KONSTRUKSI KAPAL II

129
CONSTRUCTION OF SHIP II Dedi Irwansyah Arham | D31112104 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapal merupakan bangunan apung dengan bentuk dan konstruksi yang mampu mengapung di atas air dengan kecepatan dan kapasitas tertentu. Sebuah kapal dapat mengapung di air karena kapal mendapat gaya tekan ke atas oleh air sebesar gaya tekan kebawah yang ditimbulkan oleh berat kapal persatuan luas. Hal inilah yang dapat menyebabkan kapal dapat mengapung di atas air. Dalam proses pembuatan kapal, diperlukan sebuah system perancangan konstruksi, bentuk dan desain yang sempurna. Hal ini disebabkan karena sebuah kapal membutuhkan keselamatan jiwa dan barang yang yang nilainya sangat besar pada saat beroperasi. 1.2. Rumusan Masalah Didalam merencanakan dan mendesain sebuah kapal dibutuhkan gambaran konstruksi kapal dalam bentuk profile. Setelah terlebih dahulu membuat midship section. 1.3. Maksud dan Tujuan Maksud dan Tujuan pembuatan laporan ini secara umum adalah : Agar nahasiswa mengetahui bagaimana cara merencanakan tangki-tangki sesuai kebutuhan selama berlayar. Agar mahasiswa mengetahui bagaimana merencanakan perlengkapan kapal. Agar mahasiswa dapat menggambarkan bangunan atas dan menghitung volumenya. Agar mahasiswa dapat memahami bagaimana sistematika gambar profile. Agar mahasiswa mengetahui fungsi elemen konstruksi yang ada kaitannya dengan keselamatan. Agar mahasiswa mengetahui posisi dan besarnya pembebanan pada daerah buritan, midship, haluan dan bangunan atas 1.4. Sistematika Penulisan

Transcript of KONSTRUKSI KAPAL II

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kapal merupakan bangunan apung dengan bentuk dan konstruksi yang mampu

mengapung di atas air dengan kecepatan dan kapasitas tertentu. Sebuah kapal dapat mengapung

di air karena kapal mendapat gaya tekan ke atas oleh air sebesar gaya tekan kebawah yang

ditimbulkan oleh berat kapal persatuan luas. Hal inilah yang dapat menyebabkan kapal dapat

mengapung di atas air.

Dalam proses pembuatan kapal, diperlukan sebuah system perancangan konstruksi,

bentuk dan desain yang sempurna. Hal ini disebabkan karena sebuah kapal membutuhkan

keselamatan jiwa dan barang yang yang nilainya sangat besar pada saat beroperasi.

1.2. Rumusan Masalah

Didalam merencanakan dan mendesain sebuah kapal dibutuhkan gambaran konstruksi

kapal dalam bentuk profile. Setelah terlebih dahulu membuat midship section.

1.3. Maksud dan Tujuan

Maksud dan Tujuan pembuatan laporan ini secara umum adalah :

Agar nahasiswa mengetahui bagaimana cara merencanakan tangki-tangki sesuai

kebutuhan selama berlayar.

Agar mahasiswa mengetahui bagaimana merencanakan perlengkapan kapal.

Agar mahasiswa dapat menggambarkan bangunan atas dan menghitung

volumenya.

Agar mahasiswa dapat memahami bagaimana sistematika gambar profile.

Agar mahasiswa mengetahui fungsi elemen konstruksi yang ada kaitannya dengan

keselamatan.

Agar mahasiswa mengetahui posisi dan besarnya pembebanan pada daerah

buritan, midship, haluan dan bangunan atas

1.4. Sistematika Penulisan

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 2

Adapun sistematika penulisan laporan ini ada sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Meliputi latar belakang dari pembuatan laporan, rumusan masalah, batasan

masalah, maksud dan tujuan serta sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Meliputi pengertian konstruksi, macam-macam konstruksi, serta elemen

konstruksi profile pada kapal.

BAB III PENYAJIAN DAN PENGOLAHAN DATA

Menyajikan ukuran utama kapal serta perhitungan-perhitungan yang meliputi

perhitungan DWT, LWT, tangki dan sebagainya.

BAB IV PENUTUP

Berisikan kesimpulan dan saran-saran dari penyusun.

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 3

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Konstruksi

Konstruksi secara umum berarti komponen-komponen suatu bagunan yang mendukung

suatu bangunan yang mendukung suatu desain. Dalam bidang perkapalan, konstruksi kapal

merupakan susunan komponen-komponen pada bangunan kapal yang mana terdiri dari badan

kapal beserta bangunan atas ( Super Structure ). System kerangka atau konstruksi kapal

dibedakan dalam dua jenis utama yaitu system kerangka melintang (transverse framing system )

dan system membujur atau memanjang (longitudinal framing system). Dari kedua system utama

ini maka dikenal pula system kombinasi (combination framing system).

Suatu kapal dapat seluruhnya dibuat dengan system melintang atau hanya bagian-bagian

tertentu saja (misalnya pada kamar mesin atau ceruk-ceruk) yang dibuat dengan system

melintang sedangkan bagian utamanya dengan system membujur atau kombinasi atau seluruhnya

dibuat dengan system membujur. Pemilihan jenis system untuk suatu kapal sagat ditentukan oleh

ukuran kapal, jenis atau fungsi kapal menjadikan dasar pertimbangan-pertimbangan lainnya.

2.2. Macam-Macam Sistem Konstruksi

Pada dasarnya badan kapal terdiri dari komponen-komponen konstruksi yang letak

arahya melintang dan memanjang. Dalam menyusun komponen-komponen diatas menjadi

konstruksi badan kapal secara keseluruhan dikenal beberapa cara yang biasa dipakai dalam

praktik antara lain :

a. System Rangka Konstruksi Melintang

System rangka konstruksi melintang adalah merupakan konstruksi dimana beban yang

bekerja pada konstruksi diterima oleh pelat kulit dan balok-balok memanjang dari kapal

dengan pertolongan balok-balok yang terletak melintang kapal. Dalam siste ini gading-

gading (frame) dipasang vertical atau mengikuti bentuk body plan). Pada geladak, baik

geladak kekuatan maupun geladak-geladak lainnya, dipasang balok-balok geladak (deck

beam) dengan jarak antara yang sama seperti jarak antara gading-gading. Ujung masing-

masing balok geladak ditumpu oleh gading-gading yang terletak pada vertical yang sama.

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 4

Pada alas dipasang wrang-wrang dengan jarak yang sama pula dengan jarak antara gading-

gading sedemikian rupa sehingga masing-masing wrang, gading-gading dan balok geladak

membentuk sebuah rangkaian yang saling berhubungan dan terletak pada satu bidang vertical

sesuai penampang melintang kapal pada tempat yang bersangkutan. Jadi, sepanjang kapal

berdiri rangkaian-rangkaian (framering) ini dengan jarak antara yang rapat. Rangkaian ini

hanya ditiadakan apabila pada tempat yang sama telah dipasang sekat melintang atau

rangkaian lainnya yaitu gading besar,

Gading-gading besar (web frame) adalah gading-gaing yang mempunyai bilah (web) yang

sangat besar dibandingkan dengan gading utama. Gading besar ini dihubungkan pula ujung-

ujungnya dengan balok geladak yang mempunyai bilah yang juga besar (web beam). Gading-

gading besar ini umumnya hanya ditempatkan pada ruangan-ruangan tertentu misalnya pada

kamar mesin, tetapi dapat juga didalam ruang muat bila memang diperlukan sebagai

tambahan penguat melintang. Sekat-sekat melintang pada gading-gading merupakan unsur-

unsur penguatan melintang badan kapal.

Elemen-elemen yang dipasang membujur dalam sisrem melintang adalah :

- Pada alas : penumpu tengah ( center girder ) dan penumpu samping ( side girder ).

Penumpu tengah adalah pelat yang dipasang vertical memanjang kapal tepat pada

bidang paruh ( center line ). Dalam alas ganda tinggi penumpu tengah ini merupakan

tinggi alas ganda. Dalam alas tunggal penumpu alas ini memotong wrang-wrang tepat

pada bidang paruh. Penumpu samping ( side girder / side keelson ) juga merupakan pelat

vertical yang dipasang disebelah punumpu tengah. Suatu kapal dapat memiliki satu atau

lebih penumpu samping.

- Pada sisi : santa sisi ( side stringer ). Santa sisi pada umumnya hanya dipasang pada

tempat-tempat tertentu (terutama didalam ceruk dan kamar mesin ), dapat juga dalam

ruang muat, tergantung kebutuhan setempat.

- Pada geladak : penumpu geladak ( deck girder atau carling ) untuk kapal barang dengan

satu buah lubang palkah pada tiap ruang muat pada geladak yang bersangkutan, dapat

dipasang 1-3 buah penumpu geladak, tergantung lebar kapal. Penumpu geladak dipasang

tepat pada bidang paruh atau menerus dengan penumpu bujur lubang palkah (hatchside

girder) yaitu penumpu-penumpu yang tepat berada dibawah ambang palkah yang

membujur. Dengan demikian terlihat bahwa dalam system melintang, elemen-elemen

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 5

konstruksi yang dipasang membujur jauh lebih sedikit jumlahnya daripada elemen-

elemen kerangka yang merupakan bagian dari penguat melintang.

b. System Rangka Konstruksi Memanjang

Dalam system ini gading-gading utama tidak dipasang vertical, tetapi dipasang membujur

pada sisi kapal dengan jarak antara, diukur kearah vertical sekitar 600 mm – 1000 mm.

gading-gading ini (pada sisi) dinamakan pembujur sisi (side longitudinal). Pada setiap jarak

tertentu (sekitar 3-5 m) dipasang gading-gading besar, sebagaimana gading-gading besar

pada system melintang sama halnya seperti pada system melintang. Yang disebut pelintang

sisi (side transverse).

Pada alas dan alas dalam juga dipasang pembujur-pembujur seperti pembujur-pembujur sisi

tersebut diatas dengan jarak antara yang sama pula seperti jarak antara pembujur-pembujur

sisi. Pembujur-pembujur ini dinamakan pembujur-pembujur alas (bottom longitudinal) dan,

pada alas dalam, pembujur alas dalam (inner bottom longitudinal). Pada alas juga dipasang

wrang-wrang, dan dihubungkan pada pelintang-pelintang sisi. Tetapi umumnya tidak pada

tiap pelintang sisi; yaitu setiap dua, atau lebih, pelintang sisi. Wrang-wrang pda sistem

membujur juga dinamakan pelintang alas (bottom transverse). Penumpu tengah dan

penumpu samping sama halnya seperti pada sistem melintang.

Pada geladak juga dipasang pembujur-pembujur seperti halnya pembujur-pembujur yang

lain tersebut di atas. Pembujur-pembujur ini dinamakan pembujur geladak (deck

longitudinal). Balok-balok geladak dengan bilah yang besar dipasang pada setiap pelintang

sisi; dan disebut pelintang geladak (deck transverse). Konstruksi lainnya (penumpu geladak,

sekat, dsb) sama seperti halnya pada sistem melintang. Dengan demikian terlihat bahwa

dalam sistem membujur elemenelemen kerangka yang dipasang membujur jauh lebih

banyak jumlahnya daripada yang merupakan penguatan melintang.

c. System Rangka Konstruksi Kombinasi

Sistem kombinasi ini diartikan bahwa sistem melintang dan system membujur dipakai

bersama-sama dalam badan kapal. Dalam sistem ini geladak dan alas dibuat menurut sistem

membujur sedangkan sisinya menurut sistem melintang. Jadi, sisi-sisinya diperkuat dengan

gadinggading melintang dengan jarak antara yang rapat seperti halnya dalam sistem

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 6

melintang, sedangkan alas dan geladaknya diperkuat dengan pembujur-pembujur. Dengan

demikian maka dalam mengikuti peraturan klasifikasi (rules) sisi-sisi kapal tunduk pada

ketentuan yang berlaku untuk sistem melintang, sedangkan alas dan geladaknya mengikuti

ketentuan yang berlaku untuk sistem membujur, untuk hal-hal yang memang diperlukan

secara terpisah.

2.3. Elemen-Elemen Konstruksi Profile

Elemen-elemen konstruksi kapal pada konstruksi profile yaitu :

a. Bahan dan Profil

Jenis bahan yang umum digunakan untuk membangun sebuah kapal. adalah bahan-bahan

tersebut antara lain : baja, alumunium, tembaga, gelas serat (fibreglass), kayu. Dari beberapa

jenis bahan baja yang sampai saat ini paling banyak dipakai untuk pembuatan kapal. Baja

dikenal sebagai paduan besi karbon dengan beberapa unsur tambahan. Kandungan karbon yang

diizinkan untuk pembuatan baja tidak boleh melebihi 2%. Penggunaan baja dapat menyeluruh

atau bagian-bagian tertentu saja. Bagian-bagian yang dibuat dari bahan baja meliputi lambung

kapal, kerangka kapal dan masih banyak bagian yang lain. Ada juga sebagian kapal baja yang

digunakan alumunium untuk membuat bagian-bagian tertentu kapal. misalnya, bangunan atas,

rumah geladak, penutup palka jendela, dan pintu. Ada juga kapal yang bahannya terbuat dari

paduan alumunium, sehingga sebagian besar bahan untuk pembuatan kapal diambil dari paduan

alumunium. Dibandingkan dengan baja, paduan alumunium mempunyai berat 1/3 dari berat baja

untuk besar yang sama. Oleh karena itu ada sebuah kapal yang bagian atasnya dibuat dari

alumunium. Bangunan yang demikian itu akan mengurangi berat keseluruhan kapal. Disamping

itu berat dari dasar kapal menjadi lebih kecil atau dengan lain kata, stabilitas kapal akan menjadi

relatif lebih baik.

Dari segi kekuatan, ketahanan terhadap korosi, kemampuan untuk dikerjakan, dan

kemampuan untuk dilas, alumunium mempunyai sifat yang hampir sama dengan baja, hanya

alumunium relatif lebih mahal daripada baja. Bahan lain yang biasa untuk melengkapi

pembangunan kapal baja adalah lembaga. Tembaga banyak digunakan untuk instalasi pipa-pipa

yang ada di kapal.

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 7

Bahan-bahan lain seperi gelas serat dan kayu banyak dipakai untuk bahan pokok membuat kapal-

kapal yang relatif lebih kecil, juga untuk membuat interior-interior kapal baja atau kapal

alumunium. Baja bangunan kapal hanya dapat dirpoduksi oleh pabrik-pabrik baja yang telah

disetujui oleh Biro Klasifikasi Indonesia. Baja itu juga harus dibuat melalui proses tertentu.

Adapun proses tersebut meliputi pembuatan baja dengan dapur kubu (open hearth), dapur listrik,

proses pengembusan dengan oksigen (zat asam) dari atas, atau proses-proses khusus lain yang

telah disetujui. Melalui proses-proses tersebut, diharapkan akan dihasilkan baja yang mempunyai

sifat berkualitas tinggi dengan susunan kimia dan sifat mekanis, sesuai dengan yang disyaratkan,

sejauh mungkin bebas dari kandungan bahan bukan logam dan cacat-cacat dalam atau luar yang

dapat mempengaruhi pemakaian atau pengerjaan selanjutnya, dan bahan baja yan sudah

mendapatkan perlakuan panas. Baja untuk membangun suatu kapal pada umumnya dibagi

menjadi dua bagian besar, yaitu

- Baja bangunan kapal biasa bangunan kapal dengan tegangan tinggi.

- Baja kapal biasa digunakan pada konstruksi kapal yang dianjurkan mempunyai sifat

kimia, deoksidasi pengelolaan panas, atau sifat-sifat mekanik yang sudah mendapt

persetujuan BKI,. Penggolongan didasarkan pada metode deoksidasi komposisi unsur-

unsur kimia yang dikandung, pengujian tekan, pengujian tarik, dan perlakuan panas

Adapun sifat-sifat mekanis yang harus dimiliki baja biasa adalah batas lumer minimal 24

kg/mm2 kekuatan tarik dari 41 kg mm2 sampai dengan 50 kg/mm2, dan regangan patah

minimal 22 %.

Baja kapal yang mempunyai tegangan tinggi yang dipakai untuk bangunan kapal harus

sesuai dengan peraturan-peraturan Biro Klasifiki baik mengenai komposisi kimia, sifat-sifat

mekanik, metode deoksidasi, maupun perlakuan panasnya. Baja kapal tegangan tinggi untuk

lambung, digolongan ke dalam dua bagian, yaitu baja dengan tegangan lumer minimal 32 Kg /

mm2 dan mempunyai kekuatan tarik dari 48 Kg/ mm2 – 60 kg/mm2 serta baja dengan tegangan

lumer minimum 36 Kg / mm2 dan mempunyai kekuatan tarik dari 50 kg/mm2. Penggolongan

kualitas itu didasarkan pada metode deoksidasi, proses pembuatan, komposisi kimia, pengujian

tarik,pengujian takik, pengujian pukul, dan perlakuan panas, baja tegangan tinggi dipergunakan

juga untuk bagian-bagian konstruksi kapal yang mendapat tekanan besar pada susunan kerangka

kapal.

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 8

Selain baja tersebut diatas, masih ada baja lain yang digunakan untuk bangunan kapal.

baja tersebut adalah baja tempat. Sifat-sifat yang harus dimiliki baja tempa ini ialah bahwa baja

itu harus mempunyai kekuatan tarik minimal 41 Kg / mm2. Jenis baja tersebut digunakan pada

bagian-bagian tertentu di kapal, yaitu untuk poros baling-baling, kopling kemudi, linggi, poros,

engkol, roda gigi, dan lain sebagainya. Semua bahan yang telah memenuhi persyaratan BKI akan

diberi stempel. Jika suatu bagian telah mendapatkan stempel dari BKI ternyata tidak memenuhi

syarat setelah diadakan pengujian lagi, stempel itu harus dibatalkan dengan pencoretan atau

penghapusan stempel. Bahan yang dipakai untuk membuat badan kapal biasanya berupa pelat

dan profil. Pelat diberi stempel dikedua sisi, depan dan belakang pada sudut pelat yang

bersebrangan sehingga stempel itu selalu dapat dilihat tanpa membalik-membalikan pelat atau

profil. Berdasarkan ketebalan, pelat dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu :

- pelat tipis dengan ketebalan 3 mm sampai 5 mm sampai 25 mm

- pelat tebal dengan ketebalan 25 mm sampai 60 mm.

- Ukuran luas pelat yang paling banyak dijual adalah 1.500 mm x 6.000 mm dan 1.200 x

2.400 mm.

Profil yang paling untuk membangun kapal mempunyai bermacam-macam bentuk dan ukuran.

Bentuk-bentuk tersebut dapat dilihat pada gambar 9.1. Penggunaan pelat dan profil-profil

tersebut adalah sebagai berikut.

- Pelat, sebagai bahan utama untuk membangun kapal dapat dilihat pada gambar 9.1a.

- Balok berpenampang bujur sangkar biasanya digunakan untuk balok-balok tinggi, lunas

dan lain-lain. Diperlihatkan pada gambar 9.1.b

- Profil penampang bulat pada umumnya digunakan untuk topang-topang yang kecil, balok

untuk pegangan tangan gambar 9.1.c.

- Profil setengah bulat pada umumnya dipakai pada tepi-tepi pelat sehingga pelat tersebut

tidak tajam ujung tepinya, misalnya pada tepi ambang palka gambar 9.1.d.

- Profil siku sama kaki digunakan penegar pelat atau penguatan-penguatan. Diperlihatkan

pada gambar 9.1.e.

- Profil siku sama kaki digunakan penegar pelat atau penguatanpenguatan. Diperlihatkan

pada Gambar 9.1e.

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 9

- Profil siku gembung (bulb) merupakan profil siku yang salah satu sisinya diperkuat

dengan pembesaran tepi sampai menggembung Gambar 9.1f.

- Profil U adalah profil yang mempunyai kekuatan besar daripada profil siku bulba. Profil

ini digunakan untuk kekuatan konstruksi yang lebih besar daripada yang disyaratkan.

Diperlihatkan pada Gambar 9.1g.

