Investor Presentation - Investor Relations | OneWater Marine Inc
Manajemen Portfolio Investor Institusional VS Investor individu
Transcript of Manajemen Portfolio Investor Institusional VS Investor individu
Manajemen Portfolio
I. Investor Institusional VS Investor individu
Pihak-pihak yang melakukan investasi disebut dengan
investor. Investor pada umumnya dapat digolongkan menjadi
dua, yaitu investor individual (individual investors) dan
investor institusional (institutional investors). Investor
individual terdiri dari individu-individu yang melakukan
aktivitas investasi. Sedangkan investor institusional
biasanya terdiri dari perusahaan-perusahaan asuransi,
lembaga penyimpanan dana, (bank dan lembaga simpan-pinjam),
lembaga dana pensiun, maupun perusahaan investasi.
Di negara-negara maju investor institusional banyak
menggunakan pendekatan institusional dalam melakukan
aktivitas investasinya. sedangkan calon investor individual
bisa mengambil garis besarnya agar bisa lebih selektif dan
mengetahui apa sebenarnya yang harus diketahui. Pendekatan
institusional terdiri dari tiga tahap yaitu:
Penetapan Kriteria
Dalam menetapkan kriteria, calon investor mencari
faktor-faktor penting yang menentukan hal-hal yang
diinginkan dalam berinvestasi. Hal-hal tersebut bukan
hanya performa return tetapi dapat mencakup proses
investasi, pengambilan resiko, pelayanan terhadap
investor, management fee, dan lain-lain. Menetapkan
kriteria dimulai dengan menggali masalah fundamental
bagi calon investor yang meliputi jenis asset class
(saham, pendapatan tetap, pasar uang, dll), gaya
investasi (saham blue chip, obligasi swasta, obligasi
pemerintah, saham perusahaan
kecil/menengah,internasional,dll),dan manajemen
investasi aktif (aktif dalam memilih saham/obligasi)
vs. pasif (index fundz). Jenis asset class sangat
menentukan return dan resiko yang akan didapatkan.
Beberapa riset di Amerika menyebutkan bahwa 90%-95%
return yang diperoleh ditentukan oleh jenis asset class
di mana investor berinvestasi. Jika investor memilih
asset class pendapatan tetap maka hasil maksimum
investasi jangan diharapkan bisa menyamai hasil
maksimum investasi di saham. Namun pada saat yang
bersamaan, resiko yang dianut juga tidak sebesar resiko
saham. Penentuan ini harus sesuai profil resiko
investor masing-masing. Gaya investasi (investment
style) bermanfaat jika calon investor mencari
diversifikasi melalui alokasi aset (asset allocation).
Pada dasarnya setiap asset class dapat dibagi lagi
menjadi beberapa gaya investasi. Di negara-negara maju,
diversifikasi alokasi aset adalah lazim, tetapi di
Indonesia praktek ini masih terbatas karena kendala
jumlah saham yang ada di dalam tiap kategori
kapitalisasi (blue chip/kapitalisasi besar,
kapitalisasi menengah, dan kapitalisasi kecil),
pengetahuan investor individual, dan jenis produk reksa
dana yang ditawarkan. Untuk jenis pendapatan tetap,
gaya investasi dapat terdiri dari investasi dengan
fokus pada obligasi pemerintah, obligasi swasta, atau
obligasi internasional/asing.
Penyaringan (Screening)
Berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan,
calon investor kemudian menyeleksi para potensial MI.
Daftar lengkap seluruh reksa dana di Indonesia dan
jenis-jenisnya dapat dilihat di website Bapepam
(www.bapepam.go.id/e-monitoring). Untuk lebih
mengetahui informasi tentang suatu perusahaan MI, calon
investor dapat melakukan riset lebih jauh tentang calon
MI tersebut. Berita-berita tentang sebuah perusahaan MI
jika dikumpulkan dapat memberikan gambaran secara
menyeluruh tentang perusahaan tersebut. Sumber lain
yang layak digali adalah pengalaman pihak-pihak lain
dalam berinvestasi melalui MI tersebut. Informasi dan
pengalaman dari orang dalam juga sangat berguna dalam
mengevaluasi MI. Berdasarkan informasi yang telah
dikumpulkan, calon investor bisa membandingkan
kriteria-kriteria yang telah ditetapkan dengan keadaan
para MI yang sebenarnya.
Seleksi
Proses screening menghilangkan sebagian besar MI dan
menyisakan beberapa saja yang akan dievaluasi lebih
jauh. Dalam tahap seleksi, calon investor memfokuskan
dalam mendapatkan gambaran menyeluruh apa yang disebut
dengan P7 yaitu People, Process, Philosophy, Product,
Progress, Price, dan Performance.
