MODUL PRAKTIKUM FISIKA DASAR SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER GLOBAL INFORMATIKA...

22
MODUL PRAKTIKUM FISIKA DASAR Disusun oleh: Fandi Susanto S.Si. LABORATORIUM FISIKA DASAR ELEKTRONIKA DASAR SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER GLOBAL INFORMATIKA MDP Jl. Rajawali 14 Palembang 2011

Transcript of MODUL PRAKTIKUM FISIKA DASAR SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER GLOBAL INFORMATIKA...

MODUL PRAKTIKUM FISIKA DASAR

Disusun oleh:

Fandi Susanto S.Si.

LABORATORIUM FISIKA DASAR – ELEKTRONIKA DASAR

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN

INFORMATIKA DAN KOMPUTER

GLOBAL INFORMATIKA

MDP

Jl. Rajawali 14 Palembang

2011

Lab Fisika/DE. STMIK GI MDP Jl. Rajawali 14 Palembang 1

KETIDAKPASTIAN PENGUKURAN

DALAM PERCOBAAN

Pendahuluan

Pada percobaan Fisika Dasar, hasil yang diperoleh biasanya tidak dapat langsung

diterima karena harus dipertanggung jawabkan keberhasilan dan kebenarannya.

Hal ini disebabkan oleh kemampuan manusia yang terbatas dan ketelitian alat-alat

yang dipergunakan mempunyai batas kemampuan tertentu. Dengan kata lain peralatan dan

sarana (termasuk waktu) yang tersedia bagi kita membatasi tujuan dan hasil yang dapat

dicapai.

Hasil percobaan baru dapat diterima apabila harga besaran yang diukur dilengkapi

dengan batas-batas penyimpangan dari hasil tersebut, yang disebut sesatan (ketidakpastian).

Jika dari hasil tersebut diketahui penyimpangan terlalu besar maka bila diperlukan,

percobaan harus diulang kembali dengan berbagai cara, misalnya dengan mengulang

pengukuran beberapa kali yang lebih teliti atau mengganti alat-alat percobaan dengan alat

yang lebih baik ketelitiannya. Jadi jelaslah untuk keperluan ini mutlak diperlukan teori

sesatan (ketidakpastian). Dengan demikian dapat ditentukan sesatan pada hasil percobaan

agar dapat memberi penilaian yang wajar.

Ketidak pastian dalam pengukuran Kesalahan atau error dalam suatu percobaan dapat dibagi atas dua golongan, yaitu:

1. Kesalahan sistematik

Kesalahan yang bersumber pada alat pengukuran yang dipakai besarannya, kesalahan

biasanya konstan sehingga sering dinamakan kesalahan konstan (Constant Error).

Kesalahan sistematik ini dapat terjadi karena:

a. Kesalahan titik nol (Zero Error)

b. Kesalahan pada kalibrasi alat pengukur

c. Kesalahan pengamat, kesalahan ini disebabkan oleh kebiasaan seorang pengamat.

Misalnya seorang pengamat seringkali membuat kesalahan karena kedudukan

matanya terlampau rendah atau terlampau tinggi sewaktu membaca tinggi kolam

air di dalam pipa yang tegak dan kesalahan ini disebut parallak

d. Terjadinya gesekan dan fatique (kelelahan) pada alat karena sering dipakai.

e. Kondisi percobaan, jika sebuah alat digunakan dengan kondisi percobaan yang

berbeda dengan kondisi sewaktu kalibrasi maka akan menghasilkan suatu

kesalahan.

f. Gangguan teknis, misalnya pada waktu pengukuran terjadi gangguan seperti

adanya gangguan-gangguan kebocoran yang akan mengganggu sistem dan

menyebabkan kesalahan.

