strategi penghidupan rumahtangga ibu tunggal di kelurahan ...

157
STRATEGI PENGHIDUPAN RUMAHTANGGA IBU TUNGGAL DI KELURAHAN SERUA KOTA DEPOK JAWA BARAT DALAM PERSPEKTIF GENDER Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos) Oleh: MAULIDIA FALA NIM: 1112111000057 PROGRAM STUDI SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M

Transcript of strategi penghidupan rumahtangga ibu tunggal di kelurahan ...

STRATEGI PENGHIDUPAN RUMAHTANGGA

IBU TUNGGAL DI KELURAHAN SERUA

KOTA DEPOK JAWA BARAT

DALAM PERSPEKTIF GENDER

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)

Oleh:

MAULIDIA FALA

NIM: 1112111000057

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2017 M

i

ABSTRAKSI

Penelitian ini mengkaji tentang strategi penghidupan rumahtangga ibu

tunggal yang berada di Kelurahan Serua Kota Depok Jawa Barat dalam perspektif

gender. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang strategi penghidupan

rumahtangga ibu tunggal di Kelurahan Serua Kota Depok Jawa Barat dalam

perspektif gender. Subjek informan berjumlah sepuluh orang. Penelitian ini

menggunakan metode kualitatif. Data diperoleh melalui wawancara dan observasi.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori penghidupan

rumahtangga dari Ben White dan perspektif gender dari Mansour Fakih. Teori

penghidupan rumahtangga dipilih karena mampu menjelaskan tentang perbedaan

kategorisasi strategi penghidupan rumahtangga dilihat dari adanya perbedaan

kepabilitas, aset, dan kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing ibu tunggal.

Sementara perspektif gender dipilih karena dari sebagian informan dalam

penelitian ini pernah mengalami ketidakadilan gender dalam mencari nafkah yang

mengakibatkan adanya perubahan strategi dalam penghidupan rumahtangganya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh informan memiliki kapabilitas,

aset, dan kegiatan yang berbeda yang kemudian disimpulkan ke dalam tiga

kategori penghidupan rumahtangga: (1) Strategi bertahan hidup. Kapabilitas:

sering meminjam uang dan mengandalkan pemberian dari orang lain, penghasilan

digunakan untuk kebutuhan primer, tidak ada ketidakadilan gender. Aset: berasal

dari warisan keluarga atau suami, tidak ada ketidakadilan gender. Kegiatan:

bertahan dengan pekerjaan yang sama seperti sebelum kepergian suami, jarang

berinteraksi dengan masyarakat, ada ketidakadilan gender berupa subordinasi; (2)

Strategi konsolidasi. Kapabilitas: jarang meminjam uang kepada orang lain,

penghasilan digunakan untuk memenuhi kebutuhan primer dan sekunder,

memiliki penghasilan tambahan, ada ketidakadilan gender berupa kekerasan

seksual, kekerasan psikologi, dan subordinasi. Aset: berasal dari warisan keluarga

atau suami dan berasal dari penghasilan sendiri, tidak ada ketidakadilan gender.

Kegiatan: memiliki tabungan, aktif dalam kegiatan di masyarakat, ada

ketidakadilan gender berupa kekerasan ekonomi; (3) Strategi akumulasi.

Kapabilitas: tidak pernah meminjam uang kepada orang lain, penghasilan

digunakan untuk memenuhi kebutuhan primer, sekunder, dan membayar upah

pegawai, mampu memanfaatkan kemajuan teknologi untuk mengembangkan

usahanya, ada ketidakadilan gender berupa subordinasi. Aset: berasal dari warisan

keluarga atau suami dan berasal dari penghasilan sendiri, tidak ada ketidakadilan

gender. Kegiatan: memilih pekerjaan yang berbeda pasca berpisah dengan suami,

aktif dalam kegiatan di masyarakat, ada ketidakadilan gender berupa subordinasi.

Kata Kunci: Ibu Tunggal, Peghidupan Rumahtangga, Ketidakadilan Gender

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat, Hidayah,

dan Ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Tidak lupa

penulis sampaikan shalawat serta salam kepada baginda Nabi besar Muhammad

SAW beserta para keluarga dan sahabatnya. Skripsi yang berjudul “STRATEGI

PENGHIDUPAN RUMAHTANGGA IBU TUNGGAL DI KELURAHAN

SERUA KOTA DEPOK JAWA BARAT DALAM PERSPEKTIF GENDER”

ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sosial dalam

bidang ilmu sosiologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas

dari bantuan berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu

dengan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yaitu Bapak Prof. Dr.

Zulkifli, MA.

2. Pembimbing akademik program studi sosiologi yaitu Ibu Dr. Cucu

Nurhayati, M.Si

3. Dosen pembimbing skripsi yaitu Ibu Dra. Ida Rosyidah, MA yang telah

banyak mencurahkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membimbing

dan memotivasi penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Seluruh dosen Program Studi Sosiologi yang telah memberikan ilmu

selama tujuh semester perkuliahan.

5. Orang tua penulis yaitu Drs. Kora Fadian dan Ir. Farida Susanti; adik

penulis yaitu Mutiara Kalam dan Afda Alif Muhammad; serta mbah uti

yaitu Hj. Manas Soeprapti yang senantiasa mendoakan serta mendukung

secara moril dan materil.

iii

6. Ahmad Irfan Nur Ramadhan yang telah banyak berkontribusi serta

memberikan motivasi kepada penulis supaya cepat menyelesaikan

penulisan skripsi ini.

7. Sahabatku yaitu Anis Musyarifah, Yossi Nurvitasari, Ratu Wardhatul

Ashriyah, dan Ayu Rizqita Putri yang telah berbagi suka duka dan

bertukar pikiran selama masa perkuliahan.

8. Rekan seperjuangan di kelas Sosiologi B angkatan 2012.

9. Staff Kelurahan Serua, staff Kecamatan Bojongsari, dan seluruh ibu

tunggal di Kelurahan Serua yang menjadi informan dalam penelitian ini

yang telah memberikan waktu dan data informasi yang penulis butuhkan.

Semoga bimbingan, dukungan, doa, dan materil yang telah kalian berikan

kepada penulis dapat menjadi pahala kebaikan dan selalu diberkahi oleh limpahan

nikmat iman dan nikmat Islam dari Allah SWT. Semoga penulisan skripsi ini

dapat bermanfaat bagi masyarakat yang membutuhkan.

Depok, 3 Maret 2017

iv

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ........................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL ................................................................................................ vi

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah ........................................................................................ 1

B. Pertanyaan Penelitian ...................................................................................... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................................... 7

D. Tinjauan Pustaka ............................................................................................ 8

E. Kerangka Teori ............................................................................................. 12

F. Definisi Konsep ............................................................................................. 18

G. Metode Penelitian ......................................................................................... 18

H. Sistematika Penulisan ................................................................................... 26

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Kondisi Demografis ...................................................................................... 28

B. Kondisi Pendidikan, Ekonomi, dan Agama .................................................. 30

C. Status Perkawinan ......................................................................................... 40

BAB III TEMUAN DAN ANALISA DATA

A. Strategi Penghidupan Rumahtangga Ibu Tunggal ........................................ 42

1. Strategi Bertahan Hidup (Survival Strategy) ............................................... 43

a) Ibu Tunggal BA ......................................................................................... 43

b) Ibu Tunggal US ......................................................................................... 48

c) Ibu Tunggal IS ........................................................................................... 50

v

d) Ibu Tunggal NR ......................................................................................... 55

e) Ibu Tunggal SW ......................................................................................... 58

2. Strategi Konsolidasi (Consolidation Strategy) ............................................ 61

a) Ibu Tunggal EM ......................................................................................... 61

b) Ibu Tunggal NN ......................................................................................... 66

c) Ibu Tunggal RN ......................................................................................... 70

3. Strategi Akumulasi (Accumulation Strategy) .............................................. 74

a) Ibu Tunggal GN ......................................................................................... 74

b) Ibu Tunggal YN ......................................................................................... 79

B. Ketidakadilan Gender Pada Strategi Penghidupan Rumahtangga Ibu Tunggal

..................................................................................................................... 83

a) Strategi Bertahan Hidup (Survival Strategy) ............................................. 83

b) Strategi Konsolidasi (Consolidation Strategy) .......................................... 85

c) Strategi Akumulasi (Accumulation Strategy) ............................................ 86

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................... 88

B. Saran ............................................................................................................. 91

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................93

LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................ viii

vi

DAFTAR TABEL

Tabel I.G.1 Profil Informan .................................................................................. 24

Tabel II.A.1 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin .... 28

Tabel II.B.1 Jumlah Bangunan Sekolah Berdasarkan Status Sekolah .................. 31

Tabel II.B.2 Nama-Nama Sekolah Di Kelurahan Serua Tahun 2016 .................. 32

Tabel II.B.3 Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan Terakhir ............................. 34

Tabel II.B.4 Jumlah Penduduk Menurut Klasifikasi Pekerjaan ........................... 37

Tabel II.B.5 Jumlah Penduduk Menurut Agama ................................................. 39

Tabel II.C.1 Jumlah Penduduk Menurut Status Perkawinan ............................... 40

Tabel III.A.1 Matriks Informan BA ..................................................................... 43

Tabel III.A.2 Matriks Informan US ..................................................................... 48

Tabel III.A.3 Matriks Informan IS ....................................................................... 51

Tabel III.A.4 Matriks Informan NR ..................................................................... 55

Tabel III.A.5 Matriks Informan SW .................................................................... 58

Tabel III.B.1 Matriks Informan EM .................................................................... 62

Tabel III.B.2 Matriks Informan NN .................................................................... 66

Tabel III.B.3 Matriks Informan RN ..................................................................... 70

Tabel III.C.1 Matriks Informan GN ..................................................................... 75

Tabel III.C.2 Matriks Informan YN ..................................................................... 79

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Observasi ......................................................................................... viii

Lampiran 2. Matriks Wawancara ........................................................................ xvii

Lampiran 3. Dokumentasi ..................................................................................... Ivi

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Memiliki sebuah keluarga merupakan hak mutlak yang dimiliki oleh seluruh

manusia. Pasalnya setiap individu yang terlahir ke dunia ini pasti berasal dari

sebuah keluarga. Keluarga menurut Goode (1985) yaitu “keluarga inti terdiri dari

suami, istri, dan anak-anak mereka”. Sedangkan menurut UU Nomor 52 Tahun

2009 Pasal 1 Ayat 6 “keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri

dari suami istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu

dan anaknya”.

Walaupun keluarga merupakan sebuah unit terkecil dalam masyarakat,

namun keluarga memiliki pengaruh yang paling penting terhadap para

anggotanya. Melalui sebuah keluarga, seorang individu disosialisasikan mengenai

peraturan dan norma yang berlaku di masyarakat. Hal tersebut dimaksudkan agar

individu tersebut memiliki perilaku yang baik serta dapat mentaati norma-norma

yang berlaku di masyarakat. Proses sosialisasi tersebut biasanya dilakukan oleh

orang-orang dewasa yang ada di dalam keluarga, dan dalam hal ini yang

dimaksudkan dengan orang-orang dewasa yaitu ayah dan ibu selaku orang tua.

Sebagai orang tua, kewajibannya bukan hanya sebatas mensosialisasikan

mengenai peraturan dan norma yang berlaku di masyarakan saja, tetapi juga

memiliki kewajiban lainnya yang sudah seharusnya dilakukan. Kewajiban

tersebut berkaitan dengan fungsi-fungsi keluarga. Sebagaimana yang disebutkan

2

oleh Narwoko dan Suyanto (2004:234) dalam bukunya yang berjudul

SOSIOLOGI Teks Pengantar & Terapan, yang tergolong dalam fungsi-fungsi

keluarga yaitu: Fungsi Pengaturan Keturunan, Fungsi Sosialisasi atau Pendidikan,

Fungsi Ekonomi atau Unit Produksi, Fungsi Pelindung, Fungsi Penentuan Status,

Fungsi Pemeliharaan, dan Fungsi Afeksi.

Dalam hal ini, supaya seluruh fungsi keluarga mampu berjalan dengan

harmonis maka dibutuhkan kerjasama yang baik antara suami dan istri. Sebagai

kepala rumah tangga sudah sepatutnya seorang suami memegang kendali penuh

terhadap keluarganya seperti penentu dalam pengambilan keputusan, mencari

nafkah, serta melindungi keluarganya dari gangguan yang berasal dari luar.

Sementara seorang istri memiliki kewajiban dalam urusan domestik rumah tangga

seperti mendidik dan mengasuh anak serta mengelola perekonomian keluarga.

Namun kondisi tersebut akan berubah apabila sebuah keluarga ditinggalkan

oleh sosok kepala keluarga. Seorang istri yang sebelumnya hanya mengurus

domestik rumahtangga namun setelah kepergian suami maka dirinya juga harus

bekerja di sektor publik untuk mencari nafkah. Hal tersebut pada akhirnya

mengakibatkan beban yang ditanggung oleh istri menjadi berlipat ganda. Dengan

kepergian sosok suami maka istri dituntut untuk mengeluarkan seluruh

kemampuan yang ada dalam dirinya untuk terus mengembangkan potensi baik itu

berupa tenaga maupun keterampilan yang ia miliki agar keluarganya dapat terus

bertahan hidup. Tentunya butuh waktu yang tidak sebentar agar dirinya mampu

beradaptasi dengan kenyataan tersebut. Pasalnya beban keluarga tidak mudah

untuk dijalani seorang diri terlebih lagi jika pernikahan tersebut telah dikaruniai

3

buah hati. Dalam hal ini status seorang istri telah berubah dan dapat disebut

sebagai orangtua tunggal atau ibu tunggal.

Ada beragam kasus yang terjadi di masyarakat yang menyebabkan istri

menjadi kepala keluarga, diantaranya adalah karena adanya perceraian,

perempuan tersebut merantau tanpa suami, atau perempuan ditinggal merantau

oleh suami (Munti, 1999:5). Selain itu menurut Balson (1993:165) dalam bukunya

yang berjudul Becoming a Better Parent yang telah diterjemahkan ke dalam

Bahasa Indonesia oleh M. Arifin menyebutkan bahwa penyebab istri menjadi

kepala rumah tangga yaitu orang tua angkat, orang tua yang tak kawin lagi, dan

orang tua yang berpisah tempat tinggal (belum bercerai). Sementara dalam UU

Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 38 Tentang Perkawinan menyebutkan “perkawinan

dapat putus karena: a) kematian, b) perceraian, c) atas keputusan pengadilan”.

Pernyataan berikutnya yaitu menurut Zulminarni dalam Jurnal Perempuan

(2012:51) menyebutkan bahwa perempuan menjadi kepala keluarga diakibatkan

oleh berbagai sebab seperti suami meninggal, berpoligami, merantau, atau

berhalangan tetap (sakit menahun, cacat dan tua), perempuan lajang dan atau

perempuan memiliki anak tanpa menikah.

Menurut data Susenas tahun 2014 yang dikeluarkan oleh BPS (dalam

www.pekka.or.id) menunjukkan bahwa 14,84% rumahtangga dikepalai oleh

perempuan. Data BPS tersebut juga menunjukkan bahwa sejak tahun 1985 terlihat

konsistensi kenaikan rumahtangga yang dikepalai oleh perempuan rata-rata 0.1%

setiap tahunnya. Survey SPKBK PEKKA perempuan yang menjadi kepala

4

keluarga berusia antara 18 – 65 tahun dengan tanggungan antara 1-6 orang

anggota keluarga.

Sumber lainnya yaitu data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

Kota Depok jumlah ibu tunggal se-Kota Depok sampai bulan Agustus tahun 2016

terbilang besar yaitu berjumlah 70.748 jiwa dengan rincian ibu tunggal

diakibatkan oleh cerai hidup berjumlah 11.113 jiwa dan diakibatkan oleh cerai

mati berjumlah 59.635 jiwa. Sedangkan di Kelurahan Serua tempat penulis

melakukan penelitian jumlah perempuan yang menjadi ibu tunggal berjumlah 343

jiwa dengan rincian cerai hidup berjumlah 63 jiwa dan cerai mati berjumlah 280

jiwa.

Adapun data yang tercatat dalam laporan DISDUKCAPIL Kota Depok

bulan Agustus tahun 2016 mengenai jenis pekerjaan mayoritas perempuan yang

berada di Kelurahan Serua bekerja sebagai ibu rumahtangga yaitu berjumlah

4.072 jiwa. Sedangkan perempuan yang bekerja di sektor publik seperti karyawan

berjumlah 1.156 jiwa, PNS berjumlah 80 jiwa, dan buruh berjumlah 24 jiwa. Data

tersebut memang merupakan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh seluruh

perempuan yang ada di Kelurahan Serua dan tidak tertuju hanya kepada pekerjaan

yang dilakukan oleh ibu tunggal. Namun data tersebut kemudian menarik untuk

dikaji lebih mendalam mengenai strategi penghidupan rumahtangganya, sebab

pasti terdapat perbedaan dalam hal ekonomi dari perempuan yang hanya bekerja

di sektor domestik dengan perempuan yang bekerja di sektor publik.

5

Sebagai kepala keluarga tentu perlu adanya perhatian khusus dari

masyarakat atau lembaga untuk melindungi keselamatan ibu tunggal dalam

bekerja khususnya dalam hal kekerasan. Dengan ketiadaan suami tentu ancaman

kekerasan bisa dialami oleh ibu tunggal kapan pun dari orang-orang yang tidak

bertanggung jawab. Menurut UU PKDRT No 24 tahun 2003 (dalam Hermawati,

2013:28) kekerasan didefinisikan sebagai pelecehan seksual, pemerkosaan,

termasuk pemerkosaan dalam perkawinan, intimidasi, sikap negatif terhadap

pelacur perempuan dan sebaliknya bersikap netral kepada konsumen pelacuran

yang notabenenya adalah laki-laki.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Lembar Fakta Catatan Tahunan

(CATAHU) oleh Komnas Perempuan sampai bulan Maret tahun 2017

menyebutkan bahwa kekerasan yang terjadi di ranah komunitas mencapai angka

3.092 kasus, di mana kekerasan seksual menempati peringkat pertama yaitu

sebesar 2.290 kasus, diikuti kekerasan fisik sebesar 490 kasus dan kekerasan

lainnya yaitu kekerasan psikis sebesar 83 kasus, buruh migran sebesar 90 kasus

dan trafiking sebesar 139 kasus. Jenis kekerasan seksual terbesar yang terjadi di

ranah komunitas adalah perkosaan sebesar 1.036 kasus dan pencabulan sebesar

838 kasus. Adapun definisi ranah komunitas yang disebutkan dalam CATAHU

yaitu jika pelaku dan korban tidak memiliki hubungan kekerabatan, darah ataupun

perkawinan. Bisa jadi pelakunya adalah majikan, tetangga, guru, teman sekerja,

tokoh masyarakat, ataupun orang yang tidak dikenal.

Selain kekerasan, besar kemungkinan ibu tunggal juga mengalami

ketidakadilan gender di lingkungan tempat ia bekerja. Seperti yang tertulis dalam

6

Bulletin berjudul Perempuan Bergerak (2004:3) yang menyebutkan bahwa banyak

sekali perempuan yang bekerja sebagai buruh pabrik yang belum mendapatkan

hak-haknya seperti cuti haid, cuti melahirkan, fasilitas bekerja di malam hari,

jaminan keselamatan dan keamanan, penyediaan pojok ASI, gaji dan tunjangan,

dan perlakuan lainnya. Bahkan tidak jarang perusahaan memecat buruh

perempuannya jika mereka diketahui dalam keadaan hamil dengan alasan tidak

ingin menanggung biaya persalinan serta perempuan hamil dianggap tidak

produktif bagi pabrik atau perusahaan. Selain itu buruh perempuan juga

mendapatkan upah yang lebih rendah dibandingkan dengan upah yang diterima

oleh buruh laki-laki. Perbedaan upah yang diterima oleh buruh perempuan yaitu

sebesar 17-22%.

Berdasarkan pernyataan masalah dan data yang telah diuraikan di atas

mengenai banyaknya jumlah ibu tunggal yang menjadi kepala keluarga serta

ketidakadilan gender yang dialami oleh perempuan dalam bekerja, maka dengan

demikian penelitian ini diberi judul STRATEGI PENGHIDUPAN

RUMAHTANGGA IBU TUNGGAL DI KELURAHAN SERUA KOTA

DEPOK JAWA BARAT DALAM PERSPEKTIF GENDER.

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan pernyataan masalah yang telah diuraikan di atas maka

pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana strategi penghidupan rumahtangga ibu

tunggal di Kelurahan Serua Kota Depok Jawa Barat yang dilihat dari perspektif

gender?

7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Untuk menjelaskan tentang strategi penghidupan rumahtangga ibu

tunggal di Kelurahan Serua Kota Depok Jawa Barat dalam perspektif

gender.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi penelitian

sosial berikutnya serta dapat berkontribusi bagi perkembangan ilmu

sosiologi khususnya dalam mata kuliah Sosiologi Keluarga dan Sosiologi

Gender.

b. Manfaat Praktis

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan kepada

masyarakat tentang strategi penghidupan rumahtangga ibu tunggal

serta menjelaskan tentang ketidakadilan gender yang dialami oleh

ibu tunggal dalam bekerja.

2) Diharapkan mampu memberikan informasi kepada lembaga terkait

yang bertanggung jawab dalam mensejahterakan ibu tunggal seperti

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan

Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Depok mengenai

8

kehidupan ibu tunggal yang masih memerlukan perhatian terutama

dalam hal ekonomi.

D. Tinjauan Pustaka

Dalam melakukan sebuah penelitian dibutuhkan beberapa penelitian

sebelumnya yang relevan sebagai alat pembanding dengan penelitian yang akan

ditulis. Berikut ini adalah beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan

sebelumnya mengenai strategi penghidupan rumahtangga ibu tunggal.

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Zahrotul Layliyah (2013) dalam

Jurnal UIN Surabaya, yang berjudul Perjuangan Hidup Single Parent. Metode

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif dengan

pendekatan deskriptif. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana

perjuangan single parent dalam menghidupi keluarga dan kendala apa yang

dihadapi single parent dalam perjuangan menghidupi keluarga serta bagaimana

solusi dalam menghadapi kendala tersebut. Teori yang digunakan dalam

penelitian ini adalah teori Tindakan Sosial Max Weber dan teori Pilihan Rasional

James S. Coleman. Hasil dari penelitian ini adalah (1) perjuangan yang dilakukan

single parent adalah bekerja, membuka usaha sampingan, mendidik dan

membesarkan anak, berdoa dan berusaha. (2) Kendala yang dihadapi single parent

adalah anak nakal tidak nurut sama orang tua, status janda yang menjadi

hambatan, masalah ekonomi. (3) Solusi dari kendala tersebut adalah bekerja lebih

keras lagi, mengatur keuangan dengan baik, berdoa kepada Allah dan

melaksanakan sholat.

9

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Afina Septi Rahayu, Siany Indria

Liestyasari dan Nurhadi (2015) dalam Jurnal FKIP Universitas Sebelas Maret

Surakarta, yang berjudul Strategi Adaptasi Menjadi Single Mother. Metode

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif kualitatif.

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui (1) makna perempuan dalam

kehidupan menjadi seorang single mother di masyarakat Desa Cepokosawit, (2)

penerapan strategi ekonomi yang dilakukan single mother sebagai orangtua

tunggal dalam mempertahankan kelangsungan hidup keluarganya di Desa

Cepokosawit. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori

Fungsionalisme Struktural Talcott Parsons. Hasil penelitian ini adalah (1)

pemaknaan single mother di Desa Cepokosawit adalah sebagai wanita tangguh

yang mempunyai daya juang hidup tinggi. Bentuk ketangguhan dan perjuangan

hidup yang tinggi tersebut terlihat dari bagaimana single mother dalam menangani

ranah domestik yaitu mengurus rumah dan mendidik anak seorang diri serta

dalam ranah publik menjadi pejuang keras sebagai tulang punggung

keluarga. (2) strategi adaptasi ekonomi pada keluarga single mother nampak pada

bagaimana mereka menyelaraskan antara jumlah pendapatan dengan kebutuhan

hidup keluarga setiap harinya. Bentuk perencanaan ekonomi juga terlihat dari

cara single mother menabung, menyisihkan sebagaian pendapatannya sedikit demi

sedikit yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anaknya dan

digunakan untuk kebutuhan yang mendesak. Sebagian single mother yang tidak

bisa menabung dan kekurangan biaya pendidikan anaknya akan meminta bantuan

kepada kerabat yang lebih mampu.

10

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh St. Fatimah Tola dan Nurdin (2016)

dalam Jurnal FKIP Universitas Muhammadiyah Makassar, yang berjudul Strategi

Pemenuhan Kebutuhan Hidup Single Parent. Metode penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif. Tujuan penelitian ini yaitu untuk

mengetahui strategi single parent dalam memenuhi kebutuhan hidup. Teori yang

digunakan dalam penelitian ini adalah teori Struktural Fungsional. Hasil dari

penelitian ini menunjukkan bahwa strategi yang digunakan oleh single parent

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yaitu dengan bekerja sampingan seperti

menjual pisang, bawang, cabe, membangun kios penjualan dan meminjam kepada

tetangga.

Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Dewi Ayu Hidayati (2013) dalam

Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan Universitas Lampung, yang

berjudul Strategi Kelangsungan Hidup Perempuan Dalam Memenuhi Kebutuhan

Hidup Keluarga dan Jaminan Sosial Bagi Rumah Tangga Miskin. Metode

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif kualitatif.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi yang digunakan oleh

perempuan dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dan bagaimana peran

pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga miskin. Hasil dari

penelitian ini yaitu (1) upaya yang dilakukan oleh perempuan dalam memenuhi

kebutuhan mereka bekerja keras, menekan biaya sebanyak mungkin, membeli

kebutuhan yang paling dasar, dan melakukan kegiatan yang menghasilkan

beberapa pendapatan untuk membantu perekonomian keluarga; (2) peran yang

dilakukan oleh pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga miskin

11

yaitu dengan cara memberikan jaminan sosial seperti BLT, Jamkesmas,

Jamkesda, Raskin, dan BOS.

Kelima, penelitian yang dilakukan oleh Naranda Anggraeni Nova Ayu

Sutopo dan Oksiana Jatiningsih (2015) dalam Jurnal UNESA Surabaya, yang

berjudul Strategi Bertahan Hidup Dari Ibu Tunggal Pedagang Kelas Menengah

di Surabaya. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kualitatif

studi kasus. Penelitian ini bertujuan untuk memahami strategi bertahan hidup ibu

tunggal pedagang kelas menengah di Surabaya. Teori yang digunakan dalam

penelitian ini adalah teori Pilihan Rasional dari James S. Coleman dan Strategi

Adaptasi dari Bannet. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk strategi

bertahan hidup ibu tunggal pedagang kelas menengah (1) menjadi pribadi terbaik

menurut dirinya sendiri, (2) menjaga kedekatan dengan anak, (3) memberikan

pengasuhan dan pendidikan terbaik untuk anak, (4) pemanfaatan jaringan sosial

(meminta bantuan atau pertolongan kepada orang tua sanak saudara, tetangga, dan

sahabat), (5) bersyukur dengan keadaan ekonomi saat ini.

Berdasarkan lima penelitian sebelumnya yang telah dijelaskan di atas,

terdapat beberapa persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Persamaannya

terletak pada metode penelitian yang digunakan sama-sama menggunakan metode

penelitian deskriptif kualitatif. Adapun perbedaan yang dilakukan oleh penelitian

sebelumnya dengan penelitian ini yaitu terletak pada subjek penelitian dimana

pada penelitian sebelumnya hanya menggunakan ibu tunggal akibat cerai hidup

dan cerai mati, sementara dalam penelitian ini selain ibu tunggal akibat cerai

hidup dan cerai mati juga menggunakan ibu tunggal yang diakibatkan oleh

12

ketiadaan legalitas perceraian yang jelas. Kemudian lokasi penelitian di mana dari

ke lima penelitian di atas tidak ada yang melakukan penelitian di Kelurahan Serua

Kota Depok Jawa Barat. Perbedaan selanjutnya terletak pada teori yang

digunakan. Pada lima penelitian sebelumnya masing-masing menggunakan teori

Tindakan Sosial, teori Pilihan Rasional, teori Fungsionalisme Struktural, dan

Strategi Adaptasi. Sedangkan penelitian ini menggunakan teori Strategi

Penghidupan Rumahtangga dari Ben White serta teori Ketidakadilan Gender dari

Mansour Fakih.

E. Kerangka Teori

Terdapat beberapa teori yang penulis anggap relevan untuk mengkaji

permasalahan yang ada dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1. Strategi Penghidupan Rumahtangga Menurut Ben White

Dalam bukunya yang berjudul Strategi Penghidupan Di Masa Krisis, White

dalam Baiquni (2007:219) menyebutkan penghidupan (livehood) didefinisikan

sebagai kemampuan, aset dan kegiatan yang diperlukan untuk menjalani

kehidupan. Istilah ini mencakup pengertian yang lebih luas daripada sekedar

pendapatan atau kesempatan kerja, karena meliputi hubungan yang kompleks

antara kemampuan, aset, kegiatan ekonomis dan dinamika masyarakat. Dinamika

masyarakat berkaitan dengan sumberdaya yang dimiliki dan kondisi lingkungan

menghadirkan kombinasi hubungan antar komponen dan keragaman pilihan

strategi penghidupan. Menurut White dalam Baiquni (2007:219-220) terdapat tiga

aspek dalam strategi penghidupan rumahtangga, yakni:

13

1) Kapabilitas. Kapabilitas menyangkut kemampuan atau kecakapan

mendayagunakan sumberdaya misalnya penggunaan tenaga kerja dan modal serta

teknologi. Di samping itu juga berkaitan dengan kemampuan mensinergikan

penggunaan sumberdaya lokal dan eksternal yang dipadukan untuk mendukung

penghidupannya. Kapabilitas bukanlah bakat bawaan atau pewaris tetapi

kemampuan yang dipupuk dan dikondisikan melalui serangkaian pelatihan dan

ujian kehidupan. Kapabilitas yang didukung kepemilikan dan penguasaan aset

mampu memenuhi kebutuhan pokok (basic needs) dan memungkinkan

peningkatan kesejahteraan (welfare improvements).

2) Aset. Aset terkait dengan akses dan penguasaan atas sumberdaya. Aset

bisa berupa suatu yang tampak (tangible assets) seperti lahan, mesin, dan

peralatan produksi. Aset juga berarti akses terhadap jaringan atau hubungan dalam

bidang produksi maupun pemasaran. Aset yang tak tampak (intangible assets)

seperti pengetahuan, keterampilan, dan status sosial yang juga bernilai penting.

3) Aktifitas atau kegiatan. Kegiatan merupakan usaha untuk mengubah diri

dari kondisi yang rentan (vulnerable) atau dalam situasi tekanan bahkan

guncangan. Kegiatan itu tercermin dari usaha mendayagunakan aset dengan

kemampuan yang dimiliki.

Dalam menjalani kehidupannya, masyarakat yang menentukan sendiri

strategi apa yang akan dipilih. Hal tersebut didasarkan pada aset apa yang dimiliki

serta keadaan yang dibentuk oleh struktur dan proses yang bekerja. Maka

14

kemudian White dalam Baiquni (2007:221-223) mengelompokkan tiga tipologi

strategi penghidupan rumahtangga, yaitu:

a) Strategi Bertahan Hidup (Survival Strategy)

Rumahtangga dengan strategy survival pada umumnya dicirikan sebagai

rumahtangga yang miskin atau marjinal serta kepemilikan aset sumberdaya yang

serba terbatas, baik itu berupa lahan sempit, modal terbatas, dan keterampilan

yang terbatas pula. Pekerjaan dan statusnya relatif rendah sehingga pendapatan

yang diperoleh hanya dapat mencukupi kebutuhan pokok dan berjangka pendek.

Pola pengeluarannya didominasi oleh pemenuhan kebutuhan pokok pangan.

