mengonstruksi rancangan soal domain kompetensi literasi ...

158
ISSN: 2338-1027 September 2017 Jurnal Wahana Pendidikan Fisika (2017) Vol.2 No.2 : 44-48 44 MENGONSTRUKSI RANCANGAN SOAL DOMAIN KOMPETENSI LITERASI SAINTIFIK SISWA SMP KELAS VIII PADA TOPIK GERAK LURUS Adib Rifqi Setiawan*, Setiya Utari, Muhamad Gina Nugraha Departemen Pendidikan Fisika Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia *email: [email protected] Ponsel: +62-858-6616-3117 ABSTRAK Seiring perkembangan zaman, literasi saintifik dipilih sebagai tujuan utama pendidikan sains. Literasi saintifik dianggap bisa digunakan untuk mempersiapkan generasi saat ini untuk menghadapi saat nanti. Literasi saintifik adalah pemahaman terhadap konsep dan proses sains serta bisa menggunakan pemahaman tersebut dalam keseharian. Sebagai tujuan utama dalam pendidikan sains, literasi saintifik dalam keseharian masyarakat menjadi gambaran keberhasilan pendidikan sains yang dilakukan oleh setiap negara. Namun kemampuan ini belum dilatihkan secara optimal melalui proses pembelajaran sains di Indonesia. Peneliti melakukan konstruksi soal yang bisa digunakan untuk mengukur kemampuan literasi saintifik siswa dalam domain kompetensi pada topik gerak lurus. Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif jenis survei dengan jumlah soal 18 butir. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII di salah satu SMP Negeri di Kabupaten Bandung Barat dengan jumlah sampel sebanyak 140 orang siswa kelas VIII menggunakan pengambilan sampel acak. Dari hasil penelitian diperoleh koefisien reliabilitas (rhh) sebesar 0,73 (kategori tinggi) dengan validitas item, tingkat kesukaran, dan daya pembeda setiap butir soal yang beragam. Hasil yang diperoleh akan dijadikan acuan untuk menganalisis kesulitan literasi saintifik siswa SMP kelas VIII pada topik gerak lurus serta merekonstruksi rencana pembelajaran sains yang melatihkan literasi saintifik. ABSTRACT Over the times, scientific literacy have been selected as the main purpose of science education.Scientific literacy is considered to be used to prepare the current generation for life in the future. Scientific literacy is an understanding of the concepts and processes of science and can use that understanding in everyday life. As the main purpose of science education, scientific literacy in everyday society be a description the success of science education undertaken by each country. However, this capability has not been trained optimally through the learning process of science in Indonesia. Researcher conducted a construction matter that can be used to measure the literacy skills of students in the scientific domain competence on the topic of straight motion. This research use descriptive research type of survey with amount question 18 items. The population in this research is a class VIII student in one of the Junior High School in West Bandung regency with a total sample of 140 eighth grade students using random sampling. The result showed reliability coefficient (rhh) by 0.73 (high category) with the validity of the item, level of difficulty, and distinguishing each item on diverse. The results earned will be used as a reference for analyzing the difficulties of scientific literacy class VIII junior high school students on the topic of straight motion and reconstruct the science lesson plan which trains scientific literacy. Keywords: Construction; Scientific Literacy Profile; Domain Competence PENDAHULUAN Literasi saintifik adalah pemahaman konsep dan proses sains serta bisa menggunakan pemahaman tersebut dalam keseharian. Pengertian ini didukung oleh [1], [2], [3] [4] [5] . Dalam penilaian literasi saintifik berdasarkan kerangka kerja PISA 2015, terdapat empat domain yang saling terkait, yaitu: a. Domain konteks, meliputi konteks personal, lokal/nasional dan global. b. Domain kompetensi, meliputi aspek kemampuan untuk menjelaskan fenomena sains, merancang dan mengevaluasi

Transcript of mengonstruksi rancangan soal domain kompetensi literasi ...

ISSN: 2338-1027September 2017 Jurnal Wahana Pendidikan Fisika (2017) Vol.2 No.2 : 44-48

44

MENGONSTRUKSI RANCANGAN SOAL DOMAIN KOMPETENSI LITERASISAINTIFIK SISWA SMP KELAS VIII PADA TOPIK GERAK LURUS

Adib Rifqi Setiawan*, Setiya Utari, Muhamad Gina Nugraha

Departemen Pendidikan Fisika Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UniversitasPendidikan Indonesia

*email: [email protected]: +62-858-6616-3117

ABSTRAK

Seiring perkembangan zaman, literasi saintifik dipilih sebagai tujuan utama pendidikan sains. Literasisaintifik dianggap bisa digunakan untuk mempersiapkan generasi saat ini untuk menghadapi saat nanti.Literasi saintifik adalah pemahaman terhadap konsep dan proses sains serta bisa menggunakanpemahaman tersebut dalam keseharian. Sebagai tujuan utama dalam pendidikan sains, literasi saintifikdalam keseharian masyarakat menjadi gambaran keberhasilan pendidikan sains yang dilakukan oleh setiapnegara. Namun kemampuan ini belum dilatihkan secara optimal melalui proses pembelajaran sains diIndonesia. Peneliti melakukan konstruksi soal yang bisa digunakan untuk mengukur kemampuan literasisaintifik siswa dalam domain kompetensi pada topik gerak lurus. Penelitian ini menggunakan penelitiandeskriptif jenis survei dengan jumlah soal 18 butir. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII disalah satu SMP Negeri di Kabupaten Bandung Barat dengan jumlah sampel sebanyak 140 orang siswakelas VIII menggunakan pengambilan sampel acak. Dari hasil penelitian diperoleh koefisien reliabilitas (rhh)sebesar 0,73 (kategori tinggi) dengan validitas item, tingkat kesukaran, dan daya pembeda setiap butir soalyang beragam. Hasil yang diperoleh akan dijadikan acuan untuk menganalisis kesulitan literasi saintifiksiswa SMP kelas VIII pada topik gerak lurus serta merekonstruksi rencana pembelajaran sains yangmelatihkan literasi saintifik.

ABSTRACT

Over the times, scientific literacy have been selected as the main purpose of science education.Scientificliteracy is considered to be used to prepare the current generation for life in the future. Scientific literacy isan understanding of the concepts and processes of science and can use that understanding in everyday life.As the main purpose of science education, scientific literacy in everyday society be a description thesuccess of science education undertaken by each country. However, this capability has not been trainedoptimally through the learning process of science in Indonesia. Researcher conducted a construction matterthat can be used to measure the literacy skills of students in the scientific domain competence on the topicof straight motion. This research use descriptive research type of survey with amount question 18 items. Thepopulation in this research is a class VIII student in one of the Junior High School in West Bandung regencywith a total sample of 140 eighth grade students using random sampling. The result showed reliabilitycoefficient (rhh) by 0.73 (high category) with the validity of the item, level of difficulty, and distinguishing eachitem on diverse. The results earned will be used as a reference for analyzing the difficulties of scientificliteracy class VIII junior high school students on the topic of straight motion and reconstruct the sciencelesson plan which trains scientific literacy.

Keywords: Construction; Scientific Literacy Profile; Domain Competence

PENDAHULUAN

Literasi saintifik adalah pemahaman konsepdan proses sains serta bisa menggunakanpemahaman tersebut dalam keseharian.Pengertian ini didukung oleh [1], [2], [3] [4] [5] .Dalam penilaian literasi saintifik berdasarkan

kerangka kerja PISA 2015, terdapat empatdomain yang saling terkait, yaitu:a. Domain konteks, meliputi konteks personal,

lokal/nasional dan global.b. Domain kompetensi, meliputi aspek

kemampuan untuk menjelaskan fenomenasains, merancang dan mengevaluasi

Adib Rifqi dkk, Rancangan Soal Domain Kompetensi Literasi Saintifik

45

penyelidikan sains, serta menafsirkan datadan bukti sains.

c. Domain pengetahuan, meliputi aspekpengetahuan konten, pengetahuanprosedural, dan pengetahuan epistemik.

d. Domain sikap seseorang terhadap sains,ditandai dengan minat dalam sains danteknologi, mengapresiasi pendekatan sainsuntuk penyelidikan, serta tanggapan dankesadaran terhadap masalah lingkungan.Seiring perkembangan zaman, literasi

saintifik dipilih sebagai tujuan utamapendidikan sains. Literasi saintifik dianggapbisa digunakan untuk mempersiapkan generasisaat ini untuk menghadapi saat nanti, selarasdengan [6], [7], [8]. Sebagai tujuan utamadalam pendidikan sains, literasi saintifik dalamkeseharian masyarakat menjadi gambarankeberhasilan pendidikan sains yang dilakukanoleh setiap negara. Di Indonesia sendiri, sudahdiambil kebijakan untuk mendukung tujuan inimeski tidak dipaparkan secara gamblang [9][10][11]

Bila dicermari, kemampuan ini belumdilatihkan secara optimal melalui prosespembelajaran sains di Indonesia. Sebagaicontoh siswa belum dapat mengembangkanpertanyaan penyelidikan, eksperimen yangdibangun masih bersifat verifikasi terhadapbuku teks (cookbook) [12]. Keadaan ini sesuaidengan hasil penilaian PISA terhadap siswaIndonesia terkait tingkat literasi saintifik yangmenyebutkan bahwa sebagian besar siswaRepublik Indonesia berada dalam level 1literasi saintifik sedangkan sebagian kecil siswaIndonesia berada dalam level 2 literasi saintifik.Dua level ini terbilang rendah karena terdapat 6level dalam penilaian PISA.

Oleh karena itu, peneliti memandangpenting dilakukan penelitian untuk memberigambaran permasalahan yang ada. Melaluigambaran ini dapat dilakukan beberapalangkah untuk mengatasinya. Salah satucaranya ialah dengan melakukan tes terhadapsiswa dengan menggunakan soal yang selarasdengan PISA [13] .

Penelitian deskriptif ini bertujuan untukmengetahui kualitas rancangan soal domainkompetensi literasi saintifik siswa sekolahmenengah pertama (SMP) pada topik geraklurus serta mengetahui perbaikan dari soal ini.Konstruksi disusun berdasarkan profil kesulitanliterasi sains dan analisis RencanaPelaksanaan Pembelajaran (RPP) yangdigunakan . Rancangan soal menjadi acuan

untuk menganalisis kesulitan literasi saintifiksiswa SMP kelas VIII pada topik gerak lurusserta merekonstruksi Rencana PelaksanaanPembelajaran (RPP) yang melatihkan literasisaintifik.BAHAN DAN METODE

Penelitian ini bertujuan untuk mengonstruksirancangan soal domain kompetensi literasisaintifik siswa sekolah menengah pertama(SMP ) pada topik gerak lurus. Oleh karena itu,penelitian deskriptif ini menggunakan metodesuvei dengan jenis cross-sectional survey.Dalam rancangan survei, penelitimendeskripsikan secara kuantitatifkecenderungan-kecenderungan, perilaku-perilaku, atau pendapat-pendapat dari populasidengan meneliti sampel populasi tersebut [14].Instrumen yang digunakan dalam penelitian initerdiri dari:a. Tes tipe uraian literasi saintifik (selanjutnya

soal literasi saintifik) untuk mengukurliterasi saintifik siswa dalam domainkompetensi; dan

b. Lembar validasi butir soal untukmemvalidasi kesesuaian indikator domainkompetensi literasi saintifik dengan soalkepada ahli.

Penelitian dilaksanakan di salah satu SMPNegeri di Kabupaten Bandung Barat. Populasidalam penelitian sebanyak 140 orang adalahseluruh siswa kelas VIII tahun ajaran 2016-2017 di sekolah tersebut. Sampel diambilsecara acak sesuai dengan [15] sebanyak 38orang yang sudah memenuhi aturanpengambilan sampel mengacu pada [16].Analisis yang dilakukan terhadap validitas item,tingkat kesukaran, daya pembeda, danreliabilitas tes mengacu pada [17].

HASIL DAN PEMBAHASAN

Soal literasi saintifik yang digunakanberjumlah 18 butir pada topik gerak lurusdengan penyusunan mengacu pada kerangkakerja PISA 2015. Instrumen tes tipe uraianmemiliki keunggulan untuk mengukurkemampuan individu dalammengorganisasikan, mengintergasikan,menganalisis, menyintesiskan, danmengevaluasi informasi [11].

Instrumen ini dianggap sesuai denganindikator yang terdapat pada domainkompetensi dalam kerangka kerja PISA 2015yang mengukur kemampuan siswa dalam

Jurnal Wahana Pendidikan Fisika (2017) Vol.2 No.2 : 44-48

menjelaskan fenomena ilmiah, merancang danmengevaluasi penyelidikan ilmiah, sertamenafsirkan data dan bukti ilmiah.

Rincian domain kompetensi yang diberikanmelalui soal literasi saintifik masing-masingsebanyak 6 butir yang terbagi dalam 3 sub-topik sesuai dengan sub-topik yang diajarkanditampilkan melalui tabel 1.1. dan Tabel 1.2.berikut.

Tabel 1.1. Rincian Domain Kompetensi SoalLiterasi Saintifik

No.Soal

DomainKompetensi

Indikator

1; 7;13

Menjelaskanfenomena

ilmiah

Mengingat danmenerapkan pengetahuan

ilmiah yang sesuai.

2; 8;14

Mengidentifikasi,menggunakan, dan

menghasilkan model yangjelas dan representatif.

3; 9;15

Merancangdan

mengevaluasipenyelidikan

ilmiah

Mengusulkan caramengeksplorasi

pertanyaan yang diberikansecara ilmiah.

4; 10;16

Mengevaluasi caramengeksplorasi

pertanyaan yang diberikansecara ilmiah.

5; 11;17

Menafsirkandata dan

bukti ilmiah

Mengevaluasi argumenilmiah dan bukti dariberbagai sumber.

6; 12;18

Menganalisis danmenafsirkan data serta

menarik kesimpulan yangtepat.

Tabel 1.2. Rincian Sub Topik Gerak Lurus

SoalNo.Soal

Sub Topik

I 1-6Gerak Lurus Berubah

Beraturan (GLBB)

II 7-12 Gerak Lurus Beraturan (GLB)

III 13-18 Gerak dan Variabelnya

Validasi soal dilakukan kepada tiga ahli yang

masing-masing fokus pada tiga aspek berikut:kesesuaian indikator dengan soal, jawabandengan pertanyaan, serta soal dengan jenjangsekolah.

Berdasarkan hasil validasi ahli terhadap 18butir soal literasi saintifik diperoleh hasil 17butir soal sudah sesuai tanpa perbaikandengan indikator yang diukur dan 1 butir soalperlu perbaikan. Untuk kesesuaian pertanyaandengan jawaban, 9 butir soal sudah sesuaitanpa perbaikan dan 10 soal sesuai denganperbaikan. Sementara untuk kesesuaian soaldengan jenjang sekolah, terdapat 11 butir soal

yang sudah sesuai tanpa perbaikan dan 7 butirsoal sesuai dengan perbaikan. Rincian hasilvalidasi ahli dipaparkan melalui tabel 1.3.

Pada kategori pertama, butir soal no. 18perlu diperbaiki dengan alasan bahwa soalyang pertama disusun kurang sesuai denganindikator yang diukur. Indikator yang diukuradalah menganalisis dan menafsirkan dataserta menarik kesimpulan yang tepatsedangkan soal yang disusun lebih tepat untukmengukur indikator mengingat danmenerapkan pengetahuan ilmiah yang sesuai.Dengan demikian, perbaikan dilakukan denganmengubah soal.

Pada kategori kedua, soal yang perludiperbaiki secara garis besar terdapat padajawaban yang tidak selaras dengan konsep.Misalnya kecepatan yang seharusnyaberkaitan dengan perpindahan, ditulis berkaitandengan jarak tempuh. Dengan demikian,perbaikan dilakukan dengan menyelaraskankonsep yang terdapat pada jawaban.

Pada kategori ketiga, seluruh soal yangperlu diperbaiki terdapat pada redaksi bahasadalam pertanyaan. Redaksi bahasa yangdigunakan dipandang kurang sesuai denganjenjang sekolah. Dengan demikian, perbaikandilakukan dengan menyunting redaksi bahasayang digunakan dalam pertanyaan.

Oleh karena itu, berdasarkan hasil validasiahli dapat disimpulkan bahwa soal sudah bisadigunakan.

Tabel 1.3. Hasil Validasi Ahli

No.Soal

Kesesuaianindikatordengan

soal

Kesesuaianjawabandengan

pertanyaan

Kesesuaiansoal

denganjenjangsekolah

1 S SP S2 S S SP3 S S SP4 S SP SP5 S SP SP6 S SP S7 S SP S8 S SP S9 S S SP

10 S S S11 S S S12 S S S13 S S SP14 S SP S15 S SP SP16 S S S17 S SP S18 SP SP SKeterangan:S = sesuai

Adib Rifqi dkk, Rancangan Soal Domain Kompetensi Literasi Saintifik

47

SP = sesuai dengan perbaikanT = tidak sesuai

Selanjutnya, peneliti melihat kelayakan soalyang dianalisis berdasarkan hasil uji coba soal.Hasil uji coba ini menjadi acuan peneliti dalammelihat nilai validitas item, reliabilitas tes, dayapembeda, dan tingkat kesukaran pada setiapbutir soal. Melalui uji coba juga bisa didapatkaninformasi banyak waktu yang diperlukan siswauntuk menjawab soal. Berdasarkan hasil ujicoba soal, didapat analisis hasil uji coba yangdipaparkan melalui tabel 1.4.

Dari analisis hasil uji coba didapat hasilseluruh soal literasi saintifik valid denganrincian kategori 2 butir soal tinggi, 6 butir soalcukup, 6 butir soal rendah, dan 4 butir soalsangat rendah. Tingkat kesukaran didapatberagam dengan rincian kategori 1 butir soalsukar, 7 butir soal sedang, 10 butir soal mudah.Daya pembeda didapat beragam denganrincian kategori 3 butir soal baik, 7 butir soalcukup, dan 8 butir soal jelek. Sementarareliabilitas soal didapat pada kategori tinggi.

Berdasarkan hasil dan pembahasan yangtelah dilakukan, dapat dikatakan bahwa soalsudah bisa digunakan untuk mengukur

indikator domain kompetensi literasi saintifikpada topik gerak lurus di jenjang sekolahmenengah pertama. Namun perlu dilakukanperbaikan karena uji coba yang dilakukanmemberikan hasil validitas, tingkat kesukaran,dan daya pembeda pada kategori beragamserta reliabilitas pada kategori tinggi.

Perbaikan dari hasil yang diperoleh menjadiacuan untuk menganalisis kesulitan literasisaintifik siswa SMP kelas VIII pada topik geraklurus serta merekonstruksi rencanapembelajaran sains yang melatihkan literasisaintifik yang telah disusun oleh [8].

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih atasbimbingan dosen Pendidikan Fisika UPI Dr.Setiya Utari, M. Si. dan Muhamad GinaNugraha, S.Pd., M.Pd., M.Si., selamapenelitian berlangsung; Dr. Endi Suhendi,M.Si., Duden Saepuzaman, M.Si., dan Drs.Tarma Anda yang bersedia melakukan validasisoal; serta siswa kelas VIII G SMP Negeri 2Lembang yang menyediakan waktunya untukmenjadi sampel penelitian.

Tabel 1.4. Analisis Hasil Uji Coba

No. SoalValiditas Item

Tingkat kesukaran(TK)

Daya Pembeda(DP)

Koef KategoriIndeks

TKKategori

IndeksDP

Kategori

1

I

0,18 Sangat Rendah 0,92 Mudah 0,05 Jelek

2 0,27 Rendah 0,95 Mudah 0,00 Jelek

3 0,05 Sangat Rendah 0,68 Sedang 0,11 Jelek

4 0,43 Cukup 0,29 Sukar 0,26 Cukup

5 0,42 Cukup 0,34 Sedang 0,26 Cukup

6 0,34 Rendah 0,66 Sedang 0,37 Cukup

7

II

0,22 Rendah 0,95 Mudah 0,00 Jelek

8 0,03 Sangat Rendah 0,95 Mudah 0,00 Jelek

9 0,67 Tinggi 0,55 Sedang 0,68 Baik

10 0,22 Rendah 0,47 Sedang 0,32 Cukup

11 0,51 Cukup 0,34 Sedang 0,37 Cukup

12 0,58 Cukup 0,68 Sedang 0,42 Baik

13

III

0,18 Sangat Rendah 0,95 Mudah 0,11 Jelek

14 0,42 Cukup 0,87 Mudah 0,16 Jelek

15 0,62 Tinggi 0,71 Mudah 0,47 Baik

16 0,43 Cukup 0,89 Mudah 0,21 Cukup

17 0,28 Rendah 0,74 Mudah 0,21 Cukup

18 0,30 Rendah 0,92 Mudah 0,05 Jelek

ISSN: 2338-1027September 2017 Jurnal Wahana Pendidikan Fisika (2017) Vol.2 No.2 : 44-48

48

DAFTAR PUSTAKA

[1] Hurd, P. DeH. (1958). Science literacy: Itsmeaning for American schools.Educational Leadership, 16, 13–16, 52.

[2] National Academy of Science. (1995).National Science Education Standards.Washington, D.C.: National AcademyPress.

[3] OECD. (2013) PISA 2015 Draft ScienceFrame Work. Paris: OECD.

[4] Utari, S., Karim, S., Setiawan, A., Nugraha,M. G., Saepuzaman, D., & Prima, E. C.(2015). Designing Science Learning forTraining Students’ Science Literacies atJunior High School Level. In Int. Conf. onMathematics, Science, and Education (pp.1-6).

[5] Samsudin, A., Suhendi, E., Efendi, R., &Suhandi, A. (2012). Pengembangan “Cels”dalam Eksperimen Fisika Dasar untukMengembangkan Performance Skills danMeningkatkan Motivasi BelajarMahasiswa. Jurnal Pendidikan FisikaIndonesia, 8(1), 15-25.

[6] Holbrook, J. & Rannikmae, M. (2009). Themeaning of scientific literacy. InternationalJournal of Environmental & ScienceEducation, 4(3), 275-288.

[7] Sudarisman, S. (2011). Tugas RumahBerbasis Home Science Process Skill(HSPS) pada Pembelajaran Biologi untukMengembangkan Literasi Sains Siswa.Seminar Nasional VIII Pendidikan BiologiFPMIPA UNS.

[8] Hayat, B. (2011). Benchmark InternasionalMutu Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

[9] Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.(2013). Peraturan Menteri Pendidikan danKebudayaan Nomor 58 Tahun 2014Tentang Kurikulum 2013 SekolahMenengah Pertama/MadrasahTsanawiyah. Jakarta: Kemendikbud.

[10] Kulsum, F., Rochman, C., & Nasrudin, D.(2017). Profil Literasi Sains Peserta DidikPada Konsep Pembangkit Listrik TenagaAir (Plta) Cirata Di Kabupaten CianjurJawa Barat. Wahana PendidikanFisika, 2(1).

[11] Nehru, N., & Syarkowi, A. (2017). AnalisisDesain Pembelajaran Untuk MeningkatkanLiterasi Sains Berdasarkan ProfilPenalaran Ilmiah. Wahana PendidikanFisika, 2(1).

[12] Alam, D.P. (2015). RekonstruksiRancangan Rencana PelaksanaanPembelajaran Sains Melalui AnalisisKesulitan Literasi Sains Siswa SMP KelasVII pada Topik Gerak Lurus. (Skripsi).Bandung: UPI.

[13] Creswell, J.W. (2014). Research DesignPendekatan Kualitatif, Kuantitatif, danMixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

[14] Sugiyono. (2011). Metode penelitianpendidikan. Bandung : Alfabeta.

[15] Fraenkel, J.R. & Wallen N.E. (2009). Howto design and evaluate research ineducation. New York : McGraw-HillCompanies.

[16] Sugiyono. (2015). Metode penelitianpendidikan (pendekatan kuantitatif,kualitatif, dan R&D). Bandung : Alfabeta.

[17] Arikunto, S. (2013). Dasar-dasar evaluasipendidikan. Jakarta : Bumi Aksara

Adib Rifqi Setiawan, Journal of Biology Education Vol 2 No 1 (2019) hal. 1

E-ISSN 2656-3436/ P-ISSN 2615-3947 IAIN KUDUS

Tersedia online: http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/jbe

Peningkatan Literasi Saintifik melalui Pembelajaran Biologi

Menggunakan Pendekatan Saintifik

Adib Rifqi Setiawan

*) Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) Kudus, Indonesia

email: [email protected]

ABSTRAK

Pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa secara optimal

harus dilakukan melalui langkah terstruktur dan terukur. Salah satu cara untuk menyusun

pembelajaran yang sesuai dengan prinsip tersebut ialah menggunakan pendekatan

saintifik. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mendapatkan peningkatan kompetensi

literasi saintifik siswa setelah diterapkan pendekatan saintifik dalam pembelajaran biologi

topik plantae dan animalia di sekolah menengah. Metode penelitian yang dipilih ialah

quasi-experimental dengan desain time series. Sampel sebanyak 120 siswa dari sekolah

menengah di Kabupaten Kudus diambil menggunakan teknik convenience sampling.

Desain penelitian berupa 16 kali pengamatan, yakni 8 kali sebelum diberikan tindakan

berupa hasil pretest dan 8 kali setelah diberikan tindakan berupa hasil posttest serta

tindakan berupa penerapan pendekatan saintifik ke dalam pembelajaran. Instrumen yang

dipakai berupa tes tipe uraian topik plantae dan animalia yang disusun berdasarkan

indikator kompetensi literasi saintifik PISA. Hasil yang diperoleh ialah peningkatan

kompetensi literasi di kategori sedang dengan nilai sebesar 0,663. Melalui penelitian ini

terungkap bahwa pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik memungkinkan untuk

dipakai melatih literasi saintifik siswa.

Kata-kata kunci: Literasi Saintifik, Pembelajaran Biologi, Pendekatan Saintifik

ABSTRACT

Learning that aims to improve students' abilities optimally must be done through

structured and measurable steps. One way to arrange learning in accordance with these

principles is to use a scientific approach. The purpose of this study was to obtain an

increase in students' scientific literacy competencies after applying the scientific

approach in learning biology on plantae and animalia topics in secondary schools. The

research method chosen was quasi-experimental with time series design. A sample of 120

students from secondary schools in Kudus Regency was taken using convenience

sampling techniques. The research design took the form of 16 observations, namely 8

times before being given the action as a result of the pretest and 8 times after being given

the action in the form of posttest results and actions in the form of applying the scientific

approach to learning. The instrument used was essay test of plantae and animalia which

was constructed based on PISA scientific literacy competency indicators. The results

Adib Rifqi Setiawan, Journal of Biology Education Vol 2 No 1 (2019) hal. 2

obtained were an increase in literacy competencies in the medium category with a value

of 0.663. Through this research, it was revealed that learning using a scientific approach

made it possible to use students to train scientific literacy.

Keywords: Biology Learning, Scientific Approach, Scientific Literacy

PENDAHULUAN

Pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa secara

optimal harus dilakukan melalui langkah terstruktur dan terukur. Struktur pembelajaran

yang baik diterapkan secara bertahap mulai dari langkah sederhana sampai rumit. Seluruh

langkah tersebut dibuat agar dapat diukur, baik dari sisi pelaksanaan maupun pencapaian.

Hal ini berlaku secara umum, termasuk dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

(IPA) seperti biologi, fisika, kimia, geologi, dan astronomi. Salah satu cara untuk

menyusun pembelajaran yang sesuai dengan prinsip tersebut ialah menggunakan

pendekatan saintifik (Setiawan, 2019, hlm. 8). Nurohmah (2015) menjelaskan melalui

one-group pretest-posttest menemukan bahwa pendekatan saintifik mempunyai

efektivitas tinggi dalam meningkatkan hasil belajar tiap aspek kognitif siswa pada jenjang

pengetahuan, pemahaman, dan penerapan. Secara umum pendekatan saintifik tersusun

atas beberapa langkah kegiatan berurutan, ialah: mengamati, menanya, mengumpulkan

informasi, melakukan percobaan, mengolah data, serta mengomunikasikan hasil

(Setiawan, 2019: 2). Langkah tersebut dipakai guna memberi pengalaman kepada siswa

agar informasi yang diperoleh lebih bermakna, teruji, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik memungkinkan untuk dipakai

melatih literasi saintifik siswa. Hal ini seperti ditunjukkan oleh Setiawan (2017) melalui

one-group pretest-posttest dalam pembelajaran fisika topik mekanika memperoleh hasil

bahwa pendekatan saintifik dapat meningkatkan literasi saintifik siswa pada kategori

sedang dengan nilai peningkatan sebesar 0,61. Lebih lanjut, informasi tersebut disertai

dengan saran agar dilakukan penerapan pada topik selain mekanika agar mampu melatih

literasi saintifik melalui seluruh topik pelajaran, sehingga hasil pembelajaran kian

optimal. Berdasarkan tuturan tersebut, kami menerapkan pendekatan saintifik dalam

pembelajaran biologi topik plantae dan animalia untuk melatih literasi saintifik siswa.

Kompetensi literasi saintifik diukur berdasarkan indikator dari Programme for

International Student Assessment (PISA): menjelaskan fenomena secara ilmiah,

Adib Rifqi Setiawan, Journal of Biology Education Vol 2 No 1 (2019) hal. 3

merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah, serta menafsirkan data dan bukti

secara ilmiah (OECD, 2013, hlm. 15-7). Karena itu rumusan masalahnya ialah,

“Bagaimana peningkatan kompetensi literasi saintifik setelah penerapan pendekatan

saintifik dalam pembelajaran biologi topik plantae dan animalia di sekolah menengah?”

Hasil yang diperoleh diharapkan memberi informasi tentang manfaat penerapan

pendekatan saintifik dalam pembelajaran berorientasi literasi saintifik.

METODE PENELITIAN

Tujuan penelitian ini ialah untuk melihat peningkatan kompetensi literasi saintifik

siswa setelah diterapkan pendekatan saintifik dalam pembelajaran biologi topik plantae

dan animalia di sekolah menengah di Kabupaten Kudus. Hal itu diperlukan untuk data

literasi saintifik sebelum dan setelah pembelajaran Bryophyta, Pteridophyta,

Gymnospermae, Angiospermae, Annelida, Arthropoda, Pisces, dan Tetrapoda.

Berdasarkan tujuan penelitian dan kebutuhan data, metode penelitian yang dipilih

ialah quasi-experimental dengan desain time series. Dengan metode ini tidak diperlukan

kelompok kontrol untuk dibandingkan dengan kelompok eksperimen, tidak menggunakan

penyamaan karakteristik dalam satu kelompok tindakan, dan tidak memerlukan

pengontrol variabel (Fraenkel & Wallen, 2009, hlm. 271). Untuk desain time series,

kelompok yang digunakan untuk penelitian tidak dapat dipilih secara random sampling,

sehingga sampel diambil menggunakan teknik convenience sampling (Fraenkel &

Wallen, 2009, hlm. 101). Partisipan penelitian ini ialah siswa sekolah menengah.

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa sekolah menengah di Kabupaten Kudus yang

diambil 120 siswa sebagai sampel.

Desain penelitian berupa 16 kali pengamatan, yakni 8 kali sebelum diberikan

tindakan berupa hasil pretest (O1, O2, O3, O4, O5, O6, O7, O8) dan 8 kali setelah diberikan

tindakan berupa hasil posttest (O9, O10, O11, O12, O13, O14, O15, O16) serta tindakan berupa

penerapan pendekatan saintifik ke dalam pembelajaran biologi topik plantae meliputi

Bryophyta, Pteridophyta, Gymnospermae, dan Angiospermae serta Animalia mencakup

Annelida, Arthropoda, Pisces, dan Tetrapoda yang dilaksanakan secara malar (P). Desain

tersebut ditunjukkan dengan pola di bawah ini (Fraenkel & Wallen, 2009, hlm. 272).

Adib Rifqi Setiawan, Journal of Biology Education Vol 2 No 1 (2019) hal. 4

O1

O2

O3

O4

O5

O6

O7

O8

⇒ P ⇒

O9

O10

O11

O12

O13

O14

O15

O16

Instrumen yang dipakai berupa tes tipe uraian terkait topik Bryophyta (T1),

Pteridophyta (T2), Gymnospermae (T3), Angiospermae (T4), Annelida (H1), Arthropoda

(H2), Pisces (H3), dan Tetrapoda (H4) yang disusun berdasarkan indikator kompetensi

literasi saintifik PISA.

Tabel 1. Sebaran Topik Instrumen Penelitian

Topik Rincian Penggunaan

Plantae (T) Bryophyta (T1) O1 dan O9

Pteridophyta (T2) O2 dan O10

Gymnospermae (T3) O3 dan O11

Angiospermae (T4) O4 dan O12

Animalia (H) Annelida (H1) O5 dan O13

Arthropoda (H2) O6 dan O14

Pisces (H3) O7 dan O15

Tetrapoda (H4) O8 dan O16

Tabel 2. Indikator Domain Kompetensi Literasi Saintifik

Domain kompetensi Indikator literasi saintifik

Menjelaskan fenomena secara

ilmiah (L1)

Mengingat dan menerapkan pengetahuan ilmiah

yang sesuai

Mengidentifikasi, menggunakan, serta

menghasilkan model dan representasi yang jelas

Menjelaskan implikasi potensial dari pengetahuan

ilmiah bagi masyarakat

Merancang dan mengevaluasi

penyelidikan ilmiah (L2)

Mengusulkan cara mengeksplorasi secara ilmiah

terhadap pertanyaan yang diberikan

Mengevaluasi cara mengeksplorasi secara ilmiah

pertanyaan yang diberikan

Mendeskripsikan dan mengevaluasi berbagai cara

yang digunakan oleh ilmuan untuk menentukan

Adib Rifqi Setiawan, Journal of Biology Education Vol 2 No 1 (2019) hal. 5

keabsahan dan keobjektifan data serta keumuman

penjelasan

Menafsirkan data dan bukti secara

ilmiah (L3)

Mengubah data dari satu representasi ke

representasi yang lain

Menganalisis dan menafsirkan data dan menarik

kesimpulan yang tepat

Contoh instrumen terkait tetrapoda (H4) dengan indikator menafsirkan data dan

bukti secara ilmiah (L3) yaitu, “Metabolisme adalah seluruh reaksi kimia di dalam sel

organisme yang berjalan satu arah. Salah satu metabolisme yang terjadi di tubuh Rosé

ialah pembakaran glukosa (C6H12O6) menjadi karbondioksida (CO2) dan air (H2O).

Berdasarkan metabolisme yang dialami, apa manfaat Rosé bagi ekosistem?” yang

dijawab dengan, “Menghasilkan karbondioksida yang dibutuhkan oleh organisme lain

seperti tumbuhan dan bakteri sehingga menjaga aliran energi di Bumi.”

Keabsahan (validity) instrumen ditentukan berdasarkan validasi ahli (obtain

judgement expert), masing-masing terhadap kesesuaian indikator dengan soal, kesesuaian

jawaban dengan pertanyaan, serta kesesuaian soal dengan jenjang sekolah (Fraenkel &

Wallen, 2009, hlm. 148). Hasil validasi berupa penilaian terhadap setiap butir soal yang

diolah menggunakan persamaan berikut:

𝑃(𝑏𝑠) =𝑏𝑠

𝑁× 100% (Persamaan 1. Penilaian Butir)

dengan:

𝑃(𝑏𝑠) = persentase setiap butir soal

𝑏𝑠 = jumlah skor setiap butir soal

𝑁 = jumlah keseluruhan butir soal

kemudian ditafsirkan berdasarkan tabel berikut:

Tabel 3. Penafsiran penilaian instrumen

No. Rentang rata-rata penilaian ahli (%) Kriteria instrumen

1 7,001 ≤ % ≤ 10,000 Sangat layak

2 4,001 ≤ % ≤ 7,000 Cukup layak

3 0,000 ≤ % ≤ 4,000 Tidak layak

Berdasarkan Tabel 3, instrumen dapat digunakan kalau memenuhi kriteria „sangat

layak‟ atau „cukup layak‟.

Adib Rifqi Setiawan, Journal of Biology Education Vol 2 No 1 (2019) hal. 6

Sementara keandalan (reliability) instrumen ditentukan berdasarkan internal

consistency karena bisa dilakukan dengan satu kali uji coba. Maka instrumen dapat

digunakan kalau nilai koefisien keandalan (reliability coefficient) lebih besar dari 0,70

(Fraenkel & Wallen, 2009, hlm. 157-8). Koefisien keandalan dapat dihitung

menggunakan persamaan Kuder-Richardson Approaches (KR20) berikut (Cronbach,

1951, hlm. 299):

𝛼 = 𝑛

𝑛 −1 1 −

𝑉𝑖𝑖

𝑉𝑡 (Persamaan 2. KR20)

dengan:

𝛼 = koefisien alfa

𝑛 = jumlah butir soal

𝑉𝑖 = simpangan baku setiap butir soal

𝑉𝑡 = simpangan baku keseluruhan

Setelah dilakukan validasi kepada 3 ahli dan uji coba terhadap 40 siswa

ditemukan bahwa instrumen „sangat layak‟ sebanyak 42% dan 58% „cukup layak‟ serta

nilai koefisien keabsahan memenuhi kriteria dapat digunakan.

Tabel 4. Hasil Validasi Ahli Setiap Instrumen

Instrumen Sangat layak Cukup layak Tidak layak

T1 6 2 0

T2 6 2 0

T3 6 2 0

T4 4 4 0

H1 3 5 0

H2 1 7 0

H3 0 8 0

H4 1 7 0

Tabel 5. Hasil uji coba

Instrumen Koefisien alfa Keterangan

T1 0,710 Dapat digunakan

T2 0,746 Dapat digunakan

T3 0,793 Dapat digunakan

T4 0,705 Dapat digunakan

H1 0,900 Dapat digunakan

H2 0,703 Dapat digunakan

H3 0,779 Dapat digunakan

H4 0,703 Dapat digunakan

Adib Rifqi Setiawan, Journal of Biology Education Vol 2 No 1 (2019) hal. 7

Penyekoran instrumen dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut:

𝑆 = 𝑅 (Persamaan 3. Skor Siswa)

dengan:

𝑆 = skor setiap siswa

𝑅 = jawaban setiap butir soal

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil keseluruhan kompetensi literasi saintifik siswa diperoleh meningkat di

kategori sedang dengan nilai peningkatan sebesar 0,663. Hasil yang diperoleh dari pretest

tidak stabil, tapi dengan bentuk garis yang memenuhi persamaan 𝑦 = −0,0838𝑥 +

11,585, dapat dikatakan bahwa ketidakstabilan kurang signifikan karena memiliki

rentang perbedaan sebesar 1,257 poin dalam skala 30 poin. Ketidakstabilan yang serupa

juga diperoleh dari hasil posttest yang garisnya memenuhi persamaan 𝑦 = −0,2534𝑥 +

24,809. Hanya saja rentang perbedaan posttest lebih lebar daripada pretest sebesar 3,801

poin.

Gambar 1. Kecenderungan data setiap tahap penelitian

Berdasarkan Gambar 1, tampak bahwa dari pretest (black’s line) ke posttest (pink’s line)

terdapat peningkatan. Nilai peningkatan untuk setiap tahap penelitian sebagai berikut:

Tabel 6. Nilai peningkatan untuk setiap tahap penelitian

Tahap penelitian Rata-rata Peningkatan

Pretest Posttest Nilai Kategori

O1 O9 11,213 24,393 0,702 Tinggi

O2 O10 12,000 25,148 0,730 Tinggi

O3 O11 10,984 23,877 0,678 Sedang

0

5

10

15

20

25

30

O1 O2 O3 O4 O5 O6 O7 O8 O9 O10 O11 O12 O13 O14 O15 O16

Adib Rifqi Setiawan, Journal of Biology Education Vol 2 No 1 (2019) hal. 8

O4 O12 10,730 23,221 0,648 Sedang

O5 O13 11,352 23,246 0,638 Sedang

O6 O14 11,943 23,148 0,621 Sedang

O7 O15 11,074 23,434 0,653 Sedang

O8 O16 10,369 22,885 0,638 Sedang

Kompetensi merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah (L2) mengalami

peningkatan paling tinggi, yang secara berurutan diikuti oleh menjelaskan fenomena

secara ilmiah (L1) kemudian menafsirkan data dan bukti secara ilmiah (L3).

Tabel 7. Rincian Peningkatan Setiap Kompetensi

Kompetensi Rata-rata Peningkatan

Pretest Posttest Nilai Kategori

L1 29,585 63,492 0,673 Sedang

L2 29,756 65,385 0,709 Tinggi

L3 29,642 60,475 0,612 Sedang

Untuk kaitan antara semua kompetensi dengan setiap topik, diperoleh peningkatan

kategori tinggi paling banyak untuk kompetensi merancang dan mengevaluasi

penyelidikan ilmiah di topik bryophyta, pteridophyta, gymnospermae, angiospermae, dan

arthropoda. Kategori tinggi juga diperoleh untuk kompetensi menjelaskan fenomena

secara ilmiah di topik bryophyta, pteridophyta, dan annelida. Selebihnya kategori

peningkatan berada di kategori sedang.

Tabel 8. Rincian Keseluruhan Peningkatan

Topik Pembelajaran Biologi Kompetensi Literasi Saintifik Peningkatan

Nilai Kategori

Bryophyta 1 0,716 Tinggi

2 0,747 Tinggi

3 0,641 Sedang

Pteridophyta 1 0,736 Tinggi

2 0,770 Tinggi

3 0,688 Sedang

Gymnospermae 1 0,670 Sedang

2 0,705 Tinggi

3 0,663 Sedang

Angiospermae 1 0,621 Sedang

Adib Rifqi Setiawan, Journal of Biology Education Vol 2 No 1 (2019) hal. 9

2 0,720 Tinggi

3 0,609 Sedang

Annelida 1 0,702 Tinggi

2 0,601 Sedang

3 0,616 Sedang

Arthropoda 1 0,597 Sedang

2 0,769 Tinggi

3 0,499 Sedang

Pisces 1 0,647 Sedang

2 0,670 Sedang

3 0,643 Sedang

Tetrapoda 1 0,685 Sedang

2 0,699 Sedang

3 0,529 Sedang

Dapat dilihat dari Gambar 1 bahwa kompetensi literasi saintifik siswa meningkat

setelah dilakukan penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran biologi. Nilai

peningkatan sebesar 0,663 menunjukkan bahwa sebagian besar indikator sudah dapat

dicapai oleh siswa. Hasil ini menguatkan Nurohmah (2015) yang melalui one-group

pretest-posttest menemukan bahwa pendekatan saintifik mempunyai efektivitas tinggi

dalam meningkatkan hasil belajar tiap aspek kognitif siswa pada jenjang pengetahuan,

pemahaman, dan penerapan. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari 4 siklus

oleh Wahyuni (2018) memperoleh kesimpulan bahwa penerapan pendekatan saintifik

dapat meningkatkan aspek pengetahuan dan keterampilan sains pada pelajaran biologi di

sekolah menengah. Namun, penerapan pendekatan saintifik oleh keduanya tanpa

dikaitkan dengan literasi saintifik. Perbandingan dengan keduanya menunjukkan bahwa

pendekatan saintifik dapat memberikan hasil belajar yang baik.

Peningkatan kompetensi literasi saintifik siswa memiliki nilai beragam di kategori

sama dengan urutan dari nilai tertinggi ialah: merancang dan mengevaluasi penyelidikan

ilmiah (L2) menjelaskan fenomena secara ilmiah (L1), kemudian menafsirkan data dan

bukti secara ilmiah (L3). Hasil ini menunjukkan bahwa siswa lebih cakap untuk

merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah daripada menjelaskan fenomena serta

menafsirkan data dan bukti secara ilmiah. Hasil yang diperoleh memiliki perbedaan

menyolok dengan hasil penelitian Setiawan (2017) yang memberikan informasi bahwa

peningkatan literasi saintifik untuk topik mekanika (fisika) berada di kategori sedang

Adib Rifqi Setiawan, Journal of Biology Education Vol 2 No 1 (2019) hal. 10

dengan urutan: menafsirkan data dan bukti secara ilmiah (L3), merancang dan

mengevaluasi penyelidikan ilmiah (L2), dan menjelaskan fenomena secara ilmiah (L1).

Perbandingan hasil keduanya menunjukkan bahwa peningkatan untuk kompetensi

menjelaskan fenomena secara ilmiah dan merancang dan mengevaluasi penyelidikan

ilmiah untuk topik plantae dan animalia lebih tinggi daripada mekanika, tapi hal ini

berlaku sebaliknya untuk kompetensi menjelaskan fenomena serta menafsirkan data dan

bukti secara ilmiah. Hasil belajar tersebut tampak bahwa siswa lebih sulit menafsirkan

data dan bukti secara ilmiah di topik biologi daripada fisika.

Literasi saintifik tampak tidak terkait maupun identik dengan topik tertentu. Hal

ini diperlihatkan oleh temuan yang menunjukkan bahwa siswa memiliki peningkatan

kompetensi merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah (L2) relatif setara meski

berbeda topik. Kompetensi L2 ini, siswa tidak dikaitkan secara langsung dengan objek

pengamatan dan/atau percobaan karena lebih menekankan terhadap penggunaan metode

ilmiah. Walau begitu, rincian hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa topik berbeda

memiliki kecenderungan peningkatan berbeda. Gambar 1 dan Tabel 7 memperlihatkan

bahwa kompetensi literasi saintifik mengalami peningkatan di kategori sedang dengan

nilai beragam untuk setiap topik. Secara beruntun urutannya ialah: pteridophyta (T2),

bryophyta (T1), gymnospermae (T3), pisces (H3), angiospermae (T4), tetrapoda (H4),

annelida (H1), dan arthropoda (H2). Urutan tersebut justru berbeda dengan pembelajaran

yang dilaksanakan, secara malar yakni bryophyta (T1), pteridophyta (T2), gymnospermae

(T3), angiospermae (T4), annelida (H1), arthropoda (H2), pisces (H3), dan tetrapoda

(H4). Temuan ini menarik karena wajarnya, kalau kompetensi yang dilatih sama, hasil

untuk setiap pertemuan cenderung kian apik. Namun, hasil yang diperoleh tidak

demikian, justru terasa berantakan.

Dalam pembelajaran secara umum, siswa diminta untuk mengamati organisme

terkait topik yang sedang dipelajari. Misalnya untuk topik annelida, siswa diminta untuk

mengamati Cacing tanah (Lumbricus terrestris). Peningkatan seperti itu menunjukkan

bahwa kompetensi literasi saintifik siswa cenderung lebih mudah dilatih menggunakan

objek yang sederhana untuk topik plantae dan objek berukuran besar yang tidak

menggunakan mikroskop untuk topik animalia. Artinya, untuk topik plantae, siswa sudah

menunjukkan tanda terampil mikroskop buat melakukan pengamatan. Namun,

Adib Rifqi Setiawan, Journal of Biology Education Vol 2 No 1 (2019) hal. 11

keterampilan tersebut terasa kurang berguna ketika memasuki topik animalia. Pasalnya

dalam topik animalia, siswa harus berurusan dengan organisme yang lebih lentur,

sehingga lebih menyulitkan mereka untuk memotong setiap bagian organisme buat

diamati. Hal ini dikuatkan dengan temuan yang menunjukkan bahwa peningkatan

kompetensi literasi saintifik untuk pisces (H3) menggunakan Bandeng (Chanos chanos)

dan tetrapoda (H4) menggunakan Mencit (Mus musculus), yang lebih mudah dipotong,

lebih baik dibandingkan dengan annelida (H1) menggunakan Cacing tanah (Lumbricus

terrestris) dan arthropoda (H2) menggunakan Udang jerbung (Fenneropenaeus

merguiensis). Hasil ini justru melemahkan anggapan bahwa literasi saintifik tidak identik

dengan topik tertentu. Pasalnya perbedaan tingkat kerumitan antar topik ketika diukur

dengan indikator yang sama, hasilnya tampak berbeda. Hubungan antara tingkat

kerumitan topik dengan peningkatan kompetensi literasi saintifik berbanding terbalik

yang dapat ditunjukkan dengan pola berikut:

𝑘𝑜𝑚𝑝𝑒𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑖𝑛𝑡𝑖𝑓𝑖𝑘 ≈1

𝑘𝑒𝑟𝑢𝑚𝑖𝑡𝑎𝑛 𝑡𝑜𝑝𝑖𝑘

Hal itu memberikan makna, semakin rumit topik yang dibahas, peningkatan kompetensi

kian rendah. Karena itu dalam menyiapkan pembelajaran, urutan topik pelajaran yang

dibahas perlu diperhatikan secara seksama berdasarkan tingkat kerumitannya di mata

siswa tanpa perlu terpaku dengan panduan dalam kurikulum yang diberlakukan.

Secara keseluruhan, dapat disampaikan bahwa penerapan pendekatan saintifik

dalam pembelajaran biologi topik plantae serta animalia dapat meningkatkan kompetensi

literasi saintifik siswa. Pendekatan saintifik dipandang cocok digunakan untuk melatih

kompetensi literasi saintifik karena siswa dibiasakan untuk menggunakan metode ilmiah

dalam memperoleh informasi. Hasil keseluruhan ini sama seperti Fatimah & Anggrisia

(2019) yang menggunakan model pembelajaran 7E (elicited, engage, explore, explain,

elaborate, evaluate, dan extend). Namun, pendekatan saintifik memberi peningkatan

kategori tinggi untuk kompetensi merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah,

sedangkan peningkatan menggunakan model 7E berada di kategori sedang di setiap

kompetensi. Peningkatan kategori tinggi untuk kompetensi merancang dan mengevaluasi

penyelidikan ilmiah juga diperoleh oleh Dinata (2018) ketika melakukan field trip di

topik ekosistem. Lebih lanjut, hasil tersebut juga memberi peningkatan kategori tinggi

Adib Rifqi Setiawan, Journal of Biology Education Vol 2 No 1 (2019) hal. 12

untuk kompetensi menjelaskan fenomena secara ilmiah serta sedang untuk menafsirkan

data dan bukti secara ilmiah. Field trip memang memberi hasil lebih baik di topik

ekosistem, tapi kami memandang bahwa strategi tersebut tidak cocok diterapkan di topik

plantae dan animalia. Perbandingan hasil ini memberi pesan bahwa guru selayaknya

mengerti karakteristik topik pelajaran, keterampilan yang hendak dilatih dalam

pembelajaran, serta keadaan siswa agar hasil yang diperoleh dapat optimal. Perbandingan

terhadap beberapa penelitian tersebut sekaligus menunjukkan bahwa tidak ditemukan

perbedaan menyolok dengan beragam model pembelajaran. Dengan demikian, kami

belum dapat menentukan model terbaik untuk digunakan dalam pembelajaran IPA

termasuk biologi. Sehingga kami menganggap bahwa setiap model dapat digunakan

dalam pembelajaran IPA selama tidak mengabaikan kegiatan pengamatan (observation)

dan/atau peramalan (eksperiment) yang merupakan karakteristik IPA.

SIMPULAN

Melalui penelitian menggunakan metode quasi-experimental dengan desain time

series, jawaban terhadap rumusan masalah ialah secara keseluruhan kompetensi literasi

saintifik siswa meningkat di kategori sedang dengan nilai peningkatan sebesar 0,663

setelah dilakukan penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran biologi topik

plantae dan animalia di sekolah menengah. Hasil ini menunjukkan bahwa pembelajaran

menggunakan pendekatan saintifik bisa menjadi sarana untuk melatih kompetensi literasi

saintifik siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Cronbach, L J. (1951). Coefficient alpha and the internal structure of tests.

Psychometrika, 16: 297–334.

Dinata, A N. (2018). the influence of field trip on high school student's scientific literacy

and attitude towards science in ecosystem concept. Assimilation: Indonesian

Journal of Biology Education, 1(1): 8-13.

Fatimah, F M & Anggrisia, N F. (2019). The effectiveness of 7 learning model to

improve scientific literacy. Advances in Social Science, Education and Humanities

Research, 277: 18-22.

Adib Rifqi Setiawan, Journal of Biology Education Vol 2 No 1 (2019) hal. 13

Fraenkel, J R. & Wallen, Norman E. (2009). How to Design and Evaluate Research in

education (7th ed.). New York. McGraw-Hill Companies.

Nurohmah, E F. (2015). Efektivitas pendekatan saintifik dalam meningkatkan hasil dan

motivasi belajar siswa smp. Skripsi. Diterbitkan. Diakses melalui

http://bit.ly/2TCEDc9

OECD. (2013). Pisa 2015 draft science framework march 2013. Paris: OECD.

Setiawan, A R. (2019). A Brief Explanation of Scientific Teaching. INA-Rxiv. DOI:

https://dx.doi.org/10.31227/osf.io/by9sm

Setiawan, A R. (2017). Penerapan pendekatan saintifik untuk melatihkan literasi saintifik

dalam domain kompetensi pada topik gerak lurus di sekolah menengah pertama.

Skripsi. Diakses melalui http://bit.ly/2I9NjOn

Wahyuni, S. (2018). Implementasi pendekatan sainstifik pada pelajaran biologi untuk

meningkatkan hasil belajar kognitif dan keterampilan sains siswa kelas XI-IPA

SMA Negeri 2 Lambandia, Kab. Kolaka Timur- Sultra. Jurnal Pendidikan Biologi,

9(2): 47-55.

33

BIOSFER, J.Bio. & Pend.Bio. Vol.4, No.1, Juni 2019 e-ISSN: 2549-0486

I. PENDAHULUAN

Utari, dkk. (2017) memberi saran bahwa stra-

tegi pembelajaran harus ditentukan dibangun de-

ngan baik untuk melatih literasi saintifik, terma-

suk menjelaskan fenomena alam, membangun

dan mengevaluasi percobaan, serta menafsirkan

data yang diperoleh dari bukti ilmiah. Saran ini

diberikan berdasarkan ulasan deskriptif berdasar-

kan dimensi Marzano yang dilakukan terhadap

pelaksanaan rancangan pembelajaran termodina-

mika untuk melatih literasi saintifik (Utari, dkk.,

2017, hlm. 3-4). Saran tersebut selaras dengan

Setiawan (2017) yang mengungkap bahwa per-

baikan berkelanjutan perlu dilakukan terhadap

rancangan maupun pelaksanaan pembelajaran

guna meningkatkan literasi saintifik siswa secara

optimal. Ungkapan ini disampaikan atas dasar

analisis pelaksanaan penerapan pendekatan sain-

tifik dalam pembelajaran berorientasi literasi

saintifik di topik mekanika. Dari keselarasan sa-

ran tersebut tampak bahwa keduanya memandang

bahwa pembelajaran, terutama fisika yang dijadi-

kan pijakan, perlu diarahkan untuk melatih litera-

si saintifik.

Literasi saintifik bisa dimaknai sebagai ukur-

an kemampuan menggunakan pengalaman bela-

Menyusun Soal Literasi Saintifik untuk Pembelajaran Biologi Topik

Plantae dan Animalia

Adib Rifqi Setiawan1*, Arij Zulfi Mufassaroh2 1 Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS), Jl. KH. Turaichan Adjhuri no. 23,

Kajeksan, Kudus, Jawa Tengah, 59315, Indonesia 2 Madrasah Annajah Yamra Merauke, Jl.Taman Makam Pahlawan Trikora, Mandala,

Kabupaten Merauke, 99614, Indonesia * e-mail: [email protected]

Abstrak

Tujuan dari survei lintas bagian ini ialah untuk menemukan keabsahan dan keadanalan tes literasi saintifik untuk

pembelajaran biologi di topik plantae dan animalia. Untuk mengungkap keabsahan, diuji berdasarkan penilaian

ahli dan keandalan diukur menggunakan konsistensi inernal. Diperoleh bahwa keabsahan dari topik plantae ialah 5

soal sangat layak dan 1 soal cukup layak dengan nilai keandalan sebesar 0,779 serta keabsahan dari topik animalia

ialah 4 soal sangat layak dan 2 soal cukup layak dengan nilai keandalan sebesar 0,869. Ini menunjukkan bahwa

semua soal dapat digunakan untuk menganalisis kesulitan siswa sebagai bahan merancang rencana pembelajaran

biologi berorientasi literasi saintifik di topik plantae dan animalia.

Kata Kunci—animalia, literasi saintifik, pembelajaran biologi, plantae, soal

Abstract The purpose of this cross-sectional survey work was to find the validity and reliability of scientific literacy’s

assessment for biological learning in topic plantae and animalia. To reveal validity is assessed based on obtain

judgement expert and reliability measured by internal consistency. It was gained that the validity from topic plantae

is 5 items very feasible and 1 item quite feasible with reliability’s value is 0,779 nor the validity from topic animalia

is 4 items very feasible and 2 items quite feasible with reliability’s value is 0,869. It shows that all items can be

used to analyzing difficulties of students for designing scientific literacy biological learning oriented’s lesson plan

in in topic plantae and animalia.

Keywords: animalia, assessment, biological learning, scientific literacy, plantae

34

BIOSFER, J.Bio. & Pend.Bio. Vol.4, No.1, Juni 2019 e-ISSN: 2549-0486

jar untuk memenuhi kebutuhan. Pembelajaran il-

mu pengetahuan alam (IPA) selayaknya menjadi

saran untuk melatih keterampilan ilmiah serta

menumbuhkan kepedulian terhadap alam dan

upaya pelestarian fungsinya (Rustaman, 2017,

hlm. KS-3). Sehingga dapat dikatakan bahwa tu-

juan pembelajaran IPA dengan literasi saintifik

bisa dipadukan. Dari sini, kami memandang pen-

ting dilakukan penyusunan instrumen penilaian

literasi saintifik. Rustaman (2017) menyampai-

kan bahwa pembelajaran IPA berorientas literasi

saintifik dapat dilakukan dengan cara mengkaji

indikator guna dibekalkan kepada siswa, bukan

sekadar membiasakan berlatih soal. Ungkapan

yang disampaikan tersebut memang tepat. Karena

itu, tujuan penyusunan instrumen ini bukan untuk

membiasakan siswa berlatih soal, tetapi sebagai

sarana memperoleh profil literasi saintifik siswa.

Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini

bertujuan untuk menemukan keabsahan dan ke-

andalan rancangan soal literasi saintifik untuk

pembelajaran biologi. Rancangan soal yang disu-

sun berdasarkan indikator domain kompetensi li-

terasi saintifik dari kerangka kerja Programme

for International Student Assessment (PISA)

2015. Indikator tersebut dikaitkan dengan topik

plantae dan animalia atas dasar pertimbangan

agar dapat digunakan dalam pembelajaran di se-

kolah menengah. Hasil penelitian ini diharapkan

memberi bahan untuk memperoleh profil literasi

saintifik siswa sebelum dan/atau setelah pembela-

jaran. Melalui profil sebelum pembelajaran, dapat

disusun rancangan pembelajaran berorientasi lite-

rasi saintifik yang selaras dengan keadaan siswa.

Sementara profil setelah pembelajaran dapat di-

pakai sebagai bahan evaluasi, baik dari sisi pelak-

sanaan proses, pencapaian hasil, keefektifan ke-

giatan, maupun ketiganya. Hasil penelitian ini ju-

ga dapat menjadi bahan kajian untuk diperbaiki

secara berlanjut supaya lebih operasional ketika

diterapkan di lapangan serta kuat dari sisi peneli-

tian. Karena itu, rumusan masalah yang menjadi

fokus penelitian ini ialah, “Bagaimana keabsahan

dan keandalan rancangan soal literasi saintifik

untuk pembelajaran biologi topik plantae dan

animalia?”

II. METODE PENELITIAN

Tujuan penelitian ini ialah untuk mene-mukan

keabsahan dan keandalan rancangan soal literasi

saintifik untuk pembelajaran biologi topik plantae

dan animalia. Karena itu dibutuhkan data berupa

ulasan terhadap soal yang disusun. Berdasarkan

tujuan penelitian dan kebutuhan data, metode pe-

nelitian yang dapat dipakai ialah pendekatan

kuantitatif tipe deskriptif jenis survei dengan de-

sain cross-sectional.

Keabsahan (validity) soal ditentukan berdasar-

kan validasi ahli (obtain judgement expert), ma-

sing-masing terhadap kesesuaian indikator de-

ngan soal, kesesuaian jawaban dengan pertanya-

an, serta kesesuaian soal dengan jenjang sekolah

(Fraenkel & Wallen, 2009, hlm. 148). Ahli yang

dipilih yaitu akademisi dengan bidang keahlian

literasi saintifik (1 orang, selanjutnya Ahli-1) dan

evaluasi pembelajaran biologi (1 orang, selanjut-

nya Ahli-2) serta praktisi pembelajaran biologi

sekolah menengah (1 orang, selanjutnya Ahli-3)

dan praktisi profesional bidang bahasa (1 orang,

selanjutnya Ahli-4). Berikut ini ialah profil setiap

ahli tersebut:

Tabel 1.

Profil Ahli

Ahli Nama Asal Instansi Alasan Pemilihan

1 Dr. Setiya

Utari

Sekolah

Pascasarjana

Universitas

Pendidikan

Indonesia (SPs

UPI)

Publikasi penelitian

terkait literasi saintifik

dalam 4 tahun terakhir

2 Dr.

Kusnadi

Departemen

Biologi

Universitas

Pendidikan

Indonesia (UPI)

Pengalaman mengampu

perkuliahan Evaluasi

Pembelajaran Biologi

3 Selvinia

Nilamsari,

S.Pi.

Sekolah

Menengah

Kejuaran Negeri

(SMKN) 1 Jepara

Pengalaman menjadi

pengajar Biologi di

Sekolah Menengah

Kejuruan (SMK)

4 Laila

Fariha

Zein,

M.Pd.

Komunitas Hujan

Safir

Pengalaman sebagai

penyunting bacaan

remaja dan buku

pelajaran sekolah

Hasil validasi berupa komentar yang kemu-

dian diberi skor berdasarkan klasifikasi berikut:

Tabel 2.

Klasifikasi Skor Validasi Ahli

Skor Bentuk Komentar

3 Soal sudah sesuai tanpa perlu mengalami perubahan

2 Soal perlu mengalami perubahan kecil

1 Soal harus mengalami perubahan besar

0 Soal tidak sesuai

35

BIOSFER, J.Bio. & Pend.Bio. Vol.4, No.1, Juni 2019 e-ISSN: 2549-0486

yang diolah menggunakan persamaan berikut:

𝑃(𝑠) =𝑠

𝑁× 100% (Persamaan 1)

dengan:

𝑃(𝑏𝑠) = persentase setiap butir soal

𝑠 = skor setiap butir soal

𝑁 = jumlah keseluruhan butir soal

Hasil dari tabel 2 kemudian ditafsirkan berdasar-

kan tabel berikut:

Tabel 3.

Penafsiran Penilaian Soal

No. Rentang Rata-rata Penilaian Ahli

(%)

Kriteria

Instrumen

1 7,001 ≤ % ≤ 10,000 Sangat layak

2 4,001 ≤ % ≤ 7,000 Cukup layak

3 0,000 ≤ % ≤ 4,000 Tidak layak

Berdasarkan Tabel 3, instrumen dapat digunakan

kalau memenuhi kriteria ‘sangat layak’ atau

‘cukup layak’.

Sementara keandalan (reliability) soal ditentu-

kan berdasarkan internal consistency. Dengan ca-

ra ini, dibutuhkan satu kali uji coba yang hasilnya

diolah dengan ketentuan instrumen dapat diguna-

kan kalau nilai koefisien keandalan (reliability

coefficient) lebih besar dari 0,70 (Fraenkel &

Wallen, 2009, hlm. 157-8). Koefisien keandalan

dapat dihitung menggunakan persamaan Kuder-

Richardson Approaches (KR20) berikut (Cron-

bach, 1951, hlm. 299):

𝛼 =

𝑛

𝑛 −1 (1 −

∑ 𝑉𝑖𝑖

𝑉𝑡) (Persamaan 2)

dengan:

𝛼 = koefisien alfa

𝑛 = jumlah butir soal

𝑉𝑖 = simpangan baku setiap butir soal

𝑉𝑡 = simpangan baku keseluruhan

III. HASIL DAN PMBAHASAN

Soal literasi saintifik yang digunakan dalam

penelitian ini berjumlah 14 butir untuk topik

plantae dan 20 butir untuk topik animalia. Lite-

rasi saintifik dalam penelitian ini dibatasi di do-

main kompetensi, meliputi: menjelaskan fenome-

na secara ilmiah (K1), merancang dan mengeva-

luasi penyelidikan ilmiah (K2), dan menafsirkan

data dan bukti secara ilmiah (K3). Rincian indi-

kator tersebut dapat dilihat melalui tabel berikut:

Tabel 4.

Indikator Kompetensi Literasi Saintifik Kompetensi Indikator

Menjelaskan

fenomena secara

Mengingat dan menerapkan pengetahuan

ilmiah yang sesuai.

Kompetensi Indikator

ilmiah Mengidentifikasi, menggunakan, serta

menghasilkan model dan representasi yang

jelas.

Menjelaskan implikasi potensial dari

pengetahuan ilmiah bagi masyarakat.

Merancang dan

mengevaluasi

penyelidikan

ilmiah

Mengusulkan cara mengeksplorasi secara

ilmiah terhadap pertanyaan yang diberikan.

Mengevaluasi cara mengeksplorasi secara

ilmiah pertanyaan yang diberikan.

Mendeskripsikan dan mengevaluasi berbagai

cara yang digunakan oleh ilmuan untuk

menentukan keabsahan dan keobjektifan data

serta keumuman penjelasan.

Menafsirkan data

dan bukti secara

ilmiah

Mengubah data dari satu representasi ke

representasi yang lain.

Menganalisis dan menafsirkan data dan

menarik kesimpulan yang tepat.

(OECD, 2013, hlm. 15-16)

Indikator tersebut digunakan sebagai acuan

dalam menyusun soal dengan konten terkait topik

plantae dan animalia. Pilihan mengaitkan dengan

topik tertentu dilakukan karena kami berupaya

agar keseluruhan pembelajaran biologi diarahkan

untuk melatih literasi saintifik. Sehingga diperlu-

kan soal sebagai alat ukur literasi saintifik dari

beragam topik pembelajaran biologi. Dengan

beragam soal tersebut, guru dan/atau peneliti da-

pat melakukan pengukuran literasi saintifik seca-

ra berlanjut, seperti menggunakan desain time se-

ries, tidak hanya mengukur dari satu topik saja,

misalnya menggunakan desain one shot case stu-

dy, untuk memperoleh keabsahaan dan keandalan

hasil yang lebih tinggi. Selain itu, keragaman to-

pik juga lebih memudahkan guru untuk menun-

jukkan kepada siswa kaitan antara pengalaman

terlibat pembelajaran dengan keterampilan yang

ditargetkan dapat dimiliki.

Soal disusun dalam bentuk uraian. Pilihan ini

diambil karena kami memandang bahwa tes tipe

uraian memiliki keunggulan untuk mengukur ke-

mampuan individu dalam mengorganisasikan,

mengintregasikan, menganalisis, menyintesiskan,

dan mengevaluasi informasi. Karena itu, soal

bentuk uraian dipandang lebih cocok untuk digu-

nakan. Banyak soal yang disusun ialah 6 kelom-

pok untuk setiap topik plantea dan animalia. Ka-

mi menyadari bahwa untuk soal tipe ini, terdapat

kesulitan dalam hal melakukan penyekoran.

Sehingga kami membuat rancangan sederhana

guna mengklasifikasikan skor dari setiap

jawaban, yang ditampilkan melalui tabel berikut:

36

BIOSFER, J.Bio. & Pend.Bio. Vol.4, No.1, Juni 2019 e-ISSN: 2549-0486

Tabel 5.

