraian hal-hal pokok megenai peraturan

retribusi daerah yang diolah berdasarkam UU Nomor 34 Tahun

2000 dan Nomor 6 Tahun 2001.

Retribusi Jasa Umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan

atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan

dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi

atau badan.

Jenis-jenis Retribusi Jasa Umum adalah:

Retribusi Pelayanan Kesehatan;

Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan;

Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk

dan Akte Catatan Sipil;

Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat;

Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum;

Retribusi Pelayanan Pasar;

Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor;

Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadaman Kebakaran;

Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta

Retribusi Pengujian Kapal Perikanan.

Retribusi Jasa Usaha adalah retribusi atas jasa yang

disediakan oleh pemerintahan daerah dengan menganut prinsip

28

komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh

sektor swasta.

Jenis-jenis Retribusi Jasa Usaha adalah:

Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah;

Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan;

Retribusi Tempat Pelelangan;

Retribusi Terminal;

Retribusi Tempat Parkir Khusus;

Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa;

Retribusi Penyedotan Kakus;

Retribusi Rumah Potong Hewan;

Retribusi Pelayanan Pelabuhan Kapal;

Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga;

Retribusi Penyebrangan di Atas Air;

Retribusi Pengolahan Limbah Cair;

Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.

Retribusi Perijinan Tertentu adalah retribusi atas kegiatan

pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang

pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan,

pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan

pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang,

prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi

kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

Jenis-jenis Retribusi Perijinan Tertentu:

Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;

Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol;

29

Retribusi Ijin Gangguan;

Retribusi Ijin Trayek.

Retribusi Terutang, Tata Cara Penghapusan, dan Bagi Hasil ke

Desa

Besarnya retribusi yang terutang oleh orang pribadi atau

badan yang menggunakan jasa atau perijinan tertentu dihitung

dengan cara mengalikan tarif retribusi dengan tingkat

penggunaan jasa. Tata cara penghapusan piutang retribusi

yang sudah kadaluwarsa diatur dengan peraturan daerah. Hasil

penerimaan jenis retribusi tertentu daerah kabupaten

sebagian diperuntukkan kepada desa. Bagian desa sebagaimana

dimaksud ditetapkan lebih lanjut dengan peraturan daerah

kabupaten dengan memperhatikan aspek keterlibatan desa dalam

penyediaan layanan tersebut.

Kasus Retribusi Daerah

Medan-ORBIT: Dugaan penyimpangan retribusi parkir di Dinas

Perhubungan (Dishub) Kota Medan yang ditangani Kejaksaan

Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) terus menjadi sorotan. Dalam

penanganannya, Kejatisu mengaku sudah memeriksa 19 orang

saksi, di antaranya Kadishub Armansyah Lubis serta Kabid

Perparkiran Fahmi Harahap.

Dijelaskan, persoalan penyimpangan parkir yang mengakibatkan

kerugian keuangan negara melalui sector Pendapatan Asli Daerah

(PAD) bukan baru kali ini terjadi.

30

Untuk tahun 2010, angka penyimpangan retribusi parkir

mencapai Rp24 miliar. Jadi tidak ada alasan bila tidak segera

mengusut dan menuntaskannya lalu menetapkan tersangka. Sebab,

kasus seperti ini bukan kali pertama terjadi, Pasalnya, dalam

laporan  pencatatan penerimaan PAD retribusi parkir 2011

sebesar Rp32 miliar, namun fisik PAD yang masuk ke kas daerah

hanya Rp10,6 miliar. Sementara pada 2010 dicatatkan penerimaan

mencapai Rp16 miliar, namun yang masuk ke kas daerah hanya

Rp12 miliar.

Untuk itu, Kejatisu diminta segera mengumpulkan alat bukti

keterlibatan para petinggi Dishub Medan,serta kemudian

menetapkan tersangkanya. (Sumber: www.harianorbit.com; Kasus Retribusi

Parkir Dishub Medan Rp24 M; 2012)

Kita dapat melihat hal yang sama terjadi pada pengelolaan

keuangan daerah untuk retribusi ini, sama halnya pada

pengelolaan pajak. Apabila pihak yang bersangkutan tidak serta

bersikap bijaksana dalam mengelolanya akan terjadi

penyalahgunaan dan tindak korupsi yang sangat disayangkan.

Untuk itu diperlukan untuk menciptakan aparatur pemerintah

yang jujur dan bersih, selain itu diperlukan sistem kontrol

yang efisien.