- Profil berbentuk penampang Z sama dengan profil U dalam hal bentuknya, tetapi salah

satu sisi dibalik. Diperlihatkan pada Gambar 9.1h.

- Profil H dan I adalah profil yang sangat kuat, tetapi tidak digunakan secara umum, profil

ini dipasang pada konstruksi yang memerlukan kekuatan khusus. Diperlihatkan pada

Gambar 9.1i.

- Profil T adalah yang digunakan untuk keperluan khusus. Misalnya, untuk penumpu

geladak. Diperlihatkan pada gambar 9.1j

- Profil T gembung adalah profil yang mempunyai kekuatan lebih besar daripada profil T.

diperlihatkan pada Gambar.9.1.k

- Profil gembung adalah profil yang salah satu ujungnya dibuat gembung dan digunakan

untuk penguatan pelat. Contoh pemasangan profil ini adalah pelat 9.1 l,m,n

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 10

Gambar 9.1. pelat dan profil

b. Fungsi elemen-elemen Pokok Kapal

Geladak kekuatan, alas dan sisi-sisi kapal berperan sebagai balok kotak (box girder),

sehingga sering disebut sebagai hull girder atau ship girder, yang menerima beban-beban

lengkung (longitudinal bending) dan beban-beban lainnya yang bekerja pada konstruksi

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 11

badan kapal. Geladak cuaca, alas dan sisi-sisi kapal juga berfungsi sebagai dinding-dinding

kedap yang menahan air dari luar dan menerima gaya tekan air ke atas

(buoyancy) sehingga kapal dapat terapung. Elemen-elemen lainnya membantu langsung

fungsi-fungsi tersebut dan sebagian hanya berperan sebagai pendukung atau penunjang agar

elemen-elemen pokok tersebut selalu tetap pada kedudukannya sehingga dapat berfungsi

secara efektif.

2.4. Beban yang diterima oleh kapal

Beban-beban (load) yang bekerja pad badan kapal pada dasarnya dapat dibedakan dalam dua

kelompok yaitu :

Beban-beban yang berpengaruh pada konstruksi dan bentuk kapal secara keseluruhan

(structural load). Termasuk dalam kelompok ini adalah : beban lengkung longitudinal

(hogging dan sagging); racking; efek-efek tekanan air (effect of water pressure); gaya-gaya

reaksi dari ganjal-ganjal pengedokan (keel block).

Pengertian lengkung longitudinal (longitudinal bending) dalam kaitannya dengan

konstruksi/kekuatan kapal adalah melengkungnya badan kapal dipandang menurut

penampang memanjangnya; yaitu menurut bidang vertikal memanjang. Hal ini sama halnya

dengan sebuah balok memanjang yang melengkung bila hanya ditumpu di bagian tengahnya

atau di kedua ujungnya.

Bila sebuah balok panjang ditumpu di bagian tengahnya dan ujung-ujungnya dibiarkan bebas

maka secara umum balok tersebut akan melengkung dan timbul tegangan-tegangan tekan

(tension) dan tegangan-tegangan tarik (compression). Dalam hal demikian ini tegangan tekan

maksimum berada di bagian alasnya dan tegangan tersebut mencapai harga nol disebut

sumbu netral (netral axis). Di dekat sumbu netral ini tegangan geser (shearing stress)

mencapai harga terbesar. Bila badan kapal mengalami kelengkungan demikian ini maka

kapal dikatakan dalam keadaan ‘hogging’. Di lain pihak, bila ujung-ujung balok

mendapatkan tumpuan sedangkan tengahnya bebas maka balok itupun akan melengkung,

tetapi dalam keadaan ini tegangan tekan yang terbesar berada di bagian atas sedangkan

tegangan tarik terbesar berada di bagian bawah. Kelengkapan demikian ini juga dialami oleh

badan kapal dan badan kapal dikatakan dalam keadaan ‘sagging’. Kelengkungan-

kelengkungan demikian itu merupakan kelengkungan-kelengkungan umum yang dialami

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 12

badan kapal (General longitudinal bending of the hull/ship). Tegangan-tegangan yang timbul

sebagaimana disebutkan di atas disebut tegangan-tegangan longitudinal/memanjang

(longitudinal bending stresses); dari sini dikenal pula momen lengkung longitudinal

(longitudinal bending moments).

Dalam kedudukannya di air, kapal cenderung mengalami hogging dan sagging, baik karena

muatan atau beban-beban statis yang ada di dalamnya maupun kaena gelombang-gelombang

yang dilaluinya. Distribusi beban sepanjang badan kapal pada hakekatnya ditentukan, oleh

muatan yang ada di dalamnya dan oleh gaya tekan air ke atas yang bekerja pada badan kapal

itu. Pembagian beban yang tidak merata sepanjang badan kapal akan menyebabkan badan

kapal mengalami lengkung longitudinal.

Di air tenang (still water), lengkungan longitudinal, dipandang menurut arah lengkungannya

(hogging atau magging), boleh dikatakan hanya dipengaruhi oleh penempatan muatan di

dalam badan kapal itu sendiri; yaitu hogging akan terjadi apabila massa muatan yang berada

di bagian ujung-ujung badan kapal lebih besar daripada massa muatan yang berada di bagian

tengah badan kapal. Sebaliknya sangging akan terjadi bila massa muatan yang berada di

bagian tengah badan kapal lebih besar daripada massa muatan yang berada di bagian ujung-

ujung badan kapal. Di lain pihak, dalam operasinya di laut, terutama pada waktu berlayar,

secara umum kapal akan lebih sering melalui daerah yang bergelombang daripada daerah

yang tenang, sehingga badan kapal dapat dipastikan akan selalu mengalami gerakan angguk

(pitching) selama pelayarannya, terutama bila menentang gelombang atau mengikuti

gelombang dengan panjang gelombang yang secara global dianggap sama dengan panjang

kapal. Selama pelayaran, distribusi pembebanan sepanjang badan kapal dari muatan yang

dibawanya boleh dikatakan tidak mengalami perubahan, tetapi distribusi pembebanan dari

gaya tekan air ke atas akan selalu berubah-ubah dari gelombang ke gelombang yang dilalui,

berubah selama kapal dalam pelayarannya. Dengan kata lain distribusi beban sepanjang

badan kapal akan selalu berubah / mengalami perubahan dari waktu ke waktu selama kapal

dalam operasinya di laut, sehingga kapal akan selalu mengalami lengkung longitudinal yang

selalu berubah pula,

baik arah maupun besarnya yang semua itu tergantung pada kondisi pemuatan (ballast,

penuh, dsb.), kondisi laut dan posisi kapal terhadap gerakan gelombang.

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 13

Hogging terbesar akan terjadi bila bagian tengah badan kapal berada pada posisi di atas

puncak gelombang (crest), sedangkan sagging terbesar bila bagian tengah kapal berada pada

posisi di atas lembah gelombang (trough).

Gambar hogging

Gambar sagging

Efek-efek dinamis dari gelombang demikian itu tidak hanya saja berpengaruh pada letak

distribusi pembebanan tetapi juga menimbulkan pembebanan tambahan pada badan kapal

dan tidak hanya dipengaruhi oleh gerakan angguk (pitching), tetapi juga dengan (rolling) dan

gerakan naik-turun (heaving). Masalah terlalu kompleks untuk disinggung lebih lanjut

disini. Singkatnya, lengkungan longitudinal dibebankan dalam dua macam; yaitu lengkungan

longitudinal di air tenang (still water longitudinal bending) dan lengkungan longitudinal di

perairan bergelombang (wave longitudinal bending); dan kekuatan memanjang badan kapal

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 14

diartikan sebagai kemampuan konstruksi badan kapal dalam menerima beban-beban

lengkung longitudinal demikian itu.

Beban-beban lengkung longitudinal demikian itu merupakan salah satu faktor utama yang

harus diperhitungkan dalam perencanaan kapal, terutama kapal-kapal besar, karena,

sebagaimana telah dijelaskan, selama operasinya di laut dpat dipastikan bahwa kapal akan

selalu mengalami hogging dan sagging yang silih berganti, dan ini akan merusakkan

konstruksi kapal, yang berarti membahayakan keselamatan kapal itu sendiri, jika konstruksi

kapal tidak direncanakan untuk mampu menahan beban-beban tersebut.

Sebagaimana telah dijelaskan, beban-beban lengkung longitudinal yang terbesar berada di

bagian tengah kapal (midship). Oleh karena itu peraturan klasifikasi pada umumnya menitik

beratkan ketentuan-ketentuan untuk ukuran-ukuran bagian-bagian konstruksi yang barada di

daerah tengah kapal (umumnya di sepanjang sekitar 0,4 L sampai 0,7 L, tergantung elemen

konstruksi yang ditinjau), disamping pula beban-beban dari tegangan geser yang timbul

penguatan khusus diujung-ujung (berkisar antara 0,05 L sampai 0,25 L dari ujung-ujung).

Racking

Tegangan-tegangan ini bekerja terutama pada pojok-pojok badan kapal (lutut bilga dan lutut-

lutut balok geladak) sebagai akibat pukulan gelombang pada sisi kapal, atau pada saat kapal

mengalami oleng (rolling). Dalam hal demikian ini badan kapal akan terpuntir, sehingga kulit

kapal akan mengalami tegangan puntir.

Efek Tekanan Air ( Effect of Water Pressure )

Tekanan air cenderung mendesak kulit sisi dan alas kapal ke dalam.

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 15

Gambar racking

Panting

Panting, dalam kaitannya dengan konstruksi kapal, diartikan sebagai gerakan keluar-masuk

(kembang-kempisnya) sisi-sisi kapal yang berada di ujung-ujung sebagai akibat silih

bergantinya tekanan air yang diterima oleh sisi-sisi kapal tersebut.

Pada waktu mengalami gerakan angguk (pitching), bagian depan badan kapal, demikian juga

bagian belakang, akan mengalami keadaan dimana pada satu saat terangkat dari atas

permukaan air dan saat berikutnya masuk kembali ke dalam air. Dengan demikian maka sisi-

sisi kapal di daerah tersebut pada satu saat tidak mendapatkan tekanan air dan saat berikutnya

menerima tekanan air. Hal ini akan menimbulkan tegangan-tegangan pada sisi-sisi kapal

tersebut, dan dinamakan tegangan-tegangan panting (panting stresses).

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 16

Pounding / Slamming

Pada saat mengalami gerakan anggukan (pitching) sebagaimana disebutkan di atas, maka

dalam gerakannya kembali ke dalam air bagian alas kapal di ujung depan akan menepuk

permukaan air sebelum masuk kembali ke dalam air. Hal ini akan menimbulkan tegangan-

tegangan yang akan dialami oleh alas kapal di daerah depan.

Gambar pounding / slamming

Massa setempat

Beban-beban yang ditimbulkan oleh barang-barang berat yang ditempatkan pada bagian-

bagian tertentu di dalam / pada badan kapal, seperti misalnya mesin-mesin, peralatan bongkar

muat, muatan, dsb.

Getaran

Getaran-getaran yang ditimbulkan oleh mesin-mesin, baling-baling dan sebagainya akan

cenderung menimbulkan beban-beban di daerah buritan.

2.5. Kekuatan Kapal

Untuk mengetahui kekuatan kontsruksi memanjang suatu kapal, Dengan asumsi bahwa

kapal tersebut adalah sebuah balok yang terapung di air.

Pertama-tama diambil sebuah balok tersebut dibuat dari bahan yang homogen sehingga

setiap potongan memanjang balok mempunyai berat yang sama. Balok ini kemudian dicelupkan

ke air dan air akan memberikan tekanan ke atas. Karena penampang balok adalah sama untuk

seluruh panjang balok, setiap potongan memanjang balok akan mendapatkan tekanan ke atas

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 17

yang sama. Jadi, berat dan tekanan ke atas setiap potongan memanjang balok adalah sama

sehingga balok tidak akan mengalami lengkungan seperti terlihat pada gambar.

Gambar kekuatan kapal

Kemudian diambil balok dengan ukuran seperti di atas, tetapi bahan dari balok tersebut tidak

homogen. Berat untuk ¼ bagian di ujung-ujungnya dibuat mempunyai kerapatan yang lebih

besar daripada kerapatan ½ bagian yang ditengah. Jadi berat setiap potongan memanjang untuk

seluruh balok tidak sama, yaitu untuk ¼ bagian di ujung-ujungnya sama dan ½ bagian yang

ditengah lebih kecil daripada di ujung. Karena ukuran penampang balok tetap sama bila

dicelupkan dalam air, tekanan ke atas yang diberikan oleh air untuk setiap potongan memanjang

balok adalah sama. Jadi antara berat dan tekanan ke atas untuk setiap potongan memanjang balok

tidak sama lagi dan hal ini akan menimbulkan lengkungan pada balok seperti terlihat pada

gambar.

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 18

Pada gambar di atas berlaku hukum Archimedes, yang menjelaskan bahwa berat balok sama

dengan harga tekanan ke atas air (P = ⍴.gv) Bila dikaitkan dengan sebuah kapal, hal tersebut

akan nyata sekali. Kapal secara keseluruhan, dari depan sampai belakang merupakan benda yang

tidak homogen dan pembagian berat kapal tidak teratur untuk seluruh panjang kapal, baik

beratnya sendiri maupun muatannya. Karena kapal juga terapung di air, kapal juga akan

mendapat tekanan ke atas dari air. Karena bentuk bagian bawah kapal tercelup air dan

penampang untuk seluruh panjang kapal itu tidak sama, maka tekanan ke atasnya juga tidak

sama dan biasanya membentuk suatu kurva seperti pada gambar dibawah ini.

Gambar penampang memanjang kapal dan kurva

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 19

Karena berat kapal dan tekanan ke atas untuk setiap potongan memanjang tidak sama,

lengkungan kapal atau bending pada kapal akan selalu terjadi, hanya besar kecilnya sangat

bergantung kepada pembagian beat dan tekanan ke atas dalam arah memanjang kapal. Karena

lengkungan yang terjadi di sekitar tengah kapal tersebut adalah yang terbesar, konstruksi sekitar

tengah kapal harus kuat supaya dapat menahan lengkungan. Untuk itu, diperlukan konstruksi

yang kuat pada arah memanjang, khususnya untuk daerah geladak dan alas. Konstruksi yang

dapat menambah kekuatan memanjang kapal pada geladak antara lain pembujur geladak,

penumpu, dan pelat geladak. Untuk konstruksi alas antara lain : penumpu, pembujur alas, pelat

alas, dan lunas.

2.6. Konstruksi Ceruk Haluan

Konstruksi bagian ujung depan kapal adalah konstruksi yang meliputi bagian ujung

depan kapal sampai dengan sekat tubrukan. Bagian depan kapal dirancang untuk memisahkan air

secara baik. Dan, aliran ini diusahakan supaya tetap streamline sepanjang kapal, sehingga

tahanan gelombang kapal dapat dikurangi sampai sekecil-kecilnya.

Linggi haluan merupakan bagian terdepan kapal. Linggi ini menerus ke bawah sampai ke

lunas. Pada saat ini yang lazim dipakai ada dua macam, yaitu linggi batang dan linggi pelat.

Kadang-kadang dipakai juga gabungan dari kedua linggi ini. Adapun susunan konstruksi

gabungan kedua linggi ini adalah sebagai berikut. Sebuah linggi batang dari lunas sampai ke

garis air muat dan disambung linggi pelat sampai ke geladak. Penggunaan linggi pelat

memungkinkan pembentukan suatu garis haluan yang bagus. Hal ini akan memperindah

penampilan linggi haluan kapal. Selain juga untuk memperluas geladak dan memudahkan

perbaikan linggi tersebut, apabila suatu saat kapal menubruk sesuatu. Pelat sisi dapat diperlebar

sampai seluas geladak, sehingga memungkinkan bagian ujung depan kapal menahan hempasan

air laut dan menahan supaya percikannya tidak sampai ke permukaan geladak.

Di geladak bagian depan biasanya ditempatkan mesin jangkar linggi. Kedua alat ini

berguna untuk menarik atau mengangkat jangkar dan mengeluarkan tali pada saat akan berlabuh,

sedangkan dibawah akil dipasang bak rantai untuk penempatan rantai jangkar. Pada kapal-kapal

yang mempunyai ukuran cukup besar di bagian bawah garis air muat depan dipasang haluan

bola. Haluan bola ini berbentuk gembung seperti bola dan berguna untuk mengurangi tahanan

gelombang kapal.

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 20

Linggi Haluan

Linggi haluan merupakan tempat untuk menempelkan pelaut kulit dan juga penguat utama di

bagian ujung depan kapal. Seperti telah diterangkan di atas, linggi batang dipasang dari lunas

sampai garis air muat dan ke atas dilanjutkan dengan konstruksi linggi pelat. Pada gambar ini

diperlihatkan konstruksi bagian depan kapal, lengkap dengan linggi pelat dan linggi batang.

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 21

Gambar konstruksi bagian ujung depan

Konstruksi Linggi Batang

Konstruksi linggi batang adalah linggi yang terbuat dari batang berpenampang bulat atau persegi

empat. Linggi ini dilaskan di bagian bawah dengan ujung lunas pelat dan dibagian atas dengan

linggi pelat. Pelat kulit kapal menmpel pada sisi-sisi dari linggi batang. Gambar dibawah ini

memperlihatkan linggi batang.

1. Pelat sisi

2. Linggi haluan batang

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 22

Konstruksi Linggi Pelat

Konstruksi linggi pelat dibuat dari pelat dibuat dari pelat yang dilengkungkan dan diberi penegar

pada tiap jarak tertentu. Penegar ini disebut lutut linggi haluan (breasthook) dan berbentuk

sebuah pelat yang dipasang secara horizontal. pada linggi pelat dipasang penegar berupa profil

bulba atau batang lurus. Pemasangan pelat kulit didaerah linggi haluan diberi ketebalan lebih dari

pada pelat kulit disekitarnya.

Linggi haluan pelat

Penegar tegak

Lutut linggi haluan

Konstruksi Haluan Bola

Untuk kapal yang dibuat pada masa sekarang, linggi haluan yang lurus (dibuat dari besi

batangan) sudah mulai ditinggalkan, terutama untuk kapal-kapal yang ukurannya relative besar.

Karena membutuhkan efisiensi yang lebih tinggi dalam setiap gerakannya, usaha untuk itu

adalah dengan memasang haluan bola (bulbous bow) atau linggi dibawah garis air muat yang

berbentuk bola. Haluan bola ini dipasang sebagai usaha mengurangi tahanan gelombang yang

terjadi karena gerak maju kapal. Susunan konstruksi haluan bola dapat bervariasi, ada yang

dibuat dari pelat tuang yang dilengkungkan atau pelat berbnetuk silindris yang dimasukkan

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 23

kebagian depan kapal. Ketepatan berbagai hal, seperti perencanaan yang tepat, dan pemasangan

adalah pokok segalanya. Selain itu, haluan bola

merupakan perbaikan daya apung bagian depan kapal sehingga akan mengurangi anggukan

kapal. Konstruksi haluan bola (Gambar 10.4) terdiri atas pelat bilah tegak. Pelat bilah ini akan

mempertegar ujung bebas dari lutut linggi haluan yang dipasang tepat didepan haluan bola.

Pengelasan balok pada setiap jarak gading melewati sekat berlubang yang terletak dibidang

paruh kapal.

Senta ceruk (panting stringer) terdiri atas pelat berlubang yang dipasang melebar dan

memanjang pada haluan bola. Pelat bilah tegak yang lain menyambung haluan bola ke bagian

depan. Sebuah linggi tuang kecil yang terbuat dari baja tuang menghubungkan bagian atas

haluan bola ke linggi pelat yang terletak diatas garis air muat. Macam-macam lubang orang

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 24

dibuat pada susunan konstruksi ini. Hal tersebut akan memudahkan hubungan ke semua bagian

haluan bola.

Pemasangan sekat tubrukan pada suatu kapal sangat dibutuhkan karena sekat ini untuk

menghindari mengalirnya air keruangan yang ada dibelakangnya apabila terjadi kebocoran di

ceruk haluan akibat menubruk sesuatu dan dengan rusaknya ceruk haluan kapal masih selamat,

tidak tenggelam.

