Kultur Ekstensif Mikroalga
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of Kultur Ekstensif Mikroalga
Laporan Budidaya Pakan Alami [email protected]
KULTUR EKSTENSIF MIKROALGA
ARDANA KURNIAJI
(I1A2 10 097)
Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Haluoleo
Kendari
ABSTRAK
Mikroalga merupakan kelompok tumbuhan berukuran renik yang termasuk dalam
kelas alga, diameternya antara 3-30 μm, baik sel tunggal maupun koloni yang hidup di
seluruh wilayah perairan tawar maupun laut, yang lazim disebut fitoplankton. Di dunia
mikrobia, mikroalga termasuk eukariotik, umumnya bersifat fotosintetik dengan pigmen
fotosintetik hijau (klorofil), coklat (fikosantin), biru kehijauan (fikobilin), dan merah
(fikoeritrin). Morfologi mikroalga berbentuk uniseluler atau multiseluler tetapi belum ada
pembagian tugas yang jelas pada sel-sel komponennya. Hal itulah yang membedakan
mikroalga dari tumbuhan tingkat tinggi. Praktikum kultur Ekstensif Mikroalga ini bertujuan
untuk untuk mengetahui tehnik kultur Ekstensif Mikroalga dalam skala laboratorium agar
mendapatkan kelimpahan sel yang tertinggi didalam periode waktu yang singkat.
Praktikum ini dilakukan pada hari Rabu tanggal 27 April 2011 pukul 10.00 WITA dengan
pengambilan sampel Mikroalga di Pantai Tapulaga Kec. Soropia kemudian berlanjut pada
proses Penyiapan alat-alat kultur berupa pembersihan alat, sterilisasi serta penyesuaian
lingkungan kultur terhadap tingkat salinitas dan komposisi pupuk. Setelah itu praktikum di
laksanakan dalam bentuk pengamatan sampel mikroalga untuk mengetahui kepadatan dan
jenis mikroalga yang ada, dilaksanakan selama 8 kali dalam satu bulan dari hari Senin
tanggal 2 Mei 2011 pukul 10.00 WITA dan berakhir pada hari Kamis Tanggal 2 Juni 2011
pukul 14.00 WITA dengan pengamatan selang waktu 5 hari untuk sekali pengamatan. Hasil
pengamatan terlihat pertumbuhan mikroalga terdiri dari beberapa fase yakni fase Lag
(istirahat), fase Logaritmik (log) atau Eksponensial, fase Penurunan laju pertumbuhan
(declining relative growth), fase Stasioner, dan fase terakhir adalah fase dead atau
kematian. Masing-masing pengamatan diperoleh jenis yang berbeda-beda, namun
kebanyakan mikroalga yang terlihat adalah jenis mikroalga dari kelas Bacilloriphyceae
yang memiliki ketahanan dan toleransi terhadap kondisi media kultur yang baik.
Kata Kunci : Kultur Ekstensif Mikroalga
Laporan Budidaya Pakan Alami [email protected]
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Mikroalga merupakan kelompok tumbuhan berukuran renik, baik sel tunggal
maupun koloni yang hidup di seluruh wilayah perairan air tawar dan laut. Mikroalga lazim
disebut fitoplankton. Mikroalga saat ini menjadi salah satu alternative sumber energi baru
yang sangat potensial. Makanan utama mikroalga ialah karbondioksida. Ia mampu tumbuh
cepat dan dipanen dalam waktu singkat yakni 7-10 hari. Kegiatan kultivasi tumbuhan
produsen primer ini menghemat ruang (save space), memiliki efisiensi dan efektivitas
tinggi. Panen mikroalga minimal 30 kali lebih banyak dibandingkan tumbuhan darat
(Chisti, 2007).
