Kultur Ekstensif Mikroalga

15
Laporan Budidaya Pakan Alami [email protected] KULTUR EKSTENSIF MIKROALGA ARDANA KURNIAJI (I1A2 10 097) Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo Kendari ABSTRAK Mikroalga merupakan kelompok tumbuhan berukuran renik yang termasuk dalam kelas alga, diameternya antara 3-30 μm, baik sel tunggal maupun koloni yang hidup di seluruh wilayah perairan tawar maupun laut, yang lazim disebut fitoplankton. Di dunia mikrobia, mikroalga termasuk eukariotik, umumnya bersifat fotosintetik dengan pigmen fotosintetik hijau (klorofil), coklat (fikosantin), biru kehijauan (fikobilin), dan merah (fikoeritrin). Morfologi mikroalga berbentuk uniseluler atau multiseluler tetapi belum ada pembagian tugas yang jelas pada sel-sel komponennya. Hal itulah yang membedakan mikroalga dari tumbuhan tingkat tinggi. Praktikum kultur Ekstensif Mikroalga ini bertujuan untuk untuk mengetahui tehnik kultur Ekstensif Mikroalga dalam skala laboratorium agar mendapatkan kelimpahan sel yang tertinggi didalam periode waktu yang singkat. Praktikum ini dilakukan pada hari Rabu tanggal 27 April 2011 pukul 10.00 WITA dengan pengambilan sampel Mikroalga di Pantai Tapulaga Kec. Soropia kemudian berlanjut pada proses Penyiapan alat-alat kultur berupa pembersihan alat, sterilisasi serta penyesuaian lingkungan kultur terhadap tingkat salinitas dan komposisi pupuk. Setelah itu praktikum di laksanakan dalam bentuk pengamatan sampel mikroalga untuk mengetahui kepadatan dan jenis mikroalga yang ada, dilaksanakan selama 8 kali dalam satu bulan dari hari Senin tanggal 2 Mei 2011 pukul 10.00 WITA dan berakhir pada hari Kamis Tanggal 2 Juni 2011 pukul 14.00 WITA dengan pengamatan selang waktu 5 hari untuk sekali pengamatan. Hasil pengamatan terlihat pertumbuhan mikroalga terdiri dari beberapa fase yakni fase Lag (istirahat), fase Logaritmik (log) atau Eksponensial, fase Penurunan laju pertumbuhan (declining relative growth), fase Stasioner, dan fase terakhir adalah fase dead atau kematian. Masing-masing pengamatan diperoleh jenis yang berbeda-beda, namun kebanyakan mikroalga yang terlihat adalah jenis mikroalga dari kelas Bacilloriphyceae yang memiliki ketahanan dan toleransi terhadap kondisi media kultur yang baik. Kata Kunci : Kultur Ekstensif Mikroalga

Transcript of Kultur Ekstensif Mikroalga

Laporan Budidaya Pakan Alami [email protected]

KULTUR EKSTENSIF MIKROALGA

ARDANA KURNIAJI

(I1A2 10 097)

Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas Haluoleo

Kendari

ABSTRAK

Mikroalga merupakan kelompok tumbuhan berukuran renik yang termasuk dalam

kelas alga, diameternya antara 3-30 μm, baik sel tunggal maupun koloni yang hidup di

seluruh wilayah perairan tawar maupun laut, yang lazim disebut fitoplankton. Di dunia

mikrobia, mikroalga termasuk eukariotik, umumnya bersifat fotosintetik dengan pigmen

fotosintetik hijau (klorofil), coklat (fikosantin), biru kehijauan (fikobilin), dan merah

(fikoeritrin). Morfologi mikroalga berbentuk uniseluler atau multiseluler tetapi belum ada

pembagian tugas yang jelas pada sel-sel komponennya. Hal itulah yang membedakan

mikroalga dari tumbuhan tingkat tinggi. Praktikum kultur Ekstensif Mikroalga ini bertujuan

untuk untuk mengetahui tehnik kultur Ekstensif Mikroalga dalam skala laboratorium agar

mendapatkan kelimpahan sel yang tertinggi didalam periode waktu yang singkat.