Gambar batas pemasangan sekat tubrukan dari garis tegak haluan

Ceruk Haluan

Konstruksi pada ceruk haluan harus cukup kuat. Pada daerah ceruk inilah yang pertama-tama

mendapat hempasan gelombang. Hal ini disebabkan letak ceruk ini dibagian depan kapal. Karena

tidak ada momen lengkung yangbekerja pada arah memanjang didaerah ini, pelat alas, pelat sisi,

dan pelat geladak tidak perlu tebal dibandingkan bagian tengah kapal.

Sekat berlubang ( Dinding Sekat Ayunan)

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 25

Sekat berlubang adalah suatu sekat yang dipasang membujur. Sekat ini berlubang-lubang dan

ditempatkan ditangki ceruk. Kegunaan sekat berlubang adalah untuk mengurangi goncangan

akibat permukaan bebas cairan didalam tangki yang tidak diisi penuh pada waktu kapal

mengalami olengan. Pemasangan sekat berlubang diceruk haluan dengan menempatkan secara

membujur tepat pada bidang paruh kapal. Dibagian belakang sekat ini dilaskan ke sekat tubrukan

dan dibagian depan dilaskan kelutut linggi haluan. Sekat berlubang ini ditembus oleh balok ceruk

dan dibagian dasar kapal sampai ke penumpu tengah alas.

Konstruksi penampang

melintang ceruk

1. Penumpu tengah geladak

2. Penumpu samping

3. Senta ceruk

4. Gading

5. Lutut

6. Sekat berlubang

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 26

Gambar konstruksi penumpu memanjang ceruk sejajar garis air

1. Sekat tubrukan

2. Sekat berlubang

3. Gading

4. Senta ceruk

5. Balok ceruk

Bak Rantai dan Tabung Jangkar

Bak rantai pada umumnya ditempatkan didepan sekat tubrukan. Ukuran bak rantai harus cukup

untuk menyimpan seluruh rantai jangkar dan masih ada ruangan kosong diatasnya. Bak rantai

berjumlah satu atau dua bagian, dipasang pada lambung kiri dan kanan kapal. Bak rantai ini

sebaiknya dipasang serendah mungkin. Hal ini untuk mengurangi ketinggian pusat titik berat

rantai. Lantai bak rantai dipasang pada bagian paling bawah dan pada lantai ini dibuat lubang

pengering. Lubang ini akan menjaga agar rantai tetap kering, bersih dari air dan Lumpur.

Susunan konstruksi bak rantai terdiri atas pelat dengan penguat tegak disebelah luar. Pelat bilah

yang membentuk susunan kapal bagian dalam juga dilengkapi dengan penguatan. Kenaikan

lantai bak dibantu oleh sejenis wrang. Sumur-sumur yang ada dibak rantai dihubungkan pada

system biga dan harus tetap bersih setiap kali jangkar dinaikkan. Biasanya dinding bak rantai

dilapisi kayu, sehingga pada waktu memasukkan rantai suaranya tidak ramai dan tidak merusak

dinding. Gambar berikut ini memperlihatkan konstruksi bak rantai.

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 27

Gambar bak rantai

1. Pelat penyangga

2. Pelat berlubang

3. Penegar

4. Lubang rantai jangkar

5. Lutut

6. Pipa spurling

7. Lutut

8. Geladak utara

9. Geladak akil

Ditengah-tengah bak rantai pada geladak akil diberi sejenis ambang yang disebut pipa spurling

yang dibuat dari pipa tebal, dan ujung-ujungnya diberi ring dari besi bulat. Hubungan antara bak

rantai geladak akil, dan pipa spurling diperkuat dengan pemasangan lutut disekeliling bak rantai

dan pipa spurling. Sebuah pelat dengan penampang U disisi-sisi bak dengan memotong lubang

kaki digunakan sebagai jalan masuk kedasar bak dari pintu kedap digeladak lebih atas. Tabung

jangkar dibuat untuk memungkinkan supaya rantai jangkar tidak banyak hambatan menuju mesin

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 28

jangkar dan juga supaya geladak akil tidak mengalami kerusakan pada saat dilalui rantai dan

untuk menjaga kekedapannya.

Gambar konstruksi tabung jangkar

1. Rantai jangkar

2. Pengikat rantai jangkar

3. Tabung jangkar

4. Pelat rangkap

5. Landasan jangkar

6. Jangkar

7. Sisi kapal

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 29

Ukuran tabung jangkar harus cukup supaya pada saat jangkar diturunkan atau dinaikkan, rantai

tidak mengalami hambatan. Pada geladak akil dan pelat sisi sekitar ujung dan pangkal tabung

diberi penguatan dengan pelat rangkap. Pada ujung-ujung tabung diberi pelat atau profil baja

melingkar berbentuk bulat yang diikat dengan pengelasan. Saat kapal berlayar, tabung ini ada

yang ditutup dengan pelat yang dapat digeser apabila diperlukan.

2.7. Konstruksi Ceruk Buritan

Linggi Buritan

Konstruksi linggi buritan adalah bagian konstruksi kapal yang merupakan kelanjutan lunas

kapal. Bagian linggi ini harus diperbesar atau diberi boss pada bagian yang ditembus oleh poros

baling-baling, terutama pada kapal-kapal yang berbaling-baling tunggal atau berbaling-baling

tiga. Pada umumnya linggi buritan dibentuk dari batang pejal, pelat, dan baja tempa atau baja

tuang. Kapal-kapal biasanya mempunyai konstruksi linggi buritan yang terbuat dari pelat-pelat

dan profil-profil yang diikat dengan las lasan, sedangkan untuk kapal besar berbaling-baling

tunggal atau berbaling-baling tiga mempunyai konstruksi linggi buritan yang dibuat dari bahan

baja tuang yang dilas. Dengan pemakaian baja tuang, diharapkan konstruksi liggi buritan dapat

dibagi menjadi dua atau tiga bagian baja tuang yang akan dilas digalangan. Hal tersebut juga

untuk mendapatkan bentuk linggi yang cukup baik.

Pada kapal yang menggunakan jenis kemudi meletak tanpa balansir, linggi buritan terdiri

atas dua bagian. Bagian tersebut ialah linggi kemudi dan linggi baling-baling. Linggi kemudi

juga dapat dibuat dari baja tuang dengan diberi penegar-penegar melintang dari pelat. Hal ini

diperlukan untuk mendapatkan kekuatan yang cukup, akibat tekanan melintang kemudi pada saat

diputar ke kiri atau ke kanan.

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 30

Gambar kosntruksi bagian buritan dengan linggi kemudi

1. Linggi baling-baling

2. Poros

3. Telapak linggi

4. Linggi kemudi

5. Daun kemudi

6. Pelat penegar

7. Sekat buritan

8. Wrang

9. Selubung poros kemudi

10. Pena kemudi

11. Bos poros baling-baling

12. Baling-baling

13. Tongkat kemudi

Seperti yang diperlihatkan pada Gambar linggi buritan harus dihubungkan kuat-kuat dengan

bagian konstruksi lain dibelakang kapal. Hal ini diperlukan sebagai peredam getaran dibelakang

kapal yang berasal dari baling-baling atau kemudi dan untuk menahan gaya-gaya yang timbul

oleh gerakan kemudi atau baling-baling.

Gambar konstruksi linggi buritan tanpa linggi kemudi

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 31

1. Linggi baling-baling

2. Sambungan las

3. Lubang poros baling-baling

4. Lubang pena kemudi

5. Daun kemudi

6. Telapak linggi/sepatu kemudi

7. Pena kemudi

Sekat ceruk buritan

Seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya, sekat ceruk buritan disamping untuk membatasi

ceruk buritan dengan ruang muat atau kamar mesin juga berfungsi untuk pegangan (tumpuan)

ujung depan tabung poros baling-baling. Sesuai dengan ketentuan dari Biro Klasifikasi,

pemasangan ceruk buritan pada jarak sekurang-kurangnya tiga sampai lima kali jarak gading

diukur dari ujung depan bos poros baling-baling dan harus diteruskan sampai ke geladak

lambung timbul atau sampai pada plat-form kedap air yang terletak diatas garis muat.

Seperti halnya sekat-sekat lintang lainnya, sekat ceruk buritan terdiri atas beberapa lajur pelat

dengan penegar-penegar tegak. Karena sekat ini digunakan untuk batas tangki, tebal pelat sekat

dan ukuran penegar ditentukan berdasarkan perhitungan tebal pelat sekat untuk tangki dan

penegar tangki. Demikian pula pada daerah sekat yang ditebus oleh tabung poros baling-baling

harus dilengkapi dengan pelat yang dipertebal.

Ceruk Buritan

Ceruk buritan merupakan ruangan kapal yang terletak dibelakang dan dibatasi oleh sekat

melintang kedap air atau sekat buritan. Ruangan ini dapat dimanfaatkan untuk tangki balas air

maupun untuk tangki air tawar. Bagian buritan pada umumnya berbentuk cruiser/ellips, bentuk

yang menyerupai bnetuk sendok dan transom, yaitu bentuk buritan dengan dinding paling

belakang rata.

Konstruksi buritan direncanakan dengan memasang gading-gading melintang balok-balok

geladak, wrang, penumpu samping, penumpu tengah, dan penguat-penguat tambahan lain. Ada

kapal yang penumpu tengahnya dibuat ganda membentuk kotak pada daerah garis tegak buritan,

karena pada bagian ini dilalui poros kemudi yang akan dihubungkan dengan mesin kemudi diatas

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 32

geladak. Bentuk kotak dapat juga diteruskan keatas sampai geladak, sehingga membentuk

selubung kotak (ruddertrunk) yang berfungsi sebagai pelindung poros kemudi.

Wrang-wrang buritan direncanakan mempunyai tinggi yang sama seperti wrang alas dasar ganda,

kecuali wrang-wrang alas ceruk buritan disekitar tabung poros baling-baling. Wrang-wrang alas

yang tinggi ini harus diberi pebegar untuk mencegah melenturnya pelat.

Konstruksi buritan dapat dilihat pada gambar ini

Gambar ceruk buritan bentuk cruiser

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 33

Gambar konstruksi ceruk buritan bentuk transom

Tabung poros baling-baling

D Tabung poros baling-baling disangga oleh sekat buritan dibagian depan dan oleh boss linggi

baling-baling diujung belakang. Bagian depan tabung mempunyai pelat hadap yang digunakan

untuk mengikat tabung pada sekap ceruk buritan dengan baut dan pada bagian belakang dibuat

berukir untuk mengikat tabung terhadap boss linggi baling-baling dengan menggunakan mur

yang cukup besar. Tabung buritan ini dapat dibuat dari bahan pipa baja, yangbanyak digunakan

untuk kapalkapal kecil. Bisa juga tabung ini dibuat dari pelat baja yang dirol,

yang biasa dipakai pada kapal-kapal yang lebih besar. Karena merupakan bantalan, tabung ini

mempunyai sebuah bantalan diujung belakang dan sebuah lagi diujung depan. Untuk

pelumasannya dapat dipakai air, minyak pelumas, atau gemuk pelumas. Bahan untuk bantalan

ditentukan oleh cara pelumasannya.

Pada pelumasan dengan air, bahan yang dipakai adalah kayu pok (lignum vitae) atau bahan karet

sintetis. Proses pelumasannya adalah sebagai berikut. Air laut masuk kedalam tabung buritan

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 34

melalui celah. Celah ini didapati antara poros dan bantalan belakang, sedangkan pada bagian

ujung depan tabung ini dipasang paking dan penekan paking untuk mencegah

masuknya air kedalam kamar mesin. Penekan paking ini digunakan untuk menekan paking jika

terjadi perembesan atau kebocoran air pelumas dengan cara memutar baut penekan.

Pada pelumasan dengan minyak pelumas, bahan bantalan yang digunakan adalah babbit logam

putih.

Bantalan mempunyai celah-celah atau lubang-lubang dengan ukuran tertentu, agar minyak

pelumas dapat merata melumasi permukaan poros dan bantalan. Minyak pelumas ditampung

pada tangki khusus yang dihubungkan dengan system pipa ketabung buritan. Dengan

pemompaan, minyak pelumas dapat bersirkulasi dan melumasi bagian-bagian yang memerlukan.

Pencegahan air laut supaya tidak masuk ke system pelumasan ialah dengan paking-paking. Pada

ujung bos poros baling-baling dipasang pelat pelindung yang berfungsi untuk melindungi atau

mencegah masuknya benda-benda yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan pada paking.

Konstruksinya.

2.8. Konstruksi Bangunan atas dan Geladak

Pada geladak yang menerus dan teratas, terdapat bangunanbangunan yang diperuntukkan

sebagai ruang navigasi, ruang akomodasi, gudang-gudang untuk penempatan peralatan, dan

ruang lain untuk melayani kapal-kapal selama berlayar atau berlabuh. Bila ditinjau dari segi

konstruksi, bangunan-bangunan ini dapat dibedakan menjadi bangunan atas yang efektif dan

bangunan atas yang tidak efektif.

Bangunan atas yang efektif adalah semua bangunan atas yang terletak di atas geladak menerus

teratas, membentang sampai daerah 0,4 L bagian tengah kapal, dan panjangnya melebihi 0,15 L

(Gambar 13.1). Dalam kaitan ini, pelat kulit lambung harus diteruskan sampai ke geladak

bangunan atas, sehingga pelat sisi bangunan atas ini dapat diperlakukan sebagai pelat kulit

dengan geladak sebagai geladak kekuatan.

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 35

gambar letak kimbul anjungan dan akil pada kapal

Disebut bangunan atas yang tidak efektif, jika terletak di luar 0,4 L bagian tengah kapal atau

mempunyai panjang kurang dari 0,15 L atau kurang dari 12 m. Persyaratan lain dari bangunan

atas adalah bangunan tersebut harus mempunyai lebar, selebar kapal setempat. Selain bangunan

atas, kapal mempunyai bangunan lain yang disebut rumah geladak. Disebut rumah geladak

karena bangunan ini terletak di luar 0,4 L bagian tengah kapal atau

mempunyai panjang lebih kecil dari 0,2 L atau 15 m dan sisi-sisinya tidak selebar kapal.

Bangunan ini diletakkan paling sedikit 1,6 kali jarak normal gading-gading (a0). Bangunan atas

yang terletak di bagian haluan kapal dinamakan akil, di bagian tengah disebut anjungan, dan di

belakang disebut kimbul. Prosentase penambahan penguat pada bangunan atas dapat dilihat pada

Tabel dibawah ini

Gambar penampang bangunan atas, rumah geladak dari depan dan belakang

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 36

Keterangan gambar :

B = lebar kapal

A = lebar bangunan atas

S = lebar rumah geladak

1 = badan kapal

2 = bangunan kapal

3 = rumah geladak

Tabel 1

Jenis bangunan Lokasi Sekat Ujung

Penguat dalam %

Geladak kekuatan dan

pelat lajur atas

Pelat sisi bangunan

atas

Efektif Dalam batas 0.4 L

bagian tengah kapal

Antara 0.4 s/d 0.5 L

bagian tengah kapal

50

30

25

20

Tidak efektif Dalam batas 0.4L

bagian tengah kapal

Antara 0.4 L dan 0.5 L

bagian tengah kapal

25

20

10

10

Pada ujung-ujung bangunan atas, tebal pelat lajur atas, geladak kekuatan selebar 0,1 B dari pelat

kulit dan pelat sisi bangunan atas harus dipertebal. Sesuai dengan perincian menurut tabel di atas,

penebalan ini meliputi empat kali jarak gading (a0) ke depan dan ke belakang dari sekat ujung

bangunan atas di daerah 0,5 L tengah kapal. Bila terletak di luar 0,5 L tengah kapal, tidak

diperlukan adanya penguatan. Jika di atas geladak kekuatan ada bangunan atas yang tidak efektif

dan di atasnya lagi ditambah bangunan atas, tebal pelat geladak yang paling bawah dapat

dikurangi 10%. Jika geladak dilapisi kayu, tebal pelat dapat dikurangi sampai 1 mm, tetapi tidak

boleh kurang dari 5 mm. Penentuan ukuran seperti tebal pelat, penegar, dan lain-lainnya

ditentukan oleh besarnya beban perencanaan PA.

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 37

Bangunan Atas Bagian Belakang

Bangunan atas bagian belakang yang ada di kapal disebut kimbul. Lebar kimbul biasanya selebar

kapal dan terletak pada geladak kekuatan bagian belakang atau buritan kapal. Peletakan dan

bagian-bagian kimbul diperlihatkan pada Gambar di bawah ini.

Gambar bangunan atas pada buritan

1. Bangunan atas belakang

2. Bangunan atas

3. Bangunan atas

4. Rumah geladak

5. Rumah geladak

6. Ceruk buritan

7. Kamar mesin

8. Ruang muat

9. Geladak utama

10. Geladak kimbul

11. Geladak jembatan

12. Geladak

13. Geladak navigasi

Pembagian ruang-ruang tersebut pada Gambar diatas adalah sebagian sketsa ruang akomodasi

dan ruang navigasi pada bagian buritan kapal. Ruang akomodasi tersebut masih dibagi-bagi lagi

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 38

sesuai dengan kebutuhan pelayaran. Misalnya, ruang peta, ruang radio, ruang kemudi, klinik, dan

gudang makanan.

Bangunan atas pada haluan

Bangunan atas yang terletak di bagian depan disebut akil. Peletakan akil diperlihatkan

pada Gambar dibawah,

Gambar bangunan atas bagian depan

1. Geladak akil

2. Geladak utama

3. Akil

4. Bak rantai

5. Ceruk haluan

6. Ruang muat

Akil juga merupakan penerusan ke atas dari pelat kulit pada bagian depan kapal. Dengan adanya

bangunan atas tersebut akan mengurangi masuknya air laut pada saat kapal bergerak maju.

Ruangan pada akil digunakan untuk pergudangan, terutama untuk fasilitas peralatan pelayaran

seperti tali-temali. Pada Gambar 13.6 di bawah ini diperlihatkan susunan peralatan pada geladak

akil.

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 39

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 40

BAB III

PENYAJIAN DATA

.1. Ukuran Utama Kapal

Type kapal : General Cargo

LBP ( Length Between Perpendicular ) : 102.66 m

B ( Breadth ) : 17.02 m

H ( Depth ) : 9.41 m

T ( Draught ) : 7.52 m

Speed ( Vs) : 15.5 knot

.2. Koefisien Bentuk Kapal

Cb ( Coeficient block ) : 0.63

Cm ( Coeficient Midship ) : 0.98

Cwl ( coeficient water line ) : 0.75

Cph ( coeficient prismatic horizontal) : 0.64

Cpv ( coeficient prismatic vertical ) : 0.70

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 41

BAB IV

PENGOLAHAN DATA

4.1. Jarak Gading

4.1.1. Pengertian

Jarak gading merupakan bentuk gading yang dipasang untuk memperkuat konstruksi

memanjang dan melintang kapal menjaga agar tidak terjadi perubahan bentuk pada kulit kapal

sekaligus sebagai tempat menempelnya kulit kapal.

4.1.2. Perhitungan Jarak Gading

Menurut peraturan, untuk jarak gading dari depan sekat tubrukan hingga kedepan ceruk

haluan ditentukan menggunakan rumus

a = L/500 + 0.48

= 102.66/500 + 0.48

= 0.68 m diambil 0.6 m

= 600 mm

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 42

4.2. Perkiraan Beban Geladak

4.2.1. Pengertian

Beban geladak adalah beban yang mencakup beban geladak cuaca, beban geladak

muatan, beban geladak bangunan atas, geladak akomodasi serta beban pada alas dalam.

Pehitungan berdasarkan atas jenis muaran dan gaya-gaya yang bekerja pada geladak yang

bersangkutan.

