KONSEP DIRI ANAK PENONTON BARBIE DAN BUKAN PENONTON BARBIE (STUDI KOMPARATIF TERHADAP ANAK PENONTON...

29
KONSEP DIRI ANAK PENONTON BARBIE DAN BUKAN PENONTON BARBIE (STUDI KOMPARATIF TERHADAP ANAK PENONTON BARBIE DAN BUKAN PENONTON BARBIE) Oleh : Zifora Mujahidah Villa FISIP, Universitas Brawijaya Abstract Self-concept is not absolutely given by God, so it could be formed and be changed. Movie is the one which could form self-concept. Every movie including Barbie always tells about culture that will be imitated or followed by people who like this movie through social learning process. Focuses of this research are on the message acceptance that conveyed whether to the Barbie’s viewer and not the Barbie’s viewer. The following focus is how the children’s self-concept on both children who like and dislike to watch Barbie’s movie. This is qualitative research, implementing descriptive analysis and 1

Transcript of KONSEP DIRI ANAK PENONTON BARBIE DAN BUKAN PENONTON BARBIE (STUDI KOMPARATIF TERHADAP ANAK PENONTON...

KONSEP DIRI ANAK PENONTON BARBIE DAN BUKAN

PENONTON BARBIE (STUDI KOMPARATIF TERHADAP

ANAK PENONTON BARBIE DAN BUKAN PENONTON

BARBIE)

Oleh : Zifora Mujahidah Villa

FISIP, Universitas Brawijaya

Abstract

Self-concept is not absolutely given by God, so it could be formed and

be changed. Movie is the one which could form self-concept. Every movie

including Barbie always tells about culture that will be imitated or followed

by people who like this movie through social learning process. Focuses of this

research are on the message acceptance that conveyed whether to the

Barbie’s viewer and not the Barbie’s viewer. The following focus is how the

children’s self-concept on both children who like and dislike to watch Barbie’s

movie. This is qualitative research, implementing descriptive analysis and

1

2

comparative to figure out the similarity and distinction of both Barbie’s

viewer and not.

The result of this research showed the difference of acceptance and

self-concept between Barbie’s viewer and not, based on research question

and research focus. Viewers who watched and liked Barbie accepted the

messages conveyed by Barbie’s movie better than viewers who didn’t like this

movie. In one of self-concept component, which was informant’s self-image,

showed the difference on their looks between both groups. Barbie’s viewer

group always wanted to look like Barbie. The other group showed the

opposite way, eventhough there was some informants of this group who

considered Barbie as a beautiful figure, but no one who wanted to look like

Barbie. That difference was caused by group of not Barbie’s viewer didn’t

have a social learning process. Group of not Barbie’s viewer had never

watched and not like to watch Barbie’s movie, so there was no desire or

motivation to look like Barbie. That was different with group of Barbie’s

viewer. They considered Barbie as role mode and always want to look like

Barbie as they watched on movie.

Key words : Interpersonal Communication, Self Concept

3

A. PENDAHULUAN

Setiap individu menpunyai konsep diri yang berbeda-

beda. Konsep diri bukan merupakan faktor yang dibawa

sejak lahir, melainkan faktor yang dapat berubah dan

dapay dibentuk. Konsep diri dapat dibentuk dengan

berbagai cara (Devito, 2007: 56) yaitu dengan

menginterpretasikan dan evaluasi diri sendiri (your

interpretation and evaluating), melihat bagaimana orang lain

memandang diri individu (other’s images of you) , mendapatkan

pengaruh dari ajaran budaya di lingkungan (cultural teaching)

dan melalui terjadinya perbandingan sosial (social

comparison). Perbandingan sosial adalah membandingkan

identitas diri yang didapat dari individu tersebut dengan

lingkungan sekitarnya (Devito, 2007: 56). Identitas diri

yang dibandingkan dengan pandangan dan tata cara orang

dalam lingkungannya akan menghasilkan sebuah konsep diri.

Sementara budaya dan lingkungan sosial pun akan

4

mempengaruhi terbentuknya konsep diri, salah satunya

melalui media massa.

