metode pendidikan dalam perspektif al-qur'an kajian qs. an ...

76
METODE PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN KAJIAN QS. AN-NAHL AYAT 125-127 SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) Oleh: CINDI PRATIWI 108011000075 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M / 1435 H

Transcript of metode pendidikan dalam perspektif al-qur'an kajian qs. an ...

METODE PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF

AL-QUR’AN KAJIAN QS. AN-NAHL AYAT 125-127

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh:

CINDI PRATIWI

108011000075

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014 M / 1435 H

i

ABSTRAK

Metode Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur’an Kajian QS. An-nahl ayat

125-127

Kata Kunci : Metode Pendidikan Islam, Surat An-nahl ayat 125-127

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode pendidikan islam dalam

perspektif Al-Qur’an Kajian surat An-nahl 125-127. Karena pada dasarnya

banyak sekali metode pendidikan yang terdapat di dalam Al-Qur’an. Metode yang

dilakukan dalam penulisan penelitian ini adalah pure library research (penelitian

kepustakaan) sehingga apa yang terdapat di dalam penelitian ini berdasarkan atas

buku-buku yang digunakan penulis sebagai bahan rujukan di dalam menganalisa

pada setiap ayatnya, sehingga dari hasil penelitian ini dapat penulis simpulkan

terdapat lima metode pendidikan islam yang sudah ditafsirkan oleh para ahli tafsir

dan dianalisa oleh penulis. Kelima metode tersebut antara lain: 1. Al-hikmah :

perkataan yang kuat disertai dengan dalil. 2. Al-mauizah hasanah: Perkataan yang

lembut dan benar. 3. Al-Jiddal: membantah dengan cara yang baik. 4. Al-

Muhtadin : memberikan balasan yang setimpal. 5. Asshabru: perasaan tabah dan

menahan diri.

Cindi Pratiwi (PAI)

ii

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT sang

penentu segala urusan atas berkat, rahmat, taufiq, serta hidayah dan limpahan

petunjuk-Nya akhirnyan penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“metode pendidikn dalam perspektif Al-Qur’an kajian QS. An-nahl ayat 125-

127”. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad

SAW beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah memberikan petunjuk dan

pedoman hidup bagi manusia.

Oleh karena itu, tanpa mengurangi rasa terima kasih kepada orang-orang

yang tidak penulis sebutkan namanya, penulis perlu menyampaikan terima kasih

khususnya kepada:

1. Dr. Nurlena Rifa’i MA, Ph.D dekan fakultas ilmu tarbiyah dan keguruan,

universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon, M, Ag. Kepala jurusan pendidikan Agama

Islam, yang selalu memberikan kemudahan dalam setiap kebijakan yang

beliau berikan selama penulis menjadi mahasiswa di jurusan PAI.

3. Marhamah Saleh, Lc, MA, Sekertaris jurusan Pendidikan Agama Islam

fakultas Ilmu Trabiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

4. Siti Khadijah M. A. dosen penasehat akademik jurusan pendidikan agama

Islam, yang memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis .

5. Ibu Dra Ello Al-Bugis M.A, dosen pembimbing skripsi yang selalu

menyempatkan waktu ditengah kesibukan beliau untuk membimbing,

mengarahkan, dan memebrikan semangat selama proses penulisan skripsi ini.

6. Yang paling utama untuk kedua orang tuaku tercita, ibunda Hj. Umiasih dan

ayahanda H. mahrod, yang selalu dengan tulus memberikan doa dan dukungan

serta semangat yang tak henti-hentinya demi kemajuan penulis.

iii

7. Teruntuk suamiku tersayang Badru Salam S.S. yang telah memberikan

dukungan baik secara moral dan material, yang terus menerus memberikan

semangat sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dan teruntuk

putraku tercinta Firaz Aljuffar Badzlin Assalam yang selalu menjadi support

dan penyemangat didalam penyusunan skripsi ini.

8. Dan tak lupa pula terima kasih untuk keluarga besarku, kakak-kakakku: Susi

Dewi Yanti, Yudi Cahyadi dan Nina Meliyana. Dan untuk adik-adikku : Cepi

Jaya permana dan Zahrotul Inayah. Yang senantiasa mendoakan.

9. Kawan-kawan PAI C angkatan 2008, khususnya Devi febrina dan Maryati.

Yang menjadi tempat untuk berdiskusi , bertukar pikiran dengan semangat

perjuangan kita bersama-sama menuju kesuksesan.

10. Dan kepada semua pihak yang telah membantu serta memberikan dukungan

kepada penulis baik secara moral dan materil.

Tidak ada yang dapat penulis berikan sebagai balas jasa kepada mereka

yang telah memebrikan banyak bantuan dan dukungan kepada penulis, kecuali

dengan doa semoga Allah SWT membalas-Nya. Amiiiin.

Ciputat, 22 juli 2014

Penulis

Cindi Pratiwi

iv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK .......................................................................................... i

KATA PENGANTAR ........................................................................ ii

DAFTAR ISI ....................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................. 1

B. Identifikasi Masalah .......................................................... 5

C. Pembatasan Masalah ......................................................... 5

D. Perumusan Masalah........................................................... 6

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................... 6

BAB II KAJIAN TEORITIK

A. Acuan Teori ....................................................................... 7

1 Pengertian Metode Pendidikan...................................... 7

2 Penggunaan Metode Pendidikan .................................... 9

3 Prinsip-prinsip Metode Pendidikan ................................ 11

4 Dasar-dasar Metode Pendidikan .................................... 13

5 Jenis-jenis Metode Pendidikan ...................................... 16

6 Metode Pendidikan dalam Al-Qur’an ........................... 24

B. Hasil Penelitian yang Relevan ......................................... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Objek dan Waktu Penelitian ......................................... 31

B. Metode Penulisan .......................................................... 31

v

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Teks ayat dan Terjemahan Surat An-Nahl 125-127 ....... 32

B. Tafsir Surat An-Nahl .................................................... 33

1. Ayat 125 .................................................................... 33

2. Ayat 126 .................................................................... 43

3. Ayat 127 .................................................................... 46

C. Konsep Metode Pendidikan surat An-Nahl 125-127 ........ 48

D. kandungan Makna Surat An-Nahl 125-127 ..................... 50

E. Analisis tentang Metode Pendidikan dalam surat An-Nahl 51

1. Ayat 125 ...................................................................... 51

2. Ayat 126 ...................................................................... 54

3 Ayat 127 ........................................................................ 55

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................... 61

B. Saran ................................................................................. 62

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 61

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan upaya manusia yang diarahkan kepada manusia

lain dengan harapan agar mereka ini mampu menjadi insan yang dewasa,

Berkat pendidikan (pengajaran) itu kelak menjadi manusia yang saleh yang

berbuat sebagaimana yang seharusnya diperbuat dan menjauhi apa yang tidak

patut dilakukannya.1

Manusia yang baru lahir dari perut ibunya masih sangat lemah, tidak

berdaya dan tidak mengetahui apa-apa. Untuk menjadi hamba Allah SWT

yang selalu menyembah-Nya dengan tulus dan menjadi khalifah-Nya dimuka

bumi, anak tersebut membutuhkan perawatan, bimbingan dan pengembangan

segenap potensinya kepada tujuan yang benar. Ia harus dikembangkan segala

potensinya kearah yang positif melalui suatu upaya yang disebut sebagai al-

Tarbiyah, al-Ta’dib, al-Ta’lim, atau yang kita kenal dengan “Pendidikan“2

Dalam al-Qu‟ran memuat banyak aspek kehidupan manusia tidak ada

rujukan yang lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan al-Qur‟an yang

hikmahnya meliputi seluruh alam dan isinya, baik yang tersirat maupun yang

tersurat tidak akan pernah habis untuk digali dan dipelajari. Ketentuan-

ketentuan hukum yang dinyatakan dalam al-Qur‟an dan al-Sunnah berlaku

secara universal untuk semua waktu dan tempat.

1Abdul Fatah jalal, Azas-azas pendidikan Islam, (Bandung: CV. Diponegoro, 1998). cet.

1, h. 11 2Syahidin, Pendidikan Qur’ani Teori dan Aplikasi, (Jakarta: CV. Misaka Ghaliza, 1999),

cet. 1, h 1.

1

2

Ide bahwa Islam sebagai agama yang bersifat universal berarti tidak

hanya berkaitan dengan persoalan akidah dan ritual semata. Oleh karena itu,

islam tidak mengenal gagasan sekuler yang memisahkan agama dari politik

dan kehidupan umum social. Dalam istilah yang sederhana, Islam

digambarkan sebagai suatu cara hidup yang komprehensif.

Al-Qur‟an sebagai ajaran suci umat Islam didalamnya berisi petunjuk

menuju arah kehidupan yang lebih baik tinggal bagaimana manusia

memanfaatkannya. Meninggalkan nilai-nilai yang ada didalamnya berarti

menanti datangnya kehancuran, sebaliknya kembali kepada al-Qur‟an berarti

mendambakan ketenangan lahir dan bathin, karena ajaran yang terdapat

didalam al-Qur‟an berisi kedamaian.

Ketika umat Islam menjauhi al-Qur‟an atau sekedar menjadikan al-

Quran hanya sebagai bacaan keagamaan saja maka sudah pasti al-Qur‟an akan

hilang relevansinya terhadap realitas-realitas alam semesta. Kenyataannya

orang-orang diluar Islamlah yang giat mengkaji realitas alam semesta

sehingga mereka dengan mudah dapat mengungguli bangsa-bangsa lain,

padahal umat Islamlah yang seharusnya memegang semangat al-Quran.3

Seperti yang dikemukakan oleh Quraish Shihab: “ manusia yang

dibina adalah makhluk yang memilki unsur-unsur material (jasmani) dan

immaterial (akal dan jiwa). Pembinaan akalnya menghasilkan ilmu,

pembinaan jiwanya menghasilkan kesucian dan etika, sedangkan pembinaan

jasmaninya menghasilkan keterampilan. Dengan penggabungan unsur-unsur

tersebut, terciptalah makhluk dwi dimensi dalam satu keseimbangan, dunia

dan akhirat, ilmu dan iman. Itu sebabnya dalam dunia pendidikan Islam

dikenal dengan istilah Adab Al-Din dan Adab Al-Dunnya.”4

Tidaklah berlebihan jika ada sebuah ungkapan “aththariqah ahammu

minal maddah”, bahwa metode jauh lebih penting dibanding materi, karena

sebaik apapun tujuan pendidikan, jika tidak didukung oleh metode yang tepat,

3Muhammad al-Ghazali, Berdialog dengan Al-Qur’an, ( Bandung : Mizan, 1999), cet IV,

h. 21. 4M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, (Bandung : Mizan, 1994), cet XIX, h. 173.

3

tujuan tersebut sangat sulit untuk dapat tercapai dengan baik. Namun materi

juga menurut saya memiliki peranan yang sangat penting didalam pencapaian

keberhasilan peserta didik karena apabila materi yang disampaikan tidak

relevan maka akan memberikan pengaruh yang tidak baik juga terhadap

keberhasilan peserta didik sehingga sebagai pendidik harus mampu

menyeimbangkan antara pemahaman penyampaian materi dan penggunaan

metode yang tepat didalam proses belajar mengajar. Sebab metode

akanmempengaruhi sampai tidaknya suatu informasi secara lengkap atau

tidak.Oleh sebab itu pemilihan metode pendidikan harus dilakukan secara

cermat, disesuaikan dengan berbagai faktor terkait, sehingga hasil pendidikan

dapat memuaskan.5Apa yang dilakukan Rasulullah SAW saat menyampaikan

wahyu Allah SWT kepada para sahabatnya bisa kita teladani, karena

Rasulullah SAWsejak awal sudah mengimplementasikan metode pendidikan

yang tepat terhadap para sahabatnya. Strategi pembelajaran yang beliau

lakukan sangat akurat dalam menyampaikan ajaran Islam.Rasulullah SAW

sangat memperhatikan situasi, kondisi dan karakter seseorang, sehingga nilai-

nilai Islami dapat ditransfer dengan baik. Rasulullah SAW juga sangat

memahami naluri dan kondisi setiap orang, sehingga beliau mampu

menjadikan mereka suka cita, baik meterial maupun spiritual, beliau

senantiasa mengajak orang untuk mendekati Allah swt. dan syari‟at-Nya.6

Manusia sebagai makhluk Paedagogik membawa potensi dapat

mendidik dan dididik. Dengan potensi tersebut manusia mampu menjadi

khalifah dimuka bumi, pendukung dan pengembang kebudayaan. Ia

dilengkapi dengan fitrah Allah SWT berupa keterampilan yang berkembang

sesuai dengan kedudukannuya sebagai makhluk yang mulia.7

Melihat fenomena yang terjadi, nampaknya di zaman sekarang ini

aspek-aspek pendidikan Islam khususnya metode pendidikan Islam adalah hal

5Qamari Anwar, Pendidikan sebagai karakter budaya bangsa,(Jakarta: UHAMKA Press,

2003), h. 42 6Ramayulis dan Nizar, Samsu, 2009, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Mulia),

h. 35 7Zakiyah Darajat, ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara bekerja sama dengan

Direktorat jendral Pembinaan kelembagaan, 1999), cet . 111, h.1.

4

yang sangat sulit untuk dipraktekan dalam dunia pendidikan yang

menciptakan pendidikan yang lebih Islami, karena pada umumnya para

pendidik hanya menggunakan metode itu-itu saja yang dikembangkan oleh

dunia Barat dalam proses pendidikannya. Akan tetapi tidak sedikit pula para

cendikiawan muslim yang sudah menggunakan metode dengan tepat didalam

menyampaikan suatu pembelajaran tidak hanya dunia Barat yang

mengembangkannya dengan munculnya para cendikiawaan muslim sekarang

ini juga sudah menunjukan bahwa orang muslimpun tidak tertinggal oleh

Barat karenasebenarnya metode pendidikan itu sudah dijelaskan secara

terperinci didalam al-Qur‟an, namun pada prakteknya seolah-olah orang Islam

tidak mempergunakannya dan hanya sebagian kecil pendidik yang

menggunakannya.

Mengingat pentingnya Pendidikan Islam bagi terciptanya kondisi

lingkungan yang harmonis, diperlukan upaya serius untuk menanamkan

metode pendidikan secara lebih intensif, Pendidikan Islam berfungsi sebagai

panduan bagi manusia agar mampu memilih dan menentukan suatu perbuatan

dan selanjutnya menetapkan metode mana yang baik diterapkan didalam

proses pendidikan yang Islami.

Penulis melihat bahwa Q.S An-Nahl : 125-127 memiliki kandungan

makna tentang metode pendidikan yang sangat menarik untuk diungkapkan

lebih jauh dan mendalam lagi seperti bagaimana cara mengajak orang kepada

kebaikan didalam belajar sesuai dengan metode yang terdapat didalam surat

An-Nahl 125-127, Didalam ayat ini juga dijelaskan bagaimana seorang guru

memberikan hukuman kepada murid yang tidak menyakiti dan membuat kecil

hati seorang murid, selain itu dijelaskan pula bahwa seorang guru harus pandai

menahan emosi amarahnya kepada murid yang menciptakan guru tersebut

harus bersifat lebih sabar dan tabah dalam menghadapi murid.

Melihat dari kandungan ayat tersebut membuat hati penulis lebih

tertarik untuk mengkaji lebih jauh lagi dari metode-metode apa saja yang

terkandung didalamnya dan akan dikaji secara lebih spesifik lagi agar

memudahkan penulis didalam penyampaiannya. Atas pertimbangan inilah

5

maka penulis mengangkat permasalah tersebut yang akan dituangkan dalam

bentukskripsi dengan judul “METODE PENDIDIKAN DALAM

PERSPEKTIF AL-QUR’AN(KAJIAN QS. AN-NAHL AYAT 125-127)”

B. Identifikasi Masalah

Didalam Al-Qur‟an terdapat banyak metode-metode Pendidikan Islam

seperti:

1. QS. Luqman ayat 12-19 memiliki beberapa metode Pendidikan

Islam yaitu, a). metode mendidik dengan keteladanan atau Qudwah

Hasanah, b) metode mendidik dengan kisah atu cerita, c). metode

mendidik dengan nasehat.