Lab Fisika/DE. STMIK GI MDP Jl. Rajawali 14 Palembang 2

2. Kesalahan random

Karena pengulangan pengukuran selalu memberikan hasil yang berbeda-beda, maka

harga tersebut juga akan berbeda dengan harga yang sebenarnya. Kesalahan ini

dinamakan kesalahan random atau kesalahan kebetulan yang terdiri atas:

a. Kesalahan penafsiran, kebanyakan alat pengukuran memerlukan suatu penafsiran

pada bagian skala tertentu dan penafsiran ini dapat berubah dari waktu ke waktu

yang lain.

b. Keadaan penyimpangan, seperti suhu, tekanan udara, atau tegangan listrik.

c. Gangguan, misalnya: ada getaran mekanis atau pengaruh putaran motor dari alat

listrik.

d. Definisi, walaupun proses pengukuran telah sempurna, pengulangan pengukuran

yang sama selalu akan memberikan penyimpangan, besaran yang diamati tidak

didefinisikan secara tetap.

Misalnya:

Panjang suatu meja persegi bukanlah suatu besaran yang terdefinisi secara eksak.

Hal ini disebabkan bahwa kalau kita teliti, sisi meja tidaklah rata ataupun mungkin

tidak tepat sejajar.

Sehingga walaupun kita menggunakan alat ukur yang sangat baik untuk mengukur

meja tersebut, harga yang diperoleh selalu berubah-ubah tergantung penampang

panjang yang kita ukur.

3. Kesalahan-kesalahan lain.

Kesalahan lain yang tidak termasuk kedua jenis kesalahan di atas yang perlu

diperhatikan adalah:

a. Kekeliruan membaca alat/skala alat dan mengatur kondisi percobaan. Kesalahan ini

dapat diatasi dengan cara melakukan percobaan seteliti mungkin atau bila mungkin,

mengulangi percobaan dan perhitungannya.

b. Kesalahan perhitungan, yaitu kesalahan memasukkan harga/angka-angka

perhitungan, menggunakan kalkulator, menggunakan daftar logaritma dan

sebagainya.

Perhitungan Kesalahan 1. Sesatan taksiran

Bila pengukuran dilakukan hanya satu kali biasanya sesatan diambil setengah kali

skala terkecil alat ukur.

Contoh:

Menggunakan mistar yang skala terkecil 1 mm, bila tebal plat diukur menghasilkan 50

mm maka hasilnya dapat ditulis:

t = (50 ± 0,5) mm atau

t = (5,0 ± 0,05) x 10 mm

Δt = 0,5 adalah sesatan mutlak (absolut), sedangkan sesatan relatifnya dapat

dinyatakan dengan:

Lab Fisika/DE. STMIK GI MDP Jl. Rajawali 14 Palembang 3

2. Menentukan harga rata-rata (nilai terbaik) dan sesatannya.

Misalnya kita melakukan N kali pengukuran dan didapat hasil sebagai berikut:

X1, X2, X3, … , XN

Untuk mendapatkan nilai yang terbaik (benar) dari pengukuran tersebut adalah merata-

ratakan hasil pengukuran tersebut yaitu:

Maka simpangan atau deviasi untuk:

X1 adalah ΔX1 = X1 -

X2 adalah ΔX2 = X2 -

XN adalah ΔXN = XN -

Harga sesatan rata-rata adalah:

Disebut deviasi rata-rata.

Sedangkan deviasi standar atau simpangan baku semesta X (σx) didefinisikan sebagai:

Dimana Vx adalah varian yang didefinisikan:

Dengan N adalah tak hingga.

Sehingga σx dapat dituliskan:

Dengan N adalah tak hingga.

Harga σx berada pada pengukuran tak terhingga yang tidak mungkin dilakukan.

Dengan menggunakan suatu pendekatan teori samping σx dapat diganti dengan SN yang

dinamakan simpangan baku contoh (sample standard deviation).

Lab Fisika/DE. STMIK GI MDP Jl. Rajawali 14 Palembang 4

Contoh perhitungan:

Misalkan didapatkan data sebagai berikut: 10,0 10,2 10,0 10,0 9,8 10,1 9,8 10,3

9,8 10,0. Maka nilai terbaik X dan sesatannya (X±ΔX) dapat dicari sebagai berikut:

i Xi Xi2

1 10,0 100

2 10,2 104,04

3 10,0 100

4 10,0 100

5 9,8 96,04

6 10,1 102,01

7 9,8 96,04

8 10,3 106,09

9 9,8 96,04

10 10,0 100

ΣXi=100,00 ΣXi2=1000,26

Maka nilai terbaik X = (10,00 ± 0,05)

