Pengendalian Limbah Industri : INSTALASI BIOGAS SEDERHANA DARI LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU

27
BAB I PENDAHULUAN A. Judul Praktikum Judul praktikum Pengendalian Limbah Industri acara 1 ini adalah Produksi Biogas dari Limbah Industri. B. Tujuan Praktikum 1. Mahasiswa mengetahui sumber limbah industri yang potensial sebagai bahan baku produksi biogas. 2. Mahasiswa memahami proses dan desain produksi biogas dari limbah industri. 3. Mahasiswa mampu menghitung nilai tambah dari produksi biogas. C. Manfaat Praktikum 1. Praktikan mengetahui sumber limbah yang potensial untuk dijadikan bahan baku biogas. 2. Praktikan mengetahui proses pembuatan biogas. 3. Praktikan dapat menghitung nilai tambah dari produksi biogas.

Transcript of Pengendalian Limbah Industri : INSTALASI BIOGAS SEDERHANA DARI LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU

BAB I

PENDAHULUAN

A. Judul Praktikum

Judul praktikum Pengendalian Limbah Industri acara 1

ini adalah Produksi Biogas dari Limbah Industri.

B. Tujuan Praktikum

1. Mahasiswa mengetahui sumber limbah industri yang

potensial sebagai bahan baku produksi biogas.

2. Mahasiswa memahami proses dan desain produksi

biogas dari limbah industri.

3. Mahasiswa mampu menghitung nilai tambah dari

produksi biogas.

C. Manfaat Praktikum

1. Praktikan mengetahui sumber limbah yang potensial

untuk dijadikan bahan baku biogas.

2. Praktikan mengetahui proses pembuatan biogas.

3. Praktikan dapat menghitung nilai tambah dari

produksi biogas.

BAB II

DASAR TEORI

Limbah cair dan padat yang dihasilkan dari

perkotaan dan industri termasuk pemotongan hewan,

penyamakan kulit, dan lain-lain menyebabkan masalah

lingkungan yang serius. Limbah padat umumnya

dikumpulkan dan dibuang di lubang-lubang dan kemudian

terbawa ke tempat pembuangan akhir sehingga memicu

dampak lingkungan primer, sekunder, dan tersier

termasuk emisi gas rumah kaca hijau untuk lingkungan.

Selain itu, sumber daya yang memiliki potensi besar

untuk pembangkit energi menjadi terbuang. Lumpur yang

dihasilkan dari limbah-limbah tersebut memiliki potensi

besar untuk biomethanation. Potensi generasi biogas

dari limbah padat rumah potong hewan sangat besar

karena kandungan organik tinggi tanpa zat beracun.

Residu dari pabrik biogas, yang akan kaya nutrisi, akan

dikeringkan dan dapat digunakan sebagai pupuk. Dengan

demikian akan memungkinkan untuk menggunakan kedua

limbah padat dan cair dan hal ini menguntungkan untuk

menghasilkan energi (Singh, 2003).

Energi berperan penting dalam hampir seluruh

aktivitas manusia dan tidak dapat dilepaskan dalam

kehidupan manusia. Pemanfaatan energi yang tidak dapat

diperbaharui secara berlebihan dapat menimbulkan

masalah krisis energi. Salah satu gejala krisis energi

saat ini adalah kelangkaan bahan bakar minyak terutama

minyak tanah, bensin, dan solar, akibat terjadinya

peningkatan kebutuhan setiap tahunnya. Untuk mengurangi

konsumsi energi tersebut, maka dikembangkanlah program

biogas sebagai sumber energi baru pengganti dari bahan

bakar minyak bumi (Rahayu, 2012).