2. Metode Pendidikan yang terdapat didalam Al-Qur‟an surat An-nahl

ayat 125-127.

3. Metode pendidikan yang terdapat didalam Al-Qur‟an surat Yusuf

ayat 111 yakni metode kisah.

4. Metode pendidikan yang terdapat didalam Al-Qur‟an surat An-Nahl

ayat 75-76 yakni metode amtsal atau perumpamaan.

C. Pembatasan Masalah

Dari beberapa banyaknya metode yang penulis ungkapkan didalam

identifikasi masalah diatas maka penulis membatasi pembahasan didalam

penelitian skripsi ini hanya pada metode-metode yang terkandung didalam

surat An-Nahl ayat 125-127.

D. Perumusan Masalah

Dari uraian di atas, ada permasalahan penting yang akan diungkap

dalam penelitian ini, yaitu:

Metode pendidikan apakah yang terkandung dalam al-Qur‟an surat an-Nahl

ayat 125-127?

6

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui metode Pendidikan dalam Al-Qur‟an (QS. An-Nahl

125-127).

2. Manfaat Penelitian

a. Untuk menambah Khasanah ilmu pengetahuan dan wawasan bagi

penulis.

b. Dapat memberikan konstribusi dalam ilmu pengetahuan, khususnya

dalam dunia Pendidikan Islam.

c. Penelitian ini merupakan langkah awal dan dapat ditindak lanjuti oleh

peneliti berikutnya.

7

BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. Acuan Teori

1. Pengertian metode Pendidikan

Kata metode berasal dari bahasa Yunani. Secara etimologi, kata

metode berasal dari dari dua suku perkataan, yaitu meta dan hodos.Meta

berarti “melalui dan hodos berrti “jalan” atau “cara”8.Dalam Bahasa Arab

metode dikenal dengan istilah thariqah yang berarti langkah-langkah strategis

yang harus dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan.9 Sedangkan dalam

bahasa Inggris metode disebut method yang berarti cara dalam bahasa

Indonesia.10

Sedangkan menurut terminologi (istilah) para ahli memberikan definisi

yang beragam tentang metode, terlebih jika metode itu sudah disandingkan

dengan kata pendidikan atau pengajaran diantaranya :

a. Winarno Surakhmad mendefinisikan bahwa metode adalah cara yang di

dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan11

8Ramayulis dan Samsu Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Telaah Sistem Pendidikan dan

Pemikiran Para Tokohnya,( Jakarta : Kalam mulia, 2009), halaman 209. 9Shalih Abd. Al Aziz, at tarbiyah wa thuriq al tadris, kairo, maarif, 119 H, hal. 196 dalam

Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 2008), hal. 2-3. 10

John M Echol dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta : Gramedia

Pustaka Utama, 1995), hal. 379. 11

Winarno, Surakhmad, Pengantar interaksi Belajar Mengajar, (Bandung : Tarsito,

1998), hal. 96

7

8

b. Abu Ahmadi mendefinisikan bahwa metode adalah suatu pengetahuan

tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh seorang guru atau

instruktur12

c. Ramayulis mendefinisikan bahwa metode mengajar adalah cara yang

dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan peserta didik

pada saat berlangsungnya proses pembelajaran. Dengan demikian metode

mengajar merupaka alat untuk menciptakan proses pembelajaran.13

Omar

Mohammad mendefinisikan bahwa metode mengajar bermakna segala

kegiatan yang terarah yang dikerjakan oleh guru dalam rangka kemestian-

kemestian mata pelajaran yang diajarkannya, ciri-ciri perkembangan

muridnya, dan suasana alam sekitarnya dan tujuan menolong murid-

muridnya untuk mencapai proses belajar yang diinginkan dan perubahan

yang dikehendaki pada tingkah laku mereka.14

Berdasarkan definisi yang dikemukakan para ahli mengenai pengertian

metode di atas, beberapa hal yang harus ada dalam metode adalah :

a. Adanya tujuan yang hendak dicapai

b. Adanya aktivitas untuk mencapai tujuan

c. Aktivitas itu terjadi saat proses pembelaran berlangsung

d. Adanya perubahan tingkah laku setelah aktivitas itu dilakukan.

Ada istilah lain yang dalam pendidikan yang mengandung makna

berdekatan dengan metode, yaitu pendekatan dan teknik/strategi. Pendekatan

merupakan pandangan falsafi terhadap subject matter yang harus

diajarkan15

dapat juga diartikan sebagai pedoman mengajar yang bersifat

realistis/konseptual. Sedangkan teknik/strategi adalah siasat atau cara

penyajian yang dikuasai pendidik dalam mengajar atau menyajikan bahan

pelajaran kepada peserta didik di dalam kelas, agar bahan pelajaran dapat

dipahami dan digunakan dengan baik.

12

Abu Ahmadi, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung : Pustaka Setia, 2005), hal. 52 13

Ramayulis,Metodologi Pendidikan Agama Islam,(Jakarta : Kalam Mulia, 2008),h.3 14

Omar Mohammad, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1979), hal.553 15

Ramayulis dan Samsu Nizar, Filsafat Pendidikan Islam( Jakarta : Raja Grafindo

Persada, 2002), hal 209

9

2. Penggunaan Metode Pendidikan

Kaitannya dengan penggunaan metode, Hasan Langgulung

berpendapat bahwa penggunaan metode didasarkan atas tiga aspek pokok

yaitu:

a. sifat-sifat dan kepentingan yang berkenaan dengan tujuan utama

pendidikan Islam, yaitu pembinaan manusia mukmin yang mengaku

sebagai hamba Allah.

b. Berkenaan dengan metode-metode yang betul-betul berlaku yang

disebutkan dalam al-Qur‟an atau disimpulkan dari padanya.

c. Membicarakan tentang pergerakan (motivation) dan disiplin dalam istilah

al-Qur‟an disebut ganjaran (shawab) dan hukuman ('iqab).16

Dalam pendidikan yang diterapkan di Barat, metode pendidikan

hampir sepenuhnya tergantung kepada kepentingan peserta didik, para guru

hanya bertindak sebagai motivator, stimulator, fasilitator, ataupun hanya

sebagai instruktur.Sistem yang cendrung dan mengarah pada peserta didik

sebagai pusat ini sangat menghargai adanya perbedaan individu para peserta

didik.

Hal ini menyebabkan para guru hanya bersikap merangsang dan

mengarahkan para peserta didik mereka untuk belajar dan memberi mereka

kebebasan, sedangkan pembentukan krakter dan pembinaan moral hampir

kurang menjadi perhatian guru.17

Akibat penerapan metode yang demikian itu menyebabkan pendidikan

kurang membangun watak.Dihubungkan dengan fenomena yang timbul di

masyarakat di mana guru semakin tidak dihormati oleh peserta didiknya.

Selain itu, harus pula diperhatikan terhadap penggunaan metode ialah

disesuai dengan turunnya ayat-ayat al-Qur‟an, yang mana ayat-ayat dalam al-

Qur‟an diturunkan secara bertahap dan disesuaikan dengan kondisi masyarakat

pada saat itu.

16

Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna,

1985), hlm. 79 17

Ramayulis, Op. Cit., hlm. 5

10

Sehingga dengan begitu penggunaan metode dalam pendidikan harus

melihat dan disesuaikan dengan kondisi peserta didik, agar kemudian materi

yang disampaikan dalam pendidikan akan mengena sesuai dengan yang

direncanakan.

Hal tersebut memperkuat dalam penggunaan metode pendidikan tidak

boleh asal-asalan, sebisa mungkin disesuaikan dengan perkembangan peserta

didik dan membuktikan bahwa adanya al-Qur‟an membantu dalam

memformulasikan penggunaan metode dalam pendidikan.Sebab di dalam

sumber tersebut banyak hal yang kemudian dapat dijadikan bahan terkait

dengan metode pendidikan.

Di samping itu, kenggunaan metode pendidikan menurut Omar

Mohammad al-Toumy al-Syaibany berguna untuk:18

a. Menolong siswa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, pengalaman,

dan keterampilan berfikir yang logis dan sistematis.

b. Membiasakan pelajar berfikir sehat, rajin, sabar, dan teliti dalam menuntut

ilmu.

c. Memudahkan pencapaian tujuan proses belajar mengajar (PBM)

sebagaimana yang telah ditentukan sebelumnya.

d. Menciptakan suasana proses belajar mengajar (PBM) yang kondusif,

komunikatif, dan terciptanya hubungan yang harmonis antara guru dengan

anak didik, sehingga pada akhirnya bermuara kepada pencapaian tujuan

pendidikan.

3. Prinsip-prinsip Metode Pendidikan

Prinsip merupakan pendirian utama yang dimiliki oleh masing-masing

individu, kelompok-kelompok dan lain sebagainya.19

Dari pengertian tersebut

subuah prinsip sangat dibutuhkan, terlebih lagi dalam metode pendidikan.

18

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pres,

2002), hlm. 96-97 19

M. Dahlan dkk, Kamus Induk Istilah Ilmiah, (Surabaya: Penerbit Target Press, 2003),

hlm. 632

11

Menurut A. Fatah Yasi, prinsip-prinsip dalam pendidikan Islam adalah sebagai

berikut:20

a. Motivasi. Penerapan metode diarahkan untuk memberikan dorongan agar

peserta didik aktif belajar dan mengikuti pelajaran.

b. Perhatian. Penerapan metode diarahkan untuk dapat membangkitkan

perhatian peserta didik agar tertarik terhadap persoalan-persoalan yang

disampaikan atau yang sedang dipelajari, melalui penerapan metode

tersebut.

c. Peragaan. Penerapan metode diarahkan untuk dapat memberi kesempatan

kepada peserta didik supaya memeragakan atau mendemonstrasikan

perolehan.

d. Apresiasi. Penerapan metode diarahkan untuk dapat dijadikan sebagai

sarana penghubung dengan apa yang pernah dikenal oleh peserta didik

sebelumnya, berkaitan dengan persoalan yang sedang dipelajari.

e. Individualitas. Penerapan metode diarahkan untuk dapat dijadikan sebagai

sarana penghubung dengan bakat dan krakter masing-masing individu

peserta didik.

f. Konsentrasi. Penerapan metode diarahkan untuk dapat dijadikan sebagai

sarana yang bisa memusatkan daya konsentrasi peserta didik pada

persoalan yang sedang dipelajari.

g. Korelasi. Penerapan metode diarahkan untuk dapat dijadikan sebagai

sarana yang bisa mengajak peserta didik agar dapat menghubungkan mata

pelajaran satu dengan yang lainnya.

h. Sosialisasi. Penerapan metode diarahkan untuk dapat dijadikan sebagai

sarana yang bisa mengajak peseta didik menyesuaikan dengan keadaan

lingkungan sosial.

i. Penilaian. Penerapan metode diarahkan untuk dapat dijadikan sebagai

sarana yang bisa dipakai oleh pendidik dalam memantau, menilai dan

merekam partisipasi aktif peserta didik dalam memahami, menghayati, dan

berperilaku dalam belajar.

20

A. Fatah Yasin, Op. Cit., hlm. 138-139

12

Di samping beberapa prinsip di atas, masih ada lagi yang peneliti kutip

dari bukunya Abdul Mujib dan Jusuf Muzkkir, yang tidak disebutkan dalam

bukunnya A. Fatah Yasin. Beliau berdua menggunakan istilah asas, dalam

kamus dan tesaurus bahasa Indonesia antara kata prinsipdan asas mempunya

kesamaan arti21

. Peneliti sendiri memahami dalam kedua buku tersebut

mempunya maksud dan tujuan yang sama. Asas-asas tersebut adalah sebagai

berikut22

:

a. Asas Kebebasan, yaitu asas yang memberikan keleluasaan keinginan

dan tindakan bagi peserta didik dengan dibatasi atas kebebasan yang

mengacau pada hal-hal yang bersifat negatif. asas ini mengandung tiga

aspek, yaitu self-directendnees, self-discipline, dan self-control. asas ini

menyarankan membuat keputusan-keputusan tentang tindakan seseorang

didasarkan pada ukuran kebijakan, dan mampu membuat pilihan

berdasarkan nilai-nilai pribadi, dan adanya pengarahan diri sehingga sistem

control diri berkembang.

b. Asas Lingkungan, asas yang menentukan metode dengan berpijak pada

pengaruh lingkungan akibat interaksi dengan lingkungan. Walaupun

peserta didik lahir dengan berbekal pembawaan, pembawaan itu masih

bersifat umum yang harus dikembangkan melalui interaksi lingkungan,

sehingga pembawaan dan lingkungan bukanlah hal yang tidak

akanbersatu, tetapi saling membutuhkan mengingat pembawaan

merupakan batas-batas kemungkinan yang dapat dicapai dari

lingkungannya.

c. Asas Globalisai, asas sebagai akibat pengaruh psikologis totalitas, yaitu

peserta didik bereaksi terhadap lingkungan secara keseluruhan, tidak

hanya secara intelektual, tertapi juga secara fisik, sosial dan sebagainya.

d. Asas Pusat-pusat Minat, asas yang memperhatikan kecendrungan jiwa

yang tetap kejurusan suatu hal yang berharga bagi seseorang. Sesuatu

21

M. Dahlan dkk, Op. Cit., hlm. 632 dan Eko Endarmoko, Tesaurus Bahasa Indonesia,

(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006), hlm. 36 dan 488 22

Abdul Mujib dan Jusuf Muzakkair. Op. Cit,.hlm. 174-175

13

berharga apabila sesuai dengan kebutuhan. Pelaksanaan asas pusat-pusat

minat dalam Islam dengan ruang lingkupnya terdiri atas bahan hubungan

manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama manusia, dan manusia

terhadap alam semesta.

e. Asa Keteladanan, pada fase-fase tertentu, peserta didik memiliki

kecendrungan belajar lewat peniruan terhadap kebiasaan dan tingkah laku

orang di sekitarnya, khususnya pada pendidik yang utama (orang tua).

Asas keteladanan efektif digunakan pada fase-fase ini, misalnya kisah

Qabil dalam mengebumikan Habil-adik yang telah membunuhnya-meniru

contoh yang diberikan burung gagak dalam mengubur gagak yang lain, di

mana penguburan gagak tersebut merupakan ilham dari Allah SWT. (QS.

al-Maidah:31)

f. Asas Pembiasaan, asas yang memperhatikan kebiasaan-kebiasaan yang

dilakukan oleh peserta didik. Pembiasaan merupaka upaya praktis dalam

pembinaan dan pembentukan peserta didik. Upaya pembiasaan sendiri

dilakukan mengingat manusia mempunyai sifat lupa dan lemah.

4. Dasar-dasar Metode Pendidikan

Metode pendidikan dalam penerapannya banyak menyangkut

permasalahan individu atau sosial peserta didik dan pendidikan itu sendiri,

sehingga dalam menggunakan metode seorang pendidik harus memperhatikan

dasar-dasar umum metode pendidikan.

Sebab metode pendidikan itu hanyalah merupakan sarana atau jalan

menuju tujuan pendidikan, sehingga segala jalan yang ditempuh oleh seorang

pendidik haruslah mengacu pada dasar-dasar metode pendidikan tersebut.

Dalam konteks ini, metode pendidikan tidak terlepas dari dasar agamis,

biologis, psikologis, dan sosiologis.

a. Dasar Agama

Pelaksanaan metode pendidikan yang dalam prakteknya banyak

terjadi di antara pendidik dan peserta didik dalam kehidupan masyarakat

yang luas, memberikan dampak yang besar terhadap kepribaidan peserta

14

didik. Oleh karena itu, agama merupakan salah satu dasar metode

pendidikan dan pengajaran.23

Al-Qur‟an dan hadits tidak bisa dilepaskan dari pelaksanaan

pendidikan.Dalam kedudukannya sebagai dasar ajaran Islam, maka dengan

sendirinya metode pendidikan Islam harus merujuk pada kedua sumber

ajaran tersebut.Sehingga segala penggunaan dan pelaksanaan metode

pendidikan tidak menyimpang dari tujuan pendidikan itu sendiri.

b. Dasar Biologis

Perkembangan biologis manusia berpengaruh dalam perkembangan

intelektualnya.Sehingga semakin berkembang biologi seseorang, maka

dengan sendirinya makin meningkat pula daya intelektualnya.24

Dalam

memberikan pendidikan dan pengajaran, seorang pendidik harus

memperlakukan biologis peserta didik.25

Perkembangan jasmani (biologis) seorang juga mempunyai

pengaruh yang sangat kuat terhadap dirinya.26

Seorang peserta didik yang

cacat akan berpengaruh terhadap prestasi peserta didik,27

baik pengarus

positif maupun negatif.

Maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan dan kondisi jasmani

itu memegang peranan penting dalam proses pendidikan. Sehingga dalam

penggunaan metode pendidikan seorang pendidik harus memperhatikan

kondisi biologis peserta didik.

23

Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu analisis Psikologis, (Jakarta: Al-

Husna, 1986), hlm. 40 24

H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan

Pendekatan Indesipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hlm. 198 25

Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm. 20 26

F.J. Monks, et.al.,Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Aspeknya,

(Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1994), hlm. 21 27

Omor Mohammad al-Tauomy al-Syaibany, falsafat Pendidikan Islam, Terjemahan

Hasan Langgulung, (Jakarta, Bulan Bintang, 1979), hlm. 589

15

c. Dasar Psikologis

Tentang dasar psikologis, maka yang dimaksud adalah sejumlah

kekuatan psikologis termasuk motivasi, kebutuhan, emosi, sikap,

keinginan, kesediaan, bakat-bakat, dan kecakapan akal (intelektual)28

.

Di antara kebutuhan-kebutuhan jiwa yang patut dipelihara guru

dalam metode dan cara mengajarnya adalah kebutuhan kepada

ketentraman, kebutuhan terhadap kecintaan, kebutuhan kepada

penghargaan, kebutuhan untuk menyatakan diri, kebutuhan kepada

kejayaan, kebutuhan untuk tergolong dalam kumpulan, dan kebutuhan

terhadap perwujudan (self-actualization)29

.

d. Dasar Sosiologis

Interaksi pendidikan yang terjadi dalam masyarakat justru

memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan peserta

didik dikala ia berada di lingkungan masyarakatnya. Kada-kadang

interaksi/ pengaruh dari masyarakat tersebut berpengaruh pula terhadap

lingkungan kelas dan sekolah.30

Dengan dasar di atas, seorang pendidik dalam menginternaslisasi nilai

yang sudah ada dalam masyarakat (sosial value) diharapkan dapat

menggunakan metode pendidikan Islam agar proses pembelajaran tidak

menyimpang jauh dari tujuan pendidikan Islam itu sendiri.31

5. Jenis-jenis Metode Pendidikan

Secara rinci metode-metode tersebut penjelasannya adalah sebagai

berikut:32

a. Metode Ceramah

Metode ceramah ialah sebuah bentuk interaksi edukatif melalui

penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru atau pendidik terhadap

sekelompok pendengar (murid).

28

Omor Mohammad al-Tauomy al-Syaibany, Op. Cit., hlm. 590 29

Omor Mohammad al-Tauomy al-Syaibany, Ibid.,hlm. 591 30

Harun Nasution dan Bakhtiar Effendy, Hak Asasi Manusia dalam Islam, (Jakarta: P

ustaka Firdaus, 1987), hlm. 50 31

Omor Mohammad al-Tauomy al-Syaibany, Op. Cit., hlm. 591 32

Silahkan baca bukunya Zuhairini dan Ghofir, Op. Cit,.hlm. 61-75 dan bukunya Martinis

Yamin, Op. Cit., hlm. 152-170

16

b. Metode Tanya Jawab

Metode tanya jawab adalah cara penyampaian pelajaran dengan

jalan guru mengajukan pertanyaan dan murid memberikan jawaban. Atau

sebaliknya murid bertanya dan guru memberikan jawabannya.Dengan

demikian, diharapkan terjadi dialog antara guru dan murid.

c. Metode Diskusi

Secara umum, metode diskusi sebagai salah satu metode interaktif

edukatif diartikan sebagai metode di dalam mempelajari bahan atau

penyampaian bahan pelajaran dengan jalan mendiskusikannya (tukar

pendapat), sehingga menimbulkan pengertian, pemahaman, serta

perubahan tingkah laku murid.33

d. Metode Latihan Siap

Metode latihan siap sebagai salah satu metode interaktif edukatif

dalam pendidikan dan pengajaran, dilaksanakan dengan jalan melatih

anak-anak (murid) terhadap bahan-bahan pelajaran yang

diberikan.Penggunaannya biasanya pada bahan-bahan palajaran yang

bersifat motoris dan keterampilan.Dengan melakukan latihan berkali-kali,

terus-menerus secara tertib dan teratur, pengetahuan dan pemahaman dapat

diperoleh dan disempurnakan oleh murid.

e. Metode Demonstrasi dan Eksperimen

Demonstrasi dan eksperimen merupakan metode interaktif edukatif

yang sangat efektif dalam membantu murid untuk mengetahui proses

pelaksanaan sesuatu, apa unsur yang terkandung di dalamnya, dan cara

mana yang paling tepat dan sesuai, melalui pengamatan induktif. Dengan

pengertian lain, yang lebih sederhana, metode Demonstrasi dan

Eksperimen adalah suatu metode mengajar di mana seorang guru atau

33

Adapun masalah yang baik untuk didiskusikan ialah: 1) menarik minat anak-anak sesuai

dengan taraf usianya dan merupakan masalah yang up to date. 2) mempunyai kemungkinan

pemecahan lebih dari satu jawaban yang masing-masing dapat dipertahankan; kemudian berusaha

menemukan jawaban yang setepat-tepatnya dengan jalan musyawarah (diskusi). H. Zuhairi dkk,

Methodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Biro Ilmiyah Fakultas tarbiyah IAIN Sunan

Ampel Malang, 1981), hlm. 89

17

orang lain yang sengaja diminta atau murid sendiri memperlihatkan pada

seluruh kelas tentang suatu proses atau suatu kaifiyah melakukan sesuatu,

misalnya cara mengambil wudhu‟.

f. Metode Pemberian Tugas Belajar

Metode pemberian tugas34

belajar yang dalam percakapan sehari-

hari disebut metode pekerjaan rumah adalah metode interaktif edukatif, di

mana murid diberi tugas khusus (sehubungan dengan bahan pelajaran) di

luar jam-jam pelajaran.Dalam pelaksanaanya, murid-murid dapat

mengerjakan tugasnya tidak hanya di rumah, tetapi dapat dikerjakan juga

di perpustakaan, laboratorium, ruang-ruang praktikum dan

sebagainya.Kemudian tugas tersebut dipertanggungjawabkan terhadap

guru.

g. Merode Pembelajaran Terprogram

Metode pembelajaran terprogram menggunakan bahan pengajaran

yang disiapkan secara khusus.Isi pengajaran di dalamnya harus dipecahkan

menjadi langkah-langkah kecil, diurut dengan cermat, diarahkan untuk

mengurangi kesalahan, dan diikuti dengan umpan balik segera.Siswa

mendapat kebebasan untuk belajar menurut kecepatan masing-masing.

h. Metode Latihan Bersama Teman

Metode latihan bersama teman memanfaatkan siswa yang telah

lulus atau berhasil untuk melatih temannya dan ia bertindak sebagai

pelatih, pembimbing seorang siswa yang lain. Ia dapat menentukan metode

pembelajaran yang disukainya untuk melatih temannya tersebut. Setelah

teman berhasil atau lulus, kemudia ia bertindak sebagai pelatih bagi

seorang teman yang lain.

34

Metode pemberian tugas (resitasi) sering diartikan sebagai pekerjaan rumah, akan tetapi

sebenarnya metode pemberian tugas ini mempunyai ruang lingkup yang lebih luas dibandingkan

dengan pekerjaan rumah. Karena metode pemberian tugas adalah pemberian tugas dari guru

kepada anak-anak untuk diselesaikan dan dipertanggungjawabkan.Siswa dapat menyeleasikan di

sekolah, di perpustakaan, di laboratorium, di rumah atau di tempat-tempat lain yang kiranya dapat

menunjang terselesainya tugas yang dibebankan kepadanya.Soetomo, Dasar-dasar Interaksi

Belajar Mengajar, (Surabaya: Penerbit Usaha Nasional, 1993), hlm. 159-160

18

i. Metode Simulasi

Metode simulasi ini menampilkan simbol-simbol atau peralatan

yang menggantikan proses, kejadian, atau benda yang sebenarnya.

Penggunaan metode simulasi ini perlu memperhatikan; (a) pada tahap

permulaan proses belajar mengajar, diperlukan tingkat di bawah realitas.

Siswa diharapkan mengindetifikasi lokasi tujuan, sifat-sifat benda,

tindakan yang sesuai dengan kondisi tertentu dan sebagainya, (b) pada

tahap pertengahan proses belajar mengajar, diperlukan tingkat realitas

yang memadai. Siswa diharapkan dapat mempelajari sesuatu dalam kaitan

dengan pengetahuan yang lebih luas dan memulai mengkordinasikan

keterampilan-keterampilan, (c) pada tahap terakhir diperlukan tingkat

realitas yang tinggi, (d) siswa diharapkan dapat melakukan pekerjaan

seperti seharusnya.

j. Metode Studi Kasus

Metode ini berbentuk pelepasan tentang masalah kejadian, atau

situasi tertentu, kemudian siswa ditugasi mencari alternatif

pemecahannya.Kemudian metode ini dapat juga dipergunakan untuk

mengembangkan berfikir kritis dan menemukan solusi baru dari satu topik

yang dipecahkan.

Metode ini dapat dikembangkan atau diterapkan pada siswa, manakala

siswa mempunyai pengetahuan awal tentang masalah ini.

Metode ini memiliki keterbatasan sebagai berikut; (a) mendapat

kasus yang telah ditulis dengan baik sebagai hasil penelitian lapangan dan

sesuai dengan lingkungan kehidupan siswa, (b) mengembangkan kasus

yang sangat mahal.

k. Metode Insiden

Metode ini hampir sama dengan metode studi kasus, akan tetapi

siswa dibekali dengan data dasar yang tidak lengkap tentang suatu

kejadian atau peristiwa. Mereka harus mencari data tambahan untuk

menyelesaikan tugas yang diberikan kepada mereka tentang kejadian dan

peristiwa tersebut data ini sudah tersedia di sekolah dan ada pada guru,

maka guru harus mempersiapkan data itu untuk diberikan kepada siswa

yang membutuhkannya.

19

Metode ini memiliki keunggulan dibandingkan dengan metode

studi kasus, siswa belajar menyelami permasalahan, kemudian mereka

berusaha memecahkan masalah, dalam hal ini menumbuh kembangkan

cara berfikir siswa sebagaimana yang dikehendaki dalam studi mandiri,

siswa berfikir kritis, kreatif. Metode ini dapat berguna bagi kehidupan

siswa dalam memecahkan, menyelami masalah kehidupan sehari-hari.

l. Metode Karyawisata

Melalui karyawisata, sebagai metode interaktif edukatif, murid

dibawah bimbingan guru mengunjungi tempat-tempat tertentu denga

tujuan belajar.Dengan demikian, ada keterikatan oleh tujuan dan tugas

belajar. Dalam perjalanan karyawisata, ada hal tertentu yang telah

diprogramkan dalam proses belajar mengajar untuk dipelajari murid.

m. Metode Kerja Kelompok

Metode kerja kelompok dalam proses belajar mengajar adalah

kelompok kerja dari kumpulan beberapa individu yang bersifar pedagogis

yang di dalamnya terdapat adanya hubungan timbal balik (kerja sama)

antara individu saling percaya.

Dengan pengertian lain, guru dalam menghadapi murid-murid di

kelas merasa perlu membagi mereka dalam beberapa kelompok untuk

memecahkan suatu masalah atau untuk mengerjakan sesuatu tugas atau

pekerjaan secara bersama-sama.

n. Metode Sosiodrama atau Bermain Peranan

Metode sosiodrama35

adalah metode mengajar dengan

mendemonstrasikan cara bertingkah laku dalam hubungan sosial.

Sedangkan bermain peranan menekankan kenyataan di mana para murid

35

Bermain mempunyai empat macam arti, yaitu (1) sesuatu yang bersifat sandiwara, di

mana pemain memainkan peranan tertentu sesuai dengan lakon yang sudah tertulis, dan

memainkannya untuk tujuan hiburan; (2) sesuatu yang bersifat sosiologis, atau pola-pola perilaku

yang ditentukan oleh norma-norma sosial; (3) suatu perilaku tiruan atau perilaku tipuan di mana

seorang berusaha memperbodoh orang lain dengan jalan berprilaku yang berlawanan dengan apa

yang sebenarnya diharapkan, dirasakan atau diinginkan; (4) sesuatu yang berkaitan dengan

pendidikan di mana individu memerankan situasi yang imajinatif dengan tujuan untuk membantu

tercapainya pemahaman diri sendiri, meningkatkan keterampilan-keterampilan, menganalisis

perilaku, atau ,menunjukkan pada orang lain bagaimana seseorang harus bertingkah laku. Ahmad

Munjin Nasih dkk, Metode dan Teknik pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT.

Rafika Aditama, 2009, cetakan pertama), hlm. 77

20

diikutsertakan dalam memainkan peranan di dalam mendemonsrtasikan

masalah-masalah sosial.

o. Metode Studi Mandiri

Metode studi mandiri36

berbentuk pelaksanaan tugas membaca atau

meneliti oleh siswa tampa bimbingan atau pengajaran khusus. Metode

studi mandiri ini hanya dapa dipergunakan manakala siswa mampu

menentukan sendiri tujuannya dan dapat memperoleh sumber-sumber yang

diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.

p. Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)

Metode pemecahan masalah adalah suatu cara menyajikan bahan

pelajaran dengan mengajak dan memotivasi murid untuk memecahkan

masalah dalam kaitannya dengan kegiatan proses belajar mengajar.

Metode ini sangat baik digunakan untuk melatih murid-murid

berpikir kritis dan dinamis terhadap suatu masalah tertentu.Selain itu, juga

melatih keberanian dan rasa tanggung jawab murid dalam menghadapi

masalah-masalah kehidupan yang ada di masyarakat.

q. Metode Praktikum

Metode praktikum dapat dilakukan kepada siswa setelah guru

memberikan arahan, aba-aba, petunjuk untuk melaksanakannya.Kegiatan

ini berbentuk praktik dengan mempergunakan alat-alat tertentu, dalam hal

ini guru melatih keterampilan siswa dalam mempergunakan alat-alat yang

telah diberikan kepadanya serta hasil dicapai mereka.

r. Metode Proyek

Metode proyek merupakan pemberian tugas kepada semua siswa

secara individual.Siswa dituntut untuk mengamati, membaca, meneliti,

emudian siswa diminta untuk membuat laporan dari tugas yang diberikan

kepadanya dalam bentuk makalah.Metode ini bertujuan untuk membentuk

analisis masing-masing siswa.

36

Metode ini dilakukan dengan cara; a) memberi daftar bacaan kepada siwa yang sesuai

dengan kebutuhannya, b) menjelaskan hasil yang ingin diharapkan dicapai oleh siswa pada akhir

kegiatan studi mandiri, c) mempersiapkan tes untuk menilai keberhasilan siswa. Martinis Yamin,

Op. Cit., hlm. 160

21

s. Metode Seminar

Metode seminar merupakan kegiatan belajar sekelompok siswa

untuk membahas topik, masalah tertentu.Setiap anggota kelompok seminar

dituntut agar berperan aktif, dan kepada mereka dibebankan tanggung

jawab untuk mendapatkan solusi dari topik, masalah yang dipecahkan.

Guru bertindak sebagai nara sumber.

Seminar merupakan pembahasan yang bersifat ilmiyah, topik

pembicaraan adalah hal-hal yang bertalian dengan masalah kehidupan

sehari-hari.Sebuah seminar adalah sebuah kegiatan pembahasan yang

mencari pedoman-pedoman atau pemecahan masalah tertentu.Itulah

sebabnya maka seminar selalu diakhiri dengan kesimpulan-kesimpulan

dan keputusan-keputusan yang merupakan hasil semua peserta.Malahan

tidak jarang seminar melahirkan rekomendasi dan resolusi.

t. Metode Simposium

Metode simposium adalah metode yang memaparkan suatu seri

pembicaraan dalam berbagai kelompok topik dalam materi

tertentu.Materi-materi tersebut disampaikan oleh ahli dalam bidangnya,

setelah itu peserta dapat menyampaikan pertanyaan dan sebagainya kepada

pembicara.

