Konsep Pengetahuan, Ibu, Pneumonia, dan Balita

57
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan 2.1.1 Pengertian Pengetahuhan Pengetahuan adalah hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007:143). 2.1.2 Tingkatan Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2007) bahwa pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yaitu: a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) 5

Transcript of Konsep Pengetahuan, Ibu, Pneumonia, dan Balita

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pengetahuan

2.1.1 Pengertian Pengetahuhan

Pengetahuan adalah hasil “tahu”, dan ini terjadi

setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu

objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra

manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga

(Notoatmodjo, 2007:143).

2.1.2 Tingkatan Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007) bahwa pengetahuan yang

dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat,

yaitu:

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang

telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam

pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)

5

6

terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh

sebab itu “tahu” ini merupakan tingkat pengetahuan yang

paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang

tahu tentang apa yang dipelajari antara lain:

menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan

dan sebagainya. Contoh: dapat menyebutkan tanda-tanda

kekurangan kalori dan protein pada balita.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui

dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara

benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau

materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,

menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek

yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa

harus makan makanan yang bergizi.

c. Aplikasi (Application)

7

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi

atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat

diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,

metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau

situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus

statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil

penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus

pemecahan masalah (problem solving cycle) dalam pemecahan

masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

d. Analisis (Analisys)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan

materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen,

tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut,

dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan

analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata

kerja: dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,

memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk

8

keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu

suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang ada. Miasalnya dapat menyusun

merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan, dan

sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan

yang telah ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu

materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan

suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya

dapat membandingkan antara anak-anak yang cukup gizi

dengan anak-anak yang kekurangan gizi.

2.1.3 Cara Memperoleh Pengetahuan

Dari berbagai cara yang telah digunakan untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah,

menurut Notoatmodjo (2010) bahwa pengetahuan dapat

dikelompokkan menjadi 2, yaitu:

a. Cara Memperoleh Kebenaran Nonilmiah

9

Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum ditemukannya

metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematik

dan logis adalah dengan cara nonilmiah, tanpa melalui

penelitian. Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode

ini antara lain:

1) Cara Coba Salah (Trial and Error)

Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya

kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya

peradaban. Cara coba-coba ini dilakukan dengan

menggunakan beberapa kemungkinan dalam memecahkan

masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak

berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Apabila

kemungkinan kedua ini gagal pula, dicoba

kemungkinan ketiga, dan seterusnya sampai masalah

tersebut terpecahkan.

2) Secara Kebetulan

Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi

karena tidak disengaja oleh yang bersangkutan.

3) Cara Kekuasaan atau Otoritas

10

Sumber pengetahuan tersebut dapat berupa

pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal maupun

informal, para pemuka agama, pemegang pemerintah,

dan sebagainya. Dengan kata lain, pengetahuan

tersebut diperoleh berdasarkan pada pemegang

otoritas pemerintah, otoritas agama, maupun ahli

ilmu pengetahuan. Kebiasaan ini bukan hanya

terjadi pada masyarakat tradisional saja,

melainkan juga pada masyarakat modern.

4) Berdasarkan Pengalaman Pribadi

Pengalaman adalah guuru yang paling baik,

demikian bunyi pepatah. Pepatah tersebut

mengandung arti bahwa pengalaman itu merupakan

sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan

suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.

5) Cara Akal Sehat (Common Sense)

Akal sehat atau common sense kadang-kadang

dapat menemukan teori atau kebenaran. Sebelum ilmu

pendidikan berkembang, para orang tua zaman dahulu

agar anaknya mau menuruti nasihat orang tuanya,

atau agar anak disiplin maka menggunakan cara

11

hukuman fisik bila anaknya berbuat salah. Ternyata

cara menghukum anak ini sampai sekarang berkembang

menjadi teori atau kebenaran, bahwa hukuman

merupakan metode untuk mendidik anak. Pemberian

hadiah atau hukuman merupakan cara yang masih

dianut oleh banyak orang untuk mendisiplinkan anak

dalam konteks pendidikan.

6) Kebenaran Melalui Wahyu

Ajaran dan dogma agama adalah suatu kebenaran

yang diwahyukan dari Tuhan melalui para Nabi.

Kebenaran ini harus diterima dan diyakini oleh

pengikut-pengikut agama yang bersangkutan,

terlepas dari apakah kebenaran tersebut rasional

atau tidak. Sebab kebenaran ini diterima oleh para

Nabi adalah sebagai wahyu dan bukan karena hasil

usaha penalaran atau penyelidikan mnusia.

7) Kebenaran Secara Intuitif

Kebenaran diperoleh manusia secara cepat

sekali melalui proses di luar kesadaran dan tanpa

melalui proses penalaran atau berpikir. Kebenaran

sukar dipercaya karena kebenaran ini tidak

12

menggunakan cara-cara yang rasional dan

sistematis. Kebenaran ini diperoleh seseorang

hanya berdasarkan intuisi atau suara hati atau

bisikan hati saja.

8) Melalui Jalan Pikiran

Sejalan dengan perkembengan kebudayaan umat

manusia, cara berpikir manusia pun ikut

berkembang. Dari sini manusia telah mampu

menggunakan penalarannya dalam memperoleh

pengetahuan.

9) Induksi

Induksi adalah proses penalaran kesimpulan

yang dimulai dari pernyataan-pernyataan khusus ke

pernyataan yang bersifat umum. Hal ini berarti

dalam berpikir induksi pembuatan kesimpulan

tersebut berdasarkan pengalaman-pengalaman

empiris yang ditangkap oleh panca indra.

10) Deduksi

Deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari

pernyataan-pernyataan umum ke khusus.

b. Cara Ilmiah dalam Memperoleh Pengetahuan

13

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan

pada dewasa ini lebih sistematis, logis, dan ilmiah.

Cara ini disebut metode penelitian ilmiah, atau lebih

populer disebut metodologi penelitian.

2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

a. Faktor Internal Menurut Notoatmodjo (2003) dalam

Suparyanto (2012):

1) Pendidikan

Tokoh pendidikan abad 20 M. J. Largevelt

dalam Nursalam (2013) bahwa pendidikan adalah

setiap usaha, pengaruh, perlindungan, dan bantuan

yang diberikan kepada anak yang tertuju kepada

kedewasaan. Semakin tinggi tingkat pendidikan,

maka semakin mudah menerima dan mengembangkan

pengetahuan dan teknologi, sehingga akan

meningkatkan produktivitas yang akhirnya akan

meningkatkan kesejahteraan keluarga.

