mengonstruksi rancangan soal domain kompetensi literasi ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of mengonstruksi rancangan soal domain kompetensi literasi ...
ISSN: 2338-1027September 2017 Jurnal Wahana Pendidikan Fisika (2017) Vol.2 No.2 : 44-48
44
MENGONSTRUKSI RANCANGAN SOAL DOMAIN KOMPETENSI LITERASISAINTIFIK SISWA SMP KELAS VIII PADA TOPIK GERAK LURUS
Adib Rifqi Setiawan*, Setiya Utari, Muhamad Gina Nugraha
Departemen Pendidikan Fisika Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UniversitasPendidikan Indonesia
*email: [email protected]: +62-858-6616-3117
ABSTRAK
Seiring perkembangan zaman, literasi saintifik dipilih sebagai tujuan utama pendidikan sains. Literasisaintifik dianggap bisa digunakan untuk mempersiapkan generasi saat ini untuk menghadapi saat nanti.Literasi saintifik adalah pemahaman terhadap konsep dan proses sains serta bisa menggunakanpemahaman tersebut dalam keseharian. Sebagai tujuan utama dalam pendidikan sains, literasi saintifikdalam keseharian masyarakat menjadi gambaran keberhasilan pendidikan sains yang dilakukan oleh setiapnegara. Namun kemampuan ini belum dilatihkan secara optimal melalui proses pembelajaran sains diIndonesia. Peneliti melakukan konstruksi soal yang bisa digunakan untuk mengukur kemampuan literasisaintifik siswa dalam domain kompetensi pada topik gerak lurus. Penelitian ini menggunakan penelitiandeskriptif jenis survei dengan jumlah soal 18 butir. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII disalah satu SMP Negeri di Kabupaten Bandung Barat dengan jumlah sampel sebanyak 140 orang siswakelas VIII menggunakan pengambilan sampel acak. Dari hasil penelitian diperoleh koefisien reliabilitas (rhh)sebesar 0,73 (kategori tinggi) dengan validitas item, tingkat kesukaran, dan daya pembeda setiap butir soalyang beragam. Hasil yang diperoleh akan dijadikan acuan untuk menganalisis kesulitan literasi saintifiksiswa SMP kelas VIII pada topik gerak lurus serta merekonstruksi rencana pembelajaran sains yangmelatihkan literasi saintifik.
ABSTRACT
Over the times, scientific literacy have been selected as the main purpose of science education.Scientificliteracy is considered to be used to prepare the current generation for life in the future. Scientific literacy isan understanding of the concepts and processes of science and can use that understanding in everyday life.As the main purpose of science education, scientific literacy in everyday society be a description thesuccess of science education undertaken by each country. However, this capability has not been trainedoptimally through the learning process of science in Indonesia. Researcher conducted a construction matterthat can be used to measure the literacy skills of students in the scientific domain competence on the topicof straight motion. This research use descriptive research type of survey with amount question 18 items. Thepopulation in this research is a class VIII student in one of the Junior High School in West Bandung regencywith a total sample of 140 eighth grade students using random sampling. The result showed reliabilitycoefficient (rhh) by 0.73 (high category) with the validity of the item, level of difficulty, and distinguishing eachitem on diverse. The results earned will be used as a reference for analyzing the difficulties of scientificliteracy class VIII junior high school students on the topic of straight motion and reconstruct the sciencelesson plan which trains scientific literacy.
Keywords: Construction; Scientific Literacy Profile; Domain Competence
PENDAHULUAN
Literasi saintifik adalah pemahaman konsepdan proses sains serta bisa menggunakanpemahaman tersebut dalam keseharian.Pengertian ini didukung oleh [1], [2], [3] [4] [5] .Dalam penilaian literasi saintifik berdasarkan
kerangka kerja PISA 2015, terdapat empatdomain yang saling terkait, yaitu:a. Domain konteks, meliputi konteks personal,
lokal/nasional dan global.b. Domain kompetensi, meliputi aspek
kemampuan untuk menjelaskan fenomenasains, merancang dan mengevaluasi
Adib Rifqi dkk, Rancangan Soal Domain Kompetensi Literasi Saintifik
45
penyelidikan sains, serta menafsirkan datadan bukti sains.
c. Domain pengetahuan, meliputi aspekpengetahuan konten, pengetahuanprosedural, dan pengetahuan epistemik.
d. Domain sikap seseorang terhadap sains,ditandai dengan minat dalam sains danteknologi, mengapresiasi pendekatan sainsuntuk penyelidikan, serta tanggapan dankesadaran terhadap masalah lingkungan.Seiring perkembangan zaman, literasi
saintifik dipilih sebagai tujuan utamapendidikan sains. Literasi saintifik dianggapbisa digunakan untuk mempersiapkan generasisaat ini untuk menghadapi saat nanti, selarasdengan [6], [7], [8]. Sebagai tujuan utamadalam pendidikan sains, literasi saintifik dalamkeseharian masyarakat menjadi gambarankeberhasilan pendidikan sains yang dilakukanoleh setiap negara. Di Indonesia sendiri, sudahdiambil kebijakan untuk mendukung tujuan inimeski tidak dipaparkan secara gamblang [9][10][11]
Bila dicermari, kemampuan ini belumdilatihkan secara optimal melalui prosespembelajaran sains di Indonesia. Sebagaicontoh siswa belum dapat mengembangkanpertanyaan penyelidikan, eksperimen yangdibangun masih bersifat verifikasi terhadapbuku teks (cookbook) [12]. Keadaan ini sesuaidengan hasil penilaian PISA terhadap siswaIndonesia terkait tingkat literasi saintifik yangmenyebutkan bahwa sebagian besar siswaRepublik Indonesia berada dalam level 1literasi saintifik sedangkan sebagian kecil siswaIndonesia berada dalam level 2 literasi saintifik.Dua level ini terbilang rendah karena terdapat 6level dalam penilaian PISA.
Oleh karena itu, peneliti memandangpenting dilakukan penelitian untuk memberigambaran permasalahan yang ada. Melaluigambaran ini dapat dilakukan beberapalangkah untuk mengatasinya. Salah satucaranya ialah dengan melakukan tes terhadapsiswa dengan menggunakan soal yang selarasdengan PISA [13] .
Penelitian deskriptif ini bertujuan untukmengetahui kualitas rancangan soal domainkompetensi literasi saintifik siswa sekolahmenengah pertama (SMP) pada topik geraklurus serta mengetahui perbaikan dari soal ini.Konstruksi disusun berdasarkan profil kesulitanliterasi sains dan analisis RencanaPelaksanaan Pembelajaran (RPP) yangdigunakan . Rancangan soal menjadi acuan
untuk menganalisis kesulitan literasi saintifiksiswa SMP kelas VIII pada topik gerak lurusserta merekonstruksi Rencana PelaksanaanPembelajaran (RPP) yang melatihkan literasisaintifik.BAHAN DAN METODE
Penelitian ini bertujuan untuk mengonstruksirancangan soal domain kompetensi literasisaintifik siswa sekolah menengah pertama(SMP ) pada topik gerak lurus. Oleh karena itu,penelitian deskriptif ini menggunakan metodesuvei dengan jenis cross-sectional survey.Dalam rancangan survei, penelitimendeskripsikan secara kuantitatifkecenderungan-kecenderungan, perilaku-perilaku, atau pendapat-pendapat dari populasidengan meneliti sampel populasi tersebut [14].Instrumen yang digunakan dalam penelitian initerdiri dari:a. Tes tipe uraian literasi saintifik (selanjutnya
soal literasi saintifik) untuk mengukurliterasi saintifik siswa dalam domainkompetensi; dan
b. Lembar validasi butir soal untukmemvalidasi kesesuaian indikator domainkompetensi literasi saintifik dengan soalkepada ahli.
Penelitian dilaksanakan di salah satu SMPNegeri di Kabupaten Bandung Barat. Populasidalam penelitian sebanyak 140 orang adalahseluruh siswa kelas VIII tahun ajaran 2016-2017 di sekolah tersebut. Sampel diambilsecara acak sesuai dengan [15] sebanyak 38orang yang sudah memenuhi aturanpengambilan sampel mengacu pada [16].Analisis yang dilakukan terhadap validitas item,tingkat kesukaran, daya pembeda, danreliabilitas tes mengacu pada [17].
HASIL DAN PEMBAHASAN
Soal literasi saintifik yang digunakanberjumlah 18 butir pada topik gerak lurusdengan penyusunan mengacu pada kerangkakerja PISA 2015. Instrumen tes tipe uraianmemiliki keunggulan untuk mengukurkemampuan individu dalammengorganisasikan, mengintergasikan,menganalisis, menyintesiskan, danmengevaluasi informasi [11].
Instrumen ini dianggap sesuai denganindikator yang terdapat pada domainkompetensi dalam kerangka kerja PISA 2015yang mengukur kemampuan siswa dalam
Jurnal Wahana Pendidikan Fisika (2017) Vol.2 No.2 : 44-48
menjelaskan fenomena ilmiah, merancang danmengevaluasi penyelidikan ilmiah, sertamenafsirkan data dan bukti ilmiah.
Rincian domain kompetensi yang diberikanmelalui soal literasi saintifik masing-masingsebanyak 6 butir yang terbagi dalam 3 sub-topik sesuai dengan sub-topik yang diajarkanditampilkan melalui tabel 1.1. dan Tabel 1.2.berikut.
Tabel 1.1. Rincian Domain Kompetensi SoalLiterasi Saintifik
No.Soal
DomainKompetensi
Indikator
1; 7;13
Menjelaskanfenomena
ilmiah
Mengingat danmenerapkan pengetahuan
ilmiah yang sesuai.
2; 8;14
Mengidentifikasi,menggunakan, dan
menghasilkan model yangjelas dan representatif.
3; 9;15
Merancangdan
mengevaluasipenyelidikan
ilmiah
Mengusulkan caramengeksplorasi
pertanyaan yang diberikansecara ilmiah.
4; 10;16
Mengevaluasi caramengeksplorasi
pertanyaan yang diberikansecara ilmiah.
5; 11;17
Menafsirkandata dan
bukti ilmiah
Mengevaluasi argumenilmiah dan bukti dariberbagai sumber.
6; 12;18
Menganalisis danmenafsirkan data serta
menarik kesimpulan yangtepat.
Tabel 1.2. Rincian Sub Topik Gerak Lurus
SoalNo.Soal
Sub Topik
I 1-6Gerak Lurus Berubah
Beraturan (GLBB)
II 7-12 Gerak Lurus Beraturan (GLB)
III 13-18 Gerak dan Variabelnya
Validasi soal dilakukan kepada tiga ahli yang
masing-masing fokus pada tiga aspek berikut:kesesuaian indikator dengan soal, jawabandengan pertanyaan, serta soal dengan jenjangsekolah.
Berdasarkan hasil validasi ahli terhadap 18butir soal literasi saintifik diperoleh hasil 17butir soal sudah sesuai tanpa perbaikandengan indikator yang diukur dan 1 butir soalperlu perbaikan. Untuk kesesuaian pertanyaandengan jawaban, 9 butir soal sudah sesuaitanpa perbaikan dan 10 soal sesuai denganperbaikan. Sementara untuk kesesuaian soaldengan jenjang sekolah, terdapat 11 butir soal
yang sudah sesuai tanpa perbaikan dan 7 butirsoal sesuai dengan perbaikan. Rincian hasilvalidasi ahli dipaparkan melalui tabel 1.3.
Pada kategori pertama, butir soal no. 18perlu diperbaiki dengan alasan bahwa soalyang pertama disusun kurang sesuai denganindikator yang diukur. Indikator yang diukuradalah menganalisis dan menafsirkan dataserta menarik kesimpulan yang tepatsedangkan soal yang disusun lebih tepat untukmengukur indikator mengingat danmenerapkan pengetahuan ilmiah yang sesuai.Dengan demikian, perbaikan dilakukan denganmengubah soal.
Pada kategori kedua, soal yang perludiperbaiki secara garis besar terdapat padajawaban yang tidak selaras dengan konsep.Misalnya kecepatan yang seharusnyaberkaitan dengan perpindahan, ditulis berkaitandengan jarak tempuh. Dengan demikian,perbaikan dilakukan dengan menyelaraskankonsep yang terdapat pada jawaban.
Pada kategori ketiga, seluruh soal yangperlu diperbaiki terdapat pada redaksi bahasadalam pertanyaan. Redaksi bahasa yangdigunakan dipandang kurang sesuai denganjenjang sekolah. Dengan demikian, perbaikandilakukan dengan menyunting redaksi bahasayang digunakan dalam pertanyaan.
Oleh karena itu, berdasarkan hasil validasiahli dapat disimpulkan bahwa soal sudah bisadigunakan.
Tabel 1.3. Hasil Validasi Ahli
No.Soal
Kesesuaianindikatordengan
soal
Kesesuaianjawabandengan
pertanyaan
Kesesuaiansoal
denganjenjangsekolah
1 S SP S2 S S SP3 S S SP4 S SP SP5 S SP SP6 S SP S7 S SP S8 S SP S9 S S SP
10 S S S11 S S S12 S S S13 S S SP14 S SP S15 S SP SP16 S S S17 S SP S18 SP SP SKeterangan:S = sesuai
Adib Rifqi dkk, Rancangan Soal Domain Kompetensi Literasi Saintifik
47
SP = sesuai dengan perbaikanT = tidak sesuai
Selanjutnya, peneliti melihat kelayakan soalyang dianalisis berdasarkan hasil uji coba soal.Hasil uji coba ini menjadi acuan peneliti dalammelihat nilai validitas item, reliabilitas tes, dayapembeda, dan tingkat kesukaran pada setiapbutir soal. Melalui uji coba juga bisa didapatkaninformasi banyak waktu yang diperlukan siswauntuk menjawab soal. Berdasarkan hasil ujicoba soal, didapat analisis hasil uji coba yangdipaparkan melalui tabel 1.4.
Dari analisis hasil uji coba didapat hasilseluruh soal literasi saintifik valid denganrincian kategori 2 butir soal tinggi, 6 butir soalcukup, 6 butir soal rendah, dan 4 butir soalsangat rendah. Tingkat kesukaran didapatberagam dengan rincian kategori 1 butir soalsukar, 7 butir soal sedang, 10 butir soal mudah.Daya pembeda didapat beragam denganrincian kategori 3 butir soal baik, 7 butir soalcukup, dan 8 butir soal jelek. Sementarareliabilitas soal didapat pada kategori tinggi.
Berdasarkan hasil dan pembahasan yangtelah dilakukan, dapat dikatakan bahwa soalsudah bisa digunakan untuk mengukur
indikator domain kompetensi literasi saintifikpada topik gerak lurus di jenjang sekolahmenengah pertama. Namun perlu dilakukanperbaikan karena uji coba yang dilakukanmemberikan hasil validitas, tingkat kesukaran,dan daya pembeda pada kategori beragamserta reliabilitas pada kategori tinggi.
Perbaikan dari hasil yang diperoleh menjadiacuan untuk menganalisis kesulitan literasisaintifik siswa SMP kelas VIII pada topik geraklurus serta merekonstruksi rencanapembelajaran sains yang melatihkan literasisaintifik yang telah disusun oleh [8].
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih atasbimbingan dosen Pendidikan Fisika UPI Dr.Setiya Utari, M. Si. dan Muhamad GinaNugraha, S.Pd., M.Pd., M.Si., selamapenelitian berlangsung; Dr. Endi Suhendi,M.Si., Duden Saepuzaman, M.Si., dan Drs.Tarma Anda yang bersedia melakukan validasisoal; serta siswa kelas VIII G SMP Negeri 2Lembang yang menyediakan waktunya untukmenjadi sampel penelitian.
Tabel 1.4. Analisis Hasil Uji Coba
No. SoalValiditas Item
Tingkat kesukaran(TK)
Daya Pembeda(DP)
Koef KategoriIndeks
TKKategori
IndeksDP
Kategori
1
I
0,18 Sangat Rendah 0,92 Mudah 0,05 Jelek
2 0,27 Rendah 0,95 Mudah 0,00 Jelek
3 0,05 Sangat Rendah 0,68 Sedang 0,11 Jelek
4 0,43 Cukup 0,29 Sukar 0,26 Cukup
5 0,42 Cukup 0,34 Sedang 0,26 Cukup
6 0,34 Rendah 0,66 Sedang 0,37 Cukup
7
II
0,22 Rendah 0,95 Mudah 0,00 Jelek
8 0,03 Sangat Rendah 0,95 Mudah 0,00 Jelek
9 0,67 Tinggi 0,55 Sedang 0,68 Baik
10 0,22 Rendah 0,47 Sedang 0,32 Cukup
11 0,51 Cukup 0,34 Sedang 0,37 Cukup
12 0,58 Cukup 0,68 Sedang 0,42 Baik
13
III
0,18 Sangat Rendah 0,95 Mudah 0,11 Jelek
14 0,42 Cukup 0,87 Mudah 0,16 Jelek
15 0,62 Tinggi 0,71 Mudah 0,47 Baik
16 0,43 Cukup 0,89 Mudah 0,21 Cukup
17 0,28 Rendah 0,74 Mudah 0,21 Cukup
18 0,30 Rendah 0,92 Mudah 0,05 Jelek
ISSN: 2338-1027September 2017 Jurnal Wahana Pendidikan Fisika (2017) Vol.2 No.2 : 44-48
48
DAFTAR PUSTAKA
[1] Hurd, P. DeH. (1958). Science literacy: Itsmeaning for American schools.Educational Leadership, 16, 13–16, 52.
[2] National Academy of Science. (1995).National Science Education Standards.Washington, D.C.: National AcademyPress.
[3] OECD. (2013) PISA 2015 Draft ScienceFrame Work. Paris: OECD.
[4] Utari, S., Karim, S., Setiawan, A., Nugraha,M. G., Saepuzaman, D., & Prima, E. C.(2015). Designing Science Learning forTraining Students’ Science Literacies atJunior High School Level. In Int. Conf. onMathematics, Science, and Education (pp.1-6).
[5] Samsudin, A., Suhendi, E., Efendi, R., &Suhandi, A. (2012). Pengembangan “Cels”dalam Eksperimen Fisika Dasar untukMengembangkan Performance Skills danMeningkatkan Motivasi BelajarMahasiswa. Jurnal Pendidikan FisikaIndonesia, 8(1), 15-25.
[6] Holbrook, J. & Rannikmae, M. (2009). Themeaning of scientific literacy. InternationalJournal of Environmental & ScienceEducation, 4(3), 275-288.
[7] Sudarisman, S. (2011). Tugas RumahBerbasis Home Science Process Skill(HSPS) pada Pembelajaran Biologi untukMengembangkan Literasi Sains Siswa.Seminar Nasional VIII Pendidikan BiologiFPMIPA UNS.
[8] Hayat, B. (2011). Benchmark InternasionalMutu Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
[9] Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.(2013). Peraturan Menteri Pendidikan danKebudayaan Nomor 58 Tahun 2014Tentang Kurikulum 2013 SekolahMenengah Pertama/MadrasahTsanawiyah. Jakarta: Kemendikbud.
[10] Kulsum, F., Rochman, C., & Nasrudin, D.(2017). Profil Literasi Sains Peserta DidikPada Konsep Pembangkit Listrik TenagaAir (Plta) Cirata Di Kabupaten CianjurJawa Barat. Wahana PendidikanFisika, 2(1).
[11] Nehru, N., & Syarkowi, A. (2017). AnalisisDesain Pembelajaran Untuk MeningkatkanLiterasi Sains Berdasarkan ProfilPenalaran Ilmiah. Wahana PendidikanFisika, 2(1).
[12] Alam, D.P. (2015). RekonstruksiRancangan Rencana PelaksanaanPembelajaran Sains Melalui AnalisisKesulitan Literasi Sains Siswa SMP KelasVII pada Topik Gerak Lurus. (Skripsi).Bandung: UPI.
[13] Creswell, J.W. (2014). Research DesignPendekatan Kualitatif, Kuantitatif, danMixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
[14] Sugiyono. (2011). Metode penelitianpendidikan. Bandung : Alfabeta.
[15] Fraenkel, J.R. & Wallen N.E. (2009). Howto design and evaluate research ineducation. New York : McGraw-HillCompanies.
[16] Sugiyono. (2015). Metode penelitianpendidikan (pendekatan kuantitatif,kualitatif, dan R&D). Bandung : Alfabeta.
[17] Arikunto, S. (2013). Dasar-dasar evaluasipendidikan. Jakarta : Bumi Aksara
Adib Rifqi Setiawan, Journal of Biology Education Vol 2 No 1 (2019) hal. 1
E-ISSN 2656-3436/ P-ISSN 2615-3947 IAIN KUDUS
Tersedia online: http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/jbe
Peningkatan Literasi Saintifik melalui Pembelajaran Biologi
Menggunakan Pendekatan Saintifik
Adib Rifqi Setiawan
*) Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) Kudus, Indonesia
email: [email protected]
ABSTRAK
Pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa secara optimal
harus dilakukan melalui langkah terstruktur dan terukur. Salah satu cara untuk menyusun
pembelajaran yang sesuai dengan prinsip tersebut ialah menggunakan pendekatan
saintifik. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mendapatkan peningkatan kompetensi
literasi saintifik siswa setelah diterapkan pendekatan saintifik dalam pembelajaran biologi
topik plantae dan animalia di sekolah menengah. Metode penelitian yang dipilih ialah
quasi-experimental dengan desain time series. Sampel sebanyak 120 siswa dari sekolah
menengah di Kabupaten Kudus diambil menggunakan teknik convenience sampling.
Desain penelitian berupa 16 kali pengamatan, yakni 8 kali sebelum diberikan tindakan
berupa hasil pretest dan 8 kali setelah diberikan tindakan berupa hasil posttest serta
tindakan berupa penerapan pendekatan saintifik ke dalam pembelajaran. Instrumen yang
dipakai berupa tes tipe uraian topik plantae dan animalia yang disusun berdasarkan
indikator kompetensi literasi saintifik PISA. Hasil yang diperoleh ialah peningkatan
kompetensi literasi di kategori sedang dengan nilai sebesar 0,663. Melalui penelitian ini
terungkap bahwa pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik memungkinkan untuk
dipakai melatih literasi saintifik siswa.
Kata-kata kunci: Literasi Saintifik, Pembelajaran Biologi, Pendekatan Saintifik
ABSTRACT
Learning that aims to improve students' abilities optimally must be done through
structured and measurable steps. One way to arrange learning in accordance with these
principles is to use a scientific approach. The purpose of this study was to obtain an
increase in students' scientific literacy competencies after applying the scientific
approach in learning biology on plantae and animalia topics in secondary schools. The
research method chosen was quasi-experimental with time series design. A sample of 120
students from secondary schools in Kudus Regency was taken using convenience
sampling techniques. The research design took the form of 16 observations, namely 8
times before being given the action as a result of the pretest and 8 times after being given
the action in the form of posttest results and actions in the form of applying the scientific
approach to learning. The instrument used was essay test of plantae and animalia which
was constructed based on PISA scientific literacy competency indicators. The results
Adib Rifqi Setiawan, Journal of Biology Education Vol 2 No 1 (2019) hal. 2
obtained were an increase in literacy competencies in the medium category with a value
of 0.663. Through this research, it was revealed that learning using a scientific approach
made it possible to use students to train scientific literacy.
Keywords: Biology Learning, Scientific Approach, Scientific Literacy
PENDAHULUAN
Pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa secara
optimal harus dilakukan melalui langkah terstruktur dan terukur. Struktur pembelajaran
yang baik diterapkan secara bertahap mulai dari langkah sederhana sampai rumit. Seluruh
langkah tersebut dibuat agar dapat diukur, baik dari sisi pelaksanaan maupun pencapaian.
Hal ini berlaku secara umum, termasuk dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) seperti biologi, fisika, kimia, geologi, dan astronomi. Salah satu cara untuk
menyusun pembelajaran yang sesuai dengan prinsip tersebut ialah menggunakan
pendekatan saintifik (Setiawan, 2019, hlm. 8). Nurohmah (2015) menjelaskan melalui
one-group pretest-posttest menemukan bahwa pendekatan saintifik mempunyai
efektivitas tinggi dalam meningkatkan hasil belajar tiap aspek kognitif siswa pada jenjang
pengetahuan, pemahaman, dan penerapan. Secara umum pendekatan saintifik tersusun
atas beberapa langkah kegiatan berurutan, ialah: mengamati, menanya, mengumpulkan
informasi, melakukan percobaan, mengolah data, serta mengomunikasikan hasil
(Setiawan, 2019: 2). Langkah tersebut dipakai guna memberi pengalaman kepada siswa
agar informasi yang diperoleh lebih bermakna, teruji, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik memungkinkan untuk dipakai
melatih literasi saintifik siswa. Hal ini seperti ditunjukkan oleh Setiawan (2017) melalui
one-group pretest-posttest dalam pembelajaran fisika topik mekanika memperoleh hasil
bahwa pendekatan saintifik dapat meningkatkan literasi saintifik siswa pada kategori
sedang dengan nilai peningkatan sebesar 0,61. Lebih lanjut, informasi tersebut disertai
dengan saran agar dilakukan penerapan pada topik selain mekanika agar mampu melatih
literasi saintifik melalui seluruh topik pelajaran, sehingga hasil pembelajaran kian
optimal. Berdasarkan tuturan tersebut, kami menerapkan pendekatan saintifik dalam
pembelajaran biologi topik plantae dan animalia untuk melatih literasi saintifik siswa.
Kompetensi literasi saintifik diukur berdasarkan indikator dari Programme for
International Student Assessment (PISA): menjelaskan fenomena secara ilmiah,
Adib Rifqi Setiawan, Journal of Biology Education Vol 2 No 1 (2019) hal. 3
merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah, serta menafsirkan data dan bukti
secara ilmiah (OECD, 2013, hlm. 15-7). Karena itu rumusan masalahnya ialah,
“Bagaimana peningkatan kompetensi literasi saintifik setelah penerapan pendekatan
saintifik dalam pembelajaran biologi topik plantae dan animalia di sekolah menengah?”
Hasil yang diperoleh diharapkan memberi informasi tentang manfaat penerapan
pendekatan saintifik dalam pembelajaran berorientasi literasi saintifik.
METODE PENELITIAN
Tujuan penelitian ini ialah untuk melihat peningkatan kompetensi literasi saintifik
siswa setelah diterapkan pendekatan saintifik dalam pembelajaran biologi topik plantae
dan animalia di sekolah menengah di Kabupaten Kudus. Hal itu diperlukan untuk data
literasi saintifik sebelum dan setelah pembelajaran Bryophyta, Pteridophyta,
Gymnospermae, Angiospermae, Annelida, Arthropoda, Pisces, dan Tetrapoda.
Berdasarkan tujuan penelitian dan kebutuhan data, metode penelitian yang dipilih
ialah quasi-experimental dengan desain time series. Dengan metode ini tidak diperlukan
kelompok kontrol untuk dibandingkan dengan kelompok eksperimen, tidak menggunakan
penyamaan karakteristik dalam satu kelompok tindakan, dan tidak memerlukan
pengontrol variabel (Fraenkel & Wallen, 2009, hlm. 271). Untuk desain time series,
kelompok yang digunakan untuk penelitian tidak dapat dipilih secara random sampling,
sehingga sampel diambil menggunakan teknik convenience sampling (Fraenkel &
Wallen, 2009, hlm. 101). Partisipan penelitian ini ialah siswa sekolah menengah.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa sekolah menengah di Kabupaten Kudus yang
diambil 120 siswa sebagai sampel.
Desain penelitian berupa 16 kali pengamatan, yakni 8 kali sebelum diberikan
tindakan berupa hasil pretest (O1, O2, O3, O4, O5, O6, O7, O8) dan 8 kali setelah diberikan
tindakan berupa hasil posttest (O9, O10, O11, O12, O13, O14, O15, O16) serta tindakan berupa
penerapan pendekatan saintifik ke dalam pembelajaran biologi topik plantae meliputi
Bryophyta, Pteridophyta, Gymnospermae, dan Angiospermae serta Animalia mencakup
Annelida, Arthropoda, Pisces, dan Tetrapoda yang dilaksanakan secara malar (P). Desain
tersebut ditunjukkan dengan pola di bawah ini (Fraenkel & Wallen, 2009, hlm. 272).
Adib Rifqi Setiawan, Journal of Biology Education Vol 2 No 1 (2019) hal. 4
O1
O2
O3
O4
O5
O6
O7
O8
⇒ P ⇒
O9
O10
O11
O12
O13
O14
O15
O16
Instrumen yang dipakai berupa tes tipe uraian terkait topik Bryophyta (T1),
Pteridophyta (T2), Gymnospermae (T3), Angiospermae (T4), Annelida (H1), Arthropoda
(H2), Pisces (H3), dan Tetrapoda (H4) yang disusun berdasarkan indikator kompetensi
literasi saintifik PISA.
Tabel 1. Sebaran Topik Instrumen Penelitian
Topik Rincian Penggunaan
Plantae (T) Bryophyta (T1) O1 dan O9
Pteridophyta (T2) O2 dan O10
Gymnospermae (T3) O3 dan O11
Angiospermae (T4) O4 dan O12
Animalia (H) Annelida (H1) O5 dan O13
Arthropoda (H2) O6 dan O14
Pisces (H3) O7 dan O15
Tetrapoda (H4) O8 dan O16
Tabel 2. Indikator Domain Kompetensi Literasi Saintifik
Domain kompetensi Indikator literasi saintifik
Menjelaskan fenomena secara
ilmiah (L1)
Mengingat dan menerapkan pengetahuan ilmiah
yang sesuai
Mengidentifikasi, menggunakan, serta
menghasilkan model dan representasi yang jelas
Menjelaskan implikasi potensial dari pengetahuan
ilmiah bagi masyarakat
Merancang dan mengevaluasi
penyelidikan ilmiah (L2)
Mengusulkan cara mengeksplorasi secara ilmiah
terhadap pertanyaan yang diberikan
Mengevaluasi cara mengeksplorasi secara ilmiah
pertanyaan yang diberikan
Mendeskripsikan dan mengevaluasi berbagai cara
yang digunakan oleh ilmuan untuk menentukan
Adib Rifqi Setiawan, Journal of Biology Education Vol 2 No 1 (2019) hal. 5
keabsahan dan keobjektifan data serta keumuman
penjelasan
Menafsirkan data dan bukti secara
ilmiah (L3)
Mengubah data dari satu representasi ke
representasi yang lain
Menganalisis dan menafsirkan data dan menarik
kesimpulan yang tepat
Contoh instrumen terkait tetrapoda (H4) dengan indikator menafsirkan data dan
bukti secara ilmiah (L3) yaitu, “Metabolisme adalah seluruh reaksi kimia di dalam sel
organisme yang berjalan satu arah. Salah satu metabolisme yang terjadi di tubuh Rosé
ialah pembakaran glukosa (C6H12O6) menjadi karbondioksida (CO2) dan air (H2O).
Berdasarkan metabolisme yang dialami, apa manfaat Rosé bagi ekosistem?” yang
dijawab dengan, “Menghasilkan karbondioksida yang dibutuhkan oleh organisme lain
seperti tumbuhan dan bakteri sehingga menjaga aliran energi di Bumi.”
Keabsahan (validity) instrumen ditentukan berdasarkan validasi ahli (obtain
judgement expert), masing-masing terhadap kesesuaian indikator dengan soal, kesesuaian
jawaban dengan pertanyaan, serta kesesuaian soal dengan jenjang sekolah (Fraenkel &
Wallen, 2009, hlm. 148). Hasil validasi berupa penilaian terhadap setiap butir soal yang
diolah menggunakan persamaan berikut:
𝑃(𝑏𝑠) =𝑏𝑠
𝑁× 100% (Persamaan 1. Penilaian Butir)
dengan:
𝑃(𝑏𝑠) = persentase setiap butir soal
𝑏𝑠 = jumlah skor setiap butir soal
𝑁 = jumlah keseluruhan butir soal
kemudian ditafsirkan berdasarkan tabel berikut:
Tabel 3. Penafsiran penilaian instrumen
No. Rentang rata-rata penilaian ahli (%) Kriteria instrumen
1 7,001 ≤ % ≤ 10,000 Sangat layak
2 4,001 ≤ % ≤ 7,000 Cukup layak
3 0,000 ≤ % ≤ 4,000 Tidak layak
Berdasarkan Tabel 3, instrumen dapat digunakan kalau memenuhi kriteria „sangat
layak‟ atau „cukup layak‟.
Adib Rifqi Setiawan, Journal of Biology Education Vol 2 No 1 (2019) hal. 6
Sementara keandalan (reliability) instrumen ditentukan berdasarkan internal
consistency karena bisa dilakukan dengan satu kali uji coba. Maka instrumen dapat
digunakan kalau nilai koefisien keandalan (reliability coefficient) lebih besar dari 0,70
(Fraenkel & Wallen, 2009, hlm. 157-8). Koefisien keandalan dapat dihitung
menggunakan persamaan Kuder-Richardson Approaches (KR20) berikut (Cronbach,
1951, hlm. 299):
𝛼 = 𝑛
𝑛 −1 1 −
𝑉𝑖𝑖
𝑉𝑡 (Persamaan 2. KR20)
dengan:
𝛼 = koefisien alfa
𝑛 = jumlah butir soal
𝑉𝑖 = simpangan baku setiap butir soal
𝑉𝑡 = simpangan baku keseluruhan
Setelah dilakukan validasi kepada 3 ahli dan uji coba terhadap 40 siswa
ditemukan bahwa instrumen „sangat layak‟ sebanyak 42% dan 58% „cukup layak‟ serta
nilai koefisien keabsahan memenuhi kriteria dapat digunakan.
Tabel 4. Hasil Validasi Ahli Setiap Instrumen
Instrumen Sangat layak Cukup layak Tidak layak
T1 6 2 0
T2 6 2 0
T3 6 2 0
T4 4 4 0
H1 3 5 0
H2 1 7 0
H3 0 8 0
H4 1 7 0
Tabel 5. Hasil uji coba
Instrumen Koefisien alfa Keterangan
T1 0,710 Dapat digunakan
T2 0,746 Dapat digunakan
T3 0,793 Dapat digunakan
T4 0,705 Dapat digunakan
H1 0,900 Dapat digunakan
H2 0,703 Dapat digunakan
H3 0,779 Dapat digunakan
H4 0,703 Dapat digunakan
Adib Rifqi Setiawan, Journal of Biology Education Vol 2 No 1 (2019) hal. 7
Penyekoran instrumen dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut:
𝑆 = 𝑅 (Persamaan 3. Skor Siswa)
dengan:
𝑆 = skor setiap siswa
𝑅 = jawaban setiap butir soal
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil keseluruhan kompetensi literasi saintifik siswa diperoleh meningkat di
kategori sedang dengan nilai peningkatan sebesar 0,663. Hasil yang diperoleh dari pretest
tidak stabil, tapi dengan bentuk garis yang memenuhi persamaan 𝑦 = −0,0838𝑥 +
11,585, dapat dikatakan bahwa ketidakstabilan kurang signifikan karena memiliki
rentang perbedaan sebesar 1,257 poin dalam skala 30 poin. Ketidakstabilan yang serupa
juga diperoleh dari hasil posttest yang garisnya memenuhi persamaan 𝑦 = −0,2534𝑥 +
24,809. Hanya saja rentang perbedaan posttest lebih lebar daripada pretest sebesar 3,801
poin.
Gambar 1. Kecenderungan data setiap tahap penelitian
Berdasarkan Gambar 1, tampak bahwa dari pretest (black’s line) ke posttest (pink’s line)
terdapat peningkatan. Nilai peningkatan untuk setiap tahap penelitian sebagai berikut:
Tabel 6. Nilai peningkatan untuk setiap tahap penelitian
Tahap penelitian Rata-rata Peningkatan
Pretest Posttest Nilai Kategori
O1 O9 11,213 24,393 0,702 Tinggi
O2 O10 12,000 25,148 0,730 Tinggi
O3 O11 10,984 23,877 0,678 Sedang
0
5
10
15
20
25
30
O1 O2 O3 O4 O5 O6 O7 O8 O9 O10 O11 O12 O13 O14 O15 O16
Adib Rifqi Setiawan, Journal of Biology Education Vol 2 No 1 (2019) hal. 8
O4 O12 10,730 23,221 0,648 Sedang
O5 O13 11,352 23,246 0,638 Sedang
O6 O14 11,943 23,148 0,621 Sedang
O7 O15 11,074 23,434 0,653 Sedang
O8 O16 10,369 22,885 0,638 Sedang
Kompetensi merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah (L2) mengalami
peningkatan paling tinggi, yang secara berurutan diikuti oleh menjelaskan fenomena
secara ilmiah (L1) kemudian menafsirkan data dan bukti secara ilmiah (L3).
Tabel 7. Rincian Peningkatan Setiap Kompetensi
Kompetensi Rata-rata Peningkatan
Pretest Posttest Nilai Kategori
L1 29,585 63,492 0,673 Sedang
L2 29,756 65,385 0,709 Tinggi
L3 29,642 60,475 0,612 Sedang
Untuk kaitan antara semua kompetensi dengan setiap topik, diperoleh peningkatan
kategori tinggi paling banyak untuk kompetensi merancang dan mengevaluasi
penyelidikan ilmiah di topik bryophyta, pteridophyta, gymnospermae, angiospermae, dan
arthropoda. Kategori tinggi juga diperoleh untuk kompetensi menjelaskan fenomena
secara ilmiah di topik bryophyta, pteridophyta, dan annelida. Selebihnya kategori
peningkatan berada di kategori sedang.
Tabel 8. Rincian Keseluruhan Peningkatan
Topik Pembelajaran Biologi Kompetensi Literasi Saintifik Peningkatan
Nilai Kategori
Bryophyta 1 0,716 Tinggi
2 0,747 Tinggi
3 0,641 Sedang
Pteridophyta 1 0,736 Tinggi
2 0,770 Tinggi
3 0,688 Sedang
Gymnospermae 1 0,670 Sedang
2 0,705 Tinggi
3 0,663 Sedang
Angiospermae 1 0,621 Sedang
Adib Rifqi Setiawan, Journal of Biology Education Vol 2 No 1 (2019) hal. 9
2 0,720 Tinggi
3 0,609 Sedang
Annelida 1 0,702 Tinggi
2 0,601 Sedang
3 0,616 Sedang
Arthropoda 1 0,597 Sedang
2 0,769 Tinggi
3 0,499 Sedang
Pisces 1 0,647 Sedang
2 0,670 Sedang
3 0,643 Sedang
Tetrapoda 1 0,685 Sedang
2 0,699 Sedang
3 0,529 Sedang
Dapat dilihat dari Gambar 1 bahwa kompetensi literasi saintifik siswa meningkat
setelah dilakukan penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran biologi. Nilai
peningkatan sebesar 0,663 menunjukkan bahwa sebagian besar indikator sudah dapat
dicapai oleh siswa. Hasil ini menguatkan Nurohmah (2015) yang melalui one-group
pretest-posttest menemukan bahwa pendekatan saintifik mempunyai efektivitas tinggi
dalam meningkatkan hasil belajar tiap aspek kognitif siswa pada jenjang pengetahuan,
pemahaman, dan penerapan. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari 4 siklus
oleh Wahyuni (2018) memperoleh kesimpulan bahwa penerapan pendekatan saintifik
dapat meningkatkan aspek pengetahuan dan keterampilan sains pada pelajaran biologi di
sekolah menengah. Namun, penerapan pendekatan saintifik oleh keduanya tanpa
dikaitkan dengan literasi saintifik. Perbandingan dengan keduanya menunjukkan bahwa
pendekatan saintifik dapat memberikan hasil belajar yang baik.
Peningkatan kompetensi literasi saintifik siswa memiliki nilai beragam di kategori
sama dengan urutan dari nilai tertinggi ialah: merancang dan mengevaluasi penyelidikan
ilmiah (L2) menjelaskan fenomena secara ilmiah (L1), kemudian menafsirkan data dan
bukti secara ilmiah (L3). Hasil ini menunjukkan bahwa siswa lebih cakap untuk
merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah daripada menjelaskan fenomena serta
menafsirkan data dan bukti secara ilmiah. Hasil yang diperoleh memiliki perbedaan
menyolok dengan hasil penelitian Setiawan (2017) yang memberikan informasi bahwa
peningkatan literasi saintifik untuk topik mekanika (fisika) berada di kategori sedang
Adib Rifqi Setiawan, Journal of Biology Education Vol 2 No 1 (2019) hal. 10
dengan urutan: menafsirkan data dan bukti secara ilmiah (L3), merancang dan
mengevaluasi penyelidikan ilmiah (L2), dan menjelaskan fenomena secara ilmiah (L1).
Perbandingan hasil keduanya menunjukkan bahwa peningkatan untuk kompetensi
menjelaskan fenomena secara ilmiah dan merancang dan mengevaluasi penyelidikan
ilmiah untuk topik plantae dan animalia lebih tinggi daripada mekanika, tapi hal ini
berlaku sebaliknya untuk kompetensi menjelaskan fenomena serta menafsirkan data dan
bukti secara ilmiah. Hasil belajar tersebut tampak bahwa siswa lebih sulit menafsirkan
data dan bukti secara ilmiah di topik biologi daripada fisika.
Literasi saintifik tampak tidak terkait maupun identik dengan topik tertentu. Hal
ini diperlihatkan oleh temuan yang menunjukkan bahwa siswa memiliki peningkatan
kompetensi merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah (L2) relatif setara meski
berbeda topik. Kompetensi L2 ini, siswa tidak dikaitkan secara langsung dengan objek
pengamatan dan/atau percobaan karena lebih menekankan terhadap penggunaan metode
ilmiah. Walau begitu, rincian hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa topik berbeda
memiliki kecenderungan peningkatan berbeda. Gambar 1 dan Tabel 7 memperlihatkan
bahwa kompetensi literasi saintifik mengalami peningkatan di kategori sedang dengan
nilai beragam untuk setiap topik. Secara beruntun urutannya ialah: pteridophyta (T2),
bryophyta (T1), gymnospermae (T3), pisces (H3), angiospermae (T4), tetrapoda (H4),
annelida (H1), dan arthropoda (H2). Urutan tersebut justru berbeda dengan pembelajaran
yang dilaksanakan, secara malar yakni bryophyta (T1), pteridophyta (T2), gymnospermae
(T3), angiospermae (T4), annelida (H1), arthropoda (H2), pisces (H3), dan tetrapoda
(H4). Temuan ini menarik karena wajarnya, kalau kompetensi yang dilatih sama, hasil
untuk setiap pertemuan cenderung kian apik. Namun, hasil yang diperoleh tidak
demikian, justru terasa berantakan.
Dalam pembelajaran secara umum, siswa diminta untuk mengamati organisme
terkait topik yang sedang dipelajari. Misalnya untuk topik annelida, siswa diminta untuk
mengamati Cacing tanah (Lumbricus terrestris). Peningkatan seperti itu menunjukkan
bahwa kompetensi literasi saintifik siswa cenderung lebih mudah dilatih menggunakan
objek yang sederhana untuk topik plantae dan objek berukuran besar yang tidak
menggunakan mikroskop untuk topik animalia. Artinya, untuk topik plantae, siswa sudah
menunjukkan tanda terampil mikroskop buat melakukan pengamatan. Namun,
Adib Rifqi Setiawan, Journal of Biology Education Vol 2 No 1 (2019) hal. 11
keterampilan tersebut terasa kurang berguna ketika memasuki topik animalia. Pasalnya
dalam topik animalia, siswa harus berurusan dengan organisme yang lebih lentur,
sehingga lebih menyulitkan mereka untuk memotong setiap bagian organisme buat
diamati. Hal ini dikuatkan dengan temuan yang menunjukkan bahwa peningkatan
kompetensi literasi saintifik untuk pisces (H3) menggunakan Bandeng (Chanos chanos)
dan tetrapoda (H4) menggunakan Mencit (Mus musculus), yang lebih mudah dipotong,
lebih baik dibandingkan dengan annelida (H1) menggunakan Cacing tanah (Lumbricus
terrestris) dan arthropoda (H2) menggunakan Udang jerbung (Fenneropenaeus
merguiensis). Hasil ini justru melemahkan anggapan bahwa literasi saintifik tidak identik
dengan topik tertentu. Pasalnya perbedaan tingkat kerumitan antar topik ketika diukur
dengan indikator yang sama, hasilnya tampak berbeda. Hubungan antara tingkat
kerumitan topik dengan peningkatan kompetensi literasi saintifik berbanding terbalik
yang dapat ditunjukkan dengan pola berikut:
𝑘𝑜𝑚𝑝𝑒𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑖𝑛𝑡𝑖𝑓𝑖𝑘 ≈1
𝑘𝑒𝑟𝑢𝑚𝑖𝑡𝑎𝑛 𝑡𝑜𝑝𝑖𝑘
Hal itu memberikan makna, semakin rumit topik yang dibahas, peningkatan kompetensi
kian rendah. Karena itu dalam menyiapkan pembelajaran, urutan topik pelajaran yang
dibahas perlu diperhatikan secara seksama berdasarkan tingkat kerumitannya di mata
siswa tanpa perlu terpaku dengan panduan dalam kurikulum yang diberlakukan.
Secara keseluruhan, dapat disampaikan bahwa penerapan pendekatan saintifik
dalam pembelajaran biologi topik plantae serta animalia dapat meningkatkan kompetensi
literasi saintifik siswa. Pendekatan saintifik dipandang cocok digunakan untuk melatih
kompetensi literasi saintifik karena siswa dibiasakan untuk menggunakan metode ilmiah
dalam memperoleh informasi. Hasil keseluruhan ini sama seperti Fatimah & Anggrisia
(2019) yang menggunakan model pembelajaran 7E (elicited, engage, explore, explain,
elaborate, evaluate, dan extend). Namun, pendekatan saintifik memberi peningkatan
kategori tinggi untuk kompetensi merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah,
sedangkan peningkatan menggunakan model 7E berada di kategori sedang di setiap
kompetensi. Peningkatan kategori tinggi untuk kompetensi merancang dan mengevaluasi
penyelidikan ilmiah juga diperoleh oleh Dinata (2018) ketika melakukan field trip di
topik ekosistem. Lebih lanjut, hasil tersebut juga memberi peningkatan kategori tinggi
Adib Rifqi Setiawan, Journal of Biology Education Vol 2 No 1 (2019) hal. 12
untuk kompetensi menjelaskan fenomena secara ilmiah serta sedang untuk menafsirkan
data dan bukti secara ilmiah. Field trip memang memberi hasil lebih baik di topik
ekosistem, tapi kami memandang bahwa strategi tersebut tidak cocok diterapkan di topik
plantae dan animalia. Perbandingan hasil ini memberi pesan bahwa guru selayaknya
mengerti karakteristik topik pelajaran, keterampilan yang hendak dilatih dalam
pembelajaran, serta keadaan siswa agar hasil yang diperoleh dapat optimal. Perbandingan
terhadap beberapa penelitian tersebut sekaligus menunjukkan bahwa tidak ditemukan
perbedaan menyolok dengan beragam model pembelajaran. Dengan demikian, kami
belum dapat menentukan model terbaik untuk digunakan dalam pembelajaran IPA
termasuk biologi. Sehingga kami menganggap bahwa setiap model dapat digunakan
dalam pembelajaran IPA selama tidak mengabaikan kegiatan pengamatan (observation)
dan/atau peramalan (eksperiment) yang merupakan karakteristik IPA.
SIMPULAN
Melalui penelitian menggunakan metode quasi-experimental dengan desain time
series, jawaban terhadap rumusan masalah ialah secara keseluruhan kompetensi literasi
saintifik siswa meningkat di kategori sedang dengan nilai peningkatan sebesar 0,663
setelah dilakukan penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran biologi topik
plantae dan animalia di sekolah menengah. Hasil ini menunjukkan bahwa pembelajaran
menggunakan pendekatan saintifik bisa menjadi sarana untuk melatih kompetensi literasi
saintifik siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Cronbach, L J. (1951). Coefficient alpha and the internal structure of tests.
Psychometrika, 16: 297–334.
Dinata, A N. (2018). the influence of field trip on high school student's scientific literacy
and attitude towards science in ecosystem concept. Assimilation: Indonesian
Journal of Biology Education, 1(1): 8-13.
Fatimah, F M & Anggrisia, N F. (2019). The effectiveness of 7 learning model to
improve scientific literacy. Advances in Social Science, Education and Humanities
Research, 277: 18-22.
Adib Rifqi Setiawan, Journal of Biology Education Vol 2 No 1 (2019) hal. 13
Fraenkel, J R. & Wallen, Norman E. (2009). How to Design and Evaluate Research in
education (7th ed.). New York. McGraw-Hill Companies.
Nurohmah, E F. (2015). Efektivitas pendekatan saintifik dalam meningkatkan hasil dan
motivasi belajar siswa smp. Skripsi. Diterbitkan. Diakses melalui
http://bit.ly/2TCEDc9
OECD. (2013). Pisa 2015 draft science framework march 2013. Paris: OECD.
Setiawan, A R. (2019). A Brief Explanation of Scientific Teaching. INA-Rxiv. DOI:
https://dx.doi.org/10.31227/osf.io/by9sm
Setiawan, A R. (2017). Penerapan pendekatan saintifik untuk melatihkan literasi saintifik
dalam domain kompetensi pada topik gerak lurus di sekolah menengah pertama.
Skripsi. Diakses melalui http://bit.ly/2I9NjOn
Wahyuni, S. (2018). Implementasi pendekatan sainstifik pada pelajaran biologi untuk
meningkatkan hasil belajar kognitif dan keterampilan sains siswa kelas XI-IPA
SMA Negeri 2 Lambandia, Kab. Kolaka Timur- Sultra. Jurnal Pendidikan Biologi,
9(2): 47-55.
33
BIOSFER, J.Bio. & Pend.Bio. Vol.4, No.1, Juni 2019 e-ISSN: 2549-0486
I. PENDAHULUAN
Utari, dkk. (2017) memberi saran bahwa stra-
tegi pembelajaran harus ditentukan dibangun de-
ngan baik untuk melatih literasi saintifik, terma-
suk menjelaskan fenomena alam, membangun
dan mengevaluasi percobaan, serta menafsirkan
data yang diperoleh dari bukti ilmiah. Saran ini
diberikan berdasarkan ulasan deskriptif berdasar-
kan dimensi Marzano yang dilakukan terhadap
pelaksanaan rancangan pembelajaran termodina-
mika untuk melatih literasi saintifik (Utari, dkk.,
2017, hlm. 3-4). Saran tersebut selaras dengan
Setiawan (2017) yang mengungkap bahwa per-
baikan berkelanjutan perlu dilakukan terhadap
rancangan maupun pelaksanaan pembelajaran
guna meningkatkan literasi saintifik siswa secara
optimal. Ungkapan ini disampaikan atas dasar
analisis pelaksanaan penerapan pendekatan sain-
tifik dalam pembelajaran berorientasi literasi
saintifik di topik mekanika. Dari keselarasan sa-
ran tersebut tampak bahwa keduanya memandang
bahwa pembelajaran, terutama fisika yang dijadi-
kan pijakan, perlu diarahkan untuk melatih litera-
si saintifik.
Literasi saintifik bisa dimaknai sebagai ukur-
an kemampuan menggunakan pengalaman bela-
Menyusun Soal Literasi Saintifik untuk Pembelajaran Biologi Topik
Plantae dan Animalia
Adib Rifqi Setiawan1*, Arij Zulfi Mufassaroh2 1 Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS), Jl. KH. Turaichan Adjhuri no. 23,
Kajeksan, Kudus, Jawa Tengah, 59315, Indonesia 2 Madrasah Annajah Yamra Merauke, Jl.Taman Makam Pahlawan Trikora, Mandala,
Kabupaten Merauke, 99614, Indonesia * e-mail: [email protected]
Abstrak
Tujuan dari survei lintas bagian ini ialah untuk menemukan keabsahan dan keadanalan tes literasi saintifik untuk
pembelajaran biologi di topik plantae dan animalia. Untuk mengungkap keabsahan, diuji berdasarkan penilaian
ahli dan keandalan diukur menggunakan konsistensi inernal. Diperoleh bahwa keabsahan dari topik plantae ialah 5
soal sangat layak dan 1 soal cukup layak dengan nilai keandalan sebesar 0,779 serta keabsahan dari topik animalia
ialah 4 soal sangat layak dan 2 soal cukup layak dengan nilai keandalan sebesar 0,869. Ini menunjukkan bahwa
semua soal dapat digunakan untuk menganalisis kesulitan siswa sebagai bahan merancang rencana pembelajaran
biologi berorientasi literasi saintifik di topik plantae dan animalia.
Kata Kunci—animalia, literasi saintifik, pembelajaran biologi, plantae, soal
Abstract The purpose of this cross-sectional survey work was to find the validity and reliability of scientific literacy’s
assessment for biological learning in topic plantae and animalia. To reveal validity is assessed based on obtain
judgement expert and reliability measured by internal consistency. It was gained that the validity from topic plantae
is 5 items very feasible and 1 item quite feasible with reliability’s value is 0,779 nor the validity from topic animalia
is 4 items very feasible and 2 items quite feasible with reliability’s value is 0,869. It shows that all items can be
used to analyzing difficulties of students for designing scientific literacy biological learning oriented’s lesson plan
in in topic plantae and animalia.
Keywords: animalia, assessment, biological learning, scientific literacy, plantae
34
BIOSFER, J.Bio. & Pend.Bio. Vol.4, No.1, Juni 2019 e-ISSN: 2549-0486
jar untuk memenuhi kebutuhan. Pembelajaran il-
mu pengetahuan alam (IPA) selayaknya menjadi
saran untuk melatih keterampilan ilmiah serta
menumbuhkan kepedulian terhadap alam dan
upaya pelestarian fungsinya (Rustaman, 2017,
hlm. KS-3). Sehingga dapat dikatakan bahwa tu-
juan pembelajaran IPA dengan literasi saintifik
bisa dipadukan. Dari sini, kami memandang pen-
ting dilakukan penyusunan instrumen penilaian
literasi saintifik. Rustaman (2017) menyampai-
kan bahwa pembelajaran IPA berorientas literasi
saintifik dapat dilakukan dengan cara mengkaji
indikator guna dibekalkan kepada siswa, bukan
sekadar membiasakan berlatih soal. Ungkapan
yang disampaikan tersebut memang tepat. Karena
itu, tujuan penyusunan instrumen ini bukan untuk
membiasakan siswa berlatih soal, tetapi sebagai
sarana memperoleh profil literasi saintifik siswa.
Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini
bertujuan untuk menemukan keabsahan dan ke-
andalan rancangan soal literasi saintifik untuk
pembelajaran biologi. Rancangan soal yang disu-
sun berdasarkan indikator domain kompetensi li-
terasi saintifik dari kerangka kerja Programme
for International Student Assessment (PISA)
2015. Indikator tersebut dikaitkan dengan topik
plantae dan animalia atas dasar pertimbangan
agar dapat digunakan dalam pembelajaran di se-
kolah menengah. Hasil penelitian ini diharapkan
memberi bahan untuk memperoleh profil literasi
saintifik siswa sebelum dan/atau setelah pembela-
jaran. Melalui profil sebelum pembelajaran, dapat
disusun rancangan pembelajaran berorientasi lite-
rasi saintifik yang selaras dengan keadaan siswa.
Sementara profil setelah pembelajaran dapat di-
pakai sebagai bahan evaluasi, baik dari sisi pelak-
sanaan proses, pencapaian hasil, keefektifan ke-
giatan, maupun ketiganya. Hasil penelitian ini ju-
ga dapat menjadi bahan kajian untuk diperbaiki
secara berlanjut supaya lebih operasional ketika
diterapkan di lapangan serta kuat dari sisi peneli-
tian. Karena itu, rumusan masalah yang menjadi
fokus penelitian ini ialah, “Bagaimana keabsahan
dan keandalan rancangan soal literasi saintifik
untuk pembelajaran biologi topik plantae dan
animalia?”
II. METODE PENELITIAN
Tujuan penelitian ini ialah untuk mene-mukan
keabsahan dan keandalan rancangan soal literasi
saintifik untuk pembelajaran biologi topik plantae
dan animalia. Karena itu dibutuhkan data berupa
ulasan terhadap soal yang disusun. Berdasarkan
tujuan penelitian dan kebutuhan data, metode pe-
nelitian yang dapat dipakai ialah pendekatan
kuantitatif tipe deskriptif jenis survei dengan de-
sain cross-sectional.
Keabsahan (validity) soal ditentukan berdasar-
kan validasi ahli (obtain judgement expert), ma-
sing-masing terhadap kesesuaian indikator de-
ngan soal, kesesuaian jawaban dengan pertanya-
an, serta kesesuaian soal dengan jenjang sekolah
(Fraenkel & Wallen, 2009, hlm. 148). Ahli yang
dipilih yaitu akademisi dengan bidang keahlian
literasi saintifik (1 orang, selanjutnya Ahli-1) dan
evaluasi pembelajaran biologi (1 orang, selanjut-
nya Ahli-2) serta praktisi pembelajaran biologi
sekolah menengah (1 orang, selanjutnya Ahli-3)
dan praktisi profesional bidang bahasa (1 orang,
selanjutnya Ahli-4). Berikut ini ialah profil setiap
ahli tersebut:
Tabel 1.
Profil Ahli
Ahli Nama Asal Instansi Alasan Pemilihan
1 Dr. Setiya
Utari
Sekolah
Pascasarjana
Universitas
Pendidikan
Indonesia (SPs
UPI)
Publikasi penelitian
terkait literasi saintifik
dalam 4 tahun terakhir
2 Dr.
Kusnadi
Departemen
Biologi
Universitas
Pendidikan
Indonesia (UPI)
Pengalaman mengampu
perkuliahan Evaluasi
Pembelajaran Biologi
3 Selvinia
Nilamsari,
S.Pi.
Sekolah
Menengah
Kejuaran Negeri
(SMKN) 1 Jepara
Pengalaman menjadi
pengajar Biologi di
Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK)
4 Laila
Fariha
Zein,
M.Pd.
Komunitas Hujan
Safir
Pengalaman sebagai
penyunting bacaan
remaja dan buku
pelajaran sekolah
Hasil validasi berupa komentar yang kemu-
dian diberi skor berdasarkan klasifikasi berikut:
Tabel 2.
Klasifikasi Skor Validasi Ahli
Skor Bentuk Komentar
3 Soal sudah sesuai tanpa perlu mengalami perubahan
2 Soal perlu mengalami perubahan kecil
1 Soal harus mengalami perubahan besar
0 Soal tidak sesuai
35
BIOSFER, J.Bio. & Pend.Bio. Vol.4, No.1, Juni 2019 e-ISSN: 2549-0486
yang diolah menggunakan persamaan berikut:
𝑃(𝑠) =𝑠
𝑁× 100% (Persamaan 1)
dengan:
𝑃(𝑏𝑠) = persentase setiap butir soal
𝑠 = skor setiap butir soal
𝑁 = jumlah keseluruhan butir soal
Hasil dari tabel 2 kemudian ditafsirkan berdasar-
kan tabel berikut:
Tabel 3.
Penafsiran Penilaian Soal
No. Rentang Rata-rata Penilaian Ahli
(%)
Kriteria
Instrumen
1 7,001 ≤ % ≤ 10,000 Sangat layak
2 4,001 ≤ % ≤ 7,000 Cukup layak
3 0,000 ≤ % ≤ 4,000 Tidak layak
Berdasarkan Tabel 3, instrumen dapat digunakan
kalau memenuhi kriteria ‘sangat layak’ atau
‘cukup layak’.
Sementara keandalan (reliability) soal ditentu-
kan berdasarkan internal consistency. Dengan ca-
ra ini, dibutuhkan satu kali uji coba yang hasilnya
diolah dengan ketentuan instrumen dapat diguna-
kan kalau nilai koefisien keandalan (reliability
coefficient) lebih besar dari 0,70 (Fraenkel &
Wallen, 2009, hlm. 157-8). Koefisien keandalan
dapat dihitung menggunakan persamaan Kuder-
Richardson Approaches (KR20) berikut (Cron-
bach, 1951, hlm. 299):
𝛼 =
𝑛
𝑛 −1 (1 −
∑ 𝑉𝑖𝑖
𝑉𝑡) (Persamaan 2)
dengan:
𝛼 = koefisien alfa
𝑛 = jumlah butir soal
𝑉𝑖 = simpangan baku setiap butir soal
𝑉𝑡 = simpangan baku keseluruhan
III. HASIL DAN PMBAHASAN
Soal literasi saintifik yang digunakan dalam
penelitian ini berjumlah 14 butir untuk topik
plantae dan 20 butir untuk topik animalia. Lite-
rasi saintifik dalam penelitian ini dibatasi di do-
main kompetensi, meliputi: menjelaskan fenome-
na secara ilmiah (K1), merancang dan mengeva-
luasi penyelidikan ilmiah (K2), dan menafsirkan
data dan bukti secara ilmiah (K3). Rincian indi-
kator tersebut dapat dilihat melalui tabel berikut:
Tabel 4.
Indikator Kompetensi Literasi Saintifik Kompetensi Indikator
Menjelaskan
fenomena secara
Mengingat dan menerapkan pengetahuan
ilmiah yang sesuai.
Kompetensi Indikator
ilmiah Mengidentifikasi, menggunakan, serta
menghasilkan model dan representasi yang
jelas.
Menjelaskan implikasi potensial dari
pengetahuan ilmiah bagi masyarakat.
Merancang dan
mengevaluasi
penyelidikan
ilmiah
Mengusulkan cara mengeksplorasi secara
ilmiah terhadap pertanyaan yang diberikan.
Mengevaluasi cara mengeksplorasi secara
ilmiah pertanyaan yang diberikan.
Mendeskripsikan dan mengevaluasi berbagai
cara yang digunakan oleh ilmuan untuk
menentukan keabsahan dan keobjektifan data
serta keumuman penjelasan.
Menafsirkan data
dan bukti secara
ilmiah
Mengubah data dari satu representasi ke
representasi yang lain.
Menganalisis dan menafsirkan data dan
menarik kesimpulan yang tepat.
(OECD, 2013, hlm. 15-16)
Indikator tersebut digunakan sebagai acuan
dalam menyusun soal dengan konten terkait topik
plantae dan animalia. Pilihan mengaitkan dengan
topik tertentu dilakukan karena kami berupaya
agar keseluruhan pembelajaran biologi diarahkan
untuk melatih literasi saintifik. Sehingga diperlu-
kan soal sebagai alat ukur literasi saintifik dari
beragam topik pembelajaran biologi. Dengan
beragam soal tersebut, guru dan/atau peneliti da-
pat melakukan pengukuran literasi saintifik seca-
ra berlanjut, seperti menggunakan desain time se-
ries, tidak hanya mengukur dari satu topik saja,
misalnya menggunakan desain one shot case stu-
dy, untuk memperoleh keabsahaan dan keandalan
hasil yang lebih tinggi. Selain itu, keragaman to-
pik juga lebih memudahkan guru untuk menun-
jukkan kepada siswa kaitan antara pengalaman
terlibat pembelajaran dengan keterampilan yang
ditargetkan dapat dimiliki.
Soal disusun dalam bentuk uraian. Pilihan ini
diambil karena kami memandang bahwa tes tipe
uraian memiliki keunggulan untuk mengukur ke-
mampuan individu dalam mengorganisasikan,
mengintregasikan, menganalisis, menyintesiskan,
dan mengevaluasi informasi. Karena itu, soal
bentuk uraian dipandang lebih cocok untuk digu-
nakan. Banyak soal yang disusun ialah 6 kelom-
pok untuk setiap topik plantea dan animalia. Ka-
mi menyadari bahwa untuk soal tipe ini, terdapat
kesulitan dalam hal melakukan penyekoran.
Sehingga kami membuat rancangan sederhana
guna mengklasifikasikan skor dari setiap
jawaban, yang ditampilkan melalui tabel berikut:
36
BIOSFER, J.Bio. & Pend.Bio. Vol.4, No.1, Juni 2019 e-ISSN: 2549-0486
Tabel 5.
Klasifikasi Skor Setiap Jawaban Skor Bentuk Jawaban
2 Sama seperti yang diharapkan
2 Hampir seperti yang diharapkan tanpa terdapat
pernyataan yang salah
1 Mengandung hal yang benar dan terdapat pula pernyataan
yang salah
0 Jawaban tidak berhubungan dengan pertanyaan yang
diajukan
0 Tidak menjawab
yang kemudian dijumlah secara keseluruhan menggunakan
persamaan berikut:
𝑆 = ∑ 𝑅 (Persamaan 3)
dengan:
𝑆 = skor setiap siswa
𝑅 = jawaban setiap butir soal
Langkah yang dilakukan dalam penyusunan
soal sebagai berikut:
(a). Membuat matrikulasi domain kompetensi
dan indikator soal;
(b). Menyusun soal berdasarkan matrikulasi;
(c). Meminta validasi ahli;
(d). Menganalisis hasil validasi ahli (analisis ke-
absahan);
(e). Meminta siswa mengerjakan soal (menguji-
cobakan); serta
(f). Menganalisis hasil ujicoba (analisis kean-
dalan).
Contoh soal yang disusun sebagai berikut:
Tabel 6.
Contoh Soal yang Disusun Indikator Mengidentifikasi, menggunakan, serta menghasilkan
model dan representasi yang jelas
Konten Hewan tak bertulang belakang (Invertebrata)
Soal Dilihat dari lapisan nutfah, cacing tanah (Lumbricus
terrestris) memiliki kekhasan berupa tubuh dilapisi
oleh ektoderm dan saluran pencernaan dilapisi oleh
endoderm. Di antara ektoderm dan endoderm,
terdapat rongga tubuh dan dilapisi oleh jaringan
yang berasal dari mesoderm.
Pertanyaan Bagaimana ilustrasi ciri-ciri Cacing tanah tersebut?
Jawaban Ilustrasi ciri-ciri Caving tanah tersebut seperti
berikut:
Setelah dilakukan validasi kepada 4 ahli, di-
peroleh komentar yang beragam. Namun, secara
umum soal sudah sesuai tanpa perlu banyak peru-
bahan. Setiap soal yang sudah tidak dibahas di si-
ni, karena dianggap tidak terlampau perlu. Secara
khusus, beberapa komentar yang kami tanggapi
dalam bentuk memperbaiki soal diuraikan dalam
bentuk deskripsi berikut:
Untuk soal kelompok T-1 topik plantae, Ahli-
1 menyebut bahwa soal sudah tepat kalau untuk
mengingat pengetahuan ilmiah yang sesuai, tapi
belum tepat untuk indikator menerapkan penge-
tahuan ilmiah yang sesuai. Ahli-2 menyebut bah-
wa sebaiknya pertanyaan lebih rinci seperti,
“Berdasarkan bagan di atas, berilah penjelasan
dengan melengkapi tabel berikut, sehingga jelas
hubungan antar konsep yang disajikan dalam ba-
gan!” serta untuk jawaban bentuk tubuh diganti
dengan struktur tubuh. Ahli-3 menyebut bahwa
soal perlu disempurnakan, seperti pernyataan di-
tambah data umum dasar klasifikasi tumbuhan.
Sementara Ahli-4 menyebut bahwa perlu disem-
purnakan, seperti bentuk tubuh menjadi struktur
tubuh. Tanggapan kami terhadap komentar 4 ahli
tersebut ialah menyesuaiakn soal dengan indika-
tor menerapkan pengetahuan ilmiah yang sesuai.
