Makalah Kongres Ibu Nusantara 2013

52
Sambutan MAh pada Kongres Ibu Nusantara | i

Transcript of Makalah Kongres Ibu Nusantara 2013

Sambutan MAh pada Kongres Ibu Nusantara | i

ii | Makalah Kongres Ibu Nusantara

MAKALAH

Kongres Ibu Nusantara

Berjuang Mewujudkan Kehidupan Sejahtera

dalam Naungan Khilafah

Diterbitkan Oleh:

Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia

Desember 2013

Sambutan MAh pada Kongres Ibu Nusantara | iii

Daftar Isi

Daftar Isi ...................................................................................................................................... iii

SAMBUTAN Mas’ulah Ammah Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia

Pada Kongres Ibu Nusantara 21 DESEMBER 2013 .............................................................. 1

Nestapa Ibu Akibat Perdagangan Bebas ................................................................................. 7

Liberalisasi Ekonomi: Kebijakan Sesat ....................................................................... 8

Derita Ibu Akibat Liberalisasi Ekonomi ................................................................... 11

Regulasi Pemerintah Menyengsarakan Ibu .............................................................. 14

Ibu Menjadi Mulia Hanya Dengan Islam .................................................................. 15

Pemberdayaan atau Eksploitasi Perempuan? .................................................................... 17

Pemberdayaan yang Tak Memberdayakan .............................................................. 18

Kepentingan Pasar Global ........................................................................................... 20

Perempuan Berdaya dalam Visi Islam ...................................................................... 22

Khilafah Melindungi dan Menyejahterakan Ibu ................................................................ 25

Status Dan Peran Utama Perempuan ........................................................................ 26

Khilafah Memberantas dan Mencegah Eksploitasi Perempuan .......................... 28

Khilafah Mengentaskan Kemiskinan dan Menciptakan Kesejahteraan Ekonomi

Bagi Para perempuan ................................................................................................... 30

Islam Memposisikan Ibu dalam Kemuliaan ........................................................................ 35

Peran Mulia Perempuan ............................................................................................... 37

Jaminan Islam Bagi Terlaksananya Fungsi Keibuan .............................................. 39

Jaminan Hak Ekonomi Perempuan ........................................................................... 40

Kontribusi Ibu dalam Perjuangan Penegakkan Khilafah ................................................. 43

iv | Makalah Kongres Ibu Nusantara

Sambutan MAh pada Kongres Ibu Nusantara | 1

SAMBUTAN

Mas’ulah Ammah Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia

Pada Kongres Ibu Nusantara

21 DESEMBER 2013

2 | Makalah Kongres Ibu Nusantara

السالم عليكم ورمحة هللا و بركاته

ب إليحه ا ت غحفره ون ت وح نه ونسح تعي ح نحمده ونسح د لله ربه الحعالميح مح ذ بهلل منح شروحر أن حفسنا وسيهئات . لح ون عوحهد انح ال اله اال هللا و للح فال هادي له. اشح د هللا فال مضل له ومنح يضح ده ال شريحك له أعحمالنا منح ي هح حح

ل هد ان ممدا عبحده ورسوح م واشح حابه ومنح تبعه ال ي وح ه والصالة والسالم على نبيهنا ممد وعلى ءاله واصحيحن. اما ب عحد .الده

مح أعحمالكمح وي غحفرح يأي ها الذين ءامنوا ات قوا هللا وقولوا ق وحال سديدا . يصحلحح لك و قال هللا سبحانه و تعال: زا عظيما لكمح ذنوبكمح ومن يطع هللا ورسوله ف قدح فاز ف وح

Ibu-Ibu Rahimakumullah… dan yang Kami sayangi karena Allah

Semoga Allah SWT menjaga kita pada hari ini dari kesalahan sekecil apapun,

memberi rizki yang halal dan memberkahinya. Dan Semoga saudara-saudara

kita yang sakit segera mendapat kesembuhan, yang mendapat kedzaliman

ditambah kesabarannya.

Ibu-Ibu …

Dengan penuh kesadaran hari ini kita berkumpul untuk menyuarakan satu

kebenaran, Al-haqq, yang memang menjadi kewajiban masing-masing kita

untuk menyampaikannya. Sebagaimana firman Allah tadi dalam surat Al-

Ahzab ayat 70: “ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada

Allah dan katakanlah perkataan yang benar”.

Hari ini Ya Allah, kami menyampaikan keluhan kami kepada-Mu. Karena

Engkau lah sebaik-baik pendengar. Sudah lama para ibu yang menjadi hamba-

Mu ini merasakan kesusahan hidup. Ketakutan dan kekhawatiran akan nasib

diri dan masa depan anak-anak. Tidak mudah mendapatkan kebutuhan hidup

pokok, berupa makanan yang sehat dan halal, rumah yang layak huni, pakaian

yang pantas dan syar’iy. Terasa berat saat berobat, tidak gampang saat

memenuhi kebutuhan sekolah anak-anak. Untuk bepergian dengan angkutan

umum pun tidak nyaman, berat di ongkos, macet dan banyak copet. Dimana-

mana, kriminalitas mengintai kami.

Kami sadar bahwa ada masalah besar dalam kehidupan bangsa ini. Mengapa

hidup sejahtera hanya milik orang-orang kaya? Bukankah kita sama-sama

manusia? Siapa yang membuat ketidak adilan dan ketidak merataan ini?

Mengapa mayoritas keluarga sulit untuk mendapat kebutuhan hidup yang

layak? Tetapi ada sejumlah orang yang terlihat bahagia dan berfoya-foya?

Sambutan MAh pada Kongres Ibu Nusantara | 3

Ibu-Ibu Rahimakumullah…

Sesungguhnya Allah SWT telah menjawab pertanyaan tersebut. Sang Pencipta

alam semesta telah berfirman dalam Q.S. Al-Hasyr ayat 7:

غحنياء منكمح وما آتكم الرسول فخذوه وما ن هاكمح عنحه الح ﴾٧﴿كيح ال يكون دولة ب يح

007. supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di

antara kamu. Dan apa saja yang diberikan Rasul kepada-Mu, maka terimalah.

Dan apa saja yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.

Ayat ini menjelasakan bahwa harta itu tidak boleh hanya beredar dikalarang

orang kaya saja. Dan Allah memberi kewenangan kepada Rasulullah sebagai

Amiril Mu’minin untuk mengatur dan mengelola distribusinya. Harta kekayaan

harus tersebar merata, agar setiap individu bisa menggunakan harta itu untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya. Jika masa itu, Rasulullah menjadi pengatur

dan pemutus pemerataan harta diantara umat, maka saat ini kita pun

membutuhkan pengatur dan pemutus itu. Dan Allah SWT yang menurunkan

Syari’ah Islam, telah menetapkan bahwa pemutus untuk umat manusia hingga

akhir zaman itu adalah seorang Kholifah.

Seorang Kholifah berbeda dengan seorang presiden dalam sistem republik

demokrasi seperti saat ini. Kholifah akan mengatur kebutuhan rakyatnya

dengan Syari’ah Islam. Sementara presiden demokrasi mengatur urusan

rakyatnya dengan hukum buatan akal yang sifatnya lemah dan sesuai nafsu

kecenderungan manusia.

Ibu-Ibu yang Saya hormati...

Hukum buatan manusia inilah yang menciptakan kesenjangan dan ketidak

adilan bil khusus terhadap para Ibu. Sistem politik demokrasi yang

meniscayakan kebebasan kepemilikan, dan sistem ekonomi kapitalis yang sarat

kerakusan, menjadikan para pemimpin negara menjual harta dan kekayaan

milik rakyat kepada pengusaha. Pemerintah membuat aturan dan undang-

undang, hanya untuk memuluskan bisnis para pengusaha bahkan pengusaha

asing dan kafir sekalipun. Akibatnya banyak pabrik-pabrik dan industri asing

yang dimiliki pengusaha negara kafir. Di Papua, gunungnya menjadi tambang

emas PT Freepot. Di Sumatera, Jawa dan Kalimantan, tanah dan lautnya

menjadi ladang minyak dan gas milik ExxonMobil, Total, Chevron, PetroCina

dsb.

Kemudian, mayoritas rakyat berebut ‘tetesan’-nya saja bahkan tidak mendapat

apa-apa. Mereka hanya bekerja di pabrik sebagai buruh, di sektor non formal, di

kantor-kantor, yang sumber gajinya bukan dari kekayaan alam Indonesia, tetapi

banyak dari pajak yang juga dipungut dari rakyat sendiri. Lebih tragisnya lagi,

rakyat negeri kaya-raya ini mencari makan di negara orang lain. Para Ibu

4 | Makalah Kongres Ibu Nusantara

berbondong-bondong pergi bekerja di negeri orang. Negerinya yang kaya raya

ditinggalkannya karena sudah bukan lagi menjadi ‘miliknya’.

Jadi, dengan model pemerintahan demokrasi dan ekonomi kapitalis ini,

distribusi kekayaan tidak merata. Jumlah besar kekayaan diambil perusahaan

asing. Biaya membangun infrastruktur dan fasilitas umum, operasional layanan

publik berasal dari pinjaman luar negeri. Semuanya bukan lagi menjadi milik

pribumi. Akibatnya, semua layanan dikomersilkan, dijual kepada rakyat

dengan harga tinggi. Sangat mudah dibayangkan kalau rakyat ini merasakan

kesempitan hidup.

Kalau sudah begini, siapa saja akan bekerja apa saja untuk bertahan hidup.

Para ibu juga terpaksa bekerja dan mengorbankan segalanya. Sungguh,

kapitalime telah mengobarkan perang terhadap peran utama perempuan

sebagai seorang ibu. Hukum kapitalisme ini telah mewajibkan perempuan

bekerja; tidak mewajibkan laki-laki, para wali untuk menafkahi istri dan

anaknya. Padahal Islam, telah menetapkan bahwa perempuan tidak wajib

bekerja. Hak nafkahnya ada di pundak laki-laki.

Namun, di bawah Kapitalisme, perempuan telah beralih fungsi menjadi mesin

ekonomi dan dibebani tanggung jawab ‘menyelamatkan’ kondisi ekonomi

keluarga. Fungsi ibu sebagai ‘madrasah ûla’ bagi putra-putri mereka tidak

berjalan. Pendidikan akidah, syariah, akhlak dan pembentukan kepribadian

anak yang wajib dilakukan oleh ibu tidak terjadi. Selain itu, ibu bekerja tidak

merasakan kenikmatan mengurus dan mendidik anak.

Celakanya lagi, kapitalisme telah membuat sebagian ibu yang mendapat

‘sukses’ dengan imbalan hasil kerja yang besar, tidak merasa sedih dan

bersalah karena pengabaian fungsi ini. Rasa sedihnya tertutupi oleh hitungan

sejumlah rupiah. Padahal sebenarnya, perasaan bangga dan bahagia menjadi

ibu itu tidak bisa dibayar dengan harta dunia, melainkan hanya layak diganti

dengan surga yang nilainya tentu jauh dengan hitungan rupiah tersebut.

Di sisi lain, sistem demokrasi sesumbar bahwa agar perempuan para ibu

terpenuhi hak-haknya maka ia harus sejajar dengan laki-laki. Realitanya? Jauh

panggang dari api. Kesejajaran ini justru melegalkan tindakan abai laki-laki

terhadap perempuan. Laki-laki tidak harus menafkahi perempuan, karena

perempuan bisa menafkahi dirinya. Laki-laki tidak harus melindungi

perempuan dan bertanggung jawab kepada mereka, karena perempuan sudah

setara, bisa melindungi dirinya sendiri.

Dampak lanjutannya, fungsi kepemimpinan (qawwam) suami akhirnya terkikis.

Struktur keluarga pun mulai goyah. Kondisi tidak harmoni ini tak jarang

diakhiri dengan perceraian. Kemudian, tiba-tiba istri menjadi kepala keluarga,

dan menjadi ‘wali’ terhadap anak-anak mereka. Posisi wali yang ditetapkan

Islam berada di pundak laki-laki dipaksa beralih ke pundak perempuan. Ini

Sambutan MAh pada Kongres Ibu Nusantara | 5

adalah kondisi tidak normal yang sebenarnya bertentangan dengan fitrah

perempuan itu sendiri.

Korban berikut dari rusaknya peran keibuan dan rusaknya keluarga adalah

anak-anak. Realita menunjukkan bahwa anak-anak korban perceraian,

mengalami frustasi berat. Mereka lari ke luar rumah dan bergabung dengan

komunitas yang dianggap bisa menenteramkan diri sesuai persepsinya.

Akhirnya, problem anak semakin banyak, karena mereka memilih

narkoba, drugs, seks bebas sebagai pelampiasan masalahnya.

Ibu-Ibu yang Saya cintai…

Sungguh, sistem demokrasi dan kapitalisme buatan manusia inilah yang

sejatinya menjadi penyebab segala kesulitan kita. Sementara sistem Islam yang

dipimpin oleh seorang Kholifah akan menerapkan Syari’ah Islam berupa paket

hukum yang mengatur Aqidah, ibadah, ekonomi (distribusi sumber daya dan

jaminan kebutuhan hidup), sosial, penegakan hukum dan sangsi, pendidikan,

keamanan, kesehatan.

Islam menghormati ibu dengan tidak mewajibkan ia mencari nafkah. Suami

atau walinya berkewajiban memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan begitu ia

bisa fokus menunaikan kewajiban utamanya mengurus keluarga dan mendidik

anak-anak. Ia tak perlu dibebani dengan peran ganda. Ia bisa hidup normal

karena hukum perwalian tidak ada pada dirinya. Ia menikmati kebahagiaan

hidup sesuai dengan fitrah penciptaannya. Islam telah memuliakan perempuan

dengan menjadikan ia seorang ibu yang di bawah telapak kakinyalah ‘surga’

diletakkan.

Khalifah akan memaksa suami dan wali yang tidak mau melakukan kewajiban

menanggung nafkah anak dan istrinya. Khalifah akan menindak siapa saja yang

melalaikan kewajibannya terhadap perempuan. Khilafah bertanggung jawab

menyediakan lapangan kerja. Khilafah akan membangun pertumbuhan

ekonomi yang berkelanjutan dan menghilangkan pengangguran massal.

Khilafah akan menyediakan layanan pendidikan dan kesehatan yang berkualitas

dan gratis.

Ibu-Ibu Rahimakumullah...

Dengan sebenar-benarnya kita menyadari bahwa sesungguhnya kita para Ibu

memerlukan jaminan pemenuhan kebutuhan hidup, kita ingin merasakan

kesejahteraan hidup di dunia dan keselamatan di akhirat. Kami sebagai

manusia juga berhak merasakan kenikmatan dunia. Untuk itulah kita mutlak

memerlukan sistem pemerintahan yang telah Allah wajibkan, yaitu Khilafah

yang dipimpin khalifah. Khilafah akan menjamin distribusi kekayaan dan akan

menyelamatkan Indonesia dari keburukan akibat sistem sekular buatan

manusia.

6 | Makalah Kongres Ibu Nusantara

Andai seluruh ibu memahami bagaimana pandangan Islam yang sebenarnya

terhadap mereka, dan bagaimana Khilafah menjamin pemenuhan hak-hak

mereka, niscaya tak ada satu pun yang menolak Khilafah, bahkan akan

berlomba-lomba turut dalam usaha menegakannya. Karena itu pada kongres

ini, kami mengajak para ibu memahami Islam dengan utuh dan menyeru untuk

turut dalam perjuangan penegakan kembali Khilafah sebagai solusi tuntas

persoalan. Kita semua membutuhkan jalan keluar masalah yang benar, sistem

pemerintahan yang adil dan mensejahterakan. Itulah Khilafah, sistem

pemerintahan Islam dari Rabb al-‘âlamîn.

