Menelaah Sastra Sebagai Salah Satu Unsur Dalam Perkembangan Bangsa

27
MENELAAH SASTRA SEBAGAI SALAH SATU UNSUR DALAM PERKEMBANGAN BANGSA Di Susun Oleh : Fakulas Teknik Sipil Dan Perencanaan Jurusan Teknik Arsitektur Institut Teknologi Medan T.A. 2014 / 2015 Nama : M. Fachri B.Z. NIM : 14.104.072

Transcript of Menelaah Sastra Sebagai Salah Satu Unsur Dalam Perkembangan Bangsa

MENELAAH SASTRA SEBAGAI SALAH SATU UNSUR DALAM

PERKEMBANGAN BANGSA

Di Susun Oleh :

Fakulas Teknik Sipil Dan Perencanaan

Jurusan Teknik Arsitektur

Institut Teknologi Medan

T.A. 2014 / 2015

Nama : M. Fachri B.Z.

NIM : 14.104.072

i

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur saya panjatkan terhadap ke-hadirat Tuhan Yang Maha

Esa, karena atas berkat rahmat dan karunia nyalah, karya tulis ilmiah ini dapat

terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan

karya ilmiah ini adalah untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Bahasa

Indonesia dengan dosen pengasuh Dra. Yulizar Yunas, M.Hum. Merujuk kepada

kesesuaian materi dan topik yang sedang hangat saat ini, maka penulis

mengangkat judul karya tulis ilmiah ini dengan judul MENELAAH SASTRA

SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PERKEMBANGAN BANGSA.

Dengan adanya makalah ini, Mahasiswa diharapkan lebih mampu

mengasah pemikiran dalam lingkungan Linguistik dan kesusastraan karena sastra

merupakan refleksi nyata dari sebuah perkembangan dan peradaban suatu bangsa.

Dalam melihat suatu perkembangan peradaban biasanya para sejarawan juga akan

memanfaatkan sastra sebagai referensi mereka. Oleh karena itu nilai-nilai sastra

yang terus berkembang dari jaman pra Aksara sampai saat ini memiliki nilai

historis pada setiap wilayah.

Sebagai seorang Mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran,

penulisan makalah ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, saya

sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun, guna

penulisan karya tulis yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.

Harapan saya, semoga karya tulis ilmiah ini dapat membangun kesadaran

dan membangkitkan semangat akademisi dalam membangun kembali sastra

sebagai salah satu unsur perkembangan Bangsa.

Penulis

M. Fachri B.Z.

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

1. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

a. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1

b. Rumusan Masalah ........................................................................................ 3

c. Maksud dan Tujuan Penelitian ..................................................................... 3

d. Kerangka Teori ............................................................................................. 4

e. Metode Penelitian ......................................................................................... 5

2. PEMBAHASAN ................................................................................................ 6

a. Identifikasi Masalah ..................................................................................... 6

b. Analisis Masalah .......................................................................................... 8

c. Data Penunjang ........................................................................................... 11

3. PENUTUP ........................................................................................................ 22

a. Kesimpulan ................................................................................................. 22

b. Rekomendasi .............................................................................................. 22

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 23

1

1. PENDAHULUAN

a. Latar Belakang Masalah

Kegiatan membaca pada umumnya banyak dipandang orang

sebagai kegiatan yang membosankan, hal ini terlihat saat kita dihadapkan

dengan pilihan membaca buku-buku atau menyaksikan tayangan televisi

yang pada akhirnya akan dipilih pastinya menyaksikan tayangan televise.

Kondisi seperti ini sangan memprihatinkan, ada banyak solusi agar

masyarakat kita gemar membaca. Salah satunya adalah dengan membaca

karya sastra. Membaca karya sastra yaitu kegiatan membaca yang

berhubungan dengan seni atau keindahan. Dalam membaca karya sastra,

pembaca dituntut untuk mengaktifkan daya imajinasinya dan

kreativitasnya agar dapat memahami dan menghayati isi bacaan. Setelah

membaca karya sastra pembaca akan memperoleh pengetahuan dan

pengalaman melalui karya sastra yang dibacanya. Disinilah letak

kelebihan pembaca karya sastra dibandingkan karya-karya lain. Dari itulah

kita akan memahami betul bahwa pentingnya kehidupan dengan banyak

membaca karya sastra.

