materi pembinaan dan pengembangan bahasa
Transcript of materi pembinaan dan pengembangan bahasa
1. PENGERTIAN, LATAR BELAKANG, DAN TUJUAN PEMBINAAN DAN
PENGEMBANGAN BAHASA
Anda mungkin sering mendengar bahkan juga menggunakan
istilah pembinaan dan istilah pengembangan dalam kehidupan
berbahasa sehari-hari. Kata pembinaan tentu saja berhubungan erat
dengan kegiatan membina, sedangkan kata pengembangan sangat
berhubungan dengan kegiatan mengembangkan bahasa. Oleh sebab itu,
ada dua hal yang harus dibedakan, yaitu usaha pembinaan bahasa
dan usaha pengembangan bahasa.
Usaha pembinaan bahasa berkenaan dengan pelaksanaan kegiatan
penyebaran bahasa Indonesia ke khalayak sasaran dengan berbagai
cara seperti usaha penyuluhan, penataran, dan pendemonstrasian.
Jika dipandang dari segi khalayak sebagai sasaran pembinaan
tersebut, khalayak tersebut dapat terdiri atas berbagai golongan,
baik golongan penutur asli, maupun golongan bukan penutur asli,
orang yang masih bersekolah, ataupun orang yang sudah tidak
bersekolah lagi, khalayak guru pada semua jenis dan semua jenjang
pendidikan, khalayak orang yang berada di komunikasi media massa,
seperti majalah, surat kabar, radio, dan televisi, serta khalayak
di bidang industri, perniagaan, penerbit, perpustakaan, dan pada
lingkungan sastrawan.
Dengan sasaran yang ditentukan di atas, kegiatan pembinaan
itu mempunyai target tertentu. Target kegiatan pembinaan bahasa
adalah sebagai berikut.
1
A. Penumbuhan Sikap
Sikap bahasa adalah salah satu sikap dari berbagai sikap
yang mungkin ada. Sikap adalah kesiapan beraksi. Sikap adalah
kesiapan mental dan saraf yang terbentuk melalui pengalaman yang
memberikan arah atau pengaruh yang dinamis kepada reaksi
seseorang terhadap semua objek dan keadaan yang menyangkut sikap
itu (Halim,1976:68). Sikap itu memiliki tiga komponen, yaitu
komponen kognitif, afektif, dan perilaku. Komponen kognitif
adalah pengetahuan kita tentang bahasa secara keseluruhan sampai
dengan penggolongan serta hubungan-hubungan bahasa tersebut
sebagai bahasa Indonesia, bahasa asing, atau bahasa daerah.
Komponen afektif menyangkut perasaan atau emosi yang mewarnai
atau menjiwai pengetahuan dan gagasan yang terdapat di dalam
komponen kognitif. Komponen afektif menyangkut nilai rasa, baik
atau tidak baik, suka atau tidak suka. Apabila seseorang memiliki
nilai rasa baik atau suka terhadap sesuatu atau keadaan, orang
tersebut dikatakan memiliki sikap positif. Sebaliknya, apabila
orang itu memperlihatkan ketidaksukaannya, orang tersebut
dikatakan memiliki sikap negatif. Target yang hendak dicapai
dalam kegiatan “pembinaan” bahasa yang amat penting adalah
menumbuhkan sikap yang positif terhadap bahasa Indonesia. Sikap
positif tersebut tidak dapat diukur dengan angka-angka, tetapi
dapat dilihat dalam komponen perilaku. Komponen perilaku
berhubungan erat dengan kecenderungan berbuat atau beraksi dengan
cara tertentu. Dalam hubungan ini ada nilai moral yang muncul di
2
dalam masalah ini. Dalam mengukur keberadaan sikap positif ada
beberapa pertanyaan yang dapat dipakai, yaitu seberapa jauh kita
telah mencintai bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan
sebagai bahasa persatuan? Seberapa jauh kita merasa memiliki
bahasa kita itu sebagai kekayaan yang tiada ternilai harganya?
Seberapa jauh kita merasa bertanggung jawab untuk mempertahankan
keberadaan bahasa kita di di bumi Ibu Pertiwai? Jika Anda telah
dapat menumbuhkan rasa cinta, rasa memiliki, rasa berkewajiban
untuk mempertahankan, dan rasa bangga terhadap bahasa Indonesia,
berarti Anda sudah berhasil melakukan pembinaan bahasa Indonesia
terhadap khalayak yang Anda hadapi.
B. Meningkatkan Kegairahan
Kegiatan pembinaan juga mempunyai target dalam meningkatkan
kegairahan berbahasa Indonesia. Target ini dapat diukur dengan
pertanyaan, seberapa banyak seseorang itu secara konsisten
bergairah memakai bahasa Indonesia? Jika seseorang telah
bergairah memakai bahasa Indonesia dalam berkomunikaasi dengan
orang lain, orang itu harus meningkatkan lagi kegairahannya itu
dalam mempergunakan bahasa Indonesia.
Contoh
Dalam suatu rapat resmi seorang pejabat menyampaikan
pidatonya sebagai sambutan resmi sebagai berikut.
Saudara-saudara,
Seperti hal yang saya sampaikan tadi bahwa untuk
mendrop beberpa spare part yang kita pesan dari luar negeri di
3
airport sore ini, saya menganjurkan dan meminta agar tenaga-tenaga
yang telah di-upgradinglah yang harus berangkat ke sana. Jika
policy ini disalahgunakan, saya akan melakukan feedback terhadap
tindakan itu. Perlu juga saudara ketahui bahwa apa yang saya
katakan terakhir itu bersifat off the record.
Kutipan pidato di atas, memperlihatkan bahwa pejabat yang
berbicara itu tidak bergairah memakai bahasa Indonesia. Pejabat
tersebut harus dibina pemakaian bahasanya sehingga dia tidak
menggunakan kata-kata asing yang sudah ada padanannya dalam
bahasa Indonesia. Jika Anda berhasil meyakinkan pejabat itu bahwa
semua kata asing tersebut sudah ada padanannya dalam bahasa
Indonesia, berarti Anda telah berhasil melakukan pembinaan bahasa
dengan baik. Dengan jelas sekali Anda melihat beberapa kata asing
dipakai dalam teks. Kata-kata yang dimaksudkan adalah mendrop,
spare part, air port, upgrading, policy, feedback, off the record. Bukankah kata-
kata tersebut sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia? Kata
mendrop sama dengan menurunkan, mengantarkan; kata spare part
berpadanan dengan kata suku cadang; kata air port berpadanan dengan
kata bandar udara; kata upgrading berpadanan dengan kata
penataran; kata policy berpadanan dengan kata kebijaksanaan; kata
feedback berpadanan dengan kata umpan balik; dan kata off the record
berpadanan dengan kata cegah siar. Kegairahan berbahasa merupakan
target kegiatan pembinaan bahasa.
C. Meningkatkan Keikutsertaan
4
Kegiatan pembinaan harus pula terlihat dalam kegiatan
meningkatkan keikutsertaan khalayak sasaran di dalam menjaga mutu
bahasa Indonesia. Apa yang disebut dengan “mutu” bahasa itu harus
dihubungkan dengan bermacam-macam persoalan, seperti persoalan
hubungan kata tabu, persoalan kependengaran yang tidak
menyinggung perasaan, dan ketidaklaziman yang agak mencolok.
Kalau Anda telah menyangsikan suatu bentuk bahasa, baik kata dan
farse, maupun kalimat berarti Anda telah ikut serta menjaga mutu
bahasa. Jika Anda bertanya, “Apakah bentuk frase mengejar
ketinggalan sudah benar dalam bahasa Indonesia,” maka Anda sudah
mebina bahasa, Anda sudah melibatkan diri dalam kegiatan
pembinaan bahasa. Dengan demikian, target mudah diukur, seberapa
jauh orang bertanya tentang kebenaran kata, farse, dan kalimat.
Jadi, jika orang telah meragukan tentang bentuk-bentuk bahasa dan
ingin tahu bentuk yang benar dari suatu untaian kata, frase, atau
kalimat berarti sudah terbina bahasanya dengan baik.
Meningkatkan mutu bahasa dalam hal ini berhubungan erat
dengan menjaga mutu bahasa para pendukung bahasa. Mutu bahasa
yang dimaksudkan itu berhubungan erat dengan penggunaan bahasa
Indonesia yang baik dan benar. Persoalan baik dan benar adalah
persoalan kepantasan penempatan suatu unsur bahasa dan persoalan
ketepatan kaidah yang diterapkan pada kata, frase, dan kalimat.
Kegiatan yang sejajar dengan kegiatan pembinaan adalah
kegiatan atau usaha pengembangan bahasa. Yang dimaksud dengan
pengembangan bahasa adalah keseluruhan usaha dan kegiatan yang
dengan secara sadar ditujukan kepada penyesuaian struktur dan
5
fungsi bahasa dengan kebutuhan kemasyarakatan dan pembangunan
kita, baik yang nyata maupun yang mungkin ada (potensial) dalam
hubungannya dengan perkembangan keilmuan dan teknologi dunia
sekarang ini serta dengan kemungkinan–kemungkina bagi masa depan.
Dengan demikian, pengembangan bahasa bersifat dinamis. Uraian di
atas menunjukkan bahwa usaha pengembangan bahasa diarahkan kepada
usaha peningkatan kelengkapan bahasa. Jadi, sasaran yang
dimaksudkan dalam usaha pengembangan bukanlah manusia pendukung
bahasa, tetapi bahasa itu sendiri. Kelengkapan bahasa tersebut
sangat diperlukan. Di dalam berbagai disiplin ilmu seperti
politik, ekonomi, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan
organisasi kemasyarakatan memerlukan suatu komunikasi dengan
“mengujarkan” dan “menuliskan” tentang apa saja yang mungkin
dipikirkan dalam konstelasi yang baru. Dengan demikian, jelaslah
bahwa kegiatan pengembangan mempunyai sasaran bahasa itu sendiri,
yang target pencapaiannya adalah meningkatkan kelengkapan bahasa
agar segala konsep, ide dapat dikatakan dengan bahasa Indonesia.
Kata take-off, misalnya, sudah mempunyai padanan dalam bahasa
Indonesia, yaitu lepas landas. Dengan usaha pengembangan bahasa
itu kita akhirnya mempunyai kata-kata untuk menyatakan suatu
konsep yang yang hampir semuanya dapat dikatakan dengan bahasa
Indonesia.
Mengapa usaha pengembangan bahasa harus dilakukan? Hal apa
yang melatarbelakangi adanya pengembangan usaha pengembangan
bahasa itu?
6
Dalam kehidupan berbangsa, seperti bangsa Indonesia, amat
diperlukan suatu alat komunikasi yang canggih untuk mempersatukan
bangsa yang besar itu. Bangsa yang besar dengan daerah yang
terbentang dari Sabang sampai Merauke itu adalah daerah yang
multilingual yang masyarakatnya bersifat multilingualisme, yaitu
mempunyai kesanggupan untuk memakai dua bahasa atau lebih. Di
daerah yang luas ini terdapat beratus-ratus bahasa sebagai bahasa
daerah. Keberagaman bahasa ini, pandangan dari segi politik,
merupakan suatu kendala dalam usaha mempersatukan bangsa. Di
Indonesia terdapat sekitar 500 buah bahasa daerah yang dipakai
dan dipelihara oleh pendukungnya dan dilindungi serta dipelihara
oleh negara. Bahasa–bahasa itu pun merupakan bagian dari
kebudayaan Indonesia.
Tidak dapat pula dimungkiri bahwa di Indonesia sekarang ini
hidup pula bahasa asing sebagai bahasa ketiga. Salah satu bahasa
asing itu adalah bahasa Inggris yang dipakai sebagai alat
komunikasi pada tingkat internasional. Jelaslah, bahwa kehadiran
bahasa asing dan bahasa daerah, merupakan persoalan yang amat
rumit untuk dipecahkan.
Dalam penggunaannya di masyarakat Indonesia, ketiga bahasa
itu, yakni bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing
tidak dapat melepaskan diri dari saling mempengaruhi.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan
terjadinya kontak budaya dan bahasa. Kenyataan bahwa begitu
kuatnya bahasa daerah sebagai bahasa ibu bagi sebagian besar
rakyat Indonesia merupakan hal yang sangat besar pengaruhnya
7
dalam kehidupan berbangsa. Hal ini sangat besar pula pengaruhnya
pada keberadaan bahasa Indonesia.