Sebagai salah satu media massa, film memliki peran

penting dalam penyampaikan pesan pada khalayak. Hubungan

antara film dan masyarakat selalu dipahami secara linier,

artinya film selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat

berdasarkan muatan pesan (message) di baliknya, tanpa

pernah berlaku sebaliknya (Sobur, 2006:127). Begitu juga

gambaran perempuan ideal dalam media massa termasuk di

dalamnya film, sangat mempengaruhi streotipe yang

berkembang di masyarakat akan bentuk ideal perempuan.

Salah satu film yang menunjukkan bagaimana seharusnya

perempuan ideal adalah film Barbie.

Film Barbie menggambarkan bagaimana seharusnya

bentuk tubuh dan berpenampilan sehari-hari. Film Barbie

selalu menggambarkan penampilan Barbie yang menawan.

Penampilannya senantiasa mengesankan pakaian feminin yang

tepat untuk situasi apa pun yang dilakukan, apakah itu

5

ketika ia sedang bermain ski atau pergi ke kantor

(Rogers, 2003: 11). Bahkan dalam peran polisi atau

pemadam kebakaran pun Barbie selalu di gambarkan dengan

gaun anggun dan glamour.

Salah satu komponen pembentuk konsep diri menurut

Stuart dan Sundeen (1991:4) adalah beauty image atau

gambaran diri. Gambaran diri adalah pandangan diri

terhadap diri sendiri tentang penampilan, bentuk tubuh,

ukuran tubuh, fungsi penampilan dan potensi tubuh

(1991:4). Sebagai sebuah komponen dalam pembentuk konsep

diri maka sudah pasti sebuah gambaran diri menjadi sangat

penting. Maka selanjutnya pengaruh film Barbie pun

menjadi penting, karena memberikan beauty image kepada

penontonnya.

Sebuah iklan untuk Barbie yang muncul di Bussiness

work, Forbes, The los angeles Times, dan World Report menggambarkan

Barbie sebagai sosok yang digambarkan menawan hati,

menghanyutkan, memesona, memikat, jelita, memperdaya,

6

lembut, dramatik, cantik, indah, fantastis, gemerlap,

glamour, romantis, berkilauan, bercahaya dan manis (Mary,

2003:1). Penggambaran Barbie tersebut selanjutnya akan

dijadikan sebuah ukuran dalam memandang sebuah beauty

image.

Sebagai boneka paling laris di dunia dengan

penjualan $ 1,5 billion di pasar global (Ditmar1,

2006:2), tentu saja Barbie memiliki banyak penggemar

fanatik. Film Barbie sendiri banyak diminati penonton

dari awal kemunculannya, dibuktikan dari rilis nya film

kedua berjudul “Barbie and The Sensation : Rocking Back To Earth”

yang menjadi kelanjutan film pertamanya “Barbie and The

Rocket: Out of This World”. Tentu saja tidak mungkin ada film

kedua apabila film pertama tidak diterima dan digemari

oleh penonton. Bahkan, hingga Juli tahun 2012 sebuah

1 Helga Ditmar (University of Sussex), Suzanne Ive (University of Sussex) dan Emma Halliwell (University of the West England) dalam Research berjudul Does Barbie Make Girls Want to Be Thin? The Effect of Experimental Explosure to Image of Dolls on the Body Image of 5- to 8-Year-Old Girls. Diterbitkan tahun 2006 oleh American Psyhological Association.

7

televisi swasta di Indonesia masih memutarkan film Barbie

untuk acara mengisi liburan anak sekolah.

Penonton dan penikmat film Barbie akan menerima

sebuah pesan (message) tentang penggambaran beauty image

Barbie yang kemudian akan menjadi panutan dalam menilai

gambaran diri sendiri. Gambaran bentuk tubuh, ukuran,

fungsi penampilan individu akan mematok ukuran Barbie

yang digambarkan dalam film. Sebagai komponen penting,

gambaran diri atau beauty image akan menentukan konsep diri

seseorang. Konsep diri tentang gambaran diri di butuhkan

setiap individu agar dirinya merasa aman dalam

lingkungannya.

Berdasarkan pemahaman konsep diri yang dibahas

sebelumnya, konsep diri akan sangat mempengaruhi berbagai

pola perilaku manusia. Dengan adanya fenomena

penggambaran budaya beauty image oleh film Barbie maka akan

terjadi sebuah pengaruh pada pembentukan konsep diri.

