KONSENTRASI BAHAN ORGANIK DALAM SEDIMEN DASAR ...

84
KONSENTRASI BAHAN ORGANIK DALAM SEDIMEN DASAR PERAIRAN KAITANNYA DENGAN KERAPATAN DAN PENUTUPAN JENIS MANGROVE DI PULAU PANNIKIANG KECAMATAN BALUSU KABUPATEN BARRU SKRIPSI AYU LESTARI L111 13 002 PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018

Transcript of KONSENTRASI BAHAN ORGANIK DALAM SEDIMEN DASAR ...

1

KONSENTRASI BAHAN ORGANIK DALAM SEDIMEN DASAR PERAIRAN KAITANNYA DENGAN KERAPATAN

DAN PENUTUPAN JENIS MANGROVE DI PULAU PANNIKIANG KECAMATAN BALUSU KABUPATEN BARRU

SKRIPSI

AYU LESTARI

L111 13 002

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018

i

ABSTRAK

AYU LESTARI. L111 13 002. Konsentrasi Bahan Organik Dalam Sedimen Dasar

Perairan Kaitannya Dengan Kerapatan Dan Penutupan Jenis Mangrove Di Pulau

Pannikiang Kecamatan Balusu Kabupaten Barru. Dibimbing oleh Prof. Dr. Amran

Saru, ST, M.Si Pembimbing Utama dan Dr. Mahatma Lanuru, ST., M.Sc Selaku

Pembimbing Anggota.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2017 dan bertujuan untuk

mengetahui perbedaan kandungan bahan organik disetiap jenis mangrove dan

hubungan kerapatan dan penutupan jenis mangrove dengan kandungan bahan

organik di sedimen. Pengambilan data mangrove dan sampel bahan organik

berdasarkan jenis mangrove dominan di pulau pannikiang. Pengambilan data

dengan menggunakan metode transek (Line transect) dengan luas plot 10 x 10

meter pada ke tiga stasiun jenis mangrove. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pada jenis mangrove dominan dan tumbuh berkelompok antar jenis mangrove di

pulau Pannikiang tidak berbeda kandungan bahan organiknya sedangkan

stasiun jenis mangrove dengan stasiun yang tidak ditumbuhi mangrove berbeda

kandungan bahan organiknya. Hal ini dikarenakan bahwa keberadaan bahan

organik dipengaruhi oleh kerapatan dan penutupan jenis mangrove. Hasil

pengukuran kerapatan di setiap jenis mangrove tergolong dalam kategori sedang

yang berkisar antara 0,06 – 0,12 (individu/m2). Kandungan bahan organik

tertinggi pada stasiun 1 jenis mangrove Rhizophora apiculata adalah 32,83% dan

stasiun 3 Rhizophora stylosa 30,57%. Hubungan kerapatan jenis mangrove

dengan kandungan bahan organik menggunakan analisis linear diperoleh nilai

koefisien determinasi (R2) sebesar 0,353, sedangkan nilai koefisien korelasi

diperoleh sebesar 0,594 yang berarti berkorelasi positif antara kandungan bahan

organik dengan kerapatan jenis mangrove.

Kata Kunci : Jenis Mangrove, Kerapatan Jenis Mangrove, Penutupan Jenis

Mangrove, Jenis Sedimen, Kandungan Bahan Organik di Sedimen, Pulau

Pannikiang

ii

ABSTRACK

AYU LESTARI. L111 13 002. Concentrations of Organic Matter in Aquatic-Basic

Sediments are in relation to density and Closure of Mangroves in Pannikiang

Island, Balusu Subdistrick, Barru Districk. Guided by Prof.Amran Saru, ST., M.Si

as first thesis Supervisor and Dr. Mahatma Lanuru, ST., M.Sc as second thesis

Supervisor

This research implemented in August 2017 and aimed to determine the

difference of organic matter content in each species of mangroves and the

relation of density and closure of Mangrove species with the content of organic

matter in sediment. Retrieval data of mangroves and samples oof organic matter

accordingly dominant species of mangroves in Pannikiang Island. Retrieval data

by used transect method (linear transect) with a plot area of 10x10 meters at the

three stations of mangrove type. The result of this research showed that in each

dominant species of mangroves and growth in colony bbetween mangrove

species is not different about the content of organic matter in Pannikiang Island,

meanwhile the mangrove type station and stations which are not overgrown with

mangroves are different about the content of organic matter. This is caused that

existance of organic matter influenced by density and closure of mangrove type.

Measurement result of aech species mangrove density belong to medium ranged

category between 0,06-0,12 (ind/m2). The highest content of organic materials at

first station with mangrove type of Rhizophora apiculata are 32,83% and at the

third station of Rhizophora stylosa are 30,57%. The corellation of mangrove type

density with the content of organic materials used linear analysis obtained the

coefficient of determination (R2) amount 0,353. Meanwhile the coefficient of

determinaton obtained amount 0,594 which mean positively correlated between

the content of organic material with mangrove type density.

Keywords: Mangrove Type, Mangrove Density, Mangrove Closure, Sediment

Type, Organic Material Content in Sediment, Pannikiang Island.

iii

KONSENTRASI BAHAN ORGANIK DALAM SEDIMEN DASAR PERAIRAN KAITANNYA DENGAN KERAPATAN DAN PENUTUPAN JENIS MANGROVE DI PULAU PANNIKIANG KECAMATAN BALUSU

KABUPATEN BARRU

Oleh : AYU LESTARI

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

Universitas Hasanuddin

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018

iv

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : Konsentrasi Bahan Organik Dalam Sedimen Dasar

Perairan Kaitannya Dengan Kerapatan Dan

Penutupan Jenis Mangrove Di Pulau Pannikiang

Kecamatan Balusu Kabupaten Barru.

Nama Mahasiswa : Ayu Lestari

Nomor Pokok : L111 13 002

Program Studi : Ilmu Kelautan

Departemen : Ilmu Kelautan

Skripsi telah diperiksa dan disetujui oleh :

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

Prof. Dr, Amran Saru, ST. M.Si Dr. Khairul Amri, ST, M.Sc.Stud NIP. 19670924 1995031001 NIP. 196907061995121002

Mengetahui,

Dekan Sekertaris Program Studi Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Departemen Ilmu Kelautan,

Dr. Ir. Aisjah Farhum, M.Si Dr. Khairul Amri, ST, M.Sc.Stud NIP. 196906051993032002 NIP. 196907061995121002

Tanggal lulus : 18 Januari 2018

v

RIWAYAT HIDUP

Ayu Lestari dilahirkan pada tanggal 15 April 1995

di Mare, Kecamatan Mare, Kabupaten Bone,

Sulawesi Selatan. Anak ketiga dari tiga bersaudara

pasangan dari Ayahanda Abd. Rasyid dan Ibunda

Baba. Penulis menyelesaikan pendidikan formal di

TK Mario Pulana, Mare pada tahun 2001, setelah

itu pada tahun 2007 lulus dari SDN 10/73 Padaelo,

tahun 2010 lulus pendidikan SMPN 1 Mare, dan

tahun 2013 lulus dari SMA Negeri 1 Mare. Pada tahun 2013 penulis

diterima di Universitas Hasanuddin melalui jalur SNMPTN (Seleksi

Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) pada Departemen Ilmu

Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif pada Himpunan Mahasiswa

Ilmu Kelautan (HMIK) sebagai Anggota Bidang Kesekretariatan periode

2013-2014 dan Anggota muda Marine Science Diving Club (MSDC)

periode 2014-2015 Universitas Hasanuddin. Selain itu, penulis pernah

aktif sebagai asisten mata kuliah Iktiologi dan Oseanografi Fisika.

Penulis menyelesaikan rangkaian tugas akhir, melakukan Kuliah Kerja

Nyata (KKN) Reguler angkatan 93 di Kabupaten Wajo Kecamatan

Tanasitolo Desa Nepo dan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai

Penelitian Budidaya Air Payau Maros pada tahun 2015. Sebagai salah

satu syarat untuk menyelesaikan tugas akhir di Departemen Ilmu

Kelautan, penulis melakukan penelitian berjudul “Konsentrasi Bahan

Organik Dalam Sedimen Dasar Perairan Kaitannya Dengan Kerapatan

dan Penutupan Jenis Mangrove di Pulau Pannikiang Kecamatan Balusu

Kabupaten Barru” dibimbing oleh Bapak Prof. Dr. Amran Saru, ST, M.Si

dan Bapak Dr. Mahatma Lanuru, ST, M.Sc.

vi

KATA PENGANTAR

بسم اهلل الرحمن الرحيم Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena

berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan judul : “Konsentrasi Bahan Organik Dalam Sedimen Dasar

Perairan Kaitannya Dengan Kerapatan Dan Penutupan Jenis Mangrove Di Pulau

Pannikiang Kecamatan Balusu Kabupaten Barru”.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di

Departemen Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas

Hasanuddin. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih banyak

terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, hal ini dikarenakan

keterbatasan kemampuan yang penulis miliki.

Atas segala kekurangan dan ketidaksempurnaan skripsi ini, penulis sangat

mengharapkan masukan, kritik dan saran yang bersifat membangun kearah

perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini, tetapi alhamdulillah dapat penulis atasi

dan selesaikan dengan baik.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua

pihak dan semoga amal baik yang telah diberikan kepada penulis mendapat

balasan dari Allah SWT.

Makassar, Januari 2018

Penulis,

Ayu lestari

vii

UCAPAN TERIMA KASIH

1. Kedua orang tua penulis, Ayahanda tercinta Abd. Rasyid dan Ibundaku

tercinta Baba, yang selama ini mendidik, membesarkan, menyayangi setulus

hati, mendoakan dan memberikan dorongan selama penulis menyelesaikan

studi. Demikian pula kepada saudaraku tercinta, Marlina dan Marlinda yang

senantiasa memberikan semangat, perhatian, materi dan kasih sayang.

2. Bapak Prof. Dr. Amran Saru, ST, M.Si dan Dr. Mahatma Lanuru, ST, M.Sc

selaku pembimbing dalam menyelesaikan penulisan skripsi yang telah

banyak membantu dan memberikan bimbingan, perhatian dalam

penyusunan skripsi ini.

3. Kepada para dosen penguji, Bapak Dr.Ir. Muhammad Farid Samawi, M.Si.,

bapak Dr.Ir. Abd. Rasyid J, M.Si., dan bapak Dr. Khaerul Amri, ST,

M.Sc.Stud yang telah meluangkan waktunya dalam memberikan krtitik dan

saran pada penelitian dan perbaikan skripsi yang membangun sehingga

penulis mampu menyelesaikan studi ini.

4. Kepada Ibu Dr.Ir Aisjah Farhum, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Kelautan

dan Perikanan dan Bapak Dr. Mahatma Lanuru, ST, M.Sc selaku Ketua

Departemen Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin.

5. Kepada seluruh Dosen Departemen Ilmu Kelautan dan Staf pengajar FIKP

atas segala ilmu dan keakraban yang telah diberikan. Semoga ilmu yang

bapak/ibu berikan bermanfaat bagi penulis.

6. Kepada sahabat-sahabatku ramsis unit 2 Wana, Mita, Lia, Risma, Indah,

Sri, Mega, Sasa, Wulan, Mala, Dian, Ira, Ariska, Cia, Ifa, Sertin, Ice.

Terimakasih atas canda tawa kalian.

viii

7. Kepada saudara-saudariku seperjuanganku KERITIS 13’ Safah, Beni, Bilal,

Permas, Andi, Ilo, Taufik, Jalil, Niar, Risma, Mega, Lia, Nisa, Mita, Indah,

Dewi, serta teman-teman yang lain, belum bisa penulis sebutkan

satupersatu. Terimakasih atas canda tawa, kebersamaan dan bantuan

selama di Ilmu Kelautan.

8. Kepada Abdilah yang rela mengorbankan waktunya untuk menemani

hingga penyelesaian tugas akhir ini. Terimakasih.

9. Team Pannikiang Andi, Abdilah, Safah, Ilo, Indah, Mega, Lia, Wiwi, Santi,

Wulan. Terimakasih atas semangat dan kerjasamanya.

10. Kepada Keluarga KEMAJIK-UH dan MSDC-UH secara tidak langsung

membentuk pribadi penulis dalam berorganisasi.

11. Kepada ibu Surya selaku pengelolah perpustakaan FIKP. Terimakasih atas

bantuan dan tampungannya selama penulis menyelesaikan tugas akhir ini.

12. Kepada teman-teman pondok KHADIJAH kak caya, sari, surah, eka,

destri, melinda. Terimakasih keakraban, kekompakan dan makanannya.

13. Serta masih banyak lagi pihak-pihak yang sangat berpengaruh dalam proses

penyelesaian skripsi yang tidak bisa penulis sebutkan satupersatu. Terima

Kasih.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis memohon maaf bila ada kesalahan

dalam penulisan skripsi ini. Kritik dan saran penulis hargai demi penyempurnaan

penulisan serupa dimasa yang akan datang. Besar harapan penulis, semoga

skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat bernilai positif bagi semua pihak yang

membutuhkan.

ix

DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................................ i

ABSTRACK ........................................................................................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iv

RIWAYAT HIDUP ................................................................................................ v

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi

UCAPAN TERIMA KASIH................................................................................. vii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiv

I. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

A. Latar Belakang .............................................................................................. 1 B. Tujuan dan Manfaat ....................................................................................... 3 C. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................ 3 II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 4

A. Pengertian mangrove .................................................................................... 4 B. Ciri-ciri ekosistem mangrove ....................................................................... 5 C. Fungsi dan manfaat mangrove ..................................................................... 6

1. Tempat pemijahan (Nursery ground) ........................................................ 6 2. Tempat berlindung fauna ......................................................................... 6 3. Habitat alami yang membentuk keseimbangan ekologis .......................... 6 4. Perlindungan pantai terhadap bahaya abrasi ........................................... 7 5. Perangkap sedimen ................................................................................. 7 6. Penahan angin laut .................................................................................. 7 7. Sumber bahan obat .................................................................................. 7

D. Jenis Mangrove di Pulau Pannikiang ........................................................... 8 E. Satwa yang ada di hutan mangrove ............................................................. 8

1. Ikan .......................................................................................................... 8 2. Kepiting .................................................................................................... 9 3. Moluska ................................................................................................... 9 4. Serangga ................................................................................................. 9 5. Reptil........................................................................................................ 9 6. Amphibia .................................................................................................. 9 7. Burung ..................................................................................................... 9 8. Mamalia ................................................................................................. 10

F. Vegetasi hutan mangrove ........................................................................... 10 1. Flora mangrove mayor (flora mangrove sebenarnya) ............................. 10 2. Flora mangrove minor ............................................................................ 11 3. Asosiasi mangrove, contohnya adalah Cerbera, Acanthus, Derris,

Hibiscus, Calamus, dan lan-lain. ............................................................ 11 G. Zonasi hutan mangrove .............................................................................. 11

1) Mangrove terbuka .................................................................................. 13

x

2) Mangrove tengah ................................................................................... 13 3) Mangrove payau .................................................................................... 13 4) Mangrove daratan .................................................................................. 14

H. Sedimen dan karakteristik sedimen ........................................................... 15 I. Bahan organik .............................................................................................. 16 J. Faktor lingkungan ....................................................................................... 18