Taksonomi mikroorganisme selama ini lebih banyak menggunakan karakteristik
morfologi (morphological characteristics) berdasarkan bentuk, warna, ukuran sel dan lain-
lain. Misalnya, taksonomi dari plankton Anabaena sp. pada saat ini sebagian besar
didasarkan pada karakteristik morfologi seperti bentuk akinetes, ukuran sel dan posisi
relatif akinetes terhadap heterocysts. Beberapa kriteria secara morfologi tersebut bisa
berbeda-beda antara peneliti yang satu dengan peneliti yang lain (Niiyama, 1996).
Didalam proses kultur microalgae yang terpenting adalah melakukan seleksi
spesies-spesies yang akan dijadikan kultivan untuk kepentingan budidaya perikanan secara
luas dan tujuan-tujuan khusus lainnya yang bahan bakunya diambil dari sel algae. Biasanya
untuk seleksi spesies calon kultivan, berdasarkan kepada ukuran sel, nilai nutrisi, dan
kemudahan teknik kultur pada kondisi dan iklim dimana mereka digunakan. Banyak jenis
mikroalgae yang digunakan untuk kepentingan budidaya perikanan, akan tetapi beberapa
spesies algae yang popular dan dominant digunakan adalah; Nannochloropsis oculata (2-4
μm), Isochrysis galbana (5-7 μm), Tetraselmis chuii (7-10μm), Chaetoceros gracilis (6-8
μm), Dunaliella tertiolecta (7-9 μm), dan beberapa spesies dari Chlorella sp(3-9 μm).
Laporan Budidaya Pakan Alami [email protected]
Khusus untuk Nannochloropsis oculata yang sering disebut sebagai chlorella jepang
(Maruyama et al, 1986).
1.2. Tujuan dan Kegunaan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui tehnik kultur Ekstensif Mikroalga dalam
skala laboratorium agar mendapatkan kelimpahan sel yang tertinggi didalam periode waktu
yang singkat. Adapun manfaatnya adalah praktikan dapat menghasilkan kelimpahan sel
dalam proses kultur mikroalga yang nantinya akan digunakan dalam budidaya perikanan.
Laporan Budidaya Pakan Alami [email protected]
II. BAHAN DAN METODE
2.1. Pengambilan Sampel
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 27 April 2011 pukul 10.00
WITA dengan pengambilan sampel Mikroalga di Pantai Tapulaga Kec. Soropia
menggunakan Alat Penyaring yang disebut Planktonet dan botol aqua 600 ml, ember 5 L
dan Refraktometer. Tehnik pengambilan ini dilakukan dengan mengambil sampel
mikroalga dalam air memakai ember, menyaringnya menggunakan planktonet dan
dimasukkan di dalam botol kemudian mengukur salinitas airnya dengan refraktometer.
Pengambilan sampel ini memerlukan waktu 2-4 Jam dengan hasil pengukuran salinitas
berkisar 32 ppt.
2.2. Kultur Eksklusif di Laboratorium
Praktikum berlanjut pada proses Penyiapan alat-alat kultur berupa pembersihan
alat, sterilisasi serta penyesuaian lingkungan kultur terhadap tingkat salinitas dan komposisi
pupuk. Alat yang digunakan adalah Gelas Ukur 500 ml, Corong, Kertas saring, Aerasi,
lampu sebagai pencahayaan dan Toples 500 ml dengan bahan mikroalga dalam botol.
Adapun metode yang dilakukan pertama-tama Gelas ukur dicuci bersih dengan sabun dan
dibilas menggunakan air laut yang disaring menggunakan kertas saring. Kemudian air laut
disaring dalam gelas ukur 500 ml dengan kertas saring untuk menghasilkan air yang bersih
dengan salinitas 32 ppt, setelah itu air dimasukkan kedalam toples sebagai wadah kultur
dan sampel mikroalga juga dimasukkan dalam toples dengan pemberian aerasi,
pencahayaan dan pupuk konway 1 mL untuk kemudian diamati.
