MAKALAH MALPRAKTIK STUDI KASUS PUTUSAN NO.76 PK/PID/2013 ATAS NAMA TERDAKWA DEWA AYU SASIARY...

29
1 STUDI KASUS PUTUSAN NO.76 PK/PID/2013 ATAS NAMA TERDAKWA DEWA AYU SASIARY PRAWAN I, HENDRY SIMANJUNTAK, DAN HENDY SIAGIAN Oleh : Solihin Niar Ramadhan 110.110.110.195 Bima Rizki Nurahman 110.110.110.237 Trian Christiawan 110.110.110.244 Dosen : Dr. Hj. Efa Laela Fakhriah, S.H., M.H.

Transcript of MAKALAH MALPRAKTIK STUDI KASUS PUTUSAN NO.76 PK/PID/2013 ATAS NAMA TERDAKWA DEWA AYU SASIARY...

1

STUDI KASUS PUTUSAN NO.76 PK/PID/2013 ATAS NAMA

TERDAKWA DEWA AYU SASIARY PRAWANI, HENDRY SIMANJUNTAK,

DAN HENDY SIAGIAN

Oleh :

Solihin Niar Ramadhan 110.110.110.195Bima Rizki Nurahman 110.110.110.237Trian Christiawan 110.110.110.244

Dosen :

Dr. Hj. Efa Laela Fakhriah, S.H., M.H.

2

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG

2014

BAB I

LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS DAN KASUS POSISI

A. Latar Belakang Pemilihan Kasus

Manusia selalu berkembang dari berbagai segi baik

dari segi politik, ekonomi, hukum, pendidikan, sosial,

budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Disamping tiga

hal tersebut perkembangan hukum menjadi perhatian

khusus di bidang kehidupan manusia dalam masyarakat.

Hampir semua aspek dalam bidang kehidupan manusia

terjamah oleh hukum. Manusia senantiasa mengharapkan

agar hukum dapat mengatur kehidupan dengan baik

sehingga tercapai kedamaian dan ketertiban di dalam

masyarakat.

Negara sebagai organisasi kekuasaan memiliki peran

penting dalam menjaga setiap aspek kehidupan warga

negaranya. Negara Indonesia adalah negara hukum yang

memiliki tujuan hidup bernegara. Tujuan Nasional Negara

Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia

dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan

3

ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.1

Untuk mencapai tujuan dalam hidup bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara, bangsa Indonesia melaksanakan

pembangunan nasional. Hal ini sebagai perwujudan

praktis dalam meningkatkan harkat dan martabatnya.2

Dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tujuan utama

yang hendak dicapai adalah memajukan kesejahteraan

umum. Dalam upaya memajukan kesejahteraan umum, aspek

kesehatan merupakan salah satu aspek pokok yang

dijadikan sebagai fokus utama dalam upaya pembangunan

nasional. Pembangunan kesehatan ditujukan untuk

meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan

hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka

mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai

salah satu unsur kesejahteraan umum Pembangunan kesehatan diwujudkan dalam bentuk

pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh

masyarakat melalui pembangunan kesehatan yang

berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat. Salah satu

contoh pembangunan kesehatan adalah pelayanan kesehatan

yang dilakukan oleh dokter. Penyelenggaraan praktik

kedokteran yang merupakan inti dari berbagai

1 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, Alinea 4.

2 Kaelan M.S, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta : Paradigma, 2004,hlm.227.

4

kegiatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan

harus dilakukan oleh dokter yang memiliki

sertifikasi, registrasi, dan lisensi berdasarkan

undang-undang. Hal tersebut tentunya merupakan

perlindungan hukum bagi dokter dalam melaksanakan

tugasnya dan merupakan perlindungan kepada

penerima pelayanan kesehatan.

Di Indonesia, terdapat suatu perkara pidana

yang melibatkan dokter dalam upaya pemberian

pelayanan kesehatan. Salah satu contohnya adalahkasus malpraktek yang menimpa dr. Dewa Ayu Sasiary

Prawani, dr. Hendry Simanjuntak, dan dr. Hendy Siagian

yang merupakan dokter spesialis kebidanan dan kandungan

yang terjadi pada tahun 2010 di rumah sakit Dr Kandau

Manado. Kasus ini berawal dari tuduhan pihak keluarga

korban Julia Fransiska Makatey (25) yang meninggal

dunia sesaat setelah melakukan operasi kelahiran anak

pada tahun 2010 yang lalu. Akibat dari kasus tersebut

dr. Ayu dan kedua temanya divonis oleh MA dengan

hukuman 10 bulan penjara.

