Kasus Repo Grup Bakrie dengan PT PNM Investment Management
Transcript of Kasus Repo Grup Bakrie dengan PT PNM Investment Management
Kasus Repo Grup Bakrie dengan PT PNM Investment
Management1
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Key Issue: Produk investasi yang ditawarkan PT PNM Investment Management melalui agen
bank penjual Bank RBS ternyata berisikan transaksi repo dengan saham – saham grup Bakrie
sebagai underlying asset-nya. Nasabah yang membeli produk tersebut merasa tertipu karena
informasi yang diterima tidak menyebutkan adanya transaksi repo tersebut. Nasabah menderita
kerugian akibat transaksi repo yang menjadi underlying asset produk investasi ternyata
mengalami gagal bayar.
Kasus repurchase agreement (repo) saham grup Bakrie mencuat pada akhir tahun 2008 tidak
lama setelah krisis keuangan global berawal pada bulan Agustus 2008. Kasus ini bermula dari
rencana ekspansi usaha bisnis grup Bakrie dengan mencari pendanaan melalui pasar modal.
Instrumen yang digunakan adalah perjanjian repo dimana grup Bakrie menggadaikan saham -
saham dari beberapa perusahaannya dengan periode waktu dan imbal hasil (bunga) tertentu.
Pasar modal Indonesia pada periode waktu 2005 - 2007 mencatatkan rata - rata return per tahun
sebesar 41.2%. Saham - saham grup Bakrie pun mencatatkan return yang tidak kalah dari return
pasar terutama pada tahun 2007. Pada saat booming harga komoditas di tahun 2007 - 2008,
saham - saham grup Bakrie yang terkait dengan sektor komoditas seperti saham sektor batu bara
dan CPO (kelapa sawit), mengalami kenaikan harga yang signifikan.
Tabel 1. Kinerja IHSG dan Saham Grup Bakrie
Tahun IHSG BUMI ENRG ELTY UNSP
2005 16% -5% 25% -40% 34%
2006 55% 18% -31% 18% 133%
2007 52% 567% 187% 285% 168%
Average 41% 193% 60% 88% 112%
1 Merupakan Paper akhir mata kuliah Business Ethics
Program Studi MM - FEB UGM Jakarta
(c) Wahyudityo Ramadhanny - 2014
Grafik
Merasa yakin dengan kinerja
grup Bakrie tak segan untuk
transaksi repo menggunakan
adalah penurunan dari underlying
yang digadaikan ternyata mengalami
harga saat transaksi dilakukan)
penyetoran dana tunai kepada
terus turun dan perusahaan gagal
untuk menjual saham yang digadaikan
Pemasalahan muncul saat krisis
saham yang terkait dengan
termasuk saham - saham grup
Bakrie mengalami gagal bayar.
Berdasarkan data dari detikfinance
• BUMI sebanyak 5.126.427.858
• ENRG sebanyak 4.760.330.000
• ELTY sebanyak 3.796.540.000
• UNSP sebanyak 394.963.598
Total nilai repo pada saat itu ditaksir sekitar USD1,386 miliar. Namun nilai tersebut masih belum
memasukkan repo - repo saham lainnya yang tidak tercatat dan diperkirakan mencapai Rp6,3
triliun.
4
Grafik 1. Indeks Kinerja IHSG dan Saham Grup Bakrie
saham - saham anak usahanya yang berada dalam
untuk melakukan transaksi repo kepada beberapa
saham suatu perusahaan tertentu, maka risiko
underlying asset-nya tersebut (saham yang digadaikan).
mengalami penurunan harga hingga level tertentu
dilakukan) maka pihak yang menggadaikan wajib
kepada investor (top up jaminan). Apabila harga saham
gagal untuk melakukan penyetoran dana tunai,
digadaikan tersebut di harga pasar yang berlaku.
krisis keuangan global merontokkan harga - harga
sektor komoditas pun mengalami kejatuhan
grup Bakrie. Hingga akhirnya transaksi repo
bayar.