Pengamatan mikroalga dilakukan mulai hari Senin tanggal 2 Mei 2011 pukul 10.00
WITA sampai hari Kamis Tanggal 2 Juni 2011 pukul 14.00 WITA dengan periode
pengamatan setiap 5 hari sekali. Alat yang digunakan adalah pipet tetes, kaca preparat,
mikroskop, dan tisu/lap halus. Metode pengamatan dilakukan dengan pengambilan sampel
Laporan Budidaya Pakan Alami [email protected]
mikroalga di dalam toples yang terlebih dahulu di kocok agar mikroalga yang mengendap
dapat terangkat dan mudah diambil menggunakan pipet tetes. Sampel kemudian diteteskan
pada kaca preparat yang telah dibersihkan dengan tisu atau lap halus dan diamatai dibawah
mikroskop untuk diketahui jenisnya.
Laporan Budidaya Pakan Alami [email protected]
III. HASIL PENGAMATAN
3.1. Pengamatan Jenis Mikroalga
Pengamatan jenis mikroalga ini diidentifikasi dengan mengamati bentuk morfologi
dan ciri-ciri umum yang dimiliki dari setiap jenis mikroalga. Sampel miroalga yang diamati
dalam sekali pengamatan sebanyak satu tetes untuk ditentukan jumlah dan jenisnya.
Sel mikroalgae dapat dibagi menjadi 10 divisi dan 8 divisi algae merupakan bentuk
unicellulair. Dari 8 divisi algae, 6 divisi telah digunakan untuk keperluan budidaya
perikanan sebagai pakan alami. Setiap divisi mempunyai karakteristik yang ikut
memberikan andil pada kelompoknya, tetapi spesies-spesiesnya cukup memberikan
perbedaan-perbedaan dari lainnya. Ada 4 karakteristik yang digunakan untuk membedakan
divisi mikro algae yaitu ; tipe jaringan sel, ada tidaknya flagella, tipe komponen
fotosintesa, dan jenis pigmen sel. Selain itu morfologi sel dan bagaimana sifat sel yang
menempel berbentuk koloni / filamen adalah merupakan informasi penting didalam
membedakan masing-masing group.
Dari pengamatan yang kami lakukan, Terdapat banyak jenis mikroalga dari kelas
yang berbeda-beda yakni pada pengamatan pertama tanggal 2 Mei 2011 ditemukan
mikroalga dari Kelas Bacillariophyceae (Diatoms) jenis Synedra dan Nitschia sp., dan
Laporan Budidaya Pakan Alami [email protected]
Diatom Centrales dari family Cahatocenaceae jenis Chaetoceros sp. Jumlah masing-masing
adalah satu jenis. Pengamatan kedua mikroalga terdapat Synedra capitata, Synedra acus ,
dan Eunotia bilunaris yang berasal dari kelas bacillariophyceae (Diatoms).
Kemudian pada tanggal 6 Mei 2011, hasil pengamatan yang diperoleh adalah
miroalga dari kelas Baccillariophyceae : Pennales (Raphidineac) colony of cocconeis, Jenis
Mellosina granulate dari Kelas Baccillariophyceae : Centrales coscinodiscineae, Jenis
Nitzschia reversa dari kelas Bacillariophyceae ; Pannales (Raphidinea), dan Jenis Surire sp.
Dari kelas Bacillariophyceae : Pennales (Raphidineae).
Pada tanggal 12 Mei 2011, hasil pengamatan yang diperoleh adalah mikroalga jenis
Anabaena dari Phylum cyanobacteria, Peridinium dari Phylum Dinophyta masing-masing
berjumlah 3 jenis. Selanjutnya pada pengamatan tanggal 18 Mei 2011 diperoleh mikroalga
dari diatom – Pennales dari Famili Bacillariaceae jenis Nitschia dengan jumlah yang
meningkat yakni 6 jenis, kemudian Synedrs sebanyak 3 jenis dan Chaetoceros sp. Dari
diatom Centrales sebanyak 5 jenis.