Praktikum ini dilakukan pada hari Rabu tanggal 27 April 2011 pukul 10.00 WITA dengan

pengambilan sampel Mikroalga di Pantai Tapulaga Kec. Soropia kemudian berlanjut pada

proses Penyiapan alat-alat kultur berupa pembersihan alat, sterilisasi serta penyesuaian

lingkungan kultur terhadap tingkat salinitas dan komposisi pupuk. Setelah itu praktikum di

laksanakan dalam bentuk pengamatan sampel mikroalga untuk mengetahui kepadatan dan

jenis mikroalga yang ada, dilaksanakan selama 8 kali dalam satu bulan dari hari Senin

tanggal 2 Mei 2011 pukul 10.00 WITA dan berakhir pada hari Kamis Tanggal 2 Juni 2011

pukul 14.00 WITA dengan pengamatan selang waktu 5 hari untuk sekali pengamatan. Hasil

pengamatan terlihat pertumbuhan mikroalga terdiri dari beberapa fase yakni fase Lag

(istirahat), fase Logaritmik (log) atau Eksponensial, fase Penurunan laju pertumbuhan

(declining relative growth), fase Stasioner, dan fase terakhir adalah fase dead atau

kematian. Masing-masing pengamatan diperoleh jenis yang berbeda-beda, namun

kebanyakan mikroalga yang terlihat adalah jenis mikroalga dari kelas Bacilloriphyceae

yang memiliki ketahanan dan toleransi terhadap kondisi media kultur yang baik.

Kata Kunci : Kultur Ekstensif Mikroalga

Laporan Budidaya Pakan Alami [email protected]

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Mikroalga merupakan kelompok tumbuhan berukuran renik, baik sel tunggal

maupun koloni yang hidup di seluruh wilayah perairan air tawar dan laut. Mikroalga lazim

disebut fitoplankton. Mikroalga saat ini menjadi salah satu alternative sumber energi baru

yang sangat potensial. Makanan utama mikroalga ialah karbondioksida. Ia mampu tumbuh

cepat dan dipanen dalam waktu singkat yakni 7-10 hari. Kegiatan kultivasi tumbuhan

produsen primer ini menghemat ruang (save space), memiliki efisiensi dan efektivitas

tinggi. Panen mikroalga minimal 30 kali lebih banyak dibandingkan tumbuhan darat

(Chisti, 2007).

Taksonomi mikroorganisme selama ini lebih banyak menggunakan karakteristik

morfologi (morphological characteristics) berdasarkan bentuk, warna, ukuran sel dan lain-

lain. Misalnya, taksonomi dari plankton Anabaena sp. pada saat ini sebagian besar

didasarkan pada karakteristik morfologi seperti bentuk akinetes, ukuran sel dan posisi

relatif akinetes terhadap heterocysts. Beberapa kriteria secara morfologi tersebut bisa

berbeda-beda antara peneliti yang satu dengan peneliti yang lain (Niiyama, 1996).

Didalam proses kultur microalgae yang terpenting adalah melakukan seleksi

spesies-spesies yang akan dijadikan kultivan untuk kepentingan budidaya perikanan secara

luas dan tujuan-tujuan khusus lainnya yang bahan bakunya diambil dari sel algae. Biasanya

untuk seleksi spesies calon kultivan, berdasarkan kepada ukuran sel, nilai nutrisi, dan

kemudahan teknik kultur pada kondisi dan iklim dimana mereka digunakan. Banyak jenis

mikroalgae yang digunakan untuk kepentingan budidaya perikanan, akan tetapi beberapa

spesies algae yang popular dan dominant digunakan adalah; Nannochloropsis oculata (2-4

μm), Isochrysis galbana (5-7 μm), Tetraselmis chuii (7-10μm), Chaetoceros gracilis (6-8

μm), Dunaliella tertiolecta (7-9 μm), dan beberapa spesies dari Chlorella sp(3-9 μm).

Laporan Budidaya Pakan Alami [email protected]

Khusus untuk Nannochloropsis oculata yang sering disebut sebagai chlorella jepang

(Maruyama et al, 1986).

1.2. Tujuan dan Kegunaan

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui tehnik kultur Ekstensif Mikroalga dalam

skala laboratorium agar mendapatkan kelimpahan sel yang tertinggi didalam periode waktu

yang singkat. Adapun manfaatnya adalah praktikan dapat menghasilkan kelimpahan sel

dalam proses kultur mikroalga yang nantinya akan digunakan dalam budidaya perikanan.

