LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PENGARUH PH DAN INHIBITOR TERHADAP AKTIVITAS ENZIM

32
LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE VI PENGARUH PH DAN INHIBITOR TERHADAP AKTIVITAS ENZIM Disusun Oleh: Nama dan NPM : Ambar Puspita Madyaningratri 10060313055 : Irma Astri Pebriliani 10060313056 : Tri Marleni 10060313057 : Ramli Maulana Latief 10060313058 Shift : C Kelompok : 1 Nama Asisten : Sendy Triansyah, S.Farm. Tgl. Praktikum : Selasa, 10 Maret 2015 Tgl. pengumpulan Laporan : Selasa, 17 Maret 2015 LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT B PROGRAM STUDI FARMASI

Transcript of LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PENGARUH PH DAN INHIBITOR TERHADAP AKTIVITAS ENZIM

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

PERCOBAAN KE VI

PENGARUH PH DAN INHIBITOR TERHADAP AKTIVITAS ENZIM

Disusun Oleh:

Nama dan NPM : Ambar Puspita

Madyaningratri

10060313055

: Irma Astri Pebriliani 10060313056: Tri Marleni 10060313057: Ramli Maulana Latief 10060313058

Shift : CKelompok : 1Nama Asisten : Sendy Triansyah, S.Farm.Tgl. Praktikum : Selasa, 10 Maret 2015Tgl. pengumpulan

Laporan

: Selasa, 17 Maret 2015

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT B

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

2015

I. Tujuan

Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah agar

mahasiswa dapat memahami pengaruh pH dan

inhibitor terhadap aktivitas enzim.

II. Teori Dasar

Enzim atau biokatalisator adalah katalisator

organik yang dihasilkan oleh sel. Enzim sangat

penting dalam kehidupan, karena semua reaksi

metabolisme dikatalis oleh enzim. Jika tidak

ada enzim, atau aktivitas enzim terganggu maka

reaksi metabolisme sel akan terhambat hingga

pertumbuhan sel juga terganggu. Reaksi-reaksi

enzimatik dibutuhkan agar bakteri dapat

memperoleh makanan/ nutrient dalam keadaan

terlarut yang dapat diserap ke dalam sel,

memperoleh energi kimia yang digunakan untuk

biosintesis, perkembangbiakan, pergerakan, dan

lain-lain. (Poedjiadi, 2006)

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan

reaksi enzim antara lain, perubahan suhu dan pH

mempunyai pengaruh besar terhadap kerja enzim.

Kecepatan reaksi enzim juga dipengaruhi oleh

konsentrasi enzim dan konsentrasi substrat.

Pengaruh aktivator, inhibitor, koenzim dan

konsentrasi elektrolit dalam beberapa keadaan

juga merupakan faktor-faktor yang penting.

Berikut penjelasannya:

a. Pengaruh Suhu

Suhu rendah mendekati titik beku tidak

merusak enzim, namun enzim tidak dapat

bekerja. Dengan kenaikan suhu lingkungan,

enzim mulai bekerja sebagian dan mencapai

suhu maksimum pada suhu tertentu. Bila

suhu ditingkatkan terus, jumlah enzim yang

aktif akan berkurang karena mengalami

denaturasi. Kecepatan reaksi enzimatik

mencapai puncaknya pada suhu optimum.

Enzim dalam tubuh manusia mempunyai suhu

optimum sekitar 37° C. Sebagian besar

enzim menjadi tidak aktif pada pemanasan

sampai ± 60° C, karena terjadi denaturasi.

( Hafiz Soewoto, 2000)

b. Pengaruh pH

Enzim bekerja pada kisaran pH tertentu.

Jika dilakukan pengukuran aktivitas enzim

pada beberapa macam pH yang berlainan,

sebagian besar enzim di dalam tubuh akan

menunjukkan aktivitas maksimum antara pH

5,0 sampai 9,0. Kecepatan reaksi enzimatik

mencapai puncaknya pada pH optimum. Ada

enzim yang mempunyai pH optimum yang

sangat rendah, seperti pepsin, yang

mempunyai pH optimum 2. pada pH yang jauh

di luar pH optimum, enzim akan

terdenaturasi. Selain itu pada keaadan ini

baik enzim maupun substrat dapat mengalami

perubahan muatan listrik yang

mengakibatkan enzim tidak dapat berikatan

dengan substrat.