Pada Tanggal 23 Mei 2011, hasil pengamatan yang diperoleh adalah mikroalga
jenis Eunotia dari Kelas Bacillariophyceae (diatoms) sebanyak 4 Jenis, dan Chaetoceros
sp. Dari diatom Centrales sebanyak 2 jenis. Selanjutnya pada hari sabtu tanggal 28 Mei
2011 diperoleh mikroalga Synedra dari Kelas Bacillariophyceae (diatoms) sebanyak 2
jenis, diperoleh juga jenis Nitzschia palea dari Kelas Bacillarophyceae Pennales
(Raphidineae) sebanyak 3 jenis dan ada pula Diatom Dinoflagellata Jenis Dinophysis
tripos. Pada Pengamatan terakhir yakni tanggal 2 Juni 2011 hanya terdapat satu jenis saja
yakni Bacilloriphyceae Pennales (Raphidineae) dengan jumlah 2 jenis Eunotia bilunaris.
3.2. Kelimpahan
Pertumbuhan mikroalga dalam media kultur dapat diamati dengan melihat
penambahan besar ukuran sel mikroalga atau dengan mengamati pertambahan jumlah sel
dalam sataun tertentu. Pengamatan sampel mikroalga dilakukan selama satu bulan dengan
Laporan Budidaya Pakan Alami [email protected]
selang waktu pengamatan 5 hari. Setiap pengamatan, diperoleh masing-masing jenis
mikroalga yang berbeda-beda meskipun terkadang dari kelas yang sama. Namun pada akhir
pengamatan hanya diperoleh satu jenis spesies yang memiliki ketahanan untuk tumbuh
pada media kultur, oleh sebab itulah maka dalam kultur mikroalga ini perlu diketahui
kelimpahan mikroalga secara keseluruhan dan mengamati laju pertumbuhan setiap jenis
mikroalga.
Diketahui bahwa setiap kali pengamatan, volume air sampel yang diamati adalah
0,04 mL dari volume air keseluruhan 500 mL. Sedangkan kepadatan mikroalga 250/mL.
maka untuk menghitung kelimpahan seluruh mikroalga menurut Isnansetyo (1995) terdiri
dari dua cara perhitungan kepadatan yakni dengan menggunakan sedwich rafter dan
menggunakan haemocytometer. Namun pada pengamatan kali ini, perhitungan kepadatan
total dihitung dengan rumus penghitungan menurut Krebs (1999), yakni V1N1 = V2N2,
dimana V1 = 500 mL, V2 = 0,04 mL dan N2 = 250/mL maka Total kepadatannya adalah
5000 spesies. Adapun laju pertumbuhan tiap pengamatan dapat dilihat pada grafik 1.
Grafik 1. Laju Pertumbuhan Mikroalga setiap pengamatan
3 34
2
14
2
5
2
0
2
4
6
8
10
12
14
16
Pertumbuhan Mikroalga
Jenis
Laporan Budidaya Pakan Alami [email protected]
Pada grafik tersebut Nampak jelas terjadi perbedaan kepadatan setiap pengambilan
sampel pengamatan. Dimana pada pengamatan ke 5 kepadatan meningkat dengan
persentase 14 jenis kemudian turun pada pengamatan terakhir dengan persentase kepadatan
2 jenis. Dalam Pertumbuhan mikroalga ini juga terdiri dari beberapa fase, menurut
Isnansetyo (1995) fase pertama adalah Fase Lag (istirahat) dimulai setelah penambahan
inokulum ke dalam media kutur hingga beberapa saat sesudahnya. Pada fase ini
peningkatan paling signifikan terlihat pada ukuran sel karena secara fisiologis mikroalga
menjadi sangat aktif. Proses sintesis protein baru juga terjadi dalam fase ini, metabolism
berjalan tetapi pembelahan sel belum terjadi sehingga kepadatan sel belum meningkat
karena mikroalga masih beradaptasi dengan lingkungan barunya.
