Pembinaan Pembekalan Penanggulangan Bencana

68
MARKAS BESAR ANGKATAN LAUT SEKOLAH STAF DAN KOMANDO ____________________________________________________ ___ KONSEPSI PEMBINAAN PEMBEKALAN TNI ANGKATAN LAUT GUNA MEWUJUDKAN EFEKTIFITAS DUKUNGAN LOGISTIK TNI DALAM RANGKA PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA BAB I PENDAHULUAN 1. Umum. Indonesia merupakan salah satu negara yang paling rentan terhadap bencana, ancaman secara relatif cukup jelas lebih disebabkan oleh kondisi geografis dan komposisi demografinya. Dengan adanya kondisi tersebut, Indonesia diprediksi masih akan terus mengalami dan mengelola bencana, adapun bencana yang sering terjadi di Indonesia adalah banjir, kebakaran, angin topan, longsor, kekeringan, gempa bumi, gunung berapi dan tsunami. Dalam upaya penyelenggaraan penanggulangan bencana 1 tersebut diperlukan dukungan semua komponen bangsa untuk bekerja secara terencana, terkoordinasi dan terinterasi untuk memberikan bantuan kemanusiaan, khususnya TNI melalui operasi militer selain perang (OMSP) 2 dan melalui penggunaan A lutsista yang dimiliki TNI AL dengan pembinaan pembekalan 3 yang efektif. 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. hal.2. 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI. 3 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. hal. 4.

Transcript of Pembinaan Pembekalan Penanggulangan Bencana

MARKAS BESAR ANGKATAN LAUTSEKOLAH STAF DAN KOMANDO

_______________________________________________________

KONSEPSI PEMBINAAN PEMBEKALAN TNI ANGKATAN LAUT GUNA MEWUJUDKAN

EFEKTIFITAS DUKUNGAN LOGISTIK TNI DALAM

RANGKA PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

BAB I

PENDAHULUAN

1. Umum. Indonesia merupakan salah satu negara yang paling

rentan terhadap bencana, ancaman secara relatif cukup jelas lebih

disebabkan oleh kondisi geografis dan komposisi demografinya.

Dengan adanya kondisi tersebut, Indonesia diprediksi masih akan

terus mengalami dan mengelola bencana, adapun bencana yang sering

terjadi di Indonesia adalah banjir, kebakaran, angin topan,

longsor, kekeringan, gempa bumi, gunung berapi dan tsunami. Dalam

upaya penyelenggaraan penanggulangan bencana1 tersebut diperlukan

dukungan semua komponen bangsa untuk bekerja secara terencana,

terkoordinasi dan terinterasi untuk memberikan bantuan

kemanusiaan, khususnya TNI melalui operasi militer selain perang

(OMSP)2 dan melalui penggunaan Alutsista yang dimiliki TNI AL

dengan pembinaan pembekalan3 yang efektif.

1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007 tentang PenanggulanganBencana. hal.2.2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI.3 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNIAngkatan Laut. hal. 4.

2

Dalam pelaksanaan tugas OMSP penyelenggaraan penanggulangan

bencana, bekal4 bantuan yang disiapkan TNI harus dapat disiapkan

secara cepat, tepat, efektif dan efisien dengan mengerahkan segala

kemampuan. Bekal bantuan dibutuhkan di setiap tahapan kegiatan

penanggulangan bencana, baik pada tahap kesiapsiagaan, tanggap

darurat, pemulihan, rehabilitasi dan rekonstruksi. Peningkatan

kesiapsiagaan logistik pra bencana khususnya pada saat terjadi

potensi bencana akan memperlancar Penanggulangan tanggap darurat,

sebaliknya keterbatasan logistik pada saat tanggap darurat akan

mempersulit pemberian bantuan khususnya pada pemberian pelayanan

kebutuhan dasar korban bencana, baik kebutuhan pangan, sandang dan

logistik lainnya.

Dalam upaya meningkatkan kesiapsiagaan logistik bencana maka

diperlukan sebuah konsep nyata dalam sistem logistik di lingkungan

TNI yang dapat diaktualisasikan untuk dapat mendukung

penyelenggaraan penanggulangan bencana. Adapun konsep yang dapat

segera diaktualisasikan yaitu suatu aplikasi sistem informasi

perencanaan logistik operasi yang berbasis web yang dapat

merencanakan dan menghitung segala bekal operasi dan bantuan

bencana secara cepat dan tepat. Aplikasi ini dapat pula digunakan

untuk memuat semua informasi yang dibutuhkan oleh para stakeholder

penanggulangan bencana, yaitu Badan Nasional Penanggulangan

Bencana (BNPB), Badan SAR Nasional (Basarnas), sektor non-

pemerintah, sektor swasta dan masyarakat.

Adapun alasan pemilihan judul diatas yaitu karena di dalam

Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010

Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi

Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut didalamnya telah diatur

diantaranya tentang asas, fungsi, dan prinsip pembinaan

4 Ibid.

3

pembekalan, namun pada pelaksananaannya pembinaan pembekalan saat

ini masih belum mampu mendukung logistik penyelenggaraan

penanggulangan bencana secara optimal. Adapun gap antara peraturan

perundang-undangan dengan pelaksanaan dalam dukungan logistik

penanggulangan bencana yaitu karena belum adanya konsep sistem

informasi logistik di lingkungan TNI Angkatan Laut, pembinaan

logistik dalam rangka penyelenggaraan penanggulangan bencana belum

terlaksana secara terencana dan terkoordinasi dengan baik, dan

fungsi penyimpanan di setiap pangkalan TNI Angkatan Laut belum

dimanfaatkan untuk penyelenggaraan penanggulangan bencana.

1. Maksud dan Tujuan

a. Maksud. Maksud penulisan Kertas Karya Kelompok

(Taskapok) ini untuk memecahkan persoalan yang muncul dalam

dukungan logistik penanggulangan bencana.

b. Tujuan. Tujuan dari penulisan Taskapok ini agar dapat

dijadikan bahan masukan bagi pimpinan TNI AL dan TNI dalam

pembinaan logistik untuk mewujudkan manajemen logistik

penanggulangan bencana yang efektif.

2. Metode dan Pendekatan.

a. Metode. Metode yang digunakan dalam menyusun Taskapok

ini yaitu menggunakan metode penulisan induktif dengan

deskriptif analisis.

b. Pendekatan. Penulisan dalam Taskapok ini menggunakan

pendekatan kesisteman secara komprehensif dengan

mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi dan

menggunakan pendekatan empiris dan studi kepustakaan.

4

3. Ruang Lingkup dan Tata Urut.

a. Ruang lingkup. Penulisan Taskapok ini dibatasi pada

pemecahan permasalahan logistik yang dihadapi TNI pada

umumnya dan TNI AL pada khususnya dalam tugas OMSP

penyelenggaraan penanggulangan bencana. Dalam hal ini

meliputi pembinaan pembekalan TNI Angkatan Laut guna

mewujudkan efektifitas dukungan logistik TNI dalam rangka

penanganan penanggulangan bencana.

b. Tata Urut. Adapun tata urut dalam penulisan Taskapok ini

disusun sebagai berikut :

1) Bab I Pendahuluan.

2) Bab II Landasan Pemikiran.

3) Bab III Kondisi Pembinaan Pembekalan TNI AL Saat

Ini.

4) Bab IV Faktor yang Mempengaruhi.

5) Bab V Pembinaan Pembekalan TNI AL yang

Diharapkan.

6) Bab VI Pemecahan Masalah.

7) Bab VII Penutup

5

BAB II

LANDASAN PEMIKIRAN

4. Umum. Adapun landasan berpikir penulisan Taskapok penanggulangan

bencana ini yaitu terdiri dari Landasan Idiil Pancasila, Landasan

Konstitusional Undang-Undang Dasar 1945, Landasan Visional Wawasan

nusantara, Landasan Konseptual Ketahanan Nasional, peraturan

perundang-undangan tentang TNI dan penanggulangan bencana, serta

teori-teori yang mendukung penyelenggaraan dukungan logistik yang

efektif dalam penanganan penanggulangan bencana.

5. Paradigma Nasional.

a. Landasan Idiil. Pancasila merupakan pandangan hidup,

jiwa, kepribadian bangsa, tujuan dan cita-cita hukum bangsa

dan negara, serta cita-cita moral bangsa Indonesia. Sila

kedua Pancasila yaitu Kemanusiaan yang adil dan beradab

mengandung makna yang mendalam dan menjadi dasar dalam

penanganan penanggulangan bencana. Dengan dasar tersebut maka

sudah menjadi kewajiban TNI dalam rangka penyelenggaraan

penanggulangan bencana untuk Memperlakukan manusia sesuai

dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha

6

Esa, Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban

asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan,

agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna

kulit dan sebagainya, Mengembangkan sikap saling mencintai

sesama manusia, Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan

tepa selira, Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, Gemar

melakukan kegiatan kemanusiaan, dan Merasa dirinya sebagai

bagian dari seluruh umat manusia karena itu dikembangkan

sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

b. Landasan Konstitusional. Sebagaimana diamanatkan dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia bertanggung jawab

melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia dengan tujuan untuk memberikan pelindungan terhadap

kehidupan dan penghidupan termasuk pelindungan atas bencana,

dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum. Pasal 5 ayat (2)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

c. Landasan Visional. wawasan nusantara memiliki dimensi

kewilayahan yang harus diatur bebas dari berbagi macam

ancaman untuk menjamin keutuhan wilayah negara, kedaulatan

negara, dan ketertiban di kawasan demi kepentingan

kesejahteraan segenap bangsa. Dalam konteks penanganan

penanggulangan bencana maka wawasan nusantara dijadikan

sebagai landasan setiap warganya untuk melakukan

penyelenggaraan penanggulangan bencana secara cepat dan tepat

dalam rangka mengembalikan keutuhan wilayah negara yang

terdampak bencana.

d. Landasan Konseptual. Dalam penanggulangan bencana,

Ketahanan Nasional pada hakekatnya adalah kemampuan dan

7

ketangguhan bangsa  untuk dapat menjamin kelangsungan

hidupnya menuju kejayaan dan kebanggaan bangsa dan negara.

Oleh karena itu agar penanggulangan bencana dapat berjalan

dengan lancar, efektif dan  efesien, maka perlu dihindarkan

dan dicegah  sedini mungkin  berbagai bentuk bencana baik

yang  berasal dari  dalam negeri maupun yang berasal dari

luar negeri. Berhasilnya penanganan penanggulangan bencana

akan dapat meningkatkan Ketahanan Nasional, dan Ketahanan

Nasional yang  tangguh akan dapat menjadi indikator

keberhasilan suatu Ketahanan Nasional.

7. Peraturan Perundang-Undangan.

a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002

tentang Pertahanan Negara. Undang-undang ini mempertimbangkan

bahwa pertahanan negara sebagai salah satu fungsi

pemerintahan negara yang merupakan usaha untuk mewujudkan

satu kesatuan pertahanan negara guna mencapai tujuan

nasional, yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh

tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan

ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

abadi, dan keadilan sosial.

b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2004

tentang Tentara Nasional Indonesia. Dalam Undang-undang ini

disebutkan dalam Pasal 7 bahwa Tugas Pokok Tentara Nasional

Indonesia dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP) yaitu

menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian dan pemberian

bantuan kemanusiaan. Dan disebutkan pula dalam pasal 9 bahwa

tugas TNI AL adalah:

8

1) Melaksanakan tugas TNI matra laut di bidang

pertahanan.

2) Menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah

laut Yurisdiksi Nasional sesuai dengan Hukum Nasional

dan Hukum Internasional yang telah diratifikasi.

3) Melaksanakan tugas Diplomasi Angkatan Laut dalam

rangka mendukung kebijakan politik luar negeri yang

ditetapkan oleh pemerintah.

4) Melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan

pengembangan kekuatan matra laut.

5) Kemampuan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut

(Dawilhanla).

Dalam masalah ini akan menitikberatkan pada tugas

pemberdayaan wilayah pertahanan laut yang difokuskan kepada

pemberdayaan logistik wilayah untuk memperkuat konsep

penyelenggaraan dukungan logistik penanggulangan bencana.

c. Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara. Undang-undang ini mengatur tentang

pengelolaan hibah yang berasal dari anggaran pemerintah

maupun perolehan lain yang sah, sehingga bantuan

penanggulangan bencana berupa barang maupun jasa yang

dikelola oleh TNI harus dapat dipertanggung jawabkan secara

transparan dan akuntabel kepada negara dan masyarakat.

d. Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang

Penanggulangan Bencana. Undang-undang ini digunakan sebagai

dasar atau landasan hukum dalam penanggulangan bencana yang

dapat memperkuat dan bersifat menyeluruh serta sesuai dengan

perkembangan keadaan masyarakat dan kebutuhan bangsa

Indonesia sehingga dapat mendukung segala upaya

9

penanggulangan bencana secara terencana, terkoordinasi, dan

terpadu.

e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun

2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.

Peraturan Pemerintah ini disusun dengan mempertimbangkan

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

Bencana Pasal 50 ayat (2) yaitu untuk memudahkan akses

kegiatan penanggulangan bencana, Pasal 58 ayat (2) tentang

kegiatan rehabilitasi, dan Pasal 59 ayat (2) tentang kegiatan

rekontruksi yang dilakukan oleh BNPB dan BPBD.

f. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun

2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana.