Ya Allah saksikanlah, Kami telah menyampaikan kebenaran Syari’ah-Mu.

Mudahkanlah urusan kami dalam membela agama-Mu. Tambahlah kekuatan

kami untuk melawan kejahatan musuh kami dan musuh-Mu serta Rasul-Mu.

Kami yakin, waktu keluarnya kami dari kesulitan itu akan tiba. Jadikan kami

menjadi hamba-Mu yang istiqomah sampai hari kemenangab itu tiba. Dan

masukkan kami pada golongan hamba yang Engkau sebutkan dalam firman-Mu:

م الله يحت فسوحف مني على أذلة ويبونه يب همح بقوح وال الله سبيل ف ياهدون الحكافرين على أعزة الحمؤحمة يافون تيه الله فضحل ذلك آلئم لوح ﴾٤٥﴿ عليم واسع والله يشاء من ي ؤح

نة اللهم ارححمح امة سيهدن ممد رمححة عامة خلهمح با الح ن حيا حسنة . ت نحجيحهمح با من النار وتدح رب نا آتنا ف الد وف احآلخرة حسنة وقنا عذاب النار

د مح والح ن وسالم على الحمرحسليح ، كل عام و أن حتمح بيح وسبححان ربك ربه الحعزة عما يصفوح لله ربه الحعالميح

و السالم عليكم ورمحة هللا...

Nestapa Ibu Akibat Perdagangan Bebas | 7

Nestapa Ibu

Akibat Perdagangan Bebas

8 | Makalah Kongres Ibu Nusantara

Liberalisasi Ekonomi: Kebijakan Sesat

Sejak Indonesia diterpa krisis ekonomi tahun 1997, aroma kebebasan atau

liberalisasi di bidang ekonomi semakin tajam. Karena kesulitan ekonomi,

Indonesia bergantung pada pinjaman pihak asing terutama dari lembaga

keuangan internasional seperti International Monetary Fund (IMF). Sebagai

pihak pemberi utang, IMF berkuasa bagai raja. Mereka bisa memaksa

pemerintah Indonesia menandatangai kesepakatan - yang disebut Letter of

Intens - sekalipun kesepakatan itu merugikan rakyat.

Pasca penandatanganan Letter of Intens (LoI), pemerintah dipaksa untuk

menjalankan 2 resep ala IMF, yakni program penyesuaian struktural (Structural

Adjusment Programme) dan kebijakan deregulasi. Program penyesuaian

struktural mengharuskan negara untuk memasukkan produk impor secara

bebas. Program itu juga mengaruskan pemerintah melaksanakan kebijakan

keuangan yakni kebijakan moneter dan fiskal dalam negeri sesuai arahan IMF.

Sedangkan kebijakan deregulasi mengharuskan pemerintah menata ulang

peraturan agar sesuai dengan keinginan asing, yang diwakili IMF. Deregulasi

mencakup empat hal, pertama intervensi pemerintah harus dihilangkan atau

diminimalisir untuk menghindari distorsi pasar. Artinya pemerintah tidak

boleh terlalu ikut campur menentukan harga barang, sehingga harga barang

bebas naik-turun sesuai jumlah permintaan dan ketersediaan barang di pasar.

Misalnya sebagai instansi pemerintah, Bulog tidak boleh melakukan operasi

pasar untuk membantu petani ketika harga beras anjlok akibat panen raya.

Kedua privatisasi seluas-luasnya dalam bidang ekonomi termasuk bidang-

bidang yang selama ini dikuasai oleh negara. Perusahaan swasta (privat)

termasuk milik asing harus diberi kesempatan untuk melakukan bisnis pada

sektor layanan umum (publik) - seperti air, kesehatan, jalan, transportasi dan

sebagainya- yang mengusai hajat hidup orang banyak yang semestinya dikelola

pemerintah untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat dan bangsa.

Ketiga liberalisasi seluruh kegiatan ekonomi dan semua proteksi harus

dihilangkan. Maksudnya, pemerintah harus menghilangkan semua kemudahan

yang diterima masyarakat agar mereka bisa bersaing dengan pihak manapun,

termasuk pihak asing. Sehingga subsidi bagi petani, seperti subsidi pengadaan

pupuk dan benih harus dihilangkan, sama seperti mengurangi subsidi BBM dan

listrik pada masyarakat umum. Dan keempat memperbesar dan melancarkan

arus masuk investasi asing dengan fasilitas-fasilitas yang lebih luas dan lebih

longgar. Dengan kata lain penguasaan asing terhadap unit ekonomi baik swasta

maupun negara harus digencarkan.

Privatisasi, sebagai salah satu program unggulan IMF untuk menyelesaikan

kriris ekonomi ini ternyata membuahkan pil pahit yang harus ditelan Indonesia.

Privatisasi adalah proses pengalihan kepemilikan dari milik umum menjadi

milik pribadi. Memang privatisasi sudah mulai berjalan sejak masa orde baru,

Nestapa Ibu Akibat Perdagangan Bebas | 9

namun sejak LoI ini diteken, arus privatisasi semakin tak mampu dibendung.

Betapa tidak jika pada masa pemerintahan Soeharto dan Habibie baru 9 BUMN

yang diprivatisasi dengan total nilai privatisasi lebih dari USD 5 miliar, maka

di era Megawati jumlah ini melonjak tajam.

Wakil pemerintah yakni Laksamana Sukardi dan Boediono pada bulan

Maret/April 2004 mengajukan privatisasi 28 BUMN yang terdiri dari 19 BUMN

dan 9 non-BUMN (BUMN minoritas). Pada masa berikutnya yakni pada masa

pemerintahan SBY-JK ada program privatisasi 44 BUMN di tahun 2008. Pada

tahun 2008 tersebut, Boediono (saat itu menjabat sebagai Menko

Perekonomian) mengharapkan agar dari 139 BUMN diprivatisasi menjadi 69

BUMN pada akhir 2009. Kemudian pada tahun 2009, Kementerian BUMN

melanjutkan program privatisasi terhadap 30 BUMN yang sebagian besar

merupakan pengalihan dari tahun 2008. Berdasar data Bursa Efek Indonesia

(BEI) yang dirilis tahun 2009, dari 14 BUMN yang tercatat di BEI, pihak asing

telah menguasai 31% saham BUMN-BUMN. Modal yang ditanam pihak asing

tersebut setara dengan Rp 137 triliun. Saat ini faktanya perusahaan asing

telah menguasai sektor-sektor strategis seperti telekomunikasi, perbankan,

pertambangan dan migas, semen, serta farmasi. Maka ketika privatisasi tetap

diteruskan oleh pemerintah, prosentase penguasaan asing terhadap aset-aset

negara jelas akan semakin membengkak.

Alih-alih privatisasi bisa menyelesaikan krisis ekonomi Indonesia, yang ada

justru semakin melambungkan hutang Indonesia. Hingga September 2013,

utang pemerintah Indonesia mencapai Rp 2.273,76 triliun. Jumlah utang ini

naik Rp 95,81 triliun dibandingkan dengan posisi Agustus 2013. Bila

dibandingkan dengan utang di akhir 2012 yang sebesar Rp 1.977,71 triliun,

utang pemerintah di September 2013 naik cukup tinggi. Jumlah utang

pemerintah hingga September 2013 mencapai US$ 195,79 miliar, turun

dibandingkan utang di akhir 2012 yang mencapai US$ 204,52 miliar. Namun

karena nilai tukar rupiah yang melemah, total utang pemerintah dalam rupiah

menjadi besar. Tahun ini pemerintah berencana menarik utang baru senilai Rp

215,4 triliun untuk menutupi defisit anggaran yang nilainya mencapai Rp 224,2

triliun.

Selain privatisasi, program lain yang juga dipaksakan IMF untuk menyelesaikan

krisis ekonomi di Indonesia adalah penghapusan subsidi pemerintah terhadap

kebutuhan pokok rakyat, mulai dari BBM, TDL (Tarif Dasar Listrik), pupuk,

minyak tanah dan sebagainya. Akibat langsung dari penghapusan subsidi ini

adalah kenaikan harga kebutuhan pokok yang akan berimbas pada kebutuhan

lain.

Ketika semua kebijakan itu dijalankan, akibat yang langsung dirasakan adalah

meningkatnya kemiskinan. Angka kemiskinan naik menjadi 49,50 Juta atau

sekitar 24,23 % dari jumlah penduduk Indonesia, dari hanya 34,01 Juta (17,47

10 | Makalah Kongres Ibu Nusantara

%) pada tahun 1996. Memang klaim pemerintah menyatakan bahwa pada

rentang tahun 2005 sampai 2009 Indonesia mampu menurunkan laju rata-rata

penurunan jumlah penduduk miskin per tahun sebesar 0,8%, jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan pencapaian negara lain seperti Kamboja, Thailand, Cina,

dan Brasil yang hanya berada di kisaran 0,1% per tahun. Pelaksanaan program

penanggulanan kemiskinan yang dilakukan sejak tahun 1998 sampai saat ini,

secara umum mampu menurunkan angka kemiskinan Indonesia yang

berjumlah 47,97 juta atau sekitar 23,43 % pada tahun 1999 menjadi 30,02 juta

atau sekitar 12,49 % pada tahun 2011.

Meskipun demikian, berdasarkan penghitungan BPS, persentase penduduk

miskin di Indonesia sampai tahun 2003 masih tetap tinggi, sebesar 17,4 persen,

dengan jumlah penduduk yang lebih besar, yaitu 37,4 juta orang. Bahkan,

berdasarkan angka Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

pada tahun 2001, persentase keluarga miskin (keluarga prasejahtera dan

sejahtera I) pada 2001 mencapai 52,07 persen, atau lebih dari separuh jumlah

keluarga di Indonesia. Angka- angka ini mengindikasikan bahwa program-

program penanggulangan kemiskinan selama ini belum berhasil mengatasi

masalah kemiskinan di Indonesia.

Dari sini bisa dilihat bahwa program liberalisasi ekonomi sejauh ini telah

membuat Indonesia kewalahan, bahkan boleh dibilang tidak sanggup

menyelesaikan persoalan ekonominya. Padahal dibelakang program ini telah

menanti program lain yang tak kalah kejamnya dalam mematikan

perekonomian bangsa ini. Serangkaian agenda ekonomi yang terus digulirkan

memaksa Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya untuk membuka

pasar bagi negara maju. Pasar bebas dalam berbagai bentuknya terus

dibesarkan opininya dan masyarakat dipaksa untuk menerima semua akibat

buruknya. Komunitas Ekonomi ASEAN tahun 2015 adalah salah satu

contohnya. Hasil KTT APEC bulan September lalu juga merekomendasikan hal

senada. Begitu pula agenda organisasi perdagangan dunia WTO (World Trade

Organization) yang melangsungan Konferensi Tingkat Menteri di Bali pada

tanggal 3 – 8 Desember 2013.

Semuanya menekankan pada komitmen menuju pasar bebas. Padahal jelas

telah terjadi bagaimana kerugian yang akan diterima Indonesia manakala pasar

bebas ini benar-benar berjalan. Saat pemerintah mengambil kebijakan

membuka kran impor saja, banyak usaha kecil yang akhirnya harus gulung

tikar, membuat puluhan orang menjadi pengangguran, yang berimbas pada

bertambahnya angka kemiskinan. Kesepakatan perdagangan bebas yang

dilakukan Indonesia –sebagai negara anggota ASEAN- dengan Cina dalam

ASEAN–China Free Trade Area (ACFTA) membuktikan hal itu.

Menteri Perindustrian MS Hidayat pernah mengungkapan tanda-tanda kerugian

akibat pelaksanaan ACFTA antara lain menurunnya produksi (industri) sekitar

Nestapa Ibu Akibat Perdagangan Bebas | 11

25-50 persen, penurunan penjualan di pasar domestik 10-25 persen, dan

penurunan keuntungan 10-25 persen. Selain itu juga pengurangan tenaga kerja

10-25 persen. Berdasarkan data dari Institute for Global Justice (IGJ),

penerapan ACFTA sejak 2005 telah menimbulkan berbagai persoalan

perdagangan dan industri. Selama periode 2005-2010, total impor dari China

meningkat sebesar 226,32 persen. Komposisinya mencapai 20,32 persen dari

total impor Indonesia. Data tersebut menunjukkan sepanjang 2006-2008

tercatat 1.650 industri bangkrut karena tidak sanggup bersaing dengan

membanjirnya produk China di pasar dalam negeri. Akibatnya, sebanyak

140.584 tenaga kerja terpaksa kehilangan pekerjaan karena perusahaan gulung

tikar.

Derita Ibu Akibat Liberalisasi Ekonomi

Tingginya angka kemiskinan ini berdampak pada perubahan paradigma

berpikir tentang ekonomi yang akhirnya berpengaruh pada perubahan perilaku

masyarakat. Adalah hal yang alamiah jika kebutuhan primer seseorang tidak

terpenuhi maka dia akan berupaya melakukan berbagai hal untuk bertahan

hidup, sekalipun harus mengorbankan harta yang paling dicintai dan

dijaganya, tidak peduli lagi dengan halal dan haram. Sebab hal ini naluriah

sifatnya. Tak bisa dihilangkan, namun bisa diarahkan. Dalam konteks inilah

pandangan Islam berbeda dengan liberalisme.

Dalam Islam, perempuan yang miskin bisa dan boleh saja bekerja untuk

membantu suami atau keluarganya mencari nafkah. Namun, tanggung jawab

memberi nafkah tetap berada ditangan suami. Dan andaikan perempuan harus

keluar rumah untuk bekerja maka dia tetap harus menutup aurat dan terjaga

dari pergaulan yang tidak syar’i antara laki-laki dan perempuan, disamping itu

dia tidak boleh meninggalkan kewajiban utamanya sebagai ibu dan pengatur

rumah tangga. Islam memberikan rambu-rambu yang harus dipatuhi terkait

dengan hal ini, termasuk jenis pekerjaan yang boleh dilakukan perempuan.

Berbeda dengan pengaturan Islam, dalam suasana liberalisme saat ini,

seseorang boleh melakukan apa saja untuk memenuhi kebutuhan perutnya asal

tidak melanggar kebebasan orang lain. Maka prostitusi dianggap sesuatu yang

dibenarkan. Bahkan melelang keperawanan juga sah-sah saja. Dalam sistem

kapitalis, jika menjual kehormatan diri saja diperbolehkan maka menjual organ

fisik tentu lebih boleh. Karena itu tidak heran jika beberapa waktu yang lalu

muncul berita banyaknya mahasiswa yang menawarkan ginjalnya demi

mendapatkan uang kuliah.

Karena itu dalam sistem yang menerapkan liberalisme ini, sangat marak

perdagangan manusia, baik perempuan maupun anak. Dan kasusnya dari tahun

ke tahun selalu meningkat. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh PBB tahun

2010, perdagangan manusia menempati urutan ketiga sebagai perusahaan

kriminal terbesar lintas negara. Hasil dari bisnis ini, diperkirakan para pelaku

12 | Makalah Kongres Ibu Nusantara

mendapat laba sebesar USD 7 miliar tiap tahunnya. Sejurus dengan data di

atas, laporan dari ADB (Asia Development Bank), diperkirakan satu hingga dua

juta manusia diperjualbelikan setiap tahunnya di seluruh dunia. Dalam konteks

ini, perempuan dan anak menjadi pihak yang hampir selalu menjadi korban.