Lab Fisika/DE. STMIK GI MDP Jl. Rajawali 14 Palembang 5

FORMAT LAPORAN PRAKTIKUM

FISIKA DASAR

Laporan praktikum mata kuliah Fisika Dasar dibuat dengan ukuran kertas A4 margin

atas, kanan, bawah dan kiri berturut-turut: 3cm, 3cm, 3cm, 4cm. Diketik pada word editor

(Microsoft Word atau Open Office) dengan font Times New Roman ukuran 12 point

dengan jarak antar baris satu spasi. Isi laporan terdiri dari bab-bab sebagai berikut:

COVER

I. TUJUAN PERCOBAAN

II. LANDASAN TEORI

III. PERALATAN YANG DIPAKAI

IV. PROSEDUR PERCOBAAN

V. DATA HASIL PENGAMATAN

VI. PENGOLAHAN DATA

VII. JAWABAN PERTANYAAN

VIII. ANALISA DAN KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Lab Fisika/DE. STMIK GI MDP Jl. Rajawali 14 Palembang 6

JEMBATAN WHEATSTONE

I. TUJUAN PERCOBAAN

1. Dapat merangkai suatu rangkaian jembatan Wheatstone menggunakan slidewire.

2. Dapat memahami penggunaan dan prinsip jembatan Wheatstone

3. Dapat mengerti dan menggunakan jembatan Wheatstone untuk mengukur tahanan

dan penghantar secara teliti.

II. LANDASAN TEORI

Jembatan Wheatstone adalah suatu rangkaian listrik yang dipopulerkan oleh Sir

Charles Wheatstone pada tahun 1984. Jembatan Wheatstone biasa dipergunakan pada

pengukuran tahanan secara teliti dengan menyeimbangkan tegangan kedua sisi jembatan.

Misalkan suatu rangkaian listrik disusun seperti pada gambar berikut:

Pada rangkaian di atas, apabila titik A dan B dihubungkan lewat seutas kawat, tidak

dapat dipastikan apakah arus akan mengalir dari A ke B atau dari B ke A ataupun tidak ada

arus yang mengalir. Untuk mengetahui ada atau tidaknya arus yang mengalir, kita dapat

menganalisis bagian kiri dan kanan rangkaian jembatan WheatStone di atas secara terpisah.

Tegangan listrik di A adalah sama dengan jatuh tengangan yang dialami oleh Rc,

begitu juga tegangan listrik di B sama dengan jatuh tegangan di Rd. Karena bagian kiri dan

bagian kanan rangkaian di atas terhubung secara parallel, maka tegangan total bagian kiri

maupun kanan adalah sama, yaitu V. Sehingga tegangan listrik di titik A ataupun B dapat

dicari dengan persamaan:

...................................................................... (1)

...................................................................... (2)

Lab Fisika/DE. STMIK GI MDP Jl. Rajawali 14 Palembang 7

Apabila tidak ada arus yang mengalir ketika A dan B dihubungkan, maka potensial

listrik di titik A dan titik B haruslah sama. Maka dengan menggabungkan persamaan di atas,

kita dapatkan bahwa:

...................................................................... (3)

Slidewire merupakan seutas kawat yang berperan sebagai hambatan. Ketika probe

diletakkan pada suatu titik pada kawat seperti pada gambar di bawah, maka kawat akan

terbagi menjadi dua buah hambatan.

Keterangan:

Rx = Tahanan yang dicari

R = Tahanan pembanding

RA, RB = Tahanan segmen kawat

a = kontak yang ditempelkan pada kawat.

