Jurnal Praktikum sedimentologi 2015 ANALISIS PH DAN FOSFAT (KIMIA SEDIMEN) DALAM SEDIMEN PADA...

12
Jurnal Praktikum Sedimentologi 2015 Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Sriwijaya | Sindy Lise Silvia (08121005035) 1 ANALISIS PH DAN FOSFAT (KIMIA SEDIMEN) DALAM SEDIMEN PADA PERAIRAN SUNGAI MUSI, PALEMBANG, SUMATERA SELATAN SINDY LISE SILVIA [email protected] Program Studi Ilmu Kelautan FMIPA Universitas Sriwijaya FMIPA, Universitas Sriwijaya, Sumatera Selatan, Indonesia ABSTRAK Peraktikum ini dilakukan di Sungai Musi, stasiun 4 (dermaga Kertapati), Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui nilai PH dan Fosfat yang terkandung di dalam Sedimen dasar perairannya. Praktikum ini diuji dengan menggunakan metode Olsen ataupun Bray setelah melihat/mengukur nilai PH yang terkandung di dalam sedimen tersebut. Sampel yang di uji di ukur dengan metode Olsen dikarenakan pada PH yang di kandungnya memenuhi syarat standar pemilihan metode Olsen yakni PH bernilai >5,50. Setelah dilakukan pengujian dimana di dapatkan hasil pH yang ada pada perairan sungai musi dibagian ini bersifat asam karena pHnya berkisar antara 6,60 6,51. Kemudian dengan pengukuran Konsentrasi fosfat dalam sedimen pada perairan 0.3 0,4 ppm. Dan hal ini dapat dikatakan bahwa nilai fosfat di dalam perairran tersebut cukup tinggi. Kata Kunci : Sedimen, Fosfat, Metode Olsen, PH, Konsentrasi Fosfat.

Transcript of Jurnal Praktikum sedimentologi 2015 ANALISIS PH DAN FOSFAT (KIMIA SEDIMEN) DALAM SEDIMEN PADA...

Jurnal Praktikum Sedimentologi 2015

Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Sriwijaya | Sindy Lise Silvia (08121005035) 1

ANALISIS PH DAN FOSFAT (KIMIA SEDIMEN) DALAM SEDIMEN PADA

PERAIRAN SUNGAI MUSI, PALEMBANG, SUMATERA SELATAN

SINDY LISE SILVIA

[email protected]

Program Studi Ilmu Kelautan FMIPA Universitas Sriwijaya FMIPA, Universitas

Sriwijaya, Sumatera Selatan, Indonesia

ABSTRAK

Peraktikum ini dilakukan di Sungai Musi, stasiun 4 (dermaga Kertapati),

Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui nilai PH dan Fosfat yang terkandung di dalam

Sedimen dasar perairannya. Praktikum ini diuji dengan menggunakan metode Olsen

ataupun Bray setelah melihat/mengukur nilai PH yang terkandung di dalam sedimen

tersebut. Sampel yang di uji di ukur dengan metode Olsen dikarenakan pada PH yang di

kandungnya memenuhi syarat standar pemilihan metode Olsen yakni PH bernilai >5,50.

Setelah dilakukan pengujian dimana di dapatkan hasil pH yang ada pada perairan sungai

musi dibagian ini bersifat asam karena pHnya berkisar antara 6,60 – 6,51. Kemudian

dengan pengukuran Konsentrasi fosfat dalam sedimen pada perairan 0.3 – 0,4 ppm. Dan

hal ini dapat dikatakan bahwa nilai fosfat di dalam perairran tersebut cukup tinggi.

Kata Kunci : Sedimen, Fosfat, Metode Olsen, PH, Konsentrasi Fosfat.

Jurnal Praktikum Sedimentologi 2015

Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Sriwijaya | Sindy Lise Silvia (08121005035) 2

PENDAHULUAN

Sungai merupakan perairan yang

memilik peran penting bagi makhluk hidup.

Keberdaan ekosistem sungai dapat

memberikan manfaat bagi makhluk hidup,

baik yang hidup didalam sungai maupun

yang ada disekitarnya. Kegiatan manusia

sebagai bentuk kegiatan pembangunan akan

berdampak pada perairan sungai. Adanya

kegiatan manusia dan industri

memanfaatkan sungai sebagai tempat untuk

membuang limbah. Hal tersebut akan

berdampak pada penurunan kualitas air,

yaitu dengan adanya perubahan kondisi

fisika, kimia dan biologi

(Sastrawijaya, 1991) .

