strategi penghidupan rumahtangga ibu tunggal di kelurahan ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of strategi penghidupan rumahtangga ibu tunggal di kelurahan ...
STRATEGI PENGHIDUPAN RUMAHTANGGA
IBU TUNGGAL DI KELURAHAN SERUA
KOTA DEPOK JAWA BARAT
DALAM PERSPEKTIF GENDER
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)
Oleh:
MAULIDIA FALA
NIM: 1112111000057
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017 M
i
ABSTRAKSI
Penelitian ini mengkaji tentang strategi penghidupan rumahtangga ibu
tunggal yang berada di Kelurahan Serua Kota Depok Jawa Barat dalam perspektif
gender. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang strategi penghidupan
rumahtangga ibu tunggal di Kelurahan Serua Kota Depok Jawa Barat dalam
perspektif gender. Subjek informan berjumlah sepuluh orang. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif. Data diperoleh melalui wawancara dan observasi.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori penghidupan
rumahtangga dari Ben White dan perspektif gender dari Mansour Fakih. Teori
penghidupan rumahtangga dipilih karena mampu menjelaskan tentang perbedaan
kategorisasi strategi penghidupan rumahtangga dilihat dari adanya perbedaan
kepabilitas, aset, dan kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing ibu tunggal.
Sementara perspektif gender dipilih karena dari sebagian informan dalam
penelitian ini pernah mengalami ketidakadilan gender dalam mencari nafkah yang
mengakibatkan adanya perubahan strategi dalam penghidupan rumahtangganya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh informan memiliki kapabilitas,
aset, dan kegiatan yang berbeda yang kemudian disimpulkan ke dalam tiga
kategori penghidupan rumahtangga: (1) Strategi bertahan hidup. Kapabilitas:
sering meminjam uang dan mengandalkan pemberian dari orang lain, penghasilan
digunakan untuk kebutuhan primer, tidak ada ketidakadilan gender. Aset: berasal
dari warisan keluarga atau suami, tidak ada ketidakadilan gender. Kegiatan:
bertahan dengan pekerjaan yang sama seperti sebelum kepergian suami, jarang
berinteraksi dengan masyarakat, ada ketidakadilan gender berupa subordinasi; (2)
Strategi konsolidasi. Kapabilitas: jarang meminjam uang kepada orang lain,
penghasilan digunakan untuk memenuhi kebutuhan primer dan sekunder,
memiliki penghasilan tambahan, ada ketidakadilan gender berupa kekerasan
seksual, kekerasan psikologi, dan subordinasi. Aset: berasal dari warisan keluarga
atau suami dan berasal dari penghasilan sendiri, tidak ada ketidakadilan gender.
Kegiatan: memiliki tabungan, aktif dalam kegiatan di masyarakat, ada
ketidakadilan gender berupa kekerasan ekonomi; (3) Strategi akumulasi.
Kapabilitas: tidak pernah meminjam uang kepada orang lain, penghasilan
digunakan untuk memenuhi kebutuhan primer, sekunder, dan membayar upah
pegawai, mampu memanfaatkan kemajuan teknologi untuk mengembangkan
usahanya, ada ketidakadilan gender berupa subordinasi. Aset: berasal dari warisan
keluarga atau suami dan berasal dari penghasilan sendiri, tidak ada ketidakadilan
gender. Kegiatan: memilih pekerjaan yang berbeda pasca berpisah dengan suami,
aktif dalam kegiatan di masyarakat, ada ketidakadilan gender berupa subordinasi.
Kata Kunci: Ibu Tunggal, Peghidupan Rumahtangga, Ketidakadilan Gender
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat, Hidayah,
dan Ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Tidak lupa
penulis sampaikan shalawat serta salam kepada baginda Nabi besar Muhammad
SAW beserta para keluarga dan sahabatnya. Skripsi yang berjudul “STRATEGI
PENGHIDUPAN RUMAHTANGGA IBU TUNGGAL DI KELURAHAN
SERUA KOTA DEPOK JAWA BARAT DALAM PERSPEKTIF GENDER”
ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sosial dalam
bidang ilmu sosiologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas
dari bantuan berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu
dengan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yaitu Bapak Prof. Dr.
Zulkifli, MA.
2. Pembimbing akademik program studi sosiologi yaitu Ibu Dr. Cucu
Nurhayati, M.Si
3. Dosen pembimbing skripsi yaitu Ibu Dra. Ida Rosyidah, MA yang telah
banyak mencurahkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membimbing
dan memotivasi penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Seluruh dosen Program Studi Sosiologi yang telah memberikan ilmu
selama tujuh semester perkuliahan.
5. Orang tua penulis yaitu Drs. Kora Fadian dan Ir. Farida Susanti; adik
penulis yaitu Mutiara Kalam dan Afda Alif Muhammad; serta mbah uti
yaitu Hj. Manas Soeprapti yang senantiasa mendoakan serta mendukung
secara moril dan materil.
iii
6. Ahmad Irfan Nur Ramadhan yang telah banyak berkontribusi serta
memberikan motivasi kepada penulis supaya cepat menyelesaikan
penulisan skripsi ini.
7. Sahabatku yaitu Anis Musyarifah, Yossi Nurvitasari, Ratu Wardhatul
Ashriyah, dan Ayu Rizqita Putri yang telah berbagi suka duka dan
bertukar pikiran selama masa perkuliahan.
8. Rekan seperjuangan di kelas Sosiologi B angkatan 2012.
9. Staff Kelurahan Serua, staff Kecamatan Bojongsari, dan seluruh ibu
tunggal di Kelurahan Serua yang menjadi informan dalam penelitian ini
yang telah memberikan waktu dan data informasi yang penulis butuhkan.
Semoga bimbingan, dukungan, doa, dan materil yang telah kalian berikan
kepada penulis dapat menjadi pahala kebaikan dan selalu diberkahi oleh limpahan
nikmat iman dan nikmat Islam dari Allah SWT. Semoga penulisan skripsi ini
dapat bermanfaat bagi masyarakat yang membutuhkan.
Depok, 3 Maret 2017
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI ........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah ........................................................................................ 1
B. Pertanyaan Penelitian ...................................................................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................................... 7
D. Tinjauan Pustaka ............................................................................................ 8
E. Kerangka Teori ............................................................................................. 12
F. Definisi Konsep ............................................................................................. 18
G. Metode Penelitian ......................................................................................... 18
H. Sistematika Penulisan ................................................................................... 26
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Kondisi Demografis ...................................................................................... 28
B. Kondisi Pendidikan, Ekonomi, dan Agama .................................................. 30
C. Status Perkawinan ......................................................................................... 40
BAB III TEMUAN DAN ANALISA DATA
A. Strategi Penghidupan Rumahtangga Ibu Tunggal ........................................ 42
1. Strategi Bertahan Hidup (Survival Strategy) ............................................... 43
a) Ibu Tunggal BA ......................................................................................... 43
b) Ibu Tunggal US ......................................................................................... 48
c) Ibu Tunggal IS ........................................................................................... 50
v
d) Ibu Tunggal NR ......................................................................................... 55
e) Ibu Tunggal SW ......................................................................................... 58
2. Strategi Konsolidasi (Consolidation Strategy) ............................................ 61
a) Ibu Tunggal EM ......................................................................................... 61
b) Ibu Tunggal NN ......................................................................................... 66
c) Ibu Tunggal RN ......................................................................................... 70
3. Strategi Akumulasi (Accumulation Strategy) .............................................. 74
a) Ibu Tunggal GN ......................................................................................... 74
b) Ibu Tunggal YN ......................................................................................... 79
B. Ketidakadilan Gender Pada Strategi Penghidupan Rumahtangga Ibu Tunggal
..................................................................................................................... 83
a) Strategi Bertahan Hidup (Survival Strategy) ............................................. 83
b) Strategi Konsolidasi (Consolidation Strategy) .......................................... 85
c) Strategi Akumulasi (Accumulation Strategy) ............................................ 86
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................... 88
B. Saran ............................................................................................................. 91
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................93
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................ viii
vi
DAFTAR TABEL
Tabel I.G.1 Profil Informan .................................................................................. 24
Tabel II.A.1 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin .... 28
Tabel II.B.1 Jumlah Bangunan Sekolah Berdasarkan Status Sekolah .................. 31
Tabel II.B.2 Nama-Nama Sekolah Di Kelurahan Serua Tahun 2016 .................. 32
Tabel II.B.3 Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan Terakhir ............................. 34
Tabel II.B.4 Jumlah Penduduk Menurut Klasifikasi Pekerjaan ........................... 37
Tabel II.B.5 Jumlah Penduduk Menurut Agama ................................................. 39
Tabel II.C.1 Jumlah Penduduk Menurut Status Perkawinan ............................... 40
Tabel III.A.1 Matriks Informan BA ..................................................................... 43
Tabel III.A.2 Matriks Informan US ..................................................................... 48
Tabel III.A.3 Matriks Informan IS ....................................................................... 51
Tabel III.A.4 Matriks Informan NR ..................................................................... 55
Tabel III.A.5 Matriks Informan SW .................................................................... 58
Tabel III.B.1 Matriks Informan EM .................................................................... 62
Tabel III.B.2 Matriks Informan NN .................................................................... 66
Tabel III.B.3 Matriks Informan RN ..................................................................... 70
Tabel III.C.1 Matriks Informan GN ..................................................................... 75
Tabel III.C.2 Matriks Informan YN ..................................................................... 79
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Observasi ......................................................................................... viii
Lampiran 2. Matriks Wawancara ........................................................................ xvii
Lampiran 3. Dokumentasi ..................................................................................... Ivi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Memiliki sebuah keluarga merupakan hak mutlak yang dimiliki oleh seluruh
manusia. Pasalnya setiap individu yang terlahir ke dunia ini pasti berasal dari
sebuah keluarga. Keluarga menurut Goode (1985) yaitu “keluarga inti terdiri dari
suami, istri, dan anak-anak mereka”. Sedangkan menurut UU Nomor 52 Tahun
2009 Pasal 1 Ayat 6 “keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri
dari suami istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu
dan anaknya”.
Walaupun keluarga merupakan sebuah unit terkecil dalam masyarakat,
namun keluarga memiliki pengaruh yang paling penting terhadap para
anggotanya. Melalui sebuah keluarga, seorang individu disosialisasikan mengenai
peraturan dan norma yang berlaku di masyarakat. Hal tersebut dimaksudkan agar
individu tersebut memiliki perilaku yang baik serta dapat mentaati norma-norma
yang berlaku di masyarakat. Proses sosialisasi tersebut biasanya dilakukan oleh
orang-orang dewasa yang ada di dalam keluarga, dan dalam hal ini yang
dimaksudkan dengan orang-orang dewasa yaitu ayah dan ibu selaku orang tua.
Sebagai orang tua, kewajibannya bukan hanya sebatas mensosialisasikan
mengenai peraturan dan norma yang berlaku di masyarakan saja, tetapi juga
memiliki kewajiban lainnya yang sudah seharusnya dilakukan. Kewajiban
tersebut berkaitan dengan fungsi-fungsi keluarga. Sebagaimana yang disebutkan
2
oleh Narwoko dan Suyanto (2004:234) dalam bukunya yang berjudul
SOSIOLOGI Teks Pengantar & Terapan, yang tergolong dalam fungsi-fungsi
keluarga yaitu: Fungsi Pengaturan Keturunan, Fungsi Sosialisasi atau Pendidikan,
Fungsi Ekonomi atau Unit Produksi, Fungsi Pelindung, Fungsi Penentuan Status,
Fungsi Pemeliharaan, dan Fungsi Afeksi.
Dalam hal ini, supaya seluruh fungsi keluarga mampu berjalan dengan
harmonis maka dibutuhkan kerjasama yang baik antara suami dan istri. Sebagai
kepala rumah tangga sudah sepatutnya seorang suami memegang kendali penuh
terhadap keluarganya seperti penentu dalam pengambilan keputusan, mencari
nafkah, serta melindungi keluarganya dari gangguan yang berasal dari luar.
Sementara seorang istri memiliki kewajiban dalam urusan domestik rumah tangga
seperti mendidik dan mengasuh anak serta mengelola perekonomian keluarga.
Namun kondisi tersebut akan berubah apabila sebuah keluarga ditinggalkan
oleh sosok kepala keluarga. Seorang istri yang sebelumnya hanya mengurus
domestik rumahtangga namun setelah kepergian suami maka dirinya juga harus
bekerja di sektor publik untuk mencari nafkah. Hal tersebut pada akhirnya
mengakibatkan beban yang ditanggung oleh istri menjadi berlipat ganda. Dengan
kepergian sosok suami maka istri dituntut untuk mengeluarkan seluruh
kemampuan yang ada dalam dirinya untuk terus mengembangkan potensi baik itu
berupa tenaga maupun keterampilan yang ia miliki agar keluarganya dapat terus
bertahan hidup. Tentunya butuh waktu yang tidak sebentar agar dirinya mampu
beradaptasi dengan kenyataan tersebut. Pasalnya beban keluarga tidak mudah
untuk dijalani seorang diri terlebih lagi jika pernikahan tersebut telah dikaruniai
3
buah hati. Dalam hal ini status seorang istri telah berubah dan dapat disebut
sebagai orangtua tunggal atau ibu tunggal.
Ada beragam kasus yang terjadi di masyarakat yang menyebabkan istri
menjadi kepala keluarga, diantaranya adalah karena adanya perceraian,
perempuan tersebut merantau tanpa suami, atau perempuan ditinggal merantau
oleh suami (Munti, 1999:5). Selain itu menurut Balson (1993:165) dalam bukunya
yang berjudul Becoming a Better Parent yang telah diterjemahkan ke dalam
Bahasa Indonesia oleh M. Arifin menyebutkan bahwa penyebab istri menjadi
kepala rumah tangga yaitu orang tua angkat, orang tua yang tak kawin lagi, dan
orang tua yang berpisah tempat tinggal (belum bercerai). Sementara dalam UU
Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 38 Tentang Perkawinan menyebutkan “perkawinan
dapat putus karena: a) kematian, b) perceraian, c) atas keputusan pengadilan”.
Pernyataan berikutnya yaitu menurut Zulminarni dalam Jurnal Perempuan
(2012:51) menyebutkan bahwa perempuan menjadi kepala keluarga diakibatkan
oleh berbagai sebab seperti suami meninggal, berpoligami, merantau, atau
berhalangan tetap (sakit menahun, cacat dan tua), perempuan lajang dan atau
perempuan memiliki anak tanpa menikah.
Menurut data Susenas tahun 2014 yang dikeluarkan oleh BPS (dalam
www.pekka.or.id) menunjukkan bahwa 14,84% rumahtangga dikepalai oleh
perempuan. Data BPS tersebut juga menunjukkan bahwa sejak tahun 1985 terlihat
konsistensi kenaikan rumahtangga yang dikepalai oleh perempuan rata-rata 0.1%
setiap tahunnya. Survey SPKBK PEKKA perempuan yang menjadi kepala
4
keluarga berusia antara 18 – 65 tahun dengan tanggungan antara 1-6 orang
anggota keluarga.
Sumber lainnya yaitu data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kota Depok jumlah ibu tunggal se-Kota Depok sampai bulan Agustus tahun 2016
terbilang besar yaitu berjumlah 70.748 jiwa dengan rincian ibu tunggal
diakibatkan oleh cerai hidup berjumlah 11.113 jiwa dan diakibatkan oleh cerai
mati berjumlah 59.635 jiwa. Sedangkan di Kelurahan Serua tempat penulis
melakukan penelitian jumlah perempuan yang menjadi ibu tunggal berjumlah 343
jiwa dengan rincian cerai hidup berjumlah 63 jiwa dan cerai mati berjumlah 280
jiwa.
Adapun data yang tercatat dalam laporan DISDUKCAPIL Kota Depok
bulan Agustus tahun 2016 mengenai jenis pekerjaan mayoritas perempuan yang
berada di Kelurahan Serua bekerja sebagai ibu rumahtangga yaitu berjumlah
4.072 jiwa. Sedangkan perempuan yang bekerja di sektor publik seperti karyawan
berjumlah 1.156 jiwa, PNS berjumlah 80 jiwa, dan buruh berjumlah 24 jiwa. Data
tersebut memang merupakan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh seluruh
perempuan yang ada di Kelurahan Serua dan tidak tertuju hanya kepada pekerjaan
yang dilakukan oleh ibu tunggal. Namun data tersebut kemudian menarik untuk
dikaji lebih mendalam mengenai strategi penghidupan rumahtangganya, sebab
pasti terdapat perbedaan dalam hal ekonomi dari perempuan yang hanya bekerja
di sektor domestik dengan perempuan yang bekerja di sektor publik.
5
Sebagai kepala keluarga tentu perlu adanya perhatian khusus dari
masyarakat atau lembaga untuk melindungi keselamatan ibu tunggal dalam
bekerja khususnya dalam hal kekerasan. Dengan ketiadaan suami tentu ancaman
kekerasan bisa dialami oleh ibu tunggal kapan pun dari orang-orang yang tidak
bertanggung jawab. Menurut UU PKDRT No 24 tahun 2003 (dalam Hermawati,
2013:28) kekerasan didefinisikan sebagai pelecehan seksual, pemerkosaan,
termasuk pemerkosaan dalam perkawinan, intimidasi, sikap negatif terhadap
pelacur perempuan dan sebaliknya bersikap netral kepada konsumen pelacuran
yang notabenenya adalah laki-laki.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Lembar Fakta Catatan Tahunan
(CATAHU) oleh Komnas Perempuan sampai bulan Maret tahun 2017
menyebutkan bahwa kekerasan yang terjadi di ranah komunitas mencapai angka
3.092 kasus, di mana kekerasan seksual menempati peringkat pertama yaitu
sebesar 2.290 kasus, diikuti kekerasan fisik sebesar 490 kasus dan kekerasan
lainnya yaitu kekerasan psikis sebesar 83 kasus, buruh migran sebesar 90 kasus
dan trafiking sebesar 139 kasus. Jenis kekerasan seksual terbesar yang terjadi di
ranah komunitas adalah perkosaan sebesar 1.036 kasus dan pencabulan sebesar
838 kasus. Adapun definisi ranah komunitas yang disebutkan dalam CATAHU
yaitu jika pelaku dan korban tidak memiliki hubungan kekerabatan, darah ataupun
perkawinan. Bisa jadi pelakunya adalah majikan, tetangga, guru, teman sekerja,
tokoh masyarakat, ataupun orang yang tidak dikenal.
Selain kekerasan, besar kemungkinan ibu tunggal juga mengalami
ketidakadilan gender di lingkungan tempat ia bekerja. Seperti yang tertulis dalam
6
Bulletin berjudul Perempuan Bergerak (2004:3) yang menyebutkan bahwa banyak
sekali perempuan yang bekerja sebagai buruh pabrik yang belum mendapatkan
hak-haknya seperti cuti haid, cuti melahirkan, fasilitas bekerja di malam hari,
jaminan keselamatan dan keamanan, penyediaan pojok ASI, gaji dan tunjangan,
dan perlakuan lainnya. Bahkan tidak jarang perusahaan memecat buruh
perempuannya jika mereka diketahui dalam keadaan hamil dengan alasan tidak
ingin menanggung biaya persalinan serta perempuan hamil dianggap tidak
produktif bagi pabrik atau perusahaan. Selain itu buruh perempuan juga
mendapatkan upah yang lebih rendah dibandingkan dengan upah yang diterima
oleh buruh laki-laki. Perbedaan upah yang diterima oleh buruh perempuan yaitu
sebesar 17-22%.
Berdasarkan pernyataan masalah dan data yang telah diuraikan di atas
mengenai banyaknya jumlah ibu tunggal yang menjadi kepala keluarga serta
ketidakadilan gender yang dialami oleh perempuan dalam bekerja, maka dengan
demikian penelitian ini diberi judul STRATEGI PENGHIDUPAN
RUMAHTANGGA IBU TUNGGAL DI KELURAHAN SERUA KOTA
DEPOK JAWA BARAT DALAM PERSPEKTIF GENDER.
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan pernyataan masalah yang telah diuraikan di atas maka
pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana strategi penghidupan rumahtangga ibu
tunggal di Kelurahan Serua Kota Depok Jawa Barat yang dilihat dari perspektif
gender?
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Untuk menjelaskan tentang strategi penghidupan rumahtangga ibu
tunggal di Kelurahan Serua Kota Depok Jawa Barat dalam perspektif
gender.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi penelitian
sosial berikutnya serta dapat berkontribusi bagi perkembangan ilmu
sosiologi khususnya dalam mata kuliah Sosiologi Keluarga dan Sosiologi
Gender.
b. Manfaat Praktis
1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan kepada
masyarakat tentang strategi penghidupan rumahtangga ibu tunggal
serta menjelaskan tentang ketidakadilan gender yang dialami oleh
ibu tunggal dalam bekerja.
2) Diharapkan mampu memberikan informasi kepada lembaga terkait
yang bertanggung jawab dalam mensejahterakan ibu tunggal seperti
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan
Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Depok mengenai
8
kehidupan ibu tunggal yang masih memerlukan perhatian terutama
dalam hal ekonomi.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam melakukan sebuah penelitian dibutuhkan beberapa penelitian
sebelumnya yang relevan sebagai alat pembanding dengan penelitian yang akan
ditulis. Berikut ini adalah beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan
sebelumnya mengenai strategi penghidupan rumahtangga ibu tunggal.
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Zahrotul Layliyah (2013) dalam
Jurnal UIN Surabaya, yang berjudul Perjuangan Hidup Single Parent. Metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif dengan
pendekatan deskriptif. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana
perjuangan single parent dalam menghidupi keluarga dan kendala apa yang
dihadapi single parent dalam perjuangan menghidupi keluarga serta bagaimana
solusi dalam menghadapi kendala tersebut. Teori yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teori Tindakan Sosial Max Weber dan teori Pilihan Rasional
James S. Coleman. Hasil dari penelitian ini adalah (1) perjuangan yang dilakukan
single parent adalah bekerja, membuka usaha sampingan, mendidik dan
membesarkan anak, berdoa dan berusaha. (2) Kendala yang dihadapi single parent
adalah anak nakal tidak nurut sama orang tua, status janda yang menjadi
hambatan, masalah ekonomi. (3) Solusi dari kendala tersebut adalah bekerja lebih
keras lagi, mengatur keuangan dengan baik, berdoa kepada Allah dan
melaksanakan sholat.
9
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Afina Septi Rahayu, Siany Indria
Liestyasari dan Nurhadi (2015) dalam Jurnal FKIP Universitas Sebelas Maret
Surakarta, yang berjudul Strategi Adaptasi Menjadi Single Mother. Metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif kualitatif.
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui (1) makna perempuan dalam
kehidupan menjadi seorang single mother di masyarakat Desa Cepokosawit, (2)
penerapan strategi ekonomi yang dilakukan single mother sebagai orangtua
tunggal dalam mempertahankan kelangsungan hidup keluarganya di Desa
Cepokosawit. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori
Fungsionalisme Struktural Talcott Parsons. Hasil penelitian ini adalah (1)
pemaknaan single mother di Desa Cepokosawit adalah sebagai wanita tangguh
yang mempunyai daya juang hidup tinggi. Bentuk ketangguhan dan perjuangan
hidup yang tinggi tersebut terlihat dari bagaimana single mother dalam menangani
ranah domestik yaitu mengurus rumah dan mendidik anak seorang diri serta
dalam ranah publik menjadi pejuang keras sebagai tulang punggung
keluarga. (2) strategi adaptasi ekonomi pada keluarga single mother nampak pada
bagaimana mereka menyelaraskan antara jumlah pendapatan dengan kebutuhan
hidup keluarga setiap harinya. Bentuk perencanaan ekonomi juga terlihat dari
cara single mother menabung, menyisihkan sebagaian pendapatannya sedikit demi
sedikit yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anaknya dan
digunakan untuk kebutuhan yang mendesak. Sebagian single mother yang tidak
bisa menabung dan kekurangan biaya pendidikan anaknya akan meminta bantuan
kepada kerabat yang lebih mampu.
10
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh St. Fatimah Tola dan Nurdin (2016)
dalam Jurnal FKIP Universitas Muhammadiyah Makassar, yang berjudul Strategi
Pemenuhan Kebutuhan Hidup Single Parent. Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif. Tujuan penelitian ini yaitu untuk
mengetahui strategi single parent dalam memenuhi kebutuhan hidup. Teori yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teori Struktural Fungsional. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa strategi yang digunakan oleh single parent
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yaitu dengan bekerja sampingan seperti
menjual pisang, bawang, cabe, membangun kios penjualan dan meminjam kepada
tetangga.
Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Dewi Ayu Hidayati (2013) dalam
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan Universitas Lampung, yang
berjudul Strategi Kelangsungan Hidup Perempuan Dalam Memenuhi Kebutuhan
Hidup Keluarga dan Jaminan Sosial Bagi Rumah Tangga Miskin. Metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif kualitatif.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi yang digunakan oleh
perempuan dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dan bagaimana peran
pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga miskin. Hasil dari
penelitian ini yaitu (1) upaya yang dilakukan oleh perempuan dalam memenuhi
kebutuhan mereka bekerja keras, menekan biaya sebanyak mungkin, membeli
kebutuhan yang paling dasar, dan melakukan kegiatan yang menghasilkan
beberapa pendapatan untuk membantu perekonomian keluarga; (2) peran yang
dilakukan oleh pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga miskin
11
yaitu dengan cara memberikan jaminan sosial seperti BLT, Jamkesmas,
Jamkesda, Raskin, dan BOS.
Kelima, penelitian yang dilakukan oleh Naranda Anggraeni Nova Ayu
Sutopo dan Oksiana Jatiningsih (2015) dalam Jurnal UNESA Surabaya, yang
berjudul Strategi Bertahan Hidup Dari Ibu Tunggal Pedagang Kelas Menengah
di Surabaya. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kualitatif
studi kasus. Penelitian ini bertujuan untuk memahami strategi bertahan hidup ibu
tunggal pedagang kelas menengah di Surabaya. Teori yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teori Pilihan Rasional dari James S. Coleman dan Strategi
Adaptasi dari Bannet. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk strategi
bertahan hidup ibu tunggal pedagang kelas menengah (1) menjadi pribadi terbaik
menurut dirinya sendiri, (2) menjaga kedekatan dengan anak, (3) memberikan
pengasuhan dan pendidikan terbaik untuk anak, (4) pemanfaatan jaringan sosial
(meminta bantuan atau pertolongan kepada orang tua sanak saudara, tetangga, dan
sahabat), (5) bersyukur dengan keadaan ekonomi saat ini.
Berdasarkan lima penelitian sebelumnya yang telah dijelaskan di atas,
terdapat beberapa persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Persamaannya
terletak pada metode penelitian yang digunakan sama-sama menggunakan metode
penelitian deskriptif kualitatif. Adapun perbedaan yang dilakukan oleh penelitian
sebelumnya dengan penelitian ini yaitu terletak pada subjek penelitian dimana
pada penelitian sebelumnya hanya menggunakan ibu tunggal akibat cerai hidup
dan cerai mati, sementara dalam penelitian ini selain ibu tunggal akibat cerai
hidup dan cerai mati juga menggunakan ibu tunggal yang diakibatkan oleh
12
ketiadaan legalitas perceraian yang jelas. Kemudian lokasi penelitian di mana dari
ke lima penelitian di atas tidak ada yang melakukan penelitian di Kelurahan Serua
Kota Depok Jawa Barat. Perbedaan selanjutnya terletak pada teori yang
digunakan. Pada lima penelitian sebelumnya masing-masing menggunakan teori
Tindakan Sosial, teori Pilihan Rasional, teori Fungsionalisme Struktural, dan
Strategi Adaptasi. Sedangkan penelitian ini menggunakan teori Strategi
Penghidupan Rumahtangga dari Ben White serta teori Ketidakadilan Gender dari
Mansour Fakih.
E. Kerangka Teori
Terdapat beberapa teori yang penulis anggap relevan untuk mengkaji
permasalahan yang ada dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
1. Strategi Penghidupan Rumahtangga Menurut Ben White
Dalam bukunya yang berjudul Strategi Penghidupan Di Masa Krisis, White
dalam Baiquni (2007:219) menyebutkan penghidupan (livehood) didefinisikan
sebagai kemampuan, aset dan kegiatan yang diperlukan untuk menjalani
kehidupan. Istilah ini mencakup pengertian yang lebih luas daripada sekedar
pendapatan atau kesempatan kerja, karena meliputi hubungan yang kompleks
antara kemampuan, aset, kegiatan ekonomis dan dinamika masyarakat. Dinamika
masyarakat berkaitan dengan sumberdaya yang dimiliki dan kondisi lingkungan
menghadirkan kombinasi hubungan antar komponen dan keragaman pilihan
strategi penghidupan. Menurut White dalam Baiquni (2007:219-220) terdapat tiga
aspek dalam strategi penghidupan rumahtangga, yakni:
13
1) Kapabilitas. Kapabilitas menyangkut kemampuan atau kecakapan
mendayagunakan sumberdaya misalnya penggunaan tenaga kerja dan modal serta
teknologi. Di samping itu juga berkaitan dengan kemampuan mensinergikan
penggunaan sumberdaya lokal dan eksternal yang dipadukan untuk mendukung
penghidupannya. Kapabilitas bukanlah bakat bawaan atau pewaris tetapi
kemampuan yang dipupuk dan dikondisikan melalui serangkaian pelatihan dan
ujian kehidupan. Kapabilitas yang didukung kepemilikan dan penguasaan aset
mampu memenuhi kebutuhan pokok (basic needs) dan memungkinkan
peningkatan kesejahteraan (welfare improvements).
2) Aset. Aset terkait dengan akses dan penguasaan atas sumberdaya. Aset
bisa berupa suatu yang tampak (tangible assets) seperti lahan, mesin, dan
peralatan produksi. Aset juga berarti akses terhadap jaringan atau hubungan dalam
bidang produksi maupun pemasaran. Aset yang tak tampak (intangible assets)
seperti pengetahuan, keterampilan, dan status sosial yang juga bernilai penting.
3) Aktifitas atau kegiatan. Kegiatan merupakan usaha untuk mengubah diri
dari kondisi yang rentan (vulnerable) atau dalam situasi tekanan bahkan
guncangan. Kegiatan itu tercermin dari usaha mendayagunakan aset dengan
kemampuan yang dimiliki.
Dalam menjalani kehidupannya, masyarakat yang menentukan sendiri
strategi apa yang akan dipilih. Hal tersebut didasarkan pada aset apa yang dimiliki
serta keadaan yang dibentuk oleh struktur dan proses yang bekerja. Maka
14
kemudian White dalam Baiquni (2007:221-223) mengelompokkan tiga tipologi
strategi penghidupan rumahtangga, yaitu:
a) Strategi Bertahan Hidup (Survival Strategy)
Rumahtangga dengan strategy survival pada umumnya dicirikan sebagai
rumahtangga yang miskin atau marjinal serta kepemilikan aset sumberdaya yang
serba terbatas, baik itu berupa lahan sempit, modal terbatas, dan keterampilan
yang terbatas pula. Pekerjaan dan statusnya relatif rendah sehingga pendapatan
yang diperoleh hanya dapat mencukupi kebutuhan pokok dan berjangka pendek.
Pola pengeluarannya didominasi oleh pemenuhan kebutuhan pokok pangan.
Rumahtangga survival memiliki rumah yang sederhana dan kecil. Di antara
mereka ada yang memiliki sedikit lahan pertanian namun mayoritas bekerja
sebagai buruh yang menjual jasa tenaganya untuk bekerja.
b) Strategi Konsolidasi (Consolidation Strategy)
Rumahtangga dengan consolidation strategy pada umumnya memiliki
aset lahan dan modal yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Status
sosialnya dan pendapatannya pun lebih tinggi dibandingkan dengan rumahtangga
survival. Terkadang rumahtangga ini juga memiliki kegiatan pertanian dan non
pertanian sehingga memiliki pendapatan tambahan secara berkala atau pada
musim tertentu. Kebutuhan sehari-hari, sekunder, bahkan tersier dapat terpenuhi.
