ANALISA KERUSAKAN SHORT DRIVE SHAFT KEMPA ULIR PADA PABRIK KELAPA SAWIT
LAPORAN PRAKTIKUM GETARAN MEKANIS Modul I Whirling Shaft
Transcript of LAPORAN PRAKTIKUM GETARAN MEKANIS Modul I Whirling Shaft
LAPORAN PRAKTIKUM GETARAN MEKANIS
DISUSUN OLEH
AZKA RIANTO TEDJA NINGRAT / 1206230832
(KELOMPOK 5)
DOSEN : DR. IR. WAHYU NIRBITO, MSME
ASISTEN : AHMAD SYIHAN
ANGGITA DWI LIESTYOSIWI
LINA SYARAVI
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
Modul IWhirling Shaft
1. Tujuan
Mengamati fenomena whirling pada poros yang berputar yang
kecil – panjang.
Mengetahui nilai putaran kritis dari poros yang berputar.
Membandingkan putaran kritis yang didapat secara praktek
dengan putaran kritis yang didapat secara teori.
2. Dasar Teori
Ketika suatu poros berputar, maka akan terjadi
fenomena whirling , yaitu fenomena dimana poros berputar akan
mengalami defleksi yang diakibatkan oleh gaya sentrifugal
yang dihasilkan oleh eksentrisitas massa poros. Fenomena
ini terlihat sebagai poros yang berputar pada sumbunya dan
pada saat yang sama poros yang berdefleksi juga berputar
relatif mengelilingi sumbu poros.
Fenomena whirling terjadi pada setiap sistem poros,
baik yang seimbang maupun tidak. Pada sistem yang seimbang,
fenomena ini dapat disebabkan oleh defleksi statis atau
gaya magnetik yang tidak merata pada mesin – mesin
elektrik.
Defleksi awal ini membuat poros berputar dalam
keadaan bengkok . Gaya sentrifugal yang terjadi akan terus
membuat defleksi terjadi sampai keadaan seimbang yang
berkaitan dengan kekakuan poros tercapai. Poros yang
berputar melewati putaran kritisnya lalu akan mencapai
keadaan setimbang.
Skema whirling shaft :
Whirling Shaft System
Di mana : M = massa beban (kg)
h = defleksi awal (m)
y = defleksi sentrifugal (m)
(h+y) = defleksi total (m)
Maka, gaya sentrifugal radialnya adalah :
yang sama dengan gaya elastis pada poros, maka :
Dimana : k = elastisitas poros (N/m)
Sehingga didapat perbandingan :
Jika adalah frekuensi alami getaran poros, maka
:
Dimana : defleksi statis dari poros yang mengalami
pembebanan W = Mg pada titik tengahnya (m)
kecapatan kritis angular dari sistem
Lalu didapat :
Jika , maka , ini merupakan kondisi untuk
terjadinya whirling yang besar.
Maka :
Kondisi pada percobaan :
1) Piringan berada ditengah poros :
Dimana : E = Modulus Young untuk logam poros (Pa)
I = Momen Inersia Area Poros (m4) =
Sehingga didapat persamaan untuk putaran kritis :
Catatan : Nc dalam rps (rotation per second)
2) Piringan tidak berada ditengah poros :
Catatan : Nc dalam rps (rotation per second)
Prosedur Percobaan :
Untuk melakukan pratikum whirling shaft langkah kerja yang harus
dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Power supply, whirling shaft apparatus,beban, dan tachometer
dirangkai sesuai petunjuk.
2) Posisi tumpuan shaft diatur sesuai dengan variabel yang
diingkinkan. Jarak tumpuan shaft yang konstan terhadap beban
adalah 25.5 cm (jarak a).
3) Posisi tumpuan b diatur sesuai dengan data yang akan
diambil. Data yang diambil untuk jarak b terhadap beban 35 cm,
40 cm, 45 cm, 50 cm, dan 55 cm.
4) Motor dinyalakan untuk memutar shaft.
5) Dilakukan pengamatan terhadap getaran shaft.
6) Kecepatan putar shaft yang menghasilkan getaran paling
besar dicatat.
7) Motor dimatikan dan posisi b dirubah untuk pengamatan
selanjutnya.
