nilai vo2 maks pada remaja serta perbedaan kadar monosit setelah ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of nilai vo2 maks pada remaja serta perbedaan kadar monosit setelah ...
NILAI VO2 MAKS PADA REMAJA SERTA
PERBEDAAN KADAR MONOSIT SETELAH
LATIHAN AEROBIK SEDANG LARI 12 MENIT
Studi Semi Eksperimental pada Nilai VO2 Maks dan Kadar
Monosit Remaja Pemain Basket dan Bukan di SMAN 1
Banjarbaru
Skripsi
Diajukan guna memenuhi
sebagian syarat untuk memperoleh derajat Sarjana Kedokteran
Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat
Oleh
Wisnu Wiryawan
1710911210056
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
Desember 2020
ii Universitas Lambung Mangkurat
PENGESAHAN SKRIPSI
NILAI VO2 MAKS PADA REMAJA SERTA PERBEDAAN KADAR
MONOSIT SETELAH LATIHAN AEROBIK SEDANG LARI 12 MENIT
Studi Semi Eksperimental pada Nilai VO2 Maks dan Kadar Monosit Remaja
Pemain Basket dan Bukan di SMAN 1 Banjarbaru
Wisnu Wiryawan, NIM: 1710911210056
Telah dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Skripsi
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Lambung Mangkurat
Pada Hari Kamis, Tanggal 17 Desember 2020
Pembimbing I
dr. H. Huldani, M.Imun …………………..
NIP. 19710415 199903 1 003
Pembimbing II
dr. Ahmad Husairi, M.Ag, M.Imun …………………..
NIP. 19710627 199702 1 001
Penguji I
dr. Asnawati, M.Sc …………………..
NIP.19720305 199803 2 001
Penguji II
dr. Dwi Setyohadi, M.Imun …………………..
NIP. 19760622 200912 1 002
Banjarmasin, 27 Januari 2021
Mengetahui,
Koordinator Program Studi Pendidikan Dokter
Dr. dr. Triawanti, M.Kes.
NIP. 19710912 199702 2 001
iii Universitas Lambung Mangkurat
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan
tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Banjarmasin, 17 Desember 2020
Wisnu Wiryawan
iv Universitas Lambung Mangkurat
ABSTRAK
NILAI VO2 MAKS PADA REMAJA SERTA PERBEDAAN
KADAR MONOSIT SETELAH LATIHAN AEROBIK SEDANG
LARI 12 MENIT
Wisnu Wiryawan
Latihan aerobik adalah semua jenis latihan yang tujuannya adalah untuk
meningkatkan denyut jantung. Latihan aerobik merupakan salah satu cara untuk
aktivasi jumlah leukosit total karena dengan latihan aerobik akan mengakibatkan
cedera sel yang dapat memengaruhi inflamasi akut sehingga dapat merangsang
respon imun. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan perbedaan nilai VO2
maks pada remaja serta perbedaan kadar monosit setelah latihan aerobik sedang
12 menit. Penelitian bersifat semi eksperimental post-test only control group
design. Sampel diambil dengan teknik purposive sampling dan didapatkan
sebanyak 30 sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi. Hasil uji
mann-whitney terdapat terdapat perbedaan bermakna pada nilai VO2 maks pada
siswa pemain basket dan bukan pemain basket (p< 0,01) dan tidak terdapat
perbedaan bermakna pada jumlah monosit setelah latihan aerobik sedang 12 menit
pada siswa pemain basket dan bukan ( p>0,05). Kesimpulan penelitian ini adalah
siswa pemain basket memiliki nilai VO2 maks yang lebih baik dibanding siswa
bukan pemain basket dan latihan aerobik sedang 12 menit tidak mampu
menyebabkan perbedaan bermakna pada jumlah leukosit siswa pemain basket dan
bukan pemain basket.
Kata-kata kunci: leukosit, monosit, latihan aerobik intensitas sedang, remaja, vo2 maks
v Universitas Lambung Mangkurat
ABSTRACT
VO2 MAX VALUE IN ADOLESCENTS AND DIFFERENCES ON
THEIR MONOCYTE LEVELS AFTER 12 MINUTES OF
AEROBIC TRAINING
Wisnu Wiryawan
Aerobic exercise is type of exercise for increase the heart rate. Aerobic
exercise have function to activate the total leukocyte. aerobic exercise will start to
work in cell injury which can affect acute inflammation so it can stimulate an
immune response. The purpose of this study was to explain the difference in VO2
max value in adolescents and the difference in monocyte levels after 12 minutes of
moderate aerobic exercise. This research is a semi-experimental post-test only
control group design. Samples were taken by purposive sampling technique and
obtained as many as 30 samples in accordance with the inclusion and exclusion
criteria. The results of the Mann-Whitney test showed that there was a significant
difference in the VO2 max value of basketball players and non-basketball players
(p <0,01) and there was no significant difference in the number of monocytes
after 12 minutes of moderate aerobic exercise for basketball and non-basketball
players (p> 0,05). The conclusion of this study is basketball players have volume
VO2 max scores better than non-basketball players and 12 minutes of moderate
aerobic exercise is not able to cause a significant difference in the leukocyte count
of basketball players and non-basketball players.
Keywords: leukocytes, monocytes, moderate intensity aerobic exercise,
adolescene, vo2 max
vi Universitas Lambung Mangkurat
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “NILAI VO2 MAKS
PADA REMAJA SERTA PERBEDAAN KADAR MONOSIT SETELAH
LATIHAN AEROBIK SEDANG LARI 12 MENIT”, tepat pada waktunya.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat guna memperoleh
derajat sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat Banjarmasin. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Kedokteran, Dr. dr. Iwan Aflanie, M.Kes., Sp.F., S.H., yang
telah memberi kesempatan dan fasilitas dalam pelaksaan penelitian.
2. Koordinator Program Studi Pendidikan Dokter, Dr. dr. Triawanti, M.Kes
yang telah memberi kesempatan dan fasilitas dalam pelaksanaan penelitian.
3. Kedua dosen pembimbing, dr. H. Huldani, M.Imun dan dr. Ahmad Husairi,
M.Ag, M.Imun yang selalu berkenan memberikan arahan dan bimbingan
selama pembuatan skripsi ini sampai selesai.
4. Kedua dosen penguji, dr. Asnawati, M.Sc dan dr. Dwi Setyohadi, M.Imun
yang memberi kritik dan saran membangun sehingga skripsi ini menjadi
lebih baik.
5. Kedua orangtua, H. Asharurozi dan Hj. Ira Rabiatul Maulida dan keluarga
yang selalu memberikan dukungan dan doa yang tiada henti sehingga skripsi
ini dapat selesai tepat waktu.
vii Universitas Lambung Mangkurat
6. Rekan penelitian Abdullah Zuhair, Afiif Eko Wibowo, Muhammad Rafagih,
dan Gandhi Mahesa Priambodo serta teman-teman PSPD 2017 yang
memberikan kritik, saran, dan semangat dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, tetapi
penulis berharap penelitian ini bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan.
Banjarmasin, Desember 2020
Penulis
viii Universitas Lambung Mangkurat
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN......………………………………………. .......... ii
HALAMAN PERNYATAAN............................................................................. iii
ABSTRAK ........................................................................................................... iv
ABSTRACT .......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi
DAFTAR ISI…………. ....................................................................................... viii
DAFTAR TABEL………………………………………………………………. x
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………… xi
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………… xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ . 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 5
E. Keaslian Penelitian……………………………………………….. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Latihan ........................................................................................... 7
B. Latihan Aerobik ............................................................................. 7
C. VO2 Maks ....................................................................................... 9
D. Monosit .......................................................................................... 11
ix Universitas Lambung Mangkurat
E. Hubungan Latihan Aerobik dengan VO2 Maks ............................. 12
F. Hubungan Latihan Aerobik dengan Jumlah Monosit .................... 13
G. Hubungan Latihan Aerobik dengan Remaja……………………... 17
BAB III LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori ............................................................................... 21
B. Hipotesis ........................................................................................ 28
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian ..................................................................... 29
B. Populasi dan Sampel ...................................................................... 29
C. Instrumen Penelitian ...................................................................... 31
D. Variabel Penelitian ......................................................................... 31
E. Definisi Operasional ...................................................................... 32
F. Prosedur Penelitian ........................................................................ 33
G. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data .................................. 39
H. Cara Analisis Data ......................................................................... 40
I. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................ 40
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 41
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 50
B. Saran .............................................................................................. 50
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 51
LAMPIRAN......................................................................................................... 58
x Universitas Lambung Mangkurat
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 Keaslian Penelitian Nilai VO2 Maks pada Remaja Serta Perbedaan
Kadar Monosit Setelah Latihan Aerobik Sedang 12 Menit ……………… 6
5.1 Karakteristik Subjek Penelitian………………………………………….. 41
5.2 Hasil penelitian nilai Monosit pada Remaja Pemain Basket dan Bukan
Pemain Basket…………………………………………………………… 44
xi Universitas Lambung Mangkurat
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
3.1 Kerangka Teori Penelitian Nilai VO2 Maks pada Remaja Serta Perbedaan
Kadar Monosit Setelah Latihan Aerobik Sedang 12 Menit ……………... 26
3.2 Kerangka Konsep Penelitian Nilai VO2 Maks pada Remaja Serta
Perbedaan Kadar Monosit Setelah Latihan Aerobik Sedang 12 Menit ….. 28
4.1 Alur Penelitian Nilai VO2 Maks pada Remaja Serta Perbedaan Kadar
Monosit Setelah Latihan Aerobik Sedang 12 Menit……………………… 39
5.1 Distribusi Nilai VO2 Maks antara Remaja Pemain Basket dengan Bukan
Pemain Basket……………………………………………………………. 42
xii Universitas Lambung Mangkurat
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Data Identitas Diri ……………………..………………................................ 59
2. Formulir Persetujuan mengikuti Penelitian …..……….….………….…..…. 60
3. Tabel Penilaian VO2 Max Multistage Fitness Test …..….............................. 62
4. Analisis Data penelitian dengan SPSS ........................................................... 64
5. Dokumentasi Penelitian ................................................................................... 69
6. Surat Etik Ketua Tim Penelitian ...................................................................... 70
7. Surat Izin Ketua Tim Penelitian dari FK ULM ............................................... 71
8. Surat Izin Ketua Penelitian dari SMAN 1 Banjarbaru .................................... 72
9. Surat Izin Anggota Tim Penelitian .................................................................. 73
10. Surat Keterangan Sebagai Anggota Tim Penelitian ........................................ 74
1 Universitas Lambung Mangkurat
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebugaran fisik adalah kekuatan untuk melakukan aktivitas fisik yang
terutama ditentukan oleh genetik dan pelatihan. Bagi sebagian besar individu,
perubahan frekuensi, intensitas, durasi akan menghasilkan perubahan kebugaran
fisik, meskipun jumlah adaptasinya sangat bervariasi.1 Kebugaran fisik adalah
prediktor mortalitas yang kuat dan latihan fisik merupakan landasan dalam
pencegahan dan pengobatan penyakit gaya hidup termasuk hipertensi, diabetes
melitus tipe 2 dan osteoporosis.2,3
Secara umum pengertian latihan dapat dilihat sebagai suatu rangkaian
kegiatan keterampilan mobilitas atau memainkan objek, yang disusun secara
terstruktur dan sistematis dengan menggunakan suatu batasan aturan tertentu
dalam pelaksanaannya.4 Menurut Hans Tandra mengatakan bahwa latihan
merupakan sebuah gerakan dari tubuh yang berirama atau mempunyai irama dan
teratur guna memperbaiki serta meningkatkan kebugaran tubuh.5 Latihan memiliki
dampak terhadap fungsi biologis baik berupa dampak positif yaitu memperbaiki
fungsi tubuh maupun dampak negatif yaitu merusak atau menganggu fungsi
biologis tubuh. Latihan terdiri atas dua jenis yaitu latihan aerobik dan latihan
anaerobik. Latihan aerobik apabila komponen aerobik lebih dominan dan latihan
anaerobik apabila komponen anaerobik lebih dominan. Latihan aerobik adalah
suatu cara latihan untuk memperoleh oksigen sebanyak-banyaknya bertujuan
2
Universitas Lambung Mangkurat
untuk menaikkan kemampuan jantung, paru-paru, pembentukan tubuh, latihan
peningkatan fisik dan bukan latihan prestasi dan merupakan latihan preventif.6
Basket merupakan contoh latihan aerobik dengan intensitas moderat-tinggi,
sehingga memerlukan ketahanan tubuh yang optimal.7
Pada kondisi tertentu latihan fisik dapat menyebabkan kerusakan otot akibat
olahraga (EIMD) yang ditandai dengan gejala segera dan hingga ±14 hari sesudah
latihan awal.8 Kerusakan otot karena latihan juga dapat menginduksi proses
leukositosis yang disertai tanda-tanda peradangan, infiltrasi leukosit, stress
oksidatif dan produksi sitokin pro-inflamasi.9,10 Efek positif latihan antara lain
meningkatnya sistem imun tubuh. Berdasarkan ini, latihan fisik yang dapat
meningkatkan sistem imun tubuh adalah aktivitas fisik dengan intensitas sedang,
seperti lari, karena aktivitas fisik ini dirancang untuk meminimalkan pengeluaran
radikal bebas.11Imunitas awalnya mengacu pada mekanisme pertahanan tubuh
yang berfungsi untuk mempertahankan kondisi homeostasis.12Neutrofil dan
monosit adalah komponen kunci dari sistem imunitas bawaan dan merupakan
garis pertahanan pertama dalam melawan patogen asing.13 Monosit adalah sel
imunitas yang berasal dari prekursor myeloid dan memodulasi sel inang dalam
respon inflamasi. Monosit memberikan pengawasan non-spesifik, penyembuhan
luka, dan renovasi jaringan.14
Remaja merupakan fase permulaan yang menandai berakhirnya masa anak
dan masa diletakannya dasar-dasar menuju taraf kematangan. WHO tetapkan
batas usia 10-20 tahun sebagai Batasan usia remaja.6 Diperkirakan saat ini ada
sekitar 64,19 juta jiwa remaja yang tersebar di wilayah NKRI dan mengisi hampir
3
Universitas Lambung Mangkurat
seperempat jumlah penduduk Indonesia (24,01 persen). Disadari atau tidak, 64
juta remaja bukanlah jumlah yang sedikit, dan sejatinya mereka memiliki peran
dan fungsi yang strategis dalam akselerasi pembangunan termasuk dalam proses
kehidupan berbangsa dan bernegara. Remaja merupakan grup penduduk yang
diasumsikan berada pada syarat jasmani yang prima dan sehat. Padahal, tidak
sepenuhnya pemuda tidak terbebas berdasarkan kemungkinan terjangkit penyakit.
Perilaku berisiko pada usia remaja seperti merokok, gizi tidak seimbang, dan
kurang aktivitas fisik dapat menjadi pemicu timbulnya penyakit pada remaja.
Penyakit tersebut pada akhirnya dapat menghambat pemuda buat mencapai
potensi maksimalnya.15
Kondisi tersebut diperkuat dengan masih rendahnya taraf kebugaran remaja
di Indonesia. Menurut studi penelitian didapatkan indeks partisipasi masyarakat
terhadap latihan di Kabupaten Wonogiri diperoleh angka sebesar 0,237, artinya
partisipasi masyarakat Kabupaten Wonogiri untuk melakukan aktivitas latihan
berada pada posisi rendah. Indeks kebugaran fisik Kabupaten Wonogiri
menunjukkan angka sebesar 0,315 artinya kebugaran fisik masyarakat Kabupaten
Wonogiri berada pada posisi rendah.16
VO2 maks adalah jumlah makimal oksigen yang diangkut dan digunakan
oleh kerja otot-otot. VO2 maks secara luas diakui sebagai representasi dari
keterbatasan fungsional dari sistem kardiovaskular serta ukuran kebugaran
aerobik. Daya tahan kardiovaskular berarti kemampuan jantung, sistem pembuluh
darah dan sistem pernapasan termasuk oksigen ke otot secara terus menerus saat
melakukan aktivitas.17 Latihan akut durasi sedang mempunyai durasi <60 menit
4
Universitas Lambung Mangkurat
dengan intensitas <60% VO2 maks menghasilkan tingkat stress dan gangguan
sistem kekebalan tubuh yang lebih sedikit daripada latihan dengan intensitas tingi
dan berkepanjangan.6
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa latihan fisik
berpengaruh terhadap jumlah monosit dan nilai VO2 maks. Walaupun demikian,
penelitian yang ada sebelumnya belum pernah dilakukan pada remaja pemain
basket, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian terkait jumlah monosit dan VO2
maks sesudah latihan aerobik intensitas sedang pada remaja yang bermain basket
kemudian membandingkan hasilnya karena ini merupakan permainan yang sangat
digemari oleh remaja, sehingga penting untuk mengetahui efeknya terhadap tubuh
terutama daya tahan tubuh dan kapasitas aerobik tubuh
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Apakah terdapat perbedaan antara VO2 maks dan jumlah
monosit dalam darah setelah lari 12 menit pada remaja yang rutin latihan basket
dan tidak bermain basket sesudah latihan di SMAN 1 Banjarbaru?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah menjelaskan perbedaan nilai VO2 maks
pada remaja serta perbedaan kadar monosit setelah latihan aerobik sedang 12
menit.
5
Universitas Lambung Mangkurat
Tujuan khusus penelitian ini yaitu:
1. Menghitung jumlah monosit darah sesudah latihan aerobik sedang 12 menit
pada remaja.
2. Menghitung nilai VO2 maks sebelum latihan aerobik sedang 12 menit pada
remaja.
3. Menganalisis perbedaan jumlah monosit darah sebelum dan sesudah latihan
aerobik sedang 12 menit pada remaja.
4. Menganalisis perbedaan nilai VO2 maks sesudah latihan aerobik sedang 12
menit pada remaja.
5. Menganalisis perbedaan antara jumlah monosit dan nilai VO2 maks sebelum
dan sesudah latihan aerobik sedang 12 menit pada remaja.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Hasil dari penelitian ini bisa dijadikan bahan penelitian serupa untuk
perkembangan ilmu dalam bidang exercise immunology.