1) Suhu ...................................................................................................... 18 2) pH (Derajat keasaman) .......................................................................... 19 3) Salinitas ................................................................................................. 19 4) Pasang surut .......................................................................................... 20 5) Arus ....................................................................................................... 21

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN .......................................................... 23

A. Waktu dan Pelaksanaan Penelitian ............................................................ 23 B. Alat dan Bahan ............................................................................................ 23

1) Alat ........................................................................................................ 23 2) Bahan .................................................................................................... 24

C. Metode dan Penelitian ................................................................................ 24 1. Persiapan ............................................................................................... 25 2. Observasi Awal ...................................................................................... 25 3. Penentuan Stasiun di Lokasi Penelitian ................................................. 25 4. Prosedur Penelitian ................................................................................ 26

a. Prosedur pengambilan data mangrove dan sampel sedimen .............. 26 1) Identifikasi jenis mangrove dominan ................................................. 26 2) Bagan transek dan ukuran plot jenis mangrove ................................ 26 3) Bahan organik sedimen dasar perairan ............................................ 27

b. Analisis besar butir sedimen ................................................................ 28 c. Pengukuran parameter lingkungan...................................................... 30

1) Salinitas ........................................................................................... 30 2) Suhu................................................................................................. 30 3) pH tanah .......................................................................................... 30 4) Pasang surut .................................................................................... 30 5) Arus.................................................................................................. 31

5. Pengolahan Data ................................................................................... 31 1) Data mangrove.................................................................................... 31 2) Analisis kandungan bahan organik total pada sedimen ....................... 33 3) Analisis besar butir sedimen ................................................................ 33

6. Analisis Data .......................................................................................... 33 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................ 34

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian........................................................... 34 B. Kondisi Lingkungan Stasiun Penelitian .................................................... 35

1. Suhu ...................................................................................................... 35 2. Salinitas ................................................................................................. 36 3. pH Sedimen ........................................................................................... 36 4. Arus ....................................................................................................... 37 5. Pasang Surut ......................................................................................... 37

C. Bahan Organik Total (BOT) di Sedimen Jenis Mangrove ......................... 38 D. Partikel Sedimen Jenis Mangrove .............................................................. 40 E. Struktur Vegetasi Mangrove ....................................................................... 41

1. Kerapatan Jenis Mangrove .................................................................... 41 2. Penutupan Jenis Mangrove .................................................................... 42

F. Hubungan Kandungan Bahan Organik Sedimen dengan Kerapatan Jenis Mangrove ..................................................................................................... 43

xi

G. Hubungan Penutupan Jenis Mangrove dengan Kandungan Bahan Organik Sedimen ......................................................................................... 44

H. Hubungan Partikel Sedimen dengan Kandungan Bahan Organik di Sedimen ....................................................................................................... 45

V. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 46

A. Simpulan ...................................................................................................... 46 B. Saran ............................................................................................................ 46 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 47

LAMPIRAN ....................................................................................................... 50

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Skala Wenworth untuk mengklasifikasikan ukuran partikel sedimen .......

(Hutabarat dan Evans, 1984) ............................................................... 15

Tabel 2. Kriteria kandungan bahan organik dalam sedimen ............................... 17

Tabel 3. Klasifikasi perairan berdasarkan derajat keasaman (pH) ..................... 19

Tabel 4. Stasiun dan Jenis Mangrove di Pulau Pannikiang ................................ 25

Tabel 5. Kriteria Kerapatan dan Penutupan mangrove (KEPMEN_LH Nomor 201

Tahun 2004) ........................................................................................ 32

Tabel 6. Data hasil pengukuran parameter lingkungan di setiap stasiun ........... 35

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Zonasi vegetasi mangrove (White et al., 1989 dalam Noor et al.,

2006) ..... …………………………………………………………………14

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian di Pulau Pannikiang Kabupaten Barru ....... 23

Gambar 3. Lembar Identifikasi Mangrove ....................................................... 26

Gambar 4. Bagan Transek dan Ukuran Plot Sampling Mangrove ................... 27

Gambar 4. Pola pasang surut duduk tengah sementara (DTS) tinggi muka air37

Gambar 5. Kandungan bahan organik sedimen .............................................. 39

Gambar 6. Ukuran partikel sedimen pada tiap stasiun .................................... 40

Gambar 7. Kerapatan jenis mangrove di tiap stasiun ...................................... 41

Gambar 8. Penutupan jenis mangrove di tiap stasiun ..................................... 42

Gambar 9. Hubungan Kerapatan Dengan Kandungan Bahan Organik Sedimen

...................................................................................................... 43

Gambar 10. Hubungan Penutupan Jenis dengan Kandungan Bahan Organik

...................................................................................................... 44

Gambar 11. Hubungan Partikel Sedimen dengan Kandungan Bahan Organik

Sedimen ................................................................. ………………..45

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Mentah Lingkar Batang Mangrove di Setiap Stasiun

Pengamatan ............................................................................... 51

Lampiran 2. Kerapatan Jenis Mangrove di Stasiun 1 ...................................... 53

Lampiran 3. Kerapatan Jenis Mangrove di Stasiun 2 ...................................... 53

Lampiran 4. Kerapatan Jenis Mangrove di Stasiun 3 ...................................... 53

Lampiran 5. Data Mentah Penutupan Jenis Mangrove di tiap Stasiun ............ 54

Lampiran 6. Data Rata-rata Penutupan Jenis Mangrove di tiap Stasiun

Pengamatan ............................................................................... 56

Lampiran 7. Data Mentah Hasil Pengukuran Parameter Lingkungan di Setiap

Plot Pengamatan. ....................................................................... 57

Lampiran 8. Data Rata-rata Nilai Parameter Lingkungan Setiap Stasiun

Pengamatan ............................................................................... 58

Lampiran 9. Data Mentah Hasil Pengukuran Arus di Setiap Stasiun

Pengamatan ............................................................................... 59

Lampiran 10. Data Mentah Hasil Pengukuran Pasang Surut di Lokasi Penelitian

................................................................................................... 60

Lampiran 11. Data Mentah Kandungan Bahan Organik di Setiap Stasiun

Pengamatan ............................................................................... 61

Lampiran 12. Analisis Uji One Way Anova Kerapatan dan Penutupan ke Tiga

Stasiun Jenis Mangrove .............................................................. 62

Lampiran 13. Analisis Uji One Way Anova Kandungan Bahan Organik Total dan

Partikel Sedimen ke Empat Stasiun Pengamatan ....................... 63

Lampiran 14. Hasil Uji Regresi Hubungan Kerapatan Jenis Mangrove dengan

Kandungan Bahan Organik di Sedimen Menggunakan Program

SPSS 16.0 .................................................................................. 64

Lampiran 15. Hasil Uji Regresi Hubungan Penutupan Jenis Mangrove dengan

Kandungan Bahan Organik di Sedimen Menggunakan Program

SPSS 16.0 .................................................................................. 65

Lampiran 17. Hasil Uji Regresi Hubungan Partikel Sedimen Mangrove dengan

Kandungan Bahan Organik di Sedimen Menggunakan Program

SPSS 16.0 .................................................................................. 66

xv

Lampiran 18. Meminta izin melakukan pengambilan data penelitian dengan

Kepdes Pulau Pannikiang .......................................................... 67

Lampiran 19. Pengambilan data mangrove dan sampel BOT

................................................................................................... 67

Lampiran 20. Pengukuran parameter lingkungan ............................................. 67

Lampiran 21. Analisis sampel di laboratorium................................................... 68

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang terletak diantara laut dan

daratan yang berfungsi sebagai zona penyangga alami yang harus dilestarikan.

Vegetasi mangrove terdiri dari tumbuhan yang hidup di habitat berair, lumpur

atau rawa pantai pada daerah pasang surut.

Mangrove tersebar diberbagai belahan negara di dunia dengan estimasi

luasan sekitar 19,9 juta hektar. Indonesia sendiri merupakan salah satu negara

yang memiliki hutan mangrove tertinggi di dunia dan memiliki tingkat

keanekaragaman tertinggi dengan jumlah 202 jenis mangrove (Noor et al., 2006).

Tingginya tingkat keanekaragaman hayati menjadikan hutan mangrove sebagai

aset berharga yang tidak hanya dilihat dari fungsi ekologisnya tetapi juga dari

fungsi ekonomisnya.

Darmadi et al., (2012) menyatakan bahwa secara umum kondisi habitat

mangrove Indonesia dengan tipe komunitas (jenis pohon dominan) ini memiliki

perbedaan jenis mangrove dari satu tempat ke tempat lainnya, seiring dengan

variasi ketebalan dari garis pantai. Faktor utama yang menyebabkan adanya

zonasi pertumbuhan mangrove adalah jenis substrat dan kandungan bahan

organik sedimen pada jenis mangrove tersebut.

Menurut Mulya (2002), peranan bahan organik dalam ekologi laut adalah

sebagai sumber energi bagi tumbuhan maupun hewan, sebagai sumber bahan

keperluan bakteri, sebagai zat yang dapat mempercepat dan memperlambat

pertumbuhan sehingga memiliki peranan penting dalam mengatur kehidupan.

Buckman dan Brady (1982), menyatakan bahwa bahan organik merupakan salah

2

satu komponen penyusun substrat dasar perairan yang terdiri dari timbunan sisa-

sisa tumbuhan dan hewan.

Salah satu daerah yang dapat menjadi sumber data tentang bahan organik

sedimen dan jenis mangrove adalah pulau Pannikiang. Pulau tersebut

merupakan salah satu pulau yang ada di gugusan Kepulauan Spermonde

dengan hutan mangrove yang masih tergolong alami dan memiliki

keanekaragaman jenis mangrove. Hal inilah yang mendasari penulis dalam

memilih lokasi penelitian.

Jenis mangrove yang ditemukan di Pulau Pannikiang yaitu sebanyak 30

jenis, terdiri dari 17 jenis mangrove sejati dan 13 jenis mangrove asosiasi.

Jumlah jenis mangrove sejati yang ditemukan di pulau Pannikiang tergolong

sedang dengan cara hidup yang tumbuh dominan maupun hidup berkelompok

antar jenis mangrove, sedangkan jenis mangrove yang memiliki kerapatan jenis

tertinggi yaitu jenis Rhizophora stylosa, Rhizophora apiculata, dan Sonneratia

alba. Kondisi ini diduga bahwa terjadi perbedaan kandungan bahan organik

sedimen pada jenis mangrove yang memungkinkan berpengaruh terhadap

pertumbuhan mangrove (Suwardi, 2013).

Jenis mangrove yang tumbuh dengan kerapatan tinggi dari satu tempat ke

tempat lainnya memiliki perbedaan nilai kandungan bahan organik. Salah

satunya adalah bahan organik dalam sedimen yang merupakan sumber

kesuburan bagi tumbuhan mangrove. Berdasarkan uraian di atas, maka

dilakukan penelitian tentang konsentrasi bahan organik sedimen kaitannya

dengan kerapatan dan penutupan jenis mangrove di Pulau Pannikiang,

Kecamatan Balusu, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.

3

B. Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kandungan bahan

organik disetiap jenis mangrove yang dominan dan mengetahui konsentrasi

bahan organik di sedimen kaitannya dengan kerapatan dan penutupan jenis

mangrove.

Manfaat hasil dari penelitian ini dapat memberi informasi tentang perbedaan

kandungan bahan organik sedimen pada jenis mangrove serta memberikan

gambaran tentang kaitan kandungan bahan organik dengan kerapatan dan

penutupan jenis mangrove di Pulau Pannikiang, Kecamatan Balusu, Kabupaten

Barru.

C. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi identifikasi jenis mangrove dominan

yang tumbuh, bahan organik pada sedimen mangrove, kerapatan jenis (Di),

penutupan jenis (Ci). Selain itu dilakukan pengukuran parameter lingkungan

seperti suhu, salinitas, pH tanah, arus, pasang surut dan analisis besar butir

sedimen.

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian mangrove

Ekosistem mangrove adalah ekosistem pantai yang disusun oleh berbagai

jenis vegetasi yang mempunyai bentuk adaptasi biologis dan fisiologis secara

spesifik terhadap kondisi lingkungan yang cukup bervariasi. Ekosistem mangrove

umumnya didominasi oleh beberapa spesies mangrove sejati diantaranya

Avicennia sp., Sonneratia sp., Rhizophora sp., Bruguiera sp. Spesies mangrove

tersebut dapat tumbuh dengan baik pada ekosistem perairan dangkal, karena

adanya bentuk perakaran yang dapat membantu untuk beradaptasi terhadap

lingkungan perairan, baik dari pengaruh pasang surut maupun faktor-faktor

lingkungan lainnya yang berpengaruh terhadap ekosistem mangrove seperti :

suhu, salinitas, sedimen, pH, arus dan pasang surut (Saru, 2013).

Menurut Nybakken (1992), hutan mangrove adalah secara umum yang

digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropik yang didominasi

oleh beberapa jenis pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang

mempunyai kemampuan untuk tumbuh pada perairan asin. Hutan mangrove

meliputi pohon-pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili, dan terdiri

atas 12 genus tumbuhan berbunga: Avicennia, Sonneratia, Rhizophora,

Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis,

Snaeda dan Conocarpus (Bengen, 2000).

Menurut Watson (1928), pembentukan mangrove dimulai dengan

pengendapan lumpur di daerah pantai yang dibawa oleh aliran sungai,

bercampur dengan pasir sebagai hasil erosi pantai. Watson juga mengatakan

bahwa jenis mangrove yang pertama tumbuh adalah jenis Avicennia, kemudian

disusul jenis Sonneratia. Penyebaran jenis Sonneratia umumnya dibantu oleh air

5

dan berkembang pada tanah yang banyak mengandung bahan organik

bercampur lumpur. Vegetasi berikutnya yang berkembang adalah jenis

Bruguiera, Rhizopora dan Casuarina.

B. Ciri-ciri ekosistem mangrove

Ekosistem hutan mangrove bersifat kompleks dan dinamis, dikatakan

kompleks karena ekosistemnya disamping dipenuhi oleh vegetasi mangrove,

juga merupakan habitat berbagai satwa dan biota perairan. Jenis tanah yang

berada di bawahnya termasuk tanah perkembangan muda (saline young soil)

yang mempunyai kandugan liat yang tinggi dengan nilai kejenuhan basa dan

kapasitas tukar kation yang tinggi. Kandungan bahan organik, total nitrogen, dan

ammonium termasuk kategori sedang pada bagian yang dekat laut dan tinggi

pada bagian arah daratan (Kusmana, 2002). Bersifat dinamis karena hutan

mangrove dapat tumbuh dan berkembang terus serta mengalami suksesi sesuai

dengan perubahan tempat tumbuh alaminya. Ciri-ciri terpenting dari

penampakan hutan mangrove, terlepas dari habitatnya yang unik menurut

Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove Indonesia (2008) adalah :

1. Memiliki jenis pohon yang relatif sedikit

2. Memilki akar nafas (pneumatofora) misalnya seperti jangkar melengkung

dan menjulang pada bakau Rhizopora sp., serta akar yang mencuat vertikal

seperti pensil pada pidada Sonneratia sp., dan pada api-api Avicennia sp.

3. Memliki biji yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di pohonnya,

khususnya pada Rhizopora yang lebih di kenal sebagai propagul.

4. Memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon.

6

C. Fungsi dan manfaat mangrove

Mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan yang penting

di wilayah pesisir dan lautan. Secara lebih terperinci fungsi bio-ekologis dan

sosio-ekonomis dari hutan mangrove.

Menurut Purnobasuki (2005) dijabarkan sebagai berikut :

1. Tempat pemijahan (Nursery ground)

Ekosistem mangrove terkenal sebagai bahan organik yang merupakan mata

rantai makanan di daerah pantai. Serasah daun mangrove yang subur dan

berjatuhan di perairan sekitarnya diubah oleh mikroorganisme (terutama kepiting)

dan mikroorganisme pengurai menjadi detritus, berubah menjadi fitoplankton

yang dimakan oleh binatang-binatang laut, sehingga demikian di lingkungan

mangrove kaya akan zat nutrisi bagi ikan-ikan dan udang yang hidup di habitat

tersebut.

2. Tempat berlindung fauna

Mangrove dengan tajuknya yang rata dan rapat, serta selalu hijau dan

membentuk lapisan yang berbasis di sepanjang pantai merupakan tempat yang

disukai oleh burung-burung besar sebagai tempat membuat sarang dan bertelur.

3. Habitat alami yang membentuk keseimbangan ekologis

Dalam lingkungan hutan mangrove terdapat beranekaragam biota yang satu

dengan lainnya saling berinteraksi dalam kehidupannya. Dalam keadaan alami

keragaman biota tersebut membentuk suatu keseimbangan, terutama

keseimbangan antara prey (mangsa) dengan predator (pemangsa). Secara

ekologis keseimbangan ini harus dijaga agar kehidupan alami dapat berjalan apa

adanya. Namun dengan hilangnya salah satu komponen akan mengganggu

keseimbangan tersebut dan pada akhirnya menuju pada rusaknya ekosistem

hutan mangrove secara keseluruhan.

7

4. Perlindungan pantai terhadap bahaya abrasi

Sistem perakaran mangrove yang rapat dan terpancang sebagai jangkar,

dapat berfungsi untuk meredam gempuran gelombang laut dan ombak, serta

cengkeraman akar yang menancap pada tanah dapat menahan lepasnya patikel-

partikel tanah, dengan demikian bahaya abrasi atau erosi oleh gelombang laut

dapat dicegah.

5. Perangkap sedimen

Sistem perakaran mangrove juga efektif dalam menangkap partikel-partikel

tanah yang berasal dari hasil erosi di sebelah hulu. Perakaran mangrove

menangkap partikel-partikel tanah tersebut dan mengendapkannya, sehingga

akan terjadi suatu kondisi di mana endapan lumpur tidak hanyut oleh arus

gelombang laut.

6. Penahan angin laut

Jajaran tegakan mangrove yang tumbuh di pantai, melindungi pemukiman

nelayan di sebelahnya (kearah daratan) dari hembusan angin yang kencang.

Angin laut yang bertiup kencang kearah daratan dapat ditahan oleh lapisan hutan

mangrove dan dibelokkan kearah atas. Pemukiman di belakang hutan mangrove

tersebut akan terletak di belakang bayangan angin (leading area).

7. Sumber bahan obat

Sebagian besar dari tumbuhan mangrove bermanfaat sebagai bahan obat.

Ekstrak dan bahan mentah dari mangrove telah banyak dimanfaatkan oleh

masyarakat pesisir untuk keperluan obat-obatan alamiah. Campuran senyawa

kimia bahan alam oleh para ahli kimia dikenal sebagai pharmacopoeia.

Sejumlah tumbuhan mangrove dan tumbuhan asosianya digunakan pula sebagai

bahan tradisional insektisida dan pestisida.

8

D. Jenis Mangrove di Pulau Pannikiang

Menurut Saru (2013), ekosistem mangrove di Kecamatan Balusu terdiri dari

jenis tumbuhan mangrove sejati yaitu Sonneratia alba, Rhizophora stylosa,

Rhizophora mucronata dan Ceriops decandra dengan formasi campuran,

sedangkan jenis mangrove ikutan terdiri dari jenis mangrove Ipomoea pes-

caprae dan Acanthus ilicifolius. (Suwardi et al., 2013) menyatakan bahwa di

Pulau Pannikiang diperoleh komposisi jenis mangrove sejati yaitu Avicennia

lanata, Avicennia marina, Lumnitzera racemosa, Excoecaria agallocha, Pemphis

acidula, Xylocarpus granatum, Xylocarpus mollucensis, Aegiceras corniculatum,

Bruguiera cylindrica, Bruguiera gymnorrhiza, Ceriops decandra, Ceriops tagal,

Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa, Scyphiphora

hydrophyllaceae, Sonneratia alba.

Komposisi jenis mangrove asosiasi yaitu Acanthus ilicifolius, Sesuvium

portulacastrum, Sarcolobus globosus, Terminalia catappa, Ipomoea pes-caprae,

Derris trifoliate, Pongimia pinnata, Scaevola taccada, Cassyta filiformis, Hibiscus

tilaceus, Thespesia populnea, Pandanus tectorius.

E. Satwa yang ada di hutan mangrove

Hutan mangrove menjadi habitat berbagai jenis fauna, mulai dari satwa air

hingga primata. Ekosistem mangrove menjadi tempat berkembang biak berbagai

satwa air seperti ikan, udang-udangan, kepiting dan moluska. Beberapa jenis

burung air juga memilih tempat mencari makan sejumlah satwa liar seperti reptil

dan mamalia. Berikut ini jenis-jenis satwa yang sering dijumpai di hutan

mangrove :

1. Ikan

Ikan menjadikan mangrove sebagai tempat berlindung, mencari makan dan

berkembang biak. Ikan-ikan kecil memilih berkembang biak di habitat mangrove

9

untuk menghindari predator. Mangrove menyediakan makanan bagi ikan dalam

bentuk material organik yang berupa guguran vegetasi tanaman, berbagai jenis

serangga, kepting, udang-udangan dan invertebrata.

2. Kepiting

Kepiting merupakan hewan yang paling umum dan mudah ditemukan di

areal mangrove. Menurut sejumlah penelitian rata-rata ada 10-70 ekor kepiting

disetiap meter persegi hutan mangrove

3. Moluska

Moluska banyak ditemukan di hutan mangrove indonesia. Hewan ini hidup

di dalam tanah, permukaan tanah atau menempel di batang-batang pohon.

4. Serangga

Serangga yang hidup di hutan mangrove kebanyakan berasal dari ordo

Hymenoptera, Diptera dan Psocoptera. Serangga memiliki peranan penting

dalam jaring makanan di hutan mangrove. Beberapa diantaranya menjadi pakan

bagi burung air, ikan dan reptil.

5. Reptil

Reptil yang ditemukan di hutan mangrove biasanya dapat ditemukan juga di

lingkungan air tawar atau di daratan. Beberapa diantaranya adalah buaya

muara, biawak, ular air, ular mangrove dan ular tambak.

6. Amphibia

Hewan jenis amphibia jarang ditemukan di area mangrove. Sejauh ini hanya

ada dua jenis amphibia yang sanggup hidup di lingkungan bersalinitas tinggi

seperti mangrove, yakni Rana cancrivora dan Rana limnocharis.

7. Burung

Hutan mangrove adalah surga bagi burung air dan burung migrasi lainnya.

Setidaknya ada 200 spesies burung yang bergantung pada ekosistem mangrove,

atau sekitar 13% dari seluruh burung yang ada di Indonesia. Beberapa di

10

antaranya termasuk burung-burung bangau yang punah, seperti bangau wilwo

(Mycteria cinerea), bubut hitam (Centropus nigrorufus), dan bangau tongtong

(Leptoptilos javanicus).

8. Mamalia

Mamalia menjadikan habitat mangrove sebagai tempat mencari makan.

Beberapa diantaranya adalah babi liar, kelelawar, kancil, berang-berang dan

kucing bakau, sedangkan untuk mamalia air ada lumba-lumba yang hidup

disekitar muara. Harimau sumatera juga ditemukan berkeliaran di hutan

mangrove wilayah Sungai Sembilang, Sumatera Selatan. Primata merupakan

salah satu jenis mamalia yang sering mencari makan di hutan mangrove.

Diantaranya ada lutung, monyet ekor panjang, dan bekantan, namun mamalia

tersebut tidak ada yang eksklusif hidup di hutan mangrove.

F. Vegetasi hutan mangrove

Soerianegara (1987) dalam Noor et al., (1999) memberikan batasan hutan

mangrove sebagai hutan yang tumbuh pada tanah alluvial di daerah pantai dan

sekitar muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut serta ciri dari hutan

ini terdiri dari tegakan poho Avicennia, Sonneratia, Aegiceras, Rhizophora,

Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus, Scyphyphora dan

Nypa. Flora mangrove terdiri atas pohon, epipit, liana, alga, bakteri dan fungi.

Telah diketahui lebih dari 20 famili flora mangrove dunia yang terdiri dari 30

genus dan lebih kurang 80 spesies. Berdasarkan jenis-jenis tumbuhan yang

ditemukan di hutan mangrove indonesia memiliki sekitar 89 jenis, yang terdiri

atas 35 jenis pohon, 5 jenis terna, 9 jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit dan 2

jenis parasit.

Tomlinson (1986) membagi flora mangrove menjadi tiga kelompok, yakni :

1. Flora mangrove mayor (flora mangrove sebenarnya)

11

Flora yang menunjukkan kesetiaan terhadap habitat mangrove,

berkemampuan membentuk tegakan murni dan secara dominan mencirikan

struktur komunitas, secara morfologi mempunyai bentuk-bentuk adaptif khusus

(bentuk akar dan viviparitas) terhadap lingkungan mangrove, dan mempunyai

mekanisme fisiologis dalam mengontrol garam. Contohnya adalah Avicennia,

Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Lumnitzera, Laguncularia

dan Nypa.

2. Flora mangrove minor

flora mangrove yang tidak mampu membentuk tegakan murni, sehingga

secara morfologis tidak berperan dominan dalam struktur komunitas, contoh :

Excoecaria, Xylocarpus, Heritiera, Aegiceras, Aegialitis, Acrostichum,

Camptostemon, Scyphiphora, Pemphis, Osbornia dan Pelliciera.

3. Asosiasi mangrove, contohnya adalah Cerbera, Acanthus, Derris, Hibiscus,

Calamus, dan lan-lain.

G. Zonasi hutan mangrove

Menurut Bengen (2001), flora mangrove umunya tumbuh membentuk zonasi

mulai dari pinggir pantai sampai pedalaman daratan. Zonasi di hutan mangrove

mencerminkan tanggapan ekofisiologis tumbuhan mangrove terhadap degradasi

lingkungan. Zonasi yang terbentuk bisa berupa zonasi yang sederhana (satu

zonasi, zonasi campuran) dan zonasi yang kompleks (beberapa zonasi

tergantung pada kondisi lingkungan mangrove yang bersangkutan. Beberapa

faktor lingkungan yang penting dalam mengontrol zonasi adalah :

1. Pasang surut yang secara tidak langsung mengontrol dalamnya muka air

(water table) dan salinitas air dan tanah. Secara langsung arus pasang surut

dapat menyebabkan kerusakan terhadap anakan.

12

2. Tipe tanah yang secara tidak langsung menentukan tingkat aerasi tanah,

tingginya muka air dan drainase.

3. Kadar garam tanah dan air yang berkaitan dengan toleransi spesies

terhadap kadar garam serta pasokan dan aliran air tawar.

4. Cahaya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan anakan dari spesies

intoleran seperti Rhizophora, Avicennia dan Sonneratia.

5. Pasokan dan aliran air tawar

Menurut struktur ekosistem, secara garis besar dikenal tiga tipe formasi

mangrove, yaitu :

1. Mangrove pantai : tipe ini air laut dominan dipengaruhi air sungai. Struktur

horizontal formasi ini dari arah laut ke arah darat adalah mulai dari tumbuhan

pionir (Avicennia sp.), diikuti oleh komunitas campuran Sonneratia alba,

Rhizophora apiculata, selanjutnya komunitas murni Rhizophora sp. dan

akhirnya komunitas campuran Rhizophora-Bruguiera. Bila genangan

berlanjut, akan ditemui komunitas murni Nypa fruiticans di belakang

komunitas campuran yang terakhir.

2. Mangrove muara : pengaruh oleh air laut sama dengan pengaruh air sungai.

Mangrove muara dicirikan oleh mintakat tipis Rhizophora spp. Di tepian alur,

diikuti komunitas campuran Rhizophora–Bruguiera dan diakhiri komunitas

murni Nypa fruticans.

3. Mangrove sungai : pengaruh oleh air sungai lebih dominan daripada air laut,

dan berkembang pada tepian sungai yang relatif jauh dari muara. Jenis-

jenis mangrove banyak berasosiasi dengan komunitas daratan.

Secara sederhana, mangrove umumnya tumbuh dalam 4 zona, yaitu pada

daerah terbuka, daerah tengah, daerah yang memilki sungai berair payau

sampai hampir tawar, serta daerah ke arah daratan yang memiliki air tawar.

13

1) Mangrove terbuka

Mangrove berada pada bagian yang berhadapan dengan laut. Samingan

(1980) menemukan bahwa di Karang Agung, Sumatera Selatan, di zona ini

didominasi oleh Sonneratia alba yang tumbuh pada areal yang betul-betul

dipengaruhi oleh air laut. Van Steenis (1958) melaporkan bahwa Sonneratia

alba dan Avicennia alba merupakan jenis-jenis ko-dominan pada areal pantai

yang sangat tergenang ini. Komiyama et al., (1988) menemukan bahwa di

Halmahera, Maluku, di zona terbuka sangat bergantung pada substratnya.

Sonneratia alba cenderung untuk mendominasi daerah berpasir, sementara

Avicennia marina dan Rhizopora mucronata cenderung untuk mendominasi

daerah yang lebih berlumpur (Van Steenis, dalam Imran, 2002).

2) Mangrove tengah

Mangrove di zona ini terletak dibelakang mangrove zona terbuka. Di zona

ini biasanya didominasi oleh jenis Rhizopora. Namun, Samingan (1980)

menemukan di Karang Agung didominasi oleh Bruguiera cylindrica. Jenis-jenis

penting lainnya yang ditemukan di Karang Agung adalah Bruguiera eriopetala,

Bruguiera gymnrrhiza, Exoecaria agallocha, Rhizophora mucronata, Xylocarpus

granatum dan Xylocarpus moluccensis.

3) Mangrove payau

Mangrove berada disepanjang sungai berair payau hingga hampir tawar. Di

zona ini biasanya didominasi oleh komunitas Nypa atau Sonneratia. Di Karang

Agung, komunitas Nypa fruticans terdapat pada jalur yang sempit di sepanjang

sebagian besar sungai. Di jalur-jalur tersebut sering sekali ditemukan tegakan

Nypa fruticans yang bersambung dengan vegetasi yang terdiri dari Cerbera sp,

Gluta renghas, Stenochlaena palustris dan Xylocarpus granatum. Ke arah

pantai, campuran komunitas Sonneratia-Nypa lebih sering ditemukan. Sebagian

besar daerah lainnya, seperti di Pulau Kaget dan Pulau kembang di mulut Sungai

14

Barito di kalimantan Selatan atau di mulut Sungai di Aceh, Sonneratia caseolaris

lebih dominan terutama di bagian estuari yang berair hampir tawar (Gesen dan

van Balen, 1991).

