Manfaat dan Ancaman Terhadap Ekosistem Mangrove di Kota Ambon

65
MANFAAT DAN ANCAMAN TERHADAP EKOSISTEM MANFAAT DAN ANCAMAN TERHADAP EKOSISTEM HUTAN MANGROVE SERTA PERAN KEARIFAN HUTAN MANGROVE SERTA PERAN KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAANNYA LOKAL DALAM PENGELOLAANNYA

Transcript of Manfaat dan Ancaman Terhadap Ekosistem Mangrove di Kota Ambon

MANFAAT DAN ANCAMAN TERHADAP EKOSISTEM MANFAAT DAN ANCAMAN TERHADAP EKOSISTEM HUTAN MANGROVE SERTA PERAN KEARIFAN HUTAN MANGROVE SERTA PERAN KEARIFAN

LOKAL DALAM PENGELOLAANNYALOKAL DALAM PENGELOLAANNYA

MENGAPA MANGROVE PENTING..?

1. Fisik : Pelindung keberadaan ekosistem dari

gelombang pasang, angin taufan, abrasi, erosi,

penahan lumpur, perangkap sedimen, pencegah

intrusi air laut kedaratan. 2. Ekologis : Sebagai tempat

pemijahan (spawning grounds), pembesaran (nursery

grounds), mencari makan (feeding grounds)

bagi komponen sumberdaya perikanan

di wilayah perairan sekitar.

MEMILIKI MANFAAT TIDAK

LANGSUNG (indirect use

value)

MEMILIKI MANFAAT LANGSUNG (direct use

value)1. Penghasil kayu untuk bahan konstruksi, kayu

bakar, bahan baku arang, bahan baku kertas.

3. Kulit kayu sebagai sumber tenin untuk Penyamak

kulit (sepatu, tas, dll), sumber lem plywoot dan zat

warna. 4. Daunnya sebagai bahan makanan

ternak. 5. Buah dan bijian-bijian sebagai

obat tradisional. 6. Bunganya sebagai sumber madu.7. Tempat penangkapan dan budidaya

ikan8. Tempat pendidikan/penelitian, dan

pariwisata.

Daun yang jatuh dan terakumulasi dalam sedimen mangrove, sebagai lapisan yang akan mendukung komunitas organisme detritus, selanjutnya menguraikan daun dan mengkonversinya menjadi energi. Energi ini digunakan oleh seluruh organisme dalam rantai makanan yang mendukung sejumlah species komersial dan subsistem seperti udang Penaeid, kepiting mangrove, crustacea, berbagai jenis ikan, moluska, kerang, reptil laut dan burung.

KOMUNITAS HUTAN MANGROVE TERBENTUKKARENA ADA ENDAPAN LUMPUR ALLUVIALYANG BERASAL DARI MUARA SUNGAI &TERLINDUNG DARI GELOMBANG & ARUS PASANG SURUT YG KUAT.DI WILAYAH YG TDK BERMUARA SUNGAI &BEROMBAK BESAR PERTUMBUHANNYA TDKOPTIMAL.

ABRASI

INTRUSI AIR LAUT KE DARATAN

PERANGKAP SEDIMEN

GELOMBANG PASANGEROSI

ANGIN TAUFAN

PELINDUNG EKOSISTEM PESISIR DARI ANCAMAN KERUSAKAN

TEMPAT PEMIJAHAN, PEMBESARAN DAN MENCARI MAKAN

Kegiatan “Bameti” Di Pesisir TAD

Kegiatan pancing tangan di TAD

MENUNJANG AKTIVITAS PEMANFAATAN SD PERIKANAN

30% hutan mangrove dunia ada di Indonesia, Hutan mangrove Indonesia mempunyai keanekaragaman hayati

tertinggi di dunia (89 spesies). 90% spesies laut tropis daur hidupnya bergantung pada

ekosistem mangrove. 80 spesies crustacea dan 65 spesies moluska terdapat pada

ekosistem mangrove. Hasil tangkapan udang Penaeid di perairan Indonesia

berkorelasi positif dng keberadaan mangrove, dimana thn 1995 menghasilkan devisa sebanyak 1,5 triliun US dolar.

Lebih dari 70 nilai pakai langsung dan nilai pakai tak langsung dari tumbuhan mangrove dan ekosistemnya.

Merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan di wilayah pesisir.

90% hasil tangkapan ikan berasal dari perairan pesisir dalam 12 mil laut dari pantai.

POTENSI SUMBERDAYAHUTAN MANGROVE

Maluku memiliki luasan hutan mangrove 212.000 ha pada tahun 1982, kemudian menurun 100.000 ha pada tahun 1993. Luas ekosistem hutan mangrove di Indonesia mengalami penurunan dari 5.209.543,16 ha pada tahun 1982 menjadi sekitar 2.500.000 ha pada tahun 1990 (luas penutupan menurun sampai 50%) ( Dahuri dkk, 2001).

Rusaknya hutan mangrove menyebabkan : Laju abrasi di pantai Utara Jawa antara 0,7 – 7 m/tahun (Kusmana & Onrizal, 1988). Dua desa dilaporkan hilang di pantai Kota Tegal. Ruas jalan terguras di Kabupaten Pekalongan. Proses pengikisan pantai terus berlangsung di desa Tanggultlare Kab. Jepara Pengaruh reklamasi lahan mangrove di Segara Anakan menyebabkan 2.400 nelayan kehilangan pekerjaan dan kehilangan pendapatan sebesar 5,6 juta US dolar setiap tahun Pengaruh sedimentasi pada hutan mangrove di Teluk Ambon Dalam (TAD) menyebabkan menurunnya produksi, produktivitas dan pendapatan nelayan, menurunnya kualitas perairan, serta keanekaragaman hayati.