Rumahtangga konsolidasi pada umumnya memiliki sepeda motor, peralatan
rumahtangga yang lengkap termasuk radio dan televisi berwarna. Rumahtangga
15
ini juga mampu mengembangkan diri dengan memanfaatkan sumberdaya yang
dimiliki dengan tujuan jangka menengah dan panjang.
c) Strategi Akumulasi (Accumulation Strategy)
Rumahtangga ini memiliki kapasitas, aset dan pemenuhan kebutuhan
yang lebih tinggi dibandingkan kedua kategori sebelumnya. Mereka mampu
memupuk modal dan meningkatkan kesejahteraannya. Kegiatan produktif
ditujukan untuk jangka panjang guna memperluas akses sumberdaya. Bila
melakukan investasi didasarkan pada akumulasi modal dan sebagai diversifikasi
usaha dalam jangka panjang. Diversifikasi dimaksudkan untuk memperluas
pengaruh usahanya pada berbagai produk dan segmen pasar yang memperkuat
posisi akumulasinya. Rumahtangga akumulasi memiliki kontrol atas sumberdaya
lahan dan modal yang luas, responsive terhadap perubahan dari luar baik yang
sifatnya peluang maupun ancaman, berani mengambil resiko dan tanggap atas
segala peluang yang mungkin didapat.
2. Perspektif Gender Menurut Mansour Fakih
Pada dasarnya seks dan gender memiliki makna yang berbeda. Menurut
Barbara Reskin dan Irene Padavic (dalam Hermawati, 2013:12) menjelaskan
bahwa seks merupakan pembedaan dua jenis kelamin secara biologis. Perbedaan
tergantung pada kromosom dan diekspresikan dalam alat kelamin, alat-alat
reproduktif internal, dan hormon. Sementara Nicholas Abercrombie, Stephen Hill
dan Bryan S. Turner dalam Dictionary of Sociology (dalam Hermawati, 2013:13)
menyebutkan bahwa gender adalah kehidupan seseorang yang secara kultural dan
16
sosial dikonstruksikan oleh masyarakatnya. Penjelasan berikutnya dikemukakan
oleh Helen Tierney dalam Women’s Studies Encyclopedia yang dikutip oleh
Hermawati (2013:13) menerangkan bahwa gender adalah konsep kultural yang
membuat pembedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal peran, perilaku,
mentalitas, dan karakteristik emosional yang berkembang di dalam masyarakat.
Perbedaan gender sebenarnya tidak menjadi masalah apabila tidak
berimplikasi pada kesenjangan, ketidaksetaraan, ketidakadilan, atau penindasan
baik kepada laki-laki maupun perempuan. Namun faktanya, pembedaan gender
justru menyebabkan kesenjangan dan ketidakadilan yang terjadi antara laki-laki
dan perempuan. Misalnya saja pembagian kerja secara seksual yang menjadi
sebuah indikasi atas ketidakadilan gender yang termanifestasi dalam
ketidaksetaraan hak-hak individu, proses relasi berakhir pada hubungan individu
yang tertindas dan yang menindas. Fakih dalam Hermawati (2013:25)
menyebutkan adanya beragam implikasi yang disebabkan oleh ketidakadilan
gender yang dikategorikan sebagai berikut:
1. Subordinasi, yaitu diskriminasi perempuan dalam kekuasaan dan
pengambilan keputusan. Diskriminasi ini menyebabkan perempuan dipandang
sebagai the second sex yang berada di bawah dominasi laki-laki. Perempuan juga
tidak memiliki posisi tawar (bargaining position) baik dalam keluarga, di tempat
kerja, maupun di masyarakat. Persepsi tersebut sejalan dengan teori nature yang
menyebutkan bahwa sudah menjadi “kodrat” wanita untuk menjadi lemah dan
karena itu bergantung pada laki-laki dalam banyak hal.
17
2. Marginalisasi, yaitu peminggiran perempuan dari akses ekonomi dan
pendidikan. Peminggiran akses pendidikan terhadap perempuan nantinya akan
berimplikasi pada pemiskinan perempuan di masa depan. Karena perempuan tidak
sekolah, maka mereka akan sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang layak
sehingga sulit pula untuk memperoleh pendapatan yang memadai untuk
memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya.
3. Beban ganda (double burden), yaitu beban pekerjaan yang diterima salah
satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya. Persepsi
gender selama ini cenderung diarahkan kepada perempuan. Bias gender dialami
perempuan karena tugas domestik menjadi tanggung jawabnya. Walaupun ada
peningkatan aktivitas perempuan di ranah publik, namun tidak diiringi oleh
pengurangan beban di ranah domestik. Sehingga sepulang dari kantor, perempuan
masih harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
4. Kekerasan, yaitu pelecehan seksual, pemerkosaan, termasuk pemerkosaan
dalam perkawinan, intimidasi, sikap negatif terhadap pelacur perempuan dan
sebaliknya bersikap netral terhadap konsumen pelacuran yang notabene laki-laki
(UU PDKDRT No 24 tahun 2003 dalam Hermawati (2013:28). Selain itu di
dalam UU KDRT terdapat beragam bentuk kekerasan seperti kekerasan fisik,
kekerasan psikologis, kekerasan ekonomi, dan kekerasan seksual. Bentuk
kekerasan fisik contohnya memukul, menendang, menampar, dan lain-lain.
Sementara kekerasan psikologis seperti membentak, menghardik, mengancam,
menyumpah, melecehkan, dan lain-lain. Kemudian kekerasan ekonomi berupa
mengambil barang korban tanpa persetujuan, menahan atau tidak memberikan
18
pemenuhan nafkah kepada korban, dan sebagainya. Lalu kekerasan seksual seperti
menyentuh, mencium, memaksa melakukan seks tanpa persetujuan (pemerkosaan)
dan sebagainya (Hermawati, 2013:28).
F. Definisi Konsep
Soehartono dalam Suhardyanto (2015:14) mengatakan bahwa di dalam ilmu
sosial terdapat konsep yang memiliki tingkat asbtraksi tinggi atau disebut sebagai
konstruk. Karena konsep yang demikian tidak segera dapat dilihat atau ditemukan
bendanya sehingga konstruk atau konsep yang memiliki tingkat abstraksi tinggi
tersebut perlu diberikan pembatasan pengertian atau disebut juga sebagai definisi
oprasional.
Adapun konsep yang perlu dibatasi pengertiannya yaitu ibu tunggal. Ibu
tunggal adalah seorang perempuan yang berjuang hidup seorang diri tanpa suami
karena adanya sebuah perpisahan akibat perceraian/kematian/tanpa legalitas
perceraian yang jelas dan telah dikaruniai satu atau beberapa orang anak.
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan pendekatan kualitatif dan dengan analisis deskriptif. Menurut
Sunarto (2004:238) penelitian kualitatif yaitu, “penelitian yang mengutamakan
segi kualitas data. Penelitian kualitatif hanya dapat dilakukan terhadap sejumlah
kecil subyek penelitian yang berada di wilayah yang terbatas.” Sedangkan analisis
deskriptif menurut Bungin (2013:48) yaitu, “memusatkan diri pada suatu unit
19
tertentu dari berbagai variabel yang memungkinkan studi ini dapat amat
mendalam dan memang kedalaman datalah yang menjadi pertimbangan dalam
penelitian”. Supaya mendapatkan data yang mendalam maka penulis
menggunakan beberapa teknik seperti observasi, wawancara, serta didukung oleh
berbagai dokumentasi yang sesuai dengan penelitian ini. Dengan demikian penulis
merasa bahwa pendekatan kualitatif dan dengan analisis deskriptif tepat
digunakan dalam penelitian ini guna mendapatkan data yang akurat.
2. Subjek Penelitian
Dalam menentukan subjek penelitian penulis menggunakan teknik
purposive atau dipilih berdasarkan adanya beberapa kriteria yang ditetapkan oleh
penulis. Secara metodologis, teknik ini disebut juga sebagai suatu proses
pengambilan sampel dengan menentukan terlebih dahulu sampel yang hendak
diambil, kemudian pemilihan sampel dilakukan dengan berdasarkan tujuan-tujuan
tertentu dan tidak menyimpang dari ciri-ciri yang telah ditetapkan (Sugiyono
dalam Susanti, 2015:118). Subjek penelitian dalam penelitian ini yaitu terdiri dari
10 informan yang didasarkan pada beberapa kriteria seperti: 1) ibu tunggal yang
diakibatkan oleh cerai mati/cerai hidup/tanpa legalitas perceraian yang jelas; 2)
telah menjadi ibu tunggal minimal 2 tahun; 3) ibu tunggal yang telah memiliki
anak.
Dalam temuan data di lapangan penulis banyak menemukan ibu tunggal
yang diakibatkan oleh ketiadaan legalitas perceraian yang jelas. Ibu tunggal
tersebut enggan mengurusi masalah perceraiannya ke Pengadilan Agama dengan
20
berbagai alasan seperti buku pernikahan yang telah dirusak oleh suami dengan
sengaja, biaya kepengurusan yang mahal, kepengurusan yang memakan waktu
cukup lama serta jarak tempuh dari rumah ibu tunggal ke Pengadilan Agama yang
terbilang jauh. Selain itu lamanya usia perempuan yang telah menjanda pun
beragam dan yang paling lama yaitu 13 tahun. Dalam hal kepemilikan anak
mayoritas ibu tunggal telah dianugerahi anak lebih dari 1 orang yang menjadi
tanggungannya saat ini.
3. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan mulai dari bulan Desember 2016 sampai Januari 2017.
Lokasi penelitian terletak di wilayah Kelurahan Serua Kota Depok Jawa Barat.
Lokasi tersebut dipilih karena berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil (DISDUKCAPIL) Kota Depok sampai bulan
Agustus tahun 2016 jumlah ibu tunggal yang ada di Kelurahan Serua berjumlah
343 jiwa dan merupakan jumlah terendah dari Kelurahan lainnya (Bojongsari 344
jiwa, Bojongsari Baru 344 jiwa, Pondok Petir 688 jiwa, Curug 634 jiwa, Duren
Mekar 545 jiwa, dan Duren Seribu 415 jiwa). Sementara dalam hal pekerjaan
jumlah perempuan pekerja yang ada di Kelurahan Serua lebih tinggi dibandingkan
Kelurahan lainnya yaitu berjumlah 231 jiwa. Adapun jumlah perempuan pekerja
di Kelurahan lainnya yaitu Bojongsari 118 jiwa, Bojongsari Baru 84 jiwa, Pondok
Petir 216 jiwa, Curug 123 jiwa, Duren Mekar 207 jiwa, Duren Seribu 153 jiwa.
Walaupun jumlah perempuan pekerja yang tercantum dalam DISDUKCAPIL
Kota Depok Jawa Barat tidak terfokus hanya kepada ibu tunggal pekerja, tetapi
kemudian kedua data tersebut menjadi menarik bagi penulis karena dengan
21
tingginya jumlah perempuan pekerja di Kelurahan Serua maka penulis ingin
melihat apakah terdapat perbedaan strategi penghidupan rumahtangga antara ibu
tunggal pekerja dengan ibu tunggal tidak bekerja selain itu juga menarik untuk
melihat ketidakadilan gender yang terjadi pada ibu tunggal selama bekerja.
4. Jenis dan Metode Pengumpulan Data
a. Jenis Sumber Data
Jenis sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
primer dan data sekunder. Berikut adalah definisi mengenai data primer dan data
sekunder yang diungkapkan oleh Bungin (2013):
1. Data primer adalah data yang diambil dari sumber data primer atau
sumber pertama di lapangan. Sumber data primer dalam penelitian ini
yaitu ibu tunggal yang berada di Kelurahan Serua Kota Depok Jawa
Barat.
2. Data sekunder adalah sumber data kedua sesudah sumber data primer.
Sumber data sekunder diharapkan dapat berperan membantu
mengungkap data yang diharapkan. Sumber data sekunder dapat
membantu memberi keterangan, atau data pelengkap sebagai bahan
pembanding. Sumber data sekunder dalam penelitian ini meliputi anak,
keluarga, tetangga, dokumen, buku, jurnal, dan bulletin yang
berhubungan dengan strategi penghidupan rumahtangga ibu tunggal.
22
b. Metode Pengumpulan Data
Menurut Bungin (2013) pada setiap pembicaraan mengenai metodologi
penelitian persoalan metode pengumpulan data menjadi amat penting. Metode
pengumpulan data adalah bagian instrument pengumpulan data yang menentukan
berhasil atau tidak suatu penelitian. Adapun metode pengumpulan data yang
dilakukan oleh penulis yaitu:
1. Observasi
Menurut Bungin observasi langsung yaitu, “pengamatan yang dilakukan
secara langsung pada objek yang diobservasi, dalam arti bahwa pengamatan tidak
menggunakan “media-media transparan” (2013:143). Tujuan penulis melakukan
metode observasi yaitu, 1) untuk mengetahui kondisi fisik rumah ibu tunggal; dan
2) untuk mengetahui kegiatan yang dilakukan oleh ibu tunggal baik itu kegiatan
saat sedang bekerja, mengasuh anak, serta dalam bermasyarakat. Observasi
dilakukan serentak dari tanggal 5 Desember 2016 sampai 5 Januari 2017.
Selama proses observasi berlangsung penulis tidak mengalami kendala,
ibu tunggal menerima kehadiran penulis dengan tangan terbuka dan mau untuk
diwawancara saat itu juga walaupun saat ibu tunggal sedang bekerja. Penulis
memilih waktu penelitian disaat ibu tunggal sedang bekerja karena beberapa
alasan: 1) karena penulis ingin melihat kondisi tempat ibu tunggal dalam mencari
nafkah dan bagaimana interaksi antara ibu tunggal dengan pembeli; 2) karena
adanya permintaan dari ibu tunggal sebab waktu yang dimiliki oleh ibu tunggal
saat berada di rumah digunakan untuk membereskan rumah, mengurus anak, dan
23
menyiapkan jualan untuk esok hari; 3) karena ibu tunggal beralasan kalau
rumahnya sangat sempit sehingga tidak nyaman kalau penelitian dilakukan di
rumahnya. Walaupun ibu tunggal mau untuk diteliti, namun respon pertama yang
mereka katakan adalah “boleh sih diwawancara, tapi nanyanya jangan yang aneh-
aneh ya” dan ada pula yang memberikan respon seperti “boleh deh diwawancara,
tapi dibagi beras ya”.
2. Wawancara
Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang yang di mana
seseorang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu (Mulyana, 2013:180).
Wawancara terbagi menjadi dua macam yaitu wawancara tak terstruktur dan
wawancara terstruktur. Wawancara tak terstruktur sering juga disebut sebagai
wawancara mendalam, wawancara intensif, wawancara kualitatif, wawancara
terbuka, dan wawancara etnografis. Sedangkan wawancara terstruktur yaitu
wawancara baku yang pertanyaannya sudah ditetapkan sebelumnya dengan
pilihan-pilihan jawaban yang juga sudah disediakan (Mulyana, 2013:180).
Sehingga dalam hal ini penulis menggunakan metode wawancara tak terstruktur
dengan tujuan supaya penulis memperoleh informasi yang beragam dan
mendalam dari informan yang diteliti. Berikut profil informan dalam penelitian
ini:
24
Tabel I.G.1 Profil Informan
No Nama Status
Perkawinan
Usia (Tahun)
Pekerjaan Jml
Anak Saat
Menjanda
Saat
ini
1. BA Cerai Mati 37 50 Pemulung 4
2. US Cerai Mati 45 47 PRT 1
3. IS Cerai Mati 35 37 Pedagang Bubur 3
4. YN Cerai Mati 42 45 Tidak Bekerja 4
5. NN Cerai Mati 43 45 Pedagang Nasi Uduk 5
6. SW Cerai Mati 65 68 Pedagang Sayur 3
7. RN Cerai Hidup 25 27 Pegawai SPBU 2
8. GN Tanpa Legalitas
Perceraian 40 45 Penjahit 5
9. EM Tanpa Legalitas
Perceraian 37 40 Pedagang Warungan 1
10. NR Tanpa Legalitas
Perceraian 35 39
Pegawai UMKM
konveksi 2
Sumber: Hasil Pengolahan Data Dari Wawancara Mendalam Dengan Informan 2016
Selama proses wawancara penulis tidak hanya mewawancarai ibu tunggal
saja, penulis juga mewawancarai beberapa informan pendukung guna melengkapi
informasi yang dibutuhkan oleh penulis dalam penelitian ini. Informan pendukung
tersebut meliputi anak, keluarga, dan tetangga dari ibu tunggal.
Adapun kendala yang ditemui oleh penulis selama proses wawancara
yaitu pembicaraan dipotong dan sedikitnya waktu yang dimiliki oleh ibu tunggal
dalam proses wawancara. Permasalahan tersebut dijumpai saat penulis melakukan
wawancara dengan IS, EM, dan GN yang disebabkan oleh proses wawancara
dilakukan pada saat mereka sedang bekerja. Namun kendala tersebut sudah
diperkirakan oleh penulis sebelum wawancara berlangsung sehingga solusi yang
25
dilakukan oleh penulis yaitu dengan memberikan ruang kepada ibu tunggal saat
mereka harus bekerja.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan dalam
metodologi penelitian sosial. Menurut Bungin dokumen merupakan informasi
yang disimpan atau didokumentasikan. Selanjutnya Bungin (2007:125)
mengatakan bahwa detail bahan dokumentasi terbagi dalam beberapa macam
yaitu: autobiografi, surat-surat pribadi, kliping, dokumen pemerintah maupun
swasta, cerita rakyat, data di server dan flasdisk, data tersimpan di website, dan
lain-lain. Bentuk dokumentasi yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini
yaitu dokumen pemerintah, data tersimpan di website berupa jurnal, bulletin, dan
berita online, buku serta foto.
Dalam proses pencarian data di kantor Kelurahan Serua terdapat
beberapa kendala yang penulis temui seperti: 1) tidak tersedianya data jumlah
penduduk berdasarkan status perkawinan, 2) jumlah penduduk yang teregistrasi di
Kelurahan Serua berbeda dengan jumlah penduduk berdasarkan agama yang
dianut oleh penduduk di Kelurahan Serua. Sehingga solusi yang dilakukan oleh
penulis yaitu mencari data kependudukan di Kecamatan Bojongsari dan tidak
memasukkan data yang diperoleh dari Kelurahan Serua ke dalam penulisan skripsi
ini. Dengan demikian penulis berharap agar Pemerintah Kota Depok segera
memperbaiki kembali data kependudukan dari tingkat RT sampai tingkat Kota.
26
5. Teknik Analisa Data
Analisis data kualitatif bertumpu pada strategi deskriptif kualitatif maupun
verifikasi kualitatif (Bungin, 2013:280). Penggunaan strategi deskriptif kualitatif
dimulai dari analisis berbagai data yang telah didapatkan dari proses penelitian,
selanjutnya mengarah pada pembentukan kesimpulan kategoris atau ciri-ciri
umum tertentu.
Dalam hal ini penulis terlebih dahulu menelaah data yang diperoleh dari
berbagai sumber seperti observasi, wawancara, dokumen pemerintah, data
tersimpan di website, buku dan foto. Kemudian penulis membuat matriks untuk
mengklasifikasikan data temuan ke dalam beberapa kategorisasi guna
memudahkan penulis dalam proses analisis. Baru kemudian data tersebut
dianalisis dan dibuat kesimpulan dari hasil analisis data tersebut.
H. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan
Berisi pernyataan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat
penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian, dan
sistematika penulisan.
BAB II Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Berisi gambaran umum Kelurahan Serua Kota Depok Jawa Barat yang
meliputi kondisi demografis, kondisi pendidikan, ekonomi, agama, dan
status perkawinan penduduk.
27
BAB III Temuan dan Analisa Data
Berisi mengenai uraian data temuan di lapangan dan mengaitkan data
tersebut dengan teori dan konsep untuk menjelaskan tentang strategi
penghidupan rumahtangga ibu tunggal dalam perspektif gender.
BAB IV Penutup
Berisi mengenai kesimpulan dan saran dari penelitian.
28
Tabel II.A.1 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin Di Kelurahan Serua Bulan Agustus Tahun 2016
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Kondisi Demografis
Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Depok
(DISDUKCAPIL) sampai akhir bulan Agustus tahun 2016 jumlah penduduk yang
berada di Kelurahan Serua berjumlah 19.981 jiwa yang tersebar di 12 Rukun
Warga (RW). Dari data tersebut jumlah penduduk di Kelurahan Serua didominasi
oleh penduduk dengan jenis kelamin laki-laki yaitu berjumlah 10.353 jiwa,
sedangkan penduduk dengan jenis kelamin perempuan berjumlah 9.628 jiwa. Hal
tersebut diakibatkan oleh tingginya angka kelahiran selama bulan Januari sampai
Agustus tahun 2016 didominasi oleh bayi dengan jenis kelamin laki-laki yaitu
berjumlah 84 jiwa, sedangkan bayi dengan jenis kelamin perempuan berjumlah 50
jiwa.
Secara rinci jumlah penduduk di Kelurahan Serua sampai akhir bulan
Agustus tahun 2016 dapat dilihat pada tabel berikut:
No Jenis
Kelamin 0-9 10-19 20-29 30-39 40-49 50-59 >60 Total
1. Laki-laki 1.854 1.818 1.465 2.111 1.708 879 518 10.353
2. Perempuan 1.715 1.585 1.478 2.185 1.469 673 523 9.628
Jumlah 3.569 3.403 2.943 4.296 3.177 1.552 1.041 19.981 Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Depok Bulan Agustus Tahun 2016
Dari tabel di atas penduduk di Kelurahan Serua yang tergolong dalam
kelompok usia anak-anak yaitu usia 0-9 tahun berjumlah 3.569 jiwa. Pada
29
kelompok usia tersebut, penduduk dengan dengan jenis kelamin laki-laki lebih
mendominasi yaitu berjumlah 1.854 jiwa sedangkan penduduk dengan jenis
kelamin perempuan berjumlah 1.715 jiwa. Seperti yang sudah dijelaskan pada
paragraph sebelumnya, hal tersebut diakibatkan oleh angka kelahiran di
Kelurahan Serua lebih didominasi oleh bayi yang berjenis kelamin laki-laki.
Selama bulan Januari sampai Agustus tahun 2016 jumlah kelahiran dengan jenis
kelamin laki-laki yaitu berjumlah 84 jiwa dan kelahiran dengan jenis kelamin
perempuan berjumlah 50 jiwa.
Selanjutnya yaitu penduduk yang tergolong dalam kelompok usia dewasa
yaitu usia 30-39 tahun berjumlah 4.296 jiwa. Dalam kelompok usia ini lebih
didominasi oleh penduduk dengan jenis kelamin perempuan yaitu 2.185 jiwa
sedangkan penduduk dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 2.111 jiwa. Itu bisa
saja terjadi akibat dari banyaknya penduduk laki-laki yang pindah keluar untuk
bekerja baik pindah yang masih berada di dalam kota maupun pindah ke luar kota.
Hal tersebut terjadi sebab pada usia tersebut merupakan usia yang tergolong
matang baik secara pola pikir maupun penghasilan. Selama periode bulan Januari
sampai Agustus 2016 data yang tercantum dalam laporan rekapitulasi
DISDUKCAPIL jumlah penduduk laki-laki yang pindah keluar berjumlah 18
jiwa, sedangkan jumlah penduduk perempuan yang pindah keluar berjumlah 17
jiwa.
Selanjutnya yang tergolong dalam usia lanjut yaitu >60 tahun berjumlah
1.041 jiwa dengan jumlah penduduk yang masih hidup pada usia tersebut
didominasi oleh penduduk dengan jenis kelamin perempuan yaitu berjumlah 523
30
jiwa, sedangkan penduduk dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 518 jiwa. Di
dalam data laporan DISDUKCAPIL Kota Depok sampai bulan Agustus tahun
2016 terlihat adanya selisih jumlah tersebut akibat adanya kematian yang terjadi
pada penduduk dengan jenis kelamin laki-laki yaitu berjumlah 5 jiwa. Sedangkan
pada penduduk dengan jenis kelamin perempuan tidak terlihat adanya jumlah
kematian.
B. Kondisi Pendidikan, Ekonomi, dan Agama
Di Kelurahan Serua terdapat beberapa bangunan sekolah baik itu yang
memiliki status negeri maupun swasta. Bangunan sekolah yang tersedia di
Kelurahan Serua terdiri dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-
Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah
Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Pondok
Pesantren (PONPES).
Namun mengenai data jumlah bangunan sekolah yang ada di Kelurahan
Serua, pihak Kelurahan Serua menyatakan bahwa data yang mereka miliki saat ini
merupakan data lama yaitu data tahun 2015 sedangkan saat ini yaitu tahun 2016
bangunan sekolah di Kelurahan Serua telah mengalami beberapa penambahan.
Sementara saat penulis mencari data di Kecamatan Bojongsari, pihak Kecamatan
Bojongsari pun mengatakan hal yang serupa yaitu tidak memiliki data mengenai
jumlah bangunan sekolah yang terbaru, data yang mereka miliki juga merupakan
data lama yaitu data tahun 2015.
31
Tabel II.B.1 Jumlah Bangunan Sekolah Berdasarkan Status Sekolah
Di Kelurahan Serua Tahun 2016
Karena berdasarkan penuturan pihak Kelurahan Serua bahwa adanya
beberapa penambahan jumlah bangunan sekolah tetapi mereka tidak memiliki
datanya, maka penulis berinisiatif untuk mengobservasi sendiri mengenai jumlah
bangunan sekolah yang ada di Kelurahan Serua. Berikut data jumlah bangunan
sekolah berdasarkan status sekolah di Kelurahan Serua:
No. Tingkat Pendidikan Status Sekolah
Jumlah Negeri Swasta
1. Pendidikan Anak Usia Dini 0 3 3
2. Taman Kanak-Kanak 0 6 6
3. Sekolah Dasar 3 2 5
4. Sekolah Menengah Pertama 0 3 3
5. Sekolah Menengah Atas 0 1 1
6. Sekolah Menengan Kejuruan 0 3 3
7. Pondok Pesantren 0 2 2
Total 3 20 23 Sumber: Hasil Observasi 29-30 September 2016
Tabel di atas merupakan hasil observasi yang dilakukan oleh penulis dari
tanggal 29 sampai 30 September 2016. Tabel di atas menunjukkan bahwa adanya
pengurangan jumlah bangunan sekolah pada jenjang SMP. Jika sebelumnya
bangunan SD yang berada di Kelurahan Serua berjumlah 5 bangunan, maka
jumlah bangunan SMP hanya berjumlah 3 bangunan. Berdasarkan hasil observasi
penulis hal tersebut diakibatkan oleh sudah banyaknya bangunan SMP yang
berdiri di wilayah Kelurahan Pondok Petir dan wilayah Kota Tangerang Selatan
yang merupakan wilayah berbatasan langsung dengan Kelurahan Serua seperti
SMPN 18 Depok yang berada di Kelurahan Pondok Petir dan SMPN 21
Tangerang Selatan yang berada di Kota Tangerang Selatan. Untuk lebih jelasnya
32
penulis akan memberikan rincian nama sekolah yang tersebar di Kelurahan Serua
berdasarkan hasil observasi penulis:
No. RW RT Nama Sekolah
1. 01 01 - MTs. Assa‟adatain
02 - TK Islam Nurul Falah
- SMPI Serua
- SMK Islamiyah Serua
03 - PAUD Islam Mustika
- TK Aksara Mulia
- TK Islam Mustika
2. 02 03 - TK Al-Husna
- TK AMEC-1
- SDIT AMEC-1
- SMPIT AMEC-1
3. 03 0
4. 04 03 - SMA Kharismawita
- SMK Kharismawita
- SMK Indonesia Global
06 - SD Negeri Serua 01
- SD Negeri Serua 02
5. 05 02 - MI Hidayatul Athfal Serua
03 - PONPES Al-Kamilah
04 - PAUD Al-Hidayah
- SD Negeri Serua 03
05 - TK Islam Terpadu
- PONPES Nurul Hidayah
6. 06 0
7. 07 0
8. 08 0
9. 09 02 - PAUD Bimba AIUEO
10. 10 0
11. 11 0
12. 12 0 Sumber: Hasil Observasi 29-30 September 2016
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh penulis seperti pada tabel
di atas menunjukkan bahwa persebaran bangunan sekolah di Kelurahan Serua
tidak merata. Dari 12 Rukun Warga (RW) yang ada di Kelurahan Serua hanya 5
Tabel II.B.2 Nama-Nama Sekolah Di Kelurahan Serua Tahun 2016
33
RW yang memiliki bangunan sekolah yaitu RW 01, 02, 04, 05, dan 09. Bangunan
sekolah tersebut lebih mendominasi di sekitar wilayah kantor Kelurahan Serua
yang berada di RT 02 RW 01. Total jumlah bangunan sekolah yang berada di
sekitar kantor Kelurahan Serua yaitu berjumlah 4 bangunan sekolah. Wilayah
lainnya yang banyak terdapat bangunan sekolah yaitu RW 05 yaitu berjumlah 6
bangunan sekolah. Adanya ketimpangan jumlah bangunan sekolah tersebut
diakibatkan oleh wilayah RW lainnya telah berbatasan langsung dengan
Kelurahan Pondok Petir dan Kota Tangerang Selatan. Seperti yang terjadi pada
RW 01 yang berbatasan dengan Kota Tangerang Selatan hanya terdapat 3
bangunan sekolah dan hanya pada jenjang pendidikan Taman Kanak-Kanak.
Sedikitnya sarana pendidikan yang tersedia di wilayah RW 01 tepatnya RT 03
akan mempersulit anak-anak yang ada di wilayah tersebut untuk bersekolah. Hal
tersebut juga dibenarkan oleh warga setempat yang penulis temui:
“Warga sini mah kebanyakan nyekolahin anaknya ke daerah Pamulang
neng, soalnya kita kan udah di Serua paling ujung perbatasan sama
Pamulang jadi kita nyekolahin anak ke Pamulang aja dari pada kita harus ke
pusat (wilayah dekat kantor Kelurahan Serua) sana jauh neng. Udah gitu
sekolahan juga banyakan di Pamulang. Di bawah situ juga ada sih TK tapi
udah masuk Pamulang” (Wawancara dengan MA, 29 September 2016).
Selain masyarakat yang berada di RT 03 RW 01, masyarakat yang berada di
RT 03 RW 02 yang juga berbatasan langsung dengan Kota Tangerang Selatan pun
memiliki kendala yang sama. Berikut penuturannya:
“Ya namanya tinggal di ujung, mau sekolah susah dek. Dulu anak ibu pas
tahun 2005 juga sempet gak mau lanjutin sekolah soalnya sering digangguin
sama tukang cilok, tukang bakso, tukang bangunan kalau mau berangkat
atau pulang sekolah soalnya kan dulu kalo sekolah anak ibu lewatnya kebon
sama kuburan. Ya abisan mau gimana lagi ya dek, dulu mah gak ada angkot
yang ke arah kantor Kelurahan, kalo naik ojek mahal banget. Jadinya anak
34
ibu jalan kaki buat nyampe ke sekolahannya deket kantor Kelurahan sana”
(Wawancara dengan NI, 29 September 2016).
Namun yang membedakan RT 03 RW 01 dengan RT 03 RW 02 yaitu saat
ini penduduk di wilayah RT 03 RW 02 sudah tidak perlu takut untuk merasakan
hal tidak menyenangkan seperti yang dialami oleh anak dari Ibu Nina lagi karena
saat ini di wilayah tersebut sudah terdapat beberapa bangunan sekolah yang terdiri
dari jenjang KBTK-SDIT-SMPIT-SMK milik yayasan swasta yaitu Al Ma’mun
Education Center (AMEC). Meskipun demikian, bangunan sekolah yang masuk
ke dalam wilayah Kelurahan Serua yaitu hanya KBTK, SDIT, dan SMPIT.