4) Mangrove daratan

Mangrove berada di zona perairan payau atau hampir tawar di belakag jalur

hijau mangrove yang sebenarnya. Jenis-jenis yang umum ditemukan pada zona

ini termasuk Ficus microcarpus (Ficus retusa), Intsia bijuga, Nypa fruticans,

Lumnitzera racemosa, Pandanus sp. dan Xylocarpus moluccensis (Kantor

Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1993). Zona ini memiliki kekayaan jenis yang

lebih tinggi dibandingkan dengan zona lainnya.

Zonasi vegetasi mangrove dapat dlihat pada gambar sebagai berikut :

Gambar 1. Zonasi vegetasi mangrove (White et al., 1989 dalam Noor et

al., 2006)

Menurut Irwanto (2006), umumnya di perbatasan daerah laut didominasi

jenis mangrove pionir Avicennia spp. dan Sonneratia spp. Di pinggiran atau

bantaran muara sungai, Rhizophora spp., Sonneratia spp., Bruguiera spp., dan

jenis pohon yang berasosiasi dengan mangrove seperti tingi (Ceriops sp.) dan

15

panggang (Excoecaria sp.). Disepanjang sungai di bagian muara biasanya

dijumpai pohon nipah (Nypah fruiticans).

H. Sedimen dan karakteristik sedimen

Substrat sangat penting untuk perkembangan habitat mangrove karena

ukuran butiran dan tipe sedimen secara langsung atau tidak langsung dapat

mempengaruhi berbagai aspek hidrologi dan kesuburan tanah.

Dahuri et al., (1996) menyatakan bahwa keseimbangan antara sedimen

yang dibawa oleh sungai dengan kecepatan pengangkutan sedimen di muara

sungai akan menentukan berkembangnya daratan pantai. Jumlah sedimen yang

dibawa ke laut segera diangkut oleh arus laut, maka pantai akan dalam keadaan

stabil. Sebaliknya jumlah sedimen melebihi kemampuan arus laut dalam

pengangkutannya, maka daratan pantai bertambah.

Sebagian besar sedimen terdiri dari partikel-partikel yang berasal dari

pembongkaran batuan dan potongan-potongan kulit (shell) serta sisa-sisa rangka

dari organisme laut. Skala klasifikasi sedimen pantai berdasarkan ukuran yang

banyak digunakan yaitu skala Wenworth (Hutabarat dan Evans, 1984).

Tabel 1. Skala Wenworth untuk mengklasifikasikan ukuran partikel sedimen (Hutabarat dan Evans, 1984)

Kelas Ukuran Sedimen Diameter butiran (mm)

Boulder (Bongkah) >256

Cobble (Kerikil kasar) 64-256

Pebble (kerikil sedang) 4-64

Granule (kerikil halus) 2-4

Very coarse sand (pasir sangat kasar) 1-2

Coarse Sand (Pasir kasar) 0,5-1

Medium Sand (pasir sedang) 0,25-0,5

Fine sand (pasir halus) 0,125-0,25

Very fine sand (pasir sangat halus) 0,062- 0,125

Silt (lanau) 0,0039-0,062

Clay (lempung) <0,0039

16

Umumnya semakin besar ukuran partikel semakin besar pula beratnya, oleh

karena itu air yang mengalir dengan kecepatan yang sangat lambat hanya dapat

mengangkut material-material yang sangat halus. Sebaliknya, sedimen yang

berukuran lebih besar seperti kerikil dipindahkan hanya oleh aliran air yang

cepat. Pasir yang cenderung mengendap lebih cepat sedangkan lanau yang

terangkut pada jarak yang cukup jauh sebelum diendapkan dan lempung yang

ukurannya sangat halus akan tersuspensi untuk jangka waktu tertentu dengan

jarak yang cukup jauh (Block, 1986 dalam Amda, 2003).

Jenis sedimen berkaitan erat pula dengan kandungan oksigen dan

ketersediaan bahan organik didalam sedimen. Pada jenis sedimen berpasir

kasar, kandungan oksigennya relatif lebih besar dibandingkan dengan tipe pasir

halus, seperti lumpur. Hal ini disebabkan karena pada tipe sedimen pasir kasar

terdapat pori yang memungkinkan berlangsungnya percampuran yang lebih

intensif degan air yang berada diatasnya. Namun kalau ditinjau dari segi bahan

organik atau zat makanan, terjadi sebaliknya. Pada sedimen pasir kasar bahan

organik yang dikandungnya relatif sedikit. Sebaliknya pada jenis sedimen pasir

halus atau lanau, oksigen yang terkandung tidak banyak karena pori yang dimiliki

tipe sedimen pasir halus tidak memungkinkan penyerapan oksigen dengan

jumlah besar, tetapi bahan organik yang dikandungnya banyak karena semakin

halus tekstur sedimen, semakin besar kemampuannya menjebak bahan organik

(Efriyeldi, 1997).

I. Bahan organik

Menurut Buckman dan Brady (1982), bahan organik merupakan salah satu

komponen penyusun substrat dasar perairan yang merupakan penimbunan sisa-

sisa tumbuhan dan hewan. Sumber penting bahan organik juga berasal dari

17

daratan melalui sungai, sehingga di daerah tersebut memiliki besar bahan

organik (Nybakken, 1988).

Hutabarat dan Evans (1995) menjelaskan bahwa didalam perairan, bahan

organik terdapat dalam bentuk detritus. Sejumlah besar bahan-bahan ini

terbentuk sisa-sisa tumbuhan atau hewan benthik yang hancur, yang hidup di

perairan pantai yang dangkal. Sumber lain bahan organik adalah sisa-sisa tubuh

organisme pelagis yang mati dan tenggelam ke dasar serta kotoran binatang

dalam perairan.

Menurut Paul dan Ladd (1981) bahwa semakin dalam (dari permukaan

tanah) maka kandungan bahan organik semakin menurun dengan kandungan

tertinggi pada lapisan atas atau top soil (0-10 cm) diikuti bagian bawah atau

subsoil (10-20 cm). Reynold (1971) mengklasifikasikan kandungan bahan

organik dalam sedimen yaitu terlihat dalam Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria kandungan bahan organik dalam sedimen

No. Kandungan Bahan Organik (%) Kriteria

1 >35 Sangat Tinggi

2 17-35 Tinggi

3 7-17 Sedang

4 3,5-7 Rendah

5 <3,5 Sangat Rendah

Sumber : Reynold (1971)

Nybakken (1988) menyatakan bahwa di daerah yang bersubstrat lumpur

banyak mengandung bahan organik. Hal ini karena di daerah tersebut biasanya

gerakan air relatif kecil sehingga partikel organik yang tersuspensi dalam air

akan mengendap di dasar perairan.

Bahan organik yang terdapat dalam ekosistem mangrove dapat berupa

bahan organik yang terlarut dalam air (tersuspensi) dan bahan organik yang

18

tertinggal dalam sedimen. Bahan organik adalah nutrien yang penting bagi

mikroorganisme. Jumlah mikroorganisme di laut secara umum sangat kecil, tapi

kelimpahannya bertambah terhadap kehadiran bahan organik yang diproduksi

oleh fotosintesis plankton, seaweed atau organisme lain dan juga dari populasi

bahan organik dari aktivitas perkapalan (Gunkel, 1976). Selain itu, dijelaskan

bahwa bahan organik terdiri dari beberapa komponen yang banyak dari daratan.

Berdasarkan sumber atau asal komponen bahan organik dalam lingkungan laut,

bahan organik dapat digolongkan dua golongan :

1. Pelepasan bahan organik dari organisme laut

2. Populasi air laut dari aktivitas manusia dan proses alam (pelapukan,

bleaching dan lain-lain)

Sumber bahan organik tanah sebagian besar dari hancuran seperti akar-

akar, semak, rumput dan tanaman lain sedangkan hewan biasanya dianggap

sebagai sumber bahan organik kedua.

J. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan perairan yang mempengaruhi pertumbuhan mangrove

yaitu :

1) Suhu

Suhu merupakan faktor yang sangat menentukan kehidupan dan

pertumbuhan mangrove. Suhu yang baik untuk kehidupan mangrove adalah

tidak kurang dari 20°C (Ghufran dan Kordi, 2012).

Menurut Anwar et al., (1984), pada perairan dangkal suhu dapat mencapai

34°C. Daerah mangrove sendiri suhunya lebih rendah dan variasinya hampir

sama dengan daerah pesisir lainnya yang terlindung.

19

2) pH (Derajat keasaman)

Derajat keasaman pH mempunyai pengaruh yang besar terhadap tumbuhan

dan hewan air sehingga sering digunakan sebagai petunjuk untuk menyatakan

baik buruknya suatu lahan untuk penggunaannya. Nilai pH tanah merupakan

tingkat keasaman atau kebasaan suatu tanah yang dapat menjadi patokan

menentukan tanah yang baik untuk media tumbuh tanaman. Wahyu dan

Widyastuti (1998), menyatakan bahwa tanah yang sesuai mendukung

pertumbuhan mangrove berkisar antara 6,0–8,5. Menurut Banareja, 1967 dalam

Hasbi, 2004 klasifikasi perairan berdasarkan derajat keasaman (pH) sebagai

berikut.

Tabel 3. Klasifikasi perairan berdasarkan derajat keasaman (pH)

Derajat Keasaman (pH) Keadaan Perairan

5,5 – 6,5 Kurang produktif

6,5 – 7,5 Produktif

7,5 – 8,5 Sangat produktif

>8,5 Tidak produktif

3) Salinitas

Salinitas merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan

perkembangan mangrove. Bengen (2002) menjelaskan bahwa mangrove dapat

tumbuh pada salinitas tertentu dengan kisaran 2–22°/∞. Perbedaan salinitas ini

menyebabkan terjadinya zonasi dari salinitas tertinggi sampai salinitas rendah,

dari salinitas tinggi ke salinitas rendah terbentuk zonasi yang umum ditemukan

yaitu Avicennia sp., Sonneratia sp., Rhizophora sp., Bruguiera sp., dan Nypa sp.

Pembentukan zonasi bukan hanya tergantung pada salinitas sehingga zonasi ini

tidak teratur sesuai besaran salinitas saja. Rhizophora mucronata dan

20

Rhizophora Stylosa mentoleril salinitas maksimum pada 55°/∞ sedangkan C.

Tagal pada salinitas 60°/∞.

Menurut Ardhana (2002), bahwa perairan laut pada umumnya mempunyai

kestabilan salinitas yang relatif tinggi dibandingkan perairan payau. Perubahan

salinitas lebih sering terjadi pada perairan dekat pantai, hal ini disebabkan

banyak air tawar yang masuk baik melalui run off terutama pada waktu musim

penghujan. Nilai salinitas 7°/∞–14°/∞ masih merupakan kisaran salinitas yang

dapat ditolerir oleh bakau untuk dapat tumbuh.

Setiap jenis mangrove umumnya memiliki toleransi yang berbeda terhadap

tingginya salinitas. Batas ambang toleransi tumbuhan bakau diperkirakan pada

salinitas sekitar 90°/∞ atau kurang lebih 2,5 kali salinitas air laut (Ciotron, 1978).

Menurut Walter (1971), Rhizophora merupakan marga yang memiliki

kemampuan toleransi terhadap kisaran salinitas yang luas dibandingkan dengan

mangrove lainnya.

4) Pasang surut

Faktor fisik yang sangat berpengaruh pada hutan mangrove salah satunya

adalah pasang-surut. Pasang surut adalah naik dan turunnya permukaan air laut

secara periodik selama interval waktu tertentu (Nybakken, 1988).

Menurut Triatmodjo (1999), dalam oseanografi pasang surut diberbagai

daerah dapat dibedakan dalam empat tipe pasang surut, yaitu :

a. Pasang surut harian ganda (semidiurnal tide), pada tipe ini dalam satu

hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi yang hampir

sama dengan pasang surut yang terjadi berurutan secara teratur.

Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit.

21

b. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide), dalam satu hari terjadi satu

kali pasang dan satu kali surut. Periode pasang surut adalah 24 jam 50

menit.

c. Pasang surut condong keharian ganda (mixed tide preavailling diurnal),

dalam satu hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut tetapi tinggi

periodenya berbeda.

d. Pasang surut condong ke harian tunggal (mixed tide preavalling diurnal),

pada tipe ini dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air

surut, tetapi kadang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan

tinggi dan periode yang berbeda-beda.

5) Arus

Arus merupakan gerakan air yang sangat luas yang terjadi pada seluruh

lautan di dunia. Terjadinya arus di laut diakibatkan oleh berbagai hal diantaranya

adalah sebagai akibat adanya perbedaan temperatur, densitas, bentuk topografi

dasar laut (relief), pengaruh arus sungai yang bermuara ke perairan, disebabkan

oleh angin permukaan dan pengaruh pasang surut.

Menurut Dahuri et.al (1996), gelombang yang menuju pantai dapat

menimbulkan arus pantai (Near shore current) yang berpengaruh terhadap

proses endapan material dan pengangkutan bahan organik di pantai. Pola arus

pantai ini ditentukan terutama oleh besarnya sudut yang dibentuk antara

gelombang yang dating dengan garis pantai jika sudut dating itu cukup besar,

maka akan terbentuk arus susur pantai yang disebabkan oleh perbedaan

tekanan hidrostatik. Jika sudut gelombang kecil atau sama dengan nol maka

terbentuk rip current dengan arah menuju pantai.

Kecepatan dan arah arus sangat penting dalam proses pengadukan dan

perpindahan dalam perairan seperti mikro nutrient dan material tersuspensi.

22

Selanjutnya dikatakan bahwa ruang, waktu dan kedalaman mempengaruhi

distribusi arah dan kecepatannya (Storm, 1989).

23

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei – Agustus 2017 di pulau

Pannikiang, Kecamatan Balusu, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan (Gambar 2).

Analisis sampel bahan organik pada sedimen dasar dilakukan di Laboratorium

Oseanografi Fisika dan Geomorfologi Pantai, Departemen Ilmu Kelautan,

Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian di Pulau Pannikiang Kabupaten Barru.

B. Alat dan Bahan

1) Alat

Alat yang digunakan pada saat penelitian yaitu global positioning system

(GPS) untuk menentukan koordinat titik sampling, Alat tulis menulis untuk

mencatat data, kompas untuk menentukan arah sampling, roll meter 100 meter

untuk mengukur luasan area, tali rapia untuk membuat garis transek, pH meter

24

untuk mengukur pH tanah, handrefractometer untuk mengukur salintas perairan,

termometer untuk mengukur suhu perairan, tiang skala untuk mengukur pasang

surut, skop untuk mengambil sampel sedimen, pipa paralon dengan ukuran

diameter 2 inch panjang 20 cm untuk mengambil sampel bahan organik pada

sedimen dasar.

