Latar Belakang Pengajuan Referendum Kemerdekaan Skotlandia Tahun 2014
Transcript of Latar Belakang Pengajuan Referendum Kemerdekaan Skotlandia Tahun 2014
LATAR BELAKANG REFERENDUM KEMERDEKAAN SKOTLANDIA
TERHADAP BRITANIA RAYA TAHUN 2014
A. Alasan Pemilihan Judul
Skotlandia merupakan negara yang menjadi bagian
dari kedaulatan Inggris Raya atau Britania Raya.
Negara yang bersedia bersatu pada tahun 1707 ini
berbeda dengan negara-negara lain yang tergabung
dengan Britania Raya seperti Irlandia Utara dan
Wales. Sebab, pemerintah Skotlandia menerapkan
sistem hukum sendiri untuk mengatur pekerjaan harian
negara. Hal ini berpengaruh pada proses integrasi
antara Edinburgh dan London dalam tujuan untuk
mewujudkan negara kesatuan Britania Raya.
Pada tahun 1997, pemerintah Skotlandia berhasil
memenangkan referendum untuk memiliki parlemen
sendiri. Setelah Parlemen Skotlandia dibentuk pada
tahun 1999, mulai sejak itu segala urusan dalam
negeri bukan lagi menjadi wewenang pemerintah
1
Britania Raya. Referendum akan kebijakan devolutif
yang berdasarkan suara dari masyarakat Skotlandia
ini menjadi pintu awal dari keinginan pemerintah
Skotlandia untuk memperjuangkan kemerdekaan.
Hingga akhirnya setelah melewati proses yang
panjang sejak tahun 2007, pemerintah Skotlandia
menerima opsi yang diajukan oleh Partai Nasional
Skotlandia (Scottish National Party/SNP) untuk
melaksanakan referendum kemerdekaan pada tanggal 18
September 2014. Walaupun referendum yang
dilaksanakan 18 September 2014 lalu tersebut gagal
membawa Skotlandia menjadi negara yang merdeka,
tetapi peristiwa ini sempat menyebabkan ketegangan
bagi Inggris dan negara-negara anggota UE. Maka, hal
yang menarik untuk diteliti lebih lanjut adalah apa
yang menjadi “Latar Belakang Skotlandia Menginginkan
Kemerdekaan dari Britania Raya Melalui Referendum 18
September 2014.”
B. Latar Belakang Masalah
2
Britania Raya merupakan negara kesatuan tertua
yang masih berdiri hingga saat ini. Wilayahnya yang
terdiri dari negara Inggris, Irlandia Utara,
Skotlandia, dan Wales telah bergabung selama lebih
dari 300 tahun. Skotlandia sendiri merupakan negara
kedua yang bergabung dengan Inggris pada tahun 1707
setelah Wales bergabung pada tahun 1536.
Bergabungnya Skotlandia dengan Inggris ditandai
dengan kesepakatan Acts of Union yang sekaligus menjadi
awal terbentuknya Britania Raya. Walaupun tiga
negara selain Inggris merupakan bagian dari
kedaulatan Britania Raya, tetapi di masing-masing
negara tersebut memiliki ibu kota sendiri dengan
pemerintahan sendiri.
Skotlandia pada awalnya juga merupakan negara
yang merdeka. Namun, pasca tewasnya satu-satunya
penerus tahta kerajaan yaitu Margaret, Putri
Norwegia, akibat kapal yang ditumpanginya karam saat
sedang menuju ke Skotlandia, negara ini mengalami
vacuum of power. Raja Edward I yang ketika itu3
memimpin Inggris, memanfaatkan situasi dan
melancarkan upaya penaklukan di Skotlandia.1 Setelah
Ratu Elizabeth I meninggal pada tahun 1603, terjadi
kekosongan kekuasaan di Inggris disebabkan Ratu
Elizabeth I tidak memiliki pewaris tahta. Sehingga,
Raja James IV yang kala itu merupakan raja
Skotlandia sekaligus saudara dekat Ratu Elizabeth I
mengambil alih kekuasaan dan menjadi Raja atas
Inggris sekaligus Skotlandia. Peristiwa penyatuan
kekuasaan tersebut menjadi tonggak dari penyatuan
kedua kerajaan.2
Beribukota di Edinburg, Skotlandia terletak di
bagian Utara dari Pulau Britania. Walaupun
berbatasan langsung dengan Inggris di sebelah
Selatan, tetapi dilihat secara kultur dan ras
bangsa, Bangsa Skotlandia (Scottish) berbeda dengan
Bangsa Inggris (English). Bangsa Skotlandia masih
1 Melihat Referendum Skotlandia dengan Kacamata Kelompok Separatis, dalam http://politik.kompasiana.com/2014/09/15/melihat-referendum-skotlandia-dengan-kacamata-kelompok-separatis-688118.html, dikases pada tanggal 16 Maret 2015.2 Ibid.
