Manajemen Portfolio Investor Institusional VS Investor individu

33
Manajemen Portfolio I. Investor Institusional VS Investor individu Pihak-pihak yang melakukan investasi disebut dengan investor. Investor pada umumnya dapat digolongkan menjadi dua, yaitu investor individual (individual investors) dan investor institusional (institutional investors). Investor individual terdiri dari individu-individu yang melakukan aktivitas investasi. Sedangkan investor institusional biasanya terdiri dari perusahaan-perusahaan asuransi, lembaga penyimpanan dana, (bank dan lembaga simpan-pinjam), lembaga dana pensiun, maupun perusahaan investasi. Di negara-negara maju investor institusional banyak menggunakan pendekatan institusional dalam melakukan aktivitas investasinya. sedangkan calon investor individual bisa mengambil garis besarnya agar bisa lebih selektif dan mengetahui apa sebenarnya yang harus diketahui. Pendekatan institusional terdiri dari tiga tahap yaitu: Penetapan Kriteria Dalam menetapkan kriteria, calon investor mencari faktor-faktor penting yang menentukan hal-hal yang diinginkan dalam berinvestasi. Hal-hal tersebut bukan hanya performa return tetapi dapat mencakup proses investasi, pengambilan resiko, pelayanan terhadap investor, management fee, dan lain-lain. Menetapkan kriteria dimulai dengan menggali masalah fundamental

Transcript of Manajemen Portfolio Investor Institusional VS Investor individu

Manajemen Portfolio

I. Investor Institusional VS Investor individu

Pihak-pihak yang melakukan investasi disebut dengan

investor. Investor pada umumnya dapat digolongkan menjadi

dua, yaitu investor individual (individual investors) dan

investor institusional (institutional investors). Investor

individual terdiri dari individu-individu yang melakukan

aktivitas investasi. Sedangkan investor institusional

biasanya terdiri dari perusahaan-perusahaan asuransi,

lembaga penyimpanan dana, (bank dan lembaga simpan-pinjam),

lembaga dana pensiun, maupun perusahaan investasi.

Di negara-negara maju investor institusional banyak

menggunakan pendekatan institusional dalam melakukan

aktivitas investasinya. sedangkan calon investor individual

bisa mengambil garis besarnya agar bisa lebih selektif dan

mengetahui apa sebenarnya yang harus diketahui. Pendekatan

institusional terdiri dari tiga tahap yaitu:

Penetapan Kriteria

Dalam menetapkan kriteria, calon investor mencari

faktor-faktor penting yang menentukan hal-hal yang

diinginkan dalam berinvestasi. Hal-hal tersebut bukan

hanya performa return tetapi dapat mencakup proses

investasi, pengambilan resiko, pelayanan terhadap

investor, management fee, dan lain-lain. Menetapkan

kriteria dimulai dengan menggali masalah fundamental

bagi calon investor yang meliputi jenis asset class

(saham, pendapatan tetap, pasar uang, dll), gaya

investasi (saham blue chip, obligasi swasta, obligasi

pemerintah, saham perusahaan

kecil/menengah,internasional,dll),dan manajemen

investasi aktif (aktif dalam memilih saham/obligasi)

vs. pasif (index fundz). Jenis asset class sangat

menentukan return dan resiko yang akan didapatkan.

Beberapa riset di Amerika menyebutkan bahwa 90%-95%

return yang diperoleh ditentukan oleh jenis asset class

di mana investor berinvestasi. Jika investor memilih

asset class pendapatan tetap maka hasil maksimum

investasi jangan diharapkan bisa menyamai hasil

maksimum investasi di saham. Namun pada saat yang

bersamaan, resiko yang dianut juga tidak sebesar resiko

saham. Penentuan ini harus sesuai profil resiko

investor masing-masing. Gaya investasi (investment

style) bermanfaat jika calon investor mencari

diversifikasi melalui alokasi aset (asset allocation).

Pada dasarnya setiap asset class dapat dibagi lagi

menjadi beberapa gaya investasi. Di negara-negara maju,

diversifikasi alokasi aset adalah lazim, tetapi di

Indonesia praktek ini masih terbatas karena kendala

jumlah saham yang ada di dalam tiap kategori

kapitalisasi (blue chip/kapitalisasi besar,

kapitalisasi menengah, dan kapitalisasi kecil),

pengetahuan investor individual, dan jenis produk reksa

dana yang ditawarkan. Untuk jenis pendapatan tetap,

gaya investasi dapat terdiri dari investasi dengan

fokus pada obligasi pemerintah, obligasi swasta, atau

obligasi internasional/asing.

Penyaringan (Screening)

Berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan,

calon investor kemudian menyeleksi para potensial MI.

Daftar lengkap seluruh reksa dana di Indonesia dan

jenis-jenisnya dapat dilihat di website Bapepam

(www.bapepam.go.id/e-monitoring). Untuk lebih

mengetahui informasi tentang suatu perusahaan MI, calon

investor dapat melakukan riset lebih jauh tentang calon

MI tersebut. Berita-berita tentang sebuah perusahaan MI

jika dikumpulkan dapat memberikan gambaran secara

menyeluruh tentang perusahaan tersebut. Sumber lain

yang layak digali adalah pengalaman pihak-pihak lain

dalam berinvestasi melalui MI tersebut. Informasi dan

pengalaman dari orang dalam juga sangat berguna dalam

mengevaluasi MI. Berdasarkan informasi yang telah

dikumpulkan, calon investor bisa membandingkan

kriteria-kriteria yang telah ditetapkan dengan keadaan

para MI yang sebenarnya.