Rumahtangga survival memiliki rumah yang sederhana dan kecil. Di antara

mereka ada yang memiliki sedikit lahan pertanian namun mayoritas bekerja

sebagai buruh yang menjual jasa tenaganya untuk bekerja.

b) Strategi Konsolidasi (Consolidation Strategy)

Rumahtangga dengan consolidation strategy pada umumnya memiliki

aset lahan dan modal yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Status

sosialnya dan pendapatannya pun lebih tinggi dibandingkan dengan rumahtangga

survival. Terkadang rumahtangga ini juga memiliki kegiatan pertanian dan non

pertanian sehingga memiliki pendapatan tambahan secara berkala atau pada

musim tertentu. Kebutuhan sehari-hari, sekunder, bahkan tersier dapat terpenuhi.

Rumahtangga konsolidasi pada umumnya memiliki sepeda motor, peralatan

rumahtangga yang lengkap termasuk radio dan televisi berwarna. Rumahtangga

15

ini juga mampu mengembangkan diri dengan memanfaatkan sumberdaya yang

dimiliki dengan tujuan jangka menengah dan panjang.

c) Strategi Akumulasi (Accumulation Strategy)

Rumahtangga ini memiliki kapasitas, aset dan pemenuhan kebutuhan

yang lebih tinggi dibandingkan kedua kategori sebelumnya. Mereka mampu

memupuk modal dan meningkatkan kesejahteraannya. Kegiatan produktif

ditujukan untuk jangka panjang guna memperluas akses sumberdaya. Bila

melakukan investasi didasarkan pada akumulasi modal dan sebagai diversifikasi

usaha dalam jangka panjang. Diversifikasi dimaksudkan untuk memperluas

pengaruh usahanya pada berbagai produk dan segmen pasar yang memperkuat

posisi akumulasinya. Rumahtangga akumulasi memiliki kontrol atas sumberdaya

lahan dan modal yang luas, responsive terhadap perubahan dari luar baik yang

sifatnya peluang maupun ancaman, berani mengambil resiko dan tanggap atas

segala peluang yang mungkin didapat.

2. Perspektif Gender Menurut Mansour Fakih

Pada dasarnya seks dan gender memiliki makna yang berbeda. Menurut

Barbara Reskin dan Irene Padavic (dalam Hermawati, 2013:12) menjelaskan

bahwa seks merupakan pembedaan dua jenis kelamin secara biologis. Perbedaan

tergantung pada kromosom dan diekspresikan dalam alat kelamin, alat-alat

reproduktif internal, dan hormon. Sementara Nicholas Abercrombie, Stephen Hill

dan Bryan S. Turner dalam Dictionary of Sociology (dalam Hermawati, 2013:13)

menyebutkan bahwa gender adalah kehidupan seseorang yang secara kultural dan

16

sosial dikonstruksikan oleh masyarakatnya. Penjelasan berikutnya dikemukakan

oleh Helen Tierney dalam Women’s Studies Encyclopedia yang dikutip oleh

Hermawati (2013:13) menerangkan bahwa gender adalah konsep kultural yang

membuat pembedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal peran, perilaku,

mentalitas, dan karakteristik emosional yang berkembang di dalam masyarakat.

Perbedaan gender sebenarnya tidak menjadi masalah apabila tidak

berimplikasi pada kesenjangan, ketidaksetaraan, ketidakadilan, atau penindasan

baik kepada laki-laki maupun perempuan. Namun faktanya, pembedaan gender

justru menyebabkan kesenjangan dan ketidakadilan yang terjadi antara laki-laki

dan perempuan. Misalnya saja pembagian kerja secara seksual yang menjadi

sebuah indikasi atas ketidakadilan gender yang termanifestasi dalam

ketidaksetaraan hak-hak individu, proses relasi berakhir pada hubungan individu

yang tertindas dan yang menindas. Fakih dalam Hermawati (2013:25)

menyebutkan adanya beragam implikasi yang disebabkan oleh ketidakadilan

gender yang dikategorikan sebagai berikut:

1. Subordinasi, yaitu diskriminasi perempuan dalam kekuasaan dan

pengambilan keputusan. Diskriminasi ini menyebabkan perempuan dipandang

sebagai the second sex yang berada di bawah dominasi laki-laki. Perempuan juga

tidak memiliki posisi tawar (bargaining position) baik dalam keluarga, di tempat

kerja, maupun di masyarakat. Persepsi tersebut sejalan dengan teori nature yang

menyebutkan bahwa sudah menjadi “kodrat” wanita untuk menjadi lemah dan

karena itu bergantung pada laki-laki dalam banyak hal.

17

2. Marginalisasi, yaitu peminggiran perempuan dari akses ekonomi dan

pendidikan. Peminggiran akses pendidikan terhadap perempuan nantinya akan

berimplikasi pada pemiskinan perempuan di masa depan. Karena perempuan tidak

sekolah, maka mereka akan sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang layak

sehingga sulit pula untuk memperoleh pendapatan yang memadai untuk

memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya.

3. Beban ganda (double burden), yaitu beban pekerjaan yang diterima salah

satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya. Persepsi

gender selama ini cenderung diarahkan kepada perempuan. Bias gender dialami

perempuan karena tugas domestik menjadi tanggung jawabnya. Walaupun ada

peningkatan aktivitas perempuan di ranah publik, namun tidak diiringi oleh

pengurangan beban di ranah domestik. Sehingga sepulang dari kantor, perempuan

masih harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

4. Kekerasan, yaitu pelecehan seksual, pemerkosaan, termasuk pemerkosaan

dalam perkawinan, intimidasi, sikap negatif terhadap pelacur perempuan dan

sebaliknya bersikap netral terhadap konsumen pelacuran yang notabene laki-laki

(UU PDKDRT No 24 tahun 2003 dalam Hermawati (2013:28). Selain itu di

dalam UU KDRT terdapat beragam bentuk kekerasan seperti kekerasan fisik,

kekerasan psikologis, kekerasan ekonomi, dan kekerasan seksual. Bentuk

kekerasan fisik contohnya memukul, menendang, menampar, dan lain-lain.

Sementara kekerasan psikologis seperti membentak, menghardik, mengancam,

menyumpah, melecehkan, dan lain-lain. Kemudian kekerasan ekonomi berupa

mengambil barang korban tanpa persetujuan, menahan atau tidak memberikan

18

pemenuhan nafkah kepada korban, dan sebagainya. Lalu kekerasan seksual seperti

menyentuh, mencium, memaksa melakukan seks tanpa persetujuan (pemerkosaan)

dan sebagainya (Hermawati, 2013:28).

F. Definisi Konsep

Soehartono dalam Suhardyanto (2015:14) mengatakan bahwa di dalam ilmu

sosial terdapat konsep yang memiliki tingkat asbtraksi tinggi atau disebut sebagai

konstruk. Karena konsep yang demikian tidak segera dapat dilihat atau ditemukan

bendanya sehingga konstruk atau konsep yang memiliki tingkat abstraksi tinggi

tersebut perlu diberikan pembatasan pengertian atau disebut juga sebagai definisi

oprasional.

Adapun konsep yang perlu dibatasi pengertiannya yaitu ibu tunggal. Ibu

tunggal adalah seorang perempuan yang berjuang hidup seorang diri tanpa suami

karena adanya sebuah perpisahan akibat perceraian/kematian/tanpa legalitas

perceraian yang jelas dan telah dikaruniai satu atau beberapa orang anak.

G. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan pendekatan kualitatif dan dengan analisis deskriptif. Menurut

Sunarto (2004:238) penelitian kualitatif yaitu, “penelitian yang mengutamakan

segi kualitas data. Penelitian kualitatif hanya dapat dilakukan terhadap sejumlah

kecil subyek penelitian yang berada di wilayah yang terbatas.” Sedangkan analisis

deskriptif menurut Bungin (2013:48) yaitu, “memusatkan diri pada suatu unit

19

tertentu dari berbagai variabel yang memungkinkan studi ini dapat amat

mendalam dan memang kedalaman datalah yang menjadi pertimbangan dalam

penelitian”. Supaya mendapatkan data yang mendalam maka penulis

menggunakan beberapa teknik seperti observasi, wawancara, serta didukung oleh

berbagai dokumentasi yang sesuai dengan penelitian ini. Dengan demikian penulis

merasa bahwa pendekatan kualitatif dan dengan analisis deskriptif tepat

digunakan dalam penelitian ini guna mendapatkan data yang akurat.

2. Subjek Penelitian

Dalam menentukan subjek penelitian penulis menggunakan teknik

purposive atau dipilih berdasarkan adanya beberapa kriteria yang ditetapkan oleh

penulis. Secara metodologis, teknik ini disebut juga sebagai suatu proses

pengambilan sampel dengan menentukan terlebih dahulu sampel yang hendak

diambil, kemudian pemilihan sampel dilakukan dengan berdasarkan tujuan-tujuan

tertentu dan tidak menyimpang dari ciri-ciri yang telah ditetapkan (Sugiyono

dalam Susanti, 2015:118). Subjek penelitian dalam penelitian ini yaitu terdiri dari

10 informan yang didasarkan pada beberapa kriteria seperti: 1) ibu tunggal yang

diakibatkan oleh cerai mati/cerai hidup/tanpa legalitas perceraian yang jelas; 2)

telah menjadi ibu tunggal minimal 2 tahun; 3) ibu tunggal yang telah memiliki

anak.

Dalam temuan data di lapangan penulis banyak menemukan ibu tunggal

yang diakibatkan oleh ketiadaan legalitas perceraian yang jelas. Ibu tunggal

tersebut enggan mengurusi masalah perceraiannya ke Pengadilan Agama dengan

20

berbagai alasan seperti buku pernikahan yang telah dirusak oleh suami dengan

sengaja, biaya kepengurusan yang mahal, kepengurusan yang memakan waktu

cukup lama serta jarak tempuh dari rumah ibu tunggal ke Pengadilan Agama yang

terbilang jauh. Selain itu lamanya usia perempuan yang telah menjanda pun

beragam dan yang paling lama yaitu 13 tahun. Dalam hal kepemilikan anak

mayoritas ibu tunggal telah dianugerahi anak lebih dari 1 orang yang menjadi

tanggungannya saat ini.

3. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan mulai dari bulan Desember 2016 sampai Januari 2017.

Lokasi penelitian terletak di wilayah Kelurahan Serua Kota Depok Jawa Barat.

Lokasi tersebut dipilih karena berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas

Kependudukan dan Pencatatan Sipil (DISDUKCAPIL) Kota Depok sampai bulan

Agustus tahun 2016 jumlah ibu tunggal yang ada di Kelurahan Serua berjumlah

343 jiwa dan merupakan jumlah terendah dari Kelurahan lainnya (Bojongsari 344

jiwa, Bojongsari Baru 344 jiwa, Pondok Petir 688 jiwa, Curug 634 jiwa, Duren

Mekar 545 jiwa, dan Duren Seribu 415 jiwa). Sementara dalam hal pekerjaan

jumlah perempuan pekerja yang ada di Kelurahan Serua lebih tinggi dibandingkan

Kelurahan lainnya yaitu berjumlah 231 jiwa. Adapun jumlah perempuan pekerja

di Kelurahan lainnya yaitu Bojongsari 118 jiwa, Bojongsari Baru 84 jiwa, Pondok

Petir 216 jiwa, Curug 123 jiwa, Duren Mekar 207 jiwa, Duren Seribu 153 jiwa.

Walaupun jumlah perempuan pekerja yang tercantum dalam DISDUKCAPIL

Kota Depok Jawa Barat tidak terfokus hanya kepada ibu tunggal pekerja, tetapi

kemudian kedua data tersebut menjadi menarik bagi penulis karena dengan

21

tingginya jumlah perempuan pekerja di Kelurahan Serua maka penulis ingin

melihat apakah terdapat perbedaan strategi penghidupan rumahtangga antara ibu

tunggal pekerja dengan ibu tunggal tidak bekerja selain itu juga menarik untuk

melihat ketidakadilan gender yang terjadi pada ibu tunggal selama bekerja.

4. Jenis dan Metode Pengumpulan Data

a. Jenis Sumber Data

Jenis sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

primer dan data sekunder. Berikut adalah definisi mengenai data primer dan data

sekunder yang diungkapkan oleh Bungin (2013):

1. Data primer adalah data yang diambil dari sumber data primer atau

sumber pertama di lapangan. Sumber data primer dalam penelitian ini

yaitu ibu tunggal yang berada di Kelurahan Serua Kota Depok Jawa

Barat.

2. Data sekunder adalah sumber data kedua sesudah sumber data primer.

Sumber data sekunder diharapkan dapat berperan membantu

mengungkap data yang diharapkan. Sumber data sekunder dapat

membantu memberi keterangan, atau data pelengkap sebagai bahan

pembanding. Sumber data sekunder dalam penelitian ini meliputi anak,

keluarga, tetangga, dokumen, buku, jurnal, dan bulletin yang

berhubungan dengan strategi penghidupan rumahtangga ibu tunggal.

22

b. Metode Pengumpulan Data

Menurut Bungin (2013) pada setiap pembicaraan mengenai metodologi

penelitian persoalan metode pengumpulan data menjadi amat penting. Metode

pengumpulan data adalah bagian instrument pengumpulan data yang menentukan

berhasil atau tidak suatu penelitian. Adapun metode pengumpulan data yang

dilakukan oleh penulis yaitu:

1. Observasi

Menurut Bungin observasi langsung yaitu, “pengamatan yang dilakukan

secara langsung pada objek yang diobservasi, dalam arti bahwa pengamatan tidak

menggunakan “media-media transparan” (2013:143). Tujuan penulis melakukan

metode observasi yaitu, 1) untuk mengetahui kondisi fisik rumah ibu tunggal; dan

2) untuk mengetahui kegiatan yang dilakukan oleh ibu tunggal baik itu kegiatan

saat sedang bekerja, mengasuh anak, serta dalam bermasyarakat. Observasi

dilakukan serentak dari tanggal 5 Desember 2016 sampai 5 Januari 2017.

Selama proses observasi berlangsung penulis tidak mengalami kendala,

ibu tunggal menerima kehadiran penulis dengan tangan terbuka dan mau untuk

diwawancara saat itu juga walaupun saat ibu tunggal sedang bekerja. Penulis

memilih waktu penelitian disaat ibu tunggal sedang bekerja karena beberapa

alasan: 1) karena penulis ingin melihat kondisi tempat ibu tunggal dalam mencari

nafkah dan bagaimana interaksi antara ibu tunggal dengan pembeli; 2) karena

adanya permintaan dari ibu tunggal sebab waktu yang dimiliki oleh ibu tunggal

saat berada di rumah digunakan untuk membereskan rumah, mengurus anak, dan

23

menyiapkan jualan untuk esok hari; 3) karena ibu tunggal beralasan kalau

rumahnya sangat sempit sehingga tidak nyaman kalau penelitian dilakukan di

rumahnya. Walaupun ibu tunggal mau untuk diteliti, namun respon pertama yang

mereka katakan adalah “boleh sih diwawancara, tapi nanyanya jangan yang aneh-

aneh ya” dan ada pula yang memberikan respon seperti “boleh deh diwawancara,

tapi dibagi beras ya”.

2. Wawancara

Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang yang di mana

seseorang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu (Mulyana, 2013:180).

Wawancara terbagi menjadi dua macam yaitu wawancara tak terstruktur dan

wawancara terstruktur. Wawancara tak terstruktur sering juga disebut sebagai

wawancara mendalam, wawancara intensif, wawancara kualitatif, wawancara

terbuka, dan wawancara etnografis. Sedangkan wawancara terstruktur yaitu

wawancara baku yang pertanyaannya sudah ditetapkan sebelumnya dengan

pilihan-pilihan jawaban yang juga sudah disediakan (Mulyana, 2013:180).

Sehingga dalam hal ini penulis menggunakan metode wawancara tak terstruktur

dengan tujuan supaya penulis memperoleh informasi yang beragam dan

mendalam dari informan yang diteliti. Berikut profil informan dalam penelitian

ini:

24

Tabel I.G.1 Profil Informan

No Nama Status

Perkawinan

Usia (Tahun)

Pekerjaan Jml

Anak Saat

Menjanda

Saat

ini

1. BA Cerai Mati 37 50 Pemulung 4

2. US Cerai Mati 45 47 PRT 1

3. IS Cerai Mati 35 37 Pedagang Bubur 3

4. YN Cerai Mati 42 45 Tidak Bekerja 4

5. NN Cerai Mati 43 45 Pedagang Nasi Uduk 5

6. SW Cerai Mati 65 68 Pedagang Sayur 3

7. RN Cerai Hidup 25 27 Pegawai SPBU 2

8. GN Tanpa Legalitas

Perceraian 40 45 Penjahit 5

9. EM Tanpa Legalitas

Perceraian 37 40 Pedagang Warungan 1

10. NR Tanpa Legalitas

Perceraian 35 39

Pegawai UMKM

konveksi 2

Sumber: Hasil Pengolahan Data Dari Wawancara Mendalam Dengan Informan 2016

Selama proses wawancara penulis tidak hanya mewawancarai ibu tunggal

saja, penulis juga mewawancarai beberapa informan pendukung guna melengkapi

informasi yang dibutuhkan oleh penulis dalam penelitian ini. Informan pendukung

tersebut meliputi anak, keluarga, dan tetangga dari ibu tunggal.

Adapun kendala yang ditemui oleh penulis selama proses wawancara

yaitu pembicaraan dipotong dan sedikitnya waktu yang dimiliki oleh ibu tunggal

dalam proses wawancara. Permasalahan tersebut dijumpai saat penulis melakukan

wawancara dengan IS, EM, dan GN yang disebabkan oleh proses wawancara

dilakukan pada saat mereka sedang bekerja. Namun kendala tersebut sudah

diperkirakan oleh penulis sebelum wawancara berlangsung sehingga solusi yang

25

dilakukan oleh penulis yaitu dengan memberikan ruang kepada ibu tunggal saat

mereka harus bekerja.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan dalam

metodologi penelitian sosial. Menurut Bungin dokumen merupakan informasi

yang disimpan atau didokumentasikan. Selanjutnya Bungin (2007:125)

mengatakan bahwa detail bahan dokumentasi terbagi dalam beberapa macam

yaitu: autobiografi, surat-surat pribadi, kliping, dokumen pemerintah maupun

swasta, cerita rakyat, data di server dan flasdisk, data tersimpan di website, dan

lain-lain. Bentuk dokumentasi yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini

yaitu dokumen pemerintah, data tersimpan di website berupa jurnal, bulletin, dan

berita online, buku serta foto.

Dalam proses pencarian data di kantor Kelurahan Serua terdapat

beberapa kendala yang penulis temui seperti: 1) tidak tersedianya data jumlah

penduduk berdasarkan status perkawinan, 2) jumlah penduduk yang teregistrasi di

Kelurahan Serua berbeda dengan jumlah penduduk berdasarkan agama yang

dianut oleh penduduk di Kelurahan Serua. Sehingga solusi yang dilakukan oleh

penulis yaitu mencari data kependudukan di Kecamatan Bojongsari dan tidak

memasukkan data yang diperoleh dari Kelurahan Serua ke dalam penulisan skripsi

ini. Dengan demikian penulis berharap agar Pemerintah Kota Depok segera

memperbaiki kembali data kependudukan dari tingkat RT sampai tingkat Kota.

26

5. Teknik Analisa Data

Analisis data kualitatif bertumpu pada strategi deskriptif kualitatif maupun

verifikasi kualitatif (Bungin, 2013:280). Penggunaan strategi deskriptif kualitatif

dimulai dari analisis berbagai data yang telah didapatkan dari proses penelitian,

selanjutnya mengarah pada pembentukan kesimpulan kategoris atau ciri-ciri

umum tertentu.

Dalam hal ini penulis terlebih dahulu menelaah data yang diperoleh dari

berbagai sumber seperti observasi, wawancara, dokumen pemerintah, data

tersimpan di website, buku dan foto. Kemudian penulis membuat matriks untuk

mengklasifikasikan data temuan ke dalam beberapa kategorisasi guna

memudahkan penulis dalam proses analisis. Baru kemudian data tersebut

dianalisis dan dibuat kesimpulan dari hasil analisis data tersebut.

H. Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan

Berisi pernyataan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat

penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian, dan

sistematika penulisan.

BAB II Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Berisi gambaran umum Kelurahan Serua Kota Depok Jawa Barat yang

meliputi kondisi demografis, kondisi pendidikan, ekonomi, agama, dan

status perkawinan penduduk.

27

BAB III Temuan dan Analisa Data

Berisi mengenai uraian data temuan di lapangan dan mengaitkan data

tersebut dengan teori dan konsep untuk menjelaskan tentang strategi

penghidupan rumahtangga ibu tunggal dalam perspektif gender.

BAB IV Penutup

Berisi mengenai kesimpulan dan saran dari penelitian.

28

Tabel II.A.1 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis

Kelamin Di Kelurahan Serua Bulan Agustus Tahun 2016

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Kondisi Demografis

Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Depok

(DISDUKCAPIL) sampai akhir bulan Agustus tahun 2016 jumlah penduduk yang

berada di Kelurahan Serua berjumlah 19.981 jiwa yang tersebar di 12 Rukun

Warga (RW). Dari data tersebut jumlah penduduk di Kelurahan Serua didominasi

oleh penduduk dengan jenis kelamin laki-laki yaitu berjumlah 10.353 jiwa,

sedangkan penduduk dengan jenis kelamin perempuan berjumlah 9.628 jiwa. Hal

tersebut diakibatkan oleh tingginya angka kelahiran selama bulan Januari sampai

Agustus tahun 2016 didominasi oleh bayi dengan jenis kelamin laki-laki yaitu

berjumlah 84 jiwa, sedangkan bayi dengan jenis kelamin perempuan berjumlah 50

jiwa.

Secara rinci jumlah penduduk di Kelurahan Serua sampai akhir bulan

Agustus tahun 2016 dapat dilihat pada tabel berikut:

No Jenis

Kelamin 0-9 10-19 20-29 30-39 40-49 50-59 >60 Total

1. Laki-laki 1.854 1.818 1.465 2.111 1.708 879 518 10.353

2. Perempuan 1.715 1.585 1.478 2.185 1.469 673 523 9.628

Jumlah 3.569 3.403 2.943 4.296 3.177 1.552 1.041 19.981 Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Depok Bulan Agustus Tahun 2016

Dari tabel di atas penduduk di Kelurahan Serua yang tergolong dalam

kelompok usia anak-anak yaitu usia 0-9 tahun berjumlah 3.569 jiwa. Pada

29

kelompok usia tersebut, penduduk dengan dengan jenis kelamin laki-laki lebih

mendominasi yaitu berjumlah 1.854 jiwa sedangkan penduduk dengan jenis

kelamin perempuan berjumlah 1.715 jiwa. Seperti yang sudah dijelaskan pada

paragraph sebelumnya, hal tersebut diakibatkan oleh angka kelahiran di

Kelurahan Serua lebih didominasi oleh bayi yang berjenis kelamin laki-laki.

Selama bulan Januari sampai Agustus tahun 2016 jumlah kelahiran dengan jenis

kelamin laki-laki yaitu berjumlah 84 jiwa dan kelahiran dengan jenis kelamin

perempuan berjumlah 50 jiwa.

Selanjutnya yaitu penduduk yang tergolong dalam kelompok usia dewasa

yaitu usia 30-39 tahun berjumlah 4.296 jiwa. Dalam kelompok usia ini lebih

didominasi oleh penduduk dengan jenis kelamin perempuan yaitu 2.185 jiwa

sedangkan penduduk dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 2.111 jiwa. Itu bisa

saja terjadi akibat dari banyaknya penduduk laki-laki yang pindah keluar untuk

bekerja baik pindah yang masih berada di dalam kota maupun pindah ke luar kota.

Hal tersebut terjadi sebab pada usia tersebut merupakan usia yang tergolong

matang baik secara pola pikir maupun penghasilan. Selama periode bulan Januari

sampai Agustus 2016 data yang tercantum dalam laporan rekapitulasi

DISDUKCAPIL jumlah penduduk laki-laki yang pindah keluar berjumlah 18

jiwa, sedangkan jumlah penduduk perempuan yang pindah keluar berjumlah 17

jiwa.

Selanjutnya yang tergolong dalam usia lanjut yaitu >60 tahun berjumlah

1.041 jiwa dengan jumlah penduduk yang masih hidup pada usia tersebut

didominasi oleh penduduk dengan jenis kelamin perempuan yaitu berjumlah 523

30

jiwa, sedangkan penduduk dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 518 jiwa. Di

dalam data laporan DISDUKCAPIL Kota Depok sampai bulan Agustus tahun

2016 terlihat adanya selisih jumlah tersebut akibat adanya kematian yang terjadi

pada penduduk dengan jenis kelamin laki-laki yaitu berjumlah 5 jiwa. Sedangkan

pada penduduk dengan jenis kelamin perempuan tidak terlihat adanya jumlah

kematian.

B. Kondisi Pendidikan, Ekonomi, dan Agama

Di Kelurahan Serua terdapat beberapa bangunan sekolah baik itu yang

memiliki status negeri maupun swasta. Bangunan sekolah yang tersedia di

Kelurahan Serua terdiri dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-

Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah

Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Pondok

Pesantren (PONPES).

Namun mengenai data jumlah bangunan sekolah yang ada di Kelurahan

Serua, pihak Kelurahan Serua menyatakan bahwa data yang mereka miliki saat ini

merupakan data lama yaitu data tahun 2015 sedangkan saat ini yaitu tahun 2016

bangunan sekolah di Kelurahan Serua telah mengalami beberapa penambahan.

Sementara saat penulis mencari data di Kecamatan Bojongsari, pihak Kecamatan

Bojongsari pun mengatakan hal yang serupa yaitu tidak memiliki data mengenai

jumlah bangunan sekolah yang terbaru, data yang mereka miliki juga merupakan

data lama yaitu data tahun 2015.

31

Tabel II.B.1 Jumlah Bangunan Sekolah Berdasarkan Status Sekolah

Di Kelurahan Serua Tahun 2016

Karena berdasarkan penuturan pihak Kelurahan Serua bahwa adanya

beberapa penambahan jumlah bangunan sekolah tetapi mereka tidak memiliki

datanya, maka penulis berinisiatif untuk mengobservasi sendiri mengenai jumlah

bangunan sekolah yang ada di Kelurahan Serua. Berikut data jumlah bangunan

sekolah berdasarkan status sekolah di Kelurahan Serua:

No. Tingkat Pendidikan Status Sekolah

Jumlah Negeri Swasta

1. Pendidikan Anak Usia Dini 0 3 3

2. Taman Kanak-Kanak 0 6 6

3. Sekolah Dasar 3 2 5

4. Sekolah Menengah Pertama 0 3 3

5. Sekolah Menengah Atas 0 1 1

6. Sekolah Menengan Kejuruan 0 3 3

7. Pondok Pesantren 0 2 2

Total 3 20 23 Sumber: Hasil Observasi 29-30 September 2016

Tabel di atas merupakan hasil observasi yang dilakukan oleh penulis dari

tanggal 29 sampai 30 September 2016. Tabel di atas menunjukkan bahwa adanya

pengurangan jumlah bangunan sekolah pada jenjang SMP. Jika sebelumnya

bangunan SD yang berada di Kelurahan Serua berjumlah 5 bangunan, maka

jumlah bangunan SMP hanya berjumlah 3 bangunan. Berdasarkan hasil observasi

penulis hal tersebut diakibatkan oleh sudah banyaknya bangunan SMP yang

berdiri di wilayah Kelurahan Pondok Petir dan wilayah Kota Tangerang Selatan

yang merupakan wilayah berbatasan langsung dengan Kelurahan Serua seperti

SMPN 18 Depok yang berada di Kelurahan Pondok Petir dan SMPN 21

Tangerang Selatan yang berada di Kota Tangerang Selatan. Untuk lebih jelasnya

32

penulis akan memberikan rincian nama sekolah yang tersebar di Kelurahan Serua

berdasarkan hasil observasi penulis:

No. RW RT Nama Sekolah

1. 01 01 - MTs. Assa‟adatain

02 - TK Islam Nurul Falah

- SMPI Serua

- SMK Islamiyah Serua

03 - PAUD Islam Mustika

- TK Aksara Mulia

- TK Islam Mustika

2. 02 03 - TK Al-Husna

- TK AMEC-1

- SDIT AMEC-1

- SMPIT AMEC-1

3. 03 0

4. 04 03 - SMA Kharismawita

- SMK Kharismawita

- SMK Indonesia Global

06 - SD Negeri Serua 01

- SD Negeri Serua 02

5. 05 02 - MI Hidayatul Athfal Serua

03 - PONPES Al-Kamilah

04 - PAUD Al-Hidayah

- SD Negeri Serua 03

05 - TK Islam Terpadu

- PONPES Nurul Hidayah

6. 06 0

7. 07 0

8. 08 0

9. 09 02 - PAUD Bimba AIUEO

10. 10 0

11. 11 0

12. 12 0 Sumber: Hasil Observasi 29-30 September 2016

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh penulis seperti pada tabel

di atas menunjukkan bahwa persebaran bangunan sekolah di Kelurahan Serua

tidak merata. Dari 12 Rukun Warga (RW) yang ada di Kelurahan Serua hanya 5

Tabel II.B.2 Nama-Nama Sekolah Di Kelurahan Serua Tahun 2016

33

RW yang memiliki bangunan sekolah yaitu RW 01, 02, 04, 05, dan 09. Bangunan

sekolah tersebut lebih mendominasi di sekitar wilayah kantor Kelurahan Serua

yang berada di RT 02 RW 01. Total jumlah bangunan sekolah yang berada di

sekitar kantor Kelurahan Serua yaitu berjumlah 4 bangunan sekolah. Wilayah

lainnya yang banyak terdapat bangunan sekolah yaitu RW 05 yaitu berjumlah 6

bangunan sekolah. Adanya ketimpangan jumlah bangunan sekolah tersebut

diakibatkan oleh wilayah RW lainnya telah berbatasan langsung dengan

Kelurahan Pondok Petir dan Kota Tangerang Selatan. Seperti yang terjadi pada

RW 01 yang berbatasan dengan Kota Tangerang Selatan hanya terdapat 3

bangunan sekolah dan hanya pada jenjang pendidikan Taman Kanak-Kanak.

Sedikitnya sarana pendidikan yang tersedia di wilayah RW 01 tepatnya RT 03

akan mempersulit anak-anak yang ada di wilayah tersebut untuk bersekolah. Hal

tersebut juga dibenarkan oleh warga setempat yang penulis temui:

“Warga sini mah kebanyakan nyekolahin anaknya ke daerah Pamulang

neng, soalnya kita kan udah di Serua paling ujung perbatasan sama

Pamulang jadi kita nyekolahin anak ke Pamulang aja dari pada kita harus ke

pusat (wilayah dekat kantor Kelurahan Serua) sana jauh neng. Udah gitu

sekolahan juga banyakan di Pamulang. Di bawah situ juga ada sih TK tapi

udah masuk Pamulang” (Wawancara dengan MA, 29 September 2016).

Selain masyarakat yang berada di RT 03 RW 01, masyarakat yang berada di

RT 03 RW 02 yang juga berbatasan langsung dengan Kota Tangerang Selatan pun

memiliki kendala yang sama. Berikut penuturannya:

“Ya namanya tinggal di ujung, mau sekolah susah dek. Dulu anak ibu pas

tahun 2005 juga sempet gak mau lanjutin sekolah soalnya sering digangguin

sama tukang cilok, tukang bakso, tukang bangunan kalau mau berangkat

atau pulang sekolah soalnya kan dulu kalo sekolah anak ibu lewatnya kebon

sama kuburan. Ya abisan mau gimana lagi ya dek, dulu mah gak ada angkot

yang ke arah kantor Kelurahan, kalo naik ojek mahal banget. Jadinya anak

34

ibu jalan kaki buat nyampe ke sekolahannya deket kantor Kelurahan sana”

(Wawancara dengan NI, 29 September 2016).

