PEMBANGUNAN PELABUHAN PERIKANAN BERPERSPEKTIF GENDER (GENDER PERSPECTIVE OF FISHERY HARBOR...

33
PEMBANGUNAN PELABUHAN PERIKANAN BERPERSPEKTIF GENDER GENDER PERSPECTIVE OF FISHERY HARBOR DEVELOPMENT Harsuko Riniwati dan Rista Fitriawati Peneliti Pada Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-UB Email : [email protected] dan [email protected] Abstrak Banyak kalangan menilai pembangunan di Indonesia masih netral gender. Artinya masih banyak ketimpangan atau kesenjangan terkait hubungan relasi antara perempuan dan laki-laki dalam memperoleh haknya. Hak tersebut adalah perolehan akses (peluang), partisipasi aktif dalam pelaksanaan, keikutsertaan untuk menentukan berbagai kebijakan pembangunan maupun perolehan manfaat dari hasil kegiatan atau aktifitas pembangunan yang telah dilaksanakan. Oleh sebab itu muncul berbagai penilaian bahwa kedudukan dan peran perempuan masih berada pada posisi termarjinalkan, tersubordinasi atau bahkan diperlakukan secara diskriminatif. Setelah Otonomi Daerah diberlakukan sejak tahun 2001, terjadi perubahan paradigma pembangunan, yaitu dari yang berorientasi sentralistik ke arah desentralisasi. Perubahan tersebut tentunya membawa konsekuensi yaitu pemerintah harus memberikan kesempatan yang lebih besar kepada masyarakat untuk ikut menentukan berbagai kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan berbagai permasalahan dan kebutuhan daerah setempat. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pendekatan pembangunan dalam proses pembangunan pelabuhan perikanan pantai Mayangan Probolinggo. Analisis data menggunakan metode Harvard, Moser dan identifikasi kebutuhan praktis serta strategis gender. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep pembangunan pelabuhan pantai Mayangan Probolinggo belum berperspektif gender atau berkonsep women in development (WID) yaitu konsep pembangunan yang melibatkan wanita namun masih dalam posisi marginal.

Transcript of PEMBANGUNAN PELABUHAN PERIKANAN BERPERSPEKTIF GENDER (GENDER PERSPECTIVE OF FISHERY HARBOR...

PEMBANGUNAN PELABUHAN PERIKANAN BERPERSPEKTIF GENDER

GENDER PERSPECTIVE OF FISHERY HARBOR DEVELOPMENT

Harsuko Riniwati dan Rista FitriawatiPeneliti Pada Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-UBEmail : [email protected] dan [email protected]

Abstrak

Banyak kalangan menilai pembangunan di Indonesia masihnetral gender. Artinya masih banyak ketimpangan atau kesenjanganterkait hubungan relasi antara perempuan dan laki-laki dalammemperoleh haknya. Hak tersebut adalah perolehan akses (peluang),partisipasi aktif dalam pelaksanaan, keikutsertaan untukmenentukan berbagai kebijakan pembangunan maupun perolehanmanfaat dari hasil kegiatan atau aktifitas pembangunan yang telahdilaksanakan. Oleh sebab itu muncul berbagai penilaian bahwakedudukan dan peran perempuan masih berada pada posisitermarjinalkan, tersubordinasi atau bahkan diperlakukan secaradiskriminatif. Setelah Otonomi Daerah diberlakukan sejak tahun2001, terjadi perubahan paradigma pembangunan, yaitu dari yangberorientasi sentralistik ke arah desentralisasi. Perubahantersebut tentunya membawa konsekuensi yaitu pemerintah harusmemberikan kesempatan yang lebih besar kepada masyarakat untukikut menentukan berbagai kebijakan, program dan kegiatanpembangunan yang sesuai dengan berbagai permasalahan dankebutuhan daerah setempat. Tujuan penelitian adalah untukmenganalisis pendekatan pembangunan dalam proses pembangunanpelabuhan perikanan pantai Mayangan Probolinggo. Analisis datamenggunakan metode Harvard, Moser dan identifikasi kebutuhanpraktis serta strategis gender. Hasil penelitian menunjukkanbahwa konsep pembangunan pelabuhan pantai Mayangan Probolinggobelum berperspektif gender atau berkonsep women in development(WID) yaitu konsep pembangunan yang melibatkan wanita namun masihdalam posisi marginal.

Kata Kunci : Pembangunan dan Gender

Abstract

Many people assessing development in Indonesia is still genderneutral. This means that there are still many gaps or disparitiesrelated to relationships between women and men in obtaining theirrights. These rights is the acquisition of access (opportunity),active participation in the implementation, participation todetermine the policies of development and acquisition of benefitsfrom the activities or development activities that have beenimplemented. Thus emerged a variety of assessment that the statusand role of women still in the position of marginalized,subordinated or even been discriminated against. After theAutonomous Region in effect since 2001, there is a change ofdevelopment paradigm, namely the centralized oriented towardsdecentralization. The changes are certainly a consequence of thegovernment should provide greater opportunities for the public toparticipate determine various policies, programs and developmentactivities in accordance with various problems and needs of thelocal area. The purpose of this study is to analyze thedevelopment approach in the development process Mayangan

Probolinggo coast fishing port. Data analysis using the Harvardmethod, Moser and identification of practical and strategicgender needs. The results showed that the concept of portdevelopment Mayangan beach Probolinggo city still bias gender.Development concept is women in development (WID). Thedevelopment concept involves a woman but their posisitionstillmarginal

Keywords: Development and Gender

PENDAHULUAN

Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secaraberencana dan perencanaannya berorientasi pada pertumbuhan danperubahan. Pembangunan mengarah kepada modernitas melaluipembangunan bersifat multi dimensional. Proses dan kegiatanpembangunan ditujukan kepada usaha membina bangsa dalam rangkapencapaian tujuan bangsa dan negara yang telah ditentukan(Suryono, 2004). Paradigma pembangunan telah mengalami perubahansejak Otonomi Daerah diberlakukan tahun 2001. Terjadi perubahan dariberorientasi sentralistik ke arah desentralisasi. Perubahan tersebuttentunya membawa konsekuensi bahwa pemerintah harus memberikankesempatan yang lebih besar kepada masyarakat untuk ikut menentukanberbagai kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang sesuaidengan berbagai permasalahan dan kebutuhan daerah setempat. Banyakkalangan yang menilai pembangunan yang berjalan hingga saat ini masihnetral gender, artinya masih banyak ketimpangan atau kesenjanganhubungan relasi antara berbagai pihak gender terutama antara perempuandan laki-laki dalam memperoleh haknya. Hak tersebut dapat ditinjaudari aspek perolehan akses (peluang), partisipasi aktif dalampelaksanaan, keikutsertaan untuk menentukan berbagai kebijakanpembangunan maupun perolehan manfaat dari hasil kegiatan atauaktifitas pembangunan yang telah dilaksanakan. Oleh sebab itu munculberbagai penilaian bahwa kedudukan dan peran perempuan masih beradapada posisi termarjinalkan, tersubordinasi atau bahkan diperlakukansecara diskriminatif (Suhaeti dan Basuno, 2003).

Dalam rangka meningkatkan peran perempuan, diperlukanstrategi dalam pemberdayaan peran perempuan sesuai kondisisosial, ekonomi dan budaya setempat atau yang spesifik lokasi.Salah satu strategi akselerasi peran perempuan dalam rangkapemberdayaan perempuan adalah dengan memperhitungkan danbekerjasama dengan kaum lelaki. Melalui pendekatan semacam ini,maka persoalan ketidakadilan gender dan marginalisasi perempuandiharapkan secara sistematis dapat diminimalkan. Prosespembangunan sangat berkaitan erat dengan pemberdayaan manusia.Pemberdayaan manusia dapat dilihat sebagai proses dan hasil akhirkemajuan yang bersifat mandiri. Hasil pembangunan menunjukkanadanya kesenjangan perolehan manfaat yang diterima laki-laki danperempuan. Kesenjangan tersebut dapat diperkecil dengan kebijakanpembangunan yang memasukkan dimensi gender kedalamnya. Dimensigender dalam pembangunan dapat mengukur keterlibatan laki-lakidan perempuan dalam pembangunan, serta manfaat yang dirasakanoleh laki-laki dan perempuan.

Salah satu pembangunan wilayah pesisir adalah pembangunanpelabuhan perikanan. Keberadaan dari pelabuhan sangat dibutuhkandalam memperlancar kegiatan-kegiatan perikanan terutama perikanantangkap. Kegiatan-kegiatan perikanan tersebut meliputi pendaratankapal, tempat pelelangan ikan, penanganan hasil tangkap dan lainsebagainya. Tujuan dari pembangunan pelabuhan perikanan antaralain dapat meningkatkan taraf hidup nelayan, mendorong perluasankesempatan kerja, mendorong pengembangan ekonomi daerah/wilayahsekitar, meningkatkan pendapatan daerah dan bisa mengoptimalkanpengelolaan sumberdaya ikan. Seharusnya dengan adanya pelabuhanperikanan masyarakat pesisir baik laki-laki maupun perempuan bisamerasakan manfaatnya. Tetapi dalam kenyataannya manfaat daripelabuhan tersebut masih kurang berpengaruh terhadapkesejahteraan, akses, partisipasi dan pengambilan keputusanterhadap sumberdaya yang dirasakan oleh perempuan. Oleh karenaitu perlu adanya perubahan paradigma dalam proses pembangunanpelabuhan ke arah konsep Gender and Development (GAD) yangmenerapkan pentingnya konstruksi sosial dari produksi danreproduksi bagi peran dan tugas di masyarakat yang diserahkanpada perempuan. GAD bertujuan mencari mengapa perempuan mendapatperan kelas dua dibanyak masyarakat dan GAD mengadopsi pendekatanholistik untuk proyek kerjanya. GAD menolong perempuan

mengorganisasi diri di dalam perilaku efektif secara politik agarmereka bisa mengatasi struktur sosial, politik, dan ekonomi yangmenghambat dan membatasi hidup mereka. Tujuan akhir GAD adalahmencapai pergeseran hubungan kekuasaan yang akan memberikanperempuan otonomi lebih besar.

