LAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI DI PT ANUGRAH ANALISIS SEMPURNA

104
LAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI DI PT ANUGRAH ANALISIS SEMPURNA Oleh Muhammad Ariq Alwan Winata NIS. 11.57.07079 KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA Pusat Pendidikan dan Pelatihan Industri Sekolah Menengah Kejuruan – SMAK Bogor

Transcript of LAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI DI PT ANUGRAH ANALISIS SEMPURNA

LAPORAN PRAKTIK KERJA INDUSTRI

DI PT ANUGRAH ANALISIS SEMPURNA

Oleh

Muhammad Ariq Alwan Winata

NIS. 11.57.07079

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Industri

Sekolah Menengah Kejuruan – SMAK

Bogor

2015

LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN

Disetujui dan disahkan oleh:

Disetujui oleh:

Slamet Tri Ariyanto, S.Si. Nur Zamilah,

S.Si.

NIP NIP 19800919 200312 2

005

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Disahkan oleh

Dra. Hadiati Agustine

NIP 19570817 198103 2 002

Kepala Sekolah SMK - SMAK Bogor

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkatrahmat-Nya berupa kekuatan lahir maupun batin serta semangatpada penyusun sehingga dapat menyelesaikan Laporan PraktikKerja Industri ini tepat pada waktunya. Penyusun menyajikanhasil seluruh kegiatan yang telah dilakukan selama masakegiatan Praktik Kerja Industri dan juga dilengkapi dengansejarah singkat dari institusi terkait.

Laporan yang berjudul Laporan Praktik Kerja Industri,merupakan salah satu syarat kelulusan pada semester VIIItahun ajaran 2014/2015 Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor.Isi laporan ini meliputi kegiatan penyusun yang dilakukan dilaboratorium kimia PT Anugrah Analisis Sempurna CimanggisDepok yang dilaksanakan mulai tanggal 3 November 2014 sampai28 Februari 2015. Selama melakukan Praktik Kerja Industri,penyusun mendapatkan banyak sekali pengalaman kerja. Akantetapi, laporan ini lebih menekankan pada Analisis PengujianResidu Aflatoksin Total pada Kacang Tanah secaraKromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).

Selama penulisan laporan, penulis mendapatkan bantuandari berbagai pihak. Atas selesainya laporan ini, penulismengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Hadiati Agustine, selaku Kepala Sekolah MenengahKejuruan-SMAK Bogor.

2. Ibu Annie Susilowati selaku Manager Puncak PT AnugrahAnalisis Sempurna.

3. Ibu Amilia Sri Ghani selaku Wakil Kepala SMK-SMAK Bogor bidang Hubungan Kerja Industri.

4. Bapak Sonly H. Saragih selaku Manajer Laboratorium PT Anugrah Analisis Sempurna.

i

5. Bapak Slamet Tri Ariyanto selaku Penyelia Laboratorium Kimia PT Anugrah Analisis Sempurna.

6. Ibu Nur Jamilah selaku pembimbing sekolah.

7. Kakak-kakak yang selalu memberikan arahan, masukan, dan ilmu saat di laboratorium : Tama, Deris, Yuli, Weidha, Ilva,Putri, Hadi, Evita, Runni, Azzam, Febri, Dita, Nurfaida, Dewi serta semua pihak PT Anugrah Analisis Sempurna yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

8. Staf dan guru SMK-SMAK Bogor.

9. Ayah, ibu, dan seluruh keluarga tercinta yang selalu memberikan dukungan, bantuan, dan saran dalam segala bentuk,abstrak dan konkrit.

10. Teman-teman seperjuangan di PT Anugrah Analisis Sempurna. yaitu Fadlil, Kania, dan Fifi

11. Sahabat Karib Farlan, Dhiya, Mutia, Faiz, Dede, Luki, Jenny, Dea, Icha, Madhan, Yoga, Virgi, Udin.

12. Seluruh pihak yang sudah membantu dalam penyelesaian laporan ini.

Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih sangat jauh

dari sempurna. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan saran

dan kritik yang membangun dari semua pihak agar lebih baik

lagi di masa yang akan datang. Semoga laporan ini bermanfaat

bagi siapapun yang membacanya. Amin.

Depok, Maret 2015 Penyusun,

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................i

DAFTAR ISI...............................................iiiDAFTAR TABEL...............................................v

DAFTAR GAMBAR.............................................viBAB I......................................................1

PENDAHULUAN................................................1A. Latar Belakang.......................................1

B. Tujuan Prakerin......................................2C. Tujuan Penulisan Laporan.............................3

BAB II.....................................................5INSTITUSI PRAKERIN.........................................5

A. Sejarah Singkat PT AAS Laboratory....................5B. Gambaran Umum Perusahaan.............................5

C. Visi, Misi dan Strategi..............................7D. Struktur Organisasi..................................7

E. Disiplin Kerja......................................15F. Administrasi Laboratorium...........................15

G. Sistem Jaminan Mutu Laboratorium....................17BAB III...................................................20

KEGIATAN DI LABORATORIUM..................................20A. Tinjauan Pustaka....................................20

1. Kacang Tanah.......................................202. Aflatoksin.........................................23

3. Sumber Aflatoksin..................................244. Macam, Sifat, dan Struktur Aflatoksin..............26

5. Daya Racun Aflatoksin..............................28

6. Kromatografi.......................................30

B. Jaminan Mutu Pengujian..............................401. Umum (ISO/IEC 17025)...............................40

2. Jaminan Mutu dan Pengendalian Mutu Pengujian.......40C. Metode Analisis.....................................44

1. Dasar..............................................442. Tujuan.............................................44

3. Alat dan Bahan.....................................444. Cara Kerja.........................................45

BAB IV....................................................47PEMBAHASAN................................................47

A. Hasil dan Data Analisis.............................47B. Pembahasan..........................................50

BAB V.....................................................57KESIMPULAN DAN SARAN......................................57

A. Kesimpulan..........................................57B. Saran...............................................58

DAFTAR PUSTAKA............................................59LAMPIRAN..................................................61

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Persyaratan Kompetensi Lab Uji sesuai ISO/IEC 17025:2008................................................18Tabel 2. Gizi kacang tanah dalam 100 g....................22Tabel 3. Beberapa sifat fisika aflatoksin.................28Tabel 4. Nilai LD50 Aflatoksin B1, pada beberapa Spesies Hewan.....................................................29Tabel 5. Persyaratan nilai recovery Berdasarkan AOAC Peer Verified Method Program.......................................43Tabel 6. Hasil Uji Jangkauan Kerja Linear.................47Tabel 7. Data Sampel......................................48Tabel 8. Kadar Sampel.....................................48Tabel 9. Data Kontrol Sampel..............................49Tabel 10. Hasil Koefisen Korelasi Standar Aflatoksin.....51Tabel 11. Nilai %RPD pada Kontrol Sampel..................52Tabel 12. Nilai %RPD pada sampel..........................52Tabel 13. Nilai %Recovery pada Kontrol Sampel..............53Tabel 14. Batas Toleransi Aflatoksin pada Pangan..........55Tabel 15. Komposisi Standar induk.......Error! Bookmark not defined.Tabel 16. Data konsentrasi (ppb) sampel kacang tanah......67

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Logo PT Anugrah Analisis Sempurna................6Gambar 2. Tumbuhan Kacang Tanah Varietas Holle dan Scheffer...........................................................20Gambar 3. Aspergillus flavus...................................25Gambar 4. Struktur Aflatoksin B1, G1, B2, G2..............26Gambar 5. Struktur Bifuran dan Kumarin....................27Gambar 6. Mekanisme Pemisahan pada KCKT...................33Gambar 7. Botol Fase Gerak................................35Gambar 8. Skema Injeksi menggunakan Katup.................37Gambar 9. Kolom pada KCKT.................................37Gambar 10. Skema Detektor Fluoresense.....................39Gambar 11. Skema Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.........39Gambar 12. Grafik Pengawasan Mutu (Control Chart).............42Gambar 13. Kurva Linearitas AFB1 dan AFB2.................47Gambar 14. Kurva Linearitas AFG1 dan AFG2.................47

vi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam dunia industri, ilmu kimia memiliki peranan

penting. Selain sebagai ilmu terapan di dunia industri,

kimia juga digunakan dalam bidang analisis, sehingga

diharapkan dengan penerapan ilmu kimia dalam dunia

industri, akan berdampak langsung pada produk barang

maupun jasa yang dapat meningkatkan kualitas maupun

kuantitasnya, karena ilmu kimia berperan penting di dunia

kerja maka tenaga kerja yang berperan khususnya di bidang

kimia sangat dibutuhkan. Terutama tenaga kerja yang

memiliki keterampilan, pengetahuan dan potensi akan

mewujudkan harapan dunia industri saat ini.

Sekolah Menengah Kejuruan Sekolah Menengah Analis Kimia

Bogor merupakan salah satu sekolah SMK yang berada di

bawah pembinaan Kementerian Perindustrian Republik

Indonesia, sehingga sebagai sekolah kejuruan bidang

analisis kimia, maka SMK-SMAK Bogor diharapkan dapat

menghasilkan lulusan analis kimia yang kompeten dan

terampil dalam memenuhi tuntutan dunia kerja dan

industri.

Seperti halnya sekolah menengah kejuruan lainnya,Sekolah Menengah Kejuruan – SMAK Bogor mempunyai visi danmengemban misi sebagai berikut.

2

VISIMenjadi Sekolah Menengah Kejuruan Analisis KimiaNasional bertaraf internasional yang menghasilkanlulusan profesional dan bermartabat.

MISIa. Melaksanakan pendidikan kejuruan analisis kimia yang

berkualitas mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dunia

usaha dan dunia industri baik tingkat nasional maupun

internasional.

b. Meningkatkan kemitraan nasional dan membina kemitraaaninternasional.

c. Membina dan menyelenggarakan fungsi sosial dankemasyarakatan

Pendidikan kejuruan mempunyai orientasi mempersiapkan

lulusannya untuk menjadi tenaga kerja siap pakai dalam

dunia industri atau instansi lain yang berhubungan dengan

bidangnya. Sehubungan dengan hal itu, maka dunia

pendidikan kejuruan mengadakan kerjasama dengan dunia

industri untuk memperkenalkan segala kegiatan dunia

industri kepada setiap siswanya melalui program Praktik

Kerja Industri (Prakerin).

Kerjasama antara dunia industri dan sekolah perlu

dijalin demi kebaikan kedua belah pihak tersebut. Sebagai

lembaga pendidikan, sekolah menyediakan fasilitas belajar

dengan teknologi dalam batas-batas tertentu. Maka untuk

mengatasi keterbatasan teknologi yang digunakan di

sekolah, perlu diadakan studi tentang teknologi di dunia

kerja. Adapun bagi dunia industri, karyawan yang telah

terampil dan siap menghadapi tantangan dan persaingan

3

dalam dunia kerja sangat diharapkan. Sehingga suatu

program pelatihan kerja sangat dibutuhkan bagi sekolah

maupun dunia industri. Dalam hal ini, pelatihan kerja

tersebut dikenal dengan Praktik Kerja Industri

(Prakerin).

Dalam Program ini penyusun mendapatkan kesempatan untuk

melaksanakan kegiatan Prakerin selama 4 bulan, yaitu

terhitung mulai tanggal 3 November 2014 hingga tanggal

28 Februari 2015 di PT Anugrah Analisis Sempurna (AAS).

B. Tujuan Prakerin

Pengetahuan dan keterampilan yang menjurus pada satu

bidang pekerjaan yang diperoleh melalui pendidikan

kejuruan secara khusus memerlukan suatu media yang

bersifat melatih. Salah satu bentuk nyata dari pelatihan

tersebut yaitu dengan kegiatan Praktik Kerja Industri

(Prakerin).

SMK-SMAK Bogor sebagai salah satu unit pendidikan yang

bernaung di bawah pembinaan Kementerian Perindustrian,

bertugas untuk menyelenggarakan pendidikan untuk

menghasilkan tenaga menengah yang terampil dalam bidang

analisis kimia khususnya, sehingga diharapkan jika siswa-

siswi terjun ke masyarakat dan terjun pada bidang yang

sesuai dengan program studi kejuruannya, tidak lagi

menemui kesulitan yang mendasar.

Secara umum Praktik Kerja Industri (Prakerin),

dilaksanakan untuk menerapkan pengetahuan yang diterima

4

selama belajar di sekolah, menambah pengetahuan serta

pengenalan lingkungan kerja di industri.

Adapun tujuan yang harus dicapai dari kegiatanPrakerin ini adalah:

1. Meningkatkan kemampuan dan memantapkan keterampilan

siswa/i sebagai bekal kerja yang sesuai dengan

program studi kimia analisis.

2. Menumbuhkembangkan dan memantapkan sikap profesional

siswa/i dalam rangka memasuki lapangan kerja.

3. Meningkatkan wawasan siswa/i pada aspek-aspek yang

potensial dalam dunia kerja, antara lain: struktur

organisasi, disiplin, lingkungan dalam sistem kerja,

tatakrama.

4. Meningkatkan pengetahuan siswa/i dalam hal penggunaan

instrumen kimia analisis yang lebih modern dan

terbarukan, dibandingkan dengan fasilitas yang

tersedia di sekolah.

5. Memperoleh masukan dan umpan balik guna

memperbaiki dan mengembangkan pendidikan di SMK

Analis Kimia Bogor (SMAKBo).

C. Tujuan Penulisan Laporan

Sebagai tugas akhir dari Praktik Kerja Industri

(Prakerin), siswa/i wajib membuat suatu laporan akhir

lengkap yang meliputi semua kegiatan selama Praktik Kerja

Industri (Prakerin). Laporan ini akan dipresentasikan

pada saat ujian lisan sebagai bahan pertanggungjawaban

5

siswa/i selama kegiatan tersebut. Berikut adalah beberapa

tujuan pembuatan laporan.

1. Memantapkan siswa dalam pengembangan dan penerapan

pelajaran dari sekolah di institusi tempat Praktik

Kerja Industri (Prakerin).

2. Siswa mampu mencari alternatif dalam pemecahan masalah

analisis secara mendalam (seperti yang terungkap dalam

laporan Praktik Kerja Industri yang dibuat).

3. Mengumpulkan data yang telah diperoleh sehingga dapat

ditampilkan dalam bentuk laporan dan memberikan

simpulan dari data hasil analisis tersebut.

