Pemimpin, Komunikasi Politik dan kekuatan sosial media

14
1 | Page Call For The Paper ISKI 2014/indiwan seto wahyu w PEMIMPIN, KOMUNIKASI POLITIK DAN PENGARUH SOSIAL MEDIA Oleh Indiwan seto wahyu wibowo Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara [email protected] ABSTRAK Menjadi seorang pemimpin di era reformasi ini memang gampang-gampang susah. Ibarat berpakaian, pemimpin itu nampaknya harus sedap dipandang baik dari belakang, depan maupun dari sudut-sudut yang tak terlihat. Apalagi terkait dengan peran media massa, sepak terjang sang pemimpin akan menjadi sorotan empuk media massa. Jejaring sosial media mengubah proses penyampaian informasi yang sebelumnya terpusat menjadi terdesentralisasi. Kane mengatakan, seorang individu gara-gara ada sosial media dapat mengirimkan informasi kapanpun dia mau baik lewat gaya formal maupun non formal. Artinya tidak ada lagi batas-batas bahwa kebijakan informasi harus dikendalikan oleh pusat. Menjadi pemimpin menjelang Pemilu 2014 mau tak mau harus bisa mengendalikan sosial media. Sosial media sangat berperan dalam proses penciptaan image membutuhkan kepiawaian para komunikator politik mengendalikan teknologi internet. Tak bisa lagi seorang pemimpin „bersembunyi‟ dari kebenaran publik karena semua orang berpeluang mendapatkan informasi dari berbagai pihak termasuk dari jurnalisme warga. Kemudahan perangkat handphne mengambil gambar, merekam kejadian pada saat kejadian bisa mengubah siapa saja menjadi pelapor jurnalisme warga. Keywords : sosial media, komunkasi politik, pemimpin, dan peranan sosial media PENDAHULUAN Menjadi seorang pemimpin di era reformasi ini memang gampang-gampang susah. Ibarat berpakaian, pemimpin itu nampaknya harus sedap dipandang baik dari belakang, depan maupun dari sudut-sudut yang tak terlihat. Apalagi terkait dengan peran media massa, sepak terjang sang pemimpin akan menjadi sorotan empuk media massa. Contoh yang paling jelas dan masih baru adalah kasus yang menimpa Wakil Ketua Ombudsman RI , Azlaini Agus. Dia akhirnya dibebastugaskan sementara dari jabatannya sebagai Wakil Ketua Ombudsman RI terhitung sejak Rabu (30/10/2013). Hal ini terkait laporan polisi terhadap Azlaini oleh Yana Novia yang mengaku staf maskapai penerbangan Garuda Indonesia. "Tidak memberi penugasan kepada Azlaini terkait tugas-tugas Ombudsman terhitung sejak keputusan Rapat Pleno ini sampai ada rapat yang menentukan keputusan lain," ujar anggota Ombudsman Bidang Penyelesaian Laporan atau Pengaduan, Budi Santoso, di kantornya, Rabu (30/10/2013).

Transcript of Pemimpin, Komunikasi Politik dan kekuatan sosial media

1 | P a g e C a l l F o r T h e P a p e r I S K I 2 0 1 4 / i n d i w a n s e t o w a h y u w

PEMIMPIN, KOMUNIKASI POLITIK DAN PENGARUH SOSIAL MEDIA

Oleh

Indiwan seto wahyu wibowo

Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara

[email protected]

ABSTRAK

Menjadi seorang pemimpin di era reformasi ini memang gampang-gampang susah.

Ibarat berpakaian, pemimpin itu nampaknya harus sedap dipandang baik dari belakang, depan

maupun dari sudut-sudut yang tak terlihat. Apalagi terkait dengan peran media massa, sepak

terjang sang pemimpin akan menjadi sorotan empuk media massa.

Jejaring sosial media mengubah proses penyampaian informasi yang sebelumnya

terpusat menjadi terdesentralisasi. Kane mengatakan, seorang individu gara-gara ada sosial

media dapat mengirimkan informasi kapanpun dia mau baik lewat gaya formal maupun non

formal. Artinya tidak ada lagi batas-batas bahwa kebijakan informasi harus dikendalikan

oleh pusat.