4.2.2. Beban Geladak Cuaca ( Load on Water Deck )

Yang dianggap sebagai geladak cuaca adalah semua geladak yang bebas kecuali geladak

yang tidak efektif yang terletak dibelakang 0.15 L dari garis tegak haluan. Beban geladak cuaca

dihitung berdasarkan formula sebagai berikut :

PD = Po × ( 𝟐𝟎 𝐱 𝐓 )

( 𝟏𝟎+𝒛−𝑻 )𝑯 × Co

( Rules BKI 2013, Volume II, Section 4,B.1 )

Dimana :

Po = beban luar dasar dinamis

= 2.1 ( Cb + 0.7 ) x Co x CL x f x Crw

Cb = koefisien blok yaitu 0.63

Co = 10,75 - (300−𝐿

100)1,5 × CRW untuk 90 ≤ L ≤ 300

= 10,75 - (300−102.66

100)1,5 × 0,75

= 8,67

CL = 1.0

f1 = 1..0 ( untuk tebal pelat geladak cuaca )

f2 = 0.75 ( untuk main frame, stiffener dan balok geladak )

f3 = 0.6(untuk gading besar, senta, side girder, center girder dan Stringer)

CRW = 0.75 ( untuk Pelayara local )

Beban luar dasar dinamis untuk menghitung pelat geladak cuaca ( PO1 )

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 43

Po1 = 2.1 ( Cb + 0.7 ) × Co × CL × f1

= 2.1 ( 0,63 + 0.7 ) × 8.67 × 1.0 × 1.0

= 24.22 KN/m2

Beban luar dasar dinamis untuk menghitung man frame, deck beam ( PO2 )

Po2 = 2.1 ( Cb + 0.7 ) × Co × CL × f2

= 2.1 ( 0.63 + 0.7 ) × 8.67 × 1.0 × 0.75

= 18.16 KN/m2

Beban luar dasar dinamis untuk menghitung web frame, girder, stringer, dan strong beam (

PO3 )

Po3 = 2.1 ( Cb + 0.7 ) × Co × CL × f3

= 2.1 ( 0.63 + 0.7 ) × 8.67 × 1.0 × 0.60

= 14.53 KN/m2

Z = jarak vertical dari pusat beban ke base line

= H + Hchamber

= 9.75 m

CD = factor distribusi

CD1 = 1,2 – x/L (untuk 0 ≤ x/L ≤ 0,2 ; buritan kapal)

= 1,2 – 0,1

= 1,1

CD2 = 1,0 (untuk 0,2 ≤ x/L ≤ 0,7 ; tengah kapal)

CD3 = 1,0 + 𝐶

3 (x/L – 0,7) (untuk 0,7 ≤ x/L ≤ 1,0 ; haluan kapal)

= 1,0 + 4,1675

3 (0,90 – 0,7)

= 1,35

Dimana

Nilai C = 0.15 L – 10

= 0.15 ( 102.66 ) – 10

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 44

= 5.399

Beban geladak untuk menghitung plat kulit dan geladak cuaca

1) Pada daerah buritan

PD1a = Po1 ( 𝟐𝟎 𝐱 𝐓 )

( 𝟏𝟎+𝒛−𝑻 )𝑯 × CD1

= 24.22 × ( 𝟐𝟎 𝐱 𝟕.𝟓𝟐 )

( 𝟏𝟎+𝟗.𝟕𝟓−𝟕.𝟓𝟐 )𝟗.𝟒𝟏 × 1.1

= 31.23 KN/m2

2) Pada daerah midship

PD2a = Po1 ( 𝟐𝟎 𝐱 𝐓 )

( 𝟏𝟎+𝒛−𝑻 )𝑯 × CD2

= 24.22 × ( 𝟐𝟎 𝐱 𝟕.𝟓𝟐 )

( 𝟏𝟎+𝟗.𝟕𝟓−𝟕.𝟓𝟐 )𝟗.𝟒𝟏 × 1.0

= 28.38 KN/m2

3) Pada daerah haluan

PD3a = Po1 ( 𝟐𝟎 𝐱 𝐓 )

( 𝟏𝟎+𝒛−𝑻 )𝑯 × CD3

= 24.22 ×( 𝟐𝟎 𝐱 𝟕.𝟓𝟐 )

( 𝟏𝟎+𝟗.𝟕𝟓−𝟕.𝟓𝟐 )𝟗.𝟒𝟏 × 1.28

= 38.56 KN/m2

Beban geladak untuk menghitung main frame, stiffener dan deck beam

1) Pada daerah buritan

PD1b = Po2 ( 𝟐𝟎 𝐱 𝐓 )

( 𝟏𝟎+𝒛−𝑻 )𝑯 × CD1

= 18.16 × ( 𝟐𝟎 𝐱 𝟕.𝟓𝟐 )

( 𝟏𝟎+𝟗.𝟕𝟓−𝟕.𝟓𝟐 )𝟗.𝟒𝟏 × 1.1

= 23.42 KN/m2

2) Pada daerah midship

PD2b = Po2 ( 𝟐𝟎 𝐱 𝐓 )

( 𝟏𝟎+𝒛−𝑻 )𝑯 × CD2

= 18.16 × ( 𝟐𝟎 𝐱 𝟕.𝟓𝟐 )

( 𝟏𝟎+𝟗.𝟕𝟓−𝟕.𝟓𝟐 )𝟗.𝟒𝟏 × 1.0

= 21.29 KN/m2

3) Pada daerah haluan

PD3b = Po2 ( 𝟐𝟎 𝐱 𝐓 )

( 𝟏𝟎+𝒛−𝑻 )𝑯 × CD1

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 45

= 18.16 × ( 𝟐𝟎 𝐱 𝟕.𝟓𝟐 )

( 𝟏𝟎+𝟗.𝟕𝟓−𝟕.𝟓𝟐 )𝟗.𝟒𝟏 × 1.36

= 28.95 KN/m2

Beban geladak untuk menghitung side girder, center girder, strong beam dan web frame

1) Pada daerah buritan

PD1c = Po3 ( 𝟐𝟎 𝐱 𝐓 )

( 𝟏𝟎+𝒛−𝑻 )𝑯 × CD1

= 14.53 × ( 𝟐𝟎 𝐱 𝟕.𝟓𝟐 )

( 𝟏𝟎+𝟗.𝟕𝟓−𝟕.𝟓𝟐 )𝟗.𝟒𝟏 × 1.1

= 18.74 KN/m2

2) Pada daerah midship

PD2c = Po3 ( 𝟐𝟎 𝐱 𝐓 )

( 𝟏𝟎+𝒛−𝑻 )𝑯 × CD1

= 14.53 × ( 𝟐𝟎 𝐱 𝟕.𝟓𝟐 )

( 𝟏𝟎+𝟗.𝟕𝟓−𝟕.𝟓𝟐 )𝟗.𝟒𝟏 × 1.0

= 17.03 KN/m2

3) Pada daerah haluan

PD2c = Po3 ( 𝟐𝟎 𝐱 𝐓 )

( 𝟏𝟎+𝒛−𝑻 )𝑯 × CD1

= 14.53 × ( 𝟐𝟎 𝐱 𝟕.𝟓𝟐 )

( 𝟏𝟎+𝟗.𝟕𝟓−𝟕.𝟓𝟐 )𝟗.𝟒𝟏 × 1.36

= 23.16 KN/m2

Beban geladak cuaca pada bangunan atas dan rumah geladak

Beban geladak pada bangunan atas dan rumah geladak dihitung berdasarkan rumus sebagai

berikut :

PDA = PD × n [Kn/m2]

( Rules BKI 2013, Volume II, Section 4 B.5.1)

Dimana :

PDA = Beban geladak pada buritan

n = [1 − 𝑍−𝐻

10]

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 46

n = 1

nmin = 0.5

H = 9.41 m

Nilai “Z” bangunan atas untuk beban geladak :

Z1 (Poop Deck) = H + 1.1 = 10.351 m

Z2 (Boat Deck) = H + 1.2 + 2.2 = 12.81 m

Z3 (Bridge Deck) = H + 1.2 + 2.2 + 2.4 = 15.21 m

Z4 (Navigation Deck) = H + 1.2 + 2.2 + 2.4 + 2.4 = 17.61 m

Z5 (Forecastle Deck) = Z1 = 10.351 m

1) Beban geladak bangunan atas pada poop deck ( PDp)

Z1 = 10.351 m

n = [1 − 10.351−9.41

10]

= 0.89

PD1a = 31.22 KN/m2 (Beban Geladak Buritan Pada Pelat Geledak)

PD1b = 23.42 KN/m2 (Beban Geladak Buritan Pada Deck Beam)

PD1c = 18.73 KN/m2 (Beban Geladak Buritan Pada CDG, SDG, Strong

Beam)

a) Untuk menghitung pelat geladak

PDP1 = 31.22 × 0.89

= 27.78 KN/m3

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 47

b) Untuk menghitung pelat balok geladak

PDP2 = 23.42 × 0.89

= 20.84 KN/m3

c) Untuk menghitung CDG, SDG, strong beam

PDP3 = 18.73 × 0.89

= 16.67 KN/m3

2) Beban geladak bangunan atas pada Boat Deck ( PDB )

Z2 = 12.81 m

n = [1 − 12.81−9.41

10]

= 0.66

PD1a = 31.22 KN/m2 (Beban Geladak Buritan Pada Pelat Geledak)

PD1b = 23.42 KN/m2 (Beban Geladak Buritan Pada Deck Beam)

PD1c = 18.73 KN/m2 (Beban Geladak Buritan Pada CDG, SDG, Strong

Beam)

a) Untuk menghitung pelat geladak

PDB1 = 31.22 × 0.66

= 20.61 KN/m3

b) Untuk menghitung pelat balok geladak

PDB2 = 23.42 x 0.66

= 15.45 KN/m3

c) Untuk menghitung CDG, SDG, strong beam

PDB3 = 18.73 × 0.66

= 12.36 KN/m3

3) Beban geladak bangunan atas pada Brdge Deck

Z3 = 15.21 m

n = [1 − 15.21−9.41

10]

= 0.42 dipilih 0.5 karena batas minimum 0.5

PD1a = 31.22 KN/m2 (Beban Geladak Buritan Pada Pelat Geledak)

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 48

PD1b = 23.42 KN/m2 (Beban Geladak Buritan Pada Deck Beam)

PD1c = 18.73 KN/m2 (Beban Geladak Buritan Pada CDG, SDG, Strong

a) Untuk menghitung pelat geladak

PDBd1 = 31.22 × 0.5

= 15.611 KN/m3

b) Untuk menghitung pelat balok geladak

PDBd2 = 23.42 x 0.5

= 11.70 KN/m3

c) Untuk menghitung CDG, SDG, strong beam

PDBd3 = 18.73 × 0.5

= 9.367 KN/m3

4) Beban geladak bangunan atas pada Navigation Deck

Z4 = 17.61 m

n = [1 − 17.61−9.41

10]

= 0.18 dipilih 0.5 karena batas minimum 0.5

PD1a = 31.22 KN/m2 (Beban Geladak Buritan Pada Pelat Geledak)

PD1b = 23.42 KN/m2 (Beban Geladak Buritan Pada Deck Beam)

PD1c = 18.73 KN/m2 (Beban Geladak Buritan Pada CDG, SDG, Strong

a) Untuk menghitung pelat geladak

PDBd1 = 31.22 × 0.5

= 15.611 KN/m3

b) Untuk menghitung pelat balok geladak

PDBd2 = 23.42 x 0.5

= 11.70 KN/m3

c) Untuk menghitung CDG, SDG, strong beam

PDBd3 = 18.73 × 0.5

= 9.367 KN/m3

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 49

5) Beban geladak bangunan atas pada Forecastle Deck

Z5 = 10.51 m

n = [1 − 10.51−9.41

10]

= 0.98 dipilih 0.5 karena batas minimum 1

PD1a = 38.6 KN/m2 (Beban Geladak Buritan Pada Pelat Geledak)

PD1b = 28.95 KN/m2 (Beban Geladak Buritan Pada Deck Beam)

PD1c = 23.16 KN/m2 (Beban Geladak Buritan Pada CDG, SDG, Strong

a) Untuk menghitung pelat geladak

PDBd1 = 38.6 × 1

= 38.6 KN/m3

b) Untuk menghitung pelat balok geladak

PDBd2 = 28.95 x 1

= 28.95 KN/m3

c) Untuk menghitung CDG, SDG, strong beam

PDBd3 = 23.16 × 1

= 23.16 KN/m3

4.3. Beban Sisi Geladak

Beban sisi geladak merupakan perhitungan yang meliputi pada sisi kapal termasuk plat

sisi bangunan atas dan juga beban alas kapal. Fungsinya untuk menentukan perhitungan tebal

pelat bangunan atas lambung, ukuran-ukuran gading dan semua ukuran profil yang turut

menahan beban sisi dan alas kapal. Beban sisi geladak dihitung menurut :

4.3.1. Beban sisi kapal dibawah garis air

Beban sisi kapal dibawah garis air tidak boleh kurang dari rumus berikut :

Ps = 10 x ( T – Zz ) + Po x Cf ( 1 + Z / T )

( Rules BKI 2013 Volume II, Section 4. B 4-3/10 )

Dimana :

Po1 = 24.22 kN/m2 ( untuk pelat geladak dan geladak cuaca )

Po2 = 18.16 kN/m2 ( untuk stiffener, main frame, deck beam )

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 50

Po3 = 14.53 kN/ m2 ( untuk web stiffener, web frame, stringer)

Z = jarak tengah antara pusat beban ke baseline

= T – (( H – Hdb )/2)) + Hdb

= 4.489 m

Cf1 = 1.0 + ( 5/cb ) x ( 0.2-( x/l) ( untuk 0 ≤ x/L ≤ 0,2 ; buritan kapal )

= 1.79

Cf2 = 1 (untuk 0,2 ≤ x/L ≤ 0,7 ; tengah kapal )

Cf3 = 1.0 + ( 20/cb ) x (( x/L) – 0.7 )2 ( untuk 0,7 ≤ x/L ≤ 1,0 ; haluan kapal )

= 2.98

1) Beban sisi kapal di bawah garis air muat untuk pelat sisi :

Untuk buritan kapal

PS1 = 10 × (T – Z) + Po1 × CF1 x (1 + ( Z/T))

= 96.525 kN/m2

Untuk midship kapal

PS2 = 10 × (T – Z) + Po1 × CF2 x (1 + ( Z/T))

= 51.165 kN/m2

Untuk haluan kapal

PS3 = 10 × (T – Z) + Po1 × CF3 x (1 + ( Z/T))

= 143.7915 kN/m2

2) Beban sisi kapal dibawah garis air muat untuk main frame :

Untuk buritan kapal

PS1 = 10 × (T – Z) + Po2 × CF1 x (1 + ( Z/T))

= 78.72 kN/m2

Untuk midship kapal

PS2 = 10 × (T – Z) + Po2 × CF2 x (1 + ( Z/T))

= 78.72 kN/m2

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 51

Untuk midship kapal

PS3 = 10 × (T – Z) + Po2 × CF3 x (1 + ( Z/T))

= 114.1715 kN/m2

3) Beban sisi kapal dibawah garis air muat untuk web frame, stringer, strong beam :

Untuk buritan kapal

PS1 = 10 × (T – Z) + Po3 × CF1 x (1 + ( Z/T))

= 68.04 kN/m2

Untuk midship kapal

PS2 = 10 × (T – Z) + Po3 × CF2 x (1 + ( Z/T))

= 49.13 kN/m2

Untuk haluan kapal

PS2 = 10 × (T – Z) + Po3 × CF3 x (1 + ( Z/T))

= 96.40 kN/m2

4.3.2. Beban sisi kapal di atas garis air

Beban sisi kapal di atas garis air tidak boleh kurang dari rumus :

PS = Po x Cf x (20/10+Z-T) ( kN/m2 )

Dimana :

Po1 = 24.22 kN/m2 ( untuk pelat geladak dan geladak cuaca )

Po2 = 18.16 kN/m2 ( untuk stiffener, main frame, deck beam )

Po3 = 14.53 kN/m2 ( untuk web stiffener, web frame, stringer )

Z = T + ((H - T)/2))

= 8.22 m

Cf1 = 1.0 + ( 5/cb ) x ( 0.2-( x/l) ( untuk 0 ≤ x/L ≤ 0,2 ; buritan kapal )

= 1.79

Cf2 = 1 (untuk 0,2 ≤ x/L ≤ 0,7 ; tengah kapal )

Cf3 = 1.0 + ( 20/cb ) x (( x/L) – 0.7 )2 ( untuk 0,7 ≤ x/L ≤ 1,0 ; haluan kapal )

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 52

= 2.98

1) Beban sisi kapal di atas garis air muat utnuk menghitung ketebalan pelat sisi yaitu :

Untuk buritan kapal

PS1 = Po1 x Cf1 x (20/10+Z-T)

= 77.602 kN/m2

Untuk midship kapal

PS2 = Po1 x Cf2 x (20/10+Z-T)

= 43.265 kN/m2

Untuk midship kapal

PS3 = Po1 x Cf3 x (20/10+Z-T)

= 129.108 kN/m2

2) Beban sisi kapal diatas garis air muat untuk main frame :

Untuk buritan kapal

PS1 = Po2 x Cf1 x (20/10+Z-T)

= 58.2 kN/m2

Untuk midship kapal

PS2 = Po2 x Cf2 x (20/10+Z-T)

= 32.45 kN/m2

Untuk midship kapal

PS3 = Po2 x Cf3 x (20/10+Z-T)

= 96.83 kN/m2

3) Beban sisi kapal di atas garis air muat untuk web frame :

Untuk buritan kapal

PS1 = Po3 x Cf1 x (20/10+Z-T)

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 53

= 46.56 kN/m2

Untuk midship kapal

PS2 = Po3 x Cf2 x (20/10+Z-T)

= 25.96 kN/m2

Untuk midship kapal

PS3 = Po3 x Cf3 x (20/10+Z-T)

= 77.47 kN/m2

4.3.3. Beban sisi di atas garis air muat pada bangunan atas dan rumah geladak

PS = Po x Cf x (20/10+Z-T) ( kN/m2 )

Dimana :

Po1 = 24.22 kN/m2 ( untuk pelat geladak dan geladak cuaca )

Po2 = 18.16 kN/m2 ( untuk stiffener, main frame, deck beam )

Po3 = 14.53 kN/m2 ( untuk web stiffener, web frame, stringer )

Z = jarak tengah antara pusat beban ke base line

= 10.51 m

Cf1 = 1.0 + ( 5/cb ) x ( 0.2-( x/l) ( untuk 0 ≤ x/L ≤ 0,2 ; buritan kapal )

= 1.79

Cf2 = 1 (untuk 0,2 ≤ x/L ≤ 0,7 ; tengah kapal )

Cf3 = 1.0 + ( 20/cb ) x (( x/L) – 0.7 )2 ( untuk 0,7 ≤ x/L ≤ 1,0 ; haluan kapal )

= 2.98

1) Beban sisi garis air muat untuk Poop Deck

Untuk menghitung pelat kulit

PS = Po1 x Cf 1 x ( 20/10+Z1 – T )

= 64.60 kN/m2

Untuk menghitung main frame

PS = Po2 x Cf 1 x ( 20/10+Z1 – T )

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 54

= 48.30 kN/m2

Untuk menghitung web frame dan stringer

PS = Po3 x Cf 1 x ( 20/10+Z1 – T )

= 38.64 kN/m2

2) Beban sisi garid air muat pada Boat Deck

Untuk menghitung pelat kulit

PS = Po1 x Cf1 x ( 20/10+Z2 – T )

= 55.02 kN/m2

Untuk menghitung main frame

PS = Po2 x Cf1 x ( 20/10+Z2 – T )

= 41.26 kN/m2

Untuk menghitung web frame dan stringer

PS = Po3 x Cf1 x ( 20/10+Z2 – T )

= 38.64 kN/m2

3) Beban sisi garis air muat pada Bridge Deck

Untuk menghitung pelat kulit

PS = Po1 x Cf1 x ( 20/10+Z3 – T )

= 47.76 kN/m2

Untuk menghitung main frame

PS = Po2 x Cf1 x ( 20/10+Z3 – T )

= 35.82 kN/m2

Untuk menghitung web frame dan stringer

PS = Po3 x Cf1 x ( 20/10+Z3 – T )