Sastra dapat menjadi suatu nilai yang real, karena sastra banyak

dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dan membuat hidup kita semakin

berwarna. Perlu kita ketahui bahwa karya sastra telah membawa kita

kedalam perubahan zaman dengan beberapa perubahan dan pergantian

periode. Sastra merupakan salah satu bagian dari nilai budaya yang harus

2

tetap kita junjung sebagai nilai leluhur dari nenek moyang hingga pada

jaman Globalisasi seperti saat ini. Kegiatan Membaca dapat dijadikan

suatu tolak ukur sebagai perkembangan suatu bangsa, oleh sebab itu kita

harus menanamkan minat-minat membaca kepada generasi muda agar

bangsa ini dapat berkembang menjadi bangsa maju dengan masyarakat

yang memiliki karakter gemar membaca.

Mengembangkan karakter seseorang agar gemar membaca karya

sastra tidaklah sulit. Buku Sastra telah menghadirkan bacaan yang asik dan

menarik alias tidak membosankan. Dampaknya bagi mereka selain akan

kecanduan membaca merekapun akan mencoba membuat sebuah karya

untuk dijadikan sebuah bacaan. Dari sinilah karakter seseorang akan

dibangun menjadi manusia yang berwawasan luas akan ilmu bacaannya.

Perlu kita ketahui karya-karya sastra mencoba melukiskan hidup

senyata-nyatanya, sedangkan cerita-cerita hiburan sering menghindarkan

kenyataan-kenyataan itu, menutup-nutupinya, dengan maksud mengajak

pembaca melupakan kenyataan-kenyataan itu.

3

b. Rumusan Masalah

Untuk dapat mengarahkan dan memudahkan dalam melakukan

pembahasan yang lebih sistematis, penulis mencoba merumuskan masalah

yang akan dibahas dalam penulisan karya tulis ilmiah ini. Adapun

rumusan masalahnya yaitu:

1. Apa itu sastra dan karakter?

2. Bagaimana pengertian membaca sastra dan karakter bangsa?

3. Bagaimana sejarah sastra berdasarkan perkembangan bangsa?

4. Bagaimana peranan membaca sastra dalam perkembangan karakter

bangsa?

5. Apa manfaat membaca sastra dalam perkembangan karakter bangsa?

c. Maksud dan Tujuan Penelitian

Adapun maksud dan tujuan Penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui apa itu sastra dan karakter.

2. Untuk Mengetahui pengertian membaca sastra dan karakter bangsa.

3. Untuk mengetahui sejarah sastra berdasarkan perkembangan bangsa

4. Untuk mengetahui peranan membaca sastra dalam perkembangan

karakter bangsa.

5. Untuk mengetahui manfaat membaca sastra dalam perkembangan

karakter bangsa.

4

d. Kerangka Teori

1. Sastra

Pengertian sastra menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

karya seni yang berwujud dengan bahasa seperti gundahan prosa dan

puisi yang indah. Di kalangan masyarakat sendiri sastra lebih dikenal

secara umum dengan Ilmu Bahasa, namun secara rinci masyarakat

tidak terlalu paham akan apa itu sastra.

Pengertian sastra menurut Mursal Esten ( 1978 : 9 ) adalah :

“Sastra atau Kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan

imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia. (dan masyarakat)

melalui bahasa sebagai medium dan memiliki efek yang positif

terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan).”

Namun Sastra Menurut Panuti Sudjiman ( 1986 : 68 ) sendiri

adalah :

“Sastra sebagai karya lisan atau tulisan yang memiliki berbagai ciri

keunggulan seperti keorisinalan, keartistikan, keindahan dalam isi, dan

ungkapanya.”

Adapula pengertian Sastra Menurut Sapardi (1979 : 1) adalah :

“Sastra itu adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai

medium. Bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra

menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah

suatu kenyataan social.”

Jika kita menyatukan pemikiran-pemikiran para ahli diatas dapat

diambil kesimpulan bahwa sastra itu adalah sebuah konsep seni yang

berbasis bahasa atau linguistik baik yang berwujud prosa maupun

lainnya.

5

e. Metode Penelitian

Karya Tulis Ilmiah ini disusun dengan menggunakan pendekatan

kualitatif. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Melalui

metode ini penulis akan menguraikan permasalahan yang dibahas secara

jelas dan konprehensif. Data teoretis dalam karya tulis ini dikumpulkan

dengan menggunakan teknik studi pustaka, artinya penulis mengambil

data melalui pendekatan membaca berbagai literature yang relevan dengan

tema tulisan. Data tersebut diolah dengan teknik analisis melalui kegiatan

mengeksposisikan data serta mengaplikasikan data tersebut dalam konteks

tema karya tulis.