Uaraian yang singkat di atas sudah dapat memperlihatkan
kepada kita latar belakang pengembangan bahasa Indonesia. Oleh
sebab itu, masalah pengembangan bahasa Indonesia adalah masalah
nasional yang jalinannya sangat kompleks yang harus ditangani
sedemikan rupa, sehingga pengembangan tersebut dapat memanfaatkan
kemultilingualan itu menjadi sesuatu yang menguntungkan
perkembangan bahasa itu sendiri. Peningkatan pengembangan bahasa
harus dilakukan sedemikian rupa sehingga bahasa kita itu cukup
memenuhi syarat sebagai bahasa kebudayaan, keilmuan, dan
teknologi atas dasar standardisasi atau pembakuan bahasa.
Standardisasi bahasa dilakukan dengan mempertimbangkan data
kebahasaan di Indonesia melalui evaluasi dan seleksi. Hasil akhir
dari kegiatan pengembangan bahasa tersebut merupakan bahasa baku.
Jadi, tujuan akhir pengembangan bahasa adalah standardisasi
bahasa, yaitu terciptanya suatu bahasa baku. Untuk pekerjaan
pengembangan bahasa itu diperlukan suatu kebijaksanaan bahasa
sebagai suatu garis haluan yang meletakkan ciri-ciri pembakuan
bahasa itu. Pembakuan bahasa tersebut mencakup berbagai unsur dan
aspek, seperti aspek ejaan, aspek struktur, dan aspek diksi.
2. KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA
1. Kedudukan Bahasa Indonesia
8
Bahasa Indonesia memiliki dua kedudukan, yaitu (1) sebagai
bahasa nasional dan (2) sebagai bahasa negara. Sebagai bahasa
nasional bahasa Indonesia berfungsi (1) sebagai lambang
kebanggaan nasional, (2) sebagai lambang identitas nasional, (3)
sebagai alat pemersatu berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-
beda latar belakang budaya dan bahasanya, dan (4) sebagai alat
perhubungan antarbudaya dan antardaerah.
Dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia
berfungsi (1) sebagai bahasa resmi negara, (2) sebagai bahasa
pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan, (3) sebagai bahasa
resmi di dalam perhubungan tingkat nasional untuk kepentingan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dan pemerintahan, dan (4)
sebagai bahasa resmi di dalam pembangunan kebudayaan dan
pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern (Halim,
1976:145).
Sesuai dengan berbagai fungsi di atas, tidak mengherankan
bila bahasa Indonesia memiliki berbagai ragam. Berdasarkan tempat
atau daerahnya, bahasa Indonesia terdiri atas berbagai dialek,
antara lain dialek Jakarta, dialek Jawa, dialek Menado, dialek
Bali, dan lain-lain; berdasarkan penuturnya terdapat ragam bahasa
golongan cendekiawan dan ragam bahasa golongan bukan cendekiawan;
berdasarkan sarananya terdapat ragam bahasa lisan dan ragam
bahasa tulis; berdasarkan bidang penggunaannya terdapat ragam
bahasa ilmu, ragam bahasa sastra, ragam bahasa surat kabar, ragam
bahasa undang-undang, dan lain-lain; berdasarkan suasana
9
penggunaannya bahasa Indonesia dapat digolongkan menjadi dua
ragam bahasa, yaitu ragam bahasa resmi dan ragam bahasa santai.
Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dengan
fungsi-fungsinya dipaparkan sebagai berikut.
A. Lambangan Kebanggaan Nasional
Anda tentu mengetahui makna kebanggaan. Untuk itu, mari kita
buka dan perhatikan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Dari kamus itu,
kita memperoleh penjelasan makna kebanggaan sebagai “kebesaran
hati, perasaan bangga, kepuasan diri”; sedangkan kebanggaan
nasional adalah “sikap kejiwaan yang terwujud, tampak pada sikap
menghargai warisan, hasil karya, dan semua hal lain yang menjadi
milik bangsa sendiri”. Dengan memperhatikan makna yang termaktub
dalam KBBI, Anda dapat mengembangkan lebih jauh pengertian
“lambang kebanggaan nasional” .
Coba jawab sendiri pertanyaan yang berikut!
1) Sudahkah Anda merasa memiliki kebesaran hati ketika
berbicara dalam bahasa Indonesia di tengah khalayak yang
begitu terampil berbahasa Inggris, misalnya?
2) Bagaimana komentar Anda atas masuknya berbagai kata baru
yang marak pada masa reformasi seperti opsi, kolusi, dan
klarifikasi?
10
Sebagai lambang kebanggaan nasional bahasa Indonesia
tentulah akan mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang dapat
mendasari rasa kebanggaan kita. Rasa kebanggaan tidak mudah
dibina di dalam masyarakat yang sudah tercemar oleh pengaruh
budaya asing. Namun, ada rasa kebanggaan tersendiri karena dapat
melestarikan bahasa Indonesia. Dengan rasa kebanggaan ini pula,
bahasa Indonesia akan tetap dipakai dalam semangat kebangsaan.
B. Lambangan Identitas Nasional
Fungsi kedua dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional
adalah bahwa bahasa Indonesia menjadi lambang identitas nasional.
Sebagai lambang identitas nasional, mungkin Anda ingat akan
lambang identitas nasional kita lainnya, yakni bendera merah
putih. Dalam setiap upacara kenegaraan, baik di pusat maupun di
daerah, bendera merah putih selalu menjadi bagian yang amat
penting. Pemimpin upacara tentulah akan mengajak peserta upacara
untuk menghomati lambang identitas nasional itu. Anda tentu ingat
apa yang dicapkan atau diserukan oleh pemimpin upacara itu kepada
kita sebagai peserta upacara? Tentu Anda dapat membayangkan
bagaimana kalau bendera pusaka Sang Dwiwarna dibakar di negeri
orang? Kita amat tersinggung. Rasa kebangsaan kita akan
tertantang untuk berbuat sesuatu.
Bagaimana halnya dengan bahasa Indonesia yang mempunyai
fungsi sebagai lambang jatidiri kebangsaan atau lambang identitas
nasional kita dilecehkan orang? Agak sulit rasnya untuk mengukur
seberapa jauh ketersinggungan kita jika dibandingkan dengan
11
ketersinggungan kita karena pelecehann terhadap bendera merah
putih. Yang jelas reaksi kita merasa tersingung. Ketersinggungan
itu menunjukkan bahwa kita memiliki sikap positif terhadap bahasa
nasional itu. Kita akan merasa tidak senang apabila melihat
pengutamaan pemakaian bahasa Inggris di atas bahasa Indonesia
seperti tampak dalam dunia niaga. Kalau rasa tidak senang itu
berkembang menjadi keprihatinan, kadar sikap positif terhadap
bahasa nasional kita itu makin bertambah, berkembang lebih jauh
menjadi tindakan dalam bentuk keterlibatan langsung dalam upaya
nyata penertiban pemakaian bahasa asing, kadar sikap positif
makin bertambah lagi. Begitulah seterusnya.
Sikap positif yang dijabarkan tersebut pada dasarnya
merupakan perwujudan dari sikap menjunjung bahasa nasional itu.
Kita menjunjung bahasa nasional kita karena kita menyadari akan
fungsi bahasa nasional sebagai lambang jatidiri bangsa. Sebagai
lambang jatidiri bangsa, tentulah bahasa Indonesia memiliki
jatidirinya sendiri pula sehingga serasi dengan lambang jatidiri
bangsa kita yang lainnya. Bahasa Indonesia akan memiliki
identitasnya sendiri kalau kita sebagai pemakai membina dan
mengembangkan bahasa Indonesia sedemikian rupa sehingga bahasa
Indonesia itu bersih dari unsur-unsur bahasa lain. Namun, kalau
unsur asing itu diperlukan, tentulah kita dapat menerimanya
sepanjang bermanfaat bagi pengembangan bahasa Indonesia itu
sendiri.
C. Alat Penyatuan
12
Fungsi ketiga dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional
adalah menjadi alat yang memungkinkan terwujudnya penyatuan
berbagai suku bangsa yang memiliki latar belakang sosial budaya
dan bahasa yang berbeda-beda dalam satu kesatuan kebangsaan yang
bulat. Dalam kata-kata Sumpah Pemuda 1928 bahasa Indonesia
berfungsi sebagai bahasa persatuan. Dengan bahasa Indonesia,
orang Jawa dapat berkomunikasi dengan orang Batak, misalnya.
Demikan juga dengan orang Bali dapat berkomunikasi dengan orang
dari daerah lainnya, dan seterusnya. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa bahasa Indonesia menjadi alat yang memungkinkan
berbagai suku bangsa mencapai keserasian hidup sebagai bangsa
yang bersatu tanpa perlu menanggalkan identitas kesukuan dan
kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang
bahasa daerah yang bersangkutan.
D. Alat Penghubung
Fungsi keempat dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional,
bahwa bahasa Indonesia itu berfungsi sebagai alat perhubungan
antarbudaya dan antardaerah . Anda dapat membayangkan bagaimana
seandainya berbagai suku bangsa yang ada di Nusantara ini yang
bertebaran di pelbagai daerah tidak mempunyai bahasa Indonesia
yang menjembatani keberagaman bahasa ibu. Di sini dapatlah kita
katakan bahwa bahasa Indonesia itu menjadi jembatan budaya di
antara suku-suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan
latar belakang kebahasaan yang berbeda-beda.
13
Sebagai jembatan budaya, bahasa Indonesia dapat
meperkenalkan kita berbagai kreasi budaya dari berbagai suku
bangsa. Dengan bahasa Indonesia, seni pertunjukan wayang yang
biasanya menggunakan bahasa daerah, bahasa Jawa, Sunda atau Bali
misalnya, dapat dinikmati oleh kelompok suku bangsa di luar suku-
suku bangsa itu. Jadi, fungsi penghubung antarbudaya yang diemban
pada gilirannya akan memperkaya bahasa Indonesia itu dengan
kekayaan budaya yang terkandung dalam bahasa daerah. Makin
berperan fungsi itu, maka kayalah bahasa Indonesia itu dan
sekaligus makin berkembanglah bahasa Indonesia . Dalam
hubungannya dengan kreasi budaya asing, bahasa Indonesia juga
dapat berperan memperkenalkan kita dengan nilai budaya asing.
Dalam konteks ini bahasa Indonesia makin diperkaya lagi. Chairil
Anwar yang kita kenal sebagai penyair utama kita telah mencoba
menjadi penerjemah pikiran konsep Barat dengan kerja keras
menyadur beberapa sajak dari sastra Belanda dan Inggris. Hasilnya
adalah bahasa Indonesia menjadi lebih berkembang lagi, bahasa
Indonesia yang modern. Demikian pula halnya dengan beberapa upaya
yang telah dilakukan oleh para pengarang yang mengindonesiakan
karya asing.
Dari pembicaraan tentang fungsi bahasa Indonesia dalam
kedudukannya sebagai bahasa nasional dapat diringkas bahwa bahasa
Indonesia itu mempunyai fungsi sebagai:
1.lambang kebanggaan nasional
2. lambang identitas nasional
3. alat pemersatu berbagai suku bangsa, dan
14
4. alat perhubungan anatarbudaya dan antar daerah.
Berfungsinya bahasa Indonesia sebagai lambang dan sebagai
alat tersebut amat bergantung kepada sikap positif kita terhadap
bahasa Indonesia itu.
Kedudukan Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Negara
Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya bahwa dalam
kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia mempunyai
empat fungsi, yaitu: 1) bahasa resmi kenegaraan, 2) bahasa
pengantar di dalam dunia pendidikan, 3) bahasa perhubungan
tingkat nasional, dan 4) bahasa pengembang kebudayaan, ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Keempat fungsi bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa
negara dipaparkan sebagai berikut.
A. Bahasa Resmi Kenegaraan
Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan memiliki
kedudukan yang amat istimewa. Kedudukan ini memberikan peluang
kepada bahasa Indonesia untuk berkembang lebih cepat dibandingkan
dengan bahasa lainnya dalam lingkungannya. Sebagai bahasa resmi
kenegaraan bahasa Indonesia dipakai dalam segala upacara,
peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, baik lisan maupun tulis.
Fungsi ini seperti dikatakan tadi, memberikan peluang bagi
berkembangnya bahasa Indonesia.