Seleksi

Proses screening menghilangkan sebagian besar MI dan

menyisakan beberapa saja yang akan dievaluasi lebih

jauh. Dalam tahap seleksi, calon investor memfokuskan

dalam mendapatkan gambaran menyeluruh apa yang disebut

dengan P7 yaitu People, Process, Philosophy, Product,

Progress, Price, dan Performance.

II. Sikap Investor terhadap resiko

Dalam berinvestasi apapun berbagai risiko yang bisa

mempengaruhi tingkat keuntungan atau mengalami kerugian

selalu akan menjadi pertimbangan bagi investor. Sebanyak

mungkin faktor risiko yang mungkin akan mempengaruhi tingkat

keuntungan dalam investasi saham harus selalu dideteksi agar

seluruh gerak pasar bisa diantisipasi. Untuk itu penasihat

investasi dan investor professional sekalipun selalu mencari

informasi yang relevan dengan kondisi pasar. Di pasar modal,

setidaknya risiko yang patut dicermati investor secara umum,

antara lain risiko inflasi, risiko tingkat suku bunga,

risiko pasar, risiko perusahaan dan risiko politik. Masing-

masing risiko tersebut ada kalangan saling kait mengkait,

dan berjalan secara dominan. Namun adakalanya sama sekali

tidak berhubungan.

Dari risiko tersebut yang selalu berhubungan adalah

risiko inflasi. Biasanya begitu diketahui inflasi tinggi,

akan diikuti dengan kebijakan perubahan tingkat suku bunga.

Jika inflasi tinggi, dapat dipastikan nilai uang turun.

Turunnya nilai uang, bisa karena jumlah uang yang beredar di

masyarakat lebih melimpah. Untuk itu sehingga agar mobilitas

uang yang beredar turun, biasanya akan diikuti dengan

kenaikan tingkat sukubunga, naiknya tingkat suku bunga

dengan sendirinya akan membawa dana-dana kembali sistem

perbankan, sehingga pada gilirannya bursa saham akan turun.

Berikut beberapa resiko yang mungkin dihadapi:

Risiko Inflasi

Dalam industri finansial khususnya dalam ekonomi

berbasis uang, risiko yang cukup mengkhawatirkan adalah

ancaman akan penurunan nilai uang. Penggerusan nilai

uang ini terlalu banyak faktor yang bisa dijadikan

alasan, padahal aspek utamanya adalah menurunnya nilai

uang. Contoh paling sederhana soal inflasi ini adalah

apabila uang bernominal Rp1.000 yang pada kemarin lusa

bisa membeli dua butir telur, tapi hari ini hanya dapat

ditukar dengan satu telur. Akibatnya untuk membeli dua

butir telur kita harus mengeluarkan kocek Rp1.000 lagi.

Kalau itu terjadi berarti sudah terjadi inflasi,

turunnya nilai uang. Penurunan nilai uang tersebut juga

terjadi tidak saja untuk membeli produk, tapi juga

dalam menggunakan jasa. Dalam kondisi saat ini,

pemerintah mengatakan akan mempertahankan bahwa target

inflasi dipatok pada bilangan lima persen. Itu berarti

dalam berinvestasi, investor yang memiliki dana Rp1.000

saat ini harus bisa memperkerjakan uangnya itu dengan

minimal penghasilan (return) di atas lima persen,

sehingga pada akhir tahun nilai uang tersebut tetap

bisa digunakan dan memiliki nilai yang sama pada saat

ini. Nilai uang pada masa kini dan masa yang akan

datang diharapkan bobot (nilai atau harganya) tetap

sama. Artinya kalau saat ini bisa membeli telur satu

butir maka tahun depan minimal nilainya tetap sama.

Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga

secara umum dan terus-menerus. Penyebab inflasi ini

bisa berupa naiknya harga barang dan jasa, bisa juga

karena turunnya nilai uang yang terjadi secara mekanis.

Inflasi yang disebabkan karena naiknya harga barang,

juga tidak bergerak sendirian. Bisa jadi karena bahan

baku atas produk itu sulit didapat, seperti BBM. Akibat

tidak adanya subtitusi dari BBM ini dipastikan kenaikan

harga BBM akan menyebabkan naiknya harga barang-barang

dan jasa. Hal ini karena ketergantungan yang sangat

tinggi atas produk yang bernama BBM ini. Inflasi

lainnya adalah karena terlalu banyaknya uang yang

beredar, sehingga secara mekanis akan mempengaruhi

nilai uang. Untuk inflasi yang disebabkan banyak uang

beredar, Bank Sentral bisa melakukan tindakan dengan

cara membuat kebijakan meningkatkan suku bunga.