Pendekatan GAD secara implementatif cenderung mengarah padaadanya komitmen pada perubahan struktural. Oleh sebab itupelaksanaan GAD memerlukan dukungan sosio budaya masyarakat dalampolitik nasional yang menempatkan perempuan sejajar dengan laki-laki. GAD tidak mungkin terlaksana bila dalam politik suatunegara masih menempatkan perempuan dalam posisi yang inferior dansubordinatif (Handayani dan Sugiarti, 2008). Partisipasi aktifantara laki-laki dan perempuan secara seimbang dapat mempercepattercapainya tujuan dari pembangunan suatu bangsa. Kondisiperempuan yang kurang menguntungkan dibandingkan laki-lakimenyebabkan perempuan kurang dapat berperan aktif dalampembangunan. Kondisi-kondisi tersebut seperti peluang dankesempatan yang terbatas dalam mengakses sumber-sumber ekonomidan peningkatan sumber daya manusia, sistem upah yangdiskriminatif serta tingkat kesehatan dan pendidikan yang rendah.Demikian juga yang terjadi di masyarakat pesisir, masih terjadikesenjangan gender diberbagai aspek kehidupan, salah satunyadalam pembangunan pesisir dan kelautan. Hal tersebut dapatdilihat dari tingkat keberdayaan perempuan dalam pembangunanpesisir dan kelautan, entah itu dalam proses perencanaan,pelaksanaan, maupun dalam pemanfaatan dari pembangunan tersebut.Rendahnya tingkat partisipasi perempuan dalam pembangunan pesisirdan kelautan maka mereka kurang bisa merasakan manfaat dari hasilpembangunan tersebut. Sejauh mana pembangunan pelabuhan perikanansudah memasukkan dimensi gender yang berparadigma GAD dalamproses dan hasil akhir kemajuan? Penelitian ini dilakukan padapembangunan pelabuhan perikanan dengan tujuan (1) Mengetahui danmempelajari profil gender pada masyarakat pesisir (2)Mengetahui dan mempelajari konsep pembangunan Pelabuhan Perikanandan (3) Strategi penerapan pembangunan Pelabuhan Perikanan yangberperspektif gender.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.Menurut Narbuko (2008), penelitian deskriptif yaitu penelitian yangberusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarangberdasarkan data-data, menyajikan data, menganalisis danmenginterpretasi. Penelitian deskriptif bisa bersifat komperatif dankorelatif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk pemecahan masalahsecara sistematis dan faktual mengenai fakta-fakta dan sifat-sifatpopulasi. Metode kualitatif mengacu pada strategi penelitian, sepertiobservasi, partisipasi, wawancara mendalam, partisipasi total kedalam aktivitas mereka yang diteliti, kerja lapangan dan sebagainya,yang memungkinkan peneliti memperoleh informasi tangan pertamamengenai masalah sosial empiris yang hendak dipecahkan.

Penelitian dilakukan di Pelabuhan Perikanan Pantai Probolinggoyang terletak di Desa Mayangan, Kec. Mayangan, Kota Probolinggo, JawaTimur. Obyek penelitian adalah Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)beserta stakeholders yang terkait dengan pembangunan Pelabuhan PerikananPantai Probolinggo dan aktifitasnya. Stakeholders tersebut antara lainDinas Perikanan Dan Kelautan (DPK) Propinsi Jawa Timur, Dinas KelautanDan Perikanan (DKP) Kota Probolinggo, Pemerintah Kota (Pemkot)Probolinggo dalam hal ini Badan Perencaan Daerah (Bapeda) KotaProbolinggo dan nelayan Mayangan.

Teknik pengambilan data menggunakan metode(1) Observasi (pengamatan) non participant observation, karena peneliti tidak

terlibat dan hanya sebagai pengamat independen. Peneliti mencatat,menganalisis dan selanjutnya dapat membuat kesimpulan tentang obyekpenelitian.

(2) Interview (wawancara) Wawancara yang akan dilakukan kepada staff instansi-instansi

dan dinas-dinas yang terkait dengan pembangunan Pelabuhan PerikananPantai Probolinggo, seperti Dinas Perikanan Dan Kelautan (DPK)Propinsi Jawa Timur , Dinas Kelautan Dan Perikanan (DKP) KotaProbolinggo, Balai Pengelola Pelabuhan Perikanan Pantai (BPPPP)Mayangan , Bapeda Kota Probolinggo, masyarakat nelayan Mayanganlaki-laki dan perempuan.

(3) Dokumentasi Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang

berbentuk dokumentasi. Sebagian besar data yang tersedia adalahberbentuk surat-surat, catatan harian, cenderamata, laporan,artefak, foto, dan sebagainya. Sifat utama data ini tak terbataspada ruang dan waktu sehingga memberi peluang kepada peneliti untuk

mengetahui hal-hal yang pernah terjadi di waktu silam. Secaradetail bahan dokumenter terbagi beberapa macam, yaitu otobiografi,surat-surat pribadi, buku atau catatan harian, memorial, klipping,dokumen pemerintah atau swasta, data di server dan flashdisk, datatersimpan di website, dan lain-lain (Iyan Afriani H.S, 2009). Dalampenelitian ini dokumen-dokumen yang dianalisis berasal dari DPKPropinsi Jawa Timur, DKP Kota Probolinggo, Balai PengelolaPelabuhan Perikanan Pantai (BPPPP) Mayangan, dan Badan PerencanaanDaerah (Bapeda) Kota Probolinggo. Selain dokumen juga ada foto-fotodari DKP Kota Probolinggo yang terkait dengan pembangunan PPPMayangan.

Menurut Lofland dalam Moleong (2007), sumber data utama dalampenelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalahdata tambahan seperti dokumen dan lain-lain. a.Kata-kata dan Tindakan Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai

merupakan sumber data utama. Sumber data utama dicatat melaluicatatan tertulis atau melalui perekaman video/audio tapes, pengambilanfoto, atau film. Kata – kata yang digunakan adalah hasil wawancaradari berbagai narasumber yang terdiri dari Dinas Perikanan DanKelautan (DPK) Propinsi Jawa Timur , Dinas Kelautan Dan Perikanan(DKP) Kota Probolinggo, Balai Pengelola Pelabuhan Perikanan Pantai(BPPPP) Mayangan , Bapeda Kota Probolinggo, masyarakat nelayanMayangan laki-laki dan perempuan.

b.Sumber TertulisDilihat dari segi sumber data, bahan tambahan yang berasal dari sumber

tertulis dapat dibagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumberdari arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi. Buku, disertasi,karya ilmiah, dan majalah ilmiah sangat berharga bagi peneliti gunamenjajaki keadaan perseorangan atau masyarakat di tempat penelitiandilakukan. Selain itu, buku penerbitan resmi pemerintah pun dapatmerupakan sumber yang sangat berharga.

c.FotoSaat ini foto sudah banyak dipakai sebagai alat untuk keperluan

penelitian kualitatif karena dapat dipakai dalam berbagai keperluan.Foto menghasilkan data deskriptif yang cukup berharga dan seringdigunakan untuk menelaah segi-segi subjektif dan hasilnya seringdianalis secara induktif. Ada dua kategori foto yang dapatdimanfaatkan dalam penelitian kualitatif, yaitu foto yang dihasilkanorang dan foto yang yang dihasilkan oleh peneliti sendiri (Bogdandan Biklen, 1982:102 dalam Moleong, 2007).

d.Data Statistik

Data statistik yang telah tersedia digunakan peneliti sebagai sumberdata tambahan. Data statistik dapat membantu memberi gambarantentang kecenderungan subjek pada latar penelitian. Tetapi meskipundemikian, hendaknya peneliti memanfaatkan data statistik itu hanyasebagai cara yang mengantar dan mengarahkannya pada kejadian danperistiwa yang ditemukan dan dicari sendiri sesuai dengan masalahdan tujuan penelitiannya (Moleong, 2007).

Menurut Iqbal (2002), berdasarkan sumber pengambilannya, datadibedakan atas dua, yaitu: a.Data PrimerData primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di

lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutanyang memerlukannya. Data primer ini disebut juga data asli atau databaru.

Dalam penelitian ini sumber data primernya adalah data-data hasilwawancara, kuesioner dan observasi terhadap instansi-instansi dandinas-dinas yang terkait dengan pembangunan Pelabuhan PerikananPantai Probolinggo, seperti Dinas Perikanan Dan Kelautan (DPK)Propinsi Jawa Timur, Dinas Kelautan Dan Perikanan (DKP) KotaProbolinggo, Balai Pengelola Pelabuhan Perikanan Pantai (BPPPP)Mayangan, Bapeda Kota Probolinggo, masyarakat nelayan Mayangan laki-laki dan perempuan.

b.Data SekunderData sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang

yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. Dataini biasanya diperoleh dari perpustakaan atau dari laporan-laporanpeneliti terdahulu. Data sekunder disebut juga data tersedia.

Analisis DataAnalisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum

memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai dilapangan. Dalam hal ini Nasution 1988 menyatakan “ Analisis telahmulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun kelapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian.Analisis data menjadi pegangan bagi penelitian selanjutnya sampai jikamungkin, teori yang “grounded”. Namun dalam penelitian kualitatif,analisis data lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaandengan pengumpulan data (Sugiyono, 2008).Sedangkan untuk menjawab tujuan penelitian mengetahui dan mempelajarikonsep pembangunan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Probolinggo yangdilakukan selama ini (WID, WAD, atau GAD) dan merumuskan model

pembangunan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Probolinggo yangberparadigma WAD dan GAD, maka teknik analisis yang digunakan adalahTeknis analisis Harvard dan Moser.

a. Aplikasi teknik analisis Harvard Kerangka Analisis Harvard profil Aktivitas

A. Aktivitas Produksi Laki-laki PerempuanPerikananAktivitas 1Aktivitas 2, dstPekerjaan sampinganAktivitas 1Aktivitas 2, dstBekerja diluarAktivitas 1Aktivitas 2, dstLainnya;B. Aktivitas ReproduksiTerkait dengan airAktivitas 1Aktivitas2,dstTerkait dengan bahanbakarMenyiapkan makananMengasuh anakTerkait dengan kesehatanBersih-bersihTerkait dengan pasarlainnya

Kerangka Analisis Harvard profil Akses dan Kontrol/Manfaat

A. Sumberdaya Laki-laki PerempuanAkses Kontrol Akses Kontrol

Tanah PeralatanTenaga kerjaUang kasPendidikan/pelatihanlainnya

B. ManfaatPendapatan dari luar Pemilikan kekayaanKebutuhan dasarPendidikanKekuatan politikLainnya

Kerangka Analisis Harvard Faktor-faktor yang berpengaruhFaktor-faktor Dampak Kesempatan Kendala

Lk Pr Lk Pr Lk Pr

PolitikEkonomiBudayaPendidikanLingkunganHukumDll.

a. Aplikasi teknik analisis MoserProyek Peranan yang

difokuskanKJ yangdipenuhi

Pendekatankebijakan

repr prod Kemasy KJP KJSLk Pr Lk Pr Lk Pr

1...2...3...keterangan analisis tabel:

Jika dalam tabel di atas perempuan lebih banyak berperan di reproduksi(kolom reproduksi), sedangkan peranan produksi (kolom produksi) danperanan masyarakat (kolom masyarakat) lebih banyak didominasi olehlaki-laki, maka pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah masihberparadigma WID (Women In Development). Dimana perempuan hanyadiposisikan sebagai obyek di dalam pembangunan, perempuan hanyamenerima program-program hasil kebijakan dari pemerintah. Jika perempuan memilki peran yang banyak dalam produksi (kolomproduksi) dan kemasyarakatan (kolom kemasyarakatan), maka pembangunanyang dilakukan oleh pemerintah sudah berparadigma WAD (Women AndDevelopment). Dimana perempuan dalam pembangunan diikutsertakan atauberperan aktif dalam pembangunan tersebut. Perempuan ikut dalammengambil keputusan tentang kebijakan pembangunan. Dalam konseppembangunan yang berparadigma WAD ini perempuan “dibutuhkan” dalampembangunan bukan perempuan yang “menbutuhkan” pembangunan sepertidalam konsep WID.Sedangkan jika dalam semua peranan (reproduksi, produksi, dankemasyarakatan), laki-laki dan perempuan memiliki peran yang sama makapembangunan yang dilakukan sudah berparadigma GAD (Gender AndDevelopment). Dimana dalam konsep GAD terjadi keseimbangan/kesetaraandalam pola relasi antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki danperempuan bertindak sebagai pengambil keputusan, pelaksana, danpengelola dari pembangunan. Selain itu jika kolom KJP (KebutuhanJender Praktis) dan KJS (Kebutuhan Jender Strategis) terpenuhi makapembangunan yang dilakukan sudah berparadigma WAD ataupun GAD. Jika pendekatan kebijakan yang digunakan sudah mencerminkankesetaraan, keadilan, anti kemiskinan, efisiensi, penguatan ataupemberdayaan terhadap perempuan maka pembangunan yang ada sudahberparadigma WAD atau bahkan sudah GAD. Kesetaraan dan keadilan disinimempunyai makna bahwa laki-laki dan perempuan memiliki peran yang samadalam pembangunan. Artinya perempuan juga memiliki hak dan kewajibanyang sama dalam pembangunan, mulai dari proses perencanaan,pelaksanaan, pengelolaan sampai pemanfaatan dari hasil pembangunantersebut. Anti kemiskinan disini berarti dari hasil pembangunan yangada diharapkan bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat terutama kaumperempuan. Dimana perempuan bisa mengembangkan diri seperti semakinmudah dalam mendapatkan pekerjaan, sehingga perempuan tidak beradadalam kondisi miskin karena tidak memiliki penghasilan. Penguatan ataupemberdayaan perempuan mengandung arti bahwa dalam pembangunanseharusnya perempuan diikutsertakan dalam pengambilan keputusansehingga perempuan tidak hanya sebagai obyek dari program-programpembangunan yang telah ada, tetapi mereka ikut berperan aktif dalampembangunan. Dengan demikian jika elemen-elemen tersebut sudah

tercapai, maka pembangunan yang ada sudah berparadigma WAD atau bahkanGAD dan tidak bias gender.

HASIL DAN PEMBAHASANProfil gender dari masyarakat di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)ProbolinggoProfil Kegiatan

Masyarakat di sekitar Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Mayangan untukkegiatan reproduksi kebanyakan (didominasi) oleh kaum perempuan. Kaumlaki-laki hanya melakukan sedikit sekali kegiatan reproduksi. Biasanyalaki-laki hanya sekedar membantu dan itupun intensitasnya sangatjarang. Pekerjaan - pekerjaan seperti menyiapkan bahan bakar, menjagaanak, membersihkan rumah, membuang sampah, mencuci dan menyetrika bajuadalah pekerjaan yang didominasi oleh perempuan, tetapi sebenarnya adaketerlibatan dari laki – laki meskipun tidak mencolok. Pekerjaan –pekerjaan eksklusif perempuan yang tidak dapat dimasuki oleh laki-lakiadalah memasak, mencari atau membeli bahan untuk memasak seperti sayurdan lauk. Biasanya dalam kegiatan reproduksi tersebut seorangperempuan (istri) dibantu oleh anak perempuan atau kerabatperempuannya. Menurut Ripah seorang penjual gorengan di PPP Mayangan,meskipun suaminya menganggur tetapi tidak pernah membantu istrinyadalam kegiatan rumah tangga (reproduksi). Hal ini karena kebiasaanatau budaya dari orang Madura yang memiliki pandangan bahwa laki-lakitidak bisa membantu atau pantang untuk bekerja di dapur. Laki – lakihanya berperan di sektor publik dalam hal ini mencari nafkah. Meskipunbanyak perempuan yang juga membantu suaminya dalam mencari nafkahuntuk keluarga. Salah satu istri dari nelayan andon dari Lamongan yangmenyusul suaminya ke tempat suaminya andon, mengatakan bahwa semuakegiatan reproduksi dikerjakan oleh istri, karena suami sudah lelahdengan bebannya bekerja di laut.

Masyarakat Madura di Pesisir menganut sistem kekerabatanberdasarkan garis kerabat laki-laki dan perempuan (bilateral). Menurutmasyarakat setempat, yang dimaksud saudara oleh Ego adalah seluruhkerabat yang dapat ditarik dari garis keturunan orang tua (ibu danbapak). Hubungan kekerabatan dalam masyarakat Madura ditentukan olehfaktor keturunan (nasab) dan perkawinan. Di dalam keluarga intiMadura, suami (laki-laki) dianggap sebagai kepala keluarga. Ia adalahpenanggung jawab utama kebutuhan rumah tangga sehari – hari. Dalamsegala aktivitas kemasyarakatan, keterlibatan laki – laki (suami)dianggap mewakili keluarganya. Sementara itu, tugas pokok perempuan(istri) adalah mengelola urusan rumah tangga (domestik). Namun

demikian, banyak pula istri yang harus membantu mencari nafkahkeluarga karena tingkat penghasilan suami sebagai nelayan kurangmencukupi. Selain itu, anak – anakpun berkewajiban membantu mengatasipekerjaan – pekerjaan orang tua (Kusnadi, 2001).

Kegiatan produksi masyarakat sekitar Pelabuhan Perikanan Pantai(PPP) Mayangan, untuk penangkapan didominasi oleh kaum laki – laki.Perempuan hampir tidak berperan sama sekali dalam kegiatan penangkapantersebut, kecuali dalam persiapan perbekalan untuk para suami merekayang akan pergi melaut. Hal tersebut terjadi karena selama ini profesisebagai nelayan khususnya di Mayangan adalah laki –laki semua. Sampaisaat ini belum ada data yang menunjukkan adanya perempuan yangberprofesi sebagai nelayan. Sebagian besar nelayan Mayangan berprofesisebagai nelayan karena selain mereka tinggal di daerah pesisir, merekajuga menjadi nelayan karena mengikuti jejak orang tua mereka yang jugamenjadi nelayan. Nelayan Mayangan biasanya menggunakan alat tangkapcantrang. Mereka biasanya melaut selam 3 – 4 hari. Biasanya satu kapaldiisi oleh 8 – 9 Anak Buah Kapal (ABK) dimana semuanya adalah laki –laki. Menurut Anam salah satu nelayan andon dari Lamongan mengatakanbahwa selama ini tidak ada nelayan perempuan, karena jika perempuanikut melaut pasti kebingungan/ repot jika akan buang air kecil ataupunbesar, karena sebagian besar di dalam kapal yang digunakan untukmelaut tidak terdapat fasilitas kamar mandi. Selama ini kapal yangdigunakan oleh nelayan – nelayan, terutama nelayan kecil yangmenggunakan kapal berkekuatan 28 – 50 GT, di dalamnya tidak adafasilitas kamar mandi. Hal tersebut karena sejak dahulu kala pembuatkapal tidak mendesain kapal dengan fasilitas kamar mandi, karenasebagian besar nelayan adalah laki – laki yang tidak begitu memerlukanfasilitas kamar mandi ketika pergi melaut.

Dalam kegiatan pengolahan hasil perikanan, seperti padapendinginan dari ikan, kegiatan tersebut didominasi oleh kaum laki –laki juga. Meskipun ada keterlibatan dari kaum perempuan itu hanyasedikit, biasanya istri dari pemilik usaha pendinginan yang membantusuaminya. Hal tersebut terjadi karena, pekerjaan di usaha pendinginantersebut memerlukan energi yang cukup besar, dan lebih cepat jikadikerjakan oleh laki – laki. Seperti mengangkat balok es yangberukuran besar, menghancurkan balok es tersebut hingga menjadi escurah. Dan hal tersebut lebih banyak dilakukan oleh laki –laki.Berbeda dengan pendinginan ikan, dalam kegiatan pengeringan ikan,lebih banyak didominasi oleh perempuan. Mulai dari penyediaan bahanbaku (ikan), penyiangan dan pencucian, penggaraman dan penirisan,penjemuran, sampai pengemasan semua itu dilakukan oleh perempuan.

Meskipun ada campur tangan dari laki –laki tetapi intensitasnya sangatjarang. Karyawan dalam usaha pengeringan sebagian besar juga perempuan(istri nelayan) yang mencari tambahan nafkah untuk keluarganya.

Tetapi untuk status kepemilikan dari usaha tersebut selalu diatasnamakan laki – laki (suami). Seperti usaha pengeringan ikan yangdimiliki oleh Juriah. Meskipun semua kegiatan teknis ditangani olehJuriah sendiri, tetapi untuk masalah keuangan dan status kepemilikandari usaha tersebut diserahkan kepada suaminya. Usaha pengeringan ikanyang dilakukan oleh masyarakat Mayangan masih bersifat tradisional.Hal tersebut dapat dilihat dari alat – alat dan prosesnya yang masihtradisional dan sederhana. Untuk mengeringkan ikan mereka mengandalkanpanas dari alam yaitu sinar matahari. Mereka sulit untuk mengembangkanusahanya karena usaha mereka masih skala kecil. Dan untuk menjadikanusaha mereka lebih modern mereka juga tidak tahu bagaimana caranya,mengingat yang berperan besar dalam usaha pengeringan kebanyakanadalah perempuan yang notabene-nya memiliki pendidikan rendah dankurang pengetahuan. Jika ada kegiatan penyuluhan dari pemerintah,kebanyakan yang datang adalah laki – laki (suami), padahal yang lebihbanyak tahu di lapang adalah perempuan. Tetapi karena di masyarakatMayangan masih menganggap bahwa yang harus mengikuti kegiatan –kegiatan penyuluhan, rapat – rapat (kegiatan di ranah publik) adalahkaum laki – laki, perempuan cukup di rumah saja.