2) Minat

Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan

atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu dengan

adanya pengetahuan yang tinggi didukung minat yang

14

cukup dari seseorang sangatlah mungkin seseorang

tersebut akan berperilaku sesuai dengan apa yang

diharapkan.

3) Pengalaman

Brook (1974) dalam Suparyanto (2012)

mengatakan bahwa pengalaman adalah suatu peristiwa

yang dialami seseorang, objek psikologis cenderung

akan bersikap negatif terhadap objek tersebut

untuk menjadi dasar pembentukan sikap pengalaman

pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat.

Karena itu sikap akan lebih mudah terbentuk

apabila pengalaman pribadi tersebut dalam situasi

yang melibatkan emosi, penghayatan, pengalaman

akan lebih mendalam dan lama membekas.

4) Usia

Umur adalah lamanya hidup dalam tahun yang

dihitung sejak dilahirkan. Usia yang lebih tua

umumnya lebih bertanggung jawab dan lebih teliti

dibanding usia yang lebih muda. Hal ini terjadi

15

kumungkinan karena yang lebih muda kurang

pengalaman (Nurslam, 2013:89).

b. Faktor Eksternal Menurut Notoatmodjo (2003) dalam

Suparyanto (2012):

1) Ekonomi

Dalam memenuhi kebutuahan primer ataupun

sekunder, keluarga dengan status ekonomi baik

lebih mudah tercukupi dibanding dengan keluarga

dengan status ekonomi rendah, hal ini akan

mempengaruhi kebutuhan akan informasi termasuk

kebutuhan sekunder. Jadi dapat disimpulkan bahwa

ekonomi dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang

tentang berbagai hal.

2) Informasi 

Informasi adalah keseluruhan makna, dapat

diartikan sebagai pemberitahuan seseorang adanya

informasi baru mengenai suatu hal memberikan

landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap

terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif dibawa

oleh informasi tersebut apabila arah sikap

tertentu. Pendekatan ini biasanya digunakan untuk

16

menggunakan kesadaran masyarakat terhadap suatu

inovasi yang berpengaruh perubahan perilaku,

biasanya digunakan melalui media masa.

3) Kebudayaan/Lingkungan

Kebudayaan di mana kita hidup dan dibesarkan

mempunyai pengaruh besar terhadap pengetahuan

kita. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya

untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan, maka

sangat mungkin berpengaruh dalam pembentukan sikap

pribadi atau sikap seseorang.

2.1.5 Pengukuran Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007) bahwa pengukuran

pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin

diukur dari subjek penelitian atau responden.

Menurut Sutomo (2011) setelah responden diukur

dengan wawancara atau angket, untuk mengetahui

nilainya dapat digunakan rumus:

P = fN×100%

Keteranagan:

17

P: Prosentase

f: Jumlah jawaban yang benar

N: Jumlah Soal

Pengetahuan dikelompokkan dalam berbagai kategori,

antara lain dikategorikan baik jika 76%- 100% jawaban

benar, cukup jika 56%-75% jawaban benar, dan kurang

jika jawaban benar ≤56 %) (Nursalam, 2013:200).

2.2 Konsep Ibu

2.2.1 Pengertian Ibu

Ibu adalah wanita yang telah melahirkan seseorang

(Pusat Bahasa Deartemen Pendidikan Nasional Indonesia,

2008).

2.2.2 Peran Ibu

Menurut Effendy (1998) bahwa peran ibu antara

lain:

a. Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya.

b. Mengurus rumah tangga.

c. Pengasuh dan pendidik anak-anaknya.

d. Pelindung.

18

e. Sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya

sebagai anggota masyarakat di lingkungannya.

f. Pencari nafkah tambahan dalam keluarga.

Sedangkan menurut Gunarsa (2004), ada 7 peran ibu

dalam keluarga yaitu:

a. Memenuhi Kebutuhan Fisiologis dan Psikis

Sering dikatakan bahwa ibu adalah jantung dari

keluarga sehingga kedudukan ibu sebagai tokoh sentral.

Pentingnya seorang ini terutama terlihat sejak

kelahiran anaknya. Mula-mula ibu menjadi pusat

logistik, memenuhi kenutuhan fisik, fisiologis, agar ia

dapat meneruskan hidupnya. Baru sesudahnya terlihat

bahwa ibu juga harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan

lainnya, kebutuhan sosial, kebutuhan psikis, yang

apabila tidak terpenuhi bisa mengakibatkan suasana

keluarga menjadi tidak optimal. Sebagai dasar suasana

keluarga, maka ibu perlu menyadari perannya dalam

memenuhi kebutuhan anak.

b. Merawat dan Mengurus Keluarga dengan Sabar, Mesra,

dan Konsisten

19

Ibu mempertahankan hubungan-hubungan dalam

keluarga. Ibu menciptakan suasana yang mendukung

kelancaran perkembangan anak dan semua kelangsungan

keberadaan unsur keluarga lainnya. Seorang ibu yang

sabar menanamkan sikap-sikap, kebiasaan pada anak,

tidak panik dalam menghadapi gejolak di dalam maupun di

luar diri anak, memberi rasa tertampungnya unsur-unsur

keluarga. Ibu yang mesra terhadap anak akan memberi

kemudahan bagi anak yang lebih besar untuk mencari

hiburan dan dukungan pada orang dewasa, yaitu dalam

diri ibunya. Ibu yang merawat dan membesarkan anak dan

keluarganya tidak boleh dipengaruhi oleh emosi atau

kesadaran yang berubah-ubah.

c. Sebagai Pendidik yang Mampu Mengatur dan

Mengendalikan Anak

Ibu juga berperan dalam mendidik anak dan

mengembangkan kepribadiannya. Pendidikan juga menuntut

ketegasan dan kepastian dalam melaksanakannya. Misalnya

dapat dilihat dalam pembentukan keteraturan belajar

anak.

d. Ibu Sebagai Contoh dan Teladan

20

Dalam mengembangkan kepribadian dan membentuk

sikap-sikap anak, seorang ibu perlu memberikan contoh

dan teladan yang dapat diterima. Misalnya anak yang

sering mendengar perintah-perintah diiringi dengan

suara keras dan bentakan, tidak bisa diharapkan untuk

berbicara dengan lemah lembut, karena itu dalam

menanamkan kelembutan, sikap ramah, anak membutuhkan

contoh dari ibu yang lembut dan ramah.

e. Ibu Sebagai Manajer yang Bijaksana

Ibu menjadi manajer di rumah. Ibu mengatur

kelancaran rumah tangga dan menanamkan rasa tanggung

jawab pada anak. Anak pada usia dini sebaiknya sudah

mengenal adanya peraturan-peraturan yang harus diikuti.