Sehingga soal diubah dalam bentuk penyajian da-
ta untuk menerapkan pengetahuan ilmiah, yaitu,
“Jisoo menemukan suatu tumbuhan di pekarang-
an rumah dengan ciri berdaun lebar, pertulangan
menyirip, tingginya 10 meter cm, serta mahkota
bunga kelipatan lima. Berdasarkan ciri tersebut,
bagaimana klasifikasi tumbuhan yang ditemukan
oleh Jisoo?”
Untuk soal kelompok T-2 topik plantae, Ahli-
2 menyebut bahwa pertanyaan sebaiknya, “Apa-
kah rancangan pecobaan Rosé tersebut apakah
sudah tepat? Mengapa demikian?” Sementara
Ahli-4 menyebut bahwa pertanyaan perlu disem-
purnakan, seperti: Rosé ingin mengerti sebaiknya
diubah menjadi Rosé ingin menganalisis. Tang-
gapan kami terhadap komentar 2 ahli tersebut ia-
lah melakukan perubahan kecil terhadap soal tan-
pa mengubah uraian yang telah disusun.
Untuk soal kelompok T-3 topik plantae Ahli-4
menyebut bahwa pertanyaan sebaiknya disem-
purnakan bahasanya. Tanggapan kami terhadap
komentar 1 ahli tersebut ialah melengkapi perta-
nyaan dengan kalimat berikut, “Berdasarkan
gambar tersebut, bagaimana penjelasan model
tumbuhan lumut dalam bentuk tabel berikut?”
37
BIOSFER, J.Bio. & Pend.Bio. Vol.4, No.1, Juni 2019 e-ISSN: 2549-0486
Untuk soal kelompok T-4 topik plantae, Ahli-
2 dan Ahli-4 sama-sama menyebut bahwa bahasa
pertanyaan perlu disempurnakan. Tanggapan ka-
mi terhadap komentar 2 ahli tersebut ialah meng-
ubah pertanyaan menjadi, “Berdasarkan alur per-
giliran keturunan tumbuhan paku tersebut, bagai-
mana pergiliran tumbuhan paku dalam bentuk ba-
gan beserta keterangan setiap fasenya?”
Untuk soal kelompok T-5 topik plantae, Ahli-
4 menyebut bahwa bahasa perlu disempurnakan
agar tidak menimbulkan multi tafsir kepada sis-
wa. Tanggapan kami terhadap komentar 1 ahli
tersebut ialah mengubah pertanyaan menjadi,
“Dari kelompok apa tumbuhan yang diamati oleh
Jisoo tersebut?”
Untuk soal kelompok T-6 topik plantae, Ahli-
1 menyebut bahwa sebaiknya pertanyaan perlu
diganti dengan menampilkan data dalam bentuk
tabel atau grafik sehingga siswa bisa menafsirkan
data tersebut untuk menarik kesimpulan. Tangga-
pan kami terhadap komentar 1 ahli tersebut ialah
tidak melakukan perubahan terhadap soal. Hal ini
karena kami memandang narasi soal sudah tepat
sesuai dengan indikator tanpa harus menampilkan
data dalam bentuk tabel atau grafik.
Untuk soal kelompok H-1 topik animalia,
Ahli-4 menyebut bahwa bahasa perlu disempur-
nakan. Tanggapan kami terhadap komentar 1 ahli
tersebut ialah mengubah pertanyaan menjadi,
“Berdasarkan ilustrasi bagan pengelompokkan
hewan tersebut, bagaimana penjelasan kalian me-
lalui tabel berikut?”
Untuk soal kelompok H-2 topik animalia,
Ahli-2 menyebut bahwa pertanyaan perlu disem-
purnakan. Sementara Ahli-4 menyebut bahwa ba-
hasa perlu disempurnakan. Tanggapan kami ter-
hadap komentar 2 ahli tersebut ialah menyempur-
nakan penggunaan bahasa menjadi, “Untuk dapat
menjawab tujuan penelitian Jennie tersebut, ba-
gaimana bentuk tabel pengamatan yang harus di-
buat secara tepat, jelas, dan lengkap dengan kete-
rangan tindakannya?
Untuk soal kelompok H-4 topik animalia,
Ahli-2 menyebut bahwa soal sebaiknya menam-
pilkan data berupa tabel atau grafik, sehingga sis-
wa ditutut bisa mengubah representasi. Ahli-3
menyebut bahwa soal dan tingkatan diselerasakan
lagi. Sementara Ahli-4 menyebut bahwa bahasa
disempurnakan lagi. Tanggapan kami terhadap
komentar 4 ahli tersebut ialah mengubah perta-
nyaan menjadi, “Dari ilustrasi tersebut, bagaima-
na penjelasan simetri tubuh Ubur-ubur laut pasi-
fik dalam bentuk tabel?” serta, “Berdasarkan ta-
bel simetri tubuh yang tepat, Ubur-ubur laut pasi-
fik termasuk kelompok simetri tubuh apa?”
Untuk soal kelompok H-5 topik animalia,
Ahli-1 menyebut bahwa soal dan indikator ku-
rang sesuai. Ahli-2 menyebut bahwa soal sebaik-
nya menampilkan kasus, sehingga siswa ditutut
dapat mengevaluasi. Ahli-3 menyebut bahwa soal
dan tingkatan diselerasakan lagi. Sementara Ahli-
4 menyebut bahwa bahasa disempurnakan lagi.
Tanggapan kami terhadap komentar 4 ahli terse-
but ialah mengubah soal menjadi, “Berdasarkan
tabel tersebut, apakah Lalisa dapat membuat pen-
jelasan umum mengenai hewan bertulang bela-
kang? Mengapa demikian?”
Untuk soal kelompok H-6 topik animalia,
Ahli-2 menyebut bahwa pertanyaan perlu disem-
purnakan. Sementara Ahli-4 menyebut bahwa ba-
hasa perlu disempurnakan. Tanggapan kami ter-
hadap komentar 2 ahli tersebut ialah mengubah
pertanyaan menjadi, “Berdasarkan reaksi kimia
tersebut, apa manfaat hasil dari proses metabolis-
me di tubuh Rosé bagi kehidupan dalam ekosis-
tem?”
Berdasarkan keseluruhan komentar tersebut,
dilakukan klasifikasi setiap soal berikut: Tabel 7.
Hasil Validasi Ahli
Soal Skor dari Ahli Jumlah
Skor Kriteria Soal
1 2 3 4
T-1 1 2 2 2 58 Cukup Layak
T-2 3 2 3 2 83 Sangat Layak
T-3 3 3 3 2 92 Sangat Layak
T-4 3 2 3 2 83 Sangat Layak
T-5 3 3 3 2 92 Sangat Layak
T-6 1 3 3 3 83 Sangat Layak
A-1 3 3 3 2 92 Sangat Layak
A-2 3 2 3 2 83 Sangat Layak
A-3 3 3 3 3 100 Sangat Layak
A-4 3 2 2 2 75 Sangat Layak
A-5 1 1 1 2 42 Cukup Layak
A-6 3 1 3 1 67 Cukup Layak
38
BIOSFER, J.Bio. & Pend.Bio. Vol.4, No.1, Juni 2019 e-ISSN: 2549-0486
Setelah melakukan perbaikan berdasarkan ko-
mentar keempat ahli, kami melakukan ujicoba
soal. Hasil uji coba dijadikan sebagai acuan un-
tuk menemukan nilai koefisien keandalan soal.
Melalui uji coba juga bisa didapatkan informasi
banyak waktu yang diperlukan siswa untuk men-
jawab soal. Setelah dilakukan uji coba soal, di-
peroleh hasil sebagai berikut:
Tabel 8.
Hasil Uji Coba Soal Plantae
Sis
wa
P1 P2 P
3
P
4 P5 P6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
0
1
1
1
2
1
3
1
4
1 2 2 1 2 2 1 0 2 2 2 1 0 1 2
2 1 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2
3 1 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2
4 1 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 0 1 2
5 1 2 1 2 2 2 2 2 2 1 2 0 1 0
6 1 0 1 1 1 0 2 0 0 0 2 2 1 2
7 2 2 0 2 2 0 0 1 1 2 2 2 1 2
8 2 2 1 2 2 1 1 1 1 2 2 2 1 2
9 2 2 1 2 2 2 1 1 1 2 2 2 1 2
10 2 2 1 2 2 0 2 2 2 2 2 2 1 2
11 2 2 1 2 2 0 2 2 2 2 2 2 1 2
12 2 2 1 2 2 2 2 2 2 0 2 2 1 2
13 0 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2
14 2 2 2 1 2 2 2 2 2 0 2 2 0 2
15 0 2 2 0 2 2 0 1 1 0 2 2 1 2
16 0 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2
17 2 2 2 1 2 2 2 1 1 2 1 0 1 2
18 2 1 0 1 2 2 2 1 1 2 2 0 1 2
19 2 2 0 1 2 2 2 1 1 2 2 2 1 2
20 2 2 2 1 2 2 2 1 1 2 1 2 1 2
21 2 1 2 1 2 2 0 1 1 2 2 2 1 2
22 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2
23 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 0 0 1
24 2 2 0 0 1 2 2 1 1 2 0 0 1 1
25 2 0 0 1 1 0 0 0 0 2 2 0 1 0
26 2 2 0 1 0 2 0 0 0 2 2 2 1 1
27 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 1 2
28 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 0 1 2
29 2 2 0 1 2 0 1 2 2 2 2 2 1 2
Sis
wa
P1 P2 P
3
P
4 P5 P6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
0
1
1
1
2
1
3
1
4
30 1 2 1 1 1 0 1 2 2 1 0 0 1 1
31 2 2 1 2 2 2 1 1 1 2 1 2 1 2
32 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 2 1 2
33 2 2 1 2 2 0 1 1 1 0 2 1 1 2
34 1 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 1 2
35 2 2 1 2 2 0 1 2 2 2 2 2 1 2
36 2 2 1 2 0 0 1 1 1 0 2 2 1 2
37 2 2 1 2 2 0 1 2 2 2 2 1 1 2
38 2 2 1 2 2 0 1 2 2 2 2 1 1 2
39 2 2 1 2 2 0 1 2 2 0 2 2 1 1
40 1 2 1 2 2 0 1 2 2 2 1 0 1 1
Tabel 8 kemudian diolah menggunakan persa-
maan 2, yang diperoleh nilai koefisien alfa sebe-
sar 0,779. Artinya soal plantae dapat digunakan.
Tabel 9.
Hasil Uji Coba Soal Animalia S
i
s
w
a
A1 A2 A3 A4 A5 A6
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1
0
1
1
1
2
1
3
1
4
1
5
1
6
1
7
1
8
1
9
2
0
1 1 2 1 0 1 1 2 0 1 1 2 2 1 1 1 1 1 2 2 2
2 2 2 2 1 1 1 2 0 1 0 0 2 2 2 2 2 0 2 2 2
3 2 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 1 1 1 1 1 1 0 1 1
4 1 0 2 0 1 2 2 1 0 2 0 2 2 2 2 2 1 2 2 2
5 1 0 2 0 1 0 0 0 1 1 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2
6 1 2 1 0 1 2 0 0 1 1 0 1 2 2 2 2 0 0 1 2
7 2 0 1 1 2 1 2 1 1 1 0 0 2 2 1 2 2 0 1 1
8 2 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1 2 2 2 2 2 0 1 1 1
9 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 2 2 2 1 0 2 2 2
1
0 2 2 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 2 2 2 2 2 2 2 2
1
1 2 2 2 2 1 2 2 0 2 2 2 0 2 2 0 0 2 2 2 2
1
2 2 2 1 0 1 1 0 2 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1
3 2 2 1 0 1 0 0 0 0 0 0 2 2 2 2 0 2 2 2 2
1
4 2 2 1 2 1 2 0 2 2 0 0 2 2 2 2 2 2 2 2 2
1
5 2 2 1 0 1 0 2 0 1 1 0 0 1 2 2 2 2 2 2 2
1
6 1 0 1 0 1 1 0 2 2 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1
1
7 0 1 1 0 1 1 2 0 1 0 0 1 2 2 1 1 1 2 2 2
39
BIOSFER, J.Bio. & Pend.Bio. Vol.4, No.1, Juni 2019 e-ISSN: 2549-0486
S
i
s
w
a
A1 A2 A3 A4 A5 A6
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1
0
1
1
1
2
1
3
1
4
1
5
1
6
1
7
1
8
1
9
2
0
1
8 1 1 2 2 1 1 2 2 1 1 0 2 2 2 0 0 2 0 0 0
1
9 2 2 1 1 1 1 2 2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 1 0
2
0 2 2 1 2 1 1 2 2 1 1 2 0 1 2 0 0 0 1 0 0
2
1 1 2 2 2 1 1 2 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 2 1 0
2
2 1 2 2 2 1 1 2 1 1 1 2 1 1 2 2 0 2 1 0 0
2
3 2 2 1 0 1 0 0 0 1 1 0 2 2 2 2 0 0 2 0 0
2
4 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 1 0 0 1 0 0
2
5 0 0 2 2 1 1 2 2 1 2 2 1 1 1 0 1 1 1 0 0
2
6 1 0 1 2 1 1 2 2 1 2 2 1 0 2 2 1 1 1 0 0
2
7 1 2 2 2 1 1 0 2 1 0 0 2 0 2 0 2 0 0 1 0
2
8 2 0 2 2 1 1 2 2 1 1 2 2 2 1 2 2 0 1 2 2
2
9 2 2 2 2 1 1 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 0 1 2 0
3
0 0 0 2 2 1 1 2 2 1 1 2 1 2 1 2 2 0 1 2 2
3
1 2 1 2 2 1 1 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1
3
2 2 2 2 2 1 1 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2 1 1 0 1
3
3 2 2 2 2 1 1 2 2 1 1 2 0 1 2 2 2 1 0 1 1
3
4 2 2 2 2 1 1 2 2 1 2 1 0 1 2 2 2 1 1 1 2
3
5 2 0 2 2 1 1 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2 1 2 2 1
3
6 2 2 2 2 1 1 2 2 1 2 0 2 1 2 2 0 1 2 2 1
3
7 2 2 2 2 1 2 2 1 0 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2
3
8 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2
3
9 2 1 1 2 1 2 2 2 2 2 2 0 0 1 2 2 1 2 2 1
4
0 1 2 1 2 1 2 2 2 1 2 2 0 1 1 0 0 0 0 0 1
Tabel 9 kemudian diolah menggunakan persa-
maan 2, yang diperoleh nilai koefisien alfa sebe-
sar 0,869. Artinya soal plantae dapat digunakan.
Dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan nilai koe-
fisien alfa untuk topik plantae dan animalia, yang
memiliki perbedaan sebesar 0,090. Untuk skala
1,000, rentang perbedaan tersebut dapat dianggap
tidak menyolok. Ketika kami menghitung nilai
koefisien alfa gabungan antara topik plantae dan
animalia, diperoleh hasil sebesar 0,855. Hasil ke-
seluruhan ini lebih besar 0,076 daripada khusus
topik plantae, tapi lebih kecil 0,014 ketimbang to-
pik animalia saja. Walau begitu, secara keselu-
ruhan tidak ditemukan perbedaan menyolok, baik
khusus topik plantae, topik animalia saja, mau-
pun keduanya. Selain itu, keseluruhan pengolah-
an menunjukkan bahwa soal termasuk dalam ka-
tegori dapat digunakan.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,
soal yang disusun dapat dijadikan sebagai alat
ukur literasi saintifik siswa dalam pembelajaran
biologi topik plantae dan animali di sekolah me-
nengah. Secara rinci, hasil validasi ahli memberi
kesimpulan bahwa terdapat 5 soal kategori ‘sa-
ngat layak’ dan 1 soal kategori ‘cukup layak’ un-
tuk topik plantae serta 4 soal kategori ‘sangat la-
yak’ dan 2 soal kategori ‘cukup layak’ untuk to-
pik plantae. Sementara berdasarkan hasil ujicoba,
diperoleh nilai koefisien alfa masing-masing se-
besar 0,779 untuk topik plantae, 0,869 untuk to-
pik animalia, serta 0,855 untuk gabungan kedua-
nya.
DAFTAR PUSTAKA
Cronbach, Lee J. (1951). Coefficient alpha and
the internal structure of tests. Psychome-
trika, 16: 297–334.
Fraenkel, Jack R. & Wallen, Norman E. (2009).
How to design and evaluate research in
education (7th ed.). New York. McGraw-
Hill Companies.
OECD. (2013). Pisa 2015 draft science frame-
work march 2013. Paris: OECD.
Rustaman, Nuryani Y. (2017). Mewujudkan sis-
tem pembelajaran sains/biologi berorientasi
pengembangan literasi peserta didik. Da-
lam Prosiding Seminar Nasional III Tahun
2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Ling-
kungan Hidup Perspektif Interdisipliner”:
KS.
Setiawan, Adib Rifqi. (2017). Penerapan pende-
katan saintifik untuk melatihkan literasi
saintifik dalam domain kompetensi pada
topik gerak lurus di sekolah menengah per-
tama. Skripsi Universitas Pendidikan Indo-
nesia.
40
BIOSFER, J.Bio. & Pend.Bio. Vol.4, No.1, Juni 2019 e-ISSN: 2549-0486
Utari, Setiya, dkk. (2017). Recostructing the phy-
sics teaching didactic based on marzano’s
learning dimension on training the scien-
tific literacies. Journal of Physics: Con-
ference Series, 812(1): 012102.
Penulisan buku dengan editor disertai (Ed.) untuk
satu editor dan (Eds.) untuk lebih dari satu
editor. Contohnya:
Maher, B. A. (Ed.). (1964–1972). Progress in ex-
perimental personality research (6 vols.).
New York: Academic Press.
Duncombe, J.U. (1959). Infrared navigation—
Part I: An assessment of feasibility (Perio-
dical style). IEEE Trans. Electron Devices,
11(5), 34–39.
Chen, S., Mulgrew, B., and Grant, P.M. (1989).
A clustering technique for digital commu-
nications channel equalization using radial
basis function networks. IEEE Trans. Neu-
ral Networks, 4, 570–578.
Lucky, R.W. (1965). “Automatic equalization for
digital communication,” Bell Syst. Tech. J.,
44(4), 547–588.
Fang, Q., Zhao, F., & Guibas, L. (2003). Light-
weight sensing and communication proto-
cols for target enumeration and aggrega-
tion. In M. Gerla, A. Ephremides, & M.
Srivastava (Eds.), MobiHoc ’03 fourth
ACM symposium on mobile ad hoc net-
working and computing (pp. 165–176).
New York, NY: ACM Press.
Banks, I. (n.d.). The NHS Direct healthcare
guide. Retrieved from http://www.health
careguide.nhsdirect.nhs.uk
Alexander, J., & Tate, M. A. (2001). Evaluating
web resources. Retrieved from Widener
University, Wolfgram Memorial Library
website: http://www2.widener.edu/Wolf
gram-Memorial Library/webevaluation/we
beval.htm
Bibliographic references Harvard format APA
style. (2011). Retrieved from University of
Portsmouth website: http://www.port.ac.
uk/library/guides/filetodownload,137568,e
n.pdf
Assimilation: Indonesian Journal of Biology Education
ISSN 2621-7260 (Online) 2(2): 42-46
homepage: http://ejournal.upi.edu/index.php/asimilasi Instrumen Penilaian untuk Pembelajaran Ekologi Berorientasi Literasi Saintifik (Assessment for Ecological Learning with Scientific Literacy Oriented) Adib Rifqi Setiawan* Pondok Pesantren Ath-Thullab, Kudus, Jawa Tengah, Indonesia
*Corresponding author: [email protected]
Received: 20 August 2019 - Accepted: 27 September 2019 - Published: 30 September 2019
ABSTRACT The aims of this cross-sectional survey research was to find the validity and reliability of assessment instruments for ecological learning scientific literacy oriented’s. Determination of the sample used purposive sampling of 4 experts and 122 high school level students. To reveal validity is assessed based on obtain judgment expert and reliability measured by internal consistency. It was gained that the validity is 7 items very feasible and 3 item quite feasible with reliability’s value is 0 .763. It showed that all items can be used to analyzing the difficulties of students for designing ecological learning scientific literacy oriented’s lesson plans. Keywords assessment, ecological learning, scientific literacy
ABSTRAK Tujuan dari riset tipe cross-sectional survey ini ialah untuk menemukan keabsahan dan keandalan instrumen penilaian untuk pembelajaran ekologi berorientasi literasi saintifik. Penentuan sampel dengan menggunakan purposive sampling terhadap 4 pakar dan 122 siswa tingkat sekolah menengah di Kabupaten Kudus. Keabsahan diungkap berdasarkan penilaian pakar dan keandalan diukur menggunakan konsistensi internal. Diperoleh bahwa keabsahan 7 butir soal memenuhi kriteria sangat layak dan 3 butir soal memenuhi kriteria cukup layak dengan nilai keandalan sebesar 0.763. Ini menunjukkan bahwa semua butir soal dapat dipakai untuk menganalisis kesulitan siswa sebagai bahan merancang rencana pembelajaran ekologi berorientasi literasi saintifik. Kata kunci instrumen penilaian, literasi saintifik, pembelajaran ekologi
© 2019 Department of Biology Education, Universitas Pendidikan Indonesia
1. PENDAHULUAN Kurikulum nasional Indonesia telah mengalami
perubahan sebanyak 10 kali (Setiawan & Sari, 2019). Perubahan tersebut wajar dilakukan karena keadaan masyarakat beserta tantangan yang dihadapi juga berubah. Tujuan dari semua perubahan yang dilakukan ialah untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia, termasuk dari pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Namun, ulasan riset menyampaikan dan fakta lapangan menunjukkan bahwa selama ini belum tampak hasil (outcomes) menggembirakan berkelanjutan yang diperoleh dari pembelajaran di Indonesia. Setiawan (2019a) mengungkap bahwa terdapat fenomena unik dalam pembelajaran sains di Indonesia. Ungkapan ini didasari oleh perbandingan antara prestasi siswa Indonesia dalam ajang olimpiade internasional pada 2018 dengan penilaian literasi saintifik dari PISA (Programme for International Student Assessment) pada 2015 (Setiawan, 2019a).
Perluasan data menunjukkan bahwa ungkapan tersebut tak dapat begitu saja disangkal, karena siswa Indonesia memang memiliki prestasi bagus dalam ajang International Science Olympiads (ISOs) sejak kali pertama ikut
serta, baik untuk fisika, biologi, astronomi dan astrofisika, geologi, serta kimia (IPhO, 2019; IBO, 2019; IOAA, 2019; IChO, 2019; IESO, 2019). Namun, secara bersamaan raihan tersebut disertai keberadaan yang konsisten di papan bawah dalam empat periode terakhir penilaian literasi saintifik dari PISA (OECD, 2019). Lebih lanjut, diungkapkan bahwa selayaknya raihan olimpiade diperlakukan sebagai hiburan semata, bukan gambaran keberhasilan pendidikan sains karena peserta merupakan siswa pilihan (Setiawan, 2019).
Fenomena unik yang diungkap oleh Setiawan (2019a) dilanjut dengan penyampaian saran agar fokus yang serius harus diarahkan kepada hasil PISA. Hal ini karena kerangka kerja yang digunakan sebagai dasar untuk pengukuran dapat diadopsi atau setidaknya diadaptasi ke dalam pembelajaran (Setiawan, 2019a). Saran tersebut selaras dengan Karim et al. (2017) yang mengungkap bahwa strategi pembelajaran harus ditentukan dan dibangun dengan baik untuk melatih literasi saintifik, termasuk menjelaskan fenomena alam, membangun dan mengevaluasi percobaan, serta menafsirkan data yang diperoleh dari bukti ilmiah. Ungkapan tersebut disampaikan berdasarkan ulasan deskriptif menggunakan
43 Setiawan (2019) Menyusun Instrumen Penilaian untuk Pembelajaran Ekologi Berorientasi Literasi Saintifik
dimensi Marzano terhadap pelaksanaan desain pembelajaran termodinamika untuk melatih literasi saintifik (Karim et al., 2017). Dari sisi lain, Rustaman (2017) menyampaikan bahwa pembelajaran sains selayaknya menjadi sarana untuk melatih keterampilan saintifik serta menumbuhkan kepedulian terhadap alam dan upaya pelestarian fungsinya. Keseluruhan informasi tersebut menguatkan anggapan bahwa hasil PISA perlu ditindaklanjuti secara serius dalam bentuk mengarahkan pembelajaran sains untuk melatih literasi saintifik.
Literasi saintifik telah dijelaskan oleh Hurd (1998) sebagai kompetensi yang diperlukan oleh warga negara untuk berpikir rasional tentang sains dalam kaitannya dengan masalah pribadi, sosial, politik, ekonomi, dan masalah yang mungkin ditemui seseorang sepanjang hidup. Konsep literasi saintifik harus mengenali berbagai kekuatan yang berubah dalam masyarakat, termasuk kemunculan era informasi, kelahiran ekonomi global, dan dunia daring (Hurd, 1998). Kerangka kerja PISA dari OECD (2018) mendefinisikan literasi saintifik sebagai kemampuan untuk terlibat masalah yang berhubungan dengan sains dan dengan ide sains sebagai warga negara yang reflektif. Karena itu, orang yang memiliki literasi saintifik bersedia untuk terlibat komunikasi ilmiah tentang sains dan teknologi yang membutuhkan kompetensi untuk: menjelaskan fenomena secara ilmiah, mengevaluasi dan merancang penyelidikan ilmiah, juga menafsirkan data dan bukti secara ilmiah (OECD, 2018).
Berdasarkan uraian tersebut, riset ini bertujuan untuk menemukan keabsahan dan keandalan rancangan instrumen penilaian pembelajaran ekologi beroerientasi literasi saintifik. Rancangan soal disusun berdasarkan indikator domain kompetensi literasi saintifik dari kerangka kerja PISA (OECD, 2018). Indikator tersebut dikaitkan dengan topik ekologi atas dasar pertimbangan agar dapat digunakan dalam pembelajaran di sekolah menengah. Karena itu, rumusan masalah yang menjadi fokus penelitian ini ialah, “Bagaimana keabsahan dan keandalan rancangan instrumen penilaian pembelajaran ekologi beroerientasi literasi saintifik?”
2. METODE
Tujuan dari riset ini adalah untuk menemukan
keabsahan dan keandalan rancangan instrumen penilaian pembelajaran ekologi beroerientasi literasi saintifik. Karena itu dibutuhkan data berupa lembar validasi dan nilai keabsahan instrumen. Berdasarkan tujuan riset dan kebutuhan data, metode riset yang dapat dipakai ialah tipe cross-sectional survey. Tipe ini berupaya untuk memperoleh informasi yang dikumpulkan pada titik waktu yang kira-kira sama (Fraenkel & Wallen, 2009).
Sampel diambil dengan teknik penyampelan bertujuan (purposive sampling) terhadap 4 pakar dan 122 siswa tingkat sekolah menengah di Kabupaten Kudus. Teknik ini dipilih karena tujuan spesifik riset memerlukan sampel yang memenuhi kriteria (Fraenkel & Wallen, 2009). Kriteria untuk 4 pakar tersebut berupa akademisi dengan bidang kepakaran literasi saintifik 1 orang (Pakar-1) dan evaluasi pembelajaran biologi 1 orang (Pakar-2) serta praktisi pembelajaran biologi sekolah menengah 1 orang (Pakar-3)
dan praktisi profesional bidang bahasa 1 orang (Pakar-4). Sementara untuk siswa kriteria yang dipakai ialah merupakan siswa aktif di sekolah menengah yang mengambil program peminatan Ilmu Alam.
Instrumen yang dipakai untuk mengukur keabsahan ialah lembar validasi butir pernyataan. Lembar tersebut diberi skor menggunakan skala Likert. Kelebihan skala Likert sebagai pengukur tanggapan secara verbal maupun numerik terhadap kuesioner, dapat memberi nilai kuantitatif dalam rentang spektrum yang panjang (Likert, 1932). Sedangkan kekurangannya berupa sikap terdistribusi secara normal ke dalam lima kategori persetujuan (Likert, 1932).
Memperhatikan kelebihan dan kekurangan, skala Likert dipilih karena hasilnya dapat diolah baik secara statistik maupun desktriptif. Letak kekurangan berupa pembagian tingkat persetujuan ke dalam lima kategori diatasi dengan menggunakan tujuh tingkat secara numerik (Dawes, 2008).
Tabel 1. Indikator Kompetensi Literasi Saintifik Kompetensi Indikator
Menjelaskan fenomena secara ilmiah
Mengingat dan menerapkan pengetahuan ilmiah yang sesuai.
Mengidentifikasi, menggunakan, serta menghasilkan model dan representasi yang jelas.
Menjelaskan implikasi potensial dari pengetahuan ilmiah bagi masyarakat.
Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah
Mengusulkan cara mengeksplorasi secara ilmiah terhadap pertanyaan yang diberikan.
Mengevaluasi cara mengeksplorasi secara ilmiah pertanyaan yang diberikan.
Mendeskripsikan dan mengevaluasi berbagai cara yang digunakan oleh ilmuan untuk menentukan keabsahan dan keobjektifan data serta keumuman penjelasan.
Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah
Mengubah data dari satu representasi ke representasi yang lain.
Menganalisis dan menafsirkan data dan menarik kesimpulan yang tepat.
(OECD, 2013)
Nilai keabsahan (validity) ditentukan berdasarkan
penilaian pakar (obtain judgement expert), masing-masing terhadap ketepatan antara rancangan dan indikator yang dikur, pertanyaan dan jawaban, serta soal dengan subjek sasaran (Fraenkel & Wallen, 2009). Hasil validasi berupa penilaian skala 7 terhadap setiap butir pernyataan yang diolah menggunakan persamaan berikut (Setiawan, 2019b):
𝑃(𝑠) =
𝑠
𝑁× 100% (Persamaan 1)
dengan:
𝑃(𝑠) = Nilai setiap butir pernyataan
𝑠 = skor setiap butir pernyataan
𝑁 = jumlah keseluruhan butir pernyataan kemudian ditafsirkan berdasarkan tabel berikut:
44 Assimilation: Indonesian Journal of Biology Education, 2(2): 42-46
Tabel 2. Penafsiran Penilaian Keabsahan Instrumen No. Rentang Rerata Penilaian Pakar
(%) Kriteria
Kelayakan
1 7,001 ≤ % ≤ 10,000 Sangat layak
2 4,001 ≤ % ≤ 7,000 Cukup layak
3 0,000 ≤ % ≤ 4,000 Tidak layak
(Setiawan, 2019b) Berdasarkan tabel tersebut, instrumen dapat
digunakan kalau memenuhi kriteria ‘sangat layak’ atau ‘cukup layak’ (Setiawan, 2019b).
Sementara untuk mengukur keandalan (reliability), dipakai kuesioner motivasi belajar yang telah diperbaiki berdasarkan lembar validasi butir pernyataan. Keandalan instrumen ditentukan berdasarkan konsistensi internal (internal consistency). Konsistensi internal biasanya diukur dengan alfa Cronbach (α), salah satu cara statistik untuk mengetahui korelasi berpasangan antar butir pertanyaan atau pernyataan, yang dapat dihitung menggunakan persamaan Kuder-Richardson Approaches (KR20) berikut (Sijtsma, 2009):
𝛼 = 𝑛
𝑛 −1 (1 −
∑ 𝑉𝑖𝑖
𝑉𝑡) (Persamaan 2)
dengan:
𝛼 = koefisien alfa
𝑛 = jumlah butir pernyataan
𝑉𝑖 = simpangan baku setiap butir pernyataan
𝑉𝑡 = simpangan baku keseluruhan
Persamaan 2 mengungkap bahwa alfa Cronbach adalah fungsi dari jumlah butir pernyataan, simpangan baku setiap butir pernyataan, dan simpangan baku keseluruhan. Hal ini menunjukkan bahwa nilai alfa Cronbach dapat meningkat ketika interelasi antar butir meningkat, sehingga dapat dipakai untuk memperkirakan konsistensi internal dari keandalan skor instrumen. Persamaan 2 juga memberi makna bahwa dibutuhkan uji coba yang hasilnya dapat ditafsirkan berdasarkan tabel berikut:
Tabel 3. Penafsiran Penilaian Keandalan Instrumen
No. Nilai Alfa Cronbach Kategori Keandalan
1 𝛼 ≤ 0,9 Luar biasa
2 0,8 ≤ 𝛼 < 0,9 Baik
3 0,7 ≤ 𝛼 < 0,8 Dapat diterima
4 0,6 ≤ 𝛼 < 0,7 Dipertanyakan
5 0,5 ≤ 𝛼 < 0,6 Rendah
6 𝛼 < 0,5 Tidak dapat diterima
(Morera & Stokes, 2016) Berdasarkan tabel tersebut, instrumen dapat dipakai
setelah satu kali uji coba kalau nilai koefisien alfa lebih besar dari 0,70 (Fraenkel & Wallen, 2009).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Instrumen penelitian yang dirancang berjumlah 10
butir soal dengan indikator mengacu kepada domain kompetensi literasi saintifik dari kerangka kerja PISA.
Indikator tersebut digunakan sebagai acuan dalam menyusun soal dengan konten terkait topik ekologi. Pilihan mengaitkan dengan topik tertentu dilakukan karena kami berupaya agar pembelajaran aktual di sekolah dapat diarahkan untuk melatih literasi saintifik. Sehingga diperlukan soal sebagai alat ukur literasi saintifik dari beragam topik, antara lain ekologi.
Soal disusun dalam bentuk uraian. Pilihan ini diambil karena kami memandang bahwa tes tipe uraian memiliki keunggulan untuk mengukur kemampuan individu dalam mengorganisasikan, mengintregasikan, menganalisis, menyintesiskan, dan mengevaluasi informasi. Karena itu, soal bentuk uraian dipandang lebih cocok untuk digunakan. Banyak soal yang disusun ialah 3 kelompok untuk setiap topik. Kami menyadari bahwa untuk soal tipe ini, terdapat kesulitan dalam hal melakukan penyekoran. Sehingga kami membuat rancangan sederhana guna mengklasifikasikan skor dari setiap jawaban, yang ditampilkan melalui tabel berikut:
Tabel 4. Klasifikasi Skor Setiap Jawaban Skor Bentuk Jawaban
2 Sama seperti yang diharapkan
2 Hampir seperti yang diharapkan tanpa terdapat pernyataan yang salah
1 Mengandung hal yang benar dan terdapat pula pernyataan yang salah
0 Jawaban tidak berhubungan dengan pertanyaan yang diajukan
0 Tidak menjawab
yang kemudian dijumlah secara keseluruhan
menggunakan persamaan berikut:
𝑁 = ∑ 𝑆 (Persamaan 3)
dengan:
𝑁 = skor setiap siswa
𝑆 = jawaban setiap butir soal
Langkah yang dilakukan dalam penyusunan soal
sebagai berikut: 1) Membuat matrikulasi domain kompetensi dan
indikator soal (Tabel 5); 2) Menyusun soal berdasarkan matrikulasi; 3) Meminta validasi pakar; 4) Menganalisis hasil validasi pakar (analisis
keabsahan); 5) Meminta siswa mengerjakan soal
(mengujicobakan); serta 6) Menganalisis hasil ujicoba (analisis keandalan).
Setelah dilakukan validasi kepada 4 pakar, diperoleh
penilaian yang beragam. Namun, secara umum soal sudah sesuai tanpa perlu banyak perubahan. Berdasarkan keseluruhan komentar tersebut, dilakukan klasifikasi setiap soal pada Tabel 6.
45 Setiawan (2019) Menyusun Instrumen Penilaian untuk Pembelajaran Ekologi Berorientasi Literasi Saintifik
Tabel 5. Contoh Soal yang Disusun Indikator Mengusulkan cara mengeksplorasi secara
ilmiah terhadap pertanyaan yang diberikan
Topik Penanganan Perubahan Lingkungan
Soal Ketika memimpin proyek pembangunan sirkuit MotoGP dari DORNA di Kabupaten Kudus pada 2019 yang harus siap pakai pada 2024, Rosé ingin agar hasilnya ramah lingkungan. Karena itu dirinya mengumpulkan data sebagai berikut:
a) Jumlah kendaraan untuk setiap sesi balapan paling banyak ialah 30 sepeda motor;
b) Bahan bakar setiap kendaraan ialah Pertamax Plus;
c) Setiap kendaraan membutuhkan 1 liter untuk sekali mengelilingi sirkuit sepanjang 5 km;
d) Daftar pohon yang dapat dipilih Rosé untuk ditanam di lingkungan sirkuit sebagai berikut:
No. Pohon Nama Ilmiah
Daya Serap CO2 (g/jam.pohon)
1 Mahoni Swietenia
macrophylla 3.112,43
2 Palem
Phoenix Phoenix roebelenii
0,39
3 Kersen Muntingia calabura
0,6
4 Beringin Ficus
benjamina 1.146,51
5 Trembesi Samanea saman
3.252,10
Pertanya-an
Bagaimana langkah perencanaan yang dapat dilakukan Rosé agar sirkuit yang dibangun ramah lingkungan?
Jawaban Langkah perencanaan yang dapat dilakukan Rosé ialah:
1) Memprediksi total emisi karbon selama masa balapan;
2) Memilih pohon yang memiliki daya serap paling bagus sekaligus memungkinkan ditanam di lokasi;
3) Memetakan letak penanaman pohon agar efektif dan efisien serta tidak mengganggu pelaksanaan balapan.
Setelah melakukan perbaikan berdasarkan komentar
keempat pakar, dilakukan ujicoba soal. Hasil uji coba dijadikan sebagai acuan untuk menemukan nilai koefisien keandalan soal. Melalui uji coba juga bisa didapatkan informasi banyak waktu yang diperlukan siswa untuk menjawab soal. Setelah dilakukan uji coba soal, diperoleh hasil bahwa nilai konsistensi internal sebesar 0.763, yang berarti instrumen penilaian dapat digunakan. Banyaknya waktu yang diperlukan siswa untuk menjawab soal ialah 45 menit.
Instumen yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat digunakan untuk memperoleh profil literasi saintifik siswa sebelum dan/atau setelah pembelajaran. Melalui profil sebelum pembelajaran, dapat disusun rancangan pembelajaran berorientasi literasi saintifik yang selaras dengan keadaan siswa. Sementara profil setelah pembelajaran dapat dipakai sebagai bahan evaluasi, baik
dari sisi pelaksanaan proses, pencapaian hasil, keefektifan kegiatan, maupun ketiganya. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi bahan kajian untuk diperbaiki secara berlanjut supaya lebih operasional ketika diterapkan di lapangan serta kuat dari sisi penelitian.
Tabel 6. Hasil Validasi Pakar
Soal
Skor dari Pakar Jumlah Skor Kriteria Soal
1 2 3 4
1 7 2 5 3 61 Cukup Layak
2 3 6 6 6 75 Sangat Layak
3 3 5 5 5 64 Cukup Layak
4 7 5 6 5 82 Sangat Layak
5 6 4 6 3 68 Cukup Layak
6 5 6 5 6 79 Sangat Layak
7 7 4 6 6 82 Sangat Layak
8 7 3 4 6 71 Sangat Layak
9 7 6 7 6 93 Sangat Layak
10 7 7 7 5 93 Sangat Layak
4. SIMPULAN
Berdasarkan riset yang telah dilakukan, dapat dilihat
bahwa keabsahan dan keandalan instrumen penilaian menunjukkan soal termasuk dalam kategori dapat digunakan. Dengan demikian, soal yang disusun dapat dijadikan sebagai alat ukur literasi saintifik siswa dalam pembelajaran ekologi di sekolah menengah. Secara rinci, hasil validasi pakar memberi kesimpulan bahwa terdapat 7 soal kategori ‘sangat layak’ dan 3 soal kategori ‘cukup layak’. Sementara berdasarkan hasil ujicoba, diperoleh nilai konsistensi internal sebesar 0.763, yang berarti soal dapat digunakan.
REFERENSI Dawes, J. (2008). Do Data Characteristics Change
According to the Number of Scale Points Used? An Experiment Using 5-Point, 7-Point and 10-Point Scales. International Journal of Market Research, 50(1), 61–104. doi:10.1177/147078530805000106
Fraenkel, J.R. & Wallen, N.E. (2009). How to design and evaluate research in education (7th ed.). New York. McGraw-Hill Companies.
Hurd, P.D. (1998). Scientific literacy: New minds for a changing world. Science Education, 82(3), 407–416. doi:10.1002/(sici)1098-237x(199806)82:3<407::aid-sce6>3.0.co;2-g
IBO. (2019). Final Scores IBO 2019. Dalam 30th IBO Hungary 2019 (Online). Tersedia http://ibo2019.org/sites/default/files/2019-07/FINAL%20SCORES%20IBO2019.pdf [15 Juli 2019].
IChO. (2019). International chemistry olympiad: indonesia. Dalam International Chemistry Olympiad (Online).
46 Assimilation: Indonesian Journal of Biology Education, 2(2): 42-46
Tersedia http://www.icho-official.org/results/ country_info.php?country=Indonesia [15 Juli 2019].
IESO. (2019). List of medal and team award winners. Dalam International Earth Science Olympiad (Online). Tersedia http://www.ieso-info.org/ documents/ honor-board/ [15 Juli 2019].
IOAA. (2019). Participating countries. Dalam International Olimpiad on Astronomy and Astrophysics (Online). Tersedia http://www.ioaastrophysics.org/ participating-countries/ [15 Juli 2019].
IPhO. (2019). IPhO 2019. Dalam International physics olympiad (Online). Tersedia https://ipho-unofficial.org/countries/IDN/individual [15 Juli 2019].
Karim, S., Prima, E.C., Utari, S., Saepuzaman, D. & Nugaha, M.G. (2017). Recostructing the physics teaching didactic based on marzano’s learning dimension on training the scientific literacies. Journal of Physics: Conference Series, 812: 1-8. doi:10.1088/1742-6596/812/1/012102
Likert, R. (1932). A technique for the measurement of attitudes. Archives of Psychology, 22 (140): 1-55.
Morera, O.F., & Stokes, S.M. (2016). Coefficient α as a Measure of Test Score Reliability: Review of 3 Popular Misconceptions. American Journal of Public Health, 106(3), 458–461. doi:10.2105/ ajph.2015.302993
OECD. (2018). Pisa for development science framework. Dalam OECD, PISA for Development Assessment and Analytical Framework: Reading, Mathematics and Science. Paris: OECD Publishing. doi:https://dx.doi.org/10.1787/9789264305274-6-en
OECD. (2019), "Science performance (PISA)" (indicator). Dalam OECDiLibrary (online). Tersedia https://doi.org/10.1787/91952204-en [18 September 2019].
Rustaman, N.Y. (2017). Mewujudkan sistem pembelajaran sains/biologi berorientasi pengembangan literasi peserta didik. Makalah disajikan dalam Prosiding Seminar Nasional III Tahun 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”. Universitas Muhammadiyah Malang, Malang, 29 April 2017.
Setiawan, A.R. (2019a). Penerapan pendekatan saintifik untuk melatih literasi saintifik dalam domain kompetensi pada topik gerak lurus di sekolah menengah pertama. Prosiding Seminar Nasional Fisika (SiNaFi) 2018, 4(1): 7-13.
Setiawan, A.R. (2019b). Peningkatan literasi saintifik melalui pembelajaran biologi menggunakan pendekatan saintifik. Journal of Biology Education, 2 (1): 223-235. doi:10.21043/jobe.v2i1.5278
Setiawan, A.R. & Sari, D.R. (2019). A Simple Essay of Natural Science Curricula in Indonesia.
ΛLΟBΑΤИIƆ (ΛRS). doi:https://doi.org/ 10.31219/osf.io/uwn4r
Sijtsma, K. (2009). On the Use, the Misuse, and the Very Limited Usefulness of Cronbach’s Alpha. Psychometrika, 74(1), 107–120. doi:10.1007/s11336-008-9101-
JURNAL THABIEA Vol. 02 No. 02 Tahun 2019 | 83 – 94
Thabiea : Journal of Natural Science Teaching Program Studi Tadris Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Agama Islam Negeri Kudus http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/Thabiea
p-issn: 2580-8974, e-issn: 2655-898x
Efektivitas Pembelajaran Biologi Berorientasi Literasi Saintifik
Adib Rifqi Setiawan
Madrasah Aliyah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS), Jl. KH. Turaichan Adjhuri No. 23 Kudus, Indonesia, 59315
ABSTRAK
Kata kunci:
literasi saintifik
pembelajaran biologi
pendekatan saintifik
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan keefektifan pendekatan
saintifik dalam pembelajaran biologi berorientasi literasi saintifik. Subjek
dari penelitian ini adalah siswa program ilmu pengetahuan alam sekolah
menengah di Kudus. Keefektifan diukur berdasarkan nilai ukuran efek
Cohen d berdasarkan hasil pretest dan posttest yang diambil menggunakan
desain deret waktu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keefektifan
pendekatan saintifik dalam pembelajaran biologi berorientasi literasi
saintifik berada di kategori sedang dengan nilai 0,548. Pendekatan
saintifik dapat menjadi tawaran model pembelajaran berorientasi literasi
saintifik serta tidak dapat ditemukan model terbaik untuk digunakan
dalam pembelajaran ilmu pengetahuan alam termasuk biologi.
ABSTRACT
Keyword:
biology learning
scientific approach
scientific literacy
Effectiveness of biology learning scientific literacy oriented. The goals
of this work were to find the effectiveness of scientific approach in
scientific literacy biological learning oriented. The subject of this study is
students of natural science program class in secondary school in Kudus.
To reveal effectiveness is measured based on the value of Cohen’s d effect
size based on pretest and posttest result gained with time series design.
The results of this work revealed that the effectiveness of scientific
approach in scientific literacy biological learning oriented were in medium
category with the value were 0,548. Scientific approach can be used as
alternative model for scientific literacy learning oriented nor did not found
the best model for science learning include biology.
Copyright © 2019 Institut Agama Islam Negeri Kudus. All Right Reserved
Pendahuluan
Pembelajaran yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan siswa secara
optimal harus dilakukan melalui langkah
terstruktur dan terukur (Setiawan & Koimah,
2019). Struktur pembelajaran yang baik
diterapkan secara bertahap mulai dari langkah
sederhana sampai rumit. Seluruh langkah
tersebut dibuat agar dapat diukur, baik dari sisi
pelaksanaan maupun pencapaian. Hal ini
berlaku secara umum, termasuk dalam
pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
seperti biologi, fisika, kimia, geologi, dan
astronomi. Salah satu cara untuk menyusun
pembelajaran yang sesuai dengan prinsip
tersebut ialah menggunakan pendekatan
saintifik.
Pendekatan saintifik adalah pendekatan
pedagogis yang menggunakan langkah sesuai
dengan metode ilmiah (Setiawan, 2019).
Nurohmah (2015) melalui one-group pretest-
posttest menemukan bahwa pendekatan
saintifik mempunyai keefektifan tinggi dalam
meningkatkan hasil belajar tiap aspek kognitif
siswa pada jenjang pengetahuan, pemahaman,
dan penerapan. Setiawan (2017) kemudian
menerapkan pendekatan saintifik dalam
pembelajaran fisika berorientasi literasi
saintifik. Hasil yang diperoleh menggunakan
one-group pretest-posttest menyebutkan bahwa
pendekatan saintifik dalam pembelajaran fisika
JURNAL THABIEA |84
topik mekanika dapat meningkatkan literasi
saintifik siswa di kategori sedang dengan nilai
gain yang dinormalisasi sebesar 0,61.
Nurohmah (2015) berupaya untuk
mengetahui seberapa besar keefektifan
pendekatan saintifik dalam meningkatkan hasil
belajar. Besar keefektifan diukur berdasarkan
ukuran efek 𝐶𝑜ℎ𝑒𝑛 𝑑 terhadap hasil pretest dan
posttest. Hasil pretest dan posttets diambil
menggunakan tes objektif sebanyak 20 butir
soal yang disusun sebagai alat pengukur hasil
belajar tiap aspek kognitif. Tes tersebut
diberikan kepada siswa sebelum dan sesudah
pembelajaran sebanyak 3 pertemuan. Sementara
tujuan penelitian Setiawan (2017) ialah untuk
mendapat gambaran peningkatan literasi
saintifik setelah diterapkan pendekatan saintifik
dalam pembelajaran fisika topik mekanika.
Penerapan tersebut dilakukan menggunakan
desain pembelajaran yang diadaptasi dari
usulan Utari, dkk. (2015). Peningkatan literasi
saintifik diukur berdasarkan nilai gain yang
dinormalisasi terhadap hasil pretest dan
posttest. Alat ukur pretest dan posttets berupa
tes tipe uraian sebanyak 18 butir soal yang
disusun berdasarkan indikator kompetensi
literasi saintifik dari Programme for
International Student Assessment (PISA). Tes
tersebut diberikan kepada siswa sebelum dan
sesudah pembelajaran sebanyak 3 pertemuan.
Dari penyampaian informasi tersebut
tampak bahwa pembelajaran yang dilaksanakan
oleh Nurohmah (2015) tidak diarahkan untuk
melatih literasi saintifik sepertihalnya dilakukan
oleh Setiawan (2017). Namun, Setiawan (2017)
luput tidak mengulas keefektifan penerapan
pendekatan saintifik dalam pembelajaran
laiknya dikerjakan oleh Nurohmah (2015).
Ditilik dari sisi metode penelitian, keduanya
menggunakan desain yang sama berupa one-
group pretest-posttest. Desain tersebut
termasuk dalam tipe experimental dari
kelompok weak experimental karena tidak
memiliki kontrol untuk ancaman terhadap
kualitas pelaksanaan rancangan penelitian,
sehingga hasilnya bukan semata dipengaruhi
oleh tindakan yang diberikan (Fraenkel &
Wallen, 2009). Keabsahan hasil penelitian tipe
experimental akan lebih kuat kalau
menggunakan dari kelompok true experimental
lantaran peneliti dapat mengontrol beberapa
faktor yang tidak diharapkan memengaruhi
hasil penelitian.
Berdasarkan tuturan tersebut, kami
memandang perlu dilakukan tindak lanjut
terhadap Nurohmah (2015) dan Setiawan
(2017) berupa penelitian yang memaduan
tujuan dan pembahasan data serta perbaikan
desain penelitian dari keduanya. Sehingga kami
menerapkan pendekatan saintifik dalam
pembelajaran biologi berorientasi literasi
saintifik siswa. Karena itu rumusan masalah
yang menjadi fokus kami ialah, “Bagaimana
keefektifan pendekatan saintifik dalam
pembelajaran biologi berorientasi literasi
saintifik?”
Metode
Tujuan penelitian ini ialah untuk
menemukan keefektifan pendekatan saintifik
dalam pembelajaran biologi berorientasi literasi
saintifik. Karena itu dibutuhkan data berupa
profil literasi saintifik sebelum dan sesudah
pembelajaran biologi menggunakan pendekatan
saintifik. Berdasarkan tujuan penelitian dan
kebutuhan data, metode penelitian yang dapat
dipakai ialah pendekatan kualitatif tipe
experimental jenis action research (Fraenkel &
Wallen, 2009). Dalam metode ini dapat
digunakan kelompok desain quasi-
experimental, yang kami pilih karena kesulitan
menggunakan true experimental, tapi hasilnya
lebih kuat daripada weak eksperimental.
Desain penelitian yang dipilih dari
kelompok quasi-experimental yakni time series,
karena tidak memerlukan kelompok kontrol
untuk dibandingkan dengan kelompok
eksperimen, tidak menggunakan penyamaan
karakteristik dalam satu kelompok tindakan,
serta tidak memerlukan pengontrol variabel.
Untuk desain time series, kelompok yang
digunakan untuk penelitian tidak dapat dipilih
secara random sampling, sehingga sampel
diambil menggunakan teknik convenience
sampling (Fraenkel & Wallen, 2009). Target
JURNAL THABIEA |85
populasi di sini adalah siswa sekolah menengah
program ilmu pengetahuan alam (IPA) di
Kabupaten Kudus. Sampel yang diambul
sebanyak 120 siswa dengan kisaran usia 15-17
tahun dari salah satu sekolah menengah.
Desain penelitian berupa 16 kali
pengamatan terhitung mulai 6 Januari sampai 3
Maret 2019. Rincian desain yakni: 8 kali
pengamatan sebelum diberikan tindakan berupa
hasil pretest (OA1, OA2, OA3, OA4, OA5, OA6, OA7,
OA8); 8 kali pengamatan setelah diberikan
tindakan berupa hasil posttest (OH1, OH2, OH3,
OH4, OH5, OH6, OH7, OH8); serta tindakan berupa
penerapan pendekatan saintifik yang
dilaksanakan secara malar dalam pembelajaran
biologi topik plantae meliputi bryophyta (P1),
pteridophyta (P2), gymnospermae (P3), dan
angiospermae (P4) serta animalia mencakup
annelida (P5), arthropoda (P6), pisces (P7), dan
tetrapoda (P8). Desain tersebut ditunjukkan
dengan pola berikut:
OA1
OA2
OA3
OA4
OA5
OA6
OA7
OA8
⇒ P1 ⇒
⇒ P2 ⇒
⇒ P3 ⇒
⇒ P4 ⇒
⇒ P5 ⇒
⇒ P6 ⇒
⇒ P7 ⇒
⇒ P8 ⇒
OH1
OH2
OH3
OH4
OH5
OH6
OH7
OH8
Penerapan pendekatan saintifik
dilaksanakan menggunakan desain
pembelajaran usulan Utari, dkk. (2015) yang
diperbaiki oleh Setiawan (2017). Komponen
literasi saintifik yang dilatih untuk setiap
langkah berfokus kepada domain kompetensi,
ialah: menjelaskan fenomena secara ilmiah
(K1), merancang dan mengevaluasi
penyelidikan ilmiah (K2), dan menafsirkan data
dan bukti secara ilmiah (K3).
Instrumen yang dipakai untuk mengukur
literasi saintifik berupa tes tipe uraian dengan
konten terkait topik bryophyta, pteridophyta,
gymnospermae, angiospermae, annelida,
arthropoda, pisces, dan tetrapoda masing-
masing sebanyak 3 butir soal yang disusun
berdasarkan indikator kompetensi dari kerangka
kerja PISA.
Tabel 1. Indikator Kompetensi Literasi Saintifik
Kompetensi Kode Indikator
Menjelaskan fenomena
secara ilmiah K1
Mengingat dan menerapkan pengetahuan ilmiah yang sesuai
Mengidentifikasi, menggunakan, serta menghasilkan model dan
representasi yang jelas
Menjelaskan implikasi potensial dari pengetahuan ilmiah bagi
masyarakat
Merancang dan
mengevaluasi penyelidikan
ilmiah
K2
Mengusulkan cara mengeksplorasi secara ilmiah terhadap pertanyaan
yang diberikan
Mengevaluasi cara mengeksplorasi secara ilmiah pertanyaan yang
diberikan
Mendeskripsikan dan mengevaluasi berbagai cara yang digunakan oleh
ilmuan untuk menentukan keabsahan dan keobjektifan data serta
keumuman penjelasan
Menafsirkan data dan bukti
secara ilmiah K3
Mengubah data dari satu representasi ke representasi yang lain
Menganalisis dan menafsirkan data dan menarik kesimpulan yang tepat
(OECD, 2018)
JURNAL THABIEA |86
Tabel 2. Kompetensi yang dilatihkan untuk Setiap Langkah Pembelajaran
Langkah Pembelajaran Gambaran Kegiatan Literasi
Saintifik
Kegiatan
Pendahuluan
Apersepsi Memberi contoh penerapan masalah keseharian
terkait dengan konsep yang akan disampaikan.
K1
Motivasi K1
Kegiatan Inti
Mengamati
Melakukan simpulan dari hasil pengamatan,
mendapatkan data untuk memunculkan
pertanyaan penyelidikan.
K1, K3
Menanya
Mengajukan pertanyaan penyelidikan terkait
objek yang dimati, memprediksi hubungan antar
variabel.
K1, K2
Mengumpulkan Informasi
(pustaka)
Merencanakan eksperimen, melakukan
eksperimen, mengumpulkan informasi pustaka
yang relevan.
K1, K2, K3
Mengolah Data
(laboratorium atau
lapangan)
Menganalisis data dan membuat kesimpulan. K2, K3
Mengomunikasikan Hasil Menyampaikan kesimpulan yang didapatkan
secara lisan dan tulisan. K2, K3
Kegiatan
Penutup
Evaluasi Memberi soal terkait dengan konsep yang telah
dibahas. K1, K2, K3
Penugasan
Memberi tugas yang memacu siswa untuk
menuangkan gagasan dalam memecahkan
masalah keseharian.
K1, K2, K3
Setiawan (2017)
Tabel 3. Sebaran Topik Instrumen Pengukuran
Topik Rincian Penggunaan
Plantae Bryophyta OA1 dan OH1
Pteridophyta OA2 dan OH2
Gymnospermae OA3 dan OH3
Angiospermae OA4 dan OH4
Animalia Annelida OA5 dan OH5
Arthropoda OA6 dan OH6
Pisces OA7 dan OH7
Tetrapoda OA8 dan OH8
(OECD, 2018)
Keabsahan instrumen ditentukan
berdasarkan validasi pakar, masing-masing
terhadap kesesuaian indikator dengan soal,
kesesuaian jawaban dengan pertanyaan, serta
kesesuaian soal dengan jenjang sekolah. Pakar
yang dipilih yaitu akademisi dengan bidang
kepakaran literasi saintifik dan evaluasi
pembelajaran biologi serta praktisi
pembelajaran biologi sekolah menengah dan
bidang profesional terkait biologi.
Sementara keandalan instrumen
ditentukan berdasarkan internal consistency.
Dengan cara ini, dibutuhkan satu kali uji coba
yang hasilnya diolah dengan ketentuan
instrumen dapat digunakan kalau nilai koefisien
keandalan persamaan Kuder-Richardson
JURNAL THABIEA |87
Approaches (KR20) lebih besar dari 0,70
(Fraenkel & Wallen, 2009; Cronbach, 1951).
Setelah dilakukan validasi kepada 4
pakar dan uji coba terhadap 40 siswa ditemukan
bahwa instrumen layak dipakai serta nilai
koefisien keabsahan memenuhi kriteria dapat
digunakan.
Dalam mengukur literasi saintifik
siswa, digunakan panduan penilaian jawaban
berikut:
Tabel 4. Klasifikasi Skor Setiap Jawaban
Skor Jawaban
3 Sesuai seperti yang diharapkan
2 Hampir seperti yang diharapkan tanpa
terdapat pernyataan yang salah
1 Mengandung hal yang benar dan terdapat
pula pernyataan yang salah
0 Jawaban tidak berhubungan dengan
pertanyaan yang diajukan
0 Tidak menjawab
Dari skor tersebut, keefektifan dicari
melalui perhitungan nilai ukuran efek (effect
size) dari nilai Cohen d (Nissen, dkk., 2018).
Hasil perhitungan tersebut kemudian ditafsirkan
berdasarkan tabel berikut:
Tabel 5. Besar Keefektifan
Nilai Kategori
0,01 Sangat Kecil
0,20 Kecil
0,50 Sedang
0,80 Tinggi
1,20 Sangat Tinggi
2,00 Luar Biasa
(Sawilowsky, 2009)
Hasil dan pembahasan
Hasil penelitian ditunjukkan melalui
gambar 1, yang menampakkan bahwa terdapat
peningkatan hasil dari pretest ke posttest. Hasil
yang diperoleh dari pretest tidak stabil dengan
bentuk garis memenuhi persamaan persamaan
𝑦 = −0,0045𝑥 + 0,6179, tapi karena
memiliki rentang perbedaan yang kecil dapat
dikatakan bahwa ketidakstabilan kurang
signifikan. Ketidakstabilan serupa juga
diperoleh dari hasil posttest memenuhi
persamaan 𝑦 = −0,0152𝑥 + 1,4886.
Persamaan garis 𝑦 = 0,075𝑥 + 0,3717
diperoleh untuk keseluruhan tahap pengamatan.
Koefisien positif dalam persamaan tersebut
menyampaikan makna bahwa terdapat
kecenderungan peningkatan nilai dari setiap
tahap. Perhitungan hasil tersebut memberi nilai
Cohen d sebesar 0,548, yang berarti secara
keseluruhan penerapan pendekatan saintifik
dalam pembelajaran biologi berorientasi literasi
saintifik memiliki keefektifan di kategori
sedang.
Dapat dilihat dari Gambar 1 bahwa
pendekatan saintifik terbilang efektif untuk
melatih literasi saintifik dalam pembelajaran
biologi. Hasil ini menguatkan Nurohmah
(2015) yang mengungkap bahwa pendekatan
saintifik efektif dalam meningkatkan hasil
belajar tiap aspek kognitif siswa pada jenjang
pengetahuan, pemahaman, dan penerapan.
Namun, kategori keefektifan yang didapat oleh
Nurohmah (2015) berada di kategori tinggi,
sedangkan kami berada di kategori sedang. Hal
ini mungkin disebabkan oleh indikator hasil
belajar yang dirancang dalam pembelajaran.
Nurohmah (2015) merancang pembelajaran
berdasarkan aspek kognitif tanpa mengaitkan
dengan literasi saintifik seperti yang kami
lakukan. Kemungkinan tersebut didukung oleh
temuan PISA yang menyebutkan bahwa rata-
rata skor literasi saintifik siswa Indonesia
sebesar 403, lebih rendah 90 poin dari rata-rata
internasional sebesar 493 serta jauh di bawah
peringkat pertama yakni Singapura dengan rata-
rata 556 poin (OECD, 2018).
JURNAL THABIEA |88
Gambar 1. Kecenderungan data dari tahap pretest (black) ke posttest (pink)
Temuan PISA berbanding terbalik
dengan pendapat Suwarma (2012), yang
melalui kajian deskriptif terhadap kurikulum
Indonesia sejak 1947 sampai 2006
menyampaikan bahwa kualitas pendidikan di
Indonesia mulai meningkat secara bertahap
dilihat dari persentase siswa yang lulus ujian
nasional (UN). Anggapan berdasarkan hasil UN
ini dapat memberi kesimpulan bahwa hasil
pembelajaran IPA di Indonesia sudah bagus.
Artinya ketika acuan penilaian hasil
pembelajaran IPA berupa ujian nasional dengan
susunan indikator berdasarkan rincian aspek
kognitif, diperoleh kesimpulan lebih baik
daripada menggunakan indikator literasi
saintifik. Hasil ini selaras dengan perbandingan
hasil yang kami peroleh dengan temuan
Nurohmah (2015).
Penilaian dari PISA memang bukan
harga mati dalam mengukur hasil pembelajaran.
Pasalnya PISA hanya menunjukkan umur
sampel tanpa menyampaikan wilayah sekolah
yang menjadi lokasi pengambilan data. Aspek
wilayah terbilang penting karena Indonesia
masih memiliki masalah kesenjangan
pendidikan antar wilayah. Sehingga penilaian di
wilayah tertentu misalnya di Bandung, dengan
di wilayah lain seperti Malang, memungkinkan
hasil yang berbeda. Meski demikian, bukan
berarti penilaian PISA tidak perlu diperhatikan
sama sekali. Selain menyediakan informasi
sebagai bahan evaluasi pembelajaran di
beberapa negara, PISA juga memberikan
kerangka kerja yang digunakan dasar
pengukuran. Kerangka kerja dari PISA dapat
diadopsi atau minimal diadaptasi ke dalam
proses pembelajaran karena menekankan
kemampuan siswa untuk menerapkan hasil
pembelajaran terhadap masalah keseharian.
Kerangka kerja tersebut secara ringkas dapat
disebut dengan literasi saintifik.
Corebima (2016) mengungkap fakta
berupa pembelajaran dilakukan mengacu pada
acuan utama, yaitu supaya para siswa lulus
ujian, yang membuat guru berupaya dengan
segala cara, baik halal maupun setengah halal,
agar siswa memahami sajian konten
pembelajaran sementara siswa juga berupaya
dengan segala cara serupa agar dapat menjawab
soal ujian sehingga dinyatakan lulus. Artinya
fakta di lapangan menunjukkan bahwa ketika
ujian nasional, yang menjadi dasar Suwarma
(2012) dalam mengungkap pendapat, cenderung
berupaya menumpuk pengetahuan ketimbang
memupuk keterampilan. Hal ini berbeda kalau
acuan utama yang digunakan ialah literasi
saintifik. Rustaman (2017) menyebutkan bahwa
pembelajaran IPA, termasuk biologi,
berorientasi literasi saintifik dapat dilakukan
dengan cara mengkaji indikator guna
dibekalkan kepada siswa, bukan sekadar
membiasakan berlatih soal menurut PISA. Dari
0.000
0.200
0.400
0.600
0.800
1.000
1.200
1.400
1.600
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
JURNAL THABIEA |89
sini tampak bahwa pembelajaran berorientasi
literasi saintifik lebih berupaya memupuk
keterampilan ketimbang menumpuk
pengetahuan.
Utari, dkk. (2015) menyediakan hasil
bagus berupa matriks kaitan antara literasi
saintifik untuk domain pengetahuan dan
kompetensi dengan langkah pembelajaran
berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) dan Kurikulum 2013
(K13). Nilai penting dari karya Utari, dkk.
(2015) ialah menyediakan panduan operasional
dalam menyusun desain pembelajaran
berorientasi literasi saintifik. Panduan tersebut
kemudian diadaptasi dalam bentuk matriks oleh
Setiawan (2017) untuk menerapkan pendekatan
saintifik dalam pembelajaran fisika berorientasi
literasi saintifik. Walau sayang seperti telah
disebutkan sebelumnya, Setiawan (2017) luput
tidak mengulas keefektifan penerapan
pendekatan saintifik dalam pembelajaran.
Selain itu, baik Utari, dkk. (2015) maupun
Setiawan (2017), memperoleh profil literasi
saintifik dalam pembelajaran fisika, bukan
biologi. Untuk itulah diperlukan penelitian
berlanjut di luar topik fisika seperti yang kami
lakukan melalui desain time series dalam
pembelajaran biologi ini, walau untuk saat ini
keefektifan yang diperoleh belum mencapai
kategori tinggi.
Desain time series dalam praktiknya
sama seperti dengan penelitian tindakan kelas
(PTK), tapi tanpa terdapat tahap refleksi.
Melalui PTK yang terdiri dari 4 siklus Wahyuni
(2018) memperoleh kesimpulan bahwa
penerapan pendekatan saintifik dapat
meningkatkan aspek pengetahuan dan
keterampilan pada pelajaran biologi di sekolah
menengah. Wahyuni (2018), laiknya Nurohmah
(2015), tidak mengaitkan pembelajaran dengan
literasi saintifik. Namun, perbandingan tersebut
menunjukkan bahwa pendekatan saintifik dapat
memberikan hasil belajar yang baik. Secara
umum pendekatan saintifik tersusun dari
beberapa langkah pembelajaran berurutan,
ialah: mengamati, menanya, mengumpulkan
informasi, melakukan percobaan, mengolah
data, serta mengomunikasikan hasil.
