PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DI INDONESIA PERKEMBANGAN INDUSTRI AGRO UPAYA PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO...

22
PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DI INDONESIA I. PENDAHULUAN II. PERKEMBANGAN INDUSTRI AGRO III. MASA DEPAN INDUSTRI AGRO IV. UPAYA PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO V. PERMASALAHAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO VI. DUKUNGAN PERAN BALAI VII. PENUTUP 1

Transcript of PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DI INDONESIA PERKEMBANGAN INDUSTRI AGRO UPAYA PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO...

PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN

II. PERKEMBANGAN INDUSTRI AGRO

III. MASA DEPAN INDUSTRI AGRO

IV. UPAYA PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO

V. PERMASALAHAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO

VI. DUKUNGAN PERAN BALAI

VII. PENUTUP

1

PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DI INDONESIA *)

Oleh

Balai Besar Industri Agro Bogor **)

I. PENDAHULUAN

Agroindustri adalah kegiatan yang memanfaatkan hasil

pertanian sebagai bahan baku, merancang dan menyediakan

peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut. Secara eksplisit

pengertian Agroindustri pertama kali diungkapkan oleh Austin

(1981) yaitu perusahaan yang memproses bahan nabati (yang

berasal dari tanaman) atau hewani (yang dihasilkan oleh

hewan). Proses yang digunakan mencakup pengubahan dan

pengawetan melalui fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengemasan

dan distribusi. Produk Agroindustri ini dapat merupakan produk

akhir yang siap dikonsumsi ataupun sebagai produk bahan baku

industri lainnya. Agroindustri merupakan bagian dari kompleks

industri pertanian sejak produksi bahan pertanian primer,

industri pengolahan atau transformasi sampai penggunaannya

oleh konsumen. Agroindustri merupakan kegiatan yang saling

berhubungan (interlasi) produksi, pengolahan, pengangkutan,

penyimpanan, pendanaan, pemasaran dan distribusi produk

2

pertanian. Dari pandangan para pakar social ekonomi,

agroindustri (pengolahan hasil pertanian) merupakan bagian

dari lima subsistem agribisnis yang disepakati, yaitu

subsistem penyediaan sarana produksi dan peralatan, usaha

tani, pengolahan hasil, pemasaran, sarana dan pembinaan.

Agroindustri dengan demikian mencakup Industri Pengolahan

Hasil Pertanian (IPHP), Industri Peralatan dan Mesin Pertanian

(IPMO) dan Industri Jasa Sektor Pertanian (IJSP).

Industri Pengolahan Hasil Pertanian (IPHP) dapat dibagi

menjadi beberapa bagian sebagai berikut :

1. IPHP Tanaman Pangan, termasuk di dalamnya adalah bahan

pangan kaya karbohidrat, palawija dan tanaman

hortikultura;

2. IPHP Tanaman Perkebunan, meliputi tebu, kopi, teh,

karet, kelapa, kelapa sawit, tembakau, cengkeh, kakao,

vanili, kayu manis dan lain-lain;

3. IPHP Tanaman Hasil Hutan, mencakup produk kayu olahan

dan non kayu seperti damar, rotan, tengkawang dan hasil

hutan lainnya;

4. IPHP Perikanan, meliputi pengolahan dan penyimpanan ikan

dan hasil laut segar, pengalengan dan pengolahan serta

hasil samping ikan dan laut;

5. IPHP Peternakan, mencakup pengolahan daging segar, susu,

kulit dan hasil samping lainnya.

Industri peralatan dan Mesin Pertanian (IPMP) dibagi

menjadi dua kegiatan sebagai berikut :

3

*) Makalah disampaikan pada Seminar Forum Komunikasi Kelitbangan (FKK) Kementan, Serpong, 14 Mei 2014

www.bbia.go.id email : [email protected]

1. IPMP Budidaya Pertanian, yang mencakup alat dan mesin

pengolahan lahan (cangkul, bajak, traktor dan lain

sebagainya);

2. IPMP Pengolahan, yang meliputi alat dan mesin pengolahan

berbagai komoditas pertanian, misalnya mesin perontok

gabah, mesin penggilingan padi, mesin pengering dan lain

sebagainya.