2. Manfaat praktis
Hasil penelitian berupa perbedaan antara jumlah monosit dan nilai VO2
maks ini dapat dijadikan sebagai batasan untuk menentukan intensitas yang tepat
dalam melakukan latihan aerobik yang sesuai untuk mendapatkan tingkat
kebugaran yang mencukupi pada remaja.
6
Universitas Lambung Mangkurat
E. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian penelitian Nilai VO2 Maks Pada Remaja Serta Perbedaan
Kadar Monosit Setelah Latihan Aerobik Sedang 12 Menit
No Nama
Peneliti
(Tahun)
Judul Penelitiaan Persamaan Perbedaan
1 Noorhasanah
,E
(2015)6
Analisis efek
latihan aerobik
ringan dan
sedang terhadap
jumlah monosit
an kadar tumor
necrosis factor
(TNF-α) pada
remaja
Mencari Perbedaan
jumlah monosit
sebelum dan setelah
latihan aerobik
sedang
Subjek penelitian
adalah remaja yang
berusia 15-18 tahun
Jenis penelitian
ekperimental
laboratorik
Subjek penelitian
adalah remaja yang
berusia 15 – 18 tahun
Mengukur perbedaan
antara jumlah monosit
dan VO2maks sebelum
dan setelah latihan
Jenis penelitian
kroseksional
2 Anggraeni L,
Wirjatmadi
RB
(2019)7
Status
Hemoglobin,
Kebiasaan
Merokok dan
Daya Tahan
Kardiorespirasi
(VO2 Max) pada
Atlet Unit
Kegiatan
Mahasiswa Bola
Basket
Pengambilan kadar
Nilai VO2maks
sebelum dan setelah
latihan
Pengukuran VO2
maks dengan metode
cooper test atau tes
lari selama 12 menit
dan diukur jarak
yang ditempuh
Subjek penelitian
adalah 15-18 tahun
Eksperimen dilakukan
selama 1 hari
3 Laeto A Bin,
Natsir R,
Arsyad MA
(2019)11
Perbedaan Total
Leukosit dan
Hitung Jenis
Leukosit Dewasa
Muda Pasca
Olahraga
Intensitas Sedang
Perbedaan jumlah
leukosit total setelah
melakukan latihan
Mencari perbedaan
jumlah monosit
sebelum dan setelah
latihan
Penelitian ini merupakan penelitian yang berbeda dengan penelitian
sebelumnya. Pada penelitian sebelumnya hanya menggunakan satu variabel.
Penelitian ini juga menggunakan data primer yang pengukurannya dilakukan di
SMAN 1 Banjarbaru.
7 Universitas Lambung Mangkurat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Latihan
Latihan adalah hal yang penting untuk mengembangkan pengetahuan
dengan mengikuti instruksi yang diberikan yang akan mengubah pengetahuan
deklaratif hingga pengetahuan prosedural.18 Latihan berasal dari kata exercise
adalah perangkat utama dalam proses latihan harian untuk meningkatkan kualitas
fungsi sistem organ tubuh manusia sehinggah mempermudah atlet dalam
menyempurnakan geraknya. Susunan materi latihan dalam satu kali tatap muka
berisi pembukaan atau pengantar latihan, pemanasan (warming up), latihan inti,
latihan tambahan dan penutup cooling down.19 Sasaran dan tujuan latihan untuk
pencapaian penampilan secara garis besar antara lain meningkatkan, dan
mengembangkan kualitas fisik umum dan khusus, menambah dan
menyempurnakan teknik, mengembangkan dan menyempurnakan taktik dan
strategi serta meningkatkan kualitas psikis.20 Selain itu, latihan fisik dapat
bermanfaat untuk memperbaiki komposisi tubuh seperti lemak, massa otot,
peningkatan imunitas, meningkatkan kekuatan otot, menyehatkan jantung, nafas
menjadi teratur dan mengurangi kecemasan atau depresi.21
B. Latihan Aerobik
Latihan aerobik adalah semua jenis latihan yang tujuannya adalah untuk
meningkatkan denyut jantung. Pada dasarnya setiap latihan yang dilakukan lebih
dari 4 menit secara terus-menerus dapat disebut sebagai latihan aerobik termasuk
berenang, berlari, hingga bersepeda.22 Latihan fisik aerobik akut dengan intensitas
8
Universitas Lambung Mangkurat
ringan sampai sedang dapat menimbulkan dampak positif terhadap tubuh antara
lain menjadi lebih sehat dan lebih bugar. Latihan fisik aerobik dengan intensitas
sedang memberikan dampak positif terhadap faktor-faktor risiko penyakit
metabolik maupun penyakit jantung.23
Latihan aerobik berbeda dengan latihan anaerobik, membutuhkan
penghasilan energi yang relatif kecil namun berkesinambungan dalam jangka
waktu lebih lama (lebih dari 2 atau 3 menit). Untuk memenuhi kebutuhan ini
tubuh mengambil jalur metabolisme aerobik yang menghasilkan lebih banyak
ATP per substrat yang dibutuhkan. Pada individu yang terlatih latihan ini,
pemakaian oksigen akan lebih efisien karena tubuh memasuki fase konsumsi
oksigen stabil lebih cepat daripada individu tidak terlatih.24 Latihan aerobik yang
dilakukan setiap hari, seperti lari, renang, senam akan menimbulkan beberapa
perubahan karena adanya stimulus pada otot. Latihan aerobik adalah salah satu
bentuk latihan jasmani untuk meningkatkan kadar leukosit total. Salah satu
Latihan aerobik yang disukai masyarakat adalah lari. Latihan lari merupakan salah
satu latihan yang mudah, murah, dan dapat dilakukan oleh siapapun.
Gerakan ataupun teknik dalam melakukan latihan ini dapat dikatakan
sederhana akan tetapi manfaat bagi kondisi fisik dan kebugaran. Selain itu, latihan
ini termasuk aktivitas fisik sedang yang tidak membebani tubuh secara berlebihan
dan dapat meningkatkan kerja kardiorespirasi serta suhu tubuh untuk mencapai
denyut nadi yang ditentukan.6 Dalam American College of Sport Medicine
(ACSM) intensitas latihan aerobik harus mencapai 60-90% dari Maximal Heart
Rate (MHR). Berdasarkan MHR yang dicapai latihan aerobik intensitas ringan
9
Universitas Lambung Mangkurat
mencapai 60%-69% MHR, sedangkan intensitas sedang mencapai 70%-79%
MHR, dan intensitas tinggi sekitar 80%-89% MHR. MHR akan dihitung dengan
rumus Fox (220 – usia dalam tahun) atau bisa dengan rumus Tanaka (208-0.7 x
umur) kemudian target denyut jantung dengan cara MHR dikurang dengan usia
dalam tahun dan dikalikan dengan persentase MHR intensitas latihan fisik
tertentu.25,26 Secara umum latihan aerobik dengan intensitas sedang dengan tempo
cepat diterapkan untuk meningkatkan daya ledak otot.
Di samping itu, latihan dengan tempo tertentu dimaksudkan untuk
meningkatkan kapasitas aerobik.27 Latihan aerobik intensitas sedang akan
menurunkan lemak lebih optimal jika dibandingkan dengan latihan aerobik
intensitas tinggi. Sumber energi yang digunakan pada latihan aerobik sedang
berasal dari karbohidrat dan kolesterol secara seimbang, sedangkan latihan dengan
intensitas tinggi lebih dominan menggunakan sumber energi dari karbohidrat.
Zona latihan untuk latihan ini berdasarkan denyut jantung berkisar antara 150-170
kali/menit.25 Latihan aerobik dengan intensitas sedang mempunyai manfaat seperti
meningkatkan kualitas fisik dan berbagai perbaikan parameter kualitas biologis
seperti penumpukan asam laktat berkurang yang akan berpengaruh terhadap
terjadinya kelelahan serta meningkatkan kapasitas kardiovaskuler.28,29
C. VO2 Maks
VO2 maks adalah jumlah maksimum oksigen yang dikirimkan dan
digunakan selama latihan intens.30 Menurut Guyton dan Hall VO2 maks adalah
kecepatan pemakaian oksigen dalam metabolism aerob maksimum.31 Menurut
Rafel et al VO2 maks adalah kapasitas kerja aerobik karena mengintegrasikan
10
Universitas Lambung Mangkurat
respons dari tiga sistem berbeda yaitu kardiovaskular, pernapasan, dan otot.
Secara klinis, VO2 maks telah digunakan sebagai indikator kesehatan, terkait
berbanding terbalik dengan semua penyebab kematian dan juga kematian
kardiovaskular. Untuk mengukur VO2 maks adalah dengan treadmill atau tes lab
siklus ergometer dengan peralatan yang menganalisis komposisi udara yang
dihembuskan selama latihan sampai kelelahan.32 VO2 maks dapat ditingkatkan
dengan menerapkan latihan yang sistematis dan terprogram.33 VO2 maks berkaitan
dengan kebugaran fisik individu dan merupakan faktor penting dari kapasitas
maksimal daya tahan seseorang. Pengukuran jumlah maksimum oksigen ini
menentukan tingkat kebugaran dengan menghitung seberapa efisien sel
menggunakan oksigen untuk membentuk energi.34 Otot-otot pada manusia
mempunyai serabut otot yang berkedut cepat dan serabut otot yang berkedut
lambat. Serabut otot berkedut cepat biasanya memberikan kemampuan untuk
melakukan jenis kontraksi yang sangat kuat dan cepat seperti waktu melompat.
Sedangkan serabut otot berkedut lambat dibentuk untuk ketahanan, khususnya
untuk pembentukan energi aerobic karena serabut ini memiliki mitokondria yang
jauh lebih banyak daripada serabut berkedut cepat. Selain itu, serabut berkedut
lambat mengandung lebih banyak myoglobin, suatu protein mirip hemoglobin
yang bergabung dengan oksigen dalam serabut otot. Myoglobin ini meningkatkan
kecepatan difusi oksigen di seluruh serabut dengan membawa oksigen pulang
pergi dari satu molekul myoglobin ke myoglobin yang lain. Hal ini menyebabkan
peningkatan myofibril, peningkatan enzim mitokondria, peningkatan komponen
metabolism fosfogen termasuk ATP dan fosfokreatin, peningkatan cadangan
11
Universitas Lambung Mangkurat
glikogen, dan peningkatan cadangan trigliserida agar terjadi peningkatan
kecepatan oksidasi maksimum dan efisiensi metabolism oksidatif, sehingga akan
terjadi peningkatan diameter serabut otot dan pembentukan serabut baru yang
menyebabkan massa otot meningkat.31 Hal itu berhubungan dengan orang yang
mempunyai VO2 maks yang lebih bagus dapat melakukan aktivitas fisik yang
lebih kuat daripada mereka yang dalam kondisi yang tidak baik. VO2maks
dipengaruhi oleh faktor genetic dan lingkungan seperti gaya hidup, diet dan
latihan.35,36
D. Monosit
Monosit adalah sel hematopoetik yang, di bawah homeostasis kondisi pada
orang dewasa, berkembang dari prekursor di sumsum tulang. Sebagai bagian dari
makrofag granulosit keturunan, monosit berasal dari sel myeloid umum pendahulu
(CMP). Sel myeloid umum pendahulu (CMP) dapat berdiferensiasi menjadi sel
makrofag granulosit pendahulu (GMP), maka hal ini menjadi umum sel makrofag
pendahulu (MDP) dan akhirnya menjadi sel monosit pendahulu (cMoP). Monosit
merupakan bentuk leukosit yang berbeda dari granulosit karena susunan
morfologi intinya dan sifat sitoplasmanya yang relatif 10 agranular. Monosit
memiliki bentuk bermacam-macam, berukuran lebih besar dari jenis leukosit
lainnya ( berdiameter 16-20 m) dan memiliki inti besar di tengah berbentuk oval
atau berlekuk dengan kromatin bergerombol, memiliki sitoplasma yang berlimpah
berwarna biru pucat dan mengandung banyak vakuola halus.37 Selain di sumsum
tulang monosit juga di produksi pada jaringan limfatik, getah bening, dan timus.31
Monosit memainkan peran penting dalam pertahanan kekebalan, peradangan, dan
12
Universitas Lambung Mangkurat
homeostasis oleh merasakan lingkungan lokal mereka, membersihkan pathogen
dan sel-sel mati, dan memulai kekebalan adaptif, serta menyediakan kumpulan
sel-sel pendahulu yang memberikan kontribusi untuk sel dendritik inflamasi dan
mengisi kembali beberapa makrofag jaringan. Monosit juga berkontribusi pada
perbaikan jaringan yang relevan dalam kesehatan dan penyakit.38–40
E. Hubungan Latihan Aerobik dengan VO2 Maks
Salah satu efek latihan aerobik adalah daya tahan kardiorespirasi. Daya
tahan kardiorespirasi sangat penting untuk menunjang kerja otot dengan
mengambil oksigen dan menyalurkan keseluruh jaringan otot yang sedang aktif
sehingga dapat digunakan untuk metabolisme. Daya tahan kardiorespi
berhubungan erat dengan VO2 maks, karena VO2 maks adalah tempo tercepat
dimana seseorang dapat menggunakan oksigen selama latihan.41 Nilai dari VO2
maks merupakan indikator yang baik menilai daya tahan kardiorespirasi. Nilai
VO2 maks yang tinggi menunjukkan kemampuan tubuh yang baik dalam
menyediakan oksigen saat beraktivitas fisik sehingga kemampuan tubuh untuk
beraktivitas akan lebih besar. Daya tahan kardiorespirasi sangat penting bagi
produktivitas hidup dan penurunan risiko penyakit degeneratif di masa
mendatang.42 Latihan aerobik merupakan aktivitas yang bergantung terhadap
ketersediaan oksigen untuk membantu proses pembakaran sumber energi.
Sehingga bergantung pula terhadap kerja optimal dari organ-organ tubuh seperti
jantung, paru-paru, dan pembuluh darah untuk mengangkut oksigen agar proses
pembakaran sumber energi dapat berjalan dengan sempurna. Metabolisme energi
pada latihan aerobik berjalan melalui pembakaran simpanan lemak, karbohidrat,
13
Universitas Lambung Mangkurat
dan sebagian kecil (kurang dari lima persen) dari pemecahan simpanan protein
yang terdapat di dalam tubuh untuk menghasilkan adenosine trifosfat (ATP).
Proses metabolisme ketiga sumber energi ini berjalan dengan kehadiran oksigen
yang diperoleh melalui proses pernapasan.43 Dapat disimpulkan bahwa latihan
aerobik sangat membutuhkan suplai oksigen untuk menghasilkan energi yang
bergantung pada kerja sistem kardiorespirasi guna menunjang kemampuan kerja
otot-otot yang aktif.44
F. Hubungan Latihan Aerobik dengan Jumlah Monosit
Latihan aerobik merupakan salah satu cara untuk aktivasi jumlah leukosit
total karena dengan latihan aerobik akan mengakibatkan cedera sel yang dapat
memengaruhi inflamasi akut sehingga dapat merangsang respon imun. Jenis
latihan aerobik intensitas ringan dan sedang berupa lari pelan adalah latihan yang
direkomendasikan untuk menjaga kebugaran tubuh dan kekebalan tubuh, karena
secara fisiologi lari dapat meningkatkan kerja kardiorespirasi dan suhu tubuh
untuk mencapai denyut nadi yang ditentukan. Respon latihan dapat menjadi
rangsang munculnya jejas pada sel akibat stress biologis atau fisik sesuai dengan
teori bahwa sel-sel yang terpapar oleh rangsangan kimiawi, fisik, stress biologis
akan memunculkan sinyal bahaya yang biasa disebut dengan DAMPS ( Damage
Associated Molecular Pattern). Pada proses inflamasi akut akan terjadi
serangkaian perubahan kompleks yang terjadi dalam jaringan akibat cedera
jaringan baik oleh adanya infeksi dari bakteri ataupun akibat trauma jaringan yang
dirangsang dari latihan aerobik yang menyebabkan dilepaskannya zat seperti
histamine, bradykinin, serotonin dan zat lain di sekitar daerah cedera yang akan
14
Universitas Lambung Mangkurat
meningkatkan permeabilitas kapiler, vena dan venula. Sehingga memungkinkan
sebagian besar sel, cairan dan protein akan masuk kedalam jaringan.31 Respon
awal oleh tubuh terhadap infeksi maupun kerusakan tersebut disebut respons
inflamasi akut. Respons ini non-spesifik dan merupakan lini pertahanan tubuh
sistemik pertama terhadap bahaya yang terdiri dari mobilitas mediator-mediator
imunologis, endokrin dan neurologis secara terkoordinasi, misalnya, komplemen,
molekul adhesi, sitokin, khemokin, hormon, steroid dan lain-lain. Pada respons
bagus, respons inflamasi menjadi teraktivasi menyingkirkan patogen dan memulai
proses perbaikan lalu mereda. Walaupun demikian, inflamasi itu sendiri dapat
merusak sel yang sehat akibat diproduksinya Reactive Oxygen Species (ROS) dan
enzim lisozom oleh neutrophil dan makrofag yang pada gilirannya dapat
merangsang inflamasi lebih lanjut.6 Inflamasi adalah respon sistem kekebalan
terhadap rangsangan berbahaya, seperti patogen, sel yang rusak, beracun senyawa,
atau iridasi dan bertindak dengan menghapus rangsangan berbahaya dan memulai
proses penyembuhan. Karena itu, peradangan adalah mekanisme pertahanan vital
bagi kesehatan. Biasanya, selama peradangan akut tanggapan, peristiwa dan
interaksi seluler dan molekuler efisien meminimalkan cedera atau infeksi yan
akan datang. Ini proses mitigasi berkontribusi pada pemulihan jaringan
homeostasis dan resolusi peradangan akut. Namun, peradangan akut yang tidak
terkontrol dapat menjadi kronis, berkontribusi terhadap berbagai peradangan
kronis penyakit. Pada tingkat jaringan, inflamasi ditandai dengan kemerahan,
bengkak, nyeri, dan kehilangan jaringan fungsi, yang dihasilkan dari kekebalan
lokal, pembuluh darah dan respons sel inflamasi terhadap infeksi atau cedera.