Kemiskinan inilah yang telah menggerakkan perempuan, termasuk para ibu

bekerja untuk mencari nafkah demi kebutuhan perutnya. Dari total populasi

112 juta jumlah pekerja di Indonesia (data Badan Pusat Statistik tahun

2012), saat ini ada 43 juta pekerja perempuan yang membantu pertumbuhan

ekonomi Indonesia. Itu artinya, jumlah pekerja perempuan hampir sama

besarnya dengan pekerja laki-laki.

Disamping itu masih banyak ibu yang menjadi buruh migran/TKW.

Berdasarkan data badan tenaga kerja internasional ILO (International Labour

Organization) yang dilandaskan pada data dari Badan Nasional Penempatan

dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), data pekerja migran

Indonesia pada 2012 ada sekitar 3,8-4 juta. Para pekerja migran tersebut

kebanyakan berprofesi sebagai pekerja rumah tangga. Sementara Malaysia,

Taiwan, Hongkong, Singapura, dan Arab Saudi menjadi 5 negara tujuan para

pekerja migran tersebut untuk meraup rezeki. Sebanyak 94.064 tenaga kerja

Indonesia (TKI) bekerja di Malaysia, Taiwan ada 59.367 TKI, Hongkong

sebanyak 36.135 TKI, Singapura mencapai 32.394 TKI, dan Saudi Arabia, yakni

27.859 TKI. Kebanyakan dari para pekerja migran tersebut adalah perempuan.

Sementara itu berbagai kebijakan program penyesuaian struktural atau

Structural Adjusment Programme (SAP) seperti privatisasi, penghapusan

subsidi dan yang lainnya telah menambah beban jam kerja para perempuan,

yang mayoritas adalah ibu-ibu. Ruth Indiah Rahayu, aktifis Partai Rakyat

Pekerja atau PRP, mengungkapkan bahwa jam kerja para pekerja perempuan di

Indonesia saat ini adalah 20 jam sehari. Hal ini disebabkan karena kenaikan

harga di berbagai sektor kebutuhan dasar. Selain itu upah para suami yang

kurang dalam memenuhi kebutuhan keluarga juga turut andil dalam

menambah beban jam kerja ini. “Kenaikan harga ini disebabkan pemotongan

subsidi karena SAP,” ujarnya. Selain beban jam kerja, masih banyak problem

yang melingkupi ibu pekerja perempuan ketika berhadapan dengan birokrasi

perusahaan tempatnya bekerja, seperti pelecehan seksual di tempat kerja,

sulitnya mendapatkan cuti haid dan melahirkan, upah yang rendah dan

sebagainya.

Senasib dengan buruh pabrik, buruh migran juga mendapati hal serupa di

hadapan mereka. Para buruh perempuan mengatakan pada Amnesty

International bahwa kontrak mereka bisa diputus bila mereka mengeluh soal

perlakuan yang dialami, atau jika agen penempatan memanipulasi situasi demi

mendapatkan biaya perekrutan baru. Pembayaran yang rendah adalah masalah

yang meluas. Namun dalam periode dua tahun hingga Mei 2012, hanya 342

Nestapa Ibu Akibat Perdagangan Bebas | 13

kasus pembayaran rendah yang diajukan dari total populasi lebih dari 300.000

pekerja rumah tangga migran di Hong Kong. Sebagaimana diberitakan oleh

republika.co.id tanggal 22 November 2013, satu perempuan menceritakan pada

Amnesty International, bagaimana ia dipukuli oleh majikannya, "Ia menendang

saya dari belakang dan menyeret saya melalui baju ke kamarku. Setelah

mengunci pintu, ia memukul dan meninju saya. Ia mendorong saya ke lantai

dan menendang beberapa kali. Saya lembam dan memar sekujur tubuh- wajah,

lengan dan kaki saya. Mulut dan dahi saya berdarah."

Disamping itu problem yang dihadapi pada kenyataannya tidak berhenti hanya

di tempat kerja, tapi juga di rumah. Termasuk problem kesehatan yang

dihadapi ibu-ibu buruh. Tingkat perceraian yang cukup tinggi ternyata

mewarnai kehidupan mereka. Kasus gugatan cerai tahun 2012 mengalami

kenaikan yang sangat signifikan dibanding tahun sebelumnya yang berjumlah

1.022 kasus menjadi 1.860 kasus. Pada tahun 2012 ada 1.869 surat kuasa

perceraian yang diterima Konsulat Jendral Republik Indonesia (KJRI) Hongkong

dari Indonesia. Surat kuasa itu diterima KJRI dari pengacara di Indonesia yang

mewakili Buruh Migran Indonesia (BMI), untuk diajukan ke pengadilan,

umumnya gugatan cerai datang dari pihak istri dan biaya untuk proses

perceraian itu lebih sering dibayar oleh pihak istri sedangkan dari pihak suami

umumnya pasrah dengan keadaan ini. Perceraian yang iminta dari pihak istri

umumnya karena ketika sang istri bekerja sebagai buruh migran.

Sementara, menurut hasil riset Lembaga Analis Kebijakan dan Advokasi

Perburuhan, masih terdapat ibu-ibu yang tidak mendapatkan hak untuk

memberikan ASI eksklusif terhadap anaknya. Saat ini, ada sekitar 67 ribu di

antaranya merupakan buruh pekerja perempuan di perusahaan dan 6.700

merupakan pekerja laki-laki. Akibatnya, bayi-bayi buruh terancam mengalami

gizi buruk. Tak hanya masalah pemberian ASI, masalah pengasuhan anak juga

turut mewarnai persoalan ini. Dari hasil penelitian mahasiswa PPS UNJ

angkatan 2012 di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, ditemukan banyak anak TKI

yang diasuh bukan ibunya, mengalami kelambatan dalam proses pendidikan.

Karena itu, Rektor UNJ Prof. Dr. H. Bedjo Sujanto, M.Pd mengatakan bahwa

anak usia 4-15 tahun yang ditinggal ibunya bekerja sebagai Tenaga Kerja

Indonesia (TKI) ke luar negeri, harus segera mendapatkan pendidikan secara

holistik integratif, agar anak dapat tumbuh kembang fisik dan kejiwaan

sempurna.

Begitu pula dengan rentannya buruh perempuan terserang penyakit termasuk

HIV/AIDS. Meskipun belum ada data resmi, namun buruh migran dimasukkan

sebagai kelompok rentan terserang HIV/AIDS oleh ILO. (Buletin Pekerja Migran

dan HIV/AIDS edisi Maret 2007)

14 | Makalah Kongres Ibu Nusantara

Regulasi Pemerintah Menyengsarakan Ibu

Pemerintah bukannya tak menangkap persoalan ini. Sebab ini adalah persoalan

yang sangat mudah diprediksi ketika pemerintah mengadopsi sistem ekonomi

liberal. Bahkan peringatan dari berbagai elemen masyarakat dan LSM yang ada

sudah sangat nyaring terdengar agar pemerintah menolak arus kebebasan gaya

baru yang disebut neoliberalisasi di bidang ekonomi ini. Namun, bak pepatah:

“Anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu” pemerintah tak bergeming,

seolah “nasi telah menjadi bubur” pemerintah tak mampu lepas dari

cengkeraman liberalisme ini. Sebaliknya justru upaya yang dilakukan

pemerintah semakin memperkokoh keberadaan liberalisme.

Saat menyadari bahwa penyebab utama persoalan yang melingkupi perempuan

adalah kemiskinan, maka seharusnya pemerintah mengambil langkah untuk

menyelesaikan kemiskinan. Tapi, fakta hari ini tidaklah demikian. Pemerintah

tidak sungguh-sungguh dalam menyelesaikan persoalan kemiskinan. Akibatnya

para ibu terpaksa keluar rumah untuk membantu suami mencari nafkah. Ada

pula ibu yang terpaksa harus mencari nafkah sendiri karena suami atau

keluarganya tidak memiliki tanggung jawab bahkan melepaskan tanggung

jawab untuk menafkahinya. Mereka terpaksa harus meninggalkan rumah dan

anak-anak mereka beratus-ratus kilometer atau bahkan bertahun-tahun untuk

sekedar mengejar kebutuhan perut.

Keterpaksaan ini bukannya diakhiri, tapi malah disokong dengan berbagai

regulasi yang ada. Nama pahlawan devisa disematkan pada para TKI dan TKW

yang mengadu nasib di rantau orang. Mereka dianggap pahlawan penolong

perekonomian bangsa karena mereka bisa menghasilkan uang sendiri dan

imbasnya akan mendongkrak pendapatan perkapita negara. Program

pemberdayaan ekonomi perempuan diluncurkan untuk mendorong perempuan

bekerja. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda

Amalia Sari Gumelar mengatakan pada saat ini usaha mikro kecil dan

menengah (UKM) banyak didominasi oleh para ibu baik sebagai pemilik

maupun pekerja. "Indonesia memiliki lebih dari 55,2 juta UKM dan mayoritas

adalah industri rumahan dengan kontributor utamanya adalah perempuan,"

kata Linda. Utusan Khusus Presiden Republik Indonesia untuk Millenium

Development Goals (MDGs), Prof. Nila F. Moeloek, MD, Ph.D. mengatakan bahwa

perekonomian di Indonesia tinggi, karena banyaknya usaha yang dilakukan

oleh para kaum hawa. Ini berarti kebijakan pemerintah justru menfasilitasi

untuk bekerja dan menghasilkan uang sendiri.

Disisi lain, ditengah masyarakat dikembangkan opini tentang sosok perempuan

yang sukses. Yakni mereka adalah perempuan yang memiliki usaha dan tidak

bergantung pada suami, bukan seorang ibu yang mampu mencetak anak-

anaknya menjadi generasi yang berakhlaq mulia. Artinya opini yang tumbuh

Nestapa Ibu Akibat Perdagangan Bebas | 15

ditengah masyarakat telah menghilangkan fitrah seorang ibu yang seharusnya

berada dirumah untuk mendidik anak-anaknya.

Tak hanya itu adanya advokasi dari berbagai gerakan perempuan melalui

berbagai regulasi perlindungan pekerja perempuan seperti UU tentang

pencegahan kekerasan seksual di tempat kerja dan keharusan perusahaan

membuat tempat penitipan anak (daycare) membuat para ibu semakin berani

keluar rumah, semakin nyaman dan merasa terlindungi. Ini menyebabkan

fenomena kaum migran menjadi kian marak.

Walhasil jika ini yang terjadi, regulasi pemerintah tak akan pernah mampu

menyelesaikan persoalan yang dihadapi para ibu. Karena memang solusinya tak

pernah menyentuh akar persoalan. Yang ada justru membuat persoalan baru

semakin banyak bermunculan dan semakin pelik untuk diselesaikan karena

saling berkelindan satu dengan lainnya.

Ibu Menjadi Mulia Hanya Dengan Islam

Perbedaan pandangan antara Islam dan Liberalisme (Kapitalisme) dalam hal ini

memang sangat nyata. Diawali dengan perbedaan yang signifikan terhadap

peran dan fungsi perempuan di tengah masyarakat hingga persoalan-persoalan

yang menyangkut keluarga dan keberlangsungan generasi. Islam memberikan

banyak aturan pada perempuan bukan karena ingin menindas perempuan.

Sebab aturan yang sangat banyak dan rinci itu dibuat sesuai dengan fitrah

manusia sebagai perempuan.

Islam memandang perempuan dengan tepat dan mendudukannya pada posisi

yang mulia. Yakni sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Ini adalah posisi

yang sangat strategis. Sebab masa depan generasi dan sebuah bangsa sangat

ditentukan oleh posisi ini. Maka proses pendidikan pada anak yang dilakukan

oleh kaum ibu menjadi kunci utama tingginya peradaban sebuah bangsa.

Adapun kewajiban mencari nafkah dibebankan pada kaum laki-laki. Bukan

untuk menunjukkan kekuatan laki-laki dan kelemahan perempuan. Tapi peran

ini diberikan sesuai dengan kemampuan fisik dan tanggung jawab yang

diberikan Allah swt pada laki-laki. Dan ketika masing-masing pihak saling

membantu dalam kehidupan bermasyarakat dengan tetap fokus pada peran

yang sudah ditetapkan, maka ketentraman dalam sebuah masyarakat akan

terwujud.

Di lain pihak, Islam mengatur bagaimana Negara memberikan jaminan terhadap

terpenuhinya semua kebutuhan pokok rakyatnya. Islam menyerahkan tugas ini

bukan pada pundak individu atau sebagian orang, apalagi seorang ibu. Islam

memberikan solusi untuk mengentaskan kemiskinan melalui distribusi

kekayaan yang dibebankan pada negara untuk mengaturnya. Dengan demikian,

ibu-ibu tak perlu bersusah payah menghidupi dirinya dengan menghabiskan

16 | Makalah Kongres Ibu Nusantara

waktu sekian banyak di luar rumah. Maka nyatalah Islam memuliakan para ibu.

Karena itu memperjuangkan tegaknya sistem Islam yang akan mampu

menyelesaikan berbagai persoalan menjadi keharusan bagi siapa saja yang

ingin mendapatkan kemuliaan dunia dan akhirat.

Pemberdayaan atau Eksploitasi Perempuan? | 17

Pemberdayaan

atau Eksploitasi Perempuan?

18 | Makalah Kongres Ibu Nusantara

Pemberdayaan perempuan menjadi kata-kata sakti yang digaungkan setiap

negeri untuk memobilisasi perempuan sebagai kontributor pembangunan.

Jelas Amerika Serikat, sebagai pemilik ideologi Kapitalis yang memprovokasi

dunia dengan jargon itu. Mereka menguatkan propaganda itu dengan

penelitian-penelitian penunjang. Seperti yang dilakukan McKinsey –lembaga

konsultan global AS- yang menyebutkan bahwa ketika hampir 48 % perempuan

bekerja selama 40 tahun terakhir, mampu menyumbang seperempat dari PDB

AS. Dengan kata lain, 3.5 triliun dolar dihasilkan karena peningkatan

partisipasi perempuan dalam perekonomian. Keuntungan ini lebih besar dari

PDB Jerman dan lebih dari setengah PDB Cina dan Jepang.

Karena itu, dunia saat ini berada dalam era pemberdayaan perempuan (women

empowerment). Demikian pula yang terjadi di Indonesia. Program pemerintah

dalam pemberdayaan perempuan telah dilaksanakan sejak tahun 1978 hingga

era reformasi. Melalui serangkaian kebijakan dan strategi dalam tahapan

pembangunan lima tahunan (Pelita) hingga Rencana Pembangunan Jangka

Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025.

Dengan dukungan asing, Bappenas telah merancang berbagai program untuk

meningkatkan kualitas hidup perempuan. Tentu saja yang paling diutamakan

adalah program-program pemberdayaan ekonomi dan ketenagakerjaan. Di

antaranya Peningkatan Produktivitas Ekonomi Perempuan (PPEP),

pembentukan model desa prima (perempuan indonesia maju mandiri), program

Peningkatan Peranan Wanita menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera (P2WKSS),

pembentukan Forum Peduli Perempuan Pengusaha Mikro (FP3MI) sejak 2007

dalam Program Nasional Pembangunan Masyarakat (PNPM) Mandiri.

