MAKALAH LIMBAH B3 INDUSTRI

72
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan. Makhluk hidup di muka bumi ini tak dapat terlepas dari kebutuhan akan air. Air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi, sehingga tidak ada kehidupan seandainya di bumi tidak ada air. Namun demikian, air dapat menjadi malapetaka bilamana tidak tersedia dalam kondisi yang benar, baik kualitas maupun kuantitasnya. Air yang relatifbersih sangat didambakan oleh manusia, baik untuk keperluan hidup sehari-hari, untuk keperluan industri, untuk kebersihan sanitasi kota, maupun untuk keperluan pertanian dan lain sebagainya. Dewasa ini, air menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang serius. Untuk mendapat air yang baik sesuai dengan standar tertentu, saat ini menjadi barang yang mahal, karena air sudah banyak tercemar 1

Transcript of MAKALAH LIMBAH B3 INDUSTRI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Air merupakan komponen lingkungan yang penting

bagi kehidupan. Makhluk hidup di muka bumi ini tak

dapat terlepas dari kebutuhan akan air. Air merupakan

kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi, sehingga

tidak ada kehidupan seandainya di bumi tidak ada air.

Namun demikian, air dapat menjadi malapetaka bilamana

tidak tersedia dalam kondisi yang benar, baik kualitas

maupun kuantitasnya. Air yang relatifbersih sangat

didambakan oleh manusia, baik untuk keperluan hidup

sehari-hari, untuk keperluan industri, untuk kebersihan

sanitasi kota, maupun untuk keperluan pertanian dan

lain sebagainya.

Dewasa ini, air menjadi masalah yang perlu

mendapat perhatian yang serius. Untuk mendapat air yang

baik sesuai dengan standar tertentu, saat ini menjadi

barang yang mahal, karena air sudah banyak tercemar

1

oleh bermacam-macam limbah dari berbagai hasil kegiatan

manusia. Sehingga secara kualitas, sumberdaya air telah

mengalami penurunan. Demikian pula secara kuantitas,

yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus

meningkat. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Dan

Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/1988, yang dimaksud

dengan pencemaran adalah Masuk atau dimasukkannya

makhluk hidup, zat energi, dan/atau komponen lain ke

dalam air/udara berubahnya tatanan (Komposisi)

air/udara oleh kegiatan manusia atau prose alam,

sehingga kualitas udara/air menjadi kurang atau tidak

dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.

Pencemaran tersebut pada zaman sekarang semakin

meningkat seiring dengan berkembangnya industri yang

ada. Diantaranya industri dan transportasi, baik

industri minyak dan gas bumi, pertanian, industri

kimia, industri logam dasar, industri jasa dan jenis

aktivitas manusia lainnya yang dapat menghasilkan

limbah dan akan meningkatkan pencemaran pada perairan,

udara dan tanah.

2

Pencemaran akibat kegiatan industri dapat

menyebabkan kerugian besar, karena umumnya

buangan/limbah mengandung zat beracun antara lain raksa

(Hg), kadmium (Cd), krom (Cr), timbal (Pb), tembaga

(Cu), yang sering digunakan dalam proses produksi suatu

industri baik sebagai bahan baku, katalisator ataupun

bahan utama. Logam–logam ini akan membentuk senyawa

organik dan anorganik yang berperan dalam merusak

kehidupan makhluk hidup yang ada di dalam perairan

(Darmono, 2001).

Logam berat masuk ke dalam tubuh organisme laut

sebagian besar melalui rantai makanan fitoplankton

merupakan awal dari rantai makanan yang akan dimangsa

oleh zooplankton, zooplankton dimangsa oleh ikan-ikan

kecil, ikan kecil dimangsa oleh ikanikan besar dan

akhirnya ikan dikonsumsi oleh manusia. Proses ini

berlangsung secara terus-menerus maka jumlah dari logam

yang terkonsumsi juga semakin banyak dan termasuk

terakumulasi dalam tubuh manusia (Darmono, 2001).

3

Logam berat jika sudah terserap ke dalam tubuh

maka tidak dapat dihancurkan, bersifat toksik dan

mengganggu kehidupan mikroorganisme. Pada manusia logam

berat dapat menimbulkan efek kesehatan tergantung pada

bagian mana logam berat tersebut terikat di dalam

tubuh. Daya racun yang dimiliki akan bekerja sebagai

penghalang kerja enzim, sehingga proses metabolisme

tubuh terputus. Logam berat dapat juga sebagai penyebab

alergi, karsinogen bagi manusia dan dalam konsentrasi

yang tinggi akan menyebabkan kematian (Putra, 2005).

Adanya pencemaran logam berat dalam suatau

perairan perlu mendapat perhatian yang serius dari

berbagai pihak. Karena adanya logam beratdalam perairan

yang relatif kecilpun akan sangat mudah diserap dan

terakumulasi secara biologis oleh tanaman atau hewan

air dan akan terlibat dalam sistem jaring makanan.

Kandungan logam berat dalam biota air biasanya akan

bertambah dari waktu ke waktu karena bersifat

bioakumulatif, sehingga biota air dapat digunakan

4

sebagai indikator pencemaran logam dalam perairan

(Darmono, 1995).

Dari hasil penelitian Setiadi (2008) di perairan

pantai Semarang, menunjukkan hasil kualitas air di 19

setasiun sampling penelitian menunjukkan adanya empat

unsur logam berat yaitu Cadmium (Cd), Timbal (Pb), Sang

(Zn), dan Perak (Ag). Sedangkan Dari hasil analisis

kandungan logam-logam berat yang dilakukan Yulianto et

al. (2006) di 12 kabupaten/kota pantai utara Jawa

Tengah, menunjukkan secara umum untuk air telah

tercemar hampir semua jenis logam berat (Hg seperti,

Cd, Cu, Cr, Pb, Ni, Zn, kecuali As). Sedimen telah

tercemar oleh logam Hg, Cd, Cu, Cr, dan Zn. Sedangkan

Kerang telah tercemar logam berat Pb oleh, Cu, dan Zn.

Hasil penelitian Siaka menjelaskan tingginya

kandungan Pb di perairan PPN Prigi dapat berasal dari

limbah industry di kawasan pelabuhan serta limbah padat

dan cair domestik yang terbawa aliran sungai yang

bermuara di sekitar pelabuhan. Sedangkan kegiatan di

laut (marina) salah satunya adalah buangan sisa bahan

5

bakar kapal motor, cat kapal dan wisata bahari. Kapal

motor penangkap ikan juga menggunakan cat anti korosi

yang pada umumnya mengandung Pb (Siaka, 2008).

Pada penelitian yatim dkk, di teluk Jakarta Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa kadar logam berat dalam

air di Teluk Jakarta sudah tergolong tinggi, bahkan di

beberapa lokasi seperti muara Angke kadar logam

beratnya cenderung meningkat. Hasil penelitian di

perairan muara Angke menunjukkan bahwa air laut ,

udang, kerang-kerangan dan beberapa jenis ikan yang

hidup di muara Angke telah tercemar oleh merkuri (Hg),

Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd). Selanjutnya disebutkan

bahwa sumber bahan cemaran tersebut berasal dari

kegiatan di darat, khususnya industri yang membuang

limbahnya ke Kali Angke. Selanjutnya hasil penelitian

menunjukkan bahwa kandungan logam berat di Barat Teluk

Jakarta lebih tinggi dibandingkan di bagian Timur

Teluk. Hasil ini menunjukkan bahwa sungai–sungai yang

bermuara di bagian Barat Teluk lebih banyak mengandung

6

logam berat dibandingkan dengan sungai-sungai yang

bermuara di bagian Timur.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dikemukakan diatas

masalah yang ada, yaitu :

1. bagaimana pengertian logam berat kaitanya dengan

limbah B3 ?

2. Apakah jenis logam berat yang biasa terdapat

pada limbah industri yang mencemari pesisir ?

3. bagaimanakah efek logam berat sebagai limbah B3

yang terdapat di pesisir ?

4. bagaimana penanggulangan dampak pencemaran logam

berat yang terjadi di pesisir ?

5. bagaimana peran pemerintah dalam mempercepat

penanggulangan dampak pencemaran logam berat

yang berada di pesisir ?

C. Tujuan

Tujuan setelah melihat masalah yang ada ,yakni :

1. Untuk mengetahui pengertian limbah B3 Industri.

7

2. Untuk mengetahui jenis logam berat yang biasa

terdapat pada limbah industry yang mencemari

pesisir.

3. Untuk mengetahui efek limbah B3 yang terdapat di

pesisir.

4. Untuk mengetahui penanggulangan dampak pencemaran

limbah B3 industri yang terjadi di pesisir.

5. Untuk mengetahui peran pemerintah dalam

mempercepat penanggulangan dampak pencemaran

limbah B3 industri yang berada di pesisir

8

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Logam Berat Dan Limbah B3 Industri

Definisi limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap

bahan sisa (limbah) suatu kegiatan proses produksi yang

mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena

sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) serta

konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung

maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan

lingkungan, atau membahayakan kesehatan

9

manusia .Menurut PP No. 18 tahun 1999, yang dimaksud dengan

limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan

yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang

karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau

jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung,

dapat mencemarkan dan atau merusakan lingkungan hidup

dan atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,

kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain.

Menurut OSHA (OCCUPATIONAL SAFETY AND EALTH

ADMINISTRATION); HAZARDOUS WASTE as the waste form of a

“hazardous substance” – that is, a substance that will,

or may, result in adverse effect on the health or

safety employees. Sedangkan menurut RCRA (RESOURCE

CONSERVATION and RECOVERY ACT ) Limbah (Solid) atau

gabungan berbagai limbah yang karena jumlah dan

konsentasinya, atau karena karakteristik fisik-kimia-

dan ndaya infeksiusnya bersifat : Dapat mengakibatkan

timbulnya atau menyebabkan semakin parahnya penyakit

yangtidak dapat disembuhkan atau penyakit yang

melumpuhkan.