( Hafiz Soewoto, 2000) .

Sebagian besar enzim bekerja aktif dalam

trayek pH yang sempit umumnya 5 - 9. Ini

adalah hasil merupakan hasilpengaruh dari

pH atas kombinasi faktor ( 1 ) ikatan dari

substrat ke enzim ( 2 ) aktivitas katalik

dari enzim ( 3 ) ionisasi substrat dan ( 4

) variasi struktur protein ( biasanya

signifikan hanya pada pH yang cukup tinggi

) ( M.T. Simanjuntak, 2003)

Ada juga yang berpendapat bahwa Ph optimum

sering dalam kisaran antara Ph 6 sampai Ph

8. (Lakitan, 1993). Dan pendapat

Poedjiadi (2005), saliva mempunyai pH

antara5,75 sampai 7,05. Pada umumnya pH

saliva adalah sedikit dibawah 7.

Enzimptialin dalam saliva adalah suatu

enzim amilase. Enzim ptialin bekerja

secaraoptimal pada pH 6,6.

c. Pengaruh Konsentrasi Enzim

Peningkatan konsentrasi enzim akan

meningkatkan kecepatan reaksi enzimatik.

Dapat dikatakan bahwa kecepatan reaksi

enzimatik (v) berbanding lurus dengan

konsentrasi enzim [E]. Makin besar

konsentrasi enzim, reaksi makin cepat

(Hafiz Soewoto, 2000)

Semakin  besar konsentrasi enzim maka

makin banyak pula produk yang terbentuk

dalam tiap waktu pengamatan. Dari

pengamatan tersebut dapat dikatakan bahwa

konsentrasi enzim berbanding lurus dengan

kecepatan enzim. Dengan bertambahnya

waktu, pada tiap konsentrasi enzim

pertambahan jumlah produk akan menunjukkan

defleksi, tidak lagi berbanding lurus

sejalan dengan berlalunya waktu tersebut.

Fenomena itu tentu mudah dimaklumi, karena

setelah selang beberapa waktu, jumlah

substrat yang tersedia sudah mulai

berkurang, sehingga dengan sendirinya

produk olahan enzim juga akan berkurang.

(Sadikin, 2002 )

d. Pengaruh Konsentrasi Substrat

Pada suatu reaksi enzimatik bila

konsentrasi substrat diperbesar, sedangkan

kondisi lainnya tetap, maka kecepatan

reaksi (v) akan meningkat sampai suatu

batas kecepatan maksimum (V). Pada titik

maksimum ini enzim telah jenuh dengan

substrat.

Dalam suatu reaksi enzimatik, enzim akan

mengikat substrat membentuk kompleks

enzim-substrat [ES], kemudian kompleks ini

akan terurai menjadi [E] dan produk [P].

Makin banyak kompleks [ES] terbentuk,

makin cepat reaksi berlangsung sampai

batas kejenuhan [ES]. Pada konsentrasi

substrat [S] melampaui batas kejenuhan

kecepatan reaksi akan konstan. Dalam

keadaan itu seluruh enzim sudah berada

dalam bentuk kompleks E-S. Penambahan

jumlah substrat tidak menambah jumlah

kompleks E-S.

e. Pengaruh Inhibitor

Enzim dapat dihambat sementara atau tetap

oleh inhibitor berupa zat kimia tertentu.

Zat kimia tersebut merupakan senyawa

selain substrat yang biasa terikat pada

sisi aktif enzim (substrat normal)

sehingga antara substrat dan inhibitor

terjadi persaingan untuk mendapatkan sisi

aktif. Persaingan tersebut terjadi karena

inhibitor biasanya mempunyai kemiripan

kimiawi dengan substrat normal. Pada

konsentrasi substrat yang rendah akan

terlihat dampak inhibitor terhadap laju

reaksi, kondisi tersebut berbalik bila

konsentrasi substrat naik.