Sementara untuk bangunan SMK meskipun letaknya bersebrangan dengan KBTK,
SDIT, dan SMPIT tetapi letak bangunannya sudah memasuki wilayah Kelurahan
Pondok Petir. Kemudian untuk wilayah RT 03 RW 01 memang sampai saat ini
masih belum adanya penambahan jumlah bangunan untuk anak-anak bersekolah
sehingga tidak sedikit dari masyarakat di wilayah tersebut berpendapat bahwa
“daerah pinggiran” tidak memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan.
Jumlah bangunan sekolah tersebut juga secara tidak langsung
mempengaruhi tingkat pendidikan akhir penduduk yang ada di Kelurahan Serua.
Berikut data jumlah penduduk menurut pendidikan terakhir:
No. Tingkat Pendidikan Jenis Kelamin
Jumlah Laki-Laki Perempuan
1. Tidak/Belum Sekolah 2.640 2.507 5.147
2. Tidak Tamat SD 970 884 1.854
3. Tamat SD 1.417 1.755 3.172
4. SLTP 1.701 1.623 3.324
Tabel II.B.3 Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan Terakhir
Di Kelurahan Serua Bulan Agustus Tahun 2016
35
5. SLTA 2.763 2.113 4.876
6. Diploma I/II 55 89 144
7. Akademi/Diploma III/Sarjana Muda 177 201 378
8. Diploma IV/Strata 1 563 429 992
9. Strata II 61 26 87
10. Strata III 6 1 7
Total 10.353 9.628 19.981 Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Depok Bulan Agustus Tahun 2016
Dari tabel di atas sampai akhir bulan Agustus tahun 2016 bahwa penduduk
di Kelurahan Serua masih banyak yang tidak atau belum sekolah yaitu berjumlah
5.147 jiwa. Dalam hal ini Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
(DISDUKCAPIL) Kota Depok tidak merincikan kembali jumlah penduduk yang
tidak bersekolah dengan jumlah penduduk yang belum bersekolah. Namun
demikian, DISDUKCAPIL Kota Depok memberikan batasan usia sekolah yaitu di
mulai dari usia 4 tahun dengan jenjang pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK)
hingga usia 23 tahun dengan jenjang Perguruan Tinggi. Masalah putus sekolah
yang terjadi pada masyarakat di Kelurahan Serua sejalan dengan akibat masih
minimnya jumlah bangunan sekolah yang ada di Kota Depok. Sesuai dengan
pernyataan Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok yaitu Herry Pansila Prabowo
kepada Media Indonesia pada Selasa 14 Juni 2016 yang menyebutkan bahwa
hingga pertengah tahun 2016 lalu SMP Negeri di Depok hanya memiliki 26
gedung dan SMA serta SMK Negeri jumlahnya hanya 13 gedung. Masalah ini lah
yang kemudian berdampak pada tidak tertampungnya peserta UN yang akan
melanjutkan ke jenjang pendidikan SMP. Berikut penuturan Herry Pansila
Prabowo selaku Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok:
“Bayangkan, dari 287 ribu siswa peserta ujian nasional (UN) tingkat SD,
120 ribu dintarannya diprediksi tidak bisa tertampung di SMP Negeri.
36
Begitu pun dengan siswa SMP yang UN sebanyak 26.957 siswa hanya bisa
tertampung 4.160 di SMA dan SMK Negeri” ungkap Kepala Dinas
Pendidikan Kota Depok Herry Pansila Prabowo kepada Media Indonesia
pada Selasa 14 Juni 2016.
Jumlah tertinggi berikutnya yaitu penduduk dengan pendidikan terakhir
SLTA/SMA yaitu berjumlah 4.876 jiwa dengan didominasi oleh penduduk
dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 2.763 jiwa sedangkan penduduk dengan
jenis kelamin perempuan berjumlah 2.113 jiwa. Tingginya jumlah penduduk
dengan pendidikan akhir SLTA dikarenakan banyaknya pabrik yang terdapat di
Kelurahan Serua yang mengakibatkan penduduk di Kelurahan Serua lebih
memilih untuk bekerja dibandingkan melanjutkan pendidikan ke jenjang
berikutnya. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak IM seperti berikut:
“Warga disini kebanyakan tamatan SMA mbak, soalnya kan banyak pabrik
disini. Yang cowok-cowok ada yang kerja di pabrik di jalan DPR situ (RW
04), ada juga yang di luar mbak. Kalo yang cewek-cewek yang masih muda
kerja di pabrik konveksi pada ngejait baju, yang udah tua jadi pembantu.
Abisan sekolah tinggi-tinggi juga buat apa mbak, ujung-ujungnya juga kan
nyari kerjaan susah.” (Wawancara dengan IM, 29 September 2016).
Kemudian penduduk di Kelurahan Serua sampai akhir bulan Agustus tahun
2016 juga didominasi oleh penduduk dengan status pendidikan terakhir
DIPLOMA IV/STRATA 1 yaitu berjumlah 992 jiwa. Dengan tingginya jumlah
sarjana di Kelurahan Serua memperlihatkan bahwa masih banyak masyarakat
yang peduli terhadap pendidikan dan juga dengan harapan akan mendapatkan
pekerjaan yang lebih mapan.
Dari latar belakang pendidikan terakhir penduduk di Kelurahan Serua, maka
kemudian hal tersebut juga akan mempengaruhi jenis pekerjaan yang dimiliki.
Berikut adalah data jumlah penduduk menurut klasifikasi pekerjaan.
37
Tabel II.B.4 Jumlah Penduduk Menurut Klasifikasi Pekerjaan
Di Kelurahan Serua Bulan Agustus Tahun 2016
No. Klasifikasi Pekerjaan Jenis Kelamin
Jumlah Laki-Laki Perempuan
1. Belum Bekerja 2.876 2.615 5.491
2. Mengurus Rumah Tangga 6 4.072 4.078
3. Pelajar 1.910 1.463 3.373
4. PNS / TNI / POLRI 198 80 278
5. Karyawan 2.756 1.156 3.912
6. Pensiun 43 11 54
7. Pejabat Negara 0 0 0
8. Buruh 842 24 866
9. Informal 160 27 187
10. Kelompok Petani Peternak 29 4 33
11. Wiraswasta 1.533 176 1.709
Total 10.353 9.628 19.981 Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Depok Bulan Agustus Tahun 2016
Berdasarkan data yang diperoleh dari DISDUKCAPIL Kota Depok bulan
Agustus tahun 2016, jumlah jenis pekerjaan penduduk di Kota Depok sebenarnya
ada 89 jenis pekerjaan, namun dikerucutkan ke dalam 11 jenis pekerjaan. Dalam
catatan kaki yang terdapat pada data DISDUKCAPIL Kota Depok yang tergolong
dalam jenis pekerjaan sebagai karyawan yaitu: Industri, Konstruksi, Transportasi,
BUMN, BUMD, Swasta, Honorer, Wartawan, Dosen, Guru, Pilot, Pengacara,
Notaris, Arsitek, Akuntan, Konsultan, Dokter, Bidan, Perawat, Apoteker, Psikiater
Psikolog, Penyiar Televisi, Penyiar Radio, Pelaut, Peneliti, Perangkat Desa, dan
Kepala Desa. Sementara yang tergolong dalam jenis pekerjaan sebagai pejabat
negara yaitu: Anggota DPR RI, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kab/Kota,
Presiden, Wakil Presiden, Mahkamah Konstitusi, Kabinet Pemerintahan, Duta
Besar, Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota dan Wakil
Walikota. Selanjutnya yang tergolong dalam jenis pekerjaan sebagai buruh yaitu:
38
Buruh Harian Lepas, Buruh Tani, Buruh Perkebunan, Buruh Nelayan, Perikanan,
Buruh Peternakan. Terakhir yaitu yang tergolong dalam jenis pekerjaan informal
yaitu: PRT, Tukang Cukur, Tukang Listrik, Tukang Batu, Tukang Kayu, Tukang
Sol Sepatu, Tukang Las Pandai Besi, Tukang Jahit, Tukang Gigi, Penata Rias,
Penata Busana, Penata Rambut, Mekanik, Seniman, Tabib, Paraji, Perancang
Busana, Penterjemah, Imam Masjid, Pastor, Pendeta, Ustadz Mubaligh, Juru
Masak, Promotor Acara, Sopir, Pialang, Paranormal, dan Biarawati.
Berdasarkan data pada tabel di atas menunjukkan bahwa mayoritas
penduduk perempuan yang ada di Kelurahan Serua bekerja mengurus domestik
rumahtangga yaitu berjumlah 4.072 jiwa. Jumlah tersebut sangat jauh
perbedaannya dengan penduduk laki-laki yang mengurus rumahtangga hanya
berjumlah 6 jiwa. Data tersebut kemudian menjadi sinkron sebab pada tabel di
atas juga menunjukkan bahwa penduduk laki-laki di Kelurahan Serua mayoritas
bekerja sektor publik baik itu sebagai karyawan yang berjumlah 2.756 jiwa
maupun yang bekerja sebagai buruh berjumlah 842 jiwa. Seperti yang sudah
diutarakan oleh informan IM pada sub bab sebelumnya bahwa selain karena
banyaknya pabrik yang ada di Kelurahan Serua juga karena merupakan keinginan
masyarakatnya untuk bekerja pasca menyelesaikan pendidikan SLTA. Faktor
lainnya penyebab lebih banyaknya penduduk laki-laki yang bekerja karena sudah
menjadi pola pikir masyarakat di Kelurahan Serua bahwa laki-laki bekerja
mencari nafkah sedangkan perempuan mengurus rumah dan keluarga. Seperti
yang disampaikan oleh YN berikut ini:
39
“Karna disuruh suami katanya „jangan kerja biar saya aja yang kerja, kamu
jaga rumah aja sama anak-anak‟. Ya saya akhirnya nurut apa yang dibilang
suami. Alhamdulillah biar kata suami doang yang kerja tapi semua
kebutuhan bisa kebeli” (Wawancara dengan YN, 20 Desember 2016).
Selanjutnya adalah jumlah penduduk menurut agama yang dianut oleh
penduduk di Kelurahan Serua dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel II.B.5 Jumlah Penduduk Menurut Agama
Di Kelurahan Serua Bulan Agustus Tahun 2016
No. Agama Jenis Kelamin
Jumlah Laki-Laki Perempuan
1. Islam 10.018 9.304 19.322
2. Kristen 214 217 431
3. Katholik 71 76 147
4. Hindu 9 9 18
5. Budha 41 22 63
Total 10.353 9.628 19.981 Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Depok Bulan Agustus Tahun 2016
Dari tabel di atas terlihat bahwa penduduk di Kelurahan Serua mayoritas
beragama Islam yaitu berjumlah 19.322 jiwa. Dengan banyaknya penduduk
muslim yang ada di Kelurahan Serua maka harus didukung dengan adanya masjid
atau musholla sebagai sarana ibadah. Dari data yang diperoleh dari KUA
Kecamatan Bojongsari tahun 2015 setidaknya terdapat 10 masjid dan 15 musholla
yang terdapat di Kelurahan Serua. Sedangkan untuk sarana ibadah lainnya seperti
gereja, pura, dan wihara tidak tersedia di Kelurahan Serua. Dengan demikian
meskipun agama yang dianut oleh masyarakat di Kelurahan Serua sangat beragam
dan tidak seluruh agama memiliki sarana ibadah, tetapi masyarakat di Kelurahan
Serua dapat hidup berdampingan dengan tentram dan damai.
40
C. Status Perkawinan
Data jumlah penduduk menurut status perkawinan menjadi penting dalam
penulisan skripsi ini karena penulis mengangkat tema tentang penghidupan
rumahtangga ibu tunggal. Berikut data yang diperoleh dari Dinas Kependudukan
dan Pencatatan Sipil (DISDUKCAPIL) Kota Depok bulan Agustus tahun 2016
mengenai status perkawinan penduduk di Kelurahan Serua:
Tabel II.C.1 Jumlah Penduduk Menurut Status Perkawinan
Di Kelurahan Serua Bulan Agustus Tahun 2016
No. Status Perkawinan Jenis Kelamin
Jumlah Laki-Laki Perempuan
1. Belum Kawin 5.347 4.241 9.588
2. Kawin 4.940 5.044 9.984
3. Cerai Hidup 18 63 81
4. Cerai Mati 48 280 328
Total 10.353 9.628 19.981 Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Depok Bulan Agustus Tahun 2016
Data di atas merupakan data mengenai status perkawinan yang tercatat
secara sah baik secara agama dan hukum negara. Dari tabel di atas, jumlah
penduduk laki-laki dan perempuan yang mengalami cerai mati lebih banyak
dibandingkan dengan cerai hidup yaitu berjumlah 328 jiwa. Penduduk laki-laki
yang mengalami cerai mati (duda) berjumlah 48 jiwa, dan penduduk perempuan
yang mengalami cerai mati (janda) berjumlah 280 jiwa. Sementara jumlah
penduduk yang mengalami cerai hidup berjumlah 81 jiwa dengan rincian
penduduk laki-laki yang mengalami cerai hidup (talak) berjumlah 18 jiwa dan
penduduk perempuan yang mengalami cerai hidup (gugat) berjumlah 63 jiwa.
Tetapi jika melihat realitas yang terjadi di masyarakat seperti yang banyak penulis
41
temui dan yang menjadi informan dalam penelitian ini, masih sangat banyak
perempuan di Kelurahan Serua yang tidak memiliki legalitas perceraian yang
jelas. Banyak dari perempuan tersebut yang sudah secara sah berpisah dengan
suami secara agama tetapi enggan untuk mengurus legalitas perceraiannya ke
Pengadilan Agama karena beberapa faktor seperti buku pernikahan yang telah
dirusak oleh suami dengan sengaja, biaya kepengurusan yang mahal,
kepengurusan yang memakan waktu cukup lama serta jarak tempuh dari rumah
ibu tunggal ke Pengadilan Agama yang terbilang jauh. Sehingga data yang ada
pada tabel di atas perlu untuk dikaji kembali oleh pihak Kelurahan Serua.
42
BAB III
TEMUAN DAN ANALISA DATA
Dalam bab ini penulis akan menganalisis seluruh temuan data berupa
wawancara dan observasi yang ada di lapangan. Analisis data ini meliputi strategi
penghidupan rumahtangga ibu tunggal dalam perspektif gender dengan subjek
penelitiannya yaitu ibu tunggal di Kelurahan Serua Kota Depok Jawa Barat.
Dalam melakukan analisis ini, penulis akan membaginya ke dalam dua sub bab
yaitu strategi penghidupan rumahtangga ibu tunggal dan ketidakadilan gender
pada strategi penghidupan rumahtangga ibu tunggal.
A. Strategi Penghidupan Rumahtangga Ibu Tunggal
Ekonomi merupakan permasalahan utama yang dialami oleh hampir seluruh
masyarakat dan tidak terkecuali bagi seorang ibu tunggal. Dengan statusnya
sebagai seorang ibu tunggal tentu bukan perkara mudah untuk berkompromi
dalam hal ekonomi. Terlebih lagi statusnya sebagai ibu tunggal diperoleh dari
kondisi yang dapat dikatakan serba mendadak. Dirinya harus terus berjuang agar
keluarganya dapat terus bertahan hidup. White mengelompokkan strategi
penghidupan rumahtangga ke dalam tiga tipologi, yaitu: strategi bertahan hidup
(survival strategy), strategi konsolidasi (consolidation strategy), dan strategi
akumulasi (accumulation strategy). Untuk menentukan tiga tipologi tersebut
dibutuhkan pengamatan melalui tiga aspek berikut: kapabilitas, aset, dan aktifitas
atau kegiatan. Aspek-aspek ini lah yang kemudian akan penulis kaji lebih
mendalam untuk menganalisis strategi penghidupan rumahtangga ibu tunggal.
43
1. Strategi Bertahan Hidup (Survival Strategy)
Menurut White yang tergolong ke dalam rumahtangga strategi bertahan
hidup yaitu yang memiliki aset sumberdaya lahan yang sempit maupun modal
yang terbatas. Penghasilan yang diperoleh bersumber dari tenaga serta
keterampilan yang terbatas. Selain itu White juga mengatakan bahwa penghasilan
yang diperoleh tersebut hanya mampu mencukupi kebutuhan pokok dan berjangka
pendek. Untuk tempat tinggal, strategi bertahan hidup memilik rumah yang
sederhana dan kecil. Dari informan yang penulis temui, terdapat lima ibu tunggal
yang masuk ke dalam kategori ini yaitu BA, US, IS, NR, dan SW.
a) Ibu Tunggal BA
Informan pertama yang masuk ke dalam kategori strategi bertahan hidup
yaitu ibu tunggal berinisial BA. Berikut aspek-aspek strategi bertahan hidup BA:
Tabel III.A.1 Matriks Informan BA
Kapabilitas
Aset Kegiatan
Tampak Tidak
Tampak
Saat Ada
Suami
Setelah
Tidak Ada
Suami
- Pekerjaan utama sebagai pemulung.
- Anak pertama laki-laki bekerja
sebagai pegawai servis printer.
- Mengandalkan sumbangan dari
orang sekitar.
- Sering meminjam uang ke bos
pemilik lapak rongsokan dan bank
keliling untuk membeli makan.
- Menjual barang temuan dari
rongsokan seperti perak, emas,
obat bekas, dll.
- Penghasilan digunakan untuk
makan.
- Rumah.
- Gerobak.
Pendidikan
akhir SD.
Tidak bekerja
karena adanya
subordinasi.
Bekerja
sebagai
pemulung.
44
Aspek-aspek yang diungkapkan oleh White tersebut penulis temui pada ibu
tunggal berinisial BA yaitu berupa kepemilikan aset yang terbatas. Berikut
penuturan BA, “Saya ada ini rumah ama gerobak doang palingan neng”
(Wawancara dengan BA, 5 Desember 2016). Selama proses wawacara
berlangsung, BA sering kali menyebutkan bahwa dirinya berada dalam kondisi
perekonomian yang sangat sulit terlebih lagi pasca suami tercintanya meninggal
dunia. Ibarat pepatah: sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Begitulah gambaran
kehidupan BA. Pasalnya satu tahun setelah kepergian almarhum suami, BA
beserta kelima anaknya diusir dari rumah keluarga mantan istri almarhum
suaminya. Hal tersebut juga dibenarkan oleh anggota keluarga BA yaitu IN, “Iya
keluarga suaminya dia emang begitu, keluarga mantan istrinya sih sebenernya
yang ngusir” (Wawancara dengan IN, 5 Desember 2016).
Setelah insiden pengusiran tersebut, BA memutuskan untuk menumpang di
rumah saudaranya selama empat tahun. Semenjak menumpang di rumah saudara,
BA pun memutuskan untuk mulai bekerja sebagai pemulung melanjutkan
pekerjaan almarhum suaminya. Pekerjaan itu dipilih BA sebab BA tidak memiliki
keterampilan dan pendidikan akhir yang ia miliki hanya sebatas tingkat SD,
sehingga BA hanya mampu mendayagunakan tenaga serta gerobak peninggalan
suami untuk berkeliling mencari rongsokan. Sebelumnya BA tidak pernah
bekerja. BA hanya bergantung pada penghasilan suami sebab adanya subordinasi
yang dilakukan oleh suaminya yang berupa tidak diberikannya kesempatan bagi
BA untuk bekerja. Hal tersebut kemudian berdampak pada saat BA memutuskan
untuk mulai bekerja. BA sama sekali tidak tahu apa yang harus ia lakukan dalam
45
menjalani pekerjaannya sebagai pemulung. Sehingga BA meminta anak keduanya
yaitu BM untuk menemaninya bekerja sebab BM sudah terlebih dahulu bekerja
mencari rongsokan saat suaminya masih hidup.
“Iya saya nemenin emak waktu pertama kali emak keliling. Soalnya kan
emak kagak ngerti apa aja yang mesti diambil, yang bisa dijadiin duit. Trus
emak juga kan kagak ngerti jalan-jalan disini. Kalo dulu saya kan pernah
ngikut bapak keliling jadi ngerti mana yang bisa jadi duit mana yang kagak”
(Wawancara dengan BM, 5 Desember 2016).
Tiga tahun kemudian yaitu tahun 2009 BA akhirnya mampu membeli tanah
seluas 50m di kawasan Kelurahan Serua guna membangun tempat tinggal bagi
dirinya serta kelima anaknya. Tanah tersebut dibeli dengan harga Rp 7.500.000,-
yang dibayar secara berangsur selama 3 kali. Namun permasalahan BA tidak
terhenti sampai disitu, BA masih memerlukan dana supaya ia bisa benar-benar
memiliki tempat tinggal. Namun BA sudah merasa tidak mampu jika
penghasilannya hanya untuk membangun tempat tinggal sebab ia juga harus
memberi makan kelima anaknya. Maka BA pun meminta bantuan kepada ketua
RT setempat. Setelah satu bulan BA menunggu akhirnya ketua RT serta pihak
Kelurahan Serua membantu BA untuk membangun sebuah tempat tinggal.
“Alhamdulillah ada yang dateng bawa asbes nih dibawain asbes 15 lembar,
trus didatengin ngasih duit 800 bekal beli ini nih bahannya, ada yang ngasih
400, ada yang 300. Trus ada juga yang bawain beras, yang bawain semen.
Dari kelurahan semen 15 sak, berasnya sekarung” (Wawancara dengan BA,
5 Desember 2016).
BA pun merasa sangat bersyukur karena keluarganya telah banyak dibantu
oleh masyarakat. Walaupun berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh
penulis tempat tinggal yang dimiliki oleh BA masih terbilang kurang memadai.
Itu terlihat dari kondisi rumah BA yang sempit dan alas rumah yang masih berupa
46
pelur semen. Namun setidaknya rumah tersebut dapat melindungi BA beserta
kelima anaknya dari terik matahari serta derasnya hujan.
Penghasilan yang BA peroleh dari pekerjaannya sebagai pemulung tidak
menentu tergantung dari berapa banyak rongsokan yang berhasil BA kumpulkan.
Hal tersebut diutarakan oleh anaknya yang bernama BM, “Tergantung. Kalo dah
gitu tergantung turun naeknya kan kalo gitu mah. Palingan cuma biasa dapet 1,5
juta tapi belom potong” (Wawancara dengan BM, 5 Desember 2016).
Menurut penuturan BA, penghasilan yang ia peroleh saat ini berbeda dengan
penghasilan yang diperoleh suaminya saat masih hidup. Hal itu terjadi karena
adanya perbedaan kemampuan secara fisik antara BA dengan mantan suaminya.
“Kalo dulu ada almarhum penghasilan bisa ampe 2 jutaan. Almarhum kan
dulu segala beling, besi apah yang berat-berat dia ambilin. Kalo saya kan
ngambilinnya yang enteng-enteng bae kayak kardus sama botol plastik”
(Wawancara dengan BA, 5 Desember 2016).
Dengan demikian, untuk memenuhi kebutuhan keluarganya BA sering
meminjam uang kepada pemilik lapak rongsokan tempat BA biasa
mengumpulkan hasil rongsokannya tersebut. Selain kepada pemilik lapak
rongsokan, BA juga sering meminjam kepada bank keliling untuk membeli
kebutuhan dapurnya, “Namanya perut laper kan kagak bisa ditahan ya neng”
(Wawancara dengan BA, 5 Desember 2016).
Selain itu, BA biasanya juga mengakalinya dengan menjual barang-barang
temuannya hasil dari mencari rongsokan.
“Yaaa jual apa kadang-kadang ibu dapet perak, kadang-kadang dapet emas,
anuan obat yang masih kepake, kadang botol minyak wangi. Dari jualan itu
47
kadang-kadang kalo lagi kebener dapet, lagi rejeki bisa dapet 150rb,
kadang-kadang kalo lagi sedikit ya 20rb” (Wawancara dengan BA, 5
Desember 2016).
Barang-barang temuannya itu biasanya dijual kepada sesama pencari
rongsokan. Untuk nominal harga BA selalu menyerahkan sepenuhnya kepada
pembelinya tersebut. Bagi BA berapa pun penghasilan yang ia dapatkan hari ini
merupakan rezeki yang sangat berarti bagi dirinya beserta kelima anaknya.
Namun berdasarkan penuturan BA saat ini dirinya sudah tidak terlalu sering
mencari rongsokan sebab usianya sudah tidak lagi muda. BA sering merasa
kelelahan saat bekerja. Belum lagi ditambah dengan kondisi cuaca saat ini yang
tidak menentu. Sehingga penghasilan yang BA peroleh saat ini hanya bisa untuk
memenuhi kebutuhan makan dan biaya transportasi anak-anaknya ke sekolah.
Sementara untuk biaya sekolah kedua anaknya BA menyerahkan seluruhnya
kepada anak laki-lakinya yang telah bekerja sejak tiga tahun lalu.
“Bekal pada madang bocah sama bekal ongkos sekolah. Kalo bayaran
sekolah sekarang saya udah nyerah, kayaknya udah gak pengen biayain,
saya kan udah capek banget. Jadi biaya sekolah udah be’ saya serahin sama
abangnya yang gede” (Wawancara dengan BA, 5 Desember 2016).
Dengan demikian keterbatasan yang dialami oleh ibu tunggal BA baik
secara kapabilitas, aset, maupun kegiatan disebabkan oleh adanya subordinasi
yang dilakukan oleh almarhum suaminya semasa hidup yang mengakibatkan tidak
adanya kemandirian ekonomi bagi BA. BA dilarang oleh suaminya untuk bekerja
karena masih adanya konstruk lama dalam pemikiran suami BA yang berpendapat
bahwa laki-laki mencari nafkah sedangkan perempuan mengurus rumahtangga.
48
Tabel III.A.2 Matriks Informan US
b) Ibu Tunggal US
Informan kedua yang masuk ke dalam kategori strategi bertahan hidup yaitu
ibu tunggal berinisial US. Berikut aspek-aspek strategi bertahan hidup US:
Kapabilitas
Aset Kegiatan
Tampak Tidak
Tampak
Saat Ada
Suami
Setelah Tidak
Ada Suami
- Tidak ada anak yang bekerja.
- Mengandalkan sumbangan dari
orang sekitar.
- Sering meminjam uang ke
majikan dan keluarga untuk
membeli makan dan biaya
sekolah anak.
- Penghasilan digunakan untuk
makan, biaya sekolah anak, dan
biaya rumahtangga.
Rumah. Pendidikan
akhir SMP.
- Bekerja
sebagai PRT.
- Mengikuti
kegiatan
pengajian.
- Bekerja
sebagai PRT.
- Mengikuti
kegiatan
pengajian.
Berdasarkan hasil observasi penulis, rumah US terbilang relatif lebih baik
dibandingkan dengan ibu tunggal sebelumnya yaitu BA. Dikatakan demikian
sebab rumah US sedikit lebih luas, alas rumahnya pun sudah memakai ubin dan di
bagian depan rumah terdapat teras. Menurut penuturan US, rumah tersebut
merupakan rumah pribadi miliknya, “Alhamdulillah rumah ini punya saya sendiri.
Orang tua kan asli sini jadi anak-anaknya dibagiin tanah trus sama saya dibangun
rumah lagi dulu bapaknya masih ada masih sehat” (Wawancara dengan US, 8
Desember 2016). Pernyataan US tersebut juga dibenarkan oleh tetangganya
bernama NE:
“Mpok US kan emang asli orang sini, keluarganya semua disini. Jadi dulu
orang tuanya punya tanah, dibagi-bagi dah sama anak-anaknya. Nah
tanahnya mpok US dibangun rumah” (Wawancara dengan NE, 8 Desember
2016).
49
Saat ini rumah ibu tunggal US tersebut ditempati oleh dirinya, anak
tunggalnya dan keponakannya. US menyatakan bahwa keponakannya tersebut
sering memberinya uang sebagai tanda terima kasih karena telah mengizinkan
menumpang di rumah US walaupun US sebenarnya tidak pernah meminta
keponakannya tersebut untuk memberikannya uang. Namun US merasa bersyukur
karena uang pemberian tersebut dapat menambah pemasukan keuangan
keluarganya. Sebab penghasilan yang didapatkan oleh US tidak bisa mencukupi
kebutuhan sehari-harinya khususnya untuk biaya sekolah anak tunggalnya.
“Gaji sebulan 700. Sekarang gaji segitu bisa buat apaan palingan cuma bisa
buat makan, bayar sekolah anak kan mahal banget uang mulu sekolahnya
biar kata yatim juga gak dapet potongan dari sekolah, belom lagi bayar
listrik, air, kalo gas abis” (Wawancara dengan US, 8 Desember 2016).
Sehingga US juga sering meminjam uang ke majikannya untuk membeli
makan atau biaya sekolah anak, “Sering minjem sama majikan nanti tiap bulan
dipotong” (Wawancara dengan US, 8 Desember 2016). Selain meminjam, US
juga terkadang mendapatkan bantuan uang berupa santunan yatim piatu dan
santunan janda tidak mampu pada saat lebaran yatim piatu, “Kalo lagi lebaran
yatim Ika suka dapet undangan dari masjid ntar dia dapet 400, saya dapet 150”
(Wawancara dengan US, 8 Desember 2016).
US sendiri sudah bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT) sejak
suaminya masih hidup. US terpaksa bekerja sebab suaminya terkena penyakit
stroke sejak anak tunggalnya masih duduk di bangku kelas 5 SD.
“Kemauan saya sendiri abisan gimana lagi bapaknya udah gak bisa nyari
duit dari Ika masih kelas 5 SD gara-gara kena stroke. Jadinya saya dah yang
kerja biar ada pemasukan” (Wawancara dengan US, 8 Desember 2016).
50
Pekerjaan tersebut dipilih oleh US sebab pekerjaan sebagai PRT tidak
membutuhkan keahlian tertentu. Hal tersebut juga dilatarbelakangi oleh US yang
tidak memiliki keterampilan apapun. Dalam hal pendidikan, US hanya sampai
tingkat SMP. Sehingga US tidak tahu harus melakukan pekerjaan lain selain
menjadi seorang PRT. Di dalam keluarganya US bekerja seorang diri. Walaupun
US memiliki seorang anak tetapi US tidak mengizinkan anaknya tersebut untuk
bekerja.
“Si Ika kan baru masuk kelas 1 SMK jadi saya gak ngizinin dia sekolah
sambil kerja ntar gak fokus sekolahnya, gak bisa ngatur waktu. Jadi saya
bilang sama Ika kalo mau kerja nanti aja kalo sekolahnya udah selesai”
(Wawancara dengan US, 8 Desember 2016).
Dari strategi-strategi yang dilakukan oleh US tersebut terlihat bahwa US
telah memiliki kemandirian ekonomi sejak masih bersama dengan suami. Secara
mental pun demikian, US sudah terbiasa dengan keadaan sebagai kepala keluarga.
Pasalnya selain harus bekerja di sektor publik, US juga harus bekerja di sektor
domestik seperti memasak, mengepel, menyapu, dan mengasuh anak. Bahkan US
juga harus mengurus suaminya yang terkena penyakit stroke sejak anaknya masih
berusia 10 tahun. Sehingga ketika US dihadapkan oleh kenyataan untuk berpisah
dengan suami akibat meninggal dunia, US tidak merasakan kesulitan secara
ekonomi sebab US telah terbiasa hidup sebagai kepala keluarga untuk mencari
nafkah.
c) Ibu Tunggal IS
Informan ketiga yang masuk ke dalam kategori strategi bertahan hidup yaitu
ibu tunggal berinisial IS. Berikut aspek-aspek strategi bertahan hidup IS:
51
Tabel III.A.3 Matriks Informan IS
Kapabilitas
Aset Kegiatan
Tampak Tidak
Tampak
Saat Ada
Suami
Setelah
Tidak Ada
Suami
- Tidak ada anak yang bekerja.
