Pemimpin, Komunikasi Politik dan kekuatan sosial media
Transcript of Pemimpin, Komunikasi Politik dan kekuatan sosial media
1 | P a g e C a l l F o r T h e P a p e r I S K I 2 0 1 4 / i n d i w a n s e t o w a h y u w
PEMIMPIN, KOMUNIKASI POLITIK DAN PENGARUH SOSIAL MEDIA
Oleh
Indiwan seto wahyu wibowo
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara
ABSTRAK
Menjadi seorang pemimpin di era reformasi ini memang gampang-gampang susah.
Ibarat berpakaian, pemimpin itu nampaknya harus sedap dipandang baik dari belakang, depan
maupun dari sudut-sudut yang tak terlihat. Apalagi terkait dengan peran media massa, sepak
terjang sang pemimpin akan menjadi sorotan empuk media massa.
Jejaring sosial media mengubah proses penyampaian informasi yang sebelumnya
terpusat menjadi terdesentralisasi. Kane mengatakan, seorang individu gara-gara ada sosial
media dapat mengirimkan informasi kapanpun dia mau baik lewat gaya formal maupun non
formal. Artinya tidak ada lagi batas-batas bahwa kebijakan informasi harus dikendalikan
oleh pusat.
Menjadi pemimpin menjelang Pemilu 2014 mau tak mau harus bisa mengendalikan
sosial media. Sosial media sangat berperan dalam proses penciptaan image membutuhkan
kepiawaian para komunikator politik mengendalikan teknologi internet. Tak bisa lagi seorang
pemimpin „bersembunyi‟ dari kebenaran publik karena semua orang berpeluang
mendapatkan informasi dari berbagai pihak termasuk dari jurnalisme warga. Kemudahan
perangkat handphne mengambil gambar, merekam kejadian pada saat kejadian bisa
mengubah siapa saja menjadi pelapor jurnalisme warga.
Keywords : sosial media, komunkasi politik, pemimpin, dan peranan sosial media
PENDAHULUAN
Menjadi seorang pemimpin di era reformasi ini memang gampang-gampang susah.
Ibarat berpakaian, pemimpin itu nampaknya harus sedap dipandang baik dari belakang, depan
maupun dari sudut-sudut yang tak terlihat. Apalagi terkait dengan peran media massa, sepak
terjang sang pemimpin akan menjadi sorotan empuk media massa.
Contoh yang paling jelas dan masih baru adalah kasus yang menimpa Wakil Ketua
Ombudsman RI , Azlaini Agus. Dia akhirnya dibebastugaskan sementara dari jabatannya
sebagai Wakil Ketua Ombudsman RI terhitung sejak Rabu (30/10/2013). Hal ini terkait
laporan polisi terhadap Azlaini oleh Yana Novia yang mengaku staf maskapai penerbangan
Garuda Indonesia. "Tidak memberi penugasan kepada Azlaini terkait tugas-tugas
Ombudsman terhitung sejak keputusan Rapat Pleno ini sampai ada rapat yang menentukan
keputusan lain," ujar anggota Ombudsman Bidang Penyelesaian Laporan atau Pengaduan,
Budi Santoso, di kantornya, Rabu (30/10/2013).
2 | P a g e C a l l F o r T h e P a p e r I S K I 2 0 1 4 / i n d i w a n s e t o w a h y u w
Ombudsman meminta Azlaini untuk fokus menghadapi kasus hukumnya. Azlaini
dilaporkan oleh Yana ke Polsek Bukit Raya, Pekanbaru. Yana merasa ditampar oleh Azlaini.
Ombudsman RI juga telah membentuk Majelis Kehormatan untuk memeriksa dugaan
pelanggaran kode etiknya. (www.kompas.com, 31 oktober 2013).
Sebagai figur publik, Azlaini tak bisa mengelak menjadi bahan sorotan media massa
mengingat fungsinya sebagai tolok ukur bagaimana pemerintahan ini bekerja. Makalah ini
hendak mengangkat persoalan terkait dengan kepemimpinan dan komunikasi politik,
khususnya terkait dengan penggunaan dan pengaruh media baru dan sosial media.