Sungai akan memperoleh masukan

bahan maupun energi yang berasal dari

wilayah sepanjang aliran sungai ataupun

segala aktivitas manusia yang berkaitan

dengan produksi limbah dan kemudian

dialirkan melalui badan-badan sungai.

Pembangunan industri di daerah

permukiman sepanjang aliran sungai

memberikan masukan bahan-bahan

pencemar bagi perairan sungai yang pada

akhirnya akan dialirkan ke muara

(Santoso, 2007).

Sungai sangat penting

dalampengelolaan wilayah pesisir karena

fungsi sebagai sarana transportasi, sumber

air bagi masyarakat, perikanan dan

pemeliharaan hidrologi rawa dan lahan

basah. Sebagai alat angkut, sungai

membawa sedimen (lumpur, pasir), sampah

dan limbah serta zat hara melalui wilayah

permukiman masuk ke muara dan akhirnya

ke laut. Dampaknya adalah terciptanya

dataran berlumpur, pantai berpasir dan

bentuk pantai lainnya.

Indonesia memiliki sedikitnya 5.590

sungai utama dan 65.017 anak sungai. Dari

5,5 ribu sungai utama panjang totalnya

mencapai 94.573 km dengan luas Daerah

Aliran Sungai (DAS) mencapai 1.512.466

km2. Selain mempunyai fungsi hidrologis,

sungai juga mempunyai peran sebagai

sarana transportasi. Saat ini sebagian besar

sungai di Indonesia mengalami kerusakan,

salah satunya adalah tingginya laju

sendimentasi dan erosi. Akibatnya kondisi

kuantitas (debit) air sungai menjadi

fluktuatif antara musim penghujan dan

kemarau. Dan salah satu sungai di Indonesia

yang mengalami laju sedimentasi tinggi

adalah sungai Musi di Sumatera Selatan.

Sungai Musi dengan panjang + 510

km merupakan sungai terbesar dan

terpanjang di Provinsi Sumatra Selatan. Dari

segmen hulu dengan ekosistem hutan

lindung telah mengalami perubahan tata

guna lahan sampai di hilir yang sarat akan

Jurnal Praktikum Sedimentologi 2015

Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Sriwijaya | Sindy Lise Silvia (08121005035) 3

pemukiman dan industri seperti pengilangan

minyak, pabrik pupuk, pengolahan karet

alam, kayu lapis dan lain-lain sehingga

berpotensi menyebabkan degradasi kualitas

lingkungan perairan sungai. Di bagian hilir

inipun perairan Musi merupakan sumber air,

tidak hanya bagi penduduk di sepanjang

sungai, tetapi juga merupakan sumber air

sekaligu tompat membuang limbah cair oleh

induslri sehingga berdampak kepada

perurunan kualitas perairan Musi.

Beragamnya kegiatan manusia di sepanjang

Sungai Musi ini berdampak terhadap

komunitas fitoplankton yang menghuni

perairan.

Perairan pesisir Banyuasin

merupakan bagian dari perairan Selat

Bangka dan merupakan kawasan strategis

dalam pengembangan kawasan pesisir.

Daerah tersebut dimanfaatkan sebagai areal

kegiatan perikanan, pemukiman, dan

direncanakan sebagai areal pelabuhan.

Peningkatan pemanfaatan areal pantai

tersebut berdampak pada terganggunya

keseimbangan dinamika pantai. Masalah

yang dapat timbul di daerah pantai yakni

abrasi dan sedimentasi.

Fosfat dan nitrat merupakan salah

satu zat hara yang dibutuhkan dan

mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan

dan perkembangan hidup organisme di

perairan. Fitoplankton merupakan salah satu

parameter biologi yang erat hubungannya

dengan fosfat dan nitrat. Tinggi rendahnya

kelimpahan fitoplankton disuatu perairan

tergantung kepada kandungan zat hara

diperairan tersebut antara lain zathara fosfat

dan nitrat, sama halnya dengan zat hara

lainnya, kandungan fosfat dan nitrat di suatu

perairan, secara alami tersedia sesuai dengan

kebutuhan organisme yang hidup di perairan

tersebut (Nybakken, 1988).