Peraturan Pemerintah ini disusun dengan mempertimbangkan

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

Bencana Pasal 63 tentang mekanisme pengelolaan dana

penanggulangan bencana dan Pasal 69 ayat (4) tentang tata

cara pemberian dan besarnya bantuan yang dilakukan oleh

pemerintah dan pemerintah daerah kepada para korban bencana.

g. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun

2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik

Nasional. Peraturan Presiden ini disusun dalam rangka

pengembangan Sistem Logistik Nasional sebagai salah satu

prasarana dalam membangun daya saing nasional serta mendukung

pelaksanaan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Ekonomi Indonesia (MP3EI) Periode 2011-2025. Peraturan ini

menjadi landasan hukum bagi perancangan sistem pembinaan

logistik di TNI Angkatan Laut sehingga diharapkan dapat

mendukung penyelenggaraan penanggulangan bencana khususnya

dan dapat mewujudkan Pengembangan Sistem Logistik Nasional

pada umumnya.

10

h. Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 09

Tahun 2011 tentang Pokok-Pokok Penyelenggaraan Bantuan TNI

dalam Penanggulangan Bencana Alam, Pengungsian dan Bantuan

Kemanusiaan. Peraturan ini menjelaskan tentang

penyelenggaraan tugas bantuan Tentara Nasional Indonesia

dalam menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian dan

bantuan kemanusiaan. Dalam rangka penyelenggaraan

penanggulangan bencana diperlukan upaya-upaya yang

sistematis dan terpadu antara TNI bersama-sama dengan para

pemangku kepentingan.

i. Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor

Perkasal/69/XI/2010 Tanggal 2 November 2010 tentang Buku

Petunjuk Induk Pembinaan Logistik TNI Angkatan Laut.

Peraturan ini mengatur tentang pembinaan logistik yang harus

dilaksanakan di lingkup internal unit organisasi TNI AL,

dengan mempertimbangkan bahwa pembinaan logistik memiliki

nilai yang sangat strategis dalam mendukung tugas TNI AL.

j. Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor

Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku

Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut.

Peraturan ini mengatur tentang pembinaan materil pembekalan

dan pembinaan dukungan pembekalan yang merupakan penjabaran

dari pembinaan logistik TNI AL. Pembinaan dukungan pembekalan

meliputi dukungan pembekalan untuk pemeliharaan/perbaikan,

kesiapan operasi, dan personel, dalam pembahasan ini akan

fokus pada dukungan pembekalan untuk kesiapan operasi dan

personel dalam rangka mendukung operasi penanggulangan

bencana.

8. Landasan Teori.

11

a. Teori Decission Support System (DSS). Little (1970) dalam

Turban (2005)5 mendefinisikan DSS sebagai “sekumpulan prosedur

berbasis model untuk data pemrosesan dan penilaian guna

membantu para manajer mengambil keputusan.” Dia menyatakan

bahwa untuk sukses, sistem tersebut haruslah sederhana,

cepat, mudah dikontrol, adaptif, lengkap dengan isu-isu

penting, dan mudah berkomunikasi. Sementara Moore dan Chang

(1980) mendefinisikan DSS sebagai sistem yang dapat diperluas

untuk mampu mendukung analisis data ad hoc dan pemodelan

keputusan, berorientasi terhadap perencanaan masa depan, dan

digunakan pada interval yang tidak reguler dan tak terencana.6

b. Teori Shortest Route Problem. Algoritma untuk mencari rute

terpendek ini dikembangkan pada tahun 1959 oleh Dijkstra,

dengan batasan/ketentuan yang mengatakan bahwa algoritma

Dijkstra ini hanya dapat digunakan bila semua busur pada

jaringanya mempunyai bobot non-negatif (Dimyati, 2004).7

Algoritma Dijkstra (juga disebut algoritma Siklis) ini

memungkinkan sebanyak mungkin kesempatan sebagaimana yang

diperlukan untuk mengevaluasi ulang sebuah node (Taha, 1996).8

c. Teori Linear Programming (LP). LP merupakan suatu model

umum yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah-masalah

pengalokasian sumber-sumber yang terbatas secara optimal.9

Dalam pembahasan ini akan menggunakan LP untuk menghitung

bekal bantuan bencana yang akan dimobilisasi oleh TNI ke

5 Turban, Efraim., Aronson, Jay E., Liang, Ting-Peng., (2005). “Decision SupportSystem and Intelligent System” edisi tujuh jilid 1, penerbit Andi, Yogyakarta.6 Moore, J.H., dan M. G. Chang., (1980),fall. “Design of Decision Support System.” DataBase, Vol 12, Nos.1 and 2.7 Dimyati,Tjutju, T., dan Dimyati, Akhmad, (2004). “Operation Research: Model-modelPengambilan Keputusan.” Sinar Baru Algesindo, Bandung.8 Taha, Hamdy A., (1996). “Riset Operasi: Suatu pengantar”, jilid I, Edisi kelima,Binarupa Aksara9 Subagyo, Pangestu dkk. (1993). Dasar-dasar Operation Research. Edisi kedua. BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta.

12

daerah bencana, adapun bekal bantuan bencana berupa kebutuhan

sandang, papan dan kebutuhan bencana lainnya.

d. Teori Hubungan Sipil Militer. “Maka tanpa ada ketentuan

supremasi Sipil dengan sendirinya TNI harus tunduk kepada

segala kepatuhan dan perintah yang dikeluarkan oleh

pemerintah”. Kepatuhan TNI ini selalu berpedoman pada Panca

sila dan memperhatikan berbagai aspirasi yang berkembang

dalam masyarakat demi tercapainya keberhasilan dalam

penyelenggaraan penanggulangan bencana.10

BAB III

KONDISI PEMBINAAN PEMBEKALAN TNI ANGKATAN LAUT SAAT INI

9. Umum. Kondisi Pembinaan pembekalan TNI AL saat ini yang

meliputi Fungsi Sistem Informasi dalam Pembinaan Pembekalan TNI

Angkatan Laut, Hubungan Koordinasi antar Stakeholder Penyelenggara

Penanggulangan Bencana dalam Bidang Pembekalan, dan Pembinaan

Pembekalan di Tingkat Pangkalan Angkatan Laut akan dapat

menimbulkan implikasi terhadap efektifitas dukungan logistik di

lingkungan internal TNI dalam rangka Penyelenggaraan

Penanggulangan Bencana.

10. Fungsi Sistem Informasi dalam Pembinaan Pembekalan TNI

Angkatan Laut. Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor

Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku

Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut

mengatur tentang pembinaan materil pembekalan dan pembinaan

dukungan pembekalan yang merupakan penjabaran dari pembinaan

10 Paket Intruksi. 2014. Hubungan Sipil dan Militer. Seskoal. Jakarta

13

logistik TNI AL. Pembinaan dukungan pembekalan meliputi dukungan

pembekalan untuk pemeliharaan/perbaikan, kesiapan operasi, dan

personel, dalam pembahasan ini akan fokus pada dukungan pembekalan

untuk kesiapan operasi dan personel dalam rangka mendukung operasi

penanggulangan bencana.

Dukungan Pembekalan untuk kesiapan operasi merupakan

Pembekalan untuk kesiapan operasi diarahkan dan ditujukan kepada

pemberian bekal awal dan bekal ulang baik untuk kebutuhan operasi

itu sendiri maupun personelnya. Adapun dukungan pembekalan untuk

kesiapan operasi meliputi:

a. Bekal awal kebutuhan operasi terdiri dari:

1) Amonisi dengan tolok ukur Basic Load (B/L) atau

sesuai kebutuhan operasi.

2) BBM dan BMP dengan tolok ukur isian tangki (I/T)

atau sesuai kebutuhan operasi.

3) Bekal-bekal operasi lainnya di luar amonisi, BBM

dan BMP diberikan berdasarkan norma/indeks sesuai

ketentuan yang ada atau sesuai dengan kebutuhan operasi.

4) Bekal personel dengan tolok ukur norma/indeks

sesuai ketentuan yang ada atau sesuai dengan kebutuhan

operasi.

b. Bekal ulang kebutuhan operasi terdiri dari:

1) Suku cadang diberikan berdasarkan Buku Dasar

Perbendaan (BDP) guna mengisi kembali persediaan yang

telah digunakan.

2) Amonisi, BBM dan BMP bekal operasi lainnya serta

bekal personel lainnya guna mengisi kembali persediaan

yang telah habis dipergunakan selama operasi,

Pelaksanaan dukungan materill perbekalan untuk kesiapan

operasi diselenggarakan sebagai berikut:

14

a. Bekal awal diberikan oleh Depo Pusat Pembekalan atau

Badan Pembekalan di darat di mana unsur-unsur berada (home

base)

b. Bekal ulang diberikan oleh Badan Pembekalan di daerah

operasi atau oleh Kapal Bantuan Logistik Mobil (BLM) untuk

mendukung kebutuhan serta menjamin ketahanlamaan operasi.

Adapun dukungan pembekalan untuk kesiapan Personel meliputi:

a. Dukungan pembekalan personel diberikan baik pada saat

operasi maupun pada saat tidak operasi yang meliputi:

1) Bekal Kelas I. yaitu makanan dan bahan makanan

2) Bekal Kelas II. yaitu Pakaian, textil, bahan

pakaian, perlengkapan perorangan, tenda, perkakas

tangan, alat rumah dan kantor, alat pemadam kebakaran,

keperluan umum serta pemetaan

3) Bekal Kelas VI. yaitu Kebutuhan umum perorangan

yang termasuk perlengkapan TNI.

4) Bekal Kelas VIII. yaitu Obat dan bahan obat

5) Bekal Kelas X. yaitu Semua materiil perbekalan yang

tidak termasuk dalam kelas- kelas lain.

b. Kebutuhan umum perorangan yang tidak termasuk

perlengkapan perorangan TNI (Bekal Kelas VI) serta materill

perbekalan yang tidak termasuk dalam salah satu kelas bekal

(Bekal kelas X) diberikan dengan pertimbangan khusus.

c. Tolok ukur dalam melaksanakan pemberian dukungan dalam

keadaan tidak operasi sesuai dngan norma/indeks yang berlaku,

sedangkan dalam keadaan darurat/operasi disamping berdasrkan

norma/indeks juga dengan memperhatikan klasifikasi, tujuan

dan ketahanlamaan operasi.

15

d. Dukungan materill perbekalan untuk keperluan personel

diberikan oleh Depo Pusat Pembekalan atau Badan Pembekalan di

darat

Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor

Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku

Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut

memberikan pedoman tentang Sistem Informasi pembekalan. Bahwa

sistem informasi yang dibangun harus sesuai Azas Ketepatan, yang

berarti bahwa Pembinaan materiel perbekalan dan pembinaan dukungan

pembekalan harus dapat menjamin ketepatan data/informasi untuk

kebutuhan perencanaan maupun pelaksanaan pembekalan.

Azas ketepatan ini digunakan dalam menjalankan fungsi sistem

informasi. Sistem Informasi pembinaan materiil perbekalan

dilaksanakan melalui otomasi dengan sistem komputerisasi guna

memberikan informasi yang cepat dan akurat tentang materiil

perbekalan. Azas ketepatan ini juga digunakan dalam menjalankan

fungsi administrasi perbendaharaan. Administrasi perbendaharaan

materi perbekalan dilaksanakan dengan Sistem Informasi Manajemen

Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK BMN) dengan wujud kegiatan

komputerisasi pencatatan, pelaporan serta pertanggungjawaban

secara sistematis sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku.

11. Hubungan Koordinasi antar Stakeholder Penyelenggara

Penanggulangan Bencana dalam Bidang Pembekalan. Hubungan yang

sinergis antar stakeholder Penyelenggara Penanggulangan Bencana akan

sangat mendukung keberhasilan operasi, oleh karenanya keterpaduan

dan koordinasi menjadi amanat undang-undang yang melandasi

kegiatan penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, adapun peraturan

perundang-undang tersebut adalah:

16

a. Undang-undang RI No. 24 Tahun 2007 Pasal 3 huruf c.

menjelaskan Prinsip-prinsip dalam penanggulangan bencana

haruslah terkoordinasi dan terpadu.

b. Permenhan Nomor 09 Tahun 2011 Pasal 9 menjelaskan bahwa

penanggulangan bencana alam bertujuan untuk menjamin

terselenggaranya penanggulangan bencana alam secara

terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh.

c. Permenhan Nomor 09 Tahun 2011 Pasal 10 nomor (2) bahwa

dalam Tahap pra bencana harus diselenggarakan tahapan

penanggulangan bencana yang meliputi pencegahan/mitigasi,

koordinasi dan latihan bersama antar instansi terkait, dan

kesiapsiagaan.

d. Permenhan Nomor 09 Tahun 2011 Pasal 13 huruf b.

Menjelaskan Mabes TNI sebagai pelaksana operasional

melaksanakan koordinasi lintas sektoral di tingkat pusat,

sebagai Pembina dan pengguna kekuatan TNI dalam

penyelenggaraan bantuan yang diwujudkan dalam Tri Matra

terpadu

e. Permenhan Nomor 09 Tahun 2011 Pasal 13 huruf d.

menjelaskan tentang pengorganisasian bahwa Kotama Operasi TNI

sebagai pelaksana tugas melaksanakan koordinasi lintas

sektoral di tingkat daerah dan sebagai supervisi operasional

teknis di lapangan.

f. PP Nomor 21 Tahun 2008 Pasal 2 menjelaskan bahwa

penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk

menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana

secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh

dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari

ancaman, risiko, dan dampak bencana.