- Mengandalkan sumbangan dari
orang sekitar.
- Mampu menggunakan modal
untuk berjualan bubur.
- Sering meminjam uang ke bank
keliling dan keluarga untuk
membeli makan dan biaya
sekolah anak.
- Penghasilan digunakan untuk
makan, biaya sekolah anak,
biaya rumahtangga, arisan, dan
modal usaha.
- Gerobak.
- Motor.
Pendidikan
akhir SMP.
- Bekerja
sebagai
penjual
bubur di
depan rumah.
- Tidak meng-
ikuti
kegiatan
arisan.
- Bekerja
sebagai
penjual
bubur di
perumahan.
- Mengikuti
kegiatan
arisan.
Dalam proses penelitian penulis dengan informan IS, penulis melakukan
penelitian di tempat IS bekerja yaitu di sebuah perumahan dekat dengan tempat
tinggal IS. Disana IS bekerja sebagai pedagang bubur ayam. Penulis melakukan
penelitian di tempat IS bekerja karena dua alasan, pertama karena keinginan
penulis untuk mengetahui proses pencarian nafkah IS, dan kedua karena
keinginan dari IS.
“Wawancaranya di sini aja yak, kalo di rumah saya repot ada si bontot ntar
nangis mulu malah ngegangguin wawancara. Kalo di sini kan enak bisa
lebih rilek ngobrolnya hehe” (Wawancara dengan IS, 17 Desember 2016).
IS bekerja karena adanya keinginan dari dalam dirinya untuk membantu
perekonomian keluarga dan hal itu juga didukung oleh suaminya sehingga mereka
sama-sama bekerja sejak awal pernikahan. Saat awal pernikahan, IS dan suami
bekerja sebagai pedagang keripik. Namun karena ada keinginan untuk menjadi
52
seorang yang sukses, maka IS dan suami memutuskan untuk mengubah jenis
dagangannya menjadi bubur ayam. Saat suaminya masih hidup, IS berjualan di
depan kontrakannya sedangkan almarhum suami berjualan di perumahan. Namun
semenjak kepergian suami, IS memutuskan untuk berjualan di perumahan sama
seperti yang pernah dilakukan almarhum suaminya sebab penghasilannya lebih
besar jika dibandingkan berjualan di depan kontrakan.
“Enakan di sini jualannya rame apalagi kalo hari minggu. Kalo di kontrakan
sepi kan kontrakan pinggir jalan susah buat orang berentinya. Udah gitu kan
kalo di komplek rame banyak ibu-ibu bisa sekalian ngobrol” (Wawancara
dengan IS, 17 Desember 2016).
Pasca kepergian almarhum suami, IS sempat pulang ke kampung
halamannya selama tiga bulan untuk memakamkan almarhum suami serta
memulihkan kondisi mentalnya. Saat kembali ke Kelurahan Serua, IS meminjam
uang kepada keluarganya sebesar Rp 300.000,- untuk modal usahanya berjualan
bubur. Sebab sebelum kepergian almarhum suami, harta benda IS habis terjual
untuk membiayai pengobatan almarhum suaminya.
“Abis uang saya dulu. Motor almarhum 2 biji dijualin semua dulu kan dia
punya ninja 1 sama vario 1 abis dijualin buat berobatnya sendiri. Gerobak
juga 1 dijual jadi sekarang tinggal 1 yang sekarang saya pake ini”
(Wawancara dengan IS, 17 Desember 2016).
Dari penjualan bubur, IS biasa memperoleh penghasilan antara Rp 50.000,-
sampai Rp 100.000,- per hari tergantung dari ramai atau tidaknya pembeli, “Gak
nentu sih ya namanya juga dagang kadang sepi kadang rame. Kalo lagi sepiiiii
banget ya gocap, kalo rame ya cepek” (Wawancara dengan IS, 17 Desember
2016). IS tidak menampik bahwa ada perbedaan penghasilan saat masih bersama
53
suami dengan setelah berpisah dengan suami. IS menuturkan bahwa saat masih
ada suami penghasilan keluarganya bisa mencapai Rp 500.000,- per harinya.
“Dulu kan pas ada suami yang dagang 2 orang, saya sama suami jadi bisa
lah megang sehari gopek. Soalnya dulu suami kan rajin juga dagang pas ada
pasar malem. Kalo sekarang kan saya sendirian mau dagang di pasar malem
gitu ya awakku wes capek, jadi sekarang bisa dapet setengahnya aja susah”
(Wawancara dengan IS, 17 Desember 2016).
Dengan penghasilannya yang minim, tentu bukanlah hal yang mudah bagi
IS untuk memenuhi seluruh kebutuhan hariannya maka dari itu IS harus pintar
mengelola keuangan keluarganya sebaik mungkin.
“Ya pinter-pinternya saya dah, saya geser-geser, biar sini jalan sono jalan.
Yang penting makan, anak gak kekurangan jajan gitu aja dah, sisa mah kalo
ada, kalo gak ada gak apa-apa yang penting anak saya udah jalan semua,
sekolah lancar, susu, pempers lancar, anak kenyang” (Wawancara dengan
IS, 17 Desember 2016).
Selain memenuhi kebutuhan hariannya tersebut, penghasilan IS juga
digunakan untuk membeli sebuah motor guna menunjang pekerjaannya sebagai
penjual bubur.
“Motor saya beli lagi seken, tapi boleh nyicil sama sodara, kata sodara biar
enak daripada harus minjem duit sama orang lain ntar dikejar-kejar. Abisan
gimana yak kalo ora ada motor repot banget, kalo mau belanja buat
dagangan pake angkot kelamaan ngetemnya, kalo ada motor kan enak bisa
cepet” (Wawancara dengan IS, 17 Desember 2016).
Tidak hanya itu, penghasilan IS juga digunakan untuk mengikuti arisan di
perumahan tempat IS berjualan. IS baru mengikuti arisan semenjak kepergian
almarhum suaminya. Menurut IS bahwa dirinya mengikuti arisan sebagai salah
satu bentuk tabungan bagi dirinya.
“Kalo megang duit sendiri di rumah naro di celengan gitu ora bisa saya
pasti kepake terus. Makanya saya ikutan arisan sama ibu-ibu komplek. Kalo
54
ikut arisan kan saya jadi mikir „oh iya harus bayar arisan‟ gitu hehehe”
(Wawancara dengan IS, 17 Desember 2016).
Pernyataan tersebut dibenarkan pada saat wawancara sedang berlangsung
ada seorang ibu-ibu yang mendatangi IS untuk membayar arisan. Penulis tidak
mengetahui nama ibu tersebut sebab ia terlihat sangat terburu-buru dan hanya
memberikan uangnya kepada IS lalu bergegas pergi. Saat penulis tanyakan kepada
IS perihal hal tersebut IS menjawab, “Iya saya dipercaya sama ibu-ibu komplek
buat megang duit arisan. Saya juga ikut arisan disini, seminggu 70 ribu”
(Wawancara dengan IS, 17 Desember 2016).
Selain mengikuti arisan, IS biasa mengakali pemenuhan kebutuhan
hariannya dengan meminjam uang kepada orang-orang di sekitarnya.
“Sering minjem sama orang. Kadang sama bank keliling, kadang sama
keluarga. Ya siapa bae dah yang bisa dipinjemin ntar kalo ada uang
dibayarnya nyicil. Kalo minjem ya buat makan, buat biaya anak sekolah,
buat modal dagang besok” (Wawancara dengan IS, 17 Desember 2016).
Selain arisan dan meminjam uang kepada orang sekitar, IS juga biasanya
mengandalkan uang santunan yatim piatu serta pemberian dari orang sekitar untuk
memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
“Iya suka dapet santunan. Tapi anak saya yang pertama suka gak mau
ngambil kalo dapet santunan katanya malu. Ya saya bilang be’ sama dia
kalo saya juga sebenernya malu tapi mau gimana lagi, kalo gak diambil
nanti dibilangnya blagu. Jadinya yaudah saya aja sama yang bontot yang
ngambil kalo dapet undangan santunan. Kadang anak yang nomer dua juga
suka dapet duit tau dari siapa. Ntar dia bilang ke saya dapet duit segini trus
nanti duitnya buat dia jajan dewek” (Wawancara dengan IS, 17 Desember
2016).
Hal tersebut dilakukan oleh IS disamping dari kegiatannya berjualan bubur
sebab di dalam keluarganya hanya dirinya yang mencari nafkah. Anak sulung IS
55
belum diperbolehkan oleh IS untuk bekerja sebab ia masih bersekolah dan
menurut IS saat ini pendidikan lebih baik untuk anaknya dibandingkan harus
bekerja. Sehingga IS akan mengupayakan segala macam cara untuk dapat terus
menghidupi keluarganya seorang diri.
Dari strategi yang dilakukan oleh IS tersebut terlihat bahwa IS mampu
mengelola perekonomian keluarganya dengan sangat baik. Itu terjadi karena IS
sudah memiliki kemandirian ekonomi sejak suaminya masih hidup, di mana IS
turut serta mencari nafkah dan tidak bergantung sepenuhnya kepada suami.
Sehingga pasca IS berpisah dengan suami, IS dapat dengan cepat untuk
memperbaiki perekonomian keluarganya.
d) Ibu Tunggal NR
Informan keempat yang masuk ke dalam kategori strategi bertahan hidup
yaitu ibu tunggal berinisial NR. Berikut aspek-aspek strategi bertahan hidup NR:
Tabel III.A.4 Matriks Informan NR
Kapabilitas
Aset Kegiatan
Tampak Tidak
Tampak
Saat Ada
Suami
Setelah Tidak
Ada Suami
- Anak pertama bekerja sebagai
caddy.
- Sering meminjam uang ke bos
pemilik usaha konveksi untuk
membeli makan dan biaya
sekolah anak.
- Penghasilan digunakan untuk
makan, biaya sekolah anak, dan
biaya rumahtangga.
Motor. - Pendidikan
akhir SD.
- Memiliki
keterampilan
men-jahit.
Bekerja
sebagai
pegawai di
UMKM
konveksi
Bekerja sebagai
pegawai di
UMKM
konveksi
56
Sama seperti IS, penulis mewawancarai NR di tempat ia bekerja yaitu di
sebuah usaha konveksi rumahan (UMKM) di daerah Kelurahan Serua. Penulis
melakukan wawancara di tempat NR bekerja sebab ingin mengetahui cara NR
dalam mencari nafkah.
Dalam penuturannya, NR bekerja sebagai pegawai konveksi sebab NR
hanya memiliki keterampilan menjahit. Untuk hal pendidikan, NR hanya mampu
menyelesaikan hingga bangku SD sebab perekonomian keluarganya yang tidak
memadai.
“Dulu banget pernah ikut kursus ngejait waktu masih gadis disuruh ibu saya
jadinya saya gak bisa nolak. Ikut kursus sebulanan kalo gak salah, udah
hampir mau ikut ujian waktu itu tapi saya keluar gak mau lanjutin lagi,
namanya kepaksa” (Wawancara dengan NR, 21 Desember 2016).
NR sudah bekerja jauh hari sebelum menikah dengan suami. Sampai
akhirnya NR menikah, suami pun memperbolehkan NR untuk bekerja. NR
bekerja berdasarkan keinginannya pribadi dengan alasan untuk menambah uang
jajan bagi anak-anaknya. Penghasilan yang NR peroleh dari tempat bekerjanya itu
tidak menentu. Menurut NR, penghasilannya tergantung dari berapa banyak
orderan yang masuk ke pemilik usaha tersebut, “Tergantung orderan yang masuk
ke bos, kalo banyak bisa 200 tiap dua minggu sekali, tapi kalo lagi gak ada
orderan ya gak megang uang sama sekali” (Wawancara dengan NR, 21 Desember
2016).
NR juga mengatakan bahwa perekonomian keluarganya tidak mengalami
perubahan yang signifikan saat sebelum dan sesudah berpisah dengan suami.
Pasalnya mantan suami NR yang hanya bekerja sebagai buruh bangunan juga
57
memiliki pendapatan yang rendah sama seperti dengan dirinya. Sehingga NR
tidak pernah bergantung pada penghasilan suami sejak awal pernikahan.
Karena penghasilannya yang tidak menentu, maka untuk mencukupi
kebutuhan hariannya terkadang NR meminjam uang dari bos tempatnya bekerja.
Selain itu NR juga terkadang meminta bantuan kepada anak perempuannya untuk
memenuhi kebutuhan hariannya jika ia sedang tidak memiliki uang sekali pun.
Sebab penghasilan yang diperoleh anak NR dari pekerjaannya sebagai caddy di
sebuah lapangan golf di daerah Senayan lebih besar dibandingkan penghasilan
yang diperolehnya, “Ada anak yang pertama di golf senayan jadi caddy.
Penghasilannya kalo gak salah 2 juta sebulan” (Wawancara dengan NR, 21
Desember 2016).
Keputusan NR untuk meminta bantuan kepada anaknya bukan tanpa alasan.
Keputusan tersebut disebabkan oleh NR yang tidak memiliki usaha sampingan
yang mampu menambah penghasilan keluarganya. Untuk membayar kontrakan
saja NR menyerahkan sepenuhnya kepada anak sulungnya tersebut. Penghasilan
yang NR peroleh digunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari dan membeli
keperluan sekolah anak bungsunya, “Buat makan, beli pulsa listrik, sama beli
buku, seragam anak kalo kenaikan kelas. Kalo bayar kontrakan saya serahin ke
anak yang udah kerja” (Wawancara dengan NR, 21 Desember 2016).
Sama seperti ibu tunggal sebelumnya bahwa NR juga telah mampu mandiri
secara ekonomi semenjak masih bersama dengan suaminya. Sejak awal
pernikahan, suami NR tidak melarangnya untuk bekerja. Sehingga ketika NR
58
berpisah dengan suaminya, NR tidak terlalu terpuruk secara ekonomi terlebih lagi
saat ini anak sulungnya sudah bekerja yang juga bisa membantu NR dalam
memenuhi kebutuhan keluarga.
e) Ibu Tunggal SW
Informan kelima yang masuk ke dalam kategori strategi bertahan hidup
yaitu ibu tunggal berinisial SW. Berikut aspek-aspek strategi bertahan hidup SW:
Tabel III.A.5 Matriks Informan SW
Kapabilitas
Aset Kegiatan
Tampak Tidak
Tampak
Saat Ada
Suami
Setelah Tidak
Ada Suami
- Anak kedua bekerja sebagai buruh
bangunan.
- Sering meminjam uang ke penjual
ikan untuk modal usaha.
- Penghasilan digunakan untuk
makan dan transportasi.
Rumah. Tidak
sekolah.
Bekerja
sebagai
penjual
sayur.
Bekerja sebagai
penjual sayur.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh penulis, tempat tinggal SW
sama seperti tempat tinggal ibu tunggal yang pertama yaitu BA. Rumahnya kecil
dan alas rumah masih berupa pelur semen. Rumah tersebut tidak ditempati oleh
SW seorang diri melainkan juga ditempati oleh anak, menantu, dan cucunya
dengan alasan supaya dirinya ada yang menemani. Rumah tersebut merupakan
warisan dari keluarganya yang merupakan asli dari warga Kelurahan Serua. Hal
itu dibenarkan oleh seorang keluarganya.
“Die kan emang asli orang sini. Ini tetangganya keluarga semua. Nah rumah
ini dulu ceritanya keluarganya die punya tanah trus dibangun rumah trus
dibagi-bagiin dah tuh ke anak mantunya” (Wawancara dengan SU, 4 Januari
2017).
59
Di usia senjanya yaitu 68 tahun, SW masih bekerja sebagai penjual sayur.
SW biasa menjual dagangannya di sebuah perumahan di daerah Palmerah Jakarta
Barat. SW sudah menjual sayur sejak almarhum suaminya masih hidup. Hanya
saja bedanya jika dahulu SW berjualan berdua dengan suami, saat ini SW
berjualan seorang diri. Keputusannya untuk bekerja karena keinginan dari dirinya
sendiri untuk membantu perekonomian keluarga dan suaminya saat itu juga tidak
melarang SW untuk bekerja. SW berjualan sayur di daerah Palmerah sebab SW
masih harus mengurus ibundanya yang juga tinggal di daerah Palmerah. Biasanya
SW memulai aktivitasnya pukul tiga dini hari. Untuk sampai ke Palmerah, SW
menggunakan transportasi umum seperti angkutan kota (angkot) dan bus. SW
berangkat kerja seorang diri tanpa ditemani anak maupun menantunya yang juga
tinggal serumah dengan SW. Pekerjaan tersebut terpaksa SW lakukan sebab
dirinya tidak memiliki keahlian khusus dan bahkan SW tidak penah mengenyam
bangku pendidikan. Selain itu juga didukung oleh penghasilan anak keduanya
yang bekerja sebagai buruh bangunan serabutan yang tidak mendapatkan
penghasilan tetap.
“Iya ada yang kerja yang nomer dua. Kerjanya jadi tukang bangunan ngikut
mandor. Kalo ada proyek ya dia kerja tapi kalo gak ada proyek ya gak kerja.
Jadi ngikut be’ apa kata mandornya.” (Wawancara dengan SW, 4 Januari
2017).
Sesampainya di Palmerah, SW segera menuju ke pedagang ikan yang ada di
pasar Palmerah guna meminjam uang sebesar Rp 500.000,- untuk modal usaha
SW seperti membeli ikan, tahu, tempe, dan sayur-sayuran. Setelah selesai belanja
SW segera bergegas menuju sebuah perumahan di daerah Palmerah dan kemudian
ia menggelar lapak jualannya disana. SW mulai menata dagangannya sekitar
60
pukul enam pagi. Biasanya SW berjualan hanya sampai pukul sebelas siang.
Apabila sampai pukul sebelas siang dagangannya masih ada, biasanya SW
menjualnya dengan harga modal, tetapi apabila masih bersisa juga biasanya
dibawa pulang oleh SW ke rumahnya untuk bahan makanan di rumahnya. Selesai
berjualan SW pun kembali menuju ke pedagang ikan untuk mengembalikan
modal yang ia pinjam. Hal tersebut dilakukan oleh SW setiap hari sebab dirinya
tidak memiliki uang untuk modal usahanya tersebut. Selama berjualan, SW kerap
kali dihutangi oleh pelanggannya.
“Ya palingan suka diutangin aja sama pembeli tapi saya gak apa-apa besok
juga kan pada bayar. Saya juga gak nagihin, biarin aja pada bayar sendiri”
(Wawancara dengan SW, 4 Januari 2017).
Penghasilan yang diperoleh SW dari berjualan sayur terbilang kecil yaitu Rp
50.000,- per harinya, sehingga penghasilan yang didapat hanya bisa digunakan
untuk membeli kebutuhan dapur, “Buat apa ya palingan buat ongkos sama makan
doang. Listrik apah anak yang bayar” (Wawancara dengan SW, 4 Januari 2017).
Penghasilan sebelum dan sesudah suami meninggal dirasa sama saja oleh SW,
sebab SW tidak pernah menambah atau mengurangi barang-barang dagangannya.
Secara keseluruhan ibu tunggal yang termasuk ke dalam kategori strategi
bertahan hidup memiliki kapabilitas, aset, dan kegiatan yang terbatas. Dari aspek
kapabilitas mereka bekerja dengan mengandalkan tenaga yang dimiliki dan juga
mereka tidak memiliki perbaikan perekonomian pasca berpisah dengan suaminya.
Sehingga untuk penghasilannya pun hanya bisa untuk mencukupi kebutuhan
sehari-hari seperti makan dan membayar keperluan rumahtangga. Aset yang
mereka miliki juga mayoritas merupakan peninggalan dari keluarganya dan aset
61
itu pula lah yang dimanfaatkan oleh ibu tunggal untuk bekerja di sektor publik.
Sementara dari aspek kegiatan, ibu tunggal yang termasuk dalam kategori strategi
bertahan hidup merupakan ibu tunggal yang jarang berinteraksi dengan
masyarakat. Hal itu disebabkan oleh kondisi fisik mereka yang sudah terlalu lelah
untuk mengerjakan semua urusan rumahtangganya baik itu domestik maupun
publik.
2. Strategi Konsolidasi (Consolidation Strategy)
White mengatakan bahwa yang tergolong ke dalam jenis strategi konsolidasi
yaitu yang memiliki aset dan modal yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
hariannya. Memiliki penghasilan yang relatif lebih tinggi serta memiliki
penghasilan tambahan. Selain kebutuhan harian yang dapat terpenuhi, kebutuhan
sekunder dan tersier pun terpenuhi. Rumahtangga yang memiliki strategi
konsolidasi mayoritas memiliki sepeda motor dan peralatan rumahtangga yang
lengkap. Selain itu rumahtangga jenis ini juga mampu mengembangkan diri dan
berkonsolidasi dengan mengembangkan pemanfaatan sumberdaya dengan tujuan
jangka menengah dan panjang serta memiliki kekuatan jaringan sosial. Dari
informan yang penulis temui, terdapat tiga ibu tunggal yang masuk ke dalam
kategori ini yaitu EM, NN, dan RN.
a) Ibu Tunggal EM
Informan pertama yang masuk ke dalam kategori strategi konsolidasi yaitu
ibu tunggal berinisial EM. Berikut aspek-aspek strategi konsolidasi EM:
62
Tabel III.B.1 Matriks Informan EM
Kapabilitas
Aset Kegiatan
Tampak Tidak
Tampak
Saat Ada
Suami
Setelah Tidak Ada
Suami
- Tidak ada anak yang
bekerja.
- Terkadang meminjam uang
ke koperasi untuk modal
usaha.
- Penghasilan digunakan
untuk makan, biaya sekolah
anak, biaya rumahtangga,
dan modal usaha.
Kulkas. Pendidikan
akhir SMA.
- Bekerja
sebagai
pegawai di
perusahaan
bus.
- Tidak
mengikuti
kegiatan
sosial dan
arisan.
- Bekerja sebagai
wirausaha dengan
membuka usaha
warung
kelontong.
- Mengikuti
kegiatan sosial
seperti
perkumpulan
darah AB dan
arisan.
Dalam kesehariannya EM bekerja sebagai penjual warung kelontong di teras
kontrakannya. Kontrakannya terbilang kecil dan di bagian depannya terlihat cat
tambok sudah mengelupas. EM mengontrak dengan biaya perbulan sebesar Rp
600.000,-. Kontrakan tersebut EM tempati bersama dengan anak tunggalnya yang
masih bersekolah kelas 2 SD.
Dengan bermodalkan uang sebesar Rp 1.000.000,- sampai Rp 2.000.000,-
EM mulai membuka usaha warung kelontong sejak berpisah dengan suaminya
yaitu tepatnya tiga tahun lalu. Sebelumnya EM pernah bekerja sebagai pegawai di
sebuah perusahan bus, namun karena anak tunggalnya tersebut tidak ada yang
menjaga maka EM memutuskan untuk berjualan di teras rumahnya.
“Ya karna anak saya aja kalo pake baju masih ada yang gak ke kancing,
pake dasi juga masih miring-miring. Udah aja lah saya di rumah aja
warungan sambil ngurusin anak” (Wawancara dengan EM, 8 Desember
2016).
63
Di warung kelontongnya tersebut EM menjual berbagai macam minuman
siap seduh dan juga makanan ringan. Selain itu penulis juga melihat beberapa gas
3kg serta gallon air mineral yang tertata rapih di teras kontrakannya. Itu pula yang
disampaikan oleh EM sebagai berikut:
“Selain warungan ya jual pulsa juga, ada freezer kita jual es seduhan, ada
yang nyari es batu ya kita jual. Kadang kan orang nyari es batu doang ya
boleh. Es seduh-seduhan juga buat jajan bocah” (Wawancara dengan EM, 8
Desember 2016).
EM bekerja berdasarkan keinginan pribadi semenjak dirinya belum
menikah. Sampai pada akhirnya EM menikah, EM tidak pernah mendapat
halangan dari mantan suaminya untuk bekerja. Mantan suaminya sangat
mendukung keputusan EM tersebut bahkan EM pernah satu tempat kerja dengan
mantan suaminya yaitu di sebuah perusahaan bus saat mereka masih terikat dalam
sebuah pernikahan. Hal tersebut menunjukkan bahwa mantan suami EM tidak lagi
menganut pemikiran lama mengenai perempuan yang dilarang untuk bekerja.
Tetapi keinginan EM tersebut kemudian disalahgunakan oleh mantan
suaminya pasca berpisah. Pasalnya selain mantan suami EM meninggalkan ia dan
anaknya begitu saja tanpa adanya legalitas perceraian yang jelas, mantan
suaminya juga tidak lagi memberikan nafkah kepada anaknya. Dimana dalam hal
ini jika dilihat dari perspektif gender menurut Fakih maka mantan suami EM
termasuk ke dalam kategori kekerasan ekonomi yang berupa menahan nafkah
seseorang.
“Dia bakal ngasih kalo saya samperin ke tempat kerjanya. Kalo gak gitu ya
udah aja dia gak ada kesadaran buat ngasih ke anaknya. Makanya sekarang
64
saya diemin aja lah males saya berhubungan lagi sama dia. Saya juga bisa
biayain anak sendirian” (Wawancara dengan EM, 8 Desember 2016).
Permasalahan itu pula lah yang mendasari EM untuk membuka usaha
warung kelontong di kontrakannya. Dari penghasilan usaha warung kelontong
yang diperolehnya yaitu sebesar Rp 100.000,- per hari, EM dapat
menggunakannya untuk membayar kontrakan, makan, serta membeli
perlengkapan sekolah anak tunggalnya. Selain itu EM juga menyisihkan
penghasilannya tersebut untuk membuat asuransi pendidikan bagi anaknya.
Karena menurut EM pendidikan sangat penting sehingga ia akan mengupayakan
dengan seluruh tenaga dan kemampuan yang dimiliki untuk membiayai
pendidikan anaknya hingga tingkat tinggi.
“Saya pake buat bikin asuransi anak saya, asuransi pendidikan selama 10
tahun, saya juga baru mulai sih kemaren abis lebaran. Saya pengennya dia
pinter biar bisa jadi dokter, dapet beasiswa. Pengennya sih begitu. Kalo gak
ya jadi guru kali ya. Kalo guru kan dia bisa libur, kalo pegawai kan susah
dapet liburnya.” (Wawancara dengan EM, 8 Desember 2016).
Walaupun EM bisa menyisihkan penghasilannya untuk asuransi pendidikan
anak, tetapi terkadang EM juga meminjam uang ke koperasi untuk modal
usahanya. Biasanya EM meminjam uang ke koperasi sebesar Rp 2.500.000,- yang
ia angsur setiap minggunya sebesar Rp 60.000,- selama setahun.
“Saya bukan tipikal yang suka minjem-minjem, anti saya sebenernya, kalo
pun terpaksa minjem juga bukan buat makan tapi buat keperluan warung dan
kalo udah ada uang langsung saya bayarin. Biasanya minjem di koperasi.
Tiap minggu kan orang koperasinya dateng tuh ke perkumpulan ibu-ibu nah
disitu saya minjem. Kalo minjem selama setahun itu Rp 2.500.000,- kalo gak
salah dah. Jadi tiap minggu saya bayar gantinya Rp 60.000,-. Sekarang
tinggal kurang berapa ya, pokoknya bulan Februari apa Maret udah selesai”
(Wawancara dengan EM, 8 Desember 2016).
65
Hal tersebut dibenarkan oleh tetangga EM bernama MA, “Iyak disini kalo
minggu suka pada ngumpul ntar orang koperasi dateng, banyak juga sih yang
minjem di koperasi termasuk mpok EM” (Wawancara dengan MA, 8 Desember
2016).
Kegiatan yang dilakukan dalam perkumpulan di sekitar rumah EM yaitu
berupa kegiatan arisan. Kegiatan arisan biasanya diadakan setiap seminggu sekali.
Selain arisan, EM juga mengikuti kegiatan sosial seperti perkumpulan darah AB.
“Saya ikut perkumpulan ibu-ibu disini setiap minggu kan suka pada
ngumpul nih sekalian sama arisan, terus baru bulan agustus kemarin saya
ikut perkumpulan golongan darah AB di Jakarta” (Wawancara dengan EM,
8 Desember 2016).
Menurut EM, statusnya sebagai ibu tunggal bukanlah penghalang untuk
beraktifitas di luar rumah. Justru dengan kesendiriannya itu EM merasa lebih
leluasa untuk mengikuti berbagai macam kegiatan. EM biasanya memantau dari
media sosial seperti facebook untuk mencari kegiatan-kegiatan positif yang ada di
sekitarnya. Perkumpulan darah AB dipilih oleh EM pun bukan tanpa alasan.
Dalam penuturannya, kegiatan tersebut ia pilih sebab beberapa tahun silam
dirinya pernah membutuhkan banyak sekali kantong darah AB saat harus
melahirkan buah hatinya. Sehingga saat ini EM merasa bahwa dirinya harus
berbalas budi untuk ikut mendonorkan darah AB miliknya serta mengikuti segala
kegiatan yang diselenggarakan oleh perkumpulan darah AB.
Dari strategi yang dilakukan oleh EM terlihat bahwa EM mampu
mendayagunakan seluruh aspek-aspek yang ia miliki baik itu secara kapabilitas,
aset, dan kegiatan. Itu terjadi karena sejak EM masih bersama dengan suaminya,
66
EM tidak sepenuhnya bergantung pada suami. EM sudah bekerja jauh hari
semenjak belum menikah bahkan saat sudah menikah pun EM masih bekerja
mencari nafkah. Walaupun EM mengalami kekhawatiran terhadap
keberlangsungan kehidupan kedepannya, tetapi karena EM memiliki kapabilitas
yang baik, sehingga EM mampu mendayagunakan aset dan kegiatan yang ia
miliki guna menghidupi keluarganya.
b) Ibu Tunggal NN
Informan kedua yang masuk ke dalam kategori strategi konsolidasi yaitu ibu
tunggal berinisial NN. Berikut aspek-aspek strategi konsolidasi NN:
Tabel III.B.2 Matriks Informan NN
Kapabilitas
Aset Kegiatan
Tampak Tidak
Tampak
Saat Ada
Suami
Setelah Tidak
Ada Suami
- Ada anak yang bekerja
sebagai pegawai SPBU,
SPG, dan pegawai Rumah
Sakit.
- Mampu menggunakan
modal untuk berjualan nasi
uduk.
- Terkadang meminta uang ke
anak untuk membeli makan
dan modal usaha.
- Penghasilan digunakan
untuk makan dan biaya
rumahtangga.
Rumah. - Pendidik-an
akhir SMP
- Memiliki ke-
terampilan
menjahit
Pekerjaan
utama
sebagai
pergawai di
tempat
percetakan
dan memiliki
usaha
sampingan
sebagai
penjual nasi
uduk.
Pekerjaan utama
sebagai penjual
nasi uduk
namun
terkadang masih
menerima
pekerjaan
percetakan.
Berdasarkan penjelasan di atas maka ibu tunggal berinisial NN tergolong ke
dalam strategi konsolidasi, sebab selain pekerjaan utama NN pun memiliki
pendapatan tambahan dari pekerjaan sampingan yang ia jalani.
67
“Ngurusin rumah sama jualan nasi uduk. Tapi kalo ada pelanggan dulu
waktu di percetakan nyariin saya gitu yang nyuruh bikin buku kek apa kek
ya saya kerjain kan duitnya lumayan.” (Wawancara dengan NN, 4 Januari
2017).