10

Logam berat adalah unsur logam yang mempunyai massa

jenis lebih besar dari 5 g/cm3, antara lain Cd, Hg, Pb,

Zn, dan Ni. Logam berat Cd, Hg, dan Pb dinamakan

sebagai logam non esensial dan pada tingkat tertentu

menjadi logam beracun bagi makhluk hidup (Subowo dkk,

1999).

Logam berat ialah unsur logam dengan berat molekul

tinggi. Dalam kadar rendah logam berat pada umumnya

sudah beracun bagi tumbuhan dan hewan, termasuk

manusia. Termasuk logam berat yang sering mencemari

habitat ialah Hg, Cr, Cd, As, dan Pb (Am.geol. Inst.,

1976).

Logam berat merupakan komponen alami tanah. Elemen

ini tidak dapat didegradasi maupun dihancurkan. Logam

berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui

makanan, air minum, atau udara. Logam berat seperti

tembaga, selenium, atau seng dibutuhkan tubuh manusia

untuk membantu kinerja metabolisme tubuh. Akan tetapi,

dapat berpotensi menjadi racun jika konsentrasi dalam

11

tubuh berlebih. Logam berat menjadi berbahaya

disebabkan sistem bioakumulasi, yaitu peningkatan

konsentrasi unsur kimia didalam tubuh mahluk hidup

(Anonimous, 2008).

Menurut Darmono (1995), faktor yang menyebabkan

logam berat termasuk dalam kelompok zat pencemar adalah

karena adanya sifat-sifat logam berat yang tidak dapat

terurai (non degradable) dan mudah diabsorbsi. Organisme

pertama yang terpengaruh akibat penambahan polutan

logam berat ke tanah atau habitat lainnya adalah

organisme dan tanaman yang tumbuh ditanah atau habitat

tersebut. Dalam ekosistem alam terdapat interaksi antar

organisme baik interaksi positif maupun negatif yang

menggambarkan bentuk transfer energi antar populasi

dalam komunitas tersebut. Dengan demikian pengaruh

logam berat tersebut pada akhirnya akan sampai pada

hierarki rantai makanan tertinggi yaitu manusia. Logam-

logam berat diketahui dapat mengumpul didalam tubuh

suatu organisme dan tetap tinggal dalam tubuh untuk

12

jangka waktu lama sebagai racun yang terakumulasi

(Saeni, 1997).

B. Jenis Logam Berat Yang Terdapat Pada Limbah

Industry Yang Mencemari Pesisir

1. Kadmium (Cd)

Kadmium adalah logam kebiruan yang lunak, termasuk

golongan II B table berkala dengan konigurasi elekron

[Kr] 4d105s2. unsur ini bernomor atom 48, mempunyai

bobot atom 112,41 g/mol dan densitas 8,65 g/cm3. Titik

didih dan titik lelehnya berturutturut 765oC dan

320,9oC. Kadmiun merupakan racun bagi tubuh manusia.

Waktu paruhnya 30 tahun dan terakumulasi pada ginjal,

sehingga ginjal mengalami disfungsi kadmium yang

terdapat dalam tubuh manusia sebagian besar diperoleh

melalui makanan dan tembakau, hanya sejumlah kecil

berasal dari air minum dan polusi udara. Pemasukan Cd

melalui makanan adalah 10 – 40 μg/hari, sedikitnya 50%

diserap oleh tubuh. Rekomendasi pemasukan Cd menurut

13

gabungan FAO/WHO dengan batas toleransi tiap minggunya

adalah 420 μg untuk orang dewasa dengan berat badan 60

kg. Pemasukan Cd rata-rata pada tubuh manusia ialah 10

– 20 % dari batas yang telah direkomendasikan. Unsur Cd

dapat mengurangi jerapan ion-ion hara karena daya

afinitas yang tinggi dari logam berat tersebut pada

kompleks pertukaran kation. Di alam Cd bersenyawa

dengan belerang (S) sebagai greennocckite (CdS) yang

ditemui bersamaan dengan senyawa spalerite (ZnS).

Kadmium merupakan logam lunak (ductile) berwarna putih

perak dan mudah teroksidasi oleh udara bebas dan gas

amonia (NH3). Di perairan Cd akan mengendap karena

senyawa sulfitnya sukar larut.

Dalam lingkungan,menurut Clark (1986) sumber kadmium

yang masuk ke perairan berasal dari:

1) Uap, debu dan limbah dari pertambangan timah dan

seng.

2) Air bilasan dari elektroplating.

14

3) Besi, tembaga dan industri logam non ferrous yang

menghasilkan abu dan uap serta air limbah dan endapan

yang mengandung kadmium.

4) Seng yang digunakan untuk melapisi logam

mengandung kira-kira 0,2 % Cd sebagai bahan ikutan

(impurity); semua Cd ini akan masuk ke perairan

melalui proses korosi dalam kurun waktu 4-12 tahun.

5) Pupuk phosfat dan endapan sampah

Sumber kadmium terutama dari biji seng, timbal-seng,

dan timbal-tembaga-seng. Kandungan logam Cd bersumber

dari makanan dan lingkungan perairan yang sudah

terkontaminasi oleh logam berat. Kontaminasi makanan

dan lingkungan perairan tidak terlepas dari aktivitas

manusia didarat maupun pada perairan. Sifat logam Cd

yang akumulatif pada suatu jaringan organisme serta

sulit terurai. Kadmium dalam air juga berasal dari

pembuangan industri dan limbah pertambangan. Logam

ini sering digunakan sebagai pigmen pada keramik,

dalam penyepuhan listrik, pada pembuatan alloy, dan

baterai alkali.

15

Bahan bakar dan minyak pelumas mengandung Cd sampai

0,5 ppm, batubara mengandung Cd sampai 2 ppm, pupuk

superpospat juga mengandung Cd bahkan ada yang sampai

170 ppm. Limbah cair dari industri dan pembuangan

minyak pelumas bekas yang mengandung Cd masuk ke

dalam perairan laut serta sisa-sisa pembakaran bahan

bakar yang terlepas ke atmosfir dan selanjutnya jatuh

masuk ke laut.

Berdasarkan hasil pengukuran kandungan logam berat Cd

pada jaringan lunak dan cangkang kerang A. pleuronectes

serta air dan sedimen pada bulan Oktober sampai

November didapatkan kandungan logam Cd pada jaringan

lunak sampling ke- I yaitu sebesar 5,9212 ppm. Pada

sampling ke- II logam berat Cd meningkat yaitu sebesar

6,9749 ppm. Kemudian pada sampling ke- III logam berat

Cd kembali meningkat menjadi 8,0136 ppm. Hasil yang

serupa juga terjadi pada kandungan logam berat Cd pada

cangkang dimana pada sampling ke- I diperoleh nilai

yaitu sebesar 2,6195 ppm. kemudian pada sampling ke- II

kandungan logam Cd meningkat yaitu sebesar 3,6689 ppm.

16

Pada sampling III kandungan logam Cd kembali meningkat

menjadi 5,0125 ppm. Hasil yang berbeda diperoleh pada

kandungan logam berat Cd pada air. Pada sampling ke-I

diperoleh kandungan logam berat Cd yang tidak

terdeteksi atau dibawah ambang batas AAS. Kemudian pada

sampling ke- II dan sampling ke- III hasil kandungan

logam berat Cd yang diperoleh sama yaitu sebesar 0,0100

ppm. Cadmium (Cd) tidak boleh melebihi 0,03 ppm dan

0,01 ppm pada suatu perairan. Untuk kandungan logam Pb

pada sedimen di Pantai Takisung dan Batakan rata-rata

konsentrasi adalah 204,5 ppm dan 198,4 ppm sedangkan

rata-rata kandungan logam Cd pada sediment di kedua

pantai adalah 0,669 ppm dan 0,780 ppm. Menurut Afrizal

(2000), Konsentrasi logam berat dalam sedimen secara

alami berkisar antara 0,1 – 2 ppm untuk Cd dan 10 – 70

ppm untuk Pb, berdasarkan perbandingan dengan

konsentrasi alami yang seharusnya maka konsentrasi

logam Pb dan Cd berada di atas konsentrasi yang

alaminya.

17

Dari penelitian rahman menujukan hasil analisa

kandungan logam berat Pb dan Cd Pada krustasea (udang

dan rajugan) di kedua pantai (Takisung dan Batakan)

telah melebihi ambang batas normal yang ditetapkan FAO.

Seharusnya kandungan logam Pb pada tubuh organisme

krustasea tidak melebihi dari 2 ppm dan 1 ppm untuk

logam cadmium (FAO, 1972).

Kadmium memiliki banyak efek toksik diantaranya

kerusakan ginjal dan karsinogenik pada hewan yang

menyebabkan tumor pada testis. Akumulasi logam kadmium

dalam ginjal membentuk komplek dengan protein. Waktu

paruh dari kadmium dalam tubuh 7-30 tahun dan menembus

ginjal terutama setelah terjadi kerusakan. Kadmium bisa

juga menyebabkan kekacauan pada metabolisme kalsium

yang pada akhirnya mengalami kekurangan kalsium pada

tubuh dan menyebabkan penyakit osteomalacia (rasa sakit

pada persendian tulang belakang, tulang kaki) dan

bittlebones (kerusakan tulang).

Kasus keracunan Cd tercatat sebagai epidemi yang

pernah menimpa sebagian penduduk Toyama, Jepang.

18

Penduduknya mengalami sakit pinggang bertahun – tahun,

sakit pada tulang punggung karena terjadi pelunakan dan

kerapuhan, gagal ginjal yang berakhir pada kematian.

Kerapuhan pada tulang-tulang penderita ini biasa

disebut dengan “Itai-itai diseases”.

Keracunan akut yang disebabkan oleh kadmium sering

terjadi pada pekerja di industri-industri yang

berkaitan dengan logam ini. Peristiwa keracunan akut

ini dapat terjadi karena para pekerja terkena paparan

uap logam kadmium atau CdO. Gejala-gejala keracunan

akut yang disebabkan oleh logam kadmium adalah

timbulnya rasa sakit dan panas pada dada.