Dalam analisa, fosfat terlarut

ditentukan setelah melalui proses filtrasi dan

konsentrasi fosfat ditentukan berdasarkan

reaktifitasnya terhadap reagen molibdat.

Fosfat terfiltrasi yang reaktif terhadap

reagen molibdat disebut dengan fosfat

reaktif (filterable reactive phosphate, FRP)

yang terdiri atas ortofosfat dan polifosfat

serta fosfat organik yang mudah terhidrolisis

oleh asam. Sementara, konsentrasi fosfat

organic terfiltrasi (filterable organic

phosphate, FOP) ditentukan melalui tahapan

oksidasi sebelum direaksikan dengan reagen

molibdat. Meskipun fosfat terdapat dalam

berbagai bentuk, hanya ortofosfat dan fosfat

lain yang mudah berubah menjadi ortofosfat,

baik melalui proses fisika (desorpsi), kimia

(pelarutan) maupun biologis (proses

enzimatis), yang dapat dimanfaatkan secara

langsung oleh alga di badan air.

Jurnal Praktikum Sedimentologi 2015

Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Sriwijaya | Sindy Lise Silvia (08121005035) 4

Unsur fosfat (P) adalah unsur

esensial kedua setelah N yang berperan

penting dalam fotosintesis dan

perkembangan akar. Ketersediaan P dalam

tanah jarang yang melebihi 0,01 % dari total

P. Sebagian besar bentuk P terikat oleh

koloid tanah sehingga tidak tersedia bagi

tanaman. Tanah dengan kandungan organik

rendah seperti Oksisols dan Ultisols yang

banyak terdapat di Indonesia kandungan P

dalam organik bervariasi dari 20–80%,

bahkan bisa kurang dari 20% tergantung

tempatnya. P tersebut tidak dapat

dimanfaatkan secara efektif oleh tanaman,

karena P dalam tanah dalam bentuk P terikat

di dalam tanah, sehingga petani harus terus

melakukan pemupukan P di lahan sawah

walaupun sudah terdapat kandungan P yang

cukup memadai. Pada tanah masam, P

bersenyawa dalam bentuk-bentuk Al—P dan

Fe—P, sedangkan pada tanah alkali (basa) P

akan membentuk senyawa Ca—P dengan

kalsium membentuk senyawa kompleks

yang sukar larut

(Simanungkalit et al., 2006).

Kelebihan fosfat di perairan

menyebabkan peristiwa peledakan

pertumbuhan alga (eutrofikasi) dengan efek

samping menurunnya konsentrasi oksigen

dalam badan air sehingga menyebabkan

kematian biota air. Disamping itu, alga biru

yang tumbuh subur karena melimpahnya

fosfat mampu memproduksi senyawa racun

yang dapat meracuni badan air. Meskipun

konsentrasi fosfat di badan air dikurangi,

eutrofikasi masih dapat terjadi karena

adanya mobilisasi fosfat dari sedimen

melalui proses fisika, kimia dan biokimia

(Bostrom et al. 1988).

Peranan nitrat dan fosfat yang

terkandung didalam sedimen yang ada di

sungai atau muara sungai adalah sebagai

unsur yang penting bagi pertumbuhan dan

kelangsungan hidup bagi organisme di

dalamnya. Organisme tersebut berperan

sebagai mata rantai dari rantai makanan

yang mendukung produktivitas perairan.

Pengkayaan zat hara di lingkungan perairan

memiliki dampak positif, namun pada

tingkatan tertentu juga dapat menimbulkan

dampak negatif. Dampak positifnya adalah

terjadi peningkatan produksi fitoplankton

dan total produksi sedangkan dampak

negatifnya adalah terjadinya penurunan

kandungan oksigen di perairan, penurunan

biodiversitas dan terkadang memperbesar

potensi muncul dan berkembangnya jenis

fitoplankton berbahaya yang lebih umum

dikenal dengan istilah Harmful Algal

Blooms atau HABs (Risamasu dan Prayitno,

2011). Pemeriksaan kandungan nitrat dan

fosfat atau sering disebut sebagai zat hara

Jurnal Praktikum Sedimentologi 2015

Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Sriwijaya | Sindy Lise Silvia (08121005035) 5

perlu dilakukan karena parameter tersebut

merupakan parameter tingkat kesuburan

suatu perairan (Wibisono, 2005).