Peningkatan sukubunga ini dengan sendirinya akan

menarik para pemilik dana untuk kembali memarkir

dananya di perbankan. Kendati upaya tersebut harus

diikuti oleh kebijakan lain, diantaranya membuat

kebijakan guna terciptanya iklim investasi. Bagi pasar

modal risiko inflasi ini akan sangat mempengaruhi

keputusan investasi. Kalau inflasi tinggi, kita

ibaratkan dalam setahun 10 persen, maka boleh jadi

harga saham diciptakan oleh pasar itu sebenarnya sudah

terdiskon sebesar 10 persen. Kalau harga saham Rp1.000

maka akibat inflasi yang 10 persen itu harga saham

tersebut sebenarnya hanya Rp900. Akan tetapi, kondisi

yang sebenarnya terjadi akan bertambah kompleks akibat

dampak inflasi. Kalau kita ibaratkan harga BBM

mengalami kenaikan dengan begitu biaya produksi

perusahaan akan mengalami kenaikan. Belum lagi dampak

dari BBM ini akan diikuti dengan melemahnya daya beli,

sehingga barang yang diproduksi tidak akan laku

terjual. Kalau hal itu yang terjadi maka bisa

dipastikan pemutusan hubungan kerja, akibat pengurangan

produksi hampir pasti akan dilakukan perusahaan,

sehingga pada gilirannya ekspektasi investor saham atas

saham perusahaan itu akan menurun.

Risiko tingkat sukubunga

Risiko tingkat suku bunga dapat menjadi bayangan hitam

bagi pelaku pasar. Tingkat bunga yang tinggi akan

menjadikan perusahaan yang menjual sahamnya di bursa

pasti juga akan kedodoran. Apalagi bagi perusahaan yang

mendanai sebagian operasionalnya dengan pinjaman

kredit. Dari sisi investasi fluktuasi tingkat sukubunga

yang gonjang-ganjing akan membuat bingung iklim

investasi. Kalau tingkat sukubunga tinggi maka investor

akan dengan senang hati untuk menempatkan dananya dalam

bentuk deposito. Banyaknya uang yang masuk dalam

deposito akan membuat dunia perbankan kebingungan

menyalurkan dana pihak ketiga tersebut. Di sisi lain

dana tersebut memang harus diputar ke sektor-sektor

produktif kalau tidak ingin kinerja bank tersebut

ambrol karena harus membayar bunga tinggi. Soal tinggi

dan rendahnya tingkat suku bunga, bagi pasar yang

penting bahwa tingkat bunga itu stabil tidak gonjang-

ganjing dan kebijaksanaannya tidak situasional.

Risiko Pasar

Risiko pasar sering terjadi di pasar modal karena

kondisi yang tidak bisa dijelaskan secara ekonomi.

Karena ekspektasi seseorang terhadap produk dan jasa

tertentu akan berbeda dengan ekspektasi pasar. Dalam

konteks perdagangan saham, ketika ekspektasi atas saham

secara jangka panjang naik, maka boleh jadi ekspektasi

pasar atas saham pada saat pasar bereaksi justru turun.

Karenanya bagi investor saham yang perlu dipahami bahwa

investasi saham adalah investasi pada saham, sedangkan

penciptaan harga saham yang dibuat pasar adalah harga

yang terjadi pada saat selama pasar berlangsung.

Penyebab ekspektasi pasar berbeda dengan kondisi

sebenarnya atas nilai saham, penyebabnya bisa beragam.

Yang paling sederhana boleh jadi karena supply dan

demand yang tidak seimbang. Ketika supply atas saham

berlebih, sementara demand tetap maka dengan sendirinya

harga saham akan turun. Di pasar modal Indonesia sering

terjadi begitu ada perusahaan yang akan melakukan

penawaran umum (IPO) biasanya akan diikuti dengan

penurunan indikator perdagangan. Turunnya indikator

perdagangan itu lantaran investor menjual saham yang

telah menjadi portofolionya untuk kemudian membeli

saham yang akan IPO. Perilaku tersebut merupakan contoh

yang paling sangat sederhana dari faktor risiko pasar.

Tidak sama besarnya posisi supply dan demand ini juga

terjadi apabila terjadi investor melakukan perubahan

portofolio sebagaimana yang kerap terjadi pada akhir

tahun dan awal tahun bursa saham.

Untuk mengetahui apakah proses investasi yang dilakukan

benar atau tidak, berikut merupakan langkah-langkahnya:

a. Pengetahuan tentang pengembalian dan resiko

investasi.

b. Mengetahui sikap investor terhadap resiko. Setiap

investor harus mau menerima resiko investasi yang

terkadang di dalam aset riil maupun surat berharga,

dan dapat mengidentifikasi kombinasi pengembalian dan

resiko yang dapat diterima. Dengan kata lain, sebelum

menerima resiko investasi, investor harus berada pada

posisi finansial yang logis, dan harus siap

menggunakan alasan-alasan yang masuk akal untuk

proses pembuatan keputusan.

c. Pengetahuan dari setiap tipe surat berharga / aset

yang tersedia untuk investasi, termasuk pengembalian

yang diharapkan dan resiko yang berhubungan dengan

tipe aset / surat berharga tersebut.

d. Memilih beberapa surat berharga / aset yang dapat

memberi suatu pengembalian dan resiko yang dapat

diterima berdasarkan kebutuhan -kebutuhan dari

investor tertentu.

Korelasi langsung antara pengembalian dengan resiko,

yaitu: semakin tinggi pengembalian, semakin tinggi

resiko. Oleh karena itu, investor harus menjaga

tingkat resiko dengan pengembalian yang seimbang.

