Makalah pengawasan

30
PENERAPAN MANAJEMEN PENGAWASAN ADMINISTRATIF DALAM PEMERINTAHAN MAKALAH diajukan sebagai memenuhi salah satu tugas mata kuliah Dasar Managemen oleh Kelompok 6 Golongan D

Transcript of Makalah pengawasan

PENERAPAN MANAJEMEN PENGAWASAN

ADMINISTRATIF DALAM PEMERINTAHAN

MAKALAH

diajukan sebagai memenuhi

salah satu tugas mata kuliah Dasar Managemen

oleh

Kelompok 6

Golongan D

PROGRAM STUDI TEKNIK KOMPUTER

JURUSAN TEKNOLOGI INFORMASI

POLITEKNIK NEGERI JEMBER

2014

PENERAPAN MANAJEMEN PENGAWASAN

ADMINISTRATIF DALAM PEMERINTAHAN

MAKALAH

diajukan sebagai memenuhi

salah satu tugas mata kuliah Dasar Managemen

oleh

Purwanto (E32141461)

Faizal Bahri Hayat (E32141549)

M. Alvin Firmansyah (E32141797)

Dimas Angga Maulana (E32141

PROGRAM STUDI TEKNIK KOMPUTER

JURUSAN TEKNOLOGI INFORMASI

POLITEKNIK NEGERI JEMBER

2014BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengawasan merupakan salah satu fungsi dalam

manajemen suatu organisasi. Dimana memiliki arti suatu

proses mengawasi dan mengevaluasi suatu kegiatan. Suatu

Pengawasan dikatakan penting karena Tanpa adanya

pengawasan yang baik tentunya akan menghasilkan tujuan

yang kurang memuaskan, baik bagi organisasinya itu sendiri

maupun bagi para pekerjanya. Di dalam suatu organisasi

terdapat tipe-tipe pengawasan yang digunakan, seperti

pengawasan Pendahuluan (preliminary control), Pengawasan pada

saat kerja berlangsung (cocurrent control), Pengawasan Feed

Back (feed back control).Di dalam proses pengawasan juga

diperlukan Tahap-tahap pengawasan untuk mencapai tujuan

yang diinginkan. Tahap-tahap pengawasan tersebut terdiri

dari beberapa macam, yaitu Tahap Penetapan Standar, Tahap

Penentuan Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan, Tahap

Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan, Tahap Pembandingan

Pelaksanaan dengan Standar dan Analisa Penyimpangan dan

Tahap Pengambilan Tindakan Koreksi.

Suatu Organisasi juga memiliki perancangan proses

pengawasan, yang berguna untuk merencanakan secara

sistematis dan terstruktur agar proses pengawasan berjalan

sesuai dengan apa yang dibutuhkan atau direncanakan. Untuk

menjalankan proses pengawasan tersebut dibutuhkan alat

bantu manajerial dikarenakan jika terjadi kesalahan dalam

suatu proses dapat langsung diperbaiki. Selain itu, pada

alat-alat bantu pengawasan ini dapat menunjang terwujudnya

proses pengawasan yang sesuai dengan kebutuhan. Pengawasan

juga meliputi bidang-bidang pengawasan yang menunjang

keberhasilan dari suatu tujuan organisasi diantaranya.

Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk

menghindari adanya kemungkinan penyelewengan atau

penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai. melalui

pengawasan diharapkan dapat membantu melaksanakan

kebijakan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang

telah direncanakan secara efektif dan efisien. Bahkan,

melalui pengawasan tercipta suatu aktivitas yang berkaitan

erat dengan penentuan atau evaluasi mengenai sejauhmana

pelaksanaan kerja sudah dilaksanakan. Pengawasan juga

dapat mendeteksi sejauhmana kebijakan pimpinan dijalankan

dan sampai sejauhmana penyimpangan yang terjadi dalam

pelaksanaan kerja tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari pengawasa ?

2. Bagaimana ruang lingkup pengawasan ?

3. Apa tujuan dari pengawasan ?

4. Bagaimana proses pengawasan ?

5. Apa saja jenis-jenis pengawasan ?

1,3 Tujuan dan Manfaat

1. Mengetahui pengertian dari pengawasan,

2. Mengetahui ruang lingkup pengasawan,

3. Mengetahui tujuan dari pengawasan,

4. Mengetahui bagaimana proses pengawasan,

5. Mengetahui jenis-jenis pengawasan.

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Pengawasan

George R Terry dalam bukunya “Principles of

management” menyatakan pengawasan sebagai proses untuk

mendeterminir apa yang akan dilaksanakan, mengevaluir

pelaksanaan dan bilamana perlu menerapkan tindakan-tindakan

korektif sedemikian rupa hingga pelaksanaan sesuai dengan

rencana.

