Mekanisme Checks and Balances dalam sistem kelembagaan di Indonesia

10
Mekanisme Checks and Balances dalam Sistem Kelembagaan Negara di Indonesia Disusun oleh: Aswin Raihansyah NPM: 110 110 130297 Mahasiswa Program S1 Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung, 201

Transcript of Mekanisme Checks and Balances dalam sistem kelembagaan di Indonesia

Mekanisme Checks and Balances dalam Sistem Kelembagaan

Negara di Indonesia

Disusun oleh: Aswin Raihansyah

NPM: 110 110 130297

Mahasiswa Program S1 Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Bandung, 201

BABI I Pendahuluan

A. Latar Belakang

Pada Konstitusi Negara Republik Indonesia, yakni Undang-Undang Dasar 1945 pada

bagian awal khususnya terdapat bagian yang menyebutkan tentang keberadaan lembaga-

lembaga negara. Lembaga negara sendiri ialah alat kelengkapan yang bersifat vital dan

fundamental dalam penyelenggaraan negara.1

Pada Konstitusi tersebut juga dikatakan tertulis tentang pembagian-pembagian

kekuasaan antara lembaga negara. Mulai dari lembaga yang bertugas membuat undang-undang

atau lembaga yang menjalankan kekuasaan legislatif, yakni Majelis Permusyawaratan Rakyat

(MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Untuk

melengkapi tugas-tugas pengawasan lembaga legislatif dibentuk pula Badan Pengawas

Keuangan. Kemudian terdapat lembaga yang menjalankan undang-undang atau yang dikenal

dengan sebutan lembaga eksekutif, yakni lembaga kepresidenan yang juga termasuk para

pembantunya, yakni kementerian-kemanterian. Lalu juga ada lembaga yang bertugas

mengawasi dan menegakkan undang-undang, yaitu lembaga yudikatif, yang dalam

pelaksanaannya di Indonesia diwujudkan oleh dua lembaga peradilan tertinggi (bivurkasi), yakni

Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung yang membawahi peradilan dibawahnya.

Fungsi lembaga - lembaga negara diatas sangatlah vital dan fundamental untuk

melakasanakan penyelenggaraan negara. Menurut Jimly Asshidiqie dalam melaksanakan

penyelenggaraan negara yang baik membutuhkan sembilan prinsip, salah satunya prinsip

pemisahan kekuasaan dan checks and balances. Dengan pemetaan lembaga-lembaga negara

beserta kekuasaannya seperti yang diamanatkan Undang-Undang Dasar 1945, Indonesia dapat

disimpulkan menganut prinsip pemisahan kekuasaan yang dikembangkan dari teori trias

politica, baik versi John Locke maupun Montesquieu. Terlepas dengan kontroversi bahwa

Indonesia menganut prinsip tersebut secara murni atau tidak.

1 Disampaikan oleh Dr. Hernadi Affandi, S.H., LL.M pada mata kuliah Hukum Tentang Lembaga Negara

Idealnya jika sesuai dengan teori, implementasinya adalah satu organ hanya berhak

menjalankan satu kekuasaan saja dan tidak boleh mencampuri urusan masing-masing. Namun,

dalam realitas ketatanegaraan dan kelembagaan negara khususnya di Indonesia hal tersebut

sangatlah sulit dilakukan bahkan cenderung mustahil. Ketiga cabang kekuasaan tersebut tidak

mungkin tidak saling bersentuhan. Contohnya, DPR sebagai organ kekuasaan legislatif yang

fungsi utamanya ialah legislasi atau membuat undang-undang dalam menjalankan fungsinya

tersebut ternyata membutuhkan organ kekuasaan lain yaitu presiden untuk membuatnya.

Dalam praktiknya masih banyak “anomali-anomali” lain yang terjadi dalam

pengimplementasian prinsip pemisahan kekuaaan di sistem kelembagaan negara di Indonesia.

Atas dasar itulah dibutuhkan prinsip checks and balances dalam praktik kelembagaan negara.

Dengan latar belakang itulah penulis akan melakukan analisis mengenai prinsip check and

balances serta menghubungkannya dengan sistem kelembagaan di Indonesia.

B. Identifikasi Masalah

1. Apa itu prinsip checks and balances ?

2. Bagaimana implementasi checks and balances yang berlaku di sistem kelembagaan

negara Indonesia ?