Dr. Ayu, dr.Hendry, dan dr.Hendy sebagai dokter

dalam melaksanakan operasi Cito Secsio Sesaria terhadap

korban Siska Makatey, hanya memiliki sertifikat

kompetensi. Para terdakwa tidak mempunyai Surat Izin

Praktik (SIP) kedokteran / yang berhak memberikan

5

persetujuan. Sedangkan untuk melakukan tindakan praktik

kedokteran, termasuk operasi cito yang dilakukan para

terdakwa terhadap diri korban, para terdakwa harus

memiliki SIP kedokteran. Akibat perbuatan para

terdakwa, korban Siska Makatey meninggal dunia. Sebab

kematian korban adalah akibat masuknya udara ke dalam

bilik kanan jantung yang menghambat darah masuk ke

paru-paru sehingga terjadi kegagalan fungsi paru, dan

selanjutnya mengakibatkan kegagalan fungsi jantung.

Kasus ini diadili di Pengadilan Negeri Manado

dengan nomor register perkara No.90/Pid.B/2011/PN.MDO

dengan amar putusan tidak terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang

didakwakan. Kemudian Jaksa Penuntut Umum mengajukan

Kasasi kepada Mahkamah Agung dengan nomor register

perkara No.365K/Pid/2012 dengan amar putusan bahwa para

terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan

bersalah melakukan tindak pidana yang tercantum dalam

Pasal 359 KUHP. Atas dasar putusan kasasi tersebut,

Para pemohon / para terpidana mengajukan upaya hukum

Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung dengan nomor

register perkara No.79PK/Pid/2013 dengan amar putusan

berbunyi membatalkan putusan Mahkamah Agung RI No. 365

K/PID/2012 tanggal 18 September 2012 yang membatalkan

putusan Pengadilan Negeri Manado No.

90/PID.B/2011/PN.MDO dan menyatakan bahwa para

6

pemohon / para terpidana tidak terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana

yang didakwakan.

B. Kasus Posisi

10 April 2010

Korban, Julia Fransiska Makatey (25) merupakan

wanita yang sedang hamil anak keduanya. Ia masuk ke RS

Dr Kandau Manado atas rujukan puskesmas. Pada waktu

itu, ia didiagnosis sudah dalam tahap persalinan

pembukaan dua. Namun setelah delapan jam masuk tahap

persalinan, tidak ada kemajuan dan justru malah muncul

tanda-tanda gawat janin, sehingga ketika itu diputuskan

untuk dilakukan operasi caesar darurat. Menurut dr

Nurdadi, pada waktu sayatan pertama dimulai, pasien

mengeluarkan darah yang berwarna kehitaman. Dokter

menyatakan, itu adalah tanda bahwa pasien kurang

oksigen.

Selain itu, setelah terdapat indikasi untuk

dilakukan operasi cito secsio sesaria pada waktu kurang

lebih pukul 18.30 WITA terhadap korban Siska Makatey,

dr.Hendy Siagian menyerahkan surat persetujuan tindakan

khusus dan persetujuan pembedahan dan anestesi kepada

korban siska makatey untuk ditandatangani oleh korban

yang disaksikan oleh dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani dari

jarak kurang lebih 7 (tujuh) meter, dr.Hendry

7

Simanjuntak dan saksi dr.Helmi kemudian berdasarkan

surat persetujuan tindakan khusus dan persetujuan

pembedahan dan anestesi tersebut, dr. Dewa Ayu Sasiary

Prawani, dr.Hendry Simanjuntak dan dr. Hendy Siagian

melakukan operasi cito secsio sesaria terhadap diri korban.

Dr. Ayu, dr.Hendry, dan dr.Hendy sebagai dokter

dalam melaksanakan operasi Cito Secsio Sesaria terhadap

korban Siska Makatey, hanya memiliki sertifikat

kompetensi. Para terdakwa tidak mempunyai Surat Izin

Praktik (SIP) kedokteran dan tidak terdapat

pelimpahan/persetujuan untuk melakukan suatu tindakan

kedokteran secara tertulis dari dokter spesialis yang

memiliki Surat Ijin Praktik (SIP) kedokteran/yang

berhak memberikan persetujuan sedangkan untuk melakukan

tindakan praktik kedokteran termasuk operasi cito yang

dilakukan oleh Para Terdakwa terhadap diri korban, Para

Terdakwa harus memiliki Surat Ijin Praktik (SIP)

kedokteran ;

Setelah itu bayi berhasil dikeluarkan, pasca

operasi kondisi pasien semakin memburuk dan sekitar 20

menit kemudian, ia dinyatakan meninggal dunia. Sebab

kematian korban adalah akibat masuknya udara ke dalam

bilik kanan jantung yang menghambat darah masuk ke

paru-paru sehingga terjadi kegagalan fungsi paru, dan

selanjutnya mengakibatkan kegagalan fungsi jantung.