Industri Jasa Sektor Pertanian (IJSP) dibagi menjadi tiga

kegiatan sebagai berikut :

1. IJSP Perdagangan, yang mencakup kegiatan pengangkutan,

pengemasan serta penyimpanan baik bahan baku maupun

produk hasil industri pengolahan pertanian;

2. IJSP Konsultasi, meliputi kegiatan perencanaan,

pengelolaan, pengawasan mutu serta evaluasi dan

penilaian proyek;

3. IJSP Komunikasi, menyangkut teknologi perangkat lunak

yang melibatkan penggunaan computer serta alat

komunikasi modern lainnya.

Dengan pertanian sebagai pusatnya, agroindustri merupakan

sebuah sektor ekonomi yang meliputi semua perusahaan, agen

dan institusi yang menyediakan segala kebutuhan pertanian dan

mengambil komoditas dari pertanian untuk diolah dan

didistribusikan kepada konsumen. Nilai strategis agroindustri

terletak pada posisinya sebagai jembatan yang menghubungkan

antar sektor pertanian pada kegiatan hulu dan sektor industri

pada kegiatan hilir. Dengan perkembangan agroindustri secara

4

cepat dan baik dapat meningkatkan jumlah tenaga kerja,

pendapatan petani, volume ekspor dan devisa, pangsa pasar

domestik dan internasional, nilai tukar produk hasil pertanian

dan penyediaan bahan baku industri.

II. PERKEMBANGAN INDUSTRI AGRO

Pengembangan agroindustri di Indonesia terbukti mampu

membentuk pertumbuhan ekonomi nasional. Di tengah krisis

ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997-1998,

agroindustri ternyata menjadi sebuah aktivitas ekonomi yang

mampu berkontribusi secara positif terhadap pertumbuhan

ekonomi nasional. Selama masa krisis, walaupun sektor lain

mengalami kemunduran atau pertumbuhan negative, agroindustri

mampu bertahan dalam jumlah unit usaha yang beroperasi.

Kelompok agroindustri yang tetap mengalami pertumbuhan antara

lain yang berbasis kelapa sawit, pengolahan ubi kayu dan

industri pengolahan ikan. Kelompok agroindustri ini dapat

berkembang dalam keadaan krisis karena tidak bergantung pada

bahan baku dan bahan tambahan impor serta peluang pasar ekspor

yang besar. Sementara kelompok agroindustri yang tetap dapat

bertahan pada masa krisis adalah industri mie, pengolahan susu

dan industri tembakau yang disebabkan oleh peningkatan

permintaan di dalam negeri dan sifat industri yang padat

karya. Kelompok agroindustri yang mengalami penurunan adalah

industri pakan ternak dan minuman ringan. Penurunan industri

pakan ternak disebabkan ketergantungan impor bahan baku

5

(bungkil kedelai, tepung ikan dan obat-obatan). Sementara

penurunan pada industri makanan ringan lebih disebabkan oleh

penurunan daya beli masyarakat sebagai akibat krisis ekonomi.

Industri agro merupakan industri andalan masa depan karena

didukung oleh sumber daya alam yang cukup potensial yang

berasal dari sektor pertanian, perikanan/kelautan, peternakan,

perkebunan dan kehutanan. Produksi minyak sawit mentah (CPO

dan CPKO) pada tahun 2012 lebih dari 25,5 juta ton, kakao

sekitar 0,8 juta ton nomor 3 di dunia, karet sekitar 3,04 juta

ton nomor 2 di dunia, dan rotan sekitar 143 ribu ton nomor 1

di dunia.

Disamping itu, industri agro juga membutuhkan bahan baku

impor yaitu yang tidak tersedia di dalam negeri atau tersedia

namun jumlah tidak memenuhi yang terbatas seperti (data tahun

2012), tepung terigu impor sekitar 480 ribu ton, susu impor 2

juta ton dan daging sapi impor 40 ribu ton.