Penelitian ini kemudian akan meneliti bagaimana konsep

8

diri anak penonton Barbie dan bukan penonton Barbie.

Pemilihan dua kelompok tersebut berdasarkan

keinginantauan peneliti terhadap persamaan dan perbedaan

penerimaan isi film Barbie dan konsep diri Barbie.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan

diatas, maka peneliti dapat merumuskan permasalahan

sebagai berikut: “Bagaimana konsep diri anak penonton

film Barbie dan konsep diri anak yang bukan penonton film

Barbie”

C. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan riset kualitatif yang

bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-

dalamnya melalui pengumpulan data sebanyak-banyaknya

(Kriyantono, 2010: 58). Riset kualitatif dipilih penulis

karena desain riset dapat berubah atau disesuaikan dengan

9

perkembangan riset, sehingga lebih fleksibel

(Kriyantono,2010: 57). Jenis penelitian yang digunakan

oleh peneliti adalah penelitian deskriptif komparatif.

Komparatif digunakan peneliti untuk membandingkan konsep

diri anak penonton Barbie dan konsep diri bukan penonton

Barbie.

Peneliti menentukan tiga unit analisis dalam

penelitian ini, yakni sebagai berikut :

1. Pada wawancara terstruktur terhadap informan utama,

unit analisinya adalah pilihan jawaban yang dipilih

informan dari jawaban-jawaban yang disediakan oleh

peneliti.

2. Pada wawancara semi terstruktur terhadap informan

sekunder, unit analisis berupa pernyataan-pernyataan

informan saat menjawab pertanyaan yang diajukan

peneliti.

3. Pada observasi, unit analisis berupa penampilan atau

gambaran diri informan saat dilakukan wawancara.

10

Teknik pemilihan informan yang digunakan dalam penelitian

ini adalah teknik pengambilan sample secara sengaja

(purposive sampling). peneliti memilih informan dengan terlebih

dahulu memberikan kuisioner pendahuluan. Kuisioner

pembuka tersebut kemudian akan menentukan informan yang

dianggap sesuai dengan kriteria informan dan memiliki

kapasitas untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari

peneliti. Berikut adalah kriteria informan daam

penelitian ini :

1. Penonton film Barbie.

Dalam kategori ini peneliti menentukan kriteria

sebagai berikut:

- Anak kelas 1 – 3 SD atau anak usia 6-8 tahun,

dimana usia tersebut adalah usia seorang anak

sudah dapat mengambarkan tentang dirinya secara

lebih kompleks (Santrock, 2007: 56).

- Dapat menceritakan minimal 3 film Barbie

bertemakan kerajaan.

11

- Jumlah informan dalam kriteria ini berjumlah

lima. Peneliti memilih lima karena informan

adalah anak-anak sehingga untuk mendapatkan data

yang mendalam dan lengkap peneliti membutuhkan

waktu dan cara khusus dalam melakukan wawancara.

2. Bukan penonton Barbie.

Dalam kategori ini peneliti menentukan kriteria

sebagai berikut:

- Anak kelas 1-3 SD atau anak usia 6-8 tahun,

dimana usia tersebut adalah usia seorang anak

sudah dapat mengambarkan tentang dirinya secara

kompleks (Santrock, 2007:56).

- Tidak pernah menonton film Barbie.

- Jumlah informan dalam kriteria ini berjumlah

lima. Peneliti memilih lima karena informan

adalah anak-anak sehingga untuk mendapatkan data

yang mendalam dan lengkap peneliti membutuhkan

waktu dan cara khusus dalam melakukan wawancara.

12

D. PEMBAHASAN

Film Barbie terbagi menjadi dua tema yaitu tema

kerajaan dan tema modern. Pembagian ini sudah peneliti

bahas pada bab sebelumnya. Penelitian ini memfokuskan

pada film-film bertemakan kerajaan. Sedangkan informan

dalam penelitian ini adalah anak-anak berusia enam

hingga delapan tahun atau anak yang sedang duduk di

bangku kelas satu hingga kelas tiga sekolah dasar.

Informan tersebut kemudian diwawancara oleh peneliti

untuk mendapatkan data. Selain dengan informan

peneliti juga melakukan wawancara dengan significant others

informan tersebut sebagai pelengkap agar hasil data

yang didapat lebih akurat dan jelas.