Sebagai suatu protein, suatu enzim

mempunyai kondisi tertentu dimana enzim

tersebut dapat bekerja secara optimal,

karena lingkungan tersebut mendukung

konformasi yang paling aktif bagi molekul

enzim tersebut. Suhu merupakan salah satu

faktor lingkungan penting dalam aktivitas

suatu enzim ,sampai pada suatu titik

kecepatan suatu reaksi enzimatik meningkat

sejalan dengan meningkatnya suhu, sebagian

disebabkan karena substrat akan

bertubrukan dengan tempat aktif lebih

sering ketika molekul itu bergerak lebih

cepat. (Campbel, 2000)

Ada dua macam inhibitor, yang pertama

adalah inhibitor yang bersifat

irreversible dan yang kediua adalah

inhibitor yang bersifat reversible. Untuk

yang reversible dibagi lagi menjadi dua,

yaitu yang kompetitif dan yang non

kompetitif. Mekanisme kerja inhibitor

irreversible adalah beriakatan kovalen

dengan sisi aktif enzim sehingga sulit

untuk putus/lepas dan substrat tidak dapat

masuk ke sisi aktif enzimnya. Sedangkan

yang reversible ikatannya lemah, seperti

ikatan hydrogen, mudah diputus. Inhibitor

reversible yang kompetitif memiliki

prinsip saling berkompetisi dengan

substrat untuk dapat menempel/berikatan

dengan sisi aktif enzim sehingga substrat

akan kalah jika konsentrasi substrat

sedikit. Solusinya adalah penambahan

konsentrasi substrat sehingga tidak banyak

inhibitor yang dapat berikatan dengan sisi

aktif enzim. Inhibitor reversible yang

bersifat non kompetitif memiliki prinsip

tidak saling berkompetisi dengan substrat,

namun inhibitor ini dapat mengubah sisi

aktif enzim dan menempel atau berikatan

dengan enzim pada sisi lainnya, bukan pada

sisi aktif enzimnya. Perubahan sisi aktif

enzim yang disebabkan oleh inhibitor jenis

ini menyebabkan substrat tidak dapat

berikatan dengan enzim dan tidak dapat

membuat produk baru, dalam hal ini

salivary amylase tidak dapat

menghidrolisis amilum yang ada. Jika ada

inhibitor reversible non kompetitif ini di

dalam larutan maka penambahan substrat pun

tidak dapat berguna untuk membalikkan

keadaan.

Pada praktikum ini, enzim yang digunakan

adalah enzim salivary amylase atau

ptyalin. Pada enzim amilase dapat memecah

ikatan pada amilum hingga terbentuk

maltosa. Ada tiga macam enzim amilase,

yaitu α amilase, β amilase dan γ amilase.

Yang terdapat dalam saliva (ludah) dan

pankreas adalah α amilase. Enzim ini

memecah ikatan 1-4 yang terdapat dalam

amilum dan disebut endoamilase sebab enzim

ini bagian dalam atau bagian tengah

molekul amilum. (Poedjiadi, 2006)

Saliva mempunyai pH antara5,75 sampai

7,05. Pada umumnya pH saliva adalah

sedikit dibawah 7. Enzimptialin dalam

saliva adalah suatu enzim amilase. Enzim

ptialin bekerja secaraoptimal pada pH 6,6

(Poedjiadi, 2005)

Dua uji yang digunakan pada praktikum ini,

antara lain uji Benedict dan uji Iodine.

Di mana uji Benedict adalah uji yang

dilakukan untuk mengetahui ada atu

tidaknya kandungan gula pereduksi.

Sedangkan uji Iodine merupakan uji yang

dilakukan untuk mengetahui ada atau

tidaknya amilum.