Klasifikasi Skor Setiap Jawaban Skor Bentuk Jawaban

2 Sama seperti yang diharapkan

2 Hampir seperti yang diharapkan tanpa terdapat

pernyataan yang salah

1 Mengandung hal yang benar dan terdapat pula pernyataan

yang salah

0 Jawaban tidak berhubungan dengan pertanyaan yang

diajukan

0 Tidak menjawab

yang kemudian dijumlah secara keseluruhan menggunakan

persamaan berikut:

𝑆 = ∑ 𝑅 (Persamaan 3)

dengan:

𝑆 = skor setiap siswa

𝑅 = jawaban setiap butir soal

Langkah yang dilakukan dalam penyusunan

soal sebagai berikut:

(a). Membuat matrikulasi domain kompetensi

dan indikator soal;

(b). Menyusun soal berdasarkan matrikulasi;

(c). Meminta validasi ahli;

(d). Menganalisis hasil validasi ahli (analisis ke-

absahan);

(e). Meminta siswa mengerjakan soal (menguji-

cobakan); serta

(f). Menganalisis hasil ujicoba (analisis kean-

dalan).

Contoh soal yang disusun sebagai berikut:

Tabel 6.

Contoh Soal yang Disusun Indikator Mengidentifikasi, menggunakan, serta menghasilkan

model dan representasi yang jelas

Konten Hewan tak bertulang belakang (Invertebrata)

Soal Dilihat dari lapisan nutfah, cacing tanah (Lumbricus

terrestris) memiliki kekhasan berupa tubuh dilapisi

oleh ektoderm dan saluran pencernaan dilapisi oleh

endoderm. Di antara ektoderm dan endoderm,

terdapat rongga tubuh dan dilapisi oleh jaringan

yang berasal dari mesoderm.

Pertanyaan Bagaimana ilustrasi ciri-ciri Cacing tanah tersebut?

Jawaban Ilustrasi ciri-ciri Caving tanah tersebut seperti

berikut:

Setelah dilakukan validasi kepada 4 ahli, di-

peroleh komentar yang beragam. Namun, secara

umum soal sudah sesuai tanpa perlu banyak peru-

bahan. Setiap soal yang sudah tidak dibahas di si-

ni, karena dianggap tidak terlampau perlu. Secara

khusus, beberapa komentar yang kami tanggapi

dalam bentuk memperbaiki soal diuraikan dalam

bentuk deskripsi berikut:

Untuk soal kelompok T-1 topik plantae, Ahli-

1 menyebut bahwa soal sudah tepat kalau untuk

mengingat pengetahuan ilmiah yang sesuai, tapi

belum tepat untuk indikator menerapkan penge-

tahuan ilmiah yang sesuai. Ahli-2 menyebut bah-

wa sebaiknya pertanyaan lebih rinci seperti,

“Berdasarkan bagan di atas, berilah penjelasan

dengan melengkapi tabel berikut, sehingga jelas

hubungan antar konsep yang disajikan dalam ba-

gan!” serta untuk jawaban bentuk tubuh diganti

dengan struktur tubuh. Ahli-3 menyebut bahwa

soal perlu disempurnakan, seperti pernyataan di-

tambah data umum dasar klasifikasi tumbuhan.

Sementara Ahli-4 menyebut bahwa perlu disem-

purnakan, seperti bentuk tubuh menjadi struktur

tubuh. Tanggapan kami terhadap komentar 4 ahli

tersebut ialah menyesuaiakn soal dengan indika-

tor menerapkan pengetahuan ilmiah yang sesuai.

Sehingga soal diubah dalam bentuk penyajian da-

ta untuk menerapkan pengetahuan ilmiah, yaitu,

“Jisoo menemukan suatu tumbuhan di pekarang-

an rumah dengan ciri berdaun lebar, pertulangan

menyirip, tingginya 10 meter cm, serta mahkota

bunga kelipatan lima. Berdasarkan ciri tersebut,

bagaimana klasifikasi tumbuhan yang ditemukan

oleh Jisoo?”

Untuk soal kelompok T-2 topik plantae, Ahli-

2 menyebut bahwa pertanyaan sebaiknya, “Apa-

kah rancangan pecobaan Rosé tersebut apakah

sudah tepat? Mengapa demikian?” Sementara

Ahli-4 menyebut bahwa pertanyaan perlu disem-

purnakan, seperti: Rosé ingin mengerti sebaiknya

diubah menjadi Rosé ingin menganalisis. Tang-

gapan kami terhadap komentar 2 ahli tersebut ia-

lah melakukan perubahan kecil terhadap soal tan-

pa mengubah uraian yang telah disusun.

Untuk soal kelompok T-3 topik plantae Ahli-4

menyebut bahwa pertanyaan sebaiknya disem-

purnakan bahasanya. Tanggapan kami terhadap

komentar 1 ahli tersebut ialah melengkapi perta-

nyaan dengan kalimat berikut, “Berdasarkan

gambar tersebut, bagaimana penjelasan model

tumbuhan lumut dalam bentuk tabel berikut?”

37

BIOSFER, J.Bio. & Pend.Bio. Vol.4, No.1, Juni 2019 e-ISSN: 2549-0486

Untuk soal kelompok T-4 topik plantae, Ahli-

2 dan Ahli-4 sama-sama menyebut bahwa bahasa

pertanyaan perlu disempurnakan. Tanggapan ka-

mi terhadap komentar 2 ahli tersebut ialah meng-

ubah pertanyaan menjadi, “Berdasarkan alur per-

giliran keturunan tumbuhan paku tersebut, bagai-

mana pergiliran tumbuhan paku dalam bentuk ba-

gan beserta keterangan setiap fasenya?”

Untuk soal kelompok T-5 topik plantae, Ahli-

4 menyebut bahwa bahasa perlu disempurnakan

agar tidak menimbulkan multi tafsir kepada sis-

wa. Tanggapan kami terhadap komentar 1 ahli

tersebut ialah mengubah pertanyaan menjadi,

“Dari kelompok apa tumbuhan yang diamati oleh

Jisoo tersebut?”

Untuk soal kelompok T-6 topik plantae, Ahli-

1 menyebut bahwa sebaiknya pertanyaan perlu

diganti dengan menampilkan data dalam bentuk

tabel atau grafik sehingga siswa bisa menafsirkan

data tersebut untuk menarik kesimpulan. Tangga-

pan kami terhadap komentar 1 ahli tersebut ialah

tidak melakukan perubahan terhadap soal. Hal ini

karena kami memandang narasi soal sudah tepat

sesuai dengan indikator tanpa harus menampilkan

data dalam bentuk tabel atau grafik.

Untuk soal kelompok H-1 topik animalia,

Ahli-4 menyebut bahwa bahasa perlu disempur-

nakan. Tanggapan kami terhadap komentar 1 ahli

tersebut ialah mengubah pertanyaan menjadi,

“Berdasarkan ilustrasi bagan pengelompokkan

hewan tersebut, bagaimana penjelasan kalian me-

lalui tabel berikut?”

Untuk soal kelompok H-2 topik animalia,

Ahli-2 menyebut bahwa pertanyaan perlu disem-

purnakan. Sementara Ahli-4 menyebut bahwa ba-

hasa perlu disempurnakan. Tanggapan kami ter-

hadap komentar 2 ahli tersebut ialah menyempur-

nakan penggunaan bahasa menjadi, “Untuk dapat

menjawab tujuan penelitian Jennie tersebut, ba-

gaimana bentuk tabel pengamatan yang harus di-

buat secara tepat, jelas, dan lengkap dengan kete-

rangan tindakannya?

Untuk soal kelompok H-4 topik animalia,

Ahli-2 menyebut bahwa soal sebaiknya menam-

pilkan data berupa tabel atau grafik, sehingga sis-

wa ditutut bisa mengubah representasi. Ahli-3

menyebut bahwa soal dan tingkatan diselerasakan

lagi. Sementara Ahli-4 menyebut bahwa bahasa

disempurnakan lagi. Tanggapan kami terhadap

komentar 4 ahli tersebut ialah mengubah perta-

nyaan menjadi, “Dari ilustrasi tersebut, bagaima-

na penjelasan simetri tubuh Ubur-ubur laut pasi-

fik dalam bentuk tabel?” serta, “Berdasarkan ta-

bel simetri tubuh yang tepat, Ubur-ubur laut pasi-

fik termasuk kelompok simetri tubuh apa?”

Untuk soal kelompok H-5 topik animalia,

Ahli-1 menyebut bahwa soal dan indikator ku-

rang sesuai. Ahli-2 menyebut bahwa soal sebaik-

nya menampilkan kasus, sehingga siswa ditutut

dapat mengevaluasi. Ahli-3 menyebut bahwa soal

dan tingkatan diselerasakan lagi. Sementara Ahli-

4 menyebut bahwa bahasa disempurnakan lagi.

Tanggapan kami terhadap komentar 4 ahli terse-

but ialah mengubah soal menjadi, “Berdasarkan

tabel tersebut, apakah Lalisa dapat membuat pen-

jelasan umum mengenai hewan bertulang bela-

kang? Mengapa demikian?”

Untuk soal kelompok H-6 topik animalia,

Ahli-2 menyebut bahwa pertanyaan perlu disem-

purnakan. Sementara Ahli-4 menyebut bahwa ba-

hasa perlu disempurnakan. Tanggapan kami ter-

hadap komentar 2 ahli tersebut ialah mengubah

pertanyaan menjadi, “Berdasarkan reaksi kimia

tersebut, apa manfaat hasil dari proses metabolis-

me di tubuh Rosé bagi kehidupan dalam ekosis-

tem?”

Berdasarkan keseluruhan komentar tersebut,

dilakukan klasifikasi setiap soal berikut: Tabel 7.

Hasil Validasi Ahli

Soal Skor dari Ahli Jumlah

Skor Kriteria Soal

1 2 3 4

T-1 1 2 2 2 58 Cukup Layak

T-2 3 2 3 2 83 Sangat Layak

T-3 3 3 3 2 92 Sangat Layak

T-4 3 2 3 2 83 Sangat Layak

T-5 3 3 3 2 92 Sangat Layak

T-6 1 3 3 3 83 Sangat Layak

A-1 3 3 3 2 92 Sangat Layak

A-2 3 2 3 2 83 Sangat Layak

A-3 3 3 3 3 100 Sangat Layak

A-4 3 2 2 2 75 Sangat Layak

A-5 1 1 1 2 42 Cukup Layak

A-6 3 1 3 1 67 Cukup Layak

38

BIOSFER, J.Bio. & Pend.Bio. Vol.4, No.1, Juni 2019 e-ISSN: 2549-0486

Setelah melakukan perbaikan berdasarkan ko-

mentar keempat ahli, kami melakukan ujicoba

soal. Hasil uji coba dijadikan sebagai acuan un-

tuk menemukan nilai koefisien keandalan soal.

Melalui uji coba juga bisa didapatkan informasi

banyak waktu yang diperlukan siswa untuk men-

jawab soal. Setelah dilakukan uji coba soal, di-

peroleh hasil sebagai berikut:

Tabel 8.

Hasil Uji Coba Soal Plantae

Sis

wa

P1 P2 P

3

P

4 P5 P6

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1

0

1

1

1

2

1

3

1

4

1 2 2 1 2 2 1 0 2 2 2 1 0 1 2

2 1 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2

3 1 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2

4 1 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 0 1 2

5 1 2 1 2 2 2 2 2 2 1 2 0 1 0

6 1 0 1 1 1 0 2 0 0 0 2 2 1 2

7 2 2 0 2 2 0 0 1 1 2 2 2 1 2

8 2 2 1 2 2 1 1 1 1 2 2 2 1 2

9 2 2 1 2 2 2 1 1 1 2 2 2 1 2

10 2 2 1 2 2 0 2 2 2 2 2 2 1 2

11 2 2 1 2 2 0 2 2 2 2 2 2 1 2

12 2 2 1 2 2 2 2 2 2 0 2 2 1 2

13 0 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2

14 2 2 2 1 2 2 2 2 2 0 2 2 0 2

15 0 2 2 0 2 2 0 1 1 0 2 2 1 2

16 0 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2

17 2 2 2 1 2 2 2 1 1 2 1 0 1 2

18 2 1 0 1 2 2 2 1 1 2 2 0 1 2

19 2 2 0 1 2 2 2 1 1 2 2 2 1 2

20 2 2 2 1 2 2 2 1 1 2 1 2 1 2

21 2 1 2 1 2 2 0 1 1 2 2 2 1 2

22 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2

23 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 0 0 1

24 2 2 0 0 1 2 2 1 1 2 0 0 1 1

25 2 0 0 1 1 0 0 0 0 2 2 0 1 0

26 2 2 0 1 0 2 0 0 0 2 2 2 1 1

27 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 1 2

28 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 0 1 2

29 2 2 0 1 2 0 1 2 2 2 2 2 1 2

Sis

wa

P1 P2 P

3

P

4 P5 P6

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1

0

1

1

1

2

1

3

1

4

30 1 2 1 1 1 0 1 2 2 1 0 0 1 1

31 2 2 1 2 2 2 1 1 1 2 1 2 1 2

32 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 2 1 2

33 2 2 1 2 2 0 1 1 1 0 2 1 1 2

34 1 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 1 2

35 2 2 1 2 2 0 1 2 2 2 2 2 1 2

36 2 2 1 2 0 0 1 1 1 0 2 2 1 2

37 2 2 1 2 2 0 1 2 2 2 2 1 1 2

38 2 2 1 2 2 0 1 2 2 2 2 1 1 2

39 2 2 1 2 2 0 1 2 2 0 2 2 1 1

40 1 2 1 2 2 0 1 2 2 2 1 0 1 1

Tabel 8 kemudian diolah menggunakan persa-

maan 2, yang diperoleh nilai koefisien alfa sebe-

sar 0,779. Artinya soal plantae dapat digunakan.

Tabel 9.

Hasil Uji Coba Soal Animalia S

i

s

w

a

A1 A2 A3 A4 A5 A6

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1

0

1

1

1

2

1

3

1

4

1

5

1

6

1

7

1

8

1

9

2

0

1 1 2 1 0 1 1 2 0 1 1 2 2 1 1 1 1 1 2 2 2

2 2 2 2 1 1 1 2 0 1 0 0 2 2 2 2 2 0 2 2 2

3 2 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 1 1 1 1 1 1 0 1 1

4 1 0 2 0 1 2 2 1 0 2 0 2 2 2 2 2 1 2 2 2

5 1 0 2 0 1 0 0 0 1 1 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2

6 1 2 1 0 1 2 0 0 1 1 0 1 2 2 2 2 0 0 1 2

7 2 0 1 1 2 1 2 1 1 1 0 0 2 2 1 2 2 0 1 1

8 2 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1 2 2 2 2 2 0 1 1 1

9 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 2 2 2 1 0 2 2 2

1

0 2 2 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 2 2 2 2 2 2 2 2

1

1 2 2 2 2 1 2 2 0 2 2 2 0 2 2 0 0 2 2 2 2

1

2 2 2 1 0 1 1 0 2 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1

3 2 2 1 0 1 0 0 0 0 0 0 2 2 2 2 0 2 2 2 2

1

4 2 2 1 2 1 2 0 2 2 0 0 2 2 2 2 2 2 2 2 2

1

5 2 2 1 0 1 0 2 0 1 1 0 0 1 2 2 2 2 2 2 2

1

6 1 0 1 0 1 1 0 2 2 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1

1

7 0 1 1 0 1 1 2 0 1 0 0 1 2 2 1 1 1 2 2 2

39

BIOSFER, J.Bio. & Pend.Bio. Vol.4, No.1, Juni 2019 e-ISSN: 2549-0486

S

i

s

w

a

A1 A2 A3 A4 A5 A6

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1

0

1

1

1

2

1

3

1

4

1

5

1

6

1

7

1

8

1

9

2

0

1

8 1 1 2 2 1 1 2 2 1 1 0 2 2 2 0 0 2 0 0 0

1

9 2 2 1 1 1 1 2 2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 1 0

2

0 2 2 1 2 1 1 2 2 1 1 2 0 1 2 0 0 0 1 0 0

2

1 1 2 2 2 1 1 2 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 2 1 0

2

2 1 2 2 2 1 1 2 1 1 1 2 1 1 2 2 0 2 1 0 0

2

3 2 2 1 0 1 0 0 0 1 1 0 2 2 2 2 0 0 2 0 0

2

4 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 1 0 0 1 0 0

2

5 0 0 2 2 1 1 2 2 1 2 2 1 1 1 0 1 1 1 0 0

2

6 1 0 1 2 1 1 2 2 1 2 2 1 0 2 2 1 1 1 0 0

2

7 1 2 2 2 1 1 0 2 1 0 0 2 0 2 0 2 0 0 1 0

2

8 2 0 2 2 1 1 2 2 1 1 2 2 2 1 2 2 0 1 2 2

2

9 2 2 2 2 1 1 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 0 1 2 0

3

0 0 0 2 2 1 1 2 2 1 1 2 1 2 1 2 2 0 1 2 2

3

1 2 1 2 2 1 1 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1

3

2 2 2 2 2 1 1 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2 1 1 0 1

3

3 2 2 2 2 1 1 2 2 1 1 2 0 1 2 2 2 1 0 1 1

3

4 2 2 2 2 1 1 2 2 1 2 1 0 1 2 2 2 1 1 1 2

3

5 2 0 2 2 1 1 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2 1 2 2 1

3

6 2 2 2 2 1 1 2 2 1 2 0 2 1 2 2 0 1 2 2 1

3

7 2 2 2 2 1 2 2 1 0 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2

3

8 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2

3

9 2 1 1 2 1 2 2 2 2 2 2 0 0 1 2 2 1 2 2 1

4

0 1 2 1 2 1 2 2 2 1 2 2 0 1 1 0 0 0 0 0 1

Tabel 9 kemudian diolah menggunakan persa-

maan 2, yang diperoleh nilai koefisien alfa sebe-

sar 0,869. Artinya soal plantae dapat digunakan.

Dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan nilai koe-

fisien alfa untuk topik plantae dan animalia, yang

memiliki perbedaan sebesar 0,090. Untuk skala

1,000, rentang perbedaan tersebut dapat dianggap

tidak menyolok. Ketika kami menghitung nilai

koefisien alfa gabungan antara topik plantae dan

animalia, diperoleh hasil sebesar 0,855. Hasil ke-

seluruhan ini lebih besar 0,076 daripada khusus

topik plantae, tapi lebih kecil 0,014 ketimbang to-

pik animalia saja. Walau begitu, secara keselu-

ruhan tidak ditemukan perbedaan menyolok, baik

khusus topik plantae, topik animalia saja, mau-

pun keduanya. Selain itu, keseluruhan pengolah-

an menunjukkan bahwa soal termasuk dalam ka-

tegori dapat digunakan.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,

soal yang disusun dapat dijadikan sebagai alat

ukur literasi saintifik siswa dalam pembelajaran

biologi topik plantae dan animali di sekolah me-

nengah. Secara rinci, hasil validasi ahli memberi

kesimpulan bahwa terdapat 5 soal kategori ‘sa-

ngat layak’ dan 1 soal kategori ‘cukup layak’ un-

tuk topik plantae serta 4 soal kategori ‘sangat la-

yak’ dan 2 soal kategori ‘cukup layak’ untuk to-

pik plantae. Sementara berdasarkan hasil ujicoba,

diperoleh nilai koefisien alfa masing-masing se-

besar 0,779 untuk topik plantae, 0,869 untuk to-

pik animalia, serta 0,855 untuk gabungan kedua-

nya.

DAFTAR PUSTAKA

Cronbach, Lee J. (1951). Coefficient alpha and

the internal structure of tests. Psychome-

trika, 16: 297–334.

Fraenkel, Jack R. & Wallen, Norman E. (2009).

How to design and evaluate research in

education (7th ed.). New York. McGraw-

Hill Companies.

OECD. (2013). Pisa 2015 draft science frame-

work march 2013. Paris: OECD.

Rustaman, Nuryani Y. (2017). Mewujudkan sis-

tem pembelajaran sains/biologi berorientasi

pengembangan literasi peserta didik. Da-

lam Prosiding Seminar Nasional III Tahun

2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Ling-

kungan Hidup Perspektif Interdisipliner”:

KS.

Setiawan, Adib Rifqi. (2017). Penerapan pende-

katan saintifik untuk melatihkan literasi

saintifik dalam domain kompetensi pada

topik gerak lurus di sekolah menengah per-

tama. Skripsi Universitas Pendidikan Indo-

nesia.

40

BIOSFER, J.Bio. & Pend.Bio. Vol.4, No.1, Juni 2019 e-ISSN: 2549-0486

Utari, Setiya, dkk. (2017). Recostructing the phy-

sics teaching didactic based on marzano’s

learning dimension on training the scien-

tific literacies. Journal of Physics: Con-

ference Series, 812(1): 012102.

Penulisan buku dengan editor disertai (Ed.) untuk

satu editor dan (Eds.) untuk lebih dari satu

editor. Contohnya:

Maher, B. A. (Ed.). (1964–1972). Progress in ex-

perimental personality research (6 vols.).

New York: Academic Press.

Duncombe, J.U. (1959). Infrared navigation—

Part I: An assessment of feasibility (Perio-

dical style). IEEE Trans. Electron Devices,

11(5), 34–39.

Chen, S., Mulgrew, B., and Grant, P.M. (1989).

A clustering technique for digital commu-

nications channel equalization using radial

basis function networks. IEEE Trans. Neu-

ral Networks, 4, 570–578.

Lucky, R.W. (1965). “Automatic equalization for

digital communication,” Bell Syst. Tech. J.,

44(4), 547–588.

Fang, Q., Zhao, F., & Guibas, L. (2003). Light-

weight sensing and communication proto-

cols for target enumeration and aggrega-

tion. In M. Gerla, A. Ephremides, & M.

Srivastava (Eds.), MobiHoc ’03 fourth

ACM symposium on mobile ad hoc net-

working and computing (pp. 165–176).

New York, NY: ACM Press.

Banks, I. (n.d.). The NHS Direct healthcare

guide. Retrieved from http://www.health

careguide.nhsdirect.nhs.uk

Alexander, J., & Tate, M. A. (2001). Evaluating

web resources. Retrieved from Widener

University, Wolfgram Memorial Library

website: http://www2.widener.edu/Wolf

gram-Memorial Library/webevaluation/we

beval.htm

Bibliographic references Harvard format APA

style. (2011). Retrieved from University of

Portsmouth website: http://www.port.ac.

uk/library/guides/filetodownload,137568,e

n.pdf

Assimilation: Indonesian Journal of Biology Education

ISSN 2621-7260 (Online) 2(2): 42-46

homepage: http://ejournal.upi.edu/index.php/asimilasi Instrumen Penilaian untuk Pembelajaran Ekologi Berorientasi Literasi Saintifik (Assessment for Ecological Learning with Scientific Literacy Oriented) Adib Rifqi Setiawan* Pondok Pesantren Ath-Thullab, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia

*Corresponding author: [email protected]

Received: 20 August 2019 - Accepted: 27 September 2019 - Published: 30 September 2019

ABSTRACT The aims of this cross-sectional survey research was to find the validity and reliability of assessment instruments for ecological learning scientific literacy oriented’s. Determination of the sample used purposive sampling of 4 experts and 122 high school level students. To reveal validity is assessed based on obtain judgment expert and reliability measured by internal consistency. It was gained that the validity is 7 items very feasible and 3 item quite feasible with reliability’s value is 0 .763. It showed that all items can be used to analyzing the difficulties of students for designing ecological learning scientific literacy oriented’s lesson plans. Keywords assessment, ecological learning, scientific literacy

ABSTRAK Tujuan dari riset tipe cross-sectional survey ini ialah untuk menemukan keabsahan dan keandalan instrumen penilaian untuk pembelajaran ekologi berorientasi literasi saintifik. Penentuan sampel dengan menggunakan purposive sampling terhadap 4 pakar dan 122 siswa tingkat sekolah menengah di Kabupaten Kudus. Keabsahan diungkap berdasarkan penilaian pakar dan keandalan diukur menggunakan konsistensi internal. Diperoleh bahwa keabsahan 7 butir soal memenuhi kriteria sangat layak dan 3 butir soal memenuhi kriteria cukup layak dengan nilai keandalan sebesar 0.763. Ini menunjukkan bahwa semua butir soal dapat dipakai untuk menganalisis kesulitan siswa sebagai bahan merancang rencana pembelajaran ekologi berorientasi literasi saintifik. Kata kunci instrumen penilaian, literasi saintifik, pembelajaran ekologi

© 2019 Department of Biology Education, Universitas Pendidikan Indonesia

1. PENDAHULUAN Kurikulum nasional Indonesia telah mengalami

perubahan sebanyak 10 kali (Setiawan & Sari, 2019). Perubahan tersebut wajar dilakukan karena keadaan masyarakat beserta tantangan yang dihadapi juga berubah. Tujuan dari semua perubahan yang dilakukan ialah untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia, termasuk dari pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Namun, ulasan riset menyampaikan dan fakta lapangan menunjukkan bahwa selama ini belum tampak hasil (outcomes) menggembirakan berkelanjutan yang diperoleh dari pembelajaran di Indonesia. Setiawan (2019a) mengungkap bahwa terdapat fenomena unik dalam pembelajaran sains di Indonesia. Ungkapan ini didasari oleh perbandingan antara prestasi siswa Indonesia dalam ajang olimpiade internasional pada 2018 dengan penilaian literasi saintifik dari PISA (Programme for International Student Assessment) pada 2015 (Setiawan, 2019a).

Perluasan data menunjukkan bahwa ungkapan tersebut tak dapat begitu saja disangkal, karena siswa Indonesia memang memiliki prestasi bagus dalam ajang International Science Olympiads (ISOs) sejak kali pertama ikut

serta, baik untuk fisika, biologi, astronomi dan astrofisika, geologi, serta kimia (IPhO, 2019; IBO, 2019; IOAA, 2019; IChO, 2019; IESO, 2019). Namun, secara bersamaan raihan tersebut disertai keberadaan yang konsisten di papan bawah dalam empat periode terakhir penilaian literasi saintifik dari PISA (OECD, 2019). Lebih lanjut, diungkapkan bahwa selayaknya raihan olimpiade diperlakukan sebagai hiburan semata, bukan gambaran keberhasilan pendidikan sains karena peserta merupakan siswa pilihan (Setiawan, 2019).

Fenomena unik yang diungkap oleh Setiawan (2019a) dilanjut dengan penyampaian saran agar fokus yang serius harus diarahkan kepada hasil PISA. Hal ini karena kerangka kerja yang digunakan sebagai dasar untuk pengukuran dapat diadopsi atau setidaknya diadaptasi ke dalam pembelajaran (Setiawan, 2019a). Saran tersebut selaras dengan Karim et al. (2017) yang mengungkap bahwa strategi pembelajaran harus ditentukan dan dibangun dengan baik untuk melatih literasi saintifik, termasuk menjelaskan fenomena alam, membangun dan mengevaluasi percobaan, serta menafsirkan data yang diperoleh dari bukti ilmiah. Ungkapan tersebut disampaikan berdasarkan ulasan deskriptif menggunakan

43 Setiawan (2019) Menyusun Instrumen Penilaian untuk Pembelajaran Ekologi Berorientasi Literasi Saintifik

dimensi Marzano terhadap pelaksanaan desain pembelajaran termodinamika untuk melatih literasi saintifik (Karim et al., 2017). Dari sisi lain, Rustaman (2017) menyampaikan bahwa pembelajaran sains selayaknya menjadi sarana untuk melatih keterampilan saintifik serta menumbuhkan kepedulian terhadap alam dan upaya pelestarian fungsinya. Keseluruhan informasi tersebut menguatkan anggapan bahwa hasil PISA perlu ditindaklanjuti secara serius dalam bentuk mengarahkan pembelajaran sains untuk melatih literasi saintifik.

Literasi saintifik telah dijelaskan oleh Hurd (1998) sebagai kompetensi yang diperlukan oleh warga negara untuk berpikir rasional tentang sains dalam kaitannya dengan masalah pribadi, sosial, politik, ekonomi, dan masalah yang mungkin ditemui seseorang sepanjang hidup. Konsep literasi saintifik harus mengenali berbagai kekuatan yang berubah dalam masyarakat, termasuk kemunculan era informasi, kelahiran ekonomi global, dan dunia daring (Hurd, 1998). Kerangka kerja PISA dari OECD (2018) mendefinisikan literasi saintifik sebagai kemampuan untuk terlibat masalah yang berhubungan dengan sains dan dengan ide sains sebagai warga negara yang reflektif. Karena itu, orang yang memiliki literasi saintifik bersedia untuk terlibat komunikasi ilmiah tentang sains dan teknologi yang membutuhkan kompetensi untuk: menjelaskan fenomena secara ilmiah, mengevaluasi dan merancang penyelidikan ilmiah, juga menafsirkan data dan bukti secara ilmiah (OECD, 2018).

Berdasarkan uraian tersebut, riset ini bertujuan untuk menemukan keabsahan dan keandalan rancangan instrumen penilaian pembelajaran ekologi beroerientasi literasi saintifik. Rancangan soal disusun berdasarkan indikator domain kompetensi literasi saintifik dari kerangka kerja PISA (OECD, 2018). Indikator tersebut dikaitkan dengan topik ekologi atas dasar pertimbangan agar dapat digunakan dalam pembelajaran di sekolah menengah. Karena itu, rumusan masalah yang menjadi fokus penelitian ini ialah, “Bagaimana keabsahan dan keandalan rancangan instrumen penilaian pembelajaran ekologi beroerientasi literasi saintifik?”

2. METODE

Tujuan dari riset ini adalah untuk menemukan

keabsahan dan keandalan rancangan instrumen penilaian pembelajaran ekologi beroerientasi literasi saintifik. Karena itu dibutuhkan data berupa lembar validasi dan nilai keabsahan instrumen. Berdasarkan tujuan riset dan kebutuhan data, metode riset yang dapat dipakai ialah tipe cross-sectional survey. Tipe ini berupaya untuk memperoleh informasi yang dikumpulkan pada titik waktu yang kira-kira sama (Fraenkel & Wallen, 2009).

Sampel diambil dengan teknik penyampelan bertujuan (purposive sampling) terhadap 4 pakar dan 122 siswa tingkat sekolah menengah di Kabupaten Kudus. Teknik ini dipilih karena tujuan spesifik riset memerlukan sampel yang memenuhi kriteria (Fraenkel & Wallen, 2009). Kriteria untuk 4 pakar tersebut berupa akademisi dengan bidang kepakaran literasi saintifik 1 orang (Pakar-1) dan evaluasi pembelajaran biologi 1 orang (Pakar-2) serta praktisi pembelajaran biologi sekolah menengah 1 orang (Pakar-3)

dan praktisi profesional bidang bahasa 1 orang (Pakar-4). Sementara untuk siswa kriteria yang dipakai ialah merupakan siswa aktif di sekolah menengah yang mengambil program peminatan Ilmu Alam.

Instrumen yang dipakai untuk mengukur keabsahan ialah lembar validasi butir pernyataan. Lembar tersebut diberi skor menggunakan skala Likert. Kelebihan skala Likert sebagai pengukur tanggapan secara verbal maupun numerik terhadap kuesioner, dapat memberi nilai kuantitatif dalam rentang spektrum yang panjang (Likert, 1932). Sedangkan kekurangannya berupa sikap terdistribusi secara normal ke dalam lima kategori persetujuan (Likert, 1932).

Memperhatikan kelebihan dan kekurangan, skala Likert dipilih karena hasilnya dapat diolah baik secara statistik maupun desktriptif. Letak kekurangan berupa pembagian tingkat persetujuan ke dalam lima kategori diatasi dengan menggunakan tujuh tingkat secara numerik (Dawes, 2008).

Tabel 1. Indikator Kompetensi Literasi Saintifik Kompetensi Indikator

Menjelaskan fenomena secara ilmiah

Mengingat dan menerapkan pengetahuan ilmiah yang sesuai.

Mengidentifikasi, menggunakan, serta menghasilkan model dan representasi yang jelas.

Menjelaskan implikasi potensial dari pengetahuan ilmiah bagi masyarakat.

Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah

Mengusulkan cara mengeksplorasi secara ilmiah terhadap pertanyaan yang diberikan.

Mengevaluasi cara mengeksplorasi secara ilmiah pertanyaan yang diberikan.

Mendeskripsikan dan mengevaluasi berbagai cara yang digunakan oleh ilmuan untuk menentukan keabsahan dan keobjektifan data serta keumuman penjelasan.

Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah

Mengubah data dari satu representasi ke representasi yang lain.

Menganalisis dan menafsirkan data dan menarik kesimpulan yang tepat.

(OECD, 2013)

Nilai keabsahan (validity) ditentukan berdasarkan

penilaian pakar (obtain judgement expert), masing-masing terhadap ketepatan antara rancangan dan indikator yang dikur, pertanyaan dan jawaban, serta soal dengan subjek sasaran (Fraenkel & Wallen, 2009). Hasil validasi berupa penilaian skala 7 terhadap setiap butir pernyataan yang diolah menggunakan persamaan berikut (Setiawan, 2019b):

𝑃(𝑠) =

𝑠

𝑁× 100% (Persamaan 1)

dengan:

𝑃(𝑠) = Nilai setiap butir pernyataan

𝑠 = skor setiap butir pernyataan

𝑁 = jumlah keseluruhan butir pernyataan kemudian ditafsirkan berdasarkan tabel berikut:

44 Assimilation: Indonesian Journal of Biology Education, 2(2): 42-46

Tabel 2. Penafsiran Penilaian Keabsahan Instrumen No. Rentang Rerata Penilaian Pakar

(%) Kriteria

Kelayakan

1 7,001 ≤ % ≤ 10,000 Sangat layak

2 4,001 ≤ % ≤ 7,000 Cukup layak

3 0,000 ≤ % ≤ 4,000 Tidak layak

(Setiawan, 2019b) Berdasarkan tabel tersebut, instrumen dapat

digunakan kalau memenuhi kriteria ‘sangat layak’ atau ‘cukup layak’ (Setiawan, 2019b).

Sementara untuk mengukur keandalan (reliability), dipakai kuesioner motivasi belajar yang telah diperbaiki berdasarkan lembar validasi butir pernyataan. Keandalan instrumen ditentukan berdasarkan konsistensi internal (internal consistency). Konsistensi internal biasanya diukur dengan alfa Cronbach (α), salah satu cara statistik untuk mengetahui korelasi berpasangan antar butir pertanyaan atau pernyataan, yang dapat dihitung menggunakan persamaan Kuder-Richardson Approaches (KR20) berikut (Sijtsma, 2009):

𝛼 = 𝑛

𝑛 −1 (1 −

∑ 𝑉𝑖𝑖

𝑉𝑡) (Persamaan 2)

dengan:

𝛼 = koefisien alfa

𝑛 = jumlah butir pernyataan

𝑉𝑖 = simpangan baku setiap butir pernyataan

𝑉𝑡 = simpangan baku keseluruhan

Persamaan 2 mengungkap bahwa alfa Cronbach adalah fungsi dari jumlah butir pernyataan, simpangan baku setiap butir pernyataan, dan simpangan baku keseluruhan. Hal ini menunjukkan bahwa nilai alfa Cronbach dapat meningkat ketika interelasi antar butir meningkat, sehingga dapat dipakai untuk memperkirakan konsistensi internal dari keandalan skor instrumen. Persamaan 2 juga memberi makna bahwa dibutuhkan uji coba yang hasilnya dapat ditafsirkan berdasarkan tabel berikut:

Tabel 3. Penafsiran Penilaian Keandalan Instrumen

No. Nilai Alfa Cronbach Kategori Keandalan

1 𝛼 ≤ 0,9 Luar biasa

2 0,8 ≤ 𝛼 < 0,9 Baik

3 0,7 ≤ 𝛼 < 0,8 Dapat diterima

4 0,6 ≤ 𝛼 < 0,7 Dipertanyakan

5 0,5 ≤ 𝛼 < 0,6 Rendah

6 𝛼 < 0,5 Tidak dapat diterima

(Morera & Stokes, 2016) Berdasarkan tabel tersebut, instrumen dapat dipakai

setelah satu kali uji coba kalau nilai koefisien alfa lebih besar dari 0,70 (Fraenkel & Wallen, 2009).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Instrumen penelitian yang dirancang berjumlah 10

butir soal dengan indikator mengacu kepada domain kompetensi literasi saintifik dari kerangka kerja PISA.

Indikator tersebut digunakan sebagai acuan dalam menyusun soal dengan konten terkait topik ekologi. Pilihan mengaitkan dengan topik tertentu dilakukan karena kami berupaya agar pembelajaran aktual di sekolah dapat diarahkan untuk melatih literasi saintifik. Sehingga diperlukan soal sebagai alat ukur literasi saintifik dari beragam topik, antara lain ekologi.

Soal disusun dalam bentuk uraian. Pilihan ini diambil karena kami memandang bahwa tes tipe uraian memiliki keunggulan untuk mengukur kemampuan individu dalam mengorganisasikan, mengintregasikan, menganalisis, menyintesiskan, dan mengevaluasi informasi. Karena itu, soal bentuk uraian dipandang lebih cocok untuk digunakan. Banyak soal yang disusun ialah 3 kelompok untuk setiap topik. Kami menyadari bahwa untuk soal tipe ini, terdapat kesulitan dalam hal melakukan penyekoran. Sehingga kami membuat rancangan sederhana guna mengklasifikasikan skor dari setiap jawaban, yang ditampilkan melalui tabel berikut:

Tabel 4. Klasifikasi Skor Setiap Jawaban Skor Bentuk Jawaban

2 Sama seperti yang diharapkan

2 Hampir seperti yang diharapkan tanpa terdapat pernyataan yang salah

1 Mengandung hal yang benar dan terdapat pula pernyataan yang salah

0 Jawaban tidak berhubungan dengan pertanyaan yang diajukan

0 Tidak menjawab

yang kemudian dijumlah secara keseluruhan

menggunakan persamaan berikut:

𝑁 = ∑ 𝑆 (Persamaan 3)

dengan:

𝑁 = skor setiap siswa

𝑆 = jawaban setiap butir soal

Langkah yang dilakukan dalam penyusunan soal

sebagai berikut: 1) Membuat matrikulasi domain kompetensi dan

indikator soal (Tabel 5); 2) Menyusun soal berdasarkan matrikulasi; 3) Meminta validasi pakar; 4) Menganalisis hasil validasi pakar (analisis

keabsahan); 5) Meminta siswa mengerjakan soal

(mengujicobakan); serta 6) Menganalisis hasil ujicoba (analisis keandalan).

Setelah dilakukan validasi kepada 4 pakar, diperoleh

penilaian yang beragam. Namun, secara umum soal sudah sesuai tanpa perlu banyak perubahan. Berdasarkan keseluruhan komentar tersebut, dilakukan klasifikasi setiap soal pada Tabel 6.

45 Setiawan (2019) Menyusun Instrumen Penilaian untuk Pembelajaran Ekologi Berorientasi Literasi Saintifik

Tabel 5. Contoh Soal yang Disusun Indikator Mengusulkan cara mengeksplorasi secara

ilmiah terhadap pertanyaan yang diberikan

Topik Penanganan Perubahan Lingkungan

Soal Ketika memimpin proyek pembangunan sirkuit MotoGP dari DORNA di Kabupaten Kudus pada 2019 yang harus siap pakai pada 2024, Rosé ingin agar hasilnya ramah lingkungan. Karena itu dirinya mengumpulkan data sebagai berikut:

a) Jumlah kendaraan untuk setiap sesi balapan paling banyak ialah 30 sepeda motor;

b) Bahan bakar setiap kendaraan ialah Pertamax Plus;

c) Setiap kendaraan membutuhkan 1 liter untuk sekali mengelilingi sirkuit sepanjang 5 km;

d) Daftar pohon yang dapat dipilih Rosé untuk ditanam di lingkungan sirkuit sebagai berikut:

No. Pohon Nama Ilmiah

Daya Serap CO2 (g/jam.pohon)

1 Mahoni Swietenia

macrophylla 3.112,43

2 Palem

Phoenix Phoenix roebelenii

0,39

3 Kersen Muntingia calabura

0,6

4 Beringin Ficus

benjamina 1.146,51

5 Trembesi Samanea saman

3.252,10

Pertanya-an

Bagaimana langkah perencanaan yang dapat dilakukan Rosé agar sirkuit yang dibangun ramah lingkungan?

Jawaban Langkah perencanaan yang dapat dilakukan Rosé ialah:

1) Memprediksi total emisi karbon selama masa balapan;

2) Memilih pohon yang memiliki daya serap paling bagus sekaligus memungkinkan ditanam di lokasi;

3) Memetakan letak penanaman pohon agar efektif dan efisien serta tidak mengganggu pelaksanaan balapan.

Setelah melakukan perbaikan berdasarkan komentar

keempat pakar, dilakukan ujicoba soal. Hasil uji coba dijadikan sebagai acuan untuk menemukan nilai koefisien keandalan soal. Melalui uji coba juga bisa didapatkan informasi banyak waktu yang diperlukan siswa untuk menjawab soal. Setelah dilakukan uji coba soal, diperoleh hasil bahwa nilai konsistensi internal sebesar 0.763, yang berarti instrumen penilaian dapat digunakan. Banyaknya waktu yang diperlukan siswa untuk menjawab soal ialah 45 menit.

Instumen yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat digunakan untuk memperoleh profil literasi saintifik siswa sebelum dan/atau setelah pembelajaran. Melalui profil sebelum pembelajaran, dapat disusun rancangan pembelajaran berorientasi literasi saintifik yang selaras dengan keadaan siswa. Sementara profil setelah pembelajaran dapat dipakai sebagai bahan evaluasi, baik

dari sisi pelaksanaan proses, pencapaian hasil, keefektifan kegiatan, maupun ketiganya. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi bahan kajian untuk diperbaiki secara berlanjut supaya lebih operasional ketika diterapkan di lapangan serta kuat dari sisi penelitian.

Tabel 6. Hasil Validasi Pakar

Soal

Skor dari Pakar Jumlah Skor Kriteria Soal

1 2 3 4

1 7 2 5 3 61 Cukup Layak

2 3 6 6 6 75 Sangat Layak

3 3 5 5 5 64 Cukup Layak

4 7 5 6 5 82 Sangat Layak

5 6 4 6 3 68 Cukup Layak

6 5 6 5 6 79 Sangat Layak

7 7 4 6 6 82 Sangat Layak

8 7 3 4 6 71 Sangat Layak

9 7 6 7 6 93 Sangat Layak

10 7 7 7 5 93 Sangat Layak

4. SIMPULAN

Berdasarkan riset yang telah dilakukan, dapat dilihat

bahwa keabsahan dan keandalan instrumen penilaian menunjukkan soal termasuk dalam kategori dapat digunakan. Dengan demikian, soal yang disusun dapat dijadikan sebagai alat ukur literasi saintifik siswa dalam pembelajaran ekologi di sekolah menengah. Secara rinci, hasil validasi pakar memberi kesimpulan bahwa terdapat 7 soal kategori ‘sangat layak’ dan 3 soal kategori ‘cukup layak’. Sementara berdasarkan hasil ujicoba, diperoleh nilai konsistensi internal sebesar 0.763, yang berarti soal dapat digunakan.

REFERENSI Dawes, J. (2008). Do Data Characteristics Change

According to the Number of Scale Points Used? An Experiment Using 5-Point, 7-Point and 10-Point Scales. International Journal of Market Research, 50(1), 61–104. doi:10.1177/147078530805000106

Fraenkel, J.R. & Wallen, N.E. (2009). How to design and evaluate research in education (7th ed.). New York. McGraw-Hill Companies.

Hurd, P.D. (1998). Scientific literacy: New minds for a changing world. Science Education, 82(3), 407–416. doi:10.1002/(sici)1098-237x(199806)82:3<407::aid-sce6>3.0.co;2-g

IBO. (2019). Final Scores IBO 2019. Dalam 30th IBO Hungary 2019 (Online). Tersedia http://ibo2019.org/sites/default/files/2019-07/FINAL%20SCORES%20IBO2019.pdf [15 Juli 2019].

IChO. (2019). International chemistry olympiad: indonesia. Dalam International Chemistry Olympiad (Online).

46 Assimilation: Indonesian Journal of Biology Education, 2(2): 42-46

Tersedia http://www.icho-official.org/results/ country_info.php?country=Indonesia [15 Juli 2019].

IESO. (2019). List of medal and team award winners. Dalam International Earth Science Olympiad (Online). Tersedia http://www.ieso-info.org/ documents/ honor-board/ [15 Juli 2019].

IOAA. (2019). Participating countries. Dalam International Olimpiad on Astronomy and Astrophysics (Online). Tersedia http://www.ioaastrophysics.org/ participating-countries/ [15 Juli 2019].

IPhO. (2019). IPhO 2019. Dalam International physics olympiad (Online). Tersedia https://ipho-unofficial.org/countries/IDN/individual [15 Juli 2019].

Karim, S., Prima, E.C., Utari, S., Saepuzaman, D. & Nugaha, M.G. (2017). Recostructing the physics teaching didactic based on marzano’s learning dimension on training the scientific literacies. Journal of Physics: Conference Series, 812: 1-8. doi:10.1088/1742-6596/812/1/012102

Likert, R. (1932). A technique for the measurement of attitudes. Archives of Psychology, 22 (140): 1-55.

Morera, O.F., & Stokes, S.M. (2016). Coefficient α as a Measure of Test Score Reliability: Review of 3 Popular Misconceptions. American Journal of Public Health, 106(3), 458–461. doi:10.2105/ ajph.2015.302993

OECD. (2018). Pisa for development science framework. Dalam OECD, PISA for Development Assessment and Analytical Framework: Reading, Mathematics and Science. Paris: OECD Publishing. doi:https://dx.doi.org/10.1787/9789264305274-6-en

OECD. (2019), "Science performance (PISA)" (indicator). Dalam OECDiLibrary (online). Tersedia https://doi.org/10.1787/91952204-en [18 September 2019].

Rustaman, N.Y. (2017). Mewujudkan sistem pembelajaran sains/biologi berorientasi pengembangan literasi peserta didik. Makalah disajikan dalam Prosiding Seminar Nasional III Tahun 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”. Universitas Muhammadiyah Malang, Malang, 29 April 2017.

Setiawan, A.R. (2019a). Penerapan pendekatan saintifik untuk melatih literasi saintifik dalam domain kompetensi pada topik gerak lurus di sekolah menengah pertama. Prosiding Seminar Nasional Fisika (SiNaFi) 2018, 4(1): 7-13.

Setiawan, A.R. (2019b). Peningkatan literasi saintifik melalui pembelajaran biologi menggunakan pendekatan saintifik. Journal of Biology Education, 2 (1): 223-235. doi:10.21043/jobe.v2i1.5278

Setiawan, A.R. & Sari, D.R. (2019). A Simple Essay of Natural Science Curricula in Indonesia.

ΛLΟBΑΤИIƆ (ΛRS). doi:https://doi.org/ 10.31219/osf.io/uwn4r

Sijtsma, K. (2009). On the Use, the Misuse, and the Very Limited Usefulness of Cronbach’s Alpha. Psychometrika, 74(1), 107–120. doi:10.1007/s11336-008-9101-

JURNAL THABIEA Vol. 02 No. 02 Tahun 2019 | 83 – 94

Thabiea : Journal of Natural Science Teaching Program Studi Tadris Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Agama Islam Negeri Kudus http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/Thabiea

p-issn: 2580-8974, e-issn: 2655-898x

Efektivitas Pembelajaran Biologi Berorientasi Literasi Saintifik

Adib Rifqi Setiawan

Madrasah Aliyah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS), Jl. KH. Turaichan Adjhuri No. 23 Kudus, Indonesia, 59315

[email protected]

ABSTRAK

Kata kunci:

literasi saintifik

pembelajaran biologi

pendekatan saintifik

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan keefektifan pendekatan

saintifik dalam pembelajaran biologi berorientasi literasi saintifik. Subjek

dari penelitian ini adalah siswa program ilmu pengetahuan alam sekolah

menengah di Kudus. Keefektifan diukur berdasarkan nilai ukuran efek

Cohen d berdasarkan hasil pretest dan posttest yang diambil menggunakan

desain deret waktu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keefektifan

pendekatan saintifik dalam pembelajaran biologi berorientasi literasi

saintifik berada di kategori sedang dengan nilai 0,548. Pendekatan

saintifik dapat menjadi tawaran model pembelajaran berorientasi literasi

saintifik serta tidak dapat ditemukan model terbaik untuk digunakan

dalam pembelajaran ilmu pengetahuan alam termasuk biologi.

ABSTRACT

Keyword:

biology learning

scientific approach

scientific literacy

Effectiveness of biology learning scientific literacy oriented. The goals

of this work were to find the effectiveness of scientific approach in

scientific literacy biological learning oriented. The subject of this study is

students of natural science program class in secondary school in Kudus.

To reveal effectiveness is measured based on the value of Cohen’s d effect

size based on pretest and posttest result gained with time series design.

The results of this work revealed that the effectiveness of scientific

approach in scientific literacy biological learning oriented were in medium

category with the value were 0,548. Scientific approach can be used as

alternative model for scientific literacy learning oriented nor did not found

the best model for science learning include biology.

Copyright © 2019 Institut Agama Islam Negeri Kudus. All Right Reserved

Pendahuluan

Pembelajaran yang bertujuan untuk

meningkatkan kemampuan siswa secara

optimal harus dilakukan melalui langkah

terstruktur dan terukur (Setiawan & Koimah,

2019). Struktur pembelajaran yang baik

diterapkan secara bertahap mulai dari langkah

sederhana sampai rumit. Seluruh langkah

tersebut dibuat agar dapat diukur, baik dari sisi

pelaksanaan maupun pencapaian. Hal ini

berlaku secara umum, termasuk dalam

pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

seperti biologi, fisika, kimia, geologi, dan

astronomi. Salah satu cara untuk menyusun

pembelajaran yang sesuai dengan prinsip

tersebut ialah menggunakan pendekatan

saintifik.

Pendekatan saintifik adalah pendekatan

pedagogis yang menggunakan langkah sesuai

dengan metode ilmiah (Setiawan, 2019).

Nurohmah (2015) melalui one-group pretest-

posttest menemukan bahwa pendekatan

saintifik mempunyai keefektifan tinggi dalam

meningkatkan hasil belajar tiap aspek kognitif

siswa pada jenjang pengetahuan, pemahaman,

dan penerapan. Setiawan (2017) kemudian

menerapkan pendekatan saintifik dalam

pembelajaran fisika berorientasi literasi

saintifik. Hasil yang diperoleh menggunakan

one-group pretest-posttest menyebutkan bahwa

pendekatan saintifik dalam pembelajaran fisika

JURNAL THABIEA |84

topik mekanika dapat meningkatkan literasi

saintifik siswa di kategori sedang dengan nilai

gain yang dinormalisasi sebesar 0,61.

Nurohmah (2015) berupaya untuk

mengetahui seberapa besar keefektifan

pendekatan saintifik dalam meningkatkan hasil

belajar. Besar keefektifan diukur berdasarkan

ukuran efek 𝐶𝑜ℎ𝑒𝑛 𝑑 terhadap hasil pretest dan

posttest. Hasil pretest dan posttets diambil

menggunakan tes objektif sebanyak 20 butir

soal yang disusun sebagai alat pengukur hasil

belajar tiap aspek kognitif. Tes tersebut

diberikan kepada siswa sebelum dan sesudah

pembelajaran sebanyak 3 pertemuan. Sementara

tujuan penelitian Setiawan (2017) ialah untuk

mendapat gambaran peningkatan literasi

saintifik setelah diterapkan pendekatan saintifik

dalam pembelajaran fisika topik mekanika.

Penerapan tersebut dilakukan menggunakan

desain pembelajaran yang diadaptasi dari

usulan Utari, dkk. (2015). Peningkatan literasi

saintifik diukur berdasarkan nilai gain yang

dinormalisasi terhadap hasil pretest dan

posttest. Alat ukur pretest dan posttets berupa

tes tipe uraian sebanyak 18 butir soal yang

disusun berdasarkan indikator kompetensi

literasi saintifik dari Programme for

International Student Assessment (PISA). Tes

tersebut diberikan kepada siswa sebelum dan

sesudah pembelajaran sebanyak 3 pertemuan.

Dari penyampaian informasi tersebut

tampak bahwa pembelajaran yang dilaksanakan

oleh Nurohmah (2015) tidak diarahkan untuk

melatih literasi saintifik sepertihalnya dilakukan

oleh Setiawan (2017). Namun, Setiawan (2017)

luput tidak mengulas keefektifan penerapan

pendekatan saintifik dalam pembelajaran

laiknya dikerjakan oleh Nurohmah (2015).

Ditilik dari sisi metode penelitian, keduanya

menggunakan desain yang sama berupa one-

group pretest-posttest. Desain tersebut

termasuk dalam tipe experimental dari

kelompok weak experimental karena tidak

memiliki kontrol untuk ancaman terhadap

kualitas pelaksanaan rancangan penelitian,

sehingga hasilnya bukan semata dipengaruhi

oleh tindakan yang diberikan (Fraenkel &

Wallen, 2009). Keabsahan hasil penelitian tipe

experimental akan lebih kuat kalau

menggunakan dari kelompok true experimental

lantaran peneliti dapat mengontrol beberapa

faktor yang tidak diharapkan memengaruhi

hasil penelitian.

Berdasarkan tuturan tersebut, kami

memandang perlu dilakukan tindak lanjut

terhadap Nurohmah (2015) dan Setiawan

(2017) berupa penelitian yang memaduan

tujuan dan pembahasan data serta perbaikan

desain penelitian dari keduanya. Sehingga kami

menerapkan pendekatan saintifik dalam

pembelajaran biologi berorientasi literasi

saintifik siswa. Karena itu rumusan masalah

yang menjadi fokus kami ialah, “Bagaimana

keefektifan pendekatan saintifik dalam

pembelajaran biologi berorientasi literasi

saintifik?”

Metode

Tujuan penelitian ini ialah untuk

menemukan keefektifan pendekatan saintifik

dalam pembelajaran biologi berorientasi literasi

saintifik. Karena itu dibutuhkan data berupa

profil literasi saintifik sebelum dan sesudah

pembelajaran biologi menggunakan pendekatan

saintifik. Berdasarkan tujuan penelitian dan

kebutuhan data, metode penelitian yang dapat

dipakai ialah pendekatan kualitatif tipe

experimental jenis action research (Fraenkel &

Wallen, 2009). Dalam metode ini dapat

digunakan kelompok desain quasi-

experimental, yang kami pilih karena kesulitan

menggunakan true experimental, tapi hasilnya

lebih kuat daripada weak eksperimental.

Desain penelitian yang dipilih dari

kelompok quasi-experimental yakni time series,

karena tidak memerlukan kelompok kontrol

untuk dibandingkan dengan kelompok

eksperimen, tidak menggunakan penyamaan

karakteristik dalam satu kelompok tindakan,

serta tidak memerlukan pengontrol variabel.

Untuk desain time series, kelompok yang

digunakan untuk penelitian tidak dapat dipilih

secara random sampling, sehingga sampel

diambil menggunakan teknik convenience

sampling (Fraenkel & Wallen, 2009). Target

JURNAL THABIEA |85

populasi di sini adalah siswa sekolah menengah

program ilmu pengetahuan alam (IPA) di

Kabupaten Kudus. Sampel yang diambul

sebanyak 120 siswa dengan kisaran usia 15-17

tahun dari salah satu sekolah menengah.

Desain penelitian berupa 16 kali

pengamatan terhitung mulai 6 Januari sampai 3

Maret 2019. Rincian desain yakni: 8 kali

pengamatan sebelum diberikan tindakan berupa

hasil pretest (OA1, OA2, OA3, OA4, OA5, OA6, OA7,

OA8); 8 kali pengamatan setelah diberikan

tindakan berupa hasil posttest (OH1, OH2, OH3,

OH4, OH5, OH6, OH7, OH8); serta tindakan berupa

penerapan pendekatan saintifik yang

dilaksanakan secara malar dalam pembelajaran

biologi topik plantae meliputi bryophyta (P1),

pteridophyta (P2), gymnospermae (P3), dan

angiospermae (P4) serta animalia mencakup

annelida (P5), arthropoda (P6), pisces (P7), dan

tetrapoda (P8). Desain tersebut ditunjukkan

dengan pola berikut:

OA1

OA2

OA3

OA4

OA5

OA6

OA7

OA8

⇒ P1 ⇒

⇒ P2 ⇒

⇒ P3 ⇒

⇒ P4 ⇒

⇒ P5 ⇒

⇒ P6 ⇒

⇒ P7 ⇒

⇒ P8 ⇒

OH1

OH2

OH3

OH4

OH5

OH6

OH7

OH8

Penerapan pendekatan saintifik

dilaksanakan menggunakan desain

pembelajaran usulan Utari, dkk. (2015) yang

diperbaiki oleh Setiawan (2017). Komponen

literasi saintifik yang dilatih untuk setiap

langkah berfokus kepada domain kompetensi,

ialah: menjelaskan fenomena secara ilmiah

(K1), merancang dan mengevaluasi

penyelidikan ilmiah (K2), dan menafsirkan data

dan bukti secara ilmiah (K3).

Instrumen yang dipakai untuk mengukur

literasi saintifik berupa tes tipe uraian dengan

konten terkait topik bryophyta, pteridophyta,

gymnospermae, angiospermae, annelida,

arthropoda, pisces, dan tetrapoda masing-

masing sebanyak 3 butir soal yang disusun

berdasarkan indikator kompetensi dari kerangka

kerja PISA.

Tabel 1. Indikator Kompetensi Literasi Saintifik

Kompetensi Kode Indikator

Menjelaskan fenomena

secara ilmiah K1

Mengingat dan menerapkan pengetahuan ilmiah yang sesuai

Mengidentifikasi, menggunakan, serta menghasilkan model dan

representasi yang jelas

Menjelaskan implikasi potensial dari pengetahuan ilmiah bagi

masyarakat

Merancang dan

mengevaluasi penyelidikan

ilmiah

K2

Mengusulkan cara mengeksplorasi secara ilmiah terhadap pertanyaan

yang diberikan

Mengevaluasi cara mengeksplorasi secara ilmiah pertanyaan yang

diberikan

Mendeskripsikan dan mengevaluasi berbagai cara yang digunakan oleh

ilmuan untuk menentukan keabsahan dan keobjektifan data serta

keumuman penjelasan

Menafsirkan data dan bukti

secara ilmiah K3

Mengubah data dari satu representasi ke representasi yang lain

Menganalisis dan menafsirkan data dan menarik kesimpulan yang tepat

(OECD, 2018)

JURNAL THABIEA |86

Tabel 2. Kompetensi yang dilatihkan untuk Setiap Langkah Pembelajaran

Langkah Pembelajaran Gambaran Kegiatan Literasi

Saintifik

Kegiatan

Pendahuluan

Apersepsi Memberi contoh penerapan masalah keseharian

terkait dengan konsep yang akan disampaikan.

K1

Motivasi K1

Kegiatan Inti

Mengamati

Melakukan simpulan dari hasil pengamatan,

mendapatkan data untuk memunculkan

pertanyaan penyelidikan.

K1, K3

Menanya

Mengajukan pertanyaan penyelidikan terkait

objek yang dimati, memprediksi hubungan antar

variabel.

K1, K2

Mengumpulkan Informasi

(pustaka)

Merencanakan eksperimen, melakukan

eksperimen, mengumpulkan informasi pustaka

yang relevan.

K1, K2, K3

Mengolah Data

(laboratorium atau

lapangan)

Menganalisis data dan membuat kesimpulan. K2, K3

Mengomunikasikan Hasil Menyampaikan kesimpulan yang didapatkan

secara lisan dan tulisan. K2, K3

Kegiatan

Penutup

Evaluasi Memberi soal terkait dengan konsep yang telah

dibahas. K1, K2, K3

Penugasan

Memberi tugas yang memacu siswa untuk

menuangkan gagasan dalam memecahkan

masalah keseharian.

K1, K2, K3

Setiawan (2017)

Tabel 3. Sebaran Topik Instrumen Pengukuran

Topik Rincian Penggunaan

Plantae Bryophyta OA1 dan OH1

Pteridophyta OA2 dan OH2

Gymnospermae OA3 dan OH3

Angiospermae OA4 dan OH4

Animalia Annelida OA5 dan OH5

Arthropoda OA6 dan OH6

Pisces OA7 dan OH7

Tetrapoda OA8 dan OH8

(OECD, 2018)

Keabsahan instrumen ditentukan

berdasarkan validasi pakar, masing-masing

terhadap kesesuaian indikator dengan soal,

kesesuaian jawaban dengan pertanyaan, serta

kesesuaian soal dengan jenjang sekolah. Pakar

yang dipilih yaitu akademisi dengan bidang

kepakaran literasi saintifik dan evaluasi

pembelajaran biologi serta praktisi

pembelajaran biologi sekolah menengah dan

bidang profesional terkait biologi.

Sementara keandalan instrumen

ditentukan berdasarkan internal consistency.

Dengan cara ini, dibutuhkan satu kali uji coba

yang hasilnya diolah dengan ketentuan

instrumen dapat digunakan kalau nilai koefisien

keandalan persamaan Kuder-Richardson

JURNAL THABIEA |87

Approaches (KR20) lebih besar dari 0,70

(Fraenkel & Wallen, 2009; Cronbach, 1951).

Setelah dilakukan validasi kepada 4

pakar dan uji coba terhadap 40 siswa ditemukan

bahwa instrumen layak dipakai serta nilai

koefisien keabsahan memenuhi kriteria dapat

digunakan.

Dalam mengukur literasi saintifik

siswa, digunakan panduan penilaian jawaban

berikut:

Tabel 4. Klasifikasi Skor Setiap Jawaban

Skor Jawaban

3 Sesuai seperti yang diharapkan

2 Hampir seperti yang diharapkan tanpa

terdapat pernyataan yang salah

1 Mengandung hal yang benar dan terdapat

pula pernyataan yang salah

0 Jawaban tidak berhubungan dengan

pertanyaan yang diajukan

0 Tidak menjawab

Dari skor tersebut, keefektifan dicari

melalui perhitungan nilai ukuran efek (effect

size) dari nilai Cohen d (Nissen, dkk., 2018).

Hasil perhitungan tersebut kemudian ditafsirkan

berdasarkan tabel berikut:

Tabel 5. Besar Keefektifan

Nilai Kategori

0,01 Sangat Kecil

0,20 Kecil

0,50 Sedang

0,80 Tinggi

1,20 Sangat Tinggi

2,00 Luar Biasa

(Sawilowsky, 2009)

Hasil dan pembahasan

Hasil penelitian ditunjukkan melalui

gambar 1, yang menampakkan bahwa terdapat

peningkatan hasil dari pretest ke posttest. Hasil

yang diperoleh dari pretest tidak stabil dengan

bentuk garis memenuhi persamaan persamaan

𝑦 = −0,0045𝑥 + 0,6179, tapi karena

memiliki rentang perbedaan yang kecil dapat

dikatakan bahwa ketidakstabilan kurang

signifikan. Ketidakstabilan serupa juga

diperoleh dari hasil posttest memenuhi

persamaan 𝑦 = −0,0152𝑥 + 1,4886.

Persamaan garis 𝑦 = 0,075𝑥 + 0,3717

diperoleh untuk keseluruhan tahap pengamatan.

Koefisien positif dalam persamaan tersebut

menyampaikan makna bahwa terdapat

kecenderungan peningkatan nilai dari setiap

tahap. Perhitungan hasil tersebut memberi nilai

Cohen d sebesar 0,548, yang berarti secara

keseluruhan penerapan pendekatan saintifik

dalam pembelajaran biologi berorientasi literasi

saintifik memiliki keefektifan di kategori

sedang.

Dapat dilihat dari Gambar 1 bahwa

pendekatan saintifik terbilang efektif untuk

melatih literasi saintifik dalam pembelajaran

biologi. Hasil ini menguatkan Nurohmah

(2015) yang mengungkap bahwa pendekatan

saintifik efektif dalam meningkatkan hasil

belajar tiap aspek kognitif siswa pada jenjang

pengetahuan, pemahaman, dan penerapan.

Namun, kategori keefektifan yang didapat oleh

Nurohmah (2015) berada di kategori tinggi,

sedangkan kami berada di kategori sedang. Hal

ini mungkin disebabkan oleh indikator hasil

belajar yang dirancang dalam pembelajaran.

Nurohmah (2015) merancang pembelajaran

berdasarkan aspek kognitif tanpa mengaitkan

dengan literasi saintifik seperti yang kami

lakukan. Kemungkinan tersebut didukung oleh

temuan PISA yang menyebutkan bahwa rata-

rata skor literasi saintifik siswa Indonesia

sebesar 403, lebih rendah 90 poin dari rata-rata

internasional sebesar 493 serta jauh di bawah

peringkat pertama yakni Singapura dengan rata-

rata 556 poin (OECD, 2018).

JURNAL THABIEA |88

Gambar 1. Kecenderungan data dari tahap pretest (black) ke posttest (pink)

Temuan PISA berbanding terbalik

dengan pendapat Suwarma (2012), yang

melalui kajian deskriptif terhadap kurikulum

Indonesia sejak 1947 sampai 2006

menyampaikan bahwa kualitas pendidikan di

Indonesia mulai meningkat secara bertahap

dilihat dari persentase siswa yang lulus ujian

nasional (UN). Anggapan berdasarkan hasil UN

ini dapat memberi kesimpulan bahwa hasil

pembelajaran IPA di Indonesia sudah bagus.

Artinya ketika acuan penilaian hasil

pembelajaran IPA berupa ujian nasional dengan

susunan indikator berdasarkan rincian aspek

kognitif, diperoleh kesimpulan lebih baik

daripada menggunakan indikator literasi

saintifik. Hasil ini selaras dengan perbandingan

hasil yang kami peroleh dengan temuan

Nurohmah (2015).

Penilaian dari PISA memang bukan

harga mati dalam mengukur hasil pembelajaran.

Pasalnya PISA hanya menunjukkan umur

sampel tanpa menyampaikan wilayah sekolah

yang menjadi lokasi pengambilan data. Aspek

wilayah terbilang penting karena Indonesia

masih memiliki masalah kesenjangan

pendidikan antar wilayah. Sehingga penilaian di

wilayah tertentu misalnya di Bandung, dengan

di wilayah lain seperti Malang, memungkinkan

hasil yang berbeda. Meski demikian, bukan

berarti penilaian PISA tidak perlu diperhatikan

sama sekali. Selain menyediakan informasi

sebagai bahan evaluasi pembelajaran di

beberapa negara, PISA juga memberikan

kerangka kerja yang digunakan dasar

pengukuran. Kerangka kerja dari PISA dapat

diadopsi atau minimal diadaptasi ke dalam

proses pembelajaran karena menekankan

kemampuan siswa untuk menerapkan hasil

pembelajaran terhadap masalah keseharian.

Kerangka kerja tersebut secara ringkas dapat

disebut dengan literasi saintifik.

Corebima (2016) mengungkap fakta

berupa pembelajaran dilakukan mengacu pada

acuan utama, yaitu supaya para siswa lulus

ujian, yang membuat guru berupaya dengan

segala cara, baik halal maupun setengah halal,

agar siswa memahami sajian konten

pembelajaran sementara siswa juga berupaya

dengan segala cara serupa agar dapat menjawab

soal ujian sehingga dinyatakan lulus. Artinya

fakta di lapangan menunjukkan bahwa ketika

ujian nasional, yang menjadi dasar Suwarma

(2012) dalam mengungkap pendapat, cenderung

berupaya menumpuk pengetahuan ketimbang

memupuk keterampilan. Hal ini berbeda kalau

acuan utama yang digunakan ialah literasi

saintifik. Rustaman (2017) menyebutkan bahwa

pembelajaran IPA, termasuk biologi,

berorientasi literasi saintifik dapat dilakukan

dengan cara mengkaji indikator guna

dibekalkan kepada siswa, bukan sekadar

membiasakan berlatih soal menurut PISA. Dari

0.000

0.200

0.400

0.600

0.800

1.000

1.200

1.400

1.600

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

JURNAL THABIEA |89

sini tampak bahwa pembelajaran berorientasi

literasi saintifik lebih berupaya memupuk

keterampilan ketimbang menumpuk

pengetahuan.