Desa Laha

Desa Tawiri

Desa Hative Besar

Desa Wayame

Desa Rumah Tiga

Desa Poka

Desa Rutong

Desa Lehari

Desa Hutumuri

Desa Nania

Desa Waiheru

Desa Hunut

Desa Negeri Lama

Desa Passo

Desa Halong

Desa Latta

Kelurahan Lateri

No.

Pesisir Desa

Jalur Hijau Luas

1. Poka Hutan Mangrove

49,5 Ha *

2. Hunuth Hutan Mangrove3. Waiheru Hutan Mangrove4. Nania Hutan Mangrove5. Negeri

LamaHutan Mangrove

6. Passo Hutan Mangrove7. Lateri (K) Hutan Mangrove8. Latta Hutan Mangrove9. Halong Hutan Mangrove10

.Rutong Hutan Mangrove

5 Ha **11

.Lehari Hutan Mangrove

12.Tawiri Hutan Mangrove 10,8 Ha

13.Laha Hutan Mangrove 4 Ha

Total Hutan mangrove 69.3 Ha

KEBERADAAN HUTAN MANGROVE SAAT INI DI KECAMATAN TELUK AMBON BAGUALA, TELUK AMBON, & LETIMUR SELATAN

Spesies mangrove yang

dominan adalah :

Sonneratia alba, Avecenia

marina dan Rhyzophora

stylosa, serta Rhyzophora macronata

LIMBAH CAIR SEDIMENTASI TUMPAHAN MINYAK

ANCAMAN KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE

LAHAN PEMUKIMAN PENEBANGAN LIMBAH DOMESTIK

REKLAMASI PANTAI dpt MENGURANGI SIRKULASI ARUS PASANG SURUT PENAMBANGAN PASIRKEGIATAN LAHAN ATAS YG KURANG BAIK

Identifikasi Masalah Terkait dng Ancaman Thdp Ekosistem Hutan Mangrove

Di Teluk Ambon Dalam (TAD) dan Teluk Ambon Luar (TAL).No.

P e r m a s a l a h a n

1. Belum ditetapkannya/tersosialisasinya tata ruang dan rencana pengembangan wilayah pesisir Kota Ambon, sehingga banyak terjadi tumpang tindih pemanfaatan kawasan hutan mangrove untuk berbagai kegiatan pembangunan.

2. Penebangan mangrove untuk lahan pemukiman penduduk, kayu bakar, bahan bangunan dan kegunaan lainnya melebihi kemampuan untuk pulih (renewable capacity).

3. Pengendapan (sedimantasi) dan peningkatan kekeruhan perairan akibat pengelolaan kegiatan lahan atas yang kurang baik, seperti pembangunan perumahan BTN di puncak Desa Lateri.

4. Reklamasi pantai, serta penambangan pasir dan batu maupun batu karang yang dapat mempengaruhi sirkulasi arus pasang surut.

5. Pencemaran akibat tumpahan minyak dari keluar masuknya kapal, sampah rumah tangga, limbah cair, air buangan (cooling water) yang berasal dari stasiun pembangkit tenaga listrik.

6. Proyek pengairan yang dapat mengurangi aliran masuk air tawar (unsur hara) ke dalam ekosistem hutan mangrove. Sumber : data primer, 2007

KOMPLEKSITAS KEGIATAN DI WILAYAH

PESISIR

KEGIATAN INDUSTRI

PERHOTELAN

PARIWISATA

PELABUHAN

PEMUKIMAN

KEGIATAN PELAYARAN

KEGIATAN PASAR

PERMASALAHAN LINGKUNGAN PESISIR

Tumpahan minyakAir ballastLimbah padatReklamasi & pengerukan tanahPenambangan pasir & batuPenebangan & Konversi mangroveDestruksi habitat

SISTEM DALAM RUANG

WILAYAH LAUTAN

WILAYAH UDARA

WILAYAH DARATAN

MANGROVE

PADANG LAMUN

TERUMBU KARANG

LAUT TERBUKA

HUBUNGAN ANTARA LAHAN ATAS DAN EKOSISTEM PESISIR

Air tawar, perbandingan air asinSuplai nutrienErosi; perbandingan sedimenTemperatur.

Kecerahan air; Masukan sedimen Suplai nutrien; TemperaturSalinitas; Sirkulasi airEnergi rendah.

FAKTOR-FAKTOR KRITIS ALAMI YG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS :

Kecerahan air; Masukan sedimen Suplai nutrien; TemperaturSalinitas; Sirkulasi airEnergi tinggi.

Masukan Air Tawar

Pasang Surut & Aliran Arus

Aktivitas Gelombang & Aliran Arus

Aliran Arus

Pemanfaatan lahan atas yg buruk (Masukan banjir, erosi, sedimen & bahan pencemar).

Daerah Migrasi

Daerah Migrasi

Daerah Migrasi

LAUT SEBAG AI HALAM AN BELAKANG

ORIENTASI KE DARAT

PADA UM UM NYA PEM ANFAATAN KAW ASAN PESISIR DI AM BON-M ALUKU

Laut Sebagai Halaman Belakang & Menjadi Keranjang

Sampah

Di Laut Ada Potensi Ekonomi

LAUT SEBAGAI HALAMAN DEPAN

LAUT SEBAGAI HALAMAN DEPAN UNTUK KEGIATAN INVESTASI YANG RAMAH LINGKUNGAN

LAUT SEBAGAI HALAMAN DEPAN

LAUT SEBAGAI HALAMAN DEPAN

LIMBAH CAIRSEDIMENTASI

LIMBAH DOMESTIKTUMPAHAN MINYAK

ANCAMAN KERUSAKAN WILAYAH PESISIR & LAUT

Bom Ikan Ancam Kerusakan SD Wilayah Pesisir dan Bom Ikan Ancam Kerusakan SD Wilayah Pesisir dan Laut Laut

ILLEGAL FISHINGILLEGAL FISHING ANCAM KERUSAKAN SUMBERDAYA ANCAM KERUSAKAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUTPESISIR DAN LAUT

TRAWL ANCAM KERUSAKAN SUMBERDAYA TRAWL ANCAM KERUSAKAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUTPESISIR DAN LAUT

Sesudah trawlSebelum trawl

S E A N D A I N Y A............. !