Cool box untuk menyimpan sampel sedimen yang diambil dari lapangan,

cawan porselin untuk tempat sampel, timbangan digital untuk menimbang berat

sampel sampel sedimen, oven untuk mengeringkan sampel sedimen, desikator

untuk mendinginkan sampel sedimen, gegep besi untuk mengambil cawan

porselin di dalam tanur, sieve net untuk mengayak sampel sedimen dan

memisahkan sedimen berdasarkan ukuran butir sedimen, kertas licin

(pembungkus nasi) untuk menyimpan sedimen yang telah diayak, spidol untuk

menandai kantong sampel, kuas untuk membersihkan sisa-sisa yang telah

diayak, perahu untuk alat transportasi menuju lokasi penelitian.

2) Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lembar identifikasi dan

buku panduan pengenalan mangrove di Indonesia (Noor et al., 2006) untuk

mengidentifikasi jenis mangrove, kantong sampel sedimen, kertas label dan

spidol permanen untuk menandai kantong sampel, aquades untuk

membersihkan alat yang telah digunakan, tissue digunakan untuk membersihkan

alat yang telah dipakai.

C. Metode dan Penelitian

Penelitian ini dilakukan beberapa tahap yang dimulai dari tahap persiapan,

observasi awal, penentuan stasiun, prosedur penelitian, pengolahan data dan

analisis data yang dijabarkan sebagai berikut ;

25

1. Persiapan

Tahap pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah studi literatur

terkait dengan judul penelitian, konsultasi dengan dosen pembimbing dan

melakukan observasi awal pada lokasi yang telah ditentukan.

2. Observasi Awal

Observasi awal dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum tentang

lokasi penelitian. Kegiatan observasi ini meliputi pengamatan jenis mangrove

dan pengamatan jenis sedimen secara visual.

3. Penentuan Stasiun di Lokasi Penelitian

Penentuan lokasi sampling berdasarkan keberadaan jenis mangrove

dominan dan tumbuh berkelompok antar jenis mangrove yang ada di lokasi

penelitian.

Tabel 4. Stasiun dan Jenis Mangrove di Pulau Pannikiang

Stasiun Titik Koordinat Jenis Mangrove Dominan

1 E 119°35’38.75”

Rhizophora apiculata S 04°21’44.48’’

2 E 119°36’17.74”

Sonneratia alba S 04°20’25.50”

3 E 119°35’38.10”

Rhizophora stylosa E 119°35’38.10”

4 E 119°36’06.42”

Tidak ada mangrove S 04°21’35.33”

Prinsip penentuan stasiun ini berdasarkan keterwakilan lokasi, dimana

terdapat 4 stasiun yang terdiri dari 1 stasiun kontrol dan 3 stasiun pengamatan

jenis mangrove dominan, untuk membandingkan kandungan bahan organik

sedimen ke 3 stasiun diambil 3 plot setiap stasiun yang ditentukan secara acak.

Pengambilan data pada stasiun kontrol dilakukan pada daerah yang tidak

26

ditumbuhi mangrove. Pengambilan data pada stasiun kontrol ini dilakukan untuk

membandingkan kandungan bahan organik sedimen pada stasiun yang

ditumbuhi jenis mangrove. Pengambilan titik koordinat stasiun pengamatan

dilakukan dengan menggunakan global positioning system (GPS).

4. Prosedur Penelitian

a. Prosedur pengambilan data mangrove dan sampel sedimen

1) Identifikasi jenis mangrove dominan

Mengidentifikasi spesies dari tiap–tiap tumbuhan mangrove yang dominan di

lokasi penelitian dengan pengamatan secara visual. Sampel mangrove

diidentifikasi dengan merujuk pada lembar identifikasi dan berdasarkan buku

Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia (Noor et al., 2006).

Gambar 3. Lembar Identifikasi Mangrove (Noor et al., 2006)

2) Bagan transek dan ukuran plot jenis mangrove

Pengambilan data mangrove menggunakan metode transek garis (line

transect). Metode transek dilakukan dengan cara membuat garis yang ditarik

secara tegak lurus dari garis pantai terhadap stasiun. Panjang transek

disesuaikan dengan luasan jenis mangrove yang tumbuh.

27

Setiap transek yang telah dibentuk pada masing-masing stasiun

pengamatan, didalamnya dibuat plot ukuran bertingkat 1x1 (m) untuk tingkat

semaian, 5x5 (m) untuk tingkat anakan, dan 10x10 (m) untuk tingkat pohon.

Gambar 4. Bagan Transek dan Ukuran Plot Sampling Mangrove

Selanjutnya dilakukan perhitungan jumlah pohon, anakan dan semaian

mangrove yang tumbuh dalam luasan plot tersebut (English et al., 1994 dan

Kusmana, 1997 dalam Saru, 2013). Kemudian jarak antara plot satu ke plot

berikutnya 10 meter, jarak tersebut disesuaikan dengan kondisi luasan

mangrove.

3) Bahan organik sedimen dasar perairan

Pengambilan sampel bahan organik di sedimen, diambil setiap plot

ditentukan secara acak pada jenis mangrove. Pengambilan sampel sedimen

dilakukan dengan menggunakan core yang terbuat dari pipa paralon dengan

ukuran diameter 2 inch dengan panjang 20 cm. Pengambilan sampel sedimen

dilakukan dengan menancapkan core pada sedimen hingga tenggelam lalu

mengangkat kembali core tersebut, kemudian memasukkan ke dalam kantong

sampel sesuai dengan kode sampel setiap plot yang telah dibuat, setelah itu

28

menyimpan kedalam cool box yang berisi es batu. Fungsi es batu sebagai

pendingin agar tidak terjadi penguraian oleh bakteri. Sampel dibawa

kelaboratorium untuk dianalisis. Analisis bahan organik sedimen dilakukan

dengan menggunakan metode Loss In Ignition mengikuti metode yang

digunakan oleh Fairust dan Graham (2003).

Adapun prosedur kerja yang dilakukan pada analisis kandungan bahan

organik sedimen di laboratorium, sebagai berikut :

a) Memasukkan sampel sebanyak-banyaknya ke dalam beaker glass

b) Mengeringkan sampel sedimen dengan menggunakan oven selama 2x24

jam/sampel sampai benar-benar kering.

c) Mengeringkan cawan porselin yang kosong di dalam oven selama 10

menit

d) Menimbang berat cawan porselin yang kosong

e) Menimbang berat sampel sedimen yang telah di oven sebanyak kurang

lebih 5 gr dan mencatatnya sebagai berat awal (Wa)

f) Memanaskan cawan porselin yang berisi sampel sedimen sebanyak 5 gr

dengan menggunakan tanur pada suhu 650°C selama kurang lebih 3,5

jam

g) Setelah mencapai 3,5 jam sampel sedimen dikeluarkan dari tanur dan

dimasukkan ke dalam desikator agar sampel tidak kembali lembab.

h) Menimbang kembali sampel berat cawan yang sudah di tanur sebagai

berat akhir (Wt)

b. Analisis besar butir sedimen

Penentuan ukuran butiran sedimen dilakukan dengan menggunakan metode

pengayakan kering (dry sieving). Porsi sedimen yang tertahan pada setiap

ayakan ditimbang dan diklasifikasikan menurut ukuran butirannya. Analisis

29

sampel sedimen dilakukan dengan metode ayakan kering. Metode ini digunakan

untuk mengetahui ukuran butiran sedimen dan dominanasi sedimen pada stasiun

jenis mangrove.

Adapun prosedur kerja yang dilakukan untuk menganalisis besar butir

sedimen di laboratorium sebagai berikut ;

a) Pengambilan sampel sedimen untuk melihat partikel sedimen di ambil

pada jenis mangrove yang telah ditentukan

b) Pengambilan sampel sedimen sebanyak 500 gram di lapangan dilakukan

dengan menggunakan skop.

c) Sampel sedimen yang diperoleh di lapangan dikumpulkan sesuai dengan

plot.

d) Sampel dibawa ke laboratorium untuk dianalisis kemudian setelah itu

sampel tersebut dimasukkan ke dalam oven yang dilengkapi dengan

pengatur suhu dengan suhu 1050C.

e) Sedimen kering tersebut diambil dan kemudian ditimbang untuk dianalisis

± 100 gram sebagai berat awal.

f) Sampel dimasukkan ke dalam ayakan yang memiliki ukuran butir 2 mm, 1

mm, 0,5 mm, 0,25 mm, 0,125 mm, 0,63 mm, dan <0,63 mm setiap

tingkatan. Kemudian diguncang secara merata selama minimum 10

menit untuk sempurnanya pengayakan, sehingga didapatkan pemisahan

ukuran masing-masing partikel sedimen berdasarkan ukuran ayakan.

g) Sampel dipisahkan dari ayakan untuk mengantisipasi tertinggalnya

butiran pada ayakan disikat dengan perlahan.

h) Hasilnya kembali dihitung untuk mendapatkan berapa gram hasil masing-

masing tiap ukuran ayakan.

30

c. Pengukuran parameter lingkungan

Tujuan pengukuran parameter lingkungan ini untuk menggambarkan kondisi

lingkungan mangrove di lokasi penelitian. Adapun parameter lingkungan yang

diukur pada saat di lokasi pengamatan, yaitu ;

1) Salinitas

Pengukuran salinitas perairan dilakukan langsung di lokasi menggunakan

Handrefraktometer dengan tiga kali ulangan pada setiap plot stasiun

pengamatan.

2) Suhu

Pengukuran suhu perairan dilakukan langsung di lokasi menggunakan

termometer dengan tiga kali ulangan pada setiap plot stasiun pengamatan.

3) pH tanah

Pengambilan data keasaman dilakukan langsung di lokasi menggunakan pH

meter dengan tiga kali ulangan pada setiap plot stasiun pengamatan.

4) Pasang surut

Pengukuran pasang surut dilakukan di sekitar dermaga yang selalu

tergenang oleh air laut. Pengukuran ini menggunakan metode Doodson.

Pengambilan data pasang surut dilakukan setiap 1 jam selama 39 jam dan

dimulai pada pukul 00.00 hingga 39 jam.

Untuk menghitung pasang surut suatu perairan adalah (Jalil et al., 2015)

Keterangan : DTS = Duduk tengah sementara

Hi = Tinggi muka air (cm)

Ci = Konstanta Doodson

DTS = ∑ Hi x Ci / ∑Ci

31

5) Arus

Pengukuran kecepatan arus dilakukan disetiap stasiun dengan

menggunakan layang-layang arus yang dilepaskan ke perairan, dibiarkan hanyut

terbawa oleh arus sampai tali meregang. Waktu yang tercatat di stopwatch

dicatat.

Untuk menghitung kecepatan arus suatu perairan adalah (Jalil et al., 2015)

V

Keterangan : V = Kecepatan arus (cm/detik)

s = Jarak tempuh layang–layang arus (meter)

t = Waktu tempuh layang–layang arus (detik)

5. Pengolahan Data

1) Data mangrove

Data mangrove yang diperoleh dari lapangan selanjutnya dianalisis untuk

mengetahui kerapatan jenis i (Di) dan penutupan jenis i (Ci) (Bengen, 2002 dan

Kusmana, 1997) :

a. Kerapatan jenis i (Di) adalah jumlah tegakan jenis dalam suatu unit area.

Kerapatan Relatif Jenis (RDi) adalah perbandingan antara jumlah

tegakan jenis i (ni) dan jumlah total tegakan seluruh jenis (∑n), dengan

rumus :

Keterangan : Di = Kerapatan jenis i (Indiv/m2)

ni = Jumlah total tegakan jenis i

A = Luas total area pengambilan sampel (m2)

RDi = Kerapatan relatif jenis i (%)

∑n = Jumlah total tegakan seluruh jenis

Di = ni / A

RDi = (ni /∑n) x 100%

32

b. Penutupan Jenis i (Ci) adalah luas penutupan jenis i dalam suatu unit

area dihitung dengan rumus berikut di bawah ini :

Keterangan : Ci = Penutupan jenis dalam satu unit area,

A = Luas total area sampling (plot),

∑C = Jumlah tutupan dari semua jenis,

RCi = Penutupan relatif jenis i (%),

DBH = Diameter batang pohon,

π = Konstanta yang bernilai 3,1416

BA = Basal area,

CBH = Lingkar batang pohon

Kondisi mangrove didasarkan pada standar baku kerapatan dan penutupan

mangrove berdasarkan keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun

2004.

Tabel 5. Kriteria Kerapatan dan Penutupan mangrove (KEPMEN_LH Nomor 201 Tahun 2004)

Kriteria Penutupan (%) Kerapatan (pohon/ha)

Sangat Padat >75 > 1500

Sedang > 50 - < 75 >1000 - < 1500

Jarang < 50 < 1000

Ci = ∑BA

A

RCi = Ci

∑Cx 100

BA = 𝜋 𝐷 𝐵𝐻2

4

DBH = CBH

4

33

2) Analisis kandungan bahan organik total pada sedimen

Analisis kandungan bahan organik sedimen dilakukan dengan metode Loss

In Ignition mengikuti metode yang digunakan oleh Fairust dan Graham (2003).

Keterangan : BWa = Berat awal (gram)

BWt = Berat akhir (gram)

Bc = Berat cawan (gram)

3) Analisis besar butir sedimen

Analisis besar butir sedimen mangrove dilakukan dengan menggunakan

metode pengayakan kering.

a) Perhitungan % berat

b) Menghitung % berat komulatif

% Komulatif = %berat1 + %berat2

6. Analisis Data

Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan hasil kandungan bahan organik

total dalam sedimen perairan antara ke empat stasiun, maka dilakukan analisis

ANOVA menggunakan software SPSS versi 16.0. Untuk mengetahui ada

tidaknya antara hubungan bahan organik total dalam sedimen dengan kerapatan,

penutupan dan jenis sedimen pada ketiga stasiun jenis mangrove menggunakan

analisis regresi dengan menggunakan software SPSS.

Berat awal = Berat Cawan Kosong + Berat Sampel (5 gr)

Kandungan bahan organik = ± (BWa–Bc) – (BWt –Bc)

OT O w b um d p j − O d p j

mp ×

34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Pulau Pannikiang merupakan salah satu pulau yang secara administratif

termasuk dalam Dusun Pannikiang, Desa Madello, Kecamatan Balusu,

Kabupaten Barru. Secara geografis Pulau Pannikiang berada pada 04° 19’

45.21’’ – 04°22’19.93” LS dan 119° 34’32.45”-119°36’46.22” BT dengan luas

sekitar 97 Ha. Batas–batas administratif pulau Pannikiang adalah sebagai

berikut :

Sebelah Utara : Pulau Dutungan, Pulau Bakki dan Pulau Batukalasi

Sebelah Timur : Daratan Kota Kecamatan Balusu

Sebelah Selatan : Pulau Puteangin

Sebelah Barat : Selat Makassar

Pulau Pannikiang dapat dicapai dengan transportasi laut dari pelabuhan

Garongkong dengan menggunakan. Jarak tempuh dari pelabuhan Garongkong

sekitar ±20 menit. Pulau Pannikiang berada di bagian Barat Kecamatan Pantai

Balusu dengan luas daratan 97 hektar.

Secara masyarakat yang ada di pulau Pannikiang berprofesi sebagai

nelayan dengan alat tangkap yang digunakan adalah pancingan dengan bantuan

perahu yang bermesin. Hasil tangkapan utama berupa kepiting, udang, kerapu,

kakap, cumi-cumi dan jenis ikan lainnya yang bukan hanya sebagai bahan

konsumsi sehari-hari.