Adanya disiplin di dalam keluarga akan memudahkan

pergaulan di masyarakat kelak.

f. Ibu Memberi Rangsangan dan Pelajaran

Seorang ibu juga memberi rangsangan sosial bagi

perkembangan anak. Sejak masa bayi pendekatan ibu dan

percakapan dengan ibu memberi rangsangan bagi

perkembangan anak, kemampuan bicara, dan pengetahuan

lainnya.

21

g. Peran Ibu Sebagai Istri

Ibu sebaiknya membagi waktu khusus untuk rekreasi

bersama suami. Rekreasi dalam arti memulihkan energi

yang sudah habis saat melakukan tugas dan kegiatan

sehari-hari. Rekreasi dengan pengertian menciptakan

kembali suasana keluarga yang baik dengan memperkuat

ikatan suami-istri.

2.3 Konsep Pneumonia

2.3.1 Pengertian Pneumonia

Pneumonia adalah radang parenkim paru yang dapat

disebabkan oleh mikroorganisme tetapi kadang juga

sejumlah penyebab non infeksi (Behrman dkk,1996 dalam

Astuti & Rahmat, 2010:109).

Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai

jaringan paru (alveoli) (Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia, 2012:2).

2.3.2 Etiologi Pneumonia

Menurut Manurung dkk (2009), penyebab pneumonia

adalah bakteri, virus, mikoplasma, jamur, dan protozoa.

Bakteri penyebab pneumonia yaitu bakteri gram positif

22

(Streptococcus pneumoniae/Pneumococcal pneumonia, Staphylococcus

aureus)dan bakteri gram negatif (Haemophilus influinzae,

Pseudomonas aeruginosa, Kleibsiella pneumoniae, dan anaerobik

bakteria). Atypikal bacteria (Legionella pneumophila dan

Mycoplasma pneumonia). Virus penyebab pneumonia adalah

influenza, parainfluenza, dan adenovirus. Jamur

penyebab pneumonia adalah kandidiasis, histoplasmosis,

dan kriptokokkis. Protozoa penyebab pneumonia adalah

pneumokistis karinii pneumonia.

Pneumonia ditularkan melalui udara dari penderita

pneumonia sebagai pembawa bakteri, virus, jamur, atau

parasit penyebab pneumonia (Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia, 2010).

2.3.3 Faktor Risiko Terjadinya Pneumonia

Menurut Maryunani (2010), salah satu ISPA bawah

(acute lower respiratory infections) yang berbahaya adalah

pneumonia. Terdapat 3 faktor risiko terjadinya ISPA

yaitu:

a. Faktor Lingkungan

1) Pencemaran Udara di Dalam Rumah

23

Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan

bakar untuk memasak di dapur yang terletak di

dalam rumah sehingga dapat merusak mekanisme

pertahanan paru-paru.

2) Ventilasi Rumah

Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau

pengerahan udara ke atau dari ruangan baik secara

alami maupun secara mekanis. Salah satu fungsi

ventilasi adalah mensuplai udara bersih yaitu

udara yang mengandung kadar O2 yang optimum bagi

pernapasan.

3) Kepadatan Hunian Rumah

Kepadatan hunian rumah menurut keputusan

Menteri Kesehatan nomor 829/KEMENKES/SK/1999

tentang persyaratan kesehatan rumah bahwa satu

orang menempati luas rumah minimal 8 m2. Dengan

kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah

penularan penyakit dan melancarkan aktivitas.

24

b. Faktor Individu Anak

1) Umur Anak

Sejumlah studi besar menunjukkan bahwa insiden

penyakit pernapasan oleh virus melonjak pada bayi

dan anak-anak dan kejadian menurun seiring

pertambahan usia.

Pada usia sangat muda atau usia tua lebih

rentan terserang penyakit-penyakit menular. Hal

ini mungkin disebabkan karena kedua kelompok umur

tersebut daya tahan tubuhnya rendah (Yulianti &

Rukiyah, 2012:316).

2) Berat Badan Lahir

Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan

perkembangan fisik dan mental pada masa balita.

Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR)

mempunyai risiko kematian yang lebih besar

dibandingkan berat badan lahir normal, terutama

pada bulan-bulan pertama kelahiran karena

pembentukan zat anti kekebalan yang kurang

sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit

25

infeksi terutama pneumonia dan sakit saluran

pernapasan lainnya.

Penelitian menunjukkan bahawa berat bayi

kurang dari 2500 gram dihubungkan dengan

meningkatknya kematian akibat infeksi saluran

pernapasan.

3) Status Gizi

Faktor gizi menempatkan anak-anak pada

peningkatan risiko pneumonia dalam dua cara.

Pertama, kekurangan gizi melemahkan sistem

kekebalan tubuh secara keseluruhan pada anak.

Kedua, anak-anak yang kekurangan gizi maka otot

pernapasannya mengalami kelemahan, yang menghambat

pengeluaran sekret di saluran pernapasan mereka

(UNICEF & WHO, 2006).

Pemeriksaan tanda kekurangan gizi berat

dilakukan secara klinis dengan melihat kondisi

anak. Tanda klinis gizi buruk yaitu marasmus dan

kwashiorkor. Marasmus adalah keadaan anak

kehilangan lemak dan otot sehingga kelihatan

tinggal kulit dan tulang. Kwashiorkor adalah

26

keadaan badan anak membengkak karena penimbunan

cairan, gambaran rambut tipis. Metode lain dapat

digunakan untuk menetapakan anak kurang gizi yaitu

dengan mengukur berat dan tinggi badan, atau

dengan mengukur lingkar lengan (Kementerian

Kesehatan RI, 2012:12).

ASI (Air Susu Ibu) mengandung nutrisi,

antioksidan, hormon, dan antibodi yang diperlukan

oleh anak untuk bertahan dan berkembang, dan

secara khusus untuk sistem kekebalan tubuh anak

untuk berfungsi dengan baik. Bayi umur di bawah

enam bulan yang tidak mendapat ASI eksklusif

selama 6 bulan pertama akan berisiko lima kali

lebih tinggi terkena pneumonia. Selanjutnya, bayi

umur 6-11 bulan yang tidak mendapat ASI maka akan

berisiko terkena pneumonia dari pada yang mendapat

ASI (UNICEF & WHO, 2006).