15
Universitas Lambung Mangkurat
Respon imun bawaan dan inflamasi terkait erat satu dengan yang lain. Peran
sitokin dalam inflamasi juga telah diterima secara luas. Produksi sitokin
berlebihan dan terus menerus sebagai respons terhadap lipopolisakarida (LPS)
bakteri atau superantigen merupakan ciri dari respons inflamasi sistemik yang
dapat mematikan. Penyebaran produk bakteri ini menginduksi gelombang
produksi sitokin pro-inflamasi misalnya tumor necrosis factor-α (TNF-α), IL-1,
IL-6, IL-8 yang mengaktifkan lebih banyak sel-sel imun dan merekrutnya ke
daerah infeksi, sitokin pro-inflamasi ini dalam jumlah berlebihan dapat merusak
dinding vaskuler dan dapat mengakibatkan disfungsi organ. Makrofag yang
berada dalam jaringan tetap dalam keadaan istirahat sampai mereka distimulasi
oleh salah satu dari berbagai sinyal bahaya. Jika dirangsang makrofag akan
merilis sinyal molekul yang dikenal sebagai sitokin untuk merekrut monosit lebih
lanjut dan neutrofil ke daerah yang terinfeksi. Misalnya, makrofag akan
mensekresikan interleukin-1 (IL-1β) dan tumor necrosis factor alpha (TNF-α). Ini
pada gilirannya akan merangsang endotel sel yang melapisi pembuluh darah untuk
meningkatkan ekspresi molekul adhesi. Molekul adhesi mengikat monosit dan
neutrofil yang beredar pada endotel, yang memungkinkan mereka untuk melewati
dinding pembuluh ke dalam jaringan. Untuk membantu proses ini, makrofag juga
mengeluarkan interleukin 8 (IL-8), yang membuat neutrofil lebih mudah berada
pada endotel dan memastikan masuk ke dalam jaringan dengan sukses.45 Satu
aktivitas latihan intens dapat menginduksi sitokin dan kemokin pro-dan anti-
inflamasi, serta peningkatan leukosit yang bersirkulasi. Sitokin dan kemokin
sirkulasi yang diinduksi oleh latihan termasuk interleukin (IL) -6, 8, 10 dan
16
Universitas Lambung Mangkurat
protein chemotactic monocyte (MCP) -1. Alarmin adalah molekul endogen yang
melakukan fungsi fisiologis di homeostasis tetapi dapat dilepaskan dengan cepat
dari sel imun yang diaktifkan (leukosit) atau dilepaskan dari sel yang rusak setelah
stres, infeksi atau cedera. Alarmin berbeda dari sitokin dan kemokin bahwa
selama homeostasis seluler, mereka berpartisipasi dalam antimikroba, regulasi gen
atau fungsi pengikatan kromatin. Alarmins terletak di kompartemen seluler yang
berbeda; protein kelompok mobilitas tinggi kotak-1 (HMGB1) adalah alarm
arketipe dan biasanya diasingkan di dalam nukleus, tempat ia mengikat DNA,
sementara yang lain - protein S100 atau protein peredam panas (HSP), berada di
sitoplasma. Peran untuk HMGB1 dalam memediasi respons sistemik terhadap
cedera sering dilaporkan dalam studi klinis. Pasien yang mengalami beberapa
cedera traumatis atau stroke panas akibat olahraga mengalami HMGB1 sistemik
yang masing-masing 30- dan 25 kali lipat lebih tinggi daripada kontrol yang sehat.
Respon HMGB1 yang diperbesar terhadap trauma diamati satu jam setelah cedera
- respons awal, dibandingkan dengan respons terlambat (hari) yang biasanya
diamati pada sepsis. Fenomena ini menunjukkan bahwa kinetika HMGB1 pada
cedera steril berbeda infeksi patogen. Menariknya, HMGB1 dilepaskan dari
monosit setelah heat exertional, stroke memuncak pada 48 jam pasca-cedera dan
beberapa kali lipat lebih tinggi daripada pada 3 jam pasca-cedera, menyiratkan
bahwa monosit bukan kontributor utama HMGB1 selama fase awal cedera.
Sebaliknya, sel-sel yang rusak atau nekrotik akibat cedera panas mungkin menjadi
sumber utama HMGB1.6,10,46 Pada penelitian Marpaung (2019) pada pengaruh
aktivitas fisik maksimal terhadap jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit pada
17
Universitas Lambung Mangkurat
atlet softball menunjukkan jumlah monosit meningkat setelah latihan 3 sampai 5
menit.47 Bukti penelitian lain menyatakan aktivitas fisik aerobik dan aktivitas fisik
anaerobik berpengaruh terhadap jumlah leukosit.24 Penelitian lainnya
membuktikan bahwa jumlah monosit juga dapat meningkat pada latihan aerobik
intensitas berat (VO2 maks> 60%), karena pada latihan intensitas berat terjadi
peningkatan konsentrasi monosit pada orang yang tidak terlatih, selain
meningkatnya monosit akibat adanya perubahan hemodinamik pembuluh darah
atau perubahan interaksi monosit didalam sel endotelial yang dimediasi oleh
katekolamin akibat respons stress oleh latihan aerobik intensitas berat.6
G. Hubungan Latihan Aerobik dengan Remaja
Dalam masalah kesehatan, latihan perlu dilakukan oleh setiap orang,
terutama para remaja, karena aktivitas yang berbentuk latihan memberikan
manfaat bagi remaja dalam bentuk kesegaran jasmani, kesegaran jasmani dapat
memberi pengaruh baik terhadap pencapaian pelajaran.48 Selain itu bisa
meningkatkan motivasi. Motivasi merupakan aspek psikis manusia yang
mendorongnya untuk bertingkah laku.Aspek ini selalu dimiliki oleh setiap
manusia untuk mencapai suatu tujuan. Dengan demikian motivasi sering diartikan
sebagai daya atau kekuatan yang mendorong manusia untuk berperilaku. Selain
itu motivasi adalah dorongan atau kehendak yang menimbulkan atau menyebab
timbulnya semacam kekuatan sehingga seseorang berbuat atau bertindak, dengan
kata lain bertingkah laku di latar belakangi oleh suatu motif, maka dikenal dengan
istilah tingkah laku bermotivasi.49 Anak secara fisiologis berbeda dari orang
dewasa dan harus dianggap berbeda. Pelatihan dapat meningkatkan kekuatan,
18
Universitas Lambung Mangkurat
kapasitas aerobik, dan kapasitas anaerob anak. Secara umum, anak-anak
beradaptasi dengan baik dengan jenis pelatihan yang sama yang digunakan oleh
orang dewasa. Tetapi program pelatihan untuk anak-anak dan remaja harus
dirancang khusus untuk setiap kelompok umur, dengan mengingat faktor-faktor
perkembangan yang terkait dengan usia tersebut. Mekanisme yang
memungkinkan perubahan kekuatan pada anak-anak mirip dengan yang terjadi
pada orang dewasa, dengan satu pengecualian kecil: Peningkatan kekuatan
praremaja dilakukan sebagian besar tanpa perubahan ukuran otot dan
kemungkinan melibatkan perbaikan dalam mekanisme saraf, termasuk
peningkatan koordinasi keterampilan motorik, peningkatan aktivasi unit motorik,
dan adaptasi neurologis lainnya yang belum ditentukan. Peningkatan kekuatan
dalam hasil remaja terutama dari kedua adaptasi saraf dan peningkatan ukuran
otot dan ketegangan spesifik. Ketika seseorang merancang program pelatihan
aerobik dan anaerobik untuk anak-anak dan remaja, tampaknya prinsip pelatihan
standar untuk orang dewasa dapat diterapkan. Anak-anak dan remaja belum
diteliti dengan baik, tetapi apa yang kita ketahui menunjukkan bahwa mereka
dapat dilatih dengan cara yang serupa dengan yang dilakukan orang dewasa.
Sekali lagi, karena anak-anak dan remaja bukan orang dewasa, adalah bijaksana
untuk bersikap konservatif untuk mengurangi risiko cedera, overtraining, dan
kehilangan minat dalam olahraga. Pendekatan yang diuraikan sebelumnya untuk
pelatihan resistensi adalah model yang baik untuk digunakan untuk pelatihan
aerobik dan anaerobik. Ini juga merupakan waktu yang tepat dalam hidup untuk
fokus mempelajari berbagai keterampilan motorik dengan meminta anak-anak
19
Universitas Lambung Mangkurat
menjelajahi sejumlah kegiatan dan olahraga. kemampuan motorik anak laki-laki
dan perempuan umumnya meningkat dengan bertambahnya usia selama 17 tahun
pertama, meskipun anak perempuan cenderung naik pada usia pubertas untuk
sebagian besar barang yang diuji. Perbaikan ini terutama berasal dari
pengembangan sistem neuromuskuler dan endokrin dan yang kedua dari
peningkatan aktivitas. Meskipun data ini lebih tua, mereka datang dari terakhir
kali jenis penilaian skala besar dilakukan. Dataran tinggi yang diamati pada gadis-
gadis saat pubertas kemungkinan dijelaskan oleh tiga faktor. Pertama, seperti yang
disebutkan sebelumnya, peningkatan konsentrasi estrogen saat pubertas, atau
dalam rasio estrogen / testosteron, menyebabkan peningkatan endapan lemak.
Performa cenderung menurun dengan bertambahnya lemak. Kedua, anak
perempuan memiliki massa otot yang lebih sedikit. Akhirnya, dan mungkin yang
lebih penting, sekitar pubertas, banyak anak perempuan yang menganggap gaya
hidup lebih santai daripada anak laki-laki. Ini sebagian besar adalah masalah
kondisi sosial, karena anak laki-laki didorong untuk menjadi lebih aktif dan atletis
daripada anak perempuan. Ketika anak perempuan menjadi kurang aktif,
kemampuan motorik mereka cenderung naik. Tren ini tampaknya berubah karena
mengubah sikap sosial dan lebih banyak kesempatan untuk olahraga dan kegiatan
yang sekarang tersedia untuk anak perempuan. Kinerja olahraga pada anak-anak
dan remaja meningkat dengan pertumbuhan dan pematangan, seperti yang dapat
dilihat untuk catatan kelompok usia dalam olahraga seperti renang dan lintasan
dan lapangan.25 Sallis dan Patrick merekomendasikan bagi remaja untuk
beraktivitas fisik level sedang sampai berat minimal selama 30 menit perhari.
20
Universitas Lambung Mangkurat
Sebuah studi cross-sectional memperkirakan hubungan antara aktivitas fisik dan
fungsi paru-paru pada remaja, dan menemukan bahwa fungsi paru-paru dikaitkan
dengan tingkat aktivitas fisik.50
21 Universitas Lambung Mangkurat
BAB III
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
Perubahan fisiologis pada saat latihan pada pembuluh darah adalah dinding
pembuluh darah menjadi lebih kuat terhadap perubahan tekanan darah,dan
kekenyalannya dapat terpelihara, disertai dengan vasodilatasi arteriol dan susunan
pembuluh darah. Jumlah kapiler yang aktif dalam otot-otot menjadi lebih banyak,
tekanan darah cenderung lebih normal, peredaran darah dan lalulintas cairan
menjadi lebih besar.51 Latihan dengan intensitas yang lebih rendah yaitu yang
setingkat diatas intensitas aktivitas fisik sehari hari adalah lebih efisien bagi
pemeliharaan kesehatan. Sebagai contoh adalah latihan kontinyu dan homogen
(jalan, lari lambat, renang, bersepeda) selama 20-30 menit yang mencapai target
heart rate yaitu 60-80% (220 – Umur dalam tahun) dan dilakukan dalam 3-5 kali
dalam seminggu.52 Latihan akut dan kronis dapat mengubah jumlah dan fungsi
sistem imunitas bawaan di sirkulasi sel seperti sel neutrofil, monosit dan natural
killer.53 Pada kondisi tertentu latihan fisik dapat menjadi sebuah stressor yang
akan merangsang kerusakan atau cedera pada otot yang disebabkan peradangan
lokal sehingga otot mengalami degenerasi dan regenerasi di sekitar jaringan ikat.
Respon peradangan lokal tersebut muncul tergantung pada banyak faktor seperti,
intensitas, durasi, dan modus latihan, konsentrasi hormon dan sitokin, perubahan
suhu tubuh, aliran darah, status hidrasi, dan posisi tubuh. Secara umum, latihan
akut durasi sedang (<60 menit) dengan intensitas (<60% VO2maks) akan
menghasilkan tingkat stres dan gangguan sistem kekebalan tubuh yang lebih
22
Universitas Lambung Mangkurat
sedikit daripada latihan dengan intensitas tinggi dan berkepanjangan.6 Intensitas
latihan ringan berbanding lurus dengan proses leukositosis. Terutama peningkatan
monosit dan fagositosis makrofag peritoneal yang terlihat pada setiap durasi
latihan jangka pendek. Sedangkan, latihan intensitas sedang jangka pendek terjadi
peningkatan jumlah makrofag peritoneal selama sepuluh dan lima belas menit
latihan dan peningkatan fagositosis selama sepuluh menit setelah latihan.54 Pada
proses inflamasi akut akan terjadi serangkaian perubahan kompleks yang terjadi
dalam jaringan akibat cedera jaringan ataupun akibat trauma jaringan yang
distimulasi dari latihan aerobik yang akan menyebabkan dilepaskannya zat seperti
histamian, bradikinin, dan serotinin dan zat lain di sekitar daerah cedera yang
akan meningkatkan permeabilitas kapiler, vena dan venula, sehingga
memungkinkan sebagian besar sel, cairan dan protein akan masuk ke dalam
jaringan.31 Pada kondisi cedera akibat latihan maka leukosit akan dimulai segera
setelah peradangan dimulai, area yang meradang akan diinvasi terutama oleh
neutrofil dan makrofag yang akan melakukan fungsi skavengernya untuk
membersihkan jaringan dari agen infeksi atau toksik. Makrofag yang berada pada
jaringan subkutis (histosit) akan segera memulai melakukan fungsi fagositosisnya
pada jam-jam pertama inflamasi, tetapi sering kali jumlahnya tidak lebih besar
dari jumlah neutrofil. Pada awal proses peradangan akut jumlah neutrofil dalam
darah akan meningkat sebanyak empat sampai lima kali lipat, sedangkan respon
monosit akan muncul sebagai garis pertahanan berikutnya dan belum mampu
melakukan fungsi fagositosis kecuali bila telah migrasi ke jaringan. Monosit
dalam darah akan segera migrasi ke daerah jaringan yang cedera menjadi
23
Universitas Lambung Mangkurat
makrofag atau dendritik segera migrasi ke daerah jaringan yang cedera menjadi
makrofag atau dendritik sel.31,37 Alarmin adalah molekul endogen yang
melakukan fungsi fisiologis di homeostasis tetapi dapat dilepaskan dengan cepat
dari sel imun yang diaktifkan (leukosit) atau dilepaskan dari sel yang rusak setelah
stres, infeksi atau cedera. Alarmin berbeda dari sitokin dan kemokin bahwa
selama homeostasis seluler, mereka berpartisipasi dalam antimikroba, regulasi gen
atau fungsi pengikatan kromatin. Alarmins terletak di kompartemen seluler yang
berbeda; protein kelompok mobilitas tinggi kotak-1 (HMGB1) adalah alarmin
arketipe dan biasanya diasingkan di dalam nukleus, tempat ia mengikat DNA,
sementara yang lain - protein S100 atau protein peredam panas (HSP), berada di
sitoplasma. Peran untuk HMGB1 dalam memediasi respons sistemik terhadap
cedera sering dilaporkan dalam studi klinis. Pasien yang mengalami beberapa
cedera traumatis atau stroke panas akibat olahraga mengalami HMGB1 sistemik
yang masing-masing 30- dan 25 kali lipat lebih tinggi daripada kontrol yang sehat.
Respon HMGB1 yang diperbesar terhadap trauma diamati satu jam setelah cedera
- respons awal, dibandingkan dengan respons terlambat (hari) yang biasanya
diamati pada sepsis. Fenomena ini menunjukkan bahwa kinetika HMGB1 pada
cedera steril berbeda infeksi patogen. Menariknya, HMGB1 dilepaskan dari
monosit setelah heat exertional, stroke memuncak pada 48 jam pasca-cedera dan
beberapa kali lipat lebih tinggi daripada pada 3 jam pasca-cedera, menyiratkan
bahwa monosit bukan kontributor utama HMGB1 selama fase awal cedera.
Sebaliknya, sel-sel yang rusak atau nekrotik akibat cedera panas mungkin menjadi
sumber utama HMGB1.6,10,46 Studi sebelumnya telah melaporkan bahwa latihan
24
Universitas Lambung Mangkurat
daya tahan tunggal yang berkepanjangan dapat menyebabkan peningkatan akut
dalam berbagai varian dari sitokin inflammatori, seperti IL-2, IL-6, IL-8, IL-8, IL-
10, IL-1β, TNF-α , interferon gamma (IFN-γ), protein kemoatraktan monosit-1
(MCP-1) dan faktor penstimulasi koloni granulosit-makrofag pada atlet enduran
pria. Namun, hanya ada informasi yang sangat terbatas yang tersedia untuk wanita
aktif secara fisik, di mana latihan aerobik tunggal telah dilaporkan tidak memiliki
efek atau dapat menyebabkan peningkatan pasca latihan di beberapa sitokin
inflamasi. Sitokin inflamasi yang paling banyak dipelajari adalah IL-6, TNF-α dan
IL-1β, yang biasanya meningkat sebagai hasil sesi latihan tunggal yang
menghasilkan respons inflamasi akut. Namun, penyelidikan lain tidak menemukan
perubahan kadar sitokin inflamasi ini setelah latihan akut.55
Kemokin mengatur infiltrasi jaringan leukosit. IL-8 adalah kemotaksis
neutrofil dan aktivasi protein yang kuat yang disebut sebagai neutrofil pengaktif
peptida 1 (NAP-1). IL-8 dilepaskan ke dalam sirkulasi dalam kondisi latihan yang
intens dan berkepanjangan, sedangkan latihan intensif waktu singkat juga
meningkatkan konsentrasi IL-8 plasma. Temuan ini menunjukkan bahwa tidak
hanya durasi tetapi juga intensitas latihan mungkin penting untuk pelepasan IL-8.