35

B. Kondisi Lingkungan Stasiun Penelitian

Berdasarkan hasil pengukuran dan pengamatan yang dilakukan pada setiap

stasiun mengenai kondisi perairan, disajikan sebagai berikut :

Tabel 6. Data hasil pengukuran parameter lingkungan di setiap stasiun

Stasiun Jenis Mangrove Suhu (°C) Salinitas (‰) pH Arus

(m/detik)

1. Rhizophora apiculata 29,0 34,2 6,4 0,07

2. Sonneratia alba 29,4 34,5 6,6 0,02

3. Rhizophora stylosa 28,8 35,7 6,5 0,03

4. Tidak ada mangrove 30,0 34,0 4,0 0,04

1. Suhu

Suhu merupakan faktor yang sangat menentukan kehidupan dan

pertumbuhan mangrove. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kisaran nilai suhu

di lokasi penelitian yaitu 28,8°C hingga 30,0°C. Nilai suhu yang terendah berada

pada stasiun 3. Hal ini disebabkan karena kerapatan pohon yang cukup tinggi,

sehingga bisa menghambat intensitas cahaya ke dalam ekosistem mangrove,

sedangkan stasiun yang memiliki nilai suhu tertinggi adalah stasiun 4 30,0°C,

karena stasiun tersebut tidak ditumbuhi mangrove, sehingga sinar matahari

langsung menembus badan air.

Kisaran suhu bergantung pada kerapatan mangrove di stasiun

pengamatan, perbedaan suhu pada masing-masing stasiun disebabkan oleh

faktor intensitas matahari yang terpapar langsung dilingkungan mangrove,

sehingga menyebabkan suhu ke empat stasiun berubah-ubah sesuai dengan

kondisi mangrove tersebut. Kisaran suhu stasiun yang ditumbuhi jenis

mangrove, sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan oleh pertumbuhan mangrove,

36

seperti yang diungkapkan oleh Gufran dan Kordi (2012), bahwa suhu yang baik

untuk kehidupan mangrove adalah tidak kurang dari 20 °C.

2. Salinitas

Salinitas merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan

perkembangan mangrove. Kisaran nilai yang diperoleh antar stasiun

pengamatan adalah 34‰ hingga 35,7‰. Dimana nilai yang tertinggi terdapatp

ada stasiun 3 35,7‰. Hal ini dikarenakan stasiun tersebut mengalami pasang air

laut sehingga sangat mempengaruhi salinitas di habitat mangrove. Meskipun

demikian, beberapa spesies dapat tumbuh di daerah dengan salinitas sangat

tinggi, seperti yang dilaporkan oleh Arsornkoae (1993), bahwa di Australia jenis

mangrove dapat tumbuh di daerah dengan salinitas maksimum Sonneratia spp.

44‰, Rhizophora apiculata 65‰ dan Rhizophora stylosa 74‰.

Nilai salinitas terendah pada stasiun 4 34,0‰. Rendahnya salinitas pada

stasiun tersebut dikarenakan tidak dipengaruhi oleh pertumbuhan mangrove.

Menurut Kushartono (2009), kenaikan konsentrasi salinitas dipengaruhi oleh air

yang masuk kedalam tanah, yang berasal dari intrusi air laut yang datang pada

saat pasang surut, dimana air tersebut meresap kebawah dan sampai pada

lapisan kedap air, berkumpul sehingga salinitasnya lebih tinggi dibanding

permukaan perairan.

3. pH Sedimen

Hasil pengukuran pH sedimen antar stasiun pengamatan menunjukkan

nilai yang bervariasi, dimana nilai yang terendah pada stasiun 4 yang tidak

ditumbuhi mangrove dengan nilai 4,0, sedangkan stasiun yang ditumbuhi

mangrove menunjukkan hasil yang bervariasi yaitu 6,5 hingga 6,6. Nilai pH

sedimen antar stasiun yang ditumbuhi mangrove termasuk perairan yang

produktif. Hal ini menunjukkan bahwa ke tiga lokasi yang ditumbuhi mangrove,

sangat cocok untuk habitat pertumbuhan jenis mangrove. Widyastuti (1999)

37

mengemukakan bahwa kisaran nilai pH antara 6 hingga 8,5 sangat cocok untuk

pertumbuhan mangrove.

4. Arus

Pengukuran arus dilakukan pada setiap stasiun pengamatan. Kecepatan

arus paling tinggi didapatkan pada stasiun 1. Stasiun ini secara lansung

berhadapan dengan laut dan dipengaruhi aktivitas yang terjadi dilaut seperti

angin dengan nilai kecepatan arus 0,07 m/detik pada saat pasang. Kecepatan

arus terendah ditemukan di stasiun 2 dengan nilai 0,02 m/detik, dimana stasiun

ini sama dengan stasiun 1 berhadapan langsung dengan laut, kondisi pasang

surut pada saat pengukuran arus di stasiun 2 adalah surut.

5. Pasang Surut

Pasang surut merupakan peristiwa gerakan naik turunnya permukaan air

laut akibat gaya tarik bulan dan matahari terhadap permukaan bumi (Saru,

2013).

Gambar 4. Pola pasang surut duduk tengah sementara (DTS) tinggi muka air

Data mengenai pasang surut merupakan data primer yang diperoleh dari

hasil pengukuran di lokasi penelitian selama 39 jam (Gambar 4). Dari hasil

0

20

40

60

80

100

120

140

160

00

.00

03

.00

06

.00

09

.00

12

.00

15

.00

18

.00

21

.00

00

.00

03

.00

06

.00

09

.00

12

.00

Tin

ggi m

uka

air

(cm

)

Waktu (Jam)

Tinggi Air

DTS

38

pengukuran pasang surut selama 39 jam pada tanggal 23–24 Juli 2017,

diketahui bahwa tinggi muka air maksimum adalah 144 cm dan tinggi air

minimum 33 cm. Dengan demikian, nilai ini menunjukkan bahwa kisaran pasang

surut yang diperoleh 111 cm dan nilai rata-rata muka air adalah 77,367 cm. Pada

gambar 4 menunjukkan bahwa pasang tertinggi pada pukul 06.00 WITA,

sedangkan surut terendah berada pada pukul 21.00 WITA.

Tipe pasang surut di lokasi penelitian termasuk tipe Diurnal, yakni tipe

pasang surut yang terjadi satu kali pasang satu kali surut dalam 24 jam/satu hari.

Hutan mangrove yang tumbuh daerah pasang diurnal, memiliki struktur dan

kesuburan yang berbeda dari hutan mangrove yang tumbuh di daerah semi-

diurnal dan berbeda juga dengan hutan mangrove yang tumbuh di daerah

pasang campuran. Perkembangan daerah mangrove di lokasi penelitian sangat

baik karena pasang surut dan substrat yang mendukung. Menurut Watson

(1928), hubungan antara komposisi jenis dengan tingkat pasang surut dan tipe

tanah sangat berpengaruh, dimana tingkat pasang surut akan menentukan

substrat yang mengendap sehingga jenis mangrove dapat tumbuh dan

menyesuaikan kondisi lingkungan.

C. Bahan Organik Total (BOT) di Sedimen Jenis Mangrove

Kandungan bahan organik antar stasiun pengamatan, termasuk dalam

klasifikasi sangat rendah sampai tinggi, dimana berada pada kisaran 2,58-

32,83% seperti yang telah dijelaskan Reynold (1971), kriteria bahan organik

sedimen adalah sangat tinggi : >35, tinggi : 17–35, sedang : 7–17, rendah : 3,5–

7, sangat rendah < 3,5.

Hasil analisis uji One-way Anova, kandungan bahan organik total dalam

sedimen pada ke empat stasiun signifikan berbeda pada (p<0,05) dan uji lanjut

Tukey LSD menunjukkan bahwa kandungan bahan organik yang terkandung di

39

stasiun 1, tidak signifikan berbeda (p>0,05) dengan stasiun 2 dan 3. Stasiun 2

dan 4 tidak berbeda nyata (p<0,05) nilai kandungan bahan organiknya.

Stasiun 4 yang tidak ditumbuhi mangrove dengan ke 3 stasiun jenis

mangrove berbeda (p<0,05) nilai kandungan bahan organik dalam sedimen

(Lampiran 13).

Gambar 5. Kandungan bahan organik sedimen

Tingginya kandungan bahan organik pada stasiun 1 dan 3 jenis Rhizophora

dikarenakan memiliki ukuran daun yang tidak keras sehingga lebih cepat

terdekomposisi dan memiliki ukuran partikel sedimen yang kecil dan stasiun ini

tidak jauh dari pemukiman masyarakat. Hal ini dipertegas oleh pendapat

Efriyeldi (2012), tingginya kandungan bahan organik total sedimen tidak terlepas

dari adanya aktivitas masyarakat yang ada di sekitar mangrove, sedangkan

kandungan bahan organik pada stasiun 4 tidak ada mangrove lebih rendah

dibandingkan dengan ke 3 stasiun yang ditumbuhi jenis mangrove. Hal ini

dikarenakan stasiun 4 tidak ditumbuhi mangrove dan kurang sumbangan dari

vegetasi mangrove sehingga kandungan bahan organik sangat rendah.

32,83 ± 23,45

10,85 ± 4,19

30,57 ± 4,98

2,58 ± 0,19

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

1 2 3 4

Bah

an O

rgan

ik T

ota

l (%

)

STASIUN

a

b

a

a

40

D. Partikel Sedimen Jenis Mangrove

Hasil analisis partikel sedimen menggunakan metode ayakan kering dengan

bantuan software Gradistat V8, memperlihatkan bahwa kisaran nilai yang

diperoleh ke 4 stasiun adalah 0,59–1,13 mm.

Gambar 6. Ukuran partikel sedimen pada tiap stasiun

Hasil analisis uji One-way Anova tidak signifikan berbeda (p>0,05) dengan

jenis sedimen ke empat stasiun (Lampiran 13). Stasiun yang memiliki partikel

butiran sedimen tertinggi yaitu stasiun 4 tidak ada mangrove, sedangkan stasiun

partikel butiran sedimen terendah adalah stasiun 1, 2, dan 3 yaitu berkisar 0,59-

0,96 mm. Bengen (2004), menyatakan bahwa bakau dapat tumbuh dengan baik

pada substrat yang berlumpur dan dapat mentoleransi tanah lumpur berpasir.

Selain itu partikel sedimen yang kecil dapat menjebak bahan organik. Hal ini

dipertegas oleh pendapat Efriyeldi (1997), sedimen yang memiliki partikel relatif

besar bahan organik yang dikandungnya relatif sedikit. Sebaliknya, pada

sedimen partikel kecil bahan organik yang terkandung banyak. Semakin halus

tekstur sedimen maka besar kemampuannya menjebak bahan organik.

0,59 ± 0,10

0,96

± 0,23 0,72

± 0,24

1,13 ± 0,24

0,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

1,20

1,40

1,60

1 2 3 4

Par

tike

l Se

dim

en

(m

m)

STASIUN

a

a

a

a

41

E. Struktur Vegetasi Mangrove

1. Kerapatan Jenis Mangrove

Kerapatan mangrove pada setiap stasiun tergantung banyaknya jumlah

mangrove. Semakin banyak jumlah mangrove di setiap stasiun, maka semakin

padat mangrove di stasiun tersebut. Hasil pengamatan memperlihatkan kisaran

nilai kerapatan jenis mangrove antara 0,08 (ind/m²) hingga 0,12 (ind/m²).

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun

2004, kondisi kerapatan jenis mangrove disetiap stasiun tergolong kategori

jarang.

Gambar 7. Kerapatan jenis mangrove di tiap stasiun

Hasil analisis uji One-way Anova menunjukkan bahwa kerapatan mangrove

antar stasiun tidak berbeda nyata (p>0,05) (Lampiran 12). Kondisi kerapatan

jenis mangrove tertinggi stasiun 3 adalah 0,12 (ind/m²), sementara kerapatan

terendah stasiun 2 adalah 0,06 (ind/m²). Tingginya kerapatan jenis mangrove di

stasiun 1 dan 3, dikarenakan memiliki jumlah tegakan pohon yang banyak dan

ciri khas akar tunjang yang padat berfungsi sebagai perangkap sedimen.

Menurut Halidah (2014), bahwa akar yang padat sangat efektif untuk menangkap

0,08 ± 0,03

0,06 ± 0,02

0,12 ± 0,07

0

0,02

0,04

0,06

0,08

0,1

0,12

0,14

0,16

0,18

0,2

1 2 3

Ke

rap

atan

Je

nis

(in

div

idu

/m2

)

STASIUN

a

a

a

42

dan menahan lumpur. Sedimen yang terperangkap kaya akan kandungan bahan

organik sehingga dapat memperluas habitat mangrove serta dapat meningkatkan

pertumbuhan dan perkembangan mangrove (Furukawa dan Wolanski,1996).

2. Penutupan Jenis Mangrove

Penutupan jenis adalah luas penutupan jenis i dalam suatu unit area

(Bengen, 1999). Kisaran nilai penutupan jenis mangrove yang diperoleh disetiap

stasiun adalah 6,98–58,78 cm2/m2. Kondisi tutupan jenis mangrove ke 3 stasiun

yang ditumbuhi mangrove menunjukkan kategori jarang pada setiap stasiun jenis

mangrove.

Gambar 8. Penutupan jenis mangrove di tiap stasiun

Berdasarkan hasil analisis uji One-way Anova, bahwa penutupan jenis

magrove signifikan berbeda (p<0,05) antar stasiun dan uji lanjut Tukey HSD

menunjukkan bahwa stasiun 1 dan stasiun 3 tidak signifikan berbeda (p>0,05)

penutupan jenis mangrove, sedangkan stasiun 1 dan stasiun 3 signifikan

berbeda (p<0,05) dengan stasiun 2 (Lampiran 12). Hasil perhitungan tutupan

jenis mangrove diperoleh stasiun 1 dan 3 memiliki nilai penutupan lebih rendah

bila dibandingkan dengan stasiun 2 jenis Sonneratia alba. Hal ini dikarenakan

6,98 ± 4,50

58,78 ± 27,87

19,81 ± 3,67

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

80,00

90,00

100,00

1 2 3

Pe

ntu

pan

Je

nis

(cm

2/m

2)

STASIUN

a

b b

a

43

diameter batang pohon jenis di Stasiun 2 lebih besar sehingga daun yang

dihasilkan banyak. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Dahuri dalam Day et al.,

1989), semakin besar diameter batang pohon mangrove, semakin banyak daun

yang dihasilkan. Daun yang jatuh di atas permukaan tanah akan mengalami

proses penghancuran dan berpengaruh tingginya kandungan bahan organik. Hal

ini sesuai dengan pernyataan Yusuf et al., (2016) menyatakan bahwa, daun yang

secara alami akan gugur menjadi serasah dan akan terdekomposisi menjadi

bahan organik.

F. Hubungan Kandungan Bahan Organik Sedimen dengan Kerapatan

Jenis Mangrove

Pada Gambar 9, memperlihatkan hubungan antara kerapatan jenis

mangrove dengan kandungan bahan organik sedimen.