Balita yang mendapat vitamin A > 6 bulan

sebelum sakit maupun yang tidak pernah

mendapatkannya adalah risiko terjadinya suatu

penyakit. Sejak tahun 1985 setiap 6 bulan Posyandu

27

memberikan kapsul 200.000 IU vitamin A pada balita

dari umur 1 sampai 4 tahun (Maryunani, 2010).

Anak-anak yang kekurangan mikronutrien

tertentu terutama Zink, menghadapi risiko tambahan

terkena pneumonia (UNICEF & WHO, 2006).

4) Status Imunisasi

Imunisasi membantu mengurangi kematian anak

dari pneumonia dalam dua cara. Pertama, vaksinasi

membantu mencegah anak-anak dari infeksi yang

berkembang secara langsung yang dapat menyebabkan

pneumonia. Kedua, imunisasi dapat mencegah infeksi

yang dapat menyebabkan pneumonia sebagai

komplikasi (misalnya, campak dan pertusis) (UNICEF

& WHO, 2006).

Balita yang mempunyai status imunisasi

lengkap bila menderita ISPA, maka perkembangan

penyakit tidak akan menjadi lebih berat. Cakupan

imunisasi DPT dan campak yang tidak lengkap dapat

meningkatkan risiko terjadinya pneumonia

(Maryunani, 2010).

28

c. Faktor Perilaku

Faktor perilaku dalam pencegahan dan

penanggulangan ISPA pada balita adalah praktik

penanganan ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh

ibu atau anggota keluarga lainnya. Ibu balita dan

anggota keluarga yang dekat dengan balita perlu

mengetahui dan terampil dalam menangani ISPA ketika

balita sakit. Apabila praktik penanganan ISPA buruk

pada tingkat keluarga, maka akan berpengaruh pada

perjalanan penyakit dari yang ringan menjadi bertambah

berat.

Dalam penanganan ISPA tingkat keluarga, dapat

digolongkan menjadi 3 kategori yaitu perawatan

penunjang oleh ibu, tindakan segera dan pengamatan

tentang perkembangan penyakit, dan pencarian

pertolongan pada pelayanan kesehatan.

2.3.4 Klasifikasi Pneumonia

Secara anatomi, pneumonia dapat dikenal sebagai

berikut (Maryunani, 2010:10):

a. Pneumonia Lobaris

29

Dimana yang terserang adalah seluruh atau segmen

yang besar dari satu atau lebih lobus pulmonary.

Apabila kedua paru yang terkena, maka hal ini sering

disebut sebagai bilateral pneumonia (pneumonia

lobular).

b. Broncho Pneumonia

Adalah pneumonia lobular yang dimulai pada

terminal bronchiolus menjadi tersumbat dengan eksudat

mucopurulent sampai membentuk gabungan pada dekat

lobulus.

c. Interestitial Pneumonia

Adanya suatu proses inflamasi yang lebih atau

hanya terbatas di dalam dinding alveolor,

peribronchial, dan jaringan inter lobular.

Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

(2012) bahwa dalam membuat klasifikasi pneumonia harus

dibedakan menjadi 2 kelompok umur yaitu:

a. Kelompok Umur < 2 Bulan

30

Semua pneumonia pada bayi berumur < 2 bulan

diklasifikasikan sebagai pneumonia berat. Seorang bayi

berumur < 2 bulan diklasifikasikan menderita pneumonia

berat apabila pada saat pemeriksaan ditemukan:

1) Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang

kuat (TDDK kuat) ATAU

2) Adanya napas cepat: 60 x/menit atau lebih

b. Kelompok Umur 2 Bulan sampai < 5 Bulan

Pneumonia pada anak berumur 2 bulan sampai < 5

tahun diklasifikasikan menjadi:

1) Pneumonia

Diklasifikasikan pneumonia apabila pada saat

pemeriksaan ditemukan:

a) Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke

dalam.

b) Adanya napas cepat:

(1) 50 x/menit atau lebih pada anak

umur 2 sampai 12 bulan.

(2) 40 x/menit atau lebih pada anak

umur 12 bulan sampai < 5 tahun.

2) Pneumonia Berat

31

Diklasifikasikan pneumonia berat apabila

dari pemeriksaan ditemukan tarikan dinding dada

bagian bawah ke dalam (TDDK).

2.3.5 Patofisiologi Pneumonia

Reaksiinflamasi

Membran paru-paru meradang danberlubang

Hepatisasi

Inhalasi mikroba denganjalan:1. Melalui udara2. Aspirasi organisme dari

nasofaring3. Hematogen

Nyeripleuritis

1. Nyeridada

2. Demam3. Anoreksia

nauseavomitRed Blood Count (RBC), White

Blood Count (WBC), dan cairankeluar masuk alveoli

Sekresi, oedema, danbrochospasme

1. Dispnea2. Sianosis3. Batuk

32

Gambar 2.1 Patofisiologi Pneumonia(Sumber: Soemantri (2007))

Kuman masuk dengan inhalasi melalui udara,

aspirasi organisme dari nasofaring, dan hematogen

sehingga mengekibatkan inflamasi pada paru-paru. Karena

prosese inflamasi di paru-paru, maka timbul nyeri dada,

demam, dan anoreksia pausea vomit. Membran paru

mengalami peradangan sehingga berlubang. Karena

meradang dan berlubang, mengakibatkan nyeri pleuritis

dan hepatisasi merah. Hepatisasi merah diakibatkan

perembesan eritrosit dan beberapa leukosit dari kapiler

paru-paru. Perembesan tersebut membuat aliran darah

Daerah paru menjadi padat(konsolidasi)

Partialoclusi

Luas permukaan membranrespirasi

Penurunan rasioventilasi-perfusi

Kapasitas perfusimenurun

Hipoksemia

33

menurun, alveoli dipenuhi dengan leukosit dan

eritrosit. Leukosit melakukan fagositosis Pneumococus

dan sewaktu resolusi berlangsung makrofag masuk ke

alveoli dan menelan leukosit bersama Pneumococus. Paru-

paru berada dalam tahap hepatisasi abu-abu dan tampak

berwarna abu-abu kekuningan. Secara perlahan sel darah

merah yang mati dan eksudat fibrin dibuang dari alveoli

sehingga terjadi pemulihan yang sempurna. Paru-paru

kembali menjadi normal tanpa kehilangan kemampuan dalam

pertukaran gas (Soemantri, 2007:69).

