MARKAS BESAR ANGKATAN LAUTSEKOLAH STAF DAN KOMANDO
_______________________________________________________
KONSEPSI PEMBINAAN PEMBEKALAN TNI ANGKATAN LAUT GUNA MEWUJUDKAN
EFEKTIFITAS DUKUNGAN LOGISTIK TNI DALAM
RANGKA PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA
BAB I
PENDAHULUAN
1. Umum. Indonesia merupakan salah satu negara yang paling
rentan terhadap bencana, ancaman secara relatif cukup jelas lebih
disebabkan oleh kondisi geografis dan komposisi demografinya.
Dengan adanya kondisi tersebut, Indonesia diprediksi masih akan
terus mengalami dan mengelola bencana, adapun bencana yang sering
terjadi di Indonesia adalah banjir, kebakaran, angin topan,
longsor, kekeringan, gempa bumi, gunung berapi dan tsunami. Dalam
upaya penyelenggaraan penanggulangan bencana1 tersebut diperlukan
dukungan semua komponen bangsa untuk bekerja secara terencana,
terkoordinasi dan terinterasi untuk memberikan bantuan
kemanusiaan, khususnya TNI melalui operasi militer selain perang
(OMSP)2 dan melalui penggunaan Alutsista yang dimiliki TNI AL
dengan pembinaan pembekalan3 yang efektif.
1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007 tentang PenanggulanganBencana. hal.2.2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI.3 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNIAngkatan Laut. hal. 4.
2
Dalam pelaksanaan tugas OMSP penyelenggaraan penanggulangan
bencana, bekal4 bantuan yang disiapkan TNI harus dapat disiapkan
secara cepat, tepat, efektif dan efisien dengan mengerahkan segala
kemampuan. Bekal bantuan dibutuhkan di setiap tahapan kegiatan
penanggulangan bencana, baik pada tahap kesiapsiagaan, tanggap
darurat, pemulihan, rehabilitasi dan rekonstruksi. Peningkatan
kesiapsiagaan logistik pra bencana khususnya pada saat terjadi
potensi bencana akan memperlancar Penanggulangan tanggap darurat,
sebaliknya keterbatasan logistik pada saat tanggap darurat akan
mempersulit pemberian bantuan khususnya pada pemberian pelayanan
kebutuhan dasar korban bencana, baik kebutuhan pangan, sandang dan
logistik lainnya.
Dalam upaya meningkatkan kesiapsiagaan logistik bencana maka
diperlukan sebuah konsep nyata dalam sistem logistik di lingkungan
TNI yang dapat diaktualisasikan untuk dapat mendukung
penyelenggaraan penanggulangan bencana. Adapun konsep yang dapat
segera diaktualisasikan yaitu suatu aplikasi sistem informasi
perencanaan logistik operasi yang berbasis web yang dapat
merencanakan dan menghitung segala bekal operasi dan bantuan
bencana secara cepat dan tepat. Aplikasi ini dapat pula digunakan
untuk memuat semua informasi yang dibutuhkan oleh para stakeholder
penanggulangan bencana, yaitu Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB), Badan SAR Nasional (Basarnas), sektor non-
pemerintah, sektor swasta dan masyarakat.
Adapun alasan pemilihan judul diatas yaitu karena di dalam
Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010
Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi
Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut didalamnya telah diatur
diantaranya tentang asas, fungsi, dan prinsip pembinaan
4 Ibid.
3
pembekalan, namun pada pelaksananaannya pembinaan pembekalan saat
ini masih belum mampu mendukung logistik penyelenggaraan
penanggulangan bencana secara optimal. Adapun gap antara peraturan
perundang-undangan dengan pelaksanaan dalam dukungan logistik
penanggulangan bencana yaitu karena belum adanya konsep sistem
informasi logistik di lingkungan TNI Angkatan Laut, pembinaan
logistik dalam rangka penyelenggaraan penanggulangan bencana belum
terlaksana secara terencana dan terkoordinasi dengan baik, dan
fungsi penyimpanan di setiap pangkalan TNI Angkatan Laut belum
dimanfaatkan untuk penyelenggaraan penanggulangan bencana.
1. Maksud dan Tujuan
a. Maksud. Maksud penulisan Kertas Karya Kelompok
(Taskapok) ini untuk memecahkan persoalan yang muncul dalam
dukungan logistik penanggulangan bencana.
b. Tujuan. Tujuan dari penulisan Taskapok ini agar dapat
dijadikan bahan masukan bagi pimpinan TNI AL dan TNI dalam
pembinaan logistik untuk mewujudkan manajemen logistik
penanggulangan bencana yang efektif.
2. Metode dan Pendekatan.
a. Metode. Metode yang digunakan dalam menyusun Taskapok
ini yaitu menggunakan metode penulisan induktif dengan
deskriptif analisis.
b. Pendekatan. Penulisan dalam Taskapok ini menggunakan
pendekatan kesisteman secara komprehensif dengan
mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi dan
menggunakan pendekatan empiris dan studi kepustakaan.
4
3. Ruang Lingkup dan Tata Urut.
a. Ruang lingkup. Penulisan Taskapok ini dibatasi pada
pemecahan permasalahan logistik yang dihadapi TNI pada
umumnya dan TNI AL pada khususnya dalam tugas OMSP
penyelenggaraan penanggulangan bencana. Dalam hal ini
meliputi pembinaan pembekalan TNI Angkatan Laut guna
mewujudkan efektifitas dukungan logistik TNI dalam rangka
penanganan penanggulangan bencana.
b. Tata Urut. Adapun tata urut dalam penulisan Taskapok ini
disusun sebagai berikut :
1) Bab I Pendahuluan.
2) Bab II Landasan Pemikiran.
3) Bab III Kondisi Pembinaan Pembekalan TNI AL Saat
Ini.
4) Bab IV Faktor yang Mempengaruhi.
5) Bab V Pembinaan Pembekalan TNI AL yang
Diharapkan.
6) Bab VI Pemecahan Masalah.
7) Bab VII Penutup
5
BAB II
LANDASAN PEMIKIRAN
4. Umum. Adapun landasan berpikir penulisan Taskapok penanggulangan
bencana ini yaitu terdiri dari Landasan Idiil Pancasila, Landasan
Konstitusional Undang-Undang Dasar 1945, Landasan Visional Wawasan
nusantara, Landasan Konseptual Ketahanan Nasional, peraturan
perundang-undangan tentang TNI dan penanggulangan bencana, serta
teori-teori yang mendukung penyelenggaraan dukungan logistik yang
efektif dalam penanganan penanggulangan bencana.
5. Paradigma Nasional.
a. Landasan Idiil. Pancasila merupakan pandangan hidup,
jiwa, kepribadian bangsa, tujuan dan cita-cita hukum bangsa
dan negara, serta cita-cita moral bangsa Indonesia. Sila
kedua Pancasila yaitu Kemanusiaan yang adil dan beradab
mengandung makna yang mendalam dan menjadi dasar dalam
penanganan penanggulangan bencana. Dengan dasar tersebut maka
sudah menjadi kewajiban TNI dalam rangka penyelenggaraan
penanggulangan bencana untuk Memperlakukan manusia sesuai
dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
6
Esa, Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban
asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan,
agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna
kulit dan sebagainya, Mengembangkan sikap saling mencintai
sesama manusia, Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan
tepa selira, Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, Gemar
melakukan kegiatan kemanusiaan, dan Merasa dirinya sebagai
bagian dari seluruh umat manusia karena itu dikembangkan
sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
b. Landasan Konstitusional. Sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia bertanggung jawab
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dengan tujuan untuk memberikan pelindungan terhadap
kehidupan dan penghidupan termasuk pelindungan atas bencana,
dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum. Pasal 5 ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
c. Landasan Visional. wawasan nusantara memiliki dimensi
kewilayahan yang harus diatur bebas dari berbagi macam
ancaman untuk menjamin keutuhan wilayah negara, kedaulatan
negara, dan ketertiban di kawasan demi kepentingan
kesejahteraan segenap bangsa. Dalam konteks penanganan
penanggulangan bencana maka wawasan nusantara dijadikan
sebagai landasan setiap warganya untuk melakukan
penyelenggaraan penanggulangan bencana secara cepat dan tepat
dalam rangka mengembalikan keutuhan wilayah negara yang
terdampak bencana.
d. Landasan Konseptual. Dalam penanggulangan bencana,
Ketahanan Nasional pada hakekatnya adalah kemampuan dan
7
ketangguhan bangsa untuk dapat menjamin kelangsungan
hidupnya menuju kejayaan dan kebanggaan bangsa dan negara.
Oleh karena itu agar penanggulangan bencana dapat berjalan
dengan lancar, efektif dan efesien, maka perlu dihindarkan
dan dicegah sedini mungkin berbagai bentuk bencana baik
yang berasal dari dalam negeri maupun yang berasal dari
luar negeri. Berhasilnya penanganan penanggulangan bencana
akan dapat meningkatkan Ketahanan Nasional, dan Ketahanan
Nasional yang tangguh akan dapat menjadi indikator
keberhasilan suatu Ketahanan Nasional.
7. Peraturan Perundang-Undangan.
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002
tentang Pertahanan Negara. Undang-undang ini mempertimbangkan
bahwa pertahanan negara sebagai salah satu fungsi
pemerintahan negara yang merupakan usaha untuk mewujudkan
satu kesatuan pertahanan negara guna mencapai tujuan
nasional, yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial.
b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2004
tentang Tentara Nasional Indonesia. Dalam Undang-undang ini
disebutkan dalam Pasal 7 bahwa Tugas Pokok Tentara Nasional
Indonesia dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP) yaitu
menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian dan pemberian
bantuan kemanusiaan. Dan disebutkan pula dalam pasal 9 bahwa
tugas TNI AL adalah:
8
1) Melaksanakan tugas TNI matra laut di bidang
pertahanan.
2) Menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah
laut Yurisdiksi Nasional sesuai dengan Hukum Nasional
dan Hukum Internasional yang telah diratifikasi.
3) Melaksanakan tugas Diplomasi Angkatan Laut dalam
rangka mendukung kebijakan politik luar negeri yang
ditetapkan oleh pemerintah.
4) Melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan
pengembangan kekuatan matra laut.
5) Kemampuan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut
(Dawilhanla).
Dalam masalah ini akan menitikberatkan pada tugas
pemberdayaan wilayah pertahanan laut yang difokuskan kepada
pemberdayaan logistik wilayah untuk memperkuat konsep
penyelenggaraan dukungan logistik penanggulangan bencana.
c. Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara. Undang-undang ini mengatur tentang
pengelolaan hibah yang berasal dari anggaran pemerintah
maupun perolehan lain yang sah, sehingga bantuan
penanggulangan bencana berupa barang maupun jasa yang
dikelola oleh TNI harus dapat dipertanggung jawabkan secara
transparan dan akuntabel kepada negara dan masyarakat.
d. Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana. Undang-undang ini digunakan sebagai
dasar atau landasan hukum dalam penanggulangan bencana yang
dapat memperkuat dan bersifat menyeluruh serta sesuai dengan
perkembangan keadaan masyarakat dan kebutuhan bangsa
Indonesia sehingga dapat mendukung segala upaya
9
penanggulangan bencana secara terencana, terkoordinasi, dan
terpadu.
e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun
2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
Peraturan Pemerintah ini disusun dengan mempertimbangkan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana Pasal 50 ayat (2) yaitu untuk memudahkan akses
kegiatan penanggulangan bencana, Pasal 58 ayat (2) tentang
kegiatan rehabilitasi, dan Pasal 59 ayat (2) tentang kegiatan
rekontruksi yang dilakukan oleh BNPB dan BPBD.
f. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun
2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana.
Peraturan Pemerintah ini disusun dengan mempertimbangkan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana Pasal 63 tentang mekanisme pengelolaan dana
penanggulangan bencana dan Pasal 69 ayat (4) tentang tata
cara pemberian dan besarnya bantuan yang dilakukan oleh
pemerintah dan pemerintah daerah kepada para korban bencana.
g. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun
2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik
Nasional. Peraturan Presiden ini disusun dalam rangka
pengembangan Sistem Logistik Nasional sebagai salah satu
prasarana dalam membangun daya saing nasional serta mendukung
pelaksanaan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia (MP3EI) Periode 2011-2025. Peraturan ini
menjadi landasan hukum bagi perancangan sistem pembinaan
logistik di TNI Angkatan Laut sehingga diharapkan dapat
mendukung penyelenggaraan penanggulangan bencana khususnya
dan dapat mewujudkan Pengembangan Sistem Logistik Nasional
pada umumnya.
10
h. Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 09
Tahun 2011 tentang Pokok-Pokok Penyelenggaraan Bantuan TNI
dalam Penanggulangan Bencana Alam, Pengungsian dan Bantuan
Kemanusiaan. Peraturan ini menjelaskan tentang
penyelenggaraan tugas bantuan Tentara Nasional Indonesia
dalam menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian dan
bantuan kemanusiaan. Dalam rangka penyelenggaraan
penanggulangan bencana diperlukan upaya-upaya yang
sistematis dan terpadu antara TNI bersama-sama dengan para
pemangku kepentingan.
i. Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor
Perkasal/69/XI/2010 Tanggal 2 November 2010 tentang Buku
Petunjuk Induk Pembinaan Logistik TNI Angkatan Laut.