Utari, dkk. (2015) menyediakan hasil

bagus berupa matriks kaitan antara literasi

saintifik untuk domain pengetahuan dan

kompetensi dengan langkah pembelajaran

berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) dan Kurikulum 2013

(K13). Nilai penting dari karya Utari, dkk.

(2015) ialah menyediakan panduan operasional

dalam menyusun desain pembelajaran

berorientasi literasi saintifik. Panduan tersebut

kemudian diadaptasi dalam bentuk matriks oleh

Setiawan (2017) untuk menerapkan pendekatan

saintifik dalam pembelajaran fisika berorientasi

literasi saintifik. Walau sayang seperti telah

disebutkan sebelumnya, Setiawan (2017) luput

tidak mengulas keefektifan penerapan

pendekatan saintifik dalam pembelajaran.

Selain itu, baik Utari, dkk. (2015) maupun

Setiawan (2017), memperoleh profil literasi

saintifik dalam pembelajaran fisika, bukan

biologi. Untuk itulah diperlukan penelitian

berlanjut di luar topik fisika seperti yang kami

lakukan melalui desain time series dalam

pembelajaran biologi ini, walau untuk saat ini

keefektifan yang diperoleh belum mencapai

kategori tinggi.

Desain time series dalam praktiknya

sama seperti dengan penelitian tindakan kelas

(PTK), tapi tanpa terdapat tahap refleksi.

Melalui PTK yang terdiri dari 4 siklus Wahyuni

(2018) memperoleh kesimpulan bahwa

penerapan pendekatan saintifik dapat

meningkatkan aspek pengetahuan dan

keterampilan pada pelajaran biologi di sekolah

menengah. Wahyuni (2018), laiknya Nurohmah

(2015), tidak mengaitkan pembelajaran dengan

literasi saintifik. Namun, perbandingan tersebut

menunjukkan bahwa pendekatan saintifik dapat

memberikan hasil belajar yang baik. Secara

umum pendekatan saintifik tersusun dari

beberapa langkah pembelajaran berurutan,

ialah: mengamati, menanya, mengumpulkan

informasi, melakukan percobaan, mengolah

data, serta mengomunikasikan hasil.

Pendekatan saintifik dipakai guna memberi

pengalaman kepada siswa agar hasil yang

diperoleh dapat absah, andal, dan objektif

melalui langkah pembelajaran terstruktur dan

terukur. Struktur pembelajaran diterapkan

secara bertahap mulai dari langkah sederhana

sampai rumit dengan langkah yang dapat

diukur, baik dari sisi pelaksanaan maupun

pencapaian. Rustaman (2017) menyebut bahwa

dalam pembelajaran IPA selayaknya terdapat

kegiatan yang membekali siswa untuk

mengembangkan operasi mereka menjadi

sesuatu yang lebih bermakna dalam memahami

pola di alam dan hakikat sains sekaligus melatih

keterampilan ilmiah serta menumbuhkan

kepedulian terhadap alam dan upaya pelestarian

fungsinya. Dari sini dapat dikatakan bahwa

langkah pendekatan saintifik mendukung

pembelajaran IPA.

Kompetensi merancang dan

mengevaluasi penyelidikan ilmiah mengalami

nilai keefektifan paling tinggi, yang secara

berurutan diikuti oleh menjelaskan fenomena

secara ilmiah kemudian menafsirkan data dan

bukti secara ilmiah. Hasil yang ditampilkan

dalam Tabel 6 menunjukkan bahwa pendekatan

saintifik lebih efektif dalam melatih siswa

untuk merancang dan mengevaluasi

penyelidikan ilmiah daripada menjelaskan

fenomena serta menafsirkan data dan bukti

secara ilmiah. Hasil ini memiliki perbedaan

dengan dengan Setiawan (2017) yang memberi

informasi bahwa peningkatan literasi saintifik

untuk pembelajaran fisika topik mekanika

berada di kategori sedang dengan urutan:

menafsirkan data dan bukti secara ilmiah,

merancang dan mengevaluasi penyelidikan

ilmiah, dan menjelaskan fenomena secara

ilmiah. Perbandingan hasil tersebut

menunjukkan bahwa peningkatan untuk

kompetensi menjelaskan fenomena secara

ilmiah dan merancang dan mengevaluasi

penyelidikan ilmiah untuk topik biologi lebih

tinggi daripada fisika, tapi hal ini berlaku

sebaliknya untuk kompetensi menjelaskan

fenomena serta menafsirkan data dan bukti

secara ilmiah. Tampak bahwa siswa lebih sulit

JURNAL THABIEA |90

menafsirkan data dan bukti secara ilmiah di

topik biologi daripada fisika.

Tabel 6. Rincian Keefektifan

Kompetensi Keefektifan

Nilai Kategori

K1 0,555 Sedang

K2 0,581 Sedang

K3 0,509 Sedang

Biologi memang disiplin ilmu yang

rumit dibanding dengan cabang lain dalam IPA

(Koimah & Setiawan, 2019). Marcharis (2015)

menyebut bahwa biologi kerap dianggap

sebagai pelajaran hafalan yang membuat siswa

cenderung merasa berat dalam mempelajari.

Melalui kajian deskriptif terungkap bahwa

siswa di pondok pesantren memiliki

kemampuan menerima dan mengolah informasi

yang termasuk ke dalam kategori sedang, hanya

menggunakan sedikit usaha mentalnya dalam

mempelajari materi biologi di dalam kelas, serta

hasil belajar termasuk ke dalam kategori

kurang. Nilai penting dari gambaran yang

didapat oleh Marcharis (2015) ialah

menunjukkan bahwa terdapat perjuangan berat

bagi guru biologi untuk memandu pembelajaran

seiring topik yang dibahas memiliki kerumitan.

Kerumitan biologi cukup berbahaya karena

ketika topik pembelajaran terlampau rumit

siswa dapat mengalami beban kognitif, tapi

pada saat bersamaan ketika hal ini disampaikan

secara sederhana membuka peluang timbulnya

kesalahpahaman serta mempromosikan hafalan

bukan pemahaman (Koimah & Setiawan, 2019;

Si’ayah, 2010).

Literasi saintifik tampak tidak terkait

maupun identik dengan topik tertentu. Hal ini

diperlihatkan oleh temuan yang menunjukkan

bahwa pembelajaran memiliki keefektifan

relatif setara meski berbeda topik untuk

kompetensi merancang dan mengevaluasi

penyelidikan ilmiah. Dalam kompetensi ini,

siswa tidak dikaitkan secara langsung dengan

objek pengamatan dan/atau percobaan karena

lebih menekankan terhadap penggunaan metode

ilmiah. Walau begitu, kaitan antara semua

kompetensi dengan setiap topik yang

ditunjukkan melalui tabel 7 diperoleh

keefektifan kategori sedang hampir di setiap

rincian, kecuali kompetensi menjelaskan

fenomena secara ilmiah di topik pisces serta

kompetensi menafsirkan data dan bukti secara

ilmiah di topik tetrapoda, yang keduanya

mendapat keefektifan rendah. Hasil ini

cenderung selaras dengan gambar 1 yang

memperlihatkan bahwa pendekatan saintifik

memiliki keefektifan berbeda untuk melatih

kompetensi literasi saintifik di kategori sedang

dengan nilai beragam untuk setiap topik. Secara

beruntun urutannya ialah: pteridophyta (P2),

bryophyta (P1), gymnospermae (P3),

angiospermae (P4), tetrapoda (P8), pisces (P7),

annelida (P5), kemudian arthropoda (P6). Urutan

tersebut justru berbeda dengan pembelajaran

yang dilaksanakan, secara malar yakni

bryophyta (P1), pteridophyta (P2),

gymnospermae (P3), dan angiospermae (P4)

serta animalia mencakup annelida (P5),

arthropoda (P6), pisces (P7), dan tetrapoda (P8).

Keefektifan seperti itu menunjukkan

bahwa dalam pembelajaran biologi pendekatan

saintifik lebih efektif untuk melatih kompetensi

literasi saintifik menggunakan topik plantae

daripada topik animalia. Dalam proses

pembelajaran secara umum, siswa diminta

untuk mengamati organisme terkait topik yang

sedang dipelajari. Misalnya untuk topik

angiospermae (P4), siswa diminta untuk

mengamati mawar merah (Rosa centifolia)

dengan fokus pengamatan terhadap bentuk

akar, letak pembuluh angkut, bentuk tulang

daun, serta pola bagian bunga. Dengan

keefektifan pembelajaran di kategori sedang

sebesar 0,547, diharapkan pembelajaran

berikutnya yakni annelida (P5) dapat lebih

efektif dalam melatih siswa. Sayang dalam

pembelajaran annelida menggunakan Cacing

tanah (Lumbricus terrestris) yang fokus

pengamatan terhadap jaringan tubuh, simetri

tubuh, lapisan nutfah, dan tulang belakang

justru memiliki keefektifan sedang sebesar

0,526. Artinya, keefektifan yang diperoleh dari

pembelajaran angiospermae (P4) terasa kurang

berguna ketika memasuki topik annelida (P5).

JURNAL THABIEA |91

Pasalnya dalam topik annelida, siswa harus

berurusan dengan organisme yang lebih lentur,

sehingga lebih menyulitkan mereka buat

memotong setiap bagian organisme untuk

mengamati lapisan nutfah. Hasil potongan pun

akhirnya sulit untuk diamati, sehingga data

yang diperoleh sulit untuk ditafsirkan. Keadaan

seperti ini dikuatkan oleh temuan yang

menunjukkan bahwa keefektifan pembelajaran

dalam topik animalia untuk tetrapoda

menggunakan Mencit (Mus musculus) dan

pisces menggunakan Bandeng (Chanos

chanos), yang lebih mudah dipotong, lebih

tinggi dibandingkan dengan annelida

menggunakan Cacing tanah (Lumbricus

terrestris) dan arthropoda menggunakan Udang

jerbung (Fenneropenaeus merguiensis).

Paparan hasil di Tabel 7 justru

melemahkan anggapan bahwa literasi saintifik

tidak identik dengan topik tertentu. Pasalnya

perbedaan tingkat kerumitan antar topik ketika

disampaikan dengan pendekatan yang sama dan

diukur menggunakan indikator yang sama,

hasilnya tampak berbeda. Kian rumit topik yang

dibahas, keefektifan pembelajaran untuk

Tabel 7. Rincian Keefektifan

Topik Kompetensi Keefektifan

Nilai Kategori

Bryophyta Menjelaskan fenomena secara ilmiah 0,620 Sedang

Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah 0,596 Sedang

Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah 0,515 Sedang

Pteridophyta Menjelaskan fenomena secara ilmiah 0,583 Sedang

Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah 0,607 Sedang

Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah 0,548 Sedang

Gymnospermae Menjelaskan fenomena secara ilmiah 0,556 Sedang

Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah 0,567 Sedang

Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah 0,571 Sedang

Angiospermae Menjelaskan fenomena secara ilmiah 0,516 Sedang

Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah 0,592 Sedang

Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah 0,535 Sedang

Annelida Menjelaskan fenomena secara ilmiah 0,560 Sedang

Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah 0,517 Sedang

Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah 0,503 Sedang

Arthropoda Menjelaskan fenomena secara ilmiah 0,484 Rendah

Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah 0,607 Sedang

Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah 0,413 Rendah

Pisces Menjelaskan fenomena secara ilmiah 0,520 Sedang

Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah 0,580 Sedang

Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah 0,531 Sedang

Tetrapoda Menjelaskan fenomena secara ilmiah 0,600 Sedang

Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah 0,583 Sedang

Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah 0,457 Rendah

melatih literasi saintifik kian rendah. Karena

itu dalam menyiapkan pembelajaran, urutan

topik yang dibahas perlu diperhatikan secara

seksama berdasarkan tingkat kerumitannya di

mata siswa tanpa perlu terpaku dengan

panduan dalam kurikulum yang diberlakukan.

JURNAL THABIEA |92

Dilihat dari sisi peningkatan tinggi

dari kompetensi merancang dan mengevaluasi

penyelidikan ilmiah, hasil yang kami peroleh

sama seperti Dinata (2018) ketika melakukan

field trip di topik ekosistem. Dinata (2018)

juga memberi hasil berupa peningkatan

kategori tinggi untuk kompetensi menjelaskan

fenomena secara ilmiah serta sedang untuk

menafsirkan data dan bukti secara ilmiah.

Field trip memang memberi hasil lebih baik di

topik ekosistem, tapi kami memandang bahwa

strategi tersebut tidak cocok diterapkan di

topik plantae dan animalia. Hal ini terjadi

karena konten pembelajaran plantae dan

animalia berupa organisme tertentu akan tetap

bermakna bagi siswa ketika diamati di

laboratorium tanpa harus melakukan field trip.

Sedangkan konten pembelajaran ekosistem

mempelajari interaksi, baik interaksi antar

makhluk hidup maupun antara makhluk hidup

dengan lingkungannya, sehingga

membutuhkan pembelajaran dengan

menggunakan field trip (Dinata, 2018).

Perbandingan dengan beberapa hasil

penelitian lain memberi pesan bahwa guru

selayaknya mengerti karakteristik topik

pelajaran, keterampilan yang hendak dilatih

dalam pembelajaran, serta keadaan siswa agar

proses dapat dilaksanakan secara maksimal

guna memperoleh hasil optimal.

Terdapat pendapat yang menyebut

bahwa pembelajaran sebaiknya berorientasi

terhadap proses bukan hasil pembelajaran.

Kami menyangkal pendapat ini dengan

memilih pembelajaran yang berorientasi

terhadap hasil. Hasil optimal secara konsisten

tentu dapat diperoleh melalui proses maksimal

yang dibiasakan. Agar hasil yang diperoleh

tidak sia-sia, orientasi pembelajaran perlu

diarahkan terhadap literasi saintifik bukan

sekadar meningkatkan aspek kognitif seperti

HOTS (higher order of thinking skill) apalagi

sekadar lulus ujian nasional. Sehingga

pembelajaran yang dialami oleh siswa tidak

sia-sia ketika sudah menyelesaikan pendidikan

di sekolah (Si’ayah, 2010).

Secara keseluruhan, dapat

disampaikan bahwa penerapan pendekatan

saintifik dalam pembelajaran biologi efektif

untuk melatih literasi saintifik. Pendekatan

saintifik dipandang cocok digunakan untuk

melatih kompetensi literasi saintifik karena

siswa dibiasakan untuk menggunakan metode

ilmiah dalam memperoleh informasi. Hal ini

membuat pembelajaran lebih berupaya untuk

memupuk keterampilan ketimbang menumpuk

pengetahuan. Beberapa perbandingan tersebut

sekaligus menunjukkan bahwa tidak

ditemukan perbedaan menyolok dengan

beragam model pembelajaran. Dengan

demikian, melalui penelitian ini kami belum

dapat menentukan model terbaik untuk

digunakan dalam pembelajaran IPA termasuk

biologi. Sehingga kami menganggap bahwa

setiap model dapat digunakan dalam

pembelajaran IPA selama tidak mengabaikan

kegiatan pengamatan (observation) dan/atau

peramalan (eksperiment) yang merupakan

karakteristik IPA, yakni biologi dan fisika.

Simpulan

Secara keseluruhan penerapan

pendekatan saintifik dalam pembelajaran

biologi berorientasi literasi saintifik memiliki

keefektifan di kategori sedang dengan nilai

sebesar 0,548. Hasil ini menunjukkan bahwa

pendekatan saintifik bisa menjadi sarana untuk

melatih kompetensi literasi saintifik. Melalui

perbandingan terhadap beberapa penelitian

terungkap bahwa tidak ditemukan perbedaan

menyolok dengan beragam model

pembelajaran. Dengan demikian, kami tidak

dapat menemukan model terbaik untuk

digunakan dalam pembelajaran IPA termasuk

sekalius bukan hanya biologi.

Ucapan Terima Kasih

Adib Rifqi Setiawan mengucapkan

terima kasih kepada semua warga Madrasah

Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) Kudus

yang memberi dukungan pembelajaran aktual;

serta Dr. Setiya Utari dan Dr. Kusnadi dari

Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan

Indonesia (SPs UPI) Bandung maupun

Syarofis Si’ayah, S.Ked. dari Program Studi

JURNAL THABIEA |93

Pendidikan Dokter Universitas Islam Malang

(UNISMA) atas dorongan dan bantuan teknis.

Referensi

Corebima, Aloysius Duran. 2016.

Pembelajaran biologi di indonesia bukan

untuk hidup. Proceeding Biology

Education Conference, 13(1): 8-22.

URL:

https://jurnal.uns.ac.id/prosbi/article/vie

wFile/5640/5008

Cronbach, Lee J. 1951. Coefficient alpha and

the internal structure of tests.

Psychometrika, 16: 297–334. DOI:

https://dx.doi.org/10.1007/BF02310555

Dinata, Anita Nurlela. 2018. The influence of

field trip on high school student's

scientific literacy and attitude towards

science in ecosystem concept.

Assimilation: Indonesian Journal of

Biology Education, 1(1): 8-13. DOI:

http://dx.doi.org/10.17509/aijbe.v1i1.11

449

Fraenkel, Jack R. & Wallen, Norman E. 2009.

How to design and evaluate research in

education (7th ed.). New York.

McGraw-Hill Companies.

Koimah, Siti & Setiawan, Adib Rifqi. 2019. A

glance overview of the living

environment. Thesis Commons. DOI:

https://dx.doi.org/10.31237/osf.io/6wyq4

Marcharis, Dita Alawiyah. (2015). Beban

kognitif siswa pada pembelajaran

biologi di sma berbasis pesantren.

Skripsi Universitas Pendidikan

Indonesia. URL:

http://repository.upi.edu/20265/

Nissen, Jayson M. 2018.Comparison of

normalized gain and cohen’s d for

analyzing gains on concept inventories.

Physical Review Physics Education

Research, 14(1): 010115. DOI:

https://dx.doi.org/10.1103/PhysRevPhys

EducRes.14.010115

Nurohmah, Eva Fauziah. 2015. Efektivitas

pendekatan saintifik dalam

meningkatkan hasil dan motivasi belajar

siswa smp. Skripsi Universitas

Pendidikan Indonesia. URL:

http://repository.upi.edu/22537/

OECD. 2013. Pisa 2015 draft science

framework march 2013. Paris: OECD.

OECD. 2018. Pisa 2015 results in focus. Paris:

OECD.

Rustaman, Nuryani Y. 2017. Mewujudkan

sistem pembelajaran sains/biologi

berorientasi pengembangan literasi

peserta didik. Dalam Prosiding Seminar

Nasional III Tahun 2017 “Biologi,

Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup

Perspektif Interdisipliner”: KS.URL:

http://research-

report.umm.ac.id/index.php/research-

report/article/download/944/1157

Sawilowsky, Shlomo S. 2009. New Effect size

rules of thumb. Journal of Modern

Applied Statistical Methods, 8(2): 597-

599. URL:

https://digitalcommons.wayne.edu/jmas

m/vol8/iss2/26/

Setiawan, Adib Rifqi & Koimah, Siti. 2019.

Effective learning and teaching. Thesis

Commons. DOI:

https://dx.doi.org/10.31237/osf.io/p42nx

Setiawan, Adib Rifqi. 2017. Penerapan

pendekatan saintifik untuk melatihkan

literasi saintifik dalam domain

kompetensi pada topik gerak lurus di

sekolah menengah pertama. Skripsi

Universitas Pendidikan Indonesia. URL:

http://repository.upi.edu/29074/

Setiawan, Adib Rifqi. 2019. A brief

explanation of scientific teaching. INA-

Rxiv. DOI:

https://doi.org/10.31227/osf.io/by9sm

Si’ayah, Syarofis. 2010. Pendidikan di

indonesia?? what happen???. Open

Science Framework. DOI:

http://dx.doi.org/10.31219/osf.io/ubg2k

Suwarma, Irma Rahma. 2012. Science

education development in Indonesia:

curriculum changes from 1947 – 2010, a

way to improve education quality in

indonesia. Japan Society for Science

Education (JSSE) National Seminar, 36:

JURNAL THABIEA |94

381-382. URL:

https://www.jstage.jst.go.jp/article/jssep/

36/0/36_381/_pdf

Utari, Setiya, dkk. 2015. Designing science

learning for training students’ science

literacies at junior high school level.

International Conference on

Mathematics, Science, and Education

2015 (ICMSE 2015): SE. URL:

http://icmseunnes.com/2015/wp-

content/uploads/2016/03/82_SE.pdf

Wahyuni, Sri. 2018. Implementasi pendekatan

sainstifik pada pelajaran biologi untuk

meningkatkan hasil belajar kognitif dan

keterampilan sains siswa kelas xi-ipa

sma negeri 2 lambandia, kab. kolaka

timur- sultra. Jurnal Pendidikan Biologi,

9(2): 47-55. DOI:

http://dx.doi.org/10.17977/jpb.v9i2.5301

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 187

PEMBELAJARAN FIQH MU’ĀMALĀT

BERORIENTASI LITERASI FINANSIAL

Adib Rifqi Setiawan*, Mita Puspaningrum, Khoirul Umam

Pondok Pesantren Ath-Thullab Kudus dan

Universitas Stikubank, Semarang, Indonesia

*E-mail: [email protected]

Abstract. Financial literacy is the knowledge and understanding of financial concepts and risks, and the skills, motivation and confidence to apply such knowledge and understanding in order to make effective decisions across a range of financial contexts, to improve the financial well-being of individuals and society, and to enable participation in economic life. This research goals are to gain the design for a learning program that is aligning fiqh mu’āmalāt and financial literacy. We used research and development approach with four-D model that is reduced into three stages: define, design, and develop. It was gained a syllabus that is completed by lesson plan, student worksheets, and assessment instrument as well, that is validated by experts and practitioners and reliability counted based on test. The final test of these educational ideas are in learning implementation. The implementation of this program is not carreid out yet.

Keywords: financial literacy, fiqh mu’āmalāt, learning program

Abstrak. Literasi finansial adalah pengetahuan dan pemahaman tentang konsep-konsep keuangan dan risiko, serta keterampilan, motivasi dan kepercayaan diri untuk menerapkan pengetahuan dan pemahaman tersebut untuk membuat keputusan yang efektif di berbagai konteks keuangan, guna meningkatkan kesejahteraan keuangan individu dan masyarakat, dan untuk memungkinkan partisipasi dalam kehidupan ekonomi. Riset ini bertujuan untuk mendapatkan desain untuk program pembelajaran yang menyelaraskan fiqh mu’āmalāt dan literasi finansial. Kami menggunakan pendekatan research and development model four-D yang direduksi menjadi tiga tahap: mendefinisikan, merancang, dan mengembangkan. Diperoleh hasil berupa silabus yang dilengkapi oleh rencana pembelajaran, lembar kerja siswa, dan instrumen penilaian, yang divalidasi oleh para pakar dan praktisi serta keandalan dihitung berdasarkan uji coba. Tes akhir dari setiap gagasan pendidikan ini dalam implementasi pembelajaran. Implementasi program ini belum dilakukan.

Kata Kunci: fiqh mu’āmalāt, literasi finansial, program pembelajaran

Vol. 6 No. 2 November 2019 (pp. 187-192) DOI: 10.17509/t.v6i2. 20887 ISSN : 2580-6181 (Print), 2599-2481 (Online) Available online at: https://ejournal.upi.edu/index.php/tarbawy/index

Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berorientasi Literasi Finansial

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 188

PENDAHULUAN Kesadaran pelajar tingkat menengah saat ini terhadap masalah finansial dapat dikatakan rendah. Temuan ini kami peroleh sebagai pengamat terlibat selama 40 hari terhadap keseharian santri Pondok Pesantren Ath-Thullab Kudus. Pondok pesantren tersebut menampung pelajar tingkat menengah dengan kisaran usia 11–19 tahun yang kebutuhan finansial sepenuhnya ditanggung oleh wali. Temuan tersebut mengungkap bahwa sebagian besar santri tidak menyadari dampak rincian pengeluaran harian terhadap keadaan finansial bulanan serta tidak peduli dengan besaran biaya pendidikan di pondok pesantren yang ditanggung oleh setiap wali. Kedua fakta tersebut ditambah data lain berupa kecenderungan perilaku sebagian kecil santri yang menambah kerepotan sekaligus pengeluaran wali, hasil pengamatan khusus terhadap kebijakan merit dalam pencairan titipan uang saku, serta alasan yang mendasari keputusan dalam bertransaksi.

Anggapan bahwa santri tidak menyadari dampak rincian pengeluaran harian terhadap finansial bulanan ditunjukkan oleh beberapa hal. Misalnya ketika akan membeli barang non-rutin dengan harga setara pengeluaran jajan selama sepekan. Dampaknya wali harus kembali mengeluarkan uang saku sebelum waktu yang direncanakan. Pengurus pondok pesantren yang terdiri dari santri relatif paling tua dapat dikatakan sama saja. Kesamaan muncul karena pengurus tidak pernah membuat perencanaan pengeluaran tahunan yang rapi dan rinci seperti diminta oleh salah satu pembina pondok pesantren.

Ketidakpedulian kepada besaran biaya pendidikan di pondok pesantren yang dikeluarkan oleh setiap wali tampak dengan pengabaian terhadap informasi rincian penggunaan biaya pendidikan. Padahal informasi tersebut bersifat

terbuka. Menarik untuk diperhatikan bahwa santri yang mengabaikan infor-masi tersebut, ketika ditanya terkait pembayaran bulanan, segera meng-hubungi wali. Dari sini tampak bahwa santri peduli kepada kewajiban sekaligus acuh terhadap hak. Dampak ekstrim perilaku seperti ini antara lain tampak kentara ketika rapat evaluasi makanan: sebagian santri menyampaikan perminta-an menu makanan yang melebihi anggaran serta sebagian lain menerima seutuhnya penuh kerelaan.

Beberapa perilaku sebagian kecil santri yang menambah kerepotan sekaligus pengeluaran wali juga menunjukkan bahwa tingkat kesadaran terhadap masalah finansial terbilang rendah. Beberapa santri tampak tak memperhitungkan besaran biaya tam-bahan yang harus dikeluarkan oleh wali ketika meminta ditelepon, dikunjungi, atau dijemput pulang di luar jadwal. Di luar masalah finansial secara langsung, tidak terdapat pula kesadaran dari beberapa santri bahwa perilaku tersebut berdampak kepada keseharian wali, mulai merusak fokus ketika sedang bekerja, menambah lelah yang tak perlu saat akan kembali bekerja, sampai mengurangi keefektifan istirahat karena menimbulkan kecemasan.

Pengamatan lain yang dilakukan secara khusus kepada beberapa santri yang menitipkan uang saku kepada pembina juga menguatkan hasil pengamatan umum. Kalau terkait pembayaran bulanan beberapa santri tampak acuh terhadap hak, untuk urusan jajan harian mereka kerap melupakan kewajiban sekaligus menuntut hak—untuk keperluan ini uang saku dianggap hak. Temuan ini tampak dari tanggapan santri tersebut terhadap penerapan merit untuk pencairan titipan uang saku, yang membuat tidak dapat dijalankan secara optimal.

Terkait alasan yang mendasari keputusan dalam bertransaksi kami

Adib Rifqi Setiawan, Mita Puspaningrum, Khoirul Umam

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 189

peroleh dari beberapa santri yang menggunakan kartu anjungan tunai mandiri (ATM). Hampir semua santri mengatakan bahwa kartu ATM hanya berguna untuk menarik tunai tanpa harus ke bank. Padahal beberapa bank seperti Bank Negara Indonesia (BNI) sudah membuka layanan setor menggunakan kartu ATM. Lebih lanjut, mereka pun tidak tahu tentang kontrak (‘aqd) terkait perbankan dari sisi fiqh mu’āmalāt. Selain itu, walau semua santri sudah mengerti bahwa ribā adalah larangan umum dalam semua transaksi, mereka tidak dapat menjelaskan posisi bunga bank (bank interest) dalam ruang lingkup ribā.

Di sisi lain, sebagai pemandu pembelajaran sorogan kitab kuning, kami juga mengalami kebingungan terkait kelanjutan pembelajaran tersebut. Pembelajaran sorogan dipakai untuk melatih keterampilan santri dalam mengomunikasikan kajian terhadap teks kitab kuning. Kitab kuning yang dipilih adalah Taqrīb untuk santri MTs (Madrasah Tsanawiyyah) dan Fatḥ al-Qorīb untuk santri MA (Madrasah ‘Aliyyah). Pilihan kitab kuning tersebut diambil karena matn Taqrīb yang di-syarḥ-i Fatḥ al-Qorīb adalah textbook klasik paling ringkas yang memuat pembahasan fiqh maẓhab Syāfi’ī secara utuh. Kebingungan mulai muncul ketika sebagian besar santri MTs hampir selesai menyajikan topik ibādāt. Letak kebingunan ialah antara melanjutkan ke bagian mu’āmalāt yang diurai dalam Taqrīb atau mengalihkan ke bagian

ibādāt dari Fatḥ al-Qorīb. Alhasil keputusan memperhatikan fiqih mu’āmalāt memberi jawaban dalam bentuk solusi untuk mengatasi kebingungan tersebut.

Informasi tersebut melatarbelakangi harapan kami untuk mewujudkan pembelajaran fiqh mu’āmalāt sebagai upaya membimbing pelajar tingkat menengah mencapai literasi finansial.

Literasi finansial yang disebut di sini bermakna kemampuan menafsirkan informasi finansial sebagai bahan membuat keputusan agar siap menerima dampak yang diperoleh. Misalnya memahami dampak pembelian barang non-rutin terhadap kondisi uang saku bulanan. Sebagai pelajar pondok pesantren, mestinya keputusan finansial juga didasari oleh fiqh. Contohnya ketika ingin membuka rekening bank.

Berdasarkan sebaran informasi yang disampaikan, kami memandang bahwa fiqh mu’āmalāt dan literasi finansial dapat dipadukan sebagai program pembelajaran. Program tersebut dapat diwujudkan dengan cara mengkaji indikator yang dibekalkan kepada pelajar, bukan sekadar membiasakan mengerjakan soal literasi finansial yang diperkaya topik fiqh mu’āmalāt.

Riset ini diarahkan untuk memperoleh rancangan program pembelajaran fiqh mu’āmalāt berorientasi literasi finansial tingkat pendidikan menengah. Secara khusus, kami bermaksud menyusun program yang dapat digunakan dalam pembelajaran di pondok pesantren tanpa perlu mengubah struktur kurikulum yang berlaku. Tingkat pendidikan menengah dipilih karena pada rentang tersebut sebagian besar pelajar dapat dikatakan mandiri ketika terlibat transaksi finansial, meski masih bergantung kepada wali dalam memperoleh pemasukan. Pondok pesantren dipilih karena lembaga otentik Indonesia ini memiliki tujuan untuk memberi keterampilan hidup melalui pendidikan kajian keislaman (Octavia, 2014, 1; Madjid, 1997: 17). Dengan demikian, rumusan masalah yang menjadi fokus dalam riset ini ialah, “Bagaimana susunan program pembela-jaran fiqh mu’āmalāt berorientasi literasi finansial?.”

Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berorientasi Literasi Finansial

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 188

METODE PENELITIAN

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini berupa kajian pustaka tentang karakteristik dan peta fiqh mu’āmalāt maupun kerangka kerja literasi finansial serta survei terhadap rancangan dan temuan dari uji coba program yang disusun. Berdasarkan tujuan penelitian dan kebutuhan data, dapat dipakai pendekatan research and development desain four-d model berupa define, design, develop, dan disseminate (Thiagarajan, dkk., 1974: 5).

Desain four-d model dipilih karena kami perlu beberapa tahap yang masing-masing memerlukan cara pengumpulan dan pengolahan data yang tidak selalu

sama. Namun, karena keterbatasan tenaga, desain direduksi menjadi 3 tahap berupa define, design, dan develop. Tahap define dilakukan untuk mengkaji pustaka terkait karakteristik dan peta fiqh mu’āmalah maupun kerangka kerja literasi finansial. Luaran kajian tersebut berupa kaitan antara fiqh mu’āmalah dan literasi finansial sebagai acuan dalam menyusun instrumen penilaian pembelajaran dan lembar kerja siswa di tahap design. Susunan yang diperoleh dipakai sebagai bahan merancang program pembelajaran dalam bentuk silabus di tahap develop. Tahap develop juga dipakai untuk menganalisis keabsahan dan keandalan perangkat pembelajaran melalui ujicoba terbatas.

Tabel 1. Desain Riset

Tahap Pengumpulan

Data Pengolahan

Data Partisipan Riset Instrumen Riset

Define Kajian pustaka Analisis deskriptif

Penulis - Design Tabel analisis

Develop

Judgement expert Penyekoran

hasil

Pakar fiqh mu’āmalāt, pendidikan menengah, bidang finansial, dan

bahasa.

Lembar survei validasi

Internal consistency Koefisien alfa Pelajar pendidikan tingkat

menengah sebanyak 50 orang

Lembar pengamatan pelaksanaan

pembelajaran, lembar kerja siswa, &

instrumen penilaian

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Mahmada (2001) menyampaikan bahwa fiqh adalah kumpulan hasil ijtihād ulamā’ klasik terhadap al-Qur’ān dan al-Ḥadīts sebagai dasar keseharian umat Islam dalam setiap konteks kehidupan, mulai personal seperti sholāt, lokal seperti zakāt, sampai global seperti politik. Sementara Umar (2014) menyebut bahwa fiqh adalah penafsiran kultural terhadap sumber syarī’āt yang

dikembangkan oleh ulamā’ sejak abad kedelapan. Kedua ungkapan tersebut selaras dengan definisi fiqh yang dituturkan oleh beberapa ulamā’ (al-Bantānī, 2008: 6; al-Ghozī, 2005: 22; al-Malībārī, 2005: 34; al-Dimyāṭī, 1997: 21; al-Ḥuṣnī, 1994: 7; al-Zuḥaylī, 1989: 29). Dapat dikatakan bahwa fiqh adalah dugaan kuat terhadap sumber syarī’āt sebagai bahan panduan praktis keseharian umat Islam yang berlaku untuk semua konteks mulai personal, lokal, nasional, sampai global.

Adib Rifqi Setiawan, Mita Puspaningrum, Khoirul Umam

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 191

Pembahasan utuh fiqh secara umum biasa dimulai dari topik ‘ibādāt, lalu mu’āmalāt, kemudian dilanjutkan ke topik lain seperti munākaḥāt dan jināyāt (al-Bantānī, 2008; al-Ghozī, 2005; al-Malībārī, 2005; al-Dimyāṭī, 1997; al-Ḥuṣnī, 1994; al-Zuḥaylī, 1989). Urutan pembahasan tersebut disusun berdasar-kan nilai penting setiap topik berdasarkan tinjauan syarī’āt serta tingkat keluasan konteks berlaku. Pembahasan paling awal berupa praktik ritual, dengan urutan sesuai dengan lima rukūn Islām (al-Dimyāṭī, 1997: 1024). Selanjutnya karena kebutuhan manusia terhadap transaksi ekonomi adalah hal yang sangat penting, pembahasan topik mu’āmalāt diletakkan tepat setelah ‘ibādāt (al-Dimyāṭī, 1997: 734).

Dilihat dari sisi urutan pembahasan, tampak bahwa fiqh secara serius sangat memperhatikan masalah finansial. Keseriusan tersebut ditunjukkan dengan peletakan transaksi finansial tepat setelah pembahasan praktik ritual. Perhatian fiqh tersebut diwujudkan dalam bentuk memberi panduan operasional praktik transaksi finansial, antara lain berupa

prinsip dasar, unsur ḥukm, serta ketentuan umum setiap jenis transaksi finansial. Transaksi yang dimaksud termasuk—sekaligus bukan hanya—ragam penjualan, kemitraan, peminjaman, maupun penyewaan.

Di sisi lain, OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) (2005) selaku organisasi multilateral yang berupaya meningkatkan kualitas manusia secara global mulai memperhatikan masalah pendidikan finansial sejak 2005 silam. Secara khusus disarankan bahwa pendidikan finansial harus sedini mungkin dimulai di sekolah yang merupakan tahap awal kehidupan pelajar (OECD, 2005: 5). Alasan utama yang mendasari saran tersebut ialah nilai penting berfokus kepada generasi muda untuk membekali keterampilan yang penting sebelum terlibat aktif dalam

transaksi finansial serta relatif lebih efisien untuk melakukan pendidikan finansial di sekolah ketimbang mela-kukan tindakan perbaikan untuk orang yang berusia tua.

Saran OECD (2005) tersebut kemudian dipertimbangkan sebagai bahan mengembangkan kerangka kerja literasi dari PISA (Programme for International Students Assessment) (OECD, 2019: 119). PISA adalah program internasional OECD untuk menilai performa akademik pelajar berusia 15 tahun yang bertujuan untuk memberi bahan dalam meningkatkan pendidikan negara yang terlibat (OECD, 2019: 11). Penilaian PISA berfokus terhadap kemampuan pelajar untuk menggunakan pengalaman terlibat pembelajaran ke dalam keseharian (OECD, 2019: 128). Fokus ini membe-dakan penilaian PISA dengan TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study), program dari IEA (International Association for the Evaluation of Educational Achievement), yang fokus terhadap penguasaan konten kurikuler tertentu.

Penilaian PISA tersebut biasanya dikenal lebih luas dengan istilah literasi. Literasi dalam kerangka kerja PISA dikelompokkan menjadi empat bagian: membaca, matematis, saintifik, dan finansial. Ketiga kelompok literasi pertama, yakni membaca, matematis, dan saintifik, masing-masing sudah pernah menjadi fokus utama penilaian pada tahun tertentu, yang diperbarui setiap 9 tahun (OECD, 2019: 11). Sementara kelompok terakhir yakni literasi finansial, baru masuk dalam penilaian sejak 2012 tanpa pernah menjadi fokus utama, malah sampai sekarang masih menjadi penilaian pilihan (OECD, 2019: 12).

Fakta tersebut membuat literasi finansial lebih sedikit diperhatikan di Indonesia, baik dari sisi kajian akademik maupun praktik pembelajaran, khusus-nya untuk pendidikan menengah

Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berorientasi Literasi Finansial

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 192

maupun pondok pesantren. Namun, perhatian sedikit tidak membuat government Indonesia luput memberi perhatian. Bentuk perhatian tersebut ialah menetapkan kebijakan untuk meningkatkan literasi finansial melalui program Strategi Nasional Literasi Finansial pada 19 November 2013 (OJK, 2017: 2; OECD, 2015: 12; Setneg, 2013). Program ini dirilis sebagai upaya mewujudkan literasi finansial masyarakat Indonesia, sehingga dapat memanfaatkan produk dan layanan jasa finansial yang sesuai untuk mencapai kesejahteraan berkelanjutan.

Fiqh adalah dugaan kuat terhadap sumber syarī’āt sebagai bahan panduan praktis keseharian umat Islam yang berlaku untuk semua konteks mulai personal, lokal, nasional, sampai global (Umar, 2014: 1; al-Bantānī, 2008: 6; al-Ghozī, 2005: 22; al-Malībārī, 2005: 34;

Mahmada, 2001; al-Dimyāṭī, 1997: 21; al-

Ḥuṣnī, 1994: 7; al-Zuḥaylī, 1989: 29). Berdasarkan arahnya, peta fiqh dapat diklasifikasi menjadi 2 kelompok besar: ibādāt dan mu’āmalāt. Arah pembahasan kelompok ibādāt ialah hubungan antara

manusia dengan Allōh (ḥablun min Allōh), sementara mu’āmalāt adalah kelompok yang arahnya membahas hubungan antara manusia dengan selain Allōh

(ḥablun min al-nas dan ḥablun min al-‘alam). Namun, ketika textbook fiqh mengungkap kata mu’āmalāt secara mutlak, ruang lingkup pembahasan ialah mu’āmalāt māliyyāt (transaksi finansial). Hal ini dapat ditemukan ketika kita mengamati textbook fiqh utuh, seperti al-Ghōyah wa al-Taqrīb, Fatḥ al-Mu'īn, dan al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhu (al-Aṣfiḥānī, 2019; al-Malībārī, 2005; al-Zuḥaylī, 1989). Istilah mu’āmalāt dalam riset ini ialah mu’āmalāt māliyyāt, sehingga tidak mencakup topik munākaḥāt dan jināyāt.

Tabel 2. Kitab Kuning Fiqh di Lingkungan Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah

Kitab Kuning Kategori

Penyajian Pondok Pesantren Ath-

Thullab Madrasah Tasywiquth

Thullab Salafiyyah

al-Ghōyah wa al-Taqrīb Matn Sorogan (MTs) Pembelajaran Fiqh

(VII, VIII, dan MPA) Musyāwaroh (MTs) Qurrotu al’Ayn Matn - Pembelajaran Fiqh (IX)

Fatḥ al-Qorīb al-Mujīb Syarḥ Sorogan (MA) Pembelajaran membaca kitab

kuning (X – XII) Musyāwaroh (MA)

Fatḥ al-Mu'īn Syarḥ Bandongan

(semua santri)

Pembelajaran Fiqh (X – XII) Ujian membaca kitab kuning

(XII)

Pembelajaran aktual di Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) Kudus, termasuk Pondok Pesantren Ath-Thullab, didasarkan secara langsung terhadap uraian kitab kuning. Karena itu, fiqh mu’āmalah baru mulai dipelajari di tingkat menengah. Di tahap define ini, peta fiqh mu’āmalah didasarkan secara langsung terhadap seluruh kitab kuning yang dipakai tersebut. Setiap kitab kuning memiliki perbedaan cakupan dan kedalaman ulasan terhadap ragam transaksi. Namun secara umum, dapat

diperoleh kesamaan dalam tiga kategori berupa: prinsip dasar, unsur ḥukm, dan jenis transaksi. Prinsip dasar fiqh mu’āmalah berupa transaksi harus: berdasarkan kesepakatan bersama antar pelaku yang diungkapkan secara sadar, transparan, dan memperhatikan aspek keadilan. Unsur ḥukm dalam transaksi

mencakup: ahliyyah (kapasitas ḥukm) berupa pelaku transaksi sudah pubertas dan waras; māl (kekayaan) berupa sesuatu yang berguna dan bernilai, bukan berupa barang ḥarōm (dilarang), serta rincian

Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berorientasi Literasi Finansial

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 46

kepemilikan sudah diketahui antar pelaku transaksi; milkiyyah (kepemilikan) menyangkut jenis, metode, dan cakupan kepemilikan; serta ‘aqd (kontrak) yang menjelaskan kerangka kerja hubungan ḥukm yang dibuat oleh pelaku transaksi dalam memanfaatkan kekayaan, seperti bai' (penjualan) dalam bentuk tatap muka atau jarak jauh, musyārokah (kemitraan) permanen maupun berjangka, serta ijāroh (penyewaan) benda atau jasa.

Gambar 1. Klasifikasi Transaksi Finansial Berdasarkan Pemindahan

Hak Milik

Literasi finansial dalam kerangka kerja PISA dibagi ke dalam 3 domain: konten, proses, dan konteks (OECD, 2019: 119–164). Domain konten adalah bidang yang harus dimengerti ketika terlibat transaksi finansial. Domain konten mencakup: uang dan transaksi, perencanaan dan pengelolaan finansial, risiko dan imbalan, serta lanskap finansial. Domain proses adalah sisi kognitif yang digunakan untuk menggambarkan kemampuan dalam mengenali dan menerapkan konsep terkait transaksi serta dalam memahami, menganalisis, mempertimbangkan, mengevaluasi dan menyarankan solusi finansial. Domain proses mencakup: mengidentifikasi informasi finansial, menganalisis informasi dalam konteks finansial, mengevaluasi masalah finansial,

serta menerapkan pengetahuan dan pemahaman finansial. Sementara domain konteks mengacu kepada situasi terkait penerapan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman finansial. Domain konteks mencakup pendidikan dan pekerjaan, rumah dan keluarga, individu, serta masyarakat.

Gambar 2.

Kaitan antar Domain Literasi Finansial

Konten uang dan transaksi men-

cakup kesadaran tentang ragam bentuk dan tujuan uang serta menangani transaksi moneter sederhana seperti pembayaran harian, pengeluaran, nilai uang, kartu bank, cek, rekening bank, dan mata uang.

Konten perencanaan dan penge-lolaan finansial mencakup penge-tahuan dan kemampuan untuk memantau pemasukan dan pengeluaran serta untuk menggunakan pemasukan dan sumber daya lain yang tersedia dalam jangka pendek dan panjang guna meningkatkan kesejahteraan finansial.

Konten risiko dan imbalan adalah bidang utama literasi finansial, yang menggabungkan kemampuan untuk mengidentifikasi cara mengelola, menyeimbangkan, dan mengatasi risiko serta pemahaman tentang potensi keuntungan atau kerugian finansial di berbagai konteks. Terdapat dua jenis risiko yang sangat penting dalam bidang ini. Yang pertama berkaitan dengan kerugian finansial yang tidak dapat

Transaksi

Penju-alan

Pen-yimpa

nan

Pemin-jaman

Penye-waan

Penjaminan

Pemberian

Literasi Finansial

Konten

Proses

Konteks

Adib Rifqi Setiawan, Mita Puspaningrum, Khoirul Umam

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 47

ditanggung seseorang, seperti yang disebabkan oleh bencana atau biaya berulang. Yang kedua adalah risiko yang melekat pada produk finansial, seperti perjanjian kredit dengan suku bunga variabel, atau produk investasi.

Konten lanskap finansial berkaitan dengan karakter dan fitur dunia finansial, yang mencakup pengetahuan hak dan tanggung jawab konsumen di pasar finansial maupun dalam lingkungan finansial umum, serta implikasi utama dari kontrak finansial. Sumber daya informasi dan peraturan ḥukm juga merupakan topik yang terkait dengan bidang konten lanskap finansial. Dalam arti luas, lanskap finansial mengga-bungkan pemahaman tentang konsekuensi dari perubahan kondisi ekonomi dan kebijakan publik, seperti perubahan tingkat suku bunga, inflasi, dan perpajakan.

Proses mengidentifikasi infor-masi finansial digunakan ketika orang mencari dan mengakses sumber informasi finansial, serta mengidentifikasi kaitan-nya dengan kebutuhan. Informasi ini dapat berbentuk teks cetak seperti kontrak kerja atau digital semisal iklan. Contoh yang mungkin biasa dialami ialah fitur nota dan faktur pembelian serta laporan saldo dalam rekening bank.

Proses menganalisis informasi dalam konteks finansial termasuk menafsirkan, membandingkan, menyin-tesis, dan mengekstrapolasi informasi yang tersedia. Proses ini melibatkan pengenalan terhadap informasi yang tidak eksplisit, seperti mengidentifikasi asumsi yang mendasari atau implikasi dari masalah tertentu dalam konteks finansial. Contoh paling mudah ialah membandingkan ketentuan yang ditawarkan oleh penyedia layanan jaringan yang berbeda.

Proses mengevaluasi masalah finansial mencakup mengenali atau membangun justifikasi dan penjelasan finansial serta menggunakan penge-

tahuan dan pemahaman finansial yang diterapkan dalam konteks tertentu. Proses ini melibatkan penjelasan, penilaian, dan generalisasi informasi yang tersedia. Karena itu, dalam proses ini diperlukan pemikiran kritis dalam memahami dan membentuk pandangan tentang masalah finansial.

Proses menerapkan pengetahuan dan pemahaman finansial berfokus kepada mengambil tindakan yang efektif dalam pengelolaan finansial berdasarkan pemahaman produk, konteks, dan konsep terkair. Proses ini tercermin dalam kegiatan yang melibatkan perhi-tungan dan penyelesaian masalah, yang seringkali harus mempertimbangkan kondisi tertentu. Contoh dari proses ini adalah menghitung besaran bunga kredit pembelian barang.

Konteks pendidikan dan pekerjaan termasuk memahami slip pembayaran, merencanakan menabung untuk pendidikan tinggi, menyelidiki manfaat dan risiko ikutserta dalam skema tabungan di lembaga pendidikan atau tempat kerja.

Konteks rumah dan keluarga termasuk masalah finansial yang berkaitan dengan biaya yang diperlukan untuk menjalankan rumah tangga seperti membeli perabotan rumah tangga atau belanjaan keluarga, menyimpan catatan pengeluaran keluarga, serta membuat rencana penganggaran dan prioritas pengeluaran.

Konteks individual mencakup masalah seperti membuka rekening bank, membeli barang konsumsi pribadi, mengeluarkan uang untuk kegiatan pribadi, maupun urusan dengan layanan finansial yang terkait, seperti kredit dan asuransi.

Konteks masyarakat mencakup hal-hal seperti hak dan tanggung jawab konsumen, pajak, dan retribusi daerah, kepentingan bisnis, serta daya beli konsumen. Pilihan finansial seperti menyumbang ke organisasi nirlaba dan

Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berorientasi Literasi Finansial

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 48

lembaha amal juga dapat dimasukkan ke dalam konteks ini.

Berdasarkan ulasan yang disajikan, dapat dikatakan bahwa bentuk paduan fiqh mu’āmalāt dan literasi finansial ialah fiqh mu’āmalāt muncul untuk mem-perkaya perspektif literasi finansial, sementara perspektif literasi finansial dipakai agar pengamalan fiqh mu’āmalāt bisa tepat guna. Paduan keduanya secara langsung dapat digunakan untuk mewujudkan maqōṣid syarī’āt (beberapa tujuan syarī’āt), terutama dalam aspek

menjaga kekayaan (yaḥfaẓ al-māl), supaya dapat menghilangkan bahaya (yuzāl al-ḍoror) yang dialami ketika terlibat transaksi (al-Ghozālī, 1993: 174; al-

Suyūṭī, 1990: 83). Tahap design dimulai dengan

menyusun instrumen penilaian pembe-lajaran. Pilihan ini diambil karena hasil belajar berupa literasi finansial sudah ditentukan, sehingga lebih tepat kalau instrumen penilaian pembelajaran disusun lebih dahulu. Dengan acuan penilaian tersebut, kemudian ditentukan proses pembelajaran yang harus dialami oleh pelajar. Agar tujuan proses tersebut selaras dengan hasil yang diharapkan, kami turut menyusun lembar kerja siswa (LKS). LKS juga berguna untuk memudahkan pelaksanaan sekaligus mengevaluasi proses pembelajaran. Langkah terakhir tahap design ini ialah menyusun program pembelajaran, yang dibuat berdasarkan hasil yang diharapkan dan proses yang memungkinkan untuk dilaksanakan.

Instrumen penilaian pembelajaran yang dirancang berjumlah 12 butir soal yang terbagi ke dalam 4 kelompok soal. Instrumen tersebut disusun dalam tes objektif beralasan untuk menghindari kesubjektifan dalam memeriksa jawaban, mengurangi kesulitan dalam memberikan skor, serta meminimalisir waktu pengoreksian instrumen. Selain itu, dalam urusan finansial, biasanya

seseorang sudah memiliki beberapa pilihan dalam membuat keputusan. Keberadaan pilihan jawaban dipakai untuk membiasakan pelajar untuk membuat keputusan berdasarkan beberapa pilihan. Penambahan alasan dipakai untuk mengarahkan pelajar kepada jawaban yang diharapkan serta mengurangi peluang menjawab secara spekulatif. Sehingga keberadaan alasan dipakai sebagai faktor tebakan (koefisien penilaian). Dengan demikian, penilaian setiap butir soal dilakukan menggunakan persamaan berikut:

𝑁𝑖 = 𝑆𝑖 × 𝐹𝑖 (Persamaan 1.)

keterangan: 𝑁𝑖 = nilai setiap butir soal (nilai 0–2) 𝑆𝑖 = skor setiap butir pilihan jawaban (nilai 0–1) 𝐹𝑖 = skor faktor tebakan setiap butir soal (nilai 0–2)

Tabel 3. Klasifikasi Faktor Tebakan

Skor Bentuk Uraian

2 Alasan terkait serta mendukung jawaban

yang dipilih

1 Alasan terkait, tapi tidak mendukung

jawaban yang dipilih

0 Alasan tidak terkait dengan jawaban yang

dipilih 0 Alasan tidak disampaikan

Persamaan 1 dan tabel 3 menunjukkan bahwa setiap pilihan jawaban dan alasan dapat memiliki skor sendiri. Skor faktor tebakan dapat maksimal selama alasan terkait serta mendukung jawaban yang dipilih. Namun, karena jawaban yang dipilih salah, nilai yang diperoleh dapat bernilai 0 akibat mengalami operasi perkalian. Begitu pula sebaliknya.

Adib Rifqi Setiawan, Mita Puspaningrum, Khoirul Umam

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 49

Konten literasi finansial : Lanskap finansial Proses literasi finansial : Mengevaluasi masalah finansial Konteks literasi finansial : Masyarakat Topik fiqh mu'āmalāt : Mudhōrobah Rosé yang merupakan nasabah Bank BlackPink menerima surel berikut:

Nasabah Bank BlackPink yang terhormat Terdapat kesalahan di server kami dan detail login e-banking Anda telah hilang. Akibanya, Anda tidak memiliki akses e-banking. Yang harus Anda perhatikan adalah akun Anda tidak lagi aman. Silakan klik tautan berikut dan lengkapi informasi sesuai petunjuk untuk memulihkan akses: https://bankblackpink.com/

10. Tanggapan yang harus segera dilakukan oleh Rosé terhadap surel tersebut ialah .... A. Membalas pesan berupa rincian detail login e-banking miliknya. B. Menghubungi Bank BlackPink untuk menanyakan tentang pesan surel. C. Mengikuti saran yang dipersilakan oleh pesan surel. D. Menanyakan pesan tersebut lebih lanjut melalui surel. Alasan: ____________________________________________________________

Gambar 3. Contoh Butir Soal yang Disusun

Sampel soal yang disajikan melalui gambar 1 terkait dengan konten lanskap finansial dalam konteks masyarakat. Hal ini karena internet banking adalah bagian dari transaksi finansial yang memiliki banyak fitur dengan ruang lingkup lebih luas daripada urusan pribadi. Proses terkait soal tersebut ialah mengevaluasi masalah finansial karena siswa harus mengevaluasi pilihan yang disajikan dan mengenali saran yang lebih menguntungkan atau tidak lebih merugikan untuk diambil. Topik fiqh mu'āmalāt dalam sampel soal tersebut ialah transaksi model mudhōrobah. Transaksi ini bersifat lebih umum

daripada waḍī’ah, walau untuk remaja terdapat program perbankan yang sekilas tampak menerapkan ‘aqd waḍī’ah seiring ketiadaan biaya administrasi dan bunga bank, seperti BNI Taplus Anak dari BNI.

Melalui soal tersebut, pelajar dituntut untuk cakap dalam menganalisis

produk finansial sebagai bahan mengambilkeputusan ketika menghadapi masalah terkait, seperti penipuan atas nama bank yang disajikan melalui soal. Dari sisi pembelajaran, kegiatan yang menunjang ke arah tersebut ialah kajian tentang beberapa ‘aqd terkait, seperti mudhōrobah dan waḍī’ah serta posisi bunga bank, biaya administrasi, serta pajak dalam ruang lingkup ribā.

Kegiatan tersebut dapat diwujudkan dengan multi-model yang selama ini telah mengakar diterapkan di pondok pesantren, yakni: bandongan (ceramah atau lecture) untuk memberi uraian secara utuh terkait dasar fiqh mu’āmalāt tertentu; sorogan agar dapat melatih pelajar dalam mengomunikasikan hasil kajian terhadap

topik tersebut, serta musyāwaroh (baḥts al-masā’il, problem-based learning, atau case-based learning) guna membiasakan pelajar terampil dalam mengambil keputusan ketika menghadapi masalah atau kasus tertentu.

Tabel 4. Matriks Fiqh Mu’āmalāt dan Literasi Finansial untuk Instrumen Penilaian

No. Soal

Literasi Finansial Fiqh Mu'āmalāt Konten Proses Konteks

1 Uang dan transaksi Mengidentifikasi informasi

finansial Individu Istiṣnā’

Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berorientasi Literasi Finansial

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 46

2 Uang dan transaksi Mengidentifikasi informasi

finansial Individu Istiṣnā’

3 Uang dan transaksi Mengidentifikasi informasi

finansial Individu Istiṣnā’

4 Risiko dan imbalan Menganalisis informasi dalam

konteks finansial Pendidikan dan

pekerjaan Ijāroh

5 Risiko dan imbalan Menganalisis informasi dalam

konteks finansial Pendidikan dan

pekerjaan Musyārokah

6 Risiko dan imbalan Menganalisis informasi dalam

konteks finansial Pendidikan dan

pekerjaan Musyārokah

7 Perencanaan dan

pengelolaan finansial Menerapkan pengetahuan dan

pemahaman finansial Rumah dan

keluarga Ijāroh

8 Perencanaan dan

pengelolaan finansial Menerapkan pengetahuan dan

pemahaman finansial Rumah dan

keluarga Murōbaḥah

9 Perencanaan dan

pengelolaan finansial Menerapkan pengetahuan dan

pemahaman finansial Rumah dan

keluarga Murōbaḥah

10 Lanskap finansial Mengevaluasi masalah

finansial Masyarakat Mudhōrobah

11 Lanskap finansial Mengevaluasi masalah

finansial Masyarakat Mudhōrobah

12 Lanskap finansial Mengevaluasi masalah

finansial Masyarakat Mudhōrobah

Dalam pelaksanaan proses pembe-lajaran, pelajar diberi LKS yang memuat langkah sesuai dengan indikator yang dibekalkan. Dengan demikian LKS bisa menuntun pelajar untuk mencapai hasil belajar yang telah ditetapkan.

Secara rinci, LKS diberikan untuk meminta pelajar mengembangkan ulasan yang disampaikan melalui bandongan sebagai bahan menyiapkan sorogan (individual) serta musyāwaroh (kelompok). Secara urut, LKS disusun berdasarkan alur penuturan al-Ghōyah wa al-Taqrīb. Alur ini dipilih agar pembelajaran sorogan kitab kuning serta musyāwaroh naḥwiyyah dan fiqhiyyah yang telah dilakukan tidak perlu mengalami perubahan. Karena uraian yang disampaikan dalam al-Ghōyah wa al-Taqrīb cukup singkat, melalui LKS pelajar juga diarahkan agar mengelaborasi lebih lanjut melalui

referensi lain, seperti Qurrotu al’Ayn, Fatḥ

al-Qorīb al-Mujīb, Kifāyat al-Akhyār, Fatḥ al-Mu'īn, Nihāyatu al-Zayn, Ḥāsyiyat al-Bājūrī ‘alā Ibn Qōsim al-Ghōzī, I'ānatu al-

Ṭōlibīn, dan al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhu. Rancangan instrumen penilaian

pembelajaran dan LKS tersebut

kemudian dianalisis keabsahan dan keandalannya di tahap develop sebagai bahan menyusun program pembelajaran. Keabsahan instrumen penilaian pembelajaran dan LKS ditentukan berdasarkan validasi pakar (Fraenkel & Wallen, 2009: 148). Validasi dilakukan terhadap keselarasan instrumen penilaian pembelajaran dan LKS dengan program yang dikembangkan, kesesuaian indikator dengan instrumen penilaian pembelajaran dan LKS, ketepatan jawaban dengan pertanyaan dalam instrumen penilaian pembelajaran dan LKS, serta kecocokan tingkat pendidikan dengan instrumen penilaian pembelajaran dan LKS. Kriteria untuk pakar tersebut berupa akademisi dengan bidang kepakaran fiqh mu’āmalāt (Pakar-1), bidang finansial (Pakar-2) dan pembelajaran pendidikan menengah (Pakar-3) serta praktisi profesional bidang finansial (Pakar-4) dan terkait bahasa (Pakar-5).

Instrumen yang dipakai untuk mengukur keabsahan ialah lembar validasi butir pernyataan. Lembar tersebut diberi skor menggunakan

Model Teams Games Tournament: Suatu Analisis Hasil Implementasi dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 188

skala Likert. Kelebihan skala Likert sebagai pengukur tanggapan secara verbal maupun numerik terhadap kuesioner, dapat memberi nilai kuantitatif dalam rentang spektrum yang panjang (Likert, 1932: 7). Sedangkan kekurangannya berupa sikap terdistribusi secara normal ke dalam lima kategori persetujuan (Likert, 1932: 42). Memperhatikan kelebihan dan kekurangan, skala Likert dipilih karena hasilnya dapat diolah baik secara statistik maupun desktriptif. Letak kekurangan berupa pembagian tingkat persetujuan ke dalam lima kategori diatasi dengan menggunakan tujuh tingkat secara numerik.

Nilai keabsahan (validity) ditentu-kan berdasarkan penilaian pakar terhadap ketepatan antara rancangan dan indikator, pertanyaan dan jawaban, serta soal dengan subjek sasaran (Fraenkel & Wallen, 2009: 148). Hasil validasi berupa penilaian numerik skala 7 terhadap setiap butir pernyataan yang diolah menggunakan persamaan 1 (Setiawan, 2019: 227):

𝑃(𝑠) = 𝑠𝑁 × 100%

(Persamaan 2.) keterangan: 𝑃(𝑠) = Nilai setiap butir

pernyataan 𝑠 = skor setiap butir pernyataan 𝑁 = jumlah butir pernyataan

kemudian ditafsirkan berdasarkan tabel berikut, yakni dapat digunakan kalau memenuhi kriteria ‘sangat layak’ atau ‘cukup layak’ (Setiawan, 2019: 5).

Tabel 5. Penafsiran Penilaian Keabsahan Instrumen

No. Rentang Rerata Penilaian Numerik

Pakar (%)

Kriteria Kelayakan

1 7,001 ≤ % ≤ 10,000 Sangat layak

2 4,001 ≤ % ≤ 7,000 Cukup layak

3 0,000 ≤ % ≤ 4,000 Tidak layak

(Setiawan, 2019: 5)

Sementara untuk mengukur keandalan (reliability), dipakai rancangan yang telah diperbaiki berdasarkan lembar validasi. Keandalan instrumen penilaian pembelajaran dan lembar kerja siswa ditentukan berdasarkan konsistensi internal (internal consistency). Konsistensi internal biasanya diukur dengan alfa Cronbach (α), salah satu cara statistik untuk mengetahui korelasi berpasangan antar butir pertanyaan atau pernyataan, yang dapat dihitung menggunakan persamaan Kuder-Richardson Approaches (KR20) (persamaan 2) (Cronbach, 1951: 299):

𝛼 = 𝑛𝑛 −1 (1 − ∑ 𝑉𝑖𝑖𝑉𝑡 )

(Persamaan 3.) keterangan: 𝛼 = koefisien alfa 𝑛 = jumlah butir pernyataan 𝑉𝑖 = simpangan baku setiap butir 𝑉𝑡 = simpangan baku semua

Persamaan 3 mengungkap bahwa alfa Cronbach adalah fungsi dari jumlah butir pernyataan serta simpangan baku setiap butir dan keseluruhan. Ini menunjukkkan bahwa nilai alfa Cronbach dapat meningkat ketika interelasi antar butir meningkat. Karena itu, dapat dipakai untuk memperkirakan konsistensi internal sebagai nilai numerik keandalan skor instrumen penilaian pembelajaran dan lembar kerja siswa.

Persamaan 3 juga bermakna bahwa dibutuhkan uji coba. Hasil ujicoba dapat ditafsirkan berdasarkan tabel 6, yakni dapat dipakai kalau nilai koefisien alfa lebih besar dari 0,70 (Fraenkel & Wallen, 2009: 157-8). Dalam melaksanakan ujicoba tersebut kami memilih partisipan sebanyak 50 pelajar. Keseluruhan partisipan ujicoba dipilih menggunakan teknik convenience sampling untuk menghemat tenaga karena kami terlibat sebagai pemandu pembelajaran aktual

Mokh. Iman Firmansyah, Yusuf Ali Tantowi, dan Gina Ratnanisa Fawziah

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 189

partisipan (Fraenkel & Wallen, 2009: 101).

Tabel 6. Penafsiran Penilaian Keandalan

Instrumen No. Nilai Alfa

Cronbach Kategori Keandalan

1 α ≤ 0,9 Luar biasa

2 0,8 ≤ α < 0,9 Baik

3 0,7 ≤ α < 0,8 Dapat diterima

4 0,6 ≤ α < 0,7 Dipertanyakan

5 0,5 ≤ α < 0,6 Rendah

6 α < 0,5 Tidak dapat diterima

(disusun berdasarkan uraian Morera & Stokes,

2016)

Hasil dari tahap develop berupa validasi pakar dan ujicoba digunakan sebagai bahan penyusunan program pembelajaran dalam bentuk silabus. Berdasarkan pertimbangan prioritas pembahasan, tingkat penalaran, serta struktur kurikulum, sasaran program pembelajaran ialah pelajar yang sudah mengalami pembelajaran fiqh ‘ibādāt. Dalam bentuk aktual, sasaran tersebut tampak secara langsung mengarah kepada santri yang memasuki tahun ketiga di pondok pesantren dan/atau siswa kelas IX. Namun, tidak menutup kemungkinan santri atau siswa di luar himpunan tersebut masuk ke dalam sasaran program pembelajaran. Yang jelas, program pembelajaran memerlukan rentang waktu paling sedikit satu semester.

Kaitan antara silabus dengan instrumen penilaian pembelajaran dan LKS mewujud dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP, lesson plan). Selanjutnya instrumen penilaian pembelajaran, LKS, dan RPP dapat disebarkan secara luas dalam satu paket perangkat pembelajaran atau terpisah. Satu paket yang dimaksud ialah digunakan seutuhnya berdasarkan kerja kami. Sedangkan terpisah berarti hanya diambil seperlunya, seperti instrumen penilaian pembelajaran untuk mengukur profil literasi finansial pelajar. Keter-

batasan tenaga membuat kami tidak melakukan penyebaran secara luas yang merupakan tahap terakhir berupa disseminate. Tabel 7. Hasil Validasi Pakar terhadap

Instrumen Penilaian Pembelajaran No so al

Skor Setiap

Pakar Skor

Keselu-ruhan

Kriteria Kelayakan

1 2 3 4 5

1 7 6 5 3 3 69 Cukup Layak

2 5 6 6 7 4 80 Sangat Layak

3 5 7 6 3 3 69 Cukup Layak

4 5 6 6 5 3 71 Sangat Layak

5 5 3 7 2 3 57 Cukup Layak

6 4 6 7 5 5 77 Sangat Layak

7 5 5 7 7 4 80 Sangat Layak

8 6 6 4 4 5 71 Sangat Layak

9 6 6 4 3 7 74 Sangat Layak

10 6 5 6 3 4 69 Cukup Layak

11

6 5 6 3 3 66 Cukup Layak

12 6 6 6 3 5 74 Sangat Layak

KESIMPULAN Dapat dikatakan bahwa fiqh mu’āmalāt dan literasi finansial dapat dipadukan. Bentuk paduan keduanya ialah fiqh mu’āmalāt muncul untuk memperkaya perspektif literasi finansial, sementara perspektif literasi finansial dipakai agar pengamalan fiqh mu’āmalāt bisa tepat guna. Paduan keduanya secara langsung dapat digunakan untuk mewujudkan

maqōṣid syarī’āt (beberapa tujuan syarī’āt), terutama dalam aspek menjaga kekayaan (yaḥfaẓ al-māl), supaya dapat

menghilangkan bahaya (yuzāl al-ḍoror) yang dialami ketika terlibat transaksi. Karena itu, dapat disusun program pembelajaran yang memadukan fiqh mu’āmalāt dan literasi finansial.

