Laporan Sistem Saraf Pusat I dan Sistem Saraf Pusat II

25
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Farmasi merupakan profesi yang berhubungan dengan seni dan ilmu penyediaan (pengolahan) bahan sumber alam dan bahan sintesis yang cocok dan menyenangkan untuk didistribusikan dan digunakan dalam pengobatan dan pencegahan suatu penyakit (Anif, 1993). Dalam bidang farmasi mempelajari berbagai disiplin ilmu salah satunya adalah farmakologi dan toksikologi. Farmakologi dan toksikologi adalah ilmu yang mempelajari pengetahuan obat dengan seluruh aspeknya, baik sifat kimiawi maupun fisiknya, reabsorpsi, dan nasibnya dalam organisme hidup. Menyelidiki semua interaksi antara obat dan tubuh manusia khususnya, serta penggunaanya pada pengobatan penyakit. Salah satu yang dipelajari dalam farmakologi dan toksikologi yaitu Sistem Saraf Pusat. Sistem saraf pusat (SSP) merupakan sistem saraf yang dapat mengendalikan sistem saraf lainnya didalam tubuh dimana bekerja dibawah kesadaran atau kemauan. SSP biasa juga disebut sistem saraf sentral karena merupakan sentral atau pusat dari saraf lainnya. Sistem saraf pusat ini dibagi menjadi dua yaitu 1

Transcript of Laporan Sistem Saraf Pusat I dan Sistem Saraf Pusat II

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang

Farmasi merupakan profesi yang berhubungan

dengan seni dan ilmu penyediaan (pengolahan) bahan

sumber alam dan bahan sintesis yang cocok dan

menyenangkan untuk didistribusikan dan digunakan

dalam pengobatan dan pencegahan suatu penyakit

(Anif, 1993). Dalam bidang farmasi mempelajari

berbagai disiplin ilmu salah satunya adalah

farmakologi dan toksikologi. Farmakologi dan

toksikologi adalah ilmu yang mempelajari

pengetahuan obat dengan seluruh aspeknya, baik

sifat kimiawi maupun fisiknya, reabsorpsi, dan

nasibnya dalam organisme hidup. Menyelidiki semua

interaksi antara obat dan tubuh manusia khususnya,

serta penggunaanya pada pengobatan penyakit.

Salah satu yang dipelajari dalam farmakologi

dan toksikologi yaitu Sistem Saraf Pusat. Sistem

saraf pusat (SSP) merupakan sistem saraf yang dapat

mengendalikan sistem saraf lainnya didalam tubuh

dimana bekerja dibawah kesadaran atau kemauan. SSP

biasa juga disebut sistem saraf sentral karena

merupakan sentral atau pusat dari saraf lainnya.

Sistem saraf pusat ini dibagi menjadi dua yaitu

1

otak (ensevalon) dan sumsum tulang belakang (medula

spinalis).

Sistem saraf pusat dapat ditekan seluruhnya

oleh penekan saraf pusat yang tidak spesifik

misalnya hipnotik sedatif. Obat yang bekerja pada

sistem saraf pusat terbagi menjadi obat depresan

saraf pusat yaitu anastetik umum, hipnotik sedatif,

psikotropik, antikonvulsi, analgetik, antipiretik,

inflamasi, perangsang susunan saraf pusat.

Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan

Sistem Saraf Pusat I dan Sistem Saraf Pusat II.

Dimana Sistem Saraf Pusat I menggunakan alkohol 70%

dan etil asetat untuk melihat efek anastetik umum,

sedangkan Sistem Saraf Pusat II menggunakan

antalgin untuk melihat efek analgetik dengan

menggunakan hewan coba mencit (Mus musculus).

1.2 Maksud dan Tujuan

1.2.1 Maksud percobaan.

Untuk mempelajari efek farmakologi yang

ditimbulkan oleh obat yang bekerja pada Sistem

Saraf Pusat I dan Sistem Saraf Pusat II pada hewan

coba mencit (Mus musculus).