Dalam bahasa Indonesialah ditulis dokumen dan keputusan
serta surat menyurat yang dikeluarkan oleh penyelenggara negara
15
dan badan-badan kenegaraan lainnya seperti DPR, MPR. Dalam bahasa
Indonesia pula ditulis dan disampaikan pidato resmi pemimpin
negara dan pejabat pemerintah lainnya. Fungsi bahasa Indonesia
sebagai bahasa negara seperti yang dikemukakan di atas berlaku
dalam semua tataran pemerintahan dari pusat hingga daerah.
Upaya pembinaan dan pengembangan bahasa sebagai rekayasa
yang dilakukan oleh pemilik bahasa negara itu mutlak diperlukan.
Ada kaitan erat antara upaya pembinaan dan pengembangan bahasa
dengan laju perkembangan bahasa itu. Oleh karena itu, pembinaan
dan pengembangan bahasa adalah upaya yang terus menerus dilakukan
agar fungsi yang diemban oleh bahasa Indonesia itu dapat
terlaksana dengan baik. Dengan demikian, kita akan memiliki
sebuah bahasa negara yang dapat diandalkan.
Kalau bahasa resmi kenegaraan sudah dapat diandalkan,
persoalan yang perlu dihadapi adalah pemakai bahasa negara. Oleh
karena itu, diperlukan pembinaan sikap positif dari penyelenggara
negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Dengan
demikian, dewasa ini penguasaan bahasa Indonesia tampaknya telah
dijadikan salah satu faktor yang menentukan di dalam pengembangan
ketenagaan, seperti penerimaan pegawai baru, kenaikan pangkat,
baik sipil maupun militer, dan pemberian tugas-tugas khusus, baik
di dalam maupun luar negeri. Dalam kaitan itu, Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa sering mendapat permintaan penyuluhan
kebahasaan di berbagai instansi. Selain itu praktek pemberian
penyuluhan pun menjadi agenda utama dalam setiap tahun anggaran.
16
Dapat dikatakan bahwa perwujudan fungsi bahasa Indonesia
sebagai bahasa resmi kenegaraan memerlukan kerja sama yang baik
antarinstansi pemerintah. Penggunaan bahasa Indonesia yang baik
dan benar memerlukan perhatian semua pihak yang peduli akan
bahasa negara itu.
B. Bahasa Pengantar di dalam Dunia Pendidikan
Fungsi lainnya yang berkaitan dengan bahasa Indonesia
sebagai bahasa negara adalah bahwa bahasa Indonesia dipakai
sebagai bahasa pengantar dalam lingkunagn lembaga pendidikan
mulai taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Fungsi
menempatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang terus menerus
dipakai dalam setiap kesempatan belajar mengajar. Dalam fungsinya
sebagai bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan, bahasa
Indonesia hidup dan berkembang seiring dengan perkembangan
pendidikan yang dialami oleh manusia Indonesia. Dengan demikian,
bahasa Indonesia akan makin luas pemakaiannya, memasuki berbagai
lingkungan suku bangsa. Dalam fungsinya itu pula, bahasa
Indonesia mendapat masukan dari berbagai bahasa yang ada.
Pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia dalam fungsinya
sebagai bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan boleh
dikatakan amat kompleks. Anda mungkin dapat membayangkan bahwa
yang terlibat dalam dunia pendidikan itu bukan hanya peserta
didik, melainkan guru, perencana dan pengelola pendidikan,
penulis buku, serta penerbit. Dengan demikian, upaya pembinaan
dan pengembangan bahasa Indonesia dalam fungsinya sebagai bahasa
17
pengantar di dalam dunia pendidikan menuntut pemikiran dan
perencanaan yang matang. Dapat dikatakan bahwa fungsi bahasa
Indonesia sebagai bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan
turut menentukan keberhasilan fungsi bahasa yang lainnya. Di
dunia pendidikanlah pengajaran bahasa Indonesia berlangsung. Hal
ini berarti bahwa dalam fungsinya sebagai bahasa pengantar di
dalam dunia pendidikanlah pengembangan bahasa dan pembinaan
bahasa terpadu.
Persoalan pengajaran bahasa menjadi bagian penting dalam dunia
pendidikan. Selain itu, pendidik yang bergerak dalam dunia
pendidikan juga akan menentukan, baik kualitas pemakaian maupun
kualitas sikap pemakai bahasa.
Hal lain yang bersinggungan dengan dunia pendidikan adalah
penulis buku dan penerbit. Penulis buku menyiapkan bahan ajar
untuk guru. Penerbit menerima bahan ajar untuk dijadikan buku
yang layak dipakai. Kinerja penulis dan penerbit turut menentukan
keberhasilan pengajaran bahasa bersama guru. Sementara itu, baik
penulis, penerbit, maupun guru hakikinya merupakan hasil
pendidikan sebagai proses yang panjang. Dalam proses yang panjang
itu bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa pengantar.
C. Bahasa Perhubungan Tingkat Nasional untuk Perencanaan dan
Pelaksanaan Pembangunan Nasional dan Kepentingan Pemerintahan
Fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam dunia
pendidikan bertaut dengan fungsinya sebagai alat perhubungan pada
tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan
18
program-program pemerintah dan penyelengaraan pemerintahan.
Fungsi ini bukan saja menyangkut kegiatan komunikasi timbal balik
antara pemerintah dan masyarakat luas, melainkan juga menyangkut
kegiatan komunikasi antarderah dan antarsuku. Dengan demikian,
bahasa Indonesia dalam fungsinya sebagai alat perhubungan pada
tingkat nasional akan mengatasi kesenjangan komunikasi
antardaerah dan antarsuku sehingga pada gilrannya bahasa
Indonesia akan makin meluas pemakaiannya.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk menyelenggarakan
pemerintahan membawa akibat yang mengharuskan penyelenggara
pemerintahan menggunakan bahasa Indonesia yang sesuai dengan
kaidah bahasa yang dibakukan. Hal ini berarti penyelenggara
pemerintahan haruslah memiliki kesadaran untuk menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar. Untuk itu, diperlukan upaya
pembinaan sikap kebahasaan terhadap penyelenggara pemerintahan.
Selama penyelenggara negara atau pemerintah belum memiliki sikap
positif terhadap bahasa Indonesia selama itu pula bahasa
Indonesia belum berfungsi dengan baik. Selama bahasa Indonesia
belum berfungsi dengan baik selama itu pula kedudukan bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara terancam kegoyahan. Untuk
mengatasi semua itu, diperlukan kebijaksanaan yang mengharuskan
semua pejabat negara dari yang tertinggi hingga yang terendah
mengikuti tes/uji kemahiran berbahasa Indonesia (UKBI).
D. Bahasa Pengembang Kebudayaan, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi
19
Fungsi lainnya yang bertaut dengan kedudukan bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara adalah sebagai alat pengembangan
kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Dalam
fungsi ini bahasa Indonesia merupakan satu-satunya alat yang
memungkinkan kita membina dan mengembangkan kebudayaan nasional
sedemikian rupa sehingga memiliki ciri-ciri dan jatidirinya
sendiri yang membedakannya dari kebudayaan daerah. Bahasa
Indonesia menjadi pilar utama kebudayaan nasional yang paling
nyata. Dengan bahasa Indonesia, kita menyatakan nilai-nilai
sosial budaya nasional kita.
Penyebarluasan ilmu pengetahuan dan teknologi modern tidak
dapat dilepaskan dari bahasa Indonesia. Dengan demikian,
sebagaimana diungkapkan di atas, bahasa Indonesia mempunyai
fungsi sebagai alat untuk menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan
teknologi modern. Fungsi yang disebut terakhir ini menghadapkan
kita pada keharusan memodernkan bahasa Indonesia, apalagi kalau
dihubungkan dengan pengembangan teknologi modern yang yang pada
umumnya berasal dari negara asing. Bahasa Indonesia harus
memiliki konsep-konsep baru yang datang dari Barat, sehingga
upaya pemodernan bahasa Indonesia tidak dapat ditunda-tunda.
Teknologi modern yang berasal dari Barat itu tentulah
mempertimbangkan kemanfaatannya bagi bangsa Indonesia.
20
3. KEGIATAN KEBIJAKSANAAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN
BAHASA INDONESIA
Ada beberapa kegiatan yang perlu diketahui dalam pembinaan
dan pengembangan bahasa Indonesia. Kegiatan-kegiatan tersebut
adalah sebagai berikut.
1) Pemantapan Kedudukan Dan Fungsi Bahasa Indonesia
Kegiatan pemantapan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia
telah dikumandangkan pada berbagai kesempatan dan telah
dilaksanakan dengan baik. Pemantapan kedudukan dan fungsi bahasa
21
Indonesia itu disertai pula dengan pembenahan aksara bahasa
Indonesia yang dalam kegiatan-kegiatan tertentu harus dubina
dengan menularkannya kepada orang-orang atau kelompok-kelompok
masyarakat yang belum tahu membaca dan metulis yang disebut
dengan buta aksara.
2) Kegiatan Pembakuan bahasa Indonesia
Kegiatan pembakuan bahasa merupakan kegiatan pengembangan
bahasa, yaitu meningkatkan kelengkapan dan mutu bahasa. Kegiatan
pembakuan telah dilakukan dengan berbagai sarana, seperti
penerbitan dan penyebaran Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Di
dalam tata bahasa tersebut termuat berbagai kaidah kebahasaan
yang harus diketahui dan dipelajari oleh masyarakat. Selain itu,
diterbitkan pula beberapa buku yang yang berfungsi sebagai
pendukung pembakuan bahasa, seperti Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan, Pedoman Umum Pembentukan Istilah.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan berbagai kamus ilmu dasar,
seperti Kamus Kimia, Kamus Matematika, Kamus Biologi, Kamus
Sastra, dan Kamus Teknik.
3) Kegiatan Penumbuhan Sikap Positif terhadap Bahasa
Kegiatan penyuluhan bahasa Indonesia telah dilakukan secara
berkala. Kegiatan tersebut tidak lain dari usaha untuk
menumbuhkan sikap yang positif terhadap bahasa Indonesia. Pusat
pembinaan dan Pengembangan Bahasa yang ditunjuk sebagai badan
22
pemerintah yang mengelola bahasa, sejak tahun 1980 telah
digiatkan suatu bentuk kegiatan, yaitu Bulan Bahasa, yang sejak
tahun 1989 berubah menjadi Bulan Bahasa dan Sastra. Dalam
kegiatan itu, semua kegiatan penyuluhan diterapkan.
Kegiatan Bulan bahasa dan Sastra merupakan rangkaian acara
kebahasaan dan kesastraan, berlangsung selama satu bulan,
bertujuan meningkatkan pemasyarakatan bahasa dan apresiasi sastra
di Indonesia, yaitu menumbuhkan sikap yang positif terhadap
bahasa dan sastra Indonesia. Oleh sebab itu, sasaran kegiatan
Bulan Bahasa dan Sastra adalah para peminat bahasa dan sastra,
para guru,mahasiswa, siswa, dan masyarakat umum. Kegiatan yang
dilaksanakan dalam Bulan Bahasa dan Sastra meliputi kegiatan
kebahasaan dan kegiatan kesastraan. Kegiatan kebahasaan meliputi
(1) Pertemuan Kebahasaan, (2) Lomba Kebahasaan, (3) Penyuluhan,
(4) Pintu Terbuka, (5) Cerdas Cermat Kebahasaan. Kegiatan
Kesastraan meliputi (1) Diskusi Sastra di kalangan siswa, (2)
Cepat Tepat Sastra Tingkat SMA, (3) Pertemuan Sastrawan dengan
Siswa, (4) Festival Pementasan Sastra, (5) Pameran Sastra, (6)
Apresiasi Sastra melalui Radio dan Televisi.
Kegiatan Bulan Bahasa dan Sastra juga diselenggarakan di
daerah, di kota-kota provinsi yang melibatkan berbagai unsur,
seperti Kantor Wilayah Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan, Kantor Dewan Kesenian Daerah serta
Kantor Pemerintah Daerah. Semua kegiatan yang dilakukan pada
Bulan Bahasa dan Sastra merupakan kegiatan pembinaan bahasa.