II. Sikap Investor terhadap resiko
Dalam berinvestasi apapun berbagai risiko yang bisa
mempengaruhi tingkat keuntungan atau mengalami kerugian
selalu akan menjadi pertimbangan bagi investor. Sebanyak
mungkin faktor risiko yang mungkin akan mempengaruhi tingkat
keuntungan dalam investasi saham harus selalu dideteksi agar
seluruh gerak pasar bisa diantisipasi. Untuk itu penasihat
investasi dan investor professional sekalipun selalu mencari
informasi yang relevan dengan kondisi pasar. Di pasar modal,
setidaknya risiko yang patut dicermati investor secara umum,
antara lain risiko inflasi, risiko tingkat suku bunga,
risiko pasar, risiko perusahaan dan risiko politik. Masing-
masing risiko tersebut ada kalangan saling kait mengkait,
dan berjalan secara dominan. Namun adakalanya sama sekali
tidak berhubungan.
Dari risiko tersebut yang selalu berhubungan adalah
risiko inflasi. Biasanya begitu diketahui inflasi tinggi,
akan diikuti dengan kebijakan perubahan tingkat suku bunga.
Jika inflasi tinggi, dapat dipastikan nilai uang turun.
Turunnya nilai uang, bisa karena jumlah uang yang beredar di
masyarakat lebih melimpah. Untuk itu sehingga agar mobilitas
uang yang beredar turun, biasanya akan diikuti dengan
kenaikan tingkat sukubunga, naiknya tingkat suku bunga
dengan sendirinya akan membawa dana-dana kembali sistem
perbankan, sehingga pada gilirannya bursa saham akan turun.
Berikut beberapa resiko yang mungkin dihadapi:
Risiko Inflasi
Dalam industri finansial khususnya dalam ekonomi
berbasis uang, risiko yang cukup mengkhawatirkan adalah
ancaman akan penurunan nilai uang. Penggerusan nilai
uang ini terlalu banyak faktor yang bisa dijadikan
alasan, padahal aspek utamanya adalah menurunnya nilai
uang. Contoh paling sederhana soal inflasi ini adalah
apabila uang bernominal Rp1.000 yang pada kemarin lusa
bisa membeli dua butir telur, tapi hari ini hanya dapat
ditukar dengan satu telur. Akibatnya untuk membeli dua
butir telur kita harus mengeluarkan kocek Rp1.000 lagi.
Kalau itu terjadi berarti sudah terjadi inflasi,
turunnya nilai uang. Penurunan nilai uang tersebut juga
terjadi tidak saja untuk membeli produk, tapi juga
dalam menggunakan jasa. Dalam kondisi saat ini,
pemerintah mengatakan akan mempertahankan bahwa target
inflasi dipatok pada bilangan lima persen. Itu berarti
dalam berinvestasi, investor yang memiliki dana Rp1.000
saat ini harus bisa memperkerjakan uangnya itu dengan
minimal penghasilan (return) di atas lima persen,
sehingga pada akhir tahun nilai uang tersebut tetap
bisa digunakan dan memiliki nilai yang sama pada saat
ini. Nilai uang pada masa kini dan masa yang akan
datang diharapkan bobot (nilai atau harganya) tetap
sama. Artinya kalau saat ini bisa membeli telur satu
butir maka tahun depan minimal nilainya tetap sama.
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga
secara umum dan terus-menerus. Penyebab inflasi ini
bisa berupa naiknya harga barang dan jasa, bisa juga
karena turunnya nilai uang yang terjadi secara mekanis.
Inflasi yang disebabkan karena naiknya harga barang,
juga tidak bergerak sendirian. Bisa jadi karena bahan
baku atas produk itu sulit didapat, seperti BBM. Akibat
tidak adanya subtitusi dari BBM ini dipastikan kenaikan
harga BBM akan menyebabkan naiknya harga barang-barang
dan jasa. Hal ini karena ketergantungan yang sangat
tinggi atas produk yang bernama BBM ini. Inflasi
lainnya adalah karena terlalu banyaknya uang yang
beredar, sehingga secara mekanis akan mempengaruhi
nilai uang. Untuk inflasi yang disebabkan banyak uang
beredar, Bank Sentral bisa melakukan tindakan dengan
cara membuat kebijakan meningkatkan suku bunga.
Peningkatan sukubunga ini dengan sendirinya akan
menarik para pemilik dana untuk kembali memarkir
dananya di perbankan. Kendati upaya tersebut harus
diikuti oleh kebijakan lain, diantaranya membuat
kebijakan guna terciptanya iklim investasi. Bagi pasar
modal risiko inflasi ini akan sangat mempengaruhi
keputusan investasi. Kalau inflasi tinggi, kita
ibaratkan dalam setahun 10 persen, maka boleh jadi
harga saham diciptakan oleh pasar itu sebenarnya sudah
terdiskon sebesar 10 persen. Kalau harga saham Rp1.000
maka akibat inflasi yang 10 persen itu harga saham
tersebut sebenarnya hanya Rp900. Akan tetapi, kondisi
yang sebenarnya terjadi akan bertambah kompleks akibat
dampak inflasi. Kalau kita ibaratkan harga BBM
mengalami kenaikan dengan begitu biaya produksi
perusahaan akan mengalami kenaikan. Belum lagi dampak
dari BBM ini akan diikuti dengan melemahnya daya beli,
sehingga barang yang diproduksi tidak akan laku
terjual. Kalau hal itu yang terjadi maka bisa
dipastikan pemutusan hubungan kerja, akibat pengurangan
produksi hampir pasti akan dilakukan perusahaan,
sehingga pada gilirannya ekspektasi investor saham atas
saham perusahaan itu akan menurun.