Penetapan jumlah P tersedia dalam

tanah harus ditentukan dengan metode yang

tepat. Permasalahan P di dalam tanah cukup

kompleks, salah satunya adalah sumbernya

terbatas dan amat dipengaruhi oleh pH tanah

sehingga ketersediannya bagi tanaman

sangat kecil. Ada beberapa metode

penentuan P tersedia dalam tanah, yaitu

Truog, Bray I, Bray II, North Caroline, dan

Olsen. Setiap metode mempunyai sifat

tersendiri dalam mengekstrak P. Metode

yang paling baik adalah metode yang

ekstraktannya benar mampu mengekstrak P

– tersedia di dalam tanah ataupun paling

mendekati P yang terserap oleh tanaman

(Ilahi, 2000).

Kondisi pH tanah merupakan faktor

penting yang menentukan kelarutan unsur

yang cenderung berkesetimbangan dengan

fase padatan. Kelarutan oksida-oksida

hidrous dari Fe dan Al secara langsung

tergantung pada konsentrasi ion hidroksil

(OH--) dan menurun ketika pH meningkat.

Kation hidrogen (H+) bersaing secara

langsung dengan kation-kation asam Lewis

lainnya dan oleh karenanya kelarutan kation

kompleks seperti Cu dan Zn akan meningkat

dengan menurunnya pH (Soemarno, 2011).

Pengaruh parameter pH terhadap

ketersediaan fosfat dapat digunakan sebagai

salah satu tolak ukur untuk membandingkan

hasil uji P dari metode uji tanah yang ada.

Perbandingan hasil uji P tersedia dari dua

metode yang berbeda dalam penerapan uji

terhadap suasana pH tanah dapat

memberikan rekomendasi pemupukan.

Metode Olsen biasanya digunakan untuk

tanah ber-pH >5,5, sedangkan metode bray

biasanya digunakan untuk tanah ber-

pH<5,5. Kedua metode ini bisa dijadikan

salah satu tolak ukur pembanding

penggunaan metode berdasarkan perbedaan

penerapan dalam suasana tanah, yaitu asam

dan basa.

METODOLOGI

Lokasi

Penelitian ini dilakukan di perairan

Sungai Musi II, Palembang Sumatera

Selatan stasiun dengan posisi pada stasiun 4

(Dermaga Stasiun Kertapati). Waktu

penelitian dilakukan pada tanggal 8 Maret

2015 pukul 07.00 Wib Sampai dengan

selesai.

Jurnal Praktikum Sedimentologi 2015

Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Sriwijaya | Sindy Lise Silvia (08121005035) 6

Gambar. 1 Peta Lokasi Sampling

Praktikum Sedimentologi

Alat dan Bahan

Alat dan Bahan yang digunakan

dalam pratikum ini adalah neraca analitik,

pH meter, Labu semprot, Ekman grab,

spektrofotometer, erlenmeyer, alumunium

foil, plastik klip dan label, tabung reaksi,

pipet tetes, pipet ball, gelas ukur, gelas

beker, Rak dan tabung reaksi, ayakan

bertingkat dan alat tulis.

Bahan yang digunakan dalam

menganalisis adalah pH dan Fosfat adalah

NH4F, Aquades, HCl, Amonium molibdate,

Potasium antymonil tantrate, H2SO4, Asam

Askorbat, Kalium dihidrogen (KH2PO4),

Larutan standar posfat, Air bebas ion, KCl.

Cara Kerja

Pengambilan Sampel di lapangan

Menentukan plot pada GPS untuk

mengetahui lokasi stasiun-stasiun penelitian

sesuai dengan koordinat yang telah

ditentukan untuk pengambilan data.

Pengambilan data dilakukan pada pagi hari

di perairan sungai musi , Palembang dengan

pengambilan data menggunakan metode

insitu . Sampel Sedimen diambil dengan

menggunakan Ekmen Grab. Setelah sedimen

diambil, masukan kedalam plastik dan beri

lebel. Dan masukan dalam Coolbox.

