Kasus Repo Grup Bakrie dengan PT PNM Investment Management

11
Kasus Repo Grup Bakrie dengan PT PNM Investment Management 1 A. LATAR BELAKANG MASALAH Key Issue: Produk investasi yang ditawarkan PT PNM Investment Management melalui agen bank penjual Bank RBS ternyata berisikan transaksi repo dengan saham – saham grup Bakrie sebagai underlying asset-nya. Nasabah yang membeli produk tersebut merasa tertipu karena informasi yang diterima tidak menyebutkan adanya transaksi repo tersebut. Nasabah menderita kerugian akibat transaksi repo yang menjadi underlying asset produk investasi ternyata mengalami gagal bayar. Kasus repurchase agreement (repo) saham grup Bakrie mencuat pada akhir tahun 2008 tidak lama setelah krisis keuangan global berawal pada bulan Agustus 2008. Kasus ini bermula dari rencana ekspansi usaha bisnis grup Bakrie dengan mencari pendanaan melalui pasar modal. Instrumen yang digunakan adalah perjanjian repo dimana grup Bakrie menggadaikan saham - saham dari beberapa perusahaannya dengan periode waktu dan imbal hasil (bunga) tertentu. Pasar modal Indonesia pada periode waktu 2005 - 2007 mencatatkan rata - rata return per tahun sebesar 41.2%. Saham - saham grup Bakrie pun mencatatkan return yang tidak kalah dari return pasar terutama pada tahun 2007. Pada saat booming harga komoditas di tahun 2007 - 2008, saham - saham grup Bakrie yang terkait dengan sektor komoditas seperti saham sektor batu bara dan CPO (kelapa sawit), mengalami kenaikan harga yang signifikan. Tabel 1. Kinerja IHSG dan Saham Grup Bakrie Tahun IHSG BUMI ENRG ELTY UNSP 2005 16% -5% 25% -40% 34% 2006 55% 18% -31% 18% 133% 2007 52% 567% 187% 285% 168% Average 41% 193% 60% 88% 112% 1 Merupakan Paper akhir mata kuliah Business Ethics Program Studi MM - FEB UGM Jakarta

Transcript of Kasus Repo Grup Bakrie dengan PT PNM Investment Management

Kasus Repo Grup Bakrie dengan PT PNM Investment

Management1

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Key Issue: Produk investasi yang ditawarkan PT PNM Investment Management melalui agen

bank penjual Bank RBS ternyata berisikan transaksi repo dengan saham – saham grup Bakrie

sebagai underlying asset-nya. Nasabah yang membeli produk tersebut merasa tertipu karena

informasi yang diterima tidak menyebutkan adanya transaksi repo tersebut. Nasabah menderita

kerugian akibat transaksi repo yang menjadi underlying asset produk investasi ternyata

mengalami gagal bayar.

Kasus repurchase agreement (repo) saham grup Bakrie mencuat pada akhir tahun 2008 tidak

lama setelah krisis keuangan global berawal pada bulan Agustus 2008. Kasus ini bermula dari

rencana ekspansi usaha bisnis grup Bakrie dengan mencari pendanaan melalui pasar modal.

Instrumen yang digunakan adalah perjanjian repo dimana grup Bakrie menggadaikan saham -

saham dari beberapa perusahaannya dengan periode waktu dan imbal hasil (bunga) tertentu.

Pasar modal Indonesia pada periode waktu 2005 - 2007 mencatatkan rata - rata return per tahun

sebesar 41.2%. Saham - saham grup Bakrie pun mencatatkan return yang tidak kalah dari return

pasar terutama pada tahun 2007. Pada saat booming harga komoditas di tahun 2007 - 2008,

saham - saham grup Bakrie yang terkait dengan sektor komoditas seperti saham sektor batu bara

dan CPO (kelapa sawit), mengalami kenaikan harga yang signifikan.

