Latar Belakang Pengajuan Referendum Kemerdekaan Skotlandia Tahun 2014

29
LATAR BELAKANG REFERENDUM KEMERDEKAAN SKOTLANDIA TERHADAP BRITANIA RAYA TAHUN 2014 A. Alasan Pemilihan Judul Skotlandia merupakan negara yang menjadi bagian dari kedaulatan Inggris Raya atau Britania Raya. Negara yang bersedia bersatu pada tahun 1707 ini berbeda dengan negara-negara lain yang tergabung dengan Britania Raya seperti Irlandia Utara dan Wales. Sebab, pemerintah Skotlandia menerapkan sistem hukum sendiri untuk mengatur pekerjaan harian negara. Hal ini berpengaruh pada proses integrasi antara Edinburgh dan London dalam tujuan untuk mewujudkan negara kesatuan Britania Raya. Pada tahun 1997, pemerintah Skotlandia berhasil memenangkan referendum untuk memiliki parlemen sendiri. Setelah Parlemen Skotlandia dibentuk pada tahun 1999, mulai sejak itu segala urusan dalam negeri bukan lagi menjadi wewenang pemerintah 1

Transcript of Latar Belakang Pengajuan Referendum Kemerdekaan Skotlandia Tahun 2014

LATAR BELAKANG REFERENDUM KEMERDEKAAN SKOTLANDIA

TERHADAP BRITANIA RAYA TAHUN 2014

A. Alasan Pemilihan Judul

Skotlandia merupakan negara yang menjadi bagian

dari kedaulatan Inggris Raya atau Britania Raya.

Negara yang bersedia bersatu pada tahun 1707 ini

berbeda dengan negara-negara lain yang tergabung

dengan Britania Raya seperti Irlandia Utara dan

Wales. Sebab, pemerintah Skotlandia menerapkan

sistem hukum sendiri untuk mengatur pekerjaan harian

negara. Hal ini berpengaruh pada proses integrasi

antara Edinburgh dan London dalam tujuan untuk

mewujudkan negara kesatuan Britania Raya.

Pada tahun 1997, pemerintah Skotlandia berhasil

memenangkan referendum untuk memiliki parlemen

sendiri. Setelah Parlemen Skotlandia dibentuk pada

tahun 1999, mulai sejak itu segala urusan dalam

negeri bukan lagi menjadi wewenang pemerintah

1

Britania Raya. Referendum akan kebijakan devolutif

yang berdasarkan suara dari masyarakat Skotlandia

ini menjadi pintu awal dari keinginan pemerintah

Skotlandia untuk memperjuangkan kemerdekaan.

Hingga akhirnya setelah melewati proses yang

panjang sejak tahun 2007, pemerintah Skotlandia

menerima opsi yang diajukan oleh Partai Nasional

Skotlandia (Scottish National Party/SNP) untuk

melaksanakan referendum kemerdekaan pada tanggal 18

September 2014. Walaupun referendum yang

dilaksanakan 18 September 2014 lalu tersebut gagal

membawa Skotlandia menjadi negara yang merdeka,

tetapi peristiwa ini sempat menyebabkan ketegangan

bagi Inggris dan negara-negara anggota UE. Maka, hal

yang menarik untuk diteliti lebih lanjut adalah apa

yang menjadi “Latar Belakang Skotlandia Menginginkan

Kemerdekaan dari Britania Raya Melalui Referendum 18

September 2014.”

B. Latar Belakang Masalah

2

Britania Raya merupakan negara kesatuan tertua

yang masih berdiri hingga saat ini. Wilayahnya yang

terdiri dari negara Inggris, Irlandia Utara,

Skotlandia, dan Wales telah bergabung selama lebih

dari 300 tahun. Skotlandia sendiri merupakan negara

kedua yang bergabung dengan Inggris pada tahun 1707

setelah Wales bergabung pada tahun 1536.

Bergabungnya Skotlandia dengan Inggris ditandai

dengan kesepakatan Acts of Union yang sekaligus menjadi

awal terbentuknya Britania Raya. Walaupun tiga

negara selain Inggris merupakan bagian dari

kedaulatan Britania Raya, tetapi di masing-masing

negara tersebut memiliki ibu kota sendiri dengan

pemerintahan sendiri.