Penelitian menyebutkan bahwa logam beracun kadmium

dapat dibawa ke dalam tubuh oleh seng yang terikat

dalam protein (dalam hal ini adalah struktur protein

yang mengandung rantai seng). Seng dan kadmium berada

dalam satu grup dalam susunan unsur berkala, mempunyai

bilangan oksidasi yang sama (+2), jika terionisasi akan

membentuk partikel ion yang berukuran hampir sama. Dari

banyak kesamaan tersebut, maka kadmium dapat

19

menggantikan rantai seng dalam banyak sistem biologi

(organik). Ikatan kadmium dalam zat organik mempunyai

kekuatan 10 kali lebih besar dibandingkan dengan seng

jika terikat dalam zat organik. Sebagai tambahan,

kadmium juga dapat menggantikan magnesium dan kalsium

dalam ikatannya dengan struktur  zat organik (Tarigan,

2008).

Kadmium berpengaruh terhadap manusia dalam jangka

waktu yang panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh

khusunya hati dan ginjal. Secara prinsip, pada

konsentrasi rendah berefek terhadap gangguan pada paru-

paru, emphysemia dan renal turbular disease yang kronis.

Kadmium lebih mudah terakumulasi oleh tanaman jika

dibandingkan dengan timbal (Pb). Logam berat ini

tergabung bersama timbal dan merkuri sebagai “the big

three heavy metals” yang memiliki tingkat bahaya tertinggi

pada kesehatan manusia (Admin, 2008).

Secara prinsipil pada konsentrasi rendah berefek

terhadap gangguan pada paru-paru, emphysema dan renal

turbular disease yang kronis. Jumlah normal kadmium di

20

tanah berada di bawah 1 ppm, tetapi angka tertinggi

(1.700 ppm) dijumpai pada permukaan sample tanah yang

diambil di dekat pertambangan biji seng (Zn). Kadmium

lebih mudah diakumulasi oleh tanaman dibandingkan

dengan ion logam berat lainnya seperti timbal. Menurut

badan dunia FAO/WHO, konsumsi per minggu yang

ditoleransikan bagi manusia adalah 400-500 μg per orang

atau 7 μg per kg berat badan

Kadmium juga merupakan logam berat yang bersifat

toksik bagi sebagian besar organisme. Pada tumbuhan,

kadmium dapat menghambat pertumbuhan dengan menginduksi

terjadinya oksidasi sitokinin oleh sitokinin oksidase

sehingga aktivitas sitokinin terhenti serta

mempengaruhi aktivitas enzim peroksidase yang berperan

dalam berbagai fungsi seluler.

2. Merkuri (Hg)

Pada dasarnya, merkuri/raksa (Hg) adalah unsur

logam yang sangat penting dalam teknologi di abad

modern saat ini. Merkuri adalah unsur yang mempunyai

nomor atom (NA=80 ) serta mempunyai massa molekul

21

relatif (MR=200,59). Merkuri diberikan simbol kimia Hg

yang merupakan singkatan yang berasal bahasa Yunani

Hydrargyricum, yang berarti cairan perak. Bentuk

fisik dan ki mianya sangat menguntungkan karena

merupakan satu-satunya logam yang berbentuk cair dalam

temperatur kamar (25 C), titik bekunya paling rendah (-

39 C), mempunyai kecenderungan menguap lebih besar,

mudah bercampur dengan logam- logam lain menjadi logam

campuran (Amalgam/Alloi), juga dapat mmengalirkan arus

listrik sebagai kond uktor baik tegangan arus listrik

tinggi maupun tegangan arus listrik rendah.

Dalam tubuh manusia mempunyai ketahanan

homeostatis untuk mengontrol logam berat. Walaupun

begitu, dalam konsentrasi yang berlebihan ia akan

memberikan efek keracunan secara kronik atau akut

(Forstner & Wittman, 1979). Beberapa logam toksik,

dalam hal ini logam merkuri, mempunyai separuh hayat

biologi yang panjang dan menyebabkan akumulasi di

22

dalam tubuh. Merkuri oleh Clarkson (1976) dapat

digolongkan sebagai merkuri organik dan anorganik

Merkuri anorganik terdiri dari raksa unsur dan

garam merkurous dan merkurik yang dapat terurai.

Merkuri yang bersifat molekul dan terikat dengan atom

karbon disebut merkuri organik. Rantai pendek merkuri

alkil, aril, dan alkoksialkil termasuk dalam kumpulan

ini (Clarkson, 1976). Ikatan merkuri karbon adalah

stabil karena aktivitas merkuri yang rendah terhadap

oksigen (Friberg et al., 1979).

Senyawa merkuri organik dianggap lebih berbahaya

dan ia dapat larut dalam lapisan lemak pada kulit yang

menyelimuti korda saraf (Volkovic, 1977). Metil

merkuri merupakan merkuri organik yang selalu menjadi

perhatian serius dalam toksikologi. Ini karena metil

merkuri dapat diserap secara langsung melalui

pernapasan dengan kadar penyerapan 80%. Uapnya dapat

menembus membran paru-paru dan apabila terserap ke

tubuh, ia akan terikat dengan protein sulfurhidril

23

seperti sistein dan glutamine. Di dalam darah, 90%

dari metil merkuri diserap ke dalam sel darah merah dan

metil merkuri juga dijumpai dalam rambut. Menurut

Irving et al. (1975), jumlah merkuri yang dimasukkan

ke dalam akar rambut adalah berbanding dengan

kepekatan metil merkuri di dalam darah.

Dalam bidang industri, terbanyak adalah pabrik

alat-alat listrik yang menggunakan lampu-lampu merkuri

untuk penerangan jalan raya. Mungkin ini disebabkan

biaya pemasangan dan operasi yang murah dan arus

listriknya dapat dialiri dengan voltase yang tinggi.

Merkuri juga digunakan pada pembuatan baterai, karena

baterai dengan bahan yang (Zul Alfian, 2006)

Selain itu, merkuri juga digunakan dalam industri

pembuatan klor alkali yang menghasilkan klorin (Cl 2),

di mana perusahaan air minum memanfaatkan klorin

untuk penjernihan air dan pembasmi kuman (proses

klorinasi). Juga di dalam pembuatan kaustik soda yang

diproduksi dengan jalan elektrolisis dari larutan garam

24

NaCl, menggunakan merkuri dalam bentuk amalgam

dicampur dengan logam natrium dan digunakan sebagai

katoda yang banyak digunakan dalam pembuatan baterai

basah maupun keri ng. Penggunaan merkuri di sini pada

dasarnya berbentuk larutan konduksi dan kemampuannya

mengikat logam natrium sebagai amalgam dan

membebaskan klor. Merkuri juga digunakan dalam campuran

cat yang digunakan untuk mengecat pada daerah yang

mempunyai kelembapan tinggi sehingga dapat mencegah

tumbuhnya jamur. Sebagian besar merkuri yang terdapat

di alam ini dihasilkan oleh sisa industri dalam jumlah

10.000 ton setiap tahunnya. Penggunaan merkuri sangat

luas di mana 3.000 jenis kegunaan dalam industri

pengolahan bahan-bahan kimia, proses pembuatan obat-

obatan yang digunakan oleh manusia serta sebagai bahan

dasar pembuatan insektisida untuk pertanian (Christian

et al., 1970).

Semua komponen merkuri baik dalam bentuk metil dan

bentuk alkil yang masuk ke dalam tubuh manusia secara

25

terus menerus akan menyebabkan kerusakan permanen pada

otak, hati, dan ginjal (Roger et al., 1984). Ion

merkuri menyebabkan pengaruh to ksik, karena terjadinya

proses presipitasi protein menghambat aktivitas enzim

dan bertindak sebagai bahan yang korosif. Merkuri juga

terikat oleh gugus sulfhidril, fosforil, karboksil,

amida, dan amina, di mana dalam gugus tersebut merkuri

dapat menghambat fungsi enzim.

Tragedi yang dikenal dengan “Minamata Disease”

(penyakit Minamata), berdasarkan penelitian ditemukan

penduduk di sekitar kawasan tersebut memakan ikan yang

berasal dari laut sekitar Teluk Minamata yang

mengandung merkuri yang berasal dari buangan sisa

industri plastik (Pervaneh, 1979). Gejala keanehan

mental dan cacat saraf mulai tampak terutama pada anak-

anak. Namun ba ru sekitar 25 tahun kemudian sejak

gejala penyakit tersebut tampak (ditemukan), pemerintah

Jepang menghentikan pembuangan Hg. Untuk menghilangkan

sisa-sisa bahan pencemar dan melakukan rehabilitasi

26

penduduk yang terkena dampak menahun (kronis), negara

ini telah membayar sangat mahal jauh melebihi

keuntungan yang diperoleh dari hasil pengoperasian

perusahaan Chisso Corporation (Lasut, 2002).

Dalam kurun waktu tahun 1960-an dan 1970-an,

beberapa kasus wabah toksisitas metil merkuri banyak

dilapo rkan. Kasus terbesar terjadi di Irak pada

musim gugur dan musim dingin tahun 1971-1972. Hampir

seluruh wilayah negeri Irak, lebih dari 6.500 orang,

dibawa ke rumah sakit karena keracunan metil merkuri

dan lebih dari 450 orang penderita meninggal dunia.

Wabah tersebut terjadi karena penduduk mengkonsumsi

roti produksi rumah tangga, padahal bahan baku roti

tersebut berasal dari gandum yang diawetkan dengan

fungisida yang mengandung metil merkuri. Gandum

tersebut diimpor Irak dari Meksiko yang seharusnya

digunakan untuk bibit. Walaupun karung gandum sudah

diberi label peringatan, tetapi label tersebut tertulis

dalam bahasa Spanyol sehingga tidak dimengerti oleh

27

penduduk Irak. Apalagi biji gandum tersebut telah

dibubuhi zat warna merah yang merupakan indikator

bahwa biji gandum tersebut sudah diberi fungisida yang

mengandung Hg. Sayangnya, pewarnaan biji tersebut mudah

sekali hilang bila tercuci air, sedangkan metil

merkuri tidak dapat hilang. Untuk menguji toksisitas

biji tersebut petani memberikan pakan ternaknya dan

kemudian terlihat gejala keracunan pada ternak

tersebut. Tetapi gejala timbul setelah beberapa minggu

atau bulan, sehingga wabah tersebut terlambat untuk

dicegah.