G = Galvanometer

Yang mana nilai hambatan RA dan RB bergantung dengan panjang masing-masing

segmen sesuai dengan persamaan:

............................................................................... (4)

Dengan menggabungkan persamaan di atas dengan persamaan jembatan Wheatstone,

kita dapat menentukan nilai tahanan Rx dengan persamaan:

................................................................ (5)

Lab Fisika/DE. STMIK GI MDP Jl. Rajawali 14 Palembang 8

III. PERALATAN YANG DIPAKAI

1. Slidewire.

2. Micro Ampere Meter.

3. Power Supply.

4. Bangku tahanan.

5. Jepit buaya secukupnya.

IV. PROSEDUR PERCOBAAN

1. Tentukan nilai Rx yang akan diuji.

2. Tentukan nilai R pembanding.

3. Susunlah rangkaian seperti pada gambar, lalu hubungkan ke sumber arus.

4. Sentuhkan kontak pada kawat, pindahkan kontak sampai arus pada galvanometer

bernilai nol. Catat posisi kontak geser. Lakukan secara bergantian.

5. Ganti nilai R sampai didapat nilai R yang paling sesuai dengan kebutuhan.

6. Lakukan pengukuran sampai 10 kali.

7. Ulangi untuk nilai Rx (Rx1, Rx3, Rx4, Rx8) yang berbeda sesuai dengan petunjuk.

V. DATA HASIL PENGAMATAN

Pengukuran hambatan Rxn:

No R AB BC

1

2

.

.

10

VI. PERTANYAAN

1. Tentukan harga Rx dari hasil praktikum ini!

2. Buktikan persamaan 3 menggunakan persamaan 1 dan 2!

3. Buktikan persamaan 5 menggunakan persamaan 4 dan 3!

4. Berikan kesimpulan atas hasil yang Anda dapatkan!

Lab Fisika/DE. STMIK GI MDP Jl. Rajawali 14 Palembang 9

PESAWAT ATWOOD

I. TUJUAN PERCOBAAN

1. Mengamati percepatan massa dan katrol pada pesawat Atwood.

2. Dapat memahami hukum Newton yang berhubungan dengan sistem katrol.

3. Dapat menggunakan rumus-rumus Hukum Newton serta mencari besaran satuan

yang diinginkan dari sistem katrol pada pesawat Atwood.

II. LANDASAN TEORI

Pesawat Atwood atau mesin Atwood merupakan suatu sistem

katrol dengan dua massa yang dikembangkan pada tahun 1784 oleh

George Atwood untuk memastikan hukum-hukum mekanika gerak

yang percepatannya konstan. seperti pada gambar di samping.

Pada rangkaian seperti pada gambar di samping, apabila massa

M1 sama dengan M2 maka menurut hukum Newton I, setiap benda

akan tetap bergerak lurus dengan kecepatan tetap atau tetap diam jika

resultan gaya yang bekerja pada benda tersebut sama dengan nol.

Menurut hukum Newton II, jika suatu benda yang mempunyai massa sebesar m

diberikan gaya sebesar F, maka benda itu akan mengalami percepatan yang arah dan

besarnya sebanding dengan F, dimana adalah:

Apabila pada salah satu beban pada rangkaian pesawat Atwood diberi beban

tambahan m, maka kedua sisi katrol tidak lagi seimbang seperti sebelumnya. Dengan

menggunakan hukum newton II, kita dapat memperkirakan percepatan yang akan dialami

sistem. Dengan memasukkan massa dan pergerakan katrol ke dalam perhitungan, maka

percepatan sistem dapat dihitung dengan persamaan:

Apabila massa yang ditambahkan pada beban M2 tidak berubah, maka total gaya

yang bekerja pada sistem juga tidak berubah. Bilamana total gaya yang bekerja pada sistem

adalah konstan, maka percepatan sistem tersebut juga konstan, sehingga berlaku persamaan

gerak:

Lab Fisika/DE. STMIK GI MDP Jl. Rajawali 14 Palembang 10

Vt = V0 + at

S = S0 + V0t + ½ at2

Vt2= V0

2 + 2as

Dan apabila sistem mulai bergerak dari keadaan diam dan posisi awal dianggap nol,

maka persamaan di atas dapat dituliskan kembali menjadi:

Vt = at

S = ½ at2

Vt2= 2as

III. PERALATAN YANG DIPAKAI

1. Katrol

2. Bandul

3. Anting-anting

4. Stop watch

5. Tiang untuk menggantung katrol

IV. PROSEDUR PERCOBAAN

1. Pasang beban m (anting) diatas M2 dan tentukan kedudukannya di A seperti pada

gambar.