6

2. PEMBAHASAN

a. Identifikasi Masalah

Terdapat pengertian tentang pengertian membaca sastra dalam

perkembangan karakter bangsa ini. Menurut Guntur Tarigan membaca

sastra adalah suatu karya sastra dapat dikatakan indah apabila baik dari

segi bentuknya maupun dari segi isinya terdapat keserasian, keharmonisan

yang satu dengan yang lainnya. Apabila seseorang dapat mengerti seluk-

beluk bahasa dalam suatu karya sastra maka semakin mudah dia

memahami isinya serta menikmati keindahannya.

Pengertian membaca sastra digolongkan kedalam membaca estetis

yaitu membaca yang berhubungan dengan seni atau keindahan. Dalam

membaca sastra, pembaca dituntut untuk mengaktifkan daya imajinasinya

dan kreativitasnya agar dapat memahami dan menghayati isi bacaan.

Setelah membaca karya sastra pembaca akan memperoleh pengetahuan

dan pengalaman melalui karya sastra yang dibacanya. Disinilah letak

kelebihan pembaca karya sastra dibandingkan karya-karya lain.

Saya berpendapat bahwa sastra adalah nilai budaya yang lebih

komplit dan etis, mengandung realita yang tidak bisa kita pungkiri,

berkembangnya peradaban bangsa Indonesia telah mengandung sejarah

panjang dalam perjalanan dunia sastra, membaca sastra telah mengajarkan

kita kedalam kehidupan bangsa yang lebih bermartabat sehingga akan

7

mengembangkan perkembangan karakter seseorang dalam kehidupannya.

Membaca adalah keperluan jiwa yang harus kita tekankan dalam

kehidupan, dengan membaca sastra kita akan mengetahui perkembangan

budaya, seperti zaman dahulu saat kita belum mengenal tulis-menulis

ceritanya melalui mulut-kemulut (leluri) hingga sampai ini kehidupan

yang semakin maju dan berkembang, tentunya sastra telah menghadirkan

manusia yang cerdas dan kreatif serta akan membawa perubahan karakter

anak bangsa yang gemar membaca sastra sebagai kebutuhan pokok

hidupnya.

Banyak yang telah mengartikan pengertian tersebut dengan

persepsi yang berbeda-beda, dengan tujuan yang sama. Karena dengan

banyak membaca buku sastra, kita dapat menambah wawasan yang lebih

luas dibandingkan orang yang tidak suka membaca. Dengan membaca

kita dapat menunjukan kemajuan bangsa yang mempunyai karakter maju,

karena sastra telah banyak menghadirkan suatu yang realistis dan real

tentang kehidupan sehari-hari. Banyak definisi dari berbagai para ahli

bahwa kegiatan membaca itu sangat penting untuk menunjang pola pikir

seseorang dalam proses perubahan karakter.

8

b. Analisis Masalah

Dahulu kala orang belum mengenali tulis menulis, ceritanya

disampaikan dengan tutur kata. Tiap-tiap ceritanya secara turun temurun

diceritakan dari mulut ke mulut.

Suatu keanehan yang terdapat pada cerita lama itu adalah seperti

berikut:

Cerita itu pada umumnya cerita-cerita tentang kepercayaan kuno,

sehingga orang tidak boleh dengan sekehendak hati saja menuturkan atau

menjanjikannya sebab perbuatan demikian dapat menimbulkan amarah

dewa-dewa. Jadi tiap-tiap cerita itu harus diturunkan ketika pada waktu

yang baik dalam waktu tertentu.

Dilarang sekali menuturkan cerita atau doa mati sewenang-

wenangnya, sebab bila ada orang lalai dan berbuat demikian, laknat dan

kutuk akan menimpa dirinya dan keluarganya (kepercayaan orang toraja).

Sebab bukankah cerita itu menuturkan tentang perihal dewa-dewa, hantu,

peri, arwah-arwah orang tua atau makhluk bertubuh halus yang tidak dapat

diperolok-olokan.