Skotlandia pada awalnya juga merupakan negara

yang merdeka. Namun, pasca tewasnya satu-satunya

penerus tahta kerajaan yaitu Margaret, Putri

Norwegia, akibat kapal yang ditumpanginya karam saat

sedang menuju ke Skotlandia, negara ini mengalami

vacuum of power. Raja Edward I yang ketika itu3

memimpin Inggris, memanfaatkan situasi dan

melancarkan upaya penaklukan di Skotlandia.1 Setelah

Ratu Elizabeth I meninggal pada tahun 1603, terjadi

kekosongan kekuasaan di Inggris disebabkan Ratu

Elizabeth I tidak memiliki pewaris tahta. Sehingga,

Raja James IV yang kala itu merupakan raja

Skotlandia sekaligus saudara dekat Ratu Elizabeth I

mengambil alih kekuasaan dan menjadi Raja atas

Inggris sekaligus Skotlandia. Peristiwa penyatuan

kekuasaan tersebut menjadi tonggak dari penyatuan

kedua kerajaan.2

Beribukota di Edinburg, Skotlandia terletak di

bagian Utara dari Pulau Britania. Walaupun

berbatasan langsung dengan Inggris di sebelah

Selatan, tetapi dilihat secara kultur dan ras

bangsa, Bangsa Skotlandia (Scottish) berbeda dengan

Bangsa Inggris (English). Bangsa Skotlandia masih

1 Melihat Referendum Skotlandia dengan Kacamata Kelompok Separatis, dalam http://politik.kompasiana.com/2014/09/15/melihat-referendum-skotlandia-dengan-kacamata-kelompok-separatis-688118.html, dikases pada tanggal 16 Maret 2015.2 Ibid.

4

menggunakan Bahasa Gaelik sebagai bahasa sehari-

hari, walaupun Bahasa Inggris telah menjadi bahasa

nasional. Saat telah menjadi bagian dari Britania

Raya, pada tahun 1997 pemerintah Skotlandia

mengajukan referendum pemerintahan devolutif untuk

mengatur segala urusan dalam negeri. Hal ini

dilakukan agar masyarakat Skotlandia dapat hidup

menurut aturan yang sesuai dengan kultur dan tradisi

mereka. Maka sejak tahun 1999, Skotlandia memiliki

parlemen sendiri.

Partai Nasional Skotlandia (SNP) yang

memenangkan pemilu Parlemen Skotlandia tahun 2011

dengan suara mayoritas, mengajukan untuk mengadakan

referendum untuk mengupayakan pemisahan diri

Skotlandia dari Britania Raya. Sebelumnya SNP telah

mengajukan usul yang sama pada tahun 2010, namum

ditolak karena tidak memperoleh dukungan oleh

partai-partai lainnya. Sehingga setelah memperoleh

kursi parlemen pada pemilu 2011, SNP berkonsultasi

dengan Pemerintah Skotlandia pada tanggal 25 Januari5

2012 yang menghasilkan keputusan untuk pelaksanaan

referendum pada tanggal 18 September 2014.

Rencana referendum ini menuai reaksi yang

beragam dari masyarakat Skotlandia, Inggris, dan UE.

Suara terpecah menjadi dua kubu, antara yang pro-

integrasi dan anti-integrasi. Kubu pro-integrasi

didukung oleh partai-partai besar Inggris, seperti

partai Buruh, Konservatif dan Demokrat Liberal.

Partai-partai yang biasanya berseberangan ini

akhirnya bersatu untuk memenangkan hati masyarakat

Skotlandia agar tidak memilih berpisah. David

Cameron, yang berasal dari Partai Konservatif

mendapat dukungan dari oposisinya, partai Buruh yang

dipimpin oleh Gordon Brown yang juga berasal dari

Skotlandia.3 Sejumlah tokoh juga mendukung gerakan

pro-integrasi yaitu, penulis Harry Potter, J. K.

Rowling. Rowling menyumbang dana sekitar Rp 19

Milyar guna mendukung gerakan “Bersama Lebih Baik”

3 Referendum Skotlandia, implikasi terhadap GBPUSD, dalam http://www.gainscope.co.id/referendum-skotlandia-implikasi-terhadap-gbpusd/, diakses pada 15 Maret 2015.

6

yang digagas oleh mantan Menteri Keuangan Inggris,

Alistair Darling.4

Sebenarnya dalam masyarakat Skotlandia sendiri

juga terjadi perpecahan suara. Menurut hasil jejak

pendapat yang dilakukan secara berkala oleh TNS

BMRB, diperoleh besar suara antara kedua kubu yang

selisihnya tidak terlalu besar.