Pendekatan saintifik dipakai guna memberi
pengalaman kepada siswa agar hasil yang
diperoleh dapat absah, andal, dan objektif
melalui langkah pembelajaran terstruktur dan
terukur. Struktur pembelajaran diterapkan
secara bertahap mulai dari langkah sederhana
sampai rumit dengan langkah yang dapat
diukur, baik dari sisi pelaksanaan maupun
pencapaian. Rustaman (2017) menyebut bahwa
dalam pembelajaran IPA selayaknya terdapat
kegiatan yang membekali siswa untuk
mengembangkan operasi mereka menjadi
sesuatu yang lebih bermakna dalam memahami
pola di alam dan hakikat sains sekaligus melatih
keterampilan ilmiah serta menumbuhkan
kepedulian terhadap alam dan upaya pelestarian
fungsinya. Dari sini dapat dikatakan bahwa
langkah pendekatan saintifik mendukung
pembelajaran IPA.
Kompetensi merancang dan
mengevaluasi penyelidikan ilmiah mengalami
nilai keefektifan paling tinggi, yang secara
berurutan diikuti oleh menjelaskan fenomena
secara ilmiah kemudian menafsirkan data dan
bukti secara ilmiah. Hasil yang ditampilkan
dalam Tabel 6 menunjukkan bahwa pendekatan
saintifik lebih efektif dalam melatih siswa
untuk merancang dan mengevaluasi
penyelidikan ilmiah daripada menjelaskan
fenomena serta menafsirkan data dan bukti
secara ilmiah. Hasil ini memiliki perbedaan
dengan dengan Setiawan (2017) yang memberi
informasi bahwa peningkatan literasi saintifik
untuk pembelajaran fisika topik mekanika
berada di kategori sedang dengan urutan:
menafsirkan data dan bukti secara ilmiah,
merancang dan mengevaluasi penyelidikan
ilmiah, dan menjelaskan fenomena secara
ilmiah. Perbandingan hasil tersebut
menunjukkan bahwa peningkatan untuk
kompetensi menjelaskan fenomena secara
ilmiah dan merancang dan mengevaluasi
penyelidikan ilmiah untuk topik biologi lebih
tinggi daripada fisika, tapi hal ini berlaku
sebaliknya untuk kompetensi menjelaskan
fenomena serta menafsirkan data dan bukti
secara ilmiah. Tampak bahwa siswa lebih sulit
JURNAL THABIEA |90
menafsirkan data dan bukti secara ilmiah di
topik biologi daripada fisika.
Tabel 6. Rincian Keefektifan
Kompetensi Keefektifan
Nilai Kategori
K1 0,555 Sedang
K2 0,581 Sedang
K3 0,509 Sedang
Biologi memang disiplin ilmu yang
rumit dibanding dengan cabang lain dalam IPA
(Koimah & Setiawan, 2019). Marcharis (2015)
menyebut bahwa biologi kerap dianggap
sebagai pelajaran hafalan yang membuat siswa
cenderung merasa berat dalam mempelajari.
Melalui kajian deskriptif terungkap bahwa
siswa di pondok pesantren memiliki
kemampuan menerima dan mengolah informasi
yang termasuk ke dalam kategori sedang, hanya
menggunakan sedikit usaha mentalnya dalam
mempelajari materi biologi di dalam kelas, serta
hasil belajar termasuk ke dalam kategori
kurang. Nilai penting dari gambaran yang
didapat oleh Marcharis (2015) ialah
menunjukkan bahwa terdapat perjuangan berat
bagi guru biologi untuk memandu pembelajaran
seiring topik yang dibahas memiliki kerumitan.
Kerumitan biologi cukup berbahaya karena
ketika topik pembelajaran terlampau rumit
siswa dapat mengalami beban kognitif, tapi
pada saat bersamaan ketika hal ini disampaikan
secara sederhana membuka peluang timbulnya
kesalahpahaman serta mempromosikan hafalan
bukan pemahaman (Koimah & Setiawan, 2019;
Si’ayah, 2010).
Literasi saintifik tampak tidak terkait
maupun identik dengan topik tertentu. Hal ini
diperlihatkan oleh temuan yang menunjukkan
bahwa pembelajaran memiliki keefektifan
relatif setara meski berbeda topik untuk
kompetensi merancang dan mengevaluasi
penyelidikan ilmiah. Dalam kompetensi ini,
siswa tidak dikaitkan secara langsung dengan
objek pengamatan dan/atau percobaan karena
lebih menekankan terhadap penggunaan metode
ilmiah. Walau begitu, kaitan antara semua
kompetensi dengan setiap topik yang
ditunjukkan melalui tabel 7 diperoleh
keefektifan kategori sedang hampir di setiap
rincian, kecuali kompetensi menjelaskan
fenomena secara ilmiah di topik pisces serta
kompetensi menafsirkan data dan bukti secara
ilmiah di topik tetrapoda, yang keduanya
mendapat keefektifan rendah. Hasil ini
cenderung selaras dengan gambar 1 yang
memperlihatkan bahwa pendekatan saintifik
memiliki keefektifan berbeda untuk melatih
kompetensi literasi saintifik di kategori sedang
dengan nilai beragam untuk setiap topik. Secara
beruntun urutannya ialah: pteridophyta (P2),
bryophyta (P1), gymnospermae (P3),
angiospermae (P4), tetrapoda (P8), pisces (P7),
annelida (P5), kemudian arthropoda (P6). Urutan
tersebut justru berbeda dengan pembelajaran
yang dilaksanakan, secara malar yakni
bryophyta (P1), pteridophyta (P2),
gymnospermae (P3), dan angiospermae (P4)
serta animalia mencakup annelida (P5),
arthropoda (P6), pisces (P7), dan tetrapoda (P8).
Keefektifan seperti itu menunjukkan
bahwa dalam pembelajaran biologi pendekatan
saintifik lebih efektif untuk melatih kompetensi
literasi saintifik menggunakan topik plantae
daripada topik animalia. Dalam proses
pembelajaran secara umum, siswa diminta
untuk mengamati organisme terkait topik yang
sedang dipelajari. Misalnya untuk topik
angiospermae (P4), siswa diminta untuk
mengamati mawar merah (Rosa centifolia)
dengan fokus pengamatan terhadap bentuk
akar, letak pembuluh angkut, bentuk tulang
daun, serta pola bagian bunga. Dengan
keefektifan pembelajaran di kategori sedang
sebesar 0,547, diharapkan pembelajaran
berikutnya yakni annelida (P5) dapat lebih
efektif dalam melatih siswa. Sayang dalam
pembelajaran annelida menggunakan Cacing
tanah (Lumbricus terrestris) yang fokus
pengamatan terhadap jaringan tubuh, simetri
tubuh, lapisan nutfah, dan tulang belakang
justru memiliki keefektifan sedang sebesar
0,526. Artinya, keefektifan yang diperoleh dari
pembelajaran angiospermae (P4) terasa kurang
berguna ketika memasuki topik annelida (P5).
JURNAL THABIEA |91
Pasalnya dalam topik annelida, siswa harus
berurusan dengan organisme yang lebih lentur,
sehingga lebih menyulitkan mereka buat
memotong setiap bagian organisme untuk
mengamati lapisan nutfah. Hasil potongan pun
akhirnya sulit untuk diamati, sehingga data
yang diperoleh sulit untuk ditafsirkan. Keadaan
seperti ini dikuatkan oleh temuan yang
menunjukkan bahwa keefektifan pembelajaran
dalam topik animalia untuk tetrapoda
menggunakan Mencit (Mus musculus) dan
pisces menggunakan Bandeng (Chanos
chanos), yang lebih mudah dipotong, lebih
tinggi dibandingkan dengan annelida
menggunakan Cacing tanah (Lumbricus
terrestris) dan arthropoda menggunakan Udang
jerbung (Fenneropenaeus merguiensis).
Paparan hasil di Tabel 7 justru
melemahkan anggapan bahwa literasi saintifik
tidak identik dengan topik tertentu. Pasalnya
perbedaan tingkat kerumitan antar topik ketika
disampaikan dengan pendekatan yang sama dan
diukur menggunakan indikator yang sama,
hasilnya tampak berbeda. Kian rumit topik yang
dibahas, keefektifan pembelajaran untuk
Tabel 7. Rincian Keefektifan
Topik Kompetensi Keefektifan
Nilai Kategori
Bryophyta Menjelaskan fenomena secara ilmiah 0,620 Sedang
Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah 0,596 Sedang
Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah 0,515 Sedang
Pteridophyta Menjelaskan fenomena secara ilmiah 0,583 Sedang
Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah 0,607 Sedang
Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah 0,548 Sedang
Gymnospermae Menjelaskan fenomena secara ilmiah 0,556 Sedang
Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah 0,567 Sedang
Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah 0,571 Sedang
Angiospermae Menjelaskan fenomena secara ilmiah 0,516 Sedang
Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah 0,592 Sedang
Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah 0,535 Sedang
Annelida Menjelaskan fenomena secara ilmiah 0,560 Sedang
Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah 0,517 Sedang
Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah 0,503 Sedang
Arthropoda Menjelaskan fenomena secara ilmiah 0,484 Rendah
Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah 0,607 Sedang
Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah 0,413 Rendah
Pisces Menjelaskan fenomena secara ilmiah 0,520 Sedang
Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah 0,580 Sedang
Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah 0,531 Sedang
Tetrapoda Menjelaskan fenomena secara ilmiah 0,600 Sedang
Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah 0,583 Sedang
Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah 0,457 Rendah
melatih literasi saintifik kian rendah. Karena
itu dalam menyiapkan pembelajaran, urutan
topik yang dibahas perlu diperhatikan secara
seksama berdasarkan tingkat kerumitannya di
mata siswa tanpa perlu terpaku dengan
panduan dalam kurikulum yang diberlakukan.
JURNAL THABIEA |92
Dilihat dari sisi peningkatan tinggi
dari kompetensi merancang dan mengevaluasi
penyelidikan ilmiah, hasil yang kami peroleh
sama seperti Dinata (2018) ketika melakukan
field trip di topik ekosistem. Dinata (2018)
juga memberi hasil berupa peningkatan
kategori tinggi untuk kompetensi menjelaskan
fenomena secara ilmiah serta sedang untuk
menafsirkan data dan bukti secara ilmiah.
Field trip memang memberi hasil lebih baik di
topik ekosistem, tapi kami memandang bahwa
strategi tersebut tidak cocok diterapkan di
topik plantae dan animalia. Hal ini terjadi
karena konten pembelajaran plantae dan
animalia berupa organisme tertentu akan tetap
bermakna bagi siswa ketika diamati di
laboratorium tanpa harus melakukan field trip.
Sedangkan konten pembelajaran ekosistem
mempelajari interaksi, baik interaksi antar
makhluk hidup maupun antara makhluk hidup
dengan lingkungannya, sehingga
membutuhkan pembelajaran dengan
menggunakan field trip (Dinata, 2018).
Perbandingan dengan beberapa hasil
penelitian lain memberi pesan bahwa guru
selayaknya mengerti karakteristik topik
pelajaran, keterampilan yang hendak dilatih
dalam pembelajaran, serta keadaan siswa agar
proses dapat dilaksanakan secara maksimal
guna memperoleh hasil optimal.
Terdapat pendapat yang menyebut
bahwa pembelajaran sebaiknya berorientasi
terhadap proses bukan hasil pembelajaran.
Kami menyangkal pendapat ini dengan
memilih pembelajaran yang berorientasi
terhadap hasil. Hasil optimal secara konsisten
tentu dapat diperoleh melalui proses maksimal
yang dibiasakan. Agar hasil yang diperoleh
tidak sia-sia, orientasi pembelajaran perlu
diarahkan terhadap literasi saintifik bukan
sekadar meningkatkan aspek kognitif seperti
HOTS (higher order of thinking skill) apalagi
sekadar lulus ujian nasional. Sehingga
pembelajaran yang dialami oleh siswa tidak
sia-sia ketika sudah menyelesaikan pendidikan
di sekolah (Si’ayah, 2010).
Secara keseluruhan, dapat
disampaikan bahwa penerapan pendekatan
saintifik dalam pembelajaran biologi efektif
untuk melatih literasi saintifik. Pendekatan
saintifik dipandang cocok digunakan untuk
melatih kompetensi literasi saintifik karena
siswa dibiasakan untuk menggunakan metode
ilmiah dalam memperoleh informasi. Hal ini
membuat pembelajaran lebih berupaya untuk
memupuk keterampilan ketimbang menumpuk
pengetahuan. Beberapa perbandingan tersebut
sekaligus menunjukkan bahwa tidak
ditemukan perbedaan menyolok dengan
beragam model pembelajaran. Dengan
demikian, melalui penelitian ini kami belum
dapat menentukan model terbaik untuk
digunakan dalam pembelajaran IPA termasuk
biologi. Sehingga kami menganggap bahwa
setiap model dapat digunakan dalam
pembelajaran IPA selama tidak mengabaikan
kegiatan pengamatan (observation) dan/atau
peramalan (eksperiment) yang merupakan
karakteristik IPA, yakni biologi dan fisika.
Simpulan
Secara keseluruhan penerapan
pendekatan saintifik dalam pembelajaran
biologi berorientasi literasi saintifik memiliki
keefektifan di kategori sedang dengan nilai
sebesar 0,548. Hasil ini menunjukkan bahwa
pendekatan saintifik bisa menjadi sarana untuk
melatih kompetensi literasi saintifik. Melalui
perbandingan terhadap beberapa penelitian
terungkap bahwa tidak ditemukan perbedaan
menyolok dengan beragam model
pembelajaran. Dengan demikian, kami tidak
dapat menemukan model terbaik untuk
digunakan dalam pembelajaran IPA termasuk
sekalius bukan hanya biologi.
Ucapan Terima Kasih
Adib Rifqi Setiawan mengucapkan
terima kasih kepada semua warga Madrasah
Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) Kudus
yang memberi dukungan pembelajaran aktual;
serta Dr. Setiya Utari dan Dr. Kusnadi dari
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan
Indonesia (SPs UPI) Bandung maupun
Syarofis Si’ayah, S.Ked. dari Program Studi
JURNAL THABIEA |93
Pendidikan Dokter Universitas Islam Malang
(UNISMA) atas dorongan dan bantuan teknis.
Referensi
Corebima, Aloysius Duran. 2016.
Pembelajaran biologi di indonesia bukan
untuk hidup. Proceeding Biology
Education Conference, 13(1): 8-22.
URL:
https://jurnal.uns.ac.id/prosbi/article/vie
wFile/5640/5008
Cronbach, Lee J. 1951. Coefficient alpha and
the internal structure of tests.
Psychometrika, 16: 297–334. DOI:
https://dx.doi.org/10.1007/BF02310555
Dinata, Anita Nurlela. 2018. The influence of
field trip on high school student's
scientific literacy and attitude towards
science in ecosystem concept.
Assimilation: Indonesian Journal of
Biology Education, 1(1): 8-13. DOI:
http://dx.doi.org/10.17509/aijbe.v1i1.11
449
Fraenkel, Jack R. & Wallen, Norman E. 2009.
How to design and evaluate research in
education (7th ed.). New York.
McGraw-Hill Companies.
Koimah, Siti & Setiawan, Adib Rifqi. 2019. A
glance overview of the living
environment. Thesis Commons. DOI:
https://dx.doi.org/10.31237/osf.io/6wyq4
Marcharis, Dita Alawiyah. (2015). Beban
kognitif siswa pada pembelajaran
biologi di sma berbasis pesantren.
Skripsi Universitas Pendidikan
Indonesia. URL:
http://repository.upi.edu/20265/
Nissen, Jayson M. 2018.Comparison of
normalized gain and cohen’s d for
analyzing gains on concept inventories.
Physical Review Physics Education
Research, 14(1): 010115. DOI:
https://dx.doi.org/10.1103/PhysRevPhys
EducRes.14.010115
Nurohmah, Eva Fauziah. 2015. Efektivitas
pendekatan saintifik dalam
meningkatkan hasil dan motivasi belajar
siswa smp. Skripsi Universitas
Pendidikan Indonesia. URL:
http://repository.upi.edu/22537/
OECD. 2013. Pisa 2015 draft science
framework march 2013. Paris: OECD.
OECD. 2018. Pisa 2015 results in focus. Paris:
OECD.
Rustaman, Nuryani Y. 2017. Mewujudkan
sistem pembelajaran sains/biologi
berorientasi pengembangan literasi
peserta didik. Dalam Prosiding Seminar
Nasional III Tahun 2017 “Biologi,
Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup
Perspektif Interdisipliner”: KS.URL:
http://research-
report.umm.ac.id/index.php/research-
report/article/download/944/1157
Sawilowsky, Shlomo S. 2009. New Effect size
rules of thumb. Journal of Modern
Applied Statistical Methods, 8(2): 597-
599. URL:
https://digitalcommons.wayne.edu/jmas
m/vol8/iss2/26/
Setiawan, Adib Rifqi & Koimah, Siti. 2019.
Effective learning and teaching. Thesis
Commons. DOI:
https://dx.doi.org/10.31237/osf.io/p42nx
Setiawan, Adib Rifqi. 2017. Penerapan
pendekatan saintifik untuk melatihkan
literasi saintifik dalam domain
kompetensi pada topik gerak lurus di
sekolah menengah pertama. Skripsi
Universitas Pendidikan Indonesia. URL:
http://repository.upi.edu/29074/
Setiawan, Adib Rifqi. 2019. A brief
explanation of scientific teaching. INA-
Rxiv. DOI:
https://doi.org/10.31227/osf.io/by9sm
Si’ayah, Syarofis. 2010. Pendidikan di
indonesia?? what happen???. Open
Science Framework. DOI:
http://dx.doi.org/10.31219/osf.io/ubg2k
Suwarma, Irma Rahma. 2012. Science
education development in Indonesia:
curriculum changes from 1947 – 2010, a
way to improve education quality in
indonesia. Japan Society for Science
Education (JSSE) National Seminar, 36:
JURNAL THABIEA |94
381-382. URL:
https://www.jstage.jst.go.jp/article/jssep/
36/0/36_381/_pdf
Utari, Setiya, dkk. 2015. Designing science
learning for training students’ science
literacies at junior high school level.
International Conference on
Mathematics, Science, and Education
2015 (ICMSE 2015): SE. URL:
http://icmseunnes.com/2015/wp-
content/uploads/2016/03/82_SE.pdf
Wahyuni, Sri. 2018. Implementasi pendekatan
sainstifik pada pelajaran biologi untuk
meningkatkan hasil belajar kognitif dan
keterampilan sains siswa kelas xi-ipa
sma negeri 2 lambandia, kab. kolaka
timur- sultra. Jurnal Pendidikan Biologi,
9(2): 47-55. DOI:
http://dx.doi.org/10.17977/jpb.v9i2.5301
TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 187
PEMBELAJARAN FIQH MU’ĀMALĀT
BERORIENTASI LITERASI FINANSIAL
Adib Rifqi Setiawan*, Mita Puspaningrum, Khoirul Umam
Pondok Pesantren Ath-Thullab Kudus dan
Universitas Stikubank, Semarang, Indonesia
*E-mail: [email protected]
Abstract. Financial literacy is the knowledge and understanding of financial concepts and risks, and the skills, motivation and confidence to apply such knowledge and understanding in order to make effective decisions across a range of financial contexts, to improve the financial well-being of individuals and society, and to enable participation in economic life. This research goals are to gain the design for a learning program that is aligning fiqh mu’āmalāt and financial literacy. We used research and development approach with four-D model that is reduced into three stages: define, design, and develop. It was gained a syllabus that is completed by lesson plan, student worksheets, and assessment instrument as well, that is validated by experts and practitioners and reliability counted based on test. The final test of these educational ideas are in learning implementation. The implementation of this program is not carreid out yet.
Keywords: financial literacy, fiqh mu’āmalāt, learning program
Abstrak. Literasi finansial adalah pengetahuan dan pemahaman tentang konsep-konsep keuangan dan risiko, serta keterampilan, motivasi dan kepercayaan diri untuk menerapkan pengetahuan dan pemahaman tersebut untuk membuat keputusan yang efektif di berbagai konteks keuangan, guna meningkatkan kesejahteraan keuangan individu dan masyarakat, dan untuk memungkinkan partisipasi dalam kehidupan ekonomi. Riset ini bertujuan untuk mendapatkan desain untuk program pembelajaran yang menyelaraskan fiqh mu’āmalāt dan literasi finansial. Kami menggunakan pendekatan research and development model four-D yang direduksi menjadi tiga tahap: mendefinisikan, merancang, dan mengembangkan. Diperoleh hasil berupa silabus yang dilengkapi oleh rencana pembelajaran, lembar kerja siswa, dan instrumen penilaian, yang divalidasi oleh para pakar dan praktisi serta keandalan dihitung berdasarkan uji coba. Tes akhir dari setiap gagasan pendidikan ini dalam implementasi pembelajaran. Implementasi program ini belum dilakukan.
Kata Kunci: fiqh mu’āmalāt, literasi finansial, program pembelajaran
Vol. 6 No. 2 November 2019 (pp. 187-192) DOI: 10.17509/t.v6i2. 20887 ISSN : 2580-6181 (Print), 2599-2481 (Online) Available online at: https://ejournal.upi.edu/index.php/tarbawy/index
Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berorientasi Literasi Finansial
TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 188
PENDAHULUAN Kesadaran pelajar tingkat menengah saat ini terhadap masalah finansial dapat dikatakan rendah. Temuan ini kami peroleh sebagai pengamat terlibat selama 40 hari terhadap keseharian santri Pondok Pesantren Ath-Thullab Kudus. Pondok pesantren tersebut menampung pelajar tingkat menengah dengan kisaran usia 11–19 tahun yang kebutuhan finansial sepenuhnya ditanggung oleh wali. Temuan tersebut mengungkap bahwa sebagian besar santri tidak menyadari dampak rincian pengeluaran harian terhadap keadaan finansial bulanan serta tidak peduli dengan besaran biaya pendidikan di pondok pesantren yang ditanggung oleh setiap wali. Kedua fakta tersebut ditambah data lain berupa kecenderungan perilaku sebagian kecil santri yang menambah kerepotan sekaligus pengeluaran wali, hasil pengamatan khusus terhadap kebijakan merit dalam pencairan titipan uang saku, serta alasan yang mendasari keputusan dalam bertransaksi.
Anggapan bahwa santri tidak menyadari dampak rincian pengeluaran harian terhadap finansial bulanan ditunjukkan oleh beberapa hal. Misalnya ketika akan membeli barang non-rutin dengan harga setara pengeluaran jajan selama sepekan. Dampaknya wali harus kembali mengeluarkan uang saku sebelum waktu yang direncanakan. Pengurus pondok pesantren yang terdiri dari santri relatif paling tua dapat dikatakan sama saja. Kesamaan muncul karena pengurus tidak pernah membuat perencanaan pengeluaran tahunan yang rapi dan rinci seperti diminta oleh salah satu pembina pondok pesantren.
Ketidakpedulian kepada besaran biaya pendidikan di pondok pesantren yang dikeluarkan oleh setiap wali tampak dengan pengabaian terhadap informasi rincian penggunaan biaya pendidikan. Padahal informasi tersebut bersifat
terbuka. Menarik untuk diperhatikan bahwa santri yang mengabaikan infor-masi tersebut, ketika ditanya terkait pembayaran bulanan, segera meng-hubungi wali. Dari sini tampak bahwa santri peduli kepada kewajiban sekaligus acuh terhadap hak. Dampak ekstrim perilaku seperti ini antara lain tampak kentara ketika rapat evaluasi makanan: sebagian santri menyampaikan perminta-an menu makanan yang melebihi anggaran serta sebagian lain menerima seutuhnya penuh kerelaan.
Beberapa perilaku sebagian kecil santri yang menambah kerepotan sekaligus pengeluaran wali juga menunjukkan bahwa tingkat kesadaran terhadap masalah finansial terbilang rendah. Beberapa santri tampak tak memperhitungkan besaran biaya tam-bahan yang harus dikeluarkan oleh wali ketika meminta ditelepon, dikunjungi, atau dijemput pulang di luar jadwal. Di luar masalah finansial secara langsung, tidak terdapat pula kesadaran dari beberapa santri bahwa perilaku tersebut berdampak kepada keseharian wali, mulai merusak fokus ketika sedang bekerja, menambah lelah yang tak perlu saat akan kembali bekerja, sampai mengurangi keefektifan istirahat karena menimbulkan kecemasan.
Pengamatan lain yang dilakukan secara khusus kepada beberapa santri yang menitipkan uang saku kepada pembina juga menguatkan hasil pengamatan umum. Kalau terkait pembayaran bulanan beberapa santri tampak acuh terhadap hak, untuk urusan jajan harian mereka kerap melupakan kewajiban sekaligus menuntut hak—untuk keperluan ini uang saku dianggap hak. Temuan ini tampak dari tanggapan santri tersebut terhadap penerapan merit untuk pencairan titipan uang saku, yang membuat tidak dapat dijalankan secara optimal.
Terkait alasan yang mendasari keputusan dalam bertransaksi kami
Adib Rifqi Setiawan, Mita Puspaningrum, Khoirul Umam
TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 189
peroleh dari beberapa santri yang menggunakan kartu anjungan tunai mandiri (ATM). Hampir semua santri mengatakan bahwa kartu ATM hanya berguna untuk menarik tunai tanpa harus ke bank. Padahal beberapa bank seperti Bank Negara Indonesia (BNI) sudah membuka layanan setor menggunakan kartu ATM. Lebih lanjut, mereka pun tidak tahu tentang kontrak (‘aqd) terkait perbankan dari sisi fiqh mu’āmalāt. Selain itu, walau semua santri sudah mengerti bahwa ribā adalah larangan umum dalam semua transaksi, mereka tidak dapat menjelaskan posisi bunga bank (bank interest) dalam ruang lingkup ribā.
Di sisi lain, sebagai pemandu pembelajaran sorogan kitab kuning, kami juga mengalami kebingungan terkait kelanjutan pembelajaran tersebut. Pembelajaran sorogan dipakai untuk melatih keterampilan santri dalam mengomunikasikan kajian terhadap teks kitab kuning. Kitab kuning yang dipilih adalah Taqrīb untuk santri MTs (Madrasah Tsanawiyyah) dan Fatḥ al-Qorīb untuk santri MA (Madrasah ‘Aliyyah). Pilihan kitab kuning tersebut diambil karena matn Taqrīb yang di-syarḥ-i Fatḥ al-Qorīb adalah textbook klasik paling ringkas yang memuat pembahasan fiqh maẓhab Syāfi’ī secara utuh. Kebingungan mulai muncul ketika sebagian besar santri MTs hampir selesai menyajikan topik ibādāt. Letak kebingunan ialah antara melanjutkan ke bagian mu’āmalāt yang diurai dalam Taqrīb atau mengalihkan ke bagian
ibādāt dari Fatḥ al-Qorīb. Alhasil keputusan memperhatikan fiqih mu’āmalāt memberi jawaban dalam bentuk solusi untuk mengatasi kebingungan tersebut.
Informasi tersebut melatarbelakangi harapan kami untuk mewujudkan pembelajaran fiqh mu’āmalāt sebagai upaya membimbing pelajar tingkat menengah mencapai literasi finansial.
Literasi finansial yang disebut di sini bermakna kemampuan menafsirkan informasi finansial sebagai bahan membuat keputusan agar siap menerima dampak yang diperoleh. Misalnya memahami dampak pembelian barang non-rutin terhadap kondisi uang saku bulanan. Sebagai pelajar pondok pesantren, mestinya keputusan finansial juga didasari oleh fiqh. Contohnya ketika ingin membuka rekening bank.
Berdasarkan sebaran informasi yang disampaikan, kami memandang bahwa fiqh mu’āmalāt dan literasi finansial dapat dipadukan sebagai program pembelajaran. Program tersebut dapat diwujudkan dengan cara mengkaji indikator yang dibekalkan kepada pelajar, bukan sekadar membiasakan mengerjakan soal literasi finansial yang diperkaya topik fiqh mu’āmalāt.
Riset ini diarahkan untuk memperoleh rancangan program pembelajaran fiqh mu’āmalāt berorientasi literasi finansial tingkat pendidikan menengah. Secara khusus, kami bermaksud menyusun program yang dapat digunakan dalam pembelajaran di pondok pesantren tanpa perlu mengubah struktur kurikulum yang berlaku. Tingkat pendidikan menengah dipilih karena pada rentang tersebut sebagian besar pelajar dapat dikatakan mandiri ketika terlibat transaksi finansial, meski masih bergantung kepada wali dalam memperoleh pemasukan. Pondok pesantren dipilih karena lembaga otentik Indonesia ini memiliki tujuan untuk memberi keterampilan hidup melalui pendidikan kajian keislaman (Octavia, 2014, 1; Madjid, 1997: 17). Dengan demikian, rumusan masalah yang menjadi fokus dalam riset ini ialah, “Bagaimana susunan program pembela-jaran fiqh mu’āmalāt berorientasi literasi finansial?.”
Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berorientasi Literasi Finansial
TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 188
METODE PENELITIAN
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini berupa kajian pustaka tentang karakteristik dan peta fiqh mu’āmalāt maupun kerangka kerja literasi finansial serta survei terhadap rancangan dan temuan dari uji coba program yang disusun. Berdasarkan tujuan penelitian dan kebutuhan data, dapat dipakai pendekatan research and development desain four-d model berupa define, design, develop, dan disseminate (Thiagarajan, dkk., 1974: 5).
Desain four-d model dipilih karena kami perlu beberapa tahap yang masing-masing memerlukan cara pengumpulan dan pengolahan data yang tidak selalu
sama. Namun, karena keterbatasan tenaga, desain direduksi menjadi 3 tahap berupa define, design, dan develop. Tahap define dilakukan untuk mengkaji pustaka terkait karakteristik dan peta fiqh mu’āmalah maupun kerangka kerja literasi finansial. Luaran kajian tersebut berupa kaitan antara fiqh mu’āmalah dan literasi finansial sebagai acuan dalam menyusun instrumen penilaian pembelajaran dan lembar kerja siswa di tahap design. Susunan yang diperoleh dipakai sebagai bahan merancang program pembelajaran dalam bentuk silabus di tahap develop. Tahap develop juga dipakai untuk menganalisis keabsahan dan keandalan perangkat pembelajaran melalui ujicoba terbatas.
Tabel 1. Desain Riset
Tahap Pengumpulan
Data Pengolahan
Data Partisipan Riset Instrumen Riset
Define Kajian pustaka Analisis deskriptif
Penulis - Design Tabel analisis
Develop
Judgement expert Penyekoran
hasil
Pakar fiqh mu’āmalāt, pendidikan menengah, bidang finansial, dan
bahasa.
Lembar survei validasi
Internal consistency Koefisien alfa Pelajar pendidikan tingkat
menengah sebanyak 50 orang
Lembar pengamatan pelaksanaan
pembelajaran, lembar kerja siswa, &
instrumen penilaian
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Mahmada (2001) menyampaikan bahwa fiqh adalah kumpulan hasil ijtihād ulamā’ klasik terhadap al-Qur’ān dan al-Ḥadīts sebagai dasar keseharian umat Islam dalam setiap konteks kehidupan, mulai personal seperti sholāt, lokal seperti zakāt, sampai global seperti politik. Sementara Umar (2014) menyebut bahwa fiqh adalah penafsiran kultural terhadap sumber syarī’āt yang
dikembangkan oleh ulamā’ sejak abad kedelapan. Kedua ungkapan tersebut selaras dengan definisi fiqh yang dituturkan oleh beberapa ulamā’ (al-Bantānī, 2008: 6; al-Ghozī, 2005: 22; al-Malībārī, 2005: 34; al-Dimyāṭī, 1997: 21; al-Ḥuṣnī, 1994: 7; al-Zuḥaylī, 1989: 29). Dapat dikatakan bahwa fiqh adalah dugaan kuat terhadap sumber syarī’āt sebagai bahan panduan praktis keseharian umat Islam yang berlaku untuk semua konteks mulai personal, lokal, nasional, sampai global.
Adib Rifqi Setiawan, Mita Puspaningrum, Khoirul Umam
TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 191
Pembahasan utuh fiqh secara umum biasa dimulai dari topik ‘ibādāt, lalu mu’āmalāt, kemudian dilanjutkan ke topik lain seperti munākaḥāt dan jināyāt (al-Bantānī, 2008; al-Ghozī, 2005; al-Malībārī, 2005; al-Dimyāṭī, 1997; al-Ḥuṣnī, 1994; al-Zuḥaylī, 1989). Urutan pembahasan tersebut disusun berdasar-kan nilai penting setiap topik berdasarkan tinjauan syarī’āt serta tingkat keluasan konteks berlaku. Pembahasan paling awal berupa praktik ritual, dengan urutan sesuai dengan lima rukūn Islām (al-Dimyāṭī, 1997: 1024). Selanjutnya karena kebutuhan manusia terhadap transaksi ekonomi adalah hal yang sangat penting, pembahasan topik mu’āmalāt diletakkan tepat setelah ‘ibādāt (al-Dimyāṭī, 1997: 734).
Dilihat dari sisi urutan pembahasan, tampak bahwa fiqh secara serius sangat memperhatikan masalah finansial. Keseriusan tersebut ditunjukkan dengan peletakan transaksi finansial tepat setelah pembahasan praktik ritual. Perhatian fiqh tersebut diwujudkan dalam bentuk memberi panduan operasional praktik transaksi finansial, antara lain berupa
prinsip dasar, unsur ḥukm, serta ketentuan umum setiap jenis transaksi finansial. Transaksi yang dimaksud termasuk—sekaligus bukan hanya—ragam penjualan, kemitraan, peminjaman, maupun penyewaan.
Di sisi lain, OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) (2005) selaku organisasi multilateral yang berupaya meningkatkan kualitas manusia secara global mulai memperhatikan masalah pendidikan finansial sejak 2005 silam. Secara khusus disarankan bahwa pendidikan finansial harus sedini mungkin dimulai di sekolah yang merupakan tahap awal kehidupan pelajar (OECD, 2005: 5). Alasan utama yang mendasari saran tersebut ialah nilai penting berfokus kepada generasi muda untuk membekali keterampilan yang penting sebelum terlibat aktif dalam
transaksi finansial serta relatif lebih efisien untuk melakukan pendidikan finansial di sekolah ketimbang mela-kukan tindakan perbaikan untuk orang yang berusia tua.
Saran OECD (2005) tersebut kemudian dipertimbangkan sebagai bahan mengembangkan kerangka kerja literasi dari PISA (Programme for International Students Assessment) (OECD, 2019: 119). PISA adalah program internasional OECD untuk menilai performa akademik pelajar berusia 15 tahun yang bertujuan untuk memberi bahan dalam meningkatkan pendidikan negara yang terlibat (OECD, 2019: 11). Penilaian PISA berfokus terhadap kemampuan pelajar untuk menggunakan pengalaman terlibat pembelajaran ke dalam keseharian (OECD, 2019: 128). Fokus ini membe-dakan penilaian PISA dengan TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study), program dari IEA (International Association for the Evaluation of Educational Achievement), yang fokus terhadap penguasaan konten kurikuler tertentu.
Penilaian PISA tersebut biasanya dikenal lebih luas dengan istilah literasi. Literasi dalam kerangka kerja PISA dikelompokkan menjadi empat bagian: membaca, matematis, saintifik, dan finansial. Ketiga kelompok literasi pertama, yakni membaca, matematis, dan saintifik, masing-masing sudah pernah menjadi fokus utama penilaian pada tahun tertentu, yang diperbarui setiap 9 tahun (OECD, 2019: 11). Sementara kelompok terakhir yakni literasi finansial, baru masuk dalam penilaian sejak 2012 tanpa pernah menjadi fokus utama, malah sampai sekarang masih menjadi penilaian pilihan (OECD, 2019: 12).
Fakta tersebut membuat literasi finansial lebih sedikit diperhatikan di Indonesia, baik dari sisi kajian akademik maupun praktik pembelajaran, khusus-nya untuk pendidikan menengah
Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berorientasi Literasi Finansial
TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 192
maupun pondok pesantren. Namun, perhatian sedikit tidak membuat government Indonesia luput memberi perhatian. Bentuk perhatian tersebut ialah menetapkan kebijakan untuk meningkatkan literasi finansial melalui program Strategi Nasional Literasi Finansial pada 19 November 2013 (OJK, 2017: 2; OECD, 2015: 12; Setneg, 2013). Program ini dirilis sebagai upaya mewujudkan literasi finansial masyarakat Indonesia, sehingga dapat memanfaatkan produk dan layanan jasa finansial yang sesuai untuk mencapai kesejahteraan berkelanjutan.
Fiqh adalah dugaan kuat terhadap sumber syarī’āt sebagai bahan panduan praktis keseharian umat Islam yang berlaku untuk semua konteks mulai personal, lokal, nasional, sampai global (Umar, 2014: 1; al-Bantānī, 2008: 6; al-Ghozī, 2005: 22; al-Malībārī, 2005: 34;
Mahmada, 2001; al-Dimyāṭī, 1997: 21; al-
Ḥuṣnī, 1994: 7; al-Zuḥaylī, 1989: 29). Berdasarkan arahnya, peta fiqh dapat diklasifikasi menjadi 2 kelompok besar: ibādāt dan mu’āmalāt. Arah pembahasan kelompok ibādāt ialah hubungan antara
manusia dengan Allōh (ḥablun min Allōh), sementara mu’āmalāt adalah kelompok yang arahnya membahas hubungan antara manusia dengan selain Allōh
(ḥablun min al-nas dan ḥablun min al-‘alam). Namun, ketika textbook fiqh mengungkap kata mu’āmalāt secara mutlak, ruang lingkup pembahasan ialah mu’āmalāt māliyyāt (transaksi finansial). Hal ini dapat ditemukan ketika kita mengamati textbook fiqh utuh, seperti al-Ghōyah wa al-Taqrīb, Fatḥ al-Mu'īn, dan al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhu (al-Aṣfiḥānī, 2019; al-Malībārī, 2005; al-Zuḥaylī, 1989). Istilah mu’āmalāt dalam riset ini ialah mu’āmalāt māliyyāt, sehingga tidak mencakup topik munākaḥāt dan jināyāt.
Tabel 2. Kitab Kuning Fiqh di Lingkungan Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah
Kitab Kuning Kategori
Penyajian Pondok Pesantren Ath-
Thullab Madrasah Tasywiquth
Thullab Salafiyyah
al-Ghōyah wa al-Taqrīb Matn Sorogan (MTs) Pembelajaran Fiqh
(VII, VIII, dan MPA) Musyāwaroh (MTs) Qurrotu al’Ayn Matn - Pembelajaran Fiqh (IX)
Fatḥ al-Qorīb al-Mujīb Syarḥ Sorogan (MA) Pembelajaran membaca kitab
kuning (X – XII) Musyāwaroh (MA)
Fatḥ al-Mu'īn Syarḥ Bandongan
(semua santri)
Pembelajaran Fiqh (X – XII) Ujian membaca kitab kuning
(XII)
Pembelajaran aktual di Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) Kudus, termasuk Pondok Pesantren Ath-Thullab, didasarkan secara langsung terhadap uraian kitab kuning. Karena itu, fiqh mu’āmalah baru mulai dipelajari di tingkat menengah. Di tahap define ini, peta fiqh mu’āmalah didasarkan secara langsung terhadap seluruh kitab kuning yang dipakai tersebut. Setiap kitab kuning memiliki perbedaan cakupan dan kedalaman ulasan terhadap ragam transaksi. Namun secara umum, dapat
diperoleh kesamaan dalam tiga kategori berupa: prinsip dasar, unsur ḥukm, dan jenis transaksi. Prinsip dasar fiqh mu’āmalah berupa transaksi harus: berdasarkan kesepakatan bersama antar pelaku yang diungkapkan secara sadar, transparan, dan memperhatikan aspek keadilan. Unsur ḥukm dalam transaksi
mencakup: ahliyyah (kapasitas ḥukm) berupa pelaku transaksi sudah pubertas dan waras; māl (kekayaan) berupa sesuatu yang berguna dan bernilai, bukan berupa barang ḥarōm (dilarang), serta rincian
Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berorientasi Literasi Finansial
TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 46
kepemilikan sudah diketahui antar pelaku transaksi; milkiyyah (kepemilikan) menyangkut jenis, metode, dan cakupan kepemilikan; serta ‘aqd (kontrak) yang menjelaskan kerangka kerja hubungan ḥukm yang dibuat oleh pelaku transaksi dalam memanfaatkan kekayaan, seperti bai' (penjualan) dalam bentuk tatap muka atau jarak jauh, musyārokah (kemitraan) permanen maupun berjangka, serta ijāroh (penyewaan) benda atau jasa.
Gambar 1. Klasifikasi Transaksi Finansial Berdasarkan Pemindahan
Hak Milik
Literasi finansial dalam kerangka kerja PISA dibagi ke dalam 3 domain: konten, proses, dan konteks (OECD, 2019: 119–164). Domain konten adalah bidang yang harus dimengerti ketika terlibat transaksi finansial. Domain konten mencakup: uang dan transaksi, perencanaan dan pengelolaan finansial, risiko dan imbalan, serta lanskap finansial. Domain proses adalah sisi kognitif yang digunakan untuk menggambarkan kemampuan dalam mengenali dan menerapkan konsep terkait transaksi serta dalam memahami, menganalisis, mempertimbangkan, mengevaluasi dan menyarankan solusi finansial. Domain proses mencakup: mengidentifikasi informasi finansial, menganalisis informasi dalam konteks finansial, mengevaluasi masalah finansial,
serta menerapkan pengetahuan dan pemahaman finansial. Sementara domain konteks mengacu kepada situasi terkait penerapan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman finansial. Domain konteks mencakup pendidikan dan pekerjaan, rumah dan keluarga, individu, serta masyarakat.
Gambar 2.
Kaitan antar Domain Literasi Finansial
Konten uang dan transaksi men-
cakup kesadaran tentang ragam bentuk dan tujuan uang serta menangani transaksi moneter sederhana seperti pembayaran harian, pengeluaran, nilai uang, kartu bank, cek, rekening bank, dan mata uang.
Konten perencanaan dan penge-lolaan finansial mencakup penge-tahuan dan kemampuan untuk memantau pemasukan dan pengeluaran serta untuk menggunakan pemasukan dan sumber daya lain yang tersedia dalam jangka pendek dan panjang guna meningkatkan kesejahteraan finansial.
Konten risiko dan imbalan adalah bidang utama literasi finansial, yang menggabungkan kemampuan untuk mengidentifikasi cara mengelola, menyeimbangkan, dan mengatasi risiko serta pemahaman tentang potensi keuntungan atau kerugian finansial di berbagai konteks. Terdapat dua jenis risiko yang sangat penting dalam bidang ini. Yang pertama berkaitan dengan kerugian finansial yang tidak dapat
Transaksi
Penju-alan
Pen-yimpa
nan
Pemin-jaman
Penye-waan
Penjaminan
Pemberian
Literasi Finansial
Konten
Proses
Konteks
Adib Rifqi Setiawan, Mita Puspaningrum, Khoirul Umam
TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 47
ditanggung seseorang, seperti yang disebabkan oleh bencana atau biaya berulang. Yang kedua adalah risiko yang melekat pada produk finansial, seperti perjanjian kredit dengan suku bunga variabel, atau produk investasi.
Konten lanskap finansial berkaitan dengan karakter dan fitur dunia finansial, yang mencakup pengetahuan hak dan tanggung jawab konsumen di pasar finansial maupun dalam lingkungan finansial umum, serta implikasi utama dari kontrak finansial. Sumber daya informasi dan peraturan ḥukm juga merupakan topik yang terkait dengan bidang konten lanskap finansial. Dalam arti luas, lanskap finansial mengga-bungkan pemahaman tentang konsekuensi dari perubahan kondisi ekonomi dan kebijakan publik, seperti perubahan tingkat suku bunga, inflasi, dan perpajakan.
Proses mengidentifikasi infor-masi finansial digunakan ketika orang mencari dan mengakses sumber informasi finansial, serta mengidentifikasi kaitan-nya dengan kebutuhan. Informasi ini dapat berbentuk teks cetak seperti kontrak kerja atau digital semisal iklan. Contoh yang mungkin biasa dialami ialah fitur nota dan faktur pembelian serta laporan saldo dalam rekening bank.
Proses menganalisis informasi dalam konteks finansial termasuk menafsirkan, membandingkan, menyin-tesis, dan mengekstrapolasi informasi yang tersedia. Proses ini melibatkan pengenalan terhadap informasi yang tidak eksplisit, seperti mengidentifikasi asumsi yang mendasari atau implikasi dari masalah tertentu dalam konteks finansial. Contoh paling mudah ialah membandingkan ketentuan yang ditawarkan oleh penyedia layanan jaringan yang berbeda.
Proses mengevaluasi masalah finansial mencakup mengenali atau membangun justifikasi dan penjelasan finansial serta menggunakan penge-
tahuan dan pemahaman finansial yang diterapkan dalam konteks tertentu. Proses ini melibatkan penjelasan, penilaian, dan generalisasi informasi yang tersedia. Karena itu, dalam proses ini diperlukan pemikiran kritis dalam memahami dan membentuk pandangan tentang masalah finansial.
Proses menerapkan pengetahuan dan pemahaman finansial berfokus kepada mengambil tindakan yang efektif dalam pengelolaan finansial berdasarkan pemahaman produk, konteks, dan konsep terkair. Proses ini tercermin dalam kegiatan yang melibatkan perhi-tungan dan penyelesaian masalah, yang seringkali harus mempertimbangkan kondisi tertentu. Contoh dari proses ini adalah menghitung besaran bunga kredit pembelian barang.
Konteks pendidikan dan pekerjaan termasuk memahami slip pembayaran, merencanakan menabung untuk pendidikan tinggi, menyelidiki manfaat dan risiko ikutserta dalam skema tabungan di lembaga pendidikan atau tempat kerja.
Konteks rumah dan keluarga termasuk masalah finansial yang berkaitan dengan biaya yang diperlukan untuk menjalankan rumah tangga seperti membeli perabotan rumah tangga atau belanjaan keluarga, menyimpan catatan pengeluaran keluarga, serta membuat rencana penganggaran dan prioritas pengeluaran.
Konteks individual mencakup masalah seperti membuka rekening bank, membeli barang konsumsi pribadi, mengeluarkan uang untuk kegiatan pribadi, maupun urusan dengan layanan finansial yang terkait, seperti kredit dan asuransi.
Konteks masyarakat mencakup hal-hal seperti hak dan tanggung jawab konsumen, pajak, dan retribusi daerah, kepentingan bisnis, serta daya beli konsumen. Pilihan finansial seperti menyumbang ke organisasi nirlaba dan
Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berorientasi Literasi Finansial
TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 48
lembaha amal juga dapat dimasukkan ke dalam konteks ini.
Berdasarkan ulasan yang disajikan, dapat dikatakan bahwa bentuk paduan fiqh mu’āmalāt dan literasi finansial ialah fiqh mu’āmalāt muncul untuk mem-perkaya perspektif literasi finansial, sementara perspektif literasi finansial dipakai agar pengamalan fiqh mu’āmalāt bisa tepat guna. Paduan keduanya secara langsung dapat digunakan untuk mewujudkan maqōṣid syarī’āt (beberapa tujuan syarī’āt), terutama dalam aspek
menjaga kekayaan (yaḥfaẓ al-māl), supaya dapat menghilangkan bahaya (yuzāl al-ḍoror) yang dialami ketika terlibat transaksi (al-Ghozālī, 1993: 174; al-
Suyūṭī, 1990: 83). Tahap design dimulai dengan
menyusun instrumen penilaian pembe-lajaran. Pilihan ini diambil karena hasil belajar berupa literasi finansial sudah ditentukan, sehingga lebih tepat kalau instrumen penilaian pembelajaran disusun lebih dahulu. Dengan acuan penilaian tersebut, kemudian ditentukan proses pembelajaran yang harus dialami oleh pelajar. Agar tujuan proses tersebut selaras dengan hasil yang diharapkan, kami turut menyusun lembar kerja siswa (LKS). LKS juga berguna untuk memudahkan pelaksanaan sekaligus mengevaluasi proses pembelajaran. Langkah terakhir tahap design ini ialah menyusun program pembelajaran, yang dibuat berdasarkan hasil yang diharapkan dan proses yang memungkinkan untuk dilaksanakan.
Instrumen penilaian pembelajaran yang dirancang berjumlah 12 butir soal yang terbagi ke dalam 4 kelompok soal. Instrumen tersebut disusun dalam tes objektif beralasan untuk menghindari kesubjektifan dalam memeriksa jawaban, mengurangi kesulitan dalam memberikan skor, serta meminimalisir waktu pengoreksian instrumen. Selain itu, dalam urusan finansial, biasanya
seseorang sudah memiliki beberapa pilihan dalam membuat keputusan. Keberadaan pilihan jawaban dipakai untuk membiasakan pelajar untuk membuat keputusan berdasarkan beberapa pilihan. Penambahan alasan dipakai untuk mengarahkan pelajar kepada jawaban yang diharapkan serta mengurangi peluang menjawab secara spekulatif. Sehingga keberadaan alasan dipakai sebagai faktor tebakan (koefisien penilaian). Dengan demikian, penilaian setiap butir soal dilakukan menggunakan persamaan berikut:
𝑁𝑖 = 𝑆𝑖 × 𝐹𝑖 (Persamaan 1.)
keterangan: 𝑁𝑖 = nilai setiap butir soal (nilai 0–2) 𝑆𝑖 = skor setiap butir pilihan jawaban (nilai 0–1) 𝐹𝑖 = skor faktor tebakan setiap butir soal (nilai 0–2)
Tabel 3. Klasifikasi Faktor Tebakan
Skor Bentuk Uraian
2 Alasan terkait serta mendukung jawaban
yang dipilih
1 Alasan terkait, tapi tidak mendukung
jawaban yang dipilih
0 Alasan tidak terkait dengan jawaban yang
dipilih 0 Alasan tidak disampaikan
Persamaan 1 dan tabel 3 menunjukkan bahwa setiap pilihan jawaban dan alasan dapat memiliki skor sendiri. Skor faktor tebakan dapat maksimal selama alasan terkait serta mendukung jawaban yang dipilih. Namun, karena jawaban yang dipilih salah, nilai yang diperoleh dapat bernilai 0 akibat mengalami operasi perkalian. Begitu pula sebaliknya.
Adib Rifqi Setiawan, Mita Puspaningrum, Khoirul Umam
TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 49
Konten literasi finansial : Lanskap finansial Proses literasi finansial : Mengevaluasi masalah finansial Konteks literasi finansial : Masyarakat Topik fiqh mu'āmalāt : Mudhōrobah Rosé yang merupakan nasabah Bank BlackPink menerima surel berikut:
Nasabah Bank BlackPink yang terhormat Terdapat kesalahan di server kami dan detail login e-banking Anda telah hilang. Akibanya, Anda tidak memiliki akses e-banking. Yang harus Anda perhatikan adalah akun Anda tidak lagi aman. Silakan klik tautan berikut dan lengkapi informasi sesuai petunjuk untuk memulihkan akses: https://bankblackpink.com/
10. Tanggapan yang harus segera dilakukan oleh Rosé terhadap surel tersebut ialah .... A. Membalas pesan berupa rincian detail login e-banking miliknya. B. Menghubungi Bank BlackPink untuk menanyakan tentang pesan surel. C. Mengikuti saran yang dipersilakan oleh pesan surel. D. Menanyakan pesan tersebut lebih lanjut melalui surel. Alasan: ____________________________________________________________
Gambar 3. Contoh Butir Soal yang Disusun
Sampel soal yang disajikan melalui gambar 1 terkait dengan konten lanskap finansial dalam konteks masyarakat. Hal ini karena internet banking adalah bagian dari transaksi finansial yang memiliki banyak fitur dengan ruang lingkup lebih luas daripada urusan pribadi. Proses terkait soal tersebut ialah mengevaluasi masalah finansial karena siswa harus mengevaluasi pilihan yang disajikan dan mengenali saran yang lebih menguntungkan atau tidak lebih merugikan untuk diambil. Topik fiqh mu'āmalāt dalam sampel soal tersebut ialah transaksi model mudhōrobah. Transaksi ini bersifat lebih umum
daripada waḍī’ah, walau untuk remaja terdapat program perbankan yang sekilas tampak menerapkan ‘aqd waḍī’ah seiring ketiadaan biaya administrasi dan bunga bank, seperti BNI Taplus Anak dari BNI.
Melalui soal tersebut, pelajar dituntut untuk cakap dalam menganalisis
produk finansial sebagai bahan mengambilkeputusan ketika menghadapi masalah terkait, seperti penipuan atas nama bank yang disajikan melalui soal. Dari sisi pembelajaran, kegiatan yang menunjang ke arah tersebut ialah kajian tentang beberapa ‘aqd terkait, seperti mudhōrobah dan waḍī’ah serta posisi bunga bank, biaya administrasi, serta pajak dalam ruang lingkup ribā.
Kegiatan tersebut dapat diwujudkan dengan multi-model yang selama ini telah mengakar diterapkan di pondok pesantren, yakni: bandongan (ceramah atau lecture) untuk memberi uraian secara utuh terkait dasar fiqh mu’āmalāt tertentu; sorogan agar dapat melatih pelajar dalam mengomunikasikan hasil kajian terhadap
topik tersebut, serta musyāwaroh (baḥts al-masā’il, problem-based learning, atau case-based learning) guna membiasakan pelajar terampil dalam mengambil keputusan ketika menghadapi masalah atau kasus tertentu.
Tabel 4. Matriks Fiqh Mu’āmalāt dan Literasi Finansial untuk Instrumen Penilaian
No. Soal
Literasi Finansial Fiqh Mu'āmalāt Konten Proses Konteks
1 Uang dan transaksi Mengidentifikasi informasi
finansial Individu Istiṣnā’
Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berorientasi Literasi Finansial
TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 46
2 Uang dan transaksi Mengidentifikasi informasi
finansial Individu Istiṣnā’
3 Uang dan transaksi Mengidentifikasi informasi
finansial Individu Istiṣnā’
4 Risiko dan imbalan Menganalisis informasi dalam
konteks finansial Pendidikan dan
pekerjaan Ijāroh
5 Risiko dan imbalan Menganalisis informasi dalam
konteks finansial Pendidikan dan
pekerjaan Musyārokah
6 Risiko dan imbalan Menganalisis informasi dalam
konteks finansial Pendidikan dan
pekerjaan Musyārokah
7 Perencanaan dan
pengelolaan finansial Menerapkan pengetahuan dan
pemahaman finansial Rumah dan
keluarga Ijāroh
8 Perencanaan dan
pengelolaan finansial Menerapkan pengetahuan dan
pemahaman finansial Rumah dan
keluarga Murōbaḥah
9 Perencanaan dan
pengelolaan finansial Menerapkan pengetahuan dan
pemahaman finansial Rumah dan
keluarga Murōbaḥah
10 Lanskap finansial Mengevaluasi masalah
finansial Masyarakat Mudhōrobah
11 Lanskap finansial Mengevaluasi masalah
finansial Masyarakat Mudhōrobah
12 Lanskap finansial Mengevaluasi masalah
finansial Masyarakat Mudhōrobah
Dalam pelaksanaan proses pembe-lajaran, pelajar diberi LKS yang memuat langkah sesuai dengan indikator yang dibekalkan. Dengan demikian LKS bisa menuntun pelajar untuk mencapai hasil belajar yang telah ditetapkan.
Secara rinci, LKS diberikan untuk meminta pelajar mengembangkan ulasan yang disampaikan melalui bandongan sebagai bahan menyiapkan sorogan (individual) serta musyāwaroh (kelompok). Secara urut, LKS disusun berdasarkan alur penuturan al-Ghōyah wa al-Taqrīb. Alur ini dipilih agar pembelajaran sorogan kitab kuning serta musyāwaroh naḥwiyyah dan fiqhiyyah yang telah dilakukan tidak perlu mengalami perubahan. Karena uraian yang disampaikan dalam al-Ghōyah wa al-Taqrīb cukup singkat, melalui LKS pelajar juga diarahkan agar mengelaborasi lebih lanjut melalui
referensi lain, seperti Qurrotu al’Ayn, Fatḥ
al-Qorīb al-Mujīb, Kifāyat al-Akhyār, Fatḥ al-Mu'īn, Nihāyatu al-Zayn, Ḥāsyiyat al-Bājūrī ‘alā Ibn Qōsim al-Ghōzī, I'ānatu al-
Ṭōlibīn, dan al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhu. Rancangan instrumen penilaian
pembelajaran dan LKS tersebut
kemudian dianalisis keabsahan dan keandalannya di tahap develop sebagai bahan menyusun program pembelajaran. Keabsahan instrumen penilaian pembelajaran dan LKS ditentukan berdasarkan validasi pakar (Fraenkel & Wallen, 2009: 148). Validasi dilakukan terhadap keselarasan instrumen penilaian pembelajaran dan LKS dengan program yang dikembangkan, kesesuaian indikator dengan instrumen penilaian pembelajaran dan LKS, ketepatan jawaban dengan pertanyaan dalam instrumen penilaian pembelajaran dan LKS, serta kecocokan tingkat pendidikan dengan instrumen penilaian pembelajaran dan LKS. Kriteria untuk pakar tersebut berupa akademisi dengan bidang kepakaran fiqh mu’āmalāt (Pakar-1), bidang finansial (Pakar-2) dan pembelajaran pendidikan menengah (Pakar-3) serta praktisi profesional bidang finansial (Pakar-4) dan terkait bahasa (Pakar-5).
Instrumen yang dipakai untuk mengukur keabsahan ialah lembar validasi butir pernyataan. Lembar tersebut diberi skor menggunakan
Model Teams Games Tournament: Suatu Analisis Hasil Implementasi dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 188
skala Likert. Kelebihan skala Likert sebagai pengukur tanggapan secara verbal maupun numerik terhadap kuesioner, dapat memberi nilai kuantitatif dalam rentang spektrum yang panjang (Likert, 1932: 7). Sedangkan kekurangannya berupa sikap terdistribusi secara normal ke dalam lima kategori persetujuan (Likert, 1932: 42). Memperhatikan kelebihan dan kekurangan, skala Likert dipilih karena hasilnya dapat diolah baik secara statistik maupun desktriptif. Letak kekurangan berupa pembagian tingkat persetujuan ke dalam lima kategori diatasi dengan menggunakan tujuh tingkat secara numerik.
Nilai keabsahan (validity) ditentu-kan berdasarkan penilaian pakar terhadap ketepatan antara rancangan dan indikator, pertanyaan dan jawaban, serta soal dengan subjek sasaran (Fraenkel & Wallen, 2009: 148). Hasil validasi berupa penilaian numerik skala 7 terhadap setiap butir pernyataan yang diolah menggunakan persamaan 1 (Setiawan, 2019: 227):
𝑃(𝑠) = 𝑠𝑁 × 100%
(Persamaan 2.) keterangan: 𝑃(𝑠) = Nilai setiap butir
pernyataan 𝑠 = skor setiap butir pernyataan 𝑁 = jumlah butir pernyataan
kemudian ditafsirkan berdasarkan tabel berikut, yakni dapat digunakan kalau memenuhi kriteria ‘sangat layak’ atau ‘cukup layak’ (Setiawan, 2019: 5).
Tabel 5. Penafsiran Penilaian Keabsahan Instrumen
No. Rentang Rerata Penilaian Numerik
Pakar (%)
Kriteria Kelayakan
1 7,001 ≤ % ≤ 10,000 Sangat layak
2 4,001 ≤ % ≤ 7,000 Cukup layak
3 0,000 ≤ % ≤ 4,000 Tidak layak
(Setiawan, 2019: 5)
Sementara untuk mengukur keandalan (reliability), dipakai rancangan yang telah diperbaiki berdasarkan lembar validasi. Keandalan instrumen penilaian pembelajaran dan lembar kerja siswa ditentukan berdasarkan konsistensi internal (internal consistency). Konsistensi internal biasanya diukur dengan alfa Cronbach (α), salah satu cara statistik untuk mengetahui korelasi berpasangan antar butir pertanyaan atau pernyataan, yang dapat dihitung menggunakan persamaan Kuder-Richardson Approaches (KR20) (persamaan 2) (Cronbach, 1951: 299):
𝛼 = 𝑛𝑛 −1 (1 − ∑ 𝑉𝑖𝑖𝑉𝑡 )
(Persamaan 3.) keterangan: 𝛼 = koefisien alfa 𝑛 = jumlah butir pernyataan 𝑉𝑖 = simpangan baku setiap butir 𝑉𝑡 = simpangan baku semua
Persamaan 3 mengungkap bahwa alfa Cronbach adalah fungsi dari jumlah butir pernyataan serta simpangan baku setiap butir dan keseluruhan. Ini menunjukkkan bahwa nilai alfa Cronbach dapat meningkat ketika interelasi antar butir meningkat. Karena itu, dapat dipakai untuk memperkirakan konsistensi internal sebagai nilai numerik keandalan skor instrumen penilaian pembelajaran dan lembar kerja siswa.
Persamaan 3 juga bermakna bahwa dibutuhkan uji coba. Hasil ujicoba dapat ditafsirkan berdasarkan tabel 6, yakni dapat dipakai kalau nilai koefisien alfa lebih besar dari 0,70 (Fraenkel & Wallen, 2009: 157-8). Dalam melaksanakan ujicoba tersebut kami memilih partisipan sebanyak 50 pelajar. Keseluruhan partisipan ujicoba dipilih menggunakan teknik convenience sampling untuk menghemat tenaga karena kami terlibat sebagai pemandu pembelajaran aktual
Mokh. Iman Firmansyah, Yusuf Ali Tantowi, dan Gina Ratnanisa Fawziah
TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 189
partisipan (Fraenkel & Wallen, 2009: 101).
Tabel 6. Penafsiran Penilaian Keandalan
Instrumen No. Nilai Alfa
Cronbach Kategori Keandalan
1 α ≤ 0,9 Luar biasa
2 0,8 ≤ α < 0,9 Baik
3 0,7 ≤ α < 0,8 Dapat diterima
4 0,6 ≤ α < 0,7 Dipertanyakan
5 0,5 ≤ α < 0,6 Rendah
6 α < 0,5 Tidak dapat diterima
(disusun berdasarkan uraian Morera & Stokes,
2016)
Hasil dari tahap develop berupa validasi pakar dan ujicoba digunakan sebagai bahan penyusunan program pembelajaran dalam bentuk silabus. Berdasarkan pertimbangan prioritas pembahasan, tingkat penalaran, serta struktur kurikulum, sasaran program pembelajaran ialah pelajar yang sudah mengalami pembelajaran fiqh ‘ibādāt. Dalam bentuk aktual, sasaran tersebut tampak secara langsung mengarah kepada santri yang memasuki tahun ketiga di pondok pesantren dan/atau siswa kelas IX. Namun, tidak menutup kemungkinan santri atau siswa di luar himpunan tersebut masuk ke dalam sasaran program pembelajaran. Yang jelas, program pembelajaran memerlukan rentang waktu paling sedikit satu semester.
Kaitan antara silabus dengan instrumen penilaian pembelajaran dan LKS mewujud dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP, lesson plan). Selanjutnya instrumen penilaian pembelajaran, LKS, dan RPP dapat disebarkan secara luas dalam satu paket perangkat pembelajaran atau terpisah. Satu paket yang dimaksud ialah digunakan seutuhnya berdasarkan kerja kami. Sedangkan terpisah berarti hanya diambil seperlunya, seperti instrumen penilaian pembelajaran untuk mengukur profil literasi finansial pelajar. Keter-
batasan tenaga membuat kami tidak melakukan penyebaran secara luas yang merupakan tahap terakhir berupa disseminate. Tabel 7. Hasil Validasi Pakar terhadap
Instrumen Penilaian Pembelajaran No so al
Skor Setiap
Pakar Skor
Keselu-ruhan
Kriteria Kelayakan
1 2 3 4 5
1 7 6 5 3 3 69 Cukup Layak
2 5 6 6 7 4 80 Sangat Layak
3 5 7 6 3 3 69 Cukup Layak
4 5 6 6 5 3 71 Sangat Layak
5 5 3 7 2 3 57 Cukup Layak
6 4 6 7 5 5 77 Sangat Layak
7 5 5 7 7 4 80 Sangat Layak
8 6 6 4 4 5 71 Sangat Layak
9 6 6 4 3 7 74 Sangat Layak
10 6 5 6 3 4 69 Cukup Layak
11
6 5 6 3 3 66 Cukup Layak
12 6 6 6 3 5 74 Sangat Layak
KESIMPULAN Dapat dikatakan bahwa fiqh mu’āmalāt dan literasi finansial dapat dipadukan. Bentuk paduan keduanya ialah fiqh mu’āmalāt muncul untuk memperkaya perspektif literasi finansial, sementara perspektif literasi finansial dipakai agar pengamalan fiqh mu’āmalāt bisa tepat guna. Paduan keduanya secara langsung dapat digunakan untuk mewujudkan
maqōṣid syarī’āt (beberapa tujuan syarī’āt), terutama dalam aspek menjaga kekayaan (yaḥfaẓ al-māl), supaya dapat
menghilangkan bahaya (yuzāl al-ḍoror) yang dialami ketika terlibat transaksi. Karena itu, dapat disusun program pembelajaran yang memadukan fiqh mu’āmalāt dan literasi finansial.
Model Teams Games Tournament: Suatu Analisis Hasil Implementasi dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 190
Berdasarkan pertimbangan prioritas pembahasan, tingkat penalaran, serta struktur kurikulum, sasaran program pembelajaran ialah pelajar yang sudah mengalami pembelajaran fiqh ‘ibādāt. Program pembelajaran tersebut memerlukan rentang waktu paling sedikit satu semester untuk mempelajari ragam transaksi dalam kategori penjualan, penyimpanan, peminjaman, penyewaan, penjaminan, pemberian, dan penemuan.
Seluruh ragam transaksi tersebut dipelajari dari sisi fiqh mu’āmalāt mencakup prinsip dasar, unsur ḥukm, dan jenis transaksi, serta dari sisi literasi finansial meliputi konten, proses, dan konteks. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran, pelajar diberi LKS yang memuat langkah sesuai dengan indikator yang dibekalkan, guna menuntun pelajar untuk mengelaborasi lebih lanjut supaya bisa mencapai hasil belajar yang telah ditetapkan. Hasil belajar diukur menggunakan instrumen penilaian pembelajaran yang disusun berdasarkan indikator literasi finansial dengan diperkaya topik fiqh mu’āmalāt.
Kami menganggap bahwa kerja yang kami lakukan ini masih perlu dilanjutkan. Apalagi Keterbatasan tenaga membuat kami tidak melakukan penyebaran secara luas (disseminate) yang merupakan tahap terakhir dalam metode riset model four-d. Karena itu, diharapkan penyusunan program ini tidak dianggap final, sehingga perlu dilakukan perbaikan berlanjut.
REFERENSI
al-Aṣfiḥānī, Aḥmad ibn al-Ḥusayn. (2019). al-Ghōyah wa al-taqrīb. Kudus: Pondok Pesantren Ath-Thullab.
al-Bantānī, Muḥammad ibn ‘Umar. (2008). Nihāyatu al-zayn. Beirut: Dār al-Fikr. URL: https://al-maktaba.org/book/6146
al-Dimyāṭī, Abū Bakr ‘Utsman ibn
Muḥammad. (1997). I'ānatu al-ṭōlibīn. Beirut: Dār al-Fikr. URL: https://al-maktaba.org/book/33983
al-Ghozālī, Abū Ḥāmid Muḥammad ibn
Muḥammad. (1993). Al-Mustaṣfā min ilm al-uṣūl. Beirut: Dār Kutub al-Ilmiyyah. URL: https://al-maktaba.org/book/5459
al-Ghozī, Muḥammad ibn Qāsim. (2005). Fatḥ al-qorīb al-mujīb.