Peraturan ini mengatur tentang pembinaan logistik yang harus
dilaksanakan di lingkup internal unit organisasi TNI AL,
dengan mempertimbangkan bahwa pembinaan logistik memiliki
nilai yang sangat strategis dalam mendukung tugas TNI AL.
j. Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor
Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku
Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut.
Peraturan ini mengatur tentang pembinaan materil pembekalan
dan pembinaan dukungan pembekalan yang merupakan penjabaran
dari pembinaan logistik TNI AL. Pembinaan dukungan pembekalan
meliputi dukungan pembekalan untuk pemeliharaan/perbaikan,
kesiapan operasi, dan personel, dalam pembahasan ini akan
fokus pada dukungan pembekalan untuk kesiapan operasi dan
personel dalam rangka mendukung operasi penanggulangan
bencana.
8. Landasan Teori.
11
a. Teori Decission Support System (DSS). Little (1970) dalam
Turban (2005)5 mendefinisikan DSS sebagai “sekumpulan prosedur
berbasis model untuk data pemrosesan dan penilaian guna
membantu para manajer mengambil keputusan.” Dia menyatakan
bahwa untuk sukses, sistem tersebut haruslah sederhana,
cepat, mudah dikontrol, adaptif, lengkap dengan isu-isu
penting, dan mudah berkomunikasi. Sementara Moore dan Chang
(1980) mendefinisikan DSS sebagai sistem yang dapat diperluas
untuk mampu mendukung analisis data ad hoc dan pemodelan
keputusan, berorientasi terhadap perencanaan masa depan, dan
digunakan pada interval yang tidak reguler dan tak terencana.6
b. Teori Shortest Route Problem. Algoritma untuk mencari rute
terpendek ini dikembangkan pada tahun 1959 oleh Dijkstra,
dengan batasan/ketentuan yang mengatakan bahwa algoritma
Dijkstra ini hanya dapat digunakan bila semua busur pada
jaringanya mempunyai bobot non-negatif (Dimyati, 2004).7
Algoritma Dijkstra (juga disebut algoritma Siklis) ini
memungkinkan sebanyak mungkin kesempatan sebagaimana yang
diperlukan untuk mengevaluasi ulang sebuah node (Taha, 1996).8
c. Teori Linear Programming (LP). LP merupakan suatu model
umum yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah-masalah
pengalokasian sumber-sumber yang terbatas secara optimal.9
Dalam pembahasan ini akan menggunakan LP untuk menghitung
bekal bantuan bencana yang akan dimobilisasi oleh TNI ke
5 Turban, Efraim., Aronson, Jay E., Liang, Ting-Peng., (2005). “Decision SupportSystem and Intelligent System” edisi tujuh jilid 1, penerbit Andi, Yogyakarta.6 Moore, J.H., dan M. G. Chang., (1980),fall. “Design of Decision Support System.” DataBase, Vol 12, Nos.1 and 2.7 Dimyati,Tjutju, T., dan Dimyati, Akhmad, (2004). “Operation Research: Model-modelPengambilan Keputusan.” Sinar Baru Algesindo, Bandung.8 Taha, Hamdy A., (1996). “Riset Operasi: Suatu pengantar”, jilid I, Edisi kelima,Binarupa Aksara9 Subagyo, Pangestu dkk. (1993). Dasar-dasar Operation Research. Edisi kedua. BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta.
12
daerah bencana, adapun bekal bantuan bencana berupa kebutuhan
sandang, papan dan kebutuhan bencana lainnya.
d. Teori Hubungan Sipil Militer. “Maka tanpa ada ketentuan
supremasi Sipil dengan sendirinya TNI harus tunduk kepada
segala kepatuhan dan perintah yang dikeluarkan oleh
pemerintah”. Kepatuhan TNI ini selalu berpedoman pada Panca
sila dan memperhatikan berbagai aspirasi yang berkembang
dalam masyarakat demi tercapainya keberhasilan dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana.10
BAB III
KONDISI PEMBINAAN PEMBEKALAN TNI ANGKATAN LAUT SAAT INI
9. Umum. Kondisi Pembinaan pembekalan TNI AL saat ini yang
meliputi Fungsi Sistem Informasi dalam Pembinaan Pembekalan TNI
Angkatan Laut, Hubungan Koordinasi antar Stakeholder Penyelenggara
Penanggulangan Bencana dalam Bidang Pembekalan, dan Pembinaan
Pembekalan di Tingkat Pangkalan Angkatan Laut akan dapat
menimbulkan implikasi terhadap efektifitas dukungan logistik di
lingkungan internal TNI dalam rangka Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana.
10. Fungsi Sistem Informasi dalam Pembinaan Pembekalan TNI
Angkatan Laut. Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor
Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku
Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut
mengatur tentang pembinaan materil pembekalan dan pembinaan
dukungan pembekalan yang merupakan penjabaran dari pembinaan
10 Paket Intruksi. 2014. Hubungan Sipil dan Militer. Seskoal. Jakarta
13
logistik TNI AL. Pembinaan dukungan pembekalan meliputi dukungan
pembekalan untuk pemeliharaan/perbaikan, kesiapan operasi, dan
personel, dalam pembahasan ini akan fokus pada dukungan pembekalan
untuk kesiapan operasi dan personel dalam rangka mendukung operasi
penanggulangan bencana.
Dukungan Pembekalan untuk kesiapan operasi merupakan
Pembekalan untuk kesiapan operasi diarahkan dan ditujukan kepada
pemberian bekal awal dan bekal ulang baik untuk kebutuhan operasi
itu sendiri maupun personelnya. Adapun dukungan pembekalan untuk
kesiapan operasi meliputi:
a. Bekal awal kebutuhan operasi terdiri dari:
1) Amonisi dengan tolok ukur Basic Load (B/L) atau
sesuai kebutuhan operasi.
2) BBM dan BMP dengan tolok ukur isian tangki (I/T)
atau sesuai kebutuhan operasi.
3) Bekal-bekal operasi lainnya di luar amonisi, BBM
dan BMP diberikan berdasarkan norma/indeks sesuai
ketentuan yang ada atau sesuai dengan kebutuhan operasi.
4) Bekal personel dengan tolok ukur norma/indeks
sesuai ketentuan yang ada atau sesuai dengan kebutuhan
operasi.
b. Bekal ulang kebutuhan operasi terdiri dari:
1) Suku cadang diberikan berdasarkan Buku Dasar
Perbendaan (BDP) guna mengisi kembali persediaan yang
telah digunakan.
2) Amonisi, BBM dan BMP bekal operasi lainnya serta
bekal personel lainnya guna mengisi kembali persediaan
yang telah habis dipergunakan selama operasi,
Pelaksanaan dukungan materill perbekalan untuk kesiapan
operasi diselenggarakan sebagai berikut:
14
a. Bekal awal diberikan oleh Depo Pusat Pembekalan atau
Badan Pembekalan di darat di mana unsur-unsur berada (home
base)
b. Bekal ulang diberikan oleh Badan Pembekalan di daerah
operasi atau oleh Kapal Bantuan Logistik Mobil (BLM) untuk
mendukung kebutuhan serta menjamin ketahanlamaan operasi.
Adapun dukungan pembekalan untuk kesiapan Personel meliputi:
a. Dukungan pembekalan personel diberikan baik pada saat
operasi maupun pada saat tidak operasi yang meliputi:
1) Bekal Kelas I. yaitu makanan dan bahan makanan
2) Bekal Kelas II. yaitu Pakaian, textil, bahan
pakaian, perlengkapan perorangan, tenda, perkakas
tangan, alat rumah dan kantor, alat pemadam kebakaran,
keperluan umum serta pemetaan
3) Bekal Kelas VI. yaitu Kebutuhan umum perorangan
yang termasuk perlengkapan TNI.
4) Bekal Kelas VIII. yaitu Obat dan bahan obat
5) Bekal Kelas X. yaitu Semua materiil perbekalan yang
tidak termasuk dalam kelas- kelas lain.
b. Kebutuhan umum perorangan yang tidak termasuk
perlengkapan perorangan TNI (Bekal Kelas VI) serta materill
perbekalan yang tidak termasuk dalam salah satu kelas bekal
(Bekal kelas X) diberikan dengan pertimbangan khusus.
c. Tolok ukur dalam melaksanakan pemberian dukungan dalam
keadaan tidak operasi sesuai dngan norma/indeks yang berlaku,
sedangkan dalam keadaan darurat/operasi disamping berdasrkan
norma/indeks juga dengan memperhatikan klasifikasi, tujuan
dan ketahanlamaan operasi.
15
d. Dukungan materill perbekalan untuk keperluan personel
diberikan oleh Depo Pusat Pembekalan atau Badan Pembekalan di
darat
Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor
Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku
Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut
memberikan pedoman tentang Sistem Informasi pembekalan. Bahwa
sistem informasi yang dibangun harus sesuai Azas Ketepatan, yang
berarti bahwa Pembinaan materiel perbekalan dan pembinaan dukungan
pembekalan harus dapat menjamin ketepatan data/informasi untuk
kebutuhan perencanaan maupun pelaksanaan pembekalan.
Azas ketepatan ini digunakan dalam menjalankan fungsi sistem
informasi. Sistem Informasi pembinaan materiil perbekalan
dilaksanakan melalui otomasi dengan sistem komputerisasi guna
memberikan informasi yang cepat dan akurat tentang materiil
perbekalan. Azas ketepatan ini juga digunakan dalam menjalankan
fungsi administrasi perbendaharaan. Administrasi perbendaharaan
materi perbekalan dilaksanakan dengan Sistem Informasi Manajemen
Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK BMN) dengan wujud kegiatan
komputerisasi pencatatan, pelaporan serta pertanggungjawaban
secara sistematis sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku.
11. Hubungan Koordinasi antar Stakeholder Penyelenggara
Penanggulangan Bencana dalam Bidang Pembekalan. Hubungan yang
sinergis antar stakeholder Penyelenggara Penanggulangan Bencana akan
sangat mendukung keberhasilan operasi, oleh karenanya keterpaduan
dan koordinasi menjadi amanat undang-undang yang melandasi
kegiatan penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, adapun peraturan
perundang-undang tersebut adalah:
16
a. Undang-undang RI No. 24 Tahun 2007 Pasal 3 huruf c.
menjelaskan Prinsip-prinsip dalam penanggulangan bencana
haruslah terkoordinasi dan terpadu.
b. Permenhan Nomor 09 Tahun 2011 Pasal 9 menjelaskan bahwa
penanggulangan bencana alam bertujuan untuk menjamin
terselenggaranya penanggulangan bencana alam secara
terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh.
c. Permenhan Nomor 09 Tahun 2011 Pasal 10 nomor (2) bahwa
dalam Tahap pra bencana harus diselenggarakan tahapan
penanggulangan bencana yang meliputi pencegahan/mitigasi,
koordinasi dan latihan bersama antar instansi terkait, dan
kesiapsiagaan.
d. Permenhan Nomor 09 Tahun 2011 Pasal 13 huruf b.
Menjelaskan Mabes TNI sebagai pelaksana operasional
melaksanakan koordinasi lintas sektoral di tingkat pusat,
sebagai Pembina dan pengguna kekuatan TNI dalam
penyelenggaraan bantuan yang diwujudkan dalam Tri Matra
terpadu
e. Permenhan Nomor 09 Tahun 2011 Pasal 13 huruf d.
menjelaskan tentang pengorganisasian bahwa Kotama Operasi TNI
sebagai pelaksana tugas melaksanakan koordinasi lintas
sektoral di tingkat daerah dan sebagai supervisi operasional
teknis di lapangan.
f. PP Nomor 21 Tahun 2008 Pasal 2 menjelaskan bahwa
penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk
menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana
secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh
dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari
ancaman, risiko, dan dampak bencana.
17
g. Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010
Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi
Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut memberikan petunjuk
agar jajaran TNI AL dalam pembinaan pembekalannya mengadakan
koordinasi dan sinkronisasi dengan semua pihak yang terkait
dalam semua kegiatan pengerahan dan penyerahan kembali
materiil perbekalan yang telah dimobilisasi.
h. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Pedoman Manajemen Logistik Dan
Peralatan Penanggulangan Bencana pasal 2 menjelaskan Sistem
manajemen logistik dan peralatan penanggulangan bencana,
merupakan suatu sistem yang menjelaskan tentang logistik dan
peralatan yang dibutuhkan untuk menanggulangi bencana pada
masa pra bencana, pada saat terjadi bencana dan pada pasca
bencana. Sistem manajemen logistik dan peralatan
penanggulangan bencana merupakan suatu sistem yang memenuhi
persyaratan antara lain yaitu terlaksananya Koordinasi dan
prioritas penggunaan alat transportasi yang terbatas.11
Hubungan yang sinergis antar stakeholder Penyelenggara
Penanggulangan Bencana harus dapat mendukung BNPB dalam
menjalankan perannya, agar BNPB mempunyai kemudahan akses dan
koordinasi dengan organisasi yang dapat membantu sistem manajemen
logistik dan peralatan untuk bencana. Fungsi Penyelenggaraan
Manajemen Logistik dan Peralatan Tingkat Nasional adalah adanya
dukungan pemerintah, pemerintah tingkat provinsi, kabupaten/kota
atau atau lembaga lain dapat dikoordinasikan sesuai dengan sistem
manajemen logistik dan peralatan.12
11 Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Pedoman Manajemen Logistik Dan Peralatan Penanggulangan Bencana, Lampiran hal 2.12 Ibid. Lampiran hal 11.