2. Bila massa M1 dilepas, maka sistem akan bergerak dari A menuju B lalu ke C.

Catat waktu yang diperlukan (M2+m) untuk menempuh jarak AB dan BC.

Lab Fisika/DE. STMIK GI MDP Jl. Rajawali 14 Palembang 11

a. Buat jarak AB tetap dan kedudukan C berubah-ubah sehingga didapat jarak BC

menjadi : k,l,m,n,o.

b. Buat jarak BC tetap dan jarak AB berubah-ubah sehingga : p,q,r,s,t.

3. Ulangi prosedur di atas, masing-masing dengan menggunakan massa m yang

berbeda-beda.

4. Timbanglah M dan m.

V. DATA HASIL PENGAMATAN

VI. PERTANYAAN

1. Dengan mengabaikan gesekan katrol dan berat benang, maka percepatan dapat

dihitung menggunakan persamaan:

dimana:

I = momen inersia katrol

r = jari-jari katrol

M = massa bandul (massa kedua bandul sama)

Buktikan persamaan di atas:

2. Hitunglah percepatan dari hasil pengamatan pada percobaan 2a dengan rumus di

atas! (Diketahui: I/r2 = 40 gr)

3. Berdasarkan jawaban nomor 2, hitunglah kecepatan benda pada BC dengan

menggunakan rumus !

Lab Fisika/DE. STMIK GI MDP Jl. Rajawali 14 Palembang 12

KALORIMETRI KESETARAAN PANAS LISTRIK

I. TUJUAN PERCOBAAN

1. Memperagakan adanya hubungan energi listrik dengan panas.

2. Menentukan angka kesetaraan joule dengan kalori.

II. LANDASAN TEORI

Suatu bentuk energi dapat berubah menjadi bentuk energi yang lain. Misalnya pada

peristiwa gesekan energi mekanik berubah menjadi panas. Pada mesin uap panas diubah

menjadi energi mekanik. Demikian pula energi listrik dapat diubah menjadi panas atau

sebaliknya. Sehingga dikenal adanya kesetaraan antara panas dengan energi mekanik/listrik,

secara kuantitatif hal ini dinyatakan dengan angka kesetaraan panas energi listrik/mekanik.

Kesetaraan panas energi mekanik pertama kali diukur oleh Joule dengan mengambil energi

mekanik benda jatuh untuk mengaduk air dalam kalorimeter sehingga air menjadi panas.

Energi listrik dapat diubah menjadi panas dengan cara mengalirkan arus listrik pada suatu

kawat tahanan yang tercelup dalam air yang berada dalam kalorimeter. Energi listrik yang

hilang dalam kawat tahanan besarnya adalah:

W = V.i.t [joule] ........................................................................ (5)

dimana :

V = beda potensial antara kedua ujung kawat tahanan [volt]

i = kuat arus listrik [ampere]

t = lamanya mengalirkan arus listrik [detik]

Energi listrik sebesar V.i.t joule ini merupakan energi mekanik yang hilang dari

elektron-elektron yang bergerak dari ujung kawat berpotensial rendah ke ujung yang

berpotensial tinggi. Energi ini berubah menjadi panas. Jika tak ada panas yang keluar dari

kalorimeter maka panas yang timbul besarnya:

Q = (M + H).(ta - tm) [kalori] ...................................................... (6)

dimana: M = mair.cair

H = harga air kalorimeter

ta = suhu akhir air

tm = suhu mula-mula air

Banyak panas yang bocor keluar dari kalorimeter dapat dikompensasi dengan

memulai percobaan pada suhu di bawah suhu kamar, dan mengakhirinya pada suhu di atas

suhu kamar. Beda suhu awal dan suhu akhir percobaan dengan suhu kamar seyogyanya

sama besar. Besarnya angka kesetaraan panas energi listrik adalah :

Lab Fisika/DE. STMIK GI MDP Jl. Rajawali 14 Palembang 13

= Q/W [kalori/joule] ............................................................... (7)

III. PERALATAN YANG DIPAKAI

1. Kalorimeter dengan pemanas

2. Termometer

3. Stopwatch

4. Voltmeter

5. Amperemeter

6. Power supply

7. Pendingin / es

IV. PROSEDUR PERCOBAAN

1. Pasanglah rangkaian listriknya seperti pada gambar berikut.

2. Setelah rangkaian disetujui asisten, hubungkan dengan sumber listrik, tutuplah

saklar dan aturlah power supply sedemikian hingga arusnya kira-kira 2 ampere.

