KONSEP DIRI ANAK PENONTON BARBIE DAN BUKAN PENONTON BARBIE (STUDI KOMPARATIF TERHADAP ANAK PENONTON...
Transcript of KONSEP DIRI ANAK PENONTON BARBIE DAN BUKAN PENONTON BARBIE (STUDI KOMPARATIF TERHADAP ANAK PENONTON...
KONSEP DIRI ANAK PENONTON BARBIE DAN BUKAN
PENONTON BARBIE (STUDI KOMPARATIF TERHADAP
ANAK PENONTON BARBIE DAN BUKAN PENONTON
BARBIE)
Oleh : Zifora Mujahidah Villa
FISIP, Universitas Brawijaya
Abstract
Self-concept is not absolutely given by God, so it could be formed and
be changed. Movie is the one which could form self-concept. Every movie
including Barbie always tells about culture that will be imitated or followed
by people who like this movie through social learning process. Focuses of this
research are on the message acceptance that conveyed whether to the
Barbie’s viewer and not the Barbie’s viewer. The following focus is how the
children’s self-concept on both children who like and dislike to watch Barbie’s
movie. This is qualitative research, implementing descriptive analysis and
1
2
comparative to figure out the similarity and distinction of both Barbie’s
viewer and not.
The result of this research showed the difference of acceptance and
self-concept between Barbie’s viewer and not, based on research question
and research focus. Viewers who watched and liked Barbie accepted the
messages conveyed by Barbie’s movie better than viewers who didn’t like this
movie. In one of self-concept component, which was informant’s self-image,
showed the difference on their looks between both groups. Barbie’s viewer
group always wanted to look like Barbie. The other group showed the
opposite way, eventhough there was some informants of this group who
considered Barbie as a beautiful figure, but no one who wanted to look like
Barbie. That difference was caused by group of not Barbie’s viewer didn’t
have a social learning process. Group of not Barbie’s viewer had never
watched and not like to watch Barbie’s movie, so there was no desire or
motivation to look like Barbie. That was different with group of Barbie’s
viewer. They considered Barbie as role mode and always want to look like
Barbie as they watched on movie.
Key words : Interpersonal Communication, Self Concept
3
A. PENDAHULUAN
Setiap individu menpunyai konsep diri yang berbeda-
beda. Konsep diri bukan merupakan faktor yang dibawa
sejak lahir, melainkan faktor yang dapat berubah dan
dapay dibentuk. Konsep diri dapat dibentuk dengan
berbagai cara (Devito, 2007: 56) yaitu dengan
menginterpretasikan dan evaluasi diri sendiri (your
interpretation and evaluating), melihat bagaimana orang lain
memandang diri individu (other’s images of you) , mendapatkan
pengaruh dari ajaran budaya di lingkungan (cultural teaching)
dan melalui terjadinya perbandingan sosial (social
comparison). Perbandingan sosial adalah membandingkan
identitas diri yang didapat dari individu tersebut dengan
lingkungan sekitarnya (Devito, 2007: 56). Identitas diri
yang dibandingkan dengan pandangan dan tata cara orang
dalam lingkungannya akan menghasilkan sebuah konsep diri.
Sementara budaya dan lingkungan sosial pun akan
4
mempengaruhi terbentuknya konsep diri, salah satunya
melalui media massa.
Sebagai salah satu media massa, film memliki peran
penting dalam penyampaikan pesan pada khalayak. Hubungan
antara film dan masyarakat selalu dipahami secara linier,
artinya film selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat
berdasarkan muatan pesan (message) di baliknya, tanpa
pernah berlaku sebaliknya (Sobur, 2006:127). Begitu juga
gambaran perempuan ideal dalam media massa termasuk di
dalamnya film, sangat mempengaruhi streotipe yang
berkembang di masyarakat akan bentuk ideal perempuan.
Salah satu film yang menunjukkan bagaimana seharusnya
perempuan ideal adalah film Barbie.
Film Barbie menggambarkan bagaimana seharusnya
bentuk tubuh dan berpenampilan sehari-hari. Film Barbie
selalu menggambarkan penampilan Barbie yang menawan.