detikfinance, saham - saham grup Bakrie yang digadaikan
BUMI sebanyak 5.126.427.858 lembar saham (26,42%)
ENRG sebanyak 4.760.330.000 lembar saham (30,97%)
ELTY sebanyak 3.796.540.000 lembar saham (19,06%)
UNSP sebanyak 394.963.598 lembar saham (10,42%)
Total nilai repo pada saat itu ditaksir sekitar USD1,386 miliar. Namun nilai tersebut masih belum
repo saham lainnya yang tidak tercatat dan diperkirakan mencapai Rp6,3
2
dalam trend menanjak,
beberapa investor. Karena
risiko dari transaksi ini
digadaikan). Apabila saham
tertentu (misal 20% di bawah
wajib untuk melakukan
saham yang digadaikan
tunai, maka investor berhak
berlaku.
harga komoditas. Saham -
kejatuhan yang cukup dalam,
yang dilakukan grup
digadaikan antara lain:
Total nilai repo pada saat itu ditaksir sekitar USD1,386 miliar. Namun nilai tersebut masih belum
repo saham lainnya yang tidak tercatat dan diperkirakan mencapai Rp6,3
(c) Wahyudityo Ramadhanny - 2014
Kaitan dengan PT PNM Investment Ma
PNMIM adalah perusahaan manajer investasi yang merupakan anak usaha dari PT PNM Persero.
PNMIM pada dasarnya menjual produk reksa dana kepada masyarakat (baik reksa dana pasar
uang, saham, campuran, dan pendapatan tetap). Namun selain reksa dana konvension
PNMIM juga menawarkan produk investasi yang bernama Kontrak Pengelolaan Dana (KPD).
Produk KPD ini ditujukan kepada investor institusi atau individu profesional yang pada saat itu
peraturan terkait KPD ini belum terlalu ketat. Dalam KPD, manaj
menginvestasikan dana investor kepada instrumen
ini, PNMIM menerbitkan produk KPD dengan
Bakrie.
Dalam memasarkan produk KPD ini, PN
ABN AMRO sebagai bank distribusi. Nasabah yang dijaring RBS mencapai 1
dengan nilai Rp 1,4 triliun. Pihak RBS dalam memasarkan produknya menyatakan bahwa produk
ini merupakan reksa dana terprote
mengalami gagal bayar maka nasabah yang harus menanggung akibatnya, padahal mereka
tahunya itu adalah produk reksa dana terproteksi.
Grafik 2. Hubungan
4
Kaitan dengan PT PNM Investment Management (PNMIM)
PNMIM adalah perusahaan manajer investasi yang merupakan anak usaha dari PT PNM Persero.
PNMIM pada dasarnya menjual produk reksa dana kepada masyarakat (baik reksa dana pasar
uang, saham, campuran, dan pendapatan tetap). Namun selain reksa dana konvension
PNMIM juga menawarkan produk investasi yang bernama Kontrak Pengelolaan Dana (KPD).
Produk KPD ini ditujukan kepada investor institusi atau individu profesional yang pada saat itu
peraturan terkait KPD ini belum terlalu ketat. Dalam KPD, manajer investasi dapat lebih leluasa
menginvestasikan dana investor kepada instrumen - instrumen keuangan lainnya. Dalam kasus
ini, PNMIM menerbitkan produk KPD dengan underlying asset berupa repo saham
Dalam memasarkan produk KPD ini, PNMIM menggandeng Royal Bank of Scotland
ABN AMRO sebagai bank distribusi. Nasabah yang dijaring RBS mencapai 1
dengan nilai Rp 1,4 triliun. Pihak RBS dalam memasarkan produknya menyatakan bahwa produk
ini merupakan reksa dana terproteksi yang dikeluarkan oleh PNMIM. Ketika kasus repo
mengalami gagal bayar maka nasabah yang harus menanggung akibatnya, padahal mereka
tahunya itu adalah produk reksa dana terproteksi.
Hubungan Transaksi Repo PNMIM, RBS, dan Investor
3
PNMIM adalah perusahaan manajer investasi yang merupakan anak usaha dari PT PNM Persero.
PNMIM pada dasarnya menjual produk reksa dana kepada masyarakat (baik reksa dana pasar
uang, saham, campuran, dan pendapatan tetap). Namun selain reksa dana konvensional tersebut,
PNMIM juga menawarkan produk investasi yang bernama Kontrak Pengelolaan Dana (KPD).