4. Menambah koleksi pustaka di perpustakaan sekolah

maupun di institusi prakerin sehingga dapat menambah

pengetahuan, baik bagi penulis maupun para pembaca.

BAB II

INSTITUSI PRAKERIN

A. Sejarah Singkat PT AAS Laboratory

PT. Anugrah Analisis Sempurna (AAS) Laboratory

merupakan salah satu perusahaan yang tergabung dalam

Saraswanti Group. PT. AAS Laboratory merupakan

laboratorium pengujian yang telah berdiri sejak tanggal 9

Desember 2009 di Jakarta, sesuai dengan Akta Notaris

Nyoman Kamajaya, SH No. 2 serta Keputusan Menteri Hukum

dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. AHU-

62017.AH.01.01 Tahun 2009 tentang Pengesahan Badan Hukum

Perseroan dengan Daftar Perseroan nomor AHU-

0084928.AH.01.09 Tahun 2009 tanggal 21 Desember 2009.

Sejak Berdiri pada tahun 2009 hingga tahun 2014 PT. AAS

Laboratory beralamat di Jl. RC. Veteran Raya No. 08

Bintaro, Jakarta Selatan. Mulai Awal tahun 2015 hingga

sekarang PT. AAS Laboratory beralamat di Jl. Raya Jakarta

Bogor KM. 37 RT 005/04 Kelurahan Suka maju, Kecamatan

Cilodong, Depok. Dikelola dengan menerapkan sepenuhnya

sistem manajemen mutu sesuai dengan ISO/SNI 17025:2008

dan sudah terakreditasi oleh KAN dengan nomor

Laboratorium Penguji LP-565-IDN. Selain itu PT. AAS

Laboratory telah mengikuti standar internasional dan

lolos uji profisiensi yang diselenggarakan oleh FAPAS di

Inggris. Dengan demikian hasil analisis PT. AAS

7

Laboratory mempunyai ketelusuran yang baik dan dapat

dipertanggungjawabkan.

B. Gambaran Umum Perusahaan

PT. Anugrah Analisis Sempurna (AAS Laboratory) berdiri

pada tanggal 9 Desember 2009 dan mulai beroperasi pada

tanggal 5 juni 2010. Kantor AAS Laboratory berdudukan di

Depok dengan:

Alamat : Jl. Raya Jakarta Bogor KM. 37, Depok

No.Telepon : 021-29629393/29629394/29629395

No. Faks : 021-29629393/29629394/29629395

E-mail : [email protected]

Website : www.aaslaboratory.com

PT Anugrah Analisis Sempurna atau AAS Laboratory,

merupakan laboratorium independen yang mempunyai fokus

utama dalam bidang jasa analisis untuk parameter-

Gambar 1. Logo PT Anugrah Analisis Sempurna

8

parameter: yaitu keamanan pangan (food safety), validasi

metode pengembangan produk farmasi atau sejenisnya,

lingkungan, dan kesehatan lingkungan kerja (industrial

hygiene) serta biomonitoring.

Hal tersebut menjadikan AASLab sebagai One Line Laboratory

Services yang terintegrasi dalam satu pintu pelayanan dan

sebagai salah satu laboratorium yang dikenal dengan

kredibilitas meyakinkan serta sungguh-sungguh

berorientasi memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan.

AASLab juga membangun jejaring dengan sesama

laboratorium sejenis di dalam negeri, baik yang dikelola

oleh swasta nasional/internasional, maupun laboratorium

riset lembaga penelitian dan perguruan tinggi. Di samping

itu, AASLab juga membangun jejaring dengan Gabungan

Asosiasi Perusahaan Makanan & Minuman Indonesia (GAPMMI),

Gabungan Perusahaan Farmasi (GPF), dan Asosiasi

Laboratorium Penguji Indonesia (ALPI) serta beberapa

asosiasi terkait.

Harapan ke depan adalah AASLab dapat menjalankan

kompetensinya dengan baik dan mampu menjalin kerjasama

dengan berbagai pihak dari berbagai latar yang beragam,

guna membantu penyelesaian permasalahan yang ada sesuai

dengan kompetensi dari AAS Laboratory.

C. Visi, Misi dan Strategi

9

Visi dari PT. Anugrah Analisis Sempurna adalah menjadi

“Intergrated Enviro-Food-Pharmacy Laboratory Services”

yang Independen, memiliki Integritas dan Kredibilitas

Tinggi serta Professional.

Misi dari PT. Anugrah Analisis Sempurna adalah :

1. Menjadi salah satu perusahaan penyedia Jasa Analisis

Laboratorium rujukan yang diakui secara Nasional dan

Internasional.

2. Memberikan Nilai Lebih kepada mitra AASLab melalui

hasil jasa analisis yang berkualitas dan sumber daya

manusia yang berkompeten dibidangnya.

Strategi yang diterapkan oleh PT. Anugrah Analisis

Sempurna antara lain:

1. Teliti: Memiliki Akurasi dan Presisi Tinggi dari Hasil

analisis yang dilakukan.

2. Pengukuran: Memakai Metode Analisis yang diakui secara

Nasional dan Internasional.

3. Intergritas: Memiliki Integritas tinggi bagi semua

stakeholders AAS Laboratory.

4. Tidak ada kompromi: Menyajikan hasil analisis tanpa

pengaruh pihak manapun.

D. Struktur Organisasi

Struktur organisasi adalah susunan hubungan antara

karyawan dan aktifitas satu sama lain serta terhadap

keseluruhan, pertanggungjawaban, wewenang, melalui tujuan

perusahaan pada pencapaian sasarannya. Uraian tugas dan

10

fungsi serta tanggung jawab masing-masing bagian

berdasarkan struktur organisasi pada PT Anugrah Analisis

Sempurna secara umum dapat dilihat sebagai berikut:

1. Manajer Puncak

Manajer puncak merupakan pucuk pimpinan laboratorium

PT Anugrah Analisis Sempurna yang mempunyai tanggung

jawab penuh terhadap semua kegiatan laboratorium serta

memimpin organisasi untuk mencapai tingkat prestasi yang

paling baik.

Kepemimpinan organisasi laboratorium, manajer puncak

dibantu oleh para manajer. Manajer puncak mempunyai

wewenang membuat keputusan terhadap kebijakan maupun

sumber daya laboratorium untuk mencapai mutu data

pengujian sesuai kebutuhan dan kepuasan pelanggan.

Manajer puncak mempunyai tugas sebagai berikut:

a. Menetapkan dan mengesahkan panduan mutu laboratorium.

b. Menyelenggarakan kaji ulang sistem manajemen mutu

laboratorium minimal 12 bulan satu kali.

c. Membuat perencanaan pengembangan bisnis berkaitan

dengan laboratorium.

d. Menjamin implementasi, pemeliharaan dan peningkatan

atau penyempurnaan sistem manajemen mutu.

e. Mengidentifikasi kejadian penyimpangan dari sistem

manajemen dan memulai tindakan untuk mencegah dan

meminimalkan penyimpangan tersebut.

f. Memberikan delegasi kepada manajer terkait, apabila

berhalangan.

11

2. Manajer Mutu

Manajer mutu adalah personil yang mempunyai akses

langsung ke manajer puncak serta memiliki tanggung jawab

dan kewenangan untuk memastikan bahwa sistem manajemen

mutu yang sesuai dengan ruang lingkup kegiatan

laboratorium dikomunikasikan, dimengerti, diterapkan dan

dipelihara oleh seluruh personil pada semua tingkatan

organisasi laboratorium dalam setiap waktu. Manajer mutu

mempunyai tugas sebagai berikut:

a. Merencanakan, mengkoordinir dan mengevaluasi

penyusunan serta melakukan kaji ulang dokumentasi

sistem manajemen mutu laboratorium.

b. Menetapkan dan mengesahkan dokumen sistem manajemen

mutu kecuali panduan mutu.

c. Merencanakan, mengkoordinasi, dan mengevaluasi

pelaksanaan program audit internal laboratorium

terhadap semua elemen sistem manajemen mutu termasuk

kegiatan pengujian.

d. Apabila diperlukan, melaksanakan kaji ulang terhadap

temuan ketidaksesuaian dan rekomendasi tindakan

perbaikan yang dilakukan oleh Tim Audit Internal dalam

pelaksanaan program audit internal.

e. Melaksanakan audit tindak lanjut untuk memverifikasi

penerapan dan efektifitas tindakan perbaikan yang

dilakukan oleh audit, apabila diperlukan.

12

f. Memberikan delegasi kepada manajer terkait, apabila

berhalangan.

3. Manajer Laboratorium

Manajer laboratorium bertanggung jawab kepada manajer

puncak atas semua aspek operasional teknis dan

kelengkapan sumber daya yang dibutuhkan untuk memastikan

bahwa mutu data hasil pengujian tercapai sesuai kebutuhan

dan kepuasan pelanggan. Manajer laboratorium mempunyai

tugas, sebagai berikut:

a. Merencanakan mengkoordinir dan mengevaluasi kegiatan

pengujian baik di lapangan maupun di laboratorium.

b. Mengkoordinasi penerapan jaminan mutu dan pengendalian

mutu (QA/QC) untuk semua jenis pengujian.

c. Melakukan validasi data hasil pengujian.

d. Memilih dan menentukan subkontraktor laboratorium.

e. Menandatangani laporan hasil pengujian.

f. Melakukan penelusuran terhadap pengaduan/keluhan dari

pelanggan yang berkaitan dengan mutu data hasil

pengujian.

g. Melakukan kaji ulang permintaan,dan kontrak.

h. Melaksanakan pengawasan yang cukup terhadap penyelia

maupun analisis.

i. Merencanakan, menyusun dan mengevaluasi program

kalibrasi dan perawatan peralatan laboratorium.

j. Menentukan laboratorim kalibrasi yang kompeten untuk

melaksanakan kalibrasi peralatan.

k. Mengidentifikasi kejadian penyimpangan dari prosedur

untuk melaksanakan pengujian dan memulai tindakan

13

untuk mencegah atau meminimalkan penyimpangan

tersebut.

l. Memberikan delegasi kepada penyelia laboratorium

apabila berhalangan.

4. Manajer Umum

Manajer umum bertanggung jawab kepada Manajer puncak

dalam hal merencanakan, menerapkan dan mengevaluasi semua

aspek yang berkaitan dengan pengembangan personil serta

pemeliharaan peralatan dan fasilitas laboratorium.

Manajer umum mempunyai tugas, sebagai berikut:

a. Menjamin bahwa akomodasi dan kondisi lingkungan

pengujian harus memungkinkan untuk dapat melakukan

pengujian dengan benar.

b. Berkoordinasi dengan personil terkait di laboratorium

untuk menentukan jenis pelatihan bagi seluruh personil

laboratorium.

c. Menjamin bahwa semua personil mempunyai kualifikasi

yang cukup untuk melaksanakan tugas sesuai dengan

uraian kerjanya.

d. Memelihara rekaman kualifikasi seluruh personil

laboratorium.

e. Memberikan delegasi kepada personil yang menjadi

tanggung jawabnya, apabila berhalangan.

f. Menjamin pengelolaan kerumah-tanggaan laboratoriumdapat terlaksana secara optimal.

5. Manajer Pemasaran

14

Manajer pemasaran bertanggung jawab kepada manajer

puncak dalam hal merencanakan, menerapkan dan

mengevaluasi semua aspek yang berkaitan dengan pemasaran,

administrasi penerimaan contoh uji serta laporan hasil

pengujian. Manajer pemasaran mempunyai tugas, sebagai

berikut:

a. Mengembangkan dan menerapkan strategi pemasaran baik

jangka pendek maupun jangka panjang.

b. Merencanakan dan mengkoordinasikan kegiatan promosi.

c. Menyelesaikan semua administrasi yang dibutuhkan

antara laboratorium dengan pihak lain serta memelihara

dokumen administrasi laboratorium.

d. Bertanggung jawab atas penerimaan contoh uji,

pemindahan data hasil pengujian ke dalam format

laporan hasil pengujian dan menyampaikan laporan hasil

pengujian kepada pelanggan.

e. Melindungi kerahasiaan informasi dan hak kepemilikan

pelanggan sesuai prosedur pelaksanaan.

f. Menerima pengaduan/keluhan termasuk keluhan umpan

balik pelanggan dan berkoordinasi dengan manajer

terkait untuk menyelesaikannya.

g. Memberikan delegasi kepada personil yang menjadi

tanggung jawabnya, apabila berhalangan.

6. Manajer Keuangan

Manajer keuangan bertanggung jawab kepada manajer

puncak dalam hal merencanakan, menerapkan dan

mengevaluasi semua aspek yang berkaitan dengan keuangan.

Manajer keuangan mempunyai tugas, sebagai berikut:

15

a. Menyelesaikan semua aspek yang berkaitan dengan

keuangan baik untuk pihak dalam maupun pihak luar

termasuk sistem penggajian personil laboratorium.

b. Membuat laporan keuangan tahunan.

c. Merencanakan dan melaksanakan pengadaan peralatan,

instrumentasi, bahan kimia, bahan habis pakai, serta

perlengkapan laboratorium lainnya.

d. Bersama-sama dengan manajer laboratorium melakukan

pemeriksaan atau memverifikasi barang atau peralatan

yang telah dibeli sebelum digunakan.

e. Mengevaluasi dan memelihara rekaman pemasok yang

digunakan.

f. Memberikan delegasi kepada personil yang menjadi

tanggung jawabnya, apabila berhalangan.

7. Pengendali Dokumen

Pengendali dokumen bertanggung jawab kepada manajer

mutu dalam hal mengendalikan seluruh dokumentasi sistem

manajemen mutu yang diterapkan di laboratorium.

Pengendali dokumen mempunyai tugas, sebagai berikut:

a. Memelihara dan mengendalikan dokumentasi sistem

manajemen mutu baik dalam bentuk cetakan maupun

elektronik serta mendistribusikannya kepada personil

laboratorium yang tepat.

16

b. Menjamin bahwa dokumen yang digunakan oleh seluruh

personil laboratorium adalah dokumen mutakhir.

c. Memusnahkan dokumen laboratorium yang sudah

kadaluarsa.

d. Memelihara sistem computer yang meliputi perangkat

keras dan perangkat lunak yang digunakan di

laboratorium termasuk sistem keamanan, surat

elektronik, dan cetakan.