Menjadi pemimpin menjelang Pemilu 2014 mau tak mau harus bisa mengendalikan

sosial media. Sosial media sangat berperan dalam proses penciptaan image membutuhkan

kepiawaian para komunikator politik mengendalikan teknologi internet. Tak bisa lagi seorang

pemimpin „bersembunyi‟ dari kebenaran publik karena semua orang berpeluang

mendapatkan informasi dari berbagai pihak termasuk dari jurnalisme warga. Kemudahan

perangkat handphne mengambil gambar, merekam kejadian pada saat kejadian bisa

mengubah siapa saja menjadi pelapor jurnalisme warga.

Keywords : sosial media, komunkasi politik, pemimpin, dan peranan sosial media

PENDAHULUAN

Menjadi seorang pemimpin di era reformasi ini memang gampang-gampang susah.

Ibarat berpakaian, pemimpin itu nampaknya harus sedap dipandang baik dari belakang, depan

maupun dari sudut-sudut yang tak terlihat. Apalagi terkait dengan peran media massa, sepak

terjang sang pemimpin akan menjadi sorotan empuk media massa.

Contoh yang paling jelas dan masih baru adalah kasus yang menimpa Wakil Ketua

Ombudsman RI , Azlaini Agus. Dia akhirnya dibebastugaskan sementara dari jabatannya

sebagai Wakil Ketua Ombudsman RI terhitung sejak Rabu (30/10/2013). Hal ini terkait

laporan polisi terhadap Azlaini oleh Yana Novia yang mengaku staf maskapai penerbangan

Garuda Indonesia. "Tidak memberi penugasan kepada Azlaini terkait tugas-tugas

Ombudsman terhitung sejak keputusan Rapat Pleno ini sampai ada rapat yang menentukan

keputusan lain," ujar anggota Ombudsman Bidang Penyelesaian Laporan atau Pengaduan,

Budi Santoso, di kantornya, Rabu (30/10/2013).

2 | P a g e C a l l F o r T h e P a p e r I S K I 2 0 1 4 / i n d i w a n s e t o w a h y u w

Ombudsman meminta Azlaini untuk fokus menghadapi kasus hukumnya. Azlaini

dilaporkan oleh Yana ke Polsek Bukit Raya, Pekanbaru. Yana merasa ditampar oleh Azlaini.

Ombudsman RI juga telah membentuk Majelis Kehormatan untuk memeriksa dugaan

pelanggaran kode etiknya. (www.kompas.com, 31 oktober 2013).

Sebagai figur publik, Azlaini tak bisa mengelak menjadi bahan sorotan media massa

mengingat fungsinya sebagai tolok ukur bagaimana pemerintahan ini bekerja. Makalah ini

hendak mengangkat persoalan terkait dengan kepemimpinan dan komunikasi politik,

khususnya terkait dengan penggunaan dan pengaruh media baru dan sosial media.

Hal ini terkait dengan komunikasi politik yang dilakukan oleh para petinggi dan

pemangku kepentingan. Komunikasi politik adalah pembicaraan untuk mempengaruhi dalam

kehidupan bernegara, Komunikasi politik dapat juga merupakan seni mendesain apa yang

mungkin dan bahkan dapat merupakan seni mendesain yang tidak mungkin menjadi mungkin

(Arifin, 2011:1).

Jauh sebelumnya, pemimpin atau paling tidak publik figur sudah dan sering

memanfaatkan sosial media sebagai sarana komunikasi politik mereka. Contohnya Presiden

SBY, memiliki akun facebook yang bisa menampilkan sosok presiden yang non formal dan

tidak resmi kendati sering juga menyampaikan informasi formal.