Produk KPD ini ditujukan kepada investor institusi atau individu profesional yang pada saat itu
er investasi dapat lebih leluasa
instrumen keuangan lainnya. Dalam kasus
berupa repo saham - saham grup
MIM menggandeng Royal Bank of Scotland (RBS) atau
ABN AMRO sebagai bank distribusi. Nasabah yang dijaring RBS mencapai 1.500 nasabah
dengan nilai Rp 1,4 triliun. Pihak RBS dalam memasarkan produknya menyatakan bahwa produk
ksi yang dikeluarkan oleh PNMIM. Ketika kasus repo
mengalami gagal bayar maka nasabah yang harus menanggung akibatnya, padahal mereka
Investor
4
(c) Wahyudityo Ramadhanny - 2014
B. LANDASAN TEORI
The Contract View of Business Firm’s Duties to Consumer
Menurut teori ini, hubungan antara perusahaan dengan pembeli (customer) bersifat kontraktual
sehingga kewajiban moral perusahaan kepada pembeli lahir bersamaan dengan terciptanya
kontrak antar kedua belah pihak. Saat pembeli membeli produk/jasa maka secara tak langsung
pembeli telah melakukan kontrak penjualan dengan perusahaan. Perusahaan kemudian secara
bebas (tanpa paksaan) menyetujui untuk memberikan produk/jasa tersebut sesuai dengan
karakteristik tertentu dan pembeli secara sukarela untuk membayar sejumlah nilai tertentu.
Dengan demikian secara “kontraktual” perusahaan berkewajiban untuk memberikan produk/jasa
sesuai dengan karakteristik yang telah dijanjikan kepada pembeli dan pembeli berhak untuk
memperoleh produk/jasa tersebut dengan membayar suatu nilai tertentu.
Dari teori di atas lahir empat macam kewajiban moral bagi suatu perusahaan:
1. The duty to comply
Kewajiban ini menuntut perusahaan untuk menyediakan produk/jasa kepada pembeli sesuai
dengan klaim yang dijanjikan oleh perusahaan terhadap produk/jasa tersebut yang
menyebabkan pembeli untuk setuju terhadap perjanjian jual - beli sehingga transaksi pun
terjadi.
2. The duty of disclosure
Kewajiban ini menuntut perusahaan untuk menyampaikan seluruh informasi yang relevan
kepada pembeli terkait produk/jasa yang dijual termasuk di dalamnya syarat - syarat dan
ketentuan yang berlaku yang dapat mempengaruhi keputusan pembeli untuk membeli
produk/jasa tersebut.
3. The duty not to misrepresent
Kewajiban ini menuntut perusahaan untuk tidak memberikan informasi yang salah atau
secara sengaja menyembunyikan informasi tertentu sehingga pembeli melakukan transaksi
tidak secara bebas sebagaimana apabila ia mengetahui informasi tersebut.
4. The duty not to coerce
Kewajiban ini menuntut perusahaan untuk tidak memanfaatkan psikologi pembeli (rasa takut
yang berlebihan atau tekanan emosi) sehingga pembeli akan bertindak irasional dalam
transaksi jual - beli.
Landasan Hukum
Menurut Bursa Efek Indonesia (BEI), reksa dana merupakan salah satu alternatif investasi bagi
masyarakat pemodal (investor), khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki
banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka. Reksa dana
dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal,
mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan
pengetahuan yang terbatas.
5
(c) Wahyudityo Ramadhanny - 2014
� Mengacu kepada UU Pasar Modal No.8 Tahun 1995 Pasal 1 ayat 27, reksa dana
didefinisikan sebagai wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari
masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portfolio efek oleh manajer
investasi.
Sementara berdasarkan definisi dari portalreksadana.com, KPD adalah bentuk pengelolaan dana
investor yang dibentuk dengan perjanjian bilateral antara investor dengan manajer investasi.
Perjanjian ini biasanya memuat pihak-pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian (yaitu
investor dan manajer investasi), syarat dan ketentuan yang berlaku, batasan investasi, masa
berlaku perjanjian, biaya pengelolaan portofolio, pelaporan, dan ketentuan-ketentuan lain yang
dirasakan perlu oleh kedua belah pihak untuk dicantumkan dalam perjanjian.