8. Tim Audit Intenal

Tim audit internal bertanggung jawab kepada manajer

mutu dalam hal pelaksanaan audit internal laboratorium.

Tim audit internal mempunyai tugas, sebagai berikut:

a. Menyiapkan dokumen yang berhubungan dengan pelaksanaan

Audit Internal.

b. Melaksanakan audit internal laboratorium.

c. Melaporkan hasil kegiatan audit internal termasuk

temuan ketidaksesuaian ke manajer mutu.

9. Penyelia Laboratorium

Penyelia laboratorium bertanggung jawab kepada manajer

laboratorium dalam pelaksanaan pengujian di laboratorium.

Penyelia laboratorium mempunyai tugas sebagai berikut:

a. Mengkoordinasikan dan mengawasi penerapan jaminan mutu

dan pengendalian mutu (QA/QC) sesuai metode yang

digunakan untuk semua jenis pengujian yang dilakukan

oleh analisis.

17

b. Melakukan verifikasi terhadap data hasil pengujian.

c. Meminimalisasi penyimpangan yang dapat mengakibatkan

menurunnya mutu data hasil pengujian di laboratorium

dan melakukan tindakan perbaikan apabila ditemukan

ketidaksesuaian.

d. Bertanggung jawab melaksanakan pengujian ulang

terhadap retained sample jika ada keluhan dari pelanggan,

apabila memungkinkan.

e. Melakukan penyelia yang memadai kepada maksimum 5

analis.

f. Melakukan pelatihan dan mengembangkan profesionalisme

analis sehingga mempunyai kompetensi untuk

melaksanakan tugas sesuai urutan kerjanya.

g. Memantau, mengendalikan, dan merekam kondisi

lingkungan pengujian.

h. Menunjuk analis senior yang menjadi tanggung jawabnya,

apabila berhalangan.

10. Penyelia Pengambil Contoh

Penyelia pengambil contoh bertanggung jawab kepada

manajer laboratorium dalam hal pelaksanaan pengambilan

contoh uji. Penyelia pengambil contoh mempunyai tugas

sebagai berikut:

a. Membuat perencanaan pengambilan contoh uji dan

melaksanakan Good Sampling Practice.

b. Mengkoordinasikan dan mengawasi penerapan jaminan mutu

dan pengendalian mutu (QA/QC) di lapangan.

18

c. Meminimasi penyimpangan yang dapat mengakibatkan

menurunnya mutu data di lapangan dan tindakan

perbaikan apabila ditemukan ketidaksesuaian.

d. Melakukan penyelia yang memadai kepada maksimum lima

petugas pengambil contoh uji.

e. Mengadakan pelatihan dan mengembangkan profesionalisme

petugas pengambil contoh uji sehingga mempunyai

kompetensi untuk melaksanakan tugas sesuai urutan

kerjanya.

f. Menunjuk petugas pengambil contoh uji senior yang

menjadi tanggung jawabnya, apabila berhalangan.

11. Prosedur Sistem Berjalan

Prosedur pengolahan data uji laboratorium pada PT

Anugrah Analisis Sempurna adalah menyangkut tentang

penerimaan sampel, pengujian analisa/sampel, pembuatan

laporan hasil uji, bagian keuangan. Beberapa prosedur

yang harus dijalankan adalah sebagai berikut:

a. Prosedur Penerimaan Sampel (kontrak uji)

Seorang customer membawa sampel, surat pengantar

(lampiran) kepada petugas penerimaan sampel dan mengisi

Form Kontrak Pengujian (FKP) FR.26.3/FPP yang diberikan

oleh petugas penerimaan sampel mengisi Form Spesifikasi

Pengujian (FSP) FR.26.3/FPP dan Form Kendali Mutu (FKM)

FR.26.3/FPP untuk diberikan ke administrasi Lab dan

diarsipkan.

b. Prosedur Penyelia

19

Setelah administrasi laboratorium menerima FSP, FKM dan

sampel uji maka dilakukan pemisahan sampel uji, lalu

diberikan ke Penyelia laboratorium untuk dicek sebelum

diserahkan ke analis laboratorium.

c. Prosedur Pengujian Analisis sampel

Sampel uji FSP, FKM diberikan kepada analisis

laboratorium untuk dilakukan pengujian analisa/sampel,

setelah mendapatkan Data Hasil Analisis Sampel (DHAS)

lalu diarsipkan dan diberikan kembali ke penyelia

laboratorium untuk diverifikasikan.

d. Prosedur Verifikasi Hasil analisis

Penyelia laboratorium memberikan DHAS acc beserta FSP,

FKM ke administrasi laboratorium, lalu Administrasi

laboratorium membuatkan draft hasil uji (DHU) dan akan

diserahkan ke penyelia laboratorium untuk diverifikasi

ulang, setelah data-data tersebut telah disetujui oleh

penyelia QC maka dikembalikan lagi ke administrasi

laboratorium dan diarsipkan.

e. Pembuatan LHP

Administrasi laboratorium memberikan DHU dan FKM ke

petugas pembuatan LHP untuk dibuatkan LHP lalu

memberikannya ke pelanggan dan mengarsipkannya.

E. Disiplin Kerja

Jam kerja karyawan yang bekerja di PT Anugrah Analisis

Sempurna Cimanggis Depok adalah sebagai berikut:

20

Senin-Jumat : Pukul 08.00 s.d.17.00 WIB

Sabtu : Libur

Jam istirahat : Pukul 12.00 s.d. 13.00 WIB (hariJumat pukul 11.30 s.d. 13.00).

Seluruh karyawan harus mematuhi semua peraturan yang

berlaku, misalnya masuk tepat pada waktunya, keluar pada

waktunya, makan pada tempatnya, tidak merokok di area

kerja, dan sebagainya.

Untuk menjaga keselamatan dan kesehatan kerja, saat

berada di laboratorium karyawan diharuskan menggunakan

Alat Pelindung Diri (APD), seperti jas lab, sepatu lab,

sarung tangan, masker, serta pelindung mata.

F. Administrasi Laboratorium

Laboratorium umum ini digunakan untuk preparasi semua

jenis sampel yang akan dianalisis baik sampel makanan,

minuman, sisa pestisida, limbah, tanah, dan lain

sebagainya. Disini juga dilakukan analisis konvensional

menggunakan alat-alat yang telah tersedia seperti,

titrasi, soklet, evaporasi, dan alat analisis

konvensional lainnya.

1. Laboratorium Instrumentasi

Laboratorium ini digunakan untuk pengujian sampel yang

telah dipreparasi menggunakan alat instrumentasi (GC MS,

HPLC, Spektrofotometri UV-Vis, dan AAS). Pengujian

didasarkan pada parameter-parameter yang telah ada.

Contoh pengujian yang dilakukan adalah pengujian

kandungan logam pada sampel menggunakan AAS atau

21

pengukuran kadar suatu senyawa pada sampel makanan

menggunakan HPLC.

2. Laboratorium Mikrobiologi

Laboratorium ini digunakan untuk menguji dan

menganalisa mikroba dalam bahan makanan dan minuman serta

produk lain yang sejenis untuk mengetahui jumlah mikroba

Kapang dan Khamir, Salmonella, E.coli, Coliform, jamur,

Legionella, dan berbagai jenis Bakteri.

3. Jasa laboratorium yang dilakukan di PT AAS Laboratory meliputi :

a. Parameter pengawasan makanan1) Uji Proksimat (uji keadaan, kadar air, kadar

abu, kadar lemak, kadar protein, kadar seratkasar dan kadar karbohidrat)

2) Uji cemaran logam (Pb, Cd, Hg, As, Zn, Sn danlain-lain)

3) Uji Aflatoksin4) Uji jenis Pemanis dan Pengawet Makanan5) Uji lain yang berkaitan seperti Asam Lemak,

Asam Amino, Vitamin, Antioksidan & InformasiNilai Gizi

b. Residu Pestisida1) Pengujian Residu Pestisida Golongan

Organofosfat2) Pengujian Residu Pestisida Golongan

Organoklorin3) Piretroid, Carbamat dan lainnya

c. Parameter Lingkungan Hidup1) Parameter Pemantauan Udara Ambient (SO2, NO2,

CO, O3, NH3, H2S, Hidrokarbon, Debu danlainnya)

22

2) Parameter Pemantauan Udara Emisi (SumberBergerak dan Tidak Bergerak)

3) Parameter Pemantauan Air Limbah (LimbahIndustri, Domestik, dan lainnya)

4) Parameter Pemantauan Air Bersih dan Air Minum5) Parameter Pemantauan Air Permukaan (Sungai,

Danau, dan Laut)6) Parameter Pemantauan Kebisingan Lingkungan

d. Parameter Industrial Hygine1) Parameter pemantauan udara lingkungan kerja

(organik dan an-organik)2) Parameter pemantauan paparan kimia personal

(organik dan an-organik)3) Pemantauan debu lingkungan kerja dan personal

(inhalable dan respirable)4) Pemantauan mikrobiologi udara lingkungan kerja

(bakteri, Jamur Kapang, Legionella)5) Pemantauan paparan fisika (heatstress,

vibration (hand arm & whole body), noise dose,lux meter, radiation, ergonomic

e. Parameter biomonitoring1) Parameter an-organik (logam Pb dalam darah

maupun urin)2) Parameter organik (Benzena, Toluena, dan

Xylena)

23

G. Sistem Jaminan Mutu Laboratorium

Salah satu cara membuktikan bahwa suatu laboratorium

penguji mempunyai kompetensi teknis dalam menghasilkan

data hasil uji, maka laboratorium tersebut sebaiknya

menerapkan Sistem Manajemen Mutu Laboratorium.

Laboratorium Anugrah Analisis Sempurna telah

mengimplementasikan Sistem Manajemen Mutu Laboratorium

oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) dan mendapatkan

sertifikat ISO/SNI 17025:2008 dengan nomor LP-565-IDN.

Dengan demikian hasil analisis AASLab mempunyai

ketelusuran yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan.

ISO/IEC 17025:2008 merupakan persyaratan umum

kompetensi laboratorium pengujian dan laboratorium

kalibrasi, yang berisi persyaratan manajemen dan teknis

yang harus dipenuhi oleh laboratorium penguji dan

kalibrasi yang ingin menerapkan sistem mutu. Syarat-

syarat tersebut diantaranya dapat dilihat pada Tabel.

Tabel 1. Persyaratan Kompetensi Lab Uji sesuai ISO/IEC 17025:2008

No Persyaratan Manajemen Persyaratan Teknis

1. Organisasi Umum

24

2. Sistem manajemen Personil

3. Pengendalian dokumen Kondisi akomodasi dan

lingkungan

4. Kaji ulang permintaan,

tender dan kontrak

Metode pengujian, metode

kalibrasi, dan validasi

metode.

5. Subkontrak pengujian dan

kalibrasi

Peralatan

6. Pembelian jasa dan

perbekalan

Ketertelusuran pengukuran

7. Pelayanan kepada customer Pengambilam sampel

8. Pengaduan Penanganan barang yang

diuji dan kalibrasi.

9. Pengendalian pekerjaan

pengujian dan atau kalibrasi

yang tidak sesuai

Jaminan mutu hasil

pengujian dan kalibrasi

10. Peningkatan Pelaporan hasil

11. Tindakan perbaikan -

12. Tindakan pencegahan -

13. Pengendalian rekaman -

14. Audit internal -

15. Kaji ulang manajemen -

25

Pada praktik kerja industri kali ini penyusun

ditempatkan di divisi makanan. Analisis yang dilakukan

meliputi :

1. Analisis logam dalam sampel makanan dengan menggunakanAAS.

2. Analisis kadar transfat dalam makanan denganmenggunakan GC-MS.

3. Analisis kadar aflatoksin dalam sampel kacang tanahdengan menggunakan immuno affinity kolom denganmenggunakan HPLC.

4. Analisis Kadar Benzo(a)pirene dalam makananmenggunakan HPLC.

Pada praktik kerja industri kali ini penyusun menilik

judul laporan Analisis Pengujian Residu Aflatoksin Total

pada Kacang Tanah secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(KCKT).

26

BAB III

KEGIATAN DI LABORATORIUM

A. Tinjauan Pustaka

1. Kacang Tanah

Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman

berupa semak, berasal dari benua Amerika, diperkirakan

dari lereng pegunungan Andes, dinegara Bolivia, Peru, dan

Brazilia. Tanaman kacang tanah telah dibudidayakan orang

sejak tahun 1500 SM oleh orang-orang Indian di Amerika

Selatan. Kemudian pembudidayaan kacang tanah mengalami

perkembangan yang pesat di berbagai Negara setelah

diketahui mempunyai manfaat yang lebih banyak (tidak

hanya sebagai bahan makanan saja). Bermula dari benua

Amerika, penyebaran kacang tanah berlanjut ke benua

Afrika, Eropa, lalu menyebar ke benua Asia.

Tanaman kacang tanah masuk ke Indonesia di perkirakan

antara tahun 1521 hingga tahun 1529. Tanaman kacang tanah

masuk ke Indonesia mula-mula dibawa oleh pedagang-

pedagang Spanyol yang melakukan pelayaan dari Meksiko ke

Provinsi Maluku, Sulawesi. Tanaman kacang tanah mulai

dibudidayakan di Indonesia pada awal abad ke-18 dan baru

satu varietas tipe menjalar yang dibudidayakan.

Perkembangan selanjutnya pada tahun 1863 seorang bangsa

asing bernama Holle membawa kacang tanah masuk ke

Indonesia dari Inggris. Sedangkan pada tahun 1864 seorang

27

bernama Scheffer membawa kacang tanah masuk ke Indonesia

dari Mesir.

Di Republik Rakyat Cina, kacang tanah merupakan hasil

komoditas utama terbesar di dunia, disusul India sebagai

penghasil terbesar kedua. Kacang tanah menempati urutan

keempat setelah padi, jagung, dan kedelai di Indonesia,

sehingga banyak petani yang membudidayakan tumbuhan

tersebut. Tumbuhan ini dapat ditanam di lahan kering atau

di sawah irigasi saat musim kemarau. Kacang tanah dapat

dimanfaatkan secara luas, baik untuk diolah lebih lanjut

atau dikonsumsi secara langsung.

Di Indonesia, pusat produksi kacang tanah terdapat di

Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, D.I. Yogyakarta,

Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bali,

Flores, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan. Di Jawa

Timur, Tuban merupakan penghasil utamanya. Sedangkan di

Jawa Tengah, Jepara merupakan penghasil utamanya.