Fase kedua adalah fase Logaritmik (log) atau Eksponensial, dimulai dengan
pembelahan sel dengan laju pertumbuhan yang meningkat secara intensif. Bila kondisi
kultur optimum maka laju pertumbuhan pada fase ini dapat mencapai nilai maksimal dan
pola laju pertumbuhan pada fase ini dapat digambarkan dengan kurva logaritmik. Pada
Fase ini merupakan fase terbaik untuk memanen mikroalga untuk keperluan pakan ikan
atau industry. Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995), jenis mikroalga dapat mencapai
fase ini dalam waktu 4-6 hari.
Fase ketiga merupakan fase penurunan laju pertumbuhan, dimana pembelahan sel
tetap terjadi namun tidak seintensif fase sebelumnya hingga laju pertumbuhan juga
mengalami penurunan dibandingkan fase sebelumnya. Kemudian fase Stasioner, pada fase
ini laju reproduksi dan laju kematian sama. Penambahan dan pengurangan jumlah
mikroalga seimbang sehingga kepadatnnya relative tetap (stasioner). Dan fase terakhir
adalah fase dead atau kematian, ditandai dengan laju kematian lebih besar dari pada laju
reproduksi sehingga jumlah sel mengalami penurunan secara geometric. Hal ini dapat kita
amati pada pengamatan 7 dan pengamatan 8 dalam grafik diatas.
Laporan Budidaya Pakan Alami [email protected]
Dengan demikian, kepadatan mikroalga yang telah diamati memiliki perbedaan
yang berkesinambungan pada setiap fase, dimana pada pengamatan pertama kepadatan
total 5000 jenis kemudian bertambah pada pengamatan ke dua dan mencapai puncaknya
pada pengamatan ke-5 dengan persentase 14 jenis dalam 0,04 mL. Namun terjadi
penurunan kepadatan pada pengamatan ke-6 sampai fase kematian pada pengamatan ke-8
dimana hanya terdapat 2 jenis dalam 0,04 mL air sampel.
Laporan Budidaya Pakan Alami [email protected]
IV. PEMBAHASAN
Mikroalga merupakan tumbuhan air mikroskopik yang mampu bergerak secara
pasif (Parsons, et al., 1989). Mikroalga juga merupakan mikroorganisme fotosintetik
dengan morfologi sel yang bervariasi, baik bersel tunggal maupun bersel banyak,
berukuran kecil hidup di perairan dan dibedakan menjadi dua golongan yakni
pythoplankton dan zooplankton (Kurniawan dan Gunarto, 1999). Mikroalga memiliki
peranan yang penting dalam ekosistem perairan sebagai sumber makanan, pelindung fisik
bagi organisme perairan karena dalam biomass mikroalga mengandung komposisi kimia
yang potensial, misalnya protein, karbohidrat, pigmen (klorofil dan karetenoid), asam
amino, lipid dan hydrokarbon (Sanchez, et al., 2007).
Selain itu spesies mikroalga juga diklasifikasikan berdasarkan warna pigmen seperti
Chlorophyceae (alga hijau), Phaeophyceaae (alga coklat), Chrysophyceae (alga kuning
keemasan), Rhodophyceae (alga merah), dan Pyrrophyceae (dinoflagellata). Tetraselmis
chuii merupakan mikroalga dari golongan alga hijau (Chlorophyceae) yang banyak terdapat
di perairan, perkembangbiakkannya berlangsung cepat dimana protoplasma sel negatif
mengadakan pembelahan berulang-ulang sehingga dari satu sel induk dapat terbentuk 2-16
sel.