Model Teams Games Tournament: Suatu Analisis Hasil Implementasi dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 190

Berdasarkan pertimbangan prioritas pembahasan, tingkat penalaran, serta struktur kurikulum, sasaran program pembelajaran ialah pelajar yang sudah mengalami pembelajaran fiqh ‘ibādāt. Program pembelajaran tersebut memerlukan rentang waktu paling sedikit satu semester untuk mempelajari ragam transaksi dalam kategori penjualan, penyimpanan, peminjaman, penyewaan, penjaminan, pemberian, dan penemuan.

Seluruh ragam transaksi tersebut dipelajari dari sisi fiqh mu’āmalāt mencakup prinsip dasar, unsur ḥukm, dan jenis transaksi, serta dari sisi literasi finansial meliputi konten, proses, dan konteks. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran, pelajar diberi LKS yang memuat langkah sesuai dengan indikator yang dibekalkan, guna menuntun pelajar untuk mengelaborasi lebih lanjut supaya bisa mencapai hasil belajar yang telah ditetapkan. Hasil belajar diukur menggunakan instrumen penilaian pembelajaran yang disusun berdasarkan indikator literasi finansial dengan diperkaya topik fiqh mu’āmalāt.

Kami menganggap bahwa kerja yang kami lakukan ini masih perlu dilanjutkan. Apalagi Keterbatasan tenaga membuat kami tidak melakukan penyebaran secara luas (disseminate) yang merupakan tahap terakhir dalam metode riset model four-d. Karena itu, diharapkan penyusunan program ini tidak dianggap final, sehingga perlu dilakukan perbaikan berlanjut.

REFERENSI

al-Aṣfiḥānī, Aḥmad ibn al-Ḥusayn. (2019). al-Ghōyah wa al-taqrīb. Kudus: Pondok Pesantren Ath-Thullab.

al-Bantānī, Muḥammad ibn ‘Umar. (2008). Nihāyatu al-zayn. Beirut: Dār al-Fikr. URL: https://al-maktaba.org/book/6146

al-Dimyāṭī, Abū Bakr ‘Utsman ibn

Muḥammad. (1997). I'ānatu al-ṭōlibīn. Beirut: Dār al-Fikr. URL: https://al-maktaba.org/book/33983

al-Ghozālī, Abū Ḥāmid Muḥammad ibn

Muḥammad. (1993). Al-Mustaṣfā min ilm al-uṣūl. Beirut: Dār Kutub al-Ilmiyyah. URL: https://al-maktaba.org/book/5459

al-Ghozī, Muḥammad ibn Qāsim. (2005). Fatḥ al-qorīb al-mujīb.

Beirut: Beirut: Dār ibn Ḥazm. URL: https://al-maktaba.org/book/33949

al-Ḥuṣnī, Abū Bakr ibn Muḥammad. (1994). Kifāyat al-akhyār. Damaskus: Dār al-Khoir. URL: https://al-maktaba.org/book/6140

al-Malībārī, Aḥmad ibn 'Abd al-Azīz. (2005). Fatḥ al-mu'īn bi syarḥ qurrotu al-ayn bi muhimmāt al-dīn. Beirut:

Beirut: Dār ibn Ḥazm. URL: https://al-maktaba.org/book/11327

al-Malībārī, Aḥmad ibn 'Abd al-Azīz. (2019). Qurrotu al-ayn bi muhimmāt al-dīn. Kudus: Pondok Pesantren Ath-Thullab.

al-Suyūṭī, ‘Abd al-Roḥmān ibn Abī Bakr. (1990). al-Asybah wa al-naẓō'ir. Beirut: Dār al-Kutub al'Ilmiyyah. URL: https://al-maktaba.org/book/21719

al-Zuḥaylī, Wahbah ibn al-Muṣṭōfā. (1989). al-Fiqh al-islāmī wa adillatuhu. Damaskus: Dār al-Fikr. URL: https://al-maktaba.org/book/33954

Cronbach, Lee J. (1951, September). Coefficient alpha and the internal structure of tests. Psychometrika, 16: 297–334. URL: http://psych.colorado.edu/~carey/courses/psyc5112/readings/alpha_cronbach.pdf

Mokh. Iman Firmansyah, Yusuf Ali Tantowi, dan Gina Ratnanisa Fawziah

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 191

Fraenkel, Jack R. & Wallen, Norman E.(2009). How to design and evaluate research in education (7th ed.). New York: McGraw-Hill Companies. URL: https://archive.org/details/methodology-alobatnic-libraries

Likert, Rensis. 1932. A technique for the measurement of attitudes. Archives of Psychology, 140 : 1–55. URL: https://legacy.voteview.com/pdf/Likert_1932.pdf

Madjid, Nurcholish. (1997). Bilik-bilik pesantren: sebuah potret perjalanan. Jakarta Selatan: Paramadina. URL: https://archive.org/details/nmbbp

Mahmada, Nong Darol. (2001, 30 Juli – 05 Agustus). Membangun fikih yang pro-perempuan. Majalah TEMPO, 22 (30). URL: https://majalah.tempo.co/read/81720/membangun-fikih-yang-pro-perempuan

Morera, Osvaldo F. & Stokes, Sonya M. (2016, 17 Februari). Coefficient α as a measure of test score reliability: review of 3 popular misconceptions. American Journal of Public Health, 106(3): 458–461. DOI: https://dx.doi.org/10.2105%2FAJPH.2015.302993

Octavia, Lanny. (2014, 01 Januari). Pendidikan karakter berbasis tradisi pesantren. Jakarta Selatan: Renebook. URL: https://play.google.com/store/books/details/Pendidikan_Karakter_Berbasis_Tradisi_Pesantren?id=hEdODAAAQBAJ&hl=bs

OECD. (2005, Juli). Recommendation on principles and good practices for financial education and awareness. Paris: Directorate for Financial and Enterprise Affairs. URL: http://www.oecd.org/finance/financial-education/35108560.pdf

OECD. (2015, 16 November). National strategies for financial education: oecd/infe policy handbook. Paris: OECD Publishing. URL: https://www.oecd.org/daf/fin/financial-education/national-strategies-for-financial-education-policy-handbook.htm

OECD. (2019, 26 April). Pisa 2018 assessment and analytical framework. Paris: OECD Publishing. DOI: https://dx.doi.org/10.1787/b25efab8-en

OJK. (2017, 20 Desember). Strategi nasional literasi finansial indonesia (revisit 2017). Jakarta Pusat: Otoritas Jasa Finansial (OJK). URL: https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/publikasi/Pages/Strategi-Nasional-Literasi-Finansial-Indonesia-(Revisit-2017)-.aspx

Setiawan, Adib Rifqi. (2019, 14 Oktober). Penyusunan program pembelajaran biologi berorientasi literasi saintifik. Seminar Nasional Sains & Entrepreneurship VI, 1(1). URL: http://conference.upgris.ac.id/index.php/snse/article/view/255

Setneg. (2013, 13 November). Sambutan presiden ri pd strategi nasional literasi finansial, tgl 19 nov. 2013, di jcc. Jakarta Pusat: Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia. URL: https://www.setneg.go.id/baca/index/sambutan_presiden_ri_pd_strategi_nasional_literasi_finansial_tgl_19_nov_2013_di_jcc

Thiagarajan, Sivasailam, dkk. (1974). Instructional development for training teachers of exceptional children: a sourcebook. Washington, D. C.: National Center for Improvement of Educational Systems (DHEW/OE). URL:

Model Teams Games Tournament: Suatu Analisis Hasil Implementasi dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 192

https://files.eric.ed.gov/fulltext/ED090725.pdf

Umar, Nasaruddin. (2014, 24 Maret). Ketika fikih membela perempuan. Jakarta Pusat: Elex Media Komputindo. URL: https://books.google.co.id/books/about/Ketika_Fikih_Membela_Perempuan.html?id=rYhKDwAAQBAJ&redir_esc=y

Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 13, No. 2, Desember 2019, pp. 126-137 p-ISSN : 1978-936X

e-ISSN : 2528-0562 DOI: http://dx.doi.org/10.26877/mpp.v13i2.4913

126

Literasi Saintifik Berdasarkan Kecerdasan Majemuk dan Motivasi Belajar

Adib Rifqi Setiawan

Pondok Pesantren Ath-Thullab, Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS)

Jl. KH. Turaichan Adjhuri No.23, Kajeksan, 002/002, Kudus, 59314, Indonesia

Abstract

Received Revised Accepted

: 1 Des 2019 : 15 Des 2019 : 18 Des 2019

Burhān al-Dīn al-Nu’mān ibn Ibrōhīm al-Zarnūjī in his treatise entitled “Ta'līm al-Muta'allim Ṭorīq al-Ta'allum” informed that the academic

achievement has six things dependency: ingenious acumen, fervent desire, resilience, sufficent sustenance, guidance of a teacher, and length of time. Based on this perspective, we was empirically tested students scientific literacy through correlational research. In particular, first, multiple

intelligences was examined based on Multiple Intelligences Survey (MIS). Second, science learning motivation was explored used Science Motivation Questionnaire II (SMQ-II). Third, scientific literacy was tested that focused

on competence domain and environmental content. The participants of the study were 128 students in Kabupaten Kudus choosen by random sampling technique. We used Pearson r to elaborate relation of scientific literacy with each type of multiple intelligences nor component of science

learning motivation. It reveals that naturalistic intelligence and self-efficacy has strong correlation with scientific literacy. The findings suggest that it is important to facilitate students’ intelligence and motivations to guide them on achieving scientific literacy.

Keywords: Learning Motivation; Multiple Intelligences; Scientific Literacy (*) Corresponding Author: [email protected], +62-856-4067-6017

How to Cite: Setiawan, A. R. (2019). Literasi saintifik berdasarkan kecerdasan majemuk dan motivasi belajar. Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran, 13 (2):

126-137.

PENDAHULUAN

Gagasan tentang alam mengikuti prinsip konsisten yang dapat diuraikan,

dimulai sejak 2.603 tahun lalu ketika Thalēs melibatkan dirinya dalam penyelidikan ilmiah termasuk juga rekayasa (Boitani, 2015; al-Syahrostānī, 2010; Hawking &

Mlodinow, 2010; Panchenko, 1994; Crawford & Sen, 1996). Thalēs memperoleh kredit

sebagai orang pertama yang berhasil memprediksi gerhana matahari pada 28 Mei 585

SM. Dirinya juga berhasil mendeskripsikan posisi Ursa Minor dan berpikir bahwa rasi

bintang bisa berguna sebagai panduan untuk navigasi di laut. Namun, nilai penting

dari pekerjaan Thalēs ialah menggunakan rumahnya untuk menjadi tempat pembelajaran di Ionia (pada waktu itu Yunani, saat ini Turki), yang memelopori minat

kuat dalam mengungkap hukum dasar guna menjelaskan fenomena alam. Thalēs

juga memanfaatkan kemampuan memprediksi cuaca untuk membeli semua mesin

pengepres zaitun di Milētos setelah memperkirakan cuaca dan panen yang baik pada

tahun tertentu guna mendapatkan kekayaan dari panen zaitun. Tujuan utama Thalēs dalam melakukan pembelian tersebut bukan hanya untuk memperkaya diri, tetapi

sekaligus membuktikan kepada sesama warga Milētos bahwa penyelidikan ilmiah

dapat berguna untuk keseharian termasuk finansial, bertentangan dengan pikiran

masyarakat tersebut. Informasi historis tersebut menyampaikan bahwa Thalēs telah

membangun sebuah gagasan yang sekarang dikenal dengan literasi saintifik.

Literasi saintifik telah dijelaskan oleh Paul deHart Hurd (1998) sebagai

kompetensi yang diperlukan oleh warga negara untuk berpikir rasional tentang sains

dalam kaitannya dengan masalah pribadi, sosial, politik, ekonomi, dan masalah yang

mungkin ditemui seseorang sepanjang hidup. Konsep literasi saintifik yang mulai

dikembangkan pada 1958 senantiasa menyesuaikan dengan perubahan masyarakat, termasuk kemunculan era informasi, kelahiran ekonomi global, dan dunia daring.

Gormally, dkk. (2012) menyusun indikator keterampilan literasi saintifik menjadi 2

Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 13, No. 2, Desember 2019, pp. 126-137 p-ISSN : 1978-936X

e-ISSN : 2528-0562 DOI: http://dx.doi.org/10.26877/mpp.v13i2.4913

127

bagian, yakni: memahami metode penyelidikan yang mengarah pada pengetahuan

ilmiah; serta mengatur, menganalisis, sekaligus menafsirkan data kuantitatif dan

informasi ilmiah. Sementara Fives, dkk. (2014) mengklasifikasi literasi saintifik ke dalam 5 komponen, berupa: peran sains, pemikiran dan kegiatan ilmiah, sains dan

masyarakat, matematika dalam sains, serta motivasi dan keyakinan sains. Selain itu,

kerangka kerja PISA (Programme for International Student Assessment) dari OECD

(2019a) mendefinisikan literasi saintifik sebagai kemampuan untuk terlibat masalah

yang berhubungan dengan sains dan dengan gagasan sains sebagai warga negara yang reflektif. Karena itu, orang yang memiliki literasi saintifik bersedia untuk terlibat

dalam komunikasi ilmiah tentang sains dan teknologi yang membutuhkan

kompetensi untuk: menjelaskan fenomena secara ilmiah, mengevaluasi dan

merancang penyelidikan ilmiah, juga menafsirkan data dan bukti secara ilmiah.

Informasi teoretis ini memperjelas fakta bahwa arah gagasan literasi saintifik ialah

upaya untuk menggunakan sains di luar praktik ilmiah.

Gambar 1. Literasi Saintifik Pelajar Indonesia Berdasarkan Penilaian PISA (OECD,

2019b) Kedua informasi tersebut menunjukkan bahwa gagasan dan kenyataan ini

bukan sesuatu yang modern, meskipun kita kehilangan pandangan sejarah ini.

Sayangnya, kajian PISA pada 2006–2015 dan beberapa karya ilmiah pada periode itu,

telah menemukan bahwa pembelajaran sains secara umum tidak dapat membimbing

pelajar secara optimal untuk mencapai literasi saintifik (OECD, 2019b; Setiawan,

2019a; 2017; Rosser, 2018; Setiawan, dkk., 2017; Utari, dkk., 2017; OECD/ADB, 2015; Juliani, 2015; Adisendjaja, 2008). Pelajar Indonesia secara keseluruhan tampak

tidak mengapresiasi pengetahuan ilmiah, kurang melihat peluang untuk menjadi

ilmuwan, maupun memanfaatkan penguasaan sains secara praktis di luar

penyelidikan ilmiah. Mungkin hanya sebagian kecil pelajar Indonesia yang berharap

untuk mengejar karier di bidang sains dibanding semua pelajar di negara berkembang ini. Di antara sebagian kecil itu, tidak terdapat jumlah yang secara

signifikan memiliki kinerja tinggi dalam literasi saintifik dibanding pelajar dari negara

lain yang ikut serta dalam penilaian PISA. Informasi lapangan ini adalah sumber kuat

untuk memberi bukti empiris kepada pendidik sains, dan peneliti pembelajaran,

maupun pembuat kebijakan pendidikan di Indonesia.

Sebenarnya sudah terdapat beberapa upaya untuk melatih literasi saintifik melalui pembelajaran sains yang dilakukan oleh pendidik maupun peneliti Indonesia.

Misalnya dilakukan oleh Utari, dkk. (2017) melalui pembelajaran termodinamika.

Diperoleh hasil berupa sebagian besar pelajar dapat membuat pertanyaan serta

menyusun langkah eksperimen dan tabel pengamatan, tapi tidak terdapat pelajar

Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 13, No. 2, Desember 2019, pp. 126-137 p-ISSN : 1978-936X

e-ISSN : 2528-0562 DOI: http://dx.doi.org/10.26877/mpp.v13i2.4913

128

yang mengkritik atau memberikan saran terhadap hasil percobaan yang mereka

lakukan. Setiawan (2019b) melakukan upaya yang sama melalui pembelajaran

mekanika. Hasil menunjukkan bahwa secara keseluruhan literasi saintifik pelajar mengalami peningkatan pada kategori sedang setelah diterapkan pendekatan

saintifik. Selain melalui pembelajaran fisika, upaya lain juga dilakukan melalui

pembelajaran biologi. Misalnya oleh Dinata (2018) ketika melakukan field trip dalam

pembelajaran ekosistem, yang memberi hasil berupa peningkatan kategori tinggi

untuk kompetensi menjelaskan fenomena secara ilmiah serta sedang untuk menafsirkan data dan bukti secara ilmiah. Upaya Setiawan (2019c; 2019d) melalui

pembelajaran plantae dan animalia memberi simpulan bahwa pembelajaran

menggunakan pendekatan saintifik bisa menjadi sarana untuk melatih literasi

saintifik pelajar. Namun, perbandingan terhadap beberapa riset lain menunjukkan

bahwa tidak ditemukan perbedaan menyolok antar model pembelajaran dari sisi

peningkatan maupun keefektifan. Bila dicermati, kajian pustaka yang disampaikan menunjukkan bahwa fokus

lebih diarahkan terhadap ‘apa’ yang harus pelajar peroleh setelah pembelajaran serta

‘bagaimana’ cara memandu pelajar memperoleh ‘apa’ itu melalui pembelajaran. Sisi

lain berupa ‘siapa’ yang terlibat dalam pembelajaran tampak tidak diperhatikan.

Karena itu, kami merasa perlu untuk memperoleh gambaran ‘siapa’ yang terlibat dalam pembelajaran. Secara khusus fokus ‘siapa’ tersebut diarahkan kepada aspek

kecerdasan majemuk dan motivasi belajar yang dikaitkan dengan profil kompetensi

literasi saintifik. Gambaran tersebut diharapkan dapat menjadi bahan untuk

menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi program pembelajaran berorientasi

literasi saintifik agar lebih terstruktur dan terukur. Karena itu, rumusan masalah

riset ini ialah, “Bagaimana profil literasi saintifik berdasarkan kecerdasan majemuk dan motivasi belajar?”

METODE

Tujuan riset ini ialah untuk mendapatkan profil literasi saintifik berdasarkan

kecerdasan majemuk dan motivasi belajar. Karena itu dibutuhkan data profil kompetensi literasi saintifik, kecerdasan majemuk, dan motivasi belajar. Berdasarkan

tujuan riset dan kebutuhan data, metode yang dapat dipakai ialah pendekatan

kuantitatif tipe correlational jenis associational research. Tipe correlational berupaya

untuk mengetahui perbedaan satu atau lebih hubungan dari beberapa faktor tanpa

memerlukan intervensi dari peneliti (Fraenkel & Wallen, 2009). Tipe riset ini juga

dapat digunakan sebagai bahan memprediksi kemungkinan hasil yang diperoleh (Fraenkel & Wallen, 2009). Partisipan untuk riset tipe correlational sebaiknya dipilih

secara acak sebanyak lebih dari 30 orang (Fraenkel & Wallen, 2009). Dalam riset ini,

sampel sebanyak 128 pelajar diambil menggunakan teknik penyampelan acak.

Keseluruhan sampel berasal dari satu sekolah menengah di Kabupaten Kudus,

berjenis kelamin lelaki, dan memiliki rentang usia 15–17 tahun. Profil kompetensi literasi saintifik diukur menggunakan instrumen penilaian

yang disusun oleh Setiawan (2019a; 2019e). Instrumen penilaian ini dipilih karena

keseluruhan soal sudah layak pakai berdasarkan validasi pakar serta dua kali ujicoba

lapangan memberi nilai keandalan sebesar 0.763 dan 0,901. Literasi saintifik dalam

instrumen penilaian tersebut difokuskan kepada domain kompetensi: menjelaskan

fenomena secara ilmiah (K1), merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah (K2), dan menafsirkan data dan bukti secara ilmiah (K3), yang tersebar ke dalam 3

kelompok dari 10 butir soal. Instrumen tersebut juga dilengkapi panduan penilaian

yang memudahkan kami untuk memberi skor terhadap setiap butir soal.

Untuk kecerdasan majemuk diukur menggunakan Multiple Intelligences

Survey (MIS) versi Bahasa Indonesia (Si'ayah & Setiawan, 2019; McKenzie, 2005). MIS terdiri dari 90 buah pernyataan singkat yang dinilai menggunakan skala biner berupa

angka 1 untuk setiap pernyataan yang dianggap sesuai serta 0 untuk semua

pernyataan yang tidak sesuai. Instrumen ini dapat dipakai buat memperoleh

gambaran sebaran sembilan kecerdasan majemuk seseorang, mencakup:

Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 13, No. 2, Desember 2019, pp. 126-137 p-ISSN : 1978-936X

e-ISSN : 2528-0562 DOI: http://dx.doi.org/10.26877/mpp.v13i2.4913

129

interpersonal, intrapersonal, logis, verbal, visual, musikal, kinestetik, naturalis, dan

eksistensialis. Contoh butirnya ialah, “Klasifikasi membantu saya memahami data

baru.” yang ditanggapi dengan memberi skor 1 kalau sesuai atau 0 kalau tidak sesuai.

Kompetensi Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah

Indikator Mengusulkan cara mengeksplorasi secara ilmiah terhadap pertanyaan yang diberikan

Topik Penanganan Perubahan Lingkungan

Soal Ketika memimpin proyek pembangunan sirkuit MotoGP dari DORNA di Kabupaten Kudus pada 2019 yang harus siap pakai pada 2024, Rosé ingin agar hasilnya ramah lingkungan. Karena itu, dirinya mengumpulkan data sebagai berikut: a) Jumlah kendaraan untuk setiap sesi balapan paling banyak ialah 30

sepeda motor; b) Bahan bakar setiap kendaraan ialah Pertamax Plus;

c) Setiap kendaraan membutuhkan 1 liter untuk sekali mengelilingi sirkuit sepanjang 5 km;

d) Daftar pohon yang dapat dipilih Rosé untuk ditanam di lingkungan sirkuit sebagai berikut:

No. Pohon Nama Ilmiah Daya Serap CO2 (g/jam.pohon)

1 Mahoni Swietenia macrophylla 3.112,43 2 Palem Phoenix Phoenix roebelenii 0,39 3 Kersen Muntingia calabura 0,6 4 Beringin Ficus benjamina 1.146,51 5 Trembesi Samanea saman 3.252,10

Pertanyaan Bagaimana langkah perencanaan yang dapat dilakukan Rosé agar sirkuit yang dibangun ramah lingkungan?

Jawaban Langkah perencanaan yang dapat dilakukan Rosé ialah: 1) Memprediksi total emisi karbon selama masa balapan; 2) Memilih pohon yang memiliki daya serap paling bagus sekaligus

memungkinkan ditanam di lokasi; 3) Memetakan letak penanaman pohon agar efektif dan efisien serta tidak

mengganggu pelaksanaan balapan.

Gambar 2. Contoh Instrumen Penilaian Literasi Saintifik

Sementara motivasi belajar, instrumen yang dipakai ialah Science Motivation

Questionnaire II (SMQ-II) versi Bahasa Indonesia (Velasufah & Setiawan, 2019; Glynn, dkk., 2011). SMQ-II terdiri dari 25 buah pertanyaan yang dinilai menggunakan Skala

Likert tipe 5 skala untuk mengukur lima komponen motivasi belajar: motivasi

intrinsik, determinasi diri, efikasi diri, motivasi karier, serta motivasi nilai. Contoh

butirnya ialah, “Sains yang saya pelajari sesuai dengan kebutuhan hidup saya.” yang

ditanggapi dengan “tidak pernah” (skor=1), “jarang” (skor=2), “kadang” (skor=3), “sering” (skor=4), dan “selalu” (skor=5).

Dalam riset tipe korelasi, instrumen yang digunakan harus menghasilkan data

kuantitatif (Fraenkel & Wallen, 2009). Karena setiap instrumen sudah dapat dinilai

secara kuantitatif, nilai literasi saintifik dikaitkan dengan kecerdasan majemuk dan

motivasi belajar. Kaitan ketiganya dihitung menggunakan persamaan koefisien

korelasi Pearson r yang kemudian ditafsirkan berdasarkan tabel 1 (Fraenkel & Wallen, 2009; Rogers & Nicewander, 1987):

𝑟 = ∑ (𝑥𝑖 − ��)(𝑦𝑖 − ��)𝑛

𝑖=1

√∑ (𝑥𝑖 − ��)𝑛𝑖=1

2 √∑ (𝑦𝑖 − ��)𝑛

𝑖=12

keterangan: r = koefisien korelasi

n = banyak sampel

i = skor datum

𝑥𝑖 = skor setiap sampel

�� = rerata skor kecerdasan atau motivasi

Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 13, No. 2, Desember 2019, pp. 126-137 p-ISSN : 1978-936X

e-ISSN : 2528-0562 DOI: http://dx.doi.org/10.26877/mpp.v13i2.4913

130

�� = rerata literasi saintifik

𝑦𝑖 = skor literasi saintifik setiap sampel

Tabel 1. Kategori Kaitan

Pearson r Kategori Kaitan

−1 ≤ 𝑟 < 0 Terdapat kaitan negatif

𝑟 = 0 Tidak terdapat kaitan 0 < 𝑟 ≤ 1 Terdapat kaitan positif

(Rogers & Nicewander, 1987)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil literasi saintifik, kecerdasan majemuk, dan motivasi belajar yang

diperoleh secara rinci masing-masing seperti berikut: Tabel 2. Profil Kompetensi Literasi Saintifik

Kompetensi Literasi Saintifik Nilai

Menjelaskan fenomena secara ilmiah 0,352

Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah 0,356

Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah 0,340

Keseluruhan 0,349

Gambar 1. Profil Ragam Kecerdasan Majemuk

Gambar 2. Profil Komponen Motivasi Belajar

Pembahasan

Burhān al-Dīn al-Nu’mān ibn Ibrōhīm al-Zarnūjī dalam Ta'līm al-Muta'allim

Ṭorīq al-Ta'allum menuturkan bahwa terdapat 6 faktor penentu hasil belajar: kecerdasan, motivasi, kesabaran ketika menghadapi kesulitan, kecukupan bekal

untuk pembelajaran, bimbingan guru, dan waktu belajar yang intensif (Siayah, dkk.,

2019; al-Zarnūjī, 2014). Tuturan al-Zarnūjī (2014) didukung oleh Jung & Haier (2007)

yang mengungkap bahwa tidak ada konsep yang lebih penting dalam pendidikan

daripada kecerdasan. Kecerdasan adalah potensi diri untuk memproses informasi

yang dari lingkungan sekitar untuk digunakan dalam mengambil keputusan, menyelesaikan masalah, dan/atau menghasilkan produk yang bernilai. Setiap jenis

0.000

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.211

14.039

11.578

8.805

12.664

0.000 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000

Motivasi intrinsik

Efikasi Diri

Determinasi Diri

Motivasi Nilai

Motivasi Karier

Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 13, No. 2, Desember 2019, pp. 126-137 p-ISSN : 1978-936X

e-ISSN : 2528-0562 DOI: http://dx.doi.org/10.26877/mpp.v13i2.4913

131

kecerdasan majemuk merupakan gabungan dari keterampilan terkait dan hal ini

menjelaskan bentuk sarafnya yang rumit. Pendidikan secara umum bertujuan upaya

menumbuhkan kesadaran bahwa seseorang memiliki kecerdasan yang dapat dikembangkan dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan diri serta

mengembangkan masyarakat (OECD, 2019a; al-Maḥallī & al-Suyūṭī, 2010).

Tabel 3. Perbedaan setiap kecerdasan majemuk

Jenis Kecerdasan Keterangan

Interpersonal Sanggup bekerja sama dengan orang lain Intrapersonal Memahami kekuatan dan kelemahan diri

Logis Bisa melakukan penalaran runtut

Verbal Cakap menggunakan perkataan

Visual Dapat untuk memvisualisasi dengan pikiran

Musikal Peka terhadap suara Kinestetik Mampu mengontrol gerakan tubuh

Naturalis Mengerti hubungan informasi dengan lingkungan

Eksistensialis Merenungkan sifat keberadaan alam raya

Konsep kecerdasan sepanjang sejarah telah mengalami banyak perubahan

dalam benak pakar. Pada 1905, gagasan kecerdasan umum dibangun menggunakan

tes IQ (intelligence quotient) untuk menilai kemampuan anak dalam memahami,

bernalar, dan membuat penilaian (Shearer & Karanian, 2017). Belakangan, pada 1983, mulai muncul gagasan kecerdasan majemuk yang dilatari oleh anggapan

bahwa kecerdasan umum terlalu terbatas (Gardner, 2011; Candler, 2011).

Kemunculan gagasan kecerdasan majemuk tidak langsung mendapat dukungan utuh

dari semua orang. Sebagian orang menganggap bahwa kecerdasan majemuk memiliki

dukungan empiris yang tidak memadai dan tidak konsisten dengan temuan neurosains kognitif (Waterhouse, 2006). Namun, telaah terhadap 318 artikel

akademik terkait riset neurosains (neuroscience, ilmu saraf) yang dilakukan oleh

Shearer & Karanian (2017) menunjukkan bahwa kecerdasan majemuk memiliki pola

saraf yang jelas dan koheren. Lebih lanjut Shearer (2019) menyimpulkan berdasarkan

telaah lanjutan terhadap 417 kajian neurosains terkait korelasi antara saraf dengan

unit keterampilan dalam tujuh kecerdasan. Simpulan yang diperoleh menemukan setiap kecerdasan adalah unit keterampilan kognitif yang memiliki keunikan dan

kesamaan dalam saraf.

Tabel 4. Kaitan Kompetensi Literasi Saintifik dengan Setiap Jenis Kecerdasan

Jenis Kecerdasan K1 K2 K3 K

Interpersonal 0,026 0,142 0,000 0,063

Intrapersonal 0,070 0,161 0,010 0,090

Logis 0,060 0,107 0,021 0,070 Verbal -0,063 0,057 -0,130 -0,050

Visual 0,225 0,148 0,021 0,146

Musikal 0,174 0,272 0,074 0,194

Kinestetik -0,089 0,136 0,028 0,030

Naturalis 0,223 0,225 0,119 0,211

Eksistensialis -0,156 -0,019 -0,300 -0,176

Tabel 4 menunjukkan bahwa tidak semua jenis kecerdasan memiliki kaitan

positif dengan kompetensi literasi saintifik. Kecerdasan eksistensialis memiliki kaitan negatif dengan setiap kompetensi literasi saintifik. Sementara kecerdasan verbal

hanya memiliki korelasi positif dengan kompetensi merancang dan mengevaluasi

penyelidikan ilmiah. Kecerdasan logis yang umumnya dianggap berkelindan dengan

penyelidikan ilmiah justru memiliki nilai korelasi yang lebih rendah dibanding

kecerdasan intrapersonal, visual, bahkan musikal. Literasi saintifik membutuhkan tidak hanya pengetahuan tentang konsep dan

teori sains, tapi juga pengetahuan tentang prosedur dan praktik umum yang terkait

dengan penyelidikan ilmiah yang memungkinkan sains berkembang. Untuk mencapai

arah ini, diperlukan kemampuan untuk menghubungkan dan mengklasifikasi

informasi yang sesuai dengan jenis kecerdasan naturalis (Morris, 2004; Gardner,

Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 13, No. 2, Desember 2019, pp. 126-137 p-ISSN : 1978-936X

e-ISSN : 2528-0562 DOI: http://dx.doi.org/10.26877/mpp.v13i2.4913

132

1995). Tabel 4 menunjukkan bahwa jenis kecerdasan naturalis memiliki korelasi

paling kuat dengan keseluruhan kompetensi literasi saintifik. Namun, secara rinci

nilai koefisien korelasi jenis naturalis masih di bawah visual untuk kompetensi menjelaskan fenomena secara ilmiah (K1). Hasil tersebut wajar karena salah satu

indikator kompetensi tersebut ialah mengidentifikasi, menggunakan, dan

menghasilkan model dan representasi yang jelas (OECD, 2019a). Indikator ini diuji

dengan soal yang meminta pelajar untuk membuat skema daur biogeokimia untuk

menunjukkan bahwa terdapat hubungan erat antar organisme dalam menjaga kelangsungan nitrogen (N) di alam. Dengan demikian, pengertian terhadap hubungan

informasi dengan lingkungan tidak cukup, tapi diperlukan tambahan berupa dapat

untuk memvisualisasi dengan pikiran yang termasuk dalam kecerdasan visual. Hasil

paling menyolok ditunjukkan oleh jenis eksistensialis yang memiliki korelasi negatif

untuk semua kompetensi literasi saintifik. Hasil ini berarti kian tinggi kecerdasan

eksistensialis seseorang, kompetensi literasi saintifik kian rendah. Jenis eksistensialis terkait dengan kecenderungan untuk mengajukan dan merenungkan pertanyaan

tentang kehidupan, kematian, dan realitas pamungkas (Gardner, 2000). Hasil ini

perlu diperhatikan secara serius, bahkan untuk korelasi dengan jenis ini kami

menyarankan dilakukan replikasi secara khusus. Saran ini didasarkan bahwa salah

satu tujuan sains ialah mengerti realitas alam serta jenis eksistensialis terkait erat dengan kereligiusan seseorang (al-Syahrostānī, 2010; Hawking & Mlodinow, 2010;

Gardner, 2000). Sementara sepanjang lintasan sejarah Indonesia termasuk negara

religus (OECD/ADB, 2015). Selain itu, hasil penilaian PISA tahun 2015 sekilas

menunjukkan bahwa literasi saintifik pelajar dari beberapa negara religius seperti

Indonesia, Israel, dan Amerika Serikat lebih rendah dibanding negara yang dianggap

tidak religius seperti Singapura, Korea, dan Hong Kong (OECD, 2019b).

Gambar 5. Penilaian Literasi Saintifik PISA 2015 untuk Negara (OECD, 2019b)

Tuturan al-Zarnūjī (2014) bahwa motivasi sebagai satu dari enam faktor penentu keberhasilan belajar diperkuat oleh Kışoğlu (2018) dan Bryan, dkk. (2011)

yang mengungkap bahwa terdapat kaitan positif antara motivasi belajar dan sikap

pelajar dalam pembelajaran sehingga guru perlu mendorong motivasi pelajar.

Memang survei dari PISA menunjukkan anomali untuk Korea Selatan berupa hasil

tinggi dalam literasi saintifik justru disertai motivasi rendah, tapi secara umum motivasi belajar cenderung linear dengan literasi saintifik (Mo, 2019; OECD, 2019b;

2016). Secara keseluruhan setiap komponen motivasi belajar berkorelasi positif

dengan kompetensi literasi saintifik. Hasil ini selaras dengan temuan yang

menunjukkan bahwa hasil belajar cenderung rendah ketika motivasi rendah

(Velasufah & Setiawan, 2019; Nurohmah, 2015; Marcharis, 2015; Glynn, dkk., 2011).

Motivasi dalam pembelajaran merupakan faktor penting karena kehadiran pelajar

Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 13, No. 2, Desember 2019, pp. 126-137 p-ISSN : 1978-936X

e-ISSN : 2528-0562 DOI: http://dx.doi.org/10.26877/mpp.v13i2.4913

133

dalam kelas, laboratorium, dan/atau kunjungan lapangan bukan jaminan bahwa

mereka ingin belajar (Setiawan, 2019f). Tidak dapat dimungkiri bahwa beberapa

pelajar yang hadir hanya untuk menggugurkan kewajiban dari sekolah dan orangtua, sekadar cara agar mendapat uang saku harian, atau ingin berkumpul dengan teman

maupun pacar.

Gambar 6. Kaitan Kompetensi Literasi Saintifik dengan Setiap Komponen Motivasi

Belajar

Glynn, dkk. (2011) berpendapat bahwa faktor yang mempengaruhi motivasi

belajar adalah motivasi intrinsik, efikasi diri, determinasi diri, motivasi nilai, dan

motivasi karier. Dari keseluruhan, efikasi diri dengan nilai 0,356 memiliki korelasi

paling tinggi dibandingkan komponen lain. Efikasi diri yang merujuk kepada

keyakinan diri pelajar dalam meraih prestasi memainkan peran sentral dalam motivasi (Bandura, dkk., 2001). Kian kuat efikasi diri, pelajar kian aktif berupaya

dalam meraih prestasi. Velasufah & Setiawan (2019) menyampaikan bahwa efikasi

diri termasuk komponen penting bagi pelajar dalam menjaga ketekunan selama

terlibat pembelajaran untuk meraih prestasi yang diharapkan. Hasil yang

ditunjukkan melalui gambar 6 menyiratkan makna bahwa guru perlu mendorong pelajar untuk terbiasa menghadapi tantangan guna, seperti melalui tugas, guna

memberi pengalaman agar kemampuan mereka berkembang.

Komponen lain yang memiliki korelasi hampir setara ialah motivasi karier

dengan nilai 0,345. Glynn, dkk. (2011) mendefinisikan motivasi karir sebagai motivasi

yang timbul dari persepsi pelajar terhadap masa depan karier mereka. Gambar 6

menunjukkan bahwa pelajar menemukan nilai kegunaan literasi saintifik untuk masa depan karier mereka. Dari sini dapat dibuat hipotesis bahwa pelajar sekolah

menengah Indonesia sedang dalam proses pengembangan karier, yang membuat

motivasi karier menjadi faktor paling penting dalam mencapai kompetensi literasi

saintifik.

Hipotesis tersebut diperkuat dengan hasil yang menunjukkan bahwa motivasi nilai (0,332) dan motivasi intrinsik (0,327) yang memiliki korelasi setara dengan

motivasi karier. Tampak bahwa pelajar Indonesia memiliki perspektif bahwa

keinginan diri sendiri dan nilai yang akademik diperoleh memiliki kaitan erat dengan

masa depan karier. Untuk menjawab hipotesis tersebut, tentu diperlukan lebih

banyak pengertian mendalam tentang motivasi karier pelajar. Sehingga diperlukan

0.000

0.050

0.100

0.150

0.200

0.250

0.300

0.350

0.400

Motivasiintrinsik

Efikasi Diri DeterminasiDiri

Motivasi Nilai MotivasiKarier

Keseluruhan

Menjelaskan fenomena secara ilmiah

Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah

Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah

Keseluruhan

Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 13, No. 2, Desember 2019, pp. 126-137 p-ISSN : 1978-936X

e-ISSN : 2528-0562 DOI: http://dx.doi.org/10.26877/mpp.v13i2.4913

134

kajian yang mempertimbangkan faktor lingkungan, seperti status sosial, kurikulum

sekolah, tingkat ekonomi, serta dukungan orangtua.

Secara khusus, Simpkins, dkk., (2015) menyebut bahwa dukungan orangtua dikenal sebagai faktor paling penting yang memengaruhi motivasi karier pelajar.

Apalagi dalam budaya Indonesia, keluarga memiliki peran penting dalam menata

karier yang mungkin akan ditempuh oleh pelajar. Karena itu, kelanjutan kajian yang

mempertimbangkan faktor lingkungan akan memberi pengertian utuh dan

menyeluruh tentang motivasi karier pelajar Indonesia, khususnya terkait kompetensi literasi saintifik.

Keempat hasil tersebut jauh berbeda dengan determinasi diri yang hanya

memiliki korelasi sebesar 0,130. Hasil ini menunjukkan bahwa pelajar kurang

mengerti langkah agar dapat memiliki kompetensi literasi saintifik. Hasil tersebut

mengkhawatirkan karena membuka peluang pelajar beralih pilihan untuk tidak

mempelajari sains atau minimal mengubah prioritas belajar mereka. Pelajar bisa saja berpikir bahwa kompetensi literasi saintifik dapat membantu karier mereka, tapi pada

saat bersamaan menganggap hal ini sulit diperoleh. Literasi saintifik memang sulit,

sehingga tugas guru ialah membuat agar kompetensi ini tidak tambah sulit diperoleh

pelajar. Untuk itu, perlu dilakukan pembelajaran yang melatih pelajar secara

berjenjang dari tingkat rendah, sedang, dan tinggi, dalam bentuk mengerjakan soal algoritma maupun menyelesaikan masalah.

Riset ini terbatas kepada data yang dikumpulkan pada satu titik waktu

tertentu. Karena itu, terdapat kemungkinan bahwa profil literasi saintifik dapat

berubah, begitu pula kecerdasan majemuk dan motivasi belajar. Kecerdasan terus

tumbuh dan berubah menjadi matang ketika fungsi kognitif manusia dilibatkan

(Kweldju, 2015; Fuchs dan Flügge, 2014). Beberapa riset lapangan, seperti dilakukan oleh Nurohmah (2015) serta Setiawan (2019f; 2019g), menunjukkan bahwa motivasi

belajar dapat berubah ketika pelajar menerima perlakuan tertentu. Sementara literasi

saintifik, dapat berubah melalui pembelajaran (Utari, dkk., 2017; Setiawan, 2017;

2019b; 2019c; 2019d; 2019h; Dinata, 2018).

Dalam riset sosial, hasil yang diperoleh tidak memberi garansi bahwa keabsahan dan keandalan yang sama dapat berlaku untuk partisipan lain. Alasannya

antara lain, ruang lingkup pembahasan berada dalam spektrum tertentu. Kalau

hanya mengambil simpulan akhir tanpa memperhatikan rincian tertentu seperti

metode dan fokus pembahasan, berarti yang terjadi adalah implantasi atau

pencangkokan. Memperhatikan hasil yang diperoleh serta keterbatasan ruang lingkup

pembahasan, kami berharap agar guru turut berupaya untuk memastikan agar pembelajaran yang dilakukan dapat menampung keragaman setiap jenis kecerdasan

majemuk serta dapat merangsang motivasi belajar. Cara yang dapat dilakukan bisa

beragam selama tidak bertentangan dengan tujuan pembelajaran. Sementara peneliti

pembelajaran juga diharapkan agar melakukan replikasi terhadap riset yang kami

lakukan guna memberi gambaran rinci permasalahan yang dihadapi sebagai informasi agar cara yang dilakukan guru dapat memberi hasil maksimal.

PENUTUP

Berdasarkan kecerdasan majemuk, jenis naturalis memiliki korelasi dibanding

yang lain serta korelasi negatif diperoleh dari jenis verbal dan eksistensialis.

Berdasarkan motivasi belajar, hampir setiap komponen memiliki korelasi setara, yakni efikasi diri, motivasi karier, motivasi nilai, dan motivasi intrinsik, sedangkan

determinasi diri tidak memiliki kecenderungan yang sama dengan empat komponen

tersebut.

DAFTAR PUSTAKA Adisendjaja, Yusuf Hilmi. (2008). Analisis buku ajar biologi sma kelas x di kota

bandung berdasarkan literasi sains. Bandung: Jurusan Pendidikan Biologi

Universitas Pendidikan Indonesia

Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 13, No. 2, Desember 2019, pp. 126-137 p-ISSN : 1978-936X

e-ISSN : 2528-0562 DOI: http://dx.doi.org/10.26877/mpp.v13i2.4913

135

al-Maḥallī, Muḥammad ibn Aḥmad & al-Suyūṭī, ‘Abd al-Raḥmān ibn Abī Bakr. (2010). Tafsīr al-jalālayn. Cairo: Dār al-Ḥadīts.

al-Syahrostānī, Abū al-Fatḥ Muḥammad ibn ‘Abd al-Karīm. (2010). Al-Milal wa al-niḥal. Amman: Muassasat al-Ḥalabi.

al-Zarnūjī, Burhan al-Dīn. (2014). Ta’līm al-muta’allim ṭōrīq at-ta’allumi. Beirut: Dar

ibn Katsīr.

Bandura, Albert, dkk. (2001, Januari/Februari). Self-efficacy beliefs as shapers of children's aspirations and career trajectories. Child Development, 72 (1): 187–

206.

Boitani, Piero. (2015, 11 April). Ulysses and the Stars. Strumenti Critici, 30(1): 3-18.

Bryan, Robert R., dkk. (2011, 25 Juli). Motivation, achievement, and advanced placement intent of high school students learning science. Science education,

95(6): 1049-1065. Candler, Laura. (2011). Teaching multiple intelligence theory. Teaching Resources.

Crawford, George, & Sen, Bidyut. (1996, 10 Agustus). Derivatives for decision makers: strategic management issues. John Wiley & Sons.

Dinata, Anita Nurlela. (2018, Maret). The influence of field trip on high school

student's scientific literacy and attitude towards science in ecosystem concept. Assimilation: Indonesian Journal of Biology Education, 1(1): 8-13.

Fives, Helenrose, dkk. (2014, 18 Juni). Developing a measure of scientific literacy for middle school students. Science Education, 98(4), 549-580.

Fraenkel, Jack R. & Wallen, Norman E. (2009). How to design and evaluate research in education (7th ed.). New York. McGraw-Hill Companies.

Gardner, Howard Earl. (1995, 09 November). Reflections on multiple intelligences: myths and messages. Phi Delta Kappan, 77 (3): 200–209.

Gardner, Howard Earl. (2000, 18 September). Intelligence reframed: multiple intelligences for the 21st century. Hachette UK.

Gardner, Howard Earl. (2011). Multiple intelligences: the first thirty years. Harvard

Graduate School of Education.

Glynn, Shawn M.; Brickman, Peggy; Armstrong, Norris; & Taasoobshirazi, Gita. (2011,

20 September). Science motivation questionnaire ii: validation with science majors and nonscience majors. Journal of Research in Science Teaching, 48(10):

1159-1176. Gormally, Cara, dkk. (2012, 01 Desember). Developing a test of scientific literacy skills

(tosls): measuring undergraduates’ evaluation of scientific information and arguments. CBE—Life Sciences Education, 11(4), 364-377.

Hake, Richard R. (1998). Interactive-engagement versus traditional methods: a six-

thousand-student survey of mechanics test data for introductory physics courses. American Journal of Physics, 66(1): 64─74.

Hawking, Stephen William, & Mlodinow, Leonard. (2010, 07 September). The grand design. Bantam Books.

Hurd, Paul deHart. (1998). Scientific literacy: New minds for a changing world. Science

education, 82(3), 407-416. Juliani, Rini. (2015, 26 Juni). Rekonstruksi rancangan rencana pelaksanaan

pembelajaran (rpp) melalui analisis kesulitan literasi sains peserta didik sekolah menengah pertama pada topik listrik dinamis. Undergraduate Thesis. Bandung:

Universitas Pendidikan Indonesia. Jung, Rex E., & Haier, Richard J. (2007, 26 Juli). The parieto-frontal integration

theory (p-fit) of intelligence: converging neuroimaging evidence. Behavioral and Brain Sciences, 30(2): 135-154.

Kışoğlu, Mustafa. (2018, Februari). An examination of science high school students’

motivation towards learning biology and their attitude towards biology lesson. International Journal of Higher Education, 7(1): 151-64.

Marcharis, Dita Alawiyah. (2015, 26 Juni). Beban kognitif pelajar pada pembelajaran biologi di sma berbasis pesantren. Undergraduate Thesis. Bandung: Universitas

Pendidikan Indonesia.

Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 13, No. 2, Desember 2019, pp. 126-137 p-ISSN : 1978-936X

e-ISSN : 2528-0562 DOI: http://dx.doi.org/10.26877/mpp.v13i2.4913

136

McKenzie, Walter. (2005). Multiple intelligences and instructional technology. ISTE -

International Society for Technology in Education.

Mo, Jeffrey. (2019, 15 Januari). How is students’ motivation related to their performance and anxiety?. PISA in Focus, 92. Paris: OECD Publishing.

Morris, Marla. (2004). The eight one: naturalistic intelligence. Dalam Kincheloe, Joe L.

(ed.) Multiple Intelligences Reconsidered: 150–176. Peter Lang. Nurohmah, Eva Fauziah. (2015, 30 Januari). Efektivitas pendekatan saintifik dalam

meningkatkan hasil dan motivasi belajar pelajar smp. Undergraduate Thesis.

Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

OECD. (2016, 06 Desember). Students' attitudes towards science and expectations of science–related careers. Dalam PISA 2015 Results (Volume I): Excellence and Equity in Education. Paris: OECD Publishing.

OECD. (2019a, 26 April). Pisa 2018 assessment and analytical framework: 97-117.

Paris: OECD Publishing. OECD. (2019b, 06 November). Science performance (pisa) (indicator). OECD/ADB. (2015, 25 Maret). Education in indonesia: rising to the challenge. Paris:

OECD Publishing. Panchenko, Dmitri. (1994, 01 November). Thales's prediction of a solar eclipse. Journal

for the History of Astronomy, 25(4): 275-288.

Rodgers, Joseph Lee, & Nicewander, W. Alan. (1987, 01 Juni). Thirteen ways to look at the correlation coefficient. The American Statistician, 42(1): 59-66.

Rosser, Andrew. (2018, 21 Februari). Beyond access: making indonesia’s education system work. Sidney: Lowy Institute for International Policy.

Setiawan, Adib Rifqi, Utari, Setiya, & Nugraha, Muhamad Gina. (2017, 22 September).

Mengonstruksi rancangan soal domain kompetensi literasi saintifik pelajar smp kelas viii pada topik gerak lurus. Wahana Pendidikan Fisika, 2(2): 44-48.

Setiawan, Adib Rifqi. (2017, 24 Februari). Penerapan pendekatan saintifik untuk melatihkan literasi saintifik dalam domain kompetensi ada topik gerak lurus di sekolah menengah pertama. Undergraduate Thesis. Universitas Pendidikan

Indonesia.

Setiawan, Adib Rifqi. (2019a, 14 Oktober). Penyusunan program pembelajaran biologi berorientasi literasi saintifik. Seminar Nasional Sains & Entrepreneurship VI (SNSE VI), 1(1): 348–355.

Setiawan, Adib Rifqi. (2019b, 07 Mei). Penerapan pendekatan saintifik untuk melatih literasi saintifik dalam domain kompetensi pada topik gerak lurus di sekolah menengah pertama. Prosiding Seminar Nasional Fisika (SiNaFi) 2018, 4 (1): 7-

13.

Setiawan, Adib Rifqi. (2019c, 26 Juni). Peningkatan literasi saintifik melalui pembelajaran biologi menggunakan pendekatan saintifik. Journal of Biology Education, 2 (1): 223-235.

Setiawan, Adib Rifqi. (2019d, 02 Oktober). Efektivitas pembelajaran biologi berorientasi literasi saintifik. Thabiea: Journal of Natural Science Teaching, 2

(2): 83–94.

Setiawan, Adib Rifqi. (2019e, 30 September). Instrumen penilaian untuk pembelajaran ekologi berorientasi literasi saintifik. Assimilation: Indonesian Journal of Biology Education (AIJBE), 2 (2): 42-46.

Setiawan, Adib Rifqi. (2019f, 23 Maret). Upaya meningkatkan motivasi belajar dalam pembelajaran ilmu pengetahuan alam (ipa) melalui bacaan populer. Disampaikan dalam Seminar Nasional Biologi 2019 Inovasi Penelitian dan Pembelajaran Biologi III (IP2B III), Universitas Negeri Surabaya.

Setiawan, Adib Rifqi. (2019g, 23 Maret). Penggunaan naḍom mabadi ‘asyroh dalam

pembelajaran biologi untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar. Disampaikan dalam Seminar Nasional Biologi 2019 Inovasi Penelitian dan Pembelajaran Biologi III (IP2B III), Universitas Negeri Surabaya.

Setiawan, Adib Rifqi. (2019h, 23 Maret). Penerapan pendekatan saintifik dalam

pembelajaran biologi sebagai upaya melatih literasi saintifik siswa sekolah

Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 13, No. 2, Desember 2019, pp. 126-137 p-ISSN : 1978-936X

e-ISSN : 2528-0562 DOI: http://dx.doi.org/10.26877/mpp.v13i2.4913

137

menengah. Disampaikan dalam Seminar Nasional Biologi 2019 Inovasi Penelitian dan Pembelajaran Biologi III (IP2B III), Universitas Negeri Surabaya.

Shearer, C. Branton, & Karanian, Jessica M. (2017, March). The neuroscience of intelligence: Empirical support for the theory of multiple intelligences?. Trends in neuroscience and education, 6: 211-223.

Shearer, C. Branton. (2019, 19 Juni). A detailed neuroscientific framework for the

multiple intelligences: describing the neural components for specific skill units within each intelligence. Journal of Psychological Studies, 11 (3): 1-26.

Si'ayah, Syarofis, & Setiawan, Adib Rifqi. (2019, 26 Juni). Multiple intelligences survey: analysis on validity and reliability of bahasa indonesia version through different education level. Thesis Commons.

Siayah, Syarofis, dkk. (2019, 29 November). Six main principles for quality learning.

EdArXiv.

Simpkins, Sandra D.; Price, Chara D.; & Garcia, Krystal. (2015, 08 Mei). Parental

support and high school students' motivation in biology, chemistry, and

physics: Understanding differences among latino and caucasian boys and girls. Journal of Research in Science Teaching, 52(10): 1386–1407.

Utari, Setiya, dkk. (2017, Februari). Recostructing the physics teaching didactic based on marzano’s learning dimension on training the scientific literacies. Journal of Physics: Conference Series, 812 (1): 012102.

Velasufah, Whasfi, & Setiawan, Adib Rifqi. (2019, 09 Agustus). Science motivation questionnaire ii (smq-ii): analysis on validity and reliability of bahasa indonesia version through various learning context. Thesis Commons.

Waterhouse, Lynn. (2006). Inadequate evidence for multiple intelligences, mozart effect, and emotional intelligence theories. Educational Psychologist, 41:4, 247-

255.

EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019

258

INSTRUMEN PENILAIAN PEMBELAJARAN FIQH MU’ĀMALĀT

BERORIENTASI LITERASI FINANSIAL

Adib Rifqi Setiawan

Pondok Pesantren Ath-Thullab, Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS)

[email protected]

Abstrak

Tujuan dari riset tipe cross-sectional survey ini ialah untuk menemukan keabsahan dan

keandalan instrumen penilaian pembelajaran fiqh mu’āmalāt berorientasi literasi finansial di

tingkat pendidikan menengah. Metode penelitian adalah tipe cross-sectional survey.Keabsahan

diungkap berdasarkan penilaian pakar dan keandalan diukur menggunakan konsistensi

internal. Diperoleh bahwa keabsahan 7 butir soal memenuhi kriteria sangat layak dan 5 butir

soal memenuhi kriteria cukup layak dengan nilai keandalan sebesar 0,763. Temuan ini

menunjukkan bahwa instrumen penilaian dapat digunakan untuk menganalisis kesulitan

pelajar sebagai bahan merancang rencana pembelajaran fiqh mu’āmalāt berorientasi literasi

finansial.

Kata-kata Kunci: fiqh mu'āmalāt; intrumen penilaian; literasi finansial;

Abstract

Assessment Instrument of Fiqh Mu'āmalāt Learning with Financial Literacy Oriented. The

goal of this cross-sectional survey research was to find the validity and reliability of

assessment instrument for fiqh mu'āmalāt learning with financial literacy oriented for

secondary education. To reveal validity is assessed based on obtain judgement expert and

reliability measured by internal consistency. It was gained that the validity is 7 items very

feasible and 5 item quite feasible with reliability’s value is 0,763. This finding shows that

assessment instrument can be used to analyze difficulties of students for designing lesson plan

of fiqh mu'āmalāt learning with financial literacy oriented.

Keywords: assessment instrument; financial literacy; fiqh mu'āmalāt;

EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019

259

PENDAHULUAN

Kesadaran pelajar tingkat menengah

terhadap masalah finansial saat ini dapat

dikatakan rendah. Temuan ini yang kami

peroleh sebagai pengamat terlibat dalam

pengamatan terhadap keseharian santri

Pondok Pesantren Ath-Thullab Kudus

selama 40 hari. Pondok pesantren

tersebut menampung pelajar tingkat

menengah dengan kisaran usia 11–19

tahun yang kebutuhan finansial

sepenuhnya ditanggung oleh wali. Secara

umum, sebagian besar santri tidak

menyadari dampak rincian pengeluaran

harian terhadap keadaan finansial

bulanan. Lebih lanjut, mereka tidak

pernah peduli kepada besaran biaya

pendidikan di pondok pesantren yang

dikeluarkan oleh setiap wali. Kedua fakta

tersebut ditambah data lain berupa

kecenderungan perilaku sebagian kecil

santri yang menambah kerepotan

sekaligus pengeluaran wali, hasil dari

pengamatan khusus, serta alasan yang

mendasari transaksi dalam keseharain.

Informasi tersebut melatarbelakangi

harapan kami untuk mewujudkan

pembelajaran fiqih mu’āmalāt sebagai

upaya membimbing pelajar dalam

mencapai literasi finansial.

(Mahmada, 2001) menyampaikan

bahwa fiqh adalah kumpulan hasil ijtihād

ulamā’ klasik terhadap al-Qur’ān dan al-

Ḥadīts sebagai dasar keseharian umat

Islam dalam setiap konteks kehidupan,

mulai personal seperti sholāt, lokal

seperti zakāt, sampai global seperti

politik. Serupa dengan penyampaian

tersebut, (Umar, 2014) menuturkan

bahwa fiqh adalah penafsiran kultural

terhadap syarī’āt yang dikembangkan

oleh ulamā’ sejak abad kedelapan.

Penyampaian Kedua ungkapan tersebut

selaras dengan definisi fiqh yang

diungkap oleh beberapa ulamā’ klasik,

seperti dapat ditemukan dalam Fatḥ al-

Qorīb al-Mujīb, Fatḥ al-Mu’īn, Kifāyat

al-Akhyār, Nihāyatu al-Zayn, dan I'ānatu

al-Ṭōlibīn (al-Bantānī, 2019: 6; al-Ghozī,

2005: 22; al-Malībārī, 2005: 34; al-

Dimyāṭī, 1997: 21; al-Ḥuṣnī, 1994: 7).

Dapat dikatakan bahwa Fiqh adalah

dugaan kuat terhadap berbagai ketentuan

praktis syarī’āt yang berlaku dalam

beragam konteks mulai personal, lokal,

sampai global.

Secara umum pembahasan utuh fiqh

biasanya dimulai dari ‘ibādāt, lalu

mu’āmalāt, baru kemudian dilanjutkan

ke topik lain seperti munākaḥāt (al-

EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019

260

Bantānī, 2019; al-Ghozī, 2005; al-

Malībārī, 2005; al-Dimyāṭī, 1997; al-

Ḥuṣnī, 1994). Urutan pembahasan

tersebut disusun berdasarkan nilai

penting setiap bagian serta tingkat

keluasan konteks berlaku (al-Dimyāṭī,

1997: 1024). Pembahasan paling awal

berupa praktik ritual, dengan urutan

sesuai dengan lima rukūn Islām.

Selanjutnya karena kebutuhan manusia

terhadap transaksi ekonomi adalah hal

yang sangat penting, pembahasan topik

mu’āmalāt diletakkan tepat setelah

‘ibādāt.

Dilihat dari sisi urutan pembahasan

tersebut, tampak kentara bahwa fiqh

sebagai dasar keseharian umat Islam

turut memperhatikan masalah ekonomi

yang merupakan upaya pemenuhan

kebutuhan diri. Perhatian fiqh tersebut

diwujudkan dalam bentuk memberi

panduan operasional praktik transaksi.

Panduan operasional tersebut antara lain

berupa prinsip dasar, teori hukum, serta

larangan umum. Transaksi yang

dimaksud termasuk sekaligus bukan

hanya ragam perdagangan, kemitraan,

peminjaman, maupun penyewaan.

Di sisi lain, OECD (Organisation for

Economic Co-operation and

Development) sebagai organisasi

multilateral yang berupaya meningkatkan

kualitas manusia secara global mulai

memperhatikan masalah keuangan sejak

2005 silam. OECD secara khusus

menyarankan bahwa pendidikan tentang

masalah finansial harus sedini mungkin

dimulai di sekolah sebagai tahap awal

kehidupan pelajar (OECD, 2005: 5).

Alasan utama yang mendasari saran

tersebut ialah: nilai penting berfokus

kepada generasi muda untuk memberi

mereka keterampilan hidup yang penting

sebelum terlibat aktif dalam transaksi

finansial serta relatif lebih efisiensi untuk

melakukan pendidikan keuangan di

sekolah ketimbang melakukan tindakan

perbaikan untuk orang tua. Saran OECD

tersebut kemudian dikembangkan

menjadi kerangka kerja yang saat ini

dikenal dengan literasi finansial (finacial

literacy) (OECD, 2019: 119–164).

Literasi finansial sejak 2012 lalu

sudah mulai dilibatkan dalam PISA

(Programme for International Students

Assessment), program internasional

OECD yang berfokus untuk menilai

performa akademik pelajar berusia 15

tahun (OECD, 2019: 11). Penilaian PISA

bertujuan untuk memberi bahan dalam

EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019

261

meningkatkan pendidikan negara yang

terlibat dengam fokus terhadap

kemampuan pelajar untuk menggunakan

pengalaman terlibat pembelajaran dalam

keseharian (OECD, 2019: 128). Fokus ini

membedakan penilaian PISA dengan

TIMSS (Trends in International

Mathematics and Science Study),

program dari IEA (International

Association for the Evaluation of

Educational Achievement), yang fokus

terhadap penguasaan konten kurikuler

tertentu.

Literasi dalam kerangka kerja PISA

dikelompokkan menjadi empat bagian:

membaca, matematis, saintifik, dan

finansial. Ketiga kelompok literasi

pertama, yakni membaca, matematis, dan

saintifik, masing-masing sudah pernah

menjadi fokus utama penilaian pada

tahun tertentu, yang diperbaru setiap 9

tahun (OECD, 2019: 11). Sementara

kelompok terakhir yakni literasi

finansial, baru mulai masuk dalam

penilaian sejak 2012 silam tanpa pernah

menjadi fokus utama, malah sampai

sekarang masih menjadi penilaian pilihan

(OECD, 2019: 12).

Fakta tersebut membuat literasi

finansial lebih sedikit diperhatikan di

Indonesia, baik dari sisi kajian akademik

maupun praktik pembelajaran, khususnya

untuk pendidikan menengah maupun

pondok pesantren. Namun, perhatian

sedikit tidak berarti luput dari perhatian

government Indonesia, yang membuat

kebijakan untuk meningkatkan literasi

finansial dengan merilis program Strategi

Nasional Literasi Keuangan melalui

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 19

November 2013 (OJK, 2017: 2; OECD,

2015: 12; Setneg, 2013). Program ini

dirilis sebagai upaya mewujudkan

masyarakat Indonesia yang memiliki

literasi finansial yang tinggi, sehingga

dapat memanfaatkan produk dan layanan

jasa keuangan yang sesuai untuk

mencapai kesejahteraan berkelanjutan.

Riset ini diarahkan untuk

menemukan keabsahan dan keandalan

instrumen penilaian pembelajaran fiqh

mu’āmalāt berorientasi literasi finansial

di tingkat pendidikan menengah.

Rancangan soal disusun berdasarkan

domain literasi finansial dari kerangka

kerja PISA (OECD, 2019: 119–164).

Indikator tersebut dikaitkan dengan fiqh

mu’āmalah atas dasar pertimbangan agar

dapat digunakan dalam pembelajaran di

pondok pesantren tanpa perlu mengubah

EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019

262

struktur kurikulum yang berlaku. Pondok

pesantren dipilih karena lembaga otentik

Indonesia ini memiliki tujuan untuk

memberi keterampilan hidup melalui

pendidikan kajian keislaman (Octavia,

2014, 1; Madjid, 1997: 17). Tingkat

pendidikan menengah dipilih karena

meski pada rentang tersebut pelajar

sebagian besar pelajar belum mandiri

dalam memperoleh pemasukan finansial,

tapi mereka dapat dikatakan mandiri

terlibat transaksi keuangan. Karena itu,

rumusan masalah yang menjadi fokus

pembahasan ialah, “Bagaimana

keabsahan dan keandalan instrumen

penilaian pembelajaran fiqh mu’āmalāt

berorientasi literasi finansial di tingkat

pendidikan menengah?”

METODE PENELITIAN

Data yang dibutuhkan dalam riset ini

berupa hasil validasi dan nilai keabsahan

instrumen. Berdasarkan tujuan dan

kebutuhan, metode yang dipakai ialah

tipe cross-sectional survey. Tipe ini

berupaya untuk memperoleh informasi

yang dikumpulkan pada titik waktu yang

kira-kira sama (Fraenkel & Wallen,

2009: 391).

Sampel diambil dengan teknik

penyampelan bertujuan terhadap 5 pakar

dan 50 pelajar tingkat menengah di

Kabupaten Kudus. Teknik ini dipilih

karena tujuan spesifik riset memerlukan

sampel yang memenuhi kriteria

(Fraenkel & Wallen, 2009: 99). Kriteria

untuk 5 pakar tersebut berupa akademisi

dengan bidang kepakaran fiqh mu’āmalāt

(Pakar-1) dan evaluasi pembelajaran

(Pakar-2) serta praktisi profesional

pembelajaran pendidikan menengah

(Pakar-3), bidang finansial (Pakar-4) dan

terkait bahasa (Pakar-5). Sementara

untuk pelajar kriteria yang dipakai ialah

merupakan pelajar aktif tingkat

menengah yang bermukim di pondok

pesantren.

Instrumen yang dipakai untuk

mengukur keabsahan ialah lembar

validasi butir pernyataan. Lembar

tersebut diberi skor menggunakan skala

Likert. Kelebihan skala Likert sebagai

pengukur tanggapan secara verbal

maupun numerik terhadap kuesioner,

dapat memberi nilai kuantitatif dalam

rentang spektrum yang panjang (Likert,

1932: 7). Sedangkan kekurangannya

berupa sikap terdistribusi secara normal

ke dalam lima kategori persetujuan

EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019

263

(Likert, 1932: 42). Memperhatikan

kelebihan dan kekurangan, skala Likert

dipilih karena hasilnya dapat diolah baik

secara statistik maupun desktriptif. Letak

kekurangan berupa pembagian tingkat

persetujuan ke dalam lima kategori

diatasi dengan menggunakan tujuh

tingkat secara numerik.

Nilai keabsahan (validity) ditentukan

berdasarkan penilaian pakar, masing-

masing terhadap ketepatan antara

rancangan dan indikator, pertanyaan dan

jawaban, serta soal dengan subjek

sasaran (Fraenkel & Wallen, 2009: 148).

Hasil validasi berupa penilaian numerik

skala 7 terhadap setiap butir pernyataan

yang diolah menggunakan persamaan 1

(Setiawan, 2019: 227):

(Persamaan 1)

keterangan:

= Nilai setiap butir

pernyataan

= skor setiap butir

pernyataan

= jumlah butir pernyataan

kemudian ditafsirkan berdasarkan tabel

1. Berdasarkan tabel 1 tersebut,

instrumen dapat digunakan kalau

memenuhi kriteria „sangat layak‟ atau

„cukup layak‟ (Setiawan, 2019: 227).

Tabel 1. Penafsiran Penilaian

Keabsahan Instrumen

No. Rentang Rerata

Penilaian Numerik

Pakar (%)

Kriteria

Kelayakan

1

Sangat

layak

2

Cukup

layak

3

Tidak layak

(Setiawan, 2019: 227)

Sementara untuk mengukur

keandalan (reliability), dipakai kuesioner

yang telah diperbaiki berdasarkan lembar

validasi butir pernyataan. Keandalan

instrumen ditentukan berdasarkan

konsistensi internal (internal

consistency). Konsistensi internal

biasanya diukur dengan alfa Cronbach

(α), salah satu cara statistik untuk

mengetahui korelasi berpasangan antar

butir pertanyaan atau pernyataan, yang

dapat dihitung menggunakan persamaan

Kuder-Richardson Approaches (KR20)

(persamaan 2) (Cronbach, 1951: 299):

EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019

264

(

)

(Persamaan 2)

keterangan:

= koefisien alfa

= jumlah butir pernyataan

= simpangan baku setiap

butir

= simpangan baku semua

Persamaan 2 mengungkap bahwa

alfa Cronbach adalah fungsi dari jumlah

butir pernyataan serta simpangan baku

setiap butir dan keseluruhan. Ini

menunjukkkan bahwa nilai alfa

Cronbach dapat meningkat ketika

interelasi antar butir meningkat. Karena

itu, dapat dipakai untuk memperkirakan

konsistensi internal sebagai nilai numerik

keandalan skor instrumen. Persamaan 2

juga bermakna bahwa dibutuhkan uji

coba. Hasil ujicoba dapat ditafsirkan

berdasarkan tabel 2, yakni instrumen

dapat dipakai kalau nilai koefisien alfa

lebih besar dari 0,70 (Fraenkel & Wallen,

2009: 157-8).