(Cahyono, 2007)

Kacang tanah adalah hasil tanaman kacang tanah

(Arachis hypogaea L. ) berupa polong (gelondongan) dan

atau biji (wose) yang telah dikupas dan dibersihkan dari

kulit polongnya. Kacang tanah polong (gelondong) adalah

Gambar 2. Tumbuhan Kacang Tanah Varietas Holle danScheffer.

28

kacang tanah berupa polong, dimana biji-biji masih

berada didalam kulit polong dan tidak pecah atau rusak,

sedangkan kacang tanah biji (wose) adalah hasil tanaman

kacang tanah yang telah kering, dilepaskan dan

dibersihkan dari kulit polongnya (SNI, 1995).

Kacang tanah (Arachis hypogaea L .) merupakan anggota

famili Papilionidae, sub famili leguminosa, genus Arachis, dan

spesies Arachis hypogaea. Genus Arachis merupakan tanaman

herba, daunnya terdiri dari 3-4 helai, memiliki daun

penumpu, bunganya berbentuk kupu-kupu dengan tabung

hipantium, dan buah atau polongnya tumbuh didalam tanah

(Sumarno, 1993 dalam Ramdani, 2004).

Nilai gizi kacang tanah untuk setiap 100 gram bahan

yang dapat dimakan dapat dilihat pada Tabel.

Tabel 2. Gizi kacang tanah dalam 100 g

Kandungan Kacang goreng Mentega Kacang mentah

Kalori (kal)

Protein (g)

Lemak (g)

Karbohidrat (g)

Serat (g)

Abu (g)

Kalsium (mg)

585

26

49,8

18,8

2,4

3,8

74

589

25,2

50,6

18,8

1,8

3,7

59

687

9,2

71,2

14,6

2,3

1,6

73

29

Vit.A (SI)

Besi (mg)

Fosfor (mg)

Tiamin (mg)

Riboflamin (mg)

Niasin (mg)

-

2,1

401

0,32

0,32

17,2

-

1,9

380

0,12

0,12

14,7

130

2,4

289

0,86

0,13

9

Sumber : Anonim, 1973 dalam Suprapto, 1998

Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu

sumber protein nabati yang cukup penting pada menu

makanan masyarakat Indonesia. Biji kacang tanah banyak

mengandung protein (17-29%) dan lemak (44-56%). Dari

komposisi gizi tersebut, kacang tanah merupakan sumber

lemak. Namun, lemak yang terkandung, 80% merupakan asam

lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh merupakan lemak

baik karena dapat membantu menurunkan kadar kolesterol

LDL darah (kolesterol jahat), tanpa memengaruhi

kolesterol HDL (kolesterol baik).  

Kacang tanah dapat diolah menjadi berbagai produk,

diantaranya selai kacang, kacang asin, permen kacang,

minyak kacang, bermacam aneka makanan, dapat digunakan

sebagai bahan pembuat minyak goreng. Di bidang industri,

digunakan sebagai bahan untuk membuat keju, mentega,

sabun dan minyak goreng. Hasil sampingan dari minyak

dapat dibuat bungkil (ampas kacang yang sudah diambil

minyaknya) dan dibuat oncom melalui fermentasi jamur.

Ampas kacang ataupun daunnya digunakan sebagai pupuk

30

hijau dan sebagai bahan pangan dan pakan ternak yang

bergizi tinggi (Somaatmadja, 1993).

Namun kebutuhan kacang tanah, terutama bagi pabrik

besar, tidak dapat dipenuhi dari petani Indonesia

sehingga Indonesia mengimpor kacang tanah (Hartono,

2011). Hal tersebut disebabkan kandungan aflatoksin

kacang tanah dalam negeri yang masih melebihi batas

maksimal yang dipersyaratkan, yakni kurang dari 20 ppb

(Badan Pengawas Obat dan Makanan RI tahun 2004).

Teknologi pascapanen yang belum maju dan iklim yang

mendukung pertumbuhan jamur menjadikan Indonesia negara

yang mempunyai resiko tinggi terkontaminasi jamur,

termasuk kontaminasi oleh jamur penghasil aflatoksin.

Menurut Carlile et al. (2001) di Negara-negara yang tidak

memiliki fasilitas memadai untuk memanen tanaman dengan

kerusakan minimum, atau untuk penyimpanan yang baik

tanaman panen tersebut, dan dimana suhu lingkungan dan

kelembaban mendukung pertumbuhan jamur. Sebagai contoh,

setumpuk kacang tanah, banyak dengan kulit ari rusak,

disimpan dibawah kain terpal akan membentuk lahan

pertumbuhan ideal bagi jamur.

Jamur yang tumbuh pada kacang tanah diantaranya adalah

Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus, keduanya adalah

jamur yang menghasilkan aflatoksin. Menurut Wagacha et al.

(2013), 73% isolate A. flavus dan A. parasiticus memproduksi

paling tidak satu dari berbagai jenis aflatoksin.

Aflatoksin B1 (AFB1) telah diklasifikasi oleh International

31

Agency for Research on Cancer sebagai karsinogen pada manusia

(grup 1 A) (IARC, 1993).

2. Aflatoksin

Menurut Dr. Ir Deddy Muctadi, pada tahun 1960 di

Inggris terjadi kasus 100.000 ekor ayam kalkun mengalami

kematian yang tidak diketahui penyebabnya, penyakit ini

mempunyai gejala hilangnya nafsu makan, kelesuan dan

kelemahan sayap. Sehingga pada waktu itu dinamakan Turkey X

Disease. Penyakit ini tidak hanya menyerang ayam kalkun di

Inggris, tetapi juga pada itik dan hewan-hewan lain di

Kenya dan Uganda yang mati dengan gejala serupa. Akhirnya

penyakit tersebut dapat diketahui yaitu sejenis racun

yang terdapat di dalam kacang tanah pada pakan ternak

(Goldbatt, 1969).

Toksin penyebab Turkey X Disease dihasilkan oleh suatu zat

hasil metabolit kapang (jamur) Aspergillus flavus yang tumbuh

pada kacang tanah yang diimpor dari Brasil. Kacang tanah

yang dikenal dengan nama "Rossetti meal" (diambil dari nama

kapal yang mengangkutnya) ini terbukti bersifat toksik

dan karsinogenik. Para peneliti kemudian mengekstrak

toksin tersebut dan diberi nama Aflatoksin yang diambil

dari singkatan nama genus (Aspergillus) dan spesies (flavus).

Sejak itu Aflatoksin mendapat perhatian yang cukup besar

karena toksisitasnya yang tinggi dan dapat menimbulkan

kelainan hati pada binatang sehingga diduga manusia juga

tidak kebal terhadap Aflatoksin.

32

Aflatoksin adalah senyawa racun atau toksin yang

dihasilkan oleh metabolit sekunder kapang atau

jamur Aspergillus flavus. Aflatoksin merupakan

segolongan mikotoksin (racun atau toksin yang berasal

dari fungi/kapang/jamur) yang sangat mematikan dan

karsinogenik (pemicu kanker) bagi manusia dan hewan.

Tingginya kandungan aflatoksin pada makanan atau pakan

akan berbuntut keracunan dan berakibat kematian.

Indonesia memiliki iklim tropis, hal ini membuat tingkat

kelembaban yang tinggi sehingga kondisi tersebut sangat

cocok untuk pertumbuhan kapang atau jamur. Kapang ini

biasanya ditemukan pada bahan pangan atau pakan yang

mengalami proses pelapukan (Diener dan Davis 1969),

antara biji kacang-kacangan (kedelai, kacang tanah, dan

bunga matahari), rempah-rempah (seperti ketumbar, lada,

jahe, serta kunyit) dan serealia (seperti padi, gandum,

sorgum dan jagung).

3. Sumber Aflatoksin

Aspergillus flavus merupakan jamur yang berasal dari genus

Aspergillus yang dikenal sebagai produsen Aflatoksin

terbesar. Jamur ini hidup secara bebas sebagai cemaran

pada berbagai macam bahan makanan, biji-bijian,

palawija, dan komoditi pertanian. Jamur ini

menghasilkan metabolit toksin (mikotoksin) yang sangat

berbahaya untuk manusia dan hewan bila jamur ini

mencemari makanan.

Keterangan:

1. Konidia2. Sterigmata 3. Vesikula 4. Konidiofor 5. Sel kaki 6. Miselium

33

Jamur Aspergillus flavus tergolong dalam genus Aspergillus,

famili Aspergillaceae, ordo Aspergillales, klas Ascomyceres, dan

divisio Thallophyta (Hawksworth et al., 1995 dalam Tutu

Romdoni, 2005). Jamur ini dikenal sebagai jamur yang

berwarna kuning kehijauan. Ciri-ciri spesifik yaitu

mempunyai hifa bersepta dan miselium bercabang, koloni

kompak, konidiofora kasar, berbentuk bulat serta relatif

panjang. Konidia membentuk rantai berwarna hijau, coklat,

atau hitam, muncul dari sterigmata yang pendek serta

mempunyai sel kaki.

Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jamur

pada pakan adalah aktivitas air, konsentrasi ion

hidrogen, suhu, konsistensi yakni padat atau cair, status

nutrien, dan adanya bahan pengawet. Aspergillus flavus umumnya

terdapat dimana-mana, di udara, air, tanah, dan dapat

tumbuh pada bahan pangan maupun pakan seperti jagung,

beras, dan biji kapas.

Batas pertumbuhan optimum Aspergillus flavus yakni pada

kelembaban relatif (relative humidity/RH) 82 - 85 % dan suhu

30-32 °C, dan kondisi optimum untuk menghasilkan

Gambar 3. Aspergillus flavus

Keterangan:

1. Konidia2. Sterigmata 3. Vesikula 4. Konidiofor 5. Sel kaki 6. Miselium

34

Aflatoksin adalah pada suhu 25 – 30 °C, RH 85 %, dan

kadar air 15-30 %. Kemampuan kapang membentuk dan

menimbun Aflatoksin tergantung beberapa faktor, yaitu

potensial genetik kapang, persyaratan-persyaratan

lingkungan (substrat, kelembaban, suhu, pH) dan lamanya

kontak antara kapang dengan substrat.

35

4. Macam, Sifat, dan Struktur Aflatoksin

Aflatoksin diberi nama sesuai dengan penampakan

fluoresensnya pada lempeng kromatografi dengan silika gel

yang disinari dengan sinar ultra violet. Ada empat jenis

senyawa aflatoksin, yaitu Aflatoksin B1, B2, G1, dan G2

(AFB1, AFB2, AFG1 dan AFG2). Keempat jenis Aflatoksin

tersebut merupakan Aflatoksin induk yang telah dikenal

secara alami dan sering dijumpai di alam (Rachmawati,

2004).

Pada gambar berikut akan ditunjukkan rumus struktur

dari aflatoksin golongan utama (B1, G1, B2, G2):

Gambar 4. Struktur Aflatoksin B1, G1, B2, G2

Apabila penampakan fluoresensnya biru maka diberi kode

B (blue), sedangkan bila hijau maka diberi kode G (green).

Dari sifat ini dapat digunakan untuk menentukan

36

Aflatoksin secara kualitatif dan kuantitatif. Kedua jenis

Aflatoksin dibagi menjadi empat macam yaitu B1, B2, G1,

dan G2.

Selain itu dikenal juga Aflatoksin jenis M (milk) yang

berasal dari susu sapi, yakni M1 dan M2, masing-masing

dianggap sebagai turunan dari Aflatoksin jenis B1 dan B2

yang dihasilkan lewat metabolisme sapi. AFM1 dan AFM2

pertama kali diisolasi dari susu yang dihasilkan oleh

sapi yang diberi pakan yang terkontaminasi aflatoksin.

Pada urin domba yang mengkonsumsi Aflatoksin juga

mengandung Aflatoksin M1 dan M2 (Goldblatt,1969)

Struktur kimia semua jenis Aflatoksin induk terdiri

dari cincin bifuran dan kumarin seperti pada gambar di

bawah ini.

Gambar 5. Struktur Bifuran dan Kumarin

Molekul Aflatoksin induk memiliki inti kumarin yang

berikatan dengan bifuran atau pentanon seperti pada AFB1

dan AFB2 (difurokumarosiklopentanon), atau lakton seperti

pada AFG1 dan turunannya AFG2 (difurokumarolakton). Hingga

saat ini telah diketahui ada 18 jenis Aflatoksin yang

37

berhasil diidentifikasi. Berikut adalah struktur dari

beberapa jenis Aflatoksin.

Berdasarkan strukturnya, Aflatoksin merupakan senyawa

kimia yang berupa sebuah gugus heterosiklik, suatu jenis

mikotoksin (toksin dari kapang) yang mengandung oksigen

dan memiliki cincin bisdifurano (Zulhadi, 2008).

Tidak seperti racun yang dihasilkan oleh bakteri, racun

yang dihasilkan oleh jamur ini relatif stabil terhadap

pemanasan. Aflatoksin memiliki stabilitas yang tinggi

bahkan dengan pemanasan sampai suhu ± 200 °C tidak rusak.

Tabel 3. Beberapa sifat fisika aflatoksin

Aflatoksin Rumus Senyawa Bobot

MolekulTitik Lebur(oC)

B1 C17H12O6 312 268-269

B2 C17H14O6 314 286-289

G1 C17H12O7 328 244-246

G2 C17H14O7 330 237-240

M1 C17H12O7 328 299

M2 C17H14O7 330 293

B2A C17H12O7 328 240

G2A C17H14O7 346 190

38

Aflatoksin murni tidak larut dalam petroleum

hidrokarbon dan memiliki kelarutan yang sangat rendah

dalam air (10-20 µg/ml), tetapi larut dalam pelarut

dengan tingkat kepolaran sedang seperti metanol, etanol,

kloroform dan benzene. Reaksi dengan asam dan basa serta

oksidasi dapat mengurangi toksisitas Aflatoksin.

Aflatoksin bila dalam larutan basa akan mengalami

hidrolisis pada sebagian lakton. Kehadiran asam-asam

mineral bisa menyebabkan perubahan struktur Aflatoksin B1

dan G1. Pengasaman akan mengkatalisis penambahan air yang

menyerang ikatan rangkap pada cincin furan.

5. Daya Racun Aflatoksin

Efek toksik Aflatoksin pada ternak dan manusia disebut

aflatoksikosis. Tingkat daya meracuni (toksisitas)

Aflatoksin sangat bervariasi bergantung pada jenis dan

umur ternak, serta pada jenis Aflatoksin yang dikonsumsi.