Walaupun wujud cerita itu real dan sepintas lalu dan dapat

dikatakan sebagai cerita dongeng belaka, tetapi makhluk tersebut yang

terdapat didalam cerita itu adalah dewa, jin, peri, makhluk bertubuh halus,

yang harus dihormati.

Umumnya kebanyakan suku-suku bangsa di Nusantara pada masa

purba tidak mengindahkan sejarah atau perhitungan tahun. Kelalaian ini

Nampak pada sebuah sastra lama. Tiap-tiap gubahan atau cerita lama tidak

9

diberi berangka tahun, sehingga orang tidak dapat tahu, ketika karangan

itu digubah atau dikarang. Bagi orang dahulu angka tahun tidak begitu

penting. Begitu pula nama pengarang tidak pernah dibubuhi, sebab

perseorangan atau individu tidak begitu terbilang dalam kerukunan di

Nusantara purba dan apabila ada nama pengarang dibubuhi, belum tentu

buah tangan ciptaannya.

Lagi pula menceritakan atau menjalin suatu cerita yang dikarang

oleh seorang tidak dipandang sebagai suatu kesalahan. Tiap-tiap orang

bebas menjalin sebuah cerita dan ketika menjalinnya isi dan bahasa cerita

asli itu terkadang di tambah atau di kurangi menurut banyak sedikitnya

angan-angan menjalin cerita tersebut. Dan indah buruknya hikmat kata

tergantung pada kepetahan lidah penjalin atau pencerita. Semua itu tidak

dipandang sebagai curian sastra maupun kesalahan atau kekurang jujuran,

tetapi hal demikian dipandang sebagai tanda keahlian pengarang. Misalnya

saja persamaan dongeng si Katan dan Maling Kundang tentang seorang

anak yang durhaka terhadap orangtuanya. Isinya sama, tujuan dan ajaran

sama hanya selaputnya berlainan.

Begitulah jadinya “kepandaian bersama yang tidak hanya nyata

pada isi, tetapi juga, pada bahasa dan gaya bahasanya, yang sekali-kali

tidak membayangkan curahan hati individu, tetapi golongan orang yang

menurut suatu tradisi. Sastra lama terpencar dari masyarakat, hidup

ditengah masyarakat dan adalah milik masyarakat. Kebiasaannya mengikat

jiwa masyarakat, akibatnya masyarakat menjadi statis, sukar melepaskan

diri dari kebiasaan kuno jikalau hendak mengadakan suatu perubuhan serta

10

mereka harus menoleh dahulu kepada adat-istiadat nenek-moyangnya,

agar mereka tidak buang keluar golongannya.

Dengan demikian tidak mengherankan, jika bentuk puisi yang

dipancarkan pada zaman itu bersifat statis pula, mempunyai bentuk yang

ditetapkan lebih dahulu menurut aturan-aturan yang dilazimkan. Segala

perasaan takluk kepada bingkaian kelaziman, kiasan yang sudah

ditetapkan.

Setiap penciptanya tidak akan dapat melepaskan diri dari ikatan-

ikatan lama ini, begitu juga dalam mengeluarkan perasaannya. Saat ini kita

masih mendapati bentuk puisi lama yang tidak begitu banyak lagi dipakai,

sesuai dengan ikatan, corak dan isinya.

11

c. Data Penunjang

Ikatan-ikatan Puisi di Masa Lama

1. Pengaruh asing beradab-adab merajalela di Nusantara dan teristimewa

pengaruh India pada mulanya. Bangsa Hindu datang ke Indonesia ini

kurang lebih pada abad ke-11 sesudah masehi. Pengaruh india dalam

kebudayaan dan masyarakat besar sekali di Nusantara ini.

2. Bangunan, agama dan kesusastraan menunjukan pengaruh peradaban

Hindu itu, teristimewa di pulau Jawa. Meskipun begitu tidak dapat

dikatakan, bahwa bangsa Indonesia sebelum datangnya bangsa Hindu

tidak berkesusastraan.

Dahulu kala sebelum terpengaruh sastra asing, bangsa Indonesia

sudah mempunyai cerita dan dongeng yang mengenai dewa-dewa

manusia dan binatang, lepas dari tiap-tiap pengaruh. Dam disamping itu

boleh dikatakan, bahwa kesusastraan yang tertua yang berbentuk puisi

juga sudah ada. Diantaranya puisi lama itu seperti dibawah ini:

a. Bidal-bidal

Yakni kalimat-kalimat singkat yang mengandung suatu pengertian

atau membayangkan sindiran dan kiasan sebagai tangkisan bagi ahli

sastra. Bidal-bidal ini mempunyai gerak lagu dan irama yang tertentu,

meskipun sifat itu sangat meminta saja. Jelas jugalah bagi tiap-tiap

pendengar, bahwa dengan adanya irama inilah bidal menjadi puisi yang

tertua dalam kesusastraan Indonesia.