Tabel 2. Penafsiran Penilaian

Keandalan Instrumen

No. Nilai Alfa

Cronbach

Kategori

Keandalan

1 Luar biasa

2

Baik

3

Dapat diterima

4

Dipertanyakan

5

Rendah

6 Tidak dapat

diterima

(disusun berdasarkan uraian Morera &

Stokes, 2016)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Instrumen penilaian pembelajaran

yang dirancang berjumlah 12 butir soal

yang terbagi ke dalam 4 kelompok soal.

Acuan utama dalam penyusunan soal

ialah kerangka kerja literasi finansial

PISA (OECD, 2019: 119–164). Dalam

kerangka kerja literasi finansial PISA

(OECD, 2019), literasi finansial dibagi

ke dalam 3 domain: konten, proses, dan

konteks.

Domain konten adalah bidang

pengetahuan dan pemahaman yang harus

dimiliki ketika terlibat transaksi

keuangan. Domain konten mencakup:

uang dan transaksi, perencanaan dan

EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019

265

pengelolaan keuangan, risiko dan

imbalan, serta lanskap keuangan.

Domain proses adalah proses kognitif

yang digunakan untuk menggambarkan

kemampuan dalam mengenali dan

menerapkan konsep yang terkait

transaksi serta dalam memahami,

menganalisis, mempertimbangkan,

mengevaluasi dan menyarankan solusi

finansial. Domain proses mencakup:

mengidentifikasi informasi keuangan,

menganalisis informasi dalam konteks

keuangan, mengevaluasi masalah

keuangan, serta menerapkan pengetahuan

dan pemahaman keuangan. Domain

konteks mengacu kepada situasi terkait

penerapan pengetahuan, keterampilan,

dan pemahaman finansial. Domain

konteks mencakup pendidikan dan

pekerjaan, rumah dan keluarga, individu,

serta masyarakat.

Keseluruhan domain tersebut

dikaitkan dengan fiqh mu'āmalāt yang

disarikan dari ulasan al-Bantānī (2019),

al-Ghozī (2005); al-Malībārī (2005), al-

Dimyāṭī (1997), al-Ḥuṣnī (1994), dan al-

Khin & al-Baghō (1992). Masing-masing

memiliki perbedaan cakupan dan

kedalaman ulasan setiap bentuk

transaksi. Namun secara umum, dapat

diperoleh simpulan ke dalam tiga

kategori berupa: prinsip dasar, unsur

hukum, dan jenis transaksi.

Prinsip dasar fiqh mu'āmalāt berupa

transaksi harus: berdasarkan kesepakatan

bersama yang diungkapkan dalam

keadaan sadar, transparan, dan

memperharikan aspek keadilan. Unsur

hukum dalam transaksi mencakup:

ahliyyah (kapasitas hukum) berupa

pelaku transaksi sudah pubertas dan

waras; māl (properti) berupa barang yang

berguna dan bernilai, bukan berupa

barang harom, serta rincian kepemilikan

sudah diketahui dan dapat dipindahmilik

antar pelaku transaksi; milkiyyah

(kepemilikan) menyangkut jenis, metode,

dan cakupan kepemilikan; serta ‘aqd

(kontrak) yang menjelaskan kerangka

kerja hubungan hukum yang dibuat oleh

pelaku transaksi dalam memanfaatkan

properti. Jenis transaksi yang berlaku

seperti bai' (perdagangan) dalam bentuk

tatap muka atau jarak jauh, musyārokah

(kemitraan) permanen maupun berjangka

waktu, serta ijāroh (penyewaan) barang

atau jasa.

EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019

266

Tabel 3. Matriks Susunan Instrumen Penilaian

No.

Soal

Literasi Finansial Fiqh

Mu’āmalah Konten Proses Konteks

1 Uang dan

transaksi

Mengidentifikasi

informasi

keuangan

Individu Istiṣnā’

2 Uang dan

transaksi

Mengidentifikasi

informasi

keuangan

Individu Istiṣnā’

3 Uang dan

transaksi

Mengidentifikasi

informasi

keuangan

Individu Istiṣnā’

4 Risiko dan

imbalan

Menganalisis

informasi dalam

konteks

keuangan

Pendidikan

dan

pekerjaan

Musyārokah

5 Risiko dan

imbalan

Menganalisis

informasi dalam

konteks

keuangan

Pendidikan

dan

pekerjaan

Musyārokah

6 Risiko dan

imbalan

Menganalisis

informasi dalam

konteks

keuangan

Pendidikan

dan

pekerjaan

Musyārokah

7

Perencanaan

dan

pengelolaan

keuangan

Menerapkan

pengetahuan dan

pemahaman

keuangan

Rumah dan

keluarga Ijāroh

8

Perencanaan

dan

pengelolaan

keuangan

Menerapkan

pengetahuan dan

pemahaman

keuangan

Rumah dan

keluarga Murōbaḥah

9

Perencanaan

dan

pengelolaan

keuangan

Menerapkan

pengetahuan dan

pemahaman

keuangan

Rumah dan

keluarga Murōbaḥah

10 Lanskap

finansial

Mengevaluasi

masalah

keuangan

Masyarakat Mudhōrobah

11 Lanskap

finansial

Mengevaluasi

masalah

keuangan

Masyarakat Mudhōrobah

12 Lanskap

finansial

Mengevaluasi

masalah

keuangan

Masyarakat Mudhōrobah

Konten literasi

finansial

: Lanskap finansial

Proses literasi

finansial

: Mengevaluasi

masalah keuangan

Konteks literasi

finansial

: Masyarakat

Aspek fiqh

mu'āmalāt

: Mudhōrobah

Bentuk soal :

Roseanne Park yang merupan nasabah

Bank Bintang Blink menerima surel

berikut:

Nasabah Bank Bintang Blink yang

terhormat

Terdapat kesalahan di server kami dan

detail login e-banking Anda telah

hilang.

Akibanya, Anda tidak memiliki akses

e-banking.

Yang harus Anda perhatikan adalah

akun Anda tidak lagi aman.

Silakan klik tautan berikut dan

lengkapi informasi sesuai petunjuk

EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019

267

untuk memulihkan akses:

https:// Bank Bintang Blink.com/

Tanggapan yang harus segera dilakukan

oleh Roseanne Park terhadap surel

tersebut ialah ....

A. Membalas pesan berupa

memberikan rincian detai login e-

banking miliknya.

B. Menghubungi bank untuk

menanyakan tentang pesan surel.

C. Mengikuti saran yang

dipersilakan oleh pesan surel.

D. Menanyakan pesan tersebut lebih

lanjut melalui surel.

Alasan:

_________________________________

_________________________________

_______

Gambar 1. Contoh Butir Soal yang

Disusun

Instrumen tersebut disusun dalam

tes objektif beralasan untuk menghindari

kesubjektifan dalam memeriksa jawaban,

mengurangi kesulitan dalam memberikan

skor, serta meminimalisir waktu

pengoreksian instrumen. Selain itu,

dalam urusan finansial, biasanya

seseorang sudah memiliki beberapa

pilihan dalam membuat keputusan.

Keberadaan pilihan jawaban yang

disajikan dipakai untuk membiasakan

pelajar untuk membuat keputusan

berdasarkan beberapa pilihan. Kami

menyadari bahwa tes objektif lemah

karena membuka peluang spekukasi

pelajar ketika menjawab pertanyaan yang

disajikan. Karena itu, setiap pertanyaan

disertai dengan alasan. Alasan tersebut

dipakai sebagai faktor tebakan. Dengan

demikian, penilaian setiap butir soal

dilakukan menggunakan persamaan

berikut:

(Persamaan 3)

keterangan:

= nilai setiap butir soal

= skor setiap butir pilihan

jawaban (0–1).

= skor faktor tebakan

setiap butir soal (0–2)

Tabel 4. Klasifikasi Faktor Tebakan

Skor Bentuk Uraian

2 Alasan terkait serta mendukung

jawaban yang dipilih

1 Alasan terkait, tapi tidak

mendukung jawaban yang dipilih

EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019

268

0 Alasan tidak terkait dengan

jawaban yang dipilih

0 Tidak menyampaikan alasan

Persamaan 3 dan Tabel 4

menunjukkan bahwa pelajar dapat

memperoleh skor faktor tebakan

maksimal selama alasan yang

disampaikan terkait serta mendukung

jawaban yang dipilih. Namun, karena

jawaban yang dipilih salah, nilai yang

diperoleh dapat bernilai 0. Begitu pula

sebaliknya. Pelajar dapat memperoleh

nilai maksimal dari pilihan jawaban yang

tepat, tapi karena alasan tidak terkait atau

tidak menyampaikan alasan, nilai yang

diperoleh adalah 0. Setelah dilakukan

validasi kepada 5 pakar, diperoleh

penilaian beragam yang mengungkap

bahwa soal dapat digunakan.

Keseluruhan komentar tersebut

diklasifikasi secara numerik untuk setiap

butir soal. Komentar kelima pakar

menjadi dasar perbaikan yang hasilnya

dipakai untuk melakukan ujicoba sebagai

acuan untuk menemukan nilai koefisien

keandalan. Hasil uji coba mengungkap

bahwa nilai konsistensi internal sebesar

0.843, yang berarti instrumen penilaian

dapat digunakan. Banyak waktu yang

diperlukan untuk menjawab seluruh butir

soal ialah 40–50 menit.

Dengan demikian, soal yang disusun

dapat dijadikan sebagai alat ukur literasi

finansial pelajar dalam pembelajaran fiqh

mu’āmalāt tingkat menengah. Hasil riset

ini juga dapat menjadi bahan kajian

untuk diperbaiki secara berlanjut supaya

lebih operasional ketika diterapkan di

lapangan serta kuat dari sisi metodologi.

Instrumen penilaian yang dihasilkan

diharapkan dapat menjadi bahan untuk

memperoleh profil literasi saintifik

pelajar sebelum dan/atau setelah

pembelajaran. Melalui profil sebelum

pembelajaran, dapat disusun rancangan

pembelajaran fiqh mu’āmalāt

berorientasi literasi finansial yang selaras

dengan keadaan pelajar tingkat

menengah. Sementara profil setelah

pembelajaran dapat dipakai sebagai

bahan evaluasi, baik terhadap

pelaksanaan proses, pencapaian hasil,

keefektifan kegiatan, maupun ketiganya.

Tabel 5. Hasil Validasi Pakar

No

.

So

Skor dari

Pakar

Juml

ah

Skor

Kriteria

Soal 1 2 3 4 5

EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019

269

al

1 7 6 5 3 3 69 Cukup

Layak

2 5 6 6 7 4 80 Sangat

Layak

3 5 7 6 3 3 69 Cukup

Layak

4 5 6 6 5 3 71 Sangat

Layak

5 5 3 7 2 3 57 Cukup

Layak

6 4 6 7 5 5 77 Sangat

Layak

7 5 5 7 7 4 80 Sangat

Layak

8 6 6 4 4 5 71 Sangat

Layak

9 6 6 4 3 7 74 Sangat

Layak

10 6 5 6 3 4 69 Cukup

Layak

11 6 5 6 3 3 66 Cukup

Layak

12 6 6 6 3 5 74 Sangat

Layak

SIMPULAN DAN SARAN

Instrumen penilaian pembelajaran

yang dirancang berjumlah 12 butir soal

yang terbagi ke dalam 4 kelompok soal.

Seluruh instrumen mencakup 3 domain

literasi finansial, yakni konten, proses,

dan konteks, yang setiap kelompok

memuat aspek fiqh mu’āmalāt. Riset

yang telah dilakukan menunjukkan

bahwa keabsahan dan keandalan

instrumen penilaian menunjukkan soal

termasuk dalam kategori dapat

digunakan. Secara rinci, hasil validasi

pakar memberi kesimpulan bahwa

terdapat 7 soal kategori „sangat layak‟

dan 5 soal kategori „cukup layak‟.

Sementara berdasarkan hasil ujicoba,

diperoleh nilai konsistensi internal

sebesar 0.843, yang berarti soal dapat

digunakan. Banyak waktu yang

diperlukan pelajar untuk menjawab soal

ialah 45 menit.

EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019

270

DAFTAR PUSTAKA

al-Bantānī, Muḥammad ibn „Umar.

(2019). Nihāyatu al-zayn. Beirut:

Dār al-Fikr. URL: https://al-

maktaba.org/book/6146

al-Dimyāṭī, Abū Bakr „Utsman ibn

Muḥammad. (1997). I'ānatu al-

ṭōlibīn. Beirut: Dār al-Fikr. URL:

https://al-

maktaba.org/book/33983

al-Ghozī, Muḥammad ibn Qāsim. (2005).

Fatḥ al-qorīb al-mujīb. Beirut:

Beirut: Dār ibn Ḥazm. URL:

https://al-

maktaba.org/book/33949

al-Ḥuṣnī, Abū Bakr ibn Muḥammad.

(1994). Kifāyat al-akhyār.

Damaskus: Dār al-Khoir. URL:

https://al-maktaba.org/book/6140

al-Khin, Muṣṭōfā Sa'īd & Baghō,

Muṣṭōfā 'Alī Syarbajī. (1992). al-

Fiqh al-manhaji 'alā madzhab al-

imām al-syāfi'ī. Damaskus: Dār al-

Qolam. URL: https://al-

maktaba.org/book/32558

al-Malībārī, Aḥmad ibn 'Abd al-Azī.

(2005). Fatḥ al-mu'īn. Beirut:

Beirut: Dār ibn Ḥazm. URL:

https://al-maktaba.org/book/33949

Cronbach, Lee J. (1951, September).

Coefficient alpha and the internal

structure of tests. Psychometrika,

16: 297–334. URL:

http://psych.colorado.edu/~carey/c

ourses/psyc5112/readings/alpha_cr

onbach.pdf

Fraenkel, Jack R. & Wallen, Norman

E.(2009). How to design and

evaluate research in education (7th

ed.). New York: McGraw-Hill

Companies. URL:

https://archive.org/details/methodol

ogy-alobatnic-libraries

Likert, Rensis. 1932. A technique for the

measurement of attitudes. Archives

of Psychology, 140 : 1–55. URL:

https://legacy.voteview.com/pdf/Li

kert_1932.pdf

Madjid, Nurcholish. (1997). Bilik-bilik

pesantren: sebuah potret

perjalanan. Jakarta Selatan:

Paramadina. URL:

https://archive.org/details/nmbbp

Mahmada, Nong Darol. (2001, 30 Juli –

05 Agustus). Membangun fikih

yang pro-perempuan. Majalah

TEMPO, 22 (30). URL:

https://majalah.tempo.co/read/817

EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019

271

20/membangun-fikih-yang-pro-

perempuan

Morera, Osvaldo F.; & Stokes, Sonya M.

(2016, 17 Februari). Coefficient α

as a measure of test score

reliability: review of 3 popular

misconceptions. American

Journal of Public Health, 106(3):

458–461. DOI:

https://dx.doi.org/10.2105%2FAJ

PH.2015.302993

Octavia, Lanny. (2014, 01 Januari).

Pendidikan karakter berbasis

tradisi pesantren. Jakarta Selatan:

Renebook. URL:

https://play.google.com/store/boo

ks/details/Pendidikan_Karakter_B

erbasis_Tradisi_Pesantren?id=hE

dODAAAQBAJ&hl=bs

OECD. (2005, Juli). Recommendation on

principles and good practices for

financial education and

awareness. Paris: Directorate for

Financial and Enterprise Affairs.

URL:

http://www.oecd.org/finance/fina

ncial-education/35108560.pdf

OECD. (2015, 16 November). National

strategies for financial education:

oecd/infe policy handbook. Paris:

OECD Publishing. URL:

https://www.oecd.org/daf/fin/finan

cial-education/national-strategies-

for-financial-education-policy-

handbook.htm

OECD. (2019, 26 April). Pisa 2018

assessment and analytical

framework. Paris: OECD

Publishing. DOI:

https://dx.doi.org/10.1787/b25efab

8-en

OJK. (2017, 20 Desember). Strategi

nasional literasi keuangan

indonesia (revisit 2017). Jakarta

Pusat: Otoritas Jasa Keuangan

(OJK). URL:

https://www.ojk.go.id/id/berita-

dan-

kegiatan/publikasi/Pages/Strategi-

Nasional-Literasi-Keuangan-

Indonesia-(Revisit-2017)-.aspx

Setiawan, Adib Rifqi. (2019, 26 Juni).

Peningkatan literasi saintifik

melalui pembelajaran biologi

menggunakan pendekatan saintifik.

Journal of Biology Education, 2

(1): 223-235. URL:

http://journal.stainkudus.ac.id/inde

x.php/jbe/article/view/5278

EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019

272

Setneg. (2013, 13 November). Sambutan

presiden ri pd strategi nasional

literasi keuangan, tgl 19 nov. 2013,

di jcc. Jakarta Pusat: Kementerian

Sekretariat Negara Republik

Indonesia. URL:

https://www.setneg.go.id/baca/inde

x/sambutan_presiden_ri_pd_strateg

i_nasional_literasi_keuangan_tgl_1

9_nov_2013_di_jcc

Umar, Nasaruddin. (2014, 24 Maret).

Ketika fikih membela perempuan.

Jakarta Pusat: Elex Media

Komputindo. URL:

https://books.google.co.id/books/ab

out/Ketika_Fikih_Membela_Perem

puan.html?id=rYhKDwAAQBAJ&

redir_esc=y

Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147

Jurnal Basicedu Volume 4 Nomor 1 Januari 2020 Halaman 51- 69

JURNAL BASICEDU

Research & Learning in Elementary Education

https://jbasic.org/index.php/basicedu

PEMBELAJARAN TEMATIK BERORIENTASI LITERASI SAINTIFIK

Adib Rifqi Setiawan1

MI NU Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) Kudus, Indonesia

E-mail: [email protected]

Abstrak

Pembelajaran tematik adalah metode pembelajaran yang menekankan pemberian tema khusus pilihan untuk

mengajarkan beberapa konsep kurikuler Konsep integrasi beberapa subjek untuk mengajar di sekolah

Indonesia, secara umum bukan hal baru dan tidak sukses pada masa lalu. Sebagai tambahan, beberapa orang

menanggap pembelajaran tematik adalah satu kesempatan sementara sebagian lain memandang bahwa ini

memiliki masalah. Namun, jawaban untuk bagaimana penerapan pembelajaran tematik belum dikaji secara

menyeluruh. Riset ini menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran tematik untuk membimbing siswa dalam

memperoleh literasi saintifik, mengggunakan pendekatan R&D model 4-D yaitu: define, design, develop, and

disseminate. Untuk mengevaluasi penerapan dari hasil ini, kami menggunakan format observasi penerapan

dan menguji literasi saintifik siswa. Lebih lanjut, untuk mengelaborasi profil literasi saintifik siswa, kami

menganalisis profil mereka berdasarkan motivasi belajar dan penguasaan konsep melalui tipe correlational.

Luaran riset ini adalah susunan program pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik yang keabsahan

dan keandalan secara umum dalam kategori dapat digunakan. Penerapan program tersebut menunjukkan

bahwa program dapat diterapkan oleh guru serta bisa diikuti oleh siswa. Profil literasi saintifik memiliki

korelasi linear positif dengan motivasi belajar dan penguasaan konsep.

Kata Kunci: Literasi Saintifik; Motivasi Belajar; Pembelajaran Tematik.

Abstract

Thematic learning is an instructional method of teaching in which emphasis is given on choosing a specific

theme for teaching curricular’ concepts. The concept of integrating subjects to teach in Indonesian schools,

generally is not new and has not been very successful in the past. In addition, some people consider thematic

learning as an opportunity while others view it as having problems. The answer, however, to how thematic

learning implementation has not been studied yet comprehensively. This research constructs thematic

learning’s lesson plan for guide students on achieving scientific literacy, using R&D approach four-D model

that is: define, design, develop, and disseminate. To evaluate implementation of this result, we uses

orservation implementation sheets and tests students scientific literacy. Furthermore, to elaborate the profil of

students’ scientific literacy, we analyses their profil based on learning motivation. and concept’ mastering

through correlational research. The output of this research is the syllabus of scientific literacy-oriented

thematic learning programs whose general validity and reliability in the category can be used. The

implementation of the program shows that the program can be implemented by the teacher and can be

followed by students. The scientific literacy profile has a positive linear correlation with learning motivation

and concept mastery.

Keywords:Learning Motivation; Scientific Literacy; Thematic learning.

@Jurnal Basicedu Prodi PGSD FIP UPTT 2020

Corresponding author :

Address :- ISSN 2580-3735 (Media Cetak)

Email : - ISSN 2580-1147 (Media Online)

Phone :-

52 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan

Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147

PENDAHULUAN

Gagasan tentang alam mengikuti prinsip konsisten

yang dapat diuraikan, dimulai sejak 2.604 tahun

lalu ketika Thalēs melibatkan dirinya dalam

penyelidikan ilmiah termasuk juga rekayasa

(Boitani, 2015: 4; al-Syahrostānī, 2010: 373;

Hawking & Mlodinow, 2010: 20; Crawford & Sen,

1996: 7; Panchenko, 1994: 275). Thalēs

memperoleh kredit sebagai orang pertama yang

berhasil memprediksi gerhana matahari pada 28

Mei 585 SM. Dirinya juga berhasil

mendeskripsikan posisi Ursa Minor dan berpikir

bahwa rasi bintang bisa berguna sebagai panduan

untuk navigasi di laut. Namun, nilai penting dari

pekerjaan Thalēs ialah menggunakan rumahnya

untuk menjadi tempat pembelajaran di Ionia (pada

waktu itu Yunani, saat ini Turki), yang

memelopori minat kuat dalam mengungkap hukum

dasar guna menjelaskan fenomena alam. Thalēs

juga memanfaatkan kemampuan memprediksi

cuaca untuk membeli semua mesin pengepres

zaitun di Milētos setelah memperkirakan cuaca

dan panen yang baik pada tahun tertentu guna

mendapatkan kekayaan dari panen zaitun. Tujuan

utama Thalēs dalam melakukan pembelian tersebut

bukan hanya untuk memperkaya diri, tetapi

sekaligus membuktikan kepada sesama warga

Milētos bahwa penyelidikan ilmiah dapat berguna

untuk keseharian termasuk finansial, bertentangan

dengan pikiran masyarakat tersebut. Informasi

historis tersebut menyampaikan bahwa Thalēs

telah membangun sebuah gagasan yang sekarang

dikenal dengan literasi saintifik.

Literasi saintifik telah dijelaskan oleh Paul deHart

Hurd (1998) sebagai kompetensi yang diperlukan

oleh warga negara untuk berpikir rasional tentang

sains dalam kaitannya dengan masalah pribadi,

sosial, politik, ekonomi, dan masalah yang

mungkin ditemui seseorang sepanjang hidup.

Konsep literasi saintifik yang mulai dikembangkan

pada 1958 senantiasa menyesuaikan dengan

perubahan masyarakat, termasuk kemunculan era

informasi, kelahiran ekonomi global, dan dunia

daring. Gormally, dkk. (2012) menyusun indikator

keterampilan literasi saintifik menjadi 2 bagian,

yakni: memahami metode penyelidikan yang

mengarah pada pengetahuan ilmiah; serta

mengatur, menganalisis, sekaligus menafsirkan

data kuantitatif dan informasi ilmiah. Sementara

Fives, dkk. (2014) mengklasifikasi literasi saintifik

ke dalam 5 komponen, berupa: peran sains,

pemikiran dan kegiatan ilmiah, sains dan

masyarakat, matematika dalam sains, serta

motivasi dan keyakinan sains. Selain itu, kerangka

kerja PISA (Programme for International Student

Assessment) dari OECD (2019a) mendefinisikan

literasi saintifik sebagai kemampuan untuk terlibat

masalah yang berhubungan dengan sains dan

dengan gagasan sains sebagai warga negara yang

reflektif. Karena itu, orang yang memiliki literasi

saintifik bersedia untuk terlibat dalam komunikasi

ilmiah tentang sains dan teknologi yang

membutuhkan kompetensi untuk: menjelaskan

fenomena secara ilmiah, mengevaluasi dan

merancang penyelidikan ilmiah, juga menafsirkan

data dan bukti secara ilmiah. Informasi teoretis ini

memperjelas fakta bahwa arah gagasan literasi

saintifik ialah upaya untuk menggunakan sains di

luar praktik ilmiah.

Kedua informasi tersebut menunjukkan

bahwa gagasan dan wujud literasi saintifik bukan

sesuatu yang modern, meskipun kita kehilangan

pandangan sejarah ini. Sayangnya, kajian PISA

pada 2006–2019 dan beberapa karya ilmiah pada

periode itu, telah menemukan bahwa pembelajaran

secara umum tidak dapat membimbing pelajar

secara optimal untuk mencapai literasi saintifik

(OECD, 2019b; Setiawan, 2019a; 2017; Rosser,

53 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan

Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147

2018; Setiawan, dkk., 2017; Utari, dkk., 2017;

OECD/ADB, 2015; Juliani, 2015; Adisendjaja,

2008). Pelajar Indonesia secara keseluruhan

tampak tidak mengapresiasi pengetahuan ilmiah,

kurang melihat peluang untuk menjadi ilmuwan,

maupun memanfaatkan penguasaan sains secara

praktis di luar penyelidikan ilmiah. Mungkin

hanya sebagian kecil pelajar Indonesia yang

berharap untuk mengejar karier di bidang sains

dibanding semua pelajar di negara berkembang ini.

Di antara sebagian kecil itu, tidak terdapat jumlah

yang secara signifikan memiliki kinerja tinggi

dalam literasi saintifik dibanding pelajar dari

negara lain yang ikut serta dalam penilaian PISA.

Informasi lapangan ini adalah sumber kuat untuk

memberi bukti empiris kepada pendidik sains, dan

peneliti pembelajaran, maupun pembuat kebijakan

pendidikan di Indonesia

Gambar 1. Literasi saintifik pelajar Indonesia

berdasarkan penilaian PISA (OECD, 2019b)

Sebenarnya sudah terdapat beberapa upaya

untuk melatih literasi saintifik melalui

pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik

maupun peneliti Indonesia. Misalnya dilakukan

oleh Utari, dkk. (2017) melalui pembelajaran

fisika topik termodinamika di sekolah menengah.

Diperoleh hasil berupa sebagian besar pelajar

dapat membuat pertanyaan serta menyusun

langkah eksperimen dan tabel pengamatan, tapi

tidak terdapat pelajar yang mengkritik atau

memberikan saran terhadap hasil percobaan yang

mereka lakukan. Setiawan (2019b; 2017)

melakukan upaya yang sama melalui pembelajaran

fisika topik mekanika di sekolah menengah. Hasil

menunjukkan bahwa secara keseluruhan literasi

saintifik pelajar mengalami peningkatan pada

kategori sedang setelah diterapkan pendekatan

saintifik. Upaya serupa juga dilakukan oleh

Dinata, dkk. (2018) ketika melakukan field trip

dalam pembelajaran biologi topik ekosistem di

sekolah menengah, yang memberi hasil berupa

peningkatan kategori tinggi untuk kompetensi

menjelaskan fenomena secara ilmiah serta sedang

untuk menafsirkan data dan bukti secara ilmiah.

Upaya Setiawan (2019c; 2019d) melalui

pembelajaran biologi topik plantae dan animalia di

sekolah menengah memberi simpulan bahwa

perbandingan penerapan pendekatan saintifik

dengan beberapa riset lain menunjukkan tidak

ditemukan perbedaan menyolok antar model

pembelajaran dari sisi peningkatan maupun

keefektifan.

Bila dicermati, kajian pustaka yang

disampaikan menampakkan bahwa upaya untuk

melatih literasi saintifik melalui pembelajaran

lebih banyak dilakukan di sekolah menengah.

Upaya yang sama belum dilakukan di sekolah

dasar. Kami menganggap bahwa pembelajaran

berorientasi literasi saintifik harus sedini mungkin

dimulai di sekolah dasar yang merupakan tahap

awal kehidupan pelajar. Alasan utama yang

mendasari anggapan kami ialah nilai penting

berfokus kepada anak-anak untuk membekali

keterampilan yang penting untuk keseharian, lebih

efektif dalam melatih literasi saintifik di sekolah

dasar yang tingkat kerumitan topik pembelajaran

lebih sederhana dibanding sekolah menengah,

serta lebih efisien untuk membiasakan hal ini sejak

54 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan

Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147

dini daripada melakukan tindakan perbaikan untuk

orang yang berusia tua. Kajian pustaka juga

menunjukkan bahwa fokus lebih diarahkan

terhadap ‘apa’ yang harus pelajar peroleh setelah

pembelajaran serta ‘bagaimana’ cara memandu

pelajar memperoleh ‘apa’ itu melalui

pembelajaran. Sisi lain berupa ‘siapa’ yang terlibat

dalam pembelajaran tampak tidak diperhatikan.

Berdasarkan sebaran informasi yang

disampaikan, kami merasa perlu untuk

memperoleh gambaran ‘siapa’ yang terlibat dalam

pembelajaran. Secara khusus fokus ‘siapa’ tersebut

diarahkan kepada aspek motivasi belajar dan

penguasaan konsep yang dikaitkan dengan profil

kompetensi literasi saintifik. Gambaran tersebut

diharapkan dapat menjadi bahan untuk menyusun,

melaksanakan, dan mengevaluasi program

pembelajaran berorientasi literasi saintifik agar

lebih terstruktur dan terukur. Karena itu, rumusan

masalah riset ini ialah, “Bagaimana pembelajaran

tematik berorientasi literasi saintifik?” Secara

rinci, pertanyaan penyelidikan yang menjadi fokus

riset ini ialah: (1) “Bagaimana susunan program

pembelajaran tematik berorientasi literasi

saintifik?”; (2) “Bagaimana penerapan program

pembelajaran tematik berorientasi literasi

saintifik?”; (3) “Bagaimana kaitan antara profil

literasi saintifik dengan profil motivasi belajar dan

penguasaan konsep?”.

METODE

Riset ini membutuhkan data berupa kajian

pustaka tentang karakteristik pembelajaran tematik

dan indikator literasi saintifik, survei terhadap

rancangan dan temuan dari uji coba program yang

dikembangkan, serta kaitan antara profil literasi

saintifik dengan profil motivasi belajar dan

penguasaan konsep. Berdasarkan tujuan riset dan

kebutuhan data, dapat dipakai pendekatan research

and development desain four-d model berupa

define, design, develop, dan disseminate yang

dipadu dengan pendekatan kuantitatif tipe

correlational jenis associational research

(Fraenkel & Wallen, 2009: 11, 14, & 329;

Thiagarajan, dkk., 1974: 5).

Desain ini dipilih karena kami perlu beberapa

tahap yang masing-masing memerlukan cara

pengumpulan dan pengolahan data yang tidak

selalu sama dalam mengembangkan program.

Namun, karena keterbatasan tenaga, untuk tahap

disseminate hanya dilakukan secara terbatas di

satu kelas. Tahap define dilakukan untuk mengkaji

pustaka terkait karakteristik pembelajaran tematik

dan indikator literasi saintifik. Indikator tersebut

digunakan sebagai acuan penyusunan program

yang dilakukan di tahap design. Hasil susunan

tersebut kemudian dianalisis keabsahan dan

keandalannya di tahap develop. Program yang

sudah absah dan andal kemudian diterapkan di

tahap disseminate, untuk dianalisis lebih lanjut.

Ruang lingkup analisis mencakup penerapan

program dari sisi pelaksanaan guru dan tanggapan

siswa serta profil literasi saintifik, motivasi belajar,

dan penguasaan konsep.

Profil penguasaan konsep dan literasi

saintifik diukur menggunakan instrumen penilaian

pembelajaran yang dihasilkan dalam tahap develop

riset ini. Keabsahan Instrumen dinilai berdasarkan

validasi pakar serta keandalan diukur berdasarkan

ujicoba lapangan. Rincian konsep yang diujikan

ialah: Tanggung Jawab (PPKn), Teks Non-Fiksi

(Bahasa Indonesia), Ekosistem (IPA), Kegiatan

Ekonomi (IPS), dan Seni Rupa (SBdP). Sementara

literasi saintifik difokuskan kepada domain

kompetensi: menjelaskan masalah, menafsirkan

data, dan mengomunikasikan informasi secara

ilmiah serta merencanakan, melakukan, dan

mengevaluasi penyelidikan ilmiah.

55 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan

Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147

Tabel 1. Desain Riset

Pertanyaan Pendekatan Tahap Pengumpulan Pengolahan Partisipan Instrumen

Bagaimana susunan

program

pembelajaran tematik

berorientasi literasi

saintifik? Research and

development

Define Kajian pustaka Deskriptif - -

Design Tabel analisis Deskriptif - -

Develop

Judgement

expert

Penyekoran

numerik

Akademisi (3

orang) dan

praktisi (2 orang);

Survei validasi

susunan;

Internal

consistency

Koefisien

alfa

Siswa ujicoba (17

orang)

LKS dan instrumen

penilaian

pembelajaran

Bagaimana penerapan

program

pembelajaran tematik

berorientasi literasi

saintifik?

Disseminate

Observasi

pelaksanaan Penyekoran

numerik

Guru (1 orang) Catatan pelaksanaan

pembelajaran

Tanggapan

siswa selama

pembelajaran

Siswa (35 orang) LKS

Bagaimana kaitan

antara profil literasi

saintifik dengan profil

motivasi belajar dan

penguasaan konsep?

Correlational

Tes Literasi

saintifik Korelasi

Pearson r

Siswa (35 orang) Tes literasi saintifik

Kuesioner

Motivasi

Belajar

Siswa (35 orang) SMQ-II versi

Bahasa Indonesia

Tes Penguasaan

Konsep

Korelasi

Pearson r Siswa (35 orang)

Tes penguasaan

konsep

Dalam riset ini kami menggunakan

instrumen tambahan berupa Science Motivation

Questionnaire II (SMQ-II) versi Bahasa Indonesia

guna memperoleh profil motivasi belajar. SMQ-II

terdiri dari 25 buah pertanyaan yang dinilai

menggunakan Skala Likert tipe 5 skala untuk

mengukur lima komponen motivasi belajar:

motivasi intrinsik, determinasi diri, efikasi diri,

motivasi karier, serta motivasi nilai (Setiawan &

Saputri, 2019; Glynn, dkk., 2011). Untuk riset tipe

korelasi, instrumen yang digunakan harus

menghasilkan data kuantitatif (Fraenkel & Wallen,

2009). Karena itu, untuk tahap disseminate, semua

data dinilai secara kuantitatif. Kaitan antar data

dihitung menggunakan persamaan koefisien

korelasi Pearson r yang kemudian ditafsirkan

berdasarkan tabel 2 (Fraenkel & Wallen, 2009;

Rogers & Nicewander, 1987):

𝑟 = ∑ (𝑥𝑖−��)(𝑦𝑖−��)𝑛

𝑖=1

√∑ (𝑥𝑖−��)𝑛𝑖=1

2√∑ (𝑦𝑖−��)𝑛𝑖=1

2

(Persamaan 1.Pearson r)

keterangan:

𝑟 = koefisien korelasi

𝑛 = banyak sampel

𝑖 = skor datum

𝑥𝑖 = skor setiap sampel pelaksanaan,

tanggapan, kecerdasan, atau motivasi

�� = rerata skor pelaksanaan,

tanggapan, kecerdasan, atau motivasi

�� = rerata skor literasi saintifik

𝑦𝑖 = skor literasi saintifik setiap

sampel

Tabel 2. Kategori Kaitan

Pearson r Kategori Kaitan

−1 ≤ 𝑟 < 0 Terdapat kaitan negatif

𝑟 = 0 Tidak terdapat kaitan

0 < 𝑟 ≤ 1 Terdapat kaitan positif

(Rogers & Nicewander, 1987)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembelajaran tematik adalah metode

pembelajaran yang menekankan pemberian tema

khusus pilihan untuk mengajarkan beberapa

konsep (Resor, 2017a: 10–11; 2017b: 1–2;

Seefeldt, 2005: 47). Metode ini berdasarkan

memadukan dan menggunakan ragam informasi

untuk mempelajari topik. Uraian perubahan

kurikulum dari Setiawan & Sari (2019)

menunjukkan bahwa konsep integrasi beberapa

56 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan

Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147

subjek untuk mengajar di sekolah Indonesia,

secara umum bukan hal baru dan tidak sukses pada

masa lalu. Sebagai tambahan, beberapa orang

menanggap pembelajaran tematik adalah satu

kesempatan sementara sebagian lain memandang

bahwa ini memiliki masalah. Namun, jawaban

untuk bagaimana penerapan pembelajaran tematik

belum dikaji secara menyeluruh di Indonesia.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016

menyampaikan bahwa pembelajaran tematik di

kelas V dilaksanakan untuk mata pelajaran selain

Matematika serta Pendidikan Jasmani Olahraga

dan Kesehatan (PJOK) (Kemdikbud, 2016: 3).

Artinya mata pelajaran yang dipadu dalam

pembelajaran tematik ialah Pendidikan Pancasila

dan Kewarganegaraan (PPKn), Bahasa Indonesia,

Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial,

serta Seni Budaya dan Prakarya (SBdP).

Walau begitu, keadaan yang kami alami

selama debut memandu pembelajaran tematik

menunjukkan bahwa kelima mata pelajaran

tersebut tidak selalu seperti itu. Perbedaan

karakteristik antar konten pembelajaran membuat

paduan lebih kerap hanya mencakup 2–3

kompetensi dasar setiap mata pelajaran. Secara

umum, mata pelajaran IPS dan PPKn tidak pernah

dipadukan dengan IPA, tapi ketiganya masing-

masing dapat dipadukan dengan Bahasa Indonesia

dan SBdP. Namun, untuk topik tertentu, kelima

mata pelajaran tersebut dapat dipadukan semua.

Gambar 2 adalah salah satu topik tertentu ketika

kelima mata pelajaran tersebut dapat dipadukan

yang secara rinci dapat dilihat melalui tabel 3

Salah satu ciri makhluk hidup adalah bernafas.

Bernafas merupakan proses pertukaran oksigen

(O2) dan karbondioksida (CO2) antara tubuh

makhluk hidup dengan lingkungan. Tujuan

bernafas ialah untuk memperoleh energi agar

bertahan hidup. Hewan, termasuk manusia,

bernafas dengan cara menghirup oksigen dan

menghembuskan karbondioksida. Karbondioksida

yang dikeluarkan dari tubuh hewan ke lingkungan

dimanfaatkan oleh tumbuhan. Tumbuhan

menyerap karbondioksida ketika bernafas.

Pernafasan tumbuhan menghasilkan oksigen.

Oksigen kemudian dimanfaatkan oleh manusia dan

hewan lainnya. Karena itu, manusia dan hewan

dengan tumbuhan saling melengkapi dalam proses

pernafasan.

Gambar 2. Teks tentang siklus karbondioksida

Tabel 3. Paduan antar mata pelajaran untuk topik

siklus karbondioksida

Mata

Pelajaran Fokus Pembahasan

PPKn

Menjelaskan tanggung jawab

masyarakat untuk merawat kelestarian

lingkungan alam

Bahasa

Indonesia

Menyampaikan gagasan pokok dan

membuat pertanyaan berdasarkan teks

non-fiksi

IPS

Menunjukkan bentuk usaha ekonomi

yang bertanggung jawab terhadap

lingkungan alam

IPA Menyelesaikan masalah terkait

ekosistem

SBdP Membuat gambar ilustrasi terkait

lingkungan

Informasi tersebut menunjukkan bahwa

pembelajaran tematik dipandang memiliki

keselarasan dengan literasi saintifik. Ini terjadi

karena literasi saintifik menekankan kepada

kecakapan untuk menerapkan pengalaman terlibat

pembelajaran ke dalam keseharian, bukan sebatas

menguasai konsep kurikuler tertentu. Tentu bukan

bermaksud mengabaikan peran semua konten

kurikuler. Konten kurikuler penting, tapi

penguasaan konten saja tidak berguna kalau tidak

disertai kecakapan menerapkan ke dalam

keseharian. Dengan ungkapan lain, dapat

dikatakan bahwa penguasaan konsep tidak cukup

kalau tidak disertai pengalaman dalam keseharian.

Inilah yang menjadi penekanan literasi saintifik,

ialah membuat pengalaman terlibat pembelajaran

bermanfaat buat keseharian (OECD, 2019a: 128;

57 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan

Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147

Fives, dkk., 2014: 549; Gormally, dkk, 2012: 367;

Hurd, 1998, hlm. 414).

Literasi saintifik memang bukan gagasan

baru, tapi gagasan tersebut belum diterapkan

secara operasional ke dalam kurikulum sekolah

hingga dijadikan istilah tersendiri sebagai tujuan

pembelajaran IPA pada 1958 (Hurd, 1998, hlm.

408). Setelah 40 tahun diterapkan, istilah tersebut

dikembangkan menjadi 25 indikator, antara lain:

mengetahui bahwa IPA dalam konteks sosial

sering memiliki dimensi dalam penafsiran politik,

peradilan, etika, dan kadang moral serta mengakui

terdapat banyak hal yang tidak diketahui dalam

IPA (Hurd, 1998: 4012-3).

Indikator literasi saintifik juga disusun oleh

Gormally, dkk. (2012) ketika mengembangkan tes

keterampilan literasi saintifik. Indikator tersebut

disusun menjadi 2 bagian, yakni: memahami

metode penyelidikan yang mengarah pada

pengetahuan ilmiah; serta mengatur, menganalisis,

sekaligus menafsirkan data kuantitatif dan

informasi ilmiah (Gormally, dkk, 2012: 367).

Pekerjaan serupa juga dilakukan oleh Fives, dkk.

(2014) ketika mengembangkan alat ukur literasi

saintifik untuk siswa sekolah menengah yang

menghasilkan 5 komponen, berupa: peran IPA,

pemikiran dan kegiatan ilmiah, IPA dan

masyarakat, matematika dalam IPA, serta motivasi

dan keyakinan IPA. OECD (2019a) melalui PISA

turut menawarkan indikator literasi saintifik yang

dikelompokkan menjadi 3 kompetensi:

menjelaskan fenomena secara ilmiah, merancang

dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah, serta

menafsirkan data dan bukti secara ilmiah.

Berdasarkan kajian terhadap Hurd (1998),

Gormally, dkk. (2012), Fives, dkk. (2014), serta

OECD (2019a), indikator literasi saintifik yang

kami kembangkan fokus terhadap kompetensi: (1)

menjelaskan masalah, menafsirkan data, dan

mengomunikasikan informasi secara ilmiah; serta

(2) merencanakan, melakukan, dan mengevaluasi

penyelidikan ilmiah; yang secara rinci dapat dilihat

melalui tabel 4.

Tabel 4. Rincian indikator setiap kompetensi literasi saintifik

Kompetensi Indikator Kode

Menjelaskan masalah,

menafsirkan data, dan

mengomunikasikan informasi

secara ilmiah

Mengingat pengetahuan ilmiah yang sesuai KA-01

Menyusun pertanyaan berdasarkan fokus masalah KA-02

Menerapkan pengetahuan ilmiah yang sesuai KA-03

Menyajikan data menggunakan beragam representasi

yang sesuai KA-04

Menganalisis informasi dari setiap representasi KA-05

Menyimpulkan informasi berdasarkan analisis KA-06

Menjelaskan manfaat pengetahuan ilmiah bagi

masyarakat KA-07

Merencanakan, melakukan,

dan mengevaluasi

penyelidikan ilmiah

Menentukan variabel penyelidikan KB-01

Mengusulkan cara mengeksplorasi secara ilmiah

terhadap pertanyaan yang diberikan KB-02

Mengidentifikasi, menggunakan, dan menghasilkan

model dan representasi yang jelas KB-03

Mengidentifikasi asumsi, bukti, dan penalaran dalam

bacaan KB-04

Mengevaluasi cara mengeksplorasi secara ilmiah

terhadap pertanyaan yang diberikan KB-05

Mengevaluasi argumen dan bukti ilmiah dari beragam

tipe sumber KB-06

58 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan

Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147

Setelah indikator ditentukan, kami

menyusun instrumen penilaian pembelajaran.

Pilihan ini diambil karena dengan acuan penilaian

tersebut, dapat dirancang proses pembelajaran

yang perlu dialami oleh siswa. Agar tujuan proses

tersebut selaras dengan hasil yang diharapkan,

kami turut menyusun lembar kegiatan siswa

(LKS). LKS juga berguna untuk memudahkan

pelaksanaan sekaligus mengevaluasi proses

pembelajaran. Berdasarkan istrumen penilaian

pembelajaran tersebut, kemudian dibuat susunan

program pembelajaran dalam bentuk rencana

pelaksanaan pembelajaran (RPP). Dengan

demikian, susunan RPP dibuat berdasarkan hasil

yang diharapkan dan proses yang memungkinkan

untuk diterapkan.

Instrumen penilaian pembelajaran yang

disusun berupa tes penguasaan konsep dan tes

literasi saintifik. Hal ini dipilih agar tujuan

pembelajaran di sekolah dengan orientasi dan

literasi saintifik dapat dipadukan. Rincian topik

yang diujikan untuk tes konsep ialah: Tanggung

Jawab, Teks Non-Fiksi Ekosistem, Kegiatan

Ekonomi, dan Seni Rupa. Sementara literasi

saintifik difokuskan kepada domain kompetensi

yang rincian indikator dapat dilihat melalui tabel 3.

Instrumen tersebut disusun dalam tes

objektif beralasan untuk menghindari

kesubjektifan dalam memeriksa jawaban,

mengurangi kesulitan dalam memberikan skor,

serta meminimalisir waktu pengoreksian

instrumen. Selain itu, dalam keseharian, biasanya

seseorang sudah memiliki beberapa pilihan dalam

membuat keputusan. Keberadaan pilihan jawaban

dipakai untuk membiasakan siswa untuk membuat

keputusan berdasarkan beberapa pilihan.

Penambahan alasan dipakai untuk mengarahkan

siswa kepada jawaban yang diharapkan serta

mengurangi peluang menjawab secara spekulatif.

Sehingga keberadaan alasan dipakai sebagai faktor

tebakan (koefisien penilaian). Dengan demikian,

penilaian setiap butir soal dilakukan menggunakan

persamaan 2 berikut dengan acuan dari tabel 5

(Setiawan, Puspaningrum, & Umam, 2019: 195).

𝑁𝑖 = 𝑆𝑖 × 𝐹𝑖

(Persamaan 2. penilaian setiap butir soal)

keterangan:

𝑁𝑖 = nilai setiap butir soal (nilai 0–2)

𝑆𝑖 = skor setiap butir pilihan jawaban

(nilai 0–1)

𝐹𝑖 = skor faktor tebakan setiap butir

soal (nilai 0–2)

Tabel 5. Klasifikasi Faktor Tebakan

Skor Bentuk Uraian

2 Alasan terkait serta mendukung jawaban

yang dipilih

1 Alasan terkait, tapi tidak mendukung

jawaban yang dipilih

0 Alasan tidak terkait dengan jawaban yang

dipilih

0 Alasan tidak disampaikan

(Setiawan, Puspaningrum, & Umam, 2019: 195)

Persamaan 2 dan tabel 4 menunjukkan

bahwa setiap pilihan jawaban dan alasan dapat

memiliki skor sendiri. Skor faktor tebakan dapat

maksimal selama alasan terkait serta mendukung

jawaban yang dipilih. Namun, karena jawaban

yang dipilih salah, nilai yang diperoleh dapat

bernilai 0 akibat mengalami operasi perkalian.

Begitu pula sebaliknya.

Dalam pelaksanaan proses pembelajaran,

siswa diberi LKS yang memuat konsep tertentu

dengan langkah sesuai indikator literasi saintifik

guna menuntun siswa untuk mencapai hasil belajar

sesuai indikator yang telah ditetapkan. LKS

disusun berdasarkan model yang dipakai dalam

setiap proses pembelajaran, meliputi: group work

dan guided inquiry. Pembedaan tersebut diambil

karena karakteristik topik yang dibahas dan

kompetensi yang dibekalkan tidak sama

sepenuhnya, sehingga gambaran kegiatan

pembelajaran tidak dapat disamakan seluruhnya.

59 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan

Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147

Group work dipakai supaya membekali siswa

untuk dapat berkolaborasi dalam membahas

masalah tertentu (Miller & Tanner, 2015: 4).

Model ini dipandang selaras untuk membahas

topik Teks Non-Fiksi (Bahasa Indonesia),

Tanggung Jawab (PPKn), dan Kegiatan Ekonomi

(IPS). Model guided inquiry dipilih karena

gambaran kegiatan untuk setiap tahap

pembelajaran yang menekankan siswa agar dapat

mengembangkan keterampilan ilmiah (Banchi &

Bell, 2008: 26). Alur model ini dianggap cocok

untuk membahas topik Teks Non-Fiksi (Bahasa

Indonesia), Ekosistem (IPA), dan Seni Rupa

(SBdP).

Kompetensi Merencanakan, melakukan, dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah

Indikator Mengidentifikasi, menggunakan, dan menghasilkan model dan representasi yang

jelas

Topik Seni Rupa (SBdP)

Fokus Membuat gambar ilustrasi terkait lingkungan

Soal Salah satu ciri makhluk hidup adalah bernafas. Bernafas merupakan proses

pertukaran oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2) antara tubuh makhluk hidup

dengan lingkungan. Tujuan bernafas ialah untuk memperoleh energi agar

bertahan hidup. Hewan, termasuk manusia, bernafas dengan cara menghirup

oksigen dan menghembuskan karbondioksida. Karbondioksida yang dikeluarkan

dari tubuh hewan ke lingkungan dimanfaatkan oleh tumbuhan. Tumbuhan

menyerap karbondioksida ketika bernafas. Pernafasan tumbuhan menghasilkan

oksigen. Oksigen kemudian dimanfaatkan oleh manusia dan hewan lainnya.

Karena itu, manusia dan hewan dengan tumbuhan saling melengkapi dalam

proses pernafasan.

Pertanyaan 3. Skema yang tepat untuk Bacaan A ialah ....

A. [𝑜𝑘𝑠𝑖𝑔𝑒𝑛 → ℎ𝑒𝑤𝑎𝑛

↑ ↓𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢ℎ𝑎𝑛 ← 𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛𝑑𝑖𝑜𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎

]

B. [𝑜𝑘𝑠𝑖𝑔𝑒𝑛 ← ℎ𝑒𝑤𝑎𝑛

↓ ↑𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢ℎ𝑎𝑛 → 𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛𝑑𝑖𝑜𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎

]

C. [𝑜𝑘𝑠𝑖𝑔𝑒𝑛 → ℎ𝑒𝑤𝑎𝑛

↓ ↓𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢ℎ𝑎𝑛 → 𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛𝑑𝑖𝑜𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎

]

D. [𝑜𝑘𝑠𝑖𝑔𝑒𝑛 → ℎ𝑒𝑤𝑎𝑛

↑ ↑𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢ℎ𝑎𝑛 → 𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛𝑑𝑖𝑜𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎

]

Alasan : _____________________________________________________

____________________________________________________________

Jawaban

A. [𝑜𝑘𝑠𝑖𝑔𝑒𝑛 → ℎ𝑒𝑤𝑎𝑛

↑ ↓𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢ℎ𝑎𝑛 ← 𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛𝑑𝑖𝑜𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎

]

Karena hewan menghirup oksigen dan menghembuskan karbondioksida serta

tumbuhan sebaliknya.

Gambar 3. Contoh butir soal literasi saintifik

Keabsahan instrumen penilaian

pembelajaran dan LKS ditentukan berdasarkan

60 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan

Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147

validasi pakar (Fraenkel & Wallen, 2009: 148).

Validasi dilakukan terhadap keselarasan instrumen

penilaian pembelajaran dan LKS dengan program

yang dikembangkan, kesesuaian indikator dengan

soal, ketepatan jawaban dengan pertanyaan, serta

kecocokan soal dengan jenjang sekolah. Pakar

yang dipilih yaitu akademisi yang memiliki

kepakaran literasi saintifik (1 orang), evaluasi

pembelajaran (1 orang), dan model pembelajaran

(1 orang), serta praktisi pembelajaran sekolah

dasar (1 orang) dan penyunting naskah bacaan

anak (1 orang). Penentuan status ‘pakar’ diberikan

berdasarkan terbitan akademik terkait literasi

saintifik, evaluasi pembelajaran, dan model

pembelajaran selama 2 tahun terakhir. Sementara

status ‘praktisi’ didasari dengan pengalaman

lapangan terlibat pembelajaran sekolah dasar dan

penyunting naskah bacaan anak minimal 2 tahun.

Hasil validasi berupa penilaian terhadap setiap

butir soal yang diolah menggunakan persamaan 3

kemudian ditafsirkan berdasarkan tabel 5.

Berdasarkan tabel tersebut, instrumen penilaian

pembelajaran dan LKS dapat digunakan kalau

memenuhi kriteria ‘sangat layak’ atau ‘cukup

layak’.

𝑃(𝑠) =𝑠

𝑁× 100%

(Persamaan 3. Pengolahan hasil validasi)

keterangan:

𝑃(𝑠) = persentase setiap butir soal

𝑠 = skor setiap butir soal

𝑁 = jumlah keseluruhan butir soal

Tabel 5. Penafsiran penilaian instrumen

No. Rentang Rerata

Penilaian Pakar (%)

Kriteria

Kelayakan

Instrumen

1 7,001 ≤ % ≤ 10,000 Sangat layak

2 4,001 ≤ % ≤ 7,000 Cukup layak

3 0,000 ≤ % ≤ 4,000 Tidak layak

Untuk keandalan (reliability) keandalan

instrumen penilaian pembelajaran dan LKS diukur

berdasarkan nilai konsistensi internal (internal

consistency). Konsistensi internal biasanya diukur

dengan alfa Cronbach (α), salah satu cara statistik

untuk mengetahui korelasi berpasangan antar butir

pertanyaan atau pernyataan, yang dapat dihitung

menggunakan persamaan 4 (Cronbach, 1951: 299).

Persamaan 4 mengungkap bahwa alfa Cronbach

(∝) adalah fungsi dari jumlah butir pernyataan,

simpangan baku setiap butir pernyataan, dan

simpangan baku keseluruhan. Hal ini

menunjukkkan bahwa nilai ∝ dapat meningkat

ketika interelasi antar butir meningkat, sehingga

dapat dipakai untuk memperkirakan konsistensi

internal dari keandalan skor instrumen. Karena

interelasi antar butir dimaksimalkan ketika semua

butir mengukur rancangan yang sama, nilai ∝ tidak

dapat berlaku di semua situasi seiring

menghasilkan nilai lebih tinggi untuk kelompok

yang cenderung seragam dan rendah buat

kelompok yang cenderung beragam. Ini bermakna

dibutuhkan uji coba yang hasilnya bisa ditafsirkan

berdasarkan tabel 6, dengan nilai ∝ sebagai acuan

koefisien keandalan (reliability coefficient) harus

lebih besar dari 0,700 (Fraenkel & Wallen, 2009:

157-8).

𝛼 = 𝑛

𝑛−1(1 −

∑ 𝑉𝑖𝑖

𝑉𝑡)

(Persamaan 4. Kuder-Richardson Approaches)

keterangan:

𝛼 = koefisien alfa

𝑛 = jumlah butir soal

𝑉𝑖 = simpangan baku setiap butir soal

𝑉𝑡 = simpangan baku keseluruhan

Tabel 6. Penafsiran Penilaian Keandalan

Instrumen

No. Nilai Alfa

Cronbach (∝)

Kategori Konsistensi

Internal

1 𝛼 ≤ 0,9 Luar biasa

2 0,8 ≤ 𝛼 < 0,9 Baik

3 0,7 ≤ 𝛼 < 0,8 Dapat diterima

4 0,6 ≤ 𝛼 < 0,7 Dipertanyakan

5 0,5 ≤ 𝛼 < 0,6 Rendah

6 𝛼 < 0,5 Tidak dapat diterima

Dalam melaksanakan ujicoba tersebut kami

memilih partisipan sebanyak 17 orang yang dipilih

61 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan

Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147

menggunakan teknik convenience sampling karena

keterbatasan tenaga (Fraenkel & Wallen, 2009:

101). Hasil dari validasi pakar dan ujicoba dapat

dilihat melalui tabel 7. Hasil dari tahap develop

berupa instrumen penilaian dan LKS ini dapat

digunakan sebagai bahan penyusunan program

pembelajaran yang gambaran umum diperlihatkan

melalui tabel 8.

Tabel 7. Hasil validasi ahli dan ujicoba

Susunan Validasi Pakar Uji Coba

1 2 3 4 5 Rerata Kelayakan α Keabsahan

LKS Topik Teks Non-

Fiksi (Bahasa

Indonesia), Tanggung

Jawab (PPKn), dan

Kegiatan Ekonomi

(IPS)

5 7 5 7 7 6,200 Cukup Layak 0,962 Dapat digunakan

7 8 7 6 7 7,000 Cukup Layak 0,71 Dapat digunakan

7 8 7 6 7 7,000 Cukup Layak 0,983 Dapat digunakan

8 7 7 7 7 7,200 Sangat Layak 0,724 Dapat digunakan

7 8 5 5 7 6,400 Cukup Layak 0,932 Dapat digunakan

7 7 7 6 7 6,800 Cukup Layak 0,843 Dapat digunakan

LKS Topik Teks Non-

Fiksi (Bahasa

Indonesia), Ekosistem

(IPA), dan Seni Rupa

(SBdP)

7 8 7 5 7 6,800 Cukup Layak 0,901 Dapat digunakan

8 7 5 6 7 6,600 Cukup Layak 0,839 Dapat digunakan

7 8 7 6 7 7,000 Cukup Layak 0,703 Dapat digunakan

8 7 7 7 7 7,200 Sangat Layak 0,943 Dapat digunakan

7 7 7 5 7 6,600 Cukup Layak 0,839 Dapat digunakan

7 8 7 4 7 6,600 Cukup Layak 0,772 Dapat digunakan

Tes Konsep 7 7 7 7 7 7,000 Cukup Layak 0,824 Dapat digunakan

Tes Literasi Saintifik 9 8 7 5 7 7,200 Sangat Layak 0,848 Dapat digunakan

Keseluruhan hasil yang kami hasilkan dapat

disebar secara luas dalam satu paket perangkat

pembelajaran atau terpisah. Penyebaran ini dapat

digunakan untuk keperluan praktik pembelajaran

maupun replikasi riset. Satu paket yang dimaksud

ialah digunakan seutuhnya berdasarkan kerja kami.

Sedangkan terpisah berarti hanya diambil

seperlunya, seperti instrumen penilaian

pembelajaran untuk mengukur profil literasi

saintifik siswa. Keterbatasan tenaga membuat

kami tidak melakukan penyebaran secara luas

yang merupakan tahap terakhir berupa

disseminate, tapi hanya melakukan penerapan

program terbatas di satu kelas.

Penerapan program pembelajaran dilakukan

terbatas di satu kelas, yaitu kelas V di salah satu

madrasah ibtidaiyyah di Kabupaten Kudus. Di

kelas ini pembelajaran tematik dilakukan sebanyak

4 pertemuan dengan total alokasi waktu sebanyak

11 jam pembelajaran setiap pekan. Aspek yang

diperhatikan dalam penerapan program ialah

pelaksanaan guru dan tanggapan siswa.

Pelaksanaan guru dilihat berdasarkan catatan

pelaksanaan pembelajaran, sementara tanggapan

siswa dilihat berdasarkan isian dalam LKS. Dapat

dilihat di gambar 4 bahwa program dapat

diterapkan hampir maksimal di setiap tahap.

Rincian data menunjukkan bahwa rerata

pelaksanaan guru sebesar 75,17 dan tanggapan

siswa sebesar 69,17. Perhitungan menggunakan

persamaan 1 menunjukkan bahwa nilai koefisien

korelasi Pearson r antara pelaksanaan guru dan

tanggapan siswa memiliki nilai 0,834, yang

menunjukkan bahwa keduanya berkorelasi positif.

Tabel 8. Gambaran umum susunan program pembelajaran

Topik Model Indikator Kompetensi Literasi Saintifik

Teks Non-

Fiksi,

Tanggung

Group Work

Mengingat pengetahuan ilmiah yang sesuai

Menerapkan pengetahuan ilmiah yang sesuai

Menyajikan data menggunakan beragam representasi yang

62 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan

Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147

Jawab, dan

Kegiatan

Ekonomi

sesuai

Menganalisis informasi dari setiap representasi

Menyimpulkan informasi berdasarkan analisis

Menjelaskan manfaat pengetahuan ilmiah bagi masyarakat

Teks Non-

Fiksi,

Ekosistem, dan

Seni Rupa

Guided Inquiry

Menyusun pertanyaan berdasarkan fokus masalah

Menentukan variabel penyelidikan

Mengusulkan cara mengeksplorasi secara ilmiah terhadap

pertanyaan yang diberikan

Mengidentifikasi, menggunakan, dan menghasilkan model dan

representasi yang jelas

Mengidentifikasi asumsi, bukti, dan penalaran dalam bacaan

Mengevaluasi cara mengeksplorasi secara ilmiah terhadap

pertanyaan yang diberikan

Mengevaluasi argumen dan bukti ilmiah dari beragam tipe

sumber

Gambar 4. Pelaksanaan Program Pembelajaran

Setelah mengalami proses pembelajaran, siswa

diminta untuk menyelesaikan instrumen tes konsep

dan literasi saintifik. Kedua instrumen tersebut

dikerjakan dalam waktu terpisah, dengan alokasi

waktu yang sama, yakni 2 × 40 menit. Untuk

instrumen kuesioner motivasi belajar sendiri diisi

setelah siswa mengerjakan tes konsep dan literasi

saintifik dengan alokasi waktu 1 × 40 menit.

Pilihan ini diambil karena kuesioner motivasi

belajar tidak memerlukan pemikiran teknis yang

berat sepertihalnya tes konsep dan literasi saintifik.

Hasil ketiganya dapat dilihat melalui tabel 9.

Tabel 9. Rincian hasil siswa

Aspek Rincian Rerata Skor Siswa Kategori

Motivasi Belajar

Motivasi intrinsik 51,714 Sedang

Efikasi Diri 49,714 Sedang

Determinasi Diri 46,000 Sedang

Motivasi Nilai 51,857 Sedang

Motivasi Karier 45,429 Sedang

Penguasaan Konsep

Tanggung Jawab 82,857 Tinggi

Teks Non-Fiksi 82,857 Tinggi

Ekosistem 84,286 Tinggi

Kegiatan Ekonomi 80,571 Tinggi

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Pelaksanaan Guru (%) Tanggapan Siswa (%)

63 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan

Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147

Senirupa 84,286 Tinggi

Literasi Saintifik Menjelaskan ... 56,571 Sedang

Merencanakan .... 41,190 Sedang

Skor Umum

Motivasi Belajar 48,943 Sedang

Penguasaan Konsep 82,971 Tinggi

Literasi Saintifik 48,881 Sedang

Secara keseluruhan, profil literasi saintifik siswa

berada dalam kategori sedang dengan nilai sebesar

48,881. Profil tersebut menunjukkan bahwa proses

pembelajaran yang dilaksanakan belum dapat

membekali kompetensi literasi saintifik secara

maksimal kepada siswa. Meski berada dalam

kategori yang sama, kompetensi menjelaskan

masalah, menafsirkan data, dan

mengomunikasikan informasi secara ilmiah

memiliki skor lebih tinggi sebesar 56,571

dibandingkan dengan 41,190 yang diperoleh

kompetensi merencanakan, melakukan, dan

mengevaluasi penyelidikan ilmiah. Hal ini

menunjukkan bahwa siswa sudah dapat mengolah

informasi ilmiah, tapi masih memiliki kesulitan

melakukan praktik penyelidikan ilmiah. Profil

literasi saintifik tersebut berbeda tajam dengan

penguasaan konsep yang berada dalam kategori

tinggi dengan nilai sebesar 87,971. Artinya proses

pembelajaran yang dilaksanakan berperan baik

terhadap penguasaan konsep siswa.

Dalam Ta'līm al-Muta'allim Ṭorīq al-

Ta'allum karya Burhān al-Dīn al-Nu’mān ibn

Ibrōhīm al-Zarnūjī disebutkan bahwa terdapat 6

faktor penentu keberhasilan pembelajaran:

kecerdasan utuh, motivasi belajar, komitmen,

kecukupan finansial, bimbingan guru, dan

manajemen waktu (Siayah, dkk., 2019: 10; al-

Zarnūjī, 2014: 52). Dari sini tampak bahwa

motivasi belajar merupakan faktor penting, meski

bukan satu-satunya faktor untuk meraih

keberhasilan dalam pembelajaran. Survei PISA

2015 menunjukkan bahwa pelajar yang memiliki

motivasi tinggi dalam belajar memiliki

kecenderungan lebih baik dalam unjuk kerja di

kelas (Mo, 2019: 2). Sementara tuturan terkait

motivasi diperkuat oleh Bryan, dkk. (2011) yang

mengungkap bahwa guru harus menggunakan

pemodelan sosial dan kegiatan pembelajaran

kolaboratif untuk mendorong motivasi pelajar.

Kışoğlu (2018) menemukan terdapat kaitan positif

antara motivasi belajar dan sikap pelajar dalam

pembelajaran. Memang survei dari PISA 2015

menunjukkan anomali untuk Korea Selatan,

berupa hasil tinggi dalam literasi saintifik justru

disertai motivasi rendah, tapi secara umum

motivasi belajar cenderung linear dengan literasi

saintifik (Mo, 2019: 2; OECD, 2019b; 2016: 122,

126–127).

Berdasarkan hasil yang kami peroleh,

motivasi belajar memiliki hubungan positif dengan

literasi saintifik, secara umum maupun rinci untuk

setiap komponen dan kompetensi. Rincian korelasi

setiap komponen dapat dilihat melalui gambar 5.

Secara keseluruhan setiap komponen motivasi

belajar berkorelasi positif dengan kompetensi

literasi saintifik. Hasil ini selaras dengan temuan

Nurohmah (2015), Marcharis (2015), dan Glynn,

dkk. (2011) yang menunjukkan bahwa hasil belajar

cenderung rendah ketika motivasi rendah.

Motivasi dalam pembelajaran merupakan faktor

penting karena kehadiran pelajar dalam kelas,

laboratorium, dan/atau kunjungan lapangan bukan

jaminan bahwa mereka ingin belajar (Setiawan,

2019e). Tidak dapat dimungkiri bahwa beberapa

pelajar yang hadir hanya untuk menggugurkan

kewajiban dari sekolah dan orangtua, sekadar cara

agar mendapat uang saku harian, atau ingin

berkumpul dengan teman maupun pacar.

64 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan

Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147

Gambar 5. Kaitan antara komponen motivasi

belajar dengan kompetensi literasi saintifik

Glynn, dkk. (2011) berpendapat bahwa

faktor yang mempengaruhi motivasi belajar adalah

motivasi intrinsik, efikasi diri, determinasi diri,

motivasi nilai, dan motivasi karier. Dari

keseluruhan hasil, korelasi sebesar 0,35 antara

motivasi internal dengan kompetensi

merencanakan, melakukan, dan mengevaluasi

penyelidikan ilmiah memiliki nilai paling tinggi

dibanding 9 korelasi lain. Motivasi internal

termasuk komponen penting bagi pelajar dalam

menjaga ketekunan selama terlibat pembelajaran

untuk meraih prestasi yang diharapkan. Kajian

pustaka dan hasil lapangan menunjukkan bahwa

ketika siswa memiliki motivasi internal yang kuat,

mereka berinisiatif untuk mencari tahu lebih lanjut

melalui kegiatan penyelidikan. Dengan ungkapan

lain: kian kuat motivasi internal, kian mudah

inisatif itu muncul. Ini menyiratkan pesan bahwa

guru sebagai pemandu pembelajaran perlu

mengetahui rincian komponen motivasi belajar

siswa. Karena walau secara umum motivasi belajar

tidak tinggi, ketika motivasi internal kuat, proses

pembelajaran berpeluang besar dapat dilaksanakan

optimal sebagai langkah mencapai hasil yang

maksimal.