Ekosistem mangrove maupun SD hayati pesisir dan laut bersifat tidak

terbatas dan tidak terusakan, maka kita dapat saja membiarkan manusia untuk memanfaatkannya dengan cara

semena-mena. KARENA TIDAK DEMIKIAN SIFAT SD PESISIR dan

LAUT....!

Maka perlu dikelola untuk menjamin : 1. SD dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dan

bertanggung jawab. 2. Potensi ekonominya tidak dihamburkan secara tidak

efisien dan bahkan tidak ada lagi.3. Tidak hanya generasi sekarang yang dapat menikmati

kekayaan SD tetapi juga generasi mendatang.

PERTIMBANGAN PENGELOLAAN

PERTIMBANGAN BIOLOGI :Menjamin bahwa mortalitas pemanfaatan tidak melampaui

kemampuan populasi untuk dapat pulih/bertahan & tidak mengancam

atau merusak kelestarian & produktivitas dari populasi yang

sedang dikelola

PERTIMBANGAN EKOLOGI & LINGKUNGAN Menjamin bahwa komponen ekosistem, seperti air, substrat, masukan ait tawar, nutrien atau proses non biologi lainnya, serta perubahan lingkungan seperti pasang surut,

suhu air dll tidak akan mempengaruhi pertumbuhan, rekrutmen, dan

mortalitas alami.

PERTIMBANGAN SOSIAL & KELEMBAGAAN :

Perubahan sosial berlangsung terus dlm skala berbeda, dipengaruhi

oleh lapangan pekerjaan, penawaran dan permintaan, kondisi politik,

dll, dapat mempengaruhi efektifitas dari strategi pengelolaan, sehingga harus

dipertimbangkan & diakomodasi.

PERTIMBANGAN EKONOMI :Kekuatan pasar sangat berpengaruh

terhadap pengelolaan, juga persoalan perikanan sbg akses terbuka (open

access), akibatnya adalah hilangnya keuntungan sehingga mengarah kepada

tidak efisiensi & jika tidak ditegakan secara efektif akan terjadi

kerusakan SD & over exploitation.

Telah muncul di Daerah Maluku kurang lebih sejak abad ke-17 yang dikenal dengan istilah :

”Sasi” (Maluku Tengah); “Yot-huwear” (Maluku Tenggara);

“Wunu” (MTB).

Di beberapa daerah lain, misalnya : “Awik-awik” (Bali & Lombok); “Rumpon” (Lampung);

“Panglima Laot” (Nanggrove Aceh Darussalam); “Fusu” (Ternate)

KEINGINAN UNTUK MENGELOLA SUMBERDAYA ALAM (SD LAUT dan SD DARATAN)

Model ini merupakan model yang berbasis pada hak ulayat yang

diwariskan secara turun-temurun dan disebut sebagai “Kearifan

Lokal/Kearifan Ekologis” (ecological wisdom)

”S a s i”

Secara harafiah, berarti larangan. Diatur berdasarkan aturan-aturan adat & dalam

mekanismenya ada sangsi jika terjadi pelanggaran.

Dilakukan melalui proses pemantauan & pengawasan oleh “Kewang” sesuai dengan aturan-aturan sasi yang telah ditetapkan dalam keputusan kerapatan dewan adat (Saniri).

Yaitu lembaga negeri yang secara adat dikuasakan sebagai pengelola sumberdaya alam dan ekonomi masyarakat, sekaligus sebagai pengawas pelaksanaan aturan-aturan atau disiplin adat dalam masyarakat pesisir. Kewang bertugas mengatur, mengawasi dan mengelola suatu kegiatan pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut serta sumberdaya daratan.Kewang terbagi atas “Kewang Laut” dan “Kewang Darat”. Pranata adat ini merupakan salah satu anggota Badan Saniri Negeri yang bertugas sebagai “Polisi Hutan/Polisi Laut”.

“ Kewang”

Yaitu pengelolaan yang berbasis pada masyarakat.

Dalam model CBM, pengelolaan sepenuhnya dilakukan para nelayan atau pelaku usaha perikanan di suatu wilayah tertentu melalui organisasi yang sifatnya informal.

Dalam model ini, partisipasi nelayan sangatlah tinggi dan mereka memiliki otonomi terhadap pengelolaan sumber daya perikanan.

SASI DAPAT DIGOLONGKAN DALAM 2 MODEL PENGELOLAAN SD PERIKANAN

1. Community Based Management/CBM :

Beberapa keunggulan dari model CBM :

(a). Tingginya rasa kepemilikan masyarakat terhadap sumber daya sehingga mendorong mereka untuk bertanggung jawab melaksanakan aturan tersebut.

(b). Aturan-aturan dibuat sesuai dengan realitas yang sebenarnya secara sosial maupun ekologis sehingga dapat diterima dan dijalankan masyarakat dengan baik.

(c). Rendahnya biaya transaksi karena semua proses pengelolaan dilakukan masyarakat itu sendiri, khususnya dalam kegiatan pengawasan.

1. Community Based Management/CBM (lanjutan)

SASI DAPAT DIGOLONGKAN DALAM 2 MODEL PENGELOLAAN SD PERIKANAN

SASI DAPAT DIGOLONGKAN DALAM 2 MODEL PENGELOLAAN SD PERIKANAN (lanjutan)

Adalah formulasi dari pembatasan input (membatasi jumlah pelaku, jumlah dan jenis kapal, & jenis alat tangkap) yang menekankan penggunaan fishing rigths (hak untuk memanfaatkan sumber daya perikanan) dalam suatu wilayah tertentu dengan batas yuridiksi yang jelas.