Henry Fayol dalam bukunya “General Industrial

Management” menyatakan, pengawasan terdiri atas tindakan

meneliti apakah segala sesuatu tercapai atau berjalan sesuai

dengan rencana yang telah ditetapkan berdasarkan instruksi-

instruksi yang telah dikeluarkan, prinsip-prinsip yang telah

ditetapkan.

Harold Koonzt dan Cyril O’Donnel dalam bukunya

“Principles of Management” menulis bahwa, pengawasan adalah

penilaian dan koreksi atas pelaksanaan kerja yang dilakukan

oleh bawahan dengan maksud untuk mendapatkan keyakinan atau

menjamin bahwa tujuan-tujuan perusahaan dan rencana-rencana

yang digunakan untuk mencapainya dilaksanakan.

S. P Siagian dalam bukunya “Filsafat Administrasi”

memberikan definisi tentang pengawasan sebagai proses

pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi

untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang

dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah

ditentukan sebelumnya.

Sarwoto dalam bukunya “Dasar-dasar Organisasi dan

Manajemen” menyatakan sebagai berikut: pengawasan adalah

kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan pekerjaan

terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau

hasil yang dikehendaki.

2.2 Ruang Lingkup Pengawasan

Pengawasan bertujuan menunjukkan atau menemukan

kelemahan-kelemahan agar dapat diperbaiki dan mencegah

berulangnya kelemahan-kelemahan itu. Pengawasan beroperasi

terhadap segala hal, baik terhadap benda, manusia,

perbuatan, maupun hal-hal lainnya. Pengawasan manajemen

perusahaan untuk memaksa agar kejadian-kejadian sesuai

dengan rencana. Jadi pengawasan hubungannya erat sekali

dengan perencanaan, dapat dikatakan bahwa “perencanaan dan

pengawasan adalah kedua sisi dari sebuah mata uang” artinya

rencana tanpa pengawasan akan menimbulkan penyimpangan-

penyimpangan dengan tanpa ada alat untuk mencegahnya.

2.3 Tujuan Pengawasan

Menjamin ketepatan pelaksanaan sesuai rencana,

kebijaksanaan dan perintah (aturan yang berlaku) Menertibkan

kordinasi kegiatan. Kalau pelaksana pengawasan banyak jangan

ada objek pengawasan dilakukan berulang-ulang, sebaliknya

ada objek yang tak pernah tersentuh pengawasan. Mencegah

pemborosan dan penyimpangan. Karena pengawasan mempunyai

prinsip untuk melindungi masyarakat, maka pemborosan dana

yang ditanggung masyarakat harus dicegah oleh penyimpangan

yang dilakukan pihak kedua. Misalnya harga obat nama dagang

yang sepuluh kali obat nama obat generic dengan komposisi

dan kualitas yang sama, pada hal yang berbeda hanya

promosinya saja, maka wajarkah biaya promosi yang demikian

besar dan cara-cara demikian perlu dipertahankan sebagai

prinsip pengawasan yang melindungi masyarakat.

Menjamin terwujudnya kepuasan masyarakat atas barang

dan jasa yang dihasilkan. Tujuan akhir suatu pekerjaan yang

professional adalah terciptanya kepuasan masyarakat

(konsumen), Masyarakat puas akan datang kembali dan mengajak

teman-temannya, sehingga meningkatkan produksi / penjualan

yang akhirnya akan meningkatkan pendapatan perusahaan.

Membina kepercayaan masyarakat pada kepemimpinan organisasi.

Jika barang atau jasa yang dihasilkan memenuhi kualitas yang

diharapkan masyarakat, maka masyarakat tidak saja percaya

pada pemberi jasa, tapi juga pada institusi yang memberikan

perlindungan pada masyarakat dan akhirnya percaya pula pada

kepemimpinan organisasi

2.4 Proses Pengawasan

Proses Pengawasan adalah Proses yang menentukan

tentang apa yang harus dikerjakan, agar apa yang

diselenggarakan sejalan dengan rencana. Artinya pengawasan

itu terdiri atas berbagai aktivitas, agar segala sesuatu

yang menjadi tugas dan tanggungjawab manajemen

terselenggarakan. Proses pengawasan merupakan hal penting

dalam menjalankan kegiatan organisasi, oleh karena itu

setiap pimpinan harus dapat menjalankan fungsi pengawasan

sebagai salah satu fungsi manajemen. Fungsi pengawasan yang

dilakukan oleh pimpinan organisasi terhadap setiap pegawai

yang berada dalam organisasi adalah wujud dari pelaksanaan

fungsi administrasi dari pimpinan organisasi terhadap para

bawahan, serta mewujudkan peningkatan efektifitas,

efisiensi, rasionalitas, dan ketertiban dalam pencapaian

tujuan dan pelaksanaan tugas organisasi.

Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan organisasi

akan memberikan implikasi terhadap pelaksanaan rencana akan

baik jika pengawasan dilakukan secara baik, dan tujuan baru

dapat diketahui tercapai dengan baik atau tidak setelah

proses pengawasan dilakukan. Dengan demikian peranan

pengawasan sangat menentukan baik buruknya pelaksanaan suatu

rencana. Proses pengawasan terdiri dari beberapa tindakan

(langkah pokok) tertentu yang bersifat fundamental bagi

semua pengawasan manajerial, langkah-langkah pokok ini

menurut George R Terry meliputi:

1. Menetapkan Standar Pengawasan

Standar Pengawasan adalah suatu standar (tolok ukur)

yang merupakan patokan bagi pengawas dalam menilai

apakah obyek atau pekerjaan yang diawasi berjalan

dengan semestinya atau tidak. Standar pengawasan

mengandung 3 (tiga) aspek, yaitu:

a) Rencana yang telah ditetapkan, mencakup kualitas

dan kuantitas hasil pekerjaan yang hendak dicapai,

sasaran-sasaran fungsional yang dikehendaki, faktor

waktu penyelesaian pekerjaan.

b) Ketentuan serta kebijaksanaan yang berlaku,

mencakup ketentuan tentang tata kerja, ketentuan

tentang prosedur kerja (tata cara kerja), peraturan

per UU-an yang berkaitan dengan pekerjaan,

kebijaksanaan resmi yang berlaku, dll.

c) Prinsip-prinsip daya guna dan hasil guna dalam

melaksanakan pekerjaanmencakup aspek rencana dan

ketentuan serta kebijaksanaan telah terpenuhi,

pekerjaan belum dapat dikatakan berjalan sesuai

semestinya apabila efisien dan efektivitasnya

diabaikan, artinya kehemetan dalam penggunaan dana,

tenaga, material dan waktu.

2. Mengukur Pelaksanaan Pekerjaan

Penilaian atau pengukuran terhadap pekerjaan yang

sudah/senyatanya dikerjakan dapat dilakukan melalui

antara lain:

a) Laporan (lisan dan tertulis)

b) Buku catatan harian tentang itu, Bagan

c) Jadwal atau grafik produksi/hasil

d) Insfeksi atau pengawasan langsung;

Pertemuan/konferensi dengan petugas-petugas yang

bersangkutan; Suvei yang dilakukan oleh tenaga

staf atau melalui penggunaan alat teknik.

3. Membandingkan Standar Pengawasan dengan Hasil

Pelaksanaan Pekerjaan

Aktifitas tersebut di atas merupakan kegiatan yang

dilakukan pembandingan antara hasil pengukuran dengan

standar. Maksudnya, untuk mengetahui apakah

diantaranya terdapat perbedaan dan jika ada, maka

seberapa besarnya perbedaan tersebut kemudian untuk

menentukan perbedaan itu perlu diperbaiki atau tidak.

4. Tindakan Koreksi (Corrective Action)

Apabila diketahui adanya perbedaan, sebab-sebabnya

perbedaan, dan letak sumber perbedaan, maka langkah

terakhir adalah mengusahakan dan melaksanakan tindakan

perbaikannya. Dari kegiatan tersebut di atas ada

perbaikan yang mudah dilakukan, tetapi ada juga yang

tidak mungkin untuk diperbaiki dalam waktu rencana

yang telah ditentukan. Untuk solusinya maka perbaikan

dilaksanakan pada periode berikutnya dengan cara

penyusunan rencana/ standar baru, disamping

membereskan factor lain yang menyangkut penyimpangan

tersebut, antara lain:

Reorganisasi

Peringatan bagi pelaksana yang bersangkutan, dsb.