Hal ini terkait dengan komunikasi politik yang dilakukan oleh para petinggi dan
pemangku kepentingan. Komunikasi politik adalah pembicaraan untuk mempengaruhi dalam
kehidupan bernegara, Komunikasi politik dapat juga merupakan seni mendesain apa yang
mungkin dan bahkan dapat merupakan seni mendesain yang tidak mungkin menjadi mungkin
(Arifin, 2011:1).
Jauh sebelumnya, pemimpin atau paling tidak publik figur sudah dan sering
memanfaatkan sosial media sebagai sarana komunikasi politik mereka. Contohnya Presiden
SBY, memiliki akun facebook yang bisa menampilkan sosok presiden yang non formal dan
tidak resmi kendati sering juga menyampaikan informasi formal.
Paling tidak, akan sulit sekali didapatkan di media formal suasana keluarga SBY
sehari-hari yang mungkin bisa ditolak oleh redaktur media massa karena tidak memiliki unsur
nilai-nilai berita seperti significancy, magnitude atau important. Sebagai contoh, dalam akun
facebooknya, SBY menampilkan suasana non formal saat menyambut pemimpin Rusia yang
sedang berulang tahun. Di Facebook tersebut nampak jelas, SBY menyanyikan lagu selamat
ulang tahun sambil memainkan gitar.
3 | P a g e C a l l F o r T h e P a p e r I S K I 2 0 1 4 / i n d i w a n s e t o w a h y u w
Gambar.1 Ulang Tahun Putin, SBY bermain gitar
Pencitraan yang coba dilakukan oleh Presiden SBY, seakan membuka mata bahwa
seperti itulah kehidupan sosial seorang presiden yang bisa meningkatkan posisi sosial di
tengah masyarakat.
Tokoh-tokoh politik yang lain seperti Prabowo, Wiranto (keduanya mencoba
mencalonkan diri sebagai Capres pada 2014 ), Gubernur Joko Widodo juga amat sering
muncul di sosial media, dan mempunyai pengikut yang cukup banyak.
Salah satu peserta Konvensi partai Demokrat, Pramono Edhi bahkan kemudian
membuat sebuah akun twitter melengkapi keiktsertaannya maju sebagai calon presiden untuk
2014. Twitter sebagai salah satu media sosial dianggap bisa menjadi jembatan antara dirinya
dengan para konstituen yang bakal memilihnya nanti.
4 | P a g e C a l l F o r T h e P a p e r I S K I 2 0 1 4 / i n d i w a n s e t o w a h y u w
Bahkan dia siap menerima perlakuan tidak menyenangkan karena „kenekadannya‟
terjun memanfaatkan sosial media.
“..Kalau sudah masuk hutan rimba itu ya saya harus siap. Jangan sampai kata-kata
saya berakibat buruk ke orang lain. Andai kata saya dapat kata-kata buruk, itu saya
terima sebagai kritik dan akan lebih hati-hati," kata Pramono usai peluncuran akun
twitter @edhiewibowo_55 di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu
(30/10/2013). Pramono mengakui dirinya adalah pengguna baru media sosial. Hal ini
karena waktu masih menjabat sebagai KSAD, Pramono berpikir aktivitasnya di dunia
maya bisa mempengaruhi putusannya sebagai petinggi militer. "Terus terang, ini
pengalaman pertama menggunakan twitter setelah saya tidak di militer. Saya
berpendapat dulu kalau menggunakan twitter, saat mengambil keputusan itu tidak
mudah. Tapi satu, hutan rimba itu bukan satu yang menakutkan. Kalau kita berpikir
positif, tentu akan positif," ujar ipar SBY ini.” (www.detik.com)
Tetapi persoalannya tidak hanya di situ, perkembangan teknologi informasi (dalam
hal ini perkembangan teknologi internet dan sosial media) membuat siapapun menjadi objek
sekaligus subjek perbincangan publik. Contoh SBY yang memanfaatkan Facebook sebagai
bagian dari pencitraan dirinya bisa berimbas pada keinginan publik untuk mengomentari
5 | P a g e C a l l F o r T h e P a p e r I S K I 2 0 1 4 / i n d i w a n s e t o w a h y u w
bahkan melakukan „protes‟ terhadap informasi yang disampaikannya, dan protes ini bisa
dilakukan oleh siapa saja –bahkan oleh orang biasa yang tidak akan mungkin terjadi dalam
praktik hidup sehari-hari. Masalahnya sekarang, apakah benar sosial media sangat berperan
dan berpengaruh pada pencitraan figur publik menjelang Pemilu 2014?.