Informan dalam penelitian ini diklasifikasikan

menjadi dua kategori yaitu kelompok penonton Barbie

dan kelompok bukan penonton Barbie. Pada sub bab ini

peneliti akan memaparkan data penelitian tentang

13

bagaimana informan penonton Barbie dan bukan penonton

Barbie dalam menerima pesan dan isi film Barbie.

Dalam hal penerimaan pesan film Barbie, informan

prnonton Barbie lebih menerima pesan dan isi film

Barbie karena informan menyukai film tersebut.

Sedangkan informan yang tidak menyukai dan tidak

menonton Barbie menerima pesan dan isi yang

disampaikan film Barbie secara tidak sempurna. Pesan

yang diterima antara lain seperti pesan kemandirian,

pesan kecantikan dan pesan tentang tolong menolong.

Komparasi terhadap konsep diri antara kedua kategori

informan memiliki berbagai persamaan dan perbedaan,

berikut persamaan dan perbedaannya dibahas melalui

empat komponen konsep diri yaitu citra diri. ideal

diri, harga diri, role perfomance dan identitas

personal

1. Citra Diri

14

Terdapat persamaan mengenai gambaran Barbie dalam

persepsi keselurah informan. Lima informan penonton

Barbie dan lima informan bukan penonton Barbie sama-sama

memiliki gambaran bahwa sosok Barbie memiliki tubuh

kurus, putih, dan tinggi. Perbedaan kedua kelompok adalah

lima informan menganggap Barbie cantik dengan tubuh

seperti itu, sedangkan kelompok bukan penonton Barbie

hanya tiga dari lima informan mengatakan bahwa Barbie

cantik.

Informan kelompok Barbie pada saat penelitian mengunakan

gaun terusan bewarna merah muda dengan motif bunga-bunga

dan salah satu informan menggunakan aksesoris berupa

mahkota di kepala. Sedangkan informan bukan penonton

Barbie tidak ada yang menggunakan pakaian bewarna merah

muda. Selain itu, bukan penonton Babrie juga tidak

menggunakan aksesoris apapun.

Lima informan dalam kelompok penonton Barbie mengaku

senang menggunakan baju bewarna merah muda dan hanya satu

15

informan dalam kelompok bukan penonton Barbie yang

menyukai warna merah muda untuk warna pakaian yang

dikenakan. Warna merah muda juga dipilih oleh lima

informan sebagai warna favorit untuk perlengkapan lainnya

seperti tas dan sepatu sedangkan bukan informan tidak

memilih merah muda sebagai warna untuk benda-benda

tersebut.

Hasil observasi peneliti tidak dibantah oleh

informan, informan penonton Barbie membenarkan bahwa

mereka lebih menyukai mengunakan rok dan gaun terusan

seperti yang digunakan Barbie. Berbeda dengan kelompok

informan, hanya dua dari lima informan yang menyukai

menggunakan rok sedangkan tiga informan lain lebih

memilih celana. Apabila alasan penggunakan rok dan gaun

pada kedua kelompok penonton Barbie adalah agar serupa

dengan Barbie, alasan kelompok bukan kelompok Barbie

adalah kepercayaan informan untuk tidak menggunakan

busana yang menyerupai lawan jenis.

16

Perbedaan juga nampak pada keinginan kedua kelompok

informan dalam menjaga dan merubah penampilan tubuhnya.

Kelompok penonton Barbie memakai bedak dan memakai sepatu

tinggi agar putih dan nampak tinggi. Sedangkan informan

dalam kelompok bukan penonton Barbie memakai bedak bukan

bedak wajah melainkan bedak bayi dan bukan karena ingin

putih. Informan juga tidak pernah menggukan sepatu hak

tinggi dengan tujuan ingin tinggi dan dengan alasan

apapun.

2. Ideal Diri

Ideal diri menurut Stuart dan Sundeen (227: 1998)

yang menyebutkan ideal diri sebagai persepsi individu

tentang bagaimana ia harus berperilaku berdasarkan tujuan

atau nilai personal tertentu. Untuk dapat menilai ideal

diri pertama harus mengetahui tujuan nilai yang informan

ingin capai. Tujuan yang dicapai kedua kelompok informan

menpunyai perbedaan. Informan penonton Barbie menjadikan

17

sosok ideal dirinya sedangkan kelompok bukan informan

Barbie tidak menjadikan Barbie sebagai tujuan ideal diri.