17

g. Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010

Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi

Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut memberikan petunjuk

agar jajaran TNI AL dalam pembinaan pembekalannya mengadakan

koordinasi dan sinkronisasi dengan semua pihak yang terkait

dalam semua kegiatan pengerahan dan penyerahan kembali

materiil perbekalan yang telah dimobilisasi.

h. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana

Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Pedoman Manajemen Logistik Dan

Peralatan Penanggulangan Bencana pasal 2 menjelaskan Sistem

manajemen logistik dan peralatan penanggulangan bencana,

merupakan suatu sistem yang menjelaskan tentang logistik dan

peralatan yang dibutuhkan untuk menanggulangi bencana pada

masa pra bencana, pada saat terjadi bencana dan pada pasca

bencana. Sistem manajemen logistik dan peralatan

penanggulangan bencana merupakan suatu sistem yang memenuhi

persyaratan antara lain yaitu terlaksananya Koordinasi dan

prioritas penggunaan alat transportasi yang terbatas.11

Hubungan yang sinergis antar stakeholder Penyelenggara

Penanggulangan Bencana harus dapat mendukung BNPB dalam

menjalankan perannya, agar BNPB mempunyai kemudahan akses dan

koordinasi dengan organisasi yang dapat membantu sistem manajemen

logistik dan peralatan untuk bencana. Fungsi Penyelenggaraan

Manajemen Logistik dan Peralatan Tingkat Nasional adalah adanya

dukungan pemerintah, pemerintah tingkat provinsi, kabupaten/kota

atau atau lembaga lain dapat dikoordinasikan sesuai dengan sistem

manajemen logistik dan peralatan.12

11 Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Pedoman Manajemen Logistik Dan Peralatan Penanggulangan Bencana, Lampiran hal 2.12 Ibid. Lampiran hal 11.

18

12. Pembinaan Pembekalan di tingkat Pangkalan Angkatan Laut.

Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010

Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi

Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut telah memberikan petunjuk

pembinaan logistik wilayah/tingkat pangkalan, adapaun petunjuk

tersebut berwujud sebagai fungsi penyimpanan. Fungsi penyimpanan

bertujuan agar dukungan materiil perbekalan perbekalan dapat

memenuhi kebutuhan dukungan pembekalan, diperlukan penyimpanan

material perbekalan yang ditempatkan di dalam gudang-gudang

penyimpanan sedemikian rupa sehingga materiil perbekalan dapat

terpelihara, terhindar dari segala gangguan dan bahaya serta dapat

menjangkau Satkai yang membutuhkan.

a. Berdasarkan kedudukan dan fungsinya, gudang penyimpanan

terdiri dari :

1. Gudang Persediaan Pusat.

a) Berkedudukan dibawah Mabes TNI Angkatan Laut.

b) Digunakan untuk menyimpan materiil perbekalan

yang berasal dari hasil pengadaan tingkat pusat dan

atau berasal dari sumber penerimaan lainnya.

c) Melayani pengisian kebutuhan gudang persediaan

daerah dan kebutuhan Satuan Pemakai (Satkai),

khususnya KRI.

d) Dipimpin oleh Bendaharawan Materiil.

2. Gudang Persediaan Daerah.

a) Berkedudukan di bawah Kotama dan Pangkalan

Utama TNI Angkatan Laut.

b) Digunakan untuk menyimpan materiil perbekalan

yang berasal dari gudang persediaan pusat serta

hasil pengadaan tingkat Kotama dan atau hasil

19

pengadaan lokal, kecuali bekal kelas V hanya

berasal dari gudang persediaan pusat (Arsenal).

c) Melayani pengisian kebutuhan gudang pemakaian.

d) Dipimpin oleh Bendaharawan Materiil.

3. Gudang Pemakaian.

a) Berkedudukan di bawah Satkai/Satker TNI

Angkatan Laut.

b) Digunakan untuk menyimpan materiil perbekalan

yang berasal dari gudang persediaan pusat dan

gudang persediaan daerah serta hasil pengadaan

lokal, kecuali bekal kelas V tidak ada pengadaan

lokal.

c) Melayani pengisian kebutuhan gudang pemakaian.

d) Dipimpin oleh Bendaharawan Materiil

b. Berdasarkan sifat dan karakteristik barang, gudang

penyimpanan terdiri dari:

1. Gudang penyimpanan umum (general storage).

2. Gudang penyimpanan yang disejukkan (cool storage).

3. Gudang penyimpanan yang didinginkan (cool storage).

4. Tempat penyimpanan terbuka (shed/open storage).

5. Tempat penyimpanan barang berbahaya.

6. Ruang Pengaman (security area).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2004 tentang

Tentara Nasional Indonesia. Dalam Undang-undang ini disebutkan

dalam Pasal 7 bahwa Tugas Pokok Tentara Nasional Indonesia dalam

Operasi Militer Selain Perang (OMSP) yaitu menanggulangi akibat

bencana alam, pengungsian dan pemberian bantuan kemanusiaan. Dan

disebutkan pula dalam pasal 9 bahwa tugas TNI AL diantaranya

20

adalah meningkatkan Kemampuan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut

(Dawilhanla). Salah satu strategi dalam upaya peningkatan

kemampuan ini adalah dengan dilakukannya pemberdayaan logistik

wilayah yang secara tidak langsung dapat memperkuat konsep

dukungan logistik penyelenggaraan penanggulangan bencana.

13. Implikasi.

a. Implikasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut

terhadap Efektifitas Dukungan Logistik TNI.

1. Apabila Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut pada

tahap perencanaan tidak segera dioptimalkan, maka

dukungan pembekalan unsur KRI, prajurit, dan bekal

bantuan dalam upaya penanganan bencana akan tetap

diselenggarakan secara manual, sehingga akan menghambat

kecepatan dan ketepatan dukungan bekal bantuan

penanggulangan bencana.

2. Apabila Hubungan antar stakeholder Penyelenggara

Penanggulangan Bencana belum terwujud sinergitasnya,

maka bantuan yang dilaksanakan oleh TNI di setiap tahap

penanganan bencana tidak akan maksimal karena tiadanya

kerjasama yang terencana dan terkoordinasi, sehingga

keberhasilan operasi tidak akan terwujud.

3. Apabila Pembinaan Pembekalan di Tingkat Pangkalan

Angkatan Laut tidak berjalan, maka pangkalan-pangkalan

Angkatan Laut yang wilayahnya terkena bencana tidak

dapat menanggulangi bencana secara cepat. Selanjutnya

akan terjadi tidak tersalurkannya hak masyarakat untuk

berpartisipasi pada penanggulangan bencana, sehingga

logistik penanggulanan bencana akan tetap bergantung

kepada anggaran negara maupun daerah

21

b. Implikasi Efektifitas Dukungan Logistik TNI terhadap

Penanganan Penanggulangan Bencana. Apabila dukungan logistik

penanggulangan bencana yang dilaksanakan TNI belum efektif

yang dipengaruhi oleh belum optimalnya Pembinaan Pembekalan

TNI Angkatan Laut, Hubungan antar stakeholder Penyelenggara

Penanggulangan Bencana belum terwujud sinergitas, dan belum

berjalannya Pembinaan Pembekalan di Tingkat Pangkalan

Angkatan Laut, Maka OMSP untuk penyelenggaraan penanggulangan

bencana tidak akan optimal.

14. Permasalahan yang Dihadapi.

a. Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Berdasarkan dari

uraian kondisi pembinaan pembekalan TNI AL saat ini

sebelumnya, walaupun Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31

Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan

Pembekalan TNI Angkatan Laut telah memberikan pedoman tentang

sistem informasi pembekalan namun pada pelaksanaannya masih

sangat sedikit sekali keberadaannya. Walaupun ada sistem

informasi pembekalan namun hanya administratif belaka atau

dengan kata lain sedikit sekali yang dapat mendukung

operasional TNI Angkatan Laut.

Apabila Sistem logistik penanggulangan bencana tidak

dibangun secara terpadu dan mutakhir, maka dukungan logistik

penanggulangan bencana tetap tidak efektif, sehingga

perlindungan kepada masyarakat dari ancaman, risiko, dan

dampak bencana tidak optimal, dan apabila otomasi perencanaan

logistik tidak segera diwujudkan , maka perencanaan kesiapan

logistik unsur KRI dan bantuan bencana akan tetap dilakukan

22

secara manual, sehingga akan menghambat kecepatan dan

ketepatan dukungan logistik penanggulangan bencana

b. Hubungan antar stakeholder Penyelenggara Penanggulangan

Bencana. Berdasarkan dari uraian kondisi koordinasi antara

TNI AL dengan stakeholder saat ini sebelumnya. Maka dapat

disimpulkan bahwa kegiatan koordinasi merupakan syarat mutlak

untuk keberhasilan penyelenggaraan Penanggulangan Bencana,

oleh karenanya kegiatan koordinasi menjadi amanat peraturan

perundang-undang yang mengatur tentang penanggulangan

bencana.

Adapun kelemahan maupun kekurangan koordinasi

ditunjukan oleh adanya gap antara peraturan perundang-

undangan dengan pelaksanaannya. Apabila koordinasi diantara

para stakeholder belum terjalin dengan baik, maka Mabes TNI

tidak dapat memaksimalkan usaha untuk mitigasi bencana,

sehingga keberhasilan operasi tidak akan tercapai secara

maksimal.

c. Pembinaan Pembekalan di Tingkat Pangkalan Angkatan Laut.

Dari uraian diatas tentang fungsi penyimpanan maupun kegiatan

pemberdayaan wilayah dalam konteks logistik belum

dimanfaatkan secara optimal oleh TNI Angkatan Laut. Hal-hal

lain yang tidak sesuai dengan kondisi yang diharapkan yaitu

Kotama Operasi TNI sebagai pelaksana tugas yang melaksanakan

koordinasi lintas sektoral di tingkat daerah13 dan sebagai

supervisi operasional teknis di lapangan belum berjalan

secara konsisten. Apabila usaha-usaha pemberdayaan logistik

wilayah tidak segera direlisasikan, maka akan ada hak

13 Permenhan Nomor 09 Tahun 2011 Pasal 13 huruf d.

23

masyarakat untuk berpartisipasi pada penanggulangan bencana

yang tidak dapat disalurkan, sehingga logistik penanggulanan

bencana akan tetap bergantung kepada anggaran negara maupun

daerah.

Dengan mempertimbangkan peraturan BNPB maka TNI AL pun

harus dapat mendukung kegiatan tersebut. Adapun kegiatan

Tingkat Provinsi dalam menjalankan Fungsi Penyelenggaraan

Manajemen Logistik dan Peralatan adalah Mengkoordinasikan

semua pelayanan dan pendistribusian bantuan logistik dan

peralatan di area bencana serta Memelihara hubungan dan

mengkoordinasikan semua lembaga yang terlibat dalam

penanggulangan bencana. Sementara untuk Tingkat

Kabupaten/Kota kegiatannya yaitu mengelola dan

mengkoordinasikan seluruh aktifitas manajemen logistik dan

peralatan, terutama pada masa siaga darurat, tanggap darurat

dan pemulihan darurat dan Berkoordinasi dengan

instansi/lembaga terkait di pusat operasi BPBD.

BAB IV

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

24

15. Umum. Dalam bagian ini akan dijelaskan faktor-faktor yang

mempengaruhi penyelenggaraan penanggulangan bencana yang berada di

luar dan di dalam lingkup TNI.berskala nasional, serta akan

dikupas tentang peluang dan kendala yang dihadapi oleh TNI dalam

rangka tercapainya keberhasilan penyelenggaraan penanggulangan

bencana.

16. Eksternal. Faktor yang mempengaruhi penyelenggaraan

penanggulangan bencana di lingkup eksternal merupakan faktor yang

berada di luar lingkup TNI maupun TNI Angkatan Laut. Faktor-faktor

di luar TNI yang berpengaruh terhadap masalah penyelenggaraan

penanggulangan bencana yaitu:

a. Kondisi Geografis. Indonesia sebagai salah satu negara

yang paling rentan terhadap bencana serta adanya ancaman yang

relatif cukup jelas yang disebabkan kondisi geografis dan

komposisi demografi, Indonesia masih akan terus mengalami dan

mengelola bencana. Berbagai kemajuan signifikan dalam

penanggulangan bencana selama beberapa tahun terakhir telah

menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat

progresif dalam upaya penanggulangan bencana untuk membangun

ketangguhan masyarakatnya.

Bencana yang sering terjadi di Indonesia adalah banjir,

kebakaran, angin topan, longsor, kekeringan, gempa bumi,

gunung berapi dan tsunami. Tercatat 2.836 kejadian bencana

antara tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 yang menyebabkan

4.216 orang meninggal, 999 orang hilang, 1.067.103 orang

mengungsi,dan 653.876 rumah rusak, serta 14.526 unit sarana

dan prasarana rusak. Dampak utama bencana seringkali

menimbulkan korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,

kerugian harta benda, dan dampak kerusakan non materi maupun

psikologis. Meskipun perencanaan pembangunan di Indonesia

25

telah didesain sedemikian rupa dengan maksud dan tujuan

meningkatkan kesejahteraan rakyat, meningkatkan rasa

keadilan, serta meminimalkan dampak perusakan yang terjadi

pada lingkungan serta melindungi masyarakat terhadap ancaman

bencana.14

b. Kebijakan Pemerintah dalam Bidang Logistik Nasional.