Beirut: Beirut: Dār ibn Ḥazm. URL: https://al-maktaba.org/book/33949
al-Ḥuṣnī, Abū Bakr ibn Muḥammad. (1994). Kifāyat al-akhyār. Damaskus: Dār al-Khoir. URL: https://al-maktaba.org/book/6140
al-Malībārī, Aḥmad ibn 'Abd al-Azīz. (2005). Fatḥ al-mu'īn bi syarḥ qurrotu al-ayn bi muhimmāt al-dīn. Beirut:
Beirut: Dār ibn Ḥazm. URL: https://al-maktaba.org/book/11327
al-Malībārī, Aḥmad ibn 'Abd al-Azīz. (2019). Qurrotu al-ayn bi muhimmāt al-dīn. Kudus: Pondok Pesantren Ath-Thullab.
al-Suyūṭī, ‘Abd al-Roḥmān ibn Abī Bakr. (1990). al-Asybah wa al-naẓō'ir. Beirut: Dār al-Kutub al'Ilmiyyah. URL: https://al-maktaba.org/book/21719
al-Zuḥaylī, Wahbah ibn al-Muṣṭōfā. (1989). al-Fiqh al-islāmī wa adillatuhu. Damaskus: Dār al-Fikr. URL: https://al-maktaba.org/book/33954
Cronbach, Lee J. (1951, September). Coefficient alpha and the internal structure of tests. Psychometrika, 16: 297–334. URL: http://psych.colorado.edu/~carey/courses/psyc5112/readings/alpha_cronbach.pdf
Mokh. Iman Firmansyah, Yusuf Ali Tantowi, dan Gina Ratnanisa Fawziah
TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 191
Fraenkel, Jack R. & Wallen, Norman E.(2009). How to design and evaluate research in education (7th ed.). New York: McGraw-Hill Companies. URL: https://archive.org/details/methodology-alobatnic-libraries
Likert, Rensis. 1932. A technique for the measurement of attitudes. Archives of Psychology, 140 : 1–55. URL: https://legacy.voteview.com/pdf/Likert_1932.pdf
Madjid, Nurcholish. (1997). Bilik-bilik pesantren: sebuah potret perjalanan. Jakarta Selatan: Paramadina. URL: https://archive.org/details/nmbbp
Mahmada, Nong Darol. (2001, 30 Juli – 05 Agustus). Membangun fikih yang pro-perempuan. Majalah TEMPO, 22 (30). URL: https://majalah.tempo.co/read/81720/membangun-fikih-yang-pro-perempuan
Morera, Osvaldo F. & Stokes, Sonya M. (2016, 17 Februari). Coefficient α as a measure of test score reliability: review of 3 popular misconceptions. American Journal of Public Health, 106(3): 458–461. DOI: https://dx.doi.org/10.2105%2FAJPH.2015.302993
Octavia, Lanny. (2014, 01 Januari). Pendidikan karakter berbasis tradisi pesantren. Jakarta Selatan: Renebook. URL: https://play.google.com/store/books/details/Pendidikan_Karakter_Berbasis_Tradisi_Pesantren?id=hEdODAAAQBAJ&hl=bs
OECD. (2005, Juli). Recommendation on principles and good practices for financial education and awareness. Paris: Directorate for Financial and Enterprise Affairs. URL: http://www.oecd.org/finance/financial-education/35108560.pdf
OECD. (2015, 16 November). National strategies for financial education: oecd/infe policy handbook. Paris: OECD Publishing. URL: https://www.oecd.org/daf/fin/financial-education/national-strategies-for-financial-education-policy-handbook.htm
OECD. (2019, 26 April). Pisa 2018 assessment and analytical framework. Paris: OECD Publishing. DOI: https://dx.doi.org/10.1787/b25efab8-en
OJK. (2017, 20 Desember). Strategi nasional literasi finansial indonesia (revisit 2017). Jakarta Pusat: Otoritas Jasa Finansial (OJK). URL: https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/publikasi/Pages/Strategi-Nasional-Literasi-Finansial-Indonesia-(Revisit-2017)-.aspx
Setiawan, Adib Rifqi. (2019, 14 Oktober). Penyusunan program pembelajaran biologi berorientasi literasi saintifik. Seminar Nasional Sains & Entrepreneurship VI, 1(1). URL: http://conference.upgris.ac.id/index.php/snse/article/view/255
Setneg. (2013, 13 November). Sambutan presiden ri pd strategi nasional literasi finansial, tgl 19 nov. 2013, di jcc. Jakarta Pusat: Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia. URL: https://www.setneg.go.id/baca/index/sambutan_presiden_ri_pd_strategi_nasional_literasi_finansial_tgl_19_nov_2013_di_jcc
Thiagarajan, Sivasailam, dkk. (1974). Instructional development for training teachers of exceptional children: a sourcebook. Washington, D. C.: National Center for Improvement of Educational Systems (DHEW/OE). URL:
Model Teams Games Tournament: Suatu Analisis Hasil Implementasi dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
TARBAWY: Indonesian Journal of Islamic Education – Vol. 6 No. 2 (2019) | 192
https://files.eric.ed.gov/fulltext/ED090725.pdf
Umar, Nasaruddin. (2014, 24 Maret). Ketika fikih membela perempuan. Jakarta Pusat: Elex Media Komputindo. URL: https://books.google.co.id/books/about/Ketika_Fikih_Membela_Perempuan.html?id=rYhKDwAAQBAJ&redir_esc=y
Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 13, No. 2, Desember 2019, pp. 126-137 p-ISSN : 1978-936X
e-ISSN : 2528-0562 DOI: http://dx.doi.org/10.26877/mpp.v13i2.4913
126
Literasi Saintifik Berdasarkan Kecerdasan Majemuk dan Motivasi Belajar
Adib Rifqi Setiawan
Pondok Pesantren Ath-Thullab, Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS)
Jl. KH. Turaichan Adjhuri No.23, Kajeksan, 002/002, Kudus, 59314, Indonesia
Abstract
Received Revised Accepted
: 1 Des 2019 : 15 Des 2019 : 18 Des 2019
Burhān al-Dīn al-Nu’mān ibn Ibrōhīm al-Zarnūjī in his treatise entitled “Ta'līm al-Muta'allim Ṭorīq al-Ta'allum” informed that the academic
achievement has six things dependency: ingenious acumen, fervent desire, resilience, sufficent sustenance, guidance of a teacher, and length of time. Based on this perspective, we was empirically tested students scientific literacy through correlational research. In particular, first, multiple
intelligences was examined based on Multiple Intelligences Survey (MIS). Second, science learning motivation was explored used Science Motivation Questionnaire II (SMQ-II). Third, scientific literacy was tested that focused
on competence domain and environmental content. The participants of the study were 128 students in Kabupaten Kudus choosen by random sampling technique. We used Pearson r to elaborate relation of scientific literacy with each type of multiple intelligences nor component of science
learning motivation. It reveals that naturalistic intelligence and self-efficacy has strong correlation with scientific literacy. The findings suggest that it is important to facilitate students’ intelligence and motivations to guide them on achieving scientific literacy.
Keywords: Learning Motivation; Multiple Intelligences; Scientific Literacy (*) Corresponding Author: [email protected], +62-856-4067-6017
How to Cite: Setiawan, A. R. (2019). Literasi saintifik berdasarkan kecerdasan majemuk dan motivasi belajar. Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran, 13 (2):
126-137.
PENDAHULUAN
Gagasan tentang alam mengikuti prinsip konsisten yang dapat diuraikan,
dimulai sejak 2.603 tahun lalu ketika Thalēs melibatkan dirinya dalam penyelidikan ilmiah termasuk juga rekayasa (Boitani, 2015; al-Syahrostānī, 2010; Hawking &
Mlodinow, 2010; Panchenko, 1994; Crawford & Sen, 1996). Thalēs memperoleh kredit
sebagai orang pertama yang berhasil memprediksi gerhana matahari pada 28 Mei 585
SM. Dirinya juga berhasil mendeskripsikan posisi Ursa Minor dan berpikir bahwa rasi
bintang bisa berguna sebagai panduan untuk navigasi di laut. Namun, nilai penting
dari pekerjaan Thalēs ialah menggunakan rumahnya untuk menjadi tempat pembelajaran di Ionia (pada waktu itu Yunani, saat ini Turki), yang memelopori minat
kuat dalam mengungkap hukum dasar guna menjelaskan fenomena alam. Thalēs
juga memanfaatkan kemampuan memprediksi cuaca untuk membeli semua mesin
pengepres zaitun di Milētos setelah memperkirakan cuaca dan panen yang baik pada
tahun tertentu guna mendapatkan kekayaan dari panen zaitun. Tujuan utama Thalēs dalam melakukan pembelian tersebut bukan hanya untuk memperkaya diri, tetapi
sekaligus membuktikan kepada sesama warga Milētos bahwa penyelidikan ilmiah
dapat berguna untuk keseharian termasuk finansial, bertentangan dengan pikiran
masyarakat tersebut. Informasi historis tersebut menyampaikan bahwa Thalēs telah
membangun sebuah gagasan yang sekarang dikenal dengan literasi saintifik.
Literasi saintifik telah dijelaskan oleh Paul deHart Hurd (1998) sebagai
kompetensi yang diperlukan oleh warga negara untuk berpikir rasional tentang sains
dalam kaitannya dengan masalah pribadi, sosial, politik, ekonomi, dan masalah yang
mungkin ditemui seseorang sepanjang hidup. Konsep literasi saintifik yang mulai
dikembangkan pada 1958 senantiasa menyesuaikan dengan perubahan masyarakat, termasuk kemunculan era informasi, kelahiran ekonomi global, dan dunia daring.
Gormally, dkk. (2012) menyusun indikator keterampilan literasi saintifik menjadi 2
Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 13, No. 2, Desember 2019, pp. 126-137 p-ISSN : 1978-936X
e-ISSN : 2528-0562 DOI: http://dx.doi.org/10.26877/mpp.v13i2.4913
127
bagian, yakni: memahami metode penyelidikan yang mengarah pada pengetahuan
ilmiah; serta mengatur, menganalisis, sekaligus menafsirkan data kuantitatif dan
informasi ilmiah. Sementara Fives, dkk. (2014) mengklasifikasi literasi saintifik ke dalam 5 komponen, berupa: peran sains, pemikiran dan kegiatan ilmiah, sains dan
masyarakat, matematika dalam sains, serta motivasi dan keyakinan sains. Selain itu,
kerangka kerja PISA (Programme for International Student Assessment) dari OECD
(2019a) mendefinisikan literasi saintifik sebagai kemampuan untuk terlibat masalah
yang berhubungan dengan sains dan dengan gagasan sains sebagai warga negara yang reflektif. Karena itu, orang yang memiliki literasi saintifik bersedia untuk terlibat
dalam komunikasi ilmiah tentang sains dan teknologi yang membutuhkan
kompetensi untuk: menjelaskan fenomena secara ilmiah, mengevaluasi dan
merancang penyelidikan ilmiah, juga menafsirkan data dan bukti secara ilmiah.
Informasi teoretis ini memperjelas fakta bahwa arah gagasan literasi saintifik ialah
upaya untuk menggunakan sains di luar praktik ilmiah.
Gambar 1. Literasi Saintifik Pelajar Indonesia Berdasarkan Penilaian PISA (OECD,
2019b) Kedua informasi tersebut menunjukkan bahwa gagasan dan kenyataan ini
bukan sesuatu yang modern, meskipun kita kehilangan pandangan sejarah ini.
Sayangnya, kajian PISA pada 2006–2015 dan beberapa karya ilmiah pada periode itu,
telah menemukan bahwa pembelajaran sains secara umum tidak dapat membimbing
pelajar secara optimal untuk mencapai literasi saintifik (OECD, 2019b; Setiawan,
2019a; 2017; Rosser, 2018; Setiawan, dkk., 2017; Utari, dkk., 2017; OECD/ADB, 2015; Juliani, 2015; Adisendjaja, 2008). Pelajar Indonesia secara keseluruhan tampak
tidak mengapresiasi pengetahuan ilmiah, kurang melihat peluang untuk menjadi
ilmuwan, maupun memanfaatkan penguasaan sains secara praktis di luar
penyelidikan ilmiah. Mungkin hanya sebagian kecil pelajar Indonesia yang berharap
untuk mengejar karier di bidang sains dibanding semua pelajar di negara berkembang ini. Di antara sebagian kecil itu, tidak terdapat jumlah yang secara
signifikan memiliki kinerja tinggi dalam literasi saintifik dibanding pelajar dari negara
lain yang ikut serta dalam penilaian PISA. Informasi lapangan ini adalah sumber kuat
untuk memberi bukti empiris kepada pendidik sains, dan peneliti pembelajaran,
maupun pembuat kebijakan pendidikan di Indonesia.
Sebenarnya sudah terdapat beberapa upaya untuk melatih literasi saintifik melalui pembelajaran sains yang dilakukan oleh pendidik maupun peneliti Indonesia.
Misalnya dilakukan oleh Utari, dkk. (2017) melalui pembelajaran termodinamika.
Diperoleh hasil berupa sebagian besar pelajar dapat membuat pertanyaan serta
menyusun langkah eksperimen dan tabel pengamatan, tapi tidak terdapat pelajar
Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 13, No. 2, Desember 2019, pp. 126-137 p-ISSN : 1978-936X
e-ISSN : 2528-0562 DOI: http://dx.doi.org/10.26877/mpp.v13i2.4913
128
yang mengkritik atau memberikan saran terhadap hasil percobaan yang mereka
lakukan. Setiawan (2019b) melakukan upaya yang sama melalui pembelajaran
mekanika. Hasil menunjukkan bahwa secara keseluruhan literasi saintifik pelajar mengalami peningkatan pada kategori sedang setelah diterapkan pendekatan
saintifik. Selain melalui pembelajaran fisika, upaya lain juga dilakukan melalui
pembelajaran biologi. Misalnya oleh Dinata (2018) ketika melakukan field trip dalam
pembelajaran ekosistem, yang memberi hasil berupa peningkatan kategori tinggi
untuk kompetensi menjelaskan fenomena secara ilmiah serta sedang untuk menafsirkan data dan bukti secara ilmiah. Upaya Setiawan (2019c; 2019d) melalui
pembelajaran plantae dan animalia memberi simpulan bahwa pembelajaran
menggunakan pendekatan saintifik bisa menjadi sarana untuk melatih literasi
saintifik pelajar. Namun, perbandingan terhadap beberapa riset lain menunjukkan
bahwa tidak ditemukan perbedaan menyolok antar model pembelajaran dari sisi
peningkatan maupun keefektifan. Bila dicermati, kajian pustaka yang disampaikan menunjukkan bahwa fokus
lebih diarahkan terhadap ‘apa’ yang harus pelajar peroleh setelah pembelajaran serta
‘bagaimana’ cara memandu pelajar memperoleh ‘apa’ itu melalui pembelajaran. Sisi
lain berupa ‘siapa’ yang terlibat dalam pembelajaran tampak tidak diperhatikan.
Karena itu, kami merasa perlu untuk memperoleh gambaran ‘siapa’ yang terlibat dalam pembelajaran. Secara khusus fokus ‘siapa’ tersebut diarahkan kepada aspek
kecerdasan majemuk dan motivasi belajar yang dikaitkan dengan profil kompetensi
literasi saintifik. Gambaran tersebut diharapkan dapat menjadi bahan untuk
menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi program pembelajaran berorientasi
literasi saintifik agar lebih terstruktur dan terukur. Karena itu, rumusan masalah
riset ini ialah, “Bagaimana profil literasi saintifik berdasarkan kecerdasan majemuk dan motivasi belajar?”
METODE
Tujuan riset ini ialah untuk mendapatkan profil literasi saintifik berdasarkan
kecerdasan majemuk dan motivasi belajar. Karena itu dibutuhkan data profil kompetensi literasi saintifik, kecerdasan majemuk, dan motivasi belajar. Berdasarkan
tujuan riset dan kebutuhan data, metode yang dapat dipakai ialah pendekatan
kuantitatif tipe correlational jenis associational research. Tipe correlational berupaya
untuk mengetahui perbedaan satu atau lebih hubungan dari beberapa faktor tanpa
memerlukan intervensi dari peneliti (Fraenkel & Wallen, 2009). Tipe riset ini juga
dapat digunakan sebagai bahan memprediksi kemungkinan hasil yang diperoleh (Fraenkel & Wallen, 2009). Partisipan untuk riset tipe correlational sebaiknya dipilih
secara acak sebanyak lebih dari 30 orang (Fraenkel & Wallen, 2009). Dalam riset ini,
sampel sebanyak 128 pelajar diambil menggunakan teknik penyampelan acak.
Keseluruhan sampel berasal dari satu sekolah menengah di Kabupaten Kudus,
berjenis kelamin lelaki, dan memiliki rentang usia 15–17 tahun. Profil kompetensi literasi saintifik diukur menggunakan instrumen penilaian
yang disusun oleh Setiawan (2019a; 2019e). Instrumen penilaian ini dipilih karena
keseluruhan soal sudah layak pakai berdasarkan validasi pakar serta dua kali ujicoba
lapangan memberi nilai keandalan sebesar 0.763 dan 0,901. Literasi saintifik dalam
instrumen penilaian tersebut difokuskan kepada domain kompetensi: menjelaskan
fenomena secara ilmiah (K1), merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah (K2), dan menafsirkan data dan bukti secara ilmiah (K3), yang tersebar ke dalam 3
kelompok dari 10 butir soal. Instrumen tersebut juga dilengkapi panduan penilaian
yang memudahkan kami untuk memberi skor terhadap setiap butir soal.
Untuk kecerdasan majemuk diukur menggunakan Multiple Intelligences
Survey (MIS) versi Bahasa Indonesia (Si'ayah & Setiawan, 2019; McKenzie, 2005). MIS terdiri dari 90 buah pernyataan singkat yang dinilai menggunakan skala biner berupa
angka 1 untuk setiap pernyataan yang dianggap sesuai serta 0 untuk semua
pernyataan yang tidak sesuai. Instrumen ini dapat dipakai buat memperoleh
gambaran sebaran sembilan kecerdasan majemuk seseorang, mencakup:
Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 13, No. 2, Desember 2019, pp. 126-137 p-ISSN : 1978-936X
e-ISSN : 2528-0562 DOI: http://dx.doi.org/10.26877/mpp.v13i2.4913
129
interpersonal, intrapersonal, logis, verbal, visual, musikal, kinestetik, naturalis, dan
eksistensialis. Contoh butirnya ialah, “Klasifikasi membantu saya memahami data
baru.” yang ditanggapi dengan memberi skor 1 kalau sesuai atau 0 kalau tidak sesuai.
Kompetensi Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah
Indikator Mengusulkan cara mengeksplorasi secara ilmiah terhadap pertanyaan yang diberikan
Topik Penanganan Perubahan Lingkungan
Soal Ketika memimpin proyek pembangunan sirkuit MotoGP dari DORNA di Kabupaten Kudus pada 2019 yang harus siap pakai pada 2024, Rosé ingin agar hasilnya ramah lingkungan. Karena itu, dirinya mengumpulkan data sebagai berikut: a) Jumlah kendaraan untuk setiap sesi balapan paling banyak ialah 30
sepeda motor; b) Bahan bakar setiap kendaraan ialah Pertamax Plus;
c) Setiap kendaraan membutuhkan 1 liter untuk sekali mengelilingi sirkuit sepanjang 5 km;
d) Daftar pohon yang dapat dipilih Rosé untuk ditanam di lingkungan sirkuit sebagai berikut:
No. Pohon Nama Ilmiah Daya Serap CO2 (g/jam.pohon)
1 Mahoni Swietenia macrophylla 3.112,43 2 Palem Phoenix Phoenix roebelenii 0,39 3 Kersen Muntingia calabura 0,6 4 Beringin Ficus benjamina 1.146,51 5 Trembesi Samanea saman 3.252,10
Pertanyaan Bagaimana langkah perencanaan yang dapat dilakukan Rosé agar sirkuit yang dibangun ramah lingkungan?
Jawaban Langkah perencanaan yang dapat dilakukan Rosé ialah: 1) Memprediksi total emisi karbon selama masa balapan; 2) Memilih pohon yang memiliki daya serap paling bagus sekaligus
memungkinkan ditanam di lokasi; 3) Memetakan letak penanaman pohon agar efektif dan efisien serta tidak
mengganggu pelaksanaan balapan.
Gambar 2. Contoh Instrumen Penilaian Literasi Saintifik
Sementara motivasi belajar, instrumen yang dipakai ialah Science Motivation
Questionnaire II (SMQ-II) versi Bahasa Indonesia (Velasufah & Setiawan, 2019; Glynn, dkk., 2011). SMQ-II terdiri dari 25 buah pertanyaan yang dinilai menggunakan Skala
Likert tipe 5 skala untuk mengukur lima komponen motivasi belajar: motivasi
intrinsik, determinasi diri, efikasi diri, motivasi karier, serta motivasi nilai. Contoh
butirnya ialah, “Sains yang saya pelajari sesuai dengan kebutuhan hidup saya.” yang
ditanggapi dengan “tidak pernah” (skor=1), “jarang” (skor=2), “kadang” (skor=3), “sering” (skor=4), dan “selalu” (skor=5).
Dalam riset tipe korelasi, instrumen yang digunakan harus menghasilkan data
kuantitatif (Fraenkel & Wallen, 2009). Karena setiap instrumen sudah dapat dinilai
secara kuantitatif, nilai literasi saintifik dikaitkan dengan kecerdasan majemuk dan
motivasi belajar. Kaitan ketiganya dihitung menggunakan persamaan koefisien
korelasi Pearson r yang kemudian ditafsirkan berdasarkan tabel 1 (Fraenkel & Wallen, 2009; Rogers & Nicewander, 1987):
𝑟 = ∑ (𝑥𝑖 − ��)(𝑦𝑖 − ��)𝑛
𝑖=1
√∑ (𝑥𝑖 − ��)𝑛𝑖=1
2 √∑ (𝑦𝑖 − ��)𝑛
𝑖=12
keterangan: r = koefisien korelasi
n = banyak sampel
i = skor datum
𝑥𝑖 = skor setiap sampel
�� = rerata skor kecerdasan atau motivasi
Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 13, No. 2, Desember 2019, pp. 126-137 p-ISSN : 1978-936X
e-ISSN : 2528-0562 DOI: http://dx.doi.org/10.26877/mpp.v13i2.4913
130
�� = rerata literasi saintifik
𝑦𝑖 = skor literasi saintifik setiap sampel
Tabel 1. Kategori Kaitan
Pearson r Kategori Kaitan
−1 ≤ 𝑟 < 0 Terdapat kaitan negatif
𝑟 = 0 Tidak terdapat kaitan 0 < 𝑟 ≤ 1 Terdapat kaitan positif
(Rogers & Nicewander, 1987)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil literasi saintifik, kecerdasan majemuk, dan motivasi belajar yang
diperoleh secara rinci masing-masing seperti berikut: Tabel 2. Profil Kompetensi Literasi Saintifik
Kompetensi Literasi Saintifik Nilai
Menjelaskan fenomena secara ilmiah 0,352
Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah 0,356
Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah 0,340
Keseluruhan 0,349
Gambar 1. Profil Ragam Kecerdasan Majemuk
Gambar 2. Profil Komponen Motivasi Belajar
Pembahasan
Burhān al-Dīn al-Nu’mān ibn Ibrōhīm al-Zarnūjī dalam Ta'līm al-Muta'allim
Ṭorīq al-Ta'allum menuturkan bahwa terdapat 6 faktor penentu hasil belajar: kecerdasan, motivasi, kesabaran ketika menghadapi kesulitan, kecukupan bekal
untuk pembelajaran, bimbingan guru, dan waktu belajar yang intensif (Siayah, dkk.,
2019; al-Zarnūjī, 2014). Tuturan al-Zarnūjī (2014) didukung oleh Jung & Haier (2007)
yang mengungkap bahwa tidak ada konsep yang lebih penting dalam pendidikan
daripada kecerdasan. Kecerdasan adalah potensi diri untuk memproses informasi
yang dari lingkungan sekitar untuk digunakan dalam mengambil keputusan, menyelesaikan masalah, dan/atau menghasilkan produk yang bernilai. Setiap jenis
0.000
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.211
14.039
11.578
8.805
12.664
0.000 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000
Motivasi intrinsik
Efikasi Diri
Determinasi Diri
Motivasi Nilai
Motivasi Karier
Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 13, No. 2, Desember 2019, pp. 126-137 p-ISSN : 1978-936X
e-ISSN : 2528-0562 DOI: http://dx.doi.org/10.26877/mpp.v13i2.4913
131
kecerdasan majemuk merupakan gabungan dari keterampilan terkait dan hal ini
menjelaskan bentuk sarafnya yang rumit. Pendidikan secara umum bertujuan upaya
menumbuhkan kesadaran bahwa seseorang memiliki kecerdasan yang dapat dikembangkan dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan diri serta
mengembangkan masyarakat (OECD, 2019a; al-Maḥallī & al-Suyūṭī, 2010).
Tabel 3. Perbedaan setiap kecerdasan majemuk
Jenis Kecerdasan Keterangan
Interpersonal Sanggup bekerja sama dengan orang lain Intrapersonal Memahami kekuatan dan kelemahan diri
Logis Bisa melakukan penalaran runtut
Verbal Cakap menggunakan perkataan
Visual Dapat untuk memvisualisasi dengan pikiran
Musikal Peka terhadap suara Kinestetik Mampu mengontrol gerakan tubuh
Naturalis Mengerti hubungan informasi dengan lingkungan
Eksistensialis Merenungkan sifat keberadaan alam raya
Konsep kecerdasan sepanjang sejarah telah mengalami banyak perubahan
dalam benak pakar. Pada 1905, gagasan kecerdasan umum dibangun menggunakan
tes IQ (intelligence quotient) untuk menilai kemampuan anak dalam memahami,
bernalar, dan membuat penilaian (Shearer & Karanian, 2017). Belakangan, pada 1983, mulai muncul gagasan kecerdasan majemuk yang dilatari oleh anggapan
bahwa kecerdasan umum terlalu terbatas (Gardner, 2011; Candler, 2011).
Kemunculan gagasan kecerdasan majemuk tidak langsung mendapat dukungan utuh
dari semua orang. Sebagian orang menganggap bahwa kecerdasan majemuk memiliki
dukungan empiris yang tidak memadai dan tidak konsisten dengan temuan neurosains kognitif (Waterhouse, 2006). Namun, telaah terhadap 318 artikel
akademik terkait riset neurosains (neuroscience, ilmu saraf) yang dilakukan oleh
Shearer & Karanian (2017) menunjukkan bahwa kecerdasan majemuk memiliki pola
saraf yang jelas dan koheren. Lebih lanjut Shearer (2019) menyimpulkan berdasarkan
telaah lanjutan terhadap 417 kajian neurosains terkait korelasi antara saraf dengan
unit keterampilan dalam tujuh kecerdasan. Simpulan yang diperoleh menemukan setiap kecerdasan adalah unit keterampilan kognitif yang memiliki keunikan dan
kesamaan dalam saraf.
Tabel 4. Kaitan Kompetensi Literasi Saintifik dengan Setiap Jenis Kecerdasan
Jenis Kecerdasan K1 K2 K3 K
Interpersonal 0,026 0,142 0,000 0,063
Intrapersonal 0,070 0,161 0,010 0,090
Logis 0,060 0,107 0,021 0,070 Verbal -0,063 0,057 -0,130 -0,050
Visual 0,225 0,148 0,021 0,146
Musikal 0,174 0,272 0,074 0,194
Kinestetik -0,089 0,136 0,028 0,030
Naturalis 0,223 0,225 0,119 0,211
Eksistensialis -0,156 -0,019 -0,300 -0,176
Tabel 4 menunjukkan bahwa tidak semua jenis kecerdasan memiliki kaitan
positif dengan kompetensi literasi saintifik. Kecerdasan eksistensialis memiliki kaitan negatif dengan setiap kompetensi literasi saintifik. Sementara kecerdasan verbal
hanya memiliki korelasi positif dengan kompetensi merancang dan mengevaluasi
penyelidikan ilmiah. Kecerdasan logis yang umumnya dianggap berkelindan dengan
penyelidikan ilmiah justru memiliki nilai korelasi yang lebih rendah dibanding
kecerdasan intrapersonal, visual, bahkan musikal. Literasi saintifik membutuhkan tidak hanya pengetahuan tentang konsep dan
teori sains, tapi juga pengetahuan tentang prosedur dan praktik umum yang terkait
dengan penyelidikan ilmiah yang memungkinkan sains berkembang. Untuk mencapai
arah ini, diperlukan kemampuan untuk menghubungkan dan mengklasifikasi
informasi yang sesuai dengan jenis kecerdasan naturalis (Morris, 2004; Gardner,
Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 13, No. 2, Desember 2019, pp. 126-137 p-ISSN : 1978-936X
e-ISSN : 2528-0562 DOI: http://dx.doi.org/10.26877/mpp.v13i2.4913
132
1995). Tabel 4 menunjukkan bahwa jenis kecerdasan naturalis memiliki korelasi
paling kuat dengan keseluruhan kompetensi literasi saintifik. Namun, secara rinci
nilai koefisien korelasi jenis naturalis masih di bawah visual untuk kompetensi menjelaskan fenomena secara ilmiah (K1). Hasil tersebut wajar karena salah satu
indikator kompetensi tersebut ialah mengidentifikasi, menggunakan, dan
menghasilkan model dan representasi yang jelas (OECD, 2019a). Indikator ini diuji
dengan soal yang meminta pelajar untuk membuat skema daur biogeokimia untuk
menunjukkan bahwa terdapat hubungan erat antar organisme dalam menjaga kelangsungan nitrogen (N) di alam. Dengan demikian, pengertian terhadap hubungan
informasi dengan lingkungan tidak cukup, tapi diperlukan tambahan berupa dapat
untuk memvisualisasi dengan pikiran yang termasuk dalam kecerdasan visual. Hasil
paling menyolok ditunjukkan oleh jenis eksistensialis yang memiliki korelasi negatif
untuk semua kompetensi literasi saintifik. Hasil ini berarti kian tinggi kecerdasan
eksistensialis seseorang, kompetensi literasi saintifik kian rendah. Jenis eksistensialis terkait dengan kecenderungan untuk mengajukan dan merenungkan pertanyaan
tentang kehidupan, kematian, dan realitas pamungkas (Gardner, 2000). Hasil ini
perlu diperhatikan secara serius, bahkan untuk korelasi dengan jenis ini kami
menyarankan dilakukan replikasi secara khusus. Saran ini didasarkan bahwa salah
satu tujuan sains ialah mengerti realitas alam serta jenis eksistensialis terkait erat dengan kereligiusan seseorang (al-Syahrostānī, 2010; Hawking & Mlodinow, 2010;
Gardner, 2000). Sementara sepanjang lintasan sejarah Indonesia termasuk negara
religus (OECD/ADB, 2015). Selain itu, hasil penilaian PISA tahun 2015 sekilas
menunjukkan bahwa literasi saintifik pelajar dari beberapa negara religius seperti
Indonesia, Israel, dan Amerika Serikat lebih rendah dibanding negara yang dianggap
tidak religius seperti Singapura, Korea, dan Hong Kong (OECD, 2019b).
Gambar 5. Penilaian Literasi Saintifik PISA 2015 untuk Negara (OECD, 2019b)
Tuturan al-Zarnūjī (2014) bahwa motivasi sebagai satu dari enam faktor penentu keberhasilan belajar diperkuat oleh Kışoğlu (2018) dan Bryan, dkk. (2011)
yang mengungkap bahwa terdapat kaitan positif antara motivasi belajar dan sikap
pelajar dalam pembelajaran sehingga guru perlu mendorong motivasi pelajar.
Memang survei dari PISA menunjukkan anomali untuk Korea Selatan berupa hasil
tinggi dalam literasi saintifik justru disertai motivasi rendah, tapi secara umum motivasi belajar cenderung linear dengan literasi saintifik (Mo, 2019; OECD, 2019b;
2016). Secara keseluruhan setiap komponen motivasi belajar berkorelasi positif
dengan kompetensi literasi saintifik. Hasil ini selaras dengan temuan yang
menunjukkan bahwa hasil belajar cenderung rendah ketika motivasi rendah
(Velasufah & Setiawan, 2019; Nurohmah, 2015; Marcharis, 2015; Glynn, dkk., 2011).
Motivasi dalam pembelajaran merupakan faktor penting karena kehadiran pelajar
Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 13, No. 2, Desember 2019, pp. 126-137 p-ISSN : 1978-936X
e-ISSN : 2528-0562 DOI: http://dx.doi.org/10.26877/mpp.v13i2.4913
133
dalam kelas, laboratorium, dan/atau kunjungan lapangan bukan jaminan bahwa
mereka ingin belajar (Setiawan, 2019f). Tidak dapat dimungkiri bahwa beberapa
pelajar yang hadir hanya untuk menggugurkan kewajiban dari sekolah dan orangtua, sekadar cara agar mendapat uang saku harian, atau ingin berkumpul dengan teman
maupun pacar.
Gambar 6. Kaitan Kompetensi Literasi Saintifik dengan Setiap Komponen Motivasi
Belajar
Glynn, dkk. (2011) berpendapat bahwa faktor yang mempengaruhi motivasi
belajar adalah motivasi intrinsik, efikasi diri, determinasi diri, motivasi nilai, dan
motivasi karier. Dari keseluruhan, efikasi diri dengan nilai 0,356 memiliki korelasi
paling tinggi dibandingkan komponen lain. Efikasi diri yang merujuk kepada
keyakinan diri pelajar dalam meraih prestasi memainkan peran sentral dalam motivasi (Bandura, dkk., 2001). Kian kuat efikasi diri, pelajar kian aktif berupaya
dalam meraih prestasi. Velasufah & Setiawan (2019) menyampaikan bahwa efikasi
diri termasuk komponen penting bagi pelajar dalam menjaga ketekunan selama
terlibat pembelajaran untuk meraih prestasi yang diharapkan. Hasil yang
ditunjukkan melalui gambar 6 menyiratkan makna bahwa guru perlu mendorong pelajar untuk terbiasa menghadapi tantangan guna, seperti melalui tugas, guna
memberi pengalaman agar kemampuan mereka berkembang.
Komponen lain yang memiliki korelasi hampir setara ialah motivasi karier
dengan nilai 0,345. Glynn, dkk. (2011) mendefinisikan motivasi karir sebagai motivasi
yang timbul dari persepsi pelajar terhadap masa depan karier mereka. Gambar 6
menunjukkan bahwa pelajar menemukan nilai kegunaan literasi saintifik untuk masa depan karier mereka. Dari sini dapat dibuat hipotesis bahwa pelajar sekolah
menengah Indonesia sedang dalam proses pengembangan karier, yang membuat
motivasi karier menjadi faktor paling penting dalam mencapai kompetensi literasi
saintifik.
Hipotesis tersebut diperkuat dengan hasil yang menunjukkan bahwa motivasi nilai (0,332) dan motivasi intrinsik (0,327) yang memiliki korelasi setara dengan
motivasi karier. Tampak bahwa pelajar Indonesia memiliki perspektif bahwa
keinginan diri sendiri dan nilai yang akademik diperoleh memiliki kaitan erat dengan
masa depan karier. Untuk menjawab hipotesis tersebut, tentu diperlukan lebih
banyak pengertian mendalam tentang motivasi karier pelajar. Sehingga diperlukan
0.000
0.050
0.100
0.150
0.200
0.250
0.300
0.350
0.400
Motivasiintrinsik
Efikasi Diri DeterminasiDiri
Motivasi Nilai MotivasiKarier
Keseluruhan
Menjelaskan fenomena secara ilmiah
Merancang dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah
Menafsirkan data dan bukti secara ilmiah
Keseluruhan
Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 13, No. 2, Desember 2019, pp. 126-137 p-ISSN : 1978-936X
e-ISSN : 2528-0562 DOI: http://dx.doi.org/10.26877/mpp.v13i2.4913
134
kajian yang mempertimbangkan faktor lingkungan, seperti status sosial, kurikulum
sekolah, tingkat ekonomi, serta dukungan orangtua.
Secara khusus, Simpkins, dkk., (2015) menyebut bahwa dukungan orangtua dikenal sebagai faktor paling penting yang memengaruhi motivasi karier pelajar.
Apalagi dalam budaya Indonesia, keluarga memiliki peran penting dalam menata
karier yang mungkin akan ditempuh oleh pelajar. Karena itu, kelanjutan kajian yang
mempertimbangkan faktor lingkungan akan memberi pengertian utuh dan
menyeluruh tentang motivasi karier pelajar Indonesia, khususnya terkait kompetensi literasi saintifik.
Keempat hasil tersebut jauh berbeda dengan determinasi diri yang hanya
memiliki korelasi sebesar 0,130. Hasil ini menunjukkan bahwa pelajar kurang
mengerti langkah agar dapat memiliki kompetensi literasi saintifik. Hasil tersebut
mengkhawatirkan karena membuka peluang pelajar beralih pilihan untuk tidak
mempelajari sains atau minimal mengubah prioritas belajar mereka. Pelajar bisa saja berpikir bahwa kompetensi literasi saintifik dapat membantu karier mereka, tapi pada
saat bersamaan menganggap hal ini sulit diperoleh. Literasi saintifik memang sulit,
sehingga tugas guru ialah membuat agar kompetensi ini tidak tambah sulit diperoleh
pelajar. Untuk itu, perlu dilakukan pembelajaran yang melatih pelajar secara
berjenjang dari tingkat rendah, sedang, dan tinggi, dalam bentuk mengerjakan soal algoritma maupun menyelesaikan masalah.
Riset ini terbatas kepada data yang dikumpulkan pada satu titik waktu
tertentu. Karena itu, terdapat kemungkinan bahwa profil literasi saintifik dapat
berubah, begitu pula kecerdasan majemuk dan motivasi belajar. Kecerdasan terus
tumbuh dan berubah menjadi matang ketika fungsi kognitif manusia dilibatkan
(Kweldju, 2015; Fuchs dan Flügge, 2014). Beberapa riset lapangan, seperti dilakukan oleh Nurohmah (2015) serta Setiawan (2019f; 2019g), menunjukkan bahwa motivasi
belajar dapat berubah ketika pelajar menerima perlakuan tertentu. Sementara literasi
saintifik, dapat berubah melalui pembelajaran (Utari, dkk., 2017; Setiawan, 2017;
2019b; 2019c; 2019d; 2019h; Dinata, 2018).
Dalam riset sosial, hasil yang diperoleh tidak memberi garansi bahwa keabsahan dan keandalan yang sama dapat berlaku untuk partisipan lain. Alasannya
antara lain, ruang lingkup pembahasan berada dalam spektrum tertentu. Kalau
hanya mengambil simpulan akhir tanpa memperhatikan rincian tertentu seperti
metode dan fokus pembahasan, berarti yang terjadi adalah implantasi atau
pencangkokan. Memperhatikan hasil yang diperoleh serta keterbatasan ruang lingkup
pembahasan, kami berharap agar guru turut berupaya untuk memastikan agar pembelajaran yang dilakukan dapat menampung keragaman setiap jenis kecerdasan
majemuk serta dapat merangsang motivasi belajar. Cara yang dapat dilakukan bisa
beragam selama tidak bertentangan dengan tujuan pembelajaran. Sementara peneliti
pembelajaran juga diharapkan agar melakukan replikasi terhadap riset yang kami
lakukan guna memberi gambaran rinci permasalahan yang dihadapi sebagai informasi agar cara yang dilakukan guru dapat memberi hasil maksimal.
PENUTUP
Berdasarkan kecerdasan majemuk, jenis naturalis memiliki korelasi dibanding
yang lain serta korelasi negatif diperoleh dari jenis verbal dan eksistensialis.
Berdasarkan motivasi belajar, hampir setiap komponen memiliki korelasi setara, yakni efikasi diri, motivasi karier, motivasi nilai, dan motivasi intrinsik, sedangkan
determinasi diri tidak memiliki kecenderungan yang sama dengan empat komponen
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Adisendjaja, Yusuf Hilmi. (2008). Analisis buku ajar biologi sma kelas x di kota
bandung berdasarkan literasi sains. Bandung: Jurusan Pendidikan Biologi
Universitas Pendidikan Indonesia
Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 13, No. 2, Desember 2019, pp. 126-137 p-ISSN : 1978-936X
e-ISSN : 2528-0562 DOI: http://dx.doi.org/10.26877/mpp.v13i2.4913
135
al-Maḥallī, Muḥammad ibn Aḥmad & al-Suyūṭī, ‘Abd al-Raḥmān ibn Abī Bakr. (2010). Tafsīr al-jalālayn. Cairo: Dār al-Ḥadīts.
al-Syahrostānī, Abū al-Fatḥ Muḥammad ibn ‘Abd al-Karīm. (2010). Al-Milal wa al-niḥal. Amman: Muassasat al-Ḥalabi.
al-Zarnūjī, Burhan al-Dīn. (2014). Ta’līm al-muta’allim ṭōrīq at-ta’allumi. Beirut: Dar
ibn Katsīr.
Bandura, Albert, dkk. (2001, Januari/Februari). Self-efficacy beliefs as shapers of children's aspirations and career trajectories. Child Development, 72 (1): 187–
206.
Boitani, Piero. (2015, 11 April). Ulysses and the Stars. Strumenti Critici, 30(1): 3-18.
Bryan, Robert R., dkk. (2011, 25 Juli). Motivation, achievement, and advanced placement intent of high school students learning science. Science education,
95(6): 1049-1065. Candler, Laura. (2011). Teaching multiple intelligence theory. Teaching Resources.
Crawford, George, & Sen, Bidyut. (1996, 10 Agustus). Derivatives for decision makers: strategic management issues. John Wiley & Sons.
Dinata, Anita Nurlela. (2018, Maret). The influence of field trip on high school
student's scientific literacy and attitude towards science in ecosystem concept. Assimilation: Indonesian Journal of Biology Education, 1(1): 8-13.
Fives, Helenrose, dkk. (2014, 18 Juni). Developing a measure of scientific literacy for middle school students. Science Education, 98(4), 549-580.
Fraenkel, Jack R. & Wallen, Norman E. (2009). How to design and evaluate research in education (7th ed.). New York. McGraw-Hill Companies.
Gardner, Howard Earl. (1995, 09 November). Reflections on multiple intelligences: myths and messages. Phi Delta Kappan, 77 (3): 200–209.
Gardner, Howard Earl. (2000, 18 September). Intelligence reframed: multiple intelligences for the 21st century. Hachette UK.
Gardner, Howard Earl. (2011). Multiple intelligences: the first thirty years. Harvard
Graduate School of Education.
Glynn, Shawn M.; Brickman, Peggy; Armstrong, Norris; & Taasoobshirazi, Gita. (2011,
20 September). Science motivation questionnaire ii: validation with science majors and nonscience majors. Journal of Research in Science Teaching, 48(10):
1159-1176. Gormally, Cara, dkk. (2012, 01 Desember). Developing a test of scientific literacy skills
(tosls): measuring undergraduates’ evaluation of scientific information and arguments. CBE—Life Sciences Education, 11(4), 364-377.
Hake, Richard R. (1998). Interactive-engagement versus traditional methods: a six-
thousand-student survey of mechanics test data for introductory physics courses. American Journal of Physics, 66(1): 64─74.
Hawking, Stephen William, & Mlodinow, Leonard. (2010, 07 September). The grand design. Bantam Books.
Hurd, Paul deHart. (1998). Scientific literacy: New minds for a changing world. Science
education, 82(3), 407-416. Juliani, Rini. (2015, 26 Juni). Rekonstruksi rancangan rencana pelaksanaan
pembelajaran (rpp) melalui analisis kesulitan literasi sains peserta didik sekolah menengah pertama pada topik listrik dinamis. Undergraduate Thesis. Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia. Jung, Rex E., & Haier, Richard J. (2007, 26 Juli). The parieto-frontal integration
theory (p-fit) of intelligence: converging neuroimaging evidence. Behavioral and Brain Sciences, 30(2): 135-154.
Kışoğlu, Mustafa. (2018, Februari). An examination of science high school students’
motivation towards learning biology and their attitude towards biology lesson. International Journal of Higher Education, 7(1): 151-64.
Marcharis, Dita Alawiyah. (2015, 26 Juni). Beban kognitif pelajar pada pembelajaran biologi di sma berbasis pesantren. Undergraduate Thesis. Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia.
Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 13, No. 2, Desember 2019, pp. 126-137 p-ISSN : 1978-936X
e-ISSN : 2528-0562 DOI: http://dx.doi.org/10.26877/mpp.v13i2.4913
136
McKenzie, Walter. (2005). Multiple intelligences and instructional technology. ISTE -
International Society for Technology in Education.
Mo, Jeffrey. (2019, 15 Januari). How is students’ motivation related to their performance and anxiety?. PISA in Focus, 92. Paris: OECD Publishing.
Morris, Marla. (2004). The eight one: naturalistic intelligence. Dalam Kincheloe, Joe L.
(ed.) Multiple Intelligences Reconsidered: 150–176. Peter Lang. Nurohmah, Eva Fauziah. (2015, 30 Januari). Efektivitas pendekatan saintifik dalam
meningkatkan hasil dan motivasi belajar pelajar smp. Undergraduate Thesis.
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
OECD. (2016, 06 Desember). Students' attitudes towards science and expectations of science–related careers. Dalam PISA 2015 Results (Volume I): Excellence and Equity in Education. Paris: OECD Publishing.
OECD. (2019a, 26 April). Pisa 2018 assessment and analytical framework: 97-117.
Paris: OECD Publishing. OECD. (2019b, 06 November). Science performance (pisa) (indicator). OECD/ADB. (2015, 25 Maret). Education in indonesia: rising to the challenge. Paris:
OECD Publishing. Panchenko, Dmitri. (1994, 01 November). Thales's prediction of a solar eclipse. Journal
for the History of Astronomy, 25(4): 275-288.
Rodgers, Joseph Lee, & Nicewander, W. Alan. (1987, 01 Juni). Thirteen ways to look at the correlation coefficient. The American Statistician, 42(1): 59-66.
Rosser, Andrew. (2018, 21 Februari). Beyond access: making indonesia’s education system work. Sidney: Lowy Institute for International Policy.
Setiawan, Adib Rifqi, Utari, Setiya, & Nugraha, Muhamad Gina. (2017, 22 September).
Mengonstruksi rancangan soal domain kompetensi literasi saintifik pelajar smp kelas viii pada topik gerak lurus. Wahana Pendidikan Fisika, 2(2): 44-48.
Setiawan, Adib Rifqi. (2017, 24 Februari). Penerapan pendekatan saintifik untuk melatihkan literasi saintifik dalam domain kompetensi ada topik gerak lurus di sekolah menengah pertama. Undergraduate Thesis. Universitas Pendidikan
Indonesia.
Setiawan, Adib Rifqi. (2019a, 14 Oktober). Penyusunan program pembelajaran biologi berorientasi literasi saintifik. Seminar Nasional Sains & Entrepreneurship VI (SNSE VI), 1(1): 348–355.
Setiawan, Adib Rifqi. (2019b, 07 Mei). Penerapan pendekatan saintifik untuk melatih literasi saintifik dalam domain kompetensi pada topik gerak lurus di sekolah menengah pertama. Prosiding Seminar Nasional Fisika (SiNaFi) 2018, 4 (1): 7-
13.
Setiawan, Adib Rifqi. (2019c, 26 Juni). Peningkatan literasi saintifik melalui pembelajaran biologi menggunakan pendekatan saintifik. Journal of Biology Education, 2 (1): 223-235.
Setiawan, Adib Rifqi. (2019d, 02 Oktober). Efektivitas pembelajaran biologi berorientasi literasi saintifik. Thabiea: Journal of Natural Science Teaching, 2
(2): 83–94.
Setiawan, Adib Rifqi. (2019e, 30 September). Instrumen penilaian untuk pembelajaran ekologi berorientasi literasi saintifik. Assimilation: Indonesian Journal of Biology Education (AIJBE), 2 (2): 42-46.
Setiawan, Adib Rifqi. (2019f, 23 Maret). Upaya meningkatkan motivasi belajar dalam pembelajaran ilmu pengetahuan alam (ipa) melalui bacaan populer. Disampaikan dalam Seminar Nasional Biologi 2019 Inovasi Penelitian dan Pembelajaran Biologi III (IP2B III), Universitas Negeri Surabaya.
Setiawan, Adib Rifqi. (2019g, 23 Maret). Penggunaan naḍom mabadi ‘asyroh dalam
pembelajaran biologi untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar. Disampaikan dalam Seminar Nasional Biologi 2019 Inovasi Penelitian dan Pembelajaran Biologi III (IP2B III), Universitas Negeri Surabaya.
Setiawan, Adib Rifqi. (2019h, 23 Maret). Penerapan pendekatan saintifik dalam
pembelajaran biologi sebagai upaya melatih literasi saintifik siswa sekolah
Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 13, No. 2, Desember 2019, pp. 126-137 p-ISSN : 1978-936X
e-ISSN : 2528-0562 DOI: http://dx.doi.org/10.26877/mpp.v13i2.4913
137
menengah. Disampaikan dalam Seminar Nasional Biologi 2019 Inovasi Penelitian dan Pembelajaran Biologi III (IP2B III), Universitas Negeri Surabaya.
Shearer, C. Branton, & Karanian, Jessica M. (2017, March). The neuroscience of intelligence: Empirical support for the theory of multiple intelligences?. Trends in neuroscience and education, 6: 211-223.
Shearer, C. Branton. (2019, 19 Juni). A detailed neuroscientific framework for the
multiple intelligences: describing the neural components for specific skill units within each intelligence. Journal of Psychological Studies, 11 (3): 1-26.
Si'ayah, Syarofis, & Setiawan, Adib Rifqi. (2019, 26 Juni). Multiple intelligences survey: analysis on validity and reliability of bahasa indonesia version through different education level. Thesis Commons.
Siayah, Syarofis, dkk. (2019, 29 November). Six main principles for quality learning.
EdArXiv.
Simpkins, Sandra D.; Price, Chara D.; & Garcia, Krystal. (2015, 08 Mei). Parental
support and high school students' motivation in biology, chemistry, and
physics: Understanding differences among latino and caucasian boys and girls. Journal of Research in Science Teaching, 52(10): 1386–1407.
Utari, Setiya, dkk. (2017, Februari). Recostructing the physics teaching didactic based on marzano’s learning dimension on training the scientific literacies. Journal of Physics: Conference Series, 812 (1): 012102.
Velasufah, Whasfi, & Setiawan, Adib Rifqi. (2019, 09 Agustus). Science motivation questionnaire ii (smq-ii): analysis on validity and reliability of bahasa indonesia version through various learning context. Thesis Commons.
Waterhouse, Lynn. (2006). Inadequate evidence for multiple intelligences, mozart effect, and emotional intelligence theories. Educational Psychologist, 41:4, 247-
255.
EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019
258
INSTRUMEN PENILAIAN PEMBELAJARAN FIQH MU’ĀMALĀT
BERORIENTASI LITERASI FINANSIAL
Adib Rifqi Setiawan
Pondok Pesantren Ath-Thullab, Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS)
Abstrak
Tujuan dari riset tipe cross-sectional survey ini ialah untuk menemukan keabsahan dan
keandalan instrumen penilaian pembelajaran fiqh mu’āmalāt berorientasi literasi finansial di
tingkat pendidikan menengah. Metode penelitian adalah tipe cross-sectional survey.Keabsahan
diungkap berdasarkan penilaian pakar dan keandalan diukur menggunakan konsistensi
internal. Diperoleh bahwa keabsahan 7 butir soal memenuhi kriteria sangat layak dan 5 butir
soal memenuhi kriteria cukup layak dengan nilai keandalan sebesar 0,763. Temuan ini
menunjukkan bahwa instrumen penilaian dapat digunakan untuk menganalisis kesulitan
pelajar sebagai bahan merancang rencana pembelajaran fiqh mu’āmalāt berorientasi literasi
finansial.
Kata-kata Kunci: fiqh mu'āmalāt; intrumen penilaian; literasi finansial;
Abstract
Assessment Instrument of Fiqh Mu'āmalāt Learning with Financial Literacy Oriented. The
goal of this cross-sectional survey research was to find the validity and reliability of
assessment instrument for fiqh mu'āmalāt learning with financial literacy oriented for
secondary education. To reveal validity is assessed based on obtain judgement expert and
reliability measured by internal consistency. It was gained that the validity is 7 items very
feasible and 5 item quite feasible with reliability’s value is 0,763. This finding shows that
assessment instrument can be used to analyze difficulties of students for designing lesson plan
of fiqh mu'āmalāt learning with financial literacy oriented.
Keywords: assessment instrument; financial literacy; fiqh mu'āmalāt;
EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019
259
PENDAHULUAN
Kesadaran pelajar tingkat menengah
terhadap masalah finansial saat ini dapat
dikatakan rendah. Temuan ini yang kami
peroleh sebagai pengamat terlibat dalam
pengamatan terhadap keseharian santri
Pondok Pesantren Ath-Thullab Kudus
selama 40 hari. Pondok pesantren
tersebut menampung pelajar tingkat
menengah dengan kisaran usia 11–19
tahun yang kebutuhan finansial
sepenuhnya ditanggung oleh wali. Secara
umum, sebagian besar santri tidak
menyadari dampak rincian pengeluaran
harian terhadap keadaan finansial
bulanan. Lebih lanjut, mereka tidak
pernah peduli kepada besaran biaya
pendidikan di pondok pesantren yang
dikeluarkan oleh setiap wali. Kedua fakta
tersebut ditambah data lain berupa
kecenderungan perilaku sebagian kecil
santri yang menambah kerepotan
sekaligus pengeluaran wali, hasil dari
pengamatan khusus, serta alasan yang
mendasari transaksi dalam keseharain.
Informasi tersebut melatarbelakangi
harapan kami untuk mewujudkan
pembelajaran fiqih mu’āmalāt sebagai
upaya membimbing pelajar dalam
mencapai literasi finansial.
(Mahmada, 2001) menyampaikan
bahwa fiqh adalah kumpulan hasil ijtihād
ulamā’ klasik terhadap al-Qur’ān dan al-
Ḥadīts sebagai dasar keseharian umat
Islam dalam setiap konteks kehidupan,
mulai personal seperti sholāt, lokal
seperti zakāt, sampai global seperti
politik. Serupa dengan penyampaian
tersebut, (Umar, 2014) menuturkan
bahwa fiqh adalah penafsiran kultural
terhadap syarī’āt yang dikembangkan
oleh ulamā’ sejak abad kedelapan.
Penyampaian Kedua ungkapan tersebut
selaras dengan definisi fiqh yang
diungkap oleh beberapa ulamā’ klasik,
seperti dapat ditemukan dalam Fatḥ al-
Qorīb al-Mujīb, Fatḥ al-Mu’īn, Kifāyat
al-Akhyār, Nihāyatu al-Zayn, dan I'ānatu
al-Ṭōlibīn (al-Bantānī, 2019: 6; al-Ghozī,
2005: 22; al-Malībārī, 2005: 34; al-
Dimyāṭī, 1997: 21; al-Ḥuṣnī, 1994: 7).
Dapat dikatakan bahwa Fiqh adalah
dugaan kuat terhadap berbagai ketentuan
praktis syarī’āt yang berlaku dalam
beragam konteks mulai personal, lokal,
sampai global.
Secara umum pembahasan utuh fiqh
biasanya dimulai dari ‘ibādāt, lalu
mu’āmalāt, baru kemudian dilanjutkan
ke topik lain seperti munākaḥāt (al-
EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019
260
Bantānī, 2019; al-Ghozī, 2005; al-
Malībārī, 2005; al-Dimyāṭī, 1997; al-
Ḥuṣnī, 1994). Urutan pembahasan
tersebut disusun berdasarkan nilai
penting setiap bagian serta tingkat
keluasan konteks berlaku (al-Dimyāṭī,
1997: 1024). Pembahasan paling awal
berupa praktik ritual, dengan urutan
sesuai dengan lima rukūn Islām.
Selanjutnya karena kebutuhan manusia
terhadap transaksi ekonomi adalah hal
yang sangat penting, pembahasan topik
mu’āmalāt diletakkan tepat setelah
‘ibādāt.
Dilihat dari sisi urutan pembahasan
tersebut, tampak kentara bahwa fiqh
sebagai dasar keseharian umat Islam
turut memperhatikan masalah ekonomi
yang merupakan upaya pemenuhan
kebutuhan diri. Perhatian fiqh tersebut
diwujudkan dalam bentuk memberi
panduan operasional praktik transaksi.
Panduan operasional tersebut antara lain
berupa prinsip dasar, teori hukum, serta
larangan umum. Transaksi yang
dimaksud termasuk sekaligus bukan
hanya ragam perdagangan, kemitraan,
peminjaman, maupun penyewaan.
Di sisi lain, OECD (Organisation for
Economic Co-operation and
Development) sebagai organisasi
multilateral yang berupaya meningkatkan
kualitas manusia secara global mulai
memperhatikan masalah keuangan sejak
2005 silam. OECD secara khusus
menyarankan bahwa pendidikan tentang
masalah finansial harus sedini mungkin
dimulai di sekolah sebagai tahap awal
kehidupan pelajar (OECD, 2005: 5).
Alasan utama yang mendasari saran
tersebut ialah: nilai penting berfokus
kepada generasi muda untuk memberi
mereka keterampilan hidup yang penting
sebelum terlibat aktif dalam transaksi
finansial serta relatif lebih efisiensi untuk
melakukan pendidikan keuangan di
sekolah ketimbang melakukan tindakan
perbaikan untuk orang tua. Saran OECD
tersebut kemudian dikembangkan
menjadi kerangka kerja yang saat ini
dikenal dengan literasi finansial (finacial
literacy) (OECD, 2019: 119–164).
Literasi finansial sejak 2012 lalu
sudah mulai dilibatkan dalam PISA
(Programme for International Students
Assessment), program internasional
OECD yang berfokus untuk menilai
performa akademik pelajar berusia 15
tahun (OECD, 2019: 11). Penilaian PISA
bertujuan untuk memberi bahan dalam
EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019
261
meningkatkan pendidikan negara yang
terlibat dengam fokus terhadap
kemampuan pelajar untuk menggunakan
pengalaman terlibat pembelajaran dalam
keseharian (OECD, 2019: 128). Fokus ini
membedakan penilaian PISA dengan
TIMSS (Trends in International
Mathematics and Science Study),
program dari IEA (International
Association for the Evaluation of
Educational Achievement), yang fokus
terhadap penguasaan konten kurikuler
tertentu.
Literasi dalam kerangka kerja PISA
dikelompokkan menjadi empat bagian:
membaca, matematis, saintifik, dan
finansial. Ketiga kelompok literasi
pertama, yakni membaca, matematis, dan
saintifik, masing-masing sudah pernah
menjadi fokus utama penilaian pada
tahun tertentu, yang diperbaru setiap 9
tahun (OECD, 2019: 11). Sementara
kelompok terakhir yakni literasi
finansial, baru mulai masuk dalam
penilaian sejak 2012 silam tanpa pernah
menjadi fokus utama, malah sampai
sekarang masih menjadi penilaian pilihan
(OECD, 2019: 12).
Fakta tersebut membuat literasi
finansial lebih sedikit diperhatikan di
Indonesia, baik dari sisi kajian akademik
maupun praktik pembelajaran, khususnya
untuk pendidikan menengah maupun
pondok pesantren. Namun, perhatian
sedikit tidak berarti luput dari perhatian
government Indonesia, yang membuat
kebijakan untuk meningkatkan literasi
finansial dengan merilis program Strategi
Nasional Literasi Keuangan melalui
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 19
November 2013 (OJK, 2017: 2; OECD,
2015: 12; Setneg, 2013). Program ini
dirilis sebagai upaya mewujudkan
masyarakat Indonesia yang memiliki
literasi finansial yang tinggi, sehingga
dapat memanfaatkan produk dan layanan
jasa keuangan yang sesuai untuk
mencapai kesejahteraan berkelanjutan.
Riset ini diarahkan untuk
menemukan keabsahan dan keandalan
instrumen penilaian pembelajaran fiqh
mu’āmalāt berorientasi literasi finansial
di tingkat pendidikan menengah.
Rancangan soal disusun berdasarkan
domain literasi finansial dari kerangka
kerja PISA (OECD, 2019: 119–164).
Indikator tersebut dikaitkan dengan fiqh
mu’āmalah atas dasar pertimbangan agar
dapat digunakan dalam pembelajaran di
pondok pesantren tanpa perlu mengubah
EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019
262
struktur kurikulum yang berlaku. Pondok
pesantren dipilih karena lembaga otentik
Indonesia ini memiliki tujuan untuk
memberi keterampilan hidup melalui
pendidikan kajian keislaman (Octavia,
2014, 1; Madjid, 1997: 17). Tingkat
pendidikan menengah dipilih karena
meski pada rentang tersebut pelajar
sebagian besar pelajar belum mandiri
dalam memperoleh pemasukan finansial,
tapi mereka dapat dikatakan mandiri
terlibat transaksi keuangan. Karena itu,
rumusan masalah yang menjadi fokus
pembahasan ialah, “Bagaimana
keabsahan dan keandalan instrumen
penilaian pembelajaran fiqh mu’āmalāt
berorientasi literasi finansial di tingkat
pendidikan menengah?”
METODE PENELITIAN
Data yang dibutuhkan dalam riset ini
berupa hasil validasi dan nilai keabsahan
instrumen. Berdasarkan tujuan dan
kebutuhan, metode yang dipakai ialah
tipe cross-sectional survey. Tipe ini
berupaya untuk memperoleh informasi
yang dikumpulkan pada titik waktu yang
kira-kira sama (Fraenkel & Wallen,
2009: 391).
Sampel diambil dengan teknik
penyampelan bertujuan terhadap 5 pakar
dan 50 pelajar tingkat menengah di
Kabupaten Kudus. Teknik ini dipilih
karena tujuan spesifik riset memerlukan
sampel yang memenuhi kriteria
(Fraenkel & Wallen, 2009: 99). Kriteria
untuk 5 pakar tersebut berupa akademisi
dengan bidang kepakaran fiqh mu’āmalāt
(Pakar-1) dan evaluasi pembelajaran
(Pakar-2) serta praktisi profesional
pembelajaran pendidikan menengah
(Pakar-3), bidang finansial (Pakar-4) dan
terkait bahasa (Pakar-5). Sementara
untuk pelajar kriteria yang dipakai ialah
merupakan pelajar aktif tingkat
menengah yang bermukim di pondok
pesantren.
Instrumen yang dipakai untuk
mengukur keabsahan ialah lembar
validasi butir pernyataan. Lembar
tersebut diberi skor menggunakan skala
Likert. Kelebihan skala Likert sebagai
pengukur tanggapan secara verbal
maupun numerik terhadap kuesioner,
dapat memberi nilai kuantitatif dalam
rentang spektrum yang panjang (Likert,
1932: 7). Sedangkan kekurangannya
berupa sikap terdistribusi secara normal
ke dalam lima kategori persetujuan
EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019
263
(Likert, 1932: 42). Memperhatikan
kelebihan dan kekurangan, skala Likert
dipilih karena hasilnya dapat diolah baik
secara statistik maupun desktriptif. Letak
kekurangan berupa pembagian tingkat
persetujuan ke dalam lima kategori
diatasi dengan menggunakan tujuh
tingkat secara numerik.
Nilai keabsahan (validity) ditentukan
berdasarkan penilaian pakar, masing-
masing terhadap ketepatan antara
rancangan dan indikator, pertanyaan dan
jawaban, serta soal dengan subjek
sasaran (Fraenkel & Wallen, 2009: 148).
Hasil validasi berupa penilaian numerik
skala 7 terhadap setiap butir pernyataan
yang diolah menggunakan persamaan 1
(Setiawan, 2019: 227):
(Persamaan 1)
keterangan:
= Nilai setiap butir
pernyataan
= skor setiap butir
pernyataan
= jumlah butir pernyataan
kemudian ditafsirkan berdasarkan tabel
1. Berdasarkan tabel 1 tersebut,
instrumen dapat digunakan kalau
memenuhi kriteria „sangat layak‟ atau
„cukup layak‟ (Setiawan, 2019: 227).
Tabel 1. Penafsiran Penilaian
Keabsahan Instrumen
No. Rentang Rerata
Penilaian Numerik
Pakar (%)
Kriteria
Kelayakan
1
Sangat
layak
2
Cukup
layak
3
Tidak layak
(Setiawan, 2019: 227)
Sementara untuk mengukur
keandalan (reliability), dipakai kuesioner
yang telah diperbaiki berdasarkan lembar
validasi butir pernyataan. Keandalan
instrumen ditentukan berdasarkan
konsistensi internal (internal
consistency). Konsistensi internal
biasanya diukur dengan alfa Cronbach
(α), salah satu cara statistik untuk
mengetahui korelasi berpasangan antar
butir pertanyaan atau pernyataan, yang
dapat dihitung menggunakan persamaan
Kuder-Richardson Approaches (KR20)
(persamaan 2) (Cronbach, 1951: 299):
EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019
264
(
∑
)
(Persamaan 2)
keterangan:
= koefisien alfa
= jumlah butir pernyataan
= simpangan baku setiap
butir
= simpangan baku semua
Persamaan 2 mengungkap bahwa
alfa Cronbach adalah fungsi dari jumlah
butir pernyataan serta simpangan baku
setiap butir dan keseluruhan. Ini
menunjukkkan bahwa nilai alfa
Cronbach dapat meningkat ketika
interelasi antar butir meningkat. Karena
itu, dapat dipakai untuk memperkirakan
konsistensi internal sebagai nilai numerik
keandalan skor instrumen. Persamaan 2
juga bermakna bahwa dibutuhkan uji
coba. Hasil ujicoba dapat ditafsirkan
berdasarkan tabel 2, yakni instrumen
dapat dipakai kalau nilai koefisien alfa
lebih besar dari 0,70 (Fraenkel & Wallen,
2009: 157-8).
Tabel 2. Penafsiran Penilaian
Keandalan Instrumen
No. Nilai Alfa
Cronbach
Kategori
Keandalan
1 Luar biasa
2
Baik
3
Dapat diterima
4
Dipertanyakan
5
Rendah
6 Tidak dapat
diterima
(disusun berdasarkan uraian Morera &
Stokes, 2016)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Instrumen penilaian pembelajaran
yang dirancang berjumlah 12 butir soal
yang terbagi ke dalam 4 kelompok soal.
Acuan utama dalam penyusunan soal
ialah kerangka kerja literasi finansial
PISA (OECD, 2019: 119–164). Dalam
kerangka kerja literasi finansial PISA
(OECD, 2019), literasi finansial dibagi
ke dalam 3 domain: konten, proses, dan
konteks.
Domain konten adalah bidang
pengetahuan dan pemahaman yang harus
dimiliki ketika terlibat transaksi
keuangan. Domain konten mencakup:
uang dan transaksi, perencanaan dan
EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019
265
pengelolaan keuangan, risiko dan
imbalan, serta lanskap keuangan.