Dalam agenda global memerangi kemiskinan, kesetaraan pendapatan yang lebih

besar di seluruh lini gender menjadi indikator penting. Sehingga program-

program pemberdayaan bertujuan menciptakan persepsi dalam benak

masyarakat bahwa jika perempuan mandiri secara ekonomi mereka akan

mampu mencukupi semua kebutuhankeluarganya. Pernyataan itu diulang-

ulang sebagaimana ucapan Cathy Russell, Duta Besar Amerika Serikat saat ini

untuk Global Women’s Issues dalam APEC Women and The Economic Forum

2013 tanggal 6 September 2013 lalu di Nusa Dua, Bali. Russel memaparkan

bahwa penelitian membuktikan ketika perempuan berpartisipasi secara

ekonomi - baik sebagai pekerja atau pengusaha - ekonomi akan tumbuh dan

kemiskinan akan berkurang. Karena itulah AS melalui lembaga UNWomen –

organisasi perempuan PBB - dan lembaga-lembaga feminis lainnya memaksa

setiap negara untuk memposisikan perempuan sebagai pemeran penting dalam

pengentasan kemiskinan.

Pemberdayaan yang Tak Memberdayakan

Kapitalisme selalu membangun keputusan berdasarkan angka-angka dan bukan

pada realitas yang dihadapi setiap manusia. Demikian pula kemajuan suatu

Pemberdayaan atau Eksploitasi Perempuan? | 19

Negara yang diukur dengan HDI (Human Development Index) atau Indeks

Pembangunan Manusia (IPM). HDI merupakan indeks gabungan pengukuran

perbandingan antara harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar

hidup.Angka HDI akan menentukan klasifikasi sebuah negara sebagai negara

maju, negara berkembang atau negara terbelakang. HDI juga digunakan untuk

mengukur pengaruh kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup.

Berdasarkan laporan Human Development Report, peringkat HDI Indonesia

makin memburuk. Jika di tahun 2006, Indonesia berada padaperingkat 107, di

tahun 2007-2008 merosot ke peringkat 109, tahun 2009 berada di peringkat

111, pada tahun 2010 naik menjadi 108, namun padatahun 2011 turun lagi

menjadi 124. Tentu saja kualitas hidup yang buruk juga dialami para

perempuan, ibu dan anak. Padahal semua program pemberdayaan yang

melibatkan para perempuan masih terus berjalan dan pemerintahselalu

mengklaim keberhasilannya.Bahkan belakangan pemberdayaan itu beramai-

ramai dilakukan lewat program Corporate Social Responbility/CSR perusahan

swasta, baik sendirian atau mengandeng kalangan LSM dan pusat studi wanita.

UNDP (United Nations Development Programme) yang mendampingi

pemerintah selama 35 tahun juga tak sanggup membantu meningkatkan

kualitas hidup perempuan. Seperti yang diakui Bappenas, bahwa target RPJM

(Rencana Pembangunan Jangka Menengah) pada tahun 2012untuk menurunkan

Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan dan Angka Kematian Bayi (AKB) sangat

sulit tercapai. (Buku Evaluasi Paruh Waktu RPJMN Bappenas 2013).

Memang, realitas kesejahteraan penduduk – perempuan dan laki-laki- masih

jauh panggang dari api. Berdasarkan Susenas BPS 2010, jumlah penduduk

miskin sebanyak 31,68 juta jiwa (13,3%). Jika bercermin pada Rencana Kerja

Pemerintah (RKP) tahun 2006, target pemerintah dalam menurunkan angka

kemiskinan dari 15,1% menjadi 13,35% ternyata gagal tercapai. Untuk tahun

2009, angka kemiskinan ditargetkan akan turun menjadi 12%, namun target ini

kembali gagal dicapai karena pada tahun 2009 prosentase kemiskinan

diIndonesia masih 14,2 % dan bahkan tahun 2010 masih 13,3%. Sejak tahun

2000 sampai 2010 rata-rata penurunan angka kemiskinan di Indonesia

hanya0,58% tiap tahunnya. (Mari Bicara Fakta :Catatan Masyarakat Sipil atas

Satu Dekade Pelaksanaan MDGs di Indonesia, INFID, September 2012).

Pengangguran diIndonesia juga masih sangat tinggi. Dari total penduduk 210

juta sebanyak 23,66 juta (11,3% dari total penduduk) adalah pengangguran.

Angka pengangguran tersebut terdiri dari angka pengangguran tinggi (benar-

benar pengangguran) mencapai 10,25 juta (4,9% dari total penduduk), dan

setengahpengangguran mencapai 13,41 juta (6,4% dari total penduduk).(INFID,

September 2012).

Bila tak memiliki pekerjaan, bagaimana mereka bisa lepas dari jerat

kemiskinan? Bahkan buruh yang memiliki pekerjaan pun terus berdemonstrasi

20 | Makalah Kongres Ibu Nusantara

menuntut perbaikan nasib di tengah inflasi yang tak terkendali. Seperti 5

September 2013, 30 ribu buruh anggota KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja

Indonesia) dan sejumlah serikat buruh lain berunjuk rasadi depan Istana

Negara, Kantor Kementerian Kesehatan, Kementerian Tenaga Kerja dan

Transmigrasi dan PT Jamsostek. Khusus DKI Jakarta, pendemo menuntut UMR

sebesar Rp 3,7 juta dengan menggunakan 84 item kebutuhan hidup layak

(KHL). Kondisi itu menunjukkan bahwa upah yang mereka terima tidak cukup

menjadikan buruh untuk bisa hidup selayaknya manusia beradab.

Jadi kalau yang disebut memberdayakan perempuan salah satunya dengan

membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya untuk mereka, ternyata hal itu

tidak memberikan efek yang nyata. Demikian juga UMKM milik perempuan –

yang jumlahnya 60% dari total UMKM Indonesia- tidak mampu mengurangi

angka kemiskinan secara signifikan.

Secara umum masyarakat tidak berdaya menghadapi kebutuhan hidup yang

makin mencekik leher. Paradigma kapitalis yang dianut negara, menjadikan

untung-rugi sebagai pertimbangan utama dalam menyusun kebijakan ekonomi.

Dalam mengatur kebutuhan publik, pemerintah hanya berfungsi sebagai

regulator yang selalu menghitung harga ekonomis daripada penjaminan hajat

hidup orang banyak. Rakyat dianggap sebagai pembeli yang tidak layak

menikmati subsidi dan kemudahan lainnya. Akibatnya mereka akan selalu

berhadapan dengan meroketnya harga sembako, pendidikan mahal, kesehatan

tak terjangkau, transportasi tidak manusiawi, TDL yang naik secara berkala,

dan seterusnya-dan seterusnya. Bagaimana hal ini disebut memberdayakan?

Jika secara realitas program pemberdayaan tidak bisa mengubah kualitas hidup

masyarakat kebanyakan secara riil, termasuk perempuan, lantas untuk apakah

program pemberdayaan itu dilakukan?

Kepentingan Pasar Global

Saat ini, standar kualitas hidup yang dilekatkan masyarakat tentang perempuan

sukses jelas distandarisasi Barat. Menurut mereka, perempuan modern yang

bahagia, dipersepsikan sebagai perempuan mandiri secara finansial. Dia

bekerja, memiliki uang sendiri, membayar semua tagihannya tanpa membebani

negara dan tidak membutuhkan laki-laki sebagai penopangnya. Hal ini terjadi

di belahan dunia manapun, negeri muslimpun tak luput terserang fenomena

ini. Bisa dikatakan standar kapitalis telah menyasar perempuan, hingga mereka

menjadi obyek kapitalisasi melalui pola hidup konsumtif. Kapitalis sebagai

ideologi yang eksploitatif, menjadikan perempuan pekerja sebagai obyek

eksploitasi finansial.

Konsekuensi permufakatan perdagangan bebas yang dilakukan pemerintah

melalui WTO (World Trade Organization), APEC (Asia-Pacific Economic

Cooperation), Kemitraan Ekonomi Komprehensif Kawasan (Regional

Comprehensive Economic Partnership/RCEP) dan lain-lain menjadikan

Pemberdayaan atau Eksploitasi Perempuan? | 21

Indonesia sebagai salah satu pasar utama. Di negara-negara industri, banyak

barang yang dihasilkan sudah overproduksi. Namun karena krisis yang

menimpa, pasar dalam negeri negara itu mengalami pelemahan daya beli.

Untuk itulah diperlukan kemandirian finansial penduduk Indonesia, terutama

perempuan agar mampu membeli produk/jasa apapun yang mereka

tawarkan.Survei ABAC (APEC Business Advisory Council) menambah keyakinan

produsen mancanegara untuk menyasar perempuan Indonesia secara khusus,

karena 65 % keputusan konsumsi rumah tangga Indonesia-sedikitnya 300 miliar

dollar AS - diputuskan kaum perempuan.

Indonesia memang memiliki potensi pasar yang empuk, termasuk di bidang

kecantikan. Menurut data riset pemasaran EuroMonitor International, tingkat

pertumbuhan industri kecantikan di Indonesia rata-rata 12 %. Di tahun 2014,

pertumbuhannya diprediksi mencapai 20 %.Bahkan tuntutan demo buruh yang

memperjuangkan 84 item KHL masih bersingungan dengan gaya hidup

konsumtif. Beberapa buruh perempuan menganggap bedak dan lipstick, bahkan

creambath di salon sebagai kebutuhan sehingga mereka perlu menaikkan KHL

yang awalnya hanya 60 item.

Karena itu penyelenggaraan pameran CosmoBeauteyang digelar 17-19 Oktober

2013 di Jakarta bisa menggalang 220 perusahaan sebagai peserta. Lebih dari

600 brand kecantikan hadir memamerkan produk dan teknologi terbaru

mereka.Mayoritas yang mengisi pameran, sekitar 70 % berasal dari produk luar

negeri. Para pengunjung yang datang pun berasal dari pemilik salon

kecantikan dan spa, salon rambut dan kuku, para importir, hotel, sekolah

kecantikan, department store, yang bisa jadi didominasi perempuan. Inilah

upaya untuk menjadikan perempuan sebagai konsumen sekaligus pelaku

bisnis. Produsen kosmetik sukses menyasar industri gaya hidup yang

dipromosikan lewat ajang kompetisi kecantikan.

Bisa disimpulkan bahwa gerakan UMKM yang juga menjadi salah satu fokus

APEC- WEF (Asia-Pacific Economic Cooperation - Women and the Economic

Forum) 2013 yang digelar 6-8 September 2013 di Nusa Dua, Bali hanya

dibutuhkan sebagai pasar produk korporasi besar. Dalih bahwa pemberdayaan

perempuan lewat UMKM adalah demi mencapai pembangunan yang

berkelanjutan dengan mengutamakan keadilan dan kesetaraan (achieving

sustainable growth with equity) di antara ekonomi anggota APEC melalui

peningkatan daya saing global UKM, hanyalah pemanis semata. Bagaimana bisa

usaha mikro yang nilai penjualannya di bawah Rp 50 juta/tahun harus bersaing

dengan perusahaan besar yang nilai penjualannya puluhan hingga ratusan

milyar? UMKM hanya akan menjadi bagian kecil rantai bisnis raksasa, bahkan

usaha itu hanya menempati posisi sebagai pembeli produk negara-negara kuat

APEC. Jadi, sekali lagi, aksi itu tak kan mampu menyembuhkan kemiskinan

struktural yang diidap masyarakat.

22 | Makalah Kongres Ibu Nusantara

Selain menjadi pembeli produk di pasar riil, perempuan juga disasar sebagai

pembeli produk pasar non riil. Untuk pengembangan usahanya, biasanya

pelaku usaha membutuhkan kredit. Karena itu Komnas Perempuan

menginginkan pemerintah mengamandemen pasal 1320 KUH Perdata yang

menyatakan perempuan sebagai pihak yang tidak cakap melakukan perjanjian,

termasuk membuat perjanjian kredit dengan Bank. Mereka ingin pemerintah

segera mewujudkan pasal 13 UU nomor 7 tahun 1984 tentang Penghapusan

Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan yang menyatakan persamaan

antara laki-laki dan perempuan, khususnya hak atas pinjaman bank, hipotek

dan lain-lain bentuk kredit permodalan.

Terlepas dari penilaian syari’at Islam, perempuan masih menjadi pasar

potensial produk perbankan dan reksadana. Sekali lagi, kucuran kredit

perbankan itu bukan untuk memfasilitasi perempuan menjadi pengusaha

besar, namun mendudukkan mereka sebagai peluang nasabah dari 49 %

masyarakat yang belum tersentuh layanan perbankan. Dari pemilik usaha

mikro, kecil, dan menengah yang berjumlah sekitar 52 juta orang, masih

banyak yang belum bersentuhan dengan institusi keuangan bank. Apalagi Bank

Indonesia sudah menerbitkan aturan agar setiap bank di Indonesia harus

menyediakan porsi 20 % kreditnya untuk sektor UMKM pada tahun 2018.

Siapa yang menangguk untung? Jelas pemain bisnis perbankan. Dari 10 bank

terbesar di Indonesia 6 di antaranya dimiliki pemodal asing seperti BCA

(Mauritius), CIMB Niaga (Malaysia), Danamon (Singapura), Panin (Australia),

Permata (Inggris), BII (Malaysia), dan sisanya adalah bank plat merah.

Semuanya sudah diperhitungkan, bahwa kemandirian perempuan memang

disiapkan untuk kepentingan pasar global, bukan demi kesejahteraan mereka

sendiri ataupun anggota keluarganya.

Perempuan Berdaya dalam Visi Islam

Menjadikan perempuan sebagai aktor utama untuk mendongkrak devisa atau

memerangi kemiskinan adalah pendekatan yang benar-benar salah. Seakan-

akan hal itu seperti menaruh beban untuk memenuhi kebutuhan keluarga

bahkan negara di pundak seorang perempuan. Padahal gerakan pemberdayaan

perempuan sejatinya adalah usaha untuk mengalihkan perhatian atas

kegagalan sistem kapitalis. Di seluruh dunia Kapitalis gagal dalam menciptakan

lapangan kerja yang memadai bagi laki-laki untuk mengangkat keluarga

mereka keluar dari kemiskinan.

Banyak perempuan merasa bahwa mereka tidak memiliki pilihan lain selain

bekerja, bahkan meski sengsara, dengan kondisi mirip perbudakan. Buruh-

buruh perempuan terpaksa bekerja lebih dari 48 jam seminggu untuk

memenuhi kebutuhan hidup keluarga yang tidak hanya sekedar kebutuhan

dasar. Padahal dari hasil penelitian didapatkan bahwa hampir 5 juta

perempuan, yakni sekitar 57% dari perempuan yang bekerja, tidak

Pemberdayaan atau Eksploitasi Perempuan? | 23

mendapatkan hak kerja yang memadai. Inilah sesungguhnya yang diinginkan

kapitalisme: maksimalisasi keuntungan dengan mengorbankan martabat dan

hak-hak perempuan.

Menilai perempuan hanya berdasarkan kontribusinya terhadap pendapatan

keluarga hanya menjadikan perempuan rentan dengan ide feminis yang

emansipatif. Gagasan Baratlah yang menganggap kerugian ekonomi jika

perempuan “hanya” tinggal di rumah bersama anak-anaknya. Sungguh

berbahaya jika perempuan baru mendapatkan rasa hormat dan keamanan

finansial jika ia mandiri secara keuangan dari laki-laki dan mendapatkan

kekayaannya melalui penghasilan sendiri. Sayangnya, ide Kapitalis ini telah

menjadi pandangan dominan di kalangan masyarakat Muslim di Indonesia,

Malaysia, Turki, Mesir dan negeri muslim lainnya.