1.2.2 Tujuan Percobaan

Untuk mengetahui efek yang ditimbulkan dari

pemberian obat anestesi umum yaitu etil asetat dan

2

alkohol 70% serta obat analgetik yaitu antalgin

pada hewan coba mencit (Mus musculus).

BAB II

TINJAUAN TEORI

3

II.1 Teori Umum

Sistem saraf pusat manusia adalah suatu jalinan

jaringan saraf yang kompleks, sangat khusus dan

saling berhubungan satu sama lain. Sistem saraf

mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol

interaksi antara individu dengan lingkungan

sekitarnya. Susunan saraf pusat terdiri atas otak

besar, batang otak, otak kecil dan sum-sum tulang

belakang dan diliputi oleh selaput otak (metix)

yang terdiri atas pachmenix dan leptomenix obat

yang bekerja pada sistem saraf pusat terbagi

menjadi obat antikonvulsi, psikotropik, anestetik

umum hipnotik-sedatif, antiperkinson,

analgesik – anti piretik serta anti inflamasi. Obat

hipnotik-sedatif dan penenang sering dicampurkan

karena bebas tumpang  – tindihnya

(Ganiswarna,1995).

1. Analgetik (Gunawan, Sulistia Gan, 2007)

Analgetik adalah obat yang mengurangi atau

melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan

kesadaran.

2. Anastesi

Anastesi adalah obat-obat yang diberikan

untuk menghilangkan rasa nyeri (rasa sakit)

dengan atau tidak disertai hilangnya kesadaran.

Hilangnya suatu kesadaran biasanya digunakan

4

untuk anastesi umum. Sedangkan tidak hilangnya

kesadaran digunakan untuk anastesi lokal.

Anastesi terbagi menjadi (Gunawan, Sulistia Gan,

2007) :

a) Anastesi Umum (Inhalasi dan Intravena)

Anastesi Umum anastesi umum merupakan cara

anastesi, dimana rasa sakit hilang disertai

dengan hilangnya kesadaran. Anastesi umum

sering digunakan pada proses operasi

(pembedahan), agar pasien tidak merasakan

sakit.

b) Anastesi Lokal.

Anastesi Lokal anastesi lokal merupakan

cara anastesi, dimana rasa sakit hilang tanpa

disertai dengan hilangnya kesadaran.

Anastesi lokal digunakan pada saat

pencabutan gigi. Anastesi tersebut merintangi

penghantaran implus saraf ke sistem saraf

pusat. Hal ini dilakukan agar si pasien tetap

dalam keadaan sadar. Mekanisme kerja anastesi

umum, secara umum dibagi 2 yaitu (Mycek, 2001)

:

a. Anatesi umum (inhalasi)  

Anastesi ini terdiri atas gas, semakin

banyak gas yang disemprotkan kedalam tubuh,

maka semakin banyak pula gas yang berdifusi

5

atau mengalir didalam aliran darah.

Sehingga efek anastesi yang ditimbulkan

semakin lama. Contoh obatnya : Enfluran,

Isofluran, Sevofluran dan Metoksifluran.

b. Anastesi umum (intravena)  

Anastesi ini terdiri atas injeksi,

dimana obat yang disuntikan (diinjeksikan)

kedalam tubuh dan masuk kedalam peredaran

darah yang menyebabkan terjadinya

peningkatan pembuluh darah, sehingga obat

tersebut menghambat masuknya ion Na+ dan

menghambat keluarnya ion K+. Contoh obatnya

: Diazepam, morfin, dll.  

Adapun Tahap-tahap Anastesi (Mycek, 2001) :

- Stadium 1 (Analgesia) yaitu untuk

menghilangkan rasa nyeri, dimana pada

stadium ini pasien masih dalam keadaan

sadar dan masih dapat diajak berbicara,

tetapi rasa sakitnya sudah berkurang.

- Stadium 2 (Gelisah/eksitasi)) yaitu

setelah rasa sakitnya berkurang pada

stadium 1, pasien akan merasa gelisah

dan khawatir tentang apa yang akan

terjadi selanjutnya.