Risiko tingkat sukubunga
Risiko tingkat suku bunga dapat menjadi bayangan hitam
bagi pelaku pasar. Tingkat bunga yang tinggi akan
menjadikan perusahaan yang menjual sahamnya di bursa
pasti juga akan kedodoran. Apalagi bagi perusahaan yang
mendanai sebagian operasionalnya dengan pinjaman
kredit. Dari sisi investasi fluktuasi tingkat sukubunga
yang gonjang-ganjing akan membuat bingung iklim
investasi. Kalau tingkat sukubunga tinggi maka investor
akan dengan senang hati untuk menempatkan dananya dalam
bentuk deposito. Banyaknya uang yang masuk dalam
deposito akan membuat dunia perbankan kebingungan
menyalurkan dana pihak ketiga tersebut. Di sisi lain
dana tersebut memang harus diputar ke sektor-sektor
produktif kalau tidak ingin kinerja bank tersebut
ambrol karena harus membayar bunga tinggi. Soal tinggi
dan rendahnya tingkat suku bunga, bagi pasar yang
penting bahwa tingkat bunga itu stabil tidak gonjang-
ganjing dan kebijaksanaannya tidak situasional.
Risiko Pasar
Risiko pasar sering terjadi di pasar modal karena
kondisi yang tidak bisa dijelaskan secara ekonomi.
Karena ekspektasi seseorang terhadap produk dan jasa
tertentu akan berbeda dengan ekspektasi pasar. Dalam
konteks perdagangan saham, ketika ekspektasi atas saham
secara jangka panjang naik, maka boleh jadi ekspektasi
pasar atas saham pada saat pasar bereaksi justru turun.
Karenanya bagi investor saham yang perlu dipahami bahwa
investasi saham adalah investasi pada saham, sedangkan
penciptaan harga saham yang dibuat pasar adalah harga
yang terjadi pada saat selama pasar berlangsung.
Penyebab ekspektasi pasar berbeda dengan kondisi
sebenarnya atas nilai saham, penyebabnya bisa beragam.
Yang paling sederhana boleh jadi karena supply dan
demand yang tidak seimbang. Ketika supply atas saham
berlebih, sementara demand tetap maka dengan sendirinya
harga saham akan turun. Di pasar modal Indonesia sering
terjadi begitu ada perusahaan yang akan melakukan
penawaran umum (IPO) biasanya akan diikuti dengan
penurunan indikator perdagangan. Turunnya indikator
perdagangan itu lantaran investor menjual saham yang
telah menjadi portofolionya untuk kemudian membeli
saham yang akan IPO. Perilaku tersebut merupakan contoh
yang paling sangat sederhana dari faktor risiko pasar.
Tidak sama besarnya posisi supply dan demand ini juga
terjadi apabila terjadi investor melakukan perubahan
portofolio sebagaimana yang kerap terjadi pada akhir
tahun dan awal tahun bursa saham.
Untuk mengetahui apakah proses investasi yang dilakukan
benar atau tidak, berikut merupakan langkah-langkahnya:
a. Pengetahuan tentang pengembalian dan resiko
investasi.
b. Mengetahui sikap investor terhadap resiko. Setiap
investor harus mau menerima resiko investasi yang
terkadang di dalam aset riil maupun surat berharga,
dan dapat mengidentifikasi kombinasi pengembalian dan
resiko yang dapat diterima. Dengan kata lain, sebelum
menerima resiko investasi, investor harus berada pada
posisi finansial yang logis, dan harus siap
menggunakan alasan-alasan yang masuk akal untuk
proses pembuatan keputusan.
c. Pengetahuan dari setiap tipe surat berharga / aset
yang tersedia untuk investasi, termasuk pengembalian
yang diharapkan dan resiko yang berhubungan dengan
tipe aset / surat berharga tersebut.
d. Memilih beberapa surat berharga / aset yang dapat
memberi suatu pengembalian dan resiko yang dapat
diterima berdasarkan kebutuhan -kebutuhan dari
investor tertentu.
Korelasi langsung antara pengembalian dengan resiko,
yaitu: semakin tinggi pengembalian, semakin tinggi
resiko. Oleh karena itu, investor harus menjaga
tingkat resiko dengan pengembalian yang seimbang.