Langsung maupun tak langsung proyek-proyek eksploitatif berbungkus jargon

pemberdayaan itu nyata-nyata amat merugikan, bahkan menghinakan

perempuan. Fitrah keibuan mereka harus tersingkir, tergantikan dengan peran

ekonomi saja. Input ekonomi itupun tak bisa dinikmatinya secara nyaman.

Karena penghasilannya tak bersisa dieksploitasi produk dan jasa kapitalis,

melalui penciptaan kebutuhan-kebutuhan baru. Kosmetik, fashion, gadget, atau

produk-produk gaya hidup lainnya mengeksploitasi dompet mereka. Sedangkan

tenaganya habis ‘didarmabaktikan’ bagi kemajuan majikan-majikan pemilik

korporasi besar.

Mereka juga harus rela menggadaikan idealismenya, sebagai makhluk Allah

yang kritis dalam menegakkan kema’rufan dan menghilangkan kebenaran bila

berbenturan dengan kemaslahatan ekonominya. Padahal, hingga habis harta

dan tenaga, masih saja mereka berhadapan dengan masalah klasik yang

dihasilkan dari praktek ekonomi kapitalistik.

Untuk mengurai kekusutan ini, sungguh penting untuk merefleksikan

pandangan Islam tentang perempuan. Islam tidaklah menggunakan konsep

kesetaraan gender dalam membangun aturan-aturannya, termasuk dalam

mendefinisikan tentang pemberdayaan. Kesetaraan gender bukanlah sekedar

memberikan kesamaan hak warga negara baik dalam pendidikan, pekerjaan,

politik dan aspek hukum. Namun konsep ini amat berbahaya jika dianut dan

diaplikasikan dalam pengaturan peran perempuan.

Dunia menjadi saksi bisu atas kesalahan yang ditimbulkan oleh paham ini.

Kehancuran relasi antar perempuan dan laki-laki dalam sistem sosial

kemasyarakatan menjadi penanda kegagalan paham sesat itu. Keluarga porak

poranda, generasi muda liberal tanpa arah hidup yang kuat, kerjasama yang

menetramkan antar laki-laki dan perempuan tidak lagi mudah ditemui. Bukan

paham ini yang mampu menyelesaikan masalah perempuan dan manusia

secara umum. Namun hanya aturan Allah SWT sajalah yang paling layak dan

benar untuk menuntun manusia pada solusi yang benar dan menentramkan.

24 | Makalah Kongres Ibu Nusantara

Perempuan berdaya dalam Islam adalah perempuan yang mendasarkan

posisinya sesuai tuntunan Allah. Islam telah memberikan peran yang sesuai

dengan sifat alamiahnya. Menjadi pengasuh dan pendidik anak-anaknya,

mereka bertanggung jawab menyiapkan keturunannya sebagai pemilik masa

depan. Generasi yang siap melanjutkan estafet kekhilafahan kedua yang

diamanahkan Rasulullah Muhammad SAW. Sekaligus sebagai pejuang untuk

menegakkan agama Allah sebagai amanah politis yang harus dijalankannya

yakni peduli terhadap urusan masyarakat. Inilah pemberdayaan hakiki, yang

mampu menempatkan perempuan dalam posisi mulia, jauh dari kepentingan

eksploitatif.

Khilafah Melindungi dan Menyejahterakan Ibu | 25

Khilafah Melindungi

dan Menyejahterakan Ibu

26 | Makalah Kongres Ibu Nusantara

Status Dan Peran Utama Perempuan

Islam telah memberikan status terhormat bagi kaum perempuan yaitu sebagai

ibu dan pengatur rumah tangga. Berkaitan dengan status ini berlaku kaidah,

“al-Ashlu fi al-mar’ah annaha umm[un] wa rabbatu bayt[in] wa hiya ’irdh[un]

yajibu an yushana (Hukum asal perempuan adalah sebagai ibu dan pengatur

rumah tangga dan ia adalah kehormatan yang harus dijaga).” Kaidah ini diambil

dari sejumlah nash yang menunjukkan hal tersebut.

Karena itulah peran utama kaum ibu adalah mengasuh, mendidik dan membina

anak-anak mereka, menanamkan kepada mereka kecintaan kepada Allah, Rasul

dan al-Quran serta menempa kepemimpinan mereka. Dan memotivasi mereka

untuk berjuang membela diin-Islam. Peran ibu ini begitu penting dalam

melahirkan dan membentuk generasi umat terbaik. Dan untuk menjalankan

peran wajibnya ini, Islam menetapkan sejumlah hak bagi ibu dan sekaligus

menjamin pemenuhannya. Dan agar perannya terlaskana dengan baik, Islam

menetapkan beberapa hukum kepada ibu diantaranya adalah ia tidak

diwajibkan mencari nafkah agar bisa fokus dengan fungsi ibunya. Ia

dibolehkan tidak berpuasa Ramadhan ketika menyusui anaknya. Menetapkan

hak asuh pada ibu saat anak dalam usia pengasuhan ketika bercerai dari

suaminya. Serta hukum lain yang berkenaan dengan peran tersebut.

Disisi lain, Islam mengamanahkan jaminan pemenuhan hak ibu dalam rangka

menunaikan kewajiban utamanya dan dalam menjaga kedudukan strategis para

ibu ini kepada kepada kholifah – pemimpin kaum muslimin – selain kepada

suami mereka. Di antaranya adalah dengan memastikan apakah para suami

sudah berlaku baik kepada istrinya. Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya orang

yang terbaik di antara kalian adalah yang paling baik perlakuannya terhadap

istrinya. Aku adalah yang terbaik perlakuannya terhadap istri di antara

kalian.” (HR at-Tirmidzi dan Ibnu Hibban). Dan jika ada seorang suami yang

tidak berlaku baik kepada istrinya, maka Kholifah akan memberi sanksi kepada

suami.

Berikut adalah gambaran tanggungjawab pemimpin dalam menjamin

pemenuhan kebutuhan seorang ibu. Adalah Hindun bin ‘Utbah istri Abu Sufyan

yang mengadukan suaminya kepada Rasulullah Muhammad SAW, karena

kurang dalam memberi nafkah untuknya dan anaknya. Dalam hadits dari

‘Aisyah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Ahmad, bahwa Hindun

berkata: "Wahai Rasulullah, Abu Sufyan adalah orang yang bakhil, yang tidak

pernah memberiku nafkah yang bisa mencukupiku serta anak-anakku, kecuali

nafkah yang aku ambil darinya ketika dia tidak tahu (lengah)." Dan Rasulullah

dalam posisinya sebagai Amirul Mukminin memberi solusi penyelesaian

masalah Hindun sebagai seorang ibu, dengan sabdanya: "Ambillah, nafkah yang

bisa mencukupimu serta anak-anakmu, sewajarnya saja." Sebagai seorang

‘hakim’ Rasulullah memutuskan persoalan yang dihadapi rakyatnya.

Khilafah Melindungi dan Menyejahterakan Ibu | 27

Gambaran lain adalah pada masa kholifah ‘Umar bin Khatthab RA. Beliau

menetapkan kebijakan untuk memberikan upah setiap kali seorang ibu

menyelesaikan masa penyusuan anaknya. Hal ini untuk memastikan perawatan

kesehatan terhadap anak-anak. Suatu hari ada seorang ibu yang tidak lagi

menyusui anaknya hanya karena ingin mendapatkan upah. Padahal bayinya

maih dalam masa penyusuan, dan tangisannya didengar oleh Kholifah ‘Umar

RA. Saat ditanya mengapa anaknya menangis, ia menjawab bahwa ia sudah

menyapih anaknya lebih awal agar dia bisa menerima upah dari Negara. Tidak

lama setelahnya, ‘Umar RA merevisi kebijakan itu dengan membayar upah pada

saat kelahiran. Dengan kebijakan ini, negara Khilafah mengalokasikan anggaran

untuk memastikan setiap bayi yang lahir mendapat nutrisi yang baik.

Hak Perempuan Untuk Berperan di Ranah Publik

Selain itu, Islam juga memberikan hak kepada perempuan untuk berperan di

ranah publik. Mereka berhak untuk berkecimpung dalam bidang pertanian,

industri, bisnis, pendidikan, kesehatan, dakwah, kepartaian, dan sebagainya

sebagaimana laki laki. Berikut gambaran kiprah perempuan di masa Rasulullah

dan Khekhilafahan Islam.

Pada zaman Nabi SAW, kemah Rufaidah al-Aslamiyah merupakan rumah sakit

pertama yang dibangun pada zaman Rasulullah SAW. Kemah ini dibangun oleh

seorang perempuan bernama Rufaidah binti Kaab al-Aslamiyah. Beliau

mempunyai ilmu pengobatan dan telah mewakafkan dirinya untuk membantu

umat Islam yang memerlukan, terutama bagi para tentara yang mengalami

cedera pada saat pertempuran. Pekerjaan beliau dibantu oleh beberapa

shahabiyah lain.

Khilafah pun memberikan jaminan bagi perempuan beraktivitas dan berkarya

di ruang publik. Sebagai contoh, Prof. Nila Sari, guru besar pada Fakultas

Kedokteran Cerrahpahsa Universitas Istanbul Turki, dalam sebuah

penelitiannya mengung-kapkan bahwa pada era Kekhalifahan Turki Utsmani

sudah mulai banyak perempuan yang berprofesi sebagai dokter. Mereka

berpraktik di dalam Istana Kekhilafahan maupun di luar istana.

Kiprah perempuan di tengah masyarakat pada masa Khilafah tercatat dengan

baik dalam sejarah. Sebut saja Syifa binti Sulaiman yang pernah diangkat oleh

Khalifah Umar RA, sebagai qadhi hisbah (hakim yang mengurusi pelanggaran

terhadap peraturan yang melanggar hak masyarakat). Tercatat juga di tahun

859 M putri muda bernama Fatima al-Firhi mendirikan universitas-pemberian

gelar pertama di Fez, Maroko. Miryam, kakaknya, mendirikan sebuah masjid

yang berdekatan dan bersama-sama menjadi kompleks Masjid al-Qarawiyyin

dan Universitas yang masih beroperasi hampir 1.200 tahun kemudian.

28 | Makalah Kongres Ibu Nusantara

Perempuan mendapat hak yang sama dengan laki-laki dalam pendidikan.

Rasulullah SAW mengabulkan permintaan para perempuan yang meminta hari

khusus bagi mereka untuk belajar dari beliau. Aisyah RA dan istri-istri

Rasulullah SAW mengajarkan agama kepada para sahabat. Ash-Shiwa binti

Abdullah pernah bertugas sebagai guru yang mengajar wanita-wanita Islam

membaca dan menulis ketika Baginda Nabi Muhammad SAW masih hidup.

Pada masa Kekhilafahan telah didirikan sekolah-sekolah khusus perempuan

yang terkenal dengan kemajuan ilmu dan teknologinya. Bahkan Raja Inggris

pernah mengirim putri-putri Kerajaan untuk bersekolah di Negara Khilafah.

Hadirnya ilmuwan Islam perempuan seperti Mariam al-Astrulabi seakan

menjadi bukti bahwa Allah tidak pernah membatasi hamba-Nya untuk mencari,

mempelajari maupun mengkaji ilmu pengetahuan, terlebih bagi perempuan.

Mariam al-Astrulabi, ia mempunyai nama lengkap Mariam al-Ijliya al-Astrulabi.

Ayahnya merupakan pembuat Astrolabe terkenal, yaitu sebuah perangkat rumit

untuk navigasi darat dan penunjuk waktu. Tidak dapat dipastikan kapan

Mariam al-Astrulabi lahir, hanya saja ia diperkirakan sudah ada pada abad ke-

10 atau sekitar tahun 944 M.

Khilafah Memberantas dan Mencegah Eksploitasi Perempuan

Dalam sistem Khilafah, perempuan tidak pernah mengalami diskriminasi dan

eksploitasi. Adanya jaminan Syari’ah Islam memastikan perempuan terpenuhi

segala kebutuhan hidupnya. Islam memfasilitasi eksistensi perempuan tanpa

mengeksploitasi dirinya.

Berbanding terbalik dengan Kapitalisme sebagai sebuah ideologi rusak buatan

akal manusia yang lemah, ide ini memandang perempuan sebagai satuan sistem

yang harus memberi kontribusi kepada pendapatan ekonomi meski dengan

cara yang menghinakan perempuan itu sendiri. Celakanya kapitalisme ini

diadopsi oleh mayoritas negeri muslim termasuk Indonesia. Tak ayal lagi maka

eksploitasi fisik dan finansial terhadap perempuan menjadi realita tak

terhindarkan. Trafficking, pornoaksi dan pornografi kaum perempuan,

problem pekerja perempuan sangat menonjol pada masyarakat yang

menerapkan kapitalisme. Sistem ini mendorong dan memfasilitasi eksploitasi

perempuan, mereka mempertontonkan aurat dan tidak risih kecantikannya

dieksploitasi.

Berbeda dengan itu, Sistem Khilafah akan memastikan setiap perempuan

menjalankan perintah Allah untuk mengenakan jilbab dan kerudung saat

keluar rumah (QS an-Nur [24]: 31 dan al Ahzab [33]: 59). Khilafah juga

memastikan setiap perempuan terhindar dari khalwat; memerintahkan

perempuan yang melakukan safar lebih dari sehari semalam untuk didampingi

mahram; menjaga kehormatan perempuan dan melarang eksploitasi

terhadapnya; membentengi seluruh masyarakat, termasuk perempuan, dari

bahaya pornografi-pornoaksi.

Khilafah Melindungi dan Menyejahterakan Ibu | 29

Hal lain yang memunculkan eksploitasi dan trafficking adalah sistem bisnis

eksploitatif yang dikembangkan oleh Kapitalisme. Kapitalisme memandang

perempuan sebagai sarana yang dapat dieksploitasi demi kepentingan

bisnis. Perempuan didorong untuk bekerja dengan bermodal kemolekan

tubuhnya. Sebaliknya, Khilafah akan memastikan perempuan bekerja dengan

ketrampilan, keahlian maupun kepandaiannya, bukan dengan kecantikannya.

Râfi’ bin Rifâ’ah meriwayatkan, “Rasulullah SAW. melarang pekerjaan

perempuan kecuali apa yang dikerjakan oleh tangannya.”

Hadist ini melarang perempuan dari setiap pekerjaan yang dimaksudkan untuk

mengeksploitasi sifat keperempuanannya, namun Islam membolehkan

perempuan bekerja yang lain. Hal ini juga dididasarkan pada kaidah, “Al-

Wasîlah ilâ al-harâm muharramah (Sarana yang mengantarkan pada perkara

haram adalah haram).”

Pekerjaan yang mengeksploitasi kemolekan tubuh perempuan berakibat pada

terbukanya aurat, pornografi dan pornoaksi yang secara syar’i hukumnya

haram. Oleh sebab itu, berdasarkan kaidah syariah tersebut, pekerjaan yang

mengeksploitasi perempuan hukumnya haram. Bukan hanya itu, eksploitasi

pun dilakukan melalui bisnis esek-esek. Bisnis demikian secara syar’i jelas

haram. Perkara yang haram, haram pula untuk dibisniskan.

Secara praktis, berbagai upaya eksploitasi kemolekan tubuh perempuan atau

aurat dihadapi tegas oleh para penguasa di dalam Sistem pemerintahan Islam

yaitu Khilafah Islamiyah. Islam telah mengajarkan agar penguasa benar-benar

menjaga perempuan dari eksploitasi dan trafficking. Rasulullah SAW sangat

tegas berkaitan dengan aurat. Beliau mengusir Yahudi Bani Qainuqa dari

Madinah karena menyingkapkan aurat seorang Muslimah dan membunuh

seorang Muslim yang membelanya. Khalifah al-Mu’tashim Billah mengirimkan

ratusan ribu pasukan menaklukkan kota Ammuriyah (sekarang Ankara) karena

prajurit Romawi melecehkan seorang Muslimah di sana. Sikap-sikap ini

menunjukkan bagaimana Sistem pemerintahan Islam sedari awal sangat

menjaga perempuan dari unsur eksploitasi dan trafficking.