Laporan Budidaya Pakan Alami [email protected]

II. BAHAN DAN METODE

2.1. Pengambilan Sampel

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 27 April 2011 pukul 10.00

WITA dengan pengambilan sampel Mikroalga di Pantai Tapulaga Kec. Soropia

menggunakan Alat Penyaring yang disebut Planktonet dan botol aqua 600 ml, ember 5 L

dan Refraktometer. Tehnik pengambilan ini dilakukan dengan mengambil sampel

mikroalga dalam air memakai ember, menyaringnya menggunakan planktonet dan

dimasukkan di dalam botol kemudian mengukur salinitas airnya dengan refraktometer.

Pengambilan sampel ini memerlukan waktu 2-4 Jam dengan hasil pengukuran salinitas

berkisar 32 ppt.

2.2. Kultur Eksklusif di Laboratorium

Praktikum berlanjut pada proses Penyiapan alat-alat kultur berupa pembersihan

alat, sterilisasi serta penyesuaian lingkungan kultur terhadap tingkat salinitas dan komposisi

pupuk. Alat yang digunakan adalah Gelas Ukur 500 ml, Corong, Kertas saring, Aerasi,

lampu sebagai pencahayaan dan Toples 500 ml dengan bahan mikroalga dalam botol.

Adapun metode yang dilakukan pertama-tama Gelas ukur dicuci bersih dengan sabun dan

dibilas menggunakan air laut yang disaring menggunakan kertas saring. Kemudian air laut

disaring dalam gelas ukur 500 ml dengan kertas saring untuk menghasilkan air yang bersih

dengan salinitas 32 ppt, setelah itu air dimasukkan kedalam toples sebagai wadah kultur

dan sampel mikroalga juga dimasukkan dalam toples dengan pemberian aerasi,

pencahayaan dan pupuk konway 1 mL untuk kemudian diamati.

Pengamatan mikroalga dilakukan mulai hari Senin tanggal 2 Mei 2011 pukul 10.00

WITA sampai hari Kamis Tanggal 2 Juni 2011 pukul 14.00 WITA dengan periode

pengamatan setiap 5 hari sekali. Alat yang digunakan adalah pipet tetes, kaca preparat,

mikroskop, dan tisu/lap halus. Metode pengamatan dilakukan dengan pengambilan sampel

Laporan Budidaya Pakan Alami [email protected]

mikroalga di dalam toples yang terlebih dahulu di kocok agar mikroalga yang mengendap

dapat terangkat dan mudah diambil menggunakan pipet tetes. Sampel kemudian diteteskan

pada kaca preparat yang telah dibersihkan dengan tisu atau lap halus dan diamatai dibawah

mikroskop untuk diketahui jenisnya.

Laporan Budidaya Pakan Alami [email protected]

III. HASIL PENGAMATAN

3.1. Pengamatan Jenis Mikroalga

Pengamatan jenis mikroalga ini diidentifikasi dengan mengamati bentuk morfologi

dan ciri-ciri umum yang dimiliki dari setiap jenis mikroalga. Sampel miroalga yang diamati

dalam sekali pengamatan sebanyak satu tetes untuk ditentukan jumlah dan jenisnya.

Sel mikroalgae dapat dibagi menjadi 10 divisi dan 8 divisi algae merupakan bentuk

unicellulair. Dari 8 divisi algae, 6 divisi telah digunakan untuk keperluan budidaya

perikanan sebagai pakan alami. Setiap divisi mempunyai karakteristik yang ikut

memberikan andil pada kelompoknya, tetapi spesies-spesiesnya cukup memberikan

perbedaan-perbedaan dari lainnya. Ada 4 karakteristik yang digunakan untuk membedakan

divisi mikro algae yaitu ; tipe jaringan sel, ada tidaknya flagella, tipe komponen

fotosintesa, dan jenis pigmen sel. Selain itu morfologi sel dan bagaimana sifat sel yang

menempel berbentuk koloni / filamen adalah merupakan informasi penting didalam

membedakan masing-masing group.