Namun yang membedakan RT 03 RW 01 dengan RT 03 RW 02 yaitu saat

ini penduduk di wilayah RT 03 RW 02 sudah tidak perlu takut untuk merasakan

hal tidak menyenangkan seperti yang dialami oleh anak dari Ibu Nina lagi karena

saat ini di wilayah tersebut sudah terdapat beberapa bangunan sekolah yang terdiri

dari jenjang KBTK-SDIT-SMPIT-SMK milik yayasan swasta yaitu Al Ma’mun

Education Center (AMEC). Meskipun demikian, bangunan sekolah yang masuk

ke dalam wilayah Kelurahan Serua yaitu hanya KBTK, SDIT, dan SMPIT.

Sementara untuk bangunan SMK meskipun letaknya bersebrangan dengan KBTK,

SDIT, dan SMPIT tetapi letak bangunannya sudah memasuki wilayah Kelurahan

Pondok Petir. Kemudian untuk wilayah RT 03 RW 01 memang sampai saat ini

masih belum adanya penambahan jumlah bangunan untuk anak-anak bersekolah

sehingga tidak sedikit dari masyarakat di wilayah tersebut berpendapat bahwa

“daerah pinggiran” tidak memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan.

Jumlah bangunan sekolah tersebut juga secara tidak langsung

mempengaruhi tingkat pendidikan akhir penduduk yang ada di Kelurahan Serua.

Berikut data jumlah penduduk menurut pendidikan terakhir:

No. Tingkat Pendidikan Jenis Kelamin

Jumlah Laki-Laki Perempuan

1. Tidak/Belum Sekolah 2.640 2.507 5.147

2. Tidak Tamat SD 970 884 1.854

3. Tamat SD 1.417 1.755 3.172

4. SLTP 1.701 1.623 3.324

Tabel II.B.3 Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan Terakhir

Di Kelurahan Serua Bulan Agustus Tahun 2016

35

5. SLTA 2.763 2.113 4.876

6. Diploma I/II 55 89 144

7. Akademi/Diploma III/Sarjana Muda 177 201 378

8. Diploma IV/Strata 1 563 429 992

9. Strata II 61 26 87

10. Strata III 6 1 7

Total 10.353 9.628 19.981 Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Depok Bulan Agustus Tahun 2016

Dari tabel di atas sampai akhir bulan Agustus tahun 2016 bahwa penduduk

di Kelurahan Serua masih banyak yang tidak atau belum sekolah yaitu berjumlah

5.147 jiwa. Dalam hal ini Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

(DISDUKCAPIL) Kota Depok tidak merincikan kembali jumlah penduduk yang

tidak bersekolah dengan jumlah penduduk yang belum bersekolah. Namun

demikian, DISDUKCAPIL Kota Depok memberikan batasan usia sekolah yaitu di

mulai dari usia 4 tahun dengan jenjang pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK)

hingga usia 23 tahun dengan jenjang Perguruan Tinggi. Masalah putus sekolah

yang terjadi pada masyarakat di Kelurahan Serua sejalan dengan akibat masih

minimnya jumlah bangunan sekolah yang ada di Kota Depok. Sesuai dengan

pernyataan Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok yaitu Herry Pansila Prabowo

kepada Media Indonesia pada Selasa 14 Juni 2016 yang menyebutkan bahwa

hingga pertengah tahun 2016 lalu SMP Negeri di Depok hanya memiliki 26

gedung dan SMA serta SMK Negeri jumlahnya hanya 13 gedung. Masalah ini lah

yang kemudian berdampak pada tidak tertampungnya peserta UN yang akan

melanjutkan ke jenjang pendidikan SMP. Berikut penuturan Herry Pansila

Prabowo selaku Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok:

“Bayangkan, dari 287 ribu siswa peserta ujian nasional (UN) tingkat SD,

120 ribu dintarannya diprediksi tidak bisa tertampung di SMP Negeri.

36

Begitu pun dengan siswa SMP yang UN sebanyak 26.957 siswa hanya bisa

tertampung 4.160 di SMA dan SMK Negeri” ungkap Kepala Dinas

Pendidikan Kota Depok Herry Pansila Prabowo kepada Media Indonesia

pada Selasa 14 Juni 2016.

Jumlah tertinggi berikutnya yaitu penduduk dengan pendidikan terakhir

SLTA/SMA yaitu berjumlah 4.876 jiwa dengan didominasi oleh penduduk

dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 2.763 jiwa sedangkan penduduk dengan

jenis kelamin perempuan berjumlah 2.113 jiwa. Tingginya jumlah penduduk

dengan pendidikan akhir SLTA dikarenakan banyaknya pabrik yang terdapat di

Kelurahan Serua yang mengakibatkan penduduk di Kelurahan Serua lebih

memilih untuk bekerja dibandingkan melanjutkan pendidikan ke jenjang

berikutnya. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak IM seperti berikut:

“Warga disini kebanyakan tamatan SMA mbak, soalnya kan banyak pabrik

disini. Yang cowok-cowok ada yang kerja di pabrik di jalan DPR situ (RW

04), ada juga yang di luar mbak. Kalo yang cewek-cewek yang masih muda

kerja di pabrik konveksi pada ngejait baju, yang udah tua jadi pembantu.

Abisan sekolah tinggi-tinggi juga buat apa mbak, ujung-ujungnya juga kan

nyari kerjaan susah.” (Wawancara dengan IM, 29 September 2016).

Kemudian penduduk di Kelurahan Serua sampai akhir bulan Agustus tahun

2016 juga didominasi oleh penduduk dengan status pendidikan terakhir

DIPLOMA IV/STRATA 1 yaitu berjumlah 992 jiwa. Dengan tingginya jumlah

sarjana di Kelurahan Serua memperlihatkan bahwa masih banyak masyarakat

yang peduli terhadap pendidikan dan juga dengan harapan akan mendapatkan

pekerjaan yang lebih mapan.

Dari latar belakang pendidikan terakhir penduduk di Kelurahan Serua, maka

kemudian hal tersebut juga akan mempengaruhi jenis pekerjaan yang dimiliki.

Berikut adalah data jumlah penduduk menurut klasifikasi pekerjaan.

37

Tabel II.B.4 Jumlah Penduduk Menurut Klasifikasi Pekerjaan

Di Kelurahan Serua Bulan Agustus Tahun 2016

No. Klasifikasi Pekerjaan Jenis Kelamin

Jumlah Laki-Laki Perempuan

1. Belum Bekerja 2.876 2.615 5.491

2. Mengurus Rumah Tangga 6 4.072 4.078

3. Pelajar 1.910 1.463 3.373

4. PNS / TNI / POLRI 198 80 278

5. Karyawan 2.756 1.156 3.912

6. Pensiun 43 11 54

7. Pejabat Negara 0 0 0

8. Buruh 842 24 866

9. Informal 160 27 187

10. Kelompok Petani Peternak 29 4 33

11. Wiraswasta 1.533 176 1.709

Total 10.353 9.628 19.981 Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Depok Bulan Agustus Tahun 2016

Berdasarkan data yang diperoleh dari DISDUKCAPIL Kota Depok bulan

Agustus tahun 2016, jumlah jenis pekerjaan penduduk di Kota Depok sebenarnya

ada 89 jenis pekerjaan, namun dikerucutkan ke dalam 11 jenis pekerjaan. Dalam

catatan kaki yang terdapat pada data DISDUKCAPIL Kota Depok yang tergolong

dalam jenis pekerjaan sebagai karyawan yaitu: Industri, Konstruksi, Transportasi,

BUMN, BUMD, Swasta, Honorer, Wartawan, Dosen, Guru, Pilot, Pengacara,

Notaris, Arsitek, Akuntan, Konsultan, Dokter, Bidan, Perawat, Apoteker, Psikiater

Psikolog, Penyiar Televisi, Penyiar Radio, Pelaut, Peneliti, Perangkat Desa, dan

Kepala Desa. Sementara yang tergolong dalam jenis pekerjaan sebagai pejabat

negara yaitu: Anggota DPR RI, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kab/Kota,

Presiden, Wakil Presiden, Mahkamah Konstitusi, Kabinet Pemerintahan, Duta

Besar, Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota dan Wakil

Walikota. Selanjutnya yang tergolong dalam jenis pekerjaan sebagai buruh yaitu:

38

Buruh Harian Lepas, Buruh Tani, Buruh Perkebunan, Buruh Nelayan, Perikanan,

Buruh Peternakan. Terakhir yaitu yang tergolong dalam jenis pekerjaan informal

yaitu: PRT, Tukang Cukur, Tukang Listrik, Tukang Batu, Tukang Kayu, Tukang

Sol Sepatu, Tukang Las Pandai Besi, Tukang Jahit, Tukang Gigi, Penata Rias,

Penata Busana, Penata Rambut, Mekanik, Seniman, Tabib, Paraji, Perancang

Busana, Penterjemah, Imam Masjid, Pastor, Pendeta, Ustadz Mubaligh, Juru

Masak, Promotor Acara, Sopir, Pialang, Paranormal, dan Biarawati.

Berdasarkan data pada tabel di atas menunjukkan bahwa mayoritas

penduduk perempuan yang ada di Kelurahan Serua bekerja mengurus domestik

rumahtangga yaitu berjumlah 4.072 jiwa. Jumlah tersebut sangat jauh

perbedaannya dengan penduduk laki-laki yang mengurus rumahtangga hanya

berjumlah 6 jiwa. Data tersebut kemudian menjadi sinkron sebab pada tabel di

atas juga menunjukkan bahwa penduduk laki-laki di Kelurahan Serua mayoritas

bekerja sektor publik baik itu sebagai karyawan yang berjumlah 2.756 jiwa

maupun yang bekerja sebagai buruh berjumlah 842 jiwa. Seperti yang sudah

diutarakan oleh informan IM pada sub bab sebelumnya bahwa selain karena

banyaknya pabrik yang ada di Kelurahan Serua juga karena merupakan keinginan

masyarakatnya untuk bekerja pasca menyelesaikan pendidikan SLTA. Faktor

lainnya penyebab lebih banyaknya penduduk laki-laki yang bekerja karena sudah

menjadi pola pikir masyarakat di Kelurahan Serua bahwa laki-laki bekerja

mencari nafkah sedangkan perempuan mengurus rumah dan keluarga. Seperti

yang disampaikan oleh YN berikut ini:

39

“Karna disuruh suami katanya „jangan kerja biar saya aja yang kerja, kamu

jaga rumah aja sama anak-anak‟. Ya saya akhirnya nurut apa yang dibilang

suami. Alhamdulillah biar kata suami doang yang kerja tapi semua

kebutuhan bisa kebeli” (Wawancara dengan YN, 20 Desember 2016).

Selanjutnya adalah jumlah penduduk menurut agama yang dianut oleh

penduduk di Kelurahan Serua dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel II.B.5 Jumlah Penduduk Menurut Agama

Di Kelurahan Serua Bulan Agustus Tahun 2016

No. Agama Jenis Kelamin

Jumlah Laki-Laki Perempuan

1. Islam 10.018 9.304 19.322

2. Kristen 214 217 431

3. Katholik 71 76 147

4. Hindu 9 9 18

5. Budha 41 22 63

Total 10.353 9.628 19.981 Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Depok Bulan Agustus Tahun 2016

Dari tabel di atas terlihat bahwa penduduk di Kelurahan Serua mayoritas

beragama Islam yaitu berjumlah 19.322 jiwa. Dengan banyaknya penduduk

muslim yang ada di Kelurahan Serua maka harus didukung dengan adanya masjid

atau musholla sebagai sarana ibadah. Dari data yang diperoleh dari KUA

Kecamatan Bojongsari tahun 2015 setidaknya terdapat 10 masjid dan 15 musholla

yang terdapat di Kelurahan Serua. Sedangkan untuk sarana ibadah lainnya seperti

gereja, pura, dan wihara tidak tersedia di Kelurahan Serua. Dengan demikian

meskipun agama yang dianut oleh masyarakat di Kelurahan Serua sangat beragam

dan tidak seluruh agama memiliki sarana ibadah, tetapi masyarakat di Kelurahan

Serua dapat hidup berdampingan dengan tentram dan damai.

40

C. Status Perkawinan

Data jumlah penduduk menurut status perkawinan menjadi penting dalam

penulisan skripsi ini karena penulis mengangkat tema tentang penghidupan

rumahtangga ibu tunggal. Berikut data yang diperoleh dari Dinas Kependudukan

dan Pencatatan Sipil (DISDUKCAPIL) Kota Depok bulan Agustus tahun 2016

mengenai status perkawinan penduduk di Kelurahan Serua:

Tabel II.C.1 Jumlah Penduduk Menurut Status Perkawinan

Di Kelurahan Serua Bulan Agustus Tahun 2016

No. Status Perkawinan Jenis Kelamin

Jumlah Laki-Laki Perempuan

1. Belum Kawin 5.347 4.241 9.588

2. Kawin 4.940 5.044 9.984

3. Cerai Hidup 18 63 81

4. Cerai Mati 48 280 328

Total 10.353 9.628 19.981 Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Depok Bulan Agustus Tahun 2016

Data di atas merupakan data mengenai status perkawinan yang tercatat

secara sah baik secara agama dan hukum negara. Dari tabel di atas, jumlah

penduduk laki-laki dan perempuan yang mengalami cerai mati lebih banyak

dibandingkan dengan cerai hidup yaitu berjumlah 328 jiwa. Penduduk laki-laki

yang mengalami cerai mati (duda) berjumlah 48 jiwa, dan penduduk perempuan

yang mengalami cerai mati (janda) berjumlah 280 jiwa. Sementara jumlah

penduduk yang mengalami cerai hidup berjumlah 81 jiwa dengan rincian

penduduk laki-laki yang mengalami cerai hidup (talak) berjumlah 18 jiwa dan

penduduk perempuan yang mengalami cerai hidup (gugat) berjumlah 63 jiwa.

Tetapi jika melihat realitas yang terjadi di masyarakat seperti yang banyak penulis

41

temui dan yang menjadi informan dalam penelitian ini, masih sangat banyak

perempuan di Kelurahan Serua yang tidak memiliki legalitas perceraian yang

jelas. Banyak dari perempuan tersebut yang sudah secara sah berpisah dengan

suami secara agama tetapi enggan untuk mengurus legalitas perceraiannya ke

Pengadilan Agama karena beberapa faktor seperti buku pernikahan yang telah

dirusak oleh suami dengan sengaja, biaya kepengurusan yang mahal,

kepengurusan yang memakan waktu cukup lama serta jarak tempuh dari rumah

ibu tunggal ke Pengadilan Agama yang terbilang jauh. Sehingga data yang ada

pada tabel di atas perlu untuk dikaji kembali oleh pihak Kelurahan Serua.

42

BAB III

TEMUAN DAN ANALISA DATA

Dalam bab ini penulis akan menganalisis seluruh temuan data berupa

wawancara dan observasi yang ada di lapangan. Analisis data ini meliputi strategi

penghidupan rumahtangga ibu tunggal dalam perspektif gender dengan subjek

penelitiannya yaitu ibu tunggal di Kelurahan Serua Kota Depok Jawa Barat.

Dalam melakukan analisis ini, penulis akan membaginya ke dalam dua sub bab

yaitu strategi penghidupan rumahtangga ibu tunggal dan ketidakadilan gender

pada strategi penghidupan rumahtangga ibu tunggal.

A. Strategi Penghidupan Rumahtangga Ibu Tunggal

Ekonomi merupakan permasalahan utama yang dialami oleh hampir seluruh

masyarakat dan tidak terkecuali bagi seorang ibu tunggal. Dengan statusnya

sebagai seorang ibu tunggal tentu bukan perkara mudah untuk berkompromi

dalam hal ekonomi. Terlebih lagi statusnya sebagai ibu tunggal diperoleh dari

kondisi yang dapat dikatakan serba mendadak. Dirinya harus terus berjuang agar

keluarganya dapat terus bertahan hidup. White mengelompokkan strategi

penghidupan rumahtangga ke dalam tiga tipologi, yaitu: strategi bertahan hidup

(survival strategy), strategi konsolidasi (consolidation strategy), dan strategi

akumulasi (accumulation strategy). Untuk menentukan tiga tipologi tersebut

dibutuhkan pengamatan melalui tiga aspek berikut: kapabilitas, aset, dan aktifitas

atau kegiatan. Aspek-aspek ini lah yang kemudian akan penulis kaji lebih

mendalam untuk menganalisis strategi penghidupan rumahtangga ibu tunggal.

43

1. Strategi Bertahan Hidup (Survival Strategy)

Menurut White yang tergolong ke dalam rumahtangga strategi bertahan

hidup yaitu yang memiliki aset sumberdaya lahan yang sempit maupun modal

yang terbatas. Penghasilan yang diperoleh bersumber dari tenaga serta

keterampilan yang terbatas. Selain itu White juga mengatakan bahwa penghasilan

yang diperoleh tersebut hanya mampu mencukupi kebutuhan pokok dan berjangka

pendek. Untuk tempat tinggal, strategi bertahan hidup memilik rumah yang

sederhana dan kecil. Dari informan yang penulis temui, terdapat lima ibu tunggal

yang masuk ke dalam kategori ini yaitu BA, US, IS, NR, dan SW.

a) Ibu Tunggal BA

Informan pertama yang masuk ke dalam kategori strategi bertahan hidup

yaitu ibu tunggal berinisial BA. Berikut aspek-aspek strategi bertahan hidup BA:

Tabel III.A.1 Matriks Informan BA

Kapabilitas

Aset Kegiatan

Tampak Tidak

Tampak

Saat Ada

Suami

Setelah

Tidak Ada

Suami

- Pekerjaan utama sebagai pemulung.

- Anak pertama laki-laki bekerja

sebagai pegawai servis printer.

- Mengandalkan sumbangan dari

orang sekitar.

- Sering meminjam uang ke bos

pemilik lapak rongsokan dan bank

keliling untuk membeli makan.

- Menjual barang temuan dari

rongsokan seperti perak, emas,

obat bekas, dll.

- Penghasilan digunakan untuk

makan.

- Rumah.

- Gerobak.

Pendidikan

akhir SD.

Tidak bekerja

karena adanya

subordinasi.

Bekerja

sebagai

pemulung.

44

Aspek-aspek yang diungkapkan oleh White tersebut penulis temui pada ibu

tunggal berinisial BA yaitu berupa kepemilikan aset yang terbatas. Berikut

penuturan BA, “Saya ada ini rumah ama gerobak doang palingan neng”

(Wawancara dengan BA, 5 Desember 2016). Selama proses wawacara

berlangsung, BA sering kali menyebutkan bahwa dirinya berada dalam kondisi

perekonomian yang sangat sulit terlebih lagi pasca suami tercintanya meninggal

dunia. Ibarat pepatah: sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Begitulah gambaran

kehidupan BA. Pasalnya satu tahun setelah kepergian almarhum suami, BA

beserta kelima anaknya diusir dari rumah keluarga mantan istri almarhum

suaminya. Hal tersebut juga dibenarkan oleh anggota keluarga BA yaitu IN, “Iya

keluarga suaminya dia emang begitu, keluarga mantan istrinya sih sebenernya

yang ngusir” (Wawancara dengan IN, 5 Desember 2016).

Setelah insiden pengusiran tersebut, BA memutuskan untuk menumpang di

rumah saudaranya selama empat tahun. Semenjak menumpang di rumah saudara,

BA pun memutuskan untuk mulai bekerja sebagai pemulung melanjutkan

pekerjaan almarhum suaminya. Pekerjaan itu dipilih BA sebab BA tidak memiliki

keterampilan dan pendidikan akhir yang ia miliki hanya sebatas tingkat SD,

sehingga BA hanya mampu mendayagunakan tenaga serta gerobak peninggalan

suami untuk berkeliling mencari rongsokan. Sebelumnya BA tidak pernah

bekerja. BA hanya bergantung pada penghasilan suami sebab adanya subordinasi

yang dilakukan oleh suaminya yang berupa tidak diberikannya kesempatan bagi

BA untuk bekerja. Hal tersebut kemudian berdampak pada saat BA memutuskan

untuk mulai bekerja. BA sama sekali tidak tahu apa yang harus ia lakukan dalam

45

menjalani pekerjaannya sebagai pemulung. Sehingga BA meminta anak keduanya

yaitu BM untuk menemaninya bekerja sebab BM sudah terlebih dahulu bekerja

mencari rongsokan saat suaminya masih hidup.

“Iya saya nemenin emak waktu pertama kali emak keliling. Soalnya kan

emak kagak ngerti apa aja yang mesti diambil, yang bisa dijadiin duit. Trus

emak juga kan kagak ngerti jalan-jalan disini. Kalo dulu saya kan pernah

ngikut bapak keliling jadi ngerti mana yang bisa jadi duit mana yang kagak”

(Wawancara dengan BM, 5 Desember 2016).

Tiga tahun kemudian yaitu tahun 2009 BA akhirnya mampu membeli tanah

seluas 50m di kawasan Kelurahan Serua guna membangun tempat tinggal bagi

dirinya serta kelima anaknya. Tanah tersebut dibeli dengan harga Rp 7.500.000,-

yang dibayar secara berangsur selama 3 kali. Namun permasalahan BA tidak

terhenti sampai disitu, BA masih memerlukan dana supaya ia bisa benar-benar

memiliki tempat tinggal. Namun BA sudah merasa tidak mampu jika

penghasilannya hanya untuk membangun tempat tinggal sebab ia juga harus

memberi makan kelima anaknya. Maka BA pun meminta bantuan kepada ketua

RT setempat. Setelah satu bulan BA menunggu akhirnya ketua RT serta pihak

Kelurahan Serua membantu BA untuk membangun sebuah tempat tinggal.

“Alhamdulillah ada yang dateng bawa asbes nih dibawain asbes 15 lembar,

trus didatengin ngasih duit 800 bekal beli ini nih bahannya, ada yang ngasih

400, ada yang 300. Trus ada juga yang bawain beras, yang bawain semen.

Dari kelurahan semen 15 sak, berasnya sekarung” (Wawancara dengan BA,

5 Desember 2016).

BA pun merasa sangat bersyukur karena keluarganya telah banyak dibantu

oleh masyarakat. Walaupun berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh

penulis tempat tinggal yang dimiliki oleh BA masih terbilang kurang memadai.

Itu terlihat dari kondisi rumah BA yang sempit dan alas rumah yang masih berupa

46

pelur semen. Namun setidaknya rumah tersebut dapat melindungi BA beserta

kelima anaknya dari terik matahari serta derasnya hujan.

Penghasilan yang BA peroleh dari pekerjaannya sebagai pemulung tidak

menentu tergantung dari berapa banyak rongsokan yang berhasil BA kumpulkan.

Hal tersebut diutarakan oleh anaknya yang bernama BM, “Tergantung. Kalo dah

gitu tergantung turun naeknya kan kalo gitu mah. Palingan cuma biasa dapet 1,5

juta tapi belom potong” (Wawancara dengan BM, 5 Desember 2016).

Menurut penuturan BA, penghasilan yang ia peroleh saat ini berbeda dengan

penghasilan yang diperoleh suaminya saat masih hidup. Hal itu terjadi karena

adanya perbedaan kemampuan secara fisik antara BA dengan mantan suaminya.

“Kalo dulu ada almarhum penghasilan bisa ampe 2 jutaan. Almarhum kan

dulu segala beling, besi apah yang berat-berat dia ambilin. Kalo saya kan

ngambilinnya yang enteng-enteng bae kayak kardus sama botol plastik”

(Wawancara dengan BA, 5 Desember 2016).

Dengan demikian, untuk memenuhi kebutuhan keluarganya BA sering

meminjam uang kepada pemilik lapak rongsokan tempat BA biasa

mengumpulkan hasil rongsokannya tersebut. Selain kepada pemilik lapak

rongsokan, BA juga sering meminjam kepada bank keliling untuk membeli

kebutuhan dapurnya, “Namanya perut laper kan kagak bisa ditahan ya neng”

(Wawancara dengan BA, 5 Desember 2016).

Selain itu, BA biasanya juga mengakalinya dengan menjual barang-barang

temuannya hasil dari mencari rongsokan.

“Yaaa jual apa kadang-kadang ibu dapet perak, kadang-kadang dapet emas,

anuan obat yang masih kepake, kadang botol minyak wangi. Dari jualan itu

47

kadang-kadang kalo lagi kebener dapet, lagi rejeki bisa dapet 150rb,

kadang-kadang kalo lagi sedikit ya 20rb” (Wawancara dengan BA, 5

Desember 2016).

Barang-barang temuannya itu biasanya dijual kepada sesama pencari

rongsokan. Untuk nominal harga BA selalu menyerahkan sepenuhnya kepada

pembelinya tersebut. Bagi BA berapa pun penghasilan yang ia dapatkan hari ini

merupakan rezeki yang sangat berarti bagi dirinya beserta kelima anaknya.

Namun berdasarkan penuturan BA saat ini dirinya sudah tidak terlalu sering

mencari rongsokan sebab usianya sudah tidak lagi muda. BA sering merasa

kelelahan saat bekerja. Belum lagi ditambah dengan kondisi cuaca saat ini yang

tidak menentu. Sehingga penghasilan yang BA peroleh saat ini hanya bisa untuk

memenuhi kebutuhan makan dan biaya transportasi anak-anaknya ke sekolah.

Sementara untuk biaya sekolah kedua anaknya BA menyerahkan seluruhnya

kepada anak laki-lakinya yang telah bekerja sejak tiga tahun lalu.

“Bekal pada madang bocah sama bekal ongkos sekolah. Kalo bayaran

sekolah sekarang saya udah nyerah, kayaknya udah gak pengen biayain,

saya kan udah capek banget. Jadi biaya sekolah udah be’ saya serahin sama

abangnya yang gede” (Wawancara dengan BA, 5 Desember 2016).

Dengan demikian keterbatasan yang dialami oleh ibu tunggal BA baik

secara kapabilitas, aset, maupun kegiatan disebabkan oleh adanya subordinasi

yang dilakukan oleh almarhum suaminya semasa hidup yang mengakibatkan tidak

adanya kemandirian ekonomi bagi BA. BA dilarang oleh suaminya untuk bekerja

karena masih adanya konstruk lama dalam pemikiran suami BA yang berpendapat

bahwa laki-laki mencari nafkah sedangkan perempuan mengurus rumahtangga.

48

Tabel III.A.2 Matriks Informan US

b) Ibu Tunggal US

Informan kedua yang masuk ke dalam kategori strategi bertahan hidup yaitu

ibu tunggal berinisial US. Berikut aspek-aspek strategi bertahan hidup US:

Kapabilitas

Aset Kegiatan

Tampak Tidak

Tampak

Saat Ada

Suami

Setelah Tidak

Ada Suami

- Tidak ada anak yang bekerja.

- Mengandalkan sumbangan dari

orang sekitar.

- Sering meminjam uang ke

majikan dan keluarga untuk

membeli makan dan biaya

sekolah anak.

- Penghasilan digunakan untuk

makan, biaya sekolah anak, dan

biaya rumahtangga.

Rumah. Pendidikan

akhir SMP.

- Bekerja

sebagai PRT.

- Mengikuti

kegiatan

pengajian.

- Bekerja

sebagai PRT.

- Mengikuti

kegiatan

pengajian.

Berdasarkan hasil observasi penulis, rumah US terbilang relatif lebih baik

dibandingkan dengan ibu tunggal sebelumnya yaitu BA. Dikatakan demikian

sebab rumah US sedikit lebih luas, alas rumahnya pun sudah memakai ubin dan di

bagian depan rumah terdapat teras. Menurut penuturan US, rumah tersebut

merupakan rumah pribadi miliknya, “Alhamdulillah rumah ini punya saya sendiri.

Orang tua kan asli sini jadi anak-anaknya dibagiin tanah trus sama saya dibangun

rumah lagi dulu bapaknya masih ada masih sehat” (Wawancara dengan US, 8

Desember 2016). Pernyataan US tersebut juga dibenarkan oleh tetangganya

bernama NE:

“Mpok US kan emang asli orang sini, keluarganya semua disini. Jadi dulu

orang tuanya punya tanah, dibagi-bagi dah sama anak-anaknya. Nah

tanahnya mpok US dibangun rumah” (Wawancara dengan NE, 8 Desember

2016).

49

Saat ini rumah ibu tunggal US tersebut ditempati oleh dirinya, anak

tunggalnya dan keponakannya. US menyatakan bahwa keponakannya tersebut

sering memberinya uang sebagai tanda terima kasih karena telah mengizinkan

menumpang di rumah US walaupun US sebenarnya tidak pernah meminta

keponakannya tersebut untuk memberikannya uang. Namun US merasa bersyukur

karena uang pemberian tersebut dapat menambah pemasukan keuangan

keluarganya. Sebab penghasilan yang didapatkan oleh US tidak bisa mencukupi

kebutuhan sehari-harinya khususnya untuk biaya sekolah anak tunggalnya.

“Gaji sebulan 700. Sekarang gaji segitu bisa buat apaan palingan cuma bisa

buat makan, bayar sekolah anak kan mahal banget uang mulu sekolahnya

biar kata yatim juga gak dapet potongan dari sekolah, belom lagi bayar

listrik, air, kalo gas abis” (Wawancara dengan US, 8 Desember 2016).

Sehingga US juga sering meminjam uang ke majikannya untuk membeli

makan atau biaya sekolah anak, “Sering minjem sama majikan nanti tiap bulan

dipotong” (Wawancara dengan US, 8 Desember 2016). Selain meminjam, US

juga terkadang mendapatkan bantuan uang berupa santunan yatim piatu dan

santunan janda tidak mampu pada saat lebaran yatim piatu, “Kalo lagi lebaran

yatim Ika suka dapet undangan dari masjid ntar dia dapet 400, saya dapet 150”

(Wawancara dengan US, 8 Desember 2016).

US sendiri sudah bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT) sejak

suaminya masih hidup. US terpaksa bekerja sebab suaminya terkena penyakit

stroke sejak anak tunggalnya masih duduk di bangku kelas 5 SD.

“Kemauan saya sendiri abisan gimana lagi bapaknya udah gak bisa nyari

duit dari Ika masih kelas 5 SD gara-gara kena stroke. Jadinya saya dah yang

kerja biar ada pemasukan” (Wawancara dengan US, 8 Desember 2016).

50

Pekerjaan tersebut dipilih oleh US sebab pekerjaan sebagai PRT tidak

membutuhkan keahlian tertentu. Hal tersebut juga dilatarbelakangi oleh US yang

tidak memiliki keterampilan apapun. Dalam hal pendidikan, US hanya sampai

tingkat SMP. Sehingga US tidak tahu harus melakukan pekerjaan lain selain

menjadi seorang PRT. Di dalam keluarganya US bekerja seorang diri. Walaupun

US memiliki seorang anak tetapi US tidak mengizinkan anaknya tersebut untuk

bekerja.

“Si Ika kan baru masuk kelas 1 SMK jadi saya gak ngizinin dia sekolah

sambil kerja ntar gak fokus sekolahnya, gak bisa ngatur waktu. Jadi saya

bilang sama Ika kalo mau kerja nanti aja kalo sekolahnya udah selesai”

(Wawancara dengan US, 8 Desember 2016).

Dari strategi-strategi yang dilakukan oleh US tersebut terlihat bahwa US

telah memiliki kemandirian ekonomi sejak masih bersama dengan suami. Secara

mental pun demikian, US sudah terbiasa dengan keadaan sebagai kepala keluarga.