18
12. Pembinaan Pembekalan di tingkat Pangkalan Angkatan Laut.
Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010
Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi
Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut telah memberikan petunjuk
pembinaan logistik wilayah/tingkat pangkalan, adapaun petunjuk
tersebut berwujud sebagai fungsi penyimpanan. Fungsi penyimpanan
bertujuan agar dukungan materiil perbekalan perbekalan dapat
memenuhi kebutuhan dukungan pembekalan, diperlukan penyimpanan
material perbekalan yang ditempatkan di dalam gudang-gudang
penyimpanan sedemikian rupa sehingga materiil perbekalan dapat
terpelihara, terhindar dari segala gangguan dan bahaya serta dapat
menjangkau Satkai yang membutuhkan.
a. Berdasarkan kedudukan dan fungsinya, gudang penyimpanan
terdiri dari :
1. Gudang Persediaan Pusat.
a) Berkedudukan dibawah Mabes TNI Angkatan Laut.
b) Digunakan untuk menyimpan materiil perbekalan
yang berasal dari hasil pengadaan tingkat pusat dan
atau berasal dari sumber penerimaan lainnya.
c) Melayani pengisian kebutuhan gudang persediaan
daerah dan kebutuhan Satuan Pemakai (Satkai),
khususnya KRI.
d) Dipimpin oleh Bendaharawan Materiil.
2. Gudang Persediaan Daerah.
a) Berkedudukan di bawah Kotama dan Pangkalan
Utama TNI Angkatan Laut.
b) Digunakan untuk menyimpan materiil perbekalan
yang berasal dari gudang persediaan pusat serta
hasil pengadaan tingkat Kotama dan atau hasil
19
pengadaan lokal, kecuali bekal kelas V hanya
berasal dari gudang persediaan pusat (Arsenal).
c) Melayani pengisian kebutuhan gudang pemakaian.
d) Dipimpin oleh Bendaharawan Materiil.
3. Gudang Pemakaian.
a) Berkedudukan di bawah Satkai/Satker TNI
Angkatan Laut.
b) Digunakan untuk menyimpan materiil perbekalan
yang berasal dari gudang persediaan pusat dan
gudang persediaan daerah serta hasil pengadaan
lokal, kecuali bekal kelas V tidak ada pengadaan
lokal.
c) Melayani pengisian kebutuhan gudang pemakaian.
d) Dipimpin oleh Bendaharawan Materiil
b. Berdasarkan sifat dan karakteristik barang, gudang
penyimpanan terdiri dari:
1. Gudang penyimpanan umum (general storage).
2. Gudang penyimpanan yang disejukkan (cool storage).
3. Gudang penyimpanan yang didinginkan (cool storage).
4. Tempat penyimpanan terbuka (shed/open storage).
5. Tempat penyimpanan barang berbahaya.
6. Ruang Pengaman (security area).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2004 tentang
Tentara Nasional Indonesia. Dalam Undang-undang ini disebutkan
dalam Pasal 7 bahwa Tugas Pokok Tentara Nasional Indonesia dalam
Operasi Militer Selain Perang (OMSP) yaitu menanggulangi akibat
bencana alam, pengungsian dan pemberian bantuan kemanusiaan. Dan
disebutkan pula dalam pasal 9 bahwa tugas TNI AL diantaranya
20
adalah meningkatkan Kemampuan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut
(Dawilhanla). Salah satu strategi dalam upaya peningkatan
kemampuan ini adalah dengan dilakukannya pemberdayaan logistik
wilayah yang secara tidak langsung dapat memperkuat konsep
dukungan logistik penyelenggaraan penanggulangan bencana.
13. Implikasi.
a. Implikasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut
terhadap Efektifitas Dukungan Logistik TNI.
1. Apabila Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut pada
tahap perencanaan tidak segera dioptimalkan, maka
dukungan pembekalan unsur KRI, prajurit, dan bekal
bantuan dalam upaya penanganan bencana akan tetap
diselenggarakan secara manual, sehingga akan menghambat
kecepatan dan ketepatan dukungan bekal bantuan
penanggulangan bencana.
2. Apabila Hubungan antar stakeholder Penyelenggara
Penanggulangan Bencana belum terwujud sinergitasnya,
maka bantuan yang dilaksanakan oleh TNI di setiap tahap
penanganan bencana tidak akan maksimal karena tiadanya
kerjasama yang terencana dan terkoordinasi, sehingga
keberhasilan operasi tidak akan terwujud.
3. Apabila Pembinaan Pembekalan di Tingkat Pangkalan
Angkatan Laut tidak berjalan, maka pangkalan-pangkalan
Angkatan Laut yang wilayahnya terkena bencana tidak
dapat menanggulangi bencana secara cepat. Selanjutnya
akan terjadi tidak tersalurkannya hak masyarakat untuk
berpartisipasi pada penanggulangan bencana, sehingga
logistik penanggulanan bencana akan tetap bergantung
kepada anggaran negara maupun daerah
21
b. Implikasi Efektifitas Dukungan Logistik TNI terhadap
Penanganan Penanggulangan Bencana. Apabila dukungan logistik
penanggulangan bencana yang dilaksanakan TNI belum efektif
yang dipengaruhi oleh belum optimalnya Pembinaan Pembekalan
TNI Angkatan Laut, Hubungan antar stakeholder Penyelenggara
Penanggulangan Bencana belum terwujud sinergitas, dan belum
berjalannya Pembinaan Pembekalan di Tingkat Pangkalan
Angkatan Laut, Maka OMSP untuk penyelenggaraan penanggulangan
bencana tidak akan optimal.
14. Permasalahan yang Dihadapi.
a. Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Berdasarkan dari
uraian kondisi pembinaan pembekalan TNI AL saat ini
sebelumnya, walaupun Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31
Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan
Pembekalan TNI Angkatan Laut telah memberikan pedoman tentang
sistem informasi pembekalan namun pada pelaksanaannya masih
sangat sedikit sekali keberadaannya. Walaupun ada sistem
informasi pembekalan namun hanya administratif belaka atau
dengan kata lain sedikit sekali yang dapat mendukung
operasional TNI Angkatan Laut.
Apabila Sistem logistik penanggulangan bencana tidak
dibangun secara terpadu dan mutakhir, maka dukungan logistik
penanggulangan bencana tetap tidak efektif, sehingga
perlindungan kepada masyarakat dari ancaman, risiko, dan
dampak bencana tidak optimal, dan apabila otomasi perencanaan
logistik tidak segera diwujudkan , maka perencanaan kesiapan
logistik unsur KRI dan bantuan bencana akan tetap dilakukan
22
secara manual, sehingga akan menghambat kecepatan dan
ketepatan dukungan logistik penanggulangan bencana
b. Hubungan antar stakeholder Penyelenggara Penanggulangan
Bencana. Berdasarkan dari uraian kondisi koordinasi antara
TNI AL dengan stakeholder saat ini sebelumnya. Maka dapat
disimpulkan bahwa kegiatan koordinasi merupakan syarat mutlak
untuk keberhasilan penyelenggaraan Penanggulangan Bencana,
oleh karenanya kegiatan koordinasi menjadi amanat peraturan
perundang-undang yang mengatur tentang penanggulangan
bencana.
Adapun kelemahan maupun kekurangan koordinasi
ditunjukan oleh adanya gap antara peraturan perundang-
undangan dengan pelaksanaannya. Apabila koordinasi diantara
para stakeholder belum terjalin dengan baik, maka Mabes TNI
tidak dapat memaksimalkan usaha untuk mitigasi bencana,
sehingga keberhasilan operasi tidak akan tercapai secara
maksimal.
c. Pembinaan Pembekalan di Tingkat Pangkalan Angkatan Laut.
Dari uraian diatas tentang fungsi penyimpanan maupun kegiatan
pemberdayaan wilayah dalam konteks logistik belum
dimanfaatkan secara optimal oleh TNI Angkatan Laut. Hal-hal
lain yang tidak sesuai dengan kondisi yang diharapkan yaitu
Kotama Operasi TNI sebagai pelaksana tugas yang melaksanakan
koordinasi lintas sektoral di tingkat daerah13 dan sebagai
supervisi operasional teknis di lapangan belum berjalan
secara konsisten. Apabila usaha-usaha pemberdayaan logistik
wilayah tidak segera direlisasikan, maka akan ada hak
13 Permenhan Nomor 09 Tahun 2011 Pasal 13 huruf d.
23
masyarakat untuk berpartisipasi pada penanggulangan bencana
yang tidak dapat disalurkan, sehingga logistik penanggulanan
bencana akan tetap bergantung kepada anggaran negara maupun
daerah.
Dengan mempertimbangkan peraturan BNPB maka TNI AL pun
harus dapat mendukung kegiatan tersebut. Adapun kegiatan
Tingkat Provinsi dalam menjalankan Fungsi Penyelenggaraan
Manajemen Logistik dan Peralatan adalah Mengkoordinasikan
semua pelayanan dan pendistribusian bantuan logistik dan
peralatan di area bencana serta Memelihara hubungan dan
mengkoordinasikan semua lembaga yang terlibat dalam
penanggulangan bencana. Sementara untuk Tingkat
Kabupaten/Kota kegiatannya yaitu mengelola dan
mengkoordinasikan seluruh aktifitas manajemen logistik dan
peralatan, terutama pada masa siaga darurat, tanggap darurat
dan pemulihan darurat dan Berkoordinasi dengan
instansi/lembaga terkait di pusat operasi BPBD.
BAB IV
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
24
15. Umum. Dalam bagian ini akan dijelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi penyelenggaraan penanggulangan bencana yang berada di
luar dan di dalam lingkup TNI.berskala nasional, serta akan
dikupas tentang peluang dan kendala yang dihadapi oleh TNI dalam
rangka tercapainya keberhasilan penyelenggaraan penanggulangan
bencana.
16. Eksternal. Faktor yang mempengaruhi penyelenggaraan
penanggulangan bencana di lingkup eksternal merupakan faktor yang
berada di luar lingkup TNI maupun TNI Angkatan Laut. Faktor-faktor
di luar TNI yang berpengaruh terhadap masalah penyelenggaraan
penanggulangan bencana yaitu:
a. Kondisi Geografis. Indonesia sebagai salah satu negara
yang paling rentan terhadap bencana serta adanya ancaman yang
relatif cukup jelas yang disebabkan kondisi geografis dan
komposisi demografi, Indonesia masih akan terus mengalami dan
mengelola bencana. Berbagai kemajuan signifikan dalam
penanggulangan bencana selama beberapa tahun terakhir telah
menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat
progresif dalam upaya penanggulangan bencana untuk membangun
ketangguhan masyarakatnya.
Bencana yang sering terjadi di Indonesia adalah banjir,
kebakaran, angin topan, longsor, kekeringan, gempa bumi,
gunung berapi dan tsunami. Tercatat 2.836 kejadian bencana
antara tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 yang menyebabkan
4.216 orang meninggal, 999 orang hilang, 1.067.103 orang
mengungsi,dan 653.876 rumah rusak, serta 14.526 unit sarana
dan prasarana rusak. Dampak utama bencana seringkali
menimbulkan korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak kerusakan non materi maupun
psikologis. Meskipun perencanaan pembangunan di Indonesia
25
telah didesain sedemikian rupa dengan maksud dan tujuan
meningkatkan kesejahteraan rakyat, meningkatkan rasa
keadilan, serta meminimalkan dampak perusakan yang terjadi
pada lingkungan serta melindungi masyarakat terhadap ancaman
bencana.14
b. Kebijakan Pemerintah dalam Bidang Logistik Nasional.
Pada dasarnya terdapat berbagai kebijakan yang terkait erat,
serta mempengaruhi kebijakan penanggulangan bencana. Salah
satu kebijakan tersebut adalah kebijakan Pemerintah dalam
masalah Logistik Nasional, salah satunya adalah
diterbitkannya Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik
Nasional.15 Cetak biru sistem logistik ini diharapkan dapat
menjadi panduan dalam pengembangan logistik bagi para
pemangku kepentingan terkait, tentunya pengembangan logistik
yang diselenggarakan TNI dalam rangka penyelenggaraan
penanggulangan bencana.
c. Sumber Daya Manusia. Penduduk Indonesia yang berjumlah
250 juta jiwa merupakan jumlah yang sangat besar untuk dapat
dikelola dalam upaya mitigasi bencana. Pertumbuhan penduduk
yang pesat dikaitkan dengan keterbatasan tempat tinggal dan
kesempatan berusaha dapat menimbulkan tantangan dan hambatan.