Peraturan Presiden No. 28 tahun 2008 “Kebijakan Industri

Nasional (Industri Agro merupakan salah satu industri andalan

masa depan)”. Dua belas klaster Industri Agro, yang berbasis

komoditas kakao, kelapa, buah, tembakau, kopi, gula, kelapa

sawit, karet, hasil laut, pulp kertas dan susu. Ditingkat daya

saingnya melalui hilirisasi dan diversifikasi produk sehingga

dalam jangka panjang diperlukan peningkatan penelitian dan

pengembangan serta peningkatan kompetensi Sumber Daya Manusia.

Selain itu juga, pengembangan mesin pengolahan.

6

Dengan adanya Undang-Undang Nomor 3 tahun 2014 tentang

Perindustrian maka Undang-Undang Nomor 5 tahun 1984 tidak

berlaku lagi. Faktor-faktor yang mempengaruhi adanya penetapan

undang-undang yang baru tersebut diatas adalah otonomi daerah,

era globalisasi dan liberalisasi, perlunya pemanfaatan sumber

daya alam secara optimal oleh industri nasional guna

penciptaan nilai tambah yang sebesar-besarnya di dalam negeri

dan perlunya peningkatan peran dan keterlibatan pemerintah

secara langsung di dalam mendukung pengembangan industri

nasional. Dengan demikian, adanya UU Nomor 3 tahun 2014

tentang Perindustrian, pembangunan industri melalui penguatan

atas struktur industri yang mandiri, sehat, dan berdaya saing

dengan mendayagunakan sumber daya secara optimal dan efisien,

dan mendorong perkembangan industri ke seluruh wilayah

Indonesia dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan

ekonomi nasional yang berlandaskan pada kerakyatan, keadilan

dan nilai-nilai luhur budaya bangsa dengan mengutamakan

kepentingan nasional. Agroindustri merupakan salah satu

subsistem yang melengkapi rangkaian system agribisnis,

subsistem ini berfokus pada kegiatan berbasis pengolahan

sumber daya hasil pertanian dan peningkatan nilai tambah.

Sasaran pengembangan agroindustri :

1.Kualitatif

a. Memperkuat struktur industri dengan mendorong investasi di

bidang industri hilir agro;

7

b. Meningkatkan daya saing industri agro melalui fasilitasi

infrastruktur baik fisik maupun non fisik;

c. Meningkatkan penguasaan pasar dalam negeri dan ekspor

melalui pameran promosi;

d. Mengembangkan keragaman produk;

e. Meningkatkan mutu produk industri agro;

f. Mengembangkan R & D baik dibidang teknologi proses, produk

dan rancang bangun peralatan pabrik.

2.Kuantitatif

a. Target pertumbuhan industri agro tahun 2010-2014 untuk

cabang industri makanan, minuman, dan tembakau 8,40%;

industri barang kayu dan hasil hutan lainnya 2,88%; serta

industri kertas dan barang cetakan 4,86%;

b. Target perkembangan nilai ekspor industri agro 2010-2014

pada tahun 2014 cabang industri hasil hutan dan perkebunan

13.334,19 (US$ juta); industri makanan, hasil laut dan

perikanan 23.783,09 (US$ juta) serta industri minuman dan

tembakau 4.121,11 (US$ juta).

Pertumbuhan industri agro tahun 2013 (triwulan III). Pada

tahun 2013 (TW III), cabang industri makanan, munuman dan

tembakau 3,45%; Industri barang kayu dan hasil hutan lainnya

8,20% dan industri kertas dan barang cetakan 3,74%. Sedangkan

kontribusi industri agro pada PDB Industri Non Migas tahun

2012 sebesar 45,21% sedangkan pada tahun 2013 adalah sebesar

45,43%.

8

Kinerja Ekspor Industri Agro Tahun 2012-2013. Pada tahun

2013 (Agustus) untuk cabang industri hasil hutan dan

perkebunan 7.457,50 (US$ juta); Industri makanan, hasil laut

dan perikanan 5.250,08 (US$ juta). Sedangkan tahun 2012 untuk

cabang industri hasil hutan dan perkebunan 19.726,09 (US$

juta) dan industri minuman dan tembakau 1.728,59 (US$ juta).