Portalreksadana.com memberikan gambaran perbedaan antara produk reksa dana konvensional
dengan KPD sebagai berikut:
Tabel 2. Perbedaan Reksa Dana dengan KPD
6
(c) Wahyudityo Ramadhanny - 2014
Pada saat kasus tersebut terjadi, Bapepam belum membuat peraturan yang secara khusus
membahas tentang KPD. Peraturan KPD sendiri hadir pada tahun 2010 melalui peraturan
Bapepam No. V.G.6 (Kep-112/BL/2010).
� Peraturan Bapepam No. VIII.G.13 (Kep-132/BL/2006) mendefinisikan repurchase
agreement (repo) adalah transaksi jual efek dengan janji beli kembali pada waktu dan
harga yang telah ditetapkan. Dalam peraturan tersebut juga menyebutkan bahwa emiten
dan atau Perusahaan Efek yang melakukan repo atas Efek yang merupakan portofolio
sendiri wajib:
a. Mereklasifikasikan akun efek ke akun efek yang di-repo-kan.
b. Melakukan marked to market terhadap Efek yang di-repo-kan.
c. Mencatat hutang repo sebesar harga pembelian kembali.
d. Mencatat selisih harga jual dan harga pembelian kembali sebagai beban bunga repo;
dan
e. Mengungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan:
1) Jenis (nomor seri dan nilai nominal), jumlah, dan nilai Efek yang di-repo-kan; dan
2) Nilai hutang repo yang diklasifikasikan berdasarkan saat jatuh tempo repo.
� Peraturan Bapepam No. V.B.4 (Kep-11/BL/2006) yang mengatur tentang perilaku
agen penjual efek reksa dana. Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa: Aktivitas
sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana wajib didasarkan pada kontrak kerja sama
dengan Manajer Investasi pengelola Reksa Dana yang sekurang-kurangnya memuat hal-
hal sebagai berikut:
a. Kewajiban Agen Penjual Efek Reksa Dana untuk memberikan informasi data
pemegang Efek Reksa Dana kepada Manajer Investasi maupun Bank Kustodian
dengan ketentuan bahwa seluruh data pemegang Efek Reksa Dana hanya dapat
digunakan untuk kepentingan aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana yang
bersangkutan.
b. Jangka waktu perjanjian.
c. Kondisi batalnya perjanjian termasuk ketentuan yang memungkinkan kedua belah
pihak menghentikan kerjasama sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian.
d. Penyelesaian hak dan kewajiban masing-masing pihak apabila perjanjian kerja sama
berakhir.
e. Komposisi pembagian komisi dan biaya.
f. Tata cara pencantuman informasi tentang identitas Agen Penjual Efek Reksa Dana,
Manajer Investasi, dan Bank Kustodian dalam dokumen konfirmasi yang diterbitkan
sehubungan dengan pemesanan pembelian atau penjualan Efek Reksa Dana oleh
pemegang Efek Reksa Dana; dan
g. Tata cara pembayaran, penyerahan dana, dan penyampaian konfirmasi atas
pembelian atau penjualan Efek Reksa Dana oleh pemegang Efek Reksa Dana.
Terkait pelaksanaan transksi perdagangan di bursa efek diatur oleh peraturan No.II A (Kep-
00399/BEI/II-2012) yang dikeluarkan oleh BEI. Dalam peraturan tersebut antara lain
menyebutkan:
7
(c) Wahyudityo Ramadhanny - 2014
� Auto Rejection adalah penolakan secara otomatis oleh JATS terhadap penawaran jual dan
atau permintaan beli Efek Bersifat Ekuitas yang dimasukkan ke JATS akibat
dilampauinya batasan harga atau jumlah Efek Bersifat Ekuitas yang ditetapkan oleh
Bursa.
� Auto Rejection dilakukan apabila:
Harga penawaran jual atau permintaan beli saham yang dimasukkan:
- Lebih dari 35% di atas atau di bawah acuan Harga untuk saham dengan rentang harga
Rp50 sampai dengan Rp200.
- Lebih dari 25% di atas atau di bawah acuan Harga untuk saham dengan rentang harga
lebih dari Rp200 sampai dengan Rp5.000.
- Lebih dari 20% di atas atau di bawah acuan Harga untuk saham dengan harga di atas
Rp5.000.
� Dalam rangka melakukan pengawasan perdagangan Efek, Bursa melakukan pemantauan
terhadap informasi atas setiap Efek yang berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut, antara
lain:
- Fluktuasi harga dan volume.
- Frekuensi.
- Order/pesanan.
- Transaksi.