Perbedaan tersebut berlanjut dengan berbedanya

persepsi akan kebiasaan dan nilai dua kelompok berbeda.

Kelompok penonton Barbie yang memiliki tujuan menjadi

sosok Barbie merasa menjadi langsing, putih dan tinggi

adalah suatu keharusan dan tidak akan menerima apabila

memiliki tubuh gemuk, hitam dan pendek. Kelompok ini

berusaha untuk menjadi serupa dengan Barbie. Berbeda

dengan kelompok penonton Barbie, kelompok bukan penonton

tidak menpunyai persepsi berperilaku seperti Barbie.

Empat informan bukan penonton Barbie tidak memiliki

keinginan untuk tampil langsing, tinggi dan putih

selayaknya Barbie. Kelima informan juga menerima apabila

harus memiliki tubuh gemuk, tidak tinggi dan tidak putih.

3. Harga Diri

18

Harga diri adalah proses pribadi mencocokkan keadaan

saat ini dan harapan akan ideal dirinya. Kelompok

penonton Barbie menpunyai harapan ideal diri sosok Barbie

namun informan saat ini belum serupa dengan sosok Barbie.

Maka, tidak adanya kesesuaian antara keadaan saat ini

dengan tujuan ideal diri informan dalam kelompok penonton

Barbie. Informan pada saat ini merasa belum serupa Barbie

dan masih ingin menjadi lebih putih, tinggi dan langsing

agar serupa Barbie. Informan dalam kelompok penonton

Barbie merasa tidak suka apabila diberi julukan gemuk

atau gendut oleh orang lain.

Kelompok informan bukan penonton Barbie memiliki

harga diri yang berbeda dengan informan bukan penonton

Barbie. Informan bukan kelompok Barbie tidak memiliki

ideal diri Barbie sehingga informan menerima keadaan saat

ini sebagai keadaan harapan kelompok informan. Informan

juga tidak merasa marah apabila diberi julukan gendut

oleh orang lain. Kelompok informan bukan penonton Barbie

19

memiki kecocokan antara keadaan saat ini dengan harapan

ideal dirinya.

4. Role Perfomance

Peran yang diharapkan oleh significant others informan

kelompok penonton terhadap informan tidak berbeda dengan

peran yang diharapkan kepada kelompok penonton Barbie.

Significant others mengharapkan informan menjalankan peran

sebagai anak yang rajin beribadah dan membantu orang tua,

peran siswa yang sunguh-sunguh belajar dan peran bermain

ceria bersama teman-teman.

Perbedaan nampak pada informan dalam menjalankan

peran yang diharapkan oleh significant others. Kelompok

penonton Barbie merasa lebih menyukai menjadi putri

seperti Barbie daripada harus belajar sedangkan bukan

penontn Barbie menyukai belajar di sekolah daripada

menjadi putri. Dalam menjalankan peran bermain kelompok

penonton Barbie lebih menyukai bermain boneka Barbie atau

20

boneka bayi sedangkan informan bukan kelompok Barbie

lebih suka permainan luar ruangan seperti sepeda.

5. Identitas Personal

Identitas personal adalah kesadaran akan diri

sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian

terhadap dirinya. Kelompok penonton dan penyuka film

Barbie merasa bangga apabila dianggap sama dengan sosok

Barbie. Sehingga menilai dirinya sebagai Barbie dan bukan

sesosok dirinya sendiri. Berbeda dengan identitas

personal bukan kelompok Barbie, informan kelompok ini

tidak merasa bangga apabila dianggap serupa dengan

Barbie. Informan bukan penonton Barbie bangga terhadap

dirinya tanpa harus serupa dengan Barbie.