- Stadium 3 (Pembedahan) Pada stadium ini

kesadaran secara lokal atau keseluruhan

6

menghilang. Dan proses pembedahan pun

dilakukan pada stadium ini.

- Stadium 4 (Paralisis Modula) pada

stadium ini, kemungkinan besar

II.2 Uraian Bahan

a. Alkohol (Dirjen POM, 1979)

Nama Resmi               :   Aethanolum

Nama Lain                  :   Alkohol, etanol

RM/BM : C2H5OH/46,07

Rumus Struktur :

Pemerian                    : Cairan tak

berwarna, jernih, mudah dan

mudah bergerak, bau khas, rasa

panas, mudah

terbakar dengan memberikan

nyala  biru yang

tidak berasap.

Kelarutan                     :  Sangat mudah

larut dalam air, dalam

kloroform P, dan dalam eter P.

Penyimpanan              :  Dalam wadah tertutup

rapat, terlindung dari cahaya,

7

ditempat sejuk, jauh dari

nyala api.

Kegunaan                    :  Sebagai

antiseptik

b. Aquades (Dirjen POM, 1979)

Nama Resmi               : Aqua Destillata

Nama Lain                : Air murni, air

suling, air batering.

RM/BM : H2O/18,02

Rumus Struktur           :       O

H          H

Pemerian                      : Cairan jernih,

tidak  berwarna tidak berbau,

tidak berasa.

Penyimpanan            : Dalam wadah tertutup

baik

Kegunaan                 : Sebagai zat tambahan

c. Antalgin (Depkes RI, 1979; Tjay, HT 2006)

Nama Resmi : Metampyronum

Nama Lain : Metampiron, antalgin

RM/BM : C13H16N3N4O4SH5H2O/351,17

Rumus Struktur :

8

Pemerian : Serbuk hablur, putih atau

putih kekuningan

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Farmakologi : Obat ini sering dikombinasikan

dengan obat-obat  lain. Obat

ini dapat secara mendadak dan

tak terduga menimbulkan

kelainan darah yang adakalanya

fatal karena bahaya

agronologositosis

Indikasi : Meringankan rasa sakit,

terutama nyeri kolik dan sakit

setelah operasi.

Kontra indikasi : Hipersensitif hamil dan

menyusui, penderita dengan

tekanan darah sistolik <100

mmHg

Efek samping : Hipersensitif,

agronologositosis.

d. Etil Asetat (Dirjen POM, 1979)

Nama resmi           : Etil etanoat, Etil asetat

Nama Lain : Etil ester, Ester asetat,

Ester etanol

RM/BM        : C2H4O2/60,05

9

Rumus Struktur :

Pemerian               : Cairan jernih, tidak

berwarna, bau menusuk, rasa

asam, tajam

Kelarutan             : Dapat campur dengan air,

dengan etanol

(95%), dan dengan gliserol.

Penyimpanan         : Dalam wadah tertutup

rapat

Khasiat                  : Sebagai obat

anastesi

e. Na. CMC (Dirjen POM, 1979)

Nama Resmi : Natrii Carboximethyl

Cellulosum

Nama Lain : Natrium Karboksimethil

Selulosa

Pemerian : Serbuk atau butiran, putih

atau putih kekuningan, tidak

berbau atau hampir tidak

berbau.

Kelarutan : Mudah mendispersi dalam air

membentuk suspensi koloid,

tidak larut dalam etanol

(95%)P dalam eter P

10

Khasiat : Zat tambahan

Penyimpan : Dalam wadah tertutup rapat

II.3 Uraian Hewan Coba

a.Karakteristik Hewan Coba (Mycek, 2001)

Mencit (Mus musculus)

Lama hidup : 1-2 tahun bisa sampai 3 tahun

Lama bunting : 19-21 hari

Umur dewasa : 35 hari

Siklus eksterus : 4-5 hari

Lama ekstrus : 12-24 jam

Berat dewasa : 20-40

Berat lahir : 0,5-1 gram

Jumlah anak : 6-15

Suhu tubuh : 35-39 C

Volume darah : 6% BB

b.Klasifikasi Hewan Coba (Mycek, 2001)

