Limapuluh tahun PERSETIA - versi PPS

23
Limapuluh tahun PERSETIA – sebuah cerita perjalanan bersama

Transcript of Limapuluh tahun PERSETIA - versi PPS

Limapuluh tahun PERSETIA – sebuah cerita perjalanan bersama

Tentang Pengurus dan Dirlak PERSETIA

• Keseimbangan perempuan dan laki-laki

• Total 73 laki-laki dan 20 perempuan (1963-2014)

• Total 37 laki-laki dan 20 perempuan (1990-2014)

• Keseimbangan barat dan tengah-timur

• Barat 65 orang

• Tengah dan Timur 35 orang

Partisipasi dan tanggungjawab anggota PERSETIA

• Dukungan program (sebagai host: 2010-2014)

- di Barat 10 sekolah untuk 21 kegiatan

di Tengah & Timur 6 sekolah untuk 6 kegiatan

total 16 sekolah anggota sebagai hosts.

• Informasi dan komunikasi

- sekretariat tidak berhasil menyusun database dosen dan sekolah-sekolah anggota

- selain data status akreditasi, hampir tidak ada update data sekolah-sekolah dan dosen

Partisipasi dan tanggungjawab anggota PERSETIA

• Tanggungjawab keanggotaan

- dukungan penyelenggaraan program (perlu lebih banyak yang terlibat)

- iuran perlu lebih teratur

- komunikasi dan informasi perlu ditingkatkan intensitasnya

• Status keanggotaan

- dua usul yang perlu dipertimbangkan / diperhatikan (h. 7 dan h. 8)

Lembaga-lembaga mitra PERSETIA di luar negeri

- beberapa terkait dengan beasiswa dan kesempatan studi (di masa lalu; dua periode terakhir semakin langka

kesempatannya);

- beberapa terkait dengan dukungan atas program-program rutin PERSETIA (hingga saat ini sekalipun besaran dananya berkurang namun masih cukup untuk

membiayai beberapa program rutin);

- beberapa merupakan kerjasama penelitian dan penulisan teologi (kerjasama ini menempatkan PERSETIA dan sekolah-sekolah dalam kemitraan yang seimbang).

Lembaga-lembaga mitra PERSETIA di dalam negeri

- Kemitraan dengan gereja adalah pada aras nasional: PGI dan KWI.

- Kemitraan dibina juga dengan lembaga-lembaga pelayanan untuk gereja pada aras nasional

- Kemitraan juga dijalin dengan badan-badan pendidikan dan pengembangan masyarakat yang memiliki visi, misi, dan minat pekerjaan yang searah.

- …

Studi Institut

• Sekolah-sekolah pendiri umumnya paling aktif mendukung dan memanfaatkan SI.

• Hingga akhir 1970an dan awal 1980an, tingkat partisipasi para dosen sangat tinggi.

• Pada tahun 1990an ketika jumlah anggota mulai mengalami peningkatan, justru terjadi penurunan partisipasi dosen pada SI.

Studi Institut

• Situasi semakin memprihatikan pada tahun 2000an, bahkan jumlah kehadiran dosen tidak pernah melampaui angka jumlah sekolah anggota.

• Tema-tema SI selalu disusun bersama dalam RUA PERSETIA. Bukankah tema-tema tersebut merupakan kebutuhan bersama?

Kuliah Alih Tahun

• Peserta KAT umumnya berasal dari PPs sekolah-sekolah anggota (yang pada akhir 1990an tidak lebih dari 10 sekolah).

• Di tahun 2000an, dengan semakin banyak sekolah yang membuka PPs, seharusnya terjadi peningkatan jumlah mahasiswa pascasarjana yang diutus mengikuti KAT.

• KAT menolong para mahasiswa pascasarjana untuk menambah CV mereka dengan mengikuti kuliah bertaraf internasional.

Konsultasi Nasional Mahasiswa Teologi Indonesia

• Pada awal 1980an PERSETIA menyadari pentingnya wadah konsultasi teologi bagi para mahasiswa dan mulai mempersiapkan dukungan dana maupun konsepnya.

• Pada tahun 1986 berlangsung konsultasi pertama yang dihadiri para mahasiswa dari sekolah anggota.

• Barulah pada tahun 2000an KNMTI menjadi program tahunan, yang dihadiri baik oleh sekolah anggota maupun non-anggota.

Faculty Development

• Salah satu program penting yang dikerjakan oleh PERSETIA bagi sekolah-sekolah anggotanya adalah pengembangan tenaga pengajar (FD).

• Banyak dosen-dosen yang menyelesaikan studi S2 dan S3 mendapat manfaat dari program ini.

• Memasuki tahun 2000an, terjadi penurunan drastis dari jumlah tenaga pengajar yang dapat menjalani program ini oleh karena berbagai kesulitan (terutama dari pihak sponsor L.N.).

Penerbitan PERSETIA

• Buku dan majalah teologi adalah sumbangan penting PERSETIA dalam penyebarluasan pemikiran teologi, dan penyediaan bacaan teologi berbahasa Indonesia.

• Prosiding dari berbagai SI, Konsultasi, Seminar dan Lokakarya kini menjadi semakin penting untuk memperkaya perpustakaan sekolah-sekolah anggota (karena kemampuan sekolah-sekolah untuk mengadakan sendiri buku-buku teologi semakin memadai).

Kurikulum dan Akreditasi

• Percakapan mengenai Kurikulum Minimal PERSETIA muncul dalam periode kepengurusan 1978-1982.

