Model Adveksi-Difusi 2 Dimensi

15
Laporan Praktikum 2 ANALISIS DAN PEMODELAN OSEANOGRAFI (ITK 628) MODEL ADVEKSI-DIFUSI 2D Oleh ZAN ZIBAR C551140041 / S2-IKL Diajukan untuk memnuhi salah satu tugas Mata Kuliah Analisis dan Pemodelan Oseanografi SEKOLAH PASCASARJANA DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

Transcript of Model Adveksi-Difusi 2 Dimensi

Laporan Praktikum 2 ANALISIS DAN PEMODELAN OSEANOGRAFI

(ITK 628)

MODEL ADVEKSI-DIFUSI 2D

Oleh

ZAN ZIBAR C551140041 / S2-IKL

Diajukan untuk memnuhi salah satu tugas Mata Kuliah

Analisis dan Pemodelan Oseanografi

SEKOLAH PASCASARJANA DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2015

Model Adveksi-Difusi 2D 1. Pendahuluan

Model matematika dapat digunakan dalam persoalan-persoalan polusi lingkungan seperti yang terjadi pada perairan, dengan disimulasikan atau diturunkan fenomena kejadiannya (Haryanto, 2008).

Gejala yang terjadi di perairan sangat penting untuk di pelajari terutama yang berhubungan dengan adveksi dan difusi polutan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Luknanto (1992) bahwa Fenomena aliran dan transport merupakan suatu gejala alam yang penting untuk dipelajari karena mempunyai pengaruh terhadap beberapa studi rekayasa. Fenomena tersebut terjadi dalam berbagai macam situasi fisik, seperti transfer panas, proses pemisahan zat kimia, aliran fluida dalam media berpori, penyebaran kontaminan dalam cairan dan juga transport partikel-partikel kecil seperti penyebaran polutan, garam, sedimen dan lain-lain di dalam perairan dangkal.

Di alam, proses penyebaran polutan terjadi melalui dua proses utama yaitu difusi dan adveksi, dan dapat dianggap dua mekanisme yang terpisah (Haryanto, 2008). Adveksi adalah proses perpindahan panas sebagai akibat dari adanya aliran. Difusi adaalah proses perpindahan panas berupa rambatan dari air dengan temperatur tinggi ke air dengan temperatur yang lebih rendah (Supangat dan Susanna, 2008).

Tujuan pelaksanaan praktikum adalah Menerangkan metode pemecahan numerik eksplisit untuk menyelesaikan persamaan adveksi - difusi 2 dimensi dengan metode eksplisit Upstream. Memahami penerapan parameter model dalam kaitannya dengan stabilitas numerik. 2. Metode

2.1. Persamaan Pembangun dan Metode Deskritisasi Dasar dalam membangun model 2D untuk transpor adveksi adalah persamaan

matematis 휕퐹휕푡 = −푢

휕퐹휕푥 − 푣

휕퐹휕푥 … … (푖)

Sedangkan dalam membangun model 2D untuk transpor dengan mekanisme

difusi, dibangun dari persamaan matematis sebagai berikut : 휕퐹휕푡 = 퐴

휕 퐹휕푥 + 퐴

휕 퐹휕푦 … … (푖푖)

Persamaan (i) dan persamaan (ii) merupakan persamaan umum yang menggambarkan proses adveksi serta difusi yang terjadi pada suatu materi sehingga untuk membentuk suatu persamaan model 2D yang mendekati proses kejadian di alam maka perlu adanya deskritisasi terhadap persamaan tersebut.

Deskritisasi merupakan suatu metode untuk mencari solusi persamaan secara numerik dari suatu persamaan matematika sehingga dapat dinyatakan baik dalam dimensi ruang ataupun waktu. Proses deksritisasi model 2D pada bagian atau suku

adveksi umumnya menggunakan metode eksplisit upstream. Metode yang sama juga berlaku untuk deskritisasi suku difusi.