= 28.66 kN/m2

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 55

4) Beban sisi garis air muat pada Navigation Deck

Untuk menghitung pelat kulit

PS = Po1 x Cf1 x ( 20/10+Z4 – T )

= 42.19 kN/m2

Untuk menghitung main frame

PS = Po2 x Cf1 x ( 20/10+Z4 – T )

= 31.65 kN/m2

Untuk menghitung web frame dan stringer

PS = Po3 x Cf1 x ( 20/10+Z4 – T )

= 25.32 kN/m2

5) Beban sisi garis air muat pada geladak akil atau Forecastle Deck

Untuk menghitung pelat kulit

PS = Po1 x Cf1 x ( 20/10+Z5 – T )

= 107.14 kN/m2

Untuk menghitung main frame

PS = Po2 x Cf1 x ( 20/10+Z5 – T )

= 80.36 kN/m2

Untuk menghitung web frame dan stringer

PS = Po3 x Cf1 x ( 20/10+Z5 – T )

= 64.29 kN/m2

4.4. Beban Alas Kapal ( Load on the Ship Bottom )

4.4.1. Beban luar alas kapal

Beban luar alas kapal dihitung untuk menentukan konstruksi alas berdasarkan rumus

yaitu :

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 56

PB = = (10 × T) + (Po × CF ) (KN/m2)

( Rules BKI 2013 Volume II, Section 4.B.3 )

Dimana :

Po1 = 24.22 kN/m2 ( untuk pelat geladak dan geladak cuaca )

Po2 = 18.16 kN/m2 ( untuk stiffener, main frame, deck beam )

Po3 = 14.53 kN/m2 ( untuk web stiffener, web frame, stringer )

Cf1 = 1.0 + ( 5/cb ) x ( 0.2-( x/l) ( untuk 0 ≤ x/L ≤ 0,2 ; buritan kapal )

= 1.79

Cf2 = 1 (untuk 0,2 ≤ x/L ≤ 0,7 ; tengah kapal )

Cf3 = 1.0 + ( 20/cb ) x (( x/L) – 0.7 )2 ( untuk 0,7 ≤ x/L ≤ 1,0 ; haluan kapal )

= 2.98

1) Untuk menghitung pelat dan geladak cuaca

Beban luar alas untuk daerah buritan kapal

PB = (10 × T) + (Po1 × Cf1 )

= 113.64 kN/m2

Beban luar alas untuk daerah midship kapal

PB = (10 × T) + (Po1 × Cf2 )

= 94.42 kN/m2

Beban luar alas untuk daerah haluan kapal

PB = (10 × T) + (Po1 × Cf3 )

= 142.47 kN/m2

2) Untuk menghitung main frame dan deck beam

Beban luar alas untuk daerah buritan kapal

PB = (10 × T) + (Po2 × Cf1 )

= 102.78 kN/m2

Beban luar alas untuk daerah midship kapal

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 57

PB = (10 × T) + (Po2 × Cf2 )

= 88.36 kN/m2

Beban luar alas untuk daerah haluan kapal

PB = (10 × T) + (Po2 × Cf3 )

= 124.40 kN/m2

3) Untuk menghitung web frame, stringer dan web stiffener

Beban luar alas untuk daerah buritan kapal

PB = (10 × T) + (Po3 × Cf1 )

= 96.26 kN/m2

Beban luar alas untuk daerah midship kapal

PB = (10 × T) + (Po3 × Cf2 )

= 84.73 kN/m2

Beban luar alas untuk daerah haluan kapal

PB = (10 × T) + (Po3 × Cf3 )

= 113.56 kN/m2

4.4.2. Beban Alas Dalam

Beban alas dalam kapal dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :

Pi = 9,81. G/V. H. (1 + av) ( KN/m2 )

( Rules BKI 2013 Voluem II Section 4.C.2.1. )

Dimana :

G = berat muatan bersih

= 5964.42 ton ( perhitungan dari prarancangan kapal )

h = titik tertinggi muatan dari alas dalam

= 8.298 m

V = volume muatan kapal

= 8489.21 m3

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 58

G/V = 0.70

Av = f x m

Dimana :

F = 0.11 x ( Vo / √L )

Vo = kecepatan kapal dinas = 15.5 knot

L = 102.66 m

Maka,

F = 0.17

M0 = 1.67

M1 = 1.33 ( buritan kapal )

M2 = 1 ( tengah kapal )

M3 = 2.78 ( haluan kapal )

Sehingga :

Av1 = f x m1 ( untuk daerah buritan kapal )

= 0.22

Av2 = f x m2 ( untuk daerah midship kapal )

= 0.17

Av3 = f x m3 ( untuk daerah haluan kapal )

= 0.47

1) Beban alas dalam untuk daerah buritan kapal

Pi1 = 9.81. G/V. H. (1 + av1)

= 70.04 kN/m2

2) Beban alas dalam untuk daerah midship kapal

Pi1 = 9.81. G/V. H. (1 + av2)

= 66.82 kN/m2

3) Beban alas dalam untuk daerah haluan kapal

Pi3 = 9.81. G/V. H. (1 + av3)

= 83.94 kN/m2

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 59

4.5. Konstruksi Lambung

4.5.1. Plat konstruksi lambung

Tebal pelat sisi dibawah garis muat adalah sebagai berikut :

tS = 1,21 × a √𝑷𝒔 𝒙 𝒌+ tk ( mm )

( Rules BKI 2013 Volume II, Section 7.A 7-5/9 )

Dimana :

a = 0.6 m

PS1 = 96.53 kN/m2 ( untuk buritan kapal )

PS2 = 51.17 kN/m2 ( untuk midship kapal )

PS3 = 143.79 kN/m2 ( untuk haluan kapal )

K = factor baja

= 1

tk = factor korosi

= 2.5

4.5.1.1. Tebal pelat sisi dibawah garis muat

1) Tebal pelat sisi minimum

tsmin = (L x K)^0,5 untuk L ≥ 50 m

= 10.1 mm diambil 10 mm

2) Tebal pelat sisi pada 0.05 L pada buritan kapal tidak boleh kurang dari

ts1 = 1.21 × a √𝑃𝑠1 𝑥 𝑘+ tk

= 9.6 mm diambil 10 mm

3) Tebal pelat sisi pada midship tidak boleh krang dari

ts2 = 1.21 × a √𝑃𝑠2 𝑥 𝑘+ tk

= 7.7 mm diambil 10 mm

4) Tebal pelat sisi pada haluan tidak boleh kurang dari

Ts3 = 1.21 × a √𝑃𝑠3 𝑥 𝑘+ tk

= 11.2 mm diambil 10 mm

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 60

4.5.1.2. Tebal pelat sisi diatas garis muat

tS = 1,21 × a √𝑷𝒔 𝒙 𝒌+ tk ( mm )

( Rules BKI 2103 Volume II, Section 7.A 7-5/9 )

Dimana :

a = 0.6 m

PS1 = 77.60 kN/m2 ( untuk buritan kapal )

PS2 = 43.27 kN/m2 ( untuk midship kapal )

PS3 = 129.11 kN/m2 ( untuk haluan kapal )

K = factor baja

= 1

tk = factor korosi

= 2.5

1) Tebal pelat sisi minimum

tsmin = (L x K)^0,5 untuk L ≥ 50 m

= 10.1 mm diambil 10 mm

2) Tebal pelat sisi pada 0.05 L pada buritan kapal tidak boleh kurang dari

ts1 = 1.21 × a √𝑃𝑠1 𝑥 𝑘+ tk

= 8.9 mm diambil 10 mm

3) Tebal pelat sisi pada midship tidak boleh krang dari

ts2 = 1.21 × a √𝑃𝑠2 𝑥 𝑘+ tk

= 7.3 mm diambil 10 mm

4) Tebal pelat sisi pada haluan tidak boleh kurang dari

Ts3 = 1.21 × a √𝑃𝑠3 𝑥 𝑘+ tk

= 10.7 mm diambil 10 mm

4.5.1.3. Tebal Pelat sisi bangunan atas

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 61

5. tS = 1,21 × a √𝑷𝒔 𝒙 𝒌+ tk ( mm )

6. ( Rules BKI 2103 Volume II, Section 7.A 7-5/9 )

Dimana :

a = 0.6 m

ps = beban sisi bangunan atas tergantung pada jenis bangunannya

ps1 = 64.60 kN/m2 ( pada poop deck )

ps2 = 55.02 kN/m2 ( pada boat deck )

ps3 = 47.76 kN/m2 ( pada bridge deck )

ps4 = 42.19 kN/m2 ( pada navigation deck )

ps5 = 107.44 kN/m2 ( pada forecastle deck )

k = factor baja

= 1

tk = marjin korosi

= 2.5

1) Tebal pelat sisi pada poop deck

ts1 = 1,21 × a √𝑃𝑠1 𝑥 𝑘+ tk

= 8.3 mm dipilih 9 mm ( karena batas minimum )

2) Tebal pelat sisi pada boat deck

Ts2 = 1,21 × a √𝑃𝑠2 𝑥 𝑘+ tk

= 7.9 mm dipilih 9 mm ( karena batas minimum )

3) Tebal pelat sisi pada bridge deck

Ts3 = 1,21 × a √𝑃𝑠3 𝑥 𝑘+ tk

= 7.5 mm dipilih 9 mm ( karena batas minimum )

4) Tebal pelat sisi pada navigation deck

Ts4 = 1,21 × a √𝑃𝑠4 𝑥 𝑘+ tk

= 7.2 mm dipilih 9 mm ( karena batas minimum )

5) Tebal pelat sisi pada forecastle deck

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 62

Ts5 = 1,21 × a √𝑃𝑠5 𝑥 𝑘+ tk

= 8.3 mm dipilih 9 mm ( karena batas minimum )

4.5.1.4. Pelat lajur alas

Lebar pelat lajur alas tidak kurang dari

B = 800 + 5 x B ( mm )

( Rules BKI 2013 Volume II, Section 6, B6-2/20 )

B = 800 + 5 x B

= 1313.3 mm atau 1.31 m

= 10% x tebal pelat minimum + tebal pelat min

= 11 ( pada buritan, midship dan haluan kapal )

4.5.1.5. Pelat Bulwark

Tebal pelat bulwark tidak boleh kurang dari :

t = 0.75 – ( L / 1000 ) x ( L0.5 ) ( mm )

( Rules BKI 2013 Vol. II, Section 6 K-6-19/20 )

t = 0.75 – ( L / 1000 ) x ( L0.5 ) ( mm )

= 6.559 mm atau 7 mm

Tinggi bulwark tidak boleh kurang dari 1 m

Maka, modulus stay bulwark adalah

w = 4.p.e.l2

dimana :

ps = 17.02 kN/m2 ( digunakan P min )

E = jarak antar stay

= 3 x Ao

= 1.8 m

L stay = 1 m

Maka

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 63

w = 4.p.e.l2

= 122.62 cm3

Maka profil stay bulwark yang ada di ANNEX BKI adalah 125 cm3 dengan modulus profil yaitu

130 x 65 10 mm dengat braket yaitu 210 x 7.5 mm

4.5.1.6. Freeing Ports

A = 0,07 l ( Untuk l > 20 m )

Dimana :

1 = 71.862

Sehingga :

A = 5.03 m2 5030 mm2

4.6. Konstruksi Gading – Gading

4.6.1. Gading Utama ( Main Frame )

Modulus gading utama tidak boleh kurang dari

W = = n × c × a × l2 × ps × Cr × k

( Rules BKI 2013 Vol. II, Section 9, A 9-2/12 )

Dimana :

K = 1

n = 0.9 – 0.0035 lbp

= 0.54

a = 0.6 m

l = panjang tak ditumpu tergantung posisi

lburitan = H – Hdb km – 3

= 4.736 m ( dibawah tweendeck )

lburitan = 3 ( diatas tweendeck )

lmidship = H – Hdb – 3

= 5.3 m ( dibawah tweendeck )

lmidship = 3 ( diatas tweendeck )

lhaluan = 5.3 m ( dibawah tweendeck )

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 64

lhaluan = 3 ( diatas tweendeck )

ps1 = 78.72 kN/m2 ( untuk buritan kapal )

ps2 = 55.09 kN/m2 ( untuk midship kapal )

ps3 = 114.17 kN/m2( untuk haluan kapal )

Crmin = 0.75

C = 0.6

1) Modulus gading utama pada daerah buritan di bawah tween deck

W = = n × c × a × l2 × ps1 × Cr × k

= 257.786 cm3

Maka profil gading utama di bagian buritan di bawah tween deck yang ada di ANNEX

BKI adalah 260 cm3 dengan modulus profil L adalah 160 x 80 x 14 dengan bracket

220 x 16

2) Modulus gading utama pada daerah buritan kapal di atas tween deck

W = n × c × a × l2 × ps × Cr × k

= 103.43 cm3

Maka profil gading utama di bagian buritan di atas tween deck yang ada di ANNEX BKI

adalah 105 cm3 dengan modulus profil L adalah 100 x 75 x 11 dengan bracket 200 x 7.5

3) Modulus gading utama pada daerah midship di bawah tween deck

W = n × c × a × l2 × ps × Cr × k

= 225.77 cm3

Maka profil gading utama di bagian buritan di bawah tween deck yang ada di ANNEX

BKI adalah 230 cm3 dengan modulus profil L adalah 150 x 90 x 12 dengan bracket 260 x 9.0

4) Modulus gading utama pada daerah midship di atas tween deck

W = n × c × a × l2 × ps × Cr × k

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 65

= 72.38 cm3

Maka profil gading utama di bagian buritan di atas tween deck yang ada di ANNEX BKI

adalah 74 cm3 dengan modulus profil L adalah 100 x 50 x 10 dengan bracket 170 x 6.5

5) Modulus gading utama pada daerah halauan di bawah tween deck

W = n × c × a × l2 × ps × Cr × k

= 467.91 cm3

Maka profil gading utama di bagian buritan di bawah tween deck yang ada di ANNEX

BKI adalah 470 cm3 dengan modulus profil L adalah 200 x 100 x 16 dengan bracket 340 x 11.0

6) Modulus gading utama pada daerah haluan di atas tween deck

W = n × c × a × l2 × ps × Cr × k

= 150.01 cm3

Maka profil gading utama di bagian buritan di atas tween deck yang ada di ANNEX BKI

adalah 155 cm3 dengan modulus profil L adalah 120 x 80 x 12 dengan bracket 230 x 8.0

4.6.2. Modulus Gadin Besar ( Web Frame )

Modulus gading besar tidak boleh kurang dari :

W = 0,55 × e × l2 × Ps × n × k

( Rules BKI 2013 Volume II, Section 9, A 9-5/12 )

Dimana :

l = panjang tak ditumpu tergantung posisi

lburitan = H – Hdb km – 3

= 4.736 m ( dibawah tweendeck )

lburitan = 3 ( diatas tweendeck )

lmidship = H – Hdb – 3

= 5.3 m ( dibawah tweendeck )

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 66

lmidship = 3 ( diatas tweendeck )

lhaluan = 5.3 m ( dibawah tweendeck )

lhaluan = 3 ( diatas tweendeck )

e = 3 x Ao

= 1.8

PS1c = 68.04 kN/m2 ( untuk buritan kapal )

PS2c = 49.13 kN/m2 ( untuk midship kapal )

PS3c = 96.40 kN/m2 ( untuk haluan kapal )

n = 1 ( untuk buritan kapal )

= 0.5 (untuk midship dan forecastle Karen terpotong oleh 1 stringer)

k = 1

1) Modulus gading besar pada daerah buritan di bawah tween deck

W = 0,55 × e × l2 × Ps1 × n × k

= 2197.745 cm3

Maka profil gading besar di bagian buritan di bawah tween deck yang ada di ANNEX

BKI adalah 2300 cm3 dengan modulus profil T adalah 460 x 32 dengan bracket 580 x 18.0

Perencanaan profil T

h = 46 cm

s = 3.2 cm

f = 0.05 x e x ps x l x k

= 29 cm2

Td = 1.0 cm

b = 40 x s

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 67

= 128

Fs = h x s

= 147.2

F = b x td

= 128

b' = f / s

= 9.06

Fs/F = 1.15

f/F = 0.23

dari diagram

w = 0.46

wo = 27.8.5

maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 460 x 91 x 32 mm

bracket = 580 x 18 mm

maka profil gading besar pada daerah buritan di bawah tween deck yang tersedia di ANNEX

BKI dengan perencanaan profil T adalah 2300 cm3 dengan modulus profil T adalah 460 x 91 x

32 dengan bracket 580 x 18.0

2) Modulus gading besar di pada daerah buritan di atas tween deck

W = 0,55 × e × l2 × Ps × n × k

= 881.79 cm3

Maka profil gading besar di bagian buritan di bawah tween deck yang ada di ANNEX

BKI adalah 920 cm3 dengan modulus profil T adalah 320 x 26 dengan bracket 420 x 13.5

Perencanaan profil T

h = 32 cm

s = 2.6 cm

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 68

f = 0.05 x e x ps x l x k

= 18.37 cm2

Td = 1.0 cm

b = 40 x s

= 104

Fs = h x s

= 83.2

F = b x td

= 104

b' = f / s

= 7.07

Fs/F = 0.8

f/F = 0.18

dari diagram

w = 0.41

wo = 1364.5

maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 320 x 71 x 26 mm

bracket = 420 x 13.5 mm

maka profil gading besar pada daerah buritan di bawah tween deck yang tersedia di ANNEX

BKI dengan perencanaan profil T adalah 920 cm3 dengan modulus profil T adalah 320 x 71 x 26

dengan bracket 420 x 13.5

3) Modulus gading besar pada daerah midship dibawah tween deck

W = 0,55 × e × l2 × Ps × n × k

= 765.53 cm3

Maka profil gading besar di bagian buritan di bawah tween deck yang ada di ANNEX

BKI adalah 780 cm3 dengan modulus profil T adalah 320 x 23 dengan bracket 400 x 13.0

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 69

Perencanaan profil T

h = 32 cm

s = 2.3 cm

f = 0.05 x e x ps x l x k

= 23.43 cm2

Td = 1.0 cm

b = 40 x s

= 92

Fs = h x s

= 73.6

F = b x td

= 92

b' = f / s

= 10.19

Fs/F = 0.8

f/F = 0.25

dari diagram

w = 0.45

wo = 1323.8

maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 320 x 102 x 23 mm

bracket = 400 x 13 mm

maka profil gading besar pada daerah midship di bawah tween deck yang tersedia di

ANNEX BKI dengan perencanaan profil T adalah 780 cm3 dengan modulus profil T adalah 320

x 102 x 23 dengan bracket 400 x 13.

4) Modulus gading besar pada daerah midship di atas tween deck

W = 0,55 × e × l2 × Ps × n × k

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 70

= 218.89 cm3

Maka profil gading besar di bagian buritan di bawah tween deck yang ada di ANNEX

BKI adalah 220 cm3 dengan modulus profil T adalah 200 x 16 dengan bracket 260 x 9.0

Perencanaan profil T

h = 20 cm

s = 1.6 cm

f = 0.05 x e x ps x l x k

= 13.27 cm2

Td = 1.0 cm

b = 40 x s

= 64

Fs = h x s

= 32

F = b x td

= 64

b' = f / s

= 8.29

Fs/F = 0.50

f/F = 0.21

dari diagram

w = 0.45

wo = 576

maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 200 x 83 x 16 mm

bracket = 260 x 9 mm

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 71

maka profil gading besar pada daerah midship di bawah tween deck yang tersedia di

ANNEX BKI dengan perencanaan profil T adalah 220 cm3 dengan modulus profil T adalah 200

x 83 x 16 dengan bracket 260 x 9.