Mencit (Mus musculus)

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata

Class : Mamalia

Ordo : Rodentia

11

Gambar II.3.1Mencit(Mus musculus)

Family : Muridae

Genus : Mus

Spesies : Mus musculus

BAB III

METODE PERCOBAAN

12

III.1 Alat Dan Bahan

III.1.1 Alat yang digunakan

1. Alu

2. Batang pengaduk

3. Dispo 1 ml

4. Gelas ukur (Pyrex)

5. Gelas kimia (Pyrex)

6. Lumpang

7. Lap halus

8. Lap kasar

9. Neraca analitik

10. Selang NGT

III.1.2 Bahan yang digunakan

1. Aquadest

2. Alkohol 70 %

3. Antalgin 500 mg

4. Kapas

5. Kertas perkamen

6. Na-CMC 5 gram

7. Paracetamol 500 mg

8. Tissu

III.2 Cara kerja

III.2.1 Pembuatan Na-CMC (Larutan stok)

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

2. Dibersihkan alat dengan menggunakan alkohol 70

%.

13

3. Ditimbang Na CMC sebanyak 5 gram.

4. Diukur aquadest sebanyak 100 mL.

5. Dipanaskan aquadest tersebut dengan menggunakan

penangas air sampai hangat.

6. Dimasukkan Na CMC kedalam lumpang.

7. Dimasukan air hangat sedikit demi sedikit dalam

lumpang.

8. Digerus hingga terbentuk musilago.

9. Dimasukkan musilago yang telah terbentuk

kedalam gelas kimia.

10. Ditutup menggunakan aluminium foil.

III.2.2 Perlakuan anastesi pada hewan coba

(Etil asetat)

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

2. Diambil kapas secukupnya.

3. Dibasahi kapas menggunakan etil asetat.

4. Dimasukkan kapas tersebut kedalam toples.

5. Didiamkan sebentar.

6. Dimasukkan mencit kedalam toples dan ditutup.

7. Diamati dan dicatat onset dan durasi pada

mencit.

III.2.3 Perlakuan anastesi pada hewan coba

(Alkohol 70 %)

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

2. Diambil kapas secukupnya.

3. Dibasahi kapas menggunakan alcohol 70 %.

14

4. Dimasukkan kapas tersebut kedalam toples.

5. Didiamkan sebentar.

6. Dimasukkan mencit kedalam toples dan ditutup.

7. Diamati dan dicatat onset dan durasi pada

mencit.

III.2.4 Pemberian antalgin pada hewan coba

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%.

3. Ditimbang berat badan mencit dan dihitung dosis

serta volume pemberiannya.

4. Ditimbang antalgin sebanyak 2 tablet.

5. Dimasukkan tablet antalgin kedalam lumpang,

kemudian digerus hingga halus.

6. Ditimbang antalgin sebanyak 97,5 mg, dan

diletakkan pada kertas perkamen.

7. Disuspensikan antalgin kedalam musilago Na CMC

sebanyak 50 mL hingga homogen

8. Diambil suspensi tersebut dengan menggunakan

dispo sebanyak 0,5 mL dan diberikan pada mencit

yang berat badannya 18,21 gram secara oral.

9. Setelah perlakuan, diamati perilaku mencit

tersebut dan dicatat berapa kali mencit

mengangkat kaki.

15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

V.1 Hasil Pengamatan

V.1.1 Percobaan Sistem Saraf Pusat I

16

V.1.2 Tabel Percobaan Sistem Saraf Pusat II

Obat BB hewan

Pengangkatan

kaki mencit

(Menit)

Antalgin18,21

gram97 kali

IV.2 Pembahasan

IV.2.1 Sistem Saraf Pusat I

Anestesi menurut arti kata adalah

hilangnya kesadaran rasa sakit, namun obat

anestasi umum tidak hanya menghilangkan rasa

sakit akan tetapi juga menghilangkan

kesadaran. Pada operasi-operasi daerah

tertentu seperti perut, maka selain hilangnya

rasa sakit dan kesadaran, dibutuhkan juga

relaksasi otot yang optimal agar operasi

17

dapat berjalan dengan lancar (Staff Pengajar,

2004).