Kemudian buka saklarnya.

3. Timbanglah kalorimeter kosong (bejana dalam). Kemudian isilah dengan air

sampai kira-kira kawat pemanasnya tercelup dan kemudian timbanglah.

4. Pasanglah kalorimeter dan aduklah pelan-pelan kemudian catatlah suhu mula-

mula.

5. Tutuplah saklar bersamaan dengan menekan stopwatch (ON), kemudian catatlah

beda potensial dan arus listrik yang dipakai.

6. Catatlah waktu yang ditunjukkan stopwatch untuk setiap kenaikkan suhu air 1 oC.

Selama pengamatan aduklah kalorimeter pelan-pelan agar panasnya tersebar

merata.

7. Setelah suhu akhir yang dikehendaki tercapai, bukalah saklar bersamaan dengan

menekan stop watch (OFF).

8. Ulangilah sekali lagi langkah di atas dengan massa air yang berbeda. Lakukan

dua kali dengan perbedaan massa air yang cukup besar.

Lab Fisika/DE. STMIK GI MDP Jl. Rajawali 14 Palembang 14

V. DATA HASIL PENGAMATAN

I (A) V (V)

t ToC t t

oC

VI. PERTANYAAN

1. Jelaskan pengertian dari angka kesetaraan panas energi listrik !

2. Apakah artinya panas sebesar 1 kalori ? Energi sebesar 1 joule ?

3. Berapa kesetaraan kalori- joule yang anda harapkan ?

4. Tentukan angka kesetaraan panas-energi listrik secara grafik !

5. Bandingkan hasilnya dengan harapan anda pada pertanyaan no.3 !

Lab Fisika/DE. STMIK GI MDP Jl. Rajawali 14 Palembang 15

O P T I K

I. TUJUAN PERCOBAAN

1. Dapat memahami teori tentang optik.

2. Dapat menentukan jarak fokus dan jari-jari lengkung lensa.

3. Dapat menentung indeks bias lensa dan zat cair.

II. LANDASAN TEORI

Suatu sistem optik, dimana suatu benda berada di depan optik (gabungan antara

lensa dan cermin datar), maka pada jarak tertentu akan didapat suatu kedudukan dimana

bayangan benda akan terbalik dan sama besar dengan benda tersebut.

Adapun besar jari-jari lengkungan permukaan bawah lensa adalah :

)pf(

pfRb

Bila jari-jari lengkung permukaan atas dan bawah sama besar (Ra = Rb), maka besar indeks

bias lensa adalah :

)pf(2

pf2n

Dan jika diatas cermin diberi zat air kemudian diletakkan lensa diatasnya, maka besarnya

indeks biasnya adalah :

)fp("f

)"fp(fn

Dimana :

Ra = Jari-jari lengkung permukaan atas

Rb = Jari-jari lengkung permukaan bawah

n = Indeks bias

f = Jarak focus lensa

f” = Jarak focus lensa dengan bayangan

III. PERALATAN YANG DIPAKAI

1. Lensa/Loup.

2. Cermin datar.

3. Jangka Sorong.

4. Mistar.

Lab Fisika/DE. STMIK GI MDP Jl. Rajawali 14 Palembang 16

IV. PROSEDUR PERCOBAAN

1 Letakkan lensa diatas cermin datar pada tiang statif.

2. Usahakan ujung jarum berada disumbu utama lensa.

3. Atur kedudukan jarum sehingga bayangan terbalik dan sama besar dengan jarum.

4. Catat jarak antara D dan pusat optic.

5. Baliklah kedudukan lensa (beri tanda Ra dan Rb).

6. Ulangi prosedur 2 sampai dengan 5 untuk cermin datar saja dan untuk gabungan

lensa dan cermin datar yang diantarnya diteteskan air secukupnya.