Prinsip-prinsip perlindungan terhadap kehormatan perempuan dan

menjauhkan perempuan dari eksploitasi harus dilakukan secara terpadu. Di

antara kebijakan terpadu Khilafah dalam menyelesaikan eksploitasi dan

trafficking adalah:

1. Salah satu factor yang dituding sebagai penyebab eksploitasi dan

trafficking adalah rendahnya tingkat pendidikan perempuan. Khilafah akan

menerapkan Sistem pendidikan Islam yang ditujukan untuk membentuk

kepribadian Islam disamping memberikan ilmu, ketrampilan dan keahlian.

Khilafah juga akan menanamkan nilai-nilai tentang kedudukan laki-laki dan

perempuan di tengah masyarakat; tentang perilaku terpuji dan tercela; dan

juga akhlak mulia.

30 | Makalah Kongres Ibu Nusantara

Sistem pendidikan Islam akan membentuk para perempuan berkepribadian

Islam yang paham bahwa peran utamanya adalah peran domestic yaitu sebagai

ibu pengatur rumah tangga. Ketika ia menjalankan peran publiknya (peran di

luar rumah) maka ia akan berusaha sekuat tenaga untuk tidak mengabaikan

peran domestiknya. Ia juga akan berusaha taat kepada seluruh perintah Allah

SWT sehingga ketika memutuskan untuk bekerja, maka akan memilih pekerjaan

yang sesuai syariat Islam. Khilafah juga memastikan bahwa perempuan bekerja

dalam keadaan tetap terjaga kehormatannya

2. Ekonomi yang eksploitatif pun disinyalir menjadi penyebab eksploitasi

dan trafficking. Khilafah akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang

melarang aktivitas ekonomi yang mendzalimi orang lain, memberi upah tak

layak, dan menjauhkan semua jenis aktivitas memanfaatkan kemolekan tubuh

perempuan demi keuntungan materi. Praktik kemaksiatan seperti prostitusi

tidak dianggap sebagai aktivitas ekonomi, apa pun alasannya. Karena itu

Khilafah akan menutup rapat semua pintu menuju zina. Khilafah, dengan

penerapan sistem eknomi Islamnya, juga akan memastikan seluruh rakyat

berada dalam kemakmuran, demikian halnya dengan kaum perempuan, kaum

ibu. Ini akan memastikan para ibu tidak bekerja karena terpaksa hingga mudah

tejerumus ke dalam eksploitasi dan trafficking.

3. Media massa sangatlah urgen. Khilafah akan memastikan bahwa semua

media menjalankan fungsi memberi informasi yang mendidik,

menggambarkan pelaksanaan syariah Islam, tidak menayangkan pornografi dan

gaya hidup hedonis, serta menyebarluaskan keteladanan juga akhlak mulia.

Para perempuan akan terlindungi dari media rusak yang menjebak perempuan

dalam bisnis pornografi dan pornoaksi

4. Khilafah akan menerapkan sistem peradilan Islam yang akan

memberlakukan sanksi secara tegas dan adil. Sanksi atas kriminalitas

menghadirkan fungsi pencegahan (zawâjir) dan penebus dosa (jawâbir). Segala

bentuk eksploitasi maupun trafficking (perbudakan) perempuan adalah

perbuatan kriminal yang pelakunya akan dihukum dengan hukuman yang

sangat berat sesuai dengan syariat Islam, hingga tercipta masyarakat yang

bersih dari perilaku maksiat. Perempuan pun terjaga kehormatannya dan jauh

dari eksploitasi.

Khilafah Mengentaskan Kemiskinan dan Menciptakan Kesejahteraan Ekonomi Bagi

Para perempuan

Islam telah menjamin perempuan berhak untuk memiliki, menggunakan dan

mengembangkan harta kekayaan yang halal sebagaimana laki-laki. Hanya saja,

Islam menghendaki perempuan lebih mengutamakan tugas utamanya sebagai

ibu dan pengatur rumah (umm[un] wa rabbah bayt). Apabila tugas utama

tersebut sudah ditunaikan, tidak ada larangan kaum perempuan berkecimpung

Khilafah Melindungi dan Menyejahterakan Ibu | 31

dalam dunia publik, termasuk bisnis. Salah satu pebisnis ternama pada zaman

Nabi SAW. adalah Ibunda Khadijah ra.

Khilafah memberi kesempatan kaum perempuan untuk berkarya dan memiliki

kedaulatan ekonomi. Khilafah menjamin pemenuhan kebutuhan pokok setiap

perempuan, mengentaskan kemiskinan dan menciptakan kesejahteraan

melalui mekanisme sebagai berikut :

Pertama, Khilafah memerintahkan para laki laki (ayah) untuk bekerja

menafkahi keluarganya sebagaimana perintah Allah SWT dalam firmanNya

وت هن بلحمعحروف ...﴾٣٢٢﴿ لود له رزحق هن وكسح وعلى الحموح

“Kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara

yang makruf.” (TQS al-Baqarah [2]: 233).

Allah SWT pun berfirman yang maknanya:

دكمح وال تضاروهن لتضيهقوا عليحهن كنوهن منح حيحث سكنتم مهن وجح ﴾٦﴿أسح

“Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut

kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk

menyempitkan (hati) mereka.” (TQS ath-Thalaq [65]: 6).

Untuk itu Khilafah akan menyediakan lapangan kerja seluas luasnya bagi para

laki laki. Ini adalah tanggung jawab negara Khilafah bersandar pada keumuman

hadist Rasulullah SAW

“Seorang imam (pemimpin) adalah bagaikan penggembala, dan ia akan dimintai

pertanggungjawaban atas gembalaannya (rakyatnya) (HR Bukhari dan Muslim)

Kedua, jika ada laki laki (suami) yang tetap tidak mampu bekerja menanggung

nafkah diri, istri dan anak anaknya (misalnya karena sakit, sudah tua renta dll)

maka beban tersebut dialihkan kepada ahli warisnya. Hal ini ditegaskan oleh

Allah SWT juga di dalam al-Quran: “Ahli waris pun berkewajiban demikian.”

(TQS al-Baqarah [2]: 233). Yang dimaksud ahli waris di sini adalah siapa saja

yang berhak mendapatkan waris dengan kata lain kerabat dekat dari sang

suami

Ketiga, Ketika suami maupun kerabat dekat tidak ada, atau ada tetapi tidak

mampu menafkahi maka Negara Khilafah akan langsung menafkahi keluarga

miskin ini melalui lembaga Baitul maal (Kas Negara) sehingga sang ibu tetap

tak dipaksa untuk bekerja. Rasulullah SAW pernah bersabda:

“ Siapa saja yang meninggalkan harta, maka harta itu untuk ahli warisnya dan

siapa saja yang meninggalkan ‘kalla’, maka ia menjadi kewajiban kami” (HR

32 | Makalah Kongres Ibu Nusantara

Muslim). Yang dimaksud ‘kalla’ adalah orang yang lemah, tidak mempunyai

anak dan tidak mempunyai orang tua.

Nabi SAW. Juga bersabda: “Aku lebih utama dibandingkan dengan orang-orang

beriman daripada diri mereka. Siapa yang meninggalkan harta maka harta itu

bagi keluarganya. Siapa saja yang meninggalkan hutang atau tanggungan

keluarga maka datanglah kepadaku, dan menjadi kewajibanku.” (HR Ibnu

Hibban).

Anggaran yang digunakan negara untuk membantu orang miskin baik laki laki

maupun perempuan ini, pertama tama diambilkan dari kas zakat. Allah SWT

berfirman

“Sedekah (zakat) itu hanya diperuntukkan bagi para fakir miskin “ (TQS At

Taubah 60)

Apabila harta zakat tidak mencukupi, maka negara Khilafah akan mencarinya

dari pos lain dari Baitul maal (kas Negara).

Keempat, Apabila di baitul maal tidak ada harta sama sekali, maka kewajiban

menafkahi orang miskin beralih ke kaum muslimin secara kolektif. Allah SWT

berfirman

“Di dalam harta mereka, terdapat hak bagi orang miskin yang meminta minta

dan orang miskin yang tidak meminta minta “ (TQS adz Dzariyat 19)

Rasulullah SAW juga bersabda

“Tidaklah beriman kepada Ku, siapa saja yang tidur kekenyangan sedangkan

tetangganya kelaparan, sementara ia mengetahuinya” (HR al Bazzar )

Secara teknis, hal ini dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, kaum muslim

secara individu membantu orang yang miskin. Kedua, negara Khilafah

mewajibakan ‘dhoribah’ (pajak) kepada orang orang kaya hingga mencukupi

kebutuhan untuk membantu orang miskin. Jika dalam jangka waktu tertentu

pajak tersebut tidak diperlukan lagi, maka pemungutannya oleh negara akan

dihentikan

Adapun kebutuhan pokok masyarakat berupa jasa yaitu pendidikan, kesehatan

dan keamanan juga akan dipenuhi oleh Khilafah secara langsung dan gratis.

Untuk membiayai semua itu, selain berasal dari harta milik negara, juga dari

hasil pengelolaan harta milik umum seperti migas, tambang, laut, danau,

sungai, hutan dan sebagainya. Negeri-negeri Muslim termasuk Indonesia adalah

wilayah yang sangat kaya sumberdaya alam. Sekadar contoh, hasil dari 2 blok

migas di Indonesia (Blok Tangguh dan Mahakam) saja mencapai 4000 Triliun

(APBN tahun 2012 1.358 Triliun, dengan 74.5% berasal dari pajak). Padahal

Indonesia memiliki setidaknya 37 blok migas. Belum lagi hasil laut dan hutan

Khilafah Melindungi dan Menyejahterakan Ibu | 33

yang melimpah ruah. Semua itu lebih dari cukup untuk mensejahterakan setiap

individu rakyat- termasuk kaum perempuan- bila sistem ekonomi Islam

diterapkan.

Demikianlah, hanya Khilafah satu satunya institusi yang menjaga peran, satatus

dan hak hak para perempuan hingga mereka bisa menjalankan kewajiban

utama, tugas mulia, peran istimewa, dan status terhormat sebagai ibu,

pendidik generasi. Hanya Khilafah yang bisa melindungi para ibu, dan sekaligus

mencegah serta memberantas segala bentuk eksploitasi terhadap mereka. Dan

Khilafah, satu satunya Sistem yang memberi jaminan kesejahteraan ekonomi

bagi kaum ibu. Hingga tak akan ada lagi perempuan, para ibu yang harus

bekerja keras sebagaimana laki-laki, menanggung kemiskinannya sendiri

dengan menjadi buruh kasar bahkan menjadi buruh migran dengan risiko

perlakuan tidak manusiawi hingga ancaman kehilangan nyawa.

Wallahu a’alam bishshowab

34 | Makalah Kongres Ibu Nusantara

Islam Memposisikan Ibu dalam Kemuliaan | 35

Islam Memposisikan Ibu

dalam Kemuliaan

36 | Makalah Kongres Ibu Nusantara

Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw. Ia bertanya,” Wahai Rasulullah

siapakah orang yang pertama kali harus aku hormati?” Rasulullah saw

menjawab :“Ibumu.” Laki-laki itu bertanya lagi:”Lalu siapa?” Rasulullah saw

menjawab: “Ibumu.” Laki-laki itu bertanya lagi: “Lalu siapa?” Rasulullah saw

menjawab :”Ibumu.” Sekali lagi laki-laki itu bertanya: “Lalu siapa?” Baru

Rasulullah saw menjawab : “Ayahmu.” (Muttafaq ‘alaih)

Islam datang ke dunia membawa seperangkat aturan yang memastikan

kehidupan manusia berjalan sesuai dengan fitrah dan membawanya dalam

kebahagiaan dunia dan akhirat. Aturan tersebut berlaku baik untuk laki-laki

maupun perempuan. Keduanya sama dalam pandangan syara’. Allah SWT

menegaskan hal tersebut dalam firman-Nya :

لمي إن لمات الحمسح مني والحمسح منات والحمؤح والصابرين والصادقات والصادقي والحقانتات والحقانتي والحمؤحاشعي والصابرات اشعات والح قي والح قات والحمتصده افظي والصائمات والصائمي والحمتصده ف روجهمح والح

افظات اكرين والح اكرات كثيا الل والذ را مغحفرة لم الل أعد والذ عظيما وأجح

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan

yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki

dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan

perempuan yang khusyu', laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki

dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara

kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah,

Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS.

Al Ahzab : 35)

Namun, ada saatnya Islam memberikan aturan yang berbeda antara laki-laki

dan perempuan. Laki-laki wajib mencari nafkah, berjihad, shalat Jumat,

menunaikan perwalian, sedangkan perempuan tidak wajib. Sebaliknya,

perempuan terikat dengan hukum-hukum seperti wajibnya meminta izin pada

suami, mengenakan jilbab dan kerudung, beriddah, dan sebagainya, hukum-

hukum yang tidak berlaku bagi laki-laki.

Pembedaan semacam ini bukan untuk meninggikan derajat yang satu dan

menghinakan yang lain. Hukum-hukum yang berbeda di antara laki-laki dan

perempuan diturunkan Allah sebagai solusi atas perbedaan fitrah dan kodrat

mereka yang tidak dapat diingkari. Bahkan, hukum-hukum dalam Islam,

memuliakan perempuan lebih dari hukum dan agama yang lainnya yang pernah

ada di muka bumi. Hadist pembuka di atas, menggambarkan realita ini,

bagaimana Islam menjadikan ibu, bukan ayah, sebagai sosok yang pertama kali

Islam Memposisikan Ibu dalam Kemuliaan | 37

harus dihormati, dan tiga kali Rasulullah saw memerintahkan untuk

menghormati ibu, baru ayah.

Peran Mulia Perempuan

Dari penelusuran terhadap nash-nash syara’, Islam menjadikan perempuan

dalam kehidupannya memiliki dua peran penting yaitu sebagai ibu dan

pengatur urusan rumahtangga suaminya (ummun wa rabbah al bayt). Firman

Allah SWT :

كنوا أزحواجا أنفسكمح مهنح لكم خلق أنح آيته ومنح ها لهتسح نكم وجعل إلي ح لك ف إن ورمححة مودة ب ي ح آليت ذم ي ت فكرون لهقوح

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu

isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram

kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi

kaum yang berfikir.” (QS. Ar Ruum : 21)

وحفدة بني أزحواجكم مهنح لكم وجعل أزحواجا أنفسكمح مهنح لكم جعل والل

“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan

menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu.” (QS.

An Nahl :72)

Rasulullah saw telah menggambarkan pentingnya fungsi ibu dalam banyak

hadist. Di antaranya beliau bersabda :

“Nikahilah oleh kalian wanita penyayang lagi subur, karena sesungguhnya aku

akan membanggakan banyaknya kalian di hadapan para nabi di hari kiamat.”(

HR Ahmad).

Bahkan dalam salah satu hadist Rasulullah saw menyatakan bahwa perempuan

hitam lebih baik daripada perempuan cantik yang mandul. Mandul dalam

makna tidak mampu melahirkan keturunan yang baik, termasuk tidak mampu

mendidik anak dengan kesempurnaan agama.