4
menggunakan Bahasa Gaelik sebagai bahasa sehari-
hari, walaupun Bahasa Inggris telah menjadi bahasa
nasional. Saat telah menjadi bagian dari Britania
Raya, pada tahun 1997 pemerintah Skotlandia
mengajukan referendum pemerintahan devolutif untuk
mengatur segala urusan dalam negeri. Hal ini
dilakukan agar masyarakat Skotlandia dapat hidup
menurut aturan yang sesuai dengan kultur dan tradisi
mereka. Maka sejak tahun 1999, Skotlandia memiliki
parlemen sendiri.
Partai Nasional Skotlandia (SNP) yang
memenangkan pemilu Parlemen Skotlandia tahun 2011
dengan suara mayoritas, mengajukan untuk mengadakan
referendum untuk mengupayakan pemisahan diri
Skotlandia dari Britania Raya. Sebelumnya SNP telah
mengajukan usul yang sama pada tahun 2010, namum
ditolak karena tidak memperoleh dukungan oleh
partai-partai lainnya. Sehingga setelah memperoleh
kursi parlemen pada pemilu 2011, SNP berkonsultasi
dengan Pemerintah Skotlandia pada tanggal 25 Januari5
2012 yang menghasilkan keputusan untuk pelaksanaan
referendum pada tanggal 18 September 2014.
Rencana referendum ini menuai reaksi yang
beragam dari masyarakat Skotlandia, Inggris, dan UE.
Suara terpecah menjadi dua kubu, antara yang pro-
integrasi dan anti-integrasi. Kubu pro-integrasi
didukung oleh partai-partai besar Inggris, seperti
partai Buruh, Konservatif dan Demokrat Liberal.
Partai-partai yang biasanya berseberangan ini
akhirnya bersatu untuk memenangkan hati masyarakat
Skotlandia agar tidak memilih berpisah. David
Cameron, yang berasal dari Partai Konservatif
mendapat dukungan dari oposisinya, partai Buruh yang
dipimpin oleh Gordon Brown yang juga berasal dari
Skotlandia.3 Sejumlah tokoh juga mendukung gerakan
pro-integrasi yaitu, penulis Harry Potter, J. K.
Rowling. Rowling menyumbang dana sekitar Rp 19
Milyar guna mendukung gerakan “Bersama Lebih Baik”
3 Referendum Skotlandia, implikasi terhadap GBPUSD, dalam http://www.gainscope.co.id/referendum-skotlandia-implikasi-terhadap-gbpusd/, diakses pada 15 Maret 2015.
6
yang digagas oleh mantan Menteri Keuangan Inggris,
Alistair Darling.4
Sebenarnya dalam masyarakat Skotlandia sendiri
juga terjadi perpecahan suara. Menurut hasil jejak
pendapat yang dilakukan secara berkala oleh TNS
BMRB, diperoleh besar suara antara kedua kubu yang
selisihnya tidak terlalu besar.
Tabel I.1. Hasil Jejak Pendapat MasyarakatSkotlandia mengenai Referendum (Scottish OpinionMonitor)