Pasalnya selain harus bekerja di sektor publik, US juga harus bekerja di sektor

domestik seperti memasak, mengepel, menyapu, dan mengasuh anak. Bahkan US

juga harus mengurus suaminya yang terkena penyakit stroke sejak anaknya masih

berusia 10 tahun. Sehingga ketika US dihadapkan oleh kenyataan untuk berpisah

dengan suami akibat meninggal dunia, US tidak merasakan kesulitan secara

ekonomi sebab US telah terbiasa hidup sebagai kepala keluarga untuk mencari

nafkah.

c) Ibu Tunggal IS

Informan ketiga yang masuk ke dalam kategori strategi bertahan hidup yaitu

ibu tunggal berinisial IS. Berikut aspek-aspek strategi bertahan hidup IS:

51

Tabel III.A.3 Matriks Informan IS

Kapabilitas

Aset Kegiatan

Tampak Tidak

Tampak

Saat Ada

Suami

Setelah

Tidak Ada

Suami

- Tidak ada anak yang bekerja.

- Mengandalkan sumbangan dari

orang sekitar.

- Mampu menggunakan modal

untuk berjualan bubur.

- Sering meminjam uang ke bank

keliling dan keluarga untuk

membeli makan dan biaya

sekolah anak.

- Penghasilan digunakan untuk

makan, biaya sekolah anak,

biaya rumahtangga, arisan, dan

modal usaha.

- Gerobak.

- Motor.

Pendidikan

akhir SMP.

- Bekerja

sebagai

penjual

bubur di

depan rumah.

- Tidak meng-

ikuti

kegiatan

arisan.

- Bekerja

sebagai

penjual

bubur di

perumahan.

- Mengikuti

kegiatan

arisan.

Dalam proses penelitian penulis dengan informan IS, penulis melakukan

penelitian di tempat IS bekerja yaitu di sebuah perumahan dekat dengan tempat

tinggal IS. Disana IS bekerja sebagai pedagang bubur ayam. Penulis melakukan

penelitian di tempat IS bekerja karena dua alasan, pertama karena keinginan

penulis untuk mengetahui proses pencarian nafkah IS, dan kedua karena

keinginan dari IS.

“Wawancaranya di sini aja yak, kalo di rumah saya repot ada si bontot ntar

nangis mulu malah ngegangguin wawancara. Kalo di sini kan enak bisa

lebih rilek ngobrolnya hehe” (Wawancara dengan IS, 17 Desember 2016).

IS bekerja karena adanya keinginan dari dalam dirinya untuk membantu

perekonomian keluarga dan hal itu juga didukung oleh suaminya sehingga mereka

sama-sama bekerja sejak awal pernikahan. Saat awal pernikahan, IS dan suami

bekerja sebagai pedagang keripik. Namun karena ada keinginan untuk menjadi

52

seorang yang sukses, maka IS dan suami memutuskan untuk mengubah jenis

dagangannya menjadi bubur ayam. Saat suaminya masih hidup, IS berjualan di

depan kontrakannya sedangkan almarhum suami berjualan di perumahan. Namun

semenjak kepergian suami, IS memutuskan untuk berjualan di perumahan sama

seperti yang pernah dilakukan almarhum suaminya sebab penghasilannya lebih

besar jika dibandingkan berjualan di depan kontrakan.

“Enakan di sini jualannya rame apalagi kalo hari minggu. Kalo di kontrakan

sepi kan kontrakan pinggir jalan susah buat orang berentinya. Udah gitu kan

kalo di komplek rame banyak ibu-ibu bisa sekalian ngobrol” (Wawancara

dengan IS, 17 Desember 2016).

Pasca kepergian almarhum suami, IS sempat pulang ke kampung

halamannya selama tiga bulan untuk memakamkan almarhum suami serta

memulihkan kondisi mentalnya. Saat kembali ke Kelurahan Serua, IS meminjam

uang kepada keluarganya sebesar Rp 300.000,- untuk modal usahanya berjualan

bubur. Sebab sebelum kepergian almarhum suami, harta benda IS habis terjual

untuk membiayai pengobatan almarhum suaminya.

“Abis uang saya dulu. Motor almarhum 2 biji dijualin semua dulu kan dia

punya ninja 1 sama vario 1 abis dijualin buat berobatnya sendiri. Gerobak

juga 1 dijual jadi sekarang tinggal 1 yang sekarang saya pake ini”

(Wawancara dengan IS, 17 Desember 2016).

Dari penjualan bubur, IS biasa memperoleh penghasilan antara Rp 50.000,-

sampai Rp 100.000,- per hari tergantung dari ramai atau tidaknya pembeli, “Gak

nentu sih ya namanya juga dagang kadang sepi kadang rame. Kalo lagi sepiiiii

banget ya gocap, kalo rame ya cepek” (Wawancara dengan IS, 17 Desember

2016). IS tidak menampik bahwa ada perbedaan penghasilan saat masih bersama

53

suami dengan setelah berpisah dengan suami. IS menuturkan bahwa saat masih

ada suami penghasilan keluarganya bisa mencapai Rp 500.000,- per harinya.

“Dulu kan pas ada suami yang dagang 2 orang, saya sama suami jadi bisa

lah megang sehari gopek. Soalnya dulu suami kan rajin juga dagang pas ada

pasar malem. Kalo sekarang kan saya sendirian mau dagang di pasar malem

gitu ya awakku wes capek, jadi sekarang bisa dapet setengahnya aja susah”

(Wawancara dengan IS, 17 Desember 2016).

Dengan penghasilannya yang minim, tentu bukanlah hal yang mudah bagi

IS untuk memenuhi seluruh kebutuhan hariannya maka dari itu IS harus pintar

mengelola keuangan keluarganya sebaik mungkin.

“Ya pinter-pinternya saya dah, saya geser-geser, biar sini jalan sono jalan.

Yang penting makan, anak gak kekurangan jajan gitu aja dah, sisa mah kalo

ada, kalo gak ada gak apa-apa yang penting anak saya udah jalan semua,

sekolah lancar, susu, pempers lancar, anak kenyang” (Wawancara dengan

IS, 17 Desember 2016).

Selain memenuhi kebutuhan hariannya tersebut, penghasilan IS juga

digunakan untuk membeli sebuah motor guna menunjang pekerjaannya sebagai

penjual bubur.

“Motor saya beli lagi seken, tapi boleh nyicil sama sodara, kata sodara biar

enak daripada harus minjem duit sama orang lain ntar dikejar-kejar. Abisan

gimana yak kalo ora ada motor repot banget, kalo mau belanja buat

dagangan pake angkot kelamaan ngetemnya, kalo ada motor kan enak bisa

cepet” (Wawancara dengan IS, 17 Desember 2016).

Tidak hanya itu, penghasilan IS juga digunakan untuk mengikuti arisan di

perumahan tempat IS berjualan. IS baru mengikuti arisan semenjak kepergian

almarhum suaminya. Menurut IS bahwa dirinya mengikuti arisan sebagai salah

satu bentuk tabungan bagi dirinya.

“Kalo megang duit sendiri di rumah naro di celengan gitu ora bisa saya

pasti kepake terus. Makanya saya ikutan arisan sama ibu-ibu komplek. Kalo

54

ikut arisan kan saya jadi mikir „oh iya harus bayar arisan‟ gitu hehehe”

(Wawancara dengan IS, 17 Desember 2016).

Pernyataan tersebut dibenarkan pada saat wawancara sedang berlangsung

ada seorang ibu-ibu yang mendatangi IS untuk membayar arisan. Penulis tidak

mengetahui nama ibu tersebut sebab ia terlihat sangat terburu-buru dan hanya

memberikan uangnya kepada IS lalu bergegas pergi. Saat penulis tanyakan kepada

IS perihal hal tersebut IS menjawab, “Iya saya dipercaya sama ibu-ibu komplek

buat megang duit arisan. Saya juga ikut arisan disini, seminggu 70 ribu”

(Wawancara dengan IS, 17 Desember 2016).

Selain mengikuti arisan, IS biasa mengakali pemenuhan kebutuhan

hariannya dengan meminjam uang kepada orang-orang di sekitarnya.

“Sering minjem sama orang. Kadang sama bank keliling, kadang sama

keluarga. Ya siapa bae dah yang bisa dipinjemin ntar kalo ada uang

dibayarnya nyicil. Kalo minjem ya buat makan, buat biaya anak sekolah,

buat modal dagang besok” (Wawancara dengan IS, 17 Desember 2016).

Selain arisan dan meminjam uang kepada orang sekitar, IS juga biasanya

mengandalkan uang santunan yatim piatu serta pemberian dari orang sekitar untuk

memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

“Iya suka dapet santunan. Tapi anak saya yang pertama suka gak mau

ngambil kalo dapet santunan katanya malu. Ya saya bilang be’ sama dia

kalo saya juga sebenernya malu tapi mau gimana lagi, kalo gak diambil

nanti dibilangnya blagu. Jadinya yaudah saya aja sama yang bontot yang

ngambil kalo dapet undangan santunan. Kadang anak yang nomer dua juga

suka dapet duit tau dari siapa. Ntar dia bilang ke saya dapet duit segini trus

nanti duitnya buat dia jajan dewek” (Wawancara dengan IS, 17 Desember

2016).

Hal tersebut dilakukan oleh IS disamping dari kegiatannya berjualan bubur

sebab di dalam keluarganya hanya dirinya yang mencari nafkah. Anak sulung IS

55

belum diperbolehkan oleh IS untuk bekerja sebab ia masih bersekolah dan

menurut IS saat ini pendidikan lebih baik untuk anaknya dibandingkan harus

bekerja. Sehingga IS akan mengupayakan segala macam cara untuk dapat terus

menghidupi keluarganya seorang diri.

Dari strategi yang dilakukan oleh IS tersebut terlihat bahwa IS mampu

mengelola perekonomian keluarganya dengan sangat baik. Itu terjadi karena IS

sudah memiliki kemandirian ekonomi sejak suaminya masih hidup, di mana IS

turut serta mencari nafkah dan tidak bergantung sepenuhnya kepada suami.

Sehingga pasca IS berpisah dengan suami, IS dapat dengan cepat untuk

memperbaiki perekonomian keluarganya.

d) Ibu Tunggal NR

Informan keempat yang masuk ke dalam kategori strategi bertahan hidup

yaitu ibu tunggal berinisial NR. Berikut aspek-aspek strategi bertahan hidup NR:

Tabel III.A.4 Matriks Informan NR

Kapabilitas

Aset Kegiatan

Tampak Tidak

Tampak

Saat Ada

Suami

Setelah Tidak

Ada Suami

- Anak pertama bekerja sebagai

caddy.

- Sering meminjam uang ke bos

pemilik usaha konveksi untuk

membeli makan dan biaya

sekolah anak.

- Penghasilan digunakan untuk

makan, biaya sekolah anak, dan

biaya rumahtangga.

Motor. - Pendidikan

akhir SD.

- Memiliki

keterampilan

men-jahit.

Bekerja

sebagai

pegawai di

UMKM

konveksi

Bekerja sebagai

pegawai di

UMKM

konveksi

56

Sama seperti IS, penulis mewawancarai NR di tempat ia bekerja yaitu di

sebuah usaha konveksi rumahan (UMKM) di daerah Kelurahan Serua. Penulis

melakukan wawancara di tempat NR bekerja sebab ingin mengetahui cara NR

dalam mencari nafkah.

Dalam penuturannya, NR bekerja sebagai pegawai konveksi sebab NR

hanya memiliki keterampilan menjahit. Untuk hal pendidikan, NR hanya mampu

menyelesaikan hingga bangku SD sebab perekonomian keluarganya yang tidak

memadai.

“Dulu banget pernah ikut kursus ngejait waktu masih gadis disuruh ibu saya

jadinya saya gak bisa nolak. Ikut kursus sebulanan kalo gak salah, udah

hampir mau ikut ujian waktu itu tapi saya keluar gak mau lanjutin lagi,

namanya kepaksa” (Wawancara dengan NR, 21 Desember 2016).

NR sudah bekerja jauh hari sebelum menikah dengan suami. Sampai

akhirnya NR menikah, suami pun memperbolehkan NR untuk bekerja. NR

bekerja berdasarkan keinginannya pribadi dengan alasan untuk menambah uang

jajan bagi anak-anaknya. Penghasilan yang NR peroleh dari tempat bekerjanya itu

tidak menentu. Menurut NR, penghasilannya tergantung dari berapa banyak

orderan yang masuk ke pemilik usaha tersebut, “Tergantung orderan yang masuk

ke bos, kalo banyak bisa 200 tiap dua minggu sekali, tapi kalo lagi gak ada

orderan ya gak megang uang sama sekali” (Wawancara dengan NR, 21 Desember

2016).

NR juga mengatakan bahwa perekonomian keluarganya tidak mengalami

perubahan yang signifikan saat sebelum dan sesudah berpisah dengan suami.

Pasalnya mantan suami NR yang hanya bekerja sebagai buruh bangunan juga

57

memiliki pendapatan yang rendah sama seperti dengan dirinya. Sehingga NR

tidak pernah bergantung pada penghasilan suami sejak awal pernikahan.

Karena penghasilannya yang tidak menentu, maka untuk mencukupi

kebutuhan hariannya terkadang NR meminjam uang dari bos tempatnya bekerja.

Selain itu NR juga terkadang meminta bantuan kepada anak perempuannya untuk

memenuhi kebutuhan hariannya jika ia sedang tidak memiliki uang sekali pun.

Sebab penghasilan yang diperoleh anak NR dari pekerjaannya sebagai caddy di

sebuah lapangan golf di daerah Senayan lebih besar dibandingkan penghasilan

yang diperolehnya, “Ada anak yang pertama di golf senayan jadi caddy.

Penghasilannya kalo gak salah 2 juta sebulan” (Wawancara dengan NR, 21

Desember 2016).

Keputusan NR untuk meminta bantuan kepada anaknya bukan tanpa alasan.

Keputusan tersebut disebabkan oleh NR yang tidak memiliki usaha sampingan

yang mampu menambah penghasilan keluarganya. Untuk membayar kontrakan

saja NR menyerahkan sepenuhnya kepada anak sulungnya tersebut. Penghasilan

yang NR peroleh digunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari dan membeli

keperluan sekolah anak bungsunya, “Buat makan, beli pulsa listrik, sama beli

buku, seragam anak kalo kenaikan kelas. Kalo bayar kontrakan saya serahin ke

anak yang udah kerja” (Wawancara dengan NR, 21 Desember 2016).

Sama seperti ibu tunggal sebelumnya bahwa NR juga telah mampu mandiri

secara ekonomi semenjak masih bersama dengan suaminya. Sejak awal

pernikahan, suami NR tidak melarangnya untuk bekerja. Sehingga ketika NR

58

berpisah dengan suaminya, NR tidak terlalu terpuruk secara ekonomi terlebih lagi

saat ini anak sulungnya sudah bekerja yang juga bisa membantu NR dalam

memenuhi kebutuhan keluarga.

e) Ibu Tunggal SW

Informan kelima yang masuk ke dalam kategori strategi bertahan hidup

yaitu ibu tunggal berinisial SW. Berikut aspek-aspek strategi bertahan hidup SW:

Tabel III.A.5 Matriks Informan SW

Kapabilitas

Aset Kegiatan

Tampak Tidak

Tampak

Saat Ada

Suami

Setelah Tidak

Ada Suami

- Anak kedua bekerja sebagai buruh

bangunan.

- Sering meminjam uang ke penjual

ikan untuk modal usaha.

- Penghasilan digunakan untuk

makan dan transportasi.

Rumah. Tidak

sekolah.

Bekerja

sebagai

penjual

sayur.

Bekerja sebagai

penjual sayur.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh penulis, tempat tinggal SW

sama seperti tempat tinggal ibu tunggal yang pertama yaitu BA. Rumahnya kecil

dan alas rumah masih berupa pelur semen. Rumah tersebut tidak ditempati oleh

SW seorang diri melainkan juga ditempati oleh anak, menantu, dan cucunya

dengan alasan supaya dirinya ada yang menemani. Rumah tersebut merupakan

warisan dari keluarganya yang merupakan asli dari warga Kelurahan Serua. Hal

itu dibenarkan oleh seorang keluarganya.

“Die kan emang asli orang sini. Ini tetangganya keluarga semua. Nah rumah

ini dulu ceritanya keluarganya die punya tanah trus dibangun rumah trus

dibagi-bagiin dah tuh ke anak mantunya” (Wawancara dengan SU, 4 Januari

2017).

59

Di usia senjanya yaitu 68 tahun, SW masih bekerja sebagai penjual sayur.

SW biasa menjual dagangannya di sebuah perumahan di daerah Palmerah Jakarta

Barat. SW sudah menjual sayur sejak almarhum suaminya masih hidup. Hanya

saja bedanya jika dahulu SW berjualan berdua dengan suami, saat ini SW

berjualan seorang diri. Keputusannya untuk bekerja karena keinginan dari dirinya

sendiri untuk membantu perekonomian keluarga dan suaminya saat itu juga tidak

melarang SW untuk bekerja. SW berjualan sayur di daerah Palmerah sebab SW

masih harus mengurus ibundanya yang juga tinggal di daerah Palmerah. Biasanya

SW memulai aktivitasnya pukul tiga dini hari. Untuk sampai ke Palmerah, SW

menggunakan transportasi umum seperti angkutan kota (angkot) dan bus. SW

berangkat kerja seorang diri tanpa ditemani anak maupun menantunya yang juga

tinggal serumah dengan SW. Pekerjaan tersebut terpaksa SW lakukan sebab

dirinya tidak memiliki keahlian khusus dan bahkan SW tidak penah mengenyam

bangku pendidikan. Selain itu juga didukung oleh penghasilan anak keduanya

yang bekerja sebagai buruh bangunan serabutan yang tidak mendapatkan

penghasilan tetap.

“Iya ada yang kerja yang nomer dua. Kerjanya jadi tukang bangunan ngikut

mandor. Kalo ada proyek ya dia kerja tapi kalo gak ada proyek ya gak kerja.

Jadi ngikut be’ apa kata mandornya.” (Wawancara dengan SW, 4 Januari

2017).

Sesampainya di Palmerah, SW segera menuju ke pedagang ikan yang ada di

pasar Palmerah guna meminjam uang sebesar Rp 500.000,- untuk modal usaha

SW seperti membeli ikan, tahu, tempe, dan sayur-sayuran. Setelah selesai belanja

SW segera bergegas menuju sebuah perumahan di daerah Palmerah dan kemudian

ia menggelar lapak jualannya disana. SW mulai menata dagangannya sekitar

60

pukul enam pagi. Biasanya SW berjualan hanya sampai pukul sebelas siang.

Apabila sampai pukul sebelas siang dagangannya masih ada, biasanya SW

menjualnya dengan harga modal, tetapi apabila masih bersisa juga biasanya

dibawa pulang oleh SW ke rumahnya untuk bahan makanan di rumahnya. Selesai

berjualan SW pun kembali menuju ke pedagang ikan untuk mengembalikan

modal yang ia pinjam. Hal tersebut dilakukan oleh SW setiap hari sebab dirinya

tidak memiliki uang untuk modal usahanya tersebut. Selama berjualan, SW kerap

kali dihutangi oleh pelanggannya.

“Ya palingan suka diutangin aja sama pembeli tapi saya gak apa-apa besok

juga kan pada bayar. Saya juga gak nagihin, biarin aja pada bayar sendiri”

(Wawancara dengan SW, 4 Januari 2017).

Penghasilan yang diperoleh SW dari berjualan sayur terbilang kecil yaitu Rp

50.000,- per harinya, sehingga penghasilan yang didapat hanya bisa digunakan

untuk membeli kebutuhan dapur, “Buat apa ya palingan buat ongkos sama makan

doang. Listrik apah anak yang bayar” (Wawancara dengan SW, 4 Januari 2017).

Penghasilan sebelum dan sesudah suami meninggal dirasa sama saja oleh SW,

sebab SW tidak pernah menambah atau mengurangi barang-barang dagangannya.

Secara keseluruhan ibu tunggal yang termasuk ke dalam kategori strategi

bertahan hidup memiliki kapabilitas, aset, dan kegiatan yang terbatas. Dari aspek

kapabilitas mereka bekerja dengan mengandalkan tenaga yang dimiliki dan juga

mereka tidak memiliki perbaikan perekonomian pasca berpisah dengan suaminya.

Sehingga untuk penghasilannya pun hanya bisa untuk mencukupi kebutuhan

sehari-hari seperti makan dan membayar keperluan rumahtangga. Aset yang

mereka miliki juga mayoritas merupakan peninggalan dari keluarganya dan aset

61

itu pula lah yang dimanfaatkan oleh ibu tunggal untuk bekerja di sektor publik.

Sementara dari aspek kegiatan, ibu tunggal yang termasuk dalam kategori strategi

bertahan hidup merupakan ibu tunggal yang jarang berinteraksi dengan

masyarakat. Hal itu disebabkan oleh kondisi fisik mereka yang sudah terlalu lelah

untuk mengerjakan semua urusan rumahtangganya baik itu domestik maupun

publik.

2. Strategi Konsolidasi (Consolidation Strategy)

White mengatakan bahwa yang tergolong ke dalam jenis strategi konsolidasi

yaitu yang memiliki aset dan modal yang cukup untuk memenuhi kebutuhan

hariannya. Memiliki penghasilan yang relatif lebih tinggi serta memiliki

penghasilan tambahan. Selain kebutuhan harian yang dapat terpenuhi, kebutuhan

sekunder dan tersier pun terpenuhi. Rumahtangga yang memiliki strategi

konsolidasi mayoritas memiliki sepeda motor dan peralatan rumahtangga yang

lengkap. Selain itu rumahtangga jenis ini juga mampu mengembangkan diri dan

berkonsolidasi dengan mengembangkan pemanfaatan sumberdaya dengan tujuan

jangka menengah dan panjang serta memiliki kekuatan jaringan sosial. Dari

informan yang penulis temui, terdapat tiga ibu tunggal yang masuk ke dalam

kategori ini yaitu EM, NN, dan RN.

a) Ibu Tunggal EM

Informan pertama yang masuk ke dalam kategori strategi konsolidasi yaitu

ibu tunggal berinisial EM. Berikut aspek-aspek strategi konsolidasi EM:

62

Tabel III.B.1 Matriks Informan EM

Kapabilitas

Aset Kegiatan

Tampak Tidak

Tampak

Saat Ada

Suami

Setelah Tidak Ada

Suami

- Tidak ada anak yang

bekerja.

- Terkadang meminjam uang

ke koperasi untuk modal

usaha.

- Penghasilan digunakan

untuk makan, biaya sekolah

anak, biaya rumahtangga,

dan modal usaha.

Kulkas. Pendidikan

akhir SMA.

- Bekerja

sebagai

pegawai di

perusahaan

bus.

- Tidak

mengikuti

kegiatan

sosial dan

arisan.

- Bekerja sebagai

wirausaha dengan

membuka usaha

warung

kelontong.

- Mengikuti

kegiatan sosial

seperti

perkumpulan

darah AB dan

arisan.

Dalam kesehariannya EM bekerja sebagai penjual warung kelontong di teras

kontrakannya. Kontrakannya terbilang kecil dan di bagian depannya terlihat cat

tambok sudah mengelupas. EM mengontrak dengan biaya perbulan sebesar Rp

600.000,-. Kontrakan tersebut EM tempati bersama dengan anak tunggalnya yang

masih bersekolah kelas 2 SD.

Dengan bermodalkan uang sebesar Rp 1.000.000,- sampai Rp 2.000.000,-

EM mulai membuka usaha warung kelontong sejak berpisah dengan suaminya

yaitu tepatnya tiga tahun lalu. Sebelumnya EM pernah bekerja sebagai pegawai di

sebuah perusahan bus, namun karena anak tunggalnya tersebut tidak ada yang

menjaga maka EM memutuskan untuk berjualan di teras rumahnya.

“Ya karna anak saya aja kalo pake baju masih ada yang gak ke kancing,

pake dasi juga masih miring-miring. Udah aja lah saya di rumah aja

warungan sambil ngurusin anak” (Wawancara dengan EM, 8 Desember

2016).

63

Di warung kelontongnya tersebut EM menjual berbagai macam minuman

siap seduh dan juga makanan ringan. Selain itu penulis juga melihat beberapa gas

3kg serta gallon air mineral yang tertata rapih di teras kontrakannya. Itu pula yang

disampaikan oleh EM sebagai berikut:

“Selain warungan ya jual pulsa juga, ada freezer kita jual es seduhan, ada

yang nyari es batu ya kita jual. Kadang kan orang nyari es batu doang ya

boleh. Es seduh-seduhan juga buat jajan bocah” (Wawancara dengan EM, 8

Desember 2016).

EM bekerja berdasarkan keinginan pribadi semenjak dirinya belum

menikah. Sampai pada akhirnya EM menikah, EM tidak pernah mendapat

halangan dari mantan suaminya untuk bekerja. Mantan suaminya sangat

mendukung keputusan EM tersebut bahkan EM pernah satu tempat kerja dengan

mantan suaminya yaitu di sebuah perusahaan bus saat mereka masih terikat dalam

sebuah pernikahan. Hal tersebut menunjukkan bahwa mantan suami EM tidak lagi

menganut pemikiran lama mengenai perempuan yang dilarang untuk bekerja.

Tetapi keinginan EM tersebut kemudian disalahgunakan oleh mantan

suaminya pasca berpisah. Pasalnya selain mantan suami EM meninggalkan ia dan

anaknya begitu saja tanpa adanya legalitas perceraian yang jelas, mantan

suaminya juga tidak lagi memberikan nafkah kepada anaknya. Dimana dalam hal

ini jika dilihat dari perspektif gender menurut Fakih maka mantan suami EM

termasuk ke dalam kategori kekerasan ekonomi yang berupa menahan nafkah

seseorang.

“Dia bakal ngasih kalo saya samperin ke tempat kerjanya. Kalo gak gitu ya

udah aja dia gak ada kesadaran buat ngasih ke anaknya. Makanya sekarang

64

saya diemin aja lah males saya berhubungan lagi sama dia. Saya juga bisa

biayain anak sendirian” (Wawancara dengan EM, 8 Desember 2016).

Permasalahan itu pula lah yang mendasari EM untuk membuka usaha

warung kelontong di kontrakannya. Dari penghasilan usaha warung kelontong

yang diperolehnya yaitu sebesar Rp 100.000,- per hari, EM dapat

menggunakannya untuk membayar kontrakan, makan, serta membeli

perlengkapan sekolah anak tunggalnya. Selain itu EM juga menyisihkan

penghasilannya tersebut untuk membuat asuransi pendidikan bagi anaknya.

Karena menurut EM pendidikan sangat penting sehingga ia akan mengupayakan

dengan seluruh tenaga dan kemampuan yang dimiliki untuk membiayai

pendidikan anaknya hingga tingkat tinggi.

“Saya pake buat bikin asuransi anak saya, asuransi pendidikan selama 10

tahun, saya juga baru mulai sih kemaren abis lebaran. Saya pengennya dia

pinter biar bisa jadi dokter, dapet beasiswa. Pengennya sih begitu. Kalo gak

ya jadi guru kali ya. Kalo guru kan dia bisa libur, kalo pegawai kan susah

dapet liburnya.” (Wawancara dengan EM, 8 Desember 2016).

Walaupun EM bisa menyisihkan penghasilannya untuk asuransi pendidikan

anak, tetapi terkadang EM juga meminjam uang ke koperasi untuk modal

usahanya. Biasanya EM meminjam uang ke koperasi sebesar Rp 2.500.000,- yang

ia angsur setiap minggunya sebesar Rp 60.000,- selama setahun.

“Saya bukan tipikal yang suka minjem-minjem, anti saya sebenernya, kalo

pun terpaksa minjem juga bukan buat makan tapi buat keperluan warung dan

kalo udah ada uang langsung saya bayarin. Biasanya minjem di koperasi.

Tiap minggu kan orang koperasinya dateng tuh ke perkumpulan ibu-ibu nah

disitu saya minjem. Kalo minjem selama setahun itu Rp 2.500.000,- kalo gak

salah dah. Jadi tiap minggu saya bayar gantinya Rp 60.000,-. Sekarang

tinggal kurang berapa ya, pokoknya bulan Februari apa Maret udah selesai”

(Wawancara dengan EM, 8 Desember 2016).

65

Hal tersebut dibenarkan oleh tetangga EM bernama MA, “Iyak disini kalo

minggu suka pada ngumpul ntar orang koperasi dateng, banyak juga sih yang

minjem di koperasi termasuk mpok EM” (Wawancara dengan MA, 8 Desember

2016).

Kegiatan yang dilakukan dalam perkumpulan di sekitar rumah EM yaitu

berupa kegiatan arisan. Kegiatan arisan biasanya diadakan setiap seminggu sekali.

Selain arisan, EM juga mengikuti kegiatan sosial seperti perkumpulan darah AB.

“Saya ikut perkumpulan ibu-ibu disini setiap minggu kan suka pada

ngumpul nih sekalian sama arisan, terus baru bulan agustus kemarin saya

ikut perkumpulan golongan darah AB di Jakarta” (Wawancara dengan EM,

8 Desember 2016).

Menurut EM, statusnya sebagai ibu tunggal bukanlah penghalang untuk

beraktifitas di luar rumah. Justru dengan kesendiriannya itu EM merasa lebih

leluasa untuk mengikuti berbagai macam kegiatan. EM biasanya memantau dari

media sosial seperti facebook untuk mencari kegiatan-kegiatan positif yang ada di

sekitarnya. Perkumpulan darah AB dipilih oleh EM pun bukan tanpa alasan.

Dalam penuturannya, kegiatan tersebut ia pilih sebab beberapa tahun silam

dirinya pernah membutuhkan banyak sekali kantong darah AB saat harus

melahirkan buah hatinya. Sehingga saat ini EM merasa bahwa dirinya harus

berbalas budi untuk ikut mendonorkan darah AB miliknya serta mengikuti segala

kegiatan yang diselenggarakan oleh perkumpulan darah AB.

Dari strategi yang dilakukan oleh EM terlihat bahwa EM mampu

mendayagunakan seluruh aspek-aspek yang ia miliki baik itu secara kapabilitas,

aset, dan kegiatan. Itu terjadi karena sejak EM masih bersama dengan suaminya,

66

EM tidak sepenuhnya bergantung pada suami. EM sudah bekerja jauh hari

semenjak belum menikah bahkan saat sudah menikah pun EM masih bekerja

mencari nafkah. Walaupun EM mengalami kekhawatiran terhadap

keberlangsungan kehidupan kedepannya, tetapi karena EM memiliki kapabilitas

yang baik, sehingga EM mampu mendayagunakan aset dan kegiatan yang ia

miliki guna menghidupi keluarganya.

b) Ibu Tunggal NN

Informan kedua yang masuk ke dalam kategori strategi konsolidasi yaitu ibu

tunggal berinisial NN. Berikut aspek-aspek strategi konsolidasi NN:

Tabel III.B.2 Matriks Informan NN

Kapabilitas

Aset Kegiatan

Tampak Tidak

Tampak

Saat Ada

Suami

Setelah Tidak

Ada Suami

- Ada anak yang bekerja

sebagai pegawai SPBU,

SPG, dan pegawai Rumah

Sakit.

- Mampu menggunakan

modal untuk berjualan nasi

uduk.

- Terkadang meminta uang ke

anak untuk membeli makan

dan modal usaha.

- Penghasilan digunakan

untuk makan dan biaya

rumahtangga.

Rumah. - Pendidik-an

akhir SMP

- Memiliki ke-

terampilan

menjahit

Pekerjaan

utama

sebagai

pergawai di

tempat

percetakan

dan memiliki

usaha

sampingan

sebagai

penjual nasi

uduk.

Pekerjaan utama

sebagai penjual

nasi uduk

namun

terkadang masih

menerima

pekerjaan

percetakan.

Berdasarkan penjelasan di atas maka ibu tunggal berinisial NN tergolong ke

dalam strategi konsolidasi, sebab selain pekerjaan utama NN pun memiliki

pendapatan tambahan dari pekerjaan sampingan yang ia jalani.

67

“Ngurusin rumah sama jualan nasi uduk. Tapi kalo ada pelanggan dulu

waktu di percetakan nyariin saya gitu yang nyuruh bikin buku kek apa kek

ya saya kerjain kan duitnya lumayan.” (Wawancara dengan NN, 4 Januari

2017).