Begitu juga dalam kegiatan pengasapan. Dalam kegiatan ini lebihbanyak peran perempuan. Laki – laki juga memiliki andil dalam kegiatanpengasapan ini tetapi hanya sebagian kecil, dan itu hanya sebatas padapenyediaan bahan bakar dan dalam proses mengasapkan ikan. Selebihnyadilakukan oleh perempuan. Dalam kegiatan pemasaran, sebagian besardidominasi oleh perempuan. Dalam hal ini pemasaran ikan hasil daritangkapan nelayan di Pelabuhan Perikanan Mayangan. Kebanyakan merekaadalah istri – istri dari nelayan. Mereka melakukan kegiatan pemasarandi lingkungan PPP Mayangan. Mereka menjual ikan hasil dari tangkapansuaminya. Banyak juga dari pedagang – pedagang perempuan tersebut yangsukses dalam dunia perdagangan ikan dan menjadi juragan ikan. Alasanmereka berprofesi sebagai pedagang atau penjual ikan antara lainkarena mengikuti jejak orang tua dan ingin membantu suami dalammencari tambahan pendapatan.

Menurut Kusnadi (2001), secara umum, dalam masyarakatnelayan Pesisir perempuan memegang peranan yang amat penting untukikut serta menjaga kelangsungan hidup rumah tangganya. Selain harusbertanggung jawab terhadap urusan domestik atau rumah tangga, merekajuga harus membantu tugas atau pekerjaan suami dan terlibat aktif

mencari nafkah untuk menopang pemenuhan kebutuhan rumah tangga.Keterlibatan para istri ini dapat mengurangi beban pekerjaan suamiatau paling tidak memudahkan rumah tangga dalam mengatasi kesulitan –kesulitan hidup yang dihadapi setiap saat. Peranan perempuan istrinelayan yang paling umum di Pesisir dalam membantu pekerjaan suamisetelah datang dari melaut adalah menjualkan hasil tangkapan ikan yangdiperoleh suami.

Hasil tangkapan tidak dijual langsung oleh nelayan, tetapi dibawapulang terlebih dahulu dan istri merekalah yang akan menjualnya. Inidilakukan karena dua alasan :

1. Istri nelayan tidak percaya kepada suaminya karena khawatir tidakjujur dalam hal penjualan hasil ikannya. Misalnya, nelayan yangmemperoleh penghasilan ikan sebanyak 10 kg diberitahukan kepadaistrinya hanya 7 kg sehingga hasil penjualan yang 3 kg sisanyadiambil oleh nelayan yang bersangkutan. Sekalipun dalam penjualanikan benar – benar dilakukan secara jujur, tetapi seorang nelayantetap dicurigai oleh istrinya. Jika perasaan ketidakpercayaan itutinggi dan dibiarkan dapat menyebabkan pertengkaran suami – istriyang berkepanjangan. Dalam kenyataannya, nelayan sering melakukanpenipuan hasil tangkapan terhadap istrinya, khususnya pada saatia mendapat hasil yang banyak. Biasanya, uang hasil penyelewenganitu dimanfaatkan atau disimpannya sendiri. Tidak sedikit pulanelayan yang memanfaatkan uang hasil penyelewengannya itu untukkepentingan yang tidak baik, misalnya berjudi, minum – minumankeras, atau berkencan dengan pelacur di lokalisasi terdekat.

2. Membawa pulang hasil tangkapan, dan istri nelayan mengambilbeberapa ekor ikan untuk dijadikan lauk – pauk. Sepanjang nelayanmasih memperoleh hasil tangkapan sekalipun sedikit pasti akadisisihkannya untuk kebutuhan lauk – pauk, dan istrinya tidakakan membeli jenis lauk – pauk yang lain. Pembelian lauk – pauklainnya, seperti sayuran, tahu – tempe, telor hanya dilakukanjika suami tidak memperoleh hasil tangkapan. Pembelian lauk –pauk selain ikan dianggap terlalu mahal. Perhitungan demikianterbukti dapat menekan anggaran belanja keluarga sehari – hari. Masyarakat sekitar PPP Mayangan sebagian besar berprofesi sebagai

nelayan. Hal ini karena mereka tinggal di daerah pesisir dan sejakdulu orang tua mereka juga menjadi nelayan, sehingga anak cucunyasekarang juga menjadi nelayan. Yang berprofesi sebagai nelayan adalahlaki – laki saja. Selain nelayan, ada juga yang berprofesi sebagaiPNS, ABRI, pedagang, pekerja pabrik, wiraswasta. Dari profesi– profesi tersebut perempuan berada di profesi sebagai PNS, pedagang,

pekerja pabrik, dan wiraswasta. Untuk ABRI masih didominasi oleh laki– laki. Untuk profesi PNS jumlah laki –laki dan perempuan seimbang.Sedangkan untuk pekerja pabrik, perempuan hanya sedikit yangberprofesi sebagai pekerja pabrik. Hal ini karena untuk pabrik –pabrik yang ada di sekitar PPP Mayangan adalah pabrik – pabrik yangmembutuhkan tenaga ekstra, sehingga untuk menerima pegawai perempuanjuga dipertimbangkan. Selain itu juga disesuaikan dengan tingkatpendidikan dari perempuan tersebut. Masyarakat sekitar PPP Mayanganrata – rata masih rendah yaitu hanya lulusan Sekolah Dasar (SD).Profesi pedagang sangat didominasi oleh perempuan, karena masyarakatsekitar PPP Mayangan adalah istri nelayan, dan mereka menjual hasiltangkapan dari suaminya.

Selain sebagai ibu rumah tangga, perempuan sekitar PPP Mayanganada juga yang bekerja sampingan sebagai pembantu rumah tangga, penjualklontongan/ toko, penjual nasi/ warung nasi, dan mlijo. Mereka bekerjasampingan untuk membantu suaminya dalam memenuhi kebutuhan rumahtangga. Mereka yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga, biasanyabekerja di rumah saudara mereka yang lebih mampu (juragan kapal) untukmembantu pekerjaan rumah tangganya. Mereka mendapatkan upah tiap hari.Pekerjaan yang dilakukan seperti membersihkan rumah, mencuci,dansetrika. Sebagian perempuan di sekitar PPP Mayangan juga mengelolatoko dan warung makan. Mereka membuka toko di rumah mereka atau dikawasan sekitar pelabuhan. Menurut Kusnadi (2001), keterlibatanperempuan dalam mengelola warung dan toko sangat besar. Untuk warung –warung makanan atau minuman sepenuhnya ditangani oleh kaum perempuan.Biasanya, suami ikut terlibat aktif membantu jika dipandang perlu danada kesempatan untuk mengembangkan toko dan warung yang menjual bahankebutuhan sehari – hari. Anak – anak mereka juga terkadang ikutmembantu kegiatan jual – beli di warung. Pengelolaan keuangan danpengadaan barang – barang dagangan ditangani sepenuhnya olehperempuan.

Mlijo juga menjadi alternatif bagi sebagian perempuan sekitar PPPMayangan untuk dijadikan pekerjaan sambilan. Mereka menjual bahan –bahan untuk konsumsi seperti sayur – sayuran, lauk – pauk (ikan, tahu,tempe), dan bumbu – bumbu masak lainnya. Dalam bahasa Madura mlijo inidisebut blijjha. Pekerjaan sebagai blijjha dilakukan sepenuhnya oleh kaumperempuan. Jenis blijjha ada dua. 1.Blijjha tetap, yakni pedagang eceran yang secara konsisten setiap hari

menjual ikan.2.Blijjha tidak tetap, yakni pedagang yang pekerjaannya menjualkan hasil

tangkapan suami kepada konsumen. Mereka adalah istri nelayan. Jikasuami tidak melaut, ia pun tidak berjualan ikan. Dengan kata lain,blijjha tidak tetap ini hanya berjualan ikan jika suaminya melaut dan

memperoleh hasil ikan. Apabila melaut tetapi tidak mendapatkanhasil, ia pun tidak berjualan ikan.

3.Blijjha eceran, yakni pedagang eceran yang menjajakan barang dagangannyadengan cara keluar – masuk kampong, tidak menetap pada suatu tempatatau pasar tertentuseperti yang dilakukan oleh kedua jenis blijjhasebelumnya (Kusnadi, 2001).

Blijjha yang ada di pelabuhan PPP Mayangan memperoleh barang dagangannyadari pangamba’ yang ada di TPI. Kadang – kadang mereka juga membeliikan dari upah ikan buruh angkut, meminta ikan pada nelayan dan anak –anak.

Untuk kegiatan sosial atau kemasyarakatan, masyarakat sekitar PPPMayangan terutama nelayan mengikuti kegiatan seperti arisan,pengajian, rapat di desa, dan kerja bakti di lingkungan sekitar. Untukkegiatan arisan diadakan dan diikuti oleh para perempuan dalam hal iniistri nelayan. Dalam kegiatan arisan tersebut biasanya hanya diisidengan percakapan – percakapan ringan dan saling silaturrahmi antartetangga saja. Untuk kegiatan pengajian diikuti oleh laki – laki danperempuan. Perempuan biasanya berperan dalam menyiapkan konsumsi danpenataan ruangan. Kegiatan rapat di desa selalu diikuti oleh laki –laki, kecuali kegiatan PKK dan itupun jarang sekali perempuan yangmengikutinya. Mereka beralasan tidak memiliki waktu untuk datang ataumengikuti kegiatan itu, karena sudah disibukkan dengan pekerjaan rumahtangga dan juga harus membantu suami mereka mencari nafkah. Kerjabakti di lingkungan sekitar selalu diikuti oleh laki – laki. Karenadalam kegiatan kerja bakti biasanya pekerjaan yang dilakukan cukupmembutuhkan energi yang ekstra dan itu hanya bisa dilakukan oleh laki– laki. Perempuan hanya menyiapkan konsumsi saja.