Penampilannya senantiasa mengesankan pakaian feminin yang
tepat untuk situasi apa pun yang dilakukan, apakah itu
5
ketika ia sedang bermain ski atau pergi ke kantor
(Rogers, 2003: 11). Bahkan dalam peran polisi atau
pemadam kebakaran pun Barbie selalu di gambarkan dengan
gaun anggun dan glamour.
Salah satu komponen pembentuk konsep diri menurut
Stuart dan Sundeen (1991:4) adalah beauty image atau
gambaran diri. Gambaran diri adalah pandangan diri
terhadap diri sendiri tentang penampilan, bentuk tubuh,
ukuran tubuh, fungsi penampilan dan potensi tubuh
(1991:4). Sebagai sebuah komponen dalam pembentuk konsep
diri maka sudah pasti sebuah gambaran diri menjadi sangat
penting. Maka selanjutnya pengaruh film Barbie pun
menjadi penting, karena memberikan beauty image kepada
penontonnya.
Sebuah iklan untuk Barbie yang muncul di Bussiness
work, Forbes, The los angeles Times, dan World Report menggambarkan
Barbie sebagai sosok yang digambarkan menawan hati,
menghanyutkan, memesona, memikat, jelita, memperdaya,
6
lembut, dramatik, cantik, indah, fantastis, gemerlap,
glamour, romantis, berkilauan, bercahaya dan manis (Mary,
2003:1). Penggambaran Barbie tersebut selanjutnya akan
dijadikan sebuah ukuran dalam memandang sebuah beauty
image.
Sebagai boneka paling laris di dunia dengan
penjualan $ 1,5 billion di pasar global (Ditmar1,
2006:2), tentu saja Barbie memiliki banyak penggemar
fanatik. Film Barbie sendiri banyak diminati penonton
dari awal kemunculannya, dibuktikan dari rilis nya film
kedua berjudul “Barbie and The Sensation : Rocking Back To Earth”
yang menjadi kelanjutan film pertamanya “Barbie and The
Rocket: Out of This World”. Tentu saja tidak mungkin ada film
kedua apabila film pertama tidak diterima dan digemari
oleh penonton. Bahkan, hingga Juli tahun 2012 sebuah
1 Helga Ditmar (University of Sussex), Suzanne Ive (University of Sussex) dan Emma Halliwell (University of the West England) dalam Research berjudul Does Barbie Make Girls Want to Be Thin? The Effect of Experimental Explosure to Image of Dolls on the Body Image of 5- to 8-Year-Old Girls. Diterbitkan tahun 2006 oleh American Psyhological Association.
7
televisi swasta di Indonesia masih memutarkan film Barbie
untuk acara mengisi liburan anak sekolah.
Penonton dan penikmat film Barbie akan menerima
sebuah pesan (message) tentang penggambaran beauty image
Barbie yang kemudian akan menjadi panutan dalam menilai
gambaran diri sendiri. Gambaran bentuk tubuh, ukuran,
fungsi penampilan individu akan mematok ukuran Barbie
yang digambarkan dalam film. Sebagai komponen penting,
gambaran diri atau beauty image akan menentukan konsep diri
seseorang. Konsep diri tentang gambaran diri di butuhkan
setiap individu agar dirinya merasa aman dalam
lingkungannya.
Berdasarkan pemahaman konsep diri yang dibahas
sebelumnya, konsep diri akan sangat mempengaruhi berbagai
pola perilaku manusia. Dengan adanya fenomena
penggambaran budaya beauty image oleh film Barbie maka akan
terjadi sebuah pengaruh pada pembentukan konsep diri.
Penelitian ini kemudian akan meneliti bagaimana konsep
8
diri anak penonton Barbie dan bukan penonton Barbie.