Sebagai bahan perbincangan, penulis sertakan sejumlah contoh kasus yang menarik
untuk dicermati, pertama soal kontroversi kemacetan di Jakarta yang melibatkan SBY dan
Gubernur Jokowi. Berita itu menjadi pembicaraan menarik di Facebook seperti terlihat di
bawah ini:
SBY yang seolah menyalahkan Jokowi soal kemacetan menjadi bulan-bulanan
komentar dari para pengguna Facebook yang kebanyakan membela Jokowi, mengingat
6 | P a g e C a l l F o r T h e P a p e r I S K I 2 0 1 4 / i n d i w a n s e t o w a h y u w
bahwa selama ini seakan-akan hanya Jokowi yang harus bertanggungjawab soal kemacetan
Jakarta, dan ini bukan tanggung jawab pemerintah pusat yang ikut andil karena mengizinkan
masuknya mobil murah.
Contoh kasus yang lain, menyangkut „Calon Presiden‟ dari Golkar, Aburizal Bakrie
yang menjadi trending topik karena dianggap merugikan seorang penjual es tebu di Jambi.
Berita kecil soal rombongan Ketua Umum Golkar yang tidak membayar kepada seorang
penjual es tebu di Jambi, jadi bulan-bulanan di sosial media.
7 | P a g e C a l l F o r T h e P a p e r I S K I 2 0 1 4 / i n d i w a n s e t o w a h y u w
KERANGKA PEMIKIRAN
Kegiatan para pemimpin politik tidak bisa dilepaskan dari kegiatan berpolitik.
Disamping itu, para pemimpin itu memanfaatkan segala jenis media massa baik media
tradisional maupun media baru (sosial media) seperti twitter, facebook, youtube .
Kata politik memang mengandung banyak arti, begitupula konsep komunikasi politik.
Paling tidak kita sependapat dengan Lasswell (1963) yang merumuskan formula bahwa
politik adalah siapa memperoleh apa,kapan dan bagaimana caranya ( who gets what,when
how). Artinya siapa yang melakukan aktivitas politik dengan maksud mencapai tujuan
bersama pada waktu tertentu dengan cara memanfaatkan pengaruh (influenze), wewenang,
kekuasaan atau kekuatan. (Arifin, 2011:3).
Politik juga dipahami sebagai pembagian nilai-nilai oleh yang berwenang, berkuasa
atau para pemegang kekuasaan. Sedangkan pembicaraan politik menurut Bell ( dalam Arifin,
2013:5), adalah pembicaraan tentang kekuasaan,pembicaraan tentang pengaruh dan
pembicaraan tentang otoritas. Sedangkan Dan Nimmo (1999:82) menambahkan satu lagi
soal pembicaraan politik yaitu pembicaraan tentang konflik, karena melalui pembicaraan para
komunikator politik menyelesaikan perselisihan mereka kendatipun tidak menyeluruh.
Sementara itu, Komunikasi politik sendiri memiliki multimakna dan multidefinisi,
tergantung dari sudut mana kita melihatnya. Ilmuwan komunikasi A.Muis (1990) memberi
penekanan komunikasi politik pada pesan sebagai objek formalnya sehingga titik berat
konsepnya terletak pada komunikasi dan bukan pada politik.
Sedangkan, Astrid (1985) mengartikan komunikasi politik sebagai suatu komunikasi
yang diarahkan pada pencapaian pengaruh sedemikian rupa sehingga masalah yang dibahas
dapat mengikat semua warganya melalui suatu sanksi yang ditentukan bersama oleh
lembaga-lembaga politik. Dengan begitu, melalui kegiatan komunikasi politik terjadi
pembicaraan untuk mempengaruhi kehidupan bernegara. (Arifin, 2011:12).
