Pengawasan Fungsional

29
Pengawasan Fungsional Sebagai Upaya Menuju Good Governance Pendahuluan Sudah cukup banyak pendapat para pakar tentang Good Governance baik pengertian maupun ruang lingkup dan berbagai aspek atau unsur di dalamnya. Secara umum unsur-unsur utama yang terkandung dalam suatu pemerintahan yang bercirikan good governance adalah akuntabilitas, transparansi, keterbukaan, dan penegakan hukum. Ada juga yang menambahkan dengan dua unsur lain yaitu kompetensi manajemen (profesionalitas) dan hak asasi manusia. 1 Oleh karena itu, penerapan prinsip good governance telah menjadi ciri yang harus ada dalam sistem administrasi publik, maka penyelenggaraan good governance dapat dilakukan melalui sinergi manajemen dan sektor publik, sector swasta, dan masyarakat yang saling berinteraksi dan berkoordinasi agar dapat menjalankan peran dan fungsinya masing-masing secara baik. Sektor publik sebagai salah satu unsur good 1 Waluyo, Manajemen Publik (Konsep, Aplikasi dan Implementasinya Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah), (Bandung: Mandar Maju, 2007), hlm. 177.

Transcript of Pengawasan Fungsional

Pengawasan Fungsional Sebagai Upaya Menuju Good Governance

Pendahuluan

Sudah cukup banyak pendapat para pakar tentang Good

Governance baik pengertian maupun ruang lingkup dan berbagai

aspek atau unsur di dalamnya. Secara umum unsur-unsur utama

yang terkandung dalam suatu pemerintahan yang bercirikan

good governance adalah akuntabilitas, transparansi,

keterbukaan, dan penegakan hukum. Ada juga yang menambahkan

dengan dua unsur lain yaitu kompetensi manajemen

(profesionalitas) dan hak asasi manusia.1

Oleh karena itu, penerapan prinsip good governance

telah menjadi ciri yang harus ada dalam sistem administrasi

publik, maka penyelenggaraan good governance dapat dilakukan

melalui sinergi manajemen dan sektor publik, sector swasta,

dan masyarakat yang saling berinteraksi dan berkoordinasi

agar dapat menjalankan peran dan fungsinya masing-masing

secara baik. Sektor publik sebagai salah satu unsur good

1 Waluyo, Manajemen Publik (Konsep, Aplikasi dan Implementasinya Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah), (Bandung: Mandar Maju, 2007), hlm. 177.

governance terkait erat dengan tugas dan pokok dari fungsi

lembaga penyelenggaraan kekuasaan negara khususnya

eksekutif (pemerintah).2

Akuntabilitas kinerja tidak akan dapat

terealisasikan dengan baik tanpa adanya suatu sistem

pengendalian manajemen yang dapat berperan untuk

mengarahkan kegiatan organisasi dalam mencapai tujuannya.

Dengan sistem pengendalian dapat diperoleh peringatan dini

yang bersifat preventif. Sistem pengendalian juga sangat

membantu dalam proses pengukuran akuntabilitas kinerja.

Oleh karena itu, setiap instansi pemerintah dalam

mengembangkan dan menerapkan sistem akuntabilitas harus

juga bertanggungjawab dalam membuat dan memelihara suatu

sistem pengendalian yang efektif. Dengan demikian misi,

sasaran, dan tujuan organisasi dapat dicapai melalui

pengamanan sumber daya, kesesuaian dengan peraturan

perundanngan yang berlaku handal, untuk menjamin

keabsahan, akurasi, obyektivitas, dan ketepatan waktu

penyampaian informasi.3

2 Ibid.3 Ibid, hlm. 184.

Negara merupakan sebuah entitas organisasi yang

berskala besar. Seperti halnya organisasi yang bersifat

umum mereka memerlukan menagerial dan strukturisasi yang

matang. Dari situ kemudian pengawasan menjadi kata kunci

utama untuk menuju pada Good Governance. Di Indonesia

sendiri, kegiatan pengawasan menjadi hal yang wajib untuk

mengendalikan dan mengontrol aktivitas pemerintahan agar

sesuai dengan Post Pactum atau tugas fungsi pokok yang ada.

Sifat kesewenang-wenangan para pejabat kenegaraan

setidaknya dapat lebih awal secara preventif dapat

dijauhkan.