Sebuah simposium hampir menyerupai panel, karena simposium

harus pula terdiri atas beberapa pembicara, sedikitnya dua orang. Tetapi

simposium berbeda dengan panel dalam cara pembahasan persoalan,

sifatnya lebih formal.

Bentuk lain pola simposium dapat dikelompokkan pada sejumlah

aspek, dan setiap aspek disoroti tersendiri dan khusus, tidak perlu dari

berbagai sudut pandang. Prasaran menyiapkan tulisan yang dibagi-bagikan

kepada peserta dan diadakan sanggahan dari ahli tertentu yang disebut

penyanggah utama.Pendengar dapat memberikan pandangan umum dan

pertanyaan sesudah penyanggah utama.

22

u. Metode Tutorial

Metode tutorial merupakan cara menyampaikan bahan pelajaran

yang telah dikembangkan dalam bentuk modul untuk dipelajari siswa

secara mandiri. Siswa dapat mengkonsultasikan tentang masalah-masalah

dan kemajuan yang ditemuinya secara periodik.Metode ini biasanya

dilakukan pada SLTP terbuka, paket B, C dan belajar jarak jauh dengan

tatap muka yang terjadwal.

v. Metode Deduktif

Metode dedukti merupakan pemberian penjelasan tentang prinsip-

prinsip isi pembelajaran, kemudian dijelaskan dalam bentuk penerapannya

atau contoh-contohnya dalam situasi tertentu.Metode ini menjelaskan

teoritis ke bentuk realitas atau menjelaskan hal-hal yang bersifat umum ke

sifat-sifat khusus. Guru menjelaskan teori-teori yang ditemui oleh para

ahli, kemudian menjabarkan kenyataan yang terjadi atau mengambil

contoh-contoh. Seperti makhluk yang bernyawa akan mati. Manusia,

binatang adalah makhluk yang benyawa, maka ia akan mati.

w. Metode Induktif

Metode induktif dimulai dengan pemberian berbagai kasus, fakta,

contoh, atau sebab yang mencerminkan suatu konsep atau

prinsip.Kemudian siswa dibimbing untuk berusaha keras mensistensiskan,

menemukan, atau menyimpulkan prinsip dasar dari pelajaran tersebut,

metode ini disebut dengan metode discovery atau Socratic.

x. Metode Computer Assisted Learning (CAL)

Metode ini digunakan untuk kegiatan belajar yang berstruktur, di

mana computer diprogramkan dengan permasalahan-permasalahan.Siswa

diminta untuk memecahkan masalah tersebut atau mencari jawaban

dengan mempergunakan computer dan seketika itu juga jawaban siswa

diproses secara elektronik.Dalam beberapa detik siswa sudah mendapat

jawaban atau umpan balik jawaban tersebut.CAL memberikan siswa untuk

maju dengan kecepatan masing-masing mereka.

23

Metode ini dapat dipergunakan pada setiap tingkat pengetahuan

dari yang sederhana sampai pada tingkat yang lebih kompkeks.Kesulitan

penggunaan metode ini; (a) pengembangan program CAL membutuhkan

biaya tinggi dan waktu lama, (b) pengadaan dan pemeliharaan alat mahal.

Komentar penulis dari sekian banyak metode yang telah disebutkan

diatas, Pada umumnya pendidik khususnya guru Pendidikan Agama Islam

masih sering menggunakan metode yang itu-itu saja seperti metode

ceramah, tanya jawab, dan diskusi saja yang memberikan kesan

membosankan bagi siswa, Tidak jarang juga pendidik menggunakan

metode latihan siap.

Metode demonstrasi dan eksperimen menurut penulis kadang

digunakan oleh seorang pendidik untuk mengetahui sejauh mana

pemahaman seorang siswa tentang materi yang diajarkan seperti

melakukan praktik langsung contoh “ tatacarapelaksanaanshalat fardu”.

Metode pemberian tugas belajar dilaksanakan diakhir proses belajar

mengajar dengan tujuan pendidik mengetahui tingkat keberhasilan

pendidik.

Metode pembelajaran terprogram dilaksanakan ketika proses

pembelajaran belum dimulai seperti perancangan RPP, metode latihan

bersama teman sudah mulai dilaksanakan oleh peserta didik. Dan metode-

metode lain yang pada umumnya sulit diterapkan didalam pembelajaran

Agama Islam seperti metode simulasi, studi kasus, metode insiden, metode

karya wisata, metode studi mandiri, dan metode pemecahan masalah.Maka

dari itu seorang guru Agama Islam dituntut harus memiliki daya kreatifitas

yang tinggi agar tercapainya hasil pembelajaran yang maksimal,

menciptakan suasana kelas yang menyenangkan dan tidak membosankan.

6. Metode Pendidikan dalam Al-Qur’an

Ada baiknya sebelum menjelaskan dan merinci metode pendidikan

yang terkandung di dalam al-Qur‟an, terlebih dahulu penulis sebutkan

beberapa pendekatan yang diperlukan dalam metode pendidikan yang

terkandung di dalam al-Qur‟an, pendekatan tersebut ialah sebagai berikut:

24

a. Pendekatan religius, bahwa manusia diciptakan memiliki potensi dasar

(fitrah) atau bakat agama.

b. Pendekatan filosofis, bahwa manusia adalah makhluk rasional atau berakal

pikiran untuk mengembangkan diri dan kehidupannya.

c. Pendekatan rasio-kultural, bahwa manusia adalah makhluk bermasyarakat

dan berkebudayaan sehingga latar belakangnya mempengaruhi proses

pendidikan.

d. Pendekatan scientific, bahwa manusia memiliki kemampuan kognitif, dan

afektif yang harus dikembangtumbuhkan.37

Sehingga dengan mengacu pada penjelasan di atas, sudah seharusnya

dalam mendidik tidak hanya memandang dari perkembangan peserta didiknya

saja, tapi juga hal yang sangat penting adalah beberapa hal yang

mempengaruhinya.

Ada pun beberapa metode yang terkandung di dalam al-Qur‟an, antara

lain:38

a. Mau‟izhah hal demikian ditemukan pada diri Luqman yang mana anak

dan istrinya dalam keadaan kafir. Oleh karenanya, Luqman menasehatinya

sehingga keduanya beriman.

b. Dialog, metode ini dapat dipahami sebagai jalan untuk membuka jalur

informasi antara pendidik dengan peserta didik. Ada beberapa macam

metode dialog di dalam al-Qur'an. Pertama, dialogis dengan pendekatan

rasionalis, ditemukan pada nabi Nuh terhadap anaknya Kan'an. Tatkala

seruan beriman tidak dihiraukan, kemudian nabi Nuh mendesak untuk

beriman karena fuctural-rasional akan terjadi banjir yang siap

menghancurkan dan menenggelamkan semuanya. Tetapi tawaran tersebut

tidak berhasil, lantas Kan'an menggunakan nalar logisnya untuk

menyelamatkan dirinya dengan cara pergi ke gunung. Kedua, dialogis-

37

Armai Arief, Op. Cit., hlm. 41 38

Silahkan lihat Mihtahul Huda, Interaksi Pendidikan 10 Cara Al-Qur’an Mendidik

Anak, (Malang: UIN-Malang PRESS, 2008), hlm 315-320 dan buku karangan Abdul Mujib dan

Jusuf Muzkkir, Op, Cit,.hlm. 189-196 serta buku karangan Triyo Supriyatno, Humanitas Spritual

dalam Pendidikan, (Malang: UIN-Malang Press 2009), hlm. 27-28

25

demokratis-teologis, sebagaimana terjadi pada nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim

mendialogkan mimpinya tentang penyembelihan anaknya (nabi Ismail).

dialog tersebut dilakukan secara demokratis sekali, dan beliau menjelaskan

bahwa perintah penyembelihan tersebut berasal dari Allah. Ketiga,

dialogis-psikologis, yang telah dilakukan oleh nabi Ya'qub terhadap Yusuf,

terkait dengan masalah mimpi yang dialami oleh nabi Yusuf. Keempat,

dialogis-intuitif, metode ini menggambarkan dialog antara Maryam dan

kaumnya yang pada akhirnya melibatkan nabi Isa. Maryam menyadari

tidak mungkin menyelesaikan permasalahan yang dituduhkan keumnya.

Maryam mengandalkan kekuatan transendental dari Allah dalam bentuk

intuisi kepada Isa. Hal ini sebenarnya adalah pendidikan yang terjadi atas

kekuatan mu'jizat Allah atas rasulnya.

c. Prenatal-posnatal, metode ini dipahami pada interaksi pendidikan Ayarkha

Hanna terhadap Maryam dan nabi Zakariya terhadap Yahya. Usaha-usaha

untuk mendapatkan anak saleh dilakukan melalui do'a dan nazar. Berkali-

kali Zakariya berdo'a dengan uslub yang berbeda-beda menunjukkan

kesungguhannya dalam memohon anak disaat usianya sendiri tua dan

istrinya mandul. Demikian Hanna berazam untuk memiliki anak yang

saleh, kemudian Allah mengabulkan dengan kelahiran nabi Yahya.

d. Problem Solving, hal ini terlihat dalam interaksi Adam dengan Qabil dan

Habil, serta interaksi nabi Ya'qub dengan putra-putranya (nabi Yusuf

dengan saudaranya). Pendidikan nabi Adam terhadap anaknya yang

sedang bertikai memperebutkan pasanganya. Meskipun pada akhirnya

tidak tercapai sasaran yang dimaksud agar terjadi perdamaian antara

keduanya. Demikian yang dilakukan nabi Ya'qub yang dilakukan terhadap

saudara-saudara Yusuf untuk memberi solusi atas konflik internal

keluarganya.

e. Bantah-bantahan (al-mujadalah), sebenarnya metode ini hampir sama

dengan teknik diskusi, hanya saja teknik ini diikuti oleh peserta yang

heterogen, yang mungkin berbeda idiologis, agama, prinsip, filsafat hidup

26

atau perbedaan-perbedaan lainya. Hal ini didasarkan pada al-Qur‟an surat

an-Nahl ayat 125.

f. Metafora (al-amtsal), Muhammad Rasyid Ridla dalam al-Manar bahwa

al-amtsal adalah perumpamaann baik berupa ungkapan, gerak, maupun

melalui gambar-gambar. Dalam konteks pendidikan Islam, metode ini

lebih mengarah kepada perumpamaann dalam segi ungkapan belaka

(perhatiakn QS. al-Ankabut: 41-43, ar-Ra'd: 17, Ibrahim: 24-26, al-

Baqarah: 26).

g. Imitasi (al-qudwah), hal ini dilakukan dengan menampilkan seperangkat

teladan bagi diri pendidik untuk peserta didik melalui komunikasi interaksi

di dalam kelas maupun di luar kelas. Sehingga tuntutan pendidik tidak

hanya berceramah, berkhatbah, atau berdiskusi. Tetapi lebih penting lagi,

mengamalkan semua ajaran yang telah dimengerti, sehingga peserta didik

dapat meniru dan mencontohnya (QS. Ash-Shad: 2-3). Kemudian dalam

bukunya Triyo Supriyatno, terkait dengan metode ini dijelaskan dengan

menggunakan istilah metode pemberian teladan, hal ini terkait dengan

penjelasan ayat yang artinya: Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang

baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia

(QS. Al-Mumtahanah, 60: 4). Kemudian keteladanan ini diikuti oleh

Muhammad SAW. Metode ini menjadi penting karena terdapat aspek

afektif yang terwujud dalam bentuk tingkah laku (behavioral).

h. Pemberian hukuman dan ganjaran. Muhammad Quthub mengatakan bila

keteladanan dan pembiasaan tidak mampu, maka pada waktu itu harus

diadakan tindakan tegas yang dapat meletakkan persoalan pada tempat

yang benar, sebagai bentuk kelanjutan dari proses pengarahan dan

bimbingan terhadap anak didik ke arah perkembangan yang lebih baik dan

terarah, tindakan tegas itu adalah hukuman. Di dalam al-Qur‟an hukuman

dikenal dengan ungkapan azab, kata tersebut di dalam al-Qur‟an sebanyak

373 kali (misalnya dalam QS. Al-Taubah : 74, al-Fath: 16, an-Nuh: 23, al-

Maidah: 38 dan lain sebagainya). Sedangkat ganjaran/ pahala diberikan

kepada peserta didik yang taat terhadap aturan dan menunjukkan prestasi

27

yang baik. Dalam al-Qur‟an dikenal dengan istilah ajrun yang diulang

sebanyak 105 kali (misalnya dalam QS. Ali Imran: 136, surat Hud: 11 dan

lain sebagainya).

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Sepanjang sepengetahuan penulis, skripsi yang membahas tentang

metode memang sudah sangat banyak sekali akan tetapi yang membahas

tentang metode yang terkandung didalam ayat Al-Qur‟an khususnya surat An-

Nahl 125-127 baru penulis sajayang mengkajinya secara khusus.

Penulis menemukan skripsi yang hampir sama dengan skripsi yang sedang

penulis teliti, skripsi tersebut berjudul “ Metode Pendidikan Islam dan

Relevansinya dengan Metode Dakwah (kajian surat An-Nahl ayat 125, surat

Al-Maidah ayat 67 dan surat Al-Imran ayat 159)” karya kakanda Zulkarnaen

Fadli dengan Nim 104011000122 pada tahun 2009. Didalam skirpsinya ini

membahas tentang metode dakwahnya saja yang terkandung didalam masing-

masing surat dan ayatnya. Penelitian ini lebih menekankan kedalam aspek

dakwahnya saja. Yang melihat dakwah dari segi aspek apa (ontologi),

bagaimana (epitimologi), dan aspek untuk apa (aksiologi). Terutama yang

berkaitan dengan tafsir Al-Misbah dan tafsir Fi Zhilalil Qur‟an yang

merupakan fokus didalam penelitian ini. Sedangkan yang penulis tulis disini

bukan hanya metode dakwah saja akan tetapi metode-metode yang lain yang

terkandung didalam surat An-Nahl ayat125-127.

28

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Dalam menyelesaikan penelitian ini penulis menggunakan Pure Library

Research ( penelitian kepustakaan murni ), yaitu mengambil data menurut

pendapat para ahli yang telah diformulasikan kedalam buku-buku tafsir dan

pendidikan, yang merupakan sumber primer didalam penulisan ini adalah tafsir-

tafsir Al-Qur‟an yang berkaitan dengan surat An-Nahl ayat 125-127 diantaranya :

tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab, tafsir Nurul Qur‟an karya Allamah

Kamal Faqih Imani, tafsir Al-Maraghi karya Ahmad Mustafa Al-Maragi,kitab

tafsir Aisar at-Tafsiri lil al-kalami al-Aliyyi al-Kabirkarya Abu Bakar Jabir Al-

Jazair, dan buku-buku yang berkaitan dengan dengan isi yang terkandung didalam

surat An-Nahl ayat 125-127 yang merupakan sebagai buku sekunder didalam

penelitian ini.

Dalam menganalisis data yang telah terkumpul, penulis menggunakan metode

ContentAnalysis(analisis isi ), yaitu menafsirkan ayat-ayat Al-Qur‟an dengan

memaparkan berbagai metode yang terkandung didalam ayat tersebut yang sedang

diteliti oleh penulis serta menerangkan makna-makna apa saja yang terkandung

didalam ayat tersebut. Dalam menyelesaikan penelitian ini akan menggunakan

deskriptif analisis, yaitu suatu metode yang membahas permasalahan dengan cara

memaparkan atau menguraikan terlebih dahulu dengan pokok permasalahn secara

lengkap, untuk kemudian menganalisisnya dalam rangka mendapatkan suatu

kesimpulan yang tepat.