Prioritas komoditi industri agro adalah kelapa sawit,

rotan, kakao dan gula.

1. Kelapa Sawit

Berdasarkan Peraturan Presiden No.28 tahun 2008 tentang

Kebijakan Industri Nasional, industri pengolahan kelapa

sawit merupakan salah satu prioritas untuk dikembangkan dan

mempunyai nilai tambah yang lebih tinggi seperti industri

oleofood, oleochemical, energy dan pharmaceutical.

Pemanfaatan CPO selama ini digunakan oleh industri

dalam negeri sebagai bahan baku industri. Turunan CPO yang

masih terbatas yaitu industri pangan (antara lain minyak

goreng, margerin, shortening, CBS) dan industri non pangan

yaitu oleokimia (antara lain fatty acids, fatty alcohol dan glycerin)

dan biodiesel.

Kinerja industri pengolahan kelapa sawit tahun 2011

sampai 2013 adalah jumlah unit usaha berturut-turut 89, 93

dan 95 dengan tenaga kerja 325.000 orang, 330.000 orang dan

330.000 orang. Produksi untuk minyak goreng sawit tahun 2013

sebesar 17.450.000 ton diekspor 12.050.000 ton minyak goreng

sawit (untuk tahun 2013 data masih bersifat prognosa).

9

2. Rotan

Indonesia merupakan negara penghasil rotan terbesar

didunia. Diperkirakan 85% bahan baku rotan di seluruh dunia

dihasilkan oleh Indonesia, sisanya dihasilkan oleh Negara

lain seperti Philipina, Vietnam dan Negara-negara Asia

lainnya.

Rotan merupakan bahan baku dari alam yang ramah

lingkungan karena rotan hidup di pepohonan. Oleh karena itu,

produk olahan rotan termasuk produk ramah lingkungan.

Kinerja industri furniture (rotan) untuk produksi dari

tahun 2010-2013 berturut-turut sebesar 2.000.000 m3,

2.200.000 m3, 2.300.000 m3 dan 2.305.000 m3 dengan nilai

ekspor sebesar 1,4 milyar US$, 1,2 milyar US$, 1,2 milyar

US$ dan 1,25 milyar US$ tahun 2013. Sedangkan unit usaha

dari tahun 2010-2013 tidak mengalami kenaikan sebesar 912

dan tenaga kerjanya sekitar 432.700 orang.

3. Kakao

Produk turunan kakao yang potensial untuk dikembangkan

dimasa mendatang cocoa liquor, cocoa cake, cocoa butter, cocoa powder,

makanan dan minuman olahan dari cokelat.

Kapasitas produksi industri pengolahan kakao meningkat

signifikan dari 560.000 ton tahun 2011, meningkat menjadi

660.000 ton (naik 17,8%) dengan kenaikan produksi dari

250.000 ton pada tahun 2011 meningkat menjadi 400.000 pada

tahun 2012 (naik 60%).

10

Jumlah industri pengolahan kakao dari tahun 2008-2010

sebesar 15 unit usaha dan pada tahun 2011-2012, 16 unit

usaha. Dengan tenaga kerja yang diserap 4.000 orang (2008-

2010), 4.300 orang pada tahun 2011-2012.

Berkembangnya industri pengolahan kakao turut mendorong

berkembangnya industri hilir cokelat seperti Nestle, Mayora,

Indolakto dan Unilever. Investasi mencapai Rp. 3,0 Triliun.

4. Gula

Revitalisasi industri gula 2010-2014 merupakan salah

satu program prioritas dengan target tercapainya swasembada

gula nasional pada tahun 2014.

Pada tahun 2014 diharapkan produksi gula nasional

mencapai 5,7 juta ton terdiri dari 2,96 juta ton Gula

Kristal Putih (GKP) dan 2,74 juta ton Gula Kristal Rafinasi

(GKR) yang akan diperoleh dari pembenahan PG eksisting yang

didukung on farm (intensifikasi perkebunan tebu yang ada)

dengan kontribusi 3,57 juta ton serta pembangunan perkebunan

tebu baru (ekstensifikasi lahan) dan pembangunan PG baru

dengan target 2,13 juta ton.