12

Ingat juga kepada anak-anak kecil di Sekolah Taman Kanak-kanak,

pertama-tama mereka diajarkan bernyanyi (Puisi), sebab gerak lagu yang

tertentu memudahkan anak-anak itu mengingat kata-katanya. Ikatan

serupa itu diatas inilah yang banyak terdapat pada bangsa-bangsa yang

bersahaja (Frimitip). Bidal inilah ikatan Indonesia yang terkuno.

1) Bidalah yang dikatakan puisi yang tertua dalam sastra tiap bangsa,

yang biasanya menjadi cermin daripada keadaan masyarakat

dimana bidal itu terjadi.

Kumpulan bidal yang sebanyak itu memang ada asal kejadiannya. Jadi

dapat jugalah dia diadakan beberapa pembagian, misalnya:

Saya sengaja memberikan dua contoh bidal yaitu :

a) Bidal dikalangan guru

Kalau guru makan berdiri, maka murid makan berlari.

b) Bidal kalangan rumah-tangga

Kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah

.

b. Pantun

Dalam kesusatraan Indonesia lama terdapat sebuah ikatan yang

bernama pantun. Arti pantun adalah misal, seumpama, ibarat dan tamsil.

Adapun ikatan pantun pada masa dahulu sangat banyak dipakai, karena

13

susunan dan isinya sangat baiknya. Pantun itu juga adalah kepandaian

bersama yang tidak dapat diketahui siapa pengarangnya.

Ikatan pantun dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:

1) Sampiran

2) Isi

Contoh :

Berakit-rakit ke hulu

Berenang-renang ketepian

Bersakit-sakit dahulu

Besenang-senang kemudian

c. Talibun

Pada pantun kita lihat bahwa bilangan baris ada empat. Kalau

bilangan itu lebih dari empat, tetapi genap jumlahnya, maka pantun itu

disebut talibun.

Contoh :

Kalau anak pergi kelempau

Yu beli belanakpun beli

Ikan panjang beli dahulu.

Kalau anak merantau

Ibu cari sanakpun cari

Induk semang cari dahulu

14

d. Gurindam

Gurindam ialah suatu ikatan yang timbul setelah ada pergaulan

dengan orang-orang hindu. Ikatan bernama gurindam ini berasal dari

tamil. Bilangan berisinya dua dan bersajak sempurna atau pun tidak

sempurna. Keistimewaan gurindam tersimpul dalam isinya yakni berisi

nasihat, bersifat mendidik, serta banyak berisikan masalah agama. Lagi

pula kedua baris itu membentuk suatu kalimat majemuk dan biasanya

diperhubungkan menurut sebab-akibat.

Contoh:

Kurang pikir, kurang siasat

Tentu dirimu kelak tersesat

e. Syair

Syair berasal dari bahasa Arab. Arti kata Arab syair, yang berarti

penggubah atau pengikat sastra. Jadi syair terdapat dalam kesusastraan

Indonesia setelah masuknya agama Islma. Syair terdiri dari empat baris

dalam setiap barisannya. Dilihat dari jumlah barisnya syair hampir sama

dengan pantun. Perbedaannya terletak pada persajakannya yaitu aa-aa.

Contoh :

Ya illahi khalikul bahri

Nasibku malang tidak pergi.

Ditinggalkan istri seorang diri

Bekal sengsara setiap hari.