28

29

B. Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini menggunakan metode tafsir tahlili, kata tahlili

berasal dari bahasa arab, yakni hallala yuhallilu yang berarti menguraikan atau

menganalisa, menafsirkan ayat-ayat Quran dengan memaparkan adapun langkah-

langkah dari metode dan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang

ditafsirkan serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai

dengan keahlian dan kecendrungan mufasir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.

Dalam metode ini biasanya mufasir menguraikan maknanya yang

dikandung oleh Alquran ayat demi ayat sesuai dengan urutannya di dalam mushaf.

Uraian tersebut menyangkut berbagai aspek yang dikandung ayat yang ditafsirkan

seperti: pengertian kosakata. Yang disampaikan oleh nabi, sahabat, para tabi‟in

maupun mufasir lainnya., melengkapi pembahasan dengan hadist-hadist yang

relevan sesuai dengan pokok bahasan, dan memberi kesimpulan secara

kompeherensif.39

1. Teknik Analisa Data

Adapun metode pembahasan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini

adalah metode tahlili, yang diuraikan tahapan kerjanya dimulai dari:

1. Bermula dari kosakata yang terdapat pada setiap ayat yang akan

ditafsirkan.

2. Menjelaskan munasabah atau hubungan ayat yang ditafsirkan antara ayat

yang satu dengan yang lainnya

3. Menjelaskan makna yang terkandung pada setiap potongan ayat dengan

menggunakan keterangan yang ada pada berbagai disiplin ilmu sebagai

sebuah pendekatan

4. Menarik kesimpulan dari ayat tersebut yang berkenaan dengan hukum

mengenai suatu masalah atau lainnya sesuai dengan kandungan ayat

tersebut 40

39

Dr. Nasruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Quran, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar,

1998), hal 31 40

Prof. DR.H. Abudin Nata, M.A, Studi islamkomprehesip, (Jakarta: Kencana, 2011),

hal. 169

30

C. Objek dan Waktu Penelitian

1. Objek didalam penelitian ini adalah Tafsir surat An-Nahl ayat 125-127

yang membahas tentang metode yang terkandung didalam ayat tersebut.

2. Waktu penelitian penulis melakukan penelitian dalam penyusunan skripsi

ini dimulai dari tanggal 9 bulan juli 2012 sampai selesai.

31

BAB IV

TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Teks ayat dan terjemahan surah An-Nahl ayat : 125-127

(621-621: 61)اننحم/

A.

B.

Artinya:

serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmahdan pelajaran

yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya

Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari

jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat

petunjuk. dan jika kamu memberikan balasan, Maka balaslah dengan Balasan

yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. akan tetapi jika kamu

bersabar, Sesungguhnya Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.

bersabarlah (hai Muhammad) dan Tiadalah kesabaranmu itu melainkan

dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap

(kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang

mereka tipu dayakan.

31

32

B. Tafsir surat An-Nahl

C. 1. Ayat 125

125): 61/اننحم)

D.

Menurut beberapa ahli tafsir, ayat diatas ditafsirkan sebagai berikut:

a. Abu Bakar Jabir Al-Jazairi

Menurut beliau dalam kitab tafsirnya, yaitu kitab Aisar at-Tafâsir li al-

Kalâmi al-Aliyyi al-Kabîr, ayat ini diinterpretasikan sebagai suatu ajakan atau

seruan terhadap manusia kepada jalan yang sudah digariskan oleh Allah

dengan kata-kata yang bijak, nasihat-nasihat yang baik yang memotifasi dan

bantahan yang baik yang tidak ada unsur negatifnya. Berikut ini

penafsirannya:

41.

41

Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Op. Cit., hlm. 169-170

33

“Penjelasan Kata;

Ilâ Sabîli Rabbika: Yaitu untuk taat kepada-Nya. Karena taat (انى سبيم ربك)

kepada Allah mengantarkan seseorang menuju keridhaan dan karunia-Nya.

Bil Hikmah: Dengan al-Qur‟an dan perkataan yang bijak lagi benar (بانحكمة)

serta memiliki dalil untuk menjelaskan kebenaran.

-Wal Mau’izhah Hasanah: Pelajaran-pelajaran dari al (وانمىعظة انحسنة)

Quran dan perkataan yang lembut lagi benar.

Wa Jâdilhum Billati Hiya Ahsan: membantah dengan (وجادنهم بانتي هي أحسن)

cara yang lebih baik dan itu lebih baik dari yang lain.

Hikmah adalah dengan al-Qur‟an dan perkataan yang bijak lagi benar

serta memiliki dalil untuk menjelaskan kebenaran

Mau’izhah adalah pelajaran-pelajaran dari al-Quran dan perkataan yang

lembut lagi benar.42

Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa mau’izhah

berupa nasehat-nasehat, cerita-cerita perumpamaann-perumpamaann,

motifasi serta intimidasi yang terdapat pada al-Qur‟an.43

Jidal adalah membantah dengan cara yang lebih baik dan itu lebih baik

dari yang lain. Masih menurut beliau, jidal yakni bantahan dengan cara yang

baik tidak ada unsur celaan, ejekan, dan sindiran buruk, karena yang

demikian itu lebih dapat diterima.44

b. M. Quraish Shihab

M Quraish Shihab dalam penafsirannya, terkait dengan surat An-Nahl

ayat 125.“Wahai nabi Muhammad, serulah yakni lanjutkanlah usahamu untuk

menyeru semua yang engkau sanggup seru kepada jalan yang ditunjukkan

Tuhanmu yakni ajaran Islam dengan hikmah dan pengajaran yang baik dan

bantahlah mereka yakni siapa pun yang menolak atau meragukan ajaran Islam

dengan cara yang terbaik. Itulah tiga cara mendidik yang hendaknya engkau

tempuh menghadapi manusia yang beraneka ragam peringkat dan

42

Ibid.hlm. 169 43

Ibid. hlm. 170 44

Ibid hlm.170

34

kecendrungannya; jangan hiraukan cemoohan, atau tuduhan-tuduhan tidak

berdasar kaum musyrikin dan serahkan urusanmu dan urusan mereka kepada

Allah, karena sesungguhnya Tuhanmu yang selalu membimbing dan berbuat

baik kepadamu Dialah sendiri yang lebih mengetahui dari siapa pun yang

menduga tahu tentang siapa yang bejat jiwanya sehingga tersesat dari jalan-

Nya dan Dialah saja juga yang lebih mengetahui orang-orang yang sehat

jiwanya sehingga mendapatkan petunjuk.”45

Kemudian beliau menjabarkan kata hikmah, yakni:

“Kata )حكمة(hikmahantara lain berarti yang paling utama dari segalah

sesuatu, baik pengetahuan maupun perbuatan. Dia adalah pengetahuan atau

tindakan yang bebas dari kesalahan dan atau kekeliruan.Hikmah juga

diartikan sebagai sesuatu yang bila digunakan/ diperhatikan akan

mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan yang besar atau lebih besar,

serta menghalangi terjadinya mudharat atau kesulitan yang besar atau lebih

besar.Makna ini ditarik dari kata hakamah, yang berarti kendali karena

kendali menghalangi hewan/ kendaraan mengarah ke arah yang yang tidak

diinginkan, atau menjadi liar.Memilih perbuatan yang terbaik dan sesuai

adalah perwujudan dari hikmah.Memilih yang terbaik dan sesuai dari dua hal

buruk pun dinamai hikmah, dan pelakunya dinamakan hakim (hakim). Thahir

Ibnu „Asyur menggarisbawahi bahwa hikmah adalah nama himpunan segala

ucapan atau pengetahuan yang mengarah kepada perbaikan keadaan dan

kepercayaan manusia secara seimbang. Thabathaba‟i mengutip ar-Raghib al-

Ashfahani yang menyatakan saecara singkat bahwa hikmah adalah sesuatu

yang mengena kebenaran berdasarkan ilmu dan akal.Dengan demikian,

menurut Thabathaba‟i, hikmah adalah argumen yang menghasilkan

kebenaran yang tidak diragukan, tidak mengandung kelemahan tidak juga

kekaburan.”46

45

M. Quraish Shihab, TafsirAl-Mishbah, Volume 7, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm.

385-386 46

Ibid. hlm. 386-387

35

Di samping itu, M. Quraish Shihab mengutip pendapat pakar tafsir al-

Biqa‟i yang menggarisbawahi bahwa “al-hakim yakni yang memiliki hikmah,

harus yakin sepenuhnya tentang pengetahuan dan tindakan yang diambilnya,

sehingga dia tampil dengan penuh percaya diri, tidak berbicara dengan ragu,

atau kira-kira tidak pula melakukan sesuatu dengan coba-coba.”47

Lebih lanjut kemudian beliau menjelaskan,

“kata (انمىعظة) al-mau’izhah terambil dari kata (وعظ)wa’azha yang berarti

nasihat. Mau’izhah adalah uraian yang menyentuh hati yang mengantar

kepada kebaikan.Demikian dikemukakan oleh banyak ulama.Sedangkan kata

jidâl yang bermakna diskusi atau (جدال) jâdilhum terambil dari kata (جادنهم)

bukti-bukti yang mematahkan alasan atau dalih mitra diskusi dan

menjadikannya tidak dapat bertahan, baik yang dipaparkan itu diterima oleh

semua orang maupun hanya mitar bicara.

Ditemukan di atas, bahwa mau’izhah hendaknya di sampaikan dengan

(أحسن) hasanah/baik, sedangkan perintah berjadil disifati dengan kata (حسنة)

ahsan/yang terbaik, bukan sekedar yang baik.Keduanya berbeda dengan

hikmah yang tidak disifati oleh satu sifat pun.Ini berarti bahwa mau’izhah ada

yang baik dan ada yang tidak baik, sedangkan jadil ada tiga macam, yang

baik, yang terbaik dan yang buruk.”48

Terkait dengan penjelasan hikmah, beliau menjabarkan kembali, yaitu

sebagai berikut:

“hikmahtidak perlu disifati denga sesuatu karena dari maknanya telah

diketahui bahwa ia adalah sesuatu yang mengena kebenaran berdasarkan

ilmu dan akal-seperti tulis ar-Raghib, atau seperti tulis Ibn „Asyur, ia adalah

segala ucapan atau pengetahuan yang mengarah kepada perbaikan keadaan

dan kepercayaan manusia secara bersinambung. Di sisi lain, hikmah yang

disampaikan itu adalah yang dimiliki oleh seorang (حكيم) hakim yang

dilukiskan maknanya oleh al-Biqa‟i seperti peneliti nukil di atas, dan itu tentu

saja akan disampaikan setepat mungkin, sehingga tampa menyifati dengan

satu sifat pun, otomatis dari namanya dan sifat penyandangannya dapat

47

Ibid. hlm. 387 48

Ibid. hlm. 387

36

diketahui bahwa penyampaiannya pastilah dalam bentuk yang paling

sesuai.”49

Hubungannya dengan mau’izhah, maka beliau memaparkan sebagai

berikut:

“maka ia baru dapat mengena hati sasaran bila ucapan yang disampaikan itu

disertai dengan pengalaman dan keteladanan dari yang menyampaikannya.

Nah, inilah yang bersifat hasanah.Kalau tidak, ia adalah yang buruk, yang

sharusnya dihindari. Di sisi lain, karena mau’izhah biasanya bertujuan

mencegah sasaran dari sesuatu yang kurang baik, dan ini dapat mengundang

emosi-baik dari yang menyapaikan, lebih-lebih yang menerimanya-maka

mau’izhah adalah sangat perlu untuk mengingatkan kebaikannya itu.”50

Kemudian beliau menjelaskan Jidal dan mengklasifikasi menjadi tiga

macam,

“Jidal adalah perdebatan dengan cara yang terbaik yaitu dengan logika dan

retorika yang halus, lepas dari kekerasan dan umpatan.”51

“Sedangkan jidal

terdiri dari tiga macam, yang buruk adalah yang disampaikan dengan kasar,

yang mengundang kemarahan lawan serta yang menggunakan dalil-dalil yang

tidak benar.yang baik adalah yang disampaikan dengan sopan, serta

menggunakan dalil-dalil atau dalih wahyu hanya yang diakui oleh lawan,

tetapi yang terbaik adalah yang disampaikan dengan baik, dan dengan

argumen yang benar, lagi membungkam lawan.”52

Masih dalam pandangan M. Quraish Shihab, bahwa memilih perbuatan

yang terbaik dan sesuai adalah perwujudan dari hikmah.Memilih yang terbaik

dan sesuai dari dua hal buruk pun dinamai hikmah, dan pelakunya dinamakan

hakim (hakim).53

Kemudian beliau mengutip pendapat Thahir Ibnu „Asyur yang

menggarisbawahi bahwa hikmah adalah nama himpunan segala ucapan atau

49

Ibid. hlm. 387 50

Ibid. hlm. 387-388 51

Ibid. hlm. 386 52

Ibid. hlm. 388 53

Ibid. hlm. 386

37

pengetahuan yang mengarah kepada perbaikan keadaan dan kepercayaan

manusia secara seimbang.54

Lebih lanjut beliau menjelaskan yang diambil dari pendapat

Thabathaba‟i mengutip pendapat ar-Raghib al-Ashfahani yang menyatakan

sacara singkat bahwa hikmah adalah sesuatu yang mengena kebenaran

berdasarkan ilmu dan akal.Dengan demikian, menurut Thabathaba‟i, hikmah

adalah argumen yang menghasilkan kebenaran yang tidak diragukan, tidak

mengandung kelemahan tidak juga kekaburan.55

Mau’izhah yakni memberikan nasihat dan perumpamaann yang

menyentuh jiwa sesuai dengan taraf pengetahuan objeknya yang

sederhana.56

kata (انمىعظة) al-mau’izhah terambil dari kata (وعظ)wa’azha yang

berarti nasihat.Mau’izhah adalah uraian yang menyentuh hati yang mengantar

kepada kebaikan57

.Masih dalam pendapatnya, mau‟izhah hendaknya

disampaikan dengan (حسنة) hasanah/ baik.58

Mau’izhah, akan mengena hati sasaran bila ucapan yang disampaikan

itu disertai dengan pengalaman dan keteladanan dari yang

menyampaikannya. Nah, inilah yang bersifat hasanah. Kalau tidak, ia adalah

yang buruk, yang seharusnya dihindari.59

Masih menurut beliau, di sisi lain

karena mau’izhah biasanya bertujuan mencegah sasaran dari sesuatu yang

kurang baik, dan ini dapat mengundang emosi-baik dari yang menyapaikan,

lebih-lebih yang menerimanya-maka mau’izhah adalah sangat perlu untuk

mengingatkan kebaikannya itu.60

Kata (جادنهم) jâdilhum terambil dari kata (جدال) jidâl yang bermakna

diskusi atau bukti-bukti yang mematahkan alasan atau dalih mitra diskusi dan

menjadikannya tidak dapat bertahan, baik yang dipaparkan itu diterima oleh

54

Ibid. hlm. 386 55

Ibid. hlm. 387 56

Ibid.hlm. 386 57

Ibid. hlm. 386 58

Ibid. hlm. 387 59

Ibid. hlm. 387 60

Ibid. hlm. 387-388

38

semua orang maupun hanya mitar bicara.61

Masih menurut beliau, Jidal

adalah perdebatan dengan cara yang terbaik yaitu dengan logika dan retorika

yang halus, lepas dari kekerasan dan umpatan.62

Sedangkan perintah berjadil disifati dengan kata (أحسن) ahsan/ yang

terbaik, bukan sekedar yang baik. Kemudian beliau mengklasifikasi jadil

terdiri dari tiga macam: (a) yang buruk adalah yang disampaikan dengan

kasar, yang mengundang kemarahan lawan serta yang menggunakan dalil-

dalil yang tidak benar, (b) yang baik adalah yang disampaikan dengan sopan,

serta menggunakan dalil-dalil atau dalih wahyu hanya yang diakui oleh

lawan, tetapi yang terbaik adalah yang disampaikan dengan baik, dan dengan

argumen yang benar, lagi membungkam lawan.63

c. Ahmad Musthofa Al-Maraghi

Ahmad Mushtofa al-Maraghi dalam Penafsirannya adalah sebagai

berikut:

.

64.

Artinya:

“ Al-Hikmah: perkataan yang kuat dan disertai dengan dalil, yang menjelaskan

kebenaran, dan menghilangkan kesalahpahaman.