Tabel 1. Kinerja IHSG dan Saham Grup Bakrie

Tahun IHSG BUMI ENRG ELTY UNSP

2005 16% -5% 25% -40% 34%

2006 55% 18% -31% 18% 133%

2007 52% 567% 187% 285% 168%

Average 41% 193% 60% 88% 112%

1 Merupakan Paper akhir mata kuliah Business Ethics

Program Studi MM - FEB UGM Jakarta

(c) Wahyudityo Ramadhanny - 2014

Grafik

Merasa yakin dengan kinerja

grup Bakrie tak segan untuk

transaksi repo menggunakan

adalah penurunan dari underlying

yang digadaikan ternyata mengalami

harga saat transaksi dilakukan)

penyetoran dana tunai kepada

terus turun dan perusahaan gagal

untuk menjual saham yang digadaikan

Pemasalahan muncul saat krisis

saham yang terkait dengan

termasuk saham - saham grup

Bakrie mengalami gagal bayar.

Berdasarkan data dari detikfinance

• BUMI sebanyak 5.126.427.858

• ENRG sebanyak 4.760.330.000

• ELTY sebanyak 3.796.540.000

• UNSP sebanyak 394.963.598

Total nilai repo pada saat itu ditaksir sekitar USD1,386 miliar. Namun nilai tersebut masih belum

memasukkan repo - repo saham lainnya yang tidak tercatat dan diperkirakan mencapai Rp6,3

triliun.

4

Grafik 1. Indeks Kinerja IHSG dan Saham Grup Bakrie

saham - saham anak usahanya yang berada dalam

untuk melakukan transaksi repo kepada beberapa

saham suatu perusahaan tertentu, maka risiko

underlying asset-nya tersebut (saham yang digadaikan).

mengalami penurunan harga hingga level tertentu

dilakukan) maka pihak yang menggadaikan wajib

kepada investor (top up jaminan). Apabila harga saham

gagal untuk melakukan penyetoran dana tunai,

digadaikan tersebut di harga pasar yang berlaku.

krisis keuangan global merontokkan harga - harga

sektor komoditas pun mengalami kejatuhan

grup Bakrie. Hingga akhirnya transaksi repo

bayar.

detikfinance, saham - saham grup Bakrie yang digadaikan

BUMI sebanyak 5.126.427.858 lembar saham (26,42%)

ENRG sebanyak 4.760.330.000 lembar saham (30,97%)

ELTY sebanyak 3.796.540.000 lembar saham (19,06%)

UNSP sebanyak 394.963.598 lembar saham (10,42%)

Total nilai repo pada saat itu ditaksir sekitar USD1,386 miliar. Namun nilai tersebut masih belum

repo saham lainnya yang tidak tercatat dan diperkirakan mencapai Rp6,3

2

dalam trend menanjak,

beberapa investor. Karena

risiko dari transaksi ini

digadaikan). Apabila saham

tertentu (misal 20% di bawah

wajib untuk melakukan

saham yang digadaikan

tunai, maka investor berhak

berlaku.

harga komoditas. Saham -

kejatuhan yang cukup dalam,

yang dilakukan grup

digadaikan antara lain:

Total nilai repo pada saat itu ditaksir sekitar USD1,386 miliar. Namun nilai tersebut masih belum

repo saham lainnya yang tidak tercatat dan diperkirakan mencapai Rp6,3

(c) Wahyudityo Ramadhanny - 2014

Kaitan dengan PT PNM Investment Ma

PNMIM adalah perusahaan manajer investasi yang merupakan anak usaha dari PT PNM Persero.

PNMIM pada dasarnya menjual produk reksa dana kepada masyarakat (baik reksa dana pasar

uang, saham, campuran, dan pendapatan tetap). Namun selain reksa dana konvension

PNMIM juga menawarkan produk investasi yang bernama Kontrak Pengelolaan Dana (KPD).

Produk KPD ini ditujukan kepada investor institusi atau individu profesional yang pada saat itu

peraturan terkait KPD ini belum terlalu ketat. Dalam KPD, manaj

menginvestasikan dana investor kepada instrumen

ini, PNMIM menerbitkan produk KPD dengan

Bakrie.