15

2. Masa Periode Kesusastraan Lama

Pada masa periode ini terbagi menjadi beberapa bagian yaitu

sebagai berikut:

a. Masa ABM (Abdullah bin Abdulkhadir Munsyi)

Abdullah lahir pada abad ke-18 (1797) dan meninggal pada tahun

1853 di jedah, ayah neneknya seorang arab, kawin dengan seorang

perempuan india. Ia mengagumi orang yang berkulit putih, mengagumi

kepandaian-kepandaian dan sifat-sifat mereka yang dianggapnya baik,

selain menjadi juru bahasa mereka, dia juga menulis beberapa buku, buah

karya Abdullah dianggap bercorak baru. Tokoh Abdullah menarik

banyak perhatian peneliti. Karena pembaruan yang dibawanya, dia

dianggap sebagai yang telah memelopori munculnya sastra baru yang

tidak lagi bersifat istanasentris, yang tidak hanya lagi menulis cerita-

cerita khayal yang tak berjejak pada dunia kenyataan.

b. Masa Balai Pustaka

1) Pada awala masa Balai Pustaka setelah lahirnya ABM pada

mulanya tahun 1908 tanggal 14 september, dengan ketetapan

gubernemen no.12, didirikan sebuah Badan Penerbit dengan nama

“Taman Bacaan Rakyat”. Dibawah pimpinan G.A.J Hazeu. Pada

tahun 1917 namanya diganti menjadi Balai Pustaka, sesuai dengan

pertumbuhan dan perkembangan usahanya.

16

2) Syarat-syarat penerbitan Balai Pustaka

Karena Balai Pustaka dibawah aturan aparatur pemerintahan

penjajah, maka tuntunlah harus tunduk pada ketentuan-ketentuan

pemerintah. Ketentuan yang menjadi pegangan Balai Pustaka

dalam menerbitkan sebuah buku (karangan) ialah :

a) Karangan tidak boleh menyinggung-nyinggung soal politik.

b) Karangan janganlah sampai menyinggung-nyinggung

perasaan segolongan orang dalam masyarakat sehingga dengan

demikian keamanan negeri terganggu.

c) Jangan pulalah hendaknya karangan-karangan itu sampai

menyinggung perasaan seorang dari agama yang dianutnya.

Buku-buku atau karangan yang tidak memenuhi syarat-syarat

diatas tentulah takan diterbitkan oleh balai pustaka.

Dibawah ini secara sederhana saya telah mencantumkan beberapa

karya sastra dalam bentuk roman terbagi menjadi beberapa periode

diantaranya:

(1) Pada periode 1920

Dalam roman Azab dan Sengsara diceritakan nasib buruk seorang

gadis yang tidak berkesampaian menikah dengan lelaki yang dicintai.

17

(2) Pada periode 1922

Dalam roman Siti Nurbaya cerita ini merupakan kritik terhadap

berbagai kehidupan kuno berkenaan dengan perkawinan.

(3) Pada periode 1936

Dalam roman di Bawah Lindungan Ka’bah ini menceritakan

tentang kehidupan seorang anak bernama hamid yang telah ditinggalkan

ayahnya dari kecil, hamid di rawat dan dibersarkan oleh seorang

saudagar kaya bernama H.Ja’far sampai tamat diploma, setelah tamat

diploma hamid melaksanakan rukun iman yang ke lima yaitu haji.

Sayangnya dalam perjalanan disana hamid meninggal.

c. Masa Pujangga Baru

Pujangga baru munculnya hanyalah nama sebuah majalah bahasa

dan sastra yang mulai diterbitkan pada bulan juli 1933. Nama majalah

inilah yang kemudian dipakai untuk menamai segolongan pujangga muda

mengambil inisiatif penerbitan majalah itu, serta pujangga-punjangga

yang terus menerus memelihara tumbuhnya dengan sumbangan

karangan-karangan mereka baik puisi maupun prosa. Adapun pelopor-

pelopor pada masa pujangga baru yaitu Mr.St.Takdir Alisjahbana,

Armijn Pane, dan Amir Hamzah. Merekalah penanda tangan manifest

pujangga baru yang mengajak pujangga muda untuk bersatu memajukan

bahasa, sastra dan kebudayaan Indonesia.

18

Kemajuan utama ialah kemajuan bahasa dan budaya Indonesia

harus dapat maju dapat kita lihat apa sebenarnya tujuan dari masa

pujangga baru, yaitu : “Membimbing semangat baru yang dinamis untuk

membentuk kebudayaan baru, kebudayaan Indonesia”. Dasar yang

dipakai ialah mencontoh sebanyak-banyaknya apa yang dapat dicontoh

dari dunia luar terutanama dunia barat dengan tidak mengabaikan

kebudayaan sendiri.

d. Masa Angkatan 1945

Munculnya Chairil Anwar dalam panggung sejarah sastra

Indonesia memberikan suatu yang baru. Sajak-sajak Amir Hamzah yang

betapapun masih mengingatkan kita kepada sastra Melayu, meskipun

sajak-sajak Amir itu memang indah dan bernilai tinggi. Tidak dapat

dibantah pula bahwa sajak-sajak Chairil Anwar bernilai, bahkan bernilai

tinggi. Bahasa yang dipergunakannya ialah bahasa yang hidup, berjiwa.