Domain proses adalah proses kognitif
yang digunakan untuk menggambarkan
kemampuan dalam mengenali dan
menerapkan konsep yang terkait
transaksi serta dalam memahami,
menganalisis, mempertimbangkan,
mengevaluasi dan menyarankan solusi
finansial. Domain proses mencakup:
mengidentifikasi informasi keuangan,
menganalisis informasi dalam konteks
keuangan, mengevaluasi masalah
keuangan, serta menerapkan pengetahuan
dan pemahaman keuangan. Domain
konteks mengacu kepada situasi terkait
penerapan pengetahuan, keterampilan,
dan pemahaman finansial. Domain
konteks mencakup pendidikan dan
pekerjaan, rumah dan keluarga, individu,
serta masyarakat.
Keseluruhan domain tersebut
dikaitkan dengan fiqh mu'āmalāt yang
disarikan dari ulasan al-Bantānī (2019),
al-Ghozī (2005); al-Malībārī (2005), al-
Dimyāṭī (1997), al-Ḥuṣnī (1994), dan al-
Khin & al-Baghō (1992). Masing-masing
memiliki perbedaan cakupan dan
kedalaman ulasan setiap bentuk
transaksi. Namun secara umum, dapat
diperoleh simpulan ke dalam tiga
kategori berupa: prinsip dasar, unsur
hukum, dan jenis transaksi.
Prinsip dasar fiqh mu'āmalāt berupa
transaksi harus: berdasarkan kesepakatan
bersama yang diungkapkan dalam
keadaan sadar, transparan, dan
memperharikan aspek keadilan. Unsur
hukum dalam transaksi mencakup:
ahliyyah (kapasitas hukum) berupa
pelaku transaksi sudah pubertas dan
waras; māl (properti) berupa barang yang
berguna dan bernilai, bukan berupa
barang harom, serta rincian kepemilikan
sudah diketahui dan dapat dipindahmilik
antar pelaku transaksi; milkiyyah
(kepemilikan) menyangkut jenis, metode,
dan cakupan kepemilikan; serta ‘aqd
(kontrak) yang menjelaskan kerangka
kerja hubungan hukum yang dibuat oleh
pelaku transaksi dalam memanfaatkan
properti. Jenis transaksi yang berlaku
seperti bai' (perdagangan) dalam bentuk
tatap muka atau jarak jauh, musyārokah
(kemitraan) permanen maupun berjangka
waktu, serta ijāroh (penyewaan) barang
atau jasa.
EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019
266
Tabel 3. Matriks Susunan Instrumen Penilaian
No.
Soal
Literasi Finansial Fiqh
Mu’āmalah Konten Proses Konteks
1 Uang dan
transaksi
Mengidentifikasi
informasi
keuangan
Individu Istiṣnā’
2 Uang dan
transaksi
Mengidentifikasi
informasi
keuangan
Individu Istiṣnā’
3 Uang dan
transaksi
Mengidentifikasi
informasi
keuangan
Individu Istiṣnā’
4 Risiko dan
imbalan
Menganalisis
informasi dalam
konteks
keuangan
Pendidikan
dan
pekerjaan
Musyārokah
5 Risiko dan
imbalan
Menganalisis
informasi dalam
konteks
keuangan
Pendidikan
dan
pekerjaan
Musyārokah
6 Risiko dan
imbalan
Menganalisis
informasi dalam
konteks
keuangan
Pendidikan
dan
pekerjaan
Musyārokah
7
Perencanaan
dan
pengelolaan
keuangan
Menerapkan
pengetahuan dan
pemahaman
keuangan
Rumah dan
keluarga Ijāroh
8
Perencanaan
dan
pengelolaan
keuangan
Menerapkan
pengetahuan dan
pemahaman
keuangan
Rumah dan
keluarga Murōbaḥah
9
Perencanaan
dan
pengelolaan
keuangan
Menerapkan
pengetahuan dan
pemahaman
keuangan
Rumah dan
keluarga Murōbaḥah
10 Lanskap
finansial
Mengevaluasi
masalah
keuangan
Masyarakat Mudhōrobah
11 Lanskap
finansial
Mengevaluasi
masalah
keuangan
Masyarakat Mudhōrobah
12 Lanskap
finansial
Mengevaluasi
masalah
keuangan
Masyarakat Mudhōrobah
Konten literasi
finansial
: Lanskap finansial
Proses literasi
finansial
: Mengevaluasi
masalah keuangan
Konteks literasi
finansial
: Masyarakat
Aspek fiqh
mu'āmalāt
: Mudhōrobah
Bentuk soal :
Roseanne Park yang merupan nasabah
Bank Bintang Blink menerima surel
berikut:
Nasabah Bank Bintang Blink yang
terhormat
Terdapat kesalahan di server kami dan
detail login e-banking Anda telah
hilang.
Akibanya, Anda tidak memiliki akses
e-banking.
Yang harus Anda perhatikan adalah
akun Anda tidak lagi aman.
Silakan klik tautan berikut dan
lengkapi informasi sesuai petunjuk
EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019
267
untuk memulihkan akses:
https:// Bank Bintang Blink.com/
Tanggapan yang harus segera dilakukan
oleh Roseanne Park terhadap surel
tersebut ialah ....
A. Membalas pesan berupa
memberikan rincian detai login e-
banking miliknya.
B. Menghubungi bank untuk
menanyakan tentang pesan surel.
C. Mengikuti saran yang
dipersilakan oleh pesan surel.
D. Menanyakan pesan tersebut lebih
lanjut melalui surel.
Alasan:
_________________________________
_________________________________
_______
Gambar 1. Contoh Butir Soal yang
Disusun
Instrumen tersebut disusun dalam
tes objektif beralasan untuk menghindari
kesubjektifan dalam memeriksa jawaban,
mengurangi kesulitan dalam memberikan
skor, serta meminimalisir waktu
pengoreksian instrumen. Selain itu,
dalam urusan finansial, biasanya
seseorang sudah memiliki beberapa
pilihan dalam membuat keputusan.
Keberadaan pilihan jawaban yang
disajikan dipakai untuk membiasakan
pelajar untuk membuat keputusan
berdasarkan beberapa pilihan. Kami
menyadari bahwa tes objektif lemah
karena membuka peluang spekukasi
pelajar ketika menjawab pertanyaan yang
disajikan. Karena itu, setiap pertanyaan
disertai dengan alasan. Alasan tersebut
dipakai sebagai faktor tebakan. Dengan
demikian, penilaian setiap butir soal
dilakukan menggunakan persamaan
berikut:
(Persamaan 3)
keterangan:
= nilai setiap butir soal
= skor setiap butir pilihan
jawaban (0–1).
= skor faktor tebakan
setiap butir soal (0–2)
Tabel 4. Klasifikasi Faktor Tebakan
Skor Bentuk Uraian
2 Alasan terkait serta mendukung
jawaban yang dipilih
1 Alasan terkait, tapi tidak
mendukung jawaban yang dipilih
EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019
268
0 Alasan tidak terkait dengan
jawaban yang dipilih
0 Tidak menyampaikan alasan
Persamaan 3 dan Tabel 4
menunjukkan bahwa pelajar dapat
memperoleh skor faktor tebakan
maksimal selama alasan yang
disampaikan terkait serta mendukung
jawaban yang dipilih. Namun, karena
jawaban yang dipilih salah, nilai yang
diperoleh dapat bernilai 0. Begitu pula
sebaliknya. Pelajar dapat memperoleh
nilai maksimal dari pilihan jawaban yang
tepat, tapi karena alasan tidak terkait atau
tidak menyampaikan alasan, nilai yang
diperoleh adalah 0. Setelah dilakukan
validasi kepada 5 pakar, diperoleh
penilaian beragam yang mengungkap
bahwa soal dapat digunakan.
Keseluruhan komentar tersebut
diklasifikasi secara numerik untuk setiap
butir soal. Komentar kelima pakar
menjadi dasar perbaikan yang hasilnya
dipakai untuk melakukan ujicoba sebagai
acuan untuk menemukan nilai koefisien
keandalan. Hasil uji coba mengungkap
bahwa nilai konsistensi internal sebesar
0.843, yang berarti instrumen penilaian
dapat digunakan. Banyak waktu yang
diperlukan untuk menjawab seluruh butir
soal ialah 40–50 menit.
Dengan demikian, soal yang disusun
dapat dijadikan sebagai alat ukur literasi
finansial pelajar dalam pembelajaran fiqh
mu’āmalāt tingkat menengah. Hasil riset
ini juga dapat menjadi bahan kajian
untuk diperbaiki secara berlanjut supaya
lebih operasional ketika diterapkan di
lapangan serta kuat dari sisi metodologi.
Instrumen penilaian yang dihasilkan
diharapkan dapat menjadi bahan untuk
memperoleh profil literasi saintifik
pelajar sebelum dan/atau setelah
pembelajaran. Melalui profil sebelum
pembelajaran, dapat disusun rancangan
pembelajaran fiqh mu’āmalāt
berorientasi literasi finansial yang selaras
dengan keadaan pelajar tingkat
menengah. Sementara profil setelah
pembelajaran dapat dipakai sebagai
bahan evaluasi, baik terhadap
pelaksanaan proses, pencapaian hasil,
keefektifan kegiatan, maupun ketiganya.
Tabel 5. Hasil Validasi Pakar
No
.
So
Skor dari
Pakar
Juml
ah
Skor
Kriteria
Soal 1 2 3 4 5
EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019
269
al
1 7 6 5 3 3 69 Cukup
Layak
2 5 6 6 7 4 80 Sangat
Layak
3 5 7 6 3 3 69 Cukup
Layak
4 5 6 6 5 3 71 Sangat
Layak
5 5 3 7 2 3 57 Cukup
Layak
6 4 6 7 5 5 77 Sangat
Layak
7 5 5 7 7 4 80 Sangat
Layak
8 6 6 4 4 5 71 Sangat
Layak
9 6 6 4 3 7 74 Sangat
Layak
10 6 5 6 3 4 69 Cukup
Layak
11 6 5 6 3 3 66 Cukup
Layak
12 6 6 6 3 5 74 Sangat
Layak
SIMPULAN DAN SARAN
Instrumen penilaian pembelajaran
yang dirancang berjumlah 12 butir soal
yang terbagi ke dalam 4 kelompok soal.
Seluruh instrumen mencakup 3 domain
literasi finansial, yakni konten, proses,
dan konteks, yang setiap kelompok
memuat aspek fiqh mu’āmalāt. Riset
yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa keabsahan dan keandalan
instrumen penilaian menunjukkan soal
termasuk dalam kategori dapat
digunakan. Secara rinci, hasil validasi
pakar memberi kesimpulan bahwa
terdapat 7 soal kategori „sangat layak‟
dan 5 soal kategori „cukup layak‟.
Sementara berdasarkan hasil ujicoba,
diperoleh nilai konsistensi internal
sebesar 0.843, yang berarti soal dapat
digunakan. Banyak waktu yang
diperlukan pelajar untuk menjawab soal
ialah 45 menit.
EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019
270
DAFTAR PUSTAKA
al-Bantānī, Muḥammad ibn „Umar.
(2019). Nihāyatu al-zayn. Beirut:
Dār al-Fikr. URL: https://al-
maktaba.org/book/6146
al-Dimyāṭī, Abū Bakr „Utsman ibn
Muḥammad. (1997). I'ānatu al-
ṭōlibīn. Beirut: Dār al-Fikr. URL:
https://al-
maktaba.org/book/33983
al-Ghozī, Muḥammad ibn Qāsim. (2005).
Fatḥ al-qorīb al-mujīb. Beirut:
Beirut: Dār ibn Ḥazm. URL:
https://al-
maktaba.org/book/33949
al-Ḥuṣnī, Abū Bakr ibn Muḥammad.
(1994). Kifāyat al-akhyār.
Damaskus: Dār al-Khoir. URL:
https://al-maktaba.org/book/6140
al-Khin, Muṣṭōfā Sa'īd & Baghō,
Muṣṭōfā 'Alī Syarbajī. (1992). al-
Fiqh al-manhaji 'alā madzhab al-
imām al-syāfi'ī. Damaskus: Dār al-
Qolam. URL: https://al-
maktaba.org/book/32558
al-Malībārī, Aḥmad ibn 'Abd al-Azī.
(2005). Fatḥ al-mu'īn. Beirut:
Beirut: Dār ibn Ḥazm. URL:
https://al-maktaba.org/book/33949
Cronbach, Lee J. (1951, September).
Coefficient alpha and the internal
structure of tests. Psychometrika,
16: 297–334. URL:
http://psych.colorado.edu/~carey/c
ourses/psyc5112/readings/alpha_cr
onbach.pdf
Fraenkel, Jack R. & Wallen, Norman
E.(2009). How to design and
evaluate research in education (7th
ed.). New York: McGraw-Hill
Companies. URL:
https://archive.org/details/methodol
ogy-alobatnic-libraries
Likert, Rensis. 1932. A technique for the
measurement of attitudes. Archives
of Psychology, 140 : 1–55. URL:
https://legacy.voteview.com/pdf/Li
kert_1932.pdf
Madjid, Nurcholish. (1997). Bilik-bilik
pesantren: sebuah potret
perjalanan. Jakarta Selatan:
Paramadina. URL:
https://archive.org/details/nmbbp
Mahmada, Nong Darol. (2001, 30 Juli –
05 Agustus). Membangun fikih
yang pro-perempuan. Majalah
TEMPO, 22 (30). URL:
https://majalah.tempo.co/read/817
EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019
271
20/membangun-fikih-yang-pro-
perempuan
Morera, Osvaldo F.; & Stokes, Sonya M.
(2016, 17 Februari). Coefficient α
as a measure of test score
reliability: review of 3 popular
misconceptions. American
Journal of Public Health, 106(3):
458–461. DOI:
https://dx.doi.org/10.2105%2FAJ
PH.2015.302993
Octavia, Lanny. (2014, 01 Januari).
Pendidikan karakter berbasis
tradisi pesantren. Jakarta Selatan:
Renebook. URL:
https://play.google.com/store/boo
ks/details/Pendidikan_Karakter_B
erbasis_Tradisi_Pesantren?id=hE
dODAAAQBAJ&hl=bs
OECD. (2005, Juli). Recommendation on
principles and good practices for
financial education and
awareness. Paris: Directorate for
Financial and Enterprise Affairs.
URL:
http://www.oecd.org/finance/fina
ncial-education/35108560.pdf
OECD. (2015, 16 November). National
strategies for financial education:
oecd/infe policy handbook. Paris:
OECD Publishing. URL:
https://www.oecd.org/daf/fin/finan
cial-education/national-strategies-
for-financial-education-policy-
handbook.htm
OECD. (2019, 26 April). Pisa 2018
assessment and analytical
framework. Paris: OECD
Publishing. DOI:
https://dx.doi.org/10.1787/b25efab
8-en
OJK. (2017, 20 Desember). Strategi
nasional literasi keuangan
indonesia (revisit 2017). Jakarta
Pusat: Otoritas Jasa Keuangan
(OJK). URL:
https://www.ojk.go.id/id/berita-
dan-
kegiatan/publikasi/Pages/Strategi-
Nasional-Literasi-Keuangan-
Indonesia-(Revisit-2017)-.aspx
Setiawan, Adib Rifqi. (2019, 26 Juni).
Peningkatan literasi saintifik
melalui pembelajaran biologi
menggunakan pendekatan saintifik.
Journal of Biology Education, 2
(1): 223-235. URL:
http://journal.stainkudus.ac.id/inde
x.php/jbe/article/view/5278
EKLEKTIK : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan Volume 2 Edisi 2 Tahun 2019
272
Setneg. (2013, 13 November). Sambutan
presiden ri pd strategi nasional
literasi keuangan, tgl 19 nov. 2013,
di jcc. Jakarta Pusat: Kementerian
Sekretariat Negara Republik
Indonesia. URL:
https://www.setneg.go.id/baca/inde
x/sambutan_presiden_ri_pd_strateg
i_nasional_literasi_keuangan_tgl_1
9_nov_2013_di_jcc
Umar, Nasaruddin. (2014, 24 Maret).
Ketika fikih membela perempuan.
Jakarta Pusat: Elex Media
Komputindo. URL:
https://books.google.co.id/books/ab
out/Ketika_Fikih_Membela_Perem
puan.html?id=rYhKDwAAQBAJ&
redir_esc=y
Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147
Jurnal Basicedu Volume 4 Nomor 1 Januari 2020 Halaman 51- 69
JURNAL BASICEDU
Research & Learning in Elementary Education
https://jbasic.org/index.php/basicedu
PEMBELAJARAN TEMATIK BERORIENTASI LITERASI SAINTIFIK
Adib Rifqi Setiawan1
MI NU Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) Kudus, Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Pembelajaran tematik adalah metode pembelajaran yang menekankan pemberian tema khusus pilihan untuk
mengajarkan beberapa konsep kurikuler Konsep integrasi beberapa subjek untuk mengajar di sekolah
Indonesia, secara umum bukan hal baru dan tidak sukses pada masa lalu. Sebagai tambahan, beberapa orang
menanggap pembelajaran tematik adalah satu kesempatan sementara sebagian lain memandang bahwa ini
memiliki masalah. Namun, jawaban untuk bagaimana penerapan pembelajaran tematik belum dikaji secara
menyeluruh. Riset ini menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran tematik untuk membimbing siswa dalam
memperoleh literasi saintifik, mengggunakan pendekatan R&D model 4-D yaitu: define, design, develop, and
disseminate. Untuk mengevaluasi penerapan dari hasil ini, kami menggunakan format observasi penerapan
dan menguji literasi saintifik siswa. Lebih lanjut, untuk mengelaborasi profil literasi saintifik siswa, kami
menganalisis profil mereka berdasarkan motivasi belajar dan penguasaan konsep melalui tipe correlational.
Luaran riset ini adalah susunan program pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik yang keabsahan
dan keandalan secara umum dalam kategori dapat digunakan. Penerapan program tersebut menunjukkan
bahwa program dapat diterapkan oleh guru serta bisa diikuti oleh siswa. Profil literasi saintifik memiliki
korelasi linear positif dengan motivasi belajar dan penguasaan konsep.
Kata Kunci: Literasi Saintifik; Motivasi Belajar; Pembelajaran Tematik.
Abstract
Thematic learning is an instructional method of teaching in which emphasis is given on choosing a specific
theme for teaching curricular’ concepts. The concept of integrating subjects to teach in Indonesian schools,
generally is not new and has not been very successful in the past. In addition, some people consider thematic
learning as an opportunity while others view it as having problems. The answer, however, to how thematic
learning implementation has not been studied yet comprehensively. This research constructs thematic
learning’s lesson plan for guide students on achieving scientific literacy, using R&D approach four-D model
that is: define, design, develop, and disseminate. To evaluate implementation of this result, we uses
orservation implementation sheets and tests students scientific literacy. Furthermore, to elaborate the profil of
students’ scientific literacy, we analyses their profil based on learning motivation. and concept’ mastering
through correlational research. The output of this research is the syllabus of scientific literacy-oriented
thematic learning programs whose general validity and reliability in the category can be used. The
implementation of the program shows that the program can be implemented by the teacher and can be
followed by students. The scientific literacy profile has a positive linear correlation with learning motivation
and concept mastery.
Keywords:Learning Motivation; Scientific Literacy; Thematic learning.
@Jurnal Basicedu Prodi PGSD FIP UPTT 2020
Corresponding author :
Address :- ISSN 2580-3735 (Media Cetak)
Email : - ISSN 2580-1147 (Media Online)
Phone :-
52 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan
Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147
PENDAHULUAN
Gagasan tentang alam mengikuti prinsip konsisten
yang dapat diuraikan, dimulai sejak 2.604 tahun
lalu ketika Thalēs melibatkan dirinya dalam
penyelidikan ilmiah termasuk juga rekayasa
(Boitani, 2015: 4; al-Syahrostānī, 2010: 373;
Hawking & Mlodinow, 2010: 20; Crawford & Sen,
1996: 7; Panchenko, 1994: 275). Thalēs
memperoleh kredit sebagai orang pertama yang
berhasil memprediksi gerhana matahari pada 28
Mei 585 SM. Dirinya juga berhasil
mendeskripsikan posisi Ursa Minor dan berpikir
bahwa rasi bintang bisa berguna sebagai panduan
untuk navigasi di laut. Namun, nilai penting dari
pekerjaan Thalēs ialah menggunakan rumahnya
untuk menjadi tempat pembelajaran di Ionia (pada
waktu itu Yunani, saat ini Turki), yang
memelopori minat kuat dalam mengungkap hukum
dasar guna menjelaskan fenomena alam. Thalēs
juga memanfaatkan kemampuan memprediksi
cuaca untuk membeli semua mesin pengepres
zaitun di Milētos setelah memperkirakan cuaca
dan panen yang baik pada tahun tertentu guna
mendapatkan kekayaan dari panen zaitun. Tujuan
utama Thalēs dalam melakukan pembelian tersebut
bukan hanya untuk memperkaya diri, tetapi
sekaligus membuktikan kepada sesama warga
Milētos bahwa penyelidikan ilmiah dapat berguna
untuk keseharian termasuk finansial, bertentangan
dengan pikiran masyarakat tersebut. Informasi
historis tersebut menyampaikan bahwa Thalēs
telah membangun sebuah gagasan yang sekarang
dikenal dengan literasi saintifik.
Literasi saintifik telah dijelaskan oleh Paul deHart
Hurd (1998) sebagai kompetensi yang diperlukan
oleh warga negara untuk berpikir rasional tentang
sains dalam kaitannya dengan masalah pribadi,
sosial, politik, ekonomi, dan masalah yang
mungkin ditemui seseorang sepanjang hidup.
Konsep literasi saintifik yang mulai dikembangkan
pada 1958 senantiasa menyesuaikan dengan
perubahan masyarakat, termasuk kemunculan era
informasi, kelahiran ekonomi global, dan dunia
daring. Gormally, dkk. (2012) menyusun indikator
keterampilan literasi saintifik menjadi 2 bagian,
yakni: memahami metode penyelidikan yang
mengarah pada pengetahuan ilmiah; serta
mengatur, menganalisis, sekaligus menafsirkan
data kuantitatif dan informasi ilmiah. Sementara
Fives, dkk. (2014) mengklasifikasi literasi saintifik
ke dalam 5 komponen, berupa: peran sains,
pemikiran dan kegiatan ilmiah, sains dan
masyarakat, matematika dalam sains, serta
motivasi dan keyakinan sains. Selain itu, kerangka
kerja PISA (Programme for International Student
Assessment) dari OECD (2019a) mendefinisikan
literasi saintifik sebagai kemampuan untuk terlibat
masalah yang berhubungan dengan sains dan
dengan gagasan sains sebagai warga negara yang
reflektif. Karena itu, orang yang memiliki literasi
saintifik bersedia untuk terlibat dalam komunikasi
ilmiah tentang sains dan teknologi yang
membutuhkan kompetensi untuk: menjelaskan
fenomena secara ilmiah, mengevaluasi dan
merancang penyelidikan ilmiah, juga menafsirkan
data dan bukti secara ilmiah. Informasi teoretis ini
memperjelas fakta bahwa arah gagasan literasi
saintifik ialah upaya untuk menggunakan sains di
luar praktik ilmiah.
Kedua informasi tersebut menunjukkan
bahwa gagasan dan wujud literasi saintifik bukan
sesuatu yang modern, meskipun kita kehilangan
pandangan sejarah ini. Sayangnya, kajian PISA
pada 2006–2019 dan beberapa karya ilmiah pada
periode itu, telah menemukan bahwa pembelajaran
secara umum tidak dapat membimbing pelajar
secara optimal untuk mencapai literasi saintifik
(OECD, 2019b; Setiawan, 2019a; 2017; Rosser,
53 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan
Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147
2018; Setiawan, dkk., 2017; Utari, dkk., 2017;
OECD/ADB, 2015; Juliani, 2015; Adisendjaja,
2008). Pelajar Indonesia secara keseluruhan
tampak tidak mengapresiasi pengetahuan ilmiah,
kurang melihat peluang untuk menjadi ilmuwan,
maupun memanfaatkan penguasaan sains secara
praktis di luar penyelidikan ilmiah. Mungkin
hanya sebagian kecil pelajar Indonesia yang
berharap untuk mengejar karier di bidang sains
dibanding semua pelajar di negara berkembang ini.
Di antara sebagian kecil itu, tidak terdapat jumlah
yang secara signifikan memiliki kinerja tinggi
dalam literasi saintifik dibanding pelajar dari
negara lain yang ikut serta dalam penilaian PISA.
Informasi lapangan ini adalah sumber kuat untuk
memberi bukti empiris kepada pendidik sains, dan
peneliti pembelajaran, maupun pembuat kebijakan
pendidikan di Indonesia
Gambar 1. Literasi saintifik pelajar Indonesia
berdasarkan penilaian PISA (OECD, 2019b)
Sebenarnya sudah terdapat beberapa upaya
untuk melatih literasi saintifik melalui
pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik
maupun peneliti Indonesia. Misalnya dilakukan
oleh Utari, dkk. (2017) melalui pembelajaran
fisika topik termodinamika di sekolah menengah.
Diperoleh hasil berupa sebagian besar pelajar
dapat membuat pertanyaan serta menyusun
langkah eksperimen dan tabel pengamatan, tapi
tidak terdapat pelajar yang mengkritik atau
memberikan saran terhadap hasil percobaan yang
mereka lakukan. Setiawan (2019b; 2017)
melakukan upaya yang sama melalui pembelajaran
fisika topik mekanika di sekolah menengah. Hasil
menunjukkan bahwa secara keseluruhan literasi
saintifik pelajar mengalami peningkatan pada
kategori sedang setelah diterapkan pendekatan
saintifik. Upaya serupa juga dilakukan oleh
Dinata, dkk. (2018) ketika melakukan field trip
dalam pembelajaran biologi topik ekosistem di
sekolah menengah, yang memberi hasil berupa
peningkatan kategori tinggi untuk kompetensi
menjelaskan fenomena secara ilmiah serta sedang
untuk menafsirkan data dan bukti secara ilmiah.
Upaya Setiawan (2019c; 2019d) melalui
pembelajaran biologi topik plantae dan animalia di
sekolah menengah memberi simpulan bahwa
perbandingan penerapan pendekatan saintifik
dengan beberapa riset lain menunjukkan tidak
ditemukan perbedaan menyolok antar model
pembelajaran dari sisi peningkatan maupun
keefektifan.
Bila dicermati, kajian pustaka yang
disampaikan menampakkan bahwa upaya untuk
melatih literasi saintifik melalui pembelajaran
lebih banyak dilakukan di sekolah menengah.
Upaya yang sama belum dilakukan di sekolah
dasar. Kami menganggap bahwa pembelajaran
berorientasi literasi saintifik harus sedini mungkin
dimulai di sekolah dasar yang merupakan tahap
awal kehidupan pelajar. Alasan utama yang
mendasari anggapan kami ialah nilai penting
berfokus kepada anak-anak untuk membekali
keterampilan yang penting untuk keseharian, lebih
efektif dalam melatih literasi saintifik di sekolah
dasar yang tingkat kerumitan topik pembelajaran
lebih sederhana dibanding sekolah menengah,
serta lebih efisien untuk membiasakan hal ini sejak
54 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan
Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147
dini daripada melakukan tindakan perbaikan untuk
orang yang berusia tua. Kajian pustaka juga
menunjukkan bahwa fokus lebih diarahkan
terhadap ‘apa’ yang harus pelajar peroleh setelah
pembelajaran serta ‘bagaimana’ cara memandu
pelajar memperoleh ‘apa’ itu melalui
pembelajaran. Sisi lain berupa ‘siapa’ yang terlibat
dalam pembelajaran tampak tidak diperhatikan.
Berdasarkan sebaran informasi yang
disampaikan, kami merasa perlu untuk
memperoleh gambaran ‘siapa’ yang terlibat dalam
pembelajaran. Secara khusus fokus ‘siapa’ tersebut
diarahkan kepada aspek motivasi belajar dan
penguasaan konsep yang dikaitkan dengan profil
kompetensi literasi saintifik. Gambaran tersebut
diharapkan dapat menjadi bahan untuk menyusun,
melaksanakan, dan mengevaluasi program
pembelajaran berorientasi literasi saintifik agar
lebih terstruktur dan terukur. Karena itu, rumusan
masalah riset ini ialah, “Bagaimana pembelajaran
tematik berorientasi literasi saintifik?” Secara
rinci, pertanyaan penyelidikan yang menjadi fokus
riset ini ialah: (1) “Bagaimana susunan program
pembelajaran tematik berorientasi literasi
saintifik?”; (2) “Bagaimana penerapan program
pembelajaran tematik berorientasi literasi
saintifik?”; (3) “Bagaimana kaitan antara profil
literasi saintifik dengan profil motivasi belajar dan
penguasaan konsep?”.
METODE
Riset ini membutuhkan data berupa kajian
pustaka tentang karakteristik pembelajaran tematik
dan indikator literasi saintifik, survei terhadap
rancangan dan temuan dari uji coba program yang
dikembangkan, serta kaitan antara profil literasi
saintifik dengan profil motivasi belajar dan
penguasaan konsep. Berdasarkan tujuan riset dan
kebutuhan data, dapat dipakai pendekatan research
and development desain four-d model berupa
define, design, develop, dan disseminate yang
dipadu dengan pendekatan kuantitatif tipe
correlational jenis associational research
(Fraenkel & Wallen, 2009: 11, 14, & 329;
Thiagarajan, dkk., 1974: 5).
Desain ini dipilih karena kami perlu beberapa
tahap yang masing-masing memerlukan cara
pengumpulan dan pengolahan data yang tidak
selalu sama dalam mengembangkan program.
Namun, karena keterbatasan tenaga, untuk tahap
disseminate hanya dilakukan secara terbatas di
satu kelas. Tahap define dilakukan untuk mengkaji
pustaka terkait karakteristik pembelajaran tematik
dan indikator literasi saintifik. Indikator tersebut
digunakan sebagai acuan penyusunan program
yang dilakukan di tahap design. Hasil susunan
tersebut kemudian dianalisis keabsahan dan
keandalannya di tahap develop. Program yang
sudah absah dan andal kemudian diterapkan di
tahap disseminate, untuk dianalisis lebih lanjut.
Ruang lingkup analisis mencakup penerapan
program dari sisi pelaksanaan guru dan tanggapan
siswa serta profil literasi saintifik, motivasi belajar,
dan penguasaan konsep.
Profil penguasaan konsep dan literasi
saintifik diukur menggunakan instrumen penilaian
pembelajaran yang dihasilkan dalam tahap develop
riset ini. Keabsahan Instrumen dinilai berdasarkan
validasi pakar serta keandalan diukur berdasarkan
ujicoba lapangan. Rincian konsep yang diujikan
ialah: Tanggung Jawab (PPKn), Teks Non-Fiksi
(Bahasa Indonesia), Ekosistem (IPA), Kegiatan
Ekonomi (IPS), dan Seni Rupa (SBdP). Sementara
literasi saintifik difokuskan kepada domain
kompetensi: menjelaskan masalah, menafsirkan
data, dan mengomunikasikan informasi secara
ilmiah serta merencanakan, melakukan, dan
mengevaluasi penyelidikan ilmiah.
55 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan
Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147
Tabel 1. Desain Riset
Pertanyaan Pendekatan Tahap Pengumpulan Pengolahan Partisipan Instrumen
Bagaimana susunan
program
pembelajaran tematik
berorientasi literasi
saintifik? Research and
development
Define Kajian pustaka Deskriptif - -
Design Tabel analisis Deskriptif - -
Develop
Judgement
expert
Penyekoran
numerik
Akademisi (3
orang) dan
praktisi (2 orang);
Survei validasi
susunan;
Internal
consistency
Koefisien
alfa
Siswa ujicoba (17
orang)
LKS dan instrumen
penilaian
pembelajaran
Bagaimana penerapan
program
pembelajaran tematik
berorientasi literasi
saintifik?
Disseminate
Observasi
pelaksanaan Penyekoran
numerik
Guru (1 orang) Catatan pelaksanaan
pembelajaran
Tanggapan
siswa selama
pembelajaran
Siswa (35 orang) LKS
Bagaimana kaitan
antara profil literasi
saintifik dengan profil
motivasi belajar dan
penguasaan konsep?
Correlational
Tes Literasi
saintifik Korelasi
Pearson r
Siswa (35 orang) Tes literasi saintifik
Kuesioner
Motivasi
Belajar
Siswa (35 orang) SMQ-II versi
Bahasa Indonesia
Tes Penguasaan
Konsep
Korelasi
Pearson r Siswa (35 orang)
Tes penguasaan
konsep
Dalam riset ini kami menggunakan
instrumen tambahan berupa Science Motivation
Questionnaire II (SMQ-II) versi Bahasa Indonesia
guna memperoleh profil motivasi belajar. SMQ-II
terdiri dari 25 buah pertanyaan yang dinilai
menggunakan Skala Likert tipe 5 skala untuk
mengukur lima komponen motivasi belajar:
motivasi intrinsik, determinasi diri, efikasi diri,
motivasi karier, serta motivasi nilai (Setiawan &
Saputri, 2019; Glynn, dkk., 2011). Untuk riset tipe
korelasi, instrumen yang digunakan harus
menghasilkan data kuantitatif (Fraenkel & Wallen,
2009). Karena itu, untuk tahap disseminate, semua
data dinilai secara kuantitatif. Kaitan antar data
dihitung menggunakan persamaan koefisien
korelasi Pearson r yang kemudian ditafsirkan
berdasarkan tabel 2 (Fraenkel & Wallen, 2009;
Rogers & Nicewander, 1987):
𝑟 = ∑ (𝑥𝑖−��)(𝑦𝑖−��)𝑛
𝑖=1
√∑ (𝑥𝑖−��)𝑛𝑖=1
2√∑ (𝑦𝑖−��)𝑛𝑖=1
2
(Persamaan 1.Pearson r)
keterangan:
𝑟 = koefisien korelasi
𝑛 = banyak sampel
𝑖 = skor datum
𝑥𝑖 = skor setiap sampel pelaksanaan,
tanggapan, kecerdasan, atau motivasi
�� = rerata skor pelaksanaan,
tanggapan, kecerdasan, atau motivasi
�� = rerata skor literasi saintifik
𝑦𝑖 = skor literasi saintifik setiap
sampel
Tabel 2. Kategori Kaitan
Pearson r Kategori Kaitan
−1 ≤ 𝑟 < 0 Terdapat kaitan negatif
𝑟 = 0 Tidak terdapat kaitan
0 < 𝑟 ≤ 1 Terdapat kaitan positif
(Rogers & Nicewander, 1987)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembelajaran tematik adalah metode
pembelajaran yang menekankan pemberian tema
khusus pilihan untuk mengajarkan beberapa
konsep (Resor, 2017a: 10–11; 2017b: 1–2;
Seefeldt, 2005: 47). Metode ini berdasarkan
memadukan dan menggunakan ragam informasi
untuk mempelajari topik. Uraian perubahan
kurikulum dari Setiawan & Sari (2019)
menunjukkan bahwa konsep integrasi beberapa
56 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan
Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147
subjek untuk mengajar di sekolah Indonesia,
secara umum bukan hal baru dan tidak sukses pada
masa lalu. Sebagai tambahan, beberapa orang
menanggap pembelajaran tematik adalah satu
kesempatan sementara sebagian lain memandang
bahwa ini memiliki masalah. Namun, jawaban
untuk bagaimana penerapan pembelajaran tematik
belum dikaji secara menyeluruh di Indonesia.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016
menyampaikan bahwa pembelajaran tematik di
kelas V dilaksanakan untuk mata pelajaran selain
Matematika serta Pendidikan Jasmani Olahraga
dan Kesehatan (PJOK) (Kemdikbud, 2016: 3).
Artinya mata pelajaran yang dipadu dalam
pembelajaran tematik ialah Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan (PPKn), Bahasa Indonesia,
Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial,
serta Seni Budaya dan Prakarya (SBdP).
Walau begitu, keadaan yang kami alami
selama debut memandu pembelajaran tematik
menunjukkan bahwa kelima mata pelajaran
tersebut tidak selalu seperti itu. Perbedaan
karakteristik antar konten pembelajaran membuat
paduan lebih kerap hanya mencakup 2–3
kompetensi dasar setiap mata pelajaran. Secara
umum, mata pelajaran IPS dan PPKn tidak pernah
dipadukan dengan IPA, tapi ketiganya masing-
masing dapat dipadukan dengan Bahasa Indonesia
dan SBdP. Namun, untuk topik tertentu, kelima
mata pelajaran tersebut dapat dipadukan semua.
Gambar 2 adalah salah satu topik tertentu ketika
kelima mata pelajaran tersebut dapat dipadukan
yang secara rinci dapat dilihat melalui tabel 3
Salah satu ciri makhluk hidup adalah bernafas.
Bernafas merupakan proses pertukaran oksigen
(O2) dan karbondioksida (CO2) antara tubuh
makhluk hidup dengan lingkungan. Tujuan
bernafas ialah untuk memperoleh energi agar
bertahan hidup. Hewan, termasuk manusia,
bernafas dengan cara menghirup oksigen dan
menghembuskan karbondioksida. Karbondioksida
yang dikeluarkan dari tubuh hewan ke lingkungan
dimanfaatkan oleh tumbuhan. Tumbuhan
menyerap karbondioksida ketika bernafas.
Pernafasan tumbuhan menghasilkan oksigen.
Oksigen kemudian dimanfaatkan oleh manusia dan
hewan lainnya. Karena itu, manusia dan hewan
dengan tumbuhan saling melengkapi dalam proses
pernafasan.
Gambar 2. Teks tentang siklus karbondioksida
Tabel 3. Paduan antar mata pelajaran untuk topik
siklus karbondioksida
Mata
Pelajaran Fokus Pembahasan
PPKn
Menjelaskan tanggung jawab
masyarakat untuk merawat kelestarian
lingkungan alam
Bahasa
Indonesia
Menyampaikan gagasan pokok dan
membuat pertanyaan berdasarkan teks
non-fiksi
IPS
Menunjukkan bentuk usaha ekonomi
yang bertanggung jawab terhadap
lingkungan alam
IPA Menyelesaikan masalah terkait
ekosistem
SBdP Membuat gambar ilustrasi terkait
lingkungan
Informasi tersebut menunjukkan bahwa
pembelajaran tematik dipandang memiliki
keselarasan dengan literasi saintifik. Ini terjadi
karena literasi saintifik menekankan kepada
kecakapan untuk menerapkan pengalaman terlibat
pembelajaran ke dalam keseharian, bukan sebatas
menguasai konsep kurikuler tertentu. Tentu bukan
bermaksud mengabaikan peran semua konten
kurikuler. Konten kurikuler penting, tapi
penguasaan konten saja tidak berguna kalau tidak
disertai kecakapan menerapkan ke dalam
keseharian. Dengan ungkapan lain, dapat
dikatakan bahwa penguasaan konsep tidak cukup
kalau tidak disertai pengalaman dalam keseharian.
Inilah yang menjadi penekanan literasi saintifik,
ialah membuat pengalaman terlibat pembelajaran
bermanfaat buat keseharian (OECD, 2019a: 128;
57 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan
Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147
Fives, dkk., 2014: 549; Gormally, dkk, 2012: 367;
Hurd, 1998, hlm. 414).
Literasi saintifik memang bukan gagasan
baru, tapi gagasan tersebut belum diterapkan
secara operasional ke dalam kurikulum sekolah
hingga dijadikan istilah tersendiri sebagai tujuan
pembelajaran IPA pada 1958 (Hurd, 1998, hlm.
408). Setelah 40 tahun diterapkan, istilah tersebut
dikembangkan menjadi 25 indikator, antara lain:
mengetahui bahwa IPA dalam konteks sosial
sering memiliki dimensi dalam penafsiran politik,
peradilan, etika, dan kadang moral serta mengakui
terdapat banyak hal yang tidak diketahui dalam
IPA (Hurd, 1998: 4012-3).
Indikator literasi saintifik juga disusun oleh
Gormally, dkk. (2012) ketika mengembangkan tes
keterampilan literasi saintifik. Indikator tersebut
disusun menjadi 2 bagian, yakni: memahami
metode penyelidikan yang mengarah pada
pengetahuan ilmiah; serta mengatur, menganalisis,
sekaligus menafsirkan data kuantitatif dan
informasi ilmiah (Gormally, dkk, 2012: 367).
Pekerjaan serupa juga dilakukan oleh Fives, dkk.
(2014) ketika mengembangkan alat ukur literasi
saintifik untuk siswa sekolah menengah yang
menghasilkan 5 komponen, berupa: peran IPA,
pemikiran dan kegiatan ilmiah, IPA dan
masyarakat, matematika dalam IPA, serta motivasi
dan keyakinan IPA. OECD (2019a) melalui PISA
turut menawarkan indikator literasi saintifik yang
dikelompokkan menjadi 3 kompetensi:
menjelaskan fenomena secara ilmiah, merancang
dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah, serta
menafsirkan data dan bukti secara ilmiah.
Berdasarkan kajian terhadap Hurd (1998),
Gormally, dkk. (2012), Fives, dkk. (2014), serta
OECD (2019a), indikator literasi saintifik yang
kami kembangkan fokus terhadap kompetensi: (1)
menjelaskan masalah, menafsirkan data, dan
mengomunikasikan informasi secara ilmiah; serta
(2) merencanakan, melakukan, dan mengevaluasi
penyelidikan ilmiah; yang secara rinci dapat dilihat
melalui tabel 4.
Tabel 4. Rincian indikator setiap kompetensi literasi saintifik
Kompetensi Indikator Kode
Menjelaskan masalah,
menafsirkan data, dan
mengomunikasikan informasi
secara ilmiah
Mengingat pengetahuan ilmiah yang sesuai KA-01
Menyusun pertanyaan berdasarkan fokus masalah KA-02
Menerapkan pengetahuan ilmiah yang sesuai KA-03
Menyajikan data menggunakan beragam representasi
yang sesuai KA-04
Menganalisis informasi dari setiap representasi KA-05
Menyimpulkan informasi berdasarkan analisis KA-06
Menjelaskan manfaat pengetahuan ilmiah bagi
masyarakat KA-07
Merencanakan, melakukan,
dan mengevaluasi
penyelidikan ilmiah
Menentukan variabel penyelidikan KB-01
Mengusulkan cara mengeksplorasi secara ilmiah
terhadap pertanyaan yang diberikan KB-02
Mengidentifikasi, menggunakan, dan menghasilkan
model dan representasi yang jelas KB-03
Mengidentifikasi asumsi, bukti, dan penalaran dalam
bacaan KB-04
Mengevaluasi cara mengeksplorasi secara ilmiah
terhadap pertanyaan yang diberikan KB-05
Mengevaluasi argumen dan bukti ilmiah dari beragam
tipe sumber KB-06
58 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan
Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147
Setelah indikator ditentukan, kami
menyusun instrumen penilaian pembelajaran.
Pilihan ini diambil karena dengan acuan penilaian
tersebut, dapat dirancang proses pembelajaran
yang perlu dialami oleh siswa. Agar tujuan proses
tersebut selaras dengan hasil yang diharapkan,
kami turut menyusun lembar kegiatan siswa
(LKS). LKS juga berguna untuk memudahkan
pelaksanaan sekaligus mengevaluasi proses
pembelajaran. Berdasarkan istrumen penilaian
pembelajaran tersebut, kemudian dibuat susunan
program pembelajaran dalam bentuk rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP). Dengan
demikian, susunan RPP dibuat berdasarkan hasil
yang diharapkan dan proses yang memungkinkan
untuk diterapkan.
Instrumen penilaian pembelajaran yang
disusun berupa tes penguasaan konsep dan tes
literasi saintifik. Hal ini dipilih agar tujuan
pembelajaran di sekolah dengan orientasi dan
literasi saintifik dapat dipadukan. Rincian topik
yang diujikan untuk tes konsep ialah: Tanggung
Jawab, Teks Non-Fiksi Ekosistem, Kegiatan
Ekonomi, dan Seni Rupa. Sementara literasi
saintifik difokuskan kepada domain kompetensi
yang rincian indikator dapat dilihat melalui tabel 3.
Instrumen tersebut disusun dalam tes
objektif beralasan untuk menghindari
kesubjektifan dalam memeriksa jawaban,
mengurangi kesulitan dalam memberikan skor,
serta meminimalisir waktu pengoreksian
instrumen. Selain itu, dalam keseharian, biasanya
seseorang sudah memiliki beberapa pilihan dalam
membuat keputusan. Keberadaan pilihan jawaban
dipakai untuk membiasakan siswa untuk membuat
keputusan berdasarkan beberapa pilihan.
Penambahan alasan dipakai untuk mengarahkan
siswa kepada jawaban yang diharapkan serta
mengurangi peluang menjawab secara spekulatif.
Sehingga keberadaan alasan dipakai sebagai faktor
tebakan (koefisien penilaian). Dengan demikian,
penilaian setiap butir soal dilakukan menggunakan
persamaan 2 berikut dengan acuan dari tabel 5
(Setiawan, Puspaningrum, & Umam, 2019: 195).
𝑁𝑖 = 𝑆𝑖 × 𝐹𝑖
(Persamaan 2. penilaian setiap butir soal)
keterangan:
𝑁𝑖 = nilai setiap butir soal (nilai 0–2)
𝑆𝑖 = skor setiap butir pilihan jawaban
(nilai 0–1)
𝐹𝑖 = skor faktor tebakan setiap butir
soal (nilai 0–2)
Tabel 5. Klasifikasi Faktor Tebakan
Skor Bentuk Uraian
2 Alasan terkait serta mendukung jawaban
yang dipilih
1 Alasan terkait, tapi tidak mendukung
jawaban yang dipilih
0 Alasan tidak terkait dengan jawaban yang
dipilih
0 Alasan tidak disampaikan
(Setiawan, Puspaningrum, & Umam, 2019: 195)
Persamaan 2 dan tabel 4 menunjukkan
bahwa setiap pilihan jawaban dan alasan dapat
memiliki skor sendiri. Skor faktor tebakan dapat
maksimal selama alasan terkait serta mendukung
jawaban yang dipilih. Namun, karena jawaban
yang dipilih salah, nilai yang diperoleh dapat
bernilai 0 akibat mengalami operasi perkalian.
Begitu pula sebaliknya.
Dalam pelaksanaan proses pembelajaran,
siswa diberi LKS yang memuat konsep tertentu
dengan langkah sesuai indikator literasi saintifik
guna menuntun siswa untuk mencapai hasil belajar
sesuai indikator yang telah ditetapkan. LKS
disusun berdasarkan model yang dipakai dalam
setiap proses pembelajaran, meliputi: group work
dan guided inquiry. Pembedaan tersebut diambil
karena karakteristik topik yang dibahas dan
kompetensi yang dibekalkan tidak sama
sepenuhnya, sehingga gambaran kegiatan
pembelajaran tidak dapat disamakan seluruhnya.
59 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan
Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147
Group work dipakai supaya membekali siswa
untuk dapat berkolaborasi dalam membahas
masalah tertentu (Miller & Tanner, 2015: 4).
Model ini dipandang selaras untuk membahas
topik Teks Non-Fiksi (Bahasa Indonesia),
Tanggung Jawab (PPKn), dan Kegiatan Ekonomi
(IPS). Model guided inquiry dipilih karena
gambaran kegiatan untuk setiap tahap
pembelajaran yang menekankan siswa agar dapat
mengembangkan keterampilan ilmiah (Banchi &
Bell, 2008: 26). Alur model ini dianggap cocok
untuk membahas topik Teks Non-Fiksi (Bahasa
Indonesia), Ekosistem (IPA), dan Seni Rupa
(SBdP).
Kompetensi Merencanakan, melakukan, dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah
Indikator Mengidentifikasi, menggunakan, dan menghasilkan model dan representasi yang
jelas
Topik Seni Rupa (SBdP)
Fokus Membuat gambar ilustrasi terkait lingkungan
Soal Salah satu ciri makhluk hidup adalah bernafas. Bernafas merupakan proses
pertukaran oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2) antara tubuh makhluk hidup
dengan lingkungan. Tujuan bernafas ialah untuk memperoleh energi agar
bertahan hidup. Hewan, termasuk manusia, bernafas dengan cara menghirup
oksigen dan menghembuskan karbondioksida. Karbondioksida yang dikeluarkan
dari tubuh hewan ke lingkungan dimanfaatkan oleh tumbuhan. Tumbuhan
menyerap karbondioksida ketika bernafas. Pernafasan tumbuhan menghasilkan
oksigen. Oksigen kemudian dimanfaatkan oleh manusia dan hewan lainnya.
Karena itu, manusia dan hewan dengan tumbuhan saling melengkapi dalam
proses pernafasan.
Pertanyaan 3. Skema yang tepat untuk Bacaan A ialah ....
A. [𝑜𝑘𝑠𝑖𝑔𝑒𝑛 → ℎ𝑒𝑤𝑎𝑛
↑ ↓𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢ℎ𝑎𝑛 ← 𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛𝑑𝑖𝑜𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎
]
B. [𝑜𝑘𝑠𝑖𝑔𝑒𝑛 ← ℎ𝑒𝑤𝑎𝑛
↓ ↑𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢ℎ𝑎𝑛 → 𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛𝑑𝑖𝑜𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎
]
C. [𝑜𝑘𝑠𝑖𝑔𝑒𝑛 → ℎ𝑒𝑤𝑎𝑛
↓ ↓𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢ℎ𝑎𝑛 → 𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛𝑑𝑖𝑜𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎
]
D. [𝑜𝑘𝑠𝑖𝑔𝑒𝑛 → ℎ𝑒𝑤𝑎𝑛
↑ ↑𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢ℎ𝑎𝑛 → 𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛𝑑𝑖𝑜𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎
]
Alasan : _____________________________________________________
____________________________________________________________
Jawaban
A. [𝑜𝑘𝑠𝑖𝑔𝑒𝑛 → ℎ𝑒𝑤𝑎𝑛
↑ ↓𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢ℎ𝑎𝑛 ← 𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛𝑑𝑖𝑜𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎
]
Karena hewan menghirup oksigen dan menghembuskan karbondioksida serta
tumbuhan sebaliknya.
Gambar 3. Contoh butir soal literasi saintifik
Keabsahan instrumen penilaian
pembelajaran dan LKS ditentukan berdasarkan
60 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan
Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147
validasi pakar (Fraenkel & Wallen, 2009: 148).
Validasi dilakukan terhadap keselarasan instrumen
penilaian pembelajaran dan LKS dengan program
yang dikembangkan, kesesuaian indikator dengan
soal, ketepatan jawaban dengan pertanyaan, serta
kecocokan soal dengan jenjang sekolah. Pakar
yang dipilih yaitu akademisi yang memiliki
kepakaran literasi saintifik (1 orang), evaluasi
pembelajaran (1 orang), dan model pembelajaran
(1 orang), serta praktisi pembelajaran sekolah
dasar (1 orang) dan penyunting naskah bacaan
anak (1 orang). Penentuan status ‘pakar’ diberikan
berdasarkan terbitan akademik terkait literasi
saintifik, evaluasi pembelajaran, dan model
pembelajaran selama 2 tahun terakhir. Sementara
status ‘praktisi’ didasari dengan pengalaman
lapangan terlibat pembelajaran sekolah dasar dan
penyunting naskah bacaan anak minimal 2 tahun.
Hasil validasi berupa penilaian terhadap setiap
butir soal yang diolah menggunakan persamaan 3
kemudian ditafsirkan berdasarkan tabel 5.
Berdasarkan tabel tersebut, instrumen penilaian
pembelajaran dan LKS dapat digunakan kalau
memenuhi kriteria ‘sangat layak’ atau ‘cukup
layak’.
𝑃(𝑠) =𝑠
𝑁× 100%
(Persamaan 3. Pengolahan hasil validasi)
keterangan:
𝑃(𝑠) = persentase setiap butir soal
𝑠 = skor setiap butir soal
𝑁 = jumlah keseluruhan butir soal
Tabel 5. Penafsiran penilaian instrumen
No. Rentang Rerata
Penilaian Pakar (%)
Kriteria
Kelayakan
Instrumen
1 7,001 ≤ % ≤ 10,000 Sangat layak
2 4,001 ≤ % ≤ 7,000 Cukup layak
3 0,000 ≤ % ≤ 4,000 Tidak layak
Untuk keandalan (reliability) keandalan
instrumen penilaian pembelajaran dan LKS diukur
berdasarkan nilai konsistensi internal (internal
consistency). Konsistensi internal biasanya diukur
dengan alfa Cronbach (α), salah satu cara statistik
untuk mengetahui korelasi berpasangan antar butir
pertanyaan atau pernyataan, yang dapat dihitung
menggunakan persamaan 4 (Cronbach, 1951: 299).
Persamaan 4 mengungkap bahwa alfa Cronbach
(∝) adalah fungsi dari jumlah butir pernyataan,
simpangan baku setiap butir pernyataan, dan
simpangan baku keseluruhan. Hal ini
menunjukkkan bahwa nilai ∝ dapat meningkat
ketika interelasi antar butir meningkat, sehingga
dapat dipakai untuk memperkirakan konsistensi
internal dari keandalan skor instrumen. Karena
interelasi antar butir dimaksimalkan ketika semua
butir mengukur rancangan yang sama, nilai ∝ tidak
dapat berlaku di semua situasi seiring
menghasilkan nilai lebih tinggi untuk kelompok
yang cenderung seragam dan rendah buat
kelompok yang cenderung beragam. Ini bermakna
dibutuhkan uji coba yang hasilnya bisa ditafsirkan
berdasarkan tabel 6, dengan nilai ∝ sebagai acuan
koefisien keandalan (reliability coefficient) harus
lebih besar dari 0,700 (Fraenkel & Wallen, 2009:
157-8).
𝛼 = 𝑛
𝑛−1(1 −
∑ 𝑉𝑖𝑖
𝑉𝑡)
(Persamaan 4. Kuder-Richardson Approaches)
keterangan:
𝛼 = koefisien alfa
𝑛 = jumlah butir soal
𝑉𝑖 = simpangan baku setiap butir soal
𝑉𝑡 = simpangan baku keseluruhan
Tabel 6. Penafsiran Penilaian Keandalan
Instrumen
No. Nilai Alfa
Cronbach (∝)
Kategori Konsistensi
Internal
1 𝛼 ≤ 0,9 Luar biasa
2 0,8 ≤ 𝛼 < 0,9 Baik
3 0,7 ≤ 𝛼 < 0,8 Dapat diterima
4 0,6 ≤ 𝛼 < 0,7 Dipertanyakan
5 0,5 ≤ 𝛼 < 0,6 Rendah
6 𝛼 < 0,5 Tidak dapat diterima
Dalam melaksanakan ujicoba tersebut kami
memilih partisipan sebanyak 17 orang yang dipilih
61 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan
Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147
menggunakan teknik convenience sampling karena
keterbatasan tenaga (Fraenkel & Wallen, 2009:
101). Hasil dari validasi pakar dan ujicoba dapat
dilihat melalui tabel 7. Hasil dari tahap develop
berupa instrumen penilaian dan LKS ini dapat
digunakan sebagai bahan penyusunan program
pembelajaran yang gambaran umum diperlihatkan
melalui tabel 8.
Tabel 7. Hasil validasi ahli dan ujicoba
Susunan Validasi Pakar Uji Coba
1 2 3 4 5 Rerata Kelayakan α Keabsahan
LKS Topik Teks Non-
Fiksi (Bahasa
Indonesia), Tanggung
Jawab (PPKn), dan
Kegiatan Ekonomi
(IPS)
5 7 5 7 7 6,200 Cukup Layak 0,962 Dapat digunakan
7 8 7 6 7 7,000 Cukup Layak 0,71 Dapat digunakan
7 8 7 6 7 7,000 Cukup Layak 0,983 Dapat digunakan
8 7 7 7 7 7,200 Sangat Layak 0,724 Dapat digunakan
7 8 5 5 7 6,400 Cukup Layak 0,932 Dapat digunakan
7 7 7 6 7 6,800 Cukup Layak 0,843 Dapat digunakan
LKS Topik Teks Non-
Fiksi (Bahasa
Indonesia), Ekosistem
(IPA), dan Seni Rupa
(SBdP)
7 8 7 5 7 6,800 Cukup Layak 0,901 Dapat digunakan
8 7 5 6 7 6,600 Cukup Layak 0,839 Dapat digunakan
7 8 7 6 7 7,000 Cukup Layak 0,703 Dapat digunakan
8 7 7 7 7 7,200 Sangat Layak 0,943 Dapat digunakan
7 7 7 5 7 6,600 Cukup Layak 0,839 Dapat digunakan
7 8 7 4 7 6,600 Cukup Layak 0,772 Dapat digunakan
Tes Konsep 7 7 7 7 7 7,000 Cukup Layak 0,824 Dapat digunakan
Tes Literasi Saintifik 9 8 7 5 7 7,200 Sangat Layak 0,848 Dapat digunakan
Keseluruhan hasil yang kami hasilkan dapat
disebar secara luas dalam satu paket perangkat
pembelajaran atau terpisah. Penyebaran ini dapat
digunakan untuk keperluan praktik pembelajaran
maupun replikasi riset. Satu paket yang dimaksud
ialah digunakan seutuhnya berdasarkan kerja kami.
Sedangkan terpisah berarti hanya diambil
seperlunya, seperti instrumen penilaian
pembelajaran untuk mengukur profil literasi
saintifik siswa. Keterbatasan tenaga membuat
kami tidak melakukan penyebaran secara luas
yang merupakan tahap terakhir berupa
disseminate, tapi hanya melakukan penerapan
program terbatas di satu kelas.
Penerapan program pembelajaran dilakukan
terbatas di satu kelas, yaitu kelas V di salah satu
madrasah ibtidaiyyah di Kabupaten Kudus. Di
kelas ini pembelajaran tematik dilakukan sebanyak
4 pertemuan dengan total alokasi waktu sebanyak
11 jam pembelajaran setiap pekan. Aspek yang
diperhatikan dalam penerapan program ialah
pelaksanaan guru dan tanggapan siswa.
Pelaksanaan guru dilihat berdasarkan catatan
pelaksanaan pembelajaran, sementara tanggapan
siswa dilihat berdasarkan isian dalam LKS. Dapat
dilihat di gambar 4 bahwa program dapat
diterapkan hampir maksimal di setiap tahap.
Rincian data menunjukkan bahwa rerata
pelaksanaan guru sebesar 75,17 dan tanggapan
siswa sebesar 69,17. Perhitungan menggunakan
persamaan 1 menunjukkan bahwa nilai koefisien
korelasi Pearson r antara pelaksanaan guru dan
tanggapan siswa memiliki nilai 0,834, yang
menunjukkan bahwa keduanya berkorelasi positif.
Tabel 8. Gambaran umum susunan program pembelajaran
Topik Model Indikator Kompetensi Literasi Saintifik
Teks Non-
Fiksi,
Tanggung
Group Work
Mengingat pengetahuan ilmiah yang sesuai
Menerapkan pengetahuan ilmiah yang sesuai
Menyajikan data menggunakan beragam representasi yang
62 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan
Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147
Jawab, dan
Kegiatan
Ekonomi
sesuai
Menganalisis informasi dari setiap representasi
Menyimpulkan informasi berdasarkan analisis
Menjelaskan manfaat pengetahuan ilmiah bagi masyarakat
Teks Non-
Fiksi,
Ekosistem, dan
Seni Rupa
Guided Inquiry
Menyusun pertanyaan berdasarkan fokus masalah
Menentukan variabel penyelidikan
Mengusulkan cara mengeksplorasi secara ilmiah terhadap
pertanyaan yang diberikan
Mengidentifikasi, menggunakan, dan menghasilkan model dan
representasi yang jelas
Mengidentifikasi asumsi, bukti, dan penalaran dalam bacaan
Mengevaluasi cara mengeksplorasi secara ilmiah terhadap
pertanyaan yang diberikan
Mengevaluasi argumen dan bukti ilmiah dari beragam tipe
sumber
Gambar 4. Pelaksanaan Program Pembelajaran
Setelah mengalami proses pembelajaran, siswa
diminta untuk menyelesaikan instrumen tes konsep
dan literasi saintifik. Kedua instrumen tersebut
dikerjakan dalam waktu terpisah, dengan alokasi
waktu yang sama, yakni 2 × 40 menit. Untuk
instrumen kuesioner motivasi belajar sendiri diisi
setelah siswa mengerjakan tes konsep dan literasi
saintifik dengan alokasi waktu 1 × 40 menit.
Pilihan ini diambil karena kuesioner motivasi
belajar tidak memerlukan pemikiran teknis yang
berat sepertihalnya tes konsep dan literasi saintifik.
Hasil ketiganya dapat dilihat melalui tabel 9.
Tabel 9. Rincian hasil siswa
Aspek Rincian Rerata Skor Siswa Kategori
Motivasi Belajar
Motivasi intrinsik 51,714 Sedang
Efikasi Diri 49,714 Sedang
Determinasi Diri 46,000 Sedang
Motivasi Nilai 51,857 Sedang
Motivasi Karier 45,429 Sedang
Penguasaan Konsep
Tanggung Jawab 82,857 Tinggi
Teks Non-Fiksi 82,857 Tinggi
Ekosistem 84,286 Tinggi
Kegiatan Ekonomi 80,571 Tinggi
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pelaksanaan Guru (%) Tanggapan Siswa (%)
63 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan
Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147
Senirupa 84,286 Tinggi
Literasi Saintifik Menjelaskan ... 56,571 Sedang
Merencanakan .... 41,190 Sedang
Skor Umum
Motivasi Belajar 48,943 Sedang
Penguasaan Konsep 82,971 Tinggi
Literasi Saintifik 48,881 Sedang
Secara keseluruhan, profil literasi saintifik siswa
berada dalam kategori sedang dengan nilai sebesar
48,881. Profil tersebut menunjukkan bahwa proses
pembelajaran yang dilaksanakan belum dapat
membekali kompetensi literasi saintifik secara
maksimal kepada siswa. Meski berada dalam
kategori yang sama, kompetensi menjelaskan
masalah, menafsirkan data, dan
mengomunikasikan informasi secara ilmiah
memiliki skor lebih tinggi sebesar 56,571
dibandingkan dengan 41,190 yang diperoleh
kompetensi merencanakan, melakukan, dan
mengevaluasi penyelidikan ilmiah. Hal ini
menunjukkan bahwa siswa sudah dapat mengolah
informasi ilmiah, tapi masih memiliki kesulitan
melakukan praktik penyelidikan ilmiah. Profil
literasi saintifik tersebut berbeda tajam dengan
penguasaan konsep yang berada dalam kategori
tinggi dengan nilai sebesar 87,971. Artinya proses
pembelajaran yang dilaksanakan berperan baik
terhadap penguasaan konsep siswa.
Dalam Ta'līm al-Muta'allim Ṭorīq al-
Ta'allum karya Burhān al-Dīn al-Nu’mān ibn
Ibrōhīm al-Zarnūjī disebutkan bahwa terdapat 6
faktor penentu keberhasilan pembelajaran:
kecerdasan utuh, motivasi belajar, komitmen,
kecukupan finansial, bimbingan guru, dan
manajemen waktu (Siayah, dkk., 2019: 10; al-
Zarnūjī, 2014: 52). Dari sini tampak bahwa
motivasi belajar merupakan faktor penting, meski
bukan satu-satunya faktor untuk meraih
keberhasilan dalam pembelajaran. Survei PISA
2015 menunjukkan bahwa pelajar yang memiliki
motivasi tinggi dalam belajar memiliki
kecenderungan lebih baik dalam unjuk kerja di
kelas (Mo, 2019: 2). Sementara tuturan terkait
motivasi diperkuat oleh Bryan, dkk. (2011) yang
mengungkap bahwa guru harus menggunakan
pemodelan sosial dan kegiatan pembelajaran
kolaboratif untuk mendorong motivasi pelajar.
Kışoğlu (2018) menemukan terdapat kaitan positif
antara motivasi belajar dan sikap pelajar dalam
pembelajaran. Memang survei dari PISA 2015
menunjukkan anomali untuk Korea Selatan,
berupa hasil tinggi dalam literasi saintifik justru
disertai motivasi rendah, tapi secara umum
motivasi belajar cenderung linear dengan literasi
saintifik (Mo, 2019: 2; OECD, 2019b; 2016: 122,
126–127).
Berdasarkan hasil yang kami peroleh,
motivasi belajar memiliki hubungan positif dengan
literasi saintifik, secara umum maupun rinci untuk
setiap komponen dan kompetensi. Rincian korelasi
setiap komponen dapat dilihat melalui gambar 5.
Secara keseluruhan setiap komponen motivasi
belajar berkorelasi positif dengan kompetensi
literasi saintifik. Hasil ini selaras dengan temuan
Nurohmah (2015), Marcharis (2015), dan Glynn,
dkk. (2011) yang menunjukkan bahwa hasil belajar
cenderung rendah ketika motivasi rendah.
Motivasi dalam pembelajaran merupakan faktor
penting karena kehadiran pelajar dalam kelas,
laboratorium, dan/atau kunjungan lapangan bukan
jaminan bahwa mereka ingin belajar (Setiawan,
2019e). Tidak dapat dimungkiri bahwa beberapa
pelajar yang hadir hanya untuk menggugurkan
kewajiban dari sekolah dan orangtua, sekadar cara
agar mendapat uang saku harian, atau ingin
berkumpul dengan teman maupun pacar.
64 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan
Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147
Gambar 5. Kaitan antara komponen motivasi
belajar dengan kompetensi literasi saintifik
Glynn, dkk. (2011) berpendapat bahwa
faktor yang mempengaruhi motivasi belajar adalah
motivasi intrinsik, efikasi diri, determinasi diri,
motivasi nilai, dan motivasi karier. Dari
keseluruhan hasil, korelasi sebesar 0,35 antara
motivasi internal dengan kompetensi
merencanakan, melakukan, dan mengevaluasi
penyelidikan ilmiah memiliki nilai paling tinggi
dibanding 9 korelasi lain. Motivasi internal
termasuk komponen penting bagi pelajar dalam
menjaga ketekunan selama terlibat pembelajaran
untuk meraih prestasi yang diharapkan. Kajian
pustaka dan hasil lapangan menunjukkan bahwa
ketika siswa memiliki motivasi internal yang kuat,
mereka berinisiatif untuk mencari tahu lebih lanjut
melalui kegiatan penyelidikan. Dengan ungkapan
lain: kian kuat motivasi internal, kian mudah
inisatif itu muncul. Ini menyiratkan pesan bahwa
guru sebagai pemandu pembelajaran perlu
mengetahui rincian komponen motivasi belajar
siswa. Karena walau secara umum motivasi belajar
tidak tinggi, ketika motivasi internal kuat, proses
pembelajaran berpeluang besar dapat dilaksanakan
optimal sebagai langkah mencapai hasil yang
maksimal.
Korelasi paling rendah diperoleh dari
komponen motivasi karier dengan komponen
menjelaskan masalah, menafsirkan data, dan
mengomunikasikan informasi secara ilmiah
dengan nilai 0,04. Korelasi motivasi karier dengan
kompetensi merencanakan, melakukan, dan
mengevaluasi penyelidikan ilmiah dengan nilai
0,10 juga menjadi paling rendah dibanding dengan
komponen lain. Glynn, dkk. (2011)
mendefinisikan motivasi karier sebagai motivasi
yang timbul dari pandangan siswa terhadap masa
depan karier mereka. Gambar 5 menyiratkan
makna bahwa siswa belum menemukan nilai
kemanfaatan literasi saintifik untuk masa depan
karier mereka. Hal ini tampak wajar, karena usia
siswa masih di tahap sekolah dasar. Di tahap ini,
siswa memang sudah dapat menyebutkan cita-cita
mereka secara jelas. Namun, penyebutan tersebut
tidak disertai pengertian terkait langkah teknis
untuk mewujudkan cita-cita itu. Sehingga belum
banyak siswa yang menganggap penting bahwa
pembelajaran di sekolah dapat bermanfaat untuk
karier mereka. Apalagi kalau orangtua tidak
membantu mengarahkan anak mereka. Simpkins,
dkk., (2015) menyebut bahwa dukungan orangtua
dikenal sebagai faktor paling penting yang
memengaruhi motivasi karier pelajar. Apalagi
dalam budaya Indonesia, keluarga memiliki peran
penting dalam menata karier yang mungkin akan
ditempuh oleh pelajar.