3. Data Praktikum
Massa beban (tertulis) : 0.502 kg
Diameter benda (d1) : 7,5 cm
Diameter poros (d2) : 5,5 mm
Ketebalan (t) : 1,5 cm
Modulus Young (E)(teoritis): 69 GPa
4. Pengolahan Data
Data awal yang ada dari percobaan : Tebal Beban (15.00
mm)Diameter Beban
(74.70 mm)Diameter silinder
(5.55 mm)Massa Beban
(tertulis 0.502 kg)
Inersia dari poros :
= 1,352x10-4 kgm2
Putaran kritis teoritis didapat menggunakan
perhitungan :
x 60 (rpm)
Perbedaan nilai antara putaran kritis eksperimen
dengan teoritis adalah error atau penyimpangan dari
pengukuran. Error didapat dari perhitungan menggunakan
persamaan matematis:
TABEL DATA PRAKTIKUM DAN HASIL PENGOLAHAN DATA
No A (m) B (m)
Putaran
Kritis
Eksperimen
(rpm)
Momen
Inersia
(kgm2)
Modulus
Young
(GPa)
Putaran
Kritis
teori
(rpm)
Error
1 0.255 0.35 1194 12191,352x10
-469 1755.90
45.55
%
2 0.255 0.4 1074 11031,352x10
-469 1424.64
40.88
%
3 0.255 0.45 995.3 983.61,352x10
-469 1353.74
36.67
%
4 0.255 0.5 965.3 937.61,352x10
-469 1301.83
36.82
%
5 0.255 0.55 879.2 889.71,352x10
-469 1251.45
41.49
%
5. AnalisisAnalisis Praktikum
Praktikum yang dilakukan ini yaitu praktikum whirling
dengan memperhitungkan defleksi yang terjadi akibat adanya
pembebanan pada suatu poros dengan pemberian keceptan putar
tertentu.putaran yang hebat atau besar dapat terjadi apabila
putaran yang diberikan pada poros sama dengan putaran pribadi
dari benda pembebanan. Putaran kritis mengakibatkan benda
berosilasi dengan kuat. Defleksi terjadi akibat posisi
pembebanan yang bertumpu pada dua titik pada jarak antar kedua
titik terhadap beban. Pada praktikum ini, jarak yang diberikan
berbeda (selanjutnya disebut titik a dan b). Pada awal
pemberian kecepatan putar, tidak terlihat putaran yang kuat
yang terlihat dengan mata, namun dengan pengaturan kecepatan
putar dapat ditemukan putaran yang menyebabkan osilasi
maksimum.
Pengaplikasian dari whirling dapat ditemukan pada poros
dari berbagai mesin. Aplikasi ini berguna agar dapat
memprediksikan besar dari putaran kritis pada setiap poros
yang berputar, di mana apabila besar dari putara yang
diberikan sama atau mendekati dari putaran pribadi dari poros
tersebut, maka poros akan berosilasi dan akan timbul getaran
yang kuat, yang mengakibatkan pada rusak nya dari poros
tersebut.
Analisis Alat dan Bahan
Pada praktikum yang telah dilakukan, praktikan
menggunakan alat ujicoba whirling shaft dengan dimensi ukuran
tebal 15 mm dan diameter 75 mm dan ukuran diameter poros 5.55
mm.
Alat uji yang digunakan yaitu berupa shaft dengan beban
yang diputar menggunakan motor listrik dengan menggunakan
motor listrik dengan pengaturan pada voltase nya agar mencapai
kecepatan putar yang diinginkan. Perekaman dilakukan dengan
alat elektronik perekam dengan tujuan untuk memudahkan dan
memberikan keakuratan dalam pembacaan kecepatan putar
disbanding dengan alat konvensional. Perekaman dilakukan
dengan memasukkan ujung alat pembaca ke ujung poros kemudian
tombol perekaman ditahan dan dilepas saat osilasi maksimum
terjadi.
Pengaturan jarak b dilakukan dengan penyesuaian posisi
sumbu dengan menggunakan kunci L. Pengukuran jarak a dan b
dilakukan dengan menggunakan penggaris, pengukuran menggunakan
penggaris membutuhkan ketelitian yang ekstra bagi praktikan
untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya kesalahan.