Penduduk Indonesia merupakan kebhinekaan suku bangsa yang
berbeda agama dan adat istiadat, hal ini pada akhirnya dapat
menimbulkan masalah tersendiri bagi TNI yang memiliki jumlah
personel yang tidak sebanding. TNI harus senantiasa menambah
dan meningkatkan mutu sumber daya prajurit untuk dapat
14 Renstra Badan Nasional Penanggulangan Bencana Tahun 2010-201415 Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2012 Tentang Cetak Biru Pengembangan SistemLogistik Nasional
26
menangani penanggulangan bencana dalam memenuhi standar
minimal pelaksanaan penanggulangan bencana.
d. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Perkembangan
dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi akan memberikan
dampak positif bagi peyelenggaraan penanggulangan bencana.
Pesatnya perkembangan teknologi tersebut dapat diarahkan
untuk dapat menunjang kegiatan di bidang kebencanaan yang
dapat dimanfaatkan untuk mengurangi risiko-risiko bencana.
TNI sebagai organisasi pengguna teknologi selayaknya harus
dapat memiliki suatu peralatan yang berguna baik untuk
operasi militer perang maupun operasi militer selain perang,
dengan kata lain peralatan ini memiliki interopabilitas yang
tinggi untuk digunakan dalam penyelenggaraan penanggulangan
bencana.
17. Internal. Faktor yang mempengaruhi di lingkup internal
merupakan faktor yang berada di dalam lingkup TNI maupun TNI
Angkatan Laut. Faktor-faktor pembinaan pembekalan yang berpengaruh
terhadap masalah penyelenggaraan penanggulangan bencana yaitu:
a. Kebijakan Anggaran. Terbatasnya anggaran yang tersedia
untuk kegiatan penyelenggaraan penanggulangan bencana di
Indonesia dirasakan secara umum oleh masing-masing unit
Kementerian/Instansi, begitu juga Kementerian pertahanan dan
TNI. Mabes TNI harus dapat menyusun Kegiatan, program,
rencana kerja dan anggaran, serta melaksanakan pemantauan,
dan evaluasi program penyelenggaraan penanggulangan bencana.
Mabes TNI harus mampu melaksanakan pengkoordinasian
penyusunan program dan anggaran yang bersumber dari APBN,
27
program dan anggaran lintas sektor, dan program dan anggaran
bantuan luar negeri, serta monitoring dan evaluasi.
b. Pembinaan penggunaan kekuatan TNI Angkatan Laut.
Pembinaan penggunaan Kekuatan TNI AL telah diatur dalam Surat
keputusan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Skep/1020/III/1987
ttg pola pembinaan penggunaan kekuatan TNI AL. Segala bentuk
serta pola pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI AL telah
dituangkan didalam Surat keputusan Ini, maka dalam rangka
melaksanakan dan mengatur kegiatan penanggulangan bencana
harus disesuaikan dengan pengerahan dan penggunaan kekuatan
unsur KRI sebagaimana tercantum dalam Surat keputusan.
c. Pembinaan Logistik TNI Angkatan Laut. Dalam upaya untuk
meningkatnya kecepatan perencanaan pembekalan dalam kesiapan
operasi maka diperlukan pengadaan materiil perbekalan dari
kelas-kelas bekal tertentu khususnya pembekalan untuk operasi
penggunaan kekuatan dengan cara mengajukan permintaan kepada
badan pembekalan Mabes TNI, dan ini merupakan wujud dari
wewenang dan tanggung jawab pembinaan tingkat Mabesal.16 Oleh
karenanya Pembinaan pembekalan TNI juga selayaknya memiliki
Sistem informasi logistik yang dapat diaplikasikan di seluruh
unit organisasi TNI sebagai realisasi dari pembangunan Sistem
Logistik Nasional.
18. Peluang dan Kendala. Adapun peluang dan kendala yang dihadapi
oleh TNI dalam rangka tercapainya keberhasilan penyelenggaraan
penanggulangan bencana yaitu sebagai berikut:
16 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 21.
28
a. Peluang. Peluang merupakan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi secara positif peyelenggaraan penanggulangan
bencana yang dilaksanakan oleh TNI, adapun peluang yang
dimiliki yaitu:
1) Adanya existing System SIMAK BMN yaitu sistem Informasi
Akuntansi Barang Milik Negara yang dapat dioptimalkan
menjadi sistem yang mendukung Sistem Logistik Nasional.
Pembinaan Logistik TNI dapat disempurnakan dengan
mengikuti SIMAK BMN untuk dapat mengatasi permasalahan
logistik penanggulangan bencana. Pembinaan pembekalan
TNI dapat didukung oleh Sistem Pengambilan Keputusan
yang berbasis Web. Sistem ini diaplikasikan di seluruh
unit organisasi TNI.
2) Pembinaan pembekalan TNI Angkatan Laut harus dapat
membentuk sarana koordinasi dengan para stakeholder
penyelenggara penanggulangan bencana dengan menggunakan
dasar hukum Undang-undang RI Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 3
huruf c. yang menjelaskan bahwa Prinsip-prinsip dalam
penanggulangan bencana haruslah terkoordinasi dan
terpadu. Pembinaan pembekalan TNI dapat disempurnakan
untuk dapat menerapkan dukungan silang antar stakeholder
penyelenggara penanggulangan bencana.
3) Undang-undang RI Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 26 pasal
27 yang menjelaskan bahwa setiap orang berhak berperan
serta dalam perencanaan, pengoperasian, dan pemeliharaan
program penyediaan bantuan pelayanan kesehatan termasuk
dukungan psikososial dapat menjadi dasar hukum bagi TNI
untuk memfasilitasilitasinya.
29
b. Kendala. Kendala merupakan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi secara negatif dan dapat menghambat
penyelenggaraan penanggulangan bencana yang dilaksanakan oleh
TNI, adapun kendala yang dimiliki yaitu:
1) Pembinaan pembekalan di tingkat satuan kerja TNI AL
belum dapat meningkatkan kapasitas perencanaan
pembekalan kesiapan unsur KRI dan personelnya, serta
belum dapat meningkatkan ketahanlamaan operasi.
2) Pembinaan pembekalan tingkat pangkalan belum dapat
mengoptimalkan pemberdayaan logistik wilayah dan belum
menguasai kemampuan untuk melaksanakan proses mobilisasi
dan demobilisasi bekal bantuan di daerah bencana.
3) Pembinaan pembekalan tingkat pangkalan melalui
pemberdayaan logistik wilayah belum memiliki dasar hukum
dan peraturan.
BAB V
PEMBINAAN PEMBEKALAN TNI ANGKATAN LAUT YANG DIHARAPKAN
19. Umum. Pembinaan pembekalan diharapkan mampu mendukung
kesiapan bekal unsur KRI dan kesiapan personelnya secara cepat dan
tepat, baik personel KRI maupun personel satgas penanggulangan
bencana, serta mampu mendukung kesiapan bekal bantuan
penanggulangan bencana. Pada tahap pra bencana, pembinaan
pembekalan harus mampu menjamin terselenggaranya tahapan
penanggulangan bencana yang meliputi pencegahan/mitigasi,
koordinasi dan latihan bersama antar stakeholder penanggulangan
bencana terkait, dan kesiapsiagaannya. Pada tahap tanggap bencana
pembinaan pembekalan harus mampu menjamin terselenggaranya tahapan
30
tanggap darurat yang meliputi penyelamatan dan evakuasi korban,
penanganan pengungsi berupa pemenuhan kebutuhan dasar dan
perlindungan terhadap kelompok rentan, dan pemulihan sarana dan
prasarana. Selanjutnya pada tahap pasca bencana pembinaan
pembekalan harus mampu menjamin terselenggaranya rehabilitasi dan
rekontruksi.
20. Pembahasan. Pada bagian ini akan dijelaskan Fungsi Sistem
Informasi dalam Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut, Hubungan
Koordinasi antar Stakeholder Penyelenggara Penanggulangan
Bencana dalam Bidang Pembekalan, dan Pembinaan Pembekalan di
tingkat Pangkalan Angkatan Laut yang diharapkan.
21. Fungsi Sistem Informasi dalam Pembinaan Pembekalan TNI
Angkatan Laut. Dihadapkan pada tuntutan efektifitas pada
penyelenggaraan penanggulangan bencana, maka pembinaan pembekalan
TNI Angkatan Laut harus dapat mengaktualisasikan azas-azas dan
prinsip dalam pembinaan logistik. Adapun azas-azas yang harus
dipedomani adalah azas rencana jauh kedepan, jadwal olah guna,
tanggung jawab sosial, legalitas, terarah, ketelitian, keamanan,
keseimbangan dan keserasian, kekenyalan, keterpaduan, responsif,
perencanaan dan pengendalian terpusat, swasembada, prioritas,
ekonomis, dan azas pencapaian sasaran.17 Sedangkan prinsip-prinsip
yang berlaku dalam pembinaan pembekalan yaitu manajemen pembinaan
materiil perbekalan dan dukungan pembekalan dibina secara
profesional, efektif, efisien, dan modern.18 Pembinaan pembekalan
harus dapat didukung oleh sistem informasi yang handal, kecepatan
17 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/69/XI/2010 Tanggal 2November 2010 tentang Buku Petunjuk Induk Pembinaan Logistik TNI Angkatan Laut18 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNIAngkatan Laut. Hal. 9.
31
dan ketepatan perencanaan pembekalan untuk kesiapan operasi, dan
tingginya kesiapsiagaan unsur KRI dan kesiapan personel di setiap
tahap penyelenggaraan penanggulangan bencana. Pada bagian ini akan
dijelaskan tentang Pembangunan Sistem Pengambilan Keputusan
(Decission Support system) Logistik yang berbasis Web, Peningkatan
Kapasitas perencanaan pembekalan kesiapan operasi, dan Peningkatan
kesiapsiagaan bekal unsur KRI dan kesiapan bekal personel.
a. Pembangunan Sistem Pengambilan Keputusan (Decission Support
system) Logistik yang berbasis Web. Penyelenggaraan
pembinaan materiil pembekalan harus dapat didukung oleh
sistem informasi yang handal. Sistem Informasi pembinaan
materiil perbekalan dilaksanakan melalui otomasi dengan
sistem terkomputerisasi guna memberikan informasi yang cepat
dan akurat tentang materiil perbekalan.19 Pengelolaan piranti
lunak Sistem Informasi bidang materiil perbekalan merupakan
wujud dari wewenang dan tanggung jawab pembinaan tingkat
Mabesal.20 Mabesal harus dapat membuat Cetak biru21 yang
mengatur tentang pengembangan logistik di lingkungannya serta
koordinasi kebijakan dan pengembangan Sistem Logistik TNI
untuk mencapai kondisi yang diharapkan melalui Strategi dan
Program serta Peta Panduan (Road Map) dan Rencana Aksi.
Adapun konsep Sistem Informasi Pembekalan Logistik TNI
Angkatan Laut diharapkan mampu mewujudkan visi sistem
logistik nasional yang terintegrasi secara lokal, terhubung
19 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 18.20 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 21.21 Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2012 Tentang Cetak Biru Pengembangan SistemLogistik Nasional pasal 1
32
secara global, untuk meningkatkan daya saing nasional dan
kesejahteraan rakyat. Konsep sistem informasi Pembekalan
Logistik TNI Angkatan Laut dirancang untuk dapat. Konsep
sistem informasi Pembekalan Logistik TNI Angkatan Laut ini
merupakan pengembangan Sistem Logistik TNI, yang dapat
dituangkan dalam dokumen rencana strategis TNI sebagai bagian
dari dokumen perencanaan pembangunan kekuatan TNI22 yang
berupa Sistem Informasi pembekalan logistik kesiapan operasi
dan Sistem informasi perencanaan logistik bantuan
penanggulangan bencana.
1) Sistem Informasi pembekalan logistik kesiapan
operasi. Konsep Sistem Informasi pembekalan logistik
kesiapan operasi memuat informasi sebagai berikut:
a) Bekal awal kebutuhan operasi terdiri dari:
(1) Amonisi dengan tolok ukur Basic Load
(B/L) atau sesuai kebutuhan operasi
(2) BBM dan BMP dengan tolok ukur isian
tangki (I/T) atau sesuai kebutuhan operasi
(3) Bekal-bekal operasi lainnya di luar
amonisi, BBM dan BMP diberikan berdasarkan
norma/indeks sesuai ketentuan yang ada atau
sesuai dengan kebutuhan operasi.
(4) Bekal personel dengan tolok ukur
norma/indeks sesuai ketentuan yang ada atau
sesuai dengan kebutuhan operasi.
b) Bekal ulang kebutuhan operasi terdiri dari:
22 Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2012 Tentang Cetak Biru Pengembangan SistemLogistik Nasional pasal 2
33
(1) Suku cadang diberikan berdasarkan Buku
Dasar Perbendaan (BDP) guna mengisi kembali
persediaan yang telah digunakan.