Dalam wawancaranya NN mengatakan bahwa dirinya sudah mulai bekerja

semenjak masih berusia remaja. Setelah menikah pun mantan suaminya tidak

pernah melarangnya untuk bekerja. Sehingga NN sudah terbiasa mandiri secara

ekonomi sebelum menikah dengan mantan suaminya. Saat masih remaja hingga

akhirnya NN menikah, NN bekerja di sebuah tempat percetakan. Namun karena

semakin banyaknya pesaing di bidang percetakan akhirnya tempat NN bekerja

mengalami kebangkrutan sehingga NN tidak memiliki pekerjaan lagi saat itu.

Namun karena NN memiliki keinginan yang kuat untuk mandiri secara

ekonomi akhirnya satu bulan berikutnya dengan bermodalkan uang sebesar Rp

500.000,- hasil dari tabungannya selama masih bekerja di percetakan, NN

membuka usaha baru yaitu berjualan nasi uduk. Usaha NN itu dimulai saat suami

masih hidup tepatnya sejak tahun 2014. Namun bukan berarti kemudian suami

ikut membantunya sebab saat NN memulai usahanya, suami NN telah terlebih

dahulu terkena penyakit stroke. NN menjalani usahanya itu seorang diri. Hanya

saja sesekali anak-anaknya membantu untuk memasak di dapur. Sering kali NN

mengubah strategi dalam berjualan. Pada awalnya NN berjualan nasi uduk dengan

berkeliling kampung, jualannya tersebut dibawanya dengan cara digendong.

Namun karena merasa lelah, NN pun memutuskan untuk berjualan di teras

rumahnya. Nasib buruk menimpa NN sebab penghasilannya dari berjualan nasi

uduk menurun. Tetapi NN tidak patah semangat untuk tetap berjualan nasi uduk.

Maka kemudian NN memutuskan untuk berjualan di pinggir jalan raya. Penjualan

68

pun kembali meningkat. Namun kembali lagi terjadi NN merasa lelah jika harus

berjualan melewati jalan menanjak dari rumahnya ke pinggir jalan raya. Akhirnya

NN memutuskan untuk menyewa sebuah tanah di pinggir jalan raya dan

kemudian ia bangun sebuah warung, “Kecil sih tapi lumayan dah daripada harus

naik turun ngangkutin dagangan capek bener.” (Wawancara dengan NN, 4 Januari

2017). Hal tersebut dibenarkan oleh tetangganya yang bernama NU, “Iya dulu pas

baru banget jualan dia keliling tuh tiap pagi, tapi capek kali ya kalo keliling

akhirnya nyewa dah tuh dia tanah yang di pinggir jalan sono trus sama dia

dibangun warung” (Wawancara dengan NU, 4 Januari 2017).

Semenjak warung NN itu selesai dibangun, jam berjualan NN pun berubah.

NN mengatakan bahwa dahulu ia berjualan saat pagi hari. Namun semenjak

warungnya selesai dibangun atau tepatnya sejak bulan September tahun 2016 NN

memutuskan berjualan pada malam hari. NN beralasan bahwa akan lebih banyak

pembeli yang datang sebab saat malam hari sudah hampir tidak ada yang

berjualan sehingga NN tidak memiliki banyak pesaing.

Selama berjualan, NN tidak menampik apabila dirinya kerap mengalami

kekerasan seksual dari pembelinya seperti disentuh. Pembelinya itu mayoritas

merupakan lawan jenis dengan pekerjaan yang beragam seperti supir taxi maupun

tukang ojek.

“Ya kalo dagang uduk kan saya malem biasanya dari magrib sampe jam 12

malem malahan suka lewat, ya kadang suka aja digangguin kayak dicolek

atau digoda-godain gitu tapi cuekin aja lah. Itu juga kan udah resiko saya

dagang malem” (Wawancara dengan NN, 4 Januari 2017).

69

Penghasilan yang diperoleh NN selama sehari tidak menentu tergantung

ramai tidaknya pembeli, namun setidaknya NN bisa mendapat penghasilan Rp

100.000,- sampai Rp 200.000,- per harinya. Dari penghasilan yang diperolehnya

tersebut ia gunakan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari, “Buat makan,

buat jajan anak yang kecil sekali minta kan 5-10 ribu, air, listrik.” (Wawancara

dengan NN, 4 Januari 2017). Selain itu berdasarkan hasil observasi penulis

walaupun penghasilan NN tidak terlalu besar, namun NN memiliki peralatan

rumahtangga yang terbilang lengkap seperti televisi berwarna, dvd player dan

kipas angin. Dalam hal mencari nafkah NN tidak sendirian sebab tiga dari lima

orang anaknya telah memiliki pekerjaan sehingga NN sedikit merasa terbantu

apabila sedang tidak memiliki uang ia bisa meminta kepada anak-anaknya

tersebut. Uang yang NN minta pun biasanya digunakan hanya untuk membeli

makan bagi dirinya dan kelima anak-anaknya.

Dari pernyataan NN di atas terlihat bahwa NN memiliki kemandirian secara

ekonomi yang ia peroleh semenjak masih berusia remaja dan berimplikasi pada

saat dirinya sudah menikah dan bahkan setelah berpisah dengan suaminya akibat

meninggal dunia. Walaupun NN merasa mengalami kesulitan secara ekonomi

pasca berpisah dengan suaminya sebab uang yang dimiliki NN terus berkurang

karena membiayai pengobatan suaminya akibab penyakit stroke, tetapi NN

mampu mengelola perekonomian keluarganya dengan baik dan itu dapat dilihat

dari strategi yang digunakan oleh NN dalam berjualan.

70

c) Ibu Tunggal RN

Informan ketiga yang masuk ke dalam kategori strategi konsolidasi yaitu ibu

tunggal berinisial RN. Berikut aspek-aspek strategi konsolidasi RN:

Tabel III.B.3 Matriks Informan RN

Kapabilitas

Aset Kegiatan

Tampak Tidak

Tampak

Saat Ada

Suami

Setelah Tidak

Ada Suami

- Tidak ada anak yang bekerja.

- Mampu menggunakan modal

untuk berjualan pulsa.

- Terkadang meminjam uang

ke teman untuk biaya

transportasi.

- Penghasilan digunakan untuk

makan, biaya sekolah anak,

biaya rumahtangga, dan

membayar kredit motor.

- Motor.

- Kalung

emas.

- Pendidikan

akhir SMK.

- Memiliki

keterampil-

an meng-

gunakan

komputer.

- Bekerja

sebagai

pegawai

percetakan.

- Tidak

punya

usaha

sampingan

- Bekerja sebagai

pegawai SPBU.

- Memiliki usaha

sampingan yaitu

berjualan pulsa.

RN merupakan anak sulung dari ibu tunggal NN. RN berpisah dengan

suaminya akibat perceraian. Semenjak bercerai dengan mantan suami dua tahun

silam, RN memutuskan untuk tinggal bersama dengan ibunya yaitu NN. Dalam

hal kepemilikan tempat tinggal, RN sebenarnya memiliki sebuah rumah yang ia

bangun bersama dengan mantan suaminya, namun karena terdapat konflik antara

RN dengan mantan ibu mertuanya maka rumah RN tersebut diambil alih oleh

mantan ibu mertuanya tersebut yang kemudian dijadikan sebuah kontrakan, “Ada

rumah tapi udah pisah ya diambil sama mertua trus sama dia dijadiin kontrakan”

(Wawancara dengan RN, 5 Januari 2017). Hal itu juga dibenarkan oleh NN selaku

orang tua dari RN.

71

“Ibu mertuanya dia mah emang begitu. Mereka pisah juga kan disuruh ibu

yang lakinya. Nah yang lakinye juga kagak ngomong apa-apaan, kagak ada

usaha buat pertahanin rumahtangga, nurut aja gitu sama ibunya”

(Wawancara dengan NN, 5 Januari 2017).

Walaupun perpisahan tersebut merupakan kenyataan buruk bagi RN, namun

RN harus terus berjuang melanjutkan kehidupannya sebab dirinya masih memiliki

dua orang buah hati yang menjadi tanggungannya saat ini. RN selalu berupaya

untuk menyibukkan diri dengan bekerja supaya tidak kembali mengingat

perpisahan dengan suaminya tersebut. Saat itu pekerjaan RN adalah sebagai

seorang pegawai di sebuah tempat percetakan di daerah Ciputat. Dua tahun

berselang setelah perpisahan dengan mantan suaminya, RN memutuskan untuk

memilih pekerjaan lain. Keputusan itu dipilih RN dengan alasan supaya dirinya

bisa mendapatkan penghasilan tetap untuk kedua buah hatinya. Namun bukan hal

yang mudah bagi RN untuk mencari pekerjaan baru, sehingga sempat terbesit di

benak RN untuk bekerja sebagai tukang ojek online. Namun takdir berkata lain,

akhirnya saat ini RN justru bekerja sebagai seorang pegawai di sebuah SPBU di

daerah Sawangan-Depok.

“Dulu saya sempet mikir apa jadi tukang Grab Bike (ojek online) aja kali ya,

abisan saya naro lamaran gak ada yang manggil. Akhirnya pas waktu itu

saya mau nyoba ke kantor Grab, saya kan lewat pom bensin di daerah

Sawangan, saya iseng aja tanya ada lowongan gak. Alhamdulillahnya ada

tuh mbak, udah aja saya coba ke kantornya trus ketemu sama kepala pom

disitu, cepet banget deh mbak prosesnya semua dilancarin. Sekarang saya

udah kerja disana ada tiga bulanan” (Wawancara dengan RN, 5 Januari

2017).

Selama bekerja sebagai pegawai SPBU, RN mengatakan bahwa tidak ada

perbedaan dalam hal pembagian jam kerja antara pegawai laki-laki dengan

pegawai perempuan, “Semua sama aja mbak gak ada yang dibedain. Kalo yang

72

cowok kebagian kerja malem ya yang cewek juga ikut kebagian kerja malem”

(Wawancara dengan RN, 5 Januari 2017). Namun RN juga tidak menampik ada

perasaan takut di dalam dirinya saat harus bekerja hingga larut malam sehingga

RN memutuskan untuk membeli sebuah sepeda motor guna menjaga keamanan

dirinya.

“Kalo motor saya baru banget ngambil kemaren karna kan saya kerja di

pom bensin kadang dapet giliran malem dari pada naik angkot jadinya saya

nyicil aja motor, baru banget 2 bulan saya ngambil” (Wawancara dengan

RN, 5 Januari 2017).

Dengan pernyataan RN tersebut maka benar yang ditulis dalam sebuah

bulletin yang berjudul Perempuan Bergerak (2004) yang menyebutkan bahwa

masih banyak perempuan yang bekerja sebagai buruh yang belum mendapatkan

hak-haknya seperti fasilitas bekerja di malam hari dan jaminan keamanan serta

keselamatannya.

Selain itu, RN juga mengatakan bahwa pada saat pertama bekerja sebagai

pegawai di SPBU, RN pernah dimarahi oleh atasannya, “Pernah dimarahin dulu

pas baru masuk tapi wajar lah mbak namanya juga pegawai baru masih suka

salah-salah ya dimarahin hehe” (Wawancara dengan RN, 5 Januari 2017).

Dalam hal penghasilan karena RN masih terbilang sebagai pegawai baru

sehingga terdapat perbedaan penghasilan dengan pegawai yang telah lama bekerja

di SPBU tersebut, “Kalo sekarang kan masih training masih kecil 1,1 juta kalo

udah resmi 2,1 juta” (Wawancara dengan RN, 5 Januari 2017). Walaupun

penghasilannya tersebut sangat terbatas, tetapi RN mampu mengelola

penghasilannya tersebut dengan sangat baik. Itu tercermin dari kepemilikan

73

sepeda motor yang RN beli setelah dua bulan bekerja sebagai pegawai di SPBU

dan juga kemampuan RN untuk membeli kebutuhan sekolah kedua buah hatinya.

“Belom lama ini saya ngebeliin tablet buat anak saya soalnya sekarang

pendidikan udah makin canggih, bahan bacaan juga gak harus selalu dari

buku, bisa juga nyari dari internet. Makanya saya beliin deh tablet biar anak

makin pinter, biar kenal teknologi juga.” (Wawancara dengan RN, 5 Januari

2017).

Selain itu RN juga mampu menggunakan penghasilan yang ia miliki untuk

membuka usaha sampingan yaitu berjualan pulsa.

“Ada, jualan pulsa. Baru beberapa hari sih mulai jualannya. Modalnya

kemaren itu 200 ribu dari gaji saya. Ya lumayan lah buat nambah-nambah

hehe” (Wawancara dengan RN, 5 Januari 2017).

Keputusan RN untuk berjualan pulsa merupakan keinginannya sendiri.

Menurut RN, selain karena modalnya yang tidak terlalu besar, berjualan pulsa

juga bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja. Hanya bermodalkan handphone

pribadinya RN sudah bisa berjualan pulsa. Menurut penuturan RN dirinya

berjualan pulsa hanya kepada orang-orang yang sering ditemui supaya mudah

dalam proses transaksi.

Dalam kasus RN karena dirinya telah bekerja semenjak masih bersama

dengan suami maka saat dirinya harus menerima kenyataan pahit berupa berpisah

dengan suaminya akibat perceraian, RN tidak begitu terpuruk dalam hal ekonomi.

Itu terlihat dari cara RN yang mengubah jenis pekerjaannya dan juga dengan RN

mengolah penghasilannya untuk membuka usaha sampingan guna menambah

penghasilan keluarganya.

74

Secara keseluruhan ibu tunggal yang termasuk ke dalam kategori strategi

konsolidasi memiliki kapabilitas, aset, dan kegiatan yang lebih baik dibandingkan

ibu tunggal pada strategi sebelumnya. Mereka mampu mengelola perekonomian

keluarganya dengan baik dan itu tercermin dari usaha sampingan yang mereka

miliki. Dari usaha sampingan yang mereka miliki itu pun kemudian berdampak

pada kepemilikan aset. Ibu tunggal kategori ini juga memiliki kegiatan yang

beragam seperti pengajian dan arisan, di mana kegiatan tersebut merupakan

aktvitas fisik guna memperluas jaringan untuk dapat terus eksis sebagai seorang

ibu tunggal serta membantunya dalam penghidupan rumahtangga.

3. Strategi Akumulasi (Accumulation Strategy)

Menurut White yang tergolong ke dalam strategi akumulasi yaitu yang

mampu mendayagunakan kemampuannya guna memupuk modal dan

meningkatkan kesejahteraannya dalam jangka panjang. Rumahtangga akumulasi

memiliki kontrol atas sumberdaya lahan yang luas dan modal yang luas. Selain itu

juga berani mengambil resiko serta tanggap atas segala peluang yang mungkin

didapat. Dari sepuluh informan yang penulis temui, hanya terdapat dua ibu

tunggal yang masuk ke dalam kategori strategi akumulasi yaitu GN dan YN.

a) Ibu Tunggal GN

Informan pertama yang masuk ke dalam kategori strategi akumulasi yaitu

ibu tunggal berinisial GN. Berikut aspek-aspek strategi akumulasi GN:

75

Tabel III.C.1 Matriks Informan GN

Kapabilitas

Aset Kegiatan

Tampak Tidak

Tampak

Saat Ada

Suami

Setelah Tidak

Ada Suami

- Ada anak yang bekerja

sebagai tukang ojek online

(Go-jek) dan pegawai

swalayan.

- Mampu menggunakan modal

untuk membuat usaha

konveksi.

- Mampu menggunakan

teknologi handphone untuk

mengembangkan usahanya.

- Tidak pernah meminjam

uang.

- Penghasilan digunakan untuk

biaya sekolah anak, biaya

rumahtangga, dan membayar

upah pegawai.

- Rumah.

- Tanah.

- Mesin jahit.

- Pendidikan

akhir SMP.

- Memiliki

keterampilan

menjahit.

Bekerja

sebagai

pegawai di

pabrik

konveksi.

Bekerja

sebagai

wiraswasta

dengan

membuka

usaha

menjahit.

GN bekerja dari sebelum dirinya menikah. Keputusan GN untuk bekerja

pada awalnya karena untuk membantu perekonomian keluarga sebab GN sudah

ditinggal meninggal oleh ibunya sejak duduk di bangku SD. Sehingga GN harus

menjadi tulang punggung keluarga membantu ayahnya untuk mencari nafkah bagi

adik-adiknya. Sampai akhirnya menikah, GN memutuskan untuk tetap bekerja di

sebuah pabrik konveksi dan GN bersyukur sebab suaminya saat itu tidak

melarangnya untuk bekerja. Kemandirian GN dalam ekonomi kemudian diuji

pada saat dirinya ditinggal oleh suaminya begitu saja tanpa disertai surat legalitas

perceraian yang jelas. Secara mental GN sempat terpuruk. GN memutuskan untuk

pulang ke kampung halamannya selama enam bulan untuk menenangkan diri.

Setibanya di Jakarta GN kembali bersemangat untuk melanjutkan hidup sebab

anak keduanya memberikannya hadiah berupa dua buah mesin jahit. Semenjak

76

saat itu pula GN memutuskan untuk berhenti bekerja dari pabrik konveksi dan

membuka usaha sendiri di rumahnya.

Dengan modal yang diberikan oleh anak keduanya berupa mesin jahit, saat

ini GN telah mampu mendayagunakan tenaga kerja yang tersedia di sekitar tempat

tinggalnya. GN mempekerjakan dua orang tetangganya untuk bekerja di usaha

konveksi rumahan miliknya.

“Ya bukan karyawan, temen dah gitu, ya ada 3 orang yang bantuin.

Daripada ngegosip yang gak penting kan? Jadinya saya ajak aja buat kerja

bareng” (Wawancara dengan GN, 6 Desember 2016).

Usaha yang dijalani GN dimulai sejak berpisah dengan suaminya tepatnya

sejak lima tahun lalu. Namun GN baru mempekerjakan tetangganya sekitar dua

tahun belakangan ini. Sebelumnya usaha GN hanya dibantu oleh anak

perempuannya. Dalam memberikan upah kepada tetangganya itu, GN menerapkan

sistem bagi hasil.

“Jadi kan ibu setiap kali ngejait ongkosin tiap bajunya 4 ribu, nah nanti yang

ngebantuin dapet separo harga, 2 ribu. Nah ntar nih misalnya dia bisa

ngerjain berapa baju yaudah tinggal dikali 2 ribu itu penghasilan dia”

(Wawancara dengan GN, 6 Desember 2016).

Untuk mengembangkan usahanya GN memanfaatkan teknologi yang sudah

berkembang saat ini. GN memasarkan usahanya melalui media sosial BBM

(Blackberry Messanger), “Nawarin lewat BBM ke temen-temen, ibu bilang gini:

„saya ada mesin nih 3 biji, yang mau jait di saya aja ya” (Wawancara dengan GN,

6 Desember 2016). Selama proses wawancara penulis juga mengobservasi tempat

usaha milik GN. Penulis melihat banyak sekali tumpukan bahan yang ada di

kontrakan tempat GN membuka usaha menjahitnya. Menurut penuturannya,

77

dalam seminggu orderan yang masuk bisa mencapai 1.000 bahkan 2.000 potongan

kain yang sudah disesuaikan ukuran dan polanya. Pelanggan GN biasanya berasal

dari penjual pakaian yang ada di Pasar Cipadu dan Pasar Tanah Abang. Usaha

menjahit yang dijalani oleh GN ini hanya melayani jasa menjahit. GN tidak

menerima pekerjaan menjahit apabila harus membuatnya dari dasar seperti

membuat pola, sebab keterampilan menjahit yang dimiliki oleh GN didapatkannya

secara otodidak saat masih bekerja di sebuah pabrik konveksi dan bukan berasal

dari sebuah kursus menjahit.

“Dulu saya belajar ngejaitnya sendiri pas masih kerja di pabrik. Kalo lagi

jam istirahat saya nyoba-nyoba aja ngejait sendiri trus lama-lama bisa. Tapi

ya itu namanya juga belajar sendiri jadi ngertinya cuma ngejait, gak ngerti

kalo disuruh bikin pola gitu” (Wawancara dengan GN, 6 Desember 2016).

Walaupun saat ini kehidupan GN sudah terbilang baik, kenyataannya dahulu

saat GN bekerja di pabrik konveksi GN sering mengalami ketidakadilan gender

antara pegawai laki-laki dengan pegawai perempuan. Misalnya saja dalam hal

pembagian upah.

“Pernah dulu waktu ibu masih kerja di konveksi. Kalo lagi lembur biasanya

uang lemburnya dibedain. Bedanya bisa nyampe 50, kadang 100, malahan

bisa nyampe 200” (Wawancara dengan GN, 6 Desember 2016).

Dalam penuturannya, GN tidak dapat berbuat banyak terhadap hal tersebut

sebab itu merupakan peraturan yang berasal dari kepala pabrik. Selain perbedaan

upah, GN juga sering berurusan dengan kepala pabrik yang disebabkan oleh tidak

diberikan kesempatan izin cuti untuk mengambil rapot anak-anaknya. Sehingga

setiap pembagian rapot, GN memilih untuk tidak bekerja walaupun GN

78

mengetahui kalau dirinya akan diberikan sanksi oleh kepala pabrik di hari

berikutnya.

“Dulu juga waktu kerja di pabrik ibu sering bolos kalo anak lagi ambil

rapot. Ya abisan gimana yak, saya udah izin juga gak dikasih, yaudah

mendingan saya bolos aja. Anak kan lebih penting dari kerjaan”

(Wawancara dengan GN, 6 Desember 2016).

Karena banyaknya permasalahan yang diterima oleh GN selama bekerja di

pabrik konveksi serta karena adanya perpisahan antara dirinya dengan sang suami

maka hal itulah yang pada akhirnya menyebabkan GN saat ini bisa menjadi

seorang wiraswasta yang terbilang sukses di sekitar tempat tinggalnya. GN

beranggapan bahwa kehidupannya yang dahulu menjadi sebuah pelajaran yang

sangat berarti sehingga GN selalu berupaya untuk memperbaiki diri setiap harinya

agar pengalamannya yang dahulu tidak terjadi lagi saat ini.

Dari penghasilan yang GN peroleh dari usaha menjahitnya tersebut

digunakan untuk membiayai sekolah anak bungsunya, biaya rumahtangga seperti

listrik dan air, serta membayar upah pegawainya, “Kan saya masih ada

tanggungan anak yang bontot yang masih saya biayain, trus bayar nih kontrakan,

listrik, air kan saya yang bayar” (Wwawancara dengan GN, 6 Desember 2016).

Di keluarganya GN tidak bekerja seorang diri sebab dari kelima anak yang

ia miliki, empat diantaranya sudah bekerja. Untuk anak pertama dan anak

ketiganya sudah berkeluarga sehingga tidak lagi satu atap dengan GN. Sementara

anak keduanya yang juga merupakan pemberi modal berupa mesin jahit kepada

GN, saat ini bekerja sebagai tukang ojek online sejak setahun silam. Sedangkan

79

anak keempat GN baru lima bulan bekerja sebagai pegawai di sebuah toko

swalayan.

Dari kehidupan yang dijalani oleh GN tersebut terlihat ada masa-masa

dimana GN mengalami permasalahan baik itu berupa permasalahan pernikahan,

perekonomian, dan permasalahan di tempatnya bekerja. Namun GN memiliki

kapabilitas lebih untuk memperbaiki permasalahan dan kesalahan yang pernah ia

alami agar tidak terjadi lagi di kemudian hari. Hal tersebut terbukti dari strategi

yang ia pilih dan kemudian berdampak pada kehidupannya saat ini yang sudah

lebih baik dari sebelumnya. Bahkan dari kapabilitas dan aset yang GN miliki, ia

juga mampu membantu perekonomian tetangganya dengan mendayagunakan

tetangganya tersebut untuk bekerja di usaha yang ia miliki.

b) Ibu Tunggal YN

Informan kedua yang masuk ke dalam kategori strategi akumulasi yaitu ibu

tunggal berinisial YN. Berikut aspek-aspek strategi akumulasi YN:

Tabel III.C.2 Matriks Informan YN

Kapabilitas

Aset Kegiatan

Tampak Tidak

Tampak

Saat Ada

Suami

Setelah Tidak Ada

Suami

- Ada anak yang bekerja

sebagai pegawai di

perusahaan penjual

daging.

- Tidak pernah meminjam

uang.

- Penghasilan digunakan

untuk makan, biaya

sekolah anak, biaya

rumahtangga, dan

membayar upah pegawai.

- Rumah.

- Motor.

- Mobil

truck.

- Gudang

kosong.

Pendidikan

akhir SMP.

- Tidak

bekerja.

- Mengikuti

kegiatan

pengajian

dan arisan.

- Bekerja dengan

melanjutkan usaha

mantan suami yaitu

penyewaan truck.

- Memiliki pekerjaan

sampingan yaitu

sebagai supir antar

jemput keponakan.

- Mengikuti kegiatan

pengajian, arisan,

dan menjadi kader

di posyandu.

80

Dari aset yang YN miliki yaitu berupa gudang yang berisi besi tua dan tiga

buah mobil truck, saat ini yang tersisa hanya sebuah gudang kosong dan sebuah

mobil truck. Seluruh aset tersebut habis terjual yang disebabkan untuk membiayai

pengobatan almarhum suaminya tiga hari sebelum dinyatakan meninggal dunia.

Dari aset yang tersisa yaitu sebuah mobil truck, YN kembali berusaha untuk

menjalani usaha almarhum suaminya tersebut yaitu berupa penyewaan mobil

truck untuk mengangkut barang. YN mempercayakan adik iparnya sebagai supir

karena adik iparnya tersebut pernah melakukan pekerjaan tersebut saat suaminya

masih hidup.

“Sekarang truck ade ipar yang ngejalanin karna kan emang dia udah dari

dulu narik bareng sama almarhum jadi saya percayain dah sekarang sama

dia. Ntar tiap 2 minggu sekali nyetor ke saya” (Wawancara dengan YN, 20

Desember 2016).

Perubahan perekonomian keluarga YN pasca suaminya meninggal dapat

disebabkan oleh tidak adanya persiapan YN secara ekonomi sebelumnya. Hal itu

bisa saja dimungkinkan karena adanya larangan dari suaminya yang melarang YN

untuk bekerja saat itu.

“Dulu pernah kerja di percetakan, tapi abis nikah kata almarhum lebih baik

di rumah aja ngurus keluarga sama anak-anak, apalagi pas dapet si kembar

kan repot” (Wawancara dengan YN, 20 Desember 2016).

Dalam hal ini sangat jelas terlihat dampak negatif dari subordinasi yang

dilakukan oleh suami YN semasa hidup yaitu tidak adanya kemandirian YN

dalam hal ekonomi. YN tidak tahu apa yang harus ia kerjakan untuk memperoleh

penghasilan selain melanjutkan usaha almarhum suaminya tersebut. Hingga

81

akhirnya salah seorang keluarganya meminta YN menjadi supir antar jemput

sekolah untuk keponakannya.

“Ya palingan bantu emak di warung sama anter jemput sekolah ponakan

daripada nunggu setoran doang 2 minggu sekali, yakan? Lagian lumayan

juga duitnya dari nganter ponakan bisa nambahin duit bulanan hahaha”

(Wawancara dengan YN, 20 Desember 2016).

Penghasilan yang diperoleh dari pekerjaannya sebagai supir antar jemput

yaitu sebesar Rp 400.000,- per bulan. Sedangkan penghasilan yang diperoleh dari

usaha penyewaan mobil truck yaitu sebesar Rp 2.000.000,- per dua minggu.

Namun penghasilan yang diperoleh dari penyewaan mobil truck tersebut tidak

menentu, tergantung dari setoran yang diberikan oleh adik iparnya. Sehingga

apabila diakumulasikan setidaknya selama sebulan YN bisa memperoleh

penghasilan Rp 4.500.000,-.

Dari dua penghasilan yang diperolehnya tersebut, YN gunakan untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolah anak.

“Buat dapur, listrik, sama jajan anak yang mondok ya tau sendiri dah

namanya mondok kan keluar uang banyak buat beli kitab, seragam apa kan”

(Wawancara dengan YN, 20 Desember 2016).

Selain itu penghasilan YN juga biasa digunakan untuk membantu orang tua

almarhum suaminya. Setiap minggunya YN selalu mengupayakan untuk melihat

kondisi mertuanya tersebut. Dalam kunjungannya, YN biasa membawa uang atau

pun beras. Dari penuturan tetangga sekitar rumahnya YN memang dikenal sebagai

seorang yang dermawan. Walaupun setelah kepergian almarhum suaminya tiga

tahun silam telah membuat keadaan perekonomian YN mengalami perubahan

yang sangat drastis namun YN selalu berupaya untuk membantu keluarga atau

82

tetangga di sekitar rumahnya. Untuk acara hajatan saja YN biasa memberikan

“amplop” sebesar Rp 400.000,- bahkan Rp 500.000,- ditambah dengan makanan

ringan untuk menambah hidangan di acara hajatan tetangganya tersebut. Di

wilayah rumahnya YN juga terkenal sebagai ibu tunggal yang aktif di berbagai

macam kegiatan seperti kegiatan arisan, pengajian, dan kegiatan rutin posyandu

yang diadakan setiap bulannya. Disana YN bertugas sebagai seorang kader yang

membantu petugas kesehatan dari Kelurahan untuk memeriksa pasien. Hal

tersebut juga dibenarkan oleh tetangga YN yang bernama NE:

“Iya dia mah sering ikut acara apaan bae’ dah. Kalo tiap bulan nih pasti jadi

kader di posyandu yang bantuin dokternya. Dia orangnya gak pelit kalo

sama tetangga apalagi sama keluarga, biar kata sekarang udah gak kayak

dulu yang usahanya maju bener tapi masih aja dia suka ngasih apa gitu ke

tetangga” (Wawancara dengan NE, 20 Desember 2016).

Dalam mencari nafkah YN tidak sendirian, pasalnya dua dari empat

anaknya telah memiliki pekerjaan. Walaupun YN tidak pernah meminta uang

kepada anak-anaknya tetapi kedua anaknya yang telah bekerja itu sering kali

memberikan uang atau membelikan kebutuhan rumahtangga seperti sabun,

shampoo, dll. Walaupun saat ini YN hidup tanpa suami, namun YN merasa

bersyukur karena masih dikelilingi oleh keluarga serta anak-anak yang perhatian

kepada dirinya ditambah dengan berbagai aktivitas yang ia lakukan dapat

mengurangi rasa kesepian pasca ditinggal almarhum suami.

83

B. Ketidakadilan Gender Pada Strategi Penghidupan Rumahtangga Ibu

Tunggal

Ketidakadilan gender bisa terjadi dimana pun, kapan pun, dan oleh siapa

pun. Umumnya yang terjadi di masyarakat perempuan lah yang menjadi korban

dari ketidakadilan gender karena adanya konstruk kultural dimana perempuan

selalu dianggap tidak rasional, emosional, lemah lembut sedangkan laki-laki

dianggap memiliki sifat rasional, kuat atau perkasa (Fakih, 2016:12). Dari adanya

pandangan tersebut kemudian memunculkan berbagai macam ketidakadilan

gender berupa subordinasi, beban ganda (double burden), marginalisasi, dan

kekerasan. Permasalahan ketidakadilan gender itu juga penulis temui pada ibu

tunggal yang menjadi informan dalam penelitian ini. Berikut penjelasannya:

a) Strategi Bertahan Hidup (Survival Strategy)

Pada ibu tunggal yang termasuk ke dalam tipologi strategi bertahan hidup

mayoritas mengalami ketidakadilan gender berupa beban ganda dan ada pula

seorang ibu tunggal yang mengalami ketidakadilan gender berupa subordinasi

yang seluruhnya dialami saat masih hidup bersama dengan suami dan suaminya

lah yang melakukan tindak ketidakadilan gender tersebut.