E. KESIMPULAN

1. Film Barbie termasuk film yang sangat diminati dan

digemari oleh anak-anak. Terbukti masih diputarnya

film-film Barbie di salah satu stasiun televisi

21

hingga saat ini. Kegemaran anak-anak terhadap film

Barbie membuat mereka dapat menyerap pesan dan isi

film tersebut. Pesan dan isi yang diterima penonton

Barbie antara lain mengenai : kecantikan Barbie,

kehidupan Barbie, sifat kemandirian, gemar tolong

menolong dan sifat rajin yang dimiliki Barbie.

2. Bagi anak-anak yang tidak menonton Barbie, pesan

dalam film Barbie tidak diterima secara sempurna.

Anak-anak kelompok bukan penonton Barbie menerima

kecantikan Barbie melalui media gambar atau poster

bukan dari film Barbie sedangkan sifat-sifat

kemandirian, gemar tolong menolong dan sifat rajin

di dapat dari literasi lain seperti didikan orang

tua dan lingkungan.

3. Informan dalam menerima pesan film Barbie memiliki

kecenderungan untuk lebih menerima karakteristik

tokoh utama dalam film dibandingkan dengan pesan

moral yang disampaikan oleh film tersebut. Bagi

22

anak-anak kecantikan Barbie dan kehidupan Barbie

seperti mahkota, putri dan kerajaan lebih menarik

dibandingkan dengan adegan moral Barbie menolong

orang lain. Kecenderungan menilai fisik membuat film

Barbie sebaiknya ditonton dengan pendampingan orang

tua.

4. Kelompok penonton Barbie dan bukan penonton Barbie

memiliki kesamaan dalam menerima konsep kecantikan

Barbie. Kedua kelompok informan menerima bahwa

Barbie dengan kulit putih, langsing dan tinggi

adalah cantik. Kenyataan tersebut membuktikan bahwa

konsep kecantikan sudah serupa dan dipengaruhi oleh

budaya barat.

5. Penerimaan pesan dalam film Barbie memiliki pengaruh

terhadap pembentukan konsep diri anak. Penonton

Barbie memiliki keinginan menjadi sosok Barbie

sehingga penampilan dan peran mereka sesuaikan agar

serupa dengan Barbie. Penonton Barbie akan merasa

23

bangga apabila dianggap seperti Barbie dan akan

terus berusaha agar serupa dengan Barbie.

6. Konsep diri anak bukan penonton Barbie tidak

terpengaruh dengan film Barbie. Kelompok ini tidak

memiliki keinginan menjadi Barbie dan tidak berusaha

berpenampilan atau berperilaku selayaknya Barbie.

Konsep diri kelompok ini dipengaruhi oleh literasi

lain seperti kegemaran terhadap film lain, didikan

orang tua, keadaan ekonomi, dan lingkungan.

7. Berdasarkan enam poin diatas, secara keseluruhan

peneliti menyimpulkan bahwa konsep diri seseorang

dapat terbentuk melalui film yang digemari. Maka,

apabila anak tersebut menyukai film Barbie konsep

diri yang terbentuk adalah Barbie sedangkan anak

yang tidak menonton Barbie konsep diri yang

terbentuk dapat melalui film kegeraman mereka,

didikan orangtua dan lingkungan sekitar.

24

F. DAFTAR PUSTAKA

Buku

Baran, Stanley J (2012) Pengantar Komunikasi Massa Melek Media

dan Budaya edisi 1 jilid 5. Jakarta: Erlangga

Baron, R. A., Branscombe, N. R., & Byrne, D. (2009) Social

Psychology (12th ed.). Boston, MA: Pearson/Allyn and

Bacon

Bungin, Burham (2008) Konstruksi Sosial Media Massa, Jakarta:

Kencana

Hawkins, Del I., Roger J. Best, Kenneth A. Coney. (2001).

Consumer Behavior: Building Marketing Strategy. USA: McGraw-

Hill.

Devito, Joseph A (2007) The Interpersonal Communication Book,

Boston: Pearson

Feist, Jess dan Feist, Gregory J (2008) Theories of Personality

edisi keenam, edisi Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Horton, Paul B. dan Hunt, Chester L (1999) Sosiologi.

Jakarta: Erlangga

25

Hurlock, Elizabeth B (1992) Psikologi Perkembangan, Suatu

Pendekatan dalam Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga

Istadi, Irawati (2007) Istimewakan Setiap Anak. Bekasi:

Pustaka Inti

Littlejohn, Stephen W (2002) Theories of Human Communication.