Dalam memasarkan produk KPD ini, PN

ABN AMRO sebagai bank distribusi. Nasabah yang dijaring RBS mencapai 1

dengan nilai Rp 1,4 triliun. Pihak RBS dalam memasarkan produknya menyatakan bahwa produk

ini merupakan reksa dana terprote

mengalami gagal bayar maka nasabah yang harus menanggung akibatnya, padahal mereka

tahunya itu adalah produk reksa dana terproteksi.

Grafik 2. Hubungan

4

Kaitan dengan PT PNM Investment Management (PNMIM)

PNMIM adalah perusahaan manajer investasi yang merupakan anak usaha dari PT PNM Persero.

PNMIM pada dasarnya menjual produk reksa dana kepada masyarakat (baik reksa dana pasar

uang, saham, campuran, dan pendapatan tetap). Namun selain reksa dana konvension

PNMIM juga menawarkan produk investasi yang bernama Kontrak Pengelolaan Dana (KPD).

Produk KPD ini ditujukan kepada investor institusi atau individu profesional yang pada saat itu

peraturan terkait KPD ini belum terlalu ketat. Dalam KPD, manajer investasi dapat lebih leluasa

menginvestasikan dana investor kepada instrumen - instrumen keuangan lainnya. Dalam kasus

ini, PNMIM menerbitkan produk KPD dengan underlying asset berupa repo saham

Dalam memasarkan produk KPD ini, PNMIM menggandeng Royal Bank of Scotland

ABN AMRO sebagai bank distribusi. Nasabah yang dijaring RBS mencapai 1

dengan nilai Rp 1,4 triliun. Pihak RBS dalam memasarkan produknya menyatakan bahwa produk

ini merupakan reksa dana terproteksi yang dikeluarkan oleh PNMIM. Ketika kasus repo

mengalami gagal bayar maka nasabah yang harus menanggung akibatnya, padahal mereka

tahunya itu adalah produk reksa dana terproteksi.

Hubungan Transaksi Repo PNMIM, RBS, dan Investor

3

PNMIM adalah perusahaan manajer investasi yang merupakan anak usaha dari PT PNM Persero.

PNMIM pada dasarnya menjual produk reksa dana kepada masyarakat (baik reksa dana pasar

uang, saham, campuran, dan pendapatan tetap). Namun selain reksa dana konvensional tersebut,

PNMIM juga menawarkan produk investasi yang bernama Kontrak Pengelolaan Dana (KPD).

Produk KPD ini ditujukan kepada investor institusi atau individu profesional yang pada saat itu

er investasi dapat lebih leluasa

instrumen keuangan lainnya. Dalam kasus

berupa repo saham - saham grup

MIM menggandeng Royal Bank of Scotland (RBS) atau

ABN AMRO sebagai bank distribusi. Nasabah yang dijaring RBS mencapai 1.500 nasabah

dengan nilai Rp 1,4 triliun. Pihak RBS dalam memasarkan produknya menyatakan bahwa produk

ksi yang dikeluarkan oleh PNMIM. Ketika kasus repo

mengalami gagal bayar maka nasabah yang harus menanggung akibatnya, padahal mereka

Investor

4

(c) Wahyudityo Ramadhanny - 2014

B. LANDASAN TEORI

The Contract View of Business Firm’s Duties to Consumer

Menurut teori ini, hubungan antara perusahaan dengan pembeli (customer) bersifat kontraktual

sehingga kewajiban moral perusahaan kepada pembeli lahir bersamaan dengan terciptanya

kontrak antar kedua belah pihak. Saat pembeli membeli produk/jasa maka secara tak langsung

pembeli telah melakukan kontrak penjualan dengan perusahaan. Perusahaan kemudian secara

bebas (tanpa paksaan) menyetujui untuk memberikan produk/jasa tersebut sesuai dengan

karakteristik tertentu dan pembeli secara sukarela untuk membayar sejumlah nilai tertentu.