Paling tidak, akan sulit sekali didapatkan di media formal suasana keluarga SBY

sehari-hari yang mungkin bisa ditolak oleh redaktur media massa karena tidak memiliki unsur

nilai-nilai berita seperti significancy, magnitude atau important. Sebagai contoh, dalam akun

facebooknya, SBY menampilkan suasana non formal saat menyambut pemimpin Rusia yang

sedang berulang tahun. Di Facebook tersebut nampak jelas, SBY menyanyikan lagu selamat

ulang tahun sambil memainkan gitar.

3 | P a g e C a l l F o r T h e P a p e r I S K I 2 0 1 4 / i n d i w a n s e t o w a h y u w

Gambar.1 Ulang Tahun Putin, SBY bermain gitar

Pencitraan yang coba dilakukan oleh Presiden SBY, seakan membuka mata bahwa

seperti itulah kehidupan sosial seorang presiden yang bisa meningkatkan posisi sosial di

tengah masyarakat.

Tokoh-tokoh politik yang lain seperti Prabowo, Wiranto (keduanya mencoba

mencalonkan diri sebagai Capres pada 2014 ), Gubernur Joko Widodo juga amat sering

muncul di sosial media, dan mempunyai pengikut yang cukup banyak.

Salah satu peserta Konvensi partai Demokrat, Pramono Edhi bahkan kemudian

membuat sebuah akun twitter melengkapi keiktsertaannya maju sebagai calon presiden untuk

2014. Twitter sebagai salah satu media sosial dianggap bisa menjadi jembatan antara dirinya

dengan para konstituen yang bakal memilihnya nanti.

4 | P a g e C a l l F o r T h e P a p e r I S K I 2 0 1 4 / i n d i w a n s e t o w a h y u w

Bahkan dia siap menerima perlakuan tidak menyenangkan karena „kenekadannya‟

terjun memanfaatkan sosial media.

“..Kalau sudah masuk hutan rimba itu ya saya harus siap. Jangan sampai kata-kata

saya berakibat buruk ke orang lain. Andai kata saya dapat kata-kata buruk, itu saya

terima sebagai kritik dan akan lebih hati-hati," kata Pramono usai peluncuran akun

twitter @edhiewibowo_55 di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu

(30/10/2013). Pramono mengakui dirinya adalah pengguna baru media sosial. Hal ini

karena waktu masih menjabat sebagai KSAD, Pramono berpikir aktivitasnya di dunia

maya bisa mempengaruhi putusannya sebagai petinggi militer. "Terus terang, ini

pengalaman pertama menggunakan twitter setelah saya tidak di militer. Saya

berpendapat dulu kalau menggunakan twitter, saat mengambil keputusan itu tidak

mudah. Tapi satu, hutan rimba itu bukan satu yang menakutkan. Kalau kita berpikir

positif, tentu akan positif," ujar ipar SBY ini.” (www.detik.com)

Tetapi persoalannya tidak hanya di situ, perkembangan teknologi informasi (dalam

hal ini perkembangan teknologi internet dan sosial media) membuat siapapun menjadi objek

sekaligus subjek perbincangan publik. Contoh SBY yang memanfaatkan Facebook sebagai

bagian dari pencitraan dirinya bisa berimbas pada keinginan publik untuk mengomentari

5 | P a g e C a l l F o r T h e P a p e r I S K I 2 0 1 4 / i n d i w a n s e t o w a h y u w

bahkan melakukan „protes‟ terhadap informasi yang disampaikannya, dan protes ini bisa

dilakukan oleh siapa saja –bahkan oleh orang biasa yang tidak akan mungkin terjadi dalam

praktik hidup sehari-hari. Masalahnya sekarang, apakah benar sosial media sangat berperan

dan berpengaruh pada pencitraan figur publik menjelang Pemilu 2014?.