Dasar hukum Kementerian Perindustrian melaksanakan

program revitalisasi industri gula yaitu Inpres No.1 tahun

2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan

Nasional.

Isu-isu strategis pengembangan industri agro antara

lain :

11

1. Terbatasnya infrastruktur (jalan, pelabuhan, listrik

dan gas bumi) yang berdampak pada biaya logistik dan

distribusi serta akses terhadap bahan baku;

2. Terganggunya suplai dan meningkatnya harga komoditas

pangan dunia akibat dampak gejolak nilai tukar US$;

3. Konsumen berpendidikan dan berwawasan lebih tinggi

sehingga lebih menuntut akan produk-produk agro yang

berkualitas tinggi, sehat/aman dan halal dikonsumsi;

4. Terganggunya pemasaran produk industri agro dalam

negeri oleh produk illegal dan produk impor kualitas

rendah dengan harga murah;

5. Permasalahan perburuhan (UMP, demo) dan kenaikan biaya

energi.

III. MASA DEPAN INDUSTRI AGRO

Industri masa depan yang meliputi: (a) Industri berbasis

agro; (b) Industri alat-angkut; (c) Industri teknologi

informasi dan peralatan telekomunikasi (telematika); merupakan

industri-industri yang diprioritaskan pengembangannya di masa

yang akan datang. Kelompok industri ini memiliki karakteristik

industri berkelanjutan karena lebih mengandalkan pada sumber

daya manusia berpengetahuan dan terampil, sumber daya alam

yang terbarukan serta kemampuan penguasaan teknologi.

Pembangunan industri di masa depan diperlukan dukungan

dari sektor-sektor terkait, secara garis besar meliputi: a)

12

mengembangkan lingkungan bisnis yang nyaman dan kondusif serta

pengembangan kemampuan inovasi; b) memperkuat keterkaitan pada

semua tingkatan rantai nilai pada Klaster industri yang

bersangkutan; c) meningkatkan kemampuan sumber daya yang

digunakan industri dalam rangka membangun kompetensi inti; d)

Penetapan prioritas persebaran industri, dan e) mengembangkan

industri kecil dan menengah.

Sektor industri agro merupakan industri andalan masa

depan mengingat peranannya yang penting dan strategis bagi

struktur industri nasional maupun terhadap perekonomian

nasional. Peranan penting dan strategis itu tercipta karena

sektor industri ini antara lain didukung oleh ketersediaan

bahan baku berupa sumber daya alam yang cukup melimpah di

dalam negeri yang bersumber dari sektor pertanian,

perikanan/kelautan, peternakan, perkebunan, dan kehutanan.

Raihan nilai ekspor dari Sektor industri agro dalam kurun

waktu tahun 2012-2014 mengalami trend pertumbuhan sebesar

9,53%, dimana cabang industri hasil hutan dan perkebunan

mengalami trend pertumbuhan nilai ekspor sebesar 3,85%, cabang

industri makanan, hasil laut dan perikanan mengalami trend

pertumbuhan 14,50% dan cabang industri minuman dan tembakau

mengalami trend pertumbuhan sebesar 10,25%.

Secara umum, penyerapan tenaga kerja di sektor industri

agro pada kurun waktu tahun 2012- 2014 diharapkan mengalami

trend pertumbuhan sebesar 3,14% dimana industri hasil hutan

dan perkebunan mengalami trend pertumbuhan sebesar 0,67%,

13

industri makanan, hasil laut dan perikanan mengalami trend

pertumbuhan 4,57% dan industri minuman dan tembakau mengalami

trend pertumbuhan 4,17%.

Salah satu cara untuk mencapai target-target di atas

adalah dengan mendorong pengembangan industri hilir agro

dengan konsep klaster atau yang lebih dikenal dengan istilah

hilirisasi industri agro. Program hilirisasi industri agro

dinilai sangat penting karena diharapkan industri dalam negeri

mampu memanfaatkan sumber daya alam yang dimiliki dengan

meningkatkan nilai tambah produk agro serta untuk menghindari

ekspor sumber daya alam dalam bentuk primer.