Secara umum pada hakekatnya pengawasan dapat

diartikan sebagai suatu tindakan menilai (menguji) apakah

sesuatu telah berjalan sesuai dengan rencana yang telah

ditentukan. Dengan pengawasan tersebut akan dapat

ditemukan kesalahan-kesalahan yang akhirnya kesalahan-

kesalahan tersebut akan dapat diperbaiki dan yang

terpenting jangan sampai kesalahan tersebut terulangi

kembali.4

4 Muchsan, Sistem Pengawasan terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah Dan Peradilan Tatta Usaha Negara Di Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 2000),hlm.

Pengawasan terhadap perbuatan aparat pemerintah

dapat dilakukan oleh sesama aparat pemerintah atau aparat

lain di luar tubuh eksekutif secara fungsional, dan dapat

pula dilakukan oleh kekuasaan kehakiman. Secara skematis,

pengawasan ini dapat dibedakan dalam dua jenis, yakni (1)

pengawasan administrative, yang berbentuk pengawasan

melekat dan pengawasan fungsional dan (2) pengawasan oleh

kekuasaan kehakiman, baik secara keperdataan maupun secara

administrative.5

Dari penjelasan singkat tentang konsep good governance

melalui sistem pengawasan di atas, kemudian kiranya menarik

untuk dikaji terkait pelaksanaan pengawasan fungsional

dalam upaya optimalisasi kinerja pemerintah untuk menuju

pada Good Governannce.

II. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah sistem Pengawasan Fungsional yang

dilakukan dalam upaya optimalisasi kinerja

pemerintah menuju good governance?

37.5 Ibid, hlm. 39.

III. Pembahasan

Pengawasan fungsional diatur dalam Inpres No. 15 Tahun

1983. Hal ini tertuang dalam pasal 2 ayat (1) yang

menyatakan bahwa pengawasan terdiri dari:6

1. Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan/ atasan

langsung, baik di tingkat pusat maupun di tingkat

daerah;

2. Pengawasan yang dilakukan secara fungsional oleh

aparat pengawas.

Akan tetapi pengertian pengawasan fungsional ini pun tidak

dijelaskan secara tuntas oleh Inpres tersebut. Peraturan

ini hanya menetapkan aparat atau lembaga yang berwenang

melakukan pengawasan fungsional.

Dalam Inpres Nomor 15 Tahun 1983, dijelaskan yang

menjadi subyek pengawasan fungsional tertera pada Pasal 4

ayat (4) yaitu :

a. Badan pengawasan keuangan dan pembangunan (BPKP)b. Inspektorat jendral departemen, aparat pengawasan

lembaga pemerintah non departemen/instansi pemerintah lainnya,

c. Inspektorat wilayah propinsid. Inspektorat wilayah kabupaten/kota

6Ibid , hlm. 43.

Dari penentuan tersebut memang tidak secara

redaksional ditentukan definisinya namun sesuai dengan

bunyi pasal tersebut dapatlah kita tarik kesimpulan bahwa

yang dimaksud dengan pengawasan fungsional adalah

pengawasan yang dilakukan oleh aparat yang diadakan khusus

untuk membantu pimpinan (manajer) dalam menjalankan fungsi

pengawasan dilingkungan organisasi yang menjadi tanggung

jawabnya.

Dalam Inpres No.15 Tahun 1983 di atas, dikatakan bahwa

subjek pengawasan salah satunya adalah Badan Pengawas

Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Badan ini diadakan untuk

membantu Presiden dalam menjalankan pengawasan umum atau

penguasaan dan pengurusan keuangan serta pengawasan

pembangunan yang menjadi tanggungjawab presiden. Dalam

Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 Pasal 1 dijelaskan

bahwa BPKP adalah Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan

yang merupakan aparat pengawasan intern pemerintah yang

bertanggungjawab kepada Presiden. Fungsi BPKP berdasarkan

Pasal 3 Perpres ini yaitu:

a. perumusan kebijakan nasional pengawasan intern terhadap akuntabilitas keuangan negara/daerah dan

pembangunan nasional meliputi kegiatan yang bersifat lintas sektoral, kegiatan kebendaharaan umum negara

berdasarkan penetapan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara, dan kegiatan lain berdasarkan penugasan dari Presiden;