23
4) Kegiatan Kongres Bahasa
Kongres bahasa Indonesia sebagai wahana pembinaan dan
pengembangan bahasa telah dilakukan dari Kongres Bahasa Indonesia
I sampai dengan Kongres Bahasa Indonesia VII. Kongres Bahasa
Indonesia I diselenggarakan di Solo pada tanggal 25-27 Juni 1938
dengan tujuan untuk mencari pedoman bagi para pemakai bahasa,
mengatur bahasa, dan mengusahakan agar bahasa Indonesia dapat
tersebar lebih luas karena anggapan segelintir orang menganggap
bahwa bahasa Indonesia belum teratur. Kongres tersebut
menghasilkan menghasilkan tentang kedudukan bahasa, pengembangan
bahasa,dan pembinaan bahasa. Pencetus gagasan penyelenggaraan ini
adalah wartawan harian Soeara Oemoem, Surabaya.
Kongres Bahasa Indonesia II diselenggarakan di Medan pada
tanggal 28 Oktober -2 November 1954 dengan tujuan yang sama
dengan Kongres Bahasa Indonesia I. Dalam kongres itu dibicarakan
tata bahasa dan ejaan, bahasa Indonesia perudang-undangan, bahasa
Indonesia dalam kuliah, bahasa Indonsia dalam film, dan bahasa
Indonesia dalam pers. Kongres tersebut menghasilkan keputusan
tentang kedudukan bahasa, pengembangan bahasa, dan pembinaan
bahasa Indonesia. Kongres bahasa Indonesia II diprakarsai oleh
jawatan Kebudayaan, Kementrian Pendidikan Pengajaran dan
kebudayaan.
Kongres Bahasa Indonesia III diselenggarakan di Jakarta pada
tanggal 28 Oktober-3 November 1978. Tujuan kongres itu adalah
memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia, baik sebagai
bahasa nasional, maupun sebagai bahasa negara. Hasil yang dicapai
24
adalah simpulan dan tindak lanjut pembinaan dan pengembangan
bahasa dalam (1) bidang kebudayaan, agama,sosial, politik, dan
ketahanan nasional, (2) bidang pendidikan, (3) komunikasi, (3)
bidang kesenian, (5) bidang linguistik, (6) ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Kongres Bahasa Indonesia IV diselenggarakan di Jakarta pada
tanggal 21—26 November 1983. Kongres itu bertujuan memantapkan
kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi
pemerintahan, sarana pengembangan kebudayaan, sarana pendidikan
dan pengajaran, serta sarana pengembangan ilmu dan teknologi
modern. Keputusan yang dicapai adalah berbagai konsep pembinaan
dan pengembangan bahasa dan sastra Indonesia dalam hubungannya
dengan pelaksanaan pembangunan nasional.
Kongres Bahasa Indonesia V diselenggarakan di Jakarta pada
tanggal 28 Oktober-3 November 1988. Pada kongres ini dilincurkan
dua buah buku, yaitu Kamus Besar Bhasa Indonesia dan Tata Bahasa
Baku. Kongres Bahasa Indonesia V diselenggarakan bertepatan
dengan peringatan 60 tahun Sumpah Pemuda. Kongres itu bertujuan
memantapkan bahasa Indonesia sehubungan dengan perannya untuk
memperlancar usaha pencerdasan bangsa, sebagai jembatan
tercapainya kesejahteraan sosial yang adil dan merata. Kongres
ini menghasilkan putusan berupa putusan umum dan tindak lanjut,
yang meliputi bidang kebahasaan, bidang kesastraan, bidang
pengajaran, dan bidang pengajaran sastra.
Kongres Bahasa Indonesia VI diselenggarakan di Jakarta pada
tanggal 28 Oktober -2 November 1993. Pada kongres itu terdapat
25
peserta dari negara lain sebagai pemakalah yang mengemukakan
bagaimana bahasa Indonesia dipelajari di luar negeri. Negara luar
negeri yang ikut serta adalah Amerika Serikat, Australia,
Belanda, Brunai Darussalam, Hongkong, India, Italia, Jepang,
Jerman, Korea Selatan, Malaysia, Republik Rakyat Cina, Rusia, dan
Singapura. Tujuan kongres adalah memantapkan pengembangan bahasa
dan sastra, pembinaan bahasa dan sastra, pengajaran bahasa dan
sastra, serta perkembangan bahasa dan sastra di luar negeri.
Kongres itu mengambil dua bagian keputusan, yaitu bagian umum dan
bagian khusus.
Kongres bahasa Indonesia VII diselenggarakan di Jakarta pada
tanggal 26—31 Oktober 1998. Kongres itu diikuti oleh pemakalah
luar negeri yang membicarakan pelaksanaan pengajaran bahasa
Indonesia di luar negeri yang membicarakan pelaksanaan pengajaran
bahasa Indonesia di negaranya masing-masing.
5. Kegiatan Peningkatan Mutu Sumber Daya Para Pakar
Kegiatan ini dilakukan dengan berbagai jalur. Pertama, para
pelaksana pembinaan dan pengembangan bahasa dan sastra
disekolahkan pada jalur pendidikan yang lebih tinggi dari
sebelumnya. Dari kegiatan tersebut telah dihasilkan beberapa
doktor dan magister yang mengkhususkan diri pada bidangnya
masing-masing. Kegiatan ini terus dilaksanakan. Kedua, para
tenaga teknis Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa mengikuti
penataran bahasa dan sastra dalam beberapa tahap. Ketiga, para
pengajar bahasa dan nonbahasa ditatar dengan beberapa pola
26
penataran tentang bahasa Indonesia, sehingga diharapkan para
pengajar SD, SLTP, dan SLTA dapat menjadi tenaga pelaksana
kegiatan bahasa yang andal. Keempat, para pejabat dan aparat yang
mempunyai wewenang dalam berbagai kegiatan, termasuk kegiatan
kebahasaan, diberi pengetahuan dan pengertian tentang pentingnya
pembinaan dan pengembangan bahasa. Kelima, para pemimpin redaksi
mendapat penataran pula agar dapat memakai bahasa Indonesia.
Keenam, berbagai jalur lain yang memungkinkan bahasa dapat
terbina dan berkembang pada beberapa tokoh masyarakat juga
ditangani dengan baik.
6. Kegiatan Penyuluhan Bahasa di Luar Bulan Bahasa dan Sastra
Kegiatan penyuluhan bahasa dianggap usaha pelengkap
penyebaran hasil kodifikasi bahasa melalui bentuk lisan. Di
samping itu, penyuluhan bahasa juga merupakan penerangan tentang
kebahasaan yang belum terungkap dalam hasil kodifikasi itu.
Penyebaran Kamus Besar Bahasa Indonesia, misalnya kadang-kadang
harus diikuti oleh kegitan penyuluhan bahasa karena pada saat
kamus tersebut disebarkan, kata-kata baru telah bermunculan.
Dengan kegiatan penyuluhan bahasa seperti itu kekurangan yang
ada dalam kamus tersebut dapat dijelaskan atau diatasi.
Jika dilihat jenis kelompok sasaran pembinaan dan
pengembangan bahasa, penyuluhan bahasa dapat ditujukan kepada
tiga khalayak. Ketiga khalayak itu menurut Moeliono (1981:148)
adalah khalayak umum, kelompok khusus, dan orang seorang.
27
a) Penyuluhan Khalayak Umum
Penyuluhan bahasa yang ditujukan kepada khalayak umum
biasanya dilakukan dengan bantuan media massa, seperti surat
kabar, majalah, radio, dan televisi. Penyuluhan bahasa melalui
surat kabar dan majalah biasanya dilakukan dengan suatu rubrik
khusus yang memuat masalah bahasa. Tentu saja, pemuatan
permasalahan bahasa yang ada di dalam rubrik itu haruslah
mempersoalkan tema yang sesuai dengan misi majalah atau surat
kabar yang bersangkutan. Biasanya pemunculan penyuluhan bahasa
Indonesia di surat kabar dan majalah dilakukan secara berakala.
Surat kabar Republika, misalnya, akan memuat rubrik kebahasaan
pada hari Sabtu secara terus menerus.
Kegiatan penyuluhan untuk khalayak umum melalui radio dan
televisi biasanya dilakukan suatu acara khusus. Kegiatan tersebut
pada saat ini telah dilakukan di Radio Republik Indonesia (RRI)
secara berkala. Penyuluhan tersebut diikuti oleh radio-radio
swasta di seluruh tanah air. Penyuluhan melalui radio dan
televisi ini merupakan suatu penyuluhan yang disampaikan secara
lisan. Oleh sebab itu, dalam kegiatan penyuluhan ini tidak
dilakukan serupa dengan proses belajar di sekolah. Kegiatan ini
lebih banyak bersifat menggugah masyarakat untuk bersikap positif
terhadap bahasa Indonesia. Dengan penggugahan itu pemakaian
bahasa Indonesia di kalangan masyarakat dapat meningkat.
b) Penyuluhan Kelompok Khusus
28
Kegiatan penyuluhan kelompok khusus dapat dilakukan pada
para karyawan suatu instansi, baik instansi pemerintah maupun
instansi pemerintah. Corak penyuluhan kelompok khusus tidak sama
dengan penyuluhan khalayak umum. Karena sasaran penyuluhan adalah
orang yang mempunyai kepentingan yang sama, materi yang
disuluhkan dapat ditentukan bersama. Pada instansi tertentu para
karyawan memerlukan kejelasan tentang ejaan. Pada instansi lain
para karyawannya memerlukan kejelasan mengenai bahasa surat.
Dengan demikian terlihat bahwa penyuluhan kelompok khusus itu
bergantung pada keperluannya.
c) Penyuluhan Orang Seorang
Penyuluhan bahasa melalui orang seorang merupakan penyuluhan
yang lebih khusus. Penyuluhan tersebut dapat terlihat pada saat
seseorang datang kepada petugas menanyakan persoalan kebahasaan
yang belum diketahuinya. Penyuluhan seperti itu berlaku pula bagi
seseorang yang menayakan persoalan bahasa yang belum diketahuinya
melalui telepon kepada petugas kebahaasaan. Para petugas harus
menjawab pertanyaan yang diajukan orang itu dengan jawaban dalam
bahasa Indonesia yang baik dan benar. Di samping itu, ada pula
anggota masyarakat yang bertanya dengan media surat. Para petugas
menjawab pertanyaan tersebut dengan surat pula dengan menggunakan
surat. Dengan demikian, persoalan bahasa yang dijelaskan di
dalamnya dapat sampai pada pengirim surat itu. Kemudian, secara
tidak langsung petugas telah pula menyuluhkan format surat kepada
orang tersebut.
29
7. Kegiatan Penelitian Bahasa dan Sastra
Penelitian bahasa dan sastra merupakan kegiatan yang
mendukung pekerjaan mengembangkan bahasa. Setiap tahun terdapat
lebih dari 20 buah hasil penelitian bahasa dan sastra yang
terdapat di berbagai lembaga pemerintah dan swasta. Kegiatan
penelitian dilaksanakan sebagai upaya untuk (1) mengembangkan
bahasa dan sastra Indonesia yang memenuhi tuntutan kehidupan
masyarakat Indonesia modern dalam berbagai aspek, seperti aspek
politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan kebudayaan;
(2) melestarikan bahasa dan sastra daerah sebagai warisan budaya
bangsa serta memanfaatkannya sebagai sumber dalam pengembangan
bahasa dan sastra Indonesia.
4. BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR
1. Bahasa Indonesia yang Baik
30
Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa Indonesia yang
digunakan sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku.
Misalnya, dalam situasi santai dan akrab, seperti di warung kopi,
di pasar, di tempat arisan, dan di lapangan sepak bola hendaklah
digunakan bahasa Indonesia yang santai dan akrab yang tidak
terlalu terikat oleh patokan. Dalam situasi resmi, seperti dalam
kuliah, dalam seminar, dalam sidang DPR, dan dalam pidato
kenegaraan hendaklah digunakan bahasa Indonesia yang resmi, yang
selalu memperhatikan norma bahasa.
2. Bahasa Indonesia yang Benar
Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang
digunakan sesuai dengan kaidah atau aturan bahasa Indonesia yang
berlaku. Kaidah bahasa Indonesia itu meliputi kaidah ejaan,
kaidah pembentukan kata, kaidah penyusunan kalimat, kaidah
penyusunan paragraf, dan kaidah penataan penalaran. Jika ejaan
digunakan dengan cermat, kaidah pembentukan kata diperhatikan
dengan saksama, dan penataan penalaran ditaati dengan konsisten,
pemakaian bahasa Indonesia dikatakan benar. Sebaliknya, jika
kaidah-kaidah bahasa itu kurang ditaati, pemakaian bahasa
tersebut dianggap tidak benar.
3. Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia
yang digunakan sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku
dan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang berlaku.
31
Pemakaian lafal daerah, seperti lafal bahasa Jawa, Sunda,
Bali, dan Batak dalam berbahasa Indonesia pada situasi resmi
sebaiknya dikurangi. Kata memuaskan yang diucapkan memuasken
bukanlah lafal bahasa Indonesia.
Pemakaian lafal asing sama saja salahnya dengan pemakaian
lafal daerah. Ada orang yang sudah biasa mengucapkan kata logis
dan sosiologi menjadi lohis dan sosiolohi. Ada lagi pemakai bahasa yang
mengucapkan kata sukses menjadi sakses. Kesemuanya itu merupakana
pengucapan yang perlu dibenahi jika kita berbicara dengan bahasa
Indonesia dalam situasi resmi.
4. Pokok-Pokok Bahasa Yang Benar
Kaidah yang mengatur pemakaian bahasa itu meliputi kaidah:
ejaan, pembentukan kata, pemilihan kata, penyusunan kalimat, dan
pembentukan paragraf.
32
5. YANG PATUT MENJADI ANUTAN DALAM
BERBAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR
Bahasa Indonesia sudah ditetapkan sebagai bahasa negara,
seperti tercantum dalam pasal 36, Undang-unndang Dasar 1945. Oleh
karena itu, semua warga negara Indonesia wajib menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar.
Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar juga
merupakan hasrat seluruh rakyat Indonesia. Hasrat itu tertuang
dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1988 tentahg Garis-garis Besar
33
Haluan negara Sektor kebudayaan butir f, yang menyatakan bahwa
pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia perlu terus
ditingkatkan, serta penggunannya secara baik dan benar, dan penuh
kebanggan perlu dimasyarakatkan sehingga bahasa Indonsia menjadi
wahana komunikasi yang mampu memperkokoh persatuan dan kesatuan
serta mendukung pembangunan bangsa.
Semua warga negara Indonesia wajib membina dirinya masing-
masing dalam pemakaian bahasa Indonesia agar bahasa Indonesia
tumbuh dan berkembang sesuai dengan kaidah yang berlaku. Kita
tidak sepatutnya mengatakan, “Ah, masa bodoh soal kaidah bahasa.
Itu urusan ahli bahasa, atau “Ah, salah tentang ejaan tidak apa-
apalah. Yang penting bagi kita, bahasa dapat dimenerti dan
komunikatif.” Pemakai bahasa Indonesia tidak dibenarkan,
misalnya, menggunakan lafal bahasa daerah atau lafal bahasa asing
dalam berbahasa Indonesia. Demikian pula, kurang terpijilah orang
yang menggunakan bahasa Indonesia yang kosa katanya bercampur
dengan kata bahasa asing hanya karena ingin tampak “gagah” atau
karena ingin memperlihatkan tingkat keintelektualannya.
Pertanyaan yang timbul sekarang adalah siapakah yang
ditugasi membina pemakaian bahasa dan siapa pula yang harus
menjadi anutan dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar?
Jawabnya, secara resmi yang ditugasi membina dan mengembangkan
bahasa Indonesia adalah pemerintah, dalam hal ini Depatemen
Pendidikan dan kebudayaan, yang mendelegasikan wewenangnya kepada
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Akan tetapi tidak
semata-mata Pusat Bahasa yang memikul beban tersebut. Semua warga
34
negara Indonesia mempunyai kewajiban melaksanakan pembinaan
bahasa. Usaha pembinaan bahasa yang dilancarkan dengan gigih oleh
Pusat Bahasa akan gagal jika tidak diikuti oleh kesadaran kita
untuk membina diri kita masing-masing dalam berbahasa. Kerja
keras Pusat bahasa dalam membina masyarakat untuk berbahasa
dengan benar, baik dilakukannya melalui televisi, radio, maupun
surat kabar, tidak ada artinya jika kaidah-kaidah kebahasaan
tidak diindahkan oleh seluruh lapisan masyarakat. Lebih tragis
lagi, usaha Pusat Bahasa akan sia-sia jika mereka yang patut
menjadi anutan dalam berbahasa tidak berusaha menerapkan kaidah-
kaidah bahasa Indonesia ketika berkomunikasi dengan masyarakat.
Itulah sebabnya, salah satu putusan Kongres V Bahasa Indonesia
tahun 1988 menyatakan bahwa dalam konteks budaya yang memberi
penekanan pada prinsip anutan, kongres mengimbau agar para
pejabat lebih berhati-hati dalam memakai bahasa Indonesia yang
baik dan benar. Putusan kongres itu beralasan sebab dalam
masyarakat kita terdapat nilai budaya yang banyak berorientasi
vertikal ke arah tokoh, pembesar, yang berpangkat tinggi, atasan
senior (Koentjaraningrat, 1974:69). Pengaruh pemakaian bahasa
para anutan itu sangat besar bagi masyarakat yang diajaknya
berkomunikasi. Lalu, siapakah yang patut menjadi anutan dalam
berbahasa Indonesia yang baik dan benar? Jawabnya, yang patut
menjadi anutan dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar,
antara lain, sebagai berikut.
1. Presiden dan Wakil Presiden
35
Di negara mana pun di dunia ini seorang kepala negara, baik
presiden, perdana menteri, sultan, maupun raja, memiliki wibawa
yang tinggi dan mempunyai pengaruh yang sangat kuat di mata
masyarakatnya. Setiap putusan dan petunjuknya selelu diperhatikan
rakyatnya. Setiap wejangan dan arahannya selalu dijadikan
landasan berpijak oleh aparat bawahannya, yang pada gilirannya
dijadikan pedoman oleh seluruh warga negaranya. Demikian jua,
pemakaian bahasa presiden atau wakil presiden akan berpengaruh
bagi pemakai yang lain.
Kata dan ungkapan yang diucapkan presiden dan wakil presiden
akan dijadikan pola dan ditiru oleh para pejabat yang lain dan
oleh masyarakat luas. Tidaklah mengherankan jika setelah presiden
atau wail presiden menggunakan suatu ungkapan tertentu ketika
mencanangkan sesuatu, misalnya, dan ungkapan itu sangat berkesan
di hati pendengarnya, akan muncullah di dalam masyarakat beberapa
ungkapan lain dengan menggunakan pola yang sama seperti yang
diucapkan presiden atau wakil presiden.
2. Menko dan Menteri
Para menko dan menteri memiliki kekuasaan yang besar dalam
mengemudikan negara dan bangsa ini. Mereka, sebagai pembantu
presiden mempunyai wewenang untuk menyusun kebijakan dalam
bidangnya masing-masing. Ketika menyampaikan kebijakannya itulah,
seperti ketika memimpin rapat kerja departemen, ketika
melangsungkan dengar pedapat di DPR, atau ketika memberikan
keterangan melalui TVRI, para menko dan menteri sepatutnya
36
menggunakan bahasa yang baik dan benar. Ucapan mereka akan
berpengaruh bagi aparat bawahannya dan tidak mustahil dalam waktu
singkat ucapan itu akan tersebar luas ke seluruh pelosok tanah
air.
3. Pemimpin Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara
Ketua dewan Perwakilan Rakyat/Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Ketua Dewan Pertimbangan Agung, Gubernur Bank Indonesia,
dan Jaksa Agung merupakan pejabat yang ucapan-ucapan mereka akan
terasa membekas di hati pendengarnya. Demikian juga, pemimpin
instansi nondepartemen, seperti Ketua LIPI, Kepala BP-7, Ketua
LAN, dan Ketua BKKBN, adalah pejabat yang kata-katanya menjadi
menjadi perhatian seluruh masyarakat. Para pendengar akan
terkesan dengan contoh dan ilustrasi yang dikemukakan oleh para
ketua lembaga tertinggi/tinggi negara dan pemimpin instansi
nondepartemen tersebut, selanjutnya, pemakaian bahasa mereka
turut mewarnai pemakaian bahasa para pejabat yang lain, baik di
pusat maupun di daerah.
4. Pemimpin ABRI
Instruksi yang disampaikan oleh pemimpin ABRI, baik secara
lisan maupun secara tertulis, hendaklah jelas dan lugas aga
instruksi tersebut tidak menimbulkan salah paham bagi penerima
instruksi. Kesalahpahaman akan menghasilkan salah arah dan salah
langkah bagi kesatuan-kesatuan yang lebih kecil. Agar terasa
37
jelas dan lugas, hendaklah instruksi itu disusun dalam kalimat
yang efektif dengan penataan penalaran yang baik.
5. Guru dan Dosen
Prof. Dr. J.S. Badudu dalam suatu acara “Siaran Pembinaan
Bahasa Indonesia di TVRI” mengatakan bahwa tulisan atau karangan
siswa dan mahasiswa di sekolah-sekolah, baik di tingkat dasar,
tingkat menengah, maupun tingkat perguruan tinggi rata-rata
buruk. Mereka banyak membuat kesalahan dalam pemakaian ejaan,
pemilihan kata, atau dalam penyusunan kalimat. Disarankan oleh
guru besar Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran agar guru dan
dosen bahasa Indonesia mau mengoreksi tulisan anak-anak dan
memberikan bentuk yang betul. Dalam hubungan itu, yang diinginkan
oleh Badudu agar guru dan dosen bahasa Indonesia menguasai lebih
dahulu kaidah-kaidah bahasa yang berlaku. Bahkan, agar para siswa
dan mahasisiwa terbiasa berbahasa yang benar. Guru dan dosen
bidang studi lain pun diharapkan dapat membantu tugas guru bahasa
Indonesia. Dengan begitu. Para siswa dan mahasiswa tidak akan
dipusingkan oleh anjuran yang berbeda, yaitu guru bahasa
Indonesia menganjurkan “begini”, sedangkan guru bidang studi lain
menganjurkan “begitu” dalam pemakaian bahasa.
6. Wartawan dan Penerbit
Para wartawan TVRI/RRI serta wartawan berbagai surat kabar
dan majalah redaksi penerbit sangat besar peranannya dalam
pembinaan bahasa Indonesia. Berita pada TVRI, RRI, surat kabar,
38
dan majalah, serta tulisan dalam buku-buku yang merupakan produk
wartawan dan redaksi penerbit sangat mewarnai pemakaian bahasa
dalam masyarakat. Oleh karena itu, suatu hal yang sangat masuk
akal jika para wartawan dan redaksi penerbit perlu meningkatkan
kemahirannya dalam memperagakan bahasa yang baik dan benar dalam
tulisan-tulisan mereka.
Berkenaan dengan pemakaian bahasa Indonesia khususnya di
radio siaran, Menteri Penerangan, dalam suatu kesempatan
mengatakan bahwa masih banyak radio siaran yang mengabaikan
ajakan untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar,
bahkan tidak jarang pula yang ikut-ikutan menggunakan “bahasa
rusak”. Untuk itu, diharapkan agar bahasa Indonesia yang
digunakan di radio siaran dapat dijadikan anutan dalam penggunaan
bahasa baku. Di samping iu, fasilitas ini harus bersifat mendidik
memenuhi selera yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat
pendengar.
Pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam setiap
acara resmi atau formal di TVRI, RRI, surat kabar, majalah, dan
buku merupakan guru yang paling berpengaruh dan akan mempunyai
dampak yang positif dalam pemakaian bahasa masyarakat.
Sebaliknya, jika bahasa dalam media massa elektonika dan media
massa cetak, atau bahasa dalam buku kacau, pengaruh yang
ditimbulkannya akan segera meraja lela ke semua pemakai bahasa,
terutama berpengaruh kepada mereka yang awam bahasa. Dalam kaitan
ini, penulis berpendapat bahwa usaha guru dan dosen bahasa
Indonesia di sekolah-sekolah dalam membina anak didik untuk
39
berbahasa yang benar akan hilang tanpa bekas jika bahasa yang
digunakan para penyiar televisi dan radio, surat kabar, dan buku
kurang menunjang karena anjuran guru di dalam kelas berbeda
dengan pemakaian bahasa dalam media massa dan dalam buku, di
luar kelas.