2.5 Jenis-Jenis Pengawasan

1. Berdasarkan Lembaga

a. Pengawasan Atasan Langsung (Pengawasan Melekat)

Dasar: Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1983 tentang

Pedoman Pelaksanaan Pengawasan. Pasal 2 ayat (1)

menyebutkan bahwa pengawasan terdiri dari:

a) Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan atasan

langsung baik di tingkat Pusat maupun di tingkat

Daerah;

b) Pengawasan yang dilakukan secara fungsional oleh

aparat pengawasan. Pengawasan yang dimaksud dalam

butir (a) adalah merupakan pengawasan atasan

langsung, sesuai dengan bunyi pasal 3 sebagai

berikut:

Pimpinan semua satuan organisasi pemerintahan,

termasuk proyek pembangunan di lingkungan

departemen/lembaga instansi lainnya, menciptakan

pengawasan melekat dan meningkatkan mutunya

didalam lingkungan tugasnya masing masing; (2)

Pengawasan melekat dimaksud dalam ayat (1)

dilakukan:

1) Melalui penggarisan struktur organisasi yang

jelas dengan pembagian tugas dan fungsi

beserta uraiannya yang jelas pula;

2) Melalui perincian kebijaksanaan pelaksanaan

yang dituangkan secara tertulis yang dapat

menjadi pegangan dalam pelaksanaannya oleh

bawahan yang menerima pelimpahan wewenang dari

atasan;

3) Melalui rencana kerja yang menggambarkan

kegiatan yang harus dilaksanakan, bentuk

hubungan kerja antar kegiatan tersebut, dan

hubungan antar berbagai kegiatan beserta

sasaran yang harus dicapainya;

4) Melalui procedure kerja yang merupakan

petunjuk pelaksanaan yang jelas dari atasan

kepada bawahan;

5) Melalui pencatatan hasil kerja serta

pelaporannya yang merupakan alat bagi atasan

untuk mendapatkan informasi yang diperlukan

bagi pengambilan keputusan serta penyusunan

pertanggung-jawaban, baik mengenai pelaksanaan

tugas maupun mengenai pengelolaan keuangan;

6) Melalui pembinaan personil yang terus menerus

agar para pelaksana menjadi unsur yang mampu

melaksanakan dengan baik tugas yang menjadi

tanggungjawabnya dan tidak melakukan tindakan

yang bertentangan dengan maksud serta

kepentingan tugasnya.

b. Pengawasan Fungsional

Pengawasan fungsional adalah pengawasan yang dilakukan

oleh aparat yang diadakan khusus untuk membantu

pimpinan (manajer) dalam menjalankan fungsi pengawasan

di lingkungan organisasi yang menjadi tanggung

jawabnya. Pasal 4 ayat (4) Inpres No. 15 Tahun 1983

menyatakan bahwa pengawasan fungsional terdiri dari:

a) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)

b) Inspektorat Jenderal Departemen, Aparat Pengawasan

Lembaga Pemerintah Non Departemen/instansi

pemerintah lainnya;

c) Inspektorat Wilayah Provinsi;

d) Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kota Madya.

c. Pengawasan Politis (DPR/DPRD)

Pengawasan politis disebut juga pengawasan

informal karena biasanya pengawasan yang dilakukan

oleh masyarakat baik langsung maupun tidak langsung.

Pengawasan ini juga sering pula disebut social

control. Contoh-contoh pengawasan jenis ini misalnya

pengawasan melalui surat-surat pengaduan masyarakat,

melalui media masa dan melalui badan-badan perwakilan

rakyat.

Social control sebagai pengawasan politis melalui

jalur lembaga-lembaga perwakilan pada saat sekarang

sudah terasa semakin mantap, di tingkat pusat

pengawasan oleh DPR-RI atas jalannya pemerintah dan

pembangunan terasa semakin intensif dan melembaga

antara lain melalui forum rapat kerja komisi dengan

pemerintah dan forum dengar pendapat (hearing) antara

komisi-komisi DPR-RI dengan para pejabat tertentu,

begitu juga yang dilaksanakan di Daerah antara Pemda

dengan DPRD yang bersangkutan.

d. Pemeriksaan BPK

BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) adalah perangkat

pengawasan ekstern terhadap pemerintah, karena ia

berada di luar susunan organisasi pemerintah

(Pemerintah dalam arti yang sempit). BPK tidak

mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada

kepala pemerintahan (Presiden), tetapi BPK

mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada DPR

(Dewan Perwakilan Rakyat) Republik Indonesia.

e. Pengawasan dan Pemeriksaan Lainnya

Dalam pengawasan dan pemeriksaan lainnya

merupakan pengawasan umum yaitu suatu jenis pengawasan

yang dilakukan oleh pemerintah terhadap segala

kegiatan pemerintah daerah untuk menjamin

penyelenggaraan pemerintah daerah dengan baik.