Dalam menghadapi AEC 2015, Indonesia memiliki potensi

yang besar karena didukung oleh bonus demografi, jumlah

penduduk 238 juta orang, dan jumlah masyarakat kelas menengah

sekitar 45 juta orang dimana 42% hidup di perkotaan, serta

pendapatan per kapita  mencapai US$ 3.200, yang membuka

peluang dan potensi tenaga kerja dan pasar di dalam negeri

Paling sedikit ada lima alasan utama, mengapa industri

agro penting untuk menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi

nasional masa depan, yaitu :

1.Industri pengolahan mampu mentransformasikan keunggulan

komparatif menjadi keunggulan kompatitif yang pada akhirnya

memperkuat daya saing produk agribisnis Indonesia;

2.Memiliki nilai tambah dan pangsa pasar yang besar sehingga

kemajuan yang dicapai dapat mempengaruhi pertumbuhan

perekonomian nasional secara keseluruhan;

14

3.Memiliki keterkaitan yang besar baik ke hulu maupun ke hilir

(forward and bacward linkages), sehingga mampu menarik kemajuan

sektor-sektor lainnya;

4.Memiliki basis bahan baku lokal (keunggulan komparatif) yang

dapat diperbaharui sehingga terjamin sustainabilitasnya;

5.Memiliki kemampuan untuk mentransformasikan struktur ekonomi

nasional dari pertanian ke industri dengan agroindustri

sebagai penggeraknya.

Indonesia mampu memperkuat penyediaan pangan dunia dan

komoditas pertanian. Strategi pertanian yang dikembangkan

berbasis 5 A yaitu:

1.Agro produksi yang berdasarkan kemampuan dan kesesuaian

lahan;

2.Agro industri (pengelolaan hasil-hasil pertanian);

3.Agro bisnis perdagangan hasil-hasil pertanian (lokal –

regional - internasional);

4.Agro teknologi (penggunaan teknologi ramah lingkungan)

5.Agro Tourisme – sosio kultur yang dikembangkan

IV. UPAYA PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO

Gagasan mengenai hilirisasi industri agro muncul sebagai

reaksi atas maraknya ekspor sumber daya alam dalam bentuk

primer dan rendahnya peningkatan nilai tambah produk agro.

Kebijakan hilirisasi industri agro mempunyai landasan hukum

berupa Peraturan Presiden No. 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan

15

Industri Nasional bahwa industri agro merupakan salah satu

industri andalan masa depan.

Terdapat 12 Klaster Industri Prioritas Agro, yaitu :

1.Industri Pengolahan Kakao (113/M-IND/PER/10/2009)

2.Industri Gula (116/M-IND/PER/10/2009)

3.Industri Pengolahan Susu (122/M-IND/PER/10/2009)

4.Industri Hasil Tembakau (117/M-IND/PER/10/2009)

5.Industri Pengolahan Buah (118/M-IND/PER/10/2009)

6.Industri Pengolahan Kelapa (114/M-IND/PER/10/2009)

7.Industri Pengolahan Kopi (115/M-IND/PER/10/2009)

8.Industri Pengolahan Kelapa Sawit (13/M-IND/Per/1/2010

perubahan atas 111/M-IND/PER/10/2009)

9.Industri Pengolahan Ikan (120/M-IND/PER/10/2009)