Al-Mau’izhah al-Hasnah: dalil-dalil bersifat zanni, yang dapat memberi

kepuasan kepada orang awam.

61

Ibid hlm. 387 62

Ibid. hlm. 386 63

Ibid. hlm. 387 64

Ahmad Mushtofa Al-Maraghi, Tafsir Al-Marâghî, Jilid 13 (Bairut: Daru Ihya‟iturats al-

Araby), hlm. 157-161

39

Al-Jidal: percakapan atau perdebatan untuk memuaskan penentang.

Wahai Rasul (Muhammad SAW), serulah orang-orang yang kau diutus

kepada mereka dengan cara, menyeru kepada syariat yang telah digariskan

Allah bagi makhluk-Nya melalui wahyu yang diberikan kepadamu, dan

berilah mereka pelajaran dan peringatan yang ditetapakan di dalam kitab-Nya

sebagai hujjah atas mereka, serta selalu diingatkan kepada mereka, seperti

diulang-ulang dalam ayat ini. Dan bantahlah mereka dengan bantahan yang

lebih baik dari bantahan lainnya, seperti memberi maaf kepada mereka jika

mereka mengotori kehormatanmu, serta bersikap lemah lembut taehadap

mereka dengan menyampaikan kata-kata yang baik.

Hikmah ialah perkataan yang kuat dan disertai dengan dalil, yang

menjelaskan kebenaran, dan menghilangkan kesalahpahaman.65

Mau’izhah adalah dalil-dalil bersifat zanni, yang dapat memberi kepuasan

kepada orang awam.66

Masih dalam pandangan beliau, bahwa mau’izhah yakni

menyeru kepada syariat yang telah digariskan Allah bagi makhluk-Nya melalui

wahyu yang diberikan kepada Nabi Muhammad, dan memberi pelajaran dan

peringatan yang ditetapakan di dalam kitab-Nya sebagai hujjah atas manusia,

serta selalu diingatkan kepada manusia.67

Jidal merupakan percakapan atau perdebatan untuk memuaskan

penentang.68

Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa bantahan dalam perdebatan

tersebut adalah bantahan lebih baik dari bantahan lainnya, seperti memberi

maaf kepada lawan kita jika mereka mengotori kehormatanmu, serta bersikap

lemah lembut tarhadap mereka dengan menyampaikan kata-kata yang baik.69

d. Allamah Kamal faqih Imani

MenurutAllamah Kamal faqih Imani hikmah ialah semua kerja

dakwah yang harus berorientasi pada Tuhan :… Kepada jalan tuhan mu70

.

65

Ahmad Mushtofa Al-Maraghi. Op. Cit,.hlm. 157 66

Ahmad Mushtofa Al-Maraghi. Op. Cit,.hlm. 158 67

Ibid. hlm. 161 68

Ibid.hlm. 157 69

Ibid. hlm. 161 70

Allamah Kamal Faqih Imani, Tafsir nurul quran, (Jakarta:alhuda,2005), hlm 721

40

Mauizhahyaitu Setiap kegiatan dakwah memiliki hirarki

(kebijaksanaan, lewat ceramah, dan pedebatan yang baik. Kebijaksanaan

menyediakan metode yang rasional, sementara ceramah diarahkan untuk

menyentuh emosi):….dengan kebijaksanaan dan nasihat yang baik.71

Jidal yaitu Ceramah harus dilakukan dengan cara yang ramah, baik

yang menyangkut isi, bentuk, maupun ungkapan-ungkapan yang

digunakan:…..dan bantahlah mereka dengan cara yang paling baik…..

Terdapat sepuluh ketentuan etika pergaulan sosial yang menarik dan

rasional, yang terkandung didalam ayat ini hingga akhir surah.Ayat suci ini

memberikan perintah yang komprehensif kepada semua pendidik, guru besar,

maupun ulama. Ia menyeru mereka agar melengkapi dirinya dengan berbagai

metode (pengajaran), agar berhasil dalam menghadapi berbagai jenis peserta

didik , sebab seseorang tidak dapat berdakwah kepada semua orang dengan

hanya menggunakan satu metode saja, setiap orang memiliki watak pelik

yang harus dihadapi dan diajak bicara dengan kemampuan tertentu. Manusia-

manusia pilihan yang memerlukan penanganan dan penalaran khusus harus

dihadapi dengan cara yang sesuai dengan keadaan mereka, sementara kaum

awam harus dihadapi dengan seruan-seruan sederhana agar dapat mereka

cerna dengan baik. Orang-orang yang menyimpang juga harus diajak bicara

dengan menggunakan metode perdebatan yang paling baik.

Dalam sebuah nasihat yang baik, dikatakan bahwa seorang pendidik

harus berbuat dan beramal sesuai dengan apa yang diucapkannya, sementara

perdebatan yang baik adalah perdebatan yang tidak disertai kaya-kata yang

menyakiti perasaan peserta didik, dengan begitu kewajiban pendidikan antara

lain:

1) Berdakwah :(wahai Nabi) serulah (manusia)……

2) Semua kerja dakwah harus berorientasi kepada Allah SWT:….kepada

jalan Tuhanmu…..

3) Setiap kegiatan dakwah memiliki hirarki (kebijaksanaan, lewat ceramah,

dan pedebatan yang baik. Kebijaksanaan menyediakan metode yang

71

Alamah Kamal Faqih Imani.Op.Cit. hlm. 721

41

rasional, sementara ceramah diarahkan untuk menyentuh

emosi):….dengan kebijaksanaan dan nasihat yang baik,

1) Ceramah harus dilakukan dengan cara yang ramah, baik yang

menyangkut isi, bentuk, maupun ungkapan-ungkapan yang

digunakan:…..dan bantahlah mereka dengan cara yang paling

baik…..

2) Mengemukakan dampak dan mafaat dari segenap apa yang baik serta

mengungkapkan efek-efek buruk dan bahaya dari segenap hal yang

jahat dan buruk, termasuk metode dakwah (kebijaksanaan berarti

memahami masalah baik dan buruk berdasar pengetahuan dan

penalaran).

3) Kita hanya diwajibkan melaksanakan kewajiban-kewajiban kita dan

tidak bertanggung jawab atas konsekwensi yang terjadi.

4) Kebijaksanaan dan demonstrasi selamanya merupakan sarana yang

memadai untuk meyakinkan orang lain.

5) Islam memberikan kebijaksanaan serta pengayaan spiritual seraya

menganjurkan metode-metode logis manakala menghadapi lawan

dialog.

6) Kebajikan, dalam pengertiannya yang paling luas, termasuk ihwal

menghadapi lawan, bermakna bahwa ketika menghadapi musuh, kita

harus berpegang jepada prinsip-prinsip akhlak Islam:…….dan

bantahlah dengan cara yang paling baik....

7) Kemurahan hati dan kebaikan merupakan dua metode dasar didalam

semua jenis seruan jika dilakukan pada saat yang tepat dan tempat

yang semestinya.72

2. Ayat 126

72

Alamah kamal faqih imani, Tafsir nurul quran, (Jakarta:alhuda,2005), hlm 721-722

42

e. Tafsir Quraish Shihab

Sebab turunnya ayat: Ibnu Abdul Barr mengetengahkan sebuah hadis

dengan sanad yang dha'if melalui Siti Aisyah r.a. yang menceritakan, bahwa Siti

Khadijah bertanya kepada Rasulullah tentang anak-anak kaum musyrikin.

Rasulullah saw. Menjawab,"Mereka berasal dari bapak-bapak mereka." Kemudian

sesudah itu Siti Khadijah bertanya lagi kepada Rasulullah saw. maka Rasulullah

saw. Menjawab, "Allah lebih mengetahui tentang apa yang mereka lakukan (nanti

seandainya mereka hidup)." Kemudian Siti Khadijah bertanya lagi kepada

Rasulullah saw. Sesudah agama Islam kuat, lalu turunlah firman-Nya, "Dan

seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain." (Q.S. Al-Isra 15).

Dan Rasulullah saw bersabda, "Anak-anak orang-orang musyrik itu berada dalam

fitrah (agama Islam)," atau beliau bersabda, "(Mereka) berada dalam surga."

Jika ayat yang lalu memberi pengajaran bagaimana cara-cara berdakwah, ayat

ini memberi pengajaran bagaimana seharusnya membalas jika kondisi telah

mencapai tingkat pembalasan. Jika ayat 125 menuntun bagaimana cara

menghadapi sasaran dakwah yang diduga dapat menerima ajakan tanpa

membantah atau bersikeras menolak serta dapat menerima ajakan setelah Jidal

(bermujadalah), di sini dijelaskan bagaimana menghadapi mereka yang

membangkang dan melakukan kejahatan para pelaku dakwah, yakni da’i/

penganjur kebaikan.Demikian terlihat ayat ini dan ayat yang lalu tersusun

urutannya secara bertahap.Begitu penjelasan banyak ulama. Itulah, tulis Thahir

ibn Asyur, sehingga ayat ini dimulai dengan “dan”, yakni dan apabila kamu

membalas, yakni menjatuhkan hukuman kepada siapa yang menyakiti kamu,

maka balaslah, yakni hukumlah dia, persis sama dengan siksaan yang ditimpakan

kepada kaum atau kesalahan yang mereka lakukan. Jangan sedikitpun melampaui

batas.Akan tetapi, jika kamu bersabar dan tidak membalas, maka sesungguhnya

itulah yang lebih baik bagi para penyabar baik di dunia maupun di akhirat

kelak.73

Menurut Quraish Shihab, Almuhtadin yaitu memberi pengajaran

bagaimana seharusnya membalas jika kondisi telah mencapai tingkat

73

M.Quraish Shihab. Op.Cit.,hlm 777

43

pembalasan “apabila kamu membalas, yakni menjatuhkan hukuman kepada

siapa yang menyakiti kamu, maka balaslah, yakni hukumlah dia, persis sama

dengan siksaan yang ditimpakan kepada kaum atau kesalahan yang mereka

lakukan. Jangan sedikitpun melampaui batas.”Akan tetapi, jika kamu

bersabar dan tidak membalas, maka sesungguhnya itulah yang lebih baik

bagi para penyabar baik di dunia maupun di akhirat kelak.

f. Tafsir Ahmad Musthofa Al-Maraghi

Allah menyuruh rasulnya untuk berdakwah dan menjelaskan

metodenya.Dakwah itu mengandung perintah kepada mereka untuk meninggalkan

agama bapak-bapak dan nenek moyang mereka, serta penghukuman mereka

dengan kafir dan sesat.Hal ini mendorong sebagian besar mereka untuk

menganiaya da‟i, baik membunuh, maupun memukul, ataupun mencaci

makinya.Dengan tabiatnya, da‟I pun terdorong untuk membalas penganiayaan

orang-orang bodoh itu, kadang dengan membunuh, kadang dengan memukul.Atas

dasar ini, tak pelak lagi Allah menyuruh orang-orang yang menegakan kebenaran

untuk tetap memelihara keadilan di dalam member balasan dan tidak

melebihkannya. Allah berfirman:

Makna ayat: Jika kalian, hai orang-orang yang beriman, hendak memberikan

balasan kepada orang-orang yang berlaku zalim terhadap kalian, maka

hendaknya kalian mengambil salah satu di antara dua alternatif:

Pertama: hendaknya kalian membalasnya dengan siksaan yang setimpal

yang ditimpakan kepada kalian oleh orang yang berlaku zalim terhadap kalian.

Kedua: hendaknya kalian bersabar dan memaafkan dosa yang dilakukan

olehnya, kemudian hendaknya kalian menyerahkan kezaliman yang kalian terima

dan segala urusan kalian kepada Allah, Dia menguasai penyiksaannya. Kesabaran

adalah lebih baik bagi orang-orang yang bersabar dari pada membalas dendam,

sebab Allah akan membalas orang yang zalim dengan siksaan yang lebih berat

disbanding siksaan yang dibalaskannya.

44

Jika kalian hendak melakukan qisas, maka hendaklah kalian merasa puas

dengan memberi balasan yang setimpal, dan jangan melebihinya, karena

kelebihan adalah kezaliman, sedang kezaliman tidak disukai dan tidak diridhai

oleh Allah.Tetapi jika kalian memaafkan, maka hal itu lebih baik dan lebih kekal,

Allah lah yang menguasai penyiksaan terhadap orang yang berlaku zalim, dan dia-

lah yang menolong orang yang diperlakukan secara zalim.

Dari paparan ahli tafsir di atas menjelaskan bahwa ayat 126 memberikan

penjelasan bagaimana cara kita memberikan balasan.

g. Tafsir Allamah kamal Faqih Imani

Metode selanjutnya yaitu metode Almuhtadin yang artinya pemberian

balasan karena pada isi kandungan ayat 126 ini terdapat isi kandungan yang

membahas bagai mana cara memberikan balasan terhadap orang yang berbuat

salah.

Sampai sekarang, masalah yang dibicarakan adalah bagaimana kita harus

berdialog secara logis atau melakukan perdebatan emosional maupun rasional

dengan peserta didik. Sekalipun demikian apabila terjadi hal yang buruk dan

timbul perikaian maka Al-Qur‟an memerintahkan dengan mengatakan bahwa jika

merasa perlu membalas maka balaslah dengan sepadan dengan apa yang kita

rasakan dan tidak lebih dari itu. Akan tetapi jika tidak kehilangan kesabaran dan

bersikap mengampuni maka itulah hal yang paling baik bagi orang-orang yang

bersabar.74

Menurut tafsir Alamah Kamal Faqih Imani, metode Al-Muhtadin yaitu

bagaimana kita harus berdialog secara logis atau melakukan perdebatan emosional

maupun rasional dengan peserta didik. Sekalipun demikian apabila terjadi hal

yang buruk dan timbul perikaian maka Al-Qur‟an memerintahkan dengan

mengatakan bahwa jika merasa perlu membalas maka balaslah dengan sepadan

dengan apa yang kita rasakan dan tidak lebih dari itu. Akan tetapi jika tidak

74

Alamah Kamal Faqih Imani.Op.Cit, hlm. 724

45

kehilangan kesabaran dan bersikap mengampuni maka itulah hal yang paling baik

bagi orang-orang yang bersabar.75

3. Ayat 127

a. Tafsir Quraish Shihab

Nabi Muhammad, sebagai manusia sempurna dan teladan laksanakanlah

tuntunan ini dan bersabarlah menghadapi gangguan kaummu dalam

melaksanakan tugas-tugas dakwah dan tiadalah kesabaranmu ituakan mencapai

hasil yang memuaskan melainkan dengan pertolongan Allah kepadamu. Karena

itu, andalkanlah Allah dan mohonlah pertolongannya dan jangan engkau bersedih

hati terhadap keengganan mereka beriman dan jangan pula engkau bersempit

dada, yakni kesal walau sedikit pun, terhadap apa yang terus menerus mereka

tipu dayakan guna merintangi dakwahmu. Upaya mereka tidak akan berhasil dan

merekapun tidak akan mencelakakanmu karena engkau adalah seorang yang

bertakwa dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa, yakni

yang menjaga diri dari murka-Nya dengan cara menjauhkan diri dari larangan-

Nya dan orang-orang yang mereka adalah para muhsinin.76

b. Tafsir Ahmad Musthofa Al-Maraghi

Dalam ayat ini Allah memperkuat lagi perintah-Nya kepada Rasul agar

bersifat sabar dan tabah dalam menghadapi gangguan orang kafir Quraisy dan

hambatan mereka terhadap dakwah dan larinya mereka dari padanya.Namun

Allah menyatakan kepada Nabi bahwa kesabaran itu terwujud dalam batin

disebabkan Allah memberikan pertolongan dan taufik kepadanya.

75

Alamah Kamal Faqih Imani.Op.Cit, hlm. 724 76

M. Quraish Shihab, TafsirAl-Mishbah, Volume 7, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm.

780

46

Kesabaran merupakan daya perlawanan terhadap gejala emosi manusia

dan perlawanan terhadap nafsu yang bergejolak itu.Itulah daya Ilahi yang

diberikan kepada hamba-Nya yang dikehendaki Nya.Dengan pernyataan Allah ini

hati Nabi saw merasa besar, kesulitan-kesulitan akan terasa ringan berkat

anugerah daya Ilahi. Rasul saw tidak perlu merasa risau, cemas dan bersedih hati

terhadap sikap lawannya yang menjauh dari seruannya, atau sikap permusuhan

mereka yang mendustakan dan mengingkari wahyu yang diturunkan kepada Nya.