Persoalannya adalah di era saat ini, beragam media komunikasi bisa digunakan untuk
menyampaikan pesan-pesan politik, termasuk di dalamnya media baru dengan teknologi
internet sebagai motornya. Kemudahan akses internet di tanah air, dan makin terjangkaunya
harga alat-alat komunikasi (handphone, tab dan notebook) memungkinkan sosial media
berperan besar dalam proses pembicaraan politik. Sebenarnya, apa peranan penting dari
sosial media bagi pencitraan pemimpin politik? Merujuk pada sejumlah konsep tentang
peranan sosial media, paling tidak sosial media bisa menjadi sarana penyebar informasi
sebagaimana diungkapkan oleh Ingmar De lange di bawah ini.
8 | P a g e C a l l F o r T h e P a p e r I S K I 2 0 1 4 / i n d i w a n s e t o w a h y u w
Sosial media selain bisa menjadi alat penyampaian informasi, bisa juga menjadi alat
yang ampuh untuk melakukan promosi dan distribusi „citra‟ yang menjadi „jualan‟ para
komunikator politik.
“…New media technologies impact our life culture by offering new lifestyles,
creating new jobs and eliminating others, demanding regulations and presenting unique new
social issues … ”(Straubhaar, 2012). Pernyataan Straubhaar ini sangat menjelaskan bahwa
teknologi media baru yang biasa disebut sebagai sosial media sangat penting. Sosial media
amat berpengaruh pada kehidupan budaya kita ( dalam hal ini berlaku juga dalam bidang
politik). Budaya politik berubah gara-gara teknologi new media, sekarang orang tak lagi
tergantung pada media-media tradisional. Semua orang sudah terbiasa menggunakan sosial
media bahkan dari handphone atau telepon genggam mereka.
Menurut Kane dan Fichman ( dalam Journal of Computer-Mediated Communication
(2013: 38–55) sosial media mengubah proses penyampaian informasi yang sebelumnya
terpusat menjadi terdesentralisasi. Kane mengatakan, seorang individu gara-gara ada sosial
media dapat mengirimkan informasi kapanpun dia mau baik lewat gaya formal maupun non
formal. Artinya tidak ada lagi batas-batas bahwa kebijakan informasi harus dikendalikan
oleh pusat.
“Social media allow the knowledge sharing process to move from intermittent to
continuous, as individuals can engage in ongoing conversations through
organizational activity streams (Ellison and Boyd, 2013; Kane et al., forthcoming;
Treem& Leonardi, 2012). Finally, social media allow the knowledge sharing process
to shift from users consciously populating preconstructed repositories to emergent
knowledge contributions as unplanned connections evolve as individuals use social
media to share knowledge”
9 | P a g e C a l l F o r T h e P a p e r I S K I 2 0 1 4 / i n d i w a n s e t o w a h y u w
Sosial media akhirnya memungkinkan terjadinya proses berbagi pengetahuan dan
informasi secara terus menerus berselang-seling, setiap individu akan menanggapi komentar
dan bisa menciptakan diskusi baru terkait dengan persoalan aktual yang tengah menjadi topik
pembicaraan hangat. Di seluruh dunia, begitu banyak pengguna yang terlibat dalam facebook,
dan setiap hari terjadi „banjir‟ kiriman dan komentar yang sangat luar biasa.
“Today and every day, 500 million users log-in to Facebook and create 100 million
"likes" on Facebook pages. In fact, on a daily basis, there are 2 billions posts liked
and commented on with another 250 million photos uploaded. This is a living map of
human connections never seen before
.(http://socialmediatoday.com/lindamfisk/385515/leveraging-power-facebook
Di bidang politik, sebagai contoh, sosial media twitter dimanfaatkan oleh Barak
Obama saat maju sebagai calon presiden Amerika . Mengapa Barak Obama memilih twitter
sebagai bagian dari upaya pencitraan dirinya? Ini wajar saja karena pengguna twitter bisa
mengirim pesan sebanyak 140 karakter secara langsung kepada para „followers‟ dengan
beragam platform seperti teks, gambar dan video. Sebagaimana twitter Barak Obama yang
amat memanfatkan media ini untuk menyampaikan gagasan, pendapat dan persuasinya agar
para pemilihnya yakin saat memilih dia.