Berikut beberapa faktor Risiko dalam Analisis
Finansial:
o pengertian resiko sendiri yaitu penyimpangan hasil
(return) yang diperoleh dari rencana hasil
(return) yang diharapkan.
o Risiko invetasi adalah risiko yang dihadapi
investor akan kemungkinan tidak tercapainya hasil
(keuntungan) yang diharpkan. Hal tersebut
dikarenakan factor uncertainty yang besar.
o Sikap investor terhadap risiko yaitu ; senang
(desire) menghadapi risiko, anti risiko ( risk
aversion), dan acuh (indifference) terhadap
risiko. Diperhitungkannya faktor risiko dalam
keputusan keuangan, mempengaruhi investor untuk
menentukan hasil atau mensyaratkan hail (required
rate of return).
o Risiko tidak dapat dihindari, tetapi dapat
dikelola agar risiko tersebut dapat diminimalisasi
(risiko terkontrol). Dan ada pula risiko yang
tidak dapat dikontrol/dikendalikan. Sehingga jenis
risiko terbagi ke dalam:
Risiko Individual, yaitu risiko yang berasal
dari proyek investasi secara individu tanpa
dipengaruhi proyek yang lain.
Risiko perusahaan, yaitu risiko yang diukur
tanpa mempertimbangkan penganekaragaman
(diversifikasi) atau portofolio yang dilakukan
oleh investor.
Risiko pasar atau beta, yaitu risiko investasi
ditinjau dari investor yang menanamkan modalnya
pada investasi yang juga dilakukan oleh
perusahaan dan perusahaan-perusahaan lain.
Besarnya risiko ini tidak dapat dihilangkan
dengan melakukan diversifikasi.
III. Formulasi Kebijakan Investasi (Tujuan, Kendala, dan
Preferensi)
Tujuan
Kebijakan investasi mengandung pernyataan mengenai
return yang telah disesuaikan dengan inflasi. Inflasi
merupakan sebuah masalah bagi investor, karena nominal uang
pada masa sekarang berbeda dengan nominal uang di masa yang
akan datang. Oleh karena itu, investor selalu berusaha
mendapatkan return yang lebih tinggi daripada tingkat
inflasi. Saham, tidak selalu menjadi perlindungan terhadap
inflasi, karena nilai saham dapat berubah naik atau turun
sewaktu-waktu.
Masing-masing investor juga memiliki kebutuhan dan
keadaan yang unik, bersifat pribadi dan berbeda-beda tiap
investor, hal ini dapat menyebabkan pembatasan seorang
investor untuk melakukan investasi aset pada kelas tertentu.
Kendala dan preferensi
Waktu
Tujuan investasi dari masing-masing investor berbeda.
Oleh karena itu, untuk mencapai tujuannya, investor
memerlukan perencanaan waktu melakukan investasi secara
khusus. Investor bisa melakukan investasi dalam jangka
pendek atau dalam jangka panjang, disesuaikan dengan tujuan
dari investasi yang dia lakukan.
Kebutuhan Liquiditas
Investor dalam melakukan investasi kadang terbentur
dengan kebutuhan liquiditasnya. Dia dapat memerlukan uang
sewaktu-waktu. Oleh karena itu, investor sebaiknya
mengetahui kebutuhan kas dia di masa yang akan datang,
sehingga tidak menghambat investasi yang telah dilakukan.
Kesadaran atas Pajak
Tingkat pajak atas pendapatan berbeda dengan tingkat
pajak atas keuntungan atas penjualan aset. Investor
mempunyai preferensi untuk melakukan investasi untuk
mendapatkan keringanan pajak dari keuntungan penjualan aset.
Pendapatan bekerja memiliki tingkat pajak yang lebih tinggi.
Tetapi, program-program pensiun biasanya memberikan
perlindungan tersendiri atas pajak (pengurangan pendapatan).
Investor mempertimbangkan hal ini dalam membuat keputusan
investasi, apakah melakukan investasi dalam instrumen
investasi (portofolio) atau melakukan investasi jangka
panjang dalam bentuk dana pensiun.
IV. Implementasi Strategi Investasi (Alokasi Aset dan Optimisasi
Portofolio)
Asumsi Tingkat Pengembalian
Investor memiliki asumsi atas tingkat pengembalian yang
dapat diterima. Argumen mengenai mean-reversion saham
menyatakan bahwa harga saham yang tinggi atau rendah hanya
bersifat sementara, pada akhirnya harga saham akan cenderung
kembali ke tengah (rata-rata). Selain itu, return saham
mengandung risiko yang harus diperhitungkan. Tidak ada yang
jaminan bahwa return yang diharapkan investor akan
didapatkan dengan mudah. Hal ini menyebabkan investor
berusaha mendapatkan return yang lebih tinggi dengan
melakukan optimisasi portofolio.
Membentuk Portofolio
Investor menggunakan kebijakan investasi dan ekspektasi
pasar modal untuk memilih portofolio atau aset. Pada
pemilihan portofolio dan aset, investor harus menentukan
saham-saham mana saja yang sesuai untuk dimasukkan ke dalam
portofolionya. Investor juga menggunakan prosedur optimisasi
untuk memilih saham dari saham-saham yang sesuai dan
menentukan berat (proporsi) saham pada portofolionya. Model
Markowitz adalah model formal dari investasi yang dilakukan
oleh investor.
Alokasi Aset
Alokasi aset berhubungan dengan keputusan untuk
menentukan berat (proporsi) bagi kas, obligasi, atau saham
yang akan dimiliki oleh investor. Keputusan ini sangat
penting karena perbedaan alokasi atas aset akan menyebabkan
perbedaan performa dari portofolio itu sendiri.
