materi pembinaan dan pengembangan bahasa

66
1. PENGERTIAN, LATAR BELAKANG, DAN TUJUAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN BAHASA Anda mungkin sering mendengar bahkan juga menggunakan istilah pembinaan dan istilah pengembangan dalam kehidupan berbahasa sehari-hari. Kata pembinaan tentu saja berhubungan erat dengan kegiatan membina, sedangkan kata pengembangan sangat berhubungan dengan kegiatan mengembangkan bahasa. Oleh sebab itu, ada dua hal yang harus dibedakan, yaitu usaha pembinaan bahasa dan usaha pengembangan bahasa. Usaha pembinaan bahasa berkenaan dengan pelaksanaan kegiatan penyebaran bahasa Indonesia ke khalayak sasaran dengan berbagai cara seperti usaha penyuluhan, penataran, dan pendemonstrasian. Jika dipandang dari segi khalayak sebagai sasaran pembinaan tersebut, khalayak tersebut dapat terdiri atas berbagai golongan, baik golongan penutur asli, maupun golongan bukan penutur asli, orang yang masih bersekolah, ataupun orang yang sudah tidak bersekolah lagi, khalayak guru pada semua jenis dan semua jenjang pendidikan, khalayak orang yang berada di komunikasi media massa, seperti majalah, surat kabar, radio, dan televisi, serta khalayak di bidang industri, perniagaan, penerbit, perpustakaan, dan pada lingkungan sastrawan. Dengan sasaran yang ditentukan di atas, kegiatan pembinaan itu mempunyai target tertentu. Target kegiatan pembinaan bahasa adalah sebagai berikut. 1

Transcript of materi pembinaan dan pengembangan bahasa

1. PENGERTIAN, LATAR BELAKANG, DAN TUJUAN PEMBINAAN DAN

PENGEMBANGAN BAHASA

Anda mungkin sering mendengar bahkan juga menggunakan

istilah pembinaan dan istilah pengembangan dalam kehidupan

berbahasa sehari-hari. Kata pembinaan tentu saja berhubungan erat

dengan kegiatan membina, sedangkan kata pengembangan sangat

berhubungan dengan kegiatan mengembangkan bahasa. Oleh sebab itu,

ada dua hal yang harus dibedakan, yaitu usaha pembinaan bahasa

dan usaha pengembangan bahasa.

Usaha pembinaan bahasa berkenaan dengan pelaksanaan kegiatan

penyebaran bahasa Indonesia ke khalayak sasaran dengan berbagai

cara seperti usaha penyuluhan, penataran, dan pendemonstrasian.

Jika dipandang dari segi khalayak sebagai sasaran pembinaan

tersebut, khalayak tersebut dapat terdiri atas berbagai golongan,

baik golongan penutur asli, maupun golongan bukan penutur asli,

orang yang masih bersekolah, ataupun orang yang sudah tidak

bersekolah lagi, khalayak guru pada semua jenis dan semua jenjang

pendidikan, khalayak orang yang berada di komunikasi media massa,

seperti majalah, surat kabar, radio, dan televisi, serta khalayak

di bidang industri, perniagaan, penerbit, perpustakaan, dan pada

lingkungan sastrawan.

Dengan sasaran yang ditentukan di atas, kegiatan pembinaan

itu mempunyai target tertentu. Target kegiatan pembinaan bahasa

adalah sebagai berikut.

1

A. Penumbuhan Sikap

Sikap bahasa adalah salah satu sikap dari berbagai sikap

yang mungkin ada. Sikap adalah kesiapan beraksi. Sikap adalah

kesiapan mental dan saraf yang terbentuk melalui pengalaman yang

memberikan arah atau pengaruh yang dinamis kepada reaksi

seseorang terhadap semua objek dan keadaan yang menyangkut sikap

itu (Halim,1976:68). Sikap itu memiliki tiga komponen, yaitu

komponen kognitif, afektif, dan perilaku. Komponen kognitif

adalah pengetahuan kita tentang bahasa secara keseluruhan sampai

dengan penggolongan serta hubungan-hubungan bahasa tersebut

sebagai bahasa Indonesia, bahasa asing, atau bahasa daerah.

Komponen afektif menyangkut perasaan atau emosi yang mewarnai

atau menjiwai pengetahuan dan gagasan yang terdapat di dalam

komponen kognitif. Komponen afektif menyangkut nilai rasa, baik

atau tidak baik, suka atau tidak suka. Apabila seseorang memiliki

nilai rasa baik atau suka terhadap sesuatu atau keadaan, orang

tersebut dikatakan memiliki sikap positif. Sebaliknya, apabila

orang itu memperlihatkan ketidaksukaannya, orang tersebut

dikatakan memiliki sikap negatif. Target yang hendak dicapai

dalam kegiatan “pembinaan” bahasa yang amat penting adalah

menumbuhkan sikap yang positif terhadap bahasa Indonesia. Sikap

positif tersebut tidak dapat diukur dengan angka-angka, tetapi

dapat dilihat dalam komponen perilaku. Komponen perilaku

berhubungan erat dengan kecenderungan berbuat atau beraksi dengan

cara tertentu. Dalam hubungan ini ada nilai moral yang muncul di

2

dalam masalah ini. Dalam mengukur keberadaan sikap positif ada

beberapa pertanyaan yang dapat dipakai, yaitu seberapa jauh kita

telah mencintai bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan

sebagai bahasa persatuan? Seberapa jauh kita merasa memiliki

bahasa kita itu sebagai kekayaan yang tiada ternilai harganya?

Seberapa jauh kita merasa bertanggung jawab untuk mempertahankan

keberadaan bahasa kita di di bumi Ibu Pertiwai? Jika Anda telah

dapat menumbuhkan rasa cinta, rasa memiliki, rasa berkewajiban

untuk mempertahankan, dan rasa bangga terhadap bahasa Indonesia,

berarti Anda sudah berhasil melakukan pembinaan bahasa Indonesia

terhadap khalayak yang Anda hadapi.

B. Meningkatkan Kegairahan

Kegiatan pembinaan juga mempunyai target dalam meningkatkan

kegairahan berbahasa Indonesia. Target ini dapat diukur dengan

pertanyaan, seberapa banyak seseorang itu secara konsisten

bergairah memakai bahasa Indonesia? Jika seseorang telah

bergairah memakai bahasa Indonesia dalam berkomunikaasi dengan

orang lain, orang itu harus meningkatkan lagi kegairahannya itu

dalam mempergunakan bahasa Indonesia.

Contoh

Dalam suatu rapat resmi seorang pejabat menyampaikan

pidatonya sebagai sambutan resmi sebagai berikut.

Saudara-saudara,

Seperti hal yang saya sampaikan tadi bahwa untuk

mendrop beberpa spare part yang kita pesan dari luar negeri di

3

airport sore ini, saya menganjurkan dan meminta agar tenaga-tenaga

yang telah di-upgradinglah yang harus berangkat ke sana. Jika

policy ini disalahgunakan, saya akan melakukan feedback terhadap

tindakan itu. Perlu juga saudara ketahui bahwa apa yang saya

katakan terakhir itu bersifat off the record.

Kutipan pidato di atas, memperlihatkan bahwa pejabat yang

berbicara itu tidak bergairah memakai bahasa Indonesia. Pejabat

tersebut harus dibina pemakaian bahasanya sehingga dia tidak

menggunakan kata-kata asing yang sudah ada padanannya dalam

bahasa Indonesia. Jika Anda berhasil meyakinkan pejabat itu bahwa

semua kata asing tersebut sudah ada padanannya dalam bahasa

Indonesia, berarti Anda telah berhasil melakukan pembinaan bahasa

dengan baik. Dengan jelas sekali Anda melihat beberapa kata asing

dipakai dalam teks. Kata-kata yang dimaksudkan adalah mendrop,

spare part, air port, upgrading, policy, feedback, off the record. Bukankah kata-

kata tersebut sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia? Kata

mendrop sama dengan menurunkan, mengantarkan; kata spare part

berpadanan dengan kata suku cadang; kata air port berpadanan dengan

kata bandar udara; kata upgrading berpadanan dengan kata

penataran; kata policy berpadanan dengan kata kebijaksanaan; kata

feedback berpadanan dengan kata umpan balik; dan kata off the record

berpadanan dengan kata cegah siar. Kegairahan berbahasa merupakan

target kegiatan pembinaan bahasa.

C. Meningkatkan Keikutsertaan

4

Kegiatan pembinaan harus pula terlihat dalam kegiatan

meningkatkan keikutsertaan khalayak sasaran di dalam menjaga mutu

bahasa Indonesia. Apa yang disebut dengan “mutu” bahasa itu harus

dihubungkan dengan bermacam-macam persoalan, seperti persoalan

hubungan kata tabu, persoalan kependengaran yang tidak

menyinggung perasaan, dan ketidaklaziman yang agak mencolok.

Kalau Anda telah menyangsikan suatu bentuk bahasa, baik kata dan

farse, maupun kalimat berarti Anda telah ikut serta menjaga mutu

bahasa. Jika Anda bertanya, “Apakah bentuk frase mengejar

ketinggalan sudah benar dalam bahasa Indonesia,” maka Anda sudah

mebina bahasa, Anda sudah melibatkan diri dalam kegiatan

pembinaan bahasa. Dengan demikian, target mudah diukur, seberapa

jauh orang bertanya tentang kebenaran kata, farse, dan kalimat.

Jadi, jika orang telah meragukan tentang bentuk-bentuk bahasa dan

ingin tahu bentuk yang benar dari suatu untaian kata, frase, atau

kalimat berarti sudah terbina bahasanya dengan baik.

Meningkatkan mutu bahasa dalam hal ini berhubungan erat

dengan menjaga mutu bahasa para pendukung bahasa. Mutu bahasa

yang dimaksudkan itu berhubungan erat dengan penggunaan bahasa

Indonesia yang baik dan benar. Persoalan baik dan benar adalah

persoalan kepantasan penempatan suatu unsur bahasa dan persoalan

ketepatan kaidah yang diterapkan pada kata, frase, dan kalimat.

Kegiatan yang sejajar dengan kegiatan pembinaan adalah

kegiatan atau usaha pengembangan bahasa. Yang dimaksud dengan

pengembangan bahasa adalah keseluruhan usaha dan kegiatan yang

dengan secara sadar ditujukan kepada penyesuaian struktur dan

5

fungsi bahasa dengan kebutuhan kemasyarakatan dan pembangunan

kita, baik yang nyata maupun yang mungkin ada (potensial) dalam

hubungannya dengan perkembangan keilmuan dan teknologi dunia

sekarang ini serta dengan kemungkinan–kemungkina bagi masa depan.

Dengan demikian, pengembangan bahasa bersifat dinamis. Uraian di

atas menunjukkan bahwa usaha pengembangan bahasa diarahkan kepada

usaha peningkatan kelengkapan bahasa. Jadi, sasaran yang

dimaksudkan dalam usaha pengembangan bukanlah manusia pendukung

bahasa, tetapi bahasa itu sendiri. Kelengkapan bahasa tersebut

sangat diperlukan. Di dalam berbagai disiplin ilmu seperti

politik, ekonomi, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan

organisasi kemasyarakatan memerlukan suatu komunikasi dengan

“mengujarkan” dan “menuliskan” tentang apa saja yang mungkin

dipikirkan dalam konstelasi yang baru. Dengan demikian, jelaslah

bahwa kegiatan pengembangan mempunyai sasaran bahasa itu sendiri,

yang target pencapaiannya adalah meningkatkan kelengkapan bahasa

agar segala konsep, ide dapat dikatakan dengan bahasa Indonesia.

Kata take-off, misalnya, sudah mempunyai padanan dalam bahasa

Indonesia, yaitu lepas landas. Dengan usaha pengembangan bahasa

itu kita akhirnya mempunyai kata-kata untuk menyatakan suatu

konsep yang yang hampir semuanya dapat dikatakan dengan bahasa

Indonesia.

Mengapa usaha pengembangan bahasa harus dilakukan? Hal apa

yang melatarbelakangi adanya pengembangan usaha pengembangan

bahasa itu?

6

Dalam kehidupan berbangsa, seperti bangsa Indonesia, amat

diperlukan suatu alat komunikasi yang canggih untuk mempersatukan

bangsa yang besar itu. Bangsa yang besar dengan daerah yang

terbentang dari Sabang sampai Merauke itu adalah daerah yang

multilingual yang masyarakatnya bersifat multilingualisme, yaitu

mempunyai kesanggupan untuk memakai dua bahasa atau lebih. Di

daerah yang luas ini terdapat beratus-ratus bahasa sebagai bahasa

daerah. Keberagaman bahasa ini, pandangan dari segi politik,

merupakan suatu kendala dalam usaha mempersatukan bangsa. Di

Indonesia terdapat sekitar 500 buah bahasa daerah yang dipakai

dan dipelihara oleh pendukungnya dan dilindungi serta dipelihara

oleh negara. Bahasa–bahasa itu pun merupakan bagian dari

kebudayaan Indonesia.