Batas maksimum kandungan Aflatoksin yang diperbolehkan

menurut FDA (Food and Drug Administration) di Amerika Serikat

yakni 20 ppb untuk pakan ternak dan 15 ppb untuk bahan

pangan konsumsi manusia, sedangkan di Australia 15 ppb

untuk bahan dari kacang tanah dan 5 ppb untuk bahan yang

bukan dari kacang tanah. Untuk menangani masalah

kelemahan kalori dan protein di daerah miskin, FAO/WHO

mengizinkan sampai batas maksimum 20 ppb bagi bahan yang

diberikan sebagai bahan makan campuran (Winarno, 1997).

Aflatoksin dapat menyebabkan toksigenik (menimbulkan

keracunan), karsinogenik (menimbulkan kanker pada

39

jaringan) mutagenik (menimbulkan mutasi) dan teratogenik

(menimbulkan penghambatan pada pertumbuhan janin). Efek

toksik sangat bervariasi dalam sifat, organ sasaran,

maupun mekanisme kerjanya. Semua efek toksik terjadi

karena interaksi biokimiawi antara toksikan dan atau

metabolitnya dengan struktur reseptor tertentu didalam

tubuh. (Lu, 1995). Jenis Aflatoksin yang paling

berbahaya adalah B1. Urutan toksisitas dari jenis-jenis

Aflatoksin adalah B1>B2>G1>G2.

Aflatoksin akan masuk kedalam tubuh penderita bersama

makanan dan sesuai dengan sistem peredaran akan tersebar

di bagian-bagian tertentu tubuh. Hati merupakan target

organ Aflatoksin sehingga Aflatoksin disebut sebagai

mikotoksin hepatatoksik (Makfoeld, 1993). Hati merupakan

pusat organ metabolisme kimiawi dan akan menerima

mikotoksin khususnya Aflatoksin B1 yang terkonsentrasi

setelah zat tersebut masuk. Akumulasi Aflatoksin dalam

hati dapat menyebabkan gangguan, diantaranya adalah

nekrosis hepatoseluler (kematian sel hati), pendarahan, dan

infiltrasi lemak. Dosis mematikan (LD50) Aflatoksin B1

adalah 0,73 mg/kg berat badan (Ramdoni, 2005).

Tabel 4. Nilai LD50 Aflatoksin B1, pada beberapa

Spesies Hewan

Spesies hewan LD50, bobot badan

Kelinci 1,00

Kucing 1,38

Babi 1,55

Anjing 2,50

40

Domba 5,00

Monyet 5,50

Ayam 8,80

Tikus 29,30

Sumber: Sri Rachmawati (2004).

Flatoksikosis pada ternak yang paling tinggi terjadi

pada itik karena itik merupakan hewan yang paling peka,

sehingga sering digunakan sebagai hewan uji. Ramdoni

(2005) mengemukakan bahwa Aflatoksin dapat menurunkan

pertambahan bobot badan itik, kalkun, angsa, burung, dan

ayam. LD50 dari Aflatoksin terhadap anak itik adalah B1:

0,36 mg/kg berat badan; G1: 0,78 mg/kg; B2: 1,70 mg/kg;

G2; 2,45 mg/kg.

6. Kromatografi

a.Sejarah

Kromatografi adalah suatu istilah umum yang digunakan

untuk bermacam-macam teknik pemisahan yang didasarkan

atas partisi contoh diantara suatu fase gerak yang bisa

berupa gas ataupun cair dan fase diam yang juga bisa

berupa cairan ataupun suatu padatan, yang diperkenalkan

oleh ahli biologi dari Rusia Michael Tswett pada tahun

1906 yang membuktikan bahwa klorofil daun tidak hanya

terdiri dari satu macam warna saja dengan menggunakan

suatu kolom yang berisi kapur (CaSO4).

Warna tersebut terdiri dari tiga macam warna utama

yaitu hijau kekuningan, kuning, dan merah sindur. Caranya

adalah dengan melarutkan cairan hijau dari daun perasan

41

daun segar dalam pelarut organik seperti kloroform,

heksana, diklorometana, atau yang lainnya lalu dituangkan

larutan tersebut ke dalam kolom. Cairan hijau daun akan

terpisah menjadi tiga macam warna yang terpisah membentuk

pita-pita warna. Warna tersebut mengilhami Tswett

menggunakan proses pemisahan tersebut dengan istilah

kromatografi. Kromatografi berasal dari gabungaan kata

“chroma” (warna) dan “graphein” (menuliskan). Kemudian

banyak penemuan-penemuan lain yang menggunakan dasar

kromatografi. Misalnya Reighstein dari Jerman pada tahun

1938 menemukan “Flowing Chromatogram” yaitu jenis

kromatografi berdasarkan aliran cairan fasa gerak. Pada

tahun 1941 Martin dan Synge menemukan kromatografi

partisi.

Perkembangan tentang kromatografi agak lambat untuk

beberapa tahun sampai digunakan suatu teknik dalam bentuk

kromatografi padatan cair. Kemudian pada akhir tahun

1930-an dan permulaan tahun 1940-an, kromatografi mulai

berkembang. Dasar Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

diletakkan pada tahun 1938 oleh Izmailov dan Schreiber,

dan kemudian diperhalus oleh Stahl pada tahun 1958. Hasil

karya yang baik sekali dari Martin dan Synge pada tahun

1941 (untuk ini mereka memenangkan Nobel) tidak hanya

mengubah dengan cepat kromatografi cair tetapi

seperangkat langkah untuk pengembangan kromatografi gas

dan kromatografi kertas. Pada tahun 1952, Martin dan

James mempublikasikan makalah pertama mengenai

kromatografi gas. Antara tahun 1952 dan akhir tahun 1960-

42

an kromatografi gas dikembangkan menjadi suatu teknik

analisis yang canggih. 

Semakin banyak usaha dilakukan untuk pengembangan

kromatografi cair. Dalam praktiknya, kromatografi cair

ditampilkan dalam kolom gelas berdiameter besar, pada

dasarnya dibawah kondisi atmosfer. Waktu analisis lama

dan segala prosedur biasanya sangat membosankan. Pada

akhir tahun 1960 an, sebagai suatu teknik mengimbangi

kromatografi gas, High Performance Liquid Chromatography (HPLC)

atau Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) telah

berhasil dikembangkan dari usaha ini.

b. Dasar Kromatografi

Dalam menganalisa suatu zat kimia, maka langkah pertama

ialah memisahkan komponen-komponen dari campurannya.

Salah satu caranya adalah dengan menggunakan

kromatografi. Kromatografi adalah suatu teknik

pemisahan molekul berdasarkan perbedaan pola pergerakan

antara fase gerak dan fase diam untuk memisahkan komponen

(berupa molekul) yang berada pada larutan. Fase gerak

dalam kromatografi dapat berupa cairan ataupun berupan

gas. Fase diamnya berupa sejenis pasir silikat.

c. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi cair kinerja tinggi merupakan jenis

kromatografi kolom yang lebih baik jika dibandingkan

dengan kromatografi kolom lainnya. Hal ini terutama

disebabkan karena bentuk dan ukuran partikel penyusun

kolom yang sedemikian kecil, sehingga kolom menjadi lebih

padat dan difusi menjadi berkurang. Karena padatnya kolom

43

sehingga menyebabkan diperlukannya tekanan supaya fase

gerak dapat mengalir melaluinya. Jadi pada kromatografi

cair kinerja tinggi tekanan jauh lebih besar dari

kromatografi kolom biasa dan kemampuan mencapai

keseimbangan antara fase diam dan fase gerak lebih besar

pula.

Fase diam yang digunakan adalah zat padat seperti silica

gel, alumina, serta arang aktif yang dimampatkan. Bahan

tersebut terikat pada polimer berpori yang terdapat di

dalam kolom baja tahan karat bergaris tengah kecil. Fasa

gerak yang digunakan adalah pelarut organik yang dapat

bercampur seperti air, metal klorida, n-heksana, asam

asetat glasial, asetonitril, dan metanol.

Prinsip kerja KCKT yaitu: dengan bantuan pompa, fase

gerak cair dialirkan melalui kolom ke detektor. Cuplikan

dimasukkan ke dalam fase gerak melalui penyuntikan. Di

dalam kolom terjadi pemisahan komponen-komponen campuran.

Karena perbedaan kekuatan interaksi antara molekul yang

terlarut dalam fase gerak terhadap fase diam maka

terjadilah pemisahan. Komponen yang lemah interaksinya

dengan fase diam akan lebih dulu keluar dari kolom.

Setiap komponen campuran yang keluar dari kolom akan

dideteksi oleh detektor, kemudian direkam dalam bentuk

kromatogram. Jumlah puncak/peak menyatakan jumlah

komponen, sedangkan luas peak menyatakan konsentrasi

komponen dalam campuran.

KCKT dapat menganalisis cuplikan yang mudah terurai

oleh pemanasan, karena analisis dengan KCKT dilakukan

44

pada suhu kamar. Analisis secara KCKT tidak terbatas

untuk senyawa organik saja, tetapi juga dapat

menganalisis cuplikan yang berasal dari senyawa

anorganik. Keuntungan lain dibandingkan dengan

kromatografi gas, KCKT dapat menganalisis cuplikan yang

mempunyai berat molekul yang tinggi seperti polimer.

Teknik pemisahan dapat dilakukan seacra teknik

isokratik dan teknik elusi gradien. Teknik isokratik

merupakan teknik pemisahan dimana selama analisis

komposisi fase gerak tidak berubah, sedangkan teknik

elusi gradien merupakan teknik pemisahan dimana selama

analisis komposisi fasa gerak berubah secara periodik.

d. Mekanisme Pemisahan dalam Kromatografi Cair KinerjaTinggi

Dalam instrumen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

memiliki empat jenis mekanisme pemisahan. Mekanisme

pemisahan tersebut ditentukan oleh jenis kolom yang

digunakan dalam analisis. Beberapa mekanisme pemisahan

tersebut ialah adsorpsi, partisi, pertukaran ion, serta

eksklusi.

45

1) Kromatografi Adsorbsi

Prinsip kromatografi adsorpsi telah diketahui

sebagaimana dalam kromatografi kolom dan

kromatografi lapis tipis. Pemisahan kromatografi

adsorbsi biasanya menggunakan fase normal dengan

menggunakan fase diam silika gel dan alumina,

meskipun demikian sekitar 90% kromatografi ini

memakai silika sebagai fase diamnya. Pada silika

dan alumina terdapat gugus hidroksi yang akan

berinteraksi dengan solut. Gugus silanol pada

silika mempunyai reaktifitas yang berbeda,

karenanya solut dapat terikat secara kuat sehingga

dapat menyebabkan puncak yang berekor.

2) Kromatografi fase terikat

Kebanyakan fase diam kromatografi ini adalah

silika yang dimodifikasi secara kimiawi atau fase

terikat. Sejauh ini yang digunakan untuk

memodifikasi silika adalah hidrokarbon-hidrokarbon

non-polar seperti dengan oktadesilsilana,

oktasilana, atau dengan fenil. Fase diam yang

paling populer digunakan adalah oktadesilsilan

(ODS atau C18) dan kebanyakan pemisahannya adalah

fase terbalik. Sebagai fase gerak adalah campuran

metanol atau asetonitril dengan air atau dengan

Gambar 6. Mekanisme Pemisahan pada KCKT

46

larutan bufer. Untuk solut yang bersifat asam

lemah atau basa lemah, peranan pH sangat krusial

karena kalau pH fase gerak tidak diatur maka solut

akan mengalami ionisasi atau protonasi.

Terbentuknya spesies yang terionisasi ini

menyebabkan ikatannya dengan fase diam menjadi

lebih lemah dibanding jika solut dalam bentuk

spesies yang tidak terionisasi karenanya spesies

yang mengalami ionisasi akan terelusi lebih cepat.

3) Kromatografi penukar ion

KCKT penukar ion menggunakan fase diam yang

dapat menukar kation atau anion dengan suatu fase

gerak. Ada banyak penukar ion yang beredar di

pasaran, meskipun demikian yang paling luas

penggunaannya adalah polistiren resin. Kebanyakan

pemisahan kromatografi ion dilakukan dengan

menggunakan media air karena sifat ionisasinya.

Dalam beberapa hal digunakan pelarut campuran

misalnya air-alkohol dan juga pelarut organik.

Kromatografi penukar ion dengan fase gerak air,

retensi puncak dipengaruhi oleh kadar garam total

atau kekuatan ionik serta oleh pH fase gerak.

Kenaikan kadar garam dalam fase gerak menurunkan

retensi solut. Hal ini disebabkan oleh penurunan

kemampuan ion sampel bersaing dengan ion fase

gerak untuk gugus penukar ion pada resin.

4) Kromatografi Pasangan ion

47

Kromatografi pasangan ion juga dapat digunakan

untuk pemisahan sampel-sampel ionik dan mengatasi

masalah-masalah yang melekat pada metode penukaran

ion. Sampel ionik ditutup dengan ion yang

mempunyai muatan yang berlawanan.

5) Kromatografi Eksklusi Ukuran

Kromatografi ini disebut juga dengan

kromatografi permiasi gel dan dapat digunakan

untuk memisahkan atau menganalisis senyawa dengan

berat molekul > 2000 dalton. Fase diam yang

digunakan dapat berupa silika atau polimer yang

bersifat porus sehingga solut dapat melewati porus

(lewat diantara partikel), atau berdifusi lewat

fase diam. Molekul solut yang mempunyai BM yang

jauh lebih besar, akan terelusi terlebih dahulu,

kemudian molekul-molekul yang ukuran medium, dan

terakhir adalah molekul yang jauh lebih kecil. Hal

ini disebabkan solut dengan BM yang besar tidak

melewati porus, akan tetapi lewat diantara

partikel fase diam. Dengan demikian, dalam

pemisahan dengan eksklusi ukuran ini tidak terjadi

interaksi kimia antara solut dan fase diam seperti

tipe kromatografi yang lain.

6) Kromatografi Afinitas

Dalam kasus ini, pemisahan terjadi karena

interaksi biokimiawi yang spesifik. Fase diam

mengandung gugus-gugus molekul yang hanya dapat

menyerap sampel jika ada kondisi-kondisi yang

terkait dengan muatan dan sterik tertentu pada

48

sampel yang sesuai (sebagaimana dalam interaksi

antara antigen dan antibodi). Kromatografi jenis

ini dapat digunakan untuk mengisolasi protein

(enzim) dari campuran yang sangat kompleks.