Apalagi jika Rasul saw merasa kecil hati dan putus asa terhadap ikrar yang

mereka terus lakukan. Hal demikian lebih tidak dibenarkan oleh Allah. Seperti

beliau dituduh penyihir, dukun, penyair dan sebagainya, yang sebenarnya segala

tuduhan itu bermaksud menghalangi orang lain, untuk beriman kepada Rasul saw.

Dalam ayat yang lain Allah melarang Nabi berkecil hati terhadap gangguan orang

kafir.

Dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan alasan mengapa sebabnya Dia

memerintahkan agar Nabi bersabar dan melarangnya bercemas dan berkecil

hati.Allah SWT menegaskan bahwa Dia selalu ada bersama-sama orang yang

bertakwa dan orang-orang berbuat kebaikan sebagai penolong mereka dan selalu

memenuhi permintaan mereka dan memperkuat serta memenangkan mereka

terhadap orang kafir.

Pada ayat 127 ini penulis menggunakan penamaan metode Asshabru

karena isi kandungan ayat 127 ini menjelaskan tentang kesabaran, dalam dunia

pendidikan kita harus mempunyai sifat sabar ketika memberikan pengajaran pada

murid.

c. Tafsir Allamah Kamal Faqih Imani

Amnesti, pengampunan, dan kesabaran seperti itu hanya berpengaruh

besar manakala tidak diiringi harapan terhadap imbalan apapun, artinya semua itu

dilakukan hanya karena Allah SWT, karena itu al-Qur‟an menambahkan”

bersabarlah (wahai Nabi) dan tiadalah kesabranmu itu melainkan dengan

pertolongan Allah”mampuhkan manusia menahan perasaannya manakala

menyaksikan pemandangan menyedihkan seperti yang terjadi pada diri Hamzah

dalam perang Uhud itu, tanpa memeproleh bantuan Allah dan tanpa memiliki

47

motif spiritual, sementara rasa sakit dan sedih sedemikian meradang didalam hati.

Namun disaat yang sama tidak sampai kehilangan kesabaran, tentu saja itu

mungkin hanya jika dilakukan demi Allah dan demi pertolongan-Nya.

Apabila semua upaya mendakwahkan iman dan menyeru manusia kepada

Allah berkaitan dengan pengampunan dan kesabaran tidak berpengaruh, maka kita

tidak boleh merasa tertekan dan kehilangan kesabaran namun sebaliknya proses

pendidikan harus terus berjalan dengan kesabaran dan ketenangan oleh karena itu

menjelang akhir ayat Allah mengatakan:” dan jangan pula kamu bersedih hati

karena mereka dan janganlah pula kamu bersempit dada terhadap apa yang

mereka tipu dayakan”

C.Konsep Metode Pendidikan Surat An-Nahl Ayat125-127

No Surat dan Ayat Terjemahan Konsep Metode

1

serulah (manusia)

kepada jalan Tuhan-

mu dengan

hikmah[845] dan

pelajaran yang baik

dan bantahlah

mereka dengan cara

yang baik.

Sesungguhnya

Tuhanmu Dialah

yang lebih

mengetahui tentang

siapa yang tersesat

dari jalan-Nya dan

Dialah yang lebih

mengetahui orang-

orang yang

mendapat petunjuk.

Al-

hikmah:artinya

berdialog

dengan kata-

kata yang bijak

sesuai dengan

tingkat

kepandaian

setiap orang.

Al-Mauizah:

artinya

memebrikan

nasihat yang

baik.

Al-

48

Jiddal:artinya

berdiskusi

dengan baik

tanpa mencela

argument atau

pendapat dari

orang lain.

2

dan jika kamu

memberikan

balasan, Maka

balaslah dengan

Balasan yang sama

dengan siksaan yang

ditimpakan

kepadamu[846].

akan tetapi jika

kamu bersabar,

Sesungguhnya Itulah

yang lebih baik bagi

orang-orang yang

sabar.Maksudnya

pembalasan yang

dijatuhkan atas

mereka janganlah

melebihi dari

siksaan yang

ditimpakan atas kita.

Al-Muhtadin:

artinya

memebrikan

balasan yang

setimpal sesuai

dengan

kesalahannya

(siswa).

3

bersabarlah (hai

Muhammad) dan

Tiadalah

Asshabru:

Artinya

perasaan tabah

49

kesabaranmu itu

melainkan dengan

pertolongan Allah

dan janganlah kamu

bersedih hati

terhadap (kekafiran)

mereka dan

janganlah kamu

bersempit dada

terhadap apa yang

mereka tipu

dayakan.

dan menahan

diri yang

dilakukan

dengan

meminta

pertolongan

Allah SWT.

D. Kandungan Makna surat An-Nahl ayat 125-127

1. Surat An-Nahl ayat 125

Allah SWT berfirman kepada Rasul-Nya sebagai pemuliaan sekaligus

tugas bagi beliau, “serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu…..”yakni kepada

agama-Nya yaitu Islam dan hendaklan seruan itu dengan hikmah…..”yaitu dengan

Al-Qur‟an yang mulia. “dan pelajaran yang baik…..”berupa nasehat-nasehat,

cerita-cerita, perumpaan-perumpaan, motivasi serta intimidasi yang terdapat

didalam Al-Qur‟an. “ Dan bantahlah mereka dengan cara yang terbaik…..” tidak

ada unsur celaan, ejekan, sindiran buruk, karena yang demikian itu lebih dapat

diterima.

2. Surat An-Nahl ayat 126

Pedoman ajaran yang terkandung didalam ayat ini adalah pedoman

pengajaran dalam lisan, hujah dengan hujah maksudnya ialah memebrikan balasan

yang setimpal atas apa yang telah dilakukan seseorang atas kesalahannya. Akan

tetapi sikap tegas juga diperlukan untuk menjunjung tinggi kebenaran didalam

proses pengajaran yang berlangsung dalam hal ini proses belajar mengajar.

50

3. Surat An-Nahl ayat 127

Amnesti, pengampunan, dan kesabaran seperti itu hanya berpengaruh

besar manakala tidak diiringi harapan terhadap imbalan apapun, artinya semua itu

dilakukan hanya karena Allah SWT, karena itu al-Qur‟an menambahkan”

bersabarlah (wahai Nabi) dan tiadalah kesabranmu itu melainkan dengan

pertolongan Allah” mampuhkan manusia menahan perasaannya manakala

menyaksikan pemandangan menyedihkan seperti yang terjadi pada diri Hamzah

dalam perang Uhud itu, tanpa memeproleh bantuan Allah dan tanpa memiliki

motif spiritual, sementara rasa sakit dan sedih sedemikian meradang didalam hati.

Namun disaat yang sama tidak sampai kehilangan kesabaran, tentu saja itu

mungkin hanya jika dilakukan demi Allah dan demi pertolongan-Nya.

F. Analisa tentang Metode pendidikan dalam Surat An-Nahl Ayat

1. Ayat 125

Dari interpretasi ahli tafsir di atas, dapat dipahami bahwa metode hikmah

adalah dialog dengan menggunakan kata-kata yang benar, bijak, lembut, sopan,

memudahkan, disertai dengan dalil-dalil yang kuat (ilmiyah dan logis) dan

perumpamaann yang dapat meresap dalam diri atau dapat mempengaruhi jiwa

peserta didik. Sehingga mereka dapat mengaplikasikan sikap-sikap positif yang

bisa membawa maslahat bagi hidupnya. Di samping itu, metode hikmah diartikan

dengan seuatu yang diturunkan dan berasal dari Nabi Muhammad SAW.yaitu al-

Quran dan as-sunnah.77

Hal ini mempertegas dan memperjelas, bahwa metode

hikmah harus bersih dari sesutau yang bersifat negatif.Sebab al-Qur‟an dan as-

sunnah merupakan simbol dari segala sesuatu yang bersifa positif dan

kemaslahatan.

Metode ini dapat diaplikasikan ketika sedang melakukan kegiatan belajar

mengajar di dalam kelas, sebelum memulai pelajaran seorang pendidik harus

memberikan kata-kata yang bijak, lembut, sopan dan dapat dimengerti dengan

baik sehingga peserta didik terbuka pikirannya untuk mengikuti pelajaran yang

diberikan oleh gurunya. Contoh lainnya adalah ketika seorang guru menghadapi

77

Abu Bakar Jabir Al-Jazairi.Op. Cit,.hlm. 169,

51

murid yang keras, tidak bisa diatur maka seorang guru harus lebih

menitikberatkan pada kata-kata yang bijak dan lembut dibandingkan dengan

tindakan karena kekerasan tidak bisa diselesaikan dengan kekerasan pula.Seorang

pendidik harus dapat menyentuh hati seorang murid dengan kata-kata bijak dan

lembut.Dengan menggunakan metode ini akan membuat murid tersadar dengan

perilakunya sebab pada hakikatnya manusia adalah makhluk fitrah. Ia akan

menerima kata-kata dari seorang guru yang penuh dengan hikmah.

Adapun metode mau’izhah, yaitu metode dengan nasehat-nasehat yang

lemah lembut lagi benar, ajakan pada suatu hal yang positif atau memberi

pelajaran dan peringatan dengan dalil-dalil (argumentasi) yang dapat diterima

oleh akal atau kemampuan peserta didik, disertai keteladanan dari yang

menyampaikan.

Ada suatu hal yang harus diperhatikan oleh seorang pendidik lebih-lebih

ketika menggunakan metode ini, yaitu adanya ketauladanan, artinya ada

kesesuaian antara yang ia sampaikan dengan prilakunya sehari-hari. Sebab ketika

ada seorang guru yang menggunakan metode mau’izhah, tetapi kenyataannya

tidak sesuai dengan perilakunya, maka jangan berharap banyak terhadap

perubahan perilaku peserta didiknya.

Sebagai mana yang dikatakan M. Quraish shihab, metode ini baru dapat

mengena hati sasaran bila ucapan yang disampaikan itu disertai dengan

pengamalan dan keteladanan dari pendidik .78

Allah berfirman dalam Al-Qur‟an surat As-Shaf ayat 2-3

.

Artinya:

Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu

yang tidak kamu kerjakan?.Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa

kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan

78

M. Quraish Shihab. Op. Cit,.hlm. 387

52

Dari pengertian ayat tersebut dapat dipahami bahwa seorang pendidik

ketika menyampaikan sesuatu kepada peserta didiknya, harus terlebih dahulu

mampu mengerjakan atau mengamalkannya.Terutama sesuatu yang disampaikan

terkait dengan masalah agama dan nilai-nilai kebaikan. Sebab ketika apa yang ia

sampaikan belum diamalkan, sungguh Allah SWT amat benci terhadap pendidik

yang demikian. Di samping itu peserta didik akan menjadi ragu dengan kebenaran

ilmu yang disampaikan oleh pendidik. Salah satu contoh tindakan ketika seorang

guru memberikan nasihat pada peserta didiknya untuk tidak merokok karena dapat

merusak kesehattubuh, sedang guru tersebutpun melakukan kegiatan tersebut

maka ketika memberikan nasihat untuk tidak merokok pada muridnya seorang

pendidik jangn berharap muridnya akan mengikuti nasihat yang disampaikannya.

Metode jidal, ialah berdebat atau membantah dengan peserta didik yang

tidak menerima pendapat atau ajakan dengan cara-cara yang terbaik, dengan

argumentasi dan ide atau dengan bukti-bukti dan alasan-alasan yang tepat serta

tanggapan yang tidak emosional, tidak ada unsur celaan, ejekan, sindiran dan

kesombongan. Sehingga memuaskan bagi peserta didik yang tidak menerima

pendapat atau ajakan pendidik.

Lebih lanjut kemudian, berjidal disifati dengan kata (أحسن) ahsan yang

mempunyai arti “terbaik”, bukan sekedar yang baik. Dalam hal ini, jidal dapat

diklasifikasikan menjadi tiga macam,79

yaitu:

1. Yang buruk adalah berdebat yang disampaikan dengan kasar, yang

mengundang kemarahan peserta didik serta yang menggunakan dalil-dalil

yang tidak benar.

2. Yang baik adalah berdebat yang disampaikan dengan sopan, serta

menggunakan argumen atau dalih wahyu hanya yang diakui oleh peserta

didik.

3. Yang terbaik adalah yang disampaikan dengan baik, dan dengan argumen

yang benar, lagi membungkam peserta didik.

Dalam melakukan perdebatan harus dilakukan dengan cara yang terbaik.

Contohnya adalah dalam kegiatan diskusi maka seorang guru terlebih dahulu

79

M. Quraish Shihab. Op. Cit,.hlm. 387-388

53

harus sudah mempersiapkan diri dan menguasai materi jauh dari peserta

didiknya.Sehingga dalam acara forum diskusi tersebut lebih dapat mengarahkan

dan menjawab pertanyaan-pertanyaan murid dengan jelas berdasarkan bukti-bukti

dan dalil-dalil yang ada.Disampaikan secara lugas dan cerdas sehingga membuat

murid-murid dapat menerima ajaran dengan baik.

2. Ayat 126

Metode pendidikan yang dapat diambil dari ayat ini adalah Almuhtadin

yaitu hendaknya seorang pendidikmembalasnya dengan siksaan yang setimpal

yang ditimpakan kepada peserta didik oleh orang yang berlaku zalim, akan

tetapikesabaran adalah lebih baik bagi orang-orang yang bersabar dari pada

membalasnya. Pada metode ini kita bisa mengaplikasikan pada seorang murid jika

telah melakukan kesalahan dalam proses belajar mengajar, maka metode ini perlu

diterapkan, jika kesalahannya ringan makan balasan dari perbuatannya harus

ringan pula dengan pemberian hukuman dari seorang guru tidak boleh berlebih

sedikit pun, demikian pula jika kesalahannya sudah katagori berat maka harus

diberikan hukuman yang membuat peserta didik jera dan tidak akan mengulangi

perbuatan itu lagi. seperti halnya membuatSurat peringatan scorsing untuk tidak

mengikuti belajar di sekolah, belajar di rumah beberapa hari dan berpikir atas

kesalahan yang diperbuat.

3. Ayat 127

Sejauh pengamatan penulis bahwa ayat ini berkelanjutan dari ayat

sebelumnya dan menjadi pendukung metode apa yang harus dilakukan setelah

pada ayat 126. Didalam ayat ini menjelaskan tentang berbagai macam cara yang

paling baik dilakukan ketika seorang anak murid melakukan kesalahan sekalipun

kesalahan yang paling fatal bagi seorang siswa, namun tetap saja pendidik harus

memiliki sifat yang sabar karena didalam surah ini juga dijelaskan bagaimana cara

manghadapi peserta didik yang memiliki watak dan sifat yang berbeda untuk

setiap individunya. Metode ini dapat diaplikasikan didalam kehidupan sehari-hari

seperti mendapati murid yang susah menangkap pelajaran maka seorang guru

harus tetap bersabar dan terus memberikan motivasi belajar dan pengajaran yang

54

baik karena kemampuan tiap murid berbeda-beda. Ada perumpamaan bahwa

tetesan air walaupun sedikit mengenai batu maka akhirnya batu itu pun

terpatahkan jua akan keras dan kuatnya batu tersebut. Untuk itu seorang pendidik

harus mempunya kesabaran yang tinggi tidak boleh mudah menyerah dan terus

bersabar dalam kondisi apapun.

Secara umum seluruh paparan data di atas sebagaimana yang telah

ungkapkan para ahli tafsir, sudah dapat ditangkap dan dipahami, bahwa

kandungan metode pendidikan dalam surat an-Nahl ayat 125-127 ada lima

macam, yaitu metode hikmah, metode mau’izhah hasanah, metode wa jâdilhum

billatî hiya ahsan, metode Almuhtadin, dan Ashhabru. Dari lima metode yang ada

dapat dijadikan acuan untuk menjadi seorang guru yang hebat.