b. pelaksanaan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya terhadap perencanaan,

pelaksanaan dan pertanggungjawaban akuntabilitas penerimaan negara/daerah dan akuntabilitas

pengeluaran keuangan negara/daerah serta pembangunan nasional dan/atau kegiatan lain yang seluruh atau sebagian keuangannya dibiayai oleh anggaran

negara/daerah dan/atau subsidi termasuk badan usaha dan badan lainnya yang didalamnya terdapat

kepentingan keuangan atau kepentingan lain dari Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah serta

akuntabilitas pembiayaan keuangan negara/ daerah;c. pengawasan intern terhadap perencanaan dan

pelaksanaan pemanfaatan aset negara/daerah;d. pemberian konsultansi terkait dengan manajemen

risiko, pengendalian intern, dan tata kelola terhadap instansi/badan usaha/badan lainnya dan program/

kebijakan pemerintah yang strategis;e. pengawasan terhadap perencanaan dan pelaksanaan

program dan/atau kegiatan yang dapat menghambat kelancaran pembangunan, audit atas penyesuaian harga,

audit klaim, audit isvestigatif terhadap kasuskasus penyimpangan yang berindikasi merugikan keuangan

negara/daerah, audit penghitungan kerugian keuangan negara/daerah, pemberian keterangan ahli, dan upaya

pencegahan korupsi;f. pengoordinasian dan sinergi penyelenggaraan

pengawasan intern terhadap akuntabilitas keuangan negara/daerah dan pembangunan nasional bersamasama

dengan aparat pengawasan intern pemerintah lainnya;g. pelaksanaan reviu atas laporan keuangan dan laporan

kinerja pemerintah pusat;

h. pelaksanaan sosialisasi, pembimbingan, dan konsultansi penyelenggaraan sistem pengendalian

intern kepada instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan badan-badan yang di dalamnya terdapat

kepentingan keuangan atau kepentingan lain dari Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah;

i. pelaksanaan kegiatan pengawasan berdasarkan penugasan Pemerintah sesuai peraturan perundang-

undangan;j. pembinaan kapabilitas pengawasan intern pemerintah

dan sertifikasi jabatan fungsional auditor;k. pelaksanaan pendidikan, pelatihan, penelitian, dan

pengembangan di bidang pengawasan dan sistem pengendalian intern pemerintah;

l. pembangunan dan pengembangan, serta pengolahan data dan informasi hasil pengawasan atas penyelenggaraan

akuntabilitas keuangan negara Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah;

m. pelaksanaan pengawasan intern terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi di BPKP; dan

n. pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan

tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, kehumasan, persandian, perlengkapan dan rumah

tangga

Kegiatan BPKP dikelompokkan ke dalam empat kelompok,yaitu:7

1. Audit;2. Konsultasi, asistensi dan evaluasi;3. Pemberantasan KKN, dan4. Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan.

Nyatalah bahwa BPKP merupakan lembaga yang membantu

sebagian fungsi Presiden, yakni melaksanakan fungsi

7 www.bpkp.go.id/konten/11/kegiatan.bpkp , diakses pada 27 Maret 2015, PKL. 0204 WIB.

pembangunan dan penggunaan uang negara. Sedangkan fungsi

presiden yang lain akan dibantu oleh lembaga yang lain pula.

Menurut peraturan pemerintah nomor 20 tahun 2001

tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan

Pemerintah Daerah, pengawasan fungsional dapat diartikan

sebagai suatu kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh

lembaga/badan/unit yang mempunyai tugas melakukan

pengawasan melalui pemeriksaan, pengujian, pengusutan,

dan penilaian atau bisa juga kita simpulkan bahwa

pengawasan fungsional itu merupakan pengawasan yang

dilakukan oleh lembaga/aparat pengawasan yang dibentuk

atau ditunjuk khusus untuk melaksanakan fungsi pengawasan

secara independen terhadap obyek yang diawasi. Pengawasan

fungsional tersebut dilakukan oleh lembaga/badan/unit

yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan

fungsional melalui audit, investigasi, dan penilaian untuk

menjamin agar penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan

rencana dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,

sehingga di dalam hal ini pengawasan fungsional dilakukan

baik oleh pengawas ekstern pemerintah maupun pengawas

intern pemerintah.