Berikut beberapa faktor Risiko dalam Analisis

Finansial:

o pengertian resiko sendiri yaitu penyimpangan hasil

(return) yang diperoleh dari rencana hasil

(return) yang diharapkan.

o Risiko invetasi adalah risiko yang dihadapi

investor akan kemungkinan tidak tercapainya hasil

(keuntungan) yang diharpkan. Hal tersebut

dikarenakan factor uncertainty yang besar.

o Sikap investor terhadap risiko yaitu ; senang

(desire) menghadapi risiko, anti risiko ( risk

aversion), dan acuh (indifference) terhadap

risiko. Diperhitungkannya faktor risiko dalam

keputusan keuangan, mempengaruhi investor untuk

menentukan hasil atau mensyaratkan hail (required

rate of return).

o Risiko tidak dapat dihindari, tetapi dapat

dikelola agar risiko tersebut dapat diminimalisasi

(risiko terkontrol). Dan ada pula risiko yang

tidak dapat dikontrol/dikendalikan. Sehingga jenis

risiko terbagi ke dalam:

Risiko Individual, yaitu risiko yang berasal

dari proyek investasi secara individu tanpa

dipengaruhi proyek yang lain.

Risiko perusahaan, yaitu risiko yang diukur

tanpa mempertimbangkan penganekaragaman

(diversifikasi) atau portofolio yang dilakukan

oleh investor.

Risiko pasar atau beta, yaitu risiko investasi

ditinjau dari investor yang menanamkan modalnya

pada investasi yang juga dilakukan oleh

perusahaan dan perusahaan-perusahaan lain.

Besarnya risiko ini tidak dapat dihilangkan

dengan melakukan diversifikasi.

III. Formulasi Kebijakan Investasi (Tujuan, Kendala, dan

Preferensi)

Tujuan

Kebijakan investasi mengandung pernyataan mengenai

return yang telah disesuaikan dengan inflasi. Inflasi

merupakan sebuah masalah bagi investor, karena nominal uang

pada masa sekarang berbeda dengan nominal uang di masa yang

akan datang. Oleh karena itu, investor selalu berusaha

mendapatkan return yang lebih tinggi daripada tingkat

inflasi. Saham, tidak selalu menjadi perlindungan terhadap

inflasi, karena nilai saham dapat berubah naik atau turun

sewaktu-waktu.

Masing-masing investor juga memiliki kebutuhan dan

keadaan yang unik, bersifat pribadi dan berbeda-beda tiap

investor, hal ini dapat menyebabkan pembatasan seorang

investor untuk melakukan investasi aset pada kelas tertentu.

Kendala dan preferensi

Waktu

Tujuan investasi dari masing-masing investor berbeda.

Oleh karena itu, untuk mencapai tujuannya, investor

memerlukan perencanaan waktu melakukan investasi secara

khusus. Investor bisa melakukan investasi dalam jangka

pendek atau dalam jangka panjang, disesuaikan dengan tujuan

dari investasi yang dia lakukan.

Kebutuhan Liquiditas

Investor dalam melakukan investasi kadang terbentur

dengan kebutuhan liquiditasnya. Dia dapat memerlukan uang

sewaktu-waktu. Oleh karena itu, investor sebaiknya

mengetahui kebutuhan kas dia di masa yang akan datang,

sehingga tidak menghambat investasi yang telah dilakukan.

Kesadaran atas Pajak

Tingkat pajak atas pendapatan berbeda dengan tingkat

pajak atas keuntungan atas penjualan aset. Investor

mempunyai preferensi untuk melakukan investasi untuk

mendapatkan keringanan pajak dari keuntungan penjualan aset.

Pendapatan bekerja memiliki tingkat pajak yang lebih tinggi.

Tetapi, program-program pensiun biasanya memberikan

perlindungan tersendiri atas pajak (pengurangan pendapatan).

Investor mempertimbangkan hal ini dalam membuat keputusan

investasi, apakah melakukan investasi dalam instrumen

investasi (portofolio) atau melakukan investasi jangka

panjang dalam bentuk dana pensiun.

IV. Implementasi Strategi Investasi (Alokasi Aset dan Optimisasi

Portofolio)

Asumsi Tingkat Pengembalian

Investor memiliki asumsi atas tingkat pengembalian yang

dapat diterima. Argumen mengenai mean-reversion saham

menyatakan bahwa harga saham yang tinggi atau rendah hanya

bersifat sementara, pada akhirnya harga saham akan cenderung

kembali ke tengah (rata-rata). Selain itu, return saham

mengandung risiko yang harus diperhitungkan. Tidak ada yang

jaminan bahwa return yang diharapkan investor akan

didapatkan dengan mudah. Hal ini menyebabkan investor

berusaha mendapatkan return yang lebih tinggi dengan

melakukan optimisasi portofolio.

Membentuk Portofolio

Investor menggunakan kebijakan investasi dan ekspektasi

pasar modal untuk memilih portofolio atau aset. Pada

pemilihan portofolio dan aset, investor harus menentukan

saham-saham mana saja yang sesuai untuk dimasukkan ke dalam

portofolionya. Investor juga menggunakan prosedur optimisasi

untuk memilih saham dari saham-saham yang sesuai dan

menentukan berat (proporsi) saham pada portofolionya. Model

Markowitz adalah model formal dari investasi yang dilakukan

oleh investor.