Bukan lagi bahasa baku, melainkan percakapan sehari-hari yang

dibuatnya bernilai sastra. Karena ada itulah ada orang-orang yang

berpendapat bahwa baru dengan sajak-sajak Chairil Anwarlah

sebenarnya bahwa sastra Indonesia lahir.

Dengan munculnya kenyatan itu, maka banyaklah orang yang

berpendapat bahwa suatu angkatan kesusastraan baru telah lahir. Pada

mulanya angkatan ini disebut dengan berbagai nama, ada menyebutnya

angkatan sesudah perang, ada yang menamakannya angkatan Chairil

Anwar, angkatan kemerdekaan dan lain-lain. Baru pada tahun 1948,

19

Rosihan Anwar menyebut angkatan ini dengan nama angkatan 45. Nama

ini segera menjadi popular dan dipergunakan oleh semua pihak sebagai

nama resmi.

3. Periode sastra saat ini secara global

Pada Era Globalisasi dan perkembangan zaman serta teknologi

yang semakin merajai serta berkembang dengan pesat. Karya sastra tetap

berekspresi dan narsis dalam dunia yang semakin berkembang ini, karena

karya sastra menjadi suatu wadah seoarang penulis untuk menuangkan

segala imajinasinya. Hal tersebut dituntut untuk menjadi seorang penulis

yang baik harus menuangkan segala imajinasi yang tertuang pada dirinya

baik pengalaman yang sudah dijalaninya maupun hanya sekedar imajinasi

atau khayalan semata saja. Berdasarkan perubahan zaman hingga saat ini

sastra masih tetap banyak dinikmati oleh berbagai kalangan khususnya

pencinta sastra baik dalam bentuk prosa maupun puisi. Prosa terbagi

menjadi dua yaitu prosa fiksi dan non fiksi, puisi juga terbagi menjadi dua

yakni puisi lama dan puisi baru.

Terkadang saya berpikir mengapa sebagian atau banyak orang yang

tidak peduli terhadap sastra baik itu puisi, cerpen dan sebagainya. Sastra

adalah sebagian dari kebudayaan Indonesia yang harus kita kembangkan

bukan terasingkan, miris dengan keadaan ini. Didunia yang sangat

modern ini sering kita menemukan dan melihatnya sebuah karya sastra

dalam bentuk novel yang akhirnya di buat film itu adalah bentuk karya

sastra yang real dan bisa dinikmati oleh berbagai kalangan. Sering kita

20

jumpai dalam film-film yang diangkat dari sebuah novel seperti, ayat-

ayat cinta, ketika cinta bertasbih, wanita berkalung sorban, cinta suci

zahrana, 5 cm, perahu kertas, sang penari, habibi dan ainun. Itu adalah

sebagian dari karya sastra yang akhirnya bisa kita nikmati. Jelas sastra

mempunyai nilai dan daya tarik yang lebih bagi kebudayaan kita dan

berpengaruh terhadap dunia perfilman Indonesia. Banyaknya perubahan

dan aturan-aturan dalam kesusastraan dan meninggalkan sejarah panjang

pada dunia kesusastraan hingga saat ini

Melihat uraian masalah dalam polemik saat ini, melihat sejarah

perkembang zaman periode demi periode yang telah diuraikan diatas

menurut saya telah terjadi perubahan karakter suatu bangsa bahwa kita

mempunyai budaya leluhur dari nenek moyangpun masih ada hingga saat

ini. Nilai budaya yang begitu luas terkadang orang menyepelekannya,

sedangkan perkembangan karakter Indonesia harus betul-betul dirubah

dari yang tadinya malas membaca seharusnya diperbanyak untuk

membaca. Membaca sastra pada umumnya akan menghadirkan warna

baru dalam kehidupan seseorang dan setiap individunya itu sendiri.

Merubah pola pikir seseorang dengan kreatifitas dan kemampuannya

serta minat baca yang tinggi akan menyelesaikan semua permasalahan

yang kita hadapi. Pendidikan di Indonesia tidak akan tertinggal jauh

kalau anak bangsa banyak membaca khususnya ilmu sastra yang secara

tuntas memberikan wahana perubahan karakter yang lebih baik bukan

hanya sastra saja yang harus dibaca tetapi semua bacaan wajib kita baca.