Edward (2008) melaporkan hasil penelitian bahwa

Teluk Kao telah tercemar kandungan Hg yang berasal dari

proses penambangan emas di sekitarnya. Kondisi ini

tentu saja akan mempersulit sumber penghidupan nelayan

di sekitar Teluk Kao akibat terancamnya kualitas daerah

penangkapan ikan dan kegiatan budidaya ikan oleh limbah

Hg

3. Timbal (Pb)

28

Timbal (Pb) adalah logam yang mendapat perhatian utama

dalam segi kesehatan, karena dampaknya pada sejumlah

besar orang akibat keracunan makanan atau udara yang

terkontaminasi Pb memiliki sifat toksik berbahaya

(Yusuf dkk, 2005).

Timbal (Pb) juga salah satu logam berat yang

mempunyai daya toksitas yang tinggi terhadap manusia

karena dapat merusak perkembangan otak pada anak-anak,

menyebabkan penyumbatan sel-sel darah merah, anemia dan

mempengaruhi anggota tubuh lainnya. Timbal dapat

diakumulasi langsung dari air dan dari sedimen oleh

organisme laut (Purnomo, 2009). Logam berat timbal

sangat beracun, mempunyai sifat bioakumulatif dalam

tubuh organisme air, dan akan terus diakumulasi hingga

organisme tersebut tidak mampu lagi mentolerir

kandungan logam berat timbal dalam tubuhnya. Karena

sifat bioakumulatif logam berat timbal, maka bisa

terjadi konsentrasi logam tersebut dalam bentuk

terlarut dalam air adalah rendah, dalam sedimen semakin

meningkat akibat proses-proses fisika, kimia dan

29

biologi perairan, dan dalam tubuh hewan air meningkat

sampai beberapa kali lipat (Sitorus, 2004).

Logam berat secara langsung maupun tidak langsung

dapat membahayakan manusia seperti Timbal (Pb) dapat

mengakibatkan penghambataan sistem pembentukan

hemoglobin (Hb) sehingga menyebabkan anemia,

terganggunya sistem syaraf pusat dan tepi, sistem

ginjal, sistem reproduksi, idiot pada anak - anak,

sawan (epilepsi), cacat rangka dan merusak sel - sel

somatik. Walaupun jumlah Timbal (Pb) yang diserap oleh

tubuh hanya sedikit, logam ini ternyata menjadi sangat

berbahaya. Hal ini disebabkan senyawa – senyawa Timbal

(Pb) dapat memberikan efek racun terhadap banyak organ

yang terdapat dalam tubuh (Palar, 2004).

Kendaraaan berpotensi menyumbang timbal dari emisi

bahan bakar yang digunakannya ke perairan laut Pantai

Kuta. Selain kendaraan daratan, kapal/perahu-perahu

yang mengunakan mesin dan asap yang dihasilkan juga

dapat menyumbang timbal di perairan laut Pantai Kuta.

Terdapat hubungan yang erat antara jumlah kendaraan dan

30

kemacetan kandungan timbal di udara. Hasil penelitian

Wulandari (2004), menunjukkan kadar Pb di beberapa

lokasi penelitian di Denpasar masih berada dibawah

ambang batas baku mutu karena disebabkan arus lalu

lintas lancar sehingga pola berhenti dan berjalan dapat

dihindari.

Kesimpulan pada penelitian oleh Agustina tahun

2012 di sungai Siak Kota Riau menyimpulkan Kondisi

Perairan Sungai Siak dalam wilayah administrasi Kota

Pekanbaru pada saat ini telah berada dalam taraf yang

mengkhawatirkan. Estimasi total beban pencemar logam

Pb, Cu dan Zn menunjukkan bahwa perairan Sungai Siak

dalam wilyah administrasi Kota Pekanbaru telah menerima

beban pencemar logam yang sangat tinggi. Beban pencemar

logam Pb merupakan logam yang memiliki beban pencemar

tertinggi yaitu sebesar 889,55 Ton/Bulan. Sedangakan

kesimpulan yang di dapatkan oleh Irwan Said Konsentrasi

logam timbal pada air laut di wilayah pesisir Pelabuhan

ferry Taipa yaitu berkisar antara 0,703 mg/L – 0,919

mg/L, konsentrasi tersebut lebih tinggi jika

31

dibandingkan dengan NAB logam Timbal yaitu 0,025 mg/L.

Konsentrasi logam besi pada air laut di wilayah pesisir

Pelabuhan ferry Taipa yaitu berkisar antara 0,324 mg/L

– 0,546 mg/L, konsentrasi tersebut lebih tinggi jika

dibandingkan dengan NAB logam besi yaitu 0,01 mg/L.

Hasil penelitin yang di lakukan Dahuri dkk

menjelaskan bahwa Logam berat yang terdapat di perairan

Teluk Kendari dapat berasal dari limbah domestik,

industri perikanan, pertanian dan kegiatan transportasi

laut serta berasal dari aktifitas perkotaan lainnya

yang semakin meningkat di sekitar perairan tersebut.

Logam berat yang ada dalam badan perairan akan

mengalami proses pengendapan dan terakumulasi dalam

sedimen, kemudian terakumulasi dalam tubuh biota laut

yang ada dalam perairan (termasuk kerang yang bersifat

sessil dan sebagai bioindikator) baik melalui insang

maupun melalui rantai makanan dan akhirnya akan sampai

pada manusia. Fenomena ini dikenal sebagai bioakumulasi

atau biomagnifikasi (Dahuri dkk., 1996).

32

C. Efek Logam Berat Terdapat Di Pesisir

Hasil pengamatan yang dilakukan di Barombong,

Mariso, dan Ujung Tanah didapatkan bahwa keadaan

lingkungan sekitar pesisir sangat mempengaruhi

kandungan logam berat timbal tersebut. Logam berat yang

masuk ke perairan akan mengalami pengendapan,

pengenceran, dan dispersi yang akan terakumulasi ke

dalam sedimen. Konsentrasi logam berat dalam sedimen

cenderung lebih tinggi dibanding konsentrasi logam

berat dalam air. Sedimen dalam jumlah tinggi dalam air

akan menyebabkan kerugian karena dapat menyebabkan

pendangkalan muara sungai, erosi pantai, perubahan

garis pantai juga mengakibatkan peningkatan kekeruhan

perairan yang selanjutnya menghambat penetrasi cahaya

yang dapat menghambat daya lihat (visibilitas) organisme

air, sehingga mengurangi kemampuan ikan dan organisme

lainnya untuk memperoleh makanan. Kekeruhan yang tinggi

dapat mengakibatkan terganggunya kerja organ pernapasan

seperti insang pada organisme air dan akan

33

mengakumulasi bahan beracun seperti pestisida dan

senyawa logam berat (Apriadi, 2005).

Logam-logam berat dalam perairan dapat bersumber

berasal dari sumber alamiah dan dari aktifitas

manusia.Sumber alamiah masuk ke dalam perairan bisa

dari pengikisan batuan mineral yang kemudian terbawa

oleh air sungai menuju laut.Di samping itu partikel

logam yang ada di udara, karena adanya hujan dapat

menjadi sumber logam dalam perairan. Adapun logam yang

berasal dari aktifitas manusia dapat berupa buangan

industri ataupun buangan dari rumah tangga dan juga

disebabkan oleh lumpur saluran air kotor, limbah

pertambangan, limbah peleburan logam, pemurnian, daur

ulang, timbal yang mengandung produk manufaktur

(bensin, cat, tinta cetak, pipa air utama, tembikar

timbal-mengkilap, kaleng timah solder, casing baterai,

dll) juga berkontribusi terhadap beban Timbal.Kelarutan

logam-logam berat dalam badan air dikontrol oleh

derajat keasaman air, jenis dan juga konsentrasi logam

serta keadaan komponen mineral (Casas, 2006).

34

Konsentrasi rata-rata logam Pb pada sedimen yang

lebih tinggi terdapat pada lokasi Mariso yang diambil

di sekitar Tanjung Bunga dengan masing-masing titik

yang terletak antara lain: Titik I (Belakang Trans

Studio Makassar), Titik II (Belakang Gedung CCC) dan

Titik III (Depan Pantai Losari) (9,776 mg/kg berat

kering)khususnya pada titik Mr3 (12,112 mg/kg berat

kering) yang berada di depan Pantai Losari dan

merupakan lokasi yang lebih dekat dengan daratan dan

jalan raya, dari hasil ini menunjukkan bahwa nilai

tersebut belum melampaui standar baku mutu yang

diperbolehkan. Sedimen pada lokasi penelitian

bersubstrat berlumpur akibat reklamasi pantai akibat

pembangunan yang cukup pesat di daerah tersebut.