MCP-1 memfasilitasi infiltrasi dan aktivasi monosit dan makrofag. Kami
menunjukkan bahwa konsentrasi MCP-1 meningkat secara signifikan tidak hanya
dalam plasma tetapi juga urin setelah perlombaan maraton dan segera setelah
latihan intensif durasi pendek. Juga, IL-6 dan G-CSF terlibat dalam mobilisasi
neutrofil dari cadangan sumsum tulang ke sirkulasi setelah latihan. Meskipun
neutrofil terlibat dalam kerusakan otot yang diinduksi latihan dan peradangan,
25
Universitas Lambung Mangkurat
kami baru-baru ini menunjukkan bahwa neutrofil yang dimobilisasi ke dalam otot
berkontribusi untuk memperburuk cedera otot dengan meningkatkan ekspresi
sitokin proinflamasi melalui induksi infiltrasi makrofag dengan MCP-1. Dari
sudut pandang ini, leukositosis (neutrofilia) dan variabel terkait yang disebutkan
di atas dapat menjadi indikator prediktif yang baik dari otot yang diinduksi
olahraga lengkap dan kerusakan / disfungsi organ lainnya.9 Monosit yang beredar
di darah (intravaskuler) bermigrasi ke jaringan yang terinfeksi dan jaringan yang
inflamasi. Molekul adhesi pada sel endotel dinding pembuluh darah akan
menangkap monosit yang dan menyebabkan pengikatan vaskular endotelium.
Kemokin terikat pada endotelium pembuluh darah kemudian monosit akan
memberikan sinyal untuk bermigrasi melintasi endotelium ke dalam jaringan di
bawahnya. Monosit, kemudian menjadi makrofag, terus bermigrasi, di bawah
pengaruh kemokin dirilis selama respon inflamasi, menuju tempat infeksi.
monosit yang meninggalkan darah juga dapat berdiferensiasi menjadi sel
dendritik, tergantung pada sinyal yang mereka terima.6
26
Universitas Lambung Mangkurat
Kerangka teori penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.1:
Gambar 3.1 Kerangka Teori Penelitian Nilai VO2 Maks pada Remaja Serta
Perbedaan Kadar Monosit Setelah Latihan Aerobik Sedang 12 Menit
Latihan aerobik intensitas
sedang
Jejas otot
rangka
Peradangan
otot
DAMPS
HMGB1
M1
Sitokin pro-
inflamasi
IL-8
Sumbu
HPA
Kortisol
Monosit
Ambilan
Oksigen
meningkat
Aliran darah
meningkat
Fungsi Sistem
Kardiovaskuler
meningkat
VO2 max
meningkat
TNF-α IL-6
27
Universitas Lambung Mangkurat
Kerangka konsep penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.2:
Aktivasi dan proliferasi
sel leukosit oleh
HMGB1 dan Kortisol +
Cedera jaringan + Cedera jaringan ++
Pelepasan mediator
inflamasi +
Serta cardaic output naik
Pelepasan mediator
inflamasi ++
Serta cardaic output naik
Remaja Pemain Basket
Remaja
Remaja Bukan Pemain
Basket
Lari
selama 12
menit
Aktivasi dan proliferasi
sel leukosit oleh HMGB1
dan Kortisol ++
Perubahan jumlah
monosit +
VO2 max ↑↑
Jenis kelamin, status gizi,
umur ,kebiasaan merokok,
status kesehatan
Perubahan jumlah
monosit ++
VO2 max ↑
28
Universitas Lambung Mangkurat
Keterangan :
Diteliti / Variabel Terikat
Tidak Diteliti
Variabel Bebas
Variabel kendali
Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian Nilai VO2 Maks pada Remaja Serta
Perbedaan Kadar Monosit Setelah Latihan Aerobik Sedang 12 Menit
B. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan hasil pemeriksaan
jumlah monosit dan nilai VO2 maks sesudah latihan aerobik intensitas sedang lari
12 menit pada remaja yang latihan basket dan bukan latihan basket.
29 Universitas Lambung Mangkurat
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian semi eksperimental post test only
control group design.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja Sekolah Menengah Atas
Negeri 1 (SMAN 1) Banjarbaru. Sampel dalam penelitian ini dibagi dua yakni
remaja pria pemain basket dan bukan pemain basket Sekolah Menengah Atas
Negeri 1 (SMAN 1) Banjarbaru.
2. Sampel Penelitian
Besar sampel adalah 30 orang yang terdiri dari 15 orang pemain basket dan
15 orang bukan pemain basket. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan
menggunakan metode purposive sampling sesuai kriteria inklusi.
Kriteria inklusi untuk siswa bukan pemain basket:
a. Bersedia menjadi subjek penelitian
b. Jenis Kelamin laki-laki
c. Usia 15-18 Tahun
d. Sehat Jasmani, artinya pada waktu penelitian probandus tidak sakit atau infeksi
dan tidak mempunyai riwayat penyakit jantung, paru dan alergi.
30
Universitas Lambung Mangkurat
e. Kooperatif, subjek penelitian dapat diajak kerjasama untuk melakukan
prosedur penelitian
f. Tidak merokok
g. Tidak minum obat-obatan yang memengaruhi jumlah monosit minimal 2 hari
sebelum pengambilan darah
h. Mempunyai indeks massa tubuh (IMT) normal (20-25)
Kriteria inklusi untuk siswa pemain basket:
a. Bersedia menjadi subjek penelitian
b. Jenis kelamin laki-laki
c. Usia 15-18 Tahun
d. Sehat jasmani, artinya pada waktu penelitian probandus tidak sakit atau infeksi
dan tidak mempunyai riwayat penyakit jantung, paru dan alergi.
e. Kooperatif, subjek penelitian dapat diajak kerjasama untuk melakukan
prosedur penelitian
f. Tidak merokok
g. Tidak minum obat-obatan yang memengaruhi jumlah monosit minimal 2 hari
sebelum pengambilan darah
h. Mempunyai indeks massa tubuh (IMT) normal (20-25)
i. Tergabung dalam klub olahraga basket dan rutin melakukan latihan basket
minimal tiga kali seminggu selama satu jam per sesi latihan selama setahun
Kriteria eksklusi untuk siswa pemain basket dan bukan pemain basket yaitu
Mengalami tanda-tanda kelelahan pada saat latihan sehingga tidak mampu
menyelesaikan latihan.
31
Universitas Lambung Mangkurat
C. Instrumen Penelitian
Peralatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :
a) Latihan aerobik
Alat pengukuran kesegaran jasmani Multistage Fitness Test (MFT) :
1) Suatu permukaan datar yang tidak licin, sekurang- kurangnya sepanjang 22
meter
2) Mesin pemutar kaset,
3) Kaset audio
4) Pita meteran untuk mengukur jalur sepanjang 20 meter
5) Kerucut - kerucut penanda batas jarak ± 1 – 1,5 cm
b) Sysmex XT-1800i Hematology Analyzer
c) Pulse Oximetry
D. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah latihan lari aerobik intensitas
sedang selama 12 menit.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah jumlah monosit dan VO2 maks.
3. Variabel Penganggu
Variabel pengganggu pada penelitian ini adalah jenis kelamin, BB, TB,
umur, dan massa otot.
32
Universitas Lambung Mangkurat
E. Definisi Operasional
1. Status Multistage Fitness Test (MFT) yaitu merupakan teknik pengukuran VO2
maks secara langsung dengan cara berlari bolak-balik dengan jarak tertentu
hingga batas maksimal kemampuan seseorang.
2. Latihan aerobik intensitas sedang adalah lari lambat selama 12 menit dengan
intensitas latihan sedang (70-79% dari DNM).
3. Jumlah Monosit adalah jumlah monosit dalam sampel darah yang dihitung
dengan Sysmex XT-1800i Hematology Analyzer menggunakan satuan
sel/mm3.
4. VO2 maks adalah nilai VO2 maks yang diukur menggunakan teknik Multistage
Fitness Test (MFT) menggunakan satuan nilai ml/kg/min
5. Indeks Massa Tubuh dihitung dengan cara membagi berat badan (kg) dengan
tinggi badan kuadrat (m2). IMT normal adalah 20-25.
6. Remaja pemain basket adalah pelajar yang melakukan latihan basket selama
minimal setahun dengan frekuensi latihan tiga kali seminggu dengan durasi
latihan minimal satu jam per sesi latihan dan telah mengikuti pertandingan
basket minimal dua kali dalam setahun
7. Remaja bukan pemain basket adalah pelajar yang tidak melakukan olahraga
rutin.
33
Universitas Lambung Mangkurat
F. Prosedur Penelitian
1. Penelitian Ethical clearance
Penelitian didahului tahapan persiapan ethical clearance dilakukan setelah
mendapat persetujuan dari Komite Etik Penelitian Fakultas Kedokteran
Universitas Lambung Mangkurat.
2. Tahap perizinan
Surat izin penelitian dibuat oleh Unit P2M dan KTI PSPD Fakultas
Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat. Kemudian surat izin tersebut
diserahkan ke bagian kemahasiswaan SMAN 1 Banjarbaru untuk diproses.
3. Tahap pelaksanaan
Pelaksanaan peelitian diawali dengan penyusunan usulan penelitian. Setelah
usulan penelitian diterima, maka dilaksanakan Pembuatan surat izin & Ethical
clearance di Unit P2M dan KTI PSPD Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat. Setelah surat izin terbit, kemudian barulah dilakukan penelitian dan
pengumpulan data. Pengumpulan data disesuaikan dengan kriteria inklusi dan
eksklusi pada siswa SMAN 1 Banjarbaru. Setelah data terkumpul, data dianalisis
dan disajikan di dalam laporan penelitian. Proses penelitian dan pengumpulan
dara dilakukan dengan cara berikut:
Subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan masuk dalam sampel
penelitian akan dijelaskan mengenai tujuan dan latar belakang penelitian. Subjek
penelitian yang mengerti dan setuju berpartisipasi dalam penelitian akan menanda
tangani surat persetujuan, untuk yang berumur dibawah 17 tahun maka harus
mendapatkan persetujuan dari orangtuanya. Cara kerja penelitian sebagai berikut :
34
Universitas Lambung Mangkurat
1. Semua subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dilakukan tes MFT
untuk menilai VO2 maks di hari pertama penelitian
2. Sesudah tes MFT, subjek penelitian akan beristirahat selama sehari di hari
kedua penelitian.
3. Di hari ketiga penelitian akan dilakukan latihan aerobik intensitas sedang 12
menit. Subjek penelitian akan dihitung denyut nadi maksimalnya (DNM)
menggunakan rumus Tanaka.
4. Sesudah diketahui DNM nya, subjek penelitian akan menggunakan pulse
oxymetry dan melakukan pemanasan berupa lari berkelompok yang terdiri dari
3 orang per kelompok hingga tercapai target 70-79% DNM.
5. Setelah tercapai target 70-79% DNM, subjek penelitian akan tetap berlari
selama 12 menit mengikuti ritme yang diseragamkan
6. Sesudah lari selama 12 menit, subjek penelitian akan diambil darahnya
sebanyak 3 cc di vena brachialis kemudian dimasukkan ke dalam tabung yang
berisi cairan EDTA untuk pemeriksaan jumlah monosit.
4. Prosedur Multistage Fitness Test (MFT)
Sampel akan dikumpulkan di tempat penelitian, yaitu di lapangan basket
SMAN 1 Banjarbaru dan melakukan Multistage Fitness Test (MFT) dengan cara
sebagai berikut.
a. Ukur jarak sepanjang 20 m dan beri tanda pada kedua ujungnya dengan kerucut
- kerucut penanda jarak.
b. Subjek penelitian disarankan agar melakukan latihan pemanasan dengan
melaksanakan aktivitas seluruh anggota tubuh secara umum, sekaligus dengan
35
Universitas Lambung Mangkurat
beberapa macam latihan peregangan, terutama dengan menggerakkan otot-otot
kaki.
c. Testee siap digaris start, dan mesin pemutar kaset dihidupkan.
d. Setelah pita kaset menyuarakan sinyal suara "tit" tunggal pada beberapa
interval yang teratur. Testee diharapkan untuk berusaha agar dapat sampai
ujung yang berlawanan (diseberang) bertepatan dengan saat sinyal "tit" yang
pertama berbunyi.
e. Kemudian testee harus meneruskan berlari pada kecepatan seperti ini, dengan
tujuan agar bisa sampai ke salah satu dari kedua ujung tersebut bertepatan
dengan terdengarnya sinyal "tit" yang berikutnya.
f. Setelah mencapai waktu selama 1 menit interval waktu diantara kedua
sinyal "tit" akan berkurang, sehingga kecepatan larinya harus semakin
ditingkatkan. Kecepatan lari pada menit pertama disebut sebagai level 1.
Kecepatan level berlangsung ± selama 1 menit dan rekaman pitanya
berlangsung meningkat sampai ke level 21. Akhir dari setiap lari ulang –
alik dari setiap level ditandai dengan suatu sinyal 3 kali berturut-turut.
g. Testee harus selalu menempatkan satu kaki, baik tepat pada atau di belakang
tanda meter ke-20 pada akhir setiap lari ulang - alik.
h. Testee harus meneruskan larinya selama mungkin, sampai tidak mampu lagi
mempersamakan larinya dengan kecepatan yang telah diatur oleh pita
rekaman, sehingga testee secara sukarela harus menarik diri dari tes
larinya. Pada saat ini dicatat testee sudah sampai ke level dan shuttle berapa.
36
Universitas Lambung Mangkurat
i. Hasilnya (level dan shuttle) dicocokkan dengan tabel Predicted Maximum
Oxygen uptake Values for The Multistage Fitness Test untuk mengukur VO2
maks.
5. Latihan Aerobik
Latihan aerobik dilakukan dengan intensitas sedang (70-79% dari DNM)
yaitu berlari selama 12 menit.
6. Pengambilan Sampel Darah dan Pengukuran Kadar Monosit
Sampel darah diambil dengan cara melakukan penusukan pada pembuluh
darah vena, darah akan masuk pada ujung semprit, dilanjutkan dengan menarik
torak/piston sampai volume darah yang dikehendaki, yaitu 3 cc. Darah diambil
oleh petugas profesional laboratorium swasta dari vena superfisial pada fossa
cubiti. Darah dimasukkan ke dalam tabung EDTA, diberi nama pada masing-
masing tabung EDTA. Tabung EDTA yang berisi darah dihomogenisasi dengan
alat roller mixer, untuk selanjutnya diproses di laboratorium hematologi klinis
Prodia Banjarmasin, untuk melihat jumlah monosit.
Cara Pemeriksaan Monosit
Jumlah monosit diperiksa dengan menggunakan Sysmex XT-1800i dengan
flowcytometri. Jumlah monosit yaitu jumlah total monosit yang diambil dari
darah tepi dengan satuan sel/mm3.
Alat dan bahan yang diperlukan :
1. Tabung Vacutainer (Tabung EDTA)
2. Sysmex XT-1800i
3. Jarum
37
Universitas Lambung Mangkurat
4. Kaca objek
5. Roller Mixer
6. Pipet tetes
7. 2-3 tetes metanol
a. Pengambilan Darah Vena
Prinsip : Darah vena diambil dengan cara melakukan penusukan pada pembuluh
darah vena, darah akan masuk pada ujung semprit, dilanjutkan dengan menarik
torak/piston sampai volume darah yang dikehendaki. Darah diambil di vena
superfisial pada fossa cubiti.
Prosedur Kerja :
1. Alat alat yang diperlukan disiapkan di atas meja
2. Keadaan pasien diperiksa, probandus dan petugas (phlebotomis) dalam
keadaan tenang.
3. Ditentukan vena yang akan ditusuk, untuk vena yang tidak terlihat dibantu
dengan palpasi.
4. Daerah vena yang akan ditusuk diperhatikan terhadap adanya peradangan,
dermatitis, atau bekas luka, karena akan mempengaruhi hasil pemeriksaan.
5. Tempat penusukan didesinfeksi dengan alkohol 70 % dan dibiarkan kering.
6. Tourniquet dipasang pada lengan atas (bagian proksimal lengan) 6-7 cm dari
lipatan tangan.
7. Tegakkan kulit diatas vena dengan jari jari tangan kiri supaya vena tidak
bergerak.
38
Universitas Lambung Mangkurat
8. Dengan lubang jarum menghadap keatas, kulit ditusuk dengan sudut 45o-60o
sampai ujung jarum masuk lumen vena yang ditandai dengan berkurangnya
tekanan dan masuknya darah keujung semprit.
9. Holder ditarik perlahan-lahan sampai volume darah yang diinginkan.
10. Tourniquet dilepas, kapas diletakkan diatas jarum dan ditekan sedikit dengan
jari kiri, lalu jarum ditarik.
11. Probandus diinstruksikan untuk menekan kapas selama 1-2 menit dan setelah
itu bekas luka tusukan diberi plester.
12. Jarum ditutup lalu dilepaskan dari sempritnya, darah dimasukkan ke dalam
tabung penampung melalui dinding secara perlahan. Bila menggunakan
antikoagulan K2.EDTA, segera kocok perlahan lahan.
b. Prosedur Penggunaan alat Sysmex XT-1800i Flowcytometri
1. Ambil 1 tetes sampel, letakan dalam kaca objek untuk dibuat hapusan darah.
Setelah itu berikan metanol sebanyak 2-3 tetes.
2. Siapkan sampel dengan tabung vacutainer sebanyak minimal 1 ml.
3. Sampel dihomogenkan di roller mixer selama 5 menit
4. Tabung dimasukan ke alat (Sysmex XT-1800i) selama 90 detik
5. Hasil keluar, otomatis terinput di komputer . Nilai normal jumlah Monosit =
200-600/mm3
39
Universitas Lambung Mangkurat
Gambar 4.1 Alur Penelitian Penelitian Nilai VO2 Maks pada Remaja Serta
Perbedaan Kadar Monosit Setelah Latihan Aerobik Sedang 12
Menit
G. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data
Data yang dikumpulkan merupakan data primer karena data langsung
didapat dari pasien. Data primer yang dimaksud adalah nilai VO2 maks dan
jumlah monosit pre-test dan post-test . Data tersebut kemudian disajikan kedalam
tabel dan dianalisis. Nilai VO2 maks diperoleh dari hasil multistage fitness test
yang disusaikan dengan table VO2 maks.