0,00
0,05
0,10
0,15
0,20
0,25
0,30
0,35
0,40
0,45
0,50
Motivasi intrinsik Efikasi Diri Determinasi Diri Motivasi Nilai Motivasi Karier
Menjelaskan masalah, menafsirkan data, dan mengomunikasikan informasi secara ilmiah
Merencanakan, melakukan, dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah
65 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan
Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147
Gambar 6. Kaitan antara komponen motivasi belajar dengan penguasaan setiap konsep
Hasil yang kami sampaikan melalui
gambar 6 juga menunjukkan bahwa penguasaan
konsep memiliki korelasi positif dengan literasi
saintifik, secara umum maupun rinci setiap
konsep. Hasil ini serupa dengan korelasi motivasi
belajar dengan literasi saintifik. Bedanya nilai
korelasi penguasaan konsep lebih kuat dibanding
dengan motivasi belajar. Ini menunjukkan bahwa
literasi saintifik lebih terkait erat dengan
penguasaan konsep teknis daripada aspek psikis.
Siswa bisa saja sangat termotivasi untuk
menerapkan pengalaman terlibat pembelajaran ke
dalam keseharian. Namun, tanpa punya bekal
penguasaan konsep teknis, motivasi tersebut sulit
diwujudkan, bahkan mungkin gagal. Ini juga
menjunjukkan bahwa siswa perlu dibimbing oleh
guru untuk dapat mengaitkan pembelajaran dengan
keseharian (Siayah, dkk., 2019: 10; al-Zarnūjī,
2014: 52)
SIMPULAN
Melalui riset ini, diperoleh hasil berupa
susunan program pembelajaran tematik
berorientasi literasi saintifik yang keabsahan dan
keandalan secara umum termasuk dalam kategori
dapat digunakan. Penerapan program tersebut
menunjukkan bahwa program yang disusun dapat
diterapkan oleh guru serta bisa diikuti oleh siswa.
Profil literasi saintifik memiliki korelasi linear
positif dengan motivasi belajar dan penguasaan
konsep.
Simpulan yang kami sampaikan
menunjukkan bahwa pembelajaran tematik dapat
menjadi sarana untuk memandu siswa untuk
memiliki literasi saintifik. Dalam riset sosial, hasil
yang diperoleh tidak memberi garansi bahwa
keabsahan dan keandalan yang sama dapat berlaku
untuk partisipan lain. Alasannya antara lain, ruang
lingkup pembahasan berada dalam spektrum
tertentu. Kalau hanya mengambil simpulan akhir
tanpa memperhatikan rincian tertentu seperti
metode dan fokus pembahasan, berarti yang terjadi
adalah implantasi atau pencangkokan.
Kami menganggap bahwa kerja yang kami
lakukan ini masih perlu dilanjutkan. Sehingga
diharapkan penyusunan program ini tidak
dianggap final, karena perlu dilakukan perbaikan
berlanjut. Memperhatikan hasil yang diperoleh
serta keterbatasan ruang lingkup pembahasan,
kami berharap agar guru turut berupaya untuk
memastikan agar pembelajaran yang dilakukan
dapat merangsang motivasi belajar dan
memastikan bahwa konsep penting sudah dikuasai.
Cara yang dapat dilakukan bisa beragam selama
tidak bertentangan dengan tujuan pembelajaran.
Sementara kepada peneliti lain juga diharapkan
agar melakukan replikasi terhadap riset yang kami
0,00
0,05
0,10
0,15
0,20
0,25
0,30
0,35
0,40
0,45
0,50
Tanggung Jawab Teks Non-Fiksi Ekosistem Kegiatan Ekonomi Seni Rupa
Menjelaskan masalah, menafsirkan data, dan mengomunikasikan informasi secara ilmiah
Merencanakan, melakukan, dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah
66 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan
Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147
lakukan guna memberi gambaran rinci
permasalahan yang dihadapi sebagai informasi
agar cara yang dilakukan guru dapat memberi hasil
maksimal.
Secara teknis, karena metode yang dipakai
ialah korelasi Pearson r, kami tidak dapat
menyebut bahwa tanggapan siswa disebabkan oleh
pelaksanaan guru serta literasi saintifik ditentukan
oleh motivasi belajar dan penguasaan konsep.
Yang jelas, hasil menunjukkan bahwa program
pembelajaran dapat diterapkan, oleh guru yang
melaksanakan maupun dari siswa yang terlibat
dalam pembelajaran, serta memiliki korelasi
positif linear dengan motivasi belajar dan
penguasaan konsep. Kajian berikutnya bisa
menunjukkan lebih rinci seberapa besar beberapa
faktor tersebut terhadap literasi saintifik.
UCAPAN TERIMA KASIH
Rasa terima kasih untuk seluruh warga MI
NU Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) kami
sampaikan berkat kesempatan pembelajaran yang
diberikan; Dr. Setiya Utari dan Dr. Kusnadi dari
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan
Indonesia (UPI); Shawn M. Glynn, Ph.D. dari
Department of Educational Psychology University
of Georgia; Dr. Fenny Roshayanti dari Program
Studi Magister Pendidikan IPA Universitas PGRI
Semarang; Muhamad Gina Nugraha, M.Pd., M.Si.,
dari Departemen Pendidikan Fisika UPI; dan
Syarofis Siayah, S.Ked. dari Universitas Islam
Malang atas bantuan teknis; serta Wahyu Eka
Saputri yang memberi dorongan psikis untuk
melakukan riset. ИOLZΛ!
DAFTAR PUSTAKA
Adisendjaja, Yusuf Hilmi. (2008). Analisis buku
ajar biologi sma kelas x di kota
bandung berdasarkan literasi
sains. Bandung: Jurusan
Pendidikan Biologi Universitas
Pendidikan Indonesia. URL:
https://id.scribd.com/doc/7933690
2/Analisis-Buku-Ajar-Biologi-
Sma-Kelas-x-Di-Kota-
Bandungberdasarkan-Literasi-
Sains
al-Syahrostānī, Abū al-Fatḥ Muḥammad ibn ‘Abd
al-Karīm. (2010). Al-Milal wa al-
niḥal. Amman: Muassasat al-
Ḥalabi. URL: https://al-
maktaba.org/book/11812/373
al-Zarnūjī, Burhān al-Dīn. (2014). Ta’līm al-
muta’allim ṭōrīq at-ta’allumi.
Beirut: Dār ibn Katsīr. URL:
https://books.islamway.net/1/15_B
Zrnouji_TalainMoutallim.pdf
Banchi, Heather & Bell, Randy. (2008, Oktober).
The many levels of inquiry.
Science and children, 46(2), 26–
29. URL:
https://search.proquest.com/openvi
ew/94da97e9a5090eb024c13b920
01ec534/1?pq-
origsite=gscholar&cbl=41736
Boitani, Piero. (2015, 11 April). Ulysses and the
Stars. Strumenti Critici, 30(1): 3-
18. URL:
https://www.rivisteweb.it/doi/10.1
419/78914
Bryan, Robert R., dkk. (2011, 25 Juli). Motivation,
achievement, and advanced
placement intent of high school
students learning science. Science
education, 95(6): 1049-1065. DOI:
https://dx.doi.org/10.1002/sce.204
62
Crawford, George, & Sen, Bidyut. (1996, 10
Agustus). Derivatives for decision
makers: strategic management
issues. John Wiley & Sons. URL:
https://books.google.co.id/books?i
d=NIIVeirctosC&hl=id&source=g
bs_navlinks_s
Cronbach, Lee J. (1951, 28 Februari). Coefficient
alpha and the internal structure of
tests. Psychometrika, 16: 297–334.
DOI:
https://dx.doi.org/10.1007/BF0231
0555
Dinata, Anita Nurlela; Adisendjaja, Yusuf Hilmi;
& Amprasto. (2018, Maret).
Pengaruh field trip terhadap
kemampuan literasi sains dan
sikap terhadap sains siswa sma
pada materi ekosistem.
67 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan
Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147
Assimilation: Indonesian Journal
of Biology Education, 1(1): 8-13.
DOI:
https://dx.doi.org/10.17509/aijbe.v
1i1.11449
Fives, Helenrose, dkk. (2014, 18 Juni). Developing
a measure of scientific literacy for
middle school students. Science
Education, 98(4), 549-580. DOI:
https://dx.doi.org/10.1002/sce.211
15
Fraenkel, Jack R. & Wallen, Norman E. (2009).
How to design and evaluate
research in education (7th ed.).
New York. McGraw-
HillCompanies. URL:
https://archive.org/details/methodo
logy-alobatnic-libraries
Glynn, Shawn M.; Brickman, Peggy; Armstrong,
Norris; & Taasoobshirazi, Gita.
(2011, 20 September). Science
motivation questionnaire ii:
validation with science majors and
nonscience majors. Journal of
Research in Science Teaching,
48(10): 1159-1176. URL:
https://coe.uga.edu/assets/downloa
ds/mse/smqii-glynn-et-al-2011.pdf
Gormally, Cara, dkk. (2012, 01 Desember).
Developing a test of scientific
literacy skills (tosls): measuring
undergraduates’ evaluation of
scientific information and
arguments. CBE—Life Sciences
Education, 11(4), 364-377. URL:
https://www.lifescied.org/doi/abs/
10.1187/cbe.12-03-0026
Hawking, Stephen William, & Mlodinow,
Leonard. (2010, 07 September).
The grand design. Bantam Books.
URL:
https://books.google.co.id/books?i
d=vfFhxYwjgK8C&dq
Hurd, Paul deHart. (1998). Scientific literacy: New
minds for a changing world.
Science education, 82(3), 407-416.
URL:
https://dx.doi.org/10.1002/(SICI)1
098-
237X(199806)82:3%3C407::AID-
SCE6%3E3.0.CO;2-G
Juliani, Rini. (2015, 26 Juni). Rekonstruksi
rancangan rencana pelaksanaan
pembelajaran (rpp) melalui
analisis kesulitan literasi sains
peserta didik sekolah menengah
pertama pada topik listrik dinamis.
Undergraduate Thesis. Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia.
URL:
http://repository.upi.edu/17569/
Jung, Rex E., & Haier, Richard J. (2007, 26 Juli).
The parieto-frontal integration
theory (p-fit) of intelligence:
converging neuroimaging
evidence. Behavioral and Brain
Sciences, 30(2): 135-154. URL:
https://pdfs.semanticscholar.org/5d
3a/8ae75864f5cf29df4a20c82a9be
3c000fd47.pdf
Kışoğlu, Mustafa. (2018, Februari). An
examination of science high
school students’ motivation
towards learning biology and their
attitude towards biology lesson.
International Journal of Higher
Education, 7(1): 151-64. URL:
http://www.sciedu.ca/journal/inde
x.php/ijhe/article/view/12832
Marcharis, Dita Alawiyah. (2015, 26 Juni). Beban
kognitif pelajar pada
pembelajaran biologi di sma
berbasis pesantren. Undergraduate
Thesis. Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia. URL:
http://repository.upi.edu/20265/
McKenzie, Walter. (2005). Multiple intelligences
and instructional technology.
ISTE - International Society for
Technology in Education. URL:
https://books.google.co.id/books?i
d=-
uhHXNQSwO8C&lpg=PP10&ots
=zilfF1OsjH&dq=Multiple%20Int
elligences%20Inventory%20Walte
r%20McKenzie&lr&hl=id&pg=P
A15#v=onepage&q&f=false
Miller, Sarah & Tanner, Kimberly D. (2015). A
portal into biology education: an
annotated list of commonly
encountered terms. CBE—Life
Sciences Education, 14: 1–14.
DOI: URL:
https://www.lifescied.org/doi/abs/
10.1187/cbe.15-03-0065
Mo, Jeffrey. (2019, 15 Januari). How is students’
motivation related to their
performance and anxiety?. PISA in
68 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan
Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147
Focus, 92. Paris: OECD
Publishing. URL:
https://www.oecd-
ilibrary.org/deliver/d7c28431-
en.pdf?itemId=%2Fcontent%2Fpa
per%2Fd7c28431-
en&mimeType=pdf
Nurohmah, Eva Fauziah. (2015, 30 Januari).
Efektivitas pendekatan saintifik
dalam meningkatkan hasil dan
motivasi belajar pelajar smp.
Undergraduate Thesis. Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia.
URL:
http://repository.upi.edu/22537/
OECD. (2016, 06 Desember). Students' attitudes
towards science and expectations
of science–related careers. Dalam
PISA 2015 Results (Volume I):
Excellence and Equity in
Education. Paris: OECD
Publishing. DOI:
https://dx.doi.org/10.1787/978926
4266490-7-en
OECD. (2019a, 26 April). Pisa 2018 assessment
and analytical framework. Paris:
OECD Publishing. URL:
https://www.oecd-
ilibrary.org/sites/f30da688-
en/index.html?itemId=/content/co
mponent/f30da688-en
OECD. (2019b, 06 November). Science
performance (pisa) (indicator).
Paris: OECD Publishing. DOI:
https://dx.doi.org/10.1787/919522
04-en
OECD/ADB. (2015, 25 Maret). Education in
indonesia: rising to the challenge.
Paris: OECD Publishing. URL:
https://www.adb.org/sites/default/f
iles/publication/156821/education-
indonesia-rising-challenge.pdf
Panchenko, Dmitri. (1994, 01 November). Thales's
prediction of a solar eclipse.
Journal for the History of
Astronomy, 25(4): 275-288. DOI:
https://dx.doi.org/10.1177%2F002
182869402500402
Resor, Cynthia Williams (2017a). Exploring
vacation and etiquette themes in
social studies, primary source
inquiry for middle and high
school. Maryland: Rowman &
Littlefield Publishers. URL:
https://teachingwiththemes.com/in
dex.php/book-1-info/
Resor, Cynthia Williams (2017b). Investigating
family, food, and housing themes
in social studies. Maryland:
Rowman & Littlefield Publishers.
URL:
https://teachingwiththemes.com/in
dex.php/book-2-info/
Rodgers, Joseph Lee, & Nicewander, W. Alan.
(1987, 01 Juni). Thirteen ways to
look at the correlation coefficient.
The American Statistician, 42(1):
59-66. URL:
https://www.stat.berkeley.edu/~rab
bee/correlation.pdf
Rosser, Andrew. (2018, 21 Februari). Beyond
access: making indonesia’s
education system work. Sidney:
Lowy Institute For International
Policy. URL:
https://www.lowyinstitute.org/publ
ications/beyond-access-making-
indonesia-s-education-system-
work
Seefeldt, Carol. (2005). How to work with
standards in the early childhood
classroom. Teachers College
Press. URL:
https://books.google.com/books?id
=PaAuwVyhVV8C&pg=PA47
Setiawan, Adib Rifqi, Utari, Setiya, & Nugraha,
Muhamad Gina. (2017, 22
September). Mengonstruksi
rancangan soal domain kompetensi
literasi saintifik pelajar smp kelas
viii pada topik gerak lurus.
Wahana Pendidikan Fisika, 2(2):
44-48. DOI:
https://dx.doi.org/10.17509/wapfi.
v2i2.8277
Setiawan, Adib Rifqi. (2017, 24 Februari).
Penerapan pendekatan saintifik
untuk melatihkan literasi saintifik
dalam domain kompetensi ada
topik gerak lurus di sekolah
menengah pertama.
Undergraduate Thesis. Universitas
Pendidikan Indonesia. URL:
http://repository.upi.edu/29074/
Setiawan, Adib Rifqi. (2019a, 14 Oktober).
Penyusunan program
pembelajaran biologi berorientasi
literasi saintifik. Seminar Nasional
69 Pembelajaran tematik berorientasi literasi saintifik – Adib Rifqi Setiawan
Jurnal Basicedu Vol 4 No 1 Januari 2020 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147
Sains & Entrepreneurship VI
(SNSE VI), 1(1): 348–355. URL:
http://conference.upgris.ac.id/inde
x.php/snse/article/view/255/183/
Setiawan, Adib Rifqi. (2019b, 07 Mei). Penerapan
pendekatan saintifik untuk melatih
literasi saintifik dalam domain
kompetensi pada topik gerak lurus
di sekolah menengah pertama.
Prosiding Seminar Nasional
Fisika (SiNaFi) 2018, 4 (1): 7-13.
URL:
http://proceedings.upi.edu/index.p
hp/sinafi/article/view/355
Setiawan, Adib Rifqi. (2019c, 26 Juni).
Peningkatan literasi saintifik
melalui pembelajaran biologi
menggunakan pendekatan
saintifik. Journal of Biology
Education, 2 (1): 223-235. URL:
http://journal.stainkudus.ac.id/inde
x.php/jobe/article/view/5278
Setiawan, Adib Rifqi. (2019d, 02 Oktober).
Efektivitas pembelajaran biologi
berorientasi literasi saintifik.
Thabiea : Journal of Natural
Science Teaching, 2 (2): 83–94.
DOI:
http://dx.doi.org/10.21043/thabiea.
v2i2.5345
Setiawan, Adib Rifqi. (2019e, 23 Maret). Upaya
meningkatkan motivasi belajar
dalam pembelajaran ilmu
pengetahuan alam (ipa) melalui
bacaan populer. Disampaikan
dalam Seminar Nasional Biologi
2019 Inovasi Penelitian dan
Pembelajaran Biologi III (IP2B
III), Universitas Negeri Surabaya.
DOI:
https://dx.doi.org/10.13140/RG.2.2
.13087.71847
Setiawan, Adib Rifqi; & Saputri, Wahyu Eka.
(2019, 13 November). Analisis
keabsahan dan keandalan science
motivation questionnaire ii (smq
ii) versi bahasa indonesia.
EdArXiv. DOI:
https://dx.doi.org/10.35542/osf.io/
4pmtu
Setiawan, Adib Rifqi; & Sari, Dewi Ratna. (2019).
A simple essay of natural science
curricula in indonesia. Open
Science Framework. DOI:
https://dx.doi.org/10.31219/osf.io/
uwn4r
Setiawan, Adib Rifqi; Puspaningrum, Mita; &
Umam, Khoirul. (2019, 29
November). Pembelajaran fiqh
mu’āmalāt berorientasi literasi
finansial. Tarbawy: Indonesian
Journal of Islamic Education,
6(02): 187–102. URL:
https://ejournal.upi.edu/index.php/t
arbawy/article/view/20887
Siayah, Syarofis, Kurniawati, Novi Khoirunnisa, &
Setiawan, Adib Rifqi. (2019, 29
November). Six main principles
for quality learning. EdArXiv.
DOI:
https://dx.doi.org/10.35542/osf.io/
9jbuc
Simpkins, Sandra D.; Price, Chara D.; & Garcia,
Krystal. (2015, 08 Mei). Parental
support and high school students'
motivation in biology, chemistry,
and physics: understanding
differences among latino and
caucasian boys and girls. Journal
of Research in Science Teaching,
52(10): 1386–1407. DOI:
https://dx.doi.org/10.1002/tea.212
46
Thiagarajan, Sivasailam, dkk. (1974). Instructional
development for training teachers
of exceptional children: a
sourcebook. Washington, D. C.:
National Center for Improvement
of Educational Systems
(DHEW/OE). URL:
https://files.eric.ed.gov/fulltext/ED
090725.pdf
Utari, Setiya, dkk. (2017, Februari). Recostructing
the physics teaching didactic based
on marzano’s learning dimension
on training the scientific literacies.
Journal of Physics: Conference
Series, 812 (1): 012102. DOI:
https://dx.doi.org/10.1088/1742-
6596/812/1/012102
Nazhruna: Jurnal Pendidikan Islam
Vol. 3 No 1 2020. Hal. 138-159 ISSN: 2614-8013
DOI: https://doi.org/10.31538/nzh.v3i1.522
http://e-journal.ikhac.ac.id/index.php/NAZHRUNA/
PENDIDIKAN LITERASI FINANSIAL
MELALUI PEMBELAJARAN FIQH MU’ĀMALĀT BERBASIS
KITAB KUNING
Adib Rifqi Setiawan Pondok Pesantren Ath-Thullab, Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS)
Naskah Diterima: 31-12-2019 Direvisi: 24-02-2020 Disetujui: 28-02-2020
Abstract This research goals to gain the design for a learning program to guide students in pondok pesantren on achieving financial literacy throught fiqh mu’āmalāt learning that is based on kitab kuning. We used R&D approach 4D model that reduced into three stages: define, design, and develop. It was gained a syllabus that completed by lesson plan, student worksheets, nor assessment instrument as well, that validated by experts and practitioners and reliability counted based on test.
Keywords: financial literacy; fiqh mu'āmalāt; kitab kuning; learning program.
Abstrak Riset ini bertujuan mendapatkan desain program pembelajaran untuk membimbing pelajar pondok pesantren dalam mencapai literasi finansial melalui pembelajaran fiqh mu'āmalāt berdasarkan kitab kuning. Kami menggunakan pendekatan R&D model 4D yang direduksi menjadi tiga tahap: mendefinisikan, merancang, dan mengembangkan. Diperoleh hasil berupa silabus yang dilengkapi oleh rencana pembelajaran, lembar kerja siswa, dan instrumen penilaian, yang divalidasi oleh para pakar dan praktisi serta keandalan dihitung berdasarkan uji coba.
Kata Kunci : fiqh mu'āmalāt; literasi finansial; kitab kuning; program pembelajaran. PENDAHULUAN
Kesadaran pelajar tingkat menengah saat ini terhadap masalah finansial dapat
dikatakan rendah. Temuan ini kami peroleh sebagai pengamat terlibat selama 40 hari terhadap
keseharian santri Pondok Pesantren Ath-Thullab Kudus. Pondok pesantren tersebut
menampung pelajar tingkat menengah dengan kisaran usia 11–19 tahun yang kebutuhan
finansial sepenuhnya ditanggung oleh wali santri. Temuan tersebut mengungkap bahwa
sebagian besar santri tidak menyadari dampak rincian pengeluaran harian terhadap keadaan
finansial bulanan serta tidak peduli kepada besaran biaya pendidikan di pondok pesantren
yang ditanggung oleh setiap wali santri. Kedua fakta tersebut ditambah data lain berupa
kecenderungan perilaku sebagian kecil santri yang menambah kerepotan sekaligus pengeluaran
wali santri, hasil pengamatan khusus terhadap kebijakan merit dalam pencairan titipan uang
saku, serta alasan yang mendasari keputusan dalam bertransaksi.
Adib Rifqi Setiawan
139 Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020
Anggapan bahwa santri tidak menyadari dampak rincian pengeluaran harian terhadap
finansial bulanan ditunjukkan oleh beberapa peristiwa. Misalnya ketika akan membeli barang
non-rutin dengan harga setara pengeluaran jajan selama sepekan. Dampak terhadap wali santri
ialah harus kembali memberikan uang saku sebelum waktu yang direncanakan. Pengurus
pondok pesantren yang terdiri dari santri relatif paling tua dapat dikatakan sama saja.
Kesamaan muncul karena pengurus tidak pernah membuat perencanaan pengeluaran tahunan
yang rapi dan rinci seperti diminta oleh salah satu pembina pondok pesantren.
Ketidakpedulian kepada besaran biaya pendidikan di pondok pesantren yang
dikeluarkan oleh setiap wali santri tampak dengan pengabaian terhadap rincian penggunaan
biaya pendidikan, walau informasi tersebut bersifat terbuka. Menarik untuk diperhatikan
bahwa santri yang mengabaikan informasi tersebut, ketika ditanya terkait pembayaran bulanan,
segera menghubungi wali santri. Dari sini tampak bahwa santri peduli kepada kewajiban
sekaligus acuh terhadap hak. Dampak ekstrim perilaku seperti ini antara lain tampak kentara
ketika rapat evaluasi makanan: sebagian santri menyampaikan permintaan menu makanan yang
melebihi anggaran serta sebagian lain menerima seutuhnya penuh kerelaan.
Beberapa perilaku sebagian kecil santri yang menambah kerepotan sekaligus
pengeluaran wali santri juga menunjukkan bahwa tingkat kesadaran terhadap masalah finansial
terbilang rendah. Beberapa santri tampak tak memperhitungkan besaran biaya tambahan yang
harus dikeluarkan oleh wali santri ketika meminta ditelepon, dikunjungi, atau dijemput pulang
di luar jadwal. Di luar masalah finansial secara langsung, tidak terdapat pula kesadaran dari
beberapa santri bahwa perilaku tersebut berdampak kepada keseharian wali santri, mulai
merusak fokus ketika sedang bekerja, menambah lelah yang tak perlu saat akan kembali
bekerja, sampai mengurangi keefektifan istirahat karena menimbulkan kecemasan.
Pengamatan lain yang dilakukan secara khusus kepada beberapa santri yang
menitipkan uang saku kepada pembina juga menguatkan hasil pengamatan umum. Kalau
terkait pembayaran bulanan beberapa santri tampak acuh terhadap hak, untuk urusan jajan
harian mereka kerap melupakan kewajiban sekaligus menuntut hak—untuk keperluan ini uang
saku dianggap hak. Temuan ini tampak dari tanggapan santri tersebut terhadap penerapan
merit untuk pencairan titipan uang saku, yang membuat tidak dapat dijalankan secara optimal.
Terkait alasan yang mendasari keputusan dalam bertransaksi kami peroleh dari
beberapa santri yang menggunakan kartu anjungan tunai mandiri (ATM). Hampir semua santri
mengatakan bahwa kartu ATM hanya berguna untuk menarik tunai tanpa harus ke bank.
Padahal beberapa bank seperti Bank Negara Indonesia (BNI) sudah membuka layanan setor
Pendidikan Literasi Finansial Melalui Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berbasis Kitab Kuning
Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020
140
menggunakan kartu ATM. Lebih lanjut, beberapa santri tidak tahu tentang kontrak (‘aqd)
terkait perbankan dari sisi fiqh mu’āmalāt. Selain itu, walau semua santri sudah mengerti bahwa
ribā telah disepakati ‘ulamā’ sebagai larangan umum dalam semua transaksi, mereka tidak dapat
menjelaskan posisi bunga bank (bank interest) dalam ruang lingkup ribā.
Di sisi lain, sebagai pemandu pembelajaran sorogan kitab kuning, kami juga mengalami
kebingungan terkait kelanjutan pembelajaran tersebut. Pembelajaran sorogan dipakai untuk
melatih keterampilan santri dalam mengomunikasikan kajian terhadap teks kitab kuning. Kitab
kuning yang dipilih adalah al-Ghōyah wa al-Taqrīb untuk santri tahun kedua dan Fatḥ al-Qorīb al-
Mujīb untuk santri tahun ketiga. Pilihan kitab kuning tersebut diambil karena matn al-Ghōyah wa
al-Taqrīb yang di-syarḥ-i Fatḥ al-Qorīb al-Mujīb adalah textbook klasik paling ringkas yang
memuat pembahasan fiqh maẓhab Syāfi’ī secara utuh. Kebingungan mulai muncul ketika
sebagian besar santri MTs hampir selesai menyajikan topik ibādāt. Letak kebingunan ialah
antara melanjutkan ke bagian mu’āmalāt yang diurai dalam al-Ghōyah wa al-Taqrīb atau
mengalihkan ke bagian ibādāt dari Fatḥ al-Qorīb al-Mujīb. Alhasil keputusan memperhatikan
fiqih mu’āmalāt memberi jawaban dalam bentuk solusi untuk mengatasi kebingungan tersebut.
Informasi tersebut melatarbelakangi harapan kami untuk turut memanfaatkan
pembelajaran fiqh mu’āmalāt sebagai upaya membimbing pelajar tingkat menengah mencapai
literasi finansial. Literasi finansial yang disebut di sini bermakna kemampuan menafsirkan
informasi finansial sebagai bahan membuat keputusan agar siap menerima dampak yang
diperoleh. Misalnya memahami dampak pembelian barang non-rutin terhadap kondisi uang
saku bulanan. Sebagai pelajar pondok pesantren, mestinya setiap keputusan termasuk dalam
hal finansial didasari oleh fiqh. Contohnya ketika ingin membuka rekening bank.
Nong Darol Mahmada menyampaikan bahwa fiqh adalah kumpulan hasil ijtihād ulamā’
klasik terhadap al-Qur’ān dan al-Ḥadīts sebagai dasar keseharian umat Islam dalam setiap
konteks kehidupan, mulai personal seperti ṣolāt, lokal seperti zakāt, sampai global seperti
siyāsat.1 Sementara Nasaruddin Umar menyebut bahwa fiqh adalah penafsiran kultural terhadap
sumber syarī’āt yang dikembangkan oleh ulamā’ sejak abad kedelapan.2 Kedua ungkapan
tersebut selaras dengan definisi fiqh yang dituturkan oleh beberapa ulamā’ dalam beberapa
textbook fiqh yang biasa dikaji di pondok pesantren maupun kitab kuning serupa.3 Misalnya
1 Nong Darol Mahmada, ―Membangun Fikih yang Pro-Perempuan,‖ http://linkis.com/ssfSZ, Tempo, 2001,
https://majalah.tempo.co/read/81720/membangun-fikih-yang-pro-perempuan. 2 Nasaruddin Umar, Ketika Fikih Membela Perempuan (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2014), 1. 3 Muḥammad Nawāwī ibn ‗Umar al-Bantānī, Nihāyatu al-Zayn (Beirut Lebanon: Dār al-Fikr, 2008), 6,
https://al-maktaba.org/book/6146; Muḥammad ibn Qāsim al-Ghozī, Fatḥ al-Qorīb al-Mujīb (Beirut Lebanon:
Adib Rifqi Setiawan
141 Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020
tuturan ‗Abd al-Roḥmān ibn Abī Bakr al-Suyūṭī dalam Itmam al-Dirōyāt li Qurrō’ al-Nuqōyat yang
menyebut bahwa fiqh adalah mengerti beberapa ḥukm syar’ī yang caranya melalui ijtihād.4 Dapat
dikatakan bahwa fiqh adalah mengerti tentang kumpulan dugaan kuat terhadap penafsiran
sumber syarī’āt dengan cara ijtihād sebagai bahan panduan praktis keseharian umat Islam yang
berlaku untuk semua konteks mulai personal, lokal, nasional, sampai global.
Pembahasan utuh fiqh secara umum biasa dimulai dari topik paling personal ‘ibādāt,
kemudian dilanjutkan ke topik lain yang lebih sosial seperti mu’āmalāt dan jināyāt. Urutan
pembahasan tersebut disusun berdasarkan nilai penting setiap topik berdasarkan tinjauan
syarī’āt serta tingkat keluasan konteks berlaku. Pembahasan paling awal berupa praktik ritual,
dengan urutan sesuai dengan ketentuan lima rukūn Islām.5 Selanjutnya karena kebutuhan
manusia terhadap transaksi ekonomi adalah hal yang sangat penting, pembahasan topik
mu’āmalāt diletakkan tepat setelah ‘ibādāt.6
Dilihat dari sisi urutan pembahasan, tampak bahwa fiqh secara serius sangat
memperhatikan masalah finansial. Keseriusan tersebut ditunjukkan dengan peletakan transaksi
finansial tepat setelah pembahasan praktik ritual. Perhatian fiqh tersebut diwujudkan dalam
bentuk memberi panduan operasional praktik transaksi finansial, antara lain berupa prinsip
dasar, unsur ḥukm, serta ketentuan umum setiap jenis transaksi finansial. Transaksi yang
dimaksud termasuk—sekaligus bukan hanya—ragam penjualan, kemitraan, peminjaman,
maupun penyewaan.
Masalah pendidikan finansial mulai diperhatikan lebih serius sejak 2005 silam oleh
OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) selaku organisasi multilateral yang
berupaya meningkatkan kualitas manusia secara global.7 Secara khusus OECD menyarankan
bahwa pendidikan finansial harus sedini mungkin dimulai di sekolah yang merupakan tahap
awal kehidupan pelajar. Alasan utama yang mendasari saran tersebut ialah nilai penting
berfokus kepada generasi muda untuk membekali keterampilan yang penting sebelum terlibat
Dār ibn Ḥazm, 2005), 22, https://al-maktaba.org/book/33949; Aḥmad ibn ‗Abd al-Azīz al-Malībārī, Fatḥ al-
Mu’īn bi Syarḥ Qurrotu al-‘Ayn bi Muhimmāt al-Dīn (Beirut Lebanon: Dār al-Khoir, 2005), 34, https://al-
maktaba.org/book/6140; Abū Bakr ‗Utsman ibn Muḥammad al-Dimyāṭī, I’ānatu al-Ṭōlibīn (Beirut Lebanon: Dār
al-Fikr, 1997), 21, https://al-maktaba.org/book/33983; Abū Bakr ibn Muḥammad al-Ḥuṣnī, Kifāyat al-Akhyār (Damaskus: Dār al-Fikr, 1994), 7, https://al-maktaba.org/book/6140.
4 ‗Abd al-Roḥmān ibn Abī Bakr al-Suyūṭī, Itmam al-Dirōyāt li Qurrō’ al-Nuqōyat (Beirut Lebanon: Dar al-Kotob Al-Ilmiyah, 1985), 65, https://al-maktaba.org/book/10733/66#p1.
5 Abū Bakr ‗Utsman ibn Muḥammad al-Dimyāṭī, I’ānatu al-Ṭōlibīn, 1024. 6 Abū Bakr ‗Utsman ibn Muḥammad al-Dimyāṭī, 734. 7 ―OECD. Recommendation on Principles and Good Practices for Financial Education and Awareness‖
(Paris: Directorate for Financial and Enterprise Affairs, 2005), 5, http://www.oecd.org/finance/financial-education/35108560.pdf.
Pendidikan Literasi Finansial Melalui Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berbasis Kitab Kuning
Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020
142
aktif dalam transaksi finansial serta relatif lebih efisien untuk melakukan pendidikan finansial
di sekolah ketimbang melakukan tindakan perbaikan untuk orang yang berusia tua.
Saran OECD pada 2005 tersebut kemudian dipertimbangkan sebagai bahan
mengembangkan kerangka kerja literasi dari PISA (Programme for International Students
Assessment).8 PISA adalah program internasional OECD untuk menilai performa akademik
pelajar berusia 15 tahun yang bertujuan untuk memberi bahan dalam meningkatkan
pendidikan negara yang terlibat.9
Penilaian PISA berfokus terhadap kemampuan pelajar untuk menggunakan
pengalaman terlibat pembelajaran ke dalam keseharian.10 Fokus ini membedakan penilaian
PISA dengan TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study), program dari IEA
(International Association for the Evaluation of Educational Achievement), yang fokus terhadap
penguasaan konten kurikuler tertentu. Dari sisi pondok pesantren, fokus tersebut selaras
dengan penafsiran ‗Abd al-Roḥmān ibn Abī Bakr al-Suyūṭī terhadap ayat 122 al-Taubat yang
disajikan dalam Tafsīr al-Jalālayn.11
Penilaian PISA tersebut biasanya dikenal lebih luas dengan istilah literasi. Literasi
dalam kerangka kerja PISA dikelompokkan menjadi empat bagian: membaca, matematis,
saintifik, dan finansial.12 Ketiga kelompok literasi pertama, yakni membaca, matematis, dan
saintifik, masing-masing sudah pernah menjadi fokus utama penilaian pada tahun tertentu,
yang diperbarui setiap 9 tahun. Sementara kelompok terakhir yakni literasi finansial, baru
masuk dalam penilaian sejak 2012 tanpa pernah menjadi fokus utama, malah sampai sekarang
masih menjadi penilaian pilihan. Fakta tersebut membuat literasi finansial lebih sedikit
diperhatikan di Indonesia, baik dari sisi kajian akademik maupun praktik pembelajaran,
khususnya untuk pendidikan menengah maupun pondok pesantren. Namun, perhatian sedikit
tidak membuat government Indonesia luput memberi perhatian. Bentuk perhatian tersebut ialah
menetapkan kebijakan untuk meningkatkan literasi finansial melalui program Strategi Nasional
8 ―OECD. PISA 2018 Assessment and Analytical Framework‖ (Paris: OECD Publishing, 2018), 119,
https://dx.doi.org/10.1787/b25efab8-en. 9 ―PISA 2018 Assessment and Analytical Framework,‖ Text, 2018, 11, https://www.oecd-
ilibrary.org/education/pisa-2018-assessment-and-analytical-framework_b25efab8-en. 10 ―PISA 2018 Assessment and Analytical Framework,‖ 128. 11 Muḥammad ibn Aḥmad al-Maḥallī dan ‗Abd al-Raḥmān ibn Abī Bakr al-Suyūṭī, Tafsīr al-Jalālayn (Cairo: Dār
al-Ḥadīts, 2010), 263, https://al-maktaba.org/book/12876/1618. 12 OECD. PISA 2018 Assessment and Analytical Framework. Paris: OECD Publishing, 26 April 2019, hlm. 11–2
. DOI: https://dx.doi.org/10.1787/b25efab8-en
Adib Rifqi Setiawan
143 Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020
Literasi Finansial pada 19 November.13 14 Program ini dirilis sebagai upaya mewujudkan
literasi finansial masyarakat Indonesia, sehingga dapat memanfaatkan produk dan layanan jasa
finansial yang sesuai untuk mencapai kesejahteraan berkelanjutan.
Berdasarkan sebaran informasi yang disampaikan, kami memandang bahwa fiqh
mu’āmalāt dan literasi finansial dapat dipadukan ke dalam program pembelajaran. Program
tersebut dapat diwujudkan dengan cara mengkaji indikator yang dibekalkan kepada pelajar,
bukan sekadar membiasakan mengerjakan soal literasi finansial yang diperkaya topik fiqh
mu’āmalāt. Karena itu, riset ini diarahkan untuk menyusun program pembelajaran untuk
mewujudkan pendidikan literasi finansial melalui pembelajaran fiqh mu’āmalāt berbasis kitab
kuning. Secara khusus, kami bermaksud menyusun program yang dapat digunakan dalam
pembelajaran di pondok pesantren yang kami kelola tanpa perlu mengubah struktur kurikulum
yang telah berlaku sejak lama. Sehingga sasaran pelajar yang dipilih dalam riset ini ialah di
tingkat pendidikan menengah. Pilihan ini juga didasari dengan fakta bahwa pada rentang
tersebut sebagian besar pelajar dapat dikatakan mandiri ketika terlibat transaksi finansial,
meski masih bergantung kepada wali sendiri dalam memperoleh pemasukan. Pondok
pesantren dipilih karena lembaga otentik Indonesia ini memiliki tujuan untuk memberi
keterampilan hidup melalui pendidikan kajian keislaman.15
Dengan demikian, rumusan masalah yang menjadi fokus dalam riset ini ialah,
―Bagaimana susunan program pembelajaran untuk mewujudkan pendidikan literasi finansial
melalui pembelajaran fiqh mu’āmalāt berbasis kitab kuning?‖
13 ―OJK. Strategi Nasional Literasi Finansial Indonesia (revisit 2017)‖ (Jakarta Pusat: Otoritas Jasa Finansial
(OJK), 2017), 2, https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/publikasi/Pages/Strategi-Nasional-Literasi-Finansial-Indonesia-(Revisit-2017)-.aspx; ―OECD. Recommendation,‖ 12.
14 ―National Strategies for Financial Education: OECD/INFE Policy Handbook - OECD‖ (Paris: OECD Publishing, 2015), 12, https://www.oecd.org/daf/fin/financial-education/national-strategies-for-financial-education-policy-handbook.htm; Kementerian Sekretariat Negara RI, ―Sambutan Presiden RI Pd Strategi Nasional Literasi Keuangan, tgl Nov 19 . 2013 , di JCC Selasa, 19 November 2013‖ (Jakarta Pusat: Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, 2013), https://www.setneg.go.id/baca/index/sambutan_presiden_ri_pd_strategi_nasional_literasi_finansial_tgl_19_nov_2013_di_jcc.
15 ―OECD & ADB. Education in Indonesia: Rising to the Challenge‖ (Paris: OECD Publishing, 2015), 69–72, https://www.adb.org/sites/default/files/publication/156821/education-indonesia-rising-challenge.pdf; Lanny Octavia, Pendidikan karakter berbasis tradisi pesantren: referensi untuk para guru, ustadz, pendidik, orang tua, dan mahasiswa pendidikan: kumpulan bahan ajar (Pejaten, Jakarta: Renebook, 2014), 1; Abdurrahman Wahid, Islamku Islam Anda Islam Kita: Agama Masyarakat Negara Demokrasi (Jakarta Pusat: The Wahid Institute, 2006), 223–24, https://archive.org/details/abdurrahmanwahid--islamkuislamandaislamkita2006; Madjid Nurcholis, Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan, 6 ed. (Jakarta: Paramadina Grup, 2016), 17.
Pendidikan Literasi Finansial Melalui Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berbasis Kitab Kuning
Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020
144
METODE PENELITIAN Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini berupa kajian pustaka tentang karakteristik
dan peta fiqh mu’āmalāt maupun kerangka kerja literasi finansial serta survei terhadap
rancangan dan temuan dari uji coba program yang disusun. Berdasarkan tujuan penelitian dan
kebutuhan data, dapat dipakai pendekatan R&D (research and development) desain model 4D
berupa define, design, develop, dan disseminate.16 Desain model 4D dipilih karena kami perlu
beberapa tahap yang masing-masing memerlukan cara pengumpulan dan pengolahan data
yang tidak selalu sama. Namun karena keterbatasan tenaga, desain model 4D dikurangi
menjadi 3 tahap berupa define, design, dan develop. Tahap define dilakukan untuk mengkaji pustaka
terkait karakteristik dan peta fiqh mu’āmalah maupun kerangka kerja literasi finansial. Luaran
kajian tersebut berupa matriks kaitan antara fiqh mu’āmalah dan literasi finansial sebagai acuan
dalam menyusun instrumen penilaian pembelajaran dan lembar kerja siswa di tahap design.
Susunan yang diperoleh dipakai sebagai bahan merancang program pembelajaran dalam
bentuk silabus di tahap develop. Tahap develop juga dipakai untuk menganalisis keabsahan dan
keandalan perangkat pembelajaran melalui ujicoba terbatas.
Tabel 1. Desain Riset
Tahap Pengumpulan Data
Pengolahan Data
Partisipan Riset Instrumen Riset
Define Kajian Pustaka
Analisis Deskriptif
Penulis -
Design Matriks Analisis
Analisis Deskriptif
Penulis -
Develop Judgement Expert
Penyekoran Hasil
Pakar fiqh mu‘āmalāt, finansial, dan pembelajaran
pendidikan menengah serta praktisi finansial
dan bahasa.
Lembar Survei Validasi
Internal Consistency
Perhitungan Koefisien
Alfa
Pelajar pondok pesantren tingkat
pendidikan menengah sebanyak 50 orang
Lembar Pengamatan Pelaksanaan Rencana Pembelajaran, Lembar
Kerja Siswa, dan Instrumen Penilaian
16 Sivasailam Thiagarajan dan And Others, Instructional Development for Training Teachers of Exceptional Children: A
Sourcebook (Council for Exceptional Children, 1920 Association Drive, Reston, Virginia 22091 (Single Copy, $5, 1974), 5, https://eric.ed.gov/?id=ED090725.
Adib Rifqi Setiawan
145 Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahap Define
Fiqh adalah mengerti tentang kumpulan dugaan kuat terhadap penafsiran sumber
syarī’āt dengan cara ijtihād sebagai bahan panduan praktis keseharian umat Islam yang berlaku
untuk semua konteks mulai personal, lokal, nasional, sampai global. Berdasarkan arahnya, peta
fiqh dapat diklasifikasi menjadi 2 kelompok besar: ibādāt dan mu’āmalāt. Arah pembahasan
kelompok ibādāt ialah hubungan antara manusia dengan Allōh (ḥablun min Allōh), sementara
mu’āmalāt adalah kelompok yang arahnya membahas hubungan antara manusia dengan selain
Allōh (ḥablun min al-nās dan ḥablun min al-‘ālam). Namun ketika textbook fiqh mengungkap kata
mu’āmalāt secara mutlak, ruang lingkup pembahasan cenderung hanya terbatas kepada
mu’āmalāt māliyyāt (transaksi finansial). Kecenderungan ini dapat ditemukan ketika kita
mengamati textbook fiqh utuh, seperti al-Ghōyah wa al-Taqrīb17, Fatḥ al-Mu'īn18, dan al-Fiqh al-
Islāmī wa Adillatuhu.19 Istilah mu’āmalāt yang dimaksud dalam riset ini ialah mu’āmalāt māliyyāt,
sehingga tidak mencakup topik munākaḥāt dan jināyāt.
Gambar 1. Klasifikasi Transaksi Finansial Berdasarkan Pemindahan Hak Milik Pembelajaran aktual di setiap lembaha dalam Yayasan Madrasah Tasywiquth Thullab
Salafiyyah (TBS) Kudus, termasuk Pondok Pesantren Ath-Thullab, didasarkan secara langsung
17 Aḥmad ibn al-Ḥusayn al-Aṣfiḥānī, al-Ghōyah wa al-Taqrīb (Kudus: Pondok Pesantren Ath-Thullab, 2019),
https://al-maktaba.org/book/11370. 18 Aḥmad ibn ‗Abd al-Azīz al-Malībārī, Fatḥ al-Mu’īn bi Syarḥ Qurrotu al-‘Ayn bi Muhimmāt al-Dīn, 34. 19 Wahbah ibn al-Muṣṭōfā al-Zuḥaylī, al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhu (Damaskus: Dār al-Fikr, 1989), 29,
https://al-maktaba.org/book/33954.
Transaksi
Penjualan
Penyimpanan
Peminjaman
Penyewaan Penjaminan
Pemberian
Penemuan
Pendidikan Literasi Finansial Melalui Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berbasis Kitab Kuning
Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020
146
terhadap uraian kitab kuning.20 Karena itu, fiqh mu’āmalah baru mulai dipelajari di tingkat
menengah. Di tahap define ini, peta fiqh mu’āmalah didasarkan secara langsung terhadap seluruh
kitab kuning yang dipakai di tingkat menengah. Setiap kitab kuning memiliki perbedaan
cakupan dan kedalaman ulasan terhadap ragam transaksi. Namun secara umum, dapat
diperoleh kesamaan dalam tiga kategori berupa: prinsip dasar, unsur ḥukm, dan jenis transaksi.
Prinsip dasar fiqh mu’āmalah berupa transaksi harus: berdasarkan kesepakatan bersama
antar pelaku yang diungkap secara sadar, transparan, dan memperhatikan aspek keadilan.
Unsur ḥukm dalam transaksi mencakup: ahliyyah (kapasitas ḥukm) berupa pelaku transaksi
sudah pubertas dan waras; māl (kekayaan) berupa sesuatu yang berguna dan bernilai, bukan
berupa barang ḥarōm (dilarang), maupun rincian kepemilikan sudah diketahui antar pelaku
transaksi; milkiyyah (kepemilikan) menyangkut jenis, metode, dan cakupan kepemilikan; serta
‘aqd (kontrak) yang menjelaskan kerangka kerja hubungan ḥukm yang dibuat oleh pelaku
transaksi dalam memanfaatkan kekayaan, seperti bai' (penjualan) dalam bentuk tatap muka
atau jarak jauh, musyārokah (kemitraan) permanen maupun berjangka, serta ijāroh (penyewaan)
benda atau jasa.
Tabel 2. Kitab Kuning Fiqh di Lingkungan Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah
Judul Kitab Kuning
Kategori Penyajian
Pondok Pesantren Ath-Thullab
Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS)
al-Ghōyah wa al-Taqrīb
matn Sorogan (MTs) Pembelajaran Fiqh (VII, VIII, dan MPA) Musyāwaroh (MTs)
Qurrotu al-‘Ayn
matn - Pembelajaran Fiqh (IX)
Fatḥ al-Qorīb al-Mujīb
syarḥ Sorogan (MA) Pembelajaran membaca kitab kuning (X – XII) Musyāwaroh (MA)
Fatḥ al-Mu'īn syarḥ Bandongan (semua santri)
Pembelajaran Fiqh (X – XII) Ujian membaca kitab kuning
(XII)
Literasi finansial dalam kerangka kerja PISA dibagi ke dalam 3 domain: konten,
proses, dan konteks.21 Domain konten adalah bidang yang harus dimengerti ketika terlibat
transaksi finansial. Domain konten mencakup: uang dan transaksi, perencanaan dan
pengelolaan finansial, risiko dan imbalan, serta lanskap finansial. Domain proses adalah sisi
kognitif yang digunakan untuk menggambarkan kemampuan dalam mengenali dan
20 Adib Rifqi Setiawan, ―Kurikulum Lokal Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) Kudus,‖ preprint
(Open Science Framework, 27 April 2019), 20, https://doi.org/10.31219/osf.io/dcvum. 21 OECD. PISA 2018 Assessment and Analytical Framework. Paris: OECD Publishing, 26 April 2019, hlm. 119–
164. DOI: https://dx.doi.org/10.1787/b25efab8-en
Adib Rifqi Setiawan
147 Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020
menerapkan konsep terkait transaksi serta dalam memahami, menganalisis,
mempertimbangkan, mengevaluasi dan menyarankan solusi finansial. Domain proses
mencakup: mengidentifikasi informasi finansial, menganalisis informasi dalam konteks
finansial, mengevaluasi masalah finansial, serta menerapkan pengetahuan dan pemahaman
finansial. Sementara domain konteks mengacu kepada situasi terkait penerapan pengetahuan,
keterampilan, dan pemahaman finansial. Domain konteks mencakup pendidikan dan
pekerjaan, rumah dan keluarga, individu, serta masyarakat.
Gambar 2. Kaitan antar Domain Literasi Finansial
Konten uang dan transaksi mencakup kesadaran tentang ragam bentuk dan tujuan
uang serta menangani transaksi moneter sederhana seperti pembayaran harian, pengeluaran,
nilai uang, kartu bank, cek, rekening bank, dan mata uang. Konten perencanaan dan
pengelolaan finansial mencakup pengetahuan dan kemampuan untuk memantau pemasukan
dan pengeluaran serta untuk menggunakan pemasukan dan sumber daya lain yang tersedia
dalam jangka pendek dan panjang guna meningkatkan kesejahteraan finansial.
Konten risiko dan imbalan adalah bidang utama literasi finansial, yang
menggabungkan kemampuan untuk mengidentifikasi cara mengelola, menyeimbangkan, dan
mengatasi risiko serta pemahaman tentang potensi keuntungan atau kerugian finansial di
berbagai konteks. Terdapat dua jenis risiko yang sangat penting dalam bidang ini. Yang
pertama berkaitan dengan kerugian finansial yang tidak dapat ditanggung seseorang, seperti
yang disebabkan oleh bencana atau biaya berulang. Yang kedua adalah risiko yang melekat
pada produk finansial, seperti perjanjian kredit dengan suku bunga variabel, atau produk
investasi.
Konten lanskap finansial berkaitan dengan karakter dan fitur dunia finansial, yang
mencakup pengetahuan hak dan tanggung jawab konsumen di pasar finansial maupun dalam
lingkungan finansial umum, serta implikasi utama dari kontrak finansial. Sumber daya
informasi dan peraturan ḥukm juga merupakan topik yang terkait dengan bidang konten
Literasi Finansial
Konten
Proses
Konteks
Pendidikan Literasi Finansial Melalui Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berbasis Kitab Kuning
Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020
148
lanskap finansial. Dalam arti luas, lanskap finansial menggabungkan pemahaman tentang
konsekuensi dari perubahan kondisi ekonomi dan kebijakan publik, seperti perubahan tingkat
suku bunga, inflasi, dan perpajakan.
Proses mengidentifikasi informasi finansial digunakan ketika orang mencari dan
mengakses sumber informasi finansial, serta mengidentifikasi kaitannya dengan kebutuhan.
Informasi ini dapat berbentuk teks cetak seperti kontrak kerja atau digital semisal iklan.
Contoh yang mungkin biasa dialami ialah fitur nota dan faktur pembelian serta laporan saldo
dalam rekening bank.
Proses menganalisis informasi dalam konteks finansial termasuk menafsirkan,
membandingkan, menyintesis, dan mengekstrapolasi informasi yang tersedia. Proses ini
melibatkan pengenalan terhadap informasi yang tidak eksplisit, seperti mengidentifikasi asumsi
yang mendasari atau implikasi dari masalah tertentu dalam konteks finansial. Contoh paling
mudah ialah membandingkan ketentuan yang ditawarkan oleh penyedia layanan jaringan yang
berbeda.
Proses mengevaluasi masalah finansial mencakup mengenali atau membangun
justifikasi dan penjelasan finansial serta menggunakan pengetahuan dan pemahaman finansial
yang diterapkan dalam konteks tertentu. Proses ini melibatkan penjelasan, penilaian, dan
generalisasi informasi yang tersedia. Karena itu, dalam proses ini diperlukan pemikiran kritis
dalam memahami dan membentuk pandangan tentang masalah finansial.
Proses menerapkan pengetahuan dan pemahaman finansial berfokus kepada
mengambil tindakan yang efektif dalam pengelolaan finansial berdasarkan pemahaman
produk, konteks, dan konsep terkair. Proses ini tercermin dalam kegiatan yang melibatkan
perhitungan dan penyelesaian masalah, yang seringkali harus mempertimbangkan kondisi
tertentu. Contoh dari proses ini adalah menghitung besaran bunga kredit pembelian barang.
Konteks pendidikan dan pekerjaan termasuk memahami slip pembayaran,
merencanakan menabung untuk pendidikan tinggi, menyelidiki manfaat dan risiko ikutserta
dalam skema tabungan di lembaga pendidikan atau tempat kerja.
Konteks rumah dan keluarga termasuk masalah finansial yang berkaitan dengan biaya
yang diperlukan untuk menjalankan rumah tangga seperti membeli perabotan rumah tangga
atau belanjaan keluarga, menyimpan catatan pengeluaran keluarga, serta membuat rencana
penganggaran dan prioritas pengeluaran.
Adib Rifqi Setiawan
149 Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020
Konteks individual mencakup masalah seperti membuka rekening bank, membeli
barang konsumsi pribadi, mengeluarkan uang untuk kegiatan pribadi, maupun urusan dengan
layanan finansial yang terkait, seperti kredit dan asuransi.
Konteks masyarakat mencakup hal-hal seperti hak dan tanggung jawab konsumen,
pajak, dan retribusi daerah, kepentingan bisnis, serta daya beli konsumen. Pilihan finansial
seperti menyumbang ke organisasi nirlaba dan lembaha amal juga dapat dimasukkan ke dalam
konteks ini.
Berdasarkan ulasan yang disajikan, dapat dikatakan bahwa bentuk paduan fiqh
mu’āmalāt dan literasi finansial ialah fiqh mu’āmalāt muncul untuk memperkaya perspektif
literasi finansial, sementara indikator literasi finansial dipakai agar pembiasaan melaksanakan
ketentuan fiqh mu’āmalāt bisa tepat guna. Paduan keduanya secara langsung dapat digunakan
untuk mewujudkan maqōṣid syarī’āt (beberapa tujuan syarī’āt), terutama dalam aspek menjaga
kekayaan (yaḥfaẓ al-māl), supaya dapat menghilangkan bahaya (yuzāl al-ḍoror) yang dialami
ketika terlibat transaksi.22
Tahap Design
Tahap design dimulai dengan menyusun instrumen penilaian pembelajaran. Pilihan ini
diambil karena hasil belajar berupa literasi finansial sebagai sudah ditentukan, sehingga lebih
tepat kalau instrumen penilaian pembelajaran disusun lebih dahulu. Dengan acuan penilaian
tersebut, kemudian ditentukan proses pembelajaran yang harus dialami oleh pelajar. Agar
tujuan proses tersebut selaras dengan hasil yang diharapkan, kami turut menyusun lembar
kerja siswa (LKS). LKS juga berguna untuk memudahkan pelaksanaan sekaligus mengevaluasi
proses pembelajaran. Langkah terakhir tahap design ini ialah menyusun program
pembelajaran, yang dibuat berdasarkan hasil yang diharapkan dan proses yang memungkinkan
untuk dilaksanakan.
Instrumen penilaian pembelajaran yang dipakai dalam penyusunan ini diadaptasi dari
Instrumen Penilaian Pembelajaran Fiqh Mu'āmalāt Berorientasi Literasi Finansial yang disusun oleh
Adib Rifqi Setiawan.23 Instrumen ini dipilih karena ujicoba yang telah dilakukan memberi hasil
berupa keseluruhan soal dapat dipakai dengan nilai keandalan sebesar 0,763. Instrumen
22 Abū Ḥāmid Muḥammad ibn Muḥammad al-Ghozālī, al-Mustaṣfā min ‘Ilm al-Uṣūl (Beirut Lebanon: Dar al-
Kotob Al-Ilmiyah, 1993), 174, https://al-maktaba.org/book/5459; Abd al-Roḥmān ibn Abī Bakr al-Suyūṭī, al-
Asybah wa al-Naẓō’ir (Beirut Lebanon: Dar al-Kotob Al-Ilmiyah, 1990), 83, https://al-maktaba.org/book/21719. 23 Adib Rifqi Setiawan, ―Instrumen Penilaian Pembelajaran Fiqh Mu‘āmalāt Berorientasi Literasi Finansial,‖
Eklektik : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan 2, no. 2 (30 Desember 2019): 258–72, https://doi.org/10.24014/ekl.v2i2.8117.
Pendidikan Literasi Finansial Melalui Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berbasis Kitab Kuning
Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020
150
tersebut disusun dalam tes objektif beralasan untuk menghindari kesubjektifan dalam
memeriksa jawaban, mengurangi kesulitan dalam memberikan skor, serta meminimalisir waktu
pengoreksian instrumen. Selain itu, dalam urusan finansial, biasanya seseorang sudah memiliki
beberapa pilihan dalam membuat keputusan. Keberadaan pilihan jawaban dipakai untuk
membiasakan pelajar untuk membuat keputusan berdasarkan beberapa pilihan. Penambahan
alasan dipakai untuk mengurangi peluang menjawab sekaligus membiasakan untuk tidak
bertindak secara spekulatif. Sehingga keberadaan alasan dalam penilaian bisa dijadikan faktor
tebakan (koefisien penilaian). Dengan demikian, penilaian setiap butir soal dilakukan
menggunakan persamaan berikut:24
(Persamaan 1) keterangan: = nilai setiap butir soal (skor 0–2) = skor setiap butir pilihan jawaban (nilai 0–1) = skor faktor tebakan setiap butir soal (nilai 0–2)
Tabel 3. Klasifikasi Faktor Tebakan
Skor Bentuk Uraian 2 Alasan terkait serta mendukung jawaban yang dipilih 1 Alasan terkait tanpa mendukung jawaban yang dipilih 0 Alasan tidak terkait dengan jawaban yang dipilih 0 Alasan tidak disampaikan
Sumber: Setiawan, Instrumen Penilaian Pembelajaran, 201925
Persamaan 1 dan tabel 3 menunjukkan bahwa setiap pilihan jawaban dan alasan dapat
memiliki skor sendiri. Skor faktor tebakan dapat maksimal selama alasan terkait serta
mendukung jawaban yang dipilih. Namun, karena jawaban yang dipilih salah, nilai yang
diperoleh dapat bernilai 0 akibat mengalami operasi perkalian. Begitu pula sebaliknya.
Konten literasi finansial : Lanskap finansial
Proses literasi finansial : Mengevaluasi masalah finansial Konteks literasi finansial : Masyarakat Topik fiqh mu'āmalāt : Mudhōrobah Soal : Rosé yang merupakan nasabah Bank BlackPink menerima surel berikut:
Nasabah Bank BlackPink yang terhormat Terdapat kesalahan di server kami dan detail login e-banking Anda telah hilang. Akibanya, Anda tidak memiliki akses e-banking.
24 Setiawan, 258. 25 Setiawan, 258.
Adib Rifqi Setiawan
151 Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020
Yang harus Anda perhatikan adalah akun Anda tidak lagi aman. Silakan klik tautan berikut dan lengkapi informasi sesuai petunjuk untuk memulihkan akses: https://bankblackpink.com/
10. Tanggapan yang harus segera dilakukan oleh Rosé terhadap surel tersebut ialah .... A. Membalas pesan berupa rincian detail login e-banking miliknya. B. Menghubungi Bank BlackPink untuk menanyakan tentang pesan surel. C. Mengikuti saran yang dipersilakan oleh pesan surel. D. Menanyakan pesan tersebut lebih lanjut melalui surel. Alasan: ____________________________________________________________ ___________________________________________________________________
Gambar 3. Contoh Butir Soal yang Disusun Sumber: Setiawan, Instrumen Penilaian Pembelajaran, 201926
Sampel soal yang disajikan melalui gambar 1 terkait dengan konten lanskap finansial
dalam konteks masyarakat. Hal ini karena internet banking adalah bagian dari transaksi
finansial yang memiliki banyak fitur dengan ruang lingkup lebih luas daripada urusan pribadi.
Proses terkait soal tersebut ialah mengevaluasi masalah finansial karena pelajar harus
mengevaluasi pilihan yang disajikan dan mengenali saran yang lebih menguntungkan atau tidak
lebih merugikan untuk diambil. Topik fiqh mu'āmalāt dalam sampel soal tersebut ialah transaksi
model mudhōrobah. Transaksi ini bersifat lebih umum daripada waḍī’ah, walau untuk remaja
terdapat program perbankan yang sekilas tampak menerapkan ‘aqd waḍī’ah seiring ketiadaan
biaya administrasi dan bunga bank, seperti BNI Taplus Anak dari BNI.
Melalui soal tersebut, pelajar dituntut untuk cakap dalam menganalisis produk finansial
sebagai bahan mengambilkeputusan ketika menghadapi masalah terkait, seperti penipuan atas
nama bank yang disajikan melalui soal. Dari sisi pembelajaran, kegiatan yang menunjang ke
arah tersebut ialah kajian tentang beberapa ‘aqd terkait, seperti mudhōrobah dan waḍī’ah serta
posisi bunga bank, biaya administrasi, serta pajak dalam ruang lingkup ribā. Kegiatan tersebut
dapat diwujudkan dengan multi-model yang selama ini telah mengakar diterapkan di pondok
pesantren, yakni: bandongan (ceramah atau lecture) untuk memberi uraian secara utuh terkait
dasar fiqh mu’āmalāt tertentu; sorogan agar dapat melatih pelajar dalam mengomunikasikan hasil
kajian terhadap topik tersebut, serta musyāwaroh (baḥts al-masā’il, problem-based learning, atau case-
based learning) guna membiasakan pelajar terampil dalam mengambil keputusan ketika
menghadapi masalah atau kasus tertentu.27
26 Setiawan, 258. 27 Syarofis Siayah, ―A Brief Explanation of Basic Science Education | Request PDF,‖ ResearchGate, diakses
1 Maret 2020, https://www.researchgate.net/publication/336162979.
Pendidikan Literasi Finansial Melalui Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berbasis Kitab Kuning
Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020
152
Tabel 4. Matriks Fiqh Mu'āmalāt dan Literasi Finansial untuk Instrumen Penilaian
No. Soal Domain Literasi Finansial Aspek Fiqh Mu'āmalāt Konten Proses Konteks
1–3 Uang dan transaksi Mengidentifikasi informasi finansial
Individu Istiṣnā’
4 Risiko dan imbalan
Menganalisis informasi dalam konteks
finansial
Pendidikan dan pekerjaan
Ijāroh 5–6 Musyārokah
7 Perencanaan dan pengelolaan
finansial
Menerapkan pengetahuan dan
pemahaman finansial
Rumah dan keluarga
Ijāroh 8–9 Murōbaḥah
10–12 Lanskap finansial Mengevaluasi masalah finansial
Masyarakat Mudhōrobah
Sumber: Setiawan, Instrumen Penilaian Pembelajaran, 201928
Dalam pelaksanaan proses pembelajaran, pelajar diberi LKS yang memuat langkah
sesuai dengan indikator yang dibekalkan. Dengan demikian LKS bisa menuntun pelajar untuk
mencapai hasil belajar yang telah ditetapkan. Secara rinci, LKS diberikan untuk meminta
pelajar mengembangkan ulasan yang disampaikan melalui bandongan sebagai bahan menyiapkan
sorogan (individual) serta musyāwaroh (kelompok). Secara urut, LKS disusun berdasarkan alur
penuturan al-Ghōyah wa al-Taqrīb. Alur ini dipilih agar pembelajaran sorogan kitab kuning serta
musyāwaroh naḥwiyyah, ṣorfiyyah, dan fiqhiyyah yang telah dilakukan tidak perlu mengalami
perubahan.
Karena uraian yang disampaikan dalam al-Ghōyah wa al-Taqrīb cukup singkat, melalui
LKS pelajar juga diarahkan agar mengelaborasi lebih lanjut melalui referensi lain, seperti
Qurrotu al-‘Ayn, Fatḥ al-Qorīb al-Mujīb, Kifāyat al-Akhyār, Fatḥ al-Mu'īn, Nihāyatu al-Zayn, Ḥāsyiyat
al-Bājūrī ‘alā Ibn Qōsim al-Ghōzī, I'ānatu al-Ṭōlibīn, dan al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhu. Pembiasaan
elaborasi juga dimaksudkan agar pelajar terbiasa membaca uraian secara utuh dan menyeluruh
dari beragam referensi.
Tahap Develop
Rancangan instrumen penilaian pembelajaran dan LKS tersebut kemudian dianalisis
keabsahan dan keandalannya di tahap develop sebagai bahan menyusun program pembelajaran.
Walau instrumen penilaian pembelajaran yang diapakai adalah hasil susunan yang sudah ada,
tapi kami menganggap perlu dilakukan validasi dan ujicoba kembali agar lebih selaras dengan
keadaan yang dihadapi. Keabsahan instrumen penilaian pembelajaran dan LKS ditentukan
28 Setiawan, ―Instrumen Penilaian Pembelajaran Fiqh Mu‘āmalāt Berorientasi Literasi Finansial,‖ 258.
Adib Rifqi Setiawan
153 Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020
berdasarkan validasi pakar.29 Validasi dilakukan terhadap keselarasan instrumen penilaian
pembelajaran dan LKS dengan program yang dikembangkan, kesesuaian indikator dengan
instrumen penilaian pembelajaran dan LKS, ketepatan jawaban dengan pertanyaan dalam
instrumen penilaian pembelajaran dan LKS, serta kecocokan tingkat pendidikan dengan
instrumen penilaian pembelajaran dan LKS. Kriteria untuk pakar tersebut berupa akademisi
dengan bidang kepakaran fiqh mu’āmalāt (Pakar-1), finansial (Pakar-2) dan pembelajaran
pendidikan menengah (Pakar-3) serta praktisi profesional bidang finansial (Pakar-4) dan terkait
bahasa (Pakar-5).