Metode eksplisit upstream (pada model 2D adveksi) merupakan metode eksplisit dimana persamaan beda hingga dengan metode ini menggunakan pendekatan beda maju untuk turunan waktu, sedangkan untuk turunan terhadap ruang dilakukan dengan melihat arah kecepatan u. Jika u > 0 maka turunan terhadap ruang menggunakan pendekatan beda mundur, sebaliknya jika u < 0 digunakan pendekatan beda maju. Persamaan dari metode diskritisasi untuk suku adveksi 2D adalah sebagai berikut :

퐹 , = 1 − |푢|Δ푡Δ푥 −

|푣|Δ푡Δ푦 퐹 , +

Δ푡2Δ푦

(푢 + |푢|)퐹 , + (푢 + |푢|)퐹 ,

+Δ푡

2Δ푦(푢 + |푢|)퐹 , + (푢 + |푢|)퐹 , … … (푖푖푖)

Model 2D untuk mekanisme transpor difusi dapat menggunakan pendekatan beda maju untuk turunan waktu dan beda pusat untuk turunan ruang. Indeks n untuk waktu, indeks i untuk ruang, dan koefisiesn difusi AD dianggap konstan terhadap ruang dan waktu. Persamaan diskritisasi untuk model 2D difusi adalah sebagai berikut : 퐹 , = 퐹 , + 퐴 퐹 , − 2 퐹 , + 퐹 , + 퐴 퐹 , − 2 퐹 , +

퐹 , ] … (푖푣) Pada model 2D untuk proses adveksi dan difusi yang telah digabung maka deskritisasi persamaan adalah menggabungkan dua suku yakni suku adveksi dan suku difusi. Persamaan diskritisasi untuk model adveksi difusi 2D adalah sebagai berikut : 퐹 , = 1 − |휆 | − 휆 퐹 , + (휆 + |휆 |)퐹 , + (휆 + |휆 |)퐹 , 훼 퐹 , −

2퐹 , − 퐹 , ] + 휆 + 휆 퐹 , + 휆 + 휆 퐹 , 훼 퐹 , − 2퐹 , −퐹 , ] … . (푣) 2.2. Penentuan Nilai Batas dan Syarat Batas

Syarat batas merupakan suatu kondisi yang menggambarkan kondisi di batas (ruang maupun waktu) dari model yang dibangun. Pada model 2D, syarat batas dari metode eksplisit upstream diberikan pada nilai awal (hulu) dan nilai akhir (hilir). Syarat batas di hulu dan di hilir adalah sebagai berikut :

퐹 , = 퐹 , untuk j =1, 2, 3, ....., jmax 퐹 , = 퐹 , untuk j =1, 2, 3, ....., jmax 퐹 , = 퐹 , untuk j =1, 2, 3, ....., jmax 퐹 , = 퐹 , untuk j =1, 2, 3, ....., jmax Iterasi dihentikan bila mencapai batas :

휀 = 퐹 , − 퐹 , ; 휀 = 10 Syarat awal yang digunakan dalam skenario model 2D adveksi-difusi ini adalah

dengan memberikan harga 0 disemua titik konsentrasi polutan kecuali di titik-titik sumber yang tersebar dan sumber bersifat tidak kontinu.

2.3. Kriteria Kestabilan Kriteria kestabilan merupakan suatu metode untuk menentukan seberapa besar

nilai stabilitas dari model yang dibangun. Kriteria kestabilan yang digunakan untuk menyelesaikan pemodelan 2D adveksi difusi ini adalah sebagai berikut.

2훼 + 2훼 + 휆 + 휆 ≤ 1

휆 = uΔ푡Δ푥 < 1 푑푎푛 훼 =

A Δ푡Δ푥 < 1

휆 = vΔ푡Δ푦 < 1 푑푎푛 훼 =

A Δ푡Δ푦 < 1

2.4. Skenario Model Pembuatan skenario model 2D untuk mekanisme adveksi menggunakan perangkat

lunak Microsoft Developer Studio Fortran 90. Adapun skenario yang dibangun adalah dengan mengubah kondisi perlakuan arus dari (0° , 180° , 9° dan 270°). Listing program untuk menjalankan model adveksi 2D pada Microsoft Developer Studio Fortran 90 adalah sebagai berikut :