Sebagai bahan perbincangan, penulis sertakan sejumlah contoh kasus yang menarik

untuk dicermati, pertama soal kontroversi kemacetan di Jakarta yang melibatkan SBY dan

Gubernur Jokowi. Berita itu menjadi pembicaraan menarik di Facebook seperti terlihat di

bawah ini:

SBY yang seolah menyalahkan Jokowi soal kemacetan menjadi bulan-bulanan

komentar dari para pengguna Facebook yang kebanyakan membela Jokowi, mengingat

6 | P a g e C a l l F o r T h e P a p e r I S K I 2 0 1 4 / i n d i w a n s e t o w a h y u w

bahwa selama ini seakan-akan hanya Jokowi yang harus bertanggungjawab soal kemacetan

Jakarta, dan ini bukan tanggung jawab pemerintah pusat yang ikut andil karena mengizinkan

masuknya mobil murah.

Contoh kasus yang lain, menyangkut „Calon Presiden‟ dari Golkar, Aburizal Bakrie

yang menjadi trending topik karena dianggap merugikan seorang penjual es tebu di Jambi.

Berita kecil soal rombongan Ketua Umum Golkar yang tidak membayar kepada seorang

penjual es tebu di Jambi, jadi bulan-bulanan di sosial media.

7 | P a g e C a l l F o r T h e P a p e r I S K I 2 0 1 4 / i n d i w a n s e t o w a h y u w

KERANGKA PEMIKIRAN

Kegiatan para pemimpin politik tidak bisa dilepaskan dari kegiatan berpolitik.

Disamping itu, para pemimpin itu memanfaatkan segala jenis media massa baik media

tradisional maupun media baru (sosial media) seperti twitter, facebook, youtube .

Kata politik memang mengandung banyak arti, begitupula konsep komunikasi politik.

Paling tidak kita sependapat dengan Lasswell (1963) yang merumuskan formula bahwa

politik adalah siapa memperoleh apa,kapan dan bagaimana caranya ( who gets what,when

how). Artinya siapa yang melakukan aktivitas politik dengan maksud mencapai tujuan

bersama pada waktu tertentu dengan cara memanfaatkan pengaruh (influenze), wewenang,

kekuasaan atau kekuatan. (Arifin, 2011:3).

Politik juga dipahami sebagai pembagian nilai-nilai oleh yang berwenang, berkuasa

atau para pemegang kekuasaan. Sedangkan pembicaraan politik menurut Bell ( dalam Arifin,

2013:5), adalah pembicaraan tentang kekuasaan,pembicaraan tentang pengaruh dan

pembicaraan tentang otoritas. Sedangkan Dan Nimmo (1999:82) menambahkan satu lagi

soal pembicaraan politik yaitu pembicaraan tentang konflik, karena melalui pembicaraan para

komunikator politik menyelesaikan perselisihan mereka kendatipun tidak menyeluruh.

Sementara itu, Komunikasi politik sendiri memiliki multimakna dan multidefinisi,

tergantung dari sudut mana kita melihatnya. Ilmuwan komunikasi A.Muis (1990) memberi

penekanan komunikasi politik pada pesan sebagai objek formalnya sehingga titik berat

konsepnya terletak pada komunikasi dan bukan pada politik.

Sedangkan, Astrid (1985) mengartikan komunikasi politik sebagai suatu komunikasi

yang diarahkan pada pencapaian pengaruh sedemikian rupa sehingga masalah yang dibahas

dapat mengikat semua warganya melalui suatu sanksi yang ditentukan bersama oleh

lembaga-lembaga politik. Dengan begitu, melalui kegiatan komunikasi politik terjadi

pembicaraan untuk mempengaruhi kehidupan bernegara. (Arifin, 2011:12).

Persoalannya adalah di era saat ini, beragam media komunikasi bisa digunakan untuk

menyampaikan pesan-pesan politik, termasuk di dalamnya media baru dengan teknologi

internet sebagai motornya. Kemudahan akses internet di tanah air, dan makin terjangkaunya

harga alat-alat komunikasi (handphone, tab dan notebook) memungkinkan sosial media

berperan besar dalam proses pembicaraan politik. Sebenarnya, apa peranan penting dari

sosial media bagi pencitraan pemimpin politik? Merujuk pada sejumlah konsep tentang

peranan sosial media, paling tidak sosial media bisa menjadi sarana penyebar informasi

sebagaimana diungkapkan oleh Ingmar De lange di bawah ini.