Dari pengamatan yang kami lakukan, Terdapat banyak jenis mikroalga dari kelas

yang berbeda-beda yakni pada pengamatan pertama tanggal 2 Mei 2011 ditemukan

mikroalga dari Kelas Bacillariophyceae (Diatoms) jenis Synedra dan Nitschia sp., dan

Laporan Budidaya Pakan Alami [email protected]

Diatom Centrales dari family Cahatocenaceae jenis Chaetoceros sp. Jumlah masing-masing

adalah satu jenis. Pengamatan kedua mikroalga terdapat Synedra capitata, Synedra acus ,

dan Eunotia bilunaris yang berasal dari kelas bacillariophyceae (Diatoms).

Kemudian pada tanggal 6 Mei 2011, hasil pengamatan yang diperoleh adalah

miroalga dari kelas Baccillariophyceae : Pennales (Raphidineac) colony of cocconeis, Jenis

Mellosina granulate dari Kelas Baccillariophyceae : Centrales coscinodiscineae, Jenis

Nitzschia reversa dari kelas Bacillariophyceae ; Pannales (Raphidinea), dan Jenis Surire sp.

Dari kelas Bacillariophyceae : Pennales (Raphidineae).

Pada tanggal 12 Mei 2011, hasil pengamatan yang diperoleh adalah mikroalga jenis

Anabaena dari Phylum cyanobacteria, Peridinium dari Phylum Dinophyta masing-masing

berjumlah 3 jenis. Selanjutnya pada pengamatan tanggal 18 Mei 2011 diperoleh mikroalga

dari diatom – Pennales dari Famili Bacillariaceae jenis Nitschia dengan jumlah yang

meningkat yakni 6 jenis, kemudian Synedrs sebanyak 3 jenis dan Chaetoceros sp. Dari

diatom Centrales sebanyak 5 jenis.

Pada Tanggal 23 Mei 2011, hasil pengamatan yang diperoleh adalah mikroalga

jenis Eunotia dari Kelas Bacillariophyceae (diatoms) sebanyak 4 Jenis, dan Chaetoceros

sp. Dari diatom Centrales sebanyak 2 jenis. Selanjutnya pada hari sabtu tanggal 28 Mei

2011 diperoleh mikroalga Synedra dari Kelas Bacillariophyceae (diatoms) sebanyak 2

jenis, diperoleh juga jenis Nitzschia palea dari Kelas Bacillarophyceae Pennales

(Raphidineae) sebanyak 3 jenis dan ada pula Diatom Dinoflagellata Jenis Dinophysis

tripos. Pada Pengamatan terakhir yakni tanggal 2 Juni 2011 hanya terdapat satu jenis saja

yakni Bacilloriphyceae Pennales (Raphidineae) dengan jumlah 2 jenis Eunotia bilunaris.

3.2. Kelimpahan

Pertumbuhan mikroalga dalam media kultur dapat diamati dengan melihat

penambahan besar ukuran sel mikroalga atau dengan mengamati pertambahan jumlah sel

dalam sataun tertentu. Pengamatan sampel mikroalga dilakukan selama satu bulan dengan

Laporan Budidaya Pakan Alami [email protected]

selang waktu pengamatan 5 hari. Setiap pengamatan, diperoleh masing-masing jenis

mikroalga yang berbeda-beda meskipun terkadang dari kelas yang sama. Namun pada akhir

pengamatan hanya diperoleh satu jenis spesies yang memiliki ketahanan untuk tumbuh

pada media kultur, oleh sebab itulah maka dalam kultur mikroalga ini perlu diketahui

kelimpahan mikroalga secara keseluruhan dan mengamati laju pertumbuhan setiap jenis

mikroalga.

Diketahui bahwa setiap kali pengamatan, volume air sampel yang diamati adalah

0,04 mL dari volume air keseluruhan 500 mL. Sedangkan kepadatan mikroalga 250/mL.

maka untuk menghitung kelimpahan seluruh mikroalga menurut Isnansetyo (1995) terdiri

dari dua cara perhitungan kepadatan yakni dengan menggunakan sedwich rafter dan

menggunakan haemocytometer. Namun pada pengamatan kali ini, perhitungan kepadatan

total dihitung dengan rumus penghitungan menurut Krebs (1999), yakni V1N1 = V2N2,

dimana V1 = 500 mL, V2 = 0,04 mL dan N2 = 250/mL maka Total kepadatannya adalah

5000 spesies. Adapun laju pertumbuhan tiap pengamatan dapat dilihat pada grafik 1.