Pengertian dari peraturan pemerintah ini sedikit

berbeda dengan intruksi presiden terdahulu, yang mana

intruksi presiden sudah menentukan secara saklek subyek

pengawsan mana yang diartikan dengan aparat pengawas

fungsional.semisal BPKP yang dibentuk untuk membantu

presiden dalam menjalankan pengawasan umum atas penguasaan

dan kepengurusan keuangan dan pengawasan pembangunan yang

menjadi tanggung jawab presiden. Pada tingkat departemen

diadakan pula inspektoral jendral untuk membantu menteri

yang bersangkutan dalam menyelenggarakan pengawasan umum

atas segala aspek pelaksanaan tugas yang menjadi tanggung

jawab menteri. Meskipun posisi inspektorat jendral

terhadap menteri itu pada hakekatnya sejajar dengan posisi

BPKP terhahadap presiden, tetapi dalam hal inspektorat

lebih jelas bahwa ia bukan hanya membantu menteri dalam

menyelenggarakan pengawasan atas keuangan dan pembangunan

saja tetapi meliputi seluruh aspek penyelenggaraan tugas

yang menjadi tangggung jawab menteri yang bersangkutan.

Jadi kedudukan inspektorat jenderal terhadap menteri sudah

tepat dan jelas. inspektorat jenderal membantu menteri yang

bersangkutan dalam menyelenggarakan pengawasan umum atas

segala aspek pelaksanaan tugas pokok menteri.

Apabila di tingkat pemerintah ada BPKP, maka di

tingkat Departemen diadakan inspektorat Jenderal (Itjen)

untuk membantu Menteri dalam menyelebnggarakan pengawasan

umum atas segala aspek pelaksanaan tugas yang menjadi

tanggungjawab menteri. Berlainan dengan BPKP yang hanya

membantu tugas presiden, maka Itjen merupakan pembantu

Menteri dalam segala aspek pengawasan yang menjadi

tanggungjawab menteri yang bersangkutan. Dengan perkataan

lain, Itjen akan berfungsi membantu Menteri yang

bersangkutan dalam menyelenggarakan pengawasan umum atas

segala aspek pelaksanaan tugas pokok Menteri.8

Kedudukan, tugas pokok dan fungsi Itjen diatur dengan

jelas dalam Keppres No. 44 Tahun 1947 tentang Pokok-pokok

Organisasi Departemen, secara konkret hal tersebut diatur

dalam Pasal 17, yang terdiri dari dua ayat sebagai berikut:9

8 Muchsan, Op. Cit., hlm. 44.9 Ibid.

1) Inspektorat Jenderal Departemen yang selanjutnya

disebut Inspektorat Jenderal, adalah unsurr

pengawasan di bawah Menteri;

2) Inspektorat Jenderal dipimpin oleh Inspektur

Jenderal.

Sedangkan tugas pokok Itjen diatur dalam Pasal 18,

yang secara lengkap berbunyi sebagai berikut:10

�tugas pokok Inspektorat Jenderal ialah melakukan pengawasan dalam lingkungan Departemen terhadap pelaksanaan tugas semua unsur Departemen agar supaya

dapat berjalan sesuai dengan rencana dan peraturan yang berlaku, baik tugas yang bersifat rutin maupun tugas pembangunan.�

Tugas pokok ini dijabarkan lebih lanjut dalam

ketentuan pasal 19, yang menyatakan sebagai berikut:11

Inspektorat Jenderal menyelenggarakan fungsi:a. Pemeriksaan terhadap setiap unsur/ instansi

dilingkungan departemen yang dipandang perlu yang meliputi bidang administrasi umum, administrasi

keuangan, hasil-hasil fisik dari pelaksanaan proyek-proyek pembangunan, dan lain-lain;

b. Pengujian serta penilaian atas hasil laporan berkala atau sewaktu-waktu dari setiap unsur/

instansi di lingkungan departemen atas petunjukMenteri;

c. Pengusutan mengenai kebenaran laporan atau pengaduan tentang hambatan, penyimpangan atau

10 Ibid, hlm. 45.11 Ibid.

penyalahgunaan wewenang di bidang administrasi atau keuangan yang dilakukan oleh unsur/instansi di

lingkungan Departemen.