Tanggal survei Jumlah
voter
Ya Tidak Belummemutuskan
Selisih
24-13 Agustus
2011
1007 39% 38% 23% 1%
26 Sep-4 Okt
2012
995 28% 53% 19% 25%
3-9 Januari
2013
1012 28% 48% 24% 20%
20-28 Februari
2013
1001 33% 52% 15% 19%
20 Maret-2 1002 30% 51% 19% 21%4 Ibid.
7
April 2013
21-27 Agustus
2013
1067 25% 47% 28% 22%
25 Sep-2 Okt
2013
1004 25% 44% 31% 19%
23-30 Oktober
2013
1010 25% 43% 32% 18%
20-27 November
2013
1004 26% 42% 32% 16%
3-10 Desember
2013
1055 27% 41% 33% 14%
28 Jan-6 Feb
2014
996 29% 42% 29% 13%
26 Feb-9 Maret
2014
1019 28% 42% 30% 14%
21 Maret-2April
2014
988 29% 41% 30% 12%
23 April-2 Mei
2014
996 30% 42% 28% 12%
21-28 Mei 2014 1011 30% 42% 28% 12%
8
25 Juni-9 Juli
2014
995 32% 41% 27% 9%
23 Juli-7 Agt
2014
1000 32% 45% 23% 13%
27 Agt-4 Sep
2014
990 38% 39% 23% 1%
Sumber: http://www.tns-bmrb.co.uk/news/scottish/
Hingga pada tanggal 18 September 2014 pemungutan
suara dilaksanakan, setelah RUU Referendum Kemerdekaan
Skotlandia disahkan oleh parlemen. Setiap orang berusia
di atas 16 tahun yang tinggal di Skotlandia berhak
mengikuti pemungutan suara tersebut. Warga Inggris atau
Wales yang tinggal di Skotlandia juga diperbolehkan
untuk berpartisipasi.5 Setelah pemilihan suara ditutup
pada pukul 22:00 waktu setempat, dilakukan perhitungan
suara yang diumumkan esok harinya. Diperoleh suara “ya”
(pro-kemerdekaan) sebanyak 44,70% atau 1,617,989 suara,
dengan suara “no” (tetap bersama Britania Raya)
5 Mengapa Skotlandia Ingin Memisahkan Diri, dalam http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/mengapa-skotlandia-ingin-memisahkan-diri/, diakses pada 17 Maret 2015
9
sebanyak 55,30% atau 2,001,926 suara.6 Hasil ini
merupakan hasil dari total pemakai hak suara sebanyak
4,283,392 atau 84,59% dari 32 wilayah.7 Hasil
referendum dimana mayoritas memutuskan untuk tidak
memerdekakan diri ini disambut lega oleh masyarakat
Inggris dan Uni Eropa. Sebab, apabila referendum
Skotlandia berhasil membawa Skotlandia menjadi negara
merdeka, dikhawatirkan akan berdampak pada munculnya
gerakan serupa di negara-negara lainnya.8
C. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang di atas, hal yang
menarik untuk diteliti adalah apa yang menjadi
“Latar Belakang Keinginan Pemerintah Skotlandia
Memisahkan Diri dari Inggris melalui Referendum
Tahun 2014?”
6 Scotland Votes No, http://www.bbc.com/news/events/scotland-decides/results, diakes pada 18 Maret 20157 Ibid.8 Referendum Skotlandia ‘torpedo’ Uni Eropa, dalam http://www.bbc.co.uk/indonesia/majalah/2014/09/140917_spanyol_referendum_skotlandia, diakses pada 15 Maret 2015
10
D. Kerangka Pemikiran
Memecahkan permasalahan untuk menemukan sebab
dibalik terjadinya referendum Skotlandia, tidak akan
lepas dari konsep teori politik tentang
nasionalisme. Referendum kemerdekaan merupakan salah
satu tindakan nyata dari gerakan kelompok
nasionalis. Nasionalisme sendiri menurut
etimologinya, berasal dari kata nation diturunkan
dari Bahasa Perancis dari kata Latin ‘natio’ (nasci)
yang mengandung istilah berhubungan dengan ras, suku
atau keturunan dari orang yang dianggap kasar atau
tidak tahu adat menurut standar Romawi. Dalam Bahasa
Romawi, istilah ‘nation’ berarti bagian dari
kebijakan jabatan atau perkerjaan, sedangkan dalam
perkembangan bahasa yang terpengaruh Renaissance,
istilah ‘nation’ mengalami sejumlah perubahan
semantic sebelum digunakan secara jelas untuk
menunjukkan kesatuan kultural yang nyata dan
kedaulatan politik yang tetap bagi semua orang.