8 | P a g e C a l l F o r T h e P a p e r I S K I 2 0 1 4 / i n d i w a n s e t o w a h y u w

Sosial media selain bisa menjadi alat penyampaian informasi, bisa juga menjadi alat

yang ampuh untuk melakukan promosi dan distribusi „citra‟ yang menjadi „jualan‟ para

komunikator politik.

“…New media technologies impact our life culture by offering new lifestyles,

creating new jobs and eliminating others, demanding regulations and presenting unique new

social issues … ”(Straubhaar, 2012). Pernyataan Straubhaar ini sangat menjelaskan bahwa

teknologi media baru yang biasa disebut sebagai sosial media sangat penting. Sosial media

amat berpengaruh pada kehidupan budaya kita ( dalam hal ini berlaku juga dalam bidang

politik). Budaya politik berubah gara-gara teknologi new media, sekarang orang tak lagi

tergantung pada media-media tradisional. Semua orang sudah terbiasa menggunakan sosial

media bahkan dari handphone atau telepon genggam mereka.

Menurut Kane dan Fichman ( dalam Journal of Computer-Mediated Communication

(2013: 38–55) sosial media mengubah proses penyampaian informasi yang sebelumnya

terpusat menjadi terdesentralisasi. Kane mengatakan, seorang individu gara-gara ada sosial

media dapat mengirimkan informasi kapanpun dia mau baik lewat gaya formal maupun non

formal. Artinya tidak ada lagi batas-batas bahwa kebijakan informasi harus dikendalikan

oleh pusat.

“Social media allow the knowledge sharing process to move from intermittent to

continuous, as individuals can engage in ongoing conversations through

organizational activity streams (Ellison and Boyd, 2013; Kane et al., forthcoming;

Treem& Leonardi, 2012). Finally, social media allow the knowledge sharing process

to shift from users consciously populating preconstructed repositories to emergent

knowledge contributions as unplanned connections evolve as individuals use social

media to share knowledge”

9 | P a g e C a l l F o r T h e P a p e r I S K I 2 0 1 4 / i n d i w a n s e t o w a h y u w

Sosial media akhirnya memungkinkan terjadinya proses berbagi pengetahuan dan

informasi secara terus menerus berselang-seling, setiap individu akan menanggapi komentar

dan bisa menciptakan diskusi baru terkait dengan persoalan aktual yang tengah menjadi topik

pembicaraan hangat. Di seluruh dunia, begitu banyak pengguna yang terlibat dalam facebook,

dan setiap hari terjadi „banjir‟ kiriman dan komentar yang sangat luar biasa.

“Today and every day, 500 million users log-in to Facebook and create 100 million

"likes" on Facebook pages. In fact, on a daily basis, there are 2 billions posts liked

and commented on with another 250 million photos uploaded. This is a living map of

human connections never seen before

.(http://socialmediatoday.com/lindamfisk/385515/leveraging-power-facebook

Di bidang politik, sebagai contoh, sosial media twitter dimanfaatkan oleh Barak

Obama saat maju sebagai calon presiden Amerika . Mengapa Barak Obama memilih twitter

sebagai bagian dari upaya pencitraan dirinya? Ini wajar saja karena pengguna twitter bisa

mengirim pesan sebanyak 140 karakter secara langsung kepada para „followers‟ dengan

beragam platform seperti teks, gambar dan video. Sebagaimana twitter Barak Obama yang

amat memanfatkan media ini untuk menyampaikan gagasan, pendapat dan persuasinya agar

para pemilihnya yakin saat memilih dia.

Dan kemudahan teknologi dan

murahnya peralatan

berkomunikasi, membuat 90%

pengguna Twitter melakukan

interaksinya bukan lewat website

twitter tetapi interaksi mereka

lakukan lewat pesan teks mobile

lewat perangkat smartphone

mereka .