7. Lalu catat jarak antara D dan pusat optic yang dihasilkan.

V. DATA HASIL PENGAMATAN

(1) (2) (3)

Pa Pb Pa Pb Pa Pb

VI. PERTANYAAN

1. Tentukan fokus lensa beserta kesalahannya?

2. Hitung harga Ra dan Rb?

3. Apakah harga Ra dan Rb bisa dianggap sama dan bagaimana pula dengan

perubahaan harga f dengan membalik lensa tersebut?

4. Hitung indeks bias lensa dan zat cair beserta kesalahannya?

lensa

cermin

jarum

f

D D

benda

bayangan

P

lensa

cermin

Lab Fisika/DE. STMIK GI MDP Jl. Rajawali 14 Palembang 17

L

L’ F2

F1 B

B’ v b

Lensa (+) layar

TITIK FOKUS LENSA

I. TUJUAN PERCOBAAN

1. Dapat memahami sifat-sifat dari lensa

2. Dapat menentukan jarak fokus lensa, baik satu lensa maupun lensa gabungan.

II. LANDASAN TEORI

Lensa adalah suatu benda tembus cahaya yang dibatasi oleh bidang lengkung atau

bidang datar dan bidang lengkung. Sifat-sifat pembiasan cahaya dari lensa positif adalah

sebagai berikut :

1. Sinar sejajar sumbu utama dibiaskan ketitik fokus F1.

2. Sinar yang melalui titik fokus F2 dibiaskan sejajar dengan sumbu utama

3. Sinar yang melalui pusat optik tidak mengalami pembiasan.

Gambar:

Dalam hal ini berlaku :

Perbandingan panjang bayangan (jarak bayangan) dan panjang benda (jarak benda) disebut

pembesaran linier dapat ditentukan :

'LL

'BBm atau

b

Vm

Jika dua buah lensa tipis dengan jarak fokus lensa masing-masing (f1 dan f2) dirapatkan

atau digabung maka diperoleh satu lensa gabungan, yaitu :

Lab Fisika/DE. STMIK GI MDP Jl. Rajawali 14 Palembang 18

21 f

1

f

1

f

1

III. PERALATAN YANG DIPAKAI

1. Tiga buah lensa positif.

2. Bangku optik lengkap dengan lampu pijar yang diberi celah berbentuk anak panah.

3. layar untuk bayangan.

IV. PROSEDUR PERCOBAAN

1. Ukurlah tinggi celah anak panah yang dipakai sebagai tinggi benda (LL’)

2. Dengan cara mengeser-geserkan lensa, dapatkan bayangan yang jelas pada layar

(BB’).

3. Ukur dan catat tinggi bayangan (BB’) dan jarak bayangan (v).

3. Ulangi prosedur 2 dengan jarak benda ke lensa yang berbeda sebanyak 5 kali.

4. Lakukan pula untuk kedua lensa lainnya secara bergantian.

5. Lalu ulangi untuk gabungan lensa-lensa tersebut.

6. Ukurlah tinggi bayangan yang didapat baik untuk lensa 1,2 dan 3 maupun lensa

gabungan.

V. DATA HASIL PENGAMATAN

Lensa(mm) Jarak benda(cm) Jarak Bayangan(cm) Tinggi Bayangan(cm)

50

100 & 200

100

200

VI. PERTANYAAN

1. Hitunglah jarak fokus (f + f ) dan kesalahan relatif dari semua lensa dan pasangan

lensa gabungan?

2. Tentukan pembesaran linier dan kesalahan relative untuk semua lensa dan lensa

gabungan?

Lab Fisika/DE. STMIK GI MDP Jl. Rajawali 14 Palembang 19

FREKUENSI BUNYI GARPUTALA

I. TUJUAN PERCOBAAN

1. Dapat memahami gelombang bunyi dan frekuensi bunyi dari garputala.

2. Dapat memahami teori dan menggunakan rumus frekuensi bunyi dari garputala.

II. LANDASAN TEORI

Bila suatu gelombang bunyi yang merambat melalui medium udara menyentuh

suatu permukaan, maka akan terjadi suatu gelombang pantul, dimana gelombang pantul ini

akan merambat balik berlawanan arah dengan gelombang datang dimana kedua gelombang

ini akan berinterferensi membentuk gabungan yang disebut “gelombang berdiri” atau

“gelombang stasioner”.