Empat dari lima ibu tunggal dalam tipologi ini memang memutuskan untuk

bekerja di ranah publik untuk membantu perekonomian keluarga sejak masih

hidup bersama dengan suami. Namun itikad baik dari ibu tunggal tersebut

kemudian disalahgunakan oleh suaminya saat itu dimana sebelum dan sesudah ibu

tunggal bekerja di ranah publik, dirinya juga masih harus melakukan pekerjaan

domestik seperti menyapu, mengepel, memasak, dan mengurus anak seorang diri

84

tanpa dibantu oleh suami. Beban tersebut kemudian semakin bertambah pasca

berpisah dengan suaminya pasalnya saat ini perekonomian keluarga sepenuhnya

ditanggung oleh ibu tunggal seorang diri. Tetapi kemudian ketidakdilan gender

tersebut memunculkan kapabilitas dari dalam diri ibu tunggal khususnya yang

berinisial IS yang “memanfaatkan” beban gandanya tersebut untuk memenuhi

kebutuhan rumahtangganya dengan cara mengikuti kegiatan arisan saat ia sedang

bekerja di ranah publik. Hal tersebut dilakukan oleh IS selain untuk bersilaturahim

juga sebagai bentuk tabungan perekonomian keluarganya dan hasil dari tabungan

itu ia gunakan untuk modal usaha yang ia jalani yaitu berjualan bubur ayam.

Sementara dalam kasus ketidakadilan gender berupa subordinasi ditemui

pada ibu tunggal berinisial BA. BA mengalami subordinasi berupa tidak

diberikannya kesempatan untuk bekerja di ranah publik. Tidak ada perlawanan

sedikit pun akan hal tersebut karena BA menganggap hal itu wajar dilakukan oleh

seorang suami kepada istri. Tetapi kemudian subordinasi tersebut berdampak pada

kehidupan rumahtangga BA pasca berpisah dengan suaminya. Dimana dirinya

mengalami kesulitan ekonomi dan karena dirinya tidak terbiasa untuk mencari

nafkah maka saat berpisah dengan suami, BA tidak tahu apa yang harus ia

lakukan guna menghidupi keempat anak-anaknya. Sehingga strategi yang

dilakukan oleh BA untuk menghidupi keluarganya yaitu dengan mendayagunakan

sumberdaya eksternal berupa mengandalkan bantuan dari para tetangganya

sebelum akhirnya BA memutuskan untuk bekerja melanjutkan profesi mantan

suaminya yaitu sebagai seorang pemulung.

85

b) Strategi Konsolidasi (Consolidation Strategy)

Pada ibu tunggal yang termasuk ke dalam tipologi strategi konsolidasi

ditemukan tiga jenis ketidakadilan gender yaitu beban ganda, kekerasan ekonomi,

dan subordinasi. Sama seperti ibu tunggal pada strategi sebelumnya dimana ketiga

ibu tunggal yang masuk ke dalam strategi konsolidasi mayoritas mengalami

ketidakadilan gender berupa beban ganda semenjak masih bersama dengan

suaminya. Namun karena ibu tunggal dalam strategi ini memiliki kapabilitas yang

lebih dibandingkan ibu tunggal pada strategi sebelumnya maka dengan mereka

mengalami beban ganda, mereka memutuskan untuk berhenti dari tempat ia

bekerja dan membuka usaha di rumahnya seperti berjualan pulsa, berjualan nasi

uduk, dan berjualan warung kelontong. Hal itu dilakukan oleh mereka karena

selain untuk mengurangi beban ganda yang mereka alami juga untuk menambah

penghasilan keluarga sebelum dan sesudah berpisah dengan mantan suami.

Sementara untuk ketidakadilan gender berupa kekerasan ekonomi dialami

oleh seorang ibu tunggal berinisial EM yang dimana dirinya sudah tidak

mendapatkan nafkah dari mantan suaminya pasca berpisah. Tindakan mantan

suaminya tersebut dalam perspektif gender Fakih juga disebut sebagai menahan

atau tidak memberikan pemenuhan nafkah kepada korban. Hal itu juga sejalan

dengan UU Nomer 1 Tahun 1974 Pasal 41 huruf b dan c Tentang Perkawinan

yang menyebutkan:

“… b) Bapak yang bertanggung-jawab atas semua biaya pemeliharaan dan

pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak

dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa

ibu ikut memikul biaya tersebut; c) Pengadilan dapat mewajibkan kepada

86

bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan

sesuatu kewajiban bagi bekas isteri”

(http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_1_74.htm)

Dengan adanya ketidakadilan gender tersebut maka kemudian ibu tunggal

dalam tipologi ini memanfaatkan waktu luang di tengah-tengah aktivitasnya

bekerja mencari nafkah untuk mengikuti kegiatan pengajian dan arisan. Sama

seperti ibu tunggal berinisial IS pada strategi sebelumnya, kegiatan pengajian dan

arisan tersebut selain berfungsi untuk silaturahim juga untuk kegiatan menabung.

Dari penghasilan yang mereka peroleh dari arisan tersebut kemudian digunakan

untuk modal usaha dan membuka asuransi pendidikan bagi anaknya.

Kemudian untuk ketidakadilan gender subordinasi dialami oleh RN yang

berasal dari tempat ia bekerja berupa diskriminasi terhadap pemilihan jam kerja

yang dimana tidak diberikannya jaminan keamanan dan fasilitas bekerja di malam

hari yang dapat membahayakan dirinya. Hal tersebut kemudian berdampak pada

kepemilikan aset berupa kendaraan bermotor yang dibeli oleh RN dari

penghasilannya ia bekerja karena tempat RN bekerja tidak memberikan jaminan

keamanan dan fasilitas bekerja di malam hari.

c) Strategi Akumulasi (Accumulation Strategy)

Pada ibu tunggal yang termasuk ke dalam tipologi strategi akumulasi

ditemukan dua jenis ketidakadilan gender yaitu beban ganda dan subordinasi.

Untuk beban ganda masih sama seperti ibu tunggal pada strategi sebelumnya yaitu

selain bekerja di ranah domestik juga bekerja di ranah publik. Namun yang

menjadi berbeda yaitu terletak pada ketidakadilan gender berupa subordinasi. Dari

87

kedua ibu tunggal yang masuk dalam tipologi ini, keduanya mengalami

subordinasi dari sumber yang berbeda.

Untuk ibu tunggal berinisial GN ia mengalami subordinasi yang berasal dari

bos tempat ia bekerja dimana dirinya mengalami perbedaan upah antara pegawai

laki-laki dan pegawai perempuan. Dari adanya subordinasi tersebut kemudian

berdampak pada pengunduran dirinya dari tempat ia bekerja dan membuka usaha

di rumahnya berupa jasa menjahit. Dari usahanya tersebut GN juga mampu

menambah aset berupa tanah seluas 50m. Selain itu GN juga mampu membuka

lapangan pekerjaan bagi tetangga yang ada di sekitar tempat tinggalnya.

Sementara YN mengalami subordinasi yang berasal dari ranah domestik dan

mantan suaminya lah yang menyebabkan dari adanya subordinasi tersebut. Dalam

kasus YN subordinasinya yaitu tidak diperkenankannya YN untuk bekerja di

ranah publik karena saat itu suaminya masih menganut pemikiran lama yaitu

suami bekerja mencari nafkah dan istri mengurus rumahtangga. Tetapi beban

ganda yang dialami oleh YN tersebut dimanfaatkannya untuk mengikuti kegiatan

yang ada di lingkungan tempat tinggalnya seperti arisan, pengajian, dan bahkan

YN ditunjuk sebagai kader pada posyandu yang ada di dekat tempat tinggalnya.

Dari kegiatan yang ia lakukan itu berdampak pula pada kepedulian yang

ditunjukkan oleh tetangganya berupa bantuan tenaga pada saat suami YN

meninggal dunia.

88

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka kesimpulan yang diperoleh yaitu ibu

tunggal yang ada di Kelurahan Serua Kota Depok Jawa Barat memiliki latar

belakang status perceraian, pendidikan, pekerjaan, dan ketidakadilan gender yang

beragam. Keempat hal tersebut yang pada akhirnya mempengaruhi kapabilitas,

aset, dan kegiatan yang dilakukan oleh ibu tunggal yang kemudian juga

berdampak pada kategorisasi penghidupan rumahtangga ibu tunggal seperti yang

dijelaskan oleh White yaitu strategi bertahan hidup, strategi konsolidasi, dan

strategi akumulasi.

Secara garis besar ibu tunggal di Kelurahan Serua Kota Depok Jawa Barat

termasuk dalam kategorisasi strategi bertahan hidup. Ibu tunggal yang termasuk

ke dalam tipologi ini berjumlah 5 orang yang terdiri dari BA, US, IS, NR, dan

SW. Hal itu disebabkan oleh kapabilitas yang dimiliki oleh ibu tunggal tersebut

masih sangat rendah. Itu tercermin dari penghasilan yang mereka peroleh hanya

bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti makan dan biaya

transportasi. Bahkan mereka juga sering meminjam uang kepada orang yang

berada di sekitarnya untuk membeli makan sebab penghasilan yang mereka

peroleh sangat minim. Selain untuk biaya makan, uang pinjaman tersebut juga

biasa mereka gunakan untuk biaya pendidikan anak. Namun ada pula ibu tunggal

yang mengakali pemenuhan kebutuhan hariannya dengan menjual barang-barang

temuan dari hasil mencari rongsokan. Dalam hal kepemilikan aset tampak

89

(tangible assets), ibu tunggal yang termasuk dalam kategori strategi bertahan

hidup memiliki tempat tinggal berupa rumah sederhana dan gerobak yang

bersumber dari peninggalan keluarga. Sedangkan untuk aset tak tampak

(intangible assets) ibu tunggal yang masuk dalam kategori ini tidak memiliki

keterampilan apapun, untuk pendidikan saja mayoritas mereka hanya mampu

menyelesaikan hingga tingkat SMP bahkan ada ibu tunggal yang sama sekali

tidak pernah mengenyam pendidikan. Kemudian dalam hal pekerjaan yang

digeluti oleh ibu tunggal kategori ini mayoritas memilih untuk bertahan dengan

jenis pekerjaan yang sama seperti sebelum berpisah dengan suami. Itu pula yang

pada akhirnya mengakibatkan tidak adanya peningkatan dalam hal ekonomi pada

ibu tunggal pasca berpisah dengan suami. Selanjutnya dalam analisis gender, pada

ibu tunggal kategori ini mayoritas mengalami ketidakadilan gender berupa: 1)

beban ganda karena selain mengurus rumah juga harus bekerja di sektor publik

untuk mencari nafkah keluarga, 2) subordinasi yaitu diskriminasi dalam

pengambilan keputusan berupa tidak diperkenankan untuk bekerja saat masih

bersama dengan suami.

Berikutnya yaitu ibu tunggal yang termasuk dalam tipologi strategi

konsolidasi berjumlah 3 orang yang terdiri dari EM, NN, dan RN. Mereka masuk

ke dalam tipologi strategi konsolidasi sebab memiliki pekerjaan atau usaha

sampingan guna menambah sumber penghasilan. Penghasilan yang mereka

peroleh bisa digunakan selain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari juga

digunakan untuk membeli kendaraan dan membuat asuransi pendidikan anak.

Dalam hal kepemilikan aset tampak (tangible assets) dapat terlihat dari peralatan

90

rumahtangga yang mereka miliki seperti televisi berwarna, kulkas, kalung emas,

motor dan rumah. Sementara untuk aset tak tampak (intangible assets) ibu tunggal

yang masuk ke dalam kategori ini mayoritas menyelesaikan pendidikannya hingga

tingkat SMA sehingga mereka memiliki kemampuan dalam penggunaan

handphone dan komputer. Selain itu ada juga ibu tunggal yang pernah mengikuti

kursus menjahit. Kemudian dalam hal pekerjaan ketiga ibu tunggal ini mengalami

perubahan jenis pekerjaan sebelum dan sesudah berpisah dengan suami.

Perubahan jenis pekerjaan itu dipilih supaya ada peningkatan perekonomian dan

itu tercermin dari aset yang mereka miliki. Dalam analisis gender, ketiga ibu

tunggal yang masuk dalam kategori ini pernah mengalami ketidakadilan gender

berupa: 1) subordinasi yaitu diskriminasi dalam pengambilan keputusan seperti

diskriminasi dalam pemilihan jam kerja yang membahayakan diri ibu tunggal, 2)

kekerasan ekonomi seperti tidak adanya pemberian nafkah pasca berpisah

sedangkan dalam UU tentang perkawinan masih mewajibkan mantan suami untuk

memberikan nafkah kepada mantan istri dan anak.

Terakhir yaitu ibu tunggal yang termasuk dalam tipologi strategi akumulasi.

Ibu tunggal yang masuk dalam tipologi ini berjumlah 2 orang yaitu GN dan YN.

Mereka masuk ke dalam kategori strategi akumulasi karena tercermin dari

kemampuan mereka dalam meningkatkan kesejahteraan baik untuk dirinya,

keluarganya, bahkan masyarakat yang ada di sekelilingnya. Untuk meningkatkan

kesejahteraannya itu ibu tunggal berusaha untuk mengembangkan usaha yang

telah dimiliki dengan memanfaatkan perkembangan teknologi saat ini seperti

menggunakan BBM (Blackberry Messanger) dan juga mendayagunakan tenaga

91

kerja yang tersedia di sekitarnya. Dalam hal penghasilan ibu tunggal dengan

kategori ini selain mampu memenuhi kebutuhan hariannya juga mereka mampu

membayar upah tenaga kerja yang bekerja pada mereka. Kemudian untuk

kepemilikan aset tampak (tangible assets) mereka memiliki aset yang lebih

beragam dibandingkan ibu tunggal sebelumnya yaitu berupa rumah, tanah, mobil

truck, motor, dan mesin jahit. Sementara untuk aset tak tampak (intangible assets)

mereka memiliki keterampilan menjahit serta mampu bersosialisasi dengan baik

dengan masyarakat dan itu tercermin dari kegiatan yang diikuti di sekitar tempat

tinggalnya yaitu menjadi kader di kegiatan posyandu, arisan, dan pengajian.

Meskipun kehidupan mereka sudah terbilang baik, tetapi mereka juga pernah

mengalami ketidakadilan gender berupa subordinasi seperti diskriminasi dalam

upah lembur, dan diskriminasi yang dilakukan dalam keluarga yaitu dilarang

bekerja yang kemudian berdampak pada perekonomian keluarga pasca berpisah

dengan suami.

B. Saran

Dari kesimpulan hasil penelitian yang telah diuraikan di atas, maka penulis

akan memberikan beberapa saran seperti berikut:

1. Bagi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

(KPPPA) untuk memberikan pelatihan keterampilan gratis bagi ibu

tunggal khususnya yang berasal dari kalangan tidak mampu agar mereka

dapat memiliki perekonomian yang lebih baik hasil dari ilmu

keterampilan yang mereka peroleh dari KPPPA.

92

2. Bagi Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Depok untuk membantu

mengembangkan industri kecil yang dimiliki oleh ibu tunggal dengan

cara memberikan fasilitas berupa modal, kemampuan dalam produksi,

pemasaran, dan pengelolaan keuangan.

3. Bagi Dinas Pendidikan Kota Depok untuk membantu anak-anak dari ibu

tunggal yang berasal dari kalangan tidak mampu untuk memberikan

beasiswa agar mereka dapat menyelesaikan pendidikannya hingga tingkat

SMA bahkan perguruan tinggi.

3. Bagi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Depok untuk

mendata kembali jumlah ibu tunggal yang berada di wilayah Kota Depok

sebab masih terdapat banyak kasus ibu tunggal akibat ketiadaan legalitas

perceraian yang jelas yang belum masuk ke dalam data kependudukan.

Jika ibu tunggal yang mengalami kasus tersebut tidak terdata oleh

DISDUKCAPIL maka ditakutkan akan menimbulkan permasalahan

lainnya seperti pernikahan sirih dan anak tidak memiliki akte kelahiran.

4. Bagi peneliti berikutnya untuk menggali lebih dalam pembahasan dengan

menambah subjek penelitian seperti dinas terkait yang sudah dijelaskan

di atas dan bos atau majikan tempat ibu tunggal bekerja untuk

mengetahui kinerja ibu tunggal saat sedang mencari nafkah. Dengan

demikian diharapkan bagi peneliti berikutnya dapat memperoleh data

serta mengkaji tema serupa dengan lebih baik lagi dari penelitian ini.

90

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Baiquni, M. Strategi Penghidupan Di Masa Krisis: Belajar Dari Desa.

Yogyakarta: IdeAs media Yogyakarta. 2007. Balson, Maurice. Diterjemahkan oleh M. Arifin Bagaimana Menjadi Orang Tua

Yang Baik. Jakarta: Bumi Aksara. 1993.

Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Sosisal dan Ekonomi: Format-format

Kuantitatif dan Kualitatif untuk Studi Sosiologi, Kebijakan Publik,

Komunikasi, Manajemen, dan Pemasaran. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group. 2013.

-----. Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu

Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2007.

Fakih, Mansour. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. DI Yogyakarta:

INSISTPress. 2016.

Goode, William J. Sosiologi Keluarga. Jakarta: PT. Bina Aksara. 1985.

Hermawati, Ida Rosyidah. Relasi Gender Dalam Agama-Agama. Jakarta: UIN

Jakarta Press. 2013.

Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya. 2013. Munti, Ratna Batara. Perempuan Sebagai Kepala Rumah Tangga. Jakarta:

Lembaga Kajian Agama dan Jender. 1999.

Narwoko, J. Dwi dan Bagong Suyanto. Sosiologi Teks Pengantar & Terapan.

Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2004.

Sunarto, Kamanto. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas

Ekonomi Universitas Indonesia. 2004.

Zulminarni, Nani. “Dunia Tanpa Suami: Perempuan Kepala Keluarga sebagai

Realitas yang Tidak Tercatat” dalam Jurnal Perempuan (73):51. Jakarta:

Ford Foundation. 2012.

Jurnal/Skripsi

Hidayati, Dewi Ayu. “Strategi Kelangsungan Hidup Perempuan Dalam

Memenuhi Kebutuhan Hidup Keluarga dan Jaminan Sosial Bagi Rumah

94

Tangga Miskin”. 2013. Diunduh 30 November 2016.

(http://publikasi.fisip.unila.ac.id/index.php/administratio/article/view/142)

Layliyah, Zahrotul. “Perjuangan Hidup Single Parent”. Jurnal Sosiologi Islam,

Vol. 3, No.1, April 2013 ISSN: 2089-0192. 2013. Diunduh 30 November

2016. (http://jsi.uinsby.ac.id/index.php/jsi/issue/view/6)

Rahayu, Afina Septi, Siany Indria Liestyasari dan Nurhadi. “Strategi Adaptasi

Menjadi Single Mother”. 2016. Diunduh 5 Desember 2016.

(https://eprints.uns.ac.id/30256/)

Suhardyanto, May. “Fenomena pekerja anak sebagai “pak ogah” di Kecamatan

Ciputat, Tangerang Selatan”. 2015. Diunduh 5 Desember 2016.

(http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/30443)

Susanti, Vinita. “Pembunuhan Oleh Istri Dalam Konteks Kekerasan Dalam

Rumahtangga (KDRT) (Studi Terhadap Empat Terpidana Perempuan di

Lembaga Pemasyarakatan Wanita Bandung)”. Depok: Universitas

Indonesia. 2015. Diunduh 24 Maret 2017.

(http://www.lib.ui.ac.id/daftikol2.jsp?id=127)

Sutopo, Naranda Anggraeni Nova Ayu dan Oksiana Jatiningsih. “Strategi

Bertahan Hidup Dari Ibu Tunggal Pedagang Kelas Menengah di

Surabaya”. 2015. Diunduh 1 Desember 2016.

(http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/jurnal-pendidikan-

kewarganegaraa/article/view/10811)

Tola, St. Fatimah dan Nurdin. “Strategi Pemenuhan Kebutuhan Hidup Single

Parent”. 2016. Diunduh 2 Desember 2016.

(http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=387700)

Perundang-Undangan

Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 Tentang

Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. 2009. Diunduh

29 November 2016.

(http://www.bpkp.go.id/uu/filedownload/2/26/125.bpkp)

------. Undang-Undang Nomor Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. 1974.

Diunduh 29 November 2016. (http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_1_74.htm)

Sumber dari Internet

Lembar Fakta Catatan Tahunan (CATAHU) oleh Komnas Perempuan tahun 2017.

Diunduh 23 Maret 2017. (http://www.komnasperempuan.go.id/)

95

Perempuan Bergerak Membangun Komunitas Yang Egaliter. Ed. 2 (33 halaman).

Diunduh 29 Januari 2017. (http://www.kalyanamitra.or.id/bulletin/)

Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga-PEKKA. Diakses 2 Desember 2016.

(http://www.pekka.or.id/index.php/id/tentang-kami/276-pemberdayaan-

perempuan-kepala-keluarga-pekka.html)

Media Indonesia. “Daya Tampung Sekolah Negeri Di Depok Tidak Memadai”.

Diakses 14 Februari 2017.

(http://mediaindonesia.com/news/read/50891/daya-tampung-sekolah-negeri-

di-depok-tidak-memadai/2016-06-14)

Sumber dari Wawancara

Wawancara dengan BA, 5 Desember 2016.

Wawancara dengan BM, 5 Desember 2016.

Wawancara dengan EM, 8 Desember 2016.

Wawancara dengan GN, 6 Desember 2016.

Wawancara dengan IM, 29 September 2016.

Wawancara dengan IN, 5 Desember 2016.

Wawancara dengan IS, 17 Desember 2016.

Wawancara dengan MA, 8 Desember 2016.

Wawancara dengan NE, 8 Desember 2016.

Wawancara dengan NI, 29 September 2016.

Wawancara dengan NN, 4 Januari 2017.

Wawancara dengan NR, 21 Desember 2016.

Wawancara dengan NU, 4 Januari 2017.

Wawancara dengan RN, 5 Januari 2017.

Wawancara dengan SU, 4 Januari 2017.

Wawancara dengan SW, 4 Januari 2017.

96

Wawancara dengan US, 8 Desember 2016.

Wawancara dengan YN, 20 Desember 2016.

Sumber Lain

Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Depok 2016.

viii

LAMPIRAN-LAMPIRAN

LAMPIRAN 1

OBSERVASI

NO. HASIL OBSERVASI

1. Jenis Informasi : Hasil Pengamatan Lapangan

Hari/Tanggal : Senin, 5 Desember 2016

Waktu : 15.52 WIB

Tempat : RT 03 RW 02

Tema Observasi : Gambaran Umum Rumah Single Mother BA

Rumah single mother BA berbatasan langsung dengan Kota

Tangerang Selatan tepatnya di sebelah Klinik UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Dari gang sebelah Klinik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta penulis

masih harus menelusuri jalan kurang lebih 1 km. Setelah 1 km penulis

masih harus berbelok ke jalan sebelah kanan dan kembali menelusuri jalan

sempit dan masih banyak ditumbuhi pohon bamboo. Sehingga akhirnya

penulis berhenti dan memarkirkan kendaraan sepeda motor tepat di depan

sebuah musholah yang sedang dibangun sedangkan rumah BA tepat berada

di belakang musholah tersebut. Jalan menuju rumah BA pun menurun atau

lebih rendah dari posisi musholah dan tidak ada pilihan jalan lain selain

melewati sisi kiri musholah tersebut. Dari depan musholah terlihat bahwa

rumah BA berada di tengah-tengah kebun pepohonan rambutan dan jalan

masih berupa tanah merah. Saat penulis menuruni jalan sisi kiri musholah,

jalan setapak yang berupa tanah merah itu terasa sangat licin sebab penulis

datang disaat cuaca di sekitar baru selesai turun hujan. Saat penulis mulai

melewati jalan setapak tersebut mulai terlihat adanya sebuah gubuk yang

berisi penuh dengan tumpukan kardus dan botol plastik bekas air mineral.

Selain itu juga terlihat ada sebuah gerobak yang terparkir tepat di samping

gubuk. Tepat di belakang gubuk terlihat hanya ada dua rumah yang berdiri

disana dan salah satunya adalah rumah BA. Pada bagian depan rumah BA

dilapisi cat dinding berwarna hijau stabilo. Selain itu pada bagian depan

rumah BA juga terlihat pintu rumah yang terbuat dari bahan triplek yang

sudah mulai mengelupas dan juga di sebelah pintu terdapat jendela yang

memiliki ukuran tingginya serupa dengan ukuran tinggi pintu. Di bagian

depan rumah juga terlihat ada sedikit lahan yang ditutupi oleh pelur semen

yang digunakan BA untuk menjemur pakaian. Setelah masuk ke dalam

rumah BA yang dilihat oleh penulis pertama kali adalah alas rumahnya

yang masih berupa pelur semen. Untuk dinding bagian dalam rumah BA

juga telah dilapisi cat dengan warna serupa yaitu berwarna hijau stabilo. Di

dalam rumah BA terdapat dua kamar tidur yang dimana pintu kamar

tersebut sudah terlihat rapuh dan banyak sekali baju, sprei, dan handuk

yang menggantung di pintu kamar. Selain itu penulis juga melihat berbagai

macam perabotan rumahtangga seperti televisi berwarna yang masih

ix

berbentuk tabung dengan ukuran kecil, kipas angin yang menempel di

dinding, jam dinding, aquarium berukuran kecil, dan meja buffet berukuran

sedang untuk penyangga televisi. Di sisi kanan televisi juga terdapat sebuah

gallon air mineral. Selanjutnya di sisi kanan gallon air mineral terlihat ada

sebuah ruangan lain yang mengarah ke bagian belakang. Disitu penulis

melihat ada sebuah lemari untuk menyimpan piring dan juga ada sebuah

tabung gas 3 kg yang diletakkan di depan lemari piring tersebut. Dari sana

penulis beranggapan bahwa ruangan yang berada di bagian belakang

televisi itu merupakan ruang dapur. Selain itu saat proses wawancara

sedang berlangsung ada seorang anak BA yang berjalan menuju ruang

belakang tersebut dan tidak lama kemudian terdengar suara air mengalir

dan beberapa menit kemudian anak BA tersebut keluar seperti sehabis

mandi dan kemudian penulis kembali berspekulasi bahwa selain terdapat

sebuah dapur, di bagian belakang rumah BA juga terdapat sebuah kamar

mandi. Di ruang depan tempat penulis melakukan wawancara dengan BA,

penulis juga melihat banyak sepatu sekolah yang tersusun rapih dekat pintu

masuk rumah. Saat sedang wawancara kembali keluar dari dalam kamar

anak BA lainnya yaitu anak bungsu BA dan ia tidak menutup kembali pintu

kamar sehingga dari tempat penulis duduk yaitu ruang depan, penulis dapat

melihat bagian dalam kedua kamar tersebut. Untuk kamar depan yang

berjajar dengan pintu masuk rumah, penulis hanya bisa melihat ada sebuah

lemari pakaian yang terbuat dari kayu dan berukuran lumayan besar dan

sebuah meja belajar. Sementara di kamar yang lainnya penulis melihat ada

sebuah kasur yang berada di atas lantai tanpa memakai penyangga tempat

tidur beserta tumpukan bantal dan guling. Lampu yang digunakan di kamar

kedua tersebut yaitu menggunakan lampu gantung dengan cahaya yang

berwarna kuning. Sementara untuk lampu yang ada di ruang tengah juga

menggunakan lampu gantung dengan cahaya yang berwarna putih. Lampu

gantung dipilih sebab rumah BA tidak memiliki langit-langit sehingga

langsung terlihat kerangka atap rumah BA. Suhu ruangan BA tidak terlalu

panas karena letak rumahnya yang berada di tengah kebun pohon rambutan.

Walaupun di depan rumah BA terdapat sebuah gubuk sampah botol plastik

bekas dan kardus bekas tetapi penulis sama sekali tidak mencium aroma

yang tidak sedap selama berada di rumah BA karena BA terbilang sangat

rapih dalam menyusun barang-barang hasil rongsokannya tersebut.

2. Jenis Informasi : Hasil Pengamatan Lapangan

Hari/Tanggal : Selasa, 6 Desember 2016

Waktu : 13.17 WIB

Tempat : RT 03 RW 05

Tema Observasi : Gambaran Umum Tempat Bekerja Single Mother

GN

Tempat GN bekerja berada di dalam sebuah gang sempit padat

penduduk. Namun begitu kendaraan roda empat masih bisa melewati gang

tersebut. Tempat GN bekerja berupa kontrakan kecil yang berada tepat di

x

bawah tiang sutet (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi). Kontrakan itu

juga bersebelahan dengan tempat tinggal GN. Pada saat akan menemui GN

penulis lebih dulu melewati rumah GN. Tampak dari depan rumah GN

terlihat kecil dengan cat dinding berwarna putih. Ada sedikit lahan yang

digunakan GN sebagai teras rumah. Karena penulis melakukan wawancara

di tempat GN bekerja sehingga penulis tidak mengobservasi lebih

mendalam mengenai tempat tinggal GN. Jalan dari rumah GN ke tempat ia

bekerja hanya berjarak 100m dengan kondisi jalan masih berupa tanah

merah dan licin sebab penulis datang disaat baru selesai turun hujan.

Setibanya di tempat GN bekerja, tampak depan tempat GN bekerja atau

penulis sebut disini sebagai kontrakan terlihat sama seperti tempat tinggal

GN. Di bagian depannya terdapat sebuah teras. Saat penulis datang GN

sedang melakukan pekerjaannya sebagai penjahit sehingga pintu dan

jendela kontrakannya terbuka lebar. Kontrakannya itu terbagi atas dua

ruangan namun mesin jahit yang GN miliki dan GN gunakan untuk bekerja

disimpan ruangan paling depan sedangkan pada ruangan belakang

digunakan untuk menyimpan kain hasil jahitannya. Alas kontrakan GN

sudah memakai ubin berwarna putih. Kondisi ruangan depan terdapat tiga

buah mesin jahit yang disusun menjadi sebuah letter U. Penulis melihat

banyak potongan kain yang tersebar hampir di seluruh ruangan sehingga

dapat dikatakan bahwa kontrakan GN sangat berantakan. Selain potongan

kain juga banyak bertebaran benang gulung serta potongan benang bekas.

Disitu juga terdapat dua buah kursi plastik berwarna merah dan sebuah

kursi chitose bekas yang sudah hampir rusak karena yang tersisa dari kursi

tersebut hanya bagian dalamnya saja yaitu berupa kayu triplek. Ketiga kursi

tersebut digunakan oleh GN dan dua karyawannya untuk duduk selama

sedang menjahit. Selain itu di ruangan depan tersebut penulis juga melihat

beberapa paku yang terpasang untung menggantung hasil jahitan GN.

Sedangkan di bagian ruang belakang selain terdapat potongan kain hasil

jahitan GN, penulis juga melihat ada sebuah lemari kayu berukuran besar

yang dibiarkan kosong dan tergeletak begitu saja oleh GN. Suhu ruangan

kontrakan GN terbilang sangat panas karena tidak ada alat pendingin

ruangan seperti kipas angin walaupun jendela dan pintunya sudah terbuka

lebar.

3. Jenis Informasi : Hasil Pengamatan Lapangan

Hari/Tanggal : Kamis, 8 Desember 2016

Waktu : 10.35 WIB

Tempat : RT 02 RW 01

Tema Observasi : Gambaran Umum Rumah Single Mother EM

Tempat tinggal single mother EM terletak di dalam sebuah gang

padat penduduk yang berada tidak jauh dari jalan Serua Raya. Kondisi gang

menuju tempat tinggal EM sudah berbentuk beton sehingga penulis dapat

dengan mudah melewatinya. Walaupun demikian letak kontrakan EM

sedikit lebih rendah dibandingkan dengan jalan gangnya tersebut yang

xi

disebabkan kontrakan EM telah ada sebelum jalan gang tempat tinggalnya

itu dibuat lebih tinggi dan dibeton. Tempat tinggal EM berupa kontrakan

kecil yang di bagian depannya terdapat banyak barang jualan. Disana

penulis melihat banyak sekali makanan ringan dan minuman bubuk siap

seduh yang disusun secara menggantung di sebuah potongan kayu. Selain

itu penulis juga melihat ada beberapa gallon air mineral beserta gas 3 kg

yang tersusun rapih di teras kontrakannya. Untuk cat dinding kontrakan EM

memiliki cat dinding berwarna putih yang warnanya sudah mulai memudar.