Adapun Bagian-bagian alat KCKT yaitu:

a. Tempat Fase Gerak

Peralatan KCKT dilengkapi dengan satu atau beberapa

tampungan fase gerak berbahan gelas dengan ukuran bekisar

100 ml hingga 1000 ml. peralatan degasser disertakan untuk

menghilangkan gas terlarut berupa oksigen atau nitrogen

yang akan mempengaruhi dengan membentuk gelembung pada

kolom dan detektor.

Gambar 7. Botol Fase Gerak

b. Pompa

49

Berfungsi untuk mengalirkan pelarut ke dalam kolom

selama proses analisis suatu sampel. Gerakan pompa diatur

sedemikan rupa dapat mengatur kecepatan alir pelarut.

Kecepatan alir pelarut dapat diprogram secara manual atau

dengan alat tambahan. Jika kecepatan alir sejak awal

hingga akhir analisis tidak berubah maka disebut sistem

isokratik. Jika kecepatan alirnya diubah-ubah selama

analisis maka disebut elusi gradien.

c. Injektor

Sistem injeksi sampel merupakan keterbatasan dari

sistem kromatografi cair. Masalah ini dapat mengakibatkan

pelebaran puncak yang diakibatkan kolom mengalami

kelebihan kapasitas. Maka hal itu, volume injeksi harus

dibatasi. Untuk menginjeksikan sampel ke dalam kolom

terdapat tiga metode yang dibagi menjadi:

1) Injeksi pada Kolom

Metode injeksi ini juga dikenal sebagai injeksi

aliran terhenti (stopped flow injection). Dalam

penggunaan metode ini, aliran pompa dimatikan

kemudian katup injeksi dibuka untuk menginjeksikan

sampel pada injektor. Setelah itu pompa dinyalakan

kembali dan aliran fase gerak kembali seperti pada

pengaturan awal.

2) Injeksi menggunakan Syringe

Septum yang digunakan pada KCKT sama dengan yang

digunakan pada Kromatografi Gas. Sampel

diinjeksikan melalui sebuah penyegel septum.

50

Injektor ini dapat digunakan pada kinerja sampai

60 - 70 atmosfer.

3) Injeksi menggunakan Katup

Tipe injektor yang umum digunakan pada saat

ini. Sampel yang dialirkan ke dalam fase gerak

berlangsung dengan cepat, aliran fase gerak tidak

dihentikan, mudah untuk digunakan, dan dapat

disesuaikan dengan penggunaan injeksi otomatis.

Katup enam jalur digunakan berpasangan dengan loop

sampel.

Pada saat menginjeksikan sampel, katup terpisah

dari jalur aliran fase gerak dan tidak terjadi

tekanan sehingga dapat terisi sampel. Dengan

memutarkan rotor pada posisi injeksi, loop akan

yang telah terisi akan berhubungan dengan aliran

fase gerak dan terbawa ke dalam kolom.

d. Kolom

Kolom pada kromatografi cair kinerja tinggi digunakan

kolom yang berbentuk lurus, tidak bengkok dan melingkar

Gambar 8. Skema Injeksi menggunakanKatup

51

agar mencegah terjadinya turbulensi. Dua jenis kolom yang

digunakan dalam KCKT yaitu:

Kolom dengan jenis porous particle berisi partikel dengan

diameter 3-10 m yang terbuat dari alumina, silika,

resin, sintetis divinil benzene polystirena yang kemudian

dilapisi lapisan tipis film berbahan organik.

Jenis pellicular terdiri dari partikel dengan bentuk bola,

tidak berpori, berbahan dasar gelas dengan diameter 30

hingga 40 m. Kolom merupakan jantung dari sebuah

Kromatografi. Berhasilnya suatu KCKT tergantung pada

pemilihan kolom serta kondisi percobaan yang sesuai.

Kolom umumnya dibuat dari stainless steel dan biasanya

dioperasikan pada temperatur kamar, tetapi bisa juga

digunakan temperatur lebih tinggi.

e. Detektor

Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya

komponen sampel di dalam kolom (analisis kualitatif) dan

menghitung kadamya (analisis kuantitatif). Detektor yang

baik memiliki sensitifitas yang tinggi, stabil dan

memiliki keterulangan yang baik dalam pembacaan, respon

yang linear terhadap kenaikan konsentrasi, dan waktu

respon yang singkat.

Gambar 9. Kolom pada KCKT

52

Jenis detektor yang dapat digunakan pada KCKT adalah :

1) Detektor Visible dan Ultra Violet

Untuk mendeteksi zat yang menyerap cahaya pada

daerah cahaya tampak atau pada daerah UV, detektor

ini mempunyai kepekaan cukup tinggi.

2) Detektor Refraktif Indeks

Setiap zat yang dapat memberikan respon,

kepekaan yang dihasilkan rendah dan sangat peka.

3) Detektor Elektrokimia

Detektor dengan mendasarkan kerjanya

berdasarkan pada pengukuran arus listrik yang

dihasilkan dari reaksi reduksi oksidasi suatu zat.

4) Detektor Spektra Massa

Detektor ini digunakan untuk pengukuran rumus

struktur suatu senyawa yang telah diionisasikan

serta dipisahkan oleh analisator dan kemudian

menghasilkan spektrum massa.

53

5) Detektor Fluorosen

Detektor ini hanya dapat mendeteksi zat-zat yang

dapat berfluoresensi.

f. Pengolahan Data

Hasil dari pemisahan kromatografi biasanya ditampilkan

dalam bentuk kromatogram pada recorder. Waktu retensi dan

volume retensi dapat diketahui atau dihitung. Hal ini

bisa digunakan untuk mengidentifikasi secara kualitatif

suatu komponen. Lebar puncak dan tinggi puncak sebanding

atau proporsional dengan konsentrasi dan dapat digunakan

untuk memperoleh hasil secara kuantitatif. Ilustrasi dari

sistem kromatografi Cair Kinerja Tinggi:

Gambar 11. Skema Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Gambar 10. Skema DetektorFluoresense

54

B. Jaminan Mutu Pengujian

1. Umum (ISO/IEC 17025)

Sesuai dengan klausul 5.9 dalam SNI 17025-2005,

laboratorium harus mempunyai prosedur pengendalian mutu

untuk memantau keabsahan pengujian yang dilakukan. Data

yang dihasilkan harus direkam sedemikian rupa sehingga

semua kecenderungan dapat dideteksi dan bila memungkinkan

teknik statistik harus diterapkan pada pengkajian hasil.

Pemantauan tersebut harus direncanakan dan dikaji serta

mencakup tapi tidak terbatas pada hal-hal berikut:

1) Keteraturan penggunaan bahan acuan bersertifikat

dan/atau pengendalian mutu internal menggunakan

bahan acuan sekunder.

2) Partisipasi dalam uji banding antar laboratorium.

3) Replika pengujian menggunakan metode yang sama atau

berbeda.

4) Pengujian ulang atas barang yang masih ada.

Data pengendalian mutu harus dianalisis dan bila

ditemukan berada di luar kriteria tindakan yang telah

ditentukan sebelumnya, tindakan tertentu harus dilakukan

untuk mengoreksi permasalahan dan mencegah pelaporan

hasil yang salah.

55

2.Jaminan Mutu dan Pengendalian Mutu Pengujian

Untuk menjamin mutu hasil pengujian aflatoksin, hal-hal

berikut ini harus mendapat perhatian:

a. Jaminan Mutu

1)Simpan sampel uji maupun sampel cadangan (retain

sample) pada kulkas (temperatur di bawah 0).

2)Gunakan bahan kimia p.a untuk ekstraksi.

3)Gunakan alat gelas bebas kontaminasi.

4)Pengujian dilakukan oleh analis yang kompeten.

5)Lakukan uji konfirmasi aflatoksin

b.Pengendalian Mutu

Pengendalian Mutu Pengujian dapat dilakukan dengan

penyertaan pengujian Reference Material bersama dengan sampel

pengujian. Apabila hasil pengujian Reference Material

mendekati nilai benarnya, maka hal ini menunjukkan bahwa

pengujian sampel yang telah dilakukan sesuai prosedur.

Definisi umum Reference Material adalah suatu bahan yang

cukup homogen dan memiliki nilai yang dapat dipercaya

dan dipertanggungjawabkan, sehingga dapat digunakan untuk

:

1)Penggunaan Bahan Acuan

Bahan acuan adalah suatu bahan yang satu atau

lebih sifat-sifatnya telah diketahui dengan

prosedur teknis tertentu. Sampel bahan acuan

adalah Certified Reference Material (CRM) dan Standarized

56

Reference Material (SRM). CRM merupakan bahan acuan

yang satu atau lebih sifat-sifatnya diberi

sertifikat dengan prosedur teknis yang telah baku,

dan dapat ditelusuri ke suatu sertifikat atau

dokumen lain yang diterbitkan oleh badan

sertifikasi yang diakui secara luas di seluruh

dunia. Sedangkan SRM merupakan bahan acuan yang

nilai benarnya diperoleh melalui uji profisiensi.

Mengingat SRM dan CRM relatif sukar diperoleh,

maka umumnya pengujian SRM/CRM hanya dilakukan pada

saat laboratorium menyiapkan dan menetapkan nilai

analit pada In house Reference Material (IRM) maupun

Control Sample.

2) Penggunaan IRM (In house Reference Material)

Setiap kali melakukan pengujian/analisis sampel

rutin, harus disertai dengan pengujian control sample

sebanyak 2 ulangan. Diupayakan agar control sample

mempunyai matriks dan tingkat konsentrasi yang

setara dengan sampel rutin yang diuji. Pengujian

control sample dilakukan bersamaan dengan working sample

pada satu batch pengujian yang sama.

Nilai rata-rata dan standar deviasi pengujian

kontrol sampel. Kemudian diplot hasil pengujian

kontrol sampel pada grafik pengawasan mutu / control

chart. Apabila hasil pengujian kontrol sampel

terletak pada daerah > X + 2 SD atau < X – 2 SD,

maka hasil pengujian working sample dan control sample

harus diulang setelah dilakukan kajian untuk

mencari penyebab kesalahan analisis.

57

Keberterimaan Hasil Pengujian kontrol sampel,

sebagai berikut:

Apabila nilai yang diperoleh dari pengujian

bahan acuan berada di luar batas yang diijinkan,

berarti telah terjadi ketidakbenaran atau

kesalahan dalam pengujian yang dapat berasal dari

alat atau pelaksana

Apabila terjadi kasus (item a) harus dicari

sumber kesalahan tersebut dan lakukan tindakan

perbaikan.

3) Pengujian Spike Sample

Pada kondisi laboratorium tidak memiliki Reference

Material, maka pengujian spike sample dapat

dilakukan untuk pengendalian mutu internal. Spike

sample dibuat dengan cara menambahkan larutan

standar analit yang diketahui jumlah dan

konsentrasinya ke dalam sejumlah tertentu sampel.

Dilakukan pengujian secara bersamaan dengan metode

pengujian yang sama terhadap:

Gambar 12. Grafik Pengawasan Mutu (Control Chart)

58

a) sampel tanpa penambahan larutan standar

b) sampel dengan penambahan larutan standar

Lakukan perhitungan terhadap:

a) kandungan analit pada sampel tanpa penambahan

larutan standar (A).

b) kandungan analit pada sampel dengan penambahan

larutan standar (B).

c) kandungan analit yang ditambahkan kepada sampel

(C).

Nilai temu balik (Recovery) diperoleh dari

persamaan berikut :

% Recovery = B – A x 100 %

C

Tabel 5. Persyaratan nilai recovery Berdasarkan AOAC Peer Verified Method Program

Analit (%) Rasio Analit Satuan % Recovery

100 1 100 % 98-102

10 10-1 10 % 98-102

1 10-2 1 % 97-103

0.1 10-3 0.1 % 95-105

0.01 10-4 100 ppm 90-107

0.001 10-5 10 ppm 80-110

59

0.0001 10-6 1 ppm 80-110

0.00001 10-7 100 ppb 80-110

0.000001 10-8 10 ppb 60-115

0.0000001 10-9 1 ppb 40-120

60

C. Metode Analisis

1.Dasar

Sampel yang mengandung aflatoksin dipisahkan dari lemak

dan protein, diekstrak dengan methanol. Kemudian

dilakukan proses clean-up (pemurnian) menggunakan kolom

imunoafinitas (aflatest) dan di elusi. Hasil pemurnian

yang telah ditampung dalam vial kemudian dikeringkan.

Diderivatisasi menggunakan TFA (Tri Fluoro Asetat) dan

didiamkan. Ditambahkan fase gerak. Sampel siap untuk

diinjeksikan pada alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(KCKT). Kadar aflatoksin diperoleh dengan mengalikan

konsentrasi dalam kromatogram dengan faktor pengenceran

dan dibagi bobot sampel yang dianalisis.

2. Tujuan

Menetapkan kadar aflatoksin campuran (B1, G1, B2, G2)

dalam contoh sampel kacang tanah secara Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi dalam satuan konsentrasi ppb.

3. Alat dan Bahan

a.Alat-alat yang digunakan, yaitu:

1) Botol Schott2) Erlenmeyer 300 ml3) Gelas ukur 100 ml4) Corong5) Kromatografi Cair Kinerja Tinggi 6) Vortex 7) Neraca Digital8) Nitrogen Generator9) Neraca digital

61

10) Piala gelas 100 ml11) Pipet mikro 100 l dan 1000 l12) Rak tabung reaksi13) Sonikator14) Spatula15) Syringe 5 ml16) Tips17) Vial18) Vakum milipore19) Tabung sentrifuse 50 ml20) Kolom imunoafinitas (aflatest)21) Blender

b.Bahan-bahan yang digunakan, yaitu :

1) Aquabidest2) Kacang tanah3) Metanol4) Natrium klorida5) Acetonitril6) Standar induk Aflatoksin total 2,6 ppm7) Gas nitrogen8) Tri Fluoro Asetic acid (TFA)9) Kertas saring berabu10) Kertas saring microfiber

4. Cara Kerja

a.Preparasi Sampel

1) Ditimbang 25 g contoh dan 5 g NaCl.2) Dilarutkan dengan 125 ml metanol 75% ke dalam

piala gelas 250 mL.3) Dimasukan kedalam blender, atur kecepatan tinggi

biarkan selama 2 menit. 4) Disaring dengan kertas saring berabu dan

filtratnya ditampung dalam wadah Erlenmeyer.5) Hasil filtrat dipipet sebanyak 15 ml, pindahkan

ke tabung centrifuge.6) Ditambahkan 30 ml aquabidest dengan gelas ukur.