Nelayan Mariso melakukan aktifitasnya di sepanjang

Tanjung Bunga dan perairan Losari, sampel yang diambil

dari perairan Tanjung Bunga didapati tumpukan sampah

organik dan anorganik yang berasal dari pemukiman

penduduk yang berada di sungai Tallo dan sungai

35

Jeneberang terbawa oleh air sungai menuju ke pantai,

buangan industri, RS dan aktivitas penduduk di sekitar

lokasi penelitian. Hal ini dapat mempengaruhi kualitas

air di daerah tersebut. Tumpukan sampah tersebut

semakin jelas terlihat pada waktu air laut sedang

surut. Perairan Tanjung Bunga terletak antara dua buah

aliran sungai yaitu sungai Jeneberang dan Sungai Tallo,

yang mengakibatkan terjadinya peningkatan sedimentasi

pada pesisir Tanjung Bunga dan juga terjadi peningkatan

pencemaran yang dapat mengancam ekosistem dan biota

yang hidup pada lokasi ini. Selain itu, penyebab

penurunan kualitas perairan Tanjung Bunga diduga

berasal dari tiga sumber yang dominan yaitu adanya

pemusatan penduduk di kota, terdapat RS dan Hotel yang

membuang limbahnya ke laut tanpa melalui pengolahan

terlebih dahulu serta kegiatan industri di sekitar kota

Makassar dan kegiatan pertanian di hulu Sungai

Jeneberang serta Sungai Tallo. Proses pencemaran

perairan pantai pada umumnya disebabkan oleh berbagai

kegiatan yang merupakan sumber bahan pencemar perairan

36

laut antara lain pemukiman, industri, transportasi dan

pertanian. Kegiatan-kegiatan tersebut potensial

menghasilkan bahan pencemar yang merusak sistem

kehidupan di dalam ekosistem pantai.Berdasarkan

defenisi Fardiaz (1992) bahwa polusi air adalah

penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal,

dengan demikian perairan yang sudah tidak lagi

berfungsi secara normal dapat dikategorikan sebagai

perairan tercemar. Sebagai daerah wisata, Tanjung Bunga

hampir setiap hari ramai oleh para pengunjung yang

ingin menikmati wisata pantai, memancing, ataupun yang

hanya sekedar duduk dan bersantai di Tanjung Bunga.

Kegiatan tersebut dapat meningkatkan pencemaran

terhadap perairan Losari, dengan pengunjung membuang

sampah organik maupun anorganik dengan sembarangan dan

akan turun dan mengendap pada sedimen, juga timbal

dapat berasal dari kendaraan yang setiap harinya tak

pernah sepi melalui jalan metro tanjung. Penyumbang

terbesar logam Pb pada lingkungan adalah bahan bakar

kendaraan yang mengandung Pb.

37

Hasil pemeriksaan kandungan rata-rata logam timbal

terendah terdapat pada lokasi Ujung tanah yang diambil

di sekitar pelabuhan Paotere yaitu 7,655 mg/kg berat

kering, kandungan masing-masing titik UT1 (±50 Meter

dari titik 2) (6,005 mg/kg) UT2 (Pemukiman) (9,086

mg/kg) dan UT3 (Pelabuhan paotere) sebesar 7,876

mg/kg.Perbedaan kandungan Timbal (Pb)tersebut

disebabkan karena terdapatnya aktivitas yang berbeda

pada masing-masing lokasi, sehingga penambahan

kandungan Timbal (Pb) nya berbeda pula. Pada Ujung

tanah secara umum terdapat substrat sedimen yakni pasir

berlumpur, yang secara alami sedimen yang mempunyai

tekstur yang kasar mengandung kadar yang lebih rendah

dibanding sedimen yang lebih halus.

Kandungan logam timbal pada sedimen di lokasi Ujung

Tanah masih rendah disebabkan karena adanya bendungan

yang membatasi antara pinggir pantai dengan laut lepas,

bendungan tersebut dapat menahan air pada saat pasang

surut, walaupun demikian namun sedimen dan perairan

tersebut dikategorikan telah tercemar, logam yang ada

38

di lokasi tersebut berasal dari pemukiman dimana

masyarakatnya langsung membuang limbahnya ke laut,

Pelabuhan Poatere seperti buangan minyak kapal,

tumpahan cat atau pengelupasan cat pada kapal yang

telah tua.

Secara umum kandungan Pb pada sedimen di masing-

masing lokasi masih memenuhi standar baku mutu yang

diperbolehkan. Hal ini dikarenakan sedimen mudah

tersuspensi karena pergerakan massa air yang akan

melarutkan kembali logam yang dikandungnya dalam air.

Penelitian ini dilakukan pada musim hujan, sehingga

debit air yang masuk ke perairan menjadi meningkat,

terutama perairan yang terdapat pada Mariso dan

Barombong yang mendapat aliran air dari sungai

Jeneberang dan Sungai Tallo, hal ini mengakibatkan

sedimen yang mengendap selama musim kemarau akhirnya

terlarut, oleh karena itu kadar Pb sedimen masih

memenuhi standar.

Penelitian yang dilakukan oleh Marasabessy (2010)

di perairan Pulau Bacan, Maluku Utara menunjukkan

39

kandungan Pb pada sedimen rata-rata masih memenuhi

syarat sesuai petunjuk Sediment Quality Guideline (2003)

dengan kandungan Pb pada sedimen sebesar 0,987-27,168

mg/kg dengan rata-rata 7,741 mg/kg. Hasil penelitian

ini tidak sejalan dengan penelitian Wahab (2005) di

Pelabuhan Pare-Pare dengan kandungan Pb sebesar 54,33-

93,87 mg/kg berat kering sampel, kemudian penelitian

yang dilakukan (Aziz, 2003) di muara sungai Tallo

berdasarkan parameter logam berat timbal (Pb) pada

sedimentasi menunjukkan kadar logam berat Pb dengan

konsentrasi rata-rata 110,44 mg/kg dari standar yang

ditentukan yaitu 36 mg/kg sesuai petunjuk kualitas

Sediment Quality Guideline (2003).

Kerang (Anadara, sp) merupakan salah satu jenis

kerang-kerangan yang sering dikomsusi oleh

masyarakat.Selain itu juga merupakan sumber pendapatan

ekonomi dan pangan penduduk di kawasan pantai.

Disamping itu manfaat lain dari kerang (Anadara sp)

merupakan indikator yang baik bagi lingkungan, apakah

40

lingkungan tersebut tercemar atau tidak oleh bahan-

bahan yang dapat merugikan bagi mahkluk hidup di

sekitar lingkungan tersebut.

Kerang yang diambil dari perairan pesisir Makassar

telah terkontaminasi oleh logam Pb dengan kadar yang

masih di bawah standar maksimum yang telah di tetapkan.

Unsur logam Pb tersebut dapat masuk ke dalam tubuh

biota laut melalui rantai makanan, insang dan difusi

permukaan kulit. Akumulasi logam Pb dalam kerang dapat

terjadi melalui absorbsi air, partikel dan plankton

dengan cara menyaring (Filter feeder). Terdeteksinya logam

Pb dalam tubuh kerang tersebut diduga karena jenis

organisme ini tidak dapat mengekskresikan dengan baik

logam Pb sehingga terakumulasi secara terus menerus

dalam jaringan sesuai dengan kenaikan logam Pb dalam

air.Jenis hewan lunak yang tidak bergerak atau

mobiltasnya lamban tidak dapat mengeluarkan logam

tersebut. Bahan pencemar logam berat biasanya masuk

dari darat. Pencemaran logam berat yang masuk ke

lingkungan laut kebanyakan terjadi akibat adanya

41

buangan limbah industri yang masuk melalui tiga cara

yaitu: pembuangan limbah industri yang tidak dikontrol,

lumpur minyak yang juga mengandung logam berat dengan

konsentrasi tinggi, serta adanya pembakaran minyak

hidrokarbon dan batubara di daratan. Hasil analisis

rata-rata kandungan logam timbal terendah pada kerang

(Anadara sp) yakni pada lokasi Barombong (0,159 mg/kg),

dengan kandungan masing-masing titik yaitu: Br1 (0,149

mg/kg), Br2 (0,514 mg/kg), Br3 (0,174 mg/kg). Pantai

Barombong dikelola oleh masyarakat sebagai daerah

wisata renang dan penginapan, namun belum ramai

dikunjungi oleh wisatawan. Kandungan logam timbal pada

kerang tersebut disebabkan oleh kondisi lingkungan

sekitar lokasi tersebut, kadar timbal dalam kerang

masih tergolong rendah karena pada lokasi ini masih

dapat ditemukan hutan mangrove yang dapat menyerap

masuknya logam berat ke dalam perairan tersebut

sehingga logam tersebut belum sepenuhnya di absorpsi

dalam tubuh kerang. Adanya logam timbal pada kerang di

Kecamatan Tamalate Kelurahan Barombong dapat dilihat

42

pada peta sebaran yang menunjukkan kadar tertinggi

logam berat timbal terdapat di Br3 sebesar 0.174 mg/kg

selain disebabkan oleh aktifitas laut juga disebabkan

karena adanya pemukiman padat yang berada tepat diatas

titik Br3 dan juga jalan raya yang setiap harinya ramai

oleh kendaraan yang menjadi penyumbang terbesar bagi

keberadaan logam berat Timbal di wilayah tersebut.

Kerang yang ada di wilayah pesisir Kota Makassar

telah mengandung logam timbal walaupun masih rendah,

namun harus tetap diwaspadai karena Pb dalam biota laut

bersifat non-esential (tidak diperlukan) untuk metabolisme

tubuh biota sehingga keberadaan logam Timbal (Pb) pada

kerang akan menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan

manusia jika dikonsumsi secara terus-menerus karena

akan menumpuk dalam jaringan tubuh manusia dalam jangka

waktu yang cukup lama.

Akumulasi Pb oleh organisme air dari air dan

sedimen dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan

seperti suhu, salinitas, dan pH, serta kandungan asam

43

alginat. Dalam sistem air yang terkontaminasi, hampir

semua Timbal terikat erat ke sedimen.Hanya sebagian

kecil yang dilarutkan dalam air.

Merujuk penjelasan sebagian besar literatur dan

pembahasan sebelumnya, akumulasi yang berlebihan dari

logam berat di perairan akan berdampak buruk terhadap

berbagai kehidupan disana. Kementerian Lingkungan Hidup

menetapkan baku mutu yang menjadi acuan kadar logam

berat yang dibolehkan (Tabel 1).

Tabel 1. Kriteria baku mutu kadar logam berat dalam air laut (MenKLH.