Dari analisis di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa perempuanjuga berperan dalam kegiatan produksi. Dan peran serta dari perempuantersebut tidak bisa dipandang dengan sebelah mata. Karena peran sertamereka memiliki kontribusi atau manfaat kepada keluarga mereka.Misalnya dengan ikutnya perempuan (istri) membantu suaminya mencarinafkah maka akan mengurangi beban suaminya dan juga bisa mencukupikebutuhan keluarganya. Meskipun demikian, di dalam masyarakat sekitarPPP Mayangan sistem pembagian kerja secara seksual masih menempatkansecara tegas peran laki – laki dan perempuan. Hal ini bisa dilihatdari profesi nelayan masih didominasi oleh laki – laki danperempuan lebih banyak berprofesi sebagai pedagang dalam hal inipenjual ikan. Hal ini mempertegas bahwa laut masih menjadi ranah kerjalaki – laki dan darat adalah ranah kerja perempuan. Kegiatan utamalaki – laki adalah mencari ikan, sedangkan perempuan mengolah danmenjual hasil tangkapan tersebut. Selain berperan di ranah publik,peran domestik tak pernah ditinggalkan oleh perempuan. Peran domestik

perempuan dilaksanakan dalam kedudukannya sebagai istri dan ibu darianak – anaknya. Pekerjaan – pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnyaadalah pekerjaan – pekerjaan di seputar rumah tangga, seperti memasak,membersihkan rumah, mengasuh anak, dan menyiapkan bekal suami untukmelaut. Meskipun terkadang suami ikut membantu tetapi posisi suamidalam tanggung jawab domestik ini bersifat membantu. Peranan domestikadalah kewajiban pertama dari perempuan.

Sedangkan menurut Kusnadi (2001), kewajiban kedua yang harusdijalani perempuan adalah peran produktif. Peran produktif adalahperan perempuan untuk memperoleh penghasilan ekonomi dalam upayamemenuhi kebutuhan rumah tangga sehari – hari. Usaha yang dilakukanperempuan pesisir untuk mendapatkan pendapatan ekonomi adalah denganjalan menjualkan hasil tangkapan suami, bekerja pada orang lain,memiliki usaha sendiri (memiliki warung/toko), pedagang perantara.Kegiatan perdagangan ikan merupakan pekerjaan yang banyak ditekunioleh istri – istri nelayan. Perempuan pesisir merupakan “penguasaekonomi darat”. Selain kedua peran tersebut perempuan di sekitar PPPMayangan juga memiliki peran sosial di masyarakat. Hal ini bisadilihat perempuan disana sering mengikuti kegiatan arisan, pengajianwalaupun hanya sebatas untuk menyambung tali silaturrahmi antar wargasekitar. Padahal jika dilihat lagi, dengan masuknya perempuan dalampranata – pranata tersebut, perempuan berpartisipasi mengelolasumberdaya sosial ekonomi masyarakat yang suatu saat dapatdimanfaatkan untuk menopang kebutuhan rumah tangga, seperti ketikapenghasilan dari melaut menurun, didera sakit, biaya untuk hajatankeluarga, memenuhi kebutuhan anak sekolah, dan kebutuhan mendadaklainnya.

Ketiga jenis tanggung jawab atau peran tersebut (domestik/reproduktif, produktif, dan sosial) telah menempatkan posisi sosialdan peranan ekonomi perempuan pesisir yang cukup kuat dan mendominasi,baik pada tataran rumah tangga maupun tataran masyarakat. Pada tataranrumah tangga, perempuan menjadi “salah satu tiang ekonomi” rumahtangga, sejajar dengan suami mereka. Hubungan fungsional suami – istridalam memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga bersifat salingmelengkapi. Istri mengontrol dan mengatur keuangan dari rumah tanggamereka. Akses adalah berapa besar peluang atau kesempatan yangdiberikan kepada laki –laki dan perempuan untuk memanfaatkansumberdaya alam atau faktor produksi. Sedangkan kontrol atau kuasaadalah kemampuan untuk menguasai dan menentukan berbagai hal, dalamhal ini sumberdaya ataupun faktor produksi. Apabila seseorangmengontrol sesuatu artinya orang tersebut berhak melakukan apa sajaterhadap sesuatu yang dikontrol/ dikuasainya. Orang tersebut dapatmenjualnya, menghancurkannya, meminjamkannya, memberikan peluang

(akses), menutup peluang, memerintahkan, atau apapun yang dapat ialakukan atas segala yang dikuasainya.

Dari tabel akses dan kontrol atas sumberdaya yang dimiliki diatassebagian besar akses dan kontrol terhadap sumberdaya didominasi olehlaki – laki. Seperti sumberdaya tanah, peralatan tangkap dan uang baikuang pribadi maupun hasil dari pinjaman. Sedangkan perempuan hanyamemiliki akses terhadap sumberdaya – sumberdaya tersebut. Perempuanhanya memiliki kontrol terhadap sumberdaya uang. Hal itu bisa terjadijika perempuan memiliki pekerjaan lain selain menjadi ibu rumah tanggaatau dengan kata lain perempuan pekerja, karena biasanya perempuanyang bekerja mempunyai penghasilan sendiri sehingga bisa mempunyaikontrol dan akses terhadp uang mereka. Tepai jika perempuan tersebuthanya sebagai ibu rumah tangga, maka mereka hanya memiliki akses sajaterhadap uang yang merupakan hasil kerja dari suaminya. Untukpelatihan / pendidikan laki – laki memiliki akses dan kontrol yangsama. Hal ini memiliki pengertian bahwa laki – laki dan perempuanmemilki hak yang sama dalam memperoleh pelatihan atau pendidikan.Tetapi biasanya perempuan di daerah PPP Mayangan jarang yang mengikutikegiatan – kegiatan pelatihan karena mereka sudah disibukkan denganaktivitas mereka sehari – hari, sehingga tidak memiliki waktu untukmengikuti pelatihan – pelatihan tersebut.

Pembangunan PPP Mayangan sebagian besar didominasi oleh laki-laki. Perempuan memiliki peran dalam perencanaan pembangunan,pengupahan, pembukuan, dan pengelolaan dari PPP Mayangan. Perencanaanpembangunan PPP Mayangan tersebut dilakukan sekitar tahun 1999 – 2000.Pemerintah Kota Probolinggo dalam hal ini Badan Perencanaan Daerah(Bapeda) mengusulkan kepada pemerintah untuk membangun PelabuhanPerikanan sendiri yang sebelumnya kegiatan perikanan ikut di pelabuhanniaga Tanjung Tembaga. Selama ini para nelayan di Kota Probolinggomelakukan aktivitas bongkar muat hasil tangkapannya di PelabuhanTanjung Tembaga milik Pelindo III. Hal ini mengakibatkan tidakefisiennya dalam hal pemasaran, pemprosesan hasil tangkapan danaktivitas lainnya dari nelayan karena sarana di Pelabuhan TanjungTembaga memang tidak disediakan untuk pelabuhan perikanan. Selain itukondisi sandar kapal-kapal nelayan di Pelabuhan Tanjung Tembaga sudahtidak memenuhi syarat keamanan karena rawan terhadap bahaya kebakaran,dan hal ini sering terjadi. Karena alasan tersebut Bapeda KotaProbolinggo membawa isu tersebut dalam Musyawarah Rencana Pembangunan(Musrenbang) tingkat kota dan usulan tentang pembangunan PelabuhanPerikanan tersebut disambut baik oleh pemerintah Kota Probolinggo.Peserta dari Musrenbang yang diadakan tersebut antara lain semuastakeholder pemerintah kota, LSM, Perguruan Tinggi, tokoh masyarakat,

tokoh agama, organisasi – organisasi perempuan (Darmawanita, PKK dll),pihak legislatif dan masih banyak lagi. Dari stakeholder – stakeholdertersebut pasti ada keterlibatan dari perempuan. Meskipun tidak begituterlihat secara pasti jumlah dan peran dari perempuan dalampelaksanaan Musrenbang tersebut, tetapi kehadiran perempuan dalamMusrenbang tersebut sudah menunjukkan bahwa di Kota Probolinggo dalammelakukan kegiatan pembangunan tidak membeda – bedakan gender atautidak bias gender. Pada saat itu (tahun 1999-2000), jumlah perempuanyang aktif di pemerintahan, legislatif dan organisasi – organisasimasih sedikit sehingga dalam perencanaan Musrenbang tersebut yanglebih banyak terlibat dan berperan adalah laki – laki.

Setelah dilakukan pembahasan dalam Musrenbang tingkat kota, makausulan tersebut diajukan kepada pemerintah Kota Probolinggo dan olehpemerintah Kota Probolinggo diajukan kepada Pemerintah Propinsi JawaTimur. Oleh pemerintah Propinsi langsung dilimpahkan kepada dinasterkait dalam hal ini Dinas Perikanan Dan Kelautan (DPK) Propinsi JawaTimur. Pihak-pihak yang terkait dengan pembangunan Pelabuhan Perikananantara lain : Pemerintah Kota Probolinggo dalam hal ini Dinas Kelautandan Perikanan (DKP) Kota Probolinggo, Pemerintah Propinsi Jawa Timurdalam hal ini Dinas Perikanan dan Kelautan (DPK) Propinsi Jawa Timur,dan Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan(KKP) yaitu Direktorat Jendral Perikanan Tangkap (DJPT) Jakarta,konsultan perencana dan pengawas, rekanan pelaksana pembangunan (pihakswasta).

Gambar 1. Acara koordinasi pengelolaan PPP Mayangan(sumber : DKP Kota Probolinggo, 2009)

Pembangunan fisik Pelabuhan Perikanan Mayangan dimulai tahun2000. Dalam pelaksanaan pembangunan fisik tersebut pihak pemerintahmenggunakan jasa kontraktor, dan dalam kontraktor tersebut semua yangberperan adalah laki – laki. Sehingga untuk pengaturan pekerjaan,pembelian bahan – bahan, pelaksanaan pembangunan dan pengawasan semuadilakukan oleh laki – laki. Pimpinan dari setiap CV ataupun PT yangmenjadi kontraktor dalam pembangunan Pelabuhan tersebut adalah laki –laki semua, dan hal tersebut berpengaruh terhadap siapa yang melakukanpengambilan keputusan. Dalam pelaksanaan pembangunan pun (dalam halini pekerja proyek) tidak ada keterlibatan kaum perempuan samasekali.Hal ini terjadi karena dalam kegiatan pembangunan fisik memerlukanketerampilan khusus yaitu pertukangan dan itu salama ini dikuasai olehlaki – laki. Selain itu kegiatan pertukangan (tukang bangunan)memerlukan tenaga yang besar dan itu dimiliki oleh laki – laki,sehingga sampai saat ini tukang bangunan masih didominasi oleh kaumlaki – laki saja.