Tabel I.1. Hasil Jejak Pendapat MasyarakatSkotlandia mengenai Referendum (Scottish OpinionMonitor)

Tanggal survei Jumlah

voter

Ya Tidak Belummemutuskan

Selisih

24-13 Agustus

2011

1007 39% 38% 23% 1%

26 Sep-4 Okt

2012

995 28% 53% 19% 25%

3-9 Januari

2013

1012 28% 48% 24% 20%

20-28 Februari

2013

1001 33% 52% 15% 19%

20 Maret-2 1002 30% 51% 19% 21%4 Ibid.

7

April 2013

21-27 Agustus

2013

1067 25% 47% 28% 22%

25 Sep-2 Okt

2013

1004 25% 44% 31% 19%

23-30 Oktober

2013

1010 25% 43% 32% 18%

20-27 November

2013

1004 26% 42% 32% 16%

3-10 Desember

2013

1055 27% 41% 33% 14%

28 Jan-6 Feb

2014

996 29% 42% 29% 13%

26 Feb-9 Maret

2014

1019 28% 42% 30% 14%

21 Maret-2April

2014

988 29% 41% 30% 12%

23 April-2 Mei

2014

996 30% 42% 28% 12%

21-28 Mei 2014 1011 30% 42% 28% 12%

8

25 Juni-9 Juli

2014

995 32% 41% 27% 9%

23 Juli-7 Agt

2014

1000 32% 45% 23% 13%

27 Agt-4 Sep

2014

990 38% 39% 23% 1%

Sumber: http://www.tns-bmrb.co.uk/news/scottish/

Hingga pada tanggal 18 September 2014 pemungutan

suara dilaksanakan, setelah RUU Referendum Kemerdekaan

Skotlandia disahkan oleh parlemen. Setiap orang berusia

di atas 16 tahun yang tinggal di Skotlandia berhak

mengikuti pemungutan suara tersebut. Warga Inggris atau

Wales yang tinggal di Skotlandia juga diperbolehkan

untuk berpartisipasi.5 Setelah pemilihan suara ditutup

pada pukul 22:00 waktu setempat, dilakukan perhitungan

suara yang diumumkan esok harinya. Diperoleh suara “ya”

(pro-kemerdekaan) sebanyak 44,70% atau 1,617,989 suara,

dengan suara “no” (tetap bersama Britania Raya)

5 Mengapa Skotlandia Ingin Memisahkan Diri, dalam http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/mengapa-skotlandia-ingin-memisahkan-diri/, diakses pada 17 Maret 2015

9

sebanyak 55,30% atau 2,001,926 suara.6 Hasil ini

merupakan hasil dari total pemakai hak suara sebanyak

4,283,392 atau 84,59% dari 32 wilayah.7 Hasil

referendum dimana mayoritas memutuskan untuk tidak

memerdekakan diri ini disambut lega oleh masyarakat

Inggris dan Uni Eropa. Sebab, apabila referendum

Skotlandia berhasil membawa Skotlandia menjadi negara

merdeka, dikhawatirkan akan berdampak pada munculnya

gerakan serupa di negara-negara lainnya.8

C. Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang di atas, hal yang

menarik untuk diteliti adalah apa yang menjadi

“Latar Belakang Keinginan Pemerintah Skotlandia

Memisahkan Diri dari Inggris melalui Referendum

Tahun 2014?”

6 Scotland Votes No, http://www.bbc.com/news/events/scotland-decides/results, diakes pada 18 Maret 20157 Ibid.8 Referendum Skotlandia ‘torpedo’ Uni Eropa, dalam http://www.bbc.co.uk/indonesia/majalah/2014/09/140917_spanyol_referendum_skotlandia, diakses pada 15 Maret 2015

10

D. Kerangka Pemikiran

Memecahkan permasalahan untuk menemukan sebab

dibalik terjadinya referendum Skotlandia, tidak akan

lepas dari konsep teori politik tentang

nasionalisme. Referendum kemerdekaan merupakan salah

satu tindakan nyata dari gerakan kelompok

nasionalis. Nasionalisme sendiri menurut

etimologinya, berasal dari kata nation diturunkan

dari Bahasa Perancis dari kata Latin ‘natio’ (nasci)

yang mengandung istilah berhubungan dengan ras, suku

atau keturunan dari orang yang dianggap kasar atau

tidak tahu adat menurut standar Romawi. Dalam Bahasa

Romawi, istilah ‘nation’ berarti bagian dari

kebijakan jabatan atau perkerjaan, sedangkan dalam

perkembangan bahasa yang terpengaruh Renaissance,

istilah ‘nation’ mengalami sejumlah perubahan

semantic sebelum digunakan secara jelas untuk

menunjukkan kesatuan kultural yang nyata dan

kedaulatan politik yang tetap bagi semua orang.