Ada beberapa faktor yang harus diperhitungkan investor.
Faktor-faktor itu antara lain return yang disyaratkan,
toleransi risiko dan umur dari investor itu sendiri.
Investor yang lebih muda cendering bersifat risk taker.
Sebaliknya, investor yang lebih tua cenderung bersifat risk
averse. Perbedaan faktor yang diperhitungkan akan
mempengaruhi alokasi aset investasi.
Alokasi Strategis Aset
Investor perlu melakukan prosedur simulasi yang
digunakan untuk menentukan kemungkinan range hasil yang
dihubungkan dengan tiap-tiap komposisi aset. Simulasi ini
akan memberikan gambaran mengenai keuntungan dan risiko yang
mungkin akan diperoleh investor apabila memilih komposisi
aset tersebut. Investor juga perlu membentuk strategi
alokasi aset untuk jangka panjang.
Alokasi Taktis Aset
Perubahan atas komposiss aset yang dilakukan biasanya
disebabkan oleh perubahan tingkat pengembalian yang
diharapkan investor. Selain itu perubahan komposisi aset ini
juga bisa dilakukan oleh investor dengan pendekatan market
timing (waktu dimana pasar bergerak). Investor cenderung
melakukan antisipasi atas perubahan pasar. Pada saat yang
tepat, investor melakukan perubahan atas komposisi asetnya
untuk mendapatkan keuntungan atau menjaga nilai asetnya.
V. Monitoring dan Penyesuian Portofolio
Monitoring
Keadaan investor dapat berubah karena beberapa alasan, yaitu
sebagai berikut:
Perubahan kesejahteraan yang mempengaruhi
toleransi terhadap risiko
Perubahan horizon investasi
Perubahan kebutuhan likuiditas
Perubahan aturan perpajakan
Pertimbangan regulasi pemerintah
Keadaan dan kebutuhan unik
Penyesuaian Portofolio
Komposisi portfolio tidak dimaksudkan untuk tetap
sama . Yang paling penting diketahui adalah kapan harus
melakukan penyeimbangan kembali (rebalancing). Biaya
Rebalancing mencakup:
1. Komisi broker
2. Dampak dari perdagangan yang mungkin mempengaruhi
harga pasar
3. Aspek waktu dalam memutuskan untuk bertransaksi
Biaya untuk tidak melakukan rebalancing adalah berada dalam
posisi yang tidak menguntungkan
VI. Return Nominal vs Return Riil
Return investasi yang positif tetapi lebih kecil
daripada inflasi periodik akan mengakibatkan total kekayaan
investor bertambah secara nominal, tetapi berkurang secara
riil.
Ilustrasinya, seorang investor yang hanya
mendapatkan returnsebesar 10% dalam satu tahun saat tingkat
inflasi tahunan mencapai 12% akan mengalami penurunan
kekayaan riil sebesar 2% (10% - 12%); walaupun jumlah
uangnya secara nominal meningkat sebesar 10%, katakan dari
Rp100 juta menjadi Rp110 juta. Maksudnya adalah daya beli
dari uang Rp110 juta ini adalah 2% lebih rendah daripada
daya beli Rp100 juta setahun sebelumnya.
Secara umum, return riil adalah return nominal dikurangi
tingkat inflasi. Agar daya beli tidak
berkurang, return nominal sebuah investasi harus melebihi
tingkat inflasi. Menghitung return untuk periode satu tahun
tanpa setoran tambahan atau pengambilan uang relatif mudah,
karena kita cukup mengurangi investasi akhir dengan
investasi awal dan hasilnya dibagi dengan investasi awal.
Penghitungan return menjadi tidak sederhana lagi untuk
investasi lebih dari satu periode, jika ada penambahan atau
pengambilan uang selama periode investasi, atau jika risiko
diperhitungkan.
Return Nominal
Ekonomi modern memperoleh efisien mereka melalui penggunaan
uang. Media pertukaran yang diterima secara umum. Bukannya
memperdagangkan jagung untuk mendapatkan stereo yang akan
diberikan satu tahun mendatang, seperti pada ekonomi barter,
penduduk ekonomi modern dapat menjual jagungnya untuk
memperoleh uang dan kemudian memperdagangkan uang “sekarang”
untuk uang “masa depan” dengan menginvestasikannya.
Kemudian uang “masa depan” tersebut dapat digunakan untuk
membeli stereo. Tingkat bunga yang digunakan penduduk
memperdagangkan uang “sekarang” untuk mendapatkan uang “masa
depan” tergantung pada investasi yang dilakukan dan disebut
return nominal (juga disebut tingkat bunga nominal).