Gambar 2. Proses pembangunan PPP Mayangan(Sumber : DKP Kota Probolingo, 2006)

Dalam proses pembangunan PPP Mayangan ini peran perempuan yangpaling banyak adalah dalam pembukuan. Pembukuan disini memiliki artisemua proses yang berkaitan dengan kesekretariatan dan keuangan(bendahara), seperti surat – menyurat, pembuatan proposal, tugas –tugas kesekretariatan yang lain, dan pengaturan keuangan. Dalam proyekpembangunan pelabuhan tersebut biasanya di setiap kontraktor memilikisekretaris yang selalu perempuan. Karena perempuan memiliki sifattelaten, teliti, tekun, rapi sehingga pekerjaan tersebut selaludilimpahkan kepada perempuan. Menurut Sudiman Kepala Bidang PSDK DKPKota Probolinggo, bahwa dalam pembangunan pelabuhan juga memerlukanperempuan, karena ada pekerjaan – pekerjaan tertentu yang membutuhkanperan serta dari perempuan. Karena perempuan memiliki ketelitian,keuletan, dan juga pelabuhan membutuhkan sentuhan perempuan terhadaptatanan dan kebersihan.

Perempuan juga memiliki peran dalam pengelolaan PPP Mayangan. Halini bisa dilihat dari pegawai dari Balai Pengelola Pelabuhan PerikananPantai (BPPPP) Mayangan dan pegawai TPI yang ada di PPP Mayangan. DiBPPPP Mayangan dari 15 pegawai yang ada terdapat 2 orang pegawaiperempuan, yaitu sebagai Koordinator Tata Usaha dan staf administrasi.Sedangkan koordinator Pelayanan Teknis dan Koordinator Kesyahbandarandipegang oleh laki – laki. Demikian juga dengan petugas penjaga portalatau pintu masuk pelabuhan, semuanya adalah laki – laki. Menurut NonotWijayanto, S.Pi Koordinator BPPPP Mayangan Probolinggo, untuk pegawaiBPPPP Mayangan seniri tidak ada perbedaan gender, tetapi untukmengantisipasi adanya hal – hal yang tidak diinginkan terutama jikamelihat tipikal dari nelayan, sehingga pembagian kerja disesuaikandengan kondisi yang ada. Selain itu penempatan – penempatan darisetiap pegawai juga disesuaikan dengan latar belakang pendidikannya.Dan idealnya saai ini BPPPP Mayangan masih membutuhkan banyak tenagabaik laki – laki maupun perempuan. Jika ada rapat koordinasi yangberkaitan dengan kebijakan terhadap pengelolaan BPPPP Mayangan semuapegawai diikutsertakan, tidak ada pembedaan gender. Sehingga tidak adapengurangan dalam transfer informasi terhadap pegawai. Di TPI yang adadi PPP Mayangan juga masih ada keterlibatan dari perempuan. Dari 31pegawai 5 orang diantaranya adalah perempuan. Mereka semua berperandalam administrasi kantor. Untuk pekerjaan penimbangan ikan,kebersihan, dan pencatatan terhadap ikan yang dijual di TPI dilakukanoleh pegawai laki – laki. Pekerjaan penimbangan ikan dilakukan olehlaki – laki karena pekerjaan tersebut dirasa berat dan membutuhkanfisik yang kuat sehingga hanya bisa dilakukan oleh laki –laki.

Manfaat dari hasil pembangunan PPP Mayangan seharusnya bisabermanfaat bagi semua masyarakat baik laki – laki maupun perempuan.Berdasarkan tabel akses dan kontrol laki –laki dan perempuan dalam

menikmati manfaat di atas, bisa dilihat apakah pembangunan PPPMayangan bermanfaat bagi semua pihak baik laki – laki maupunperempuan.

Laki – laki dan perempuan bisa mengakses PPP Mayangan denganbebas tanpa dibeda – bedakan. Pas masuk/ tiket untuk orang sebesar Rp200,00; sepeda motor Rp 500,00; mobil Rp 1.000,00; truk Rp 1.500,00.Disini masyarakat umum bik itu laki – laki maupun perempuan tidakmemiliki kontrol atas PPP Mayangan, karena PPP Mayangan adalahfasilitas umum dimana kontrol atau penguasaan ada di tanganpemerintah. Peralatan – peralatan yang ada dan disediakan di PPPMayangan antara lain kapal/ armada, alat tangkap, box ikan/ drum,keranjang ikan. Laki – laki bisa mengakses semua peralatan tersebut,selain itu laki –laki memiliki kontrol atas kapal / armada dan alattangkap. Karena kapal / armada dan alat tangkap adalah peralatan wajibbagi nelayan. Sehingga nelayan yang notabene-nya adalah laki –lakimemiliki kontrol dan akses yang sangat besar terhadap peralatantersebut. Sedangkan perempuan hanya memiliki akses terhadap keranjangikan. Biasanya perempuan yang menjual ikan di PPP Mayanganmemanfaatkan keranjang yang disewakan oleh TPI sebagai tempat ikanhasil tangkapan sebelum dijual di pasar. Karenaperalatan – peralatan seperti box ikan / drum dan keranjang ikanadalah peraltan yang disewakan oleh pihak TPI maka masyarakat tidakmemiliki kontrol atas peralatan tersebut. Kontrol dari alat – alattersebut berada di tangan TPI.

Fasilitas – fasilitas yang terdapat di PPP Mayangan seharusnyabisa bermanfaat bagi masyarakat. Fasilitas yang ada di PPP Mayanganyang bisa digunakan oleh masyarakat antara lain TPI, gudang es dangaram, kantor pelabuhan, kantor kamladu, toilet, SPDN, warung nelayan,koperasi/ kredit usaha, dan pasar ikan. Laki –laki dan perempuanmemiliki kesempatan yang sama dalam mengakses fasilitas TPI, hal iniberarti laki-laki dan perempuan bisa memanfaatkan TPI sebagai tempatpelelangan ikan tanpa dibatasi oleh jenis kelamin. Justru yang lebihbanyak melakukan kegiatan di TPI adalah perempuan yang berprofesisebagai penjual ikan, pengamba’, mlijo. Karena mereka melakukankegiatan jual beli ikan di TPI tersebut. Gudang es dan garam bisadiakses oleh laki – laki dan perempuan. Tetapi yang memiliki kuasaatau kontrol adalah laki – laki, karena gudang es dan garam ini adalahfasilitas yang disewakan oleh pihak PPP Mayangan. Kebanyakan penyewaadalah kepala rumah tangga yaitu laki – laki, sehingga dengan begitulaki – laki lebih memiliki kuasa atau kontrol atas gudang tersebutdaripada istrinya. Untuk kantor pelabuhan dan kantor kamladu laki –laki dan perempuan memiliki akses yang sama, karena kedua kantortersebut merupakan fasilitas yang memiliki tugas untuk memberikan

pelayanan terhadap masyarakat, sehingga semua masyarakat baik laki –laki maupun perempuan memiliki hak untuk mengakses kantor tersebut.Pelayanan yang dilakukan oleh kantor pelabuhan antara lain pelayanansewa lahan/ bangunan, pelayanan pas masuk wilayah PPP Mayangan,pelayanan tambat labuh, pelayanan Surat Ijin Berlayar (SIB). Sedangkankantor kamladu melayani segala sesuatu yang bersangkutan dengankeamanan di PPP Mayangan. Begitu juga dengan toilet umum, karenadisetiap tempat umum keberadaan dari toilet sangatlah penting. Di PPPMayangan ada 4 unit toilet umum, 2 unit untuk laki- laki dan 2 unituntuk perempuan. Keadaan dari toilet sudah sangat memadai dan bersih.Sehingga tidak akan berakibat buruk terhadap kesehatan terutama bagikesehatan reproduksi perempuan. Air yang digunakan juga berasal dariPDAM, sehingga bisa dijamin kebersihannya.

Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN) merupakan stasiun penyuplay bahanbakar untuk kapal – kapal nelayan dalam hal ini kapal – kapal kecil(<10 GT). Dengan demikian yang biasanya mengakses SPDN tersebut adalahnelayan (laki – laki), karena yang membutuhkan SPDN tersebut hanyalahnelayan, perempuan tidak membutuhkan SPDN tersebut. Warung nelayanmerupakan fasilitas yang memiliki manfaat terhadap masyarakat terutamanelayan di sekitar PPP Mayangan. Bukan hanya bermanfaat dalammenyediakan makanan dan minuman buat nelayan yang pulang dari melaut,tetapi juga sebagai mata pencaharian dan sumber pendapatan baginelayan yang memiliki warung tersebut. Laki – laki dan perempuan bisamengakses keberadaan dari warung nelayan tersebut, dan juga memilikikuasa atau kontrol yang sama terhadap warung nelayan tersebut.Perempuan bisa memiliki kuasa terhadap warung nelayan karena adasebagian perempuan yang memang memiliki warung tersebut atas namaperempuan itu sendiri, bukan atas nama suaminya, sehingga bisamemiliki kontrol terhadap warung tersebut.

Di dalam PPP Mayangan juga terdapat lembaga koperasi, yaituKoperasi Usaha Gabungan Terpadu (UGT) Sidogiri. Koperasi ini merupakankoperasi milik yayasan pondok pesantren Sidogiri yang membuka cabangdi PPP Mayangan. Koperasi tersebut merupakan koperasi yang melayanisimpan pinjam kepada nelayan, terutama para pedagang ikan. Sampai saatini sudah tercatat 100 orang anggota dari koperasi UGT Sidogiritersebut. Dalam proses peminjaman tidak ada pembedaan antara laki –laki dan perempuan. Justru sebagian besar anggotanya adalah kaumperempuan yang berjualan ikan / pedagang ikan di pasar yang ada dipelabuhan. Rata – rata mereka pinjam uang untuk modal berdagang/berjualan ikan. Syarat untuk menjadi anggota tidaklah sulit, cukupmenyetorkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) saja, dan simpanan pokoknyahanya Rp 10.000,00. Alasan dari pengelola koperasi menetapkan simpananpokok hanya Rp 10.000,00 adalah karena anggota dari koperasi tersebut

adalah nelayan yang tingkat ekonominya masih rendah, jika menggunakansimpanan pokok lebih besar pasti nelayan dan pedagang kecil akanterbebani dan tidak mau menjadi anggota koperasi. Mengingat tujuandari koperasi UGT Sidogiri adalah bisa mengangkat pedagang – pedagangkecil terutama yang ada di sekitar PPP Mayangan.