8

Selain itu, bahwa ternyata tanda tangan korban

yang berada di dalam surat persetujuan tindakan khusus

dan persetujuan pembedahan dan anestesi yang diserahkan

oleh dr.Hendy Siagian untuk ditandatangani oleh korban

tersebut berbeda dengan tanda tangan korban yang berada

di dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Askes.

Kemudian setelah dilakukan pemeriksaan oleh

Laboratorium Forensik Cabang Makassar dan berdasarkan

hasil pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik pada

tanggal 09 Juni 2010 NO.LAB. : 509/DTF/2011.

Labolatorium Kriminalistik menyatakan bahwa tanda

tangan atas nama Siska Makatey alias Julia Fransiska

Makatey pada dokumen bukti adalah tanda tangan

karangan/ “Spurious Signature“.

15 September 2011

Atas kasus ini, tim dokter yang terdiri atas dr

Ayu, dr Hendi Siagian dan dr Hendry Simanjuntak,

dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) hukuman 10 bulan

penjara karena laporan malpraktik keluarga korban.

Namun Pengadilan Negeri (PN) Manado dalam putusannya

No. 90/PID.B/2011/PN.MDO menyatakan ketiga terdakwa

tidak bersalah dan bebas murni. Dari hasil otopsi

ditemukan bahwa sebab kematiannya adalah karena adanya

emboli udara, sehingga mengganggu peredaran darah yang

sebelumnya tidak diketahui oleh dokter. Emboli udara

atau gelembung udara ini ada pada bilik kanan jantung

9

pasien. Dengan bukti ini PN Manado memutuskan bebas

murni. Tapi ternyata kasus ini masih bergulir karena

jaksa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung yang kemudian

dikabulkan.

18 September 2012

Dr. Dewa Ayu dan dua dokter lainnya yakni dr

Hendry Simanjuntak dan dr Hendy Siagian akhirnya masuk

daftar pencarian orang (DPO).

11 Februari 2013

Keberatan atas keputusan tersebut, PB POGI

melayangkan surat ke Mahkamah Agung dan dinyatakan akan

diajukan upaya Peninjauan Kembali (PK). Dalam surat

keberatan tersebut, POGI menyatakan bahwa putusan PN

Manado menyebutkan ketiga terdakwa tidak terbukti

secara sah dan meyakinkan kalau ketiga dokter tidak

bersalah melakukan tindak pidana. Sementara itu,

Majelis Kehormatan dan Etika Profesi Kedokteran (MKEK)

menyatakan tidak ditemukan adanya kesalahan atau

kelalaian para terdakwa dalam melakukan operasi pada

pasien.

08 November 2013

10

Dr Dewa Ayu Sasiary Prawan (38), satu diantara

terpidana kasus malapraktik akhirnya diputuskan

bersalah oleh Mahkamah Agung dalam putusannya No. 365

K/PID/2012 tanggal 18 September 2012 dengan putusan 10

bulan penjara. Ia diciduk di tempat praktiknya di Rumah

Sakit Ibu dan Anak Permata Hati, Balikpapan Kalimantan

Timur (Kaltim) oleh tim dari Kejaksaan Agung (Kejagung)

dan Kejari Manado sekitar pukul 11.04 Wita.

07 Februari 2014

Mahkamah Agung dalam putusan Peninjauan Kembali

dengan nomor register perkara No.76PK/Pid/2013 kemudian

menyatakan dan memutuskan bahwa para terpidana tidak

terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan

tindak pidana yang didakwakan. Selain itu, putusan ini

membatalkan putusan Mahkamah Agung RI No. 365

K/PID/2012 tanggal 18 September 2012 yang membatalkan

putusan Pengadilan Negeri Manado No.

90/PID.B/2011/PN.MDO.

BAB II

MASALAH HUKUM DAN TINJAUAN TEORITIK

11

A. Masalah Hukum

Bagaimana peran Majelis Kehormatan Etika Kedokteran

dalam upaya menegakkan etika kedokteran dalam

pelayanan kesehatan dihubungkan dengan tindakan

medis yang dilakukan oleh dokter?