Return Riil
Pada periode harga berubah-ubah, return nominal investasi
mungkin suatu indikasi yang jelek dari return riil (tingkat
bunga riil) yang memperoleh investor. Hal ini sebagian
disebabkan oleh tambahan dolar yang diterima dari
investasi mungkin diperlukan untuk menutup penurunan daya
beli yang disebabkan oleh inflasi yang terjadi pada periode
investasi. Akibatnya, penyesuaian return nominal diperlukan
untuk menyingkirkan dampak inflasi untuk menentukan return
riil. Inflasi sering digunakan untuk tujuan ini. Contoh:
Return sebesar 17% yang diterima setahun dari sebuah surat
berharga jika disesuaikan dengan tingkat inflasi sebesar 5 %
untuk tahun yang sama, akan memberikan return riel sebesar :
TR(ia) = (1+0.17 ) - 1
(1+0.05)
= 0.11429 atau 11.429%
VII. Return Aritmetik dan Return Geometrik
Terdapat dua konsep/ukuran pengembalian nominal
berdasarkan waktu, yaitu pengembalian aritmetik dan
pengembalian geometrik. Pada umumnya, pengembalian aritmetik
digunakan untuk periode tunggal atau untuk data cross section,
sedangkan pengembalian geometric digunakan untuk beberapa
periode atau untuk data time series. Return aritmetik lebih
tepat digunakan untuk prediksi ke depan, sedangkan untuk
kinerja masa lalu, perhitungan return geometrik akan lebih
tepat.
Perhitungan return aritmetik dan geometrik ini adalah
sama dengan perhitungan rata-rata aritmetik (arithmetic mean)
dan rata-rata geometrik (geometric mean) dalam statistik.
Untuk menghitung tingkat pengembalian aritmetik atau
geometrik suatu investasi atsu suatu portofolio, terlebih
dahulu dihitung tingkat pengembalian untuk tiap-tiap periode
(r1, r2, …, rn). Berikut merupakan rumusan perhitungan
tersebut:
rG =
ⁿ√(1+r1)(1+r2)…(1+rn) - 1
keterangan:
rA = pengembalian aritmetik
rG = pengembalian geometrik
r1 = pengembalian (return) periode 1
r2 = pengembalian (return) periode 2
rn = pengembalian (return) periode n
n= jumlah periode
Contoh:
Harga dari suatu saham pada periode ke-0 (periode awal)
adalah Rp.500,- Pada periode selanjutnya (periode ke-1),
rA
=
r1 + r2 + …
+ rn
n
harga saham meningkat menjadi Rp.600,- dan turun di periode
ke-2 menjadi Rp.550,-
Return pada masing-masing periode adalah sebagai berikut:
r1 = (Rp.660 – Rp.500) / Rp.500
= 0.20
= 20%
r2 = (Rp.550 – Rp.600) / Rp.600
= - 0.083
= - 8.33%
Return yang dihitung berdasarkan rata-rata aritmetik adalah
sebagai berikut:
rA
=
(0.2-
0.083)= 0.05833 atau
5.833%2
Sedangkan return jika dihitung berdasarkan rata-rata
geometrik adalah sebagai berikut:
rG = √(1+0.2)(1+0.083) – 1
= 0.04883 atau 4.883%
Jika dihitung dengan metode rata-rata arimatika, pertumbuhan
harga saham ini adalah sebesar 5.833%. Jika return ini benar,
maka untuk periode ke-2, harga saham ini seharusnya menjadi
Rp.560.03. Padahal yang sebenarnya, harga saham ini di akhir
periode ke-2 adalah sebesar Rp.550,-. Dengan demikian
perhitungan dengan metode aritmatika ini kurang tepat. Jika
dihitung dengan metode rata-rata geometrik, pertumbuhan
harga saham ini adalah sebesar 4.883%. Dengan menggunakan
tingkat pertumbuhan ini harga saham di akhir periode ke-2
adalah sebesar Rp.550,-, sesuai dengan nilai yang
sebenarnya.
Jadi metode rata-rata geometrik lebih tepat digunakan untuk
situasi yang melibatkan pertumbuhan, sedangkan metode rata-
rata arimatika lebih tepat digunakan untuk menghitung rata-
rata untuk satu periode yang sama dari banyak return tanpa
melibatkan pertumbuhan.
VIII. Return Tertimbang Berdasarkan Uang
Konsep return tertimbang berdasarkan uang diaplikasikan
pada saat dana yang diinvestasikan berubah-ubah karena
adanya penambahan atau pengembalian uang. Dalam mencari
tingkat pengembalian berdasarkan uang, besar penerimaan atau
pengeluaran uang dalam setiap periode sangat penting dan
diperhitungkan. Contoh:
Seorang investor pada tahun 2004 membeli sebuah obligasi
senilai Rp.200,000,000,- Setahun kemudian, 2005, dia membeli
kembali obligasi yang sama seharga Rp.225,000,000,- Pada
tahun 2005 tersebut, atas kepemilikan obligasi yang pertama,
investor tersebut menerima bunga sebesar Rp.5,000,000,-
sedangkan pada tahun 2006, karena memiliki dua obligasi, ia
menerima bunga Rp.10,000,000,-
Jika pada tahun 2006 investor tersebut menjual obligasinya
pada harga masing-masing Rp 235.000.000, berapa tingkat
pengembalian berdasarkan uang diperolehnya?