Pada dasarnya terdapat berbagai kebijakan yang terkait erat,

serta mempengaruhi kebijakan penanggulangan bencana. Salah

satu kebijakan tersebut adalah kebijakan Pemerintah dalam

masalah Logistik Nasional, salah satunya adalah

diterbitkannya Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik

Nasional.15 Cetak biru sistem logistik ini diharapkan dapat

menjadi panduan dalam pengembangan logistik bagi para

pemangku kepentingan terkait, tentunya pengembangan logistik

yang diselenggarakan TNI dalam rangka penyelenggaraan

penanggulangan bencana.

c. Sumber Daya Manusia. Penduduk Indonesia yang berjumlah

250 juta jiwa merupakan jumlah yang sangat besar untuk dapat

dikelola dalam upaya mitigasi bencana. Pertumbuhan penduduk

yang pesat dikaitkan dengan keterbatasan tempat tinggal dan

kesempatan berusaha dapat menimbulkan tantangan dan hambatan.

Penduduk Indonesia merupakan kebhinekaan suku bangsa yang

berbeda agama dan adat istiadat, hal ini pada akhirnya dapat

menimbulkan masalah tersendiri bagi TNI yang memiliki jumlah

personel yang tidak sebanding. TNI harus senantiasa menambah

dan meningkatkan mutu sumber daya prajurit untuk dapat

14 Renstra Badan Nasional Penanggulangan Bencana Tahun 2010-201415 Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2012 Tentang Cetak Biru Pengembangan SistemLogistik Nasional

26

menangani penanggulangan bencana dalam memenuhi standar

minimal pelaksanaan penanggulangan bencana.

d. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Perkembangan

dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi akan memberikan

dampak positif bagi peyelenggaraan penanggulangan bencana.

Pesatnya perkembangan teknologi tersebut dapat diarahkan

untuk dapat menunjang kegiatan di bidang kebencanaan yang

dapat dimanfaatkan untuk mengurangi risiko-risiko bencana.

TNI sebagai organisasi pengguna teknologi selayaknya harus

dapat memiliki suatu peralatan yang berguna baik untuk

operasi militer perang maupun operasi militer selain perang,

dengan kata lain peralatan ini memiliki interopabilitas yang

tinggi untuk digunakan dalam penyelenggaraan penanggulangan

bencana.

17. Internal. Faktor yang mempengaruhi di lingkup internal

merupakan faktor yang berada di dalam lingkup TNI maupun TNI

Angkatan Laut. Faktor-faktor pembinaan pembekalan yang berpengaruh

terhadap masalah penyelenggaraan penanggulangan bencana yaitu:

a. Kebijakan Anggaran. Terbatasnya anggaran yang tersedia

untuk kegiatan penyelenggaraan penanggulangan bencana di

Indonesia dirasakan secara umum oleh masing-masing unit

Kementerian/Instansi, begitu juga Kementerian pertahanan dan

TNI. Mabes TNI harus dapat menyusun Kegiatan, program,

rencana kerja dan anggaran, serta melaksanakan pemantauan,

dan evaluasi program penyelenggaraan penanggulangan bencana.

Mabes TNI harus mampu melaksanakan pengkoordinasian

penyusunan program dan anggaran yang bersumber dari APBN,

27

program dan anggaran lintas sektor, dan program dan anggaran

bantuan luar negeri, serta monitoring dan evaluasi.

b. Pembinaan penggunaan kekuatan TNI Angkatan Laut.

Pembinaan penggunaan Kekuatan TNI AL telah diatur dalam Surat

keputusan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Skep/1020/III/1987

ttg pola pembinaan penggunaan kekuatan TNI AL. Segala bentuk

serta pola pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI AL telah

dituangkan didalam Surat keputusan Ini, maka dalam rangka

melaksanakan dan mengatur kegiatan penanggulangan bencana

harus disesuaikan dengan pengerahan dan penggunaan kekuatan

unsur KRI sebagaimana tercantum dalam Surat keputusan.

c. Pembinaan Logistik TNI Angkatan Laut. Dalam upaya untuk

meningkatnya kecepatan perencanaan pembekalan dalam kesiapan

operasi maka diperlukan pengadaan materiil perbekalan dari

kelas-kelas bekal tertentu khususnya pembekalan untuk operasi

penggunaan kekuatan dengan cara mengajukan permintaan kepada

badan pembekalan Mabes TNI, dan ini merupakan wujud dari

wewenang dan tanggung jawab pembinaan tingkat Mabesal.16 Oleh

karenanya Pembinaan pembekalan TNI juga selayaknya memiliki

Sistem informasi logistik yang dapat diaplikasikan di seluruh

unit organisasi TNI sebagai realisasi dari pembangunan Sistem

Logistik Nasional.

18. Peluang dan Kendala. Adapun peluang dan kendala yang dihadapi

oleh TNI dalam rangka tercapainya keberhasilan penyelenggaraan

penanggulangan bencana yaitu sebagai berikut:

16 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 21.

28

a. Peluang. Peluang merupakan faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi secara positif peyelenggaraan penanggulangan

bencana yang dilaksanakan oleh TNI, adapun peluang yang

dimiliki yaitu:

1) Adanya existing System SIMAK BMN yaitu sistem Informasi

Akuntansi Barang Milik Negara yang dapat dioptimalkan

menjadi sistem yang mendukung Sistem Logistik Nasional.

Pembinaan Logistik TNI dapat disempurnakan dengan

mengikuti SIMAK BMN untuk dapat mengatasi permasalahan

logistik penanggulangan bencana. Pembinaan pembekalan

TNI dapat didukung oleh Sistem Pengambilan Keputusan

yang berbasis Web. Sistem ini diaplikasikan di seluruh

unit organisasi TNI.

2) Pembinaan pembekalan TNI Angkatan Laut harus dapat

membentuk sarana koordinasi dengan para stakeholder

penyelenggara penanggulangan bencana dengan menggunakan

dasar hukum Undang-undang RI Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 3

huruf c. yang menjelaskan bahwa Prinsip-prinsip dalam

penanggulangan bencana haruslah terkoordinasi dan

terpadu. Pembinaan pembekalan TNI dapat disempurnakan

untuk dapat menerapkan dukungan silang antar stakeholder

penyelenggara penanggulangan bencana.

3) Undang-undang RI Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 26 pasal

27 yang menjelaskan bahwa setiap orang berhak berperan

serta dalam perencanaan, pengoperasian, dan pemeliharaan

program penyediaan bantuan pelayanan kesehatan termasuk

dukungan psikososial dapat menjadi dasar hukum bagi TNI

untuk memfasilitasilitasinya.

29

b. Kendala. Kendala merupakan faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi secara negatif dan dapat menghambat

penyelenggaraan penanggulangan bencana yang dilaksanakan oleh

TNI, adapun kendala yang dimiliki yaitu:

1) Pembinaan pembekalan di tingkat satuan kerja TNI AL

belum dapat meningkatkan kapasitas perencanaan

pembekalan kesiapan unsur KRI dan personelnya, serta

belum dapat meningkatkan ketahanlamaan operasi.

2) Pembinaan pembekalan tingkat pangkalan belum dapat

mengoptimalkan pemberdayaan logistik wilayah dan belum

menguasai kemampuan untuk melaksanakan proses mobilisasi

dan demobilisasi bekal bantuan di daerah bencana.

3) Pembinaan pembekalan tingkat pangkalan melalui

pemberdayaan logistik wilayah belum memiliki dasar hukum

dan peraturan.

BAB V

PEMBINAAN PEMBEKALAN TNI ANGKATAN LAUT YANG DIHARAPKAN

19. Umum. Pembinaan pembekalan diharapkan mampu mendukung

kesiapan bekal unsur KRI dan kesiapan personelnya secara cepat dan

tepat, baik personel KRI maupun personel satgas penanggulangan

bencana, serta mampu mendukung kesiapan bekal bantuan

penanggulangan bencana. Pada tahap pra bencana, pembinaan

pembekalan harus mampu menjamin terselenggaranya tahapan

penanggulangan bencana yang meliputi pencegahan/mitigasi,

koordinasi dan latihan bersama antar stakeholder penanggulangan

bencana terkait, dan kesiapsiagaannya. Pada tahap tanggap bencana

pembinaan pembekalan harus mampu menjamin terselenggaranya tahapan

30

tanggap darurat yang meliputi penyelamatan dan evakuasi korban,

penanganan pengungsi berupa pemenuhan kebutuhan dasar dan

perlindungan terhadap kelompok rentan, dan pemulihan sarana dan

prasarana. Selanjutnya pada tahap pasca bencana pembinaan

pembekalan harus mampu menjamin terselenggaranya rehabilitasi dan

rekontruksi.

20. Pembahasan. Pada bagian ini akan dijelaskan Fungsi Sistem

Informasi dalam Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut, Hubungan

Koordinasi antar Stakeholder Penyelenggara Penanggulangan

Bencana dalam Bidang Pembekalan, dan Pembinaan Pembekalan di

tingkat Pangkalan Angkatan Laut yang diharapkan.

21. Fungsi Sistem Informasi dalam Pembinaan Pembekalan TNI

Angkatan Laut. Dihadapkan pada tuntutan efektifitas pada

penyelenggaraan penanggulangan bencana, maka pembinaan pembekalan

TNI Angkatan Laut harus dapat mengaktualisasikan azas-azas dan

prinsip dalam pembinaan logistik. Adapun azas-azas yang harus

dipedomani adalah azas rencana jauh kedepan, jadwal olah guna,

tanggung jawab sosial, legalitas, terarah, ketelitian, keamanan,

keseimbangan dan keserasian, kekenyalan, keterpaduan, responsif,

perencanaan dan pengendalian terpusat, swasembada, prioritas,

ekonomis, dan azas pencapaian sasaran.17 Sedangkan prinsip-prinsip

yang berlaku dalam pembinaan pembekalan yaitu manajemen pembinaan

materiil perbekalan dan dukungan pembekalan dibina secara

profesional, efektif, efisien, dan modern.18 Pembinaan pembekalan

harus dapat didukung oleh sistem informasi yang handal, kecepatan

17 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/69/XI/2010 Tanggal 2November 2010 tentang Buku Petunjuk Induk Pembinaan Logistik TNI Angkatan Laut18 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNIAngkatan Laut. Hal. 9.

31

dan ketepatan perencanaan pembekalan untuk kesiapan operasi, dan

tingginya kesiapsiagaan unsur KRI dan kesiapan personel di setiap

tahap penyelenggaraan penanggulangan bencana. Pada bagian ini akan

dijelaskan tentang Pembangunan Sistem Pengambilan Keputusan

(Decission Support system) Logistik yang berbasis Web, Peningkatan

Kapasitas perencanaan pembekalan kesiapan operasi, dan Peningkatan

kesiapsiagaan bekal unsur KRI dan kesiapan bekal personel.

a. Pembangunan Sistem Pengambilan Keputusan (Decission Support

system) Logistik yang berbasis Web. Penyelenggaraan

pembinaan materiil pembekalan harus dapat didukung oleh

sistem informasi yang handal. Sistem Informasi pembinaan

materiil perbekalan dilaksanakan melalui otomasi dengan

sistem terkomputerisasi guna memberikan informasi yang cepat

dan akurat tentang materiil perbekalan.19 Pengelolaan piranti

lunak Sistem Informasi bidang materiil perbekalan merupakan

wujud dari wewenang dan tanggung jawab pembinaan tingkat

Mabesal.20 Mabesal harus dapat membuat Cetak biru21 yang

mengatur tentang pengembangan logistik di lingkungannya serta

koordinasi kebijakan dan pengembangan Sistem Logistik TNI

untuk mencapai kondisi yang diharapkan melalui Strategi dan

Program serta Peta Panduan (Road Map) dan Rencana Aksi.

Adapun konsep Sistem Informasi Pembekalan Logistik TNI

Angkatan Laut diharapkan mampu mewujudkan visi sistem

logistik nasional yang terintegrasi secara lokal, terhubung

19 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 18.20 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 21.21 Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2012 Tentang Cetak Biru Pengembangan SistemLogistik Nasional pasal 1

32

secara global, untuk meningkatkan daya saing nasional dan

kesejahteraan rakyat. Konsep sistem informasi Pembekalan

Logistik TNI Angkatan Laut dirancang untuk dapat. Konsep

sistem informasi Pembekalan Logistik TNI Angkatan Laut ini

merupakan pengembangan Sistem Logistik TNI, yang dapat

dituangkan dalam dokumen rencana strategis TNI sebagai bagian

dari dokumen perencanaan pembangunan kekuatan TNI22 yang

berupa Sistem Informasi pembekalan logistik kesiapan operasi

dan Sistem informasi perencanaan logistik bantuan

penanggulangan bencana.

1) Sistem Informasi pembekalan logistik kesiapan

operasi. Konsep Sistem Informasi pembekalan logistik

kesiapan operasi memuat informasi sebagai berikut:

a) Bekal awal kebutuhan operasi terdiri dari:

(1) Amonisi dengan tolok ukur Basic Load

(B/L) atau sesuai kebutuhan operasi

(2) BBM dan BMP dengan tolok ukur isian

tangki (I/T) atau sesuai kebutuhan operasi

(3) Bekal-bekal operasi lainnya di luar

amonisi, BBM dan BMP diberikan berdasarkan

norma/indeks sesuai ketentuan yang ada atau

sesuai dengan kebutuhan operasi.