Penyusunan usulan penelitian
Pembuatan surat izin dan Ethical
Clearance di Unit P2M dan KTI
PSPD FK ULM
Proses pembuatan surat izin penelitian di bagian Mahasiswa SMAN 1
Banjarbaru
Pelaksanaan Penelitian dan
pengumpulan data
Analisis dan penyajian data
Penyusunan laporan penelitian
40
Universitas Lambung Mangkurat
H. Cara Analisis Data
Analisis data menggunakan program komputerisasi SPSS dengan uji T test
tidak berpasangan yang sebelumnya telah dilakukan uji normalitas dengan
menggunakan uji Saphiro Wilk. Jika data tidak berdistribusi normal maka
dilakukan transformasi data log 10. Bila hasilnya berdistribusi normal maka bisa
dilanjutkan dengan uji T test tidak berpasangan, tapi bila tidak berdistribusi
normal maka dilanjutkan dengan uji alternatif Mann Whitney.
I. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2020 di SMAN 1 Banjarbaru.
41 Universitas Lambung Mangkurat
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian nilai VO2 maks pada remaja dan perbedaan kadar monosit
setelah latihan fisik aerobik lari 12 menit yang dilakukan pada bulan Juli 2020 di
SMAN 1 Banjarbaru merupakan hasil penghitungan nilai VO2 maks
menggunakan teknik Multistage Fitness Test (MFT) dan kadar monosit darah
segera setelah melakukan latihan fisik aerobik lari 12 menit pada kelompok
remaja pemain basket dan bukan pemain basket. Jumlah subjek masing-masing
kelompok adalah 15 siswa yang telah memenuhi kriteria inklusi dan tidak
termasuk dalam kriteria eksklusi hingga akhir penelitian, karakteristik subjek pada
masing-masing kelompok ditampilkan pada tabel berikut:
Tabel 5.1 Karakteristik subjek penelitian
No Karakteristik
(Rata-rata ± SD)
Kelompok Basket
(Siswa Bermain
Basket n=15)
Kelompok Non
Basket
(Orang Tidak
Terlatih n=15)
1 Usia (Tahun) 16,93±0,258 17,067±0,703
2 IMT (kg/m2) 21,65±2,10 21,68±5,91
3 VO2 maks (ml/kg/menit) 37,4867±3,98226 28,8533±2,62430
Keterangan: SD = Standar Deviasi
IMT = Indeks Massa Tubuh
VO2 maks = Target Denyut Jantung
42
Universitas Lambung Mangkurat
0
10
20
30
40
VO
2 M
ak
s
(ml/k
g/m
en
it)
VO2 Maks Pemain Basket VO2 Maks Bukan Pemain Basket
Pada hari pertama penelitian dilakukan Multistage Fitness Test pada kedua
kelompok untuk mengetahui nilai VO2 maks masing-masing siswa dan didapatkan
hasil rerata sebagai berikut:
Gambar 5.1 Distribusi Nilai Volume Oksigen Maksimal antara Remaja Pemain
Basket dengan Bukan Pemain Basket
Nilai rata-rata VO2 maks siswa pemain basket sebesar 37,4867 ml/kg/menit
sedangkan siswa bukan pemain basket sebesar 28,8533 ml/kg/menit. Selanjutnya
data diolah menggunakan aplikasi statistik. Untuk mengetahui normalitas
distribusi data nilai VO2 maks pada remaja pemain basket dan bukan pemain
basket pada masing-masing kelompok digunakan uji saphiro-wilk, dimana
berdistribusi normal untuk remaja pemain basket (p>0,05) dan data kelompok
remaja bukan pemain basket tidak berdistribusi normal (p<0,05). Selanjutnya
untuk data yang tidak berdistribusi normal dilakukan transformasi data dengan
log10 kemudian dilanjutkan dengan uji data saphiro-wilk dan didapatkan data
tidak berdistribusi normal (p<0,05). Karena masih tidak berdistribusi normal maka
dilakukan uji mann whitney dan didapatkan hasil perbandingan bermakna
(p<0,001). Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
43
Universitas Lambung Mangkurat
bermakna antara VO2 maks remaja pemain basket dan bukan pemain basket di
SMAN 1 Banjarbaru.
Pada penelitian Anggi et al. didapatkan hasil VO2 maks setelah tes awal dan
tes akhir lari selama 12 menit ada pengaruh signifikan terhadap peningkatan VO2
maks. Hal ini dilihat dari beberapa aspek yang cukup terpenuhi, seperti stamina
tubuh remaja yang mengalami perubahan oleh beberapa kondisi, pola istirahat
yang teratur dan masa pemulihan yang cukup setelah melakukan aktivitas diluar
latihan.56
Rini et al. menyatakan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada
kondisi vo2 maks antara pre-test dan post-test yang dilakukan selama tiga minggu.
Namun jika dilihat dari nilainya terjadi peningkatan meskipun tidak signifikan (p>
0,05).57 Dalam penelitian matsuo et al. dijelaskan bahwa latihan aerobik dengan
intensitas ringan, sedang, dan tinggi tidak terdapat perbedaan nilai vo2 maks
dalam 4 minggu. Hasil signifikan didapatkan Ketika latihan dilakukan selama 8
minggu yang terlihat perbedaan nilai VO2 maks antara latihan ringan dan sedang
dengan nilai (p=0,03), sedangkan latihan dengan intensitas tinggi tidak terdapat
perbedaan signifikan jika dibandingkan dengan latihan intensitas sedang.58 Hal ini
didukung dengan penelitian Hatle yang melakukan pembagian sampel dalam 2
kelompok. Sampel kemudain diberikan latihan aerobik sebanyak 24 sesi yang
dilakukan 8 minggu. Kelompok yang diberikan latihan intensitas sedang terjadi
peningkatan VO2 maks bertambah dan nilai (p<0,001). Sedangkan kelompok
latihan dengan intensitas tinggi tidak menunjukkan peningkatan vo2 maks setelah
4 hari latihan aerobik 24 sesi selama 8 minggu. Peningkatan vo2 maks terjadi pada
44
Universitas Lambung Mangkurat
12 hari setelah tidak melakukan latihan aerobik yang dilakukan peneliti dan p=
0,0026. Oleh karena itu, latihan dengan intensitas sedang dianjurkan daripada
latihan dengan intensitas tinggi karena latihan dengan intensitas tingkat tinggi bisa
membatasi fungsi kardiopulmoner.59
Monosit
Karakteristik
(Rata-rata ± SD)
Kelompok Basket
(Siswa Bermain
Basket n=15)
Kelompok Non Basket
(Orang Tidak Terlatih
n=15)
Monosit (103/µL darah) 6,9667±1,60431 7,1267±3,51069
Tabel 5.2 Hasil penelitian nilai Monosit pada Remaja Pemain Basket dan Bukan
Pemain Basket.
Rerata jumlah monosit siswa pemain basket dan bukan pemain basket
berturut-turut adalah 6,9667 dan 7,1267. Standar deviasi jumlah monosit siswa
pemain basket dan bukan pemain basket berturut-turut adalah 1,60431 dan
3,51069. Untuk mengetahui normalitas distribusi data jumlah monosit darah
remaja pemain basket dan bukan pemain basket masing-masing kelompok
dilakukan uji saphiro-wilk, didapatkan data berdistribusi normal untuk remaja
pemain basket (p>0,05) dan tidak berdistribusi normal untuk remaja bukan
pemain basket (p<0,05). Selanjutnya untuk data yang tidak berdistribusi normal
dilakukan transformasi data dengan log10 kemudian dilanjutkan dengan uji data
saphiro-wilk dan didapatkan data tidak berdistribusi normal (p<0,05). Karena
masih tidak berdistribusi normal maka dilakukan uji mann whitney dan
didapatkan hasil perbandingan tidak bermakna (asymsig p > 0,05).
45
Universitas Lambung Mangkurat
Latihan seringkali menyebabkan exercise-induced muscle damage (EIMD).
Tingkat kerusakan otot tergantung pada beberapa faktor termasuk jenis latihan,
durasi, intensitas, dan kebiasaan latihan.60 Sehingga kemungkinan pada penelitian
ini, durasi latihan tidak mencukupi untuk menimbulkan jejas pada otot sehingga
tidak tampak perbedaan yang bermakna secara statistik pada jumlah monosit
pemain basket dan bukan pemain basket.
Jumlah monosit lebih tinggi dari nilai sebelum latihan segera setelah latihan
intensitas tinggi (p=0,59), sedangkan jumlah monosit lebih rendah dari nilai
sebelum latihan segera setelah latihan intensitas sedang (p=0,19) dan tidak
bermakna. Serta, jumlah monosit menurun secara signifikan segera setelah latihan
intensitas rendah.26 Pada penelitian Thiago et al. pada latihan intensitas tinggi
secara signifikan mengurangi neutrofil dan monosit. Sedangkan latihan intensitas
rendah tidak menghasilkan monosit tetapi meningkatan neutrofil.61 Hal ini juga
dilaporkan pada Bartlett et al. bahwa latihan dengan intensitas sedang 30-45 menit
serta 3 kali seminggu pada orang dewasa tidak ada efek pada jumlah monosit
dengan nilai (p>0,05).13
Walaupun dalam penelitian ini tidak ditemukan perbedaan yang siginifikan
pada jumlah monosit pemain basket dan bukan pemain basket. Penelitian horn et
al. dijelaskan pada populasi usia muda atlet ahli pria yang kurang dari 14 tahun
hasil monosit 2% lebih rendah tetapi kedua rangkaian hasil tersebut konsisten
dengan latihan yang umumnya memiliki pengaruh anti-inflamasi termasuk
menurunkan jumlah sel WBC. Dari penelitian ini hasil monosit pada atlit ahli pria
basket rata rata dan standar deviasi nya 0,41 dan 0,22-0,74.62 Hal ini sejalan
46
Universitas Lambung Mangkurat
dengan Khosnam et al. yang menyebutkan antara grup perbandingan monosit
tidak ada perbedaan yang signifikan pada atlet dan bukan atlet dengan nilai
(p=0,036).63 Sehingga dari penjelasan di atas peneliti berkesimpulan latihan
aerobik intensitas sedang 12 menit tidak berpengaruh signifikan pada perbedaan
jumlah monosit remaja pemain basket dan bukan pemain basket. Hal ini
menyebabkan pada pengukuran sampel darah tidak ditemukan perbedaan
bermakna pada jumlah monosit remaja pemain basket dan bukan pemain basket.
Hasil yang ditemukan kemungkinan mirip dengan sampel darah yang diambil
pada keadaan beristirahat dan sesuai penjelasan Baffour et al.64
Hasil jumlah monosit yang tidak bermakna kemungkinan penyebab berasal
dari peningkatan kortisol yang disebabkan oleh stressor yang timbul dari latihan
fisik. Peningkatan kortisol setelah latihan akut didukung dalam beberapa
penelitian.65–68 Peningkatan ini sangat dipengaruhi oleh intensitas latihan fisik dan
kebiasaan latihan fisik oleh subjek. Pada penelitian Hötting et al. terdapat
peningkatan kortisol seiring dengan peningkatan intensitas pada latihan. Dengan
hasil kortisol tertinggi pada kelompok subjek dengan intensitas tinggi.69
Kortisol adalah hormon glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks
adrenal sebagai respons terhadap stresor fisik, psikologis, atau fisiologis.70
Latihan dapat dianggap sebagai pemicu stres fisik, yang mengaktifkan sumbu
hipotalamus-hipofisis-adrenal.69 Dalam merespon latihan, hipotalamus
mengeluarkan CRH. Sebagai umpan balik, CRH mengaktifkan hipofisis anterior,
merangsang pelepasan ACTH, dan ini merangsang korteks adrenal untuk
melepaskan kortisol.70 Kortisol mengurangi jumlah limfosit dalam aliran darah
47
Universitas Lambung Mangkurat
dengan cara menghambat masuknya limfosit ke dalam sirkulasi dan merangsang
migrasi limfosit dari darah ke jaringan limfoid perifer.71 Meskipun olahraga
memicu leukositosis umum, respons di seluruh subtipe leukosit utama tidak
seragam. Selain itu, banyak subtipe neutrofil, monosit, dan limfosit diskrit juga
menunjukkan tingkat preferensial perdagangan sel sebagai respons terhadap satu
pertandingan latihan.
Ada tiga karakteristik utama yang dimiliki oleh semua subset leukosit yang
secara istimewa ditempatkan kembali setelah satu serangan latihan dan sel non-
limfosit yang memiliki fungsi efektor tinggi dan profil pematangan seperti
monosit CD16+ dan neutrofil CD16-. Kedua, subtipe leukosit yang secara
istimewa ditempatkan kembali dengan olahraga cenderung menunjukkan fenotipe
yang terkait dengan migrasi jaringan. Latihan dimobilisasi Kedua, subtipe leukosit
yang secara istimewa digunakan kembali dengan olahraga cenderung
menunjukkan fenotipe yang terkait dengan migrasi jaringan. Leukosit yang
dimobilisasi oleh latihan mengekspresikan integrin tingkat tinggi dan molekul
adhesi intraseluler dan berbagai reseptor kemokin (yaitu, CXCR2, CXCR3, dan
CXCR5) yang memiliki ligan untuk endotel yang diaktifkan. Ketiga, subtipe
leukosit yang digunakan kembali dengan olahraga memiliki tingkat ekspresi
adrenoreseptor (β2-ARs) dan reseptor glukokortikoid yang meningkat, dan oleh
karena itu sangat responsif terhadap katekolamin dan kortisol. Selain itu, subtipe
leukosit tertentu yang secara istimewa keluar dari kompartemen darah selama
pemulihan olahraga (terutama monosit dan limfosit) sangat responsif terhadap
glukokortikoid.72 Pada penelitian scharhag et al. ditemukan mekanisme lain dari
48
Universitas Lambung Mangkurat
pembunuhan mikroba dapat ditekan sebelum kapasitas fagositik makrofag
berkurang. Kemungkinan dihasilkan dari IL-6 dan kortisol yang diinduksi
peningkatan masuknya neutrofil yang kurang matang ke dalam sirkulasi dari
sumsum tulang dan kolam marginal serta dari efek kortisol langsung pada tempat
pengikatan glukokortikoid intraseluler sehingga tidak berpengaruh dalam
peningkatan monosit.73 Sehingga dalam penelitian ini adanya efek anti inflamasi
yang dihasilkan dari kortisol sehingga menyebabkan penekanan dalam jumlah
monosit sehingga tidak adanya perbedaan yang signifikan terhadap antara siswa
pemain basket dan bukan pemain basket.
Keterbatasan dari penelitian ini adalah penelitian ini tidak mengukur kadar
kortisol dari subjek penelitian sehingga kita tidak dapat mengetahui penyebab
tidak signifikannya perbedaan jumlah monosit pada subjek penelitian baik
disebabkan oleh peningkatan kadar kortisol atau kurangnya durasi dan intensitas
latihan fisik yang diberikan.
Dari penelitian ini bahwa partisipasi siswa dalam latihan basket secara rutin
bermanfaat dalam meningkatkan kebugaran tubuh. Hal ini dapat dilihat dari
perbedaan nilai VO2 maks pada siswa pemain basket dan bukan pemain basket.
Yang menunjukan bahwa sistem kardiorespirasi (VO2 maks) pemain basket lebih
baik daripada bukan pemain basket. Selain itu, tidak signifikannya perbedaan
kadar monosit antara siswa pemain basket dan bukan pemain basket dikarenakan
respon inflamasi pada pemain basket dan bukan pemain basket dalam jumlah
monosit ditulis tidak berbeda karena melakukan proses homeostasis. Peneliti
menyarankan untuk melanjutkan model penelitian yang serupa dalam rangka
49
Universitas Lambung Mangkurat
mencari perbedaan respon hormon kortisol pada pemain basket dan bukan pemain
basket setelah latihan aerobik intensitas sedang 12 menit. Selain itu, peneliti juga
menyarankan itu membandingkan respon tubuh remaja dengan orang dewasa
terhadap inflamasi ditumbulkan dari latihan.
50 Universitas Lambung Mangkurat
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil penelitian didapatkan VO2 maks rerata remaja pemain basket dan
bukan basket selama latihan aerobik intensitas sedang selama 12 menit sebesar
37,4867±3,98226 ml/kg/menit dan 28,8533±2,62430 ml/kg/menit. Terdapat
perbedaan bermakna antara VO2 maks remaja pemain basket dan bukan pemain
basket di SMAN 1 Banjarbaru (p<0,001). Sedangkan pada hasil monosit rerata
remaja pemain basket dan bukan basket sebesar 6,9667±1,60431 103/µL darah
dan 7,1267±3,51069 103/µL darah. Tidak ada perbedaan bermakna antara monosit
remaja pemain basket dan bukan pemain basket di SMAN 1 Banjarbaru (asymsigp
> 0,05).
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan untuk penelitian selanjutnya:
1. Melakukan model penelitian yang serupa dalam rangka mencari perbedaan
respon hormon kortisol pada pemain basket dan bukan pemain basket setelah
latihan aerobik intensitas sedang 12 menit
2. Melakukan penelitian lebih lanjut terhadap respon tubuh antara remaja dan
orang dewasa terhadap inflamasi selama latihan.
51 Universitas Lambung Mangkurat
DAFTAR PUSTAKA
1. Smith JJ, Eather N, Morgan PJ, et al. The health benefits of muscular fitness
for children and adolescents: A systematic review and meta-analysis. Sport
Med. 2014;44(9):1209–23.
2. Milanović Z, Pantelić S, Čović N, et al. Broad-spectrum physical fitness
benefits of recreational football: a systematic review and meta-analysis. Br J
Sports Med. 2019;53(15):926–39.
3. Nazzari H, Isserow SH, Heilbron B, et al. The health benefits of physical
activity and cardiorespiratory fitness. B C Med J. 2016;58(3):131–7.
4. Anggriawan N. Peran fisiologi olahraga dalam menunjang prestasi. Jorpres.
2015;11(2):8–18.
5. Wibawa DN. Perlindungan hukum terhadap atlet pelatihan daerah dengan
organisasi komite olahraga nasional Indonesia terkait kontrak kerja. Jurist-
Diction [Internet]. 2019;2(6):2045–60. Available from: https://e-
journal.unair.ac.id/JD/article/view/15942/0.
6. Noorhasanah E. Analisis efek latihan aerobik ringan dan sedang terhadap
jumlah monosit dan kadar tumor necrosis factor (tnf-α) pada remaja
[Internet]. Universitas Airlangga; 2015. Available from:
http://repository.unair.ac.id/29715/2/14. BAB I PENDAHULUAN.pdf
7. Anggraeni L, Wirjatmadi RB. Status hemoglobin, kebiasaan merokok dan
daya tahan kardiorespirasi (vo2 max) pada atlet unit kegiatan mahasiswa
bola basket. Media Gizi Indones. 2019;14(1):27–34.