Korelasi paling rendah diperoleh dari

komponen motivasi karier dengan komponen

menjelaskan masalah, menafsirkan data, dan

mengomunikasikan informasi secara ilmiah

dengan nilai 0,04. Korelasi motivasi karier dengan

kompetensi merencanakan, melakukan, dan

mengevaluasi penyelidikan ilmiah dengan nilai

0,10 juga menjadi paling rendah dibanding dengan

komponen lain. Glynn, dkk. (2011)

mendefinisikan motivasi karier sebagai motivasi

yang timbul dari pandangan siswa terhadap masa

depan karier mereka. Gambar 5 menyiratkan

makna bahwa siswa belum menemukan nilai

kemanfaatan literasi saintifik untuk masa depan

karier mereka. Hal ini tampak wajar, karena usia

siswa masih di tahap sekolah dasar. Di tahap ini,

siswa memang sudah dapat menyebutkan cita-cita

mereka secara jelas. Namun, penyebutan tersebut

tidak disertai pengertian terkait langkah teknis

untuk mewujudkan cita-cita itu. Sehingga belum

banyak siswa yang menganggap penting bahwa

pembelajaran di sekolah dapat bermanfaat untuk

karier mereka. Apalagi kalau orangtua tidak

membantu mengarahkan anak mereka. Simpkins,

dkk., (2015) menyebut bahwa dukungan orangtua

dikenal sebagai faktor paling penting yang

memengaruhi motivasi karier pelajar. Apalagi

dalam budaya Indonesia, keluarga memiliki peran

penting dalam menata karier yang mungkin akan

ditempuh oleh pelajar.

0,00

0,05

0,10

0,15

0,20

0,25

0,30

0,35

0,40

0,45

0,50

Motivasi intrinsik Efikasi Diri Determinasi Diri Motivasi Nilai Motivasi Karier

Menjelaskan masalah, menafsirkan data, dan mengomunikasikan informasi secara ilmiah

Merencanakan, melakukan, dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah

65 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan

Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147

Gambar 6. Kaitan antara komponen motivasi belajar dengan penguasaan setiap konsep

Hasil yang kami sampaikan melalui

gambar 6 juga menunjukkan bahwa penguasaan

konsep memiliki korelasi positif dengan literasi

saintifik, secara umum maupun rinci setiap

konsep. Hasil ini serupa dengan korelasi motivasi

belajar dengan literasi saintifik. Bedanya nilai

korelasi penguasaan konsep lebih kuat dibanding

dengan motivasi belajar. Ini menunjukkan bahwa

literasi saintifik lebih terkait erat dengan

penguasaan konsep teknis daripada aspek psikis.

Siswa bisa saja sangat termotivasi untuk

menerapkan pengalaman terlibat pembelajaran ke

dalam keseharian. Namun, tanpa punya bekal

penguasaan konsep teknis, motivasi tersebut sulit

diwujudkan, bahkan mungkin gagal. Ini juga

menjunjukkan bahwa siswa perlu dibimbing oleh

guru untuk dapat mengaitkan pembelajaran dengan

keseharian (Siayah, dkk., 2019: 10; al-Zarnūjī,

2014: 52)

SIMPULAN

Melalui riset ini, diperoleh hasil berupa

susunan program pembelajaran tematik

berorientasi literasi saintifik yang keabsahan dan

keandalan secara umum termasuk dalam kategori

dapat digunakan. Penerapan program tersebut

menunjukkan bahwa program yang disusun dapat

diterapkan oleh guru serta bisa diikuti oleh siswa.

Profil literasi saintifik memiliki korelasi linear

positif dengan motivasi belajar dan penguasaan

konsep.

Simpulan yang kami sampaikan

menunjukkan bahwa pembelajaran tematik dapat

menjadi sarana untuk memandu siswa untuk

memiliki literasi saintifik. Dalam riset sosial, hasil

yang diperoleh tidak memberi garansi bahwa

keabsahan dan keandalan yang sama dapat berlaku

untuk partisipan lain. Alasannya antara lain, ruang

lingkup pembahasan berada dalam spektrum

tertentu. Kalau hanya mengambil simpulan akhir

tanpa memperhatikan rincian tertentu seperti

metode dan fokus pembahasan, berarti yang terjadi

adalah implantasi atau pencangkokan.

Kami menganggap bahwa kerja yang kami

lakukan ini masih perlu dilanjutkan. Sehingga

diharapkan penyusunan program ini tidak

dianggap final, karena perlu dilakukan perbaikan

berlanjut. Memperhatikan hasil yang diperoleh

serta keterbatasan ruang lingkup pembahasan,

kami berharap agar guru turut berupaya untuk

memastikan agar pembelajaran yang dilakukan

dapat merangsang motivasi belajar dan

memastikan bahwa konsep penting sudah dikuasai.

Cara yang dapat dilakukan bisa beragam selama

tidak bertentangan dengan tujuan pembelajaran.

Sementara kepada peneliti lain juga diharapkan

agar melakukan replikasi terhadap riset yang kami

0,00

0,05

0,10

0,15

0,20

0,25

0,30

0,35

0,40

0,45

0,50

Tanggung Jawab Teks Non-Fiksi Ekosistem Kegiatan Ekonomi Seni Rupa

Menjelaskan masalah, menafsirkan data, dan mengomunikasikan informasi secara ilmiah

Merencanakan, melakukan, dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah

66 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan

Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147

lakukan guna memberi gambaran rinci

permasalahan yang dihadapi sebagai informasi

agar cara yang dilakukan guru dapat memberi hasil

maksimal.

Secara teknis, karena metode yang dipakai

ialah korelasi Pearson r, kami tidak dapat

menyebut bahwa tanggapan siswa disebabkan oleh

pelaksanaan guru serta literasi saintifik ditentukan

oleh motivasi belajar dan penguasaan konsep.

Yang jelas, hasil menunjukkan bahwa program

pembelajaran dapat diterapkan, oleh guru yang

melaksanakan maupun dari siswa yang terlibat

dalam pembelajaran, serta memiliki korelasi

positif linear dengan motivasi belajar dan

penguasaan konsep. Kajian berikutnya bisa

menunjukkan lebih rinci seberapa besar beberapa

faktor tersebut terhadap literasi saintifik.

UCAPAN TERIMA KASIH

Rasa terima kasih untuk seluruh warga MI

NU Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) kami

sampaikan berkat kesempatan pembelajaran yang

diberikan; Dr. Setiya Utari dan Dr. Kusnadi dari

Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan

Indonesia (UPI); Shawn M. Glynn, Ph.D. dari

Department of Educational Psychology University

of Georgia; Dr. Fenny Roshayanti dari Program

Studi Magister Pendidikan IPA Universitas PGRI

Semarang; Muhamad Gina Nugraha, M.Pd., M.Si.,

dari Departemen Pendidikan Fisika UPI; dan

Syarofis Siayah, S.Ked. dari Universitas Islam

Malang atas bantuan teknis; serta Wahyu Eka

Saputri yang memberi dorongan psikis untuk

melakukan riset. ИOLZΛ!

DAFTAR PUSTAKA

Adisendjaja, Yusuf Hilmi. (2008). Analisis buku

ajar biologi sma kelas x di kota

bandung berdasarkan literasi

sains. Bandung: Jurusan

Pendidikan Biologi Universitas

Pendidikan Indonesia. URL:

https://id.scribd.com/doc/7933690

2/Analisis-Buku-Ajar-Biologi-

Sma-Kelas-x-Di-Kota-

Bandungberdasarkan-Literasi-

Sains

al-Syahrostānī, Abū al-Fatḥ Muḥammad ibn ‘Abd

al-Karīm. (2010). Al-Milal wa al-

niḥal. Amman: Muassasat al-

Ḥalabi. URL: https://al-

maktaba.org/book/11812/373

al-Zarnūjī, Burhān al-Dīn. (2014). Ta’līm al-

muta’allim ṭōrīq at-ta’allumi.

Beirut: Dār ibn Katsīr. URL:

https://books.islamway.net/1/15_B

Zrnouji_TalainMoutallim.pdf

Banchi, Heather & Bell, Randy. (2008, Oktober).

The many levels of inquiry.

Science and children, 46(2), 26–

29. URL:

https://search.proquest.com/openvi

ew/94da97e9a5090eb024c13b920

01ec534/1?pq-

origsite=gscholar&cbl=41736

Boitani, Piero. (2015, 11 April). Ulysses and the

Stars. Strumenti Critici, 30(1): 3-

18. URL:

https://www.rivisteweb.it/doi/10.1

419/78914

Bryan, Robert R., dkk. (2011, 25 Juli). Motivation,

achievement, and advanced

placement intent of high school

students learning science. Science

education, 95(6): 1049-1065. DOI:

https://dx.doi.org/10.1002/sce.204

62

Crawford, George, & Sen, Bidyut. (1996, 10

Agustus). Derivatives for decision

makers: strategic management

issues. John Wiley & Sons. URL:

https://books.google.co.id/books?i

d=NIIVeirctosC&hl=id&source=g

bs_navlinks_s

Cronbach, Lee J. (1951, 28 Februari). Coefficient

alpha and the internal structure of

tests. Psychometrika, 16: 297–334.

DOI:

https://dx.doi.org/10.1007/BF0231

0555

Dinata, Anita Nurlela; Adisendjaja, Yusuf Hilmi;

& Amprasto. (2018, Maret).

Pengaruh field trip terhadap

kemampuan literasi sains dan

sikap terhadap sains siswa sma

pada materi ekosistem.

67 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan

Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147

Assimilation: Indonesian Journal

of Biology Education, 1(1): 8-13.

DOI:

https://dx.doi.org/10.17509/aijbe.v

1i1.11449

Fives, Helenrose, dkk. (2014, 18 Juni). Developing

a measure of scientific literacy for

middle school students. Science

Education, 98(4), 549-580. DOI:

https://dx.doi.org/10.1002/sce.211

15

Fraenkel, Jack R. & Wallen, Norman E. (2009).

How to design and evaluate

research in education (7th ed.).

New York. McGraw-

HillCompanies. URL:

https://archive.org/details/methodo

logy-alobatnic-libraries

Glynn, Shawn M.; Brickman, Peggy; Armstrong,

Norris; & Taasoobshirazi, Gita.

(2011, 20 September). Science

motivation questionnaire ii:

validation with science majors and

nonscience majors. Journal of

Research in Science Teaching,

48(10): 1159-1176. URL:

https://coe.uga.edu/assets/downloa

ds/mse/smqii-glynn-et-al-2011.pdf

Gormally, Cara, dkk. (2012, 01 Desember).

Developing a test of scientific

literacy skills (tosls): measuring

undergraduates’ evaluation of

scientific information and

arguments. CBE—Life Sciences

Education, 11(4), 364-377. URL:

https://www.lifescied.org/doi/abs/

10.1187/cbe.12-03-0026

Hawking, Stephen William, & Mlodinow,

Leonard. (2010, 07 September).

The grand design. Bantam Books.

URL:

https://books.google.co.id/books?i

d=vfFhxYwjgK8C&dq

Hurd, Paul deHart. (1998). Scientific literacy: New

minds for a changing world.

Science education, 82(3), 407-416.

URL:

https://dx.doi.org/10.1002/(SICI)1

098-

237X(199806)82:3%3C407::AID-

SCE6%3E3.0.CO;2-G

Juliani, Rini. (2015, 26 Juni). Rekonstruksi

rancangan rencana pelaksanaan

pembelajaran (rpp) melalui

analisis kesulitan literasi sains

peserta didik sekolah menengah

pertama pada topik listrik dinamis.

Undergraduate Thesis. Bandung:

Universitas Pendidikan Indonesia.

URL:

http://repository.upi.edu/17569/

Jung, Rex E., & Haier, Richard J. (2007, 26 Juli).

The parieto-frontal integration

theory (p-fit) of intelligence:

converging neuroimaging

evidence. Behavioral and Brain

Sciences, 30(2): 135-154. URL:

https://pdfs.semanticscholar.org/5d

3a/8ae75864f5cf29df4a20c82a9be

3c000fd47.pdf

Kışoğlu, Mustafa. (2018, Februari). An

examination of science high

school students’ motivation

towards learning biology and their

attitude towards biology lesson.

International Journal of Higher

Education, 7(1): 151-64. URL:

http://www.sciedu.ca/journal/inde

x.php/ijhe/article/view/12832

Marcharis, Dita Alawiyah. (2015, 26 Juni). Beban

kognitif pelajar pada

pembelajaran biologi di sma

berbasis pesantren. Undergraduate

Thesis. Bandung: Universitas

Pendidikan Indonesia. URL:

http://repository.upi.edu/20265/

McKenzie, Walter. (2005). Multiple intelligences

and instructional technology.

ISTE - International Society for

Technology in Education. URL:

https://books.google.co.id/books?i

d=-

uhHXNQSwO8C&lpg=PP10&ots

=zilfF1OsjH&dq=Multiple%20Int

elligences%20Inventory%20Walte

r%20McKenzie&lr&hl=id&pg=P

A15#v=onepage&q&f=false

Miller, Sarah & Tanner, Kimberly D. (2015). A

portal into biology education: an

annotated list of commonly

encountered terms. CBE—Life

Sciences Education, 14: 1–14.

DOI: URL:

https://www.lifescied.org/doi/abs/

10.1187/cbe.15-03-0065

Mo, Jeffrey. (2019, 15 Januari). How is students’

motivation related to their

performance and anxiety?. PISA in

68 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan

Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147

Focus, 92. Paris: OECD

Publishing. URL:

https://www.oecd-

ilibrary.org/deliver/d7c28431-

en.pdf?itemId=%2Fcontent%2Fpa

per%2Fd7c28431-

en&mimeType=pdf

Nurohmah, Eva Fauziah. (2015, 30 Januari).

Efektivitas pendekatan saintifik

dalam meningkatkan hasil dan

motivasi belajar pelajar smp.

Undergraduate Thesis. Bandung:

Universitas Pendidikan Indonesia.

URL:

http://repository.upi.edu/22537/

OECD. (2016, 06 Desember). Students' attitudes

towards science and expectations

of science–related careers. Dalam

PISA 2015 Results (Volume I):

Excellence and Equity in

Education. Paris: OECD

Publishing. DOI:

https://dx.doi.org/10.1787/978926

4266490-7-en

OECD. (2019a, 26 April). Pisa 2018 assessment

and analytical framework. Paris:

OECD Publishing. URL:

https://www.oecd-

ilibrary.org/sites/f30da688-

en/index.html?itemId=/content/co

mponent/f30da688-en

OECD. (2019b, 06 November). Science

performance (pisa) (indicator).

Paris: OECD Publishing. DOI:

https://dx.doi.org/10.1787/919522

04-en

OECD/ADB. (2015, 25 Maret). Education in

indonesia: rising to the challenge.

Paris: OECD Publishing. URL:

https://www.adb.org/sites/default/f

iles/publication/156821/education-

indonesia-rising-challenge.pdf

Panchenko, Dmitri. (1994, 01 November). Thales's

prediction of a solar eclipse.

Journal for the History of

Astronomy, 25(4): 275-288. DOI:

https://dx.doi.org/10.1177%2F002

182869402500402

Resor, Cynthia Williams (2017a). Exploring

vacation and etiquette themes in

social studies, primary source

inquiry for middle and high

school. Maryland: Rowman &

Littlefield Publishers. URL:

https://teachingwiththemes.com/in

dex.php/book-1-info/

Resor, Cynthia Williams (2017b). Investigating

family, food, and housing themes

in social studies. Maryland:

Rowman & Littlefield Publishers.

URL:

https://teachingwiththemes.com/in

dex.php/book-2-info/

Rodgers, Joseph Lee, & Nicewander, W. Alan.

(1987, 01 Juni). Thirteen ways to

look at the correlation coefficient.

The American Statistician, 42(1):

59-66. URL:

https://www.stat.berkeley.edu/~rab

bee/correlation.pdf

Rosser, Andrew. (2018, 21 Februari). Beyond

access: making indonesia’s

education system work. Sidney:

Lowy Institute For International

Policy. URL:

https://www.lowyinstitute.org/publ

ications/beyond-access-making-

indonesia-s-education-system-

work

Seefeldt, Carol. (2005). How to work with

standards in the early childhood

classroom. Teachers College

Press. URL:

https://books.google.com/books?id

=PaAuwVyhVV8C&pg=PA47

Setiawan, Adib Rifqi, Utari, Setiya, & Nugraha,

Muhamad Gina. (2017, 22

September). Mengonstruksi

rancangan soal domain kompetensi

literasi saintifik pelajar smp kelas

viii pada topik gerak lurus.

Wahana Pendidikan Fisika, 2(2):

44-48. DOI:

https://dx.doi.org/10.17509/wapfi.

v2i2.8277

Setiawan, Adib Rifqi. (2017, 24 Februari).

Penerapan pendekatan saintifik

untuk melatihkan literasi saintifik

dalam domain kompetensi ada

topik gerak lurus di sekolah

menengah pertama.

Undergraduate Thesis. Universitas

Pendidikan Indonesia. URL:

http://repository.upi.edu/29074/

Setiawan, Adib Rifqi. (2019a, 14 Oktober).

Penyusunan program

pembelajaran biologi berorientasi

literasi saintifik. Seminar Nasional

69 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan

Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147

Sains & Entrepreneurship VI

(SNSE VI), 1(1): 348–355. URL:

http://conference.upgris.ac.id/inde

x.php/snse/article/view/255/183/

Setiawan, Adib Rifqi. (2019b, 07 Mei). Penerapan

pendekatan saintifik untuk melatih

literasi saintifik dalam domain

kompetensi pada topik gerak lurus

di sekolah menengah pertama.

Prosiding Seminar Nasional

Fisika (SiNaFi) 2018, 4 (1): 7-13.

URL:

http://proceedings.upi.edu/index.p

hp/sinafi/article/view/355

Setiawan, Adib Rifqi. (2019c, 26 Juni).

Peningkatan literasi saintifik

melalui pembelajaran biologi

menggunakan pendekatan

saintifik. Journal of Biology

Education, 2 (1): 223-235. URL:

http://journal.stainkudus.ac.id/inde

x.php/jobe/article/view/5278

Setiawan, Adib Rifqi. (2019d, 02 Oktober).

Efektivitas pembelajaran biologi

berorientasi literasi saintifik.

Thabiea : Journal of Natural

Science Teaching, 2 (2): 83–94.

DOI:

http://dx.doi.org/10.21043/thabiea.

v2i2.5345

Setiawan, Adib Rifqi. (2019e, 23 Maret). Upaya

meningkatkan motivasi belajar

dalam pembelajaran ilmu

pengetahuan alam (ipa) melalui

bacaan populer. Disampaikan

dalam Seminar Nasional Biologi

2019 Inovasi Penelitian dan

Pembelajaran Biologi III (IP2B

III), Universitas Negeri Surabaya.

DOI:

https://dx.doi.org/10.13140/RG.2.2

.13087.71847

Setiawan, Adib Rifqi; & Saputri, Wahyu Eka.

(2019, 13 November). Analisis

keabsahan dan keandalan science

motivation questionnaire ii (smq

ii) versi bahasa indonesia.

EdArXiv. DOI:

https://dx.doi.org/10.35542/osf.io/

4pmtu

Setiawan, Adib Rifqi; & Sari, Dewi Ratna. (2019).

A simple essay of natural science

curricula in indonesia. Open

Science Framework. DOI:

https://dx.doi.org/10.31219/osf.io/

uwn4r

Setiawan, Adib Rifqi; Puspaningrum, Mita; &

Umam, Khoirul. (2019, 29

November). Pembelajaran fiqh

mu’āmalāt berorientasi literasi

finansial. Tarbawy: Indonesian

Journal of Islamic Education,

6(02): 187–102. URL:

https://ejournal.upi.edu/index.php/t

arbawy/article/view/20887

Siayah, Syarofis, Kurniawati, Novi Khoirunnisa, &

Setiawan, Adib Rifqi. (2019, 29

November). Six main principles

for quality learning. EdArXiv.

DOI:

https://dx.doi.org/10.35542/osf.io/

9jbuc

Simpkins, Sandra D.; Price, Chara D.; & Garcia,

Krystal. (2015, 08 Mei). Parental

support and high school students'

motivation in biology, chemistry,

and physics: understanding

differences among latino and

caucasian boys and girls. Journal

of Research in Science Teaching,

52(10): 1386–1407. DOI:

https://dx.doi.org/10.1002/tea.212

46

Thiagarajan, Sivasailam, dkk. (1974). Instructional

development for training teachers

of exceptional children: a

sourcebook. Washington, D. C.:

National Center for Improvement

of Educational Systems

(DHEW/OE). URL:

https://files.eric.ed.gov/fulltext/ED

090725.pdf

Utari, Setiya, dkk. (2017, Februari). Recostructing

the physics teaching didactic based

on marzano’s learning dimension

on training the scientific literacies.

Journal of Physics: Conference

Series, 812 (1): 012102. DOI:

https://dx.doi.org/10.1088/1742-

6596/812/1/012102

Nazhruna: Jurnal Pendidikan Islam

Vol. 3 No 1 2020. Hal. 138-159 ISSN: 2614-8013

DOI: https://doi.org/10.31538/nzh.v3i1.522

http://e-journal.ikhac.ac.id/index.php/NAZHRUNA/

PENDIDIKAN LITERASI FINANSIAL

MELALUI PEMBELAJARAN FIQH MU’ĀMALĀT BERBASIS

KITAB KUNING

Adib Rifqi Setiawan Pondok Pesantren Ath-Thullab, Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS)

[email protected]

Naskah Diterima: 31-12-2019 Direvisi: 24-02-2020 Disetujui: 28-02-2020

Abstract This research goals to gain the design for a learning program to guide students in pondok pesantren on achieving financial literacy throught fiqh mu’āmalāt learning that is based on kitab kuning. We used R&D approach 4D model that reduced into three stages: define, design, and develop. It was gained a syllabus that completed by lesson plan, student worksheets, nor assessment instrument as well, that validated by experts and practitioners and reliability counted based on test.

Keywords: financial literacy; fiqh mu'āmalāt; kitab kuning; learning program.

Abstrak Riset ini bertujuan mendapatkan desain program pembelajaran untuk membimbing pelajar pondok pesantren dalam mencapai literasi finansial melalui pembelajaran fiqh mu'āmalāt berdasarkan kitab kuning. Kami menggunakan pendekatan R&D model 4D yang direduksi menjadi tiga tahap: mendefinisikan, merancang, dan mengembangkan. Diperoleh hasil berupa silabus yang dilengkapi oleh rencana pembelajaran, lembar kerja siswa, dan instrumen penilaian, yang divalidasi oleh para pakar dan praktisi serta keandalan dihitung berdasarkan uji coba.

Kata Kunci : fiqh mu'āmalāt; literasi finansial; kitab kuning; program pembelajaran. PENDAHULUAN

Kesadaran pelajar tingkat menengah saat ini terhadap masalah finansial dapat

dikatakan rendah. Temuan ini kami peroleh sebagai pengamat terlibat selama 40 hari terhadap

keseharian santri Pondok Pesantren Ath-Thullab Kudus. Pondok pesantren tersebut

menampung pelajar tingkat menengah dengan kisaran usia 11–19 tahun yang kebutuhan

finansial sepenuhnya ditanggung oleh wali santri. Temuan tersebut mengungkap bahwa

sebagian besar santri tidak menyadari dampak rincian pengeluaran harian terhadap keadaan

finansial bulanan serta tidak peduli kepada besaran biaya pendidikan di pondok pesantren

yang ditanggung oleh setiap wali santri. Kedua fakta tersebut ditambah data lain berupa

kecenderungan perilaku sebagian kecil santri yang menambah kerepotan sekaligus pengeluaran

wali santri, hasil pengamatan khusus terhadap kebijakan merit dalam pencairan titipan uang

saku, serta alasan yang mendasari keputusan dalam bertransaksi.

Adib Rifqi Setiawan

139 Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020

Anggapan bahwa santri tidak menyadari dampak rincian pengeluaran harian terhadap

finansial bulanan ditunjukkan oleh beberapa peristiwa. Misalnya ketika akan membeli barang

non-rutin dengan harga setara pengeluaran jajan selama sepekan. Dampak terhadap wali santri

ialah harus kembali memberikan uang saku sebelum waktu yang direncanakan. Pengurus

pondok pesantren yang terdiri dari santri relatif paling tua dapat dikatakan sama saja.

Kesamaan muncul karena pengurus tidak pernah membuat perencanaan pengeluaran tahunan

yang rapi dan rinci seperti diminta oleh salah satu pembina pondok pesantren.

Ketidakpedulian kepada besaran biaya pendidikan di pondok pesantren yang

dikeluarkan oleh setiap wali santri tampak dengan pengabaian terhadap rincian penggunaan

biaya pendidikan, walau informasi tersebut bersifat terbuka. Menarik untuk diperhatikan

bahwa santri yang mengabaikan informasi tersebut, ketika ditanya terkait pembayaran bulanan,

segera menghubungi wali santri. Dari sini tampak bahwa santri peduli kepada kewajiban

sekaligus acuh terhadap hak. Dampak ekstrim perilaku seperti ini antara lain tampak kentara

ketika rapat evaluasi makanan: sebagian santri menyampaikan permintaan menu makanan yang

melebihi anggaran serta sebagian lain menerima seutuhnya penuh kerelaan.

Beberapa perilaku sebagian kecil santri yang menambah kerepotan sekaligus

pengeluaran wali santri juga menunjukkan bahwa tingkat kesadaran terhadap masalah finansial

terbilang rendah. Beberapa santri tampak tak memperhitungkan besaran biaya tambahan yang

harus dikeluarkan oleh wali santri ketika meminta ditelepon, dikunjungi, atau dijemput pulang

di luar jadwal. Di luar masalah finansial secara langsung, tidak terdapat pula kesadaran dari

beberapa santri bahwa perilaku tersebut berdampak kepada keseharian wali santri, mulai

merusak fokus ketika sedang bekerja, menambah lelah yang tak perlu saat akan kembali

bekerja, sampai mengurangi keefektifan istirahat karena menimbulkan kecemasan.

Pengamatan lain yang dilakukan secara khusus kepada beberapa santri yang

menitipkan uang saku kepada pembina juga menguatkan hasil pengamatan umum. Kalau

terkait pembayaran bulanan beberapa santri tampak acuh terhadap hak, untuk urusan jajan

harian mereka kerap melupakan kewajiban sekaligus menuntut hak—untuk keperluan ini uang

saku dianggap hak. Temuan ini tampak dari tanggapan santri tersebut terhadap penerapan

merit untuk pencairan titipan uang saku, yang membuat tidak dapat dijalankan secara optimal.

Terkait alasan yang mendasari keputusan dalam bertransaksi kami peroleh dari

beberapa santri yang menggunakan kartu anjungan tunai mandiri (ATM). Hampir semua santri

mengatakan bahwa kartu ATM hanya berguna untuk menarik tunai tanpa harus ke bank.

Padahal beberapa bank seperti Bank Negara Indonesia (BNI) sudah membuka layanan setor

Pendidikan Literasi Finansial Melalui Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berbasis Kitab Kuning

Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020

140

menggunakan kartu ATM. Lebih lanjut, beberapa santri tidak tahu tentang kontrak (‘aqd)

terkait perbankan dari sisi fiqh mu’āmalāt. Selain itu, walau semua santri sudah mengerti bahwa

ribā telah disepakati ‘ulamā’ sebagai larangan umum dalam semua transaksi, mereka tidak dapat

menjelaskan posisi bunga bank (bank interest) dalam ruang lingkup ribā.

Di sisi lain, sebagai pemandu pembelajaran sorogan kitab kuning, kami juga mengalami

kebingungan terkait kelanjutan pembelajaran tersebut. Pembelajaran sorogan dipakai untuk

melatih keterampilan santri dalam mengomunikasikan kajian terhadap teks kitab kuning. Kitab

kuning yang dipilih adalah al-Ghōyah wa al-Taqrīb untuk santri tahun kedua dan Fatḥ al-Qorīb al-

Mujīb untuk santri tahun ketiga. Pilihan kitab kuning tersebut diambil karena matn al-Ghōyah wa

al-Taqrīb yang di-syarḥ-i Fatḥ al-Qorīb al-Mujīb adalah textbook klasik paling ringkas yang

memuat pembahasan fiqh maẓhab Syāfi’ī secara utuh. Kebingungan mulai muncul ketika

sebagian besar santri MTs hampir selesai menyajikan topik ibādāt. Letak kebingunan ialah

antara melanjutkan ke bagian mu’āmalāt yang diurai dalam al-Ghōyah wa al-Taqrīb atau

mengalihkan ke bagian ibādāt dari Fatḥ al-Qorīb al-Mujīb. Alhasil keputusan memperhatikan

fiqih mu’āmalāt memberi jawaban dalam bentuk solusi untuk mengatasi kebingungan tersebut.

Informasi tersebut melatarbelakangi harapan kami untuk turut memanfaatkan

pembelajaran fiqh mu’āmalāt sebagai upaya membimbing pelajar tingkat menengah mencapai

literasi finansial. Literasi finansial yang disebut di sini bermakna kemampuan menafsirkan

informasi finansial sebagai bahan membuat keputusan agar siap menerima dampak yang

diperoleh. Misalnya memahami dampak pembelian barang non-rutin terhadap kondisi uang

saku bulanan. Sebagai pelajar pondok pesantren, mestinya setiap keputusan termasuk dalam

hal finansial didasari oleh fiqh. Contohnya ketika ingin membuka rekening bank.

Nong Darol Mahmada menyampaikan bahwa fiqh adalah kumpulan hasil ijtihād ulamā’

klasik terhadap al-Qur’ān dan al-Ḥadīts sebagai dasar keseharian umat Islam dalam setiap

konteks kehidupan, mulai personal seperti ṣolāt, lokal seperti zakāt, sampai global seperti

siyāsat.1 Sementara Nasaruddin Umar menyebut bahwa fiqh adalah penafsiran kultural terhadap

sumber syarī’āt yang dikembangkan oleh ulamā’ sejak abad kedelapan.2 Kedua ungkapan

tersebut selaras dengan definisi fiqh yang dituturkan oleh beberapa ulamā’ dalam beberapa

textbook fiqh yang biasa dikaji di pondok pesantren maupun kitab kuning serupa.3 Misalnya

1 Nong Darol Mahmada, ―Membangun Fikih yang Pro-Perempuan,‖ http://linkis.com/ssfSZ, Tempo, 2001,

https://majalah.tempo.co/read/81720/membangun-fikih-yang-pro-perempuan. 2 Nasaruddin Umar, Ketika Fikih Membela Perempuan (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2014), 1. 3 Muḥammad Nawāwī ibn ‗Umar al-Bantānī, Nihāyatu al-Zayn (Beirut Lebanon: Dār al-Fikr, 2008), 6,

https://al-maktaba.org/book/6146; Muḥammad ibn Qāsim al-Ghozī, Fatḥ al-Qorīb al-Mujīb (Beirut Lebanon:

Adib Rifqi Setiawan

141 Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020

tuturan ‗Abd al-Roḥmān ibn Abī Bakr al-Suyūṭī dalam Itmam al-Dirōyāt li Qurrō’ al-Nuqōyat yang

menyebut bahwa fiqh adalah mengerti beberapa ḥukm syar’ī yang caranya melalui ijtihād.4 Dapat

dikatakan bahwa fiqh adalah mengerti tentang kumpulan dugaan kuat terhadap penafsiran

sumber syarī’āt dengan cara ijtihād sebagai bahan panduan praktis keseharian umat Islam yang

berlaku untuk semua konteks mulai personal, lokal, nasional, sampai global.

Pembahasan utuh fiqh secara umum biasa dimulai dari topik paling personal ‘ibādāt,

kemudian dilanjutkan ke topik lain yang lebih sosial seperti mu’āmalāt dan jināyāt. Urutan

pembahasan tersebut disusun berdasarkan nilai penting setiap topik berdasarkan tinjauan

syarī’āt serta tingkat keluasan konteks berlaku. Pembahasan paling awal berupa praktik ritual,

dengan urutan sesuai dengan ketentuan lima rukūn Islām.5 Selanjutnya karena kebutuhan

manusia terhadap transaksi ekonomi adalah hal yang sangat penting, pembahasan topik

mu’āmalāt diletakkan tepat setelah ‘ibādāt.6

Dilihat dari sisi urutan pembahasan, tampak bahwa fiqh secara serius sangat

memperhatikan masalah finansial. Keseriusan tersebut ditunjukkan dengan peletakan transaksi

finansial tepat setelah pembahasan praktik ritual. Perhatian fiqh tersebut diwujudkan dalam

bentuk memberi panduan operasional praktik transaksi finansial, antara lain berupa prinsip

dasar, unsur ḥukm, serta ketentuan umum setiap jenis transaksi finansial. Transaksi yang

dimaksud termasuk—sekaligus bukan hanya—ragam penjualan, kemitraan, peminjaman,

maupun penyewaan.

Masalah pendidikan finansial mulai diperhatikan lebih serius sejak 2005 silam oleh

OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) selaku organisasi multilateral yang

berupaya meningkatkan kualitas manusia secara global.7 Secara khusus OECD menyarankan

bahwa pendidikan finansial harus sedini mungkin dimulai di sekolah yang merupakan tahap

awal kehidupan pelajar. Alasan utama yang mendasari saran tersebut ialah nilai penting

berfokus kepada generasi muda untuk membekali keterampilan yang penting sebelum terlibat

Dār ibn Ḥazm, 2005), 22, https://al-maktaba.org/book/33949; Aḥmad ibn ‗Abd al-Azīz al-Malībārī, Fatḥ al-

Mu’īn bi Syarḥ Qurrotu al-‘Ayn bi Muhimmāt al-Dīn (Beirut Lebanon: Dār al-Khoir, 2005), 34, https://al-

maktaba.org/book/6140; Abū Bakr ‗Utsman ibn Muḥammad al-Dimyāṭī, I’ānatu al-Ṭōlibīn (Beirut Lebanon: Dār

al-Fikr, 1997), 21, https://al-maktaba.org/book/33983; Abū Bakr ibn Muḥammad al-Ḥuṣnī, Kifāyat al-Akhyār (Damaskus: Dār al-Fikr, 1994), 7, https://al-maktaba.org/book/6140.

4 ‗Abd al-Roḥmān ibn Abī Bakr al-Suyūṭī, Itmam al-Dirōyāt li Qurrō’ al-Nuqōyat (Beirut Lebanon: Dar al-Kotob Al-Ilmiyah, 1985), 65, https://al-maktaba.org/book/10733/66#p1.

5 Abū Bakr ‗Utsman ibn Muḥammad al-Dimyāṭī, I’ānatu al-Ṭōlibīn, 1024. 6 Abū Bakr ‗Utsman ibn Muḥammad al-Dimyāṭī, 734. 7 ―OECD. Recommendation on Principles and Good Practices for Financial Education and Awareness‖

(Paris: Directorate for Financial and Enterprise Affairs, 2005), 5, http://www.oecd.org/finance/financial-education/35108560.pdf.

Pendidikan Literasi Finansial Melalui Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berbasis Kitab Kuning

Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020

142

aktif dalam transaksi finansial serta relatif lebih efisien untuk melakukan pendidikan finansial

di sekolah ketimbang melakukan tindakan perbaikan untuk orang yang berusia tua.

Saran OECD pada 2005 tersebut kemudian dipertimbangkan sebagai bahan

mengembangkan kerangka kerja literasi dari PISA (Programme for International Students

Assessment).8 PISA adalah program internasional OECD untuk menilai performa akademik

pelajar berusia 15 tahun yang bertujuan untuk memberi bahan dalam meningkatkan

pendidikan negara yang terlibat.9

Penilaian PISA berfokus terhadap kemampuan pelajar untuk menggunakan

pengalaman terlibat pembelajaran ke dalam keseharian.10 Fokus ini membedakan penilaian

PISA dengan TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study), program dari IEA

(International Association for the Evaluation of Educational Achievement), yang fokus terhadap

penguasaan konten kurikuler tertentu. Dari sisi pondok pesantren, fokus tersebut selaras

dengan penafsiran ‗Abd al-Roḥmān ibn Abī Bakr al-Suyūṭī terhadap ayat 122 al-Taubat yang

disajikan dalam Tafsīr al-Jalālayn.11

Penilaian PISA tersebut biasanya dikenal lebih luas dengan istilah literasi. Literasi

dalam kerangka kerja PISA dikelompokkan menjadi empat bagian: membaca, matematis,

saintifik, dan finansial.12 Ketiga kelompok literasi pertama, yakni membaca, matematis, dan

saintifik, masing-masing sudah pernah menjadi fokus utama penilaian pada tahun tertentu,

yang diperbarui setiap 9 tahun. Sementara kelompok terakhir yakni literasi finansial, baru

masuk dalam penilaian sejak 2012 tanpa pernah menjadi fokus utama, malah sampai sekarang

masih menjadi penilaian pilihan. Fakta tersebut membuat literasi finansial lebih sedikit

diperhatikan di Indonesia, baik dari sisi kajian akademik maupun praktik pembelajaran,

khususnya untuk pendidikan menengah maupun pondok pesantren. Namun, perhatian sedikit

tidak membuat government Indonesia luput memberi perhatian. Bentuk perhatian tersebut ialah

menetapkan kebijakan untuk meningkatkan literasi finansial melalui program Strategi Nasional

8 ―OECD. PISA 2018 Assessment and Analytical Framework‖ (Paris: OECD Publishing, 2018), 119,

https://dx.doi.org/10.1787/b25efab8-en. 9 ―PISA 2018 Assessment and Analytical Framework,‖ Text, 2018, 11, https://www.oecd-

ilibrary.org/education/pisa-2018-assessment-and-analytical-framework_b25efab8-en. 10 ―PISA 2018 Assessment and Analytical Framework,‖ 128. 11 Muḥammad ibn Aḥmad al-Maḥallī dan ‗Abd al-Raḥmān ibn Abī Bakr al-Suyūṭī, Tafsīr al-Jalālayn (Cairo: Dār

al-Ḥadīts, 2010), 263, https://al-maktaba.org/book/12876/1618. 12 OECD. PISA 2018 Assessment and Analytical Framework. Paris: OECD Publishing, 26 April 2019, hlm. 11–2

. DOI: https://dx.doi.org/10.1787/b25efab8-en

Adib Rifqi Setiawan

143 Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020

Literasi Finansial pada 19 November.13 14 Program ini dirilis sebagai upaya mewujudkan

literasi finansial masyarakat Indonesia, sehingga dapat memanfaatkan produk dan layanan jasa

finansial yang sesuai untuk mencapai kesejahteraan berkelanjutan.

Berdasarkan sebaran informasi yang disampaikan, kami memandang bahwa fiqh

mu’āmalāt dan literasi finansial dapat dipadukan ke dalam program pembelajaran. Program

tersebut dapat diwujudkan dengan cara mengkaji indikator yang dibekalkan kepada pelajar,

bukan sekadar membiasakan mengerjakan soal literasi finansial yang diperkaya topik fiqh

mu’āmalāt. Karena itu, riset ini diarahkan untuk menyusun program pembelajaran untuk

mewujudkan pendidikan literasi finansial melalui pembelajaran fiqh mu’āmalāt berbasis kitab

kuning. Secara khusus, kami bermaksud menyusun program yang dapat digunakan dalam

pembelajaran di pondok pesantren yang kami kelola tanpa perlu mengubah struktur kurikulum

yang telah berlaku sejak lama. Sehingga sasaran pelajar yang dipilih dalam riset ini ialah di

tingkat pendidikan menengah. Pilihan ini juga didasari dengan fakta bahwa pada rentang

tersebut sebagian besar pelajar dapat dikatakan mandiri ketika terlibat transaksi finansial,

meski masih bergantung kepada wali sendiri dalam memperoleh pemasukan. Pondok

pesantren dipilih karena lembaga otentik Indonesia ini memiliki tujuan untuk memberi

keterampilan hidup melalui pendidikan kajian keislaman.15

Dengan demikian, rumusan masalah yang menjadi fokus dalam riset ini ialah,

―Bagaimana susunan program pembelajaran untuk mewujudkan pendidikan literasi finansial

melalui pembelajaran fiqh mu’āmalāt berbasis kitab kuning?‖

13 ―OJK. Strategi Nasional Literasi Finansial Indonesia (revisit 2017)‖ (Jakarta Pusat: Otoritas Jasa Finansial

(OJK), 2017), 2, https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/publikasi/Pages/Strategi-Nasional-Literasi-Finansial-Indonesia-(Revisit-2017)-.aspx; ―OECD. Recommendation,‖ 12.

14 ―National Strategies for Financial Education: OECD/INFE Policy Handbook - OECD‖ (Paris: OECD Publishing, 2015), 12, https://www.oecd.org/daf/fin/financial-education/national-strategies-for-financial-education-policy-handbook.htm; Kementerian Sekretariat Negara RI, ―Sambutan Presiden RI Pd Strategi Nasional Literasi Keuangan, tgl Nov 19 . 2013 , di JCC Selasa, 19 November 2013‖ (Jakarta Pusat: Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, 2013), https://www.setneg.go.id/baca/index/sambutan_presiden_ri_pd_strategi_nasional_literasi_finansial_tgl_19_nov_2013_di_jcc.

15 ―OECD & ADB. Education in Indonesia: Rising to the Challenge‖ (Paris: OECD Publishing, 2015), 69–72, https://www.adb.org/sites/default/files/publication/156821/education-indonesia-rising-challenge.pdf; Lanny Octavia, Pendidikan karakter berbasis tradisi pesantren: referensi untuk para guru, ustadz, pendidik, orang tua, dan mahasiswa pendidikan: kumpulan bahan ajar (Pejaten, Jakarta: Renebook, 2014), 1; Abdurrahman Wahid, Islamku Islam Anda Islam Kita: Agama Masyarakat Negara Demokrasi (Jakarta Pusat: The Wahid Institute, 2006), 223–24, https://archive.org/details/abdurrahmanwahid--islamkuislamandaislamkita2006; Madjid Nurcholis, Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan, 6 ed. (Jakarta: Paramadina Grup, 2016), 17.

Pendidikan Literasi Finansial Melalui Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berbasis Kitab Kuning

Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020

144

METODE PENELITIAN Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini berupa kajian pustaka tentang karakteristik

dan peta fiqh mu’āmalāt maupun kerangka kerja literasi finansial serta survei terhadap

rancangan dan temuan dari uji coba program yang disusun. Berdasarkan tujuan penelitian dan

kebutuhan data, dapat dipakai pendekatan R&D (research and development) desain model 4D

berupa define, design, develop, dan disseminate.16 Desain model 4D dipilih karena kami perlu

beberapa tahap yang masing-masing memerlukan cara pengumpulan dan pengolahan data

yang tidak selalu sama. Namun karena keterbatasan tenaga, desain model 4D dikurangi

menjadi 3 tahap berupa define, design, dan develop. Tahap define dilakukan untuk mengkaji pustaka

terkait karakteristik dan peta fiqh mu’āmalah maupun kerangka kerja literasi finansial. Luaran

kajian tersebut berupa matriks kaitan antara fiqh mu’āmalah dan literasi finansial sebagai acuan

dalam menyusun instrumen penilaian pembelajaran dan lembar kerja siswa di tahap design.

Susunan yang diperoleh dipakai sebagai bahan merancang program pembelajaran dalam

bentuk silabus di tahap develop. Tahap develop juga dipakai untuk menganalisis keabsahan dan

keandalan perangkat pembelajaran melalui ujicoba terbatas.

Tabel 1. Desain Riset

Tahap Pengumpulan Data

Pengolahan Data

Partisipan Riset Instrumen Riset

Define Kajian Pustaka

Analisis Deskriptif

Penulis -

Design Matriks Analisis

Analisis Deskriptif

Penulis -

Develop Judgement Expert

Penyekoran Hasil

Pakar fiqh mu‘āmalāt, finansial, dan pembelajaran

pendidikan menengah serta praktisi finansial

dan bahasa.

Lembar Survei Validasi

Internal Consistency

Perhitungan Koefisien

Alfa

Pelajar pondok pesantren tingkat

pendidikan menengah sebanyak 50 orang

Lembar Pengamatan Pelaksanaan Rencana Pembelajaran, Lembar

Kerja Siswa, dan Instrumen Penilaian

16 Sivasailam Thiagarajan dan And Others, Instructional Development for Training Teachers of Exceptional Children: A

Sourcebook (Council for Exceptional Children, 1920 Association Drive, Reston, Virginia 22091 (Single Copy, $5, 1974), 5, https://eric.ed.gov/?id=ED090725.

Adib Rifqi Setiawan

145 Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tahap Define

Fiqh adalah mengerti tentang kumpulan dugaan kuat terhadap penafsiran sumber

syarī’āt dengan cara ijtihād sebagai bahan panduan praktis keseharian umat Islam yang berlaku

untuk semua konteks mulai personal, lokal, nasional, sampai global. Berdasarkan arahnya, peta

fiqh dapat diklasifikasi menjadi 2 kelompok besar: ibādāt dan mu’āmalāt. Arah pembahasan

kelompok ibādāt ialah hubungan antara manusia dengan Allōh (ḥablun min Allōh), sementara

mu’āmalāt adalah kelompok yang arahnya membahas hubungan antara manusia dengan selain

Allōh (ḥablun min al-nās dan ḥablun min al-‘ālam). Namun ketika textbook fiqh mengungkap kata

mu’āmalāt secara mutlak, ruang lingkup pembahasan cenderung hanya terbatas kepada

mu’āmalāt māliyyāt (transaksi finansial). Kecenderungan ini dapat ditemukan ketika kita

mengamati textbook fiqh utuh, seperti al-Ghōyah wa al-Taqrīb17, Fatḥ al-Mu'īn18, dan al-Fiqh al-

Islāmī wa Adillatuhu.19 Istilah mu’āmalāt yang dimaksud dalam riset ini ialah mu’āmalāt māliyyāt,

sehingga tidak mencakup topik munākaḥāt dan jināyāt.

Gambar 1. Klasifikasi Transaksi Finansial Berdasarkan Pemindahan Hak Milik Pembelajaran aktual di setiap lembaha dalam Yayasan Madrasah Tasywiquth Thullab

Salafiyyah (TBS) Kudus, termasuk Pondok Pesantren Ath-Thullab, didasarkan secara langsung

17 Aḥmad ibn al-Ḥusayn al-Aṣfiḥānī, al-Ghōyah wa al-Taqrīb (Kudus: Pondok Pesantren Ath-Thullab, 2019),

https://al-maktaba.org/book/11370. 18 Aḥmad ibn ‗Abd al-Azīz al-Malībārī, Fatḥ al-Mu’īn bi Syarḥ Qurrotu al-‘Ayn bi Muhimmāt al-Dīn, 34. 19 Wahbah ibn al-Muṣṭōfā al-Zuḥaylī, al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhu (Damaskus: Dār al-Fikr, 1989), 29,

https://al-maktaba.org/book/33954.

Transaksi

Penjualan

Penyimpanan

Peminjaman

Penyewaan Penjaminan

Pemberian

Penemuan

Pendidikan Literasi Finansial Melalui Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berbasis Kitab Kuning

Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020

146

terhadap uraian kitab kuning.20 Karena itu, fiqh mu’āmalah baru mulai dipelajari di tingkat

menengah. Di tahap define ini, peta fiqh mu’āmalah didasarkan secara langsung terhadap seluruh

kitab kuning yang dipakai di tingkat menengah. Setiap kitab kuning memiliki perbedaan

cakupan dan kedalaman ulasan terhadap ragam transaksi. Namun secara umum, dapat

diperoleh kesamaan dalam tiga kategori berupa: prinsip dasar, unsur ḥukm, dan jenis transaksi.

Prinsip dasar fiqh mu’āmalah berupa transaksi harus: berdasarkan kesepakatan bersama

antar pelaku yang diungkap secara sadar, transparan, dan memperhatikan aspek keadilan.

Unsur ḥukm dalam transaksi mencakup: ahliyyah (kapasitas ḥukm) berupa pelaku transaksi

sudah pubertas dan waras; māl (kekayaan) berupa sesuatu yang berguna dan bernilai, bukan

berupa barang ḥarōm (dilarang), maupun rincian kepemilikan sudah diketahui antar pelaku

transaksi; milkiyyah (kepemilikan) menyangkut jenis, metode, dan cakupan kepemilikan; serta

‘aqd (kontrak) yang menjelaskan kerangka kerja hubungan ḥukm yang dibuat oleh pelaku

transaksi dalam memanfaatkan kekayaan, seperti bai' (penjualan) dalam bentuk tatap muka

atau jarak jauh, musyārokah (kemitraan) permanen maupun berjangka, serta ijāroh (penyewaan)

benda atau jasa.

Tabel 2. Kitab Kuning Fiqh di Lingkungan Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah

Judul Kitab Kuning

Kategori Penyajian

Pondok Pesantren Ath-Thullab

Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS)

al-Ghōyah wa al-Taqrīb

matn Sorogan (MTs) Pembelajaran Fiqh (VII, VIII, dan MPA) Musyāwaroh (MTs)

Qurrotu al-‘Ayn

matn - Pembelajaran Fiqh (IX)

Fatḥ al-Qorīb al-Mujīb

syarḥ Sorogan (MA) Pembelajaran membaca kitab kuning (X – XII) Musyāwaroh (MA)

Fatḥ al-Mu'īn syarḥ Bandongan (semua santri)

Pembelajaran Fiqh (X – XII) Ujian membaca kitab kuning

(XII)

Literasi finansial dalam kerangka kerja PISA dibagi ke dalam 3 domain: konten,

proses, dan konteks.21 Domain konten adalah bidang yang harus dimengerti ketika terlibat

transaksi finansial. Domain konten mencakup: uang dan transaksi, perencanaan dan

pengelolaan finansial, risiko dan imbalan, serta lanskap finansial. Domain proses adalah sisi

kognitif yang digunakan untuk menggambarkan kemampuan dalam mengenali dan

20 Adib Rifqi Setiawan, ―Kurikulum Lokal Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) Kudus,‖ preprint

(Open Science Framework, 27 April 2019), 20, https://doi.org/10.31219/osf.io/dcvum. 21 OECD. PISA 2018 Assessment and Analytical Framework. Paris: OECD Publishing, 26 April 2019, hlm. 119–

164. DOI: https://dx.doi.org/10.1787/b25efab8-en

Adib Rifqi Setiawan

147 Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020

menerapkan konsep terkait transaksi serta dalam memahami, menganalisis,

mempertimbangkan, mengevaluasi dan menyarankan solusi finansial. Domain proses

mencakup: mengidentifikasi informasi finansial, menganalisis informasi dalam konteks

finansial, mengevaluasi masalah finansial, serta menerapkan pengetahuan dan pemahaman

finansial. Sementara domain konteks mengacu kepada situasi terkait penerapan pengetahuan,

keterampilan, dan pemahaman finansial. Domain konteks mencakup pendidikan dan

pekerjaan, rumah dan keluarga, individu, serta masyarakat.

Gambar 2. Kaitan antar Domain Literasi Finansial

Konten uang dan transaksi mencakup kesadaran tentang ragam bentuk dan tujuan

uang serta menangani transaksi moneter sederhana seperti pembayaran harian, pengeluaran,

nilai uang, kartu bank, cek, rekening bank, dan mata uang. Konten perencanaan dan

pengelolaan finansial mencakup pengetahuan dan kemampuan untuk memantau pemasukan

dan pengeluaran serta untuk menggunakan pemasukan dan sumber daya lain yang tersedia

dalam jangka pendek dan panjang guna meningkatkan kesejahteraan finansial.

Konten risiko dan imbalan adalah bidang utama literasi finansial, yang

menggabungkan kemampuan untuk mengidentifikasi cara mengelola, menyeimbangkan, dan

mengatasi risiko serta pemahaman tentang potensi keuntungan atau kerugian finansial di

berbagai konteks. Terdapat dua jenis risiko yang sangat penting dalam bidang ini. Yang

pertama berkaitan dengan kerugian finansial yang tidak dapat ditanggung seseorang, seperti

yang disebabkan oleh bencana atau biaya berulang. Yang kedua adalah risiko yang melekat

pada produk finansial, seperti perjanjian kredit dengan suku bunga variabel, atau produk

investasi.

Konten lanskap finansial berkaitan dengan karakter dan fitur dunia finansial, yang

mencakup pengetahuan hak dan tanggung jawab konsumen di pasar finansial maupun dalam

lingkungan finansial umum, serta implikasi utama dari kontrak finansial. Sumber daya

informasi dan peraturan ḥukm juga merupakan topik yang terkait dengan bidang konten

Literasi Finansial

Konten

Proses

Konteks

Pendidikan Literasi Finansial Melalui Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berbasis Kitab Kuning

Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020

148

lanskap finansial. Dalam arti luas, lanskap finansial menggabungkan pemahaman tentang

konsekuensi dari perubahan kondisi ekonomi dan kebijakan publik, seperti perubahan tingkat

suku bunga, inflasi, dan perpajakan.

Proses mengidentifikasi informasi finansial digunakan ketika orang mencari dan

mengakses sumber informasi finansial, serta mengidentifikasi kaitannya dengan kebutuhan.

Informasi ini dapat berbentuk teks cetak seperti kontrak kerja atau digital semisal iklan.

Contoh yang mungkin biasa dialami ialah fitur nota dan faktur pembelian serta laporan saldo

dalam rekening bank.

Proses menganalisis informasi dalam konteks finansial termasuk menafsirkan,

membandingkan, menyintesis, dan mengekstrapolasi informasi yang tersedia. Proses ini

melibatkan pengenalan terhadap informasi yang tidak eksplisit, seperti mengidentifikasi asumsi

yang mendasari atau implikasi dari masalah tertentu dalam konteks finansial. Contoh paling

mudah ialah membandingkan ketentuan yang ditawarkan oleh penyedia layanan jaringan yang

berbeda.

Proses mengevaluasi masalah finansial mencakup mengenali atau membangun

justifikasi dan penjelasan finansial serta menggunakan pengetahuan dan pemahaman finansial

yang diterapkan dalam konteks tertentu. Proses ini melibatkan penjelasan, penilaian, dan

generalisasi informasi yang tersedia. Karena itu, dalam proses ini diperlukan pemikiran kritis

dalam memahami dan membentuk pandangan tentang masalah finansial.

Proses menerapkan pengetahuan dan pemahaman finansial berfokus kepada

mengambil tindakan yang efektif dalam pengelolaan finansial berdasarkan pemahaman

produk, konteks, dan konsep terkair. Proses ini tercermin dalam kegiatan yang melibatkan

perhitungan dan penyelesaian masalah, yang seringkali harus mempertimbangkan kondisi

tertentu. Contoh dari proses ini adalah menghitung besaran bunga kredit pembelian barang.

Konteks pendidikan dan pekerjaan termasuk memahami slip pembayaran,

merencanakan menabung untuk pendidikan tinggi, menyelidiki manfaat dan risiko ikutserta

dalam skema tabungan di lembaga pendidikan atau tempat kerja.

Konteks rumah dan keluarga termasuk masalah finansial yang berkaitan dengan biaya

yang diperlukan untuk menjalankan rumah tangga seperti membeli perabotan rumah tangga

atau belanjaan keluarga, menyimpan catatan pengeluaran keluarga, serta membuat rencana

penganggaran dan prioritas pengeluaran.

Adib Rifqi Setiawan

149 Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020

Konteks individual mencakup masalah seperti membuka rekening bank, membeli

barang konsumsi pribadi, mengeluarkan uang untuk kegiatan pribadi, maupun urusan dengan

layanan finansial yang terkait, seperti kredit dan asuransi.

Konteks masyarakat mencakup hal-hal seperti hak dan tanggung jawab konsumen,

pajak, dan retribusi daerah, kepentingan bisnis, serta daya beli konsumen. Pilihan finansial

seperti menyumbang ke organisasi nirlaba dan lembaha amal juga dapat dimasukkan ke dalam

konteks ini.

Berdasarkan ulasan yang disajikan, dapat dikatakan bahwa bentuk paduan fiqh

mu’āmalāt dan literasi finansial ialah fiqh mu’āmalāt muncul untuk memperkaya perspektif

literasi finansial, sementara indikator literasi finansial dipakai agar pembiasaan melaksanakan

ketentuan fiqh mu’āmalāt bisa tepat guna. Paduan keduanya secara langsung dapat digunakan

untuk mewujudkan maqōṣid syarī’āt (beberapa tujuan syarī’āt), terutama dalam aspek menjaga

kekayaan (yaḥfaẓ al-māl), supaya dapat menghilangkan bahaya (yuzāl al-ḍoror) yang dialami

ketika terlibat transaksi.22

Tahap Design

Tahap design dimulai dengan menyusun instrumen penilaian pembelajaran. Pilihan ini

diambil karena hasil belajar berupa literasi finansial sebagai sudah ditentukan, sehingga lebih

tepat kalau instrumen penilaian pembelajaran disusun lebih dahulu. Dengan acuan penilaian

tersebut, kemudian ditentukan proses pembelajaran yang harus dialami oleh pelajar. Agar

tujuan proses tersebut selaras dengan hasil yang diharapkan, kami turut menyusun lembar

kerja siswa (LKS). LKS juga berguna untuk memudahkan pelaksanaan sekaligus mengevaluasi

proses pembelajaran. Langkah terakhir tahap design ini ialah menyusun program

pembelajaran, yang dibuat berdasarkan hasil yang diharapkan dan proses yang memungkinkan

untuk dilaksanakan.

Instrumen penilaian pembelajaran yang dipakai dalam penyusunan ini diadaptasi dari

Instrumen Penilaian Pembelajaran Fiqh Mu'āmalāt Berorientasi Literasi Finansial yang disusun oleh

Adib Rifqi Setiawan.23 Instrumen ini dipilih karena ujicoba yang telah dilakukan memberi hasil

berupa keseluruhan soal dapat dipakai dengan nilai keandalan sebesar 0,763. Instrumen

22 Abū Ḥāmid Muḥammad ibn Muḥammad al-Ghozālī, al-Mustaṣfā min ‘Ilm al-Uṣūl (Beirut Lebanon: Dar al-

Kotob Al-Ilmiyah, 1993), 174, https://al-maktaba.org/book/5459; Abd al-Roḥmān ibn Abī Bakr al-Suyūṭī, al-

Asybah wa al-Naẓō’ir (Beirut Lebanon: Dar al-Kotob Al-Ilmiyah, 1990), 83, https://al-maktaba.org/book/21719. 23 Adib Rifqi Setiawan, ―Instrumen Penilaian Pembelajaran Fiqh Mu‘āmalāt Berorientasi Literasi Finansial,‖

Eklektik : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan 2, no. 2 (30 Desember 2019): 258–72, https://doi.org/10.24014/ekl.v2i2.8117.

Pendidikan Literasi Finansial Melalui Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berbasis Kitab Kuning

Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020

150

tersebut disusun dalam tes objektif beralasan untuk menghindari kesubjektifan dalam

memeriksa jawaban, mengurangi kesulitan dalam memberikan skor, serta meminimalisir waktu

pengoreksian instrumen. Selain itu, dalam urusan finansial, biasanya seseorang sudah memiliki

beberapa pilihan dalam membuat keputusan. Keberadaan pilihan jawaban dipakai untuk

membiasakan pelajar untuk membuat keputusan berdasarkan beberapa pilihan. Penambahan

alasan dipakai untuk mengurangi peluang menjawab sekaligus membiasakan untuk tidak

bertindak secara spekulatif. Sehingga keberadaan alasan dalam penilaian bisa dijadikan faktor

tebakan (koefisien penilaian). Dengan demikian, penilaian setiap butir soal dilakukan

menggunakan persamaan berikut:24

(Persamaan 1) keterangan: = nilai setiap butir soal (skor 0–2) = skor setiap butir pilihan jawaban (nilai 0–1) = skor faktor tebakan setiap butir soal (nilai 0–2)

Tabel 3. Klasifikasi Faktor Tebakan

Skor Bentuk Uraian 2 Alasan terkait serta mendukung jawaban yang dipilih 1 Alasan terkait tanpa mendukung jawaban yang dipilih 0 Alasan tidak terkait dengan jawaban yang dipilih 0 Alasan tidak disampaikan

Sumber: Setiawan, Instrumen Penilaian Pembelajaran, 201925

Persamaan 1 dan tabel 3 menunjukkan bahwa setiap pilihan jawaban dan alasan dapat

memiliki skor sendiri. Skor faktor tebakan dapat maksimal selama alasan terkait serta

mendukung jawaban yang dipilih. Namun, karena jawaban yang dipilih salah, nilai yang

diperoleh dapat bernilai 0 akibat mengalami operasi perkalian. Begitu pula sebaliknya.

Konten literasi finansial : Lanskap finansial

Proses literasi finansial : Mengevaluasi masalah finansial Konteks literasi finansial : Masyarakat Topik fiqh mu'āmalāt : Mudhōrobah Soal : Rosé yang merupakan nasabah Bank BlackPink menerima surel berikut:

Nasabah Bank BlackPink yang terhormat Terdapat kesalahan di server kami dan detail login e-banking Anda telah hilang. Akibanya, Anda tidak memiliki akses e-banking.

24 Setiawan, 258. 25 Setiawan, 258.

Adib Rifqi Setiawan

151 Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020

Yang harus Anda perhatikan adalah akun Anda tidak lagi aman. Silakan klik tautan berikut dan lengkapi informasi sesuai petunjuk untuk memulihkan akses: https://bankblackpink.com/

10. Tanggapan yang harus segera dilakukan oleh Rosé terhadap surel tersebut ialah .... A. Membalas pesan berupa rincian detail login e-banking miliknya. B. Menghubungi Bank BlackPink untuk menanyakan tentang pesan surel. C. Mengikuti saran yang dipersilakan oleh pesan surel. D. Menanyakan pesan tersebut lebih lanjut melalui surel. Alasan: ____________________________________________________________ ___________________________________________________________________

Gambar 3. Contoh Butir Soal yang Disusun Sumber: Setiawan, Instrumen Penilaian Pembelajaran, 201926

Sampel soal yang disajikan melalui gambar 1 terkait dengan konten lanskap finansial

dalam konteks masyarakat. Hal ini karena internet banking adalah bagian dari transaksi

finansial yang memiliki banyak fitur dengan ruang lingkup lebih luas daripada urusan pribadi.

Proses terkait soal tersebut ialah mengevaluasi masalah finansial karena pelajar harus

mengevaluasi pilihan yang disajikan dan mengenali saran yang lebih menguntungkan atau tidak

lebih merugikan untuk diambil. Topik fiqh mu'āmalāt dalam sampel soal tersebut ialah transaksi

model mudhōrobah. Transaksi ini bersifat lebih umum daripada waḍī’ah, walau untuk remaja

terdapat program perbankan yang sekilas tampak menerapkan ‘aqd waḍī’ah seiring ketiadaan

biaya administrasi dan bunga bank, seperti BNI Taplus Anak dari BNI.

Melalui soal tersebut, pelajar dituntut untuk cakap dalam menganalisis produk finansial

sebagai bahan mengambilkeputusan ketika menghadapi masalah terkait, seperti penipuan atas

nama bank yang disajikan melalui soal. Dari sisi pembelajaran, kegiatan yang menunjang ke

arah tersebut ialah kajian tentang beberapa ‘aqd terkait, seperti mudhōrobah dan waḍī’ah serta

posisi bunga bank, biaya administrasi, serta pajak dalam ruang lingkup ribā. Kegiatan tersebut

dapat diwujudkan dengan multi-model yang selama ini telah mengakar diterapkan di pondok

pesantren, yakni: bandongan (ceramah atau lecture) untuk memberi uraian secara utuh terkait

dasar fiqh mu’āmalāt tertentu; sorogan agar dapat melatih pelajar dalam mengomunikasikan hasil

kajian terhadap topik tersebut, serta musyāwaroh (baḥts al-masā’il, problem-based learning, atau case-

based learning) guna membiasakan pelajar terampil dalam mengambil keputusan ketika

menghadapi masalah atau kasus tertentu.27

26 Setiawan, 258. 27 Syarofis Siayah, ―A Brief Explanation of Basic Science Education | Request PDF,‖ ResearchGate, diakses

1 Maret 2020, https://www.researchgate.net/publication/336162979.

Pendidikan Literasi Finansial Melalui Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berbasis Kitab Kuning

Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020

152

Tabel 4. Matriks Fiqh Mu'āmalāt dan Literasi Finansial untuk Instrumen Penilaian

No. Soal Domain Literasi Finansial Aspek Fiqh Mu'āmalāt Konten Proses Konteks

1–3 Uang dan transaksi Mengidentifikasi informasi finansial

Individu Istiṣnā’

4 Risiko dan imbalan

Menganalisis informasi dalam konteks

finansial

Pendidikan dan pekerjaan

Ijāroh 5–6 Musyārokah

7 Perencanaan dan pengelolaan

finansial

Menerapkan pengetahuan dan

pemahaman finansial

Rumah dan keluarga

Ijāroh 8–9 Murōbaḥah

10–12 Lanskap finansial Mengevaluasi masalah finansial

Masyarakat Mudhōrobah

Sumber: Setiawan, Instrumen Penilaian Pembelajaran, 201928

Dalam pelaksanaan proses pembelajaran, pelajar diberi LKS yang memuat langkah

sesuai dengan indikator yang dibekalkan. Dengan demikian LKS bisa menuntun pelajar untuk

mencapai hasil belajar yang telah ditetapkan. Secara rinci, LKS diberikan untuk meminta

pelajar mengembangkan ulasan yang disampaikan melalui bandongan sebagai bahan menyiapkan

sorogan (individual) serta musyāwaroh (kelompok). Secara urut, LKS disusun berdasarkan alur

penuturan al-Ghōyah wa al-Taqrīb. Alur ini dipilih agar pembelajaran sorogan kitab kuning serta

musyāwaroh naḥwiyyah, ṣorfiyyah, dan fiqhiyyah yang telah dilakukan tidak perlu mengalami

perubahan.

Karena uraian yang disampaikan dalam al-Ghōyah wa al-Taqrīb cukup singkat, melalui

LKS pelajar juga diarahkan agar mengelaborasi lebih lanjut melalui referensi lain, seperti

Qurrotu al-‘Ayn, Fatḥ al-Qorīb al-Mujīb, Kifāyat al-Akhyār, Fatḥ al-Mu'īn, Nihāyatu al-Zayn, Ḥāsyiyat

al-Bājūrī ‘alā Ibn Qōsim al-Ghōzī, I'ānatu al-Ṭōlibīn, dan al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhu. Pembiasaan

elaborasi juga dimaksudkan agar pelajar terbiasa membaca uraian secara utuh dan menyeluruh

dari beragam referensi.

Tahap Develop

Rancangan instrumen penilaian pembelajaran dan LKS tersebut kemudian dianalisis

keabsahan dan keandalannya di tahap develop sebagai bahan menyusun program pembelajaran.

Walau instrumen penilaian pembelajaran yang diapakai adalah hasil susunan yang sudah ada,

tapi kami menganggap perlu dilakukan validasi dan ujicoba kembali agar lebih selaras dengan

keadaan yang dihadapi. Keabsahan instrumen penilaian pembelajaran dan LKS ditentukan

28 Setiawan, ―Instrumen Penilaian Pembelajaran Fiqh Mu‘āmalāt Berorientasi Literasi Finansial,‖ 258.

Adib Rifqi Setiawan

153 Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020

berdasarkan validasi pakar.29 Validasi dilakukan terhadap keselarasan instrumen penilaian

pembelajaran dan LKS dengan program yang dikembangkan, kesesuaian indikator dengan

instrumen penilaian pembelajaran dan LKS, ketepatan jawaban dengan pertanyaan dalam

instrumen penilaian pembelajaran dan LKS, serta kecocokan tingkat pendidikan dengan

instrumen penilaian pembelajaran dan LKS. Kriteria untuk pakar tersebut berupa akademisi

dengan bidang kepakaran fiqh mu’āmalāt (Pakar-1), finansial (Pakar-2) dan pembelajaran

pendidikan menengah (Pakar-3) serta praktisi profesional bidang finansial (Pakar-4) dan terkait

bahasa (Pakar-5).