2004)

Sebagai contoh Palar (2004), menjelaskan

konsentrasi Pb yang mencapai 188 mg/liter dalam air

laut dapat membunuh ikan. BPOM sendiri membatasi, bahwa

44

kandungan logam berat Pb maksimum dapat sumber daya

perikanan dan olahannya adalah sebesar 2,0 ppm saja.

Seperti diketahui bahwa kawasan estuaria terdapat

ekosistem mangrove merupakan area tempat dimana ikan-

ikan berkumpul disana untuk melakukan proses pemijahan

dan tempat bagi ikan-ikan muda berkembang biak. Tentu

kandungan logam berat yang berlebihan akan berdampak

buruk bagi kondisi perikanan disana. Selain perairan

yang tercemar, sumberdaya perikananpun juga akan ikut

terkontaminasi logam berat. Dampak berikutnya yang

disebabkan oleh peningkatan logam berat ini adalah

tercemarnya sedimen yang tersebar dihampir seluruh

kawasan estuaria. Seperti diketahui bersama bahwa

sedimen merupakan tempat dimana tumbuhan dan hewan

tinggal di sana. Sebagian besar daerah pesisir,

termasuk estuaria, didominasi oleh substrat lunak.

Substrat tersebut berasal dari sedimen yang terbawa

oleh sungai menuju perairan pesisir dan terendapkan di

dasarnya. Pada saat industri yang berlokasi di

pinggiran sungai membuang limbah maka akan terbawa oleh

45

aliran sungai menuju perairan dan akan

mengalamipengendapan di kawasan muara sungai. Hal

tersebut mengakibatkan konsentrasi bahan pencemar dalam

sedimen meningkat. Dan hasilnya, logam berat yang

terendapkan akan terdispersi dan akan diserap oleh

organisme yang hidup di perairan tersebut. Jika terus

dibiarkan maka akan berdampak pada penurunan kualitas

perairan, tercemarnya sedimen , dan terkontaminasinya

berbagai tumbuhan dan biota di sana.

D. Penanggulangan Dampak Pencemaran Logam Berat Yang

Terjadi Di Pesisir

1. Fisiotoksikologi Logam Berat Di Perairan

Logam berat yang terlarut di perairan ada yang

bersifat mikronutrien / essensial bagi hewan dan

tumbuhan tetapi, ada juga yang tidak dibutuhkan sebagai

mikronutrien atau non-essensial. Logam berat yang

berfungsi sebagai mikronutrien tetapi dalam jumlah yang

banyak akan bersifat toksik bagi hewan dan tumbuhan

adalah Zn, Cu, Fe, Mn, dan logam berat yang belum

diketahui manfaatnya dan dianggap bersifat toksik

46

adalah Hg, Pb, Cd, Cr (Rompas, 2010). Logam berat

terakumulasi ke dalam tubuh biota laut dapat melalui

permukaan tubuh, terserap insang dan rantai makanan

(Susiati, 2008). Secara biologis logam berat akan

mengalami penimbunan dalam tubuh biota laut seperti

ikan, udang dan kerang. Setiap biota memiliki cara

makan yang berbeda. Kerang memperoleh makanan dengan

menyaring air, sehingga dengan mudah logam berat masuk

ke dalam tubuh kerang. Logam berat juga mudah

terakumulasi ke dalam tubuh ikan. Logam berat akan

menumpuk pada organ tubuh ikan. Selanjutnya ikan

mengalami gangguan pada organ-organ pernapasan hingga

mengalami kematian. Logam berat Pb dan Cd terakumulasi

ke dalam tubuh udang (Crustaceae) lewat permukaan tubuh

dengan cara difusi dari lingkungan perairan (Conell dan

Miller, 1995; Rahman, 2005). Hewan-hewan jenis

Crustaceae banyak menyimpan logam berat pada daging

kemudian kulit (Rudiyanti, 2009). Dalam rantai makanan

di perairan yang tercemar logam berat akan terakumulasi

ke dalam tubuh fitoplanton. Fitoplanton yang mengandung

47

logam berat dimakan oleh ikan-ikan kecil, kemudian

ikan-ikan besar memakan ikan-ikan kecil, dan ikan-ikan

besar maupun kecil dimakan oleh manusia. Terjadilah

biomagnifikasi (transfer logam berat) melalui rantai

makanan.

Hewan-hewan yang masih mudah lebih peka terhadap logam

berat dibandingkan dengan hewan-hewan yang sudah

dewasa. Misalnya udang yang masih mudah dapat langsung

mati ketika hidup pada perairan yang mengandung logam

berat Hg pada konsentrasi 0,01 ppm, sedangkan yang

dewasa dapat mati pada konsentrasi Hg 5, 7 ppm. Logam

berat Hg sangat mudah berikatan dengan gugus

Sulfuhidril (-SH) yang dikenal dengan methalprotein,

pengikatan tersebut dapat menyebabkab aglutinasi,

menghambat aktifitas enzim, mengganggu permeabilitas

membrane sel, bersifat antimetabolit terhadap unsur Zn,

dan merusak fungsi hati (Rompas, 2010). Pb dapat

merusak sistem saraf biota laut, mengganggu

keseimbangan berenang dan dapat menyebabkan hasil

budidaya laut berkurang. Cd dapat merusak ginjal, liver

48

dan sistem imun, saraf, dan darah dari biota laut, Cu

menyebabkan gangguan usus, kerusakan hati , ginjal, dan

dapat menyebabkan kematian, Ni dapat menyebabkan kanker

(Rompas, 2010). Bahaya logam berat perlu menjadi

perhatian serius, terutaman pencemaran logam berat di

perairan pesisir dan laut Indonesia. Sehingga untuk

mengurangi kandungan logam berat pada lingkungan

perairan yang tercemar perlu dilalukan tindakan

remediasi lahan basah mangrove pada daerah perairan

tercemar logam berat.

2. Remediasi Lokasi Perairan Tercemar Logam Berat

Pencemaran logam berat pada perairan sungai,

pesisir pantai dan laut nampaknya sulit di cegah,

karena aktifitas manusia selalu meningkat dan

menghasilkan limbah ke lingkungan terus-menerus.

Nampaknya niat kita untuk mendapat keuntungan yang

lebih banyak terlalu besar sehingga kita tidak peduli

dengan kesehatan lingkungan. sebagai contoh aktifitas

pertambangan, industrial, perhotelan, perkotaan banyak

menyumbang limbah ke lingkungan. limbah cair yang

49

mengandung logam berat merupakan limbah yang berpotensi

merusak sistem perairan, seperti sungai, dan perairan

pesisir pantai. Pencemar logam berat yang terlarut pada

perairan pesisir pantai dan laut sangat sulit untuk

terbebas kembali dari badan air. Sehingga zat tersebut

akan terakumulasi ke dalam tubuh biota laut dan

tumbuhan laut. Jika zat tersebut terakumulasi ke dalam

organisme laut maka volume konsentarsi zat pencemar di

dalam badan air akan berkurang. Hewan laut seperti

bivalvia memiliki kemampuan menyerap logam berat dari

badan air tetapi ada kekuatiran karena bivalvia

merupakan makanan sumber protein yang sangat digemari

oleh masyarakat. Sehingga penggunaan bivalvia sebagai

biofilter zat pencemar di perairan masih sangat rendah.

Salah satu solusi yang baik adalah dengan menggunakan

teknik fitoremediasi. Teknik fitoremediasi adalah

teknologi pembersihan zat polutan dari badan air yang

telah tercemar dengan menggunakan tanaman. Teknologi

ini mudah, dan murah, serta memberikan efek negative

50

yang kecil bagi kesehatan (Khiatuddin. 2003 dalam

Kusumastuti. 2009).

3. Fitoremediasi Lahan Mangrove

Untuk mengurangi masalah pencemaran lingkungan

oleh pencemar logam berat menggunakan teknik fisika,

kimia juga dapat menggunakan teknik fitoremediasi.

Teknik fitoremediasi sangat cocok untuk daerah perairan

yang tercemar dengan menggunakan hutan mangrove.

Ekosistem mangrove memiliki kemampuan alami untuk

membersihkan lingkungan dari berbagai bentuk zat

pencemar sehingga penggunaan tanaman mangrove sebagai

tumbuhan penyerap logam berat dari perairan sangat

tepat. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Amin

(2001), di perairan pesisir Dumai, Propinsi Riau,

menunjukan bahwa organ akar dan daun tumbuhan A. marina

memiliki kemampuan menyerap logam berat timbal Pb dan

tembaga Cu .Perairan Dumai kota merupakan daerah yang

mendapat sumbangan bahan pencemar perairan pesisir dan

laut dari berbagai aktifitas industri dan rumah tangga.

51

Menurut Amin (2001), unsur Cu merupakan unsur

esensial sehingga memang dibutuhkan oleh organ tumbuhan

tersebut. Selanjutnya tingginya kandungan logam Cu

karena terdapat aktifitas sebuah perusahaan yang

menggunakan Cu sebagai bahan pengawet dan cat pada

kapal yang sedang diperbaiki. Dengan adanya hutan

mangrove di perairan Dumai, kandungan logam berat Pb

dan Cu yang terlarut dalam air laut dan sedimen dapat

terserap oleh akar dan daun tumbuhan mangrove jenis A.

marina. Sebuah penelitian oleh Anggoro (2006), meneliti

daya akumulasi tumbuhan A. marina dan Rhizophora mucronata

terhadap logam berat Pb Di kali Sapuragel dan kali

Donan, Cilacap, menunjukan bahwa tumbuhan A. marina mampu

mengakumulasi logam berat Pb sebesar 1. 974 ppm pada

organ daunnya, sedangkan tumbuhan R. mucronata 1. 466

ppm. Terdapat juga tumbuhan R. stylosa yang berpotensi

dalam menyerap pencemar di perairan. Menurut Hadi

(2007), tumbuhan mangrove R. stylosa mampu mengakumulasi

logam berat Cu. Selanjutnya dalam percobaannya,

konsentrasi Cu yang tinggi ternyata kandungan logam

52

berat Cu akan meningkat pada tumbuhan R. stylosa yang

sedang diamati dan logam berat Cu ternyata tidak

mempengaruhi pertumbuhan dari tumbuhan mangrove.