Alokasi Aset

Alokasi aset berhubungan dengan keputusan untuk

menentukan berat (proporsi) bagi kas, obligasi, atau saham

yang akan dimiliki oleh investor. Keputusan ini sangat

penting karena perbedaan alokasi atas aset akan menyebabkan

perbedaan performa dari portofolio itu sendiri.

Ada beberapa faktor yang harus diperhitungkan investor.

Faktor-faktor itu antara lain return yang disyaratkan,

toleransi risiko dan umur dari investor itu sendiri.

Investor yang lebih muda cendering bersifat risk taker.

Sebaliknya, investor yang lebih tua cenderung bersifat risk

averse. Perbedaan faktor yang diperhitungkan akan

mempengaruhi alokasi aset investasi.

Alokasi Strategis Aset

Investor perlu melakukan prosedur simulasi yang

digunakan untuk menentukan kemungkinan range hasil yang

dihubungkan dengan tiap-tiap komposisi aset. Simulasi ini

akan memberikan gambaran mengenai keuntungan dan risiko yang

mungkin akan diperoleh investor apabila memilih komposisi

aset tersebut. Investor juga perlu membentuk strategi

alokasi aset untuk jangka panjang.

Alokasi Taktis Aset

Perubahan atas komposiss aset yang dilakukan biasanya

disebabkan oleh perubahan tingkat pengembalian yang

diharapkan investor. Selain itu perubahan komposisi aset ini

juga bisa dilakukan oleh investor dengan pendekatan market

timing (waktu dimana pasar bergerak). Investor cenderung

melakukan antisipasi atas perubahan pasar. Pada saat yang

tepat, investor melakukan perubahan atas komposisi asetnya

untuk mendapatkan keuntungan atau menjaga nilai asetnya.

V. Monitoring dan Penyesuian Portofolio

Monitoring

Keadaan investor dapat berubah karena beberapa alasan, yaitu

sebagai berikut:

Perubahan kesejahteraan yang mempengaruhi

toleransi terhadap risiko

Perubahan horizon investasi

Perubahan kebutuhan likuiditas

Perubahan aturan perpajakan

Pertimbangan regulasi pemerintah

Keadaan dan kebutuhan unik

Penyesuaian Portofolio

Komposisi portfolio tidak dimaksudkan untuk tetap

sama . Yang paling penting diketahui adalah kapan harus

melakukan penyeimbangan kembali (rebalancing). Biaya

Rebalancing mencakup:

1. Komisi broker

2. Dampak dari perdagangan yang mungkin mempengaruhi

harga pasar

3. Aspek waktu dalam memutuskan untuk bertransaksi

Biaya untuk tidak melakukan rebalancing adalah berada dalam

posisi yang tidak menguntungkan

VI. Return Nominal vs Return Riil

Return investasi yang positif tetapi lebih kecil

daripada inflasi periodik akan mengakibatkan total kekayaan

investor bertambah secara nominal, tetapi berkurang secara

riil.

Ilustrasinya, seorang investor yang hanya

mendapatkan returnsebesar 10% dalam satu tahun saat tingkat

inflasi tahunan mencapai 12% akan mengalami penurunan

kekayaan riil sebesar 2% (10% - 12%); walaupun jumlah

uangnya secara nominal meningkat sebesar 10%, katakan dari

Rp100 juta menjadi Rp110 juta. Maksudnya adalah daya beli

dari uang Rp110 juta ini adalah 2% lebih rendah daripada

daya beli Rp100 juta setahun sebelumnya.

Secara umum, return riil adalah return nominal dikurangi

tingkat inflasi. Agar daya beli tidak

berkurang, return nominal sebuah investasi harus melebihi

tingkat inflasi. Menghitung return untuk periode satu tahun

tanpa setoran tambahan atau pengambilan uang relatif mudah,

karena kita cukup mengurangi investasi akhir dengan

investasi awal dan hasilnya dibagi dengan investasi awal.

Penghitungan return menjadi tidak sederhana lagi untuk

investasi lebih dari satu periode, jika ada penambahan atau

pengambilan uang selama periode investasi, atau jika risiko

diperhitungkan.

Return Nominal

Ekonomi modern memperoleh efisien mereka melalui penggunaan

uang. Media pertukaran yang diterima secara umum. Bukannya

memperdagangkan jagung  untuk mendapatkan stereo yang akan

diberikan satu tahun mendatang, seperti pada ekonomi barter,

penduduk ekonomi modern dapat menjual jagungnya untuk

memperoleh uang dan kemudian memperdagangkan uang “sekarang”

untuk uang  “masa depan” dengan menginvestasikannya.

Kemudian uang “masa depan” tersebut dapat digunakan untuk

membeli stereo. Tingkat bunga yang digunakan penduduk

memperdagangkan uang “sekarang” untuk mendapatkan uang “masa

depan” tergantung pada investasi yang dilakukan dan disebut

return nominal (juga disebut tingkat bunga nominal).