Pemilihan dua kelompok tersebut berdasarkan
keinginantauan peneliti terhadap persamaan dan perbedaan
penerimaan isi film Barbie dan konsep diri Barbie.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan
diatas, maka peneliti dapat merumuskan permasalahan
sebagai berikut: “Bagaimana konsep diri anak penonton
film Barbie dan konsep diri anak yang bukan penonton film
Barbie”
C. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan riset kualitatif yang
bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-
dalamnya melalui pengumpulan data sebanyak-banyaknya
(Kriyantono, 2010: 58). Riset kualitatif dipilih penulis
karena desain riset dapat berubah atau disesuaikan dengan
9
perkembangan riset, sehingga lebih fleksibel
(Kriyantono,2010: 57). Jenis penelitian yang digunakan
oleh peneliti adalah penelitian deskriptif komparatif.
Komparatif digunakan peneliti untuk membandingkan konsep
diri anak penonton Barbie dan konsep diri bukan penonton
Barbie.
Peneliti menentukan tiga unit analisis dalam
penelitian ini, yakni sebagai berikut :
1. Pada wawancara terstruktur terhadap informan utama,
unit analisinya adalah pilihan jawaban yang dipilih
informan dari jawaban-jawaban yang disediakan oleh
peneliti.
2. Pada wawancara semi terstruktur terhadap informan
sekunder, unit analisis berupa pernyataan-pernyataan
informan saat menjawab pertanyaan yang diajukan
peneliti.
3. Pada observasi, unit analisis berupa penampilan atau
gambaran diri informan saat dilakukan wawancara.
10
Teknik pemilihan informan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah teknik pengambilan sample secara sengaja
(purposive sampling). peneliti memilih informan dengan terlebih
dahulu memberikan kuisioner pendahuluan. Kuisioner
pembuka tersebut kemudian akan menentukan informan yang
dianggap sesuai dengan kriteria informan dan memiliki
kapasitas untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari
peneliti. Berikut adalah kriteria informan daam
penelitian ini :
1. Penonton film Barbie.
Dalam kategori ini peneliti menentukan kriteria
sebagai berikut:
- Anak kelas 1 – 3 SD atau anak usia 6-8 tahun,
dimana usia tersebut adalah usia seorang anak
sudah dapat mengambarkan tentang dirinya secara
lebih kompleks (Santrock, 2007: 56).
- Dapat menceritakan minimal 3 film Barbie
bertemakan kerajaan.
11
- Jumlah informan dalam kriteria ini berjumlah
lima. Peneliti memilih lima karena informan
adalah anak-anak sehingga untuk mendapatkan data
yang mendalam dan lengkap peneliti membutuhkan
waktu dan cara khusus dalam melakukan wawancara.
2. Bukan penonton Barbie.
Dalam kategori ini peneliti menentukan kriteria
sebagai berikut:
- Anak kelas 1-3 SD atau anak usia 6-8 tahun,
dimana usia tersebut adalah usia seorang anak
sudah dapat mengambarkan tentang dirinya secara
kompleks (Santrock, 2007:56).
- Tidak pernah menonton film Barbie.
- Jumlah informan dalam kriteria ini berjumlah
lima. Peneliti memilih lima karena informan
adalah anak-anak sehingga untuk mendapatkan data
yang mendalam dan lengkap peneliti membutuhkan
waktu dan cara khusus dalam melakukan wawancara.
12
D. PEMBAHASAN
Film Barbie terbagi menjadi dua tema yaitu tema
kerajaan dan tema modern. Pembagian ini sudah peneliti
bahas pada bab sebelumnya. Penelitian ini memfokuskan
pada film-film bertemakan kerajaan. Sedangkan informan
dalam penelitian ini adalah anak-anak berusia enam
hingga delapan tahun atau anak yang sedang duduk di
bangku kelas satu hingga kelas tiga sekolah dasar.
Informan tersebut kemudian diwawancara oleh peneliti
untuk mendapatkan data. Selain dengan informan
peneliti juga melakukan wawancara dengan significant others
informan tersebut sebagai pelengkap agar hasil data
yang didapat lebih akurat dan jelas.
Informan dalam penelitian ini diklasifikasikan
menjadi dua kategori yaitu kelompok penonton Barbie
dan kelompok bukan penonton Barbie. Pada sub bab ini
peneliti akan memaparkan data penelitian tentang
13
bagaimana informan penonton Barbie dan bukan penonton
Barbie dalam menerima pesan dan isi film Barbie.