Pengukuran pH tanah.

Timbang sampel sebanyak 10 gr

sebanyak 2 kali lalu dimasukkan pada

erlenmeyer yang berisi 50 ml air bebas ion

dan erlenmeyer yang berisi 50 ml KCl 1M.

Kocok selama 30 menit dan hitung pH nya.

Penetapan Fosfat dengan Metode

Olsen.

Pengekstrak Olsen

Timbang 1,05 g NaHCO3 lalu

tuangkan dalam 25 ml aquades, buat pH 8,5

dengan menambahkan NaOH. Kemudian

0,69 (NH4)6 Mo7O24 4H2O Amonium

Molibate dengan 5 ml aquades + 0,014 g

k(SbO) Potasium antimonil) + Tambahkan 7

ml H2SO4 tepatkan hingga 50 ml. Larutan

ke 3 Timbang 0,106 g asam Karbonat.

Larutkan dengan 10 ml pereaksi P pekat.

Tambahkan 2,5 ml H2so4. Tepatkan hingga

100 ml dengan Aquades.

Larutan ke 4

Timbang 0,02 g Kalium Dihidrogen

Phospat + 50 ml Aquades. Larutkan Standar.

Larutkan 5 ml Larutan Stok 20 ml tepatkan

Jurnal Praktikum Sedimentologi 2015

Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Sriwijaya | Sindy Lise Silvia (08121005035) 7

hingga 50 ml. Buat deret Standar

0,2,4,8,12,16,20 ppm. Di buat dalam 5 ml.

Timbang 1 g sampel 2<mm, tambahkan 20

ml pengekstrak Olsen. Kocok Selama 30

menit hingga bening. Ambil sampel 2 ml,

pada deret standar masing-masing

ditambahkan 10 ml larutan pewarna (larutan

3)homogenkan. Hitung nilai absorbansi

dengan λ 880 nm.

Fosfat

Timbang 0,19 gr as.ascorbik

tepatkan hingga 10 ml aquades. Timbang 0,4

amonium molibdate tambahkan 10 ml

aquades. Ambil 1,4 ml H2SO4 tepatkan

hingga 10 ml aquades. Timbang potasium

antymonil tantrate 0,14 + 40 ml aquades,

encerkan hingga 50 ml.

Larutan Campuran

10 ml H2SO4 + 1 ml potasium

antymonil + 3 ml ammonium molibdate + 6

ml asam ascorbic. Larutan standar dari 0

ppm sampai sampel 1 tambahkan 0,8 larutan

campuran. Hitung nilai absorbansi dengan

panjang gelombang 880 nm.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pengukuran PH

Perlakuan PH rata2

Aquades 50 ml + 10

gr sedimen 6.60

Aquades 50 ml +

Kcl 6.51

Gambar 2. Tabel Pengukuran PH

Dari perhitungan yang telah di lakukan

dimana pada perlakuan pada sampel yang di

tambah dengan aquades maka PH yang di

dapat kan sebesar 6,60 , dan ketika

ditambahkan dengan KCL maka PH sedikit

menurun dimana PH nya dapat kita lihat

menjadi 6,51 dan dengan demikian metode

uji fospat yang kita gunakan adalah metode

Olsen dimana pada hal ini syarat

penggunaan Metode Olsen terpenuhi yakni

PH bernilai >5,50.

2. Penetapan Fosfat dengan Metode

Olsen

PPM Nilai

Absorbansi

0 0.0774

2 0.5276

4 0.8157

8 1

12 2

16 2.0212

20 2.5709

sampel 1 0.1497

sampel 2 0.1737

Gambar 3. Nilai Absorbansi

Setelah di ketahui Metode yang akan

di lakukan keudian di lakukan pengujian dan

kemudian di dapatkan hasil nilai absorbansi,

dari masing-masing larutan standar dan juga

dari sampel yang kita uji. Dari pengukuran

absorbansi yang telah di ukur dengan

spektrofotometer maka di dapatkan hasil,

semakin tinggi nilai PPM nya maka semakin

tinggi pula nilai absorbansi nya, Tinggi nya

Jurnal Praktikum Sedimentologi 2015

Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Sriwijaya | Sindy Lise Silvia (08121005035) 8

nilai absorbansi maka dapat di pastikan

maka tinggi pula nilai fosfat yang ada, hal

ini di buktikan pada sampel yang kita uji.