Dengan demikian secara “kontraktual” perusahaan berkewajiban untuk memberikan produk/jasa

sesuai dengan karakteristik yang telah dijanjikan kepada pembeli dan pembeli berhak untuk

memperoleh produk/jasa tersebut dengan membayar suatu nilai tertentu.

Dari teori di atas lahir empat macam kewajiban moral bagi suatu perusahaan:

1. The duty to comply

Kewajiban ini menuntut perusahaan untuk menyediakan produk/jasa kepada pembeli sesuai

dengan klaim yang dijanjikan oleh perusahaan terhadap produk/jasa tersebut yang

menyebabkan pembeli untuk setuju terhadap perjanjian jual - beli sehingga transaksi pun

terjadi.

2. The duty of disclosure

Kewajiban ini menuntut perusahaan untuk menyampaikan seluruh informasi yang relevan

kepada pembeli terkait produk/jasa yang dijual termasuk di dalamnya syarat - syarat dan

ketentuan yang berlaku yang dapat mempengaruhi keputusan pembeli untuk membeli

produk/jasa tersebut.

3. The duty not to misrepresent

Kewajiban ini menuntut perusahaan untuk tidak memberikan informasi yang salah atau

secara sengaja menyembunyikan informasi tertentu sehingga pembeli melakukan transaksi

tidak secara bebas sebagaimana apabila ia mengetahui informasi tersebut.

4. The duty not to coerce

Kewajiban ini menuntut perusahaan untuk tidak memanfaatkan psikologi pembeli (rasa takut

yang berlebihan atau tekanan emosi) sehingga pembeli akan bertindak irasional dalam

transaksi jual - beli.

Landasan Hukum

Menurut Bursa Efek Indonesia (BEI), reksa dana merupakan salah satu alternatif investasi bagi

masyarakat pemodal (investor), khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki

banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka. Reksa dana

dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal,

mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan

pengetahuan yang terbatas.

5

(c) Wahyudityo Ramadhanny - 2014

� Mengacu kepada UU Pasar Modal No.8 Tahun 1995 Pasal 1 ayat 27, reksa dana

didefinisikan sebagai wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari

masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portfolio efek oleh manajer

investasi.

Sementara berdasarkan definisi dari portalreksadana.com, KPD adalah bentuk pengelolaan dana

investor yang dibentuk dengan perjanjian bilateral antara investor dengan manajer investasi.

Perjanjian ini biasanya memuat pihak-pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian (yaitu

investor dan manajer investasi), syarat dan ketentuan yang berlaku, batasan investasi, masa

berlaku perjanjian, biaya pengelolaan portofolio, pelaporan, dan ketentuan-ketentuan lain yang

dirasakan perlu oleh kedua belah pihak untuk dicantumkan dalam perjanjian.

Portalreksadana.com memberikan gambaran perbedaan antara produk reksa dana konvensional

dengan KPD sebagai berikut:

Tabel 2. Perbedaan Reksa Dana dengan KPD

6

(c) Wahyudityo Ramadhanny - 2014

Pada saat kasus tersebut terjadi, Bapepam belum membuat peraturan yang secara khusus

membahas tentang KPD. Peraturan KPD sendiri hadir pada tahun 2010 melalui peraturan

Bapepam No. V.G.6 (Kep-112/BL/2010).

� Peraturan Bapepam No. VIII.G.13 (Kep-132/BL/2006) mendefinisikan repurchase

agreement (repo) adalah transaksi jual efek dengan janji beli kembali pada waktu dan

harga yang telah ditetapkan. Dalam peraturan tersebut juga menyebutkan bahwa emiten

dan atau Perusahaan Efek yang melakukan repo atas Efek yang merupakan portofolio

sendiri wajib:

a. Mereklasifikasikan akun efek ke akun efek yang di-repo-kan.

b. Melakukan marked to market terhadap Efek yang di-repo-kan.

c. Mencatat hutang repo sebesar harga pembelian kembali.

d. Mencatat selisih harga jual dan harga pembelian kembali sebagai beban bunga repo;

dan

e. Mengungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan:

1) Jenis (nomor seri dan nilai nominal), jumlah, dan nilai Efek yang di-repo-kan; dan

2) Nilai hutang repo yang diklasifikasikan berdasarkan saat jatuh tempo repo.