Pengawasan umum terhadap pemerintah daerah

dilakukan oleh Mendagri dan Gubernur/Bupati/Wali Kota

kepada Daerah sebagai wakil pemerintah di daerah yang

bersangkutan. Bagi Mendagri dan Gubernur/Bupati/Wali

Kota, pengawasan atas jalannya pemerintahan Daerah

(melalui pengawasan prepentif, pengawasan represif,

dan pengawasan umum) adalah merupakan salah satu tugas

pokoknya yang ditugaskan oleh undang-undang No. 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Artinya bukan

sekedar sebagai fungsi manajemen biasa.

Mendagri dalam menjalankan tugas dibidang

pengawasan atas jalannya pemerintahan daerah dalam

prakteknya dibantu oleh inspektur jenderal dalam

pengawasan umum dan dirjen pemerintahan umum dan

dirjen otonomi daerah dalam hal pengawasan prepentif

dan pengawasan represif.

Ditingkat provinsi, gubernur dibantu oleh

inspektorat wilayah provinsi dalam hal pengawasan umum

sedangkan pengawasan prepentif dan pengawasan represif

Gubernur dibantu oleh sekretariat Daerah (c.q. Biro

Hukum dalam produk peraturan perundang-undangan yang

menyangkut perda).

2. Berdasarkan Waktu

a. Pengawasan Preventif

Jenis pengawasan preventif adalah pengawasan atas

jalannya pemerintah daerah yang sekarang diatur

dalam undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan daerah. Secara umum arti pengawasan

preventif adalah pengawasan yang dilakukan sebelum

pelaksanaan, ini berarti pengawasan terhadap segala

sesuatu yang bersifat rencana. Pengawasan preventif

mengandung prinsip bahwa Peraturan Daerah dan

keputusan Kepala Daerah mengenai pokok tertentu

harus berlaku sesudah ada pengesahan pejabat yang

berwenang, cara dari pemerintah melakukan yaitu

Pengawasan terhadap Rancangan Peraturan Daerah

(Raperda) yaitu terhadap rancangan Perda yang

mengatur pajak Daerah, retribusi Daerah, APBD, dan

RUTR sebelum disahkan oleh kepala Daerah terlebih

dahulu dievaluasi oleh Mendagri untuk Raperda

Provinsi, dan oleh Gubernur terhadap Raperda

Kabupaten/Kota.

Mekanisme ini dilakukan agar pengaturan tentang

hal-hal tersebut dapat mencapai daya guna dan hasil

guna yang optimal. Pembinaan atas penyelenggaraan

Pemda adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah

dan atau Gubernur selaku wakil Pemerintahan di

Daerah untuk mewujudkan tercapainya tujuan

penyelenggaraan otonomi Daerah. Pembinaan oleh

Pemerintah, Menteri dan Pimpinan lembaga pemerintah

non departemen melakukan pembinaan sesuai dengan

fungsi dan kewenangan masing-masing yang

dikoordinasikan oleh Mendagri untuk pembinaan dan

pengawasan provinsi serta oleh Gubernur untuk

pembinaan dan pengawasan Kabupaten/Kota.

Pengawasan atas penyelenggaraan Pemda adalah

proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar

Pemda berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan

Per UU-an yang berlaku. Pengawasan yang

dilaksanakan oleh pemerintah terkait dengan

penyelenggaraan urusan pemerintahan dan utamanya

terhadap Perda dan Peraturan Kepala Daerah.

b. Pengawasan Represif

Pengawasan Represif mempunyai pengertian secara

umum sebagai pengawasan yang dilakukan setelah

pekerjaan atau kegiatan dilaksanakan. Jadi

pengawasan represif ini merupakan kebalikan dari

pengawasan prefentif. Pemerintah melakukan cara

yaitu Pengawasan terhadap semua Perda diluar dari

Raperda yang mengatur pajak Daerah, retribusi

Daerah, APBD, dan RUTR, yaitu setiap Perda wajib

disampaikan kepada Mendagri untuk Provinsi dan

Gubernur untuk Kabupaten/Kota untuk memperoleh

Klarifikasi. Terhadap Perda yang bertentangan

dengan kepentingan umum dan peraturan yang lebih

tinggi dapat dibatalkan sesuai mekanisme yang

berlaku.

Dalam rangka mengoptimalkan fungsi pembinaan dan

pengawasan, pemerintah dapat menerapkan sanksi

kepada penyelenggara Pemda apabila diketemukan

adanya penyimpangan dan pelanggaran oleh

penyelenggara Pemda tersebut. Sanksi dimaksud

antara lain dapat berupa penataan kembali suatu

Daerah otonom, pembatalan pengangkatan pejabat,

penangguhan dan pembatalan berlakunya suatu

kebijakan Daerah baik Perda, keputusan Kepala

Daerah, dan ketentuan lain yang ditetapkan daerah

serta dapat memberikan sanksi pidana yang diproses

sesuai dengan Per UU-an.