11

Penggunaan kata nation mulai populer melalui sebuah

pamflet yang ditulis oleh Abbas Sieyes dan dalam

Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara yang

disusun pada saat Revolusi Perancis pada tahun 1789.

Selanjutnya, pengunaan istilah ‘nasionalisme’

sendiri pertama kali mulai dipergunakan secara luas

dalam bahasa-bahasa Eropa untuk merujuk pada energy

yang menjiwai ‘kekuasaan rakyat’ untuk propaganda

penggulingan kekuasaan raja dan penghapusan sistem

monarki. Hal ini menjadi tonggak awal nasionalisme

modern yang menegaskan peralihan kekuasaan dari King

to People.

Konsep nasionalisme sendiri memiliki beragam

pandangan. Seperti Gooch yang menegaskan bahwa

nasionalisme merupakan kesadaram diri dari suatu

bangsa.9 Sedangkan dalam arti umum, menurut

Greenfeld dan Chirot, nasionalisme mengacu pada

seperangkat gagasan dan sentimen yang membentuk

kerangka konseptual tentang identitas nasional yang

9 E. Kedourie, Nationalism, Londom: Hutchinson University Library,1996, hal. 10.

12

sering hadir bersama dengan berbagai identitas lain

seperti okupasi, agama, suku linguistic, tertorial,

kelas, gender dan lain-lain.10 Karena konsep

nasionalime bersifat ambivalen, yaitu sebagai

kekuatan konservatif sekaligus sebagai factor

revolusioner, persepsi lain menyebutkan nasionalisme

sebagai reaksi terhadap kekuatan yang datang dari

Barat, dimana tidak hanya terjadi ekspansi secara

politik dan sumber daya, namun juga ekspansi budaya.

Seperti yang dijelaskan oleh Minogue, nasionalisme

merupakan gerakan politik untuk memperoleh dan

mempertahankan integritas politik, yakni gerakan

politik yang berdasarkan pada perasaan tidak puas

terhadap orang asing.11 Sedangkan menurut Smith,

bahwa nasionalime adalah suatu gerakan ideologis

untuk meraih dan memelihara otonomi, kohesi dan

individuality bagi satu kelompok social tertentu

yang diakui oleh anggotanya untuk membentuk atau

10 L. Greenfeld and D. Chirot, Nationalism and Agression dalam Theory and Society 23 (1), 1994, hal 79-13011 K.R. Minogue, Nationalism, London: Menthuen, 1967, hal. 25.

13

menentukan satu bangsa yang sesungguhnya atau yang

berupa potensi saja.12 Lantas Smith

mengidentifikasikan nasionalisme ke dalam dua jalan;

1) Jalan gradualis: patriotisme negara,

kolonisasi, dan provinsialisme,

2) Jalan nasionalis: nasionalisme etnis,

nasionalisme territorial, mobilisasi, komunitas

yang berbudaya dan surrogate agama.

Bila dikaitkan dengan gerakan nasionalis

Skotlandia, Skotlandia telah mengambil kedua jalan

yang diidentifikasikan oleh Smith. Melalui jalan

gradualis, Skotlandia mengajukan referendum untuk

memiliki pemerintahan devolutif, dimana sejak tahun

1999 London tidak lagi memiliki wewenang untuk

mengatur urusan domestik Skotlandia. Sedangkan sejak

Partai Nasional Skotlandia menguasai kursi parlemen

pada tahun 2011, pengajuan rencana referendum

kemerdekaan mulai diperjuangkan.

12 A. D. Smith, Nationalist Movement, London: The Macmillan Press,1979, hal. 1.

14

Apabila dilihat dari jalan nasionalis yang

diambil Skotlandia, nasionalis etnis mungkin menjadi

tipe yang dapat menggambarkan jenis gerakan

nasionalis Skotlandia. Sebab, sebelum dan sesudah

bergabung dengan Britania Raya, proses integrasi

antara Inggris dengan Skotlandia tidak terjadi

dengan sempurna. Bahkan sejak Skotlandia memiliki

kebijakan devolutif, semakin menurunkan proses

integrasi dengan pemerintahan pusat, sebab

Skotlandia menerapkan sistem hukum, sistem

gereja/ibadah, dan sistem pendidikannya sendiri.