Gambar 1. Alat Perekam Kecepatan putar Gambar 2.
Motor Pengatur Kecepatan
Gambar 3. Whirling Shaft Apparatus
Gambar 4. Proses pengambilan data praktikum whirling
shaft
Analisis Data dan Grafik
Grafik yang didapat dari data yang telah diolah dari
percobaan menunjukkan hubungan yang tidak linear. Semakin
besar jarak b, maka putaran kritis akan semakin kecil, hal itu
terkait kekakuan poros di mana poros akan semakin ringkih.
Berikut nilai b vs rpm dan nilai b vs error:
Grafik antara panjang b dengan putaran kritis (eksperimental
dan teoritis)
Grafik antara panjang b dengan error putaran kritis
Perbandingan antara putaran kritis secara teoritis dan
percobaan tetap terjadi perbedaan, oleh karena itu besar error
dari percobaan ini harus dihitung. Perbedaan ini bisa terjadi
karena adanya perbedaan ketelitian. Sehingga secara analitikal
pada pengukuran terjadi selisih yang besar dengan nilai
putaran kritis.
Analisis kesalahan
Kesalahan yang terjadi merupakan kesalahan yang terdiri
dari banyak faktor, salah satunya kesalahan perhitungan,
kesalahan alat, dan kesalahan acak. Kesalahan tersebutu
mengakibatkan perbedaan antara hasil perhitungan dan hasil
percobaan. Bisa juga terjadi karena adanya kesalahan
pengukuran pada jarak a dan b, lalu juga bisa terjadi karena
pengamatan yang kurang teliti.
6. Kesimpulan Perhitungan defleksi dari poros amat penting dalam penentuan kualitas poros karena berpengaruh terhadap ketahanan dan proses
operasi mesin. Apabila putaran kritis dari poros sama dengan putaran
naturalnya, maka akan terjadi getaran yg amat kuat sehingga
berpotensi merusak poros. Selain itu faktor posisi dari tumpuan dan
kekakuan poros juga mempengaruhi defleksi.
Modul 2
Getaran Bebas dengan Peredaman Couloumb
1. Tujuan Praktikum Mengukur massa dari suatu objek melalui periode
naturalnya
Membandingkan massa objek yang didapat melalui periode
natural dengan massa yang dengan menggunakan timbangan.
2. Dasar Teori
Sistem Massa-2 Pegas dengan Peredaman Coulomb
Bila objek bergerak ke kanan dan dilepas, maka gaya yang bekerja
pada sistem adalah gaya pegas dan gaya gesekan
Dalam persamaan gerak :
Dengan penyelesaian :
Jika t = 0, maka :
, maka :
, maka :
Karena tidak selalu 0, maka B = 0
Maka penyelesaiannya berbentuk :
Dari persamaan diatas dapat diketahui bahwa peredaman dalam
sistem terjadi karena amplitudo gerakan berkurang secara kontinu.
Setiap setengah siklus, amplitudo getaran berkurang sebesar
.
Mencari frekuensi natural :
Dari persamaan gerak :
Dengan :
Maka :
Sehingga :
Dalam frekuensi :
Dalam perioda :
Dalam percobaan, akan dilakukan perbandingan antara massa objek
yang diukur dengan timbangan dengan massa objek yang didapat
dengan menggunakan rumus :
Setelah itu, persentase kesalahan akan dihitung dengan
menggunakan rumus :
3. Data PraktikumBobot percobaan : Azka Rianto (54 kg)
K pegas : 500 kN/m
K equivalent : 4 (paralel) = 2000 N/m
Gambar 5. Pengambilan Data Praktikum Redaman Coulomb
4. Pengolahan DataPeriode dari setiap percobaan dihitung rata-ratanya untuk
mengetahui periode dari getaran yang ditimbulkan. Hasil
yang didapat adalah sebagai berikut :
Xo
(m)
N t (s) τn τn
M
(kg)
eks
Error
1 2 3 1 2 3 1 2 3
rata
-
rata
0.0
7 2
2.
5
2.
5
4.
3 5
4.