2.3.6 Manifestasi Klinis Pneumonia

Menurut Manurung dkk (2009), manifestasi klinis

pneumonia antara lain:

a. Demam

b. Berkeringat

c. Batuk dengan sputum yang produktif

d. Mengeluh sesak napas

e. Sakit kepala dan nyeri dada

f. Lelah

g. Adanya ronchi dan dullness

34

2.3.7 Komplikasi Pneumonia

Komplikasi yang dapat terjadi apabila klien

pneumonia tidak tertangani secara cepat dan tepat

adalah empiema, empisema, atelektasis, otitis media

akut, dan meningitis (Manurung dkk, 2009:97).

2.3.8 Tes Diagnostik Pneumonia

Menurut Manurung dkk (2009) untuk menegakkan

diagnosis pneumonia, maka disamping hasil anamnesis

dari klien juga diperlukan tes diagnostik antara lain:

a. Pemeriksaan rontgen: dapat terlihat infiltrat pada

parenkim paru.

b. Laboratorium:

1) AGD: dapat terjadi asidosis metabolik dengan atau

tanpa retensi CO2.

2) DPL: biasanya terdapat leukositosis. Laju Endap

Darah (LED) meningkat.

3) Elektrolit: Na dan Cl dapat meningkat.

4) Bilirubin: dapat meningkat.

5) Kultur sputum: terdapat mikroorganisme.

c. Fungsi paru: volume dapat menurun.

35

2.3.9 Penatalaksanaan Pneumonia

a. Keperawatan

Menurut Astuti & Rahmat (2010) dan Muttaqin

(2008), beberapa tindakan keperawatan yang perlu

dilakukan terhadap pasien pneumonia antara lain:

1) Menjaga kebersihan jalan napas: napas dalam, batuk

efektif, fisioterapi dada, posisi fowler/semi

fowler, ubah posisi anak dengan sering sedikitnya

setiap 2 jam sekali.

2) Menjaga agar pertukaran gas tetap lancar:

pernapasan bibir saat ekspirasi (tahanan terhadap

udara luar untuk mencegah penyempitan jalan

napas), tirah baring.

3) Mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal:

memberikan kebutuhan cairan ekstra, kompres

dingin, mempertahankan lingkungan tetap sejuk,

pakaian yang tipis agar tetap terjadi proses

evaporasi.

4) Kebutuhan nutrisi: anjurkan ibu untuk selalu

memberikan ASI kapanpun anak memintanya, makanan

sedikit dengan porsi sering dan mudah dikunyah.

36

5) Kolaborasi dengan medis dalam pemberian antibiotik

yang tepat. Anjurkan orang terdekat pasien

memberikan obat sesuai resep medis pada saat rawat

jalan.

b. Medis

Terapi untuk pneumonia Misnadiarly (2008):

1) Pneumonia community base:

a) Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali

pemberian.

b) Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali

pemberian.

2) Untuk kasus pneumonia hospital base:

a) Sefatoksin 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali

pemberian.

b) Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali

pemberian.

3) Pemberian O2

Pemberian O2 1-2 liter/menit.

4) Pemberian cairan parenteral sesuai indikasi.

37

IVFD dektrose 10% : NaCl 0,9% = 3 : 1, + KCl 10

mEq/500 ml cairan

Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

(2012), bahwa tindakan pneumonia balita sebagai

berikut:

1) Pneumonia Berat pada Bayi Berumur < 2 Bulan

a) Rujuk segera ke runah sakit.

b) Beri satu dosis antibiotik.

c) Obati demam, jika ada.

d) Obati wheezing, jika ada.

e) Anjurkan ibunya untuk tetap memberikan ASI.

2) Pneumonia pada Anak Berumur 2 Bulan sampai < 5

Tahun

a) Nasihati ibunya untuk tindakan perawatan di

rumah.

b) Beri antibiotik selama 3 hari.

c) Anjurkan ibu untuk kontrol 2 hari atau lebih

cepat bila keadaan anak memburuk.

d) Obati demam jika ada.

e) Obati wheezing jika ada.

38

3) Pneumonia Berat pada Anak Berumur 2 Bulan sampai <

5 Tahun

a) Rujuk segera ke rumah sakit.

b) Beri satu dosis antibiotik.

c) Obati demam jika ada.

d) Obati wheezing jika ada.

Penentuan tindakan dan pengobatan pneumonia dalam

manajemen terpadu balita sakit apabila didapatkan

pneumonia berat atau penyakit sangat berat, maka

tindakannya adalah (Hidayat, 2008:164):

1) Berikan Dosis Pertama Antibiotik

Pilihan pertama adalah kotrimoksazol

(trimetropin + sulfametokazol) dan pilihan kedua

adalah amoksilin dengan ketentuan dosis

sebagaimana tertera pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Pemberian Antibiotik pada Pneumonia

Usia danBeratBadan

Kotrimoksazol

2 Kali Sehari Selama 5 HariAmoksilin

Tablet Dewasa 80mg Trimetoprin +

400 mgSulfametokazol

Tablet Anak 20 mgTrimetropin + 100mg Sulfametokazol

Sirup Per 5 ml 40mg Trimetoprin +

200 mgSulfametokazol

Sirup 125 mg per 5

ml

2 sampai4 bulan(4 sampai< 6 kg)

14 1 2,5 ml 2,5 ml

3 sampai12 bulan(6 sampai10 kg)

12 2 5 ml 5 ml

1 sampai5 tahun(10

sampai <

1 3 7,5 ml 10 ml

39

40

19 kg)

(Sumber: Depkes, 1999 dalam Hidayat, 2008).

41

2) Lakukan Rujukan Segera

Apabila hanya ditemukan hasil klasifikasi

pneumonia saja, maka tindakannya adalah memberikan

antibiotik yang sesuai selama 5 hari, berikan

pelega tenggorokan dan pereda batuk, beri tahu ibu

atau keluarga walaupun harus segera kembali ke

petugas kesehatan, serta lakukan kunjungan ulang

setelah 2 hari.

2.3.10 Pencegahan Pneumonia

Langkah-langkah pencegahan utama pneumonia pada

anak-anak meliputi mempromosikan gizi yang cukup

(termasuk ASI vitamin A, dan asupan Zinc), meningkatkan

tingkat imunisasi, mengurangi polusi udara dalam

ruangan, memberikan dosis harian kotrimoksazol pada

anak positif HIV, dan mencuci tangan dapat mengurangi

kejadian pneumonia (UNICEF & WHO, 2006).

a. Gizi yang Cukup

Gizi yang baik pada umumnya akan meningkatkan

resistensi tubuh terhadap penyakit-penyakit infeksi,

tetapi saebaliknya kekurangan gizi berakibat kerentanan

42

seseorang terhadap penyakit infeksi (Yulianti &

Rukiyah, 2012:316).