III. Alat dan Bahan

Alat Bahan- Stop watch

- Water bath 380 C

- Tabung reaksi

- Pipet ukur 1 mL , 5

mL , 10 mL

- Larutan buffer pH

8 , 7.4 , 6.8 , 6 ,

5.2

- Larutan amylum 1%

- Larutan Natrium

Klorida 0,1 M

- Pipet tetes

- Batang pengaduk

- Rak tabung

- Beaker glas

- Spatel

- Larutan saliva (1:9)

dan (2:8)

- Aquadest

- Larutan iodine

- Larutan Toluen

- Larutan Merkuri

klorat 1%

- Kloroform

- Larutan phenol

- Natrium florida

- Pereaksi Benedict

IV. Prosedur Kerja

1. Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Enzim

Disiapkan 5 mL larutan buffer dengan pH 8 ,

7.4 , 6.8 , 6 , 5.2 dalam tabung reaksi yang

terpisah. Kemudian ditambahkan 2,5 mL

larutan amilum 1%, 1 mL larutan natrium

klorida 0,1 M dan 1 mL larutan saliva (1:9)

pada tiap tabuing reaksi. Lalu ditempatkan

didalam water bath 38 0C. Setelah itu

ditambahkan 2 tetes larutan iodine pada tiap

tabung reaksi dan diaduk,tetapi pada tabung

dengan pH 8 dan 7,4 sebaiknya diasamkan

terlebih dahulu dengan ditambahkan asam

asetat sedikit demi sedikit sebelum

ditambahkan larutan iodine. Kemudian amati

perubahan yang terjadi dan ditentukan tabung

mana yang pertama kali mencapai titik

akromik.

2. Pengaruh Inhibitor Terhadap Aktivitas Enzim

Dilarutkan 2 mL larutan saliva dengan 8 mL

aquadest,dicampurkan dengan baik. Setelah

itu dimasukkan 0,5 mL saliva yang telah

diencerkan ke dalam 6 tabung reaksi.

Kemudian ditambahkan pada tabung yang

terpisah yaitu 3 tetes larutan toluen, 3

tetes kloroform, 3 tetes merkuri klorida 1%,

3 tetes larutan phenol 2%, 0.25 gram natrium

florida, dan 3 tetes aquadest. Ditaruh

tabung terrsebut pada rak tabung selama 10

menit dengan sesekali dikocok perlahan-

lahan. Kemudian ditambahkan 2,5 mL larutan

amilum 1% pada tiap tabung reaksi dan

ditempatkan didalam water bath 38 0C selama

15 menit. Lalu dibagi masing-masing tabung

menjadi 2 bagian untuk dilakukan test iodine

dan test benedict. Kemudian dicatat dan

diamati perubahan yang terjadi.

V. Data Pengamatan

1) Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim

Tabung Perlakuan Hasil pengamatanSebelum

dipanaskan

Setelah

dipanaskan1 Buffer pH 8 +

2,5 mL lar.

Amylum + 1 mL

lar. NaCl + 1 mL

Lar. Saliva + 1

tetes Asam

Asetat +

dipanaskan + 3

tetes lar. Iodin

Larutan

berwarna

biru keabuan

Larutan

bening ,

terdapat

endapan biru

sedikit

2 Buffer pH 7,4 +

2,5 mL lar.

Amylum + 1 mL

lar. NaCl + 1 mL

Lar. Saliva + 1

tetes Asam

Asetat +

dipanaskan + 3

tetes lar. Iodin

Larutan

berwarna

biru tua

sedikit

keruh

Larutan

bening,terdapat

endapan biru

sedikit3 Buffer pH 6,8 +

2,5 mL lar.

Amylum + 1 mL

lar. NaCl + 1 mL

Lar. Saliva +

dipanaskan + 3

tetes lar. Iodin

Larutan

berwarna

biru tua

agak pekat

Larutan

bening ,

terdapat

endapan biru

agak banyak

4 Buffer pH 6 +

2,5 mL lar.

Amylum + 1 mL

lar. NaCl + 1 mL

Lar. Saliva +

dipanaskan + 3

tetes lar. Iodin Larutan

berwarna

biru sedikit

tua

Larutan

bening ,

terdapat

endapan biru

agak banyak5 Buffer pH 5,2 +

2,5 mL lar.

Amylum + 1 mL

lar. NaCl + 1 mL

Lar. Saliva +

dipanaskan + 3

tetes lar. Iodin Larutan

berwarna abu

Larutan bening

keabuan ,

terdapat

endapan abu

2) Pengaruh inhibitor terhadap aktivitas

enzim

Uji Iodine

Sampel PerubahanSebelum

dipanaskan

Setelah

dipanaskan

+ iodine

1 mL lar.