Instrumen yang dipakai untuk mengukur keabsahan ialah lembar validasi butir

pernyataan. Lembar tersebut diberi skor menggunakan skala Likert. 30 Kelebihan skala Likert

sebagai pengukur tanggapan secara verbal maupun numerik terhadap kuesioner, dapat

memberi nilai kuantitatif dalam rentang spektrum yang panjang. Sedangkan kekurangannya

berupa sikap terdistribusi secara normal ke dalam lima kategori persetujuan. Memperhatikan

kelebihan dan kekurangan, skala Likert dipilih karena hasilnya dapat diolah baik secara statistik

maupun desktriptif. Letak kekurangan berupa pembagian tingkat persetujuan ke dalam lima

kategori diatasi dengan menggunakan tujuh tingkat secara numerik.

Nilai keabsahan (validity) ditentukan berdasarkan penilaian pakar terhadap ketepatan

antara rancangan dan indikator, pertanyaan dan jawaban, serta soal dengan subjek sasaran.31

Hasil validasi berupa penilaian numerik skala 7 terhadap setiap butir pernyataan yang diolah

menggunakan persamaan 2, kemudian ditafsirkan berdasarkan tabel 5, yakni dapat digunakan

kalau memenuhi kriteria ‗sangat layak‘ atau ‗cukup layak‘.32

(Persamaan 2)

keterangan: = Nilai setiap butir pernyataan = skor setiap butir pernyataan = jumlah butir pernyataan

29 Jack R. Fraenkel & Norman E. Wallen, How To Design And Evaluate Research In Education ( 7th Ed.) [ 2009],

2009, 148, http://archive.org/details/methodology-alobatnic-libraries. 30 Likert Rensis, A Technique for the Measurement of Attitudes, 140 (New York: New York University, 1932), 55,

https://legacy.voteview.com/pdf/Likert_1932.pdf. 31 Jack R. Fraenkel dan Norman E. Wallen, How to Design and Evaluate Research in Education (McGraw-Hill,

2006), 148. 32 Adib Rifqi Setiawan, ―Penyusunan Program Pembelajaran Biologi Berorientasi Literasi Saintifik,‖ Seminar

Nasional Sains & Entrepreneurship 1, no. 1 (14 Oktober 2019): 2–4, http://conference.upgris.ac.id/index.php/snse/article/view/255.

Pendidikan Literasi Finansial Melalui Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berbasis Kitab Kuning

Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020

154

Tabel 5. Penafsiran Penilaian Keabsahan Instrumen

No. Rentang Rerata Penilaian Numerik Pakar (%) Kriteria Kelayakan 1 Sangat layak 2 Cukup layak 3 Tidak layak

Sumber: Setiawan, Penyusunan Program Pembelajaran, 201933

Sementara untuk mengukur keandalan (reliability), dipakai rancangan yang telah

diperbaiki berdasarkan lembar validasi. Keandalan instrumen penilaian pembelajaran dan

lembar kerja siswa ditentukan berdasarkan konsistensi internal (internal consistency). Konsistensi

internal biasanya diukur dengan alfa Cronbach (α), salah satu cara statistik untuk mengetahui

korelasi berpasangan antar butir pertanyaan atau pernyataan, yang dapat dihitung

menggunakan persamaan Kuder-Richardson Approaches (KR20) berikut:34

(

) (Persamaan 3)

keterangan: = koefisien alfa = jumlah butir pernyataan = simpangan baku setiap butir = simpangan baku semua Persamaan 3 mengungkap bahwa alfa Cronbach adalah fungsi dari jumlah butir

pernyataan serta simpangan baku setiap butir dan keseluruhan. Ini menunjukkkan bahwa nilai

alfa Cronbach dapat meningkat ketika interelasi antar butir meningkat. Karena itu, dapat dipakai

untuk memperkirakan konsistensi internal sebagai nilai numerik keandalan skor instrumen

penilaian pembelajaran dan lembar kerja siswa. Persamaan 3 juga bermakna bahwa dibutuhkan

uji coba. Hasil ujicoba dapat ditafsirkan berdasarkan tabel 6, yakni dapat dipakai kalau nilai

koefisien alfa lebih besar dari 0,70.35 Dalam melaksanakan ujicoba tersebut kami memilih

partisipan sebanyak 50 pelajar. Keseluruhan partisipan ujicoba dipilih menggunakan teknik

convenience sampling untuk menghemat tenaga karena kami terlibat sebagai pemandu

pembelajaran aktual partisipan.36

Tabel 6. Penafsiran Penilaian Keandalan Instrumen

No. Nilai Alfa Cronbach Kategori Keandalan 1 α Luar biasa 2 α Baik 3 α Dapat diterima 4 α Dipertanyakan

33 Setiawan, 5. 34 Lee J. Cronbach, ―Coefficient Alpha and the Internal Structure of Tests,‖ Psychometrika 16, no. 3 (1

September 1951): 300, https://doi.org/10.1007/BF02310555. 35 Fraenkel dan Wallen, How to Design and Evaluate Research in Education, 157–58. 36 Osvaldo F. Morera dan Sonya M. Stokes, ―Coefficient α as a Measure of Test Score Reliability: Review of 3

Popular Misconceptions,‖ American Journal of Public Health 106, no. 3 (17 Februari 2016): 459, https://doi.org/10.2105/AJPH.2015.302993; Fraenkel dan Wallen, How to Design and Evaluate Research in Education, 101.

Adib Rifqi Setiawan

155 Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020

5 α Rendah 6 α Tidak dapat diterima

Hasil dari tahap develop berupa validasi pakar dan ujicoba digunakan sebagai bahan

penyusunan program pembelajaran dalam bentuk silabus. Berdasarkan pertimbangan prioritas

pembahasan, tingkat penalaran, serta struktur kurikulum, sasaran program pembelajaran ialah

pelajar yang sudah mengalami pembelajaran fiqh ‘ibādāt. Dalam bentuk aktual, sasaran tersebut

tampak secara langsung mengarah kepada santri yang memasuki tahun ketiga di pondok

pesantren. Namun, tidak menutup kemungkinan santri atau siswa di luar himpunan tersebut

masuk ke dalam sasaran program pembelajaran. Yang jelas, program pembelajaran

memerlukan rentang waktu paling sedikit satu semester serta alokasi wajar yang diperlukan

ialah dua semester. Kaitan antara silabus dengan instrumen penilaian pembelajaran dan LKS

mewujud dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP, lesson plan). Selanjutnya

instrumen penilaian pembelajaran, LKS, dan RPP dapat disebarkan secara luas dalam satu

paket perangkat pembelajaran atau terpisah. Satu paket yang dimaksud ialah digunakan

seutuhnya berdasarkan kerja kami. Sedangkan terpisah berarti hanya diambil seperlunya,

seperti instrumen penilaian pembelajaran untuk mengukur profil literasi finansial pelajar.

Keterbatasan tenaga membuat kami tidak melakukan penyebaran secara luas yang merupakan

tahap terakhir berupa disseminate.

Tabel 7. Hasil Validasi Pakar terhadap Instrumen Penilaian Pembelajaran

No. Soal Skor Setiap Pakar Skor Keseluruhan Kriteria Kelayakan

1 2 3 4 5

1 7 6 5 3 3 69 Cukup Layak

2 5 6 6 7 4 80 Sangat Layak

3 5 7 6 3 3 69 Cukup Layak

4 5 6 6 5 3 71 Sangat Layak

5 5 3 7 2 3 57 Cukup Layak

6 4 6 7 5 5 77 Sangat Layak

7 5 5 7 7 4 80 Sangat Layak

8 6 6 4 4 5 71 Sangat Layak

9 6 6 4 3 7 74 Sangat Layak

10 6 5 6 3 4 69 Cukup Layak

11 6 5 6 3 3 66 Cukup Layak

12 6 6 6 3 5 74 Sangat Layak

Pendidikan Literasi Finansial Melalui Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berbasis Kitab Kuning

Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020

156

SIMPULAN Dapat dikatakan bahwa fiqh mu’āmalāt dan literasi finansial dapat dipadukan. Bentuk

paduan fiqh mu’āmalāt dan literasi finansial ialah fiqh mu’āmalāt muncul untuk memperkaya

perspektif literasi finansial, sementara indikator literasi finansial dipakai agar pembiasaan

melaksanakan ketentuan fiqh mu’āmalāt bisa tepat guna. Paduan keduanya secara langsung

dapat digunakan untuk mewujudkan maqōṣid syarī’āt (beberapa tujuan syarī’āt), terutama dalam

aspek menjaga kekayaan (yaḥfaẓ al-māl), supaya dapat menghilangkan bahaya (yuzāl al-ḍoror)

yang dialami ketika terlibat transaksi. Karena itu, dapat disusun program pembelajaran yang

memadukan fiqh mu’āmalāt dan literasi finansial.

Berdasarkan pertimbangan prioritas pembahasan, tingkat penalaran, serta struktur

kurikulum, sasaran program pembelajaran ialah pelajar yang sudah mengalami pembelajaran

fiqh ‘ibādāt. Program pembelajaran tersebut memerlukan rentang waktu paling sedikit satu

semester untuk mempelajari ragam transaksi dalam kategori penjualan, penyimpanan,

peminjaman, penyewaan, penjaminan, pemberian, dan penemuan.

Seluruh ragam transaksi tersebut dipelajari dari sisi fiqh mu’āmalāt mencakup prinsip

dasar, unsur ḥukm, dan jenis transaksi, serta dari sisi literasi finansial meliputi konten, proses,

dan konteks. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran, pelajar diberi LKS yang memuat

langkah sesuai dengan indikator yang dibekalkan, guna menuntun pelajar untuk mengelaborasi

lebih lanjut supaya bisa mencapai hasil belajar yang telah ditetapkan. Hasil belajar diukur

menggunakan instrumen penilaian pembelajaran yang disusun berdasarkan indikator literasi

finansial dengan diperkaya topik fiqh mu’āmalāt.

Kami menganggap bahwa kerja yang kami lakukan ini masih perlu dilanjutkan. Apalagi

Keterbatasan tenaga membuat kami tidak melakukan penyebaran secara luas (disseminate) yang

merupakan tahap terakhir dalam metode riset model 4D. Karena itu, diharapkan penyusunan

program ini tidak dianggap final, sehingga perlu dilakukan perbaikan berlanjut.

UCAPAN TERIMA KASIH

Rasa terima kasih untuk seluruh warga Pondok Pesantren Ath-Thullab, Madrasah

Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) Kudus berkat kesempatan pembelajaran yang diberikan;

Syarofis Siayah dari Pondok Pesantren Yanaabii‘ul Quran Kudus, Arij Zulfi Mufassaroh dari

Madrasah Annajah Yamra Merauke; Ahmad Ulul Albab dari Yayasan Ar-Risalah Jakarta

Timur; Muflih Muhammad Mahiry dari Universitas Islam Indonesia (UII) Sleman; serta

Khoirul Umam, Muhammad Fahmil Huda, dan Nurtsalits Fahman Mughni dari Pondok

Pesantren Ath-Thullab Kudus atas bantuan teknis; maupun Wahyu Eka Saputri yang memberi

dorongan psikis untuk melakukan riset. ИOLZΛ!

Adib Rifqi Setiawan

157 Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020

REFERENSI

Abd al-Roḥmān ibn Abī Bakr al-Suyūṭī. al-Asybah wa al-Naẓō’ir. Beirut Lebanon: Dar al-Kotob

Al-Ilmiyah, 1990. https://al-maktaba.org/book/21719.

‗Abd al-Roḥmān ibn Abī Bakr al-Suyūṭī. Itmam al-Dirōyāt li Qurrō’ al-Nuqōyat. Beirut Lebanon:

Dar al-Kotob Al-Ilmiyah, 1985. https://al-maktaba.org/book/10733/66#p1.

Abū Bakr ibn Muḥammad al-Ḥuṣnī. Kifāyat al-Akhyār. Damaskus: Dār al-Fikr, 1994.

https://al-maktaba.org/book/6140.

Abū Bakr ‗Utsman ibn Muḥammad al-Dimyāṭī. I’ānatu al-Ṭōlibīn. Beirut Lebanon: Dār al-Fikr,

1997. https://al-maktaba.org/book/33983.

Abū Ḥāmid Muḥammad ibn Muḥammad al-Ghozālī. al-Mustaṣfā min ‘Ilm al-Uṣūl. Beirut

Lebanon: Dar al-Kotob Al-Ilmiyah, 1993. https://al-maktaba.org/book/5459.

Aḥmad ibn ‗Abd al-Azīz al-Malībārī. Fatḥ al-Mu’īn bi Syarḥ Qurrotu al-‘Ayn bi Muhimmāt al-Dīn.

Beirut Lebanon: Dār al-Khoir, 2005. https://al-maktaba.org/book/6140.

Aḥmad ibn al-Ḥusayn al-Aṣfiḥānī. al-Ghōyah wa al-Taqrīb. Kudus: Pondok Pesantren Ath-

Thullab, 2019. https://al-maktaba.org/book/11370.

Cronbach, Lee J. ―Coefficient Alpha and the Internal Structure of Tests.‖ Psychometrika 16, no.

3 (1 September 1951): 297–334. https://doi.org/10.1007/BF02310555.

Fraenkel, Jack R., dan Norman E. Wallen. How to Design and Evaluate Research in Education.

McGraw-Hill, 2006.

Jack R. Fraenkel & Norman E. Wallen. How To Design And Evaluate Research In Education ( 7th

Ed.) [ 2009], 2009. http://archive.org/details/methodology-alobatnic-libraries.

Kementerian Sekretariat Negara RI. ―Sambutan Presiden RI Pd Strategi Nasional Literasi

Keuangan, tgl Nov 19 . 2013 , di JCC Selasa, 19 November 2013.‖ Jakarta Pusat:

Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, 2013.

https://www.setneg.go.id/baca/index/sambutan_presiden_ri_pd_strategi_nasional_li

terasi_finansial_tgl_19_nov_2013_di_jcc.

Morera, Osvaldo F., dan Sonya M. Stokes. ―Coefficient α as a Measure of Test Score

Reliability: Review of 3 Popular Misconceptions.‖ American Journal of Public Health 106,

no. 3 (17 Februari 2016): 458–61. https://doi.org/10.2105/AJPH.2015.302993.

Muḥammad ibn Aḥmad al-Maḥallī, dan ‗Abd al-Raḥmān ibn Abī Bakr al-Suyūṭī. Tafsīr al-

Jalālayn. Cairo: Dār al-Ḥadīts, 2010. https://al-maktaba.org/book/12876/1618.

Pendidikan Literasi Finansial Melalui Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berbasis Kitab Kuning

Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020

158

Muḥammad ibn Qāsim al-Ghozī. Fatḥ al-Qorīb al-Mujīb. Beirut Lebanon: Dār ibn Ḥazm, 2005.

https://al-maktaba.org/book/33949.

Muḥammad Nawāwī ibn ‗Umar al-Bantānī. Nihāyatu al-Zayn. Beirut Lebanon: Dār al-Fikr,

2008. https://al-maktaba.org/book/6146.

―National Strategies for Financial Education: OECD/INFE Policy Handbook - OECD.‖

Paris: OECD Publishing, 2015. https://www.oecd.org/daf/fin/financial-

education/national-strategies-for-financial-education-policy-handbook.htm.

Nong Darol Mahmada. ―Membangun Fikih yang Pro-Perempuan.‖ Http://linkis.com/ssfSZ.

Tempo, 2001. https://majalah.tempo.co/read/81720/membangun-fikih-yang-pro-

perempuan.

Nurcholis, Madjid. Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan. 6 ed. Jakarta: Paramadina Grup,

2016.

Octavia, Lanny. Pendidikan karakter berbasis tradisi pesantren: referensi untuk para guru, ustadz,

pendidik, orang tua, dan mahasiswa pendidikan: kumpulan bahan ajar. Pejaten, Jakarta:

Renebook, 2014.

―OECD & ADB. Education in Indonesia: Rising to the Challenge.‖ Paris: OECD Publishing,

2015. https://www.adb.org/sites/default/files/publication/156821/education-

indonesia-rising-challenge.pdf.

―OECD. PISA 2018 Assessment and Analytical Framework.‖ Paris: OECD Publishing, 2018.

https://dx.doi.org/10.1787/b25efab8-en.

―OECD. Recommendation on Principles and Good Practices for Financial Education and

Awareness.‖ Paris: Directorate for Financial and Enterprise Affairs, 2005.

http://www.oecd.org/finance/financial-education/35108560.pdf.

―OJK. Strategi Nasional Literasi Finansial Indonesia (revisit 2017).‖ Jakarta Pusat: Otoritas

Jasa Finansial (OJK), 2017. https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-

kegiatan/publikasi/Pages/Strategi-Nasional-Literasi-Finansial-Indonesia-(Revisit-

2017)-.aspx.

―PISA 2018 Assessment and Analytical Framework.‖ Text, 2018. https://www.oecd-

ilibrary.org/education/pisa-2018-assessment-and-analytical-framework_b25efab8-en.

Rensis, Likert. A Technique for the Measurement of Attitudes. 140. New York: New York

University, 1932. https://legacy.voteview.com/pdf/Likert_1932.pdf.

Adib Rifqi Setiawan

159 Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020

Setiawan, Adib Rifqi. ―Instrumen Penilaian Pembelajaran Fiqh Mu‘āmalāt Berorientasi Literasi

Finansial.‖ Eklektik : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan 2, no. 2 (30

Desember 2019): 258–72. https://doi.org/10.24014/ekl.v2i2.8117.

———. ―Kurikulum Lokal Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) Kudus.‖ Preprint.

Open Science Framework, 27 April 2019. https://doi.org/10.31219/osf.io/dcvum.

———. ―Penyusunan Program Pembelajaran Biologi Berorientasi Literasi Saintifik.‖ Seminar

Nasional Sains & Entrepreneurship 1, no. 1 (14 Oktober 2019).

http://conference.upgris.ac.id/index.php/snse/article/view/255.

Syarofis Siayah. ―A Brief Explanation of Basic Science Education | Request PDF.‖

ResearchGate. Diakses 1 Maret 2020.

https://www.researchgate.net/publication/336162979.

Thiagarajan, Sivasailam, dan And Others. Instructional Development for Training Teachers of

Exceptional Children: A Sourcebook. Council for Exceptional Children, 1920 Association

Drive, Reston, Virginia 22091 (Single Copy, $5, 1974.

https://eric.ed.gov/?id=ED090725.

Umar, Nasaruddin. Ketika Fikih Membela Perempuan. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2014.

Wahbah ibn al-Muṣṭōfā al-Zuḥaylī. al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhu. Damaskus: Dār al-Fikr,

1989. https://al-maktaba.org/book/33954.

Wahid, Abdurrahman. Islamku Islam Anda Islam Kita: Agama Masyarakat Negara Demokrasi.

Jakarta Pusat: The Wahid Institute, 2006.

https://archive.org/details/abdurrahmanwahid--islamkuislamandaislamkita2006.

Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 2 No 1 April 2020 p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071

Jurnal Edukatif Volume 2 Nomor 1 April 2020 Halaman 28-37

EDUKATIF: JURNAL ILMU PENDIDIKAN

Research & Learning in Education

https://edukatif.org/index.php/edukatif/index

Lembar Kegiatan Literasi Saintifik untuk Pembelajaran Jarak Jauh

Topik Penyakit Coronavirus 2019 (COVID-19)

Adib Rifqi Setiawan

1

Pondok Pesantren Ath-Thullab, Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS)1,

e-mail : [email protected]

Abstrak

Riset ini bertujuan untuk merancang dan menerapkan beberapa lembar kegiatan literasi saintifik

untuk pembelajaran jarak jauh topik penyakit Coronavirus 2019 (COVID-19) bagi siswa sekolah

dasar. Pendekatan yang digunakan adalah metode kombinasi model eksploratoris berurutan yang

melibatkan sampel 35 siswa sekolah dasar yang mengalami pembelajaran jarak jauh karena COVID-

19. Instrumen penelitian menggunakan rancangan lembar kegiatan literasi saintifik sesuai tahap inti

pendekatan saintifik, yang telah ditinjau dan dinilai oleh para pakar. Pelaksanaan menunjukkan

bahwa literasi saintifik siswa belum dilatih secara optimal, walau rancangan lembar kegiatan literasi

saintifik ini dapat ditanggapi oleh siswa selama pembelajaran jarak jauh. Kata Kunci: COVID-19, lembar kegiatan siswa, literasi saintifik, pembelajaran jarak jauh.

Abstract

This research goals to design and implement scientific literacy worksheets for distance learning in the topic of

Coronavirus 2019 (COVID-19) to primary school students. The approach used is mixed method sequential

exploratory model involving sample 35 primary students who take the distance learning due COVID-19. The

research instrument used is design of scientific literacy worksheets based on the core stage of the scientific

approach, which had been reviewed and judged by experts. The implementation shows that students‘ scientific

literacy has not been trained optimally, although this design of scientific literacy worksheets can be responded

by students during distance learning.

Keywords: COVID-19, distance learning, scientific literacy, student worksheets

@Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan 2020

Corresponding author :

Address : Jl. KH. Turaichan Adjhuri, Kota, Kudus, Indonesia ISSN 2656-8071 (Media Cetak)

Email : [email protected] ISSN 2656-8063 (Media Online)

Phone : +62-856-4067-6017

29 Lembar Kegiatan Literasi Saintifik untuk Pembelajaran Jarak Jauh Topik Penyakit Coronavirus 2019

(COVID-19) – Adib Rifqi Setiawan

Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 2 No 1 April 2020 p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071

PENDAHULUAN

COVID-19 merupakan penyakit menular

yang disebabkan oleh sindrom pernapasan akut

coronavirus 2 (severe acute respiratory syndrome

coronavirus 2 atau SARS-CoV-2). Virus ini

merupakan keluarga besar Coronavirus yang dapat

menyerang hewan. Ketika menyerang manusia,

Coronavirus biasanya menyebabkan penyakit

infeksi saluran pernafasan, seperti flu, MERS

(Middle East Respiratory Syndrome), dan SARS

(Severe Acute Respiratory Syndrome). COVID-19

sendiri merupakan coronavirus jenis baru yang

ditemukan di Wuhan, Hubei, China pada tahun

2019 (Ilmiyah, 2020; Hui, et al., 2020). Karena itu,

Coronavirus jenis baru ini diberi nama

Coronavirus disease-2019 yang disingkat menjadi

COVID-19. COVID-19 sejak ditemukan menyebar

secara luas hingga mengakibatkan pandemi global

yang berlangsung sampai saat ini. Gejala COVID-

19 umumnya berupa demam 38°C, batuk kering,

dan sesak nafas serta dampak paling buruk untuk

manusia ialah kematian. Sampai 19 April 2020

pukul 10:38:37 WIB, dilaporkan terdapat

2.329.539 kasus terkonfirmasi dari 185 negara

yang 160.717 orang diantaranya meninggal dunia

serta 595.229 orang bisa disembuhkan (Johns

Hopkins CSSE, 2020).

Pandemi global yang terjadi pula di

Indonesia membuat banyak pihak berupaya ikut

berperan serta dalam mengatasi. Para dokter umum

dan spesialis angkat bicara bersama guna memberi

penjelasan singkat kepada masyarakat maupun

imbauan agar menjaga kebersihan diri dan

lingkungan sekaligus tak banyak keluar rumah

(Irene, et al., 2020). Grace Natalie Louisa sebagai

tokoh politik ikut mengucapkan tanggapan secara

lisan berupa usulan kepada government Indonesia

agar memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT)

kepada warga yang menggantungkan hidup pada

pendapatan harian serta melakukan tes COVID-19

secara gratis (Louisa, 2020). Nahdlatul Ulama

(NU) sebagai organisasi kemasyarakatan juga turut

beraksi menanggapi dengan membentuk Satuan

Tugas PBNU Cegah Covid-19. Salah satu hasil

kerja yang dilakukan satgas ini ialah protokol di

lembaga NU setiap tingkatan guna diberlakukan di

setiap lembaga yang berafiliasi dengan NU.

Protokol ini disiapkan sebagai upaya agar warga

NU dan masyarakat secara luas dapat memahami

tentang COVID-19, bisa mencegahnya agar tidak

terinfeksi, serta tidak panik dalam menanggapi

(Ilmiyah, 2020).

Salah satu dampak pandemi Coronavirus

2019–20 ialah terhadap pendidikan di seluruh

dunia, yang mengarah kepada penutupan luas

sekolah, madrasah, universitas, dan pondok

pesantren. Kami turut merasakan dampak tersebut

berupa perubahan pelaksanaan pembelajaran di

madrasah dan pondok pesantren. Rekan kami,

Surotul Ilmiyah, yang sedang mengambil studi

doktoral di Xiangya School of Public Health,

Central South University (CSU), Changsha,

Hunan, China, sampai saat ini belum bisa kembali

ke universitas. UNESCO (United Nations

Educational, Scientific and Cultural Organization)

pada 4 Maret 2020 menyarankan penggunaan

pembelajaran jarak jauh dan membuka platform

pendidikan yang dapat digunakan sekolah dan

guru untuk menjangkau peserta didik dari jarak

jauh dan membatasi gangguan pendidikan

(UNESCO, 2020). Sehubungan dengan

perkembangan tersebut, Kementerian Pendidikan

dan Kebudayaan (Kemendikbud) turut mengambil

kebijakan sebagai panduan dalam menghadapi

penyakit tersebut di tingkat satuan pendidikan

(Kemendikbud, 2020). Secara global, hasil

pantauan UNESCO menyebutkan bahwa sampai

13 April sebanyak 191 negara telah menerapkan

penutupan nasional yang berdampak kepada

1.575.270.054 siswa (91.3% dari populasi siswa

dunia) (UNESCO, 2020).

Berdasarkan keadaan yang terjadi, kami

turut menyusun lembar kegiatan siswa (LKS),

guna memandu pembelajaran jarak jauh yang tidak

banyak berbeda dengan kegiatan di sekolah.

Sebagai pengajar, kami telah menerapkan

pembelajaran literasi saintifik sejak awal tahun

pembelajaran (Setiawan, 2020). Karena itu,

diharapkan pembelajaran jarak jauh tetap

mempertahanan proses pembelajaran literasi

saintifik walau dengan cara dan tingkat berbeda.

Guna menyelaraskan upaya tersebut dengan

keadaan yang terjadi, kami menyusun LKS

berdasarkan indikator literasi saintifik yang

memuat topik COVID-19.

30 Lembar Kegiatan Literasi Saintifik untuk Pembelajaran Jarak Jauh Topik Penyakit Coronavirus 2019

(COVID-19) – Adib Rifqi Setiawan

Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 2 No 1 April 2020 p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071

Riset ini bertujuan untuk merancang dan

menerapkan beberapa lembar kegiatan literasi

saintifik untuk pembelajaran jarak jauh topik

penyakit Coronavirus 2019 (COVID-19) bagi

siswa sekolah dasar. Karena itu, pertanyaan riset

ini ialah, ―Bagaimana lembar kegiatan literasi

saintifik untuk pembelajaran jarak jauh dalam

topik penyakit Coronavirus 2019 (COVID-19)?‖

METODE PENELITIAN

Riset ini membutuhkan data berupa kajian

pustaka tentang karakteristik pembelajaran jarak

jauh, indikator literasi saintifik, informasi terkait

COVID-19, serta survei dan hasil penerapan

rancangan LKS. Berdasarkan tujuan riset dan

kebutuhan data, kami memilih memakai metode

kombinasi (mixed method) (Sugiyono, 2018;

Creswell, 2014; Fraenkel, Wallen, & Hyun, 2012).

Pendekatan ini dipilih karena kami ingin

menyusun LKS berdasarkan kajian pustaka terkait

karakteristik pembelajaran jarak jauh dan indikator

literasi saintifik yang memuat topik COVID-19.

Susunan tersebut kemudian dilihat keabsahan dan

keandalannya berdasarkan survei kemudian

diterapkan ke dalam pembelajaran, untuk diulas

lebih lanjut dari sisi pelaksanaan. Karena urutan

awal menggunakan metode kualitatif dan akhir

memakai metode kuantitatif, model kombinasi

yang digunakan berupa eksploratoris berurutan

(sequential exploratory) (Sugiyono, 2018;

Creswell, 2014; Fraenkel, Wallen, & Hyun, 2012).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembelajaran jarak jauh adalah

pembelajaran ketika siswa dan pengajar tidak

selalu hadir secara fisik secara bersamaan di

sekolah. Pelaksanaan dapat sepenuhnya jarak jauh

(hybrid) atau campuran jarak jauh dengan kelas

(blended). Salah satu upaya pembelajaran jarak

jauh paling awal muncul dalam iklan berjudul

Caleb Philipps, Teacher of the new method of

Short Hand yang diterbitkan melalui koran Boston

Gazette pada tahun 1728 sebagai upaya pengajar

mencari siswa yang ingin belajar dengan cara

tersebut (Holmberg, 2005, hal. 13). Pembelajaran

jarak jauh pertama seperti dialami pada saat ini

dilakukan oleh Isaac Pitman pada tahun 1840-an,

yang mengajarkan sistem steno dengan

mengirimkan beberapa teks yang ditranskripsi

menjadi steno pada kartu pos dan menerima

transkripsi dari para siswa guna diberi umpan balik

(Simonson, 2019, hal. 18). Unsur umpan balik

adalah inovasi penting dari sistem Isaac Pitman.

Perkembangan penggunaan internet telah

menjadikan pembelajaran jarak jauh lebih mudah

dan cepat, bahkan saat ini sekolah dan universitas

virtual memberikan kurikulum daring penuh (Gold

& Maitland, 1999). Di Indonesia, salah satu

universitas yang membuka fasilitas pembelajaran

jarak jauh blended ialah program pasca sarjana

Pendidikan IPA Universitas PGRI Semarang

(UPGRIS) (Roshayanti, 2019).

Kelebihan pembelajaran jarak jauh antara

lain: dapat memperluas akses pendidikan untuk

masyarakat umum dan bisnis karena struktur

penjadwalan yang fleksibel mengurangi efek dari

banyak kendala waktu dan tempat, penyerahan

beberapa kegiatan di luar lokasi mengurangi

kendala kapasitas kelembagaan yang timbul dari

kebutuhan bangunan infrastruktur, serta terdapat

potensi untuk meningkatkan akses ke lebih banyak

pakar dari beragam latar belakang geografis,

sosial, budaya, ekonomi, dan pengalaman. Namun,

pembelajaran jarak jauh juga memiliki kekurangan

antara lain: hambatan untuk pembelajaran efektif

seperti gangguan rumah tangga dan teknologi yang

tidak dapat diandalkan, interaksi yang tidak

memadai antara siswa dan pengajar, serta

kebutuhan untuk pengalaman yang lebih banyak.

Pengamatan naturalistic yang kami

lakukan terhadap pelaksanaan pembelajaran jarak

jauh di Kabupaten Kudus pada tahap awal

diterapkan menunjukkan bahwa pihak yang terlibat

lebih banyak berupaya untuk beradaptasi dengan

platform daripada kegiatan pembelajaran serta

kesulitan dalam manajemen waktu dan disiplin

diri. Karena itu, kami melihat bahwa siswa dan

pengajar perlu menyepakati platform yang

digunakan sekaligus waktu pelaksanaan.

Kesepakatan ini harus diambil untuk mengurangi

potensi gagal hanya karena tidak bisa

menggunakan platform sekaligus tetap terdapat

interaksi langsung selama pembelajaran (Setiawan,

2020).

31 Lembar Kegiatan Literasi Saintifik untuk Pembelajaran Jarak Jauh Topik Penyakit Coronavirus 2019

(COVID-19) – Adib Rifqi Setiawan

Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 2 No 1 April 2020 p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071

Sehubungan dengan keadaan tersebut,

pembelajaran jarak jauh yang kami lakukan

menggunakan platform WhatsApp. Layanan olah

pesan ini dipilih karena biasa dipakai oleh pengajar

(penulis) dan siswa (sampel) serta memungkinkan

pengguna untuk mengirim pesan teks dan pesan

suara, melakukan panggilan suara dan video,

berbagi gambar, video, dokumen, lokasi pengguna,

dan media lainnya. Waktu yang disepakati oleh

pengajar dan siswa ialah pada pagi–siang hari

seperti waktu sekolah pada umumnya.

Kesepakatan waktu ini diambil agar proses

pembelajaran tetap mempertahankan sisi interaksi

secara langsung.

Pelaksanaan dilakukan dengan memberi

bahan panduan kegiatan yang dibagikan setiap hari

guna dilaksanakan kemudian hasilnya dilaporkan

secara pribadi. Kekurangan cara ini ialah tidak

langsung dapat menanggapi pertanyaan dan/atau

laporan pelajar, tapi memiliki kelebihan berupa

lebih bersifat personal ketimbang klasikal.

Bahan panduan kegiatan tersebut berupa

lembar kegiatan siswa (LKS) yang memuat

langkah kegiatan serta saran referensi yang dapat

digunakan. Saran referensi utama berupa buku

pelajaran yang dipakai ketika pembelajaran di

sekolah. Sementara saran referensi tambahan

berupa bacaan, gambar, audio, dan/atau video

terkait topik yang dibahas.

LKS disusun berdasarkan tahap inti

pendekatan saintifik dan indikator literasi saintifik.

Tahap tersebut memuat beberapa langkah, yakni

mengamati, menanya, mengolah informasi,

mengomunikasikan hasil, serta menelaah kembali

(Setiawan, 2017). Indikator literasi saintifik yang

dipakai mengacu kepada Setiawan (2020),

mencakup aspek menjelaskan masalah,

menafsirkan data, dan mengomunikasikan

informasi secara ilmiah serta merencanakan,

melakukan, dan mengevaluasi penyelidikan

ilmiah, yang dapat dilihat melalui tabel 1. Kaitan

secara rinci antara langkah dan indikator dapat

dilihat melalui tabel 2. Topik yang dipakai untuk

setiap LKS terkait dengan COVID-19, berupa

penjelasan tentang COVID-19, dampak kebijakan

terhadap lingkungan sosial, tanggapan dari

beberapa tokoh, serta cara masyarakat

menanggapi. Secara keseluruhan, sebaran setiap

topik dikaitkan dengan mata pelajaran terkait, yang

disajikan melalui tabel 3.

Tabel 1. Indikator literasi saintifik setiap kompetensi

Kompetensi Indikator Kode

Menjelaskan masalah secara

ilmiah

Menerapkan pengetahuan ilmiah yang sesuai A1

Menyusun pertanyaan berdasarkan fokus masalah A2

Merencanakan penyelidikan

ilmiah

Menentukan variabel penyelidikan B1

Mengusulkan cara mengeksplorasi secara ilmiah terhadap

pertanyaan yang diberikan B2

Melakukan penyelidikan

ilmiah

Mengidentifikasi, menggunakan, dan menghasilkan model dan

representasi yang jelas B3

Mengidentifikasi asumsi, bukti, dan penalaran dalam bacaan B4

Menafsirkan data secara

ilmiah

Menyajikan data menggunakan beragam representasi yang sesuai A3

Menafsirkan data secara ilmiah A4

Mengevaluasi penyelidikan

ilmiah

Mengevaluasi cara mengeksplorasi secara ilmiah terhadap

pertanyaan yang diberikan B5

Mengevaluasi argumen dan bukti ilmiah dari beragam tipe sumber B6

Mengomunikasikan

informasi ilmiah

Menyimpulkan informasi berdasarkan analisis A5

Menjelaskan manfaat pengetahuan ilmiah bagi masyarakat A6

32 Lembar Kegiatan Literasi Saintifik untuk Pembelajaran Jarak Jauh Topik Penyakit Coronavirus 2019

(COVID-19) – Adib Rifqi Setiawan

Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 2 No 1 April 2020 p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071

Tabel 2. Matriks indikator literasi saintifik dengan tahap inti pendekatan saintifik

No. Pendekatan Saintifik Literasi Saintifik

Langkah Kompetensi Indikator

1 Mengamati

Menjelaskan masalah secara ilmiah A1

2 Melakukan penyelidikan ilmiah B3

3

Menanya

Merencanakan penyelidikan ilmiah B1

4 Menjelaskan masalah secara ilmiah A2

5 Merencanakan penyelidikan ilmiah B2

6

Mengolah informasi

Melakukan penyelidikan ilmiah B4

7 Menafsirkan data secara ilmiah A3

8 Menafsirkan data secara ilmiah A4

9 Mengomunikasikan hasil

Mengomunikasikan informasi ilmiah A5

10 Mengomunikasikan informasi ilmiah A6

11 Menelaah kembali

Mengevaluasi penyelidikan ilmiah B5

12 Mengevaluasi penyelidikan ilmiah B6

Tabel 3. Sebaran topik setiap LKS

LKS Topik Pelajaran Terkait

A Teks Eksplanasi COVID-19 Bahasa Indonesia & IPA

B Upaya pencegahan COVID-19 PPKn & IPS

C Pembuatan Masker IPA & SBdP

D Gambar Peta Gejala COVID-19 di Tubuh Manusia Bahasa Indonesia & SBdP

E Kebijakan pencegahan COVID-19 PPKn & IPS

F Pembuatan Hand Sanitizer IPA & SBdP

G Pesan Para Dokter terkait Covid-19 Bahasa Indonesia & IPS

H Cara masyarakat menanggapi COVID-19 PPKn & IPS

I Pembuatan Disinfektan IPA & SBdP

J Tanggapan Grace Natalie terhadap COVID-19 Bahasa Indonesia & PPKn

K Keadaan Masyarakat Sekitar Ketika Pandemi COVID-19 PPKn & IPS

L Pembuatan Ember Berkran untuk Cuci Tangan IPA & SBdP

Keabsahan LKS ditentukan berdasarkan

validasi pakar. Validasi dilakukan terhadap

keselarasan butir LKS dengan matriks indikator

literasi saintifik dan tahap inti pendekatan saintifik,

kesesuaian butir LKS dengan langkah

pembelajaran, ketepatan panduan penilaian dengan

pertanyaan, serta kecocokan dengan jenjang

sekolah. Pakar yang dipilih yaitu akademisi yang

33 Lembar Kegiatan Literasi Saintifik untuk Pembelajaran Jarak Jauh Topik Penyakit Coronavirus 2019

(COVID-19) – Adib Rifqi Setiawan

Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 2 No 1 April 2020 p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071

memiliki kepakaran literasi saintifik (1 orang) dan

kesehatan (1 orang) serta praktisi pembelajaran

sekolah dasar (1 orang) dan penyunting naskah

bacaan anak (1 orang). Hasil validasi berupa

penilaian terhadap setiap butir pertanyaan LKS

yang diolah menggunakan persamaan 1 kemudian

ditafsirkan berdasarkan tabel 4. Berdasarkan tabel

tersebut, butir LKS dapat digunakan kalau

memenuhi kriteria ‗sangat layak‘ atau ‗cukup

layak‘.

(Persamaan 1)

keterangan:

= persentase setiap butir LKS

= skor setiap butir LKS

= jumlah keseluruhan butir LKS

Tabel 4. Penafsiran Penilaian

Rentang Rerata

Penilaian Pakar (%)

Kriteria Kelayakan

Instrumen

7,001 ≤%≤10,000 Sangat layak

4,001 ≤%≤7,000 Cukup layak

0,000 ≤%≤4,000 Tidak layak

Untuk keandalan LKS diukur berdasarkan

nilai konsistensi internal yang diolah

menggunakan persamaan 2. LKS memenuhi

kriteria dapat digunakan kalau nilai ∝ sebagai

acuan koefisien keandalan lebih besar dari 0,700

(Fraenkel, Wallen, & Hyun, 2012; Cronbach,

1951).

(

) (Persamaan 2)

keterangan:

= koefisien alfa

= jumlah butir LKS

= simpangan baku butir LKS

= simpangan baku keseluruhan

LKS tersebut diterapkan dalam

pembelajaran jarak jauh kepada 35 siswa sekolah

dasar yang mengalami pembelajaran jarak jauh

seiring pandemi Coronavirus 2019–20. Karena itu,

pengambilan sampel dalam riset ini menggunakan

teknik convenience sampling (Fraenkel, Wallen, &

Hyun, 2012).

Tabel 5. Contoh matriks penyusunan butir LKS

Pelajaran : IPA & SBdP

Topik : Pembuatan Hand Sanitizer

Literasi

Saintifik :

Mengevaluasi argumen dan

bukti ilmiah dari beragam tipe

sumber

Langkah : Menelaah kembali

Pertanyaan :

Apa saja kelebihan dan

kekurangan pembuatan hand

sanitizer dalam video tersebut?

Panduan

Penilaian :

Siswa dapat menyebutkan

kelebihan dan kekurangan dari

sisi: (1) alat dan (2) bahan yang

digunakan serta (3) langkah

pembuatan.

Skor

Maksimal : 3 poin / butir pertanyaan

Hasil validasi pakar secara rinci dan

keseluruhan pelaksanaan dapat dilihat melalui

tabel 6. Pelaksanaan yang dilakukan terbatas di

satu kelas, yaitu kelas V di salah satu madrasah

ibtidaiyyah di Kabupaten Kudus menunjukkan

bahwa setiap LKS dapat ditanggapi oleh siswa

selama pembelajaran jarak jauh. Rincian data

menunjukkan bahwa tanggapan siswa (butir yang

diisi) memiliki rerata 91,27 dan median 90,30 serta

ketepatan tanggapan (butir yang tepat) memiliki

rerata 76,43 dan median 75,69.

Profil literasi saintifik terendah didapat

dari LKS H (Cara masyarakat menanggapi

COVID-19). Ketika pembelajaran, siswa diminta

untuk menyimpulkan apakah Kabupaten Kudus

sudah masuk zona merah atau belum berdasarkan

informasi saduran berita PDP Virus Corona di

Kudus Bertambah Lagi Jadi 22 Orang yang

ditayangkan oleh Kompas.com pada 26 Maret

2020 pukul 19.12 WIB (Nugroho, 2020). Namun,

ternyata siswa banyak yang belum bisa

menyimpulkan secara tepat. Kelemahan

pengetahuan istilah terkait tampak turut

memengaruhi hasil ini, misalnya pembedaan PDP

(Pasien Dalam Pengawasan), ODP (Orang Dalam

Pengawasan), dan OTG (Orang Tanpa Gejala).

Karena itu, perlu dilakukan langkah awal berupa

memastikan siswa sudah mengerti istilah terkait

34 Lembar Kegiatan Literasi Saintifik untuk Pembelajaran Jarak Jauh Topik Penyakit Coronavirus 2019

(COVID-19) – Adib Rifqi Setiawan

Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 2 No 1 April 2020 p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071

topik pembelajaran. Profil rendah juga diperoleh

dari LKS A (Teks Eksplanasi COVID-19).

Berdasarkan teks eksplanasi yang disajikan, siswa

masih kesulitan untuk menyimpulkan bagian tubuh

yang secara umum menjadi sasaran serangan

COVID-19. Kesalahan yang kami lakukan

barangkali untuk LKS A yang dilakukan pertama

ialah tidak menyertakan gambar rinci. Ini tampak

dari butir LKS D (Gambar Peta Gejala COVID-19

di Tubuh Manusia) yang notabene menunjukkan

titik tubuh yang diserang COVID-19 menghasilkan

profil jauh lebih baik.

Tabel 6. Hasil validasi pakar dan pelaksanaan LKS

LKS Validasi Pakar Pelaksanaan

1 2 3 4 Rerata Kelayakan α Keandalan

A 7 6 7 7 6.75 Cukup layak 0,710 Dapat digunakan

B 8 7 8 8 7.75 Sangat layak 0,798 Dapat digunakan

C 8 7 6 7 7.00 Cukup layak 0,724 Dapat digunakan

D 7 8 7 8 7.50 Sangat layak 0,732 Dapat digunakan

E 8 6 5 7 6.50 Cukup layak 0,843 Dapat digunakan

F 7 7 6 8 7.00 Cukup layak 0,701 Dapat digunakan

G 8 7 8 7 7.50 Sangat layak 0,839 Dapat digunakan

H 7 6 6 7 6.50 Cukup layak 0,703 Dapat digunakan

I 8 7 6 8 7.25 Sangat layak 0,734 Dapat digunakan

J 7 7 7 7 7.00 Cukup layak 0,839 Dapat digunakan

K 7 8 6 7 7.00 Cukup layak 0,772 Dapat digunakan

L 8 7 8 8 7.75 Sangat layak 0,824 Dapat digunakan

Gambar 1. Perbandingan antara tanggapan dan ketepatan setiap LKS

0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

120.00

A B C D E F G H I J K L

Tanggapan Ketepatan

35 Lembar Kegiatan Literasi Saintifik untuk Pembelajaran Jarak Jauh Topik Penyakit Coronavirus 2019

(COVID-19) – Adib Rifqi Setiawan

Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 2 No 1 April 2020 p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071

Hasil pelaksanaan menyampaikan bahwa

LKS perlu mengalami evaluasi sebelum dapat

dipakai lebih luas. Pemakaian lebih luas dapat

digunakan untuk keperluan praktik pembelajaran

maupun replikasi riset. Perbandingan antara

tanggapan dan ketepatan setiap LKS yang

ditampilkan melalui gambar 2 menunjukkan

bahwa literasi saintifik siswa belum dilatih secara

optimal, walau setiap butir LKS dapat ditanggapi

secara maksimal oleh siswa selama pembelajaran.

Pelaksanaan memang menunjukkan bahwa

literasi saintifik siswa belum dilatih secara

optimal. Namun, selama memandu pembelajaran

jarak jauh, kami turut bertanya tentang makna

sekolah pada masa sekarang. Dalam memandu

pembelajaran jarak jauh menggunakan LKS yang

kami susun, siswa dapat menanggapi secara

maksimal setiap alur yang disajikan, mulai dari

membaca, mengamati, bertanya, sampai menjawab

pertanyaan.

Fakta tersebut menunjukkan bahwa pada

masa sekarang, kalau pembelajaran di sekolah atau

lembaga pendidikan secara umum dianggap hanya

untuk memperoleh pengetahuan saja, tentu

kehadirannya tak lagi punya makna. Apalagi

dalam bermasyarakat, orang tidak lagi memandang

latar lembaga pendidikan sebagai sesuatu yang

‗lebih‘. Masyarakat sudah memahami bahwa nilai

penting seseorang bukan berdasarkan modal yang

dimiliki, melainkan karena aksi yang dilakoni

(Setiawan, 2020, hal. 142; Setiawan,

Puspaningrum, & Umam, 2019, hal. 191; OECD,

2019, hal. 3). Karena itu, lembaga pendidikan

diharapkan bukan sekadar menghasilkan output,

tapi sekaligus memberikan outcomes.

Keadaan tersebut membuat lembaga

pendidikan yang memiliki format full time seperti

sekolah/madrasah berasrama dan pondok

pesantren, mungkin masih punya makna eksklusif

berupa melatih keterampilan dan membiasakan

sikap yang dipandang baik, benar, dan mulia.

Terdapat kecenderungan ketika siswa tinggal di

sekolah/madrasah berasrama atau pondok

pesantren, mereka berupaya untuk beradaptasi,

hidup mandiri, dan terbiasa berkomunikasi

(Velasufah & Setiawan, 2020, hal. 2). Lingkungan

seperti ini dapat memunculkan serangkaian

tindakan untuk mendorong kemunculan perilaku

yang diharapkan, menciptakan hubungan

interpersonal yang baik dan iklm sosio-emosional

yang positif, guna membuat dan merawat kondisi

yang memungkinkan proses pembelajaran

produktif dan efektif dapat berlangsung

(Fadhilaturrahmi, 2017, hal. 63). Keberlangsungan

proses yang dibiasakan dapat menjadi sarana untuk

memberikan output dan outcomes yang maksimal

(Setiawan, 2017, hal. 26).

SIMPULAN

Riset ini memberi hasil berupa lembar

kegiatan literasi saintifik untuk pembelajaran jarak

jauh topik penyakit Coronavirus 2019 (COVID-

19) bagi siswa sekolah dasar, berdasarkan tahap

inti pendekatan saintifik serta indikator literasi

saintifik, yang yang telah ditinjau dan dinilai

oleh para pakar dan diterapkan dalam

pembelajaran.

UCAPAN TERIMA KASIH

Rasa terima kasih kami sampaikan kepada

Syarofis Siayah dari Pondok Tahfifidh Putri Anak

anak (PTPA) Yanaabii‘ul Qur‘an, Kudus,

Indonesia; Arij Zulfi Mufassaroh dari Madrasah

Yayasan Masjid Raya (YAMRA) Merauke, Papua;

Surotul Ilmiyah dari Xiangya School of Public

Health, Central South University (CSU),

Changsha, Hunan, China; serta Wahyu Eka Saputri

dari Universitas Muria Kudus (UMK) Kudus,

Indonesia atas bimbingan dan bantuan teknis

selama melakukan riset.

DAFTAR PUSTAKA

Creswell, J. W. (2014). Research Design Qualitative,

Quantitative, and Mixed Methods

Approaches (Edisi Keempat ed.). (V.

Knight, Penyunt.) Thousand Oaks: SAGE

Publications.

Cronbach, L. J. (1951, Februari 28). Coefficient

Alpha and the Internal Structure of Tests.

Psychometrika, 16, 297–334.

Fadhilaturrahmi. (2017). Lingkungan Belajar Efektif

Bagi Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu:

Journal of Elementary Education, 1(2), 76-

84.

Fraenkel, J. R., Wallen, N. E., & Hyun, H. H. (2012).

How to Design and Evaluate Research in

Education (Edisi Kedelapan ed.). (S. Kiefer,

Penyunt.) New York City: McGraw-Hill

Companies.

Gold, L., & Maitland, C. (1999). What's the

difference? A review of contemporary

research on the effectiveness of distance

learning in higher education. Washington:

Institute for Higher Education Policy.

Holmberg, B. (2005). The Evolution, Principles and

Practices of Distance Education. Oldenburg

36 Lembar Kegiatan Literasi Saintifik untuk Pembelajaran Jarak Jauh Topik Penyakit Coronavirus 2019

(COVID-19) – Adib Rifqi Setiawan

Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 2 No 1 April 2020 p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071

: Bibliotheks-und Informationssystem der.

Carl von Ossietzky Universität Oldenburg.

Hui, D. S., E., I. A., Madani, T. A., Ntoumi, F.,

Kock, R., Dar, O., et al. (2020, Februari).

The continuing 2019-nCoV epidemic threat

of novel coronaviruses to global health—

The latest 2019 novel coronavirus outbreak

in Wuhan, China. International Journal of

Infectious Diseases, 91, 264–66.

Ilmiyah, S. (2020, Februari 11). Surotul Ilmiyah —

PBNU Menjawab Tantangan Virus Corona.

Dipetik April 18, 2020, dari YouTube

alobatnic: https://youtu.be/SPdc4WT8BCg

Ilmiyah, S. (2020, Maret 22). Surotul Ilmiyah —

Upaya PBNU Mencegah Penyebaran

COVID-19. Dipetik April 13, 2020, dari

YouTube alobatnic:

https://youtu.be/rYlypLWR3Qw

Irene, Saleh, R. R., Foresto, B., Djuanda, R. E.,

Prayogo, A., Arianti, A., et al. (2020, Maret

18). Pesan Para Dokter terkait Covid-19.

Dipetik April 18, 2020, dari YouTube

alobatnic: https://youtu.be/F1IiXodT3MQ

Johns Hopkins CSSE. (2020, April 19). Coronavirus

COVID-19 Global Cases by the Center for

Systems Science and Engineering (CSSE) at

Johns Hopkins University (JHU). Dipetik

April 19, 2020, dari ArcGIS:

https://gisanddata.maps.arcgis.com/apps/ops

dashboard/index.html#/bda7594740fd40299

423467b48e9ecf6

Kemendikbud. (2020, Maret 16). Surat Edaran

Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan

COVID-19 pada Satuan Pendidikan. Dipetik

April 13, 2020, dari LLDIKTI Wilayah I

Sumatera Utara:

https://lldikti1.ristekdikti.go.id/berkas/semen

dikbud032020pencegahancorona.pdf

Louisa, G. N. (2020, Maret 17). Tanggapan Grace

Natalie terhadap COVID-19. Dipetik April

18, 2020, dari YouTube alobatnic:

https://youtu.be/gwbOH79C9uo

Nugroho, P. D. (2020, Maret 26). PDP Virus Corona

di Kudus Bertambah Lagi Jadi 22 Orang.

Dipetik Maret 27, 2020, dari Kompas.com:

https://regional.kompas.com/read/2020/03/2

6/19125571/pdp-virus-corona-di-kudus-

bertambah-lagi-jadi-22-

orang?page=all#page3

OECD. (2019). PISA 2018 Assessment and

Analytical Framework. Paris: OECD

Publishing.

Roshayanti, F. (2019, Agustus 21). Desain

Pembelajaran Sekolah Dasar. (A. R.

Setiawan, Pewawancara)

Setiawan, A. R. (2017). Penerapan Pendekatan

Saintifik untuk Melatihkan Literasi Saintifik

dalam Domain Kompetensi pada Topik

Gerak Lurus di Sekolah Menengah Pertama.

Bandung: Universitas Indonesia.

Setiawan, A. R. (2020, April 6). Di Mana Letak

Penting Lembaga Pendidikan? Dipetik April

6, 2020, dari Alobatnic:

https://alobatnic.blogspot.com/2020/04/di-

mana-letak-penting-lembaga-

pendidikan.html

Setiawan, A. R. (2020, Januari 24). Pembelajaran

Tematik Berorientasi Literasi Saintifik.

Jurnal Basicedu: Journal of Elementary

Education, 4(1), 71–80.

Setiawan, A. R. (2020). Pendidikan Literasi Finansial

Melalui Pembelajaran Fiqh Mu‘āmalāt

Berbasis Kitab Kuning. Nazhruna: Jurnal

Pendidikan Islam, 3(1), 138–159.

Setiawan, A. R., Puspaningrum, M., & Umam, K.

(2019). Pembelajaran Fiqh Mu‘āmalāt

Berorientasi Literasi Finansial. Tarbawy:

Indonesian Journal of Islamic Education,

6(2), 187–102.

Simonson, M. (2019). Distance Learning Journal

(Book 2) (Vol. 16). Charlotte: Information

Age Publishing.

Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Bisnis:

Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,

Kombinasi, dan R&D (Edisi ke-3 ed.). (S. Y.

Suryandari, Penyunt.) Bandung: Alfabeta.

UNESCO. (2020, Maret 4). 290 million students out

of school due to COVID-19: UNESCO

releases first global numbers and mobilizes

response. Dipetik April 13, 2020, dari

UNESCO: https://en.unesco.org/news/290-

million-students-out-school-due-covid-19-

unesco-releases-first-global-numbers-and-

mobilizes

UNESCO. (2020, April 13). COVID-19 Educational

Disruption and Response. Dipetik April 13,

2020, dari UNESCO:

https://en.unesco.org/themes/education-

emergencies/coronavirus-school-closures

Velasufah, W., & Setiawan, A. R. (2020, April 13).

Nilai Pesantren Sebagai Dasar Pendidikan

Karakter. Thesis Commons, 1-8.

e-ISSN : 2685-4414September 2020 WaPFi (Wahana Pendidikan Fisika) 2020, Vol.5 No.2, 132-146

1

MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN ADAPTIF FISIKAMENGGUNAKAN NAḌOM MABĀDĪ ‘ASYROH

Adib Rifqi Setiawan*)

Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS), Jl. KH. Turaichan Adjhuri No. 23 Kudus, Indonesia, 59315

* Email : [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat kaitan antara perubahan motivasi dan hasil belajar siswa setelahpenerapan naḍom mabādī ‘asyroh ke dalam pembelajaran adaptif di topik hakikat fisika. Data diperolehmenggunakan metode pre-experimental dengan desain one-group pretest-posttest terhadap sampelsebanyak 41 siswa sekolah menengah yang dipilih melalui teknik convenience sampling di Kabupaten Kudus.Peningkatan ditentukan berdasarkan nilai gain yang dinormalisasi terhadap hasil pretest-posttestmenggunakan Science Motivation Questionnaire (SMQ) untuk mengukur motivasi belajar dan tes tipe uraiandengan keandalan sebesar 0,810 sebagai pengukur hasil belajar siswa untuk dikaitkan menggunakanPearson r. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi belajar siswa mengalami peningkatan masing-masing dalam kategori sedang yang keduanya memiliki kaitan positif. Melalui penelitian ini, terungkap bahwanaḍom mabādī ‘asyroh bisa dipakai dalam pembelajaran Fisika untuk meningkatkan motivasi sehingga hasilbelajar siswa turut meningkat.

Kata Kunci: Naḍom Mabādī ‘Asyroh; Motivasi Belajar; Hasil Belajar; Pembelajaran Adaptif, Hakikat Fisika

PENDAHULUAN

Fenomena menggelitik ditunjukkan olehpembelajaran Fisika di Indonesia. Di satu sisi,siswa Indonesia beberapa kali memiliki prestasibagus dalam kejuaraan olimpiade, misalnyapada 2018 ini meraih total 5 medali dalamkejuaran International Physics Olympiad (IPhO)ke-49 di Lisbon, Portugal, pada 21-29 Juli 2018dengan rincian 1 emas, 1 perak, dan 3 perunggu[1]. Berita tersebut menunjukkan bahwa siswaIndonesia dapat bersaing dengan siswa darinegara lain. Informasi sejenis demikianmenimbulkan anggapan bahwa pembelajaranFisika di Indonesia mengalami peningkatanseperti disampaikan oleh Suwarma (2012) [2].Di sisi lain, penilaian dari Programme forInternational Student Assessment (PISA)menunjukkan bahwa siswa Indonesia berada diperingkat ke-62 dari 70 negara peserta [3].Tampak jelas bahwa ketiga informasi tidakselaras bahkan cenderung bertentangan.

Dari ketiga informasi tersebut, kami lebihmemilih untuk memperhatikan penilaian dariPISA. Pertama, raihan olimpiade tidak bisamenjadi gambaran keberhasilan pembelajaranFisika secara umum. Pasalnya dalam kejuaraan

tersebut, peserta merupakan siswa yangsengaja dipilih, entah melalui seleksi atau dilihathasil unjuk kerja selama terlibat pembelajaranIPA. Tak jarang dalam seleksi dilakukan secarabertahap dari tingkat lokal, regional, sampainasional. Kedua, anggapan Suwarma (2012)didasarkan kepada raihan siswa Indonesiadalam kejuaraan seperti olimpiade serta nilaiujian nasional [2]. Padahal ujian nasionalsebagai acuan penilaian tak lepas dari masalah,seperti kebocoran soal, saling mencontek antarsiswa, dan keandalan instrumen perluditingkatkan [4]. Dari pengamatan yangdilakukan juga tampak bahwa sekolah sengajamenambah jam pembelajaran yangdipersiapkan khusus untuk menghadapi ujiannasional. Ketiga, penilaian PISA dirancanguntuk menilai kemampuan siswa untukmenerapkan pemahaman dan keterampilanyang diperoleh melalui pembelajaran ke dalamkeseharian. Penilaian ini tidak terkait langsungdengan konten kurikulum sekolah laiknyadilakukan oleh TIMSS (Trends in InternationalMathematics and Science Study) yang dasarpenilaian berupa pengetahuan faktual danprosedural dalam kurikulum [4]. Keempat,kerangka kerja PISA yang dipakai sebagai

Adib Rifqi Setiawan, Motivasi dan Hasil Belajar dalam Pembelajaran Adaptif Fisika menggunakanNaḍom Mabādī ‘Asyroh

dasar pengukuran yakni literasi saintifik dapatdiadopsi sebagai indikator hasil belajar atauminimal diadaptasi ke dalam pembelajarankarena menekankan kemampuan siswa untukmenerapkan hasil belajar terhadap masalahkeseharian [5].

Terdapat beberapa faktor yang membuathasil belajar siswa tampak belum optimal,seperti desain pembelajaran, pelaksanaanpembelajaran, kemampuan guru, serta motivasibelajar siswa. Sebagai contoh, hasilpengamatan terhadap siswa menunjukkanbahwa motivasi belajar siswa masih tergolongrendah, misalnya anggapan bahwapembelajaran Fisika tidak membantu dalamberkarier. Lebih lanjut, siswa bahkan belummengenali disiplin ilmu yang dipelajari secarautuh, seperti ragam permasalahan yangdibahas.

Berdasarkan keadaan tersebut, kami tertarikuntuk menerapkan naḍom mabādī ‘asyroh kedalam pembelajaran Fisika di sekolahmenengah. Penerapan naḍom mabādī ‘asyrohke dalam pembelajaran diharapkan dapatmembuat motivasi belajar Fisika dari siswameningkat. Selain itu juga sebagai cara agarsiswa dapat mengenali disiplin ilmu yangdipelajari secara utuh, sehingga hasil belajardapat optimal.

Naḍom mabādī ‘asyroh (Arab: عشرة مبادى (نظم adalah sepuluh indikator yang dipakai untukmengenali setiap disiplin ilmu [6]. Naḍomtersebut merupakan karya dari Abū al-'IrfānMuḥammad ibn 'Alī al-Ṣobbān yangdisampaikan melalui bukunya Ḥāshīyat 'alāSyarḥ al-'Allāmah al-Mullawī 'alā al-Sullam al-Munawwraqi. Naḍom mabādī ‘asyroh terdiri daritiga bait berikut:

Tabel 1. Naḍom Mabādī ‘Asyroh [6]

(penyajian seperti ini dimaksudkan agar formattulisan Arab tidak rusak)

الحد والموضوع ثم الثمرة

✡ إن مبادى كل فن عشرة

واالسم االستمداد حكم الشارع

✡ ونسبة وفضلھ والواضع

ومن درى الجمیع حاز الشرفا

✡مسائل والبعض بالبعض

اكتفى

yang dapat dialihbahasakan secara bebas kedalam Bahasa Indonesia menjadi, “Pengantardalam setiap disiplin ilmu itu ada sepuluh, yaitu:(1) definisi; (2) objek; (3) hasil; (4) hubungan; (5)keistimewaan; (6) perintis; (7) sebutan; (8)pengambilan; (9) hukum syar’i; serta (10)

permasalahan; yang kesepuluhnya salingmelengkapi. Siapapun yang menguasaisemuanya akan meraih kemuliaan.”

Naḍom mabādī ‘asyroh tersebut biasanyamuncul dalam bagian pengantar disiplin ilmu,misalnya dalam Fiqh, Qowā’id al-Fiqh, dan al-Ḥadīts [7,8,9]. Tujuannya agar orang yang inginbelajar dapat mengenali disiplin ilmu tersebutsebagai bahan menentukan prioritas belajarberdasarkan pandangan, pengalaman, dankebutuhan. Namun, melalui kajian pustaka kamibelum menemukan penggunaan naḍom mabādī‘asyroh dalam bagian pengantar Fisika [10,11].Hasil wawancara kepada beberapa guru lintasdisiplin ilmu juga menunjukkan bahwa naḍommabādī ‘asyroh tidak pernah digunakan dalampembelajaran, meskipun sebagian dari merekatelah mengetahui naḍom tersebut.

Temuan tersebut mungkin disebabkan olehnaḍom mabādī ‘asyroh biasa digunakan dalamrumpun ilmu syar’i yang notabenemenggunakan epistimologi bayāni (tuturan) dan‘irfāni (intuisi) bukan burhāni (observasi) laiknyarumpun Fisika [12,13]. Apalagi terdapat satuuraian berupa ḥukm syar’i mempelajari disiplinilmu, yang tidak berdampak terhadap kontenFisika. Padahal bila dicermati, naḍom mabādī‘asyroh disampaikan dalam buku Ḥāshīyat 'alāSyarḥ al-'Allāmah al-Mullawī 'alā al-Sullam al-Munawwraqi, yakni buku logika (manṭiq) yanglebih dekat dengan Fisika karena sama-samamenggunakan epistimologi burhāni. Kalaupunuraian berupa ḥukm syar’i mempelajari disiplinilmu diabaikan, masih terdapat sembilan uraianyang layak digunakan. Guru yang tidakmenggunakan naḍom mabādī ‘asyroh dalampembelajaran menganggap bahwa hal ini tidakpenting atau percaya bahwa siswa berinisiatifsendiri untuk mengaitkannya dengan disiplinilmu yang dipelajari.

Kami menganggap bahwa naḍom mabādī‘asyroh perlu diterapkan ke dalam setiap disiplinilmu yang masuk dalam kurikulum semuasekolah. Untuk itu kami berupaya untukmenunjukkan hasilnya melalui penelitian ini.Kekhasan naḍom mabādī ‘asyroh yang cocokditerapkan untuk bagian pendahuluandisesuaikan dalam penelitian ini denganmembatasi pembahasan pada topikpendahuluan Fisika yang dalam kurikulumdibahas dalam bab ‘Hakikat Fisika’. Uraiannaḍom mabādī ‘asyroh dan Kompetensi Dasarmata pelajaran Fisika bukan hanya tidakbertentangan bahkan selaras [14]. Di aspekpengetahuan, Kompetensi Dasar tersebutsama-sama membahas tentang cakupan dan

WaPFi (Wahana Pendidikan Fisika) 2020, Vol.5 No.2, 132-146

3

batasan masalah yang dibahas oleh setiapdisiplin ilmu. Sementara di aspek keterampilan,Kompetensi Dasar tersebut sama-samamenuntut siswa agar dapat menyajikan laporanberdasarkan Metode Ilmiah.

Dalam praktik pembelajaran, penerapannaḍom mabādī ‘asyroh dilaksanakan melaluipembelajaran adaptif dalam bentuk diskusiuntuk mengupayakan seluruh siswa terlibat[15,16,17]. Laporan OECD (Organisation forEconomic Co-operation and Development)menunjukkan bahwa di sebagian besar negaraanggota, siswa yang menyampaikan bahwaguruFisikamereka menggunakan pembelajaranadaptif lebih sering mendapat skor lebih tinggi[18].

Berdasarkan tuturan tersebut, tujuanpenelitian ini ialah untuk menerapkan naḍommabādī ‘asyroh ke dalam pembelajaran Fisika ditopik pendahuluan (Hakikat Fisika). Penelitibermaksud untuk menerapkan naḍom mabādī‘asyroh melalui pembelajaran adaptif untukmelihat kaitan antara perubahan motivasi danhasil belajar siswa. Sehingga rumusanmasalahnya ialah, “Bagaimana kaitan antaraperubahan motivasi dan hasil belajar siswasetelah penerapan naḍom mabādī ‘asyroh kedalam pembelajaran adaptif Fisika?” Hasilpenelitian ini diharapkan memberi informasitentang manfaat penerapan naḍom mabādī‘asyroh ke dalam pembelajaran, khususnyaterhadap motivasi dan hasil belajar siswa,umumnya terhadap pengenalan siswa kepadadisiplin ilmu yang dipelajari.

METODE PENELITIAN

Tujuan penelitian ini ialah untuk melihatkaitan antara perubahan motivasi dan hasilbelajar siswa setelah penerapan naḍom mabādī‘asyroh ke dalam pembelajaran adaptif Fisika.Karena itu diperlukan data motivasi dan hasilbelajar sebelum dan setelah kegiatanpembelajaran. Berdasarkan tujuan penelitiandan kebutuhan data, metode penelitian yangdipilih ialah pre-experimental dengan desainone-group pretest-posttest [19,20]. Denganmetode ini tidak diperlukan kelompok kontroluntuk dibandingkan dengan kelompokeksperimen, tidak menggunakan penyamaankarakteristik dalam satu kelompok perlakuan,dan tidak memerlukan pengontrol variabel.