Pada percobaan ini diamati dan dihitung

onset serta durasi dari zat-zat anestesi.

Onset adalah mula kerja obat, dihitung mulai

waktu mencit diberi zat sampai mencit

teranestesi, sedang durasi adalah lama

bekerja obat, dihitung mulai mencit

teranestesi sampai mencit sadar. Efek

anastetik pada mencit dapat dideteksi dengan

touch respon, yaitu dengan menyentuh leher

mencit dengan suatu benda misalnya pensil.

Jika mencit tidak bereaksi maka mencit

terpengaruh oleh anastetik (Olson, 2002).

Pada percobaan anestesi ini, mencit yang

digunakan sebanyak 2 ekor dengan perlakuan

dimasukkan kedalam wadah atau toples yang

ditambahkan kapas dengan pembasahan etil

asetat dan alkohol. Mekanisme kerja dari etil

asetat yaitu melakukan kontraksi pada otot

jantung, terapi in vivo ini dilawan oleh

meningginya aktivitas simpati sehingga curah

jantung tidak berubah, etil asetat

menyebabkan dilatasi pembuluh darah kulit.

Etil asetat diabsorpsi dan diekskresi melalui

paru-paru, sebagian kecil diekskresi urin,

18

air susu, dan keringat. Efek sampingnya yaitu

iritasi saluran pernafasan, depresi nafas,

mual, muntah, salivasi (Ganiswarna, 1995).

Pada percobaan pertama dimasukkan kapas

yang telah dibasahi etil asetat kedalam

toples, kemudian dinyalakan stopwatch sampai

terjadi penguapan. Hasil yang diperoleh waktu

onset 3 menit 12 detik dan durasi 1 menit 56

detik dengan berat mencit 29,6 gram. Nilai

onset dan durasi yang ditimbulkan beragam

adanya yang lambat dan ada pula yang cepat

bahkan ada mencit yang mengalami kematian.

Hal tersebut dapat terjadi karena

vasodilatasi yang sangat kuat akibat kecilnya

tempat yang digunakan untuk meletakkan mencit

yang diamati, sehingga uap zat teranastesi

yang terhirup lebih pekat dari yang

seharusnya (Ganiswarna, 1995).

Pada percobaan kedua dimasukkan kapas

yang telah dibasahi alkohol 70 % kedalam

toples, kemudian nyalakan stopwatch sampai

terjadi penguapan. Hasil anastesi tidak

diperoleh karena menurut FK UI (2012) yang

menyatakan bahwa obat-obatan seperti etil

asetat, memang pernah digunakan sebagai

anestetik inhalasi, sedangkan alkohol 70 %

19

kurang efektif digunakan sebagai anestetik

inhalasi dan itu terbukti dipercobaan dimana

tidak memberikan efek anastesi. Namun

dikatakan bahwa alkohol sebagai Antiseptik

yang dapat menghambat pertumbuhan dan merusak

sel-sel bakteri, spora bakteri jamur, virus

dan protozoa, tanpa merusak jaringan tubuh

(Pediatri, 2005).

IV.2.2 Sistem Saraf Pusat II

Pada percobaan kedua yaitu percobaan

sistem saraf pusat II yakni percobaan untuk

melihat adanya efek dari pemberian obat

antalgin yang merupakan obat analgetik atau

obat pereda nyeri pada hewan coba mencit.