- Pola transaksi.
- Informasi penyelesaian transaksi.
- Informasi lain yang penting dan relevan.
8
(c) Wahyudityo Ramadhanny - 2014
C. PEMBAHASAN
Setidaknya ada tiga pihak yang terlibat dalam kasus ini, yaitu: PNMIM selaku penerbit produk
investasi, Investor yang membeli produk tersebut, dan grup Bakrie yang mengikat perjanjian
repo dengan manajer investasi. Di luar ketiga pihak tersebut terdapat Bapepam yang berada di
luar lingkaran transaksi sebagai pihak pengawas pasar modal.
Sudut Pandang Agen Penjual (RBS)
Berdasarkan informasi yang terdapat di media internet, investor merasa dirugikan karena
informasi yang didapat berbeda dengan kejadian yang sebenarnya. Dari sisi etika bisnis, pihak
penjual produk (RBS) melanggar tipe kewajiban moral: - The duty to misrepresent
Pihak RBS tidak menyampaikan informasi yang sebenarnya dan menyembunyikannya dengan
memberikan informasi yang salah supaya nasabah mau membeli produk/jasa tersebut.
- The duty to coerce
Dengan menggunakan iming – iming imbal hasil yang tinggi dan risiko yang rendah, pihak
RBS seolah mendorong nasabah untuk bertindak irasional.
Dilihat dari teori Teleology, tindakan RBS tersebut lebih bersifat self-interest dengan
mementingkan kepentingan pribadinya untuk memperoleh keuntungan. Sementara melalui
pendekatan Deontology, tindakan RBS melanggar etika duty based approach dengan tidak
bertindak/berperilaku sebagaimana agen penjual yang telah diatur dalam Peraturan Bapepam No.
V.B.4.
Sudut Pandang Manajer Investasi (PNMIM)
Sementara pihak PNMIM berdasarkan informasi publik yang ada, secara etika telah memberikan
informasi yang sesungguhnya kepada para agen penjual termasuk RBS. Sehingga dalam kasus
ini pihak PNMIM tidak melakukan pelanggaran etika apa pun. Potensi pelanggaran etika terjadi
adalah apabila pihak PNMIM telah mengetahui bahwa transaksi repo yang dilakukan ini
mengandung risiko sangat tinggi sehingga berpotensi untuk melanggar prinsip manajemen risiko
internal, tetapi mereka tetap menawarkannya kepada investor. Namun hal ini sulit untuk
diketahui karena merupakan informasi internal yang tidak tersedia secara publik.
Dari sudut pandang Kohlberg, perkembangan moral PNMIM berada pada tahap kedua yaitu
conventional stage dengan berorientasi kepada Law and Order. Selama yang dilakukan tidak
melanggar ketentuan/peraturan yang berlaku maka pihak PNMIM dapat membuat produk
investasi apapun bahkan dengan tingkat risiko yang tinggi sekalipun. Apabila pihak PNMIM
telah mencapai tahap post-conventional stage, maka dengan orientasi universal moral-nya akan
menghambat PNMIM sebagai suatu perusahaan untuk tidak mengikuti ego pribadi (mencari
keuntungan tinggi dengan menjual produk investasi berisiko tinggi). Karena apabila PNMIM
mempertimbangkan posisi investor, maka PNMIM akan lebih konservatif dalam menciptakan
produk investasi yang akan ditawarkan.
Secara argumentatif dapat diperdebatkan bahwa dalam kegiatan investasi akan terkandung risk
dan return. Hukum/adagium yang umum berlaku adalah high risk – high return. Dengan berani
menerima risiko yang tinggi, seorang investor dapat mengharapkan return yang tinggi pula.
Dalam kasus ini, apabila investor memahami tingkat risiko yang dihadapi dengan membeli
9
(c) Wahyudityo Ramadhanny - 2014
produk investasi tersebut maka pihak PNMIM dapat bertindak lebih selaku manajer investasi
untuk memberikan masukan, saran, atau ulasan pasar secara rutin kepada investor. Apabila
PNMIM menilai ada sesuatu yang kurang baik terhadap saham – saham grup Bakrie ke
depannya, maka pihak PNMIM dapat mengambil tindakan preventif sebelum terjadinya risiko
gagal bayar.