Biogas adalah salah satu sumber energi terbarukan

yang bisa menjawab kebutuhan akan energi sekaligus

dapat menyediakan kebutuhan hara tanah dan merupakan

salah satu solusi untuk mengatasi kesulitan masyarakat

akibat kenaikan harga bahan bakar minyak, teknologi ini

bisa segera diaplikasikan terutama untuk kalangan

petani/peternak. Energi biogas dapat diperoleh dari air

limbah rumah tangga; kotoran cair dari peternakan ayam,

sapi, babi; sampah organik dari pasar; industri makanan

dan sebagainya. Pemanfaatan energi biogas

dengan digester biogas memiliki banyak keuntungan,

yaitu mengurangi efek gas rumah kaca, mengurangi bau

yang tidak sedap, mencegah penyebaran penyakit,

menghasilkan panas dan daya (mekanis/listrik) serta

hasil samping berupa pupuk padat dan cair (Hozairi,

2012).

Prinsip pembuatan biogas adalah menciptakan proses

fermentasi bahan organik secara anaerobik (dalam ruang

kedap udara disebut alat pencerna atau digester). Dalam

proses tersebut terjadi interaksi yang kompleks dari

sejumlah bakteri yang berbeda-beda, diantaranya bakteri

Methanobacterium, dan Methanobacillus. Adanya gas metan

(CH4) dalam biogas menyebabkan biogas dapat dibakar.

Energi yang terkandung dalam biogas tergantung dari

konsentrasi gas metan tersebut. Semakin tinggi

kandungan gas metan maka semakin besar kandungan energi

(nilai kalor) pada biogas, dan sebaliknya semakin kecil

kandungan metana semakin kecil nilai kalor. (Moenir,

2011).

Produksi metana oleh bakteri metanogenik terjadi

dengan baik pada kisaran pH 5,5-8,3. Apabila pH limbah

dalam reaktor anaerobik kurang dari 5,5 maka aktivitas

mikrobia dalam mendegradasi bahan organik dan mengubah

menjadi biogas kurang optimum. Oleh karena itu bila

limbah yang diolah terlalu asam maka dinaikkan dahulu

pHnya dengan larutan kapur pada permukaannya saja

sampai kondisi steady state, setelah itu biasanya pH akan

stabil (Wagiman, 2007).

Kualitas biogas dapat ditingkatkan dengan

memperlakukan beberapa parameter yaitu menghilangkan

hidrogen sulphur, kandungan air dan karbondioksida

(CO2). Pembentukan biogas dilakukan oleh mikroba pada

situasi anaerob yang meliputi tiga tahap yaitu tahap

hidrolisis, tahap pengasaman dan tahap metanogenik.

Bakteri anaerob membutuhkan nutrisi sebagai sumber

energi. Level nutrisi harus lebih dari konsentrasi

optimal yang dibutuhkan oleh bakteri metanogenik,

karena apabila terjadi kekurangan nutrisi akan menjadi

penghambat bagi pertumbuhan bakteri. Penambahan nutrisi

dengan bahan yang sederhana seperti glukosa, buangan

industri, dan sisa tanaman terkadang diberikan dengan

tujuan untuk menambah pertumbuhan di dalam digester

(Padang, 2011).

Biogas dibuat di dalam digester. Limbah kotoran

ternak yang dicampur dengan potongan-potongan kecil

sisa tanaman, seperti jerami, sekam, dicampur dengan

air yang cukup banyak. Campuran tersebut selalu

ditambah setiap hari dan sesekali diaduk. Waktu yang

dibutuhkan untuk membentuk gas awal kurang lebih dua

minggu sampai satu bulan. Campuran yang telah diolah

dikeluarkan melalui saluran pengeluaran. Sisa dari

limbah yang telah dicerna oleh bakteri metana atau

bakteri biogas, yang disebut slurry atau lumpur,

memiliki kandungan hara yang sama dengan pupuk organik

yang telah matang sehingga langsung digunakan untuk

memupuk tanaman, atau jika akan disimpan atau

diperjualbelikan dapat dikeringkan di bawah sinar

matahari sebelum dimasukkan ke dalam karung

(Abdurahman, 2008).

Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi

bahan organik secara anaerobik (tertutup dari udara

bebas) untuk menghasilkan suatu gas yang sebagian besar

berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) dan

karbon dioksida. Gas yang terbentuk disebut gas rawa

atau biogas. Proses dekomposisi anaerobik dibantu oleh

sejumlah mikroorganisme, terutama bakteri metan. Suhu

yang baik untuk proses fermentasi adalah 30O-55O C.

Pada suhu tersebut mikroorganisme dapat bekerja secara

optimal merombak bahan-bahan organik (Simamora, 2006).

Anaerobik sangat cocok untuk mengolah limbah cair

yang mengandung bahan organik kompleks seperti limbah

dari industri makanan, minuman, bahan kimia, dan obat-

obatan. Bahan organik tersebut dapat didegradasi

menjadi senyawa sederhana dan stabil melalui empat

tahap yaitu hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis, dan

methanogenesis. Metana merupakan hasil akhir proses

anaerobik sehingga dapat digunakan sebagai parameter

atau indikator keberhasilan proses tersebut (Wagiman,

2014).

Biogas merupakan gas bersih yang diproduksi oleh

proses dekomposisi bahan organik yang dilakukan oleh

mikroba. Tidak ada bahan kimia tambahan maupun katalis

yang digunakan dalam pembuatan biogas. Bahan bakar dari

biogas memiliki beberapa keuntungan dibandingkan bahan

bakar lain, yaitu memberikan efek positif untuk

kesehatan, sanitasi, dan keamanan, memberikan

keuntungan bagi pertanian dan penggunaan lahan yang

berkelanjutan karena lumpur yang mengandung biogas

merupakan nutrien yang sangat baik untuk meningkatkan

kesuburan tanah, memberikan keuntungan bagi lingkungan

dengan mengurangi penggundulan hutan sehingga secara

tidak langsung akan membantu menjaga keseimbangan

ekosistem, serta memberikan keuntungan sosial karena

dalam proses pengolahan biogas memerlukan banyak tenaga

kerja yang memiliki skill tinggi sehingga masyarakat

bisa mendapatkan pekerjaan dan uang dari proses

produksi biogas ini (Chhetri, 2008).

BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

1. Jerigen 1 buah

2. Selang +/- 30 cm

3. Gelas ukur

4. Malam

5. Limbah industri ( 18 liter )

6. Sayuran dan buah-buahan busu ( 1 kg )

B. Prosedur Praktikum

PROSEDUR HASIL1. Menyiapkan limbah cair dan

starter.

2. Mengukur pH limbah cair.

3. Memasukkan limbah cair

(jika perlu limbah diencerkan

terlebih dahulu) ke dalam

jerigen (20 L) sampai volume

17,1 L.

Limbah cair dan

starter siap

digunakan.

Limbah cair telah

diketahui pHnya.

Limbah cair berada

dalam jerigen.

Starter tercampur

dalam jerigen berisi

4. Menambahkan starter

sebanyak 0,9 L.

5. Menyusun instalasi

produksi biogas seperti pada

gambar di modul praktikum.

6. Melakukan pengamatan

secara periodik dan

menentukan kapas gas mulai

muncul.

7. Mencatat produksi biogas

selama 7 hari sejak

kemunculan gas pertama kali.

8. Menghitung laju produksi

biogas, jumlah biogas yang

dihasilkan, besar energi yang

dihasilkan, dan menganalisis

potensi ekonomisnya.

limbah cair.

Instalasi produksi

biogas tersusuk

seperti pada gambar

dalam modul

praktikum.

Waktu munculnya gas

diketahui.

Produksi biogas

selama 7 hari

diketahui.