Partisipan penelitian ini ialah siswa sekolahmenengah. Populasi dalam penelitian ini adalah360 siswa di salah satu sekolah menengahKabupaten Kudus. Sampel dalam penelitian inisebanyak 41 siswa yang diambil menggunakanteknik convenience sampling [19,20].

Desain penelitian yang digunakan berupadua kali pengamatan, yakni sebelumpembelajaran berupa hasil pretest (O1) dansetelah pembelajaran berupa hasil posttest (O2)serta perlakuan berupa penerapan naḍommabādī ‘asyroh (P), ditunjukkan dengan polaberikut [19,20]:

O1____________P____________ O2

Tabel 2. Indikator Butir Soal berdasarkan Rincian Naḍom Mabādī ‘Asyroh

No.Naḍom Mabādī ‘Asyroh

Indikator Hasil BelajarArab Indonesia

1 الحد Definisi EsensialMengingat dan menerapkan pengetahuan ilmiah yangsesuai

2 الموضوع ObjekPembahasan

Menganalisis dan menafsirkan data serta menarikkesimpulan yang tepat

3 الثمرة HasilMempelajari

Menjelaskan penerapan dari pengetahuan ilmiahuntuk masyarakat

4 النسبة Hubungandengan Ilmu Lain

Membuat dan menjustifikasi prediksi yang sesuai

5 الفضل KeistimewaanDibandingkandengan Ilmu Lain

Membedakan antara argumen yang didasarkan padabukti dan teori ilmiah dengan argumen yangdidasarkan pada pertimbangan lain

6 الواضع Peletak dasarMengidentifikasi asumsi-asumsi, bukti, dan penalarandalam bacaan terkait IPA

7 االسم Nama IlmunyaMenganalisis dan menafsirkan data serta menarikkesimpulan yang tepat

8 االستمداد SumberPengambilan

Menjelaskan dan mengevaluasi berbagai cara yangdigunakan oleh ilmuan untuk memastikan keandalandata serta keobjektifan dan keumuman penjelasan

Adib Rifqi Setiawan, Motivasi dan Hasil Belajar dalam Pembelajaran Adaptif Fisika menggunakanNaḍom Mabādī ‘Asyroh

BahanPembahasan

9الحكم الشارع

Hukummempelajari(ditinjau secarasyar'i)

Mengusulkan cara mengeksplorasi pertanyaan ilmiahyang diberikan

10 المسائل PermasalahanMengevaluasi cara mengeksplorasi pertanyaan ilmiahyang diberikan

Hasil pretest dan posttest terkait motivasidiambil dari instrumen berupa adaptasi ScienceMotivation Questionnaire (SMQ) [21]. SMQterdiri dari 30 buah pertanyaan yang dinilaimenggunakan Skala Likert tipe 5 skala [21].Instrumen yang disusun oleh dari Shawn M.Glynn dan Thomas R. Koballa Jr. ini biasanyadipakai buat menilai enam komponen motivasisiswa untuk belajar IPA di sekolah menengahdan perguruan tinggi. Enam komponen tersebutialah motivasi instrinsik terlibat pembelajaranIPA, motivasi ekstrinsik terlibat pembelajaranIPA, kaitan antara pembelajaranFisikadengantujuan pribadi, tanggung jawab diri sendiri untukmempelajari IPA, kepercayaan diri dalambelajar IPA, dan kecemasan terhadap penilaianIPA. SMQ diadaptasi karena memiliki keandalanyang dapat diterima (nilai konsistensi internal =0,93). Contoh itemnya ialah, “Saya merasabelajar Fisika itu menarik.” yang ditanggapidengan “tidak pernah”, “jarang”, “kadang”,“sering”, dan “selalu”.

Sementara hasil belajar diukur berdasarkantes tipe uraian sebanyak 10 butir soal yang telahdiuji keabsahan dan keandalannya. Indikatorhasil belajar setiap butir soal ditunjukkan melaluiTabel 2. Contoh itemnya ialah, “Tahun 2018 iniIndonesia – Maroko - Tunisia melakukankerjasama yang bertujuan untuk mendorongkemandirian produksi vaksin dan ketersediaanvaksin. Berdasarkan berita ini, bagaimanaketerlibatan Fisika dalam kerjasama tersebut?”yang dijawab dengan, “Vaksin adalah bahanantigenik yang digunakan untuk menghasilkankekebalan aktif terhadap suatu penyakit yangdisebabkan oleh bakteri atau virus, sehinggadapat mencegah atau mengurangi pengaruhinfeksi. Vaksin dapat berupa virus atau bakteriyang telah dilemahkan, sehingga tidakmenimbulkan penyakit. Karena itu, Fisika tidakterlibat dalam kerjasama ini.”Keabsahan (validity) instrumen tes tipe uraianyang digunakan ditentukan berdasarkanvalidasi ahli (obtain judgement expert), masing-masing terhadap kesesuaian indikator dengansoal, kesesuaian jawaban dengan pertanyaan,serta kesesuaian soal dengan jenjang sekolah

[19]. Hasil validasi berupa penilaian terhadapsetiap butir soal yang diolah denganmenggunakan persamaan berikut [22]:

(ݏ) =ݏ

× 100% (1)

dengan: (ݏ) = persentase setiap butir soalݏ = jumlah skor setiap butir soal = jumlah keseluruhan butir soal

yang kemudian ditafsirkan menggunakan tabelberikut:

Tabel 3. Penafsiran Penilaian Instrumen [22]

No.Rentang rata-rata

penilaian ahli (R) (%)Kriteria

1 80,01 ≤ % ≤ 100,00 SangatLayak

2 60,01 ≤ % ≤ 80,00 Layak3 40,01 ≤ % ≤ 60,00 Cukup

Layak4 20,01 ≤ % ≤ 40,00 Tidak Layak5 00,00 ≤ % ≤ 20,00 Sangat

Tidak Layak

Berdasarkan tafsiran ini, instrumen layakdigunakan jika memenuhi kriteria ‘SangatLayak’ atau ‘Layak’ (Sari & Lepiyanto, 2016,hlm. 44). Hasil validasi ahli (Lampiran A)menunjukkan bahwa instrumen dapatdigunakan dalam penelitian.

Sedangkan keandalan (reliability) instrumenyang digunakan ditentukan berdasarkan internalconsistency [19]. Internal consistency dipilihkarena bisa dilakukan dengan satu kali uji cobainstrumen yang hasilnya digunakan sebagaibahan analisis menggunakan teknik koefisienalfa [19]. Koefisien keandalan (reliabilitycoefficient) dapat dihitung menggunakanpersamaan Kuder-Richardson Approaches(KR20) berikut:

ߙ =

− 1ቆ1 −

௧ቇ (2)

WaPFi (Wahana Pendidikan Fisika) 2020, Vol.5 No.2, 132-146

dengan:ߙ = koefisien alfa = jumlah butir soal

= simpangan baku setiap butir soal

௧= simpangan baku keseluruhan(Cronbach, 1951, hlm. 299)

Instrumen dapat digunakan ketikaperhitungan hasil perhitungan koefisienkeabsahan bernilai lebih dari 0,70 [19]. Setelahdilakukan uji coba instrumen (Lampiran B)diperoleh nilai koefisien keabsahan sebesar0,810 yang menunjukkan bahwa instrumendapat digunakan dalam penelitian.

Penyekoran instrumen motivasi dan hasilbelajar siswa dilakukan dengan menggunakanpersamaan berikut:

= (3)

dengan:S = skor setiap siswaR = jawaban setiap butir soal

Dari skor tersebut, nilai peningkatan (gain)yang dinormalisasi <g> untuk aspek motivasibelajar dan literasi saintifik siswa masing-masing dihitung menggunakan persamaanberikut [23]:

< > =(%ଶ − %ଵ)

(100% − %ଵ)(4)

dengan:< > = nilai peningkatan yang dinormalisasiଵ = hasil pretest

ଶ = hasil posttestyang ditafsirkan berdasarkan tabel berikut:

Tabel 4. Kategori Peningkatan[23]

< > Kategori0,00 < ≤ 0,30 Rendah0,30 < ≤ 0,70 Sedang0,70 < ≤ 1,00 Tinggi

Sementara kaitan antara motivasi belajardan Literasi Saintifik siswa dihitungmenggunakan persamaan koefisien korelasiPearson (Pearson r) berikut [19,24]:

=ݎ∑ −ݔ) −ݕ)(ݔ ത)ݕୀଵ

ට∑ −ݔ) (ݔୀଵ

ଶ ට∑ −ݕ) ത)ݕୀଵ

ଶ (5)

dengan: = banyak sampel = nilai datumݔ = nilai SMQ setiap sampelݔ = rata-rata nilai SMQݕ = nilai hasil belajar setiap sampelതݕ = rata-rata nilai hasil belajaryang ditafsirkan berdasarkan tabel berikut:

Tabel 5. Kategori Kaitan [24]

ݎ Kategori Kaitan− 1 ≤ >ݎ 0 Terdapat kaitan negatif

=ݎ 0 Tidak terdapat kaitan0 < ≥ݎ 1 Terdapat kaitan positif

HASIL DAN PEMBAHASANHasil keseluruhan motivasi dan hasil belajar

siswa ditunjukkan melalui Tabel 6. berikut:

Tabel 6. Perubahan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa

SkorMaksimal

Rata-rataPretest

Rata-rataPosttest

Nilai< >

KategoriPeningkatan

Motivasi Belajar 150 74,683 120,195 0,604 SedangHasil Belajar 100 35,854 74,195 0,598 Sedang

Dapat dilihat bahwa pembelajaran adaptifmelalui penerapan naḍom mabādī ‘asyroh agakmeningkatkan motivasi belajar siswa.Peningkatan ini sama seperti diperolehSuwarma (2015) yang melakukan pembelajaranberbasis STEM (Science, Technology,Engineering, Mathematics) [25]. Hasil ini bukanberarti bahwa penerapan naḍom mabādī‘asyroh sama baiknya dengan pembelajaranberbasis STEM. Pasalnya keduanya punyakemampuan mencakup materi yang berbeda.

Naḍom mabādī ‘asyroh punya keunggulanberupa rincian yang lebih dalam untuk menguraidisiplin ilmu. Bahkan STEM yang berupayamengaitkan produk Fisika denganpenerapannya di teknologi dan engineeringserta matematika sebagai alatnya, bisa terlibatdalam pembahasan uraian berupa ‘kaitandengan ilmu lain’. Namun, naḍom mabādī‘asyroh hanya terbatas di topik pendahuluansaja. Naḍom mabādī ‘asyroh bisa saja dipakaiuntuk membahas Hukum Newton di Fisika, tapitidak bisa digunakan dalam menganalisis gerak

Adib Rifqi Setiawan, Motivasi dan Hasil Belajar dalam Pembelajaran Adaptif Fisika menggunakanNaḍom Mabādī ‘Asyroh

benda berdasarkan hukum gerak tersebut,sehingga perlu pendekatan lain untuk hal ini.Sedangkan STEM bisa diupayakan agarditerapkan dalam setiap bagian pembahasan,meskipun tampaknya lebih bagus di topikpenerapan.

Kesamaan hasil keduanya justrumenunjukkan bahwa penting bagi setiap guruuntuk mengenali latar siswa sehingga dapatmemilih pendekatan yang cocok sebagai carameningkatkan motivasi belajar. Karenapenggunaan naḍom mabādī ‘asyroh cenderungmengabaikan kegiatan percobaan dan STEMkurang rinci mengurai IPA, mungkin perpaduandengan keduanya bisa saling melengkapi agarhasil belajar siswa lebih optimal secara teoretisdan praktis.

Gambar 1. memperlihatkan bahwa masihterdapat motivasi belajar yang rendah dari siswauntuk kuesioner, “Kepercayaan diri dalam

belajar Fisika”, walau sudah diupayakan agarmereka mengenali uraian disiplin ilmu yangdipelajari menggunakan naḍom mabādī ‘asyroh.Pengenalan terhadap disiplin ilmu tidak dapatmembuat kepercayaan diri dalam belajar Fisikayang menunjukkan bahwa mereka kurang yakindalam mengikuti pembelajaran dan ujian Fisika.

Temuan tersebut mengkhawatirkan lantaranmemungkinkan siswa untuk beralih pilihanuntuk tidak mempelajari Fisika atau minimalmengubah prioritas belajar mereka. Kamimengakui bahwa penelitian ini kurang lengkapdengan tidak memeriksa ragam kecerdasansiswa laiknya dilakukan oleh Suwarma (2014)dalam pembelajaran STEM [26]. Pasalnyadengan bekal informasi seperti itu, dapat dilihatkaitan antara motivasi internal dan kepercayaandiri dengan ragam kecerdasan siswa.

Gambar 1. Rincian Motivasi Belajar

Walau begitu, hasil ini sama sepertididapatkan oleh Nurohmah (2015) yangmemberi informasi bahwa pendekatan saintifikmemiliki keefektifan rendah dalammeningkatkan setiap komponen motivasi [27].Siswa bisa saja terangsang untuk mempelajariFisika, tapi pada saat bersamaan mungkinmereka menganggap bahwa Fisika adalahdisiplin ilmu yang rumit.Fisika memang rumit,dan tugas guru ialah membuat agar Fisika tidaktambah rumit di pikiran siswa. Untuk itu, perludilakukan pembelajaran yang melatih siswasecara berjenjang dari tingkat rendah, sedang,dan tinggi, entah dalam bentuk mengerjakan

soal algoritma maupun menyelesaikan masalahmelalui percobaan maupun pengamatan.

Peningkatan hasil belajar dalam kategorisedang tersebut berbeda dengan pendekatanlain. Martianingsih (2017) yang menerapkanpendekatan saintifik menunjukkan bahwa 8siswa memiliki literasi saintifik dalam kategoritinggi, 8 siswa dalam kategori sedang, dan 6siswa dalam kategori rendah [28]. Melida (2016)yang melihat pengaruh penerapan strategiwriting to learn dalam pembelajaranmenunjukkan bahwa kemampuan kognitif siswameningkat dalam kategori sedang [29].

Perbandingan terhadap beberapa penelitiantersebut menunjukkan bahwa hasil yang

WaPFi (Wahana Pendidikan Fisika) 2020, Vol.5 No.2, 132-146

diperoleh memang berbeda, tapi tidakditemukan perbedaan menyolok. Sehinggakami menganggap bahwa naḍom mabādī‘asyroh dapat diterapkan dalam pembelajaranFisika. Meskipun pendekatan ini mengabaikankegiatan pengamatan (observation) dan/atauperamalan (eksperiment) yang merupakankarakteristik Fisika, kami menganggap tidakmasalah karena konten pembelajaran berupapendahuluan Fisika bersifat teoretis [10,30,31].

Gambar 2. menunjukkan bahwa tidak semuapeningkatan berada dalam kategori sedang.Indikator nomor 1, 3, dan 6 bahkanmenunjukkan peningkatan dalam kategoritinggi. Indikator nomor 1 terkait dengan definisiesensial Fisika yang melatih siswa agar dapatmengingat dan menerapkan pengetahuanilmiah yang sesuai.

Gambar 2. Hasil Belajar Setiap Indikator

Indikator tersebut adalah kategori palingmudah dari seluruh soal yang diberikan. Selamakegiatan pembelajaran, siswa diajak terlibatdiskusi terkait definisi masing-masing cabangIPA, guna menunjukkan perbedaan cakupandan batasan antar cabang. Sebagai gambaranbahwa mereka berhasil mengerti definisitersebut, diberikan pertanyaan berupa Virusyang tidak memenuhi persyaratan sebagaimakhluk hidup karena tidak dapat melakukanmetabolisme sendiri. Berbekal pengetahuandefinsi Fisika, siswa diminta untuk menunjukkanalasan tidak terdapat pembahasan Virus dalamFisika.

Sayangnya, ketika siswa diminta untuk“menganalisis dan menafsirkan data sertamenarik kesimpulan yang tepat” dari beritatentang kerja sama beberapa negara terkaitvaksin, banyak siswa yang memiliki hasil belajarrendah. Dari sini tampak bahwa pengetahuandefinisi Fisika tidak serta merta membuat siswabisa mengerti keterlibatan Fisika dalamkeseharian, dalam hal ini konteks global.

Meski demikian, Indikator nomor 1 selarasdengan indikator pada nomor 3 yang meminta

siswa untuk dapat menjelaskan penerapan daripengetahuan ilmiah untuk masyarakat sebagaibentuk uraian naḍom mabādī ‘asyroh berupa‘hasil mempelajari’. Siswa juga mengalamipeningkatan dalam kategori tinggi ketika dimintauntuk mengidentifikasi asumsi-asumsi, bukti,dan penalaran dalam bacaan terkait peletakdasar setiap cabang ilmu pada indikator nomor6. Hasil ini diharapkan melatih siswa untuk tidakasal memberi label ahli kepada orang tanpamengidentifikasi alasan pelabelan tersebutsesuai dengan disiplin ilmu terkait. Misalnyatidak serta merta menyebut bahwa Aristotelesahli Fisika lantaran asumsi yang dipakai olehnyadalam membahas masalah gerak benda tidakpunya dasar bukti percobaan sepertihalnyaGalileo Galiei.

Ketika motivasi dan hasil belajar dikaitkan,keduanya memiliki korelasi positif pada tahappretest dan posttest, yang bisa dilihat melaluiTabel 7. Hasil ini menunjukkan bahwapeningkatan motivasi turut membuat hasilbelajar meningkat. Namun, hasil yangdidapatkan cukup mengherankan. Pasalnyakaitan antara motivasi dan hasil belajar pada

0,000

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

8,000

9,000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Pretest Hasil Belajar Postest Hasil Belajar

Adib Rifqi Setiawan, Motivasi dan Hasil Belajar dalam Pembelajaran Adaptif Fisika menggunakanNaḍom Mabādī ‘Asyroh

tahap pretest jauh berada di bawah posttest. Halini menimbulkan pertanyaan, mengapademikian? Kami kesulitan menjawabpertanyaan sejenis itu, yang jelas hasil yangditunjukkan ialah motivasi dan hasil belajarterkait erat.

Tabel 7. Kaitan antara Motivasi dan HasilBelajar Siswa

Tahap Pearson r Kategori Kaitan

Pretest 0,084Terdapat kaitan

positif

Posttest 0,740Terdapat kaitan

positif

Secara keseluruhan. peningkatan motivasidan hasil belajar siswa masing-masing dalamkategori sedang menunjukkan bahwa naḍommabādī ‘asyroh dapat juga digunakan dalampembelajaran Fisika di topik pendahuluan(Hakikat Fisika). Kecocokan tersebut inidisebabkan oleh karakteristik naḍom mabādī‘asyroh yang membuat siswa harus menguraicakupan dan batasan yang dibahas dalamFisika secara utuh dan menyeluruh.Keberhasilan siswa dalam mengaitkan naḍommabādī ‘asyroh dengan bagian pendahuluanFisika dapat menjadi dasar siswa untukmengenali keseluruhan ruang pembahasansebelum memasuki bagian lain. Pengenalan initentu saja dapat membuat mereka lebihtermotivasi untuk mempelajari serta hasilnyalebih optimal. Khusus siswa berlatar Islam,mereka juga bisa memiliki dasar hukum syar’idalam mempelajari Fisika yang diperolehsecara absah, andal, dan objektif berdasarkantilikan Fiqih.

SIMPULAN

Dapat dikatakan bahwa motivasi dan hasilbelajar siswa mengalami peningkatan dalamkategori sedang setelah diterapkanpembelajaran adaptif menggunakan naḍommabādī ‘asyroh. Hasil ini menunjukkan bahwanaḍom mabādī ‘asyroh bisa dipakai dalampembelajaran Fisika.

Penelitian ini memiliki batasan sebagaiberikut:a. Pembahasan tidak disertai kaitan antara

motivasi dan hasil belajar;b. Motivasi dan hasil belajar tidak dikaitkan

dengan ragam kecerdasan siswa; sertac. Disiplin ilmu yang dipelajari baru Fisika.

Karena itu kami memberikan saran terkaitpenelitian ini yang diharapkan dapat dijadikan

sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikandan/atau kelanjutan penelitian ini, sebagaiberikut:a. Melakukan pembahasan kaitan antara

motivasi dan hasil belajar siswa, entahmenggunakan data yang telah tersediamaupun dengan cara mengambil data baru;

b. Mengaitkan antara motivasi dan hasil belajardengan ragam kecerdasan siswa; serta

c. Melakukan penelitian serupa untuk disiplinilmu selain Fisika.

Secara teoretis, penelitian ini berhubungandengan peran penelitian bagi pengembangankajian pembelajaran Fisika. Secara praktis,penelitian ini ikut serta memberikan penguatanpelaksanaan pembelajaran Fisika yang bisameningkatkan motivasi dan hasil belajhar.Secara politis, hasil penelitian menyediakannaskah akademis pembenahan pembelajaran diIndonesia. Secara ideologis, hasil yangdiperoleh memperkaya wacana tentangpembentukan masyarakat yang unggul melaluipenguasaan terhadap Fisika. Sementara secarametodologis, dapat menunjukkan langkah untukmenguji anggapan tertentu secara ilmiah.Dengan demikian, penelitian ini dapat mewarnaipembahasan tentang naḍom mabādī ‘asyrohserta turut memperkaya kajian pembelajaranpada umumnya.

UCAPAN TERIMA KASIH

Kami mengucapkan terima kasih kepadaseluruh warga Madrasah Tasywiquth ThullabSalafiyyah (TBS) yang memberikankesempatan dan dukungan teknis dalammelakukan pembelajaran serta Arij ZulfiMufassaroh atas bantuan dan dorongan psikisselama penelitian berlangsung.

REFERENSI

[1] Indriani, (2018). Siswa indonesia raihemas olimpiade kimia dan fisika. Antara,31 Juli pukul 10:16.

[2] Suwarma, Irma Rahma. (2012). Scienceeducation development in indonesia:curriculum changes from 1947 – 2010, away to improve education quality inindonesia. Proceeding dalam JSSENational Seminar, 29-31 August 2012.

[3] OECD. (2018) Pisa 2015 results in focus.Paris: OECD Publishing.

[4] OECD & ADB. (2015). Education inindonesia rising to the challenge. Paris:

WaPFi (Wahana Pendidikan Fisika) 2020, Vol.5 No.2, 132-146

OECD Publishing.[5] OECD. (2017). Pisa for development

assessment and analytical framework --draft version 03 may 2017. Paris: OECDPublishing.

[6] al-Ṣobbān, Abū al-'Irfān Muḥammad ibn'Alī. (1938).Ḥāshīyat 'alā syarḥ al-'allāmahal-mullawī 'alā al-sullam al-munawwraq(3th ed.). kairo: Maṭba’at Muṣtafa al-Bābīal-Ḥalabī wa Awlādihi.

[7] al-Dimyāṭī, A. B. U. i. M. (1997). I'ānatu al-ṭōlibīna. Beirut: Dār al-Fikr.

[8] al-Laḥjī, 'Abdullōh ibn Sa’id. (2013). Idhōhal-qowā’id al-fiqhiyyah li ṭōlibi al-madrasatial-ṣulatiyati. Kuwait: Dar Aldheya.

[9] al-Mālikī, ‘Alawī ‘Abbās & al-Naurī, ḤasanSulaimān. (2008). Ibānatu al-aḥkāmisyarḥ bulūghu al-marōm vol 1. Beritut: Dāral-Fikr.

[10] Giancoli, Douglas C. (2005). Physicsprinciples with applications (6th ed.).Upper Saddle River: Prentice Hall.

[11] Halliday, David, Resnick Robert, &Walker, Jearl. (2007). Fundamentals ofphysics (8th ed.). Hoboken: John Wiley &Sons.

[12] al-Ghozālī, Abū Ḥāmid Muḥammad.(2005). Iḥya` ‘ulūmu al-dīni. Beirut: Dār ibnḤazm.

[13] al-Jābirī, Muḥammad 'Ābid. (2009).Takwīnu al-'aqlu al-'arobī. Beirut: Bait al-Nahdloh.

[14] Kemdikbud. (2016). Peraturan menteripendidikan dan kebudayaan republikindonesia nomor 24 tahun 2016 tentangketerampilan inti dan keterampilan dasarpelajaran pada kurikulum 2013 padapendidikan dasar dan pendidikanmenengah. Jakarta Pusat: KementerianPendidikan dan Kebudayaan RepublikIndonesia.

[15] Borich, Gary D. (2004). Effective teachingmethods (5th ed.). Upper Saddle River:Pearson Educarion.

[16] Hofstein, Avi, & Lunetta, Vincent N.(2004). The laboratory in scienceeducation: foundations for the twenty-firstcentury. Science Education, 88(1), 28-54.

[17] Ikwumelu, S. N., Ogene A. Oyibe, & E. C.Oketa. (2015). Adaptive teaching: aninvaluable pedagogic practice in socialstudies education. Journal of Educationand Practice, 6(33), 140-144.

[18] OECD. (2016). Pisa 2015 results (volumeii): policies and practices for successfulschools. Paris: OECD Publishing.

[19] Fraenkel, Jack R. & Wallen, Norman E.

(2009). How to design and evaluateresearch in education (7th ed.). New YorkCity: McGraw-Hill Companies.

[20] Creswell, James W. (2014). Researchdesign: qualitative, quantitative, and mixedmethods approaches (4th ed.).ThousandOaks: SAGE Publications.

[21] Glynn, Shawn M., & Koballa Jr., ThomasR. (2006). Motivation to learn collegescience. Dalam Joel J. Mintzes danWilliam H. Leonard (ed.) Handbook ofCollege Science Teaching, hlm. 25-32 .Arlington County: NSTA Press.

[22] Sari, Alvina Putri Purnama & Lepiyanto,Agil. (2016). Pengembangan lembarkegiatan peserta didik (lkpd) berbasisscientific approach siswa sma kelas xpada materi fungi. BIOEDUKASI (JurnalPendidikan Biologi), 7(1).

[23] Hake, Richard R. (1998). Interactive-engagement versus traditional methods: asix-thousand-student survey of mechanicstest data for introductory physics courses.American journal of Physics, 66(1), 64-74.

[24] Rodgers, Joseph Lee, & Nicewander, W.Alan. (1988). Thirteen ways to look at thecorrelation coefficient. The AmericanStatistician, 42(1), 59-66.

[25] Suwarma, Irma Rahma, dkk. (2015).Balloon powered car sebagai mediapembelajaran ipa berbasis stem (science,thechnology, engineering, andmathematics). Dalam Proceed SimposiumNasional Inovasi dan Pembelajaran Sains(SNIPS) 2015, 373-6.

[26] Suwarma, Irma Rahma. (2014). Researchon theory and practice stem educationimplementation in japan and indonesiausing multiple intelligences approach.Doctoral Thesis, Shizuoka University.

[27] Nurohmah, Eva Fauziah. (2015).Efektivitas pendekatan saintifik dalammeningkatkan hasil dan motivasi belajarsiswa smp. Doctoral Dissertation,Universitas Pendidikan Indonesia).

[28] Martianingsih, Yesi, dkk. (2017). Profil sikapsiswa smp berdasarkan hasil pencapaianliterasi saintifik (ls) pada topik kalor.Gravity: Jurnal Ilmiah Penelitian danPembelajaran Fisika, 2(2), 178-89.

[29] Melida, Hilda Nurul, dkk. (2016).Implementasi strategi writing to learnuntuk meningkatkan kemampuan kognitifdan keterampilan berpikir kritis siswa smapada materi hukum newton. JPPPF(Jurnal Penelitian dan PengembanganPendidikan Fisika), 2(2), 31-38.

Adib Rifqi Setiawan, Motivasi dan Hasil Belajar dalam Pembelajaran Adaptif Fisika menggunakanNaḍom Mabādī ‘Asyroh

[30] Liliasari. (2001). Model pembelajaran ipauntuk meningkatkan keterampilan berpikirtingkat tinggi calon guru sebagaikecenderungan baru pada era globalisasi.Jurnal Pengajaran MIPA, 2(1), 54-66.

[31] Kemdikbud. (2017). Model Silabus Mata

Pelajaran Sekolah MenengahPertama/Madrasah Tsanawiyah(SMP/MTs) Mata Pelajaran IPA. JakartaPusat: Kementerian Pendidikan danKebudayaan Republik Indonesia.

WaPFi (Wahana Pendidikan Fisika) 2020, Vol.5 No.2, 132-146

LAMPIRAN

1. Lampiran A. Validasi Ahli

No. Soal A (%) B (%) C (%) R (%) Kriteria

1 100 50 100 83 Sangat Layak

2 100 100 50 83 Sangat Layak

3 100 100 50 83 Sangat Layak

4 100 50 50 67 Layak

5 100 50 50 67 Layak

6 100 50 100 83 Sangat Layak

7 100 50 50 67 Layak

8 100 100 100 100 Sangat Layak

9 100 50 100 83 Sangat Layak

10 50 50 100 67 Layak

Keterangan:

100 : Diberikan jika instrumen sudah sesuai tanpa perbaikan

50 : Diberikan jika instrumen sudah sesuai namun perlu perbaikan

0 : Diberikan jika instrumen tidak sesuai

Adib Rifqi Setiawan, Motivasi dan Hasil Belajar dalam Pembelajaran Adaptif Fisika menggunakanNaḍom Mabādī ‘Asyroh

2. Lampiran B. Hasil Uji Coba Instrumen

No. Nama H 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Ikhsan Selamet Hermansyah 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0

2 Ahmad Dimyati Faqih 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1

3 Ahmad Zaini Nurrohmad 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0

4 Ahwil Noor Hakim 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0

5 Alvin Sholichuddin 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

6 Uwaisy Al Qorni 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1

7 Ahmad Azka Kholili 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

8 Hakan Hasan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

9 Rafli Yahya Ainul Majid 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0

10 Rohman Syukrul Ghoni 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

11 Ryan Aditya 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

12 Slamet Maqfudin 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1

13 Abdullah In`Am Maulana 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0

14 Afifuddin Attaqi 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

15 Fahridzal Setya Nugraha 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0

16 Feylix Ignaz Tsanaya 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

17 Mahia Atha Bagaskara 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

18 Muhammad Aris Azhari 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

19 M. Ilham Haqiqi 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

20 Mohammad Anzilni Mubaraka 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

21 Muhammad Ihsan Kamil 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

22 Muhammad Irsyad Fakhruddin 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

23 M. Arsal Jubran R 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0

24 Muhammad Badruzzaman 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0

25 Muhammad Hasfi Nasuha 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1

26 Muhammad Haidar Ichsanul Zidan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0

27 Muhammad Rafid `Azzan 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1

28 Muhammad Za`Faron Ulil Huda 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

29 Muhammad Zaky Falih 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1

30 Muhammad Zahrul Umar 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

31 Muhammad Syaiful Anam 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

32 Muhammad Arif Fatchur Ronji 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

33 Muhammad Ali Ridwan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

34 Muhammad Fitrotammizan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

35 Mochammad Feryando Sujatmiko 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1

WaPFi (Wahana Pendidikan Fisika) 2020, Vol.5 No.2, 132-146

36 Muhammad Fiqi Azzaini 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

37 Muhammad Najmi Basya Kamal 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1

38 M. Niqo El Fakri Hadani 1 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0

39 Muhammad Hery Asnawi 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1

40 Naim Akbar Hana 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0

41 Naufal Dani Rohmatulloh 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0

42 Yunus Dwi Yulianto 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0

Jumlah (x) 42 38 41 39 38 34 34 34 34 35 29

Koefisien Reliabilitas 0,810

Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 14, No. 2, Desember 2020, pp. 144-152 p-ISSN

144

Pembelajaran Literasi Saintifik untuk Pendidikan Dasar

Adib Rifqi Setiawan1(*), Wahyu Eka Saputri2 1Pondok Pesantren Ath-Thullab, Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS)

2Λlobatniɔ Research Society (ΛRS)

Abstract Received Revised Accepted

: 19 Mar 2020 : 20 Okt 2020 : 22 Des 2020

This research constructs a learning design to guide primary students on achieving scientific literacy. The approach used is a mixed-method sequential exploratory model. This result shows that the validity and

reliability of this design in general on the category can be used. The implementation of 35 students in Kabupaten Kudus revealed that this design could be applied by the teacher and could be responded to by students during learning.

Keywords: learning design; primary school; scientific literacy (*) Corresponding Author: [email protected], +62-856-4067-6017

How to Cite: Setiawan, Adib Rifqi & Saputri, Wahyu Eka. (2020). Pembelajaran Literasi Saintifik untuk Pendidikan Dasar. Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran, 14 (2): 144-152. DOI: https://doi.org/10.26877/mpp.v14i2.5794

PENDAHULUAN

Penilaian PISA (Programme for International Students Assessment) pada 2006–

2019 dan beberapa kajian pada periode itu telah menemukan bahwa pembelajaran di

Indonesia secara umum tidak dapat membimbing pelajar secara optimal untuk

mencapai literasi saintifik (OECD, 2019; Setiawan, 2019; 2017; Utari, Karim, Prima, Saepuzaman, & Nugaha, 2017; OECD&ADB, 2015; Naturasari, Roshayanti, &

Nurwahyunani, 2016; Adisendjaja, 2008). Semua informasi menyampaikan simpulan

bahwa pelajar Indonesia secara keseluruhan tampak tidak mengapresiasi

pengetahuan ilmiah, kurang melihat peluang untuk menjadi ilmuwan, serta jarang

memanfaatkan penguasaan teknis sains secara praktis di luar penyelidikan ilmiah.

Mungkin hanya sebagian kecil pelajar Indonesia yang berharap untuk mengejar karier di bidang sains dibanding semua pelajar di negara berkembang ini. Di antara

sebagian kecil itu, tidak terdapat jumlah yang secara signifikan memiliki kinerja tinggi

dalam literasi saintifik dibanding pelajar dari negara lain yang ikut serta dalam

penilaian PISA.

Sebenarnya sudah terdapat beberapa upaya untuk melatih literasi saintifik melalui pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik maupun peneliti Indonesia.

Misalnya dilakukan oleh Utari, Karim, Prima, Saepuzaman, & Nugraha (2017) melalui

pembelajaran fisika topik termodinamika di sekolah menengah. Diperoleh hasil

berupa sebagian besar pelajar dapat membuat pertanyaan serta menyusun langkah

eksperimen dan tabel pengamatan, tapi tidak terdapat pelajar yang mengkritik atau

memberikan saran terhadap hasil percobaan yang mereka lakukan (Utari, Karim, Prima, Saepuzaman, & Nugaha, 2017). Setiawan (2019; 2017) melakukan upaya yang

sama melalui pembelajaran fisika topik mekanika di sekolah menengah yang diukur

berdasarkan instrumen susunan Setiawan, Utari, & Nugraha (2017). Hasil

menunjukkan bahwa secara keseluruhan literasi saintifik pelajar mengalami

peningkatan pada kategori sedang setelah diterapkan pendekatan saintifik (Setiawan, 2019; 2017).

Upaya serupa juga dilakukan oleh Dinata, Adisendjaja, & Amprasto (2018)

ketika melakukan field trip dalam pembelajaran biologi topik ekosistem di sekolah

menengah. Diperoleh hasil berupa peningkatan kategori tinggi dalam kompetensi

menjelaskan fenomena secara ilmiah serta sedang dalam menafsirkan data dan bukti

secara ilmiah (Dinata, Adisendjaja, & Amprasto, 2018). Upaya lain juga dilakukan

Setiawan (2019; 2019) melalui pembelajaran biologi topik plantae dan animalia di sekolah menengah yang diukur berdasarkan instrumen susunan Setiawan &

Mufassaroh (2019). Hasil menunjukkan bahwa perbandingan penerapan pendekatan

: 1978-936X

e-ISSN : 2528-0562

DOI: http://dx.doi.org/10.26877/mpp.v14i2.5794

Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 14, No. 2, Desember 2020, pp. 144-152 p-ISSN : 1978-936X

e-ISSN : 2528-0562 DOI: https://doi.org/10.26877/mpp.v14i2.5794

145

saintifik dengan beberapa riset lain menunjukkan tidak ditemukan perbedaan

menyolok antar model pembelajaran dari sisi peningkatan maupun keefektifan (Setiawan, 2019; 2019).

Upaya untuk melihat lebih rinci profil literasi saintifik siswa sekolah

menengah yang dilakukan Setiawan (2019) melalui riset korelasi menggunakan

instrumen Setiawan (2019), Siayah & Setiawan (2019), serta Velasufah & Setiawan

(2019), yang mengungkap bahwa kecerdasan naturalistik dan efikasi diri memiliki korelasi kuat dengan literasi saintifik. Lebih lanjut Setiawan (2019) menyarankan

agar pembelajaran dapat memfasilitasi kecerdasan dan motivasi siswa untuk

membimbing siswa dalam memperoleh literasi saintifik.

Bila dicermati, kajian pustaka yang disampaikan menampakkan bahwa upaya

untuk melatih literasi saintifik melalui pembelajaran lebih banyak dilakukan di

sekolah menengah. Upaya yang sama belum dilakukan di sekolah dasar. Kami menganggap bahwa untuk membimbing siswa dalam memperoleh literasi saintifik,

perlu sedini mungkin dimulai di sekolah dasar yang merupakan tahap awal

kehidupan pelajar. Alasan utama yang mendasari anggapan kami ialah nilai penting

berfokus kepada anak-anak untuk membekali keterampilan yang penting untuk

keseharian, lebih efektif dalam melatih literasi saintifik di sekolah dasar yang tingkat kerumitan topik pembelajaran lebih sederhana dibanding sekolah menengah, serta

lebih efisien untuk membiasakan hal ini sejak dini daripada melakukan tindakan

perbaikan untuk orang yang berusia tua (Setiawan, Puspaningrum, & Umam, 2019;

Setiawan, 2020).

Berdasarkan sebaran informasi yang disampaikan, kami merasa perlu untuk

menyusun desain pembelajaran untuk membimbing siswa sekolah dasar dalam memperoleh literasi saintifik. Karena itu, pertanyaan yang menjadi fokus riset ini

ialah, “Bagaimana desain pembelajaran untuk membimbing siswa sekolah dasar

dalam memperoleh literasi saintifik?”

METODE Riset ini membutuhkan data berupa kajian pustaka tentang karakteristik

pembelajaran sekolah dasar, indikator literasi saintifik, serta survei dan ujicoba

terhadap rancangan. Berdasarkan tujuan riset dan kebutuhan data, dapat dipakai

metode kombinasi (mixed method) (Sugiyono, 2018; Creswell, 2014; Fraenkel, Wallen,

& Hyun, 2012). Pendekatan ini dipilih karena kami ingin membuat desain

berdasarkan kajian pustaka terkait karakteristik pembelajaran sekolah dasar dan indikator literasi saintifik. Desain tersebut kemudian dilihat keabsahan dan

keandalannya berdasarkan survei kemudian diterapkan sebagai ujicoba ke dalam

pembelajaran. Karena urutan awal menggunakan metode kualitatif dan akhir

memakai metode kuantitatif, model kombinasi yang digunakan berupa sequential exploratory (Sugiyono, 2018; Creswell, 2014; Fraenkel, Wallen, & Hyun, 2012).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 24

Tahun 2016 menyampaikan bahwa pembelajaran di sekolah dasar dilaksanakan

menggunakan model tematik (Kemdikbud, 2016). Model tematik adalah metode

pembelajaran yang menekankan pemberian tema khusus pilihan untuk mengajarkan beberapa konsep berdasarkan paduan penggunaan ragam informasi ketika

mempelajari topik tertentu (Resor, 2017; Seefeldt, 2005).

Uraian perubahan kurikulum dari Setiawan & Sari (2019) menunjukkan

bahwa konsep paduan penggunaan ragam informasi untuk mengajar di sekolah

Indonesia, secara umum bukan hal baru dan tidak sukses pada masa lalu. Sebagai tambahan, beberapa orang menanggap pembelajaran tematik adalah satu

kesempatan sementara sebagian lain memandang bahwa ini memiliki masalah.

Namun, jawaban untuk bagaimana penerapan pembelajaran tematik belum dikaji

secara menyeluruh di Indonesia.

Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 14, No. 2, Desember 2020, pp. 144-152 p-ISSN : 1978-936X

e-ISSN : 2528-0562 DOI: https://doi.org/10.26877/mpp.v14i2.5794

146

Pembelajaran tematik di kelas V dilaksanakan untuk mata pelajaran

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), Bahasa Indonesia, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, serta Seni Budaya dan Prakarya (SBdP)

(Kemdikbud, 2016). Sebagai pelaku lapangan, keadaan yang kami alami selama debut

memandu pembelajaran menggunakan model tematik pada 2020/2021 menunjukkan

bahwa kelima mata pelajaran tersebut tidak selalu seperti itu. Perbedaan

karakteristik antar konten pembelajaran membuat paduan lebih kerap hanya mencakup kompetensi dasar 2–3 mata pelajaran. Secara umum, mata pelajaran IPS

dan PPKn tidak pernah dipadukan dengan IPA, tapi ketiganya dapat dipadukan

dengan Bahasa Indonesia dan SBdP. Namun, untuk topik tertentu seperti lingkungan

(ekosistem), kelima mata pelajaran tersebut dapat dipadukan secara utuh dan

menyeluruh (Setiawan, 2020).

Uraian perkembangan peradaban manusia yang disajikan oleh Abū al-Fatḥ

Muḥammad ibn ‘Abd al-Karīm al-Syahrostānī (2010) dalam bukunya al-Milal wa al-

Niḥal menunjukkan bahwa literasi saintifik sendiri bukan gagasan modern karena

sudah muncul sejak 2.603 tahun lalu ketika Thalēs melibatkan dirinya dalam

penyelidikan ilmiah termasuk juga rekayasa. Thalēs memperoleh kredit sebagai orang

pertama yang berhasil memprediksi gerhana matahari pada 28 Mei 585 SM (Panchenko, 1994). Dirinya juga berhasil mendeskripsikan posisi Ursa Minor dan

berpikir bahwa rasi bintang bisa berguna sebagai panduan untuk navigasi di laut

(Boitani, 2015). Namun, nilai penting dari pekerjaan Thalēs ialah menggunakan

rumahnya untuk menjadi tempat pembelajaran di Ionia (pada waktu itu Yunani, saat

ini Turki), yang memelopori minat kuat dalam mengungkap hukum dasar guna

menjelaskan fenomena alam (Setiawan, 2016). Thalēs juga memanfaatkan kemampuan memprediksi cuaca untuk membeli semua mesin pengepres zaitun di

Milētos setelah memperkirakan cuaca dan panen yang baik pada tahun tertentu guna

mendapatkan kekayaan dari panen zaitun sekaligus membuktikan kepada sesama

warga Milētos bahwa penyelidikan ilmiah dapat berguna untuk keseharian termasuk

finansial (Crawford & Sen, 1996). Tabel 1. Rincian Indikator setiap Kompetensi Literasi Saintifik

Kompetensi Indikator

Menjelaskan masalah

secara ilmiah

Menerapkan pengetahuan ilmiah yang sesuai

Menyusun pertanyaan berdasarkan fokus masalah

Menafsirkan data secara

ilmiah

Menyajikan data menggunakan ragam representasi yang

sesuai

Menganalisis informasi dari setiap representasi

Mengomunikasikan

informasi ilmiah

Menyimpulkan informasi berdasarkan analisis

Menjelaskan manfaat pengetahuan ilmiah bagi

masyarakat

Merencanakan

penyelidikan ilmiah

Menentukan variabel penyelidikan

Mengusulkan cara mengeksplorasi secara ilmiah terhadap

pertanyaan yang diberikan

Melakukan penyelidikan

ilmiah

Mengidentifikasi, menggunakan, dan menghasilkan model

dan representasi yang jelas

Mengidentifikasi asumsi, bukti, dan penalaran dalam bacaan

Mengevaluasi

penyelidikan ilmiah

Mengevaluasi cara mengeksplorasi secara ilmiah terhadap

pertanyaan yang diberikan

Mengevaluasi argumen dan bukti ilmiah dari beragam tipe

sumber

Informasi tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran di sekolah dasar yang

menggunakan model tematik dipandang memiliki keselarasan dengan literasi

saintifik, terjadi karena literasi saintifik menekankan kepada kecakapan untuk menerapkan pengalaman terlibat pembelajaran ke dalam keseharian, bukan sebatas

menguasai konsep kurikuler tertentu (Setiawan, 2020). Berdasarkan kajian pustaka

Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 14, No. 2, Desember 2020, pp. 144-152 p-ISSN : 1978-936X

e-ISSN : 2528-0562 DOI: https://doi.org/10.26877/mpp.v14i2.5794

147

yang dilakukan terhadap Hurd (1998), Gormally, dkk. (2012), Fives, dkk. (2014),

OECD (2019), serta Setiawan (2020), indikator literasi saintifik yang kami rancang fokus terhadap kompetensi yang secara rinci dapat dilihat melalui Tabel 1.

Setelah indikator ditentukan, kami menyusun instrumen penilaian

pembelajaran. Pilihan ini diambil karena dengan acuan penilaian tersebut, dapat

dirancang proses pembelajaran yang perlu dialami oleh siswa. Agar tujuan proses

tersebut selaras dengan hasil yang diharapkan, kami turut menyusun lembar kegiatan siswa (LKS). LKS juga berguna untuk memudahkan pelaksanaan sekaligus

mengevaluasi proses pembelajaran. Berdasarkan istrumen penilaian pembelajaran

tersebut, kemudian dibuat susunan acuan desain pembelajaran dalam bentuk

matriks. Dengan demikian, desain pembelajaran dibuat berdasarkan hasil yang

diharapkan dan proses yang memungkinkan untuk diterapkan.

Instrumen penilaian pembelajaran yang dirancang berupa tes penguasaan konsep dan tes literasi saintifik. Rancangan ini dipilih agar tujuan pembelajaran di

sekolah dengan literasi saintifik dapat dipadukan. Rincian topik yang diujikan untuk

tes konsep ialah: Hak dan Kewajiban (PPKn), Teks Eksplanasi (Bahasa Indonesia),

Lingkungan dan Panas (IPA), Kegiatan Ekonomi (IPS), dan Seni Rupa (PJOK).

Sementara literasi saintifik difokuskan kepada domain kompetensi yang rincian indikator dapat dilihat melalui tabel 1. Instrumen tersebut disusun dalam tes objektif

beralasan untuk menghindari kesubjektifan dalam memeriksa jawaban, mengurangi

kesulitan dalam memberikan skor, serta meminimalisir waktu pengoreksian

instrumen. Selain itu, dalam keseharian, biasanya seseorang sudah memiliki

beberapa pilihan dalam membuat keputusan. Keberadaan pilihan jawaban dipakai

untuk membiasakan siswa untuk membuat keputusan berdasarkan beberapa pilihan. Penambahan alasan dipakai untuk mengarahkan siswa kepada jawaban yang

diharapkan serta mengurangi peluang menjawab secara spekulatif. Sehingga

keberadaan alasan dipakai sebagai faktor tebakan (koefisien penilaian). Dengan

demikian, penilaian setiap butir soal dilakukan menggunakan persamaan 1 dengan

acuan dari tabel 2:

𝑁𝑖 = 𝑆𝑖 × 𝐹𝑖 (Persamaan 1. penilaian setiap butir soal)

keterangan:

𝑁𝑖 = nilai setiap butir soal (nilai 0–2)

𝑆𝑖 = skor setiap butir pilihan jawaban (nilai 0–1)

𝐹𝑖 = skor faktor tebakan setiap butir soal (nilai 0–2)

Tabel 2. Klasifikasi Faktor Tebakan

Skor Bentuk Uraian

2 Alasan terkait serta mendukung jawaban yang dipilih

1 Alasan terkait, tapi tidak mendukung jawaban yang dipilih

0 Alasan tidak terkait dengan jawaban yang dipilih 0 Alasan tidak disampaikan

Dalam pelaksanaan proses pembelajaran, siswa diberi LKS yang memuat

konsep tertentu dengan langkah sesuai indikator literasi saintifik guna menuntun

siswa untuk mencapai hasil belajar sesuai indikator yang telah ditetapkan. LKS

disusun berdasarkan model yang dipakai dalam setiap proses pembelajaran, meliputi:

group work dan guided inquiry. Pembedaan tersebut diambil karena karakteristik

topik yang dibahas dan kompetensi yang dibekalkan tidak sama sepenuhnya, sehingga gambaran kegiatan pembelajaran tidak dapat disamakan seluruhnya. Group work dipakai supaya membekali siswa untuk dapat berkolaborasi dalam membahas

masalah tertentu, yang dipandang selaras untuk membahas topik Teks Eksplanasi

(Bahasa Indonesia), Hak dan Kewajiban (PPKn), serta Kegiatan Ekonomi (IPS) (Siayah,

Kurniawati, Velasufah, & Setiawan, 2019). Model guided inquiry dipilih karena

gambaran kegiatan untuk setiap tahap pembelajaran yang menekankan siswa agar

dapat mengembangkan keterampilan ilmiah, yang dianggap cocok untuk membahas topik Teks Eksplanasi (Bahasa Indonesia), Lingkungan dan Panas (IPA), serta dan

Seni Rupa (PJOK) (Siayah, Kurniawati, Velasufah, & Setiawan, 2019).

Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 14, No. 2, Desember 2020, pp. 144-152 p-ISSN : 1978-936X

e-ISSN : 2528-0562 DOI: https://doi.org/10.26877/mpp.v14i2.5794

148

Keabsahan instrumen penilaian pembelajaran dan LKS ditentukan

berdasarkan validasi pakar (Fraenkel, Wallen, & Hyun, 2012). Validasi dilakukan terhadap keselarasan instrumen penilaian pembelajaran dan LKS dengan program

yang dikembangkan, kesesuaian indikator dengan soal, ketepatan jawaban dengan

pertanyaan, serta kecocokan soal dengan jenjang sekolah. Pakar yang dipilih yaitu

akademisi yang memiliki kepakaran literasi saintifik (1 orang), pendidikan dasar (1

orang), evaluasi pembelajaran (1 orang), dan model pembelajaran (1 orang), serta praktisi pembelajaran sekolah dasar (1 orang) dan penyunting naskah bacaan anak (1

orang). Hasil validasi berupa penilaian terhadap setiap butir soal yang diolah

menggunakan persamaan 2 kemudian ditafsirkan berdasarkan tabel 3. Berdasarkan

tabel tersebut, instrumen penilaian pembelajaran dan LKS dapat digunakan kalau

memenuhi kriteria ‘sangat layak’ atau ‘cukup layak’.

𝑃(𝑠) =𝑠

𝑁× 100% (Persamaan 2. Pengolahan Hasil Validasi)

keterangan:

𝑃(𝑠) = persentase setiap butir soal

𝑠 = skor setiap butir soal

𝑁 = jumlah keseluruhan butir soal

Tabel 3. Penafsiran Penilaian

Rentang Rerata Penilaian Pakar (%) Kriteria Kelayakan Instrumen

7,001 ≤ % ≤10,000 Sangat layak 4,001 ≤ % ≤7,000 Cukup layak

0,000 ≤ % ≤4,000 Tidak layak

Untuk keandalan instrumen penilaian pembelajaran dan LKS diukur

berdasarkan nilai konsistensi internal (internal consistency), yang diolah

menggunakan persamaan 3 kemudian ditafsirkan berdasarkan tabel 4. Berdasarkan

tabel tersebut, instrumen penilaian pembelajaran dan LKS dapat digunakan nilai ∝

sebagai acuan koefisien keandalan (reliability coefficient) besar dari 0,700 (Fraenkel,

Wallen, & Hyun, 2012; Cronbach, 1951).

𝛼 = 𝑛

𝑛−1(1 −

∑ 𝑉𝑖𝑖

𝑉𝑡) (Persamaan 3. Kuder-Richardson Approaches)

keterangan:

𝛼 = koefisien alfa

𝑛 = jumlah butir soal

𝑉𝑖 = simpangan baku setiap butir soal

𝑉𝑡 = simpangan baku keseluruhan

Tabel 4. Penafsiran Penilaian Keandalan Instrumen

Nilai Alfa Cronbach (α) Kategori Konsistensi Internal

α ≤ 0,9 Luar biasa

0,8 ≤ α <0,9 Baik

0,7 ≤ α <0,8 Dapat diterima

0,6 ≤ α <0,7 Dipertanyakan

0,5 ≤ α <0,6 Rendah α < 0,5 Tidak dapat diterima

Dalam melaksanakan ujicoba tersebut kami memilih partisipan sebanyak 17

orang yang dipilih menggunakan teknik convenience sampling karena keterbatasan

tenaga (Fraenkel, Wallen, & Hyun, 2012). Hasil validasi pakar dan ujicoba dapat

dilihat melalui Tabel 5. Hasil berupa instrumen penilaian dan LKS ini dapat

digunakan sebagai bahan penyusunan program pembelajaran yang gambaran umum

diperlihatkan melalui Tabel 6. Keseluruhan hasil yang kami hasilkan dapat disebar secara luas dalam satu

paket perangkat pembelajaran atau terpisah. Penyebaran ini dapat digunakan untuk

keperluan praktik pembelajaran maupun replikasi riset. Satu paket yang dimaksud

ialah digunakan seutuhnya berdasarkan kerja kami. Sedangkan terpisah berarti

hanya diambil seperlunya, seperti instrumen penilaian pembelajaran untuk

mengukur profil literasi saintifik siswa.

Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 14, No. 2, Desember 2020, pp. 144-152 p-ISSN : 1978-936X

e-ISSN : 2528-0562 DOI: https://doi.org/10.26877/mpp.v14i2.5794

149

Keterbatasan tenaga membuat kami melaksanakan desain terbatas di satu

rombel. Penerapan program pembelajaran dilakukan terbatas di satu kelas, yaitu kelas V di salah satu madrasah ibtidaiyyah di Kabupaten Kudus. Di kelas ini

pembelajaran tematik dilakukan sebanyak 4 pertemuan dengan total alokasi waktu

sebanyak 11 jam pembelajaran setiap pekan. Aspek yang diperhatikan dalam

penerapan program ialah pelaksanaan guru dan tanggapan siswa. Pelaksanaan guru

dilihat berdasarkan catatan pelaksanaan pembelajaran, sementara tanggapan siswa dilihat berdasarkan isian dalam LKS. Dapat dilihat di gambar 1 bahwa program dapat

diterapkan hampir maksimal di setiap tahap. Rincian data menunjukkan bahwa

rerata pelaksanaan guru sebesar 75,17 dan tanggapan siswa sebesar 69,17.

Tabel 5. Hasil Validasi Pakar dan Ujicoba Terbatas

Susunan Validasi Pakar Uji Coba

1 2 3 4 5 6 Rerata Kelayakan α Keabsahan

LKS A 5 7 5 7 7 6 6,167 Cukup Layak 0,962 Dapat digunakan

7 8 7 6 7 8 7,167 Cukup Layak 0,710 Dapat digunakan

7 8 7 6 7 7 7,000 Cukup Layak 0,983 Dapat digunakan

8 7 7 7 7 7 7,167 Sangat Layak 0,724 Dapat digunakan

7 8 5 5 7 6 6,333 Cukup Layak 0,932 Dapat digunakan

7 7 7 6 7 7 6,833 Cukup Layak 0,843 Dapat digunakan

LKS B 7 8 7 5 7 7 6,833 Cukup Layak 0,901 Dapat digunakan

8 7 5 6 7 7 6,667 Cukup Layak 0,839 Dapat digunakan

7 8 7 6 7 7 7,000 Cukup Layak 0,703 Dapat digunakan

8 7 7 7 7 7 7,167 Sangat Layak 0,943 Dapat digunakan

7 7 7 5 7 5 6,333 Cukup Layak 0,839 Dapat digunakan

7 8 7 4 7 7 6,667 Cukup Layak 0,772 Dapat digunakan

Tes A 7 7 7 7 7 7 7,000 Cukup Layak 0,824 Dapat digunakan

Tes B 9 8 7 5 7 8 7,333 Sangat Layak 0,848 Dapat digunakan

Keterangan: 1) LKS A: Kelompok topik Hak dan Kewajiban (PPKn), Teks Eksplanasi (Bahasa Indonesia), serta Kegiatan Ekonomi (IPS)

2) LKS B: Kelompok topik Teks Eksplanasi (Bahasa Indonesia), Ekosistem dan Panas (IPA), serta Seni Rupa (SBdP)

3) Tes A: Tes Konsep terkait

4) Tes B: Tes Literasi Saintifik

Gambar 1. Pelaksanaan Program Pembelajaran

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Pelaksanaan Guru (%) Tanggapan Siswa (%)

Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 14, No. 2, Desember 2020, pp. 144-152 p-ISSN : 1978-936X e-ISSN : 2528-0562 DOI: https://doi.org/10.26877/mpp.v14i2.5794

150

Tabel 6. Matriks Indikator Literasi Saintifik dengan Langkah Pembelajaran

No. Tahap Langkah Kompetensi Indikator

1 Penda-

huluan

Apersepsi - -

Motivasi - -

2 Inti Mengamati Menjelaskan

masalah secara

ilmiah

Menerapkan pengetahuan

ilmiah yang sesuai

Melakukan

penyelidikan ilmiah

Mengidentifikasi,

menggunakan, dan

menghasilkan model dan

representasi yang jelas

Menanya Merencanakan penyelidikan ilmiah

Menentukan variabel penyelidikan

Menjelaskan

masalah secara

ilmiah

Menyusun pertanyaan

berdasarkan fokus masalah

Merencanakan

penyelidikan ilmiah

Mengusulkan cara

mengeksplorasi secara ilmiah terhadap pertanyaan yang

diberikan

Mengolah

informasi

Melakukan

penyelidikan ilmiah

Mengidentifikasi asumsi,

bukti, dan penalaran dalam

bacaan Menafsirkan data

secara ilmiah

Menyajikan data

menggunakan beragam

representasi yang sesuai

Menafsirkan data

secara ilmiah

Menafsirkan data secara

ilmiah

Mengomunikasikan

hasil

Mengomunikasikan informasi ilmiah

Menyimpulkan informasi berdasarkan analisis

Mengomunikasikan

informasi ilmiah

Menjelaskan manfaat

pengetahuan ilmiah bagi

masyarakat

3 Penu-tup

Menelaah kembali

Mengevaluasi penyelidikan ilmiah

Mengevaluasi cara mengeksplorasi secara ilmiah

terhadap pertanyaan yang

diberikan

Mengevaluasi

penyelidikan ilmiah

Mengevaluasi argumen dan

bukti ilmiah dari beragam

tipe sumber Informasi - -

PENUTUP

Hasil riset berupa desain pembelajaran untuk membimbing siswa sekolah

dasar dalam memperoleh literasi saintifik, yang keabsahan dan keandalan secara

umum termasuk dalam kategori dapat digunakan. Melalui penerapan kepada 35 siswa di Kabupaten Kudus diperoleh bahwa desain ini dapat dilaksanakan guru serta

bisa diikuti siswa. Penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran tematik dapat

menjadi sarana untuk memandu siswa untuk memiliki literasi saintifik. Dalam riset

sosial, hasil yang diperoleh tidak memberi garansi bahwa keabsahan dan keandalan

yang sama dapat berlaku untuk partisipan lain. Alasannya antara lain, ruang lingkup

pembahasan berada dalam spektrum tertentu. Kalau hanya mengambil simpulan tanpa memperhatikan rincian tertentu seperti metode dan fokus pembahasan, berarti

yang terjadi adalah implantasi atau pencangkokan. Karena itu, penelitian ini masih

perlu dilakukan pengembangan berlanjut hingga membuahkan hasil optimal.

Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 14, No. 2, Desember 2020, pp. 144-152 p-ISSN : 1978-936X e-ISSN : 2528-0562 DOI: https://doi.org/10.26877/mpp.v14i2.5794

151

DAFTAR PUSTAKA

Adisendjaja, Y. H. (2008). Analisis Buku Ajar Biologi SMA Kelas X di Kota Bandung Berdasarkan Literasi Sains. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

al-Syahrostānī, A. a.-F.-K. (2010). al-Milal wa al-Niḥal. Amman: Muassasat al-Ḥalabi.

Boitani, P. (2015). Ulysses and the Stars. Strumenti Critici , 30 (1), 3-18.

Crawford, G., & Sen, B. (1996). Derivatives for Decision Makers: Strategic Management Issues. Hoboken: John Wiley & Sons.

Creswell, J. W. (2014). Research Design Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches (Edisi Keempat ed.). (V. Knight, Penyunt.) Thousand Oaks: SAGE

Publications.

Cronbach, L. J. (1951). Coefficient Alpha and the Internal Structure of Tests.

Psychometrika , 16, 297–334.

Dinata, A. N., Adisendjaja, Y. H., & Amprasto. (2018). Pengaruh Field Trip terhadap Kemampuan Literasi Sains dan Sikap terhadap Sains Siswa SMA pada Materi

Ekosistem. Assimilation: Indonesian Journal of Biology Education , 1 (1), 8-13.

Fives, H., Huebner, W., Birnbaum, A. S., & Nicolich, M. (2014). Developing a Measure

of Scientific Literacy for Middle School Students. Science Education , 98 (4), 549-

580.

Fraenkel, J. R., Wallen, N. E., & Hyun, H. H. (2012). How to Design and Evaluate Research in Education (Edisi Kedelapan ed.). (S. Kiefer, Penyunt.) New York City:

McGraw-Hill Companies. Gormally, C., Brickman, P., & Lutz, M. (2012). Developing a Test of Scientific Literacy

Skills (TOSLS): Measuring Undergraduates’ Evaluation of Scientific Information

and Arguments. CBE—Life Sciences Education , 11 (4), 364-377.

Hawking, S. W., & Mlodinow, L. (2010). The Grand Design. New York City: Bantam

Books.

Hurd, P. d. (1998). Scientific Literacy: New Minds for a Changing World. Science Education , 82 (3), 407-416.

Juliani, R. (2015). Rekonstruksi Rancangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Melalui Analisis Kesulitan Literasi Sains Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama Pada Topik Listrik Dinamis. Bandung: Universitas Pendidikan

Indonesia.

Kemdikbud. (2016). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pelajaran Pada Kurikulum 2013 pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Jakarta Pusat: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Indonesia .

Naturasari, H., Roshayanti, F., & Nurwahyunani, A. (2016). Profil Kualitas Literasi

Sains Siswa SMP Se-Kabupaten Pati. Bioma: Jurnal Ilmiah Biologi , 5 (2), 1895.

OECD. (2019). PISA 2018 Assessment and Analytical Framework. Paris: OECD

Publishing.

OECD. (2019). Science Performance (PISA) (indicator). Paris: OECD Publishing.

OECD&ADB. (2015). Education in Indonesia: Rising to the Challenge. Paris: OECD Publishing.

Panchenko, D. (1994). Thales's Prediction of a Solar Eclipse. Journal for the History of Astronomy , 25 (4), 275-288.

Resor, C. W. (2017). Investigating Family, Food, and Housing Themes in Social Studies. Maryland: Rowman & Littlefield Publishers.

Seefeldt, C. (2005). How to Work with Standards in the Early Childhood Classroom. New York City: Teachers College Press.

Setiawan, A. R. (2019). Efektivitas Pembelajaran Biologi Berorientasi Literasi Saintifik.

Thabiea : Journal of Natural Science Teaching , 2 (2), 83–94.

Setiawan, A. R. (2019). Instrumen Penilaian untuk Pembelajaran Ekologi Berorientasi

Literasi Saintifik. Assimilation: Indonesian Journal of Biology Education , 2 (2),

42–46.

Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 14, No. 2, Desember 2020, pp. 144-152 p-ISSN : 1978-936X e-ISSN : 2528-0562 DOI: https://doi.org/10.26877/mpp.v14i2.5794

152

Setiawan, A. R. (2016, Januari 22). Ionia. ΛLΟBΑΤИIƆ .

Setiawan, A. R. (2019). Literasi Saintifik Berdasarkan Kecerdasan Majemuk dan

Motivasi Belajar. Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran , 13 (2), 126–137.

Setiawan, A. R. (2020). Pembelajaran Tematik Berorientasi Literasi Saintifik. . Jurnal Basicedu: Journal of Elementary Education, 04(01): . , 4 (1), 71–80.

Setiawan, A. R. (2020). Pendidikan Literasi Finansial Melalui Pembelajaran Fiqh

Mu’āmalāt Berbasis Kitab Kuning. (1, Penyunt.) Nazhruna: Jurnal Pendidikan Islam , 3 (1), 138–159.

Setiawan, A. R. (2019). Penerapan Pendekatan Saintifik untuk Melatih Literasi

Saintifik dalam Domain Kompetensi pada Topik Gerak Lurus di Sekolah

Menengah Pertama. Prosiding Seminar Nasional Fisika (SiNaFi) 2018 (hal. 7–13).

Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Setiawan, A. R. (2017). Penerapan Pendekatan Saintifik untuk Melatihkan Literasi

Saintifik dalam Domain Kompetensi pada Topik Gerak Lurus di Sekolah Menengah Pertama. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Setiawan, A. R. (2019). Peningkatan Literasi Saintifik melalui Pembelajaran Biologi

Menggunakan Pendekatan Saintifik. Journal of Biology Education , 2 (1), 223–

235.

Setiawan, A. R. (2019). Penyusunan Program Pembelajaran Biologi Berorientasi Literasi Saintifik. Dalam A. Nurwahyunani, A. G. Wicaksono, R. Rakhmawati, &

F. Kaswinarni (Penyunt.), Seminar Nasional Sains & Entrepreneurship VI (SNSE VI). 1, hal. 348–355. Semarang: Universitas PGRI Semarang.

Setiawan, A. R., & Mufassaroh, A. Z. (2019, Juni 28). Menyusun Soal Literasi Saintifik

untuk Pembelajaran Biologi Topik Plantae dan Animalia. BIOSFER: Jurnal Biologi dan Pendidikan Biologi , 33–40.

Setiawan, A. R., & Saputri, W. E. (2019, Oktober 16). Analysis on Validity and Reliability of Science Motivation Questionnaire II (SMQ-II) Bahasa Indonesia

Version. Λlobλtиiɔ Research Society (ΛRS) (PrePrint) .

Setiawan, A. R., & Sari, D. R. (2019). A Simple Essay of Natural Science Curricula in

Indonesia. Λlobλtиiɔ Research Society (ΛRS) (PrePrint) .

Setiawan, A. R., Puspaningrum, M., & Umam, K. (2019). Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berorientasi Literasi Finansial. Tarbawy: Indonesian Journal of Islamic Education , 6 (2), 187–102.

Setiawan, A. R., Utari, S., & Nugraha, M. G. (2017). Mengonstruksi Rancangan Soal

Domain Kompetensi Literasi Saintifik Siswa SMP Kelas VIII pada Topik Gerak

Lurus. Wahana Pendidikan Fisika , 2 (2), 44–48.

Siayah, S., & Setiawan, A. R. (2019, Juni 26). Multiple Intelligences Survey: Analysis

on Validity and Reliability of Bahasa Indonesia Version Through Different

Education Level. Λlobλtиiɔ Research Society (ΛRS) (PrePrint) .

Siayah, S., Kurniawati, N. K., Velasufah, W., & Setiawan, A. R. (2019, September 30).

A Brief Explanation of Basic Science Education. Λlobλtиiɔ Research Society (ΛRS)

(PrePrint) .

Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Bisnis: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Kombinasi, dan R&D (Edisi ke-3 ed.). (S. Y. Suryandari, Penyunt.) Bandung:

Alfabeta.

Utari, S., Karim, S., Prima, E. C., Saepuzaman, D., & Nugaha, M. G. (2017).

Recostructing the Physics Teaching Didactic based on Marzano's Learning

Dimension on Training the Scientific Literacies. International Seminar on Mathematics, Science, and Computer Science Education (MSCEIS 2016). 812, hal.

012102. Bandung: Journal of Physics: Conference Series.