PV (pengeluaran) = PV (penerimaan)
200,000,000 + 225,000,000 = 5,000,000 +
10,000,000 + 470,000,000
1 + r 1 + r (1 + r)²
r = 9.39%
IX. Risk-Adjusted Return
Dalam berinvestasi, tidak memberikan perhatian khusus
pada risiko adalah tidak bijak. Dalam keadaan pasar sedang
bullish, risiko sangat sering dinomorduakan. Risiko sering
mulai kembali diingat ketika pasar bearish. Mestinya, dalam
segala kondisi, investor tidak melupakan risiko.
Risiko adalah kemungkinan terjadinya kerugian atau return
negatif dari suatu investasi. Dalam statistika, ukuran
risiko adalah standar deviasi, dinotasikan s (dibaca: sigma)
yang dihitung dari gejolak turun-naiknya atau volatilitas
harga. Semakin besar goyangan harga, semakin besar
volatilitas, semakin besar debaran jantung investor sehingga
semakin besar risiko.
Risiko yang mengukur berapa banyak investasi yangkembali
dalam kaitannya dengan jumlah risiko yang diambil. Sering
digunakan untuk membandingkan berbagai jenis investasi yang
melibatkan tingkat risiko yang berbeda. Risk-adjusted return
akan menempatkan dua investasi yang berbeda pada nilai yang
sama (dengan menghilangkan perbedaan risiko) dan memberitahu
anda investasi yang menghasilkan hasil yang lebih baik
dibandingkan dengan risiko yang diperlukan
Karena ada dua ukuran risiko yaitu total risiko dan risiko
sistematis, maka kita mengenal dua ukuran utama risk-
adjusted return. William Sharpe (1966) memperkenalkan rasio
Sharpe yaitu excess return per satuan total risiko (s) atau
(return portofolio - bunga bebas risiko) / s, untuk mengukur
kinerja reksa dana saat itu. Sebelum itu, Jack Treynor
(1965) sudah menggunakan rasio Treynor yaitu excess return
per satuan risiko sistematis (b) atau (return portofolio -
bunga bebas risiko) / b, untuk tujuan yang sama. Ukuran
risk-adjusted return mana yang lebih baik? Jones dalam
bukunya Investment (2007) mengatakan kalau rasio Sharpe
sebaiknya digunakan jika portofolio investor seluruhnya
(atau sebagian besar) dalam sekuritas. Untuk investor yang
portofolionya terdiri dari banyak aset sehingga sekuritas
hanya sebagian kecil saja, rasio Treynor yang lebih tepat.
Berdasarkan risk-adjusted return, portofolio/reksa dana yang
berkinerja terbaik bukanlah portofolio yang memberikan
return nominal terbesar. Portofolio/reksa dana terbaik
adalah yang mampu memberikan premi risiko per unit terbesar
atau yang mempunyai rasio Sharpe dan atau rasio Treynor
tertinggi.
X. Rasio Treynor
Diukur dengan cara membandingkan antara premi risiko
portofolio dengan risiko portofolio yang dinyatakan dengan
beta. Beta adalah risiko pasar atau risiko sistematis.
Menghitung kemiringan – slope garis yang menghubungkan
portofolio yang berisiko dengan risiko Pasar.Semakin besar
nilai slope semakin baik portofolio atau semakin besar rasio
premi risiko portofolio terhadap beta, kinerja portofolio
semakin baik
Keterangan
T : Treynor ratio
Ri : Rata- rata tingkat pengembalian portofolio i
Rf : Rata –rata atas bunga investasi bebas risiko
βi : Beta portofolio
Ri – Rf : Premi risiko potofolio i
Relevan bagi investor yang :
Memiliki berbagai portofolio atau menanamkan dana pada
berbagai reksa dana – mutual funds
Melakukan diversifikasi pada berbagai portofolio
XI. Rasio Sharpe
Rasio Sharpe digunakan untuk menandakan seberapa baik
kembalinya aset investor untuk mengkompensasi risiko yang
diambil.
Rasio ini diukur dengan cara membandingkan antara premi
risiko portofolio dengan risiko portofolio yang dinyatakan
dengan standar deviasi – total risiko. Premi risiko
portofolio adalah selisih rata-rata tingkat pengembalian
portofolio dengan rata-rata tingkat bunga bebas risiko
Keterangan
S : Indeks sharpe portofolio i
R : Rata- rata tingkat pengembalian portofolio i
Rf : Rata –rata atas bunga investasi bebas risiko
σ : Standar deviasi dari tingkat pegembalian portofolio i
R – Rf : Premi risiko potofolio i
Rumus Sharpe menghitung kemiringan – slope garis yang
menghubungkan portofolio yang berisiko dengan bunga bebas
risiko. Semakin besar nilai slope semakin baik portofolio
atau semakin besar rasio premi risiko portofolio terhadap
standar deviasi kinerja portofolio semakin baik. Investor
sering disarankan untuk memilih investasi dengan rasio
Sharpe tinggi
XII. Alpha Jensen
Di bidang keuangan, Jensen's alpha (atau Jensen's
Performance Index, ex-post alfa) digunakan untuk menentukan
pengembalian kelebihan sekuritas atau portofolio efek atas
teoretis keamanan pengembalian yang diharapkan. Bisa
keamanan aset apapun, seperti saham, obligasi, atau
derivatif. Kembali teoretis diperkirakan oleh model pasar,
yang paling sering CAPM. Model pasar menggunakan metode
statistik untuk memprediksi risiko yang sesuai-disesuaikan
kembali aset. CAPM misalnya menggunakan beta sebagai
pengganda.