Dalam wawancaranya NN mengatakan bahwa dirinya sudah mulai bekerja
semenjak masih berusia remaja. Setelah menikah pun mantan suaminya tidak
pernah melarangnya untuk bekerja. Sehingga NN sudah terbiasa mandiri secara
ekonomi sebelum menikah dengan mantan suaminya. Saat masih remaja hingga
akhirnya NN menikah, NN bekerja di sebuah tempat percetakan. Namun karena
semakin banyaknya pesaing di bidang percetakan akhirnya tempat NN bekerja
mengalami kebangkrutan sehingga NN tidak memiliki pekerjaan lagi saat itu.
Namun karena NN memiliki keinginan yang kuat untuk mandiri secara
ekonomi akhirnya satu bulan berikutnya dengan bermodalkan uang sebesar Rp
500.000,- hasil dari tabungannya selama masih bekerja di percetakan, NN
membuka usaha baru yaitu berjualan nasi uduk. Usaha NN itu dimulai saat suami
masih hidup tepatnya sejak tahun 2014. Namun bukan berarti kemudian suami
ikut membantunya sebab saat NN memulai usahanya, suami NN telah terlebih
dahulu terkena penyakit stroke. NN menjalani usahanya itu seorang diri. Hanya
saja sesekali anak-anaknya membantu untuk memasak di dapur. Sering kali NN
mengubah strategi dalam berjualan. Pada awalnya NN berjualan nasi uduk dengan
berkeliling kampung, jualannya tersebut dibawanya dengan cara digendong.
Namun karena merasa lelah, NN pun memutuskan untuk berjualan di teras
rumahnya. Nasib buruk menimpa NN sebab penghasilannya dari berjualan nasi
uduk menurun. Tetapi NN tidak patah semangat untuk tetap berjualan nasi uduk.
Maka kemudian NN memutuskan untuk berjualan di pinggir jalan raya. Penjualan
68
pun kembali meningkat. Namun kembali lagi terjadi NN merasa lelah jika harus
berjualan melewati jalan menanjak dari rumahnya ke pinggir jalan raya. Akhirnya
NN memutuskan untuk menyewa sebuah tanah di pinggir jalan raya dan
kemudian ia bangun sebuah warung, “Kecil sih tapi lumayan dah daripada harus
naik turun ngangkutin dagangan capek bener.” (Wawancara dengan NN, 4 Januari
2017). Hal tersebut dibenarkan oleh tetangganya yang bernama NU, “Iya dulu pas
baru banget jualan dia keliling tuh tiap pagi, tapi capek kali ya kalo keliling
akhirnya nyewa dah tuh dia tanah yang di pinggir jalan sono trus sama dia
dibangun warung” (Wawancara dengan NU, 4 Januari 2017).
Semenjak warung NN itu selesai dibangun, jam berjualan NN pun berubah.
NN mengatakan bahwa dahulu ia berjualan saat pagi hari. Namun semenjak
warungnya selesai dibangun atau tepatnya sejak bulan September tahun 2016 NN
memutuskan berjualan pada malam hari. NN beralasan bahwa akan lebih banyak
pembeli yang datang sebab saat malam hari sudah hampir tidak ada yang
berjualan sehingga NN tidak memiliki banyak pesaing.
Selama berjualan, NN tidak menampik apabila dirinya kerap mengalami
kekerasan seksual dari pembelinya seperti disentuh. Pembelinya itu mayoritas
merupakan lawan jenis dengan pekerjaan yang beragam seperti supir taxi maupun
tukang ojek.
“Ya kalo dagang uduk kan saya malem biasanya dari magrib sampe jam 12
malem malahan suka lewat, ya kadang suka aja digangguin kayak dicolek
atau digoda-godain gitu tapi cuekin aja lah. Itu juga kan udah resiko saya
dagang malem” (Wawancara dengan NN, 4 Januari 2017).
69
Penghasilan yang diperoleh NN selama sehari tidak menentu tergantung
ramai tidaknya pembeli, namun setidaknya NN bisa mendapat penghasilan Rp
100.000,- sampai Rp 200.000,- per harinya. Dari penghasilan yang diperolehnya
tersebut ia gunakan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari, “Buat makan,
buat jajan anak yang kecil sekali minta kan 5-10 ribu, air, listrik.” (Wawancara
dengan NN, 4 Januari 2017). Selain itu berdasarkan hasil observasi penulis
walaupun penghasilan NN tidak terlalu besar, namun NN memiliki peralatan
rumahtangga yang terbilang lengkap seperti televisi berwarna, dvd player dan
kipas angin. Dalam hal mencari nafkah NN tidak sendirian sebab tiga dari lima
orang anaknya telah memiliki pekerjaan sehingga NN sedikit merasa terbantu
apabila sedang tidak memiliki uang ia bisa meminta kepada anak-anaknya
tersebut. Uang yang NN minta pun biasanya digunakan hanya untuk membeli
makan bagi dirinya dan kelima anak-anaknya.
Dari pernyataan NN di atas terlihat bahwa NN memiliki kemandirian secara
ekonomi yang ia peroleh semenjak masih berusia remaja dan berimplikasi pada
saat dirinya sudah menikah dan bahkan setelah berpisah dengan suaminya akibat
meninggal dunia. Walaupun NN merasa mengalami kesulitan secara ekonomi
pasca berpisah dengan suaminya sebab uang yang dimiliki NN terus berkurang
karena membiayai pengobatan suaminya akibab penyakit stroke, tetapi NN
mampu mengelola perekonomian keluarganya dengan baik dan itu dapat dilihat
dari strategi yang digunakan oleh NN dalam berjualan.
70
c) Ibu Tunggal RN
Informan ketiga yang masuk ke dalam kategori strategi konsolidasi yaitu ibu
tunggal berinisial RN. Berikut aspek-aspek strategi konsolidasi RN:
Tabel III.B.3 Matriks Informan RN
Kapabilitas
Aset Kegiatan
Tampak Tidak
Tampak
Saat Ada
Suami
Setelah Tidak
Ada Suami
- Tidak ada anak yang bekerja.
- Mampu menggunakan modal
untuk berjualan pulsa.
- Terkadang meminjam uang
ke teman untuk biaya
transportasi.
- Penghasilan digunakan untuk
makan, biaya sekolah anak,
biaya rumahtangga, dan
membayar kredit motor.
- Motor.
- Kalung
emas.
- Pendidikan
akhir SMK.
- Memiliki
keterampil-
an meng-
gunakan
komputer.
- Bekerja
sebagai
pegawai
percetakan.
- Tidak
punya
usaha
sampingan
- Bekerja sebagai
pegawai SPBU.
- Memiliki usaha
sampingan yaitu
berjualan pulsa.
RN merupakan anak sulung dari ibu tunggal NN. RN berpisah dengan
suaminya akibat perceraian. Semenjak bercerai dengan mantan suami dua tahun
silam, RN memutuskan untuk tinggal bersama dengan ibunya yaitu NN. Dalam
hal kepemilikan tempat tinggal, RN sebenarnya memiliki sebuah rumah yang ia
bangun bersama dengan mantan suaminya, namun karena terdapat konflik antara
RN dengan mantan ibu mertuanya maka rumah RN tersebut diambil alih oleh
mantan ibu mertuanya tersebut yang kemudian dijadikan sebuah kontrakan, “Ada
rumah tapi udah pisah ya diambil sama mertua trus sama dia dijadiin kontrakan”
(Wawancara dengan RN, 5 Januari 2017). Hal itu juga dibenarkan oleh NN selaku
orang tua dari RN.
71
“Ibu mertuanya dia mah emang begitu. Mereka pisah juga kan disuruh ibu
yang lakinya. Nah yang lakinye juga kagak ngomong apa-apaan, kagak ada
usaha buat pertahanin rumahtangga, nurut aja gitu sama ibunya”
(Wawancara dengan NN, 5 Januari 2017).
Walaupun perpisahan tersebut merupakan kenyataan buruk bagi RN, namun
RN harus terus berjuang melanjutkan kehidupannya sebab dirinya masih memiliki
dua orang buah hati yang menjadi tanggungannya saat ini. RN selalu berupaya
untuk menyibukkan diri dengan bekerja supaya tidak kembali mengingat
perpisahan dengan suaminya tersebut. Saat itu pekerjaan RN adalah sebagai
seorang pegawai di sebuah tempat percetakan di daerah Ciputat. Dua tahun
berselang setelah perpisahan dengan mantan suaminya, RN memutuskan untuk
memilih pekerjaan lain. Keputusan itu dipilih RN dengan alasan supaya dirinya
bisa mendapatkan penghasilan tetap untuk kedua buah hatinya. Namun bukan hal
yang mudah bagi RN untuk mencari pekerjaan baru, sehingga sempat terbesit di
benak RN untuk bekerja sebagai tukang ojek online. Namun takdir berkata lain,
akhirnya saat ini RN justru bekerja sebagai seorang pegawai di sebuah SPBU di
daerah Sawangan-Depok.
“Dulu saya sempet mikir apa jadi tukang Grab Bike (ojek online) aja kali ya,
abisan saya naro lamaran gak ada yang manggil. Akhirnya pas waktu itu
saya mau nyoba ke kantor Grab, saya kan lewat pom bensin di daerah
Sawangan, saya iseng aja tanya ada lowongan gak. Alhamdulillahnya ada
tuh mbak, udah aja saya coba ke kantornya trus ketemu sama kepala pom
disitu, cepet banget deh mbak prosesnya semua dilancarin. Sekarang saya
udah kerja disana ada tiga bulanan” (Wawancara dengan RN, 5 Januari
2017).
Selama bekerja sebagai pegawai SPBU, RN mengatakan bahwa tidak ada
perbedaan dalam hal pembagian jam kerja antara pegawai laki-laki dengan
pegawai perempuan, “Semua sama aja mbak gak ada yang dibedain. Kalo yang
72
cowok kebagian kerja malem ya yang cewek juga ikut kebagian kerja malem”
(Wawancara dengan RN, 5 Januari 2017). Namun RN juga tidak menampik ada
perasaan takut di dalam dirinya saat harus bekerja hingga larut malam sehingga
RN memutuskan untuk membeli sebuah sepeda motor guna menjaga keamanan
dirinya.
“Kalo motor saya baru banget ngambil kemaren karna kan saya kerja di
pom bensin kadang dapet giliran malem dari pada naik angkot jadinya saya
nyicil aja motor, baru banget 2 bulan saya ngambil” (Wawancara dengan
RN, 5 Januari 2017).
Dengan pernyataan RN tersebut maka benar yang ditulis dalam sebuah
bulletin yang berjudul Perempuan Bergerak (2004) yang menyebutkan bahwa
masih banyak perempuan yang bekerja sebagai buruh yang belum mendapatkan
hak-haknya seperti fasilitas bekerja di malam hari dan jaminan keamanan serta
keselamatannya.
Selain itu, RN juga mengatakan bahwa pada saat pertama bekerja sebagai
pegawai di SPBU, RN pernah dimarahi oleh atasannya, “Pernah dimarahin dulu
pas baru masuk tapi wajar lah mbak namanya juga pegawai baru masih suka
salah-salah ya dimarahin hehe” (Wawancara dengan RN, 5 Januari 2017).
Dalam hal penghasilan karena RN masih terbilang sebagai pegawai baru
sehingga terdapat perbedaan penghasilan dengan pegawai yang telah lama bekerja
di SPBU tersebut, “Kalo sekarang kan masih training masih kecil 1,1 juta kalo
udah resmi 2,1 juta” (Wawancara dengan RN, 5 Januari 2017). Walaupun
penghasilannya tersebut sangat terbatas, tetapi RN mampu mengelola
penghasilannya tersebut dengan sangat baik. Itu tercermin dari kepemilikan
73
sepeda motor yang RN beli setelah dua bulan bekerja sebagai pegawai di SPBU
dan juga kemampuan RN untuk membeli kebutuhan sekolah kedua buah hatinya.
“Belom lama ini saya ngebeliin tablet buat anak saya soalnya sekarang
pendidikan udah makin canggih, bahan bacaan juga gak harus selalu dari
buku, bisa juga nyari dari internet. Makanya saya beliin deh tablet biar anak
makin pinter, biar kenal teknologi juga.” (Wawancara dengan RN, 5 Januari
2017).
Selain itu RN juga mampu menggunakan penghasilan yang ia miliki untuk
membuka usaha sampingan yaitu berjualan pulsa.
“Ada, jualan pulsa. Baru beberapa hari sih mulai jualannya. Modalnya
kemaren itu 200 ribu dari gaji saya. Ya lumayan lah buat nambah-nambah
hehe” (Wawancara dengan RN, 5 Januari 2017).
Keputusan RN untuk berjualan pulsa merupakan keinginannya sendiri.
Menurut RN, selain karena modalnya yang tidak terlalu besar, berjualan pulsa
juga bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja. Hanya bermodalkan handphone
pribadinya RN sudah bisa berjualan pulsa. Menurut penuturan RN dirinya
berjualan pulsa hanya kepada orang-orang yang sering ditemui supaya mudah
dalam proses transaksi.
Dalam kasus RN karena dirinya telah bekerja semenjak masih bersama
dengan suami maka saat dirinya harus menerima kenyataan pahit berupa berpisah
dengan suaminya akibat perceraian, RN tidak begitu terpuruk dalam hal ekonomi.
Itu terlihat dari cara RN yang mengubah jenis pekerjaannya dan juga dengan RN
mengolah penghasilannya untuk membuka usaha sampingan guna menambah
penghasilan keluarganya.
74
Secara keseluruhan ibu tunggal yang termasuk ke dalam kategori strategi
konsolidasi memiliki kapabilitas, aset, dan kegiatan yang lebih baik dibandingkan
ibu tunggal pada strategi sebelumnya. Mereka mampu mengelola perekonomian
keluarganya dengan baik dan itu tercermin dari usaha sampingan yang mereka
miliki. Dari usaha sampingan yang mereka miliki itu pun kemudian berdampak
pada kepemilikan aset. Ibu tunggal kategori ini juga memiliki kegiatan yang
beragam seperti pengajian dan arisan, di mana kegiatan tersebut merupakan
aktvitas fisik guna memperluas jaringan untuk dapat terus eksis sebagai seorang
ibu tunggal serta membantunya dalam penghidupan rumahtangga.
3. Strategi Akumulasi (Accumulation Strategy)
Menurut White yang tergolong ke dalam strategi akumulasi yaitu yang
mampu mendayagunakan kemampuannya guna memupuk modal dan
meningkatkan kesejahteraannya dalam jangka panjang. Rumahtangga akumulasi
memiliki kontrol atas sumberdaya lahan yang luas dan modal yang luas. Selain itu
juga berani mengambil resiko serta tanggap atas segala peluang yang mungkin
didapat. Dari sepuluh informan yang penulis temui, hanya terdapat dua ibu
tunggal yang masuk ke dalam kategori strategi akumulasi yaitu GN dan YN.
a) Ibu Tunggal GN
Informan pertama yang masuk ke dalam kategori strategi akumulasi yaitu
ibu tunggal berinisial GN. Berikut aspek-aspek strategi akumulasi GN:
75
Tabel III.C.1 Matriks Informan GN
Kapabilitas
Aset Kegiatan
Tampak Tidak
Tampak
Saat Ada
Suami
Setelah Tidak
Ada Suami
- Ada anak yang bekerja
sebagai tukang ojek online
(Go-jek) dan pegawai
swalayan.
- Mampu menggunakan modal
untuk membuat usaha
konveksi.
- Mampu menggunakan
teknologi handphone untuk
mengembangkan usahanya.
- Tidak pernah meminjam
uang.
- Penghasilan digunakan untuk
biaya sekolah anak, biaya
rumahtangga, dan membayar
upah pegawai.
- Rumah.
- Tanah.
- Mesin jahit.
- Pendidikan
akhir SMP.
- Memiliki
keterampilan
menjahit.
Bekerja
sebagai
pegawai di
pabrik
konveksi.
Bekerja
sebagai
wiraswasta
dengan
membuka
usaha
menjahit.
GN bekerja dari sebelum dirinya menikah. Keputusan GN untuk bekerja
pada awalnya karena untuk membantu perekonomian keluarga sebab GN sudah
ditinggal meninggal oleh ibunya sejak duduk di bangku SD. Sehingga GN harus
menjadi tulang punggung keluarga membantu ayahnya untuk mencari nafkah bagi
adik-adiknya. Sampai akhirnya menikah, GN memutuskan untuk tetap bekerja di
sebuah pabrik konveksi dan GN bersyukur sebab suaminya saat itu tidak
melarangnya untuk bekerja. Kemandirian GN dalam ekonomi kemudian diuji
pada saat dirinya ditinggal oleh suaminya begitu saja tanpa disertai surat legalitas
perceraian yang jelas. Secara mental GN sempat terpuruk. GN memutuskan untuk
pulang ke kampung halamannya selama enam bulan untuk menenangkan diri.
Setibanya di Jakarta GN kembali bersemangat untuk melanjutkan hidup sebab
anak keduanya memberikannya hadiah berupa dua buah mesin jahit. Semenjak
76
saat itu pula GN memutuskan untuk berhenti bekerja dari pabrik konveksi dan
membuka usaha sendiri di rumahnya.
Dengan modal yang diberikan oleh anak keduanya berupa mesin jahit, saat
ini GN telah mampu mendayagunakan tenaga kerja yang tersedia di sekitar tempat
tinggalnya. GN mempekerjakan dua orang tetangganya untuk bekerja di usaha
konveksi rumahan miliknya.
“Ya bukan karyawan, temen dah gitu, ya ada 3 orang yang bantuin.
Daripada ngegosip yang gak penting kan? Jadinya saya ajak aja buat kerja
bareng” (Wawancara dengan GN, 6 Desember 2016).
Usaha yang dijalani GN dimulai sejak berpisah dengan suaminya tepatnya
sejak lima tahun lalu. Namun GN baru mempekerjakan tetangganya sekitar dua
tahun belakangan ini. Sebelumnya usaha GN hanya dibantu oleh anak
perempuannya. Dalam memberikan upah kepada tetangganya itu, GN menerapkan
sistem bagi hasil.
“Jadi kan ibu setiap kali ngejait ongkosin tiap bajunya 4 ribu, nah nanti yang
ngebantuin dapet separo harga, 2 ribu. Nah ntar nih misalnya dia bisa
ngerjain berapa baju yaudah tinggal dikali 2 ribu itu penghasilan dia”
(Wawancara dengan GN, 6 Desember 2016).
Untuk mengembangkan usahanya GN memanfaatkan teknologi yang sudah
berkembang saat ini. GN memasarkan usahanya melalui media sosial BBM
(Blackberry Messanger), “Nawarin lewat BBM ke temen-temen, ibu bilang gini:
„saya ada mesin nih 3 biji, yang mau jait di saya aja ya” (Wawancara dengan GN,
6 Desember 2016). Selama proses wawancara penulis juga mengobservasi tempat
usaha milik GN. Penulis melihat banyak sekali tumpukan bahan yang ada di
kontrakan tempat GN membuka usaha menjahitnya. Menurut penuturannya,
77
dalam seminggu orderan yang masuk bisa mencapai 1.000 bahkan 2.000 potongan
kain yang sudah disesuaikan ukuran dan polanya. Pelanggan GN biasanya berasal
dari penjual pakaian yang ada di Pasar Cipadu dan Pasar Tanah Abang. Usaha
menjahit yang dijalani oleh GN ini hanya melayani jasa menjahit. GN tidak
menerima pekerjaan menjahit apabila harus membuatnya dari dasar seperti
membuat pola, sebab keterampilan menjahit yang dimiliki oleh GN didapatkannya
secara otodidak saat masih bekerja di sebuah pabrik konveksi dan bukan berasal
dari sebuah kursus menjahit.
“Dulu saya belajar ngejaitnya sendiri pas masih kerja di pabrik. Kalo lagi
jam istirahat saya nyoba-nyoba aja ngejait sendiri trus lama-lama bisa. Tapi
ya itu namanya juga belajar sendiri jadi ngertinya cuma ngejait, gak ngerti
kalo disuruh bikin pola gitu” (Wawancara dengan GN, 6 Desember 2016).
Walaupun saat ini kehidupan GN sudah terbilang baik, kenyataannya dahulu
saat GN bekerja di pabrik konveksi GN sering mengalami ketidakadilan gender
antara pegawai laki-laki dengan pegawai perempuan. Misalnya saja dalam hal
pembagian upah.
“Pernah dulu waktu ibu masih kerja di konveksi. Kalo lagi lembur biasanya
uang lemburnya dibedain. Bedanya bisa nyampe 50, kadang 100, malahan
bisa nyampe 200” (Wawancara dengan GN, 6 Desember 2016).
Dalam penuturannya, GN tidak dapat berbuat banyak terhadap hal tersebut
sebab itu merupakan peraturan yang berasal dari kepala pabrik. Selain perbedaan
upah, GN juga sering berurusan dengan kepala pabrik yang disebabkan oleh tidak
diberikan kesempatan izin cuti untuk mengambil rapot anak-anaknya. Sehingga
setiap pembagian rapot, GN memilih untuk tidak bekerja walaupun GN
78
mengetahui kalau dirinya akan diberikan sanksi oleh kepala pabrik di hari
berikutnya.
“Dulu juga waktu kerja di pabrik ibu sering bolos kalo anak lagi ambil
rapot. Ya abisan gimana yak, saya udah izin juga gak dikasih, yaudah
mendingan saya bolos aja. Anak kan lebih penting dari kerjaan”
(Wawancara dengan GN, 6 Desember 2016).
Karena banyaknya permasalahan yang diterima oleh GN selama bekerja di
pabrik konveksi serta karena adanya perpisahan antara dirinya dengan sang suami
maka hal itulah yang pada akhirnya menyebabkan GN saat ini bisa menjadi
seorang wiraswasta yang terbilang sukses di sekitar tempat tinggalnya. GN
beranggapan bahwa kehidupannya yang dahulu menjadi sebuah pelajaran yang
sangat berarti sehingga GN selalu berupaya untuk memperbaiki diri setiap harinya
agar pengalamannya yang dahulu tidak terjadi lagi saat ini.
Dari penghasilan yang GN peroleh dari usaha menjahitnya tersebut
digunakan untuk membiayai sekolah anak bungsunya, biaya rumahtangga seperti
listrik dan air, serta membayar upah pegawainya, “Kan saya masih ada
tanggungan anak yang bontot yang masih saya biayain, trus bayar nih kontrakan,
listrik, air kan saya yang bayar” (Wwawancara dengan GN, 6 Desember 2016).
Di keluarganya GN tidak bekerja seorang diri sebab dari kelima anak yang
ia miliki, empat diantaranya sudah bekerja. Untuk anak pertama dan anak
ketiganya sudah berkeluarga sehingga tidak lagi satu atap dengan GN. Sementara
anak keduanya yang juga merupakan pemberi modal berupa mesin jahit kepada
GN, saat ini bekerja sebagai tukang ojek online sejak setahun silam. Sedangkan
79
anak keempat GN baru lima bulan bekerja sebagai pegawai di sebuah toko
swalayan.
Dari kehidupan yang dijalani oleh GN tersebut terlihat ada masa-masa
dimana GN mengalami permasalahan baik itu berupa permasalahan pernikahan,
perekonomian, dan permasalahan di tempatnya bekerja. Namun GN memiliki
kapabilitas lebih untuk memperbaiki permasalahan dan kesalahan yang pernah ia
alami agar tidak terjadi lagi di kemudian hari. Hal tersebut terbukti dari strategi
yang ia pilih dan kemudian berdampak pada kehidupannya saat ini yang sudah
lebih baik dari sebelumnya. Bahkan dari kapabilitas dan aset yang GN miliki, ia
juga mampu membantu perekonomian tetangganya dengan mendayagunakan
tetangganya tersebut untuk bekerja di usaha yang ia miliki.
b) Ibu Tunggal YN
Informan kedua yang masuk ke dalam kategori strategi akumulasi yaitu ibu
tunggal berinisial YN. Berikut aspek-aspek strategi akumulasi YN:
Tabel III.C.2 Matriks Informan YN
Kapabilitas
Aset Kegiatan
Tampak Tidak
Tampak
Saat Ada
Suami
Setelah Tidak Ada
Suami
- Ada anak yang bekerja
sebagai pegawai di
perusahaan penjual
daging.
- Tidak pernah meminjam
uang.
- Penghasilan digunakan
untuk makan, biaya
sekolah anak, biaya
rumahtangga, dan
membayar upah pegawai.
- Rumah.
- Motor.
- Mobil
truck.
- Gudang
kosong.
Pendidikan
akhir SMP.
- Tidak
bekerja.
- Mengikuti
kegiatan
pengajian
dan arisan.
- Bekerja dengan
melanjutkan usaha
mantan suami yaitu
penyewaan truck.
- Memiliki pekerjaan
sampingan yaitu
sebagai supir antar
jemput keponakan.
- Mengikuti kegiatan
pengajian, arisan,
dan menjadi kader
di posyandu.
80
Dari aset yang YN miliki yaitu berupa gudang yang berisi besi tua dan tiga
buah mobil truck, saat ini yang tersisa hanya sebuah gudang kosong dan sebuah
mobil truck. Seluruh aset tersebut habis terjual yang disebabkan untuk membiayai
pengobatan almarhum suaminya tiga hari sebelum dinyatakan meninggal dunia.
Dari aset yang tersisa yaitu sebuah mobil truck, YN kembali berusaha untuk
menjalani usaha almarhum suaminya tersebut yaitu berupa penyewaan mobil
truck untuk mengangkut barang. YN mempercayakan adik iparnya sebagai supir
karena adik iparnya tersebut pernah melakukan pekerjaan tersebut saat suaminya
masih hidup.
“Sekarang truck ade ipar yang ngejalanin karna kan emang dia udah dari
dulu narik bareng sama almarhum jadi saya percayain dah sekarang sama
dia. Ntar tiap 2 minggu sekali nyetor ke saya” (Wawancara dengan YN, 20
Desember 2016).
Perubahan perekonomian keluarga YN pasca suaminya meninggal dapat
disebabkan oleh tidak adanya persiapan YN secara ekonomi sebelumnya. Hal itu
bisa saja dimungkinkan karena adanya larangan dari suaminya yang melarang YN
untuk bekerja saat itu.
“Dulu pernah kerja di percetakan, tapi abis nikah kata almarhum lebih baik
di rumah aja ngurus keluarga sama anak-anak, apalagi pas dapet si kembar
kan repot” (Wawancara dengan YN, 20 Desember 2016).
Dalam hal ini sangat jelas terlihat dampak negatif dari subordinasi yang
dilakukan oleh suami YN semasa hidup yaitu tidak adanya kemandirian YN
dalam hal ekonomi. YN tidak tahu apa yang harus ia kerjakan untuk memperoleh
penghasilan selain melanjutkan usaha almarhum suaminya tersebut. Hingga
81
akhirnya salah seorang keluarganya meminta YN menjadi supir antar jemput
sekolah untuk keponakannya.
“Ya palingan bantu emak di warung sama anter jemput sekolah ponakan
daripada nunggu setoran doang 2 minggu sekali, yakan? Lagian lumayan
juga duitnya dari nganter ponakan bisa nambahin duit bulanan hahaha”
(Wawancara dengan YN, 20 Desember 2016).
Penghasilan yang diperoleh dari pekerjaannya sebagai supir antar jemput
yaitu sebesar Rp 400.000,- per bulan. Sedangkan penghasilan yang diperoleh dari
usaha penyewaan mobil truck yaitu sebesar Rp 2.000.000,- per dua minggu.
Namun penghasilan yang diperoleh dari penyewaan mobil truck tersebut tidak
menentu, tergantung dari setoran yang diberikan oleh adik iparnya. Sehingga
apabila diakumulasikan setidaknya selama sebulan YN bisa memperoleh
penghasilan Rp 4.500.000,-.
Dari dua penghasilan yang diperolehnya tersebut, YN gunakan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolah anak.
“Buat dapur, listrik, sama jajan anak yang mondok ya tau sendiri dah
namanya mondok kan keluar uang banyak buat beli kitab, seragam apa kan”
(Wawancara dengan YN, 20 Desember 2016).
Selain itu penghasilan YN juga biasa digunakan untuk membantu orang tua
almarhum suaminya. Setiap minggunya YN selalu mengupayakan untuk melihat
kondisi mertuanya tersebut. Dalam kunjungannya, YN biasa membawa uang atau
pun beras. Dari penuturan tetangga sekitar rumahnya YN memang dikenal sebagai
seorang yang dermawan. Walaupun setelah kepergian almarhum suaminya tiga
tahun silam telah membuat keadaan perekonomian YN mengalami perubahan
yang sangat drastis namun YN selalu berupaya untuk membantu keluarga atau
82
tetangga di sekitar rumahnya. Untuk acara hajatan saja YN biasa memberikan
“amplop” sebesar Rp 400.000,- bahkan Rp 500.000,- ditambah dengan makanan
ringan untuk menambah hidangan di acara hajatan tetangganya tersebut. Di
wilayah rumahnya YN juga terkenal sebagai ibu tunggal yang aktif di berbagai
macam kegiatan seperti kegiatan arisan, pengajian, dan kegiatan rutin posyandu
yang diadakan setiap bulannya. Disana YN bertugas sebagai seorang kader yang
membantu petugas kesehatan dari Kelurahan untuk memeriksa pasien. Hal
tersebut juga dibenarkan oleh tetangga YN yang bernama NE:
“Iya dia mah sering ikut acara apaan bae’ dah. Kalo tiap bulan nih pasti jadi
kader di posyandu yang bantuin dokternya. Dia orangnya gak pelit kalo
sama tetangga apalagi sama keluarga, biar kata sekarang udah gak kayak
dulu yang usahanya maju bener tapi masih aja dia suka ngasih apa gitu ke
tetangga” (Wawancara dengan NE, 20 Desember 2016).
Dalam mencari nafkah YN tidak sendirian, pasalnya dua dari empat
anaknya telah memiliki pekerjaan. Walaupun YN tidak pernah meminta uang
kepada anak-anaknya tetapi kedua anaknya yang telah bekerja itu sering kali
memberikan uang atau membelikan kebutuhan rumahtangga seperti sabun,
shampoo, dll. Walaupun saat ini YN hidup tanpa suami, namun YN merasa
bersyukur karena masih dikelilingi oleh keluarga serta anak-anak yang perhatian
kepada dirinya ditambah dengan berbagai aktivitas yang ia lakukan dapat
mengurangi rasa kesepian pasca ditinggal almarhum suami.
83
B. Ketidakadilan Gender Pada Strategi Penghidupan Rumahtangga Ibu
Tunggal
Ketidakadilan gender bisa terjadi dimana pun, kapan pun, dan oleh siapa
pun. Umumnya yang terjadi di masyarakat perempuan lah yang menjadi korban
dari ketidakadilan gender karena adanya konstruk kultural dimana perempuan
selalu dianggap tidak rasional, emosional, lemah lembut sedangkan laki-laki
dianggap memiliki sifat rasional, kuat atau perkasa (Fakih, 2016:12). Dari adanya
pandangan tersebut kemudian memunculkan berbagai macam ketidakadilan
gender berupa subordinasi, beban ganda (double burden), marginalisasi, dan
kekerasan. Permasalahan ketidakadilan gender itu juga penulis temui pada ibu
tunggal yang menjadi informan dalam penelitian ini. Berikut penjelasannya:
a) Strategi Bertahan Hidup (Survival Strategy)
Pada ibu tunggal yang termasuk ke dalam tipologi strategi bertahan hidup
mayoritas mengalami ketidakadilan gender berupa beban ganda dan ada pula
seorang ibu tunggal yang mengalami ketidakadilan gender berupa subordinasi
yang seluruhnya dialami saat masih hidup bersama dengan suami dan suaminya
lah yang melakukan tindak ketidakadilan gender tersebut.