8. Owens DJ, Twist C, Cobley JN, et al. Exercise-induced muscle damage:
what is it, what causes it and what are the nutritional solutions? Eur J Sport
Sci. 2019;19(1):71–85.
9. Suzuki K. Cytokine response to exercise and its modulation. Antioxidants.
2018;7(1).
10. Goh J, Behringer M. Exercise alarms the immune system: A HMGB1
perspective. Cytokine [Internet]. 2018;110(June):222–5. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.cyto.2018.06.031.
11. Laeto A Bin, Natsir R, Arsyad MA. Perbedaan total leukosit dan hitung jenis
leukosit dewasa muda pasca olahraga intensitas sedang. In: Wahyuni D,
Adhisty K, Fitriani I, Selfiyana, Sevila R, editors. Seminar Nasional
52
Universitas Lambung Mangkurat
Keperawatan “Penguatan keluarga sebagai support system terhadap tumbuh
kembang anak dengan kasus paliatif” Tahun 2019 [Internet]. Palembang:
Sekretariat Seminar Nasional Keperawatan Program Studi Ilmu
Keperawatan Fukultas Kedokteran Universitas Sriwijaya; 2019. p. 196–7.
Available from:
http://www.conference.unsri.ac.id/index.php/SNK/article/viewFile/1649/89.
12. Suzuki K. Chronic inflammation as an immunological abnormality and
effectiveness of exercise. Biomolecules. 2019;9(6):3–7.
13. Bartlett DB, Shepherd SO, Wilson OJ, Adlan AM, Wagenmakers AJM,
Shaw CS, et al. Neutrophil and monocyte bactericidal responses to 10 weeks
of low-volume high-intensity interval or moderate-intensity continuous
training in sedentary adults. Oxid Med Cell Longev. 2017;2017.
14. Aw NH, Canetti E, Suzuki K, Goh J. Monocyte subsets in atherosclerosis
and modification with exercise in humans. Antioxidants. 2018;7(12):1–12.
15. Badan Pusat Statistik. Statistik pemuda indonesia 2019 [Internet]. Susilo D,
Harahap IE, Raden Sinang SS, editors. Jakarta; 2019. 309 p. Available from:
https://www.bps.go.id/publication/2019/12/20/8250138f59ccebff3fed326a/st
atistik-pemuda-indonesia-2019.html.
16. Natalia D. Partisipasi masyarakat dan tingkat kebugaran jasmani bagian dari
pembangunan olahraga Kabupaten Wonogiri. Media Ilmu Keolahragaan
Indones. 2017;6(2):41–6.
17. Dinata M, Surisman. Pengaruh latihan & pemulihan terhadap peningkatan
vo2 max. J Pendidik Olahraga. 2018;7(2):153–66.
18. Zarwan Z, Hardiansyah S. Penyusunan program latihan bulutangkis usia
sekolah dasar bagi guru PJOK. J JPDO [Internet]. 2019;2(1):12–7. Available
from: http://jpdo.ppj.unp.ac.id/index.php/jpdo/article/view/182.
19. Arisman A. Pengaruh latihan square terhadap daya tahan aerobik atlet
sriwijaya archery club. Gelangg Olahraga J Pendidik Jasm dan Olahraga.
2019;2(2):45–53.
20. Febrianti N. Analisis komponen fisik terhadap kemampuan teknik dasar
permainan bola basket siswa SMA Katolik Cendrawasih Makassar
[Internet]. Universitas Negeri Makassar; 2019. Available from:
http://eprints.unm.ac.id/13981.
21. Alviana F. Komponen latihan fisik terhadap resiko jatuh pada lansia:
systematic review. J Publ Kebidanan. 2019;10(1):160–70.
53
Universitas Lambung Mangkurat
22. Saldin NF. Pengaruh senam aerobik terhadap penurunan tekanan darah pada
ibu-ibu pkk Kelurahan Buakana Kecamatan Rappocini Kota Makassar
[Internet]. Universitas Negeri Makassar; 2019. Available from:
http://eprints.unm.ac.id/13880.
23. Hernawan B, Sofro ZM, Sulistyorini SL. Pengaruh konsumsi sari kurma
(dates syrup) terhadap konsentrasi lipid peroksida selama latihan aerobik
akut bagi pemula. Biomedika. 2019;11(1):30.
24. Harahap NS, Pahutar UP. Pengaruh aktifitas fisik aerobik dan anaerobik
terhadap jumlah leukosit pada mahasiswa Ilmu Keolahragaan Universitas
Negeri Medan. Sains Olahraga J Ilm Ilmu Keolahragaan. 2018;1(2):33.
25. Riebe D, Ehrman JK, Liguori G MM. ACSM’s guidelines for exercise
testing and prescription. Philadelphia: Wolters Kluwer Health/Lippincott
Williams & Wilkins. 10th ed. Nobel M, editor. Philadelphia: Wolters
Kluwer Health/Lippincott Williams & Wilkins; 2018.
26. Abdossaleh Z, Fatemeh A, Frozan K, Amin SM. Leukocytes subsets is
differentially affected by exercise Intensity. Int J Sport Stud [Internet].
2014;4(2):246–53. Available from: http:%5Cnwww.ijssjournal.com.
27. Penggalih MHST, Hardiyanti M, Sani FI. Perbedaan perubahan tekanan
darah dan denyut jantung pada berbagai intensitas latihan atlet balap sepeda.
J Keolahragaan [Internet]. 2015 Oct 27;3(2):218–27. Available from:
https://journal.uny.ac.id/index.php/jolahraga/article/view/4949.
28. Candra A, Rusip G, Machrina Y. Pengaruh latihan aerobik intensitas ringan
dan sedang terhadap kelelahan otot ( muscle fatique ) atlet sepakbola Aceh. J
Kedokt dan Kesehat [Internet]. 2016;3(1):333–9. Available from:
https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/jkk/article/view/2846.
29. Mergiyaw W, Rani S, Deyou M. Effect of moderate intensity aerobic
exercises combined with yoga on cardiorespiratory capacity and self-
concepts of Haramaya University sedentary female undergraduate students.
Int J Yogic, Hum Mov Sport Sci [Internet]. 2014;3(2):6–10.
30. Badawy MM, Muaidi QI. Cardio respiratory response: Validation of new
modifications of Bruce protocol for exercise testing and training in elite
Saudi triathlon and soccer players. Saudi J Biol Sci. 2019;26(1):105–11.
31. Hall JE. Guyton dan Hall Buku ajar fisiologi kedokteran. 12th ed. Schmitt
W, Gruliow R, Stingelin L, editors. Philadelphia: Elsevier Inc.; 2013. p.
1091.
54
Universitas Lambung Mangkurat
32. García RCF, Oliveira RM de, Martinez EC, Neves EB. VO2 Estimation
equation accuracy to young adults. Arch Med. 2020;20(1):33–9.
33. Kusuma ET, Purnomo M. Pengaruh latihan small sided games terhadap
peningkatan vo2 max peserta ekstrakulikuler futsal SMP Labschool UNESA.
J Prestasi Olahraga [Internet]. 2020;3(1):1–6. Available from:
https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/jurnal-prestasi olahraga.
34. Bhat SA, Shaw D. Development of norms of maximal oxygen uptake (VO2
max.) as an indicator of aerobic fitness of high altitude male youth of
Kashmir. Int J Physiol [Internet]. 2017;2(2):1037–40. Available from:
www.journalofsports.com.
35. Noor K, Huldani H, Biworo A. Perbandingan vo2 maksimal pada siswa dan
siswi kelas V sekolah dasar: di Desa Tabanio Kecamatan Takisung
Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan. Berk Kedokt Unlam [Internet].
2013;9(1):101–7. Available from:
https://ppjp.ulm.ac.id/journal/index.php/jbk/article/view/923.
36. Harira N, Asnawati A, Huldani H. Perbandingan nilai vo2 maks antara siswa
terlatih dengan siswa tidak terlatih: di SMAN 1 Martapura. Berk Kedokt
Unlam [Internet]. 2013;9(1):17–23. Available from:
https://ppjp.ulm.ac.id/journal/index.php/jbk/article/view/914.
37. Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S. Leukocyte migration into tissues. In:
Cellular and Molecular Immunology. 8th ed. Philadelphia,: Elsevier Inc.;
2015. p. 535.
38. Honold L, Nahrendorf M. Resident and monocyte-derived macrophages in
cardiovascular disease. Circ Res. 2018;122(1):113–27.
39. Boyette LB, MacEdo C, Hadi K, et al. Phenotype, function, and
differentiation potential of human monocyte subsets. PLoS One.
2017;12(4):1–20.
40. Sampath P, Moideen K, Ranganathan UD, et al. Monocyte subsets:
phenotypes and function in tuberculosis infection. Front Immunol.
2018;9:1726.
41. Tanzila RA, Chairani L, Prawesti SA. Pengaruh latihan aerobik terhadap
siswa SMP di Palembang. In: APKKM Ke-6 Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surabaya. Surabaya; 2018. p. 14–22.
42. Candrawati S, Sulistyoningrum E, Pranasari N. Senam aerobik
meningkatkan daya tahan jantung paru dan fleksibilitas. J Kedokt.
2016;29(1):69–73.
55
Universitas Lambung Mangkurat
43. Palar CM, Wongkar D, Ticoalu SHR. Manfaat latihan olahraga aerobik
terhadap kebugaran fisik manusia. J e-Biomedik. 2015;3(1).
44. Rossi DWI, Kumaat NA. Pengaruh pelatihan senam aerobik intensitas
sedang terhadap daya tahan kardiorespirasi (vo2 maks) wanita usia 30-39
tahun. J Kesehat Olahraga [Internet]. 2019;7(2):319–24. Available from:
https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/jurnal-kesehatan-
olahraga/article/view/28202/25801.
45. Wackerhage H. Molecular exercise physiology.2014
46. Hopps E, Canino B, Caimi G. Effects of exercise on inflammation markers
in type 2 diabetic subjects. Acta Diabetol [Internet]. 2011 Sep 24;48(3):183–
9. Available from: http://link.springer.com/10.1007/s00592-011-0278-9.
47. Marpaung DR, Sinaga FA, Rismadayanti W, Ginting M, Fitri K. Pengaruh
aktifitas fisik maksimal terhadap jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit
pada atlet softball. Sains Olahraga J Ilm Ilmu Keolahragaan [Internet]. 2019
Apr 6;2(1):1. Available from:
https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/so/article/view/12870.
48. Chendra S, Lontoh SO. Hubungan olahraga terhadap kapasitas vital paru
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara angkatan 2013-
2016. Tarumanagara Med J [Internet]. 2019;2(1):176–9. Available from:
https://journal.untar.ac.id/index.php/tmj/article/view/5851.
49. Ihsan N, Sepriadi S, Suwirman S. Hubungan status gizi dan motivasi
berprestasi dengan tingkat kondisi fisik siswa PPLP cabang pencak silat
Sumatera Barat. Sport Saintika [Internet]. 2018 Sep 24;3(1):410. Available
from: http://sportasaintika.ppj.unp.ac.id/index.php/sporta/article/view/61.
50. Ismail FFD, Sengkey LS, Lolombulan JH. Pengaruh latihan aerobik two-
step stool terhadap fungsi paru pada remaja dengan aktivitas fisik kurang. J
Kedokt Klin [Internet]. 2017;1(3):16–20. Available from:
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkk/article/view/18931.
51. Giriwijoyo HY. S, Sidik DZ. Kebugaran jasmani. In: Ilmu Faal Olahraga
(fisiologi olahraga): Fungsi Tubuh Manusia pada Olahraga untuk Kesehatan
dan Prestasi. Remaja Rosdakarya Bandung; 2012. p. 15–33.
52. Giriwijoyo HY. S, Sidik DZ. Olahraga dan olahraga kesehatan. In: Ilmu Faal
Olahraga (fisiologi olahraga): Fungsi Tubuh Manusia pada Olahraga untuk
Kesehatan dan Prestasi. Remaja Rosdakarya Bandung; 2012. p. 35–66.
53. Gleeson M, Bishop N, Walsh N. Exercise immunology [Internet]. 1st ed.
Vol. 8, Journal of Chemical Information and Modeling. New York:
56
Universitas Lambung Mangkurat
Routledge; 2013. 16–21 p. Available from: www.routledge.com/cw/gleeson.
54. Guereschi MG, Prestes J, Donatto FF, et al. Exercise induced alterations in
rat monocyte number, morphology, and function. Int J Exerc Sci [Internet].
2008;1(2):71–8.
55. Jürimäe J, Vaiksaar S, Purge P. Circulating inflammatory cytokine responses
to endurance exercise in female rowers. Int J Sports Med.
2018;39(14):1041–8.
56. Prayuda AY, Firmansyah G. Pengaruh latihan lari 12 menit dan lari bolak
balik terhadap peningkatan daya tahan vo2 max. JPJOK (Jurnal Pendidik
Jasmani, Olahraga dan Kesehatan). 2017;1(1):13–22.
57. Syafriani R, Keolahragaan JS. Kondisi vo2 max pada atlet sepakbola setelah
melakukan aktivitas fisik selama tiga minggu berturut-turut. J Sains
Keolahragaan Kesehat. 2015;9–12.
58. Matsuo T, Saotome K, Seino S, Shimojo N, Matsushita A, Iemitsu M, et al.
Effects of a low-volume aerobic-type interval exercise on V̇O2 max and
cardiac mass. Med Sci Sports Exerc. 2014;46(1):42–50.
59. Hatle H, Støbakk PK, Mølmen HE, Brønstad E, Tjønna AE, Steinshamn S,
et al. Effect of 24 sessions of high-intensity aerobic interval training carried
out at either high or moderate frequency, a randomized trial. PLoS One.
2014;9(2):1–7.
60. Hill J, Howatson G, van Someren K, Leeder J, Pedlar C. Compression
garments and recovery from exercise-induced muscle damage: a meta-
analysis. Br J Sports Med. 2014;48(18):1340–6.
61. Tenório TRS, Balagopal PB, Andersen LB, Ritti-Dias RM, Hill JO,
Lofrano-Prado MC, et al. Effect of Low- Versus High-Intensity Exercise
Training on Biomarkers of Inflammation and Endothelial Dysfunction in
Adolescents With Obesity: A 6-Month Randomized Exercise Intervention
Study. Pediatr Exerc Sci [Internet]. 2018 Feb 1;30(1):96–105.
62. Horn PL, Pyne DB, Hopkins WG, Barnes CJ. Lower white blood cell counts
in elite athletes training for highly aerobic sports. Eur J Appl Physiol.
2010;110(5):925–32.
63. Sadegh M, Khoshnam E, Abedi HA. The effect of aerobic physical exercise
on immune system andhs- crp in male athlete and non-athletes. Adv Environ
Biol. 2012;6(12):3023–7.
57
Universitas Lambung Mangkurat
64. B Baffour-Awuah B, Addai-Mensah O, Moses M, Mensah W, Chidimma B,
Essaw E, et al. Differences in Haematological and Biochemical Parameters
of Athletes and Non-Athletes. J Adv Med Med Res. 2017;24(12):1–5.
65. Barros dos Santos AO, Pinto de Castro JB, Lima VP, da Silva EB, de Souza
Vale RG. Effects of physical exercise on low back pain and cortisol levels: a
systematic review with meta-analysis of randomized controlled trials. Pain
Manag. 2020;
66. Thomson CJ, Gaetz M, Rastad M. Acute effects of exercise on risk-taking:
different responses in males and females. Res Q Exerc Sport [Internet].
2020;00(00):1–10.
67. Martínez-Díaz IC, Escobar-Muñoz MC, Carrasco L. Acute effects of high-
intensity interval training on brain-derived neurotrophic factor, cortisol and
working memory in physical education college students. Int J Environ Res
Public Health. 2020;17(21):1–11.
68. Arvidson E, Dahlman AS, Börjesson M, Gullstrand L, Jonsdottir IH. The
effects of exercise training on hypothalamic-pituitary-adrenal axis reactivity
and autonomic response to acute stress—a randomized controlled study.
Trials. 2020;21(1):1–14.
69. Hötting K, Schickert N, Kaiser J, Röder B, Schmidt-Kassow M. The effects
of acute physical exercise on memory, peripheral bdnf, and cortisol in young
adults. Neural Plast. 2016;2016.
70. Hill EE, Zack E, Battaglini C, Viru M, Viru A, Hackney AC. Exercise and
circulating cortisol levels: The intensity threshold effect. J Endocrinol
Invest. 2008;31(7):587–91.
71. Shirvani H, Arabzadeh E, Akbari J. The short-term effect of caffeine
supplementation on immune-endocrine responses to acute intensive exercise.
Sci Sport [Internet]. 2020;35(3):e65–74.
72. Simpson RJ, Kunz H, Agha N, Graff R. Exercise and the Regulation of
Immune Functions [Internet]. 1st ed. Vol. 135, Progress in Molecular
Biology and Translational Science. Elsevier Inc.; 2015. 355–380 p.
73. Scharhag J, Meyer T, Gabriel HHW, Schlick B, Faude O, Kindermann W.
Does prolonged cycling of moderate intensity affect immune cell function?
Br J Sports Med. 2005;39(3):171–7.
60
Universitas Lambung Mangkurat
Lampiran 2. Formulir Persetujuan mengikuti Penelitian
Setelah mendengarkan penjelasan pada halaman 1 dan 2 mengenai penelitian
yang akan dilakukan oleh Wisnu Wiryawan dengan judul: Nilai VO2 Maks pada
Remaja serta Perbedaan Kadar Monosit setelah Latihan Aerobik Sedang
Lari 12 Menit , informasi tersebut telah Saya pahami dengan baik.
Dengan menandatangani formulir ini, saya menyetujui untuk diikutsertakan
dalam penelitian di atas dengan suka rela tanpa paksaan dari pihak manapun.
Apabila suatu waktu saya merasa dirugikan dalam bentuk apapun, Saya berhak
membatalkan persetujuan ini.
61
Universitas Lambung Mangkurat
Tanda Tangan Subyek atau cap jempol Tanggal
Nama Subyek
Tanda Tangan Saksi/Wali Tanggal
Nama Saksi/ Wali
Ket: Tanda tangan saksi/ wali diperlukan bila anda sebagai subyek penelitian
berusia di bawah 18 tahun.