Dalam konteks CAPM, menghitung alfa memerlukan input
berikut:
realisasi kembali (di portofolio),
yang pasar kembali,
dengan risiko-free rate of return, dan
yang beta portofolio.
Jensen's alpha = (Portfolio Kembali - Risk Free Rate) -
(Portofolio Beta * (Pasar Kembali - Risk Free Rate))
Pada model ini kita juga memperhitungkan return yang
diharapkan atau minimum return yang diharapkan.
ERp = Rf + B (ERm - Rf)
dengan:
ERp = Minimum return reksa dana yang diharapkan;
ERm = Minimum return pasar yang diharapkan.
Setelah ERp didapatkan, return rata-rata reksa dana
kemudian dikurangi minimum return reksa dana yang diharapkan
untuk mendapatkan nilai alpha model Jensen. Semakin besar
nilai alpha tersebut menunjukkan reksa dana tersebut semakin
bagus.
Ide dasarnya adalah bahwa untuk menganalisis kinerja
manajer investasi Anda tidak hanya harus melihat pada
keseluruhan laba dari portofolio, tetapi juga pada
portofolio risiko itu. Sebagai contoh, jika ada dua reksa
dana yang keduanya memiliki pengembalian sebesar 12%,
seorang investor rasional akan menginginkan dana yang kurang
berisiko. Jensen mengukur salah satu cara untuk membantu
menentukan apakah sebuah portofolio adalah menghasilkan laba
yang tepat untuk mengembalikan tingkat risiko. Jika nilai
positif, maka kelebihan portofolio adalah pengembalian laba.
Dengan kata lain, nilai positif bagi Jensen's alpha berarti
fund manager telah "mengalahkan pasar" dengan pemilihan
saham yang tepat.
XIII. Beta2
Nilai beta2 mencerminkan kemampuan market timing dari
manajer investasi reksa dana bersangkutan sedangkan nilai
alpha mencerminkan kemampuan pemilihan saham manajer
investasi dalam membentuk portofolio reksa dana yang
dimaksud. Semakin besar nilai beta2 dan alpha suatu reksa
dana maka semakin baik reksa dana tersebut
Dalam menentukan beta, kita dapat menggunakan sebuah
judgement, di samping itu kita bisa menggunakan beta
historis untuk menghitung beta waktu lalu yang dipergunakan
sebagai taksiran beta di masa yang akan datang. Beta
historis memberikan informasi yang berguna tentang beta di
masa yang akan datang karena itu seringkali para analis
menggunakan beta historis sebelum mereka menggunakan
judgement untuk memperkirakan beta.
Rumus Estimating Beta :
Ri = αi + βi Ŕm + ei
Persamaan ini merupakan persamaan regresi sederhana.
Beta menunjukkan kemiringan (slope) garis regresi tersebut.
Alpha menunjukkan intercept dengan sumbu Rij. Makin besar
beta, makin curam kemiringan garis tersebut dan sebaliknya.
Beta sekuritas individual cenderung mempunyai koefisien
determinasi (yaitu bentuk kwadrat dari koefisien korelasi)
yang lebih rendah dari beta portofolio. Koefisien
determinasi menunjukkan proporsi perubahan nilai Ri yang
bisa dijelaskan oleh Rm.
Dengan menghitung koefisien beta yang mencerminkan
tingkat risiko masing-masing saham yang diamati, dan tingkat
return saham, maka kita dapat menentukan excess return to
beta (ERB) yang mencerminkan tingkat keuntungan yag sangat
mungkin dapat dicapai. Untuk mendapatkan kandidat portofolio
kuat, kita tinggal membandingkan ERB dengan Cut off Rate
untuk menhasilkan saham-saham yang memiliki tingkat return
yang tinggi dan risiko yang minimal yang dapat mengeliminir
risiko tidak sistematis. jika suatu jenis saham angka Excess
Return to Beta (ERB)-nya lebih besar dari angka batas C (cut
of rate) maka saham tersebut masuk sebagai kandidat
portofolio.
XIV. Rasio Appraisal
Sebuah rasio yang membandingkan nilai dari alfa untuk
deviasi standar residu, dan dirancang untuk menunjukkan
kualitas pendanaan.
Alfa dari sebuah portofolio dibagi dengan risiko non-
sistematis dari portofolio. Rasio mengukur return abnormal
per unit risiko yang pada prinsipnya dapat terdiversifikasi
jauh dari memegang portofolio indeks pasar.
Di Russell Style Klasifikasi (RSC), rasio appraisal
dihitung sebagai berikut:
Simbol Keterangan
p Jensen alpha
(E p) Standard
error