!VARIABEL real F,Fo, lamdax, lamday, Fa, Fd, sel, sele, maxi dimension F(100,100), Fo(100,100), Fd(100,100), Fdo(100,100), Fa(100,100), Fao(100,100) dimension F1(100,100), F2(100,100), F3(100,100), F4(100,100), F5(100,100), sele(100,100) dimension Fa1(100,100), Fa2(100,100), Fa3(100,100), Fd4(100,100), Fd5(100,100), sel(100,100) !INPUT DATA !print *,'Masukkan Lebar Grid dalam Arah x, dx (dalam meter)' !read(*,*) dx !print *,'Masukkan Lebar Grid dalam Arah y, dy (dalam meter)' !read(*,*) dy !print *,'Masukkan Interval Waktu dt (dalam detik)' !read(*,*) dt !print *,'Masukkan Harga Kecepatan Arus (dalam m/det)' !read(*,*) Vtot !print *,'Masukkan Arah Arus (dalam derajat dari Utara)' !read(*,*) arah !print *,'Masukkan Harga Koefisien Difusi (dalam m2/det)' !read(*,*) AD !print *,'Masukkan Harga Konsentrasi Awal di pusat (dalam gr/l)' !read(*,*) KA !print *,'Masukkan Harga Konsentrasi Awal di sekeliling (dalam gr/l)' !read(*,*) KB !print *,'Masukkan Koordinat Grid Tempat Konsentrasi di pusat (x,y)' !read(*,*) XA1,YA1 !print *,'Masukkan Koordinat Grid Tempat Konsentrasi di sekeliling (x,y)' !read(*,*) XA2,YA2 !print *,'Masukkan Koordinat Grid Tempat Konsentrasi di sekeliling (x,y)' !read(*,*) XA3,YA3 !print *,'Masukkan Koordinat Grid Tempat Konsentrasi di sekeliling (x,y)' !read(*,*) XA4,YA4 !print *,'Masukkan Koordinat Grid Tempat Konsentrasi di sekeliling (x,y)' !read(*,*) XA5,YA5 dx=10 dy=10

dt=5 Vtot=0.5 arah=270 Ad=1 KA=100 KB=75 XA1=6 YA1=5 XA2=5 YA2=6 XA3=6 YA3=7 XA4=7 YA4=6 pi=3.141592654 U=Vtot*sin(arah*pi/180) V=Vtot*cos(arah*pi/180) eps=0.0000001 mmax=30 nmax=30 tmax=50 lamdax=U*dt/dx lamday=V*dt/dy alfax=AD*dt/(dx**2) alfay=AD*dt/(dy**2) !SYARAT AWAL do i=1,nmax do j=1,mmax Fo(i,j)=0 Fao(i,j)=0 Fdo(i,j)=0 enddo enddo !NILAI AWAL KONSENTRASI POLUTAN Fo(XA1,YA1)=KA Fao(XA1,YA1)=KA Fdo(XA1,YA1)=KA Fo(XA2,YA2)=KB Fao(XA2,YA2)=KB Fdo(XA2,YA2)=KB Fo(XA3,YA3)=KB Fao(XA3,YA3)=KB Fdo(XA3,YA3)=KB Fo(XA4,YA4)=KB Fao(XA4,YA4)=KB Fdo(XA4,YA4)=KB Fo(XA5,YA5)=KB Fao(XA5,YA5)=KB Fdo(XA5,YA5)=KB !ITERASI WAKTU akhir=0