� Peraturan Bapepam No. V.B.4 (Kep-11/BL/2006) yang mengatur tentang perilaku

agen penjual efek reksa dana. Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa: Aktivitas

sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana wajib didasarkan pada kontrak kerja sama

dengan Manajer Investasi pengelola Reksa Dana yang sekurang-kurangnya memuat hal-

hal sebagai berikut:

a. Kewajiban Agen Penjual Efek Reksa Dana untuk memberikan informasi data

pemegang Efek Reksa Dana kepada Manajer Investasi maupun Bank Kustodian

dengan ketentuan bahwa seluruh data pemegang Efek Reksa Dana hanya dapat

digunakan untuk kepentingan aktivitas yang berkaitan dengan Reksa Dana yang

bersangkutan.

b. Jangka waktu perjanjian.

c. Kondisi batalnya perjanjian termasuk ketentuan yang memungkinkan kedua belah

pihak menghentikan kerjasama sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian.

d. Penyelesaian hak dan kewajiban masing-masing pihak apabila perjanjian kerja sama

berakhir.

e. Komposisi pembagian komisi dan biaya.

f. Tata cara pencantuman informasi tentang identitas Agen Penjual Efek Reksa Dana,

Manajer Investasi, dan Bank Kustodian dalam dokumen konfirmasi yang diterbitkan

sehubungan dengan pemesanan pembelian atau penjualan Efek Reksa Dana oleh

pemegang Efek Reksa Dana; dan

g. Tata cara pembayaran, penyerahan dana, dan penyampaian konfirmasi atas

pembelian atau penjualan Efek Reksa Dana oleh pemegang Efek Reksa Dana.

Terkait pelaksanaan transksi perdagangan di bursa efek diatur oleh peraturan No.II A (Kep-

00399/BEI/II-2012) yang dikeluarkan oleh BEI. Dalam peraturan tersebut antara lain

menyebutkan:

7

(c) Wahyudityo Ramadhanny - 2014

� Auto Rejection adalah penolakan secara otomatis oleh JATS terhadap penawaran jual dan

atau permintaan beli Efek Bersifat Ekuitas yang dimasukkan ke JATS akibat

dilampauinya batasan harga atau jumlah Efek Bersifat Ekuitas yang ditetapkan oleh

Bursa.

� Auto Rejection dilakukan apabila:

Harga penawaran jual atau permintaan beli saham yang dimasukkan:

- Lebih dari 35% di atas atau di bawah acuan Harga untuk saham dengan rentang harga

Rp50 sampai dengan Rp200.

- Lebih dari 25% di atas atau di bawah acuan Harga untuk saham dengan rentang harga

lebih dari Rp200 sampai dengan Rp5.000.

- Lebih dari 20% di atas atau di bawah acuan Harga untuk saham dengan harga di atas

Rp5.000.

� Dalam rangka melakukan pengawasan perdagangan Efek, Bursa melakukan pemantauan

terhadap informasi atas setiap Efek yang berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut, antara

lain:

- Fluktuasi harga dan volume.

- Frekuensi.

- Order/pesanan.

- Transaksi.

- Pola transaksi.

- Informasi penyelesaian transaksi.

- Informasi lain yang penting dan relevan.

8

(c) Wahyudityo Ramadhanny - 2014

C. PEMBAHASAN

Setidaknya ada tiga pihak yang terlibat dalam kasus ini, yaitu: PNMIM selaku penerbit produk

investasi, Investor yang membeli produk tersebut, dan grup Bakrie yang mengikat perjanjian

repo dengan manajer investasi. Di luar ketiga pihak tersebut terdapat Bapepam yang berada di

luar lingkaran transaksi sebagai pihak pengawas pasar modal.