Dan kemudahan teknologi dan
murahnya peralatan
berkomunikasi, membuat 90%
pengguna Twitter melakukan
interaksinya bukan lewat website
twitter tetapi interaksi mereka
lakukan lewat pesan teks mobile
lewat perangkat smartphone
mereka .
Di Amerika, para pengguna
twitter sangat bervariasi, dan
media ini amat populer di
kalangan „homeworkers‟ dan
para freelance, Sejumlah orang
memanfaatkan twitter sebagai
cara yang paling gampang agar
tetap terkoneksi dengan orang-
10 | P a g e C a l l F o r T h e P a p e r I S K I 2 0 1 4 / i n d i w a n s e t o w a h y u w
orang yang menjadi teman-teman atau kolega bisnisnya.
PEMBAHASAN
Menjadi pemimpin di era sekarang dimana sosial media sangat berperan dalam proses
penciptaan image membutuhkan kepiawaian para komunikator politik mengendalikan
teknologi internet.
Tak bisa lagi seorang pemimpin „bersembunyi‟ dari kebenaran publik karena semua
orang berpeluang mendapatkan informasi dari berbagai pihak termasuk dari jurnalisme
warga. Kemudahan perangkat handphne mengambil gambar, merekam kejadian pada saat
kejadian bisa mengubah siapa saja menjadi pelapor jurnalisme warga. Sebagai contoh dalam
kasus penamparan terhadap staf lapangan di bandara, kendati Wakil Ketua Ombudsman RI ,
Azlaini Agus membantah bahwa dirinya menampar, adanya foto yang memperlihatkan bekas
tamparan di pipi Yana ( korban penamparan) tak bisa dipungkiri.
Atau Aburizal Bakrie tak bisa begitu
saja lepas dari „pantauan‟ para pengguna
sosial media seperti pengguna facebook. Dia
sendiri sebagai calon presiden dari Partai
Golkar memiliki sejumlah akun di sejumlah
sosial media seperti gambar di samping.
Tetapi, meskipun aktif menyampaikan
gagasan di twitter @aburizalbakrie atau menyebar gagasan di akun facebooknya, kejadian
sederhana di Jambi justru membuat pencitraannya sebagai pemimpin Golkar menjadi buruk.
Meski akhirnya dibantah dan dianggap fitnah, kejadian itu membuktikan bahwa
apapun yag dilakukan oleh pemimpin bisa menjadi sarana empuk untuk menjatuhkan dirinya
dan sosial media merupakan salah satu alat efektif untuk menyerang pihak-pihak yang tidak
disukai dan menyanjung pihak-pihak yang disukai. (lihat lampiran).
Sebagai pemimpin politik atau komunikator bisa saja „menyulap‟ kebenaran lewat
siaran berita atau bantahan yang dilakukan lewat media formal, tapi dalam kasus Azlaini
Agus, bantahan tersebut jadi tak bermakna apa-apa ketika masyarakat luas bisa mendapatkan
informasi langsung dari lapangan, sebagai konsekuensi adanya kemudahan berkomunikasi
menggunakan handphone “smart” yang dilengkapi kamera dan internet.
Demikian pula, SBY sebagai aktivist sosial media, tak bisa lagi membatasi apakah
semua kirimannya lewat page atau halaman facebook harus ditanggapi serius atau positif oleh
11 | P a g e C a l l F o r T h e P a p e r I S K I 2 0 1 4 / i n d i w a n s e t o w a h y u w
user yang lain. Dalam banyak kasus, kiriman atau status yang dilontarkan SBY mendapatkan
kritikan dan kecaman dari banyak user, meski banyak juga yang melakukan pembelaan
secara langsung pula.
Tampak dari gambar dibawah ini, betapa meningkatnya jumlah user facebook di
Indonesia dari tahun ke tahun.
(Sumber http://beritagar.com/p/demografi-pengguna-facebook-di-indonesia)
Dengan begitu banyaknya pengguna facebook, demikian pula pengguna twitter,
semakin cepat berita tersebar dan
mendapatkan tanggapan dan karena
sifatnya interaktif, bisa saja berita atau
informasi tersebut diperbaiki, dikritik dan
dilengkapi.