62

7) Disaring kembali menggunakan kertas saringmikrofiber.

8) Dipipet 15 ml filtrat, dimasukan kedalam kolomImunoafinitas.

9) Sampel dikeluarkan dengan kecepatan alir 1tetes/detik.

10) Kolom dicuci dengan aquabidest sebanyak 10 ml,dengan kecepatan alir 2 tetes/detik.

11) Kemudian aflatoksin dielusi dengan metanol 100%sebanyak 1 ml, hasil dimasukan kedalam vial.

12) Vial dikeringkan dengan nitrogen, hingga volumeberkurang dan terlihat hampir kering.

13) Ditambahkan 100 µl TFA, kemudian dikocok dandidiamkan selama 2 jam.

14) Kemudian ditambahkan 900 µl acetonitril : air(1:9).

15) Sampel siap diinjeksi pada KCKT.

b.Pembuatan Standar Aflatoksin Total

1) Dipipet sebanyak 384,6 l dari Standar induk 2,6ppm, ditambahkan 615,4 l metanol

2) Dimasukan kedalam vial dan homogenkan3) Dipipet berturut-turut sebanyak 10 l, 20 l, dan

50 l.4) Dikeringkan dengan gas nitrogen hingga agak

kering.5) Diderivatisasi dengan 100 l TFA.6) Didiamkan selama 2 jam.7) Dilarutkan standar dengan 900 µl acetonitril :

air (1:9).

c.Pembuatan Fase Gerak sebanyak 1000 ml

1) Disiapkan alat Erlenmeyer Milipore, vakum, dan botol schott.

63

2) Dimasukkan Acetonitril 100 ml, Metanol 300 ml, dan Aquabidest 600 ml ke dalam botol schoot.

3) Saring dengan membran filter dengan ukuran pori 0,45 m.

4) Dimasukkan larutan fase gerak ke dalam botol schott dan disonikasi dengan alat sonikator selama 30 menit dan siap digunakan.

d.Kondisi alat KCKT

Diukur konsentrasinya pada KCKT dengan kondisi : Kolom : C18 µ Inert Sil ODS-3 Detektor : Fluoresens, λem 365 nm dan λeks 425 nm

Volume Injeksi : 20 µl Waktu retensi : 15 menit Mode pompa : Isokratik Fase gerak : Metanol : Acetonitril : Aquabidest

(30 : 10 : 60)

64

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Hasil dan Data Analisis

Berdasarkan hasil pengujian, linearitas pada larutan

standar aflatoksin total (B1, G1, B2, G2). diperoleh hasil

seperti terlihat pada Tabel dibawah ini:

Tabel 6. Hasil Uji Jangkauan Kerja Linear

Keterangan : syarat batas uji linearitas > 0,995.

Gambar 13. Kurva Linearitas AFB1 dan AFB2

Aflatoksin

Luas Area Konsentrasi(ppm (g/kg))

KoefisienKorelasi

AFB1 77657015252893842512

10.1119,8750,03

0,9999

AFG1 3505417029221778027

9,8819,8150,10

0,9999

AFB2 3100986647951647758

2,826,1015,01

0,9997

AFG2 185694328631967911

2,945,2015,33

0,9957

65

Berdasarkan hasil analisis aflatoksin total (B1, G1, B2,

G2) pada sampell kacang tanah secara KCKT, diperoleh data

seperti terlihat pada tabel berikut.

Tabel 7. Data Sampel

Nomorsampel

Bobotsampel(g)

Aflatoksin Fp Slope Areasampel

12.010

25.0360

AflatoksinG1 1 35488.4

1 TT

25.0634 1 35488.4

1 TT

Rata-rata25.036

0Aflatoksin

B1 1 76799.02 362543

25.0634 1 76799.0

2 372687

Rata-rata25.036

0Aflatoksin

G2 1 63139.00 TT

25.0634 1 63139.0

0 TT

Rata-rata25.036

0Aflatoksin

B2 1 130646.38 83756

25.0634 1 130646.

38 83326

Rata-rata

Keterangan : Tidak Terdeteksi (TT)

Gambar 14. Kurva Linearitas AFG1 dan AFG2

66

Berdasarkan hasil analisis kadar aflatoksin total (B1,

G1, B2, G2) pada sampel kacang tanah secara KCKT,

diperoleh hasil seperti terlihat pada tebel berikut.

Tabel 8. Kadar Sampel

Sampel Hasil (ppb atau µg/kg) Jumlah(µg/kg)G1 B1 G2 B2

12.010 a TT 4.72 TT 0.77 5.4912.010 b TT 4.86 TT 0.76 5.62

Rata-rata 5.55

Keterangan : Tidak Terdeteksi (TT)

Berdasarkan hasil pengujian, didapatkan data kontrol

sampel penetapan analisis total aflatoksin (B1, G1, B2, G2)

sebagai berikut:

Tabel 9. Data Kontrol Sampel

Nomorsampel

Bobotsampel(g)

Aflatoksin Fp Slope Areasampel

Kadarsampel(µg/kg

)Kontro

lSampel

25.0012

AflatoksinG1 25 35488.4

1 214984 6.0625.063

1 25 35488.41 210099 5.91

Rata-rata 5.9825.001

2Aflatoksin

B1 25 76799.02 812623 10.58

25.0631 25 76799.0

2 81200510.55

Rata-rata 10.5625.001

2Aflatoksin

G2 25 63139.00 105220 1.67

25.0631 25 63139.0

0 109083 1.72Rata-rata

1.69

67

25.0012

AflatoksinB2 25 130646.

38 233176 1.7825.063

1 25 130646.38 233734 1.78

Rata-rata 1.78

B. Pembahasan

Menurut ISO/IEC 17025:2008 klausul 5.9, Pemantauan

jaminan mutu dapat dilakukan dengan beberapa cara,

berikut merupakan hal-hal yang dilakukan:

1. Keteraturan penggunaan bahan acuan bersetifikat

dan/atau pengendalian mutu internal menggunakan

bahan acuan sekunder, misalnya Certified Reference Material

(CRM) atau Standarized Reference Material (SRM).

2. Partisipasi dalam uji banding antar laboratorium

atau program uji profesiensi.

3. Replika pengujian atau kalibrasi menggunakan metode

yang sama atau berbeda, misalnya melakukan pengujian

68

ulang (duplo) pada saat pengujian, melakukan uji

verifikasi pada metode yang digunakan.

4. Pengujian ulang atau kalibrasi ulang atas barang

yang masih ada.

5. Kolerasi hasil untuk karakteristik yang berbeda dari

suatu barang.

Pada pengujian aflatoksin total (B1, B2, G1, G2) dengan

sampel kacang tanah, pemantaun jaminan mutu hasil analisa

yang dilakukan, berupa uji jangkauan kerja liniear,

pengerjaan duplo dan kontrol sampel (sampel yang di spike),

Hal ini sering dilakukan oleh laboratorium penguji.

Akan tetapi, pemantauan jaminan mutu hasil analisa

seperti ini hanya bias dilakukan dalam laboratorium

tersebut (intra lab), tidak dapat dibandingkan dengan

laboratorium lainnya. Pengujian ini bertujuan untuk

memantau keabsahan hasil pengujian yang dilakukan dengan

menggunakan data yang sedemikian rupa agar dapat

tertelusur.

Pada pengujian penetapan aflatoksin total (B1, B2,

G1, G2) kali ini, jaminan mutu pengujian yang digunakan

adalah menggunakan alat penunjang yang sudah

terkalibrasi, uji linearitas pada standar, uji pungut

ulang pada sampel atau duplo, dan kontrol sampel.

Uji linearitas pada standar aflatoksin didapatkan

hasil koefisien korelasi sebagai berikut:

69

Tabel 10. Hasil Koefisen Korelasi Standar Aflatoksin

Aflatoksin Koefisien

KorelasiAFB1 0,9999AFG1 0,9999AFB2 0,9997AFG2 0,9957

Jangkauan kerja linear (linearitas) merupakan

kisaran konsentrasi analat yang secara eksperimen mampu

memenuhi persyaratan mutu metode uji melalui penetapan

presisi, akurasi dan lineritas pengujian (Wood et al,

1998). Berdasarkan hasil pengujian linearitas pada

larutan standar campuran aflatoksin diperoleh hasil

koefisien relasi yang memenuhi standar yang

dipersyaratkan oleh SNI ISO/IEC 17025:2008 dengan batas

hasil uji linearitas >0,995. Maka, hasil uji linearitas

pada standar aflatoksin yang ditetapkan sudah memenuhi

persyaratan.

Hubungan linear menunjukkan bahwa semakin tinggi

konsentrasi maka luas areanya pun akan semakin tinggi

pula atau berbanding lurus. Semakin linear suatu grafik,

maka semakin berbanding lurus pula koefisien korelasi

dengan luas area serta koefisien korelasi akan mendekati

nilai satu.

Pengujian ulang dari suatu pengujian dalam 1

laboratorium uji (intralab), dilakukan untuk mengukur

kemampuan suatu metode pengujian untuk menunjukan

kedekatan atau presisi. Untuk dua kali pengulangan

(duplo) dinyatakan dalam RPD (Repeatability Persen Difference),

70

persyaratan RPD menurut persamaan Horwitz adalah sebagai

berikut:

0,66 x CVHorwitz

Dimana CV (Nilai Horwitz) = 2(1-0.5logC)

Dimana nilai C (fraksi konsentrasi) = 1 x 10-9

Pada pengujian aflatoksin didapatkan hasil nilai RPD

pada kontrol sampel dan sampel sebagai berikut:

Tabel 11. Nilai %RPD pada Kontrol Sampel

Aflatoksin

Kadarsampel(µg/kg

)

%RPD

AflatoksinG1 6.06 2.55

5.91 Rata-rata 5.98Aflatoksin

B1 10.58 0.3210.55

 Rata-rata 10.56Aflatoksin

G2 1.67 3.361.72

 Rata-rata 1.69Aflatoksin

B2 1.78 0.011.78

 Rata-rata 1.78

Tabel 12. Nilai %RPD pada sampel

AflatoksinKadarsampel(µg/kg

%RPD

71

)Aflatoksin

G1 0.00 0.000.00

 Rata-rata <0.50Aflatoksin

B1 4.71 2.654.84

 Rata-rata 4.78Aflatoksin

G2 0.00 0.000.00

 Rata-rata <0.12Aflatoksin

B2 0.64 0.620.64

 Rata-rata 0.64

Uji temu balik atau Recovery test dilakukan apabila suatu

metode memerlukan cara kerja yang panjang, akan tetapi

kadar yang dihasilkan kecil dan dapat juga untuk

mengetahui jumlah analit yang hilang dalam proses

pengujian. Cara ini dilakukan dengan spiking sample (contoh

uji yang diperkaya dengan larutan baku dengan konsentrasi

tertentu) kedalam analit. Nilai uji temu balik dapat

dicari dari persamaan berikut:

% Recovery = B – A x 100 %

C

Dimana:

1. kandungan analit pada sampel tanpa penambahan larutan

standar (A)

72

2. kandungan analit pada sampel dengan penambahan larutan

standar (B)

3. kandungan analit yang ditambahkan kepada sampel (C)

Tabel 13. Nilai %Recovery pada Kontrol Sampel

Aflatoksin

Kadarsampel(µg/kg

)

Spike(ug/kg

)

Recovery(%)

Aflatoksin G1 6.06 5.77 105.00

5.91 5.77 102.365.98 103.68

Aflatoksin B1 10.58 5.77 101.69

10.55 5.77 98.9010.56 100.30

Aflatoksin G2 1.67 1.73 96.28

1.72 1.73 99.571.69 97.93

Aflatoksin B2 1.78 1.73 103.12

1.78 1.73 103.111.78 103.11

Pada pengujian aflatoksin total (B1, B2, G1, G2). Nilai

Recovery yang digunakan dalam pengujian ini antara 60%

sampai dengan 115%. Jika hasil pengujian spike sample

berada di luar kriteria, maka pengujian sampel harus

diulangi.

Metode penetapan kadar aflatoksin total (B1, B2, G1, G2)

dalam kacang tanah, dilakukan berdasarkan metode AOAC

(Association of Official Analytical Chemistry) Official

73

Method 991.31 yang menggunakan alat KCKT yang sudah

mengalami pengembangan.

Pada tahap awal yaitu ekstraksi, sampel sebanyak 25

gram dicampurkan dengan metanol : aquabidest (70 : 30)

sebanyak 125 ml guna untuk mengekstrak aflatoksin dalam

matrik, dan mengurangi pengotor yang terdapat di

dalamnya. Penggunaan sebanyak 125 ml metanol juga

bertujuan untuk mendapatkan 0.2 gram sampel tiap 1 ml

metanol. Metanol dipakai karena aflatoksin larut dalam

metanol, proses yang dilakukan lebih hemat bahan maupun

biaya, waktu dan menyesuaikan pereaksi dengan kolom

afinitas yang digunakan. Penambahan garam NaCl juga

bertujuan untuk mengoptimasi saat pengekstrakan

berlangsung. Matrik yang tidak larut dalam metanol dapat

dihilangkan dengan cara proses penyaringan.

Pada tahap kedua, sampel melalui proses pemurnian,

sebelum dimurnikan dengan kolom afinitas, sampel akan

ditambahkan aquabidest, ini bertujuan untuk mengencerkan

sampel, agar diharapkan terdapat 0,0667 g sampel tiap 1

ml metanol. Setelah itu disaring kembali dengan kertas

saring mikrofiber, hal ini bertujuan agar menyaring

partikel-partikel yang tidak larut sehingga tidak

menyumbat saat proses penggunaan kolom afinitas. Sebanyak

15 ml larutan filtrat dimasukan kedalam kolom, ini

bertujuan agar didapatkan kurang lebih 1 gram sampel yang

akan dianalisa. Pengaturan tetes saat pemurnian maupun

saat pencucian menggunakan kolom afinitas, nantinya akan

mempengaruhi hasil yang didapatkan. Diusahakan saat

permunian, kecepatan alir harus 1 tetes per 1 detik dan

74

saat pencucian kecepatan alir harus 2 tetes per 1 detik.