Sudut Pandang Investor
Dari sudut pandang investor sendiri sebenarnya mereka memiliki keputusan untuk menentukan
arah investasi mereka kepada manajer investasi. Investor lebih mengetahui profil risiko mereka
sendiri, tujuan investasi, dan time horizon atas investasi yang dilakukannya. Sehingga dengan
asumsi pihak PNMIM ataupun agen penjual telah memberikan informasi yang lengkap dan
benar, maka akhirnya keputusan investasi kembali kepada tangan investor. Apabila mereka telah
mengetahui risiko tinggi yang terkandung dalam produk investasi yang hendak mereka beli
namun mereka tetap membelinya, maka ketika terjadi risiko kerugian akan menjadi tanggung
jawab dari investor itu sendiri. Unsur keserakahan (greed) ini yang kemudian rentan digunakan
oleh beberapa pihak untuk dieksploitasi (to coerce) sehingga investor akan bertindak irasional
dan menuju pada tindakan investasi yang kurang berhati – hati.
Sudut Pandang Regulator (BEI dan Bapepam)
BEI dalam kasus ini bertindak sebagai pihak yang menyediakan “tempat” untuk bertransaksi
antara pembeli dan penjual. Dalam kapasitasnya sebagai penyelenggara perdagangan,
kewenangan yang dimiliki BEI terbatas pada kegiatan transaksi di bursa efek. Prosedur dan
peraturan yang ada menyebutkan bahwa BEI berhak untuk melakukan penghentian perdagangan
(suspensi) suatu saham tertentu. Karena itu sesuai dengan kewenangan yang dimiliki BEI,
suspensi terhadap saham – saham Bakrie dilakukan ketika harga mengalami penurunan yang
signifikan. Namun sayangnya suspensi yang dilakukan tersebut lebih karena alasan teknis
(penurunan tajam harga saham) bukan karena hasil pantauan terkait fluktuasi harga, pola
transaksi, atau informasi penting lainnya yang relevan. Hal inilah yang dikritik karena pihak BEI
kurang bersifat preventif2. Sementara dari sisi Bapepam, ketiadaan peraturan atau regulasi terkait
produk KPD memberikan peluang untuk terjadinya pelanggaran etika (moral hazard). Lemahnya
pengawasan serta minimnya perangkat hukum dan regulasi dalam kasus ini memberikan celah
bagi pihak – pihak tertentu untuk mengambil keuntungan dengan merugikan sebagian
masyarakat.
2 http://finance.detik.com/read/2008/11/10/142546/1034394/6/bei-kaji-aturan-repo-setelah-kasus-grup-bakrie-
tuntas
10
(c) Wahyudityo Ramadhanny - 2014
D. KESIMPULAN
Setelah terjadinya kasus di atas, pihak Bapepam selaku regulator mulai menyusun peraturan
yang secara khusus mengatur terkait produk KPD. Masyarakat pun mulai menghindari produk –
produk KPD dan beralih kepada produk investasi reksa dana konvensional. Tingkat pengetahuan
masyarakat tentang produk keuangan yang masih relatif rendah serta tingkat pengawasan dari
Bapepam yang dinilai kurang memberikan celah bagi pihak – pihak tertentu untuk
memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat ke dalam transaksi investasi yang berisiko tinggi atau
bahkan berujung penipuan.
Peningkatan pengawasan yang lebih efektif serta adanya mekanisme early detection baik dari
pihak Bepepam dan BEI diharapkan dapat menjadi pertahanan pertama terhadap kasus – kasus
serupa di masa mendatang. Kelalaian atau tiada adanya upaya pencegahan dari pihak regulator
terhadap kasus – kasus seperti ini berisiko terhadap tingkat kepercayaan masyarakat untuk
bertransaksi di pasar keungan khususnya pasar modal. Apabila hal ini terjadi maka dapat berisiko
keluarnya dana investor baik lokal maupun asing dari dalam negeri sehingga lebih lanjut dapat
merugikan perekonomian negara secara keseluruhan.
Pada akhirnya, keputusan investasi merupakan memang keputusan individu sehingga perlu
mempertimbangkan tujuan investasi, profil risiko, dan jangka waktu investasi. Keuntungan dan
kerugian akan dinikmati dan ditanggung oleh masing – masing individu (investor). Dengan
demikan, tanggung jawab keputusan investasi akan tetap berada pada tangan investor.