Inspektorat jenderal provinsi bukan aparat daerah

otonom tetapi bukan pula merupakan sub organisasi atau

verlengstuk inspektorat jenderal dalam negeri. Kedudukan

aparat pengawasan fungsional tersebut dapat dikatakan

sebagai aparat yang membantu gubernur kepada daerah tingkat

satu dalam kedudukannya selaku kepala wilayah atau wakil

pemerintah pusat di daerah. Ia merupakan aparat pemerintah

profinsi , yang melaksanakan tugasnya menurut azas

dekonsentrasi. Dalam keputusan mendagri no. 219 tahun 1979,

kedudukan itwilprop dinyatakan dengan jelas dalam pasal 1

ayat 1 yang selengkapnya adalah sebagai berikut:

inspektorat wilayah profinsi adalah perangkat pengawasan umum yang langsung berada di bawah dan bertangggung jawab kepada

gubernur kepala daerah tingkat 1 dalam kedudukannya selaku kepala wilayah provinsi.

Jadi inspektorat wilayah profinsi bukan merupakan

instansi vertikalnya dengan departemen dalam negeri.

Antara itjen departemen dalam negeri dengan inspektorat

wilayah profinsi tidak ada hubungan organisatoris seperti

misalnya antara BPKP dengan perwakilan BPKP di Provinsi.

Aparat wasnal yang paling rendah tingkatannya adalah

inspektorat wilayah kabupaten/kotamadya. Pada dasarnya

kedudukannya wasnal ini dengan bupati atau walikotamadya

adalah sama dengan kedudukan itwilprop terhadap gubernur.

Hanya saja mengingat berbagai pertimbangan kedudukan

aparat wasnal terendah ini ketika melihat pada pasal 1 ayat

1 keputusan dalam negeri nomor 220 tahun 1979 tentang

organisasi dan tatakerja inspektorat wilayah

kabupaten/kotamadya. Adapun bunyi pasalnya yaitu:

inspektorat wilayah kaupaten/kotamadya adalah

perangkat pengawasan umum yang diperbantukan kepada

bupati/walikotamadya keada daerah tingkat II dalam

kedudukannya sebagai kepala wilayah kabupaten/kotamadya,

dengan taktis operasional berada di bawah dan bertangggung

jawab kepada bupati/walikotamadya kepala daerah tingkat II

dan teknis administratif bertangggug jawab kepada kepala

inspektorat wilayah profinsi.

Dari rumusan pasal yang sedemikian itu kemudian dapat

di tarik kesimpulan meskipun pada hakekatnya baik itwilprop

maupun itwilkab/ko adalah sama-sama merupakan aparat

wasnal yang membantu kepala wilayah, akan tetapi saluran

tanggung jawab masing-masing agak sedikit berbeda.

Itwilprop sepenuhnya bertanggung jawab kepada gubernur

kepala wilayah profinsi, sedangkan itwilkab/ko taktis

operasional bertangggungjawab kepada

bupati/walikotamadyanya selaku kepala wilayah

kabupaten/kotamadya dan teknis administratif

bertanggungjawab kepada kepala inspektorat wilayah

profinsi.

Mengnai aparat-aparat wasnal yang ada pada lembaga

pemerintah non departemen dengan nama yang pada umumnya

bukan inspektorat ataupun inspektorat jendral. Kedudukan

aparat wasnal ini dalam lembaga non departemen yang

bersangkutan adalah sama dengan kedudukan inspektorat

jenderal departemen lingkungan organisasi departemen

masing-masing.

Apabila diperhatikan, aparat-aparat pengawasan

fungsional seperti yang telah diuraikan di atas, secara

kelembagaan masih ada dalam satu tubuh dengan pihak yang

diawasi baik pengawasannya maupun yang diawasi kesemuanya

ada dalam tubuh eksekutif (pemerintah dalam arti sempit).

Oleh karenanya pengawasan fungsional yang demikian ini

disebut pengawasan fungsional yang bersifat intern. Dalam

mekanisme pemerintahan di Indonesia dikenal pula

pengawasan fungsional yang bersifat ekkstern. Hal ini

terjadi apabila pemerintah diawasi oleh lembaga negara yang

berada di luar lembaga eksekutif. Pengawasan demikian

disebut pengawasan fungsional yang bersifat ekstern.12

Untuk dapat mengoptimalkan kinerja pemerintah menuju

good governance, tentunya perlu diadakan Pengawasan

fungsional yang bersifat ekstern. Pengawasan ekstern ini

dapat kita lihat misalnya pengawasan yang dilakukan oleh

BPK yang merupakan lembaga negara yang dibentuk untuk

mengawasi kegiatan pemerintah terkait penggunaan anggaran

negara dan pengawasan atas Pelayanan Publik yang dilakukan

oleh Ombudsman Republik Indonesia.