3. Berdasarkan Jarak

a. Pengawasan Langsung

Pengawasan Langsung adalah pengawasan yang

dilakukan dengan cara mendatangi dan melakukan

Pemeriksaan di tempat (on the spot) terhadap obyek

yang diawasi. Jika pengawasan langsung ini

dilakukan terhadap proyek pembangunan fisik, maka

yang dimaksud dengan pemeriksaan di tempat atau

pemeriksaan setempat itu dapat berupa pemeriksaan

administrative atau pemeriksaan fisik dilapangan.

Kegiatan untuk secara langsung melihat pelaksanaan

dari dekat ini, bukan saja perlu dilakukan oleh

perangkat pengawasan akan tetapi lebih perlu lagi

dilakukan oleh manajer atau pimpinan yang

bertanggungjawab atas pekerjaan itu.

Dengan demikian ia dapat melihat dan menghayati

sendiri bagaimana pekerjaan itu dilaksanakan, dan

bila dianggap perlu dapat diberikan petunjuk-

petunjuk dan instruksi-instruksi ataupun keputusan-

keputusan yang secara langsung menyangkut dan

mempengaruhi jalannya pekerjaan, inilah perwujudan

nyata dari fungsi pengendalian yang dilaksanakan

oleh manajemen. Kegiatan untuk melihat langsung

ditempat pelaksanaan pekerjaan, baik yang dilakukan

oleh pimpinan (manajer) yang bertanggungjawab atas

pelaksanaan pekerjaan maupun oleh petugas

pengawasan itulah yang disebut inspeksi. Inspeksi

ini adalah istilah yang lebih dikaitkan dengan

kegiatan manajer daripada kegiatan perangkat

pengawasan.

b. Pengawasan Tidak Langsung

Pengawasan tidak langsung adalah merupakan

kebalikan dari pengawasan langsung, artinya

pengawasan tidak langsung itu dilakukan dengan

tanpa mendatangi tempat pelaksanaan pekerjaan atau

obyek yang diawasi atau tegasnya dilakukan dari

jarak jauh, yaitu “dari belakang meja” caranya

ialah dengan mempelajari dan menganalisa segala

dokumen yang menyangkut obyek yang diawasi.

Dokumen-dokumen itu antara lain dapat berupa:

1) Laporan dari pelaksanaan pekerjaan, baik laporan

berkala ataupun laporan insidentil;

2) Laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang diperoleh

dari perangkat pengawasan lain;

3) Surat-surat pengaduan;

4) Berita atau artikel di media massa;

5) Dokumen-dokumen lainnya.

Disamping melalui dokumen-dokumen tertulis

tersebut, pengawasan tidak langsung dapat pula

mempergunakan bahan laporan lisan dan keterangan-

keterangan lisan lainnya. Sesuai dengan sifatnya

yang demikian itu kiranya dapat dimengerti bahwa

pengawasan tidak langsung itu merupakan cara

pengawasan yang banyak mengandung kelemahan, karena

segala bahan-bahan informasi tersebut belum tentu

sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya di

lapangan. Oleh karena itu pengawasan tidak langsung

sebaiknya hanya dapat dipakai sebagai pembantu atau

pelengkap terhadap pengawasan langsung, terutama

bila akan menyangkut pengambilan keputusan yang

penting-penting.

4. Berdasarkan Ruang

a. Pengawasan Intern (Internal Control)

Pengawasan intern adalah merupakan kebalikan dari

pengawasan ekstern, karena pengertian intern yang

berarti “dari dalam” itu memang merupakan kebalikan

dari ekstern yang berarti “dari luar” apabila

ditinjau dari pemerintah BPKP merupakan pengawasan

intern pemerintah, dan inspektorat jenderal

ditinjau dari departemen merupakan pengawasan

intern departemen yang bersangkutan. Contoh lain

inspektorat wilayah provinsi ditinjau dari provinsi

yang bersangkutan, dan inspektorat wilayah

Kabupaten/Kota ditinjau dari Kabupaten/Kota yang

ber-sangkutan.

b. Pengawasan Ekstern (External Control)