10. Industri Pulp dan Kertas (121/M-IND/PER/10/2009)

11. Industri Furniture (119/M-IND/PER/10/2009)

12. Industri Pengolahan Karet (112/M-IND/PER/10/2009)

Landasan hukum Permenperin No. 13/M-IND/Per/1/2010

tentang perubahan atas Permenperin No. 111/M-IND/ Per/10/2009

tentang Peta Panduan (Roadmap) pengembangan klaster industri

hilir kelapa sawit dengan strategi peningkatan daya saing

industri hilir kelapa sawit. Dua langkah utama yang dilakukan

adalah pertama, mendorong pengolahan CPO hingga turunan produk

ketiga (antara lain fatty acid, fatty alcohol, biodiesel) di

dalam negeri paling sedikit 50% dari total produksi CPO

nasional pada tahun 2015 sebelum diekspor dalam bentuk produk

hilir bernilai tambah tinggi. Kedua, menumbuhkan kawasan

16

klaster industri hilir kelapa sawit di provinsi utama

penghasil CPO, yaitu Sumatera Utara (Sei Mangkei), Riau (Dumai

dan Kuala Enok), dan Kalimantan Timur (Maloy). Selain itu,

masih ada Permenperin No. 113/M-IND/Per/10/2009 tentang Peta

Panduan (Roadmap) pengembangan klaster industri kakao dengan

strategi peningkatan daya saing industri hilir kakao. Tiga

langkah utama yang dilakukan adalah penguatan struktur

industri berbasis kakao, penciptaan iklim investasi dan

pemberian insentif serta keamanan berusaha; peningkatan

utilitas kapasitas industri/perusahaan yang sudah ada;

penciptaan lapangan usaha industri pengolahan kakao melalui

promosi investasi di sentra kakao.

Beberapa upaya Pemerintah c.q Kemenperin hingga saat ini

adalah sebagai berikut :

1. sosialisasi teknologi terpadu proses pengolahan kakao,

meningkatkan pengetahuan dan kemampuan SDM, mengenalkan dan

menerapkan ISO 22000, ISO 9001 Global Standard for Food Safety, GMP

dan HACCP dalam rangka peningkatan mutu dan keamanan

produk;

2. menyertakan para pengusaha pada kegiatan promosi/pameran

dalam dan luar negeri serta pengembangan diversifikasi

produk bernilai tambah tinggi termasuk pengembangan produk

kakao untuk kebutuhan non pangan

3. Khusus untuk mengatasi permasalahan keterbatasan

infrastruktur maka pemerintah melaksanakan program

Materplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

17

Indonesia (MP3EI) yang menitikberatkan pada pembangunan

infrastruktur.

V. PERMASALAHAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO

Kendala dalam pengembangan agro industri di Indonesia

antara lain adalah produktivitas on farm masih rendah, hal ini

ditunjukkan masih impornya bahan baku antara lain kedelai,

susu, daging sapi, maupun tepung terigu serta keterbatasan

bahan baku yang memiliki kualitas yang sesuai dengan kebutuhan

kegiatan agroindustri.

Pelaksanaan penelitian dan pengembangan dibidang

agroindustri perlu dukungan pemerintah dan keterpaduan serta

sinergitas antara lembaga litbang yang ada di Kementerian

terkait (Kementerian Perindustrian, Pertanian, Kelautan dan

Perikanan, dan lain-lain). Selain itu, tidak kalah pentingnya

peningkatan kompetensi Sumber Daya Manusia agar sesuai

kebutuhan industri khususnya untuk pengembangan industri agro.

Kemampuan mengolah produk yang masih rendah. Hal ini

ditunjukkan dengan sebagian besar komoditas pertanian yang

diekspor merupakan bahan mentah sekitar 40-60%. Data tersebut

menunjukkan bahwa kondisi tersebut memperkecil nilai tambah

yang diperoleh dari ekspor produk pertanian sehingga

pengolahan lebih lanjut menjadi tuntutan bagi perkembangan

agroindustri di era global ini.

18

Teknologi yang digolongkan sebagai teknologi agroindustri

produk pertanian begitu beragam dan sangat luas mencakup

teknologi pascapanen dan teknologi proses.

Sedangkan ketersediaan sarana dan prasarana yang

mendukung belum maksimal berjalan sesuai harapan yang

diinginkan industri dan pengusaha. Hal tersebut berkaitan erat

dengan biaya yang harus dikeluarkan pengusaha untuk

mendapatkan bahan baku industri dan mendistribusikan produk

hasil pengolahannya.

VI. DUKUNGAN PERAN BALAI DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO

Kementerian Perindustrian mempunyai 23 Unit Pelaksana

Teknis yaitu terdiri dari 11 Balai Besar, 11 Baristand

Industri dan 1 (satu) Balai Sertifikasi Industri di bawah

Badan Kajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri (BPKIMI).