Istilah nasionalisme etnis muncul akibat

penyimpangan nasionalisme liberal yang selama ini

kita kenal sebagai ideologi bangsa Eropa dan Amerika

Utara. Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi

liberal, seharusnya dapat memberikan kebebasan

kepada seluruh warga negaranya untuk mengunakan dan

memelihara budaya dan tradisi masing-masing. Will

Kymlicka dalam bukunya Politics In The Vernacular: Nationalism,

Multiculturalism and Citizenship, mengemukakan bahwa negara15

kebangsaan lahir akibat dari gerakan-gerakan

berbasis kelompok budaya. Seperti subnasional yang

dilandasi ikatan kebudayaan dalam membangun negara

kebangsaan. Menurutnya, banyak contoh gerakan social

dan politik yang merupakan ekspresi dari

keanekaragaman identitas dan budaya di dalam negeri

seperti tuntutan pemisahan etnis atau agama yang

mendasari terbentuknya negara modern.13 Didasari

pemikiran tersebut, Kymlicka merujuk bahwa negara

modern saat ini bersifat multicultural sehingga

tidak cocok lagi menggunakan kerangka ideal lama

bahwa negara bangsa merupakan negara homogen yang

bersifat alamiah, melainkan negara yang heterogen,

multicultural yang terbentuk dari gerakan-geraakan

subnasional, identitas dan budaya. Oleh karena itu,

Kymlicka tidak setuju bahwa semua penduduk suatu

negara harus memiliki identitas yang sama yang

melekat pada setiap warga negara, padahal setiap

13 Nuri Suseno, Kewarganegaraan: Tafsir, Tradisi dan Isu Kontemporer, Departemen Ilmu Politik UI, 2013, ha. 30.

16

individu membawa identitas etnis, agama, kelompok

yang berbeda-beda.

Menurut Kymlicka, dalam negara yang

multicultural setiap individu memiliki dua unsur

nasionalisme yaitu, nasionalisme etnis (ethnic

nationalism) dan nasionalisme sipil (civic nationalism).

Kymlicka menekankan bahwa untuk menjaga

stabilitas suatu negara yang heterogen agama serta

budayanya, maka nasionalisme etnis tidak boleh lebih

tinggi dari nasionalisme sipil. Karena kelompok

etnis dari subnasional yang memiliki wilayah

teritori dapat melahirkan konflik untuk memperoleh

kontrol atas satu wilayah tertentu. Contoh nyata

yaitu gerakan Crimea yang mayoritas berbangsa yang

sama seperti Rusia, menuntut untuk berpisah dari

Ukraina, terlepas adanya dari dorongan dari Rusia.

Nasionalisme sipil dan nasionalisme etnis dapat

sewaktu-waktu semakin liberal atau illiberal, dimana

yang dimaksudkan adalah pluralitas dapat

17

dikembangkan menjadi nation building sekaligus nation

destroying. Negara plural sebenarnya dapat mewujudkan

imagined community, tetapi juga dapat menghapus rasa

kebangsaan akibat dari tidak terpenuhinya hak dari

minoritas pada teritori tertentu, hal itu bisa

merupakan akibat dari kesenjangan ekonomi dan

ketimpangan pembangunan.

Anthony Birch dalam bukunya Nationalism and National

Integration membahas bahwa setidaknya ada empat hal

yang menjadi justifikasi bagi sebuah kelompok

nasionalis untuk memisahkan diri, yaitu:

1) Penyatuan wilayah yang sebelumnya terjadi

dilakukan secara paksa menyebabkan orang-

orang terus melakukan tindakan penolakan;

2) Pemerintah pusat yang gagal untuk

melindungi hak-hak dasar keamanan warga

negaranya;

18

3) Sistem politik yang tidak berhasil untuk

melindungi kepentingan politik dan ekonomi

yang ada;

4) Pemerintah pusat yang gagal atau

mengabaikan kepentingan kelompok minoritas

dan mengutamakan suara mayoritas.