Proses permurnian berguna untuk menangkap ekstrak

aflatoksin dengan antibodi, sehingga zat selain ekstrak

aflatoksin dapat dikeluarkan dari kolom afinitas.

Setelah itu dielusikan dengan pelarut metanol 100 %,

dengan tujuan agar senyawa aflatoksin yang terikat pada

kolom afinitas akan terelusi. Ekstrak yang telah dielusi

dikeringkan dan diderivatisasi, perlakuan derivatisasi

ini bertujuan untuk membentuk gugus senyawa yang sensitif

terhadap detektor fluoresens, pada alaminya golongan B1

dan B2 sudah terdapat gugus ini, tetapi pada golongan G1

dan G2, gugus ini tidak ada. Maka dari itu proses

derivatisasi harus dilakukan. Kemudian dibaca dengan KCKT

menggunakan fase gerak acetonitril : metanol : aquabidest

(10 : 30 : 60) dengan kecepatan alir 1,0 ml/menit.

Berdasarkan hasil analisis kadar aflatoksin campuran

(B1, G1, B2, G2) yang telah dilakukan terhadap sampel

kacang tanah dengan menggunakan metode Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi (KCKT), didapatkan hasil yang positif

terhadap sampel kacang tanah dengan kisaran konsentrasi

aflatoksin 5,55 µg/kg. Dengan batas toleransi yang

dikeluarkan oleh BSN pada SNI 7385:2009 sebesar 20 ppb

atau 20 µg/kg, sampel yang telah dianalisis berada

dibawah batas toleransi dan aman dimakan oleh manusia

maupun hewan ternak.

Tabel 14. Batas Toleransi Aflatoksin pada Pangan

No.

Pangan Jenis BatasMaksimum(ppb atau

75

µg/g)1. Kacang tanah dan produk

olahanB1 15

Total 202. Jagung dan produk

olahanB1 15

Total 203. Rempah-rempah bubuk B1 15

Total 20Sumber: SNI 7385:2009

Walaupun manusia maupun hewan ternak mengkonsumsi

kacang tanah yang mengandung aflatoksin yang berada

dibawah batas toleransi standar, konsumsi dalam jangka

waktu panjang akan menyebabkan efek samping yang disebut

aflatoksikosis (keracunan akut). Aflatoksikosis

dipengaruhi oleh umur, dosis yang termakan dan lamanya

aflatoksin yang terpapar dan jenis makanan.

Aflatoksin tidak meyebabkan keracunan secara akut,

namun secara kronis dapat menyebabkan kelainan organ

hati. Kemampuan aflatoksin menginduksi kanker hati

diduga disebabkan aflatoksin dapat terikat pada

makromolekul hati dalam jumlah rendah dan bila tinggi

makan akan menyebabkan kematian.

Untuk menanggulangi bahaya aflatoksin, harus

dilakukannya pengawasan dari saat pra panen hingga masa

pasca panen. Dalam hal penyimpanan suatu kacang tanah

harus memperhatikan pula aspek kritis yang dapat yang

mempengaruhinya suatu pertumbuhan kapang atau cendawan.

Serta pengetahuan terhadap sifat kapang atau cendawan

penghasil aflatoksin haruslah diketahui.

76

77

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis terhadap aflatoksin campuran (G1,

B1, G2, B2) yang telah dilakukan, didapatkan hasil kadar

aflatoksin pada kacang tanah 5,49 µg/kg dan 5,62 µg/kg.

Dari 2 sampel yang telah dianalisis, semua sampel kacang

tanah mengandung aflatoksin dan semua sampel berada

dibawah batas toleransi yang ditetapkan dalam SNI

7385:2009 tentang batas maksimum kandungan mikotoksin

dalam pangan yaitu sebesar 20 µg/kg (ppb).

Pada uji jangkauan kerja linear didapatkan koefisien

korelasi atau yang disebut regresi untuk aflatoksin G1

sebesar 0,9999, aflatoksin B1 sebesar 0,9999, aflatoksin

G2 sebesar 0,9957, dan aflatoksin B2 sebesar 0,9997. Hasil

ini memenuhi persyaratan menurut SNI ISO/IEC 17025:2008

dengan batas uji linearitasnya >0,9950

Sedangkan pada pengujian ulang pada sampel (duplo),

didapatkan nilai %RPD untuk G1 sebesar 2.55%, aflatoksin

B1 sebesar 0.32%, aflatoksin G2 sebesar 3.36%, dan

aflatoksin B2 sebesar 0.01%. Pada sampel didapatkan hasil

untuk aflatoksin B1 sebesar 2.65 dan aflatoksin B2 sebesar

0.62%. untuk nilai Horwitz pada konsentrasi <10 µg/kg

sebesar 16.00%, maka untuk pengujian ini semua hasil

memenuhi kriteria %RPD.

77

78

Pada uji temu balik pada sampel yang dispike, didapatkan

nilai recovery untuk aflatoksin G1 sebesar 103.68%,

aflatoksin B1 sebesar 100.30%, aflatoksin G2 sebesar

97.93%, dan aflatoksin B2 sebesar 103.11%. Hasil

pengujian ini, memenuhi kriteria nilai % recovery antara

60% sampai dengan 115%.

B. Saran

Analisis aflatoksin total (B1, G1, B2, G2) dengan metode

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi memiliki sensitifitas yang

tinggi, analisis harus dilakukan dengan teliti dan

presisi, untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam

melakukan analisis kadar aflatoksin sebaiknya

diperhatikan:

1. Saat menggunakan kolom Imunoafinitas, jangan sampai

ada kebocoran saat melakukan ekstraksi, karena dapat

terjadi kesalahan negatif.

2. Pembilasan setelah contoh saat menggunakan kolom

Imunoafinitas, harus dipastikan kolom terbebas dari

aquabidest agar mempermudah dalam penguapan setelah

ditambahkan metanol.

3. Saat membuat fase gerak, terlebih dulu disaring dan di

hilangkan gelembungnya (dihilangkan dengan supersonic)

agar mempermudah dan dapat memberikan hasil yang

terbaik saat membaca respon contoh dengan KCKT.

78

79

Perlu dilakukan kontrol residu aflatoksin pada kacang

tanah yang rentan ditumbuhi oleh kapang Aspergillus flavus

saat pra panen, pasca panen (penyimpanan, distribusi,

dll.) sebelum didistribusikan untuk diolah menjadi

makanan bagi manusia dan diolah menjadi pakan ternak

untuk hewan ternak.

79

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2009. Standar Nasional Indonesia (SNI) 7385-2009. Batas Maksimum

Kandungan Mikotoksin dalam Pangan.Dewan StandarisasiNasional (DSN).

Annisa.Analisis Pengujian Residu Aflatoksin Campuran pada Pakan Ternak

Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).Bogor.Smakbo.

Wati, Yatmika.Jaminan Mutu Pengujian Aflatoksin B1 pada Kacang Tanah.

Bogor.Smakbo.

Makfoeld, D. 1993. Mikotoksin Pangan. Yogyakarta. Universitas Gajah Mada.

Bimo Setiarto, Haryo dan Rahmansyah, Maman. 2011. Profil ZatRacun Aflatoksin. Bogor: Lembaga Ilmu PengetahuanIndonesia.

Blount, W.P. 1961. Turkey “X” Disease. J. Brit. Turkey Fed. 9:52.

C. Lu, Frank. 1995. Toksikologi Dasar. Jakarta: UniversitasIndonesia.

Goldbatt, Leo A. 1969. Afaltoxin (Scientific Background, Control, andImplications). New York: Academic Press.

Ismail, E. Krisnandi dan Arifin, Zaenal. 2014. KromatografiCair Kinerja Tinggi (KCKT). Bogor: Departemen Perindustrian.Pusdiklat Industri. SMAK Bogor.

Makfoeld, Ir. Djarir. 1993. Mikotoksin Pangan. Yogyakarta.Kanisus Yogyakarta

Aksi Agraris Kanisius. 1990. Kacang Tanah. Yogyakarta:Kanisius.

Bainton, S.J., dkk. 1980. Micotoxin Training Manual. London:Tropical Products Insitute.

Horwitz, William (editor), dan George W. Latimer, Jr.(Assistant editor). 2005. Official Methods of Analysis of AOACInternational, edisi Kelima. USA: AOAC InternationalSuite.

80

HS, Suprapto. 1998. Bertanam Kacang Tanah. Bogor: PenebarSwadaya.

Imamkhasani, Soemanto. 1990. Keselamatan Kerja dalam LaboratoriumKimia. Jakarta: PT Gramedia.

ISO/IEC 17025. 2005. Persyaratan Umum Kompetensi LaboratoriumPengujian dan Laboratorium Kalibrasi. Jakarta: KomiteAkreditasi Nasional.

La Ega C.C Nurnitri, Rizal Syarif. 2003. Mikotoksin BahanPangan. Bogor: IPB Press.

Ningsih, Ratna. 2004. Pemisahan Aflatoksin B1, B2, G1, dan G2 dariAspergillus flavus Toksigen. Bogor: UNPAK.

RSNI 01. 2007. Batas Kandungan Mikotoksin dalam Pangan, edisiKeenam. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

Tim Kepala Pusat Informasi dan Keamanan Hayati. 2007.Pedoman Teknis Pengujian Cemaran Kimia Mikotoksin pada Pangan SegarAsal Tumbuhan.

Winarno, F.G.1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT GramediaPustaka Utama.

Wood, Roger, Amders Nilsson, dan Harriet Wallin. 1998.Quality in The Food Analysis Laboratory. London: The Royal Society ofChemistry.

81

LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Jabatan PT Anugrah Analisis Sempurna

Manajer Puncak

Manajer Mutu Manajer Umum Manajer TeknisManajer Keuangan

Penyelia Keuangan

Manajer LitbangManajer Pemasaran

Staff Keuangan

Staff UmumPenyelia Pengambiil ContohPenyelia Lab.

Analis

PenyeliaPengendali DokumenTim Audit

Petugas Pengambil Contoh

Lampiran 2. Bagan Alir Sampel

85

86

Lampiran 3. Prosedur Analisis Aflatoksin B1 Total dalam Pakan menurut Park et al. 1994 of AOAC International 991.31 yang telah mengalami pengembangan.

25 gr sampel kacangtanah halus

+ 125 ml metanol 70%

+5 gr Nacl

Blender 2 menit kecepatanhigh

Saring dengan KS.

15 ml filtrate, tabungcentrifuge, + 30 ml

Saring dengan KS.microfiber

Elusi dengan 1 mlmethanol 100%

Siap diinjek ke dalam HPLCFase gerak metanol :

asetonitril : aquabidest (30

15 ml filtrat

Kolom Afinitas(aflatest)

+ 10 ml Aquabidest

Dikeringkan dan + 100 µlTFA

87

Lampiran 4. Perhitungan Pembuatan Standar AflatoksinCampuran (G1, B1, G2, dan B2).

Larutan standar yang tersedia, mempunyai komposisi

sebagai berikut:

Tabel 15. Komposisi Standar induk

Konsentrasi

AFB1 AFG1 AFG2 AFB2

10 ppb 4 4 1 120 ppb 8 8 2 250 ppb 20 20 5 5

Kemudian dikeringkan hingga agak kering, ditambahkan

dengan TFA sebanyak 100 l, lalu didiamkan selama 2 jam,

kemudian ditambahkan 900 l acetonitrile : aquabidest 1 :

9.

Apabila yang tersedia larutan induk dengan konsentrasi

2600 ppb maka diencerkan hingga konsentrasi 1000 ppb

terlebih dahulu sebanyak 1 ml atau 1000 l. Dengan rumus

pengenceran:

V1 x K1 = V2 x K2

Keterangan: V1 = Volume awal (l)

V2 = Volume akhir (l)

K1 = Konsentrasi awal (ppb)

K2 = Konsentrasi akhir (ppb)

88

K1 = 2600 ppb V1 x 2600 ppb = 1000 l x 1000 ppb

V1 = 384,6 l

Setelah didapatkan pengenceran dengan konsentrasi 1000 ppb, Dibuat larutan dengan konsentrasi masing-masing sebesar 10 ppb ; 20 ppb ; 50 ppb. Kemudian dikeringkan hingga agak kering, ditambahkan dengan TFA sebanyak 100 l, lalu didiamkan selama 2 jam, kemudian ditambahkan 900 l acetonitrile : aquabidest 1 : 9.

89

Lampiran 5. Perhitungan Spiking sampel

Sebelum menghitung %RPD, harus diketahui sampel yang

akan dispike terlebih dahulu, kemudian dapat menghitung

%RPD pada kontrol sampel aflatoksin.

Misalnya ingin spiking sampel aflatoksin sebanyak 5 ppb,

maka:

5ppb=5g

1000g=

Xg25,0000g

X=0,125g

Standar aflatoksin yang tersedia sebesar 1000 ppb,

maka:

1000g1000ml

=0,125gXml

Pada ppb memiliki satuan g/L satuan tersebut dapat

diubah menjadi g/ml. Sehingga hasil yang ditambahkan

dari standar aflatoksin 1000 ppb sebanyak 125 l.

Apabila ingin mengetahui kosentrasi berapa yang di spike

pada aflatoksin G1 yang di spiking sebanyak 10 ppb

berdasarkan perbandingan komposisi penyusunnya, yaitu:

410

x10ppb

Maka hasilnya sebesar 4 ppb.

90

Lampiran 6. Perhitungan Kadar Analisis Aflatoksin Total (G1, B1, G2, dan B2).

Tabel 16. Data konsentrasi (ppb) sampel kacang tanah

Sampel Hasil (ppb atau µg/kg) Jumlah(µg/kg)G1 B1 G2 B2

12.010 a TT 4,72 TT 0,77 5,49

12.010 b TT 4,86 TT 0,76 5,62

Keterangan: TT (Tidak Terdeteksi)

Contoh perhitungan kadar aflatoksin B1 dalam sampel 12.010 a:

ppbcontoh=

area−interceptslope

×fp

bobotcontoh

ppbcontoh=

36254376799.0219

×25

25.0360

ppb aflatoksin B1 = 4,72 µg/kg

90

91

Lampiran 6. Kromatogram Standar dan Sampel Kacang Tanah

92

93

94

95