5) Modulus gading besar pada daerah haluan di bawah tween deck

W = 0,55 × e × l2 × Ps × n × k

= 1339.59 cm3

Maka profil gading besar di bagian haluan di bawah tween deck yang ada di ANNEX

BKI adalah 1360 cm3 dengan modulus profil T adalah 480 x 15 dengan bracket 480 x 12.0

Perencanaan profil T

h = 48 cm

s = 1.5 cm

f = 0.05 x e x ps x l x k

= 45.97 cm2

Td = 1.0 cm

b = 40 x s

= 60

Fs = h x s

= 72

F = b x td

= 60

b' = f / s

= 30.65

Fs/F = 1.2

f/F = 0.77

dari diagram

w = 1

wo = 2880

maka, Wo > W ( memenuhi )

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 72

maka profil yaitu = 480 x 306 x 15 mm

bracket = 480 x 12 mm

maka profil gading besar pada daerah haluan di bawah tween deck yang tersedia di

ANNEX BKI dengan perencanaan profil T adalah 1360 cm3 dengan modulus profil T adalah 480

x 306 x 15 dengan bracket 480 x 12.

6) Modulus gading besar pada daerah haluan di atas tween deck

W = 0,55 × e × l2 × Ps × n × k

= 429.46 cm3

Maka profil gading besar di bagian buritan di bawah tween deck yang ada di ANNEX

BKI adalah 430 cm3 dengan modulus profil T adalah 260 x 19 dengan bracket 330 x 11.0

Perencanaan profil T

h = 26 cm

s = 1.9 cm

f = 0.05 x e x ps x l x k

= 26.03 cm2

Td = 1.0 cm

b = 40 x s

= 76

Fs = h x s

= 49.4

F = b x td

= 76

b' = f / s

= 13.7

Fs/F = 0.65

f/F = 0.34

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 73

dari diagram

w = 0.51

wo = 1007.8

maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 260 x 137 x 19 mm

bracket = 330 x 11 mm

maka profil gading besar pada daerah midship di bawah tween deck yang tersedia di

ANNEX BKI dengan perencanaan profil T adalah 430 cm3 dengan modulus profil T adalah 260

x 137 x 19 dengan bracket 330 x 11.

4.7. Perhitungan Senta Sisi

4.7.1. Senta Sisi ( Side Stringer )

Modulus penampang balok geladak tidak boleh kurang dari :

W = 0,55 × e × l2 × Ps × nc × k ( cm3 )

( Rules BKI 2013 Volume II, Section 9A.5.3 )

Dimana :

a = 0.6

½ B = 8.51

L = 2.84 m

Ps1 = 68.04 ( untuk daerah buritan )

Ps2 = 49.13 ( untuk daerah midship )

Ps3 = 96.4 ( untuk daerah haluan )

k = 1

n = 0.5

sehingga :

1) Senta sisi untuk daerah buritan

W = 0,55 × e × l2 × Ps1 × nc × k

= 271.01

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 74

Maka profil side stringer di bagian buritan yang ada di ANNEX BKI adalah 280 cm3

dengan modulus profil T adalah 220 x 17 dengan bracket 280 x 9.5

Perencanaan profil T

h = 22 cm

s = 1.7 cm

f = 0.05 x e x ps x l x k

= 8.69 cm2

Td = 1.0 cm

b = 40 x s

= 68

Fs = h x s

= 37.4

F = b x td

= 68

b' = f / s

= 5.11

Fs/F = 0.55

f/F = 0.13

dari diagram

w = 0.33

wo = 493.7

maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 220 x 51 x 17 mm

bracket = 280 x 9.5 mm

Maka profil side stringer di bagian buritan yang ada di ANNEX BKI adalah 280 cm3

dengan modulus profil T adalah 220 x 51 x 17 dengan bracket 280 x 9.5

2) Senta sisi untuk daerah midship

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 75

W = 0,55 × e × l2 × Ps1 × nc × k

= 195.704 cm3

Maka profil side stringer di bagian midship yang ada di ANNEX BKI adalah 200 cm3

dengan modulus profil T adalah 200 x 15 dengan bracket 245 x 8.5

Perencanaan profil T

h = 20 cm

s = 1.5 cm

f = 0.05 x e x ps x l x k

= 12.54 cm2

Td = 1.0 cm

b = 40 x s

= 60

Fs = h x s

= 30

F = b x td

= 60

b' = f / s

= 8.36

Fs/F = 0.5

f/F = 0.21

dari diagram

w = 0.36

wo = 432

maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 200 x 84 x 15 mm

bracket = 245 x 8.5 mm

Maka profil side stringer di bagian midship yang ada di ANNEX BKI adalah 200 cm3

dengan modulus profil T adalah 200 x 84 x 15 dengan bracket 245 x 8.5

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 76

3) Senta sisi untuk daerah haluan

W = 0,55 × e × l2 × Ps1 × nc × k

= 383.969 cm3

Maka profil side stringer di bagian haluan yang ada di ANNEX BKI adalah 390 cm3

dengan modulus profil T adalah 240 x 20 dengan bracket 315 x 10.5

Perencanaan profil T

h = 24 cm

s = 2 cm

f = 0.05 x e x ps x l x k

= 24.61 cm2

Td = 1.0 cm

b = 40 x s

= 80

Fs = h x s

= 48

F = b x td

= 80

b' = f / s

= 12.31

Fs/F = 0.6

f/F = 0.31

dari diagram

w = 0.5

wo = 960

maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 240 x 123 x 20 mm

bracket = 315 x 10.5 mm

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 77

Maka profil side stringer di bagian buritan yang ada di ANNEX BKI adalah 390 cm3

dengan modulus profil T adalah 240 x 123 x 20 dengan bracket 315 x 10.5

4.8. Konstruksi Deck

4.8.1. Pelat Geladak

Tebal pelat geladak cuaca pada kapal tidak boleh kurang dari :

tG = 1,21 × a √𝑃𝐷 𝑥 𝑘 + tk

( Rules BKI 2013 Vol. II, Section 7, A 7-5/9 )

Dimana :

a = 0.6

PD1 = 31.22 kN/m2 ( untuk daerah buritan kapal )

PD2 = 28.38 kN/m2 ( untuk daerah midship kapal )

PD3 = 38.60 kN/m2 ( untuk daerah halauan kapal )

k = 1 faktor untuk baja

tk = 2.5 marjin korosi

tebal pelat minimum

tG = ( 4.5 + 0.05 L ) √𝑘

= 9.633 = 10 mm ( plat minimum )

1) Tebal pelat geladak pada 0.1 L pada buritan kapal tidak boleh kurang dari :

tG = 1,21 × a √𝑃𝐷1 𝑥 𝑘 + tk

= 6.56 = 10 mm ( pelat minimum )

2) Tebal pelat geladak pada midship kapal tidak boleh kurang dari :

tG = 1,21 × a √𝑃𝐷2 𝑥 𝑘 + tk

= 6.37 = 10 mm ( pelat minimum )

3) Tebal pelat geladak pada haluan kapal tidak boleh kurang dari :

tG = 1,21 × a √𝑃𝐷3 𝑥 𝑘 + tk

= 7.01 = 10 mm ( pelat minimum )

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 78

4.8.2. Balok Geladak ( Deck Beam )

Balok geladak pada gelada katas dan geladak antara memiliki ukurang yang sama.

Modulus balok geladak dihitung berdasarkan rumus berikut :

W = c × a × PD × l2 × k ( cm3 )

( Rules BKI 2013 Vol. II, Section 10.B.1 )

Dimana :

c = 0.75 untuk beam

a = 0.6 jarak gading

k = 1 faktor material

PD1 = 23.42 kN/m2 untuk daerah buritan

PD2 = 21.29 kN/m2 untuk daerah midship

PD3 = 28.95 kN/m2 untuk daerah haluan

l = 4.225 panjang tak ditumpu

1) Modulus penampang balok geladak pada daerah buritan

W = c × a × PD1 × l2 × k

= 190.78 cm3

Maka profil geladak pada daerah buritan yang ada di ANNEX BKI adalah 200 cm3 dengan profil

L adalah 150 x 100 x 10 dengan bracket 245 x 8.5

2) Modulus penampang balok geladak pada daerah midship

W = c × a × PD2 × l2 × k

= 173.437 cm3

Maka profil geladak pada daerah midship yang ada di ANNEX BKI adalah 175 cm3 dengan

profil L adalah 120 x 80 x 14 dengan bracket 180 x 16

3) Modulus penampang balok geladak pada daerah haluan

W = c × a × PD2 × l2 × k

= 235.86 cm3

Maka profil geladak pada daerah haluan yang ada di ANNEX BKI adalah 250 cm3 dengan profil

L adalah 150 x 100 x 12 dengan bracket 220 x 15

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 79

4.8.3. Balok geladak besar ( strong beam ) pada Main deck

W = c × e × PD × l2× k ( cm3 )

( Rules BKI 2013 Vol. II, Section 10.B.1 )

Dimana :

c = 0.75

e = 1.8

k = 1

PD1 = 18.73 kN/m2 untuk daerah buritan

PD2 = 17.03 kN/m2 untuk daerah midship

PD3 = 23.16 kN/m2 untuk daerah haluan

l = 4.255 m

1) Modulus penampang strong beam untuk daerah buritan

w = c × e × PD1 × l2× k

= 457.87 cm3

Maka profil balok geladak pada daerah buritan yang ada di ANNEX BKI adalah 460 cm3

dengan profil T adalah 260 x 20 dengan bracket 330 x 11.0

Perencanaan profil T

h = 26 cm

s = 2 cm

f = 0.05 x e x ps x l x k

= 7.17 cm2

Td = 1.0 cm

b = 40 x s

= 80

Fs = h x s

= 52

F = b x td

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 80

= 80

b' = f / s

= 3.59

Fs/F = 0.65

f/F = 0.09

dari diagram

w = 0.28

wo = 582.4

maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 260 x 36 x 20 mm

bracket = 330 x 11 mm

Maka profil balok geladak pada daerah buritan yang ada di ANNEX BKI adalah 460 cm3

dengan profil T adalah 260 x 36 x 20 dengan bracket 330 x 11.0

2) Modulus penampang strong beam untuk daerah midship

w = c × e × PD2 × l2× k

= 416.248 cm3

Maka profil balok geladak pada daerah buritan yang ada di ANNEX BKI adalah 430 cm3

dengan profil T adalah 260 x 19 dengan bracket 330 x 11.0

Perencanaan profil T

h = 26 cm

s = 1.9 cm

f = 0.05 x e x ps x l x k

= 6.52 cm2

Td = 1.0 cm

b = 40 x s

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 81

= 76

Fs = h x s

= 49.4

F = b x td

= 76

b' = f / s

= 3.43

Fs/F = 0.65

f/F = 0.25

dari diagram

w = 0.44

wo = 869.4

maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 260 x 34 x 19 mm

bracket = 330 x 11 mm

Maka profil balok geladak pada daerah midship yang ada di ANNEX BKI adalah 460

cm3 dengan profil T adalah 260 x 34 x 19 dengan bracket 330 x 11.0

3) Modulus penampang strong beam untuk daerah haluan

w = c × e × PD3 × l2× k

= 566.07 cm3

Maka profil balok geladak pada daerah buritan yang ada di ANNEX BKI adalah 580 cm3

dengan profil T adalah 280 x 22 dengan bracket 360 x 11.5

Perencanaan profil T

h = 28 cm

s = 2.2 cm

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 82

f = 0.05 x e x ps x l x k

= 8.87 cm2

Td = 1.0 cm

b = 40 x s

= 88

Fs = h x s

= 61.6

F = b x td

= 88

b' = f / s

= 4.03

Fs/F = 0.70

f/F = 0.10

dari diagram

w = 0.34

wo = 837.8

maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 280 x 40 x 22 mm

bracket = 360 x 11.5 mm

Maka profil balok geladak pada daerah buritan yang ada di ANNEX BKI adalah 460 cm3

dengan profil T adalah 280 x 40 x 22 dengan bracket 360 x 11.5

4.9. Konstruksi Deck House Dan Super Structure

4.9.1. Tebal pelat geladak bangunan atas

tE = 1.21 x a x (( k x PD )^0.5) + tk (mm)

( Rules BKI 2013 Vol. II, Section 7, A 7-5/9 )

Dimana :

PD = 1 beban geladak cuaca

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 83

k = 1 faktor untuk baja

tk = 2.5 marjin korosi

a = 0.6 jarak gading

PD1 = 27.79 kN/m2 beban geladak cuaca pada poop deck

PD2 = 20.61 kN/m2 beban geladak cuaca pada boat deck

PD3 = 20.61 kN/m2 beban geladak cuaca pada bridge deck

PD4 = 20.61 kN/m2 beban geladak cuaca pada navigation deck

PD5 = 20.61 kN/m2 beban geladak cuaca pada forecastle deck

1) Tebal pelat geladak Poop Deck

tE = 1.21 x a x √k x PD1+ tk

= 6.33 mm diambil 6 mm ( batas minimum )

2) Tebal pelat geladak Boat Deck

tE = 1.21 x a x √k x PD2+ tk

= 5.80 mm diambil 6 mm ( batas minimum )

3) Tebal pelat geladak Bridge Deck

tE = 1.21 x a x √k x PD3 + tk

= 15.61 mm diambil 6 mm ( batas minimum )

4) Tebal pelat geladak Navigation Deck

tE = 1.21 x a x √k x PD4 + tk

= 5.37 mm diambil 6 mm ( batas minimum )

5) Tebal pelat geladak Forecastle Deck

tE = 1.21 x a x √k x PD5 + tk

= 7.01 mm diambil 7 mm ( batas minimum )

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 84

4.10. Balok Geladak Bangunan atas ( Deck Beam )

W = c × a × PD × l2 × k ( cm3 )

( Rules BKI 2013 Vol. II, Section 10, B.1 )

Dimana :

c = 0.75

a = 0.6

k = 1

l = 3

PDp = 20.84 kN/m3 ( untuk poop deck )

PDb = 15.45 kN/m3 ( untuk boat deck )

PDbr = 11.71 kN/m3 ( untuk navigation deck )

PDn = 11.71 kN/m3 ( untuk navigation deck )

PDf = 28.95 kN/m3 ( untuk forecastle deck )

1) Modulus penampang balok geladak pada poop deck

W = c × a × PDp × l2 × k

= 84.4049 cm3

Maka profil balok geladak pada poop deck yang ada di ANNEX BKI 88 cm3 adalah

dengan profil L 100 x 75 x 9 dengan bracket 190 x 7.0

2) Modulus penampang balok geladak pada boat deck

W = c × a × PDp × l2 × k

= 62.6 cm3

Maka profil balok geladak pada poop deck yang ada di ANNEX BKI adalah 64 cm3

dengan modulus profil L adalah 100 x 75 x 7 dengan bracket 170 x 6.5

3) Modulus penampang balok geladak pada bridge deck

W = c × a × PDp × l2 × k

= 62.6 cm3

Maka profil balok geladak pada bridge deck yang ada di ANNEX BKI adalah 64 cm3

dengan modulus profil L adalah 100 x 75 x 7 dengan bracket 170 x 6.5

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 85

4) Modulus penampang balok geladak pada navigation deck

W = c × a × PDp × l2 × k

= 47. 42 cm3

Maka profil balok geladak pada poop deck yang ada di ANNEX BKI adalah 52 cm3

dengan modulus profil L adalah 80 x 65 x 8 dengan bracket 110 x 12

5) Modulus penampang balok geladak pada forecastle deck

W = c × a × PDp × l2 × k

= 117.42 cm3

Maka profil balok geladak pada poop deck yang ada di ANNEX BKI adalah 52 cm3

dengan modulus profil L adalah 130 x 65 x 10 dengan bracket 160 x 14

4.11. Balok geladak besar bangunan atas ( Strong Beam )

W = c × e × PD × l2× k ( cm3 )

( Rules BKI 2013 Volume II, Section 10.B.1 )

Dimana :

c = 0.75

e = 1.8

k = 1

l = 3

PDp = 16.67 kN/m3 ( untuk poop deck )

PDb = 12.36 kN/m3 ( untuk boat deck )

PDbr = 9.37 kN/m3 ( untuk bridge deck )

PDn = 9.37 kN/m3 ( untuk navigation deck )

PDf = 23.16 kN/m3 ( untuk forecastle deck )

1) Modulus penampang strong beam untuk poop deck

W = c × e × PD × l2 × k

= 202.572 cm3

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 86

Maka profil balok geladak pada daerah poop deck yang ada di ANNEX BKI adalah 210

cm3 dengan profil T adalah 180 x 18 dengan bracket 250 x 8.5

Perencanaan profil T

h = 18 cm

s = 1.8 cm

f = 0.05 x e x ps x l x k

= 4.50 cm2

Td = 1.0 cm

b = 40 x s

= 72

Fs = h x s

= 32.4

F = b x td

= 72

b' = f / s

= 2.50

Fs/F = 0.45

f/F = 0.06

dari diagram

w = 0.18

wo = 233.3

maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 180 x 25 x 18 mm

bracket = 250 x 8.5 mm

Maka profil balok geladak pada daerah poop deck yang ada di ANNEX BKI adalah 210

cm3 dengan profil T adalah 180 x 25 x 18 dengan bracket 250 x 8.5

2) Modulus penampang strong beam untuk boat deck

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 87

W = c × e × PD × l2 × k

= 150.22 cm3

Maka profil balok geladak pada daerah boat deck yang ada di ANNEX BKI adalah 120 x

80 x 12 cm3 dengan profil T adalah 180 x 14 dengan bracket 230 x 8

Perencanaan profil T

h = 18 cm

s = 1.5 cm

f = 0.05 x e x ps x l x k

= 3.34 cm2

Td = 1.0 cm

b = 40 x s

= 60

Fs = h x s

= 27

F = b x td

= 60

b' = f / s

= 2.23

Fs/F = 0.45

f/F = 0.06

dari diagram

w = 0.18

wo = 233.3

maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 180 x 22 x 15 mm

bracket = 230 x 8 mm

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 88

Maka profil balok geladak pada daerah boat deck yang ada di ANNEX BKI adalah 210

cm3 dengan profil T adalah 180 x 25 x 18 dengan bracket 250 x 8.5

3) Modulus penampang strong beam untuk bridge deck

W = c × e × PD × l2 × k

= 113.804 cm3

Maka profil balok geladak pada daerah bridge deck yang ada di ANNEX BKI adalah 115

cm3 dengan profil T adalah 160 x 13 dengan bracket 200 x 7.5

Perencanaan profil T

h = 16 cm

s = 1.3 cm

f = 0.05 x e x ps x l x k

= 2.53 cm2

Td = 1.0 cm

b = 40 x s

= 52

Fs = h x s

= 20.8

F = b x td

= 52

b' = f / s

= 1.95

Fs/F = 0.40

f/F = 0.05

dari diagram

w = 0.18

wo = 233.3

maka, Wo > W ( memenuhi )

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 89

maka profil yaitu = 180 x 22 x 15 mm

bracket = 230 x 8 mm

Maka profil balok geladak pada daerah bridge deck yang ada di ANNEX BKI adalah 210

cm3 dengan profil T adalah 180 x 25 x 18 dengan bracket 250 x 8.5

4) Modulus penampang strong beam untuk navigation deck

W = c × e × PD × l2 × k

= 113.804 cm3

Maka profil balok geladak pada daerah navigation deck yang ada di ANNEX BKI adalah

115 cm3 dengan profil T adalah 160 x 13 dengan bracket 200 x 7.5

Perencanaan profil T

h = 16 cm

s = 1.3 cm

f = 0.05 x e x ps x l x k

= 2.53 cm2

Td = 1.0 cm

b = 40 x s

= 52

Fs = h x s

= 20.8

F = b x td

= 52

b' = f / s

= 1.95

Fs/F = 0.40

f/F = 0.05

dari diagram

w = 0.18

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 90

wo = 233.3

maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 180 x 22 x 15 mm

bracket = 230 x 8 mm

Maka profil balok geladak pada daerah navigation deck yang ada di ANNEX BKI adalah