(2) Amonisi, BBM dan BMP bekal operasi
lainnya serta bekal personel lainnya guna
mengisi kembali persediaan yang telah habis
dipergunakan selama operasiKonsep sistem
informasi ini pun harus dapat dibangun di
tingkat pangkalan Angkatan Laut untuk
memperkuat konsep logistik kewilayahan. Sistem
informasi ini diharapkan mampu mendukung bekal
ulang materiil perbekalan KRI dan untuk
menjamin ketahanlamaan operasional KRI, bekal
ulang diberikan oleh badan pembekalan di daerah
operasi atau oleh kapal bantuan logistik mobil
(BLM)23
c) Perancangan Sistem menggunakan Teori Decission
Support System (DSS) dan Teori Shortest Route Problem.
(1) Little (1970) dalam Turban (2005)24
mendefinisikan DSS sebagai “sekumpulan prosedur
berbasis model untuk data pemrosesan dan
penilaian guna membantu para manajer mengambil
keputusan.” Dia menyatakan bahwa untuk sukses,
sistem tersebut haruslah sederhana, cepat,
mudah dikontrol, adaptif, lengkap dengan isu-
isu penting, dan mudah berkomunikasi. Sementara
23 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 20.24 Turban, Efraim., Aronson, Jay E., Liang, Ting-Peng., (2005). “Decision SupportSystem and Intelligent System” edisi tujuh jilid 1, penerbit Andi, Yogyakarta.
34
Moore dan Chang (1980) mendefinisikan DSS
sebagai sistem yang dapat diperluas untuk mampu
mendukung analisis data ad hoc dan pemodelan
keputusan, berorientasi terhadap perencanaan
masa depan, dan digunakan pada interval yang
tidak reguler dan tak terencana.25
(2) Algoritma untuk mencari rute terpendek ini
dikembangkan pada tahun 1959 oleh Dijkstra,
dengan batasan/ketentuan yang mengatakan bahwa
algoritma Dijkstra ini hanya dapat digunakan
bila semua busur pada jaringanya mempunyai
bobot non-negatif (Dimyati, 2004).26 Algoritma
Dijkstra (juga disebut algoritma Siklis) ini
memungkinkan sebanyak mungkin kesempatan
sebagaimana yang diperlukan untuk mengevaluasi
ulang sebuah node (Taha, 1996).27
Gambar 5.1. Model jaringan Shortest Route Problem
Sumber: Taha, Hamdy A., (1996). “Riset Operasi: Suatu pengantar”
25 Moore, J.H., dan M. G. Chang., (1980),fall. “Design of Decision Support System.” DataBase, Vol 12, Nos.1 and 2.26 Dimyati,Tjutju, T., dan Dimyati, Akhmad, (2004). “Operation Research: Model-modelPengambilan Keputusan.” Sinar Baru Algesindo, Bandung.27 Taha, Hamdy A., (1996). “Riset Operasi: Suatu pengantar”, jilid I, Edisi kelima,Binarupa Aksara
35
Penerapan sistem yang mengotomasi perencanaan
logistik unsur KRI dan bantuan bencana sesuai
azas rencana jauh kedepan, jadwal olah guna,
ketelitian, tanggung jawab sosial, perencanaan
dan pengendalian terpusat akan berkontribusi
signifikan pada pembinaan logistik di
lingkungan TNI AL. Gambar 5.1. Menunjukan
teori Shortest Route Problem dengan algoritma
Dijkstra, ketika terlihat terdapat jarak
terdekat ke sebuah node telah tercapai, node
tersebut dikeluarkan dari pertimbangan lebih
lanjut. Proses ini berakhir ketika node tujuan
dievaluasi. Sementara Gambar 5.2. Menunjukan
hasil apabila diaplikasikan dalam sebuah peta,
maka unsur KRI yang digunakan pada saat
mobilisasi bantuan bencana akan mendapat rute
yang paling efektif dan efisien menuju daerah
operasi.
Gambar 5.2. Hasil CPM berdasarkan rute untuk jaringan
logistik di Pangkalan wilayah Timur Indonesia.
36
Sumber: Hasil olahan sendiri.
2) Sistem informasi perencanaan logistik bantuan
penanggulangan bencana. Perancangan Sistem menggunakan
Teori Linear Programming (LP). LP merupakan suatu model
umum yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah-
masalah pengalokasian sumber-sumber yang terbatas secara
optimal.28 Dalam pembahasan ini akan menggunakan LP untuk
menghitung bekal bantuan bencana yang akan dimobilisasi
oleh TNI ke daerah bencana, adapun bekal bantuan bencana
berupa kebutuhan sandang, papan dan kebutuhan bencana
lainnya.
Tabel 5.1. Hasil perhitungan Paket Bantuan dengan menggunakan
pemrograman linear.
28 Subagyo, Pangestu dkk. (1993). Dasar-dasar Operation Research. Edisi kedua. BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta.
37
Tabel 5.1. Merupakan hasil perhitungan pemrograman
linear terhadap paket logistik yang berupa sandang
pangan dan papan. Sebagai ilustrasi perhitungan akan
dijelaskan sebagai berikut:
38
Apabila diketahui kebutuhan beras untuk 1 orang dewasa
adalah 360 gram/hari, sedangkan anak-anak membutuhkan
beras sebanyak 240 gram/hari.
Maka Y = Jumlah beras yang dibutuhkan (dalam kg)
X1 = Jumlah penduduk kategori dewasa (laki-laki +
perempuan)
X2 = Jumlah penduduk kategori anak-anak
Jadi Y = 5 (0.36 X1 + 0.24 X2)
Y = 1.8X1 + 1.2 X2
3) Sistem informasi logistik bantuan penanggulangan
bencana yang terintegrasi dengan existing sytem. Sistem
informasi yang handal adalah sistem informasi yang mampu
memuat semua informasi yang dibutuhkan penggunanya,
SIMAK BMN yang merupakan kependekan dari Sistem
Informasi Manajemen Akuntansi Barang Milik Negara
merupakan existing sytem yang telah berjalan sebagai salah
satu instrumen dalam sistem pengendalian internal
pemerintah.
Seyogyanya kementerian keuangan dapat meningkatkan
kapasitas sistem ini sehingga mampu mendukung sistem
logistik nasional dan dapat digunakan pada tiap tahapan
bencana, baik pada saat pra bencana, tanggap darurat
bencana maupun pada saat pasca bencana. SIMAK BMN paling
tidak memiliki kemampuan untuk mencatat semua aset yang
berguna untuk digunakan pada saat penyelenggaraan
penanggulangan bencana.
39
b. Peningkatan Kapasitas perencanaan pembekalan kesiapan
operasi. Surat keputusan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor
Skep/1020/III/1987 tentang pola pembinaan penggunaan kekuatan
TNI AL telah menjelaskan segala bentuk dan pola pengerahan
dan penggunaan kekuatan TNI AL telah dituangkan didalam Surat
keputusan Ini. Maka dalam rangka melaksanakan dan mengatur
kegiatan penanggulangan bencana harus disesuaikan dengan
pengerahan dan penggunaan kekuatan sebagaimana tercantum
dalam Surat keputusan ini.
Dalam upaya untuk meningkatnya kecepatan perencanaan
pembekalan dalam kesiapan operasi maka diperlukan pengadaan
materiil perbekalan dari kelas-kelas bekal tertentu khususnya
pembekalan untuk operasi penggunaan kekuatan dengan cara
mengajukan permintaan kepada badan pembekalan Mabes TNI, dan
ini merupakan wujud dari wewenang dan tanggung jawab
pembinaan tingkat Mabesal.29 Badan pembekalan tingkat mabesal
memiliki tanggung jawab untuk mengelola piranti lunak bidang
materiil perbekalan, sistem yang dibangun oleh Mabesal harus
dapat memuat informasi tentang kesiapan operasi unsur KRI.
Sistem informasi yang terintegrasi antara mabesal dengan
Komando Armada RI harus dapat meningkatan Kapasitas
perencanaan pembekalan baik pada saat melaksanakan bekal awal
maupun pada saat bekal ulang.
c. Peningkatan kesiapsiagaan bekal unsur KRI dan kesiapan
bekal personel. Konsep sistem informasi Pembekalan Logistik
TNI Angkatan Laut yang terwujud secara handal, maka akan
dapat meningkatkan kecepatan perencanaan pembekalan untuk
29 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 21.
40
kesiapan operasi dan dapat meningkatkan tingkat kesiapsiagaan
unsur KRI dan kesiapan personel di setiap tahap
penyelenggaraan penanggulangan bencana. Selanjutnya konsep
ini akan menjamin kelancaran mobilisasi bantuan secara
efektif dan efisien dan menjamin pemenuhan kebutuhan bantuan
penanggulangan bencana.
22. Hubungan Koordinasi antar Stakeholder Penyelenggara
Penanggulangan Bencana dalam Bidang Pembekalan. Untuk mewujudkan
Sinergitas antar stakeholder Penyelenggara Penanggulangan Bencana
maka TNI dapat menerapkan Teori Hubungan Sipil Militer. Dimana
pada konteks ini TNI harus menjadi bagian dari pemerintah dalam
hal ini dibawah koordinasi BNPB. Sebagaimana teori hubungan sipil
militer menyatakan bahwa “TNI harus tunduk kepada segala kepatuhan
dan perintah yang dikeluarkan oleh pemerintah”. Kepatuhan TNI ini
selalu berpedoman pada Pancasila dan memperhatikan berbagai
aspirasi yang berkembang dalam masyarakat demi tercapainya
keberhasilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.30
Pada konteks penyelenggaraan penanggulangan bencana TNI
Angkatan Laut harus dapat menyesuaikan dengan program dan kegiatan
yang diatur oleh BNPB maupun BPBD. Pada lingkup pembinaan
pembekalan bantuan bencana, TNI harus dapat mendukung korban
bencana secara optimal. Untuk optimalnya dukungan logistik TNI
melalui penggunaan unsur KRI dan personelnya maka harus ada
kejelasan hubungan, kejelasan pelibatan, dan kejelasan kedudukan
TNI apabila dibawah koordinasi BNPB maupun BPBD. Peningkatan
sinergitas antar stakeholder Penyelenggara Penanggulangan Bencana
dalam bidang Pembekalan dapat dilakukan dengan cara Pembentukan
sarana koordinasi antara TNI AL dengan para stakeholder bencana,
30 Paket Intruksi. 2014. Hubungan Sipil dan Militer. Seskoal. Jakarta
41
Penerapan Dukungan Silang antar Stakeholder, dan Peningkatan
Ketahanlamaan Bekal Unsur KRI dan Personelnya.
a. Pembentukan sarana koordinasi antara TNI AL dengan para
stakeholder bencana. Para stakeholder Penyelenggara
penanggulangan bencana yang terdiri dari BNPB, Basarnas, PMI,
lembaga swadaya masyarakat, organisasi non pemerintah, dan
para individu-individu sukarelawan harus dapat digalang oleh
TNI melalui sarana koordinasi dalam bentuk latihan-latihan
sesuai kapasitas yang dimiliki TNI AL. pada konteks pembinaan
pembekalan maka koordinasi dalam bentuk latihan yang bisa
diberikan kepada para stakeholder penyelenggara penanggulangan
bencana dapat berupa:
1) Pengendalian Inventori materiil perbekalan bantuan
bencana.
2) Pengelolaan gudang-gudang
3) Penomoran atau kodifikasi dan katalogisasi materiil
bekal bantuan bencana maupun peralatan yang
digunakan pada saat penyelenggaraan penanggulangan
bencana.
4) Pencatatan materiil perbekalan yang berasal dari
perolehan lain yang sah
Koordinasi dan latihan bersama ini bertujuan agar para
stakeholder penyelenggara penanggulangan bencana memiliki pola
tindak yang sama, TNI maupun BNPB dapat menyelenggarakan
latihan penanggulangan bencana secara periodik dalam
pengelolaan materiil bekal bantuan bencana yang tersedia
diluar TNI AL bersama dengan semua stakholder penyelenggara
penanggulangan bencana.31
31 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 19.
42
b. Penerapan Dukungan Silang antar Stakeholder. Dukungan
silang merupakan dukungan logistik yang dilaksanakan antar
stakeholder penyelenggara penanggulangan bencana dalam rangka
penyelenggaraan logistik bantuan bencana yang terpadu,
dukungan silang ini dapat diatur oleh kebijakan yang
dikeluarkan oleh BNPB, dukungan silang merupakan salah satu
kelanjutan dari proses pembinaan pembekalan Logistik
penanggulangan bencana.
perencanaan penanggulangan bencana meliputi penentuan
mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak bencana serta
melaksanakan alokasi tugas, kewenangan, dari sumber daya yang
tersedia. Mekanisme kesiapan diarahkan kepada kesiapan bekal
bantuan penanggulangan bencana, dan alokasi tugas diarahkan
kepada para stakeholder penyelenggara penanggulangan bencana
agar dapat memobilisasi bekal bantuan secara cepat, tepat,
dan efektif, dalam hal ini Mabesal maupun Mabes Angkatan
lainnya dapat mengaktualisasikan dukungan silang antar
stakeholder.32 Selanjutnya pembinaan pembekalan pun mengatur
tentang kegiatan untuk mengadakan koordinasi, dan
sinkronisasi dengan semua stakeholder penyelenggara
penanggulangan bencana dalam semua kegiatan pengerahan dan
penyerahan kembali materiil bekal bantuan bencana.33
Tabel 5.2. Konsep Dukungan Silang Materiil Perbekalan
antar stakeholder penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
ASSET MABES TNI BNPB LSM/NGO INDIVIDUMABES MABES MABES
32 Undang-undang RI Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 36 nomor (4) huruf e. dan f.33 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 19.