Terkait dengan ini, bisa saja aib
seorang pemimpin atau calon pemimpin
dirusak lewat pemberitaan yang sebenarnya
harus dikaji ulang apakah benar-benar
berdasarkan fakta dan peristiwa nyata,
sebagaimana yang dialami oleh petinggi
PPP yang dikulik persoalan pribadinya.
Facebook menjadi ajang pertukaran pesan,
12 | P a g e C a l l F o r T h e P a p e r I S K I 2 0 1 4 / i n d i w a n s e t o w a h y u w
sharing informasi yang kemudian mendapatkan tanggapan dan komentar dari para pengguna.
Para pengguna tersebut mungkin akan membagikan informasi tersebut ke sejumlah teman
mereka sehingga penyebaran informasi akan begitu cepat dan sulit dikendalikan. Apabila
informasi yang disampaikan benar dan sesuai dengan kenyataan tentu tidak masalah, tetapi
kalau ini fitnah dan tidak benar, maka informasi yang beredar di facebook akan semakin liar
dan pencitraan terhadap tokoh tersebut akan semakin buruk.
Dengam demikian para pemimpin politik, para komunikator politik di Indonesia harus
memperhitungkan peranan media sosial yang ada, bahkan harus bisa mengendalikan
informasi yang disampaikan lewat cara-cara yang non formal dan dekat dengan user lainnya.
DAFTAR BACAAN Buku Arifin, Anwar , 2011, Komunikasi Politik, Graha Ilmu, Yogjakarta Laswell, Harold D, 1972. Politics, Who Gets What When and How, New York Meridian Books,inc Nimmo, Dan. 1999,Komunikasi Politik (Komunikator, Pesan dan Media), Bandung, Remadja Rosdakarya Straubhaar dkk.,2012, Media Now: Understanding Media, Culture, and Technology
Jurnal Majchrzak,Ann dkk, The Contradictory Influence of Social Media Affordances on Online Communal
Knowledge Sharing ( dalam Journal of Computer-Mediated Communication edisi 19 (2013:
38–55 Website www.facebook.com
www.kompas.com, 31 oktober 2013
www.detik.com
http://beritagar.com/p/demografi-pengguna-facebook-di-indonesia http://www.socialmediamodels.net/social-media-approach-models-category/social-media-247-model/ Social media today, (http://socialmediatoday.com/lindamfisk/385515/leveraging-power-facebook
13 | P a g e C a l l F o r T h e P a p e r I S K I 2 0 1 4 / i n d i w a n s e t o w a h y u w
DATA DIRI PENULIS
Indiwan seto wahyu wibowo, kelahiran Tangerang 8 Maret 1966 adalah dosen tetap
Ilmu Komunikasi pada Fikom Universitas Multimedia
Nusantara Gading Serpong Tangerang,. Lulusan dari
jurusan Komunikasi Fisipol Gadjah Mada Yogjakarta
pada tahun 1992, kemudian lulus Magister Ilmu
Komunikasi pada 2003 dari Universitas Indonesia.
Sebelum menjadi dosen, dia bekerja sebagai wartawan
pada Lembaga Kantor Berita Antara (1993-2012) dan
pernah menjabat sebagai manajer Lembaga Pendidikan
Jurnalistik Antara (2004-2008).
Penulis juga pendiri Rumah Pintar Komunikasi, sebuah
wadah para penggiat komunikasi dan penelitian kualitatif khususnya semiotika dan analisis
framing dan Critical Discourse Analysis.( www.rumahpintarkomunikasi.com). Selain itu
dikenal sebagai penulis buku Semiotika Komunikasi : Aplikasi praktis bagi penelitian dan
skripsi komunikasi yang diterbitkan oleh Mitra Wacana Media pada tahun 2011, dan 2013
(edisi kedua).
Selain sebagai dosen, dia juga menjadi instruktur jurnalistik dan widyaiswara bagi pelatihan
Pranata Humas yang diselenggarakan rutin tiap tahun oleh Kementerian Komunikasi dan
informasi khususnya dalam mata ajar Teknik Penulisan Berita dan Feature serta Penulisan
Karya Ilmiah Populer.