210 cm3 dengan profil T adalah 180 x 25 x 18 dengan bracket 250 x 8.5

5) Modulus penampang strong beam untuk forecastle deck

W = c × e × PD × l2 × k

= 281.393 cm3

Maka profil balok geladak pada daerah forecastle decj yang ada di ANNEX BKI adalah

cm3 dengan profil T adalah dengan bracket

Perencanaan profil T

h = 16 cm

s = 1.3 cm

f = 0.05 x e x ps x l x k

= 2.53 cm2

Td = 1.0 cm

b = 40 x s

= 52

Fs = h x s

= 20.8

F = b x td

= 52

b' = f / s

= 1.95

Fs/F = 0.40

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 91

f/F = 0.05

dari diagram

w = 0.18

wo = 233.3

maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 180 x 22 x 15 mm

bracket = 230 x 8 mm

Maka profil balok geladak pada daerah forecastle deck yang ada di ANNEX BKI adalah

210 cm3 dengan profil T adalah dengan bracket

4.12. Modulus Gading Utama Bangunan Atas

W = 0.55 x a x l2 x PS x Cr x k ( cm3 )

( Rules BKI 2013 Vol. II, Section 9, 9-2/12 )

Dimana :

a = 0.6

l = 2.4

k = 1

Cr = 0.75

PSp = 48.30 kN/m2 ( untuk poop deck )

PSb = 41.26 kN/m2 ( untuk boat deck )

PSbr = 35.82 kN/m2 ( untuk bridge deck )

PSn = 31.65 kN/m2 ( untuk navigation deck )

Pf = 80.36 kN/m2 ( untuk forecastle deck )

Poop Deck

W = 0.55 x a x l2 x PS x Cr x k

= 71.51 cm3

Profil = 100 x 50 x 10

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 92

Brackt = 170 x 6.5

Boat Deck

W = 0.55 x a x l2 x PS x Cr x k

= 60.75 cm3

Profil = 100 x 65 x 7

Brackt = 160 x 6.5

Bridge Deck

W = 0.55 x a x l2 x PS x Cr x k

= 52.50 cm3

Profil = 80 x 65 x 8

Brackt = 150 x 6.5

Navigation Deck

W = 0.55 x a x l2 x PS x Cr x k

= 46.24 cm3

Profil = 75 x 55 x 9

= 140 x 6.5

Forecastle Deck

W = 0.55 x a x l2 x PS x Cr x k

= 118.97 cm3

Profil = 130 x 65 x 10

Brackt = 160 x 14

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 93

4.13. Modulus Gading Besar Bangunan Atas

W = c × e × Ps × l2× k (cm3)

( Rules BKI 2013 Vol. II Section 10, B.1 )

Dimana :

c = 0.75

e = 1.8

K = 1

L = 2.4

PSp = 40.13 kN/m2 ( untuk Poop deck )

PSb = 34.09 kN/m2 ( untuk boat deck )

PSbr = 29.47 kN/m2 ( untuk bridge deck )

PSn = 25.95 kN/m2 ( untuk navigation deck )

Pf = 66.76 kN/m2 ( untuk forecastle deck )

Modulus gading besar pada poop deck

w = c × e × Ps × l2× k (cm3)

= 312.03

Maka modulus yang ada di ANNEX BKI untuk Profil T 320 cm3 yaitu 220 x 19 dengan bracket

300 x 10

Perencanaan profil T

h = 22 cm

s = 1.8 cm

f = 0.05 x e x ps x l x k

= 8.67 cm2

Td = 1.0 cm

b = 40 x s

= 72

Fs = h x s

= 39.6

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 94

F = b x td

= 72

b' = f / s

= 4.82

Fs/F = 0.55

f/F = 0.12

dari diagram

w = 0.31

wo = 491

maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 220 x 48 x 18 mm

bracket = 300 x 10 mm

Maka profil balok geladak pada daerah poop deck yang ada di ANNEX BKI adalah 320

cm3 dengan profil T adalah 220 x 48 x 18 dengan bracket 300 x 10 mm

Modulus gading besar pada boat deck

w = c × e × Ps × l2× k (cm3)

= 265.09 cm3

Maka modulus yang ada di ANNEX BKI untuk Profil T 270 cm3 yaitu 200 x 19 dengan bracket

280 x 9.5

Perencanaan profil T

h = 20 cm

s = 1.9 cm

f = 0.05 x e x ps x l x k

= 7.36 cm2

Td = 1.0 cm

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 95

b = 40 x s

= 76

Fs = h x s

= 38

F = b x td

= 76

b' = f / s

= 3.88

Fs/F = 0.5

f/F = 0.1

dari diagram

w = 0.28

wo = 425.6

maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 220 x 39 x 19 mm

bracket = 280 x 9.5 mm

Maka profil balok geladak pada daerah boat deck yang ada di ANNEX BKI adalah 270

cm3 dengan profil T adalah 200 x 39 x 19 dengan bracket 280 x 9.5 mm

Modulus gading besar pada bridge deck

w = c × e × Ps × l2× k (cm3)

= 229.13 cm3

Maka modulus yang ada di ANNEX BKI untuk Profil T 230 cm3 yaitu 200 x 17 dengan bracket

260 x 9

Perencanaan profil T

h = 20 cm

s = 1.7 cm

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 96

f = 0.05 x e x ps x l x k

= 6.36 cm2

Td = 1.0 cm

b = 40 x s

= 68

Fs = h x s

= 34

F = b x td

= 68

b' = f / s

= 3.74

Fs/F = 0.5

f/F = 0.09

dari diagram

w = 0.2

wo = 272

maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 200 x 37 x 17 mm

bracket = 260 x 9 mm

Maka profil balok geladak pada daerah bridge deck yang ada di ANNEX BKI adalah 230

cm3 dengan profil T adalah 200 x 37 x 17 dengan bracket 260 x 9 mm

Modulus gading besar pada navigation deck

w = c × e × Ps × l2× k (cm3)

= 201.76 cm3

Maka modulus yang ada di ANNEX BKI untuk Profil T 210 cm3 yaitu 200 x 15 dengan bracket

245 x 8.5

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 97

Perencanaan profil T

h = 20 cm

s = 1.5 cm

f = 0.05 x e x ps x l x k

= 5.6 cm2

Td = 1.0 cm

b = 40 x s

= 60

Fs = h x s

= 30

F = b x td

= 60

b' = f / s

= 3.74

Fs/F = 0.5

f/F = 0.09

dari diagram

w = 0.2

wo = 240

maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 200 x 37 x 15 mm

bracket = 245 x 8.5 mm

Maka profil balok geladak pada daerah navigation deck yang ada di ANNEX BKI adalah

210 cm3 dengan profil T adalah 200 x 37 x 15 dengan bracket 245 x 8.5 mm

Modulus gading besar pada forecastle deck

w = c × e × Ps × l2× k (cm3)

= 519.13 cm3

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 98

Maka modulus yang ada di ANNEX BKI untuk Profil T 520 cm3 yaitu 280 x 20 dengan bracket

350 x 11.5

Perencanaan profil T

h = 28 cm

s = 2 cm

f = 0.05 x e x ps x l x k

= 14.42 cm2

Td = 1.0 cm

b = 40 x s

= 80

Fs = h x s

= 56

F = b x td

= 80

b' = f / s

= 7.21

Fs/F = 0.7

f/F = 0.18

dari diagram

w = 0.35

wo = 784

maka, Wo > W ( memenuhi )

maka profil yaitu = 280 x 72 x 20 mm

bracket = 350 x 11.5 mm

Maka profil balok geladak pada daerah forecastle deck yang ada di ANNEX BKI adalah

520 cm3 dengan profil T adalah 280 x 72 x 20 dengan bracket 350 x 11.5 mm

4.14. Konstruksi Bottom dan Double Bottom

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 99

4.14.1. Pengertian

Konstruksi ini terdiri dari :

Sistem konstruksi kerangka melintang dengan wrang-wrang penuh dan wrang-wrang terbuka.

Ciri-cirinya dilengkapi dengan wrang-wrang penuh pada setiap gading dibawah kamar

mesin. Jarak antar wrang penuh tidak lebih dari 3,05 m diselingi wrang terbuka. Pada sistem

ini penyangga tengah dan lempeng samping tidak terputus

Sistem konstruksi kerangka membujur dengan wrang-wrang penuh dan wrang-wrang

terbuka. Ciri-cirinya : wrang penuh dipasang dibawah gading –gading kamar mesin, kursi

ketel, dinding kedap air dan ujung bracket deep tank. Penyanggah tengah diberi bracket

dengan jarak 1,25 m.

4.14.2. Plat alas kapal ( Bottom Plate )

Pelat alas adalah pelat dasar yang terletak antara pelat lunas dengan pelat bilga. Tebal

plat alas kapal dihitung berdasarkan rumus :

tB = 18,3 × nf × a √𝑷𝑩

𝝈𝒑𝒍 + tk ( mm )

( Rules BKI 2013 Voulem II, Section 6.B.1.1 )

Dimana :

a = jarak antar gading yaitu 0,60 m

PB = beban alas yang tergantung besarnya pembebanan

k = faktor bahan yaitu 1

tk = marjin korosi yaitu 2,5 mm

nf = 1,0

LB = tegangan lengkung rancang lambung maksimum pada alas

= 120 / k

= 120/1

= 120 ( Untuk L ≥ 90 )

pl = √𝜎𝑝𝑒𝑟𝑚2 − 3𝜏𝑙

2 − 0,89 𝜎𝐿𝐵

= √2302 − 3. 02 − 0,89 × 120

= 123,2

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 100

a) Tebal Plat Alas untuk daerah Buritan Kapal

tB = 18,3 × nf × a √𝑃𝐵1𝑎

𝜎𝑝𝑙 + tk

dimana :

a = jarak antar gading yaitu 0.6

PBla = beban luar alas untuk daerah buritan kapal yaitu 113.64 kN/m2

PBlb = beban luar alas untuk daerah midship kapal yaitu 94.42 kN/m2

PBlc = beban luar alas untuk daerah haluan kapal yaitu 142.47 kN/m2

tK = marijin korosi yaitu 2.5

nf = 1

sehingga :

tB1 = 18,3 × nf × a √𝑃𝐵1𝑎

𝜎𝑝𝑙 + tk

= 18,3 × 1 × 0,60 √113.64

123,3 + 2,5

= 13.05 mm diambil 13 mm

b) Tebal plat alas untuk daerah midship kapal

tB2 = 18,3 × nf × a √𝑃𝐵1𝑏

𝜎𝑝𝑙 + tk

= 18,3 × 1 × 0,60 √94.42

123,3 + 2,5

= 12.1 mm diambil 13 mm

c) Tebal plat alas untuk daerah haluan kapal

tB2 = 18,3 × nf × a √𝑃𝐵1𝑐

𝜎𝑝𝑙 + tk

= 18,3 × 1 × 0,60 √142.47

123,3 + 2,5

= 14.31 mm diambil 14 mm

4.14.3. Plat Lajur Bilga

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 101

Pelat bilga dipasang pada lengkungan radius bilga setelah pelat alas. Tebal pelat bilga di

bagian melengkung sama dengan tebal pelat sisi bila pada sisi digunakan sistem gading-gading

melintang. Bila digunakan sistem gading-gading membujur pada alas dari sisi kapal, tebalnya

sama dengan tebal pelat alas.

( Rules BKI 2013 Voulem II, Section 6.B.1.1 )

a) Tebal plat lajur bilga buritan

t = tB1 = 13 mm

b) Tebal plat lajur bilga tengah

t = tB2 = 12 mm

c) Tebal plat lajur bilga haluan

t = tB3 = 14 mm

d) Lebar pelat lajur bilga tidak kurang dari :

B = 800 + 5 L ( mm )

Sehingga :

B = 800 + 5 x 102.66

= 1313.31 mm atau 1.31 m

= 1.3 m

4.14.4. Plat Lunas Kapal

( Rules BKI 2013 Vol. II Section 6.B.1.1. )

a) Tebal pelat lunas yaitu 0.7 L pada midship kapal tidak boleh kurang dari :

tFK = tb + 2 ( mm )

= 14 + 2

= 16 mm

b) Tebal pelat lunas untuk daerah buritan dan haluan

tFK = 90% tFK

= 0.9 x 16

= 15 mm

4.14.5. Kotak Laut ( Sea Chest )

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 102

Tebal pelat sea chest harus sesuai dengan rumus :

T = 12 x a x √𝑝 𝑥 𝑘 + tk ( mm )

( Rules BKI 2013 Vol II, Section 8.B.5.3 )

Dimana :

p = 2 bar ( tekanan tembus )

k = 1

sehingga

T = 12 x a x √𝑝 𝑥 𝑘 + tk

= 13 mm

4.14.6. Penumpu Tengah ( Center Girder )

( Rules BKI 2013 Vol II, Section 8.B.2.2 )

1) Tinggi penumpu tengah

h = 350 + 45 x B

= 350 + 45 x 17.02

= 1115.9 mm

2) Tebal penumpu tengah

t = h/ha x ( h/100 + 1.0 ) √𝑘 ( pada kondisi ini h = ha )

= 12.159

= 12 mm

Untuk 0.15 L ujung kapal, tebal penumpu tengah ditambah 10%

t = ( t x 10% ) + t

= ( 12 x 0.1 ) + 12

= 13.3749

= 13 mm

4.14.7. Penumpu Samping ( Side Girder )

t = ℎ^2

120 𝑋 ℎ

= 1115.9^2

120 𝑋 1115.9

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 103

= 9.30

= 9 mm

4.14.8. Alas ganda sebagai tangki

Untuk tangki bahan bakar dan minyak pelumas :

a) Tangki alas ganda boleh digunakan untuk mengangkut minyak guna keperluan kapal yang

titik nyalanya dibawah 60o c, tangki ini dipisahkan oleh cofferdam.

b) Tangki minyak pelumas, tangki buang, dan tangki sirkulasi harus dipisahkan oleh cofferdam.

c) Minyak buang dan tangki sirkulasi minyak harus dibuat sedapat mungkin dipisahkan dari

kulit kapal.

d) Penumpu tengah harus dibuat kedap dan sempit diujung kapal jika alas ganda pada tempat

tersebut tidak melebihi 4 m.

e) Papan diatas alas ganda harus ditekan langsung di atas galar-galar guna mendapatkan celah

untuk aliran air.

4.14.9. Alas Dalam ( Inner Bottom )

t = 1.21 x a x √𝑝 𝑥 𝑘 + tk ( mm )

( Rules BKI 2013 Vol. II Section 8.B.4.4. )

Dimana :

a = 0.6 m

p = 59.0841 kN/m2

k = 1

t = 2.5

a) Tebal pelat alas dalam

t = 1.21 x a x √𝑝 𝑥 𝑘 + tk

= 8 mm

b) Tebal pelat alas dalam kamar mesin

t = 1.21 x a x √𝑝 𝑥 𝑘 + tk

= 10 mm

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 104

4.14.10. Alas Ganda dalam system gading melintang

a) Wrang alas penuh ( wrang pelat )

Tebal wrang penih

t = ( tm – 2.0 ) √𝑘

dimana tm merupakan tebal penumpu tengah yaitu 13 mm

maka,

t = ( tm – 2.0 ) √𝑘

= 10 mm

Lubang peringan

Lubang peringan wrang penuh adalah :

Panjang max = 0.55 x hdb

= 611 mm

Tinggi max = 0.5 x hdb

= 555.8 mm

b) Wrang alas kedap air

Tebal wrang alas kedap air tidak boleh kurang dari tebal wrang alas penuh = 10 mm

Ukuran stiffener pada wrang kedap air yaitu :

W = 0.55 x a x l2 x Pi2 x k ( cm3 )

Dimana :

l = 1.1 panjang tak ditumpu wrang alas

Pi2 = 66.82 kN/m2

a = 0.6 m

jadi :

W = 0.55 x a x l2 x Pi2 x k

= 27 cm3

Profil yang tersedia di ANNEX BKI yaitu dengan modulus profil yaitu

4.14.11. Konstruksi Alas Ganda pada Kamar Mesin

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 105

Dihitung berdasarkan rumus BKI 2013 Vol. II Sec. 8.C.3.2.1.

a) Tebal pelat pondasi mesin

t = P/750 + 14 mm ( untuk < P < 7500 kw )

dimana :

p = daya mesin dalam Kw

= 3060 kw

Maka :

t = P/750 + 14

= 18 mm

b) Tebal wrang alas penuh pada daerah kamar mesin diperkuat menurut peraturan

t = 3.6 + p/500%

= 10%

Maka

t = t + ( t x 10 % )

= 20 mm

4.14.12. Modulus penampang gading alas

W = n x c x a x l2 x PB x k

( Rules BKI 2013 Vol. II, Section 8, B 8-7/13 )

Dimana :

a = 0.6 m

k = 1

c = 0.6

l2 = 2.8

n = 0.7

PB = beban alas luar pada daerah midship

Sehingga :

W = n x c x a x l2 x PB x k

= 189.32 cm3

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 106

Maka profil yang tersedia di ANNEX BKI yaitu dengan modulus profil yaitu

4.15. Perhitungan Tangki dengan metode Simpson

No Komponen

Berat

(Ton)

LWT

1 Berat Baja Lambung 1572.33

2 Perlengkapan 698.88

3 Permesinan 249.38

4 Mesin Lainnya

Jumlah = 2520.59

DWT

1 Berat bahan bakar 242.48

2 Minya pelumas 0.78

3 Air tawar 87.32

4 Berat Crew 1.5

5 Berat Bawaan 1.3

6 Berat Diesel Oil 44.5

7 Payload 5964.42

Jumlah = 6342.3

8862.89

Tangki Bahan Bakar

WBAHAN BAKAR

242.48 ton

Spesifik volume bahan

bakar 0.98 m3/ton

WBAHAN BAKAR

237.6304

ao

0.6

HDB

1.11159

LUAS

BAGIAN

ATAS

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 107

NO ORDINAT FS HK

30 3.2581 1 3.2581

31 3.4 4 13.6

32 3.53 2 7.06

33 3.67 4 14.68

34 3.81 2 7.62

35 3.95 4 15.8

36 4.08 2 8.16

37 4.22 4 16.88

38 4.36 2 8.72

39 4.5 4 18

40 4.64 2 9.28

41 4.78 4 19.12

42 4.92 2 9.84

43 5.06 4 20.24

44 5.2 2 10.4

45 5.34 4 21.36

46 5.48 2 10.96

47 5.62 4 22.48

48 5.76 2 11.52

49 5.9 4 23.6

50 6.04 2 12.08

51 6.18 4 24.72

52 6.32 2 12.64

53 6.46 4 25.84

54 6.6 2 13.2

55 6.73 4 26.92

56 6.87 1 6.87

JUMLAH ( S ) 394.8481

LUAS = 2/3* S * ao 157.9392

LUAS BAGIAN

TENGAH

NO ORDINAT FS HK

30 2.11 1 2.11

31 2.25 4 9

32 2.39 2 4.78

33 2.53 4 10.12

34 2.66 2 5.32

35 2.8 4 11.2

36 2.94 2 5.88

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 108

37 3.08 4 12.32

38 3.22 2 6.44

39 3.36 4 13.44

40 3.5 2 7

41 3.63 4 14.52

42 3.77 2 7.54

43 3.91 4 15.64

44 4.05 2 8.1

45 4.19 4 16.76

46 4.33 2 8.66

47 4.47 4 17.88

48 4.62 2 9.24

49 4.76 4 19.04

50 4.9 2 9.8

51 5.04 4 20.16

52 5.18 2 10.36

53 5.31 4 21.24

54 5.45 2 10.9

55 5.59 4 22.36

56 5.73 1 5.73

JUMLAH ( S ) 305.54

LUAS = 2/3* S * ao 122.216

LUAS BAGIAN

BAWAH

NO ORDINAT FS HK

30 1.45 1 1.45

31 1.55 4 6.2

32 1.65 2 3.3

33 1.75 4 7

34 1.86 2 3.72

35 1.98 4 7.92

36 2.1 2 4.2

37 2.22 4 8.88

38 2.34 2 4.68

39 2.47 4 9.88

40 2.6 2 5.2

41 2.73 4 10.92

42 2.87 2 5.74

43 3 4 12

44 3.13 2 6.26

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 109

45 3.26 4 13.04

46 3.39 2 6.78

47 3.52 4 14.08

48 3.65 2 7.3

49 3.78 4 15.12

50 3.92 2 7.84

51 4.05 4 16.2

52 4.19 2 8.38

53 4.33 4 17.32

54 4.48 2 8.96

55 4.62 4 18.48

56 4.75 1 4.75

JUMLAH ( S ) 235.6

LUAS = 2/3* S * ao 94.24

VOLUME

NO ORDINAT FS HK

1 157.9392 1 157.9392

2 122.216 4 488.864

3 94.24 1 94.24

JUMLAH ( S ) 741.0432

VOLUME = 1/3* S * (hdb/2) 137.29

Tangki Minyak Pelumas

Wminyak pelumas = 0.78 ton

Spesifik vol. pelumas = 0.93 m3/ton

Wminyak pelumas = 0.7254

Ao = 0.6

Hdb = 1.11159 m

LUAS BAGIAN

TENGAH

NO ORDINAT FS HK

58 6 1 6

58.5 6.07 4 24.28

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 110

59 6.14 1 6.14

JUMLAH ( S ) 36.42

LUAS = 2/3* S * (ao/2) 14.568

LUAS BAGIAN BAWAH

NO ORDINAT FS HK

58 5.04 1 5.04

58.5 5.11 4 20.44

59 5.18 1 5.18

JUMLAH ( S ) 30.66

LUAS = 2/3* S * (ao/2) 12.264

Tangki Diesel Oil

VOLUME

NO ORDINAT FS HK

1 17.304 1 17.304

2 14.568 4 58.272

3 12.264 1 12.264

87.84

16.27368

JUMLAH ( S )

vOLUME = 1/3* S * (hdb/2)