Besar laju produksi

biogas, jumlah

biogas yang

dihasilkan, besar

energi yang

dihasilkan, dan

potensi ekonomis

dari biogas telah

diketahui.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Praktikum

1. Tabel data pengamatan volume biogas

NO Tanggal

Volumecairan

dalam gelasukur (ml)

Volumekenaikangas (ml)

Minggu

Volume permingg

u(ml)

1 Selasa, 18 Maret 2014 32,00 0,00

Ming

gu k

e-1

4,00

2 Rabu, 19 Maret 2014 33,00 1,00

3 Kamis, 20 Maret 2014 33,50 0,50

4 Jumat, 21 Maret 2014 35,00 1,50

5 Sabtu, 22 Maret 2014 35,00 0,00

6 Minggu, 23 Maret 2014 35,50 0,50

7 Senin, 24 Maret 2014 36,00 0,50

8 Selasa, 25 Maret 2014 36,00 0,00

Minggu k

e-2

2,50

9 Rabu, 26 Maret 2014 36,50 0,50

10 Kamis, 27 Maret 2014 38,00 1,50

11 Jumat, 28 Maret 2014 38,00 0,00

12 Sabtu, 29 Maret 2014 38,00 0,00

13 Minggu, 30 Maret 2014 38,50 0,50

14 Senin, 31 Maret 2014 38,50 0,00

15 Selasa, 1 April 2014

38,50 0,00

Ming gu

3,50

ke-3

16 Rabu., 2 April 2014 39,00 0,50

17 Kamis, 3 April 2014 39,00 0,00

18 Jumat, 4 April 2014 40,00 1,00

19 Sabtu, 5 April 2014 40,50 0,50

20 Minggu, 6 April 2014 41,00 0,50

21 Senin, 7 April 2014 42,00 1,00

22 Selasa, 8 April 2014 42,00 0,00

Ming

gu k

e-4

0,50

23 Rabu, 9 April 2014 42,00 0,00

24 Kamis, 10 April 2014 42,00 0,00

25 Jumat, 11 April 2014 42,00 0,00

26 Sabtu, 12 April 2014 42,50 0,50

27 Minggu, 13 April 2014 42,50 0,00

  TOTAL VOLUME (ml) 10,50      RATA-RATA VOLUME (ml) 0,39    

2. Grafik pertambahan volume biogas yang terbentuk

a. Grafik volume gas yang terbentuk per hari

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920212223242526270.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

1.40

1.60

Hari ke-

Volu

me gas

(ml

)

b. Grafik volume gas yang terbentuk per minggu

1 2 3 40.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

4.5

Minggu ke-

Volume gas (ml)

B. Analisa dan Pembahasan

Biogas merupakan hasil akhir dari proses

anaerobik dengan komponen utama CH4 dan CO2, H2, N2,

dan gas lain seperti H2S (Wagiman, 2006). Biogas

adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik

atau fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk

diantaranya kotoran manusia dan hewan, limbah

domestik (rumah tangga), sampah biodegradable atau

setiap limbah organik yang biodegradable dalam

kondisi anaerobik (Rosdi, 2011).

Komponen yang terdapat dalam biogas ditunjukkan

pada tabel berikut (Simamora, 2006) :

Prinsip pembuatan biogas adalah adanya

dekomposisi bahan organik secara anaerobik

(tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan

suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang

memiliki sifat mudah terbakar) dan karbon dioksida

(Simamora, 2006). Berikut adalah proses pembentukan

biogas secara umum (Wahyuni, 2011) :

mikroorganisme anaerobikBahan organik CH4 + CO2 + H2 + NH3

+ H2S

Pembentukan biogas dilakukan oleh mikroba pada

situasi anaerob yang meliputi tiga tahap yaitu

tahap hidrolisis, tahap pengasaman dan tahap

metanogenik (Padang, 2011). Berikut ini merupakan

tahapan dalam proses pembentukan biogas (Krisno,

2011) :

a. Hidrolisis

Hidrolisis merupakan penguraian senyawa

kompleks atau senyawa rantai panjang menjadi

senyawa yang sederhana. Pada tahap ini, bahan-

bahan organik seperti karbohidrat, lipid, dan

protein didegradasi menjadi senyawa dengan

rantai pendek, seperti peptida, asam amino, dan

gula sederhana. Kelompok bakteri hidrolisa,

seperti Steptococci, Bacteriodes, dan beberapa

jenis Enterobactericeae yang melakukan proses ini.