Hanya pemegang fishing rights yang berhak melakukan kegiatan perikanan di suatu wilayah, sementara pihak yang tidak memiliki fishing rights tidak diizinkan beroperasi di wilayah tersebut.

Selain diatur pihak yang berhak melakukan kegiatan perikanan, diatur juga waktu dan alat tangkap yang boleh digunakan dalam kegiatan perikanan. Model ini menjurus pada bentuk pengkavlingan laut, tapi bentuk regulasi ini dianggap penting untuk menjaga kepentingan nelayan kecil yang hanya beroperasi di wilayah pantai-pesisir serta kepentingan kelestarian sumber daya.

2. Territorial Use Rigth

MENGAPA “SASI” PENTING…?

Menjamin efektivitas pengelolaan sumberdaya perikanan di wilayah

pesisir secara berkelanjutan.

Memiliki arti penting dalam kelestarian ekologi kawasan pesisir maupun interaksi serta kohesi sosial masyarakat.

Menjamin keterlibatan masyarakat untuk berperan

aktif menjaga keseimbangan dan melindungi wilayah pesisir dan laut.

Menjamin kesempatan kepada anggota komunitas untuk melestarikan nilai-nilai subsistem maupun ekonomi

di wilayah perairan mereka.

KEUNGGULAN PENERAPAN MODEL “SASI”

Tingginya rasa kepemilikan masyarakat terhadap sumber daya sehingga mendorong

mereka untuk bertanggung jawab

melaksanakan aturan tersebut

Aturan-aturan dibuat sesuai dengan realitas yang

sebenarnya secara sosial maupun ekologis sehingga dapat diterima dan

dijalankan masyarakat dengan baik.

Rendahnya biaya transaksi karena semua proses pengelolaan

dilakukan masyarakat itu sendiri, khususnya dalam kegiatan

pengawasan.

Menurut Zener (1992) ada 4 hal yang terkandung dalam “Sasi”

Penentuan waktu panen/waktu operasi

Peraturan penangkapan berdasarkan spesies.

Pengaturan berdasarkan alat

tangkap Adanya sanksi.

Faktor penyebab melemahnya Lembaga “Kewang” dan pelaksanaan “Sasi” : Hilangnya kewenangan dan peran “Kewang” yang bertanggung

jawab terhadap pengaturan pengelolaan sumberdaya, sejak diterapkannya UU No: 5 Thn 1979, tentang Pemerintahan desa, Lembaga Kewang tidak mendapat bagian dalam struktur pemerintahan desa.

Aturan-aturan “Sasi” umumnya bersifat lisan ditransformasikan dari generasi ke generasi, dan tidak tertulis dalam suatu dokumen.

Kondisi Masyarakat yang selalu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu menyebabkan berbagai nilai-nilai yang mengatur tentang Kewang dan Sasi yang dulunya mengakar kuat di masyarakat, kemudian memudar.

Kurang mendapat perhatian pemerintah sehingga lambat laun memudar.

DALAM PERKEMBANGAN, “SASI” & “KEWANG” SEMAKIN MELEMAH

DAMPAK MELEMAHNYA “SASI”

Terjadi Pengurasan Sumberdaya

Terjadi Konflik Perebutan Sumberdaya dan Konflik

Pemanfaatan Ruang Pesisir dan Laut

Lemahnya Ketahanan Sosial dan Budaya

Masyarakat

Lemahnya Keterlibatan Masyarakat Dalam

Memelihara Ekosistem Pesisir dan Laut.

PERKEMBANGAN “SASI”

Era Sebelum Merdeka s/d Orde Lama : Abad XVII s/d Orde Lama

Era : Orde Baru, Tahun 1965

Era : Otonomi (Pemerintah Provinsi)

• Penerapan Sasi oleh masyarakat adat.– Hak pengelolaan oleh Lembaga Kewang di

wilayahnya.

• Thn 1979 : Hak-hak masyarakat adat dibatasi, dng diterapkannya UU No.5 Thn 1979 tentang Pemerintahan desa. Kemudian :– Negeri dirubah menjadi desa & kelurahan.

– Lembaga Kewang tdk mendapat bagian dlm struktur pemerintahan desa.– Terjadi konflik antar nelayan.– Terjadi pengurasan SD.

•Thn 1992 : UU Nomor 24/1992, tentang Penataan Ruang.•Thn 1999 : UU Nomor 22/1999, tetang Pemerintahan Daerah.•Thn 2000 : PP Nomor 25/2000, tentang Kewenangan Propinsi. •Thn 2005 : Perda Maluku Nomor 14 Tahun 2005, tentang Penetapan Kembali Negeri atau Nama Lain Sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dalam Lingkungan Pemerintahan Provinsi Maluku.

Contoh Jepang : dengan istilah Soyu (Territorial use rights)

Era Feodal : Rezim Edo, Abad VI s/d Abad

XIX

Era : Restorasi Meiji Tahun 1868

Era : Otonomi (Pemerintah Provinsi)

• Penerapan Soyu oleh masyarakat desa

nelayan.– Hak pengelolaan oleh tuan tanah di wilayahnya.

• Thn 1874 : Hak-hak soyu dihilangkan, dikembalikan

pada pemerintah pusat. Kemudian :

–Terjadi konflik antar nelayan.–Nelayan menuntut

dikembalikan aturan lama.

• Thn 1949 : UU Perikanan Jepang mengembangkan kebijakan di era Meiji :– Fiishery rights hanya diberikan pada nelayan & pengusaha perikanan aktif.– Jual-beli hak dilarang.– Administrasi lokal yang menangani adalah FCA

• Thn 1875 : Meiji memenuhi tuntutan nelayan.– Hak pengelolaan dari tuan tanah dialihkan ke Gubernur.– Hak pengelolaan oleh Gubernur diberikan ke Federasi Koperasi/

Asosiasi Perikanan (fisheries cooperative association-

FCA) untuk mengatur anggotanya.