11
Penggunaan kata nation mulai populer melalui sebuah
pamflet yang ditulis oleh Abbas Sieyes dan dalam
Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara yang
disusun pada saat Revolusi Perancis pada tahun 1789.
Selanjutnya, pengunaan istilah ‘nasionalisme’
sendiri pertama kali mulai dipergunakan secara luas
dalam bahasa-bahasa Eropa untuk merujuk pada energy
yang menjiwai ‘kekuasaan rakyat’ untuk propaganda
penggulingan kekuasaan raja dan penghapusan sistem
monarki. Hal ini menjadi tonggak awal nasionalisme
modern yang menegaskan peralihan kekuasaan dari King
to People.
Konsep nasionalisme sendiri memiliki beragam
pandangan. Seperti Gooch yang menegaskan bahwa
nasionalisme merupakan kesadaram diri dari suatu
bangsa.9 Sedangkan dalam arti umum, menurut
Greenfeld dan Chirot, nasionalisme mengacu pada
seperangkat gagasan dan sentimen yang membentuk
kerangka konseptual tentang identitas nasional yang
9 E. Kedourie, Nationalism, Londom: Hutchinson University Library,1996, hal. 10.
12
sering hadir bersama dengan berbagai identitas lain
seperti okupasi, agama, suku linguistic, tertorial,
kelas, gender dan lain-lain.10 Karena konsep
nasionalime bersifat ambivalen, yaitu sebagai
kekuatan konservatif sekaligus sebagai factor
revolusioner, persepsi lain menyebutkan nasionalisme
sebagai reaksi terhadap kekuatan yang datang dari
Barat, dimana tidak hanya terjadi ekspansi secara
politik dan sumber daya, namun juga ekspansi budaya.
Seperti yang dijelaskan oleh Minogue, nasionalisme
merupakan gerakan politik untuk memperoleh dan
mempertahankan integritas politik, yakni gerakan
politik yang berdasarkan pada perasaan tidak puas
terhadap orang asing.11 Sedangkan menurut Smith,
bahwa nasionalime adalah suatu gerakan ideologis
untuk meraih dan memelihara otonomi, kohesi dan
individuality bagi satu kelompok social tertentu
yang diakui oleh anggotanya untuk membentuk atau
10 L. Greenfeld and D. Chirot, Nationalism and Agression dalam Theory and Society 23 (1), 1994, hal 79-13011 K.R. Minogue, Nationalism, London: Menthuen, 1967, hal. 25.
13
menentukan satu bangsa yang sesungguhnya atau yang
berupa potensi saja.12 Lantas Smith
mengidentifikasikan nasionalisme ke dalam dua jalan;
1) Jalan gradualis: patriotisme negara,
kolonisasi, dan provinsialisme,
2) Jalan nasionalis: nasionalisme etnis,
nasionalisme territorial, mobilisasi, komunitas
yang berbudaya dan surrogate agama.
Bila dikaitkan dengan gerakan nasionalis
Skotlandia, Skotlandia telah mengambil kedua jalan
yang diidentifikasikan oleh Smith. Melalui jalan
gradualis, Skotlandia mengajukan referendum untuk
memiliki pemerintahan devolutif, dimana sejak tahun
1999 London tidak lagi memiliki wewenang untuk
mengatur urusan domestik Skotlandia. Sedangkan sejak
Partai Nasional Skotlandia menguasai kursi parlemen
pada tahun 2011, pengajuan rencana referendum
kemerdekaan mulai diperjuangkan.
12 A. D. Smith, Nationalist Movement, London: The Macmillan Press,1979, hal. 1.
14
Apabila dilihat dari jalan nasionalis yang
diambil Skotlandia, nasionalis etnis mungkin menjadi
tipe yang dapat menggambarkan jenis gerakan
nasionalis Skotlandia. Sebab, sebelum dan sesudah
bergabung dengan Britania Raya, proses integrasi
antara Inggris dengan Skotlandia tidak terjadi
dengan sempurna. Bahkan sejak Skotlandia memiliki
kebijakan devolutif, semakin menurunkan proses
integrasi dengan pemerintahan pusat, sebab
Skotlandia menerapkan sistem hukum, sistem
gereja/ibadah, dan sistem pendidikannya sendiri.