Saya telah menjelaskan kepada subyek secara benar dan jujur mengenai
maksud penelitian, manfaat penelitian, prosedur penelitian, serta risiko dan
ketidaknyamanan potensial yang mungkin timbul (penjelasan terperinci sesuai
dengan hal yang Saya tandai di atas). Saya juga telah menjawab pertanyaan-
pertanyaan terkait penelitian dengan sebaik-baiknya.
TandaTangan Peneliti Tanggal
Nama Peneliti
1
NILAI VO2 MAKS PADA REMAJA SERTA PERBEDAAN
KADAR MONOSIT SETELAH LATIHAN AEROBIK SEDANG
LARI 12 MENIT
Wisnu Wiryawan1, HuIdani2, Ahmad Husairi 2, Asnawati3, Dwi Setyohadi2
1Program Studi Pendidikan Dokter, FakuItas Kedokteran,
Universitas Iambung Mangkurat. 2 Departemen ImmunoIogi FakuItas Kedokteran, Universitas Iambung Mangkurat.
3 Departemen FisioIogi FakuItas Kedokteran, Universitas Iambung Magkurat.
EmaiI korespondensi: [email protected]
Abstract: this study’s purpose was to expIain a difference in VO2 max vaIue
in adoIescents and the difference in monocyte IeveIs after 12 minutes of moderate
aerobic exercise. This research is a semi-experimentaI post-test onIy controI group
design. SampIes were taken by purposive sampIing technique and obtained as many
as 30 sampIes in accordance with the incIusion and excIusion criteria. The resuIts of
the Mann-Whitney test showed that there was a significant difference in the VO2 max
vaIue of basketbaII pIayers and non-basketbaII pIayers (p<0,01) and there was no
significant difference in the number of monocytes after 12 minutes of moderate
aerobic exercise for basketbaII and non-basketbaII pIayers (p>0,05). The concIusion
of this study is basketbaII pIayers have voIume VO2 max scores better than non-
basketbaII pIayers and 12 minutes of moderate aerobic exercise is not abIe to cause
a significant difference in the Ieukocyte count of basketbaII pIayers and non-
basketbaII pIayers.
Keywords: Ieukocytes, monocytes, aerobic exercise, adoIescene, vo2 max
Abstrak: Tujuan peneIitian ini adaIah untuk menjeIaskan perbedaan niIai VO2
maks pada remaja serta perbedaan kadar monosit seteIah Iatihan aerobik sedang 12
menit. PeneIitian bersifat semi eksperimentaI post-test onIy controI group design.
SampeI diambiI dengan teknik purposive sampIing dan didapatkan sebanyak 30
sampeI yang sesuai dengan kriteria inkIusi dan eksIusi. HasiI uji mann-whitney
terdapat perbeda bermakna pada niIai VO2 maks pada siswa pemain basket dan
bukan pemain basket (p< 0,01) dan tidak terdapat perbedaan bermakna pada jumIah
monosit seteIah Iatihan aerobik sedang 12 menit pada murid pemain basket dan
bukan (p>0,05). KesimpuIan peneIitian adaIah siswa pemain basket mempunyai niIai
VO2 maks yang Iebih baik dibanding siswa bukan pemain basket dan Iatihan aerobik
sedang 12 menit tidak mampu menyebabkan perbedaan bermakna pada jumIah
Ieukosit murid pemain basket dan bukan pemain basket.
Kata-kata kunci: Ieukosit, monosit, Iatihan aerobik intensitas sedang, remaja, vo2 maks
2
PENDAHULUAN
Kebugaran fisik adaIah kekuatan
untuk meIakukan aktivitas fisik yang
terutama ditentukan oIeh genetik dan
peIatihan. Bagi sebagian besar
individu, perubahan frekuensi,
intensitas, durasi akan menghasiIkan
perubahan kebugaran fisik, meskipun
jumIah adaptasinya sangat bervariasi.1
Kebugaran fisik adaIah prediktor
mortaIitas yang kuat dan Iatihan fisik
merupakan Iandasan daIam
pencegahan dan pengobatan penyakit
gaya hidup termasuk hipertensi,
diabetes meIitus tipe 2 dan
osteoporosis.2,3
Secara umum pengertian Iatihan
bisa diIihat sebagai suatu rangkaian
aktivitas keahIian mobiIitas ataupun
memainkan objek, yang disusun secara
terstruktur serta sistematis dengan
memakai suatu batasan ketentuan
tertentu daIam penerapannya.4 Hans
Tandra menyebutkan bahwa Iatihan
iaIah suatu gerakan dari badan yang
berirama ataupun memiIiki irama dan
teratur untuk perbaikan dan menaikkan
kebugaran badan.5 Latihan sendiri
memiliki efek positif terhadap fungsi
biologis, yaitu meningkatkan fungsi
tubuh atau berbahaya bagi tubuh atau
menghancurkan fungsi biologis tubuh.
Ada dua jenis olahraga/latihan yaitu
senam aerobik dan senam anaerobik.
Jika komponen aerobik Iebih dominan
maka lakukan latihan aerobik serta
apabiIa komponen anaerobik Iebih
dominan maka Iatihan anaerobik.
Latihan aerobik merupakan metode
Iatihan untuk mendapatkan oksigen
yang bertujuan menaikkan keahIian
jantung, paru-paru, pembentukan
badan, Iatihan peningkatan fisik serta
bukan Iatihan prestasi dan Iatihan
preventif.6 Basket merupakan contoh
Iatihan aerobik yang memiliki level
kekuatan moderat-tinggi, hingga
memerIukan kekuatan badan yang
optimaI.7
Pada kondisi tertentu Iatihan
fisik dapat menyebabkan kerusakan
otot akibat oIahraga (EIMD) yang
ditandai dengan gejaIa segera dan
hingga ±14 hari sesudah Iatihan awaI.8
Kerusakan otot karena Iatihan juga
dapat menginduksi proses Ieukositosis
yang disertai tanda-tanda peradangan,
infiItrasi Ieukosit, stress oksidatif dan
produksi sitokin pro-infIamasi.9,10 Efek
positif Iatihan antara Iain
meningkatnya sistem imun tubuh.
Berdasarkan ini, Iatihan fisik
menaikkan sistem imun badan
merupakan aktivitas fisik level
kekuatan sedang, contoh Iari,
karenanya kegiatan ini dirancang
untuk meminimaIkan pengeIuaran
radikaI bebas.11 Imunitas awaInya
mengacu pada mekanisme pertahanan
tubuh yang berfungsi untuk
mempertahankan kondisi
homeostasis.12 NeutrofiI dan monosit
adaIah komponen kunci dari sistem
imunitas bawaan dan merupakan garis
pertahanan pertama daIam meIawan
patogen asing.13 Monosit adaIah seI
imunitas yang berasaI dari prekursor
myeIoid dan memoduIasi seI inang
daIam respon infIamasi. Monosit
memberikan pengawasan non-spesifik,
penyembuhan Iuka, dan renovasi
jaringan.14
Masa remaja merupakan tahap
permulaan, menandai akhir masa
kanak-kanak dan peletakan dasar
untuk kedewasaan. WHO membatasi
usia 10-20 tahun sebagai batasan usia
3
untuk remaja.6 Remaja adalah orang-
orang yang dianggap sehat. Namun,
karena kemungkinan menderita
penyakit ini, hal tersebut tidak
sepenuhnya benar. PeriIaku berisiko
pada masa remaja, misalnya merokok,
gizi yang tidak seimbang dan kurang
olah raga dapat menyebabkan penyakit
pada remaja. Penyakit ini pada
akhirnya dapat menghalangi remaja
untuk mencapai potensi
maksimalnya.15
Kondisi tersebut diperkuat
dengan masih rendahnya taraf
kebugaran remaja di Indonesia.
Menurut studi peneIitian didapatkan
indikator keikutsertaan warga terhadap
Iatihan pada Kabupaten Wonogiri
diperoIeh angka sebanyak 0,237, yang
berarti keikutsertaan warga Kabupaten
Wonogiri guna meIakukan kegiatan
Iatihan berada di posisi rendah.
Indikator kebugaran fisik Kabupaten
Wonogiri memperlihatkan angka
sebanyak 0,315 berarti kebugaran fisik
masyarakat Kabupaten Wonogiri
berada di posisi rendah.16
VO2 maks merupakan jumIah
makimaI oksigen yang dibawa serta
dipakai untuk kinerja otot-otot. VO2
maks secara Iuas diakui sebagai
representasi dari keterbatasan
fungsionaI dari sistem kardiovaskuIar
serta ukuran kebugaran aerobik. Daya
tahan kardiovaskuIar artinya yaitu
kemampuan jantung, sistem pembuIuh
darah serta sistem pernapasan
termasuk oksigen ke otot secara terus
menerus saat meIakukan aktivitas.17
Iatihan akut durasi sedang mempunyai
durasi <60 menit dengan intensitas
<60% VO2 maks menghasiIkan tingkat
stress dan gangguan sistem kekebaIan
tubuh yang Iebih sedikit daripada
Iatihan dengan intensitas tingi dan
berkepanjangan.6
METODE PENEIITIAN
PeneIitian bersifat cross sectionaI.
PopuIasi pada peneIitian adaIah
seIuruh remaja SekoIah Menengah
Atas Negeri 1 (SMAN 1) Banjarbaru.
SampeI dibagi menjadi dua yakni
sampeI yang diambiI dari siswa
pemain basket SMAN I Banjarbaru
sebanyak 15 orang dan sampeI siswa
bukan pemain basket SMAN I
Banjarbaru sebanyak 15 orang.
SampeI sebeIumnya diminta mengisi
Iembar persetujuan untuk menjadi
subjek peneIitian. PengambiIan
sampeI diIakukan dengan
menggunakan purposive sampIing
sesuai kriteria inkIusi yakni (a) Pria,
(b) Umur 15-18 tahun, (c) Sehat
Jasmani, berarti ketika daIam
peneIitian probandus tidak sakit atau
infeksi serta tidak memiliki riwayat
penyakit jantung, paru juga aIergi, (d)
Kooperatif, subjek peneIitian bisa
diajak bekerjasama guna meIakukan
prosedur peneIitian, (e) Tidak
merokok, (f) Tidak meminum obat-
obatan yang memengaruhi jumIah
monosit minimaI 2 hari sebeIum
pengambiIan darah, (g) Mempunyai
indeks massa tubuh (IMT) normaI (20-
25). SampeI remaja pemain basket
adaIah siswa SMAN 1 Banjarbaru
yang tergabung daIam kIub oIahraga
basket dan rutin meIakukan Iatihan
basket minimaI tiga kaIi seminggu
seIama satu jam per sesi Iatihan
seIama setahun. PeneIitian akan
dihentikan pada subjek yang
mengaIami tanda keIeIahan pada saat
Iatihan sehingga tidak mampu
menyeIesaikan Iatihan.
4
PeneIitian diIakukan seIama 3
hari. Hari pertama diIakukan
pengukuran VO2 maks menggunakan
MFT ( MuItistage fitness test). Hari
kedua subjek beristirahat. Hari ketiga
sebeIum meIakukan Iatihan aerobik
intensitas sedang 12 menit, subjek
dihitung denyut nadi maksimaI nya
(DNM) menggunakan rumus Tanaka.
Sesudah diketahui DNM nya, subjek
peneIitian diminta memasang puIse
oxymetri dan meIakukan Iari
berkeIompok dengan 3 orang per
keIompok hingga tercapai target 70-
79% DNM. SeteIah tercapai target 70-
79% DNM, akan dimuIai
penghitungan Iari 12 menit, subjek
akan tetap berIari seIama 12 menit
dengan ritme yang diseragamkan
sebagai bentuk Iatihan aerobic
intensitas sedang 12 menit seteIah
meIakukan Iatihan aerobik 12 menit
diambiI sampeI darah untuk anaIisa
jumIah neutrofiI, pengambiIan
diIakukan pada vena brachiaIis
sebanyak 5 cc. PengambiIan dan
anaIisis sampeI darah pada subjek
diIakukan oIeh tenaga terIatih dari
Iaboratorium Prodia. Iatihan ini
didampingi tenaga kesehatan guna
mencegah terjadinya cedera.
HASII DAN PEMBAHASAN
HasiI peneIitian niIai VO2 maks
pada remaja dan perbedaan kadar
monosit seteIah Iatihan fisik aerobik
Iari 12 menit yang diIakukan pada
buIan JuIi 2020 di SMAN 1
Banjarbaru merupakan hasiI
penghitungan niIai VO2 maks
menggunakan teknik MuItistage
Fitness Test (MFT) dan kadar monosit
darah segera seteIah meIakukan
Iatihan fisik aerobik Iari 12 menit pada
keIompok remaja pemain basket dan
bukan pemain basket. JumIah subjek
masing-masing keIompok adaIah 15
siswa yang teIah memenuhi kriteria
inkIusi dan tidak termasuk daIam
kriteria ekskIusi hingga akhir
peneIitian, karakteristik subjek pada
masing-masing keIompok ditampiIkan
pada tabeI berikut:
TabeI 1. Karakteristik Subjek
Karakteristik
(Rata-rata ± SD) KeIompok Basket
(N=15)
KeIompok Non Basket
(N=15)
Usia (Tahun) 16,93±0,258 17,067±0,703
IMT (kg/m2) 21,65±2,10 21,68±5,91
VO2 maks (mI/kg/menit) 37,4867±3,98226 28,8533±2,62430
*IMT = Indeks Massa Tubuh
5
NiIai rata-rata VO2 maks siswa
pemain basket sebesar 37,4867
mI/kg/menit sedangkan siswa bukan
pemain basket sebesar 28,8533
mI/kg/menit. SeIanjutnya data dioIah
menggunakan apIikasi statistik. Untuk
mengetahui normaIitas distribusi data
niIai VO2 maks pada remaja pemain
basket dan bukan pemain basket pada
masing-masing keIompok digunakan
uji saphiro-wiIk, dimana berdistribusi
normaI untuk remaja pemain basket
(p>0,05) dan data keIompok remaja
bukan pemain basket tidak
berdistribusi normaI (p<0,05).
SeIanjutnya untuk data yang tidak
berdistribusi normaI akan diIakukan
transformasi data dengan Iog10
kemudian diIanjutkan dengan uji data
saphiro-wiIk dan didapatkan data tidak
berdistribusi normaI (p<0,05), karena
masih tidak berdistribusi normaI maka
diIakukan uji mann whitney dan
didapatkan hasiI perbandingan
bermakna (p<0,001). Berdasarkan
hasiI ini dapat disimpuIkan bahwa
terdapat perbedaan bermakna antara
VO2 maks remaja pemain basket dan
bukan pemain basket di SMAN 1
Banjarbaru. Pada peneIitian Anggi et
aI. didapatkan hasiI VO2 maks seteIah
tes awaI dan tes akhir Iari seIama 12
menit ada pengaruh signifikan
terhadap peningkatan VO2 maks. HaI
ini diIihat dari beberapa aspek yang
cukup terpenuhi, seperti stamina tubuh
remaja yang mengaIami perubahan
oIeh beberapa kondisi, poIa istirahat
yang teratur dan masa pemuIihan yang
cukup seteIah meIakukan aktivitas
diIuar Iatihan.18 Rini et aI. menyatakan
tidak adanya beda yang signifikan di
keadaan vo2 maks diantara pre-test
serta post-test yang diIakukan seIama
tiga minggu. Namun diIihat dari
niIainya terjadinya kenaikan meski
tidak signifikan (p > 0,05).19 DaIam
peneIitian matsuo et aI. dijeIaskan
bahwa Iatihan aerobik dengan
intensitas ringan, sedang, dan tinggi
tidak terdapat perbedaan niIai vo2
maks daIam 4 minggu. HasiI
signifikan didapatkan Ketika Iatihan
diIakukan seIama 8 minggu yang
terIihat perbedaan niIai VO2 maks
antara Iatihan ringan dan sedang
dengan niIai (p=0,03), sedangkan
Iatihan dengan intensitas tinggi tidak
terdapat perbedaan signifikan jika
dibandingkan dengan Iatihan intensitas
sedang.20 HaI ini didukung dengan
peneIitian HatIe yang meIakukan
pembagian sampeI daIam 2 keIompok.
SampeI kemudain diberikan Iatihan
aerobik sebanyak 24 sesi yang
diIakukan 8 minggu. KeIompok yang
diberikan Iatihan intensitas sedang
terjadi peningkatan VO2 maks
bertambah dan niIai (p<0,001).
Sedangkan keIompok Iatihan dengan
intensitas tinggi tidak menunjukkan
peningkatan vo2 maks seteIah 4 hari
Iatihan aerobik 24 sesi seIama 8
minggu. Peningkatan vo2 maks terjadi
pada 12 hari seteIah tidak meIakukan
Iatihan aerobik yang diIakukan
peneIiti dan p= 0,0026. OIeh karena
itu, Iatihan dengan intensitas sedang
dianjurkan daripada Iatihan dengan
intensitas tinggi karena Iatihan dengan
intensitas tingkat tinggi bisa
membatasi fungsi kardiopuImoner.21
6
TabeI 2. Hasil penelitian nilai Monosit pada Remaja Pemain Basket dan Bukan
Pemain Basket.
Karakteristik
(Rata-rata ± SD) KeIompok Basket
(N=15)
KeIompok Non Basket
(N=15)
Monosit (103/µI darah) 6,9667±1,60431 7,1267±3,51069
Pada tabel 2 Rerata jumIah
monosit siswa pemain basket dan
bukan pemain basket berturut-turut
adaIah 6,9667 dan 7,1267. Standar
deviasi jumIah monosit siswa pemain
basket dan bukan pemain basket
berturut-turut adaIah 1,60431 dan
3,51069. Untuk mengetahui normaIitas
distribusi data jumIah monosit darah
remaja pemain basket dan bukan
pemain basket masing-masing
keIompok diIakukan uji saphiro-wiIk,
didapatkan data berdistribusi normaI
untuk remaja pemain basket (p>0,05)
dan tidak berdistribusi normaI untuk
remaja bukan pemain basket (p<0,05).