Tidak dapat pula dimungkiri bahwa di Indonesia sekarang ini

hidup pula bahasa asing sebagai bahasa ketiga. Salah satu bahasa

asing itu adalah bahasa Inggris yang dipakai sebagai alat

komunikasi pada tingkat internasional. Jelaslah, bahwa kehadiran

bahasa asing dan bahasa daerah, merupakan persoalan yang amat

rumit untuk dipecahkan.

Dalam penggunaannya di masyarakat Indonesia, ketiga bahasa

itu, yakni bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing

tidak dapat melepaskan diri dari saling mempengaruhi.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan

terjadinya kontak budaya dan bahasa. Kenyataan bahwa begitu

kuatnya bahasa daerah sebagai bahasa ibu bagi sebagian besar

rakyat Indonesia merupakan hal yang sangat besar pengaruhnya

7

dalam kehidupan berbangsa. Hal ini sangat besar pula pengaruhnya

pada keberadaan bahasa Indonesia.

Uaraian yang singkat di atas sudah dapat memperlihatkan

kepada kita latar belakang pengembangan bahasa Indonesia. Oleh

sebab itu, masalah pengembangan bahasa Indonesia adalah masalah

nasional yang jalinannya sangat kompleks yang harus ditangani

sedemikan rupa, sehingga pengembangan tersebut dapat memanfaatkan

kemultilingualan itu menjadi sesuatu yang menguntungkan

perkembangan bahasa itu sendiri. Peningkatan pengembangan bahasa

harus dilakukan sedemikian rupa sehingga bahasa kita itu cukup

memenuhi syarat sebagai bahasa kebudayaan, keilmuan, dan

teknologi atas dasar standardisasi atau pembakuan bahasa.

Standardisasi bahasa dilakukan dengan mempertimbangkan data

kebahasaan di Indonesia melalui evaluasi dan seleksi. Hasil akhir

dari kegiatan pengembangan bahasa tersebut merupakan bahasa baku.

Jadi, tujuan akhir pengembangan bahasa adalah standardisasi

bahasa, yaitu terciptanya suatu bahasa baku. Untuk pekerjaan

pengembangan bahasa itu diperlukan suatu kebijaksanaan bahasa

sebagai suatu garis haluan yang meletakkan ciri-ciri pembakuan

bahasa itu. Pembakuan bahasa tersebut mencakup berbagai unsur dan

aspek, seperti aspek ejaan, aspek struktur, dan aspek diksi.

2. KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA

1. Kedudukan Bahasa Indonesia

8

Bahasa Indonesia memiliki dua kedudukan, yaitu (1) sebagai

bahasa nasional dan (2) sebagai bahasa negara. Sebagai bahasa

nasional bahasa Indonesia berfungsi (1) sebagai lambang

kebanggaan nasional, (2) sebagai lambang identitas nasional, (3)

sebagai alat pemersatu berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-

beda latar belakang budaya dan bahasanya, dan (4) sebagai alat

perhubungan antarbudaya dan antardaerah.

Dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia

berfungsi (1) sebagai bahasa resmi negara, (2) sebagai bahasa

pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan, (3) sebagai bahasa

resmi di dalam perhubungan tingkat nasional untuk kepentingan

perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dan pemerintahan, dan (4)

sebagai bahasa resmi di dalam pembangunan kebudayaan dan

pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern (Halim,

1976:145).

Sesuai dengan berbagai fungsi di atas, tidak mengherankan

bila bahasa Indonesia memiliki berbagai ragam. Berdasarkan tempat

atau daerahnya, bahasa Indonesia terdiri atas berbagai dialek,

antara lain dialek Jakarta, dialek Jawa, dialek Menado, dialek

Bali, dan lain-lain; berdasarkan penuturnya terdapat ragam bahasa

golongan cendekiawan dan ragam bahasa golongan bukan cendekiawan;

berdasarkan sarananya terdapat ragam bahasa lisan dan ragam

bahasa tulis; berdasarkan bidang penggunaannya terdapat ragam

bahasa ilmu, ragam bahasa sastra, ragam bahasa surat kabar, ragam

bahasa undang-undang, dan lain-lain; berdasarkan suasana

9

penggunaannya bahasa Indonesia dapat digolongkan menjadi dua

ragam bahasa, yaitu ragam bahasa resmi dan ragam bahasa santai.

Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional

Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dengan

fungsi-fungsinya dipaparkan sebagai berikut.

A. Lambangan Kebanggaan Nasional

Anda tentu mengetahui makna kebanggaan. Untuk itu, mari kita

buka dan perhatikan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Dari kamus itu,

kita memperoleh penjelasan makna kebanggaan sebagai “kebesaran

hati, perasaan bangga, kepuasan diri”; sedangkan kebanggaan

nasional adalah “sikap kejiwaan yang terwujud, tampak pada sikap

menghargai warisan, hasil karya, dan semua hal lain yang menjadi

milik bangsa sendiri”. Dengan memperhatikan makna yang termaktub

dalam KBBI, Anda dapat mengembangkan lebih jauh pengertian

“lambang kebanggaan nasional” .

Coba jawab sendiri pertanyaan yang berikut!

1) Sudahkah Anda merasa memiliki kebesaran hati ketika

berbicara dalam bahasa Indonesia di tengah khalayak yang

begitu terampil berbahasa Inggris, misalnya?

2) Bagaimana komentar Anda atas masuknya berbagai kata baru

yang marak pada masa reformasi seperti opsi, kolusi, dan

klarifikasi?

10

Sebagai lambang kebanggaan nasional bahasa Indonesia

tentulah akan mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang dapat

mendasari rasa kebanggaan kita. Rasa kebanggaan tidak mudah

dibina di dalam masyarakat yang sudah tercemar oleh pengaruh

budaya asing. Namun, ada rasa kebanggaan tersendiri karena dapat

melestarikan bahasa Indonesia. Dengan rasa kebanggaan ini pula,

bahasa Indonesia akan tetap dipakai dalam semangat kebangsaan.

B. Lambangan Identitas Nasional

Fungsi kedua dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional

adalah bahwa bahasa Indonesia menjadi lambang identitas nasional.

Sebagai lambang identitas nasional, mungkin Anda ingat akan

lambang identitas nasional kita lainnya, yakni bendera merah

putih. Dalam setiap upacara kenegaraan, baik di pusat maupun di

daerah, bendera merah putih selalu menjadi bagian yang amat

penting. Pemimpin upacara tentulah akan mengajak peserta upacara

untuk menghomati lambang identitas nasional itu. Anda tentu ingat

apa yang dicapkan atau diserukan oleh pemimpin upacara itu kepada

kita sebagai peserta upacara? Tentu Anda dapat membayangkan

bagaimana kalau bendera pusaka Sang Dwiwarna dibakar di negeri

orang? Kita amat tersinggung. Rasa kebangsaan kita akan

tertantang untuk berbuat sesuatu.

Bagaimana halnya dengan bahasa Indonesia yang mempunyai

fungsi sebagai lambang jatidiri kebangsaan atau lambang identitas

nasional kita dilecehkan orang? Agak sulit rasnya untuk mengukur

seberapa jauh ketersinggungan kita jika dibandingkan dengan

11

ketersinggungan kita karena pelecehann terhadap bendera merah

putih. Yang jelas reaksi kita merasa tersingung. Ketersinggungan

itu menunjukkan bahwa kita memiliki sikap positif terhadap bahasa

nasional itu. Kita akan merasa tidak senang apabila melihat

pengutamaan pemakaian bahasa Inggris di atas bahasa Indonesia

seperti tampak dalam dunia niaga. Kalau rasa tidak senang itu

berkembang menjadi keprihatinan, kadar sikap positif terhadap

bahasa nasional kita itu makin bertambah, berkembang lebih jauh

menjadi tindakan dalam bentuk keterlibatan langsung dalam upaya

nyata penertiban pemakaian bahasa asing, kadar sikap positif

makin bertambah lagi. Begitulah seterusnya.

Sikap positif yang dijabarkan tersebut pada dasarnya

merupakan perwujudan dari sikap menjunjung bahasa nasional itu.

Kita menjunjung bahasa nasional kita karena kita menyadari akan

fungsi bahasa nasional sebagai lambang jatidiri bangsa. Sebagai

lambang jatidiri bangsa, tentulah bahasa Indonesia memiliki

jatidirinya sendiri pula sehingga serasi dengan lambang jatidiri

bangsa kita yang lainnya. Bahasa Indonesia akan memiliki

identitasnya sendiri kalau kita sebagai pemakai membina dan

mengembangkan bahasa Indonesia sedemikian rupa sehingga bahasa

Indonesia itu bersih dari unsur-unsur bahasa lain. Namun, kalau

unsur asing itu diperlukan, tentulah kita dapat menerimanya

sepanjang bermanfaat bagi pengembangan bahasa Indonesia itu

sendiri.

C. Alat Penyatuan

12

Fungsi ketiga dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional

adalah menjadi alat yang memungkinkan terwujudnya penyatuan

berbagai suku bangsa yang memiliki latar belakang sosial budaya

dan bahasa yang berbeda-beda dalam satu kesatuan kebangsaan yang

bulat. Dalam kata-kata Sumpah Pemuda 1928 bahasa Indonesia

berfungsi sebagai bahasa persatuan. Dengan bahasa Indonesia,

orang Jawa dapat berkomunikasi dengan orang Batak, misalnya.

Demikan juga dengan orang Bali dapat berkomunikasi dengan orang

dari daerah lainnya, dan seterusnya. Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa bahasa Indonesia menjadi alat yang memungkinkan

berbagai suku bangsa mencapai keserasian hidup sebagai bangsa

yang bersatu tanpa perlu menanggalkan identitas kesukuan dan

kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang

bahasa daerah yang bersangkutan.

D. Alat Penghubung

Fungsi keempat dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional,

bahwa bahasa Indonesia itu berfungsi sebagai alat perhubungan

antarbudaya dan antardaerah . Anda dapat membayangkan bagaimana

seandainya berbagai suku bangsa yang ada di Nusantara ini yang

bertebaran di pelbagai daerah tidak mempunyai bahasa Indonesia

yang menjembatani keberagaman bahasa ibu. Di sini dapatlah kita

katakan bahwa bahasa Indonesia itu menjadi jembatan budaya di

antara suku-suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan

latar belakang kebahasaan yang berbeda-beda.

13

Sebagai jembatan budaya, bahasa Indonesia dapat

meperkenalkan kita berbagai kreasi budaya dari berbagai suku

bangsa. Dengan bahasa Indonesia, seni pertunjukan wayang yang

biasanya menggunakan bahasa daerah, bahasa Jawa, Sunda atau Bali

misalnya, dapat dinikmati oleh kelompok suku bangsa di luar suku-

suku bangsa itu. Jadi, fungsi penghubung antarbudaya yang diemban

pada gilirannya akan memperkaya bahasa Indonesia itu dengan

kekayaan budaya yang terkandung dalam bahasa daerah. Makin

berperan fungsi itu, maka kayalah bahasa Indonesia itu dan

sekaligus makin berkembanglah bahasa Indonesia . Dalam

hubungannya dengan kreasi budaya asing, bahasa Indonesia juga

dapat berperan memperkenalkan kita dengan nilai budaya asing.

Dalam konteks ini bahasa Indonesia makin diperkaya lagi. Chairil

Anwar yang kita kenal sebagai penyair utama kita telah mencoba

menjadi penerjemah pikiran konsep Barat dengan kerja keras

menyadur beberapa sajak dari sastra Belanda dan Inggris. Hasilnya

adalah bahasa Indonesia menjadi lebih berkembang lagi, bahasa

Indonesia yang modern. Demikian pula halnya dengan beberapa upaya

yang telah dilakukan oleh para pengarang yang mengindonesiakan

karya asing.

Dari pembicaraan tentang fungsi bahasa Indonesia dalam

kedudukannya sebagai bahasa nasional dapat diringkas bahwa bahasa

Indonesia itu mempunyai fungsi sebagai:

1.lambang kebanggaan nasional

2. lambang identitas nasional

3. alat pemersatu berbagai suku bangsa, dan

14

4. alat perhubungan anatarbudaya dan antar daerah.