• Thn 1984 : UU Perikanan di revisi : – Fishery rights direvisi menjadi 3 tipe, yakni :

1. Common fishing rights.2. Set-net fishing right.3. Demarcated fishing rights.

Fishery rights : diatur mengenai jenis ikan yang boleh ditangkap, jenis alat tangkap dan metode penangkapan. Sangat tegas bahwa nelayan luar dari wilayah lain tidak diizinkan masuk dan beroperasi di wilayah tersebut. Dikategorikan menjadi 3 tipe, yakni :

1.Common fishing rights : hak yang diberikan kepada nelayan melalui koperasi perikanan di wilayah pesisir dengan batas wilayah hingga 2 km dari garis pantai.

2.Set-net fishing right : hak penangkapan ikan dengan menggunakan jaring tancap (set-net) pada kedalaman lebih dari 27 meter dengan wilayah tertentu sesuai dengan haknya. Alat ini umumnya menangkap ikan yang bermigrasi.

3.Demarcated fishing rights : digunakan pada usaha budidaya ikan di pesisir. Hanya nelayan yang menjadi anggota koperasi perikanan yang memperoleh fishery rights ini. Para nelayan itu dikenai pajak atas hasil yang diperolehnya dan dibayarkan setiap tahun kepada koperasi.

Contoh Jepang : dengan istilah Soyu

Contoh Lombok : dengan istilah “Awik-awik” Awik-awik diakui secara sah sebagai sistem hukum pengelolaan

SD sejak Januari 2002. Ada 3 aturan dalam Awik-awik, yakni :

1. Zonasi penangkapan untuk perahu yg menggunakan alat tangkap besar (purse seine, payang dan sejenisnya) tidak boleh menangkap ikan dibawah 3 mil dari pinggir pantai.

2. Daerah suaka ikan (fish sanctuary) yg berfungsi untuk restocking alami karena di wilayah tsb tumbuh subur ekosistem terumbu karang. Mempunyai 3 zona : i. Zona preservasi, zona yang tidak membolehkan adanya

kegiatan penangkapan ikan atau bersifat tertutup secara permanen.

ii. Zona konservasi, zona yang membolehkan adanya kegiatan penangkapan ikan namun bersifat terbatas.

iii.Zona pemanfaatan, zona yang membolehkan adanya kegiatan penangkapan ikan, disebut juga zona ekonomi.

3. Melarang penangkapan ikan dng alat tangkap yang dapat merusak dan membahayakan manusia dan lingkungan, seperti bom, dinamit, potasium dan sianida.

CONTOH : TUGAS UTAMA “KEWANG” DALAM STRUKTUR PEMERINTAHAN ADAT DI HARUKU“Kewang” : lembaga adat yang dikuasakan sebagai pengelola

sumberdaya alam dan ekonomi masyarakat sekaligus sebagai pengawas pelaksanaan aturan-aturan atau disiplin adat dalam masyarakat. Tugas-tugas utamanya adalah :• Menyelenggarakan sidang adat sekali seminggu (pada hari jumat malam)• Mengatur kehidupan perekonomian masyarakat.• Mengamankan pelaksanaan peraturan sasi.• Memberikan sanksi kepada yang melanggar peraturan sasi negeri.• Meninjau batas-batas tanah dengan negeri tetangga.• Menjaga serta melindungi semua sumberdaya alam, baik dilaut, kali/sungai dan hutan sebelum waktu buka sasi.• Melaporkan hal-hal yang tidak dapat terselesaikan pada sidang adat (kewang) kepada raja dan meminta agar disidangkan dalam sidang saniri besar.

Contoh : ATURAN SASI HUTAN DAN SANKSI Di NEGERI HARUKU

Aturan :• Terlarang orang mengambil buah-buahan yang muda seperti

nenas, kenari, cempedak, durian, pinang, dll.• Terlarang orang menebang pohon pinang yang sedang berbuah

atau menebang pohon buah-buahan lainnya untuk membuat pagar.

• Terlarang orang memotong atap atau pelepah sagu yang masih muda sebelum mendapat izin dari pemiliknya dan juga dari kewang.

• Terlarang menebang pohon kayu bakau atau jenis tumbuhan lain di Kolam Jawa (nama salah satu kolam di negeri Haruku).

Sanksi :• Potong atap tanpa izin = Rp.5.000,-• Mengambil buah-buahan muda = Rp.10.000,-• Ke hutan atau ke laut pada hari minggu = Rp.5.000,-• Menebang pohon kayu bakau atau jenis tumbuhan lain di

Kolam Jawa = Rp.5.000,-

1. Dilarang mengambil kelapa baik yang naik maupun yang gugur selama sasi masih ditutup.

2. Dilarang mengambil pucuk kelapa (daun ketupat) untuk keperluan apapun juga.

3. Dilarang mengambil batang kelapa kering untuk kayu api tanpa ijin Kewang.

4. Dilarang menebang pohon kelapa untuk rumah tanpa ijin Kewang.

5. Dilarang mengambil daun enau (mayang) untuk sapu sebelum buka sasi atau pengumuman dari Kewang.

6. Kalau sasi dibuka semua kebun (dusun) kelapa harus dibersihkan.

7. Sebelum sasi ditutup tiap pemilik kebun kelapa diharuskan untuk memberi kelapa sasi. Kelapa-kelapa sasi tersebut dibagikan kepada semua anggota Kewang, dan semua pegawai negeri yang bertempat tinggal di dalam desa termasuk Pendeta.

8. Tiap 3 (tiga) bulan sasi dibuka 1 (satu) kali untuk kelapa naik, dari gunung sampai ke pantai. Sedangkan dalam 3 (tiga) bulan jika Kewang melihat bahwa kelapa telah gugur banyak, maka dalam pertengahan 3 (tiga) bulan diadakan buka sasi kelapa gugur (kurang lebih berlangsung tiga hari). Buka sasi kelapa naik berlangsung 1 (satu) minggu.