Pasar ikan yang ada di PPP Mayangan merupakan pasar yangdidirikan atas permintaan dari para nelayan dan pedagang ikan. Karenadi dalam master plan pelabuhan tidak ada lokasi untuk pasar ikan didalam PPP Mayangan. Tetapi masyarakat nelayan memiliki alasan yangkuat untuk meminta pihak pelabuhan untuk menyediakan lahan yang akandigunakan sebagai pasar kepada para pedagang ikan. Alasan para nelayanadalah ikan hasil tangkapan mereka harus langsung dijual karena jikatidak maka akan menyebabkan ikan rusak dan tidak segar lagi sehinggatidak layak untuk dikonsumsi. Dengan demikian akan berpengaruhterhadap pendapatan dari nelayan tersebut. Selain itu, jika tidak adapasar di pelabuhan maka hal tersebut akan berpengaruh terhadappekerjaan dari sang istri, karena pedagang ikan, dan bakul– bakul tersebut sebagian besar adalah istri dari nelayan. Ketikamasih di Pelabuhan Tanjung Tembaga istri mereka bisa menjual ikanhasil tangkapan suaminya di pelabuhan itu juga. Pelabuhan dan pasaradalah satu paket, sehingga supaya nelayan mau berpindah tempat daripelabuhan Tanjung Tembaga maka pasar ikan di pelabuhan yang lama jugaharus dipindahkan. Tetapi pemerintah (DKP) hanya memberikan lahansaja, untuk fasilitas dan sebagainya dikelola sendiri oleh pedagang,yaitu oleh Aliansi Pedagang Ikan (ALPIN). Pada tahun 2011 rencananyaPemerintah Kota Probolinggo akan membangun pasar ikan di dekat PPPMayangan tetapi bukan di dalam PPP Mayangan melainkan di luar lokasiPPP Mayangan, jadi pasar yang ada sekarang hanya bersifat sementara.Tetapi meskipun demikian pasar yang ada sekarang sangat bermanfaatbagi para nelayan terutama bagi istri nelayan, karena mereka bisamenjual hasil tangkapan dari suaminya di pasar tersebut. Sehingga bisadisimpulkan bahwa perempuan memiliki akses yang besar terhadap pasartersebut. Untuk kontrol atas pasar tersebut berada di tangan pengurusALPIN. Sehingga perempuan yang berdagang disitu tidak memiliki kontrolatas stan yang disewa di pasar tersebut.

Konsep pembangunan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Mayangan Beberapa pendekatan pembangunan yang dipakai untuk menjawabketimpangan gender antara lain pendekatan WID (Women in Development), WAD(Women and Development), dan GAD (Gender and Development). Berdasarkan tabel

di atas, bisa diketahui dimana peran, posisi perempuan dan laki – lakidalam pembangunan khususnya pembangunan PPP Mayangan.

Di dalam tahap perencanaan, laki – laki lebih banyak berperanterutama dalam ranah produktif dan kemasyarakatan. Misalnya dalampenyusunan master plan dari pelabuhan, penyusunan anggaran, danpencarian kontraktor untuk proses pembangunan fisik. Sedangkanperempuan hanya terlibat sedikit di dalam peran produktif, sepertipada bagian admistrasi dan keuangan. Selebihnya mereka lebih banyakberperan di reproduktif, yaitu seperti sebagai seksi konsumsi danpenerima tamu dalam rapat – rapat yang diadakan untuk membahasperencanaan pembangunan PPP Mayangan tersebut. Di dalam tahappengaturan pekerjaan, pembelian bahan, pelaksanaan pembangunan fisik,pengambilan keputusan, dan pengawasan pekerjaan, yang paling dominanberperan adalah laki laki. Karena mereka memiliki peran yang sangatdominan, maka semua kegiatan produksi di dalam tahap tersebutdilakukan oleh laki – laki semua.

Sedangkan perempuan hanya berperan di dalam tahap pembukuan danpengelolaan, yang di dalamnya tercakup kegiatan – kegiatan sepertiadministrasi, dan keuangan. Berdasarkan analisa tabel di atas bisadisimpulkan bahwa yang lebih banyak berperan dalam kegiatan produktifadalah laki – laki dan perempuan hanya sedikit sekali berperan diranah produktif. Sehingga bisa diambil kesimpulan bahwa konseppembangunan PPP Mayangan masih berparadigma WID (Women In Development).Dimana dalam pendekatan WID, perempuan hanya diposisikan sebagai obyekdi dalam pembangunan, dan hanya menerima program – program hasilkebijakan dari pemerintah. Perempuan tidak begitu dilibatkan dalamproses perencanaan, pelaksanaan, dan pengambilan keputusan tentang hal–hal yang berkaitan dengan pembangunan PPP Mayangan.

Selain itu untuk menguatkan bahwa konsep pembangunan yangdigunakan masih berparadigma WID bisa dilihat dari kebutuhan genderyang sudah dipenuhi dari pembangunan tersebut. di dalam pembangunanPPP Mayangan tersebut, tujuan yang akan dicapai sebagian besar masihuntuk memenuhi kebutuhan gender praktis, dan kebutuhan genderstrategis masih belum terpenuhi sepenuhnya. Tujuan dari pembangunanPPP Mayangan yang masih bertujuan untuk memenuhi kebutuhan genderpraktis antara lain: mendukung usaha penangkapan ikan di Pantai UtaraJawa Timur, meningkatkan produksi dan produktivitas usaha penangkapanikan dan industri pengolahan ikan, meningkatkan usaha distribusi danpemasaran hasil tangkap untuk lokal maupun ekspor, meningkatkanpendapatan nelayan, PAD Kota Probolinggo dan Propinsi Jawa Timur,pengembangan masyarakat nelayan, memperlancar kegiatan kapal

perikanan, pendaratan ikan hasil tangkapan. Dari tujuan - tujuanpembangunan PPP tersebut, semuanya masih bentuk program jangka pendekdan langsung, berkaitan dengan kondisi hidup individu, dampak program/tujuan masih terkait dengan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, danhasilnya bisa dilihat langsung, pada umumnya tidak mengubah perantradisional atau hubungan antar jenis kelamin. Sedangkan tujuan daripembangunan PPP mayangan yang memenuhi kebutuhan gender strategisadalah meningkatkan fungsi pembinaan terhadap masyarakat nelayan danpangkalan – pangkalan pendaratan di sekitar kawasan pelabuhan,pelaksanaan penyuluhan, pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan.Dari ketiga tujuan tersebut bentuk programnya adalah program jangkapanjang, sasaran program adalah laki-laki dan perempuan, dampak daritujuan tersebut adalah kesamaan hak dalam memperoleh pendidikanataupun pelatihan, dan hasilnya tidak selalu terlihat secara langsung.Jika dalam suatu pembangunan kebutuhan gender praktis dan kebutuhangender strategis sudah terpenuhi maka pembangunan yang dilakukan sudahberparadigma WAD atau bahkan sudah GAD.

Model Pembangunan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Mayangan,Probolinggo yang berparadigma GAD

Dalam suatu pembangunan, perempuan belum dapat berperan secaramaksimal baik sebagai pelaku maupun penikmat pembangunan. Hal initerjadi karena selama ini perempuan hanya sebatas berperan di ranahdomestik (reproduktif) saja, sehingga kurang diperhatikan dalam dalampengambilan kebijakan termasuk dalam kebijakan pembangunan. Begitujuga yang terjadi di dalam pembangunan PPP Mayangan, perempuan hanyasedikti sekali berperan dalam proses pembangunan tersebut. Berdasarkanhasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep pembangunanPPP Mayangan masih berparadigma Woman In Development (WID). Dimanaperempuan tidak begitu banyak dilibatkan dalm proses perencanaan,pelaksanaan, maupun dalam pengambilan keputusan dalam pembangunan PPPMayangan tersebut. Perempuan hanya sebagai objek (penerima), penikmathasil dari pembangunan. Secara kasat mata dan dalam jangka pendek, haltersebut tidak memiliki dampak yang sangat signifikan, bahkan bisadikatakan pembangunan tersebut berdampak positif terhadap perempuan.Karena dengan adanya pembangunan PPP Mayangan tersebut, perempuan jugabisa menikmati hasilnya. PPP Mayangan dijadikan ladang atau tempatuntuk mencari penghasilan bagi para perempuan dalam hal ini istri –istri nelayan dan perempuan sekitar PPP Mayangan. Istri – istrinelayan tersebut bisa menjual ikan hasil tangkapan suaminya di dalampasar yang ada di PPP Mayangan. Selain itu sebagian perempuan yang

tinggal di sekitar PPP Mayangan bisa berjualan makanan, minuman, jamu,ataupun membuka warung/ toko di dalam maupun di sekitar PPP Mayangan,dengan demikian mereka bisa mencari dan membantu suaminya dalammencari nafkah untuk keluarga. Jika dilihat sekilas nampaknyaperempuan menerima manfaat dari pembangunan PPP Mayangan tersebut.Tetapi jika ditelaah lebih mendalam dan dihubungkan dengan kebutuhangender, maka pembangunan PPP Mayangan tersebut masih memenuhikebutuhan gender praktis saja, belum memenuhi kebutuhan genderstrategis. Konsep pembangunan dengan pendekatan WID memiliki kelemahanyaitu pada pendekatan ini tidak berhasil meningkatkan keberdayaanekonomi dan sosial perempuan, dan agenda perempuan tetap terpinggirkandi tengah kebijakan dan prioritas utama pembangunan terutama ditingkat perencanaan.

Untuk itu agar pembangunan PPP Mayangan bisa lebih bermanfaatbagi semua pihak baik laki – laki dan perempuan dan terjadi kesetaraangender dalam setiam pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah, makapeneliti mencoba membuat suatu model pembangunan khususnya pembangunanpelabuhan yang berparadigma Gender And Development (GAD).

Untuk mewujudkan pembangunan yang berparadigma GAD maka dalamproses pembangunan tersebut harus benar – benar dikaji terutama dariaspek keseteraan gender. Karena tujuan GAD adalah menolong perempuanmengorganisasi diri di dalam perilaku efektif secara politik agarmereka bisa mengatasi struktur sosial, politik, dan ekonomi yangmenghambat dan membatasi hidup mereka. Tujuan akhir GAD adalahmencapai pergeseran hubungan kekuasaan yang akan memberikan perempuanotonomi lebih besar. Dalam pendekatan GAD mengangkat nilai peranreproduksi perempuan (melahirkan dan merawat), kerja berbayar dankerja tak berbayar (ibu rumah tangga) yang memberikan manfaat padarumah tangga maupun industri. Dan yang penting GAD mempertimbanganaspek umur, kelas, status perkawinan, suku, etnisitas, dan agama, GADtidak melihat perempuan adalah semuanya sama. Pendekatan GAD lebihmenekankan bagaimana hubungan sosial antara laki-laki dan perempuandalam proses pembangunan.