Berfungsinya bahasa Indonesia sebagai lambang dan sebagai

alat tersebut amat bergantung kepada sikap positif kita terhadap

bahasa Indonesia itu.

Kedudukan Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Negara

Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya bahwa dalam

kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia mempunyai

empat fungsi, yaitu: 1) bahasa resmi kenegaraan, 2) bahasa

pengantar di dalam dunia pendidikan, 3) bahasa perhubungan

tingkat nasional, dan 4) bahasa pengembang kebudayaan, ilmu

pengetahuan dan teknologi.

Keempat fungsi bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa

negara dipaparkan sebagai berikut.

A. Bahasa Resmi Kenegaraan

Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan memiliki

kedudukan yang amat istimewa. Kedudukan ini memberikan peluang

kepada bahasa Indonesia untuk berkembang lebih cepat dibandingkan

dengan bahasa lainnya dalam lingkungannya. Sebagai bahasa resmi

kenegaraan bahasa Indonesia dipakai dalam segala upacara,

peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, baik lisan maupun tulis.

Fungsi ini seperti dikatakan tadi, memberikan peluang bagi

berkembangnya bahasa Indonesia.

Dalam bahasa Indonesialah ditulis dokumen dan keputusan

serta surat menyurat yang dikeluarkan oleh penyelenggara negara

15

dan badan-badan kenegaraan lainnya seperti DPR, MPR. Dalam bahasa

Indonesia pula ditulis dan disampaikan pidato resmi pemimpin

negara dan pejabat pemerintah lainnya. Fungsi bahasa Indonesia

sebagai bahasa negara seperti yang dikemukakan di atas berlaku

dalam semua tataran pemerintahan dari pusat hingga daerah.

Upaya pembinaan dan pengembangan bahasa sebagai rekayasa

yang dilakukan oleh pemilik bahasa negara itu mutlak diperlukan.

Ada kaitan erat antara upaya pembinaan dan pengembangan bahasa

dengan laju perkembangan bahasa itu. Oleh karena itu, pembinaan

dan pengembangan bahasa adalah upaya yang terus menerus dilakukan

agar fungsi yang diemban oleh bahasa Indonesia itu dapat

terlaksana dengan baik. Dengan demikian, kita akan memiliki

sebuah bahasa negara yang dapat diandalkan.

Kalau bahasa resmi kenegaraan sudah dapat diandalkan,

persoalan yang perlu dihadapi adalah pemakai bahasa negara. Oleh

karena itu, diperlukan pembinaan sikap positif dari penyelenggara

negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Dengan

demikian, dewasa ini penguasaan bahasa Indonesia tampaknya telah

dijadikan salah satu faktor yang menentukan di dalam pengembangan

ketenagaan, seperti penerimaan pegawai baru, kenaikan pangkat,

baik sipil maupun militer, dan pemberian tugas-tugas khusus, baik

di dalam maupun luar negeri. Dalam kaitan itu, Pusat Pembinaan

dan Pengembangan Bahasa sering mendapat permintaan penyuluhan

kebahasaan di berbagai instansi. Selain itu praktek pemberian

penyuluhan pun menjadi agenda utama dalam setiap tahun anggaran.

16

Dapat dikatakan bahwa perwujudan fungsi bahasa Indonesia

sebagai bahasa resmi kenegaraan memerlukan kerja sama yang baik

antarinstansi pemerintah. Penggunaan bahasa Indonesia yang baik

dan benar memerlukan perhatian semua pihak yang peduli akan

bahasa negara itu.

B. Bahasa Pengantar di dalam Dunia Pendidikan

Fungsi lainnya yang berkaitan dengan bahasa Indonesia

sebagai bahasa negara adalah bahwa bahasa Indonesia dipakai

sebagai bahasa pengantar dalam lingkunagn lembaga pendidikan

mulai taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Fungsi

menempatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang terus menerus

dipakai dalam setiap kesempatan belajar mengajar. Dalam fungsinya

sebagai bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan, bahasa

Indonesia hidup dan berkembang seiring dengan perkembangan

pendidikan yang dialami oleh manusia Indonesia. Dengan demikian,

bahasa Indonesia akan makin luas pemakaiannya, memasuki berbagai

lingkungan suku bangsa. Dalam fungsinya itu pula, bahasa

Indonesia mendapat masukan dari berbagai bahasa yang ada.

Pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia dalam fungsinya

sebagai bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan boleh

dikatakan amat kompleks. Anda mungkin dapat membayangkan bahwa

yang terlibat dalam dunia pendidikan itu bukan hanya peserta

didik, melainkan guru, perencana dan pengelola pendidikan,

penulis buku, serta penerbit. Dengan demikian, upaya pembinaan

dan pengembangan bahasa Indonesia dalam fungsinya sebagai bahasa

17

pengantar di dalam dunia pendidikan menuntut pemikiran dan

perencanaan yang matang. Dapat dikatakan bahwa fungsi bahasa

Indonesia sebagai bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan

turut menentukan keberhasilan fungsi bahasa yang lainnya. Di

dunia pendidikanlah pengajaran bahasa Indonesia berlangsung. Hal

ini berarti bahwa dalam fungsinya sebagai bahasa pengantar di

dalam dunia pendidikanlah pengembangan bahasa dan pembinaan

bahasa terpadu.

Persoalan pengajaran bahasa menjadi bagian penting dalam dunia

pendidikan. Selain itu, pendidik yang bergerak dalam dunia

pendidikan juga akan menentukan, baik kualitas pemakaian maupun

kualitas sikap pemakai bahasa.

Hal lain yang bersinggungan dengan dunia pendidikan adalah

penulis buku dan penerbit. Penulis buku menyiapkan bahan ajar

untuk guru. Penerbit menerima bahan ajar untuk dijadikan buku

yang layak dipakai. Kinerja penulis dan penerbit turut menentukan

keberhasilan pengajaran bahasa bersama guru. Sementara itu, baik

penulis, penerbit, maupun guru hakikinya merupakan hasil

pendidikan sebagai proses yang panjang. Dalam proses yang panjang

itu bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa pengantar.

C. Bahasa Perhubungan Tingkat Nasional untuk Perencanaan dan

Pelaksanaan Pembangunan Nasional dan Kepentingan Pemerintahan

Fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam dunia

pendidikan bertaut dengan fungsinya sebagai alat perhubungan pada

tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan

18

program-program pemerintah dan penyelengaraan pemerintahan.

Fungsi ini bukan saja menyangkut kegiatan komunikasi timbal balik

antara pemerintah dan masyarakat luas, melainkan juga menyangkut

kegiatan komunikasi antarderah dan antarsuku. Dengan demikian,

bahasa Indonesia dalam fungsinya sebagai alat perhubungan pada

tingkat nasional akan mengatasi kesenjangan komunikasi

antardaerah dan antarsuku sehingga pada gilrannya bahasa

Indonesia akan makin meluas pemakaiannya.

Bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk menyelenggarakan

pemerintahan membawa akibat yang mengharuskan penyelenggara

pemerintahan menggunakan bahasa Indonesia yang sesuai dengan

kaidah bahasa yang dibakukan. Hal ini berarti penyelenggara

pemerintahan haruslah memiliki kesadaran untuk menggunakan bahasa

Indonesia yang baik dan benar. Untuk itu, diperlukan upaya

pembinaan sikap kebahasaan terhadap penyelenggara pemerintahan.

Selama penyelenggara negara atau pemerintah belum memiliki sikap

positif terhadap bahasa Indonesia selama itu pula bahasa

Indonesia belum berfungsi dengan baik. Selama bahasa Indonesia

belum berfungsi dengan baik selama itu pula kedudukan bahasa

Indonesia sebagai bahasa negara terancam kegoyahan. Untuk

mengatasi semua itu, diperlukan kebijaksanaan yang mengharuskan

semua pejabat negara dari yang tertinggi hingga yang terendah

mengikuti tes/uji kemahiran berbahasa Indonesia (UKBI).

D. Bahasa Pengembang Kebudayaan, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi

19

Fungsi lainnya yang bertaut dengan kedudukan bahasa

Indonesia sebagai bahasa negara adalah sebagai alat pengembangan

kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Dalam

fungsi ini bahasa Indonesia merupakan satu-satunya alat yang

memungkinkan kita membina dan mengembangkan kebudayaan nasional

sedemikian rupa sehingga memiliki ciri-ciri dan jatidirinya

sendiri yang membedakannya dari kebudayaan daerah. Bahasa

Indonesia menjadi pilar utama kebudayaan nasional yang paling

nyata. Dengan bahasa Indonesia, kita menyatakan nilai-nilai

sosial budaya nasional kita.

Penyebarluasan ilmu pengetahuan dan teknologi modern tidak

dapat dilepaskan dari bahasa Indonesia. Dengan demikian,

sebagaimana diungkapkan di atas, bahasa Indonesia mempunyai

fungsi sebagai alat untuk menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan

teknologi modern. Fungsi yang disebut terakhir ini menghadapkan

kita pada keharusan memodernkan bahasa Indonesia, apalagi kalau

dihubungkan dengan pengembangan teknologi modern yang yang pada

umumnya berasal dari negara asing. Bahasa Indonesia harus

memiliki konsep-konsep baru yang datang dari Barat, sehingga

upaya pemodernan bahasa Indonesia tidak dapat ditunda-tunda.

Teknologi modern yang berasal dari Barat itu tentulah

mempertimbangkan kemanfaatannya bagi bangsa Indonesia.

20

3. KEGIATAN KEBIJAKSANAAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN

BAHASA INDONESIA

Ada beberapa kegiatan yang perlu diketahui dalam pembinaan

dan pengembangan bahasa Indonesia. Kegiatan-kegiatan tersebut

adalah sebagai berikut.

1) Pemantapan Kedudukan Dan Fungsi Bahasa Indonesia

Kegiatan pemantapan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia

telah dikumandangkan pada berbagai kesempatan dan telah

dilaksanakan dengan baik. Pemantapan kedudukan dan fungsi bahasa

21

Indonesia itu disertai pula dengan pembenahan aksara bahasa

Indonesia yang dalam kegiatan-kegiatan tertentu harus dubina

dengan menularkannya kepada orang-orang atau kelompok-kelompok

masyarakat yang belum tahu membaca dan metulis yang disebut

dengan buta aksara.

2) Kegiatan Pembakuan bahasa Indonesia

Kegiatan pembakuan bahasa merupakan kegiatan pengembangan

bahasa, yaitu meningkatkan kelengkapan dan mutu bahasa. Kegiatan

pembakuan telah dilakukan dengan berbagai sarana, seperti

penerbitan dan penyebaran Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Di

dalam tata bahasa tersebut termuat berbagai kaidah kebahasaan

yang harus diketahui dan dipelajari oleh masyarakat. Selain itu,

diterbitkan pula beberapa buku yang yang berfungsi sebagai

pendukung pembakuan bahasa, seperti Pedoman Umum Ejaan Bahasa

Indonesia yang Disempurnakan, Pedoman Umum Pembentukan Istilah.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan berbagai kamus ilmu dasar,

seperti Kamus Kimia, Kamus Matematika, Kamus Biologi, Kamus

Sastra, dan Kamus Teknik.

3) Kegiatan Penumbuhan Sikap Positif terhadap Bahasa

Kegiatan penyuluhan bahasa Indonesia telah dilakukan secara

berkala. Kegiatan tersebut tidak lain dari usaha untuk

menumbuhkan sikap yang positif terhadap bahasa Indonesia. Pusat

pembinaan dan Pengembangan Bahasa yang ditunjuk sebagai badan

22

pemerintah yang mengelola bahasa, sejak tahun 1980 telah

digiatkan suatu bentuk kegiatan, yaitu Bulan Bahasa, yang sejak

tahun 1989 berubah menjadi Bulan Bahasa dan Sastra. Dalam

kegiatan itu, semua kegiatan penyuluhan diterapkan.

Kegiatan Bulan bahasa dan Sastra merupakan rangkaian acara

kebahasaan dan kesastraan, berlangsung selama satu bulan,

bertujuan meningkatkan pemasyarakatan bahasa dan apresiasi sastra

di Indonesia, yaitu menumbuhkan sikap yang positif terhadap

bahasa dan sastra Indonesia. Oleh sebab itu, sasaran kegiatan

Bulan Bahasa dan Sastra adalah para peminat bahasa dan sastra,

para guru,mahasiswa, siswa, dan masyarakat umum. Kegiatan yang

dilaksanakan dalam Bulan Bahasa dan Sastra meliputi kegiatan

kebahasaan dan kegiatan kesastraan. Kegiatan kebahasaan meliputi

(1) Pertemuan Kebahasaan, (2) Lomba Kebahasaan, (3) Penyuluhan,

(4) Pintu Terbuka, (5) Cerdas Cermat Kebahasaan. Kegiatan

Kesastraan meliputi (1) Diskusi Sastra di kalangan siswa, (2)

Cepat Tepat Sastra Tingkat SMA, (3) Pertemuan Sastrawan dengan

Siswa, (4) Festival Pementasan Sastra, (5) Pameran Sastra, (6)

Apresiasi Sastra melalui Radio dan Televisi.