(4) Bekal personel dengan tolok ukur

norma/indeks sesuai ketentuan yang ada atau

sesuai dengan kebutuhan operasi.

b) Bekal ulang kebutuhan operasi terdiri dari:

22 Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2012 Tentang Cetak Biru Pengembangan SistemLogistik Nasional pasal 2

33

(1) Suku cadang diberikan berdasarkan Buku

Dasar Perbendaan (BDP) guna mengisi kembali

persediaan yang telah digunakan.

(2) Amonisi, BBM dan BMP bekal operasi

lainnya serta bekal personel lainnya guna

mengisi kembali persediaan yang telah habis

dipergunakan selama operasiKonsep sistem

informasi ini pun harus dapat dibangun di

tingkat pangkalan Angkatan Laut untuk

memperkuat konsep logistik kewilayahan. Sistem

informasi ini diharapkan mampu mendukung bekal

ulang materiil perbekalan KRI dan untuk

menjamin ketahanlamaan operasional KRI, bekal

ulang diberikan oleh badan pembekalan di daerah

operasi atau oleh kapal bantuan logistik mobil

(BLM)23

c) Perancangan Sistem menggunakan Teori Decission

Support System (DSS) dan Teori Shortest Route Problem.

(1) Little (1970) dalam Turban (2005)24

mendefinisikan DSS sebagai “sekumpulan prosedur

berbasis model untuk data pemrosesan dan

penilaian guna membantu para manajer mengambil

keputusan.” Dia menyatakan bahwa untuk sukses,

sistem tersebut haruslah sederhana, cepat,

mudah dikontrol, adaptif, lengkap dengan isu-

isu penting, dan mudah berkomunikasi. Sementara

23 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 20.24 Turban, Efraim., Aronson, Jay E., Liang, Ting-Peng., (2005). “Decision SupportSystem and Intelligent System” edisi tujuh jilid 1, penerbit Andi, Yogyakarta.

34

Moore dan Chang (1980) mendefinisikan DSS

sebagai sistem yang dapat diperluas untuk mampu

mendukung analisis data ad hoc dan pemodelan

keputusan, berorientasi terhadap perencanaan

masa depan, dan digunakan pada interval yang

tidak reguler dan tak terencana.25

(2) Algoritma untuk mencari rute terpendek ini

dikembangkan pada tahun 1959 oleh Dijkstra,

dengan batasan/ketentuan yang mengatakan bahwa

algoritma Dijkstra ini hanya dapat digunakan

bila semua busur pada jaringanya mempunyai

bobot non-negatif (Dimyati, 2004).26 Algoritma

Dijkstra (juga disebut algoritma Siklis) ini

memungkinkan sebanyak mungkin kesempatan

sebagaimana yang diperlukan untuk mengevaluasi

ulang sebuah node (Taha, 1996).27

Gambar 5.1. Model jaringan Shortest Route Problem

Sumber: Taha, Hamdy A., (1996). “Riset Operasi: Suatu pengantar”

25 Moore, J.H., dan M. G. Chang., (1980),fall. “Design of Decision Support System.” DataBase, Vol 12, Nos.1 and 2.26 Dimyati,Tjutju, T., dan Dimyati, Akhmad, (2004). “Operation Research: Model-modelPengambilan Keputusan.” Sinar Baru Algesindo, Bandung.27 Taha, Hamdy A., (1996). “Riset Operasi: Suatu pengantar”, jilid I, Edisi kelima,Binarupa Aksara

35

Penerapan sistem yang mengotomasi perencanaan

logistik unsur KRI dan bantuan bencana sesuai

azas rencana jauh kedepan, jadwal olah guna,

ketelitian, tanggung jawab sosial, perencanaan

dan pengendalian terpusat akan berkontribusi

signifikan pada pembinaan logistik di

lingkungan TNI AL. Gambar 5.1. Menunjukan

teori Shortest Route Problem dengan algoritma

Dijkstra, ketika terlihat terdapat jarak

terdekat ke sebuah node telah tercapai, node

tersebut dikeluarkan dari pertimbangan lebih

lanjut. Proses ini berakhir ketika node tujuan

dievaluasi. Sementara Gambar 5.2. Menunjukan

hasil apabila diaplikasikan dalam sebuah peta,

maka unsur KRI yang digunakan pada saat

mobilisasi bantuan bencana akan mendapat rute

yang paling efektif dan efisien menuju daerah

operasi.

Gambar 5.2. Hasil CPM berdasarkan rute untuk jaringan

logistik di Pangkalan wilayah Timur Indonesia.

36

Sumber: Hasil olahan sendiri.

2) Sistem informasi perencanaan logistik bantuan

penanggulangan bencana. Perancangan Sistem menggunakan

Teori Linear Programming (LP). LP merupakan suatu model

umum yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah-

masalah pengalokasian sumber-sumber yang terbatas secara

optimal.28 Dalam pembahasan ini akan menggunakan LP untuk

menghitung bekal bantuan bencana yang akan dimobilisasi

oleh TNI ke daerah bencana, adapun bekal bantuan bencana

berupa kebutuhan sandang, papan dan kebutuhan bencana

lainnya.

Tabel 5.1. Hasil perhitungan Paket Bantuan dengan menggunakan

pemrograman linear.

28 Subagyo, Pangestu dkk. (1993). Dasar-dasar Operation Research. Edisi kedua. BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta.

37

Tabel 5.1. Merupakan hasil perhitungan pemrograman

linear terhadap paket logistik yang berupa sandang

pangan dan papan. Sebagai ilustrasi perhitungan akan

dijelaskan sebagai berikut:

38

Apabila diketahui kebutuhan beras untuk 1 orang dewasa

adalah 360 gram/hari, sedangkan anak-anak membutuhkan

beras sebanyak 240 gram/hari.

Maka Y = Jumlah beras yang dibutuhkan (dalam kg)

X1 = Jumlah penduduk kategori dewasa (laki-laki +

perempuan)

X2 = Jumlah penduduk kategori anak-anak

Jadi Y = 5 (0.36 X1 + 0.24 X2)

Y = 1.8X1 + 1.2 X2

3) Sistem informasi logistik bantuan penanggulangan

bencana yang terintegrasi dengan existing sytem. Sistem

informasi yang handal adalah sistem informasi yang mampu

memuat semua informasi yang dibutuhkan penggunanya,

SIMAK BMN yang merupakan kependekan dari Sistem

Informasi Manajemen Akuntansi Barang Milik Negara

merupakan existing sytem yang telah berjalan sebagai salah

satu instrumen dalam sistem pengendalian internal

pemerintah.

Seyogyanya kementerian keuangan dapat meningkatkan

kapasitas sistem ini sehingga mampu mendukung sistem

logistik nasional dan dapat digunakan pada tiap tahapan

bencana, baik pada saat pra bencana, tanggap darurat

bencana maupun pada saat pasca bencana. SIMAK BMN paling

tidak memiliki kemampuan untuk mencatat semua aset yang

berguna untuk digunakan pada saat penyelenggaraan

penanggulangan bencana.

39

b. Peningkatan Kapasitas perencanaan pembekalan kesiapan

operasi. Surat keputusan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor

Skep/1020/III/1987 tentang pola pembinaan penggunaan kekuatan

TNI AL telah menjelaskan segala bentuk dan pola pengerahan

dan penggunaan kekuatan TNI AL telah dituangkan didalam Surat

keputusan Ini. Maka dalam rangka melaksanakan dan mengatur

kegiatan penanggulangan bencana harus disesuaikan dengan

pengerahan dan penggunaan kekuatan sebagaimana tercantum

dalam Surat keputusan ini.

Dalam upaya untuk meningkatnya kecepatan perencanaan

pembekalan dalam kesiapan operasi maka diperlukan pengadaan

materiil perbekalan dari kelas-kelas bekal tertentu khususnya

pembekalan untuk operasi penggunaan kekuatan dengan cara

mengajukan permintaan kepada badan pembekalan Mabes TNI, dan

ini merupakan wujud dari wewenang dan tanggung jawab

pembinaan tingkat Mabesal.29 Badan pembekalan tingkat mabesal

memiliki tanggung jawab untuk mengelola piranti lunak bidang

materiil perbekalan, sistem yang dibangun oleh Mabesal harus

dapat memuat informasi tentang kesiapan operasi unsur KRI.

Sistem informasi yang terintegrasi antara mabesal dengan

Komando Armada RI harus dapat meningkatan Kapasitas

perencanaan pembekalan baik pada saat melaksanakan bekal awal

maupun pada saat bekal ulang.

c. Peningkatan kesiapsiagaan bekal unsur KRI dan kesiapan

bekal personel. Konsep sistem informasi Pembekalan Logistik

TNI Angkatan Laut yang terwujud secara handal, maka akan

dapat meningkatkan kecepatan perencanaan pembekalan untuk

29 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 21.

40

kesiapan operasi dan dapat meningkatkan tingkat kesiapsiagaan

unsur KRI dan kesiapan personel di setiap tahap

penyelenggaraan penanggulangan bencana. Selanjutnya konsep

ini akan menjamin kelancaran mobilisasi bantuan secara

efektif dan efisien dan menjamin pemenuhan kebutuhan bantuan

penanggulangan bencana.

22. Hubungan Koordinasi antar Stakeholder Penyelenggara

Penanggulangan Bencana dalam Bidang Pembekalan. Untuk mewujudkan

Sinergitas antar stakeholder Penyelenggara Penanggulangan Bencana

maka TNI dapat menerapkan Teori Hubungan Sipil Militer. Dimana

pada konteks ini TNI harus menjadi bagian dari pemerintah dalam

hal ini dibawah koordinasi BNPB. Sebagaimana teori hubungan sipil

militer menyatakan bahwa “TNI harus tunduk kepada segala kepatuhan

dan perintah yang dikeluarkan oleh pemerintah”. Kepatuhan TNI ini

selalu berpedoman pada Pancasila dan memperhatikan berbagai

aspirasi yang berkembang dalam masyarakat demi tercapainya

keberhasilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.30

Pada konteks penyelenggaraan penanggulangan bencana TNI

Angkatan Laut harus dapat menyesuaikan dengan program dan kegiatan

yang diatur oleh BNPB maupun BPBD. Pada lingkup pembinaan

pembekalan bantuan bencana, TNI harus dapat mendukung korban

bencana secara optimal. Untuk optimalnya dukungan logistik TNI

melalui penggunaan unsur KRI dan personelnya maka harus ada

kejelasan hubungan, kejelasan pelibatan, dan kejelasan kedudukan

TNI apabila dibawah koordinasi BNPB maupun BPBD. Peningkatan

sinergitas antar stakeholder Penyelenggara Penanggulangan Bencana

dalam bidang Pembekalan dapat dilakukan dengan cara Pembentukan

sarana koordinasi antara TNI AL dengan para stakeholder bencana,

30 Paket Intruksi. 2014. Hubungan Sipil dan Militer. Seskoal. Jakarta

41

Penerapan Dukungan Silang antar Stakeholder, dan Peningkatan

Ketahanlamaan Bekal Unsur KRI dan Personelnya.

a. Pembentukan sarana koordinasi antara TNI AL dengan para

stakeholder bencana. Para stakeholder Penyelenggara

penanggulangan bencana yang terdiri dari BNPB, Basarnas, PMI,

lembaga swadaya masyarakat, organisasi non pemerintah, dan

para individu-individu sukarelawan harus dapat digalang oleh

TNI melalui sarana koordinasi dalam bentuk latihan-latihan

sesuai kapasitas yang dimiliki TNI AL. pada konteks pembinaan

pembekalan maka koordinasi dalam bentuk latihan yang bisa

diberikan kepada para stakeholder penyelenggara penanggulangan

bencana dapat berupa:

1) Pengendalian Inventori materiil perbekalan bantuan

bencana.

2) Pengelolaan gudang-gudang

3) Penomoran atau kodifikasi dan katalogisasi materiil

bekal bantuan bencana maupun peralatan yang

digunakan pada saat penyelenggaraan penanggulangan

bencana.

4) Pencatatan materiil perbekalan yang berasal dari

perolehan lain yang sah

Koordinasi dan latihan bersama ini bertujuan agar para

stakeholder penyelenggara penanggulangan bencana memiliki pola

tindak yang sama, TNI maupun BNPB dapat menyelenggarakan

latihan penanggulangan bencana secara periodik dalam

pengelolaan materiil bekal bantuan bencana yang tersedia

diluar TNI AL bersama dengan semua stakholder penyelenggara

penanggulangan bencana.31

31 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 19.