Empat dari lima ibu tunggal dalam tipologi ini memang memutuskan untuk
bekerja di ranah publik untuk membantu perekonomian keluarga sejak masih
hidup bersama dengan suami. Namun itikad baik dari ibu tunggal tersebut
kemudian disalahgunakan oleh suaminya saat itu dimana sebelum dan sesudah ibu
tunggal bekerja di ranah publik, dirinya juga masih harus melakukan pekerjaan
domestik seperti menyapu, mengepel, memasak, dan mengurus anak seorang diri
84
tanpa dibantu oleh suami. Beban tersebut kemudian semakin bertambah pasca
berpisah dengan suaminya pasalnya saat ini perekonomian keluarga sepenuhnya
ditanggung oleh ibu tunggal seorang diri. Tetapi kemudian ketidakdilan gender
tersebut memunculkan kapabilitas dari dalam diri ibu tunggal khususnya yang
berinisial IS yang “memanfaatkan” beban gandanya tersebut untuk memenuhi
kebutuhan rumahtangganya dengan cara mengikuti kegiatan arisan saat ia sedang
bekerja di ranah publik. Hal tersebut dilakukan oleh IS selain untuk bersilaturahim
juga sebagai bentuk tabungan perekonomian keluarganya dan hasil dari tabungan
itu ia gunakan untuk modal usaha yang ia jalani yaitu berjualan bubur ayam.
Sementara dalam kasus ketidakadilan gender berupa subordinasi ditemui
pada ibu tunggal berinisial BA. BA mengalami subordinasi berupa tidak
diberikannya kesempatan untuk bekerja di ranah publik. Tidak ada perlawanan
sedikit pun akan hal tersebut karena BA menganggap hal itu wajar dilakukan oleh
seorang suami kepada istri. Tetapi kemudian subordinasi tersebut berdampak pada
kehidupan rumahtangga BA pasca berpisah dengan suaminya. Dimana dirinya
mengalami kesulitan ekonomi dan karena dirinya tidak terbiasa untuk mencari
nafkah maka saat berpisah dengan suami, BA tidak tahu apa yang harus ia
lakukan guna menghidupi keempat anak-anaknya. Sehingga strategi yang
dilakukan oleh BA untuk menghidupi keluarganya yaitu dengan mendayagunakan
sumberdaya eksternal berupa mengandalkan bantuan dari para tetangganya
sebelum akhirnya BA memutuskan untuk bekerja melanjutkan profesi mantan
suaminya yaitu sebagai seorang pemulung.
85
b) Strategi Konsolidasi (Consolidation Strategy)
Pada ibu tunggal yang termasuk ke dalam tipologi strategi konsolidasi
ditemukan tiga jenis ketidakadilan gender yaitu beban ganda, kekerasan ekonomi,
dan subordinasi. Sama seperti ibu tunggal pada strategi sebelumnya dimana ketiga
ibu tunggal yang masuk ke dalam strategi konsolidasi mayoritas mengalami
ketidakadilan gender berupa beban ganda semenjak masih bersama dengan
suaminya. Namun karena ibu tunggal dalam strategi ini memiliki kapabilitas yang
lebih dibandingkan ibu tunggal pada strategi sebelumnya maka dengan mereka
mengalami beban ganda, mereka memutuskan untuk berhenti dari tempat ia
bekerja dan membuka usaha di rumahnya seperti berjualan pulsa, berjualan nasi
uduk, dan berjualan warung kelontong. Hal itu dilakukan oleh mereka karena
selain untuk mengurangi beban ganda yang mereka alami juga untuk menambah
penghasilan keluarga sebelum dan sesudah berpisah dengan mantan suami.
Sementara untuk ketidakadilan gender berupa kekerasan ekonomi dialami
oleh seorang ibu tunggal berinisial EM yang dimana dirinya sudah tidak
mendapatkan nafkah dari mantan suaminya pasca berpisah. Tindakan mantan
suaminya tersebut dalam perspektif gender Fakih juga disebut sebagai menahan
atau tidak memberikan pemenuhan nafkah kepada korban. Hal itu juga sejalan
dengan UU Nomer 1 Tahun 1974 Pasal 41 huruf b dan c Tentang Perkawinan
yang menyebutkan:
“… b) Bapak yang bertanggung-jawab atas semua biaya pemeliharaan dan
pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak
dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa
ibu ikut memikul biaya tersebut; c) Pengadilan dapat mewajibkan kepada
86
bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan
sesuatu kewajiban bagi bekas isteri”
(http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_1_74.htm)
Dengan adanya ketidakadilan gender tersebut maka kemudian ibu tunggal
dalam tipologi ini memanfaatkan waktu luang di tengah-tengah aktivitasnya
bekerja mencari nafkah untuk mengikuti kegiatan pengajian dan arisan. Sama
seperti ibu tunggal berinisial IS pada strategi sebelumnya, kegiatan pengajian dan
arisan tersebut selain berfungsi untuk silaturahim juga untuk kegiatan menabung.
Dari penghasilan yang mereka peroleh dari arisan tersebut kemudian digunakan
untuk modal usaha dan membuka asuransi pendidikan bagi anaknya.
Kemudian untuk ketidakadilan gender subordinasi dialami oleh RN yang
berasal dari tempat ia bekerja berupa diskriminasi terhadap pemilihan jam kerja
yang dimana tidak diberikannya jaminan keamanan dan fasilitas bekerja di malam
hari yang dapat membahayakan dirinya. Hal tersebut kemudian berdampak pada
kepemilikan aset berupa kendaraan bermotor yang dibeli oleh RN dari
penghasilannya ia bekerja karena tempat RN bekerja tidak memberikan jaminan
keamanan dan fasilitas bekerja di malam hari.
c) Strategi Akumulasi (Accumulation Strategy)
Pada ibu tunggal yang termasuk ke dalam tipologi strategi akumulasi
ditemukan dua jenis ketidakadilan gender yaitu beban ganda dan subordinasi.
Untuk beban ganda masih sama seperti ibu tunggal pada strategi sebelumnya yaitu
selain bekerja di ranah domestik juga bekerja di ranah publik. Namun yang
menjadi berbeda yaitu terletak pada ketidakadilan gender berupa subordinasi. Dari
87
kedua ibu tunggal yang masuk dalam tipologi ini, keduanya mengalami
subordinasi dari sumber yang berbeda.
Untuk ibu tunggal berinisial GN ia mengalami subordinasi yang berasal dari
bos tempat ia bekerja dimana dirinya mengalami perbedaan upah antara pegawai
laki-laki dan pegawai perempuan. Dari adanya subordinasi tersebut kemudian
berdampak pada pengunduran dirinya dari tempat ia bekerja dan membuka usaha
di rumahnya berupa jasa menjahit. Dari usahanya tersebut GN juga mampu
menambah aset berupa tanah seluas 50m. Selain itu GN juga mampu membuka
lapangan pekerjaan bagi tetangga yang ada di sekitar tempat tinggalnya.
Sementara YN mengalami subordinasi yang berasal dari ranah domestik dan
mantan suaminya lah yang menyebabkan dari adanya subordinasi tersebut. Dalam
kasus YN subordinasinya yaitu tidak diperkenankannya YN untuk bekerja di
ranah publik karena saat itu suaminya masih menganut pemikiran lama yaitu
suami bekerja mencari nafkah dan istri mengurus rumahtangga. Tetapi beban
ganda yang dialami oleh YN tersebut dimanfaatkannya untuk mengikuti kegiatan
yang ada di lingkungan tempat tinggalnya seperti arisan, pengajian, dan bahkan
YN ditunjuk sebagai kader pada posyandu yang ada di dekat tempat tinggalnya.
Dari kegiatan yang ia lakukan itu berdampak pula pada kepedulian yang
ditunjukkan oleh tetangganya berupa bantuan tenaga pada saat suami YN
meninggal dunia.
88
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka kesimpulan yang diperoleh yaitu ibu
tunggal yang ada di Kelurahan Serua Kota Depok Jawa Barat memiliki latar
belakang status perceraian, pendidikan, pekerjaan, dan ketidakadilan gender yang
beragam. Keempat hal tersebut yang pada akhirnya mempengaruhi kapabilitas,
aset, dan kegiatan yang dilakukan oleh ibu tunggal yang kemudian juga
berdampak pada kategorisasi penghidupan rumahtangga ibu tunggal seperti yang
dijelaskan oleh White yaitu strategi bertahan hidup, strategi konsolidasi, dan
strategi akumulasi.
Secara garis besar ibu tunggal di Kelurahan Serua Kota Depok Jawa Barat
termasuk dalam kategorisasi strategi bertahan hidup. Ibu tunggal yang termasuk
ke dalam tipologi ini berjumlah 5 orang yang terdiri dari BA, US, IS, NR, dan
SW. Hal itu disebabkan oleh kapabilitas yang dimiliki oleh ibu tunggal tersebut
masih sangat rendah. Itu tercermin dari penghasilan yang mereka peroleh hanya
bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti makan dan biaya
transportasi. Bahkan mereka juga sering meminjam uang kepada orang yang
berada di sekitarnya untuk membeli makan sebab penghasilan yang mereka
peroleh sangat minim. Selain untuk biaya makan, uang pinjaman tersebut juga
biasa mereka gunakan untuk biaya pendidikan anak. Namun ada pula ibu tunggal
yang mengakali pemenuhan kebutuhan hariannya dengan menjual barang-barang
temuan dari hasil mencari rongsokan. Dalam hal kepemilikan aset tampak
89
(tangible assets), ibu tunggal yang termasuk dalam kategori strategi bertahan
hidup memiliki tempat tinggal berupa rumah sederhana dan gerobak yang
bersumber dari peninggalan keluarga. Sedangkan untuk aset tak tampak
(intangible assets) ibu tunggal yang masuk dalam kategori ini tidak memiliki
keterampilan apapun, untuk pendidikan saja mayoritas mereka hanya mampu
menyelesaikan hingga tingkat SMP bahkan ada ibu tunggal yang sama sekali
tidak pernah mengenyam pendidikan. Kemudian dalam hal pekerjaan yang
digeluti oleh ibu tunggal kategori ini mayoritas memilih untuk bertahan dengan
jenis pekerjaan yang sama seperti sebelum berpisah dengan suami. Itu pula yang
pada akhirnya mengakibatkan tidak adanya peningkatan dalam hal ekonomi pada
ibu tunggal pasca berpisah dengan suami. Selanjutnya dalam analisis gender, pada
ibu tunggal kategori ini mayoritas mengalami ketidakadilan gender berupa: 1)
beban ganda karena selain mengurus rumah juga harus bekerja di sektor publik
untuk mencari nafkah keluarga, 2) subordinasi yaitu diskriminasi dalam
pengambilan keputusan berupa tidak diperkenankan untuk bekerja saat masih
bersama dengan suami.
Berikutnya yaitu ibu tunggal yang termasuk dalam tipologi strategi
konsolidasi berjumlah 3 orang yang terdiri dari EM, NN, dan RN. Mereka masuk
ke dalam tipologi strategi konsolidasi sebab memiliki pekerjaan atau usaha
sampingan guna menambah sumber penghasilan. Penghasilan yang mereka
peroleh bisa digunakan selain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari juga
digunakan untuk membeli kendaraan dan membuat asuransi pendidikan anak.
Dalam hal kepemilikan aset tampak (tangible assets) dapat terlihat dari peralatan
90
rumahtangga yang mereka miliki seperti televisi berwarna, kulkas, kalung emas,
motor dan rumah. Sementara untuk aset tak tampak (intangible assets) ibu tunggal
yang masuk ke dalam kategori ini mayoritas menyelesaikan pendidikannya hingga
tingkat SMA sehingga mereka memiliki kemampuan dalam penggunaan
handphone dan komputer. Selain itu ada juga ibu tunggal yang pernah mengikuti
kursus menjahit. Kemudian dalam hal pekerjaan ketiga ibu tunggal ini mengalami
perubahan jenis pekerjaan sebelum dan sesudah berpisah dengan suami.
Perubahan jenis pekerjaan itu dipilih supaya ada peningkatan perekonomian dan
itu tercermin dari aset yang mereka miliki. Dalam analisis gender, ketiga ibu
tunggal yang masuk dalam kategori ini pernah mengalami ketidakadilan gender
berupa: 1) subordinasi yaitu diskriminasi dalam pengambilan keputusan seperti
diskriminasi dalam pemilihan jam kerja yang membahayakan diri ibu tunggal, 2)
kekerasan ekonomi seperti tidak adanya pemberian nafkah pasca berpisah
sedangkan dalam UU tentang perkawinan masih mewajibkan mantan suami untuk
memberikan nafkah kepada mantan istri dan anak.
Terakhir yaitu ibu tunggal yang termasuk dalam tipologi strategi akumulasi.
Ibu tunggal yang masuk dalam tipologi ini berjumlah 2 orang yaitu GN dan YN.
Mereka masuk ke dalam kategori strategi akumulasi karena tercermin dari
kemampuan mereka dalam meningkatkan kesejahteraan baik untuk dirinya,
keluarganya, bahkan masyarakat yang ada di sekelilingnya. Untuk meningkatkan
kesejahteraannya itu ibu tunggal berusaha untuk mengembangkan usaha yang
telah dimiliki dengan memanfaatkan perkembangan teknologi saat ini seperti
menggunakan BBM (Blackberry Messanger) dan juga mendayagunakan tenaga
91
kerja yang tersedia di sekitarnya. Dalam hal penghasilan ibu tunggal dengan
kategori ini selain mampu memenuhi kebutuhan hariannya juga mereka mampu
membayar upah tenaga kerja yang bekerja pada mereka. Kemudian untuk
kepemilikan aset tampak (tangible assets) mereka memiliki aset yang lebih
beragam dibandingkan ibu tunggal sebelumnya yaitu berupa rumah, tanah, mobil
truck, motor, dan mesin jahit. Sementara untuk aset tak tampak (intangible assets)
mereka memiliki keterampilan menjahit serta mampu bersosialisasi dengan baik
dengan masyarakat dan itu tercermin dari kegiatan yang diikuti di sekitar tempat
tinggalnya yaitu menjadi kader di kegiatan posyandu, arisan, dan pengajian.
Meskipun kehidupan mereka sudah terbilang baik, tetapi mereka juga pernah
mengalami ketidakadilan gender berupa subordinasi seperti diskriminasi dalam
upah lembur, dan diskriminasi yang dilakukan dalam keluarga yaitu dilarang
bekerja yang kemudian berdampak pada perekonomian keluarga pasca berpisah
dengan suami.
B. Saran
Dari kesimpulan hasil penelitian yang telah diuraikan di atas, maka penulis
akan memberikan beberapa saran seperti berikut:
1. Bagi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(KPPPA) untuk memberikan pelatihan keterampilan gratis bagi ibu
tunggal khususnya yang berasal dari kalangan tidak mampu agar mereka
dapat memiliki perekonomian yang lebih baik hasil dari ilmu
keterampilan yang mereka peroleh dari KPPPA.
92
2. Bagi Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Depok untuk membantu
mengembangkan industri kecil yang dimiliki oleh ibu tunggal dengan
cara memberikan fasilitas berupa modal, kemampuan dalam produksi,
pemasaran, dan pengelolaan keuangan.
3. Bagi Dinas Pendidikan Kota Depok untuk membantu anak-anak dari ibu
tunggal yang berasal dari kalangan tidak mampu untuk memberikan
beasiswa agar mereka dapat menyelesaikan pendidikannya hingga tingkat
SMA bahkan perguruan tinggi.
3. Bagi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Depok untuk
mendata kembali jumlah ibu tunggal yang berada di wilayah Kota Depok
sebab masih terdapat banyak kasus ibu tunggal akibat ketiadaan legalitas
perceraian yang jelas yang belum masuk ke dalam data kependudukan.
Jika ibu tunggal yang mengalami kasus tersebut tidak terdata oleh
DISDUKCAPIL maka ditakutkan akan menimbulkan permasalahan
lainnya seperti pernikahan sirih dan anak tidak memiliki akte kelahiran.
4. Bagi peneliti berikutnya untuk menggali lebih dalam pembahasan dengan
menambah subjek penelitian seperti dinas terkait yang sudah dijelaskan
di atas dan bos atau majikan tempat ibu tunggal bekerja untuk
mengetahui kinerja ibu tunggal saat sedang mencari nafkah. Dengan
demikian diharapkan bagi peneliti berikutnya dapat memperoleh data
serta mengkaji tema serupa dengan lebih baik lagi dari penelitian ini.
90
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Baiquni, M. Strategi Penghidupan Di Masa Krisis: Belajar Dari Desa.
Yogyakarta: IdeAs media Yogyakarta. 2007. Balson, Maurice. Diterjemahkan oleh M. Arifin Bagaimana Menjadi Orang Tua
Yang Baik. Jakarta: Bumi Aksara. 1993.
Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Sosisal dan Ekonomi: Format-format
Kuantitatif dan Kualitatif untuk Studi Sosiologi, Kebijakan Publik,
Komunikasi, Manajemen, dan Pemasaran. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group. 2013.
-----. Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu
Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2007.
Fakih, Mansour. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. DI Yogyakarta:
INSISTPress. 2016.
Goode, William J. Sosiologi Keluarga. Jakarta: PT. Bina Aksara. 1985.
Hermawati, Ida Rosyidah. Relasi Gender Dalam Agama-Agama. Jakarta: UIN
Jakarta Press. 2013.
Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. 2013. Munti, Ratna Batara. Perempuan Sebagai Kepala Rumah Tangga. Jakarta:
Lembaga Kajian Agama dan Jender. 1999.
Narwoko, J. Dwi dan Bagong Suyanto. Sosiologi Teks Pengantar & Terapan.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2004.
Sunarto, Kamanto. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia. 2004.
Zulminarni, Nani. “Dunia Tanpa Suami: Perempuan Kepala Keluarga sebagai
Realitas yang Tidak Tercatat” dalam Jurnal Perempuan (73):51. Jakarta:
Ford Foundation. 2012.
Jurnal/Skripsi
Hidayati, Dewi Ayu. “Strategi Kelangsungan Hidup Perempuan Dalam
Memenuhi Kebutuhan Hidup Keluarga dan Jaminan Sosial Bagi Rumah
94
Tangga Miskin”. 2013. Diunduh 30 November 2016.
(http://publikasi.fisip.unila.ac.id/index.php/administratio/article/view/142)
Layliyah, Zahrotul. “Perjuangan Hidup Single Parent”. Jurnal Sosiologi Islam,
Vol. 3, No.1, April 2013 ISSN: 2089-0192. 2013. Diunduh 30 November
2016. (http://jsi.uinsby.ac.id/index.php/jsi/issue/view/6)
Rahayu, Afina Septi, Siany Indria Liestyasari dan Nurhadi. “Strategi Adaptasi
Menjadi Single Mother”. 2016. Diunduh 5 Desember 2016.
(https://eprints.uns.ac.id/30256/)
Suhardyanto, May. “Fenomena pekerja anak sebagai “pak ogah” di Kecamatan
Ciputat, Tangerang Selatan”. 2015. Diunduh 5 Desember 2016.
(http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/30443)
Susanti, Vinita. “Pembunuhan Oleh Istri Dalam Konteks Kekerasan Dalam
Rumahtangga (KDRT) (Studi Terhadap Empat Terpidana Perempuan di
Lembaga Pemasyarakatan Wanita Bandung)”. Depok: Universitas
Indonesia. 2015. Diunduh 24 Maret 2017.
(http://www.lib.ui.ac.id/daftikol2.jsp?id=127)
Sutopo, Naranda Anggraeni Nova Ayu dan Oksiana Jatiningsih. “Strategi
Bertahan Hidup Dari Ibu Tunggal Pedagang Kelas Menengah di
Surabaya”. 2015. Diunduh 1 Desember 2016.
(http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/jurnal-pendidikan-
kewarganegaraa/article/view/10811)
Tola, St. Fatimah dan Nurdin. “Strategi Pemenuhan Kebutuhan Hidup Single
Parent”. 2016. Diunduh 2 Desember 2016.
(http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=387700)
Perundang-Undangan
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 Tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. 2009. Diunduh
29 November 2016.
(http://www.bpkp.go.id/uu/filedownload/2/26/125.bpkp)
------. Undang-Undang Nomor Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. 1974.
Diunduh 29 November 2016. (http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_1_74.htm)
Sumber dari Internet
Lembar Fakta Catatan Tahunan (CATAHU) oleh Komnas Perempuan tahun 2017.
Diunduh 23 Maret 2017. (http://www.komnasperempuan.go.id/)
95
Perempuan Bergerak Membangun Komunitas Yang Egaliter. Ed. 2 (33 halaman).
Diunduh 29 Januari 2017. (http://www.kalyanamitra.or.id/bulletin/)
Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga-PEKKA. Diakses 2 Desember 2016.
(http://www.pekka.or.id/index.php/id/tentang-kami/276-pemberdayaan-
perempuan-kepala-keluarga-pekka.html)
Media Indonesia. “Daya Tampung Sekolah Negeri Di Depok Tidak Memadai”.
Diakses 14 Februari 2017.
(http://mediaindonesia.com/news/read/50891/daya-tampung-sekolah-negeri-
di-depok-tidak-memadai/2016-06-14)
Sumber dari Wawancara
Wawancara dengan BA, 5 Desember 2016.
Wawancara dengan BM, 5 Desember 2016.
Wawancara dengan EM, 8 Desember 2016.
Wawancara dengan GN, 6 Desember 2016.
Wawancara dengan IM, 29 September 2016.
Wawancara dengan IN, 5 Desember 2016.
Wawancara dengan IS, 17 Desember 2016.
Wawancara dengan MA, 8 Desember 2016.
Wawancara dengan NE, 8 Desember 2016.
Wawancara dengan NI, 29 September 2016.
Wawancara dengan NN, 4 Januari 2017.
Wawancara dengan NR, 21 Desember 2016.
Wawancara dengan NU, 4 Januari 2017.
Wawancara dengan RN, 5 Januari 2017.
Wawancara dengan SU, 4 Januari 2017.
Wawancara dengan SW, 4 Januari 2017.
96
Wawancara dengan US, 8 Desember 2016.
Wawancara dengan YN, 20 Desember 2016.
Sumber Lain
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Depok 2016.
viii
LAMPIRAN-LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
OBSERVASI
NO. HASIL OBSERVASI
1. Jenis Informasi : Hasil Pengamatan Lapangan
Hari/Tanggal : Senin, 5 Desember 2016
Waktu : 15.52 WIB
Tempat : RT 03 RW 02
Tema Observasi : Gambaran Umum Rumah Single Mother BA
Rumah single mother BA berbatasan langsung dengan Kota
Tangerang Selatan tepatnya di sebelah Klinik UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Dari gang sebelah Klinik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta penulis
masih harus menelusuri jalan kurang lebih 1 km. Setelah 1 km penulis
masih harus berbelok ke jalan sebelah kanan dan kembali menelusuri jalan
sempit dan masih banyak ditumbuhi pohon bamboo. Sehingga akhirnya
penulis berhenti dan memarkirkan kendaraan sepeda motor tepat di depan
sebuah musholah yang sedang dibangun sedangkan rumah BA tepat berada
di belakang musholah tersebut. Jalan menuju rumah BA pun menurun atau
lebih rendah dari posisi musholah dan tidak ada pilihan jalan lain selain
melewati sisi kiri musholah tersebut. Dari depan musholah terlihat bahwa
rumah BA berada di tengah-tengah kebun pepohonan rambutan dan jalan
masih berupa tanah merah. Saat penulis menuruni jalan sisi kiri musholah,
jalan setapak yang berupa tanah merah itu terasa sangat licin sebab penulis
datang disaat cuaca di sekitar baru selesai turun hujan. Saat penulis mulai
melewati jalan setapak tersebut mulai terlihat adanya sebuah gubuk yang
berisi penuh dengan tumpukan kardus dan botol plastik bekas air mineral.
Selain itu juga terlihat ada sebuah gerobak yang terparkir tepat di samping
gubuk. Tepat di belakang gubuk terlihat hanya ada dua rumah yang berdiri
disana dan salah satunya adalah rumah BA. Pada bagian depan rumah BA
dilapisi cat dinding berwarna hijau stabilo. Selain itu pada bagian depan
rumah BA juga terlihat pintu rumah yang terbuat dari bahan triplek yang
sudah mulai mengelupas dan juga di sebelah pintu terdapat jendela yang
memiliki ukuran tingginya serupa dengan ukuran tinggi pintu. Di bagian
depan rumah juga terlihat ada sedikit lahan yang ditutupi oleh pelur semen
yang digunakan BA untuk menjemur pakaian. Setelah masuk ke dalam
rumah BA yang dilihat oleh penulis pertama kali adalah alas rumahnya
yang masih berupa pelur semen. Untuk dinding bagian dalam rumah BA
juga telah dilapisi cat dengan warna serupa yaitu berwarna hijau stabilo. Di
dalam rumah BA terdapat dua kamar tidur yang dimana pintu kamar
tersebut sudah terlihat rapuh dan banyak sekali baju, sprei, dan handuk
yang menggantung di pintu kamar. Selain itu penulis juga melihat berbagai
macam perabotan rumahtangga seperti televisi berwarna yang masih
ix
berbentuk tabung dengan ukuran kecil, kipas angin yang menempel di
dinding, jam dinding, aquarium berukuran kecil, dan meja buffet berukuran
sedang untuk penyangga televisi. Di sisi kanan televisi juga terdapat sebuah
gallon air mineral. Selanjutnya di sisi kanan gallon air mineral terlihat ada
sebuah ruangan lain yang mengarah ke bagian belakang. Disitu penulis
melihat ada sebuah lemari untuk menyimpan piring dan juga ada sebuah
tabung gas 3 kg yang diletakkan di depan lemari piring tersebut. Dari sana
penulis beranggapan bahwa ruangan yang berada di bagian belakang
televisi itu merupakan ruang dapur. Selain itu saat proses wawancara
sedang berlangsung ada seorang anak BA yang berjalan menuju ruang
belakang tersebut dan tidak lama kemudian terdengar suara air mengalir
dan beberapa menit kemudian anak BA tersebut keluar seperti sehabis
mandi dan kemudian penulis kembali berspekulasi bahwa selain terdapat
sebuah dapur, di bagian belakang rumah BA juga terdapat sebuah kamar
mandi. Di ruang depan tempat penulis melakukan wawancara dengan BA,
penulis juga melihat banyak sepatu sekolah yang tersusun rapih dekat pintu
masuk rumah. Saat sedang wawancara kembali keluar dari dalam kamar
anak BA lainnya yaitu anak bungsu BA dan ia tidak menutup kembali pintu
kamar sehingga dari tempat penulis duduk yaitu ruang depan, penulis dapat
melihat bagian dalam kedua kamar tersebut. Untuk kamar depan yang
berjajar dengan pintu masuk rumah, penulis hanya bisa melihat ada sebuah
lemari pakaian yang terbuat dari kayu dan berukuran lumayan besar dan
sebuah meja belajar. Sementara di kamar yang lainnya penulis melihat ada
sebuah kasur yang berada di atas lantai tanpa memakai penyangga tempat
tidur beserta tumpukan bantal dan guling. Lampu yang digunakan di kamar
kedua tersebut yaitu menggunakan lampu gantung dengan cahaya yang
berwarna kuning. Sementara untuk lampu yang ada di ruang tengah juga
menggunakan lampu gantung dengan cahaya yang berwarna putih. Lampu
gantung dipilih sebab rumah BA tidak memiliki langit-langit sehingga
langsung terlihat kerangka atap rumah BA. Suhu ruangan BA tidak terlalu
panas karena letak rumahnya yang berada di tengah kebun pohon rambutan.
Walaupun di depan rumah BA terdapat sebuah gubuk sampah botol plastik
bekas dan kardus bekas tetapi penulis sama sekali tidak mencium aroma
yang tidak sedap selama berada di rumah BA karena BA terbilang sangat
rapih dalam menyusun barang-barang hasil rongsokannya tersebut.
2. Jenis Informasi : Hasil Pengamatan Lapangan
Hari/Tanggal : Selasa, 6 Desember 2016
Waktu : 13.17 WIB
Tempat : RT 03 RW 05
Tema Observasi : Gambaran Umum Tempat Bekerja Single Mother
GN
Tempat GN bekerja berada di dalam sebuah gang sempit padat
penduduk. Namun begitu kendaraan roda empat masih bisa melewati gang
tersebut. Tempat GN bekerja berupa kontrakan kecil yang berada tepat di
x
bawah tiang sutet (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi). Kontrakan itu
juga bersebelahan dengan tempat tinggal GN. Pada saat akan menemui GN
penulis lebih dulu melewati rumah GN. Tampak dari depan rumah GN
terlihat kecil dengan cat dinding berwarna putih. Ada sedikit lahan yang
digunakan GN sebagai teras rumah. Karena penulis melakukan wawancara
di tempat GN bekerja sehingga penulis tidak mengobservasi lebih
mendalam mengenai tempat tinggal GN. Jalan dari rumah GN ke tempat ia
bekerja hanya berjarak 100m dengan kondisi jalan masih berupa tanah
merah dan licin sebab penulis datang disaat baru selesai turun hujan.
Setibanya di tempat GN bekerja, tampak depan tempat GN bekerja atau
penulis sebut disini sebagai kontrakan terlihat sama seperti tempat tinggal
GN. Di bagian depannya terdapat sebuah teras. Saat penulis datang GN
sedang melakukan pekerjaannya sebagai penjahit sehingga pintu dan
jendela kontrakannya terbuka lebar. Kontrakannya itu terbagi atas dua
ruangan namun mesin jahit yang GN miliki dan GN gunakan untuk bekerja
disimpan ruangan paling depan sedangkan pada ruangan belakang
digunakan untuk menyimpan kain hasil jahitannya. Alas kontrakan GN
sudah memakai ubin berwarna putih. Kondisi ruangan depan terdapat tiga
buah mesin jahit yang disusun menjadi sebuah letter U. Penulis melihat
banyak potongan kain yang tersebar hampir di seluruh ruangan sehingga
dapat dikatakan bahwa kontrakan GN sangat berantakan. Selain potongan
kain juga banyak bertebaran benang gulung serta potongan benang bekas.
Disitu juga terdapat dua buah kursi plastik berwarna merah dan sebuah
kursi chitose bekas yang sudah hampir rusak karena yang tersisa dari kursi
tersebut hanya bagian dalamnya saja yaitu berupa kayu triplek. Ketiga kursi
tersebut digunakan oleh GN dan dua karyawannya untuk duduk selama
sedang menjahit. Selain itu di ruangan depan tersebut penulis juga melihat
beberapa paku yang terpasang untung menggantung hasil jahitan GN.
Sedangkan di bagian ruang belakang selain terdapat potongan kain hasil
jahitan GN, penulis juga melihat ada sebuah lemari kayu berukuran besar
yang dibiarkan kosong dan tergeletak begitu saja oleh GN. Suhu ruangan
kontrakan GN terbilang sangat panas karena tidak ada alat pendingin
ruangan seperti kipas angin walaupun jendela dan pintunya sudah terbuka
lebar.
3. Jenis Informasi : Hasil Pengamatan Lapangan
Hari/Tanggal : Kamis, 8 Desember 2016
Waktu : 10.35 WIB
Tempat : RT 02 RW 01
Tema Observasi : Gambaran Umum Rumah Single Mother EM
Tempat tinggal single mother EM terletak di dalam sebuah gang
padat penduduk yang berada tidak jauh dari jalan Serua Raya. Kondisi gang
menuju tempat tinggal EM sudah berbentuk beton sehingga penulis dapat
dengan mudah melewatinya. Walaupun demikian letak kontrakan EM
sedikit lebih rendah dibandingkan dengan jalan gangnya tersebut yang
xi
disebabkan kontrakan EM telah ada sebelum jalan gang tempat tinggalnya
itu dibuat lebih tinggi dan dibeton. Tempat tinggal EM berupa kontrakan
kecil yang di bagian depannya terdapat banyak barang jualan. Disana
penulis melihat banyak sekali makanan ringan dan minuman bubuk siap
seduh yang disusun secara menggantung di sebuah potongan kayu. Selain
itu penulis juga melihat ada beberapa gallon air mineral beserta gas 3 kg
yang tersusun rapih di teras kontrakannya. Untuk cat dinding kontrakan EM
memiliki cat dinding berwarna putih yang warnanya sudah mulai memudar.