Contoh : PERATURAN KHUSUS MENGENAI SASI (Sumber : Pattiselano, 2000)

9. Untuk mengambil daun enau (mayang) untuk sapu, juga diatur dengan sistem sasi, dengan ketentuan jika buka sasi kelapa 2 (dua) atau 3 (tiga) hari maka sasi untuk mengambil daun mayang dibuka.

10. Kalau hendak tebang sagu, harus naik untuk memotong dahan (jaganya) terlebih dahulu.

11. Kalau sagu ditebang tidak boleh kena atau menimpa sagu yang lain.

12. Kalau remas/peras hancuran sagu (ela), airnya (air goti) tidak boleh masuk ke dalam kali.

13. Pelepah (sahani) sagu yang akan digunakan untuk membuat goti harus ambil dari pohon sagu yang akan ditebang. Tidak boleh diambil dari pohon sagu yang lain.

14. Kalau mengambil atap (daun sagu) untuk membuat atap rumah, harus dipotong dengan ketentuan meninggalkan 5 (lima) dahan sisa dengan puncaknya (tombaknya).

15. Dilarang orang perempuan cuci pakaian di air yang terletak di bagian atas dari orang yang sedang meremas sagu untuk mengambil tepung sagunya.

16. Kayu yang hendak ditebang untuk bahan (menara) rumah harus dipotong dahannya dan harus melaporkan lebih dahulu pada kepala Kewang atau wakil kepala Kewang.

17. Orang luar desa yang hendak masuk hutan untuk mengerjakan (menokok) sagu atau potongan kayu untuk rumah, harus lapor pada kepala Kewang dan mendapat surat ijin kerja serta membayar ongkos yang disebut ngase kepada kas desa.

Contoh : PERATURAN KHUSUS MENGENAI SASI(Lanjutan)

18. Dilarang ribut-ribut di hutan apalagi pada saat buah-buahan sedang mengeluarkan bunganya.

19. Dilarang berjalan di hutan dengan payung.

20. Dilarang naik durian yang belum masak.

21. Dilarang melempar durian yang ada di pohon.

22. Dilarang mengambil kulit kayu bakau (tongke) untuk mengeras dan menguatkan jaring sebelum mendapat ijin atau petunjuk dari Kewang.

23. Dilarang mengambil pohon bakau untuk acara-acara tertentu sebelum mendapat ijin Kewang.

24. Dilarang bom dan racun (bore) ikan.

25. Dilarang mengambil teripang, bunga karang, bia kima (garu) untuk dijual ke luar desa.

26. Dilarang keras orang desa lain mengambil pasir, batu, pada suatu desa sebelum mendapat ijin dari Kewang atau pemilik tanah (tuan dusun).

Contoh : PERATURAN KHUSUS MENGENAI SASI (Lanjutan)

27. Dilarang keras orang desa lain mengambil tali hanatol (karung) sebelum mendapat ijin Kewang.

28. Dilarang menjual atap atau gaba-gaba (dahan sagu kering) ke desa lain.

29. Bagi setiap kebun (dusun) sagu yang hendak melelang sagu-sagunya, 2 x 24 jam sebelum acara lelang harus melaporkan kepada kepala Kewang agar Kewang langsung mengotrol acara tersebut.

30. Bagi tuan dusun (pemilik tanah) yang mempunyai tanah kebun (ewang) yang hendak dibuka untuk membuat kebun jagung serta komoditas lainnya, harus melaporkan dulu kepada kepala Kewang supaya kepala Kewang dan anggotanya dapat melihat apakah kebun (ewang) tersebut sudah dapat dipergunakan untuk kebun atau belum.

Contoh : PERATURAN KHUSUS MENGENAI SASI (Lanjutan)

CONTOH : JENIS PELANGGARAN DAN SANKSI

No J e n I s P e l a n g g a r a n Sanksi Denda (Rp)

1 Menebang sagu tanpa membabat rumput di sekitarnya terlebih dahulu

1.000,-

2 Memotong dahan sagu dengan meninggalkan kurang dari 5 (lima) dahan ditambah pucuk.

5.000,-

3 Memotong atap sagu tanpa babat rumput terlebih dahulu 1.000,-

4 Menebang sagu tanpa memangkas dahannya 1.000,-

5 Anakan sagu yang mati akibat tertindih sewaktu menebang sagu.

5.000,-

6 Menebang sagu yang masih muda. 5.000,-

7 Mengambil daun sagu untuk membuat tempat tepung sagu (tumang) tanpa disabit.

1.000,-

8 Memotong dahan sagu mentah untuk membuat pagar. 1.000,-

9 Mencuri durian muda (1 buah). 5.000,-

10 Mencuri kelapa muda (1 buah). 5.000,-

11 Memotong janur kelapa. 1.000,-

JENIS PELANGGARAN DAN SANKSI (Lanjutan)

No Jenis Pelanggaran Sanksi Denda (Rp)

12 Mengambil buah kelapa pada waktu tutup sasi 5.000,-

13 Mengambil buah kelapa muda (1 buah). 5.000,-

14 Membawa pulang dahan/ranting kelapa pada waktu tutup Sasi.

1.000,-

15 Menebang pohon kelapa yang masih memberikan buah pada pemiliknya.

5.000,-

16 Memotong jaga bakau (mange-mange) mentah. 10.000,-

17 Memotong kayu mentah 2.500,- Sumber : Pattiselano, 2000

Agar esensi Kewang maupun Sasi tetap terpelihara maka :

Berbagai nilai-nilai ataupun aturan-aturan tentang Kewang

dan Sasi perlu diberi penguatan kelembagaannya,

direkonstruksi dan direvitalisasi agar

fleksibel dan relevan dengan perubahan yang terjadi dalam

masyarakat.

Mekanisme penguatan & revitalisasi, melalui

keterlibatan partisipasi masyarakat lokal sehingga akan mengakar kuat dan dipatuhi.