Model pembangunan PPP Mayangan yang ditawarkan oleh peneliti bisadijelaskan sebagai berikut: dalam tahap awal sebelum diadakanpembangunan, selalu diawali oleh musyawarah terlebih dahulu dalamsuatu forum yang biasa disebut Musrenbang (Musyawarah rencanapembangunan) yang biasanya diawali dari desa (musrenbangdes),kecamatan (musrenbangkec), kota/ kabupaten (musrenbangkota/kab), danterakhir musrenbang tingkat nasional. Dalam proses musrenbang tersebutsemua lapisan masyarakat harus diikutsertakan. Mulai dari perwakilandari desa, kecamatan, organisasi – organisasi yang ada baik organisasikewanitaan (Darma wanita, PKK dll), LSM, pihak Perguruan Tinggi,

birokrat, tokoh masyarakat, tokoh agama, pihak legislatif, danstakeholder –stakeholder yang lain. Tak lupa kaum perempuan juga harusdiikutsertakan, karena disinilah peran perempuan sangat dibutuhkanjika pembangunan tersebut akan menggunakan pendekatan GAD.

Dalam suatu perencanaan, perempuan dan laki – laki harusbekerjasama, sehingga dengan diikutsertakannya perempuan maka tujuandari pembangunan yang berparadigma GAD akan terwujud. Dimana perempuandiposisikan sebagai subyek dan obyek dalam proses pembangunan yangsenantiasa mengedepankan proses bottom up ketimbang top down.

Dalam suatu pembangunan, perencanaan dan penyusunan anggaranmerupakan tahapan yang sangat strategis. Sebagai tahapan awal dalampembangunan, perencanaan dan penyusunan anggaran menjadi dasar untukmenerjemahkan visi, misi dan komitmen pemerintah menjadi suatu rencanakerja yang nyata dan terukur. Rencana kerja dan anggaran merupakanacuan kerja sekaligus menjadi alat pengendalian dan evaluasi tingkatkeberhasilan dari pelaksanaan pembangunan yang dilakukan pemerintah.Dalam perencanaan dan penganggaran yang responsif gender, maka prosesperencanaan dan pengaggaran harus mempertimbangkan kondisi kesetaraangender dalam tahap penetapan skala prioritas. Perencanaan yangresponsif gender merupakan perencanaan yang disusun denganmempertimbangkan empat aspek seperti: peran, akses, manfaat dankontrol yang dilakukan secara setara antara laki – laki dan perempuan.Hal ini berarti bahwa perencanaan tersebut perlu mempertimbangkanaspirasi, kebutuhan, dan permasalahan pihak perempuan maupun laki –laki, baik dalam proses penyusunannya maupun dalam pelaksanaankegiatan, sehingga perencanaan ini akan terkait dalam perencanaankebijakan maupun perencanaan program sampai operasionalisasinya dilapangan.

Selama ini yang telah dilakukan dalam pembangunan PPP Mayangananggaran yang ada digunakan untuk melakukan pembangunan fisik daripelabuhan. Seharusnya ada dana yang digunakan untuk pemberdayaanterhadap masyarakat sekitar PPP Mayangan, baik laki – laki maupunperempuan. Misalnya dengan mengadakan program penyuluhan dan pelatihanterhadap istri –istri nelayan yang ada di PPP Mayangan tentangpengolahan hasil perikanan, sehingga mereka bisa mengolah ikan hasiltangkapan dari suaminya menjadi produk baru dan bisa memiliki nilailebih. Karena selama ini mereka masih menjual hasil tangkapan suaminyadalam bentuk ikan segar. Dan jika waktu musim ikan melimpah, makabanyak ikan yang tidak laku dan mereka menderita kerugian. Padahaljika dilihat lagi di dalam PPP Mayangan tersebut sudah ada suatukawasan atau zona untuk industri pengolahan. Dimana di dalam zonatersebut nantinya akan ditempati oleh mereka – mereka (nelayan atausiapapun) yang melakukan kegiatan pengolahan. Jika istri – istri

nelayan tersebut memiliki keterampilan dalam pengolahan hasiltangkapan, mereka bisa memanfaatkan zona tersebut sebagai temapatusaha. Dan hal tersebut sangat memberikan manfaat kepada istri nelayandan keluarganya karena pendapatan mereka bertambah. Dengan pendapatannelayan bertambah maka tingkat kesejahteraan dari nelayan sekitar PPPMayangan akan meningkat juga. Selain itu, dengan munculnya usaha –usaha baru meskipun masih dalam taraf usaha kecil menengah makaPendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Probolinggo juga akan meningkat.

Pengadaan program pembinaan terhadap nelayan dan istrinya tentangpengembangan usaha, terutama usaha pemasaran hasil tangkap (ikan) jugaakan sangat bermanfaat bagi istri – istri nelayan dan keluarganelayan. Mereka diberi pengetahuan bagaimana mencari pasar ikan selaindi PPP Mayangan, sehingga selain menjual hasil tangkapannya di PPPMayangan, mereka bisa memperluas pasarnya hingga luar kota. Selama inimereka hanya menjual ikan di dalam pasar yang ada di PPP Mayangan danhanya sedikit yang menjual ke pabrik – pabrik pengolah ikan. Hal initerjadi karena mereka tdak memiliki wawasan atau pengetahuan tentangkondisi dan keadaaan pasar dan daerah – daerah mana saja yangsebenarnya berpotensi untuk menjadi pasar mereka.

Dalam proses pelaksanaan pembangunan mungkin memang selama inihanya dilakukan oleh laki – laki saja, karena melihat pekerjaan yangberkaitan dengan pembangunan fisik memang membutuhkan fisik yang kuatdan hal tersebut biasa dilakukan oleh laki – laki. Tetapi tidakmenutup kemungkinan perempuan masuk ke dalam ranah tersebut, tetapibukan sebagai pelaksana di lapang, tetapi bisa sebagai pembuat desaindari pelabuhan tersebut. Dengan demikian fasilitas – fasilitas dansarana yang dibangun juga memperhatikan kebutuhan perempuan. Contohsederhanyanya fasilitas toilet. Dimana toilet ini sangat penting bagiperempuan dan kebersihan dari toilet harus benar – benar dijaga,karena kebersihan dari toilet akan berpengaruh terhadap kesehatanreproduksi perempuan. Dengan masuknya perempuan di dalam tim pembuatdesain dari pelabuhan maka hal –hal tersebut bisa diantisipasi.

Di dalam pengelolaan PPP Mayangan yang selama ini sudah dilakukansudah ada keterlibatan dari perempuan. Meskipun hanya sedikit danhanya berperan di bidang administrasi dan pembukuan, tetapi sudahlebih bagus daripada tidak ada pran perempuan samasekali. Tetapi agarpembangunan PPP Mayangan ini lebih berparadigma GAD maka dalampengelolaan perlu adanya keterlibatan perempuan bukan hanya dalambidang administrasi, dalam bidang – bidang yang lain juga membutuhkanperempuan. Karena saat ini sudah banyak perempuan lulusan perikananyang juga mengerti tentang hal – hal yang berkaitan dengan admistrasidi pelabuhan, seperti bidang kesyahbandaran, surat ijin berlayar,pelayanan tambat labuh dan lain sebagainya. Sampai saat ini yang

Kementerian Perikanan dan Kelautan, Dinas Perikanan dan Kelautan Jatim, Dinas Kelautan dan Perikanan

kota/kab

Proyek pembangunan pelabuhan

Laki-laki dan perempuan :Penyusunan anggaran yang responsif genderPenyusunan desain pelabuhanPelaksanaan administrasi dari pembangunan pelabuhanPengawasan pembangunan pelabuhanPengelolaan pelabuhan

Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga

Berencana

Obyek dan subjek

Terpenuhi

menduduki posisi yang berkaitan dengan kesyahbandaran di BPPPPMayangan adalah laki – laki.

Untuk pengawasan atau monitoring terhadap pembangunan PPPMayangan semua pihak harus dilibatkan. Semua stakeholder yang terkaitmulai dari KKP Jakarta, DPK Propinsi Jawa Timur, DKP KotaProbolinggo, dan pihak legislative baik pusat maupun daerah harus ikutserta dalam pengawasan pembangunan. Tak lupa masyarakat nelayansebagai pengguna dan pemanfaat fasilitas PPP Mayangan juga harus ikutdalam proses pengawasan tersebut, karena merekalah yang lebih tahutentang kekurangan dan kelebihan tentang pelabuhan. Dan semua ituharus menyertakan laki – laki dan perempuan.

Untuk mewujudkan pembangunan PPP mayangan yang berparadigma GADmaka dalam prosesnya perlu juga pran serta pemerintah dalam mendukungsemua kegiatan yang berkaitan dengan program – program mengenaikesetaraan gender. Selain itu kebijakan- kebijakan pemerintah harusmemperhatikan kesetaraan gender. Pendampingan dalam pelaksanaanpembangunan yang berparadigma gender juga harus dilakukan, baik daripemerintah seperti badan pemberdayaan perempuan ataupun dari LSM –LSMyang berkecimpung di dunia pemberdayaan perempuan. Dengan demikianprogram – program pembangunan dalam hal ini pembangunan PPP Mayanganyang berparadigma GAD akan terwujud. Dan hal itu berarti tujuanpembangunan nasional akan tercapai.

KESIMPULAN DAN SARANKESIMPULANPendekatan pembangunan untuk mengantisipasi adanya ketimpangangender antara lain pendekatan WID (Women in Development), WAD(Women and Development), dan GAD (Gender and Development). Konsep WIDmempunyai kelemahan karena hanya memfokuskan pada perempuan yangdilibatkan dalam pembangunan.

SARAN Berdasarkan hasil penelitian, disarankan agar pembangunanberperspektif gender dan berkonsep gender and developmentmemperhatikan aspirasi dan partisipasi perempuan seperti padagambar sebagai berikut :

Laki-laki dan perempuan :Penyusunan anggaran yang responsif genderPenyusunan desain pelabuhanPelaksanaan administrasi dari pembangunan pelabuhanPengawasan pembangunan pelabuhanPengelolaan pelabuhan

Pendamping

KJPMendukung usaha penangkapan ikan

di Pantai Utara Jawa TimurMeningkatkan produksi dan

produktivitas usaha penangkapan ikan dan industri pengolahan ikanMeningkatkan usaha distribusi dan

pemasaran hasil tangkap untuk lokal maupun ekspor

Meningkatkan pendapatan nelayan, PAD Kota Probolinggo dan Propinsi

Jawa TimurPengembangan masyarakat nelayan

Memperlancar kegiatan kapal perikanan

Pendaratan ikan hasil tangkapan

KJSMeningkatkan fungsi pembinaan

terhadap masyarakat (nelayan dan istrinya) dan pangkalan –

pangkalan pendaratan di sekitar kawasan pelabuhan

Pelaksanaan penyuluhanPelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan terhadap nelayan dan

istrinya.Pelaksanaan program pembinaan terhadap nelayan dan istrinya

dalam pengembangan pasar