6
2.1
5 2
1.8
4
1.99
6775.4
1 48.9%
0.0
8
3.
5
3.
25 3
5.
9
5.
1 5
1.6
851.5
6
1.6
7
1.63
83
88.2
5
63.42
%
0.0 3. 3. 3. 5. 6. 5. 1.5 1.6 1.5 1.59 93.6 73.37
9 75 75 75 9 1 9 73 26 73 06 24 %
0.1 4 4 4
6.
5
6.
3
6.
4
1.6
25
1.5
75
1.6
00
1.60
0092.5
2
71.33
%
0.1
1
4.
5
4.
75
4.
25
6.
9
7.
1
6.
8
1.5
33
1.4
94
1.6
001.54
23
99.5
8
84.40
%
5. AnalisisPercobaan yang dilakukan ini adalah pecobaan untuk
membuktikan hubungan antara massa da nperiode naturalnya
yaitu dengan adanya peredaman coulomb. Pengukuran yang
dilakukan yaitu mengukur periode getaran pada jarak yang
telah ditentukan yaitu 7, 8, 9, 10 dan 11 cm. Penggunaan
alat yaitu alat dengan menggunakan pegas 2 sisi yang
berbeda dengan nilai k=500 N/m yang didesain secara
parallel sehingga total pegas ada 4 buah. Alat yang
digunakan dalam kondisi kurang baik yaitu terkait dengan
setting alat, pada pegasnya menimbulkan sentuhan dengan
batang penyangga tempat duduk sehingga saat alat bekerja,
bagian dudukan bergesekan dengan bagian bawah dudukan. Dan
dikarenakan pemakaian secara terus menerus. Kekakuan dari
pegas sudah tidak sesuai dengan keadaan awal.
Analisa Hasil dan Grafik
Dari percobaan ini, didapat hasil berupa nilai massa yang
didapat dari perhitungan yang dilakukan dengan rumus
perbandingan nilai perioda. Perioda yang didapat sebelumnya
yaitu dengan menghitung waktu dan periode dengan fungsi
jarak. Menggunakna persamaan Newton di mana X merupakan
jarak yang tadi ditentukan dalam satuan cm. Nilai dari
periode didapat didapat dan telah diolah dalam tabel
pengolahan data menggunakan persamaan antara periode dan
massa.
Analisa Kesalahan
Kesalahan relative pada pengukuran yaitu diakibatkan karena
kesalahan setting alat pada awal percobaan yaitu dengan
adanya gaya gesek pada pegas dan kekakuan yang tidak sesuai
dengan teoritis sehingga berakibat pada hasil perhitungan
perioda.
Grafik Error vs Simpangan
Dari grafik yang didapatkan, bisa diketahui hubungan antara
perioden dan jauhnya simpangan, dapat dilihat bahwa semakin
jauh simpangan, maka periode akan semakin rendah dikarenakan
jumlah osilasi yang semakin banyak. Namun dari selisih data
yang ada dapat dikatakan bahwa perioda cenderung konstan
walaupun simpangan berubah. Grafik error masa terhadap
simpangan menunjukkan kesalahan antara massa teoritis dan
massa aktual.
Dari data yang didapat praktikum dapat terlihat adanya error
yang terjadi di mana ada data yang menaik, hal ini terjadi
karena berbagai kesalahan. Kesalahan yang terjadi dapat berupa
kesalahan sistematik yang disebabkan oleh kesalahan alat
maupun dari kesalahan acak, bisa berupa kesalahan dari
praktikkan, kesalahan dari pengamat maupun kesalahan karena
ada intervensi dari lingkungan.
6. KesimpulanMassa dari suatu benda atau beban dapat diperoleh dengan
menghitung periode awalnya pada jarak tertentu. Dari
praktikkum yang dilaksanakan didapatkan nilai error massa
yang cukup tinggi, disebabkan oleh berbagai kesalahan
baik kesalahan alat maupun kesalahan acak.
Modul IIIBalancing
1. Tujuan Praktikum
Mengetahui ciri-ciri benda tidak balance.
Melakukan balancing dengan memberikan massa counter
balance
2. Dasar Teori
Sebuah benda unbalance merupakan benda yang memiliki
komposisi gaya-gaya inersia dan momen-momen yang tidak seimbang.