Apakah tindakan medis yang dilakukan oleh dokter

tanpa memperhatikan aspek informed consent termasuk

dalam unsur kesalahan?

B. Tinjauan Teoritik

B.1 Kesalahan dan Kelalaian dalam Perjanjian

Terapeutik

Pengertian kesalahan disini diartikan secara umum,

yaitu perbuatan yang secara objektif tidak patut

dilakukan. Kesalahan dapat terjadi akibat kurangnya

pengetahuan, kurangnya pengalaman dan pengertian, serta

mengabaikan suatu perbuatan yang seharusnya tidak

dilakukan. Apabila hal itu dilakukan oleh dokter, baik

dengan sengaja maupun karena kelalaiannya dalam upaya

memberikan perawatan atau pelayanan kesehatan kepada

pasien, maka pasien atau keluarganya dapat meminta

pertanggungjawaban (responsibility) pada dokter yang

bersangkutan.

Hubungan antara dokter dengan pasien yang lahir

dari transaksi terapeutik, selain menyangkut aspek

hukum perdata juga menyangkut aspek hukum pidana. Aspek

12

hukum pidana baru timbul apabila dari pelayanan

kesehatan yang dilakukan, berakibat atau menyebabkan

pasien mati atau menderita cacat. Apabila hal ini

terjadi, maka sanksinya bukan hanya ganti rugi yang

berupa materi, akan tetapi juga dapat merupakan hukuman

badan sebagaimana diatur dalam Pasal 10 KUHP.

Agar ketentuan hukum pidana dapat diterapkan,

harus dipenuhi dua hal, yaitu: pertama, adanya suatu

perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dan perbuatan

itu melanggar hukum pidana, sehingga memenuhi rumusan

delik sebagaimana diatur dalam pasal-pasal KUHP. Kedua,

bahwa pelaku mampu bertanggung jawab atas perbuatannya

sehingga dia dapat dijatuhi pidana sebagaimana yang

ditentukan atau diatur oleh KUHP.3

B.2 Kesalahan dan Kelalaian Dokter

Secara teoritis, pengertian tentang kesalahan

menurut hukum pidana terdiri dari kesengajaan (dolus) dan

kelalaian (culpa). Kesalahan menurut Moeljatno adalah

sikap batin yang dapat dicela. Dalam hal ini dikenal

asas dalam hukum pidana yang menyatakan bahwa “tiada

pidana tanpa kesalahan” atau dalam bahasa belanda

disebut “geen straf zonder schuld”.

Menurut Simons bahwa sebagai dasar dari

pertanggungjawaban adalah kesalahan yang terdapat pada

3 Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan : Pertanggungjawaban Dokter, Jakarta : Rineka Cipta, 2005, hlm.19.

13

jiwa pelaku dalam hubungannya dengan kelakuannya yang

dapat dipidana. Sehubungan dengan itu, untuk adanya

kesalahan pada pelaku, harus dicapai dan ditentukan

terlebih dahulu beberapa hal yang menyangkut pelaku

yaitu :4

1) Kemampuan bertanggungjawan (toerekeningsvatbaarheid);

2) Hubungan kejiwaan (psychologische betrikking) antara

pelaku dan akibat yang ditimbulkan;

3) Kesengajaan (dolus) dan kealpaan (culpa).

B.3 Kesengajaan

Kesengajaan (dolus / opzet) merupakan salah satu

bentuk dari kesengajaan. Menurut M.v.T, kesengajaan

adalah “menghendaki dan mengetahui (willens en wetens)”.

Yang dimaksud dengan “menghendaki dan mengetahui”

adalah seseorang yang melakukan sesuatu perbuatan

dengan sengaja itu, haruslah menghendaki (willens) apa

yang ia buat, dan harus mengetahui (wetens) pula apa

akibatnya. Bentuk-bentuk kesengajaan antara lain:5

1) Kesengajaan bertujuan (opzet als oogmerk);

2) Kesengajaan berkesadaran kepastian atau

keharusan (opzet bij zekerheids of

noodzakelijkheidsbewustzijn);

4 Sofjan Sastrawidjaja, Hukum Pidana (Asas Hukum Pidana SampaiAlasan Peniadaan Pidana), Bandung : ARMICO, 1995, hlm.180.

5 Sofjan Sastrawidjaja, Op.cit, hlm.192.

14

3) Kesengajaan berkesadaran kemungkinan atau

kesengajaan bersyarat (opzet mogelijkheidsbewustzin of

voorwaardelijke / opzet of dolus eventualis).