Ibu adalah pendidik utama dan pertama bagi para buah hatinya. Ibu adalah

peletak dasar jiwa kepemimpinan pada anak dan mempersiapkannya menjadi

generasi pejuang. Ketika ibu memeluk dan menyusui, ia mengajarkan rasa

aman. Ketika ibu mendekap putranya,dan menidurkannya dalam buaiannya ia

mengajarkan kasih sayang. Saat ibu melatih anaknya berjalan, ia mengajarkan

semangat untuk berjuang. Ibu mengajarkan arti keadilan ketika melerai dan

menengahi perselisihan anak. Ibu juga mengajarkan kejujuran, keterbukaan,

empati dan tanggung jawab.

38 | Makalah Kongres Ibu Nusantara

Dan yang terpenting ibulah yang pertama kali mengajarkan anak tentang

Tuhannya, pada siapa ia harus takut, tunduk dan patuh. Dan hasilnya, adalah

pemimpin-pemimpin masa depan yang memberikan rasa aman, memiliki

empati dan peduli terhadap rakyatnya, kasih sayang dan memberikan keadilan

bagi seluruh rakyatnya. Pemimpin yang takut kepada Allah SWT Rabnya

hingga ketika memimpin ia akan benar-benar taat padaNya, menjalankan

seluruh aturanNya, mengurus rakyatnya hanya dengan syariat Allah Rabnya. Ia

tak akan tergoda materi, jujur,tegas dan berjuang untuk bisa menyejahterakan

rakyatnya.

M. Nashih Ulwan, penulis buku pendidikan anak dalam Islam menyatakan :

Ibu adalah sekolah yang jika engkau telah mempersiapkannya berarti engkau

telah mempersiapkan suatu bangsa yang mempunyai akar-akar yang baik.

Berbahagialah para ibu dalam Islam karena Allah mengganjar mereka dengan

pahala besar dan kemuliaan. Pada suatu ketika Asma’ mendatangi Rasulullah

Shallallahu ‘alaihi wassalam dan bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya

saya adalah utusan bagi seluruh wanita muslimah yang di belakangku,

seluruhnya mengatakan sebagaimana yang aku katakan dan seluruhnya

berpendapat sebagaiamana aku berpendapat. Sesungguhnya Allah Subhanahu

wa ta’ala mengutusmu bagi seluruh laki-laki dan wanita, kemudiaan kami

beriman kepada anda dan memba’iat anda. Adapun kami para wanita terkurung

dan terbatas gerak langkah kami. Kami menjadi penyangga rumah tangga kaum

laki-laki, dan kami adalah tempat melampiaskan syahwat mereka, kamilah yang

mengandung anak-anak mereka. Akan tetapi, kaum lelaki mendapat keutamaan

melebihi kami dengan salat Jumat, mengantarkan jenazah, dan berjihad.

Apabila mereka keluar untuk berjihad, kamilah yang menjaga harta mereka,

yang mendidik anak-anak mereka, maka apakah kami juga mendapat pahala

sebagaimana yang mereka dapat dengan amalan mereka?”

Mendengar pertanyaan tersebut, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam

menoleh kepada para sahabat dan bersabda, “Pernahkan kalian mendengar

pertanyaan seorang wanita tentang dien yang lebih baik dari apa yang dia

tanyakan?”

Para sahabat menjawab, “Benar, kami belum pernah mendengarnya ya

Rasulullah!” Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam

bersabda,“Kembalilah wahai Asma’ dan beri tahukanlah kepada para wanita

yang berada di belakangmu bahwa perlakuan baik salah seorang mereka

kepada suaminya, dan meminta keridhaan suaminya, saatnya ia untuk

mendapat persetujuannya, itu semua dapat mengimbangi seluruh amal yang

kamu sebutkan yang dikerjakan oleh kaum lelaki.”

Maka, kembalilah Asma’ sambil bertahlil dan bertakbir merasa gembira dengan

apa yang disabdakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam.

Islam Memposisikan Ibu dalam Kemuliaan | 39

Diriwayatkan bahwa Jahimah As Salami mohon izin pada Rasulullah untuk

berjihad. Rasulullah bertanya apakah ia masih memiliki ibu. Saat beliau tahu

ia meninggalkan seorang ibu bila ia pergi berjihad, beliau bersabda: ”Hendaklah

engkau tetap berbakti kepadanya , karena surga ada di bawah telapak

kakinya.” (HR Thabrani, An Nasa’I dengan sanad dihasankan oleh Syaikh Al

Albani).

Allah juga menyediakan pahala yang luar biasa kepada para ibu. Rasulullah

saw bersabda:“Apakah tidak rela seorang dari kamu wahai wanita, bahwasanya

apabila dia hamil dari suaminya sedang suaminya ridla padanya, dia

memperoleh pahala seperti pahala orang berpuasa yang aktif berjihad di jalan

Allah. Apabila dia merasa sakit (akan melahirkan), maka penduduk langit dan

bumi belum pernah melihat pahala yang disediakan padanya dari pandangan

mata (sangat menyenangkan). Maka ketika ia telah melahirkan, tiadalah keluar

seteguk susu dan anaknya menyusu seteguk melainkan setiap teguk itu

berpahala satu kebaikan. Dan jika ia tidak tidur semalam maka ia

mendapatkan pahala seperti pahala memerdekakan tujuh puluh budak di jalan

Allah dengan ikhlas.”(HR. Al Hasan bin Sufyan, Thabrani dan Ibnu Asakir)

Islam memuliakan para ibu karena peran ibu yang begitu besar. Bukankah

Musa kecil bisa selamat dari seorang Fir’aun dengan perantara ibunya?

Bukankah Ibunya yang telah mendidik dan membinanya hingga Musa tetap

dalam keimanannya sekalipun ia tinggal di lingkungan Fir’aun yang merupakan

pusat kekufuran? Ibunyalah yang telah mengokohkan keimanan Musa,

membina dan mendidiknya hingga tiba masa kenabian. Ibu yang beriman akan

melahirkan anak yang juga beriman. Sejarah kenabian juga menggoreskan

ibrah yang luar biasa ketika anak nabi Nuh tumbuh menjadi anak yang

membangkang perintah ayahnya yang notabene adalah utusan Allah. Ternyata ,

sang ibu (istri nabi Nuh) adalah juga seorang pembangkang. Wajar jika ia

melahirkan seorang pembangkang pula.

Jaminan Islam Bagi Terlaksananya Fungsi Keibuan

Fakta di masyarakat kita saat ini menunjukkan betapa fungsi keibuan telah

diabaikan. Para ibu banyak yang ikut keluar rumah mencari nafkah. Mereka

menyandang beban ganda dengan peran ganda yang mereka mainkan.

Ironisnya, tidak semua perempuan menyadari hal ini. Mereka beranggapan

bahwa sudah semestinya mereka ikut bekerja. Biaya hidup yang semakin

tinggi, biaya pendidikandan kesehatan yang mahal, atau iming-iming hidup

mewah menjadi motivasi perempuan untuk terjun dalam dunia kerja. Mereka

menjadi korban dari penerapan sistem kapitalis di dunia. Sistem yang

mengingkari tabiat asli dan kodrat perempuan.

Kodrat perempuan adalah menjadi ibu, yang menyayangi dan selalu

mendampingi anak-anaknya. Ia bahagia dicintai dan dibutuhkan anak-anak. Ia

mendidik dan menempa anak-anak untuk menghadapi hidup. Mendidik anak

40 | Makalah Kongres Ibu Nusantara

semacam ini tidak dapat dilakukan paruh waktu atau sambilan semata. Ia

membutuhkan curahan waktu, pikiran, tenaga, usaha keras dan kondisi yang

menunjang.

Untuk menyempurnakan fungsi keibuan (motherhood) ini, Islam telah

menetapkan aturan-aturan yang terkait, seperti hukum seputar kehamilan,

penyusuan, pengasuhan dan perwalian. Islam membolehkan perempuan yang

sedang hamil tidak berpuasa Ramadan untuk menjamin bayinya tumbuh

sempurna. Islam menganjurkan para ibu menyusui bayinya 2 tahun. Untuk

menyempurnakan penyusuan ini, ibu juga dibolehkan tidak berpuasa.

Ayah diperintahkan untuk mencukupi nafkah ibu yang menyusui, bahkan bila

pun ibu dicerai saat menyusui, ayah wajib membayar upah penyusuan (QS. Al

Baqarah : 234). Ini bertujuan agar ibu tidak perlu bekerja saat menyusui

sehingga mengganggu hak anak mendapat penyusuan yang sempurna.

Islam juga menjadikan pengasuhan anak merupakan hak sekaligus kewajiban

ibu sampai anak menginjak usia tamyiz (sekitar 7-10 tahun). Ini memastikan

anak mendapatkan kasih sayang dan pendidikan dari ibu yang menjaminnya

untuk berkembang secara sempurna.

Untuk bisa menjalankan tugasnya mengasuh dan mendidik anak dengan

seoptimal mungkin, ibu dibebaskan dari berbagai kewajiban seperti shalat

berjamaah di masjid, bekerja, berjihad, dan hukum-hukum lain yang akan

menelantarkan fungsi keibuannya. Maka shalat di rumahnya adalah lebih baik

baginya. Mencari nafkah dibebankan kepada suami atau walinya, begitu pula

perlindungan dan keamanannya.

Dengan jaminan terhadap kehidupannya, perempuan bisa berkonsentrasi

penuh pada kesempurnaan fungsi dan perannya. Sebelum menikah ia bisa

mempersiapkan diri menjadi istri dan ibu dengan mempelajari ilmu-ilmu yang

berkaitan serta menjalankan perannya di masyarakat. Setelah menikah ia bisa

berkonsentrasi pada upaya menjadi istri dan ibu yang kreatif dan inovatif,

tentu tanpa mengabaikan kewajiban-kewajiban lainnya sebagai seorang

muslimah.

Bila perempuan dituntut juga untuk memikul beban nafkah, maka

konsentrasinya akan terpecah. Kelelahan karena bekerja, ia hanya akan

memberikan waktu sisa untuk anak-anak dan suaminya. Dalam kondisi seperti

ini, mampukah ia membentuk generasi berkualitas?

Jaminan Hak Ekonomi Perempuan

Islam Memposisikan Ibu dalam Kemuliaan | 41

Dengan peran yang diembannya sebagai ibu, perempuan mestinya

mendapatkan perlindungan dan jaminan untuk menjalankan peran tersebut

sebaik-baiknya. Nafkahnya ditanggung, pendidikan berkualitas ia dapatkan,

kesehatannya juga dijamin. Bukan sebaliknya, ia dipaksa menelan propaganda

peran ganda, di rumah sebagai istri dan ibu, di luar rumah sebagai pekerja.

Hampir 24 jam ia terus beraktivitas.

Islam menetapkan mekanisme yang menjamin seorang perempuan, dalam

kondisi apapun, mendapatkan nafkah. Mekanisme ini diawali dengan

penetapan hukum perwalian laki-laki atas perempuan. Perwalian, tidak seperti

yang dipahami masyarakat saat ini hanya sekedar hak untuk menikahkan,

adalah kewajiban laki-laki untuk melindungi, mendidik dan memberikan nafkah

bagi perempuan dan anak yang berada di bawah perwaliannya. Perempuan

yang belum menikah, walinya yang utama adalah ayahnya, sedangkan

perempuan yang sudah menikah, tugas wali ini diambil alih oleh suaminya.

Bila wali yang utama ini tidak ada atau tidak mampu, Islam menetapkan urutan

orang yang wajib menjadi wali berikutnya bagi perempuan. Dimulai dari kakek

(ayahnya ayah) ke atas, anak laki-laki ke bawah (cucu, cicit), saudara laki-laki

baik sekandung maupun seayah, anak laki-laki dari saudara laki-laki

(keponakan), saudara laki-laki ayah (paman) sekandung atau seayah, dan bila

tidak ada, urutan terakhir adalah anak laki-laki dari paman tersebut (saudara

sepupu).

Bila semua wali ini tidak ada atau tidak mampu, maka kewajiban nafkah

perempuan ditanggung oleh negara. Bila negara tidak memiliki dana, negara

berhak untuk menarik pungutan dari rakyat yang kaya untuk memenuhi

kewajibannya sebagai wali dari perempuan dan anak-anak yang tidak memiliki

wali.

Dengan mekanisme ini perempuan tidak perlu menyingsingkan lengan baju

mencari nafkah. Namun demikian, perempuan tetap boleh bekerja dan

memainkan peran lain dalam kehidupan bermasyarakat, selain peran mereka

dalam keluarga seperti yang telah disebut di atas. Keberadaan dokter, guru,

perawat, hakim, polisi perempuan sangatlah penting bagi keberlangsungan

masyarakat. Dapat dibayangkan betapa rikuhnya seorang perempuan jika harus

membahas masalah-masalah yang khas perempuan dengan seorang dokter

lelaki, misalnya.

Namun, saat seorang perempuan muslimah bekerja, dia tidak diwajibkan untuk

membelanjakan uangnya untuk keluarganya. Dia bisa membelanjakan untuk

kepentingan dirinya sendiri atau memutarnya atau menyedekahkannya

sekehendaknya, sedangkan kewajiban menafkahi keluarga tetap ada pada lelaki

yang menjadi suaminya, bukan pada dirinya. Suami ataupun keluarga, tidak

punya hak untuk menyentuh harta yang diperoleh perempuan tersebut, kecuali

perempuan tersebut ikhlas menginfakkan uangnya untuk kebutuhan keluarga.

42 | Makalah Kongres Ibu Nusantara

Dalam hal ini ia mendapatkan 2 pahala, pahala kekerabatan dan pahala

sedekah.

Yang perlu diperhatikan seorang perempuan yang memutuskan untuk bekerja

adalah adanya izin dari suami atau walinya, serta tidak melanggar hukum

syara’ ketika keluar rumah untuk bekerja. Ia wajib menutup aurat,

menghindari khalwat, tidak melakukan perjalanan dalam jarak safar tanpa

mahram, serta senantiasa menjaga kehormatannya.

Islam juga melarang menjadikan kecantikan sebagai modal perempuan dalam

bekerja. Eksploitasi kecantikan dijauhkan, sehingga perempuan semata-mata

bekerja karena ketrampilan dan ketinggian ilmunya. Rafi” bin Rifa’ah

meriwayatkan, “Rasulullah melarang pekerjaan perempuan kecuali apa yang

dikerjakan tangannya.”

Dari sini jelas, kalaupun perempuan bekerja, maka pekerjaannya jauh dari

kondisi penindasan dan eksploitasi. Ia hanya bekerja di tempat-tempat

terhormat dan terjaga, tanpa harus merendahkan marwah (harga dirinya). Ia

juga memiliki bargaining position (posisi tawar) yang tinggi karena ia bekerja

tidak didorong oleh kebutuhan upah. Ia dapat hidup tanpa perlu bekerja.

Bila pada faktanya, saat ini perempuan banyak berkubang dalam kehinaan dan

eksploitasi dalam bekerja, maka itu adalah buah dari penerapan system

kapitalis yang tidak mengenal kemuliaan perempuan, tetapi hanya

mengedepankan manfaat dan keuntungan semata.

Kontribusi Ibu dalam Perjuangan Penegakan Khilafah | 43

Kontribusi Ibu

dalam Perjuangan Penegakkan Khilafah

44 | Makalah Kongres Ibu Nusantara

“Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan atas manusia, menyuruh kepada yang

ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah ….”