Di Amerika, para pengguna

twitter sangat bervariasi, dan

media ini amat populer di

kalangan „homeworkers‟ dan

para freelance, Sejumlah orang

memanfaatkan twitter sebagai

cara yang paling gampang agar

tetap terkoneksi dengan orang-

10 | P a g e C a l l F o r T h e P a p e r I S K I 2 0 1 4 / i n d i w a n s e t o w a h y u w

orang yang menjadi teman-teman atau kolega bisnisnya.

PEMBAHASAN

Menjadi pemimpin di era sekarang dimana sosial media sangat berperan dalam proses

penciptaan image membutuhkan kepiawaian para komunikator politik mengendalikan

teknologi internet.

Tak bisa lagi seorang pemimpin „bersembunyi‟ dari kebenaran publik karena semua

orang berpeluang mendapatkan informasi dari berbagai pihak termasuk dari jurnalisme

warga. Kemudahan perangkat handphne mengambil gambar, merekam kejadian pada saat

kejadian bisa mengubah siapa saja menjadi pelapor jurnalisme warga. Sebagai contoh dalam

kasus penamparan terhadap staf lapangan di bandara, kendati Wakil Ketua Ombudsman RI ,

Azlaini Agus membantah bahwa dirinya menampar, adanya foto yang memperlihatkan bekas

tamparan di pipi Yana ( korban penamparan) tak bisa dipungkiri.

Atau Aburizal Bakrie tak bisa begitu

saja lepas dari „pantauan‟ para pengguna

sosial media seperti pengguna facebook. Dia

sendiri sebagai calon presiden dari Partai

Golkar memiliki sejumlah akun di sejumlah

sosial media seperti gambar di samping.

Tetapi, meskipun aktif menyampaikan

gagasan di twitter @aburizalbakrie atau menyebar gagasan di akun facebooknya, kejadian

sederhana di Jambi justru membuat pencitraannya sebagai pemimpin Golkar menjadi buruk.

Meski akhirnya dibantah dan dianggap fitnah, kejadian itu membuktikan bahwa

apapun yag dilakukan oleh pemimpin bisa menjadi sarana empuk untuk menjatuhkan dirinya

dan sosial media merupakan salah satu alat efektif untuk menyerang pihak-pihak yang tidak

disukai dan menyanjung pihak-pihak yang disukai. (lihat lampiran).

Sebagai pemimpin politik atau komunikator bisa saja „menyulap‟ kebenaran lewat

siaran berita atau bantahan yang dilakukan lewat media formal, tapi dalam kasus Azlaini

Agus, bantahan tersebut jadi tak bermakna apa-apa ketika masyarakat luas bisa mendapatkan

informasi langsung dari lapangan, sebagai konsekuensi adanya kemudahan berkomunikasi

menggunakan handphone “smart” yang dilengkapi kamera dan internet.

Demikian pula, SBY sebagai aktivist sosial media, tak bisa lagi membatasi apakah

semua kirimannya lewat page atau halaman facebook harus ditanggapi serius atau positif oleh

11 | P a g e C a l l F o r T h e P a p e r I S K I 2 0 1 4 / i n d i w a n s e t o w a h y u w

user yang lain. Dalam banyak kasus, kiriman atau status yang dilontarkan SBY mendapatkan

kritikan dan kecaman dari banyak user, meski banyak juga yang melakukan pembelaan

secara langsung pula.

Tampak dari gambar dibawah ini, betapa meningkatnya jumlah user facebook di

Indonesia dari tahun ke tahun.

(Sumber http://beritagar.com/p/demografi-pengguna-facebook-di-indonesia)

Dengan begitu banyaknya pengguna facebook, demikian pula pengguna twitter,

semakin cepat berita tersebar dan

mendapatkan tanggapan dan karena

sifatnya interaktif, bisa saja berita atau

informasi tersebut diperbaiki, dikritik dan

dilengkapi.

Terkait dengan ini, bisa saja aib

seorang pemimpin atau calon pemimpin

dirusak lewat pemberitaan yang sebenarnya

harus dikaji ulang apakah benar-benar

berdasarkan fakta dan peristiwa nyata,

sebagaimana yang dialami oleh petinggi

PPP yang dikulik persoalan pribadinya.