Dari Pengamatan yang kami lakukan, kebanyakan jenis mikroalga yang ditemukan
adalah jenis yang berasal dari kelas Bacillariophyceae seperti Nitzschia sp., Synedra,
Eunotia bilunaris, dan Raphidineae. Hal ini menunjukkan bahwa kepadatan mikroalga dari
kelas Bacillariophyceae lebih banyak dari mikroalga kelas lain. Disamping itu terdapat pula
jenis Anabaena dari Phylum Cyanobacteria dan Peridinium dari Phylum Dinophyta.
Hampir disetiap pengamatan jenis mikroalga dari kelas Bacillariophyceae
ditemukan, hanya pada pengamatan ke-4 tidak ditemukan. Jumlah jenis mikroalga dari
kelas Bacillariophyceae meningkat pada pengamatan ke-5 seiring dengan meningkatnya
Laporan Budidaya Pakan Alami [email protected]
kepadatan mikroalga, dimana ditemukan 9 jenis yakni 6 dari jenis Nitschia, dan 3 dari jenis
Synedra. Kemudian pada pengamatan ke-8 hanya ditemukan mikroalga jenis Eunotia
bilunaris dari kelas Bacillariophyceae, hal ini menunjukkan bahwa pengaruh lingkungan
media kultur mempengaruhi pertumbuhan setiap jenis mikroalga. Sehingga nantinya akan
terjadi proses seleksi jenis mikroalga yang tidak mampu bertahan dengan kondisi
lingkungan kultur, yang pada akhirnya nanti akan terjadi proses kultur murni diama
dihasilkan hanya satu jenis spesies saja.
Hanya saja perlu deketahui bahwa setiap fase pertumbuhan mikroalga, masing-
masing jenis memiliki perbedaan waktu tahapan pertumbuhannya. Hal ini sesuai dengan
yang diungkapkan Mudjiman (2004). Adapun factor yang berpengaruh terhadap laju
pertumbuhan mikroalga adalah tingkat derajat keasaman (pH) dimana akan mempengaruhi
metabiolisme dan pertumbuhan kultur mikroalga antara lain mengubah keseimbangan
karbon anorganik, mengubah ketersediaan nutrien dan mempengaruhi fisiologi sel. Kisaran
pH untuk kultur alga biasanya antara 7-9, kisaran optimum untuk alga laut antara 7.5-8.5
sedangkan untuk Tetraselmis chuii optimal pada 7-8 (Cotteau, 1996; Taw, 1990).
Kemudian Tingkat salinitas, Kisaran salinitas yang berubah-ubah dapat
mempengaruhi dan menghadap pertumbuhan dari mikroalga. Beberapa mikroalga dapat
tumbuh dalam kisaran salinitas yang tinggi tetapi ada juga mikroalga yang dapat tumbuh
dalam kisaran salinitas yang rendah. kisaran salinitas yang cukup lebar, yaitu 15-36 ppt
sedangkan salinitas optimal untuk pertumbuhannya adalah 27-30 ppt (Cotteau, 1996; Taw,
1990).
Suhu merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan
mikroalga. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses kimia, biologi dan fisika,
peningkatan suhu dapat menurunkan suatu kelarutan bahan dan dapat menyebabkan
peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi mikroalga perairan. Suhu optimal kultur
secara umum antara 20-24 °C. hampir semua fitoplankton toleran terhadap suhu antara 16-
Laporan Budidaya Pakan Alami [email protected]
36 °C. Suhu di bawah 16 °C dapat menyebabkan kecepatan pertumbuhan turun, sedangkan
suhu di atas 36 °C dapat menyebabkan kematian pada jenis tertentu (Cotteau, 1996; Taw,
1990).