• Hingga akhir 1982 KM tersebut belum berhasil disusun.

• Pada periode 1982-1986 kebutuhan adanya Kurikulum Standar Minimal (KSM) menjadi sangat mendesak, karena perkembangan yang mengharuskan teologi membuktikan dirinya sebagai ilmu di hadapan negara.

Kurikulum dan Akreditasi

• Kurikulum yang dikembangkan PERSETIA berjalan beriringan dengan kebutuhan sekolah-sekolah untuk memiliki standar bersama Proses Belajar Mengajar (PBM) – 1986-1990.

• Hingga periode 1990-1994 masih berlangsung upaya bersama untuk menyusun KSM yang berjalan simultan dengan lokakarya PBM.

• Pada periode ini konteks percakapan mengenai akreditasi adalah mengenai standar mutu yang perlu disepakati bersama di antara anggota.

Kurikulum dan Akreditasi

• Periode 1994-1998 keterlibatan DBK Kementerian Agama dalam dunia pendidikan tinggi teologi membuat situasi menjadi semakin rumit. Di satu pihak Kurikulum Nasional PERSETIA (Kurnas) disusun untuk kepentingan pengakuan teologi di dalam dunia keilmuan di Indonesia. Di pihak lain DBK Kemenag merasa dirinya sebagai pihak yang paling berwenang mengurusi pendidikan teologi.

• Kerjakeras PERSETIA dan rekan-rekan Katolik membuahkan hasil yang manis: SK Mendikbud no. 359/U/1996.

Kurikulum dan Akreditasi

• Bagi PERSETIA dan sekolah-sekolah anggota adanya Kurnas dan Ujian Negara merupakan upaya untuk menjawab pergumulan di era 1990an di atas. Kemenag menambah kerumitan dengan mengklaim Kurnas dan Ujian Negara (dan juga akreditasi sebagai domain-nya).

• Hingga periode 1998-2002 adanya Kurnas tersebut masih relevan, terutama berkait dengan kebutuhan instrumen akreditasi (persiapan sekolah-sekolah teologi diakreditasi BAN-PT).

Kurikulum dan Akreditasi

• Pada periode 2002-2006, masih dalam rangka penguatan pendidikan teologi dan peningkatan mutu pendidikan teologi berkembanglah Kurikulum Inti Program Studi Teologi untuk mengganti Kurnas. Kemenag lagi-lagi menambah kerumitan dengan mengeluarkan peraturan yang membuat DIKTI ragu-ragu untuk memberikan izin penyelenggaraan prodi kepada beberapa sekolah teologi.

• Semakin banyak sekolah anggota yang siap untuk menjalani akreditasi dari BAN-PT. Waktu itu masih belum diwajibkan.

Kurikulum dan Akreditasi

• Pada periode 2006-2010 di lingkungan sekolah-sekolah anggota dalam binaan DIKTI semakin banyak yang menyadari kepentingan akreditasi BAN-PT.

• Sekolah-sekolah yang berada di dalam binaan DBK Kemenag, tanpa mereka sadari, masih berada dalam era 1990-an yang sudah dilewati oleh PERSETIA (masih menggunakan KSM atau Kurnas, mengikuti ujian negara, dan diakreditasi oleh DBK Kemenag).

Kurikulum dan Akreditasi

• Kurikulum Inti dan Kurikulum Institusional, masih diberlakukan pada beberapa sekolah anggota hingga pada periode 2010-2014.

• Borang BAN-PT versi 2009 berbeda dengan borang sebelumnya, sehingga tidak lagi dibutuhkan keseragaman kurikulum sebagaimana sebelumnya.

• Pengalaman sekolah-sekolah kita yang terakreditasi BAN-PT dan ATESEA menunjukkan bahwa hal yang penting adalah kemampuan sekolah-sekolah kita untuk melakukan penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan teologi.

Kurikulum dan Akreditasi

• Baik dan buruknya negara menentukan kelayakan mutu sekolah-sekolah teologi:

- Sekolah yang diselenggarakan secara tidak bertanggungjawab harus ditutup/dibubarkan

- Sekolah-sekolah yang baik, namun masih muda/baru, harus berjuang sangat keras untuk mencapai standar minimal yang dituntut.

- Sekolah teologi bisa berdiri sejajar dengan semua pendidikan akademis lainnya.

• …

Kurikulum dan Akreditasi

• Baik dan buruknya pendidikan teologi menjadi pendidikan non-gelar (tidak membutuhkan akreditasi) atau non-formal:

- Bahkan untuk pendidikan non-formal juga harus diakreditasi (oleh BAN-Pendidikan Non-Formal)

- …

Mainstreaming Pendidikan Tinggi Teologi

• Pendidikan Tinggi Teologi tidak dapat kembali ke era 1970an. Sekolah teologi masih sedikit dan kontrol dari negara sangat minimal.

• Kebutuhan dan tuntutan gereja dan masyarakat sudah berbeda dengan era 1970an, demikian juga dengan profil lulusan yang dibutuhkan berubah.

• Teologi sebagai ilmu yang hidup dan aktual, harus selalu berdialog dengan ilmu lainnya. Hal ini dimungkinkan dengan proses mainstreaming.

Arah PERSETIA

• Bersama-sama belajar dan mengembangkan program untuk peningkatan kualitas pendidikan sekolah-sekolah anggota.

• Memelihara dan membangun jejaring yang luas dengan asas saling mendukung dan memberdayakan.

• Mendorong partisipasi dan kerjasama di antara dan antar anggota.