Balancing merupakan sebuah teknik untuk menemukan dan mengkoreksi
gaya-gaya yang tidak seimbang diimbangi dengan suatu gaya inersia
atau momen yang melawan gaya unbalance.
Unbalance pada suatu shaft merupakan situasi dimana titik
tengah gravitasi putaran shaft tidak sama dengan titik tengah
geometris dari shaft. Besar unbalance tergantung dari gaya
sentrifugal yang terjadi saat operasi.
F=I.ω2
Dimana, F = Gaya Reaksi (N)
I = Unbalance (kg,m)
ω = Kecepatan Putar Angular (rad/s)
Unbalance dapat dibayangkan sebagai berat yang dipasang
secara eksentrik di badan yang berputar. Jenis-jenis unbalance
yaitu static unbalance, couple unbalance, quasistatic unbalance,
dan dynamic unbalance.
Teknik balancing dapat dibagi dalam 2 jenis yaitu
berdasarkanposisi dan besar unbalance. Pada balancing berdasarkan
posisi, unbalance didapatkan dari beda sudut fase pada sudut
referensi. Sdangkan untuk besar unbalance, dideteksi dari
amplitudo getaran yang terbaca dan dikonversikan langsung menjadi
m.r. pembacaan besar unbalance dapat berdasarkan perpindahan
getaran, kecepatan getaran, dan percepatan getaran. Namun pada
mesin balancing yang digunakan pada praktikum kali ini, digunakan
mesin pembacaan berdasarkan kecepatan getaran.
PROSEDUR
Langkah Persiapan Balancing
1) Hubungkan kabel USB dari NI DAQ ke computer
2) Pastikan modul NI 9234 terpasang pada NI DAQ
3) Colok kabel power NI DAQ
4) Buka Labview dengan nama praktikum balancing
5) Set physical channel, dengan minimum value -5 dan maximum
value 5
6) Set timing parameter dengan rate= 180 Hz dan samples to read
2000 7) Buat file dengan nama praktikum balancing pada TDMS file
path
7) Persiapkan balancing machine tetapi jangan dahulu kabel powernya
dicolok
8) Persiapkan belt, rotor 5 disc, kunci L 3/32” dan 5/32”,
penggaris, massa- massa, busur dan kertas kosong
9) Olesi bearing dengan grease
Langkah persiapan pemasangan massa
1) Pasang massa pada disk 2,3,4 pada jari-jari bebas dan putar
masing-masing disk dengan melonggarkan sekrup dengan kunci L
3/32”
2) Catat masing-masing massa dan sudut-sudutnya (tidak digunakan
selama percobaan ini dan digunakan sebagai pembanding dengan
hasil balancing)
3) Pastikan disk 1 dan 5 posisi 0 nya berada pada posisi 0 yang
ter-emboss
Langkah set up alat
1) Letakkan rotor 5 disk pada atas bearing-bearing mesin
balancing, catat disk 1 di ujung yang mana dan disk 5 diujung
yang mana
2) Pasang belt
3) Kencangkan ujung-ujung ball cradle dengan menggunakan kuncil L
5/32” sehingga mencegah terjadinya pergerakan terhadap arah
aksial rotor
4) Nyalakan mesin balancing
5) Set stroboskop pada kondisi internal 12 Hz
6) Nyalakan motor
7) Cari dimana kecepatan motor sama dengan kecepatan stroboskop
menyala sehingga rotor seakan-akan terlihat berhenti terhadapap
nyala stroboskop
8) Jika sudah ditemukan maka matikan motor dengan tidak mengubah-
ubah kontrol kecepatannya, sehingga jika motor dihidupkan motor
akan bergerak pada 12 Hz
Langkah Balancing
1) Run labview, terlihat amplitudo awal sekitar 0,0...