Istilah nasionalisme etnis muncul akibat
penyimpangan nasionalisme liberal yang selama ini
kita kenal sebagai ideologi bangsa Eropa dan Amerika
Utara. Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi
liberal, seharusnya dapat memberikan kebebasan
kepada seluruh warga negaranya untuk mengunakan dan
memelihara budaya dan tradisi masing-masing. Will
Kymlicka dalam bukunya Politics In The Vernacular: Nationalism,
Multiculturalism and Citizenship, mengemukakan bahwa negara15
kebangsaan lahir akibat dari gerakan-gerakan
berbasis kelompok budaya. Seperti subnasional yang
dilandasi ikatan kebudayaan dalam membangun negara
kebangsaan. Menurutnya, banyak contoh gerakan social
dan politik yang merupakan ekspresi dari
keanekaragaman identitas dan budaya di dalam negeri
seperti tuntutan pemisahan etnis atau agama yang
mendasari terbentuknya negara modern.13 Didasari
pemikiran tersebut, Kymlicka merujuk bahwa negara
modern saat ini bersifat multicultural sehingga
tidak cocok lagi menggunakan kerangka ideal lama
bahwa negara bangsa merupakan negara homogen yang
bersifat alamiah, melainkan negara yang heterogen,
multicultural yang terbentuk dari gerakan-geraakan
subnasional, identitas dan budaya. Oleh karena itu,
Kymlicka tidak setuju bahwa semua penduduk suatu
negara harus memiliki identitas yang sama yang
melekat pada setiap warga negara, padahal setiap
13 Nuri Suseno, Kewarganegaraan: Tafsir, Tradisi dan Isu Kontemporer, Departemen Ilmu Politik UI, 2013, ha. 30.
16
individu membawa identitas etnis, agama, kelompok
yang berbeda-beda.
Menurut Kymlicka, dalam negara yang
multicultural setiap individu memiliki dua unsur
nasionalisme yaitu, nasionalisme etnis (ethnic
nationalism) dan nasionalisme sipil (civic nationalism).
Kymlicka menekankan bahwa untuk menjaga
stabilitas suatu negara yang heterogen agama serta
budayanya, maka nasionalisme etnis tidak boleh lebih
tinggi dari nasionalisme sipil. Karena kelompok
etnis dari subnasional yang memiliki wilayah
teritori dapat melahirkan konflik untuk memperoleh
kontrol atas satu wilayah tertentu. Contoh nyata
yaitu gerakan Crimea yang mayoritas berbangsa yang
sama seperti Rusia, menuntut untuk berpisah dari
Ukraina, terlepas adanya dari dorongan dari Rusia.
Nasionalisme sipil dan nasionalisme etnis dapat
sewaktu-waktu semakin liberal atau illiberal, dimana
yang dimaksudkan adalah pluralitas dapat
17
dikembangkan menjadi nation building sekaligus nation
destroying. Negara plural sebenarnya dapat mewujudkan
imagined community, tetapi juga dapat menghapus rasa
kebangsaan akibat dari tidak terpenuhinya hak dari
minoritas pada teritori tertentu, hal itu bisa
merupakan akibat dari kesenjangan ekonomi dan
ketimpangan pembangunan.
Anthony Birch dalam bukunya Nationalism and National
Integration membahas bahwa setidaknya ada empat hal
yang menjadi justifikasi bagi sebuah kelompok
nasionalis untuk memisahkan diri, yaitu:
1) Penyatuan wilayah yang sebelumnya terjadi
dilakukan secara paksa menyebabkan orang-
orang terus melakukan tindakan penolakan;
2) Pemerintah pusat yang gagal untuk
melindungi hak-hak dasar keamanan warga
negaranya;
18
3) Sistem politik yang tidak berhasil untuk
melindungi kepentingan politik dan ekonomi
yang ada;
4) Pemerintah pusat yang gagal atau
mengabaikan kepentingan kelompok minoritas
dan mengutamakan suara mayoritas.
Namun, permasalahan hak minoritas dan
kesenjangan ekonomi tidak selamanya menjadi penyebab
terjadinya disintegrasi suatu bangsa. Dalam salah
satu contoh kasus, seperti tuntutan separatisme
rakyat Catalunya terhadap Spanyol. Gerakan ini
disebabkan faktor sumber daya yang dimiliki
Catalunya sangat melimpah, sehingga dengan menjadi
negara yang indenpenden, Catalunya dapat memberikan
kesejahteraan yang lebih kepada warga negaranya.