Dimana pada sampel 1 nilai

absorbansi nya sebesar 0.1497 dan pada

sampel 2 nilainya 0.1737. Dapat kita ketahui

Kandungan fosfat dan nitrat di suatu daerah

estuari selain berasal dari perairan itu sendiri

juga tergantung kepada keadaan

sekelilingnya,seperti sumbangan dari

daratan melalui sungai ke perairan tersebut,

juga tergantung kepada hutan mangrove

yang serasahnya membusuk, karena adanya

bakteri berurai menjadi zat hara fosfat dan

nitrat. Zat hara seperti fosfat dan nitrat

merupakan zat yang diperlukan dan

mempunyai pengaruh terhadap proses

pertumbuhan dan perkembangan hidup

organisme di perairan.

Menurut Risamasu dan Prayitno,

(2011) Pengkayaan zat hara di lingkungan

perairan memiliki dampak positif, namun

pada tingkatan tertentu juga dapat

menimbulkan dampak negatif. Dampak

positifnya adalah terjadi peningkatan

produksi fitoplankton dan total produksi

sedangkan dampak negatifnya adalah

terjadinya penurunan kandungan oksigen di

perairan, penurunan biodiversitas dan

terkadang memperbesar potensi muncul dan

berkembangnya jenis fitoplankton

berbahaya yang lebih umum dikenal dengan

istilah Harmful Algal Blooms atau HABs.

Pemeriksaan kandungan nitrat dan fosfat

atau sering disebut sebagai zat hara perlu

dilakukan karena parameter tersebut

merupakan parameter tingkat kesuburan

suatu perairan (Wibisono, 2005).

Menurut Effendi (2003), sumber

utama unsur fosfat di laut berasal dari

endapan terestrial yang mengalami erosi dan

pupuk pertanian yang dibawa oleh aliran

sungai. Selanjutnya Metcalf dan Eddy

(1974) menyatakan, bahwa sumber bahan

organik yang berasal dari daratan masuk ke

dalam lautan melalui sungai.

Kemudian Pada kedua sample yang

digunakan, dilakukan perhitungan nilai

absorbansi dimana rumusnya :

C= A/ ε. B

A = Nilai Absorbansi

ε = nilai a dari persamaan regresi

B = tebal kuvet (= 1)

Lalu di dapatkan hasil dimana,

perhitungan

no

c=A/Ɛ*b

ppm ABS

1 sampel 1 0.1497 0.374344

2 sampel 2 0.1737 0.434359

Gambar 4. Nilai perhitungan nilai

Konsentrasi Fosfat

Tabel diatas merupakan hasil sampel dari

perhitungan nilai absorbansi sedimen

Jurnal Praktikum Sedimentologi 2015

Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Sriwijaya | Sindy Lise Silvia (08121005035) 9

perairan sungai musi. Dimana sampel ke 2

lebih tinggi nilainya, karena pada sampel

kedua dilakukan perlakuan sampel

ditambahkan 25 ml larutan pewarna (larutan

ke 3).

Gambar 5. Grafik Regresi Absorbansi

Perairan Sungai Musi

Dapat kita bahas dimana semakin tinggi

nilai konsentrasi maka akan semkin tinggi

pula fosfat nya, dan hal ini membuat grafik

naik ke atas. Koefisien dari nilai absorbansi

itu positif yaitu 0,399. Dengan demikian,

sedimen memiliki peranan penting terhadap

proses eutrofikasi karena sedimen pada

suatu perairan bertindak sebagai sumber dan

sekaligus sebagai penampung fosfat. Oleh

karena itu, untuk memonitor dan

mengkontrol eutrofikasi di badan air perlu

dikaji interaksi antara sedimen dan badan air

dengan mengukur konsentrasi dan

mengkarakterisasi spesies senyawa fosfat

di sedimen yang berpotensi menjadi sumber

fosfat bagi alga di badan air. Akan tetapi,

analisa fosfat organik dan polifosfat dari

sampel sedimen maupun air sering tidak

menyatakan keadaan yang sebenarnya

karena sifat senyawa fosfat organik dan

polifosfat serta sifat sedimen yang mudah

berubah karena perubahan suhu, pH dan

konsentrasi oksigen. Untuk menghindari

perubahan fisik dan kimia dari sampel maka

analisa seharusnya dilakukan secara in situ.