B.Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

Kekayaan negara yang dipisahkan adalah komponen kekayaan

negara yang pengelolaannya diserahkan kepada Badan Usaha Milik

Negara atau Badan Usaha Milik Daerah. Pengelolaan kekayaan

negara yang dipisahkan ini merupakan subbidang keuangan negara

31

yang khusus ada pada negara-negara nonpublik. Pemerintah

melakukan investasi pada BUMN. BUMD atau lembaga keuangan

negara/daerah lainnya sehingga timbul hak dan kewajiban negara

berkenaan dengan investasi tersebut.

Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan

bagian dari PAD daerah tersebut, yang antara lain bersumber

dari:

Bagian laba dari perusahaan daerah;

Bagian laba dari lembaga keuangan bank (contoh Bank

Daerah);

Bagian laba atas penyertaan modal kepada badan usaha

lainnya.

C.Lain-Lain PAD Yang Sah

Selain jenis-jenis PAD diatas, pendapatan daerah dapat pula

berasal dari lain-lain PAD yang sah, seperti:

Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;

Jasa giro atas penyimpanan uang APBD pada sebuah bank

pemerintah;

Pendapatan bunga;

Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang

asing; dan

Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari

penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh

daerah.

PENDAPATAN DAERAH LAINNYA32

Pendapatan daerah lainnya atau disebut dengan “Lain-lain

Pendapatan” bertujuan memberi peluang kepada daerah untuk

memperoleh pendapatan selain PAD dan dana perimbangan. Lain-

lain pendapatan daerah yang sah merupakan seluruh pendapatan

daerah selain PAD dan dana perimbangan, yang meliputi hibah,

dana darurat, dan lain-lain pendapatan yang ditetapkan

pemerintah.

A.Hibah Daerah

Hibah daerah merupakan sumber penerimaan daerah yang

berasal dari pemerintah dalam/luar negeri, badan/lembaga

dalam/luar negeri, atau perorangan, baik dalam bentuk devisa,

rupiah maupun barang dan atau jasa, termasuk tenaga ahli dan

pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali. Penerimaan ini

tidak bersifat mengikat sehingga tidak dapat mempengaruhi

kebijakan daerah.

Hibah daerah yang berasal dari dalam negeri dituangkan

dalam sebuah Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) antara

pemerintah daerah dan pemberi hibah. Demikian pulan dana hibah

yang berasal dari luar negeri harus dituangkan dalam naskah

perjanjian hibah yang di tanda tangani oleh pemerintah pusat

dan pemberi hibah luar negeri. Selanjutnya, hibah tersebut

akan diteruskan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah

terkait.

Hibah digunakan untuk menunjang peningkatan fungsi

pemerintahan dan layanan dasar umum, serta pemberdayaan

aparatur daerah. Tata cara pemberian, penerimaan, dan

penggunaan hibah, baik dari dalam/luar negeri diatur dengan33

Peraturan Pemerintah. Pertanggung jawaban pengelolaan keuangan

hibah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada

APBD. Pertanggungjawaban hibah dalam bentuk barang dan/atau

jasa dilaporkan melalui mekanisme pelaporan keuangan daerah

sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.

Sumber Hibah

Pada hakikatnya, hibah bersumber dari:

1. Dalam Negeri, hibah dapat bersumber dari:

a. Pemerintah Pusat;

b. Pemerintah Daerah Lain;

c. Badan/Lembaga/Organisasi swasta dalam negeri; dan/atau

d. Kelompok masyarakat/perorangan.

2. Luar Negeri, Hibah dapat bersumber dari:

a. Bilateral, yaitu hibah yang berasal dari pemerintah

suatu negara melauli suatu lembaga/badan keuangan yang

ditunjuk oleh pemerintah negara yang bersangkutan untuk

melaksanakan pemberian hibah.

b. Multilateral, yaitu hibah yang berasal dari lembaga

multilateral.

c. Donor lainnya, yaitu hibah yang berasal dari

badan/lembaga/organisasi/kelompok masyarakat/perorangan

luar negeri yang tidak termasuk lembaga bilateral dan

multilateral.

Bentuk Hibah

Pemberian hibah dapat berupa uang/dana, barang maupun

jasa termasuk tenaga ahli atau pelatihan. Hibah dalam bentuk

34

uang/dana dapat berupa rupiah, devisa, atau surat berharga.

Hibah dalam bentuk barang dapat berupa barang bergerak seperti

peralatan, mesin, kendaraan bermotor, sedangkan barang tidak

bergerak seperti tanah, gedung dan bangunan. Sedangkan hibah

dalam bentuk jasa dapat berupa bantuan teknis, pendidikan,

pelatihan, penelitian, dan jasa lainnya.