B.4 Kealpaan

Ilmu hukum pidana dan yurisprudensi menafsirkan

kealpaan (culpa) sebagai “kurang mengambil tindakan

pencegahan” atau “kurang berhati-hati”. Kealpaan

mempunyai dua unsur, yaitu:

1) Pembuat dapat menduga terjadinya akibat

kelakuannya;

2) Pembuat kurang berhati-hati

Kesalahan dokter dalam melaksanakan tugasnya

sebagian besar terjadi karena kelalaian (culpa),

sedangkan kesengajaan (dolus) jarang terjadi. Sebab

apabila seorang dokter sengaja melakukan suatu

kesalahan, hukuman yang akan diberikan kepadanya akan

lebih berat. Dalam hukum pidana, untuk membuktikannya

adanya kelalaian dalam pelayanan kesehatan harus ada

paling tidak empat unsur:6

1) Ada kewajiban yang timbul karena adanya

perjanjian;

2) Ada pelanggaran terhadap kewajiban;

3) Ada penyebab (adanya hubungan sebab-akibat);

4) Timbulnya kerugian, baik bersifat langsung

maupun tidak langsung.

6 Bahder Johan Nasution, Idem, hlm.20.

15

BAB III

RINGKASAN PUTUSAN

A. Putusan Pengadilan Negeri Manado

No.90/Pid.B/2011/PN.MDO

Pengadilan Negeri Manado yang memeriksa dan

mengadili perkara pidana pada tingkat pertama dengan

acara pemeriksaan biasa telah menjatuhkan putusan

sebagai berikut dalam perkara Terdakwa-Terdakwa:

1. Nama lengkap : dr. DEWA AYU SASIARY PRAWANI

;

Tempat lahir : Denpasar;

Umur/tanggal lahir : 35 tahun/23 April 1975;

Jenis kelamin : Perempuan;

Kebangsaan : Indonesia;

Tempat tinggal : Jalan Parigi VII No.10

Kecamatan Malalayang Kota

Manado;

A g a m a : Hindu;

Pekerjaan : dokter;

Pendidikan : dokter spesialis kebidanan

dan kandungan;

2. Nama lengkap : dr.HENDRY SIMANJUNTAK ;

Tempat lahir : Riau;

Umur/tanggal lahir : 35 tahun/14 Juli 1975;

16

Jenis kelamin : laki-laki;

Kebangsaan : Indonesia;

Tempat tinggal : Kelurahan Malalayang Satu

Barat lingkungan I Kecamatan

Malalayang Kota Manado;

A g a m a : Kristen Protestan;

Pekerjaan : dokter

Pendidikan : dokter spesialis kebidanan

dan kandungan;

3. Nama lengkap : dr. HENDY SIAGIAN;

Tempat lahir : Sorong;

Umur tanggal lahir : 28 tahun/14 Januari

1983;

Jenis kelamin : laki-laki;

Kebangsaan : Indonesia;

Tempat tinggal : Kelurahan Bahu lingkungan I

Kec. Malalayang Kota Manado;

A g a m a : Kristen Protestan;

Pekerjaan : dokter;

Pendidikan : dokter spesialis kebidanan

dan kandungan;

Dakwaan Kesatu :

Primair : Pasal 359 KUHP Jis. Pasal 361

KUHP, Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

17

Subsidair : Pasal 359 KUHP Jo. Pasal 55 ayat

(1) ke-1 KUHP

Dakwaan Kedua :

Pasal 76 Undang-Undang No.29 Tahun 2004

Tentang Praktik Kedokteran Jo. Pasal 55

ayat (1) ke-1 KUHP

Dakwaan Ketiga :

Primair : Pasal 263 ayat (1) KUHP Jo. Pasal

55 ayat (1) ke-1 KUHP

Subsidair : Pasal 264 ayat (2) KUHP Jo. Pasal 55

ayat (1) ke-1 KUHP

Memperhatikan, pasal-pasal dari Undang-Undang No.