Karena bahasa dalam setiap acara televisi, radio, dan bahasa
surat kabar, majalah, serta buku merupakan guru yang paling
berpengaruh dan jangkauannya paling luas, hendaknya semua pihak
yang menangani media massa elektronika/cetak tersebut menuangkan
pikirannya dengan tertib dan cermat. Untuk itu, langkah-langkah
yang berikut agaknya patut dipertimbangkan.
1) Pihak redaksi mengadakan kursus bahasa Indonesia seacara
intensif dan terus menerus bagi karyawannya, dari pegawai
yang satu ke pegawai yang lain, seperti pemimpin redaksi,
wartawan, pengetik, penyunting, pemeriksa, penegeset (tukang
set).
2) Pegawai baru yang akan bekerja di media massa
elektronika/cetak hendaknya betul-betul memiliki kemahiran
berbahasa yang memadai (dibuktikan dari hasil tes bahasa).
3) Pihak TVRI dan RRI hendaknya selalu mengingatkan setiap
orang/pejabat yang akan tampil di TVRI atau RRI untuk
berbahasa dengan cermat dan tertib.
4) Setiap penerbit buku selayaknya mempunyai tenaga penyunting
bahasa yang betul-betul menguasai aturan bahasa.
7. Sekretaris dan Pengonsep Pidato
40
Bahwa peranan sekretaris dan para pengonsep pidato sangat
besar dalam pembinaan bahasa Indonesia masyarakattidak dapat
dimungkiri. Para sekretaris yang tugas sehari-harinya menulis ide
dan gagasan pemimpin instansinya wajib menguasai kaidah-kaidah
bahasa. Surat-surat yang ditulisnya seharusnya terhindar dari
kesalahan penerapan ejaan, penyusunan kalimat, dan penataan
penalaran agar surat yang dihasilkannya membawa pengaruh bahasa
yang baik bagi pembacanya. Demikian juga, pengaruh pengonsep
pidato. Tulisannya yang kemudian diucapkan oleh pemimpin
instansinya akan didengarkan oleh ratusan atau ribuan karyawan.
Lebih-lebih lagi jika pidato yang ditulis oleh sekretaris itu
disampaikan oleh kepala negara. Pidato itu akan disimak oleh
berjuta-juta orang di seluruh wilayah negara. Susunan kalimat
yang baik dengan disertai nalar yang jernih dalam pidato juga
akan melahirkan pengalaman berbahasa yang baik bagi berjuta-juta
pendengarnya.
8. Pemuka Agama
Sudah kita ketahui bahwa para pemuka agama berfungsi sebagai
penyebar kebajikan yang dibawa ajaran agamanya masing-masing.
Mubalig akan berceramah di majelis taklim di masjid; pendeta akan
berkotbah dan memimpin kebaktian di gereja, di tempat yang kudus,
Demikian juga, pemimpin agama yang lain akan berkhotbah di tempat
ibadat bagi agamanya. Fatwa mereka akan menyentuh lubuk hati yang
paling dalam bagi umatnya. Petuah dan nasihatnya selalu
direnungkan oleh jemaatnya. Kemudian, para jemaat akan berusaha
41
sedapat-dapatnya melaksanakan fatwa dan nasihat pemimpin
agamanya. Dalam kaitan inilah, pemakaian bahasa yang tertib dan
cermat oleh para pemuka agama akan menjadi teladan bagi umatnya.
Jika seorang pemuka agama, misalnya dalam suatu khotbahnya
menggunakan ungkapan Tuhan Yang Kekasih, ungkapan tersebut akan
digunakan pula oleh, sekurang-kurangnya, umat yang mendengarkan
khotbah tersebut. Padahal, ungkapan itu tidak tepat karena kata
Tuhan termasuk nomina atau kata benda yang diterangkan oleh yang
kekasih yang juga nomina. Seharusnya kata Tuhan diterangkan oleh
verba (kata kerja) atau kata sifat, seperti Tuhan Yang Maha
Mengasihi atau Tuhan Yang Maha Pengasih, atau TuhanYang Mahakasih.
Selain pejabat dan tokoh yang sudah disebutkan, sebenarnya
masih banyak atau pemimpin instansi, baik di kalangan
pemerintaan, kalangan swasta, maupun di kalangan organisasi massa
seperti gubernur, bupati, rektor, direktur utama, dan ketua umum
suatu organisasi massa yang harus menjadi anutan bawahannya dalam
berbahasa yang benar. Pada dasarnya, semua pemimpin yang
membawahkan berjuta-juta rakyat, seperti pemimpin negara, maupun
pemimpin yang membawahkan beberapa orang saja, seperti pemimpin
kantor kelurahan.
42
7. BENTUK BAKU DAN TIDAK BAKU
1. Manakah pelafalan ABRI yang benar [abri] atau [a-be-er-i]?
Singkatan dan akronim dalam bahasa Indonesia dilafalkan
dengan cara yang berbeda. Singkatan selain dilafalkan huruf demi
huruf, juga dilafalkan sesuai dengan bentuk lengkapnya, seangkan
akronim lazimnya dilafalkan sebagaimana kata biasa. Sejalan
dengan itu, SMAN, misalnya seperti halnya BRI, BNI, dan DPR
tergolong singkatanyang dilafalkan huruf demi huruf . Oleh karena
itu singkatan tersebut dilafalkan dengan [es-em-a- en]. [be-er-
i], [be-en-i], dan [de-pe-er].
Berbeda dengan singkatan itu ABRI dapat dilafalkan dengan
dua cara berdasarkan dua pertimbangan yang berbeda. Jika
dipandang sebagai singkatan, ABRI dilafalkan huruf demi huruf
43
menjadi [a-be-er-i]. Akan tetapi, jika dipandang sebagai akronim,
ABRI dilafalkan dengan [abri].
Dua sudaut pandang itu timbul karena di satu pihak ABRI
dapat dipandang sebagai singkatan dan di pihak lain dapat
dipandang sebagai akronim. ABRI dapat dipandang sebagai sangkatan
karena terbentuk dari gabungan huruf awal suatu kata, seperti
halnya BRI,BNI,dan DPR. Di pihak lain, ABRI dapat dipandang
sebagai akronim karena dapat dilafalkan sebagai kata biasa,
seperti halnya SIM, Akmil, dan tilang. Dengan demikian, perbedaan
sudut pandang itu pun pada akhirnya dapat menyebabkan perbedaan
dalam pelafalannya.
Walaupun dapat dilafalkan dengan dua cara , pelafalan yang
lazim untuk ABRI ialah [abri]. Sangat jarang pemakai bahasa yang
melafalkan dengan [a-be-er-i]. Kenyataan ini menunjukkan bahwa
ABRI lebih cenderung dipandang sebagai akronim.
2. Bagaimanakh melafalkan singkatan dan akronim asing?
Singkatan akronim asing pelafalannya diperlakukan agak
berbeda dengan singkatan dan akronim bahasa Indonesia. Sebagai
singkatan, huruf dari bahasa mana pun dilafalkan menurut namanya
dalam abjad bahasa kita. Oleh karena itu, singkatan asing pun
dilafalkan seperti halnya bahasa kita.
Misalnya:
Singkatan Lafal baku Lafal Tidak baku
FAO [ef-a-o] [ef-ey-ow]
44
IGGI [i-ge-ge-i] [ay-ji-ji-ay]
BBC [be-be-ce] [bi-bi-si], [be-be-se]
AC [a-ce] [ei-si], [a-se]
WC [we-ce] [dabiyu-si], [we-se]
TV [te-ve] [ti-vi]
TVRI [te-ve-er-i] [ti-vi-er-i]
Ketika bahasa Indonesia masih menggunakan ejaan lama,
pelafalan [be-be-se], [a-se], dan [we-se] untuk singkatan asing
BBC,AC, dan WC dapat dibenarkan sebab pelafalan itu sesuai dengan
nama huruf c dalam ejaan lama, yaitu se. Akan tetapi, sejak EYD
diresmikan dan nama huruf c mengalami perubahan dalam abjad kita,
pelafalan BBC, AC, dan WC pun berubah sesuai dengan nama huruf
yang berlaku sekarang. Dengan demikian, pelafalan BBC, AC, dan WC
dengan [be-be-se, [a-se], dan [we-se] sekarang dipandang tidak
baku. Pelafalannya yang baku ialah [be-be-ce], [a-ce], dan [we-
ce] karena disesuaikan dengan nama huruf c, yaitu [ce].
Dalam hubungan itu, singkatan asing tidak dilafalkan sesuai
dengan lafal asingnya karena hal itu dapat menyulitkan para
pemakai bahasa kita. Jika singkatan dari bahasa Inggris harus
dilafalkan menurut nama huruf dalam bahasa Inggris, misalnya ,
bagaimana kalau kita dihadapkan pada singkatan dari bahasa asing
yang lain, seperti Prancis, Rusia, Jerman, dan Jepang? Berapa
banyak masyarakat kita yang mengenal nama huruf di dalam bahasa-
bahasa itu? Bagaimana pula melafalkan huruf dalam bahasa-bahasa
itu, tentu tidak banyak yang tahu.
45
Dengan pertimbangan bahwa orang Indonesia yang paham bahasa
Indonesia dengan abjadnya lebih banyak daripada jumlah orang yang
mengenal bahasa asing dengan abjadnya, sebaiknya singkatan dari
bahasa mana pun, demi kejelasan informasi yang akan disampaikan
kepada masyarakat luas, dilafalkan menurut nama huruf yang
terdapat dalam abjad bahasa Indonesia. Jadi, singkatan asing yang
terdapat dalam bahasa Indonesia tetap dilafalkan sesuai dengan
lafal bahasa Indonesia.
Berbeda dengan singkatan, akronim lazimnya dipandang seperti
halnya kata biasa. Dalam hal ini, akronim asing pun dipandang
identik dengan kata asing. Kalau kata asing dilafalkan mengikuti
lafal aslinya, akronim asing pun dilafalkan sesuai dengan lafal
akronim itu dalam bahasa aslinya. Dengan demkian, akronim asing
yang digunakan dalam bahasa Indonesia, terutama yang pemakaiannya
sudah bersifat internasional, dilafalkan sesuai dengan lafal
bahasa aslinya.
Misalnya:
Akronim Lafal baku lafal Tidak Baku
Unesco [yunesko] [unesko]
Unicef [yunisyef] [unicef]
3. Bagaimana melafalkan huruf c pada kata pasca dan civitas
academica?
46
Kata pasca dan civitas academica berasal dari bahasa yang
berbeda. Kata pasca berasal dari bahasa Sanskerta, sedangkan civitas
academica dari bahasa Latin. Oleh karena asalnya berbeda, cara
melafalkannya pun tidak sama.
Huruf c pada kata pasca, sesuai dengan bahasa aslnya,
dilafalkan dengan [c], dan bukan [k]. Sejalan dengan itu, kata
pasca pun dalam bahasa kita dilafalkan dengan [pasca], bukan
[paska], misalnya pada pascapanen [pascapanen] dan pascasarjana
[pascasarjana]. Di dalam kamus pun tidak ada keterangan yang
memberi petunjuk bahwa pasca harus dilafalkan [paska]. Oleh
karena itu, pascapanen dan pascasarjana tidak dilafalkan dengan
[paskapanen] dan [paskasarjana], tetapi dilafalkan dengan
[pascapanen] dan [pascasarjana]. Bandingkan pelafalan pasca
dengan panca, yang juga merupakan unsur serapan dari bahasa yang
sama, yaitu bahasa Sanskerta. Dalam hal ini panca pun dilafalkan
dengan [panca], bukan [panka], misalnya pada kata Pancasila dan
pancakrida.
Huruf c dari bahasa latin, seperti halnya dari bahasa
Inggris, tidak dilafalkan dengan [c], tetapi di satu pihak huruf
itu dapat dilafalkan dengan [s], dan di pihak lain huruf itu
dapat dilafalkan dengan [k]. Huruf c asing, sesuai dengan
penyerapannya, dilafalkan dengan [s] jika huruf itu diikuti oleh
huruf e, i, dan y.
Misalnya:
cent -------- sen
47
central -------- sentral
circulation -------- sirkulasi
cylinder ------- silinder
Huruf c asing dilafalkan dengan [k] jika huruf itu diikuti oleh
huruf a, u, o, dan konsonan.