Kegiatan Bulan Bahasa dan Sastra juga diselenggarakan di

daerah, di kota-kota provinsi yang melibatkan berbagai unsur,

seperti Kantor Wilayah Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas

Pendidikan dan Kebudayaan, Kantor Dewan Kesenian Daerah serta

Kantor Pemerintah Daerah. Semua kegiatan yang dilakukan pada

Bulan Bahasa dan Sastra merupakan kegiatan pembinaan bahasa.

23

4) Kegiatan Kongres Bahasa

Kongres bahasa Indonesia sebagai wahana pembinaan dan

pengembangan bahasa telah dilakukan dari Kongres Bahasa Indonesia

I sampai dengan Kongres Bahasa Indonesia VII. Kongres Bahasa

Indonesia I diselenggarakan di Solo pada tanggal 25-27 Juni 1938

dengan tujuan untuk mencari pedoman bagi para pemakai bahasa,

mengatur bahasa, dan mengusahakan agar bahasa Indonesia dapat

tersebar lebih luas karena anggapan segelintir orang menganggap

bahwa bahasa Indonesia belum teratur. Kongres tersebut

menghasilkan menghasilkan tentang kedudukan bahasa, pengembangan

bahasa,dan pembinaan bahasa. Pencetus gagasan penyelenggaraan ini

adalah wartawan harian Soeara Oemoem, Surabaya.

Kongres Bahasa Indonesia II diselenggarakan di Medan pada

tanggal 28 Oktober -2 November 1954 dengan tujuan yang sama

dengan Kongres Bahasa Indonesia I. Dalam kongres itu dibicarakan

tata bahasa dan ejaan, bahasa Indonesia perudang-undangan, bahasa

Indonesia dalam kuliah, bahasa Indonsia dalam film, dan bahasa

Indonesia dalam pers. Kongres tersebut menghasilkan keputusan

tentang kedudukan bahasa, pengembangan bahasa, dan pembinaan

bahasa Indonesia. Kongres bahasa Indonesia II diprakarsai oleh

jawatan Kebudayaan, Kementrian Pendidikan Pengajaran dan

kebudayaan.

Kongres Bahasa Indonesia III diselenggarakan di Jakarta pada

tanggal 28 Oktober-3 November 1978. Tujuan kongres itu adalah

memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia, baik sebagai

bahasa nasional, maupun sebagai bahasa negara. Hasil yang dicapai

24

adalah simpulan dan tindak lanjut pembinaan dan pengembangan

bahasa dalam (1) bidang kebudayaan, agama,sosial, politik, dan

ketahanan nasional, (2) bidang pendidikan, (3) komunikasi, (3)

bidang kesenian, (5) bidang linguistik, (6) ilmu pengetahuan dan

teknologi.

Kongres Bahasa Indonesia IV diselenggarakan di Jakarta pada

tanggal 21—26 November 1983. Kongres itu bertujuan memantapkan

kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi

pemerintahan, sarana pengembangan kebudayaan, sarana pendidikan

dan pengajaran, serta sarana pengembangan ilmu dan teknologi

modern. Keputusan yang dicapai adalah berbagai konsep pembinaan

dan pengembangan bahasa dan sastra Indonesia dalam hubungannya

dengan pelaksanaan pembangunan nasional.

Kongres Bahasa Indonesia V diselenggarakan di Jakarta pada

tanggal 28 Oktober-3 November 1988. Pada kongres ini dilincurkan

dua buah buku, yaitu Kamus Besar Bhasa Indonesia dan Tata Bahasa

Baku. Kongres Bahasa Indonesia V diselenggarakan bertepatan

dengan peringatan 60 tahun Sumpah Pemuda. Kongres itu bertujuan

memantapkan bahasa Indonesia sehubungan dengan perannya untuk

memperlancar usaha pencerdasan bangsa, sebagai jembatan

tercapainya kesejahteraan sosial yang adil dan merata. Kongres

ini menghasilkan putusan berupa putusan umum dan tindak lanjut,

yang meliputi bidang kebahasaan, bidang kesastraan, bidang

pengajaran, dan bidang pengajaran sastra.

Kongres Bahasa Indonesia VI diselenggarakan di Jakarta pada

tanggal 28 Oktober -2 November 1993. Pada kongres itu terdapat

25

peserta dari negara lain sebagai pemakalah yang mengemukakan

bagaimana bahasa Indonesia dipelajari di luar negeri. Negara luar

negeri yang ikut serta adalah Amerika Serikat, Australia,

Belanda, Brunai Darussalam, Hongkong, India, Italia, Jepang,

Jerman, Korea Selatan, Malaysia, Republik Rakyat Cina, Rusia, dan

Singapura. Tujuan kongres adalah memantapkan pengembangan bahasa

dan sastra, pembinaan bahasa dan sastra, pengajaran bahasa dan

sastra, serta perkembangan bahasa dan sastra di luar negeri.

Kongres itu mengambil dua bagian keputusan, yaitu bagian umum dan

bagian khusus.

Kongres bahasa Indonesia VII diselenggarakan di Jakarta pada

tanggal 26—31 Oktober 1998. Kongres itu diikuti oleh pemakalah

luar negeri yang membicarakan pelaksanaan pengajaran bahasa

Indonesia di luar negeri yang membicarakan pelaksanaan pengajaran

bahasa Indonesia di negaranya masing-masing.

5. Kegiatan Peningkatan Mutu Sumber Daya Para Pakar

Kegiatan ini dilakukan dengan berbagai jalur. Pertama, para

pelaksana pembinaan dan pengembangan bahasa dan sastra

disekolahkan pada jalur pendidikan yang lebih tinggi dari

sebelumnya. Dari kegiatan tersebut telah dihasilkan beberapa

doktor dan magister yang mengkhususkan diri pada bidangnya

masing-masing. Kegiatan ini terus dilaksanakan. Kedua, para

tenaga teknis Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa mengikuti

penataran bahasa dan sastra dalam beberapa tahap. Ketiga, para

pengajar bahasa dan nonbahasa ditatar dengan beberapa pola

26

penataran tentang bahasa Indonesia, sehingga diharapkan para

pengajar SD, SLTP, dan SLTA dapat menjadi tenaga pelaksana

kegiatan bahasa yang andal. Keempat, para pejabat dan aparat yang

mempunyai wewenang dalam berbagai kegiatan, termasuk kegiatan

kebahasaan, diberi pengetahuan dan pengertian tentang pentingnya

pembinaan dan pengembangan bahasa. Kelima, para pemimpin redaksi

mendapat penataran pula agar dapat memakai bahasa Indonesia.

Keenam, berbagai jalur lain yang memungkinkan bahasa dapat

terbina dan berkembang pada beberapa tokoh masyarakat juga

ditangani dengan baik.

6. Kegiatan Penyuluhan Bahasa di Luar Bulan Bahasa dan Sastra

Kegiatan penyuluhan bahasa dianggap usaha pelengkap

penyebaran hasil kodifikasi bahasa melalui bentuk lisan. Di

samping itu, penyuluhan bahasa juga merupakan penerangan tentang

kebahasaan yang belum terungkap dalam hasil kodifikasi itu.

Penyebaran Kamus Besar Bahasa Indonesia, misalnya kadang-kadang

harus diikuti oleh kegitan penyuluhan bahasa karena pada saat

kamus tersebut disebarkan, kata-kata baru telah bermunculan.

Dengan kegiatan penyuluhan bahasa seperti itu kekurangan yang

ada dalam kamus tersebut dapat dijelaskan atau diatasi.

Jika dilihat jenis kelompok sasaran pembinaan dan

pengembangan bahasa, penyuluhan bahasa dapat ditujukan kepada

tiga khalayak. Ketiga khalayak itu menurut Moeliono (1981:148)

adalah khalayak umum, kelompok khusus, dan orang seorang.

27

a) Penyuluhan Khalayak Umum

Penyuluhan bahasa yang ditujukan kepada khalayak umum

biasanya dilakukan dengan bantuan media massa, seperti surat

kabar, majalah, radio, dan televisi. Penyuluhan bahasa melalui

surat kabar dan majalah biasanya dilakukan dengan suatu rubrik

khusus yang memuat masalah bahasa. Tentu saja, pemuatan

permasalahan bahasa yang ada di dalam rubrik itu haruslah

mempersoalkan tema yang sesuai dengan misi majalah atau surat

kabar yang bersangkutan. Biasanya pemunculan penyuluhan bahasa

Indonesia di surat kabar dan majalah dilakukan secara berakala.

Surat kabar Republika, misalnya, akan memuat rubrik kebahasaan

pada hari Sabtu secara terus menerus.

Kegiatan penyuluhan untuk khalayak umum melalui radio dan

televisi biasanya dilakukan suatu acara khusus. Kegiatan tersebut

pada saat ini telah dilakukan di Radio Republik Indonesia (RRI)

secara berkala. Penyuluhan tersebut diikuti oleh radio-radio

swasta di seluruh tanah air. Penyuluhan melalui radio dan

televisi ini merupakan suatu penyuluhan yang disampaikan secara

lisan. Oleh sebab itu, dalam kegiatan penyuluhan ini tidak

dilakukan serupa dengan proses belajar di sekolah. Kegiatan ini

lebih banyak bersifat menggugah masyarakat untuk bersikap positif

terhadap bahasa Indonesia. Dengan penggugahan itu pemakaian

bahasa Indonesia di kalangan masyarakat dapat meningkat.

b) Penyuluhan Kelompok Khusus

28

Kegiatan penyuluhan kelompok khusus dapat dilakukan pada

para karyawan suatu instansi, baik instansi pemerintah maupun

instansi pemerintah. Corak penyuluhan kelompok khusus tidak sama

dengan penyuluhan khalayak umum. Karena sasaran penyuluhan adalah

orang yang mempunyai kepentingan yang sama, materi yang

disuluhkan dapat ditentukan bersama. Pada instansi tertentu para

karyawan memerlukan kejelasan tentang ejaan. Pada instansi lain

para karyawannya memerlukan kejelasan mengenai bahasa surat.

Dengan demikian terlihat bahwa penyuluhan kelompok khusus itu

bergantung pada keperluannya.

c) Penyuluhan Orang Seorang

Penyuluhan bahasa melalui orang seorang merupakan penyuluhan

yang lebih khusus. Penyuluhan tersebut dapat terlihat pada saat

seseorang datang kepada petugas menanyakan persoalan kebahasaan

yang belum diketahuinya. Penyuluhan seperti itu berlaku pula bagi

seseorang yang menayakan persoalan bahasa yang belum diketahuinya

melalui telepon kepada petugas kebahaasaan. Para petugas harus

menjawab pertanyaan yang diajukan orang itu dengan jawaban dalam

bahasa Indonesia yang baik dan benar. Di samping itu, ada pula

anggota masyarakat yang bertanya dengan media surat. Para petugas

menjawab pertanyaan tersebut dengan surat pula dengan menggunakan

surat. Dengan demikian, persoalan bahasa yang dijelaskan di

dalamnya dapat sampai pada pengirim surat itu. Kemudian, secara

tidak langsung petugas telah pula menyuluhkan format surat kepada

orang tersebut.

29

7. Kegiatan Penelitian Bahasa dan Sastra

Penelitian bahasa dan sastra merupakan kegiatan yang

mendukung pekerjaan mengembangkan bahasa. Setiap tahun terdapat

lebih dari 20 buah hasil penelitian bahasa dan sastra yang

terdapat di berbagai lembaga pemerintah dan swasta. Kegiatan

penelitian dilaksanakan sebagai upaya untuk (1) mengembangkan

bahasa dan sastra Indonesia yang memenuhi tuntutan kehidupan

masyarakat Indonesia modern dalam berbagai aspek, seperti aspek

politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan kebudayaan;

(2) melestarikan bahasa dan sastra daerah sebagai warisan budaya

bangsa serta memanfaatkannya sebagai sumber dalam pengembangan

bahasa dan sastra Indonesia.

4. BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR

1. Bahasa Indonesia yang Baik

30

Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa Indonesia yang

digunakan sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku.