36 tahun 2009, tentang Kesehatan, Undang-Undang No. 29

tahun 2004 Tentang praktek Kedokteran, Undang-undang

No. 8 tahun 1981, Pasal 359, KUHP, Pasal 55 ayat (1)

KUHP, pasal 263 ayat (1) dan ayat (2) KUHP, Peraturan

Menteri Kesehatan No.512/MenKes/ PER/IV/2007 tentang

isin praktek dan pelaksanaan kedokteran, serta pasal-

pasal lain dari perundang-undangan yang bersangkutan;

M E N G A D I L I

1. Menyatakan Terdakwa I dr. DEWA AYU SASIARY

PRAWANI, Terdakwa II dr. HENDRY SIMANJUNTAK dan

Terdakwa III dr. HENDY SIAGIAN, tidak terbukti

secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan

tindak pidana dalam dakwaan Kesatu Primer dan

18

subsidair, dakwaan kedua dan dakwaan ketiga primer

dan subsidair;

2. Membebaskan Terdakwa I, Terdakwa II dan Terdakwa

III oleh karena itu dari semua dakwaan (Vrijspraak);

3. Memulihkan hak para Terdakwa dalam kemampuan,

kedudukan dan harkat serta martabatnya;

4. Menetapkan barang bukti berupa : Tetap terlampir

dalam berkas perkara;

5. Membebakan biaya perkara ini kepada Negara.

B. Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI No.365K/Pid/2012

M E N G A D I L I

Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon

Kasasi : Jaksa/ Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri

Manado tersebut;

Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Manado Nomor

90/PID.B/2011/PN.MDO tanggal 22 September 2011;

M E N G A D I L I S E N D I R I

1. Menyatakan Para Terdakwa : dr. DEWA AYU SASIARY

PRAWANI (Terdakwa I), dr. HENDRY SIMANJUNTAK

(Terdakwa II) dan dr. HENDY SIAGIAN (Terdakwa III)

telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana “perbuatan yang karena

kealpaannya menyebabkan matinya orang lain”;

19

2. Menjatuhkan pidana terhadap Para Terdakwa : dr.

DEWA AYU SASIARY PRAWANI (Terdakwa I), dr. HENDRY

SIMANJUNTAK (Terdakwa II) dan dr. HENDY SIAGIAN

(Terdakwa III) dengan pidana penjara masing-masing

selama 10 (sepuluh) bulan;

3. Menetapkan barang bukti berupa : Tetap dilampirkan

dalam berkas perkara;

4. Membebankan Para Termohon Kasasi/ Para Terdakwa

tersebut untuk membayar biaya perkara dalam semua

tingkat peradilan dan dalam tingkat kasasi ini

ditetapkan masing-masing sebesar Rp.2.500,- (dua

ribu lima ratus rupiah);

C. Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI

No.79PK/Pid.2013

M E N G A D I L I

Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari

Para Pemohon Peninjauan Kembali/Para Terpidana : I. dr.

DEWA AYU SASIARY PRAWANI, II. dr. HENDRY SIMANJUNTAK,

dan III. dr. HENDY SIAGIAN tersebut;

Membatalkan putusan Mahkamah Agung RI No. 365

K/PID/2012 tanggal 18 September 2012 yang membatalkan

putusan Pengadilan Negeri Manado No.

90/PID.B/2011/PN.MDO. tanggal 22 September 2011;

20

M E N G A D I L I S E N D I R I

1. Menyatakan Terpidana I. dr. DEWA AYU SASIARY

PRAWANI, Terpidana II. dr. HENDRY SIMANJUNTAK, dan

Terpidana III. dr. HENDY SIAGIAN tidak terbukti

secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan

tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh

Jaksa/Penuntut Umum dalam dakwaan Kesatu Primair,

Kesatu Subsidair, atau dakwaan Kedua atau dakwaan

Ketiga Primair, Ketiga Subsidair;

2. Membebaskan Terpidana I. dr. DEWA AYU SASIARY

PRAWANI, Terpidana II. dr. HENDRY SIMANJUNTAK, dan

Terpidana III. dr.HENDY SIAGIAN oleh karena itu

dari semua dakwaan tersebut;

3. Memulihkan hak Para Terpidana dalam kemampuan,

kedudukan dan harkat serta martabatnya;

4. Memerintahkan agar Para Terpidana dikeluarkan dari

Lembaga Pemasyarakatan;

5. Menetapkan barang bukti berupa berkas catatan

medis No. cm.041969 atas nama SISKA MAKATEY Tetap

dilampirkan dalam berkas perkara;

6. Membebankan biaya perkara pada semua tingkat

peradilan dan pada pemeriksaan peninjauan kembali

kepada Negara ;