Grafik 1. Laju Pertumbuhan Mikroalga setiap pengamatan

3 34

2

14

2

5

2

0

2

4

6

8

10

12

14

16

Pertumbuhan Mikroalga

Jenis

Laporan Budidaya Pakan Alami [email protected]

Pada grafik tersebut Nampak jelas terjadi perbedaan kepadatan setiap pengambilan

sampel pengamatan. Dimana pada pengamatan ke 5 kepadatan meningkat dengan

persentase 14 jenis kemudian turun pada pengamatan terakhir dengan persentase kepadatan

2 jenis. Dalam Pertumbuhan mikroalga ini juga terdiri dari beberapa fase, menurut

Isnansetyo (1995) fase pertama adalah Fase Lag (istirahat) dimulai setelah penambahan

inokulum ke dalam media kutur hingga beberapa saat sesudahnya. Pada fase ini

peningkatan paling signifikan terlihat pada ukuran sel karena secara fisiologis mikroalga

menjadi sangat aktif. Proses sintesis protein baru juga terjadi dalam fase ini, metabolism

berjalan tetapi pembelahan sel belum terjadi sehingga kepadatan sel belum meningkat

karena mikroalga masih beradaptasi dengan lingkungan barunya.

Fase kedua adalah fase Logaritmik (log) atau Eksponensial, dimulai dengan

pembelahan sel dengan laju pertumbuhan yang meningkat secara intensif. Bila kondisi

kultur optimum maka laju pertumbuhan pada fase ini dapat mencapai nilai maksimal dan

pola laju pertumbuhan pada fase ini dapat digambarkan dengan kurva logaritmik. Pada

Fase ini merupakan fase terbaik untuk memanen mikroalga untuk keperluan pakan ikan

atau industry. Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995), jenis mikroalga dapat mencapai

fase ini dalam waktu 4-6 hari.

Fase ketiga merupakan fase penurunan laju pertumbuhan, dimana pembelahan sel

tetap terjadi namun tidak seintensif fase sebelumnya hingga laju pertumbuhan juga

mengalami penurunan dibandingkan fase sebelumnya. Kemudian fase Stasioner, pada fase

ini laju reproduksi dan laju kematian sama. Penambahan dan pengurangan jumlah

mikroalga seimbang sehingga kepadatnnya relative tetap (stasioner). Dan fase terakhir

adalah fase dead atau kematian, ditandai dengan laju kematian lebih besar dari pada laju

reproduksi sehingga jumlah sel mengalami penurunan secara geometric. Hal ini dapat kita

amati pada pengamatan 7 dan pengamatan 8 dalam grafik diatas.

Laporan Budidaya Pakan Alami [email protected]

Dengan demikian, kepadatan mikroalga yang telah diamati memiliki perbedaan

yang berkesinambungan pada setiap fase, dimana pada pengamatan pertama kepadatan

total 5000 jenis kemudian bertambah pada pengamatan ke dua dan mencapai puncaknya

pada pengamatan ke-5 dengan persentase 14 jenis dalam 0,04 mL. Namun terjadi

penurunan kepadatan pada pengamatan ke-6 sampai fase kematian pada pengamatan ke-8

dimana hanya terdapat 2 jenis dalam 0,04 mL air sampel.

Laporan Budidaya Pakan Alami [email protected]

IV. PEMBAHASAN

Mikroalga merupakan tumbuhan air mikroskopik yang mampu bergerak secara

pasif (Parsons, et al., 1989). Mikroalga juga merupakan mikroorganisme fotosintetik

dengan morfologi sel yang bervariasi, baik bersel tunggal maupun bersel banyak,

berukuran kecil hidup di perairan dan dibedakan menjadi dua golongan yakni

pythoplankton dan zooplankton (Kurniawan dan Gunarto, 1999). Mikroalga memiliki

peranan yang penting dalam ekosistem perairan sebagai sumber makanan, pelindung fisik

bagi organisme perairan karena dalam biomass mikroalga mengandung komposisi kimia

yang potensial, misalnya protein, karbohidrat, pigmen (klorofil dan karetenoid), asam

amino, lipid dan hydrokarbon (Sanchez, et al., 2007).