Mendapat perhatian pemerintah berupa

ditetapkannya PERDA

Mekanisme penguatan, reaktualisasi dan

revitalisasi nilai-nilai lokal Kewang dan Sasi ini

terutama ikut mengakomodasikan

pertimbangan-pertimbangan saintifik dalam pengelolaan

sumberdaya.

Aspek Utama Penguatan Kembali Kelembagaan “Kewang” dan “Sasi”

Perumusan tugas, peran, fungsi kewang dan

merevitalisasi aturan-aturan sasi sesui dengan perkembangan zaman.

Peningkatan kemampuan masyarakat yang bekerja di

lembaga kewang dan pelaksanaan sasi.

Peraturan perundangan daerah yang

mengakomodir lembaga kewang dan pelaksanaan

sasi.

Penyediaan sarana, prasarana dan program

kerja untuk mengoperasionalkan lembaga

kewang dalam pelaksanaan sasi.

Lembaga adat ini dapat saja difungsikan untuk membantu Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Perikanan daerah setempat, maupun Kepolisian Perairan untuk melakukan operasi pengawasan dan pemantauan bersama (Co- Manajemen) dalam rangka meningkatkan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut secara berkelanjutan.

Dikembangkan melalui :

Lembaga Sebagai Institusi

Peningkatan kemampuan staf/personil Kewang

Dilakukan Secara Terpadu dengan Instansi Terkait (Bappeda, Dinas, PT) Dalam Konteks Perencanaan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu (PPWPT) atau Co-Management

KELEMBAGAAN KEWANG

PENGEMBANGAN LEMBAGA KEWANG : PENGEMBANGAN LEMBAGA KEWANG : MENGATASI MASALAH PENGELOLAAN PESISIR

Pelembagaan Nilai-nilai

Penyediaan fasilitas, alat & bahan untuk

operasiPenyediaan dana

operasional untuk biayai kegiatan

Aturan-aturan Sasi, Sanksi, & SOP Kewang.

Pedoman Pengelolaan Ekosistem Pesisir.

Pedoman Pemantauan dan Pengawasan.

Dikembangkan melalui :

Peraturan Daerah (PERDA) & Peraturan Negeri/Desa

MASYARAKAT

LOKAL(LEMBAGA KEWANG)

• SARANA & PRASARANA MEMADAI• BIAYA OPERASIONAL CUKUP

• KEMAMPUAN PERSONIL KEWANG• DOKUMEN ATURAN SASI, SANKSI & SOP.• DOKUMEN PEDOMAN PEMANTAUAN & PENGAWASAN• DOKUMEN PEDOMAN PENGELOLAAN• DISAHKAN OLEH RAJA/KADES = PERDES.

KEGIATAN SASI

PEMERINTAH (Kebijakan, Fasilitasi,

Pembukaan Akses, Pembina Mekanisme

Sistem)

MEKANISME KERJASAMA PENGELOLAAN ANTARA MASYARAKAT LOKAL, PERGURUAN TINGGI DAN PEMERINTAH DAERAH (C0-MANAGEMENT)

PT SEBAGAI EDUKATOR(Pendidik, Pelatih, Penyuluh,

Pembimbing)

UPAYA PENGELOLAAN PESISIR BERBASIS KEARIFAN LOKALUPAYA STRUKTUR :

PENDAYAGUNAAN LEMBAGA LOKAL KEWANG• Penyediaan sarana, prasarana “Kewang”• Pengembangan zona “Sasi” ekosistem pesisir (mangrove, terumbu karang & tumbuhan pantai). • Pengembangan zona “sasi” untuk preservasi, konservasi & zona pemanfaatan. • Pengembangan zona penyangga (buffer zone) sepanjang aliran sungai & perairan pesisir, sebagai zona “sasi”.

UPAYA NONSTRUKTUR :

• REVITALISASI & REKONSTRUKSI SASI.

• STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR KEWANG (SOP).

• PEDOMAN PEMANTAUAN & PENGAWASAN OLEH KEWANG.

• PERDA TENTANG “KEWANG” DAN “SASI”

• TATA RUANG ZONA “SASI”• PENETAPAN BATAS ZONA

“SASI”.• PENEGAKAN SANKSI.• SOSIALISASI & PENYULUHAN• PELATIHAN DAN SIMULASI

KEWANG & SASI

MELESTARIKAN KEARIFAN LOKAL, DAN EKOSISTEM SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT

UPAYA PENGENDALIAN PENCEMARANUPAYA STRUKTUR :

PENGENDALIAN SAMPAH & LIMBAH CAIR. • Perbaikan sistem drainase & aliran sungai. • Pengendalian sampah, erosi & sedimentasi• Pengendalian limbah cair (PLN, kapal, dsb).• Pengelolaan daerah banjir dan bencana• Rehabilitasi & Pelestarian ekosistem alami (mangrove, terumbu karang, tumbuhan pantai).

UPAYA NONSTRUKTUR :

• PEDOMAN PEMANTAUAN & PENGAWASAN OLEH KEWANG.

• STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR KEWANG (SOP).

• PEDOMAN PENGENDALIAN LIMBAH, SAMPAH, EROSI, SEDIMENTASI.

• PEDOMAN PENGELOLAAN LAHAN ATAS DAN PESISIR.

• PENETAPAN SEMPADAN PANTAI.• SOSIALISASI & PENYULUHAN• PENEGAKAN SANKSI & HUKUM.• PELATIHAN DAN SIMULASI.