Namun, permasalahan hak minoritas dan

kesenjangan ekonomi tidak selamanya menjadi penyebab

terjadinya disintegrasi suatu bangsa. Dalam salah

satu contoh kasus, seperti tuntutan separatisme

rakyat Catalunya terhadap Spanyol. Gerakan ini

disebabkan faktor sumber daya yang dimiliki

Catalunya sangat melimpah, sehingga dengan menjadi

negara yang indenpenden, Catalunya dapat memberikan

kesejahteraan yang lebih kepada warga negaranya.

Terlebih banyaknya hutang negara yang harus turut

ditanggung oleh Catalunya.

Alasan-alasan nasionalisme di atas tidaklah

berpengaruh apabila tidak diikuti dengan dukungan

19

masyarakat secara serentak. Hetcher menjelaskan

bahwa pemisahan diri sebagai proses dari keputusan

kolektif yang berkelanjutan berdasar pada rational

choice. Meningkatnya dukungan masyarakat untuk

memisahkan diri dari negara induk menjadi wujud dari

menguatnya rasa nasionalisme masyarakat. Terlebih

bila hal ini terjadi pada negara yang demokratis,

peran partai politik nasionalis yang memiliki tujuan

untuk mengajak masyarakat memisahkan diri menjdi

actor yang penting. Maka kepercayaan masyarakat

terhadap partai politik tersebut sangat dibutuhkan

untuk meningkatkan partisipasi politik.

Ditinjau dari pemerintahan devolutif Skotlandia

yang menganut sistem multi partai, peran Partai

Nasional Skotlandia menjadi actor kunci dari

keberhasilan penyelenggaraan referendum, terlepas

pada hasilnya yang tidak membawa Skotlandia menjadi

negara yang merdeka.

E. Hipotesis

20

Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya

referendum kemerdekaan Skotlandia tahun 2014 yaitu:

1) Proses integrasi yang diusahakan oleh Britania

Raya tidak berjalan dengan sempurna, sebab budaya-

budaya yang terdapat pada tiap negara bagian

Britania Raya (Irlandia Utara, Skotlandia, dan

Wales) telah mengakar dengan kuat. Hal ini semakin

dipersulit dengan diterapkannya kebijakan

devolutif Skotlandia yang memiliki wewenang penuh

atas urusan domestic tanpa campur tangan

pemerintah pusat.

2) Sepertinya halnya gerakan separatis Catalunya,

permasalahan sumber daya alam yang melimpah

menjadi salah satu faktor. Diketahui bahwa

cadangan minyak Britania Raya sebagian besar

berada di wilayah Skotlandia, yang memunculkan

pemikiran bahwa dengan menjadi negara yang

mandiri, pemerintah Skotlandia dapat meningkatkan

kesejahteraan warganya tanpa harus didistribusikan

ke wilayah Britania Raya yang lain. Faktor ini

21

juga didukung dengan kondisi ekonomi Eropa yang

sejak tahun 2008 lalu mengalami krisis finansial

yang parah, yang menyebabkan hutang negara yang

membengkak, sehingga Skotlandia sebagai bagian

dari Britania Raya juga turut menanggungnya.

F. Jangkauan Penelitian

Penelitian ini akan mengulas tentang perkembangan

gerakan nasionalis Skotlandia hingga memunculkan

referendum kemerdekaan pada tahun 2014. Dalam

penelitian ini akan dibatasi, dimulai tahun 2007

saat Partai Nasional Skotlandia mulai mengajukan

rencana referendum, hingga pada tahun 2014 yaitu

saat diselenggarakannya referendum kemerdekaan

Skotlandia yang terjadi pada tanggal 18 September

2014.

G. Metode Penelitian

1) Metode Penelitian

22

Penelitian ini menggunakan metode penelitian

kualitatif, yaitu metode penelitian yang bertujuan untuk

mendiskripsikan secara terperinci suatu fenomena

sehingga menjadi lebih jelas.

2) Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data penelitian ini adalah dari

data sekunder melalui riset pustaka (library research),

yaitu mengumpulkan data dan informasi yang berkait

erat dengan penelitian yang akan diteliti, menelaah,

dan menganalisa penelitian dari data yang diperoleh

dengan membaca buku atau sumber-sumber yang

lain.14Data dikumpulkan dan diolah melalui buku-buku

teks, encyclopedia, surat kabar dan majalah, jurnal

dan artikel ilmiah15. Penelitian ini juga

mempergunakan pencarian dan pengumpulan data dengan

media computer melalui internet (Website), serta

referensi-referensi lainnya.