Return Riil

Pada periode harga berubah-ubah, return nominal investasi

mungkin suatu indikasi yang jelek dari return riil (tingkat

bunga riil) yang memperoleh investor. Hal ini sebagian

disebabkan oleh tambahan dolar yang diterima  dari

investasi  mungkin diperlukan untuk menutup penurunan daya

beli yang disebabkan oleh inflasi yang terjadi pada periode 

investasi. Akibatnya, penyesuaian return nominal  diperlukan

untuk menyingkirkan dampak inflasi  untuk menentukan return

riil. Inflasi sering digunakan untuk tujuan ini. Contoh:

Return sebesar 17% yang diterima setahun dari sebuah surat

berharga jika disesuaikan dengan tingkat inflasi sebesar 5 %

untuk tahun yang sama, akan memberikan return riel sebesar :

TR(ia) = (1+0.17 ) - 1

(1+0.05)

= 0.11429 atau 11.429%

VII. Return Aritmetik dan Return Geometrik

Terdapat dua konsep/ukuran pengembalian nominal

berdasarkan waktu, yaitu pengembalian aritmetik dan

pengembalian geometrik. Pada umumnya, pengembalian aritmetik

digunakan untuk periode tunggal atau untuk data cross section,

sedangkan pengembalian geometric digunakan untuk beberapa

periode atau untuk data time series. Return aritmetik lebih

tepat digunakan untuk prediksi ke depan, sedangkan untuk

kinerja masa lalu, perhitungan return geometrik akan lebih

tepat.

Perhitungan return aritmetik dan geometrik ini adalah

sama dengan perhitungan rata-rata aritmetik (arithmetic mean)

dan rata-rata geometrik (geometric mean) dalam statistik.

Untuk menghitung tingkat pengembalian aritmetik atau

geometrik suatu investasi atsu suatu portofolio, terlebih

dahulu dihitung tingkat pengembalian untuk tiap-tiap periode

(r1, r2, …, rn). Berikut merupakan rumusan perhitungan

tersebut:

rG =

ⁿ√(1+r1)(1+r2)…(1+rn) - 1

keterangan:

rA = pengembalian aritmetik

rG = pengembalian geometrik

r1 = pengembalian (return) periode 1

r2 = pengembalian (return) periode 2

rn = pengembalian (return) periode n

n= jumlah periode

Contoh:

Harga dari suatu saham pada periode ke-0 (periode awal)

adalah Rp.500,- Pada periode selanjutnya (periode ke-1),

rA

=

r1 + r2 + …

+ rn

n

harga saham meningkat menjadi Rp.600,- dan turun di periode

ke-2 menjadi Rp.550,-

Return pada masing-masing periode adalah sebagai berikut:

r1 = (Rp.660 – Rp.500) / Rp.500

= 0.20

= 20%

r2 = (Rp.550 – Rp.600) / Rp.600

= - 0.083

= - 8.33%

Return yang dihitung berdasarkan rata-rata aritmetik adalah

sebagai berikut:

rA

=

(0.2-

0.083)= 0.05833 atau

5.833%2

Sedangkan return jika dihitung berdasarkan rata-rata

geometrik adalah sebagai berikut:

rG = √(1+0.2)(1+0.083) – 1

= 0.04883 atau 4.883%

Jika dihitung dengan metode rata-rata arimatika, pertumbuhan

harga saham ini adalah sebesar 5.833%. Jika return ini benar,

maka untuk periode ke-2, harga saham ini seharusnya menjadi

Rp.560.03. Padahal yang sebenarnya, harga saham ini di akhir

periode ke-2 adalah sebesar Rp.550,-. Dengan demikian

perhitungan dengan metode aritmatika ini kurang tepat. Jika

dihitung dengan metode rata-rata geometrik, pertumbuhan

harga saham ini adalah sebesar 4.883%. Dengan menggunakan

tingkat pertumbuhan ini harga saham di akhir periode ke-2

adalah sebesar Rp.550,-, sesuai dengan nilai yang

sebenarnya.

Jadi metode rata-rata geometrik lebih tepat digunakan untuk

situasi yang melibatkan pertumbuhan, sedangkan metode rata-

rata arimatika lebih tepat digunakan untuk menghitung rata-

rata untuk satu periode yang sama dari banyak return tanpa

melibatkan pertumbuhan.

VIII. Return Tertimbang Berdasarkan Uang

Konsep return tertimbang berdasarkan uang diaplikasikan

pada saat dana yang diinvestasikan berubah-ubah karena

adanya penambahan atau pengembalian uang. Dalam mencari

tingkat pengembalian berdasarkan uang, besar penerimaan atau

pengeluaran uang dalam setiap periode sangat penting dan

diperhitungkan. Contoh:

Seorang investor pada tahun 2004 membeli sebuah obligasi

senilai Rp.200,000,000,- Setahun kemudian, 2005, dia membeli

kembali obligasi yang sama seharga Rp.225,000,000,- Pada

tahun 2005 tersebut, atas kepemilikan obligasi yang pertama,

investor tersebut menerima bunga sebesar Rp.5,000,000,-

sedangkan pada tahun 2006, karena memiliki dua obligasi, ia

menerima bunga Rp.10,000,000,-

Jika pada tahun 2006 investor tersebut menjual obligasinya

pada harga masing-masing Rp 235.000.000, berapa tingkat

pengembalian berdasarkan uang diperolehnya?