Selain itu spesies mikroalga juga diklasifikasikan berdasarkan warna pigmen seperti

Chlorophyceae (alga hijau), Phaeophyceaae (alga coklat), Chrysophyceae (alga kuning

keemasan), Rhodophyceae (alga merah), dan Pyrrophyceae (dinoflagellata). Tetraselmis

chuii merupakan mikroalga dari golongan alga hijau (Chlorophyceae) yang banyak terdapat

di perairan, perkembangbiakkannya berlangsung cepat dimana protoplasma sel negatif

mengadakan pembelahan berulang-ulang sehingga dari satu sel induk dapat terbentuk 2-16

sel.

Dari Pengamatan yang kami lakukan, kebanyakan jenis mikroalga yang ditemukan

adalah jenis yang berasal dari kelas Bacillariophyceae seperti Nitzschia sp., Synedra,

Eunotia bilunaris, dan Raphidineae. Hal ini menunjukkan bahwa kepadatan mikroalga dari

kelas Bacillariophyceae lebih banyak dari mikroalga kelas lain. Disamping itu terdapat pula

jenis Anabaena dari Phylum Cyanobacteria dan Peridinium dari Phylum Dinophyta.

Hampir disetiap pengamatan jenis mikroalga dari kelas Bacillariophyceae

ditemukan, hanya pada pengamatan ke-4 tidak ditemukan. Jumlah jenis mikroalga dari

kelas Bacillariophyceae meningkat pada pengamatan ke-5 seiring dengan meningkatnya

Laporan Budidaya Pakan Alami [email protected]

kepadatan mikroalga, dimana ditemukan 9 jenis yakni 6 dari jenis Nitschia, dan 3 dari jenis

Synedra. Kemudian pada pengamatan ke-8 hanya ditemukan mikroalga jenis Eunotia

bilunaris dari kelas Bacillariophyceae, hal ini menunjukkan bahwa pengaruh lingkungan

media kultur mempengaruhi pertumbuhan setiap jenis mikroalga. Sehingga nantinya akan

terjadi proses seleksi jenis mikroalga yang tidak mampu bertahan dengan kondisi

lingkungan kultur, yang pada akhirnya nanti akan terjadi proses kultur murni diama

dihasilkan hanya satu jenis spesies saja.

Hanya saja perlu deketahui bahwa setiap fase pertumbuhan mikroalga, masing-

masing jenis memiliki perbedaan waktu tahapan pertumbuhannya. Hal ini sesuai dengan

yang diungkapkan Mudjiman (2004). Adapun factor yang berpengaruh terhadap laju

pertumbuhan mikroalga adalah tingkat derajat keasaman (pH) dimana akan mempengaruhi

metabiolisme dan pertumbuhan kultur mikroalga antara lain mengubah keseimbangan

karbon anorganik, mengubah ketersediaan nutrien dan mempengaruhi fisiologi sel. Kisaran

pH untuk kultur alga biasanya antara 7-9, kisaran optimum untuk alga laut antara 7.5-8.5

sedangkan untuk Tetraselmis chuii optimal pada 7-8 (Cotteau, 1996; Taw, 1990).

Kemudian Tingkat salinitas, Kisaran salinitas yang berubah-ubah dapat

mempengaruhi dan menghadap pertumbuhan dari mikroalga. Beberapa mikroalga dapat

tumbuh dalam kisaran salinitas yang tinggi tetapi ada juga mikroalga yang dapat tumbuh

dalam kisaran salinitas yang rendah. kisaran salinitas yang cukup lebar, yaitu 15-36 ppt

sedangkan salinitas optimal untuk pertumbuhannya adalah 27-30 ppt (Cotteau, 1996; Taw,

1990).

Suhu merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan

mikroalga. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses kimia, biologi dan fisika,

peningkatan suhu dapat menurunkan suatu kelarutan bahan dan dapat menyebabkan

peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi mikroalga perairan. Suhu optimal kultur

secara umum antara 20-24 °C. hampir semua fitoplankton toleran terhadap suhu antara 16-

Laporan Budidaya Pakan Alami [email protected]

36 °C. Suhu di bawah 16 °C dapat menyebabkan kecepatan pertumbuhan turun, sedangkan

suhu di atas 36 °C dapat menyebabkan kematian pada jenis tertentu (Cotteau, 1996; Taw,

1990).