Secara harafiah, pengawasan ekstern berarti

“pengawasan dari luar” dalam pengawasan ekstern

subyek pengawasan yaitu si pengawas berada di luar

susunan organisasi obyek yang diawasi. Contoh Badan

Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah merupakan perangkat

pengawasan ekstern terhadap pemerintah, karena ia

berada diluar susunan organisasi pemerintah

(pemerintah dalam arti yang sempit). Ia tidak

mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada

kepala pemerintahan (Presiden) tetapi BPK

mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

Contoh lain adalah pengawasan yang dilakukan oleh

BPKP terhadap departemen dan lembaga pemerintah

lainnya meskipun apabila dipandang dari segi

pemerintah, BPKP itu merupakan perangkat pengawasan

intern. Contoh lain lagi adalah inspektorat

jenderal, ditinjau dari komponen-komponen di

departemen yang bersangkutan inspektorat jenderal

adalah merupakan perangkat pengawasan ekstern,

meskipun irjen merupakan perangkat pengawasan

intern departemen yang bersangkutan.

BAB III

CONTOH PENERAPAN

3.1 Pengawasan Administratif dalam Pemerintahan

Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah

oleh pemerintah, gubernur dan bupati/walikota adalah proses

kegiatan yang ditujukan untuk menjamin penyelenggaraan

pemerintahan daerah dan desa berjalan sesuai rencana dan

aturan yang berlaku. Pengawasan ini dilakukan oleh aparat

pengawas intern pemerintah sesuai bidang kewenangannya

masing-masing (pp no.79/ 2005)

1. Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan

kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,

penetausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban

keuangan daerah (pp no.58/2005)

2. Pengawasan administrasi umum pemerintahan,

dilakukan terhadap kebijakan daerah, kelembagaan,

pegawai daerah, keuangan daerah dan barang daerah.

3. Pengawasan urusan pemerintahan, dilakukan terhadap

urusan wajib, urusan pilihan, dana dekonsentrasi,

tugas pembantuan, kebijakan pinjaman dan hibah luar

negeri.

Pada prinsipnya pengawasan administrasif adalah untuk

memetuhi peraturan berdasarkan mekanisme kerja untuk

mencapai tujuan sebuah organisasi yang telah di tentukan.

Dan jika pengawasan administratif tersebut lengah atau tidak

berjalan secara baik atau optimal maka mekanisme kerja akan

kacau dan tidak mencapai tujuan dari sebuah organisasi

tersebut seperti adanya kasus korupsi dalam pemerintahan.

Faktor terjadinya korupsi yang sangat mendasar di

daerah adalah faktor politik dan kekuasaan (legaslatif

maupun ekskutif) yang menyalahgunakan kekuasaan dan

kewenangan yang di miliknya untuk mendapatkan keuntungan

pribadi maupun golangan, dengan modus yang berbagai ragam;

Mulai perjalanan dinas yang fiktif, penggelembungan dana

APBD yang mengatasnamakan rakyat, demi mencai keuntungan

pribadi maupun kelompoknya.

Diperlukan juga system pengawasan keuangan negara yang

mampu mengatasi korupsi, baik formal (oleh lembaga yang

secara formal ditugaskan untuk mengawasi), maupun informal

(oleh masyarakat/lembaga independen dan media massa), yang

dikaitkan dengan keterbukaan informasi.

Dalam proses pengawasan, pengendalian dan pemeriksaan

perlu dibedakan siapa berperan apa dan kapan peran itu boleh

dilakukan, yang ditegaskan dengan peraturan perundangan,

karena peran-peran tersebut diperankan oleh pemain yang

berbeda,

1. Fungsi Lembaga Pengawasan Eksternal (BPK) dan

Internal (APIP)

Meskipin sangat berbeda, tetapi keduanya saling

mengisi dan melengkapi. Keduanya merupakan unsur-

unsur penting yang diperlukan dan tidak saling

menggantikan untuk terselenggaranya good

governance dalam manajemen pemerintahan negara.

Lembaga pengawasan internal pemerintah

diperlukan untuk mendorong terselenggaranya

manajemen pemerintahan yang bersih, efektif dan

efisien pada tiap tingkat pemerintahan, mulai dari

Presiden, Menteri, Pimpinan, Gubernur, Bupati, dan

Walikota.

Pengawasan interal tidak hanya dilakukan pada

saat akhir proses manajemen saja, tetapi berada

pada setiap tingkatan proses manajemen. Perubahan

paradigma pengawasan internal yang telah meluas

dari sekedar watchdog (menemukan penyimpangan) ke

posisi yang lebih luas yaitu pada efektivitas

pencapaian misi dan tujuan organisasi, mendorong

pelaksanaan pengawasan ke arah pemberian nilai

tambah yang optimal.