k=0 do while (akhir.eq.0) k=k+1 !SYARAT BATAS do j=1,mmax F(1,j)=F(2,j) F(nmax,j)=F(nmax-1,j) Fa(1,j)=Fa(2,j) Fa(nmax,j)=Fa(nmax-1,j) Fd(1,j)=Fd(2,j) Fd(nmax,j)=Fd(nmax-1,j) enddo do i=1,nmax F(i,1)=F(i,2) F(i,mmax)=F(i,mmax-1) Fa(i,1)=Fa(i,2) Fa(i,mmax)=Fa(i,mmax-1) Fd(i,1)=Fd(i,2) Fd(i,mmax)=Fd(i,mmax-1) enddo !DISKRITISASI do i=2,mmax-1 do j=2,nmax-1 F1(i,j)=(1-abs(lamdax)-abs(lamday))*Fo(i,j) F2(i,j)=0.5*(((lamdax+abs(lamdax))*Fo(i,j-1))+((abs(lamdax)-lamdax)*Fo(i,j+1))) F3(i,j)=0.5*(((lamday+abs(lamday))*Fo(i-1,j))+((abs(lamday)-lamday)*Fo(i+1,j))) F4(i,j)=alfax*(Fo(i,j+1)-2*Fo(i,j)+Fo(i,j-1)) F5(i,j)=alfay*(Fo(i+1,j)-2*Fo(i,j)+Fo(i-1,j)) Fa1(i,j)=(1-abs(lamdax)-abs(lamday))*Fao(i,j) Fa2(i,j)=0.5*(((lamdax+abs(lamdax))*Fao(i,j-1))+((abs(lamdax)-lamdax)*Fao(i,j+1))) Fa3(i,j)=0.5*(((lamday+abs(lamday))*Fao(i-1,j))+((abs(lamday)-lamday)*Fao(i+1,j))) Fd4(i,j)=alfax*(Fdo(i,j+1)-2*Fdo(i,j)+Fdo(i,j-1)) Fd5(i,j)=alfay*(Fdo(i+1,j)-2*Fdo(i,j)+Fdo(i-1,j)) Fa(i,j)=Fa1(i,j)+Fa2(i,j)+Fa3(i,j) Fd(i,j)=Fdo(i,j)+Fd4(i,j)+Fd5(i,j) F(i,j)=F1(i,j)+F2(i,j)+F3(i,j)+F4(i,j)+F5(i,j) sele(i,j)=F(i,j)-Fo(i,j) sel(i,j)=abs(sele(i,j)) enddo enddo maxi=-1000 do i=2,mmax-1 do j=2,nmax-1 maxi=max(maxi,sele(i,j)) enddo enddo

if(maxi.le.eps) akhir=1 if(maxi.le.eps) kmax=k !CETAK HASIL if ((k.ne.5).and.(k.ne.24).and.(k.ne.45)) goto 20 open (1,FILE='adv1.txt',status='unknown') open (2,FILE='dif1.txt',status='unknown') open (3,FILE='total1.txt',status='unknown') do i=nmax,1,-1 write (1,100) (Fa(i,j),j=1,mmax) write (2,100) (Fd(i,j),j=1,mmax) write (3,100) (F(i,j),j=1,mmax) enddo write (1,*) ' ' write (2,*) ' ' write (3,*) ' ' 100 format (500f8.2) !TRANSFER VARIABEL 20 do i=1,nmax do j=1,mmax Fo(i,j)=F(i,j) Fao(i,j)=Fa(i,j) Fdo(i,j)=Fd(i,j) enddo enddo if (k.eq.tmax) akhir=1 write (*,*) k enddo

end Data yang suda tersimpan dalam bentuk text yang di keluarkan oleh Microsoft

Developer Studio Fortran 90 di ekstrak kembali, dengan tujuan data yang di hasilkan dari Microsoft Developer Studio Fortran 90 dapat terbaca pada MATLAB 7.5.0 (R2007b) untuk menampilkan gambar skenario model yang digunakan. Sintaks yang digunakan untuk memvisualisasi data dalam bentuk grafik adalah sebagai berikut :

load utara.txt; y1=flipud(utara(1:30,:)); y2=flipud(utara(31:60,:)); y3=flipud(utara(61:90,:)); subplot(3,1,1);contourf(y1); xlabel('Grid Ke'); ylabel('Grid Ke'); subplot(3,1,2);contourf(y2); xlabel('Grid Ke'); ylabel('Grid Ke'); subplot(3,1,3);contourf(y3); xlabel('Grid Ke'); ylabel('Grid Ke');

3. Hasil Dan Pembahasan 3.1. Hasil Adveksi Difusi 2D Dengan Sumber Polutan di Tengah

Hasil pemodelan adveksi difusi dua dimensi dengan skenario arah arus menuju ke utara dan sumber polutan bersifat kontinu pada grid ke 15.