43
TNI AD TNI AL TNI AU1 2 3 4 5 6 7
PROVINSI KODAM LANTAMALLANUD (A)
BPBD (PROV)
LSM (PROV)
1. Gudang
1. Gudang
1. Gudang 1. SDM 1. SDM 1. SDM
2. Perbekalan
2. Fas Labuh
2. Fas Udara 2. Alat 2. Alat
2. Alat
3. Alut
3. Perbekalan
3. Perbekalan
3. Logistik
3. Logistik
3. Logistik
4. Alut 4. Alut 4. Dana4. Dana
KODYA/KAB KOREM LANAL
LANUD (B)
BPBD (KOTA)
LSM (KOTA)
1. Gudang
1. Gudang
1. Gudang 1. SDM 1. SDM 1. SDM
2. Perbekalan
2. Fas Labuh
2. Fas Udara 2. Alat
2. Logistik
2. Logistik
3. Alut
3. Perbekalan
3. Perbekalan
3. Logistik 3. Dana
3. Dana
4. Alut 4. Alut
Tabel 5.2. Meunjukan aset yang dimiliki oleh masing-masing
stakeholder penyelenggaraan Penanggulangan Bencana baik di
tingkat pusat maupun daerah atau tingkat provinsi maupun
kabupaten /kota, untuk dapat mengoptimalkan penggunaan,
pengelolaan, dan pengawasannya dalam mendukung
penyelenggaraan Penanggulangan Bencana maka diperlukan
landasan hukum untuk mengatur konsep ini.
c. Peningkatan Ketahanlamaan Bekal Unsur KRI dan
Personelnya. Konsep hubungan koordinasi antar stakeholder
Penyelenggara Penanggulangan Bencana dalam bidang Pembekalan
44
yang tersinergi dengan baik, maka akan dapat meningkatkan
intensitas koordinasi penyelenggaraan penanggulangan bencana
di setiap tahap, selanjutnya akan dapat mewujudkan dukungan
silang antar stakeholder penanggulangan bencana, dan dapat
meningkatkan ketahanlamaan unsur KRI dan personelnya.
Koordinasi yang baik antar stakeholder penyelenggara
penanggulangan bencana akan dapat mengoptimalkan dukungan
logistik yang diselengarakan oleh TNI. Pemerintah dan
pemerintah daerah dapat melakukan penyelarasan kepada setiap
pelaku penanggulangan bencana untuk melaksanakan perencanaan
penanggulangan bencana sesuai amanat Undang-undang RI Nomor
24 Tahun 2007 Pasal 36 nomor (6). Pemerintah dan pemerintah
daerah dapat melakukan penyelarasan yang mendukung Komando
Armada RI untuk meningkatkan ketahanlamaan bekal unsur KRI
dan personel pengawaknya, salah satu realisasinya adalah
adanya Mou antara TNI Angkatan laut dengan Pertamina.
Kesepakan bersama ini sangat berguna untuk mendukung bekal
ulang Unsur KRI saat melaksanakan tugas operasi di Laut, baik
pada saat menuju daerah bencana maupun pada saat di daerah
bencana, Pertamina dapat menopang kebutuhan bahan bakar KRI
setiap saat.
23. Pembinaan Pembekalan di tingkat Pangkalan Angkatan Laut.
Penyelenggaraan pembinaan materiil pembekalan harus dapat memenuhi
fungsi mobilisasi dan demobilisasi.34 Mobilisasi dan demobilisasi
bekal bantuan penyelenggaraan penanggulangan bencana dapat
dilaksanakan dengan cara:
34 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 18.
45
1) Pengerahan dan penggelaran semua materiil bekal bantuan
bencana di luar TNI AL, mobilisasi ini diperlukan untuk
menghadapi keadaan bencana dan darurat /bahaya nasional.
2) Penyerahan kembali materiil bekal bantuan bencana yang
telah dimobilisasi dilaksanakan sesuai dengan peraturan dan
ketentuan yang berlaku35
3) Menyiapkan berbagai skenario pengerahan yang dapat
diproyeksikan dalam keadaan penanggulangan bencana yang
sebenarnya.
Organisasi pembina materiil perbekalan tingkat Pangkalan dan
tingkat Mabesal merupakan suatu sistem yang terintegrasi, serasi
dan seimbang dengan mempertimbangkan sumber daya yang tersedia
agar materiil perbekalan selalu dalam kondisi siap untuk mendukung
penyelenggaraan penanggulangan bencana.36 Keterintegrasian,
keserasian dan keseimbangan yang mempertimbangkan sumber daya yang
tersedia di setiap wilayah dapat terwujud dengan mendorong
pangkalan-pangkalan Angkatan Laut untuk dapat memberdayakan aset
maupun logistik yang berada di wilayahnya.
Pangkalan TNI Angkatan Laut harus melaksanakan pemberdayaan
logistik kewilayahan, pemberdayaan ini untuk dapat mengakomodir
hak masyarakat untuk berperan serta dalam perencanaan,
pengoperasian, dan pemeliharaan program penyediaan bantuan
pelayanan kesehatan termasuk dukungan psikososial, mereka
berkewajiban untuk menjaga kehidupan sosial masyarakat yang
harmonis, memelihara keseimbangan, keserasian, keselarasan, dan
kelestarian fungsi lingkungan hidup, serta melakukan kegiatan
35 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana36 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 6.
46
penanggulangan bencana.37 Individu-individu yang akan berperan
dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana harus dapat diwadahi
oleh TNI Angkatan laut. individu-individu sukarelawan berpotensi
untuk memberikan sejumlah dana maupun barang, maka TNI harus dapat
mengakomodir hak masyarakat tersebut sesuai aturan keuangan maupun
perbendaharaan yang berlaku yaitu dianggap sebagai hibah. Terlebih
lagi apabila ada negara donor atau NGO38 yang akan memberikan
bantuan. Salah satu wujud nyata yaitu membentuk MoU dengan Bank
pemerintah dan pemerintah daerah setempat untuk menerima dan
mengelola dana Corporate social rensponse (CSR) alokasi bencana alam.
Agar dukungan materiil perbekalan dapat memenuhi kebutuhan
dukungan pembekalan maka dapat menggunakan gudang persediaan
daerah yang berkedudukan di bawah kotama dan Pangkalan Utama TNI
Angkatan Laut39 dan dapat pula menggunakan gudang pemakaian yang
berkedudukan di bawah satuan pemakai atau satuan kerja TNI
Angkatan Laut. Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut ini telah
mengatur bahwa gudang pemakai dapat melayani kebutuhan satuan
pemakai dan perorangan sehingga sangat mendukung tugas
penyelenggaraan penanggulangan bencana.40
a. Pemberdayaan Logistik yang berasal dari Lembaga atau
Individu Pendonor yang ada di daerah atau wilayah. Salah satu
wujud pembinaan pembekalan di wilayah adalah diterbitkannya
aturan Kasal tentang fungsi penyimpanan yaitu gudang
pemakaian yang berkedudukan di bawah satuan pemakai atau
satuan kerja TNI Angkatan Laut. perwujudan pembinaan logistik
37 Undang-undang RI Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 26 pasal 2738 Undang-undang RI Nomor 24 Tahun 2007 pasal 28 dan 2939 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 1340 Ibid. hal. 14.
47
wilayah yang baik yaitu dengan adanya suatu informasi yang
menerangkan tentang kondisi logistik yang berada di
wilayahnya, informasi tersebut dapat berupa Peta/Data
Logistik (pangan dan nonpangan), Peta/Data Kebutuhan,
Peta/Data Personil, dan Peta/Data Peralatan.
b. Pengendalian inventori bekal bantuan yang berasal dari
perolehan lain yang sah. Untuk dapat mengakomodir hak
masyarakat dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana maka
dapat dilakukan fungsi pengendalian inventori41 agar
pembekalan dapat diselenggarakan secara efektif dan ekonomis.
Dimana bekal bantuan yang berasal dari perolehan lain yang
sah42 baik masyarakat maupun lembaga internasional akan dapat
dijaga keseimbangannya antara kebutuhan dan pemenuhannya.
Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Menetapkan jumlah aman (safety stock) persediaan bekal
bantuan bencana
2) Mengamati laju pengeluaran/penggunaan persediaan bekal
bantuan bencana
3) Memperimbangkan tenggang waktu penerimaan bekal bantuan
bencana
4) Menetapkan titik penerimaan ulang bekal bantuan bencana
5) Menghitung jumlah persediaan bekal bantuan bencana
sesuai komposisi demografi wilayahnya.
6) Memperhatikan kapasitas penyimpanan bekal bantuan
bencana
7) Mengetahui kemampuan sumber bekal bantuan bencana yang
berasal dari masyarakat maupun lembaga internasional.
41 Ibid. hal. 17.42 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
48
Selain pengendalian inventori, TNI AL dapat mengelola
bekal yang berasal dari perolehan lain yang sah. Hal ini
untuk dapat mengakomodir bekal bantuan dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana yang berpola hibah yang berasal dari
masyarakat, lembaga non pemerintah, dan pemerintah43 maka
dapat diterapkan aturan keuangan pengelolaan hibah. Hibah ini
dapat berupa barang maupun uang yang selanjutnya dapat dibuat
sistem pembukuan materiil perbekalan dan dilaporkan secara
berjenjang44 kepada komando atas sehingga terwujud
transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan bekal
bantuan penanggulangan bencana.
c. Peningkatan kecepatan proses distribusi bekal bantuan di
daerah bencana. Pembinaan pembekalan tingkat kotama atau
satuan kerja di pangkalan harus mempertimbangkan
penyederhanaan distribusi, penyebaran materiil berbekalan,
kemudahan perolehan, lebih ekonomis dan memlihara serta
meningkatkan kekuasaan lapangan satuan kerja dan para
prajurit di daerah.45 Dalam konteks penyelenggaraan
penanggulangan bencana melalui pemberdayaan logistik wilayah,
maka pembinaan bekal bantuan bencana akan dapat mendukung
kecepatan distribusi dan peyebarannya, kemudahan dalam
memperoleh bekal bantuan, dan meningkatnya kemampuan prajurit
dalam penguasaan daerah bencana.
43 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana pasal 1 no.6.44 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 31.45 Peraturan Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal 31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut. Hal. 28.
49
Konsep Pembinaan Pembekalan di tingkat Pangkalan
Angkatan Laut yang terwujud dengan baik melalui Pemberdayaan
logistik wilayah, maka akan didapat banyaknya jenis
pemberdayaan logistik yang berasal dari lembaga atau individu
pendonor yang ada di setiap daerah atau wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia, hak masyarakat untuk memberikan
bantuan bencana akan terakomodir, dan akan mempercepat proses
distribusi bekal bantuan di daerah bencana. Di sisi lain,
Konsep Pembinaan Pembekalan di tingkat Pangkalan Angkatan
Laut yang terwujud dengan baik melalui Pemberdayaan logistik
wilayah, maka akan dapat mengurangi beban anggaran pemerintah
pusat maupun daerah karena satuan kerja TNI yang berada di
daerah-daerah dapat mengelola dana yang berasal dari
perolehan lain yang sah dan akan dialokasikan untuk
penyelenggaraan bantuan bencana.
Gambar 5.3. Menunjukan Ilustrasi suatu konsep jaringan
logistik kewilayahan TNI Angkatan Laut. jaringan logistik
wilayah ini bertujuan untuk dapat mendukung operasi militer
yang dilaksanakan baik saat perang maupun selain perang.
Adapaun teknis sistem jaringan ini yaitu Lantamal-lantamal
menerima informasi pembinaan pembekalan yang berada di
wilayah Pangkalan Angkatan Laut yang berada dibawah
jajarannya masing-masing, Lantamal-lantamal akan melanjutkan
informasi yang telah didapat dari jajarannya ke Komando
Armada diatasnya, dengan adanya jaringan ini maka Pusat
Komando Pengendalian Mabesal akan dapat senantiasa memonitor
kesiapan logistik pangkalan dalam mendukung kesiapan
operasinya.
50
Gambar 5.3. Ilustrasi konsep jaringan logistik kewilayahan TNI
Angkatan Laut.
Sumber: Hasil olahan sendiri
24. Konstribusi.
a. Konstribusi Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut
terhadap Efektifitas Dukungan Logistik TNI.
1) Apabila pembinaan pembekalan logistik TNI Angkatan
Laut yang didukung dengan Sistem Informasi dapat
diwujudkan, maka dapat mempercepat perhitungan bekal
logistik pada tahap perencanaan kesiapan logistik unsur
KRI dan bantuan bencana, sehingga akan menunjang
kecepatan dan ketepatan dukungan logistik yang
diselenggarakan TNI.