Misalnya, dalam situasi santai dan akrab, seperti di warung kopi,

di pasar, di tempat arisan, dan di lapangan sepak bola hendaklah

digunakan bahasa Indonesia yang santai dan akrab yang tidak

terlalu terikat oleh patokan. Dalam situasi resmi, seperti dalam

kuliah, dalam seminar, dalam sidang DPR, dan dalam pidato

kenegaraan hendaklah digunakan bahasa Indonesia yang resmi, yang

selalu memperhatikan norma bahasa.

2. Bahasa Indonesia yang Benar

Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang

digunakan sesuai dengan kaidah atau aturan bahasa Indonesia yang

berlaku. Kaidah bahasa Indonesia itu meliputi kaidah ejaan,

kaidah pembentukan kata, kaidah penyusunan kalimat, kaidah

penyusunan paragraf, dan kaidah penataan penalaran. Jika ejaan

digunakan dengan cermat, kaidah pembentukan kata diperhatikan

dengan saksama, dan penataan penalaran ditaati dengan konsisten,

pemakaian bahasa Indonesia dikatakan benar. Sebaliknya, jika

kaidah-kaidah bahasa itu kurang ditaati, pemakaian bahasa

tersebut dianggap tidak benar.

3. Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar

Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia

yang digunakan sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku

dan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang berlaku.

31

Pemakaian lafal daerah, seperti lafal bahasa Jawa, Sunda,

Bali, dan Batak dalam berbahasa Indonesia pada situasi resmi

sebaiknya dikurangi. Kata memuaskan yang diucapkan memuasken

bukanlah lafal bahasa Indonesia.

Pemakaian lafal asing sama saja salahnya dengan pemakaian

lafal daerah. Ada orang yang sudah biasa mengucapkan kata logis

dan sosiologi menjadi lohis dan sosiolohi. Ada lagi pemakai bahasa yang

mengucapkan kata sukses menjadi sakses. Kesemuanya itu merupakana

pengucapan yang perlu dibenahi jika kita berbicara dengan bahasa

Indonesia dalam situasi resmi.

4. Pokok-Pokok Bahasa Yang Benar

Kaidah yang mengatur pemakaian bahasa itu meliputi kaidah:

ejaan, pembentukan kata, pemilihan kata, penyusunan kalimat, dan

pembentukan paragraf.

32

5. YANG PATUT MENJADI ANUTAN DALAM

BERBAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR

Bahasa Indonesia sudah ditetapkan sebagai bahasa negara,

seperti tercantum dalam pasal 36, Undang-unndang Dasar 1945. Oleh

karena itu, semua warga negara Indonesia wajib menggunakan bahasa

Indonesia yang baik dan benar.

Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar juga

merupakan hasrat seluruh rakyat Indonesia. Hasrat itu tertuang

dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1988 tentahg Garis-garis Besar

33

Haluan negara Sektor kebudayaan butir f, yang menyatakan bahwa

pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia perlu terus

ditingkatkan, serta penggunannya secara baik dan benar, dan penuh

kebanggan perlu dimasyarakatkan sehingga bahasa Indonsia menjadi

wahana komunikasi yang mampu memperkokoh persatuan dan kesatuan

serta mendukung pembangunan bangsa.

Semua warga negara Indonesia wajib membina dirinya masing-

masing dalam pemakaian bahasa Indonesia agar bahasa Indonesia

tumbuh dan berkembang sesuai dengan kaidah yang berlaku. Kita

tidak sepatutnya mengatakan, “Ah, masa bodoh soal kaidah bahasa.

Itu urusan ahli bahasa, atau “Ah, salah tentang ejaan tidak apa-

apalah. Yang penting bagi kita, bahasa dapat dimenerti dan

komunikatif.” Pemakai bahasa Indonesia tidak dibenarkan,

misalnya, menggunakan lafal bahasa daerah atau lafal bahasa asing

dalam berbahasa Indonesia. Demikian pula, kurang terpijilah orang

yang menggunakan bahasa Indonesia yang kosa katanya bercampur

dengan kata bahasa asing hanya karena ingin tampak “gagah” atau

karena ingin memperlihatkan tingkat keintelektualannya.

Pertanyaan yang timbul sekarang adalah siapakah yang

ditugasi membina pemakaian bahasa dan siapa pula yang harus

menjadi anutan dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar?

Jawabnya, secara resmi yang ditugasi membina dan mengembangkan

bahasa Indonesia adalah pemerintah, dalam hal ini Depatemen

Pendidikan dan kebudayaan, yang mendelegasikan wewenangnya kepada

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Akan tetapi tidak

semata-mata Pusat Bahasa yang memikul beban tersebut. Semua warga

34

negara Indonesia mempunyai kewajiban melaksanakan pembinaan

bahasa. Usaha pembinaan bahasa yang dilancarkan dengan gigih oleh

Pusat Bahasa akan gagal jika tidak diikuti oleh kesadaran kita

untuk membina diri kita masing-masing dalam berbahasa. Kerja

keras Pusat bahasa dalam membina masyarakat untuk berbahasa

dengan benar, baik dilakukannya melalui televisi, radio, maupun

surat kabar, tidak ada artinya jika kaidah-kaidah kebahasaan

tidak diindahkan oleh seluruh lapisan masyarakat. Lebih tragis

lagi, usaha Pusat Bahasa akan sia-sia jika mereka yang patut

menjadi anutan dalam berbahasa tidak berusaha menerapkan kaidah-

kaidah bahasa Indonesia ketika berkomunikasi dengan masyarakat.

Itulah sebabnya, salah satu putusan Kongres V Bahasa Indonesia

tahun 1988 menyatakan bahwa dalam konteks budaya yang memberi

penekanan pada prinsip anutan, kongres mengimbau agar para

pejabat lebih berhati-hati dalam memakai bahasa Indonesia yang

baik dan benar. Putusan kongres itu beralasan sebab dalam

masyarakat kita terdapat nilai budaya yang banyak berorientasi

vertikal ke arah tokoh, pembesar, yang berpangkat tinggi, atasan

senior (Koentjaraningrat, 1974:69). Pengaruh pemakaian bahasa

para anutan itu sangat besar bagi masyarakat yang diajaknya

berkomunikasi. Lalu, siapakah yang patut menjadi anutan dalam

berbahasa Indonesia yang baik dan benar? Jawabnya, yang patut

menjadi anutan dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar,

antara lain, sebagai berikut.

1. Presiden dan Wakil Presiden

35

Di negara mana pun di dunia ini seorang kepala negara, baik

presiden, perdana menteri, sultan, maupun raja, memiliki wibawa

yang tinggi dan mempunyai pengaruh yang sangat kuat di mata

masyarakatnya. Setiap putusan dan petunjuknya selelu diperhatikan

rakyatnya. Setiap wejangan dan arahannya selalu dijadikan

landasan berpijak oleh aparat bawahannya, yang pada gilirannya

dijadikan pedoman oleh seluruh warga negaranya. Demikian jua,

pemakaian bahasa presiden atau wakil presiden akan berpengaruh

bagi pemakai yang lain.

Kata dan ungkapan yang diucapkan presiden dan wakil presiden

akan dijadikan pola dan ditiru oleh para pejabat yang lain dan

oleh masyarakat luas. Tidaklah mengherankan jika setelah presiden

atau wail presiden menggunakan suatu ungkapan tertentu ketika

mencanangkan sesuatu, misalnya, dan ungkapan itu sangat berkesan

di hati pendengarnya, akan muncullah di dalam masyarakat beberapa

ungkapan lain dengan menggunakan pola yang sama seperti yang

diucapkan presiden atau wakil presiden.

2. Menko dan Menteri

Para menko dan menteri memiliki kekuasaan yang besar dalam

mengemudikan negara dan bangsa ini. Mereka, sebagai pembantu

presiden mempunyai wewenang untuk menyusun kebijakan dalam

bidangnya masing-masing. Ketika menyampaikan kebijakannya itulah,

seperti ketika memimpin rapat kerja departemen, ketika

melangsungkan dengar pedapat di DPR, atau ketika memberikan

keterangan melalui TVRI, para menko dan menteri sepatutnya

36

menggunakan bahasa yang baik dan benar. Ucapan mereka akan

berpengaruh bagi aparat bawahannya dan tidak mustahil dalam waktu

singkat ucapan itu akan tersebar luas ke seluruh pelosok tanah

air.

3. Pemimpin Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara

Ketua dewan Perwakilan Rakyat/Majelis Permusyawaratan

Rakyat, Ketua Dewan Pertimbangan Agung, Gubernur Bank Indonesia,

dan Jaksa Agung merupakan pejabat yang ucapan-ucapan mereka akan

terasa membekas di hati pendengarnya. Demikian juga, pemimpin

instansi nondepartemen, seperti Ketua LIPI, Kepala BP-7, Ketua

LAN, dan Ketua BKKBN, adalah pejabat yang kata-katanya menjadi

menjadi perhatian seluruh masyarakat. Para pendengar akan

terkesan dengan contoh dan ilustrasi yang dikemukakan oleh para

ketua lembaga tertinggi/tinggi negara dan pemimpin instansi

nondepartemen tersebut, selanjutnya, pemakaian bahasa mereka

turut mewarnai pemakaian bahasa para pejabat yang lain, baik di

pusat maupun di daerah.

4. Pemimpin ABRI

Instruksi yang disampaikan oleh pemimpin ABRI, baik secara

lisan maupun secara tertulis, hendaklah jelas dan lugas aga

instruksi tersebut tidak menimbulkan salah paham bagi penerima

instruksi. Kesalahpahaman akan menghasilkan salah arah dan salah

langkah bagi kesatuan-kesatuan yang lebih kecil. Agar terasa

37

jelas dan lugas, hendaklah instruksi itu disusun dalam kalimat

yang efektif dengan penataan penalaran yang baik.

5. Guru dan Dosen

Prof. Dr. J.S. Badudu dalam suatu acara “Siaran Pembinaan

Bahasa Indonesia di TVRI” mengatakan bahwa tulisan atau karangan

siswa dan mahasiswa di sekolah-sekolah, baik di tingkat dasar,

tingkat menengah, maupun tingkat perguruan tinggi rata-rata

buruk. Mereka banyak membuat kesalahan dalam pemakaian ejaan,

pemilihan kata, atau dalam penyusunan kalimat. Disarankan oleh

guru besar Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran agar guru dan

dosen bahasa Indonesia mau mengoreksi tulisan anak-anak dan

memberikan bentuk yang betul. Dalam hubungan itu, yang diinginkan

oleh Badudu agar guru dan dosen bahasa Indonesia menguasai lebih

dahulu kaidah-kaidah bahasa yang berlaku. Bahkan, agar para siswa

dan mahasisiwa terbiasa berbahasa yang benar. Guru dan dosen

bidang studi lain pun diharapkan dapat membantu tugas guru bahasa

Indonesia. Dengan begitu. Para siswa dan mahasiswa tidak akan

dipusingkan oleh anjuran yang berbeda, yaitu guru bahasa

Indonesia menganjurkan “begini”, sedangkan guru bidang studi lain

menganjurkan “begitu” dalam pemakaian bahasa.

6. Wartawan dan Penerbit

Para wartawan TVRI/RRI serta wartawan berbagai surat kabar

dan majalah redaksi penerbit sangat besar peranannya dalam

pembinaan bahasa Indonesia. Berita pada TVRI, RRI, surat kabar,

38

dan majalah, serta tulisan dalam buku-buku yang merupakan produk

wartawan dan redaksi penerbit sangat mewarnai pemakaian bahasa

dalam masyarakat. Oleh karena itu, suatu hal yang sangat masuk

akal jika para wartawan dan redaksi penerbit perlu meningkatkan

kemahirannya dalam memperagakan bahasa yang baik dan benar dalam

tulisan-tulisan mereka.

Berkenaan dengan pemakaian bahasa Indonesia khususnya di

radio siaran, Menteri Penerangan, dalam suatu kesempatan

mengatakan bahwa masih banyak radio siaran yang mengabaikan

ajakan untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar,

bahkan tidak jarang pula yang ikut-ikutan menggunakan “bahasa

rusak”. Untuk itu, diharapkan agar bahasa Indonesia yang

digunakan di radio siaran dapat dijadikan anutan dalam penggunaan

bahasa baku. Di samping iu, fasilitas ini harus bersifat mendidik

memenuhi selera yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat

pendengar.

Pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam setiap

acara resmi atau formal di TVRI, RRI, surat kabar, majalah, dan

buku merupakan guru yang paling berpengaruh dan akan mempunyai

dampak yang positif dalam pemakaian bahasa masyarakat.