Kasus Hibah di Provinsi Banten

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami kasus

dugaan penyelewengan penyaluran dana bantuan sosial (bansos)

dan hibah di Pemerintah Provinsi Banten.

“Oh, terbuka kemungkinan (Atut tersangka Bansos Banten),”

kata Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Praja, di Gedung KPK,

Jakarta, Senin (23/12/2013). Kasus ini masih berada pada

tingkat penyelidikan. Butuh dua alat bukti untuk menaikkan

status perkara ke tingkat penyidikan.

“Tetapi yang penting sekarang, kan sudah makin jelas posisi

Atut (di kasus Lebak). Yang ini (kasus bansos Banten) tinggal

didalami,” ujar Adnan. Saat ini Atut ditahan di Lapas Pondok

Bambu, Jakarta Timur.

Atut ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap

pengurusan sengketa pilkada Kabupaten, Lebak, Banten. KPK juga

menemukan bukti kuat dugaan keterlibatan Atut dalam kasus

korupsi pengadaan alat kesehatan di Banten.

Seperti diketahui, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan

ketidakwajaran dalam pengelolaan anggaran bantuan sosial di

35

Banten yang nilainya Rp 7,8 miliar. Anggaran tersebut

dicairkan pada 2010 hingga 2011.

Menurut laporan pemeriksaan BPK, Pemerintah Banten pada 2010

mengalokasikan anggaran bansos Rp 51,5 miliar dan terealisasi

Rp 51,4 miliar. Sedangkan pada 2011 anggaran bansos

dialokasikan Rp 78,5 miliar dan terealisasi Rp 78,2 miliar.

Data Indonesia Corruption Watch menemukan indikasi

penyelewengan terkait penyaluran dana bansos yang

mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 34,9 miliar pada

2011. ICW menduga ada empat modus penyelewengan anggaran yang

dilakukan oknum kepala daerah setempat.

Empat modus itu adalah lembaga penerima hibah fiktif,

pengulangan alamat lembaga penerima hibah, pemotongan dana

hibah, serta aliran dana hibah kepada lembaga yang dipimpin

kerabat Atut. (Sumber: www.kompas.com; KPK: Terbuka Kemungkinan Atut

Jadi Tersangka Bansos Banten; 2013)

Pada kasus ini terjadi korupsi dana bansos dan hibah yang

menjerat kepala daerahnya sendiri sebagai pelaku tindakan

pidana korupsi ini. Padahal seharusnya para pemimpin dan

pejabat memberikan teladan, memberantas dan menindak korupsi.

Sistem budget dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai

tanggung jawab etis tinggi, sehingga pengelolaan dana daerah

dapat secara bijaksana dikelola dan digunakan demi kepentingan

kesejahteraan masyarakat bukan untuk kepentingan pribadi.

B.Dana Darurat

36

Pemerintah mengalokasikan dana darurat yang berasal dari

APBN untuk keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana

nasional dan/atau peristiwa luar biasa yang tidak dapat

ditanggulangi oleh daerah dengan menggunakan sumber APBD-nya.

Keadaan yang dapat digolongkan sebagai bencana nasional

dan/atau peristiwa luar biasa yang ditetapkan oleh presiden.

Pemerintah dapat mengalokasikan dana darurat kepada

daerah yang dinyatakan mengalami krisis solvabilitas. Daerah

dinyatakan mengalami krisis solvabilitas berdasarkan evaluasi

Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Krisis

solvabilitas sebagaimana dimaksud ditetapkan oleh Pemerintah

setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

BAB III

PENUTUP

37

Kesimpulan

Salah satu sumber pendapatan daerah adalah PendapatanAsli

Daerah (PAD). Yang dimaksud dengan PAD adalah hak daerah yang

diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode

tahun bersangkutan. PAD merupakan bagian dari pendapatan

daerah yang bersumber dari potensi daerah itu sendiri yang

dipungut berdasarkan peraturan daerah tersebut sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain PAD,

pendapatan daerah bersumber dari Pendapatan Daerah Lainnya.

Setiap daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur keuangannya

sendiri yang bersumber dari pendapatan asli daerah dan

pendapatan daerah lainnya, apabila suatu daerah memiliki

kemampuan untuk mengelola keuangannya sendiri menceriminkan

daerah tersebut mempunyai kemapanan dalam melaksanakan otonomi

daerah. Untuk mengoptimalkan keuangan daerahnya diperlukan

keikutsertaan masyarakat dengan cara membayar pajak dan

retribusi kepada pemerintah daerah. Selain itu peran

pemerintah dalam mengelola keuangan daerahnya harus efektif

dan efisien agar mendukung pelaksanaan pembangunan daerah.

38