b. Asidogenesis

Asidogenesis adalah pembentukan asam dari

senyawa sederhana. Bakteri asidogen,

Desulfovibrio, pada tahap ini memproses senyawa

terlarut pada hidrolisis menjadi asam-asam

lemak rantai pendek yang umumnya asam asetat

dan asam format.

c. Metanogenesis

Metanogenesis ialah proses pembentukan gas

metan dengan bantuan bakteri pembentuk gas

metan seperti Methanobacterium, Methanobacillus,

Methanosacaria, dan Methanococcus. Tahap ini

mengubah asam-asam lemak rantai pendek menjadi

H2, CO2, dan asetat. Asetat akan mengalami

dekarboksilasi dan reduksi CO2, kemudian

bersama-sama dengan H2 dan CO2 menghasilkan

produk akhir, yaitu metan (CH4) dan

karbondioksida (CO2).

Bahan yang dapat dijadikan biogas biasanya

merupakan limbah organik. Limbah organik ini dapat

berupa limbah padat maupun limbah cair. Bahan

organik tersebut contohnya kotoran hewan ternak,

limbah pertanian, sisa dapur, dan sampah organik

(Simamora, 2006). Sampah organik yang biasa

digunakan adalah sisa konsumsi rumah tangga, rumah

makan, maupun supermarket seperti sampah sayur-

sayuran, buah-buahan, nasi, daging, ikan, serta

hasil konsumsi rumah tangga lainnya (Saragih,

2010). Kotoran ternak yang paling umum digunakan

adalah feses dan urine sapi (Simamora, 2006).

Limbah industri yang biasa digunakan untuk bahan

pembuat biogas antara lain limbah cair industri

tapioka, industri nata de coco, industri kecap, dan

industri tahu (Dirjen IKM, 2007). Limbah lain yang

berpotensi untuk dijadikan biogas adalah limbah

yang didapatkan dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS),

yang mengolah Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit

menjadi Crude Palm Oil (CPO). Dalam proses

pengolahannya, PKS menghasilkan limbah biomassa

dengan jumlah yang cukup besar dalam bentuk limbah

organik berupa tandan kosong kelapa sawit (Tankos),

cangkang dan sabut, serta limbah cair (palm oil

mill effluent/POME) (Wibowo, 2013).

Proses yang terjadi selama pembentukan biogas

terbagi dalam 3 tahap yaitu hidrolisis,

asidogenesis atau pengasaman, dan metanogenesis.

Proses yang terjadi pada masing-masing tahapan

adalah sebagai berikut (Wahyuni, 2011) :

a. Pada tahap hidrolisis, reaksi yang terjadi

adalah penguraian bahan-bahan organik kompleks

yang mudah larutatau senyawa rantai panjang

seperti lemak, protein, dan karbohidrat menjadi

senyawa yang lebih sederhana. Tahap hidrolisis

merupakan perubahan struktur bentuk polimer

menjadi bentuk monomer di antaranya senyawa asam

organik, glukosa, etanol, CO2, dan hidrokarbon.

Reaksi kimia pada tahap hidrolisis adalah :

(C6H10O5)n + nH2O n(C6H12O6)

b. Pada tahap pengasaman atau asidogenesis,

senyawa monomer yang terbentuk dari tahap

hidrolisis dijadikan sumber energi bagi bakteri

pembentuk asam. Bakteri tersebut menghasilkan

senyawa asam seperti asam asetat, asam propionat,

asam butirat, dan asam laktat, serta produk

sampingan berupa alkohol, CO2, hidrogen, dan

amonia. Reaksi kimia yang terjadi adalah :

c. Proses terakhir adalah pembentukan gas metan

yang terjadi pada tahap metanogenesis. Bakteri

metanogen seperti Methanococcus, Methanosarcina, dan

Methanobacterium mengubah produk lanjutan dari

tahap pengasaman menjadi metan, karbondioksida,

dan air yang merupakan komponen penyusun biogas.