Sesuai fungsinya sebagai lembaga pemeriksa keuangan,

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada pokoknya lebih dekat

fungsi parlemen. Karena itu, hubungan kerja BPK dan

12 Ibid, hlm. 46-47.

parlemen makin dipererat. Bahkan dapat dikatakan bahwa BPK

itu adalah mitra kerja yang erat bagi DPR dalam mengawasi

kinerja Pemerintahan, khususnya yang berkenaan dengan

soal-soal keuangan dan kekayaan negara.13

ketentuan mengenai BPK diatur dalam UUD 1945 Bab VIIIA

pasal 23E-23f. dalam pasal 23E ayat (1) dijelaskan secara

tegas bahwa BPK merupakan badan yang diadakan untuk

memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab tentang keuangan

negara. Ruang lingkup pemeriksaan BPK kemudian diatur dalam

Pasal 6 ayat (3) UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa

Keuangan yang menetapkan, pemeriksaan BPK mencakup�

pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan

pemeriksaan dengan tujuan tertentu.�

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, bahwa BPK

menemukan indikasi tindak pidana, lalu meneruskan

temuannya itu untuk ditindak lanjuti oleh Kepolisian,

Kejaksaan, atau oleh KPK, maka tentunya hal itu sesuai

dengan maksud Pasal 23E UUD 1945 ayat (3) yang menentukan:

13 Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara Dan Pergeseran Kekuasaan Dalam UUD 1945, (Yogyakarta: FH UII Press, 2004), hlm. 23.

hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga�

perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang �

Namun, tujuan utama pemeriksaan oleh BPK bukanlah untuk

menemukan tindak pidana, melainkan untuk penataan dan

perbaikan kinerja pemerintahan negara dengan menggunakan

keuangan negara secara tepat menurut peraturan-perundang-

undangan yang berlaku.14

Disamping itu, mitra kerja BPK yang semula hanya DPR

ditingkat pusat dikembangkan juga ke daerah-daerah.

Sehingga, laporan hasil pemeriksaan BPK itu tidak saja

harus disampaikan kepada DPR, tetapi juga kepada DPRD baik

ditingkat Provinsi maupun Kabupaten/ Kota karena objek

pemeriksaan BPK tidak hanya terbatas pada pelaksanaan atau

realisasi APBN, tetapi juga APBD.15

Selanjutnya, salah satu fungsi utama pemerintah

adalah melayani masyarakat, karena itu perlu dilakukan

terus menerus upaya meningkatkan kualitas pelayanan kepada

14 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, (Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer, 2007), hlm. 815.

15 Jimly Asshiddiqqie, Op. Cit., hlm. 23-24.

masyarakat.16 Kristiadi menyebutkan bahwa, tugas

pemerintahan yang paling dominan adalah menyediakan

barang-barang publik (public utility) dan memberikan pelayanan

publik (public service) misalnya dalam bidang-bidang

pendidikan, kesejahteraan sosial, kesehatan, perkembangan

perlindungan tenaga kerja, pertanian, keamanan dan

sebagainya.17 Untuk meningkatkan kinerja pemerintah dalam

hal pelayanan publik tersebut tentunya dapat ditunjang oleh

lembaga pengawas eksternal yang dalam hal ini Ombudsma

Republik Indonesia sebagai Pengawas fungsional yang

bersifat eksternal.