Dalam hal penerimaan pesan film Barbie, informan
prnonton Barbie lebih menerima pesan dan isi film
Barbie karena informan menyukai film tersebut.
Sedangkan informan yang tidak menyukai dan tidak
menonton Barbie menerima pesan dan isi yang
disampaikan film Barbie secara tidak sempurna. Pesan
yang diterima antara lain seperti pesan kemandirian,
pesan kecantikan dan pesan tentang tolong menolong.
Komparasi terhadap konsep diri antara kedua kategori
informan memiliki berbagai persamaan dan perbedaan,
berikut persamaan dan perbedaannya dibahas melalui
empat komponen konsep diri yaitu citra diri. ideal
diri, harga diri, role perfomance dan identitas
personal
1. Citra Diri
14
Terdapat persamaan mengenai gambaran Barbie dalam
persepsi keselurah informan. Lima informan penonton
Barbie dan lima informan bukan penonton Barbie sama-sama
memiliki gambaran bahwa sosok Barbie memiliki tubuh
kurus, putih, dan tinggi. Perbedaan kedua kelompok adalah
lima informan menganggap Barbie cantik dengan tubuh
seperti itu, sedangkan kelompok bukan penonton Barbie
hanya tiga dari lima informan mengatakan bahwa Barbie
cantik.
Informan kelompok Barbie pada saat penelitian mengunakan
gaun terusan bewarna merah muda dengan motif bunga-bunga
dan salah satu informan menggunakan aksesoris berupa
mahkota di kepala. Sedangkan informan bukan penonton
Barbie tidak ada yang menggunakan pakaian bewarna merah
muda. Selain itu, bukan penonton Babrie juga tidak
menggunakan aksesoris apapun.
Lima informan dalam kelompok penonton Barbie mengaku
senang menggunakan baju bewarna merah muda dan hanya satu
15
informan dalam kelompok bukan penonton Barbie yang
menyukai warna merah muda untuk warna pakaian yang
dikenakan. Warna merah muda juga dipilih oleh lima
informan sebagai warna favorit untuk perlengkapan lainnya
seperti tas dan sepatu sedangkan bukan informan tidak
memilih merah muda sebagai warna untuk benda-benda
tersebut.
Hasil observasi peneliti tidak dibantah oleh
informan, informan penonton Barbie membenarkan bahwa
mereka lebih menyukai mengunakan rok dan gaun terusan
seperti yang digunakan Barbie. Berbeda dengan kelompok
informan, hanya dua dari lima informan yang menyukai
menggunakan rok sedangkan tiga informan lain lebih
memilih celana. Apabila alasan penggunakan rok dan gaun
pada kedua kelompok penonton Barbie adalah agar serupa
dengan Barbie, alasan kelompok bukan kelompok Barbie
adalah kepercayaan informan untuk tidak menggunakan
busana yang menyerupai lawan jenis.
16
Perbedaan juga nampak pada keinginan kedua kelompok
informan dalam menjaga dan merubah penampilan tubuhnya.
Kelompok penonton Barbie memakai bedak dan memakai sepatu
tinggi agar putih dan nampak tinggi. Sedangkan informan
dalam kelompok bukan penonton Barbie memakai bedak bukan
bedak wajah melainkan bedak bayi dan bukan karena ingin
putih. Informan juga tidak pernah menggukan sepatu hak
tinggi dengan tujuan ingin tinggi dan dengan alasan
apapun.
2. Ideal Diri
Ideal diri menurut Stuart dan Sundeen (227: 1998)
yang menyebutkan ideal diri sebagai persepsi individu
tentang bagaimana ia harus berperilaku berdasarkan tujuan
atau nilai personal tertentu. Untuk dapat menilai ideal
diri pertama harus mengetahui tujuan nilai yang informan
ingin capai. Tujuan yang dicapai kedua kelompok informan
menpunyai perbedaan. Informan penonton Barbie menjadikan
17
sosok ideal dirinya sedangkan kelompok bukan informan
Barbie tidak menjadikan Barbie sebagai tujuan ideal diri.