42

b. Penerapan Dukungan Silang antar Stakeholder. Dukungan

silang merupakan dukungan logistik yang dilaksanakan antar

stakeholder penyelenggara penanggulangan bencana dalam rangka

penyelenggaraan logistik bantuan bencana yang terpadu,

dukungan silang ini dapat diatur oleh kebijakan yang

dikeluarkan oleh BNPB, dukungan silang merupakan salah satu

kelanjutan dari proses pembinaan pembekalan Logistik

penanggulangan bencana.

perencanaan penanggulangan bencana meliputi penentuan

mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak bencana serta

melaksanakan alokasi tugas, kewenangan, dari sumber daya yang

tersedia. Mekanisme kesiapan diarahkan kepada kesiapan bekal

bantuan penanggulangan bencana, dan alokasi tugas diarahkan

kepada para stakeholder penyelenggara penanggulangan bencana

agar dapat memobilisasi bekal bantuan secara cepat, tepat,

dan efektif, dalam hal ini Mabesal maupun Mabes Angkatan

lainnya dapat mengaktualisasikan dukungan silang antar

stakeholder.32 Selanjutnya pembinaan pembekalan pun mengatur

tentang kegiatan untuk mengadakan koordinasi, dan

sinkronisasi dengan semua stakeholder penyelenggara

penanggulangan bencana dalam semua kegiatan pengerahan dan

penyerahan kembali materiil bekal bantuan bencana.33

Tabel 5.2. Konsep Dukungan Silang Materiil Perbekalan

antar stakeholder penyelenggaraan Penanggulangan Bencana

ASSET MABES TNI BNPB LSM/NGO INDIVIDUMABES MABES MABES

32 Undang-undang RI Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 36 nomor (4) huruf e. dan f.33 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 19.

43

TNI AD TNI AL TNI AU1 2 3 4 5 6 7

PROVINSI KODAM LANTAMALLANUD (A)

BPBD (PROV)

LSM (PROV)

1. Gudang

1. Gudang

1. Gudang 1. SDM 1. SDM 1. SDM

2. Perbekalan

2. Fas Labuh

2. Fas Udara 2. Alat 2. Alat

2. Alat

3. Alut

3. Perbekalan

3. Perbekalan

3. Logistik

3. Logistik

3. Logistik

4. Alut 4. Alut 4. Dana4. Dana

KODYA/KAB KOREM LANAL

LANUD (B)

BPBD (KOTA)

LSM (KOTA)

1. Gudang

1. Gudang

1. Gudang 1. SDM 1. SDM 1. SDM

2. Perbekalan

2. Fas Labuh

2. Fas Udara 2. Alat

2. Logistik

2. Logistik

3. Alut

3. Perbekalan

3. Perbekalan

3. Logistik 3. Dana

3. Dana

4. Alut 4. Alut

Tabel 5.2. Meunjukan aset yang dimiliki oleh masing-masing

stakeholder penyelenggaraan Penanggulangan Bencana baik di

tingkat pusat maupun daerah atau tingkat provinsi maupun

kabupaten /kota, untuk dapat mengoptimalkan penggunaan,

pengelolaan, dan pengawasannya dalam mendukung

penyelenggaraan Penanggulangan Bencana maka diperlukan

landasan hukum untuk mengatur konsep ini.

c. Peningkatan Ketahanlamaan Bekal Unsur KRI dan

Personelnya. Konsep hubungan koordinasi antar stakeholder

Penyelenggara Penanggulangan Bencana dalam bidang Pembekalan

44

yang tersinergi dengan baik, maka akan dapat meningkatkan

intensitas koordinasi penyelenggaraan penanggulangan bencana

di setiap tahap, selanjutnya akan dapat mewujudkan dukungan

silang antar stakeholder penanggulangan bencana, dan dapat

meningkatkan ketahanlamaan unsur KRI dan personelnya.

Koordinasi yang baik antar stakeholder penyelenggara

penanggulangan bencana akan dapat mengoptimalkan dukungan

logistik yang diselengarakan oleh TNI. Pemerintah dan

pemerintah daerah dapat melakukan penyelarasan kepada setiap

pelaku penanggulangan bencana untuk melaksanakan perencanaan

penanggulangan bencana sesuai amanat Undang-undang RI Nomor

24 Tahun 2007 Pasal 36 nomor (6). Pemerintah dan pemerintah

daerah dapat melakukan penyelarasan yang mendukung Komando

Armada RI untuk meningkatkan ketahanlamaan bekal unsur KRI

dan personel pengawaknya, salah satu realisasinya adalah

adanya Mou antara TNI Angkatan laut dengan Pertamina.

Kesepakan bersama ini sangat berguna untuk mendukung bekal

ulang Unsur KRI saat melaksanakan tugas operasi di Laut, baik

pada saat menuju daerah bencana maupun pada saat di daerah

bencana, Pertamina dapat menopang kebutuhan bahan bakar KRI

setiap saat.

23. Pembinaan Pembekalan di tingkat Pangkalan Angkatan Laut.

Penyelenggaraan pembinaan materiil pembekalan harus dapat memenuhi

fungsi mobilisasi dan demobilisasi.34 Mobilisasi dan demobilisasi

bekal bantuan penyelenggaraan penanggulangan bencana dapat

dilaksanakan dengan cara:

34 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 18.

45

1) Pengerahan dan penggelaran semua materiil bekal bantuan

bencana di luar TNI AL, mobilisasi ini diperlukan untuk

menghadapi keadaan bencana dan darurat /bahaya nasional.

2) Penyerahan kembali materiil bekal bantuan bencana yang

telah dimobilisasi dilaksanakan sesuai dengan peraturan dan

ketentuan yang berlaku35

3) Menyiapkan berbagai skenario pengerahan yang dapat

diproyeksikan dalam keadaan penanggulangan bencana yang

sebenarnya.

Organisasi pembina materiil perbekalan tingkat Pangkalan dan

tingkat Mabesal merupakan suatu sistem yang terintegrasi, serasi

dan seimbang dengan mempertimbangkan sumber daya yang tersedia

agar materiil perbekalan selalu dalam kondisi siap untuk mendukung

penyelenggaraan penanggulangan bencana.36 Keterintegrasian,

keserasian dan keseimbangan yang mempertimbangkan sumber daya yang

tersedia di setiap wilayah dapat terwujud dengan mendorong

pangkalan-pangkalan Angkatan Laut untuk dapat memberdayakan aset

maupun logistik yang berada di wilayahnya.

Pangkalan TNI Angkatan Laut harus melaksanakan pemberdayaan

logistik kewilayahan, pemberdayaan ini untuk dapat mengakomodir

hak masyarakat untuk berperan serta dalam perencanaan,

pengoperasian, dan pemeliharaan program penyediaan bantuan

pelayanan kesehatan termasuk dukungan psikososial, mereka

berkewajiban untuk menjaga kehidupan sosial masyarakat yang

harmonis, memelihara keseimbangan, keserasian, keselarasan, dan

kelestarian fungsi lingkungan hidup, serta melakukan kegiatan

35 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana36 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 6.

46

penanggulangan bencana.37 Individu-individu yang akan berperan

dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana harus dapat diwadahi

oleh TNI Angkatan laut. individu-individu sukarelawan berpotensi

untuk memberikan sejumlah dana maupun barang, maka TNI harus dapat

mengakomodir hak masyarakat tersebut sesuai aturan keuangan maupun

perbendaharaan yang berlaku yaitu dianggap sebagai hibah. Terlebih

lagi apabila ada negara donor atau NGO38 yang akan memberikan

bantuan. Salah satu wujud nyata yaitu membentuk MoU dengan Bank

pemerintah dan pemerintah daerah setempat untuk menerima dan

mengelola dana Corporate social rensponse (CSR) alokasi bencana alam.

Agar dukungan materiil perbekalan dapat memenuhi kebutuhan

dukungan pembekalan maka dapat menggunakan gudang persediaan

daerah yang berkedudukan di bawah kotama dan Pangkalan Utama TNI

Angkatan Laut39 dan dapat pula menggunakan gudang pemakaian yang

berkedudukan di bawah satuan pemakai atau satuan kerja TNI

Angkatan Laut. Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut ini telah

mengatur bahwa gudang pemakai dapat melayani kebutuhan satuan

pemakai dan perorangan sehingga sangat mendukung tugas

penyelenggaraan penanggulangan bencana.40

a. Pemberdayaan Logistik yang berasal dari Lembaga atau

Individu Pendonor yang ada di daerah atau wilayah. Salah satu

wujud pembinaan pembekalan di wilayah adalah diterbitkannya

aturan Kasal tentang fungsi penyimpanan yaitu gudang

pemakaian yang berkedudukan di bawah satuan pemakai atau

satuan kerja TNI Angkatan Laut. perwujudan pembinaan logistik

37 Undang-undang RI Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 26 pasal 2738 Undang-undang RI Nomor 24 Tahun 2007 pasal 28 dan 2939 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 1340 Ibid. hal. 14.

47

wilayah yang baik yaitu dengan adanya suatu informasi yang

menerangkan tentang kondisi logistik yang berada di

wilayahnya, informasi tersebut dapat berupa Peta/Data

Logistik (pangan dan nonpangan), Peta/Data Kebutuhan,

Peta/Data Personil, dan Peta/Data Peralatan.

b. Pengendalian inventori bekal bantuan yang berasal dari

perolehan lain yang sah. Untuk dapat mengakomodir hak

masyarakat dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana maka

dapat dilakukan fungsi pengendalian inventori41 agar

pembekalan dapat diselenggarakan secara efektif dan ekonomis.

Dimana bekal bantuan yang berasal dari perolehan lain yang

sah42 baik masyarakat maupun lembaga internasional akan dapat

dijaga keseimbangannya antara kebutuhan dan pemenuhannya.

Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1) Menetapkan jumlah aman (safety stock) persediaan bekal

bantuan bencana

2) Mengamati laju pengeluaran/penggunaan persediaan bekal

bantuan bencana

3) Memperimbangkan tenggang waktu penerimaan bekal bantuan

bencana

4) Menetapkan titik penerimaan ulang bekal bantuan bencana

5) Menghitung jumlah persediaan bekal bantuan bencana

sesuai komposisi demografi wilayahnya.

6) Memperhatikan kapasitas penyimpanan bekal bantuan

bencana

7) Mengetahui kemampuan sumber bekal bantuan bencana yang

berasal dari masyarakat maupun lembaga internasional.

41 Ibid. hal. 17.42 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

48

Selain pengendalian inventori, TNI AL dapat mengelola

bekal yang berasal dari perolehan lain yang sah. Hal ini

untuk dapat mengakomodir bekal bantuan dalam penyelenggaraan

penanggulangan bencana yang berpola hibah yang berasal dari

masyarakat, lembaga non pemerintah, dan pemerintah43 maka

dapat diterapkan aturan keuangan pengelolaan hibah. Hibah ini

dapat berupa barang maupun uang yang selanjutnya dapat dibuat

sistem pembukuan materiil perbekalan dan dilaporkan secara

berjenjang44 kepada komando atas sehingga terwujud

transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan bekal

bantuan penanggulangan bencana.

c. Peningkatan kecepatan proses distribusi bekal bantuan di

daerah bencana. Pembinaan pembekalan tingkat kotama atau

satuan kerja di pangkalan harus mempertimbangkan

penyederhanaan distribusi, penyebaran materiil berbekalan,

kemudahan perolehan, lebih ekonomis dan memlihara serta

meningkatkan kekuasaan lapangan satuan kerja dan para

prajurit di daerah.45 Dalam konteks penyelenggaraan

penanggulangan bencana melalui pemberdayaan logistik wilayah,

maka pembinaan bekal bantuan bencana akan dapat mendukung

kecepatan distribusi dan peyebarannya, kemudahan dalam

memperoleh bekal bantuan, dan meningkatnya kemampuan prajurit

dalam penguasaan daerah bencana.

43 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana pasal 1 no.6.44 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 31.45 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 28.

49

Konsep Pembinaan Pembekalan di tingkat Pangkalan

Angkatan Laut yang terwujud dengan baik melalui Pemberdayaan

logistik wilayah, maka akan didapat banyaknya jenis

pemberdayaan logistik yang berasal dari lembaga atau individu

pendonor yang ada di setiap daerah atau wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia, hak masyarakat untuk memberikan

bantuan bencana akan terakomodir, dan akan mempercepat proses

distribusi bekal bantuan di daerah bencana. Di sisi lain,

Konsep Pembinaan Pembekalan di tingkat Pangkalan Angkatan

Laut yang terwujud dengan baik melalui Pemberdayaan logistik

wilayah, maka akan dapat mengurangi beban anggaran pemerintah

pusat maupun daerah karena satuan kerja TNI yang berada di

daerah-daerah dapat mengelola dana yang berasal dari

perolehan lain yang sah dan akan dialokasikan untuk

penyelenggaraan bantuan bencana.

Gambar 5.3. Menunjukan Ilustrasi suatu konsep jaringan

logistik kewilayahan TNI Angkatan Laut. jaringan logistik

wilayah ini bertujuan untuk dapat mendukung operasi militer

yang dilaksanakan baik saat perang maupun selain perang.

Adapaun teknis sistem jaringan ini yaitu Lantamal-lantamal

menerima informasi pembinaan pembekalan yang berada di

wilayah Pangkalan Angkatan Laut yang berada dibawah

jajarannya masing-masing, Lantamal-lantamal akan melanjutkan

informasi yang telah didapat dari jajarannya ke Komando

Armada diatasnya, dengan adanya jaringan ini maka Pusat

Komando Pengendalian Mabesal akan dapat senantiasa memonitor

kesiapan logistik pangkalan dalam mendukung kesiapan

operasinya.

50

Gambar 5.3. Ilustrasi konsep jaringan logistik kewilayahan TNI

Angkatan Laut.

Sumber: Hasil olahan sendiri

24. Konstribusi.

a. Konstribusi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut

terhadap Efektifitas Dukungan Logistik TNI.

1) Apabila pembinaan pembekalan logistik TNI Angkatan

Laut yang didukung dengan Sistem Informasi dapat

diwujudkan, maka dapat mempercepat perhitungan bekal

logistik pada tahap perencanaan kesiapan logistik unsur

KRI dan bantuan bencana, sehingga akan menunjang

kecepatan dan ketepatan dukungan logistik yang

diselenggarakan TNI.