2) Nyalakan motor pada posisi yang sudah ditetapkan
3) Tunggu hingga konsisten dan stabil
4) Terlihat pada grafik power spectrum frekuensi rotor yang
berputar di 12 Hz
5) Setelah stabil stop running, lalu catat rms yang terbaca
6) Pindahkan switch stroboskop ke eksternal
7) Sedikit demi sedikit putar swicth (knob) yang terletak dekat
transduser hingga menyentuh plat (maksimum displacement dari
cradle) yang dapat menyebabkan stroboskop berkedip (PERINGATAN:
hati-hati jangan sampai terlalu berlebihan, jadi cukup sedikit
saja menyentuhnya)
8) Lihat angka yang terletak sejajar dengan transducer (di atas
switch sekrup putar) dan catat (sebagai sudut fase dari titik
referensi 0)
9) Putar balik switch knob putar lalu matikan motor tanpa merubah
kontrol kecepatan
10) Putar disk 5 sehingga titik 0 pada disk berada pada titik
yang terbaca pada langkah no.8 dengan longgarkan skrup 3 buah
yang ada di disk dengan kunci L 3/32”
11) Dari rms yang didapat dari labview, kalibrasikan dengan
grafik kalibrasi amplitudo yang diberikan
12) Catat U nya
13) Perhatikan slot yang ada pada disk koreksi (disk 5) berjari-
jari antara 45-65 mm
14) Dari U yang didapat tentukan m dan r yang cocok; U = m . r
15) Timbang massa pada timbangan digital yang ada
16) Pasang massa counterbalance pada r yang ditentukan pada
langkah no.15 pada lokasi slot yang sesuai dengan langkah no.10
17) Nyalakan kembali motor
18) Run labview kembali
19) Catat rms yang terbaca setelah dalam kecepatan yang stabil
20) Set stroboskop ke eksternal lalu lihat angka yang muncul pada
langkah no.8
21) Matikan motor
22) Ulangi langkah no. 11 dan 12
23) Jumlahkan dengan menggunakan vektor sehingga didapat U yang
menggantikan U awal (lihat contoh)
24) Putar disk sesuai sudut yang ditunjukkan dari hasil
penjumlahan vektor
25) Pasang U pengganti ini pada disk koreksi dengan set terlebeih
dahulu m dan r yang cukup pada slot tersebut
26) Ulangi langkah-langkah balancing ini sehingga didapat
amplitudo rms dibawah 2,5 sehingga bisa dianggap balance
27) Putar posisi rotor, ujung ke ujung, sehingga disk 1 berada
pada posisi disk koreksi, dan disk 5 berada di atas penumpu
28) Gunakan langkah-langkah koreksi seperti pada disk 5
29) Matikan mesin balancing jika suda selesai membalans
30) Lepaskan belt dari motor dan puli tanpa merubah posisi rotor
31) Amati pergerakan rotor setelah belt dicopot
32) Putar setiap 90⁰ dan biarkan serta amati apakah rotor
berputar sendiri
33) Jika dalam setiap posisi rotor tidak berputar maka dapat
dikatakan rotor dalam keadaan balans
34) Data dari eksperimen ini bandingkan dengan cara analitikal
pada slide balancing mata kuliah getaran mekanis dari data yang
didapat pada langkah persiapan pemasangan massa no.2
Gambar 6. Tampilan LABVIEW
3. Data PraktikumPiringan 1
RMS Awal : 5.99
Unbalance : 720 g.mm
Massa Baut : 11.07 gr
R Baut : 0.65 cm
RMS Akhir : 0.74 (balance)
Gambar 7. Percobaan Balancing
Unbalance didefinisikan sebagai ketidaksamaannya distirbusi
massa sistem poros rotor terhadap sumbu putar. Keadaan ini
dapat dinetralisir denga adanya proses/perlakuan balancing
yang dilakukan pada praktikum ini. Heavy spot didefiniskan
sebagai tempat di mana terdapat titik massa di mana terjadinya
unbalancing. Sedangan High spot didefinisikan sebagai tempat
di mana counter balance (massa yang digunakan untuk membalance
kan heavy spot) harus di taruh. Kedua hal ini sangat penting
saat proses balancing seperti yang digunakan saat membalancing
poros roda mobil.
4. AnalisisPraktikum yang ketiga adalah praktikum mengenai
balancing, dengan menggunakan rangkaian alat balancing.
Tujuan akhirnya yaitu agar getaran yang dihasilkan masih
dapat ditolerir (balance) yaitu pada saat rms di bawah 2,5.