Misalnya:
corelation ---------- korelasi
calculation ---------- kalkulasi
cubic ---------- kubik
construction ---------- konstruksi
classification ---------- kalsifikasi
Sejalan dengan keterangan itu, huruf c pada civitas pun
dilafalkan dengan [s] karena terletak di muka i, tetapi pada
academica, huruf c dilafalkan dengan [k] karena terletak di muka
a. Dengan demikian, civitas academica dilafalkan dengan [sivitas
akademika], bukan [sivitas academica].
4. Bagaimanakah melafalkan angka tahun 1989 yang benar dan
melafalkan angka 0?
Sampai saat ini pelafalan angka tahun dan angka memang masih
cukup bervariasi. Tahun 1989, misalnya, ada yang melafalkannya
dengan [satu-sembilan-delapan sembilan] atau angka demi angka,
tetapi ada pula yang melafalkannya dengan [sembilan belas
delapan- sembilan]. Di samping itu, tidak sedikit juga yang
melafalkannya dengan [seribu sembilan ratus delapan puluh
48
sembilan]. Dari berbagai variasi itu, pelafalan yang dipandang
resmi adalah pelafalan yang terakhir, yaitu [seribu sembilan
ratus delapan puluh sembilan]. Pelafalan itu pulalah yang
sebaiknya digunakan, sedangkan dua pelafalan yang lain dipadang
tidak baku,
Angka 0 berarti ‘kosong’atau ‘tidak ada apa-apanya’. Dalam
bahasa kita pelafalan angka itu, yang sebaiknya digunakan adalah
[nol], bukan [kosong]. Misalnya, nomor telepon 306039 dilafalkan
dengan [tiga-nol-enam-nol-tiga-sembilan], bukan [tiga-kosong-
enam-kosong-tiga-sembilan].
Pelafalan angka 0 dengan [kosong] kemungkinan dipengaruhi
oleh bahasa Inggris zero , yang dalam bahasa kita memang sering
diterjemahkan dengan kosong
5. Manakah pelafalan yang benar [energi], [enerkhi], atau
[enerji]?
Kata energi dalam bahasa Indonesia diserap dari kata asing
energy (Inggris). Sesusi dengan nama huruf di dalam abjad bahasa
Indonesia, huruf g tetap dilafalkan dengan [g], bukan [kh] atau
[j]. Oleh karena itu pelafalan yang baku untuk kata energi adalah
[energi], bukan [enerkhi] atau [enerji].
Pelafalan g dengan [kh] diduga merupakan pengaruh dari lafal
bahasa Belanda, sedangkan dengan [j] diduga pengaruh lafal
bahasa Inggris. Dalam berbahasa Indonesia yang baik, pelafalan
yang terpengaruh bahasa asing itu patut dihindari karena lafal
49
bahasa Indonesia yang baik adalah lafal yang tidak menampakkan
pengaruh dari bahasa lain, baik bahasa daerah maupun bahasa
asing.
Beberapa contoh pelafalan kata yang serupa dapat dilihat di bawah
ini.
Kata Lafal Baku Lafal Tidak Baku
biologi [biologi] [biolokhi], [bioloji]
teknologi [teknologi] [teknolokhi],
[teknoloji]
filologi [filologi] [filolokhi], [filoloji]
sosiologi [sosiologi] [sosiolokhi],
[sosioloji]
fonologi [fonologi] [fonolokhi], [fonoloji]
Seperti tampak pada contoh di atas, lafal yang baku adalah
lafal yang sebaiknya digunakan, sedangkan yang tidak baku
sebaiknya kita hindari.
6. Pusat Pendidikan dan Latihan atau Pusat Pendidikan dan
Pelatihan?
Jika pendidikan itu diartikan ‘proses mendidik’ dan didikan
diartikan’ hasil mendidik’, dengan taat asas ‘ proses melatih’
akan menjadi pelatihan, dan latihan akan diartikan ‘hasil
melatih, ‘yang dilatihkan’. Sejalan dengan itu, yang benar adalah
50
Pusat Pendidikan dan Pelatihan, bukan Pusat pendidikan dan
Latihan.
7. Bebas parkir atau parkir gratis?
Kata free parking berarti ’dibebaskan dari pembayaran parkir,
parkir gratis atau parkir cuma-cuma. Kata no parking berarti
‘dilarang parkir’atau ‘bebas parkir’ atau ‘bebas dari parkir’.
Kawasan bebas becak berarti ‘tempat yang bebas dari becak’, bebas
banjir ‘bebas dari banjir’, bebas pajak ‘ bebas dari pajak.
Tidak tepat jika free parking dipadankan dengan bebas parkir.
Yang benar untuk kata free parking adalah ‘parkir gratis’, ‘parkir
tanpa bayar’.
8. Sudah benarkah penulisan (1) mengolahragakan masyarakat, (2)
ulang tahun Korpri ke-14, (3) Digahayu HUT RI ke XXX?
(1) Untuk mengimbau masyarakat agar gemar berolahraga
dipakai orang ungkapan mengolahragakan masyarakat.Ungkapan itu
kurang tepat. Imbuhan me-....-kan pada bentuk mengolahragakan
masyarakat, menurut kaidah bahasa Indonesia berarti ‘membuat ...
jadi ....’ , yakni’ membuat masyarakat menjadi olah raga’. Untuk
mengungkapkan arti ‘membuat masyarakat berolah raga’ hendaklah
digunakan imbuhan memper- ... –kan. Jadi bentuk yang benar adalah
memperolahragakan masyarakat, bukan mengolahragakan masyarakat.
51
(2) Bentuk Ulang Tahun Korpri ke-14 dianggap kurang cermat
karena dapat ditafsirkan bahwa di negara kita sekurang-kurangnya
ada 14 macam Korpri. Yang berulang tahun pada saat itu adalah
Kopri ke -14. Dalam penyusunan kata yang cermat, sebaiknya ke -14
itu didekatkan pada ulang tahun karena memang yang dirayakan itu
adalah ulang tahun ke -14 Korpri. Jadi, penulisan yang benar
adalah Ulang Tahun Ke 14 Korpri.
(3) Setiap menjelang peringatan hari kemerdekaan republik
Indonesia banyak dijimpai tulisan yang mengungkapkan ucapan
“selamat Ulang Tahun Republik Indonesia”. Ungkapan itu dalam
pemakaiannya sangat bervariasi. Dari berbagai variasi itu ada
beberapa di antaranya yang penulisannya kurang tepat. Hal itu
dapat diperlihatkan pada contoh di bawah ini.
(1) DIRGAHAYU HUT RI Ke-64
(2) DIRGAHAYU RI KE-64
Penulisan dan penyusunan contoh (1) itu dilakukan secara
tidak cermat sehingga dapat menimbulkan salah tafsir. Penggunaan
kata dirgahayu pada kalimat di atas jelas tidak tepat karena
dirgayu ditempatkan di depan kata hari ulang tahun (HUT). Kata
dirgahayu merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta yang
berarti’ ‘panjang umur’ atau ‘(mudah-mudahan) berumur panjang’.
Kalau kalimat di atas dialihkan, maka kalimat itu menjadi:
MUDAH-MUDAHAN PANJANG UMUR HUT RI KE-64
MUDAH-MUDAHAN PANJANG UMUR RI KE- 64
52
Yang didoakan panjang umurnya bukan negara republik
Indonesia, melainkan hari ulang tahunnya. Hari ulang tahun itu
hanya berumur sehari. Yang diserukan agar panjang umurnya bukan
negara Republik Indonesia, melainkan hari ulang tahun yang ke-30.
Jelas, penggunaan kata dirgahayu seperti di atas tidak tepat.
Kalimat yang dapat digunakan sebagai berikut.
DIRGAHAYU RI BER- HUT KE- 64
Jadi, yang didoakan agar panjang umurnya itu ialah negara
Republik Indonesia yang berhari ulang tahun ke 64.
Ketidak tepatan contoh (2), yaitu dirgahayu RI ke-64,
terletakpada penempatan kata bilangan tingkat. Dalam hal ini kata
bilangan tingkat yang diletakkan sesudah RI (RI Ke-30) dapat
menimbulkan kesan bahwa RI seolah-olah berjumlah 64 atau mungkin
lebih. Kesan itu dapat menimbulkan pengertian bahwa yang sedang
berulang tahun adalah RI yang ke-64 bukan Ri yang ke-10, ke15,
atau yang lain. Padahal kita mengetahui bahwa di dunia ini hanya
ada sari RI, yaitu Republik Indonesia yang sedang berulang tahun
ke 64. Untuk mrnghindari kemungkinan terjadinya salah tafsir
semacam itu, susunan RI ke-64 harus kita ubah. Pengubahan itu
dilakukan dengan memindahkan kata bilangan tingkat ke-64 ke
posisi sebelum RI dan menggantikan kata dirgahayu dengan sehingga
susunannya menjadi HUT ke-64 RI.
Atas dasar uraian di atas, dapat digunakan kalimat-kalimat
sebagai berikut.
DIRGAHAYU RI
53
HUT KE-64 RI
DIRGAHAYU KEMERDEKAAN KITA
9. Menyolok atau Mencolok?
Kata menyolok dan mencolok sama-sama sering digunakan oleh
pemakai bahasa Indonesia. Meskipun demkian, di antara keduanya
hanya satu bnebtukanyang sesuai dengan kaidah pembentukan kata
bahasa Indonesia.
Untuk mengetahui bentukan kata yang benar, kita perlu
mengetahui dasar dari bentukan itu. Untuk itu, kita dapat
memeriksanya di dalam kamus. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
ternyata hanya ada kata dasar colok
Kalimat Tidak Logis atau Tidak Bernalar
Penalaran adalah suatu proses berpikir untuk menghubung-
hubungkan fakta yang ada sehingga sampai pada suatu simpulan.
Dengan perkataan lain, penalaran ialah proses mengambil simpulan
dari bahan bukti atau petunjuk ataupun yang dianggap bahan bukti
atau petunjuk.
Kalimat yang diucapkan atau dituliskan haruslah kalimat yang
benar. Artinya, kalimat tersebut harus dilandasi suatu pemikiran
54
yang jernih, harus ditunjang oleh bahan bukti atau data yang
benar. Sebaliknya, jika kalimat ditulis berawal dari pemikiran
yang kusut atau alasan yang sesat, kalimat yang lahir adalah
kalimat yang salah nalar, yakni kalimat yang disebabkan oleh
ketidaktepatan orang mengikuti tata cara pikirannya. Berikut ini
beberapa contoh kalimat yang salah nalar.
1. Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan, maka selesailah
penyusunan skripsi ini tepat pada waktunya.
Kalimat di atas merupakan kalimat yang salah nalar. Tidak
mungkin penyusunan skripsi akan selesai hanya dengan memanjatkan
puji syukur kepada Tuhan. Makalah harus dikerjakan dengan tekun,
teliti, dan sabar. Penyusun skripsi harus berani mengatasi segala
rintangan dan hambatan yang dihadapinya dalam penyusunan itu.
Jika hal-hal itu dapat dilalui, mudah-mudahan penyusunan skripsi
itu selesai.
Tentu kita percaya betul bahwa Tuhan selalu melimpahkan
karunia-Nya kepada hamba-Nya, termasuk kepada penyusun skripsi.
Dengan karunia Tuhan yang diterimanya, penyusun skripsi dapat
bekerja dengan tekun dan sabar, dapat mengatasi segala hambatan
yang dihadapinya. Untuk itulah, ia memanjatkan puji syukur kepada
Tuhan atas keberhasilannya. Berdasarkan uraian di atas, kita
dapat menggunakan kalimat berikut agar penalaran kita tidak
sesat. Kalimat di atas dibetulkan sebagai berikut.
55
3a. Penyusun memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan kekuatan kepada penyusun sehingga
skripsi dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
3b. Penyusun memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas kekuatan yang diberikan-Nya sehingga penyusun dapat
menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.
2. Waktu dan tenpat kami persilakan
Hampir dalam setiap upacara yang diselenggarakan oleh
berbagai instansi atau organisasi, pembawa acara mengucapkan
kalimat, misalnya Acara berukutnya adalah sambutan Gubernur Bali, waktu dan
tempat kami persilakan.
Kalimat (1) Waktu dan tempat kami persilakan termasuk
kalimat yang tidak logos karena ide kalimat itu tidak dapat
diterima akal sehat. Jalan pikiran pembawa acara itu kacau
karena sebenarnya yang harus dipersilakan adalah Gebernur Bali.