Terlebih banyaknya hutang negara yang harus turut
ditanggung oleh Catalunya.
Alasan-alasan nasionalisme di atas tidaklah
berpengaruh apabila tidak diikuti dengan dukungan
19
masyarakat secara serentak. Hetcher menjelaskan
bahwa pemisahan diri sebagai proses dari keputusan
kolektif yang berkelanjutan berdasar pada rational
choice. Meningkatnya dukungan masyarakat untuk
memisahkan diri dari negara induk menjadi wujud dari
menguatnya rasa nasionalisme masyarakat. Terlebih
bila hal ini terjadi pada negara yang demokratis,
peran partai politik nasionalis yang memiliki tujuan
untuk mengajak masyarakat memisahkan diri menjdi
actor yang penting. Maka kepercayaan masyarakat
terhadap partai politik tersebut sangat dibutuhkan
untuk meningkatkan partisipasi politik.
Ditinjau dari pemerintahan devolutif Skotlandia
yang menganut sistem multi partai, peran Partai
Nasional Skotlandia menjadi actor kunci dari
keberhasilan penyelenggaraan referendum, terlepas
pada hasilnya yang tidak membawa Skotlandia menjadi
negara yang merdeka.
E. Hipotesis
20
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
referendum kemerdekaan Skotlandia tahun 2014 yaitu:
1) Proses integrasi yang diusahakan oleh Britania
Raya tidak berjalan dengan sempurna, sebab budaya-
budaya yang terdapat pada tiap negara bagian
Britania Raya (Irlandia Utara, Skotlandia, dan
Wales) telah mengakar dengan kuat. Hal ini semakin
dipersulit dengan diterapkannya kebijakan
devolutif Skotlandia yang memiliki wewenang penuh
atas urusan domestic tanpa campur tangan
pemerintah pusat.
2) Sepertinya halnya gerakan separatis Catalunya,
permasalahan sumber daya alam yang melimpah
menjadi salah satu faktor. Diketahui bahwa
cadangan minyak Britania Raya sebagian besar
berada di wilayah Skotlandia, yang memunculkan
pemikiran bahwa dengan menjadi negara yang
mandiri, pemerintah Skotlandia dapat meningkatkan
kesejahteraan warganya tanpa harus didistribusikan
ke wilayah Britania Raya yang lain. Faktor ini
21
juga didukung dengan kondisi ekonomi Eropa yang
sejak tahun 2008 lalu mengalami krisis finansial
yang parah, yang menyebabkan hutang negara yang
membengkak, sehingga Skotlandia sebagai bagian
dari Britania Raya juga turut menanggungnya.
F. Jangkauan Penelitian
Penelitian ini akan mengulas tentang perkembangan
gerakan nasionalis Skotlandia hingga memunculkan
referendum kemerdekaan pada tahun 2014. Dalam
penelitian ini akan dibatasi, dimulai tahun 2007
saat Partai Nasional Skotlandia mulai mengajukan
rencana referendum, hingga pada tahun 2014 yaitu
saat diselenggarakannya referendum kemerdekaan
Skotlandia yang terjadi pada tanggal 18 September
2014.
G. Metode Penelitian
1) Metode Penelitian
22
Penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif, yaitu metode penelitian yang bertujuan untuk
mendiskripsikan secara terperinci suatu fenomena
sehingga menjadi lebih jelas.
2) Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data penelitian ini adalah dari
data sekunder melalui riset pustaka (library research),
yaitu mengumpulkan data dan informasi yang berkait
erat dengan penelitian yang akan diteliti, menelaah,
dan menganalisa penelitian dari data yang diperoleh
dengan membaca buku atau sumber-sumber yang
lain.14Data dikumpulkan dan diolah melalui buku-buku
teks, encyclopedia, surat kabar dan majalah, jurnal
dan artikel ilmiah15. Penelitian ini juga
mempergunakan pencarian dan pengumpulan data dengan
media computer melalui internet (Website), serta
referensi-referensi lainnya.