Perbedaan tersebut berlanjut dengan berbedanya
persepsi akan kebiasaan dan nilai dua kelompok berbeda.
Kelompok penonton Barbie yang memiliki tujuan menjadi
sosok Barbie merasa menjadi langsing, putih dan tinggi
adalah suatu keharusan dan tidak akan menerima apabila
memiliki tubuh gemuk, hitam dan pendek. Kelompok ini
berusaha untuk menjadi serupa dengan Barbie. Berbeda
dengan kelompok penonton Barbie, kelompok bukan penonton
tidak menpunyai persepsi berperilaku seperti Barbie.
Empat informan bukan penonton Barbie tidak memiliki
keinginan untuk tampil langsing, tinggi dan putih
selayaknya Barbie. Kelima informan juga menerima apabila
harus memiliki tubuh gemuk, tidak tinggi dan tidak putih.
3. Harga Diri
18
Harga diri adalah proses pribadi mencocokkan keadaan
saat ini dan harapan akan ideal dirinya. Kelompok
penonton Barbie menpunyai harapan ideal diri sosok Barbie
namun informan saat ini belum serupa dengan sosok Barbie.
Maka, tidak adanya kesesuaian antara keadaan saat ini
dengan tujuan ideal diri informan dalam kelompok penonton
Barbie. Informan pada saat ini merasa belum serupa Barbie
dan masih ingin menjadi lebih putih, tinggi dan langsing
agar serupa Barbie. Informan dalam kelompok penonton
Barbie merasa tidak suka apabila diberi julukan gemuk
atau gendut oleh orang lain.
Kelompok informan bukan penonton Barbie memiliki
harga diri yang berbeda dengan informan bukan penonton
Barbie. Informan bukan kelompok Barbie tidak memiliki
ideal diri Barbie sehingga informan menerima keadaan saat
ini sebagai keadaan harapan kelompok informan. Informan
juga tidak merasa marah apabila diberi julukan gendut
oleh orang lain. Kelompok informan bukan penonton Barbie
19
memiki kecocokan antara keadaan saat ini dengan harapan
ideal dirinya.
4. Role Perfomance
Peran yang diharapkan oleh significant others informan
kelompok penonton terhadap informan tidak berbeda dengan
peran yang diharapkan kepada kelompok penonton Barbie.
Significant others mengharapkan informan menjalankan peran
sebagai anak yang rajin beribadah dan membantu orang tua,
peran siswa yang sunguh-sunguh belajar dan peran bermain
ceria bersama teman-teman.
Perbedaan nampak pada informan dalam menjalankan
peran yang diharapkan oleh significant others. Kelompok
penonton Barbie merasa lebih menyukai menjadi putri
seperti Barbie daripada harus belajar sedangkan bukan
penontn Barbie menyukai belajar di sekolah daripada
menjadi putri. Dalam menjalankan peran bermain kelompok
penonton Barbie lebih menyukai bermain boneka Barbie atau
20
boneka bayi sedangkan informan bukan kelompok Barbie
lebih suka permainan luar ruangan seperti sepeda.
5. Identitas Personal
Identitas personal adalah kesadaran akan diri
sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian
terhadap dirinya. Kelompok penonton dan penyuka film
Barbie merasa bangga apabila dianggap sama dengan sosok
Barbie. Sehingga menilai dirinya sebagai Barbie dan bukan
sesosok dirinya sendiri. Berbeda dengan identitas
personal bukan kelompok Barbie, informan kelompok ini
tidak merasa bangga apabila dianggap serupa dengan
Barbie. Informan bukan penonton Barbie bangga terhadap
dirinya tanpa harus serupa dengan Barbie.
E. KESIMPULAN
1. Film Barbie termasuk film yang sangat diminati dan
digemari oleh anak-anak. Terbukti masih diputarnya
film-film Barbie di salah satu stasiun televisi
21
hingga saat ini. Kegemaran anak-anak terhadap film
Barbie membuat mereka dapat menyerap pesan dan isi
film tersebut. Pesan dan isi yang diterima penonton
Barbie antara lain mengenai : kecantikan Barbie,
kehidupan Barbie, sifat kemandirian, gemar tolong
menolong dan sifat rajin yang dimiliki Barbie.