Masuk ke dalam rumah terdapat dua ruangan. Pada ruangan pertama yaitu
ruang depan terlihat sebuah kulkas 2 pintu, televisi berwarna yang masih
berbentuk tabung dengan ukuran kecil, tas dan sepatu sekolah anak, serta
sebuah kasur lipat yang diletakkan di bagian depan ruangan kontrakan.
Sedangkan di ruangan kedua penulis tidak dapat melihat apapun sebab
terhalang oleh dinding. Untuk alas kontrakannya sudah memakai lantai
berwarna putih. Dinding di bagian ruang depan kontrakan EM banyak
terdapat coretan hasil karya anak tunggalnya yang masih duduk di bangku
kelas 2 SD. Suhu ruangan di kontrakan EM terbilang panas karena tidak
ada kipas angin serta banyaknya barang seperti kulkas, televisi, kasur, tas
dan sepatu sekolah anak yang berada di ruang depan tempat penulis
melakukan wawancara dengan EM.
4. Jenis Informasi : Hasil Pengamatan Lapangan
Hari/Tanggal : Kamis, 8 Desember 2016
Waktu : 12.54 WIB
Tempat : RT 02 RW 04
Tema Observasi : Gambaran Umum Rumah Single Mother US
Sama seperti single mother lainnya, tempat tinggal US juga berada di
dalam gang sempit padat penduduk. Namun bedanya adalah jika gang
tempat tinggal single mother yang sebelumnya masih bisa dilewati oleh
kendaraan roda empat, untuk gang tempat tinggal US hanya bisa dilewati
kendaraan roda dua. Tampak depan rumah US terlihat bahwa rumah US
menggunakan pagar berbentuk dinding dengan pintu pagar yang berbahan
dasar besi. Rumah US terlihat lebih besar jika dibandingkan dengan ketiga
single mother sebelumnya. Itu terlihat dari bentuk rumahnya yang
memanjang ke belakang. Memasuki pagar rumah US terdapat sebuah teras
yang telah memakai ubin berwarna putih serta terlihat sebuah jemuran
pakaian. Memasuki ke bagian dalam rumah penulis melihat ada sebuah
meja buffet berukuran sedang yang digunakan sebagai penyangga televisi,
televisi berwarna yang masih berbentuk tabung, dua buah jam dinding yang
satu diantaranya sudah tidak berfungsi, pajangan foto-foto keluarga, serta
kursi dan meja kayu yang dibiarkan berantakan oleh US sehingga pada saat
penulis datang, penulis duduk lesehan di tikar plastik yang sudah terpasang
disana. Dari ruang tamu, penulis bisa melihat ada sebuah meja belajar
dengan tumpukan buku. Selain itu, searah lurus dengan pandangan penulis
terlihat ada dua kamar tidur yang pintunya tertutup. Pada pintu kamar
xii
paling depan terdapat gantungan hello kitty berwarna pink yang
menunjukkan bahwa pemilik kamar tersebut adalah perempuan yang tidak
lain adalah anak tunggal dari US. Sejajar dengan arah ruang tamu atau
tepatnya di belakang kamar tidur yang kedua, penulis bisa melihat ruangan
dapur yang tidak menggunakan ubin seperti bagian rumah US yang lainnya.
Pada bagian dapur hanya beralaskan pelur semen. Dari kejauhan penulis
bisa melihat adanya kompor gas dan tabung gas 3 kg yang berada di dapur
tersebut. Pada saat wawancara sedang berlangsung sesekali terlihat tikus
yang berukuran cukup besar keluar dari meja belajar yang berada tepat di
depan kamar anak tunggal US dan mengarah ke bagian dapur. Dari
penglihatan penulis memang tidak ada pembatas seperti pintu yang
membatasi antara ruang bagian dalam dengan dapur sehingga tikus tersebut
bisa berkeliaran begitu saja di dalam rumah US. Suhu ruangan di rumah US
tidak terlalu panas dan juga tidak terlalu dingin.
5. Jenis Informasi : Hasil Pengamatan Lapangan
Hari/Tanggal : Sabtu, 17 Desember 2016
Waktu : 10.05 WIB
Tempat : Perumahan Griya Sasmita
Tema Observasi : Gambaran Umum Tempat Bekerja Single Mother
IS
IS berjualan di sebuah perumahan yang terletak tidak jauh dari
kontrakannya. IS berjualan tepat di bagian depan perumahan tersebut dekat
dengan pos satpam. Disana IS biasa meletakkan meja kayu untuk para
pelanggannya sarapan bubur ayam jualannya. Meja kayu tersebut sengaja
IS tinggalkan dekat pos satpam supaya IS tidak repot jika akan menggelar
lapak jualannya. Tidak lupa IS setiap hari membawa 4 kursi plastik untuk
tempat duduk para pelanggannya. IS biasa memulai berjualan pukul 06.00
pagi sampai pukul 11.00 siang. Setiap hari IS mendorong gerobak seorang
diri hanya terkadang di hari sabtu dan hari minggu IS ditemani anak
keduanya untuk mendorong gerobak. Di dalam gerobaknya itu selain
terdapat dandang sebagai tempat menyimpan bubur, juga terdapat dua botol
kecap manis dan dua botol bumbu cair. Selain itu juga ada tempat sendok
dan beberapa mangkok beling. IS juga selalu menyediakan styrofoam
sebagai antisipasi apabila ada pelanggan yang ingin membelinya dengan
cara dibungkus. Di dalam gerobaknya juga terdapat satu nampan berisi
jeroan ayam seperti usus, hati, ampela, dan telur burung puyuh yang sudah
IS susun dalam bentuk tusukan. Ada pula baskom plastik berukuran kecil
yang berisi dua ekor ayam dan sebuah pisau untuk memotong daging ayam
menjadi lebih kecil atau biasa disebut disiur. Ada juga dua kaleng bekas
biscuit yang IS gunakan untuk menyimpan kerupuk dan ada pula kotak-
kotak kecil berisi daun seledri, bawang goreng, kacang goreng, potongan
cakwe, dan sambal sebagai pelengkap bubur jualannya. Penulis juga
melihat adanya sebuah kaleng bekas biscuit lainnya yang IS gunakan untuk
menyimpan uang pecahan hasil jualannya. Di bagian atap gerobak IS selalu
xiii
membawa terpal untuk mengantisipasi apabila seketika turun hujan saat IS
sedang berjualan.
6. Jenis Informasi : Hasil Pengamatan Lapangan
Hari/Tanggal : Selasa, 20 Desember 2016
Waktu : 13.58 WIB
Tempat : RT 02 RW 04
Tema Observasi : Gambaran Umum Rumah Single Mother YN
Rumah YN terletak di dalam sebuah gang tidak jauh dari jalan Serua
Raya yang berjarak sekitar 100 m. Sama seperti single mother lainnya,
rumah YN terletak di tengah-tengah rumah padat penduduk. Di depan
rumahnya terdapat sebuah lapangan milik warga yang biasa digunakan oleh
anak-anak setempat untuk bermain. Dari bagian depan terlihat rumah YN
tidak menggunakan pagar hanya ada teras yang menggunakan lantai
berwarna putih. Di teras itu terdapat sebuah kirai bamboo untuk
menghalangi masuknya air hujan ke lantai teras. Selain itu di teras tersebut
juga ada sebuah motor matic berwarna merah dan juga ada sebuah jemuran
pakaian serta sebuah sofa. Masuk ke dalam rumah YN terpajang foto-foto
anak serta almarhum suaminya yang ada di ruang tamu. Di ruang tamunya
itu juga terdapat satu set meja dan kursi kayu. Selain itu di bagian langit-
langit rumah terdapat sebuah kipas angin dan sebuah lampu. Di bagian
sudut ruang tamu juga terdapat sebuah meja kecil yang di atasnya terdapat
sebuah kotak berukuran sedang berisi pajangan wayang kulit dan juga
sebuah vas bunga. Rumah YN berbentuk melebar ke samping sehingga di
bagian kiri rumahnya dipakai oleh keluarga anak sulungnya yang sudah
menikah sebagai tempat tinggal mereka. Hal tersebut memang keinginan
YN sebab YN beralasan bahwa dirinya tidak mau jika harus tinggal seorang
diri di rumah tersebut. Kondisi rumah YN terbilang baik jika dibandingkan
dengan rumah single mother BA, GN, dan EM. Itu terlihat dari cat dinding
rumah YN yang masih bagus dan belum terlihat adanya pemudaran warna
atau pengelupasan cat dinding. Untuk kayu yang digunakan YN sebagai
pintu rumahnya juga lebih bagus dan lebih tebal. Suhu ruangan di rumah
YN terbilang panas walaupun sudah dipasang kipas angin dan juga
pencahayaannya terbilang kurang padahal penulis melakukan wawancara
pada siang hari.
7. Jenis Informasi : Hasil Pengamatan Lapangan
Hari/Tanggal : Rabu, 21 Desember 2016
Waktu : 10.44 WIB
Tempat : RT 02 RW 01
Tema Observasi : Gambaran Umum Tempat Bekerja Single Mother
NR
NR bekerja di sebuah tempat konveksi rumahan (UMKM) yang
letaknya masih dalam satu gang dengan tempat tinggal single mother EM.
xiv
Hanya saja tempat NR bekerja masih berada jauh ke dalam sekitar 500 m
dari tempat tinggal EM. Tempat NR bekerja terlihat seperti bekas rumah
kosong yang dibagian sampingnya dibuat sebuah ruangan yang alasnya
berupa pelur semen dan atapnya berupa asbes. Disana tidak ada pintu
masuk sehingga bisa saja memancing orang untuk berbuat jahat. Selain itu
setidaknya terdapat tujuh mesin jahit yang ada di tempat NR bekerja. NR
bekerja sebagai pegawai tidak sendirian, ada enam pegawai lainnya yang
bekerja di tempat konveksi tersebut. Tempat NR bekerja terlihat lebih rapih
jika dibandingkan dengan tempat GN membuka usaha menjahit, sebab di
tempat NR bekerja tidak banyak kain yang berserakan di lantai. Untuk suhu
ruangan tempat NR bekerja terbilang panas sebab atap yang digunakan
terbuat dari asbes. Tempatnya pun memiliki pencahayaan yang kurang
sehingga ruangannya sedikit gelap. Untuk sirkulasi udara di tempat NR
bekerja sangat baik karena tidak ada pintu yang menghalangi keluar
masuknya udara. Di sebelah ruangan tempat NR bekerja terdapat sebuah
lahan parkir yang juga atapnya terbuat dari asbes yang dapat digunakan
oleh seluruh pegawai untuk memarkirkan kendaraannya. Selain itu di
tempat parkirannya terdapat sebuah meja pingpong yang digunakan oleh
pegawai untuk tempat menyimpan helm.
8. Jenis Informasi : Hasil Pengamatan Lapangan
Hari/Tanggal : Rabu, 4 Januari 2017
Waktu : 16.55 WIB
Tempat : RT 02 RW 04
Tema Observasi : Gambaran Umum Rumah Single Mother SW
Rumah SW terletak di dalam sebuah gang sempit yang berjarak
sekitar 500 m dari jalan Serua Raya. Setelah melewati jalan gang tersebut
penulis masih harus melewati jalan menurun sebelum pada akhirnya
penulis tiba di rumah SW. Untuk kendaraan yang bisa melewati hingga ke
rumah SW hanya kendaraan roda dua. Setelah menuruni jalan tersebut
penulis melihat ada sebuah warung kecil yang berada di teras rumah SW
yang menjual berbagai macam minuman bubuk siap seduh, makanan
ringan, serta es sirup yang beraneka ragam warna. Tampak depan rumah
terlihat warna cat rumah berwarna putih yang sudah mulai memudar.
Kondisi jalan tepat berada di depan rumah SW masih berupa tanah merah
yang banyak ditutupi oleh pecahan batu untuk meminimalisir licinnya
jalanan. Saat penulis memasuki area dalam rumah SW pencahayaan mulai
berkurang. Rumah SW terbilang gelap walaupun sudah diterangi oleh
lampu ruangan. Rumah SW juga terlihat semakin gelap karena dinding
bagian dalam rumah SW dibiarkan berbentuk pelur semen atau tidak
dilapisi cat dinding. Alas rumah SW masih berupa pelur semen. Bentuk
rumah SW melebar ke samping. Di bagian ruangan depan terdapat sebuah
kasur, meja buffet berukuran sedang, sepeda anak, dan satu nampan berisi
es sirup yang beraneka ragam warna. Disana juga tidak tersedia tempat
duduk sehingga saat penulis bertandang ke rumah SW segera SW
xv
menggelar sebuah tikar plastik sebagai alas duduk untuk SW dan penulis
selama proses wawancara berlangsung. Penulis tidak melihat adanya
barang-barang elektronik di dalam rumah SW seperti televisi maupun kipas
angin. Namun penulis melihat adanya sebuah mesin cuci di bagian
belakang rumah SW. Di dalam rumah SW terdapat dua buah kamar tidur
yang sesekali pintu kamarnya terbuka sehingga penulis bisa melihat sedikit
bagian dalam kamar tersebut. Di dalam dua kamar tersebut penulis melihat
masing-masing kamar memiliki sebuah tempat tidur dan lemari pakaian
bertingkat yang terbuat dari plastik. Suhu ruangan di rumah SW dapat
terbilang sejuk walaupun tidak ada pendingin ruangan seperti kipas angin.
9. Jenis Informasi : Hasil Pengamatan Lapangan
Hari/Tanggal : Rabu, 4 Januari 2017
Waktu : 15.15 WIB
Tempat : RT 02 RW 04
Tema Observasi : Gambaran Umum Rumah Single Mother NN dan
RN
Berhubung NN dan RN merupakan single mother ibu dan anak dan
mereka juga hidup dalam satu atap sehingga memudahkan penulis dalam
mengobservasi. Namun rumah tersebut merupakan milik pribadi NN yang
juga merupakan ibu dari RN. RN menempati rumah tersebut pasca berpisah
dengan suaminya dua tahun silam. Rumah NN tersebut berdekatan dengan
rumah SW yaitu hanya berjarak sekitar 100 m. Cat dinding rumah NN yang
berwarna hijau muda masih terlihat sangat bagus belum ada pemudaran
warna maupun pengelupasan cat dinding. Di bagian depan rumahnya
terdapat sebuah teras yang sudah memakai ubin. Disana terlihat ada sebuah
jemuran pakaian dan juga susunan sandal dan sepatu sekolah. Di teras itu
juga penulis melihat ada sebuah motor yang merupakan milik RN.
Memasuki rumah NN terlihat rumah NN terbagi menjadi tiga bagian
ruangan. Ruangan pertama yaitu ruang tamu. Di dalamnya terdapat satu set
meja dan kursi kayu, televisi berwarna yang masih berbentuk tabung, kipas
angin, dvd player, lemari buffet berukuran besar sebagai alas televisi,
gallon air mineral, jam dinding, dan foto-foto keluarga NN yang terpasang
di dinding. Bagian kedua yaitu ruang tidur yang letaknya berada di sebelah
kiri ruang tamu. Terdapat sebuah kain sebagai pembatas antara ruang tamu
dan ruang tidur tersebut. Pada area ruang tidur terbagi lagi menjadi dua
kamar yang dimana satu kamar memakai pintu kayu dan satu kamar lainnya
hanya menggunakan kain sebagai pembatas dengan ruang tamu. Pada
bagian kamar pertama atau yang hanya dibatasi oleh kain, terlihat ada
sebuah lemari pakaian yang terbuat dari kayu. Di samping lemari pakaian
tersebut terlihat banyak tumpukan pakaian yang belum dirapihkan oleh NN
maupun RN. Untuk alas tidurnya pada kamar pertama memakai tempat
tidur yang terbuat dari besi yang berukuran untuk satu orang. Selain itu
pada kamar pertama juga terlihat banyak mainan anak-anak yang tidak
tersusun rapih. Sementara di kamar kedua yang memakai pintu kayu
xvi
penulis hanya bisa melihat adanya sebuah kasur yang hanya beralaskan
ubin atau tidak memakai penyangga tempat tidur. Terakhir yaitu pada
bagian dapur penulis hanya bisa melihat ada sebuah lemari penyimpanan
piring. Secara keseluruhan rumah NN telah menggunakan ubin berwarna
putih dan suhu ruangan tidak terlalu panas dan juga tidak terlalu dingin.
xvii
LAMPIRAN II
MATRIKS WAWANCARA
Pedoman Wawancara
I. Identitas Responden
1. Nama :
2. Usia :
3. Status perkawinan :
4. Lama menjanda :
5. Pekerjaan :
6. Jumlah anak :
II. Pertanyaan-pertanyaan penelitian
1. Apa pekerjaan single mother saat ini?
2. Apakah single mother bekerja atas keinginan pribadi atau paksaan dari
suami?
3. Apakah single mother pernah mengalami perbedaan perlakuan antara
pegawai laki-laki dengan pegawai perempuan di tempat bekerja?
4. Apakah single mother pernah mendapat kekerasan dari lawan jenis di
tempat bekerja?
5. Apakah ada anggota keluarga single mother yang bekerja?
6. Apakah ia bekerja atas keinginan pribadi atau paksaan dari single
mother?
7. Berapa penghasilan yang ia peroleh selama sebulan?
8. Apakah single mother memiliki usaha sampingan guna menambah
penghasilan keluarga?
9. Mengapa memilih jenis usaha tersebut?
xviii
10. Berapa modal yang dikeluarkan oleh single mother untuk mendirikan
usaha tersebut? Baik usaha yang menjadi nafkah utama maupun usaha
sampingan.
11. Dari mana kah sumber modal tersebut?
12. Sejak kapan usaha tersebut didirikan?
13. Apakah single mother memiliki pegawai?
14. Bagaimana sistem upahnya?
15. Berapa penghasilan perbulan yang diperoleh single mother dari usaha
tersebut?
16. Apakah ada anggota keluarga laki-laki atau keluarga mantan suami yang
berkontribusi dalam usaha tersebut?
17. Apa strategi yang dilakukan single mother agar usahanya berkembang?
18. Bagaimana solusi yang dilakukan single mother jika kehabisan modal
usaha?
19. Apakah single mother pernah meminjam uang? Kepada siapa?
20. Digunakan untuk apa saja uang pinjaman tersebut?
21. Apakah ada sumber penghasilan lain selain meminjam uang kepada
masyarakat/mendirikan usaha/bekerja?
22. Apa saja aset berharga yang dimiliki single mother yang dapat
digunakan dalam jangka waktu panjang serta menghasilkan uang?
23. Dari mana kah sumber aset tersebut?
24. Bagaimana single mother mendayagunakan aset tersebut?
25. Apa pendidikan terakhir single mother? Mengapa?
26. Apakah single mother pernah mengikuti kursus?
27. Mengapa memilih jenis kursus tersebut?
28. Siapa yang membiayai kursus single mother?
29. Apakah sebelum berpisah dengan suami, single mother sudah bekerja?
Mengapa?
30. Bagaimana kondisi ekonomi keluarga single mother pasca berpisah
dengan suami?
90
31. Apakah setelah berpisah dengan suami, ada perubahan jenis pekerjaan
yang dijalani oleh single mother? Mengapa?
32. Berapa penghasilan perbulan keluarga single mother sebelum dan
sesudah berpisah dengan suami?
33. Digunakan untuk apa saja penghasilan tersebut?
34. Apakah single mother mampu menyisihkan penghasilannya ke dalam
bentuk tabungan?
35. Kegiatan apa saja yang diikuti oleh single mother di sekitar lingkungan
tempat tinggal?
36. Bagaimana single mother mengatur waktu antara bekerja, mengurus
keluarga, dan kegiatan di lingkungan saat ini?
37. Apa kesulitan yang dihadapi single mother hingga saat ini?
38. Apa harapan single mother untuk kehidupan berikutnya?
xix
Matriks Wawancara
KAPABILITAS
No. Pertanyaan Informan Jawaban
1. Apa pekerjaan single
mother saat ini?
BA
US
IS
NR
SW
EM
NN
RN
GN
YN
“Saya mulung aja neng”.
“Ngurus anak, beresin rumah,
sama jadi tukang bersih-bersih di
komplek bawah”.
“Jualan bubur bae sambil
momong bocah”.
“Ngejait aja”.
“Saya jualan sayur kalo pagi di
Palmerah sono Jakarta”.
“Sekarang sih warungan aja
kayak gini”.
“Ngurusin rumah sama jualan
nasi uduk”.
“Baru sih ini saya kerja di pom
bensin jadi pegawainya yang
ngisi-ngisiin bensin ke mobil,
motor”.
“Kerjaan ibu ngejait aja gak ada
yang lain”.
“Ibu rumahtangga. Ya palingan
bantuin ibu di warung nasi
depan”.
xx
2. Apakah single mother
bekerja atas keinginan
pribadi atau paksaan dari
suami?
BA
US
IS
NR
SW
EM
NN
RN
GN
“Saya sendiri yang mau. Ya
abisan mau gimana lagi dari pada
bocah kagak dikasih makan kan
kesian. Terpaksa saya kerja
keliling ngikutin kayak almarhum
dulu pas masih ada”.
“Kemauan saya sendiri. Kalo
saya gak kerja ntar di rumah pada
makan apaan, anak sekolah siapa
yang bayarin?”
“Dari dulu baru kawin emang
saya sendiri yang mau kerja buat
bantu ekonomi keluarga”.
“Kemauan saya sendiri buat
nambah uang jajan anak”.
“Kemauan sendiri bantu suami”.
“Kemauan sendiri. Karena saya
gak mau bergantung sama
suami”.
“Saya sendiri yang mau.
Nyibukkin diri aja, saya kan gak
bisa diem orangnya”.
“Saya yang mau. Kalo gak kerja
gak punya duit sendiri ntar gabisa
ngasih orang tua. Mau beli apa
juga enak kalo punya uang
sendiri, kalo dulu ngandelin uang
suami gak cukup”.
“Kemauan ibu lah bantuin
suami”.
xxi
YN “Yaa kemauan saya. Sekarang
kalo saya gak kerja nanti yang
biayain si kembar siapa? Biar
kata anak saya udah pada kerja
tapi kan uangnya biarin buat
mereka masing-masing”.
3. Apakah single mother
pernah mengalami
perbedaan perlakuan antara
pegawai laki-laki dengan
pegawai perempuan di
tempat bekerja?
BA, IS,
SW
US
NR
EM
NN
RN
GN
(Tidak pernah bekerja di tempat
orang lain)
“Di tempat saya kerja kan saya
kerjanya sendirian gak ada laki-
laki yang kerja”.
“Dari dulu kerja di pabrik
alhamdulillah gak pernah”.
“Nggak pernah”.
“Dulu pas di percetakan sama aja
semuanya gak ada yang dibedain.
Saya dulu juga disuruh megang
bagian mesin padahal kan itu
tugas laki”.
“Semua sama aja mbak gak ada
yang dibedain. Kalo yang cowok
kebagian jam malem ya yang
cewek juga kebagian jam
malem”.
“Pernah dulu waktu ibu masih
kerja di konveksi. Kalo lagi
lembur biasanya uang lemburnya
dibedain. Bedanya bisa nyampe
50, kadang 100, malahan bisa
nyampe 200. Trus ibu sering
bolos kalo anak lagi ambil rapot.
Ya abisan gimana yak, saya udah
izin juga gak dikasih, yaudah
xxii
YN
mendingan saya bolos aja. Anak
kan lebih penting dari kerjaan”.
“Gaji, jam kerja, jatah libur sama
aja semuanya”.
4. Apakah single mother
pernah mendapat
kekerasan dari lawan jenis
di tempat bekerja?
BA, US,
IS, NR,
EM, YN
SW
NN
RN
GN
-
“Ya palingan suka diutangin aja
sama pembeli tapi saya gak apa-
apa besok juga kan pada bayar.
Saya juga gak nagihin, biarin aja
pada bayar sendiri”
“Ya kalo dagang uduk kan saya
malem biasanya dari magrib
sampe jam 12 malem malahan
suka lewat, ya kadang suka aja
digangguin kayak dicolek atau
digoda-godain gitu tapi cuekin aja
lah. Itu juga kan udah resiko saya
dagang malem”.
“Pernah dimarahin dulu pas baru
masuk tapi wajar lah mbak
namanya juga pegawai baru
masih suka salah-salah ya
dimarahin hehe”
“Pernah di godain lewat sms tapi
ibu diemin aja. Anak udah banyak
ngapain ngeladenin. Akhirnya dia
capek sendiri gak pernah sms
lagi”.
5. Apakah ada anggota
keluarga single mother
yang bekerja?
BA
“Yang gede doang yang udah
kerja. Kerjanya di Pamulang, di
gang deket kemuning sebagai
tukang serpis toko mesin tinta eh
xxiii
US
IS
NR
SW
EM
NN
mesin printer”.
“Gak ada. Si Ika kan baru masuk
kelas 1 SMK jadi saya gak
ngizinin dia sekolah sambil kerja
ntar gak fokus sekolahnya, gak
bisa ngatur waktu. Jadi saya
bilang sama Ika kalo mau kerja
nanti aja kalo sekolahnya udah
selesai”.
“Ora ada, anak paling gede aja
masih sekolah. Lagian saya juga
gak bolehin dia kerja. Kerja mah
gampang nanti aja, sekarang
sekolah aja dulu yang bener
sampe selesai”.
“Ada anak yang pertama di golf
senayan jadi caddy”.
“Iya ada yang kerja yang nomer
dua. Kerjanya jadi tukang
bangunan ngikut mandor. Kalo
ada proyek ya dia kerja tapi kalo
gak ada proyek ya gak kerja. Jadi
ngikut be‟ apa kata mandornya”.
“Gak ada lah hahaha saya kan
disini tinggal berdua doang sama
anak, anak saya juga masih kecil,
masih kelas 2 SD”.
“Anak yang pertama kerja di pom
bensin, yang kedua jadi SPG di
mall, yang ketiga kerja di rumah
sakit jadi yang bantu-bantuin
dokter tuh kayak misalnya mau
operasi nah dia yang ngambilin
guntingnya”.
xxiv
RN
GN
YN
“Gak ada anak saya kan masih
kecil-kecil masih SD mbak yang
paling besar”.
“Ada. Tapi kalo yang nomer 1
sama nomer 3 udah pada nikah,
tinggal yang nomer 2 cowok
sama nomer 4 cewek yang udah
kerja. Kalo yang nomer 2 dari
selesai SMA dulu pernah kerja di
proyek, trus pernah jadi sales, jual
herbal MLM, cleaning service,
pokoknya segala macem dia
jalanin, sekarang jadi gojek. Nah
kalo yang nomer 4 cewek baru
kerja di alfamidi”.
“Ada yang nomer 2 kerja di
Cikarang kerjanya di restaurant,
yang khusus daging nganter-
nganterin ke swalayan. Apa sih
namanya? Checker ya? Yang
ngecek keluar masuk barang deh
pokoknya”.
6. Apakah ia bekerja atas
keinginan pribadi atau
paksaan dari single
mother?
US, IS,
EM, RN
BA
NR
SW
NN
-
“Kemauan dia sendiri”.
Kemauan anaknya sendiri”.
“Ya namanya anak laki kan
emang udah harus kerja jadinya
dia kerja”.
“Kemauan dia lah kan udah pada
gede masa iya diem aja di
rumah”.
xxv
GN
YN
“Ya kesadaran dia sendiri
mungkin kasian kali ya liat
ibunya perempuan sendirian
capek cari duit makanya pada
kerja”.
“Ya kemauan dia sendiri”.
7. Berapa penghasilan yang ia
peroleh selama sebulan?
US, IS,
EM, RN
BA
NR
SW
NN
GN
YN
-
“Gajinya 600 ribu pas baru
masuk, sekarang udah naek jadi 2
juta”.
“Penghasilannya kalo gak salah 2
juta sebulan”.
“Nggak nentu kan tergantung
dapet panggilan apa nggak”.
“Sama semua dah kayanya
sekitar sejutaan ampe sejuta
setengah”.
“Kalo gojek kan tergantung dari
kitanya mau gimana, kalo rajin ya
dia bisa megang sehari 200 mah
ada. Kalo yang cewek berapa yak
ibu juga lupa, satu setengah apa
ya kalo gak salah”.
“Yaaaa lumayan dah pokoknya
cukup buat dia makan sama bayar
kosan hehe”.
8. Apakah single mother
memiliki usaha sampingan
guna menambah
BA, US,
IS, NR,
SW, GN
-
xxvi
penghasilan keluarga? EM
NN
RN
YN
“Selain warungan ya jual pulsa
juga, ada freezer kita jual es
seduhan, ada yang nyari es batu
ya kita jual. Kadang kan orang
nyari es batu doang ya boleh. Es
seduh-seduhan juga buat jajan
bocah”
“Ya ada aja. Kalo ada pelanggan
dulu waktu di percetakan nyariin
saya gitu yang nyuruh bikin buku
kek apa kek ya saya kerjain kan
duitnya lumayan”.
“Ada, jualan pulsa”.
“Ya palingan bantu emak di
warung sama anter jemput
sekolah ponakan daripada
nunggu setoran doang 2 minggu
sekali, yakan?”.
9. Mengapa memilih jenis
usaha tersebut?
BA, US,
IS, NR,
SW, GN
EM
NN
RN
-
“Ya karna anak saya aja kalo
pake baju masih ada yang gak ke
kancing, pake dasi juga masih
miring-miring. Udah aja lah saya
di rumah aja warungan sambil
ngurusin anak”
“Buat nambah-nambahin duit lah,
jualan uduk doang mana cukup
sekarang apa-apa mahal”.
“Karna buat nambahin jajan anak
hehe”.
xxvii
YN “Lagian lumayan juga duitnya
dari nganter ponakan bisa
nambahin duit bulanan hahaha”.
10. Berapa modal yang
dikeluarkan oleh single
mother untuk mendirikan
usaha tersebut? Baik usaha
yang menjadi nafkah
utama maupun usaha
sampingan.
BA, US,
NR, SW
IS
EM
NN
RN
GN
YN
-
“Modalnya sehari 300 rebu”.
“Berapa ya lupa saya juga, 1 apa
2 jutaan kayanya, udah lama sih
lupa”.
“Modal tenaga doang hahaha kan
kalo ada yang mesen saya suruh
DP dulu jadinya saya gak keluar
duit”.
“200 ribu”.
“Saya kan cuma modal kontrakan
doang 600 ribu, sisanya kayak
mesin anak yang beliin”.
“Nggak pake modal palingan
modal motor aja yang udah ada di
rumah, sama bensin ya palingan
berapa sih bensin”.
11. Dari mana kah sumber
modal tersebut?
BA, US,
NR, SW
IS
EM
-
“Setelah almarhum gak ada,
modal awal minjem sama sodara
soalnya duit saya udah abis buat
buat berobat almarhum sebelom
meninggal”.
“Dari gaji saya sendiri lah dulu
xxviii
NN
RN
GN
YN
kan saya kerja”.
“Dari saya sendiri nabung dikit-
dikit dari dulu pas di percetakan,
sama sekarang kalo ada yang
minta percetakan ya saya sisiain
penghasilannya”.
“Dari gaji saya sendiri mbak”.
“Yang 600 ribu itu tabungan saya
lagi kerja di pabrik”.
“Motor udah punya dari dulu beli
berdua sama almarhum”.
12. Sejak kapan usaha tersebut
didirikan?
BA, US,
NR, SW
IS
EM
NN
RN
-
“Saya dagang udah dari baru
banget nikah. Cuma kalo dulu
dagangnya keripik. Karena saya
sama almarhum mau ada
kemajuan jadinya ganti dagang
bubur”.