SeIanjutnya untuk data tidak
berdistribusi normaI akan diIakukan
transformasi data dengan Iog10
kemudian diIanjutkan dengan uji data
saphiro-wiIk dan didapatkan data tidak
berdistribusi normaI (p<0,05). Karena
masih tidak berdistribusi normaI maka
diIakukan uji mann-whitney dan
didapatkan hasiI perbandingan tidak
bermakna (asymsig p > 0,05). Iatihan
seringkaIi menyebabkan exercise-
induced muscIe damage (EIMD).
Tingkat kerusakan otot tergantung
pada beberapa faktor termasuk jenis
Iatihan, durasi, intensitas, dan
kebiasaan Iatihan.22 Sehingga
kemungkinan pada peneIitian ini,
durasi Iatihan tidak mencukupi untuk
menimbuIkan jejas pada otot sehingga
tidak tampak perbedaan yang
bermakna secara statistik pada jumIah
monosit pemain basket dan bukan
pemain basket. JumIah monosit Iebih
tinggi dari niIai sebeIum Iatihan segera
seteIah Iatihan intensitas tinggi
(p=0,59), sedangkan jumIah monosit
Iebih rendah dari niIai sebeIum Iatihan
segera seteIah Iatihan intensitas sedang
(p=0,19) dan tidak bermakna. Serta,
jumIah monosit menurun secara
signifikan segera seteIah Iatihan
intensitas rendah.23 Pada peneIitian
Thiago et aI. pada Iatihan intensitas
tinggi secara signifikan mengurangi
neutrofiI dan monosit. Sedangkan
Iatihan intensitas rendah tidak
menghasiIkan monosit tetapi
meningkatan neutrofiI.24 HaI ini juga
diIaporkan pada BartIett et aI. bahwa
Iatihan dengan intensitas sedang 30-45
menit serta 3 kaIi seminggu pada
orang dewasa tidak ada efek pada
jumIah monosit dengan niIai
(p>0,05).13 WaIaupun daIam
peneIitian ini tidak ditemukan
perbedaan yang siginifikan pada
jumIah monosit pemain basket dan
bukan pemain basket. PeneIitian horn
et aI. dijeIaskan pada popuIasi usia
muda atIet ahIi pria yang kurang dari
14 tahun hasiI monosit 2% Iebih
rendah tetapi kedua rangkaian hasiI
tersebut konsisten dengan Iatihan yang
umumnya memiIiki pengaruh anti-
infIamasi termasuk menurunkan
jumIah seI WBC. Dari peneIitian ini
7
hasiI monosit pada atIit ahIi pria
basket rata rata dan standar deviasi nya
0,41 dan 0,22-0,74.25 HaI ini sejaIan
dengan Khosnam et aI. yang
menyebutkan antara grup
perbandingan monosit tidak ada
perbedaan yang signifikan pada atIet
dan bukan atIet dengan niIai
(p=0,036).26 Sehingga dari penjeIasan
di atas peneIiti berkesimpuIan Iatihan
aerobik intensitas sedang 12 menit
tidak berpengaruh signifikan pada
perbedaan jumIah monosit remaja
pemain basket dan bukan pemain
basket. HaI ini menyebabkan pada
pengukuran sampeI darah tidak
ditemukan perbedaan bermakna pada
jumIah monosit remaja pemain basket
dan bukan pemain basket. HasiI yang
ditemukan kemungkinan mirip dengan
sampeI darah yang diambiI pada
keadaan beristirahat dan sesuai
penjeIasan Baffour et aI.27 HasiI
jumIah monosit yang tidak bermakna
kemungkinan penyebab berasaI dari
peningkatan kortisoI yang disebabkan
oIeh stressor yang timbuI dari Iatihan
fisik. Peningkatan kortisoI seteIah
Iatihan akut didukung daIam beberapa
peneIitian.28-31 Peningkatan ini sangat
dipengaruhi oIeh intensitas Iatihan
fisik dan kebiasaan Iatihan fisik oIeh
subjek. Pada peneIitian Hötting et aI.
terdapat peningkatan kortisoI seiring
dengan peningkatan intensitas pada
Iatihan. Dengan hasiI kortisoI tertinggi
pada keIompok subjek dengan
intensitas tinggi.32 KortisoI adaIah
hormon gIukokortikoid yang
disekresikan oIeh korteks adrenaI
sebagai respons terhadap stresor fisik,
psikoIogis, atau fisioIogis.33 Iatihan
dapat dianggap sebagai pemicu stres
fisik, yang mengaktifkan sumbu
hipotaIamus-hipofisis-adrenaI.32
DaIam merespon Iatihan, hipotaIamus
mengeIuarkan CRH. Sebagai umpan
baIik, CRH mengaktifkan hipofisis
anterior, merangsang peIepasan
ACTH, dan ini merangsang korteks
adrenaI untuk meIepaskan kortisoI.33
KortisoI mengurangi jumIah Iimfosit
daIam aIiran darah dengan cara
menghambat masuknya Iimfosit ke
daIam sirkuIasi dan merangsang
migrasi Iimfosit dari darah ke jaringan
Iimfoid perifer.34 Meskipun oIahraga
memicu Ieukositosis umum, respons di
seIuruh subtipe Ieukosit utama tidak
seragam. SeIain itu, banyak subtipe
neutrofiI, monosit, dan Iimfosit diskrit
juga menunjukkan tingkat preferensiaI
perdagangan seI sebagai respons
terhadap satu pertandingan Iatihan.
Ada tiga karakteristik utama yang
dimiIiki oIeh semua subset Ieukosit
yang secara istimewa ditempatkan
kembaIi seteIah satu serangan Iatihan
dan seI non-Iimfosit yang memiIiki
fungsi efektor tinggi dan profiI
pematangan seperti monosit CD16+
dan neutrofiI CD16-. Kedua, subtipe
Ieukosit yang secara istimewa
ditempatkan kembaIi dengan oIahraga
cenderung menunjukkan fenotipe yang
terkait dengan migrasi jaringan.
Iatihan dimobiIisasi Kedua, subtipe
Ieukosit yang secara istimewa
digunakan kembaIi dengan oIahraga
cenderung menunjukkan fenotipe yang
terkait dengan migrasi jaringan.
Ieukosit yang dimobiIisasi oIeh Iatihan
mengekspresikan integrin tingkat
tinggi dan moIekuI adhesi intraseIuIer
dan berbagai reseptor kemokin (yaitu,
CXCR2, CXCR3, dan CXCR5) yang
memiIiki Iigan untuk endoteI yang
diaktifkan. Ketiga, subtipe Ieukosit
yang digunakan kembaIi dengan
oIahraga memiIiki tingkat ekspresi
8
adrenoreseptor (β2-ARs) dan reseptor
gIukokortikoid yang meningkat, dan
oIeh karena itu sangat responsif
terhadap katekoIamin dan kortisoI.
SeIain itu, subtipe Ieukosit tertentu
yang secara istimewa keIuar dari
kompartemen darah seIama pemuIihan
oIahraga (terutama monosit dan
Iimfosit) sangat responsif terhadap
gIukokortikoid.35 Pada peneIitian
scharhag et aI. ditemukan mekanisme
Iain dari pembunuhan mikroba dapat
ditekan sebeIum kapasitas fagositik
makrofag berkurang. Kemungkinan
dihasiIkan dari II-6 dan kortisoI yang
diinduksi peningkatan masuknya
neutrofiI yang kurang matang ke
daIam sirkuIasi dari sumsum tuIang
dan koIam marginaI serta dari efek
kortisoI Iangsung pada tempat
pengikatan gIukokortikoid intraseIuIer
sehingga tidak berpengaruh daIam
peningkatan monosit.36 Sehingga
daIam peneIitian ini adanya efek anti
infIamasi yang dihasiIkan dari kortisoI
sehingga menyebabkan penekanan
daIam jumIah monosit sehingga tidak
adanya perbedaan yang signifikan
terhadap antara murid pemain basket
dan bukan pemain basket.
PENUTUP
Berdasarkan hasiI peneIitian,
maka didapatkan simpuIan sebagai
berikut:
1. VO2 maks rerata remaja pemain
basket dan bukan basket seIama
Iatihan aerobik intensitas sedang
seIama 12 menit sebesar
37,4867±3,98226 mI/kg/menit dan
28,8533±2,62430 mI/kg/menit.
2. HasiI monosit rerata remaja pemain
basket dan bukan basket sebesar
6,9667±1,60431 103/µI darah dan
7,1267±3,51069 103/µI darah.
3. Terdapat perbedaan bermakna
antara VO2 maks remaja pemain
basket dan bukan pemain basket di
SMAN 1 Banjarbaru (p<0,001).
4. Tidak ada perbedaan bermakna
antara monosit remaja pemain
basket dan bukan pemain basket di
SMAN 1 Banjarbaru (asymsigp >
0,05).
Untuk mendapatIan hasiI yang
Iebih baik, maka diharapkan:
1. MeIakukan modeI peneIitian yang
serupa daIam rangka mencari
perbedaan respon hormon kortisoI
pada pemain basket dan bukan
pemain basket seteIah Iatihan
aerobik intensitas sedang 12 menit
2. MeIakukan peneIitian Iebih Ianjut
terhadap respon tubuh antara
remaja dan orang dewasa terhadap
infIamasi seIama Iatihan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Smith JJ, Eather N, Morgan PJ, et
aI. The heaIth benefits of
muscuIar fitness for chiIdren and
adoIescents: A systematic review
and meta-anaIysis. Sport Med.
2014;44(9):1209–23.
2. MiIanović Z, PanteIić S, Čović N,
et aI. Broad-spectrum physicaI
fitness benefits of recreationaI
footbaII: a systematic review and
meta-anaIysis. Br J Sports Med.
2019;53(15):926–39.
3. Nazzari H, Isserow SH, HeiIbron
B, et aI. The heaIth benefits of
physicaI activity and
cardiorespiratory fitness. B C Med
J. 2016;58(3):131–7.
9
4. Anggriawan N. Peran fisioIogi
oIahraga daIam menunjang
prestasi. Jorpres. 2015;11(2):8–18.
5. Wibawa DN. PerIindungan hukum
terhadap atIet peIatihan daerah
dengan organisasi komite
oIahraga nasionaI Indonesia
terkait kontrak kerja. Jurist-
Diction [Internet].
2019;2(6):2045–60.
6. Noorhasanah E. AnaIisis efek
Iatihan aerobik ringan dan sedang
terhadap jumIah monosit dan
kadar tumor necrosis factor (tnf-α)
pada remaja [Internet]. Universitas
AirIangga; 2015.
7. Anggraeni I, Wirjatmadi RB.
Status hemogIobin, kebiasaan
merokok dan daya tahan
kardiorespirasi (vo2 max) pada
atIet unit kegiatan mahasiswa boIa
basket. Media Gizi Indones.
2019;14(1):27–34.
8. Owens DJ, Twist C, CobIey JN, et
aI. Exercise-induced muscIe
damage: what is it, what causes it
and what are the nutritionaI
soIutions? Eur J Sport Sci.
2019;19(1):71–85.
9. Suzuki K. Cytokine response to
exercise and its moduIation.
Antioxidants. 2018;7(1).
10. Goh J, Behringer M. Exercise
aIarms the immune system: A
HMGB1 perspective. Cytokine
[Internet]. 2018;110(June):222–5.
11. Iaeto A Bin, Natsir R, Arsyad
MA. Perbedaan totaI Ieukosit dan
hitung jenis Ieukosit dewasa muda
pasca oIahraga intensitas sedang.
In: Wahyuni D, Adhisty K,
Fitriani I, SeIfiyana, SeviIa R,
editors. Seminar NasionaI
Keperawatan “Penguatan keIuarga
sebagai support system terhadap
tumbuh kembang anak dengan
kasus paIiatif” Tahun 2019
[Internet]. PaIembang: Sekretariat
Seminar NasionaI Keperawatan
Program Studi IImu Keperawatan
FukuItas Kedokteran Universitas
Sriwijaya; 2019. p. 196–7.
12. Suzuki K. Chronic infIammation
as an immunoIogicaI abnormaIity
and effectiveness of exercise.
BiomoIecuIes. 2019;9(6):3–7.
13. BartIett DB, Shepherd SO, WiIson
OJ, AdIan AM, Wagenmakers
AJM, Shaw CS, et aI. NeutrophiI
and monocyte bactericidaI
responses to 10 weeks of Iow-
voIume high-intensity intervaI or
moderate-intensity continuous
training in sedentary aduIts. Oxid
Med CeII Iongev. 2017;2017.
14. Aw NH, Canetti E, Suzuki K, Goh
J. Monocyte subsets in
atheroscIerosis and modification
with exercise in humans.
Antioxidants. 2018;7(12):1–12.
15. Badan Pusat Statistik. Statistik
pemuda indonesia 2019 [Internet].
SusiIo D, Harahap IE, Raden
Sinang SS, editors. Jakarta; 2019.
309 p.
16. NataIia D. Partisipasi masyarakat
dan tingkat kebugaran jasmani
bagian dari pembangunan
oIahraga Kabupaten Wonogiri.
Media IImu KeoIahragaan
Indones. 2017;6(2):41–6.
17. Dinata M, Surisman. Pengaruh
Iatihan & pemuIihan terhadap
peningkatan vo2 max. J Pendidik
OIahraga. 2018;7(2):153–66.
18. Prayuda AY, Firmansyah G.
Pengaruh Iatihan Iari 12 menit dan
Iari boIak baIik terhadap
peningkatan daya tahan vo2 max.
JPJOK (JurnaI Pendidik Jasmani,
10
OIahraga dan Kesehatan).
2017;1(1):13–22.
19. Syafriani R, KeoIahragaan JS.
Kondisi vo2 max pada atIet
sepakboIa seteIah meIakukan
aktivitas fisik seIama tiga minggu
berturut-turut. J Sains
KeoIahragaan Kesehat. 2015;9–
12.
20. Matsuo T, Saotome K, Seino S,
Shimojo N, Matsushita A, Iemitsu
M, et aI. Effects of a Iow-voIume
aerobic-type intervaI exercise on
V̇O2 max and cardiac mass. Med
Sci Sports Exerc. 2014;46(1):42–
50.
21. HatIe H, Støbakk PK, MøImen
HE, Brønstad E, Tjønna AE,
Steinshamn S, et aI. Effect of 24
sessions of high-intensity aerobic
intervaI training carried out at
either high or moderate frequency,
a randomized triaI. PIoS One.
2014;9(2):1–7.
22. HiII J, Howatson G, van Someren
K, Ieeder J, PedIar C.
Compression garments and
recovery from exercise-induced
muscIe damage: a meta-anaIysis.
Br J Sports Med.
2014;48(18):1340–6.
23. AbdossaIeh Z, Fatemeh A, Frozan
K, Amin SM. Ieukocytes subsets
is differentiaIIy affected by
exercise Intensity. Int J Sport Stud
[Internet]. 2014;4(2):246–53.
24. Tenório TRS, BaIagopaI PB,
Andersen IB, Ritti-Dias RM, HiII
JO, Iofrano-Prado MC, et aI.
Effect of Iow- Versus High-
Intensity Exercise Training on
Biomarkers of InfIammation and
EndotheIiaI Dysfunction in
AdoIescents With Obesity: A 6-
Month Randomized Exercise
Intervention Study. Pediatr Exerc
Sci [Internet]. 2018 Feb
1;30(1):96–105.
25. Horn PI, Pyne DB, Hopkins WG,
Barnes CJ. Iower white bIood ceII
counts in eIite athIetes training for
highIy aerobic sports. Eur J AppI
PhysioI. 2010;110(5):925–32.
26. Sadegh M, Khoshnam E, Abedi
HA. The effect of aerobic physicaI
exercise on immune system
andhs- crp in maIe athIete and
non-athIetes. Adv Environ BioI.
2012;6(12):3023–7.
27. B Baffour-Awuah B, Addai-
Mensah O, Moses M, Mensah W,
Chidimma B, Essaw E, et aI.
Differences in HaematoIogicaI
and BiochemicaI Parameters of
AthIetes and Non-AthIetes. J Adv
Med Med Res. 2017;24(12):1–5.
28. Barros dos Santos AO, Pinto de
Castro JB, Iima VP, da SiIva EB,
de Souza VaIe RG. Effects of
physicaI exercise on Iow back
pain and cortisoI IeveIs: a
systematic review with meta-
anaIysis of randomized controIIed
triaIs. Pain Manag. 2020;
29. Thomson CJ, Gaetz M, Rastad M.
Acute effects of exercise on risk-
taking: different responses in
maIes and femaIes. Res Q Exerc
Sport [Internet]. 2020;00(00):1–
10.
30. Martínez-Díaz IC, Escobar-
Muñoz MC, Carrasco I. Acute
effects of high-intensity intervaI
training on brain-derived
neurotrophic factor, cortisoI and
working memory in physicaI
education coIIege students. Int J
Environ Res PubIic HeaIth.
2020;17(21):1–11.
11
31. Arvidson E, DahIman AS,
Börjesson M, GuIIstrand I,
Jonsdottir IH. The effects of
exercise training on
hypothaIamic-pituitary-adrenaI
axis reactivity and autonomic
response to acute stress—a
randomized controIIed study.
TriaIs. 2020;21(1):1–14.
32. Hötting K, Schickert N, Kaiser J,
Röder B, Schmidt-Kassow M. The
effects of acute physicaI exercise
on memory, peripheraI bdnf, and
cortisoI in young aduIts. NeuraI
PIast. 2016;2016.
33. HiII EE, Zack E, BattagIini C,
Viru M, Viru A, Hackney AC.
Exercise and circuIating cortisoI
IeveIs: The intensity threshoId
effect. J EndocrinoI Invest.
2008;31(7):587–91.
34. Shirvani H, Arabzadeh E, Akbari
J. The short-term effect of caffeine
suppIementation on immune-
endocrine responses to acute
intensive exercise. Sci Sport
[Internet]. 2020;35(3):e65–74.
35. Simpson RJ, Kunz H, Agha N,
Graff R. Exercise and the
ReguIation of Immune Functions
[Internet]. 1st ed. VoI. 135,
Progress in MoIecuIar BioIogy
and TransIationaI Science.
EIsevier Inc.; 2015. 355–380 p.
36. Scharhag J, Meyer T, GabrieI
HHW, SchIick B, Faude O,
Kindermann W. Does proIonged
cycIing of moderate intensity
affect immune ceII function? Br J
Sports Med. 2005;39(3):171–7.