PV (pengeluaran) = PV (penerimaan)

200,000,000 + 225,000,000 = 5,000,000 +

10,000,000 + 470,000,000

1 + r 1 + r (1 + r)²

r = 9.39%

IX. Risk-Adjusted Return

Dalam berinvestasi, tidak memberikan perhatian khusus

pada risiko adalah tidak bijak. Dalam keadaan pasar sedang

bullish, risiko sangat sering dinomorduakan. Risiko sering

mulai kembali diingat ketika pasar bearish. Mestinya, dalam

segala kondisi, investor tidak melupakan risiko.

Risiko adalah kemungkinan terjadinya kerugian atau return

negatif dari suatu investasi. Dalam statistika, ukuran

risiko adalah standar deviasi, dinotasikan s (dibaca: sigma)

yang dihitung dari gejolak turun-naiknya atau volatilitas

harga. Semakin besar goyangan harga, semakin besar

volatilitas, semakin besar debaran jantung investor sehingga

semakin besar risiko.

Risiko yang mengukur berapa banyak investasi yangkembali

dalam kaitannya dengan jumlah risiko yang diambil. Sering

digunakan untuk membandingkan berbagai jenis investasi yang

melibatkan tingkat risiko yang berbeda. Risk-adjusted return

akan menempatkan dua investasi yang berbeda pada nilai yang

sama (dengan menghilangkan perbedaan risiko) dan memberitahu

anda investasi yang menghasilkan hasil yang lebih baik

dibandingkan dengan risiko yang diperlukan

Karena ada dua ukuran risiko yaitu total risiko dan risiko

sistematis, maka kita mengenal dua ukuran utama risk-

adjusted return. William Sharpe (1966) memperkenalkan rasio

Sharpe yaitu excess return per satuan total risiko (s) atau

(return portofolio - bunga bebas risiko) / s, untuk mengukur

kinerja reksa dana saat itu. Sebelum itu, Jack Treynor

(1965) sudah menggunakan rasio Treynor yaitu excess return

per satuan risiko sistematis (b) atau (return portofolio -

bunga bebas risiko) / b, untuk tujuan yang sama. Ukuran

risk-adjusted return mana yang lebih baik? Jones dalam

bukunya Investment (2007) mengatakan kalau rasio Sharpe

sebaiknya digunakan jika portofolio investor seluruhnya

(atau sebagian besar) dalam sekuritas. Untuk investor yang

portofolionya terdiri dari banyak aset sehingga sekuritas

hanya sebagian kecil saja, rasio Treynor yang lebih tepat.

Berdasarkan risk-adjusted return, portofolio/reksa dana yang

berkinerja terbaik bukanlah portofolio yang memberikan

return nominal terbesar. Portofolio/reksa dana terbaik

adalah yang mampu memberikan premi risiko per unit terbesar

atau yang mempunyai rasio Sharpe dan atau rasio Treynor

tertinggi.

X. Rasio Treynor

Diukur dengan cara membandingkan antara premi risiko

portofolio dengan risiko portofolio yang dinyatakan dengan

beta. Beta adalah risiko pasar atau risiko sistematis.

Menghitung kemiringan – slope garis yang menghubungkan

portofolio yang berisiko dengan risiko Pasar.Semakin besar

nilai slope semakin baik portofolio atau semakin besar rasio

premi risiko portofolio terhadap beta, kinerja portofolio

semakin baik

Keterangan

T : Treynor ratio

Ri : Rata- rata tingkat pengembalian portofolio i

Rf : Rata –rata atas bunga investasi bebas risiko

βi : Beta portofolio

Ri – Rf : Premi risiko potofolio i

Relevan bagi investor yang :

Memiliki berbagai portofolio atau menanamkan dana pada

berbagai reksa dana – mutual funds

Melakukan diversifikasi pada berbagai portofolio

XI. Rasio Sharpe

Rasio Sharpe digunakan untuk menandakan seberapa baik

kembalinya aset investor untuk mengkompensasi risiko yang

diambil.

Rasio ini diukur dengan cara membandingkan antara premi

risiko portofolio dengan risiko portofolio yang dinyatakan

dengan standar deviasi – total risiko. Premi risiko

portofolio adalah selisih rata-rata tingkat pengembalian

portofolio dengan rata-rata tingkat bunga bebas risiko

Keterangan

S : Indeks sharpe portofolio i

R : Rata- rata tingkat pengembalian portofolio i

Rf : Rata –rata atas bunga investasi bebas risiko

σ : Standar deviasi dari tingkat pegembalian portofolio i

R – Rf : Premi risiko potofolio i

Rumus Sharpe menghitung kemiringan – slope garis yang

menghubungkan portofolio yang berisiko dengan bunga bebas

risiko. Semakin besar nilai slope semakin baik portofolio

atau semakin besar rasio premi risiko portofolio terhadap

standar deviasi kinerja portofolio semakin baik. Investor

sering disarankan untuk memilih investasi dengan rasio

Sharpe tinggi

XII. Alpha Jensen

Di bidang keuangan, Jensen's alpha (atau Jensen's

Performance Index, ex-post alfa) digunakan untuk menentukan

pengembalian kelebihan sekuritas atau portofolio efek atas

teoretis keamanan pengembalian yang diharapkan. Bisa

keamanan aset apapun, seperti saham, obligasi, atau

derivatif. Kembali teoretis diperkirakan oleh model pasar,

yang paling sering CAPM. Model pasar menggunakan metode

statistik untuk memprediksi risiko yang sesuai-disesuaikan

kembali aset. CAPM misalnya menggunakan beta sebagai

pengganda.