Sebaliknya, jika bahasa dalam media massa elektonika dan media

massa cetak, atau bahasa dalam buku kacau, pengaruh yang

ditimbulkannya akan segera meraja lela ke semua pemakai bahasa,

terutama berpengaruh kepada mereka yang awam bahasa. Dalam kaitan

ini, penulis berpendapat bahwa usaha guru dan dosen bahasa

Indonesia di sekolah-sekolah dalam membina anak didik untuk

39

berbahasa yang benar akan hilang tanpa bekas jika bahasa yang

digunakan para penyiar televisi dan radio, surat kabar, dan buku

kurang menunjang karena anjuran guru di dalam kelas berbeda

dengan pemakaian bahasa dalam media massa dan dalam buku, di

luar kelas.

Karena bahasa dalam setiap acara televisi, radio, dan bahasa

surat kabar, majalah, serta buku merupakan guru yang paling

berpengaruh dan jangkauannya paling luas, hendaknya semua pihak

yang menangani media massa elektronika/cetak tersebut menuangkan

pikirannya dengan tertib dan cermat. Untuk itu, langkah-langkah

yang berikut agaknya patut dipertimbangkan.

1) Pihak redaksi mengadakan kursus bahasa Indonesia seacara

intensif dan terus menerus bagi karyawannya, dari pegawai

yang satu ke pegawai yang lain, seperti pemimpin redaksi,

wartawan, pengetik, penyunting, pemeriksa, penegeset (tukang

set).

2) Pegawai baru yang akan bekerja di media massa

elektronika/cetak hendaknya betul-betul memiliki kemahiran

berbahasa yang memadai (dibuktikan dari hasil tes bahasa).

3) Pihak TVRI dan RRI hendaknya selalu mengingatkan setiap

orang/pejabat yang akan tampil di TVRI atau RRI untuk

berbahasa dengan cermat dan tertib.

4) Setiap penerbit buku selayaknya mempunyai tenaga penyunting

bahasa yang betul-betul menguasai aturan bahasa.

7. Sekretaris dan Pengonsep Pidato

40

Bahwa peranan sekretaris dan para pengonsep pidato sangat

besar dalam pembinaan bahasa Indonesia masyarakattidak dapat

dimungkiri. Para sekretaris yang tugas sehari-harinya menulis ide

dan gagasan pemimpin instansinya wajib menguasai kaidah-kaidah

bahasa. Surat-surat yang ditulisnya seharusnya terhindar dari

kesalahan penerapan ejaan, penyusunan kalimat, dan penataan

penalaran agar surat yang dihasilkannya membawa pengaruh bahasa

yang baik bagi pembacanya. Demikian juga, pengaruh pengonsep

pidato. Tulisannya yang kemudian diucapkan oleh pemimpin

instansinya akan didengarkan oleh ratusan atau ribuan karyawan.

Lebih-lebih lagi jika pidato yang ditulis oleh sekretaris itu

disampaikan oleh kepala negara. Pidato itu akan disimak oleh

berjuta-juta orang di seluruh wilayah negara. Susunan kalimat

yang baik dengan disertai nalar yang jernih dalam pidato juga

akan melahirkan pengalaman berbahasa yang baik bagi berjuta-juta

pendengarnya.

8. Pemuka Agama

Sudah kita ketahui bahwa para pemuka agama berfungsi sebagai

penyebar kebajikan yang dibawa ajaran agamanya masing-masing.

Mubalig akan berceramah di majelis taklim di masjid; pendeta akan

berkotbah dan memimpin kebaktian di gereja, di tempat yang kudus,

Demikian juga, pemimpin agama yang lain akan berkhotbah di tempat

ibadat bagi agamanya. Fatwa mereka akan menyentuh lubuk hati yang

paling dalam bagi umatnya. Petuah dan nasihatnya selalu

direnungkan oleh jemaatnya. Kemudian, para jemaat akan berusaha

41

sedapat-dapatnya melaksanakan fatwa dan nasihat pemimpin

agamanya. Dalam kaitan inilah, pemakaian bahasa yang tertib dan

cermat oleh para pemuka agama akan menjadi teladan bagi umatnya.

Jika seorang pemuka agama, misalnya dalam suatu khotbahnya

menggunakan ungkapan Tuhan Yang Kekasih, ungkapan tersebut akan

digunakan pula oleh, sekurang-kurangnya, umat yang mendengarkan

khotbah tersebut. Padahal, ungkapan itu tidak tepat karena kata

Tuhan termasuk nomina atau kata benda yang diterangkan oleh yang

kekasih yang juga nomina. Seharusnya kata Tuhan diterangkan oleh

verba (kata kerja) atau kata sifat, seperti Tuhan Yang Maha

Mengasihi atau Tuhan Yang Maha Pengasih, atau TuhanYang Mahakasih.

Selain pejabat dan tokoh yang sudah disebutkan, sebenarnya

masih banyak atau pemimpin instansi, baik di kalangan

pemerintaan, kalangan swasta, maupun di kalangan organisasi massa

seperti gubernur, bupati, rektor, direktur utama, dan ketua umum

suatu organisasi massa yang harus menjadi anutan bawahannya dalam

berbahasa yang benar. Pada dasarnya, semua pemimpin yang

membawahkan berjuta-juta rakyat, seperti pemimpin negara, maupun

pemimpin yang membawahkan beberapa orang saja, seperti pemimpin

kantor kelurahan.

42

7. BENTUK BAKU DAN TIDAK BAKU

1. Manakah pelafalan ABRI yang benar [abri] atau [a-be-er-i]?

Singkatan dan akronim dalam bahasa Indonesia dilafalkan

dengan cara yang berbeda. Singkatan selain dilafalkan huruf demi

huruf, juga dilafalkan sesuai dengan bentuk lengkapnya, seangkan

akronim lazimnya dilafalkan sebagaimana kata biasa. Sejalan

dengan itu, SMAN, misalnya seperti halnya BRI, BNI, dan DPR

tergolong singkatanyang dilafalkan huruf demi huruf . Oleh karena

itu singkatan tersebut dilafalkan dengan [es-em-a- en]. [be-er-

i], [be-en-i], dan [de-pe-er].

Berbeda dengan singkatan itu ABRI dapat dilafalkan dengan

dua cara berdasarkan dua pertimbangan yang berbeda. Jika

dipandang sebagai singkatan, ABRI dilafalkan huruf demi huruf

43

menjadi [a-be-er-i]. Akan tetapi, jika dipandang sebagai akronim,

ABRI dilafalkan dengan [abri].

Dua sudaut pandang itu timbul karena di satu pihak ABRI

dapat dipandang sebagai singkatan dan di pihak lain dapat

dipandang sebagai akronim. ABRI dapat dipandang sebagai sangkatan

karena terbentuk dari gabungan huruf awal suatu kata, seperti

halnya BRI,BNI,dan DPR. Di pihak lain, ABRI dapat dipandang

sebagai akronim karena dapat dilafalkan sebagai kata biasa,

seperti halnya SIM, Akmil, dan tilang. Dengan demikian, perbedaan

sudut pandang itu pun pada akhirnya dapat menyebabkan perbedaan

dalam pelafalannya.

Walaupun dapat dilafalkan dengan dua cara , pelafalan yang

lazim untuk ABRI ialah [abri]. Sangat jarang pemakai bahasa yang

melafalkan dengan [a-be-er-i]. Kenyataan ini menunjukkan bahwa

ABRI lebih cenderung dipandang sebagai akronim.

2. Bagaimanakh melafalkan singkatan dan akronim asing?

Singkatan akronim asing pelafalannya diperlakukan agak

berbeda dengan singkatan dan akronim bahasa Indonesia. Sebagai

singkatan, huruf dari bahasa mana pun dilafalkan menurut namanya

dalam abjad bahasa kita. Oleh karena itu, singkatan asing pun

dilafalkan seperti halnya bahasa kita.

Misalnya:

Singkatan Lafal baku Lafal Tidak baku

FAO [ef-a-o] [ef-ey-ow]

44

IGGI [i-ge-ge-i] [ay-ji-ji-ay]

BBC [be-be-ce] [bi-bi-si], [be-be-se]

AC [a-ce] [ei-si], [a-se]

WC [we-ce] [dabiyu-si], [we-se]

TV [te-ve] [ti-vi]

TVRI [te-ve-er-i] [ti-vi-er-i]

Ketika bahasa Indonesia masih menggunakan ejaan lama,

pelafalan [be-be-se], [a-se], dan [we-se] untuk singkatan asing

BBC,AC, dan WC dapat dibenarkan sebab pelafalan itu sesuai dengan

nama huruf c dalam ejaan lama, yaitu se. Akan tetapi, sejak EYD

diresmikan dan nama huruf c mengalami perubahan dalam abjad kita,

pelafalan BBC, AC, dan WC pun berubah sesuai dengan nama huruf

yang berlaku sekarang. Dengan demikian, pelafalan BBC, AC, dan WC

dengan [be-be-se, [a-se], dan [we-se] sekarang dipandang tidak

baku. Pelafalannya yang baku ialah [be-be-ce], [a-ce], dan [we-

ce] karena disesuaikan dengan nama huruf c, yaitu [ce].

Dalam hubungan itu, singkatan asing tidak dilafalkan sesuai

dengan lafal asingnya karena hal itu dapat menyulitkan para

pemakai bahasa kita. Jika singkatan dari bahasa Inggris harus

dilafalkan menurut nama huruf dalam bahasa Inggris, misalnya ,

bagaimana kalau kita dihadapkan pada singkatan dari bahasa asing

yang lain, seperti Prancis, Rusia, Jerman, dan Jepang? Berapa

banyak masyarakat kita yang mengenal nama huruf di dalam bahasa-

bahasa itu? Bagaimana pula melafalkan huruf dalam bahasa-bahasa

itu, tentu tidak banyak yang tahu.

45

Dengan pertimbangan bahwa orang Indonesia yang paham bahasa

Indonesia dengan abjadnya lebih banyak daripada jumlah orang yang

mengenal bahasa asing dengan abjadnya, sebaiknya singkatan dari

bahasa mana pun, demi kejelasan informasi yang akan disampaikan

kepada masyarakat luas, dilafalkan menurut nama huruf yang

terdapat dalam abjad bahasa Indonesia. Jadi, singkatan asing yang

terdapat dalam bahasa Indonesia tetap dilafalkan sesuai dengan

lafal bahasa Indonesia.

Berbeda dengan singkatan, akronim lazimnya dipandang seperti

halnya kata biasa. Dalam hal ini, akronim asing pun dipandang

identik dengan kata asing. Kalau kata asing dilafalkan mengikuti

lafal aslinya, akronim asing pun dilafalkan sesuai dengan lafal

akronim itu dalam bahasa aslinya. Dengan demkian, akronim asing

yang digunakan dalam bahasa Indonesia, terutama yang pemakaiannya

sudah bersifat internasional, dilafalkan sesuai dengan lafal

bahasa aslinya.

Misalnya:

Akronim Lafal baku lafal Tidak Baku

Unesco [yunesko] [unesko]

Unicef [yunisyef] [unicef]

3. Bagaimana melafalkan huruf c pada kata pasca dan civitas

academica?

46

Kata pasca dan civitas academica berasal dari bahasa yang

berbeda. Kata pasca berasal dari bahasa Sanskerta, sedangkan civitas

academica dari bahasa Latin. Oleh karena asalnya berbeda, cara

melafalkannya pun tidak sama.

Huruf c pada kata pasca, sesuai dengan bahasa aslnya,

dilafalkan dengan [c], dan bukan [k]. Sejalan dengan itu, kata

pasca pun dalam bahasa kita dilafalkan dengan [pasca], bukan

[paska], misalnya pada pascapanen [pascapanen] dan pascasarjana

[pascasarjana]. Di dalam kamus pun tidak ada keterangan yang

memberi petunjuk bahwa pasca harus dilafalkan [paska]. Oleh

karena itu, pascapanen dan pascasarjana tidak dilafalkan dengan

[paskapanen] dan [paskasarjana], tetapi dilafalkan dengan

[pascapanen] dan [pascasarjana]. Bandingkan pelafalan pasca

dengan panca, yang juga merupakan unsur serapan dari bahasa yang

sama, yaitu bahasa Sanskerta. Dalam hal ini panca pun dilafalkan

dengan [panca], bukan [panka], misalnya pada kata Pancasila dan

pancakrida.

Huruf c dari bahasa latin, seperti halnya dari bahasa

Inggris, tidak dilafalkan dengan [c], tetapi di satu pihak huruf

itu dapat dilafalkan dengan [s], dan di pihak lain huruf itu

dapat dilafalkan dengan [k]. Huruf c asing, sesuai dengan

penyerapannya, dilafalkan dengan [s] jika huruf itu diikuti oleh

huruf e, i, dan y.