3) Teknik Analisa Data

14 Muljani A Nurhadi, Sejarah Perpustakaan dan Perkembangannya di Indonesia,Yogyakarta, Andi Offiset, 1983, halaman 5.15 Sutrisno Hadi, Metodologi Research I, Yogyakarta, Andi, 2001,halaman 57.

23

Dalam penelitian ini, digunakan teknik analisa

data deskriptif kualitatif, dimana data-data yang diperoleh

lebih mengacu pada argumen-argumen yang relevan,

yang kemudian diolah menjadi pernyataan-pernyataan

yang mengacu secara faktual dan bukan angka atau

jumlah.

H. Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui

faktor-faktor yang mendorong terjadinya Referendum

Kemerdekaan Skotlandia Terhadap Britania Raya Tahun

2014.

I. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penulisan skripsi

ini adalah mengetahui faktor-faktor apa saja yang

mendorong terjadinya Referendum Kemerdekaan

Skotlandia Terhadap Britania Raya Tahun 2014, yang

nantinya dapat memberikan pemahaman mengenai

24

bagaimana perkembangan dan upaya gerakan nasionalis

di Skotlandia.

J. Rencana Sistematika Penulisan

Rencana sistematika penulisan pada penelitian ini

akan dibagi menjadi lima bab yaitu:

BAB I : PENDAHULUAN

Menerangkan tentang alasan pemilihan judul, latar

belakang, rumusan masalah, kerangka pemikiran,

hipotesa, jangkauan penelitian, metodologi

penelitian, tujuan penulisan, manfaat penelitian,

dan sistematika penulisan.

BAB II : DINAMIKA HUBUNGAN SKOTLANDIA DAN INGGRIS

Pada bab ini akan dijabarkan mengenai dinamika

hubungan Skotlandia dan Inggris sejak Skotlandia

bergabung pada tahun 1707 hingga sekarang yang dapat

memberikan gambaran penyebab terjadinya referendum.

25

BAB III : UPAYA PEMERINTAH SKOTLANDIA UNTUK

MEMPEROLEH KEMERDEKAAN

Dalam bab ini akan dijelaskan bagaimana upaya

pemerintah Skotlandia dalam memperjuangkan

pelaksanaan referendum kemerdekaan yang dimotori

oleh Partai Nasional Skotlandia dalam menyakinkan

parlemen Skotlandia, masyarakat Skotlandia, serta

Pemerintahan Pusat Britania Raya.

BAB IV : KEINGINAN MASYARAKAT SKOTLANDIA UNTUK

MEMISAHKAN DIRI DARI BRITANIA RAYA

Bab ini akan menguraikan tentang keinginan dari

masyarakat Skotlandia untuk memisahkan diri dari

Britania Raya, yang akan dianalisa dari beberapa

aspek seperti; aspek primordial, aspek politik-

sosial-budaya, aspek actor negara, dan aspek

dorongan internasional sebagai pendorong munculnya

keinginan masyarakat Skotlandia untuk memisahkan

diri.

26

BAB V : PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan yang

berisikan kesimpulan dari bab-bab yang sudah dibahas

sebelumnya.

DINAMIKA HUBUNGAN SKOTLANDIA DAN INGGRIS

27

A. Sejarah Awal Bergabungnya Skotlandia dalam Britania

Raya

Skotlandia merupakan negara kedua yang bergabung

dengan Inggris setelah sebelumnya Wales bergabung.

Namun, istilah Britania Raya sendiri baru digunakan

saat Skotlandia bergabung, yaitu dengan ditandainya

Act Of Union pada tahun 1707. Istilah Britania Raya

sendiri merujuk pada Pulau Britania yang menjadi

wilayah dua negara, yaitu Inggris di bagian selatan

dan Skotlandia di bagian Utara, sehingga istilah

Britania Raya merupakan arti dari pulau Britania

yang menjadi satu dalam satu kedaulatan.

Hubungan Skotlandia dan Inggris telah dimulai pada

abad ke-13 saat pertama kali Inggris melancarkan

ekspansi ke Skotlandia. Saat itu yaitu pada tahun

1256, pasukan tentara yang dipimpin oleh Raja Edward

I memanfaatkan kekosongan kekuasaan Skotlandia untuk

melakukan okupasi. Namun, penyerangan oleh tentara

Inggris ini mendapat perlawanan dari Bruce de Niro

28

dan berhasil mengamankan Edinburgh dari kepungan

tentara Inggris.

29