Masuk ke dalam rumah terdapat dua ruangan. Pada ruangan pertama yaitu

ruang depan terlihat sebuah kulkas 2 pintu, televisi berwarna yang masih

berbentuk tabung dengan ukuran kecil, tas dan sepatu sekolah anak, serta

sebuah kasur lipat yang diletakkan di bagian depan ruangan kontrakan.

Sedangkan di ruangan kedua penulis tidak dapat melihat apapun sebab

terhalang oleh dinding. Untuk alas kontrakannya sudah memakai lantai

berwarna putih. Dinding di bagian ruang depan kontrakan EM banyak

terdapat coretan hasil karya anak tunggalnya yang masih duduk di bangku

kelas 2 SD. Suhu ruangan di kontrakan EM terbilang panas karena tidak

ada kipas angin serta banyaknya barang seperti kulkas, televisi, kasur, tas

dan sepatu sekolah anak yang berada di ruang depan tempat penulis

melakukan wawancara dengan EM.

4. Jenis Informasi : Hasil Pengamatan Lapangan

Hari/Tanggal : Kamis, 8 Desember 2016

Waktu : 12.54 WIB

Tempat : RT 02 RW 04

Tema Observasi : Gambaran Umum Rumah Single Mother US

Sama seperti single mother lainnya, tempat tinggal US juga berada di

dalam gang sempit padat penduduk. Namun bedanya adalah jika gang

tempat tinggal single mother yang sebelumnya masih bisa dilewati oleh

kendaraan roda empat, untuk gang tempat tinggal US hanya bisa dilewati

kendaraan roda dua. Tampak depan rumah US terlihat bahwa rumah US

menggunakan pagar berbentuk dinding dengan pintu pagar yang berbahan

dasar besi. Rumah US terlihat lebih besar jika dibandingkan dengan ketiga

single mother sebelumnya. Itu terlihat dari bentuk rumahnya yang

memanjang ke belakang. Memasuki pagar rumah US terdapat sebuah teras

yang telah memakai ubin berwarna putih serta terlihat sebuah jemuran

pakaian. Memasuki ke bagian dalam rumah penulis melihat ada sebuah

meja buffet berukuran sedang yang digunakan sebagai penyangga televisi,

televisi berwarna yang masih berbentuk tabung, dua buah jam dinding yang

satu diantaranya sudah tidak berfungsi, pajangan foto-foto keluarga, serta

kursi dan meja kayu yang dibiarkan berantakan oleh US sehingga pada saat

penulis datang, penulis duduk lesehan di tikar plastik yang sudah terpasang

disana. Dari ruang tamu, penulis bisa melihat ada sebuah meja belajar

dengan tumpukan buku. Selain itu, searah lurus dengan pandangan penulis

terlihat ada dua kamar tidur yang pintunya tertutup. Pada pintu kamar

xii

paling depan terdapat gantungan hello kitty berwarna pink yang

menunjukkan bahwa pemilik kamar tersebut adalah perempuan yang tidak

lain adalah anak tunggal dari US. Sejajar dengan arah ruang tamu atau

tepatnya di belakang kamar tidur yang kedua, penulis bisa melihat ruangan

dapur yang tidak menggunakan ubin seperti bagian rumah US yang lainnya.

Pada bagian dapur hanya beralaskan pelur semen. Dari kejauhan penulis

bisa melihat adanya kompor gas dan tabung gas 3 kg yang berada di dapur

tersebut. Pada saat wawancara sedang berlangsung sesekali terlihat tikus

yang berukuran cukup besar keluar dari meja belajar yang berada tepat di

depan kamar anak tunggal US dan mengarah ke bagian dapur. Dari

penglihatan penulis memang tidak ada pembatas seperti pintu yang

membatasi antara ruang bagian dalam dengan dapur sehingga tikus tersebut

bisa berkeliaran begitu saja di dalam rumah US. Suhu ruangan di rumah US

tidak terlalu panas dan juga tidak terlalu dingin.

5. Jenis Informasi : Hasil Pengamatan Lapangan

Hari/Tanggal : Sabtu, 17 Desember 2016

Waktu : 10.05 WIB

Tempat : Perumahan Griya Sasmita

Tema Observasi : Gambaran Umum Tempat Bekerja Single Mother

IS

IS berjualan di sebuah perumahan yang terletak tidak jauh dari

kontrakannya. IS berjualan tepat di bagian depan perumahan tersebut dekat

dengan pos satpam. Disana IS biasa meletakkan meja kayu untuk para

pelanggannya sarapan bubur ayam jualannya. Meja kayu tersebut sengaja

IS tinggalkan dekat pos satpam supaya IS tidak repot jika akan menggelar

lapak jualannya. Tidak lupa IS setiap hari membawa 4 kursi plastik untuk

tempat duduk para pelanggannya. IS biasa memulai berjualan pukul 06.00

pagi sampai pukul 11.00 siang. Setiap hari IS mendorong gerobak seorang

diri hanya terkadang di hari sabtu dan hari minggu IS ditemani anak

keduanya untuk mendorong gerobak. Di dalam gerobaknya itu selain

terdapat dandang sebagai tempat menyimpan bubur, juga terdapat dua botol

kecap manis dan dua botol bumbu cair. Selain itu juga ada tempat sendok

dan beberapa mangkok beling. IS juga selalu menyediakan styrofoam

sebagai antisipasi apabila ada pelanggan yang ingin membelinya dengan

cara dibungkus. Di dalam gerobaknya juga terdapat satu nampan berisi

jeroan ayam seperti usus, hati, ampela, dan telur burung puyuh yang sudah

IS susun dalam bentuk tusukan. Ada pula baskom plastik berukuran kecil

yang berisi dua ekor ayam dan sebuah pisau untuk memotong daging ayam

menjadi lebih kecil atau biasa disebut disiur. Ada juga dua kaleng bekas

biscuit yang IS gunakan untuk menyimpan kerupuk dan ada pula kotak-

kotak kecil berisi daun seledri, bawang goreng, kacang goreng, potongan

cakwe, dan sambal sebagai pelengkap bubur jualannya. Penulis juga

melihat adanya sebuah kaleng bekas biscuit lainnya yang IS gunakan untuk

menyimpan uang pecahan hasil jualannya. Di bagian atap gerobak IS selalu

xiii

membawa terpal untuk mengantisipasi apabila seketika turun hujan saat IS

sedang berjualan.

6. Jenis Informasi : Hasil Pengamatan Lapangan

Hari/Tanggal : Selasa, 20 Desember 2016

Waktu : 13.58 WIB

Tempat : RT 02 RW 04

Tema Observasi : Gambaran Umum Rumah Single Mother YN

Rumah YN terletak di dalam sebuah gang tidak jauh dari jalan Serua

Raya yang berjarak sekitar 100 m. Sama seperti single mother lainnya,

rumah YN terletak di tengah-tengah rumah padat penduduk. Di depan

rumahnya terdapat sebuah lapangan milik warga yang biasa digunakan oleh

anak-anak setempat untuk bermain. Dari bagian depan terlihat rumah YN

tidak menggunakan pagar hanya ada teras yang menggunakan lantai

berwarna putih. Di teras itu terdapat sebuah kirai bamboo untuk

menghalangi masuknya air hujan ke lantai teras. Selain itu di teras tersebut

juga ada sebuah motor matic berwarna merah dan juga ada sebuah jemuran

pakaian serta sebuah sofa. Masuk ke dalam rumah YN terpajang foto-foto

anak serta almarhum suaminya yang ada di ruang tamu. Di ruang tamunya

itu juga terdapat satu set meja dan kursi kayu. Selain itu di bagian langit-

langit rumah terdapat sebuah kipas angin dan sebuah lampu. Di bagian

sudut ruang tamu juga terdapat sebuah meja kecil yang di atasnya terdapat

sebuah kotak berukuran sedang berisi pajangan wayang kulit dan juga

sebuah vas bunga. Rumah YN berbentuk melebar ke samping sehingga di

bagian kiri rumahnya dipakai oleh keluarga anak sulungnya yang sudah

menikah sebagai tempat tinggal mereka. Hal tersebut memang keinginan

YN sebab YN beralasan bahwa dirinya tidak mau jika harus tinggal seorang

diri di rumah tersebut. Kondisi rumah YN terbilang baik jika dibandingkan

dengan rumah single mother BA, GN, dan EM. Itu terlihat dari cat dinding

rumah YN yang masih bagus dan belum terlihat adanya pemudaran warna

atau pengelupasan cat dinding. Untuk kayu yang digunakan YN sebagai

pintu rumahnya juga lebih bagus dan lebih tebal. Suhu ruangan di rumah

YN terbilang panas walaupun sudah dipasang kipas angin dan juga

pencahayaannya terbilang kurang padahal penulis melakukan wawancara

pada siang hari.

7. Jenis Informasi : Hasil Pengamatan Lapangan

Hari/Tanggal : Rabu, 21 Desember 2016

Waktu : 10.44 WIB

Tempat : RT 02 RW 01

Tema Observasi : Gambaran Umum Tempat Bekerja Single Mother

NR

NR bekerja di sebuah tempat konveksi rumahan (UMKM) yang

letaknya masih dalam satu gang dengan tempat tinggal single mother EM.

xiv

Hanya saja tempat NR bekerja masih berada jauh ke dalam sekitar 500 m

dari tempat tinggal EM. Tempat NR bekerja terlihat seperti bekas rumah

kosong yang dibagian sampingnya dibuat sebuah ruangan yang alasnya

berupa pelur semen dan atapnya berupa asbes. Disana tidak ada pintu

masuk sehingga bisa saja memancing orang untuk berbuat jahat. Selain itu

setidaknya terdapat tujuh mesin jahit yang ada di tempat NR bekerja. NR

bekerja sebagai pegawai tidak sendirian, ada enam pegawai lainnya yang

bekerja di tempat konveksi tersebut. Tempat NR bekerja terlihat lebih rapih

jika dibandingkan dengan tempat GN membuka usaha menjahit, sebab di

tempat NR bekerja tidak banyak kain yang berserakan di lantai. Untuk suhu

ruangan tempat NR bekerja terbilang panas sebab atap yang digunakan

terbuat dari asbes. Tempatnya pun memiliki pencahayaan yang kurang

sehingga ruangannya sedikit gelap. Untuk sirkulasi udara di tempat NR

bekerja sangat baik karena tidak ada pintu yang menghalangi keluar

masuknya udara. Di sebelah ruangan tempat NR bekerja terdapat sebuah

lahan parkir yang juga atapnya terbuat dari asbes yang dapat digunakan

oleh seluruh pegawai untuk memarkirkan kendaraannya. Selain itu di

tempat parkirannya terdapat sebuah meja pingpong yang digunakan oleh

pegawai untuk tempat menyimpan helm.

8. Jenis Informasi : Hasil Pengamatan Lapangan

Hari/Tanggal : Rabu, 4 Januari 2017

Waktu : 16.55 WIB

Tempat : RT 02 RW 04

Tema Observasi : Gambaran Umum Rumah Single Mother SW

Rumah SW terletak di dalam sebuah gang sempit yang berjarak

sekitar 500 m dari jalan Serua Raya. Setelah melewati jalan gang tersebut

penulis masih harus melewati jalan menurun sebelum pada akhirnya

penulis tiba di rumah SW. Untuk kendaraan yang bisa melewati hingga ke

rumah SW hanya kendaraan roda dua. Setelah menuruni jalan tersebut

penulis melihat ada sebuah warung kecil yang berada di teras rumah SW

yang menjual berbagai macam minuman bubuk siap seduh, makanan

ringan, serta es sirup yang beraneka ragam warna. Tampak depan rumah

terlihat warna cat rumah berwarna putih yang sudah mulai memudar.

Kondisi jalan tepat berada di depan rumah SW masih berupa tanah merah

yang banyak ditutupi oleh pecahan batu untuk meminimalisir licinnya

jalanan. Saat penulis memasuki area dalam rumah SW pencahayaan mulai

berkurang. Rumah SW terbilang gelap walaupun sudah diterangi oleh

lampu ruangan. Rumah SW juga terlihat semakin gelap karena dinding

bagian dalam rumah SW dibiarkan berbentuk pelur semen atau tidak

dilapisi cat dinding. Alas rumah SW masih berupa pelur semen. Bentuk

rumah SW melebar ke samping. Di bagian ruangan depan terdapat sebuah

kasur, meja buffet berukuran sedang, sepeda anak, dan satu nampan berisi

es sirup yang beraneka ragam warna. Disana juga tidak tersedia tempat

duduk sehingga saat penulis bertandang ke rumah SW segera SW

xv

menggelar sebuah tikar plastik sebagai alas duduk untuk SW dan penulis

selama proses wawancara berlangsung. Penulis tidak melihat adanya

barang-barang elektronik di dalam rumah SW seperti televisi maupun kipas

angin. Namun penulis melihat adanya sebuah mesin cuci di bagian

belakang rumah SW. Di dalam rumah SW terdapat dua buah kamar tidur

yang sesekali pintu kamarnya terbuka sehingga penulis bisa melihat sedikit

bagian dalam kamar tersebut. Di dalam dua kamar tersebut penulis melihat

masing-masing kamar memiliki sebuah tempat tidur dan lemari pakaian

bertingkat yang terbuat dari plastik. Suhu ruangan di rumah SW dapat

terbilang sejuk walaupun tidak ada pendingin ruangan seperti kipas angin.

9. Jenis Informasi : Hasil Pengamatan Lapangan

Hari/Tanggal : Rabu, 4 Januari 2017

Waktu : 15.15 WIB

Tempat : RT 02 RW 04

Tema Observasi : Gambaran Umum Rumah Single Mother NN dan

RN

Berhubung NN dan RN merupakan single mother ibu dan anak dan

mereka juga hidup dalam satu atap sehingga memudahkan penulis dalam

mengobservasi. Namun rumah tersebut merupakan milik pribadi NN yang

juga merupakan ibu dari RN. RN menempati rumah tersebut pasca berpisah

dengan suaminya dua tahun silam. Rumah NN tersebut berdekatan dengan

rumah SW yaitu hanya berjarak sekitar 100 m. Cat dinding rumah NN yang

berwarna hijau muda masih terlihat sangat bagus belum ada pemudaran

warna maupun pengelupasan cat dinding. Di bagian depan rumahnya

terdapat sebuah teras yang sudah memakai ubin. Disana terlihat ada sebuah

jemuran pakaian dan juga susunan sandal dan sepatu sekolah. Di teras itu

juga penulis melihat ada sebuah motor yang merupakan milik RN.

Memasuki rumah NN terlihat rumah NN terbagi menjadi tiga bagian

ruangan. Ruangan pertama yaitu ruang tamu. Di dalamnya terdapat satu set

meja dan kursi kayu, televisi berwarna yang masih berbentuk tabung, kipas

angin, dvd player, lemari buffet berukuran besar sebagai alas televisi,

gallon air mineral, jam dinding, dan foto-foto keluarga NN yang terpasang

di dinding. Bagian kedua yaitu ruang tidur yang letaknya berada di sebelah

kiri ruang tamu. Terdapat sebuah kain sebagai pembatas antara ruang tamu

dan ruang tidur tersebut. Pada area ruang tidur terbagi lagi menjadi dua

kamar yang dimana satu kamar memakai pintu kayu dan satu kamar lainnya

hanya menggunakan kain sebagai pembatas dengan ruang tamu. Pada

bagian kamar pertama atau yang hanya dibatasi oleh kain, terlihat ada

sebuah lemari pakaian yang terbuat dari kayu. Di samping lemari pakaian

tersebut terlihat banyak tumpukan pakaian yang belum dirapihkan oleh NN

maupun RN. Untuk alas tidurnya pada kamar pertama memakai tempat

tidur yang terbuat dari besi yang berukuran untuk satu orang. Selain itu

pada kamar pertama juga terlihat banyak mainan anak-anak yang tidak

tersusun rapih. Sementara di kamar kedua yang memakai pintu kayu

xvi

penulis hanya bisa melihat adanya sebuah kasur yang hanya beralaskan

ubin atau tidak memakai penyangga tempat tidur. Terakhir yaitu pada

bagian dapur penulis hanya bisa melihat ada sebuah lemari penyimpanan

piring. Secara keseluruhan rumah NN telah menggunakan ubin berwarna

putih dan suhu ruangan tidak terlalu panas dan juga tidak terlalu dingin.

xvii

LAMPIRAN II

MATRIKS WAWANCARA

Pedoman Wawancara

I. Identitas Responden

1. Nama :

2. Usia :

3. Status perkawinan :

4. Lama menjanda :

5. Pekerjaan :

6. Jumlah anak :

II. Pertanyaan-pertanyaan penelitian

1. Apa pekerjaan single mother saat ini?

2. Apakah single mother bekerja atas keinginan pribadi atau paksaan dari

suami?

3. Apakah single mother pernah mengalami perbedaan perlakuan antara

pegawai laki-laki dengan pegawai perempuan di tempat bekerja?

4. Apakah single mother pernah mendapat kekerasan dari lawan jenis di

tempat bekerja?

5. Apakah ada anggota keluarga single mother yang bekerja?

6. Apakah ia bekerja atas keinginan pribadi atau paksaan dari single

mother?

7. Berapa penghasilan yang ia peroleh selama sebulan?

8. Apakah single mother memiliki usaha sampingan guna menambah

penghasilan keluarga?

9. Mengapa memilih jenis usaha tersebut?

xviii

10. Berapa modal yang dikeluarkan oleh single mother untuk mendirikan

usaha tersebut? Baik usaha yang menjadi nafkah utama maupun usaha

sampingan.

11. Dari mana kah sumber modal tersebut?

12. Sejak kapan usaha tersebut didirikan?

13. Apakah single mother memiliki pegawai?

14. Bagaimana sistem upahnya?

15. Berapa penghasilan perbulan yang diperoleh single mother dari usaha

tersebut?

16. Apakah ada anggota keluarga laki-laki atau keluarga mantan suami yang

berkontribusi dalam usaha tersebut?

17. Apa strategi yang dilakukan single mother agar usahanya berkembang?

18. Bagaimana solusi yang dilakukan single mother jika kehabisan modal

usaha?

19. Apakah single mother pernah meminjam uang? Kepada siapa?

20. Digunakan untuk apa saja uang pinjaman tersebut?

21. Apakah ada sumber penghasilan lain selain meminjam uang kepada

masyarakat/mendirikan usaha/bekerja?

22. Apa saja aset berharga yang dimiliki single mother yang dapat

digunakan dalam jangka waktu panjang serta menghasilkan uang?

23. Dari mana kah sumber aset tersebut?

24. Bagaimana single mother mendayagunakan aset tersebut?

25. Apa pendidikan terakhir single mother? Mengapa?

26. Apakah single mother pernah mengikuti kursus?

27. Mengapa memilih jenis kursus tersebut?

28. Siapa yang membiayai kursus single mother?

29. Apakah sebelum berpisah dengan suami, single mother sudah bekerja?

Mengapa?

30. Bagaimana kondisi ekonomi keluarga single mother pasca berpisah

dengan suami?

90

31. Apakah setelah berpisah dengan suami, ada perubahan jenis pekerjaan

yang dijalani oleh single mother? Mengapa?

32. Berapa penghasilan perbulan keluarga single mother sebelum dan

sesudah berpisah dengan suami?

33. Digunakan untuk apa saja penghasilan tersebut?

34. Apakah single mother mampu menyisihkan penghasilannya ke dalam

bentuk tabungan?

35. Kegiatan apa saja yang diikuti oleh single mother di sekitar lingkungan

tempat tinggal?

36. Bagaimana single mother mengatur waktu antara bekerja, mengurus

keluarga, dan kegiatan di lingkungan saat ini?

37. Apa kesulitan yang dihadapi single mother hingga saat ini?

38. Apa harapan single mother untuk kehidupan berikutnya?

xix

Matriks Wawancara

KAPABILITAS

No. Pertanyaan Informan Jawaban

1. Apa pekerjaan single

mother saat ini?

BA

US

IS

NR

SW

EM

NN

RN

GN

YN

“Saya mulung aja neng”.

“Ngurus anak, beresin rumah,

sama jadi tukang bersih-bersih di

komplek bawah”.

“Jualan bubur bae sambil

momong bocah”.

“Ngejait aja”.

“Saya jualan sayur kalo pagi di

Palmerah sono Jakarta”.

“Sekarang sih warungan aja

kayak gini”.

“Ngurusin rumah sama jualan

nasi uduk”.

“Baru sih ini saya kerja di pom

bensin jadi pegawainya yang

ngisi-ngisiin bensin ke mobil,

motor”.

“Kerjaan ibu ngejait aja gak ada

yang lain”.

“Ibu rumahtangga. Ya palingan

bantuin ibu di warung nasi

depan”.

xx

2. Apakah single mother

bekerja atas keinginan

pribadi atau paksaan dari

suami?

BA

US

IS

NR

SW

EM

NN

RN

GN

“Saya sendiri yang mau. Ya

abisan mau gimana lagi dari pada

bocah kagak dikasih makan kan

kesian. Terpaksa saya kerja

keliling ngikutin kayak almarhum

dulu pas masih ada”.

“Kemauan saya sendiri. Kalo

saya gak kerja ntar di rumah pada

makan apaan, anak sekolah siapa

yang bayarin?”

“Dari dulu baru kawin emang

saya sendiri yang mau kerja buat

bantu ekonomi keluarga”.

“Kemauan saya sendiri buat

nambah uang jajan anak”.

“Kemauan sendiri bantu suami”.

“Kemauan sendiri. Karena saya

gak mau bergantung sama

suami”.

“Saya sendiri yang mau.

Nyibukkin diri aja, saya kan gak

bisa diem orangnya”.

“Saya yang mau. Kalo gak kerja

gak punya duit sendiri ntar gabisa

ngasih orang tua. Mau beli apa

juga enak kalo punya uang

sendiri, kalo dulu ngandelin uang

suami gak cukup”.

“Kemauan ibu lah bantuin

suami”.

xxi

YN “Yaa kemauan saya. Sekarang

kalo saya gak kerja nanti yang

biayain si kembar siapa? Biar

kata anak saya udah pada kerja

tapi kan uangnya biarin buat

mereka masing-masing”.

3. Apakah single mother

pernah mengalami

perbedaan perlakuan antara

pegawai laki-laki dengan

pegawai perempuan di

tempat bekerja?

BA, IS,

SW

US

NR

EM

NN

RN

GN

(Tidak pernah bekerja di tempat

orang lain)

“Di tempat saya kerja kan saya

kerjanya sendirian gak ada laki-

laki yang kerja”.

“Dari dulu kerja di pabrik

alhamdulillah gak pernah”.

“Nggak pernah”.

“Dulu pas di percetakan sama aja

semuanya gak ada yang dibedain.

Saya dulu juga disuruh megang

bagian mesin padahal kan itu

tugas laki”.

“Semua sama aja mbak gak ada

yang dibedain. Kalo yang cowok

kebagian jam malem ya yang

cewek juga kebagian jam

malem”.

“Pernah dulu waktu ibu masih

kerja di konveksi. Kalo lagi

lembur biasanya uang lemburnya

dibedain. Bedanya bisa nyampe

50, kadang 100, malahan bisa

nyampe 200. Trus ibu sering

bolos kalo anak lagi ambil rapot.

Ya abisan gimana yak, saya udah

izin juga gak dikasih, yaudah

xxii

YN

mendingan saya bolos aja. Anak

kan lebih penting dari kerjaan”.

“Gaji, jam kerja, jatah libur sama

aja semuanya”.

4. Apakah single mother

pernah mendapat

kekerasan dari lawan jenis

di tempat bekerja?

BA, US,

IS, NR,

EM, YN

SW

NN

RN

GN

-

“Ya palingan suka diutangin aja

sama pembeli tapi saya gak apa-

apa besok juga kan pada bayar.

Saya juga gak nagihin, biarin aja

pada bayar sendiri”

“Ya kalo dagang uduk kan saya

malem biasanya dari magrib

sampe jam 12 malem malahan

suka lewat, ya kadang suka aja

digangguin kayak dicolek atau

digoda-godain gitu tapi cuekin aja

lah. Itu juga kan udah resiko saya

dagang malem”.

“Pernah dimarahin dulu pas baru

masuk tapi wajar lah mbak

namanya juga pegawai baru

masih suka salah-salah ya

dimarahin hehe”

“Pernah di godain lewat sms tapi

ibu diemin aja. Anak udah banyak

ngapain ngeladenin. Akhirnya dia

capek sendiri gak pernah sms

lagi”.

5. Apakah ada anggota

keluarga single mother

yang bekerja?

BA

“Yang gede doang yang udah

kerja. Kerjanya di Pamulang, di

gang deket kemuning sebagai

tukang serpis toko mesin tinta eh

xxiii

US

IS

NR

SW

EM

NN

mesin printer”.

“Gak ada. Si Ika kan baru masuk

kelas 1 SMK jadi saya gak

ngizinin dia sekolah sambil kerja

ntar gak fokus sekolahnya, gak

bisa ngatur waktu. Jadi saya

bilang sama Ika kalo mau kerja

nanti aja kalo sekolahnya udah

selesai”.

“Ora ada, anak paling gede aja

masih sekolah. Lagian saya juga

gak bolehin dia kerja. Kerja mah

gampang nanti aja, sekarang

sekolah aja dulu yang bener

sampe selesai”.

“Ada anak yang pertama di golf

senayan jadi caddy”.

“Iya ada yang kerja yang nomer

dua. Kerjanya jadi tukang

bangunan ngikut mandor. Kalo

ada proyek ya dia kerja tapi kalo

gak ada proyek ya gak kerja. Jadi

ngikut be‟ apa kata mandornya”.

“Gak ada lah hahaha saya kan

disini tinggal berdua doang sama

anak, anak saya juga masih kecil,

masih kelas 2 SD”.

“Anak yang pertama kerja di pom

bensin, yang kedua jadi SPG di

mall, yang ketiga kerja di rumah

sakit jadi yang bantu-bantuin

dokter tuh kayak misalnya mau

operasi nah dia yang ngambilin

guntingnya”.

xxiv

RN

GN

YN

“Gak ada anak saya kan masih

kecil-kecil masih SD mbak yang

paling besar”.

“Ada. Tapi kalo yang nomer 1

sama nomer 3 udah pada nikah,

tinggal yang nomer 2 cowok

sama nomer 4 cewek yang udah

kerja. Kalo yang nomer 2 dari

selesai SMA dulu pernah kerja di

proyek, trus pernah jadi sales, jual

herbal MLM, cleaning service,

pokoknya segala macem dia

jalanin, sekarang jadi gojek. Nah

kalo yang nomer 4 cewek baru

kerja di alfamidi”.

“Ada yang nomer 2 kerja di

Cikarang kerjanya di restaurant,

yang khusus daging nganter-

nganterin ke swalayan. Apa sih

namanya? Checker ya? Yang

ngecek keluar masuk barang deh

pokoknya”.

6. Apakah ia bekerja atas

keinginan pribadi atau

paksaan dari single

mother?

US, IS,

EM, RN

BA

NR

SW

NN

-

“Kemauan dia sendiri”.

Kemauan anaknya sendiri”.

“Ya namanya anak laki kan

emang udah harus kerja jadinya

dia kerja”.

“Kemauan dia lah kan udah pada

gede masa iya diem aja di

rumah”.

xxv

GN

YN

“Ya kesadaran dia sendiri

mungkin kasian kali ya liat

ibunya perempuan sendirian

capek cari duit makanya pada

kerja”.

“Ya kemauan dia sendiri”.

7. Berapa penghasilan yang ia

peroleh selama sebulan?

US, IS,

EM, RN

BA

NR

SW

NN

GN

YN

-

“Gajinya 600 ribu pas baru

masuk, sekarang udah naek jadi 2

juta”.

“Penghasilannya kalo gak salah 2

juta sebulan”.

“Nggak nentu kan tergantung

dapet panggilan apa nggak”.

“Sama semua dah kayanya

sekitar sejutaan ampe sejuta

setengah”.

“Kalo gojek kan tergantung dari

kitanya mau gimana, kalo rajin ya

dia bisa megang sehari 200 mah

ada. Kalo yang cewek berapa yak

ibu juga lupa, satu setengah apa

ya kalo gak salah”.

“Yaaaa lumayan dah pokoknya

cukup buat dia makan sama bayar

kosan hehe”.

8. Apakah single mother

memiliki usaha sampingan

guna menambah

BA, US,

IS, NR,

SW, GN

-

xxvi

penghasilan keluarga? EM

NN

RN

YN

“Selain warungan ya jual pulsa

juga, ada freezer kita jual es

seduhan, ada yang nyari es batu

ya kita jual. Kadang kan orang

nyari es batu doang ya boleh. Es

seduh-seduhan juga buat jajan

bocah”

“Ya ada aja. Kalo ada pelanggan

dulu waktu di percetakan nyariin

saya gitu yang nyuruh bikin buku

kek apa kek ya saya kerjain kan

duitnya lumayan”.

“Ada, jualan pulsa”.

“Ya palingan bantu emak di

warung sama anter jemput

sekolah ponakan daripada

nunggu setoran doang 2 minggu

sekali, yakan?”.

9. Mengapa memilih jenis

usaha tersebut?

BA, US,

IS, NR,

SW, GN

EM

NN

RN

-

“Ya karna anak saya aja kalo

pake baju masih ada yang gak ke

kancing, pake dasi juga masih

miring-miring. Udah aja lah saya

di rumah aja warungan sambil

ngurusin anak”

“Buat nambah-nambahin duit lah,

jualan uduk doang mana cukup

sekarang apa-apa mahal”.

“Karna buat nambahin jajan anak

hehe”.

xxvii

YN “Lagian lumayan juga duitnya

dari nganter ponakan bisa

nambahin duit bulanan hahaha”.

10. Berapa modal yang

dikeluarkan oleh single

mother untuk mendirikan

usaha tersebut? Baik usaha

yang menjadi nafkah

utama maupun usaha

sampingan.

BA, US,

NR, SW

IS

EM

NN

RN

GN

YN

-

“Modalnya sehari 300 rebu”.

“Berapa ya lupa saya juga, 1 apa

2 jutaan kayanya, udah lama sih

lupa”.

“Modal tenaga doang hahaha kan

kalo ada yang mesen saya suruh

DP dulu jadinya saya gak keluar

duit”.

“200 ribu”.

“Saya kan cuma modal kontrakan

doang 600 ribu, sisanya kayak

mesin anak yang beliin”.

“Nggak pake modal palingan

modal motor aja yang udah ada di

rumah, sama bensin ya palingan

berapa sih bensin”.

11. Dari mana kah sumber

modal tersebut?

BA, US,

NR, SW

IS

EM

-

“Setelah almarhum gak ada,

modal awal minjem sama sodara

soalnya duit saya udah abis buat

buat berobat almarhum sebelom

meninggal”.

“Dari gaji saya sendiri lah dulu

xxviii

NN

RN

GN

YN

kan saya kerja”.

“Dari saya sendiri nabung dikit-

dikit dari dulu pas di percetakan,

sama sekarang kalo ada yang

minta percetakan ya saya sisiain

penghasilannya”.

“Dari gaji saya sendiri mbak”.

“Yang 600 ribu itu tabungan saya

lagi kerja di pabrik”.

“Motor udah punya dari dulu beli

berdua sama almarhum”.

12. Sejak kapan usaha tersebut

didirikan?

BA, US,

NR, SW

IS

EM

NN

RN

-

“Saya dagang udah dari baru

banget nikah. Cuma kalo dulu

dagangnya keripik. Karena saya

sama almarhum mau ada

kemajuan jadinya ganti dagang

bubur”.

“3 tahunan kayaknya, pokoknya

semenjak udah pisah sama

suami”.