Kenyataan saat ini banyak siswa maupun mahasiswa malas untuk

21

membaca karena beberapa faktor. Maka dari itu mulai saat ini kita harus

mengajak mereka untuk lebih giat lagi membaca.

Lantas apa yang menjadi pertanyaan kita untuk bangsa kita untuk

menjadi bangsa yang memiliki karakter yang akhirnya akan merubah

seseorang dari yang tidak gemar membaca akhirnya gemar membaca.

Dibawah ini ada beberapa persoalan.

Bagaimana dengan Indonesia? Beberapa sekolah masih

melaksanakan bacaan-bacaan wajib. Tetapi secara umum, siswa-siswa

Indonesia hanya sekali, dua kali atau bahkan ada yang sama sekali belum

pernah membaca karya sastra. Taufik ismail lebih menyukai istilah

“bangsa yang rabun membaca dan pincang mengarang” untuk

menggambarkan situasi pembelajaran sastra di Indonesia.

Secara lebih rinci, Taufik Ismail (2003) menyebutkan setidaknya

35 permasalahan dalam pembelajaran sastra di Indonesia. Permasalahan

itu diantaranya adalah merosotnya minat masyarakat secara umum untuk

membaca karya sastra. Memang ada beberapa fakta yang dapat

membantah pernyataan ini. Terbukti novel-novel seperti lascar pelangi

atau ayat-ayat cinta laris dipasaran.

Masalah-masalah lain masih banyak tetapi pokok permasalahan

dari semua persoalan itu terletak pada merosotnya wajib baca buku

sastra, bimbingan mengaranga dan pengajaran sastra di sekolah dan

kampus harus lebih ditingkatkan supaya bisa mencapai suatu karakter

seseorang yaitu generasi penerus bangsa yang unggu dan berkarakter

hebat.

22

3. PENUTUP

a. Kesimpulan

Pengertian membaca sastra digolongkan kedalam membaca estetis

yaitu membaca yang berhubungan dengan seni atau keindahan. Dalam

membaca sastra, pembaca dituntut untuk mengaktifkan daya imajinasinya

dan kreativitasnya agar dapat memahami dan menghayati isi bacaan.

Setelah membaca karya sastra pembaca akan memperoleh pengetahuan

dan pengalaman melalui karya sastra yang dibacanya. Disinilah letak

kelebihan pembaca karya sastra dibandingkan karya-karya lain.

Sejarah sastra berdasarkan perkembangan zaman terhadap karakter

bangsa terbagi menjadi beberapa perubahan diantaranya latar belakang

kesusastraan lama, ikatan-ikatan puisi lama, dan periode kesusastraan lama

berdasarkan perkembangan karakter bangsa dengan perubahannya.

Perubahan karakter suatu bangsa dapat dikembangkan melalui

kegiatan membaca buku sastra dan buku yang lainnya yang akan

menambah ilmu wawasan yang lebih luas lagi serta dapat menumbuhkan

karakter individu yang lebih baik lagi demi bangsa Indonesia tercinta ini.

b. Rekomendasi

Semoga karya tulis yang saya buat dapat memberikan manfaat

yang baik untuk semua kalangan dan semestinya dari mulai saat ini bangsa

ini kita rubah dengan perbanyak membaca karya sastra dan buku lainnya

yang akan menambah wawasan serta ilmu pengetahuan demi

menghadirkan karakter suatu bangsa itu sendiri.

23

DAFTAR PUSTAKA

Esten, Mursal Drs., 1984. Kritik Sastra Indonesia, Angkasa Raya, Jakarta.

Dani K, Drs. 2002. Kamus Lengkap Bahasa Indonseia Dilengkapi Dengan EYD.

Putra Harsa, Surabaya.

Djoko Darmono, Sapardi Prof. Dr. 1979. Pusat Pembinaan dan Pengembangan

Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.

K.S., Yudiono. 2010. Pengantar Sejarah Sastra Di Indonesia. Grasindo, Jakarta

K.S., Yudiono. 2009. Pengkajian Kritik Sastra Indonesia. Grasindo,Jakarta

Sudjiman, Panuti Dr. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Pustaka Jaya, Jakarta.