TANGKI DIESEL OIL

WDIESEL OIL 20.26 ton

Spesifik volume diesel oil 0.9 m3/ton

Wdiesel oil 18.23

ao 0.6

HDB 1.11159

LUAS BAGIAN ATAS

ORDINAT FS HK

61 7.55 1 7.55

62 7.68 4 30.72

63 7.81 1 7.81

46.08

18.432

JUMLAH ( S )

LUAS = 2/3* S * (ao/2)

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 111

Tangki Air Tawar

LUAS BAGIAN TENGAH

NO ORDINAT FS HK

61 6.41 1 6.41

62 6.54 4 26.16

63 6.72 1 6.72

39.29

15.716

JUMLAH ( S )

LUAS = 2/3* S * (ao/2)

LUAS BAGIAN BAWAH

NO ORDINAT FS HK

61 5.38 1 5.38

62 5.47 4 21.88

63 5.54 1 5.54

32.8

13.12LUAS = 2/3* S * (ao/2)

JUMLAH ( S )

VOLUME

NO ORDINAT FS HK

1 18.432 1 18.432

2 15.716 4 62.864

3 13.12 1 13.12

94.416

17.49198

JUMLAH ( S )

vOLUME = 1/3* S * (hdb/2)

WAIR TAWAR 87.32 ton

Spesifik volume AIR TAWAR 1 m3/ton

WAIR TAWAR 87.32

ao 0.6

HDB 1.11159

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 112

LUAS BAGIAN ATAS

NO ORDINAT FS HK

65 7.92 1 7.92

66 8.03 4 32.12

67 8.12 2 16.24

68 8.21 4 32.84

69 8.27 2 16.54

70 8.32 4 33.28

71 8.34 2 16.68

72 8.36 4 33.44

73 8.36 2 16.72

74 8.35 4 33.4

75 8.34 1 8.34

247.52

99.008LUAS = 2/3* S * (ao/2)

JUMLAH ( S )

LUAS BAGIAN TENGAH

NO ORDINAT FS HK

65 6.9 1 6.9

66 7 4 28

67 7.08 2 14.16

68 7.15 4 28.6

69 7.2 2 14.4

70 7.23 4 28.92

71 7.24 2 14.48

72 7.25 4 29

73 7.24 2 14.48

74 7.23 4 28.92

75 7.23 1 7.23

215.09

86.036

JUMLAH ( S )

LUAS = 2/3* S * (ao/2)

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 113

Tangki Ballast

LUAS BAGIAN BAWAH

NO ORDINAT FS HK

65 5.65 1 5.65

66 5.75 4 23

67 5.84 2 11.68

68 5.91 4 23.64

69 5.98 2 11.96

70 6.03 4 24.12

71 6.07 2 12.14

72 6.09 4 24.36

73 6.11 2 12.22

74 6.11 4 24.44

75 6.11 1 6.11

179.32

71.728

JUMLAH ( S )

LUAS = 2/3* S * (ao/2)

VOLUME

NO ORDINAT FS HK

1 99.008 1 99.008

2 86.036 4 344.144

3 71.728 1 71.728

514.88

95.3892vOLUME = 1/3* S * (hdb/2)

JUMLAH ( S )

Wballast ton

Spesifik volume bahan bakar 1.025 m3/ton

Wtangki ballast

ao 0.6

HDB 1.11159

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 114

LUAS BAGIAN ATAS

NO ORDINAT FS HK

77 8.34 1 8.34

78 8.32 4 33.28

79 8.31 2 16.62

80 8.29 4 33.16

81 8.28 2 16.56

82 8.28 4 33.12

83 8.28 2 16.56

84 8.28 4 33.12

85 8.28 2 16.56

86 8.28 4 33.12

87 8.29 2 16.58

88 8.29 4 33.16

89 8.29 2 16.58

90 8.3 4 33.2

91 8.3 2 16.6

92 8.3 4 33.2

93 8.3 2 16.6

94 8.3 4 33.2

95 8.3 2 16.6

96 8.3 4 33.2

97 8.3 2 16.6

98 8.3 4 33.2

99 8.3 2 16.6

100 8.3 4 33.2

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 115

101 8.3 2 16.6

102 8.3 4 33.2

103 8.3 2 16.6

104 8.3 4 33.2

105 8.3 2 16.6

106 8.3 4 33.2

107 8.24 2 16.48

108 8.16 4 32.64

109 8.07 2 16.14

110 7.95 4 33.2

111 7.82 2 16.6

112 7.68 4 32.96

113 7.52 2 16.32

114 7.36 4 32.28

115 7.19 2 15.9

116 7.02 4 31.28

117 6.84 2 15.36

118 6.66 4 30.08

119 6.47 2 14.72

120 6.28 4 28.76

121 6.09 2 14.04

122 5.9 4 27.36

123 5.72 2 13.32

124 5.32 4 25.88

125 5.11 2 12.56

126 4.94 4 24.36

127 4.76 2 11.8

128 4.58 4 22.88

129 4.4 2 10.64

130 4.22 4 20.44

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 116

131 4.05 2 9.88

132 3.89 4 19.04

133 3.72 2 9.16

134 4.56 4 17.6

135 3.41 2 8.44

136 3.27 4 16.2

137 3.12 2 7.78

138 2.96 4 14.88

139 2.82 2 9.12

140 3.56 4 13.64

141 3.42 2 6.54

142 3.26 4 12.48

143 3.11 2 5.92

144 2.97 4 11.28

145 2.68 2 7.12

146 2.52 4 13.68

147 2.37 2 6.52

148 2.23 4 12.44

149 2.09 2 5.94

150 2.1 4 10.72

151 1.96 2 5.04

152 1.84 4 9.48

153 1.72 2 4.46

154 1.61 4 8.36

155 1.52 2 4.2

156 1.43 4 7.84

157 1.35 2 3.68

158 1.27 4 6.88

159 1.2 1.5 2.415

160 1.145 2 3.04

161 1.08 0.5 0.715

162 1.02 1 1.35

∑ = 1530.2

Luas Bagian Atas = 612.08

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 117

LUAS BAGIAN TENGAH

NO ORDINAT FS HK

77 7.23 1 7.23

78 7.21 4 28.84

79 7.2 2 14.4

80 7.18 4 28.72

81 7.17 2 14.34

82 7.16 4 28.64

83 7.16 2 14.32

84 7.17 4 28.68

85 7.17 2 14.34

86 7.18 4 28.72

87 7.18 2 14.36

88 7.19 4 28.76

89 7.19 2 14.38

90 7.19 4 28.76

91 7.19 2 14.38

92 7.19 4 28.76

93 7.19 2 14.38

94 7.19 4 28.76

95 7.19 2 14.38

96 7.19 4 28.76

97 7.19 2 14.38

98 7.19 4 28.76

99 7.19 2 14.38

100 7.19 4 28.76

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 118

101 7.19 2 14.38

102 7.19 4 28.76

103 7.19 2 14.38

104 7.19 4 28.76

105 7.19 2 14.38

106 7.19 4 28.76

107 7.25 2 14.5

108 7.26 4 29.04

109 7.25 2 14.5

110 7.23 4 28.92

111 7.19 2 14.38

112 7.12 4 28.48

113 7.04 2 14.08

114 6.93 4 27.72

115 6.81 2 13.62

116 6.68 4 26.72

117 6.53 2 13.06

118 6.37 4 25.48

119 6.2 2 12.4

120 6.04 4 24.16

121 5.86 2 11.72

122 5.67 4 22.68

123 5.5 2 11

124 5.28 4 21.12

125 5.2 2 10.4

126 4.92 4 19.68

127 4.73 2 9.46

128 4.54 4 18.16

129 4.35 2 8.7

130 4.16 4 16.64

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 119

131 3.97 2 7.94

132 3.78 4 15.12

133 3.59 2 7.18

134 3.42 4 13.68

135 3.23 2 6.46

136 3.06 4 12.24

137 2.89 2 5.78

138 2.73 4 10.92

139 2.57 2 5.14

140 2.41 4 9.64

141 2.26 2 4.52

142 2.11 4 8.44

143 1.96 2 3.92

144 1.82 4 7.28

145 1.67 2 3.34

146 1.52 4 6.08

147 1.37 2 2.74

148 1.23 4 4.92

149 1.09 2 2.18

150 0.95 4 3.8

151 0.82 2 1.64

152 0.7 4 2.8

153 0.6 2 1.2

154 0.48 4 1.92

155 0.39 2 0.78

156 0.31 4 1.24

157 0.23 2 0.46

158 0.15 4 0.6

159 0.08 1 0.08

160

161

162

∑ = 1228.27

Luas Bagian Tengah = 491.308

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 120

LUAS BAGIAN BAWAH

NO ORDINAT FS HK

77 6.06 1 6.06

78 6.07 4 24.28

79 6.07 2 12.14

80 6.07 4 24.28

81 6.07 2 12.14

82 6.07 4 24.28

83 6.07 2 12.14

84 6.07 4 24.28

85 6.07 2 12.14

86 6.07 4 24.28

87 6.07 2 12.14

88 6.07 4 24.28

89 6.07 2 12.14

90 6.07 4 24.28

91 6.07 2 12.14

92 6.07 4 24.28

93 6.07 2 12.14

94 6.07 4 24.28

95 6.07 2 12.14

96 6.07 4 24.28

97 6.07 2 12.14

98 6.07 4 24.28

99 6.07 2 12.14

100 6.07 4 24.28

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 121

101 6.07 2 12.14

102 6.07 4 24.28

103 6.07 2 12.14

104 6.07 4 24.28

105 6.07 2 12.14

106 6.07 4 24.28

107 6.15 2 12.3

108 6.16 4 24.64

109 6.16 2 12.32

110 6.14 4 24.56

111 6.1 2 12.2

112 6.03 4 24.12

113 5.94 2 11.88

114 5.83 4 23.32

115 5.69 2 11.38

116 5.54 4 22.16

117 5.38 2 10.76

118 5.22 4 20.88

119 5.03 2 10.06

120 4.86 4 19.44

121 4.7 2 9.4

122 4.53 4 18.12

123 4.37 2 8.74

124 4.21 4 16.84

125 4.06 2 8.12

126 3.9 4 15.6

127 3.75 2 7.5

128 3.6 4 14.4

129 3.45 2 6.9

130 3.3 4 13.2

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 122

131 3.14 2 6.28

132 3 4 12

133 2.84 2 5.68

134 2.7 4 10.8

135 2.56 2 5.12

136 2.41 4 9.64

137 2.73 2 5.46

138 2.14 4 8.56

139 2.01 2 4.02

140 1.89 4 7.56

141 1.77 2 3.54

142 1.65 4 6.6

143 1.54 2 3.08

144 1.43 4 5.72

145 1.32 2 2.64

146 1.21 4 4.84

147 1.11 2 2.22

148 1.01 4 4.04

149 0.91 2 1.82

150 0.82 4 3.28

151 0.73 2 1.46

152 0.66 4 2.64

153 0.57 2 1.14

154 0.51 4 2.04

155 0.45 2 0.9

156 0.4 4 1.6

157 0.36 2 0.72

158 0.34 4 1.36

159 0.3 2 0.6

160 0.27 4 1.08

161 0.25 0.5 0.125

162 0.22 1 0.22

∑ = 1025.63

Luas Bagian bawah = 410.25

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 123

4.16. Perlengkapan Kapal

4.16.1. Perhitungan radius lubang palka

Berdasarkan buku BKI Vol. II Sec. 7.A 7-1/9 bahwa seluruh bukaan pada geladak

kekuatan harus mempunyai sudut yang bundar. Bukaan yang bulat harus diperkuat bagian

tepinya. Radius lubang palka tiding kurang dari :

r = n x b ( 1-b / B )

dimana :

lubang palka 1 dan 2

n = l/200

= 0.09 m

l = 19

b = 8.57 m

B = 17.02

b/B = 0.5

Nmin = 0.1

Sehingga

r = 0.43 m

lubang palka 3

l = 12.6

n = 0.063

Nmin = 0.1

Sehingga

VOLUME

No ORDINAT FS HK

1 612.08 1 612.08

2 491.308 4 1965.23

3 410.25 1 410.25

2987.56

553.491

JUMLAH ( S )

vOLUME = 1/3* S * (hdb/2)

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 124

r = 0.43 m

4.16.2. Perhitungan Radius Chain Locker

Perhitungan Jangkar

Bak rantai digunakan untuk menyimpan atau menempatkan jangkar pada saat berlayar.

Perhitungan luas bidang tangkap angin.

“BKI II Section 18 hal. 18.1”

Z = D2/3 + 2 x h x B + Δtotal / 10

= 843.08 m2

Dimana :

Z = angka penunjuk pada BKI

Fb = lambung timbul kapal

= H – T

= 9.41 – 7.52 m

= 1.89 m

hi = tinggi rumah geladak

= 2.4 x 4

= 12

D = Displacement kapal

= 8872.62 ton

A = luas pandangan samping lambung kapal, bangunan atas dan rumah

geladak di atas garis muat

Ao = poop deck = 22.5652 x 2.4 = 54.1565 m2

A1 = Boat deck = 20.5 x 2.2 = 45.1 m2

A2 = Bridge deck = 17.46 x 2.2 = 38.42 m2

A3 = navigation deck = 16.2 x 2.4 = 38.88 m2

A4 = Top deck = 10 x 2.4 = 24 m2

A5 = Forecastle deck = 10.36 x 2.4 = 24.88 m2

Atot = A0 + A1 + A2 + A3 + A4 + A5

= 225.443 m2

Jadi :

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 125

Z = D2/3 + 2 x h x B + Δtotal / 10

= 2624.145 m2

Berdasarkan nilai Z diatas maka dari table 18.2 BKI Vol. 2 Section 18-6 didapat data-data

sebagai berikut :

No. register = 138

Jumlah jangkar = 2 buah

Berat jangkar = 7800 kg haluan

Panjang rantai jangkar= 632.5

Diameter jangkar =

- Ordinary quality ( D1) = 90 mm

- Special quality ( D2 ) = 78 mm

- Extra Special quality ( D3 ) = 60 mm

Tali tambat =

- Jumlah tali = 6 buah

- Panjang tali = 200 m

- Tegangan Tarik max = 480 kN

Tali Tarik =

- Panjang tali = 260 m

- Tegangan Tarik tali = 1470 kN

Perhitungan Chain Locker ( Kotak rantai jangkar )

D = d1/25.4

= 2.362 inch

Vol. Chain locker = panjang rantai x d2/183

= 19.286 m3

Dimensi masing-masing chain locker sebelah kiri dan kanan :

= 4.2 x 1.25 x 4.1

= 21.53 m3

Perhitungan Mud Box ( Kotak Lumpur )

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 126

Vol. mud box = 1/3 x vol. chain locker

= 6.429 m3

Dimensi mud box = L x B x T

= 4.2 x 1.2 x 1.3

= 6.55

4.16.3. Engine Casing

Berdasarkan besarnya daya mesin yang diperoleh maka dari browser dapat diketahui

dimensi mesin sebagai berikut :

BHP = 4012.1

Merk = Man B & W

Berat = 40.5

Sehingga :

Lebar engine casing =

Panjang engine casing =

Tinggi engine casing disesuaikan dengan tinggi bangunan atas kapal

4.16.4. Kemudi

“Rules BKI 2012 Vol. II Section 14.3”

Luas daun kemudi

A = C1 x C2 x C3 x C4 x 1.75 x L x T / 100

Dimana :

C1 = factor untuk type kapal

= 1.0

C2 = factor untuk type kemudi

= 1.0

C3 = factor untuk profile kemudi

= 1

C4 = factor untuk perencanaan kemudi

= 1.5 ( untuk kemudi di luar water jet )

L = panjang kapal

= 102.66 m

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 127

T = sarat kapal

= 7.52 m

Sehingga :

A = 20.3 m2

Luas daun kemudi dapat dikoreksi dengan menggunakan :

< <

0.0102 < 0.016 < 0.02 ( memenuhi )

Berdasarkan buku “Perlengkapan Kapal ITS hal. 52 Section II.9”, luas bagian yang

dibalansir dianjurkan <65% dari luas daun kemudi. Namun, yang direncanakan adalah

30% sehingga :

A’ = 30% x A

= 6.1 m2

Tinggi kemudi ( h )

Berdasarkan buku “Perlengkapal Kapal” Oleh Ir. Lukman Bochari, MT hal. 39 Bab IV”

tinggi kemudi dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

H = 0.7 x T

= 5.254 m

Lebar Kemudi

Berdasarkan buku “Perlengkapan Kapal oleh Ir. Lukman Bochari, MT hal. 38 bab IV”

lebar kemudi dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

B = h/1.8

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 128

= 3

Lebar kemudi yang dibalansir

Berdasarkan buku “Perlengkapan kapal ITS hal. 52 Section II.9” lebar bagian yang

dibalansir pada potongan sembarang horizontal yang dianjurkan adalah < 35% dari lebar

sayap kemudi. Namun, yang direncanakan adalah

B’ = 30% x b

= 0.9 m

Dari perhitungan di atas, maka diperoleh ukuran kemudi adalah sebagai berikut :

- Luas daun kemudi ( A ) = 20.3 m2

- Luas bagian balancer ( A’ ) = 6.1 m2

- Tinggi daun kemudi ( h ) = 5.26 m

- Lebar daun kemudi ( b ) = 3 m

- Lebar bagian balacir ( b’) = 0.9 m

CONSTRUCTION OF SHIP II

Dedi Irwansyah Arham | D31112104 129

BAB V

KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan

Konstruksi bangunan kapal merupakan suatu struktur bangunan kapal yang terdiri dari

badan kapal serta bangunan atas. Untuk menyusun komponen badan kapal, beserta bangunan

atas dikenal 3 sistem konstruksi yang umum digunakan diantaranya :

1. Sistem konstruksi melintang

2. Sistem konstruksi memanjang

3. Sistem konstruksi kombinasi

5.2. Saran

1. Dalam pengambilan data dilakukan dengan teliti agar kesimpangsiuran data

tidak menyita waktu.

2. Dibutuhkan koordinasi yang baik antara pembimbing dengan mahasiswa.

3. Perlunya pemanfaatan yang optimal dari studio gambar.

4. Dalam pengambaran agar memperhatikan waktu yang diberikan dalam

melaksanakan tugas.

5. Informasi yang berkenaan dengan penggambaran baik mengenai waktu maupun

transfer ilmu dan lainnya diharapkan detailnya.

6. Asisten diharapkan mengawasi hasil kerja gambar secara kontinu dan sabar

tentunya.

7. Antar elemen yang terkait sangat diperlukan kerja sama yang baik dan

keikhlasan satu sama lain.