3) Apabila sinergitas antar stakeholder penyelenggara
penanggulangan bencana dalam bidang pembekalan telah
terwujud, maka TNI akan dapat memaksimalkan usaha untuk
mitigasi bencana, sehingga keberhasilan operasi dalam
dukungan logistik yang diselenggarakan TNI akan tercapai
secara maksimal.
51
4) Apabila pembinaan pembekalan pangkalan Angkatan
Laut guna pemberdayaan logistik wilayah telah berjalan
dengan baik, maka beban anggaran pemerintah dan anggaran
pemerintah daerah untuk menyelenggarakan penanggulangan
bencana akan berkurang karena adanya bekal bantuan
maupun logistik bencana yang didapat dari perolehan lain
yang sah, sehingga logistik penanggulanan bencana tidak
akan bergantung kepada anggaran negara maupun daerah
b. Konstribusi Efektifitas Dukungan Logistik TNI terhadap
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Apabila dukungan
logistik penanggulangan bencana yang dilaksanakan TNI telah
efektif yang dipengaruhi oleh pembinaan pembekalan logistik
TNI Angkatan Laut yang didukung dengan Sistem Informasi dapat
diwujudkan, sinergitas antar stakeholder penyelenggara
penanggulangan bencana dalam bidang pembekalan telah
terwujud, dan pembinaan pembekalan pangkalan Angkatan Laut
guna pemberdayaan logistik wilayah telah berjalan dengan
baik, maka penyelenggaraan penanggulangan bencana akan
optimal.
25. Indikasi Keberhasilan.
a. Sistem Informasi Pembekalan logistik TNI Angkatan Laut.
Terbangunnya sistem informasi atau DSS pembekalan logistik
TNI AL yang berbasis Web, meningkatnya kecepatan perencanaan
pembekalan untuk kesiapan operasi, dan meningkatnya tingkat
kesiapsiagaan unsur KRI dan kesiapan personel di setiap tahap
penyelenggaraan penanggulangan bencana menunjukan bahwa
pembinaan pembekalan TNI AL telah dilaksanakan dengan
optimal.
52
b. Sinergitas antar stakeholder Penyelenggara Penanggulangan
Bencana dalam bidang Pembekalan. Terbentuknya sarana
koordinasi antara TNI AL dengan para stakeholder bencana (BNPB,
Basarnas, PMI), terwujudnya dukungan silang antar
stakeholder penanggulangan bencana, dan meningkatnya
ketahanlamaan unsur KRI dan personelnya menunjukan adanya
Sinergitas antar stakeholder Penyelenggara Penanggulangan
Bencana dalam bidang Pembekalan yang baik.
c. Pembinaan Pembekalan Pangkalan Angkatan Laut guna
Pemberdayaan logistik wilayah. Banyaknya jenis pemberdayaan
logistik yang berasal dari lembaga atau individu pendonor
yang ada di daerah atau wilayah, terakomodirnya hak
masyarakat untuk memberikan bantuan bencana, cepatnya proses
distribusi bekal bantuan di daerah bencana menunjukan bahwa
pembinaan pembekalan di tingkat Pangkalan Angkatan Laut guna
Pemberdayaan logistik wilayah telah diberdayakan dengan baik.
BAB VI
PEMECAHAN MASALAH
26. Umum. Dalam upaya memecahkan permasalahan penyelenggaraan
penanggulangan bencana oleh TNI Angkatan Laut, maka diperlukan
kebijakan, strategi, dan upaya untuk dapat meningkatkan kemampuan
pembinaan pembekalan TNI Angkatan Laut.
53
27. Pemecahan Masalah. Mengacu pada pembahasan tentang konsepsi
pembinaan pembekalan TNI Angkatan Laut guna efektifitas dukungan
TNI dalam rangka penyelenggaraan penanggulangan bencana, maka
diperlukan kebijakan untuk menerapkan strategi yang mencakup
upaya-upaya sebagai berikut:
a. Kebijakan.Kebijakan merupakan suatu pedoman umum yang berisi
strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. adapun kebijakan yang dapat mendukung Konsepsi
Sistem pembinaan pembekalan TNI AL Guna Efektifitas Dukungan
Logistik TNI dalam rangka penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana yaitu sebagai berikut:
“Terwujudnya Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut
melalui Pembangunan Sistem Informasi Pembekalan
Logistik TNI Angkatan Laut, Peningkatan Sinergitas antar
Stakeholder Penyelenggara Penanggulangan Bencana dalam
Bidang Pembekalan, dan Pembinaan Logistik Wilayah
Pangkalan Guna Efektifitas Dukungan Logistik TNI Dalam
Rangka Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana”.
b. Strategi (Ends). Berdasarkan kebijakan yang telah
ditetapkan, perlu dijabarkan ke dalam strategi yang tepat,
sehingga dapat dijadikan acuan dalam menentukan upaya-upaya
yang akan dilakukan. Strategi-strategi tersebut sebagai
tindak lanjut kebijakan yang telah dirumuskan, diwujudkan
melalui suatu langkah atau cara (ways) menggunakan daya, dana,
sarana dan prasarana (means) dalam mencapai sasaran (ends)
dengan mengatur skala prioritas sasaran yang ingin dicapai.
Berdasarkan kebijakan yang telah dirumuskan di atas, maka
54
strategi yang dapat mejadi acuan dalam menentukan upaya-upaya
yang akan dilaksanakan, antara lain:
1) Strategi – 1. “Membangun sistem informasi
pembekalan logistik TNI AL melalui Pembangunan Sistem
Pengambilan Keputusan (Decission Support system) Logistik
yang berbasis Web, Peningkatan Kapasitas perencanaan
pembekalan kesiapan operasi, dan Peningkatan
kesiapsiagaan bekal unsur KRI dan kesiapan bekal
personel dalam meningkatkan pembinaan pembekalan TNI
Angkatan Laut guna meningkatkan efektifitas dukungan
logistik TNI dalam rangka keberhasilan penyelenggaraan
penanggulangan bencana”.
2) Strategi – 2. “Meningkatkan sinergitas antar
stakeholder Penyelenggara Penanggulangan Bencana dalam
bidang Pembekalan melalui pembentukan sarana koordinasi
antara TNI AL dengan para stakeholder, penerapan
dukungan silang antar stakeholder, dan peningkatan
ketahanlamaan bekal unsur KRI dan personelnya dalam
meningkatkan pembinaan pembekalan TNI Angkatan Laut guna
meningkatkan efektifitas dukungan logistik TNI dalam
rangka keberhasilan penyelenggaraan penanggulangan
bencana”.
3) Strategi – 3. “Meningkatkan Pembinaan Pembekalan
Pangkalan Angkatan Laut guna Pemberdayaan logistik
wilayah melalui pemberdayaan logistik yang berasal dari
lembaga atau individu pendonor yang ada di daerah atau
wilayah, Pengendalian inventori bekal bantuan yang
berasal dari perolehan lain yang sah, dan Peningkatan
55
kecepatan proses distribusi bekal bantuan di daerah
bencana dalam meningkatkan pembinaan pembekalan TNI
Angkatan Laut guna meningkatkan efektifitas dukungan
logistik TNI dalam rangka keberhasilan penyelenggaraan
penanggulangan bencana”.
c. Upaya. Upaya didefinisikan sebagai cara atau tindakan
nyata yang dapat dilakukan dalam Konsepsi Sistem pembinaan
pembekalan TNI AL Guna Efektifitas Dukungan Logistik TNI
dalam rangka penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, adapun
upaya-upaya yang dilakukan yaitu dengan memanfaatkan peluang
dengan menghindari hambatan yang ada yaitu sebagai berikut:
1) Upaya untuk mendukung strategi - 1. Untuk
mendukung strategi–1 yaitu dengan membangun sistem
informasi pembekalan logistik TNI AL melalui Pembangunan
Sistem Pengambilan Keputusan (Decission Support system)
Logistik yang berbasis Web, Peningkatan Kapasitas
perencanaan pembekalan kesiapan operasi, dan Peningkatan
kesiapsiagaan bekal unsur KRI dan kesiapan bekal
personel dalam meningkatkan pembinaan pembekalan TNI
Angkatan Laut guna meningkatkan efektifitas dukungan
logistik TNI dalam rangka keberhasilan penyelenggaraan
penanggulangan bencana, maka dilakukan berbagai upaya
sebagai berikut :
a) Pemerintah Mengembangkan sistem Informasi yang
sudah ada yaitu SIMAK BMN agar dapat mendukung
penyelenggaraan penanggulangan bencana. Sistem
Informasi Ini dapat dirancang untuk dapat
menampilkan informasi-informasi yang berkaitan
dengan materiil perbekalan maupun peralatan yang
56
dapat digunakan untuk membantu penyelenggaraan
penanggulangan bencana.
b) Mabes TNI membangun Sistem Pengambilan Keputusan
(Decission Support system) Logistik berbasis Web,
pembangunan sistem disesuaikan dengan Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2012
tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik
Nasional. Sistem ini memiliki jaringan di setiap
Mabes Angkatan sehingga mampu mendukung pembinaan
logistik TNI setiap saat dan tempat dalam rangka
kesiapsiagaan operasi militer. Mabes TNI menyusun
Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik TNI sebagai
salah satu strategi dalam membangun daya saing
institusi militer serta mendukung pelaksanaan
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia (MP3EI). Cetak biru ini akan
menjadi acuan bagi Mabes Angkatan untuk merancang
sistem pembinaan pembekalannya, sehingga diharapkan
dapat mendukung kesiapan penyelenggaraan
penanggulangan bencana khususnya dan dapat
mendukung operasi militer pada umumnya.
c) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana dalam pasal
18 ayat (1) menjelaskan bahwa untuk kesiapsiagaan
dalam penyediaan, penyimpanan serta penyaluran
logistik dan peralatan ke lokasi bencana, BNPB dan
BPBD membangun sistem manajemen logistik dan
peralatan, dan ayat (2) menjelaskan bahwa
57
Pembangunan sistem manajemen logistik dan peralatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk
mengoptimalkan logistik dan peralatan yang ada pada
masing-masing instansi/lembaga dalam jejaring kerja
BNPB. Dari kedua ayat peraturan diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa BNPB telah membangun
sistem manajemen logistik untuk mengoptimalkan
logistik dan peralatan yang ada pada masing-masing
instansi/lembaga dalam jejaring. Dalam hal ini
Mabes TNI juga harus dapat menselaraskan sistem
pembinaan pembekalannya sehingga sistem yang
dimiliki kedua institusi ini dapat terintegrasi dan
saling mendukung sehingga dapat mewujudkan sistem
logistik nasional yang handal. Adapun kebutuhan
sistem pembinaan pembekalan logistik yang dapat
mendukung penyelenggaraan penanggulangan bencana
yaitu:
(1) Kemudahan pencatatan (recording) bekal
materiil penyelenggaraan penanggulangan
bencana.
(2) Kemudahan perhitungan safety stock logistik
dalam tahap tanggap darurat bencana.
(3) Kemudahan identifikasi bekal bantuan
bencana yang berada di satuan pelaksana di
lapangan.
(4) Kemudahan informasi dalam upaya pemenuhan
bekal ulang unsur KRI dimanapun berada.
d) Mabes TNI Angkatan Laut membangun Sistem
Pengambilan Keputusan (Decission Support system)
58
pembinaan logistik berbasis Web, pembangunan sistem
disesuaikan dengan Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru
Pengembangan Sistem Logistik Nasional. Sistem ini
memiliki jaringan di setiap Satuan kerja terutama
di Komando Armada RI beserta pangkalannya sehingga
mampu mendukung pembinaan logistik TNI Angkatan
Laut.
e) Komando Armada RI membangun Sistem Pengambilan
Keputusan (Decission Support system) pembinaan logistik
berbasis Web, sistem ini memiliki jaringan di
seluruh pangkalan-pangkalan dibawah jajarannya.
Sistem informasi pembekalan akan dapat meningkatkan
kapasitas perencanaan bekal kesiapan unsur SSAT.
2) Upaya untuk mendukung strategi-2. Untuk mendukung
strategi-2 yaitu meningkatkan sinergitas antar stakeholder
Penyelenggara Penanggulangan Bencana dalam bidang
Pembekalan melalui pembentukan sarana koordinasi antara
TNI AL dengan para stakeholder, penerapan dukungan silang
antar stakeholder, dan peningkatan ketahanlamaan bekal
unsur KRI dan personelnya dalam meningkatkan pembinaan
pembekalan TNI Angkatan Laut guna meningkatkan
efektifitas dukungan logistik TNI dalam rangka
keberhasilan penyelenggaraan penanggulangan bencana,
maka dilakukan berbagai upaya sebagai berikut :
a) Mabes TNI segera membentuk sarana koordinasi dengan
para stakeholder berupa latihan-latihan penanggulangan
bencana sesuai amanat Undang-undang RI Nomor 24
59
Tahun 2007 Pasal 3 huruf c. yang menjelaskan bahwa
Prinsip-prinsip dalam penanggulangan bencana
haruslah terkoordinasi dan terpadu. Latihan
penanggulangan bencana pada tahap pra bencana
dikoordinasikan bersama pemerintah dan pemerintah
daerah sesuai amanat Undang-undang RI No. 24 Tahun
2007 Pasal 35 huruf a. dan Peraturan Menteri
pertahanan Nomor 09 Tahun 2011 Pasal 10 nomor (2)
yang menjelaskan bahwa dalam tahap pra bencana
harus diselenggarakan tahapan penanggulangan
bencana yang meliputi pencegahan/ mitigasi,
koordinasi dan latihan bersama antar instansi
terkait, dan kesiapsiagaan.