“3 tahunan kayaknya, pokoknya
semenjak udah pisah sama
suami”.
“Jualan uduk udah dari pas
bapaknya masih sakit-sakitan
sekitar tahun 2014. Kalo
percetakan udah dari sebelum
kawin”.
“Baru banget berapa hari hehe”.
xxix
GN
YN
“Yaaaa udah ada 5 tahunan”.
“Anter jemput ponakan baru
setahun belakangan”.
13. Apakah single mother
memiliki pegawai?
BA, US,
NR, SW
IS
EM
NN
RN
GN
YN
-
“Ora ada, sendirian bae”
“Nggak ada”.
“Tadinya anak yang gede ikut
ngebantuin, tapi karna ikut
digodain juga sama yang beli
jadinya kagak bantuin lagi”.
“Nggak ada lah kan jualan pulsa
doang hahaha”.
“Ya bukan karyawan, temen dah
gitu, ya ada 3 orang yang bantuin.
Daripada ngegosip yang gak
penting kan? Jadinya saya ajak
aja buat kerja bareng”
“Nganter ponakan ngapain pake
pegawai? Hahaha kalo truck baru
tuh ada yang bantuin, ade ipar”.
14. Bagaimana sistem
upahnya?
BA, US,
IS, NR,
SW, EM,
RN
NN
-
“Anak sendiri ngapain digaji”.
xxx
GN
YN
“Jadi kan ibu setiap kali ngejait
ongkosin tiap bajunya 4 ribu, nah
nanti yang ngebantuin dapet
separo harga, 2 ribu. Nah ntar nih
misalnya dia bisa ngerjain berapa
baju yaudah tinggal dikali 2 ribu
itu penghasilan dia”
“Dari awal saya udah bilang
pokoknya bensin sekian, ntar kalo
ada kerusakan sekian, bersihnya
ke saya pokoknya dua juta lah
minimal”.
15. Berapa penghasilan
perbulan yang diperoleh
single mother dari usaha
tersebut?
BA, US,
NR, SW
IS
EM
NN
RN
GN
-
“Gak nentu sih ya namanya juga
dagang kadang sepi kadang rame.
Kalo lagi sepiiiii banget ya gocap,
kalo rame ya cepek”
“Tergantung rame sepinya. Kalo
rame ya bisa 100, kalo sepi ya 40-
50”.
“Kecil jualan uduk mah sehari
palingan dapet 100 kalo nggak ya
200”.
“Belom tau mbak kan baru mulai
hehe”.
“Gak nentu sih tergantung dari
bosnya aja ngasih orderannya
berapa banyak, tapi ibu
ngehargain ongkos jaitnya satuan
4 ribu. Biasanya sih seminggu
dikasih 1.000 atau 2.000 potong”.
xxxi
YN “Dari ade ipar kan 2 juta tiap 2
minggu sekali, sama yang anter
jemput ponakan saya dibayar
400”.
16. Apakah ada anggota
keluarga laki-laki atau
keluarga mantan suami
yang berkontribusi dalam
usaha tersebut?
BA, US,
NR, SW
IS
EM
NN
RN
GN
YN
-
“Anak doang yang nomer 2
kadang ikut bantu ngedorongin
gerobak kalo hari sabtu minggu”.
(geleng-geleng kepala)
“Ah boro-boro. Dari almarhum
masih ada nih pas dia sakit, saya
minta urungan duit buat berobat
aja kagak ada yang mau bantuin”.
“Nggak ada mbak”.
“Ya ada anak saya yang nomer 2
beliin mesin ini kan ngebantu
saya jadinya”.
“Ada adek ipar yang bantu jalanin
usaha truck”.
17. Apa strategi yang
dilakukan single mother
agar usahanya
berkembang?
BA, US,
NR, SW
IS
EM
-
“Apaan yak, nggak ada sih
hahaha”.
“Gak ada, udah gini aja biarin
namanya warungan”.
xxxii
NN
RN
GN
YN
“Makanya saya buka toko di atas
biar makin banyak yang beli”.
“Nawarin di BBM, broadcast gitu
tapi ke temen-temen yang sering
ketemu aja biar bayarnya
gampang”.
“Nawarin lewat BBM ke temen-
temen, ibu bilang gini: „saya ada
mesin nih 3 biji, yang mau jait di
saya aja ya”.
“Yang penting saya gak bawel
sama ipar saya karna kalo saya
bawel ntar dia gak nyaman trus
gamau narik lagi”.
18. Bagaimana solusi yang
dilakukan single mother
jika kehabisan modal
usaha?
BA, US,
NR, SW
IS
EM
NN
RN
-
“Minjem sama bank keliling”.
“Biasanya minjem di koperasi.
Tiap minggu kan orang
koperasinya dateng tuh ke
perkumpulan ibu-ibu nah disitu
saya minjem. Kalo minjem selama
setahun itu Rp 2.500.000,- kalo
gak salah dah. Jadi tiap minggu
saya bayar gantinya Rp 60.000,-.
Sekarang tinggal kurang berapa
ya, pokoknya bulan Februari apa
Maret udah selesai”.
“Kagak tau dah belom kepikiran”.
“Belom tau mbak kan jualan
pulsanya juga baru beberapa hari
hehehe”.
xxxiii
GN
YN
“Aduh ibu kagak kepikiran sampe
sana, soalnya kan ibu ngeluarin
tenaga dulu baru dibayar. Kecuali
ibu beli kain trus ibu jual tuh baru
kemungkinan keabisan modal”.
“Yah jangan sampe dah, masa
truck tinggal satu-satunya mesti
dijual juga”.
19. Apakah single mother
pernah meminjam uang?
Kepada siapa?
BA
US
IS
NR
SW
EM
NN
“Biasanya minjem ama bos yang
punya lapak, nanti pas nimbang
baru dipotong. Bulan kemaren
minjem berapa gitu. Kadang juga
minjem di bank keliling”.
“Sering minjem sama majikan
nanti tiap bulan dipotong”
“Sering minjem sama orang.
Kadang sama bank keliling,
kadang sama keluarga. Ya siapa
bae dah yang bisa dipinjemin
ntar kalo ada uang dibayarnya
nyicil”.
“Sering, sama bos kalo nggak
sama anak”.
“Tiap hari minjem sama tukang
ikang di pasar”.
“Saya bukan tipikal yang suka
minjem-minjem, anti saya
sebenernya. Kalo pun terpaksa
minjem, biasanya minjem di
koperasi”.
“Ya kadang-kadang minjem sama
xxxiv
RN
GN
YN
anak”.
“Kadang suka minjem sama
temen hehe”.
“Alhamdulillah gak pernah
minjem-minjem. Dicukup-
cukupin aja semua yang ada”.
“Nggak saya mah gak pernah
minjem, Alhamdulillah ada aja
rejekinya”.
20. Digunakan untuk apa saja
uang pinjaman tersebut?
GN, YN
BA
US
IS
NR
SW
EM
-
“Ya bekal makan bocah”.
“Buat makan sama bayaran
sekolah anak kan mahal banget
uang mulu sekolahnya biar kata
yatim juga gak dapet potongan
dari sekolah”.
“Buat makan, buat biaya anak
sekolah, buat modal dagang
besok”
“Buat makan”.
“Buat beli dagangan kayak ikan,
tahu, tempe, dan sayur-sayuran”.
“Buat keperluan warung dan kalo
udah ada uang langsung saya
bayarin”.
xxxv
NN
RN
“Saya kalo minjem buat makan
doang, makan juga kan bareng-
bareng”.
“Buat jajan kalo di tempat kerja
hehe”.
21. Apakah ada sumber
penghasilan lain selain
meminjam uang kepada
masyarakat/mendirikan
usaha/bekerja?
NR, RN,
GN, YN
BA
US
IS
-
“Yaaa jual apa kadang-kadang
ibu dapet perak, kadang-kadang
dapet emas, anuan obat yang
masih kepake, kadang botol
minyak wangi. Dari jualan itu
kadang-kadang kalo lagi kebener
dapet, lagi rejeki bisa dapet
150rb, kadang-kadang kalo lagi
sedikit ya 20rb”.
“Kalo lagi lebaran yatim Ika suka
dapet undangan dari masjid ntar
dia dapet 400, saya dapet 150”.
“Iya suka dapet santunan. Tapi
anak saya yang pertama suka gak
mau ngambil kalo dapet santunan
katanya malu. Ya saya bilang be‟
sama dia kalo saya juga
sebenernya malu tapi mau gimana
lagi, kalo gak diambil nanti
dibilangnya blagu. Jadinya
yaudah saya aja sama yang bontot
yang ngambil kalo dapet
undangan santunan. Kadang anak
yang nomer dua juga suka dapet
duit tau dari siapa. Ntar dia bilang
ke saya dapet duit segini trus
nanti duitnya buat dia jajan
dewek”.
xxxvi
SW
EM
NN
“Kalo lebaran yatim dapet
santunan janda dari mushalla
depan”.
“Anak kadang suka dikasih kalo
lagi main ke rumah sodara”.
“Dapet kalo lebaran yatim buat
anak yang bontot, saya juga dapet
santunan janda”.
xxxvii
ASET
No. Pertanyaan Informan Jawaban
1. Apa saja aset berharga
yang dimiliki single
mother yang dapat
digunakan dalam jangka
waktu panjang serta
menghasilkan uang?
BA
US
IS
NR
SW
EM
NN
RN
GN
YN
“Saya ada ini rumah ama gerobak
doang palingan neng”.
“Rumah ini 1 gak ada lagi yang
lain”.
“Ada gerobak, motor juga ada”.
“Ada motor doang”.
“Rumah be‟ ini ora ada lagi yang
laen”.
“Apaan ya? Palingan kulkas
doang sama anak hehe”.
“Anak hahaha anak kan aset
berharga. Kalo benda ya rumah ini
aja”.
“Ada rumah tapi udah pisah ya
diambil sama mertua trus sama
dia dijadiin kontrakan. Trus ada
kalung emas, motor juga ada”.
“Rumah ada, tanah juga ada tuh
depan rumah 100 meter, trus ini
mesin jait”.
“Ada mobil truck, motor, gudang
bekas besi tua, sama rumah ini”.
2. Dari mana kah sumber
aset tersebut?
BA
“Jadi pas awal-awal saya beli
tanah disini hasil saya ngumpulin
xxxviii
US
IS
NR
SW
EM
NN
RN
dari rongsokan. Nah pas mau
ngebangun rumah saya bingung
yak duit dari mana, akhirnya saya
musyawarah dah sama pak RT.
Abis itu sebulan besoknya
Alhamdulillah ada yang dateng
bawa asbes nih dibawain asbes 15
lembar, trus didatengin ngasih
duit 800 bekal beli ini nih
bahannya, ada yang ngasih 400,
ada yang 300. Trus ada juga yang
bawain beras, yang bawain semen.
Dari kelurahan semen 15 sak,
berasnya sekarung. Nah kalo
gerobak itu peninggalan dari
almarhum”.
“Orang tua kan asli sini jadi anak-
anaknya dibagiin tanah trus sama
saya dibangun rumah lagi dulu
bapaknya masih ada masih sehat”.
“Gerobak mah dari dulu jamannya
bapak masih ada. Kalo motor saya
baru beli kagi seken tapi boleh
nyicil sama sodara”.
“Patungan saya sama anak”.
“Dari orang tua dulu dibagi-
bagiin”.
“Patungan dulu sama suami”.
“Dari tabungan saya dulu sama
suami”.
“Kalo motor saya baru banget
ngambil kemaren karna kan saya
xxxix
GN
YN
kerja di pom bensin kadang dapet
giliran malem dari pada naik
angkot jadinya saya nyicil aja
motor, baru banget 2 bulan saya
ngambil”.
“Rumah dikasih sama orang tua,
tanah beli sendiri, mesin dari anak
yang nomer 2”.
“Mobil peninggalan dari
almarhum, gudang juga sama.
Tapi kalo rumah sama motor
belinya dulu barengan saya sama
almarhum”.
3. Bagaimana single mother
mendayagunakan aset
tersebut?
BA
US
IS
NR
SW
EM
“Gerobak saya pake dewek,
abisan anak-anak kagak ada yang
mau gantian keliling”.
“Saya pake sendiri sama anak
berdua. Eh sama ponakan juga ada
yang ikut tinggal disini”.
“Saya pake sendiri semuanya ya
gerobak ya motor. Anak belom
saya kasih pake motor soale
belom ada SIM”.
“Gantian aja pakenya sama anak.
Kalo dia lagi gak ada temen
barengan ya dibawa motornya
sama dia, tapi lebih sering saya
yang pake”.
“Sama anak, mantu, cucu ikut
tinggal dimarih”.
“Ya dipake sendiri lah masa
kulkas mau saya sewain”.
xl
NN
RN
GN
YN
“Dipake sama saya bareng-bareng
sama anak. Kalo disewain saya
dimana?”.
“Kontrakan udah urusan mertua
saya yang perempuan, uang
bulanannya juga saya gak dikasih
hehehe kalo kalung emas sama
motor saya pake sendiri”.
“Mesin saya pake sendiri bareng
sama tetangga yang ikut bantuin.
Tanah belom diapa-apain biarin
aja kayak gitu dulu. Rumah
dipake bareng-bareng sama anak”.
“Sekarang truck ade ipar yang
ngejalanin karna kan emang dia
udah dari dulu narik bareng sama
almarhum jadi saya percayain dah
sekarang sama dia”.
4. Apa pendidikan terakhir
single mother? Mengapa?
BA
US
IS
NR
SW
“Sayah terakhir sekolah SD
soalnya orang tua kagak punya
duit”.
“SMP. Ya begimana dulu orang
tua gak punya uang”.
“SMP ora lanjut lagi, ngebantuin
orang tua be‟ di rumah”.
“SD. Orang tua gak mampu
biayain lagi hehe”.
“Gak sekolah saya dulu, sama
sekali nggak sekolah. Orang tua
susah jadi begimana mau
nyekolahin”.
xli
EM
NN
RN
GN
YN
“Saya terakhir SMA karena
memang kemauan saya untuk
bekerja bukan untuk lanjut
pendidikan”.
“SMP. Ya abisan gimana kan
orang tua dulu susah, jadi gak ada
yang biayain”.
“SMK akuntansi mbak abis itu
langsung nikah”.
“Cuma SMP. Kan gak ada orang
tua. Waktu itu SD kelas 3 ibu saya
meninggal. Ada ade kan banyak
ada 7, bapak gak kawin lagi
ngurusin anak. Jadinya jadi
korban dah istilah kata, bukan
korban dah ngalahin gitu”.
“SMP. Ya emang gak ada yang
biayain. Tadinya mau daftar
sekolah lagi tapi gak ada biaya
yaudah kerja aja trus gak lama
nikah”.
5. Apakah single mother
pernah mengikuti kursus?
BA, US,
IS, SW,
EM, GN,
YN
NR
NN
-
“Dulu banget pernah ikut kursus
ngejait. Ikut kursus sebulanan
kalo gak salah, udah hampir mau
ikut ujiannya waktu itu tapi saya
keluar gamau lanjutin lagi,
namanya kepaksa”.
“Pernah dulu ngejait waktu masih
perawan”.
xlii
RN
“Primagama waktu SMA. Yang
lainnya gak pernah”.
6. Mengapa memilih jenis
kursus tersebut?
BA, US,
IS, SW,
EM, GN,
YN
NR
NN
RN
-
“Disuruh ibu saya”.
“Disuruh sama emak saya katanya
biar nanti pas kawin jadi punya
keahlian atau buka usaha jait gitu.
Ya iyasih emang tapi emang
sayanya juga gak minat jadinya
ikut kursus sebentar doang”.
“Disuruh sama guru soalnya mau
ujian”.
7. Siapa yang membiayai
kursus single mother?
BA, US,
IS, SW,
EM, GN,
YN
NR
NN
RN
-
“Ibu saya”.
“Ya emak saya lah kan dia yang
nyuruh saya kursus”.
“Ibu saya”.
xliii
KEGIATAN
No. Pertanyaan Informan Jawaban
1. Apakah sebelum berpisah
dengan suami, single
mother sudah bekerja?
Mengapa?
BA
US
IS
NR
SW
EM
NN
“Belon. Saya dulu disuruh
ngurusin rumah aja. Saya keliling
itu mulai tahun 2005 lah setelah
kejadian bapak meninggal. Bapak
kan meninggal tahun 2004”.
“Udah. Saya kerja dari pas bapak
masih hidup. Bapaknya kan udah
gak bisa kerja dari Ika (anak)
masih kelas 5 SD gara-gara kena
stroke. Jadinya saya dah yang
kerja biar ada pemasukan”.
“Saya dagang udah dari dulu pas
baru kawin. Cuma dulu saya sama
suami dagang kripik. Karna mau
ada kemajuan jadinya kita ganti
dagang bubur”.
“Iya, udah. Karna mau bantu
ekonomi keluarga sama buat
nambah uang jajan anak-anak”.
“Udah kan dari dulu emang
kerjanya begini dagang sayur.
Pengen aja bantuin suami”.
“Udah tapi dulu saya kerjanya
pindah-pindah. Terakhir kerja di
perusahaan bus jadi operator.
Karena mau punya uang sendiri,
gak mau bergantung sama suami”.
“Udah kan di percetakan.
Nyibukkin diri aja, saya kan gak
bisa diem orangnya”.
xliv
RN
GN
YN
“Udah. Ya mau bantu suami aja”.
“Udah di pabrik konveksi. Ya
namanya juga orang susah, kalo
ngandelin duit suami mana
cukup”.
“Dulu pernah kerja di percetakan,
tapi abis nikah kata almarhum
lebih baik di rumah aja ngurus
keluarga sama anak-anak, apalagi
pas dapet si kembar kan repot”
2. Bagaimana kondisi
ekonomi keluarga single
mother pasca berpisah
dengan suami?
BA
US
IS
NR
SW
EM
NN
“Makin susah neng gara-gara
diusir itu. Saya bingung nyari duit
dari mana. Akhirnya pas tinggal
di rumah mpok saya keliling dah
tuh pake gerobak bekas almarhum
dulu pas masih ada”.
“Ya begini aja gak ada yang
berubah”.
“Abis uang saya dulu. Motor
almarhum 2 biji dijualin semua
dulu kan dia punya ninja 1 sama
vario 1 abis dijualin buat
berobatnya sendiri. Gerobak juga
1 dijual jadi sekarang tinggal 1
yang sekarang saya pake ini”
“Sama aja gak ada bedanya”.
“Sama aja. Dagangan juga sama
gak dilebihin gak dikurangin”.
“Sama aja gak ada bedanya”.
“Abis duit saya semua sampe
xlv
RN
GN
YN
rumah digadein nih ke BRI sampe
sekarang masih belom lunas gara-
gara waktu itu biayain almarhum
sebelom meninggal kan dia masuk
rumah sakit dulu”.
“Kekurangan lah pasti. Kalo dulu
kan saya sama suami kerja jadi
sama-sama ada pemasukan. Kalo
udah pisah saya sendirian biayain
anak apalagi dulu pas baru pisah
ngasih duit ke anak cuma gocap
kalo nggak cepek. Yakan jadi
berasa banget mbak bedanya”.
“Pas baru banget pisah ya sama
aja, tapi sekarang Alhamdulillah
udah lebih baik dari yang dulu”.
“Yaaa dulu kan pas mau
meninggal almarhum bapaknya
masuk rumah sakit karna sempet
koma sehari jadinya saya sampe
ngejual truck 2 saking bingung
mau nyari duit kemana lagi”.
3. Apakah setelah berpisah
dengan suami, ada
perubahan jenis pekerjaan
yang dijalani oleh single
mother? Mengapa?
BA
US
IS
NR
“Ya kagak ada, dari dulu pas
almarhum meninggal yaudah
kerjanya mulung doang”.
“Gak ada, dari dulu begini aja
kerjaannya bersih-bersih rumah
orang”.
“Nggak, dagang bubur aja udah.
In shaa Allah rejeki mah ada bae
ntar namanya yatim”.
“Dari dulu kerjaan saya cuma
ngejait. Cuma dulu pas masih
xlvi
SW
EM
NN
RN
GN
YN
sama suami saya kerja di pabrik,
sekarang saya di rumahan kayak
gini aja. Capek soalnya kalo di
pabrik”.
“Nggak, sama aja”.
“Iya beda. Dulu kerja sama orang
sekarang buka usaha sendiri”.
“Sama aja dari dulu kerjanya
percetakan sama dagang uduk”.
“Iya beda mbak. Dulu kerjanya di
percetakan, sekarang di pom
bensin”.
“Iya beda. Kalo dulu kan kerja di
pabrik, trus berenti karna ada aja
masalahnya sama atasan. Udah
gitu capek bener jamnya ditentuin,
kalo kerjaan banyak jadi lembur.
Udah aja abis dibeliin mesin sama
anak saya berenti dari pabrik.
Sekarang lebih enak jam kerja kita
sendiri yang ngatur”.
“Beda. Dulu saya gak kerja
sekarang jadi tukang ojek hahaha
tapi gak apa-apa lah namanya buat
anak, asalkan halal saya kerjain”.
4. Berapa penghasilan
perbulan keluarga single
mother sebelum dan
sesudah berpisah dengan
suami?
BA
“Tergantung. Kalo dah gitu
tergantung turun naeknya kan
kalo gitu mah. Kalo dulu ada
almarhum penghasilan bisa ampe
2 jutaan. Almarhum kan dulu
segala beling, besi apah yang
berat-berat dia ambilin. Kalo saya
kan ngambilinnya yang enteng-
xlvii
US
IS
NR
SW
EM
enteng be‟ kayak kardus sama
botol plastik jadi saya kalo
nimbang palingan cuma bisa
dapet 1,5 tapi belom potong”.
“Dulu banget pas almarhum
masih sakit-sakitan gaji saya
masih 400an tapi itu kan udah
lama banget pas anak masih kecil,
sekarang perbulan 700”.
“Dulu kan pas ada suami yang
dagang 2 orang, saya sama suami
jadi bisa lah megang sehari gopek.
Soalnya dulu suami kan rajin juga
dagang pas ada pasar malem.
Kalo sekarang kan saya sendirian
mau dagang di pasar malem gitu
ya awakku wes capek, jadi
sekarang bisa dapet setengahnya
aja susah. Kalo lagi sepiiiii banget
ya gocap, kalo rame ya cepek”
“Lupa saya dulu suami
penghasilannya berapa. Kalo saya
sekarang tergantung orderan yang
masuk ke bos, kalo banyak bisa
200 tiap dua minggu sekali, tapi
kalo lagi gak ada orderan ya gak
megang uang sama sekali”.
“Sama aja kalo nggak 50 ya 60
ribu”.
“Kalo dulu ada suami kan kita
sama-sama kerja sama orang
maksudnya kerja ntah di
perusahan atau apa gitu. Jadi dulu
bisa 2 jutaan. Kalo sekarang karna
kerja sendiri penghasilannya 50-
100”.
xlviii
NN
RN
GN
YN
“Sama aja lah dulu kan bapaknya
juga kena stroke duitnya banyak
kepake buat dia-dia juga”.
“Bisa lah dulu megang 2-3 jutaan.
Kalo sekarang kan masih training
masih kecil 1,1 juta kalo udah
resmi 2,1 juta”.
“Gatau dah berapa yak dulu, lupa,
udah lama kan pisahnya. Kalo
sekarang ya tinggal dikaliin aja 4
rebu dikali 1.000”.
“Wah dulu saya sebulan bisa
megang di atas 5. Sekarang paling
cuma 4 jutaan. Itu juga gak nentu
tergantung ipar nyetornya berapa”.
5. Digunakan untuk apa saja
penghasilan tersebut?
BA
US
IS
“Bekal pada madang bocah sama
bekal ongkos sekolah. Kalo
bayaran sekolah sekarang saya
udah nyerah, kayaknya udah gak
pengen biayain, saya kan udah
capek banget. Jadi biaya sekolah
udah be‟ saya serahin sama
abangnya yang gede”.
“Buat makan, bayar sekolah anak
kan mahal banget uang mulu
sekolahnya biar kata yatim juga
gak dapet potongan dari sekolah,
belom lagi bayar listrik, air, kalo
gas abis”.
“Buat makan, beli pempers buat
yang kecil kan anak sapi
nyusunya banyak banget, trus beli
susu, bayaran sekolah anak,
arisan, modal buat dagang besok,
bayar cicilan motor. Banyak dah
xlix
NR
SW
EM
NN
RN
GN
YN
hahaha”.
“Buat makan, beli pulsa listrik,
sama beli buku, seragam anak
kalo kenaikan kelas. Kalo bayar
kontrakan saya serahin ke anak
yang udah kerja”
“Buat apa ya palingan buat
ongkos sama makan doang.
Listrik apah anak yang bayar”.
“Ya buat bayar kontrakan, ya buat
makan, trus buat asuransi
pendidikan anak sama buat beli
kebutuhan sekolahnya tiap
kenaikan kelas”.
“Buat makan, buat jajan anak yang
kecil sekali minta kan 5-10 ribu,
air, listrik”.
“Buat beli kebutuhan sekolah anak
sama bayar cicilan motor”.
“Kan saya masih ada tanggungan
anak yang bontot yang masih saya
biayain. Trus bayar kontrakan,
listrik, air”.
“Buat dapur, listrik, sama jajan
anak yang mondok ya tau sendiri
dah namanya mondok kan keluar
uang banyak buat beli kitab,
seragam apa kan”
6. Apakah single mother
mampu menyisihkan
penghasilannya ke dalam
BA
“Dulu bisa. Tapi semenjak Azmi
masuk SMA saya udah gabisa
nabung. Ada aja yang harus bayar
l
bentuk tabungan?
US
IS
NR
SW
EM
NN
RN
GN
YN
sekolahannya”.
“Boro-boro nabung, buat makan
aja kadang kita bingung”.
“Kalo megang duit sendiri di
rumah naro di celengan gitu ora
bisa saya pasti kepake terus.
Makanya saya ikutan arisan sama
ibu-ibu komplek. Kalo ikut arisan
kan saya jadi mikir „oh iya harus
bayar arisan‟ gitu hehehe”.
“Nggak bisa hehe”.
“Nggak bisa neng dapetnya aja
sehari 50 kalo nggak 60 belom
ongkosnya, jadi pulang-pulang
palingan cuma bisa bawa 40. Itu
ge‟ buat makan. Nabung mah
gabisa”.
“Bisa nabung dikit-dikit di
celengan”.
“Kagak bisa dah nabung, susah”.
“Ada tuh celengan ayam di kamar
hehe”.
“Ada Alhamdulillah”.
“Nggak ada, kalo ada uang ya
keluar terus, tapi gak apa-apa
artinya kan berarti uang kita
berkah soalnya buat beli apa-apa
Alhamdulillah bisa”.
li
7. Kegiatan apa saja yang
diikuti oleh single mother
di sekitar lingkungan
tempat tinggal?
BA
US
IS
NR
SW
EM
NN
RN
GN
YN
“Nggak ikut apa-apa saya di
rumah be‟ istirahat kalo kagak
keliling, capek bener badan
soalnya”.
“Ikut pengajian doang tiap malem
jumat”.
“Arisan sama ngaji doang”.
“Gak ikut apa-apa. Pulang kerja
ya langsung ke rumah”.
“Kadang ikut ngaji di mushallah
depan situ”.
“Saya ikut perkumpulan ibu-ibu
disini setiap minggu kan suka
pada ngumpul nih sekalian sama
arisan, terus baru bulan agustus
kemarin saya ikut perkumpulan
golongan darah AB di Jakarta”
“Ikut pengajian di mushalla
depan”.
“Nggak ikut apa-apa, kalo udah
kerja istirahat aja di rumah”.
“Kadang suka ikut pengajian ibu-
ibu di mushalla”.
“Pengajian ikut, arisan ikut,
pengobatan posyandu juga ikut”.
8. Bagaimana single mother
mengatur waktu antara
bekerja, mengurus
BA
“Yakan saya kalo keliling sore
biasanya jam 3 ampe magrib.
Jadinya kalo pagi udah be‟ saya
lii
keluarga, dan kegiatan di
lingkungan saat ini?
US
IS
NR
SW
EM
NN
RN
GN
beberes rumah nyuci ngepel. Kalo
masak bocah pada masak dewek”.
“Kalo pagi saya benahin dulu
semuanya, siapin sarapan anak,
ntar kalo udah beres baru saya
jalan ke komplek”.
“Kalo pagi nih biasanya saya
mulai masak dagangan jam 3 pagi
ntar jam 6 udah jalan kesini
sampe jam 11. Ntar jam 11 ke
pasar beli bahan buat dagangan
besok. Kalo bebenah kan ada anak
yang gede. Dia sekolah siang jadi
kalo pagi dia yang nyuci, ngepel”.
“Sebelom kesini ya beberes dulu
nyuci, ngepel, ngasih makan
anak”.
“Kagak gimana-gimana kan ada
mantu di rumah yang beresin”.
“Kalo waktu itu saya mau ke
perkumpulan darah AB, anak saya
titipin dulu ke keluarga saya biar
ada yang jagain”.
“Sekarang udah pada gede bagi-
bagi tugas aja”.
“Kalo kebagian jam pagi biasanya
saya titipin ke ibu saya atau ke
bapaknya anak-anak. Nah kalo
malem mendingan, saya masih
bisa anter anak sekolah, nyuapin
dulu, beberes”.
“Udah gede-gede sekarang udah
liii
YN
gak repot kayak dulu. Ntar
gantian aja yang ngepel siapa,
nyapu, nyuci siapa”.
“Ya sebelum anter ponakan
biasanya saya udah rapih bebenah,
trus anter ponakan, balik lagi
bantuin emak dagang di warung,
ntar siang jemput ponakan lagi,
trus pulang saya istirahat. Kalo
gak males saya balik lagi ke
warung tapi kalo males ya di
rumah aja hahaha”.
9. Apa kesulitan yang
dihadapi single mother
hingga saat ini?
BA
US
IS
NR
SW
EM
NN
RN
GN
“Ekonomi pasti neng”.
“Ekonomi neng gabisa boong deh
itu mah”.
“Ya ekonomi, ya anak”.
“Ekonomi sama ngurusin anak
yang kecil bandel banget”.
“Ekonomi doang”.
“Ekonomi”.
“Ekonomi lah”.
“Ekonomi sama anak”.
“Apa ya? Alhamdulillah sekarang
sih udah lebih baik semuanya dari
yang dulu”.
liv
YN “Nggak ada sih Alhamdulillah
disyukuri aja semuanya”.
10. Apa harapan single
mother untuk kehidupan
berikutnya?
BA
US
IS
NR
SW
EM
NN
RN
“Mudah-mudahan anak pada
sukses”.
“Anak cepet lulus biar cepet kerja
bantuin saya karna saya udah
capek kerja”.
“Yang penting badan sehat dah itu
nomer 1 karna kalo badan ora
sehat kan semuanya jadi
berantakan”.
“Semoga rejeki saya lancar, anak
gak bandel lagi”.
“Biar sehat aja semuanya, panjang
umur”.
“Semoga saya bisa dapet jodoh
lagi yang bisa nerima keadaan
saya dan anak saya, yang
ekonominya lebih mapan dari
saya”.
“Biar anak pada jadi orang sukses,
rejeki lancar semua. Kalo bisa
saya dapet suami lagi yang orang
kaya biar hidup saya gak susah
mulu”.
“Ya mudah-mudah saya sama
anak-anak dikasih kesehatan,
pekerjaan saya lancar, anak-anak
biar pinter, nurut sama orang tua.
Sama kalo bisa saya balik lagi
sama suami hehe”.
lv
GN
YN
“Biar anak sukses, pekerjaannya
lancar, usaha saya lancar, sehat
terus”.
“Saya sih berharap biar anak jadi
orang bener, pinter, sholeh,
agamanya bagus”.