3) Teknik Analisa Data
14 Muljani A Nurhadi, Sejarah Perpustakaan dan Perkembangannya di Indonesia,Yogyakarta, Andi Offiset, 1983, halaman 5.15 Sutrisno Hadi, Metodologi Research I, Yogyakarta, Andi, 2001,halaman 57.
23
Dalam penelitian ini, digunakan teknik analisa
data deskriptif kualitatif, dimana data-data yang diperoleh
lebih mengacu pada argumen-argumen yang relevan,
yang kemudian diolah menjadi pernyataan-pernyataan
yang mengacu secara faktual dan bukan angka atau
jumlah.
H. Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui
faktor-faktor yang mendorong terjadinya Referendum
Kemerdekaan Skotlandia Terhadap Britania Raya Tahun
2014.
I. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penulisan skripsi
ini adalah mengetahui faktor-faktor apa saja yang
mendorong terjadinya Referendum Kemerdekaan
Skotlandia Terhadap Britania Raya Tahun 2014, yang
nantinya dapat memberikan pemahaman mengenai
24
bagaimana perkembangan dan upaya gerakan nasionalis
di Skotlandia.
J. Rencana Sistematika Penulisan
Rencana sistematika penulisan pada penelitian ini
akan dibagi menjadi lima bab yaitu:
BAB I : PENDAHULUAN
Menerangkan tentang alasan pemilihan judul, latar
belakang, rumusan masalah, kerangka pemikiran,
hipotesa, jangkauan penelitian, metodologi
penelitian, tujuan penulisan, manfaat penelitian,
dan sistematika penulisan.
BAB II : DINAMIKA HUBUNGAN SKOTLANDIA DAN INGGRIS
Pada bab ini akan dijabarkan mengenai dinamika
hubungan Skotlandia dan Inggris sejak Skotlandia
bergabung pada tahun 1707 hingga sekarang yang dapat
memberikan gambaran penyebab terjadinya referendum.
25
BAB III : UPAYA PEMERINTAH SKOTLANDIA UNTUK
MEMPEROLEH KEMERDEKAAN
Dalam bab ini akan dijelaskan bagaimana upaya
pemerintah Skotlandia dalam memperjuangkan
pelaksanaan referendum kemerdekaan yang dimotori
oleh Partai Nasional Skotlandia dalam menyakinkan
parlemen Skotlandia, masyarakat Skotlandia, serta
Pemerintahan Pusat Britania Raya.
BAB IV : KEINGINAN MASYARAKAT SKOTLANDIA UNTUK
MEMISAHKAN DIRI DARI BRITANIA RAYA
Bab ini akan menguraikan tentang keinginan dari
masyarakat Skotlandia untuk memisahkan diri dari
Britania Raya, yang akan dianalisa dari beberapa
aspek seperti; aspek primordial, aspek politik-
sosial-budaya, aspek actor negara, dan aspek
dorongan internasional sebagai pendorong munculnya
keinginan masyarakat Skotlandia untuk memisahkan
diri.
26
BAB V : PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan yang
berisikan kesimpulan dari bab-bab yang sudah dibahas
sebelumnya.
DINAMIKA HUBUNGAN SKOTLANDIA DAN INGGRIS
27
A. Sejarah Awal Bergabungnya Skotlandia dalam Britania
Raya
Skotlandia merupakan negara kedua yang bergabung
dengan Inggris setelah sebelumnya Wales bergabung.
Namun, istilah Britania Raya sendiri baru digunakan
saat Skotlandia bergabung, yaitu dengan ditandainya
Act Of Union pada tahun 1707. Istilah Britania Raya
sendiri merujuk pada Pulau Britania yang menjadi
wilayah dua negara, yaitu Inggris di bagian selatan
dan Skotlandia di bagian Utara, sehingga istilah
Britania Raya merupakan arti dari pulau Britania
yang menjadi satu dalam satu kedaulatan.
Hubungan Skotlandia dan Inggris telah dimulai pada
abad ke-13 saat pertama kali Inggris melancarkan
ekspansi ke Skotlandia. Saat itu yaitu pada tahun
1256, pasukan tentara yang dipimpin oleh Raja Edward
I memanfaatkan kekosongan kekuasaan Skotlandia untuk
melakukan okupasi. Namun, penyerangan oleh tentara
Inggris ini mendapat perlawanan dari Bruce de Niro
28