2. Bagi anak-anak yang tidak menonton Barbie, pesan
dalam film Barbie tidak diterima secara sempurna.
Anak-anak kelompok bukan penonton Barbie menerima
kecantikan Barbie melalui media gambar atau poster
bukan dari film Barbie sedangkan sifat-sifat
kemandirian, gemar tolong menolong dan sifat rajin
di dapat dari literasi lain seperti didikan orang
tua dan lingkungan.
3. Informan dalam menerima pesan film Barbie memiliki
kecenderungan untuk lebih menerima karakteristik
tokoh utama dalam film dibandingkan dengan pesan
moral yang disampaikan oleh film tersebut. Bagi
22
anak-anak kecantikan Barbie dan kehidupan Barbie
seperti mahkota, putri dan kerajaan lebih menarik
dibandingkan dengan adegan moral Barbie menolong
orang lain. Kecenderungan menilai fisik membuat film
Barbie sebaiknya ditonton dengan pendampingan orang
tua.
4. Kelompok penonton Barbie dan bukan penonton Barbie
memiliki kesamaan dalam menerima konsep kecantikan
Barbie. Kedua kelompok informan menerima bahwa
Barbie dengan kulit putih, langsing dan tinggi
adalah cantik. Kenyataan tersebut membuktikan bahwa
konsep kecantikan sudah serupa dan dipengaruhi oleh
budaya barat.
5. Penerimaan pesan dalam film Barbie memiliki pengaruh
terhadap pembentukan konsep diri anak. Penonton
Barbie memiliki keinginan menjadi sosok Barbie
sehingga penampilan dan peran mereka sesuaikan agar
serupa dengan Barbie. Penonton Barbie akan merasa
23
bangga apabila dianggap seperti Barbie dan akan
terus berusaha agar serupa dengan Barbie.
6. Konsep diri anak bukan penonton Barbie tidak
terpengaruh dengan film Barbie. Kelompok ini tidak
memiliki keinginan menjadi Barbie dan tidak berusaha
berpenampilan atau berperilaku selayaknya Barbie.
Konsep diri kelompok ini dipengaruhi oleh literasi
lain seperti kegemaran terhadap film lain, didikan
orang tua, keadaan ekonomi, dan lingkungan.
7. Berdasarkan enam poin diatas, secara keseluruhan
peneliti menyimpulkan bahwa konsep diri seseorang
dapat terbentuk melalui film yang digemari. Maka,
apabila anak tersebut menyukai film Barbie konsep
diri yang terbentuk adalah Barbie sedangkan anak
yang tidak menonton Barbie konsep diri yang
terbentuk dapat melalui film kegeraman mereka,
didikan orangtua dan lingkungan sekitar.
24
F. DAFTAR PUSTAKA
Buku
Baran, Stanley J (2012) Pengantar Komunikasi Massa Melek Media
dan Budaya edisi 1 jilid 5. Jakarta: Erlangga
Baron, R. A., Branscombe, N. R., & Byrne, D. (2009) Social
Psychology (12th ed.). Boston, MA: Pearson/Allyn and
Bacon
Bungin, Burham (2008) Konstruksi Sosial Media Massa, Jakarta:
Kencana
Hawkins, Del I., Roger J. Best, Kenneth A. Coney. (2001).
Consumer Behavior: Building Marketing Strategy. USA: McGraw-
Hill.
Devito, Joseph A (2007) The Interpersonal Communication Book,
Boston: Pearson
Feist, Jess dan Feist, Gregory J (2008) Theories of Personality
edisi keenam, edisi Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Horton, Paul B. dan Hunt, Chester L (1999) Sosiologi.
Jakarta: Erlangga
25
Hurlock, Elizabeth B (1992) Psikologi Perkembangan, Suatu
Pendekatan dalam Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga
Istadi, Irawati (2007) Istimewakan Setiap Anak. Bekasi:
Pustaka Inti
Littlejohn, Stephen W (2002) Theories of Human Communication.