Gambar 9. Hubungan Kerapatan dengan Kandungan Bahan Organik

Sedimen

Persamaan regresi linear, yaitu y = 199,1x+7,4934 dengan nilai koefisien

Determinasi (R2) sebesar 0,353. Ini artinya pengaruh kerapatan terhadap

kandungan bahan organik sedimen sebesar 35,3% sementara 64,7%

dipengaruhi faktor lain, sedangkan nilai koefisien korelasi (r) diperoleh sebesar

y = 199,1x + 7,4934 R² = 0,3536

r = 0,594

0

10

20

30

40

50

60

70

0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25

Bah

an O

rgan

ik T

ota

l (%

)

Kerapatan Jenis (Indvidu/m2)

Rhizophora

apiculata

Rhizophora stylosa

Sonneratia alba

44

0,594. Menurut Sugiyono (2013), bahwa nilai 0,40–0,599 menunjukkan korelasi

yang sedang. Sesuai dengan pernyataan Saru et al., (2017) bahwa kerapatan

mangrove sangat mendukung tinggi rendahnya bahan organik total dalam

sedimen.

G. Hubungan Penutupan Jenis Mangrove dengan Kandungan Bahan

Organik Sedimen

Pada Gambar 10, memperlihatkan hubungan antara penutupan jenis

mangrove dengan kandungan bahan organik sedimen.

Gambar 10. Hubungan Penutupan Jenis dengan Kandungan Bahan

Organik

Persamaan regresi linear yaitu y =-0,2829x + 32,816 dengan nilai koefisien

determinasi (R2) sebesar 0,2322. Nilai ini menyatakan bahwa pengaruh

penutupan terhadap kandungan bahan organik sedimen sebesar 23,22%

sedangkan 76,78% dipengaruhi oleh faktor lain, sedangkan untuk nilai koefisien

korelasi (r) diperoleh nilai sebesar 0,481 menunjukkan bahwa korelasi antara

variabel penutupan dengan bahan organik adalah sedang.

y = -0,2829x + 32,816 R² = 0,2322

r = 0,481

0

10

20

30

40

50

60

70

0 20 40 60 80 100

Bah

an O

rgan

ik T

ota

l (%

)

Penutupan Jenis (cm2/m2)

Rhizophora

apiculata

Rhizophora stylosa

Sonneratia alba

45

H. Hubungan Partikel Sedimen dengan Kandungan Bahan Organik di

Sedimen

Pada Gambar 11, memperlihatkan hubungan antara partikel sedimen

dengan kandungan bahan organik di sedimen.

Gambar 11. Hubungan Partikel Sedimen dengan Kandungan Bahan

Organik Sedimen

Persamaan regresi linear yaitu y = -0,0111x + 1,0609 dengan nilai koefisien

Determinasi (R2) sebesar 0,4452. Nilai ini menunjukkan bahwa 44,52% pengaruh

partikel sedimen terhadap kandungan bahan organik dan 55,48% dipengaruhi

oleh faktor lain, sedangkan untuk nilai koefisien korelasi (r) diperoleh nilai

sebesar 0,671. Nilai ini dikategorikan memiliki hubungan yang kuat antara

kandungan bahan organik dengan partikel sedimen. Hal ini disebabkan karena

sedimen yang memiliki ukuran partikel kecil sangat berpengaruh keberadaan

kandungan bahan organik. Hasil penelitian oleh Yusuf et al., (2016) yang

menyatakan bahwa lumpur yang mempunyai porositas rendah, sehingga mampu

menahan bahan organik dengan baik dibanding substrat yang lebih besar.

y = -40,243x + 53,42 R² = 0,450 r = 0,671

-10

0

10

20

30

40

50

60

70

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6

Bah

an O

rgan

ik T

ota

l (%

)

Partikel Sedimen (mm)

Rhizophora

apiculata

Rhizophora stylosa

Sonneratia alba

Kontrol

46

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat diambil beberapa

kesimpulan, sebagai berikut :

1. Kandungan bahan organik sedimen jenis mangrove dominan di Pulau

Pannikiang memiliki kandungan bahan organik tidak signifikan berbeda

p>0,05 antar stasiun yang ditumbuhi mangrove, sedangkan stasiun yang

ditumbuhi mangrove dengan yang tidak ada mangrove signifikan

berbeda p<0,05. Nilai kandungan bahan organik tertinggi pada stasiun 1

jenis Rhizopora apiculata (32,83%) dan kandungan bahan organik

terendah berada pada stasiun 4 tidak ada mangrove (2,58%).

2. Berdasarkan hasil uji regresi dinyatakan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan (p>0,05) terhadap kandungan bahan organik sedimen dengan

kerapatan jenis mangrove dan nilai koefisien korelasi (r) diperoleh

sebesar 0,594, artinya nilai ini dikategorikan memiliki hubungan antara

kandungan bahan organik sedimen dengan kerapatan jenis mangrove.

B. Saran

Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan tentang hubungan bahan organik

dengan kerapatan dan penutupan jenis mangrove yang dominan dengan cara

pengambilan sampel sedimen pada saat pasang dan surut di Pulau Pannikiang

Kecamatan Balusu Kabupaten Barru.

47

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, 1984. Bahasa Jurnalistik dan Komposisi. Jakarta: Pradaya Paramita. Ardhana, I W. 2002. Konsep Penelitian Pengembangan dalam Bidang

pendidikan dan Pembelajaran. Makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional Angkatan II Metodologi Penelitian Pengembangan Bidang Pendidikan dan Pembelajaran. (Skripsi).

Arsornkoae, S. 1993. Ecology and management of mangrove. IUCN. Bangkok.

Thailand. Bahar, A. 2015. Pedoman Survei Laut. Makassar: Masagena Press. Makassar.

Bengen, D.G. 2000. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem dan Sumber daya

Pesisir (Prosiding Pelatihan Untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah Pesisir

Terpadu, Bogor 13-18 November 2000. Pusat Kajian Sumber daya

Pesisir dan Lautan IPB).

Bengen, D.G., 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia.

Bengen. 2002. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat Kajian

Sumberdaya pesisir dan Lautan. Sinopsis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Buckman, H. O. dan N. C. Brady. 1982. Ilmu Tanah. Gajah Mada University

Press. Yogyakarta. Dahuri, R., Rais J, dan Ginting. S.P., M.J. 1996. Pengelolaan Sumber Daya

Pesisir dan Laut Secara Terpadu. Pradnya Paramitha, Jakarta. Darmadi, M. W. Lewaru dan A.M.A. Khan. 2012. Struktur Komunitas Vegetasi

Mangrove Berdasarkan Karakteristik Substrat di Muara Harmin Desa Cangkring Kecamatan Cantigi Kabupaten Indramayu. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3(3): 347 – 358.

Efriyeldi, 2012. Ekobiologi Kerang Sepetang di ekosistem mangrove pesisir Kota

Dumai Riau (disertasi). Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor 172 hal.

Efriyeldi. 1997. Struktur Komunitas Makrozoobentos dan Keterkaitannya dengan

Karakteristik Sedimen di Perairan Muara Sungai Bantan Tengah, Bengkalis. Tesis Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 102 hal.

English. 1994. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Australian Institute

of Marine Science. Townsville.

48

Ghufran, M dan Kordi, K. 2012. Ekosistem Mangrove Potensi, Fungsi dan

Pengelolaan. Rineka Cipta. Jakarta.

Gunkel W. 1976. Organic Substrate. Bacteria, Fungi and Blue Green Algae. John Wiley and Sons Inc. New York.

Gunkel W. 1976. Organic Substrate. Bacteria, Fungy and Blue Green Algae.

John Wiley and Sons Inc. New York. Halidah. 2014. Penyebaran Alami Avicennia marina (Forsk) Vierh dan Sonneratia

alba Smith pada Substrat Pasir di Desa Tiwoho, Sulawesi Utara. Indonesian Rehabilitation Forest Journal, 1 (1) 51-58.

Hasbi. 2004. Studi Laju Dekomposisi Serasah Mangrove Di Pantai Larea-Rea

Kabupaten Sinjai. (Skripsi). UNHAS Makassar. Hutabarat, S dan S.M. Evans. 1995. Pengantar Oceanografi. Universtas

Indonesia Press, Jakarta. Hutabarat, S. dan Evans, S.M. 1984. Pengantar Oseanografi. UI Press. Jakarta. Irwanto, 2006. Keanekaragaman Fauna Pada Habitat Mangrove. Yogyakarta.

Jalil, A.R., M. Lanuru., W. Samad., dan M. Hatta (ed). 2015. Pedoman Survei Laut. Makassar: Masagena Press. Makassar.

Kushartono, E W. 2009. Beberapa Aspek Bio-Fisik Kimia Tanah di Daerah Mangrove Desa Banggi Kabupaten Rembang. Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro. Semarang.

Kusmana, C. 1997. Metode Survei Vegetasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kusmana, C. 2002. Ekologi Mangrove. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor

Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman Kerusakan Mangrove. Menteri Negara Lingkungan Hidup. Jakarta.

Mulya, M. B. 2002. Keanekaragaman dan Kelimpahan Kepiting Bakau (Scylla spp.) di Hutan Mangrove Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur. Tesis. Program Pascasarjana IPB, Bogor.

Noor, Y., R. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Wetland

International – Indonesia Programme. Bogor.

Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia. Jakarta.

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Eidman, M.,

Koesoebiono, D.G. Begen, M. Hutomo, dan S. Sukardjo (penerjemah).

Terjemahan dari: Marine Biology: An Ecological Approach. PT Gramedia.

Jakarta.

49

Purnobasuki, H. 2005. Tinjauan Perspektif Hutan mangrove. Arlangga University Press. Surabaya.

Reynold, S. C, 1971. A Manual of Introductory Soil Science and Simple Soil

Analysis Methods. South Pasific. Nouena New Caledonia.

Samingan, M. T. 1980. Notes on the Vegetation of the Tidal Areas of South Sumatra, Indonesia, with Special Reference to Karang Agung dalam International Social Tropical Ecology, Kuala Lumpur. Hal. 1107-1112

Saru, A. 2013. Mengungkap Potensi Emas Hijau di Wilayah Pesisir. Masagena

Press. Makassar.

Saru, A., K. Amri, dan Mardi. 2017. Konektivitas Struktur Vegetasi Mangrove Dengan Keasaman dan Bahan Organik Total pada Sedimen di Kecamatan Wonomulyo Kabupaten Polewali Mandar. Jurnal SPERMONDE, 3(1):1-6

Storm, C. 1989. Influence of River System and Coastal Hydrodinamics on Water Quality During One Moonson Periode. Departement of Physical Geography. University Netherlands.

Sugiyono. 2013. Statistika untuk penelitian. Bandung : Alfabeta.

Suwardi, Tambaru, E., Ambeng, dan Priosambodo, D. 2013. Keanekaragaman Jenis Mangrove di Pulau Pannikiang Kabupaten Barru Sulawesi Selatan. Jurnal. Jurusan Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Tomlinson, PB. 1986. The Botany of Mangroves. Cambridge University Press. Massachusetts.

Triatmodjo. 1999. Teknik Pantai (Edisi Kedua), Beta Offset. Yogyakarta.

Van Steenis, C.G.G.J. 1958. Ecology of Mangroves. Introduction to account of the Rhizophoraceae by Ding Hou, Flora Malesiana, Ser. 1(5) : 431-441

Wahyu, S. L., dan Widyastuti, M. 1998. Identifikasi dan Pengukuran Parameter-Parameter Fisika Lapangan. Kerjasama Fakultas Geografi-UGM dan Bakosurtanal-BAGANDA. Proyek MREP. Sulawesi Selatan.

Watson, J.G. 1928. Malyan Forest Record. Mangrove forest of The Malay Peninsula. Published by Permision of The Federeted Malay Status Goverment. Printed by Fraser and Neane Ltd. Singapore

Yusuf, S., B. Selamat., K. Amri., A.l. Burhanuddin, dan Mashoreng. S. 2016. Kondisi Terumbu Karang dan Ekosistem Terkait di Liukang Tuppabbiring Kabupaten Pangkep. Coremap-CTI; Jakarta.

50

LAMPIRAN

51

Lampiran 1. Data Mentah Lingkar Batang Mangrove di Setiap Stasiun Pengamatan

Stasiun No. Plot

Pohon Tipe

substrat SP IND Lingkar Batang

(CBH) Diameter

Batang (DBH)

1

1 Rhizophora apiculata

6

27 8,60

Lumpur berpasir

43 13,69

24 7,64

29 9,24

31 9,87

16 5,10

2 Rhizophora apiculata

6

25 7,96

Lumpur berpasir

34 10,83

35 11,15

27 8,60

35 11,15

29 9,24

3 Rhizophora apiculata

12

32 10,19

Lumpur berpasir

35 11,15

43 13,69

29 9,24

28 8,92

29 9,24

29 9,24

30 9,55

34 10,83

44 14,01

45 14,33

43 13,69

2

1 Sonneratia

alba 8

22 7,01

Pasir berlumpur

88 28,03

37 11,78

98 31,21

84 26,75

130 41,40

204 64,97

149 47,45

2 Sonneratia

alba 5

20 6,37

Pasir berlumpur

18 5,73

18 5,73

134 42,68

135 42,99

3 Sonneratia

alba 5

79 25,16 Pasir berlumpur 136 43,31

52

162 51,59

130 41,40

97 30,89

3

1 Rhizophora

stylosa 20

49 15,61

Lumpur berpasir

41 13,06

39 12,42

32 10,19

46 14,65

44 14,01

43 13,69

48 15,29

39 12,42

39 12,42

21 6,69

43 13,69

40 12,74

39 12,42

47 14,97

46 14,65

32 10,19

31 9,87

24 7,64

36 11,46

2 Rhizophora

stylosa 9

30 9,55

Lumpur berpasir

80 25,48

46 14,65

47 14,97

50 15,92

34 10,83

53 16,88

45 14,33

41 13,06

3 Rhizophora

stylosa 7

50 15,92

Lumpur berpasir

44 14,01

78 24,84

55 17,52

70 22,29

47 14,97

45 14,33

53

Lampiran 2. Kerapatan Jenis Mangrove di Stasiun 1

Stasiun Jenis

Mangrove Sub

stasiun Kerapatan jenis

(Di) (ind/m) Kerapatan relatif

jenis (RDi)

1 Rhizophora apiculata

1 0,06 100

2 0,06 100

3 0,12 100

Rata-rata 0,08

Total 0,24

Lampiran 3. Kerapatan Jenis Mangrove di Stasiun 2

Stasiun Jenis

Mangrove Sub

stasiun Kerapatan Jenis

(Di) (ind/m) Kerapatan Jenis

Relatif (RDi)

2 Sonneratia

alba

1 0,08 100

2 0,05 100

3 0,05 100

Rata-rata 0,06

Total 0,18

Lampiran 4. Kerapatan Jenis Mangrove di Stasiun 3

Stasiun Jenis

Mangrove Sub

stasiun Kerapatan Jenis

(Di) (ind/m) Kerapatan Jenis

Relatif (RDi)