Mekanisme karja untuk obat antalgin yaitu

dangan cara merintangi terbentuknya

rangsangan pada reseptor nyeri perifer. Baik

analgetik maupun antipiretik pada dasarnya

melakukan fungsi yang sama yaitu menghalangi

terbentuknya rangsangan pada reseptor. Hanya

saja, analgetik menghalangi terbentuknya

rangsangan nyeri, sedangkan antipiretik

menghalangi terbentuknya rangsangan pada

panas. Namun, kedua rangsangan itu diatur

oleh hipotalamus (Marjono, 2004).

20

Metode yang dilakukan pada percobaan obat

analgetik ini yaitu metode rangsangan panas.

Prinsip kerja dari metode ini yakni dengan

melihat perilaku mencit yang mengangkat kaki

akibat dipanaskan. Perilaku ini diakibatkan

adanya nyeri yang diterima oleh hipotalamus

akibat panas. Metode ini membandingkan jumlah

pengangkatan kaki mencit tanpa diinduksikan

antalgin dengan mencit yang diinduksikan obat

antalgin.

Dalam percobaan ini, hal pertama yang

dilakukan adalah mempersiapkan alat-alat dan

bahan yang akan digunakan seperti selang NGT

dan hot plate yang dipakai untuk memanaskan

mencit. Selanjutnya dibuat suspensi antalgin

sebanyak 97,5 mg kedalam 50 mL larutan Na-CMC

yang kemudian di induksikan sebanyak 0,60 mL

ke mencit. Jumlah antalgin yang di induksikan

ke mencit telah dikonversikan dari dari dosis

manusia ke mencit sehingga tidak akan

bersifat toksik bagi mencit. Setelah

diinduksikan, dibiarkan mencit selama 15

menit agar efek analgetik dari antalgin

bereaksi seluruhnya dengan mencit serta untuk

menunggu hot plate panas (Malole, 1989).

Setelah 15 menit, kemudian mencit diletakkan

21

diatas hot plate selama 10 menit dan dihitung

berapa kali mencit mengangkat kaki. Mencit

mengangkat kakinya sebanyak 97 kali untuk

penggunaan antalgin, hal ini jauh lebih

sedikit dari pada tanpa diinduksikan

antalgin. Jumlah pengangkatan kaki untuk

penggunaan antalgin lebih sedikit karena

senyawa aktif antalgin menghalangi

terbentuknya rangsangan nyeri pada

hipotalamus, hal ini sesuai dengan mekanisme

kerja obat analgetik. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa antalgin dapat bersifat

analgetik atau pereda nyeri (Marjono, 2004).

22

BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Efek farmakologi dari obat-obat yang bekerja

pada sistem saraf pusat I adalah bersifat

memberikan efek anastesi, dan efek farmakologi dari

obat-obatan yang bekerja pada sistem saraf pusat II

adalah bersifat memberikan efek analgetik atau

pereda nyeri, contohnya seperti antalgin secara

peroral

V.1 Saran

Disarankan kepada pengelolah laboratorium agar

melengkapi alat dan bahan yang akan digunakan untuk

menunjang jalannya praktikum dengan lebih baik

lagi.

23

DAFTAR PUSTAKA

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi ketiga.Jakarta: Depkes RI.

Ganiswarna. G  Sulistia. 1995. Farmakologi dan Terapi

Edisi 4. Jakarta: Gaya baru.

Malole. 1989. Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan diLaboratorium. Bandung: ITB

Marjono, Mahar. 2004. Farmakologi dan Terapi Edisi 5.Jakarta :UI Press.

Mycek, Mary J. 2001. Farmakologi Ulasan Bargambar.Jakarta : Widya Medika.

Olson, James, M D. 2002. Belajar Mudah Farmakologi.Jakarta: ECG

24

Pediatri, S. 2005. Journal peran Alkohol 70%, Povidon-Iodine10% dan Kasa Kering Steril dalam Pencegahan Infeksi padaPerawatan Tali Pusat. Yogyakarta.

Staff Pengajar Bagian Anestesiologi dan TerapiIntensif FKUI. 2004. Anestesiologi. Jakarta :Bagian Anestesiologi dan Terapi IntensifFakultas Kedokteran Universitas Indonesia

25