Intensitas cahaya sangat menentukan pertumbuhan mikroalga yaitu dilihat dari lama

penyinaran dan panjang gelombang yang digunakan untuk fotosintesis. Cahaya berperan

penting dalam pertumbuhan mikroalga, tetapi kebutuhannya bervariasi yang disesuaikan

dengan kedalaman kultur dan kepadatannya. Cahaya merupakan sumber energi dalam

proses fotosintetis yang berguna untuk pembentukan senyawa karbon organic. Kebutuhan

akan cahaya bervariasi tergantung kedalaman kultur dan kepadatannya. Intensitas cahaya

yang terlalu tinggi dapat menyebabkan fotoinbihisi dan pemanasan. Intensitas cahaya 1000

lux cocok untuk kultur dalam Erlenmeyer, sedangkan intensitas 5000-10000 lux untuk

volume yang lebih besar (Mujiman, 1984).

Mikroalga mendapatkan nutrien dari air laut yang sudah mengandung nutrien yang

cukup lengkap. Namun pertumbuhan mikroalga dengan kultur dapat mencapai optimum

dengan mencapurkan air laut dengan nutrien yang tidak terkandung dalam air laut tersenut.

Nutrien tersebut dibagi menjadi makronutrien dan mikronutrien, makronutrien meliputi

nitrat dan fosfat. Makronutrien merupakan pupuk dasar yang mempengaruhi pertumbuhan

mikroalga. Mikronutrien organik merupakan kombinasi dari beberapa vitamin yang

berbeda-beda. Vitamin tersebut antara lain B12, B1 dan Biotin. Mikronutrien tersebut

digunakan mikroalga untuk berfotosintesis.(taw, 1996)

Aerasi dalam kultur mikroalga diguanakan untuk proses pengadukan medium

kultur. Pengadukan sangat penting dilakukan yang bertujuan untuk mencegah dari

pengendapan sel, nutrien dapat tersebar sehingga mikroalga dalam kultur mendapatkan

nutrien yang sama, mencegah sratifikasi suhu, dan meningkatkan pertukaran gas dari udara

ke medium. (Taw, 1996).

Laporan Budidaya Pakan Alami [email protected]

V. KESIMPULAN

Dari hasil praktikum ini dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan mikroalga terdiri

dari beberapa fase yakni fase Lag (istirahat), fase Logaritmik (log) atau Eksponensial, fase

Penurunan laju pertumbuhan (declining relative growth), fase Stasioner, dan fase terakhir

adalah fase dead atau kematian.

Laju pertumbuhan dipengaruhi oleh derajat keasaman, tingkat salinitas, Suhu, Nilai

nutrisi dalam media kultur, pencahayaan, dan juga Aerasi. Masing-masing jenis mikroalga

mempunyai kebutuhan dan kemampuan toleransi pada kondisi media kultur yang berbeda-

beda. Oleh karena itu pada praktikum ini terlihat hanya mikroalga jenis Eunotia bilunaris

dari kelas Bacillariophyceae yang mampu bertahan dan memiliki tingkat toleransi yang

baik terhadap media kultur.

Laporan Budidaya Pakan Alami [email protected]

DAFTAR PUSTAKA

C histi, P. 2007. Microalgae. In: Manual on Production and Use of Live Food for

Aquaculture. FAO Fisheries Technical Paper. Lavens, P and P. Sorgeloos Edition.

Rome. Italia. Pp:8-47.

Cotteau, 1996. Algal Culture from Laboratories to Pilot Plant. Carnegie Institution of

Washington. Washington.

Erlina, A. Hastuti, W. 1986. Kultur Plankton-BBAP. Ditjen Perikanan. Jepara.

Mujiman, Ahmad. 2004. Makanan Ikan. Cetakan 14. Penebar Swadaya. Jakarta. Prescott,

G. W.1978. How to Know The Freshwater Algae. Wne. Brown Company Publisher.

Maruyama, et al. 1986. Petunjuk Pemeliharaan Kultur Murni dan Massal Mikroalga.

Proyek Pengembangan Udang, United nations development Programme, Food and

Agriculture Organizations of the United Nations.

Niiyama. 1996. Micro-algae in: Manual on Production and Use of Live Food for

Aquakultur. FAO fisheries Technical Papper. Lavens, P and P. Sorgeloos Edition.

Rome. Italia.