1. Persamaan untuk gelombang tetap adalah : 2. Persamaan frekuens bunyi yang

y = 2A sin kx cos ωt ditimbulkan adalah : v = f λ

Dimana : Dimana :

y = Simpangan (m) v = Kecepatan bunyi di udara

A = Amplitudo (m) (=344 m/dt)

t = waktu getar (s) f = Frekuensi bunyi (hertz)

x = posisi (cm) λ = panjang

ω = frekuensi sudut (rad/s) gelombang(Angstrom)

k = konstanta (/cm)

Cepat rambat bunyi di udara berubah-ubah berdasarkan temperatur udara. Pada 0oC

kecepatan rambat bunyi di udara adalah 331,4 m/s, sedangkan pada temperatur 20oC

sebesar 344 m/s. Cepat rambat bunyi sangat dekat ketergantungannya dengan temperatur.

Y

(a)

(b)

(c)

X

1/2 1/2

Lab Fisika/DE. STMIK GI MDP Jl. Rajawali 14 Palembang 20

Ketika suatu benda yang bergetar menyebabkan getaran udara di ruang tertutup,

getaran udara tersebut lemah pada frekuensi tertentu dan kuat pada frekuensi lain.

Frekuensi di mana getaran udara tersebut kuat disebut frekuensi resonansi. Frekuensi ini

dapat dengan mudah dikenali dengan cara mendengarkan kuat suara yang dihasilkan oleh

getaran tersebut. Perubahan ukuran dan bentuk ruangan tertutup dapat menghasilkan

barisan frekuensi resonansi yang berbeda pula.

Ketika udara di dalam ruang tertutup bergetar, posisi, kecepatan, tekanan, kerapatan

dan bahkan temperatur berubah secara periodik terhadap waktu. Perubahan nilai pada suatu

titik pada ruangan tersebut berbeda dengan titik lainnya. Ada titik-titik di mana nilai-nilai

tersebut tidak berubah sama sekali, yang disebut dengan simpul (node). Ada juga titik-titik

yang nilai-nilainya relatif maksimum. Titik-titik tersebut disebut dengan perut (antinode).

Pada tabung panjang, jarak antara simpul dan perut yang terdekat selalu 1/4 panjang

gelombang suara. Apabila frekuensi (sehingga panjang gelombang juga) sumber getaran

dibuat tetap, maka resonansi yang dihasilkan pada tabung tersebut dapat digambarkan

seperti berikut:

III. PERALATAN YANG DIPAKAI

1. Garputala

2. Pemukul garputala.

3. Stetoskop.

4. Tabung Kolom.

Lab Fisika/DE. STMIK GI MDP Jl. Rajawali 14 Palembang 21

IV. PROSEDUR PERCOBAAN

1. Isi tabung kolom sampai penuh tepat pada skala nol, dan tutup saluran ke luar air

pada bagian bawah.

2. Getarkan garputala dengan pemukulnya lalu letakkan diatas tabung dan bersamaan

dengan itu pula buka saluran ke luar air sehingga permukaan air ke luar dengan

kecepatan tetap.

3. Dengarkan bunyi menggunakan stetoskop yang diletakkan di mulut tabung.

4. Catat jarak permukaan air ke mulut tabung yang menyebabkan resonansi.

5. Ulangi percobaan dengan garputala yang berbeda.

V. DATA HASIL PENGAMATAN

Garputala Panjang tabung saat resonansi ke-

0 1 2 3 4 5

D 288

F 341

A 426

C512

VI. PERTANYAAN

1. Hitung frekuensi bunyi dari garputala?

2. Buktikan persamaan y = 2A sin kx cos ωt!

3. Berdasarkan informasi hubungan temperatur dan cepat rambat suara pada tinjauan

pustaka, tentukan persamaan cepat rambat bunyi terhadap waktu.