Misalnya:

cent -------- sen

47

central -------- sentral

circulation -------- sirkulasi

cylinder ------- silinder

Huruf c asing dilafalkan dengan [k] jika huruf itu diikuti oleh

huruf a, u, o, dan konsonan.

Misalnya:

corelation ---------- korelasi

calculation ---------- kalkulasi

cubic ---------- kubik

construction ---------- konstruksi

classification ---------- kalsifikasi

Sejalan dengan keterangan itu, huruf c pada civitas pun

dilafalkan dengan [s] karena terletak di muka i, tetapi pada

academica, huruf c dilafalkan dengan [k] karena terletak di muka

a. Dengan demikian, civitas academica dilafalkan dengan [sivitas

akademika], bukan [sivitas academica].

4. Bagaimanakah melafalkan angka tahun 1989 yang benar dan

melafalkan angka 0?

Sampai saat ini pelafalan angka tahun dan angka memang masih

cukup bervariasi. Tahun 1989, misalnya, ada yang melafalkannya

dengan [satu-sembilan-delapan sembilan] atau angka demi angka,

tetapi ada pula yang melafalkannya dengan [sembilan belas

delapan- sembilan]. Di samping itu, tidak sedikit juga yang

melafalkannya dengan [seribu sembilan ratus delapan puluh

48

sembilan]. Dari berbagai variasi itu, pelafalan yang dipandang

resmi adalah pelafalan yang terakhir, yaitu [seribu sembilan

ratus delapan puluh sembilan]. Pelafalan itu pulalah yang

sebaiknya digunakan, sedangkan dua pelafalan yang lain dipadang

tidak baku,

Angka 0 berarti ‘kosong’atau ‘tidak ada apa-apanya’. Dalam

bahasa kita pelafalan angka itu, yang sebaiknya digunakan adalah

[nol], bukan [kosong]. Misalnya, nomor telepon 306039 dilafalkan

dengan [tiga-nol-enam-nol-tiga-sembilan], bukan [tiga-kosong-

enam-kosong-tiga-sembilan].

Pelafalan angka 0 dengan [kosong] kemungkinan dipengaruhi

oleh bahasa Inggris zero , yang dalam bahasa kita memang sering

diterjemahkan dengan kosong

5. Manakah pelafalan yang benar [energi], [enerkhi], atau

[enerji]?

Kata energi dalam bahasa Indonesia diserap dari kata asing

energy (Inggris). Sesusi dengan nama huruf di dalam abjad bahasa

Indonesia, huruf g tetap dilafalkan dengan [g], bukan [kh] atau

[j]. Oleh karena itu pelafalan yang baku untuk kata energi adalah

[energi], bukan [enerkhi] atau [enerji].

Pelafalan g dengan [kh] diduga merupakan pengaruh dari lafal

bahasa Belanda, sedangkan dengan [j] diduga pengaruh lafal

bahasa Inggris. Dalam berbahasa Indonesia yang baik, pelafalan

yang terpengaruh bahasa asing itu patut dihindari karena lafal

49

bahasa Indonesia yang baik adalah lafal yang tidak menampakkan

pengaruh dari bahasa lain, baik bahasa daerah maupun bahasa

asing.

Beberapa contoh pelafalan kata yang serupa dapat dilihat di bawah

ini.

Kata Lafal Baku Lafal Tidak Baku

biologi [biologi] [biolokhi], [bioloji]

teknologi [teknologi] [teknolokhi],

[teknoloji]

filologi [filologi] [filolokhi], [filoloji]

sosiologi [sosiologi] [sosiolokhi],

[sosioloji]

fonologi [fonologi] [fonolokhi], [fonoloji]

Seperti tampak pada contoh di atas, lafal yang baku adalah

lafal yang sebaiknya digunakan, sedangkan yang tidak baku

sebaiknya kita hindari.

6. Pusat Pendidikan dan Latihan atau Pusat Pendidikan dan

Pelatihan?

Jika pendidikan itu diartikan ‘proses mendidik’ dan didikan

diartikan’ hasil mendidik’, dengan taat asas ‘ proses melatih’

akan menjadi pelatihan, dan latihan akan diartikan ‘hasil

melatih, ‘yang dilatihkan’. Sejalan dengan itu, yang benar adalah

50

Pusat Pendidikan dan Pelatihan, bukan Pusat pendidikan dan

Latihan.

7. Bebas parkir atau parkir gratis?

Kata free parking berarti ’dibebaskan dari pembayaran parkir,

parkir gratis atau parkir cuma-cuma. Kata no parking berarti

‘dilarang parkir’atau ‘bebas parkir’ atau ‘bebas dari parkir’.

Kawasan bebas becak berarti ‘tempat yang bebas dari becak’, bebas

banjir ‘bebas dari banjir’, bebas pajak ‘ bebas dari pajak.

Tidak tepat jika free parking dipadankan dengan bebas parkir.

Yang benar untuk kata free parking adalah ‘parkir gratis’, ‘parkir

tanpa bayar’.

8. Sudah benarkah penulisan (1) mengolahragakan masyarakat, (2)

ulang tahun Korpri ke-14, (3) Digahayu HUT RI ke XXX?

(1) Untuk mengimbau masyarakat agar gemar berolahraga

dipakai orang ungkapan mengolahragakan masyarakat.Ungkapan itu

kurang tepat. Imbuhan me-....-kan pada bentuk mengolahragakan

masyarakat, menurut kaidah bahasa Indonesia berarti ‘membuat ...

jadi ....’ , yakni’ membuat masyarakat menjadi olah raga’. Untuk

mengungkapkan arti ‘membuat masyarakat berolah raga’ hendaklah

digunakan imbuhan memper- ... –kan. Jadi bentuk yang benar adalah

memperolahragakan masyarakat, bukan mengolahragakan masyarakat.

51

(2) Bentuk Ulang Tahun Korpri ke-14 dianggap kurang cermat

karena dapat ditafsirkan bahwa di negara kita sekurang-kurangnya

ada 14 macam Korpri. Yang berulang tahun pada saat itu adalah

Kopri ke -14. Dalam penyusunan kata yang cermat, sebaiknya ke -14

itu didekatkan pada ulang tahun karena memang yang dirayakan itu

adalah ulang tahun ke -14 Korpri. Jadi, penulisan yang benar

adalah Ulang Tahun Ke 14 Korpri.

(3) Setiap menjelang peringatan hari kemerdekaan republik

Indonesia banyak dijimpai tulisan yang mengungkapkan ucapan

“selamat Ulang Tahun Republik Indonesia”. Ungkapan itu dalam

pemakaiannya sangat bervariasi. Dari berbagai variasi itu ada

beberapa di antaranya yang penulisannya kurang tepat. Hal itu

dapat diperlihatkan pada contoh di bawah ini.

(1) DIRGAHAYU HUT RI Ke-64

(2) DIRGAHAYU RI KE-64

Penulisan dan penyusunan contoh (1) itu dilakukan secara

tidak cermat sehingga dapat menimbulkan salah tafsir. Penggunaan

kata dirgahayu pada kalimat di atas jelas tidak tepat karena

dirgayu ditempatkan di depan kata hari ulang tahun (HUT). Kata

dirgahayu merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta yang

berarti’ ‘panjang umur’ atau ‘(mudah-mudahan) berumur panjang’.

Kalau kalimat di atas dialihkan, maka kalimat itu menjadi:

MUDAH-MUDAHAN PANJANG UMUR HUT RI KE-64

MUDAH-MUDAHAN PANJANG UMUR RI KE- 64

52

Yang didoakan panjang umurnya bukan negara republik

Indonesia, melainkan hari ulang tahunnya. Hari ulang tahun itu

hanya berumur sehari. Yang diserukan agar panjang umurnya bukan

negara Republik Indonesia, melainkan hari ulang tahun yang ke-30.

Jelas, penggunaan kata dirgahayu seperti di atas tidak tepat.

Kalimat yang dapat digunakan sebagai berikut.

DIRGAHAYU RI BER- HUT KE- 64

Jadi, yang didoakan agar panjang umurnya itu ialah negara

Republik Indonesia yang berhari ulang tahun ke 64.

Ketidak tepatan contoh (2), yaitu dirgahayu RI ke-64,

terletakpada penempatan kata bilangan tingkat. Dalam hal ini kata

bilangan tingkat yang diletakkan sesudah RI (RI Ke-30) dapat

menimbulkan kesan bahwa RI seolah-olah berjumlah 64 atau mungkin

lebih. Kesan itu dapat menimbulkan pengertian bahwa yang sedang

berulang tahun adalah RI yang ke-64 bukan Ri yang ke-10, ke15,

atau yang lain. Padahal kita mengetahui bahwa di dunia ini hanya

ada sari RI, yaitu Republik Indonesia yang sedang berulang tahun

ke 64. Untuk mrnghindari kemungkinan terjadinya salah tafsir

semacam itu, susunan RI ke-64 harus kita ubah. Pengubahan itu

dilakukan dengan memindahkan kata bilangan tingkat ke-64 ke

posisi sebelum RI dan menggantikan kata dirgahayu dengan sehingga

susunannya menjadi HUT ke-64 RI.

Atas dasar uraian di atas, dapat digunakan kalimat-kalimat

sebagai berikut.

DIRGAHAYU RI

53

HUT KE-64 RI

DIRGAHAYU KEMERDEKAAN KITA

9. Menyolok atau Mencolok?

Kata menyolok dan mencolok sama-sama sering digunakan oleh

pemakai bahasa Indonesia. Meskipun demkian, di antara keduanya

hanya satu bnebtukanyang sesuai dengan kaidah pembentukan kata

bahasa Indonesia.

Untuk mengetahui bentukan kata yang benar, kita perlu

mengetahui dasar dari bentukan itu. Untuk itu, kita dapat

memeriksanya di dalam kamus. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,

ternyata hanya ada kata dasar colok

Kalimat Tidak Logis atau Tidak Bernalar

Penalaran adalah suatu proses berpikir untuk menghubung-

hubungkan fakta yang ada sehingga sampai pada suatu simpulan.

Dengan perkataan lain, penalaran ialah proses mengambil simpulan

dari bahan bukti atau petunjuk ataupun yang dianggap bahan bukti

atau petunjuk.

Kalimat yang diucapkan atau dituliskan haruslah kalimat yang

benar. Artinya, kalimat tersebut harus dilandasi suatu pemikiran

54

yang jernih, harus ditunjang oleh bahan bukti atau data yang

benar. Sebaliknya, jika kalimat ditulis berawal dari pemikiran

yang kusut atau alasan yang sesat, kalimat yang lahir adalah

kalimat yang salah nalar, yakni kalimat yang disebabkan oleh

ketidaktepatan orang mengikuti tata cara pikirannya. Berikut ini

beberapa contoh kalimat yang salah nalar.

1. Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan, maka selesailah

penyusunan skripsi ini tepat pada waktunya.

Kalimat di atas merupakan kalimat yang salah nalar. Tidak

mungkin penyusunan skripsi akan selesai hanya dengan memanjatkan

puji syukur kepada Tuhan. Makalah harus dikerjakan dengan tekun,

teliti, dan sabar. Penyusun skripsi harus berani mengatasi segala

rintangan dan hambatan yang dihadapinya dalam penyusunan itu.

Jika hal-hal itu dapat dilalui, mudah-mudahan penyusunan skripsi

itu selesai.

Tentu kita percaya betul bahwa Tuhan selalu melimpahkan

karunia-Nya kepada hamba-Nya, termasuk kepada penyusun skripsi.

Dengan karunia Tuhan yang diterimanya, penyusun skripsi dapat

bekerja dengan tekun dan sabar, dapat mengatasi segala hambatan

yang dihadapinya. Untuk itulah, ia memanjatkan puji syukur kepada

Tuhan atas keberhasilannya. Berdasarkan uraian di atas, kita

dapat menggunakan kalimat berikut agar penalaran kita tidak

sesat. Kalimat di atas dibetulkan sebagai berikut.

55

3a. Penyusun memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa

yang telah memberikan kekuatan kepada penyusun sehingga

skripsi dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

3b. Penyusun memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa

atas kekuatan yang diberikan-Nya sehingga penyusun dapat

menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

2. Waktu dan tenpat kami persilakan

Hampir dalam setiap upacara yang diselenggarakan oleh

berbagai instansi atau organisasi, pembawa acara mengucapkan

kalimat, misalnya Acara berukutnya adalah sambutan Gubernur Bali, waktu dan

tempat kami persilakan.

Kalimat (1) Waktu dan tempat kami persilakan termasuk

kalimat yang tidak logos karena ide kalimat itu tidak dapat

diterima akal sehat. Jalan pikiran pembawa acara itu kacau

karena sebenarnya yang harus dipersilakan adalah Gebernur Bali.