Praktikum dilakukan pertaman tama dengan mensetting alat
sesuai prosedur yang terlebih dahulu diawali dengan
pemasangan belt dan mengatur putaran 12 Hz, yaitu terjadi
12 putaran tiap detik. Pengukuran menggunakan DAQ’s dengan
pengukuran LABVIEW.
Praktikum bertujuan mengukur dan menstabilkan piringan
yang terdapat pada poros yang tidak stabil karena adanya
massa yang unbalance. Pengukuran dilakukan terlebih dahulu
dengan mencatat rms yang terjadi pada satu sisi, pada
percobaan ini pada piringan pertama kemudian diseimbangkan
dengan penambahna massa benda pada posisi tertentu sesuai
high spot nya. Penambahan massa yaitu dengan
memperhitungkan nilai massa dan radius beban yang sesuai.
Prinsipnya adalah dengan membandingkan antara ampluitudo
yang dihasilkan dengan, kemudian ditarik garis hingga
mendapatkan dilai dari unbalance. Setelah stroboskop
dinyalakan dengan frekuensi 12 Hz, kemudian dinyalakan
motor dengan 12 Hz juga sampai terlihat angka angka yang
terbias pada piringan rotor terlihat tidak bergerak dan
tidak berganti angka.
Hasil di sisi pertama yaitu dengan ketidakseimbangan 720
g.mm sehingga perlu diberikan gaya counter dengan massa
11,07 g dan jari-jari diambil maksimum dengan 0.65 cm,
selanjutnya dilakukan pengukuran ulang dengan LABVIEW dan
mendapat hasil getaran 0,74 rms, dalam pemasangan beban
counter, praktikkan tidak perlu menukar sisi dalam piringan
untuk menyesuaikan posisi lubang tempat pembebanan dengan
posisi high spot karena berada pada posisi yang sesuai.
Kemudian rotor dibalik posisinya sehingga sisi
selanjutnya yangberada pada sisi depan strobosokop.
Pembalikan posisi ini harus dengan seksama dan pita
pengikat gear harus diputar sedemikian rupa mengikuti arah
panah yang ada sehinga rangkaian alat balancing dan rotor
dapat bekerja sebagaimana mestinya. Perhitungan piringan 5
menghasilkan nilai awal 5.99 rms dan U 720 g.mm sehingga
didapatkan perhitungan massa baut sebesar 11.07 gram dengan
jari jari diambil maksimum 0.65 cm, setelah diberi counter
balance nilai yang didapat emnjadi 0,74 rms. Walaupun
sebelumnya, praktikkan sudah mencoba 5-6 kali percobaan di
mana selalu didapat hasil rms yang tidak balance. Terlebih
lagi pada saat praktik, salah satu anggota kami tidak
sengaja mengubah kecepatan yang sudah fix didapat. Oleh
sebab itu asisten dosen harus mencari kembail kecepatan
putar yang, yang bisa menunjukkan keadaan balance dari
piringan tersebut. Kejadian ini juga memaksa kelompok kami
hanya praktikum dengan satu piringan saja, karena sudah
terlalu lama dilakukan percobaan sebelumnya sehigga
waktunya sudah tidak mencukupi. Walaupun begitu, percobaan
pada satu piringan yang tetap berhasil membuktikan bahwa
proses balancing ini tepat dan berhasil dengan baik.
Prinsip dari balancing ini adalah dengan mengoreksi
gaya-gaya inersia dan momen yang tidak diinginkan atau yang
tidak seimbang yang diakibatkan oleh system yang bekerja
secara mekanis, koreksi dapat dilakukan dengan penambahan
counter balance sehingga menadi balance. Kondisi ini
tergantung kepada ketelitian pengamatan dan penentuan heavy
spot serta high spot.
5. KesimpulanTeknik balancing merupakan cara untuk mengurangi getaran
dengan menambah beban counter pada sisi berlawanan (high spot)
dari gaya unbalance. Menurut ISO 1940, toleransi dari balance
yang dapat dibenarkan adalah sebesar V RMS 2,5 MM/S dengan
pertimbangan tidak mungkinnya balance yang sempurna.