Dalam konteks CAPM, menghitung alfa memerlukan input

berikut:

realisasi kembali (di portofolio),

yang pasar kembali,

dengan risiko-free rate of return, dan

yang beta portofolio.

Jensen's alpha = (Portfolio Kembali - Risk Free Rate) -

(Portofolio Beta * (Pasar Kembali - Risk Free Rate))

Pada model ini kita juga memperhitungkan return yang

diharapkan atau minimum return yang diharapkan.

ERp = Rf + B (ERm - Rf)

dengan:

ERp = Minimum return reksa dana yang diharapkan;

ERm = Minimum return pasar yang diharapkan.

Setelah ERp didapatkan, return rata-rata reksa dana

kemudian dikurangi minimum return reksa dana yang diharapkan

untuk mendapatkan nilai alpha model Jensen. Semakin besar

nilai alpha tersebut menunjukkan reksa dana tersebut semakin

bagus.

Ide dasarnya adalah bahwa untuk menganalisis kinerja

manajer investasi Anda tidak hanya harus melihat pada

keseluruhan laba dari portofolio, tetapi juga pada

portofolio risiko itu. Sebagai contoh, jika ada dua reksa

dana yang keduanya memiliki pengembalian sebesar 12%,

seorang investor rasional akan menginginkan dana yang kurang

berisiko. Jensen mengukur salah satu cara untuk membantu

menentukan apakah sebuah portofolio adalah menghasilkan laba

yang tepat untuk mengembalikan tingkat risiko. Jika nilai

positif, maka kelebihan portofolio adalah pengembalian laba.

Dengan kata lain, nilai positif bagi Jensen's alpha berarti

fund manager telah "mengalahkan pasar" dengan pemilihan

saham yang tepat.

XIII. Beta2

Nilai beta2 mencerminkan kemampuan market timing dari

manajer investasi reksa dana bersangkutan sedangkan nilai

alpha mencerminkan kemampuan pemilihan saham manajer

investasi dalam membentuk portofolio reksa dana yang

dimaksud. Semakin besar nilai beta2 dan alpha suatu reksa

dana maka semakin baik reksa dana tersebut

Dalam menentukan beta, kita dapat menggunakan sebuah

judgement, di samping itu kita bisa menggunakan beta

historis untuk menghitung beta waktu lalu yang dipergunakan

sebagai taksiran beta di masa yang akan datang. Beta

historis memberikan informasi yang berguna tentang beta di

masa yang akan datang karena itu seringkali para analis

menggunakan beta historis sebelum mereka menggunakan

judgement untuk memperkirakan beta.

Rumus Estimating Beta :

Ri  = αi +  βi Ŕm  + ei

Persamaan ini merupakan persamaan regresi sederhana.

Beta menunjukkan kemiringan (slope) garis regresi tersebut.

Alpha menunjukkan intercept dengan sumbu Rij. Makin besar

beta, makin curam kemiringan garis tersebut dan sebaliknya.

Beta sekuritas individual cenderung mempunyai koefisien

determinasi (yaitu bentuk kwadrat dari koefisien korelasi)

yang lebih rendah dari beta portofolio. Koefisien

determinasi menunjukkan proporsi perubahan nilai Ri yang

bisa dijelaskan oleh Rm.

Dengan menghitung koefisien beta yang mencerminkan

tingkat risiko masing-masing saham yang diamati, dan tingkat

return saham, maka kita dapat menentukan excess return to

beta (ERB) yang mencerminkan tingkat keuntungan yag sangat

mungkin dapat dicapai. Untuk mendapatkan kandidat portofolio

kuat, kita tinggal membandingkan ERB dengan Cut off Rate

untuk menhasilkan saham-saham yang memiliki tingkat return

yang tinggi dan risiko yang minimal yang dapat mengeliminir

risiko tidak sistematis. jika suatu jenis saham angka Excess

Return to Beta (ERB)-nya lebih besar dari angka batas C (cut

of rate) maka saham tersebut masuk sebagai kandidat

portofolio.

XIV. Rasio Appraisal

Sebuah rasio yang membandingkan nilai dari alfa untuk

deviasi standar residu, dan dirancang untuk menunjukkan

kualitas pendanaan.

Alfa dari sebuah portofolio dibagi dengan risiko non-

sistematis dari portofolio. Rasio mengukur return abnormal

per unit risiko yang pada prinsipnya dapat terdiversifikasi

jauh dari memegang portofolio indeks pasar.

Di Russell Style Klasifikasi (RSC), rasio appraisal

dihitung sebagai berikut:

Simbol Keterangan

p Jensen alpha

(E p) Standard

error

TUGAS PASAR MODAL DAN MANAJEMEN KEUANGAN

Manajemen Portofolio

Angkatan 2009 / 2010

Kelompok :

Erika N. / 040931004 / 04

Ricky Sanjaya / 040931015 / 13

Angga Pramada / 0400931016 / 14

Marisa / 040931027 / 25

Sabrina Fr. S. / 040931028 / 26

Agnes Andriyani S. / 040931033 / 31

Universitas Airlangga

Surabaya

2009