1) Pemberian ASI eksklusif hingga usia 11 bulan

pertama (UNICEF & WHO, 2006).

2) Pemberian vitamin A dan imunisasi secara bersama

akan menyebabkan peningkatan titer antibodi yang

spesifik dan akan tetap berada dalam nilai yang

cukup tinggi (Maryunani, 2010).

3) Asupan Zink membantu mengurangi kejadian

pneumonia. Asupan Zink selama fase akut pneumonia

berat akan menurun durasi dan keparahan pneumonia.

Tingkat kegagalan pengobatan berkurang jika

dibandingkan dengan intervensi plasebo (UNICEF &

WHO, 2006).

b. Meningkatkan Tingkat Imunisasi

Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah

dengan pemberian imunisasi campak dan DPT. Dengan

imunisasi campak yang efektif, sekitar 11% kematian

pneumonia balita dapat dicegah. Dengan imunisasi DPT

yang efektif, 6% kematian balita pneumonia dapat

dicegah (Maryunani, 2010:18).

43

c. Mengurangi Polusi Udara dalam Ruangan

Dengan tidak merokok di dalam ruangan dan

menghindari pembangunan dapur di dalam rumah

(Maryunani, 2010).

d. Memberikan Dosis Harian Kotrimoksazol pada Anak

Positif HIV.

e. Menjauhkan anak dari penderita pneumonia (Kemenkes

RI, 2010).

f. Mencuci Tangan

Mencuci tangan dapat mengurangi kejadian

pneumonia.

2.4 Konsep Balita

2.4.1 Pengertian Balita

Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

(2012), balita adalah anak dengan usia < 5 tahun.

Balita adalah semua anak termasuk bayi baru lahir

yang berusia 0 sampai menjelang 5 tahun (4 tahun, 11

bulan, 29 hari) (Maryunani, 2010:6).

2.4.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Balita

44

Pertumbuhan pada anak berkaitan dengan masalah

perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi

tingkat sel, orgaan maupun individu, yang bisa diukur

dengan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan

nitrogem tubuh). Sedangkan perkembangan adalah

bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh

yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat

diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan

(Soetjiningsih, 1995:1).

a. Tahapan Tumbuh Kembang Balita

Tahapan tumbuh kembang balita yaitu masa janin di

dalam kandungan, masa neonatus (usia 0-28 hari), masa

bayi (usia 1-12 bulan), masa toddler (usia 1-3 tahun),

dan masa pra sekolah (usia 4-5 tahun) (Cahyaningsih,

2011:2).

1) Masa Janin di Dalam Kandungan

Masa prenatal terdiri atas 2 fase, yaitu fase

embrio dan fase fetus. Pada fase embrio,

pertumbuhan dapat diawali mulai dari konsepsi

hingga 8 minggu pertama yang dapat terjadi

perubahan yang cepat dari ovum menjadi suatu

45

organisme dan terbentuknya manusia. Pada minggu ke

2 terjadi pembelahan sel dan pemisahan jaringan

antara endoterm dan eksoterm. Pada minggu ke 3

terbenruk lapisan mesoderm dan pada masa ini

sampai usia 7 minggu belum tampak adanya gerakan

yang berarti melainkan hanya terdapat denyut

jantung janin, yaitu sudah sudah mulai dapat

berdenyut sejak 4 minggu. Pada fase fetus terjadi

sejak usia 9 minggu hingga kelahiran, sedangkan

minggu ke 12 sampai ke 10 terjadi peningkatan

fungsi organ, yaitu bertambah ukuran panjang dan

berat badan terutama pertumbuhan serta penambahan

jaringan subkutan dan jaringan otot (Hidayat,

2008:14).

Pada saat di dalam rahim, janin menunjukkan

respon imun spesifik yang rendah terhadap antigen

makanan dan inhalan. Limfosit T muncul pada usia

kehamilan 13 minggu. Prekursor sel T mulai

teraktivasi pada usia kehamilan 18-22 minggu.

Antibodi IgG ibu meningkat dan ditransfer ke janin

46

pada usia kehamilan 20 minggu ke atas (Kurniati,

2014).

2) Masa Neonatus (Usia 0-28 Hari)

Menurut Hidayat (2008) bahwa pertumbuhan dan

perkembangan postnatal atau dikenal dengan

pertumbuhan dan perkembangan setelah lahir ini

diawali dengan masa neonatus (0-28 hari). Masa ini

merupakan masa terjadinya kehidupan yang baru

dalam ekstrauteri, yaitu adanya proses adaptasi

semua sistem organ tubuh. Berikut proses adaptasi

neonatus:

a) Proses adaptasi dari organ tersebut dimulai dari

aktivitas pernapasan yang disertai pertukaran

gas dengan frekuensi pernapasan antara 35-50

kali/menit

b) Penyesuaian senyut jantung antara 120-160

kali/menit dengan ukuran jantung lenih besar

apabila dibandingkan dengan rongga dada.

c) Selanjutnya terjadi aktivitas bayi yang mulai

meningkat untuk memenuhi kebutuhan gizi, seperti

47

menangis, memutar-mutar kepala, menghisap (rooting

reflex), dan menelan.

d) Perubahan selanjutnya sudah dimulai proses

pengeluaran tinja yang terjadi dalam waktu 24

jam yang di dalamnya terdapat mekonium. Hal

tersebut akan dilanjutkan dengan proses

defekasi, seperti dari proses ekskresi dari apa

yang dimakan (ASI). Frekuensi defekasi tersebut

dapat berkisar antara 3-5 kali seminggu

(bergantung pada kondisi bayi dan susu yang

dikonsumsi, apakah ASI ataukah susu formula),

namun banyak juga dijumpai bayi yang mengalami

konstipasi pada bayi dengan PASI.

e) Perubahan pada fungsi organ yang lainnya adalah

ginjal yang belum sempurna, urine masih

mengandung sedikit protein dan pada minggu

pertama akan dijumpai urine warna merah muda

karena banyak mengendung senyawa urat, kemudian

kadar hemoglobin darah tepi pada neonatus

berkisar antara 17-19 g/dl, kadar hematokrit

saat lahir adalah 52%, terjadi peningkatan kadar

48

leukosit sekitar 25.000-30.000/ul, dan setelah

usia satu minggu akan terjadi penurunan hingga <

14.000/ul.

f) Keadaan fungsi hati masih imatur dalam

memproduksi faktor pembekuan, karena belum

terbentuknya flora usus yang akaan berperan

dalam absorbsi vitamin K dan imunoglobulin untuk

kekebalan bayi.

g) Pada saat lahir, bayi mempunyai sistem imun naif

yang membutuhkan paparan antigen asing agar

berkembang secara normal. Imunitas yang didapat

dari ibu tidak dapat memberikan efek proteksi

terhadap seluruh infeksi dan hanya bertahan

beberapa saat. Konsep inilah yang dipakai dalam

vaksinasi (Kurniati, 2014). Proses penyesuaian

dengan perlindungan oleh membran mukosa, fungsi

saluran napas, pembentukan koloni mikroba oleh

kulit dan usus, serta perlindungan kimia oleh

asam lambung. Perkembangan kekebalan alami pada

tingkat sel oleh darah merah akan membut

terjadinya sistem kekebalan melalui pemberian

49

kolostrum dan lambat laun akan terjadi kekebalan

sejalan dengan perkembangan usia (Ball, 1999

dalam Hidayat, 2008:65).