Berikut adalah reaksi yang terjadi pada tahap

metanogenesis :

Biogas mempunyai peranan penting dalam

pengendalian limbah industri. Selain dapat

mengurangi limbah yang dibuang ke lingkungan,

biogas juga dapat dijadikan sumber energi

alternatif. Dengan pengolahan limbah menjadi

biogas, maka jumlah limbah dapat dikurangi karena

sebagian besar digunakan untuk bahan baku pembuat

biogas.

Dalam pengendalian limbah industri, biogas

memiliki beberapa kekurangan dan kelebihan.

Kelebihan penggunaan biogas antara lain :

1. Sebagai bahan bakar pengganti.

2. Tempat selalu bersih, tidak seperti penggunaan

kayu bakar yang selalu menghasilkan abu dan

asap.

3. Menghemat biaya produksi pertanian karena sudah

tersedia pupuk organik yang lebih baik.

4. Tidak merusak lingkungan karena limbah yang

dihasilkan masih dapat dimanfaatkan.

5. Biogas memberi perlawanan terhadap efek rumah

kaca melalui 3 cara yaitu:

a) Biogas memberikan subtitusi atau pengganti

dari bahan bakar fosil untuk penerangan,

kelistrikan, memasak dan pemanasan.

b) Methana (CH4) yang dihasilkan secara alami

oleh kotoran yang menumpuk merupakan gas

penyumbang terbesar pada efek rumah kaca,

bahkan lebih besar dibandingkan CO2.

Pembakaran methana pada Biogas mengubahnya

menjadi CO2 sehingga mengurangi jumlah methana

di udara.

Sedangkan, kekurangan biogas adalah biogas

hanya dapat dimanfaatkan untuk beberapara kegiatan

rumah tanggan sehingga bentuknya tidak dapat

diturunkan ke bentuk yang lebih banyak lagi. Selain

itu, perlunya suatu pengendalian khusus untuk

mencegah terjadinya kemungkinan resiko bahaya

akibat kerusakan instalasi biogas.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembuatan

biogas pada praktikum pengendalian limbah industri

ini adalah sebagai berikut. Pertama limbah cair

berupa limbah nata de coco sebanyak 18 liter dan

starter berupa buah-buahan serta sayur-sayuran

busuk sebanyak 1 kg disiapkan. Sebelum dilakukan

proses selanjutnya, pH limbah cair diukur yang

bertujuan untuk menentukan kondisi optimum di dalam

pembuatan biogas. Pengukuran pH dilakukan sebanyak

3 kali pengulangan dengan hasil 5,5 ; 5,6 ; dan 5,7

sehingga dirata-rata menjadi 5,6. Hal ini berarti

limbah dalam kondisi asam. Produksi metana oleh

bakteri metanogenik terjadi dengan baik pada

kisaran pH 5,5-8,3. Apabila pH limbah dalam reaktor

anaerobik kurang dari 5,5 maka aktivitas mikrobia

dalam mendegradasi bahan organik dan mengubah

menjadi biogas kurang optimum (Wagiman, 2006).

Karena limbah sudah berbentuk cair, maka limbah

sebanyak 17,1 L dimasukkan ke dalam jerigen.

Kemudian, starter sebanyak 0,9 L juga dimasukkan ke

dalam jerigen sebanyak 0,9 L sehingga volume total

bahan biogas adalah sebanyak 18 L. Sebelumnya, buah

dan sayuran busuk dicacah-cacah hingga mencapai

ukuran yang sekecil mungkin. Tujuan pencacahan agar

reaksi yang terjadi menjadi semakin mudah karena

ukurannya yang kecil. Volume jerigen yang digunakan

adalah 20 L, sedangkan volume bahan biogas adalah

18 L, dengan begitu terdapat sisa ruang kosong

sebanyak 2 L untuk tempat terbentuknya gas.

Selanjutnya adalah melakukan penyusunan

instalasi produksi biogas. Penyusunan dilakukan

dengan bahan dan alat yang telah disediakan.