USA: Wadsworth

Keliat, B.A, dkk. (1992) Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.

Jakarta: EGC

Kriyantono, Rachmat (2010) Teknik Praktis Riset Komunikasi, Disertai

contoh praktis Riset Media,Public Realation, Advertising, Komunikasi

Organisasi, Komunikasi Pemasaran, Jakarta: Kencana

Mappiare, A (1992) Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional

Mccandless, B.R dan Coop, R.H. (1979). Adolescent: Behavior

and Development (second ed). New Jersey: Holt, Rinehart

and Winston

Mubarak W I, Chayatin Ns N (2009) Ilmu Kesehatan Masyarakat:

Teori dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.

26

Myers, David G (2005) Social Psychology, New York: McGraw-

Hill

Nurudin (2007) Pengantar Komunikasi Massa, Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada

Pudjijigyanti, CR (1993) Konsep Diri dalam Pendidikan. Jakarta:

Erlangga

Rakhmad, Jalaluddin (2002) Psikologi Komunikasi. Bandung:

Remaja Rosda Karya

Rogers, Mary F (2003) Barbie Culture :Ikon Budaya Konsumerisme.

Yogyakarta : Relief.

Ruslan, Rosady (2003) Metode Penelitian Public Relation

dan Komunikasi. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.

Santrock, John W (2007) Perkembangan Anak,edisi ketujuh,jilid dua.

Jakarta: Erlangga

Sobur, Alex (2006) Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja

Rosdakarya

Stuart, G. W. dan Sundeen, S.J. (1991). Principles and Practice

of Psychiatric Nursing. St. Louis: Mosby Company

27

Suliswati (2005) Konsep Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Syam, Nina W (2012) Psikologi Sosial Sebagai Akar Ilmu Komunikasi.

Bandung: Remaja Rosdakarya

Thomas, Murray R (2003) Blending Qualitative & Quantitative Research

Methods in Theses and Dissertations. California: Corwin

Press,Inc

Turner, Graeme (2008) Film as Social Practice. New York:

Routledge

Wisadirana, Darsono. 2005. Metode Penelitian Pedoman Penulisan

Skripsi Untuk Ilmu Sosial. Malang : UMM Press

Yusuf, Syamsu (2007) Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.

Bandung: Remaja Rosdakarta

Jurnal

Helga Ditmar (University of Sussex), Suzanne Ive

(University of Sussex) dan Emma Halliwell

(University of the West England) (2006) Does Barbie

Make Girls Want to Be Thin? The Effect of Experimental Explosure to

28

Image of Dolls on the Body Image of 5- to 8-Year-Old Girls. American

Psyhological Association.

Internet

Sumber gambar cover Barbie dari internet

http://moviesoftheday.com/download-ian-james-corlett-movies/ diakses pada tanggal 12 November 2012 pukul 19.00 WIB

http://www.moviepostershop.com/barbie-of-swan-lake-movie-poster-2003 diakses pada tanggal 12 November 2012 pukul 19.00 WIB

http://en.wikipedia.org/wiki/Barbie_in_the_Nutcracker diaksespada tanggal 12 November 2012 pukul 19.00 WIB

http://www.freecodesource.com/movie-posters/B000067R6O--barbie-as-rapunzel-movie-poster.html diakses pada tanggal12 November 2012 pukul 19.00 WIB

http://www.kumarsmoghtader.com/lic04.html diakses pada tanggal 12 November 2012 pukul 19.00 WIB

http://www.moviepostershop.com/barbie-and-the-magic-of-pegasus-3-d-movie-poster-2005 diakses pada tanggal 12 November 2012 pukul 19.00 WIB

http://www.iceposter.com/posters/movies/Barbie:_Mermaidia_movie_posters_(2006)/MOV_619948df_Barbie:_Mermaidia_movie_poster_(2006)_Picture.html diakses pada tanggal 12 November 2012 pukul 19.00 WIB

http://www.indiantelevision.com/headlines/y2k6/oct/oct278.htmdiakses pada tanggal 12 November 2012 pukul 19.00 WIB

29

http://en.wikipedia.org/wiki/Barbie_as_the_Island_Princess diakses pada tanggal 12 November 2012 pukul 19.00 WIB