3) Bayi (Usia 1-12 Bulan)

a) Menurut Cahyaningsih (2011) bahwa bayi hingga

usia 6 bulan, pertumbuhan dan perkembangannya

dapat ditunjukkan dengan:

(1) Panjang badan bayi bertambah 2,5 cm/bulan,

berat badan bertambah 682 g/bulan, dan lingkar

kepala bertamabah 1,32 /bulan.

(2) Kebutuhan nutrisi didapat dari ASI, makanan

padat tidak dianjurkan sebelum usia 4-6 bulan

karena imaturitas saluran gastrointestinal

serta sistem imun,.

(3) Tidur 9-10 jam di malam hari.

(4) Produksi urine rata-rata 350-550 ml/hari.

(5) Perkembangan motorik dapat diamati saat

bayi dapat berguling pada usia 5 bulan, dan

motorik halus berkembang yang ditunjukkan

50

dengan bayi dapat menggenggam dengan kuat dan

dapat menggenggam mainan pada usia 3 bulan.

b) Pertumbuhan dan perkembangan usia 6-12 bulan

menurut Cahyaningsih (2011):

(1) Panjang badan meningkat hingga 50% dari

panjang badan saat lahir hingga ukuran rata-

rata 72,5 cm pada usia 12 bulan, berat badan

rata-rata usia 6 bulan adalah 7,3 kg, dan

lingkar kepala rata-rata meningkat 0,44

cm/bulan hingga mencapai 45 cm pada usia 12

bulan.

(2) Penyapihan ASI dilakukan bertahap.

(3) Bayi tidur pada pagi dan sore.

(4) Erupsi gigi primer biasanya dimulai saat

usia 6 bulan dengan gigi seri tengah mandibular

primer, konsistensi, dan warna feses tergantung

pada apa yang dimakan bayi.

(5) Perkembangan motorik kasar meliputi bayi

dapat duduk bersandar pada usia 7 bulan, duduk

tanpa ditopang pada usia 8 bulan, mulai naik

berdiri pada usia 9 bulan, merambat

51

(berpegangan pada objek) pada usia 10 bulan,

dan bayi dapat berjalan stabil sambil memegang

tangan seseorang pada usia 12 bulan. Sedangkan

untuk perkembangan motorik halus yaitu bayi

dapat menggenggam ibu jari dan jari lain pada

usia 7,5-8,5 bulan, bayi mengembangkan gerakan

menjepit pada usia 9 bulan, dapat membangun

menara dari balok pada usia 12 bulan.

Pertumbuhan dan perkembangan pada masa ini

dapat berlangsung secara terus menerus

khususnya dalam peningkatan susunan saraf

(Hidayat, 2008:15).

Krisis masa bayi adalah percaya versus tidak

percaya. Kemampuan bayi untuk mempercayai orang

lain yang berkembang pada tahun pertama membentuk

dasar untuk seluruh tugas psikososial selanjutnya

(Erikison dalam Cahyanimgsih, 2011:33).

Tahap oral pada anak dimulai dari lahir

sampai usia 18 bulan. Bayi menghisap untuk

kesenangan sama seperti makanan dan juga mencapai

52

kepuasan dengan menelan, mengunyah, dan menggigit

(Freud dalam Cahyaningsih, 2011:35).

Pada saat bayi kontak dengan antigen yang

berbeda, ia akan memperoleh antibodinya sendiri

(Lewer, 1993:16).

4) Masa Toddler (Usia 1-3 Tahun)

a) Parameter pertumbuhan fisik toddler

(Cahyaningsih, 2011):

(1) Tinggi badan rata-rata bertambah 7,5

cm/tahun.

(2) Berat badan rata-rata 1,8-2,7 kg/tahun.

(3) Ukuran lingkar kepala umur 1-2 tahun sama

dengan ukuran lingkar dada.

(4) Terjadi lipatan kulit pada daerah trisep

dan subkapular.

(5) Gigi primer (20 gigi desisua) lengkap

ketika usia 2,5 tahun.

Kecepatan pertumbuhan pada masa ini

mulai menurun dan terjadi percepatan pada

perkembangan motorik (Hidayat, 2008:15).

53

b) Perkembangan yang seharusnya dicapai toddler

(Cahyaningsih, 2011):

1) Usia 12-18 bulan

(a)Mampu berjalan sendiri dan tidak jatuh.

(b)Mengambil benda kecil dengan ibu jari dan

telunjuk.

(c)Mengungkapkan keinginan secara sederhana.

(d)Minum sendiri dari gelas dan tidak tumpah.

2) Usia 18-24 bulan

(a)Berjalan mundur setidaknya 5 langkah.

(b)Mencoret-coret dengan alat tulis.

(c)Menunjuk bagian tubuh dan menyebutkan

namanya.

(d)Meniru dan melakukan pekerjaan rumah

tangga.

3) Usia 2-3 tahun

(a)Berdiri 1 kaki tanpa berpegangan minimal 2

hitungan.

54

(b)Meniru membuat garis lurus.

(c)Menyatakan keinginan sedikitnya dengan 2

kata.

(d)Melepas pakaian sendiri.

Perkembangan psikososial yang dihadapi

toddler disebut sebagai otonomi versus rasa malu

dan ragu. Toddler telah mengembangkan rasa

percaya dan siap menyerahkan ketergantungannya

untuk membangun perkembangan kemampuan pertamanya

dalam mengendalikan dan otonomi. Toddler dapat

mengembangkan rasa malu dan ragu jika orang tua

membiarkan toddler bergantung pada orang tua

(Erikson dalam Cahyaningsih, 2011).