Gubernur Bali yang harus memberikan sambutan, tetapi yang
dipersilakan waktu dan tempat. Betulkah waktu dan tempat dapat
memberikan sambutan? Dalam kalimat sebelumnya, jelas bahwa yang
akan memberikan sambutan adalah Gubernur Bali, bukan waktu dan
bukan juga tempat. Akan tetapi, dalam kalimat selanjutnya jalan
pikiran pembawa cara tergelincir, yakni dengan mempersilakan
waktu dan tempat, seolah-olah yang diundang untuk datang ke
mimbar pertemuan penting itu adalah waktu dan tempat.
56
Beberapa pilihan agar kalimat pembawa acara itu bernalar
adalah sebagai berikut.
1a. Acara selanjutnya adalah sambutan Gubernur Bali. Bapak
Gubernur, kami persilakan.
1b. Acara selanjutnya ialah sambutan Gubernur Bali. Bapak Dewa
Berata, kami persilakan.
3. Sekarang kita tiba pada acara berikut, yaitu sambutan dari
bapak X. Waktu dan tempat kami persilakan.
Seorang teman sejawat saya hadir dalam sebuah pertemuan
karena beliau memang diminta berbicara pada kesempatan itu.
Setelah tiba saatnya, pembawa acara berkata, “Sekarang kita tiba
pada acara berikut, yaitu sambutan dari Bapak X. Waktu dan tempat
kami persilakan” Ketika itu, bapak X itu tetap duduk di kursinya,
tidak juga memperlihatkan sikap akan meninggalkan tempat
duduknya. Pembawa acara mengulang kembali permintaannya, “Bapak
X, kami persilakan tampil ”. Barulah teman saya itu meninggalkan
tempat duduknya, berjalan ke arah podium, berdiri di sana, dan
sejenak kemudian memulai pembicaraannya.
Kata bapak itu, “ Saya tadi tidak berdiri dan melakukan apa
yang diminta oleh Saudara pembawa acara karena tadi saya dengar
bukan saya yang dipersilakan. Tetapi, yang dipersilakan itu
adalah waktu dan tempat. Hadirin tertawa, Gerrr,,,
57
Ini bukan sebuah lelucon, tetapi benar-benar terjadi. Nah,
Anda melihat bahwa apa yang dikatakan oleh pembawa acara itu juga
diucapkan oleh sebagian besar orang yang ditugasi menjadi
pembawa acara dalam pertemuan-pertemuan. Mereka tidak lagi
berpikir bahwa kalimat itu salah, tidak logis. Di mana ada waktu
dan tempat yang dapat dipersilakan.
3. Untuk mempersingkat waktu, kita lanjutkan pada acara keempat.
Kesalahan kalimat di atas adalah penggunaan kelompok kata
mempersingkat waktu. Apakah betul waktu dapat dipersingkat atau
disingkat? Waktu tidak dapat dipersingkat, waktu tidak dapat
diringkas karena rentang waktu sehari semalam sudah pasti, yakni
jumlahnya 24 jam; satu jam sama dengan 60 menit; satu menit sama
dengan 60 detik. Yang dapat kita lakukan bukanlah mempersingkat
waktu, melainkan menghemat waktu. Misalnya, pertemuan semula
direncanakan berlangsung 1 jam. Akan tetapi, karena cuaca mendung
pertanda akan hujan, acara-acara pertemuan pun dipercepat.
Akibatnya, tentu saja waktunya dihemat sehingga tidak sampai 1
jam, tetapi cukup 45 menit, misalnya. Jadi, perbaikan kalimat di
atas sebagai berikut.
Untuk menghemat waktu, kita lanjutkan acara ini dengan acara
keempat.
58
4. Saudara-saudara hadirin kami persilakan berdiri karena Bapak
Gubernur berkenan meninggalkan pertemuan ini karena tugas yang
menanti beliau di tempat lain.
Contoh lain penggunaan kata yang tidak tepat dan salah
kaprah pula. Dalam sebuah perayaan hari raya tertentu. Bapak
gubernur di wilayah itu diundang untuk memberikan sambutan.
Setelah selesai memberikan kata sambutannya, beliau mohon diri
kepada panitia agar dapat meninggalkan perayaan yang masih
berlangsung itu. Gubernur itu meminta izin kepada panitia untuk
meninggalkan perayaan itu. Tetapi, apa yang kita dengar dari
pembawa acara melalui pengeras suara?
“Saudara-saudara hadirin kami persilakan berdiri karena
Bapak Gubernur berkenan meninggalkan pertemuan ini karena tugas
yang menanti beliau di tempat lain.”
Penggunaan kata berkenan dalam kalimat pembawa acara itu
benar-benar salah kaprah . Bekenan artinya ‘setuju, mau, bersedia
dengan hati yang tulus tidak berkeberatan’, dalam hal yang baru
saja dibicarakan itu, bapak gubernur yang bersangkutan tidak
dimintai persetujuannya. Beliau sendiri malah yang meminta izin
atau pekenan panitia untuk meninggalkan tempat itu karena tugas
lain menanti beliau di tempat lain. Terlihat ada keinginan pada
pembawa acara untuk memperhalus bahasanya tetapi ia salah dalam
memilih kata. Kata berkenan pada kalimat di atas tidak tepat
penggunaannya. Upaya memperhalus bahasa di sini tidak mengena.
59
Kata akan yang seharusnya dipakai, dan kata ini tidak
mengungkapkan ketidaksopanan.
5. Kami mengucapkan terima kasih atas bantuan dan perhatiannya.
Sering juga kita melihat orang yang mengakhiri surat dengan
kalamat sebagai berikut, “ Kami mengucapkan banyak terima kasih atas
bantuan dan perhatiannya”. Dikatakan perhatiannya. Perhatian siapa?
Kalau yang dimaksud itu ialah orang yang menerima surat, maka
bukan –nya yang seharusnya dipakai, melainkan Bapak, atau Ibu atau
Saudara, atau Anda, dan sebagainya. Jadi, katakanlah.
Kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Bapak.
Kami ucapkan terima kasih atas perhatian Ibu.
Atas perhatian Saudara, saya ucapkan terima kasih.
Orang yang disurati ialah Bapak, Ibu, Saudara atau Anda (orang
ke dua) bukan –nya = ia atau dia (orang ke tiga). Oleh karena itu,
dalam konteks itu bukan –nya yang dipakai.
6. Kita harus memasyarakatkan olah raga dan mengolahragakan
masyarakat.
Kalimat ini diragukan kebenarannya. Sepintas lalu tampaknya
bentuk itu tapat dan sedap didengar karena ada unsur rima yang
harmonis, memasyarakatkan olah raga dan mengolahragakan masyarakat.
Untuk menguji benar atau tidaknya bentuk itu, kita dapat membuat
60
bentuk lain sebagai bandingan. Misalnya, merumahkan karyawan dan
mengaryakan rumah, mengandangkan mobil dan memobilkan kandang.
Unsur pembentuk memasyarakatkan adalah awalam me- dan akhiran
–kan, secara bertahap dilekatkan pada kata masyarakat; unsur
mengolahragakan adalah awalam me- dan akhiran –kan dilekatkan pada
kata olah raga.
Jika imbauan itu menghendaki agar masyarakat berolahraga,
bentuk yang benar memperolahragakan masyarakat. Cara ini dipilih
jika ingin membolakbalikkan dua kata atau lebih demi mencapai
maksud tertentu. Akan tetapi, itu bukanlah satu-satunya cara yang
dapat dipakai karena masih ada pengungkapan yang lain yang lebih
baik. Jika memperolahragakan masyarakat dianggap kurang sedap
didengar, kita dapat membuat ungkapan lain, seperti mengajak
masyarakat agar senang berolah raga.
Selain kalimat di atas, beberapa kalimat yang salah kaprah
disajikan di bawah ini.
7. Saya memenangkan dia dalam pertandingan itu.
Kata memenangkan dalam pemakaian bahasa dewasa ini perlu
mendapat perhatian kita karena yang menarik dari penggunaan kata
ini ditinjau dari bentuk dan artinya. Mari kita bahas bentuk itu
dengan makna yang dikandung oleh imbuhan yang melekat pada kata
itu, yaitu me-kan.
Contoh:
Saya memenangkan dia dalam pertandingan itu.
61
Kalimat di atas mempunyai arti bahwa saya telah membuat dia,
menjadikan dia, atau menyebabkan dia menang dalam pertandingan
itu, misalnya, dengan sengaja mengalah karena tujuan tertentu
yang ingin dicapai.
8. Ia lebih suka makan daging ayam daripada kambing.
Kalimat ini mengandung makna , ia senang makan daging ayam
dan kambing pun suka makin daging ayam’ sebab yang dibandingkan
adalah subjek kalimat. Kalimat itu dapat dilengkapkan menjadi Ia
lebih senang makan daging ayanm daripada kambing makan daging
ayam. Kita yakin bahwa maksud penyusun kalimat bukanlah seperti
itu, tetapi ia menyenangi daging ayam dan kurang menyenangi
daging kambing. Kalimat trsebut dibetulkan menjadi kalimat di
bawah ini.
4a. Ia lebih suka makan daging ayam daripada makan daging
kambing.
9. Ia tidak paham dan mengerti keadaan politik dewasa ini.
Kesalahan kalimat ini terletak apada kekurangcermatan
penyusun kalimat dalam menggunakan rincian, yakni tidak paham dan
mengerti. Tiidak mungkin seseorang yang tidak paham politik
dewasa ini sekaligus ia mengerti politik dewasa ini.
Memang kesalahannya hanyalah pada ketidaksejajaran kata
tidak paham dan mengerti. Akan tetapi, jika ingin berbicara
62
tertib, cermat, dan bernalar, harus kita lebih berhati-hati dalam
mengungkapkan sesuatu. Kita pun tidak mungkin mengatakan, “Saya
tidak senang dan rela pacar diambil orang,” buka? Oleh karena
itu, kalimat di atas dibetulkan menjadi kalimat di bawah ini.
5a. Ia tidak paham dan tidak mengerti keadaan politik dewasa ini.
10. Dalam kunjungan kerja tersebut, Kepala P&K jawa Barat
menyempatkan waktu untuk melihat pelaksanaan ebtanas.
Dalam kalimat di atas ada ungkapan menyempatkan waktu. Apa
artinya? Waktu tidak dapat disempatkan. Waktu itu benda mati,
bagaimana waktu disempatkan? Maksudnya diberi kesempatan? Yang
mungkin digunakan ialah menyempatkan diri. Artinya mencari dan
mengadakan kesempatan; di sini maksudnya tentu waktu, untuk diri
sendiri. Dapat juga dikatakan menyediakan waktu. Jadi, kalimat di
atas dapat diperbaiki sebagai berikut.
2a. Dalam kunjungan kerja tersebut, Kepala P&K Jawa Barat
menyempatkan diri untuk...
2b. Dalam kunjungan kerja tersebut, Kepala P&K Jawa Barat
menyediakan waktu untuk..
63
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, E. Zainal. 1993. Seribu Satu Kesalahan Berbahasa. Jakarta:Akademika Pressindo.
Arikunto, Suharsini. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.Bandung:Bina Aksara.
Badudu, J.S. 1979. Membina Bahasa Indonesia Baku. Bandung: PustakaPrima.
64
Badudu, J.S. 1981. Membina Bahasa Indonesia Baku. Bandung : PustakaPrima.
Badudu, J.S. 1988. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta: PTGramedia.
Hadi, Sutrisno. 1980. Metodologi Research. Yogyakarta: FakultasPsikologi Universitas Gajah Mada.
Keraf,Gorys.1980. Komposisi Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende-Flores: Nusa Indah.
Poerwadarminta, W.J.S. 1983. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka.
Pusat Bahasa Depatemen Pendidikan Nasional. 2003. Pedoman UmumEjaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan. Jakarta: Balai Pustaka.
Ramlan, M,dkk. 1990. Bahasa Indonesia Yang Benar dan Salah. Yogyakarta :Balai Pustaka.
Slamet, dan Sutono, Syahban. 1996. Surat Menyurat. Surakarta:Setiaji.
Sudaryanto.1996. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta:Duta wacana University Press.
Sujana. 1992. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
Suparni. 1994. Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandung: Aditya.
Surakhmad, Winarno. 1982. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung:Tarsito.
Suryawan,Ukun. 1998. Dasar – Dasar Bahasa Indonesia Baku. Bandung :Tarsito.
65