Peraturan Menteri pertahanan Nomor 09 Tahun
2011 Pasal 9 juga menjelaskan bahwa penanggulangan
bencana alam bertujuan untuk menjamin
terselenggaranya penanggulangan bencana alam secara
terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh.
Permenhan Nomor 09 Tahun 2011 Pasal 13 huruf b.
Menjelaskan Mabes TNI sebagai pelaksana operasional
melaksanakan koordinasi lintas sektoral di tingkat
pusat, sebagai Pembina dan pengguna kekuatan TNI
dalam penyelenggaraan bantuan yang diwujudkan dalam
Tri Matra terpadu, dan Pasal 13 huruf c.
menjelaskan tentang pengorganisasian bahwa Angkatan
(TNI AD, TNI AL, dan TNI AU) bertanggung jawab atas
penyiapan dan pembinaan satuan dalam rangka
mendukung penyelenggaraan bantuan TNI.
60
b) Peraturan Kepala BNPB Nomor 4 Tahun 2008
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan
Bencana pada Bab II menjelaskan bahwa
penyelenggaraan penanggulangan bencana pada
dasarnya terdiri dari tiga tahapan yakni:
(1) Pra bencana yang meliputi situasi tidak
terjadi bencana dan situasi terdapat potensi
bencana
(2) Saat Tanggap Darurat yang dilakukan dalam
situasi terjadi bencana
(3) Pascabencana yang dilakukan dalam saat
setelah terjadi bencana
namun sampai saat ini TNI maupun TNI AL belum dapat
memahami aturan, kewenangan, rantai komando dalam
hal penanggulangan bencana. Seyogyanya BNPB
menerbitkan prosedur tetap (Protap) ataupun
Prosedur operasi Standar sehingga dapat memudahkan
koordinasi sesuai bidang, di sisi lain TNI AL harus
membuat peraturan pelibatan yang mengacu pada Perka
BNPB khususnya dalam bidang logistik sesuai
Perencanaan Operasi (RO) BNPB/BPBD.
c) Mabes TNI segera menyempurnakan kebijakan pembinaan
logistik TNI dengan pendekatan dukungan silang
antar stakeholder sesuai amanat Undang-undang RI Nomor
24 Tahun 2007 Pasal 7 nomor (1) huruf b. yang
menjelaskan bahwa pemerintah memiliki kewenangan
untuk menyusun kebijakan perencanaan penanggulangan
bencana, dasar hukum ini menjadi landasan TNI untuk
61
memasukkan unsur-unsur kebijakan logistik sesuai
tugas pokok yang dimiliki.
d) Amanat Undang-undang RI Nomor 24 Tahun 2007 Pasal
36 nomor (4) huruf e. dan f. Menjelaskan bahwa
perencanaan penanggulangan bencana meliputi
penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan
dampak bencana serta melaksanakan alokasi tugas,
kewenangan, dari sumber daya yang tersedia.
Mekanisme kesiapan diarahkan kepada kesiapan bekal
bantuan penanggulangan bencana, dan alokasi tugas
diarahkan kepada para stakeholder penyelenggara
penanggulangan bencana agar dapat memobilisasi
bekal bantuan secara cepat, tepat, dan efektif,
dalam hal ini Mabesal maupun Mabes Angkatan lainnya
dapat mengaktualisasikan dukungan silang antar
stakeholder.
e) Apabila koordinasi antar stakeholder penyelenggara
penanggulangan bencana telah sinergis maka
Pemerintah dan pemerintah daerah dapat melakukan
penyelarasan kepada setiap pelaku penanggulangan
bencana untuk melaksanakan perencanaan
penanggulangan bencana sesuai amanat Undang-undang
RI Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 36 nomor (6).
Pemerintah dan pemerintah daerah dapat melakukan
penyelarasan yang mendukung Komando Armada RI untuk
meningkatkan ketahanlamaan bekal unsur KRI dan
personel pengawaknya, salah satu realisasinya
62
adalah adanya Mou antara TNI Angkatan laut dengan
Pertamina untuk mendukung Unsur KRI di Laut
3) Upaya untuk mendukung strategi - 3. Untuk mendukung
strategi-3 yaitu meningkatkan Pembinaan Pembekalan
Pangkalan Angkatan Laut guna Pemberdayaan logistik
wilayah melalui pemberdayaan logistik yang berasal dari
lembaga atau individu pendonor yang ada di daerah atau
wilayah, Pengendalian inventori bekal bantuan yang
berasal dari perolehan lain yang sah, dan Peningkatan
kecepatan proses distribusi bekal bantuan di daerah
bencana dalam meningkatkan pembinaan pembekalan TNI
Angkatan Laut guna meningkatkan efektifitas dukungan
logistik TNI dalam rangka keberhasilan penyelenggaraan
penanggulangan bencana, maka dilakukan berbagai upaya
sebagai berikut :
a) Pangkalan TNI Angkatan Laut harus melaksanakan
pemberdayaan logistik kewilayahan, kegiatan ini
didasari oleh Undang-undang RI Nomor 24 Tahun 2007
Pasal 26 pasal 27 yang menjelaskan bahwa setiap
orang berhak berperan serta dalam perencanaan,
pengoperasian, dan pemeliharaan program penyediaan
bantuan pelayanan kesehatan termasuk dukungan
psikososial, mereka berkewajiban untuk menjaga
kehidupan sosial masyarakat yang harmonis,
memelihara keseimbangan, keserasian, keselarasan,
dan kelestarian fungsi lingkungan hidup, serta
melakukan kegiatan penanggulangan bencana.
Individu-individu yang akan berperan dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana harus dapat
63
diwadahi oleh TNI Angkatan laut. individu-individu
sukarelawan berpotensi untuk memberikan sejumlah
dana maupun barang, maka TNI harus dapat
mengakomodir hak masyarakat tersebut sesuai aturan
keuangan maupun perbendaharaan yang berlaku yaitu
dianggap sebagai hibah. Terlebih lagi apabila ada
negara donor atau NGO yang akan memberikan bantuan
sebagaimana dijelaskan dalam Undang-undang RI Nomor
24 Tahun 2007 pasal 28 dan 29. Salah satu wujud
nyata yaitu membentuk MoU dengan Bank pemerintah
dan pemerintah daerah setempat untuk menerima dan
mengelola dana Corporate social rensponse (CSR) alokasi
bencana alam.
b) Pangkalan TNI AL harus dapat melaksanakan
pengendalian inventori bantuan bekal yang
dikelolanya, baik yang berasal dari anggaran negara
maupun dari individu-individu sukarelawan.
Permenhan Nomor 09 Tahun 2011 Pasal 12 nomor (1)
menjelaskan bahwa Perencanaan, meliputi kegiatan
penjabaran kebijakan, penyusunan rencana dan
program serta pengesahan program bantuan TNI, dan
nomor (2) Persiapan meliputi kegiatan inventarisasi
Sumber Daya Manusia TNI, perlengkapan/Alutsista,
dukungan administrasi dan logistik serta latihan
pendahuluan. Fungsi pengendalian inventori juga
harus dapat diarahkan untuk dapat mengelola sumber
daya manusia TNI dan alutsista yang digunakan pada
saat penyelenggaraan penanggulangan bencana.
64
Selain pengendalian inventori, TNI AL dapat
mengelola bekal yang berasal dari perolehan lain
yang sah. Hal ini untuk dapat mengakomodir bekal
bantuan dalam penyelenggaraan penanggulangan
bencana yang berpola hibah yang berasal dari
masyarakat, lembaga non pemerintah, dan pemerintah
sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana pasal 1
no.6. maka dapat diterapkan aturan keuangan
pengelolaan hibah. Hibah ini dapat berupa barang
maupun uang yang selanjutnya dapat dibuat sistem
pembukuan materiil perbekalan dan dilaporkan secara
berjenjang sesuai dengan Peraturan Kepala Staf
Angkatan Laut Nomor Perkasal/103/XII/2010 Tanggal
31 Desember 2010 tentang Buku Petunjuk Administrasi
Pembinaan Pembekalan TNI Angkatan Laut.
c) Pangkalan TNI AL harus dapat meningkatkan
kemampuan penguasaan proses distribusi bekal
bantuan di daerah bencana. Hal ini merupakan
tuntutan yang harus dipenuhi dalam pembinaan
logistik kewilayahan, dimana proses distribusi
bekal bantuan yang cepat dan tepat akan dapat
mendukung penyelenggaraan penanggulangan bencana
secara optimal. Perwujudan dari upaya ini yaitu
dengan adanya:
(1) Peta/Data Logistik (pangan dan nonpangan)
(2) Peta/Data Personil
(3) Peta/Data bantuan
65
(4) Peta/Data Kebutuhan
(5) Peta/Data Peralatan
BAB VII
PENUTUP
28. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan tentang konsepsi
pembinaan pembekalan TNI Angkatan Laut guna efektifitas dukungan
Logistik TNI dalam rangka penanganan penanggulangan bencana, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
66
a. Pembinaan pembekalan TNI AL saat ini masih dianggap
belum memiliki sifat responsif untuk dapat menangani
penanggulangan bencana secara cepat tepat, tepat, efektif dan
efisien. Kondisi ini perlu ditingkatkan dengan menerapkan
sistem pengambilan keputusan logistik yang berbasis web
melalui otomasi Pembinaan pembekalan logistik unsur KRI dan
personel. Aplikasi Sistem Informasi dalam pembinaan
pembekalan selanjutnya diharapkan akan menjadi daya ungkit
pada sistem pengendalian internal TNI AL Guna Efektifitas
Dukungan Logistik TNI dalam rangka Penanganan Penanggulangan
Bencana.
b. Pada saat ini, hubungan koordinasi bidang logistik
antara TNI maupun TNI AL dengan para stakeholder penyelenggara
penanggulangan bencana (BNPB, Basarnas, PMI, masyarakat,
dunia usaha, perbankan, organisasi non pemerintah nasional
dan internasional) belum tersinergi dengan baik. Kondisi ini
perlu diatur secara jelas melalui kebijakan pemerintah dalam
pembinaan logistik yang tertuang dalam kebijakan makro
(Undang-Undang TNI dan Undang-Undang Pertahanan Negara),
kebijakan meso (Permenhan dan Perpang TNI), dan kebijakan
mikro (Perkasal). Diperlukan penyempurnaan dalam kebijakan
tersebut untuk melengkapi kriteria-kriteria yang diharapkan,
sehingga akan dapat memberikan arah kebijakan yang mendorong
peningkatan pembinaan logistik TNI AL. Kebijakan tentang
model sistem logistik penanggulangan bencana TNI akan lebih
optimal jika diarahkan pada konsep sistem logistik nasional
yaitu konsep yang menganggap bahwa logistik yang efektif dan
efisien diyakini mampu mengintegrasikan daratan dan lautan
menjadi satu kesatuan yang utuh dan berdaulat sehingga dapat
67
menjadi penggerak bagi terwujudnya indonesia sebagai negara
maritim
c. pada saat ini pembinaan pembekalan TNI Angkatan Laut
belum dapat memberdayakan para stakeholder penyelenggara
penanggulangan bencana. sukarelawan penanggulangan bencana
belum dilaksanakan. kondisi ini perlu ditingkatkan melalui
pemberdayaan para stakeholder penyelenggara penanggulangan
bencana maupun individu-individu sukarelawan sehingga dapat
memperkuat konsep logistik kewilayahan. Logistik wilayah yang
kuat diharapkan memiliki kontribusi pada logistik secara
nasional karena pemberdayaan logistik wilayah yang bersumber
dari hasil lain dari perolehan yang syah akan dapat
mengurangi beban anggaran pemerintah pusat dan daerah.
29. Saran.
a. Agar Mabesal dan Mabes TNI membangun sistem informasi
pembinaan pembekalan Logistik yang berbasis Web yang dapat
mendukung kesiapan operasional SSAT setiap saat dan tempat.
b. Agar Mabesal menyarankan kepada Mabes TNI membentuk
sarana koordinasi dengan para stakeholder penanggulangan
bencana, dan menyempurnakan kebijakan pembinaan logistik
melalui aktualisasi dukungan silang antar stakeholder
penyelenggara penanggulangan bencana.
c. Agar Mabesal memerintahkan seluruh jajarannya di
pangkalan untuk segera meningkatkan pembinaan logistik
melalui pelaksanaan pemberdayaan logistik wilayah,
pelaksanaan pengendalian inventori bantuan yang berasal dari
perolehan lain yang sah, dan menguasai kemampuan proses
mobilisasi dan demobilisasi bekal yang diwujudkan dengan
Top Related