Gambar 1. (atas) pergerakan polutan saat iterasi ke 5 ; (tengah) pergerakan polutan saat iterasi ke 24 ; (bawah) pergerakan polutan saat iterasi ke 45

Hasil pemodelan adveksi difusi dua dimensi dengan skenario arah arus menuju ke selatan dan sumber polutan bersifat kontinu pada grid ke 15.

Gambar 2. (atas) pergerakan polutan saat iterasi ke 5 ; (tengah) pergerakan polutan saat iterasi ke 24 ; (bawah) pergerakan polutan saat iterasi ke 45

Hasil pemodelan adveksi difusi dua dimensi dengan skenario arah arus menuju ke timur dan sumber polutan bersifat kontinu pada grid ke 15.

Gambar 3. (atas) pergerakan polutan saat iterasi ke 5 ; (tengah) pergerakan polutan saat iterasi ke 24 ; (bawah) pergerakan polutan saat iterasi ke 45

Hasil pemodelan adveksi difusi dua dimensi dengan skenario arah arus menuju

ke barat dan sumber polutan bersifat kontinu pada grid ke 15.

Gambar 4. (atas) pergerakan polutan saat iterasi ke 5 ; (tengah) pergerakan polutan saat iterasi ke 24 ; (bawah) pergerakan polutan saat iterasi ke 45

Adveksi Difusi 2D Dengan Sumber Polutan di Barat

Hasil pemodelan adveksi difusi dua dimensi dengan skenario arah arus menuju ke utara dan sumber polutan bersifat kontinu pada grid ke 6.

Gambar 5. (atas) pergerakan polutan saat iterasi ke 5 ; (tengah) pergerakan polutan saat iterasi ke 24 ; (bawah) pergerakan polutan saat iterasi ke 45

Hasil pemodelan adveksi difusi dua dimensi dengan skenario arah arus menuju

ke selatan dan sumber polutan bersifat kontinu pada grid ke 6.

Gambar 6. (atas) pergerakan polutan saat iterasi ke 5 ; (tengah) pergerakan polutan saat iterasi ke 24 ; (bawah) pergerakan polutan saat iterasi ke 45

Hasil pemodelan adveksi difusi dua dimensi dengan skenario arah arus menuju ke timur dan sumber polutan bersifat kontinu pada grid ke 6.

Gambar 7. (atas) pergerakan polutan saat iterasi ke 5 ; (tengah) pergerakan polutan saat iterasi ke 24 ; (bawah) pergerakan polutan saat iterasi ke 45

Hasil pemodelan adveksi difusi dua dimensi dengan skenario arah arus menuju

ke barat dan sumber polutan bersifat kontinu pada grid ke 6.

Gambar 8. (atas) pergerakan polutan saat iterasi ke 5 ; (tengah) pergerakan polutan saat iterasi ke 24 ; (bawah) pergerakan polutan saat iterasi ke 45

Adveksi Difusi 2D Dengan Sumber Polutan di Timur

Hasil pemodelan adveksi difusi dua dimensi dengan skenario arah arus menuju ke utara dan sumber polutan bersifat kontinu pada grid ke 25.

Gambar 9. (atas) pergerakan polutan saat iterasi ke 5 ; (tengah) pergerakan polutan saat iterasi ke 24 ; (bawah) pergerakan polutan saat iterasi ke 45

Hasil pemodelan adveksi difusi dua dimensi dengan skenario arah arus menuju

ke selatan dan sumber polutan bersifat kontinu pada grid ke 25.

Gambar 10. (atas) pergerakan polutan saat iterasi ke 5 ; (tengah) pergerakan polutan saat iterasi ke 24 ; (bawah) pergerakan polutan saat iterasi ke 45

Hasil pemodelan adveksi difusi dua dimensi dengan skenario arah arus menuju ke timur dan sumber polutan bersifat kontinu pada grid ke 25.