C. Tujuan

1. Untuk mengenal dan mengetahui prinsip checks and balances

2. Untuk menganalisis implementasi check and balances dalam sistem kelembagaan

negara di Indonesia

BAB II Pembahasan

A. Mengenal prinsip Checks and Balances

Apa itu prinsip checks and balances ? Prinsip checks and balances erat kaitannya dengan

teori pemisahan kekuasaan. Prinsip ini lahir agar dalam pemisahan kekuasaan tidak terjadi

kebuntungan hubungan antar cabang kekuasaan dan menghindari penyalahgunaan yang terjadi

dalam suatu cabang kekuasaan.

Seperti yang kita ketahui teori pemisahan kekuasaan ini berasal dari ahli hukum tata

negara Inggris, yakni John Locke yang kemudian dikembangkan oleh Montesquie dengan istilah

terkenalnya, yakni trias politica yang ia tulis dalam bukunya ‘L Esprit des Lois’. Konsep trias

politica Montesquie ini membagi kekuasaan negara menjadi tiga bagian yakni:

1. Lembaga legislatif, yaitu lembaga pembuat undang-undang

2. Lembaga Eksekutif, yaitu lembaga yang melaksanakan undang-undang

3. Lembaga Yudikatif, yaitu lembaga yang mengadili

Dalam konsep trias politica, secara ekstrem Montesquie berpendapat dalam suatu

sistem penyelenggaraan negara, ketiga jenis kekuasaan tersebut harus terpisah, baik fungsi dan

tugas, maupun organ yang melaksanakannya. Karena hal ini sudah diatur di dalam konstitusi.

Namun, pada praktik ketatanegaraan hal tersebut sulit terwujud, karena seringkali organ

negara berhubungan bahkan acapkali mencampuri fungsi organ kekuasaan lainnya. Maka dari

itulah lahir suatu prinsip atau sekarang lebih pas disebut mekanisme dalam pemerintahan yang

disebut checks and balances.

Dengan adanya sistem checks and balances atau saling mengawasi dan mengimbangi

antar lembaga negara ini menurut Jaendjri Gaffar, mempersempit ruang gerak lembaga-

lembaga dalam melaksankan tugas dalam melaksanakan tugas, fungsi, hak dan kekuasaan atau

wewenang untuk masuk dalam praktik penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power.

B. Implementasi mekanisme checks and balances dalam sistem kelembagaan negara

Indonesia

1. Konsep Pemisahan Kekuasaan (Separation of Power) di Indonesia

Sebelum masuk kepada bagaimana pengimplementasian mekanisme checks and

balances pada sistem kelembagaan di Indonesia, harus diketahui terlebih dahulu semenjak

amandemen UUD 1945 yang merubah pasal 1 ayat 2 mengenai kedudukan MPR yang berbunyi

“Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan

Rakyat” yang dapat ditafsirkan bahwa MPR lah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atau

disebut juga lembaga tertinggi negara yang sekarang pasal tersebut dihapus yang berakibat

berubahnya kedudukan MPR sebagai lembaga negara tertinggi menjadi setara dengan lembaga

negara lainnya. Artinya bahwa terjadi perubahan konsep pemisahan kekuasaan pada lembaga

negara di Indonesia. Mengapa demikian ?

Awal mulanya sebagai pelaksana tertinggi kedaulatan rakyat yang memiliki kekuasaan

tertinggi hubungan MPR dengan lembaga tinggi negara lain, semisal Presiden dan DPR ialah

subordinatif. Hubungan subordinatif ini berimpilkasi bahwa pada masa sebelum amandemen

UUD 1945 Indonesia menganut sistem Distribution of Power atau pembagian kekuasaan.

Karena dari Majelis inilah kekuasaan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dibagi-

bagikan secara vertikal kedalam lembaga-lembaga lain yang berada dibawahnya.2

Namun, setelah amandemen ketiga UUD 1945 yang mengahapus pasal 1 ayat 2

tersebut, kedaulatan rakyat dibagi-bagikan secara horizontal dengan cara memisahkannya

menjadi kekuasaan-kekuasaan yang dinisbatkan sebagai fungsi lembaga-lembaga negara yang

sederajat dan saling mengendalikan satu sama lain berdasarkan prinsip checks and balances.3

Jadi disimpulkan bahwa setelah perubahan tersebut Indonesia memakai sistem separation of

power atau pemisahan kekuasaan meskipun tidak murni.