Instrumen yang dipakai untuk mengukur keabsahan ialah lembar validasi butir
pernyataan. Lembar tersebut diberi skor menggunakan skala Likert. 30 Kelebihan skala Likert
sebagai pengukur tanggapan secara verbal maupun numerik terhadap kuesioner, dapat
memberi nilai kuantitatif dalam rentang spektrum yang panjang. Sedangkan kekurangannya
berupa sikap terdistribusi secara normal ke dalam lima kategori persetujuan. Memperhatikan
kelebihan dan kekurangan, skala Likert dipilih karena hasilnya dapat diolah baik secara statistik
maupun desktriptif. Letak kekurangan berupa pembagian tingkat persetujuan ke dalam lima
kategori diatasi dengan menggunakan tujuh tingkat secara numerik.
Nilai keabsahan (validity) ditentukan berdasarkan penilaian pakar terhadap ketepatan
antara rancangan dan indikator, pertanyaan dan jawaban, serta soal dengan subjek sasaran.31
Hasil validasi berupa penilaian numerik skala 7 terhadap setiap butir pernyataan yang diolah
menggunakan persamaan 2, kemudian ditafsirkan berdasarkan tabel 5, yakni dapat digunakan
kalau memenuhi kriteria ‗sangat layak‘ atau ‗cukup layak‘.32
(Persamaan 2)
keterangan: = Nilai setiap butir pernyataan = skor setiap butir pernyataan = jumlah butir pernyataan
29 Jack R. Fraenkel & Norman E. Wallen, How To Design And Evaluate Research In Education ( 7th Ed.) [ 2009],
2009, 148, http://archive.org/details/methodology-alobatnic-libraries. 30 Likert Rensis, A Technique for the Measurement of Attitudes, 140 (New York: New York University, 1932), 55,
https://legacy.voteview.com/pdf/Likert_1932.pdf. 31 Jack R. Fraenkel dan Norman E. Wallen, How to Design and Evaluate Research in Education (McGraw-Hill,
2006), 148. 32 Adib Rifqi Setiawan, ―Penyusunan Program Pembelajaran Biologi Berorientasi Literasi Saintifik,‖ Seminar
Nasional Sains & Entrepreneurship 1, no. 1 (14 Oktober 2019): 2–4, http://conference.upgris.ac.id/index.php/snse/article/view/255.
Pendidikan Literasi Finansial Melalui Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berbasis Kitab Kuning
Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020
154
Tabel 5. Penafsiran Penilaian Keabsahan Instrumen
No. Rentang Rerata Penilaian Numerik Pakar (%) Kriteria Kelayakan 1 Sangat layak 2 Cukup layak 3 Tidak layak
Sumber: Setiawan, Penyusunan Program Pembelajaran, 201933
Sementara untuk mengukur keandalan (reliability), dipakai rancangan yang telah
diperbaiki berdasarkan lembar validasi. Keandalan instrumen penilaian pembelajaran dan
lembar kerja siswa ditentukan berdasarkan konsistensi internal (internal consistency). Konsistensi
internal biasanya diukur dengan alfa Cronbach (α), salah satu cara statistik untuk mengetahui
korelasi berpasangan antar butir pertanyaan atau pernyataan, yang dapat dihitung
menggunakan persamaan Kuder-Richardson Approaches (KR20) berikut:34
(
∑
) (Persamaan 3)
keterangan: = koefisien alfa = jumlah butir pernyataan = simpangan baku setiap butir = simpangan baku semua Persamaan 3 mengungkap bahwa alfa Cronbach adalah fungsi dari jumlah butir
pernyataan serta simpangan baku setiap butir dan keseluruhan. Ini menunjukkkan bahwa nilai
alfa Cronbach dapat meningkat ketika interelasi antar butir meningkat. Karena itu, dapat dipakai
untuk memperkirakan konsistensi internal sebagai nilai numerik keandalan skor instrumen
penilaian pembelajaran dan lembar kerja siswa. Persamaan 3 juga bermakna bahwa dibutuhkan
uji coba. Hasil ujicoba dapat ditafsirkan berdasarkan tabel 6, yakni dapat dipakai kalau nilai
koefisien alfa lebih besar dari 0,70.35 Dalam melaksanakan ujicoba tersebut kami memilih
partisipan sebanyak 50 pelajar. Keseluruhan partisipan ujicoba dipilih menggunakan teknik
convenience sampling untuk menghemat tenaga karena kami terlibat sebagai pemandu
pembelajaran aktual partisipan.36
Tabel 6. Penafsiran Penilaian Keandalan Instrumen
No. Nilai Alfa Cronbach Kategori Keandalan 1 α Luar biasa 2 α Baik 3 α Dapat diterima 4 α Dipertanyakan
33 Setiawan, 5. 34 Lee J. Cronbach, ―Coefficient Alpha and the Internal Structure of Tests,‖ Psychometrika 16, no. 3 (1
September 1951): 300, https://doi.org/10.1007/BF02310555. 35 Fraenkel dan Wallen, How to Design and Evaluate Research in Education, 157–58. 36 Osvaldo F. Morera dan Sonya M. Stokes, ―Coefficient α as a Measure of Test Score Reliability: Review of 3
Popular Misconceptions,‖ American Journal of Public Health 106, no. 3 (17 Februari 2016): 459, https://doi.org/10.2105/AJPH.2015.302993; Fraenkel dan Wallen, How to Design and Evaluate Research in Education, 101.
Adib Rifqi Setiawan
155 Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020
5 α Rendah 6 α Tidak dapat diterima
Hasil dari tahap develop berupa validasi pakar dan ujicoba digunakan sebagai bahan
penyusunan program pembelajaran dalam bentuk silabus. Berdasarkan pertimbangan prioritas
pembahasan, tingkat penalaran, serta struktur kurikulum, sasaran program pembelajaran ialah
pelajar yang sudah mengalami pembelajaran fiqh ‘ibādāt. Dalam bentuk aktual, sasaran tersebut
tampak secara langsung mengarah kepada santri yang memasuki tahun ketiga di pondok
pesantren. Namun, tidak menutup kemungkinan santri atau siswa di luar himpunan tersebut
masuk ke dalam sasaran program pembelajaran. Yang jelas, program pembelajaran
memerlukan rentang waktu paling sedikit satu semester serta alokasi wajar yang diperlukan
ialah dua semester. Kaitan antara silabus dengan instrumen penilaian pembelajaran dan LKS
mewujud dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP, lesson plan). Selanjutnya
instrumen penilaian pembelajaran, LKS, dan RPP dapat disebarkan secara luas dalam satu
paket perangkat pembelajaran atau terpisah. Satu paket yang dimaksud ialah digunakan
seutuhnya berdasarkan kerja kami. Sedangkan terpisah berarti hanya diambil seperlunya,
seperti instrumen penilaian pembelajaran untuk mengukur profil literasi finansial pelajar.
Keterbatasan tenaga membuat kami tidak melakukan penyebaran secara luas yang merupakan
tahap terakhir berupa disseminate.
Tabel 7. Hasil Validasi Pakar terhadap Instrumen Penilaian Pembelajaran
No. Soal Skor Setiap Pakar Skor Keseluruhan Kriteria Kelayakan
1 2 3 4 5
1 7 6 5 3 3 69 Cukup Layak
2 5 6 6 7 4 80 Sangat Layak
3 5 7 6 3 3 69 Cukup Layak
4 5 6 6 5 3 71 Sangat Layak
5 5 3 7 2 3 57 Cukup Layak
6 4 6 7 5 5 77 Sangat Layak
7 5 5 7 7 4 80 Sangat Layak
8 6 6 4 4 5 71 Sangat Layak
9 6 6 4 3 7 74 Sangat Layak
10 6 5 6 3 4 69 Cukup Layak
11 6 5 6 3 3 66 Cukup Layak
12 6 6 6 3 5 74 Sangat Layak
Pendidikan Literasi Finansial Melalui Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berbasis Kitab Kuning
Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020
156
SIMPULAN Dapat dikatakan bahwa fiqh mu’āmalāt dan literasi finansial dapat dipadukan. Bentuk
paduan fiqh mu’āmalāt dan literasi finansial ialah fiqh mu’āmalāt muncul untuk memperkaya
perspektif literasi finansial, sementara indikator literasi finansial dipakai agar pembiasaan
melaksanakan ketentuan fiqh mu’āmalāt bisa tepat guna. Paduan keduanya secara langsung
dapat digunakan untuk mewujudkan maqōṣid syarī’āt (beberapa tujuan syarī’āt), terutama dalam
aspek menjaga kekayaan (yaḥfaẓ al-māl), supaya dapat menghilangkan bahaya (yuzāl al-ḍoror)
yang dialami ketika terlibat transaksi. Karena itu, dapat disusun program pembelajaran yang
memadukan fiqh mu’āmalāt dan literasi finansial.
Berdasarkan pertimbangan prioritas pembahasan, tingkat penalaran, serta struktur
kurikulum, sasaran program pembelajaran ialah pelajar yang sudah mengalami pembelajaran
fiqh ‘ibādāt. Program pembelajaran tersebut memerlukan rentang waktu paling sedikit satu
semester untuk mempelajari ragam transaksi dalam kategori penjualan, penyimpanan,
peminjaman, penyewaan, penjaminan, pemberian, dan penemuan.
Seluruh ragam transaksi tersebut dipelajari dari sisi fiqh mu’āmalāt mencakup prinsip
dasar, unsur ḥukm, dan jenis transaksi, serta dari sisi literasi finansial meliputi konten, proses,
dan konteks. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran, pelajar diberi LKS yang memuat
langkah sesuai dengan indikator yang dibekalkan, guna menuntun pelajar untuk mengelaborasi
lebih lanjut supaya bisa mencapai hasil belajar yang telah ditetapkan. Hasil belajar diukur
menggunakan instrumen penilaian pembelajaran yang disusun berdasarkan indikator literasi
finansial dengan diperkaya topik fiqh mu’āmalāt.
Kami menganggap bahwa kerja yang kami lakukan ini masih perlu dilanjutkan. Apalagi
Keterbatasan tenaga membuat kami tidak melakukan penyebaran secara luas (disseminate) yang
merupakan tahap terakhir dalam metode riset model 4D. Karena itu, diharapkan penyusunan
program ini tidak dianggap final, sehingga perlu dilakukan perbaikan berlanjut.
UCAPAN TERIMA KASIH
Rasa terima kasih untuk seluruh warga Pondok Pesantren Ath-Thullab, Madrasah
Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) Kudus berkat kesempatan pembelajaran yang diberikan;
Syarofis Siayah dari Pondok Pesantren Yanaabii‘ul Quran Kudus, Arij Zulfi Mufassaroh dari
Madrasah Annajah Yamra Merauke; Ahmad Ulul Albab dari Yayasan Ar-Risalah Jakarta
Timur; Muflih Muhammad Mahiry dari Universitas Islam Indonesia (UII) Sleman; serta
Khoirul Umam, Muhammad Fahmil Huda, dan Nurtsalits Fahman Mughni dari Pondok
Pesantren Ath-Thullab Kudus atas bantuan teknis; maupun Wahyu Eka Saputri yang memberi
dorongan psikis untuk melakukan riset. ИOLZΛ!
Adib Rifqi Setiawan
157 Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020
REFERENSI
Abd al-Roḥmān ibn Abī Bakr al-Suyūṭī. al-Asybah wa al-Naẓō’ir. Beirut Lebanon: Dar al-Kotob
Al-Ilmiyah, 1990. https://al-maktaba.org/book/21719.
‗Abd al-Roḥmān ibn Abī Bakr al-Suyūṭī. Itmam al-Dirōyāt li Qurrō’ al-Nuqōyat. Beirut Lebanon:
Dar al-Kotob Al-Ilmiyah, 1985. https://al-maktaba.org/book/10733/66#p1.
Abū Bakr ibn Muḥammad al-Ḥuṣnī. Kifāyat al-Akhyār. Damaskus: Dār al-Fikr, 1994.
https://al-maktaba.org/book/6140.
Abū Bakr ‗Utsman ibn Muḥammad al-Dimyāṭī. I’ānatu al-Ṭōlibīn. Beirut Lebanon: Dār al-Fikr,
1997. https://al-maktaba.org/book/33983.
Abū Ḥāmid Muḥammad ibn Muḥammad al-Ghozālī. al-Mustaṣfā min ‘Ilm al-Uṣūl. Beirut
Lebanon: Dar al-Kotob Al-Ilmiyah, 1993. https://al-maktaba.org/book/5459.
Aḥmad ibn ‗Abd al-Azīz al-Malībārī. Fatḥ al-Mu’īn bi Syarḥ Qurrotu al-‘Ayn bi Muhimmāt al-Dīn.
Beirut Lebanon: Dār al-Khoir, 2005. https://al-maktaba.org/book/6140.
Aḥmad ibn al-Ḥusayn al-Aṣfiḥānī. al-Ghōyah wa al-Taqrīb. Kudus: Pondok Pesantren Ath-
Thullab, 2019. https://al-maktaba.org/book/11370.
Cronbach, Lee J. ―Coefficient Alpha and the Internal Structure of Tests.‖ Psychometrika 16, no.
3 (1 September 1951): 297–334. https://doi.org/10.1007/BF02310555.
Fraenkel, Jack R., dan Norman E. Wallen. How to Design and Evaluate Research in Education.
McGraw-Hill, 2006.
Jack R. Fraenkel & Norman E. Wallen. How To Design And Evaluate Research In Education ( 7th
Ed.) [ 2009], 2009. http://archive.org/details/methodology-alobatnic-libraries.
Kementerian Sekretariat Negara RI. ―Sambutan Presiden RI Pd Strategi Nasional Literasi
Keuangan, tgl Nov 19 . 2013 , di JCC Selasa, 19 November 2013.‖ Jakarta Pusat:
Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, 2013.
https://www.setneg.go.id/baca/index/sambutan_presiden_ri_pd_strategi_nasional_li
terasi_finansial_tgl_19_nov_2013_di_jcc.
Morera, Osvaldo F., dan Sonya M. Stokes. ―Coefficient α as a Measure of Test Score
Reliability: Review of 3 Popular Misconceptions.‖ American Journal of Public Health 106,
no. 3 (17 Februari 2016): 458–61. https://doi.org/10.2105/AJPH.2015.302993.
Muḥammad ibn Aḥmad al-Maḥallī, dan ‗Abd al-Raḥmān ibn Abī Bakr al-Suyūṭī. Tafsīr al-
Jalālayn. Cairo: Dār al-Ḥadīts, 2010. https://al-maktaba.org/book/12876/1618.
Pendidikan Literasi Finansial Melalui Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berbasis Kitab Kuning
Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020
158
Muḥammad ibn Qāsim al-Ghozī. Fatḥ al-Qorīb al-Mujīb. Beirut Lebanon: Dār ibn Ḥazm, 2005.
https://al-maktaba.org/book/33949.
Muḥammad Nawāwī ibn ‗Umar al-Bantānī. Nihāyatu al-Zayn. Beirut Lebanon: Dār al-Fikr,
2008. https://al-maktaba.org/book/6146.
―National Strategies for Financial Education: OECD/INFE Policy Handbook - OECD.‖
Paris: OECD Publishing, 2015. https://www.oecd.org/daf/fin/financial-
education/national-strategies-for-financial-education-policy-handbook.htm.
Nong Darol Mahmada. ―Membangun Fikih yang Pro-Perempuan.‖ Http://linkis.com/ssfSZ.
Tempo, 2001. https://majalah.tempo.co/read/81720/membangun-fikih-yang-pro-
perempuan.
Nurcholis, Madjid. Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan. 6 ed. Jakarta: Paramadina Grup,
2016.
Octavia, Lanny. Pendidikan karakter berbasis tradisi pesantren: referensi untuk para guru, ustadz,
pendidik, orang tua, dan mahasiswa pendidikan: kumpulan bahan ajar. Pejaten, Jakarta:
Renebook, 2014.
―OECD & ADB. Education in Indonesia: Rising to the Challenge.‖ Paris: OECD Publishing,
2015. https://www.adb.org/sites/default/files/publication/156821/education-
indonesia-rising-challenge.pdf.
―OECD. PISA 2018 Assessment and Analytical Framework.‖ Paris: OECD Publishing, 2018.
https://dx.doi.org/10.1787/b25efab8-en.
―OECD. Recommendation on Principles and Good Practices for Financial Education and
Awareness.‖ Paris: Directorate for Financial and Enterprise Affairs, 2005.
http://www.oecd.org/finance/financial-education/35108560.pdf.
―OJK. Strategi Nasional Literasi Finansial Indonesia (revisit 2017).‖ Jakarta Pusat: Otoritas
Jasa Finansial (OJK), 2017. https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-
kegiatan/publikasi/Pages/Strategi-Nasional-Literasi-Finansial-Indonesia-(Revisit-
2017)-.aspx.
―PISA 2018 Assessment and Analytical Framework.‖ Text, 2018. https://www.oecd-
ilibrary.org/education/pisa-2018-assessment-and-analytical-framework_b25efab8-en.
Rensis, Likert. A Technique for the Measurement of Attitudes. 140. New York: New York
University, 1932. https://legacy.voteview.com/pdf/Likert_1932.pdf.
Adib Rifqi Setiawan
159 Nazhruna: Vol. 3 No. 1 2020
Setiawan, Adib Rifqi. ―Instrumen Penilaian Pembelajaran Fiqh Mu‘āmalāt Berorientasi Literasi
Finansial.‖ Eklektik : Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan 2, no. 2 (30
Desember 2019): 258–72. https://doi.org/10.24014/ekl.v2i2.8117.
———. ―Kurikulum Lokal Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) Kudus.‖ Preprint.
Open Science Framework, 27 April 2019. https://doi.org/10.31219/osf.io/dcvum.
———. ―Penyusunan Program Pembelajaran Biologi Berorientasi Literasi Saintifik.‖ Seminar
Nasional Sains & Entrepreneurship 1, no. 1 (14 Oktober 2019).
http://conference.upgris.ac.id/index.php/snse/article/view/255.
Syarofis Siayah. ―A Brief Explanation of Basic Science Education | Request PDF.‖
ResearchGate. Diakses 1 Maret 2020.
https://www.researchgate.net/publication/336162979.
Thiagarajan, Sivasailam, dan And Others. Instructional Development for Training Teachers of
Exceptional Children: A Sourcebook. Council for Exceptional Children, 1920 Association
Drive, Reston, Virginia 22091 (Single Copy, $5, 1974.
https://eric.ed.gov/?id=ED090725.
Umar, Nasaruddin. Ketika Fikih Membela Perempuan. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2014.
Wahbah ibn al-Muṣṭōfā al-Zuḥaylī. al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhu. Damaskus: Dār al-Fikr,
1989. https://al-maktaba.org/book/33954.
Wahid, Abdurrahman. Islamku Islam Anda Islam Kita: Agama Masyarakat Negara Demokrasi.
Jakarta Pusat: The Wahid Institute, 2006.
https://archive.org/details/abdurrahmanwahid--islamkuislamandaislamkita2006.
Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 2 No 1 April 2020 p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071
Jurnal Edukatif Volume 2 Nomor 1 April 2020 Halaman 28-37
EDUKATIF: JURNAL ILMU PENDIDIKAN
Research & Learning in Education
https://edukatif.org/index.php/edukatif/index
Lembar Kegiatan Literasi Saintifik untuk Pembelajaran Jarak Jauh
Topik Penyakit Coronavirus 2019 (COVID-19)
Adib Rifqi Setiawan
1
Pondok Pesantren Ath-Thullab, Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS)1,
e-mail : [email protected]
Abstrak
Riset ini bertujuan untuk merancang dan menerapkan beberapa lembar kegiatan literasi saintifik
untuk pembelajaran jarak jauh topik penyakit Coronavirus 2019 (COVID-19) bagi siswa sekolah
dasar. Pendekatan yang digunakan adalah metode kombinasi model eksploratoris berurutan yang
melibatkan sampel 35 siswa sekolah dasar yang mengalami pembelajaran jarak jauh karena COVID-
19. Instrumen penelitian menggunakan rancangan lembar kegiatan literasi saintifik sesuai tahap inti
pendekatan saintifik, yang telah ditinjau dan dinilai oleh para pakar. Pelaksanaan menunjukkan
bahwa literasi saintifik siswa belum dilatih secara optimal, walau rancangan lembar kegiatan literasi
saintifik ini dapat ditanggapi oleh siswa selama pembelajaran jarak jauh. Kata Kunci: COVID-19, lembar kegiatan siswa, literasi saintifik, pembelajaran jarak jauh.
Abstract
This research goals to design and implement scientific literacy worksheets for distance learning in the topic of
Coronavirus 2019 (COVID-19) to primary school students. The approach used is mixed method sequential
exploratory model involving sample 35 primary students who take the distance learning due COVID-19. The
research instrument used is design of scientific literacy worksheets based on the core stage of the scientific
approach, which had been reviewed and judged by experts. The implementation shows that students‘ scientific
literacy has not been trained optimally, although this design of scientific literacy worksheets can be responded
by students during distance learning.
Keywords: COVID-19, distance learning, scientific literacy, student worksheets
@Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan 2020
Corresponding author :
Address : Jl. KH. Turaichan Adjhuri, Kota, Kudus, Indonesia ISSN 2656-8071 (Media Cetak)
Email : [email protected] ISSN 2656-8063 (Media Online)
Phone : +62-856-4067-6017
29 Lembar Kegiatan Literasi Saintifik untuk Pembelajaran Jarak Jauh Topik Penyakit Coronavirus 2019
(COVID-19) – Adib Rifqi Setiawan
Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 2 No 1 April 2020 p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071
PENDAHULUAN
COVID-19 merupakan penyakit menular
yang disebabkan oleh sindrom pernapasan akut
coronavirus 2 (severe acute respiratory syndrome
coronavirus 2 atau SARS-CoV-2). Virus ini
merupakan keluarga besar Coronavirus yang dapat
menyerang hewan. Ketika menyerang manusia,
Coronavirus biasanya menyebabkan penyakit
infeksi saluran pernafasan, seperti flu, MERS
(Middle East Respiratory Syndrome), dan SARS
(Severe Acute Respiratory Syndrome). COVID-19
sendiri merupakan coronavirus jenis baru yang
ditemukan di Wuhan, Hubei, China pada tahun
2019 (Ilmiyah, 2020; Hui, et al., 2020). Karena itu,
Coronavirus jenis baru ini diberi nama
Coronavirus disease-2019 yang disingkat menjadi
COVID-19. COVID-19 sejak ditemukan menyebar
secara luas hingga mengakibatkan pandemi global
yang berlangsung sampai saat ini. Gejala COVID-
19 umumnya berupa demam 38°C, batuk kering,
dan sesak nafas serta dampak paling buruk untuk
manusia ialah kematian. Sampai 19 April 2020
pukul 10:38:37 WIB, dilaporkan terdapat
2.329.539 kasus terkonfirmasi dari 185 negara
yang 160.717 orang diantaranya meninggal dunia
serta 595.229 orang bisa disembuhkan (Johns
Hopkins CSSE, 2020).
Pandemi global yang terjadi pula di
Indonesia membuat banyak pihak berupaya ikut
berperan serta dalam mengatasi. Para dokter umum
dan spesialis angkat bicara bersama guna memberi
penjelasan singkat kepada masyarakat maupun
imbauan agar menjaga kebersihan diri dan
lingkungan sekaligus tak banyak keluar rumah
(Irene, et al., 2020). Grace Natalie Louisa sebagai
tokoh politik ikut mengucapkan tanggapan secara
lisan berupa usulan kepada government Indonesia
agar memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT)
kepada warga yang menggantungkan hidup pada
pendapatan harian serta melakukan tes COVID-19
secara gratis (Louisa, 2020). Nahdlatul Ulama
(NU) sebagai organisasi kemasyarakatan juga turut
beraksi menanggapi dengan membentuk Satuan
Tugas PBNU Cegah Covid-19. Salah satu hasil
kerja yang dilakukan satgas ini ialah protokol di
lembaga NU setiap tingkatan guna diberlakukan di
setiap lembaga yang berafiliasi dengan NU.
Protokol ini disiapkan sebagai upaya agar warga
NU dan masyarakat secara luas dapat memahami
tentang COVID-19, bisa mencegahnya agar tidak
terinfeksi, serta tidak panik dalam menanggapi
(Ilmiyah, 2020).
Salah satu dampak pandemi Coronavirus
2019–20 ialah terhadap pendidikan di seluruh
dunia, yang mengarah kepada penutupan luas
sekolah, madrasah, universitas, dan pondok
pesantren. Kami turut merasakan dampak tersebut
berupa perubahan pelaksanaan pembelajaran di
madrasah dan pondok pesantren. Rekan kami,
Surotul Ilmiyah, yang sedang mengambil studi
doktoral di Xiangya School of Public Health,
Central South University (CSU), Changsha,
Hunan, China, sampai saat ini belum bisa kembali
ke universitas. UNESCO (United Nations
Educational, Scientific and Cultural Organization)
pada 4 Maret 2020 menyarankan penggunaan
pembelajaran jarak jauh dan membuka platform
pendidikan yang dapat digunakan sekolah dan
guru untuk menjangkau peserta didik dari jarak
jauh dan membatasi gangguan pendidikan
(UNESCO, 2020). Sehubungan dengan
perkembangan tersebut, Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan (Kemendikbud) turut mengambil
kebijakan sebagai panduan dalam menghadapi
penyakit tersebut di tingkat satuan pendidikan
(Kemendikbud, 2020). Secara global, hasil
pantauan UNESCO menyebutkan bahwa sampai
13 April sebanyak 191 negara telah menerapkan
penutupan nasional yang berdampak kepada
1.575.270.054 siswa (91.3% dari populasi siswa
dunia) (UNESCO, 2020).
Berdasarkan keadaan yang terjadi, kami
turut menyusun lembar kegiatan siswa (LKS),
guna memandu pembelajaran jarak jauh yang tidak
banyak berbeda dengan kegiatan di sekolah.
Sebagai pengajar, kami telah menerapkan
pembelajaran literasi saintifik sejak awal tahun
pembelajaran (Setiawan, 2020). Karena itu,
diharapkan pembelajaran jarak jauh tetap
mempertahanan proses pembelajaran literasi
saintifik walau dengan cara dan tingkat berbeda.
Guna menyelaraskan upaya tersebut dengan
keadaan yang terjadi, kami menyusun LKS
berdasarkan indikator literasi saintifik yang
memuat topik COVID-19.
30 Lembar Kegiatan Literasi Saintifik untuk Pembelajaran Jarak Jauh Topik Penyakit Coronavirus 2019
(COVID-19) – Adib Rifqi Setiawan
Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 2 No 1 April 2020 p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071
Riset ini bertujuan untuk merancang dan
menerapkan beberapa lembar kegiatan literasi
saintifik untuk pembelajaran jarak jauh topik
penyakit Coronavirus 2019 (COVID-19) bagi
siswa sekolah dasar. Karena itu, pertanyaan riset
ini ialah, ―Bagaimana lembar kegiatan literasi
saintifik untuk pembelajaran jarak jauh dalam
topik penyakit Coronavirus 2019 (COVID-19)?‖
METODE PENELITIAN
Riset ini membutuhkan data berupa kajian
pustaka tentang karakteristik pembelajaran jarak
jauh, indikator literasi saintifik, informasi terkait
COVID-19, serta survei dan hasil penerapan
rancangan LKS. Berdasarkan tujuan riset dan
kebutuhan data, kami memilih memakai metode
kombinasi (mixed method) (Sugiyono, 2018;
Creswell, 2014; Fraenkel, Wallen, & Hyun, 2012).
Pendekatan ini dipilih karena kami ingin
menyusun LKS berdasarkan kajian pustaka terkait
karakteristik pembelajaran jarak jauh dan indikator
literasi saintifik yang memuat topik COVID-19.
Susunan tersebut kemudian dilihat keabsahan dan
keandalannya berdasarkan survei kemudian
diterapkan ke dalam pembelajaran, untuk diulas
lebih lanjut dari sisi pelaksanaan. Karena urutan
awal menggunakan metode kualitatif dan akhir
memakai metode kuantitatif, model kombinasi
yang digunakan berupa eksploratoris berurutan
(sequential exploratory) (Sugiyono, 2018;
Creswell, 2014; Fraenkel, Wallen, & Hyun, 2012).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembelajaran jarak jauh adalah
pembelajaran ketika siswa dan pengajar tidak
selalu hadir secara fisik secara bersamaan di
sekolah. Pelaksanaan dapat sepenuhnya jarak jauh
(hybrid) atau campuran jarak jauh dengan kelas
(blended). Salah satu upaya pembelajaran jarak
jauh paling awal muncul dalam iklan berjudul
Caleb Philipps, Teacher of the new method of
Short Hand yang diterbitkan melalui koran Boston
Gazette pada tahun 1728 sebagai upaya pengajar
mencari siswa yang ingin belajar dengan cara
tersebut (Holmberg, 2005, hal. 13). Pembelajaran
jarak jauh pertama seperti dialami pada saat ini
dilakukan oleh Isaac Pitman pada tahun 1840-an,
yang mengajarkan sistem steno dengan
mengirimkan beberapa teks yang ditranskripsi
menjadi steno pada kartu pos dan menerima
transkripsi dari para siswa guna diberi umpan balik
(Simonson, 2019, hal. 18). Unsur umpan balik
adalah inovasi penting dari sistem Isaac Pitman.
Perkembangan penggunaan internet telah
menjadikan pembelajaran jarak jauh lebih mudah
dan cepat, bahkan saat ini sekolah dan universitas
virtual memberikan kurikulum daring penuh (Gold
& Maitland, 1999). Di Indonesia, salah satu
universitas yang membuka fasilitas pembelajaran
jarak jauh blended ialah program pasca sarjana
Pendidikan IPA Universitas PGRI Semarang
(UPGRIS) (Roshayanti, 2019).
Kelebihan pembelajaran jarak jauh antara
lain: dapat memperluas akses pendidikan untuk
masyarakat umum dan bisnis karena struktur
penjadwalan yang fleksibel mengurangi efek dari
banyak kendala waktu dan tempat, penyerahan
beberapa kegiatan di luar lokasi mengurangi
kendala kapasitas kelembagaan yang timbul dari
kebutuhan bangunan infrastruktur, serta terdapat
potensi untuk meningkatkan akses ke lebih banyak
pakar dari beragam latar belakang geografis,
sosial, budaya, ekonomi, dan pengalaman. Namun,
pembelajaran jarak jauh juga memiliki kekurangan
antara lain: hambatan untuk pembelajaran efektif
seperti gangguan rumah tangga dan teknologi yang
tidak dapat diandalkan, interaksi yang tidak
memadai antara siswa dan pengajar, serta
kebutuhan untuk pengalaman yang lebih banyak.
Pengamatan naturalistic yang kami
lakukan terhadap pelaksanaan pembelajaran jarak
jauh di Kabupaten Kudus pada tahap awal
diterapkan menunjukkan bahwa pihak yang terlibat
lebih banyak berupaya untuk beradaptasi dengan
platform daripada kegiatan pembelajaran serta
kesulitan dalam manajemen waktu dan disiplin
diri. Karena itu, kami melihat bahwa siswa dan
pengajar perlu menyepakati platform yang
digunakan sekaligus waktu pelaksanaan.
Kesepakatan ini harus diambil untuk mengurangi
potensi gagal hanya karena tidak bisa
menggunakan platform sekaligus tetap terdapat
interaksi langsung selama pembelajaran (Setiawan,
2020).
31 Lembar Kegiatan Literasi Saintifik untuk Pembelajaran Jarak Jauh Topik Penyakit Coronavirus 2019
(COVID-19) – Adib Rifqi Setiawan
Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 2 No 1 April 2020 p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071
Sehubungan dengan keadaan tersebut,
pembelajaran jarak jauh yang kami lakukan
menggunakan platform WhatsApp. Layanan olah
pesan ini dipilih karena biasa dipakai oleh pengajar
(penulis) dan siswa (sampel) serta memungkinkan
pengguna untuk mengirim pesan teks dan pesan
suara, melakukan panggilan suara dan video,
berbagi gambar, video, dokumen, lokasi pengguna,
dan media lainnya. Waktu yang disepakati oleh
pengajar dan siswa ialah pada pagi–siang hari
seperti waktu sekolah pada umumnya.
Kesepakatan waktu ini diambil agar proses
pembelajaran tetap mempertahankan sisi interaksi
secara langsung.
Pelaksanaan dilakukan dengan memberi
bahan panduan kegiatan yang dibagikan setiap hari
guna dilaksanakan kemudian hasilnya dilaporkan
secara pribadi. Kekurangan cara ini ialah tidak
langsung dapat menanggapi pertanyaan dan/atau
laporan pelajar, tapi memiliki kelebihan berupa
lebih bersifat personal ketimbang klasikal.
Bahan panduan kegiatan tersebut berupa
lembar kegiatan siswa (LKS) yang memuat
langkah kegiatan serta saran referensi yang dapat
digunakan. Saran referensi utama berupa buku
pelajaran yang dipakai ketika pembelajaran di
sekolah. Sementara saran referensi tambahan
berupa bacaan, gambar, audio, dan/atau video
terkait topik yang dibahas.
LKS disusun berdasarkan tahap inti
pendekatan saintifik dan indikator literasi saintifik.
Tahap tersebut memuat beberapa langkah, yakni
mengamati, menanya, mengolah informasi,
mengomunikasikan hasil, serta menelaah kembali
(Setiawan, 2017). Indikator literasi saintifik yang
dipakai mengacu kepada Setiawan (2020),
mencakup aspek menjelaskan masalah,
menafsirkan data, dan mengomunikasikan
informasi secara ilmiah serta merencanakan,
melakukan, dan mengevaluasi penyelidikan
ilmiah, yang dapat dilihat melalui tabel 1. Kaitan
secara rinci antara langkah dan indikator dapat
dilihat melalui tabel 2. Topik yang dipakai untuk
setiap LKS terkait dengan COVID-19, berupa
penjelasan tentang COVID-19, dampak kebijakan
terhadap lingkungan sosial, tanggapan dari
beberapa tokoh, serta cara masyarakat
menanggapi. Secara keseluruhan, sebaran setiap
topik dikaitkan dengan mata pelajaran terkait, yang
disajikan melalui tabel 3.
Tabel 1. Indikator literasi saintifik setiap kompetensi
Kompetensi Indikator Kode
Menjelaskan masalah secara
ilmiah
Menerapkan pengetahuan ilmiah yang sesuai A1
Menyusun pertanyaan berdasarkan fokus masalah A2
Merencanakan penyelidikan
ilmiah
Menentukan variabel penyelidikan B1
Mengusulkan cara mengeksplorasi secara ilmiah terhadap
pertanyaan yang diberikan B2
Melakukan penyelidikan
ilmiah
Mengidentifikasi, menggunakan, dan menghasilkan model dan
representasi yang jelas B3
Mengidentifikasi asumsi, bukti, dan penalaran dalam bacaan B4
Menafsirkan data secara
ilmiah
Menyajikan data menggunakan beragam representasi yang sesuai A3
Menafsirkan data secara ilmiah A4
Mengevaluasi penyelidikan
ilmiah
Mengevaluasi cara mengeksplorasi secara ilmiah terhadap
pertanyaan yang diberikan B5
Mengevaluasi argumen dan bukti ilmiah dari beragam tipe sumber B6
Mengomunikasikan
informasi ilmiah
Menyimpulkan informasi berdasarkan analisis A5
Menjelaskan manfaat pengetahuan ilmiah bagi masyarakat A6
32 Lembar Kegiatan Literasi Saintifik untuk Pembelajaran Jarak Jauh Topik Penyakit Coronavirus 2019
(COVID-19) – Adib Rifqi Setiawan
Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 2 No 1 April 2020 p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071
Tabel 2. Matriks indikator literasi saintifik dengan tahap inti pendekatan saintifik
No. Pendekatan Saintifik Literasi Saintifik
Langkah Kompetensi Indikator
1 Mengamati
Menjelaskan masalah secara ilmiah A1
2 Melakukan penyelidikan ilmiah B3
3
Menanya
Merencanakan penyelidikan ilmiah B1
4 Menjelaskan masalah secara ilmiah A2
5 Merencanakan penyelidikan ilmiah B2
6
Mengolah informasi
Melakukan penyelidikan ilmiah B4
7 Menafsirkan data secara ilmiah A3
8 Menafsirkan data secara ilmiah A4
9 Mengomunikasikan hasil
Mengomunikasikan informasi ilmiah A5
10 Mengomunikasikan informasi ilmiah A6
11 Menelaah kembali
Mengevaluasi penyelidikan ilmiah B5
12 Mengevaluasi penyelidikan ilmiah B6
Tabel 3. Sebaran topik setiap LKS
LKS Topik Pelajaran Terkait
A Teks Eksplanasi COVID-19 Bahasa Indonesia & IPA
B Upaya pencegahan COVID-19 PPKn & IPS
C Pembuatan Masker IPA & SBdP
D Gambar Peta Gejala COVID-19 di Tubuh Manusia Bahasa Indonesia & SBdP
E Kebijakan pencegahan COVID-19 PPKn & IPS
F Pembuatan Hand Sanitizer IPA & SBdP
G Pesan Para Dokter terkait Covid-19 Bahasa Indonesia & IPS
H Cara masyarakat menanggapi COVID-19 PPKn & IPS
I Pembuatan Disinfektan IPA & SBdP
J Tanggapan Grace Natalie terhadap COVID-19 Bahasa Indonesia & PPKn
K Keadaan Masyarakat Sekitar Ketika Pandemi COVID-19 PPKn & IPS
L Pembuatan Ember Berkran untuk Cuci Tangan IPA & SBdP
Keabsahan LKS ditentukan berdasarkan
validasi pakar. Validasi dilakukan terhadap
keselarasan butir LKS dengan matriks indikator
literasi saintifik dan tahap inti pendekatan saintifik,
kesesuaian butir LKS dengan langkah
pembelajaran, ketepatan panduan penilaian dengan
pertanyaan, serta kecocokan dengan jenjang
sekolah. Pakar yang dipilih yaitu akademisi yang
33 Lembar Kegiatan Literasi Saintifik untuk Pembelajaran Jarak Jauh Topik Penyakit Coronavirus 2019
(COVID-19) – Adib Rifqi Setiawan
Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 2 No 1 April 2020 p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071
memiliki kepakaran literasi saintifik (1 orang) dan
kesehatan (1 orang) serta praktisi pembelajaran
sekolah dasar (1 orang) dan penyunting naskah
bacaan anak (1 orang). Hasil validasi berupa
penilaian terhadap setiap butir pertanyaan LKS
yang diolah menggunakan persamaan 1 kemudian
ditafsirkan berdasarkan tabel 4. Berdasarkan tabel
tersebut, butir LKS dapat digunakan kalau
memenuhi kriteria ‗sangat layak‘ atau ‗cukup
layak‘.
(Persamaan 1)
keterangan:
= persentase setiap butir LKS
= skor setiap butir LKS
= jumlah keseluruhan butir LKS
Tabel 4. Penafsiran Penilaian
Rentang Rerata
Penilaian Pakar (%)
Kriteria Kelayakan
Instrumen
7,001 ≤%≤10,000 Sangat layak
4,001 ≤%≤7,000 Cukup layak
0,000 ≤%≤4,000 Tidak layak
Untuk keandalan LKS diukur berdasarkan
nilai konsistensi internal yang diolah
menggunakan persamaan 2. LKS memenuhi
kriteria dapat digunakan kalau nilai ∝ sebagai
acuan koefisien keandalan lebih besar dari 0,700
(Fraenkel, Wallen, & Hyun, 2012; Cronbach,
1951).
(
∑
) (Persamaan 2)
keterangan:
= koefisien alfa
= jumlah butir LKS
= simpangan baku butir LKS
= simpangan baku keseluruhan
LKS tersebut diterapkan dalam
pembelajaran jarak jauh kepada 35 siswa sekolah
dasar yang mengalami pembelajaran jarak jauh
seiring pandemi Coronavirus 2019–20. Karena itu,
pengambilan sampel dalam riset ini menggunakan
teknik convenience sampling (Fraenkel, Wallen, &
Hyun, 2012).
Tabel 5. Contoh matriks penyusunan butir LKS
Pelajaran : IPA & SBdP
Topik : Pembuatan Hand Sanitizer
Literasi
Saintifik :
Mengevaluasi argumen dan
bukti ilmiah dari beragam tipe
sumber
Langkah : Menelaah kembali
Pertanyaan :
Apa saja kelebihan dan
kekurangan pembuatan hand
sanitizer dalam video tersebut?
Panduan
Penilaian :
Siswa dapat menyebutkan
kelebihan dan kekurangan dari
sisi: (1) alat dan (2) bahan yang
digunakan serta (3) langkah
pembuatan.
Skor
Maksimal : 3 poin / butir pertanyaan
Hasil validasi pakar secara rinci dan
keseluruhan pelaksanaan dapat dilihat melalui
tabel 6. Pelaksanaan yang dilakukan terbatas di
satu kelas, yaitu kelas V di salah satu madrasah
ibtidaiyyah di Kabupaten Kudus menunjukkan
bahwa setiap LKS dapat ditanggapi oleh siswa
selama pembelajaran jarak jauh. Rincian data
menunjukkan bahwa tanggapan siswa (butir yang
diisi) memiliki rerata 91,27 dan median 90,30 serta
ketepatan tanggapan (butir yang tepat) memiliki
rerata 76,43 dan median 75,69.
Profil literasi saintifik terendah didapat
dari LKS H (Cara masyarakat menanggapi
COVID-19). Ketika pembelajaran, siswa diminta
untuk menyimpulkan apakah Kabupaten Kudus
sudah masuk zona merah atau belum berdasarkan
informasi saduran berita PDP Virus Corona di
Kudus Bertambah Lagi Jadi 22 Orang yang
ditayangkan oleh Kompas.com pada 26 Maret
2020 pukul 19.12 WIB (Nugroho, 2020). Namun,
ternyata siswa banyak yang belum bisa
menyimpulkan secara tepat. Kelemahan
pengetahuan istilah terkait tampak turut
memengaruhi hasil ini, misalnya pembedaan PDP
(Pasien Dalam Pengawasan), ODP (Orang Dalam
Pengawasan), dan OTG (Orang Tanpa Gejala).
Karena itu, perlu dilakukan langkah awal berupa
memastikan siswa sudah mengerti istilah terkait
34 Lembar Kegiatan Literasi Saintifik untuk Pembelajaran Jarak Jauh Topik Penyakit Coronavirus 2019
(COVID-19) – Adib Rifqi Setiawan
Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 2 No 1 April 2020 p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071
topik pembelajaran. Profil rendah juga diperoleh
dari LKS A (Teks Eksplanasi COVID-19).
Berdasarkan teks eksplanasi yang disajikan, siswa
masih kesulitan untuk menyimpulkan bagian tubuh
yang secara umum menjadi sasaran serangan
COVID-19. Kesalahan yang kami lakukan
barangkali untuk LKS A yang dilakukan pertama
ialah tidak menyertakan gambar rinci. Ini tampak
dari butir LKS D (Gambar Peta Gejala COVID-19
di Tubuh Manusia) yang notabene menunjukkan
titik tubuh yang diserang COVID-19 menghasilkan
profil jauh lebih baik.
Tabel 6. Hasil validasi pakar dan pelaksanaan LKS
LKS Validasi Pakar Pelaksanaan
1 2 3 4 Rerata Kelayakan α Keandalan
A 7 6 7 7 6.75 Cukup layak 0,710 Dapat digunakan
B 8 7 8 8 7.75 Sangat layak 0,798 Dapat digunakan
C 8 7 6 7 7.00 Cukup layak 0,724 Dapat digunakan
D 7 8 7 8 7.50 Sangat layak 0,732 Dapat digunakan
E 8 6 5 7 6.50 Cukup layak 0,843 Dapat digunakan
F 7 7 6 8 7.00 Cukup layak 0,701 Dapat digunakan
G 8 7 8 7 7.50 Sangat layak 0,839 Dapat digunakan
H 7 6 6 7 6.50 Cukup layak 0,703 Dapat digunakan
I 8 7 6 8 7.25 Sangat layak 0,734 Dapat digunakan
J 7 7 7 7 7.00 Cukup layak 0,839 Dapat digunakan
K 7 8 6 7 7.00 Cukup layak 0,772 Dapat digunakan
L 8 7 8 8 7.75 Sangat layak 0,824 Dapat digunakan
Gambar 1. Perbandingan antara tanggapan dan ketepatan setiap LKS
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
A B C D E F G H I J K L
Tanggapan Ketepatan
35 Lembar Kegiatan Literasi Saintifik untuk Pembelajaran Jarak Jauh Topik Penyakit Coronavirus 2019
(COVID-19) – Adib Rifqi Setiawan
Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 2 No 1 April 2020 p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071
Hasil pelaksanaan menyampaikan bahwa
LKS perlu mengalami evaluasi sebelum dapat
dipakai lebih luas. Pemakaian lebih luas dapat
digunakan untuk keperluan praktik pembelajaran
maupun replikasi riset. Perbandingan antara
tanggapan dan ketepatan setiap LKS yang
ditampilkan melalui gambar 2 menunjukkan
bahwa literasi saintifik siswa belum dilatih secara
optimal, walau setiap butir LKS dapat ditanggapi
secara maksimal oleh siswa selama pembelajaran.
Pelaksanaan memang menunjukkan bahwa
literasi saintifik siswa belum dilatih secara
optimal. Namun, selama memandu pembelajaran
jarak jauh, kami turut bertanya tentang makna
sekolah pada masa sekarang. Dalam memandu
pembelajaran jarak jauh menggunakan LKS yang
kami susun, siswa dapat menanggapi secara
maksimal setiap alur yang disajikan, mulai dari
membaca, mengamati, bertanya, sampai menjawab
pertanyaan.
Fakta tersebut menunjukkan bahwa pada
masa sekarang, kalau pembelajaran di sekolah atau
lembaga pendidikan secara umum dianggap hanya
untuk memperoleh pengetahuan saja, tentu
kehadirannya tak lagi punya makna. Apalagi
dalam bermasyarakat, orang tidak lagi memandang
latar lembaga pendidikan sebagai sesuatu yang
‗lebih‘. Masyarakat sudah memahami bahwa nilai
penting seseorang bukan berdasarkan modal yang
dimiliki, melainkan karena aksi yang dilakoni
(Setiawan, 2020, hal. 142; Setiawan,
Puspaningrum, & Umam, 2019, hal. 191; OECD,
2019, hal. 3). Karena itu, lembaga pendidikan
diharapkan bukan sekadar menghasilkan output,
tapi sekaligus memberikan outcomes.
Keadaan tersebut membuat lembaga
pendidikan yang memiliki format full time seperti
sekolah/madrasah berasrama dan pondok
pesantren, mungkin masih punya makna eksklusif
berupa melatih keterampilan dan membiasakan
sikap yang dipandang baik, benar, dan mulia.
Terdapat kecenderungan ketika siswa tinggal di
sekolah/madrasah berasrama atau pondok
pesantren, mereka berupaya untuk beradaptasi,
hidup mandiri, dan terbiasa berkomunikasi
(Velasufah & Setiawan, 2020, hal. 2). Lingkungan
seperti ini dapat memunculkan serangkaian
tindakan untuk mendorong kemunculan perilaku
yang diharapkan, menciptakan hubungan
interpersonal yang baik dan iklm sosio-emosional
yang positif, guna membuat dan merawat kondisi
yang memungkinkan proses pembelajaran
produktif dan efektif dapat berlangsung
(Fadhilaturrahmi, 2017, hal. 63). Keberlangsungan
proses yang dibiasakan dapat menjadi sarana untuk
memberikan output dan outcomes yang maksimal
(Setiawan, 2017, hal. 26).
SIMPULAN
Riset ini memberi hasil berupa lembar
kegiatan literasi saintifik untuk pembelajaran jarak
jauh topik penyakit Coronavirus 2019 (COVID-
19) bagi siswa sekolah dasar, berdasarkan tahap
inti pendekatan saintifik serta indikator literasi
saintifik, yang yang telah ditinjau dan dinilai
oleh para pakar dan diterapkan dalam
pembelajaran.
UCAPAN TERIMA KASIH
Rasa terima kasih kami sampaikan kepada
Syarofis Siayah dari Pondok Tahfifidh Putri Anak
anak (PTPA) Yanaabii‘ul Qur‘an, Kudus,
Indonesia; Arij Zulfi Mufassaroh dari Madrasah
Yayasan Masjid Raya (YAMRA) Merauke, Papua;
Surotul Ilmiyah dari Xiangya School of Public
Health, Central South University (CSU),
Changsha, Hunan, China; serta Wahyu Eka Saputri
dari Universitas Muria Kudus (UMK) Kudus,
Indonesia atas bimbingan dan bantuan teknis
selama melakukan riset.
DAFTAR PUSTAKA
Creswell, J. W. (2014). Research Design Qualitative,
Quantitative, and Mixed Methods
Approaches (Edisi Keempat ed.). (V.
Knight, Penyunt.) Thousand Oaks: SAGE
Publications.
Cronbach, L. J. (1951, Februari 28). Coefficient
Alpha and the Internal Structure of Tests.
Psychometrika, 16, 297–334.
Fadhilaturrahmi. (2017). Lingkungan Belajar Efektif
Bagi Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu:
Journal of Elementary Education, 1(2), 76-
84.
Fraenkel, J. R., Wallen, N. E., & Hyun, H. H. (2012).
How to Design and Evaluate Research in
Education (Edisi Kedelapan ed.). (S. Kiefer,
Penyunt.) New York City: McGraw-Hill
Companies.
Gold, L., & Maitland, C. (1999). What's the
difference? A review of contemporary
research on the effectiveness of distance
learning in higher education. Washington:
Institute for Higher Education Policy.
Holmberg, B. (2005). The Evolution, Principles and
Practices of Distance Education. Oldenburg
36 Lembar Kegiatan Literasi Saintifik untuk Pembelajaran Jarak Jauh Topik Penyakit Coronavirus 2019
(COVID-19) – Adib Rifqi Setiawan
Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 2 No 1 April 2020 p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071
: Bibliotheks-und Informationssystem der.
Carl von Ossietzky Universität Oldenburg.
Hui, D. S., E., I. A., Madani, T. A., Ntoumi, F.,
Kock, R., Dar, O., et al. (2020, Februari).
The continuing 2019-nCoV epidemic threat
of novel coronaviruses to global health—
The latest 2019 novel coronavirus outbreak
in Wuhan, China. International Journal of
Infectious Diseases, 91, 264–66.
Ilmiyah, S. (2020, Februari 11). Surotul Ilmiyah —
PBNU Menjawab Tantangan Virus Corona.
Dipetik April 18, 2020, dari YouTube
alobatnic: https://youtu.be/SPdc4WT8BCg
Ilmiyah, S. (2020, Maret 22). Surotul Ilmiyah —
Upaya PBNU Mencegah Penyebaran
COVID-19. Dipetik April 13, 2020, dari
YouTube alobatnic:
https://youtu.be/rYlypLWR3Qw
Irene, Saleh, R. R., Foresto, B., Djuanda, R. E.,
Prayogo, A., Arianti, A., et al. (2020, Maret
18). Pesan Para Dokter terkait Covid-19.
Dipetik April 18, 2020, dari YouTube
alobatnic: https://youtu.be/F1IiXodT3MQ
Johns Hopkins CSSE. (2020, April 19). Coronavirus
COVID-19 Global Cases by the Center for
Systems Science and Engineering (CSSE) at
Johns Hopkins University (JHU). Dipetik
April 19, 2020, dari ArcGIS:
https://gisanddata.maps.arcgis.com/apps/ops
dashboard/index.html#/bda7594740fd40299
423467b48e9ecf6
Kemendikbud. (2020, Maret 16). Surat Edaran
Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan
COVID-19 pada Satuan Pendidikan. Dipetik
April 13, 2020, dari LLDIKTI Wilayah I
Sumatera Utara:
https://lldikti1.ristekdikti.go.id/berkas/semen
dikbud032020pencegahancorona.pdf
Louisa, G. N. (2020, Maret 17). Tanggapan Grace
Natalie terhadap COVID-19. Dipetik April
18, 2020, dari YouTube alobatnic:
https://youtu.be/gwbOH79C9uo
Nugroho, P. D. (2020, Maret 26). PDP Virus Corona
di Kudus Bertambah Lagi Jadi 22 Orang.
Dipetik Maret 27, 2020, dari Kompas.com:
https://regional.kompas.com/read/2020/03/2
6/19125571/pdp-virus-corona-di-kudus-
bertambah-lagi-jadi-22-
orang?page=all#page3
OECD. (2019). PISA 2018 Assessment and
Analytical Framework. Paris: OECD
Publishing.
Roshayanti, F. (2019, Agustus 21). Desain
Pembelajaran Sekolah Dasar. (A. R.
Setiawan, Pewawancara)
Setiawan, A. R. (2017). Penerapan Pendekatan
Saintifik untuk Melatihkan Literasi Saintifik
dalam Domain Kompetensi pada Topik
Gerak Lurus di Sekolah Menengah Pertama.
Bandung: Universitas Indonesia.
Setiawan, A. R. (2020, April 6). Di Mana Letak
Penting Lembaga Pendidikan? Dipetik April
6, 2020, dari Alobatnic:
https://alobatnic.blogspot.com/2020/04/di-
mana-letak-penting-lembaga-
pendidikan.html
Setiawan, A. R. (2020, Januari 24). Pembelajaran
Tematik Berorientasi Literasi Saintifik.
Jurnal Basicedu: Journal of Elementary
Education, 4(1), 71–80.
Setiawan, A. R. (2020). Pendidikan Literasi Finansial
Melalui Pembelajaran Fiqh Mu‘āmalāt
Berbasis Kitab Kuning. Nazhruna: Jurnal
Pendidikan Islam, 3(1), 138–159.
Setiawan, A. R., Puspaningrum, M., & Umam, K.
(2019). Pembelajaran Fiqh Mu‘āmalāt
Berorientasi Literasi Finansial. Tarbawy:
Indonesian Journal of Islamic Education,
6(2), 187–102.
Simonson, M. (2019). Distance Learning Journal
(Book 2) (Vol. 16). Charlotte: Information
Age Publishing.
Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Bisnis:
Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
Kombinasi, dan R&D (Edisi ke-3 ed.). (S. Y.
Suryandari, Penyunt.) Bandung: Alfabeta.
UNESCO. (2020, Maret 4). 290 million students out
of school due to COVID-19: UNESCO
releases first global numbers and mobilizes
response. Dipetik April 13, 2020, dari
UNESCO: https://en.unesco.org/news/290-
million-students-out-school-due-covid-19-
unesco-releases-first-global-numbers-and-
mobilizes
UNESCO. (2020, April 13). COVID-19 Educational
Disruption and Response. Dipetik April 13,
2020, dari UNESCO:
https://en.unesco.org/themes/education-
emergencies/coronavirus-school-closures
Velasufah, W., & Setiawan, A. R. (2020, April 13).
Nilai Pesantren Sebagai Dasar Pendidikan
Karakter. Thesis Commons, 1-8.
e-ISSN : 2685-4414September 2020 WaPFi (Wahana Pendidikan Fisika) 2020, Vol.5 No.2, 132-146
1
MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN ADAPTIF FISIKAMENGGUNAKAN NAḌOM MABĀDĪ ‘ASYROH
Adib Rifqi Setiawan*)
Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS), Jl. KH. Turaichan Adjhuri No. 23 Kudus, Indonesia, 59315
* Email : [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat kaitan antara perubahan motivasi dan hasil belajar siswa setelahpenerapan naḍom mabādī ‘asyroh ke dalam pembelajaran adaptif di topik hakikat fisika. Data diperolehmenggunakan metode pre-experimental dengan desain one-group pretest-posttest terhadap sampelsebanyak 41 siswa sekolah menengah yang dipilih melalui teknik convenience sampling di Kabupaten Kudus.Peningkatan ditentukan berdasarkan nilai gain yang dinormalisasi terhadap hasil pretest-posttestmenggunakan Science Motivation Questionnaire (SMQ) untuk mengukur motivasi belajar dan tes tipe uraiandengan keandalan sebesar 0,810 sebagai pengukur hasil belajar siswa untuk dikaitkan menggunakanPearson r. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi belajar siswa mengalami peningkatan masing-masing dalam kategori sedang yang keduanya memiliki kaitan positif. Melalui penelitian ini, terungkap bahwanaḍom mabādī ‘asyroh bisa dipakai dalam pembelajaran Fisika untuk meningkatkan motivasi sehingga hasilbelajar siswa turut meningkat.
Kata Kunci: Naḍom Mabādī ‘Asyroh; Motivasi Belajar; Hasil Belajar; Pembelajaran Adaptif, Hakikat Fisika
PENDAHULUAN
Fenomena menggelitik ditunjukkan olehpembelajaran Fisika di Indonesia. Di satu sisi,siswa Indonesia beberapa kali memiliki prestasibagus dalam kejuaraan olimpiade, misalnyapada 2018 ini meraih total 5 medali dalamkejuaran International Physics Olympiad (IPhO)ke-49 di Lisbon, Portugal, pada 21-29 Juli 2018dengan rincian 1 emas, 1 perak, dan 3 perunggu[1]. Berita tersebut menunjukkan bahwa siswaIndonesia dapat bersaing dengan siswa darinegara lain. Informasi sejenis demikianmenimbulkan anggapan bahwa pembelajaranFisika di Indonesia mengalami peningkatanseperti disampaikan oleh Suwarma (2012) [2].Di sisi lain, penilaian dari Programme forInternational Student Assessment (PISA)menunjukkan bahwa siswa Indonesia berada diperingkat ke-62 dari 70 negara peserta [3].Tampak jelas bahwa ketiga informasi tidakselaras bahkan cenderung bertentangan.
Dari ketiga informasi tersebut, kami lebihmemilih untuk memperhatikan penilaian dariPISA. Pertama, raihan olimpiade tidak bisamenjadi gambaran keberhasilan pembelajaranFisika secara umum. Pasalnya dalam kejuaraan
tersebut, peserta merupakan siswa yangsengaja dipilih, entah melalui seleksi atau dilihathasil unjuk kerja selama terlibat pembelajaranIPA. Tak jarang dalam seleksi dilakukan secarabertahap dari tingkat lokal, regional, sampainasional. Kedua, anggapan Suwarma (2012)didasarkan kepada raihan siswa Indonesiadalam kejuaraan seperti olimpiade serta nilaiujian nasional [2]. Padahal ujian nasionalsebagai acuan penilaian tak lepas dari masalah,seperti kebocoran soal, saling mencontek antarsiswa, dan keandalan instrumen perluditingkatkan [4]. Dari pengamatan yangdilakukan juga tampak bahwa sekolah sengajamenambah jam pembelajaran yangdipersiapkan khusus untuk menghadapi ujiannasional. Ketiga, penilaian PISA dirancanguntuk menilai kemampuan siswa untukmenerapkan pemahaman dan keterampilanyang diperoleh melalui pembelajaran ke dalamkeseharian. Penilaian ini tidak terkait langsungdengan konten kurikulum sekolah laiknyadilakukan oleh TIMSS (Trends in InternationalMathematics and Science Study) yang dasarpenilaian berupa pengetahuan faktual danprosedural dalam kurikulum [4]. Keempat,kerangka kerja PISA yang dipakai sebagai
Adib Rifqi Setiawan, Motivasi dan Hasil Belajar dalam Pembelajaran Adaptif Fisika menggunakanNaḍom Mabādī ‘Asyroh
dasar pengukuran yakni literasi saintifik dapatdiadopsi sebagai indikator hasil belajar atauminimal diadaptasi ke dalam pembelajarankarena menekankan kemampuan siswa untukmenerapkan hasil belajar terhadap masalahkeseharian [5].
Terdapat beberapa faktor yang membuathasil belajar siswa tampak belum optimal,seperti desain pembelajaran, pelaksanaanpembelajaran, kemampuan guru, serta motivasibelajar siswa. Sebagai contoh, hasilpengamatan terhadap siswa menunjukkanbahwa motivasi belajar siswa masih tergolongrendah, misalnya anggapan bahwapembelajaran Fisika tidak membantu dalamberkarier. Lebih lanjut, siswa bahkan belummengenali disiplin ilmu yang dipelajari secarautuh, seperti ragam permasalahan yangdibahas.
Berdasarkan keadaan tersebut, kami tertarikuntuk menerapkan naḍom mabādī ‘asyroh kedalam pembelajaran Fisika di sekolahmenengah. Penerapan naḍom mabādī ‘asyrohke dalam pembelajaran diharapkan dapatmembuat motivasi belajar Fisika dari siswameningkat. Selain itu juga sebagai cara agarsiswa dapat mengenali disiplin ilmu yangdipelajari secara utuh, sehingga hasil belajardapat optimal.
Naḍom mabādī ‘asyroh (Arab: عشرة مبادى (نظم adalah sepuluh indikator yang dipakai untukmengenali setiap disiplin ilmu [6]. Naḍomtersebut merupakan karya dari Abū al-'IrfānMuḥammad ibn 'Alī al-Ṣobbān yangdisampaikan melalui bukunya Ḥāshīyat 'alāSyarḥ al-'Allāmah al-Mullawī 'alā al-Sullam al-Munawwraqi. Naḍom mabādī ‘asyroh terdiri daritiga bait berikut:
Tabel 1. Naḍom Mabādī ‘Asyroh [6]
(penyajian seperti ini dimaksudkan agar formattulisan Arab tidak rusak)
الحد والموضوع ثم الثمرة
✡ إن مبادى كل فن عشرة
واالسم االستمداد حكم الشارع
✡ ونسبة وفضلھ والواضع
ومن درى الجمیع حاز الشرفا
✡مسائل والبعض بالبعض
اكتفى
yang dapat dialihbahasakan secara bebas kedalam Bahasa Indonesia menjadi, “Pengantardalam setiap disiplin ilmu itu ada sepuluh, yaitu:(1) definisi; (2) objek; (3) hasil; (4) hubungan; (5)keistimewaan; (6) perintis; (7) sebutan; (8)pengambilan; (9) hukum syar’i; serta (10)
permasalahan; yang kesepuluhnya salingmelengkapi. Siapapun yang menguasaisemuanya akan meraih kemuliaan.”
Naḍom mabādī ‘asyroh tersebut biasanyamuncul dalam bagian pengantar disiplin ilmu,misalnya dalam Fiqh, Qowā’id al-Fiqh, dan al-Ḥadīts [7,8,9]. Tujuannya agar orang yang inginbelajar dapat mengenali disiplin ilmu tersebutsebagai bahan menentukan prioritas belajarberdasarkan pandangan, pengalaman, dankebutuhan. Namun, melalui kajian pustaka kamibelum menemukan penggunaan naḍom mabādī‘asyroh dalam bagian pengantar Fisika [10,11].Hasil wawancara kepada beberapa guru lintasdisiplin ilmu juga menunjukkan bahwa naḍommabādī ‘asyroh tidak pernah digunakan dalampembelajaran, meskipun sebagian dari merekatelah mengetahui naḍom tersebut.
Temuan tersebut mungkin disebabkan olehnaḍom mabādī ‘asyroh biasa digunakan dalamrumpun ilmu syar’i yang notabenemenggunakan epistimologi bayāni (tuturan) dan‘irfāni (intuisi) bukan burhāni (observasi) laiknyarumpun Fisika [12,13]. Apalagi terdapat satuuraian berupa ḥukm syar’i mempelajari disiplinilmu, yang tidak berdampak terhadap kontenFisika. Padahal bila dicermati, naḍom mabādī‘asyroh disampaikan dalam buku Ḥāshīyat 'alāSyarḥ al-'Allāmah al-Mullawī 'alā al-Sullam al-Munawwraqi, yakni buku logika (manṭiq) yanglebih dekat dengan Fisika karena sama-samamenggunakan epistimologi burhāni. Kalaupunuraian berupa ḥukm syar’i mempelajari disiplinilmu diabaikan, masih terdapat sembilan uraianyang layak digunakan. Guru yang tidakmenggunakan naḍom mabādī ‘asyroh dalampembelajaran menganggap bahwa hal ini tidakpenting atau percaya bahwa siswa berinisiatifsendiri untuk mengaitkannya dengan disiplinilmu yang dipelajari.
Kami menganggap bahwa naḍom mabādī‘asyroh perlu diterapkan ke dalam setiap disiplinilmu yang masuk dalam kurikulum semuasekolah. Untuk itu kami berupaya untukmenunjukkan hasilnya melalui penelitian ini.Kekhasan naḍom mabādī ‘asyroh yang cocokditerapkan untuk bagian pendahuluandisesuaikan dalam penelitian ini denganmembatasi pembahasan pada topikpendahuluan Fisika yang dalam kurikulumdibahas dalam bab ‘Hakikat Fisika’. Uraiannaḍom mabādī ‘asyroh dan Kompetensi Dasarmata pelajaran Fisika bukan hanya tidakbertentangan bahkan selaras [14]. Di aspekpengetahuan, Kompetensi Dasar tersebutsama-sama membahas tentang cakupan dan
WaPFi (Wahana Pendidikan Fisika) 2020, Vol.5 No.2, 132-146
3
batasan masalah yang dibahas oleh setiapdisiplin ilmu. Sementara di aspek keterampilan,Kompetensi Dasar tersebut sama-samamenuntut siswa agar dapat menyajikan laporanberdasarkan Metode Ilmiah.
Dalam praktik pembelajaran, penerapannaḍom mabādī ‘asyroh dilaksanakan melaluipembelajaran adaptif dalam bentuk diskusiuntuk mengupayakan seluruh siswa terlibat[15,16,17]. Laporan OECD (Organisation forEconomic Co-operation and Development)menunjukkan bahwa di sebagian besar negaraanggota, siswa yang menyampaikan bahwaguruFisikamereka menggunakan pembelajaranadaptif lebih sering mendapat skor lebih tinggi[18].
Berdasarkan tuturan tersebut, tujuanpenelitian ini ialah untuk menerapkan naḍommabādī ‘asyroh ke dalam pembelajaran Fisika ditopik pendahuluan (Hakikat Fisika). Penelitibermaksud untuk menerapkan naḍom mabādī‘asyroh melalui pembelajaran adaptif untukmelihat kaitan antara perubahan motivasi danhasil belajar siswa. Sehingga rumusanmasalahnya ialah, “Bagaimana kaitan antaraperubahan motivasi dan hasil belajar siswasetelah penerapan naḍom mabādī ‘asyroh kedalam pembelajaran adaptif Fisika?” Hasilpenelitian ini diharapkan memberi informasitentang manfaat penerapan naḍom mabādī‘asyroh ke dalam pembelajaran, khususnyaterhadap motivasi dan hasil belajar siswa,umumnya terhadap pengenalan siswa kepadadisiplin ilmu yang dipelajari.
METODE PENELITIAN
Tujuan penelitian ini ialah untuk melihatkaitan antara perubahan motivasi dan hasilbelajar siswa setelah penerapan naḍom mabādī‘asyroh ke dalam pembelajaran adaptif Fisika.Karena itu diperlukan data motivasi dan hasilbelajar sebelum dan setelah kegiatanpembelajaran. Berdasarkan tujuan penelitiandan kebutuhan data, metode penelitian yangdipilih ialah pre-experimental dengan desainone-group pretest-posttest [19,20]. Denganmetode ini tidak diperlukan kelompok kontroluntuk dibandingkan dengan kelompokeksperimen, tidak menggunakan penyamaankarakteristik dalam satu kelompok perlakuan,dan tidak memerlukan pengontrol variabel.
Partisipan penelitian ini ialah siswa sekolahmenengah. Populasi dalam penelitian ini adalah360 siswa di salah satu sekolah menengahKabupaten Kudus. Sampel dalam penelitian inisebanyak 41 siswa yang diambil menggunakanteknik convenience sampling [19,20].