Peratan utama yang digunakan dalam instalasi biogas

ini adalah jerigen yang berisi bahan isian biogas

tadi, ember berisi air, gelas ukur sebagai tempat

melihat kenaikan volume gas, kemudian selang

sebagai penghubung antara ember dengan jerigen

berisi bahan biogas, dan plastisin yang berfungsi

untuk menutup celah antara selang dengan lubang

pada tutup jerigen. Lubang sekecil apapun harus

ditutup agar tidak ada udara luar yang

mengintervensi proses pembentukan biogas.

Setelah instalasi selesai maka dapat mulai

dilakukan pengamatan secara periodik. Pengamatan

setiap hari dimulai dari waktu pertama munculnya

gas dimana waktu pengamatan yang konstan bertujuan

agar hasil yang didapatkan valid. Selanjutnya,

dilakukan analisis dengan menghitung laju produksi

biogas, jumlah biogas yang dihasilkan, dan energi

yang dihasilkan.

Dari hasil praktikum yang sudah dilakukan

selama 27 hari, diperoleh hasil total volume biogas

sebanyak 10,50 ml sehingga jika dirata-rata

produksi gas per harinya adalah 0,39 ml. Untuk

minggu pertama, volume yang dihasilkan adalah 4,0

ml, minggu kedua sebanyak 2,5 ml, minggu ketiga

sebanyak 3,5 ml, dan minggu terakhir sebanyak 0,5

ml. Pada minggu keempat ini hanya terjadi

penambahan volume sebanyak 1 kali yaitu pada hari

kelima sebanyak 0,5 ml. Kecepatan produksi gas

tergantung pada kinerja bakteri metanogen yang

dipengaruhi oleh pH, suhu, kandungan nutrien,

keberadaan faktor penghambat dan waktu retensi

(Wagiman, 2006).

Dari grafik perubahan volume biogas (waktu vs

volume) dapat dilihat bahwa penambahan volume

biogas yang terjadi cukup fluktuatif. Sebanyak 13

kali pengamatan menunjukkan bahwa tidak ada

pernambahan volume gas, sementara pengamatan lain

menunjukkan angka penambahan volume di atas 0,4 ml

bahkan ada yang mencapai penambahan sebanyak 1,5

ml. Untuk minggu keempat hanya terjadi penambahan

sebanyak 1 kali saja (pada grafik ditunjukkan di

hari ke-26). Tidak adanya penambahan volume di

hari-hari terakhir ini kemungkinan dikarenakan

mikrobia yang melakukan proses fermentasi di

dalamnya sudah kekurangan nutrisi.

Penerapan dari instalasi biogas dalam kehidupan

nyatanya adalah dalam rangka pemenuhan keperluan

energi rumah tangga khususnya di perdesaan maka

perlu dilakukan upaya yang sistematis untuk

menerapkan berbagai alternatif energi yang layak

bagi masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut

maka salah satu upaya terobosan yang dilakukan

adalah melaksanakan program Bio Energi Perdesaan

(BEP),yaitu suatu Program BEP-Biogas Skala Rumah

Tangga. Upaya pemenuhan energi secara swadaya (self

production) oleh masyarakat khususnya di perdesaan,

termasuk bagi masyarakat di desa-desa terpencil

seperti di daerah pedalaman dan kepulauan.

Pelaksanaan program BEP juga terkait dengan upaya-

upaya pengembangan agribisnis dalam rangka

peningkatan kesejahteraan masyarakat secara

berkelanjutan dan ramah lingkungan. Secara garis

besar tujuan program BEP adalah berkembangnya

swadaya masyarakat dalam penyediaan dan penggunaan

bio energi (biogas, bio massa, dan bio fuel) bagi

keperluan rumah tangga termasuk untuk kegiatan

usaha industri rumah tangga khususnya di pedesaan.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Sumber yang potensial sebagai bahan baku produksi

biogas adalah bahan organik seperti kotoran hewan

ternak, limbah pertanian, sisa dapur, dan sampah

organik. Sumber limbah industri yang potensial

untuk dijadikan biogas adalah limbah cair

industri tapioka, industri nata de coco, industri

kecap, industri tahu, dan industri pengolahan

kelapa sawit.