Saliva + 3

tetes lar.

Toluen +

(didiamkan

selama 10

menit) +

2,5 mL

amylum

Bening Bening ,

terdapat

endapan

putih

Bening

keunguan,

endapan

putih dan

terbentuk

cincin

merah

1 mL lar.

Saliva + 3

tetes lar.

Kloroform

+

(didiamkan

selama 10

menit) +

2,5 mL

amylum

Bening Bening ,

terdapat

endapan

putih

Bening

keunguan,

dan endapan

ungu

1 mL lar. Bening Bening , Keruh agak

Saliva + 3

tetes lar.

HgCl +

(didiamkan

selama 10

menit) +

2,5 mL

amylum

terdapat

endapan

putih

kuning

1 mL lar.

Saliva + 3

tetes lar.

Phenol +

(didiamkan

selama 10

menit) +

2,5 mL

amylum

Bening Bening ,

terdapat

endapan

putih

Bening agak

putih dan

Endapan

putih

keunguan

1 mL lar.

Saliva +

0,5 gram

Natrium

Florida +

(didiamkan

selama 10

Bening Bening ,

terdapat

endapan

putih

Bening

keunguan

dan Endapan

ungu yang

banyak

menit) +

2,5 mL

amylumBening Bening ,

terdapat

endapan

putih

Bening,

endapan

ungu dan

putih Gambar

Setelah pemanasan

1 2

3 4 5 6

Setelah penambahan Iodine

1 2 3 4

5 6

Uji Benedict

Sampel PerubahanSebelum

dipanas

kan

Setelah

dipanaska

n

+

benedict

1 mL lar. Saliva + 3

tetes lar. Toluen +

(didiamkan selama 10

menit) + 2,5 mL

amylum

Bening Bening ,

terdapat

endapan

putih

Bening

terdapat

Endapan

sedikit

1 mL lar. Saliva + 3

tetes lar. Kloroform

+ (didiamkan selama

10 menit) + 2,5 mL

amylum

Bening Bening ,

terdapat

endapan

putih

Sedikit

keruh

dan

Endapan

sedikit

1 mL lar. Saliva + 3

tetes lar. HgCl +

(didiamkan selama 10

menit) + 2,5 mL

amylum

Bening Bening ,

terdapat

endapan

putih

Sedikit

keruh

dan

Endapan

agak

banyak1 mL lar. Saliva + 3

tetes lar. Phenol +

(didiamkan selama 10

menit) + 2,5 mL

amylum

Bening Bening ,

terdapat

endapan

putih

Sedikit

keruh

dan

Endapan

sedikit1 mL lar. Saliva +

0,5 gram Natrium

Florida +

(didiamkan selama 10

menit) + 2,5 mL

amylum

Bening Bening ,

terdapat

endapan

putih

Bening

dan

Endapan

yang

banyak

1 mL lar. Saliva + 3 Bening Bening , Keruh

tetes lar. Aquadest

+ (didiamkan selama

10 menit) + 2,5 mL

amylum

terdapat

endapan

putih

dan

Endapan

sedikit

Gambar:

Setelah pemansan

1 2 3 4

5 6

Setelah penambahan iodine

1 2 3 4

5 6

VI. Pembahasan

1. Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Enzim

Pada praktikum kali ini prisnsipnya adalah

memcari pH optimum untuk aktivitas enzim

salivary amylase yang ditandai dengan pada

pH berapakah enzim salivary amylase dapat

cepat menghidrolisis amilum sehingga

larutan yang awalnya berwarna ungu

kehitaman (menandakan adanya amilum) dapat

berubah warna menjadi tidak berwarna.

Pertama-tama, setiap tabung diisi dengan

satu macam pH buffer, urutan dari tabung

pertama hingga tabung ke lima yang berisi

pH buffer adalah: pH 8, 7.4, 6.8, 6, 5.2.