4. Pelestarian Hutan Mangrove

Hutan mangrove terletak di pesisir pantai tepatnya

pada daerah transisi antara daratan dan laut. Menurut

Nybakken (1988) dan Rahmawati (2006), mengartikan kata

mangrove merupakan penjelasan terhadap suatu komunitas

pantai tropik yang didominasi oleh beberapa pohon atau

semak yang khas dan memiliki kemampuan untuk hidup di

lingkungan yang asin. Tumbuhan penyusun vegetasi pada

hutan mangrove biasanya tumbuh membentuk zonasi. Setiap

zonasi ditumbuhi oleh jenis tumbuhan yang berbeda, dan

ada juga yang berasosiasi. Biasanya daerah paling dekat

dengan laut ditumbuhi oleh Avicennia spp, Sonneratia spp.,

Bruguiera spp, kemudian diikuti oleh jenis Rizhophora spp,

dan ke arah darat biasanya Nypa Fruticans. Ekosisten hutan

mangrove memiliki fungsi ekonomis dan ekologis. Secara

ekologis manfaat hutan mangrove yang dapat dirasakan

adalah melindungi pantai dari ancaman gelombang besar,

53

angin ribut, pengendali intrusi air laut, habitat

berbagai fauna, tempat mencari makan dan memijah

berbagai jenis udang dan ikan, pembangunan lahan

melalui proses sedimentasi, pengontrolan malaria,

mereduksi polutan, pencemar air, penyerap CO2 dan

penghasil O2. Hubungan khusus dalam mereduksi polutan

dan pencemar di lingkungan hutan mangrove atau

lingkungan perairan dinyatakan oleh Anggoro (2006),

bahwa tumbuhan mangrove mampu menyerap pencemar logam

berat dari perairan yang sudah tercemar. Dengan

demikian tumbuhan mangrove dapat dijadikan tanaman

fitorediasi terhadap pencemaran logam berat di perairan

Indonesia.

Hutan mangrove adalah salah satu kekayaan

sumberdaya alam hutan pesisir di Indonesia yang harus

dilestarikan dengan baik (Halidah, 2008). Kurangnya

perhatian untuk melestarikan hutan mangrove menyebabkan

luas hutan mangrove di Indonesia selalu mengalami

penyusutan. Pada tahun 1982 Indonesia memiliki luasan

hutan mangrove sekitar 4, 25 juta hektar, kemudian pada

54

tahun 1987 berkurang menjadi 3, 24 juta hektar, dan

data terakhir pada tahun 1995 menyatakan bahwa luas

hutan mangrove di Indonesia hanya tersisa 2, 06 juta

hektar (Susilo, 1995 dalam Arief, 2003). Biasanya hutan

mangrove dijadikan lahan pembangunan perumahan dan

lokasi pertambakan budidaya perikanan laut sehingga

jumlah penebangan hutan mangrove meningkat dan

menyebabkan berkurangnya luas hutan tersebut. Kita

perlu menyadari bahwa hutan mangrove sangat berperan

penting dalam melindungi kehidupan manusia. sehingga

upaya pelestarian perlu dijalankan. Untuk melestarikan

hutan mangrove dibutuhkan perhatian dari kaum

akademisi, peneliti-peneliti pada berbagai perguruan

tinggi, pemerintah dan masyarakat Indonesia seluruhnya.

E. Peran Pemerintah Dalam Mempercepat Penanggulangan

Dampak Pencemaran Limbah B3 Industri Yang Berada

Di Pesisir

1. Kebijakan Nasional Tata Ruang

55

Kebijakan nasional penataan ruang yang

terintegrasi secara multidimensi, lintas sektor dan

lintas wilayah baru memperoleh landasan hukum sejak

1992, dengan diundangkannya Undang-Undang No 24 Tahun

1992 tentang Penataan Ruang. Undang-undang tersebut

baru memuat kebijakan umum, berupa kaidah, norma dan

mekanisme termasuk proses penataan,

kelembagaan, dan peran masyarakat. Untuk

operasionalisasinya, masih dibutuhkan serangkaian

kebijakan pelengkap baik untuk sektoral maupun daerah.

Sejumlah kebijakan operasional telah ditetapkan, antara

lain kebijakan yang mengatur peran serta masyarakat

dalam penataan ruang [Peraturan PemerintahNo. 69Tahun

1996], kebijakan tentang rencana struktur dan pola

pemanfaatan ruang nasional/Rencana Tata Ruang Nasional

[Peraturan Pemerintah N. 47 Tahun 1997], kebijakan

tentang tingkat ketelitian peta untuk penataan ruang

[Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 2000], dan kebijakan

koordinasi penataan ruang yang berimplikasi pada

pembentukan Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional

56

(BKTRN) [Keputusan PresidenNo62Tahun 2000]. Namun

demikian, serangkaian kebijakan operasional yang telah

ditetapkan tersebut masih belum memadai dalam

menghadapi dinamika perubahan sosial ekonomi dan sosial

budaya masyarakat akibat pesatnya pembangunan di paruh

pertama dekade 1990-an dan krisis multidimensi dan

demokratisasi selepas 1997. Berbagai kasus penyimpangan

dan konflik pemanfaatan ruang serta meningkatnya laju

kerusakan dan pencemaran lingkungan yang terjadi dalam

kurun dua decade belakangan memberi petunjuk bahwa

operasionalisasi kebijakan penataan ruang masih belum

efektif mewujudkan tujuan penataan ruang yang

digariskan. Menghadapi situasi tersebut, BKTRN

berinisiatif meninjau kembali dan menyempurnakan

kebijakan penataan ruang.

2. Kebijakan Pengendalian Pencemaran

Masalah lingkungan hidup yang disebabkan oleh

berbagai macam pencemaran dari tahun ke tahun semakin

kompleks dan cenderung meningkat. Kondisi tersebut

tidak hanya menyebabkan menurunnya fungsi dan kualitas

57

lingkungan tetapi juga memberikan dampak yang serius

pada kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya.

Pencemaran lingkungan yang menonjol beberapa tahun

terakhir ini diantaranya: (1) pencemaran air yang

disebabkan oleh pembuangan limbah domestik, limbah B3

(bahan berbahaya dan beracun), limbah industri dan

pertambangan, (2) pencemaran pesisir dan laut, (3)

pencemaran udara seperti: penurunan kualitas udara

ambien di lokasi-lokasi tertentu di kota besar yang

disebabkan oleh sektor transportasi, industri,

kebakaran hutan

3. Peraturan Perundang undangan

Dalam upaya menaggulangi menurunnya kualitas

lingkungan, kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya

akibat pencemaran lingkungan yang semakin kompleks dan

cenderung meningkat, selama tahun 2005, KLH telah

menyiapkan beberapa kebijakan teknis, antara lain

berupa:

a. Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2005 tentang

Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik.

58

b. Peraturan Presiden RI No 33 Tahun 2005 tentang

Pengesahan Beijing Amendment To The Montreal

Protocol On Substances That Deplete The Ozone

Layer (Amendemen Beijing Atas Protokol Montreal

tentang Bahan-Bahan yang Merusak Lapisan Ozon).

c. Peraturan Presiden RI No 46 Tahun 2005 tentang

Pengesahan Montreal Amendment To The Montreal

Protocol On Substances ThatDeplete The Ozone Layer

(Amendemen Montreal Atas Protokol Montreal

tentang Bahan-Bahan yang Merusak Lapisan Ozon).

d. Peraturan Presiden RI No 47 Tahun 2005 tentang

Pengesahan Amendment To The Basel Convention On

The Control Of Transboundary Movements Of

Hazardous Wastes and Their Disposal (Amendemen

Atas Konvensi Basel tentang Pengawasan Perpindahan

Lintas Batas Limbah Berbahaya dan Pembuangannya).

Peraturan Presiden RI No 60 Tahun 2005 tentang

Pengesahan Framework Agreeement

e. Peraturan Presiden RI No 60 Tahun 2005 tentang

Pengesahan Framework Agreeement Between The

59

Government Of The Republic Of Indonesia and The

Secretariat Of The Basel Convention On The Control

Of Transboundary Movements Of Hazardous Wastes and

Their Disposal On The Establishment Of A Basel

Convention Regional Centre For Training and

Technology Transfer For Southeast Asia

(Persetujuan Kerangka Kerja Antara Pemerintah

Republik Indonesia dan Sekretariat Konvensi Basel

Mengenai Pengawasan Perpindahan Lintas Batas

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Serta

Pembuangannya tentang Pembentukan Pusat Regional

Konvensi Basel Untuk Pelatihan dan Alih Teknologi

Bagi Asia Tenggara).

f. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 45

Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan Laporan

Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup

(RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup

(RPL).

g. RUU tentang Konvensi Stockholm tentang Bahan-bahan

Pencemar Organik yang Persisten (POPs).

60

h. Rancangan Perpres tentang Penanggulangan Keadaan

Darurat Tumpahan Minyak di Laut (NCP).

i. Rancangan Perpres tentang Pengelolaan Kawasan

Karst.

j. Rancangan Perpres tentang Penetapan Kelas Air

Sungai Ciliwung.

k. Rancangan Perpres tentang Komisi Keamanan Hayati

(KKH).

l. Baku Mutu Usaha dan atau Kegiatan Penambangan

Bijih Nikel.

m. Baku Mutu Usaha dan atau Kegiatan Penambangan

Bijih Timah.

n. Rancangan Pedoman tentang Tata Cara dan

Persyaratan Pembuangan Air Terproduksi dengan

Teknik Sumur Injeksi pada Kegiatan Usaha Hulu

Minyak, Gas dan Panas Bumi.

o. Rancangan Baku Mutu Air Limbah Rumah Potong Hewan.