3 Rhizophora

stylosa

1 0,2 100

2 0,09 100

3 0,07 100

Rata-rata 0,12

Total 0,36

54

Lampiran 5. Data Mentah Penutupan Jenis Mangrove di tiap Stasiun

St. Jenis

Mangrove Plot DBH BA Ci RCi

1 Rhizophora apiculata

1

8,6 58,06

4,15 100

13,69 147,12

7,64 45,82

9,24 67,02

9,87 76,47

5,1 20,42

414,91 4,15

2

7,96 49,74

4,62 100

10,83 92,07

11,15 97,59

8,6 58,06

11,15 97,59

9,24 67,02

462,08 4,62

3

10,19 81,51

12,16 100

11,15 97,59

13,69 147,12

9,24 67,02

8,92 62,46

9,24 67,02

9,24 67,02

9,55 71,59

10,83 92,07

14,01 154,08

14,33 161,20

13,69 147,12

1215,82 12,16

2 Sonneratia

alba

1

7,01 38,57

85,17 100

28,03 616,76

11,78 108,93

31,21 764,64

26,75 561,72

41,4 1345,46

64,97 3313,56

47,45 1767,43

8517,08 85,17

2

6,37 31,85

29,64 100 5,73 25,77

5,73 25,77

42,68 1429,94

55

42,99 1450,79

2964,13 29,64

3

25,16 496,93

61,53 100

43,31 1472,47

51,59 2089,30

41,4 1345,46

30,89 749,04

6153,19 61,53

3

Rhizophora stylosa

1

15,61 191,28

24,02 100

13,06 133,89

12,42 121,09

10,19 81,51

14,65 168,48

14,01 154,08

13,69 147,12

15,29 183,52

12,42 121,09

12,42 121,09

6,69 35,13

13,69 147,12

12,74 127,41

12,42 121,09

14,97 175,92

14,65 168,48

10,19 81,51

9,87 76,47

7,64 45,82

11,46 103,10

2402,12 24,02

2

9,55 71,59

17,35 100

25,48 509,65

14,65 168,48

14,97 175,92

15,92 198,96

10,83 92,07

16,88 223,67

14,33 161,20

13,06 133,89

1735,43 17,35

Rhizophora stylosa

3

15,92 198,96

18,05 100 14,01 154,08

24,84 484,37

17,52 240,96

56

22,29 390,02

14,97 175,92

14,33 161,20

1805,50 18,05

Lampiran 6. Data Rata-rata Penutupan Jenis Mangrove di tiap Stasiun

Pengamatan

Stasiun Jenis Mangrove Plot Penutupan Jenis

(Ci) Rata-rata

1 Rhizophora apiculata

1 4,15

6,98 2 4,62

3 12,16

2 Sonneratia alba

1 85,17

58,78 2 29,64

3 61,53

3 Rhizophora stylosa

1 24,02

19,81 2 17,35

3 18,05

57

Lampiran 7. Data Mentah Hasil Pengukuran Parameter Lingkungan di Setiap Plot Pengamatan.

Stasiun Plot Suhu (° C ) Salinitas ( ‰ ) pH

1

1.1 29 34 6,2

1.2 29 34 6,4

1.3 29 34 6,3

Rata-rata 29 34,0 6,3

2.1 29 34 6,2

2.2 29 35 6,4

2.3 29 35 5,9

Rata-rata 29 34,67 6,17

3.1 29 34 6,8

3.2 29 34 6,8

3.3 29 34 6,8

Rata-rata 29 34 6,8

2

1.1 30 34 6,8

1.2 30 35 6,4

1.3 30 35 6,7

Rata-rata 30 34,67 6,63

2.1 29 34 6,5

2.2 29 35 6,7

2.3 30 35 6,6

Rata-rata 29,33 34,67 6,6

3.1 29 34 6,8

3.2 29 34 6,7

3.3 29 34 6,2

Rata-rata 29 34 6,57

3

1.1 29 35 6,2

1.2 29 35 6,3

1.3 29 35 6,4

Rata-rata 29 35 6,3

2.1 29 36 6,5

2.2 29 36 6,4

2.3 29 36 6,6

Rata-rata 29 36 6,5

3.1 28 36 6,6

3.2 29 36 6,6

3.3 28 36 6,6

Rata-rata 28,33 36 6,6

4

1 30 34 4,4

2 30 34 3,9

3 30 34 3,7

58

Rata-rata 30 34,0 4,0

Lampiran 8. Data Rata-rata Nilai Parameter Lingkungan Setiap Stasiun Pengamatan

Stasiun Jenis Mangrove Plot Suhu (°C) Salinitas ‰ pH

1 Rhizophora apiculata

1 29 34 6,3

2 29 34,67 6,17

3 29 34 6,8

29,0 34,2 6,4

2 Sonneratia alba

1 30 34,67 6,63

2 29,33 34,67 6,6

3 29 34 6,57

29,4 34,4 6,6

3 Rhizophora

stylosa

1 29 35 6,3

2 29 36 6,5

3 28,33 36 6,6

28,8 35,7 6,5

4 Tidak ada mangrove

30 34 4,4

30 34 3,9

30 34 3,7

30,0 34,0 4,0

59

Lampiran 9. Data Mentah Hasil Pengukuran Arus di Setiap Stasiun Pengamatan

Jam Hari St. Jenis mangrove Waktu S Jarak Arah K. arus

(m/detik)

16'50'' Minggu 1 Rhizophora apiculata 2'30'' 150 10 40 U 0,07

13'57'' Minggu 2 Sonneratia alba 10'40'' 640 10 90 U 0,02

10'45" Senin 3 Rhizophora stylosa 05'27'' 327 10 105 U 0,03

15'29'' Minggu 4 Tidak ada mangrove 04'07'' 247 10 360 U 0,04

60

Lampiran 10. Data Mentah Hasil Pengukuran Pasang Surut di Lokasi Penelitian

No. Jam Tinggi Muka Air (H) Konstanta (C) H x C DTS (Cm)

1 00.00 58 1 58

77,367

2 01.00 71 0 0

3 02.00 90 1 90

4 03.00 110 0 0

5 04.00 129 0 0

6 05.00 140 1 140

7 06.00 142 0 0

8 07.00 139 1 139

9 08.00 125 1 125

10 09.00 114 0 0

11 10.00 102 2 204

12 11.00 89 0 0

13 12.00 78 1 78

14 13.00 68 1 68

15 14.00 60 0 0

16 15.00 53 2 106

17 16.00 48 1 48

18 17.00 46 1 46

19 18.00 41 2 82

20 19.00 37 0 0

21 20.00 34 2 68

22 21.00 33 1 33

23 22.00 34 1 34

24 23.00 37 2 74

25 00.00 46 0 0

26 01.00 60 1 60

27 02.00 88 1 88

28 03.00 100 0 0

29 04.00 122 2 244

30 05.00 139 0 0

31 06.00 144 1 144

32 07.00 143 1 143

33 08.00 134 0 0

34 09.00 122 1 122

35 10.00 108 0 0

36 11.00 91 0 0

37 12.00 74 1 74

38 13.00 60 0 0

39 14.00 53 1 53

Jumlah 30 2321

61

Lampiran 11. Data Mentah Kandungan Bahan Organik di Setiap Stasiun Pengamatan

St. Jenis

Mangrove BCK

Berat Contoh 5

gr

BC + Berat Contoh

Sebelum di Pijar

Berat BO Setelah di

Pijar

Kandungan BO

% BO Rata-rata

Kandungan BOT (%)

1

Ra.1.1 17,172 5,019 22,191 21,756 0,435 8,6671

12,59

32,83

Ra.1.2 17,058 5,015 22,073 21,654 0,419 8,3549

Ra.1.3 17,679 5,016 22,695 21,654 1,041 20,7536

Ra.2.1 22,231 5,008 27,239 25,922 1,317 26,2979

27,35 Ra.2.2 27,261 5,003 32,264 30,753 1,511 30,2019

Ra.2.3 26,683 5,018 31,701 30,419 1,282 25,5480

Ra.3.1 16,17 5,022 21,192 15,047 6,145 122,3616

58,54 Ra.3.2 11,604 5,029 16,633 15,047 1,586 31,5371

Ra.3.3 12,058 5,007 17,065 15,977 1,088 21,7296

2

Sr.1.1 23,183 5,056 28,239 27,569 0,67 13,2516

13,95

10,85

Sr.1.2 11,77 5,038 16,808 16,298 0,51 10,1231

Sr.1.3 11,103 5,031 16,134 15,204 0,93 18,4854

Sr.2.1 14,557 5,005 19,562 19,223 0,339 6,7732

12,51 Sr.2.2 15,13 5,011 20,141 19,633 0,508 10,1377

Sr.2.3 15,981 5,026 21,007 19,971 1,036 20,6128

Sr.3.1 13,244 5,078 18,322 18,02 0,302 5,9472

6,08 Sr.3.2 15,324 5,017 20,341 19,963 0,378 7,5344

Sr.3.3 17,524 5,016 22,54 22,301 0,239 4,7648

3

Rs.1.1 22,783 5,032 27,815 25,419 2,396 47,6153

34,03

30,57

Rs.1.2 26,003 5,005 31,008 29,206 1,802 36,0040

Rs.1.3 21,694 5,045 26,739 25,807 0,932 18,4737

Rs.2.1 12,483 5,033 17,516 15,421 2,095 41,6253

32,83 Rs.2.2 10,915 5,01 15,925 14,895 1,03 20,5589

Rs.2.3 12,425 5,012 17,437 15,617 1,82 36,3128

Rs.3.1 12,251 5,033 17,284 16,583 0,701 13,9281

24,86 Rs.3.2 11,843 5,048 16,891 15,668 1,223 24,2274

Rs.3.3 13,354 5,083 18,437 16,586 1,851 36,4155

4

Kontrol.1.1 13,381 5,041 18,422 18,295 0,127 2,5193

2,58 2,58 Kontrol.1.2 11,735 5,008 16,743 16,603 0,14 2,7955

Kontrol.1.3 12,109 5,057 17,166 17,043 0,123 2,4323

62

Lampiran 12. Analisis Uji One Way Anova Kerapatan dan Penutupan ke Tiga Stasiun Jenis Mangrove

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Kerapatan Between Groups .006 2 .003 1.313 .337

Within Groups .013 6 .002

Total .018 8

Penutupan Between Groups 4367.115 2 2183.557 8.085 .020

Within Groups 1620.418 6 270.070

Total 5987.533 8

Uji Lanjut Post Hoc Test

Multiple Comparisons

Penutupan

Tukey HSD

(I) Stasiun (J) Stasiun

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

Rhizophora apiculata Sonneratia alba -51.80333* 13.41814 .020 -92.9739 -10.6328

Rhizophora stylosa -12.83000 13.41814 .628 -54.0005 28.3405

Sonneratia alba Rhizophora apiculata 51.80333* 13.41814 .020 10.6328 92.9739

Rhizophora stylosa 38.97333 13.41814 .061 -2.1972 80.1439

Rhizophora stylosa Rhizophora apiculata 12.83000 13.41814 .628 -28.3405 54.0005

Sonneratia alba -38.97333 13.41814 .061 -80.1439 2.1972

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

63

Lampiran 13. Analisis Uji One Way Anova Kandungan Bahan Organik Total dan Partikel Sedimen ke Empat Stasiun Pengamatan

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Bahan_Organik_Total Between Groups 1982.791 3 660.930 4.460 .040

Within Groups 1185.568 8 148.196

Total 3168.359 11

Besar_Butir_Sedimen Between Groups .519 3 .173 3.917 .054

Within Groups .353 8 .044

Total .872 11

Uji Lanjut Post Hoc Test

Multiple Comparisons

Bahan_Organik_Total

LSD

(I) Stasiun (J) Stasiun

Mean

Difference (I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

Rhizophora apiculata Sonneratia alba 21.98000 9.93969 .058 -.9410 44.9010

Rhizophora stylosa 2.25333 9.93969 .826 -20.6676 25.1743

Kontrol 30.24333* 9.93969 .016 7.3224 53.1643

Sonneratia alba Rhizophora apiculata -21.98000 9.93969 .058 -44.9010 .9410

Rhizophora stylosa -19.72667 9.93969 .082 -42.6476 3.1943

Kontrol 8.26333 9.93969 .430 -14.6576 31.1843

Rhizophora stylosa Rhizophora apiculata -2.25333 9.93969 .826 -25.1743 20.6676

Sonneratia alba 19.72667 9.93969 .082 -3.1943 42.6476

Kontrol 27.99000* 9.93969 .023 5.0690 50.9110

Kontrol Rhizophora apiculata -30.24333* 9.93969 .016 -53.1643 -7.3224

Sonneratia alba -8.26333 9.93969 .430 -31.1843 14.6576

Rhizophora stylosa -27.99000* 9.93969 .023 -50.9110 -5.0690

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

64

Lampiran 14. Hasil Uji Regresi Hubungan Kerapatan Jenis Mangrove dengan Kandungan Bahan Organik di Sedimen Menggunakan Program SPSS 16.0

SUMMARY OUTPUT

Regression Statistics

Multiple R 0,594636123

R Square 0,353592119

Adjusted R Square 0,261248136

Standard Error 13,80181958

Observations 9

ANOVA

df SS MS F Significance F

Regression 1 729,4015 729,4015 3,829076 0,091248559

Residual 7 1333,432 190,4902

Total 8 2062,833

Coefficients Standard

Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95,0% Upper 95,0%

Intercept 7,493429952 9,946159 0,753399 0,475781 -16,02549925 31,01236 -16,0255 31,01235915

Kerapatan 199,1014493 101,7484 1,956802 0,091249 -41,4951995 439,6981 -41,4952 439,6980981

65

Lampiran 15. Hasil Uji Regresi Hubungan Penutupan Jenis Mangrove dengan Kandungan Bahan Organik di Sedimen Menggunakan Program SPSS 16.0

SUMMARY OUTPUT

Regression Statistics

Multiple R 0,481896533

R Square 0,232224268

Adjusted R Square 0,122542021

Standard Error 15,04181403

Observations 9

ANOVA

df SS MS F Significance F

Regression 1 479,0399 479,0399 2,117246 0,188978

Residual 7 1583,793 226,2562

Total 8 2062,833

Coefficients Standard

Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95,0% Upper 95,0%

Intercept 32,81619091 7,475177 4,390022 0,003195 15,14021 50,49217 15,14021 50,49217481

Penutupan -

0,282853707 0,194391 -1,45508 0,188978 -0,74252 0,176808 -0,74252 0,176808061

66

Lampiran 16. Hasil Uji Regresi Hubungan Partikel Sedimen Mangrove dengan Kandungan Bahan Organik di Sedimen Menggunakan Program SPSS 16.0

SUMMARY OUTPUT

Regression Statistics

Multiple R 0,6708973

R Square 0,4501032

Adjusted R Square 0,3951136

Standard Error 13,199509

Observations 12

ANOVA

df SS MS F Significance F

Regression 1 1426,089 1426,089 8,185232 0,016928

Residual 10 1742,27 174,227

Total 11 3168,359

Coefficients Standard

Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95,0% Upper 95,0%

Intercept 53,420453 12,55084 4,256325 0,001673 25,45544 81,38547 25,45544 81,38547 Partikel Sedimen -40,242642 14,06601 -2,86098 0,016928 -71,5837 -8,90161 -71,5837 -8,90161

67

Lampiran 17. Meminta izin melakukan pengambilan data penelitian dengan Kepdes Pulau Pannikiang

Lampiran 18. Pengambilan data mangrove dan sampel BOT

Lampiran 19. Pengukuran parameter lingkungan

68

Lampiran 20. Analisis sampel di laboratorium

mm

kkk

LLamnnn nn