Lalu ditambahkan larutan amilum, NaCl, dan

larutan saliva. Di sini larutan amilum

berguna sebagai substrat, NaCl berguna

sebagai perumpamaan cairan tubuh pada

manusia, dan larutan saliva berguna

sebagai enzimnya. Kemudian dipanaskan pada

suhu 38o C. Suhu ini menggambarkan suhu

tubuh normal manusia. Lalu ke dalam tiap

tabung ditetesi iodine untuk kemudian

ditunggu hingga larutan pH berapa yang

paling cepat mencapai titik akromik.

Sebelumnya ke dalam tabung yang berisi pH

8 dan 7,4 diasamkan terlebih dahulu oleh

asam asetat karena enzim salivary amylase

tidak bisa bekerja optimal dalam keadaan

pH 8 ataupun keadaan yang sangat asam.

Stelah hasil didapatkan, sesuai literatur

menyatakan bahwa pH yang paling cepat

mencapai titik akromik adalah pH 7.4, data

yang praktikan peroleh menunjukkan bahwa

titik akromik paling cepat tercapai oleh

pH 7.4, 8, 5.2, 6, 6.8. Namun pada pH 5.2

seharusnya yang paling lama mencapai titik

akromik karena pH ini adalah pH yang

paling jauh dari pH optimum enzim salivary

amylase .

Faktor-faktor yang mungkin menyebabkan

kesalahan adalah bahwa mungkin saja

terjadi karena human error, atau terjadi

cemaran pada larutan uji, atau mungkin

pada alat yang digunakan mengandung

senyawa lain.

Yang dapat disimpulkan adalah bahwa benar

sesuai literatur, pH optimum enzim

salivary amylase berkisar dari 7-7.4. Dan

seperti yang disampaikan Campbell (2000)

bahwa pH dapat mempengaruhi aktivitas

enzim.

2. Pengaruh Inhibitor Terhadap Aktivitas

Enzim

Pada percobaan ini prinsipnya adalah

mencari tahu apa saja inhibitor yang

menghambat aktivitas enzim salivary

amylase dengan menggunakan dua macam uji.

Yaitu uji Benedict yang dilakukan untuk

mendeteksi ada atau tidaknya gula

pereduksi, dan uji Iodine dilakukan untuk

mendeteksi ada atau tidaknya amilum.

Mula-mula disediakan 12 tabung untuk diisi

oleh larutan saliva, kemudian tiap 2

tabung diisi dengan larutan toluene,

kloroform, merkuri klorida, fenol, natrium

florida, dan aquadest. Lalu semua tabung

disimpan di rak tabung, dikocok perlahan,

terlihat bahwa 2 tabung yang berisi NaF

yang awalnya bening tak berwarna menjadi

sedikit keruh. Tahap selanjutnya adalah

penambahan amilum pada setiap tabung

reaksi, kemudian semua tabung dimasukkan

ke dalam water bath dengan suhu 38o C

selama 15 menit, karena suhu normal tubuh

manusia berkisar 37-38o C. Setelah ini

barulah dilakukan uji iodine pada 6 tabung

pertama, dan uji Benedict pada 6 tabung

yang berikutnya.

Hasil yang praktikan dapat pada uji

iodine, pada tabung yang berisi toluene

warnanya bening keunguan dan ada endapan

putih serta cincin merah di atas larutan.

Hal ini menandakan bahwa masih ada

sebagian amilum yang tidak terhidrolisis.

Pada tabung yang berisi kloroform,

warnanya bening keunguan dan ada endapan

ungu. Hal ini membuktikan bahwa aktivitas

enzim salivary amylase terhambat karena

adanya kloroform. Pda tabung yang berisi

merkuri klorida, warnanya menjadi keruh

agak kuning, dan terdapat endapan putih.