Intensitas cahaya sangat menentukan pertumbuhan mikroalga yaitu dilihat dari lama
penyinaran dan panjang gelombang yang digunakan untuk fotosintesis. Cahaya berperan
penting dalam pertumbuhan mikroalga, tetapi kebutuhannya bervariasi yang disesuaikan
dengan kedalaman kultur dan kepadatannya. Cahaya merupakan sumber energi dalam
proses fotosintetis yang berguna untuk pembentukan senyawa karbon organic. Kebutuhan
akan cahaya bervariasi tergantung kedalaman kultur dan kepadatannya. Intensitas cahaya
yang terlalu tinggi dapat menyebabkan fotoinbihisi dan pemanasan. Intensitas cahaya 1000
lux cocok untuk kultur dalam Erlenmeyer, sedangkan intensitas 5000-10000 lux untuk
volume yang lebih besar (Mujiman, 1984).
Mikroalga mendapatkan nutrien dari air laut yang sudah mengandung nutrien yang
cukup lengkap. Namun pertumbuhan mikroalga dengan kultur dapat mencapai optimum
dengan mencapurkan air laut dengan nutrien yang tidak terkandung dalam air laut tersenut.
Nutrien tersebut dibagi menjadi makronutrien dan mikronutrien, makronutrien meliputi
nitrat dan fosfat. Makronutrien merupakan pupuk dasar yang mempengaruhi pertumbuhan
mikroalga. Mikronutrien organik merupakan kombinasi dari beberapa vitamin yang
berbeda-beda. Vitamin tersebut antara lain B12, B1 dan Biotin. Mikronutrien tersebut
digunakan mikroalga untuk berfotosintesis.(taw, 1996)
Aerasi dalam kultur mikroalga diguanakan untuk proses pengadukan medium
kultur. Pengadukan sangat penting dilakukan yang bertujuan untuk mencegah dari
pengendapan sel, nutrien dapat tersebar sehingga mikroalga dalam kultur mendapatkan
nutrien yang sama, mencegah sratifikasi suhu, dan meningkatkan pertukaran gas dari udara
ke medium. (Taw, 1996).
Laporan Budidaya Pakan Alami [email protected]
V. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum ini dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan mikroalga terdiri
dari beberapa fase yakni fase Lag (istirahat), fase Logaritmik (log) atau Eksponensial, fase
Penurunan laju pertumbuhan (declining relative growth), fase Stasioner, dan fase terakhir
adalah fase dead atau kematian.
Laju pertumbuhan dipengaruhi oleh derajat keasaman, tingkat salinitas, Suhu, Nilai
nutrisi dalam media kultur, pencahayaan, dan juga Aerasi. Masing-masing jenis mikroalga
mempunyai kebutuhan dan kemampuan toleransi pada kondisi media kultur yang berbeda-
beda. Oleh karena itu pada praktikum ini terlihat hanya mikroalga jenis Eunotia bilunaris
dari kelas Bacillariophyceae yang mampu bertahan dan memiliki tingkat toleransi yang
baik terhadap media kultur.
Laporan Budidaya Pakan Alami [email protected]
DAFTAR PUSTAKA
C histi, P. 2007. Microalgae. In: Manual on Production and Use of Live Food for
Aquaculture. FAO Fisheries Technical Paper. Lavens, P and P. Sorgeloos Edition.
Rome. Italia. Pp:8-47.
Cotteau, 1996. Algal Culture from Laboratories to Pilot Plant. Carnegie Institution of
Washington. Washington.
Erlina, A. Hastuti, W. 1986. Kultur Plankton-BBAP. Ditjen Perikanan. Jepara.
Mujiman, Ahmad. 2004. Makanan Ikan. Cetakan 14. Penebar Swadaya. Jakarta. Prescott,
G. W.1978. How to Know The Freshwater Algae. Wne. Brown Company Publisher.
Maruyama, et al. 1986. Petunjuk Pemeliharaan Kultur Murni dan Massal Mikroalga.
Proyek Pengembangan Udang, United nations development Programme, Food and
Agriculture Organizations of the United Nations.
Niiyama. 1996. Micro-algae in: Manual on Production and Use of Live Food for
Aquakultur. FAO fisheries Technical Papper. Lavens, P and P. Sorgeloos Edition.
Rome. Italia.