3) Apabila sinergitas antar stakeholder penyelenggara

penanggulangan bencana dalam bidang pembekalan telah

terwujud, maka TNI akan dapat memaksimalkan usaha untuk

mitigasi bencana, sehingga keberhasilan operasi dalam

dukungan logistik yang diselenggarakan TNI akan tercapai

secara maksimal.

51

4) Apabila pembinaan pembekalan pangkalan Angkatan

Laut guna pemberdayaan logistik wilayah telah berjalan

dengan baik, maka beban anggaran pemerintah dan anggaran

pemerintah daerah untuk menyelenggarakan penanggulangan

bencana akan berkurang karena adanya bekal bantuan

maupun logistik bencana yang didapat dari perolehan lain

yang sah, sehingga logistik penanggulanan bencana tidak

akan bergantung kepada anggaran negara maupun daerah

b. Konstribusi Efektifitas Dukungan Logistik TNI terhadap

Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Apabila dukungan

logistik penanggulangan bencana yang dilaksanakan TNI telah

efektif yang dipengaruhi oleh pembinaan pembekalan logistik

TNI Angkatan Laut yang didukung dengan Sistem Informasi dapat

diwujudkan, sinergitas antar stakeholder penyelenggara

penanggulangan bencana dalam bidang pembekalan telah

terwujud, dan pembinaan pembekalan pangkalan Angkatan Laut

guna pemberdayaan logistik wilayah telah berjalan dengan

baik, maka penyelenggaraan penanggulangan bencana akan

optimal.

25. Indikasi Keberhasilan.

a. Sistem Informasi Pembekalan logistik TNI Angkatan Laut.

Terbangunnya sistem informasi atau DSS pembekalan logistik

TNI AL yang berbasis Web, meningkatnya kecepatan perencanaan

pembekalan untuk kesiapan operasi, dan meningkatnya tingkat

kesiapsiagaan unsur KRI dan kesiapan personel di setiap tahap

penyelenggaraan penanggulangan bencana menunjukan bahwa

pembinaan pembekalan TNI AL telah dilaksanakan dengan

optimal.

52

b. Sinergitas antar stakeholder Penyelenggara Penanggulangan

Bencana dalam bidang Pembekalan. Terbentuknya sarana

koordinasi antara TNI AL dengan para stakeholder bencana (BNPB,

Basarnas, PMI), terwujudnya dukungan silang antar

stakeholder penanggulangan bencana, dan meningkatnya

ketahanlamaan unsur KRI dan personelnya menunjukan adanya

Sinergitas antar stakeholder Penyelenggara Penanggulangan

Bencana dalam bidang Pembekalan yang baik.

c. Pembinaan Pembekalan Pangkalan Angkatan Laut guna

Pemberdayaan logistik wilayah. Banyaknya jenis pemberdayaan

logistik yang berasal dari lembaga atau individu pendonor

yang ada di daerah atau wilayah, terakomodirnya hak

masyarakat untuk memberikan bantuan bencana, cepatnya proses

distribusi bekal bantuan di daerah bencana menunjukan bahwa

pembinaan pembekalan di tingkat Pangkalan Angkatan Laut guna

Pemberdayaan logistik wilayah telah diberdayakan dengan baik.

BAB VI

PEMECAHAN MASALAH

26. Umum. Dalam upaya memecahkan permasalahan penyelenggaraan

penanggulangan bencana oleh TNI Angkatan Laut, maka diperlukan

kebijakan, strategi, dan upaya untuk dapat meningkatkan kemampuan

pembinaan pembekalan TNI Angkatan Laut.

53

27. Pemecahan Masalah. Mengacu pada pembahasan tentang konsepsi

pembinaan pembekalan TNI Angkatan Laut guna efektifitas dukungan

TNI dalam rangka penyelenggaraan penanggulangan bencana, maka

diperlukan kebijakan untuk menerapkan strategi yang mencakup

upaya-upaya sebagai berikut:

a. Kebijakan.Kebijakan merupakan suatu pedoman umum yang berisi

strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan yang

diharapkan. adapun kebijakan yang dapat mendukung Konsepsi

Sistem pembinaan pembekalan TNI AL Guna Efektifitas Dukungan

Logistik TNI dalam rangka penyelenggaraan Penanggulangan

Bencana yaitu sebagai berikut:

“Terwujudnya Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut

melalui Pembangunan Sistem Informasi Pembekalan

Logistik TNI Angkatan Laut, Peningkatan Sinergitas antar

Stakeholder Penyelenggara Penanggulangan Bencana dalam

Bidang Pembekalan, dan Pembinaan Logistik Wilayah

Pangkalan Guna Efektifitas Dukungan Logistik TNI Dalam

Rangka Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana”.

b. Strategi (Ends). Berdasarkan kebijakan yang telah

ditetapkan, perlu dijabarkan ke dalam strategi yang tepat,

sehingga dapat dijadikan acuan dalam menentukan upaya-upaya

yang akan dilakukan. Strategi-strategi tersebut sebagai

tindak lanjut kebijakan yang telah dirumuskan, diwujudkan

melalui suatu langkah atau cara (ways) menggunakan daya, dana,

sarana dan prasarana (means) dalam mencapai sasaran (ends)

dengan mengatur skala prioritas sasaran yang ingin dicapai.

Berdasarkan kebijakan yang telah dirumuskan di atas, maka

54

strategi yang dapat mejadi acuan dalam menentukan upaya-upaya

yang akan dilaksanakan, antara lain:

1) Strategi – 1. “Membangun sistem informasi

pembekalan logistik TNI AL melalui Pembangunan Sistem

Pengambilan Keputusan (Decission Support system) Logistik

yang berbasis Web, Peningkatan Kapasitas perencanaan

pembekalan kesiapan operasi, dan Peningkatan

kesiapsiagaan bekal unsur KRI dan kesiapan bekal

personel dalam meningkatkan pembinaan pembekalan TNI

Angkatan Laut guna meningkatkan efektifitas dukungan

logistik TNI dalam rangka keberhasilan penyelenggaraan

penanggulangan bencana”.

2) Strategi – 2. “Meningkatkan sinergitas antar

stakeholder Penyelenggara Penanggulangan Bencana dalam

bidang Pembekalan melalui pembentukan sarana koordinasi

antara TNI AL dengan para stakeholder, penerapan

dukungan silang antar stakeholder, dan peningkatan

ketahanlamaan bekal unsur KRI dan personelnya dalam

meningkatkan pembinaan pembekalan TNI Angkatan Laut guna

meningkatkan efektifitas dukungan logistik TNI dalam

rangka keberhasilan penyelenggaraan penanggulangan

bencana”.

3) Strategi – 3. “Meningkatkan Pembinaan Pembekalan

Pangkalan Angkatan Laut guna Pemberdayaan logistik

wilayah melalui pemberdayaan logistik yang berasal dari

lembaga atau individu pendonor yang ada di daerah atau

wilayah, Pengendalian inventori bekal bantuan yang

berasal dari perolehan lain yang sah, dan Peningkatan

55

kecepatan proses distribusi bekal bantuan di daerah

bencana dalam meningkatkan pembinaan pembekalan TNI

Angkatan Laut guna meningkatkan efektifitas dukungan

logistik TNI dalam rangka keberhasilan penyelenggaraan

penanggulangan bencana”.

c. Upaya. Upaya didefinisikan sebagai cara atau tindakan

nyata yang dapat dilakukan dalam Konsepsi Sistem pembinaan

pembekalan TNI AL Guna Efektifitas Dukungan Logistik TNI

dalam rangka penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, adapun

upaya-upaya yang dilakukan yaitu dengan memanfaatkan peluang

dengan menghindari hambatan yang ada yaitu sebagai berikut:

1) Upaya untuk mendukung strategi - 1. Untuk

mendukung strategi–1 yaitu dengan membangun sistem

informasi pembekalan logistik TNI AL melalui Pembangunan

Sistem Pengambilan Keputusan (Decission Support system)

Logistik yang berbasis Web, Peningkatan Kapasitas

perencanaan pembekalan kesiapan operasi, dan Peningkatan

kesiapsiagaan bekal unsur KRI dan kesiapan bekal

personel dalam meningkatkan pembinaan pembekalan TNI

Angkatan Laut guna meningkatkan efektifitas dukungan

logistik TNI dalam rangka keberhasilan penyelenggaraan

penanggulangan bencana, maka dilakukan berbagai upaya

sebagai berikut :

a) Pemerintah Mengembangkan sistem Informasi yang

sudah ada yaitu SIMAK BMN agar dapat mendukung

penyelenggaraan penanggulangan bencana. Sistem

Informasi Ini dapat dirancang untuk dapat

menampilkan informasi-informasi yang berkaitan

dengan materiil perbekalan maupun peralatan yang

56

dapat digunakan untuk membantu penyelenggaraan

penanggulangan bencana.

b) Mabes TNI membangun Sistem Pengambilan Keputusan

(Decission Support system) Logistik berbasis Web,

pembangunan sistem disesuaikan dengan Peraturan

Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2012

tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik

Nasional. Sistem ini memiliki jaringan di setiap

Mabes Angkatan sehingga mampu mendukung pembinaan

logistik TNI setiap saat dan tempat dalam rangka

kesiapsiagaan operasi militer. Mabes TNI menyusun

Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik TNI sebagai

salah satu strategi dalam membangun daya saing

institusi militer serta mendukung pelaksanaan

Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Ekonomi Indonesia (MP3EI). Cetak biru ini akan

menjadi acuan bagi Mabes Angkatan untuk merancang

sistem pembinaan pembekalannya, sehingga diharapkan

dapat mendukung kesiapan penyelenggaraan

penanggulangan bencana khususnya dan dapat

mendukung operasi militer pada umumnya.

c) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang

Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana dalam pasal

18 ayat (1) menjelaskan bahwa untuk kesiapsiagaan

dalam penyediaan, penyimpanan serta penyaluran

logistik dan peralatan ke lokasi bencana, BNPB dan

BPBD membangun sistem manajemen logistik dan

peralatan, dan ayat (2) menjelaskan bahwa

57

Pembangunan sistem manajemen logistik dan peralatan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk

mengoptimalkan logistik dan peralatan yang ada pada

masing-masing instansi/lembaga dalam jejaring kerja

BNPB. Dari kedua ayat peraturan diatas dapat

ditarik kesimpulan bahwa BNPB telah membangun

sistem manajemen logistik untuk mengoptimalkan

logistik dan peralatan yang ada pada masing-masing

instansi/lembaga dalam jejaring. Dalam hal ini

Mabes TNI juga harus dapat menselaraskan sistem

pembinaan pembekalannya sehingga sistem yang

dimiliki kedua institusi ini dapat terintegrasi dan

saling mendukung sehingga dapat mewujudkan sistem

logistik nasional yang handal. Adapun kebutuhan

sistem pembinaan pembekalan logistik yang dapat

mendukung penyelenggaraan penanggulangan bencana

yaitu:

(1) Kemudahan pencatatan (recording) bekal

materiil penyelenggaraan penanggulangan

bencana.

(2) Kemudahan perhitungan safety stock logistik

dalam tahap tanggap darurat bencana.

(3) Kemudahan identifikasi bekal bantuan

bencana yang berada di satuan pelaksana di

lapangan.

(4) Kemudahan informasi dalam upaya pemenuhan

bekal ulang unsur KRI dimanapun berada.

d) Mabes TNI Angkatan Laut membangun Sistem

Pengambilan Keputusan (Decission Support system)

58

pembinaan logistik berbasis Web, pembangunan sistem

disesuaikan dengan Peraturan Presiden Republik

Indonesia Nomor 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru

Pengembangan Sistem Logistik Nasional. Sistem ini

memiliki jaringan di setiap Satuan kerja terutama

di Komando Armada RI beserta pangkalannya sehingga

mampu mendukung pembinaan logistik TNI Angkatan

Laut.

e) Komando Armada RI membangun Sistem Pengambilan

Keputusan (Decission Support system) pembinaan logistik

berbasis Web, sistem ini memiliki jaringan di

seluruh pangkalan-pangkalan dibawah jajarannya.

Sistem informasi pembekalan akan dapat meningkatkan

kapasitas perencanaan bekal kesiapan unsur SSAT.

2) Upaya untuk mendukung strategi-2. Untuk mendukung

strategi-2 yaitu meningkatkan sinergitas antar stakeholder

Penyelenggara Penanggulangan Bencana dalam bidang

Pembekalan melalui pembentukan sarana koordinasi antara

TNI AL dengan para stakeholder, penerapan dukungan silang

antar stakeholder, dan peningkatan ketahanlamaan bekal

unsur KRI dan personelnya dalam meningkatkan pembinaan

pembekalan TNI Angkatan Laut guna meningkatkan

efektifitas dukungan logistik TNI dalam rangka

keberhasilan penyelenggaraan penanggulangan bencana,

maka dilakukan berbagai upaya sebagai berikut :

a) Mabes TNI segera membentuk sarana koordinasi dengan

para stakeholder berupa latihan-latihan penanggulangan

bencana sesuai amanat Undang-undang RI Nomor 24

59

Tahun 2007 Pasal 3 huruf c. yang menjelaskan bahwa

Prinsip-prinsip dalam penanggulangan bencana

haruslah terkoordinasi dan terpadu. Latihan

penanggulangan bencana pada tahap pra bencana

dikoordinasikan bersama pemerintah dan pemerintah

daerah sesuai amanat Undang-undang RI No. 24 Tahun

2007 Pasal 35 huruf a. dan Peraturan Menteri

pertahanan Nomor 09 Tahun 2011 Pasal 10 nomor (2)

yang menjelaskan bahwa dalam tahap pra bencana

harus diselenggarakan tahapan penanggulangan

bencana yang meliputi pencegahan/ mitigasi,

koordinasi dan latihan bersama antar instansi

terkait, dan kesiapsiagaan.