2. Proses produksi biogas terdiri dari 3 tahap yaitu

hidrolisis, asidogenesis, dan metanogenesis.

Pembentukan gas metan oleh bakteri anaeronik

terjadi pada tahapan metanogenesis.

3. Dalam waktu 27 hari, didapat volume biogas

sebanyak 10,50 ml sehingga jika dirata-rata,

volume biogas per hari yang diperoleh adalah 0,39

ml.

B. Saran

Jenis starter yang digunakan berbeda untuk tiap

kelompoknya agar hasil yang didapat lebih

bervariasi.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, Deden. 2006. Biologi Kelompok Pertanian dan

Kesehatan untuk Sekolah Menengah Kejuruan Kelas

XI. Jakarta: Grafindo Media Pratama.

Chhetri, A.B., dan M. Rafiqul Islam. 2008. Inherently-

sustainable Technology Development. Nova

Publishers. Canada.

Dirjen Industri Kecil dan Menengah. 2007. Pemanfaatan

Limbah Menjadi Biogas. Dalam

http://majalahenergi.com/forum/energi-baru-dan-

terbarukan/bioenergy/pengolahan-limbah-tahu-

menjadi-biogas/ diakses pada 15 April 2014 pukul

18.15 WIB.

Hozairi, dkk. 2012. Pemanfaatan Kotoran Hewan Menjadi

Energi Biogas Untuk Mendukung Pertumbuhan UMKM di

Kabupaten Pamekasan. Dalam Prosiding InSINas Lembaga

Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Universitas

Islam Madura. Pamekasan.

Krisno, Agus. 2011. Biogas Secara Umum. Dalam

http://aguskrisno.blogspot.com/ diakses pada 15

April 2014 pukul 18.17 WIB.

Moenir, Misbachul dan Rustiana Yuliasni. 2011.

Penerapan Teknologi Bio-Desulfurisasi Gas Hidrogen

Sulfida (H2s) Pada Ipal Industri Tahu Sebagai

Upaya Pengambilan Kembali ( Recovery ) Sulfur . Dalam

Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri, Vol 1,

No. 4: 244-250.

Padang, Yesung Allo, dkk. 2011. Meningkatkan Kualitas

Biogas dengan Penambahan Gula. Dalam Jurnal Teknik

REKAYASA, Vol 12 No. 1: 54-62.

Simamora, Suhut, dkk. 2006. Membuat Biogas Pengganti

Bahan Bakar Minyak dan Gas dari Kotoran Ternak.

Jakarta: AgroMedia Pustaka.

Singh, Vijay P., dan Ram Narayan Yadava. 2003.

Wastewater Treatment and Waste Management. Allied

Publishers Pvt. New Delhi.

Wagiman. 2007. Identifikasi Potensi Produksi Biogas dari

Limbah Cair Tahu Dengan Reaktor Upflow Anaerobic

Sludge Blanket (UASB) . Dalam Jurnal Bioteknologi, Vol 4

No.2: 41-45.

Wagiman. 2014. Modul Praktikum Pengendalian Limbah

Industri Program Studi Strata I. Jurusan Teknologi

Industri Pertanian. Universitas Gadjah Mada.

Yogyakarta.

Wahyuni, Sri. 2011. Menghasilkan Biogas Dari Aneka

Limbah. Jakarta: PT Agromedia Pustaka.

Wibowo, Ari. 2013. Potensi Biogas adari Limbah Cair

Kelapa Sawit. Dalam

http://test.lpp.ac.id/wordpress/potensi-biogas-dari-

pengolahan-limbah-cair-kelapa-sawit/ diakses pada

15 April 2014 pukul 19.00 WIB.