Rancangan Baku Mutu Air Limbah RPH ini selain

mengatur parameter yang harus dipenuhi oleh RPH

61

juga mengatur kewajiban-kewajiban dari penanggung

jawab RPH.

p. Review Keputusan Menteri Negara No

Kep.51/MenLH/10/1995 tentang Baku Mutu Air Limbah

Industri.

q. Rancangan Keputusan Menteri tentang Baku Mutu Air

Limbah Industri bagi Kegiatan Industri Petrokimia.

r. Rancangan Revisi Keputusan Menteri Negara No 35

Tahun 1993 tentang Ambang Batas Emisi Gas

BuangKendaraan Bermotor.

s. Rancangan Pedoman Teknis Rekomendasi Perizinan

Limbah Non-B3.

t. Pengajuan Inpres tentang Pemanfaatan BBG ke

Presiden RI untuk Mendukung Penggunaan Bahan Bakar

yang Lebih Bersih.

u. Pedoman Pengelolaan Lingkungan Industri

Petrokimia.

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

62

A. kesimpulan

1. Logam berat adalah unsur logam yang mempunyai

massa jenis lebih besar dari 5 g/cm3, antara lain

Cd, Hg, Pb, Zn, dan Ni. Logam berat Cd, Hg, dan Pb

dinamakan sebagai logam non esensial dan pada

tingkat tertentu menjadi logam beracun bagi

makhluk hidup (Subowo dkk, 1999). Menurut Darmono

(1995), faktor yang menyebabkan logam berat

termasuk dalam kelompok zat pencemar adalah karena

adanya sifat-sifat logam berat yang tidak dapat

terurai (non degradable) dan mudah diabsorbsi.

Organisme pertama yang terpengaruh akibat

penambahan polutan logam berat ke tanah atau

habitat lainnya adalah organisme dan tanaman yang

tumbuh ditanah atau habitat tersebut. Dalam

ekosistem alam terdapat interaksi antar organisme

baik interaksi positif maupun negatif yang

menggambarkan bentuk transfer energi antar

populasi dalam komunitas tersebut. Dengan demikian

63

pengaruh logam berat tersebut pada akhirnya akan

sampai pada hierarki rantai makanan tertinggi

yaitu manusia.

2. Sumber kadmium terutama dari biji seng, timbal-

seng, dan timbal-tembaga-seng. Kandungan logam Cd

bersumber dari makanan dan lingkungan perairan

yang sudah terkontaminasi oleh logam berat.

Kontaminasi makanan dan lingkungan perairan tidak

terlepas dari aktivitas manusia didarat maupun

pada perairan. Sifat logam Cd yang akumulatif pada

suatu jaringan organisme serta sulit terurai.

Kadmium dalam air juga berasal dari pembuangan

industri dan limbah pertambangan. Logam ini sering

digunakan sebagai pigmen pada keramik, dalam

penyepuhan listrik, pada pembuatan alloy, dan

baterai alkali. Hasil penelitian Siaka

menjelaskan tingginya kandungan Pb di perairan PPN

Prigi dapat berasal dari limbah industry di

kawasan pelabuhan serta limbah padat dan cair

domestik yang terbawa aliran sungai yang bermuara

64

di sekitar pelabuhan. Sedangkan kegiatan di laut

(marina) salah satunya adalah buangan sisa bahan

bakar kapal motor, cat kapal dan wisata bahari.

Kapal motor penangkap ikan juga menggunakan cat

anti korosi yang pada umumnya mengandung Pb

(Siaka, 2008).

3. kandungan logam berat yang berlebihan akan

berdampak buruk bagi kondisi perikanan disana.

Selain perairan yang tercemar, sumberdaya

perikananpun juga akan ikut terkontaminasi logam

berat. Dampak berikutnya yang disebabkan oleh

peningkatan logam berat ini adalah tercemarnya

sedimen yang tersebar dihampir seluruh kawasan

estuaria. Seperti diketahui bersama bahwa sedimen

merupakan tempat dimana tumbuhan dan hewan tinggal

di sana. Sebagian besar daerah pesisir, termasuk

estuaria, didominasi oleh substrat lunak. Substrat

tersebut berasal dari sedimen yang terbawa oleh

sungai menuju perairan pesisir dan terendapkan di

dasarnya. Pada saat industri yang berlokasi di

65

pinggiran sungai membuang limbah maka akan terbawa

oleh aliran sungai menuju perairan dan akan

mengalamipengendapan di kawasan muara sungai. Hal

tersebut mengakibatkan konsentrasi bahan pencemar

dalam sedimen meningkat. Dan hasilnya, logam berat

yang terendapkan akan terdispersi dan akan diserap

oleh organisme yang hidup di perairan tersebut.

Jika terus dibiarkan maka akan berdampak pada

penurunan kualitas perairan, tercemarnya sedimen ,

dan terkontaminasinya berbagai tumbuhan dan biota

di sana.

4. Pencemaran logam berat pada perairan sungai,

pesisir pantai dan laut nampaknya sulit di cegah,

karena aktifitas manusia selalu meningkat dan

menghasilkan limbah ke lingkungan terus-menerus.

Nampaknya niat kita untuk mendapat keuntungan yang

lebih banyak terlalu besar sehingga kita tidak

peduli dengan kesehatan lingkungan. sebagai contoh

aktifitas pertambangan, industrial, perhotelan,

perkotaan banyak menyumbang limbah ke lingkungan.

66

limbah cair yang mengandung logam berat merupakan

limbah yang berpotensi merusak sistem perairan,

seperti sungai, dan perairan pesisir pantai.

Pencemar logam berat yang terlarut pada perairan

pesisir pantai dan laut sangat sulit untuk

terbebas kembali dari badan air. Sehingga zat

tersebut akan terakumulasi ke dalam tubuh biota

laut dan tumbuhan laut. Jika zat tersebut

terakumulasi ke dalam organisme laut maka volume

konsentarsi zat pencemar di dalam badan air akan

berkurang. Hewan laut seperti bivalvia memiliki

kemampuan menyerap logam berat dari badan air

tetapi ada kekuatiran karena bivalvia merupakan

makanan sumber protein yang sangat digemari oleh

masyarakat. Sehingga penggunaan bivalvia sebagai

biofilter zat pencemar di perairan masih sangat

rendah. Salah satu solusi yang baik adalah dengan

menggunakan teknik fitoremediasi. Teknik

fitoremediasi adalah teknologi pembersihan zat

polutan dari badan air yang telah tercemar dengan

67

menggunakan tanaman. Teknologi ini mudah, dan

murah, serta memberikan efek negative yang kecil

bagi kesehatan (Khiatuddin. 2003 dalam

Kusumastuti. 2009). Untuk mengurangi masalah

pencemaran lingkungan oleh pencemar logam berat

menggunakan teknik fisika, kimia juga dapat

menggunakan teknik fitoremediasi. Teknik

fitoremediasi sangat cocok untuk daerah perairan

yang tercemar dengan menggunakan hutan mangrove.

Ekosistem mangrove memiliki kemampuan alami untuk

membersihkan lingkungan dari berbagai bentuk zat

pencemar sehingga penggunaan tanaman mangrove

sebagai tumbuhan penyerap logam berat dari

perairan sangat tepat. Sebuah penelitian yang

dilakukan oleh Amin (2001), di perairan pesisir

Dumai, Propinsi Riau, menunjukan bahwa organ akar

dan daun tumbuhan A. marina memiliki kemampuan

menyerap logam berat timbal Pb dan tembaga Cu .

5. Dalam upaya menaggulangi menurunnya kualitas

lingkungan, kesehatan manusia dan makhluk hidup

68

lainnya akibat pencemaran lingkungan yang semakin

kompleks dan cenderung meningkat, selama tahun

2005, KLH telah menyiapkan beberapa kebijakan

teknis, yang salah satu poin yang di ambil antara

lain berupa:

a)Peraturan Presiden RI No 47 Tahun 2005

tentang Pengesahan Amendment To The Basel

Convention On The Control Of Transboundary

Movements Of Hazardous Wastes and Their

Disposal (Amendemen Atas Konvensi Basel

tentang Pengawasan Perpindahan Lintas Batas

Limbah Berbahaya dan Pembuangannya).

Peraturan Presiden RI No 60 Tahun 2005

tentang Pengesahan Framework Agreeement.

b) Peraturan Presiden RI No 60 Tahun 2005

tentang Pengesahan Framework Agreeement

Between The Government Of The Republic Of

Indonesia and The Secretariat Of The Basel

Convention On The Control Of Transboundary

Movements Of Hazardous Wastes and Their

69

Disposal On The Establishment Of A Basel

Convention Regional Centre For Training and

Technology Transfer For Southeast Asia

(Persetujuan Kerangka Kerja Antara Pemerintah

Republik Indonesia dan Sekretariat Konvensi

Basel Mengenai Pengawasan Perpindahan Lintas

Batas Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

Serta Pembuangannya tentang Pembentukan Pusat

Regional Konvensi Basel Untuk Pelatihan dan

Alih Teknologi Bagi Asia Tenggara).

c) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No

45 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan

Laporan Pelaksanaan Rencana Pengelolaan

Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan

Lingkungan Hidup (RPL).

d) RUU tentang Konvensi Stockholm tentang Bahan-

bahan Pencemar Organik yang Persisten (POPs).

e) Rancangan Perpres tentang Penanggulangan

Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut

(NCP).

70

B. saran

1. Dengan mengetahui bahayanya logam berat maka perlu

memperhatikan sampah -sampah domestic yang terbuang di

sungai atau laut

2. Di harapkan pihak pengelola pelabuhan lebih

memperhatikan lagi sampah ataupun bunangan yang

terbuang di laut agar tidak sembarang membuang

limbahnya.

3.masyarakat perlu lebih waspada dalam megonsumsi hasil

daut karena bisa jadi ikan yang kita konsumsi telah

tercemar logam berat ,maka perhatikan tempat

pembelianya .

4.untuk para birokrasi dan segala aparatur negara di

harapkan lebih memperhatikan kasus pencemaran logam

berat karena selain merusak lingkungan dapat mengancam

masyarakat luas .

71

72