Peraturan Menteri pertahanan Nomor 09 Tahun

2011 Pasal 9 juga menjelaskan bahwa penanggulangan

bencana alam bertujuan untuk menjamin

terselenggaranya penanggulangan bencana alam secara

terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh.

Permenhan Nomor 09 Tahun 2011 Pasal 13 huruf b.

Menjelaskan Mabes TNI sebagai pelaksana operasional

melaksanakan koordinasi lintas sektoral di tingkat

pusat, sebagai Pembina dan pengguna kekuatan TNI

dalam penyelenggaraan bantuan yang diwujudkan dalam

Tri Matra terpadu, dan Pasal 13 huruf c.

menjelaskan tentang pengorganisasian bahwa Angkatan

(TNI AD, TNI AL, dan TNI AU) bertanggung jawab atas

penyiapan dan pembinaan satuan dalam rangka

mendukung penyelenggaraan bantuan TNI.

60

b) Peraturan Kepala BNPB Nomor 4 Tahun 2008

tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan

Bencana pada Bab II menjelaskan bahwa

penyelenggaraan penanggulangan bencana pada

dasarnya terdiri dari tiga tahapan yakni:

(1) Pra bencana yang meliputi situasi tidak

terjadi bencana dan situasi terdapat potensi

bencana

(2) Saat Tanggap Darurat yang dilakukan dalam

situasi terjadi bencana

(3) Pascabencana yang dilakukan dalam saat

setelah terjadi bencana

namun sampai saat ini TNI maupun TNI AL belum dapat

memahami aturan, kewenangan, rantai komando dalam

hal penanggulangan bencana. Seyogyanya BNPB

menerbitkan prosedur tetap (Protap) ataupun

Prosedur operasi Standar sehingga dapat memudahkan

koordinasi sesuai bidang, di sisi lain TNI AL harus

membuat peraturan pelibatan yang mengacu pada Perka

BNPB khususnya dalam bidang logistik sesuai

Perencanaan Operasi (RO) BNPB/BPBD.

c) Mabes TNI segera menyempurnakan kebijakan pembinaan

logistik TNI dengan pendekatan dukungan silang

antar stakeholder sesuai amanat Undang-undang RI Nomor

24 Tahun 2007 Pasal 7 nomor (1) huruf b. yang

menjelaskan bahwa pemerintah memiliki kewenangan

untuk menyusun kebijakan perencanaan penanggulangan

bencana, dasar hukum ini menjadi landasan TNI untuk

61

memasukkan unsur-unsur kebijakan logistik sesuai

tugas pokok yang dimiliki.

d) Amanat Undang-undang RI Nomor 24 Tahun 2007 Pasal

36 nomor (4) huruf e. dan f. Menjelaskan bahwa

perencanaan penanggulangan bencana meliputi

penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan

dampak bencana serta melaksanakan alokasi tugas,

kewenangan, dari sumber daya yang tersedia.

Mekanisme kesiapan diarahkan kepada kesiapan bekal

bantuan penanggulangan bencana, dan alokasi tugas

diarahkan kepada para stakeholder penyelenggara

penanggulangan bencana agar dapat memobilisasi

bekal bantuan secara cepat, tepat, dan efektif,

dalam hal ini Mabesal maupun Mabes Angkatan lainnya

dapat mengaktualisasikan dukungan silang antar

stakeholder.

e) Apabila koordinasi antar stakeholder penyelenggara

penanggulangan bencana telah sinergis maka

Pemerintah dan pemerintah daerah dapat melakukan

penyelarasan kepada setiap pelaku penanggulangan

bencana untuk melaksanakan perencanaan

penanggulangan bencana sesuai amanat Undang-undang

RI Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 36 nomor (6).

Pemerintah dan pemerintah daerah dapat melakukan

penyelarasan yang mendukung Komando Armada RI untuk

meningkatkan ketahanlamaan bekal unsur KRI dan

personel pengawaknya, salah satu realisasinya

62

adalah adanya Mou antara TNI Angkatan laut dengan

Pertamina untuk mendukung Unsur KRI di Laut

3) Upaya untuk mendukung strategi - 3. Untuk mendukung

strategi-3 yaitu meningkatkan Pembinaan Pembekalan

Pangkalan Angkatan Laut guna Pemberdayaan logistik

wilayah melalui pemberdayaan logistik yang berasal dari

lembaga atau individu pendonor yang ada di daerah atau

wilayah, Pengendalian inventori bekal bantuan yang

berasal dari perolehan lain yang sah, dan Peningkatan

kecepatan proses distribusi bekal bantuan di daerah

bencana dalam meningkatkan pembinaan pembekalan TNI

Angkatan Laut guna meningkatkan efektifitas dukungan

logistik TNI dalam rangka keberhasilan penyelenggaraan

penanggulangan bencana, maka dilakukan berbagai upaya

sebagai berikut :

a) Pangkalan TNI Angkatan Laut harus melaksanakan

pemberdayaan logistik kewilayahan, kegiatan ini

didasari oleh Undang-undang RI Nomor 24 Tahun 2007

Pasal 26 pasal 27 yang menjelaskan bahwa setiap

orang berhak berperan serta dalam perencanaan,

pengoperasian, dan pemeliharaan program penyediaan

bantuan pelayanan kesehatan termasuk dukungan

psikososial, mereka berkewajiban untuk menjaga

kehidupan sosial masyarakat yang harmonis,

memelihara keseimbangan, keserasian, keselarasan,

dan kelestarian fungsi lingkungan hidup, serta

melakukan kegiatan penanggulangan bencana.

Individu-individu yang akan berperan dalam

penyelenggaraan penanggulangan bencana harus dapat

63

diwadahi oleh TNI Angkatan laut. individu-individu

sukarelawan berpotensi untuk memberikan sejumlah

dana maupun barang, maka TNI harus dapat

mengakomodir hak masyarakat tersebut sesuai aturan

keuangan maupun perbendaharaan yang berlaku yaitu

dianggap sebagai hibah. Terlebih lagi apabila ada

negara donor atau NGO yang akan memberikan bantuan

sebagaimana dijelaskan dalam Undang-undang RI Nomor

24 Tahun 2007 pasal 28 dan 29. Salah satu wujud

nyata yaitu membentuk MoU dengan Bank pemerintah

dan pemerintah daerah setempat untuk menerima dan

mengelola dana Corporate social rensponse (CSR) alokasi

bencana alam.

b) Pangkalan TNI AL harus dapat melaksanakan

pengendalian inventori bantuan bekal yang

dikelolanya, baik yang berasal dari anggaran negara

maupun dari individu-individu sukarelawan.

Permenhan Nomor 09 Tahun 2011 Pasal 12 nomor (1)

menjelaskan bahwa Perencanaan, meliputi kegiatan

penjabaran kebijakan, penyusunan rencana dan

program serta pengesahan program bantuan TNI, dan

nomor (2) Persiapan meliputi kegiatan inventarisasi

Sumber Daya Manusia TNI, perlengkapan/Alutsista,

dukungan administrasi dan logistik serta latihan

pendahuluan. Fungsi pengendalian inventori juga

harus dapat diarahkan untuk dapat mengelola sumber

daya manusia TNI dan alutsista yang digunakan pada

saat penyelenggaraan penanggulangan bencana.

64

Selain pengendalian inventori, TNI AL dapat

mengelola bekal yang berasal dari perolehan lain

yang sah. Hal ini untuk dapat mengakomodir bekal

bantuan dalam penyelenggaraan penanggulangan

bencana yang berpola hibah yang berasal dari

masyarakat, lembaga non pemerintah, dan pemerintah

sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang

Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana pasal 1

no.6. maka dapat diterapkan aturan keuangan

pengelolaan hibah. Hibah ini dapat berupa barang

maupun uang yang selanjutnya dapat dibuat sistem

pembukuan materiil perbekalan dan dilaporkan secara

berjenjang sesuai dengan Peraturan Kepala Staf

Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal

31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi

Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut.

c) Pangkalan TNI AL harus dapat meningkatkan

kemampuan penguasaan proses distribusi bekal

bantuan di daerah bencana. Hal ini merupakan

tuntutan yang harus dipenuhi dalam pembinaan

logistik kewilayahan, dimana proses distribusi

bekal bantuan yang cepat dan tepat akan dapat

mendukung penyelenggaraan penanggulangan bencana

secara optimal. Perwujudan dari upaya ini yaitu

dengan adanya:

(1) Peta/Data Logistik (pangan dan nonpangan)

(2) Peta/Data Personil

(3) Peta/Data bantuan

65

(4) Peta/Data Kebutuhan

(5) Peta/Data Peralatan

BAB VII

PENUTUP

28. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan tentang konsepsi

pembinaan pembekalan TNI Angkatan Laut guna efektifitas dukungan

Logistik TNI dalam rangka penanganan penanggulangan bencana, maka

dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

66

a. Pembinaan pembekalan TNI AL saat ini masih dianggap

belum memiliki sifat responsif untuk dapat menangani

penanggulangan bencana secara cepat tepat, tepat, efektif dan

efisien. Kondisi ini perlu ditingkatkan dengan menerapkan

sistem pengambilan keputusan logistik yang berbasis web

melalui otomasi Pembinaan pembekalan logistik unsur KRI dan

personel. Aplikasi Sistem Informasi dalam pembinaan

pembekalan selanjutnya diharapkan akan menjadi daya ungkit

pada sistem pengendalian internal TNI AL Guna Efektifitas

Dukungan Logistik TNI dalam rangka Penanganan Penanggulangan

Bencana.

b. Pada saat ini, hubungan koordinasi bidang logistik

antara TNI maupun TNI AL dengan para stakeholder penyelenggara

penanggulangan bencana (BNPB, Basarnas, PMI, masyarakat,

dunia usaha, perbankan, organisasi non pemerintah nasional

dan internasional) belum tersinergi dengan baik. Kondisi ini

perlu diatur secara jelas melalui kebijakan pemerintah dalam

pembinaan logistik yang tertuang dalam kebijakan makro

(Undang-Undang TNI dan Undang-Undang Pertahanan Negara),

kebijakan meso (Permenhan dan Perpang TNI), dan kebijakan

mikro (Perkasal). Diperlukan penyempurnaan dalam kebijakan

tersebut untuk melengkapi kriteria-kriteria yang diharapkan,

sehingga akan dapat memberikan arah kebijakan yang mendorong

peningkatan pembinaan logistik TNI AL. Kebijakan tentang

model sistem logistik penanggulangan bencana TNI akan lebih

optimal jika diarahkan pada konsep sistem logistik nasional

yaitu konsep yang menganggap bahwa logistik yang efektif dan

efisien diyakini mampu mengintegrasikan daratan dan lautan

menjadi satu kesatuan yang utuh dan berdaulat sehingga dapat

67

menjadi penggerak bagi terwujudnya indonesia sebagai negara

maritim

c. pada saat ini pembinaan pembekalan TNI Angkatan Laut

belum dapat memberdayakan para stakeholder penyelenggara

penanggulangan bencana. sukarelawan penanggulangan bencana

belum dilaksanakan. kondisi ini perlu ditingkatkan melalui

pemberdayaan para stakeholder penyelenggara penanggulangan

bencana maupun individu-individu sukarelawan sehingga dapat

memperkuat konsep logistik kewilayahan. Logistik wilayah yang

kuat diharapkan memiliki kontribusi pada logistik secara

nasional karena pemberdayaan logistik wilayah yang bersumber

dari hasil lain dari perolehan yang syah akan dapat

mengurangi beban anggaran pemerintah pusat dan daerah.

29. Saran.

a. Agar Mabesal dan Mabes TNI membangun sistem informasi

pembinaan pembekalan Logistik yang berbasis Web yang dapat

mendukung kesiapan operasional SSAT setiap saat dan tempat.

b. Agar Mabesal menyarankan kepada Mabes TNI membentuk

sarana koordinasi dengan para stakeholder penanggulangan

bencana, dan menyempurnakan kebijakan pembinaan logistik

melalui aktualisasi dukungan silang antar stakeholder

penyelenggara penanggulangan bencana.

c. Agar Mabesal memerintahkan seluruh jajarannya di

pangkalan untuk segera meningkatkan pembinaan logistik

melalui pelaksanaan pemberdayaan logistik wilayah,

pelaksanaan pengendalian inventori bantuan yang berasal dari

perolehan lain yang sah, dan menguasai kemampuan proses

mobilisasi dan demobilisasi bekal yang diwujudkan dengan

68

tersedianya Peta/Data Logistik (pangan dan nonpangan),

Peta/Data bantuan, Peta/Data Kebutuhan, Peta/Data Peralatan,

dan peta personel sukarelawan penanggulangan bencana.

Jakarta, Maret2015

Ketua Taskapok

Dwiarmanto, S.T., M.Ak.