Selanjutnya penulisakan membandingkan pengertian dakwah dan

pendidikan menurut pakarnya masing-masing, agar tidak terjadi salah persepsi

ketika surat an-Nahl ayat 125-127 di pahami dalam konteks pendidikan.

Khatib Pahlawan Kayo didalam bukunya menjelaskan pengertian dakwah

menurut Prof. Thoha Yahya Oemar, M.A. adalah mengajak manusia dengan

bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk

kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan di akhirat.80

Menurut H. Rusydi HAMKA dakwah merupakan kegiatan penyampaian

petunjuk Allah kepada seseorang atau kelompok masyarakat, agar terjadi

perubahan pengertian, cara berfikir, pandangan hidup dan keyakinan, perbuatan,

sikap, tingkah laku, maupun tata nilainya yang pada gilirannya akan mengubah

situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat.81

Selanjutnya menurut M. Quraish Shihab dakwah ialah seruan atau ajakan

kepada keinsafan atau usaha mengubah situasi yang lebih baik dan sempurna, baik

terhadap pribadi maupun masyarakat.82

Kemudian juga dalam bukunya Fathul Bahri an-Nabiry dipaparkan.

Menurut pendapat Dr. Muhammad Sayyid al-Wakil, dakwah ialah mengajak dan

80

Khatib Pahlawan Kayo, Manajemen Dakwah dari Dakwah Konvensional Menuju

Dakwah Profesional, (Jakarta: Amzah, Cetakan Pertama, 2007), hlm. 25 81

Ibid. hlm.26 82

Ibid. hlm.26

55

mengumpulkan manusia untuk kebaikan serta membimbing mereka kepada

petunjuk dengan cara ber-amar ma’ruf nahi munkar.83

Menurut Dr. Taufiq al-Wa‟i menjelaskan, dakwah ialah mengumpulkan

manusia dalam kebaikan, menunjukkan mereka jalan yang benar dengan cara

merealisasikan manhaj Allah di bumi dalam ucapan dan amalan, menyeru kepada

yang ma‟ruf dan mencegah dari yang munkar, membimbing mereka kepada

siratal mustaqim dan bersabar menghadapi ujian yang menghadang

diperjalanan.84

H.M. Arifin, M.Ed menyebutkan dakwah sebagai suatu ajakan baik dalam

bentuk lisan, tulisan, tingkah laku, dan sebagainya yang dilakukan secara sadar

dan berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain, baik secara individual

maupun secara kelompok, agar timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran,

sikap penghayatan, serta pengamalan terhadap ajaran agama sebagai message

yang disampaikan kepadanya dengan tanpa unsur-unsur pemaksaan.85

Menurut Drs. H.M. Mansur Amin, dakwah adalah suatu aktifitas yang

mendorong manusia untuk memeluk agama Islam melalui cara yang bijaksana,

dengan materi ajaran Islam, agar mereka mendapat kesejahteraan kini (dunia) dan

kebahagiaan nanti (akhirat).86

Jamaluddin Kafie berpendapat, bahwa dakwah adalah suatu sistem

kegiatan dari seseorang, sekelompok, segolongan ummat Islam sebagai aktualisasi

imaniyah yang dimanifestasikan dalam bentuk seruan, ajakan, panggilan,

undangan, dan do‟a yang disampaikan dengan ikhlash dan menggunakan metode,

sistem, dan teknik tertentu agar mampu menyentuh qolbu dan fitrah seseorang,

keluarga, kelompok, massa, dan masyarakat manusia supaya dapat mempengaruhi

tingkah lakunya untuk mencapai suatu tujuan tertentu.87

Kemudiandalam bukunya M. Munir dan Wahyu Ilahi disebutkan, dakwah

menurut pendapatAli Mahfudh, adalah dorongan manusia untuk berbuat kebajikan

83

Fathul Bahri An-Nabiry, Op.Cit.,hlm. 21 84

Ibid. hlm. 21 85

Ibid. hlm. 21 86

Ibid. hlm. 21 87

Ibid. hlm. 21

56

dan mengikuti petunjuk (agama), menyeru mereka kepada kebaikan dan

mencegah mereka dari perbuatan munkar agar memperoleh kebahagiaan dunia

dan akhirat.88

Muhammad Hidir Husain dalam bukunya “al-Dakwah ilâ al-Ishlah

mengatakan, dakwah adalah upaya untuk memotivasi orang agar berbuat baik dan

mengikuti jalan petunjuk, dan melakukan amar ma’ruf nahi munkar dengan

tujuan mendapatkan kesuksesan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.89

Nashiruddin Lathif menyatakan, bahwa dakwah adalah setiap usaha

aktifitas dengan lisan maupun tulisan yang bersifat menyeru, mengajak,

memanggil manusia lainnya untuk beriman dan menaati Allah SWT.sesuai

dengan garis-garis aqidah dan syari‟at serta akhlak Islamiyah.90

Masdar Helmy mengatakan bahwa dakwah adalah mengajak dan

menggerakkan manusia agar mentaati ajaran-ajaran Allah SWT (Islam) termasuk

amar ma’ruf nahi munkar untuk bisa memperoleh kebahagiaan di dunia dan

akhirat.91

Kesimpulan penulis, bahwa metode dakwah merupakan suatu ajakan atau

seruan untuk melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar, yang sangat erat kaitannya

bagi seorang pendidik untuk menciptakan peserta didik yang Islami dan berakhlak

mulia.

Sedangkan pendidikan dalam pengertian yang sederhana dan umum adalah

sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi

bawaan, baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam

masyarakat dan kebudayaan

Tim Dosen IKIP Malang mengartikan pendidikan sebagai aktivitas dan

usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan pembinaan

potensi-potensi pribadinya, yaitu rohani (pikir, karsa, rasa, cipta dan budi nurani),

dan jasmani (pancaindra serta keterampilan-keterampilan).92

88

M. Munir dan Wahyu Ilahi, Op. Cit., hlm. 19 89

Ibid. hlm. 19 90

Ibid. hlm. 20 91

Ibid. hlm. 20 92

Ibid. hlm.25

57

Menurut Freeman Butt dalam bukunya yang terkenal “Cultural History of

Western Education, pendidikan adalah kegiatan menerima dan memberikan

pengetahuan sehingga kebudayaan dapat diteruskan dari generasi ke generasi

berikutnya.93

Kemudian Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir menjelaskan bahwa

pendidikan (tarbiyah) diartikan dengan proses transformasi ilmu pengetahuan dari

pendidik (rabbânî)94

kepada peserta didik, agar ia memiliki sikap dan semangat

yang tinggi dalam memahami dan menyadari kehidupannya, sehingga terbentuk

ketakwaan, budi pekerti dan pribadi yang luhur.95

Sedangkan menurut Ahmad D. Marimba, sebagaimana dikutip oleh

Suwarno, pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si

pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju

terbentuknya kepribadian yang utama.96

Dari beberapa pendapat beberapa pakar dakwah dan pendidikan di atas

dapat disimpulkan bahwa dalam proses dakwah dan pendidikan ada tujuan yang

ingin dicapai, yaitu perubahan ke arah yang positif (perubahan Jasmani maupun

rohani) terhadap objek sasarannya, melalui transformasi ilmu pengetahuan dan

nilai-nilai atau ajaran-ajaran yang disampaikan melalui aktifitas dan prosesnya

masing-masing. Sehingga objek sasarannya menjadi manusia yang lebih baik dan

sempurna.

Di samping itu, komponen-komponen dari keduanya mempunyai

kesamaan yang sangat menyerupai.Pertama, yaitu adanya subjek, dalam konteks

dakwah disebut da’i, sedangkan dalam konteks pendidikan disebut pendidik atau

93

Ibid. hlm. 26 94

Istilah rabbânî (yang seakar dengan tarbiyah) sering diterjemahkan dengan pendeta,

rahib, atau ahli agama.Namun dalam konteks QS. Ali Imran dan hadist nabi SAW. Rabbânî lebih

tepat diartikan sebagai orang yang memiliki semangat tinggi dalam ketuhanan, yang memiliki

sikap-sikap pribadi yang secara sungguh-sungguh berusaha memahami Tuhan dan menaati-

Nya.Hal ini mencakup kesadaran akhlak manusia dalam kiprah hidupnya di dunia ini.Karena itu,

ada korelasi antara takwa, akhlak, dan pribadi luhur. Nurcholis Majid, Islam Doktrin Dan

Peradaban (Jakarta: Temprint, 1992), hlm. 45 95

Abdul Mujib dan Jusuf Muzkkir, Op. Cit., hlm.12-13 96

Suwarno,1985. Pengantar Umum Pendidikan. Jakarta: Aksara Baru: 1985,hlm 2

58

guru.Kemudian, kedua adanya objek, dalam perspektif dakwah disebut mad’u97

,

sedangkan dalam perspektif pendidikan disebut peserta didik atau siswa/siswi.

Ketiga adanya materi, hanya saja materi dakwah lebih terfokus pada ilmu

agama98

.Menurut peneliti terkait dengan materi dakwah ini, tergambar dalam firman

Allah surat an-Nahl ayat 125-128, yang berbunyi; ”إنى سبيم ربك”, para ahli tafsir di atas

menafsirkan sebagai suatu jalan yang dapat menjadikan manusia taat pada Allah, agama

dan hukum-hukum Islam serta terkait dengan masalah akhlak. Jadi dapat dipahami bahwa

materi dakwah terkait dengan masalah agama dan akhlak.

Sedangkan materi pendidikan lebih luas dari itu, tidak hanya menyangkut

ilmu agama saja, melainkan juga ilmu-ilmu yang lain, misalnya ilmu ekonomi,

kewarganegaraan, fisika dan lain sebagainya.

Adapun komponen keempat, yaitu adanya tujuan yang hendak dicapai

sebagai peneliti jelaskan di atas, yaitu perubahan ke arah yang positif (perubahan

Jasmani maupun rohani) terhadap objek (mad’u atau pesrta didik) sasarannya,

melalui transformasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai atau ajaran-ajaran yang

disampaikan melalui aktifitas dan prosesnya masing-masing. Sehingga objek

(mad’u atau peserta didik) tersebut menjadi manusia yang lebih baik dan

sempurna serta bertakwa kepada Allah.

Melihat dari penjelasan dari pakar dakwah dan pakar pendidikan di atas,

maka sah-sah saja dan bahkan bernilai positif bagi perkembangan konsep

pendidikan khususnya dalam hal metode pendidikan, ketika penulis mengaitkan

pembahasan ayat al-Qur‟an surat an-Nahl ayat 125-127 dalam ranah pendidikan.

97

Mad’u atau penerima dakwah adalah seluruh umat manusia, baik laki-laki ataupun

perempuan, tua maupun muda, miskin ataupun kaya, muslim ataupun non muslim, kesemuanya

menjadi objek dari kegiatan dakwah Islam. Fathul Bahri An-Nabiry, Op. Cit,.hlm. 230 98

Adapun sumber dari keseluruhan yang didakwahkan, pada dasarnya merujuk pada al-

Qur‟an dan hadist Rasulullah SAW., ra’yu para ulama, serta beberapa sumber lainnya. Fathul

Bahri An-Nabiry, Op. Cit,.hlm. 235

59

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang sudah penulis lakukan, maka terdapat

kesimpulan bahwa :

Di dalam al-Qur‟an surat An-Nahl ayat 125-127 terdapat lima macam

metode pendidikan, yakni; metode hikmah, metode mau’izhah, metode jidal,

Almuhtadin dan Ashhabru. Kemudian dari beberapa interpretasi ahli tafsir

dapat dipahami sebagai berikut, yaitu:

1. Metode hikmah,berdialog dengan kata-kata yang bijak sesuai dengan

tingkat kepandaian setiap orang

2. Metode maui’dzah, artinya memberikan nasihat yang baik.

3. Metode jidal, berdiskusi dengan baik tanpa mencela argument atau

pendapat dari orang lain.

4. Metode Almuhtadin, memebrikan balasan yang setimpal sesuai dengan

kesalahannya.

5. Metode Ashhabru, perasaan tabah dan menahan diri yang dilakukan

dengan meminta pertolongan Allah SWT.

.

B. Saran

Adapun saran yang penulis kemukakan dalam penelitian karya

ilmiyah ini, antara sebagai berikut:

1. Bagi pendidik khususnya yang berada di lingkungan pendidikan Islam,

agar supaya lebih memperhatikan terhadap penguasaan berbagai macam

59

60

metode pendidikan, khususnya metode yang bersumber pada Al-Qur‟an.

Adanya metode pendidikan tersebut sungguh sarat dengan nilai-nilai

kemanusian dan pendidikan, sehingga sangat relefan terhadap kondisi

pendidikan masa kini yang nampaknya sudah jarang mamperhatikan aspek

kemanusian peserta didiknya.

2. Apa yang sudah penulis lakukan sudah maksimal adanya. Kekurangan

penulis dalam penulisan ini, ialah penulis hanya meneliti metode dalam

al-Qur‟an surat an-Nahl ayat 125-127 sebatas dalam variasi metode dan

bagaimana pendapat ahli tafsir tentang metode tersebut. Sehingga untuk

penulis yang akan meneliti selanjutnya terkait dengan masalah ini,

selayaknya berlanjut pada tujuan pendidikan yang hendak dicapai,

kesesuaian metode dengan materi dan perkembangan peserta didik, dan

berakhir pada evaluasi pendidikan. Agar kemudian penelitian tersebut

menghasilkan sesuatu yang komprehensif dan lebih kongkrit.

61

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 2005. Strategi belajar mengajar. Bandung: Pustaka Setia.

Arief , Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam.Jakarta:

Ciputat Pres.

Daradjat, Zakiah. 1992. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Echol, John M dan Shadily, Hasan. 1995. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

F.J. Monks. 1994. Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagi

Aspeknya.Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Al-Ghazali, Muhammad. 1999. Berdialog dengan Alquran. Bandung: Mizan.

H.M. Arifin. 1994. Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis

Berdasarkan Pendekatan Indesipliner. Jakarta: Bumi Aksara.

Huda, Mihtahul. 2008. Interaksi Pendidikan 10 Cara Al-Qur'an Mendidik

Anak,.Malang: UIN-Malang PRESS.

Al-Jazairi, Abi Bakar Jabir. 2003. Aisiru al-Tafsiri Likalami al-Aliyyi a-Kabir,

Juz III. Madinah: Maktabatul ulum wal Hikmah.

Langgulung, Hasan. 1985. Pendidikan dan Peradaban Islam. Jakart: Pustaka Al-

Husna.

M. Dahlan dkk. 2003. Kamus Induk Istilah Ilmiah. Surabaya: Penerbit Target

Press. 2003.

Mujib, Abdul dan Jusuf Muzkkir. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana

Prenada Media.

Al-Maghari, Ahmad Mushtofa.Tafsir al-Maghari, Juz XIII. Bairut: Daru Ihyai al-

Turats al-Araby.

Nasution, Harun dan Bakhtiar Effendy.1987.Hak Asasi Manusia dalam

Islam.Jakarta: Pustaka Firdaus.

62

Ramayulis.2005. Metodologi Pendidikan Agama Islam.Jakarta: Penerbit Kalam

Mulia Cetakan ke Empat.

Shihab, M. Quraish. 2002. TafsirAl-Mishbah, Volume VII. Jakarta: Lentera Hati.

Soetomo. 1993. Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar. Surabaya: Penerbit

Usaha Nasional.

Suwarno. 1985. Pengantar Umum Pendidikan. Jakarta: Aksara Baru.

Al-Syaibany, Omor Mohammad al-Tauomy. 1979. falsafat Pendidikan Islam,

Terj. Hasan Langgulung. Jakarta: Bulan Bintang.

Yamin, Martinis, 2007. Desain Pembelajran Berbasis Tingkat Satuan Pendidikan.

Jakarta: Gaung Persada Press. Cetakan Pertama.

Yasin, A. Fatah. 2008. Dimensi-dimensi Pendidikan Islam. Malang: UIN-

MALANG PRESS. Cetakan Pertama.

Zuhairi dkk.1981. Methodik- Khusus Pendidikan Agama. Surabaya: Biro Ilmiyah

Fakultas tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang.

Zuhairini dan Abdul Ghafir.2004. Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama

Islam.Malang, UM PRESS. Cetakan Pertama.