Menurut Supartini (2007) bahwa toddler sangat

egoisentris. Toddler tidak dapat menguasai

beberapa keterampilan interaktif sampai anak

mencapai masa remaja ketika ia menjumpai kembali

tugas yang tidak terselesaiakan terkait dengan

periode perkembangan awal, hal ini disebut sebagai

moratorium psikososial (Erikson dalam Cahyaningsih,

2011).

55

Toilet training adalah tugas utama toddler.

Toddler sebelum usia 18 bulan biasanya belum siap

untuk dilakukan toilet training (Freud dalam

Cahyaningsih, 2011).

Anak usia ini telah mulai menghasilkan

antibodinya sendiri untuk melindunginya dari

beberapa infeksi (Lewer, 1993:19).

5) Masa Pra Sekolah (Usia 4-5 Tahun)

Perkembangan pada masa ini dapat berlangsung

stabil dan masih terjadi pertumbuhan serta

perkembangan, khususnya pada aktivitas fisik dan

kemampuan kognitif (Hidayat, 2008:15).

Pertumbuhan dan perkembangan usia pra sekolah

yaitu (Cahyaningsih, 2011):

a) Pertambahan tinggi badan rata-rata adalah 6,25-

7,5 cm/tahun dan tinggi badan rata-rata usia 4

tahun adalah 10,25 cm.

b) Pertambahan berat badan rata-rata adalah 2,3

kg/tahun.

56

c) Gigi berjumlah 20 harus lengkap pada usia 3

tahun.

d) Anak mampu melakukan toilet training secara mandiri

pada akhir periode pra sekolah. Beberapa anak

mungkin masih ngompol.

e) Perkembangan motorik

(1) Motorik kasar

Dapat mengendarai sepeda roda 3, melalui

tangga, melompat, dan berdiri menggunakan satu

kaki.

(2) Motorik halus

Keterampilan motorik halus menunjukkan

perkembangan utama yang ditunjukkan dengan

meningkatnya kemampuan menggambar.

(a)Anak dapat meniru bentuk lingkaran dan

menggambar tanda silang pada usia 3 tahun.

(b)Pada usia 4 tahun anak dapat mengikatkan

sepatu, meniru gambar bujur sangkar, dan

menjiplak segilima.

(c)Pada usia 5 tahun dapat mengikat tali

sepatu dan menggunakan gunting dengan baik.

57

f) Perkembangan psikoseksual (Freud)

Usia pra sekolah termasuk fase falik, genetalia

menjadi area yang menarik dan area tubuh yang

sensitif. Di sini mulai mempelajari adanya

perbedaan jenis kelamin. Secara psikologis pada

fase ini mulai berkembang superego, yaitu anak

mulai berkurang sifat egoisentrisnya.

g) Perkembangan psikososial

Perkembangan inisiatif diperoleh dengan cara

mengkaji lingkungan melalui kemampuan indranya.

Menurut Ericson dalam Cahyaningsih (2011),

krisis yang dihadapi anak usia antara 3-6 tahun

disebut inisiatif versus rasa bersalah.

(1) Orang terdekat anak usia pra sekolah adalah

keluarga.

(2) Rasa takut yang sering terjadi yaitu

kegelapan, sendiri, binatang besar, hantu, dan

rasa nyeri.

h) Meningkatnya kemampuan sosial pada tahun-tahun

prasekolah menempatkan pada risiko besar terkena

infeksi. Biasanya batuk dan flu tapi biasanya

58

teratasi tanpa pengobatan/penanganan (Lewer,

1993:21).

2.4.3 Hak-Hak Balita

Pada 20 November 1989 telah disetujui oleh PBB

bahwa hak-hak anak, antara lain (Soetjiningsih,

1995:123):

a. Hak untuk dilahirkan setelah konsepsi.

b. Hak untuk mendapatkan makanan yang adekuat dan

perawatan kesehatan.

c. Hak untuk dicintai dan dilindungi.

d. Hak untuk mendapatkan pendidikan.

e. Hak untuk mendapatkan kesempatan bermain dan

rekreasi.

f. Hak untuk mendapatkan perawatan khusus bagi yang

cacat.

g. Hak menjadi orang yang berguna.

2.4.4 Kebutuhan Dasar Anak

Kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang, secara

umum digolongkan menjadi 3 yaitu (Titi, 1993 dalam

Soetjiningsih, 1995:14):

a. Kebutuhan Fisik Biomedis (ASUH)

59

1) Papan/pemukiman yang layak.

2) Hiegene perorangan dan sanitasi lingkungan.

3) Sandang.

4) Kesegaran jasmani dan rekreasi.

5) Pangan/gizi merupakan kebutuhan terpenting.

6) Perawatan kesehatan dasar antara lain imunisasi,

ASI, penimbangan yang teratur, pengobatan, dll.

b. Kebutuhan Emosi/Kasih Sayang (ASIH)

Pada tahun-tahun pertama kehidupan bahwa hubungan

yang erat, mesra, dan selaras antara ibu/pengganti ibu

dengan anak merupakan syarat mutlak untuk menjamin

tumbuh kembang yang selaras baik fisik, mental, maupun

psikososial.

c. Kebutuhan Akan Stimulasi Mental (ASAH)

Stimulasi mental merupakan cikal bakal dalam

proses belajar pada anak. Stimulasi mental dapat

mengembangkan perkembangan mental psikososial:

kecerdasan, keterampilan, kemandirian, kreativitas,

agama, kepribadian, moral, etika, dll.

2.5 Kerangka Konsep

Keterangan:

Ibu yangmemilikibalitapneumonia

Pengetahuan

Pengetahuan ibu:1.Baik 2.Cukup3.Kurang

Tingkatan

pengetahuan:1. Tahu

2. Mema

Ditel

iti

Peran ibu:1. Memenuhi

kebutuhanfisiologis danpsikis

2. Merawat danmengurus keluargadengan sabar,mesra, dankonsisten

3. Sebagai pendidikyang mampumengatur danmengendalikananak

Faktor-faktoryangmempengaruhipengetahuan:1. Faktor

Internal:a. Pendidikan

b. Minatc. Pengalaman

d. Usia2. Faktor

Ibu mampumerawatanaknyayangmenderita

3. Apl

ikasi

4. Ana

lisis

Pneumonia padabalita:1. Pengertian

pneumonia2. Penyebab

pneumonia3. Faktor

risikoterjadinyapneumonia

4. Klasifikasipneumonia

5. Manifestasiklinispneumonia

6. Penatalaksanaan

61

Tidak

DitelitiGambar 2.2 Kerangka Konsep Pengetahuan Ibu tentang Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Kesehatan Kecamatan

Sananwetan Kota Blitar