21

BAB IV

ANALISIS KASUS

A. Peran Majelis Kehormatan Etika Kedokteran dalam

upaya menegakkan etika kedokteran dalam pelayanan

kesehatan dihubungkan dengan tindakan medis yang

dilakukan oleh dokter

Terhadap kesalahan dokter yang bersifat melanggar

tata nilai sumpah atau kaidah etika profesi,

pemeriksaan dan tindakan, dilakukan oleh Organisasi

22

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan atau atasan langsung

yang berwenang (Departemen Kesehatan RI). Pemeriksaan

dibantu oleh perangkan Majelis Kehormatan Disiplin

Kedokteran Indonesia (MKDKI). Majelis Kehormatan

Disiplin Kedokteran Indonesia adalah lembaga yang

berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan

yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam

penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran

gigi, dan menetapkan sanksi.7 Majelis Kehormatan

Disiplin Kedokteran Indonesia bertugas:

a. menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan

kasus pelanggaran disiplin dokter dan dokter

gigi yang diajukan; dan

b. menyusun pedoman dan tata cara penanganan

kasus pelanggaran disiplin dokter atau dokter

gigi.

Dihubungkan dengan perkara ini, bahwa Majelis

Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia memiliki peran

sebagai badan pengawas dan penegak disiplin dokter dan

dokter gigi di Indonesia. Dalam kasus ini, apabila

dalam penanganan operasi tersebut tidak sesuai dengan

SOP (Standard Operasional Prosedur) dan yang menilai7 Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Republik

Indonesia No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik KedokteranJo. Pasal 1 angka 13 Peraturan Menteri Kesehatan No.512/MENKES/PER/IV/2007 tentang Izin Praktek danpelaksanaan praktek kedokteran.

23

telah terjadi kesalahan dalam penanganan operasi

tersebut adalah Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran

Indonesia. Kewenangan tersebut merupakan kewenangan

delegasi dari Pasal 1 angka 14 dan Pasal 55 Undang-

Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.

B. Unsur kesalahan dalam tindakan medis yang

dilakukan oleh dokter tanpa memperhatikan aspek

informed consent

Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI No.365K/Pid/2012

memutuskan bahwa para telah terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “perbuatan

yang karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain”

(vide Pasal 359 KUHP). Kemudian atas beberapa

pertimbangan, dalam putusan Peninjauan Kembali Mahkamah

Agung RI No.79PK/Pid.2013, menyatakan bahwa para

terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan

bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang

didakwakan oleh Jaksa/Penuntut Umum dalam dakwaan

Kesatu Primair, Kesatu Subsidair, atau dakwaan Kedua

atau dakwaan Ketiga Primair, Ketiga Subsidair.

Pasal 359 KUHP, yang didakwakan oleh Jaksa

Penuntut Umum menyatakan bahwa “barang siapa karena

kesalahannya menyebabkan matinya orang dihukum penjara

selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya

satu tahun”. Mati orang dalam pasal ini tidak

24

dimaksudkan sama sekali oleh terdakwa, akan tetapi

kematian tersebut hanya merupakan akibat dari pada

kurang hati-hati atau lalainya terdakwa (delik culpa).

Unsur “karena salahnya” artinya kurang hati-hati,

lalai, lupa atau kurang perhatian.8 Unsur kesalahan

dalam Pasal ini ditekankan kepada unsur kealpaan.

Kesalahan dokter dalam melaksanakan tugasnya sebagian

besar terjadi karena kelalaian (culpa). Kesalahan dalam

pasal ini mengatur mengenai norma hukum pidana materiil

yang terdapat unsur kealpaan, bukan mengenai norma

hukum administratif.

Seorang dokter dalam menjalankan tugasnya

mempunyai alasan yang mulia, yaitu berusaha

mempertahankan supaya tubuh pasien tetap sehat atau

berusaha untuk menyehatkan tubuh pasien, atau setidak-

tidaknya mengurangi penderitaan pasien. Dalam

menjalankan profesinya, dokter dilindungi oleh Undang-

Undang No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.

Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang

dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien

dalam melaksanakan upaya kesehatan.

Penyelenggaraan praktik kedokteran

dilaksanakan dengan instrumen hukum administratif

berupa Surat Izin Praktik. Setiap dokter dan doktergigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia

8 R. Soesilo, KUHP : Beserta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal DemiPasal, Bogor : Politeia, 1995, hlm.248.