2 Asshidiqie, Jimly, Konstitusi dan Konstitusionalisme, didownload darihttp://www.jimly.com/pemikiran/getbuku/9

hlm 58 3 ibid

2. Terciptanya mekanisme check and balances pada kelembagaan negara seiring

dengan reformasi dan amandemen UUD1945

Setelah reformasi terjadi empat kali amandemen UUD 1945, yaitu tahun 1999, 2000,

2001, dan 2002. Amandemen ini membawa perubahan yang sangat besar baik terutama dari

sisi kelembagaan negara. Perubahan setelah amandemen ialah pola hubungan antara lembaga

negara yang tidak lagi atas-bawah (vertikal/subordinatif) melainkan sejajar

(horizontal/koordinatif). Tidak ada lagi lembaga tertinggi negara melainkan hanya lembaga

tinggi negara. Sebagai negara presidensil Indonesia telah kembali kepada jalurnya, yakni

presiden bukan lagi sebagai mandatoris MPR. Walaupun pada praktiknya sekarang perlu

dipertanyakan.

Dengan perubahan-perubahan pola hubungan pada sistem kelembagaan negara yang

merupakan tuntutan reformasi ikut juga lahir suatu mekanisme pada proses penyelenggaraan

negara di Indonesia, yakni mekanisme saling mengawasi dan mengimbangi (checks and

balances) antar lembaga negara. Mekanisme checks and balances juga merupakan salah satu

tuntutan reformasi, yakni demi terciptanya penyelenggaraan negara yang lebih baik dan

menghindari terlalu absolutnya wewenang suatu organ kekuasaan, yang pada orde baru

lembaga kepresidenan lah tersangka utamanya.

Dengan pola baru tersebut Majelis Permusyawaratan Rakyat tetap merupakan lembaga

tersendiri di samping fungsinya sebagai rumah penjelmaan seluruh rakyat yang terdiri atas

anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang sama-sama

mempunyai kedudukan sederajat dengan Presiden dan pelaksana kekuasaan kehakiman yang

terdiri atas Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung. Ketiga cabang kekuatan legislatif,

eksekutif dan yudikatif itu sama-sama sederajat dan saling mengontrol satu sama lain sesuai

dengan prinsip checks and balances. Dengan adanya prinsip ini maka kekuasaan negara dapat

diatur, dibatasi bahkan dikontrol dengan sebaik-baiknya, sehingga penyalahgunaan kekuasaan

oleh aparat penyelenggara negara ataupun pribadi-pribadi yang kebetulan sedang menduduki

jabatan dalam lembaga negara dapat dicegah dan ditanggulangi dengan sebaik-baiknya.4

Pentingnya mekanisme checks and balances ini supaya antar lembaga negara saling mengawasi

dan membatasi agar satu lembaga negara tidak memiliki kekuasaan yang absolut. Karena

seperti kata-kata Lord Acton yang terkenal, yaitu “power tends to corrupt and absolute power

corrupts absolutely”. Bahwa lahirnya mekanisme ini selaras dengan reformasi dan cita-cita

konstitusi.

C. Praktik checks and balances di sistem kelembagaan di Indonesia

Sebagai negara hukum tentu semua hal termasuk praktik kelembagaan negara dengan

mekanisme checks and balances diatur didalam undang-undang. Dalam hal ini akan diambil

sampel praktik checks and balances pada hubungan antara lembaga kepresidenan dengan

Dewan Perwakilan Rakyat. Seperti kita ketahui tugas dan wewenang presiden dan DPR diatur

pada UUD 1945, dan DPR diatur lebih lanjut pada Undang-Undang No.17 2014.

Tentang bagaimana mekanisme checks and balances antara DPR dan presiden ini

berjalan bisa kita lihat dari berbagai bidang, antara lain:

1) Dalam bidang legislasi

Seperti yang diketahui bahwa fungsi legislasi merupakan kewenangan lembaga legislatif.