Sudut Pandang Agen Penjual (RBS)

Berdasarkan informasi yang terdapat di media internet, investor merasa dirugikan karena

informasi yang didapat berbeda dengan kejadian yang sebenarnya. Dari sisi etika bisnis, pihak

penjual produk (RBS) melanggar tipe kewajiban moral: - The duty to misrepresent

Pihak RBS tidak menyampaikan informasi yang sebenarnya dan menyembunyikannya dengan

memberikan informasi yang salah supaya nasabah mau membeli produk/jasa tersebut.

- The duty to coerce

Dengan menggunakan iming – iming imbal hasil yang tinggi dan risiko yang rendah, pihak

RBS seolah mendorong nasabah untuk bertindak irasional.

Dilihat dari teori Teleology, tindakan RBS tersebut lebih bersifat self-interest dengan

mementingkan kepentingan pribadinya untuk memperoleh keuntungan. Sementara melalui

pendekatan Deontology, tindakan RBS melanggar etika duty based approach dengan tidak

bertindak/berperilaku sebagaimana agen penjual yang telah diatur dalam Peraturan Bapepam No.

V.B.4.

Sudut Pandang Manajer Investasi (PNMIM)

Sementara pihak PNMIM berdasarkan informasi publik yang ada, secara etika telah memberikan

informasi yang sesungguhnya kepada para agen penjual termasuk RBS. Sehingga dalam kasus

ini pihak PNMIM tidak melakukan pelanggaran etika apa pun. Potensi pelanggaran etika terjadi

adalah apabila pihak PNMIM telah mengetahui bahwa transaksi repo yang dilakukan ini

mengandung risiko sangat tinggi sehingga berpotensi untuk melanggar prinsip manajemen risiko

internal, tetapi mereka tetap menawarkannya kepada investor. Namun hal ini sulit untuk

diketahui karena merupakan informasi internal yang tidak tersedia secara publik.

Dari sudut pandang Kohlberg, perkembangan moral PNMIM berada pada tahap kedua yaitu

conventional stage dengan berorientasi kepada Law and Order. Selama yang dilakukan tidak

melanggar ketentuan/peraturan yang berlaku maka pihak PNMIM dapat membuat produk

investasi apapun bahkan dengan tingkat risiko yang tinggi sekalipun. Apabila pihak PNMIM

telah mencapai tahap post-conventional stage, maka dengan orientasi universal moral-nya akan

menghambat PNMIM sebagai suatu perusahaan untuk tidak mengikuti ego pribadi (mencari

keuntungan tinggi dengan menjual produk investasi berisiko tinggi). Karena apabila PNMIM

mempertimbangkan posisi investor, maka PNMIM akan lebih konservatif dalam menciptakan

produk investasi yang akan ditawarkan.

Secara argumentatif dapat diperdebatkan bahwa dalam kegiatan investasi akan terkandung risk

dan return. Hukum/adagium yang umum berlaku adalah high risk – high return. Dengan berani

menerima risiko yang tinggi, seorang investor dapat mengharapkan return yang tinggi pula.

Dalam kasus ini, apabila investor memahami tingkat risiko yang dihadapi dengan membeli

9

(c) Wahyudityo Ramadhanny - 2014

produk investasi tersebut maka pihak PNMIM dapat bertindak lebih selaku manajer investasi

untuk memberikan masukan, saran, atau ulasan pasar secara rutin kepada investor. Apabila

PNMIM menilai ada sesuatu yang kurang baik terhadap saham – saham grup Bakrie ke

depannya, maka pihak PNMIM dapat mengambil tindakan preventif sebelum terjadinya risiko

gagal bayar.

Sudut Pandang Investor

Dari sudut pandang investor sendiri sebenarnya mereka memiliki keputusan untuk menentukan

arah investasi mereka kepada manajer investasi. Investor lebih mengetahui profil risiko mereka

sendiri, tujuan investasi, dan time horizon atas investasi yang dilakukannya. Sehingga dengan

asumsi pihak PNMIM ataupun agen penjual telah memberikan informasi yang lengkap dan

benar, maka akhirnya keputusan investasi kembali kepada tangan investor. Apabila mereka telah

mengetahui risiko tinggi yang terkandung dalam produk investasi yang hendak mereka beli

namun mereka tetap membelinya, maka ketika terjadi risiko kerugian akan menjadi tanggung

jawab dari investor itu sendiri. Unsur keserakahan (greed) ini yang kemudian rentan digunakan

oleh beberapa pihak untuk dieksploitasi (to coerce) sehingga investor akan bertindak irasional

dan menuju pada tindakan investasi yang kurang berhati – hati.