Pada Hasil analisis data penelitian

Arizuna,dkk (2014) untuk kandungan fosfat

sebesar 0,820. Fosfat pada perairan sungai

dan muara tidak terdapat perbedaan karena

fosfat pada perairan kandungannya lebih

stabil dibanding nitrat karena fosfat

mengendap dan fosfat memerlukan waktu

yang lama untuk terurai. Nilai tersebut lebih

besar daripada 0,05 sehingga dapat ditarik

kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan

pada kandungan fosfat dalam air pori

sedimen sungai dan muara Sungai Wedung.

Kandungan fosfat yang cukup tinggi

menyebabkan perairan tersebut subur.

Organisme perairan dapat berkembang baik

di Sungai Wedung. Kandungan fosfor dalam

air merupakan karakteristik kesuburan

perairan yang bersangkutan. Pada umumnya

perairan yang mengandung ortofosfat antara

0,03 - 0,1 mg/L adalah perairan yang

oligotrofik. Kandungan antara 0,11 - 0,3

0.07740.5276

0.81571

22.0212

2.5709y = 0.399x - 0.347R² = 0.992

0

1

2

3

0 5 10

Nila

i Ab

sorb

ansi

PPM

Nilai Regresi Absorbansi

PPM

Linear (PPM)

Jurnal Praktikum Sedimentologi 2015

Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Sriwijaya | Sindy Lise Silvia (08121005035) 10

mg/L perairan yang mesotrofik dan

kandungan antara 0,31 – 1,0 mg/L adalah

perairan eutrofik (Wetzel, 1975 dalam

Hidayat 2001).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang

telah dilakukan mengenai analisis pH dan

kandungan phospat di perairan Sungai Musi

bagian hulu Palembang maka diperoleh

kesimpulan :

1. Konsentrasi fosfat dalam sedimen pada

perairan 0.3 – 0,4 ppm

2. pH yang didapat pada perairan sungai

musi dibagian hulu ini bersifat asam karena

pHnya berkisar antara 6,60 – 6,51

3. Semakin besar kosentrasi yang diberikan

maka nilai absorbansi yang didapat akan

semakin besar juga.

DAFTAR PUSTAKA

Ilahi, W. 2000. Penetapan Metode Analisis

dan Batas Kritis P-Tersedia Tanah

Sawah Kelurahan Amplas Air Bersih

Kecamatan Medan Denai [skripsi].

Fakultas Pertanian USU, Medan.

Nybakken, W.J. 1988. Biologi Laut : Suatu

Pendekatan Ekologi. P.T. Gramedia,

Jakarta

Risamasu, F.J.L dan H.B. Prayitno. 2011.

Kajian Zat Hara Fosfat, Nitrit,

Nitrat dan Silikat di Perairan

Kepulauan Matasiri, Kalimantan

Selatan. Ilmu Kelautan.

Santoso, A. D. 2007. Kandungan Zat Hara

Fosfat pada Musim Barat dan

Musim Timur di Teluk Hurun

Lampung. Jurnal Teknologi

Lingkungan. Jakarta.

Sastrawijaya, T. 1991. “Pencemaran

Lingkungan”. PT Rineka Cipta,

Jakarta.

Simanungkalit, R.D.M., D.A. Suriadikarta.,

R. Saraswati., D. Setyorini., dan W.

Hartatik. 2006. Pupuk Organik dan

Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang

Sumber Daya Lahan Pertanian,

Bogor.

Soemarno. 2011. Faktor-Faktor

Ketersediaan Hara dalam Tanah.

F.Pertanian, Brawijaya.

Wibisono, M. S. 2005. Pengantar Ilmu

Kelautan. PT Gramedia. Jakarta

Jurnal Praktikum Sedimentologi 2015

Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Sriwijaya | Sindy Lise Silvia (08121005035) 11

LAMPIRAN

Jurnal Praktikum Sedimentologi 2015

Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Sriwijaya | Sindy Lise Silvia (08121005035) 12