2. Sebab Praktek-praktek KKN Cenderung Semakin Meluas

Hal ini menggambarkan kurang efektif dan belum

mantapnya peran dan fungsi pengawasan internal,

disamping faktor-faktor lain.

Kelembagaan pengawasan internal dan tumpang

tindih pengawasan. Masing-masing

lembaga pengawasan terkesan berjalan sendiri-

sendiri sehingga belum terbentuk secara mantap

sinergi, baik antara aparat pengawasan internal dan

eksternal, maupun antar aparat pengawasan internal

sendiri. Hal ini disebabkan belum efektifnya atau

bahkan belum adanya ketentuan/peraturan perundangan

yang secara jelas mengatur mekanisme, domain, dan

hubungan kerja diantara aparat pengawasan intern

pemerintah.

Ada 2 (dua) jenis langkah besar yang dilakukan

pemerintah dalam pembenahan pengawasan hal tersebut agar

menjadi optimal, yaitu:

1. Pembenahan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) seluruh

institusi pengawasan agar menghindari tumpang

tindih dan bersifat sinergis (tidak ego sektoral),

dapat bekerja secara efisien dan efektif, serta

memberikan nilai tambah yang optimal dalam

pencapaian misi dan tujuan organisasi (bukan

sekedar watchdog untuk menemukan penyimpangan) pada

setiap tingkatan proses manajemen.

2. Pembenahan standar-standar pengendalian intern agar

dapat berjalan secara efektif dan

memudahkan pengawasan/pemeriksaan, serta mencegah

terjadinya KKN sedini mungkin. Pembenahan Tupoksi

Seluruh Institusi Pengawasan Seluruh

institusi pengawasan, baik eksternal maupun

internal pemerintahan, membenahi tupoksinya secara

sadar dan sukarela serta melupakan arogansi

institusi, untuk pencapaian tujuan pengawasan yang

sinergis, efisien dan efektif, Pengawasan ekstern

pemerintah (Legislatif dan BPK) yang berfungsi

sebagai penyeimbang (check and balance) terhadap

fungsi pelaksanaan (eksekutif) oleh Pemerintah

bukan berada di atas Pemerintah, melainkan sejajar

dan harusnya merupakan mitra

pemerintah dalam meningkatkan efisiensi Negara,

serta concern (menaruh perhatian)

terhadap pengawasan yang efisien dan efektif.

BAB IV

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pengawasan merupakan hal penting dalam menjalankan

suatu perencanaan. Dengan adanya pengawasan maka perencanaan

yang diharapkan oleh manajemen dapat terpenuhi dan berjalan

dengan baik.

Pengawasan adalah serangkaian proses evaluasi terhadap

pelaksanaan pekerjaan yang telah dilakukan, guna menjamin

bahwa semua pekerjaan yang sedang berjalan sesuai dengan apa

yang diharapkan/direncanakan. Dengan adanya pengawasan,

kesalahan-kesalahan yang telah terjadi diharapkan dapat

diperbaiki dan tidak terulang dikemudian hari. Pengawasan

yang dilakukan oleh pimpinan organisasi akan memberikan

implikasi terhadap pelaksanaan rencana, sehingga pelaksanaan

rencana akan baik jika pengawasan dilakukan secara baik, dan

tujuan baru dapat diketahui tercapai dengan baik atau tidak

setelah proses pengawasan dilakukan. Dengan demikian peranan

pengawasan sangat menentukan baik buruknya pelaksanaan suatu

rencana.

DAFTAR PUSTAKA

Soewarno Handayaningrat. 1996. Pengantar Studi Ilmu Administrasi &

Manajemen. Jakarta : Gunung Agung.

Reksohadiprodjo, S. 1990, Pengantar Manajemen, Penerbit

Karunika, Universitas Terbuka,Jakarta,

Malayu S.P. Hasibuan. 2009, Manajemen Dasar, Pengertian, dan

Masalah (Jakarta: Bumi Aksara,)

Sukanto Reksohadiprodjo. 2000. Kasus Manajemen Perusahaan.

Yogyakarta: BPFE

Sujamto. 1986, Aspek-Aspek Pengawasan di Indonesia, Jakarta Sinar

Grafika

Simbolon, Maringan Masry, 2005. Dasar-dasar Administrasi dan

Manajemen. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia,

H. Moh. Isa. 1980. Beberapa Bacaan tentang Dasar-dasar Manajemen.

Jakarta: Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai Depkes RI.

Achmad S. Ruky. 2002. Sistem Manajemen Kinerja. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.