Sudut Pandang Regulator (BEI dan Bapepam)

BEI dalam kasus ini bertindak sebagai pihak yang menyediakan “tempat” untuk bertransaksi

antara pembeli dan penjual. Dalam kapasitasnya sebagai penyelenggara perdagangan,

kewenangan yang dimiliki BEI terbatas pada kegiatan transaksi di bursa efek. Prosedur dan

peraturan yang ada menyebutkan bahwa BEI berhak untuk melakukan penghentian perdagangan

(suspensi) suatu saham tertentu. Karena itu sesuai dengan kewenangan yang dimiliki BEI,

suspensi terhadap saham – saham Bakrie dilakukan ketika harga mengalami penurunan yang

signifikan. Namun sayangnya suspensi yang dilakukan tersebut lebih karena alasan teknis

(penurunan tajam harga saham) bukan karena hasil pantauan terkait fluktuasi harga, pola

transaksi, atau informasi penting lainnya yang relevan. Hal inilah yang dikritik karena pihak BEI

kurang bersifat preventif2. Sementara dari sisi Bapepam, ketiadaan peraturan atau regulasi terkait

produk KPD memberikan peluang untuk terjadinya pelanggaran etika (moral hazard). Lemahnya

pengawasan serta minimnya perangkat hukum dan regulasi dalam kasus ini memberikan celah

bagi pihak – pihak tertentu untuk mengambil keuntungan dengan merugikan sebagian

masyarakat.

2 http://finance.detik.com/read/2008/11/10/142546/1034394/6/bei-kaji-aturan-repo-setelah-kasus-grup-bakrie-

tuntas

10

(c) Wahyudityo Ramadhanny - 2014

D. KESIMPULAN

Setelah terjadinya kasus di atas, pihak Bapepam selaku regulator mulai menyusun peraturan

yang secara khusus mengatur terkait produk KPD. Masyarakat pun mulai menghindari produk –

produk KPD dan beralih kepada produk investasi reksa dana konvensional. Tingkat pengetahuan

masyarakat tentang produk keuangan yang masih relatif rendah serta tingkat pengawasan dari

Bapepam yang dinilai kurang memberikan celah bagi pihak – pihak tertentu untuk

memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat ke dalam transaksi investasi yang berisiko tinggi atau

bahkan berujung penipuan.

Peningkatan pengawasan yang lebih efektif serta adanya mekanisme early detection baik dari

pihak Bepepam dan BEI diharapkan dapat menjadi pertahanan pertama terhadap kasus – kasus

serupa di masa mendatang. Kelalaian atau tiada adanya upaya pencegahan dari pihak regulator

terhadap kasus – kasus seperti ini berisiko terhadap tingkat kepercayaan masyarakat untuk

bertransaksi di pasar keungan khususnya pasar modal. Apabila hal ini terjadi maka dapat berisiko

keluarnya dana investor baik lokal maupun asing dari dalam negeri sehingga lebih lanjut dapat

merugikan perekonomian negara secara keseluruhan.

Pada akhirnya, keputusan investasi merupakan memang keputusan individu sehingga perlu

mempertimbangkan tujuan investasi, profil risiko, dan jangka waktu investasi. Keuntungan dan

kerugian akan dinikmati dan ditanggung oleh masing – masing individu (investor). Dengan

demikan, tanggung jawab keputusan investasi akan tetap berada pada tangan investor.

11

(c) Wahyudityo Ramadhanny - 2014

E. REFERENSI

Velasquez, Manuel G. Business Ethics: Concept & Cases. England: Pearson Education Limited 2012.

www.detikfinance.com

www.portalreksadana.com