Gambar 11. (atas) pergerakan polutan saat iterasi ke 5 ; (tengah) pergerakan polutan saat iterasi ke 24 ; (bawah) pergerakan polutan saat iterasi ke 45

Hasil pemodelan adveksi difusi dua dimensi dengan skenario arah arus menuju

ke barat dan sumber polutan bersifat kontinu pada grid ke 25.

Gambar 12. (atas) pergerakan polutan saat iterasi ke 5 ; (tengah) pergerakan polutan saat iterasi ke 24 ; (bawah) pergerakan polutan saat iterasi ke 45

3.2. Pembahasan

Adveksi Difusi 2D Dengan Sumber Polutan di Tengah

Hasil model yang dilakukan seperti yang terlihat pada Gambar 1 sampai 4 memberikan informasi tentang perpindahan konsentrasi polutan sesuai dengan arah arus yang diberikan pada skenario model yang dibuat yaitu model adveksi difusi 2D. Saat arus bergerak menuju utara, maka perlahan konsentrasi polutan yang bersumber dari grid 15 dengan sifat yang terus kontinu akan bergerak menuju utara dari iterasi waktu ke 5 sampai iterasi waktu ke 45 dengan perpindahan konsentrasi polutan sebanyak 8 grid ke arah utara dan selatan, 12 grid ke arah timur dan barat .

Adveksi Difusi 2D Dengan Sumber Polutan di Barat

Gambar 5 sampai 8 memberikan informasi tentang perpindahan konsentrasi polutan sesuai dengan arah arus yang diberikan pada skenario model yang dibuat yaitu model adveksi difusi 2D. Saat arus bergerak menuju barat, maka perlahan konsentrasi polutan yang bersumber dari grid 6 dengan sifat yang terus kontinu akan bergerak menuju utara dari iterasi waktu ke 5 sampai iterasi waktu ke 45 dengan perpindahan konsentrasi polutan sebanyak 10 grid, 10 grid ke arah selatan, 14 grid ke arah timur dan 8 grid ke arah barat.

Adveksi Difusi 2D Dengan Sumber Polutan di Timur

Hasil model yang dilakukan seperti yang terlihat pada Gambar 9 sampai 12 memberikan informasi tentang perpindahan konsentrasi polutan sesuai dengan arah arus yang diberikan pada skenario model yang dibuat yaitu model adveksi difusi 2D. Saat arus bergerak menuju utara, maka perlahan konsentrasi polutan yang bersumber dari grid 25 dengan sifat yang terus kontinu akan bergerak menuju utara dari iterasi waktu ke 5 sampai iterasi waktu ke 45 dengan perpindahan konsentrasi polutan sebanyak 10 grid, kemudian konsentrasi polutan akan mengalami perpindahan sebanyak 8 grid ke arah selatan, 14 grid ke arah barat dan 5 grid ke arah timur.

4. PENUTUP

Kesimpulan

Arus memberikan peranan dalam proses adveksi difusi 2 dimensi dengan pergerakan polutan yang sesuai dengan arah arus, sedangkan koefisien adveksi difusi memberikan gambaran proses transport konsentrasi polutan ke segala arah. Kecepatan pergerakan dan penyebaran tergantung pada kecepatan arus.

DAFTAR PUSTAKA

Haryanto B. Pebruari. 2008. Pengaruh Pemilihan Kondisi Batas, langkah Ruang, LangkahWaktu, dan Koefisien Difusi pada Model Difusi. Jurnal Aplika. Vol 8. No. 1.

Koropitan,A. 2001. MODUL PRAKTIKUMPEMODELAN OSEANOGRAFI. ProgramStudi Oseanografi, Institut Teknologi Bandung. Bandung

Kowalik, Z. and Murty, T. S. 1993. Numerical Modeling of Ocean Dynamics. World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd. London

Luknanto, Djoko. 1992. Angkutan Limbah. Universitas Gadjah Mada, Pusat Antar Universitas, Ilmu Teknik, Yogyakarta.

Supangat, A., Susanna. 2008. Pengantar Oseanografi. Jakarta : Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non-Hayati, Badan Riset Perikanan dan Kelautan, Departemen Kelautan dan Perikanan