Ombudsman merupakan lembaga yang melaksanakan

pengawasan bersifat eksternal terhadap penyelenggaraan

pelayanan publik. Meskipun mengenai Ombudsman telah diatur

dalam UU No. 37 Tahun 2008, namun dalam undang-undang ini

peranan Ombudsman sebagai lembaga yang berfungsi

menyelesaikan pengaduan masyarakat ditegaskan kembali.18

16 Marbun, Hukum Administrasi Negara II, (Yogyakarta: FH UII Press, 2013), hlm. 23.17 Waluyo, Op. Cit., hlm. 119.18 Ibid, hlm. 31

Ombudsman berfungsi mengawasi penyelenggaraan

pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Penyelenggara

Negara dan pemerintah baik di tingkat Pusat maupun di daerah

termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik

Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik

Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi

tugas menyelenggarakan pelayanan public tertentu.19

Dalam upaya optimalisasi kinerja pemerintah

khususnya dibidang pelayanan publik, Ombudsman dalam hal

ini mengawasi tindakan pemerintah atau penyelenggara

negara agar tidak melakukan tindakan sewenang-wenang atau

maladministrasi. Bentuk-bentuk maladministrasi tersebut

antara lain dapat dikelompokkan menjadi enam kelompok

berdasarkan kriteria antara lain:20

1. Bentuk-bentuk maladministrasi yang terkait dengan

ketepatan waktu dalam proses pemberian pelayanan

umum, teerdiri dari penundaan berlarut, tidak

menangani dan melalaikan kewajiban;

19 Ibid, hlm. 79.20 Budhi Masthuri, Mengenal Ombudsman Indonesia, (Jakarta: PT

Pradnya Paramita, 2005), hlm. 46-49.

2. Maladministrasi yang mencerminkan keberpihakan

sehingga menimbulkan rasa ketidakadilan dan

diskriminasi. Tterdiri dari persekongkolan, kolusi,

nepotisme, bertindak tidak adil, dan nyata-nyata

berpihak;

3. Maladministrasi yang lebih mencerminkan sebagai

bentuk pelanggaran terhadap hukum dan peraturan

perundangan. Terdiri dari pemalsuan, pelanggaran

undang-undang, dan perbuatan melawan hukum;

4. Maladministrasi yang terkait dengan kewenangan/

kompetensi atau ketentuan yang berdampak pada

kualitas pelayanan umum pejabat public kepada

masyarakat. Terdiri dari tindakan di luar kompetensi,

pejabat yang tidak kompeten menjalankan tugas,

intervensi yang mempengaruhi proses pemberian

pelayanan umum dan tindakan yang menyimpangi prosedur

tetap.

5. Maladministrasi yang mencerminkan sikap arogansi

seorang pejabat public dalam proses pemberian

pelayanan umum kepada masyarakat. Terdiri dari

tindakan sewenang-wenang, penyalahgunaan wewenang,

dan tindakan yang tidak layak/ patut.

6. Maladministrasi yang mencerminkan tindakan korupsi

secara aktif. Kelompok ini terdiri dari tindakan

pemerasan atau permintaan uang imbalan (korupsi),

tindakan penguasaan barang orang lain tanpa hak, dan

penggelapan barang bukti.

Pengawasan terhadap pelayanan publik yang dilakukan

oleh Ombudsman tentunya dapat meningkatkan optimalisasi

kinerja pemerintah. Dalam hal ini, pemerintah akan lebih

melaksanakan fungsi dan tugasnya sebagaimana mestinya dan

tidak menyimpang dari aturan main yang ada. Selain itu,

masyarakat juga akan dapat lebih menaruh kepercayaan

terhadap kinerja pemerintah karena adanya sistem

pengawasan yang dilakukan dalam berbagai bidang

pemerintahan.

Sebagai organisasi, pemerintahan memiliki tujuan yang

hendak dicapai, yang tidak berbeda dengan organisasi pada

umumnya terutama dalam hal kegiatan yang akan

diimplementasikan dalam rangka mencapai tujuan, yakni

dituangkan dalam bentuk rencana-rencana. Bahkan dapat

dikatakan bahwa menjalankan (pemerintahan) adalah

merencanakan (kegiatan pemerintahan), besturen is plannen,

besturen is vanouds plannen maken, vooruitzien, gewest, (sejak

dahulu, menjalankan (pemerintahan) adalah membuat

rencana-rencana, dengan pandangan jauh ke depan).21

Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan

masyarakat serta seiring dengan konsepsi welfare state, yang

memberikan kewajiban kepada administrasi negara untuk

merealisir tujuan-tujuan negara. Tujuan kehidupan

bernegara meliputi berbagai dimensi. Terhadap berbagai

dimensi ini, pemerintah membuat rencana-rencana. Rencana

merupakan alat bagi implementasi, dan implementasi

hendaknya berdasar pada suatu rencana. Rencana

didefinisikan sebagai keseluruhan proses pemikiran dan

penentuan secara matang daripada hal-hal yang akan

dikerjakan dimasa mendatang dalam rangka pencapaian tujuan

yang telah ditentukan. Perencanaan merupakan fungsi

organik dari administrasi dan manajemen. Alasannya ialah21 Ridwan, HR, Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta: UII Press, 2003), hlm. 142