Facebook menjadi ajang pertukaran pesan,

12 | P a g e C a l l F o r T h e P a p e r I S K I 2 0 1 4 / i n d i w a n s e t o w a h y u w

sharing informasi yang kemudian mendapatkan tanggapan dan komentar dari para pengguna.

Para pengguna tersebut mungkin akan membagikan informasi tersebut ke sejumlah teman

mereka sehingga penyebaran informasi akan begitu cepat dan sulit dikendalikan. Apabila

informasi yang disampaikan benar dan sesuai dengan kenyataan tentu tidak masalah, tetapi

kalau ini fitnah dan tidak benar, maka informasi yang beredar di facebook akan semakin liar

dan pencitraan terhadap tokoh tersebut akan semakin buruk.

Dengam demikian para pemimpin politik, para komunikator politik di Indonesia harus

memperhitungkan peranan media sosial yang ada, bahkan harus bisa mengendalikan

informasi yang disampaikan lewat cara-cara yang non formal dan dekat dengan user lainnya.

DAFTAR BACAAN Buku Arifin, Anwar , 2011, Komunikasi Politik, Graha Ilmu, Yogjakarta Laswell, Harold D, 1972. Politics, Who Gets What When and How, New York Meridian Books,inc Nimmo, Dan. 1999,Komunikasi Politik (Komunikator, Pesan dan Media), Bandung, Remadja Rosdakarya Straubhaar dkk.,2012, Media Now: Understanding Media, Culture, and Technology

Jurnal Majchrzak,Ann dkk, The Contradictory Influence of Social Media Affordances on Online Communal

Knowledge Sharing ( dalam Journal of Computer-Mediated Communication edisi 19 (2013:

38–55 Website www.facebook.com

www.kompas.com, 31 oktober 2013

www.detik.com

http://beritagar.com/p/demografi-pengguna-facebook-di-indonesia http://www.socialmediamodels.net/social-media-approach-models-category/social-media-247-model/ Social media today, (http://socialmediatoday.com/lindamfisk/385515/leveraging-power-facebook

13 | P a g e C a l l F o r T h e P a p e r I S K I 2 0 1 4 / i n d i w a n s e t o w a h y u w

DATA DIRI PENULIS

Indiwan seto wahyu wibowo, kelahiran Tangerang 8 Maret 1966 adalah dosen tetap

Ilmu Komunikasi pada Fikom Universitas Multimedia

Nusantara Gading Serpong Tangerang,. Lulusan dari

jurusan Komunikasi Fisipol Gadjah Mada Yogjakarta

pada tahun 1992, kemudian lulus Magister Ilmu

Komunikasi pada 2003 dari Universitas Indonesia.

Sebelum menjadi dosen, dia bekerja sebagai wartawan

pada Lembaga Kantor Berita Antara (1993-2012) dan

pernah menjabat sebagai manajer Lembaga Pendidikan

Jurnalistik Antara (2004-2008).

Penulis juga pendiri Rumah Pintar Komunikasi, sebuah

wadah para penggiat komunikasi dan penelitian kualitatif khususnya semiotika dan analisis

framing dan Critical Discourse Analysis.( www.rumahpintarkomunikasi.com). Selain itu

dikenal sebagai penulis buku Semiotika Komunikasi : Aplikasi praktis bagi penelitian dan

skripsi komunikasi yang diterbitkan oleh Mitra Wacana Media pada tahun 2011, dan 2013

(edisi kedua).

Selain sebagai dosen, dia juga menjadi instruktur jurnalistik dan widyaiswara bagi pelatihan

Pranata Humas yang diselenggarakan rutin tiap tahun oleh Kementerian Komunikasi dan

informasi khususnya dalam mata ajar Teknik Penulisan Berita dan Feature serta Penulisan

Karya Ilmiah Populer.

14 | P a g e C a l l F o r T h e P a p e r I S K I 2 0 1 4 / i n d i w a n s e t o w a h y u w

LAMPIRAN