“Jualan uduk udah dari pas

bapaknya masih sakit-sakitan

sekitar tahun 2014. Kalo

percetakan udah dari sebelum

kawin”.

“Baru banget berapa hari hehe”.

xxix

GN

YN

“Yaaaa udah ada 5 tahunan”.

“Anter jemput ponakan baru

setahun belakangan”.

13. Apakah single mother

memiliki pegawai?

BA, US,

NR, SW

IS

EM

NN

RN

GN

YN

-

“Ora ada, sendirian bae”

“Nggak ada”.

“Tadinya anak yang gede ikut

ngebantuin, tapi karna ikut

digodain juga sama yang beli

jadinya kagak bantuin lagi”.

“Nggak ada lah kan jualan pulsa

doang hahaha”.

“Ya bukan karyawan, temen dah

gitu, ya ada 3 orang yang bantuin.

Daripada ngegosip yang gak

penting kan? Jadinya saya ajak

aja buat kerja bareng”

“Nganter ponakan ngapain pake

pegawai? Hahaha kalo truck baru

tuh ada yang bantuin, ade ipar”.

14. Bagaimana sistem

upahnya?

BA, US,

IS, NR,

SW, EM,

RN

NN

-

“Anak sendiri ngapain digaji”.

xxx

GN

YN

“Jadi kan ibu setiap kali ngejait

ongkosin tiap bajunya 4 ribu, nah

nanti yang ngebantuin dapet

separo harga, 2 ribu. Nah ntar nih

misalnya dia bisa ngerjain berapa

baju yaudah tinggal dikali 2 ribu

itu penghasilan dia”

“Dari awal saya udah bilang

pokoknya bensin sekian, ntar kalo

ada kerusakan sekian, bersihnya

ke saya pokoknya dua juta lah

minimal”.

15. Berapa penghasilan

perbulan yang diperoleh

single mother dari usaha

tersebut?

BA, US,

NR, SW

IS

EM

NN

RN

GN

-

“Gak nentu sih ya namanya juga

dagang kadang sepi kadang rame.

Kalo lagi sepiiiii banget ya gocap,

kalo rame ya cepek”

“Tergantung rame sepinya. Kalo

rame ya bisa 100, kalo sepi ya 40-

50”.

“Kecil jualan uduk mah sehari

palingan dapet 100 kalo nggak ya

200”.

“Belom tau mbak kan baru mulai

hehe”.

“Gak nentu sih tergantung dari

bosnya aja ngasih orderannya

berapa banyak, tapi ibu

ngehargain ongkos jaitnya satuan

4 ribu. Biasanya sih seminggu

dikasih 1.000 atau 2.000 potong”.

xxxi

YN “Dari ade ipar kan 2 juta tiap 2

minggu sekali, sama yang anter

jemput ponakan saya dibayar

400”.

16. Apakah ada anggota

keluarga laki-laki atau

keluarga mantan suami

yang berkontribusi dalam

usaha tersebut?

BA, US,

NR, SW

IS

EM

NN

RN

GN

YN

-

“Anak doang yang nomer 2

kadang ikut bantu ngedorongin

gerobak kalo hari sabtu minggu”.

(geleng-geleng kepala)

“Ah boro-boro. Dari almarhum

masih ada nih pas dia sakit, saya

minta urungan duit buat berobat

aja kagak ada yang mau bantuin”.

“Nggak ada mbak”.

“Ya ada anak saya yang nomer 2

beliin mesin ini kan ngebantu

saya jadinya”.

“Ada adek ipar yang bantu jalanin

usaha truck”.

17. Apa strategi yang

dilakukan single mother

agar usahanya

berkembang?

BA, US,

NR, SW

IS

EM

-

“Apaan yak, nggak ada sih

hahaha”.

“Gak ada, udah gini aja biarin

namanya warungan”.

xxxii

NN

RN

GN

YN

“Makanya saya buka toko di atas

biar makin banyak yang beli”.

“Nawarin di BBM, broadcast gitu

tapi ke temen-temen yang sering

ketemu aja biar bayarnya

gampang”.

“Nawarin lewat BBM ke temen-

temen, ibu bilang gini: „saya ada

mesin nih 3 biji, yang mau jait di

saya aja ya”.

“Yang penting saya gak bawel

sama ipar saya karna kalo saya

bawel ntar dia gak nyaman trus

gamau narik lagi”.

18. Bagaimana solusi yang

dilakukan single mother

jika kehabisan modal

usaha?

BA, US,

NR, SW

IS

EM

NN

RN

-

“Minjem sama bank keliling”.

“Biasanya minjem di koperasi.

Tiap minggu kan orang

koperasinya dateng tuh ke

perkumpulan ibu-ibu nah disitu

saya minjem. Kalo minjem selama

setahun itu Rp 2.500.000,- kalo

gak salah dah. Jadi tiap minggu

saya bayar gantinya Rp 60.000,-.

Sekarang tinggal kurang berapa

ya, pokoknya bulan Februari apa

Maret udah selesai”.

“Kagak tau dah belom kepikiran”.

“Belom tau mbak kan jualan

pulsanya juga baru beberapa hari

hehehe”.

xxxiii

GN

YN

“Aduh ibu kagak kepikiran sampe

sana, soalnya kan ibu ngeluarin

tenaga dulu baru dibayar. Kecuali

ibu beli kain trus ibu jual tuh baru

kemungkinan keabisan modal”.

“Yah jangan sampe dah, masa

truck tinggal satu-satunya mesti

dijual juga”.

19. Apakah single mother

pernah meminjam uang?

Kepada siapa?

BA

US

IS

NR

SW

EM

NN

“Biasanya minjem ama bos yang

punya lapak, nanti pas nimbang

baru dipotong. Bulan kemaren

minjem berapa gitu. Kadang juga

minjem di bank keliling”.

“Sering minjem sama majikan

nanti tiap bulan dipotong”

“Sering minjem sama orang.

Kadang sama bank keliling,

kadang sama keluarga. Ya siapa

bae dah yang bisa dipinjemin

ntar kalo ada uang dibayarnya

nyicil”.

“Sering, sama bos kalo nggak

sama anak”.

“Tiap hari minjem sama tukang

ikang di pasar”.

“Saya bukan tipikal yang suka

minjem-minjem, anti saya

sebenernya. Kalo pun terpaksa

minjem, biasanya minjem di

koperasi”.

“Ya kadang-kadang minjem sama

xxxiv

RN

GN

YN

anak”.

“Kadang suka minjem sama

temen hehe”.

“Alhamdulillah gak pernah

minjem-minjem. Dicukup-

cukupin aja semua yang ada”.

“Nggak saya mah gak pernah

minjem, Alhamdulillah ada aja

rejekinya”.

20. Digunakan untuk apa saja

uang pinjaman tersebut?

GN, YN

BA

US

IS

NR

SW

EM

-

“Ya bekal makan bocah”.

“Buat makan sama bayaran

sekolah anak kan mahal banget

uang mulu sekolahnya biar kata

yatim juga gak dapet potongan

dari sekolah”.

“Buat makan, buat biaya anak

sekolah, buat modal dagang

besok”

“Buat makan”.

“Buat beli dagangan kayak ikan,

tahu, tempe, dan sayur-sayuran”.

“Buat keperluan warung dan kalo

udah ada uang langsung saya

bayarin”.

xxxv

NN

RN

“Saya kalo minjem buat makan

doang, makan juga kan bareng-

bareng”.

“Buat jajan kalo di tempat kerja

hehe”.

21. Apakah ada sumber

penghasilan lain selain

meminjam uang kepada

masyarakat/mendirikan

usaha/bekerja?

NR, RN,

GN, YN

BA

US

IS

-

“Yaaa jual apa kadang-kadang

ibu dapet perak, kadang-kadang

dapet emas, anuan obat yang

masih kepake, kadang botol

minyak wangi. Dari jualan itu

kadang-kadang kalo lagi kebener

dapet, lagi rejeki bisa dapet

150rb, kadang-kadang kalo lagi

sedikit ya 20rb”.

“Kalo lagi lebaran yatim Ika suka

dapet undangan dari masjid ntar

dia dapet 400, saya dapet 150”.

“Iya suka dapet santunan. Tapi

anak saya yang pertama suka gak

mau ngambil kalo dapet santunan

katanya malu. Ya saya bilang be‟

sama dia kalo saya juga

sebenernya malu tapi mau gimana

lagi, kalo gak diambil nanti

dibilangnya blagu. Jadinya

yaudah saya aja sama yang bontot

yang ngambil kalo dapet

undangan santunan. Kadang anak

yang nomer dua juga suka dapet

duit tau dari siapa. Ntar dia bilang

ke saya dapet duit segini trus

nanti duitnya buat dia jajan

dewek”.

xxxvi

SW

EM

NN

“Kalo lebaran yatim dapet

santunan janda dari mushalla

depan”.

“Anak kadang suka dikasih kalo

lagi main ke rumah sodara”.

“Dapet kalo lebaran yatim buat

anak yang bontot, saya juga dapet

santunan janda”.

xxxvii

ASET

No. Pertanyaan Informan Jawaban

1. Apa saja aset berharga

yang dimiliki single

mother yang dapat

digunakan dalam jangka

waktu panjang serta

menghasilkan uang?

BA

US

IS

NR

SW

EM

NN

RN

GN

YN

“Saya ada ini rumah ama gerobak

doang palingan neng”.

“Rumah ini 1 gak ada lagi yang

lain”.

“Ada gerobak, motor juga ada”.

“Ada motor doang”.

“Rumah be‟ ini ora ada lagi yang

laen”.

“Apaan ya? Palingan kulkas

doang sama anak hehe”.

“Anak hahaha anak kan aset

berharga. Kalo benda ya rumah ini

aja”.

“Ada rumah tapi udah pisah ya

diambil sama mertua trus sama

dia dijadiin kontrakan. Trus ada

kalung emas, motor juga ada”.

“Rumah ada, tanah juga ada tuh

depan rumah 100 meter, trus ini

mesin jait”.

“Ada mobil truck, motor, gudang

bekas besi tua, sama rumah ini”.

2. Dari mana kah sumber

aset tersebut?

BA

“Jadi pas awal-awal saya beli

tanah disini hasil saya ngumpulin

xxxviii

US

IS

NR

SW

EM

NN

RN

dari rongsokan. Nah pas mau

ngebangun rumah saya bingung

yak duit dari mana, akhirnya saya

musyawarah dah sama pak RT.

Abis itu sebulan besoknya

Alhamdulillah ada yang dateng

bawa asbes nih dibawain asbes 15

lembar, trus didatengin ngasih

duit 800 bekal beli ini nih

bahannya, ada yang ngasih 400,

ada yang 300. Trus ada juga yang

bawain beras, yang bawain semen.

Dari kelurahan semen 15 sak,

berasnya sekarung. Nah kalo

gerobak itu peninggalan dari

almarhum”.

“Orang tua kan asli sini jadi anak-

anaknya dibagiin tanah trus sama

saya dibangun rumah lagi dulu

bapaknya masih ada masih sehat”.

“Gerobak mah dari dulu jamannya

bapak masih ada. Kalo motor saya

baru beli kagi seken tapi boleh

nyicil sama sodara”.

“Patungan saya sama anak”.

“Dari orang tua dulu dibagi-

bagiin”.

“Patungan dulu sama suami”.

“Dari tabungan saya dulu sama

suami”.

“Kalo motor saya baru banget

ngambil kemaren karna kan saya

xxxix

GN

YN

kerja di pom bensin kadang dapet

giliran malem dari pada naik

angkot jadinya saya nyicil aja

motor, baru banget 2 bulan saya

ngambil”.

“Rumah dikasih sama orang tua,

tanah beli sendiri, mesin dari anak

yang nomer 2”.

“Mobil peninggalan dari

almarhum, gudang juga sama.

Tapi kalo rumah sama motor

belinya dulu barengan saya sama

almarhum”.

3. Bagaimana single mother

mendayagunakan aset

tersebut?

BA

US

IS

NR

SW

EM

“Gerobak saya pake dewek,

abisan anak-anak kagak ada yang

mau gantian keliling”.

“Saya pake sendiri sama anak

berdua. Eh sama ponakan juga ada

yang ikut tinggal disini”.

“Saya pake sendiri semuanya ya

gerobak ya motor. Anak belom

saya kasih pake motor soale

belom ada SIM”.

“Gantian aja pakenya sama anak.

Kalo dia lagi gak ada temen

barengan ya dibawa motornya

sama dia, tapi lebih sering saya

yang pake”.

“Sama anak, mantu, cucu ikut

tinggal dimarih”.

“Ya dipake sendiri lah masa

kulkas mau saya sewain”.

xl

NN

RN

GN

YN

“Dipake sama saya bareng-bareng

sama anak. Kalo disewain saya

dimana?”.

“Kontrakan udah urusan mertua

saya yang perempuan, uang

bulanannya juga saya gak dikasih

hehehe kalo kalung emas sama

motor saya pake sendiri”.

“Mesin saya pake sendiri bareng

sama tetangga yang ikut bantuin.

Tanah belom diapa-apain biarin

aja kayak gitu dulu. Rumah

dipake bareng-bareng sama anak”.

“Sekarang truck ade ipar yang

ngejalanin karna kan emang dia

udah dari dulu narik bareng sama

almarhum jadi saya percayain dah

sekarang sama dia”.

4. Apa pendidikan terakhir

single mother? Mengapa?

BA

US

IS

NR

SW

“Sayah terakhir sekolah SD

soalnya orang tua kagak punya

duit”.

“SMP. Ya begimana dulu orang

tua gak punya uang”.

“SMP ora lanjut lagi, ngebantuin

orang tua be‟ di rumah”.

“SD. Orang tua gak mampu

biayain lagi hehe”.

“Gak sekolah saya dulu, sama

sekali nggak sekolah. Orang tua

susah jadi begimana mau

nyekolahin”.

xli

EM

NN

RN

GN

YN

“Saya terakhir SMA karena

memang kemauan saya untuk

bekerja bukan untuk lanjut

pendidikan”.

“SMP. Ya abisan gimana kan

orang tua dulu susah, jadi gak ada

yang biayain”.

“SMK akuntansi mbak abis itu

langsung nikah”.

“Cuma SMP. Kan gak ada orang

tua. Waktu itu SD kelas 3 ibu saya

meninggal. Ada ade kan banyak

ada 7, bapak gak kawin lagi

ngurusin anak. Jadinya jadi

korban dah istilah kata, bukan

korban dah ngalahin gitu”.

“SMP. Ya emang gak ada yang

biayain. Tadinya mau daftar

sekolah lagi tapi gak ada biaya

yaudah kerja aja trus gak lama

nikah”.

5. Apakah single mother

pernah mengikuti kursus?

BA, US,

IS, SW,

EM, GN,

YN

NR

NN

-

“Dulu banget pernah ikut kursus

ngejait. Ikut kursus sebulanan

kalo gak salah, udah hampir mau

ikut ujiannya waktu itu tapi saya

keluar gamau lanjutin lagi,

namanya kepaksa”.

“Pernah dulu ngejait waktu masih

perawan”.

xlii

RN

“Primagama waktu SMA. Yang

lainnya gak pernah”.

6. Mengapa memilih jenis

kursus tersebut?

BA, US,

IS, SW,

EM, GN,

YN

NR

NN

RN

-

“Disuruh ibu saya”.

“Disuruh sama emak saya katanya

biar nanti pas kawin jadi punya

keahlian atau buka usaha jait gitu.

Ya iyasih emang tapi emang

sayanya juga gak minat jadinya

ikut kursus sebentar doang”.

“Disuruh sama guru soalnya mau

ujian”.

7. Siapa yang membiayai

kursus single mother?

BA, US,

IS, SW,

EM, GN,

YN

NR

NN

RN

-

“Ibu saya”.

“Ya emak saya lah kan dia yang

nyuruh saya kursus”.

“Ibu saya”.

xliii

KEGIATAN

No. Pertanyaan Informan Jawaban

1. Apakah sebelum berpisah

dengan suami, single

mother sudah bekerja?

Mengapa?

BA

US

IS

NR

SW

EM

NN

“Belon. Saya dulu disuruh

ngurusin rumah aja. Saya keliling

itu mulai tahun 2005 lah setelah

kejadian bapak meninggal. Bapak

kan meninggal tahun 2004”.

“Udah. Saya kerja dari pas bapak

masih hidup. Bapaknya kan udah

gak bisa kerja dari Ika (anak)

masih kelas 5 SD gara-gara kena

stroke. Jadinya saya dah yang

kerja biar ada pemasukan”.

“Saya dagang udah dari dulu pas

baru kawin. Cuma dulu saya sama

suami dagang kripik. Karna mau

ada kemajuan jadinya kita ganti

dagang bubur”.

“Iya, udah. Karna mau bantu

ekonomi keluarga sama buat

nambah uang jajan anak-anak”.

“Udah kan dari dulu emang

kerjanya begini dagang sayur.

Pengen aja bantuin suami”.

“Udah tapi dulu saya kerjanya

pindah-pindah. Terakhir kerja di

perusahaan bus jadi operator.

Karena mau punya uang sendiri,

gak mau bergantung sama suami”.

“Udah kan di percetakan.

Nyibukkin diri aja, saya kan gak

bisa diem orangnya”.

xliv

RN

GN

YN

“Udah. Ya mau bantu suami aja”.

“Udah di pabrik konveksi. Ya

namanya juga orang susah, kalo

ngandelin duit suami mana

cukup”.

“Dulu pernah kerja di percetakan,

tapi abis nikah kata almarhum

lebih baik di rumah aja ngurus

keluarga sama anak-anak, apalagi

pas dapet si kembar kan repot”

2. Bagaimana kondisi

ekonomi keluarga single

mother pasca berpisah

dengan suami?

BA

US

IS

NR

SW

EM

NN

“Makin susah neng gara-gara

diusir itu. Saya bingung nyari duit

dari mana. Akhirnya pas tinggal

di rumah mpok saya keliling dah

tuh pake gerobak bekas almarhum

dulu pas masih ada”.

“Ya begini aja gak ada yang

berubah”.

“Abis uang saya dulu. Motor

almarhum 2 biji dijualin semua

dulu kan dia punya ninja 1 sama

vario 1 abis dijualin buat

berobatnya sendiri. Gerobak juga

1 dijual jadi sekarang tinggal 1

yang sekarang saya pake ini”

“Sama aja gak ada bedanya”.

“Sama aja. Dagangan juga sama

gak dilebihin gak dikurangin”.

“Sama aja gak ada bedanya”.

“Abis duit saya semua sampe

xlv

RN

GN

YN

rumah digadein nih ke BRI sampe

sekarang masih belom lunas gara-

gara waktu itu biayain almarhum

sebelom meninggal kan dia masuk

rumah sakit dulu”.

“Kekurangan lah pasti. Kalo dulu

kan saya sama suami kerja jadi

sama-sama ada pemasukan. Kalo

udah pisah saya sendirian biayain

anak apalagi dulu pas baru pisah

ngasih duit ke anak cuma gocap

kalo nggak cepek. Yakan jadi

berasa banget mbak bedanya”.

“Pas baru banget pisah ya sama

aja, tapi sekarang Alhamdulillah

udah lebih baik dari yang dulu”.

“Yaaa dulu kan pas mau

meninggal almarhum bapaknya

masuk rumah sakit karna sempet

koma sehari jadinya saya sampe

ngejual truck 2 saking bingung

mau nyari duit kemana lagi”.

3. Apakah setelah berpisah

dengan suami, ada

perubahan jenis pekerjaan

yang dijalani oleh single

mother? Mengapa?

BA

US

IS

NR

“Ya kagak ada, dari dulu pas

almarhum meninggal yaudah

kerjanya mulung doang”.

“Gak ada, dari dulu begini aja

kerjaannya bersih-bersih rumah

orang”.

“Nggak, dagang bubur aja udah.

In shaa Allah rejeki mah ada bae

ntar namanya yatim”.

“Dari dulu kerjaan saya cuma

ngejait. Cuma dulu pas masih

xlvi

SW

EM

NN

RN

GN

YN

sama suami saya kerja di pabrik,

sekarang saya di rumahan kayak

gini aja. Capek soalnya kalo di

pabrik”.

“Nggak, sama aja”.

“Iya beda. Dulu kerja sama orang

sekarang buka usaha sendiri”.

“Sama aja dari dulu kerjanya

percetakan sama dagang uduk”.

“Iya beda mbak. Dulu kerjanya di

percetakan, sekarang di pom

bensin”.

“Iya beda. Kalo dulu kan kerja di

pabrik, trus berenti karna ada aja

masalahnya sama atasan. Udah

gitu capek bener jamnya ditentuin,

kalo kerjaan banyak jadi lembur.

Udah aja abis dibeliin mesin sama

anak saya berenti dari pabrik.

Sekarang lebih enak jam kerja kita

sendiri yang ngatur”.

“Beda. Dulu saya gak kerja

sekarang jadi tukang ojek hahaha

tapi gak apa-apa lah namanya buat

anak, asalkan halal saya kerjain”.

4. Berapa penghasilan

perbulan keluarga single

mother sebelum dan

sesudah berpisah dengan

suami?

BA

“Tergantung. Kalo dah gitu

tergantung turun naeknya kan

kalo gitu mah. Kalo dulu ada

almarhum penghasilan bisa ampe

2 jutaan. Almarhum kan dulu

segala beling, besi apah yang

berat-berat dia ambilin. Kalo saya

kan ngambilinnya yang enteng-

xlvii

US

IS

NR

SW

EM

enteng be‟ kayak kardus sama

botol plastik jadi saya kalo

nimbang palingan cuma bisa

dapet 1,5 tapi belom potong”.

“Dulu banget pas almarhum

masih sakit-sakitan gaji saya

masih 400an tapi itu kan udah

lama banget pas anak masih kecil,

sekarang perbulan 700”.

“Dulu kan pas ada suami yang

dagang 2 orang, saya sama suami

jadi bisa lah megang sehari gopek.

Soalnya dulu suami kan rajin juga

dagang pas ada pasar malem.

Kalo sekarang kan saya sendirian

mau dagang di pasar malem gitu

ya awakku wes capek, jadi

sekarang bisa dapet setengahnya

aja susah. Kalo lagi sepiiiii banget

ya gocap, kalo rame ya cepek”

“Lupa saya dulu suami

penghasilannya berapa. Kalo saya

sekarang tergantung orderan yang

masuk ke bos, kalo banyak bisa

200 tiap dua minggu sekali, tapi

kalo lagi gak ada orderan ya gak

megang uang sama sekali”.

“Sama aja kalo nggak 50 ya 60

ribu”.

“Kalo dulu ada suami kan kita

sama-sama kerja sama orang

maksudnya kerja ntah di

perusahan atau apa gitu. Jadi dulu

bisa 2 jutaan. Kalo sekarang karna

kerja sendiri penghasilannya 50-

100”.

xlviii

NN

RN

GN

YN

“Sama aja lah dulu kan bapaknya

juga kena stroke duitnya banyak

kepake buat dia-dia juga”.

“Bisa lah dulu megang 2-3 jutaan.

Kalo sekarang kan masih training

masih kecil 1,1 juta kalo udah

resmi 2,1 juta”.

“Gatau dah berapa yak dulu, lupa,

udah lama kan pisahnya. Kalo

sekarang ya tinggal dikaliin aja 4

rebu dikali 1.000”.

“Wah dulu saya sebulan bisa

megang di atas 5. Sekarang paling

cuma 4 jutaan. Itu juga gak nentu

tergantung ipar nyetornya berapa”.

5. Digunakan untuk apa saja

penghasilan tersebut?

BA

US

IS

“Bekal pada madang bocah sama

bekal ongkos sekolah. Kalo

bayaran sekolah sekarang saya

udah nyerah, kayaknya udah gak

pengen biayain, saya kan udah

capek banget. Jadi biaya sekolah

udah be‟ saya serahin sama

abangnya yang gede”.

“Buat makan, bayar sekolah anak

kan mahal banget uang mulu

sekolahnya biar kata yatim juga

gak dapet potongan dari sekolah,

belom lagi bayar listrik, air, kalo

gas abis”.

“Buat makan, beli pempers buat

yang kecil kan anak sapi

nyusunya banyak banget, trus beli

susu, bayaran sekolah anak,

arisan, modal buat dagang besok,

bayar cicilan motor. Banyak dah

xlix

NR

SW

EM

NN

RN

GN

YN

hahaha”.

“Buat makan, beli pulsa listrik,

sama beli buku, seragam anak

kalo kenaikan kelas. Kalo bayar

kontrakan saya serahin ke anak

yang udah kerja”

“Buat apa ya palingan buat

ongkos sama makan doang.

Listrik apah anak yang bayar”.

“Ya buat bayar kontrakan, ya buat

makan, trus buat asuransi

pendidikan anak sama buat beli

kebutuhan sekolahnya tiap

kenaikan kelas”.

“Buat makan, buat jajan anak yang

kecil sekali minta kan 5-10 ribu,

air, listrik”.

“Buat beli kebutuhan sekolah anak

sama bayar cicilan motor”.

“Kan saya masih ada tanggungan

anak yang bontot yang masih saya

biayain. Trus bayar kontrakan,

listrik, air”.

“Buat dapur, listrik, sama jajan

anak yang mondok ya tau sendiri

dah namanya mondok kan keluar

uang banyak buat beli kitab,

seragam apa kan”

6. Apakah single mother

mampu menyisihkan

penghasilannya ke dalam

BA

“Dulu bisa. Tapi semenjak Azmi

masuk SMA saya udah gabisa

nabung. Ada aja yang harus bayar

l

bentuk tabungan?

US

IS

NR

SW

EM

NN

RN

GN

YN

sekolahannya”.

“Boro-boro nabung, buat makan

aja kadang kita bingung”.

“Kalo megang duit sendiri di

rumah naro di celengan gitu ora

bisa saya pasti kepake terus.

Makanya saya ikutan arisan sama

ibu-ibu komplek. Kalo ikut arisan

kan saya jadi mikir „oh iya harus

bayar arisan‟ gitu hehehe”.

“Nggak bisa hehe”.

“Nggak bisa neng dapetnya aja

sehari 50 kalo nggak 60 belom

ongkosnya, jadi pulang-pulang

palingan cuma bisa bawa 40. Itu

ge‟ buat makan. Nabung mah

gabisa”.

“Bisa nabung dikit-dikit di

celengan”.

“Kagak bisa dah nabung, susah”.

“Ada tuh celengan ayam di kamar

hehe”.

“Ada Alhamdulillah”.

“Nggak ada, kalo ada uang ya

keluar terus, tapi gak apa-apa

artinya kan berarti uang kita

berkah soalnya buat beli apa-apa

Alhamdulillah bisa”.

li

7. Kegiatan apa saja yang

diikuti oleh single mother

di sekitar lingkungan

tempat tinggal?

BA

US

IS

NR

SW

EM

NN

RN

GN

YN

“Nggak ikut apa-apa saya di

rumah be‟ istirahat kalo kagak

keliling, capek bener badan

soalnya”.

“Ikut pengajian doang tiap malem

jumat”.

“Arisan sama ngaji doang”.

“Gak ikut apa-apa. Pulang kerja

ya langsung ke rumah”.

“Kadang ikut ngaji di mushallah

depan situ”.

“Saya ikut perkumpulan ibu-ibu

disini setiap minggu kan suka

pada ngumpul nih sekalian sama

arisan, terus baru bulan agustus

kemarin saya ikut perkumpulan

golongan darah AB di Jakarta”

“Ikut pengajian di mushalla

depan”.

“Nggak ikut apa-apa, kalo udah

kerja istirahat aja di rumah”.

“Kadang suka ikut pengajian ibu-

ibu di mushalla”.

“Pengajian ikut, arisan ikut,

pengobatan posyandu juga ikut”.

8. Bagaimana single mother

mengatur waktu antara

bekerja, mengurus

BA

“Yakan saya kalo keliling sore

biasanya jam 3 ampe magrib.

Jadinya kalo pagi udah be‟ saya

lii

keluarga, dan kegiatan di

lingkungan saat ini?

US

IS

NR

SW

EM

NN

RN

GN

beberes rumah nyuci ngepel. Kalo

masak bocah pada masak dewek”.

“Kalo pagi saya benahin dulu

semuanya, siapin sarapan anak,

ntar kalo udah beres baru saya

jalan ke komplek”.

“Kalo pagi nih biasanya saya

mulai masak dagangan jam 3 pagi

ntar jam 6 udah jalan kesini

sampe jam 11. Ntar jam 11 ke

pasar beli bahan buat dagangan

besok. Kalo bebenah kan ada anak

yang gede. Dia sekolah siang jadi

kalo pagi dia yang nyuci, ngepel”.

“Sebelom kesini ya beberes dulu

nyuci, ngepel, ngasih makan

anak”.

“Kagak gimana-gimana kan ada

mantu di rumah yang beresin”.

“Kalo waktu itu saya mau ke

perkumpulan darah AB, anak saya

titipin dulu ke keluarga saya biar

ada yang jagain”.

“Sekarang udah pada gede bagi-

bagi tugas aja”.

“Kalo kebagian jam pagi biasanya

saya titipin ke ibu saya atau ke

bapaknya anak-anak. Nah kalo

malem mendingan, saya masih

bisa anter anak sekolah, nyuapin

dulu, beberes”.

“Udah gede-gede sekarang udah

liii

YN

gak repot kayak dulu. Ntar

gantian aja yang ngepel siapa,

nyapu, nyuci siapa”.

“Ya sebelum anter ponakan

biasanya saya udah rapih bebenah,

trus anter ponakan, balik lagi

bantuin emak dagang di warung,

ntar siang jemput ponakan lagi,

trus pulang saya istirahat. Kalo

gak males saya balik lagi ke

warung tapi kalo males ya di

rumah aja hahaha”.

9. Apa kesulitan yang

dihadapi single mother

hingga saat ini?

BA

US

IS

NR

SW

EM

NN

RN

GN

“Ekonomi pasti neng”.

“Ekonomi neng gabisa boong deh

itu mah”.

“Ya ekonomi, ya anak”.

“Ekonomi sama ngurusin anak

yang kecil bandel banget”.

“Ekonomi doang”.

“Ekonomi”.

“Ekonomi lah”.

“Ekonomi sama anak”.

“Apa ya? Alhamdulillah sekarang

sih udah lebih baik semuanya dari

yang dulu”.

liv

YN “Nggak ada sih Alhamdulillah

disyukuri aja semuanya”.

10. Apa harapan single

mother untuk kehidupan

berikutnya?

BA

US

IS

NR

SW

EM

NN

RN

“Mudah-mudahan anak pada

sukses”.

“Anak cepet lulus biar cepet kerja

bantuin saya karna saya udah

capek kerja”.

“Yang penting badan sehat dah itu

nomer 1 karna kalo badan ora

sehat kan semuanya jadi

berantakan”.

“Semoga rejeki saya lancar, anak

gak bandel lagi”.

“Biar sehat aja semuanya, panjang

umur”.

“Semoga saya bisa dapet jodoh

lagi yang bisa nerima keadaan

saya dan anak saya, yang

ekonominya lebih mapan dari

saya”.

“Biar anak pada jadi orang sukses,

rejeki lancar semua. Kalo bisa

saya dapet suami lagi yang orang

kaya biar hidup saya gak susah

mulu”.

“Ya mudah-mudah saya sama

anak-anak dikasih kesehatan,

pekerjaan saya lancar, anak-anak

biar pinter, nurut sama orang tua.

Sama kalo bisa saya balik lagi

sama suami hehe”.

lv

GN

YN

“Biar anak sukses, pekerjaannya

lancar, usaha saya lancar, sehat

terus”.

“Saya sih berharap biar anak jadi

orang bener, pinter, sholeh,

agamanya bagus”.

lvi

LAMPIRAN III

DOKUMENTASI

Dokumentasi saat melakukan wawancara dengan para informan di sekitar

Kelurahan Serua Kota Depok Jawa Barat tanggal 5 Desember 2016 sampai 5

Januari 2017.