MENINGKATKAN KUALITAS PERAIRAN & MENGURANGI BESARNYA KERUGIAN AKIBAT PENCEMARAN

PEDOMAN PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE(Sumber diolah dari Dahuri, dkk tahun 2001)

Sasi ekosistem mangrove dan sumberdaya di dalamnya dapat dicapai dengan

mencegah terjadinya perubahan-perubahan nyata dari faktor-faktor seperti sirkulasi

air, salinitas dan aspek fisika-kimia dari substrat hidupnya. Penting untuk

diperhatikan bahwa banyak hal yang dapat merubah faktor-faktor tersebut, berasal

dari luar ekosistem mangrove. Karenanya, sasi mengarove bergantung sepenuhnya

pada perencanaan yang terintegrasi dengan mempertimbangkan kebutuhan

ekosistem mangrove. Usulan pengembangan dan kegiatan insidential yang

mempengaruhi ekosistem mangrove hendaknya mencerminkan perencanaan dan

pengelolaan sebagai berikut :1. Peliharahlah dasar dan karakter substrat hutan dan saluran-

saluran air. Sebab substrat memegang peranan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup hutan mangrove. Proses-proses seperti sedimentasi berlebihan, erosi, pengendapan sampai kepada perubahan sifat-sifat kimiawai (seperti kesuburan) harus dapat dihindari.

2. Jaga kelangsungan pola-pola alamiah; skema aktivitas siklus pasang surut serta limpasan air tawar. Untuk struktur pesisir dan pola pengembangan yang berpotensi untuk mengubah pola-pola alami tersebut, harus didesain untuk menjamin bahwa pola tersebut tetap terpelihara.

3.Peliharalah kesimbangan alamiah antara pertambahan tanah, erosi dan sedimentasi. Kegiatan di wilayah pesisir termasuk konstruksi sangat potensial untuk mengubah keseimbangan antara pertumbuhan dan erosi. Kegiatan seperti itu harus dievaluasi terutama potensi dampaknya terhadap hutan mangrove sebelum diimplementasikan.

4.Peliharalah pola-pola temporal dan spasial alami dari salinitas air permukaan dan air tanah. Pengurangan air tawar akibat perubahan aliran, pengambilan atau pemompaan air tanah seharusnya tidak dilakukan apabila menggangu keseimbangan salinitas di lingkungan pesisir. Salinitas juga mempengaruhi komponen-komponen lainnya dalam wilayah pesisir termasuk manusia.

5.Pada daerah-daerah yang mungkin terkena tumpahan minyak dan bahan beracun lainnya, harus memiliki rencana-rencana penanggulangan.

6.Hindarkan semua kegiatan yang mengakibatkan pengurangan (impound) areal mangrove. Penghentian sirkulasi air permukaan mengakibatkan kematian hutan mangrove.

7.Tetapkan batas maksimum untuk seluruh hasil panen/tangkapan yang dapat diproduksi. Kecenderungan saat ini adalah memaksimumkan hasil panen/tangkapan untuk mencapai keuntungan jangka pendek tanpa memperhitungkan keuntungan jangka panjang. Plotkan rencana kerja berdasarkan perencanaan yang mantap untuk menjamin keberlanjutan ekosistem.

PEDOMAN PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE (Lanjutan)

ARAHAN PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE (Lanjutan)

Untuk menjaga keseimbangan sumberdaya mangrove, maka hal-hal yang perlu

diperhatikan ialah :1. Hindari penebangan mangrove, untuk dijadikan areal

pemukiman. Tentukan areal pemukiman di luar kawasan mangrove.

2. Gunakan jenis kayu lain sebagai pengganti mangrove untuk kepentingan kayu bakar, konstruksi dan sebagainya.

3. Hindari pengambilan/pengerukan pasir pada kawasan mangrove, karena akan mempengaruhi sirkulasi air maupun mengakibatkan tumbangnya mangrove pada musim gelombang atau angin kencang.

4. Hindari pembuangan sampah di kawasan mangrove, karena sampah dapat mempengaruhi sirkulasi air dan menghambat pertumbuhan anakan mangrove.

5. Hindari kebiasaan menjadikan lokasi mangrove sebagai tempat pemeliharaan ternak (babi), karena dapat merusak mangrove.

• Tindakan pencegahan terhadap kemungkinan turunnya kualitas perairan pesisir, terutama di daerah-daerah penting seperti daerah pemijahan dan pembesaran sangat penting untuk diperhatikan. Turunnya kualitas perairan pesisir ini, misalnya sebagai akibat dari tumpahan minyak, masuknya limbah industri, erosi tanah permukaan dan sedimentasi.

• Pencemaran perairan yang disebabkan oleh minyak bumi (hidrokarban) dapat terjadi dari kegiatan pengangkutan bahan mentah, pencucian minyak dan kegiatan transportasi minyak. Untuk pencemaran minyak yang bersumber dari kegiatan didaratan, biasanya bahan pencemar tersebut masuk melalui aliran sungai.

• Pencemaran perairan yang diakibatkan oleh buangan limbah industri dan unsur hara berlebih yang berasal dari limbah rumahtangga, sangat potensial untuk merusak habitat dan kehidupan organisme air, terutama yang bersifat rentan seperti telur dan larva ikan dan udang.

• Tingkat kekeruhan yang tinggi disebabkan oleh erosi didaerah hulu maupun kegiatan pengerukan, selain mengakibatkan terganggunya penetrasi cahaya juga dapat merusak habitat dasar dan pernafasan hewan dasar karena terjadi penyumbatan. Karena itu pengelolaan tanah di daerah atas harus dilakukan dengan baik agar tidak terjadi erosi tanah permukaan.

• Perubahan kualitas perairan dapat pula terjadi karena meningkatnya suhu perairan, terutama pengaruh air buangan (cooling water) yang berasal dari stasiun pembangkit tenaga listrik. Perubahan salinitas sekalipun kecil (1-2%) dapat berakibat fatal pada stadia larva ikan dan udang.

PETUNJUK PELAKSANAANMENCEGAH TURUNNYA KUALITAS PERAIRAN PESISIR

PENGELOLAAN BUANGAN LIMBAH INDUSTRI

Canal Dam

Flat Slab Buttress Dam California