Gubernur Bali yang harus memberikan sambutan, tetapi yang

dipersilakan waktu dan tempat. Betulkah waktu dan tempat dapat

memberikan sambutan? Dalam kalimat sebelumnya, jelas bahwa yang

akan memberikan sambutan adalah Gubernur Bali, bukan waktu dan

bukan juga tempat. Akan tetapi, dalam kalimat selanjutnya jalan

pikiran pembawa cara tergelincir, yakni dengan mempersilakan

waktu dan tempat, seolah-olah yang diundang untuk datang ke

mimbar pertemuan penting itu adalah waktu dan tempat.

56

Beberapa pilihan agar kalimat pembawa acara itu bernalar

adalah sebagai berikut.

1a. Acara selanjutnya adalah sambutan Gubernur Bali. Bapak

Gubernur, kami persilakan.

1b. Acara selanjutnya ialah sambutan Gubernur Bali. Bapak Dewa

Berata, kami persilakan.

3. Sekarang kita tiba pada acara berikut, yaitu sambutan dari

bapak X. Waktu dan tempat kami persilakan.

Seorang teman sejawat saya hadir dalam sebuah pertemuan

karena beliau memang diminta berbicara pada kesempatan itu.

Setelah tiba saatnya, pembawa acara berkata, “Sekarang kita tiba

pada acara berikut, yaitu sambutan dari Bapak X. Waktu dan tempat

kami persilakan” Ketika itu, bapak X itu tetap duduk di kursinya,

tidak juga memperlihatkan sikap akan meninggalkan tempat

duduknya. Pembawa acara mengulang kembali permintaannya, “Bapak

X, kami persilakan tampil ”. Barulah teman saya itu meninggalkan

tempat duduknya, berjalan ke arah podium, berdiri di sana, dan

sejenak kemudian memulai pembicaraannya.

Kata bapak itu, “ Saya tadi tidak berdiri dan melakukan apa

yang diminta oleh Saudara pembawa acara karena tadi saya dengar

bukan saya yang dipersilakan. Tetapi, yang dipersilakan itu

adalah waktu dan tempat. Hadirin tertawa, Gerrr,,,

57

Ini bukan sebuah lelucon, tetapi benar-benar terjadi. Nah,

Anda melihat bahwa apa yang dikatakan oleh pembawa acara itu juga

diucapkan oleh sebagian besar orang yang ditugasi menjadi

pembawa acara dalam pertemuan-pertemuan. Mereka tidak lagi

berpikir bahwa kalimat itu salah, tidak logis. Di mana ada waktu

dan tempat yang dapat dipersilakan.

3. Untuk mempersingkat waktu, kita lanjutkan pada acara keempat.

Kesalahan kalimat di atas adalah penggunaan kelompok kata

mempersingkat waktu. Apakah betul waktu dapat dipersingkat atau

disingkat? Waktu tidak dapat dipersingkat, waktu tidak dapat

diringkas karena rentang waktu sehari semalam sudah pasti, yakni

jumlahnya 24 jam; satu jam sama dengan 60 menit; satu menit sama

dengan 60 detik. Yang dapat kita lakukan bukanlah mempersingkat

waktu, melainkan menghemat waktu. Misalnya, pertemuan semula

direncanakan berlangsung 1 jam. Akan tetapi, karena cuaca mendung

pertanda akan hujan, acara-acara pertemuan pun dipercepat.

Akibatnya, tentu saja waktunya dihemat sehingga tidak sampai 1

jam, tetapi cukup 45 menit, misalnya. Jadi, perbaikan kalimat di

atas sebagai berikut.

Untuk menghemat waktu, kita lanjutkan acara ini dengan acara

keempat.

58

4. Saudara-saudara hadirin kami persilakan berdiri karena Bapak

Gubernur berkenan meninggalkan pertemuan ini karena tugas yang

menanti beliau di tempat lain.

Contoh lain penggunaan kata yang tidak tepat dan salah

kaprah pula. Dalam sebuah perayaan hari raya tertentu. Bapak

gubernur di wilayah itu diundang untuk memberikan sambutan.

Setelah selesai memberikan kata sambutannya, beliau mohon diri

kepada panitia agar dapat meninggalkan perayaan yang masih

berlangsung itu. Gubernur itu meminta izin kepada panitia untuk

meninggalkan perayaan itu. Tetapi, apa yang kita dengar dari

pembawa acara melalui pengeras suara?

“Saudara-saudara hadirin kami persilakan berdiri karena

Bapak Gubernur berkenan meninggalkan pertemuan ini karena tugas

yang menanti beliau di tempat lain.”

Penggunaan kata berkenan dalam kalimat pembawa acara itu

benar-benar salah kaprah . Bekenan artinya ‘setuju, mau, bersedia

dengan hati yang tulus tidak berkeberatan’, dalam hal yang baru

saja dibicarakan itu, bapak gubernur yang bersangkutan tidak

dimintai persetujuannya. Beliau sendiri malah yang meminta izin

atau pekenan panitia untuk meninggalkan tempat itu karena tugas

lain menanti beliau di tempat lain. Terlihat ada keinginan pada

pembawa acara untuk memperhalus bahasanya tetapi ia salah dalam

memilih kata. Kata berkenan pada kalimat di atas tidak tepat

penggunaannya. Upaya memperhalus bahasa di sini tidak mengena.

59

Kata akan yang seharusnya dipakai, dan kata ini tidak

mengungkapkan ketidaksopanan.

5. Kami mengucapkan terima kasih atas bantuan dan perhatiannya.

Sering juga kita melihat orang yang mengakhiri surat dengan

kalamat sebagai berikut, “ Kami mengucapkan banyak terima kasih atas

bantuan dan perhatiannya”. Dikatakan perhatiannya. Perhatian siapa?

Kalau yang dimaksud itu ialah orang yang menerima surat, maka

bukan –nya yang seharusnya dipakai, melainkan Bapak, atau Ibu atau

Saudara, atau Anda, dan sebagainya. Jadi, katakanlah.

Kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Bapak.

Kami ucapkan terima kasih atas perhatian Ibu.

Atas perhatian Saudara, saya ucapkan terima kasih.

Orang yang disurati ialah Bapak, Ibu, Saudara atau Anda (orang

ke dua) bukan –nya = ia atau dia (orang ke tiga). Oleh karena itu,

dalam konteks itu bukan –nya yang dipakai.

6. Kita harus memasyarakatkan olah raga dan mengolahragakan

masyarakat.

Kalimat ini diragukan kebenarannya. Sepintas lalu tampaknya

bentuk itu tapat dan sedap didengar karena ada unsur rima yang

harmonis, memasyarakatkan olah raga dan mengolahragakan masyarakat.

Untuk menguji benar atau tidaknya bentuk itu, kita dapat membuat

60

bentuk lain sebagai bandingan. Misalnya, merumahkan karyawan dan

mengaryakan rumah, mengandangkan mobil dan memobilkan kandang.

Unsur pembentuk memasyarakatkan adalah awalam me- dan akhiran

–kan, secara bertahap dilekatkan pada kata masyarakat; unsur

mengolahragakan adalah awalam me- dan akhiran –kan dilekatkan pada

kata olah raga.

Jika imbauan itu menghendaki agar masyarakat berolahraga,

bentuk yang benar memperolahragakan masyarakat. Cara ini dipilih

jika ingin membolakbalikkan dua kata atau lebih demi mencapai

maksud tertentu. Akan tetapi, itu bukanlah satu-satunya cara yang

dapat dipakai karena masih ada pengungkapan yang lain yang lebih

baik. Jika memperolahragakan masyarakat dianggap kurang sedap

didengar, kita dapat membuat ungkapan lain, seperti mengajak

masyarakat agar senang berolah raga.

Selain kalimat di atas, beberapa kalimat yang salah kaprah

disajikan di bawah ini.

7. Saya memenangkan dia dalam pertandingan itu.

Kata memenangkan dalam pemakaian bahasa dewasa ini perlu

mendapat perhatian kita karena yang menarik dari penggunaan kata

ini ditinjau dari bentuk dan artinya. Mari kita bahas bentuk itu

dengan makna yang dikandung oleh imbuhan yang melekat pada kata

itu, yaitu me-kan.

Contoh:

Saya memenangkan dia dalam pertandingan itu.

61

Kalimat di atas mempunyai arti bahwa saya telah membuat dia,

menjadikan dia, atau menyebabkan dia menang dalam pertandingan

itu, misalnya, dengan sengaja mengalah karena tujuan tertentu

yang ingin dicapai.

8. Ia lebih suka makan daging ayam daripada kambing.

Kalimat ini mengandung makna , ia senang makan daging ayam

dan kambing pun suka makin daging ayam’ sebab yang dibandingkan

adalah subjek kalimat. Kalimat itu dapat dilengkapkan menjadi Ia

lebih senang makan daging ayanm daripada kambing makan daging

ayam. Kita yakin bahwa maksud penyusun kalimat bukanlah seperti

itu, tetapi ia menyenangi daging ayam dan kurang menyenangi

daging kambing. Kalimat trsebut dibetulkan menjadi kalimat di

bawah ini.

4a. Ia lebih suka makan daging ayam daripada makan daging

kambing.

9. Ia tidak paham dan mengerti keadaan politik dewasa ini.

Kesalahan kalimat ini terletak apada kekurangcermatan

penyusun kalimat dalam menggunakan rincian, yakni tidak paham dan

mengerti. Tiidak mungkin seseorang yang tidak paham politik

dewasa ini sekaligus ia mengerti politik dewasa ini.

Memang kesalahannya hanyalah pada ketidaksejajaran kata

tidak paham dan mengerti. Akan tetapi, jika ingin berbicara

62

tertib, cermat, dan bernalar, harus kita lebih berhati-hati dalam

mengungkapkan sesuatu. Kita pun tidak mungkin mengatakan, “Saya

tidak senang dan rela pacar diambil orang,” buka? Oleh karena

itu, kalimat di atas dibetulkan menjadi kalimat di bawah ini.

5a. Ia tidak paham dan tidak mengerti keadaan politik dewasa ini.

10. Dalam kunjungan kerja tersebut, Kepala P&K jawa Barat

menyempatkan waktu untuk melihat pelaksanaan ebtanas.

Dalam kalimat di atas ada ungkapan menyempatkan waktu. Apa

artinya? Waktu tidak dapat disempatkan. Waktu itu benda mati,

bagaimana waktu disempatkan? Maksudnya diberi kesempatan? Yang

mungkin digunakan ialah menyempatkan diri. Artinya mencari dan

mengadakan kesempatan; di sini maksudnya tentu waktu, untuk diri

sendiri. Dapat juga dikatakan menyediakan waktu. Jadi, kalimat di

atas dapat diperbaiki sebagai berikut.

2a. Dalam kunjungan kerja tersebut, Kepala P&K Jawa Barat

menyempatkan diri untuk...

2b. Dalam kunjungan kerja tersebut, Kepala P&K Jawa Barat

menyediakan waktu untuk..

63

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, E. Zainal. 1993. Seribu Satu Kesalahan Berbahasa. Jakarta:Akademika Pressindo.

Arikunto, Suharsini. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.Bandung:Bina Aksara.

Badudu, J.S. 1979. Membina Bahasa Indonesia Baku. Bandung: PustakaPrima.

64

Badudu, J.S. 1981. Membina Bahasa Indonesia Baku. Bandung : PustakaPrima.

Badudu, J.S. 1988. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta: PTGramedia.

Hadi, Sutrisno. 1980. Metodologi Research. Yogyakarta: FakultasPsikologi Universitas Gajah Mada.

Keraf,Gorys.1980. Komposisi Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende-Flores: Nusa Indah.

Poerwadarminta, W.J.S. 1983. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka.

Pusat Bahasa Depatemen Pendidikan Nasional. 2003. Pedoman UmumEjaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan. Jakarta: Balai Pustaka.

Ramlan, M,dkk. 1990. Bahasa Indonesia Yang Benar dan Salah. Yogyakarta :Balai Pustaka.

Slamet, dan Sutono, Syahban. 1996. Surat Menyurat. Surakarta:Setiaji.

Sudaryanto.1996. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta:Duta wacana University Press.

Sujana. 1992. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Suparni. 1994. Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandung: Aditya.

Surakhmad, Winarno. 1982. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung:Tarsito.

Suryawan,Ukun. 1998. Dasar – Dasar Bahasa Indonesia Baku. Bandung :Tarsito.

65

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1988.Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Wirjosoedarmo, Soekono. 1981. Tata Bahasa Indonesia. Surabaya: SinarWijaya.

66