Adapun 11 Balai Besar terdiri dari :

1. Balai Besar Industri Agro di Bogor;

2. Balai Besar Logam dan Mesin di Bandung;

3. Balai Besar Pulp dan Kertas di Bandung;

4. Balai Besar Keramik di Bandung;

5. Balai Besar Tekstil di Bandung;

6. Balai Besar Bahan, Barang dan Teknik di Bandung;

7. Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik di Jogjakarta;

8. Balai Besar Kerajinan dan Batik di Jogjakarta;

9. Balai Besar Kimia dan Kemasan di Jakarta;

10. Balai Besar Industri Hasil Perkebunan di Makassar;

19

11. Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri di

Semarang.

Sedangkan 11 Baristand dan 1 Balai Sertifikasi Industri

terdiri dari :

1. Baristand Industri Aceh di Banda Aceh;

2. Baristand Industri Ambon di Ambon;

3. Baristand Industri Manado di Manado;

4. Baristand Industri Palembang di Palembang;

5. Baristand Industri Banjarbaru di Banjarbaru;

6. Baristand Industri Samarinda di Samarinda;

7. Baristand Industri Pontianak di Pontianak

8. Baristand Industri Surabaya di Surabaya;

9. Baristand Industri Padang di Padang;

10. Baristand Industri Medan di Medan;

11. Baristand Industri Lampung di Lampung;

12. Balai Sertifikasi Industri di Jakarta

Balai Besar dan Baristand Industri, selain melaksanakan

penelitian dan pengembangan juga melaksanakan layanan jasa

teknis di berbagai bidang. Peran Balai Besar dan Baristand

Industri dalam mengembangkan teknologi industri antara lain :

1. Layanan teknis dibidang pengujian, kalibrasi dan

sertifikasi dalam rangka menjamin kesesuaian standard dan

mutu produk. Contoh layanan : sertifikasi eco label, GMP,

Sistem Manajemen Mutu SNI, ISO, HACCP, Pengujian Mutu

Produk, Limbah dan Lingkungan serta Inspeksi GMP, HACCP dan

ISO;

20

2. Layanan jasa teknis dibidang pelatihan dan konsultasi

melalui training/diklat teknis dan technical assistance. Adapun

contoh layanannya : Pelatihan ISO, HACCP, GMP, Pelatihan

Manajemen dan Desain;

3. Layanan jasa teknis dibidang penelitian dan pengembangan

teknologi untuk meningkatkan nilai tambah dan mutu produk.

Contoh layanannya : Penelitian tentang Derivatisasi Minyak

Atsiri, Kelapa dan Turunan CPO, Penelitian dan Pengembangan

Teknologi Proses Aneka Produk;

4. Layanan jasa teknis dibidang rancang bangun dan

perekayasaan industri melalui pengembangan desain dan

prototype. Adapun contoh layanannya : Pembuatan peralatan

proses produksi garam, biomassa, coklat dan pembangkit

listrik mikro hidro, turbin dan lain-lain;

5. Layanan jasa teknis dibidang konsultasi baik teknis maupun

manajemen terkait penanggulangan pencemaran industri.

Contoh layanannya : Pemberian Konsultasi Teknis Penerapan

Cleaner Production Technology dan Pengoperasian IPAL

Semua layanan jasa teknis tersebut diatas sebagai

fasilitasi teknologi kepada sektor industri sehingga dapat

meningkatkan daya saingnya.

VII. PENUTUP

Pengembangan industri berbasis agro memerlukan komitmen dan

dukungan dari seluruh pihak yang terlibat, baik dari

instansi Pemerintah Pusat, Daerah dan dunia usaha;

21

Pengembangan industri berbasis agro akan meningkatkan nilai

tambah dan mempunyai multiplier effects yang berdampak pada

peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di

sekitarnya.

Hal-hal yang masih perlu mendapat perhatian khusus :

o Peningkatan infrastruktur;

o Peningkatan kegiatan penelitian dan pengembangan;

o Pengembangan teknologi di bidang proses dan mesin

peralatan pabrik;

o Peningkatan SDM

22