Peristiwa ini menandakan bahwa amilum

tidak terhidrolisis karena adanya logam

berat Hg, di mana keberadaan logam ini

menjadi inhibitor pada enzim salivary

amylase, warnanya agak kuning karena

inhibitor logam bersifat reversible non

kompetitif yang membuat enzim

terdenaturasi sehingga kehilangan fungsi

utamanya. Pada tabung yang berisi fenol,

terdapat perubahan warna menjadi bening

agak putih dan terdapat endapan putih

keunguan. Peristiwa ini membuktikan bahwa

sebagian besar amilum dapat terhidrolisis

menjadi sakarida sederhana dan dekstrin

namun ada sebagian kecil yang tidak bisa

terhidrolisis akibat adanya inhibitor

berupa fenol yang ditandai dengan

terdapanya sedikit endapan putih dan ungu

di dasar tabung. Pada tabung yang berisi

NaF, warna yang dihasilkan warna bening

keunguan dan terdapat endapan berwarna

ungu yang banyak. Hal ini menandakan bahwa

NaF adalah inhibitor yang sangat

menghambat bahkan mengganggu aktivitas

enzim salivary amylase akibatnya sebagian

besar amilum tidak dapat dihidrolisis oleh

enzim tersebut. Pada tabung yang berisi

aquadest terjadi warna bening dan terdapat

endapan putih dan ungu. Pada percobaan

yang ini menyatakan bahwa aquadest

bukanlah inhibitor namun adanya endapan

ungu dan putih mungkin saja karena

kesalahan seperti faktor human error, dan

bisa saja terdapat kontaminan saat ditaruh

di water bath. Seharusnya pada tabung ini,

warna yang dihasilkan bening tanpa adanya

endapan.

Berikut adalah hasil yang praktikan dapat

pada uji Benedit, pada semua tabung

warnanya bening kebiruan dan terdapat

endapan putih. Hal ini menandakan bahwa

rekasi negative, tidak adanya gula

pereduksi (amilum yang terhidrolisis) di

dalam larutan karena tidak dihasilkan

warna merah bata. Adanya warna bening

keniruan membuktikan bahwa adanya amilum

yang tidak terhidrolisis akibat adanya

inhibitor yang menghambat aktivitas enzim

salivary amylase untuk memecah amilum

menjadi sakarida sederhana dan dekstrin.

Dan adanya endapan menandakan bahwa enzim

terdenaturasi oleh inhibitor.

Jadi kesimpulan yang dapat diambil pada

percobaan yang kedua ini adalah bahwa

toluene, kloroform, HgCl2, fenol, dan NaF

merupakan inhibitor, sedangkan aquadest

bukan merupakan inhibitor. Serta

pernyataan bahwa enzim dapat dihambat

sementara atau tetap oleh inhibitor berupa

zat kimia tertentu (Campbell, 2000)

merupakan pernyataan yang benar dan

terbukti pada percobaan ini.

VII. Kesimpulan

1. Enzim adalah biomolekul yang berfungsi

sebagai katalis (senyawa yang mempercepat

proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam

suatu reaksi kimia. Faktor–faktor yang

mempengaruhi aktivitas enzim adalah ph,

suhu, konsentrasi substrat, konsentrasi

enzim, inhibitor dan aktivator.

2. Enzim ptyalin dapat menghidrolisis amilum

menjadi sakarida yang sederhana

3. pH optimum enzim ptyalin adalah pH 7,4

4. Uji iodine dimaksudkan untuk mengetahui

adanya kandungan amilum pada sampel.

5. Pada uji benedict dimaksudkan untuk

mengetahui adanya kandungan gula pereduksi

dalam sampel.

6. Pada uji kuantitatif ptyalin, titik

akromatik semakin cepat terjadi dengan

semakin banyaknya aquadest yang ditambahkan

karena aquadest berfungsi sebagai substrat.

7. Inhibitor dapat menghambat kerja enzim untuk

menghidrolisis amilum menjadi gula

pereduksi.

DAFTAR PUSTAKA

Campbell.2000.Kimia Kehidupan.Jakarta: Erlangga

Lakitan, Benyamin.1993.Dasar- dasar Fisiologi Tumbuhan.Jakarta:

Grafindo

Sadikin, Mohamad.2002.Biokimia Enzim. Jakarta : Widya

Medika.

Soewoto, Hafiz, dkk.2000.Biokimia Eksperimen

Laboratorium.Jakarta: Widya Medika.

Poedjiadi, Anna.2006.Dasar – Dasar Biokimia.Jakarta: UI Press