bahwa tanpa adanya rencana, maka tidak ada dasar untuk

melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu dalam rangka

usaha pencapaian tujuan. Berdasarkan hukum administrasi

negara, rencana merupakan bagian dari tindakan

pemerintahan (bestuurshandeling), suatu tindakan yang

dimaksudkan untuk menimbulka akibat-akibat hukum.22

Bila kita pahami bahwa good governance adalah

penyelenggaraan kepemerintahan yang didasarkan pada

peraturan perundangan, kebijakan publik yang transparan,

serta adanya partisipasi dan akuntabilitas publik. Ukuran

keberhasilan pencapaian kinerja instansi pemerintah

ditekankan pada keberhasilan mewujudkan visi dan misi

organisasi, bukan pada ukuran-ukuran standard baku yang

kaku. Oleh karena itu, pengawasan fungsional sangat

diperlukan dalam pencapaian optimalisasi kinerja

pemerintah yang sesuai dengan visi dan misi serta tidak

menyimpang dari rencana-rencana yang telah ditetapkan

sebelumnya. Baik pengawasan fungsional yang bersifat

internal maupun eksternal kiranya patut untuk

22 Ibid, hlm. 143.

diselenggarakan dalam upaya menontrol dan memantapkan

kinerja pemerintah menuju good governance.

KESIMPULAN

1. Pengawasan fungsional dalam upaya optimalisasi

kinerja pemerintah menuju good governance dilakukan

baik secara internal instansi seperti pengawasan yang

dilakukan oleh BPKP, dan Inspektorat Jenderal maupun

pengawasan yang bersifat eksternal atau di luar dari

instansi pemerintah yang diawasi seperti yang

dilakukan oleh BPK dan Ombudsman.

2. Dalam upaya menuju good governance, pengawasan sangat

diperlukan untuk tetap meluruskan dan memantapkan

kinerja pemerintah yang berdasarkan pada visi dan misi

serta rencana-rencana penyelenggaraan pemerintahan

yang telah digariskan.

DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, Jimly, 2004, Format Kelembagaan Negara Dan Pergeseran Kekuasaan Dalam UUD 1945, FH UII Press,

Yogyakarta.

______________, 2007, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, PT Bhuana Ilmu Populer, Jakarta.

Marbun, 20013, Hukum Administrasi Negara II, FH UII Press,Yogyakarta.

Masthuri, Budhi, 2005, Mengenal Ombudsman Indonesia, PT Pradnya Paramita, Jakarta.

Muchsan, 2000, Sistem Pengawasan terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah Dan Peradilan Tatta Usaha Negara Di Indonesia,

Liberty, Yogyakarta.

Ridwan, HR, 2003, Hukum Administrasi Negara, UII Press,Yogyakarta.

Waluyo, 2007, Manajemen Publik (Konsep, Aplikasi dan Implementasinya Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah),Mandar

Maju, Bandung.

Perundang-Undangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan

Pemeriksa Keuangan. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.

Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 Tentang Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan.

Sumber Lainwww.bpkp.go.id/konten/11/kegiatan.bpkp , diakses pada 27

Maret 2015, PKL. 0204 WIB.

PENGAWASAN FUNGSIONAL DALAM UPAYA OPTIMALISASI KINERJA

PEMERINTAH MENUJU GOOD GOVERNANCE

Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem

Pengendalian Nasional

Dosen Pengampu: Dwi Haryati, S.H., M.Hum.

Disusun Oleh:

Abdul Rauf Alauddin Said

14/371881/PHK/08233

Akbar Sayudi 14/371911/PHK/8245

Alfan Alfian 14/370730/PHK/08162

Aris Nur Qadar Ar Razak 14/371887/PHK/8238

Rahmat Robuwan 14/371621/PHK/8217

Rizki Ramadani

14/372024/PHK/8273

PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2015