Desain penelitian yang digunakan berupadua kali pengamatan, yakni sebelumpembelajaran berupa hasil pretest (O1) dansetelah pembelajaran berupa hasil posttest (O2)serta perlakuan berupa penerapan naḍommabādī ‘asyroh (P), ditunjukkan dengan polaberikut [19,20]:
O1____________P____________ O2
Tabel 2. Indikator Butir Soal berdasarkan Rincian Naḍom Mabādī ‘Asyroh
No.Naḍom Mabādī ‘Asyroh
Indikator Hasil BelajarArab Indonesia
1 الحد Definisi EsensialMengingat dan menerapkan pengetahuan ilmiah yangsesuai
2 الموضوع ObjekPembahasan
Menganalisis dan menafsirkan data serta menarikkesimpulan yang tepat
3 الثمرة HasilMempelajari
Menjelaskan penerapan dari pengetahuan ilmiahuntuk masyarakat
4 النسبة Hubungandengan Ilmu Lain
Membuat dan menjustifikasi prediksi yang sesuai
5 الفضل KeistimewaanDibandingkandengan Ilmu Lain
Membedakan antara argumen yang didasarkan padabukti dan teori ilmiah dengan argumen yangdidasarkan pada pertimbangan lain
6 الواضع Peletak dasarMengidentifikasi asumsi-asumsi, bukti, dan penalarandalam bacaan terkait IPA
7 االسم Nama IlmunyaMenganalisis dan menafsirkan data serta menarikkesimpulan yang tepat
8 االستمداد SumberPengambilan
Menjelaskan dan mengevaluasi berbagai cara yangdigunakan oleh ilmuan untuk memastikan keandalandata serta keobjektifan dan keumuman penjelasan
Adib Rifqi Setiawan, Motivasi dan Hasil Belajar dalam Pembelajaran Adaptif Fisika menggunakanNaḍom Mabādī ‘Asyroh
BahanPembahasan
9الحكم الشارع
Hukummempelajari(ditinjau secarasyar'i)
Mengusulkan cara mengeksplorasi pertanyaan ilmiahyang diberikan
10 المسائل PermasalahanMengevaluasi cara mengeksplorasi pertanyaan ilmiahyang diberikan
Hasil pretest dan posttest terkait motivasidiambil dari instrumen berupa adaptasi ScienceMotivation Questionnaire (SMQ) [21]. SMQterdiri dari 30 buah pertanyaan yang dinilaimenggunakan Skala Likert tipe 5 skala [21].Instrumen yang disusun oleh dari Shawn M.Glynn dan Thomas R. Koballa Jr. ini biasanyadipakai buat menilai enam komponen motivasisiswa untuk belajar IPA di sekolah menengahdan perguruan tinggi. Enam komponen tersebutialah motivasi instrinsik terlibat pembelajaranIPA, motivasi ekstrinsik terlibat pembelajaranIPA, kaitan antara pembelajaranFisikadengantujuan pribadi, tanggung jawab diri sendiri untukmempelajari IPA, kepercayaan diri dalambelajar IPA, dan kecemasan terhadap penilaianIPA. SMQ diadaptasi karena memiliki keandalanyang dapat diterima (nilai konsistensi internal =0,93). Contoh itemnya ialah, “Saya merasabelajar Fisika itu menarik.” yang ditanggapidengan “tidak pernah”, “jarang”, “kadang”,“sering”, dan “selalu”.
Sementara hasil belajar diukur berdasarkantes tipe uraian sebanyak 10 butir soal yang telahdiuji keabsahan dan keandalannya. Indikatorhasil belajar setiap butir soal ditunjukkan melaluiTabel 2. Contoh itemnya ialah, “Tahun 2018 iniIndonesia – Maroko - Tunisia melakukankerjasama yang bertujuan untuk mendorongkemandirian produksi vaksin dan ketersediaanvaksin. Berdasarkan berita ini, bagaimanaketerlibatan Fisika dalam kerjasama tersebut?”yang dijawab dengan, “Vaksin adalah bahanantigenik yang digunakan untuk menghasilkankekebalan aktif terhadap suatu penyakit yangdisebabkan oleh bakteri atau virus, sehinggadapat mencegah atau mengurangi pengaruhinfeksi. Vaksin dapat berupa virus atau bakteriyang telah dilemahkan, sehingga tidakmenimbulkan penyakit. Karena itu, Fisika tidakterlibat dalam kerjasama ini.”Keabsahan (validity) instrumen tes tipe uraianyang digunakan ditentukan berdasarkanvalidasi ahli (obtain judgement expert), masing-masing terhadap kesesuaian indikator dengansoal, kesesuaian jawaban dengan pertanyaan,serta kesesuaian soal dengan jenjang sekolah
[19]. Hasil validasi berupa penilaian terhadapsetiap butir soal yang diolah denganmenggunakan persamaan berikut [22]:
(ݏ) =ݏ
× 100% (1)
dengan: (ݏ) = persentase setiap butir soalݏ = jumlah skor setiap butir soal = jumlah keseluruhan butir soal
yang kemudian ditafsirkan menggunakan tabelberikut:
Tabel 3. Penafsiran Penilaian Instrumen [22]
No.Rentang rata-rata
penilaian ahli (R) (%)Kriteria
1 80,01 ≤ % ≤ 100,00 SangatLayak
2 60,01 ≤ % ≤ 80,00 Layak3 40,01 ≤ % ≤ 60,00 Cukup
Layak4 20,01 ≤ % ≤ 40,00 Tidak Layak5 00,00 ≤ % ≤ 20,00 Sangat
Tidak Layak
Berdasarkan tafsiran ini, instrumen layakdigunakan jika memenuhi kriteria ‘SangatLayak’ atau ‘Layak’ (Sari & Lepiyanto, 2016,hlm. 44). Hasil validasi ahli (Lampiran A)menunjukkan bahwa instrumen dapatdigunakan dalam penelitian.
Sedangkan keandalan (reliability) instrumenyang digunakan ditentukan berdasarkan internalconsistency [19]. Internal consistency dipilihkarena bisa dilakukan dengan satu kali uji cobainstrumen yang hasilnya digunakan sebagaibahan analisis menggunakan teknik koefisienalfa [19]. Koefisien keandalan (reliabilitycoefficient) dapat dihitung menggunakanpersamaan Kuder-Richardson Approaches(KR20) berikut:
ߙ =
− 1ቆ1 −
∑
௧ቇ (2)
WaPFi (Wahana Pendidikan Fisika) 2020, Vol.5 No.2, 132-146
dengan:ߙ = koefisien alfa = jumlah butir soal
= simpangan baku setiap butir soal
௧= simpangan baku keseluruhan(Cronbach, 1951, hlm. 299)
Instrumen dapat digunakan ketikaperhitungan hasil perhitungan koefisienkeabsahan bernilai lebih dari 0,70 [19]. Setelahdilakukan uji coba instrumen (Lampiran B)diperoleh nilai koefisien keabsahan sebesar0,810 yang menunjukkan bahwa instrumendapat digunakan dalam penelitian.
Penyekoran instrumen motivasi dan hasilbelajar siswa dilakukan dengan menggunakanpersamaan berikut:
= (3)
dengan:S = skor setiap siswaR = jawaban setiap butir soal
Dari skor tersebut, nilai peningkatan (gain)yang dinormalisasi <g> untuk aspek motivasibelajar dan literasi saintifik siswa masing-masing dihitung menggunakan persamaanberikut [23]:
< > =(%ଶ − %ଵ)
(100% − %ଵ)(4)
dengan:< > = nilai peningkatan yang dinormalisasiଵ = hasil pretest
ଶ = hasil posttestyang ditafsirkan berdasarkan tabel berikut:
Tabel 4. Kategori Peningkatan[23]
< > Kategori0,00 < ≤ 0,30 Rendah0,30 < ≤ 0,70 Sedang0,70 < ≤ 1,00 Tinggi
Sementara kaitan antara motivasi belajardan Literasi Saintifik siswa dihitungmenggunakan persamaan koefisien korelasiPearson (Pearson r) berikut [19,24]:
=ݎ∑ −ݔ) −ݕ)(ݔ ത)ݕୀଵ
ට∑ −ݔ) (ݔୀଵ
ଶ ට∑ −ݕ) ത)ݕୀଵ
ଶ (5)
dengan: = banyak sampel = nilai datumݔ = nilai SMQ setiap sampelݔ = rata-rata nilai SMQݕ = nilai hasil belajar setiap sampelതݕ = rata-rata nilai hasil belajaryang ditafsirkan berdasarkan tabel berikut:
Tabel 5. Kategori Kaitan [24]
ݎ Kategori Kaitan− 1 ≤ >ݎ 0 Terdapat kaitan negatif
=ݎ 0 Tidak terdapat kaitan0 < ≥ݎ 1 Terdapat kaitan positif
HASIL DAN PEMBAHASANHasil keseluruhan motivasi dan hasil belajar
siswa ditunjukkan melalui Tabel 6. berikut:
Tabel 6. Perubahan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa
SkorMaksimal
Rata-rataPretest
Rata-rataPosttest
Nilai< >
KategoriPeningkatan
Motivasi Belajar 150 74,683 120,195 0,604 SedangHasil Belajar 100 35,854 74,195 0,598 Sedang
Dapat dilihat bahwa pembelajaran adaptifmelalui penerapan naḍom mabādī ‘asyroh agakmeningkatkan motivasi belajar siswa.Peningkatan ini sama seperti diperolehSuwarma (2015) yang melakukan pembelajaranberbasis STEM (Science, Technology,Engineering, Mathematics) [25]. Hasil ini bukanberarti bahwa penerapan naḍom mabādī‘asyroh sama baiknya dengan pembelajaranberbasis STEM. Pasalnya keduanya punyakemampuan mencakup materi yang berbeda.
Naḍom mabādī ‘asyroh punya keunggulanberupa rincian yang lebih dalam untuk menguraidisiplin ilmu. Bahkan STEM yang berupayamengaitkan produk Fisika denganpenerapannya di teknologi dan engineeringserta matematika sebagai alatnya, bisa terlibatdalam pembahasan uraian berupa ‘kaitandengan ilmu lain’. Namun, naḍom mabādī‘asyroh hanya terbatas di topik pendahuluansaja. Naḍom mabādī ‘asyroh bisa saja dipakaiuntuk membahas Hukum Newton di Fisika, tapitidak bisa digunakan dalam menganalisis gerak
Adib Rifqi Setiawan, Motivasi dan Hasil Belajar dalam Pembelajaran Adaptif Fisika menggunakanNaḍom Mabādī ‘Asyroh
benda berdasarkan hukum gerak tersebut,sehingga perlu pendekatan lain untuk hal ini.Sedangkan STEM bisa diupayakan agarditerapkan dalam setiap bagian pembahasan,meskipun tampaknya lebih bagus di topikpenerapan.
Kesamaan hasil keduanya justrumenunjukkan bahwa penting bagi setiap guruuntuk mengenali latar siswa sehingga dapatmemilih pendekatan yang cocok sebagai carameningkatkan motivasi belajar. Karenapenggunaan naḍom mabādī ‘asyroh cenderungmengabaikan kegiatan percobaan dan STEMkurang rinci mengurai IPA, mungkin perpaduandengan keduanya bisa saling melengkapi agarhasil belajar siswa lebih optimal secara teoretisdan praktis.
Gambar 1. memperlihatkan bahwa masihterdapat motivasi belajar yang rendah dari siswauntuk kuesioner, “Kepercayaan diri dalam
belajar Fisika”, walau sudah diupayakan agarmereka mengenali uraian disiplin ilmu yangdipelajari menggunakan naḍom mabādī ‘asyroh.Pengenalan terhadap disiplin ilmu tidak dapatmembuat kepercayaan diri dalam belajar Fisikayang menunjukkan bahwa mereka kurang yakindalam mengikuti pembelajaran dan ujian Fisika.
Temuan tersebut mengkhawatirkan lantaranmemungkinkan siswa untuk beralih pilihanuntuk tidak mempelajari Fisika atau minimalmengubah prioritas belajar mereka. Kamimengakui bahwa penelitian ini kurang lengkapdengan tidak memeriksa ragam kecerdasansiswa laiknya dilakukan oleh Suwarma (2014)dalam pembelajaran STEM [26]. Pasalnyadengan bekal informasi seperti itu, dapat dilihatkaitan antara motivasi internal dan kepercayaandiri dengan ragam kecerdasan siswa.
Gambar 1. Rincian Motivasi Belajar
Walau begitu, hasil ini sama sepertididapatkan oleh Nurohmah (2015) yangmemberi informasi bahwa pendekatan saintifikmemiliki keefektifan rendah dalammeningkatkan setiap komponen motivasi [27].Siswa bisa saja terangsang untuk mempelajariFisika, tapi pada saat bersamaan mungkinmereka menganggap bahwa Fisika adalahdisiplin ilmu yang rumit.Fisika memang rumit,dan tugas guru ialah membuat agar Fisika tidaktambah rumit di pikiran siswa. Untuk itu, perludilakukan pembelajaran yang melatih siswasecara berjenjang dari tingkat rendah, sedang,dan tinggi, entah dalam bentuk mengerjakan
soal algoritma maupun menyelesaikan masalahmelalui percobaan maupun pengamatan.
Peningkatan hasil belajar dalam kategorisedang tersebut berbeda dengan pendekatanlain. Martianingsih (2017) yang menerapkanpendekatan saintifik menunjukkan bahwa 8siswa memiliki literasi saintifik dalam kategoritinggi, 8 siswa dalam kategori sedang, dan 6siswa dalam kategori rendah [28]. Melida (2016)yang melihat pengaruh penerapan strategiwriting to learn dalam pembelajaranmenunjukkan bahwa kemampuan kognitif siswameningkat dalam kategori sedang [29].
Perbandingan terhadap beberapa penelitiantersebut menunjukkan bahwa hasil yang
WaPFi (Wahana Pendidikan Fisika) 2020, Vol.5 No.2, 132-146
diperoleh memang berbeda, tapi tidakditemukan perbedaan menyolok. Sehinggakami menganggap bahwa naḍom mabādī‘asyroh dapat diterapkan dalam pembelajaranFisika. Meskipun pendekatan ini mengabaikankegiatan pengamatan (observation) dan/atauperamalan (eksperiment) yang merupakankarakteristik Fisika, kami menganggap tidakmasalah karena konten pembelajaran berupapendahuluan Fisika bersifat teoretis [10,30,31].
Gambar 2. menunjukkan bahwa tidak semuapeningkatan berada dalam kategori sedang.Indikator nomor 1, 3, dan 6 bahkanmenunjukkan peningkatan dalam kategoritinggi. Indikator nomor 1 terkait dengan definisiesensial Fisika yang melatih siswa agar dapatmengingat dan menerapkan pengetahuanilmiah yang sesuai.
Gambar 2. Hasil Belajar Setiap Indikator
Indikator tersebut adalah kategori palingmudah dari seluruh soal yang diberikan. Selamakegiatan pembelajaran, siswa diajak terlibatdiskusi terkait definisi masing-masing cabangIPA, guna menunjukkan perbedaan cakupandan batasan antar cabang. Sebagai gambaranbahwa mereka berhasil mengerti definisitersebut, diberikan pertanyaan berupa Virusyang tidak memenuhi persyaratan sebagaimakhluk hidup karena tidak dapat melakukanmetabolisme sendiri. Berbekal pengetahuandefinsi Fisika, siswa diminta untuk menunjukkanalasan tidak terdapat pembahasan Virus dalamFisika.
Sayangnya, ketika siswa diminta untuk“menganalisis dan menafsirkan data sertamenarik kesimpulan yang tepat” dari beritatentang kerja sama beberapa negara terkaitvaksin, banyak siswa yang memiliki hasil belajarrendah. Dari sini tampak bahwa pengetahuandefinisi Fisika tidak serta merta membuat siswabisa mengerti keterlibatan Fisika dalamkeseharian, dalam hal ini konteks global.
Meski demikian, Indikator nomor 1 selarasdengan indikator pada nomor 3 yang meminta
siswa untuk dapat menjelaskan penerapan daripengetahuan ilmiah untuk masyarakat sebagaibentuk uraian naḍom mabādī ‘asyroh berupa‘hasil mempelajari’. Siswa juga mengalamipeningkatan dalam kategori tinggi ketika dimintauntuk mengidentifikasi asumsi-asumsi, bukti,dan penalaran dalam bacaan terkait peletakdasar setiap cabang ilmu pada indikator nomor6. Hasil ini diharapkan melatih siswa untuk tidakasal memberi label ahli kepada orang tanpamengidentifikasi alasan pelabelan tersebutsesuai dengan disiplin ilmu terkait. Misalnyatidak serta merta menyebut bahwa Aristotelesahli Fisika lantaran asumsi yang dipakai olehnyadalam membahas masalah gerak benda tidakpunya dasar bukti percobaan sepertihalnyaGalileo Galiei.
Ketika motivasi dan hasil belajar dikaitkan,keduanya memiliki korelasi positif pada tahappretest dan posttest, yang bisa dilihat melaluiTabel 7. Hasil ini menunjukkan bahwapeningkatan motivasi turut membuat hasilbelajar meningkat. Namun, hasil yangdidapatkan cukup mengherankan. Pasalnyakaitan antara motivasi dan hasil belajar pada
0,000
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
9,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Pretest Hasil Belajar Postest Hasil Belajar
Adib Rifqi Setiawan, Motivasi dan Hasil Belajar dalam Pembelajaran Adaptif Fisika menggunakanNaḍom Mabādī ‘Asyroh
tahap pretest jauh berada di bawah posttest. Halini menimbulkan pertanyaan, mengapademikian? Kami kesulitan menjawabpertanyaan sejenis itu, yang jelas hasil yangditunjukkan ialah motivasi dan hasil belajarterkait erat.
Tabel 7. Kaitan antara Motivasi dan HasilBelajar Siswa
Tahap Pearson r Kategori Kaitan
Pretest 0,084Terdapat kaitan
positif
Posttest 0,740Terdapat kaitan
positif
Secara keseluruhan. peningkatan motivasidan hasil belajar siswa masing-masing dalamkategori sedang menunjukkan bahwa naḍommabādī ‘asyroh dapat juga digunakan dalampembelajaran Fisika di topik pendahuluan(Hakikat Fisika). Kecocokan tersebut inidisebabkan oleh karakteristik naḍom mabādī‘asyroh yang membuat siswa harus menguraicakupan dan batasan yang dibahas dalamFisika secara utuh dan menyeluruh.Keberhasilan siswa dalam mengaitkan naḍommabādī ‘asyroh dengan bagian pendahuluanFisika dapat menjadi dasar siswa untukmengenali keseluruhan ruang pembahasansebelum memasuki bagian lain. Pengenalan initentu saja dapat membuat mereka lebihtermotivasi untuk mempelajari serta hasilnyalebih optimal. Khusus siswa berlatar Islam,mereka juga bisa memiliki dasar hukum syar’idalam mempelajari Fisika yang diperolehsecara absah, andal, dan objektif berdasarkantilikan Fiqih.
SIMPULAN
Dapat dikatakan bahwa motivasi dan hasilbelajar siswa mengalami peningkatan dalamkategori sedang setelah diterapkanpembelajaran adaptif menggunakan naḍommabādī ‘asyroh. Hasil ini menunjukkan bahwanaḍom mabādī ‘asyroh bisa dipakai dalampembelajaran Fisika.
Penelitian ini memiliki batasan sebagaiberikut:a. Pembahasan tidak disertai kaitan antara
motivasi dan hasil belajar;b. Motivasi dan hasil belajar tidak dikaitkan
dengan ragam kecerdasan siswa; sertac. Disiplin ilmu yang dipelajari baru Fisika.
Karena itu kami memberikan saran terkaitpenelitian ini yang diharapkan dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikandan/atau kelanjutan penelitian ini, sebagaiberikut:a. Melakukan pembahasan kaitan antara
motivasi dan hasil belajar siswa, entahmenggunakan data yang telah tersediamaupun dengan cara mengambil data baru;
b. Mengaitkan antara motivasi dan hasil belajardengan ragam kecerdasan siswa; serta
c. Melakukan penelitian serupa untuk disiplinilmu selain Fisika.
Secara teoretis, penelitian ini berhubungandengan peran penelitian bagi pengembangankajian pembelajaran Fisika. Secara praktis,penelitian ini ikut serta memberikan penguatanpelaksanaan pembelajaran Fisika yang bisameningkatkan motivasi dan hasil belajhar.Secara politis, hasil penelitian menyediakannaskah akademis pembenahan pembelajaran diIndonesia. Secara ideologis, hasil yangdiperoleh memperkaya wacana tentangpembentukan masyarakat yang unggul melaluipenguasaan terhadap Fisika. Sementara secarametodologis, dapat menunjukkan langkah untukmenguji anggapan tertentu secara ilmiah.Dengan demikian, penelitian ini dapat mewarnaipembahasan tentang naḍom mabādī ‘asyrohserta turut memperkaya kajian pembelajaranpada umumnya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kami mengucapkan terima kasih kepadaseluruh warga Madrasah Tasywiquth ThullabSalafiyyah (TBS) yang memberikankesempatan dan dukungan teknis dalammelakukan pembelajaran serta Arij ZulfiMufassaroh atas bantuan dan dorongan psikisselama penelitian berlangsung.
REFERENSI
[1] Indriani, (2018). Siswa indonesia raihemas olimpiade kimia dan fisika. Antara,31 Juli pukul 10:16.
[2] Suwarma, Irma Rahma. (2012). Scienceeducation development in indonesia:curriculum changes from 1947 – 2010, away to improve education quality inindonesia. Proceeding dalam JSSENational Seminar, 29-31 August 2012.
[3] OECD. (2018) Pisa 2015 results in focus.Paris: OECD Publishing.
[4] OECD & ADB. (2015). Education inindonesia rising to the challenge. Paris:
WaPFi (Wahana Pendidikan Fisika) 2020, Vol.5 No.2, 132-146
OECD Publishing.[5] OECD. (2017). Pisa for development
assessment and analytical framework --draft version 03 may 2017. Paris: OECDPublishing.
[6] al-Ṣobbān, Abū al-'Irfān Muḥammad ibn'Alī. (1938).Ḥāshīyat 'alā syarḥ al-'allāmahal-mullawī 'alā al-sullam al-munawwraq(3th ed.). kairo: Maṭba’at Muṣtafa al-Bābīal-Ḥalabī wa Awlādihi.
[7] al-Dimyāṭī, A. B. U. i. M. (1997). I'ānatu al-ṭōlibīna. Beirut: Dār al-Fikr.
[8] al-Laḥjī, 'Abdullōh ibn Sa’id. (2013). Idhōhal-qowā’id al-fiqhiyyah li ṭōlibi al-madrasatial-ṣulatiyati. Kuwait: Dar Aldheya.
[9] al-Mālikī, ‘Alawī ‘Abbās & al-Naurī, ḤasanSulaimān. (2008). Ibānatu al-aḥkāmisyarḥ bulūghu al-marōm vol 1. Beritut: Dāral-Fikr.
[10] Giancoli, Douglas C. (2005). Physicsprinciples with applications (6th ed.).Upper Saddle River: Prentice Hall.
[11] Halliday, David, Resnick Robert, &Walker, Jearl. (2007). Fundamentals ofphysics (8th ed.). Hoboken: John Wiley &Sons.
[12] al-Ghozālī, Abū Ḥāmid Muḥammad.(2005). Iḥya` ‘ulūmu al-dīni. Beirut: Dār ibnḤazm.
[13] al-Jābirī, Muḥammad 'Ābid. (2009).Takwīnu al-'aqlu al-'arobī. Beirut: Bait al-Nahdloh.
[14] Kemdikbud. (2016). Peraturan menteripendidikan dan kebudayaan republikindonesia nomor 24 tahun 2016 tentangketerampilan inti dan keterampilan dasarpelajaran pada kurikulum 2013 padapendidikan dasar dan pendidikanmenengah. Jakarta Pusat: KementerianPendidikan dan Kebudayaan RepublikIndonesia.
[15] Borich, Gary D. (2004). Effective teachingmethods (5th ed.). Upper Saddle River:Pearson Educarion.
[16] Hofstein, Avi, & Lunetta, Vincent N.(2004). The laboratory in scienceeducation: foundations for the twenty-firstcentury. Science Education, 88(1), 28-54.
[17] Ikwumelu, S. N., Ogene A. Oyibe, & E. C.Oketa. (2015). Adaptive teaching: aninvaluable pedagogic practice in socialstudies education. Journal of Educationand Practice, 6(33), 140-144.
[18] OECD. (2016). Pisa 2015 results (volumeii): policies and practices for successfulschools. Paris: OECD Publishing.
[19] Fraenkel, Jack R. & Wallen, Norman E.
(2009). How to design and evaluateresearch in education (7th ed.). New YorkCity: McGraw-Hill Companies.
[20] Creswell, James W. (2014). Researchdesign: qualitative, quantitative, and mixedmethods approaches (4th ed.).ThousandOaks: SAGE Publications.
[21] Glynn, Shawn M., & Koballa Jr., ThomasR. (2006). Motivation to learn collegescience. Dalam Joel J. Mintzes danWilliam H. Leonard (ed.) Handbook ofCollege Science Teaching, hlm. 25-32 .Arlington County: NSTA Press.
[22] Sari, Alvina Putri Purnama & Lepiyanto,Agil. (2016). Pengembangan lembarkegiatan peserta didik (lkpd) berbasisscientific approach siswa sma kelas xpada materi fungi. BIOEDUKASI (JurnalPendidikan Biologi), 7(1).
[23] Hake, Richard R. (1998). Interactive-engagement versus traditional methods: asix-thousand-student survey of mechanicstest data for introductory physics courses.American journal of Physics, 66(1), 64-74.
[24] Rodgers, Joseph Lee, & Nicewander, W.Alan. (1988). Thirteen ways to look at thecorrelation coefficient. The AmericanStatistician, 42(1), 59-66.
[25] Suwarma, Irma Rahma, dkk. (2015).Balloon powered car sebagai mediapembelajaran ipa berbasis stem (science,thechnology, engineering, andmathematics). Dalam Proceed SimposiumNasional Inovasi dan Pembelajaran Sains(SNIPS) 2015, 373-6.
[26] Suwarma, Irma Rahma. (2014). Researchon theory and practice stem educationimplementation in japan and indonesiausing multiple intelligences approach.Doctoral Thesis, Shizuoka University.
[27] Nurohmah, Eva Fauziah. (2015).Efektivitas pendekatan saintifik dalammeningkatkan hasil dan motivasi belajarsiswa smp. Doctoral Dissertation,Universitas Pendidikan Indonesia).
[28] Martianingsih, Yesi, dkk. (2017). Profil sikapsiswa smp berdasarkan hasil pencapaianliterasi saintifik (ls) pada topik kalor.Gravity: Jurnal Ilmiah Penelitian danPembelajaran Fisika, 2(2), 178-89.
[29] Melida, Hilda Nurul, dkk. (2016).Implementasi strategi writing to learnuntuk meningkatkan kemampuan kognitifdan keterampilan berpikir kritis siswa smapada materi hukum newton. JPPPF(Jurnal Penelitian dan PengembanganPendidikan Fisika), 2(2), 31-38.
Adib Rifqi Setiawan, Motivasi dan Hasil Belajar dalam Pembelajaran Adaptif Fisika menggunakanNaḍom Mabādī ‘Asyroh
[30] Liliasari. (2001). Model pembelajaran ipauntuk meningkatkan keterampilan berpikirtingkat tinggi calon guru sebagaikecenderungan baru pada era globalisasi.Jurnal Pengajaran MIPA, 2(1), 54-66.
[31] Kemdikbud. (2017). Model Silabus Mata
Pelajaran Sekolah MenengahPertama/Madrasah Tsanawiyah(SMP/MTs) Mata Pelajaran IPA. JakartaPusat: Kementerian Pendidikan danKebudayaan Republik Indonesia.
WaPFi (Wahana Pendidikan Fisika) 2020, Vol.5 No.2, 132-146
LAMPIRAN
1. Lampiran A. Validasi Ahli
No. Soal A (%) B (%) C (%) R (%) Kriteria
1 100 50 100 83 Sangat Layak
2 100 100 50 83 Sangat Layak
3 100 100 50 83 Sangat Layak
4 100 50 50 67 Layak
5 100 50 50 67 Layak
6 100 50 100 83 Sangat Layak
7 100 50 50 67 Layak
8 100 100 100 100 Sangat Layak
9 100 50 100 83 Sangat Layak
10 50 50 100 67 Layak
Keterangan:
100 : Diberikan jika instrumen sudah sesuai tanpa perbaikan
50 : Diberikan jika instrumen sudah sesuai namun perlu perbaikan
0 : Diberikan jika instrumen tidak sesuai
Adib Rifqi Setiawan, Motivasi dan Hasil Belajar dalam Pembelajaran Adaptif Fisika menggunakanNaḍom Mabādī ‘Asyroh
2. Lampiran B. Hasil Uji Coba Instrumen
No. Nama H 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Ikhsan Selamet Hermansyah 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
2 Ahmad Dimyati Faqih 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1
3 Ahmad Zaini Nurrohmad 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0
4 Ahwil Noor Hakim 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
5 Alvin Sholichuddin 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
6 Uwaisy Al Qorni 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1
7 Ahmad Azka Kholili 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
8 Hakan Hasan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
9 Rafli Yahya Ainul Majid 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0
10 Rohman Syukrul Ghoni 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
11 Ryan Aditya 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
12 Slamet Maqfudin 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1
13 Abdullah In`Am Maulana 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0
14 Afifuddin Attaqi 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
15 Fahridzal Setya Nugraha 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
16 Feylix Ignaz Tsanaya 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
17 Mahia Atha Bagaskara 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
18 Muhammad Aris Azhari 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
19 M. Ilham Haqiqi 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
20 Mohammad Anzilni Mubaraka 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
21 Muhammad Ihsan Kamil 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
22 Muhammad Irsyad Fakhruddin 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
23 M. Arsal Jubran R 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0
24 Muhammad Badruzzaman 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0
25 Muhammad Hasfi Nasuha 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1
26 Muhammad Haidar Ichsanul Zidan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
27 Muhammad Rafid `Azzan 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1
28 Muhammad Za`Faron Ulil Huda 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
29 Muhammad Zaky Falih 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1
30 Muhammad Zahrul Umar 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
31 Muhammad Syaiful Anam 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
32 Muhammad Arif Fatchur Ronji 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
33 Muhammad Ali Ridwan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
34 Muhammad Fitrotammizan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
35 Mochammad Feryando Sujatmiko 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1
WaPFi (Wahana Pendidikan Fisika) 2020, Vol.5 No.2, 132-146
36 Muhammad Fiqi Azzaini 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
37 Muhammad Najmi Basya Kamal 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1
38 M. Niqo El Fakri Hadani 1 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0
39 Muhammad Hery Asnawi 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1
40 Naim Akbar Hana 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0
41 Naufal Dani Rohmatulloh 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0
42 Yunus Dwi Yulianto 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0
Jumlah (x) 42 38 41 39 38 34 34 34 34 35 29
Koefisien Reliabilitas 0,810
Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 14, No. 2, Desember 2020, pp. 144-152 p-ISSN
144
Pembelajaran Literasi Saintifik untuk Pendidikan Dasar
Adib Rifqi Setiawan1(*), Wahyu Eka Saputri2 1Pondok Pesantren Ath-Thullab, Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS)
2Λlobatniɔ Research Society (ΛRS)
Abstract Received Revised Accepted
: 19 Mar 2020 : 20 Okt 2020 : 22 Des 2020
This research constructs a learning design to guide primary students on achieving scientific literacy. The approach used is a mixed-method sequential exploratory model. This result shows that the validity and
reliability of this design in general on the category can be used. The implementation of 35 students in Kabupaten Kudus revealed that this design could be applied by the teacher and could be responded to by students during learning.
Keywords: learning design; primary school; scientific literacy (*) Corresponding Author: [email protected], +62-856-4067-6017
How to Cite: Setiawan, Adib Rifqi & Saputri, Wahyu Eka. (2020). Pembelajaran Literasi Saintifik untuk Pendidikan Dasar. Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran, 14 (2): 144-152. DOI: https://doi.org/10.26877/mpp.v14i2.5794
PENDAHULUAN
Penilaian PISA (Programme for International Students Assessment) pada 2006–
2019 dan beberapa kajian pada periode itu telah menemukan bahwa pembelajaran di
Indonesia secara umum tidak dapat membimbing pelajar secara optimal untuk
mencapai literasi saintifik (OECD, 2019; Setiawan, 2019; 2017; Utari, Karim, Prima, Saepuzaman, & Nugaha, 2017; OECD&ADB, 2015; Naturasari, Roshayanti, &
Nurwahyunani, 2016; Adisendjaja, 2008). Semua informasi menyampaikan simpulan
bahwa pelajar Indonesia secara keseluruhan tampak tidak mengapresiasi
pengetahuan ilmiah, kurang melihat peluang untuk menjadi ilmuwan, serta jarang
memanfaatkan penguasaan teknis sains secara praktis di luar penyelidikan ilmiah.
Mungkin hanya sebagian kecil pelajar Indonesia yang berharap untuk mengejar karier di bidang sains dibanding semua pelajar di negara berkembang ini. Di antara
sebagian kecil itu, tidak terdapat jumlah yang secara signifikan memiliki kinerja tinggi
dalam literasi saintifik dibanding pelajar dari negara lain yang ikut serta dalam
penilaian PISA.
Sebenarnya sudah terdapat beberapa upaya untuk melatih literasi saintifik melalui pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik maupun peneliti Indonesia.
Misalnya dilakukan oleh Utari, Karim, Prima, Saepuzaman, & Nugraha (2017) melalui
pembelajaran fisika topik termodinamika di sekolah menengah. Diperoleh hasil
berupa sebagian besar pelajar dapat membuat pertanyaan serta menyusun langkah
eksperimen dan tabel pengamatan, tapi tidak terdapat pelajar yang mengkritik atau
memberikan saran terhadap hasil percobaan yang mereka lakukan (Utari, Karim, Prima, Saepuzaman, & Nugaha, 2017). Setiawan (2019; 2017) melakukan upaya yang
sama melalui pembelajaran fisika topik mekanika di sekolah menengah yang diukur
berdasarkan instrumen susunan Setiawan, Utari, & Nugraha (2017). Hasil
menunjukkan bahwa secara keseluruhan literasi saintifik pelajar mengalami
peningkatan pada kategori sedang setelah diterapkan pendekatan saintifik (Setiawan, 2019; 2017).
Upaya serupa juga dilakukan oleh Dinata, Adisendjaja, & Amprasto (2018)
ketika melakukan field trip dalam pembelajaran biologi topik ekosistem di sekolah
menengah. Diperoleh hasil berupa peningkatan kategori tinggi dalam kompetensi
menjelaskan fenomena secara ilmiah serta sedang dalam menafsirkan data dan bukti
secara ilmiah (Dinata, Adisendjaja, & Amprasto, 2018). Upaya lain juga dilakukan
Setiawan (2019; 2019) melalui pembelajaran biologi topik plantae dan animalia di sekolah menengah yang diukur berdasarkan instrumen susunan Setiawan &
Mufassaroh (2019). Hasil menunjukkan bahwa perbandingan penerapan pendekatan
: 1978-936X
e-ISSN : 2528-0562
DOI: http://dx.doi.org/10.26877/mpp.v14i2.5794
Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 14, No. 2, Desember 2020, pp. 144-152 p-ISSN : 1978-936X
e-ISSN : 2528-0562 DOI: https://doi.org/10.26877/mpp.v14i2.5794
145
saintifik dengan beberapa riset lain menunjukkan tidak ditemukan perbedaan
menyolok antar model pembelajaran dari sisi peningkatan maupun keefektifan (Setiawan, 2019; 2019).
Upaya untuk melihat lebih rinci profil literasi saintifik siswa sekolah
menengah yang dilakukan Setiawan (2019) melalui riset korelasi menggunakan
instrumen Setiawan (2019), Siayah & Setiawan (2019), serta Velasufah & Setiawan
(2019), yang mengungkap bahwa kecerdasan naturalistik dan efikasi diri memiliki korelasi kuat dengan literasi saintifik. Lebih lanjut Setiawan (2019) menyarankan
agar pembelajaran dapat memfasilitasi kecerdasan dan motivasi siswa untuk
membimbing siswa dalam memperoleh literasi saintifik.
Bila dicermati, kajian pustaka yang disampaikan menampakkan bahwa upaya
untuk melatih literasi saintifik melalui pembelajaran lebih banyak dilakukan di
sekolah menengah. Upaya yang sama belum dilakukan di sekolah dasar. Kami menganggap bahwa untuk membimbing siswa dalam memperoleh literasi saintifik,
perlu sedini mungkin dimulai di sekolah dasar yang merupakan tahap awal
kehidupan pelajar. Alasan utama yang mendasari anggapan kami ialah nilai penting
berfokus kepada anak-anak untuk membekali keterampilan yang penting untuk
keseharian, lebih efektif dalam melatih literasi saintifik di sekolah dasar yang tingkat kerumitan topik pembelajaran lebih sederhana dibanding sekolah menengah, serta
lebih efisien untuk membiasakan hal ini sejak dini daripada melakukan tindakan
perbaikan untuk orang yang berusia tua (Setiawan, Puspaningrum, & Umam, 2019;
Setiawan, 2020).
Berdasarkan sebaran informasi yang disampaikan, kami merasa perlu untuk
menyusun desain pembelajaran untuk membimbing siswa sekolah dasar dalam memperoleh literasi saintifik. Karena itu, pertanyaan yang menjadi fokus riset ini
ialah, “Bagaimana desain pembelajaran untuk membimbing siswa sekolah dasar
dalam memperoleh literasi saintifik?”
METODE Riset ini membutuhkan data berupa kajian pustaka tentang karakteristik
pembelajaran sekolah dasar, indikator literasi saintifik, serta survei dan ujicoba
terhadap rancangan. Berdasarkan tujuan riset dan kebutuhan data, dapat dipakai
metode kombinasi (mixed method) (Sugiyono, 2018; Creswell, 2014; Fraenkel, Wallen,
& Hyun, 2012). Pendekatan ini dipilih karena kami ingin membuat desain
berdasarkan kajian pustaka terkait karakteristik pembelajaran sekolah dasar dan indikator literasi saintifik. Desain tersebut kemudian dilihat keabsahan dan
keandalannya berdasarkan survei kemudian diterapkan sebagai ujicoba ke dalam
pembelajaran. Karena urutan awal menggunakan metode kualitatif dan akhir
memakai metode kuantitatif, model kombinasi yang digunakan berupa sequential exploratory (Sugiyono, 2018; Creswell, 2014; Fraenkel, Wallen, & Hyun, 2012).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 24
Tahun 2016 menyampaikan bahwa pembelajaran di sekolah dasar dilaksanakan
menggunakan model tematik (Kemdikbud, 2016). Model tematik adalah metode
pembelajaran yang menekankan pemberian tema khusus pilihan untuk mengajarkan beberapa konsep berdasarkan paduan penggunaan ragam informasi ketika
mempelajari topik tertentu (Resor, 2017; Seefeldt, 2005).
Uraian perubahan kurikulum dari Setiawan & Sari (2019) menunjukkan
bahwa konsep paduan penggunaan ragam informasi untuk mengajar di sekolah
Indonesia, secara umum bukan hal baru dan tidak sukses pada masa lalu. Sebagai tambahan, beberapa orang menanggap pembelajaran tematik adalah satu
kesempatan sementara sebagian lain memandang bahwa ini memiliki masalah.
Namun, jawaban untuk bagaimana penerapan pembelajaran tematik belum dikaji
secara menyeluruh di Indonesia.
Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 14, No. 2, Desember 2020, pp. 144-152 p-ISSN : 1978-936X
e-ISSN : 2528-0562 DOI: https://doi.org/10.26877/mpp.v14i2.5794
146
Pembelajaran tematik di kelas V dilaksanakan untuk mata pelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), Bahasa Indonesia, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, serta Seni Budaya dan Prakarya (SBdP)
(Kemdikbud, 2016). Sebagai pelaku lapangan, keadaan yang kami alami selama debut
memandu pembelajaran menggunakan model tematik pada 2020/2021 menunjukkan
bahwa kelima mata pelajaran tersebut tidak selalu seperti itu. Perbedaan
karakteristik antar konten pembelajaran membuat paduan lebih kerap hanya mencakup kompetensi dasar 2–3 mata pelajaran. Secara umum, mata pelajaran IPS
dan PPKn tidak pernah dipadukan dengan IPA, tapi ketiganya dapat dipadukan
dengan Bahasa Indonesia dan SBdP. Namun, untuk topik tertentu seperti lingkungan
(ekosistem), kelima mata pelajaran tersebut dapat dipadukan secara utuh dan
menyeluruh (Setiawan, 2020).
Uraian perkembangan peradaban manusia yang disajikan oleh Abū al-Fatḥ
Muḥammad ibn ‘Abd al-Karīm al-Syahrostānī (2010) dalam bukunya al-Milal wa al-
Niḥal menunjukkan bahwa literasi saintifik sendiri bukan gagasan modern karena
sudah muncul sejak 2.603 tahun lalu ketika Thalēs melibatkan dirinya dalam
penyelidikan ilmiah termasuk juga rekayasa. Thalēs memperoleh kredit sebagai orang
pertama yang berhasil memprediksi gerhana matahari pada 28 Mei 585 SM (Panchenko, 1994). Dirinya juga berhasil mendeskripsikan posisi Ursa Minor dan
berpikir bahwa rasi bintang bisa berguna sebagai panduan untuk navigasi di laut
(Boitani, 2015). Namun, nilai penting dari pekerjaan Thalēs ialah menggunakan
rumahnya untuk menjadi tempat pembelajaran di Ionia (pada waktu itu Yunani, saat
ini Turki), yang memelopori minat kuat dalam mengungkap hukum dasar guna
menjelaskan fenomena alam (Setiawan, 2016). Thalēs juga memanfaatkan kemampuan memprediksi cuaca untuk membeli semua mesin pengepres zaitun di
Milētos setelah memperkirakan cuaca dan panen yang baik pada tahun tertentu guna
mendapatkan kekayaan dari panen zaitun sekaligus membuktikan kepada sesama
warga Milētos bahwa penyelidikan ilmiah dapat berguna untuk keseharian termasuk
finansial (Crawford & Sen, 1996). Tabel 1. Rincian Indikator setiap Kompetensi Literasi Saintifik
Kompetensi Indikator
Menjelaskan masalah
secara ilmiah
Menerapkan pengetahuan ilmiah yang sesuai
Menyusun pertanyaan berdasarkan fokus masalah
Menafsirkan data secara
ilmiah
Menyajikan data menggunakan ragam representasi yang
sesuai
Menganalisis informasi dari setiap representasi
Mengomunikasikan
informasi ilmiah
Menyimpulkan informasi berdasarkan analisis
Menjelaskan manfaat pengetahuan ilmiah bagi
masyarakat
Merencanakan
penyelidikan ilmiah
Menentukan variabel penyelidikan
Mengusulkan cara mengeksplorasi secara ilmiah terhadap
pertanyaan yang diberikan
Melakukan penyelidikan
ilmiah
Mengidentifikasi, menggunakan, dan menghasilkan model
dan representasi yang jelas
Mengidentifikasi asumsi, bukti, dan penalaran dalam bacaan
Mengevaluasi
penyelidikan ilmiah
Mengevaluasi cara mengeksplorasi secara ilmiah terhadap
pertanyaan yang diberikan
Mengevaluasi argumen dan bukti ilmiah dari beragam tipe
sumber
Informasi tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran di sekolah dasar yang
menggunakan model tematik dipandang memiliki keselarasan dengan literasi
saintifik, terjadi karena literasi saintifik menekankan kepada kecakapan untuk menerapkan pengalaman terlibat pembelajaran ke dalam keseharian, bukan sebatas
menguasai konsep kurikuler tertentu (Setiawan, 2020). Berdasarkan kajian pustaka
Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 14, No. 2, Desember 2020, pp. 144-152 p-ISSN : 1978-936X
e-ISSN : 2528-0562 DOI: https://doi.org/10.26877/mpp.v14i2.5794
147
yang dilakukan terhadap Hurd (1998), Gormally, dkk. (2012), Fives, dkk. (2014),
OECD (2019), serta Setiawan (2020), indikator literasi saintifik yang kami rancang fokus terhadap kompetensi yang secara rinci dapat dilihat melalui Tabel 1.
Setelah indikator ditentukan, kami menyusun instrumen penilaian
pembelajaran. Pilihan ini diambil karena dengan acuan penilaian tersebut, dapat
dirancang proses pembelajaran yang perlu dialami oleh siswa. Agar tujuan proses
tersebut selaras dengan hasil yang diharapkan, kami turut menyusun lembar kegiatan siswa (LKS). LKS juga berguna untuk memudahkan pelaksanaan sekaligus
mengevaluasi proses pembelajaran. Berdasarkan istrumen penilaian pembelajaran
tersebut, kemudian dibuat susunan acuan desain pembelajaran dalam bentuk
matriks. Dengan demikian, desain pembelajaran dibuat berdasarkan hasil yang
diharapkan dan proses yang memungkinkan untuk diterapkan.
Instrumen penilaian pembelajaran yang dirancang berupa tes penguasaan konsep dan tes literasi saintifik. Rancangan ini dipilih agar tujuan pembelajaran di
sekolah dengan literasi saintifik dapat dipadukan. Rincian topik yang diujikan untuk
tes konsep ialah: Hak dan Kewajiban (PPKn), Teks Eksplanasi (Bahasa Indonesia),
Lingkungan dan Panas (IPA), Kegiatan Ekonomi (IPS), dan Seni Rupa (PJOK).
Sementara literasi saintifik difokuskan kepada domain kompetensi yang rincian indikator dapat dilihat melalui tabel 1. Instrumen tersebut disusun dalam tes objektif
beralasan untuk menghindari kesubjektifan dalam memeriksa jawaban, mengurangi
kesulitan dalam memberikan skor, serta meminimalisir waktu pengoreksian
instrumen. Selain itu, dalam keseharian, biasanya seseorang sudah memiliki
beberapa pilihan dalam membuat keputusan. Keberadaan pilihan jawaban dipakai
untuk membiasakan siswa untuk membuat keputusan berdasarkan beberapa pilihan. Penambahan alasan dipakai untuk mengarahkan siswa kepada jawaban yang
diharapkan serta mengurangi peluang menjawab secara spekulatif. Sehingga
keberadaan alasan dipakai sebagai faktor tebakan (koefisien penilaian). Dengan
demikian, penilaian setiap butir soal dilakukan menggunakan persamaan 1 dengan
acuan dari tabel 2:
𝑁𝑖 = 𝑆𝑖 × 𝐹𝑖 (Persamaan 1. penilaian setiap butir soal)
keterangan:
𝑁𝑖 = nilai setiap butir soal (nilai 0–2)
𝑆𝑖 = skor setiap butir pilihan jawaban (nilai 0–1)
𝐹𝑖 = skor faktor tebakan setiap butir soal (nilai 0–2)
Tabel 2. Klasifikasi Faktor Tebakan
Skor Bentuk Uraian
2 Alasan terkait serta mendukung jawaban yang dipilih
1 Alasan terkait, tapi tidak mendukung jawaban yang dipilih
0 Alasan tidak terkait dengan jawaban yang dipilih 0 Alasan tidak disampaikan
Dalam pelaksanaan proses pembelajaran, siswa diberi LKS yang memuat
konsep tertentu dengan langkah sesuai indikator literasi saintifik guna menuntun
siswa untuk mencapai hasil belajar sesuai indikator yang telah ditetapkan. LKS
disusun berdasarkan model yang dipakai dalam setiap proses pembelajaran, meliputi:
group work dan guided inquiry. Pembedaan tersebut diambil karena karakteristik
topik yang dibahas dan kompetensi yang dibekalkan tidak sama sepenuhnya, sehingga gambaran kegiatan pembelajaran tidak dapat disamakan seluruhnya. Group work dipakai supaya membekali siswa untuk dapat berkolaborasi dalam membahas
masalah tertentu, yang dipandang selaras untuk membahas topik Teks Eksplanasi
(Bahasa Indonesia), Hak dan Kewajiban (PPKn), serta Kegiatan Ekonomi (IPS) (Siayah,
Kurniawati, Velasufah, & Setiawan, 2019). Model guided inquiry dipilih karena
gambaran kegiatan untuk setiap tahap pembelajaran yang menekankan siswa agar
dapat mengembangkan keterampilan ilmiah, yang dianggap cocok untuk membahas topik Teks Eksplanasi (Bahasa Indonesia), Lingkungan dan Panas (IPA), serta dan
Seni Rupa (PJOK) (Siayah, Kurniawati, Velasufah, & Setiawan, 2019).
Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 14, No. 2, Desember 2020, pp. 144-152 p-ISSN : 1978-936X
e-ISSN : 2528-0562 DOI: https://doi.org/10.26877/mpp.v14i2.5794
148
Keabsahan instrumen penilaian pembelajaran dan LKS ditentukan
berdasarkan validasi pakar (Fraenkel, Wallen, & Hyun, 2012). Validasi dilakukan terhadap keselarasan instrumen penilaian pembelajaran dan LKS dengan program
yang dikembangkan, kesesuaian indikator dengan soal, ketepatan jawaban dengan
pertanyaan, serta kecocokan soal dengan jenjang sekolah. Pakar yang dipilih yaitu
akademisi yang memiliki kepakaran literasi saintifik (1 orang), pendidikan dasar (1
orang), evaluasi pembelajaran (1 orang), dan model pembelajaran (1 orang), serta praktisi pembelajaran sekolah dasar (1 orang) dan penyunting naskah bacaan anak (1
orang). Hasil validasi berupa penilaian terhadap setiap butir soal yang diolah
menggunakan persamaan 2 kemudian ditafsirkan berdasarkan tabel 3. Berdasarkan
tabel tersebut, instrumen penilaian pembelajaran dan LKS dapat digunakan kalau
memenuhi kriteria ‘sangat layak’ atau ‘cukup layak’.
𝑃(𝑠) =𝑠
𝑁× 100% (Persamaan 2. Pengolahan Hasil Validasi)
keterangan:
𝑃(𝑠) = persentase setiap butir soal
𝑠 = skor setiap butir soal
𝑁 = jumlah keseluruhan butir soal
Tabel 3. Penafsiran Penilaian
Rentang Rerata Penilaian Pakar (%) Kriteria Kelayakan Instrumen
7,001 ≤ % ≤10,000 Sangat layak 4,001 ≤ % ≤7,000 Cukup layak
0,000 ≤ % ≤4,000 Tidak layak
Untuk keandalan instrumen penilaian pembelajaran dan LKS diukur
berdasarkan nilai konsistensi internal (internal consistency), yang diolah
menggunakan persamaan 3 kemudian ditafsirkan berdasarkan tabel 4. Berdasarkan
tabel tersebut, instrumen penilaian pembelajaran dan LKS dapat digunakan nilai ∝
sebagai acuan koefisien keandalan (reliability coefficient) besar dari 0,700 (Fraenkel,
Wallen, & Hyun, 2012; Cronbach, 1951).
𝛼 = 𝑛
𝑛−1(1 −
∑ 𝑉𝑖𝑖
𝑉𝑡) (Persamaan 3. Kuder-Richardson Approaches)
keterangan:
𝛼 = koefisien alfa
𝑛 = jumlah butir soal
𝑉𝑖 = simpangan baku setiap butir soal
𝑉𝑡 = simpangan baku keseluruhan
Tabel 4. Penafsiran Penilaian Keandalan Instrumen
Nilai Alfa Cronbach (α) Kategori Konsistensi Internal
α ≤ 0,9 Luar biasa
0,8 ≤ α <0,9 Baik
0,7 ≤ α <0,8 Dapat diterima
0,6 ≤ α <0,7 Dipertanyakan
0,5 ≤ α <0,6 Rendah α < 0,5 Tidak dapat diterima
Dalam melaksanakan ujicoba tersebut kami memilih partisipan sebanyak 17
orang yang dipilih menggunakan teknik convenience sampling karena keterbatasan
tenaga (Fraenkel, Wallen, & Hyun, 2012). Hasil validasi pakar dan ujicoba dapat
dilihat melalui Tabel 5. Hasil berupa instrumen penilaian dan LKS ini dapat
digunakan sebagai bahan penyusunan program pembelajaran yang gambaran umum
diperlihatkan melalui Tabel 6. Keseluruhan hasil yang kami hasilkan dapat disebar secara luas dalam satu
paket perangkat pembelajaran atau terpisah. Penyebaran ini dapat digunakan untuk
keperluan praktik pembelajaran maupun replikasi riset. Satu paket yang dimaksud
ialah digunakan seutuhnya berdasarkan kerja kami. Sedangkan terpisah berarti
hanya diambil seperlunya, seperti instrumen penilaian pembelajaran untuk
mengukur profil literasi saintifik siswa.
Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 14, No. 2, Desember 2020, pp. 144-152 p-ISSN : 1978-936X
e-ISSN : 2528-0562 DOI: https://doi.org/10.26877/mpp.v14i2.5794
149
Keterbatasan tenaga membuat kami melaksanakan desain terbatas di satu
rombel. Penerapan program pembelajaran dilakukan terbatas di satu kelas, yaitu kelas V di salah satu madrasah ibtidaiyyah di Kabupaten Kudus. Di kelas ini
pembelajaran tematik dilakukan sebanyak 4 pertemuan dengan total alokasi waktu
sebanyak 11 jam pembelajaran setiap pekan. Aspek yang diperhatikan dalam
penerapan program ialah pelaksanaan guru dan tanggapan siswa. Pelaksanaan guru
dilihat berdasarkan catatan pelaksanaan pembelajaran, sementara tanggapan siswa dilihat berdasarkan isian dalam LKS. Dapat dilihat di gambar 1 bahwa program dapat
diterapkan hampir maksimal di setiap tahap. Rincian data menunjukkan bahwa
rerata pelaksanaan guru sebesar 75,17 dan tanggapan siswa sebesar 69,17.
Tabel 5. Hasil Validasi Pakar dan Ujicoba Terbatas
Susunan Validasi Pakar Uji Coba
1 2 3 4 5 6 Rerata Kelayakan α Keabsahan
LKS A 5 7 5 7 7 6 6,167 Cukup Layak 0,962 Dapat digunakan
7 8 7 6 7 8 7,167 Cukup Layak 0,710 Dapat digunakan
7 8 7 6 7 7 7,000 Cukup Layak 0,983 Dapat digunakan
8 7 7 7 7 7 7,167 Sangat Layak 0,724 Dapat digunakan
7 8 5 5 7 6 6,333 Cukup Layak 0,932 Dapat digunakan
7 7 7 6 7 7 6,833 Cukup Layak 0,843 Dapat digunakan
LKS B 7 8 7 5 7 7 6,833 Cukup Layak 0,901 Dapat digunakan
8 7 5 6 7 7 6,667 Cukup Layak 0,839 Dapat digunakan
7 8 7 6 7 7 7,000 Cukup Layak 0,703 Dapat digunakan
8 7 7 7 7 7 7,167 Sangat Layak 0,943 Dapat digunakan
7 7 7 5 7 5 6,333 Cukup Layak 0,839 Dapat digunakan
7 8 7 4 7 7 6,667 Cukup Layak 0,772 Dapat digunakan
Tes A 7 7 7 7 7 7 7,000 Cukup Layak 0,824 Dapat digunakan
Tes B 9 8 7 5 7 8 7,333 Sangat Layak 0,848 Dapat digunakan
Keterangan: 1) LKS A: Kelompok topik Hak dan Kewajiban (PPKn), Teks Eksplanasi (Bahasa Indonesia), serta Kegiatan Ekonomi (IPS)
2) LKS B: Kelompok topik Teks Eksplanasi (Bahasa Indonesia), Ekosistem dan Panas (IPA), serta Seni Rupa (SBdP)
3) Tes A: Tes Konsep terkait
4) Tes B: Tes Literasi Saintifik
Gambar 1. Pelaksanaan Program Pembelajaran
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Pelaksanaan Guru (%) Tanggapan Siswa (%)
Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 14, No. 2, Desember 2020, pp. 144-152 p-ISSN : 1978-936X e-ISSN : 2528-0562 DOI: https://doi.org/10.26877/mpp.v14i2.5794
150
Tabel 6. Matriks Indikator Literasi Saintifik dengan Langkah Pembelajaran
No. Tahap Langkah Kompetensi Indikator
1 Penda-
huluan
Apersepsi - -
Motivasi - -
2 Inti Mengamati Menjelaskan
masalah secara
ilmiah
Menerapkan pengetahuan
ilmiah yang sesuai
Melakukan
penyelidikan ilmiah
Mengidentifikasi,
menggunakan, dan
menghasilkan model dan
representasi yang jelas
Menanya Merencanakan penyelidikan ilmiah
Menentukan variabel penyelidikan
Menjelaskan
masalah secara
ilmiah
Menyusun pertanyaan
berdasarkan fokus masalah
Merencanakan
penyelidikan ilmiah
Mengusulkan cara
mengeksplorasi secara ilmiah terhadap pertanyaan yang
diberikan
Mengolah
informasi
Melakukan
penyelidikan ilmiah
Mengidentifikasi asumsi,
bukti, dan penalaran dalam
bacaan Menafsirkan data
secara ilmiah
Menyajikan data
menggunakan beragam
representasi yang sesuai
Menafsirkan data
secara ilmiah
Menafsirkan data secara
ilmiah
Mengomunikasikan
hasil
Mengomunikasikan informasi ilmiah
Menyimpulkan informasi berdasarkan analisis
Mengomunikasikan
informasi ilmiah
Menjelaskan manfaat
pengetahuan ilmiah bagi
masyarakat
3 Penu-tup
Menelaah kembali
Mengevaluasi penyelidikan ilmiah
Mengevaluasi cara mengeksplorasi secara ilmiah
terhadap pertanyaan yang
diberikan
Mengevaluasi
penyelidikan ilmiah
Mengevaluasi argumen dan
bukti ilmiah dari beragam
tipe sumber Informasi - -
PENUTUP
Hasil riset berupa desain pembelajaran untuk membimbing siswa sekolah
dasar dalam memperoleh literasi saintifik, yang keabsahan dan keandalan secara
umum termasuk dalam kategori dapat digunakan. Melalui penerapan kepada 35 siswa di Kabupaten Kudus diperoleh bahwa desain ini dapat dilaksanakan guru serta
bisa diikuti siswa. Penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran tematik dapat
menjadi sarana untuk memandu siswa untuk memiliki literasi saintifik. Dalam riset
sosial, hasil yang diperoleh tidak memberi garansi bahwa keabsahan dan keandalan
yang sama dapat berlaku untuk partisipan lain. Alasannya antara lain, ruang lingkup
pembahasan berada dalam spektrum tertentu. Kalau hanya mengambil simpulan tanpa memperhatikan rincian tertentu seperti metode dan fokus pembahasan, berarti
yang terjadi adalah implantasi atau pencangkokan. Karena itu, penelitian ini masih
perlu dilakukan pengembangan berlanjut hingga membuahkan hasil optimal.
Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 14, No. 2, Desember 2020, pp. 144-152 p-ISSN : 1978-936X e-ISSN : 2528-0562 DOI: https://doi.org/10.26877/mpp.v14i2.5794
151
DAFTAR PUSTAKA
Adisendjaja, Y. H. (2008). Analisis Buku Ajar Biologi SMA Kelas X di Kota Bandung Berdasarkan Literasi Sains. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
al-Syahrostānī, A. a.-F.-K. (2010). al-Milal wa al-Niḥal. Amman: Muassasat al-Ḥalabi.
Boitani, P. (2015). Ulysses and the Stars. Strumenti Critici , 30 (1), 3-18.
Crawford, G., & Sen, B. (1996). Derivatives for Decision Makers: Strategic Management Issues. Hoboken: John Wiley & Sons.
Creswell, J. W. (2014). Research Design Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches (Edisi Keempat ed.). (V. Knight, Penyunt.) Thousand Oaks: SAGE
Publications.
Cronbach, L. J. (1951). Coefficient Alpha and the Internal Structure of Tests.
Psychometrika , 16, 297–334.
Dinata, A. N., Adisendjaja, Y. H., & Amprasto. (2018). Pengaruh Field Trip terhadap Kemampuan Literasi Sains dan Sikap terhadap Sains Siswa SMA pada Materi
Ekosistem. Assimilation: Indonesian Journal of Biology Education , 1 (1), 8-13.
Fives, H., Huebner, W., Birnbaum, A. S., & Nicolich, M. (2014). Developing a Measure
of Scientific Literacy for Middle School Students. Science Education , 98 (4), 549-
580.
Fraenkel, J. R., Wallen, N. E., & Hyun, H. H. (2012). How to Design and Evaluate Research in Education (Edisi Kedelapan ed.). (S. Kiefer, Penyunt.) New York City:
McGraw-Hill Companies. Gormally, C., Brickman, P., & Lutz, M. (2012). Developing a Test of Scientific Literacy
Skills (TOSLS): Measuring Undergraduates’ Evaluation of Scientific Information
and Arguments. CBE—Life Sciences Education , 11 (4), 364-377.
Hawking, S. W., & Mlodinow, L. (2010). The Grand Design. New York City: Bantam
Books.
Hurd, P. d. (1998). Scientific Literacy: New Minds for a Changing World. Science Education , 82 (3), 407-416.
Juliani, R. (2015). Rekonstruksi Rancangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Melalui Analisis Kesulitan Literasi Sains Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama Pada Topik Listrik Dinamis. Bandung: Universitas Pendidikan
Indonesia.
Kemdikbud. (2016). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pelajaran Pada Kurikulum 2013 pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Jakarta Pusat: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia .
Naturasari, H., Roshayanti, F., & Nurwahyunani, A. (2016). Profil Kualitas Literasi
Sains Siswa SMP Se-Kabupaten Pati. Bioma: Jurnal Ilmiah Biologi , 5 (2), 1895.
OECD. (2019). PISA 2018 Assessment and Analytical Framework. Paris: OECD
Publishing.
OECD. (2019). Science Performance (PISA) (indicator). Paris: OECD Publishing.
OECD&ADB. (2015). Education in Indonesia: Rising to the Challenge. Paris: OECD Publishing.
Panchenko, D. (1994). Thales's Prediction of a Solar Eclipse. Journal for the History of Astronomy , 25 (4), 275-288.
Resor, C. W. (2017). Investigating Family, Food, and Housing Themes in Social Studies. Maryland: Rowman & Littlefield Publishers.
Seefeldt, C. (2005). How to Work with Standards in the Early Childhood Classroom. New York City: Teachers College Press.
Setiawan, A. R. (2019). Efektivitas Pembelajaran Biologi Berorientasi Literasi Saintifik.
Thabiea : Journal of Natural Science Teaching , 2 (2), 83–94.
Setiawan, A. R. (2019). Instrumen Penilaian untuk Pembelajaran Ekologi Berorientasi
Literasi Saintifik. Assimilation: Indonesian Journal of Biology Education , 2 (2),
42–46.
Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran Vol. 14, No. 2, Desember 2020, pp. 144-152 p-ISSN : 1978-936X e-ISSN : 2528-0562 DOI: https://doi.org/10.26877/mpp.v14i2.5794
152
Setiawan, A. R. (2016, Januari 22). Ionia. ΛLΟBΑΤИIƆ .
Setiawan, A. R. (2019). Literasi Saintifik Berdasarkan Kecerdasan Majemuk dan
Motivasi Belajar. Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran , 13 (2), 126–137.
Setiawan, A. R. (2020). Pembelajaran Tematik Berorientasi Literasi Saintifik. . Jurnal Basicedu: Journal of Elementary Education, 04(01): . , 4 (1), 71–80.
Setiawan, A. R. (2020). Pendidikan Literasi Finansial Melalui Pembelajaran Fiqh
Mu’āmalāt Berbasis Kitab Kuning. (1, Penyunt.) Nazhruna: Jurnal Pendidikan Islam , 3 (1), 138–159.
Setiawan, A. R. (2019). Penerapan Pendekatan Saintifik untuk Melatih Literasi
Saintifik dalam Domain Kompetensi pada Topik Gerak Lurus di Sekolah
Menengah Pertama. Prosiding Seminar Nasional Fisika (SiNaFi) 2018 (hal. 7–13).
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Setiawan, A. R. (2017). Penerapan Pendekatan Saintifik untuk Melatihkan Literasi
Saintifik dalam Domain Kompetensi pada Topik Gerak Lurus di Sekolah Menengah Pertama. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Setiawan, A. R. (2019). Peningkatan Literasi Saintifik melalui Pembelajaran Biologi
Menggunakan Pendekatan Saintifik. Journal of Biology Education , 2 (1), 223–
235.
Setiawan, A. R. (2019). Penyusunan Program Pembelajaran Biologi Berorientasi Literasi Saintifik. Dalam A. Nurwahyunani, A. G. Wicaksono, R. Rakhmawati, &
F. Kaswinarni (Penyunt.), Seminar Nasional Sains & Entrepreneurship VI (SNSE VI). 1, hal. 348–355. Semarang: Universitas PGRI Semarang.
Setiawan, A. R., & Mufassaroh, A. Z. (2019, Juni 28). Menyusun Soal Literasi Saintifik
untuk Pembelajaran Biologi Topik Plantae dan Animalia. BIOSFER: Jurnal Biologi dan Pendidikan Biologi , 33–40.
Setiawan, A. R., & Saputri, W. E. (2019, Oktober 16). Analysis on Validity and Reliability of Science Motivation Questionnaire II (SMQ-II) Bahasa Indonesia
Version. Λlobλtиiɔ Research Society (ΛRS) (PrePrint) .
Setiawan, A. R., & Sari, D. R. (2019). A Simple Essay of Natural Science Curricula in
Indonesia. Λlobλtиiɔ Research Society (ΛRS) (PrePrint) .
Setiawan, A. R., Puspaningrum, M., & Umam, K. (2019). Pembelajaran Fiqh Mu’āmalāt Berorientasi Literasi Finansial. Tarbawy: Indonesian Journal of Islamic Education , 6 (2), 187–102.
Setiawan, A. R., Utari, S., & Nugraha, M. G. (2017). Mengonstruksi Rancangan Soal
Domain Kompetensi Literasi Saintifik Siswa SMP Kelas VIII pada Topik Gerak
Lurus. Wahana Pendidikan Fisika , 2 (2), 44–48.
Siayah, S., & Setiawan, A. R. (2019, Juni 26). Multiple Intelligences Survey: Analysis
on Validity and Reliability of Bahasa Indonesia Version Through Different
Education Level. Λlobλtиiɔ Research Society (ΛRS) (PrePrint) .
Siayah, S., Kurniawati, N. K., Velasufah, W., & Setiawan, A. R. (2019, September 30).
A Brief Explanation of Basic Science Education. Λlobλtиiɔ Research Society (ΛRS)
(PrePrint) .
Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Bisnis: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Kombinasi, dan R&D (Edisi ke-3 ed.). (S. Y. Suryandari, Penyunt.) Bandung:
Alfabeta.
Utari, S., Karim, S., Prima, E. C., Saepuzaman, D., & Nugaha, M. G. (2017).
Recostructing the Physics Teaching Didactic based on Marzano's Learning
Dimension on Training the Scientific Literacies. International Seminar on Mathematics, Science, and Computer Science Education (MSCEIS 2016). 812, hal.
012102. Bandung: Journal of Physics: Conference Series.