Dalam hal membuat undang-undang kewenangan ini berada pada DPR dan DPD. Namun

jika kita lihat bahwa kewenangan legislasi ini sebenarnya tidaklah mutlak merupakan milik

DPR. Hal ini sebagaimana kita lihat pada UUD 1945:

Pasal 5 ayat 1 : “ Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan

Perwakilan Rakyat”5

Pasa 22 ayat 1 : “Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak

menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang”6

Analisis: Fungsi legislasi itu pada dasarnya dan secara eksplisit tercantum pada UUD 1945 pasal

20a ayat 1 merupakan wewenang DPR. Namun dengan adanya amandemen presiden secara

4 Ibid, hlm 59

5 Undang Undang Dasar 1945

6 ibid

tidak langsung dapat dikatakan memiliki porsi juga dalam pembuatan undang-undang meskipun

tidak banyak. Lalu pada pasal selanjutnya 22 ayat 1 disitu juga tertulis presiden dalam keadaan

tertentu dimungkinkan untuk mengganti undang-undang dengan peraturan pemerintah

pengganti undang-undang (perppu) artinya disini terjadi pembatasan kewenangan DPR atas

fungsi legislasinya bahwa DPR tidak bisa sewenang-sewenang dan tidak bertanggung jawab

menggunakan kewenangannya karena eksekutif dalamhal ini presiden dapat mengimbangi dan

mengawasinya dengan kewenangan yang ia miliki sendiri. Itulah salah satu praktik kelembagaan

negara mencerminkan mekanisme checks and balances.

2) Hak Interplasi DPR

Pada pasal 20a ayat 2 disebutkan bahwa DPR memiliki hak Interpelasi. Hak interpelasi

sendiri dapat diartikan sebagai hak meminta keterangan kepada pemerintah (eksekutif) atas

kebijakan yang dibuatnya. Hak ini didapat DPR setelah terjadi amandemen kedua UUD 1945.

Analisis: Jika kita lihat bahwa kewenangan membuat kebijakan sesuai konstitusi

merupakan sepenuhnya ranah eksekutif. Namun, yang harus dicermati bahwa pemerintah tidak

bisa sewenang-wenang membuat kebijakan. Karena disini mekanisme checks and balances

dapat dijalankan DPR dengan meminta pemerintah keterangan atas kebijakan yang dibuatnya

untuk dipertanggungjawabkan.

Bab III Penutup

Kesimpulan

Mekanisme checks and balances di Indonesia lahir bersamaan dengan berubahnya

susunan kelembagaan negara yang tidak lagi subordinatif dikarenakan amandemen UUD 1945.

Dengan amandemen UUD 1945 sistem kelembagaan di Indonesia berubah dari distribution of

power menjadi separation of power.

Namun sejatinya tidak dapat dipungkiri bahwa pemisahan kekuasaan bukan berarti satu

lembaga tidak dapat berhubungan dengan lembaga lainnya. Dengan adanya mekanisme checks

and balances ini masing-masing lembaga negara dapat mengawasi dan mengimbangi

kekuasaan lembaga lainnya. Hal ini sesuai dengan cita-cita reformasi dan konstitusi, UUD 1945

demi terciptanya penyelengaraan negara yang jauh dari kesewenang-wenangan dan akuntabel.

Daftar Pustaka

Asshidiqie, Jimly, Konstitusi dan Konstitusionalisme, diunduh dari http://www.jimly.com/pemikiran/getbuku/9 Fernando, Hezky Pitoy, MEKANISME CHECKS AND BALANCES ANTARA PRESIDEN DAN DPR DALAM SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL DI INDONESIA, diunduh dari http://download.portalgaruda.org/article.php?article=163825&val=5801&title=%C3%A2%E2%82%AC%C5%93MEKANISME%20CHECKS%20AND%20BALANCES%20ANTARA%20PRESIDEN%20DAN%20DPR%20DALAM%20SISTEM%20PEMERINTAHAN%20PRESIDENSIAL%20DI%20INDONESIA%C3%A2%E2%82%AC Widodo, Henanto, Politih Hukum Hak Interpelasi Dewan Perwakilan Republik Indonesia, Jurnal Rechts Vinding vol.1 nomor 3, Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2012

Manan, Bagir, DPR,DPD, dan MPR dalam UUD 1945 Baru, Yogyakarta: FHUII Press, 2005 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945