USA: Wadsworth
Keliat, B.A, dkk. (1992) Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta: EGC
Kriyantono, Rachmat (2010) Teknik Praktis Riset Komunikasi, Disertai
contoh praktis Riset Media,Public Realation, Advertising, Komunikasi
Organisasi, Komunikasi Pemasaran, Jakarta: Kencana
Mappiare, A (1992) Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional
Mccandless, B.R dan Coop, R.H. (1979). Adolescent: Behavior
and Development (second ed). New Jersey: Holt, Rinehart
and Winston
Mubarak W I, Chayatin Ns N (2009) Ilmu Kesehatan Masyarakat:
Teori dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.
26
Myers, David G (2005) Social Psychology, New York: McGraw-
Hill
Nurudin (2007) Pengantar Komunikasi Massa, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada
Pudjijigyanti, CR (1993) Konsep Diri dalam Pendidikan. Jakarta:
Erlangga
Rakhmad, Jalaluddin (2002) Psikologi Komunikasi. Bandung:
Remaja Rosda Karya
Rogers, Mary F (2003) Barbie Culture :Ikon Budaya Konsumerisme.
Yogyakarta : Relief.
Ruslan, Rosady (2003) Metode Penelitian Public Relation
dan Komunikasi. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
Santrock, John W (2007) Perkembangan Anak,edisi ketujuh,jilid dua.
Jakarta: Erlangga
Sobur, Alex (2006) Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Stuart, G. W. dan Sundeen, S.J. (1991). Principles and Practice
of Psychiatric Nursing. St. Louis: Mosby Company
27
Suliswati (2005) Konsep Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Syam, Nina W (2012) Psikologi Sosial Sebagai Akar Ilmu Komunikasi.
Bandung: Remaja Rosdakarya
Thomas, Murray R (2003) Blending Qualitative & Quantitative Research
Methods in Theses and Dissertations. California: Corwin
Press,Inc
Turner, Graeme (2008) Film as Social Practice. New York:
Routledge
Wisadirana, Darsono. 2005. Metode Penelitian Pedoman Penulisan
Skripsi Untuk Ilmu Sosial. Malang : UMM Press
Yusuf, Syamsu (2007) Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.
Bandung: Remaja Rosdakarta
Jurnal
Helga Ditmar (University of Sussex), Suzanne Ive
(University of Sussex) dan Emma Halliwell
(University of the West England) (2006) Does Barbie
Make Girls Want to Be Thin? The Effect of Experimental Explosure to
28
Image of Dolls on the Body Image of 5- to 8-Year-Old Girls. American
Psyhological Association.
Internet
Sumber gambar cover Barbie dari internet
http://moviesoftheday.com/download-ian-james-corlett-movies/ diakses pada tanggal 12 November 2012 pukul 19.00 WIB
http://www.moviepostershop.com/barbie-of-swan-lake-movie-poster-2003 diakses pada tanggal 12 November 2012 pukul 19.00 WIB
http://en.wikipedia.org/wiki/Barbie_in_the_Nutcracker diaksespada tanggal 12 November 2012 pukul 19.00 WIB
http://www.freecodesource.com/movie-posters/B000067R6O--barbie-as-rapunzel-movie-poster.html diakses pada tanggal12 November 2012 pukul 19.00 WIB
http://www.kumarsmoghtader.com/lic04.html diakses pada tanggal 12 November 2012 pukul 19.00 WIB
http://www.moviepostershop.com/barbie-and-the-magic-of-pegasus-3-d-movie-poster-2005 diakses pada tanggal 12 November 2012 pukul 19.00 WIB
http://www.iceposter.com/posters/movies/Barbie:_Mermaidia_movie_posters_(2006)/MOV_619948df_Barbie:_Mermaidia_movie_poster_(2006)_Picture.html diakses pada tanggal 12 November 2012 pukul 19.00 WIB
http://www.indiantelevision.com/headlines/y2k6/oct/oct278.htmdiakses pada tanggal 12 November 2012 pukul 19.00 WIB
29
http://en.wikipedia.org/wiki/Barbie_as_the_Island_Princess diakses pada tanggal 12 November 2012 pukul 19.00 WIB