25

wajib memiliki surat tanda registrasi dokter dan surat

tanda registrasi dokter gigi.9 Selain itu, Setiap

dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik

kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat izin

praktik.10 Aspek yang sangat penting yaitu bahwa

dalam setiap tindakan medis yang dilakukan oleh

seorang dokter, harus didasarkan kepada informed

consent dan harus adanya transaksi terapeutik

terlebih dahulu.Dalam kasus diatas, aspek informed consent terlihat

diabaikan oleh para dokter. Hal tersebut dalam

dibuktikan berupa tanda tangan korban yang berada di

dalam surat persetujuan tindakan khusus dan persetujuan

pembedahan dan anestesi yang diserahkan oleh dr.Hendy

Siagian untuk ditandatangani oleh korban tersebut

berbeda dengan tanda tangan korban yang berada di dalam

Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Askes. Kemudian

setelah dilakukan pemeriksaan oleh Laboratorium

Forensik Cabang Makassar dan berdasarkan hasil

pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik pada tanggal 09

Juni 2010 NO.LAB. : 509/DTF/2011. Labolatorium

Kriminalistik menyatakan bahwa tanda tangan atas nama

Siska Makatey alias Julia Fransiska Makatey pada

9 Pasal 29 Undang-Undang Republik Indonesia No.29 Tahun 2004Tentang Praktik Kedokteran

10 Pasal 36 Undang-Undang Republik Indonesia No.29 Tahun2004 Tentang Praktik Kedokteran

26

dokumen bukti adalah tanda tangan karangan/ “Spurious

Signature“.

Dari pembuktian tersebut, aspek informed consent dan

adanya transaksi terapeutik merupakan dasar seorang

dokter untuk melakukan suatu tindakan medis. Dengan

diabaikannya aspek informed consent dan transaksi

terapeutik maka dalam ajaran ilmu hukum pidana, hal

tersebut termasuk dalam kelalaian seorang dokter dalam

menjalankan suatu tindakan medis. Untuk dapat

dipidananya seorang dokter yang melakukan suatu

tindakan medis tanpa didahului oleh aspek informed consent

dan transasi terapeutik maka pihak yang berwenang harus

dapat membuktikannya. Tanpa adanya aspek informed consent

dalam suatu tindakan medis, maka hal tersebut dapat

masuk dalam elemen kesalahan yang dimaksudkan dalam

pasal 359 KUHP.

27

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

memiliki peran sebagai badan pengawas dan penegak

disiplin dokter dan dokter gigi di Indonesia.

Dalam kasus ini, apabila dalam penanganan operasi

tersebut tidak sesuai dengan SOP (Standard

Operasional Prosedur) dan yang menilai telah

terjadi kesalahan dalam penanganan operasi

tersebut adalah Majelis Kehormatan Disiplin

Kedokteran Indonesia. Kewenangan tersebut

merupakan kewenangan delegasi dari Pasal 1 angka

14 dan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004

Tentang Praktik Kedokteran.

Aspek informed consent dan adanya transaksi

terapeutik merupakan dasar seorang dokter untuk

melakukan suatu tindakan medis. Dengan

28

diabaikannya aspek informed consent dan transaksi

terapeutik maka dalam ajaran ilmu hukum pidana,

hal tersebut termasuk dalam kelalaian seorang

dokter dalam menjalankan suatu tindakan medis.

Untuk dapat dipidananya seorang dokter yang

melakukan suatu tindakan medis tanpa didahului

oleh aspek informed consent dan transasi terapeutik

maka pihak yang berwenang harus dapat

membuktikannya. Tanpa adanya aspek informed consent

dalam suatu tindakan medis, maka hal tersebut

dapat masuk dalam elemen kesalahan yang

dimaksudkan dalam pasal 359 KUHP.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan : PertanggungjawabanDokter, Jakarta : Rineka Cipta, 2005.

Kaelan M.S, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta : Paradigma,2004.

Sofjan Sastrawidjaja, Hukum Pidana (Asas Hukum Pidana SampaiAlasan Peniadaan Pidana), Bandung : ARMICO, 1995.

29

R. Soesilo, KUHP : Beserta Komentar-Komentarnya Lengkap PasalDemi Pasal, Bogor : Politeia, 1995.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia

Tahun 1945.

Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Undang-Undang Republik Indonesia No.29 Tahun 2004

Tentang Praktik Kedokteran.

Peraturan Menteri Kesehatan No. 512/MENKES/PER/IV/2007

tentang Izin Praktek dan pelaksanaan praktek

kedokteran.

C. Lain-lain

Putusan Pengadilan Negeri Manado

No.90/Pid.B/2011/PN.MDO.

Putusan Kasasi Mahkamah Agung No.365K/Pid/2012.

Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung

No.79PK/Pid/2013