(TQS. Ali Imran [3]:110)

Melalui ayat yang mulia ini, sesungguhnya Allah SWT telah menetapkan sebuah

predikat khusus atas umat Islam sebagai umat terbaik, umat yang mulia

(khoyro ummah). Yaitu umat yang senantiasa melakukan ‘amar ma’ruf dan

mencegah dari yang munkar -- dengan menjadikan syariat Islam sebagai aturan

bagi kehidupan -- serta beriman kepada Allah dengan sebenar-benarnya iman.

Sejarah telah membuktikan bahwa sejak Rosulullah diutus untuk

menyebarkan dakwah Islam dan berhasil membangun masyarakat yang tegak di

atas aqidah Islam dan mengatur seluruh interaksi dalam masyarakatnya dengan

syariat Islam, lalu bangunan masyarakat tersebut dilanjutkan oleh generasi

setelahnya dari kalangan Khulafa ar-Rasyidin dan khalifah-khalifah setelahnya,

umat Islam benar-benar mampu tampil sebagai umat terbaik. Disamping

tingkat kesejahteraan yang tinggi, peradaban Islam juga tampil sebagai

mercusuar kemajuan di berbagai bidang kehidupan, seperti bidang ekonomi,

politik, akhlak, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan lain-lain. Bahkan dalam

percaturan politik internasional, institusi masyarakat Islam (yang dikenal

dengan istilah Daulah Khilafah Islamiyah) memegang peranan penting sebagai

negara adidaya yang punya kewibawaan (haybah) yang tinggi dan mampu

menjalankan fungsinya sebagai penebar rahmat bagi seluruh alam melalui

aktivitas dakwah dan jihad.

Hanya saja, gambaran kemuliaan tersebut kini telah hilang, setelah umat sedikit

demi sedikit meninggalkan aturan Islam yang menjadi kunci kemuliaannya dari

pengaturan kehidupan mereka. Bahkan kebenaran sejarah indah masa lalu

itupun nyaris tak lagi terdengar; tertutup oleh kenyataan-kenyataan buruk yang

menjadi potret keseharian umat saat ini. Kondisi diatas tentu tak boleh

dibiarkan. Sudah saatnya umat ini bangkit meraih kemuliaannya kembali, yaitu

dengan kembali ditegakkannnya syariah Islam di muka bumi ini dalam

institusi khilafah.

Hanya saja, perlu dipahami, untuk merealisasikan syariah Islam dalam

kehidupan bermasyarakat dan bernegara ini, maka haruslah ada pengembanan

dakwah untuk mengubah realitas masyarakat yang rusak menjadi masyarakat

Islam. Dan hal ini bukan tanggungjawab individu atau sekelompok orang saja,

bukan pula tanggungjawab para ulama atau ustadz atau ustadzah saja,

melainkan menjadi tanggungjawab bersama dari seluruh komponen umat yang

sadar, termasuk para muslimah, apapun latar belakang status dan profesinya,

sebagaimana firman Allah SWT dalam beberapa ayat Al-Qur’an, diantaranya :

Kontribusi Ibu dalam Perjuangan Penegakan Khilafah | 45

ل ن عن الحمنكر وأوح هوح يح ويحمرون بلحمعحروف وي ن ح عون إل الح لحون ولحتكن مهنكمح أمة يدح ﴾٤٠٥﴿ ئك هم الحمفح

“Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada al-

khoyr (din/system Islam). memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah dari yang

munkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung” (TQS. QS. Ali Imran [3] :

104)

ن عن الحمنكر ويق هوح لياء ب عحض يحمرون بلحمعحروف وي ن ح منات ب عحضهمح أوح منون والحمؤح يمون الصالة والحمؤح إن الله عزيز ل ئك سي رحمحهم الله تون الزكاة ويطيعون الله ورسوله أوح ﴾٧٤﴿حكيم وي ؤح

“Dan orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan, sebagian mereka

menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh kepada yang

ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat

dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi Rahmat oleh

Allah dan sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (TQS. At-

Taubah[9]:71)

Serta seruan Rasulullah Saw, diantaranya:

“Barangsiapa bangun pada pagi hari, sedang tidak terbersit dalam benaknya

urusan kaum muslimin, maka dia bukan termasuk golongan kaum muslimin”.

”Demi Dzat yang jiwaku dalam kekuasaan-Nya, kamu mestilah menyeru kepada

yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, ataukah Allah akan

menurunkan siksa dari sisi-Nya kepada kamu, sehingga apabila kamu berdoa,

maka Dia tidak akan mengabulkan doamu”

(HR. Tirmidzi dari Hudzayfah bin Yaman ra)

Nash-nash di atas seruannya bersifat umum. Karenanya, siapapun yang

mengaku muslim, dan dia menyadari akan pentingnya melakukan proses

perubahan, mereka seharusnya memposisikan diri sebagai agen perubahan

yang siap terjun secara maksimal di tengah-tengah umat, bergerak di tengah-

tengah komunitas mereka masing-masing menuju arah (target) pergerakan yang

sama. Dengan cara ini, kesulitan dan beratnya beban bisa terbagi, sehingga

perubahan akan lebih cepat terjadi.

Karena itu merupakan suatu hal yang alami jika Islam sangat mendorong kaum

Muslimah, termasuk kaum ibu, untuk senantiasa tanggap terhadap segala

sesuatu yang ada di sekelilingnya (sadar politik), selain terus membekali kaum

perempuan dengan pemahaman Islam yang benar. Senantiasa tersimpan dalam

benak kita, bahwa Rasulullah menyediakan waktu dan tempat tersendiri untuk

kajian kaum perempuan atau mengutus orang-orang tertentu untuk mengajari

para perempuan bersama mahram-nya. Sangatlah jelas bahwa Islam

mencerdaskan kaum perempuan, karena ia adalah juga bagian dari warga

46 | Makalah Kongres Ibu Nusantara

negara sebagaimana kaum laki-laki, keduanya bertanggung jawab untuk

membawa umatnya kepada keadaan yang lebih baik. Terlebih kaum ibu, ia

adalah sebagai sekolah pertama bagi anak-anaknya, memiliki peran yang

penting dan strategis dalam mencetak generasi prima di samping ia juga

merupakan bagian dari masyarakat yang memiliki kewajiban untuk merubah

kondisi masyarakat yang rusak menjadi masyarakat yang baik. Di tangan kaum

ibu jugalah tergenggam masa depan umat. Perempuan (termasuk kaum ibu)

adalah tiang negara, yang menentukan tegak atau runtuhnya sebuah negara.

Fakta menunjukkan bahwa secara kuantitas, perempuan merupakan separuh

masyarakat. Perannya tentu tak bisa diabaikan. Bahkan sejarah peradaban

manapun tak bisa dilepaskan dari peran perempuan. Peran kodratinya sebagai

seorang individu, sebagai ibu dan pengatur rumah tangga serta sebagai anggota

masyarakat memiliki nilai politis dan strategis dalam membentuk, mewarnai

dan melestarikan sebuah generasi. Wajar jika maju-mundurnya sebuah

masyarakat selalu disandarkan pada sosok perempuan. Perempuan memang

tiang negara.

Sejarah peradaban Islam pun menunjukkan hal demikian. Peran para

shahabiyat radiyallahu ‘anhunna sangat besar dalam mengubah masyarakat

Jahiliah yang sarat dengan kerusakan menjadi masyarakat Islam yang agung,

digdaya dan sejahtera. Siapa yang tidak kenal Ibunda Khadijah ra. Selain

sebagai istri dan ibu teladan, beliau adalah partner terbaik sekaligus

pendukung utama dakwah Rasulullah saw. Ada juga Sumayyah ra. Sosok

pribadi yang kuat, istri dan ibu yang rela menjadi martir dakwah sekaligus

menjadi teladan terbaik dalam keteguhan memperjuangkan kebenaran.

Ada sosok Asma Binti Abu Bakar ra., perempuan ‘pemilik dua ikat pinggang

(dzatun nithaqain)’. Ia adalah seorang muhajirah yang cerdas dan pemberani,

mengorbankan jiwa, raga dan hartanya hanya untuk Islam. Ia berperan penting

bagi keberhasilan hijrah Nabi saw. Ia juga seorang istri dan ibu yang melahirkan

generasi mumpuni sekelas Abdullah bin Zubair ra. Ada Khaulah Binti Tsa’labah

ra. sosok perempuan tangguh berkesadaran politik tinggi yang selalu siap

mengawal para pemimpin dalam menegakkan hukum Allah melalui

keberaniannya melakukan koreksi. Ada Asma Binti Kaab ra. Satu di antara dua

perempuan cerdas yang turut dalam peristiwa monumental berupa Pembaiatan

Nabi saw. di Aqabah dan selalu tampil sebagai representasi kaumnya. Ada

Nusaibah Binti Kaab ra., perempuan perkasa yang bersama suami dan anak-

anaknya berulang-ulang turut berperang dan menjadi perisai Nabi saw. saat

jihad fi sabilillah.

Tak terhitung lagi sosok-sosok perempuan lain yang berjasa besar dalam

perubahan mewujudkan masyarakat Islam dan memelihara eksistensinya

hingga umat Islam bisa tampil sebagai sosok masyarakat terbaik (khayru

ummah) selama belasan abad. Tampilnya kekuasaan Islam (Khilafah) yang

Kontribusi Ibu dalam Perjuangan Penegakan Khilafah | 47

menebar rahmat di dua pertiga belahan dunia selama belasan abad itu juga

membuktikan prestasi terbaik para ibu yang tak lain adalah kaum perempuan.

Saat itu kaum perempuan berhasil menjadi arsitek terbaik bagi lahirnya

generasi mumpuni, generasi mujahid dan mujtahid penegak peradaban mulia

dengan kemajuan yang luar biasa di segala bidang. Dan saat ini, ketika

gambaran umat terbaik hilang dari kehidupan ini, maka di pundak kitalah

terletak tanggung jawab yang besar untuk mengembalikan umat kepada posisi

yang sesungguhnya, yaitu sebagai umat terbaik–khayru ummat.

Terwujudnya kembali umat Islam sebagai umat terbaik, memang merupakan

keniscayaan. Apalagi Allah SWT telah memberikan kabar gembira (bisyarah)

akan datangnya kembali kehidupan Islam itu dengan tegaknya Khilafah ‘ala

Minhaj an-Nubuwwah untuk kedua kalinya. Oleh karena itu, setiap Muslim,

baik laki-laki maupun perempuan, seharusnya siap berkontribusi maksimal

untuk mewujudkan kabar gembira tadi dalam waktu secepatnya. Apalagi

mengemban dakwah yang ditujukan untuk penegakkan Khilafah sejatinya

adalah kewajiban bagi Muslim dan Muslimah. Muslimah, termasuk kaum ibu

diwajibkan melakukan aktivitas dakwah sebagaimana yang dilakukan oleh laki-

laki. Yang membedakannya hanyalah obyek dakwahnya. Kaum ibu

menyampaikan dakwah kepada ibu-ibu dan muslimah lainnya agar dapat

memahami Islam secara kaffah. Sebagai separuh masyarakat, kaum perempuan

tentu memiliki kesempatan besar untuk berperan menjadi agen perubahan,

baik dalam posisinya sebagai ibu pencetak generasi pemimpin, maupun dalam

posisinya sebagai guru bagi sesama kaum perempuan, yang siap mengajak

kaumnya untuk turut memproses perubahan dengan menjadi pejuang penegak

syariah dan Khilafah sebagaimana dirinya.

Karena itu banyak hal yang dapat diperankan oleh kaum ibu dalam

mewujudkan kemuliaan umat, dengan tetap melaksanakan kewajiban utamanya

sebagai umm[un] wa rabbah bait (ibu dan pengelola rumah tangga), yaitu ;

1. Menjadikan dakwah sebagai poros kehidupannya. Artinya, dimanapun, kapanpun,

seluruh aktivitasnya harus didedikasikan untuk kepentingan dakwah; yakni

kepentingan mengembalikan kemuliaan umat. Aktivitas dakwah tidak boleh

dijadikan sebagai aktivitas sampingan atau sekadar rutinitas belaka; hanya sekadar

untuk menggugurkan kewajiban, tetapi menjadi aktivitas yang dijalani dengan

sungguh-sungguh dan serius, serta diarahkan untuk membangkitkan umat dengan

Islam

2. Senantiasa melakukan pembinaan terhadap kaum perempuan agar mampu

menjalankan peran utama dan strategisnya dengan baik, sebagai pencetak generasi

berkualitas prima, yang siap berjuang untuk Islam. Pencerdasan terhadap kaum

Muslimah ini dilakukan dengan dakwah pemikiran sebagaimana yang dicontohkan

Rasulullah saw., dengan cara membangkitkan dan membangun pemikiran yang

berlandaskan pada akidah. Selanjutnya pemikiran ini dijadikan sebagai landasan

dalam berbuat dan bertingkah laku. Kesadaran inilah yang akan mendorong

manusia untuk senantiasa menyesuaikan seluruh perbuatannya dengan aturan-

48 | Makalah Kongres Ibu Nusantara

aturan Allah SWT. Dakwah pemikiran ini memiliki kekuatan besar untuk

mendorong manusia melakukan perubahan secara total dan mendasar dari

kehidupan Jahiliah yang jauh dari ajaran Islam menjadi kehidupan islami yang

penuh dengan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan.

3. Membangun kesadaran politik umat (wa’yu siyasi), yaitu kesadaran umat tentang

bagaimana memelihara urusannya dengan syariah. Dengan itu akan muncul

Muslimah yang pandai mendidik anak, melahirkan generasi islami, dan berjuang di

tengah masyarakat.

4. Amar makruf nahi munkar. Aktivitas ini merupakan kewajiban bagi laki-laki

maupun perempuan (Lihat: QS al-Imran [3]: 104; QS at-aubah [9]: 71.

5. Menasihati dan mengoreksi penguasa. Jika penguasa menetapkan suatu aturan

yang melanggar syariah atau merampas hak rakyat, maka wajib kau Muslim dan

Muslimah untuk menasihati penguasa. Pernah terjadi pada masa Khalifah Umar bin

Khaththab, ketika beliau menetapkan jumlah mahar tertentu bagi perempuan,

maka seorang ibu, Khaulah binti Hakim bin Tsa’labah memprotes beliau. Kemudian

beliau menyadari kekeliruannya dan segera mencabut keputusannya seraya

berkata, “Perempuan ini benar dan Umar salah.”

6. Membela, menjaga, dan mendukung upaya penegakkan syariah dan Khilafah serta

para pejuangnya

7. Menjadikan diri dan keluarga sebagai teladan umat, baik dalam masalah akidah,

ibadah, muamalah, maupun perjuangan Islam.

Telah jelaslah bagi kita bahwa hanya Islam satu-satunya yang akan membawa

kaum Muslim kepada kemuliaan, sebagai satu tubuh yang tidak akan

tergoyahkan. Karena itu, ketika kondisi umat saat ini tengah terpuruk, tidak

memiliki gambaran yang jelas tentang Islam, maka jalan satu-satunya adalah

dengan menyampaikan Islam secara kaffah kepada umat, dimanapun dan

kapanpun, secara bersama-sama dan berkesinambungan, sebagaimana yang

telah dicontohkan oleh Rasulullah saw.

Hanya kepada Allah SWT semata kita memohon agar kita diberi kesanggupan

untuk menegakkan kembali kepemimpinan Islam yang mengikuti metode

kenabian. Semoga Allah SWT memberikan karunia kepada kita semua agar kita

mampu memberlakukan kembali hukum-hukum Islam dalam waktu dekat ini.